Pemba Has An

  • Uploaded by: yetty tiarma
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pemba Has An as PDF for free.

More details

  • Words: 4,634
  • Pages: 20
BAB I PENDAHULUAN 1.1

Latar Belakang Kanker nasofaring atau dikenal juga dengan kanker THT adalah penyakit yang disebabkan oleh sel ganas (kanker) dan terbentuk dalam jaringan nasofaring, yaitu bagian atas faring atau tenggorokan. Kanker ini paling sering terjadi di bagian THT, kepala serta leher. Sampai saat ini belum

jelas bagaimana mulai tumbuhnya kanker nasofaring.

Namun penyebaran kanker ini dapat berkembang ke bagian mata, telinga, kelenjar leher, dan otak. Sebaiknya yang beresiko tinggi terkena kanker nasofaring rajin memeriksakan diri ke dokter, terutama dokter THT. Risiko tinggi ini biasanya dimiliki oleh laki-laki atau adanya keluarga yang menderita kanker ini. Gejala karsinoma nasofaring sangat bervariasi dan sering samar-samar sehingga membingungkan pemeriksa. Kendala yang dihadapi dalam menangani kasus karsinoma nasofaring adalah pasien datang dalam stadium yang sudah lanjut, bahkan dalam keadaan umum yang jelek. Hal ini karena terlambatnya diagnosa ditegakkan, maka sangatlah penting untuk menemukan dan menegakan diagnosis secara dini. Di Indonesia kanker nasofaring (bagian atas faring atau tenggorokan) merupakan kanker terganas nomor 4 setelah kanker rahim, payudara dan kulit. Sayangnya, banyak orang yang tidak menyadari gejala kanker ini, karena gejalanya hanya seperti gejala flu biasa. Kanker nasofaring banyak dijumpai

pada

orang-orang ras mongoloid, yaitu

penduduk Cina bagian selatan, Hong Kong, Thailand, Malaysia dan Indonesia juga di daerah India. Ras kulit putih jarang ditemui terkena kanker jenis ini. Selain itu kanker nasofaring juga merupakan jenis kanker yang diturunkan secara genetik. Pelayanan keperawatan sangat bermanfaat bagi setiap individu untuk memenuhi kebutuhan biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Namun, hal tersebut belum terwujud sepenuhnya karena masih tingginya jumlah penderita penyakit pada saluran pernapasan, salah satunya penderita karsinoma nasofaring. Sesuai dengan undang-undang kesehatan No.23 tahun 1992, dijelaskan bahwa keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang mempunyai otonomi dan kewenangan dalam melaksanakan proses keperawatan sebagai metode 1.2

pemecahan masalah di bidang kesehatan. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian Kanker/Karsinoma, Nasofaring, Karsinoma Nasofaring ? 1

2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 1.3

Apa saja Anatomi Fisiologi Nasofaring ? Bagaimana Patofisiologi Karsinoma Nasofaring ? Apa saja Etiologi Karsinoma Nasofaring ? Apa saja Tanda dan Gejala Karsinoma Nasofaring ? Apa saja Pemeriksaan Diagnostik Karsinoma Nasofaring ? Bagaimana Asuhan Keperawatan Karsinoma Nasofaring Secara Teoritis ? Bagaimana Asuhan Keperawatan Karsinoma Nasofaring dalam Kasus ?

Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui Pengertian Kanker/Karsinoma, Nasofaring, Karsinoma Nasofaring 2. Untuk mengetahui Anatomi Fisiologi Nasofaring 3. Untuk mengetahui Patofisiologi Karsinoma Nasofaring 4. Untuk mengetahui Etiologi Karsinoma Nasofaring 5. Untuk mengetahui Tanda dan Gejala Karsinoma Nasofaring 6. Untuk mengetahui Pemeriksaan Diagnostik Karsinoma Nasofaring 7. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Karsinoma Nasofaring Secara Teoritis 8. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Karsinoma Nasofaring dalam Kasus

BAB II PEMBAHASAN A. KONSEP DASAR 2.1

Pengertian 2.1.1 Kanker/Karsinoma Kanker adalah suatu penyakit pertumbuhan sel karena di dalam organ tubuh timbul dan berkembang biak sel-sel baru yang tumbuh abnormal, cepat, dan tidak terkendali dengan bentuk, sifat dan gerakan yang berbeda dari sel asalnya, serta merusak bentuk dan fungsi organ asalnya (Dalimartha, 2013). 2

