HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN GASTRITIS DI PUSKESMAS BIAU KABUPATEN BUOL
JURNAL
MOH. RIFANDI ARIFIN 201301129
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU 2017
HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN GASTRITIS DI PUSKESMAS BIAU KABUPATEN BUOL The Relation Beetwen Dietary Habit With The Incidence of Gastritis In Public Healt Center Biau district Buol Moh. Rifandi Arifin1, Hepti Muliyati2, Sringati2 Email :
[email protected] 1. Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Widya Nusantara Palu 2. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Widya Nusantara Palu ABSTRAK Tingkat kesadaran masyarakat Indonesia masih sangat rendah mengenai pentingnya kesehatan lambung, padahal gastritis atau sakit maag akan sangat mengganggu aktifitas sehari-hari, baik bagi remaja maupun orang dewasa. Data WHO (World Health Organization) menunjukkan bahwa Indonesia menempati urutan keempat jumlah penderita gastritis terbanyak di dunia sebesar 430 juta orang. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan pola makan dengan kejadian gastritis pada pasien di Puskesmas Biau Kabupaten Buol. Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan pendekatan Cross Sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang berobat di Puskesmas Biau dengan jumlah sampel 41 responden yang diambil menggunakan consecutive sampling. Analisis univariat dan bivariat menggunakan uji Chi Square dan Fisher Exact dengan tingkat kemaknaan 95% (α≤0,05). Hasil penelitian menunjukkan 56,1% responden dengan frekuensi makan kurang baik, 56,1% responden yang mengonsumsi jenis makanan kurang baik, 53,7% responden yang porsi makannya kurang baik dan 70,7% responden yang mengalami kejadian gastritis. Analisis bivariat dengan uji Chi Square menunjukkan ada hubungan frekuensi makan dengan kejadian gastritis (p=0,000), ada hubungan jenis makanan dengan kejadian gastritis (p=0,25), ada hubungan porsi makan dengan kejadian gastritis (p=0,007) selain itu, hasil Fisher Exact menunjukkan ada hubungan waktu makan dengan kejadian gastritis (p=0,000). Oleh karena itu, diharapkan agar Puskesmas Biau meningkatkan promosi kesehatan tentang pencegahan gastritis Kata Kunci : Pola makan, kejadian gastritis
ABSTRACK The level of awareness of Indonesia is still very low on the importance of the health of the stomach, gastritis or stomach ulcers will greatly disturb everyday, good for teens as well as adults. The data of the WHO (World Health Organization) pointed out that Indonesia ranks the fourth largest number of sufferers in the world of gastritis 430 million people. The aim in this study is to analyze the relationship of diet with gastritis in patients in Clinics Biau District Buol. This type of research is observational analytic with Cross Sectional approach. The population in this study are all patients who seek treatment at Clinics Biau with 41 total sample of respondents that were taken using consecutive sampling. Univariate analysis and bivariat use the Chi Square test. The results showed 56.1% of the respondents with the frequency of eating less well, 56.1% of respondents who consume types of food are less good, 53.7% of respondents that the dining portion and 70.7% of respondents who experienced a gastritis. Analysis test chi square with bivariat showed no relationship with gastritis eating frequency (p = 0.000), there kinds of food with gastritis (p = 0.25), there is a connection portion packed with gastritis (p = 0.007), no relationship with gastritis (meal time p = 0.000). Expected health center Biau can provide education that can add to the knowledge of the public about the prevention of gastritis. Keywords: diet, Gastritis.
