MAKALAH KELOMPOK
Pendidikan Kewarganegaraan “Analisis Implementasi Nilai-nilai Karakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam permusyawaratan Perwakilan” D I S U S U N OLEH : Kelompok IV 1. 2. 3. 4.
Eduward Situmorang Fahmi Ashari S. Sihaloho Junita E. Situmorang Lisa Novianti Siregar
7123341002 7123341005 7123341059 7123341064
Kelas : A
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2015 0
KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat dan hidayatnya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah tentang “Analisis Implementasi Nilai-nilai Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan” dengan sebaik-baiknya. Penulisan makalah ini bertujuan untuk mrmrnuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen pengampu matakuliah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan pada perkuliahan ini, harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman mengenai analisis sila ke-4 bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi laporan ini sehingga ke depannya dapat lebih baik. Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data yang diperoleh dari buku-buku panduan yang berkaitan dengan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan serta informasi dari media massa yang berhubungan dengan inti dari sila ke-4 Pancasila. Tak lupa kami ucapkan terimakasih kepada Bpk. Drs. Halking, M.Si selaku dosen pengampu bidang studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang atas bimbingan dan arahnnya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Pada laporan ini kami, masih banyak kekurangan dalam segi penulisan ataupun materi. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukanmasukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah selanjutnya
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………… i DAFTAR ISI…………………………………………………………………………….. ii BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah ....................................................................................................................... 1 1. 2 Rumusan Masalah ....................................................................................................................... 2 1. 3 Tujuan Penulisan ....................................................................................................................... 2 BAB II PEMBAHASAN 2. 1 Negara adalah untuk kepentingan rakyat ....................................................................................................................... 3 2. 2 Kadaulatan adalah di tangan rakyat ....................................................................................................................... 5 2. 3 Manusia Indonesia sebagai warga negara dan warga masyarakat mempunyai kedudukan dan hak kewajiban yang sama .................................................................................................................... 5 2. 4 Pimpinan kerakyatan adalah hikmat kebijaksanaan yang dilandasi akal sehat .................................................................................................................... 6 2. 5 Keputusan diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat oleh wakilwakil rakyat .................................................................................................................... 7 BAB III
2
Implementasi Nilai Kerakyatan yag dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan .................................................................................................................9 BAB IV Impelementasi Nilai Kerakyatan (Penjelasan Video).......................................17 BAB V PENUTUP..............................................................................................................18 5. 1 Kesimpulan ....................................................................................................................... 18 5. 2 Saran ....................................................................................................................... 18 DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................19 LAMPIRAN........................................................................................................................20
3
BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Pancasila adalah dasar filsafat Negara Republik Indonesia yang secara resmi disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Aguatus 1945 dan tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, diundangkan dalam Berita Republik Indonesia tahun II No. 7 bersama-sama dengan batang tubuh UUD 1945. Dalam perjalanan sejarah eksistensi Pancasila sebagai dasar filsafat Negara Republik Indonesia mengalami berbagai macam interpretasi dan manipulasi politik sesuai kepentingan penguasa demi kokoh dan tegaknya kekuasaan yang berlindung di balik legitimasi ideologi Negara Pancasila. Dengan kata lain dalam kedudukan yang seperti ini Pancasila tidak lagi diletakkan sebgai dasar filsafat serta pandangan hidup bangsa dan Negara Indonesia melainkan direduksi, dibatasi dan dimanipulasi demi kepentingan politik penguasa pada saat itu. Berdasarkan kenyataan tersebut di atas, gerakan reformasi berupaya untuk mengembalikan kedudukan dan fungsi Pancasila yaitu sebagai dasar Negara Republik Indonesia, yang hal ini direalisasikan melalui ketetapan sidang istimewa MPR tahun 1998 No.XVIII/MPR/1998 disertai dengan pencabutan P-4 dan sekaligus juga pencabutan Pancasila sebagai satu-satunya asas bagi Orsospol di Indonesia. Dari kenyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa lemahnya nilai-nilai Pancasila dalam Negara Indonesia, terutama sila ke-4 yang berbunyi, “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”, yang seharusnya Negara ini dapat memiliki kekuatan hukum pada pemimpin Negara yang dapat berlaku bijaksana dengan memusyawarahkan setiap permasalahan dalam Negara dan dapat mewakili seluruh rakyat Indonesia. Oleh sebab itu, penulis membuat makalah yang berjudul “Analisis Implementasi Nilai-nilai sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”. Hal ini dimaksudkan agar kita lebih bisa memahami tentang hakikat bangsa dan negara, serta pentingnya integrasi nasional dalam mengatasi masalah yang memicu perpecahan.
