Isi Nefrotik Sindrom.docx

  • Uploaded by: Siti Masitoh Imas
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Isi Nefrotik Sindrom.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,076
  • Pages: 20
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Sistem perkemihan terdiri dari organ ginjal, ureter, vesika urinaria (kandung kemih) dan uretra membentuk sistem urinarius. Fungsi utama ginjal adalah mengatur cairan serta elektrolit dan komposisi asam-basa cairan tubuh, mengeluarkan produk akhir metabolic dari dalam darah, dan mengatur tekanan darah.. Namun, fungsi masing-masing organ dari sistem perkemihan tersebut tidak luput dari suatu masalah atau abnormal. Sehingga hal ini dapat menimbulkan beberapa penyakit atau gangguan salah satunya berupa sindrom nefrotik. Pada tahun 1905 Friedrich Muller menggunakan istilah nefrosis untuk membedakan degenerasi lemak tubulus dengan glomerulus. Namun istilah nefrosis sekarang tidak dipakai lagi. Tahun 1913 Munk melaporkan adanya butirbutir lipoid (Lipoid droplets) dalam sedimen urin pasien dengan “nefritis parenkimatosa kronik”. Kelainan ini ditemukan terutama atas dasar adanya lues dan diberikan istilah nefrosis lipoid. Istilah sindrom nefrotik (SN) kemudian digunakan untuk menggantikan istilah terdahulu yang menunjukkan suatu keadaan klinik dan laboratorik tanpa menunjukkan satu penyakit yang mendasari. Insidens lebih tinggi pada laki-laki dari pada perempuan. Mortalitas dan prognosis anak dengan sindrom nefrotik bervariasi berdasarkan etiologi, berat, luas kerusakan ginjal, usia anak, kondisi yang mendasari, dan responnya trerhadap pengobatan. Sindrom nefrotik jarang menyerang anak dibawah usia 1 tahun. Sindrom nefrotik perubahan minimal ( SNPM ) menacakup 60 – 90 % dari semua kasus sindrom nefrotik pada anak. Angka mortalitas dari SNPM telah menurun dari 50 % menjadi 5 % dengan majunya terapi dan pemberian steroid. Bayi dengan sindrom nefrotik tipe finlandia adalah calon untuk nefrektomi bilateral dan transplantasi ginjal. Berdasarkan hasil penelitian univariat terhadap 46 pasien, didapatkan insiden terbanyak sindrom nefrotik berada pada kelompok umur 2 – 6 tahun sebanyak 25 pasien (54,3%), dan terbanyak pada laki-laki dengan jumlah 29 pasien dengan rasio 1,71 : 1. Insiden sindrom nefrotik pada 1

2

anak di Hongkong dilaporkan 2 - 4 kasus per 100.000 anak per tahun ( Chiu and Yap, 2005 ). Insiden sindrom nefrotik pada anak dalam kepustakaan di Amerika Serikat dan Inggris adalah 2 - 4 kasus baru per 100.000 anak per tahun. Di negara berkembang, insidennya lebih tinggi. Dilaporkan, insiden sindrom nefrotik pada anak di Indonesia adalah 6 kasus per 100.000 anak per tahun.

B. Tujuan 1. Tujuan umum: Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan nefrotik sindrom. 2. Tujuan khusus a.

Mahasiswa mampu mengetahui definisi nefrotik.sindrom

b.

Mahasiwa mampu mengetahui anatomi fisiologi.

c.

Mahasiswa mampu mengetahui etiologi dan patofisiologi dari nefrotik sindrom.

d.

Mahasiswa mampu mengetahui tanda dan gejala dari nefrotik sindrom.

e.

Mahasiswa mampu mengetahui penatalaksanaan dari pasien nefrotik sindrom.

f.

Mahasiswa mampu mengetahui konsep dasar keperawatan.

C. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan penyelesaian makalah ini, maka penulis menyusun sistematika penulisan sebagai berikut: 1. BAB I Pendahuluan berisi tentang latar belakang, tujuan, dan sistematika penulisan. 2. BAB II Tinjauan teori, penulis membahas tentang pengertian nefrotik sindrom, anatomi fisiologi, etiologi, patofisiologi, patoflowdiagram, tanda dan gejala, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan medis, komplikasi, serta konsep dasar keperawatan yang berisi tentang pengkajian, diagnosa, dan intervensi. 3. BAB III Kesimpulan, penulis membuat kesimpulan berdasarkan penjelasan yang sudah dijelaskan.