Kanker sering dikenal sebagai tumor, tetapi tidak semua tumor disebut kanker. Tumor merupakan satu sel liar yang berada dibagian tubuh dan terus membesar di lokasi yang tetap atau tidak menyebar ke bagian tubuh lain. Mengakibatkan terbentuknya benjolan di bagian tubuh tertentu dan jika tidak diobati dengan tepat sel tumor berubah menjadi kanker. Berbeda dengan sel tumor yang tidak menyebar kebagian tubuh lain, sel kanker akan terus membelah diri dengan cepat dan tidak terkontrol menyebabkan sel kanker sangat mudah menyebar ke beberapa bagian tubuh melalui pembuluh darah dan pembuluh getah bening (Aprianti, 2013). 2.1.2 Nasofaring Nasofaring merupakan suatu ruangan yang berbentuk mirip kubus, terletak dibelakang rongga hidung. Diatas tepi bebas palatum molle yang berhubungan dengan rongga hidung dan ruang telinga melalui koana dan tuba eustachius. Atap nasofaring dibentuk oleh dasar tengkorak, tempat keluar dan masuknya saraf otak dan pembuluh darah. Dasar nasofaring dibentuk oleh permukaan atas palatum molle. Dinding depan dibentuk oleh koana dan septum nasi dibagian belakang. Bagian belakang berbatasan dengan ruang retrofaring, fasia prevertebralis dan otot dinding faring. Pada dinding lateral terdapat orifisium yang berbentuk segitiga, sebagai muara tuba eustachius dengan batas superoposterior berupa tonjolan tulang rawan yang disebut torus tubarius. Sedangkan kearah superior terdapat fossa rossenmuller atau resessus lateral. Nasofaring diperdarahi oleh cabang arteri karotis eksterna, yaitu faringeal asenden dan desenden serta cabang faringeal arteri sfenopalatina. Darah vena dari pembuluh darah balik faring pada permukaan luar dinding muskuler menuju pleksus pterigoid dan vena jugularis interna. Daerah nasofaring dipersarafi oleh saraf sensoris yang terdiri dari nervus glossofaringeus (N.IX) dan cabang maksila dari saraf trigeminus (N.V2) yang menuju ke anterior nasofaring. 2.1.3

Kanker Nasofaring/Karsinoma Nasofaring Karsinoma nasofaring merupakan sebuah kanker yang bermula tumbuh pada

sel epitelial-batas permukaan badan internal dan external sel di daerah 3

nasofaring. Karsinoma nasofaring merupakan penyakit keganasan (kanker) sel yang terbentuk di jaringan nasofaring, yang merupakan bagian atas faring (tengorokan), di belakang hidung. Biasanya tumor ganas ini tumbuh dari fossa rosenmuller dan dapat meluas ke hidung, tenggorok, serta dasar tengkorak. Faring merupakan sebuah lembah yang berbentuk tabung dengan panjang 5 inchi, dimulai dari belakang hidung dan berakhir diatas trakea dan esofagus. Udara dan makanan melawati faring. Karsinoma nasofaring paling sering bermula pada sel skuamos yang melapisi nasofaring. Sebagian besar kien datang ke THT dalam keadaan terlambat atau stadium lanjut. Didapatkan lebih banyak pada pria dari pada wanita, dengan perbandingan 3 : 1 pada usia /umur rata-rata30–50 tahun. 2.2

Anatomi dan Fisiologi Nasofaring merupakan rongga dengan dinding kaku di atas, belakang dan lateral, terletak di bawah dasar tengkorak, belakang naris posterior, dan di atas palatum mole. 4 batas nasofaring (Gibson, 2014) : Pada dinding lateral nasofaring lebih kurang 1,5 inci dari bagian belakang konka nasal inferior terdapat muara tuba eustachius. Pada bagian belakang atas muara tuba eustachius terdapat penonjolan tulang yang disebut torus tubarus dan dibelakannya terdapat suatu lekukan dari fossa Rosenmuller dan tepat diujung atas posteriornya terletak foramen laserum. Pada daerah fossa ini sering terjadi pertumbuhan jaringan limfe yang menyempitkan muara tuba eustachius sehingga mengganggu ventilasi udara telinga tengah (Anas, 2014). Dinding lateral nasofaring merupakan bagian terpenting, dibentuk oleh lamina faringobasilaris dari fasia faringeal dan otot konstriktor faring superior. Fasia ini mengandung jaringan fibrokartilago yang menutupi foramen ovale, foramen jugularis, kanalis karotis dan kanalis hipoglossus. Struktur ini penting diketahui karena merupakan tempat penyebaran tumor ke intrakranial (Pratiwi, 2013). Nasofaring berbentuk kerucut dan selalu terbuka pada waktu respirasi karena dindingnya dari tulang, kecuali dasarnya yang dibentuk oleh palatum molle. Nasofaring akan tertutup bila palatum molle melekat ke dinding posterior pada waktu menelan, muntah, mengucapkan kata-kata tertentu (Pratiwi, 2013).

