Ikin Pdf@watermack Ok 02.pdf

  • Uploaded by: Victor Nainggolan
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Ikin Pdf@watermack Ok 02.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 22,497
  • Pages: 87
1

ANALISIS POLA INTERAKSI MASYARAKAT PENDATANG TERHADAP MASYARAKAT LOKAL Di SUMBAWA BARAT Studi di Kecamatan Maluk, Sumbawa Barat, NTB Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh HALIKIN NIM: 109015000072

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014

2

3

4

5

ABSTRAK

Halikin (NIM. 109015000072). Analisis Pola Interaksi Masyarakat Pendatang Terhadap Masyarakat Lokal Di Sumbawa Barat, (Penelitian deskriptif kualitatif di Kecamatan Maluk, Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat).

Hubungan manusia dengan alam sekitar maupun dengan manusia lainnya selalu akan menghasilkan interaksi. Dalam hidup bersama, manusia menciptakan hubungan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup. Hubungan ini tampak pada masyarakat Kecamatan Maluk dengan masyarakat pendatang dalam hubungannya baik dalam agama, sosial, budaya dan ekonomi. Penulis merasa tertarik mengkaji tentang pola interaksi masyarakat pendatang terhadap masyarakat lokal di Kecamatan Maluk untuk mengetahui bentuk dan pola hubungan yang terjalin antara masyarakat pendatang dengan masyarakat lokal. Untuk menjawab permasalahan di atas penulis menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif, yakni penulis berusaha menceritakan keadaan yang sesungguhnya dengan cara mencari beberapa pendatang diantaranya pedagang dan beberapa tokoh masyarakat di daerah penelitian. Dari hasil penelitian terlihat bahwa interaksi masyarakat pada daerah penelitian antara masyarakat lokal dan pendatang berjalan dengan baik. Hubungan baik tersebut ditunjukkan oleh para masyarakat dengan sikap antusia masyarakat pendatang yang selalu aktif dalam mengikuti dan melestarikan berbagai bentuk acara keagamaan khusunya yang berhubungan dengan kegiatan hari-hari besar Islam. Selanjutnya adanya konsep baru pada masyarakat yaitu terbentuknya pembaruan sosial, kondisi sosial, tatanan sosial, interaksi sosial, sistem sosial, sistem kepercayaan, norma sosial, sistem adat dalam hal perkawinan.

Kata kunci: Analisis Pola Interaksi Masyarakat Pendatang Terhadap Masyarakat Lokal

6

ABSTRACT Halikin (NIM. 109015000072). Community Interaction Pattern Analysis Arrivals Local Community In West Sumbawa (Qualitative descriptive study in District Maluk, West Sumbawa, West Nusa Tenggara). Human relationship with the environment and with other human beings will always generate interaction. In living together, creates human relationships in order to make ends meet. This relationship is shown in the District community Maluk immigrant community in conjunction with either the religious, social, cultural and economic. The author was interested in studying the interaction patterns of immigrant communities on the local communities in the District of Maluk to know the shape and pattern of the relationship between immigrant communities and local communities. To answer the above problems the writer uses descriptive qualitative research methods, the authors are trying to tell the real situation by finding some of them newcomers merchants and some community leaders in the area of research. It is shown that the interaction between the research community in the area of local and migrant communities goes well. The good relationship with the community is shown by the attitude of those colonists antusia always active in following and preserving the various forms of religious events especially related to the day-to-day activities of Islam. Furthermore, the existence of a new concept in society, namely the formation of social reform, social conditions, social structure, social interaction, social systems, belief systems, social norms, customs system in terms of marriage. Keywords: Community Interaction Pattern Analysis Newcomer Local Community

7

KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji dan syukur penulis persembahkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala rahmat, taufik, hidayah, nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian pendidikan ini dengan baik. Shalawat beserta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Beserta keluarganya, para sahabatnya, dan para pengikutnya. Penelitian ini dilakukan guna memenuhi persyaratan kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidkan di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Jurusan Pendidikan IPS Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penulisan penelitian pendidikan ini, penulis menyadari sepenuhnya masih terdapat banyak kekurangan dan keterbatasan ilmu pengetahuan yang penulismiliki. Namun berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak akhirnya penelitian pendidikan ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, sudah sepantasnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyusun penelitian pendidikan ini. Ucapan terimakasih tersebut penulis sampaikan kepada: 1. Ibu Nurlena Rifa’i, MA, Ph,d, Dekan FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak. Dr. Iwan Purwanto, M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan IPS, beserta seluruh Staf Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak Drs. H. Syaripulloh, M.Si, sebagai dosen Pembimbing Akademik dan dosen pembimbing skripsi yang banyak membantu serta membimbing penulisan skripsi ini selama mengikuti perkuliahan di Universitas ini. 4. Para dosen pengajar di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, khususnya dosen pengajar di Jurusan Pendidikan IPS. Penulis mengucapkan banyak terima kasih. 5. Kepada seluruh Staf Perpustakaan Umum dan Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta penulis mengucapkan banyak terima kasih. 6. Bapak Jhon Rayes selaku ketua adat Desa Maluk, Akhairuddin, S.Pd.I Selaku ketua karang taruna, semua responden terkait dalam penyusunan skripsi ini yang siap memberikan waktu dan ilmunya hingga pada akhirnya dapat terselsaikan. 7. Kepada orang tua terkasih, serta kakak tersayang, kakak ipar, dan keluarga besar ku terima kasih atas segala doa, perhatian, motivasi dan kasih sayang.

8

8. Teman-teman Seperjuangan di Jurusan IPS angkatan 2009 Universitas Islam Nrgeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Septi Lesmalasari, Desi Hanani, Sonia Awalokita, Ulin Nadroh, Akbar Fauzi, Wahyu Dwijyanto, Agus Suherman (cikal), Ajami Solichin (jamong), M. Wahyudin (beles), M. Faisal Sudrajat (ical), Halimi, Abduh Abdurohman, Lufi Saputra, M. Bus Julis, Awang Julian, Abdul Aziz, Anjayudin sahabat dan teman-teman semua yang telah memberikan motivasi, waktu, tenaga, dan kesempatan untuk membantu menyelesaikan skripsi ini. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya. Apabila terdapat kekurangan dan kesalahan adalah semata-mata keterbatasan ilmu yang penulis miliki.

Jakarta, 15 Juli 2014

Penulis

9

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI ………

i

SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH ……………………

ii

ABSTRAK........................................................................................

iii

ABSTRACT........................................................................................

iv

KATA PENGANTAR ……………………………………………

v

DAFTAR ISI ………………………………………………………

vii

DAFTAR TABEL …………………………………………………

x

DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………

xi

BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II

…….. ………………………..

1

B. Identifikasi Masalah ……………………………

3

C. Pembatasan Masalah ……………………………...

4

D. Perumusan Masalah ……………………………...

4

E. Tujuan Penelitian .……………..................……...

4

F. Manfaat Penelitian................................................

5

KAJIAN TEORI A. Pola Interaksi Sosial.…………………………….

6

B. Pengertian Interaksi Sosial .…. …………………

9

C. Syarat-syarat Terjadinya Kontak Sosial..............

11

D. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial............................

13

E. Proses-proses Terjadinya Kontak Sosial ………

14

F. Interaksi Simbolik.......……………………….....

20

G. Masyarakat Menurut Teori Simbolik……….......

24

10

BAB III

BAB IV

H. Perubahan Sosial dan Kebudayaan.......................

25

I. Masyarakat dan Unsur-unsur Kebudayaan……..

31

J. Kerangka Berfikir……………………...................

36

METODOLOGI PENELITIAN A. TempatdanWaktuPenelitian ……………………

37

B. Metodologi Penelitian .……………….................

37

C. Teori dan Pendekatan Yang Menjadi Dasar…….

39

D. Teknik Pengumpulan Data....................................

43

E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data…………...

45

F. Teknik Penelitian dan Keabsahan Data …………

46

HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN A. Daerah Resetlemen (Tahun 1984)……..............

49

B. Desa Maluk……………………………………

51

C. Kecamatan Maluk………………………………

53

a. Kondisi Wilayah……………………………….

54

b. Pemerintahan……………………………………

54

D. Pola Interaksi Masyarakat Lokal dengan Masyarakat Pendatang …………………………

57

1. Pola Interaksi Masyarakat Terhadap Pergaulan Hidup dengan Pendatang….

59

2. Pengadopsian Perilaku Positif Masyarakat Lokal Terhadap Pendatang....

62

3. Persepsi Negatif Masyarakat Lokal Terhadap Pendatang.........................

62

E. Pola Interaksi Masyarakat Desa Maluk Dengan Pedagang (Pendatang)…………….

63

F. Agama Sebagai Perekat Harmoni Sosial….

65

G. Kehidupan Sosial, Adat dan Kebiasaan Masyarakat

70

H. Perubahan Nilai Adat, Hukum dan Kebiasaan Masyarakat Lokal…………………………

72

11

I. Nilai-nilai Kekerabatan dan Perkawinan Suku Sumbawa (Tau Samawa)………………….

75

J. Pola Interaksi Masyarakat Terhadap Tatanan Sosial

BAB V

Budaya………………………………

81

K. Analisis dan Pembahasan……………

83

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ……………………………………

86

B. Saran ……………………….………………….

87

DAFTAR PUSTAKA.................................................................... LAMPIRAN-LAMPIRAN

88

12

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Diterangkan bahwa suku Sumbawa atau “Tau Samawa” awal terbentuknya, nenek moyang mereka adalah terdiri dari berbagai jenis suku yang berdatangan dari berbagai bagian nusantara kita ini. Mereka mengadakan hubungan perkawinan dengan penduduk yang lebih dahulu mendiami daerah sumbawa. Walaupun mereka tidak bersama pada waktu datangnya, tetapi karena telah berabad-abad lamanya hidup dalam lingkungan kekerabatan dan kekeluargaan, maka dari keturunan mereka inilah akhirnya merupakan satu rumpun yang menamakan dirinya “Tau Samawa”. 1 Dari pengaruh pencampurannya yang banyak dan luas ini, maka dapat kita lihat, bahwa watak orang sumbawa adalah kompromis dan penuh rasa toleran. Penduduk Sumbawa pada masa lalu, berasal dari berbagai-berbagai tempat dan datangnya secara berkelompok lalu masing-masing membuat tempat kediamannya. Kemudian mereka berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain terdesak oleh suasana dan keadaan, baik karena arus perpindahan yang baru, maupun karena tarikan alam untuk mereka jadikan tempat bercocok tanam dan pemeliharaan ternak. Tempattempat ini akhirnya merupakan tanah ulayat, yang dimana dalam istilah adat Sumbawa dikenal dengan nama “larlamat” “Nyaka”. 2. Tanah samawa atau yang dikenal dengan sebutan Sumbawa adalah merupakan salah satu wilayah indonesia yang didiami oleh berbagai suku, agama, ras yang hidup bersama dalam satu kerukunan. Keberadaan pendatang di Sumbawa selalu disambut baik oleh warga penduduk lokal asli, semua hidup dalam satu kesatuan tanpa memandang adanya perbedaan. Kaitan dari pada penjelasan diatas bahwa pada masa ini masyarakat Sumbawa Barat khususnya wilayah penelitian adalah masyarakat yang sedang mengalami proses transisi globalisasi dan moderinisasi, transisi modernisasi dalam artian bahwa masyarakat yang dulu

merupakan

masyarakat

yang

budayais

yang

sulit

diretas

akan

nilai

ketradisionalannya yang memegang teguh menjalankan, dan menjunjung tinggi nilai, 1

Lalu Mantja. Sumbawa Pada Masa Dulu, Suatu Tinjauan Sejarah, (Sumbawa Besar: CV. Samratulangi, 2011), h. 15. 2 Lalu Mantja. Sumbawa Pada Masa DuluSuatu Tinjauan Sejarah, h. 8.

13

norma dan adat istiadat yang telah mereka yakini secara turun temurun sedikit demi sedikit mulai luntur disebabkan pengaruh arus globalisasi dan penetrasi budaya luar. Perubahan dinamika yang menjembatani pola pikir, karakter, pola berperilaku, gaya hidup adalah salah satu bentuk pengaruh yang disebabkan oleh modernisasi itu sendiri. Dapat disebutkan adalah salah satu contoh gambaran yang terjadi akibat adanya pengaruh dari berbagai latar belakang dan kemajemukan budaya yang ada di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) terutama di daerah yang akan saya jadikan tempat penelitian. Secara sadar bahwa dapat dikatakan adalah wilayah ini merupakan wilayah yang didiami oleh berbagai suku dan adat istiadat yang beragam. Tidak dapat dipungkiri dengan adanya kemajemukan budaya mengakibatkan suatu budaya asli itu tidak mungkin tidak terpengaruh oleh adanya budaya lain. Oleh karena itu nampak jelas perbedaan yang sangat signifikan. Secara sadar manusia memiliki naluri untuk bergaul dengan sesamanya semenjak dilahirkan dan disosialisasikan dalam kehidupan masyarakat. Hubungan dengan sesamanya merupakan suatu kebutuhan bagi setiap manusia. Itulah sebabnya, individu menjalin hubungan dengan individu atau kelompok yang lain, sebab manusia tidak dapat bertahan hidup tanpa berhubungan dengan individu atau kelompok yang lainnya. Hubungan antara individu dengan individu atau individu dengan kelompok juga disebut dengan interaksi sosial. Dalam beberapa kasus, timbul konflik yang tajam antara masyarakat lokal dengan warga pendatang. Baik itu disebabkan oleh perebutan dominasi sektor perekonomian maupun penguasaan aset-aset strategis ataupun yang disebabkan oleh indikator-indikator lain. Konflik antar etnis ini memang bukan yang pertama terjadi di wilayah Sumbawa. Menurut pemberitaan, konflik di wilayah ini sudah terjadi semenjak tahun 1981. Beralih pada konteks penelitian, terkait dengan masalah yang akan dikaji pada daerah Kecamatan Maluk yang menjadi dasar penelitianya itu sebagai media untuk menemukan maslah-masalah pada masyarakat itu sendiri. masyarakat kecamatan Maluk memiliki penduduk yang majemuk, yaitu suku Samawa sebagai penduduk asli. Selain itu, juga terdapat suku Jawa, Bugis, Melayu dan Sasak yang berdiam di sana, dengan adat istiadat, agama, dan latar belakang yang berbeda. Bukan hanya itu saja, proses assimilasi dan akulturasi yang terjadi pada masyarakat Kecamatan Maluk pun menarik untuk diteliti. Bagaimana akhirnya proses interaksi dalam jangka waktu yang lama mengakibatkan penerimaan unsur kebudayaan pendatang atau justru mengakibatkan perubahan pada unsur kebudayaan lokal. Berikut adalah sediki tgambaran daerah penelitian yang penulis

14

letakkan dalam latar belakang masalah penelitian ini agar menjadi sudut pandang dan tolak ukur dalam penyesuaian penelitian. Oleh karena dari latar belakang masalah tersebut saya sebagai penulis bermaksud mengadakan penelitian yang berjudul “Analisis Pola Interaksi Masyarakat Pendatang Terhadap Masyarakat Lokal di Sumbawa Barat” (Studi di Kecamatan Maluk, NTB).

B. Identifikasi Masalah Dari latar belakang masalah di atas maka dapat diidentifikasikan masalahnya yaitu: 1. Lunturnya kebudayaan lokal disebabkan adanya kebudayaan lain. 2. Kesadaran masyarakat Kabupaten Sumbawa Barat (KecamatanMaluk) dalam menerima budaya lain. 3. Proses assimilasi dan akulturasi di Kabupaten Sumbawa Barat (Kecamatan Maluk).

C. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah yang telah penulis uraikan dan luasnya masalah yang diidentifikasi serta mengingat terhadap keterbatasan waktu yang digunakan. Oleh karena itu untuk memudahkan kegiatan proses penelitian dan demi terarahnya penulisan ini, penulis terlebih dahulu menetapkan atau membatasi variabel atau faktor yang akan dijadikan sebagai fokus kajian. Dimana yang menjadi variabel masalah pada penelitian ini adalah indikator-indikator yang menyebabkan terjadinya konflik serta hubungannya dengan interaksi masyarakat lokal terhadap masyarakat pendatang sebagai suatu variabel terhubung antara keduanya.

D. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka timbul beberapa pokok permasalahan yang hendak dibahas dalam penelitian ini, antara lain: 1. Bagaimanakah pola interaksi antara masyarakat lokal dengan masyarakat pendatang? 2. Bagaimanakah gambaran proses assimilasi atau akulturasi yang berlangsung di Kecamatan Maluk antara kebudayaan pendatang?

masyarakat lokal dengan masyarakat

15

E. TujuanPenelitian Sedangkan mengenai tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian dapat di uraikan sebagai berikut: 1. Untuk

mendapatkan

data

dan

fakta

serta

menggambarkan

bagaimana

berlangsungnya pola interaksi antara masyarakat pendatang dengan masyarakat lokal. 2. Untuk menggambarkan faktor-faktor yang mengintegrasikan proses assimilasi atau akulturasi yang berlansung di Kecamatan Maluk antara kebudayaan masyarakat lokal dengan masyarakat pendatang.

F. Manfaat Penelitian Adapun manfaat-manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis Dapat memberikan kontribusi berupa informasi, data, fakta, analisis terhadap studistudi yang terkait dengan kajian interaksi sosial. Walaupun penelitian ini berkisar pada pola interaksi masyarakat pendatang dengan masyarakat asli, namun sedikit banyak dapat digeneralisasikan secara umum. 2. Manfaat Praktis a. Bagi masyarakat Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) 1. Memberikan masukan dalam bentuk bacaan khususnya disertakan kepada masyarakat Sumbawa Barat baik bagi masyarakat lokal maupun bagi masyarakat pendatang dan dapat di jadikan sebagai bahan tolak ukur positif dari adanya kemajemukan itu, serta harapan demi berlansungnya masyarakat yang ideal.Untuk memperkaya wawasan terutama bagi kaum muda mudi yang yang berwawasan intlektual sebagai pesan, bahan kajian dan renungan bagi yang membaca hasil penelitian ini tentang analisis pola interaksi masyarakat pendatang dengan masyarakat lokal di Kabupaten Sumbawa Barat (Studi di Kecamatan Maluk). 2. Menjadi wahana untuk memperkaya khazanah edukasi khususnya bagi publik masyarakat Sumbawa Barat tentang adanya interaksi masyarakat lokal dan masyarakat pendatang. b. Bagi penulis Bagi penulis sendiri adalah menambah wawasan dan pengetahuan tentang interaksi masyarakat pendatang dengan masyarakat lokal di Kabupaten Sumbawa Barat

16

BAB II KAJIAN TEORI

A. Pola Interaksi Sosial

a. Pengertian Pola Interaksi Sebagai mahluk sosial, manusia dalam kehidupan sehari-hari membutuhkan hubungan dengan manusia yang lain. Hubungan tersebut terjadi karena manusia saling membutuhkan untuk dapat memenuhi kebutuhannya. Karena manusia tidak bisa lepas dari manusia lainnya dan tidak bisa melakukan seorang diri. Kecenderungan manusia berhubungan melahirkan komunikasi dengan manusia yang lainnya. Komunikasi terjadi karena saling membutuhkan melalui sebuah interaksi. Interaksi merupakan hubungan antar manusia yang sifat dari hubungan tersebut adalah dinamis artinya hubungan itu tidak statis, selalu mengalami dinamika. 3Hubungan antara manusia satu dan lainnya disebut interaksi. Dari interaksi akan menghasilkan produkproduk interaksi, yaitu tata pergaulan yang berupa nilai dan norma yang berupa kebaikan dan keburukan dalam ukuran kelompok tersebut. Pandangan tentang apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk tersebut mempengaruhi perilaku sehari-hari. 4 Interaksi adalah proses dimana orang-orang berkomunikasi saling memengaruhi dalam pikiran dan tindakan. Seperti kita ketahui, bahwa manusia dalam kehidupan seharihari tidaklah lepas dari hubungan satu dengan yang lain. Ada beberapa pengertian interaksi sosial yang ada di lingkungan masyarakat, di antaranya; Menurut H. Booner dalam bukunya, Sosial Psychology, memberikan rumusan interaksi sosial, bahwa: “interaksi sosial adalah hubungan antara dua individu atau lebih, dimana kelakuan individu yang satu memengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu lain atau sebaliknya.” Menurut Gillin and Gillin yang menyatakan bahwa “interaksi sosial adalah hubunganhubungan antara orang-orang secara individual. Antarkelompok orang, dan orang perorang dengan kelompok”. 5 3

Elly M. Setiadi dan Kolip Usman. Pengantar Sosiologi: pemahaman fakta dan gejala permasalahan sosial: teori, aplikasi, dan pemecahannya. (Jakarta : Kencana Prenada Media Grup. 2011) h. 62 4 Ibid, h. 38 5 Setiadi, Elly M, dkk. Ilmu sosial dan Budaya Dasar. (Jakarta : Kencana Prenada Media Grup. 2007) h. 9091

17

Dengan demikian pada dasarnya, interaksi ialah hubungan antar inividu, kelompok, dimana dengan adanya hubungan itu dapat saling mempengaruhi, merubah baik dari yang buruk menjadi lebih baik atau sebaliknya. Dalam kamus bahasa Indonesia, pola artinya adalah gambar, corak, model, sistem, cara kerja, bentuk, dan struktur. 6 Sedangkan interaksi artinya hal yang saling melakukan aksi, berhubungan, memengaruhi, dan antar hubungan 7 Apabila kata tersebut dikaitkan dengan interaksi maka dapat diartikan pola interaksi adalah bentuk dasar cara komunikasi individu dengan individu atau individu dengan kelompok atau kelompok dengan individu dengan memberikan timbal balik antara pihak satu dengan yang lain dengan maksud atau hal-hal tertentu guna mencapai tujuan. Dalam Kamus lengkap Bahasa Indonesia, M. Ali menyatakan bahwa pola adalah gambar yang dibuat contoh atau model. Jika dihubungkan dengan pola interaksi adalah bentuk-bentuk dalam proses terjadinya interaksi. Interaksi yang bernilai pendidikan dalam dunia pendidikan ataupun yang disebut dengan interaksi edukatif, sebagai contoh dari pola interaksi adalah dalam hal seorang guru menghadapi murid-muridnya yang merupakan suatu kelompok manusia di dalam kelas. Di dalam interaksi tersebut pada taraf pertama akan tampak bahwa guru mencoba untuk menguasai kelasnya supaya proses interaksi berlangsung dengan seimbang, di mana terjadi saling pengaruh-mempengaruhi antara kedua belah pihak. Sebagai contoh lain seorang guru mengadakan diskusi diantara anak didiknya untuk memecahkan sebuah persoalan, disinilah proses interaksi itu akan terjadi, adanya saling memberikan pendapat yang berbeda satu sama lain. Dapat disimpulkan bahwa pola interasksi merupakan suatu cara, model, dan bentukbentuk interaksi yang saling memberikan pengaruh dan mempengaruhi dengan adanya timpal balik guna mencapi tujuan. Guru sebagai pengajar memiliki peran penting utuk dapat mengatur jalannya kegiatan belajar mengajar melalui pola interaksi dimana guru berperan sebagai pemberi aksi melalui pengajaran dan juga bisa menjadi penerima aksi melalui pertanyaan-pertayaan yang diajukan oleh siswa. Sebaliknya siswa pun memiliki peran yang sama dengan guru bisa sebagai pemberi aksi melalui melalui pertanyaanpertayaan yang diajukan olehnya dan juga bisa menjadi menjadi penerima aksi melaui belajar dan mendengarkan. Namun, kerja sama dapat sangat membantu dalam proses kegiatan belajar mengajar yang diperlukan oleh guru dan siswa. 6

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Bahasa. (Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama. 2008) h. 1088 7 Ibid, hlm 542

18

Pola dalam sosiologi berarti gambaran atau corak hubungan sosial yang tetap dalam interaksi sosial. Contoh pola, antara lain:

a. Seorang anak harus menghormati orang tuanya. b. Seorang bawahan harus menghormati atasannya c. Seorang siswa harus mengormati gurunya. Terbentuknya pola dalam interaksi sosial tersebut melalui proses cukup lama dan berulang-ulang. Akhirnya, muncul menjadi model yang tetap untuk dicontoh dan ditiru oleh anggota masyarakat. Pola sistem norma pada masyarakat tertentu akan berbeda dengan pola sistem norma masyarakat lainnya karena pola interaksi masyarakat diterapkan berbeda-beda. Adanya pola interaksi dalam sebuah masyarakat tersebut nantinya akan menghasilkan sebuah keajegan, di mana keajekan adalah gambaran suatu kondisi keteraturan sosial yang tetap dan relatif tidak berubah sebagai hasil hubungan yang selaras antara tindakan, norma, dan nilai dalam interaksi sosial.