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Nefrotik Sindrom Nefrotik

Sindrom

adalah

merupakan

manifestasi

klinik

dari

glomerulonestritis (GN) ditandai dengan gejala edema, proteinuria pasif > 3,5g/hari, hipoalbuminemia <3,5g/dl, lipiduria dan hiperkolestromia. Kadangkadang terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal, sindrom nefrotik paling banyak terjadi pada anak umur 3-4 tahun dengan perbandingan pasien wanita dan pria 1:2 (Nurarif & Kusuma, 2016, hal. 130). Nefrotik Sindrom merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh adanya injury glomerular yang terjadi dengan karakteristik; proteinuria, hypoproteinuria, hypoalbuminemia, hyperlipidemia dan edema (Suriadi, 2010, hal. 199). Nefrotik Sindrom adalah status klinis yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan kehilangan protein, yang mengakibatkan kehilangan protein urinarius yang masif. (Wong, 2003). Nefrotik sindrom adalah gangguan klinik yang ditandai dengan peningkatan protein

urine

(proteinuria),

edema,

penurunan

albumin

dalam

darah

(hipoalbuminemia), dan kelebihan lipid dalam darah (hiperlipidemia). Kejadian ini diakibatkan oleh kelebihan pecahan plasma protein ke dalam urine karena peningkatan permeabilitas membran kapiler glomerulus. (dr.nursalam, dkk. 2009)

B. Anatomi Fisiologi 1. Anatomi ginjal Ginjal merupakan salah satu bagian saluran kemih yang terletak retroperitonel dengan panjang kurang lebih 11-12 cm, di samping kiri kanan vertebra. Pada umumnya, ginjal kanan lebih rendah dari ginjal kiri oleh karena adanya hepar dan lebih dekat ke garis tengah tubuh. Batas atas ginjal kiri setinggi batas atas vertebra thorakalis XII dan garis bawah ginjal kiri setinggi vertebra lumbalis III. Pada fetus dan infant, ginjal berlobulasi. Makin bertambah umur, lobulasi makin kurang, sehingga waktu dewasa menghilang. 3

4

Parenkim ginjal terdiri atas korteks dan medula. Medula terdiri atas piramidpiramid yang berjumlah kira-kira 8-18 buah. Tiap-tiap piramid dipisahkan oleh columna bertini. Dasar piramid di tutup oleh korteks, sedang puncaknya (papila marginalis) menonjol ke dalam kaliks minor. Beberapa kaliks minor bersatu menjadi kaliks mayor yang berjumlah 2 atau 3 ditiap ginjal. Kaliks mayor / minor ini bersatu menjadi pelvis renalis dan di pelvis renalis inilah keluar ureter. Korteks sendiri terdiri dari glomerulus dan tubuli, sedangkan pada medula hanya terdapat tubuli. Glomeruli dari tubuli ini akan membentuk nefron, satu unit nrfron terdiri dari glomerulus, tubulus proksimal, loop of henle, tubulus distal (kadang-kadang dimasukkan pula duktus koligentes) (Price, 2001). Tiap ginjal mempunyai kurang lebih 1,5-2 juta nefron, berarti pula kurang lebih 1,5-2 juta glomeruli. Pembentukan urin dimulai dari glomerulus, dimana pada glomerulus ini fitrat, fitrat adalah isoonik dengan plasma pada angka 285 mosmol. Pada akhir tubulus proksimal 80% fitrat telah di absorbsi, meskipun konsentrasinya masih tetap 285 mosmol. Saat infiltrat bergerak ke bawah melalui bagian desenden lengkung henle, konsetrasi filtrat bergerak ke atas melalui bagian asenden, konsentrasi makin lama makin encer sehingga akhirnya menjadi hipoosmotik padda ujung atas lengkung, saat fitrat bergerak sepanjang tubulus distal, fitrat menjadi semakin pekat sehingga akhirnya isoosmotik dengan plasma darah pada ujung duktus mengumpul. Ketika filtrat bergerak turun melalui duktus pengumpul sekali lagi konsentrasi filtrat meningkat pada akhir duktus pengumpul, sekitar 99% air sudah direabsorbsi dan hanya 1% yang diekskresi sebagai urin atau kemih (Price, 2001). 2. Fisiologi Ginjal Telah diketahui bahwa ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi yyang sangat penting melalui ultrafitrat yang terbentuk dalam glomerulus. Terbentuknya ultrafitrat ini sangat dipengaruhi oleh sirkulasi ginjal yang mendapat darah 20% dari seluruh cardiac output. (Syarifuddin, 2002) “fungsi ginjal yaitu mengeluarkan zat-zat toksik atau racun; memertahankan keseimbangan cairan; mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh; mengeluarkan sisa metabolisme hasil akhir sari prootein ureum, kreatinin, dan amoniak”