PENDAHULUAN Tingkat kesadaran masyarakat Indonesia masih sangat rendah mengenai pentingnya kesehatan lambung, padahal gastritis atau sakit maag akan sangat mengganggu aktifitas sehari-hari, baik bagi remaja maupun orang dewasa (Saydam 2011). Gastritis merupakan peradangan yang mengenai mukosa lambung. Peradangan ini dapat mengakibatkan pembengkakan mukosa lambung sampai terlepasnya epitel mukosa superfisial yang menjadi penyebab terpenting dalam gangguan saluran pencernaan. Pelepasan epitel akan merangsang timbulnya proses inflamasi pada lambung (Sukarmin 2012). Data WHO (World Healt Organization) menunjukkan bahwa Indonesia menempati urutan keempat jumlah penderita gastritis terbanyak di dunia sebesar 430 juta orang (Kemenkes RI 2010). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah, gastritis menempati urutan kedua dari 10 penyakit terbanyak di Sulawesi Tengah tahun 2014 yaitu sebesar 80.767 kasus dan pada tahun 2015 mengalami peningkatan sebesar 117.752 kasus (Dinkes Provinsi Sulawesi Tengah 2017). Bersasarkan data yang diperoleh di Puskesmas Biau Kabupaten Buol, jumlah penderita gastritis tiga tahun terakhir mengalami fluktuatif yaitu 414 orang (tahun 2014), 835 orang (tahun 2015), dan 331 orang (tahun 2016).Meskipun demikian, gastritis merupakan penyakit yang paling banyak dikeluhkan oleh pasien di Puskesmas Biau Kabupaten Buol (Puskesmas Biau 2017). Gastritis sering dianggap penyakit ringan, namun dapat menyebabkan kekambuhan hingga kematian. Beberapa faktor predisposisi dalam munculnya kekambuhan gastritis adalah karakteristik responden, stres psikologi, perilaku konsumsi pola makan
(Rahmawati 2010). Selain itu, kebiasaan merokok dan minum alkohol juga dapat meningkatkan jumlah penderita gastritis (Mustaqim 2009). Gastritis bila tidak diobati akan mengakibatkan sekresi lambung semakin meningkat dan akhirnya membuat lambung luka-luka (ulkus), yang dikenaldengan tukak lambung. Selain itu, gastritis juga dapat menimbulkan peradangan saluran cerna bagian atas berupa hematemesis (muntah darah), melena, perforasi dan anemia karena gangguan absorpsi vitamin B12 (anemia pernisiosa) bahkan dapat menimbulkan kanker lambung (Suratum 2010). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan pola makan dengan kejaadian gastritis (Kartikasari 2014). Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh penelitian Hungan et al (2016) dan Syahroni (2016). Gastritis biasanya diawali oleh pola makan yang tidak teratur. Ketidakteraturan pola makan tersebut banyak dijumpai pada kelompok orang yang memiliki aktifitas harian yang padat sehingga seringkali melupakan salah satu waktu makannya. Kecenderungan pola makan yang tidak teratur dalam waktu yang lama akan dapat meningkatkan asam lambung (Kartikasari 2014). Pola makan yang buruk dapat menyebabkan kejadian gastritis bila seseorang telat makan 2-3 jam, karena asam lambung yang diproduksi akan semakin banyak dan berlebihan sehingga dapat mengiritasi mukosa lambung dan menimbulkan nyeri disekitar epigastrium. Selain itu, mengonsumsi makanan yang tidak sehat seperti goreng-gorengan, asinan dan terlalu pedas serta terlambat makan dan langsung makan yang banyak juga dapat meningkatkan produksi asam lambung dan lambung akan bekerja lebih keras serta mengakibatkan pengikisan sehingga menimbulkan rasa nyeri dan menyebabkan gastritis (Srianti 2014).
Masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Biau sebagian besar berprofesi sebagai petani, nelayan dan IRT, dimana pekerjaan ini tergolong cukup menibukkan dan secara tidak langsung masyarakat dengan profesi tersebut sering terlambat makan sehigga lebih beresiko terjadinya gastritis. Selain itu, bahan makanan pokok masyarakat hanya mengandalkan beras jatah yang konsistensinya lebih keras. Dimana peneliti ketahui bahwa makanan yang sulit dicerna dapat memicu terjadinya gastritis. Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Gastritis di Puskesmas Biau Kabupaten Buol”.