B. Pengertian Interaksi Sosial Sudah menjadi kenyataan bahwa manusia adalah mahluk sosial, mahluk yang mempunyai keterbatasan dan tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, sebagai mahluk sosial manusia saling bergantung kehidupannya satu sama lain. Depedensi manusia ini tidak saja terdapat pada awal kehidupannya, akan tetapi dialami manusia seumur hidupnya. Interaksi merupakan syarat terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Didalam interaksi sosial terkandung makna-makna tentang kontak secara timbal-balik dan respon antara individuindividu atau kelompok. Interaksi sosial adalah istilah yang dikenal oleh parah ahli sosiologi secara umum sebagai aspek inti bagi berlangsungnya kehidupan bersama. Interaksi sosial berarti suatu kehidupan bersama yang menunjukkan dinamikanya, tanpa itu masyarakat akan kurang atau bahkan tidak mengalami perubahan. Menurut Soerjono Soekanto dalam Zainuddin Ali, interaksi sosial merupakan “hubungan-hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan-hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan antara orang-perorangan, antara kelompok-kelompok manusia maupun antar perorangan dengan kelompok manusia”. 8Bila menyimak pendapat Soerjono Soekanto tersebut, dapat dipahami bahwa interaksi sosial merupakan proses individu dalam melakukan hubungan sepanjang ia hidup sebagai anggota masyarakat, sehingga individu akan merasa menjadi sebagian dari 8

Zainuddin Ali, Sosiologi Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h. 17.

19

masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena itu, interaksi sosial merupakan suatu wadah yang berfungsi sebagai perekat dalam kehidupan sosial, baik dalam konteks kehidupan pranata keluarga maupun dalam kehidupan masyarakat secara keseluruhan. Apabila interaksi sosial berjalan dengan baik, masyarakat dapat hidup dengan tenang. Mereka dapat memperoleh hubungan yang baik melalui interaksi antar sesamanya, baik dalam bentuk berkomunikasi melalui interaksi maupun dalam bentuk bekerja sama. Oleh karena itu, hubungan masyarakat dalam bentuk apapun dapat diselsaikan dengan interaksi, baik interaksi dengan masyarakat bawahan, menenengah, maupun sampai pada kalangan masyarakat paling atas. Kontak sosial pada dasarnya merupakan aksi dari individu atau kelompok yang mempunyai makna bagi pelakunya yang kemudian ditangkap oleh individu atau kelompok lain. Penangkapan makna tersebut yang menjadi pangkal tolak untuk memberikan reaksi. Suatu interaksi sosial dimungkinkan terjadi karena dua hal yakni, kontak sosial dan komunikasi. Kontak sosial terjadi secara langsung maupun secara tidak langsung. Secara langsung misalkan melalui gerak fisik seseorang, misalnya dari berbicara, gerak isyarat. Secara tidak langsung misalkan melalui tulisan atau komunikasi jarak jauh yang menjadi syarat utama terjadinya kontak sosial. Interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial, oleh karena itu tanpa adanya interaksi sosial tidak mungkin adanya kehidupan. Bertemunya orang perorangan secara badaniyah belaka tidak akan menghasilkan pergaulan hidup suatu kelompok sosial. Pergaulan baru akan terjadi apabila individu atau kelompok bekerja sama, saling berkomunikasi untuk mencapai tujuannya masing-masing, bahkan mungkin terjadi persaingan, pertikaian, pertentangan diantara individu atau kelompok. Berlangsungnya suatu proses interaksi didasarkan pada berbagai faktor antara lain imitasi, sugesti, identifikasi, dan simpati. Faktor-faktor tersebut dapat bergerak sendiri secara terpisah maupun dalam keadaan bergabung. Imitasi adalah kecendrungan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan orang lain dengan kata lain secara tidak disadari seseorang mengambil sifat, sikap, norma, pedoman hidup sebagainya. Sugesti adalah dorongan yang berasal dari dalam dirinya dan kemudian diterima oleh orang lain dan dijadikan sebagai pedoman untuk berinteraksi. Sedangkan identifikasi mempunyai peranan penting yaitu dapat mendorong seseorang untuk mematuhi nilai-nilai yang berlaku, tetapi juga dapat melemahkan atau dapat mematikan perkembangan daya kreasi seseorang. Simpati merupakan perasaan individu tertariknya dengan individu lain.

20

Hal tersebut merupakan faktor minimal yang menjadi dasar bagi keberlangsungan proses interaksi sosial, walaupun kenyataan proses tersebut sangat kompleks sehingga terkadang sulit mengadakan pembedaan tegas antara faktor-faktor tersebut.

C. Syarat-syarat Terjadinya Kontak Sosial Suatu interaksi tidak mungkin dapat terjadi apabila tidak memenuhi kedua syarat yaitu adanya kontak sosial dan komunikasi.

1. Kontak Sosial Kontak sosial pada dasarnya merupakan aksi dari individu atau kelompok yang mempunyai makna bagi pelakunya, yang kemudian ditangkap oleh individu atau kelompok lain. Secara fisik kontak baru akan terjadi apabila terjadi hubungan badaniyah atau tanpa menyentuh seperti halnya berhubungan melalui telepon, telegraf, radio, televisi, internet dan lain-lain. Lebih jelasnya dijelaskan dengan bahasa lain adalah kontak sosial memiliki dua sifat yang pertama bersifat primer artinya terjadi apabila hubungan diadakan secara langsung dengan berhadapan muka. Yang kedua bersifat skunder artinya suatu kontak memerlukan suatu perantara. Cara pertama bersifat verbal atau gestural, yaitu kontak yang terjadi akibat saling menyapa, berbicara dan berjabat tangan. Cara kedua adalan nonverbal atau nongestural yaitu kontak yang terjadi dengan tidak menggunakan kata-kata atau bahasa melainkan dengan adanya isyarat. Misalkan dengan adanya timbul bau keringat, bau minyak wangi, lambaian tangan dan sebagainya.

2. Komunikasi Manusia merupakan mahluk yang saling menggantungkan satu sama lain. Keinginan dan kebutuhan yang dimilikinya tidak dapat dipenuhi tanpa bantuan orang lain. Untuk mewujudkannya, ia berupaya menyampaikan keinginan tersebut kepada orang lain baik secara verbal maupun simbol-simbol tertentu, sehingga orang lain dapat memahaminya dan meresponnya, ketika itu terjadilah komunikasi. Webster s new dictionary 1981: 225) dalam Abdul Chaer dan Leoni dikatakan, komunikasi adalah: Communication is process by which information is exchange between individualals through a common system of symbol, sign, or behaviour (Komunikasi adalah proses pertukaran informasi antar individu melalui sistem simbol, tanda, atau

21

tingkahlaku

yang umum). 9Sedangkan dalam Bambang Pranowo

ditegaskan

hubungannya dengan bahasa adalah sistem komunikasi simbolikmenggunakan katakata yang diucapkan sesuai dengan pola-pola tertentu serta memiliki makna yang telah distandarisasikan.Bahasa mencakup juga tanda (sign), dan simbol. Bahasa memiliki dua karakteristik utama sebagai sebuah sistem komunikasi. Pertama adalah kualitas simbolnya. Kedua adalah norma atau yang bisa disebut sebagai gramatikalnya. 10 Oleh karena itu bahasa dan komunikasi mencakup juga tanda dan simbol yang memiliki karakteristik utama sebagai sebuah sistem komunikasi. Tafsiran tersebut dapat berwujud melalui pembicaraan, gerak gerik badan atau sikap-sikap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Komunikasi terjadi apabila sesorang memberi arti pada kegiatan orang lain serta perasaan-perasaan apa saja yang ingin disampaikan oleh orang tersebut, orang yang bersangkutan kemudian memberikan reaksi terhadap perasaan-perasaan yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Interaksi sosial mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1. Interaksi sosial baru bisa berlangsung apabila dilakukan minimal dua orang atau lebih. 2. Adanya interaksi dari pihak lain atas komunikasi dan kontak sosial. 3. Adanya hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi antara satu dan yang lainnya. 4. Interaksi cendrung bersifat positif, dinamis, dan berkesinambungan. 5. Interaksi cendrung menghasilkan penyusuain diri bagi subjek-subjek yang menjalin interaksi. 6. Berpedoman pada norma-norma atau kaidah sebagai acuan dalam interaksi.

D. Bentuk-bentuk Interaksi sosial Bentuk interaksi sosial dapat berupa kerja sama, persaingan bahkan pertentangan atau pertikaian. Suatu pertikaian mungkin mendapat suatu penyelesaian. Mungkin penyelsaian tersebut hanya akan dapat diterima untuk sementara waktu, proses ini dinamakan akomodasi. Dibawah ini akan dijelaskan bentuk-bentuk interaksi sosial, yaitu: 1. Kerja sama 2. Persaingan 9

Abdul Chaer, Leoni Agustina, Sosiolinguistik Perkenalan Awal, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004), h.17. M. Bambang Pranowo,Sosiologi Sebuah Pengantar: Tinjauan Pemikiran Sosiologi Perspektif Islam, (Jakarta: Laboratorium Sosiologi Agama, 2008), h. 145. 10

22

3. Pertentangan Kebiasaan-kebiasaan dan sikap-sikap demikian dimulai semenjak masa kanak-kanak dalam kehidupan keluarga atau kelompok-kelompok kekerabatan. Kerja sama timbul karena orientasi orang perorangan terhadap kelompoknya yaituin-group-nya dan kelompok lainnya yang merupakan out-group-nya. Kerja sama tersebut mungkin akan bertambah kuat apabila ada bahaya dari luar yang mengancam atau ada tindakantindakan dari luar yang menyinggung kesetiaan secara tradisionil atau institusionil telah tertanam di dalam kelompok-kelompok tersebut, dalam diri seorang atau segolongan orang.Persaingan atau compeetition dapat diartikan sebagai suatu proses sosial, dimana orang perorangan atau suatu kelompok-kelompok manusia yang bersaing, mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa menjadi pusat perhatian dari publik (Tidak perseorangan maupun kelompok manusia). Selanjutnya Pertentangan merupakan suatu proses sosial dimana individu atau kelompok berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan kekerasan. E. Proses-proses interaksi sosial 1. Proses Asosiatif a. Kerja sama Kerja sama timbul karena orientasi orang perorangan terhadap kelompoknya yaitu in- group dan kelompok lainnya yang merupakan out group. Kerja sama akan mungkin bertambah kuat apabila adanya bahaya-bahaya dari luar yang mengancam atau ada tindakan-tindakan dari luar yang menyinggung kesetiaan yang secara tradisional atau institusional yang mengancam terhadap suatu kelompok.Betapa pentingnya kerja sama digambarkan oleh Charles H. Cooley dalam Soerjono Soekanto dikatakan bahwa: Kerja sama timbul apabila orang menyadari bahwa merekamempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut; kesadaran akan adanya kepentingankepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam kerja sama yang berguna. 11 Dalam hubungannya dengan kebudayaan suatu masyarakat, maka kebudayaan itulah yang mengarahkan dan mendorong terjadinya kerja sama. Lain halnya dengan 11

Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2005), Cet. 38, h.73.

23

keadaan yang dijumpai pada msayarakat indonesia umumnya. Dikalangan masyarakat indonesia dikenal dengan nama gotong royong. b. Akomodasi Akomodasi merupakan suatu cara untuk menyelesaikan pertentangan tanpa menghancurkan

pihak

lawan,

sehingga

lawan-lawan

tersebut

kehilangankepribadiannya.Menurut Gillin dan Gillin dalam Soerjono Soekanto dikatakan bahwa: Akomodasi adalah suatu pengertian yang dipergunakan oleh parasosiolog untuk menggambarkan suatu proses dalam hubungan-hubungan sosial yang sama artinya dengan pengertian adaptasi (adaptation) yang dipergunakan oleh ahli-ahli biologi untuk menunjuk pada suatu proses dimana mahluk-mahluk hidup menyesuaikan dirinya dengan alam sekitarnya. 12 Dengan pengertian tersebut dimaksudkan sebagai suatu proses dimana orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia yang saling mengadakan penyesuaian diri untuk mengatasi ketegangan-ketegangan. Tujuan dari akomodasi dapat berbedabeda sesuai dengan situasi yang dihadapinya, yaitu: 1. Untuk mengurangi pertentangan antara orang-perorangan atau kelompok- kelompok

manusia sebagai akibat perbedaan paham. Untuk mencegah meledaknya suatu pertentangan, untuk sementara untuk atau secara temporer. 2. Akomodasi kadang-kadang diusahakan untuk memungkinkan terjadinya kerja sama antara

kelompok-kelompok sosial yang sebagai akibat faktor-faktor sosial psikologis dan kebudayaan, hidupnya terpisah seperti, misalnya yang dijumpai pada masyarakatmasyarakat yang mengenal sistem berkasta. 3. Mengusahakan peleburan antara kelompok-kelompok sosial yang terpisah, misalnya,

melalui perkawinan campuran atau asimilasi dalam arti yang luas. Akomodasi sebagai suatu proses, dapat mempunyai beberapa bentuk, yaitu: a. Coercion, adalah suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan oleh suatu paksaan. Coercion merupakan bentuk akomodasi, dimana salah satu pihak berada dalam keadaan yang lemah sekali, dibandingkan dengan pihak lawan. Pelaksanaannya dapat dilakukan secara fisik yaitu secara langsung, maupun secara psikologis yaitu secara tidak langsung. Misalnya perbudakan, adalah suatu coercion, dimana interaksi sosialnya 12

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, h.75.

24

didasarkan pada penguasaan majikan atas budak-budaknya, dimana yang terakhir dianggap sama sekali tidak mempunyai hak-hak apapun juga. b. Compromise, yaitu suatu bentuk akomodasi, dimana pihak-pihak yang terlibat masingmasing mengurangi tuntutannya, agar tercapai suatu penyelsaian terhadap perselisihan yang ada. Sikap untuk dapat melaksanakan compromise berarti bahwa salah satu pihak bersedia untuk merasakan dan mengerti pihak lainnya begitupun sebaliknya. c. Arbitration, merupakan suatu cara untuk mencapai compromise apabila pihak-pihak yang berhadapan, masing-masing tidak

sanggup

untuk mencapainya sendiri.

Pertentangan diselsaikan oleh pihak atau oleh suatu badan yang kedudukannya lebih tinggi dari pihak-pihak yang bertentangan itu, seperti contohnya adalah penyelsaian suatu perselisihan suatu perselisihan perbuatan. d. Mediation, hampir menyerupai arbitration. Pada mediation diundanglah pihak ketiga yang netral dalam soal perselisihan yang ada. e. Conciliation, adalah suatu usaha untuk mempertemukan keinginan pihak-pihak yang berselisih, untuk mencapai persetujuan bersama. f. Tolerantion, yang juga sering dinamakan tolerant-participation, ini merupakan suatu bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang formil bentuknya, kadang-kadang tolerantion timbul secara tidak sadar dan tanpa direncanakan, hal mana disebabkan karena adanya watak orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia. g. Stalamete, merupakan suatu akomodasi, dimana pihak-pihak yang bertentangan karena mempunyai kekuatan yang seimbang, berhenti pada suatu titik tertentu dalam melakukan pertentangannya. h. Adjudication. Yaitu penyelsaian perkara atau sengketa di pengadilan. Secara panjang lebar, Gillin dan Gillin mengurauikan hasil-hasil dari terjadinya proses akomodasi, dengan banyak mengambil contoh-contoh dari sejarah. Antara lain hasilhasilnya sebagai berikut: 1. Akomodasi menyebabkan usaha-usaha untuk sebanyak mungkin menghindarkan diri dari benih-benih yang dapat menyebabkan pertentangan yang baru, untuk kepentingan integrasi masyarakat. 2. Menekan oposisi. Seringkali suatu persaingan dilaksanakan demi keuntungan suatu kelompok tertentu misalnya golongan produsen demi kerugian pihak lain misalnya golongan konsumen.

25

3.

Akomodasi antara golongan produsen yang mula-mula

bersaing akan dapat

menyebabkan turunnya harga, oleh karena barang-barang dan jasa lebih mudah sampai kepada konsumen. 4. Koordinasi berbagai keperibadian yang berbeda. Hal ini tampak dengan jelas apabila dua orang misalnya, bersaing untuk menduduki kedudukan atau sebagai pimpinan suatu partai politik. 5. Perubahan dari lembaga-lembaga kemasyarakatan agar sesuai dengan keadaan yang baru. 6. Perubahan-perubahankedudukan. Sebetulnya akomodasi menyebabkan suatu penetapan yang baru dari kedudukan orang perorangan dan kelompok-kelompok manusia. 7. Akomodasi membuka jalan kearah assimilalsi. Dengan adanya proses assimilasi, para pihak lebih sering mengenal dan dengan demikian juga lebih mudah untuk saling mendekati, oleh karena timbul benih-benih toleransi. c. Assimilasi Assimilasi merupakan suatu proses sosial dalam taraf kelanjutan, yang ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat diantara orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap dan proses-proses mental dengan memperhatikan kepentingan dan tujuan bersama. Proses assimilasi timbul apabila ada kelompok-kelompok manusia yang berbeda kebudayaannya. Memperjelas maksud di atas adalah: 1. Orang-perorangan sebagai warga kelompok-kelompok tadi saling bergaul secara langsung dan intensif untuk waktu yang lama. 2. Kebudayaan-kebudayaan dari kelompok-kelompok manusia tersebut masing-masing berubah dan saling menyesuaikan diri. Dan faktor-faktor yang dapat mempermudah terjadinya suatu assimilasi adalah antara lain: a. Toleransi b. Kesempatan-kesempatan di bidang ekonomi yang seimbang. c. Suatu sikap menghargai orang asing dan kebudayaannya. d. Sikap yang terbuka dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat. e. Persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan. f. Perkawinan campuran (Amalgamations). g. Adanya bersama dari luar.

26

Faktor-faktor yang dapat menjadi penghalang terjadinya assimilasi adalah antara lain: 1. Terisolirnya kehidupan suatu golongan tertentu dalam masyarakat (Biasanya golongan minoritas). Suatu contoh misalnya orang-orang indian di Amerika Serikat yang diharuskan bertempat tinggal di wilayah-wilayah tertentu yang tertutup (Reservation) . 2. Kurangnya pengetahuan mengenai kebudayaan yang dihadapi itu. 3. Perasaan takut terhadap kekuatan kebudayaan yang dihadapi itu. 4. Perasaan bahwa suatu kebudayaan golongan atau kelompok tertentu, lebih superior dari pada kebudayaan golongan atau kelompok biasanya. 5. Dalam batas-batas tertentu, perbedaan warna kulit atau perbedaan ciri-ciri badaniyah dapat pula menjadi salah satu penghalang terjadinya assimilasi. Faktor ini merupakan salah satu dari terhalangnya proses assimilasi. 6. Suatu in-group feeling yang kuat dapat pula menjadi penghalang terhadap terjadinya assimilasi. In-group feeling artinya bahwa suatu perasaan yang kuat sekali bahwa individu terkait pada suatu perasaan yang kuat sekali bahwa individu terikat pada suatu kelompok yang bersangkutan.Suatu hal lain yang dapat mengganggu proses assimilasi adalah apabila golongan minoritas mengalami gangguan-gangguan dari golongan yang berkuasa.

2. Proses Disosiatif Proses disosiatif sering juga disebu sebagai oppositional proces, persis halnya dengan kerja sama, dapat ditemukan pada setiap masyarakat, walaupun bentuk dan arahnya ditentukan oleh kebudayaan dan sistem sosial masyarakat bersangkutan. Proses-proses yang disosiatif dibedakan dalam tiga bentuk, yaitu:

1. Persaingan Persaingan atau competition dapat diartikan sebagai suatu proses sosial, dimana orang perorangan atau suatu kelompok-kelompok manusia yang bersaing, mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa menjadi pusat perhatian dari publik (Tidak perseorangan maupun kelompok manusia). Bentuk-bentuk persaingan, yaitu antara lain: Pertama, persaingan di bidang ekonomi.Kedua, persaingan dalam bidang kebudayaan. Ketiga, persaingan untuk mencapai kedudukan dan peranan yang tertentu dalam masyarakat. Keempat, kersaingan karena perbedaan ras.

27

2. Kontravensi Kontravensi pada hakekatnya merupakan suatu bentuk proses sosial antara persaingan dengan pertentangan atau pertikaian. Contravention terutama ditandai oleh gejala-gejala adanya ketidak pastian mengenai seseorang atau suatu rencana dan perasaan tidak suka disembunyikan, kebencian atau keraguan-keraguan terhadap kepribadian seseorang. Dalam bentuk yang murni, contervention adalah suatu sikap mental yang tersembunyi terhadap orang-orang lain atau terhadap unsur-unsur kebudayaan suatu golongan tertentu.Proses contravention mencakup lima sub proses, yaitu: a. Proses yang umum dari contravention meliputi perbuatan-perbuatan seperti penolakan,

keengganan,

perlawanan,

perbuatan

menghalang-halangi

protes,

gangguan-gangguan, perbuatan kekerasan dan perbuatan mengacaukan rencana pihak lain. b. Bentuk-bentuk dari contravention yang sederhana seperti misalnya menyangkal perbuatan orang lain dimuka umum, memaki-maki orang lain, melalui surat-surat selembaran, mencerca dan sebagainya. c. Contravention yang bersifat rahasia, seperti umpamanya mengumumkan rahasia pihak lain, perbuatan khianat dan seterusnya. d. Bentuk-bentuk

contravention

yang

intensif

yang

mencakup

penghasutan,

menyebarkan desas-desus, mengecewakan pihak lain dan sebagainya. e. Contravention yang bersifat taktis, misalnya mengejutkan lawan. Mengganggu atau atau membingungkan pihak lain, umpamanya dalam kampanye pemilihan umum. Hal itu sering terjadi antara partai-partai politik yang memperubutkan kedudukan melalui suatu pemilihan umum. Contoh lain adalah memaksa pihak-pihak lain untuk menyesuaikan diri (Conformity) dengan memakai kekerasan, mengadakan provokasi, dan sebagainya.

3. Pertentangan Pertentangan merupakan suatu proses sosial dimana individu atau kelompok berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan kekerasan. Sebab musabab dari pertikaian ini antara lain: a. Perbedaan antara orang perorangan. Perbedaan pendirian dan perasaan mungkin menyebabkan bentrokan antara orang-perorangan.

28

b. Perbedaan kebudayaan. Perbedaan kepribadian dari orang perorangan tergantung pula dari pola-pola kebudayaan yang menjadi latar belakang pembentukan serta perkembangan kepribadian tersebut. c. Bentrokan antara kepentingan-kepentingan. Bentrokan-bentrokan kepentingan orang perorangan maupun kelompok-kelompok manusia merupakan sumber lain dari pertentangan. d. Perubahan-perubahan sosial. Perubahan-perubahan sosial yang cepat dalam masyarakat, untuk sementara waktu merubah nilai-nilai dalam masyarakat tadidan menyebabkan terjadinya golongan-golongan yang berbeda pendiriannya mengenai reorganisasi dari sitem nilai-nilai yang sebagai akibat perubahan-perubahan sosial menyebabkan suatu disorganisasi.