5

Tiga tahap pembentukan urine: a. Filtrasi glomerular

Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus, seperti kapiler tubuh lainnya, kapiler glumerulus secara relatif bersifat impermiabel terhadap protein plasma yang besar dan cukup permabel terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti lektrolit, asam amino, glukosa, dan sisa nitrogen. Aliran darah ginjal (RBF = Renal Blood Flow) adalah sekitar 25% dari curah jantung atau sekitar 1200 ml/menit. Sekitar seperlima dari plasma atau sekitar 125 ml/menit dialirkan melalui glomerulus ke kapsula bowman. Ini dikenal dengan laju filtrasi glomerulus (GFR = Glumerular Filtration Rate). GFR normal dewasa : 120 cc/menit/1,73 m2 (luas permukaan tubuh). GFR normal umur 2-12 tahun 30-90 cc/menit/luas permukaan tubuh anak. Gerakan masuk ke kapsula bowman’s disebut filtrat. Tekanan filtrasi berasal dari tekanan yang terdapat antara kapiler glomerulus dan kapsula bowman’s, tekanan hidrostaik darah dalam kapiler glomerulus mempermudah filtrasi dan kekuatan ini dilawan oleh tekanan hidrostatik filtrat dalam kapsula bowman’s serta tekanan osmotik koloid darah. Filtrasi glomerulus tidak hanya dipengaruhi oleh tekanan-tekanan koloid diatas namun juga oleh permeabilitas dinding kapiler. b. Reabsorbsi

Zat-zat yang difiltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non elektrolit, elektrolit dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsorbsi selektif zat-zat tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah difiltrasi. c. Sekresi

Sekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-molekul dari aliran darah melalui tubulus ke dalam fitrat. Banyak substansi yang di sekresi tidak terjadi secara alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin). Substansi yang secara alamiah teradi dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium serta ion-ion hidrogen. Pada tubulus distalis, transfor aktif natrium sistem carier yang juga terlibat dalam sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan ini, tiap kali carier membawa natrium keluar dari cairan tubular, cariernya bisa hidrogen atau ion kalim

6

kedalam cairan tubular “perjalanan kembali” jadi, untuk setiap ion natrium yang diabsorbsi, hidrogen atau kalium harus disekresi dan sebaliknya. Pilihan karotin yang akan disekresikan tergantung pada konsentrasi cairan ekstratubular (CES) dari ion-ion ini (hidrogen dan kalium). Pengetahuan tentang pertukaran kation dalam tubulus distalis ini membantu kita memahami beberapa hubungan yang dimiliki elektrolit dengan lainnya. Sebagai contoh, kita dapat mengerti mengapa bloker aldosteron dapat menyebabkan hiperkalemia atau mengapa pada awalnya dapat terjadi penurunan kalium plasma ketika asidosis berat dikoreksi secara therapeutik.

C. Etiologi Penyebab sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 (Muttaqin, 201) adalah: 1. Primer, berkaitan dengan berbagai penyakit ginjal, seperti: a. Glomerulonefritis b. Nefrotik sindrom perubahan minimal 2. Sekunder, akibat infeksi, penggunaan obat, dan penyakit sistemik lain, seperti: a. Diabetes mellitus b. Sistema lupus eritematosus c. Amyloidosis

D. Patofisiologi Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomelular akan berakibat pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Kelanjutan dari proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan merunnya albumin, tekanan osmotik plasma menurun sehingga cairan intravaskuler bepindah ke dalam intertisial. Perpindahan cairan tersebut menjadikan volume cairan intravaskuler berkurang, sehingga menurunkan jumlah aliran darah

ke renal karena

hipovolemi. Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal; akan melakukan kompensasi dengan merangsang produksi renin angeotensin dan peningkatan sekresi anti

