Ikhlas dan Thaat adalah Jihad Besar Ramadhan adalah bulan sabar, dan sabar itu balasannya adalah Jannah. Sesungguhnya mengamalkan sabar bukanlah pekerjaan ringan dan menjadi bagian dari upaya jihad. JIHAD adalah satu keberanian dan kemampuan dalam mengendalikan diri. Rasulullah SAW bersabda; "Seseorang tidak dikatakan pemberani karena melompati musuh di medan laga. Tetapi orang yang berani berjihad itu adalah yang mampu menahan diri ( artinya,memiliki ke-sabaran)" (Al Hadist). Berani dengan perhitungan (iman dan ihtisab) adalah bukti sebuah kesabaran. Perhitungan matang di topang oleh ketabahan dan kemampuan menahan diri akan membawa seseorang untuk bertindak benar.
Berpegang teguh kepada kebenaran (haq dari Allah) akan membuahkan keberanian dalam bertindak dan akhirnya bersedia untuk berjuang mempertahankan kebenaran itu. Kesabaran adalah kemampuan mengendalikan diri dan semestinya menjadi pakaian perilaku para pimpinan dalam mengemban tugastugasanya. Menumbuhkan kesabaran adalah kerja besar dan berat, suatu "jihad akbar", atau "perjuangan yang berat". Sejarah mencatat peristiwa besar di bulan Ramadhan dari Perang Badar di mana banyak para syuhada menjadi syahid. Rasulullah SAW mengatakan ketika itu, "Kita baru saja keluar dari jihad (perang) yang kecil dan akan memasuki jihad (perang) yang lebih besar lagi" (Al Hadist).
Pernyataan Rasulullah SAW ini menimbulkan tanya keheranan para sahabat pengikut Rassulullah yang mohon di jelaskan; "MANA LAGI PERANG (JIHAD) YANG BESAR ITU, WAHAI BAGINDA RASUL?". Mengingat banyaknya korban ini para sahabat yang mengalami sendiri perang itu menilai sebagai satu perang paling akbar yang pernah mereka rasakan. Tapi Rasulullah SAW menyebutnya sebagai perang kecil saja. Baginda Rasulullah SAW merumuskan “JIHADUL AKBAR, JIHADUN NAFSI"(Al Hadist), artinya “Jihad (perang) yang besar itu, adalah perang mengalahkan nafsu”, maknanya kemampuan mengendalikan diri. Pengendalian diri dalam arti mendalam adalah kemampuan suatu bangsa tegak pada prinsip kebangsaan yang telah disepakati bersama, teguh bertindak dengan sikap patriotisme yang mendalam berakar pada kemampuan untuk mandiri dan tidak banyak tergantung dari kendali orang luar. Di sinilah suatu jihadul akbar yang berawal dari perjuangan mengendalikan diri. Arena latihannya adalah ibadah shaum atau ibadah puasa. Shaum atau puasa itu, di awali dan di akhiri oleh “pengendalian diri". Di mulai sejak sahur sampai datangnya waktu berbuka dengan imsak atau menahan. Kerelaan menahan sampai datang waktu dibolehkan berbuka merupakan latihan disiplin yang tinggi. Inilah bagian dari pengendalian diri yang utuh. Sebuah latihan, hanya bisa dilihat hasilnya setelah masa latihan terlewati. Keberhasilan melaksanakan puasa (shaum) terlihat berbekas, jika mampu melahirkan sifat-sifat disiplin dalam mengendalikan diri, baik selama atau sesudah Ramadhan pergi. Makin tinggi nilai latihan makin lama bekasnya di dalam diri. Masa depan sangat memerlukan manusia yang berkualitas. Memiliki disiplin yang tinggi dalam setiap kondisi. Kita amat memerlukan bangsa yang tangguh dan ampuh dalam menjalankan misi pembangunan di segala bidang. Diperlukan sumber daya manusia yang rela menahan diri, berhemat, sanggup memikul beban bersama dan memiliki rasa solidaritas (ukhuwah) yang mendalam. Semuanya hanya bisa diciptakan, melalui latihan kebersamaan dan disiplin yang terus menerus. Kesempatan ini dibukaan oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala, melalui ibadah puasa (shaum) di bulan Ramadhan ini.
Semoga kita jadikan Ramadhan ini menjadi bulan membentuk diri kita, ikhlas, kuat dan taat. Amin. Wassalamu 'alaikum wa Rahmatullahi wa Barakatuh, Buya H. Masoed Abidin