1
1. 4 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas tersebut maka rumusan masalah adalah: 1. Apa makna yang terkandung dari sila ke-4 dalam Pancasila? 2. Bagaimana penjabaran nilai kerakyatan dalam sila ke-4? 3. Bagaimana penjabaran nilai kerakyatan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara? 4. Bagaimana pelaksanaan dan pelanggaran dalam pelaksanaan sila ke-4 dalam
kehidupan sehari-hari? 1. 5 Tujuan Penulisan Berdasarkan rumusan masalah diatas tersebut maka tujuan penulisan makalah ini adalah: 1. Untuk mengetahui makna yang terkandung dari sila ke-4 dalam Pancasila 2. Untuk mengetahui penjabaran nilai kerakyatan dalam sila ke-4 3. Untuk mengetahui bagaimana penjabaran nilai kerakyatan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara 4. Untuk mengetahui pelaksanaan dan pelanggaran dalam pelaksanaan sila ke-4 dalam
kehidupan sehari-hari.
2
BAB II PEMBAHASAN PENJABARAN NILAI KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN/ PERWAKILAN 2. 1 Negara adalah untuk kepentingan rakyat Abraham Lincoln secara sederhana mendefinisikan demokrasi sebagai “pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”(government of the people, by the people, and for the people). Pemerintahan demokratis itu memerlukan prasyarat yang mengandung sedikitnya tiga ide pokok sebagai berikut: 1) Kekuasaan pemerintah berasal dari rakyat yang diperintah (the nation that a government deriving its powers from the consent of the governed) 2) Kekuasaan itu harus dibatasi (limited government) 3) Pemerintah harus berdaulat (sovereign), artinya harus cukup kuat untuk dapat menjalankan pemerintahan secara efektif dan efisien Menurut Charles Tilly (2007, 7-8), dalam memerhatikan demokrasi, para pakar membagi pengertian demokrasi ke dalam empat kategori pendekatan yaitu: 1) Pendekatan Konstitusional Pendekatan ini menekankan pada bagaimana konstitusi dibentuk, diberlakukan, dan diamalkan oleh suatu pemerintahan sehubungan dengan aktivitas politik. Melalui pendekatan ini, dapat ditunjukkan beragam perbedaan dalam konstitusi yang disusun dalam beraneka sistem pemerintahan dari monarki, oligarki, republik, maupun bentuk-bentuk pemerintahan lainnya. Pendekatan ini mengingatkan akan pentingnya landasan konstitusionalisme bagi perwujudan demokrasi. 2) Pendekatan Substantif Pendekatan substantif memberikan perhatian lebih pada bagaimana suatu pemerintah memajukan kondisi kehidupan dan kehidupan politik. Tingkat kedemokratisan dilihat dari sejauh mana pemerintah mengedepankan kesejahteraan rakyatnya di samping melindungi kebebasan manusia, keamanan, kesetaraan, keadilan sosial, musyawarah publik, dan penuntasan konflik secara damai. Pendekatan ini menilai apakah pemerintah yang memajukan semua hal tersebut dapat dikatakan berdemokrasi sekalipun konstitusinya tidak dapat dikatakan demokratis. Pendekatan substantif membahas apakah negara di mana rakyatnya setara dalam kemiskinan dapat 3
dikatakan lebih demokratis dibandingkan
negara yang lebih makmur walaupun
hidup dalam kesenjangan sosial yang tajam. Pendekatan ini memberikan sumbangan bagaimana
suatu
perekonomian
demokratis
mengedepankan
kesejahteraan,
melindungi kebebasan manusia, keamanan, kesetaraan, keadilan sosial, musyawarah publik, dan penuntasan konflik secara damai. 3) Pendekatan Prosedural Pendekatan procedural berkisar pada pembahasan bagaimana secara sederhana dan secara prosedural bahwa suatu pemerintahan digolongkan sebagai suatu demokrasi. Penggunan pendekatan ini memberikan perhatian khusus dan terbatas pada pelaksanaan pemilihan umum yang jujur, adil dan langsung. Kualitas demokrasi suatu negeri ditentukan oleh bagaimana pemilu diselenggarakan. Kelemahan dari pendekatan ini , suatu negara dikategorikan demokratis walaupun angka penganggurannya tinggi, tidak ada investasi dalam pembangunan sosial, kegagalan penegakan hokum di hampir seluruh negeri. 4) Pendekatan Berorientasi Proses Pendekatan berorientasi proses diasosiasikan dengan pemikiran Robert Dahl yang menggariskan lima kriteria minimum supaya suatu negara dianggap demokratis yakni: Partisipasi efektif. Setiap warga harus memiliki kesempatan yang setara dan efektif untuk membuat pandangan-pandangannya diketahui oleh warga yang lain Kesetaraan memilih. Setiap warga harus memiliki kesempatan yang setara dan efektif untuk memilih dan seluruh pilihan harus dihitung secara setara Pemahaman tercerahkan. Setiap warga harus memiliki kesempatan yang setara dan efektif untuk mempelajari alternatif kebijakan yang relevan serta kemungkinan akibat-akibatnya Pengendalian agenda. Setiap warga harus memiliki kesempatan untuk menentukan bagaimana dan apa saja yang harus ditempatkan dalam agenda kebijakan. Pelibatan setiap orang dewasa. Setiap warga yang sudah dewasa harus diberi hak secara penuh untuk keempat kriteria di atas.
