BAB I Pendahuluan I.
LATAR BELAKANG MASALAH Istilah Hukum Administrasi Negara berasal dari bahasa belanda “ Administratiefrecht “ menurut Utrecht, Hukum Administrasi Negara adalah kaidah hukum yang mengatur dan menguji hubungan hukum istimewa yang memungkinkan para petugas administrasi menjalankan tugas khusus. Dimana tujuan tugas
khusus
tersebut
menyangkut
bagaimana
petugas
administrasi menjalankan atau mengemban tugas itu agar dapat mewujudkan keadilan dan kemakmuran sebagaimana yang diamanatkan oleh pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Menurut Indoharto, yang dimaksud petugas administrasi atau pemerintah itu diklasifikasikan menjadi lima ( 5 ) : 1.
Institusi yang langsung dibawah kekusaan presiden
2.
Institusi yang berada dilingkungan kekuasaan eksekutif
3.
Badan Hukum Perdata/ Badan Swasta
4.
Badan Hukum Swasta murni
5.
Instasi hukum swasta
Petugas administrasi negara didalam menjalankan tugas dan fungsi serta kewajiban untuk mengurus segala apa yang menjadi kehendak pemerintah dengan memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat wajib menaati hukum yang berlaku,
salah
satu
bentuk
pelayanan
publik
petugas
administrasi negara adalah dalam hal melayani masyarakat didalam pembuatan Kartu Tanda Penduduk ( KTP ), secara administrasi
kewenangan
tersebut
berada
pada
Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil, pengaturan mengenai masalah kependudukan ini berlandaskan pada Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan UndangUndang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan 1
dan Peratuarn Presiden No. 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan Dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk Dan Pencatatan Sipil. Menurut Pasal 1 angka ( 14 ) Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, yang dimaksud Kartu Tanda Penduduk adalah ” Identitas resmi Penduduk sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana yang berlaku di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ”.
KTP
merupakan kartu penting yang wajib dimiliki masyarakat yang berdomisili di satu daerah. KTP berfungsi sebagai bukti identitas seseorang. Dengan demikian KTP menjadi faktor kunci atau penentu dalam banyak urusan. KTP juga merupakan pengakuan atas kewarganegaraan seseorang oleh negara. Dengan memiliki KTP maka hak-hak seseorang sebagai warga negara terlindungi secara hukum, namun pada kenyataanya pelayanan publik dalam bentuk pelayanan administrasi kependudukan khususnya dalam hal pembuatan (KTP) belum sepenuhnya dapat berjalan dengan efektif dan masih ditemuinya hambatan karena belum tersosialisasi
dengan
baik,
salah
satu
contohnya
dalam
pembuatan KTP masih dikenakan biaya, padahal Peraturan Daerah Perda Jakarta No. 3 Tahun 1999 tentang Retribusi Daerah jo Perda Provinsi DKI Jakarta No 7 Tahun 2000 tentang Perubahan Pertama atas Perda DKI Jakarta No 3 Tahun 1999 tentang Retribusi Daerah menyatakan bahwa "biaya KTP adalah Rp 0,atau
gratis.
belakang,
Tetapi
karena
faktanya kurangnya
hal
tersebut
sosialisasi
malah Perda
bertolak mengenai
pembuatan KTP, sehingga masih ada masyarakat yang belum memahami tata cara pembuatan KTP disamping itu ada oknum tertentu yang memanfaatkan kesempatan dengan menarik biaya ( pungli ) terhadap pembuatan KTP. II.
Perumusan Masalah 1. Faktor-faktor
apa
yang
menjadi
penghambat
dalam
pembuatan KTP? a. Sarana ( alat-alatnya ) b. Prasarana ( SDM)
2
Serta Tindakan apa yang diambil Pemerintah bila terjadi penyimpangan
dan
bagaimana
upaya
meningkatkan
pelayanan publik khusunya pembuatan KTP di DKI?
3
BAB II TINJAUAN TEORI I.
