Hukum Administrasi Negara.docx

  • Uploaded by: Muhammad Nanda Pradita
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Hukum Administrasi Negara.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,422
  • Pages: 14
Hukum Administrasi Negara Istilah Hukum Administrasi Negara (yang dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0198/LI/1972 tentang Pedoman Mengenai Kurikulum Minimal Fakultas Hukum Negeri maupun Swasta di Indonesia, dalam pasal 5 disebut Hukum Tata Pemerintahan) berasal dari bahasa Belanda Administratiefrecht, Administrative Law(Inggris), Droit Administratief (Perancis), atau Verwaltungsrecht (Jerman). Dalam Keputusan Dirjen Dikti Depdikbud No. 30/DJ/Kep/1983 tentang Kurikulum Inti Program Pendidikan Sarjana Bidang Hukum disebut dengan istilah Hukum Administrasi Negara Indonesia, sedangkan dalam Keputusan Dirjen Dikti No. 02/DJ/Kep/1991, mata kuliah ini dinamakan Asas-Asas Hukum Administrasi Negara. Dalam rapat dosen Fakultas Hukum Negeri seluruh Indonesia pada bulan Maret 1973 di Cibulan, diputuskan bahwa sebaiknya istilah yang dipakai adalah “Hukum Administrasi Negara”, dengan tidak menutup kemungkinan penggunaan istilah lain seperti Hukum Tata Usaha Negara, Hukum Tata Pemerintahan atau lainnya. Alasan penggunaan istilah Hukum Administrasi Negara ini adalah bahwa Hukum Administrasi Negara merupakan istilah yang luas pengertiannya sehingga membuka kemungkinan ke arah pengembangan yang sesuai dengan perkembangan dan kemajuan negara Republik Indonesia ke depan. Sumber : http://basukinganjuk.blogspot.com/2009/03/pengenalan-hukum-administrasinegara.html Hukum Acara Peradilan Administrasi Negara Hukum Acara PTUN adalah: seperangkat peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan dimuka pengadilan, serta cara pengadilan bertindak satu sama lain untuk menegakkan peraturan HAN (materiil). Hukum Acara PTUN dapat pula disebut dengan Hukum Acara Peradilan Administrasi Negara. Secara sederhana Hukum Acara diartikan sebagai Hukum Formil yang bertujuan untuk mempertahankan Hukum Materil. Hal-hal yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya di atas, merupakan ketentuan-ketentuan tentang Hukum Materil di Peratun. Sementara itu mengenai Hukum Formilnya juga diatur dalam UU No. 5 tahun 1986 Jo. UU No. 9 Tahun 2004, mulai dari Pasal 53 s/d Pasal 132.Penggabungan antara Hukum Materil dan Hukum Formil ini merupakan karakteristik tersendiri yang membedakan Peradilan TUN dengan Peradilan lainnya. Untuk mengantarkan pada pembahasan tentang Hukum Acara di Peratun ini, terlebih dahulu akan diuraikan hal-hal yang merupakan ciri atau karakteristik Hukum Acara Peratun sebagai pembeda dengan Peradilan lainnya, khususnya Peradilan Umum (Perdata) Sengketa Tata Usaha Negara dikenal dengan dua macam cara antara lain: Melalui Upaya Administrasi (vide pasal 48 jo pasal 51 ayat 3 UU no. 5 tahun 1986) Upaya administrasi adalah suatu prosedur yang dapat ditempuh dalam menyelesaikan masalah sengketa Tata Usaha Negara oleh seseorang atau badan hokum perdata apabila ia tidak puas terhadap suatu Keputusan tata Usaha Negara, dalam lingkungan administrasi atau pemerintah sendiri. Bentuk upaya administrasi: 1. Banding Administratif, yaitu penyelesaian upaya administrasi yang dilakukan oleh instansi atasan atau instansi lain dari yang mengeluarkan Keputusan yang bersangkutan.