2. 2 Kedaulatan adalah di tangan rakyat 4
Dalam usaha mewujudkan demokrasi musyawarah-mufakat, yang dapat mengatasi “mayorokrasi” dan “minorokrasi”, para penyusun UUD 1945 menganut konsepsi kedaulatan (sovereignnty) yang menyerupai teori Jean Bodin (1539-1596). Teori kedaulatan dari Bodin menekankan perlunya negara memiliki rumusan “kedaulatan tertinggi” sebagai ekspresi tertinggi rakyat secara keseluruhan, bukan ekspresi sebagian dari kekuatan rakyat. Dengan mendefiniskan “kedaulatan” sebagai “Ia puissance absolue et perpetuelle d’une Republique” (kekuasaan absolut dan abadi dari Republik), Bodin memandang kedaulatan itu bersifat tunggal, tidak dapat di bagi, asli dan abadi. Tunggal dalam arti hanya ada satu kekuasaan itu tidak dapat dibagi-bagi. Asli berarti kekuasaan itu tidak dilahirkan dari kekuasaan lain. Sedangkan abadi berarti kekuasaan negara itu berlangsung terus-menerus tanpa terputus; meski pemerintah dan kepala negara dapat berganti atau meninggal dunia, tetapi negara dengan kekuasaannya berlangsung terus tanpa terputus. 2. 3 Manusia Indonesia sebagai warga negara dan warga masyarakat mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama Sesuai sila ke empat bahwa masyarakat mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama yang berlandaskan asas demokrasi. Dalam pokok pikiran ketiga dari Pembukaan UUD
1945,
disebutkan
bahwa
kedaulatan
itu
berdasar
atas
“kerakyatan”
dan
“permusyawaratan”. Dengan kata lain demokrasi itu hendaknya mempunyai dua ciri yaitu: (1) kerakyatan (daulat rakyat), dan (2) permusyawaratan (kekeluargaan). Cita-cita pemuliaan daulat rakyat bergema kuat dalam sanubari para pendiri bangsa sebagai pantulan dari semangat emansipasi dari aneka bentuk penindasan, khususnya penindasan yang ditimbulkan oleh kolonialisme dan feodalisme, yang bersahutan dengan semangat egalitarinisme. Cita permusyawaratan memancarkan kehendak untuk menghadirkan negara persatuan yang dapat mengatasi paham perseorangan dan golongan, sebagai pantulan dari semangat kekeluargaan dari pluralitas kebangsaan Indonesia dengan mengakui adanya “kesederajatan/persamaan dalam perbedaan”. Dalam kaitan ini, Soekarno meyakini bahwa syarat mutlak untuk kuatnya negara Indonesia ialah permusyawaratan perwakilan. Karena itu, dengan “asas kerakyatan’ itu, negara harus menjamin bahwa setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di dalam hukum dan pemerintahan.
2. 4 Pimpinan kerakyatan adalah hikmat kebijaksanaan yang dilandasi akal sehat
5
Orientasi hikmah-kebijaksanaan direalisasikan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab serta nilai-nilai persatuan (kekeluargaan) dan keadilan. Demokrasi yang berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, mewajibkan para penyelenggara negara untuk memelihara budi-pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang cita-cita moral rakyat yang luhur. Demokrasi yang berdasarkan nilai persatuan dan keadilan, dituntut untuk dapat melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasarkan atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Demokrasi Indonesia mengandung egat “hikmat-kebijkasanaan”. Cita hikmatkebijaksanaan merefleksikan orientasi etis, sebagaimana dikehendaki oleh Pembukaan UUD 1945 bahwa susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat itu hendaknya didasarkan pada nilai-nilai ketuhanan, perikemanusiaan, persatuan, permusyawaratan, dan keadilan. Orientasi etis (hikmat-kebijaksanaan) dihidupkan melalui daya rasionalitas, kearifan konsensual, dan komitmen keadilan yang dapat menghadirkan suatu toleransi dan sintesis yang positif sekaligus dapat mencegah kekuasaan dikendalikan oleh “mayorokrasi” dan “minorokrasi”. Dalam demokrasi permusyawaratan, suatu keputusan politik dikatakan benar jika memenuhi empat prasyarat yaitu: 1) Harus didasarkan pada asas rasionalitas dan keadilan bukan hanya berdasarkan subjektivitas ideologis dan kepentingan 2) Didedikasikan bagi kepentingan banyak
orang,
bukan
demi
kepentingan
perseorangan atau golongan 3) Berorientasi jauh ke depan, bukan demi kepentingan jangka pendek melalui akomodasi transaksional yang bersifat destruktif (toleransi egative) 4) Bersifat imparisal dengan melibatkan dan mempertimbangkan pendapat semua pihak (minoritas terkecil sekalipun) secara inklusif, yang dapat menangkal dikte-dikte minoritas elite penguasa dan pengusaha serta klaim-klaim mayoritas.