Pengertian pemerintah Pemerintahan adalah berkenaan dengan sistem, fungsi, cara perbuatan, kegiatan, urusan atau tindakan memerintah yang dilakukan atau diselenggarakan atau dilaksanakan oleh ‘pemerintah’ dalam arti luas (semua lembaga Negara) maupun dalam arti sempit (presiden beserta jajaran atau aparaturnya). Eksekutif adalah cabang kekuasaan Negara yang melaksanakan kebijakan public (kenegaraan dan atau pemerintahan) melalui peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan oleh lembaga legislative maupun atas inisiatif sendiri. Secara teoritis, presiden atau Pemerintah memiliki dua kedudukan yaitu sebagai salah satu organ negara dan sebagai administrasi negara. Sebagai organ negara pemerintah bertindak untuk dan atas nama negara. Sedangkan sebagai administrasi negara, pemerintah dapat bertindak baik di lapangan pengaturan (regelen) maupun dal am lapangan pelayanan (bestuuren). ‘Administrasi’ (Negara) adalah badan atau jabatan dalam lapangan
kekuasaan
eksekutif
yang
mempunyai
kekuasaan
mandiri berdasarkan hukum untuk melakukan tindakan-tindakan pemerintahan baik di lapangan pengaturan, maupun penyelenggaraan administrasi Negara. II.
Tindakan Pemerintahan Dalam melakukan aktifitasnya, pemerintah melakukan dua macam tindakan, tindakan biasa (feitelijkehandelingen) dan tindakan hukum (rechtshandelingen). Dalam kajian hukum, yang terpenting untuk dikemukakan adalah tindakan dalam katagori kedua, rechtshandelingen. Tindakan hukum pemerintahan adalah tindakan yang dilakukan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dalam rangka melaksanakan urusan pemerintahan. Tindakan pemerintahan memiliki beberapa unsur yaitu sebagai berikut :
4
•
Perbuatan itu dilakukan oleh aparat Pemerintah dalam kedudukannya sebagai Penguasa maupun sebagai alat perlengkapan pemerintahan (bestuursorganen) dengan prakarsa dan tanggung jawab sendiri;
•
Perbuatan
tersebut
dilaksanakan
dalam
rangka
menjalankan fungsi pemerintahan; •
Perbuatan tersebut dimaksudkan sebagai sarana untuk menimbulkan akibat hukum di bidang hukum administrasi;
•
Perbuatan rangka
yang
bersangkutan
pemeliharaan
dilakukan
kepentingan
dalam
negara
dan
rakyat. Dalam negara hukum, setiap tindakan pemerintahan harus berdasarkan atas hukum, karena didalam negara terdapat prinsip wetmatigheid
van
bestuur
menentukan
bahwa
tanpa
diberikan
oleh
suatu
atau
asas
adanya
peraturan
legalitas.
dasar
Asas
ini
wewenang
yang
perundang-undangan
yang
berlaku, maka segala macam aparat pemerintah tidak akan memiliki wewenang yang dapat mempengaruhi atau mengubah keadaan atau posisi hukum warga masyarakatnya. Meskipun
demikian,
tidak
selalu
setiap
tindakan
pemerintahan tersedia peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Dapat terjadi, dalam kondisi tertentu terutama ketika pemerintah harus bertindak cepat untuk menyelesaikan persoalan konkret dalam masyarakat, peraturan perundangundangannya belum tersedia. Dalam kondisi seperti ini, kepada pemerintah diberikan kebebasan bertindak (discresionare power) yaitu melalui freies Ermessen, yang diartikan sebagai salah satu sarana yang memberikan ruang bergerak bagi pejabat atau badan-badan administrasi negara untuk melakukan tindakan tanpa harus terikat sepenuhnya pada undang-undang. Freies Ermessen ini menimbulkan implikasi dalam bidang legislasi bagi pemerintah, yaitu lahirnya hak inisiatif untuk membuat peraturan perundang-undangan yang sederajat dengan UU tanpa persetujuan DPR, hak delegasi untuk membuat peraturan yang derajatnya di bawah UU, dan droit function atau 5
kewenangan menafsirkan bersifat
enunsiatif.