7

deuretik hormon ( ADH ) dan sekresi aldosteron yang kemudian terjadi retensi natrium dan air. Dengan retensi natrium dan air akan menyebabkan edema. Terjadi peningkatan kolesterol dan triklycerida serum akibat dari peningkatan stimulasi produksi lipoprotein karna penurunan plasma albumin atau penurunan onkotik plasma. Adanya hiperlipidermia juga akibat dari meningkatnya produksi lipoprotein dalam hati yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein dan lemak akan banyak dalam urin ( lipiduria ) Menurunnya respon imun karena sel imun tertekan, lemungkinan di sebabkan oleh karna hipoalbuminemia, hiperlipidemia, atau divisiensi seng (Suryadi, 2010, hal. 199)

8

E. Patoflowdiagram

Idiopatik

Sekunder

Primer

Glomeronefritis

1. DM 2. SLE 3. Amyloidosis

Nefrotik Sindrom MK: Resiko Tinggi Infeksi

Perubahan permeabilitas glomerulus

↓ Sistem Imun

Protein terfiltrasi bersama urine (proteinuria)

MK: Kelebihan volume cairan

Merangsang sintesis LDL di hati

Hilangnya protein plasma Hipoalbuminemia

MK: Resiko tinggi kerusakan integritas kulit

Mengangkut kolestrol dalam darah

↓ Tek.osmotik plasma

MK: Gangguan citra tubuh Edema

Peritoneal Asites Menekan gaster Persepsi kenyang Anoreksia MK: Perubahan Nutrisi

Paru Efusi Pleura

Kemaluan

Hiperlipidemia

Cairan intravaskuler berpindah ke intersisisal ↓ vol. intravaskuler

Mata

Hipovolemia

Bengkak periorbital

MK: Resiko kehilangan cairan

Sekresi renin

↑ Renin angiotensin (angiotensin I-II)

Pelepasan ADH

↑ Aldosteron

Reabsorbsi Na & Air ↓ Produksi urine (oliguri)

↑ Volume Plasma

Vasokontriksi

Hipertensi

MK: Gangguan perfusi jaringan

9

F. Tanda dan gejala a. Edema b. Oliguria c. Kenaikan berat badan secara progresif dalam beberapa hari/minggu d. Proteinuria sedang sampai berat. e. Hipoproteinnemia dengan rasio albumin : globulin terbalik f. Hipercolesterolemia g. Oreum/kreatinin darah normal / meninggi h. Beta 1 C globulin ( C3 ) normal (Nurarif & Kusuma, 2016, hal. 130)

G. Pemeriksaan Penunjang 1. Laboratorium a. Urine Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria). Warna urine

kotor,

hemoglobin,

sediment mioglobin,

kecoklatan

menunjukkan

porfirin. Berat

jenis

adanya

kurang

dari

darah, 1,020

menunjukkan penyakit ginjal. Contoh glomerulonefritis, pielonefritis dengan kehilangan kemampuan untuk meningkatkan, menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat. pH lebih besar dari 7 ditemukan pada infeksi saluran kencing, nekrosis tubular ginjal dan gagal ginjal kronis (GGK). Protein urin meningkat (nilai normal negatif). b. Darah Hemoglobin menurun karena adanya anemia. Hematokrit menurun. Natrium biasanya meningkat, tetapi dapat bervariasi. Kalium meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah). Klorida, fsfat dan magnesium meningkat. Albumin. Kimia serum : protein total dan albumin menurun, kreatinin meningkat atau normal, trigliserida meningkat dan gangguan

gambaran

lipid. Penurunan

pada

kadar

serum

dapat

menunjukkan kehilangan protein dan albumin melalui urin, perpindahan cairan, penurunan pemasukan dan penurunan sintesis karena kekurangan asam amino essensial. Kolesterol serum meningkat (umur 5-14 tahun : kurang dari atau sama dengan 220 mg/dl). Pemeriksaan urin dan darah

10

untuk memastikan proteinuria, proteinemia, hipoalbuminemia, dan hiperlipidemia. 2. Biosi

ginjal

dilakukan

untuk

memperkuat

diagnosa. Biopsi

dengan

memasukkan jarum kedalam ginjal : pemeriksaaan histology jaringan ginjal untuk menegakkan diagnosis. 3. Pemeriksaan penanda Auto-immune (ANA, ASOT, C3, cryoglobulins, serum electrophoresis).