2. 5 Keputusan diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat oleh wakil-wakil rakyat
6
Hatta
menyatakan
permusyawaratan
yaitu
hal dengan
tentang
bagaimana
menganjurkan
cara
perlunya
bekerjanya berjejak
demokrasi
pada
tradisi
permusyawaratan desa. Dia mengingatkan bahwa tidak seluruh yang terlihat bagus pada demokrasi desa bisa dipakai begitu saja pada tingkat negara. Mufakat yang dipraktikkan di desa-desa ialah mengambil keputusan dengan kata sepakat, dengan persetujuan semuanya, setelah masalahnya diperbincangkan dengan panjang lebar. Adapun pada tingkat negara, terdapat berbagai partai dan pertentangan politik, sehingga keputusan dengan mufakat secara bulat memang sulit dicapai dalam Dewan Perwakilan Rakyat. Oleh sebab itu, sebagai pilihan terakhir harus dimungkinkan pengambilan keputusan dengan suara terbanyak. Berkaitan dengan itu, Hatta menegaskan bahwa “mufakat yang dipaksakan sebagaimana lazim terjadi di negeri-negeri totaliter tidaklah sesuai dengan paham demokrasi Indonesia, sebab mufakat baru jadi sebagai hasil daripada permusyawaratan. Dengan tidak ada musyawarat, di mana tiap-tiap orang berhak untuk menyatakan pendapatnya, tidak ada mufakat. Di dalam demokrasi permusyawaratan, suara mayoritas diterima sebatas prasyarat minimum dari demokrasi, yang masih harus berusaha dioptimalkan melalui partisipasi dan persetujuan yang luas dari segala kekuatan secara inklusif. Partisipasi dan persetujuan luas ini dicapai melalui persuasi, kompromi, dan consensus secara bermutu dengan mensyaratkan mentalitas kolektif dengan bimbingan hikmat-kebijaksanaan, sehingga membuat kekuatan manapun akan merasa sulit memiliki, loyal, dan bertanggung jawab atas segala keputusan politik. Atas dasar itu, pemungutan suara (voting) harus ditempatkan sebagai pilihan terakhir, dan itu pun masih harus menjunjung tinggi semangat kekeluargaan yang saling menghormati. Segala kekuatan dalam masyarakat, tanpa pandang bulu harus diberi akses ke dalam proses pengambilan keputusan. Wakil-wakil rakyat berdialog dengan pengetahuan dan kearifannya, bukan dengan kepentingan kelompoknya. Dengan bimbingan himatkebijaksanaan, perilaku politik yang etis akan berkembang. Di lembaga perwakilan, para wakil rakyat berdebat dengan kebenaran pendapatnya namun menjunjung etika politik dan semangat kekeluargaan. Rakyat pun akan melihat apa yang dilakukan wakil-wakilnya itu memang merepresentasikan kedaulatan rakyat, bukan memperalat rakyat untuk mencapai tujuannya.
BAB III
7
IPLEMENTASI NILAI KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN/ PERWAKILAN a.
Negara adalah untuk kepentingan rakyat Abraham Lincoln secara sederhana mendefinisikan demokrasi sebagai “pemerintahan
dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”(government of the people, by the people, and for the people). Sebagai contoh bentuk pelaksanaan dari nilai sila ke empat yang memiliki makna bahwa Negara adalah untuk kepentingan rakyat, yaitu: Contoh pelaksanaan: Keberhasilan Indonesia dalam bidang demokrasi bisa menjadi contoh bagi negaranegara di kawasan Asia yang hingga saat ini beberapa di antaranya masih diperintah dengan ‘tangan besi’. Pembangunan sistem demokrasi dapat berjalan seiring dengan upaya pembangunan ekonomi. Ia menilai, keberhasilan Indonesia dalam bidang demokrasi yang tidak banyak disadari itu, membuat pihak luar termasuk Asosiasi Internasional Konsultan Politik (IAPC), membuka mata bangsa Indonesia, bahwa keberhasilan tersebut merupakan sebuah prestasi yang luar biasa. Prestasi tersebut juga menjadikan Indonesia sangat berpotensi mengantar datangnya suatu era baru di Asia yang demokratis dan makmur.Dalam kesempatan yang sama, Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono yang akrab disapa SBY menerima anugerah medali demokrasi. Ini merupkan contoh yang menunjukkan bahwa keberhasilan suatu Negara adalah untuk kepentingan rakyat. Contoh pelanggaran: Didalam pelaksanaan nilai-nilai yang ada, namun ada juga pelanggaran terhadap nilainilai tersebut. Adapun contoh pelanggaran dari nilai tersebut. Contoh: Perlawanan rakyatrakyat di beberapa negara Afrika semisal Mesir, Libya, Tunisia, dan lain-lain untuk merasakan lingkungan demokratis pada bangsanya, dimana bangsanya sendiri sudah terjebak pada sebuah lingkungan aristokrasi atau ketunggalan kepemimpinan dalam beberapa tahun lamanaya.
