MAKALAH MONITORING PEMBUKAAN JALAN LAHIR DAN PEMERIKSAAN FISIK INPARTU
Disusun oleh : 1. Silvia Handayani
(P27820716002)
2. Rahma Amalia S
(P27820716012)
3. Nindya rama Pramesti
(P27820716022)
4. Girindr Findyanto
(P27820716037)
PRODI D IV KEPERAWATAN KAMPUS SOETOMO JURUSAN KEPEPERAWATAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SURABAYA TAHUN AJARAN 2017/2018
i
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirannya yang telah menimpakan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tentang monitoring pembukaan jalan lahir dan pemeriksaan fisik inpartu Makalah ini disusun penulis dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Harapan penulis semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca, karena keterbatasan dan pengetahuan penulis. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca.
Surabaya, November 2017
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Cover ................................................................................................................ i Kata Pengantar ................................................................................................. ii Daftar isi ........................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 1 1.3 Tujuan .................................................................................................. 2 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Monitoring pembukaan jalan lahir ...................................................... 3 2.2 Pemeriksaan Inpartu ............................................................................ 5 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan ......................................................................................... 8 3.2 Saran ................................................................................................... 8 Daftar Pustaka .................................................................................................. 9
iii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Penyusunan
2
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi Infeksi postpartum adalah infeksi bakteri pada traktus genitalia, terjadi sesudah melahirkan, ditandai kenaikan suhu sampai 38 derajat selsius atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca persalinan, dengan mengecualikan 24 jam pertama. Diukur peroral sedikitnya 4 kali sehari disebut morbiditas puerperalis. Kenaikan suhu tubuh yang terjadi di dalam masa nifas, dianggap sebagai infeksi nifas jika tidak diketemukan sebabsebab ekstragenital. Infeksi nifas (infeksi puerperalis) adalah infeksi luka jalan lahir pasca persalinan, biasanya dari endometrium bekas insersi plasenta. Demam dalam nifas sebagian besar disebabkan infeksi nifas, maka demam dalam nifas merupakan gejala penting penyakit ini. Demam dalam nifas sering juga disebut morbiditas nifas merupakan index kejadian infeksi nifas. Demam dalam nifas selain oleh infeksi nifas dapat juga disebabkan oleh pyelitis, Infeksi jalan pernafasan, malaria, typhus dan lain-lain. (Krisnadi, R. Sofie, 2005)
2.2 Etiologi Infeksi ini terjadi setelah persalinan, kuman masuk dalam tubuh pada saat berlangsungnya proses persalinan. Diantaranya, saat ketuban pecah sebelum maupun saat persalinan berlangsung sehingga menjadi jembatan masuknya kuman dalam tubuh lewat rahim. Jalan masuk lainnya adalah dari penolong persalinan sendiri, seperti alat-alat yang tidak steril digunakan pada saat proses persalinan. Infeksi bisa timbul akibat bakteri yang sering kali ditemukan didalam vagina (endogenus) atau akibat pemaparan pada agen pathogen dari luar vagina (eksogenus) (Bobak, 2004). Namun biasanya infeksi ini tidak menimbulkan penyakit pada persalinan, kelahiran, atau pascapersalinan. Hampir 30 bakteri 3
telah diidentifikasi ada disaluran genital bawah (vulva, vagina dan sevik) setiap saat (Faro 1990). Sementara beberapa dari padanya, termasuk beberapa fungi, dianggap nonpatogenik dibawah kebanyakan lingkungan, dan sekurangkurangnya 20, termasuk e.coli, s. aureus, proteus mirabilis dan clebsiela pneumonia, adalah patogenik (Tietjen, L; Bossemeyer, D, & McIntosh, N, 2004). Bermacam-macam jalan kuman masuk ke dalam alat kandungan seperti eksogen (kuman datang dari luar), autogen (kuman masuk dari tempat lain dalam tubuh) dan endogen (dari jalan lahir sendiri). Penyebab yang terbanyak dan lebih dari 50% adalah streptococcus anaerob yang sebenarnya tidak patogen sebagai penghuni normal jalan lahir. Kuman-kuman yang sering menyebabkan infeksi antara lain adalah : 1.