H. Penatalaksanaan Medis Pengobatan sindroma nefrotik hanya bersifat simptomatik, untuk mengurangi atau menghilangkan proteinuria dan memperbaiki keadaan hipoalbuminemia, mencegah dan mengatasi komplikasinya, yaitu: 1. Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai kurang lebih 1 gram/hari secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dan menghindari makanan yang diasinkan. Diet protein 2-3 gram/kgBB/hari. 2. Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan diuretik, biasanya furosemid 1 mg/kgBB/hari. Bergantung pada beratnya edema dan respon pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan hididroklortiazid (25-50 mg/hari) selama pengobatan diuretik perlu dipantau kemungkinan hipokalemi, alkalosis metabolik dan kehilangan cairan intravaskuler berat. 3. Dengan antibiotik bila ada infeksi harus diperiksa kemungkinan adanya TBC 4. Diuretikum Boleh diberikan diuretic jenis saluretik seperti hidroklorotiasid, klortahidon, furosemid atau asam ektarinat. Dapat juga diberikan antagonis aldosteron seperti spironolakton (alkadon) atau kombinasi saluretik dan antagonis aldosteron. 5. Kortikosteroid International Cooperative Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) mengajukan cara pengobatan sebagai berikut : 1. Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60 mg/hari/luas permukaan badan (lpb) dengan maksimum 80 mg/hari. 2. Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan dosis 40 mg/hari/lpb, setiap 3 hari dalam satu minggu dengan dosis maksimum 60

11

mg/hari. Bila terdapat respons, maka pengobatan ini dilanjutkan secara intermitten selama 4 minggu. 3. Tapering-off: prednison berangsur-angsur diturunkan, tiap minggu: 30 mg, 20 mg, 10 mg sampai akhirnya dihentikan. 4. Diet Diet rendah garam (0,5 – 1 gr sehari) membantu menghilangkan edema. Minum tidak perlu dibatasi karena akan mengganggu fungsi ginjal kecuali bila terdapat hiponatremia. Diet tinggi protein teutama protein dengan ilai biologik tinggi untuk mengimbangi pengeluaran protein melalui urine, jumlah kalori harus diberikan cukup banyak.

I. Komplikasi 1. Trombosis vena, akibat kehilangan anti-thrombin 3, yang berfungsi untuk mencegah terjadinya trombosis. Trombosis vena ini sering terjadi pada vena renalis. Tindakan yang dilakukan utnuk mengatasinya adalah dengan pemberian heparin. 2. Infeksi (seperti heamophilus influenzae and streptococcus pneumonia), akibat kehilangan immunoglobulin. 3. Gagal ginjal akut, akibat hipovolemia. Disamping terjadinya penumpukan cairan didalam jaringan, terjadi juga kehilangan cairan didalam intravaskuler. 4. Edema pulmonal, akibat kebocoran cairan, kadang-kadang masuk kedalam paru-paru yang menyebabkan hipoksia dan dispnea. (Suharyanto & Madjid, 2013, hal. 142)

J. Konsep Dasar Keperawatan 1. Pengkajian a. Data biografi : nama, umur, alamat, status, jenis kelamin, tanggal MRS, diagnosa medis, keluarga yang dapat di hubungi, catatan kedatangan. b. Riwayat Kesehatan 1) Keluhan utama : Di tandai dengan gejala edema / odeme anasarka. 2) Riwayat kesehatan sekarang : Klien mengalami tanda edema, proteinuria, hipoalbuminemia, dan hiperlipidermia.

12

3) Riwayat kesehatan keluarga : Biasanya tidak ada sangkut pautnya dengan keluarga sebab sindrome nefrotik bukan penyakit menular ataupun turunan. 4) Riwayat kesehatan dahulu : Biasanya