b. Kedaulatan adalah di tangan rakyat 8
Menurut Jean Bodin (tokoh ilmu negara), kedaulatan dalam negara ialah kekuasaan tertinggi dalam negara yang tidak berasal dari kekuasaan lain. Berdasarkan pengertian tersebut maka kedaulatan memiliki sifat : a) Asli, tidak terbagi bagi, mutlak, dan permanen. Karena kekuasaan yang tertinggi itu tidak berasal dari pemberian kekuasaan yang lebih tinggi. b) Tidak terbagi-bagi artinya utuh dimiliki oleh pemegang kedaulatan itu tanpa dibagi kepada pihak lain. c) Permanen / abadi, artinya kedaulatan itu tetap, tidak berubah berada dalam kekuasaan pemegang kedaulatan tersebut. d) Tunggal berarti hanya ada satu kekuasaan tertinggi, sehingga kekuasaan itu tidak dapat dibagi-bagi. Dengan demikian, kedaulatan sebagai kekuasaan tertinggi. Contoh pelaksanaan: Hak pilih warga negara sebagai sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam pemilu. Sebagai perwujudan demokrasi, di dalam International Commission of Jurist, Bangkok Tahun 1965, dirumuskan bahwa “penyelenggaraan pemilihan umum yang bebas merupakan salah satu syarat dari enam syarat dasar bagi negara demokrasi perwakilan di bawah “rule of law”. Selanjutnya juga dirumuskan definisi tentang suatu pemerintahan demokrasi berdasarkan perwakilan, yaitu: suatu bentuk pemerintahan dimana warga negara melaksanakan hak yang sama tetapi melalui wakil-wakil yang dipilih dan bertanggung jawab kepada mereka melalui proses pemilihan-pemilihan yang bebas. Sehingga hakikat pemilu sesungguhnya adalah instrumen demokrasi. Sebagai alat demokrasi, pemilu berusaha mendekati obsesi demokrasi, yaitu pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat. Contoh pelanggaran: Pembagian zakat di Pulau Buru Maluku merupakan salah satu contoh kasus money politic yang benar-benar ada dan terjadi di Indonesia menjelang pemilu. Seperti yang terjadi di pulau Buru provinsi Maluku, terjadi tindakan pembagian uang pecahan Rp.100.000 yang dilakukan oleh calon Bupati yang diketahui namanya Siti Aisyah Fitria yang dilakukan di halaman rumahnya[5]. Tidak ingin dituduh sebagai praktek money politic calon bupati pulau Buru tersebut menyebut tindakannya tersebut sebagai pembagian
9
zakat atas harta yang dimilikinya. Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa kedaulatan tidak ada ditangan rakyat. c.
Manusia Indonesia sebagai warga negara dan warga masyarakat mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama Dalam menerapkan prinsip-prinsip persamaan kedudukan warga negara dalam
berbagai kehidupan, pemerintah mengaturnya pada Bab XA UUD 1945 tentang hak asasi manusia, yang tertuang dalam Pasal 28A-J. Penerapan prinsip-prinsip persamaan kedudukan warga negara dalam berbagai kehidupan itu misalnya : 1. Dalam lingkungan kehidupan keluarga, setiap individu memiliki hak yang sama, diantaranya: 1) Memperoleh pendidikan 2) Memperoleh perlindungan 3) Memperoleh penghidupan yang layak 4) Mendapatkan kesejahteraan 5) Memperoleh jaminan untuk memiliki harga diri/martabat 6) Tercukupi kebutuhan hidupnya, dan lain sebagainya 2. Dalam lingkungan kehidupan masyarakat, setiap individu memiliki hak yang sama, diantaranya: 1) Memperoleh pekerjaan dan penghasilan yang layak 2) Hidup, mempertahankan dan kehidupan 3) Membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan 4) Memperoleh perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, dan lain sebagainya 3. Dalam lingkungan kehidupan berbangsa dan bernegara, setiap individu memiliki hak yang sama, diantaranya: 10
1) Kebebasan memilih 2) Memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan 3) Memperoles status kewarganegaraan 4) Berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dalam lingkungan sosialnya, dan lain sebagainya.