Streptococcus haemoliticus anaerobic Masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat. Infeksi ini biasanya eksogen (ditularkan dari penderita lain, alat-alat yang tidak suci hama, tangan penolong, infeksi tenggorokan orang lain).
2. Staphylococcus aureus Masuknya secara eksogen, infeksinya sedang, banyak ditemukan sebagai penyebab infeksi di rumah sakit dan dalam tenggorokan orang-orang yang nampaknya sehat. Kuman ini biasanya menyebabkan infeksi terbatas, walaupun kadang-kadang menjadi sebab infeksi umum. 3. Escherichia Coli Sering berasal dari kandung kemih dan rektum, menyebabkan infeksi terbatas pada perineum, vulva, dan endometriurn. Kuman ini merupakan sebab penting dari infeksi traktus urinarius 4. Clostridium Welchii Kuman ini bersifat anaerob, jarang ditemukan akan tetapi sangat berbahaya. Infeksi ini lebih sering terjadi pada abortus kriminalis dan partus yang ditolong oleh dukun dari luar rumah sakit.
Beberapa faktor dalam kehamilan atau persalinan yang dapat menyebabkan infeksi pascapersalinan antara lain : 4
1.
Anemia Kekurangan sel-sel darah merah akan meningkatkan kemungkinan infeksi. Hal ini juga terjadi pada ibu yang kurang nutrisi sehingga respon sel darah putih kurang untuk menghambat masuknya bakteri.
2.
Ketuban pecah dini Keluarnya cairan ketuban sebelum waktunya persalinan menjadi jembatan masuknya kuman keorgan genital.
3.
Trauma Pembedahan, perlukaan atau robekan menjadi tempat masuknya kuman pathogen, seperti operasi.
4.
Kontaminasi bakteri Bakteri yang sudah ada dalam vagina atau servik dapat terbawa ke rongga rahim. Selain itu, pemasangan alat selama proses pemeriksaan vagina atau saat dilakukan tindakan persalinan dapat menjadi salah satu jalan masuk bakteri. Tentunya, jika peralatan tersebut tidak terjamin sterilisasinya. 5. Kehilangan darah Trauma yang menimbulkan perdarahan dan tindakan manipulasi yang berkaitan dengan pengendalian pendarahan bersama-sama perbaikan jaringan luka, merupakan factor yang dapat menjadi jalannya masuk kuman.
2.3 Klasifikasi Infeksi yang menyerang pada organ genetalia dibagi menjadi 2 yaitu : 1.
Infeksi yang terbatas pada luka (perineum, vulva, vagina, serviks, endometrium) antara lain: a.
Vulvitis Vulvitis adalah infeksi pada vulva. Vulvitis pada ibu pasca melahirkan terjadi di bekas sayatan episiotomi atau luka perineum. Tepi luka berwarna merah dan bengkak, jahitan mudah lepas, luka yang terbuka menjadi ulkus dan mengeluarkan nanah. 5
b. Vaginitis
Vaginitis merupakan infeksi pada daerah vagina. Vaginitis pada ibu pasca melahirkan terjadi secara langsung pada luka vagina atau luka perineum. Permukaan mukosa bengkak dan kemerahan, terjadi ulkus dan getah mengandung nanah dari daerah ulkus. c. Servitis
Infeksi yang sering terjadi pada daerah servik, tapi tidak menimbulkan banyak gejala. Luka serviks yang dalam dan meluas dan langsung ke dasar ligamentum latum dapat menyebabkan infeksi yang menjalar ke parametrium. d. Endometritis
Endometritis paling sering terjadi. Biasanya demam mulai 48 jam postpartum dan bersifat naik turun. Kuman–kuman memasuki endometrium (biasanya pada luka insersio plasenta) dalam waktu singkat dan menyebar ke seluruh endometrium. Pada infeksi setempat, radang terbatas pada endometrium. Jaringan desidua bersama bekuan darah menjadi nekrosis dan mengeluarkan getah berbau yang terdiri atas keping-keping nekrotis dan cairan. Pada infeksi yang lebih berat batas endometrium dapat dilampaui dan terjadilah penjalaran. 2.