memiliki

diabetes

(yang

telah

berlangsung

lama),

glomerulonefritis (lesiminimal, membranosa, fokalsegmental) ,amiloid ginjal (primer, mieloma), penyakit autoimun, misalnya SLE. c. Pola aktivitas sehari-hari 1) Kebutuhan Nutrisi dan Cairan : Nafsu makan menurun, berat badan meningkat akibat adanya edema, nyeri daerah perut, malnutrisi berat. 2) Kebutuhan Eliminasi : Urine/24 jam 600-700 ml, hematuria, proteinuria, oliguri. Perubahan urin seperti penurunan volume dan urin berbuih. 3) Kebutuhan Aktivitas dan Latihan Mudah letih dalam beraktivitas. Edema pada area ektrimitas (sakrum, tumit, dan tangan). Pembengkakan pergelangan kaki / tungkai. 4) Kebutuhan Istirahat dan Tidur Kesulitan tidur karena mungkin terdapat nyeri, cemas akan hospitalisasi. 5) Kebutuhan Personal Hygiene Kebutuhan untuk perawatan diri pada anak usia pra sekolah selama di rumah sakit mungkin dibantu oleh keluarga. Kaji perubahan aktifitas perawatan diri sebelum dan selama dirawat di rumah sakit. d. Pemeriksaan Fisik 1) Keadaan umum : lemah 2) Kesadaran : Pada umunya Composmentis E5 M6 V5 3) Tanda-tanda vital : Terjadi peningkatan TD, pemeriksaan umum, pemeriksaan secara persistem inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. 4) Sistem Indra a) Mata : Edema periorbital, mata tampak sayu karena malnutrisi. b) Telinga : Fungsi pendengaran, kebersihan telinga, ada tidaknya keluaran. c) Hidung : Penciuman baik

13

d) Mulut : Kebersihan gigi, pertumbuhan gigi, jumlah gigi yang tanggal, mukosa bibir biasanya kering, pucat. e) Sistem pernapasan : Suara paru saat bernapas mungkin ditemukan ronkhi karena efusi pleura, pengembangan ekspansi paru sama atau tidak. Adanya pernapasan cuping hidung jika klien sesak napas. f) Sistem kardiovaskuler : Mungkin ditemukan adanya bunyi jantung abnormal, kardiomegali. Adanya distensi vena jugularis karena edema

seluruh

tubuh

dan

peningkatann

kerja

jantung.Pembengkakan pada area bawah, peningkatan TD, peningkatan frekuensi jantung/takikardia berat, disritmia, distensi vena leher (pada kasus berat), adanya nyeri tekan pada bagian dada. g) Sistem pencernaan : Kebersihan gigi, pertumbuhan gigi, jumlah gigi yang tanggal, mukosa bibir biasanya kering, pucat. Adanya asites, nyeri tekan, hepatomegali, abdomen simetris dan bising usus positif. Nafsu makan menurun, peningkatan berat badan menunjukan udema (bronhkitis) Rectum atau anus masi berfungsi dengan baik. Refleks muntah aktif. h) Sistem perkemihan : Pembengkakan pada labia atau skrotum, biasanya tidak ada nyeri tekan serta lesi pada penis,jumlah urin yang di produksi 600-700 ml/ hari. Adanya hematuria dan poliuria. i)

Sistem endokrin : Biasanya kelenjar tidak teraba. Tiroid dan nodus tidak teraba.

j) Sistem integument : Biasanya kulit pasien ditemukan berwarna pucat karena kekurangan darah, dan biasanya kasar. Adanya pembengkakan disebagian tubuh. k) Sistem reproduksi : Pembengkakan pada labia atau skrotum, biasanya tidak ada nyeri tekan serta lesi pada penis, tidak ada rabas fagina. l) Sistem

musculoskeletal

ketidakmampuan

untuk

penurunan kemampuan

:

Keletihan, melakukan

insomnia, aktifitas

malaise,

sehari-hari,

14

m) Sistem imun : Daya tahan tubuh lemah karena penurunan metabolisme sel. 2. Diagnosa a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder terhadap peningkatan permiabilitas glomerulus. b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi sekunder terhadap kehilangan protein dan penurunan napsu makan. c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun. d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema, penurunan pertahanan tubuh. 3.

