BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan menahun pada hati diikuti dengan ploriferasi jaringan ikat, degenerasi, dan regenerasi sel-sel hati, sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati. Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar pada pasien yang berusia 45 – 46 tahun setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit kanker). Di seluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Sirosis hati merupakan penyakit hati yang sering ditemukan dalam ruang perawatan Bagian Penyakit Dalam. Perawatan di Rumah Sakit sebagian besar kasus terutama ditujukan untuk mengatasi berbagai penyakit yang ditimbulkan seperti perdarahan saluran cerna bagian atas, koma peptikum, hepatorenal sindrom, dan asites, spontaneous bacterial peritonitis serta hepatosellular carcinoma. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana anatomi dan fisiologi dari hati? 2. Apa definisi dari Sirosis Hepatis 3. Bagaimana etiologi dari Sirosis Hepatis 4. Apa manifestasi klinis dari Sirosis Hepatis 5. Bagaimana patofisiologi dari Sirosis Hepatis 6. Apa saja pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada penderita Sirosis Hepatis 7. Bagaimana penatalaksanaan dari Sirosis Hepatis 8. Bagaimana Komplikasi Sirosis Hepatis 9. Bagaimana asuhan keperawatan yang harus dilakukan pada penderita Sirosis Hepatis 1.3 Tujuan 1. Menjelaskan anatomi dan fisiologi Sirosis Hepatis. 2. Menjelaskan definisi Sirosis Hepatis 3. Menjelaskan etiologi/ faktor pencetus Sirosis Hepatis 4. Menjelaskan manifestasi klinis dari Sirosis Hepatis 5. Menjelaskan patofisiologi Sirosis Hepatis 6. Menjelaskan pemeriksaan penunjang pada Sirosis Hepatis 1
7. Menjelaskan penatalaksanaan klien dengan Sirosis Hepatis 8. Menjelaskan Komplikasi Sirosis Hepatis 9. Menjelaskan asuhan keperawatan pasien dengan Sirosis Hepatis
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Fisiologi Hati Hepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia. Hepar pada manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah diafragma, di kedua sisi kuadran atas, yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan.
2
Beratnya 1200 – 1600 gram. Permukaan atas terletak bersentuhan di bawah diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di atas organ-organ abdomen. Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan intraabdominal dan dibungkus oleh peritoneum kecuali di daerah posterior-superior yang berdekatan dengan v.cava inferior dan mengadakan kontak langsung dengan diafragma. Bagian yang tidak diliputi oleh peritoneum disebut bare area.Terdapat refleksi peritoneum dari dinding abdomen anterior, diafragma dan organ-organ abdomen ke hepar berupa ligament (Guyton, 2000). 2.2 Definisi Sirosis Hepatis Sirosis hepatis adalah stadium akhir penyakit hati menahun dimana secara anatomis didapatkan proses fibrosis dengan pembentukan nodul regenerasi dan nekrosis. Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat, dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001:1154). Sirosis hepatis adalah penyakit kronik yang ditandai oleh distorsi sususnan hati normal oleh pita-pita jaringan penyambung dan oleh nodul-nodul sel hati yang mengalami regenerasi yang tidak berhubungan dengan susunan normal (Sylvia Anderson, 2001:445). 2.3 Etiologi Sirosis Hepatis Sirosis terjadi di hati sebagai respon terhadap cedera sel berulang dan reaksi peradangan yang di timbulkan. Penyebab sirosis antara lain adalah infeksi misalnya hepatitis dan obstruksi saluran empedu yang menyebabkan penimbunan empedu di kanalikulus dan ruptur kanalikulus, atau cedera hepatosit akibat toksin. Penyebab lain dari sirosis hepatis, yaitu:
3
1. Alkohol, suatu penyebab yang paling umum dari sirosis, terutama di daerah Barat. Perkembangan sirosis tergantung pada jumlah dan keteraturan mengonsumsi alkohol. Mengonsumsi alkohol pada tingkat-tingkat yang tinggi dan kronis dapat melukai sel-sel hati. Alkohol menyebabkan suatu jajaran dari penyakit-penyakit hati, yaitu dari hati berlemak yang sederhana dan tidak rumit (steatosis), ke hati berlemak yang lebih serius dengan peradangan (steatohepatitis atau alcoholic hepatitis), ke sirosis. 2. Sirosis kriptogenik, disebabkan oleh (penyebab-penyebab yang tidak teridentifikasi, misalnya untuk pencangkokan hati). Sirosis kriptogenik dapat menyebabkan kerusakan hati yang progresif dan menjurus pada sirosis, dan dapat pula menjurus pada kanker hati. 3. Hepatitis Autoimun adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh suatu kelainan sistem imun yang ditemukan lebih umum pada wanita. Aktivitas imun yang abnormal pada hepatitis autoimun menyebabkan peradangan dan penghancuran sel-sel hati (hepatocytes) yang progresif dan akhirnya menjurus pada sirosis.
