Investasi Daerah Kalimantan Tengah

  • Uploaded by: HAMDHANI
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Investasi Daerah Kalimantan Tengah as PDF for free.

More details

  • Words: 615
  • Pages: 2
Investasi Daerah Kalimantan Tengah Sebagai implementasi dari ototnomi daerah yang memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengurusi daerahnya sendiri, masyarakat dan pemerintah daerah dapat mendatangkan investor untuk menanamkan investasinya di daerah. Namun demikian, pemerintah daerah masih memiliki kendala dalam mendatangkan investor, salah satunya adalah rumitnya prosedur yang masih menggunakan metode sentralistik dimana pemerintah pusat masih dominan dalam mengatur investasi di daerah. Padahal yang mengetahui situasi dan kondisi iklim investasi daerah adalah pemerintah daerah itu sendiri. Jadi selayaknya daerah yang menentukan boleh tidaknya calon investor terkait dengan pembangunan daerah ini. Selain itu, Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD) kurang berfungsi. Selama ini pihaknya (BKPMD) hanya merasa sebagai pengawas saja. Untuk memudahkan investor dalam berinvestasi di daerah, daerah dapat memberikan insentif kepada investor. Fasilitas bagi investor yang disepakati dicantumkan dalam UU Penanaman Modal antara lain mengenai pembebasan bea masuk barang modal dan alat produksi lainnya. Pemerintah memberlakukan insentif baru berupa fasilitas pajak penghasilan atau PPH bagi penanaman modal di bidang tertentu dan daerah tertentu mulai 1 Januari 2007. Insentif PPh tersebut ditetapkan dalam peraturan pemerintah (PP) Nomor 1 tahun 2007 tentang revisi peraturan pemerintah nomor 148 tahun 2000 tentang fasilitas pajak penghasilan untuk penanaman modal di bidang tertentu dan daerah tertentu. Insentif tersebut diharapkan akan mendorong investasi pada sektor – sektor yang dapat menciptakan kesempatan kerja baru dalam jumlah besar dan industri pionir. Pembahasan RUU penanaman modal di DPR sudah hampir rampung. Pembahasan ditingkat panitia kerja tinggal menyisakan dua hal yang harus menunggu keputusan pemerntah. Kedua hal itu adalah mengenai kelembagaan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang diusulkan DPR menjadi setingkat menteri serta pemberian fasilitas untuk investor. Meski insentif fiskal sebenarnya sudah banyak diberikan di luar UU, termasuk dalam PP No 1 tahun 2007 tentang insentif pajak bagi industri pionir tertentu, tapi pansus berpandangan akan lebih baik jika RUU penanaman modal juga menegaskan insentif – insentif fiskal bagi investor. Pengusaha Sawit Kecewa Pengusaha kelapa sawit dan udang merasa kecewa karena tidak termasuk sebagai sektor usaha yang menerima insentif pajak penghasilan yang baru diumumkan pemerintah. Padahal, kedua sektor ini juga membutuhkan insentif tersebut untuk meningkatkan investasi agar memiliki nilai tambah. Bahwa industri hilir kelapa sawit selama ini masih kurang berkembang sehingga harus ada insentif juga. Jika seperti ini, wajar Indonesia hanya mampu menjadi eksportir minyak sawit mentah terbesar dunia tanpa nilai tambah apapun. Industri kelapa sawit wajib menyetor pajak penghasilan (PPh) pasal 25 tentang laba perusahaan

sebesar 30 persen kepada pemerintah. Artinya jika perusahaan memperoleh laba Rp 1 miliar dalam setahun perseroan wajib menyetor sebesar Rp 300 juta kepada pemerintah. Kondisi ini menyebabkan industri hilir kelapa sawit sulit untuk berkembang. Jika kita komparasi dengan negara lain seperti Malaysia yang menerapkan PPh lebih rendah dari 30 persen untuk seluruh jenis industri. Pemerintah Malaysia juga membangun infrastruktur, yakni dari dari jalan hingga pelabuhan, sehingga ongkos produksi dapat ditekan. Kalau pemerintah serius ingin mengembangkan kelapa sawit sebagai industri pionir, insentif PPh sangat dibutuhkan. Kebijakan ini akan meningkatkan daya saing Indonesia dengan Malaysia pada produk hilir kelapa sawit. Rencana pemerintah akan menerapkan pajak ekspor yang diperkuat dengan Undang-Undang Bea Cukai tahun 2006, tujuannya untuk peningkatan nilai tambah melalui proses industrialisasi di dalam negeri. Seharusnya pemerintah Indonesia belajar dari pemerintah Malaysia. Kita menilai tujuan pemerintah menerapkan pajak ekspor itu, adalah salah satu strategi pemerintah maningkatkan nilai tambah melalui dunia industri, seperti industri kelapa sawit. Namun bila pajak ekspor ini tetap dijalankan, maka dikhawatirkan produktivitas perkebunan sawit di Indonesia akan mengalami penurunan yang sangat serius. Untuk masalah ini seharusnya Indonesia belajar dengan sistem kebijakan yang diterapkan di Malaysia. Yang perlu mendapat perhatian serius oleh pemerintah adalah bagaimana caranya peningkatan produktivitas industri perkebunan rakyat yang lebih besar lagi. Untuk peningkatan itu, yang perlu diperhatikan adanya kecukupan atau tersediannya bibit sawit yang lebih bagus. -Hamdhani SIP- 2007

Related Documents


More Documents from "M. Iman Topik, S.IP, M.Si"