Intervensi Diagnosa

NIC

NOC

a. Kaji Tujuan : Pasien tidak masukan volume cairan menunjukkan yang relatif bukti-bukti terhadap berhubungan akumulasi cairan keluaran dengan (pasien secara mendapatkan akurat. kehilangan volume cairan b. Timbang protein sekunder yang tepat) BB setiap hari atau terhadap Kriteria hasil: a. Penurunan lebih sering peningkatan edema, jika ascites diindikasika permiabilitas b. Kadar n glomerulus. protein darah c. Kaji meningkat perubahan c. Output urine edema : adekuat 600 ukur lingkar – 700 ml/hari abdomen d. Tekanan pada darah dan umbilicus nadi dalam serta pantau batas normal. edema sekitar mata. d. Atur masukan cairan dengan cermat. e. Pantau infus Kelebihan

Rasional a. Perlu untuk menentukan fungsi ginjal, kebutuhan penggantian cairan dan penurunan resiko kelebihan cairan. b. Mengkaji retensi cairan c. Untuk mengkaji ascites dan karena merupakan sisi umum edema. d. Agar tidak mendapatkan lebih dari jumlah yang dibutuhkan e. Untuk mempertahan kan masukan yang diresepkan f. Untuk menurunkan

15

f.

g.

Tujuan : Dalam waktu n nutrisi kuruang 2x24 jam dari kebutuhan kebutuhan nutrisi akan berhubungan terpenuhi dengan malnutrisi Kriteria Hasil : sekunder terhadap a. Nafsu makan baik kehilangan protein b. Tidak terjadi dan penurunan hipoprtoeine mia napsu makan. c. Porsi makan yang dihidangkan dihabiskan d. Edema dan ascites tidak ada. Ketidakseimbanga

a.

b.

c.

d.

e.

f.

g.

intra vena Kolaborasi : Berikan kortikostero id sesuai ketentuan. Berikan diuretik bila diinstruksik an. Catat intake dan output makanan secara akurat Kaji adanya anoreksia, hipoprotein emia, diare. Pastikan anak mendapat makanan dengan diet yang cukup. Beri diet yang bergizi Batasi natrium selama edema dan trerapi kortikostero id Beri lingkungan yang menyenang kan, bersih, dan rileks pada saat makan Beri makanan dalam porsi sedikit pada awalnya dan Beri makanan

ekskresi proteinuria g. Untuk memberikan penghilangan sementara dari edema.

a. Monitoring asupan nutrisi bagi tubuh b. Gangguan nuirisi dapat terjadi secara perlahan. Diare sebagai reaksi edema intestinalMenc egah status nutrisi menjadi lebih buruk. c. Membantu pemenuhan nutrisi anak dan meningkatkan daya tahan tubuh anak d. Asupan natrium dapat memperberat edema usus yang menyebabkan hilangnya nafsu makan anak e. Agar anak lebih mungkin untuk makan f. Untuk merangsang nafsu makan anak g. Untuk mendorong agar anak mau

16

h.

Resiko

tinggi Tujuan : Tidak terjadi infeksi infeksi berhubungan Kriteria hasil : a. Tanda-tanda dengan imunitas infeksi tidak ada tubuh yang b. Tanda menurun. vital dalam batas normal c. Ada perubahan perilaku keluarga dalam melakukan perawatan.

a.

b.

c.

d.

e.

f.

g. h.

dengan cara yang menarik Beri makanan spesial dan disukai anak Lindungi anak dari orang-orang yang terkena infeksi melalui pembatasan pengunjung Tempatkan anak di ruangan non infeksi. Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan. Lakukan tindakan invasif secara aseptic Gunakan teknik mencuci tangan yang baik Jaga agar anak tetap hangat dan kering Pantau suhu. Ajari orang tua tentang tanda dan gejala infeksi

makan h. Untuk menrangsang nafsu makan anak

a. Meminimalka n masuknya organisme. Mencegah terjadinya infeksi nosokomial. b. Mencegah terjadinya infeksi nosokomial. c. Membatasi masuknya bakteri ke dalam tubuh. Deteksi dini adanya infeksi dapat mencegah sepsis. d. Untuk meminimalka n pajanan pada organisme infektif e. Untuk memutus mata rantai penyebaran infeksi f. Karena kerentanan terhadap infeksi pernafasan g. Indikasi awal adanya tanda infeksi h. Memberi pengetahuan dasar tentang

17

kerusakan

Tujuan : Kulit anak tidak integritas kulit menunjukkan adanya berhubungan kerusakan dengan edema, integritas : kemerahan atau penurunan iritasi Kerusakan pertahanan tubuh. integritas kulit tidak terjadi Kriteria hasil: a. Menunjukka n perilaku untuk mencegah kerusakan kulit. b. Turgor kulit bagus c. Edema tidak ada.