METODE Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan pendekatan Cross Sectional, dimana pengambilan data terhadap beberapa variabel penelitian dilakukan pada satu waktu. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang datang berobat di Puskesmas Biau Kabupaten Buol. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 41 orang dengan teknik pengambilan sampel menggunakan Consecutive Sampling. Adapun kriteria inklusi yaitu bersedia menjadi responden, dapat berkomunikasi dengan baik, berdomisili di wilayah kerja Puskesmas Biau, tidak memiliki penyakit komplikasi, usia responden 2645 tahun.
HASIL PENELITIAN Tabel 1 Distribusi Karakteristik Responden Karakteristik Responden Usia Dewasa awal (26-35) Dewasa akhir (36-45) Total Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Total Pendidikan Pendidikan rendah Pendidikan tinggi Total Pekerjaan Tidak bekeja Bekerja Total Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa dari 41 responden yang diteliti, responden dengan kelompok usia dewasa awl (26-35) berjumlah 15 (36,6%) dan 26 (63,4%) kelompok usia dewasa akhir, responden yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 12 (29,3%) dan 29 (70,7%) yang berjenis kelamin
Frekuensi (f) 15 26 41 12 29 41 40 1 41 18 23 41
Persentase (%) 36,6 63,4 100,0 29,3 70,7 100,0 97,6 2,4 100,0 43,9 56,1 100,0
perempuan, responden dengan tingkat pendidikan rendah berjumlah 40 (97,6%) dan 1 (2,4%) responden dengan tingkat pendidikan tinggi, responden yang tidak bekerja berjumlah 18 (43,9%) dan 23 (56,1%) responden bekerja.
Tabel 2 Distribusi Responden Berdasarkan Pola Makan Pola Makan Frekuensi (f) Frekuensi makan Baik 18 Kurang baik 23 Total 41 Jenis makanan Baik 18 Kurang baik 23 Total 41 Porsi makan Baik 19 Kurang baik 22 Total 41 Waktu makan Baik 17 Kurang baik 24 Total 41 Berdasarkan tabel 2 menunjukkan dari 41 responden yang diteliti, responden yang frekuensi makannya baik berjumlah 18 (43,9%) dan 23 (56,1%) responden yang frekuensi makannya kurang baik, respondwn yang mengonsumsi jenis makanan baik berjumlah 18 (43,9%) dan 23 (56,1%) Tabel 3 Distribusi kejadian gastritis Kejadian gastritis Tidak gastritis Gastritis Total
Berdasarkan tabel 4 menunjukkan bahwa analisis hubungan usia dengan kejadian gastritis pada pasien di Puskesmas Biau Kabupaten Buol dari 15
100,0 41,5 58,5 100,0
Frekuensi (f) 12 29 41
Persentase (%) 29,3 70,7 100,0
12 (29,3%) dan responden yang gastritis berjumlah(70,7%).
Tabel 4 Hubungan usia dengan kejadian gastritis Kejadian Gastritis Tidak Ya Usia f % f % 4 8 12
100,0 43,9 56,1 100,0 46,3 56,7
responden yang mengonsumsi jenis makanan kurang baik, responden yang porsi makannya baik berjumlah (46,3%) dan 22 (56,7%) responden yang porsi makannya kurang baik, responden dengan waktu makannya baik berjumlah 17 (41,5%) dan 24 (58,5%) dengan waktu makan kurang baik.
Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa dari 41 responden yang diteliti, responden yang tidak gastritis berjumlah
Dewasa awal (26-35) Dewasa akhir (36-45) Total
Persentase (%) 43,9 56,1
4,4 7,6 12,0
11 18 29
10,6 18,4 29,0
Total f
%
15 26 41
15,0 16,0 41,0
P Valu e 0,1
responden pada kelompok usia dewasa awal terdapat 11 (10,6%) responden yang mengalami gastritis dan 4 (4,4%) responden tidak mengalami gastritis,
sedangkan dari 26 responden pada kelompok usia dewasa akhir (36-45) terdapat (18,4%) responden yang mengalami kejadian gastritis dan 8 (7,6%) responden yang tidak mengalami kejadian gastritis.