2. Keberatan, yaitu penyelesaian upaya administrasi yang dilakukan sendiri oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan itu. 3. Melalui Gugatan (vide pasal 1 angka 5 jo pasal 53 UU no. 5 tahun 1986) Apabila di dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku tidak ada kewajiban untuk menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara tersebut melalui Upaya Administrasi, maka seseorang atau Badan Hukum Perdata tersebut dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara. 4. Sengketa TUN : Sengketa yang timbul dalam bidang TUN antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat TUN, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya KTUN, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 5. Badan atau pejabat TUN : Badan atau pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan (bersifat eksekutif) berdasarkan peraturan yang berlaku. Tujuan pembentukan Peradilan Tata Usaha Negara menurut keterangan pemerintah pada saat pembahasan RUU PTUN adalah: 1. memberikan perlindungan terhadap hak-hak rakyat yang bersumber dari hak-hak individu 2. memberikan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat yang didasarkan kepada kepentingan bersama dari individu yang hidup dalam masyarakat tersebut. (keterangan pemerintah pada Sidang Paripurna DPR RI. mengenai RUU PTUN tanggal 29 April 1986). Menurut Sjahran Basah (1985;154), Tujuan peradilan administrasi adalah untuk memberikan pengayoman hukum dan kepastian hukum, baik bagi rakyat maupun bagi administrasi negara dalam arti terjaganya keseimbangan kepentingan masyarakat dan kepentingan individu. SF Marbun menyoroti tujuan peradilan administrasi secara preventif dan secara represif.Fungsi Peradilan Tata Usaha Negara adalah sebagai sarana untuk menyelesaikan konflik yang timbul antara pemerintah (Badan/Pejabat TUN) dengan rakyat (orang perorang/badan hukum perdata). Konflik disini adalah sengketa tata usaha negara akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara.

MAKALAH HUKUM ADMINISTRASI NEGARA BAB I ISTILAH DAN PENGERTIAN A. Istilah Yang Dipergunakan 1.Dalam Peraturan Perundang-undangan 2.Pandangan Para Sarjana 3.Dalam Kurikulum Perguruan Tinggi

Universitas Padjajaran dan Universitas Sriwijaya (pernah) menggunakan istilah Hukum Tata Usaha Negara sedangkan Universitas Gajah Mada, Universitas Airlangga dan Universitas Islam Indonesia(sampai dengan tahun 1986)menggunakan istilah Hukum Tata Pemerintahan sesuai dengan SK Mendikbud RI.No.0918/U/1972 pasal 5.c dan pasal 10 ayat 2. Universitas Gajah Mada Yogyakarta sejak tahun 1986/1987 berdasarkan SK Rektor No.4 tahun 1986 menggunakan istilah Hukum Administrasi Negara, sedangkan UII mengikutinya dengan menerapkan kurikulum inti sejak tahun 1987/1988. Sebagai perbandingan dapat disebutkan bahwa Perguruan Tinggi di negara-negara Anglo Saxon seperti Inggris dan Amerika Serikat pada umumnya menggunakan istilah Administrative Law. 4.Istilah Asal Istilah Administrasi yang diadopsi menjadi bahasa indonesia memang mempunyai beberapa arti yaitu dengan arti administrasi,dengan arti pemerintahan dan dengan arti tata usaha(administrasi dalam arti sempit). Selain itu masih ada istilah asal lainnya dari lapangan studi ini yaitu istilah Belanda “Bestuurkunde” dan “Bestuurwetwnschappen”. Kata Bestur dalam bahasa Indonesia berarti pemerintahan. Oleh sebab itu penggunaan istilah Hukum Tata Pemerintahan kalau dikaitkan dengan istilah asalnya bisa berasal dari terjemahan atas istilah Bestuurrecht(bestur=pemerintahan). J.R Stellinga mengidentifikasikan adanya 3 paham tentang hubungan antara Hukum Tata Pemerintahan dengan Hukum Administrasi Negara(dalam arti bahwa ada perbedaan cakupan antara HAN dan HTP) yaitu: 1)

Hukum Administrasi Negara adalah lebih luas daripada Hukum Tata Pemerintahan (seperti pendapat Van Vollenhoven).