F. Interaksionisme Simbolik Istilah interaksionalisme simbolik yang digunakan pertama kali oleh Herbert Blumer, pada dasarnya merupakan satu perspektif psikologi sosial. Perspektif ini memusatkan perhatiannya pada analisa hubungan antar pribadi. Individu dipandang sebagai pelaku yang menafsirkan, dan bertindak. Kendati istilah ini digunakan pertama kalinya oleh Blumer, dalam kenyataannya, beberapa pemikir sebelumnya telah memberikan sumbangan penting bagi perkembangan perspektif ini. Teori interaksionalisme simbolik ini berkembang pertama kali di Universitas Chicago dan dikenal juga dengan aliran Chicago. Dua orang tokoh besarnya yaitu Jhon Dewey dan Charles Horton Cooley adalah filsuf yang mula mengembangkan teori interaksionisme simbolik di universitas Michigan. Tokoh modern dari teori ini adalah Herbert Blumeryang menjelaskan perbedaan antara teori ini dan teori behaviorisme.Charles Horton Cooley dalam Bernard Raho SVD menjelaskan dua hal tentang selfadalah:Petama, dia melihat self sebagai proses dimana individu-individu biasa melihat diri mereka sendiri sebagai obyek bersama dengan obyek-obyek lainnya didalam lingkungan sosial mereka. Kedua dia mengakui bahwa ‘self’ muncul dari komunikasi dengan orang lain. Dalam berinteraksi dengan orang lain, seseorang individu menafsirkan gerak-gerik orang lain dan dengan demikian ia dapat melihat dirinya berdasarkan sudut pandangan orang lain. Mereka membayangkan bagaimana orang lain menilai mereka. Dengan demikian mereka membentuk gambaran-gambaran tentang diri sendiri. Cooley menamakan proses ini “looking glass self”(diri berdasarkan penglihatan orang lain). Dia juga mengakui bahwa

29

‘self’ muncul dari interaksi berdasarkan konteks kelompok. Dialah yang mengembangkan konsep tentang kelompok primer yang mencakup perkembangan keperibadian seseorang. 13

Selanjutnya Jhon Deweydalam Bernard Raho SVD dikatakan, dia sebagai pendukung

utama pragmatisme, dia memusatkan perhatiannya pada proses-proses penyesuaian diri manusia dengan lingkungannya. Menurut dia, “keunikan manusia muncul dari proses penyesuaian diri dengan kondisi-kondisi hidupnya”. 14 Dewey menegaskan bahwa apa yang unik dalam diri manusia adalah kemampuaan untuk berpikir. Bagimana proses kehidupan bermasyarakat itu terjadi menurut pandangan teori interaksionalisme simbolik?. Secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut:Individu atau unit-unit tindakan yang terdiri atas sekumpulan orang tertentu, saling menyesuaikan atau saling mencocokkan tindakan mereka satu sama lain melalui proses interpretasi. Interpretasi yaitu proses berpikir yang merupakan kemampuan yang dimiliki manausia. Jadi dalam proses interaksi manusia itu bukan suatu proses dimana adannya stimulus atau ransangan secara otomatis dan langsung menimbulkan tanggapan tetapi antara stimulus yang diterima direspon melalui proses interpretasi atau berpikir. Diantara berbagai pendekatan yang digunakan untuk mempelajari interaksi sosial, dijumpai pendekatan yang dikenal dengan nama interaksionisme simbolik. Pendekatan ini bersumber pada pemikiran Geroge Herbert Mead. Simbol merupakan sesuatu yang nilai atau maknanya diberikan kepadanya oleh mereka yang mempergunakannya. Herbert Blummer, salah seorang penganut pemikiran Mead, berusaha menjabarkan pemikiran Mead mengenai interaksionisme simbolik dalam Kamanto Sunarto, menurut Blumer pokok pikiran interaksionisme simbolik ada tiga; pertama bahwa manusia bertindak (act) terhadap sesuatu (thing) atas dasar makna (meaning) yang dipunyai sesuatu tersebut baginya. Kedua, makna yang dipunyai tersebut berasal atau muncul dari interaksi sosial antara seseorang dengan sesamanya. Ketiga, bahwa makna diperlakukan atau diubah melalui suatu proses penafsiran, (interpretative process), yang digunakan orang dalam menghadapi sesuatu yang dijumpainya. 15 Yang hendak ditekankan oleh Blumer disini adalah bahwa makna yang muncul dari interaksi tersebut tidak begitu saja diterima oleh seseorang melainkan ditafsirkan terlebih dahulu.

13

Bernard Raho, SVD. Teori Sosiologi Modern (Jakarta: Prestasi Pustakaraya, 2007), Cet. I, h. 97. Ibid.h. 97. 15 Kumanto Sunarto. Pengantar Sosioligi, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1993), h. 47. 14

30

Untuk mempelajari interaksi sosial digunakan pendekatan tertentu, yang dikenal dengan nama interactionist perspektive. Diantara berbagai pendekatan yang digunakan untuk mempelajari intreaksi sosial, dijumpai pendekatan yang dikenal dengan nama interaksionisme simbolik (Symbolic interaksionism). Pendekatan ini bersumber dari pemikiran George Herbert Mead. Dari kata interaksionisme sudah nampak bahwa sasaran pendekatan ini ialah interaksi sosial; kata simbolik mengacu pada penggunaan simbol-simbol dalam interaksi. Dalam interaksi sosial, ada asumsi teoretis yang distilahkan dengan interaksionisme simbol. Herbert Blumer menyampaikan rumusan yang paling ekonomis menurutnya dari asumsi-asumsi interaksionisme simboldimana hal ini berhubungan konsep “diri” konsep perbuatan (action), konsep obyek, konsep interaksi sosial, konsep joint action. Ia menyambung pada gagasan-gagasan Mead adalah sebagai berikut: konsep diri, konsep perbuatan (action), konsep obyek. Ketiga konsep menurut Blumer tersebut bila dikaitkan dengan gagasan Mead adalah dapat dijelaskan. Manusia bukan semata-mata organisasi saja yang bergerak dibawah pengaruh perangsang-perangsang entah dari luar, entah dari dalam, melainkan “organisme yang sadar akan dirinya”. (An organism having a self). Selanjutnya perbuatan manusia dibentuk dalam dan melalui proses interaksi dengan diri sendiri, maka perbuatan itu berlainan sama sekali dengan gerak mahluk-mahluk yang bukan manusia. Manusia menghadapkan diri pada macam-macam hal seperti kebutuhan perasaan, tujuan, perbuatan orang lain, peraturan-peraturan masyarakatnya, situasinya, self image-nya, ingatannya dan cita-cita untuk masa depan. Manusia hidup ditengah obyek-obyek. Kata “obyek” dimengerti dalam arti luas dan meliputi semua yang menjadi sasaran perhatian arti manusia. Menurut Blumer, obyek dapat bersifat fisik seperti kursi, atau khayalan, kebendaan seperti Empire state Building atau abstrak seperti konsep kebebasan, hidup atau tidak hidup terdiri dari golongan atau terbatas pada satu orang, bersifat pasti seperti golongan darah, atau agak kabur seperti ajaran filsafat. Inti hakikat obyek-obyek tidak ditentukan oleh ciri-ciri instrinsik mereka, melainkan oleh minat dan arti yang dikenakan kepada obyek-obyek itu. Konsep interaksi sosial. Dalam deskripsi Mead, “proses pengambilan peran” menduduki tempat penting. Interaksi berarti bahwa para peserta masing-masing memindahkan diri mereka secara mental ke dalam posisi orang lain. Konsep joint action. Blumer mengganti istilah sosial act dari mead dengan istilah joint action. Artinya ialah aksi kolektif yang lahir dimana masing-masing perbuatanperbuatan peserta dicocokkan dan diserasikan satu sama lain.

31

G. Masyarakat Menurut Teori Simbolik Interaksi simbolik menggambarkan masyarakat bukanlah dengan memakai konsepkonsep seperti sistem, struktur sosial, posisi status, peranan sosial, pelapisan sosial, struktur institusional, pola status, norma-norma, dan nilai-nilai sosial, melainkan dengan memakai istilah “aksi”. Masyarakat, organisasi atau kelompok terdiri dari orang-orang yang menghadapi keragaman stuasi dan masalah yang berbeda-beda. Pengaruh interaksionisme yang paling umum adalah pandangan bahwa kita menggunakan interpretasi orang lain sebagai bukti “kita”. Berarti, citra diri (Self-image). Kesadaran kita adalah produk dari cara orang lain berpikir tentang kita. Akibatnya, dalam hal ini “saya adalah apa yang saya pikir engkau berpikir tentang saya”. Bagi interaksi simbolik inilah terutama apa yang dimaksud dengan sosialisasi itu. Jadi bukan aturanaturan kebudayaan sudah ada, bersifat eksternal, yang secara umum diinternalisasi oleh manusia, seperti pendapat teori struktural. Citra diri adalah produk dari proses interpreatif. Alokasi makna antara satu orang dengan orang yang lain. Yang bagi teori tindakan adalah akar dari semua interaksi sosial. Maka muncullah suatu gambaran masyarakat yang dinamis, bercorak serba berubah dan pruralis. Orang saling berhubungan satu sama lain dan saling menyesuaikan kelakuan mereka secara timbal-balik. Mereka tidak bertindak dengan berdoman pada satu kebudayaan, struktur sosial dan sebagainya, melainkan dengan menghadapi situasi-situasi. Ciri-ciri struktural seperti kebudayaan, pelapisan sosial atau peran-peran sosial yang menyediakan kondisi-kondisi tindakan mereka tetapi tidak menentukannya. Interaksionisme simbolik adalah nama yang diberikan kepada salah satu teori tindakan yang paling terkenal. Melalui interaksionisme simboliklah pernyatan-pernyataan seperti ‘definisi situasi”, “realitas dimata pemiliknya”, dan “jika orang mendefinisikan situasi itu nyata, maka hanyalah situasi itu dalam konsekuensinya”, menjadi paling relevan. Meski agak berlebihan, interaksionisme simbolik itu jelas menunjukkan jenis-jenis aktivitas manusia yang unsur-unsurnya memandang penting untuk memusatkan perhatian dalam rangka memahami kehidupan sosial. Menurut ahli teori interaksionisme simbolik, kehidupan sosial secara harfiah adalah interaksi manusia melalui penggunaan simbolsimbol”. Interaksionisme simbolik tertarik pada: Pertama,cara manusia menggunakan simbol untuk mengungkapkan apa yang mereka maksud, dan untuk berkomunikasi satu

32

sama lain (Suatu interpreatif yang ortodok). Kedua, akibat interpretasi atas simbol-simbol terhadap kelakuan pihak-pihak yang terlibat selama interaksi sosial. 16 Interaksionisme simbolik menekankan bahwa interaksi adalah proses interpretatif dua arah. Kita tidak hanya harus memahami bahwa tindakan seseorang adalah produk bagaimana ia menginterpretasi perilaku orang lain, tetapi bahwa interpretasi ini akan memberi dampak terhadap pelaku yang berperilakunya diinterpretasi dengan cara tertentu pula. Salah satu konstribusi interaksionisme simbolik bagi teori tindakan adalah elaborasi dan menjelaskan berbagai akibat interpretasi terhadap orang lain terhadap identitas sosial individu yang menjadi objek interpretasi tersebut.

H. Perubahan Sosial dan Kebudayaan Setiap manusia pasti mengalami perubahan-perubahan. Perubahan-perubahan masyarakat dapat mengenai nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, susunan lembaga kemasyarakatan, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial dan sebagainya. 1. Definisi Perubahan Sosial dan Kebudayaan Para sosiolog maupun antropolog telah banyak mempersoalkan mengenai pembatasan pengertian perubahan-perubahan sosial dan kebudayaan. William F.Ogburn dalam Soerjono Soekanto, berusaha memberikan sesuatu pengertian tertentu, walau tidak memberi definisi tentang perubahan-perubahan sosial. Dia mengemukakan ruang lingkup perubahan-perubahan sosial meliputi unsur-unsur kebudayaan baik yang material maupun yang immaterial, yang ditekankan adalah pengaruh besar unsur-unsur kebudayaan material terhadap unsur-unsur immaterial. 17 Kingsley Davis mengartikan perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat. Misalnya timbul perorganisasian buruh dalam masyarakat kapitalis telah menyebabkan perubahan-perubahan dalam hubungan-hubungan antara buruh dan majikan dan seterusnya

menyebabkan

perubahn-perubahan

dalam

organisasi

ekonomi

dan

politik.18Teori-teori mengenai perubahan-perubahan masyarakat sering mempersoalkan perbedaan antara perubahan-perubahan sosial dan perubahan kebudayaan. Kingsley Davis berpendapat bahwa perubahan sosial meerupakan bagian dari perubahan kebudayaan. Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagiannya yaitu: kesenian, ilmu 16

Pip Jones. Pengantar Teori-teori Sosial, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009), h. 142. Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, h. 303-304. 18 Ibid. h. 304. 17

33

pengetahuan, teknologi, bahkan dalam bentuk aturan-aturan organisasi sosial. Perubahan sosial dan kebudayaan dapat dibedakan ke dalam beberapa bentuk yaitu: 2. Bentuk-bentuk Perubahan Sosial dan kebudayaan Perubahn sosial dan kebudayaan dapat dibedakan ke dalam beberapa bentuk, yaitu: a.

Perubahan lambat dan perubahan cepat Perubahan-perubahan yang memerlukan waktu yang lama, dan rentetanrentetan perubahan kecil yang saling mengikuti dengan yang lambat, dinamakan evolusi. Perubahan-perubahan tersebut terjadi karena usaha-usaha masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan keperluan-keperluan, keadaan-keadaan dan kondisi-kondisi baru, yang timbul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat. Rentetan perubahan-perubahn

tersebut tidak perlu sejalan dengan peristiwa-

peristiwa di dalam sejarah masyarakat yang bersangkutan.

b.

Perubahan kecil dan perubahan besar Agak sulit untuk merumuskan masing-masing pengertian tersebut di atas, karena batas-batas pembedaannya sangat relatif. Sebagai pegangan dapatlah dikatakan bahwa perubahan-perubahan kecil adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada unsur-unsur struktur sosial yang tidak membawa pengaruh langsung yang berarti bagi masyarakat. Perubahan mode pakaian, misalnya tidak akan membawa pengaruh apa-apa bagi masyarakat dalam keseluruhannya, karena tidak mengakibatkan perubahan-perubahn pada lembaga-lembaga kemasyarakatan. Sebaliknya, suatu proses industrilisasi yang berlangsung pada masyarakat agraris, misalnya, merupakan pengaruh besar pada masyarakat.

c. Perubahan yang dikehendaki dan perubahan tidak dikehendaki Perubahan yang dikehendaki adalah perubahan yang diperkirakan atau yang telah direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang akan melakukan perubahan di dalam masyarakat. Pihak yang menghendaki perubahan disebut agent of change. Agent of change memimpin masyarakat dalam mengubah sistem sosial. Dalam melaksanakannya, agent of change langsung tersangkut dalam tekanantekanan untuk mengadakan perubahan. Bahkan mungkin menyiapkan perubahanperubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya. Selanjutnya perubahan

34

yang tidak dikehendaki merupakan perubahan-perubahan yang terjadi tanpa dikehendaki, berlangsung di luar jangkauan pengawasan masyarakat dan dapat menyebabkan timbulnya akibat-akibat sosial yang tidak diharapkan masyarakat. Konsep perubahan yang dikehendaki atau tidak dikehendaki tidak mencakup paham apakah perubahan-perubahan tadi diharapkan atau tidak diharapkan oleh masyarakat. Mungkin suatu perubahan yang tidak dikehendaki sangat diharapkan dan diterima masyarakat. Bahkan para agent of change yang merencanakan perubahan-perubahan yang dikehendaki telah memperhitungkan terjadinya perubahan-perubahn yang tidak terduga di bidang-bidang lain.

3.faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan sosial dan kebudayaan. Untuk mempelajari perubahan masyarakat, perlu diketeahui sebab-sebab yang melatarbelakangi terjadinya perubahan itu. Apabila diteliti lebih mendalam sebab terjadinya perubahn masyarakat, mungkin karena adanya sesuatu yang dianggap sudah tidak lagi memuaskan. Mungkin saja karena ada factor baru yang lebih memuaskan masyarakat sebagai pengganti faktor-faktor lama itu. Pada umumnya dikatakan bahwa sebab-sebab tersebut mungkin sumbernya ada yang terletak di dalam masyarakat itu sendiri da nada yang terletaknya di luar. Sebab-sebab yang terletak di dalam masyarakat itu sendiri, antara lain adalah: a. Bertambah atau berkurangnya penduduk b. Penemuan-penemuan baru c. Pertentangan konflik masyarakat d. Terjadinya pemberontakan atau revolusi Selanjutnya suatu perubahan sosial dan kebudayaan dapat pula bersumber pada sebab-sebab yang berasal dari luar masyarakat itu sendiri, antara lain: a. Sebab-sebab yang berasal dari lingkungan fisik yang ada di sekitar manusia b. Peperangan c. Pengaruh kebudayaan masyarakat lain

35

4.Faktor-faktor yang mempengaruhi Jalannya proses perubahan Di dalam masyarakat dimana terjadi suatu proses perubahan, terdapat faktor-faktor yang mendorong jalannya perubahan yang terjadi. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah: a. Kontak dengan kebudayaan lain. Salah satu proses yang menyangkut hal ini adalah diffusion. Difusi adalah proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari individu ke individu lain, dan dari satu masyarakat ke masyarakat lain. Dengan proses tersebut masyarakat mampu menghimpun penemuan-penemuan baru yang dihasilkan. b. Sistem pendidikan formal yang maju. Pendidikan mengajarkan kepada individu aneka macam kemampuan. Pendidikan memberikan nilai-nilai tertentu bagi manusia, terutama dalam membuka pikirannya serta menerima hal-hal baru dan juga bagimana cara berpikir secara ilmiah. c. Sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan-keinginan untuk

maju.

Apabila sikap tersebut melembaga dalam suatu masyarakat, maka masyarakat akan merupakan pendorong bagi usaha-usaha penemuan baru. d. Sistem terbuka lapisan masyarakat. Sistem terbuka memungkinkan adanya gerak sosial vertical yang luas atau berarti atau memberi kesempatan kepada para individu untuk maju atas dasar kemampuan diri sendiri. Dengan keadaan demikian, seseorang mungkin akan mengadakan identifikasi dengan warga-warga yang mempunyai status lebih tinggi. Identifikasi merupakan tingkah laku yang sedemikian rupa, sehingga seseorang meras berkedudukan sama dengan orang atu golongan lain yang dianggap lebih tinggi dengan harapan agar diberlakukan sama dengan golongan tersebut. e. Penduduk yang heterogen. Masyarakat terdiri dari kelompok-kelompok sosial yang mempunyai latar-belakang kebudayaan yang berbeda, ras yang berbeda, ideologi yang berbeda dan seterusnya, mempermudah terjadinya pertentangan-pertentangan yang

mengundang

kekgoncangan-kegoncangan.

Keadaan-keadaan

tersebut

mempermudah terjadinya perubahan-perubahan dalam masyarakat. f.

Ketidakpuasan

masyarakat

terhadap

bidang-bidang

kehidupsn

tertentu.

Ketidakpuasan yang berlangsung terlalu lama dalam masyarakat berkemungkinan besar akan mendatangkan revolusi. g. Orientasi ke masa depan h. Nilai bahwa manusia harus senantiasa berikhtiar terjadinya perubahan

36

5. Faktor-faktor Yang Menghalangi terjadinya Proses Perubahan a. Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain. Kehidupan asing menyebabkan sebuah masyarakat tidak mengetahui perkembangan-perkembangan apa yang terjadi pada mamsyarakat lain yang mungkin akan memperkaya kebudayaannya sendiri. Hal itu juga menyebabkan bahwa para warga masyarakat terkukung pola-pola pemikirannya oleh tradisi. b. Perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat. Hal ini mungkin disebabkan hidup masyarakat tersebut terasing dan tertutup atau mungkin karena lama dijajah oleh masyarakat lain. c. Sikap masyarakat yang sangat tradisionil. Suatu sikap yang mengagung-agungkan tradisi dan masa lampau serta anggapan bahwa trasdisi secara mutlak tidak dapat diubah, menghambat jalannya proses perubahan. d. Adanya

kepentingan-kepentingan yang telah tertanam dengan kuat. Dalam

organisasi sosial yang mengenal sistem sosial pasti akan ada sekelompok orang yang menikmati kedudukan perubahan-perubahan. Misalnya dalam mamsyarakat feodal atau masyarakat yang sedang mengalami transisi. e. Rasa takut akan terjadinya kegoyahan pada integritas kebudayaan. Memang harus diakui kalo tidak mungkin integrasi semua unsur-unsur kebudayaan bersifat sempurna. Beberapa perkelompokkan unsur-unsur tertentu mempunyai drajat integritas tinggi. Maksudnya unsur-unsur luar dikhawatirkan akan menggoyahkan integrasi dan menyebabkan perubahan-perubahan pada aspek-aspek tertentu masyarakat. f. Prasangka terhadap hal-hal baru atau asing atau sikap yang tertutup. Sikap-sikap demikian banyak dijumpai pada masyarakat-masyarakat yang pernah dijajah bangsabangsa barat. g. Hambatan-hambatan yang bersifat ideologis. Setiap usaha pada unsur-unsur kebudayaan rohaniah. Biasanya diartikan sebagai usaha yang berlawanan dengan ideologi masyarakat yang sudah menjadi dasr integritas masyarakat tersebut. h. Adat atu kebiasaan. Adat atau kebiasaan merupakan pola-pola perilaku bagi anggota masyarakat di dalam memenuhi semua kebutuhan pokoknya. Apabila kemudian pola-pola perilaku tersebut efektif di dalam memenuhi kebutuhan pokok, krisis akan muncul. Mungkin adat atau kebiasaan yang mencakup bidang kepercayaan, sistem mata pencaharian, cara berpakaian tertentu, begitu kokoh sehingga sukar untuk diubah.

37

I. Masyarakat dan Unsur-Unsur Persamaan Kebudayaan Sejak lama para sarjana tertarik akan adanya bentuk-bentuk yang sama dari unsurunsur kebudayaan diberbagai tempat yang sering kali jauh letaknya satu sama lain. Ketika cara berpikir mengenai evolusi kebudayaan berkuasa, para sarjana menguraikan gejala persamaan itu dengan keterangan bahwa persamaan-persamaan itu disebabkan karena tingkat-tingkat yang sama dalam proses evolusi kebudayaan di berbagai tempat di muka bumi. Sebaliknya ada juga uraian-uraian lain yang mulai tampak di kalangan

ilmu

antropologi, terutama waktu cara berfikir mengenai evolusi kebudayaan mulai kehilangan pengaruh, yaitu kira-kira pada akhir abad ke-19. Menurut uraian ini, gejala persamaan unsur-unsur kebudayaan di berbagai tempat di dunia disebabkan karena persebaran atau difusi dari unsur-unsur itu ke tempat–tempat tadi. Selanjutnya diterangkan bahwa menurut Garebner yang disebutnya satu Kulturkreise. 19 Maksud istilah itu adalah lingkaran kebudayaan di muka bumi yang mempunyai unsur-unsur kebudayaan yang sama. Metode klasifikasi unsur-unsur kebudayaan dari berbagai tempat di muka bumi ke dalam berbagai kulturkreis itu diterangkan dalam bukunya yang menjadi sangat terkenal, yaitu Methode der Etnologie (1911) dalam Koentjaraningrat. Prosedur klasifikasi itu berjalan sebagai berikut: 1. Seseorang peneliti mula-mula harus melihat di tempat-tempat mana di muka bumi terdapat unsur-unsur kebudayaan yang sama. Misalnya di tiga kebudayaan di tempattempat yang kita sebut A, B, dan C yang letaknya saling berjauhan, terdapat unnsurunnsur kebudayaan a yang sama, maka unsur itu yang di A kita sebutkan a,di B kita namakan a, di C adalah a. Persamaan akan kesadaran tadi dicapai dengan alasan pembandingan berupa ciri-ciri, atau kualitas, dari ketiga unsur tadi, dan disebut Qualitats Kriterium. 2. Si peneliti kemudian harus melihat apakah di A ada unsur-unsur lain yang sama dengan unsur-unsur di B dan C; dan misalkan ada unsur b,c, d, dan e di A yang sama dengan unsur-unsur b, c, d, dan e di C, maka alasan pembandingan berupa suatu jumlah banyak (kuantitas) dari berbagai unsur kebudayaan tadi di sebut Quantitats Kriterium. Tiap kelompok unsur-unsur yang sama tadi, yaitu (a b c d e, (a’ b’ c’ d’ e’) dan (a” b” c” d” e”), masing-masing disebut Kulturkomplex. 19

Koentjaraningrat,Sejarah Teori Antropologi, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1987), h. 112-113.

