Intervensi Keadaan Hemiplegia Pasca Stroke Dengan Manajemen Teknologi Berbasis Electric Vibration.docx

  • Uploaded by: Anisa Susianti
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Intervensi Keadaan Hemiplegia Pasca Stroke Dengan Manajemen Teknologi Berbasis Electric Vibration.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 624
  • Pages: 3
INTERVENSI KEADAAN HEMIPLEGIA PASCA STROKE DENGAN MANAJEMEN TEKNOLOGI BERBASIS ELECTRIC VIBRATION: ALAT PELURUH BLOOD KNOT DALAM PEREDARAN DARAH SEBAGAI TERAPI DAN LANGKAH PREVENTIF PENURUNAN PREVALENSI PENYAKIT TIDAK MENULAR Anisa Susianti, Hikmah Abidin, Rasnita Penyakit tidak menular (PTM) merupakan penyakit kronis yang tidak ditularkan dari orang ke orang. Permasalahan dari penyakit tidak menular ini cenderung meningkat dalam beberapa dekade terakhir baik secara global maupun nasional. Morbiditas dan mortalitas penyakit tidak menular utama cenderung meningkat di hampir semua negara. Di wilayah Pasifik dan Asia Timur penyakit tidak menular merupakan 71,03% penyebab kematian pada tahun 2002, dan menimbulkan DALYs (Disability Adjusted Life Years) sebesar 46,90% (Rahajeng, 2012). Sehingga persepsi yang menyatakan bahwa PTM merupakan masalah di negara maju ternyata tidaklah benar. Indonesia dalam beberapa dasawarsa terakhir menghadapi masalah triple burden diseases. Di satu sisi, penyakit menular masih menjadi masalah ditandai dengan masih sering terjadi KLB beberapa penyakit menular tertentu, munculnya kembali beberapa penyakit menular lama (re-emerging diseases), serta munculnya penyakit-penyakit menular baru (new-emergyng diseases). Di sisi lain, PTM menunjukkan adanya kecenderungan yang semakin meningkat dari waktu ke waktu. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, selama 12 tahun (1995-2007) telah terjadi transisi epidemiologi dimana kematian karena penyakit tidak menular semakin meningkat, sedangkan kematian karena penyakit menular semakin menurun. Menurut Badan Kesehatan Dunia WHO, kematian akibat Penyakit Tidak Menular (PTM) diperkirakan akan terus meningkat di seluruh dunia, peningkatan terbesar akan terjadi di negara-negara menengah dan miskin. Lebih dari dua pertiga (70%) dari populasi global akan meninggal akibat penyakit tidak menular. Dalam jumlah total, pada tahun 2030 diprediksi akan ada 52 juta jiwa kematian

per tahun karena penyakit tidak menular, naik 9 juta jiwa dari 38 juta jiwa pada saat ini. Empat jenis PTM utama menurut WHO adalah penyakit kardiovaskular (penyakit jantung koroner, stroke), kanker, penyakit pernafasan kronis (asma dan penyakit paru obstruksi kronis), dan diabetes. Stroke adalah penyakit pada otak berupa gangguan fungsi syaraf lokal dan/atau global, munculnya mendadak, progresif, dan cepat. Gangguan fungsi syaraf pada stroke disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik. Gangguan syaraf tersebut menimbulkan gejala antara lain: kelumpuhan wajah atau anggota badan, bicara tidak lancar, bicara tidak jelas (pelo), mungkin perubahan kesadaran, gangguan penglihatan, dan lain-lain. Data Riskesdas 2018 menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan (3,9%) penderita stroke di Indonsia dibandingkan data pada tahun 2013. Dari jumlah tersebut 50,3% diantaranya mengalami stroke pada usia kerja yang produktif antara 35 sampai 64 tahun. Jumlah tersebut diatas berbanding terbalik dengan presentase pasien pasca stroke yang bisa hidup mandiri. Sebagian besar pasien pasca stroke mengalami disabilitas ringan hingga ketergantungan penuh kepada orang lain. Kondisi ini harus diminalkan untuk menjamin kemajuan suatu negara sekaligus mewujudkan poin ketiga dalam Sustainable Development Goals untuk pencegahan atau promosi kesehatan. Stroke tidak hanya membutuhkan penanganan yang cepat dan tanggap saat sedang kambuh, tetapi keadaan seseorang yang pernah mengalami stroke juga memerlukan penanganan khusus. Hal ini karena gangguan syaraf pasca-stroke menimbulkan beberapa keluhan lain seperti hemiplegia. Hemiplegia adalah jika satu tangan atau satu kaki atau bahkan satu sisi wajah menjadi lumpuh dan tak dapat bergerak (Samiadi, 2017). Kondisi ini bisa mempengaruhi aktivitas dan produktivitas penderita. Setelah stroke, penting untuk dilakukan pemulihan fungsi ekstrmitas atas secara maksimal untuk menunjang kebutuhan beraktifitas sehari-hari. Selain melalui pengobatan medis rutin, rehabilitasi pada pasien pasca-stroke fase awal mampu meningkatakan kualitas hidup untuk beraktivitas sehari-hari. Selain itu, proses rehabilitasi yang baik dapat mengefisienkan waktu pemulihan pasca stroke.

Sebelumnya, rehabilitasi bagi penderita stroke telah difokuskan terutama pada pelatihan ekstremitas bawah. Namun, hal ini dapat menyebabkan tidak digunakannya tangan dan lengan bawah, serta komplikasi juga dapat terjadi (misalnya sindrom bahu-tangan dan dysmyoto-nia). Pemulihan pergelangan tangan dan ekstensi jari adalah aspek yang paling sulit dari pengobatan hemiplegia. Selain itu, pergelangan tangan memainkan peran penting dalam melakukan genggaman. Selain itu, telah dilaporkan bahwa defisiensi pergelangan tangan berhubungan positif dengan disfungsi dari tangan.

Related Documents


More Documents from "Washil Arul"