Contoh pelaksanaan:
Dalam melamar pekerjaan ke sebuah perusahaan semua warga negara berhak untuk melamar, asal memenuhi kriteria yang ditentukan. (pasal 27 ayat (2) UUD 45 "Tiaptiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan. Semua warga Negara boleh berdemo, menyampaikan inspirasinya lewat media apapun baik bersifat kritik atau saran. (Pasal 28 UUD 45 "Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
Contoh pelanggaran: Tragedi Wamena Berdarah pada 4 April 2003. Tragedi itu terjadi pada 4 April 2003 pukul 01.00 waktu Papua. Sekelompok massa tak dikenal membobol gudang senjata Markas Kodim 1702/Wamena. Penyerangan ini menewaskankan dua anggota Kodim, yaitu Lettu TNI AD Napitupulu dan Prajurit Ruben Kana (penjaga gudang senjata). Kelompok penyerang diduga membawa lari sejumlah pucuk senjata dan amunisi. Dalam rangka pengejaran terhadap pelaku, aparat TNI-Polri diduga telah melakukan penyisiran, penangkapan, penyiksaan, perampasan secara paksa, sehingga menimbukan korban jiwa dan pengungsian penduduk secara paksa. Pada pemindahan paksa ini, tercatat 42 orang meninggal dunia karena kelaparan, serta 15 orang jadi korban perampasan. Komnas juga menemukan pemaksaan penanda tanganan surat pernyataan, serta perusakan fasilitas umum. d. Pimpinan kerakyatan adalah hikmat kebijaksanaan yang dilandasi akal sehat Contoh pelaksanan: 11
Kasus kepemimpinan ini adalah studi kasus tentang kepemimpinan Sri Mulyani Indrawati. SMI lahir di Bandar Lampung, 26 Agustus 1962. Sebelum menjabat sebagai Menteri
Keuangan,
dia
menjabat
Menteri
Negara
Perencanaan
Pembangunan
Nasional/Kepala Bappenas dari Kabinet Indonesia Bersatu. Sri Mulyani dikenal sebagai seorang pengamat ekonomi di Indonesia. Ia menjabat Kepala Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LPEM FEUI) sejak Juni 1998. Pada 5 Desember 2005, Sri Mulyani ditunjuk menjadi Menteri Keuangan menggantikan Jusuf Anwar. Sejak tahun 2008, ia menjabat Pelaksana Tugas Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, setelah Menko Perekonomian Dr. Boediono dilantik sebagai Gubernur Bank Indonesia. Pada tahun 2010, Sri Mulyani menjadi tokoh yang hangat diperbincangkan berkaitan dengan kasus Bank Century. Di tengah penyelidikan kasus tersebut tiba-tiba Bank Dunia menunjuknya sebagai Direktur Pelaksana di Bank Dunia. Sri Mulyani menjadi satu-satunya perempuan pertama yang menjabat sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia yang membawahi 70 lebih negara. Kepemimpinan Sri Mulyani tak hanya diakui di tingkat kementerian keuangan yang dipimpinnya dan di tingkat nasional. Sosoknya juga cemerlang di kancah internasional. Pengaruhnya sangat besar dalam sejumlah forum ekonomi baik dengan negara-negara maju maupun sesama negara berkembang, misalnya, dalam forum G-20. Ada beberapa forum dalam lingkup G-20 yang merupakan hasil inisiatif Indonesia dan didorong oleh prakarsa Sri Mulyani, seperti forum Bali Dialogue of Climate Change. Para pegawai yang bekerja bersama SMI menyatakan bahwa dia adalah orang yang tegas dan disiplin, rasional tapi juga tulus. SMI dengan tegas, berani mereformasi seluruh struktur keoorganisasian yang menjadi inti unit kerja di kementerian keuangan dan membuat banyak terobosan dalam kebijakan serta berani mengambil risiko yang tinggi, misalnya keputusan menyelamatkan Bank Century. Sri Mulyani dinilai mampu menggawangi perekonomian Indonesia yang merupakan salah satu yang terbesar di dunia hingga mampu melampaui krisis. Contoh pelanggaran: Kasus anggaran siluman dengan kasus yang menjerat Fuad Amin yang notabene adalah mantan bupati Bangkalan, Madura. Kasus Fuad bermula dari operasi tangkap tangan terhadap Direktur PT Media Karya Sentosa Antonio Bambang Djatmiko dan Ra’uf (ajudan Fuad) di Jalan Bangka, Jakarta Selatan, pada awal Desember lalu. Petugas KPK menemukan 12
uang Rp 700 juta di mobil Ra’uf. Sehari kemudian, KPK mencokok Fuad di kediamannya di Bangkalan. Saat mencokok Fuad, penyidik KPK juga mengamankan uang sekitar Rp 4 miliar. Fuad diduga menerima uang ‘ucapan terima kasih’ sebesar Rp 700 juta dari PT Media Karya Sentosa karena membantu perusahaan itu mendapatkan kontrak penyaluran gas dari Pertamina Hulu Energy West Madura Offshore sejak 2007 atau saat dia menjabat sebagai Bupati Bangkalan.