38

3. Akhirnya peneliti menggolongkan ketiga tempat itu, yaitu A, B dan C, dimana terdapat ketiga Kultu rkomplex tadi, menjadi satu, seolah-olah memasukkan ketiga tempat di atas peta bumi bumi itu ke dalam satu lingkaran. Ketiga tempat tadi itu menjadi Kulturkreis. Dengan melanjutkan prosedur tersebut, maka di atas peta bumi akan tergambar berbagai Kulturkreis, yang saling berpadu dan bersimpangisiur. Dengan demikian akan tampak gambaran atau difusi dari unsur-unsur kebudayaan di masa yang lampau.

Berhubungan dengan perhatian terhadap masalah persebaran kebudayaan tersebut di atas, ada seorang sarjana ilmu hayat yang merangkap ilmu bumi bernama F. Ratzel (1844-1904) yang pernah mempelajari berbagai bentuk senjata busur di berbagai tempat di Afrika. Ia banyak menemukan persamaan bentuk pada busur-busur di berbagai tempat di Afrika itu, dan kemudian juga pada unsur-unsur kebudayaan lain, seperti bentuk rumah, topeng,pakaian dan lain-lain. Anggapan dasar para sarjana tadi dapat diringkaskan sebagai berikut: Kebudayaan manusia itu pangkalnya adalah satu, dan di suatu tempat yang tertentu, yaitu pada waktu mahluk manusia baru muncul di dunia ini. Kemudian kebudayaan induk itu berkembang, menyebar, dan pecahah ke dalam banyak kebudayaan baru karena pengaruh keadaan lingkungan dan waktu. Oleh Karena itu dari penjelasan teori kulturkreise di atas dapat dihubungkan dengan realitas kebudayaan secara univesal yakni gejala-gejala persebaran atau difusi kebudayaan yang ada di indonesia terdapat kesamaan unsur-unsur di dalamnya. Secara umum terdapat bebrapa deminsi yang menjelaskan kekhasan suatu bangsa. Unsur-unsur identitas itu secara normatif berbentuk sebagai nilai, bahasa, adat istiadat, dan letak geografis. 20Selanjutnya keterkaitan antara teori tersebut akan dijelaskan pada hasil kajian ilmiah ini apakah ada hubungan serta interpretasi dari hasil kajian tersebut. Masyarakat dan kebudayaan adalah dwi tunggal yang tidak bisa dipisahkan. Ada yang memamandang masyarakat dari sudut pandang kebudayaan dengan alasan bahwa unsur kebudayaan merupakan unsur terpenting dari masyarakat, ada yang memandang masyarakat dari aspek organisasi dan kerja sama karena unsur inilah yang terpentingdalam kehidupan bermasyarakat. Dan ada pula yang memandang sebagai kelompok-kelompok karena kelompok adalah unsur yang menentukan kehidupan masyarakat. Berikut ini adalah sejumlah pengertian dari beberapa ahli mengenai masyarakat. Kehidupan masyarakat harus dipandang sebagai suatu sistem atau sistem sosial, yaitu suatu keseluruhan bagian-bagian atau unsurunsur yang saling berhubungan dalam suatu kesatuan. Menurut Koentjaraningrat masyarakat 20

A. Ubaedillah, Abdul Rozak, Demokrasi Hak Asasi Manusia, Dan Masyarakat Madani, (Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,2000), h. 97.

39

adalah “kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinyu dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama”. 21Sementara menurut Horton dan Hunt dalam M. Bambang Pranowo mengatakan;masyarakat adalah “suatu organisasi manusia yang saling berhubungan satu sama lain, sedangkan kebudayaan adalah sistem norma dan nilai yang terorganisasi yang menjadi pegangan masyarakat tersebut”. 22 Kemudian selanjutnya menurut Selo Soemardjan dalam

Jacobus Ranjabar

mengatakan; masyarakat adalah “orang-orang yang hidup bersama, yang menghasilkan kebudayaan”. 23Dari beberapa definisi di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa masyarakat

adalah

suatu

kelompok

manusia

yang

saling

berhubungan:pengaruh-

mempengaruhi; mempunyai norma-norma; memiliki identitas yang sama; dan memiliki teritorial kewilayahan tertentu. Untuk memberikan penjelasan yang cukup detail mengenai unsur-unsur masyarakat untuk membedakannya dengan istilah lain seperti komunitas, perkumpulan dan lain sebagainya adalah:

1. Adanya kelompok manusia yang berinteraksi Syarat pertama yang harus ada dalam kehidupan masyarakat adanya interaksi diantara anggota kelompok masyarakat tersebut, berlansung lama, saling pengaruh mempengaruhi dan memiliki prasarana untuk berinteraksi.

2. Adanya Norama-norma dan adat istiadat Kehidupan masyarakat akan berlangsung tertib manakalah terdapat norma-norma yang diterapkan secara kontinyu dan teratur, sehingga menjadi adat istiadat yang khas untuk masyarakat tersebut yang menjadi pembeda dengan masyarakat lainnya. 3. Adanya identitas yang sama Unsur lain yang membentuk adanya masyarakat adalah adanya identitas yang sama yang dimiliki oleh warga masyarakatnya, bahwa mereka memamang merupakan suatu kesatuan khusus yang berbeda dengan kesatuan-kesatuan lainnya.

21

M. Bambang Pranowo, Sosiologi Sebuah Pengantar, h. 128. Rahardjo, Pengantar Sosiologi Pedesaan Dan Pertanian, (Yogyakarta: Gadjah Madah University Press, 1999), h. 62. 23 Jacobus Ranjabar, Sistem Sosial Budaya Indonesia Suatu Pengantar, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2006), h. 10. 22

40

4. Adanya batas wilayah Suatu masyarakat umumnya mempunyai batas-batas wilayah yang jelas. Batas-batas itu sering menjadi petunjuk bagi pengamat untuk memgetahui jenis suku bangsa yang menghuni wilayah tersebut. Oleh karena itu masyarakat tidak dapat dipisahkan dari manusia karena hanya manusia saja yang hidup bermasyarakat. Sebaliknya manusia pun tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat. Dengan adanya kebudayaan di dalam masyarakat itu adalah sebagai bantuan yang sangat besar sekali pada individu-individu, baik dari sejak permulaan adanya masyarakat sampai kini. Setiap kebudayaan adalah sebagai jalan atau arah di dalam bertindak dan berpikir, sehubungan dengan pengalaman-pengalaman fundamental, oleh sebab itulah kebudayaan tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat.

J.

Kerangka Berpikir Pola interaksi masyarakat pendatang terhadap masyarakat lokal di Sumbawa barat studi di kecamatan Maluk Kabupaten Sumbawa Barat menggambarkan suatu bentukbentuk umum dalam suatu sudut pandang interaksi sosial pada suatu komunitas masyarakat. Telah dijelaskan secara teoritis bahwa bentuk umum proses-proses sosial adalah interaksi sosial yang juga dapat dinamakan proses sosial. Oleh karena intreaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Bentuk-bentuk lain dari proses-proses sosial hanya merupakan bentuk-bentuk khusus dari interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompokkelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Jelaslah dapat diterangkan bahwa dengan keeradaan masyarakat suatu interaksi sosial itu dapat dilakukan. Oleh karena itu dengan berinteraksi mengarahkan kehadiran masyarakat itu sendiri kearah perubahan, baik cara berpikir, gaya hidup, tingkah laku dan peran seseorang dalam suatu sistem masyarakat. Namun dalam konteks interaksi faktor budaya menjadi latar belakang yang sangat penting, karena melihat budaya menjadi tolak ukur dan acuan oleh seseorang untuk bergaul antar sesama sehingga menghasilkan kerja sama dan mencapai tujuan yang sama. Seseorang akan bergaul sesuai dengan apa yang diharapkan yakni mengarah pada bentuk-bentuk perilaku yang positif terhadapnya tentu dipengarui oleh latar belakang dan norma-norma yang sesuai dengan paham mereka yang dianut dalam ajaran kebudayaannya. yang menjadi permasalahan pokok

dan

41

asumsi dasar dalam hal ini adalah pola berinteraksi masyarakat pendatang terhadap masyarakat lokal sehingga membentuk suatu masyarakat yang dinamakan masyarakat yang ideal baik dilihat dari sudut pandang agama, budaya,sosial dan ekonomi. Pembahasan dalam kerangka berfikir ini, yang mencakup ruang lingkup yang luas, merupakan serangkaian muatan-muatan ilmu pengetahuan mengenai interaksi sosial yang akan dilakukan pada tingkat penelietian akan dilakukan. Maka pembahasan akan dibatasi pada bentuk-bentuk interaksi sosial yaitu bentuk-bentuk yang tampak apabila orang perorangan ataupun kelompok-kelompok manusia itu mengadakan hubungan suatu sama lain.

42

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kecamatan Maluk, Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan September 2013.

B. Metode Penelitian Dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif Pada dasarnya sebuah penelitian sosial dilakukan untuk memahami berbagai hal berkaitan dengan dinamika kehidupan sosial masyarakat. Walaupun demikian, berbagai pengalaman melakukan serangkaian prosedur penelitian menunjukkan bahwa ternyata metode penelitian kuantitatif tidak dapat sepenuhnya mengungkap kehidupan sosial secara rinci dan mendalam. Metode penelitian kuantitatif ternyata tidak dapat digunakan untuk mengungkap dinamika kehidupan sosial secara utuh. Penelitian kuantitatif menjadi tidak tepat atau dirasa kurang tepat digunakan apabila ingin meneliti kehidpan sosial secara rinci karena dengan alasan-alasan seperti: (1) kehidupan sosial yang diteliti sangat kompleks; dan (2) hasil penelitian tidak memuaskan karena banyak hal yang belum dapat dijelaskan oleh hasil penelitian tersebut. Menurut Taylor dan Bogdan dalam Bagong Suyanto dan Sutinah Pengertian penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai “penelitian yang menghasilkan data deskriptif mengenai kata-kata lisan maupun tertulis, dan tingkah laku yang dapat diamati dari orang-orang yang diteliti”. 24 Penelitian kualitatif yang berakar dari paradigma interpretatif, pada awalnya muncul dari ketidakpuasan atau reaksi terhadap paradigma positivist, yang menjadi akar penelitian kuantitatif. Untuk mengadakan pengkajian selanjutnya terhadap istilah penelitian kualitatif perlu kiranya dikemukakan beberapa definisi. Pertama, Bogdan dan Taylor (1975: 5) dalam Lexi J. Moleong mendefinisikan

“metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif yang berupa data-data tertulis atau lisan dari orang-orang yang

24

Bagong Suyanto, Sutinah, Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 166.

43

diamati”. 25Menurut mereka, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). Jadi, dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan. Sejalan dengan definisi tersebut, Kirk dan Miller (1986:9) dalam Lexi J.Moleong mendefinisikan penelitian kualitatif adalah “tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya”. 26 Kemudian menurut Sugiyono (2007:32) dalam Andi Prastowo asumsi tentang gejala dalam jenis penelitian kuantitatif dan kualitatif berbeda. Asumsi tentang gejala dalam penelitian kuntitatif adalah “bahwa gejala dari suatu obyek penelitian bersifat tunggal dan parsial”. 27Asumsi tentang gejala dalam jenis penelitian kualitatif adalah bahwa gejala dari suatu objek itu sifatnya tunggal dan parsial. Dengan demikian, berdasarkan gejala tersebut peneliti kuantitatif dapat menetukan variabel-variabel yang dapat diteliti. Sedangkan menurut pandangan penelitian kualitatif, gejala itu bersifat holistik (menyeluruh) sehingga penelitian kualitatif tidak akan menerapkan penelitiannya hanya berdasarkan variabel penelitian, keseluruhan situasisosial yang diteliti yang meliputi aspek tempat (place), pelaku (actor), dan aktivitas (aktivity) yang berinteraksi secara sinergis. Metode penelitian kualitatif dibedakan dengan metode penelitian kuantitatif dalam arti metode penelitian kualitatif tidak mengandalkan bukti berdasarkan logika matematis, prinsip angka, atau metode statistik. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran atau suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan metode dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambar-gambar atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Menurut Whitney (1960) dalam Moh. Nazir bahwa;“metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat”. 28Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatankegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandanganserta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena. Dalam metode deskriptif

peneliti bisa saja

membandingkan fenomena-fenomena tertentu sehingga merupakan suatu studi komperatif. 25

Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2006),Cet. VII, h.

3. 26

Ibid.h. 3. Andi Prastowo, MemahamiMetode-metodePenelitian, (Yoyakarta: AR-ruzMedia, 2011), h. 48. 28 Moh.Nazir,MetodePenelitian, (Darussalam: Ghalia Indonesia, 1983), h. 63. 27

44

Tujuan utama dalam menggunakan metode ini adalah untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan, dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu (Travers, 1978) dalam Consuelo G. Sevilla dan kawan-kawan. 29Ada beberapa teori pendekatan yang digunakan untuk penelitian kualitatif yaitu, perspektif ke dalam fenomenologis, interaksi simbolis,dan etnometodologi. Hakikat dari metode kualitatif adalah totalitas atau gestalt, yaitu ketetapan interpretasi bergantung kepada ketajaman analisis, objektivitas, sistematik dan sistemik, bukan pada statistika dengan menghitung beberapa besar probalitasnya bahwa peneliti benar dalam interpretasinya.

C. Teori dan Pendekatan Yang Menjadi Dasar Penggunaan metode kualitatif pertama-tama dikenal dalam studi-studi dari Chicago school di tahun 1910-1940. Selama periode ini peneliti-peniliti Universitas Chicago menghasilkan penelitian-penelitian dengan pengamatan terlibat (partisicipant observation) dan berdasarkan pada catatan pribadi (personal document). Berbagai penelitian yang dilakukan tersebut berakar dari sebuah paradigma yang disebut ‘paradigma interpretatif’. Pada perkembangan selanjutnya penelitian kualitatif banyak digunakan dalam studi-studi antropologi, sosiologi dan studi psikologi sosial. Setidaknya ada tiga pendekatan yang termasuk dalam paradigma interpretatif, yaitu pendekatan fenomenologis, interaksi simbolis dan etnometodelogi. Perspektif fenomenologis (phenomenologhy) (lihat Deutcher, 1973) yang memiliki sejarah panjang dalam filosofi dan sosiologi mempelajari bagaimana kehidupan sosial ini berlangsung dan melihat tingkah laku manusia yang meliputi apa yang dikatakan dan diperbuat sebagai hasil dari bagaimana manusia mendefinisikan dunianya. Berdasarkan pemikiran ini maka untuk mengerti sepenuhnya bagaimana kehidupan sosial tersebut berlangsung maka harus memahaminya dari sudut pandang pelakunya sendiri. Selanjutnya, dari sudut pandang teori dan pendekatan interaksionis simbolis, semua perilaku manusia pada dasarnya memiliki socia lmeanings (makna-makna sosial). Maknamakna sosial dari perilaku manusia yang melekat pada dunia sekitarnya penting dipahami. Blumer (lihat Taylor dan Bogdan, 1984: 9-10) mengembangkan tiga premis sehubungan dengan hal tersebut, yaitu: (1) manusia bertindak terhadap sesuatu (orang) berdasarkan bagaimana mereka memberi arti terhadap satu (orang) tersebut; (2) ‘meanings’ atau makna

29

Consuelo G. Sevilla (et.al), PengantarMetodePenelitian, (Jakarta: Universitas Indonesia Press), h. 71.

45

merupakan produk sosial yang muncul dari interaksi sosial; dan (3) ‘social actor’ memberi makna dari proses interpretasi. Sedangkan pendekatan etnometodologi lebih merajuk pada bidang yang diteliti, yaitu tentang bagaimana individu menciptakan dan memahami kehidupannya sehari-hari. Dalam hal ini yang ingin dipahami adalah bagaimana orang-orang melihat, menerangkan dan menguraikan keteraturan dunia tempat hidupnya. Fokus penelitiannya adalah realitas dari kehidupan sosial sehari-hari. Jadi yang dipentingkan adalah hal-hal yang nyata dan apa adanya menurut yang dilihat dan diketahui. Bendasarkan pemikiran pada pendekatanpendekatan tersebut maka peneliti harus dapat “menangkap” proses interpretasi dan melihat segala sesuatu dari sudut pandang orang yang diteliti. Pendekatan ini berasumsi bahwa peneliti tidak memenuhi segala sesuatu dari orang-orang yang diteliti. Menggunakan pendekatan-pendekatan ini peneliti berusaha mendalami aspek ‘subjektif’ dari perilaku manusia dari cara ‘masuk’ ke dalam dunia-dunia konseptual orang yang diteliti. Dengan cara tersebut diharap peneliti dapat mengerti bagaimana makna sosial dan wacana-wacana dikembangkan dalam kehidupan sehari-harinya. Pemahaman mengenai dasar teori

dan pendekatan dari penelitian kualitatif sangatlah

penting dipahami mengapa penelitian kualitatif berbeda dengan metode penelitian kuantitatif. Dari

hal tersebut dapat dipahami mengapa penelitian kualitatif mengajukan research

questions yang berbeda. Selain itu, penelitian kualitatif juga mencari kehidupan yang berbeda dari kehidupan sosial yang diteliti.karena itu penelitian kualitatif memerlukan prosedur penelitian yang berbeda.

a. Variasi Penggunaan Teori dalam Penelitian Kualitatif Para peneliti kualitatif menggunakan teori dalam penelitian untuk tujuan-tujuan yang berbeda Pertama, dalam penelitian kualitatif, teori sering kali digunakan sebagai penjelasan atas perilaku dansikap-sikap tertentu.Teori ini bisa jadi sempurna dengan adanya variable-variabel, konstruk-konstruk, dan hipotesis-hipotesis penelitian. Misalnya, para ahli etnografi memanfaatkan tema-tema kultural atau “aspek-aspek kebudayaan” (walcott, 1999:113) untuk dikaji dalam proyek penelitian mereka, seperti kontrol sosial, bahasa, stabilitas dan perubahan, atau organisasi sosial, seperti kekerabatan atau keluarga. Kedua, para penelitian kualitatif sering kali menggunakan perspektif teoritis sebagai panduan umum untuk meneliti gender, kelas, dan ras (atau isu-isu lain mengenai kelompok marginal). Perspektif ini biasanya digunakan dalam penelitian advokasi partisipatoris kualitatif dan dapat membantu peneliti untuk merancang rumusan masalah,

46

mengumpulkan dan menganalisi data, serta untuk membentuk call for action and change (panggilan untuk melakukan aksi dan perubahan). Perspektif-perspektif ini juga menunjukkan bagaimana peneliti harus memposisikan diri mereka dalam penelitian kualitatif (seperti, berada diluar atau tidak condong pada konteks pribadi, kultural, atau historis tertentu) dan bagaimana menulis laporan akhir (seperti, dengan tidak memarjinalisasi lebih jauh individu-individu yang di teliti, atau dengan cara berbaur langsung dengan mereka).Dalam penelitian etnografi kritis, peneliti memulai dengan satu teori yang dapat menjelaskan keseluruhan proses penelitiannya. Teori kausatif teori ini bisa berupa teori emansipasi atau resepsi (thomas, 1993). Beberapa perspektif teoritis yang biasa digunakan dalam penelitian kualitatif adalah sebagai berikut (Creswell, 2007): 30 1. Perspektif feminis menggunggat kondisi kaum wanita saat iniyang ditindas dengan sewenang-wenang dan institusi-institusi yang turut membentuk kondisi tersebut. Topik-topik peneliti bisa menncakup isu-isu kebijakan yang bebrhubungan dengan realisasi keadilan sosial dalam ranah-ranah tertenntu atau pengetahuan tentang kondisi-kondisi ketertindasan yang dialami oleh mereka (Olesan, 2000). 2. Wacana rasial memunculkan pertanyaan penting tentang konstruksi dan kontrol atas pengetahuan–pengetahuan yang berbau ras, khususnya tentang orang-orang dan komunitas-komunitas kulit berwarna (Landson-Billings,2000). 3. Prespektif teori kritis fokus pada pemberdayaan umat manusia agar dapat bebas dari kungkungan rasial, kelas dan gender yang diletakan pada mereka (Fay, 1987). 4. Teori querr, begitulah istilah yang digunakan dalam literatur ini berfokus pada individu-individu yang menamakan dirinya sebagai kelompok lesbian, gay, biseksual, dan transgender. Penelitian-penelitian yang menerapkan perspektif teoritis ini bukan berarti menjadikan individu-individu diatas sebagai objek mentah yang dapat diperlakukan begitu saja, melainkan berusah mencari sisi-sisi kultural dan politis apa yang membuat membuat mereka terkucilkan dalam ranah sosial. Teori ini bahkan berusaha menyuarakan kembali hak-hak dan pengalaman-pengalaman individu yang tertindas (Gamson, 2000). 5. Studi ketidak mampuan berfokus pada makna inklusi dalam sekolah, yang melibatkan para pengurus sekolah, guru, dan orang tua yang memiliki anak-anak dengan ketidakmampuan tertentu (Mortens, 1998).

30

JohnW. Crewell, Research Design,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010),h. 93-95.

47

Ketiga, dalam penelitian kualitatif, teori sering kali digunakan sebagai point akhir penelitian. Dengan menjadikan teori sebagai point akhir penelitian, berarti peneliti menerapkan proses penelitiannya secara induktif yang berlangsung mulai dari data, lalu ke tema-tema umum, kemudian menuju teori atau model tertentu. Inilah pendekatan-pendekatan yang dapat digunakan dalam penelitian kualitatif. Pendekatn ini dapat dipakai sesuai dengan konteks dan permasalahan yang diangkat dalam penelitian.