2.4 Klasifikasi Sirosis Hepatis 1. Etiologi (dibahas di etiologi sirosis hepatis) 2. Morfologi 3. Secara makroskopik sirosis dibagi atas: Mikronodular Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa parenkim hati mengandung nodul halus dan kecil merata tersebut di seluruh lobul. Sirosis mikronodular besar nodulnya sampai 3 mm, sedang sirosis makronodular lebih dari 3mm. Sirosis mikronodular ada yang berubah menjadi
makonodular
sehingga
makronodular. Makronodular
4
dijumpai
campuran
mikro
an
Ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi, mengandung nodul yang besarnya juga bervariasi ada nodul besar di dalamnya ada daerah luasdengan parenkim yang masih baik atau terjadi regenerasi parenkim. 2.5 Manifestasi Klinis Sirosis Hepatis 1. Pembesaran Hati ( hepatomegali ): Pada awal perjalanan sirosis, hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kaosukalisoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut sehingga menyebabkan pengerutan jaringan hati. 2. Obstruksi Portal dan Asites: Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati yang kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah dari organorgan digestif akan berkumpul dalam vena portal dan dibawa ke hati. Cairan yang kaya protein dan menumpuk di rongga peritoneal akan menyebabkan asites. Hal ini ditujukan melalui perfusi akan adanya shifting dullness atau gelombang cairan. Jarring-jaring telangiektasis atau dilatasi arteri superfisial menyebabkan jarring berwarna biru kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan seluruh tubuh. 3. Varises Gastroinstestinal: Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik yang mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral dalam sistem gastrolintestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pembuluh portal ke dalam pembulu darah dengan tekanan yang lebih rendah. 4. Edema: Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan 2.5.1
menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium. Manifestasi lainnya pada sirosis hepatis, yaitu: 5
1. Mual-mual dan nafsu makan menurun 2. Cepat lelah 3. Kelemahan otot 4. Penurunan berat badan 5. Air kencing berwarna gelap 6. Kadang-kadang hati teraba keras 7. Ikterus, spider navi, erytema palmaris 8. Hematemesis, melena 2.6 Patofisiologi Sirosis Hepatis Hati dapat terlukai oleh berbagai macam sebab dan kejadian. Kejadian tersebut dapat terjadi dalam waktu yang singkat atau dalam keadan yang kronis atau perlukaan hati yang terus menerus yang terjadi pada peminum alcohol aktif. Hal ini kemudian membauat hati merespon kerusakan sel tersebut dengan membentuk ekstraselular matriks yang mengandung kolagen, glikoprotein, dan proteoglikans, dimana sel yang berperan dalam proses pembentukan ini adalah sel stellata. Pada cedera yang akut sel stellata membentuk kembali ekstraselular matriks ini dimana akan memicu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati sehingga ditemukan pembengkakan pada hati (Sujono, 2002). Peningkatan deposisi kolagen pada perisinusoidal dan berkurangnya ukuran dari fenestra endotel hepatic menyebabkan kapilerisasi (ukuran pori seperti endotel kapiler) dari sinusoid. Sel stellata dalam memproduksi kolagen mengalami kontraksi yang cukup besar untuk menekan daerah perisinusoidal. Adanya kapilarisasi dan kontraktilitas sel stellata inilah yang menyebabkan penekanan pada banyak vena di hati sehingga mengganggu proses aliran darah ke sel hati dan pada akhirnya sel hati mati. Kematian hepatocytes dalam jumlah yang besar akan menyebabkan banyaknya fungsi hati yang rusak sehingga menyebabkan banyak gejala klinis. Kompresi dari vena pada hati akan menyebabkan hipertensi portal yang merupakan keadaan utama penyebab terjadinya manifestasi klinis (Sujono, 2002). Mekanisme primer penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui hati. Selain itu, biasanya terjadi peningkatan aliran arteria splangnikus. Kombinasi kedua factor ini yaitu menurunnya aliran keluar melalui vena hepatica dan meningkatnya aliran masuk bersama-sama yang 6