Hasil hasil uji statistik menggunakan uji Chi Suare didapatkan p=0,100 berarti >0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwatidak ada hubungan yang bermakna antara usia dengan kejadian gastritis.
Tabel 5 Hubungan jenis kelamin dengan kejadian gastritis Kejadian Gastritis Tidak Ya Jenis kelamin f % f % Laki-laki 3 3,5 9 8,5 Perempuan 9 8,5 20 20,5 Total
12
12,0
Berdasarkan tabel 5 menunjukkan bahwa analisis hubungan jenis kelamin dengan kejadian gastritis pada pasien yang berobat di Puskesmas Biau Kabupaten Buol dari 12 responden yang berjenis kelamin terdapa 9 (8,5%) yang mengalami gastritis dan 3 (3,5%) responden tidak mengalami gastritis. Sedangkan responden berjenis kelamin
29
29,0
% 12,0 29,0
41
41,0
P Value 0,100
perempuan terdapat 20 (20,5%) responden yang mengalami gastritsi dan 9 (8,5%) responden tidak mengalami gastritis. Hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,1 berarti >0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian gastritis.
Tabel 6 Hubungan tingkat pendidikan dengan kejadian gastritis Kejadian Gastritis Tidak Ya Pendidikan f % f % Pendidikan rendah 11 11,7 29 28,3 Pendidikan tinggi 1 0,3 0 0,7 Total 12 12,0 29 29,0 Berdasarkan tabel 6 menunjukkan bahwa analisis hubungan tingkat pendidikan dan kejadian gastritis pada pasien yang berobat di Puskesmas Biau Kabupaten Buol dari 40 responden dengan tingkat pendidikan rendah terdapat 29 (28,3%) responden yang mengalami gastritis dan 11 (11,7%) responden tidak mengalami gastritis. Sedangkan responden dengan tingkat
Total f 12 29
Total f 40 1 41
% 40,0 1,0 41,0
P Value 0,293
pendidikan tinggi hanya terdapat 1 (0,3%) responden yang diteliti dan tidak mengalami gastritis. Hasil uji statistik Menggunakan uji Chi Square didapatkan nilai p=0,293 berarti >0,005. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara tingkat pendidikan dengan kejadian gastritis.
Tabel 7 Hubungan pekerjaan dengan kejadian gastritis Kejadian Gastritis Tidak Ya Pekerjaan f % f % Tidak bekerja 7 6,7 16 16,3 Bekerja 5 5,3 13 12,7 Total 12 12,0 29 29,0 Berdasarkan tabel 7 emnunjukkan bahwa hasil analisis hubungan pekerjaan dengan kejadian gastritis pada pasien yang berobat di Puskesmas Biau Kabupaten Buol dari 18 responden yang memiliki pekerjaan terdapat 13 (12,7%) responden yang mengalami gastritis dan 5 (5,43%) responden yang tidak mengalami gastritis. Sedangkan 23 responden yang tidak bekerja terdapat
f 23 18 41
% 23,0 18,0 41,0
P Value 0,100
13 (12,7%) yang mengalami gastritis dan 7 (6,7%) responden tidak mengalami gastritis. Hasil uji statistik menggunakan uji Chi Square didapatkan nilai p=0,1 berarti >0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara pekerjaan dengan kejadian gastritis.
Tabel 8 Hubungan frekuensi makan dengan kejadian gastritis Kejadian Gastritis Tidak Ya Frekuensi makan f % f % Baik 11 5,3 7 12,7 Kurang baik 1 6,7 22 16,3 Total 12 12,0 29 29,0 Berdasarkan tabel 8 menunjukkan bahwa analisis frekuensi makan dengan kejadian gastritis pada pasien yang berobat di Puskesmas Biau Kabupaten Buol dari 18 responden yang frekuensi makannya baik terdapat 7 (12,7%) responden yang mengalami gastritis dan 11 (5,3%) responden yang tidak mengalami gastritis. Sedangkan 23 responden yang frekuensi makannnya kurang baik terdapat 21 (16,3%)
Total
Total f 18 23 41
% 18,0 23,0 41,0
P Value 0,000
responden yang mengalami gastritis dan hanya 1 (6,7%) responden yang frekuensi makannya kurang baik tidak mengalami gastritis. Hasil uji statistik menggunakan uji Chi Square didapatkan nilai p=0,000 berarti <0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan bermakna antara frekuensi makan dengan kejadian gastritis.