D. Teknik Pengumputan Data Data digolongkan menurut asal sumbernya dapat dibagi menjadi dua: pertama data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari objek yang akan diteliti; kedua data skunder, yaitu data yang diperoleh dari lembaga atau institusi tertentu, seperti Biro Pusat Statistik (BPS), Departemen Pertanian dan lain-lain. Oleh karena itu, langkah teknik pengumpulan data yang akan penulis lakukan mengacu berdasarkan pada teknik pengumpulan data yang telah dijelaskan di atas yaitu melalui tahap penyusunan data primer dan data sekunder. Jenis penelitian ini dengan menggunakan pendekatan structural fungsional. 31 Melalui metode ini diharapkan interaksi social antara pendatang dan mmasyarakat lokal di daerah penelitian dan factor-faktor pengua tinteraksi tersebut dapat diungkap dan dielaborasi lebih komprehensif untuk kemudian dilakukan anlisis yang mendalam. 1. Data Primer a. Teknik Observasi Observasi adalah tindakan atau proses pengambilan informasi melalui media pengamatan. Dalam melakukan observasi ini, peneliti menggunakan sarana utama indera penglihatan. Melalui pengamatan mata dan kepala sendiri seorang peneliti diharuskan melakukan tindakan pengamatan terhadap tindakan dan perilaku responden di lapangan dan kemudian mencatat atau merekamnya sebagai material utama untuk dianalisis. Metode ini digunakan untuk memperoleh data yang akurat tentang keadaan di lapangan dengan melakukan pengamatan langsung. Hal yang perlu diperhatikan ketika melakukan observasi antara lain; pengamat harus selalu ingat dan memahami betul apa yang hendak direkam dan dicatat, selain itu juga harus bisa membina hubungan baik antara penagamat dan obyek pengamatan. Observasi ini dilakukan untuk mengamati dan membuat catatan deskriptif terhadap latar belakang dan semua kegiatan yang terkait dengan interaksi sosial 31

M. Iqbal Hasan, Pokok-pokok Metodelogi penelitian dan Aplikasinya,, (Jakarta: Ghalia Indonesia), h. 11.

48

masyarakat lokal dengan masyarakat pendatang di Kecamatan Maluk sehingga dapat diperoleh data yang akurat.

b. Teknik Wawancara Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara dan yang diwawancara yang memberikan atas pertanyaan itu. Maksud mengadakan wawancara, seperti ditegaskan oleh Lincoln dan Guba dalam Lexi J. Moleong, antara lain: Mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepeduliandan lain-lain; kebulatan-kebulatan demikian sebagai yang dialami masa lalu; memproyeksikan kebulatan-kebulatan sebagai yang telah diharapkan untuk dialami pada masa yang akan datang; memprevikasi, mengubah dan memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain, baik manusia maupun bukan manusia (triangulasi); dan memperivikasi, mengubah dan memperluas konstruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan anggota. 32 Dalam penelitian ini penulis akan melakukan wawancara dengan menggunakan pendekatan wawancara pembicaraan infomasi. Penjelasannya adalah sebagai berikut: Pada jenis wawancara ini pertanyaan yang diajukan sangat bergantung pada wawancara itu sendiri, jadi bergantung pada spotanitasnya dalam mengajukan pertanyaan kepada yang diwawancarai. Wawancara demikian pada latar ilmiah. Hubungan wawancara dengan yang diwawancarai adalah dalam suasana biasa, wajar, sedangkan pertanyaannya dan jawabannya berjalan seperti pembicaraan biasa dalam kehidupan informasi saja.

2. Data Sekunder Dari data sekunder ini dapat berupa penalaahan terhadap dokumen tertulis. Data yang diperoleh dari metode ini berupa cuplikan, kutipan, atau penggalan penggalan dari catatancatatan organisasi, klinis, atau program; memorandum-memorandum dan korespondensi; terbitan dan laporan resmi; buku harian pribadi; dan jawaban tertulis yang terbuka terhadap kuesioner dan survei. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber data kedua atau sumber-sumber dari data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, dan untuk tahap selanjutnya. Data sekunder diperoleh dengan cara studi kepustakaan, peneliti mendapat suatu landasan teori yang kuat untuk mendukung penulisan ini dari berbagai literatur seperti buku-buku serta dokumen-dokumen yang berhubungan dengan penelitian ini.

32

Lexy J. Moeleong, Metode Penelitian Kualitatif, h. 135.

49

E. Teknik Keabsahan Data a. Keabsahan Data Teknik pemeriksaan keabsahan merupakan suatu strategi yang digunakan untuk memeriksa keabsahan data atau dokumen yang didapatkan atau diperoleh dari penelitian, supaya hasil penelitiannya benar-benar dapat dipertanggung-jawabkan dari segala segi. Kriteria keabsahan data diterapkan dalam rangka dalam membuktikan temuan hasil dilapangan dengan kenyataan yang diteliti dilapangan. Teknik-teknik yang digunakan untuk melacak atau membuktikan kebenaran atau taraf kepercayaan data tersebut bias melalui ketekunan pengamatan di lapangan (persistent observation), triangulasi (tringualation, pengecekan dengan teman sejawat (peer debriefing), analisis terhadap kasus-kasus negative (negative case analysis), referensi yang memadai (reverencial adequacy), dan pengecekan anggota (member chek). Beberapa teknik-teknik tersebut, peneliti menggunakan peneliti menggunakan teknik pengamatan lapangan dengan triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu diluar data tersebut untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut. Denzin dalam Moleong,membedakan empat macam triangulasi yakni sumber, metode, penyelidik, dan teori. 33 Peneliti menggunakan triangulasi sumber, dengan pertimbangan bahwa untuk memperoleh data yang benar-benar valid, informasi dari subyek harus dilakukan cross check dengan subyek lain serta informan lain. Informasi yang diperoleh diusahakan dari narasumber yang betul-betul mengetahui tentang waria yang dijadikan subyek penelitian. Informasi yang diberikan oleh salah satu subyek dalam menjawab pertanyaan peneliti akan di cek ulang dengan jalan menanyakan ulang pertanyaan yang sama kepada subyek yang lain. Apabila kedua jawaban yang diberikan sama maka jawaban itu dianggapApabila kedua jawaban yang diberikan sama maka jawaban itu dianggap sah. Menurut Patton (dalam Moleong, 2009: 331) Triangulasi dengan metode yaitu melalui dua strategi pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data dan pengecekan derajat kepercayaan. Jadi triangulasi berarti cara terbaik untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan konstruksi kenyataan yang ada dalam konteks suatu studi sewaktu mengumpulkan data tentang berbagai kejadian dan hubungan dari berbagai pandangan. Dengan kata lain bahwa triangulasi, peneliti dapat me-recheck temuannya dengan jalan membandingkannya dengan berbagai sumber, metode, atau teori. 33

Lexy J. Moeleong, Metode Penelitian Kualitatif, h. 303.

50

F. TeknikAnalisis Data Analisis data merupakan bagian yang amat penting dalam metode ilmiah karena dengan analisis, data mentah yang dikumpulkan oleh peneliti dapat diberi arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian, sehingga akan didapat suatu kesimpulan yang benar. Menurut Bogdan dan Biklen (dalam Moleong, 2009:248), analisis data kualitatif adalah upaya

yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilahmilahnya menjadi suatu yang dapat dikelola, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat di ceritakan kepada orang lain. Berdasarkan rumusan tersebut digaris bawahi bahwa analisis data dalam hal ini mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberikan kode dan mengkategorikannya. Sedangkan menurut Moleong (dalam Sukardi, 2006:72). analisis data pada umumnya mengandung tiga kegiatan yang saling berkaitan yaitu a) kegiatan mereduksi data, b) menampilkan data, c) melakukan verifikasi untuk membuat kesimpulan. Proses analisis dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dengan berbagai sumber yaitu wawancara, observasi dan dokumentasi. Dari hasil perolehan data, maka hasil penelitian dianalisis secara tepat agar simpulan yang diperoleh tepat pula. proses analisis data memiliki tiga unsur yang dipertimbangkan oleh penganalisis yaitu:

a. Reduksi data Reduksi dapat diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis dilapangan (Miles dan Huberman, 1992:16). Proses analisis data ini dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, setelah itu membuat rangkuman setiap pertemuan dengan responden dan kemudian peneliti melakukan reduksi data. b. Penyajian Sajian data adalah suatu susunan informasi yang memungkinkan kesimpulan dapat ditarik (Miles dan Huberman, 1992:17). Melihat suatu sajian data, penganalisis akan dapat memahami apa yang terjadi, serta memberikan peluang bagi penganalisis untuk mngerjakan sesuatu pada analisis atau tindakan lain berdasarkan pemahaman tersebut. c. Penarikan Simpulan / Verifikasi

51

Verifikasi atau penarikan kesimpulan merupakan kegiatan penting lainnya. Untuk dapat menggambarkan dan menjelaskan kesimpulan yang memiliki makna, peneliti pada umumnya dihadapkan pada dua kemungkinan strategi atau taktik yaitu: a) memaknai analisis spesifik b) menarik serta menjelaskan kesimpulan (Sukardi, 2006:73). Simpulan akhir dalam proses analisis kualitatif ini tidak akan ditarik kecuali setelah proses pengumpulan data berakhir. Simpulan yang ditarik perlu diverifikasi dengan cara melihat dan mempertanyakan kembali.

52

BAB IV HASIL STUDI DAN PEMBAHASAN Sebelum menganalisa lebih lanjut dan lebih dalam mengenai studi analisis tentang analisis pola interaksi masyarakat pendatang terhadap masyarakat lokal di Kabupaten Sumbawa Barat (Studi di Kecamatan Maluk), penulis akan menguraikan secara singkat kondisi keadaan Maluk yang pada saat itu masih berstatus Dusun yang berdiri sendiri pada masa sebelum terjadinya pemekaran wilayah menjadi lima desa dalam lingkup wilayah andministratif Kecamatan Maluk. Berikut ini penulis akan menjelaskan sedikit gambaran tentang sejarah Maluk pada masa sebelumnya agar dapat memberikan sebagian gambaran mengenai keadaannya hingga saat ini sesuai dengan hasil wawancara dengan Ketua Adat Kecamatan Maluk.

A. Daerah Resetlemen (Tahun 1984) Dipilihnya Maluk sebagai daerah tujuan program pemukiman kembali penduduk (Resetlement) tentunya telah melalui analisa yang cukup mendalam baik tentang luas wilayah pertanian maupun sosial budaya masyarakat setempat serta analisa tentang perkembangan penduduknya. Dalam kurun waktu 20 tahun sejak tahun 1984, perkiraan jumlah perkembangan penduduk Maluk berkisar 3,075 %. Angka ini didasarkan pada perkembangan penduduk Kabupaten Sumbawa. Pada tahun 2004 jumlah penduduk Desa Maluk diperkirakan sekitar +/- 1.000 jiwa dengan asumsi tidak ada penambahan penduduk baru di daerah lain dalam kurun waktu tersebut. Dapat di analisa bahwa perkembangan penduduk yang terjadi dalam wilayah Maluk pada saat itu cukup padat dikrenakan belum ada didaerah lain di sekitar Kecamatan lain di Kabupaten Sumbawa pada saat itu penduduknya yang begitu padat. Apabila dilihat lagi sebagai pertimbangan bahwa Maluk pada saat itu masih berstatus dusun. Namun yang terjadi justru tidaklah sesuai dengan apa yang diharapkan. Dengan beroperasinya PT.Newmont Nusa Tenggara dan beberapa kontraktor memaksa Dusun Maluk berbenah diri tanpa persiapan yang cukup. Gambar tabel dibawah ini akan menjadi data pertimbangan serta data ukur oleh penulis mengenai luas wilayah yang sangat terbatas ini dilihat dari luas dan fungsinya pada masa Maluk masih bersetatus Dusun. Tabel 4.1: Luas wilayah berdasarkan fungsinya

53

NO

Jenis Lahan

Luas (Ha)

1

Sawah irigasi teknisi

-

2

Sawah irigasi sederhana

45

3

Sawah tadah hujan

25

4

Tegalan/Ladang

65

5

Kebun rakyat

45

6

Pekarangan

628

7

Hutan Negara

1.231

8

Hutan Rakyat

169

9

Lain-lain

147

10

Total Jumlah

11.25

Sumber: Kantor Kecamatan Maluk Dengan total luas wilayah +/- 11.25 Ha, memaksa Dusun Maluk pada saat itu menampung lebih dari 20.000 jiwa yang datang dari seluruh wilayah di indonesia yang notabennya sebagai masyarakat pencari kerja dan lain-lain. Sehingga yang terjadi adalah terbentuklah maluk yang pada saat itu sebagai daerah yang krisis dengan wajah yang cukup suram, kumuh, tanpa penataan yang baik serta tidak ada data kependudukan yang cukup akurat. Lebih parah lagi, kemampuan pemerintah tidak dapat mengikuti perubahan sosial kehidupan masyarakat yang begitu cepat tanpa dapat dibendung sedikitpun. Hal ini dibenarkan dari hasil wawancara dengan salah seorang tokoh masyarakat dan selaku ketua adat Kec. Maluk, Desa Maluk John Rayes S.P. Dibentuknya Maluk sebagai daerah tujuan dan penetapan program pemukiman kembali oleh pemerintah daerah tentunya telah melalui analisa, proses yang cukup mendalam baik tentang luas wilayah pemukiman, wilayah pertanian maupun sosial budaya masyarakat setempat serta analisis tentang perkembangan penduduknya. Kedatangan pendatang yang banyak, infrastruktur yang tidak memadai, masyarakat yang belum siap mental semakin menambah suasana yang tidak teratur pada masa-masa awal konstruksi oleh PT. Newmont Nusa Tenggara. Semua serba tiba-tiba, sehingga masyarakat harus membangun kamar-kamar kos apa adanya, ada yang membangun secara permanen tetapi lebih banyak yang membangun dari triplek bekas box barang. Tawuran antar geng, antar suku menjadi pemandangan yang rutin terjadi bahkan tidak terelakkan. Kondisi itu semakin mencekam suasana Maluk pada saat itu. Sementara di satu sisih pemerintah kami pada saat itu jauh dan berada di Sumbawa Besar dan kepala

54

desa juga berjarak 18 Km. Benar-benar kondisi yang semeraut, kacau dan tidak diantisipasi dengan baik. 34 Oleh karena itu banyaknya tambahan penduduk dari pencari kerja ini yang akhirnya dijadikan salah satu acuan perubahan status Dusun Maluk menjadi Desa Maluk. Pemerintah Kabupaten melihat, salah satu solusi dari permasalahan yang dihadapi adalah menaikkan status Dusun menjadi Desa, sehingga Maluk memiliki Kepala Desa yang akan menjalankan roda pemerintahan yang cepat dan efektif.

B. Desa Maluk Tanggal 5 Juni 2006 terjadi pertemuan beberapa tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh pemuda, tokoh agama, LPM, BPD dalam rangka membahas keinginan masyarakat untuk dilakukannya pemekaran Desa Maluk menjadi empat Desa yang berdiri sendiri. Didasarkan atas jumlah penduduk yang cukup banyak +/- 7.200 jiwa, minimnya perangkat desa yang melayani jumlah penduduk yang berskala besar sehingga dikhawatirkan timbulnya keterlambatan pelayanan terhadap masyarakat, serta disahkannya peraturan daerah Kabupaten Sumbawa Barat (KSB), No. 6 Tahun 2007 tentang pembentukan Kecamatan Maluk. Hal terkait adalah menjadi alasan mengerucutnya harapan dan keinginan masyarakat Maluk. Pada pertemuan tersebut terbentuklah suatu komite perumusan pemekaran Desa Maluk dan diangkat John Rayes S.P sebagai ketua. Komite ini terus bekerja dan menyerap aspirasi sebanyak-banyaknya dari masyarakat. Tanggal 15 Juni 2009 mengirim surat permintaan resmi kepada Bupati Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) untuk secepatmungkin dilakukannya pemekaran Desa Maluk menjadi empat Desa. Di bawah ini penulis rangkumkan kondisi Maluk dalam angka yang pada akhirnya data ini dijadikan salah satu dasar pertimbangan demi perlengkapan data. Tabel 4.2: Data Masyarakat Maluk No

Uraian

Total

DUSUN Maluk

Pasir

Bukit

Mantu

Putih

Dama

n

i 1

Luas Wilayah 34

780 Ha 735

472

365

2.352 Ha

John Rayes, Wawancara,Ketua Lembaga Adat,tempat kediaman, Kecamatan Maluk, Sumbawa barat, Nusa Tenggara Barat.

55

Ha 2

Pertanian/Hutan 677 Ha 727.4

Ha

Ha

117.8

278.2

1797.4 Ha

Ha

Ha

3

Penduduk

1.756

1.710

2.098

1.297

6.861

4

Kepala

433

450

461

438

1.782

Keluarag 5

Perumahan

480

390

292

343

1.505

6

Sarana

4

4

4

1

13

5

2

2

1

12

7

6

5

6

24

27

12

17

17

73

316

484

133

332

1.255

Peribadatan 7

Sarana Pendidikan

8

Sarana olah Raga

9

Sarana Komunikasi

10

Sarana Transportasi

11

Pedagang/Jasa

247

45

29

35

365

12

Perternakan

2.463

1.516

583

1.729

588.708

13

Wisata/Hiburan

2

13

2

-

17

Sumber: Perumusan pemekaran daerah Kec. Maluk 2008 Dapat dijelaskan bahwa luas wilayah, jumlah penduduk serta sarana dan prasarana yang tidak merata ini tidaklah menjadi persoalan saat pemekaran dilakukan. Semua berjalan dengan lancar, karena pembagian wilayah dilakukan berdasarkan batas-batas desa pada saat masih beretatus dusun. C. Kecamatan Maluk Disahkannya Peraturan Daerah Kabupaten Sumbawa Barat Nomor 6 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kecamatan Maluk, semakin jelaslah arah kebijakan Bupati Kabupaten Sumbawa Barat. Pemekaran Desa Maluk menjadi empat desa yang berdiri sendiri tidak lagi dianggap sebagai langkah pemborosan keuangan daerah tetapi lebih kepada untuk memperpendek dan mempercepat serta meningkatkan pelayanan dibidang pemerintahan,

pembangunan

dan

kemasyarakatan

juga

menjamin

kesejahteraan

56

masyarakat. Kemampuan ekonomi, potensi masing-masing desa, faktor sosial budaya, politik, dan luas wilayah merupakan dasar pertimbangan pembentukan Kecamatan Maluk. Dengan disahkannya Peraturan Daerah Kabupaten Sumbawa Barat tentang Pembentukan Desa Maluk, Desa Mantun, Desa Pasir Putih, Desa Bukit Damai, Desa Benete maka Peraturan Bupati Kabupaten Sumbawa Barattentang pembentukan lima desa tersebut secara hukum tergantikan dengan peraturan daerah tersebut.

c. Kondisi Wilayah Kecamatan Maluk memiliki luas wilayah 92.42 km2, di bagian utara berbatasan dengan Kecamatan Sekongkang, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Jereweh, sebelah barat berbatasan dengan Selat Alas, dan sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Jereweh dan berada 5 (lima) meter di atas permukaan laut. Berikut gambar umum Kecamatan Maluk dalam kurun waktu 2007 sampai 2008. Gambaran yang akan dijelaskan berikut ini adalah sebagian dari kelengkapan data yang akan dijadikan sebagai dasar pertimbangan dalam analisis penulisan ini. Tabel 4.3: Luas wilayah desa Uraian

Desa Maluk

Benete

Pasir Putih

Mantun

Bukit

Total

Damai Km2

9.62

60.87

9.35

5.86

6.72

92.42

%

10.41

65.86

0.12

6.34

7.27

100

Sumber: KCD Kecamatan Maluk

Sesuai dengan data tabel 4.2 di atas dijelaskan pembagian luas wilayah ini lebih didasarkan pada batas-batas wilayah masing-masing desa sebelum terjadi pemekaran atau pada saat semua desa ini masih bersetatus dusun. Sehingga ketika tapal batas masing-masing desa ditetapkan, tidak menimbulkan permasalahan, dan semua pihak menerima dengan baik walaupun luas wilayah untuk masing-masing desa tidak merata.

57

d. Pemerintahan Keberadaan pemerintahan dalam suatu wilalyah mutlak diperlukan, yaitu agar dalam setiap kegiatan pembangunan maupun dalam setiap kegiatan masyarakat dapat berjalan dengan teratur. Dalam setiap pememrintahan diperlukan adanya pemimpin untuk membantu dalam menjalankan roda pemerintahantersebut. Dalam hal ini desa terdapat Kepala Desa sebagai pemimpin tersebut dan dibantu oleh perangkat-perangkat desa dan kepala dusun. Seiring dengan tuntutan zaman, maka mutlak diperlukan aparat pemerintahan tingkat desa yang mampu memimpin, baik dari segi pendidikan maupun kedekatannta dengan masyarakat. Hal ini akan dapat memperlancar roda pembangunan perekonomian dan pembangunan masyarakat secara umum. Berikut gambar umum perangkat aparat pemerintahan Kecamatan Maluk.

Tabel 4.4: Jumlah aparat pemerintahan Desa

Perangkat

Kepala

Desa

Dusun

Maluk

9

Benete Bukit

Total

RT

RW

4

11

4

28

9

4

8

4

25

9

33

13

3

58

Mantun

10

3

10

3

26

Pasir Putih

9

3

13

3

28

Jumlah

46

17

55

17

135

Damai

Sumber: Kecamatan Maluk.

Jumlah aparat pemerintahan, sudah sesuai denngan aturan yang berlaku. Mulai dari tingkat RT, RW, dan perangkat Staf Desa pun sudah mencukupi. Pada awal pengangkatannya, faktor kemampuan dan pendidikan tidakllah menjadi prioritas dalam proses seleksi, hal ini disebabkan karena minimnya kualitas Sumber Daya Manusia yang tersedia. Faktor pengaruh dalam kehidupan sosial masyarakat menjadi dasar utama dalam menentukan atau memeilih perangkat desa. Selanjutnya penjelasan lebih dalam lagi akan dijileskan pada uraian-uraian sub bab terkait dengan judul penelitian yang penulis lakukan. Dari keterangan diatas telah dijelakan

58

baik itu dari proses awal sejarah Maluk yang pada saat itu masih berstatus Dusun sampai pada akhirnya Maluk menjadi Kecamatan yang mempunya wilayah administratif sendiri. Dibentuknya Kecamatan Maluk sebagai daerah tujuan dan penetapan program pemukiman kembali oleh pemerintah daerah tentunya telah melalui analisa, proses yang cukup mendalam baik tentang luas wilayah pemukiman, wilayah pertanian maupun sosial budaya masyarakat setempat serta analisis tentang perkembangan penduduknya Seluruh proses kelahiran, kematian dan migrasi penduduk merupakan bagian dari berfungsinya masyarakat manusia yang peka terhadap pola struktur sosial dan mempengaruhi sifat kehidupan sosial. Pengkajian terhadap peran yang berubah-ubah dari proses kependudukan sebagai faktor penentu maupun sebagai akibat struktur sosial dan perubahan sosial. Untuk mengenal pertalian antara kependudukan dan sistem sosial diperlukan penyelidikan yang saksama atas unsur-unsur kependudukan dalam konteks dinamika masyarakat manusia. Salah satu cara untuk mengungkapkan antar hubungan dan kaitan pokok ini ialah menyelidiki betapa fertilitas, mortalitas dan migrasi yang secara variabel sosial. Menurut Malthus dalam J. Dwi Narko dan Bagong Suyanto bahwa “premisbahwamanusia dapat disempurnakan bahwa, kesejahteraan masyarakat senantiasa diganggu oleh kenyataan bahwa pertambahan penduduk lebih cepat dari pertumbuhanbahan makanan”. 35Oleh karena itu dengan melihat realita masyarakat pada umumnya dengan meningkatnya populasi dan volume masyarakat secara kolektif tentunya akan memerlukan aturan dan kontrol yang sangat kuat didalamnya terkait dengan peran kelembagaan dan institusi sosial itu sendiri. Dapat dijelaskan bahwa suatu kelompok masyarakat yang di dalamnya terdapat kehidupan dari populasi manusia. yang mempunyai aktivitas-aktivitas serta pola pikir dan pola perilaku dalam wadah lingkungan yang sama. Oleh karena itu lembaga sosial yang berfungsi sebagai kontrol sosial memainkan perannya agar dinamika kehidupan masyarakat dapat hidup secara teratur.