4

Nasofaring letaknya tertinggi di antara bagian-bagian lain dari faring, tepatnya di sebelah dorsal dari cavum nasi dan dihubungkan dengan cavum nasi oleh koane. Nasofaring tidak bergerak, berfungsi dalam proses pernafasan dan ikut menentukan kualitas suara yang dihasilkan oleh laring. Nasofaring merupakan rongga yang mempunyai batas-batas sebagai berikut : 

Atas (superior) : Basis krani, diliputi oleh mukosa dan fascia

 Bawah (inferior) : Palatum mole Inferior. Bidang horizontal yang ditarik dari palatum durum ke posterior, bersifat subjektif karena tergantung dari palatum durum.  Belakang (posterior) : Vertebra servikalis I dan II, Fascia space rongga yang berisi jaring longgar, mukosa lanjutan dari mukosa atas.  Depan (anterior): Koane, oleh os vomer dibagi atas choane kanan dan kiri  Lateral : Ostium tubae Eustachii, torus tubarius, fossa rosenmuler (resesus faringeus) Pada atap dan dinding belakang Nasofaring terdapat adenoid atau tonsila faringika. 2.3

Patofisiologi Infeksi virus Epstein Barr dapat menginfeksi sel epitel dan berhubungan dengan transformasi ganas yangdapat menyebabkan karsinoma nasofaring. Hal ini dapat dibuktikan dengan dijumpai adanya keberadaan protein-protein laten pada penderita 5

karsinoma nasofaring. Pada penderita ini sel yang teerinfeksi oleh EBV akan menghasilkan

protein

tertentu

yang

berfungsi

untuk

proses poliferasi dan

mempertahankan kelangsungan virus didalam sel host. Protein laten ini dapat dipakai sebagai pertanda dalam mendiagnosa karsinoma nasofaring. Karsinoma nasofaring merupakan munculnya keganasan berupa tumor yang berasal dari sel-sel epitel yang menutupi permukaan nasofaring. Tumbuhnya tumor akan dimulai pada salah satu dinding nasofaring yang kemudian akan menginfiltrasi kelenjar dan jaringan sekitarnya. Penyebaran ke jaringan dan kelenjar limfa sekitarnya kemudian terjadi perlahan. Jika terjadi Penyebarannya keatas tumor meluaske intracranial menjalar sepanjang fossa medialis disebut penjalaran petrosfenoid, biasanya melalui foramen laserum, kemudian ke sinus kavernosus dan fossa kraniimedia dan fossa kranii anterior mengenai saraf-saraf kranialis anterior (N.I-N.VI) kumpulan gejala yang terjadi akibat rusaknya saraf kranialis anterior akibat metastasis tumor ini disebut sindrom petrosfenoid. Yang paling sering terjadi adalah diplopia dan neuralgia trigeminal. Jika penyebaran ke belakang tumor meluas ke belakang secara ekstrakranial menembus fascia pharyngobasilaris yaitu sepanjang fossa posterior dimana di dalamnya terdapat nervus cranial IX-XII disebut penjalaran retroparotidian. Yang terkena adalah grup posterior dari saraf otak yaitu N.VII-N.XII. 2.4

Etiologi Kanker ini lebih sering ditemukan pada pria dibanding wanita dengan rasio 2-3-1 dan apa sebabnya belum dapat diungkapkan dengan pasti, mungkin ada hubugannya dengan faktor genetik, kebebasan hidup, pekerjaan dan lain-lain. Distribusi umur pasien dengan KNF berbeda-beda pada daerah dengan insiden yang bervariasi. Pada daerah dengan insiden tinggi KNF meningkat setelah umur 30 tahun, puncaknya pada umur 40-59 tahun dan menurun setelahnya (Ernawati, Kadrianti, & Basri, 2004). Faktor yang mungkin terkait dengan timbulnya kanker nasofaring adalah (Mangan, 2009) : 1. Kerentanan Genetik Walaupun Ca Nasofaring tidak termasuk tumor genetik, tetapi kerentanan terhadap Ca Nasofaring pada kelompok masyarakat tertentu relatif menonjol dan memiliki fenomena agregasi familial. Analisis korelasi menunjukkan gen HLA 6

(Human luekocyte antigen) dan gen pengode enzim sitokrom p4502E (CYP2E1) kemungkinan adalah gen kerentanan terhadap Ca Nasofaring, mereka berkaitan dengan timbulnya sebagian besar Ca Nasofaring . Penelitian menunjukkan bahwa kromosom pasien Ca Nasofaring menunjukkan ketidakstabilan, sehingga lebih rentan terhadap serangan berbagai faktor berbahaya dari lingkungan dan timbul penyakit.

2.

Virus Epstein Barr Metode imunologi membuktikan virus EB membawa antigen yang spesifik seperti antigen kapsid virus (VCA), antigen membran (MA), antigen dini (EA), antigen nuklir (EBNA), dll. Virus EB memiliki kaitan erat dengan Ca Nasofaring, menurut (Zulkarnain Haq, 2011) alasannya adalah : a. Di dalam serum pasien Ca Nasofaring ditemukan antibodi terkait virus EB ( termasuk VCA-IgA, EA-IgA, EBNA, dll ) , dengan frekuensi positif maupun rata-rata titer geometriknya jelas lebih tinggi dibandingkan orang normal dan penderita jenis kanker lain, dan titernya berkaitan positif dengan beban tumor . Selain itu titer antibodi dapat menurun secara bertahap sesuai pulihnya kondisi pasien dan kembali meningkat bila penyakitnya rekuren atau b.

memburuk. Di dalam sel Ca Nasofaring dapat dideteksi zat petanda virus EB seperti

c.

