Iic On The Wall - Melestarikan Makna Idul Fitri

  • Uploaded by: Mujiya Ulkhaq
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Iic On The Wall - Melestarikan Makna Idul Fitri as PDF for free.

More details

  • Words: 1,108
  • Pages: 3
Melestarikan Makna Idul Fitri Sebagaimana tahun-tahun seberlumnya, setelah menunaikan ibadah puasa Ramadhan sebulan penuh, di awal bulan Oktober ini, umat islam merayakan Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1429 Hijriyah. Perayaan Idul Fitri ditandai dengan pelaksanaan Shalat Ied secara berjamaah di masjid-masjid atau mushalla dan tanah lapang. Setelah itu, seperti kebiasaan sebagian besar umat islam di Indonesia, acara dilanjutkan ke silaturrahmi dan halal bi halal. ini bisa jaya. Hanya dengan membabat tuntas KKN, rakyat bisa hidup makmur dan erayaan Idul Fitri tahun ini, masih sentosa. diselimuti oleh perassaan duka yang mendalam. Betapa tidak, dari sisi Jiwa pejabat yang bersih dan ekonomi, harga-harga barang terus pemerintahan yang jauh dari praktik KKN, melonjak sehingga umat Islam—terutama sebenarnya senapas dengan makna Idul kaum papa—tidak bisa merayakan Idul Fitri Fitri. Yakni, kembalinya jiwa manusia dengan baju baru dan makan enak bersama muslim pada kesucian yang hakiki, bersih keluarga. Angka pengangguran masih tinggi. tanpa dosa dan noda. Dan derajat jiwa yang Dari sisi moralitas, masih banyak dan terus suci hanya bisa diraih manakala seorang terungkap kasus para pejabat negara yang hamba selama bulan Ramadhan mengisinya melakukan tindak pidana korupsi dengan berbagai macam ibadah sunnah dan berjamaah secara besar-besaran. Yang wajib, disertai keimanan dan kesadaran paling gress adalah korupsi yang dilakukan semata-mata hanya mengharap ridho Allah oleh sejumlah anggota DPR dengan s.w.t. Pada bulan Ramadhan umat Islam menerima gratifikasi (sumbangan) dari juga dibimbing untuk aktif dalam pihak-pihak yang memiliki motif tertentu. meningkatkan kepekaan dan kepedulian Nilainya pun sangat fantastis, mencapai sosial, saling membantu, hidup dalam angka miliaran rupiah. Kasus ini hingga saat kebersamaan, saling mengasihi, dan saling ini masih ditangani oleh KPK. menjalin tali silaturrahmi. Semuanya Dengan momentum Idul Fitri, tergambar dalam seluruh aktivitas di bulan banyak pihak berharap kejadian yang Ramadhan. memilukan bangsa dan menyebabkan Pada bulan Ramadhan, sebuah negara ini tertatih-tertatih selama bertahunkeluarga bisa makan enak bersama baik saat tahun, tidak terulang pada tahun yang akan sahur maupun berbuka, yang kadang hal datang. Yang memilukan lagi, sebagian tersebut jarang terjadi di bulan lain selain “aktor” korupsi di gedung wakil rakyat yang Ramadhan karena kesibukan sendiriterhormat ini justru dari partai yang sendiri. Bahkan, tidak jarang bagi orang berbasis Islam. Oleh karena itu, dengan yang diberi rezeki lebih oleh Allah s.w.t. momentum Idul Fitri ini, diharapkan mengundang anak-anak yatim dan fakir menjadi pengingat semua kalangan, miskin untuk berbuka bersama. Ada yang terutama bagi kalangan yang mempunyai memberikan makanan dan minuman di kebijakan dan kekuasaan di pemerintahan masjid-masjid untuk berbuka bersama di untuk berlaku lurus dan sesuai dengan sana. Pada bulan Ramadhan juga banyak kaidah-kaidah yang berlaku di Indonesia. keluarga yang berangkat ke masjid untuk Dalam kaitan ini, upaya Menteri salat tarawih berjamaah, berkumpul dengan Agama, K.H. Muhammad Maftuh Basyuni kaum muslim lainnya. Setelah itu, mereka yang mencanang-kan Depag dari pusat tekun dan khusu’ tadarus Alquran secara sampai daerah harus menjadi pelopor bergantian. Di tengah itu, tentu saat tengah pembarantasan korupsi, kolusi dan malam banyak yang bersujud, bersimpuh nepotisme, sekaligus menjadi pelopor dan bersujud di hadapan ilahi rabbi. manciptakan pemerintahan yang bersih dan Sungguh indah dan terasa tenteram, tenang berwibawa tahun lalu, perlu terus didukung dan damai saat seperti itu. Karena itu, dan didengungkan. Karena hanya sangat tepat jika kemudian mereka diberi pemerintah yang bersih, Negara kepulauan