e. Keputusan diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat oleh wakil-wakil rakyat Musyawarah berasal dari kata Syawara yaitu berasal dari Bahasa Arab yang berarti berunding, urun rembuk atau mengatakan dan mengajukan sesuatu.Istilah-istilah lain dalam tata Negara Indonesia dan kehidupan modern tentang musyawarah dikenal dengan sebutan “syuro”, “rembug desa”, “kerapatan nagari” bahkan “demokrasi”. Kewajiban musyawarah hanya untuk urusan keduniawian. Jadi musyawarah adalah suatu upaya bersama dengan sikap rendah hati untuk memecahkan persoalan (mencari jalan keluar) guna mengambil keputusan bersama dalam penyelesaian atau pemecahan masalah yang menyangkut urusan keduniawian. Sekelompok orang sedang bermusyawarah membicarakan sesuatu. Saat ini musyawarah selalu dikait-kaitkan dengan dunia politik, demokrasi.Bahkan hal tersebut tidak dapat dipisahkan ,pada prinsipnya musyawarah adalah bagian dari demokrasi, dalam demokrasi pancasila penentuan hasil dilakukan dengan cara musyawarah mufakat dan jika terjadi kebuntuan yang berkepanjangan barulah dilakukan pemungutan suara, jadi demokrasi tidaklah sama dengan votting.Cara votting cenderung dipilih oleh sebagian besar negara demokrasi karena lebih praktis, menghemat waktu dan lebih simpel daripada musyawarah yang berbelit-belit itulah sebabnya votting cenderung identik dengan demokrasi padahal votting sebenarnya adalah salah satu cara dalam mekanisme penentuan pendapat dalam sistem demokrasi. Contoh pelaksanaan: MPR Memberikan Contoh Musyawarah Mufakat Perpecahan yang terjadi di DPR ternyata tidak berimbas ke MPR. Padahal, anggota MPR terdiri atas 560 anggota DPR dan 132 anggota DPD.Kemarin, nama-nama anggota 13
fraksi di tiga badan MPR telah disepakati. Ketiga badan tersebut ialah Badan Anggaran, Sosialisasi, dan Pengakajian. Penentuan nama-nama tersebut berjalan mulus secara musyawarah mufakat. "Alhamdulilah, semuanya berjalan baik dan lancar. Kalau kita musyawarah, insya Allah ada hasilnya," kata Ketua MPR Zulkifli Hasan seusai memimpin rapat di Ruang Samiti II, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta. Ia menjelaskan dalam rapat tersebut telah disepakati semua nama yang akan men empati badan-badan MPR itu.Hasil kesepakatan tersebut akan disahkan dalam rapat gabungan yang akan digelar pada Rabu (12/11). "Kita akan laksanakan rapat gabungan untuk mengesahkan anggotaanggota di tiga badan tersebut," terang Zulkifli. Hadir dalam rapat tersebut antara lain Wakil Ketua MPR Oesman Sapta Odang, Edhy Prabowo (Fraksi Gerindra), Ali Taher (Fraksi PAN), Ahmad Basarah (Fraksi PDIP), dan Fadholi (Fraksi NasDem). Contoh pelanggaran: Contoh Kasus Konflik Organisasi Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Zulkarnain mengakui jika dalam mengusut kasus Hambalang, terjadi perbedaan pendapat di antara pimpinan. Namun, dia menegaskan perbedaan itu tidak sampai menimbulkan perpecahan. Dinamika pemikiran itu kan jelas ada. Kami ambil positif dan dinamisnya. Kalau memang orang berbeda cara pandang, tapi itu bukan perbedaan,” kata Zulkarnain, Minggu (20/1/2013). Menurut Zulkarnaen, penyidik mencium telah terjadi tindak korupsi secara bersamasama dalam proyek Hambalang. Disinggung apakah penyidik sudah mengantongi dua alat bukti yang cukup dalam pengembangan kasus proyek senilai Rp 2,5 triliun itu, Zul begitu dapat disapa enggan membeberkannya.“Jangan tanya gitu. Kita ikuti taat kepada proses (hukum),” imbuhnya.(beritakaget.com) Dikutip dari beritakaget.com, diatas adalah salah satu contoh konflik dalam organisasi, konfliknya yaitu para pemimpin dalam KPK meiliki perbedaan pendapat terhadap kasus hambalang. Menurut saya, memang benar apa yang dikatakan Bapak Zulkarnain bahwa pemikiran setiap orang itu berbeda, dari cara pencarian bukti, penyusutan masalah, sampai kepada penyelesain masalah tersebut. Tetapi namanya organisasi, kita memiliki kepala tertinggi di dalam organisasi tersebut, untuk sebutan dalam KPK yaitu ketua KPK, nah inilah yang menjadi penentu 14
apakah pendapat/perbedaan pendapat dengan dirinya bisa diterima. Yah memang nantinya, kita tidak mengetahui apa penyebab dari kepala tertinggi ini mengambil keputusan tersebut, apa menurut hukum yang berlaku, atau kebijakan yang dia buat sendiri, atau kemungkinan lain dia diberi "sogokan" dari para tersangka tersebut. Memang wajar sih kita memiliki pendapat berbeda dengan orang lain karena, karena ya,,,, itu tadi, kepala manusia itu "isinya berbeda", dalam artian setiap orang itu memiliki pemikiran yang berbeda-beda. Dari kutipan beberapa kata yang ada diatas, kita dapat mengambil kesimpilan bahwa masalahnya hanyalah perbedaan pendapat dalam organisasi tersebut. Untuk cara penyelesaiannya, dari blog sebelum ini yang saya tulis, yaitu konflik organisasi, disitu jelas untuk penyelesaiannya, untuk penyelesaian oleh pemimpin, dikategorikan menjadi dua dimensi yaitu kerjasama/tidak kerjasama dan tegas/tidak tegas. nah dari kedua dimensi tersebut kita memiliki 5 macam pendekatan
penyelesaian
konflik
yaitu:
menghindar,
mengakomodasi,
kompetisi,
kompromi/negosiasi, memecahkan masalah/kolaborasi. Dari dimensi dan pendekatan diatas, menurut saya yang harusnya digunakan adalah dimensi pertama bagian kerjasama dan pendekatannya bisa kita gunakan negosiasi atau kolaborasi, karena inilah jalan yang benar untuk menyelesaikan maslah ini agar semuanya tuntas dengan senang hati dan tidak ada keraguan diantara mereka. Nahh itulah salah satu contoh dari konflik organisasi, dan cara penyelesaiannya. Semoga bermanfaat.