menghasilkan beban berlebihan pada system portal. Pembebasan system portal ini merangsang timbulnya aliran kolateral guna menghindari obstruksi hepatic (variseses) (Sujono, 2002). Hipertensi portal ini mengakibatkan penurunan volume intravascular sehingga perfusi ginjal pun mneurun. Hal ini meningkatkan aktivitas plasma rennin sehingga aldosteron juga meningkat. Aldosteron berperan dalam mengatur keseimbangan elektrolit terutama natrium. Dengan peningkatan aldosteron maka terjadi retensi natrium yang pada akhirnya menyebabkan retensi cairan lama-lama menyebabkan asites dan juga edema (Sujono, 2002). Penjelasan diatas menunjukkan bahwa sirosis hepatis merupakan penyakit hati menahun yang ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul dimana terjadi pembengkakan hati. Patofisiologi sirosis hepatis sendiri dimulai dengan proses peradangan, lalu nekrosis hati yang meluas yang akhirnya menyebabkan pembentukan jaringan ikat yang disertai nodul (Sujono, 2002). 2.7 Pemeriksaan Penunjang Sirosis Hepatis 1. Pemeriksaan Diagnostik Skan/biopsy hati : Mendeteksi infiltrate lemak, fibrosis, kerusakan
jaringan hati Kolesistografai/Kolangiografi : Memperlihatkan penyakit duktus empedu
yang mungkin sebagai factor predisposisi. Esofagoskopi : Dapat melihat adanya varises esophagus Portografi Transhepatik perkutaneus : Memperlihatkan sirkulasi system
vena portal 2. Pemeriksaan Laboratorium Kadar Hb yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih menurun
(leukopenia), dan trombositopenia. Kenaikan SGOT, SGPT dan gamma GT akibat kebocoran dari sel-sel
yang rusak. Namun, tidak meningkat pada sirosis inaktif. Kadar albumin rendah. Terjadi bila kemampuan sel hati menurun. Kadar kolinesterase (CHE) yang menurun kalau terjadi kerusakan sel hati. Masa protrombin yang memanjang menandakan penurunan fungsi hati. Pada sirosis fase lanjut, glukosa darah yang tinggi menandakan ketidakmampuan sel hati membentuk glikogen.
7
Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan antara lain ultrasonografi (USG), pemeriksaan radiologi dengan menelan bubur barium untuk melihat varises esofagus, pemeriksaan esofagoskopi untuk melihat besar dan panjang varises serta sumber pendarahan, pemeriksaan sidikan hati dengan penyuntikan zat kontras, CT scan, angografi, dan endoscopic retrograde chlangiopancreatography (ERCP) (Sjaifoellah, 2000).
2.8 Penatalaksanaan Sirosis Hepatis Penatalaksaan pasien sirosis biasanya didasarkan pada gejala yang ada. Sebagai contoh, antasid diberikan untuk mengurangi distress lambung dan meminimalkan kemungkinan perdarahan gastrointestinal. Vitamin dan suplemen nutrisi akan meningkatkan proses kesembuhan pada sel-sel hati yang rusak dan memperbaiki status gizi pasien. Pemberian preparat diuretik yang mempertahankan kalium
(spironolakton) mungkin
diperlukan untuk mengurangi
asites
dan
meminimalkan perubahan cairan serta elektrolit yang umum terjadi pada penggunaan jenis diuretik lainnya (Sjaifoellah, 2000). a. Penatalaksaan lainnya pada sirosis hepatis, yaitu: 1. Istirahat yang cukup sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan demam. 2. Diet rendah protein (diet hati III: protein 1 g/kg BB, 55 g protein, 2.000 kalori). Bila ada ascites diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau III (1.000-2.000 mg). Bila proses tidak aktif, diperlukan diet tinggi kalori (2.0003.000 kalori) dan tinggi protein (80-125 g/hari). 3. Mengatasi infeksi dengan antibiotik. Diusahakan memakai obat-obatan yang jelas tiak hepatotoksik. 4. Memperbaiki keadaan gizi, bila perlu dengan pemberian asma amino esensial berantai cabang dan glukosa. 5. Roboransia. Vitamin B Kompleks yang cukup. Dilarang makan-makanan yang mengandung alkohol. b. Penatalaksanaan pada asites dan edema, yaitu: 1. Istirahat dan diet rendah garam. Bila istirahat dan diet rendah garam tidak dapat mengatasi, diberikan pengobatan diuretik berupa spironolakton 50-100 mg/hari (awal) dan dapat