DNA virus dan EBNA. Epitel nasofaring di luar tubuh bila diinfeksi dengan galur sel mengandung virus EB, ditemukan epitel yang terinfeksi tersebut tumbuh lebih cepat ,

d.

gambaran pembelahan inti juga banyak. Dilaporkan virus EB di bawah pengaruh zat karsinogen tertentu dapat menimbulkan karsinoma tak berdiferensiasi pada jaringan mukosa nasofaring fetus manusia. Virus Epstein Barr dengan ikan asin dikatakan sebagai penyebab utama

timbulnya penyakit ini. Virus ini dapat masuk dalam tubuh dan tetap tinggal disana tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu yang lama. Untuk mengaktifkan virus ini dibutuhkan suatu mediator kebiasaan untuk mengkonsumsi

7

ikan asin secara terus menerus mulai dari masa kanak-kanak. Mediator yang berpengaruh untuk timbulnya Ca Nasofaring :  Ikan asin, makanan yang diawetkan dan nitrosamine Didalam ikan asin terdapat nitrosamin yang ternyata merupakan mediator penting. Nitrosamin juga ditemukan dalam ikan atau makanan yang diawetkan di Greenland juga pada ” Quadid ” yaitu daging kambing yang dikeringkan di Tunisia, dan sayuran yang difermentasi (asinan) serta taoco di Cina.  Keadaan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan dan kebiasaan hidup Dikatakan bahwa udara yang penuh asap di rumah-rumah yang kurang baik ventilasinya di Cina, Indonesia dan Kenya, meningkatkan jumlah kasus KNF. Di Hongkong, pembakaran dupa rumah-rumah juga dianggap berperan dalam menimbulkan KNF.  Sering kontak dengan Zat karsinogen Zat karsinogen : benzopyrenen, benzoantrance, gas kimia, asap industri, asap kayu, beberapa ekstrak tumbuhan.  Ras dan keturunan Kejadian KNF lebih tinggi ditemukan pada keturunan Mongoloid dibandingkan ras lainnya.Di Asia terbanyak adalah bangsa Cina, baik yang negara asalnya maupun yang perantauan. Ras Melayu yaitu Malaysia dan Indonesia termasuk yang banyak terkena.  Radang kronis nasofaring Dianggap dengan adanya peradangan, mukosa nasofaring menjadi lebih rentan terhadap karsinogen lingkungan.  Profil HLA 3.

Faktor Lingkungan Faktor lingkungan juga berperan penting. Penelitian akhir-akhir ini menemukan zat berikut berkaitan dengan timbulnya Ca Nasofaring : a. Hidrokarbon aromatik, pada keluarga di area insiden tinggi kanker nasofaring , kandungan 3,4- benzpiren dalam tiap gram debu asap mencapai 16,83 ug, b.

jelas lebih tinggi dari keluarga di area insiden rendah. Unsur renik : nikel sulfat dapat memacu efek karsinognesis pada proses

c.

timbulnya kanker nasofaring. Golongan nitrosamin : banyak terdapat pada pengawet ikan asin. Terkait dengan kebiasaan makan ikan asin waktu kecil, di dalam air seninya terdeteksi nitrosamin volatil yang berefek mutagenik. 8

2.5

Tanda dan Gejala Karsinoma nasofaring biasanya dijumpai pada dinding lateral dari nasofaring termasuk fossa rosenmuler. Yang kemudian dapat menyebar ke dalam ataupun keluar nasofaring ke sisi lateral lainnya dan atau posterosuperior dari dasar tulang tengkorok atau palatum, rongga hidung atau orofaring. Metastase khususnya ke kelenjar getah bening servikal. Metastase jauh dapat mengenai tulang, paru-paru, mediastinum dan hati (jarang). Gejala yang akan timbul tergantung pada daerah yang terkena. Sekitar separuh pasien memiliki gejala yang beragam, tetapi sekitar 10% asimtomatik. Pembesaran dari kelenjar getah bening leher atas yang nyeri merupakan gejala yang paling sering dijumpai. Gejala dini karsinoma nasofaring sulit dikenali oleh karena mirip dengan saluran nafas atas (Lucente, 2011). Pada Karsinoma nasofaring, paresis fasialis jarang menjadi manifestasi awal. Karena lokasinya, karsinoma nasofaring menimbulkan sindrom penyumbatan tuba dengan tuli konduktif sebagai keluhan. Perluasan infiltratif karsinoma nasofaring berikutnya membangkitkan perdarahan dan penyumbatan jalan lintasan napas melalui hidung. Setelah itu, pada tahap berikutnya dapat timbul gangguan menelan dan kelumpuhan otot mata luar (paralisis okular) (Muttaqin, 2008). A. Gejala Dini Merupakan gejala yang dapat timbul waktu tumor masih tumbuh dalam batasbatas nasofaring, jadi berupa gejala setempat yang disebabkan oleh tumor primer (gejala-gejala hidung, gejala telinga, gejala mata dan gejala kranial). 1. Gejala Hidung a. Epiktasis : rapuhnya mukosa hidung sehingga mudah terjadi perdarahan. Sekitar 70% pasien mengalami gejala ini, diantaranya 23,2 % pasien datang berobat dengan gejala awal ini. Sewaktu menghisap dengan kuat sekret dari rongga hidung