sendiri
Menurut
aturan-aturan yang masih
Bagir
Manan,
kewenangan
pemerintah untuk membentuk peraturan perundang-undangan karena beberapa alasan yaitu; Pertama, paham pembagian kekuasaan
menekankan
pada
perbedaan
fungsi
daripada
pemisahan organ, karena itu fungsi pembentukan peraturan tidak harus
terpisah
dari
fungsi
penyelenggaraan
pemerintahan;
Kedua, dalam negara kesejahteraan pemerintah membutuhkan instrumen hukum untuk menyelenggarakan kesejahteraan umum; Ketiga, untuk menunjang perubahan masyarakat yang cepat, mendorong administrasi negara berperan lebih besar dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Freies Ermessen merupakan konsekuensi logis dari konsepsi welfare state, akan tetapi dalam kerangka negara hukum, freies Ermessen ini tidak dapat digunakan tanpa batas. Atas dasar itu, Sjachran Basah mengemukakan unsur-unsur freies Ermessen dalam suatu negara hukum yaitu sebagai berikut : •
Ditujukan
untuk
menjalankan tugas-tugas
servis
publik; •
Merupakan sikap tindak yang aktif dari administrasi negara;
•
Sikap tindak itu dimungkinkan oleh hukum;
•
Sikap tindak itu diambil atas inisiatif sendiri;
•
Sikap tindak itu dimaksudkan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan penting yang timbul secara tibatiba;
•
Sikap tindak itu dapat dipertanggung jawab baik secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa maupun secara hukum.
6
BAB III PEMBAHASAN I.
Landasan Hukum Pembuatan KTP Tujuan
pemerintah
dengan
membentuk
organisasi
pemerintahan salah satunya antara untuk membagi habis tugas pemerintah, agar semua urusan pemerintahan dapat diawasi, dikoordinasikan,
dikomunikasikan.
Segala
tindakan
petugas
administrasi didasarkan pada peraturan perundang-undangan, seperti dalam hal pembuatan KTP di DKI Jakarta. Urusan adminstrasi kependudukan merupakan bagian dari wewenang Menteri Dalam Negeri yang membawahi Departemen Dalam Negeri. Kemudian Menteri Dalam Negeri melimpahkan wewenang
ini
kepada
pemerintah
daerah,
dalam
hal
ini
pemerintah provinsi DKI Jakarta. Petugas administrasi yang mengurusi
pelayanan
pembuatan
KTP,
diserahkan
kepada
pemerintahan Desa/Kelurahan yang dikepalai oleh seorang Lurah. Adapun dasar hukum dalam pelayanan publik ini adalah : 1.
Intruksi Presiden No. 1 Tahun 1995 tentang Perbaikan Peningkatan
Mutu
Pelayanan
Aparatur
kepada
Masyarakat 2.
Keputusan Menpan No. 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyenggaraan Pelayanan Publik
3.
Keputusan Menpan No. 26/KEP/M.PAN/2004 tentang Petunjuk
Teknis
Transparansi
dan
Akuntabilitas
Penyelenggaraan Pelayanan Publik Salah satu bentuk dari pelayanan publik yang dilaksanakan untuk masyarakat adalah pelayanan publik bidang administrasi kependudukan, seperti pembuatan KTP. Pembuatan KTP diatur dalam peraturan perundang-undangan sebagai berikut : 1.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan
2.
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 tentang pelaksanaan
UU
No.
23
Tahun
2006
tentang
Administrasi Kependudukan
7
3.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1996 tentang Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia
4.
Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1977 tentang Pendaftaran Penduduk
5.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13A Tahun 1995
tentang
Penduduk
Penyelenggaraan
dalam
Rangka
Pendaftaran
Sistem
Informasi
Manajemen Kependudukan 6.