Tabel 9 Hubungan jenis makanan dengan kejadian gastritis Kejadian Gastritis Tidak Ya Jenis makanan f % f % Baik 9 5,3 9 12,7 Kurang baik 3 6,7 20 16,3 Total 12 12,0 29 29,0
Total f 18 23 41
% 18,0 23,0 41,0
P Value 0,025
Berdasarkan tabel 9 menunjukan bahwa analisis hubungan jenis makanan dengan kejadian gastritis pada pasien yang berobat di Puskesmas Biau Kabupaten Buol dari 18 responden yang mengonsumsijenis makan baik 9 (12,7%) yang mengalami gastritis dan 9 (5,3 %) responden tidak mengalami gastritis. Sedangkan 23 responden yang mengonsumsi jenis makanan kurang
baik 20 (16,3 %) responden yang mengalami gastritis dan 3 (6,7 %) responden tidak mengalami gastritis. Hasil uji statistik menggunakan uji Chi Square didapatkan nilai p=0,025 berarti <0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan bermakna antara jenis makan dengan kejadian gastritis.
Tabel 10 Hubungan porsi makan dengan kejadian gastritis Kejadian Gastritis Tidak Ya Porsi makan f % f % Baik 10 5,6 9 13,4 Kurang baik 2 6,4 20 15,6 Total 12 12,0 29 29,0 Berdasarkan tabel 10 menunjukkan bahwa analisis hubungan porsi makan dengan kejadian gastritis pada pasien yang berobat di Puskesmas Biau Kabupaten Buol dar 19 responden yang porsi makannya baik terdapat 9 (13,4%) responden yang mengalami gastritis dan 10 (5,6%) responden yang tidak mengalami gastritis. Sedangkan 22 responden yang porsi makannya kurang
f 19 22 41
% 19,0 22,0 41,0
P Value 0,007
baik terdapat 20 (15,6%) responden yang mengalami gastritis dan 2 (6,4%) responden yang tidak mengalami gastritis. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Chi Square didapatkan nilai p=0,007 berarti p=0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan bermakna antara porsi makan dengan kejadian gastritis.
Tabel 11 Hubungan waktu makan dengan kejadian gastritis Kejadian Gastritis Tidak Ya Waktu makan f % f % Baik 11 5,0 6 12,0 Kurang baik 1 7,0 23 17,0 Total 12 12,0 29 29,0 Berdasarkan tabel 11 menunjukkan bahwa analisis hubungan waktu makan dengan kejadian gastritis pada pasien yang berobat di Puskesmas Biau Kabupaten Buol dari 17 responden yang waktu makannya baik terdapat 6 (12,0%) responden yang mengalami gastritis dan 11 (5,0%) responden yang tidak mengalami gastritis. Sedangkan dari 24 responden yang waktu makannya
Total
Total f 17 24 41
% 17,0 24,0 41,0
P Value 0,000
kurang baik terdapat 23 (17,0%) responden yang mengalami gastritis dan 1 (7,0%) responden yang tidak mengalami gastritis. Hasil uji statistik menggunakan uji Fisheri Exact didapatkan nilai p=0,000 berarti <0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan bermakna antara porsi waktu makan dengan kejadian gastritis.