atau nasofaring, bagian dorsal palatum mole bergesekan

dengan permukaan tumor, sehingga pembuluh darah di permukaan tumor robek dan menimbulkan epiktasis. Yang

ringan

timbul epiktasis, yang

berat dapat timbul hemoragi nasal masif. b. Sumbatan Hidung : sumbatan menetap karena pertumbuhan tumor kedalam rongga nasofaring dan menutupi koana, gejalanya adalah pilek kronis, ingus 9

kental, gangguan penciuman. sering hanya sebelah dan secara progesif bertambah hebat. 2. Gejala Telinga a. Tinitus dan pendengaran menurun: penyebabnya adalah tumor di resesus faringeus dan di dinding lateral nasofaring menginfiltrasi, menekan tuba eustaki, menyebabkan tekana negatif di dalam kavum timpani, hingga terjadi otitis media transudatif. Bagi pasien dengan gejala ringan, tindakan dilatasi tuba eustaki dapat meredakan sementara. Menurunnya kemampuan pendengaran karena hambatan konduksi, umumnya disertai rasa penuh di dalam telinga. b. Kataralis/Oklusi tuba Eustachii : tumor mula-mula pada fossa rosenmuler, pertumbuhan tumor dapat menyebabkan penyumbatan muara tuba (berdengung, rasa penuh, kadang gangguan pendengaran) c. Otitis Media Serosa sampai perforasi dan gangguan pendengaran 3. Gejala Mata Pada penderita KNF seringkali ditemukan adanya diplopia (penglihatan ganda) akibat perkembangan tumor melalui foramen laseratum dan menimbulkan gangguan N. IV dan N. VI. Bila terkena chiasma opticus akan menimbulkan kebutaan. 4. Gejala Kranial Gejala Kranial terjadi bila tumor sudah meluas ke otak dan mencapai sarafsaraf kranialis. Gelajanya antara lain : a. Sakit kepala yang terus menerus, rasa sakit ini merupakan metastase secara b. c. d. e.

hematogen. Sensitibilitas derah pipi dan hidung berkurang Kerusakan pada waktu menelan Afoni Sindrom Jugular Jackson atau sindrom reptroparotidean mengenai N. IX, N. X, N. XI, N. XII. Dengan tanda-tanda kelumpuhan pada Lidah, palatum, Faring atau laring, M. Sternocleidomastoideus, dan M. trapezeus.

B. Gejala Lanjut Merupakan gejala yang dapat timbul oleh karena tumor telah tumbuh melewati batas nasofaring, baik secara ekspansif, infiltratif dan metastasis. 10

1.

Ekspansif a. Ke muka : tumor tumbuh ke depan mengisi nasofaring dan menutuk koane sehingga timbul gejala obstruksi nasi/hidung buntu. b. Ke bawah : tumor mendesak palatum mole sehingga terjadi “bombans palatum mole” sehingga timbul gangguan menelan/sesak.

2. Infiltratif a. Ke atas : melalui foramen ovale masuk ke endokranium, maka terkena dura dan timbul sefalgia/sakit kepala hebat, Kemudian akan terkena N VI, timbul diplopia, strabismus. Bila terkena N V, terjadi Trigeminal neuralgi dengan gejala nyeri kepala hebat pada daerah muka, sekitar mata, hidung, rahang atas, rahang bawah dan lidah. Bila terkena N III dan IV terjadi ptosis dan oftalmoplegi. Bila lebih lanjut lagi akan terkena N IX, X, XI dan XII. b. Ke samping : masuk spatium parafaringikum akan menekan N IX dan X : Terjadi Paresis palatum mole, faring dan laring dengan gejala regurgitasi makan-minum ke kavum nasi, rinolalia aperta dan suara parau.  Menekan N XI : Gangguan fungsi otot sternokleido mastoideus dan otot trapezius.  Menekan N XII : Terjadi Deviasi lidah ke samping/gangguan menelan 3. Gejala karena metastasis melalui aliran getah bening : Terjadi pembesaran kelenjar leher yang terletak di bawah ujung planum mastoid, di belakang ungulus mandibula, medial dari ujung bagian atas muskulus sternokleidomastoideum, bisa unilateal dan bilateral. Pembesaran ini di sebut tumor colli. Limfadenopati servikal : melalui pembuluh limfe, sel-sel kanker dapt mencapai kelenjar limfe dan bertahan disana. Dalam kelenjar ini sel tumbuh dan berkembang biak hingga kelenjar membesar dan tampak benjola di leher bagian samping, lama-kelamaan karena tidak dirasakan kelenjar akan berkembang dan melekat pada otot sehingga sulit digerakkan. Pembesaran kelenjar limfe leher : lokasi tipikal metastasisnya adalah kelenjar limfe kelompok profunda superior koli, tapi karena kelompok kelenjar limfe tersebut permukaannya tertutup otot sternokleidomastoid, dan benjolan tidak nyeri, maka pada mulanya sulit diketahui. Ada sebagian pasien 11

