Hotd Istri Dan Ramadhan

  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Hotd Istri Dan Ramadhan as PDF for free.

More details

  • Words: 3,283
  • Pages: 17
[HOTD] istRi & Ramadhan September 28th, 2006

Hadist riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata: Seorang lelaki datang menemui Nabi saw. dan berkata: Celaka saya, wahai Rasulullah. Beliau bertanya: Apa yang membuat engkau celaka? Lelaki itu menjawab: Saya telah bersetubuh dengan istri saya di siang hari bulan Ramadhan. Beliau bertanya: Apakah engkau mempunyai sesuatu untuk memerdekakan seorang budak? Ia menjawab: Tidak punya. Beliau bertanya: Mampukah engkau berpuasa selama dua bulan berturut-turut? Ia menjawab: Tidak mampu. Beliau bertanya lagi: Apakah engkau mempunyai sesuatu untuk memberi makan enam puluh orang miskin? Ia menjawab: Tidak punya. Kemudian ia duduk menunggu sebentar. Lalu Rasulullah saw. memberikan sekeranjang kurma kepadanya sambil bersabda: Sedekahkanlah ini. Lelaki tadi bertanya: Tentunya aku harus menyedekahkannya kepada orang yang paling miskin di antara kita, sedangkan di daerah ini, tidak ada keluarga yang paling memerlukannya selain dari kami. Maka Rasulullah saw. pun tertawa sampai kelihatan salah satu bagian giginya. Kemudian beliau bersabda: Pulanglah dan berikan makan keluargamu Links: [beRcumbu di bulan Ramadhan] http://www.syariahonline.com/new_index.php/id/5/cn/3245 [puasa menuRut al-quRan] http://www.dzikir.org/b_puasa.htm [tiduR dan mencium istRi ketika puasa] http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&task=view& id=714&Itemid=14 [Rukun puasa] http://www.pesantrenvirtual.com/mozaik/007.shtml [Ramadhan dan keadilan bagi peRempuan] http://www.kompas.com/kompas-cetak/0510/22/swara/2144896.htm [puasa tidak menguRangi kualitas speRma] http://www.kompas.com/kesehatan/news/0410/18/102420.htm -perbanyakamalmenujusurgaNo Comments » | Hadith of the Day | Permalink Posted by orido http://www.syariahonline.com/new_index.php/id/5/cn/3245

Konsultasi : Nikah Bercumbu Di Bulan Ramadhan Pertanyaan: Assalamu'alaikum warohmatullohi wabarokatuh... Ustadz, saya ingin bertanya jika di siang hari bulan Ramadhan saya mencium (maaf:bibir) istri saya apakah itu membatalkan shaum saya? Lantas kalau bersetubuh tapi tidak sampai jima' bagaimana pula hukumnya? Terima kasih atas jawabannya. Wassalamu'alaikum warohmatullohi wabarokatuh... Abdulloh Jawaban: Assalamu `alaikum Wr. Wb. Al-Hamdulillahi Rabbil `Alamin, Washshalatu Wassalamu `Alaa Sayyidil Mursalin, Wa `Alaa `Aalihi Waashabihi Ajma`in, Wa Ba`d Bercumbu dengan istri tidak membatalkan puasa selama tidak sampai keluar mani. Begitu juga menciumnya atau memeluknya tidak membatalkan puasa. Sedangkan hubungan seksual suami istri tentu membatalkan puasa. Dan bila dikerjakan pada saat puasa Ramadhan, maka selain membayar qadha` juga diwajibkan membayar kaffarah. Karena hubungan seksual di siang hari bulan Ramadhan termasuk perbuatan yang merusak kesucian Ramadhan itu. Padahal kita diperintahkan pada saat-saat itu untuk menahan segala nafsu dan dorongan syahwat dengan tidak makan, tidak minum dan tidak melakukan hal-hal yang keji dan mungkar. Tetapi justru pada saat yang semulia itu malah melakukan hubungan seksual di siang hari. Karena itu hukumannya tidak hanya mengganti / mengqadha` puasa di hari lain, tetapi harus membayuar denda / kaffarah sebagai hukuman dari merusak kesucian bulan Ramadhan. Bentuk kaffarah itu salah satu dari tiga hal : Memerdekakan budak Puasa 2 bulan berturut-turut Memberi makan 60 orang miskin. Sedangkan mencium istri pada bibir telah dijelaskan tidak akan membatalkan puasa. Ketika Rasulullah SAW ditanya tentang hal ini, beliau