Infeksi yang menjalar dari luka jaringan sekitarnya (tromboflebitis, parametritis, salpingitis, dan peritonitis) antara lain : a. Trombofeblitis Penjalaran infeksi melalui vena sering terjadi dan merupakan penyebab terpenting dari kematian karena infeksi puerpalis. Radang vena golongan 1 disebut tromboflebitis pelvis dan infeksi vena golongan 2 disebut tromboflebitis femoralis. b. Parametritis Parametritis adalah infeksi pada parametrium. Parametrium adalah jaringan renggang yang ditemukan di sekitar uterus. Jaringan ini memanjang sampai ke sisi-sisi serviks dan ke pertengahan lapisanlapisan ligamen besar. 6
c. Salpingitis Salpingitis adalah infeksi dan peradangan di saluran tuba . Hal ini sering digunakan secara sinonim dengan penyakit radang panggul, meskipun PID tidak memiliki definisi yang akurat dan dapat merujuk pada beberapa penyakit dari saluran kelamin wanita bagian atas, seperti endometritis, ooforitis, metritis, parametritis dan infeksi pada peritoneum panggul. e. Peritonitis adalah peradangan peritoneum yang biasanya disebabkan
oleh infeksi. ( Sitti Saleha, 2009 )
2.4 Patofisiologi Setelah persalinan, tempat bekas perlekatan plasenta pada dinding rahim merupakan luka yang cukup besar untuk masuknya mikroorganisme. Patologi infeksi puerperalis sama dengan infeksi luka. Infeksi itu dapat: 1.Terbatas pada lukanya (infeksi luka perineum, vagina, serviks, atau endometrium). 2.Infeksi itu menjalar dari luka jaringan sekitarnya (tromboflebitis, parametritis, salpingitis, dan peritonitis). (Krisnadi, 2005) Setelah kala III, daerah bekas insersio plasenta merupakan sebuah luka dengan diameter kira – kira 4 cm. Permukaannya tidak rata, berbenjol – benjol karena banyaknya vena yang ditutupi trombus. Daerah ini merupakan tempat yang baik untuk tumbuhnya kuman – kuman dan masuknya jenis – jenis yang patogen dalam tubuh wanita. Serviks sering mengalami perlukaan pada persalinan, demikian juga vulva, vagina, dan perineum, yang semuanya merupakan tempat masuknya kuman – kuman patogen. Proses radang dapat terbatas pada luka – luka tersebut atau dapat menyebar di luar luka asalnya. (Eny Retna : 2008, 123)
2.5 Tanda dan Gejala Infeksi akut yang menyerang genetalia ditandai dengan demam, sakit didaerah infeksi, berwarna kemerahan, fungsi organ tersebut terganggu. Gambaran klinis infeksi nifas dapat berbentuk : 7
a. Infeksi lokal Pembengkakan luka episiotomi, terjadi penanahan, perubahan warna kulit, pengeluaran lochea bercampur nanah, mobilisasi terbatas karena rasa nyeri, temperatur badan dapat meningkat. b. Infeksi umum Tampak sakit dan lemah, tekanan darah menurun dan nadi dan suhu meningkat, kesadaran gelisah sampai menurun, terjadi gangguan involusi uterus, lochea berbau dan bernanah serta kotor.( Eny Retna, 2008 : 124 ) Infeksi yang menyerang pada payudara meliputi : fisura di puting susu yang terinfeksi
biasanya
merupakan
lesi
awal.