yang metastasis kelenjar limfenya perama kali muncul di regio untaian nervi aksesorius di segitiga koli posterior. 4. Gejala karena metastasis melalui aliran darah Akan terjadi metastasis jauh yaitu paru-paru, ginjal, limpa, tulang, hati dan sebagainya. Metastasi tulang tersering ke pelvis, vertebra, iga dan keempat ekstremitas. Manifestasi metastasis tulang adalah nyeri kontinyu dan nyeri tekan setempat, lokasi tetap dan tidak berubah-ubah dan secara bertahap bertambah hebat. Pada fase ini tidak selalu terdapat perubahan pada foto sinar X, bone-scan seluruh tubuh dapat membantu diagnosis. Metastasis hati, paru dapat sangat tersembunyi, kadang ditemukan ketika dilakukan tindak lanjut rutin dengan rongsen thorax pemeriksaan hati dengan CT atau USG. 2.6

Pemeriksaan Diagnostik 1. Nasofaringoskopi a. Tanpa menggunakan kateter Menggunakan kaca dan lampu khusus untuk menilai nasofaring dan area yang dekat sekitarnya. Pada pasien dewasa yang tidak sensitif, pemeriksaan ini dapat dilakukan. Tumor yang tumbuh eksofitik dan sudah agak besar akan b.

dapat tampak dengan mudah. Menggunakan kateter Menggunakan sebuah fibreoptic scope (lentur, menerangi, tabung sempit yang dimasukkan ke rongga hidung atau mulut) untuk menilai secara langsung lapisan nasofaring. Dua buah kateter dimasukkan masing-masing kedalam rongga hidung kanan dan kiri, setelah tampak di orofaring, ujung katater tersebut dijepit dengan pinset dan ditarik keluar selanjutnya disatukan dengan masing-masing ujung kateter yang lainnya.

2.

Biopsi nasofaring Yaitu penghapusan sel atau

jaringan sehingga dapat dilihat dibawah

mikroskop oleh patologi untuk memastikan tanda-tanda kanker. 3.

Pemeriksaan CT-Scan daerah kepala dan leher Untuk mengetahui keberadaan tumor sehingga tumor primer yang tersembunyi pun akan ditemukan. Memastikan luas lesi, memonitor kondisi remisi tumor pasca terapi dan pemeriksaan tindak lanjut. 12

4. Pemeriksaan Serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA Untuk mengetahui infeksi virus EB Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher (benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran atau timbul kembali setelah penyinaran dan tumor induknya sudah hilang yang terlebih dulu diperiksa dengan radiologik dan serologik), pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan antivirus. 1. Kemoterapi Kemoterapi meliputi

kemoterapi

neodjuvan,

kemoterapi

adjuvan

dan

kemoradioterapi konkomitan. 2. Terapi Rehabiltatif Pasien kanker secara faal dan psikis menderita gangguan fungsi dengan derajat bervariasi. Oleh karena itu diupayakan secara maksimal meningkatkan dan memperbaiki kualitas hidupnya. a. Rehabilitas Psikis Pasien kanker nasofaring harus diberi pengertian bahwa penyakitnya berpeluang untuk disembuhkan, uapayakan agar pasien secepatnya pulih dari situasi emosi depresi. b. Rehabilitas Fisik Setelah menjalani radioterapi, kemoterpi dan terapi

lain, pasien biasanya

merasakan kekuatan fisiknya menurun, mudah letih, daya ingat menurun. Harus memperhatikan suplementasi nutrisi, berolahraga fisik ringan terutama yang statis, agar tubuh dan ketahanan meningkat secara bertahap. 3. Operasi pembedahan Tindakan operasi berupa diseksi leher radikal, dilakukan jika masih ada sisa kelenjar pasca radiasi atau adanya kekambuhan kelenjar, dengan syarat bahwa tumor primer sudah dinyatakan bersih.

B. ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian A. Identitas - Identitas klien yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status marital, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, No Medrec, diagnosis dan alamat. 13

- Identitas penanggung jawab yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin,

pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat. B. Riwayat kesehatan - Keluhan utama Biasanya didapatkan adanya keluhan suara agak serak, kemampuan menelan terjadi penurunan dan terasa sakit waktu menelan atau nyeri dan rasa terbakar dalam tenggorok. - Riwayat kesehatan sekarang Merupakan informasi sejak timbulnya keluhan sampai klien dirawat di RS. Menggambarkan keluhan utama klien, kaji tentang proses perjalanan penyakit sampai timbulnya keluhan, faktor apa saja memperberat dan meringankan keluhan dan bagaimana cara klien menggambarkan apa yang dirasakan, daerah terasanya keluhan, semua dijabarkan dalam bentuk PQRST. - Riwayat kesehatan dahulu