D. Pola Interaksi Masyarakat lokal dengan Masyarakat Pendatang Manusia berinteraksi dengan sesamanya dalam kehidupan untuk menghasilkan pergaulan hidup dalam suatu kelompok sosial. Bentuk dan pola-pola interaksi dapat dijumpai pada kehidupan masyarakat.Maka dapat dikatakan bahwa interaksi sosial adalah proses-proses sosial, yang menunjuk pada hubungan-hubungan sosial yang dinamis terkait 35

J. Dwi Narko,Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, (Jakarta:Kencana 2007), Cet. II, h. 305-306.

59

dengan hubungan masyarakat lokal dengan masyarakat pendatang yang ada di Kecamatan Maluk dan sekitarnya. Selanjutnya keterangan masyarakat lokal sendiri bahwa pendatang dinilai banyak yang larut kedalam budaya masyarakat lokal, dan banyak pula anggota masyarakat lokal yang mencontohi budaya para pendatangtersebut. Berdasarkan uraian ini, maka dapat ditegaskan bahwa interaksi sosial di kecamatan Maluk berlangsung cukup baik hingga tidak menimbulkan distorasi sosial dalam proses pembaruaannya. Keterangan lain yang menyebutkan bahwa, masjid-masjid berperan nyata dalam membangun pembaruan sosial antara masyarakat pendatang dan masyarakat lokal. Keaktifan para pendatang dalam Majlis Ta’lim dan kegiatan ibadah rutin di masjid-masjid semakin mempercepat penerimaan masyarakat lokal terhadap masyarakat pendatang. Interaksi yang terjadi ini dinilai sangat mampu melekatkan hubungan sosial pendatang dengan masyarakat lokal. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan masyarakat pendatang terhadap masyarakat lokal sangat dighargai, menghormati dan keterbukaannya terhadap masyarakat pendatang yang dinilai taat dalam menjalankan ibadah. Tentunya hal ini berdampak sangat positif, baik oleh masyarakat lokal maupun pendatang dalam kerangka masyarakat yang utuh. Dalam studi ini, untuk memberi gambaran menurut John rayes S.P yang menjadi ketua komite adat Desa Maluk tentang proses interaksi antara masyarakat lokal dan masyarakat pendatang dalam keterbukaannya serta timbal-balik yang terjadi antara masyarakat lokal dan masyarakat pendatang. Sehingga dari proses interaksi tersebut terbentuknya suatu keterikatan emosional dan saling memiliki demi terbentuknya masyarakat yang saling menghargai perbedaan. Hasil wawancara dari informan kunci sebagai berikut: Karena sangat kuat orientasi bau marua dengan, bau batempu ke dengan, balong dan bakalako,boat iwit, boat ela, boat tleko, (Bisa setara dengan orang lain, bisa berkecimpung dengan orang lain juga, sangat kuat orientasi untuk menjadi orang yang baik dan berguna baik dalam tindakan,tanduk, perkataan, maupun hati nurani). Kameri kamore dan seling sanyaman ate, Pariri lema bari, saling sakiki, sabalong sama lewa (Selain itu sangat kuat orientasi untuk menjalani hidup dengan orang lain secara suka ria dan saling memberikan kenyamanan hati. yang penting no semal pia boat lenge, parakkonene (Yang terpenting malu untuk berbuat buruk dan selalu mendekatkan diri kepada tuhan). 36 Dari konsep ajaran filsafat pariri lema bari, saling sakiki, sabalong sama lewa, no semal pia boat lenge, parak ko nene yang diyakini oleh segenap masyarakat Sumbawa dapat dibahasakan sebagai suatu landasan dalam semua aspek kehidupan baik agama, sosial dan

36

Jhon Rayes, wawancara.

60

budaya. Dimana pariri lema bariri, saling sakiki, sabalong sama lewa,no semal boat lenge, parak ko nene dapat di artikan sebagai pentingnya saling menjaga satu sama lain atas asas kemanusiaan tidak adanya sekat-sekat yang merintangi, malu untuk berbuat buruk dan selalu mendekatkan diri kepada tuhan sang pencipta. Semua itu dianggap agar di kemudian hari dari semua bentuk konsep ajaran yang diyakini itu akan menjadi kekuatan yang sangat besar yang tidak mudah digoyahkan dalam kehidupan, saling menghargai suatu perbedaan dan dari perbedaan itu dijadikan dalam bentuk ikatan yaitu sabalongsama lewa (Sama rasa sama rata, ringan sama dijinjing berat sama dipikul). Oleh karena itu masyarakat Sumbawa dapat dikatakan sebagai masyarakat yang kompromis, mempunyai jiwa kepedulian yang tinggi terhadap sesama. Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa kebudayaan yang berlaku dan dikembangkan dalam lingkungan tertentu berimplikasi terhadap pola tata perilaku, norma, nilai dan aspek kehidupan lainnya yang akan menjadi ciri khas suatu masyarakat dengan masyarakat lainnya. Interaksi yang terjalin di Kecamatan Maluk khususnya di Desa Maluk antara masyarakat lokal dengan masyarakat pendatang adalah hubungan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya bahkan dengan lingkungan sekitar, dalam hal ini ada keuntungan antara kedua belah pihak dan menimbulkan suatu bentuk kehidupan yang harmonis dan nyaman dalam kehidupan sosial, agama dan lain sebagainya yang dapat diwujudkan dalam bentuk solidaritas, toleransi serta menghormati dan menghargai masyarakat sekitar. Interaksi yang terjadi antara masyarakat pendatang dengan masyarakat lokal adalah interaksi kelompok. Hubungan yang dilakukan oleh masyarakat kecamatan maluk dengan ppendatang adalah hubungan yang berlangsung lama yang ditandai dengan drajat keeratan yang semakin kuat.

1. Pola Interaksi Masyarakat Lokal Terhadap Pergaulan Hidup dengan Pendatang Meningkatnya intensitas masyarakat dan penambahan penduduk di sebabkan oleh pendatang yang mempengaruhi mayarakat lokal sehingga mempercepat terjadinya pembaruan sosial terhadap masyarakat lokal itu sendiri.Keseragaman pada masyarakat akan terwujud suatu hubungan yang baik bilamana didalamnya terdapat individu yang menilai baik antar individu dan adanya saling mempengaruhi satu dengan yang lain yakni hubungan saling toleran untuk bertindak.Tanggapan masyarakat lokal mengenai penilaian mereka terhadap masyarakat pendatang.Sebagian besar masyarakat menyatakan bahwa

61

“keleluasaan dalam berbaur dalam suatu sistem sosial lebih mudahdipandang dari pendatang yang berasal dari Lombok, Jawa, dan Sunda”. 37 Dalam pandangan masyarakat lokal, masyarakat pendatang dari suku Jawa, Sunda memiliki kelebihan-kelebihan, seperti semangat dan ketekunan dalam bekerja serta memiliki kreativitas yang tinggi. Selain itu, mereka juga terkesan dengan sifat kesederhanaan, hemat dan keramah-tamahan yang pada umumnya banyak terdapat pada masyarakat pendatang dari daerah Jawa, Jawa barat dan Lombok. Banyak pendatang dari Lombok tersebut dilibatkan dalam meperkerjakan masyarakat, seperti dibidang pertanian dan pekerjaan fisik lainnya. Demikian juga penilaiannya terhadap pendatang dari Jawa dan Sunda yang dipandang mudah diajak untuk bekerja sama dan sangat kreatif dalam berbagai hal. Implikasinya adalah banyaknya masyarakat lokal yang merasa termotivasi berperilaku sebagaimana perilaku pendatang dari Jawa dan Sunda. Perubahan sosial merupakan gejala yang melekat disetiap masyarakat. Corak kehidupan yang subsisten sangat bergantung pada pembaruan sosial sesuai dengan keadaannya tersebut menyebabkan tindakan sosial masyarakat lokal dalam berperilaku sosial diadopsi oleh masyarakat lokal terhadap perilaku masyarakat pendatang dan dimulai oleh kalangan pemuda yang cendrung lebih pleksibel dalam berinteraksi dengan pendatang.Dalam pemikiran Peter L. Berger dalam bukunya perubahan sosial adalah sebuah proses yang terjadi secara terinstitusi. perubahan sosial tidak semata berasal dari tindakan individu yang memiliki kebebasan penuh. Dalam proses perubahan sosial, dibutuhkan aspek kolektifitas, aspek kebersamaan sebagai kelompok manusia, sebagaimana Marx menekankan bahwa penjungkirbalikan terhadap kelas sosial yang baku dimungkinkan melalui aksi bersama yang terstruktur. 38Untuk memperkuat teori tentang perubahan sosial selanjutnya menurut Wilbert Moore dalam Elly M. Setiadi dan kawan-kawan memandang perubahan sosial sebagai “perubahan struktur sosial, pola perilaku, dan interaksi sosial”. 39Masyarakat membutuhkan peranserta pemuda untuk kemajuan bersama. Pemuda adalah tulang punggung masyarakat. Generasi tua memiliki keterbatasan untuk memajukan bangsa. Selanjutnya alasan perubahan atau adopsi nilai akibatnya perubahan sosial dari berbagai aspek kehidupan oleh masyarakat pendatang

37

Responden, Wawancara, Pasar Tradisional Desa Maluk,Kecamatan Maluk, Kabupaten sumbawa barat, Nusa Tenggara Barat. 38 Peter L. Berger, Perspektif Metateori Pemikiran, (Jakarta: Pustaka LP3S Indonesia, 2009), h. 133. 39 Elly M. Setiadi, H. Kamma A. Hakam, Ridwan Effendi, Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 49.

62

yang menular dari kalangan muda sampai kalangan tua termasuk tokoh masyarakat dan tokoh agama adalah: 1. Keinginan untuk menjadi masyarakat yang maju seperti masyarakat lain. 2. Faktor kemampuan untuk melakukan perubahan sosial dan berperilaku cukup tinggi. 1. Faktor pendorong perubahan a. Meningkatnya aksesbilitas di kawasan. b.Banyakdanberagamnya

asal

dan

etnik

pendatang

yangnotabanenya

sebagai

masyarakat pekerja. c. Kurangnya penyaringan atau filter sosial yang dilakukan masyarakat lokal d. Berubahnya orientasi nilai budaya masyarakat lokal. e. Meningkatnya pendapatan dan status sosial atas masyarakat. f. Meningkatnya ketersentuhan masyarakat dengan informasi dari luar. 2. Faktor penghambat perubahan a. Masih adanya masyarakat tertentu, terutama dari masyarakat penganut agama Islam taat, yang tidak menginginkan perubahan sosial secara revolutif. b. Adanya kelompok atau kelembagaan masyarakat yang notabenenya menentang berbagai akses negatif perubahan sosial pada berbagai kalangan atau lapisan masyarakat. Faktor penting perubahan adalah berubahnya orientasi dan perilaku masyarakat dari nilai kekerabatan lokal (Lokalit) menjadi masyarakat terbuka (Kosmopolit) yang berorientasi maju (Modern).

2. Pengadopsian Perilaku Positif Masyarakat Lokal Terhadap Pendatang Dari hasil penelitian teridentifikasi bahwa masyarakat lokal mengadopsi perilaku masyarakat pendatang yang dinilai baik secara selektif. Beberapa perilaku masyarakat dari daerah lain yang dinilai positif dan cendrung di adopsi oleh masyarakat lokal yaitu: 1.Semangat dan ketekunan dalam bekerja 2.Keragaman keahlian dan keterampilan 3.Kreaktivitas dalam berusaha 4.Kesederhanaan, hemat dan penuh perhitungan

63

3. Persepsi Negatif Masyarakat Lokal Terhadap Pendatang Selain perilaku yang ingin ditiru itu ada juga persepsi dan perilaku pendatang yang tidak di sukai oleh kalangan tua masyarakat lokal diantaranya adalah: 1. Kebiasaan minum-minuman keras. 2. Kecendrungan pada pergaulan bebas. 3. Mengekspresikan perilaku yang tidak sesuai dengan keyakinan agama masyarakat lokal. Artinya, bahwa pada situasi atau kondisi semacam ini kontak sosial dan kebudayaan antara masyarakat pendatang dan masyarakat lokal itu terjadi.Sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan yang berarti pada komunitaskomunitas tersebut. Meskipun ada unsur-unsur negatif yang dianggap oleh masyarakat lokal terhadap masyarakat pendatang pada dasarnya telah terjadi hubungan atau kontak pada kedua kelompok masyarakat tersebut.

E. Pola Interaksi Masyarakat Desa Maluk Dengan Pedagang (Pendatang). Gambaran pola interaksi yang menjadi media

pengamatan oleh penulis adalah

dipusatkan pada Desa Maluk. Dengan alas an yang sangat jelas bahwa desa maluk merupakan salah satu desa yang merupakan pusat ekonomi yang cukup signifikan terhadap pergerekan ekonomi yang menjadi pusat terbesar dari beberapa desa yang berada di Kecamatan Maluk. Dengan keberadaan pasar swalayan maupun pasar tradisional. Interaksi masyarakat Desa Maluk denagan pedagang tercipta cukup baik dan berlangsung cukup lama. Hal ini diungkapkan dari hasil wawancara. Di Desa Maluk sangat banyak masyarakat pendatang yang berbelanja di pasar ini, ada yang berasal dari tetangga desa, namun ada juga dari luar desa. Rata-rata orangnya baikbaik, sopan dan tidak banyak tingkah. Walaupun ada yang beda tetapi ada satu dua orang, itupun mungkin karakter bawaan dari daerah asal. Namun karakter itu tidak sampai menimbulkan masalah di sini. 40 Gambaran hidup yang demikianlah yang mempunyai pengaruh besar terhadap hubungan sosial yang terjalin antara masyarakat local dengan masyarakat pendatang dalam kehidupan sosial maupun dalam kehidupan setiap individu. Hal tersebut mewarnai segala kehidupan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Para pendatang yang berprofesi sebaga pedagang 40

Esa, Wawancara. Pasar Tradisional, Desa Maluk, Kec. Maluk, NTB.

64

mempunyai kegiatan lain dibalik kegiatan berdagangya saja, mereka tidak mungkin memikirkan kegiatan berdagang saja dan mencari keuntungan yang banyak, tetapi mereka mempunyai lingkungan di luar aaktivitas kesehariannya yaitu, berinteraksi

dengan

masyarakat karena kehidupan sosial dan keagamaan sangat penting penting selain juga untuk menjaga hubungann kita sebagai mahluk sosial. Para pedagang merupakan bagian masyarakat Kecamatan Maluk, khususnya yang tinggal di Desa Maluk yang hadir di tengah-tengah suatu budaya masyarakat setempat dan erat lewat interaksi sosial yang terbangun didalamnya. Pedagang sebagai mahluk sosial berupaya untuk mengikuti kebudayaan setempat yang ada, akan tetapi ada tuntutan bagi mereka untuk berpikir dan bertindak sesuai dengan tindakan mereka sendiri sebagai pendatang. Mereka lebih memilih sebaagai pedagang untuk memenuhi kebutuhan hidup namun mereka juga selalu berusaha untuk mengikuti aktivitas-aktivitas yang ada di desa tersebut dengan mengikuti-mengikuti kegiatan-kegiatan masyarakat sebagai salah satu perwujudan sosial dan sebagai salah satu alat untuk melakukan interaksi. Para pedagang dalam aktivitas berjualan rata-rata sangat ramaah sekkali dengan masyarakat setempat. Sikap ramah tersebut ditunjukkan oleh pedagang dalam menyikapi pembeli masyarakat sekitar. Sikap pedagang yang ramah dan baik inilah yang dijadikan sebagai media yang diharapkan dapat diterima masyarakat dan berdampak terhadap interaksi terhadap masyarakat sekitar walaupun tidak secara langsung mereka mengikuti aktivitasaktivitas keagamaan di desa setempat. Para pedagang dalam aktivitas sehari-harinya tentu akan bersentuhan secara langsung dengan masyarakat dimana mereka tinggal. Untuk mempertahankan eksistensinya di tengahtengah masyarakat pedagang harus bisa berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan yang ada. Interaksi yang terjadi antara pedagang dan masyarakat lokal biasanya terjadi ketika mereka melakukan aktivitas jual beli. Dalam realitas sosial hubungan interaksi yang terbangun antara masyarakat pendatang dengan masyarakat menunjukkan hubungan tidak baik atau konflik. Konflik yang terjadi dalam haal ini adalah konflik yang bersifat manifest antara berbagai kelompok yang terlibat. Interaksi yang terjadi dalam masyarakat selalu mempunyai dua sisi. Di samping maslah positif yang mengarah kepada keharmonisan dalam tatanan masyarakat terdapat juga masalah yang mengarah kepada bentuuk konflik. Model kedua inilah yang terjadi masyarakat di Kecamatan Maluk khususnya di Desa maluk yang menjadi pusat perhatian bagi peneliti.

65

Melihat sekilas hubungan antara masyarakat tersebut rentan terjadi konflik dengan beberapa hal yang perlu diperhatikan. Konflik yang disebabkan antara lain muncul protes dalam hubungan perpindahan lahan parkir kendaraan disekitar pasar tersebut.

F. Agama Sebagai Perekat Harmoni Sosial Pada dasarnya agama dan masyarakat saling mempengaruhi, agama mempengaruhi jalannya masyarakat, selanjutnya pertumbuhan manusia mempengaruhi pemikiran terhadap agama. Agama Islam harus tampil sebagai suatu sistem totalitas dan kemampuan pengarah, guna penataan kembali nilai dan tujuan kehidupan, pengaturan kembali fungsi dan norma tentang pandangan struktur dan makna. Jelas tidak ada masyarakat yang statis dan sama sekali tidak berubah, demikian pula agama. Agama tidak hanya asyik di alam metafisik yang tertutup, tetapi juga senantiasa berjuang bersama manusia. Secara sosiologis-historis hakikat agama selalu merupakan suatu hakikat yang historis, yang berjuang bersam perubahan dan kefanaan. Ibadah suatu bentuk interaksi positif antara kelompok pribumi yang beragama Islam dengan kelompok pendatang yang beragama Islam telah memberikan suatu bentuk kehidupan yang harmonis. Bentuk kehidupan yang harmonis ini tidak terbentuk begitu saja melainkan melalui proses yang cukup panjang. Selanjutnya toleransi adalah sikap memberikan kebebasan kepada setiap orang yang berbeda, baik dalam pendapat, sudut pandang agama dan keyakinan tanpa ada rasa benci, pertentangan dan permusuhan. Namun dengan demikian hal ini memberikan suatu pendekatan dengan cara dialog, dan musyawarah untuk memberikan argumentasi dan informasi tentang apa yang diterima sebagai kebenaran, sehingga tidak menimbulkan konflik. Sikap ini di tandai oleh penerimaan kelompok pribumi yang memberikan hak dan kebebasan kepada kelompok pendatang untuk mempercayai mazhabnya terkait dengan peribadatan dan pelaksanaannya. Selain itu mereka tidak mempersalahkan seig-segi perbedaan dalam beragama tetapi sebaliknya mereka menonjolkan segi persamaan dan walaupun

perbedaan

itu

tidak

dapat

meributkannya dan menganggap sebagai

disatukan

masing-masing

mereka tidak

suatu keunikan. Mereka menjauhkan sikap

egoisme dalam beragama sehingga tidak mengklaim dirinyalah yang paling merasa benar.Interaksi seperti inilah telah memberikan konstribusi yang baik terhadap terbentuknya toleransi beragama antara kelompok pribumi yang beragama Islam dengan

66

kelompok pendatang yang beragama Islam.Sehingga kehidupan harmonis dapat dinikmati oleh masyarakat daerah penelitian. Berdasarkan hasil wawancara dari kelompok pendatang, Bapak Galang yang berasal dari Malang, diperoleh informasi bahwa: Maluk ini saya telah mengenalnya cukup lama jauh sebelum keadaan terjadi yang saat ini. Saya orang jawa yang lebih kental keagamaannya dan tidak pernah menganggap saya berbeda dengan mereka dalam hal agama, kami ngobrol dengan akrab dan juga saya sering bermain kerumahnya karena rumah kami berdekatan”. 41“agama tidak membelenggu kita, tetapi malah mengetur kita dalam bertingkah laku dan mengetahui yang mana dibolehkan dan mana yang tidak. 42 Salah satu bukti kemaha kuasaan Allah SWT adalah dia menciptakan seluruh mahlukNya dengan perbedaan-perbedaan sesuai dengan kehendaknya.Allah maha kuasa itu menjadikan perbedaan itu sebagai rahmat, terutama pada manusia.Perbedaan-perbedaan itu, termasuk dalam berpikir dan berpendapat menjadikan hidup manusia lebih dinamis dan lebih berwarna.Sesuai dengan ayat yang terdapat didalam Al-Qur’an yang menjelaskan tentang banyaknya perbedaan-perbedaan pada manusia, salah satu contohnya adalah;

perbedaan-perbedaan

manusia

dalam

berpendapat,

sebagaimana

firman

Allah.“Sesungguhnya kamu benar-benar dalam berbeda pendapat” (Az-Dzariyat: 8)”. 43 Kemudian kemuliaan dan keutamaan manusia antara lain dijelaskan dalam surat at-Tin, sebagai berikut: “Sesungguhnya kami Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk sebaik-baiknya. (Q.S. at-Tin:4). 44

Perbedaan itu jika disikapi dengan cara yang positif maka akan mendatangkan suatu kebaikan begitu pula dengan sebaliknya apabila perbedaan itu disikapi dengan cara negatif kemungkinan besar akan menuai perdebatan dan menimbulkan konflik. Dari hal semacam inilah yang dibutuhkan terkait dengan toleransi bergama agar masyarakat selalu dalam kehidupan yang menciptakan rasa harmonis. Pertemuan antara masyarakat pendatang dengan masyarakat pribumi, pada akhirnya mempertemukan dengan dua nilai budaya dan dua nilai sikap yang sama. Dalam pembahasan ini penulis akan menjabarkan jalur-jalur hubungan sosial keagamaan antara masyarakat pribumi dengan masyarakat pendatang 41

Galang, Wawancara, DesaBukit Damai, Kecamatan Maluk, Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat. 42 Galang, Wawancara. 43 Lajnah Penthashih Mushaf Alqur’an, Departmen Agama Republik Indonesia, Alquran dan terjemahannya, ( Bandung: CV Jumanatul Ali Art, 2004), h. 521. 44 M. Irsjad Djuwaeli, Pembaruan Kembali Pendidikan Islam, (Ciputat: Karsa Utama Mandiri dan PB Mathla’ul Anwar, 1998), h. 140.

67

yaitu, kegiatan-kegiatan ritual keagamaan dalam masyarakat. Manusia dituntut oleh tuhan untuk selalu berbakti atau ibadah. Hal ini sesuai dengan firman Allsh dalam Surat AdzDzariat ayat 56: “Tiada Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaKu”. 45 Beribadah berarti menjalankan apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi segala larangan-Nya dalam usaha mendekatkan diri kepada Tuhan sesuai dengan keyakinan atau agama yang dipeluknya.

1. Kegiatan keagamaan dan Pengembangannya a.

Kegiatan keagamaan Masyarakat yang tinggal di daerah Kecamatan Maluk dan sekitarnya adalah

masyarakat yang agamais, dimana mayoritas penduduknya menganut agama Islam. Karena itu akan memudahkan masyarakat untuk saling berhungan atau berkomunikasi dengan masyarakat lainnya sebagai pendatang yang beragama Islam. Hal tersebut dapat dilihat dari kegiatan-kegiatan keagamaan yang sangat berkembang dan hampir diikuti oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa mengenal etnis dan suku.

1. Shalat berjamaah Shalat berjamaah diikuti oleh seluruh masyarakat, baik masyarakat pendatang dan masyarakat pribumi. Shalat berjamaah merupakan sarana yang baik untuk mengenal, bersilaturrahmi satu sama lain tanpa mengenal adanya perbedaan baik lapisan dan stratifikasi sosial. Diterangkan oleh penuturan tokoh agama H. Muhammad Nawawi adalah:“Shalat berjamaah yang sering dilakukan oleh masyarakat pribumi, yaitu shalat shalat magrib, shalat isya, shalat jumat, tarawih dan witir, shalat hari raya islam (Idul Fitri dan Idul Adha) meskipun shalat ini jarang sekali diikuti oleh masyarakat pendatang”. 46 Hubungan shalat berjamaah sering sekali dilihat dari kebiasaan para jamaah sesudah shalat magrib yang tidak langsung pulang ke rumah, tetapi mereka malah berbincang-bincang untuk menunggu waktu datangnya shalat isya dan setelah itu mereka saling berjabat tangan dan merupakan proses saling mengenal satu sama lain.