2) Hukum Administrasi Negara adalah identik dengan Hukum Tata Pemerintahan (seperti pendapat JHPM Van der Grinten). 3) Hukum Administrasi Negara adalah lebih sempit dari Hukum Tata Pemerintahan (seperti pendapat HJ.Romeijn dan G.A Van Poelje). B. Pengertian dan Cakupan 1.Pengertian Administrasi, Tata Usaha dan Pemerintahan Administrasi dalam arti sempit

Administrasi dalam arti sempit berarti segala kegiatan tulis menulis,catat-mencatat,suratmenyurat.ketik-mengetik serta penyimpanan dan pengurusan masalah-masalah yang hanya bersifat teknis ketata-usahaan belaka. Van Vollenhoven mengemukakan bahwa dalam arti luas tugas pemerintah itu terbagi ke dalam empat fungsi yaitu pembentuk Undang-undang,pelakasana/pemerintah,polisi dan keadilan. 2. Arti Hukum Administrasi Negara Rochmat Soemitro mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan Hukum Administrasi Negara dan Hukum Tata Pemerintahan itu meliputi segala sesuatu mengenai pemerintahan,yakni seluruh aktivitas pemerintah yang tidak termasuk pengundangan dan peradilan. E.Utrecht mengemukakan bahwa Hukum Administrasi Negara/Hukum Tata Pemerintahan itu mempunyai obyek: 1) Sebagian hukum mengenai hubungan hukum antara alat perlengkapan negara yang satu dengan alat perlengkapan negara yang lain. 2) Sebagian aturan hukum mengenai hubungan hukum,antara perlengkapan negara dengan perseorangan privat. Dengan kata lain bisa dikemukakan bahwa: a)

Obyek Hukum Administrasi Negara adalah semua perbuatan yang tidak termasuk tugas mengadili,meskipun mungkin tugas itu dilakukan oleh badan di luar eksekutif; bagi HAN yang penting bukan siapa yang menjalankan tugas itu,tetapi adalah masuk ke (bidang) manakah tugas itu.

b) Hukum Administrasi Negara merupakan himpunan peraturan-peraturan istimewa. Maka pengertian Hukum Administrasi Negara yang luas terdiri atas 3 unsur yaitu:  Hukum Tata Pemerintahan,yakni Hukum Eksekutif atau Hukum Tata Pelaksanaan Undang-undang; dengan perkataan lain Hukum Tata Pemerintahan ialah hukum mengenai aktivitas-aktivitas kekuasaan eksekutif(kekuasaan untuk melaksanakan Undang-undang).  Hukum Administrasi Negara dalam arti sempit,yakni hukum tata pengurusan rumah tangga negara  Hukum Tata Usaha Negara,yakni hukum mengenai surat-menyurat,rahasia dinas dan jabatan,kearsipan

dan

dokumentasi,pelaporan

dan

statistik,tatacara

penyimpanan

berit

acara,pencatatan sipil,pencatatan nikah,talak dan rujuk,publikasi,penerbitan-penerbitan negara.

BAB II HUBUNGAN HUKUM TATA NEGARA DENGAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA SERTA KEDUDUKAN, SISTEMATIKA DAN KODIFIKASI HAN A.Pada Mulanya Adalah Satu Pada mulanya Hukum Tata Negara dan Hukum Adminisrtasi Negara merupakan satu cabang ilmu yang bernama “Staats en Administratief Recht”. B.Perbedaan Pandangan Ada Sarjana yang mengatakan bahwa Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara mempunyai perbedaan prinsip,sebaliknya ada segolongan sarjana lain yang berpendapat bahwa HTN dan HAN tidak mempunyai perbedaan prinsip. Menurut Prins ada konsepsi yang sama diantara mereka(para sarjana itu)yakni: (1) Hukum Tata Negara mempelajari hal-hal yang sifatnya fundamental yakni tentang dasar-dasar dari negara dan menyangkut langsung setiap warga negara. (2) Hukum Administrasi Negara lebih menitikberatkan pada hal-hal yang teknis saja,yang selama ini kita tidak berkepentingan karene hanya penting bagi para spesialis.