Peradangan
edema
dan
pembengkakan payudara segera akan menyumbat aliran air susu. Menggigil, demam, malaise, dan nyeri tekan pada payudara bisa ditemukan. ( Bobak, Lowdermilk, Jensen 2004) Infeksi pada saluran kemih yaitu sistitis biasanya memberikan gejala berupa nyeri berkemih (disuria), sering berkemih, dan tidak dapat menahan untuk berkemih. Demam biasanya jarang terjadi. Adanya retensi urine pasca persalinan umumnya merupakan tanda adanya infeksi. Pielonefritis memberikan gejala yang lebih berat, demam, menggigil, serta perasaan mual dan muntah. Selain disuria, dapat juga terjadi piuria dan hematuria. ( Sitti Saleha, 2009 )
2.6 Komplikasi 1. Peritonitis (peradangan selaput rongga perut) 2. Tromboflebitis pelvika (bekuan darah di dalam vena panggul), dengan resiko terjadinya emboli pulmoner. 3. Syok toksik akibat tingginya kadar racun yang dihasilkan oleh bakteri di dalam darah. Syok toksik bisa menyebabkan kerusakan ginjal yang berat dan bahkan kematian.
8
2.7 Penatalaksanaan 1.
Pencegahan infeksi nifas pada organ genetalia : a. Anemia diperbaiki selama kehamilan. Berikan diit yang baik. Koitus pada kehamilan tua sebaiknya dilarang b. Membatasi masuknya kuman di jalan lahir selama persalinan c. Jaga persalinan agar tidak berlarut-larut. Selesaikan persalinan dengan trauma sesedikit mungkin. Cegah perdarahan banyak dan penularan penyakit dari petugas dalam kamar bersalin. Alat-alat persalinan harus steril dan lakukan pemeriksaan hanya bila perlu dan atas indikasi yang tepat
Penanganan infeksi nifas pada organ genetalia : a. Suhu harus diukur dari mulut sedikitnya 4 kali sehari b. Berikan terapi antibiotik c. Perhatikan diet d. Lakukan transfusi darah bila perlu e. Hati-hati bila ada abses, jaga supaya nanah tidak masuk ke dalamrongga perinium(Wiknjosastro, 2006)
2.
Jika ibu menyusui: a. Sebelum menyusui, pijat payudara dengan lembut, mulailah dari luar kemudian perlahan-lahan bergerak ke arah puting susu dan lebih berhati-hati pada area yang mengeras. b. Menyusui sesering mungkin dengan jangka waktu selama mungkin, susui bayi dengan payudara yang sakit jika ibu kuat menahannya, karena bayi akan menyusui dengan penuh semangat pada awal sesi menyususi, sehingga bisa mengeringkannya dengan efektif. c. Lanjutkan dengan mengeluarkan ASI dari payudara itu setiap kali selesai menyusui jika bayi belum benar-benar menghabiskan isi payudara yang sakit tersebut. d. Tempelkan handuk halus yang sudah dibasahi dengan air hangatpada payudara yang sakit beberapa kali dalam sehari (atau mandi dengan air hangat beberapa kali), lakukan pemijatan dengan lembut di 9
sekitar area yang mengalami penyumbatan kelenjar susu dan secara perlahan-lahan turun ke arah puting susu. e. Kompres dingin pada payudara di antara waktu menyusui. f. Bila diperlukan berikan parasetamol 500 mg per oral setiap 4jam. g. Lakukan evaluasi setelah 3 hari untuk mengevaluasi hasilnya. Jika ibu tidak menyusui : a. Gunakan bra yang menopang b. Kompres dingin pada payudara untuk mengurangi bengkak dan nyeri. c. Berikan parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam. d. Jangan dipijat atau memakai kompres hangat pada payudara. e. Lakukan evaluasi setelah 3 hari untuk mengevaluasi hasilnya.