45

Djoko Widagdho, dkk, Ilmu Budaya Dasar, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), Ed 1, Cet. 2, h. 11. H. Muhammad Nawawi, Wawancara.Tempat kediaman, Desa Maluk, Kecamatan Maluk, Nusa Tenggara Barat. 46

68

2. Pengajian Mingguan Kegiatan mingguan ini dilakukan oleh bapak-bapak, ibu-ibu dan remaja yang mempunyai waktu luang yang tidak sibuk dengan pekerjaannya, baik dari kelompok pribumi dan kelompok pendatang. Kegiatan pengajian ini selain membaca Al-Quran, tapi juga bersifat sosial seperti kegiatan arisan, menabung , kegiatan infaq dan sodaqoh yang diminta kepada jamaah pengajian pada setiap minggunya yang digunakan untuk santunan anak yatim, para jamaah yang terkena musibah, dan juga sebagai modal usaha bagi para jamaah pengajian untuk membuka usaha atau kegiatan lainnya. Hal inilah yang membuat pengajian di daerah ini sangat berkembang. Selain itu acara pengajian ini tidak hanya dilakukan di Mushollah saja tapi juga dilakukan dirumah seseorang yang mempunyai hajat dengan tujuan meminta do’a bagi keluarganya, seperti tujuh bulanan, selamatan pernikahan atau sunatan atau juga tahlilan. Kegiatan pengajian ini tidak memandang dari mana mereka berasal, kaya atau miskin yang terpenting adalah mencari keridhaan Allah SWT.

3. Kegiatan dalam memperingati Hari-hari Besar Islam PHBI adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan setiap tahunnya oleh umat Islam, seperti Maulid Nabi, Isra Mi’raj, Tahun Baru Islam, Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha dan sebagainya. Salah satu PHBI yang sering menguatkan persaudaraan baik dikalangan pribumi dan pendatang yaitu, Maulid Nabi, Tahun Baru Islam yang berupa pengajian.Penuturan dari tokoh agama H. Najamuddin “Kegiatan-kegiatan tersebut dikordinir oleh panitia yang berasal dari para remaja Mushollah di bawah naungan RT/RW dan juga melibatkan bapak-bapak dan ibu-ibu pengajian. Panitian peringatan ini juga melibatkan kaum pribumi dan kaum pendatang, mereka bersama-sama melaksanakan kegiatan tersebut”. 47 Selain PHBI yang sudah jelas dipaparkan diatas, ada juga PHBI yang selalu diselenggarakan oleh Umat Islam, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha.Dimana kaum transmigrasi yang tidak mudik ke kampung halaman beserta masyarakat lainnya saling mengunjungi para tetangga, saudara dan kerabatnya dari rumah ke rumah dengan membawa kue lebaran.Selain itu dengan adanya hari raya tersebut mereka saling mengucapkan selamat dan meminta maaf atas segala kesalahannya yang dilakukan sehari-hari. Hari yang sama juga dilakukan oleh tuan rumah dengan cara menghidangkan kue-keu lebaran. Sedangkan bagi mereka yang pulang kampung, mereka akan kembali ke tempat inni dengan membawa kue khas asal 47

Hj. Najamuddin. Wawancara. Masjid Al-Ikhlas Desa Maluk, Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat.

69

mereka yang sengaja dibawakan untuk tetangganya sambil meminta maaf lahir batin. Hari raya Islam merupakan wadah silaturrahmi yang baik untuk mengguatkan Ukhuwa Islamiyah dan membangun solidaritas pada masyarakat setempat.Agama pada dasarnya adalah seperangkat nilai-nilai dan norma-norma yang berfungsi mendasari dan membimbing hidup dan kehidupan manusia, baik sebagai individu maupun sebagai warga masyarakat. Pengembangan ide-ide keagamaan dimaksudkan sebagai uasah yang bersifat: 1. Reformasi konsep-konsep keagamaan, terutama di bidang sosial budaya dalam rangka memberikan jawaban positif dan kreatif terhadap tantangan yang terus berkembang dalam masyarakat. 48Oleh karena itu ide-ide yang bersumber pada nilai-nilai dan norma-norma agama sangat besar pengaruhnya pada pemeluk agama.Dalam membina kerukunan hidup antara umat beragama, kalau orang sungguh-sungguh berpegang pada ajaran kitab sucinya secara konsekuen niscaya tidak akan sulit. Sebab kitab suci memberikan tuntunan, bimbingan kepada umatnya bagaimana harus hidup selaras dengan kehendak Tuhan Allah. Setiap umat beragama hendaknya senantiasa beroreantasi kepada kitab suci, sebab kitab suci merupakan sabda Allah, firman Allah atau kalam Allah.

G. Kehidupan Sosial, Adat dan Kebiasaan Masyarakat Pada dasarnya kehidupan ini tidak terlepas dari perubahan terhadap lingkungan, baik lingkungan fisik, lingkungan biologis, maupun lingkungan sosial manusia. Kehidupan suatu masyarakat akan berlangsung tertib manakalah terdapat norma-norma yang diterapkan secara kontinyu dan teratur. Hal inilah yang menjadi dasar kehidupan sosial dalam lingkungannya, sehingga dapat membentuk suatu kelompok manusia yang memiliki ciri-ciri kehidupan yang khas. Berbagai individu dan kelompok sosial mempunyai tingkah laku yang teratur dan terpadu sebagai suatu kebenaran hidup dalam hidup dan lingkungannya. Apabila sebagai contoh ditelaah suku bangsa di Indonesia,maka akan tampak suatu masyarakat yang terdiri dari kelompok-kelompok yangberhubungan satu dengan yang lain, dalam kaitannya pula dengan alam yang tidak tampak, terhadap dunia luar dan terhadap alam kebendaan, sehingga mereka bertingkah laku sedemikian rupa, yang mana untuk gambaran yang jelas, kelompok-kelompok masyarakat ini dapat disebut sebagai masyarakat hukum (Rechtsgemeen schappen). 49 Dalam pergaulan hukum mereka 48

Alamsjah Ratu Perwiranegara, Pembinaan Kerukunan Hidup Umat Beragama, (Jakarta: PT. Unipress, 1982), h. 40. 49 Soedjono Dirdjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), Ed. I, h. 119.

70

yang merasa menjadi anggota dari ikatan-ikatan itu bersikap dan bertindak sebagai suatu kesatuan. Sebelum mengalami perubahan sosial terhadap penduduk lokal yang secara signifikan umumnya masih bersifat tradisional, landasan tindakan perilaku sosial masyarakat umumnya didominasi oleh pengalaman atau kebiasaan dan intuisi, seperti dasar penyelenggaraan kegiatan sosial seperti tolong menolong, gotong royong, mengembangkan kelembagaan sosial lokal dan perilaku keseharian atau gaya hidup. Konsep tentang identitas kolektif merujukpada pengakuanterhadap makna keanggotaan atau makna kebersamaan, batas-batas dan aktivitas-aktivitas dalam suatu kelompok. Identitas kolektif itu dibangun secara bersama melalui interaksi antar sesama anggotanya, untuk kepentingan bersama, dan keterkaitan kepentingan itu dengan lingkungannya. Dengan ditandai dengan kuatnya rasa tolong menolong, gotong royong serta kuatnya peran dan kedudukan tokoh masyarakat dimana mereka dipandang sebagai orang yang memiliki kelebihan, seperti sandro (Dukun) dan tokoh masyarakat lainnya. Semua itu menggambarkan kehidupan masyarakat yang dekat dengan alam,dengan pola kehidupan substensi, yakni bekerja untuk memenuhi untuk kebutuhan sehari-hari. Pola dan sistem bersosial berdasarkan pada kebiasaan dan pengalaman setempat yang mereka terima dan secara turun temurun. Kepekaan naluriah (Intuitif), yakni dengan mengedepankan faktorfaktor perasaan juga sering melandasi sikap dan tindakan sosial masyarakat lokal pada era masa sebelum beroperasinya perusahaan tambang terkait dengan berindikasinya dan menjadi daya tarik masyarakat untuk datang dan berdomisili untuk waktu yang lebih lama. Bisikan perasaan (Intuisi) sebagai landasan interaksi tercermin dengan tingginya rasa hormat menghormati antar sesama anggota masyarakat terutama dalam stratifikasi yang berbeda. Ide-ide dan gagasan manusia banyak yang hidup bersama dalam suatu masyarakat, memberi jiwa kepada masyarakat itu. Gagasan bahwa religi atau agama serta kepercayaan yang dianut adalah yang biasanya dilaksanakan oleh banyak warga masyarakat yang bersangkutan bersama-sama agar mempunyai fungsi sosial untuk mengintensifkan dan menggerakkan solidaritas masyarakat.Merupakan aturan batiniah bahwa beberapa orang dianggap memiliki kekuasaan, dengan memiliki yaitu yang bersifat materil yang harus dipelihara bersama, harus dipertahankan bersama oleh anggota ikatan, dengan nilai-nilai yang sakral. Dalam kenyataannya kehidupan masyarakat tentu tak terpisahkan satu dengan yang lainnya. Namun tidak dapat ditepiskan bahwa kebudayaan ideal dan adat istiadat yang mengatur dan memberi arah kepada arah tindakan masyarakat , baik pikiran dan ide

71

lambat laun jauh dari wadah keasliannya. Unsur-unsur kebudayaan asli akan tercampur oleh unsur-unsur budaya lain dan menjadi suatu keraturan kebudayaan yang baru dikarenakan adanya masyarakat lain yang membawa budaya yang berbeda.Secara teoritis, terjadinya interaksi sosial terjadi karena adanya pembaruan sosial dalam masyarakat baik akibat dari intensitas, jumlah masyarakat itu sendiri yang menjadikan masyarakat bergeser dari lingkungan alamiahnya yang mempengaruhi pula pola-pola perbuatannya, bahkan juga cara berpikirnya.

H. Perubahan NilaiAdat, Hukum dan Kebiasaan Masyarakat Lokal Kebudayaan merupakan kelanjutan yang bertahap kearah yang semakin kompleks. Dimana unsur-unsur kebudayaan terintegrasi menjadi satu sistem budaya dan memiliki keterkaitan antara unsur-unsur kebudayaan yang universal yaitu sistem teknologi, peralatan, sistem mata pencaharian, organisme, sosial, religi, dan bahasa.Istilah peradaban sering dipakai untuk menyebutkan suatu kebudayaan yang mempunyai sistem teknologi, ilmu pengetahuan, seni bangunan, seni rupa, sehingga taraf kehidupan semakin kompleks.Meningkatnya akses informasi dengan dunia luar tentunya memperluas khasanah wawasan dan pengetahuan masyarakat.Oleh karena iklim nasional saat ini diwarnai iklim egaliter dan demokratis maka dengan mudah diikuti oleh masyarakat. Menurut Gillin dan Gillin dalam Elly M. Setiadi dan kawan-kawan dikatakan bahwa: perubahan-perubahan sosial untuk suatu variasi dari cara hidup yang lebih diterima yang disebabkan baik karena perubahan dari cara hidup yang diterima yang disebabkan baik karena perubahan kondisi geografis, kebudayaan materil, kompetisi penduduk, ideologi atau pun karena adanya difusi ataupun adanya perubahanperubahan baru dalam masyarakat tersebut”. 50 Perubahan masyarakat terjadi karena usaha-usaha masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan keperluan, keadaan, dan kondisi baru yang timbul dengan pertumbuhan masyarakat. Oleh karena itu dari penjelasan teori di atas bila dianalisa lebih dalam lagi tentu konsekuensinya bila dihadapkan pada hukum kebiasaan atau hukum adat yang berlaku pada masyarakat itu sendiri barang tentu tidak adanya pertalian hukum adat yang mengatur masyarakat itu sendiri. Hal tersebut disebabkan oleh adanya ideologi baru ataupun adanya perubahan-perubahan hukum dari berbagai aspek sudut pandang dari masyarakat itu sendiri. Demikian halnya dijelaskan lagi menurut sundut pandang 50

Elly M. Setiadi, H. Kamma A. Hakam, Ridwan Effendi, Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar, h. 50.

72

sosiologi hukum, bahwa masalah-masalah sosiologi hukum menurut Durkheim dalam Alvin S. Johson adalah dilihatnya dalam dua segi: Pertama, faktor morfologis dan khususnya demografis (Jumlah kepadatan penduduk) dan kedua faktor keagamaan atau lebih tepat: Pengaruh kepercayaan-kepercayaan akan yang keramat (termsuk di dalamnya pula, menurut Durkheim adanya hubungan-hubungan lepas dari agama. 51 Melihat adanya hubungan-hubungan antara kedua faktor ini , yang pertama tidak langsung karena kepadatan materil tidak dapat diselsaikan dari kepadatan moril, yang lain bersifat langsung dengan taraf-taraf kesadaran kolektif, yang ragam-ragamnya ialah dasar-dasar perubahan lemmbaga-lembaga hukum. Kesimpulan yang penting bahwa hukum, sebagaimana halnya agama, moral, estetika pendeknya segala fenomena-fenomena sosial yang asasi, adalah sistem-sistem nilai-nilai, yang timbul dari cita-cita kolektif. Cita-cita yang kolektif ini merupakan dasar bagi gerak lembaga-lembaga hukum; karena masyarakat tak menciptakan atau menciptakan kembali dirinya sendiri, tanpa sementara itu pula menciptakan suati cita, dengan ciptaan ini, ia secarapriodik membuat dan mengubah dirinya sendiri. Tokoh masyarakat atau tokoh adat Kecamatan Maluk menuturkan bahwa sejak banyaknya pendatang yang ada tampaknya terjadi pembaruan adat dan budaya di sejumlah lokasi tempat bermukim. Eksesnya semakin melonggar ikatan adat istiadat yang sebelumnya dianut kuat oleh penduduk lokal.Sebagai contoh, dalam hal model bangunan rumah banyak diantara penduduk lokal merubah bentuk rumahnya cendrung pada model rumah yang umum di tempat lain, yakni rumah permanen (Rumah batu). Seperti diketahui sebelumnya bahwa masyarakat lokal di kecamatan Maluk memiliki rumah adat dengan model rumah panggung dari bahan kayu dan sejenisnya. Semakin besar rumah atau semakin banyak tiang rumah panggungnya mencirikan status sosial ekonomi pemiliknya relatif lebih baik dibandingkan dengan warga lainnya. Perubahan selera masyarakat atas model rumah juga diransang oleh harapan yaitu untuk dijadikan rumah sewa kepada para pendatang. Tentunya secara ekonomis hal ini cukup diuntungkan, tetapi telah melonggarkan pertalian sosial yang diatur dalam adat dan kebiasaan masyarakat. Perubahan model rumah sebagian penduduk, terutama yang memiliki kemampuan ekonomi mencerminkan perubahan gaya hidup mereka. Pada model rumah asli yang dibangun atas nilai spirit atas adat setempat lebih sederhana baik dari segi

51

Alvin S. Johnson, Sosiologi Hukum, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), h. 111.

73

kualitas, model dan fungsinya.Dalam hal ini penduduk lokal tidak lagi merasa terikat oleh adat kebiasaan menyangkut model rumah yang dikembangkan. Dari hasil penelitian animo masyarakat lokal mengembangkan rumah dengan gaya kontemporer semakin tinggi. Sejumlah tokoh masyarakat mengungkapkan bahwa keleluasaan penduduk memilih model bangunan rumah memang memungkinkan mengingat tidak ada sangsi sosial berkaitan dengan masalah perumahan tersebut. Konsekuensinya adalah bagi penduduk yang tidak membangun rumah panggung adalah tidak adanya anggota masyarakat besenata (Bergotong royong) kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat Sumbawa (Tau samawa) dalam membangun rumah sebagaimana lazimnya bila membangun rumah model panggung. Ditegaskan pula bahwa walaupun yang dibangun adalah rumah panggung hasrat bergotong royong anggota masyarakat juga telah berkurang. Cerminan nilai-nilai adat yang masih melekat dalam bangunan rumah baru masyarakat lokal terdapat pada bentuk atap rumah.Sebagian besar rumah batu permanen yang dibuat atapnya tetap mencirikan rumah khas suku samawa, seperti bentuk konopi dan kongsol rumah bersusun. Berdasarkan gambaran tersebut, dapat ditegaskan bahwa meskipun masa perubahan sosial telah berlangsung cukup lama tampak bahwa melekatnya nilai-nilai sosial tradisional pada masyarakat lokal.

I. Nilai-nilai Kekerabatan dan Perkawinan Suku Sumbawa (Tau Samawa) Kekerabatan yang digunakan oleh masayarakat suku Sumbawa, yaitu sistem penarikan garis keturunan berdasarkan garis silsilah nenek moyang laki-laki dan perempuan secara serentak. Dalam sistem kekerabatan ini, baik kerabat pihak ayah mapun pihak ibu diklasifikasikan menjadi satu dengan istilah yang sama, misal eaq untuk saudara tua ayah atau ibu, dan nde untuk saudara yang lebih muda dari ayah atau ibu. Kelompok keluarga yang lebih luas yaitu pata, yaitu kerabat dari laki-laki atau wanita yang ditarik dari kakek atau nenek moyang sampai derajat keenam, sehingga dalam masyarakat sumbawa dikenal sepupu satu, sepupu dua sampai sepupu enam. Mereka memiliki nilai kekerabatan yang begitu kuat seperti tercermin dalam lawas: Ngungku ayam ling Samawa (Denyut kehidupan di Sumbawa) Samung ling sanak do tokal (Mengetuk hati kerabat di rantau) Mole tu sakompal ate (Pulang untuk menyatukan hati) Ate ku belo ke sempu (Hatiku dekat dengan sepupu) Kusalontak mega pitu (Melampaui apa saja) Ngantung no ku beang bosan (Tak bosan bergantung dan berharap) Mara punti gama ina (Seperti pohon pisang duhai ibunda)

74

Den kuning no tenri tana (Meski daunnya menguning tak mau jatuh ke tanah) Mate bakolar ke lolo (Mau hancur bersama sanak kerabat) Tata cara perkawinan dalam masyarakat sumbawa diselenggarakan dengan upacara adat yang kompleks, mengadopsi prosesi perkawinan adat Bugis-Makassar yang diawali dengan bakatoan (Barajak), basaputis, nyorong, dan upacara barodak pada malam hari menjelang kedua calon pengantin dinikahkan. Upacara barodak ini mengandung unsur-unsur kombinasi ritual midodareni dan ruwatan dalam tradisi Jawa.Sebagian masyarakat Sumbawa percaya apabila upacara barodak ini tidak dilaksanakan akan muncul musibah bagi pengantin maupun keluarganya dalam bentuk munculnya penyakit, seperti benjol-benjol di kepala disertai gatalgatal, kesurupan, keluar darah dari mata bila menangis, tiba-tiba tulang rusuk keluar bebepa centimeter, dan berbagai jenis penyakit aneh lainnya yang disebabkan melanggar upacara daur kehidupan. Selanjutnya pada sebagian masyarakat sumbawa yang mempercayai pandangan ini, sandro (Dukun) berperan dalam menentukan hari baik, menemukan jenis benda yang digunakan untuk proses penyembuhan penyakit, serta melakukan pengobatan dan membangun komunikasi secara gaib dengan leluhur si sakit. Akan tetapi, kepercayaan ini mulai nampak memudar seiring pemahaman mereka pada bidang kesehatan dan bergesernya pola berpikir yang menganggap tidak masuk akal menghubungkan antara munculnya berbagai jenis penyakit tertentu ini dengan bentuk upacara adat daur kehidupan, selain juga dianggap oleh sebagian masyarakat bentuk kepercayaan demikian ini sangat tidak Islami.Satu hal manarik dalam sistem perkawinan masyarakat Sumbawa yang dianggap ideal adalah perkawinan antar saudara sepupu, seperti tampak dalam lawas:

Balong tau no mu gegan (Secantik apapun seseorang jangan terlalu berharap) Lenge sempu no gantuna (Sejelek-jeleknya sepupu masih ada rasa sayangnya) Denganmu barema ngining (Bersamamu mengarungi suka dan duka) Lawas ini berisi nasihat orang tua kepada anak laki-lakinya agar tidak mudah terpikat pada kecantikan seorang gadis yang tidak jelas asal-usulnya dan bukan berasal dari sanak kerabat sendiri, sedangkan saudara sendiri walaupun tidak cantik tetapi memiliki garis keturunan yang jelas dan dapat dijadikan teman setia dalam mengarungi suka dan duka. Lawas ini mengindikasikan bahwa adat-istiadat perkawinan dalam masyarakat sumbawa adalah mengutamakan mencari pasangan dari kerabat sendiri yang seringpula dirumuskan dalam ungkapan peko-peko kebo dita atau biar bengkok tapi kerbau sendiri yang bermakna bangga terhadap kediriannya dan lebih mengutamakan milik sendiri.