Berikut ini akan diuraikan pendapat-pendapat sarjana baik dari golongan yang mengatakan bahwa ada perbedaan prinsip antara NTH dan HAN maupun yang mengatakan tidak ada; 1.Golongan yang Berpendapat Ada Perbedaan Prinsip Menurut Oppenheim HTN adalah sekumpulan peraturan hukum yang membentuk alat-alat perlengkapan negara dan aturan-aturan yang memberi wewenang kepada alat-alat perlengkapan negara itu serta membagi-bagikan tugas pekerjaan pemerintah modern antara beberapa alat perlengkapan negara di tingkat tinggi dan tingkat rendah,artinya HTN itu mempersoalkan negara dalam keadaan “diam(terhenti)”. Sedangkan HAN adalah sekumpulan peraturan hukum yang mengikat alat-alat perlengkapan menggunakan wewenang yang telah ditetapkan oleh HTN ,dengan demikian HAN merupakan aturan-aturan mengenai negara dalam keadaan bergerak. Mengenai HAN oleh Van Vollenhoven dibagi menjadi 4 macam,yaitu: 1.Hukum Pemerintahan ( Bestuurrecht) 2.Hukum Peradilan (Justitierechht) 3.Hukum Kepolisian (Politierecht)

4.Hukum Perundang-undangan (Regelaar recht) Sedangkan hukum Peradilan dibagi-bagi menjadi 4 macam,yaitu: 1.Hukum Acara Ketatanegaraan 2.Hukum Acara Keperdataan 3.Hukum Acara Kepidanaan 4.Hukum Acara Administrasi Negara Menurut Logeman HTN adalah pelajaran tentang hubungan kompetensi sedangkan HAN adalah pelajaran tentang hubungan istimewa. 2.Golongan yang Berpendapat tidak ada Perbedaan Prinsip Menurut Kranenburg HTN dan HAN tidak mempunyai perbedaan prinsip,sebab perbedaan kedua ilmu tersebut hanyalah akibat dari perkembangan sejarah semata-mata. Hubungan HTN dan HAN sama seperti hubungan BW(KUH Perdata) dan WvK(Wetboek van Koophandel) yakni hubungan umum dan khusus sebab yang satu bersifat umum dan yang lainnya bersifat khusus. C.Kedudukan HAN dalam Tata Hukum HAN itu pada mulanya termasuk atau menjadi bagian dari HTN,tetapi karena perkembangan masyarakt dan situasi hukum dimana ada tuntutan akan munculnya kaidah-kaidah hukum baru dalam studi HAN maka lama kelamaan HAN itu menjadi lapangan studi sendiri,terpisah bahkan mencakup masalah-masalah yan jauh lebih luas dari HTN. Dengan demikian HAN itu merupakan bagian dari hukum publik karena berisi pengaturan yan berkaitan dengan masalah-masalah umum(kolektip). D.Sistematika dan Kodifikasi HAN Sistematika adalah suatu kebulatan susunan atau keseluruhan yang kompleks atau terorganisir;atau satu himpunan dan perpaduan yang terdiri dari bagian-bagian untuk mencapai tujuan dan bagian-bagian tersebut saling bergantung satu dengan yang lain. Sedangkan kodifikasi adalah penyusunan satu jenis hukum ke dalam satu jenis Kitab Undang-undang secara lengkap dan bulat. Tentang kesulitan menetapkan sistematika dan kodifikasi HAN ini pernah dikemukakan oleh Donner dua alasan sebagai berikut: (1)Peraturan-peraturan HAN itu berubah lebih cepat dan sering mendadak;berbeda dengan peraturan-peraturan hukum Privat dan hukum Pidana yang perubahannya terjadi secara pelan dan berangsur-angsur.