3. Penanganan infeksi saluran kemih yang ideal adalah agens antibacterial yang secara efektif menghilangkan bakteri dari traktus urinarius dengan efek minimal terhadap flora fekal dan vagina. Terapi dapat dibedakan atas terapi antibiotika dosis tunggal, terapi antibiotika konversial, terapi jangka lama, terapi dosis rendah untuk supresi. Pencegahan yang dapat diberikan adalah menjaga kebersihan sekitar saluran kemih, membasuhi air dari atas ke bawah setelah buang air kecil maupun buang air besar. Semaksimalkan untuk membersihkan bagian organ saluran kemih.( Sitti Saleha, 2009 )
10
BAB III AUHAN KEPERWATAN TEORI
A. DATA FOKUS 1.
Pengkajian a. Identitas Klien b. Riwayat kesehatan 1) Riwayat kesehatan dahulu Kemungkinan klien pernah menderita infeksi tenggorokan 2) Riwayat kesehatan sekarang Biasanya klien mengeluh badan lemah, demam, nadi cepat, nafas sesak, badan menggigil, gelisah, nyeri pada daerah luka operasi 3) Riwayat Kesehatan Keluarga Kemungkinan salah satu anggota keluarga ada yang menderita infeksi tenggorokan c. Pemeriksaan Fisik
1) Aktivitas / istirahat Biasanya klien mengeluh malaise, letargi, kelelahan / keletihan yang terus menerus (persalinan lama, stressor pasca partum multiple) 2) Sirkulasi Biasanya tachikardi dari berat sampai bervariasi 3) Eliminasi Biasanya BAB klien diare / konstipasi 4) Makanan / Cairan Biasanya anoreksia, mual / muntah, haus, membran mukosa kering, distensi abdomen, kekakuan, nyeri lepas 5) Neurosensori Biasanya klien mengeluh sakit kepala 6) Pernafasan Biasanya pernafasan cepat / dangkal
7) Nyeri / Ketidaknyamanan 11
Biasanya nyeri abdomen bawah / uteri, nyeri tekan / nyeri local, disuria, ketidaknyamanan abdomen, sakit kepala 8) Integritas Ego Biasanya klien ansietas, gelisah 9) Keamanan Biasanya terjadi peningkatan suhu tubuh yang merupakan tanda infeksi dan dapat pula terjadi menggigil berat atau berulang 10)
Seksualitas
Biasanya pecah ketuban dini / lama, persalinan lama, subinvolusi uterus mungkin ada, lochea bau busuk dan banyak / berlebihan, tepi insisi kemerahan, edema, keras, nyeri tekan / memisah dengan drainase purulen. d. Kebiasaan Sehari – hari 1) Kebiasaan perorangan Biasanya kebersihan perorangan tidak terjaga sehingga kuman – kuman mudah masuk / pathogen ada dalam tubuh. 2) Makan / Minum Biasanya klien mengeluh anoreksia, mual / muntah, sering merasahaus. 3) Tidur Biasanya tidur klien mengalami gangguan karena suhu badan meningkat dan badan menggigil e. Data Sosial Ekonomi Biasanya penyakit ini banyak ditemukan pada ekonomi rendah dengan stressor bersamaan f. Data Psikologis Biasanya klien dengan penyakit ini gelisah karena terjadinya peningkatan suhu tubuh dan nyeri tekan pada abdomen 2. Head to Toe a. Payudara dan putting susu 1) Simetris/tidak 2) Konsistensi ada pembengkakan/tidak 3) Puting menonjol/tidak, lecet/tidak b. Abdomen 12
1) Uterus Normal : a) kokoh, berkontraksi baik b) tidak berada diatas ketinggian fundal saat masa nifas segera. Abnormal : a) lembek b) diatas ketinggian fundal saat masa nifas segera. 2) Kandung kemih : bisa buang air/tak bisa buang air c. Keadaan genitalia Lochea Normal : a) Merah hitam (lochea rubra) b) Bau biasa c) Tidak ada bekuan darah atau butir-butir darah beku d) Jumlah perdarahan yang ringan atau sedikit (hanya perlu mengganti pembalut setiap 3-5 jam) Abnormal : a) Merah terang b) Bau busuk c) Mengeluarkan darah beku d) Perdarahan hebat ?(memerlukan penggantian pembalut setiap 0-2 jam) 2) Perinium Edema, inflamasi, hematoma, pus, bekas luka episiotomi/robek, jahitan, memar, hemorrhoid (wasir/ambeien). 3) Keadaan anus : haemoroid d. Ekstremitas : varises, betis apakah lemah dan panas, edema, reflek e. Kulit : pasien biasanya dengan kulit kemerahan, bengkak