PEMBAHASAN POLA MAKAN Pola makan adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah dan jenis makanan dengan maksud tertentu seperti mempertahankan kesehatan, status nutrisi, mencegah atau membantu kesembuhan penyakit (Kemenkes RI 2009). Pola makan merupakan variabel yang erat kaitannya dengan kejadian gastritis. Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Hungan et al. (2016) yang mengemukakan bahwa ada hubungan antara pola makan dengan kejadian gastritis (p=0,000). Dalam penelitian ini pola makan dibedakan menjadi 4 kategori yaitu frekuensi makan, jenis makanan, porsi makan dan waktu makan. Frekuensi makan pola makan yang baik dan teratur berguna untuk membiasakan lambung bekerja sesuai waktunya. Jika pola makan sehari-hari sebanyak tiga kali di pagi, siang, dan malam hari maka lambung akan terbiasa bekerja pada waktu-waktu tersebut. Secara alami lambung akan terus memproduksi setiap waktu dalam jumlah yang kecil, setelah 4-6 jam sesudah makan biasanya kadar glukosa dalam darah telah banyak terserap dan terpakai sehingga tubuh akan merasakan lapar dan pada saat itu jumlah asam lambung terstimulasi (Baliwati 2004). Jenis Makanan Menurut Okviani (2011) mengonsumsi makanan pedas secara berlebihan akan merangsang sistem pencernaan, terutama lambung dan usus untuk berkontraksi. Hal ini akan mengakibatkan rasa panas dan nyeri di ulu hati yang disertai dengan mual dan muntah. Gejala tersebut membuat penderita makin berkurang nafsu makannya. Bila kebiasaan mengonsumsi makanan pedas lebih dari satu kali dalam seminggu selama minimal enam bulan dibiarkan terus-menerus dapat
menyebabkan iritasi pada lambung yang disebut dengan gastritis. Porsi makan Porsi makan merupakan jumlah atau porsi merupakan suatu ukuran maupun takaran makanan yang dikonsumsi pada tiap kali makan. Menurut Kemenkes (2014), porsi bahan makanan tiap hari harus sesuai dengan pedoman gizi seimbang, yaitu makanan pokok (3-5 porsi/hari), lauk (2-3 porsi/hari), sayuran (2-3 pors/hari), dan buah (3/5 porsi/hari). Waktu makan Waktu makan merupakan penentuan pengisian dan pengosongan lambung. Bila seseorang telat makan hingga 2-3 jam, maka asam lambung yang diproduksi semakin banyak dan berlebih sehingga dapat mengiritasi lambung serta menimbulkan rasa nyeri di sekitar epigastrium. PEMBAHASAN GASTRITIS Dari hasil analisis univariat dari 41 responden yang diteliti menunjukkan sebagian besar responden 29 (70,7%) mengalami kejadian gastritis. Hal ini didukung teori tentang gastritis dapat terjadi ketika kita melewati waktu makan atau makan kurang dari tiga kali sehari. Sedangkan 29 responden dengan nilai presentase (70,7%) yang mengalami kejadian gastritis kadang-kadang pada umumnya karena mempunyai sifat makanan yang di makan tidak banyak atau kurang dari kebutuhan tubuh dan makan-makanan pedas. HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN GASTRITIS Berdasarkan hasil analisis bivariat didapatkan bahwa ada hubungan antara frekuensi makan dengan kejadian gastritis, jenis makanan dengan kejadian gastritis, porsi makan dengan kejadian gastritis dan waktu makan dengan
kejadian gastritis di Puskesmas Biau Kabupaten Buol. Dari hasil analisis peneliti berpendapat bahwa sebagian besar responden memiliki pola makan yang kurang baik, dikarenakan responden belum mengetahui tentang pola makan yang baik sesuai pedoman gizi seimbang. Penelitian ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Khomsan (2004) makanan yang tidak tercerna dengan baik menyebabkan lambung bekerja keras mencerna makanan sehingga hal tersebut dapat menyebabkan nyeri pada lambung. Makanan yang dapat menyebabkan grastritis adalah makanan pedas (cabe) dan makanan asam (acar dan buah-buahan muda) serta daging setengah matang. Pola makan yang baik adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah dan jenis makanan dengan maksud tertentu seperti mempertahankan kesehatan , status nutrisi, mencegah atau membantu kesembuhan penyakit. Menurut berbagai kajian frekuentif makan yang baik adalah 3x sehari, ini berarti makan pagi hendaknya jangan ditinggalkan. Pola makan yang baik dapat dilakukan dengan sarapan pagi makan yang ringan seperti roti dan susu, makan siang nasi, lauk pauk, lauk pauk diusahkan yang tinggi protein rendah lemak dan makan malam diusahakan sebelum jam 8 malam dengan menu seperti biasa. Pola makan yang buruk dapat terjadi karna makan terlalu cepat, mengabaikan sarapan pagi, kebiasan makan dimalam hari, kecanduaan kopi dan tidak minum air secukupnya. Berdasarkan penelitian diatas peneliti berpendapat bahwa ada hubungan antara pola makan dengan kejadian gastritis. Menurut Baliwati (2004), pola makan yang baik dan teratur berguna untuk membiasakan
lambung bekerja sesuai waktunya. Jika pola makan sehari-hari sebanyak tiga kali di pagi, siang, dan malam hari maka lambung akan terbiasa bekerja pada waktu-waktu tersebut. Secara alami lambung akan terus memproduksi setiap waktu dalam jumlah yang kecil, setelah 4-6 jam sesudah makan biasanya kadar glukosa dalam darah telah banyak terserap dan terpakai sehingga tubuh akan merasakan lapar dan pada saat itu jumlah asam lambung terstimulasi. Bila seseorang telat makan hingga 2-3 jam, maka asam lambung yang diproduksi semakin banyak dan berlebih sehingga dapat mengiritasi lambung serta menimbulkan rasa nyeri di sekitar epigastrium. Mengonsumsi makanan yang tidak sehat seperti goreng-gorengan, asinan dan terlalu pedas serta terlambat makan dan langsung makan yang banyak dapat meningkatkan produksi asam lambung yang berlebihan dan lambung akan bekerja lebih keras dan mengakibatkan pengikisan sehingga menimbulkan rasa nyeri dan menyebabkan terjadinya gastritis (Srianti 2014). SIMPULAN Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Pusekesmas Biau Kab. Buol mengenai hubungan pola makan dengan kejadian gastritis, peneliti dapat menarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Responden kelompok usia dewasa akhir lebih banyak dibandingan kelompok usia dewasa akhir, responden jenis kelamin perempuan lebih banyak dibandingan dengan laki-laki, responden tingkat pendidikan rendah lebih banyak dibandingan dengan tingkat pendidikan tinggi, dan responden yang tidak bekerja lebih banyak dibandingkan dengan responden yang memiliki pekerjaan. 2. Responden yang memiliki frekuensi makan kurang baik lebih banyak
3.
4.
dengan persentase sebesar dibandingkan dengan yang frekuensi makannya baik, responden yang mengonsumsi jenis makanan kurang baik lebih banyak dibandingkan dengan yang mengonsumsi jenis makanan baik, responden dengan porsi makan kurang baik lebih banyak dibandingkan dengan yang porsi makannya baik dan responden dengan waktu makan kurang baik lebih dibandingakan dengan yang waktu makannya baik. Responden yang mengalami kejadian gastritis lebih banyak dibandingkan dengan responden yang tidak mengalami kejadian gastritis. Terdapat hubungan pola makan dengan kejadian gastritis.
SARAN 1. Agar Puskesmas Biau meningkatkan promosi kesehatan dalam mencegah terjadinya gastritis. 2. Diharapkan peneliti selanjutnya melakukan penelitian lebih mendalam tentang faktor yang berhubungan dengan kejadian gastritis. DAFTAR PUSTAKA Dahlan S. 2012. Statistika untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta (ID): Salemba Medika. Darmawan D. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif. Latifah P, editor. Bandung (ID): Remaja Rosdakarya. Dermawan D, Rahayuningsih T. 2010. Keperawatan Medikal Bedah. Riyadi S, editor. Yogyakarta: Gosyen Publishing. Dharma KK. 2015. Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta (ID): Trans Info Media.