(2)Pembuatan peraturan-peraturah HAN tidak hanya terletak di satu tangan,sebab di luar pembuat Undang-undang pusat hampir semua Departemen dan Pemerintah Daerah Otonom membuat juga peraturan-peraturan HAN sehingga lapangan HAN ini sangat beraneka ragam dan tidak bersistem.

BAB III SUMBER-SUMBER HUKUM ADMINISTRASI NEGARA A.Pengertian Sumber Hukum Sumber hukum adalah segala sesuatu yang dapat menimbulkan aturan hukum serta tempat diketemukannya aturan hukum. Sumber hukum itu bisa dilihat dari faktor-faktor yang mempengaruhinya atau dilihat dari bentuknya. Dengan demikian ada dua macam sumber hukum yaitu sumber hukum materiil dan sumber hukum formal. B.Sumber Hukum Materiil Faktor-faktor yang ikut mempengaruhi isi dari aturan hukum adalah historik,filosofik dan sosiologis/antropologis. 1.Sumber Historik (Sejarah) Dari sudut sejarah ada dua jenis sumber hukum,yaitu: 1) Undang-undang dan sistem hukum tertulis yang berlaku pada masa lampau di suatu tempat. 2) Dokumen-dokumen dan surat-surat serta keterangan lain dari masa itu sehingga dapat diperoleh gambaran tentang hukum yang berlaku di masa itu yang mungkin dapat diterima untuk dijadikan hukun positif saat sekarang. 2.Sumber Sosiologis/Antropologis Dari sudut Sosiologis/Antropologis ditegaskan bahwa sumber hukum materiil itu adalah seluruh masyarakat. Sudut ini menyoroti lembaga-lembaga sosial sehingga dapat diketahui apakah yang dirasakan sebagai hukum oleh lembaga-lembaga itu. Dari sudut sosiologis/antropologis yang dimaksud dengan sumber hukum adalah faktor-faktor dalam masyarakat yang ikut menentukan isi hukum positif,faktor-faktor mana yang meliputi pandangan ekonomis,pandangan agamis dan psikologis. 3.Sumber Filosofis Dari sudut filsafat ada dua masalah penting yang dapat menjadi sumber hukum,yaitu:

a) Ukuran untuk menentukan bahwa sesuatu itu bersifat adil. Karena hukum itu dimaksudkan, antara lain, untuk menciptakan keadilan maka hal-hal yang secara filosofis dianggap adil dijadikan juga sumber hukum materiil. b) Faktor-faktor yang mendorong seseorang mau tunduk pada hukum, C.Sumber Hukum Formal Sumber hukum formal adalah sumber hukum yang berasal dari aturan-aturan hukum yang sudah mempunyai bentuk sebagai pernyataan berlakunya hukum. Sumber-sumber hukum formal dari Hukum Administrasi Negara adalah: 1) Undang-undang (Hukum Administrasi Negara tertulis) 2) Praktek Administrasi Negara (Konvensi) 3) Yurisprudensi 4) Doktrin (Anggapan para Ahli Hukum) 1.Undang-undang sebagai Sumber Hukum Formal Secara formal yang dimaksud denan UU di Indonesia adalah produk hukum yang dibuat oleh Presiden bersama DPR. Peraturan perundang-undangan dapat dikelompokan kedalam 3 macam: 1) Peraturan perundang-undangan zaman Hindia Belanda 2) Peraturan perundang-undangan berdasarkan UUD 1945 3) Peraturan perundang-undangan menurut Tap MPRS No.XX tahun 1966. 1.1. Peraturan Perundang-undangan Zaman Hindia Belanda Peraturan-peraturan pada Zaman Hindia Belanda secara garis besar ada 2 macam: 1) Peraturan-peraturan umum (Algemenee Verordeningen) 2) Peraturan-peraturan lokal (Locale Verordeningen) Peraturan Perundang-undangan umum secara hierarchis terdiri dari: a)

Wet (sama dengan UU yang kita kenal di Indonesia) Wet ini dibuat oleh lembaga-lembaga perundang-undangan pemerintahan Negeri Belanda yakni Mahkota bersama Staten Generale.