75

Dalam perkawinan adat sumbawa juga terdapat pantangan yang dinamakan kawin sala basa atau perkawinan yang naif dilakukan karena dianggap tidak sejajar dalam garis silsilah sehingga dianggap kurang santun dalam pandangan adat, seperti seorang paman mengawini anak saudara sepupunya walau dalam syariat islam diperbolehkan. Delik perkawinan lain yang dianggap menyimpang adalah merarik atau melarikan anak gadis orang karena tidak mendapat restu dari kedua orang tua sendiri maupun orang tua gadis pujaanya. Membawa kabur anak gadis (Merarik) bisa berakibat kemarahan bagi keluarga anak gadis yang dilarikan, ini sering diungkapkan dengan mengamuk dan merusak harta milik keluarga pihak laki-laki sebagai luapan amarah, ketersinggungan harga diri pihak korban.Bagi anak lelaki yang melarikan anak gadis orang, harus segera minta perlindungan pada pemuka adat atau pemuka masyarakat sebelum pihak keluarga wanita menemukannya, bila terlambat meminta perlindungan bisa berakibat fatal berupa kematian atau pembunuhan oleh pihak keluarga wanita yang menurut adat-istiadat dibenarkan. Adapun tahapan-tahapan dalam pernikahan pada masyarakat Sumbawa yaitu : 1. Silahturrahmi antar kedua belah pihak keluarga (Barajak) Barajak adalah pertemuan dua keluarga, atau silahturahhmi antar kedua keluarga. Dalam barajak ini lebih kepada perkenalan antar kedua belah pihak keluarga. Pihak laki-laki datang menemui pihak perempuan dengan maksud ingin mengetahui apakah ada orang lain yang sudah meminang atau melamar si perempuan atau tidak. Seandainya tidak ada maka pihak laki-laki akan menyatakan maksud kalau mereka ingin melamar si perempuan untuk anak laki-laki mereka. 2. Melamar (Tama Bakatoan) Melamar (Tama Bakatoan) yaitu dimana pihak laki-laki datang menemuipihak perempuan dan membicarakan tentang pernikahan. Dalam adatmasyarakat Sumbawa, saat proses Bakatoan itu pihak laki-laki datang ke rumah pihak perempuan dengan membawa sito.Sitoadalah bungkusan segi empat yang diisi dengan kain kebaya, dan uangseikhlasnya, kemudian bungkusan itu diletakan diatas piring dan dibungkus dengan kain putih. Sito ini digunakan sebagai lambang diterima atau tidaknya lamaran tersebut. Apabila sito ini di terima maka lamaran diterima, tapi apabila sito ini dikembalikan maka lamaran tersebut tidak diterima. 3. Keputusan Akhir (Saputes Leng)

76

Setelah lamaran diterima oleh pihak perempuan maka yang dilakukan selanjutnya yaitu keputusan akhir (Saputes Leng).Dalam proses ini kedua belah pihak membicarakan tentang berapa banyak barang-barang yang harus dipenuhi oleh pihak laki-laki, proses ini lebih pada mufakat. Dan banyaknya barang tersebut berdasarkan keputusan kedua belah pihak agar hajat pernikahan tercapai. 4. Memberitahukan mempelai perempuan bahwa dia akan dinikahkan (Bada Pangantan). Pada Prosesi ini yaitu memberitahukan kepada mempelai perempuan bahwa dia akan dinikahkan. Yang memberitahukan mempelai perempuan dalam prosesi ini biasanya seorang Nyai.Prosesi ini biasanya diiringi denganbaguntung dan bagenang. Baguntung yaitu memukul rantok (Alat menumbuk padi tradisonal Sumbawa) menjadi sebuah melodi yang indah. 5. Basamula Basamula yaitu proses mengawali pekerjaan, atau hajatan yang dimaksud. Proses ini dilakukan dengan mengadakannuja rame, (Menumbuk padi rame-rame) dengan mengajak semua sanak saudara dan warga kampong yang perempuan. Serta membuat atau memasak minyak Kelapa dengan syarat hanya 3 butir kelapa. Pertanda sebagai awal mengawali semua kegiatan atau pekerjaan dalam hajatan. 6. Serah terima (Sorong Serah) Sorong Serah yaitu prosesi dimana pihak laki-laki membawa hantaran berupa apa yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Acara sorong serah (Nyorong) ini biasanya dilaksanakan dengan sangat meriah dengan iringan ratib rabana ode, bagenang (Musik tradisional dengan iringan lawas), dan lain-lain. 7. Mandi kembang (Satokal Ai’) Yaitu Prosesi dimana dalam adat suku Sumbawa ada seorang ketua ritual yang mengatur alat-alat ritual seperti : kendi batu (Telku Batu), payung, pisang matang dan pisang mentah, padi gutis, dan lain-lain. Proses ini juga diiringi oleh bagenang, air yang diletakkan dalam sebuah kendi batu tersebut digunakan untuk memandikan mempelai dan mempelai dimandikan diatas “tutuk apit” (Bagian dari alat menenun). 8. Memainkan gendang (Bagenang) Bagenang adalah memukul gendang (Alat musik yang dibuat dari kulit sapi, kerbau, atau kulit kambing) yang dikombinasikan dengan gong dan seruling menjadi sebuah nada. 9. Luluran (Barodak)

77

Barodak atau luluran adalah salah satu prosesi atau ritual dalam pernikahan masyarakat Sumbawa. Prosesi ini biasanya dilakukan 3 hari 3 malam sebelum akad nikah dilaksanakan. Dimulai dari prosesi awal yang dinamakan bajalok(Dilakukan oleh tujuhNyai) dengan diiringin oleh genang, gong, seruling. Proses selanjutnya dilakukan oleh orang yang dipercaya untuk menanggung jawab prosesi itu sampai akhir. Diakhir prosesi awal mempelai dikelilingi dengan lilin lalu ditiup oleh mempelai sebagai lambang biar wajah mempelai berseri-seri di hari pernikahannya. Setelah prosesi itu dilakukan prosesi Badait. Badait yaitu menghilangkan bulu-bulu halus dari tubuh mempelai sebagai tanda mempelai akan mengakhiri masa lajangnya. 10. Akad Nikah Prosesi sakral dalam menuju kehidupan baru, dimana wali atau orang tua menikahkan atau menyerahkan putrinya kepada mempelai laki-laki sebagai awal orang tua melepas putrinya untuk menjalani hidup baru. Prosesi akad nikah ini dilakukan oleh mempelai laki-laki setelah sah baru mempelai laki-laki dipertemukan dengan mempelai perempuan. 11. Resepsi Resepsi dilakukan setelah prosesi akad nikah. Resepsi ini dilaksanakan bila kedua belah pihak sepakat tapi bila keadaan tidak memungkinkan biasanya resepsi ini tidak dilaksanakan.

1. Perubahan Nilai Adat dan Kebiasaan Dalam Hal Perkawinan Interaksi yang positif akan menciptakan suatu kerjasama (Cooperation) yang dapat mempermudah terjadinya asimilasi.Secara khusus penulis akan menggambarkan suatu bentuk proses assimilasi yang terjadi dalam suatu proses perkawinan antara dua kebudayaan yang berbeda tanpa harus menghilangkan unsur-unsur dari kedua kebudayaan tersebut. Dalam hal semacam persilangan budaya terkait dalam hal perkawinan beda budaya yang terjadi pada masyarakat lokal sendiri nampaknya belum begitu mencolok dan itu hanya terjadi pada sebagian kecil masyarakat saja. Namun dalam hal ini memberi warna pembeda terhadap kebudayaan, dalam artian adanya unsur-unsur budaya baru didalam wadah keaslian dari budaya masyarakat lokal. Dari studiterungkap bahwa terjadinya perkembangan intensitas penduduk terkait dengan masyarakat pendatang ikatan adat dalam hal perkawinan mengalami perubahan dalam hal perkawianan. Dalam hal ini, golongan minoritas merubah sifat khas dari unsur

78

kebudayaannya dan menyesuaikannya dengan kebudayaan golongan mayoritas yaitu masyarakat lokal, sedemikian rupa sehingga lambat laun memungkinkan kahilangan kepribadian kebudayaannya, dan masuk ke dalam kebudayaan mayoritas. Tetapi tidak menghilangkan budaya minoritas. Berikut kutipan hasil wawancara dengan Makawaru: “kerap kali terjadi pernikahan antara orang asli sini dengan orang luar, misalkan pihak pria maupun pihak wanita asli penduduk sini mengadakan acara perkawian. Tapi biasanya dalam perkawinan itu biasanya budaya sini lebih ditonjolkan tanpa harus menghilangkan budaya dari pihak lain yang beda adatnya dengan kita”. 52 Dari kutipan diatas dapat diterangkan bahwa dalamkegiatan, tahap-tahap serta ritus perkawinanya masih menggunakan adat sumbawa. Contohnya kegiatan melamar membawa bawaan (Semacam mengantar mahar), barodak (Luluran) yang disertai dengan berbagai upacara nampaknya masih taat dilakoni oleh masyarakat lokal.Meskipun mereka telah banyak mengenal kebudayaan dari masyarakat lain dalam hal perkawinan. Namun dalam hal perkawinan tetap mengacu kepada aturan adat samawa.Bahkan dalam tahap percampuran budaya ini tampaknya hanya sebatas variasi saja yakni yang berkaitan dengan kesenian. Halhal yang prinsip dan sakral dalam adat perkawinan tidak dihilangkan. Lebih jauh lagi diterangkan melaksanakan kolaborasi budaya ini yaitu menyelenggarakan adat perkawianan lebih lengkap dirasakan apabila nilai-nilai budaya diantara kedua budayanya tidak dihilangkan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perubahan identitas etnik dan kecenderungan akulturasi dapat terjadi jika ada interaksi antarkelompok yang berbeda, dan jika ada kesadaran masing-masing kelompok.

J. Pola Interaksi Masyarakat terhadap Tatanan Sosial Budaya Untuk mengetahui perubahan tatanan sosial budaya pada masyarakat terkait dilakukan pengukuran terhadap beberapa parameter, yakni: Sistem gotong royong.

1. Sistem Gotong Royong Masyarakat Lokal Lebel masyarakat yang hidup secara kolektifitas, asri akan ketradisionalannya, menggambarkan pada aspek-aspek kehidupan sosial pada saat itu, dimana sendi-sendi kehidupan yang sejalan dengan sistem tatanan sosial, budaya kemasyarakatan masih sangat melekat. Mayoritas masyarakat

saat ini bertolak ukur kearah modernisasi

memungkinkan akan terjadi perubahan terhadap masyarakat lokal itu sendiri yang 52

Makawaru,Wawancara, tempat kediaman, Desa Benete, Kecamatan Maluk, Nusa Tenggara Barat.

79

mengarah kepada masyarakat yang individualis dan materialis dan lebih berorientasi kepada kepentingan sendiri dan kerabat-kerabat mereka (Kelompok kepentingan khusus) yang dianggaplebih mempunyai peluang untuk kesejahteraan kelompok. Yaitu menitik beratkan kepada kepentingan kelompok sampai sedemikian rupa, sehingga mereka lebih dapat mementingkan kepentingan kelompoknya dari pada mementingkan kepentingan banyak orang.Hal di atas diperkuat oleh teori yang dikemukakan oleh D. Laswswell dan Kaplan (Astrid S. Susanto, 1985: 56-58) dalam M. Bambang Pranowo, yaitu: Pertama, Kelompok kepentingan(Interest groups), yaitu kelompok yang hanya menitik beratkan realisasi dari tujuan bersama tanpa mempermasalhkan loyalitasnya. Kedua, Kelompok kepentingan Khusus, yaitu menitik beratkan kepada kepentingan kelompok sampai sedemikian rupa, sehingga mereka dapat mementingkan kepentingan kelompoknya dari pada kepentingan banyak orang lain. Ketiga, kelompok kepentingan umum, jenis kelompok ini merupakan kelompok yang berusaha mewujudkan kelompokya melalui dan bersama-sama dengan realisasi tujuan dan kepentingan kelompok-kelompok lain serta masyarakat luas.Walau demikian, Lasswell dan Kaplan mengakui bahwa setiap kelompok mempunyai kepentingan-kepentingannya sendiri-sendiri. 53 Bila diamati kearah status ekonomi tatanan sosial semacam saling membantu atau diistilahkan dengan basiru atau kegiatan gotong royong itu hanya terjadi pada masyarakat laipisan-lapisan bawah saja. Gambaran realitas masyarakat yang diuraikan diatas sangat bertolak belakang bahkan kontrassekalidengan gambaran realitas masyarakat yang sedang terjadi saat ini, terkait pada masyarakat daerah penelitian.Kegiatan kemasyarakatan yakni gotong royong dan tolong menolong saat ini telah mengalami transformasi. Dalam hal demikian, nampak memang terjadi pergeseran perubahan kebiasaan terkait dengan kebudayaan dan adat istiadat terhadap masyarakat lokal itu sendiri dalam hal semacam ini. Kegiatan semacam ini terjadi dikeranakan masyarakat lokal mencontohi budaya-budaya baru yaitu budaya ala kota yang dipraktiskan oleh masyarakat pendatang. Oleh karena itu, Kebiasaan semacam ini yaitu memberikan uang kepada setiap

acara yang di selenggarakan oleh masyarakat memberikan

pengaruh yang cukup mendasari kebiasaan mereka. Seperti contoh lain dapat diungkapkan bahwa aktivitas gotong royong yang mengarah kepada bentuk fasilitas

53

M. Bambang Pranowo, Sosiologi Sebuah Pengantar Tinjauan Pemikiran Sosiologi Perspektif Islam,h. 92.

80

umum seperti membangun prasarana ibadah, kebersihan lingkungan mangalami penurunan drastis. Implikasinya adalah masyarakat kurang bersedia untuk berpartisipasi secara moral dan sosial terhadap kegiatan masyarakat tersebut. Dari uaraian di atas dapat dikatakan bahwa telah berkurangnya kegiatan budaya gotong royong terkait pengaruh keberadaan masyarakat pendatang. Oleh karena itu patut untuk dicermati bahwa akses perubahan sosial akan terjadi dan sulit dihindari pada sendi-sendi tatanan masyarakat yang sedang berkembang.

K. Analisis dan Pembahasan Berdasarkan dari hasil penelitian di lapangan yang penulis lakukan kemudian diolah menjadi suatu bentuk interpretasi data yang melalui berbagai proses yang pada akhirnya penulis akan menjabarkan secara lugas dan terperinci menganai hasil penelitian dalam bentuk kajian analisis dari studi lapangan yang penulis lakukan dalam hal mengenai judul penelitian penulis. Maka dapat dianalisis sebagai berikut: 1. Kondisi sosialsesungguhnya sudah banyak mengalami perubahan namun, diketahui ada kecendrungan penerapan nilai-nilai sosial budaya lokal semakin meluas. Gaya hidup masyarakat berkembang kearah yang lebih rasional komplosit, norma dan nilai sosial banyak dianut masyarakat bahkan ada kecendrungan semakin baik. Keamanan dan ketertiban masyarakat dinilai makin kondusif, kehidupan keagamaan semakin baik, dan partisipasi sosial dan kelembagaan masyarakat tetap terjaga dan lebih baik. 2. Tatanan sosial, budaya aspek gotong royongjuga menunjukkan perbedaan yang sangat mencolok dalam kondisi masyarakat daerah penelitian dalam artian berkurangnya kegiatan saling membantu satu sama lain yang mengarah kepada bentuk ikatan tindakan yang kolektif kemasyarakatan, aktivitas gotong royong yang bersifat padat karya (Curahan tenaga), dapat digambarkan dalam bentuk berkurangnya animo masyarakat yang di jelaskan pada bab penjelasan di atas yakni eksennya terhadap tindakan saling bantu membantu dalam hal sosial karya contohnya pembuatan rumah panggung atau pun rumah permanen yang dapat dikatakan besenata dalam masyarakat Sumbawa. Tetapi ada hal yang menjadi pembeda dalam masyarakat sendiri yaitu aktivitas tolong menolong yang selalu terjaga yakni melalui bentuk bantuan materi (Uang) yang dinilai lebih mengikat hubungan dan lebih dominan dirasa dari pada membawa bawaan yang berbentuk sembako yang dahulunya menjadi

81

kebiasaan dalam hal-hal sakral pada masyarakat lokal contohnya seperti Berenok, Basiru, dan penulung . 3. Sistem kepercayaan. Keberadaan masyarakat pendatang mempengaruhi masyarakat lokal terhadap bentuk sistem kepercayaan yang merubah pada pola pikir masyarakat lokal sehubungan dengan adanya ketertarikan terhadap cara berpikir masyarakat pendatang yang lebih modern. Dapat di jelaskan seperti berkurangnya kepercayaan dan ketaatan kepada aturan hukum adat yang berlaku pada masyarakat yang tertanam yang menjadi kepercayaan pada masa lalu. Nilai kesakralan adat tidak begitu mempengaruhi kelakuan dan tindakan masyarakat lokal. Hal ini di karenakan bahwa anggapan masyarakat sekarang tanpa harus mengikuti aturan hukum adat yang telah ditetapkan tidak akan terikat oleh hukum adat atau sangsi adat itu sendiri. 4. Norma sosial (Adat istiadat). Masyarakat di daerah penelitian mengalami perubahan yang sangat signifikan. Perubahan terlihat bahwa pada masyarakat dalam perkembanngannya sudah tidak lagi terikat dengan norma-norma adat yang mewadahi masyarakat lokal sendiri seperti yang dijelaskan pada poin ketiga di atas. Dalam hal ini terlihat dari perubahan cara dan bentuk pembangunan rumah. Sebelum terjadinya perkembangan masyarakat terkait masyarakat pendatang, model-model bangunan rumah masih mengarah kepada model dan bentuk rumah tradisional adat masyarakat Sumbawa, yaitu rumah panggung. Perubahan itu terjadi pada saat ini, dan pada kenyataannya masyarakat kini sudah banyak yang memiliki rumah dengan gaya dan bentuk rumah yang modern (Rumah permanen) tetapi secara fisik masih memprtahankan ciri khas adat contohnya bentuk atap rumah. 5. Pembaruan sosial (Interaksi sosial). Pada aspek ini menunjukkan perubahan yang sangat mencolok terhadap perkembangan dan perubahan yang terjadi pada masyarakat lokal. Artinya kepekaan terhadap tingkat kekerabatan masyarakat lokal terhadap masyarakat pendatang semakin intensif. Dalam pengamatan studi ini menunjukkan, sikap masyarakat lokal dipengaruhi perkembangannya oleh masyarakat pendatang baik dalam pengadopsian tingkah laku, pola pikir dan gaya hidup masyarakat lokal itu sendiri. Berbaurnya masyarakat pendatang dalam komunitas lokal semakin mempercepat pembaharuan sosial. Hal ini ditunjukkan pada bentuk kegiatan-kegiatan keagamaan yang lebih berperan pada proses ini. Dampak positif dari pembaharuan sosial tersebut adalah perubahan perilaku pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Oleh karenanya berdampak pada masyarakat lokal yang semakin membaik.

82

6. Dalam hal sistem perkawinan (Adat perkawinan) pada hakikatnya telah mengalami perubahan dalam artian percampuran budaya. Hal diterangkan sebagian kecil masyarakat lokal yang berjodoh dengan masyarakat pendatang, sehingga melakukan hubungan pernikahan dengan masyarakat pendatang. Walaupun hal demikian terjadi pada bentuk hubungan perkawinan, dipastikan budaya masyarakat lokal akan lebih ditonjolkan sebagai kelompok yang mayoritas dari pada budaya masyarakat pendatang sebagai masyarakat minoritas.

83

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan Dari penjelasan dapat disimpulkan bahwa: 1. Pola interaksi masyarakat pendatang dengan masyarakat setempat adalah interaksi yang bersifat asosiatif. 2. Kelembagaan sosial budaya beserta aktivitasnya diakui semakin berkembang dan mengalami peningkatan setelah adanya interaksi yang positif antara masyarakat lokal dan masyarakat pendatang terhadap pembentukan masyarakat. Indikasinya adalah berkembangnya kelompok-kelompok dan kelembagaan sosial masyarakat dalam bidang sosial, budaya dan agama tersebut sehingga mempengaruhi perkembangan perilaku masyarakat dan orientasinya terhadap lingkungan sekitar. Hal demikian juga didukung oleh sarana dan prasarana serta ketersedian tokoh-tokoh masyarakat dalam keberlangsungan proses tersebut. 3. Kegiatan-kegiatan keagamaan yang merupakan sarana untuk melakukan komunikasi dan kontak sosial secara langsung antara masyarakat lokal dan masyarakat pendatang ini telah memberikan konstribusi yang baik dalam menjalin interaksi yang positif. Pendekatan dengan cara dialog dan musyawarah untuk saling memberikan argumentasi dan informasi tentan gapa yang diterima sebagai kebenaran mengantarkan pada pembentukan sikap toleransi. Dengan kata lain sebuah interaksi sosial yang dilandasi rasa tenggang rasa dan saling menghargai perbedaan yang ada telah mengantarkan kearah pembentukan sikap toleransi baik dalam kehidupan sosial maupun dalam kehidupan beragama.

B. Saran 1. Penulis Kompleksitas akan terus terjadi dan berkembang karena adanya masyarakat yang dinamis yang selalu bergerak yang dilihat dalam tataran konteks sosial, budaya dan agama. Saran yang lebih ditekankan dalam hal ini adalah adanya kesadaran, kemauan, dan perlakuan yang sama pada semua warga masyarakatnya yang pada masa ini telah mengalami perkembangannya. Diketahui dalam lingkungan penelitian adanya banyak

84

budaya serta adat istiadat yang sedang berkembang pada bentuk kesatuan masyarakat yang ideal dalam kemajemukannya. Saran yang bersifat membangun dari penulis adalah distorasi budaya akan memungkinkan terjadi terhadap masyarakat itu sendiri oleh karena itu sangat penting adanya pengaruh peran semua pihak baik dari pemerintah, tokoh dan kelembagaan sosial, budaya, dan agama. Sebagai sayarat utama adalah adanya rasa saling memiliki dan menghargai antar sesama walaupun banyak sekali perbedaan antara masyarakat itu sendiri. Secara pribadi penulis menyadari bahwa dalam pembuatan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan atau pun kejanggalan. Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan dalam skripsi ini.

85

DAFTAR PUSTAKA

Alamsjah Ratu Perwiranegara, Pembinaan Kerukunan Hidup Umat Beragama, (Jakarta: PT. Unipress, 1982).

A. Ubaidillah, dkk., Pendidikan Kewargaan Demokrasi, HAM dan Masyaraka tMadani, (Jakarta: IAIN Jakarta Press, 2000),Cet. I.

Alvin S. Jhonson, Sosiologi Hukum, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,2006).

Andi Prastowo, Memahami Metode-metode Penelitian, (Yogyakarta: AR-ruz Media, 2011). Abdul Chaer, Leoni Agustina, Sosiolinguistik Perkenalan Awal, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004). Akhaeruddin S.Pd, Wawancara, ketua karang Taruna. Bernard Raho, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta: Prestasi Pustakaraya, 2007). Cet.I. Bagong Suyanto, Metode Penelitian Sosial, (Jakarta: Kencana 2007). Consuelo G. Sevilla, (eds), Pengantar Metode Penelitian, (Jakarta: Universitas Indonesia Press). Djoko Widagdho, dkk, Ilmu Budaya Dasar, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), Ed. 1, Cet. 2.

Elly M. Setiadi,H. Kamma A. Hakam, Ridwan Effendi, IlmuSosial Dan Budaya Dasar, (Jakarta: Kencana, 2008). Edisi ke 2, Cetke 3. Galang, Wawancara, desa Bukit Damai, kecamatan Maluk. Hj. Najamuddin, wawancara, tempat Masjid Al-Ikhlas, kecamatan Maluk. H. Muhammad Nawawi, Wawancara. tempat kediaman, Desa Maluk.Sumbawa Barat, NTB

86

H. Lalu Abdumuthalib, Wawancara, Kantor Kecamatan Maluk. Sumbawa Barat, NTB. John Rayes, Wawancara, tempatkediaman, kecamatan Maluk, Nusa Tenggara Barat. J. Dwi Narko, BagongSuyanto, Sosiologi teks pengantar dan terapan, cetakan ke II, (Jakarta:Kencana 2007). Jacobus Ranjabar, Sistem Sosial Budaya Indonesia Suatu Pengantar, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2006). JohnW. Crewell, Research Design, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010). Kumanto Sunarto, Pengantar Sosioligi, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1993). Koentjaraningrat, Sejarah Teori Antropologi, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1987). Lalu Mantja. Sumbawa Pada Masa Dulu (Suatu Tinjauan Sejarah), (Sumbawa Besar: CV. Samratulangi, 2011). Lexy J. Moeleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakara, 2006), Cet. KeVII. Lajnah Penthashih Mushaf Alqur’an, Departmen Agama Republik Indonesia, Alquran dan terjemahannya, ( Bandung: CV Jumanatul Ali Art, 2004) Moh.Nazir, Metode Penelitian, (Darussalam: Ghalia Indonesia, 1983). M. Bambang Pranowo, Sosiologi Sebuah Pengantar, Tinjauan Pemikiran Sosiologi Perspektif Islam, (Jakarta: Labolatoruim Sosiologi Agama, 2008). M. Irsjad Djuwaeli, Pembaruan Kembali Pendidikan Islam, (Ciputat: Karsa Utama Mandiri dan PB Mathla’ul Anwar, 1998). M. Arifin Hakim, Ilmu Sosial Dasar, Teori Dan Konsep Ilmu Sosial, (Bandung: Pustaka Satya, 2001).

87

Makawaru,Wawancara, tempat kediaman, Desa Benete, Kecamatan Maluk. Pip Jones. PengantarTeori-teoriSosial, (Jakarta: yayasanobor Indonesia 2009), Cet, I. Rahardjo, Pengantar Sosiologi Pedesaan Dan Pertanian, (Yogyakarta: Gadjah Madah University Press, 1999) Responden, Wawancara, Tempat Pasar Tradisional Desa Maluk, Kabupaten Sumbawa Barat. Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar,(Jakarta: Rajawali Grafindo Persada, 2005), Cet. 38. Soedjono Dirdjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008). Peter L. Berger, Perspektif Metateori Pemikiran, (Jakarta: Pustaka LP3S Indonesia, 2009). William A. Haviland, Antropologi, (Surakarta: Erlangga, 1985). Zainuddin Ali, Sosiologi Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006).

Related Documents

Ikin
November 2019 3
02pdf Picasso
November 2019 28
Ok Ok Ok Ok Ok.pdf
June 2020 59
Ok
October 2019 75
Ok
May 2020 50

More Documents from ""