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis 2. Hipertermi berhubungan dengan penyakit
13
3. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan pemajanan terhadap patogen 4. Ansietas berhubungan dengan infeksi 5. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kesalahan intepretasi informasi 6. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan poliuria 7. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan infeksi: lesi, abses, episiotomi 8. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan cedera
C. PERENCANAAN 1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis Tujuan : Rasa nyaman nyeri dapat teratasi Kriteria
: a. Mampu mengontrol nyeri
b. Mampu menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri c.
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Intervensi : a. Kaji lokasi dan sifat ketidaknyamanan / nyeri b. Berikan instruksi mengenal nyeri (skala, intensitas, frekuensi) c. Instruksikan klien dalam melakukan teknik relaksasi, memberikan aktivitas pengalihan seperti : radio, televisi, membaca d. Kurangi faktor presipitasi nyeri e. Kolaborasi : 1) Berikan analgetik / antipiretik 2) Berikan kompres panas local 3) Jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil f. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri g. Tingkatkan istirahat h. Monitor penerimaan pasien tetang manjemen nyeri 2. Hipertermi berhubungan dengan penyakit Tujuan
: Suhu tubuh normal
Kriteria
: a. Tidak ada tanda – tanda peningkatan suhu tubuh b. TTV dalam batas normal
Intervensi
: 14
a. Monitor suhu sesering mungkin b. Monitor warna dan suhu kulit c. Monitor TTV d. Monitor penurunan tingkat kesadaran e. Monitor intake dan output f. Kompres hangat g. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antipiretik dan antibiotic h. Tingkatkan sirkulasi udara i. Anjurkan untuk banyak minum air putih 3. Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan pemajaman terhadap patogen Tujuan : Klien akan mengambil tindakan untuk mencegah / menurunkan resiko penyebaran infeksi Kriteria
: a. Suhu tubuh dalam batas normal
b. Lekosit dalam batas normal c. pengetahuan meningkat mengenai resiko infeksi dan pencegahannya Intervensi : a. Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi b. Awasi suhu sesuai indikasi c. Pertahankan kebijakan mencuci tangan dengan ketat untuk staf, klien dan pengunjung d. Anjurkan/ demonstrasikan pembersihan perineum yang benar setelah berkemih, defekasi dan sering ganti balutan e. Demonstrasikan masase fundus yang tepat f. Monitor TTV g. Observasi tanda infeksi lain h. Kolaborasi : Pantau pemeriksaan laboraturium 4. Ansietas berhubungan dengan infeksi Tujuan
: Klien dapat mengungkapkan secara verbal rasa cemasnya
dan mengatakan perasaan cemas berkurang atau hilang Kriteria
: a. Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan teknik untuk mengontrol cemas 15
b.
Vital sign normal
c.
Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh menunjukkan berkurangnya kecemasan Intervensi
:
a. Gunakan pendekatan yang menyenangkan b. Kaji respon psikologis klien terhadap perdarahan paska persalinan c. Kaji respon fisiologis klien ( takikardia, takipnea, gemetar ) d. Perlakukan pasien secara lembut, empati, serta sikap mendukung e. Berikan informasi tentang perawatan dan pengobatan f. Bantu klien mengidentifikasi rasa cemasnya g. Kaji mekanisme koping yang digunakan klien h. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut i. Dorong keluarga untuk menemani anak j. Dengarkan dengan penuh perhatian k. Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan l. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi m. Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi n. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat untuk mengurangi kecemasan 5. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kesalahan intepretasi informasi Tujuan : Pasien dan keluarga paham tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan Kriteria
: a. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar b.
Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan
perawat/ tim kesehatan lainnya Intervensi : a. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik b. Jelaskan patofisiologi dari penyakit 16
c. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat d. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat e. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi f. Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien g. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit h. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan 6. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan poliuria Tujuan : Klien mampu mempertahankan urine output Kriteria
: a. TTV normal
b. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab Intervensi : a. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat b. Monitor status dehidrasi c. Monitor vital sign d. Monitor status nutrisi e. Dorong masukan oral f. Atur kemungkinan transfusi g. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian cairan IV 7. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan infeksi: lesi, abses, episiotomi Tujuan : Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan Kriteria : a. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperature, hidrasi, pigmentasi) b. Tidak ada luka/lesi pada kulit c. Perfusi jaringan baik d. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami Intervensi : a. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar b. Hindari kerutan pada daerah yang lesi c.
Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
d. Monitor kulit akan adanya kemerahan e.
Monitor status nutrisi pasien 17
f.
Membersihkan, memantau dan meningkatkan proses penyembuhan pada luka yang ditutup dengan jahitan g. Monitor proses kesembuhan area insisi h. Gunakan preparat antiseptic sesuai program 8. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan cedera Tujuan : Klien memiliki body image positif Kriteria
: a. Mampu mengidentifikasi kekuatan personal
b. mendiskripsikan secara faktual perubahan fungsi tubuh Intervensi : a. Kaji secara verbal dan non verbal respon klien terhadap tubuhnya b. Monitor frekuensi mengkritik dirinya c. Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan dan prognosis penyakit d. Dorong klien mengungkapkan perasaannya e. Berikan lingkungan yang tenang untuk pasien f. Berikan motivasi untuk pasien g. Berikan ketenangan untuk pasien tentang penyakitnya h. Dorong keluarga untuk menerima kondisi pasien ( NANDA, NICNOC 2013)
18
BAB IV PENUTUP
3.1. KESIMPULAN Luka-luka pascapersalinan harus dirawat dengan baik. Menjaga kebersihan pada bekas luka mutlak dilakukan. Alat-alat, pakaian, dan kain yang dikenakan ibu harus benar-benar dijaga kebersihannya. Hal lain yang juga harus diwaspadai selama masa nifas selain infeksi adalah terjadinya anemia. Bila ibu mengalami perdarahan yang sangat banyak, atau sudah terjadi anemia selama masa kehamilan, hal ini dikhawatirkan akan mempengaruhi proses kontraksi pada rahim untuk kembali seperti semula. Ini terjadi karena darah tak cukup memberikan oksigen ke rahim. Bila anemia hanya ringan, maka untuk mengatasinya cukup dengan mengonsumsi makanan kaya zat besi. Namun bila kondisinya sangat parah, dokter akan melakukan transfusi darah.
3.2. SARAN
19
DAFTAR PUSTAKA Saifuddin, Bari. (2006). “Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal”. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Sitti Saleha. (2009). “Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas”. Jakarta: Salemba Medika Krisnadi, Sofie R. (2005). “Patologi Nifas”. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Wiknjosastro, Hanifa. (2006). “Ilmu Kebidanan”. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Eny, Retna. (2008). “Asuhan Kebidanan Nifas”. Jogjakarta: Mitra Cendekia Offset
20