Dinkes
Kota Palu. 2017. Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah. Puskesmas Biau. 2017. Profil Kesehatan Puskesmas Biau Kabupaten Buol. Diyatsa B. 2016. Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Gastritis pada Remaja di Pondok AlHikmah, Trayon Karanggede, Boyolali [skripsi]. http://eprints.ums.ac.id/47262/ 39/NASKAH%20PUBLIKASI .pdf. diakses pada 23 Mei 2017. Diyono, Mulyanti S. 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta (ID): Prenada Media Group. Hardiyanti S. 2013. Pengaruh Pola Makan Terhadap Kejadian Gastritis di Puskesmas Dombusoi Kecamatan Morowola Barat Kabupaten Sigi [skripsi]. Palu (ID): STIKes Widya Nusantara Palu. Hungan W, Supit D, Kabo DRG. 2016. Hubungan Pola Makan dan Stres dengan Kejadian Gastritis pada Pasien yang Berobat di Puskesmas Ramboken. [Internet]. [diunduh 2017 Mar 27];6(2). Tersedia pada: http://jurnal.unsrittomohon.ac.i d/index.php/jurnalprint/article/ download/227/216. Kartikasari N. 2012. Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Gastritis pada Pasien yang Berobat Jalan di Poli Penyakit Dalam RSUD Dr. R. Koesma Tuban. [Internet]. [diunduh 2017 Apr 1]. Tersedia pada : http://lppm.stikesnu.com/wpcontent/uploads/2016/02/6.gastritis.pdf. Kusumadewi M. 2012. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kekambuhan Gastritis di Wilaya Kerja Kedungmundu
Semarang [skripsi]. http://digilib.unimus.ac.id/files /disk1/132/jtptunimus-gdlmilakusuma-6598-3-babii.pdf. diakses pada 5 April 2017. Lombeng F. 2013. Hubungan Pola Makan Pasien dengan Kejadian Gastritis di Wilayah Kerja Puskesmas Wawonasa. [skripsi]. https://id.pdfcoke.com/doc/3155 87344/Hubungan-Pola-MakanPasien-Dengan-KejadianGastritis. diakses pada 9 April 2017. Murjayanah H. 2011. Faktor-Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Gastritis. [skripsi]. http://lib.unnes.ac.id/2702/1/34 70.pdf. Nursalam. 2014. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta (ID): Salemba Medika. Pratiwi W. 2013. Hubungan Pola Makan dengan Gastritis pada Remaja di Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang, [skripsi]. http://repository.uinjkt.ac.id/ds pace/bitstream/123456789/257 09/1/Wahyu%20Pratiwi%20%20fkik.pdf diunduh 20 Maret 2017. Puji S. 2011. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pola Makan Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta [skripsi]. http://repository.uinjkt.ac.id/ds pace/bitstream/123456789/134 4/1/SYIFA%20PUJI%20SUCI -FKIK-PDF.pdf. diakses 5 April 2017. Rahma M, Ansar J, Rismayanti. 2012. Faktor Risisko Kejadian Gastritis di Wilayah Kerja
Puskesmas Kampili Kabupaten Gowa. [Internet]. [diunduh 2017 Apr 12]. Tersedia pada: http://repository.unhas.ac.id/bit stream/handle/123456789/548 9/JURNAL%20MKMI.pdf. Syahroni I. 2016. Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Gastritis di IGD RSUD Dr. Soegiri Lamongan. [internet]. [diunduh 2017 Maret 29]. Tersedia pada: https://id.pdfcoke.com/document /324097746/JURNALGASTRITIS. Wahyu D, Supono, Hidayah N. 2013. Pola Makan Sehari-Hari Penderita Gastritis. [Internet]. [diunduh 2017 Mei 20]. Tersedia pada: http://jurnal.poltekkesmalang.ac.id/berkas/15b9-1724.pdf. Yusuf, Jayanti N, Mobilu S, Pratama, Roswita N. 2014. Hubungan Pengetahuan dengan Sikap Terhadap Kejadian Gastritis Pada Siswa di SMA Negeri 2 Gorontalo, http://jurnal.poltekkesmalang.ac.id/berkas/15b9-1724.pdf. diakses pada 5 Maret 2017.