b) Algemene Maatsregels van Bestuur (AmvB) AmvB ini hanya dibuat oleh Mahkota Belanda dan Parlemen tidak ikut membuatnya. c)

Ordonantie Ordonantie adalah bentuk peraturan perundang-undangan tertinggi yang dapat dikeluarkan di Hindia Belanda.

d) Regerings verordenings Rv. Rv adalah satu jenis peraturan perundangan yang dibuat sendiri oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda. 1.2. Peraturan Perundang-undangan Berdasarkan UUD 1945 a) Undang-undang,UU yang disebutkan di dalam UUD 1945 jelas menunjuk pada arti formal karena menekankan pada cara dan lembaga pembuatnya yaitu Presiden bersama DPR. b) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Peperpu) , Kewenangan membuat Peperpu ini adalah kekuasaannya sendiri Presiden dapat mengeluarkan Peraturan yang derajatnya setingkat dengan UU tanpa harus minta persetujuan DPR lebih dulu. Ketentuan yang memberikan kekuasaan kepada Presiden untuk membuat Peperpu ini terdapat di dalam pasal 22 UUD 1945 yang berbunyi sebagai berikut: 1. Dalam hal ikhwal kepentingan yang memaksa ,Presiden berhak menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai Pengganti Undang-undang. 2. Peraturan Pemerintah itu harus mendapat persetujuan DPR dalam persidangan yang berikut. 3. Jika tidak mendapat persetujuan maka Peraturan Pemerintah itu harus dicabut. 4. Peraturan Pemerintah Tentang Peraturan Pemerintah sebagai produk peraturan perundangan dari presiden yang dibuat berdasarkan kewenangan ‘delegasi’ diatur dalam pasal 5 ayat 2 UUD 1945. Peraturan Pemerintah ini berisi ketentuan-ketentuan untuk menjalakan satu Undang-undang sebagaimana mestinya. 1.3 Peraturan Perundang-undangan Berdasarkan Tap MPRS No.XX Tahun 1966 Ketetapan MPRS No.XX tahun 1966 adalah sebuah Ketetapan tentang Memorandum DPRGR tanggal 9 Juni 1966. Memorandum ini semua lahir sebagai konsep untuk mengatasi keadaan hukum yang kacau balau pada awal perjalanan Orde Baru. Adapun tata urutan Perundang-undangan yang diatur dalam Tap MPRS No.XX tahun 1966 tersebut adalah: -

Undang-Undang Dasar

-

Ketetapan MPR

-

UU/Perpu

-

Peraturan Pemerintah

-

Keputusan Presiden

-

Peraturan Pelaksanaan lainnya,seperti Instruksi Menteri,Peraturan Menteri dan sebagainya

2. Konvensi Konvensi yang menjadi sumber administrasi negara adalah praktek dan keputusan-keputusan pejabat administrasi negara atau hukum tak tertulis tetapi dipraktekkan di dalam kenyataan oleh pejabat administrasi negara. Konvensi ini penting mengingat HAN itu senantiasa bergerak dan seringkali dituntut perubahannya oleh situasi. Setiap keputusan pejabat administrasi negara bisa menimbulkan 2 macam respons,yaitu: (1)Keputusan yang memberi kesempatan bagi yang terkena untuk minta banding(beroep). (2)Keputusan yang berlaku tanpa ada peluang atau kemungkinan untuk adanya administratief beroep (yakni yang biasanya tidak mengena hak-hak orang lain). 3. Yurisprudensi Keputusan hakim(yurisprudensi) yang dapat menjadi sumber hukum administrasi negara adalah keputusan hakim administrasi atau hakim umum yang memutus perkara administrasi negara. UU No.14 tahun1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman menyatakan bahwa: 1. Mahkamah Agung berwenang untuk menyatakan tidak sah semua peraturan perundangan dari tingkat yang lebih rendah dari Undang-undang atas alasan bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi. 2. Putusan tentang pernyataan tidak sahnya peraturan perundang-undangan dapat diambil berhubung dengan pemeriksaan dalam tingkat kasasi.

