Nama : Zico Rohandy Aris Munandar Kelas : B1 NPM : 143013514
Sejarah Hukum perjanjian Internasional merupakan bentuk kesepakatan dalam konferensi wina tahun 1969 dan lebih dikenal dengan nama “Viena Convention on the Law of Treaties” atau Konvensi Wina tentang Hukum Perjanjian tahun 1969. Konvensi Wina tentang perjanjian ini tidak hanya sekedar merumuskan kembali atau mengkodifikasikan hukum kebiasaan internasional dalam bidang perjanjian, melainkan juga merupakan pengembangan secara progresif hukum internasional tentang perjanjian. Namun demikian Konvensi Wina ini masih tetap mengakui eksistensi hukum kebiasaan internasional tentang perjanjian.
Definisi Perjanjian Internasional 1. Konvensi Wina 1969 Perjanjian Internasional adalah perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsabangsa dan bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum tertentu 2. Oppenheimer-Lauterpact Perjanjian Internasional adalah suatu persetujuan antar Negara yang menimbulkan hak dan kewajiban diantara pihak-pihak yang mengadakan 3. Dr. B. Schwarzenberger Perjanjian Internasional adalah subjek hokum internasional yang menimbulkan kewajibankewajiban yang mengikat dalam hukum internasional, dapat berbentuk bilateral atau multilateral. Adapun yang dimaksud subjek hukum yang dimaksud adalah lembaga-lembaga internasional dan negagara-negara.
4. Prof. Dr. Muchtar kusumaatmaja, SH. LLM Perjanjian Internasional adalah perjanjian yang diadakan antar bangsa yang bertujuan untuk menciptakan akibat-akibat tertentu
Klasifikasi Hukum Perjanjian Internasional 1. Klasifikasi perjanjian dilihat dari segi pihak-pihak yang mengadakan perjanjian 2. a) Perjanjian antar negara, merupakan jenis perjanjian yang jumlahnya banyak, hal ini dapat dimaklumi karena negara merupakan subyek hukum internasional yang paling utama dan saling klasik. 3. b) Perjanjian antar negara dengan subyek hukum internasional lainnya seperti negara dengan organisasi internasional atau dengan vatikan. 4. c) Perjanjian antara subyek hukum internasional selain negara satu sama lain, misalnya negara-negara yang tergabung dalam ACP (African, Carriban and Pacific) dengan MEE. 5. Klasifikasi perjanjian dilihat dari para pihak yang membuatnya. 6. a) Perjanjian bilateral, suatu perjanjian yang diadakan oleh dua pihak (negara) saja dan mengatur soal-soal khusus yang menyangkut kepentingan kedua belah pihak. Misalnya perjanjian mengenai batas negara. 7. b) Perjanjian multilateral adalah perjanjian yang diadakan banyak pihak (negara) yang pada umumnya merupakan perjanjian terbuka (open verdrag) dimana hal-hal yang diaturnya pun lajimnya yang menyangkut kepentingan umum yang tidak terbatas pada kepentingan pihak-pihak yang mengadakan perjanjian tetapi juga menyangkut kepentingan yang bukan peserta perjanjian itu sendiri. Perjanjian ini digolongkan pada perjanjian “law making treaties” atau perjanjian yang membentuk hukum. 8. Klasifikasi perjanjian ditinjau dari bentuknya
9. a) Perjanjian antar kepala negara (head of state form). Pihak peserta dari perjanjian disebut “High Contracting State (pihak peserta Agung)”. Dalam praktek pihak yang mewakili negara dapat diwakilkan kepada MENLU, atau Duta Besar dan dapat juga pejabat yang ditunjuk sebagai kuasa penuh (full powers). 10. b) Perjanjian antar Pemerintah (inter-Government form). Perjanjian ini juga sering ditunjuk MENLU atau Duta Besar atau wakil berkuasa penuh. Pihak peserta perjanjian ini tetap disebut “contracting State” walaupun perjanjian itu dinamakan perjanjian “intergovernmental”. 11. c) Perjanjian antar negara (inter-state form), pejabat yang mewakilinya dapat ditunjuk MENLU, Duta Besar dan wakil berkuasa penuh (full Powers) 12. Perjanjian dilihat dari proses/tahap pembentukannya. 13. a) Perjanjian yang diadakan melalui tiga tahap pembentukannya, yaitu perundingan, penandatangan dan ratifikasi dan biasanya diadakan untuk hal-hal yang dianggap penting sehingga memerlukan persetujuan dari badan legislatif (Dewan Perwakilan Rakyat). Menurut Pak Mochtar perjanjian ini termasuk dalam istilah “perjanjian internasional atau traktat”. 14. b) Perjanjian yang melewati dua tahap pembentukan, yaitu perundingan dan penandatangan, diadakan untuk hal-hal yang tidak begitu penting dan memerlukan penyelesaian yang cepat, seperti perjanjian perdagangan yang berjangka pendek. Untuk golongan ini dinamakan “persetujuan atau agreement”. 15. Klasifikasi perjanjian dilihat dari sifat pelaksananya. 16. a) Dispositive treaties (perjanjian yang menentukan) yang maksud tujuannya dianggap selesai atau sudah tercapai dengan pelaksanaan perjanjian itu. Contoh perjanjian tapal batas.