15
BAB IV IMPLEMENTASI NILAI KERAKYATAN (Penjelasan Video) Dalam video contoh penerapan nilai pancasila pada sila ke empat menyajikan tentang pentingnya pancasila bagi Bangsa Indonesia dan apa yang kita harus lakukan untuk menjadi pribadi yang berpegang teguh kepada pancasila. Lalu video menjelaskan secara singkat mengenai nilai-nilai yang terkandung di dalam sila ke empat pancasila. Kami juga menyajikan video yang berisi bagaimana pengambilan keputusan keputusan yang dilakukan dengan musyawarah mufakat. Pada video tersebut terlihat 5 orang siswi yang sedang melaksanakan rapat mengenai membicarakan acara donor darah. Dalam rapat tersebut kita dapat melihat bahwa seluruh pendapat dari peserta rapat diterima dan di diskusikan lagi secara bersama. Hasil diskusi atas semua usulan yang diterima tersebut yang diambil sebagai hasil musyawarah dan menjadi keputusan bersama antar peserta diskusi. Hasil musyawarah tersebutlah yang sering disebut sebagai mufakat. Selain itu juga kami memperlihatkan beberapa contoh lain penerapan dari sila ke-4 dalam masyarakat, seperti pelaksanaan pemilu dan rapat DPR. Semoga video penerapan nilai-nilai pada sila ke-4 ini dapat berguna bagi kita dan dapat diambil manfaatnya dan dapat diterapkan baik di dalam kelas, di kampus, di keluarga, ataupun di lingkungan masyarakat tempat kita tinggal.
16
BAB V PENUTUP 5. 1 Kesimpulan Manusia Indonesia menghayati dan menjungjung tinggi setiap hasil keputusan musyawarah, karena itu semua pihak yang bersangkutan harus menerimannya dan melaksanakannya dengan itikad baik dan penuh rasa tanggung jawab. Manusia Indonesia menghayati dan menjungjung tinggi setiap hasil keputusan musyawarah, karena itu semua pihak yang bersangkutan harus menerimannya dan melaksanakannya dengan itikad baik dan penuh rasa tanggung jawab. Disini kepentingan bersamalah yang diutamakan di atas kepentingan pribadi atau golongan. Disini kepentingan Bersamalah yang dipilih di atas kepentingan pribadi atau golongan. Pembicaraan dalam musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur. Pembicaraan dalam musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur. Keputusan-keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjungjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan. Hasil-hasil yang diambil harus dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjungjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan. Dalam melaksanakan permusyawaratan, kepercayaan diberikan kepada wakil-wakil yang dipercayanya. Dalam melaksanakan permusyawaratan, kepercayaan diberikan kepada wakil-wakil yang dipercayanya. 5. 2 Saran Dengan melihat hasil pembahasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa ada baiknya untuk selalu melakukan musyawarah mufakat dalam setiap pengambilan keputusan yang bersifat kelompok, menghormati hasil dari musyawarah mufakat tersebut dan cenderung mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi.
17
DAFTAR PUSTAKA Sumber Video :
https://www.youtube.com/watch?v=0JNxGMpaZGk (Di download tanggal 10 Maret
2015 pukul 03.00) https://www.youtube.com/watch?v=5Xz13202Jj4 (Di download tanggal 10 Maret 2015
pukul 03.15) http://depoknews.com/wp-content/uploads/2014/01/Pemilu-.jpg (Di download tanggal 10
maret pukul 21.11) http://sp.beritasatu.com/media/images/original/20110222184805495.jpg (Di download
tanggal 10 maret pukul 21.14) http://www.rakyatmerdeka.co.id/images/foto/normal/683088-12513014102009b@rapat
%20dpr2.jpg (Di download tanggal 10 maret pukul 21.15) http://gambar.radarpena.com/mei/images/Nasional/rapat%20Paripurna_DPR_2.jpg
download tanggal 10 maret pukul 21.15) http://www.klikpositif.com/media/images/news/bem-seluruh-indonesia-kawal-
(Di
pelaksanaan-pemilu-2014_20140114211805.jpg (Di download tanggal 10 maret pukul
21.17) http://www.demokrat.or.id/wp-content/uploads/2014/04/coblos.jpg (Di download tanggal 10 maret pukul 21.19)
Sumber Implementasi:
file:///D:/Semester%20%206/JUNI/Q-media%20%20Analisis%20Kasus%20Politik
%20Uang%20dalam%20Pemilu%202014.htm file:///D:/Semester%20%206/JUNI/Contoh%20Kasus%20Pelanggaran%20HAM%20di
%20Indonesia.htm file:///D:/Semester%20%206/JUNI/ARIF%20FRASTIAWAN%20SINGHAN %20%20Pelanggaran%20Hak%20Asasi%20Manusia%20dalam%20Penyelenggaraan
%20Pemilihan%20Umum%20di%20Indonesia.htm Latif, Yudi. 2011. Negara Paripurna : Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila. Jakarta: Gramedia. (383-486)
18