Pembatasan-pembatasan tertentu dalam pengaturan hak uji materiil ini,yaitu: a) Hak uji materiil hanya munkin untuk peraturan perundang-undangan yang derajatnya dibawah UU(PP ke bawah). b) Hak menguji itu hanya dapat dilakukan dalam pemeriksaan perkara di tingkat kasasi. c)

Pernyataan tidak sahnya satu peraturan perundangan berdasarkan hasil hak uji belum berarti pencabutan secara otomatis bagi peraturan itu,sebab pencabutannya hanya dapat dilakukan oleh instansi yang mengeluarkan peraturan perundangan yang bersangkutan. 4.Doktrin

Sebagai sumber hukum formal HAN doktrin berbeda dengan UU dalam arti materiil (regelings), konvensi dan yurisprudensi. Regelings kalau sudah diundangkan langsung bisa berlaku sesudah melalui proses yang cukup lama. Bila doktrin tersebut diterima oleh masyarakat barulah bisa menjadi sumber hukum formal tanpa harus diundangkan.

BAB IV PERKEMBANGAN TUGAS-TUGAS PEMERINTAH

A.Perkembangan Bentuk Negara Dalam bab 1 telah di kemukakan bahwa istilah pemerintahan daan pemerintah bisa di beri arti secara sempit ( meliputi bidang esekutif ) dan bisa di beri arti secara luas ( meliput semua kekuasaan di dalam negara ). Luas atau sempitnya pengertian ini menjadi ukuran pula bagi luas atau sempitnya lapangan tuas administrasi negara. Secara historik konsep – konsep tentang cakupan tugas pemerintahan ini memang berkembang secara proses kausalitas dari bentuk – bentuk negara tertentu. Sodang P. Siagian mengemukakan adanya tiga bentuk Negara yang memberikan peranan dan fungsi berbeda bagi pemerintahan yaitu Political State ( semua kekuasaan dipegang Raja sebagai pemerintahan ) bentuk Legal State ( pemerintahan hanya sebagai pelaksanaan peraturan ) dan bentuk welfare State ( tugas pemerintahan di perluas untuk menjamin kesejahteraan umum) dengan diseretionary power dan freies Ermessan. 1.Political State Pada zaman pertengahan ( abad IV sampai abad XI) Di Eropa Barat seluruh pemerintahan dalam artinya yang luas terpusat di tangan Raja. (monarch). Kemudian dalam tangan birokrasi (alat pemerintahan) kerajaan yang waktu itu belum mengenal adanya pemerintahan fungsi da kekuasaan (legislatif, eksekutif dan yudikatif) seperi yang ada sekarang ini. Jadi pada zaman pertengan ini kekusaan raja amat luas sebab ia sekaligus menjadi pemegang kekuasaan legislatif, esekutif, yudikatif.

2.Legal State (Negara Hukum yang statis)

Pemikiran tentang pemisahan kekuasaan di pengaruhi oleh teori John Locke (1632 – 1704) seorang filosof Inggris yang pada tahun 1690 menerbitkan buku “Tro Treaties On Civil Gonvernmant” Dalam bukunya itu Jhon locke mengemukakan adanya tiga macam kekuasaan di dalam negara yang harus diserahkan kepada badan yang masing – masing berdiri sendiri yaitu kekuasaan legislatif (membuat Undang – undang ). Kekuasan eksekutir (pelaksanaan undang – undang atau pemerintahan ) dan kekuasaan federatif (keamanan dan hubungan luar negeri). Di dalam konsep “legal state” (negara hukum yang lama,statis) disamping porsinya yang sempit tugas pemerintahan juga bersifat pasif artinya negara hanya menjadi wasit dan melaksanakan berbagai keinginan masyarakat yang telah disepakati bersama melalui pemilihan atas berbagai alternatif yang diputuskan secara demokratis-liberal. Dalam konsep negara hukum yang lama ini dikemukakan ciri-ciri negara hukum oleh Freidrich Julius sebagai berikut: 1) Adanya perlindungan hak-hak asasi manusia 2) Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak azasi manusia itu(Trias Politika) 3) Pemerintah berdasarkan peraturan-peraturan 4) Peradilan administrasi negara dalam perselisihan 3.Welfare State (Negara hukum yang baru,dinamis) Konsep negara hukum yang lama diganti dengan konsep baru yang lebih dinamis yakni Welfare state atau negara hukum materiil. Di dalam negara modern “Welfare State”ini tugas pemerintah bukan lagi sebagai penjaga malam dan tidak boleh pasif tetapi harus aktif turut serta dalam kegiatan masyarakat sehingga kesejahteraan bagi semua orang tetap terjamin.