P

predikat jiwanya telah kembali suci bersih atau Idul Fitri. Saat lebaran banyak orang Islam mengucapkan minal aidin wal faizin. Menurut Prof. Dr. Quraisy Shihab, kalimat itu mengandung harapan dan doa, mudahmudahan umat Islam yang merayakan idul fitri termasuk orang-orang yang kembali. ”Kembali disini adalah kembali ke fitrah, yakni asal kejadian, atau kesucian atau agama yang benar”. Setelah mengasah dan mengasuh jiwa berpuasa selama satu bulan penuh, diharapkan setiap muslim dapat kembali ke fitrahnya dan menemukan ”jati diri” yaitu suci sebagai mana ketika ia baru dilahirkan serta kembali mengajarkan amalan agama yang benar. Jumlahnya ditekan Yang menjadi pertanyaan adalah, mampukah kita semua melestarikan makna Idul Fitri tersebut dalam kehidupan seharihari pada masa yang akan datang. Kalau semua pihak bisa menghidupkan suasana Ramadhan dan Idul Fitri dalam kehidupan sehari-hari, maka pasti negara ini akan jaya, KKN akan hilang, minimal dapat ditekan jumlahnya pada titik yang paling rendah. Yang menjadi kekhawatiran adalah perayaan Idul Fitri kali ini jangan hanya sebatas seremonial tanpa ada makna dari aspek ruhaniyah. Idul Fitri hanya sebatas perayaan rutinitas tahunan bagi umat Islam. Apa makna hakiki dan semangat dari Idul Fitri tidak pernah terpikirkan, apalagi masuk dalam relung hati yang paling dalam. Sehingga tidak mengherankan jika banyak ditemukan seseorang pada bulan Ramadhan rajin beribadah dan gemar bershodaqoh tetapi setelah Idul Fitri pelakunya kembali seperti sebelumnya. Dengan tetangga tidak akur, masih senang korupsi, ibadah ogahogahan atau beribadah hanya sebatas menggugurkan kewajiban sebagai seorang muslim. Karakter seperti itu menunjukkan bahwa ibadah puasa yang dilakukan pada bulan Ramadhan lebih cenderung bernuansa ritual formalistik, bahkan telah berkembang menjadi kegiatan mentradisi yang kurang menukik ke makna substantif di balik kegiatan itu. Sebagian (besar) umat Islam Indonesia agaknya terpaku pada kesemarakan ibadah. Akibatnya dari tahun ke tahun puasa dan Idul Fitri datang silih berganti tetapi kondisi umat secara khusus

dan bangsa secara keseluruhan belum mengarah pada perbaikan substantif berarti. Realitas buram semacam itu menurut Abd A’la—salah seorang anggota National Board pada International Center for Islam and Pluralism (ICIP) Jakarta— senyatanya perlu menjadi perhatian umat Islam Indonesia. Jangan sampai umat Islam terperangkap ke dalam buaian keberhasilan puasa formal yang bersifat fisik semata, tidak menjadikannya sebagai puncak kemenangan yang hanya diakhiri dengan aktivitas semacam pesta. Untuk itu, katanya, sebuah terobosan yang sama sekali tidak baru perlu dilakukan. Puasa—sebagaimana sering kita dengar—adalah ibadah yang amat individual yang hanya pelaku dan Allah s.w.t. semata yang mengetahui kesungguhan dia dalam melakukannya. Pada sisi ini, pelaku puasa perlu menjadikannya sebagai sesuatu yang bermakna bagi kehidupan masing-masing ke depan. Melalui puasa, perlu dibuat program perbaikan kehidupan setahap demi setahap menuju pencapaian ketakwaan hakiki. Artinya setahun ke depan pascapuasa atau pasca-Idul Fitri, mereka harus meniscayakan adanya perubahan ke arah perbaikan satu point meningkat dari sebelumnya. Tahun berikut, dikembangkan menjadi dua point, demikian seterusnya. Sejalan dengan itu, setiap umat Islam perlu melakukan pengamatan dalam bentuk refleksi diri yang berkesinambungan mengenai keberhasilan atau kegagalan proses yang mereka jalani dengan penuh ketulusan dan kejujuran. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan atau sebaliknya, umat Islam membuat indikator yang jelas dan akurat dalam dimensi individu dan sosial. Konsistensi penegakan moralitas luhur dari kejujuran yang bersifat individual hingga pengembangan sikap yang mencerminkan keadilan dan kesetaraan yang bersifat sosial mutlak dijadikan entitas menyatu dalam indikator keberhasilan. Semua itu bukan sesuatu yang besar dan sulit dilakukan. Yang diperlukan adalah kesungguhan. Kita jadikan Idul Fitri sebgai awal menuju transformasi sikap dan perilaku, bukan sekedar puncak kemenangan yang menjadi akhir proses. Dan di sinilah pentingnya umat Islam melestraikan makna Idul Fitri dalam kehidupan sehari-hari kapan dan di mana pun berada.

[email protected]

[email protected]

Related Documents


More Documents from ""