Keputusan Mendagri Nomor 45 Tahun 1992 tentang Pokok-pokok
Penyelenggaraan
Sistem
Informasi
Manajemen Departemen Dalam Negeri 7.
Keputusan Mendagri Nomor 15A Tahun 1995 tentang Spesifikasi penunjang
blanko/formulir/buku lainnya
yang
serta
dipergunakan
sarana dalam
penyelenggaraan pendaftaran penduduk 8.
Keputusan Mendagri Nomor 20A Tahun 1995 tentang Prosedur
dan
Pendaftaran
Tata
Cara
Penduduk
dalam
Penyelenggaraan Kerangka
Sistem
Informasi Manajemen Kependudukan 9.
Keputusan Mendagri Nomor 42 Tahun 1995 tentang Pedoman Penyususan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Kerangka
Pendaftaran
Sistem
Penduduk
Informasi
dalam
Manajemen
Kependudukan 10.
Keputusan Mendagri Nomor 15 Tahun 1996 tentang Pedoman Biaya Pelayanan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil. Dalam Pasal 1 disebutkan bahwa : “ Biaya pelayanan pembuatan KTP setinggi-tingginya Rp. 3.000, 00 per lembar.”
11.
Keputusan Mendagri Nomor16 Tahun 1996 tentang Harga
Blanko
Dipergunakan
dan dalam
Formulir-formulir Pelaksanaan
yang
Pendaftaran
Penduduk. Pasal 1 dalam ketentuan ini disebutkan harga blanko untuk KTP adalah Rp. 1.000,00 per lembar. Dalam Pasal 2 dikatakan bahwa biaya 8
pelayanan sebagaimana dimaksud Pasal 1, diatur dan ditetapkan dalam Peraturan Daerah Tingkat II sesuai dengan kondisi dan kemampuan masyarakat setempat. Untuk Provinsi DKI Jakarta selain perundang-undang tersebut diatas, Provinsi DKI Jakarta sudah menetapkan perda yaitu : 1.
Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusu Ibukota Jakarta
Nomor
Penyelenggaraan Kerangka
1
Tahun
Pendaftaran
Sistem
Kependudukan
1996 Penduduk
Informasi
dalam
tentang
Wilayah
dalam
Manajemen Daerah
Khusus
Ibukota Jakarta 2.
Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 4 Tahun 2004 tentang Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil
3.
Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 16 Tahun 2005 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftran Penduduk dan Pencatatan Sipil
Maka untuk Provinsi DKI Jakarta besarnya retribusi KTP bagi WNI ditetapkan Rp. 1.000,00 berdasarkan Pasal 33 Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 1996 tentang Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk dalam Kerangkan Sistem Manajemen Kependudukan dalam
Wilayah
Daerah
Khusus
Ibukota
Jakarta.
Sehingga
pembuatan KTP DKI Jakarta hanya diperlukan Rp. 2.000, 00 sudah termasuk biaya blanko. II.