a. Berikan perawatan kulit b. Hindari pakaian ketat c. Bersihkan dan bedaki permukaan kulit beberapa kali sehari d. Topang organ edema, seperti skrotum e. Ubah posisi dengan sering ; pertahankan kesejajaran tubuh dengan baik f. Gunakan penghilang tekanan atau matras atau tempat tidur penurun tekanan sesuai kebutuhan

a.

b.

c.

d.

e.

f.

tanda dan gejala infeksi Memberikan kenyamanan pada anak dan mencegah kerusakan kulit Dapat mengakibatka n area yang menonjol tertekan Untuk mencegah terjadinya iritasi pada kulit karena gesekan dengan alat tenun Untuk menghilangka n area tekanan Karena anak dengan edema massif selalu letargis, mudah lelah dan diam saja Untuk mencegah terjadinya ulkus

BAB III KESIMPULAN

A. Pengertian Nefrotik Sindrom Nefrotik sindrom adalah gangguan klinik yang ditandai dengan peningkatan protein urine (proteinuria), edema, penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia), dan kelebihan lipid dalam darah (hiperlipidemia). Kejadian ini diakibatkan oleh kelebihan pecahan plasma protein ke dalam urine karena peningkatan permeabilitas membran kapiler glomerulus. (dr. Nursalam, dkk. 2009) B. Anatomi Fisiologi Ginjal merupakan salah satu bagian saluran kemih yang terletak retroperitonel dengan panjang kurang lebih 11-12 cm, di samping kiri kanan vertebra. Pada umumnya, ginjal kanan lebih rendah dari ginjal kiri oleh karena adanya hepar dan lebih dekat ke garis tengah tubuh. Fungsi ginjal yaitu

mengeluarkan

zat-zat

toksik

atau

racun;

memertahankan

keseimbangan cairan; mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh; mengeluarkan sisa metabolisme hasil akhir sari prootein ureum, kreatinin, dan amoniak. C. Etiologi 1. Primer, berkaitan dengan berbagai penyakit ginjal, seperti: a. Glomerulonefritis b. Nefrotik sindrom perubahan minimal 2. Sekunder, akibat infeksi, penggunaan obat, dan penyakit sistemik lain, seperti: a. Diabetes mellitus b. Sistema lupus eritematosus c. Amyloidosis D. Patofisiologi Meningkatnya

permeabilitas

dinding kapiler

glomelular

akan

berakibat pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Kelanjutan dari proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunnya albumin, tekanan osmotik plasma menurun sehingga cairan intravaskuler bepindah ke dalam intertisial. Perpindahan cairan 18

19

tersebut menjadikan volume cairan intravaskuler berkurang, sehingga menurunkan jumlah aliran darah ke renal karena hipovolemi. E.

Tanda dan gejala umumnya yaitu edema.

F.

Pemeriksaan Penunjang Pemerksaan penunjangnya yaitu laboratorium, biopsy ginjal dan auto imun

G.

Komplikasi Trombosis vena, infeksi, gagal ginjal akut, akibat hipovolemia, edema pulmonal, akibat kebocoran cairan.

DAFTAR PUSTAKA

Behrman, R.E. MD, dkk. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Volume 3 Edisi 15. Jakarta: EGC Dr. Nursalam, pransisca. 2009. Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem perkemihan. Salemba medika. Jakarta. Husein A Latas. 2002. Buku Ajar Nefrologi. Jakarta: EGC. Judith M. Wilkinson, Nancy R. Ahern. 2011. Buku Satu Diagnosa Keperawatan Nanda NIC NOC, Edisi 9. EGC. Jakarta Muttaqin, Arif. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika Mansjoer, Arif, dkk, (2012), Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga, Jilid 1, Media Aesculapius: Jakarta Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: EGC Suharyanto, tato, & mudjid, abdul. 2009. Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem perkemihan. Salemba Medika. Jakarta. Nanda nic-noc (2013) panduan penyusunan asuhan keperawatan. Jilid 2 Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan :Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendekumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta : EGC. Smeltzer, Suzanne C., Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Volume 2. Jakarta : EGC Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 2. Jakarta : Media Aesculapius Sudoyo, Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FK UI. Bulecheck, Gloria M., Butcher, Howard K., Dochterman, J. McCloskey. 2012. Nursing Interventions Classification (NIC). Fifth Edition. Iowa : Mosby Elsavier. Wong, Donna L. 2006. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Ed. 6. Jakarta : EGC. 20

Related Documents


More Documents from "Esah"