17. b) Executory treaties (perjanjian yang dilaksanakan), adalah perjanjian yang pelaksanaannya tidak sekaligus, melainkan dilanjutkan terus menerus selama jangka waktu perjanjian itu. Contoh perjanjian perdagangan. 18. Klasifikasi dari segi struktur. 19. a) Law making treaties merupakan perjanjian internasional yang mengandung kaedahkaedah hukum yang dapat berlaku secara universal bagi anggota-anggota masyarakat bangsa-bangsa, oleh karena itu jenis perjanjian ini dikategorikan sebagai sumber langsung dari hukum internasional, yang terbuka bagi pihak lain yang tadinya tidak turut serta dalam perjanjian, dengan kata lain tidak ikut dalam Konvensi Jenewa 1949 mengenai perlindungan korban perang. 20. b) Treaty contracts (perjanjian yang bersifat kontrak), Dengan treaty contracts dimaksudkan perjanjian dalam hukum perdata hanya mengikat pihak-pihak yang mengadakan perjanjian-perjanjian. “Legal effect” dari treaty contract ini hanya menyangkut pihak-pihak yang mengadakannya, dan tertutup bagi pihak ketiga. Oleh karena itu “treaty contract” tidak melahirkan aturan-aturan hukum yang berlaku umum, sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai perjanjian yang Proses Pembentukan dan berlakunya perjanjian Tidak ada keseragaman dalam prosedur pembentuka perjanjian internasional, masing-masing negara mengatur sesuai dengan konstitusi dan hukum kebiasaan yang berlaku di negaranya.
Bentuk-Bentuk Perjanjian Internasional 1. Treaty Suatu persetujuan yang sifatnya lebih khidmat (more solemn Agreements) yang dapat menimbulkan hak dan kewajiban bagi peserta perjanjian itu dan memuat ketentuan-ketentuan
umum yang mengikat secara keseluruhan( General Multilateral treaties) Contoh : Perjanjian Perdamaian Aliansi,netralistis, dan arbitrase. 2. Convention ( Konvensi) Ialah Suatu Perjanjian internasional yang membentuk Hukum ( law Making treaties) Dan menjadi sumber perjanjian Internasional langsung 3. Declaration ( deklarasi) Suatu Perjanjian yang menunjukan dan menyatakan hokum yang ada, baik dengan ataupun modifikasi, atau membentuk hokum yang baru, atau mengesahkan/Menguatkan beberapa prinsip Kebijaksanaan umum. Deklarasi dibagi 3 yaitu; 1. a) Deklarasi yang mengikat para penandatangannya. Misalnya deklarasi paris tahun 1856 dan deklarasi St. Petersburg 1868 2. b) Deklarasi pernytaan sepihak. Misalnya Deklarsi pernyataan perang/netralitas. 3. c) Deklarasi sebagai pernyataan suatu Negara kepada Negara lain dengan maksud member penjelasan mengenai tindakan-tindakan atau maksud tertentu yang akan dilakukan. 4. Charter (Piagam) Suatu perjanjian yang lebih sesuai dengan arti konstitusi atau undang-undang. Contoh Piagam PBB (Charter of The United Nations). 5. Protokol Suatu perjanjian Internasional dan Lazimnya bersifat perjanjian tambahan dan tidak begitu resmi dan penting seprti treaty. 6. Pact Digunakan untuk menunjuk suatu persetujuan yang telah diakui 7. Agreement (persetujuan) Persetujuan dalam perjanjian internasional
8. General Act Suatu system untuk merinci tentang perencanaan dari pada perjanjian atau konvensi-konvensi sebagai hasil dari perundingan yang dilakukan. 9. Statute Suatu termonology yang merupakan anggaran dasar suatu organisasi internasional.dan mempunyai fungsi pengawas internasional. Misalnya “Statutes of the International court of Justice” 10. Convenant Pengertian “An International agreement concluded between States in written form and governed by international law, whether embodied in a single instrument or in two or more related instruments and whatever its particular designation” (perjanjian internasional adalah semua perjanjian yang dibuat oleh negara sebagai salah satu subjek hukum internasional, yang diatur oleh hukum internasional dan berisi ikatan-ikatan yang mempunyai akibat-akibat hukum.)