8
ditingkatkan sampai 300 mg/hari bila setelah 3-4 hari tidak terdapat perubahan. 2.9 Komplikasi Sirosis Hepatis 1. Perdarahan Gastrointestinal Setiap penderita Sirosis Hepatis dekompensata terjadi hipertensi portal, dan timbul varises esophagus. Varises esophagus yang terjadi pada suatu waktu mudah pecah, sehingga timbul perdarahan yang massif. Sifat perdarahan yang ditimbulkan adalah muntah darah atau hematemesis biasanya mendadak dan massif tanpa didahului rasa nyeri di epigastrium. Darah yang keluar berwarna kehitam-hitaman dan tidak akan membeku, karena sudah tercampur dengan asam lambung. Setelah hematemesis selalu disusul dengan melena (Sujono Hadi). Mungkin juga perdarahan pada penderita Sirosis Hepatis tidak hanya disebabkan oleh pecahnya varises esophagus saja. FAINER dan HALSTED pada tahun 1965 melaporkan dari 76 penderita Sirosis Hepatis dengan perdarahan ditemukan 62% disebabkan oleh pecahnya varises esofagii, 18% karena ulkus peptikum dan 5% karena erosi lambung. 2. Koma hepatikum Komplikasi yang terbanyak dari penderita Sirosis Hepatis adalah koma hepatikum. Timbulnya koma hepatikum dapat sebagai akibat dari faal hati sendiri yang sudah sangat rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali. Ini disebut sebagai koma hepatikum primer. Dapat pula koma hepatikum timbul sebagai akibat perdarahan, parasentese, gangguan elektrolit, obat-obatan dan lain-lain, dan disebut koma hepatikum sekunder. 3. Ulkus peptikum Timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis lebih besar bila dibandingkan dengan penderita normal. Beberapa kemungkinan disebutkan diantaranya ialah timbulnya hiperemi pada mukosa gaster dan duodenum, resistensi yang menurun pada mukosa, dan kemungkinan lain ialah timbulnya defisiensi makanan. 4. Karsinoma hepatoselular SHERLOCK (1968) melaporkan dari 1073 penderita karsinoma hati menemukan 61,3 % penderita disertai dengan Sirosis Hepatis. Kemungkinan timbulnya
9
karsinoma pada Sirosis Hepatis terutama pada bentuk postnekrotik ialah karena adanya hiperplasi noduler yang akan berubah menjadi adenomata multiple kemudian berubah menjadi karsinoma yang multiple. 5. Infeksi Setiap penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi, termasuk juga penderita sirosis, kondisi badannya menurun. Menurut Schiff, spellberg infeksi yang sering timbul pada penderita sirosis, diantaranya adalah : peritonitis, bronchopneumonia, pneumonia, tbc paru-paru, glomeluronefritis kronik, pielonefritis, sistitis, perikarditis, endokarditis, erysipelas maupun septikemi (Sujono, 2002).
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS 3.1 PENGKAJIAN 10
1.
Identitas Pasien Identitas pada pasien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan,
pekerjaan,
suku/bangsa,
alamat,
jenis
kelamin,
status
perkawinan, dan penanggung biaya. 2.
Riwayat Kesehatan Sekarang Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluahan utama pasien, sehingga dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat muncul.
3.
Riwayat Kesehatan Sebelumnya Apakah pasien pernah dirawat dengan penyakit yang sama atau penyakit lain yang berhubungan dengan penyakit hati, sehingga menyebabkan penyakit Sirosis hepatis. Apakah pernah sebagai pengguna alkohol dalam jangka waktu yang lama, riwayat kontak dengan zat-zat toksik , terpapar obatobat hepatotoksik, disamping asupan makanan dan perubahan dalam status
jasmani serta rohani pasien. Selain itu apakah pasien memiliki penyakit hepatitis, obstruksi empedu, atau bahkan pernah mengalami gagal jantung kanan. 4.
Riwayat Kesehatan Keluarga Adakah penyakit-penyakit yang dalam keluarga sehingga membawa dampak berat pada keadaan atau yang menyebabkan Sirosis hepatis, seperti keadaan sakit DM, hipertensi,ginjal yang ada dalam keluarga. Hal ini penting dilakukan bila ada gejala-gejala yang memang bawaan dari keluarga pasien.
5.