Faktor-Faktor
Penghambat
yang
Ditemui
dalam
Pembuatan KTP a. Sarana ( alat- alat ) : Dalam
menunjang
pembuatan
KTP
diperlukan
dukungan peralatan yang memadai, idealnya dengan adanya peralatan yang lengkap, maka kinerja administrasi dapat
berjalan
dengan
maksimal,
akan
tetapi
kenyataannya hal tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya. Kurang primanya pelayanan terhadap publik ini, akan berimplikasi kepada pandangan masyarakat terhadap 9
instansi terkait, lebih jauh persoalan sarana ini sering dijadikan alasan untuk menutupi kinerja yang kurang baik. Sebagai
contoh
adalah
dalam
pembuatan
KTP,
jika
didukung dengan sarana yang memadai pembuatan KTP akan menjadi lebih cepat dan mudah. b. Sumber Daya Manusia ( SDM ) Selain faktor sarana yang kurang memadai, faktor lainnya yang menjadi penghambat adalah sumber daya manusianya itu sendiri yang kurang memberikan layanan yang prima dan maksimal , sikap pelayanan prima yang seharusnya diterapkan dalam setiap kali proses pekerjaan didalam
melayani
masyarakat
cenderung
diabaikan,
seperti di Dinas Pencatatan Sipil, Kecamatan, Kelurahan masih menunjukkan sikap yang kurang bersahabat, sikap tersebut menghambat dalam proses komunikasi antara masyarakat dan petugasnya. Faktor lainnya yang turut menghambat adalah faktor sosialisasi
yang
kurang
oleh
Pemda
DKI
kepada
masyarakat, dengan kurangnya sosialisasi maka banyak dari mereka tidak mengetahui bahwa biaya pembuatan KTP adalah gratis, menurut Perda Jakarta No. 3 Tahun 1999 tentang Retribusi Daerah jo Perda Provinsi DKI Jakarta No 7 Tahun 2000 tentang Perubahan Pertama atas Perda DKI Jakarta No 3 Tahun 1999 tentang Retribusi Daerah biaya dalam pembuatan KTP adalah gratis, namun sebenarnya tidak 100% gratis. Pembuatan KTP di DKI Jakarta dalam aturannya memerlukan biaya sebesar Rp. 2000,- yang dibebankan sebagai biaya retribusi. Dengan kurangnya sosialisasi,
banyak
memanfaatkannya,
oknum
sehingga
petugas
timbul
yang
keluhan
dari
masyarakat mengenai tingginya biaya pembuatan KTP. Serta tindakan apa yang diambil Pemerintah bila terjadi penyimpangan
dan
bagaimana
upaya
dalam
meningkatkan pelayanan publik khusunya pembuatan KTP di DKI Jakarta?
10
Penyimpangan dalam pelayanan publik kepada masyarakat merupakan hal yang tidak perlu terjadi, karena permasalahan pelayanan
publik
meresahkan
ini
jika
tidak
masyarakat.
dibenahi
Upaya
yang
sejak
dini
akan
dilakukan dalam
meningkatkan pelayanan publik ini harus memenuhi standard operating procedure ( SOP ) yang ada, berikut ini syarat-syarat penunaian tugas, fungsi, dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh Administrasi Negara adalah : 1.
Efektivitas, artinya kegiatan harus mengenai sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan atau direncanakan;
2.
Legitimasi,
artinya
kegiatan
Administrasi
Negara jangan sampai menimbulkan heboh oleh karena
tidak
dapat
diterima
oleh
masyrakat
setempat atau lingkungan yang besangkutan; 3.
Yuridikitas, artinya syarat yang menyatakan, bahwa perbuatan para pejabat Administrasi Negara tidak boleh melawan atau melanggar hukum dalam arti luas;
4.
Legalitas, merupakan syarat yang menyatakan bahwa tidak satu pun perbuatan atau keputusan administrasi Negara yang boleh dilakukan tanpa dasar atau pangkal suatu ketentuan undang-undang ( tertulis ) dalam arti luas; bila sesuatu dijalankan dengan dalih “keadaan darurat”, maka kedaruratan tersebut wajib dibuktikan kemudian bilamana tidak terbukti, maka perbuatan tersebut dapat digugat di Pengadilan;
5.
Moralitas adalah salah satu syarat yang paling diperhatikan oleh masyarakat, moral dan etik umum maupun kedinasan wajib dijunjung tinggi, perbuatan tidak senonoh, sika kasar, kurang ajar, kata-kata yang tidak pantas, dan sebagainya wajib dihindari;
6.
Efisiensi, wajib dikejar seoptimal mungkin, kehematan biaya dan produktivitas wajib diusahakan setinggi-tingginya; 11
7.
Teknik dan Teknologi, yang setinggi-tingginya wwajib
dipakai
mempertahankan
untuk
mengembangkan
mutu
prestasi
yang
atau sebaik-
baiknya. Upaya pemerintah dalam membenahi sistem administrasi Negara dalam rangka mengatasi hambatan yang kerap terjadi di lingkungan pemerintahan Desa/Kelurahan terkait pembuatan KTP DKI Jakarta antara lain : 1.