Ciri-ciri atau persyaratan negara hukum yang baru ini adalah: 1) Perlindungan konstitusional,dalam arti bahwa konstitusi selain menjamin hak-hak individu harus menentukan juga cara prosedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin itu. 2) Badan kehakiman yang bebas (independent and inpertial tribunals) 3) Pemilihan umum yang bebas 4) Kebebasan untuk menyatakan pendapat 5) Kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi 6) Pendidikan Kewarganegaraan 4.Freies Ermessen

Untuk menjalankan tugasnya menyelenggarakan kesejahteraan umum itu pemerintah diberi juga freies ermessen, yaitu kewenangan yang sah untuk turut campur dalam kegiatan sosial guna melaksanakan

tugas-tugas

menyelenggarakan

kepentingan umum

itu,,seperti

memberi

izin,melakukan pencabutan hak,mendirikan rumah sakit,sekolah,perusahaan dan sebagainya. Adanya freies ermessen ini mempunyai konsekuennya sendiri di bidang perundangundangan,yakni adanya penyerahan kekuasaan legislatif kepada pemerintah sehingga dalam keadaan tertentu dan/dalam porsi dan tingkat tertentu pemerintah dapat mengeluarkan peraturan perundangan tanpa persetujuan lebih dahulu dari parlemen. Menurut E.Utrecht ada beberapa implikasi dalam bidang perundang-undangan yang bisa dimiliki pemerintah berdasarkan freies ermessen,yaitu: Pertama,Kewenangan atas inisiatif sendiri yaitu kewenangan untuk membuat peraturan perundangan yang setingkat dengan Undang-undang tanpa meminta persetujuan parlemen terlebih dahulu Kedua,Kewenangan karena delegasi perundang-undangan dari UUD yaitu kewenangan untuk membuat peraturan perundang-undangan yang derajatnya lebih rendah dari Undang-undang dan yang berisi masalah-masalah untuk mengatur ketentuan-ketentuan yang ada di dalam satu Undangundang. B. Pemerintahan di Indonesia 1. Pengaruh Trias Politika Pemisahan kekuasaan sesuai dengan teori Trias Politika juga berpengaruh pada struktur ketatanegaraan di Indonesia yang diciptakan menurut UUD 1945. Dikatakan berpengaruh karena Indonesia tidak menganut sepenuhnya teori Trias Politika dalam arti pemisahan kekuasaan. 2.Negara Hukum Indonesia a) Tugas Pemerintah Indonesia b) Dasar-dasar Konstitusional c)

.Konsekuensi dalam Perundang-undangan. Dalam administrasi negara Indonesia konsekuensi seperti itu jua dikenal dan diterima secara konstitusional.

d) Kewenangan atas inisiatif sendiri Berarti bahwa pemerintah tanpa harus dengan persetujuan DPR diberi kewenangan untuk membuat peraturan perundangan yang derajatnya setingkat dengan Undang-undang bila keadaan terpaksa.

c.2. Kewenangan atas delegasi Berarti kewenangan untuk membuat peraturan perundang-undangan yang derajatnya dibawah Undang-undang yang berisi masalah untuk mengatur ketentuan satu Undang-undang peraturan perundang-undangan yang dibuat karena delegasi ini pada dasarnya memang dapat dibuat oleh Presiden sendiri. c.3 Droit Function

Related Documents


More Documents from "MUCHAMAD MUKHLIS"