Riwayat Tumbuh Kembang Kelainan-kelainan fisik atau
kematangan
dari
perkembangan
dan
pertumbuhan seseorang yang dapat mempengaruhi keadaan penyakit, seperti ada riwayat pernah icterus saat lahir yang lama, atau lahir premature, kelengkapan imunisasi, pada form yang tersedia tidak terdapat isian yang berkaitan dengan riwayat tumbuh kembang. 6.
Riwayat Sosial Ekonomi
11
Apakah pasien suka berkumpul dengan orang-orang sekitar yang pernah mengalami penyakit hepatitis, berkumpul dengan orang-orang yang dampaknya mempengaruhi perilaku pasien yaitu peminum alcohol, karena keadaan lingkungan sekitar yang tidak sehat. 7.
Riwayat Psikologi Bagaimana pasien menghadapi penyakitnya saat ini apakah pasien dapat menerima, ada tekanan psikologis berhubungan dengan sakitnya. Kita kaji tingkah laku dan kepribadian,karena pada pasien dengan sirosis hepatis dimungkinkan terjadi perubahan tingkah laku dan kepribadian, emosi labil, menarik diri, dan depresi. Fatique dan letargi dapat muncul akibat perasaan pasien akan sakitnya. Dapat juga terjadi gangguan body image akibat dari edema,gangguan integument, dan terpasangnya alat-alat invasive (seperti infuse, kateter). Terjadinya perubahan gaya hidup, perubaha peran dan tanggungjawab keluarga, dan perubahan status finansial.
8.
Pemeriksaan Fisik - Kesadaran dan keadaan umum pasien Perlu dikaji tingkat kesadaran pasien dari sadar – tidak sadar (composmentis – coma) untuk mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien, kekacuan fungsi dari hepar salah satunya membawa dampak yang tidak langsung terhadap penurunan kesadaran, salah satunya dengan adanya anemia menyebabkan pasokan O2 ke jaringan kurang termasuk pada otak. -
Tanda – tanda vital dan pemeriksaan fisik dari kepala – kaki. Tekanan darah, nadi, respirasi, temperatur yang merupakan tolak ukur dari keadaan umum pasien/kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari kepala sampai kaki dan lebih fokus pada pemeriksaan organ seperti hati, abdomen,
limpa
dengan
menggunakan
prinsip-prinsip
inspeksi,
auskultasi, palpasi, perkusi), disamping itu juga penimbangan BB dan pengukuran tinggi badan dan LLA untuk mengetahui adanya penambahan BB karena retreksi cairan dalam tubuh disamping juga
12
untuk menentukan tingakat gangguan nutrisi yang terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan ntrisi yang dibutuhkan. -
Hati : perkiraan besar hati, bila ditemukan hati membesar tanda awal adanya cirosis hepatis, tapi bila hati mengecil prognosis kurang baik, konsistensi biasanya kenyal / firm, pinggir hati tumpul dan ada nyeri tekan padaperabaan hati.
-
Limpa : ada pembesaran limpa, dapat diukur dengan 2 cara : - Schuffner, hati membesar ke medial dan ke bawah menuju umbilicus (S-I-IV) dan dari umbilicus ke SIAS kanan (S V-VIII) - Hacket, bila limpa membesar ke arah bawah saja.
-
Pada abdomen dan ekstra abdomen dapat diperhatikan adanya vena kolateral dan acites, manifestasi diluar perut: perhatikan adanya spinder nevi pada tubuh bagian atas, bahu, leher, dada, pinggang, caput medussae dan tubuh bagian bawah, perlunya diperhatikan adanya eritema palmaris, ginekomastiadan atropi testis pada pria, bias juga ditemukan hemoroid.
-
Metabolisme steroid seks pria (esterogen, progesterone, testoteron) menurun, akibatnya sifat-sifat kepriaan menurun diganti sifat-sifat kewanitaan karena estrogen meningkat. Pada wanita, sifat-sifat kewanitaan menurun karena testoteron meningkat.
3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan merawat diri dan pemenuhan 2. 3.
kebutuhan nutrisi b.d kelelahan dan adanya ascites. Perubahan pola nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia Ketidakseimbangan volume cairan tubuh berlebihan b.d peningkatan tekanan intra kranial abdomen dan penurunan tekanan osmotik.