Pengawasan,
dari
pejabat
administrasi Negara yang berada di atasnya 2.
Pembinaaan
sistematis,
melalui pendidikan dan pelatihan 3.
Pembinaan personil, dengan melalui sistem remunerasi yang adil dan motivatif
4.
Memberikan
pemahaman
sistem teknologi terbaru/canggih demi menunjang fasilitas pelayanan pembuatan KTP, agar proses pembuatan KTP seefisien dan seefektif mungkin. Sekarang ini yang terkenal dengan E-government. 5.
Pengenaan administrative
yang
diberikan
sanksi kepada
Pejabat
administrasi yang menyalahi kewenangannya akan ditindak lanjuti berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku 6.
Penambahan dari segi sarana pada kantor-kantor Kelurahan yang ada di Jakarta, berupa pengadaan komputer, faksimile, telepon dan infrastruktur lainnya.
12
BAB I V KESIMPULAN Dari
pembahasan
masalah
di
atas
maka
dapat
disimpulkan, bahwa faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam pembuatan KTP sehingga terjadi penyimpangan dapat dilihat dari dua sisi. Pertama, dari pihak aparatur pemerintahan di tingkat Kelurahan. Dan kedua, dari pihak masyarakat itu sendiri. Faktor penghambat dari pihak aparatur pemerintah desa yaitu : 1.
Kurang memadainya sarana penunjang, seperti unit komputer yang masih kurang, sistem teknologi yang kurang canggih, serta alat komunikasi yang masih terbatas.
2.
Kurangnya pemahaman sumber daya manusianya dalam sistem e-government.
3.
Sikap
aparatur
pemerintah
yang
kurang
memberikan pelayanan yang maksimal dan prima. Tak jarang melakukan perbuatan nakal, seperti pungutan liar. 4.
Kurangnya pengawasan dari atasan.
5.
Sistem birokrasi yang rumit dan memakan waktu lama.
Faktor penghambat dari pihak masyarakat yaitu : 1.
Kurangnya sosialisasi tentang prosedur
yang
sesuai
dengan
undang-undang
dalam
pembuatan KTP. 2.
Sikap
masyarakat/pemohon
yang selalu ingin cepat dan instan. 3.
Anggapan
sistem
birokrasi
yang mempersulit pemohon dalam hal berurusan dengan aparatur pemerintahan. Setiap tindakan pejabat pemerintahan berserta jajarannya yang melakukan penyimpangan dalam hal ini pasti akan mendapatkan sanksi sesuai yang tertera di dalam UU No. 23 Tahun 2006. Begitupula dari oknum masyarakat yang melakukan tindakan di luar ketentuan undang-undang akan dikenakan sanksi di dalam UU No.23 Tahun 2006.
13
Oleh karena itu, dibutuhkan peran pemerintah untuk meningkatkan
kinerjanya,
dalam
rangka
mewujudkan
kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat, sesuai dengan tujuan Hukum Administrasi Negara. Serta peran masyarakat untuk mendukung dan menerapkan ketentuan undang-undang.
DAFTAR PUSTAKA 1.
Admosudirdjo, Prajudi. 1981. Hukum Administrasi Negara. Jakarta : Ghalia Indonesia
2.
Ridwan. 2002. Hukum Administrasi Negara. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada
3.
Prins, W.F Mr, R. Kosim Adisapoetra. 1983. Pengantar Ilmu Hukum Administrasi Negara. Jakarta : PT. Pradnya Paramita
4.
S.H. Mustafa, Bachsan. 2001. Sistem Hukum Administrasi Negara Indonesia. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti
5.
http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugasmakalah/hukum-kepolisian/negara-hukum
6.
http://sanggar.wordpress.com/2008/01/03/negarakesejahteraan-mimpi-negara-atawa-negara-mimpi/
14