Kaji tentang penyakit yang pernah dialami klien sebelumnya yang ada hubungannya dengan penyakit keturunan dan kebiasaan atau gaya hidup. - Riwayat kesehatan keluarga

Kaji apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan klien atau adanya penyakit keturunan, bila ada cantumkan genogram. C. Dasar Data Pengkajian Pasien - Aktivitas/istirahat Gejala : kelemahan dan/atau keletihan, perubahan pada pola istirahat dan jam kebiasaan tidur pada malam hari, adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur misal nyeri, ansietas, berkeringat malam. - Neurosensori Gejala : gangguan pendengaran dan penghidu, adanya pusing, sinkope - Nyeri / kenyamanan Gejala : nyeri terjadi pada bagian nasofaring, terasa panas - Pernapasan Gejala : Adanya asap pabrik atau industri Tanda : pada pemeriksaan penunjang dapat terlihat adanya sumbatan seperti massa. - Makanan /cairan

Gejala : anoreksia, mual/muntah Tanda : perubahan pada kelembaban/turgor kulit D. Pemeriksaan fisik - Inspeksi : Pada bagian leher terdapat benjolan, terlihat pada benjolan warna kulit mengkilat. 14

-

Palpasi : Pasien saat dipalpasi adanya massa yang besar, selain itu terasa nyeri apabila ditekan. Pemeriksaan THT:  Otoskopi : Liang telinga, membran timpani.  Rinoskopia anterior : Pada tumor endofilik tak jelas kelainan di rongga hidung, mungkin hanya banyak sekret. Pada tumor eksofilik, tampak tumor di bagian belakang rongga hidung, tertutup sekret mukopurulen, fenomena palatum mole negatif.  Rinoskopia posterior : Pada tumor indofilik tak terlihat masa, mukosa nasofaring tampak agak menonjol, tak rata dan paskularisasi meningkat. Pada tumor eksofilik tampak masa kemerahan.  Faringoskopi dan laringoskopi : Kadang faring menyempit karena 

penebalan jaringan retrofaring; reflek muntah dapat menghilang. X – foto : tengkorak lateral, dasar tengkorak, CT Scan

2. Diagnosa Keperawatan a. Nyeri akut b/d agen injuri fisik (pembedahan) b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan pemasukan nutrisi 3. Intervensi Keperawatan a. Nyeri akut b/d agen injuri fisik (pembedahan) - Tujuan dan kriteria hasil : Setelah dilakukan askep selama 3 x 24 jam tingkat kenyamanan klien meningkat, dan dibuktikan dengan level nyeri: klien dapat melaporkan nyeri pada petugas, frekuensi nyeri, ekspresi wajah, dan menyatakan kenyamanan fisik dan psikologis, TD 120/80 mmHg, N: 60-100 x/mnt, RR: 16-20x/mnt. Control nyeri -

dibuktikan dengan klien melaporkan gejala nyeri dan control nyeri. Intervensi : 1. Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi. Rasional : Nyeri merupakan pengalaman subyektif dan harus dijelaskan oleh pasien, mengidentifikasi nyeri untuk memilih intervensi yang tepat. 2. Anjurkan untuk beristirahat dalam ruangan yang tenang Rasional : Menurunkan stimulasi yang berlebihan yang dapat mengurangi sakit kepala. 3. Berikan kompres dingin pada bagian yang nyeri Rasional : Meningkatkan rasa nyaman dengan menurunkan vasodilatasi 15

4. Ajarkan teknik relaksasi dengan distraksi dan napas dalam Rasional : Membantu mengendalikan nyeri dan mengalihkan perhatian dari rasa nyeri. 5. Kolaborasi medis, berikan analgesik untuk mengurangi nyeri Rasional : Analgesik mampu menekan saraf nyeri b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh - Tujuan dan kriteria hasil : Setelah dilakukan askep selama 3×24 jam klien menunjukan status nutrisi adekuat dibuktikan dengan BB stabil tidak terjadi mal nutrisi, tingkat energi adekuat, -

masukan nutrisi adekuat. Intervensi : 1. Kaji pola makan klien Rasional : Mengidentifikasi defisiensi nutrisi 2. Identifikasi pasien yang mengalami mual/muntah yang diantisipasi Rasional : Mual/muntah psikogenik terjadi sebelum kemoterapi muali secara umum tidak berespons terhadap obat antiemetik. 3. Kolaborasi medis dengan pemberian aniemetik pada jadwal reguler sebelum atau selama dan setelah pemberian agen antineoplastik dengan sesuai. Rasional : Mual/muntah paling menurunkan kemampuan dan efek samping psikologis kemoterapi yang menimbulkan stress. 4. Sajikan makanan selagi hangat Rasional : Dengan sajian makanan hangat lebih mengurangi mual 5. Dorong pasien untuk makan sedikit tapi sering. Rasional : Kebutuhan sehari-hari dapat terpenuhi dengan baik