3.3 INTERVENSI Diagnosa 1 : Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan merawat diri dan pemenuhan kebutuhan nutrisi b.d kelelahan dan adanya ascites
13
- Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien mampu merawat diri sendiri - Kriteria hasil : pasien mampu menunjukan aktifitas merawat diri - Rencana tindakan : 1. Berikan istirahat baring selama klien akut Rasional : Peningkatan istirahat dan ketenangan menyediakan energy yang digunakan untuk penyembuhan 2. Berikan aktifitas ringan selama bed rest
Rasional : Tirah baring lama dapat menurunkan kemampuan ini tepat terjadi karena keterbatasan aktifitas yang mengganggu periode istirahat 3. Jika klien lelah batasi kunjungan keluarga atau teman
Rasional : Meningkatkan istirahat dan ketenangan menyediakan energi yang digunakan untuk penyembuhan Diagnosa 2 : Perubahan pola nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia - Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nutrisi pasien terpenuhi - Kriteria hasil : pasien mampu menunjukan perilaku pola hidup untuk meningkatkan atau mempertahankan berat badan yang sesuai menunjukan peningkatan berat badan mencapai tujuan dengan nilai laboratorium dan bebas tanda malnutrisi - Rencana tindakan : 1. Observasi tanda-tanda vital Rasional : Untuk mengetahui keadaan umum pasien 2. Awasi pemasukan diet atau jumlah kalori dan berikan sedikit dalam frekuensi sering dan tindak makan pagi paling besar Rasional : Makan banyak sulit untuk mengatur bila klien anoreksia. Anoreksia juga paling buruk selama siang hari, membuat masukan makanan yang sulit pada sore hari 3. Berikan perawatan mulut sebelum makan Rasional : Menghilangkan rasa tidak dapat meningkatkan nafsu makan 4. Awasi glukosa darah Rasional : Hiperglikemia atau hipoglikemia dapat terjadi memerlukan perubahan diet atau pemberian insulin
14
5. Kolaborasi : Konsultasi dengan ahli diet, dukungan tim nutrisi untuk memberikan diet sesuai dengan kebutuhan pasien dengan masukan lemak dan protein sesuai toleransi Rasional : Berguna untuk membuat program diet untuk kebutuhan individu. Pembatasan protein diindikasikan pada penyakit berat misalnya hepatitis.
Diagnosa 3 : Ketidakseimbangan volume cairan tubuh berlebihan b.d peningkatan tekanan intra kranial abdomen dan penurunan tekanan osmotik - Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan intake dan out put cairan seimbang - Kriteria hasil : Tanda-tanda vital stabil, turgor kulit seimbang, capilary reffil > 2 detik, dan pengeluaran urin sesuai - Rencana tindakan : 1. Awasi dan pengeluaran serta bandingkan dengan berat badan harian. Catat kehilangan mulai usus, contoh : muntah, diare Rasional : Memberikan informasi tentang kebutuhan pengganti atau efek therapi 2. Kaji tanda-tanda vital, nadi, perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa Rasional : Indukator volume sirkulasi atau perfusi 3. Periksa ascites atau pembentukan edema ukuran abdomen sesuai dengan indikasi Rasional : Menurunkan kemungkinan pendarahan ke dalam jaringan 4. Kolaborasi : Awasi nilai laboratorium, contoh : hemoglobin, hematokrit, albmin, dan waktu pembekuan Rasional : Menunjukan hidrasi dan mengidentifikasikan retensi natrium atau kadar protein yang dapat menimbulkan pembentukan edema
15
BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Sirosis hepatis adalah penyakit kronik yang ditandai oleh distorsi sususnan hati normal oleh pita-pita jaringan penyambung dan oleh nodul-nodul sel hati yang mengalami regenerasi yang tidak berhubungan dengan susunan normal (Sylvia Anderson,2001:445). Ensefalopati hepatic merupakan sindrom neuropsikiatrrik pada penderita penyakit hati berat. Sindrom ini ditandai dengan keekacauan mental, tremor otot dan flapping tremor yang dinamakan asteriksis (Price et al, 1995). Pada keadaan sirosis hati lanjut, terjadi pemecahan protein otot.Dengan demikian, diharapkan cadangan energi lebih banyak, stadium kompensata dapat dipertahankan, dan penderita tidak mudah jatuh pada keadaan koma. 4.2 Saran Dari kedua kasus diatas yaitu sirosis hepatis dan enselopati hepatic merupakan suatu keadaan masalah
kesehatan yang sangat kompleks. Oleh sebab itu diharapkan
perawat mampu menerapkan pola suhan keperawatan yang tepat dari pengkajian hingga intervensi yang diberikan.
16
17