Tahap-Tahap Pembuatan Perjanjian Internasional. Menurut konvensi Wina tahun 1969, tahap-tahap dalam perjanjian internasional adalah sebagai berikut : 1. Perundingan (Negotiation) Perundingan merupakan perjanjian tahap pertama antara pihak/negara tentang objek tertentu. Sebelumnya belum pernah diadakan perjanjian. Oleh karena itu, diadakan penjajakan terlebih dahulu atau pembicaraan pendahuluan oleh masing-masing pihak yang berkepentingan. Dalam melaksanakan negosiasi, suatu negara yang dapat diwakili oleh pejabat yang dapat menunjukkan
surat kuasa penuh (full powers). Selain mereka, hal ini juga dapat dilakukan oleh kepala negara, kepala pemerintahan, menteri luar negeri atau duta besar. 2. Penandatanganan (Signature) Lazimnya penandatanganan dilakukan oleh para menteri luar negeri (Menlu) atau kepala pemerintahan. Untuk perundingan yang bersifat multilateral, penandatanganan teks perjanjian sudah dianggap sah jika 2/3 suara peserta yang hadir memberikan suara, kecuali jika ditentukan lain. Namun demikian, perjanjian belum dapat diberlakukan oleh masing-masing negaranya. 3. Pengesahan (Retification) Suatu negara mengikat diri pada suatu perjanjian dengan syarat apabila telah disahkan oleh badan yang berwenang di negaranya. Penandatanganan atas perjanjian hanya bersifat sementara dan masih harus dikuatkan dengan pengesahan atau penguatan. Ini dinamakan ratifikasi. Ratifikasi perjanjian internasional dapat dibedakan sebagai berikut: 1. Ratifikasi oleh badan eksekutif. Sistem ini biasa dilakukan oleh raja-raja absolut dan pemerintahan otoriter. 2. Ratifikasi oleh badan legislatif. Sistem ini jarang digunakan. 3. Ratifikasi campuran (DPR dan Pemerintah). Sistem ini paling banyak digunakan karena peranan legislatif dan eksekutif sama-sama menentukan dalam proses ratifikasi suatu perjanjian.
Berlakunya dan Berakhirnya Perjanjian Internasional Berlakunya Perjanjian Internasional Perjanjian internasional berlaku pada saat peristiwa berikut ini. Mulai berlaku sejak tanggal yang ditentukan atau menurut yang disetujui oleh negara perunding.
1. Jika tidak ada ketentuan atau persetujuan, perjanjian mulai berlaku segera setelah persetujuan diikat dan dinyatakan oleh semua negara perunding. 2. Bila persetujuan suatu negara untuk diikat oleh perjanjian timbul setelah perjanjian itu berlaku, maka perjanjian mulai berlaku bagi negara itu pada tanggal tersebut, kecuali bila perjanjian menentukan lain. 3. Ketentuan-ketentuan perjanjian yang mengatur pengesahan teksnya, pernyataan persetujuan suatu negara untuk diikat oleh suatu perjanjian, cara dan tanggal berlakunya, persyaratan, fungsi-fungsi penyimpanan, dan masalah-masalah lain yang timbul yang perlu sebelum berlakunya perjanjian itu, berlaku sejak saat disetujuinya teks perjanjian itu. 4. Berakhirnya Perjanjian Intenasional Prof. DR. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., dalam buku Pengantar Hukum Internasional mengatakan bahwa suatu perjanjian berakhir karena hal-hal berikut ini. 1. Telah tercapai tujuan dari perjanjian internasional itu. 2. Masa beraku perjanjian internasional itu sudah habis. 3. Salah satu pihak peserta perjanjian menghilang atau punahnya objek perjanjian itu. 4. Adanya persetujuan dari peserta-peserta untuk mengakhiri perjanjian itu. 5. Adanya perjanjian baru antara peserta yang kemudian meniadakan perjanjian yang terdahulu. 6. Syarat-syarat tentang pengakhiran perjanjian sesuai dengan ketentuan perjanjian itu sudah dipenuhi. 7. Perjanjian secara sepihak diakhiri oleh salah satu peserta dan pengakhiran itu diterima oleh pihak lain.