BAB III TINJAUAN KASUS KASUS ASKEP CA NASOFARING Pasien berumur 59 tahun, laki-laki, masuk ke Rumah Sakit dengan keluhan mengeluh nyeri skala 6 yang muncul di daerah benjolan disekitar pipi dan leher bagian kiri yang dirasakan sejak 6 16

bulan yang lalu. Nyeri disertai keluhan leher sulit untuk digerakkan, mual, dan nafsu makan yang menurun. Pada pemeriksaan fisik siang hari, ditemukan keadaan umum lemah, TB : 166 cm, BB : 45 kg, TD : 120/70 mmHg, HR : 80 x/m, T : 36 0C, RR : 20 x/m, ada benjolan di leher sebelah kiri, muntah 2 x dengan volume ±1000 cc, kemudian makan ¼ porsi. A. Pengkajian Klasifikasi Data DATA SUBJEKTIF -

-

DATA OBJEKTIF

Ibu mengeluh nyeri disekitar pipi dan -

Keadaan umum lemah

leher bagian kiri akibat adanya benjolan -

Tampak benjolan di leher sebelah kiri

sejak 6 bulan yang lalu

pasien

Ibu mengeluh

Skala nyeri 6 dari skala 0-10 yang

lehernya sulit untuk -

digerakkan

diberikan

-

Ibu mengeluh mual

-

Ibu mengatakan nafsu makan menurun

-

Pasien muntah 2 x dengan volume ±1000 cc

-

Pasien makan ¼ porsi

-

TB : 166 cm

-

BB : 45 kg

-

TTV : TD : 120/70 mmHg HR : 80 x/m T : 360C RR : 20 x/m

B. Diagnosa Keperawatan Analisa Data NO DATA 1.

DS : -

ETIOLOGI Pembengkakan Jaringan

Ibu mengeluh nyeri disekitar pipi

MASALAH Gangguan rasa nyaman : nyeri kronis

17

dan leher bagian kiri akibat adanya benjolan sejak 6 bulan yang lalu -

Ibu mengeluh lehernya sulit untuk digerakkan

DO : -

Keadaan umum lemah

-

Tampak benjolan di leher sebelah kiri pasien

-

Pasien tampak meringis

-

Skala nyeri 6 dari skala 0-10

-

Tanda-tanda vital : TD : 110/80 mmHg

2.

N

: 80 x/menit

P

: 20x/menit

T DS :

: 360C Anoreksia

-

Ibu mengeluh mual

-

Ibu mengatakan nafsu makan

Kurang dari kebutuhan tubuh

menurun DO : -

Pasien makan ¼ porsi

-

TB : 166 cm

-

BB : 45 kg

-

Tanda-tanda vital : TD : 110/80 mmHg N

: 80 x/menit

P

: 20x/menit

T

: 360C

Perubahan Nutrisi:

18

Prioritas Masalah 1.

Gangguan rasa nyaman : Nyeri Kronis berhubungan dengan pembengkakan jaringan

2.

Perubahan Nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan Anoreksia

BAB IV PENUTUP 4.1

Kesimpulan Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh pada ephitalial pelapis ruangan dibelakang hidung (nasofaring) dan belakang langit-langit rongga mulut dengan predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring. Kanker ini lebih sering ditemukan pada pria dibanding wanita dengan rasio 2-3-1 dan apa sebabnya belum dapat diungkapkan dengan pasti, mungkin ada hubugannya dengan faktor genetic, kebebasan hidup,

pekerjaan

dan

lain-lain.

Karsinoma

nasofaring

menimbulkan

sindrom

penyumbatan tuba dengan tuli konduktif sebagai keluhan. Perluasan infiltratif karsinoma nasofaring berikutnya membangkitkan perdarahan dan penyumbatan jalan lintasan napas melalui hidung. Setelah itu, pada tahap berikutnya dapat timbul gangguan menelan dan 19

kelumpuhan otot mata luar (paralisis okular). Untuk mencapai diagnosis harus melaksanakan Pemerksaan fisik maupun Pemeriksaan Diagnostik diantaranya CT Scan, MRI, dll. Pada Karsinoma nasofaring biasanya dilakukan pengobatan Radioterapi maupun Kemoterapi.

4.2

Saran Dengan adanya makalah ini diharapkan pembaca dapat memahami tentang Karsinoma Nasofaring yang sangat berbahaya. Lalu dapat mendeteksi awal terhadap gejala karsinoma nasofaring karena seringkali penderita karsinoma nasofaring terdeteksi pada stadium lanjut. Dan bagi pembaca yang berprofesi sebagai perawat atau tenaga medis lainnya agar lebih memahami tentang Karsinoma Nasofaring sehingga dapat lebih memahami kebutuhan klien, memberi motivasi, memberi pengetahuan, dan memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan baik.

20

Related Documents

Pemba Has An
October 2019 11
Pemba Has An
October 2019 22
Pemba Has An
October 2019 14
Has.
June 2020 13
Has Tings
May 2020 9

More Documents from ""

Pemba Has An
October 2019 22
Indikator Area Klinis.docx
October 2019 31
Dimensi Budaya Aman.docx
October 2019 20
Omsk 1.docx
May 2020 15
Status Pasien.docx
June 2020 15