Aqidah Aqiqah Qurban Fiqih Wanita Hadits Haji Ibadah Keluarga Masalah Umum Muamalat Nikah Puasa Quran Shalat Sosial Politik Thaharah Waris Zakat

© Copyright 2006, syariahonline.com - Hak Cipta Dilindungi oleh Undang undang Dilarang mengambil, mengutip sebagian atau semua isi situs ini tanpa izin dari syariahonline Sharia Consulting Center - SCC (Pusat Konsultasi Syari'ah)

http://www.dzikir.org/b_puasa.htm

fajar. Ia hanya berkewajiban mandi sebelum terbitnya matahari --paling tidak dalam batas waktu yang memungkinkan ia shalat subuh dalam keadaan suci pada waktunya. Demikian pendapat mayoritas ulama. f. Wakulu wasyrabu hatta yatabayyana lakumul khaith al-abyadhu minal khaithil aswadi minal fajr (Makan dan minumlah sampai terang bagimu benang putih dan benang hitam, yaitu fajar). Ayat ini membolehkan seseorang untuk makan dan minum (juga melakukan hubungan seks) sampai terbitnya fajar. Pada zaman Nabi, beberapa saat sebelum fajar, Bilal mengumandangkan azan, namun beliau mengingatkan bahwa bukan itu yang dimaksud dengan fajar yang mengakibatkan larangan di atas. Imsak yang diadakan hanya sebagai peringatan dan persiapan untuk tidak lagi melakukan aktivitas yang terlarang. Namun bila dilakukan, maka dari segi hukum masih dapat dipertanggungjawabkan selama fajar (waktu subuh belum masuk). Perlu dingatkan, bahwa hendaknya kita jangan terlalu mengandalkan azan, karena boleh jadi muazin mengumandangkan azannya setelah berlalu beberapa saat dari waktu subuh. Karena itu sangat beralasan untuk menghentikan aktivitas tersebut saat imsak. g. Tsumma atimmush shiyama ilal lail (Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam). Penggalan ayat ini datang setelah ada izin untuk makan dan minum sampai dengan datangnya fajar. Puasa dimulai dengan terbitnya fajar, dan berakhir dengan datangnya malam. Persoalan yang juga diperbincangkan oleh para ulama adalah pengertian malam. Ada yang memahami kata malam dengan tenggelamnya matahari walaupun masih ada mega merah, dan ada juga yang memahami malam dengan hilangnya mega merah dan menyebarnya kegelapan. Pendapat pertama didukung oleh banyak hadis Nabi Saw., sedang pendapat kedua dikuatkan oleh pengertian kebahasaan dari lail yang diterjemahkan "malam". Kata lail berarti "sesuatu yang gelap" karenanya rambut yang berwarna hitam pun dinamai lail. Pendapat pertama sejalan juga dengan anjuran Nabi Saw. untuk mempercepat berbuka puasa, dan memperlambat sahur pendapat kedua sejalan dengan sikap kehatian-hatian karena khawatir magrib sebenarnya belum masuk. Demikian sedikit dari banyak aspek hukum yang dicakup oleh ayat-ayat yang berbicara tentang puasa Ramadhan.

TUJUAN BERPUASA Secara jelas Al-Quran menyatakan bahwa tujuan puasa yang hendaknya diperjuangkan adalah untuk mencapai ketakwaan atau la'allakum tattaqun. Dalam rangka memahami tujuan tersebut agaknya perlu digarisbawahi beberapa penjelasan dari Nabi Saw. misalnya, "Banyak di antara orang yang berpuasa tidak memperoleh sesuatu daripuasanya, kecuali rasa lapar dan dahaga." Ini berarti bahwa menahan diri dari lapar dan dahaga bukan tujuan utama dari puasa. Ini dikuatkan pula dengan firman-Nya bahwa "Allah menghendaki untuk kamu kemudahan bukan kesulitan." Di sisi lain, dalam sebuah hadis qudsi, Allah berfirman, "Semua amal putra-putri Adam

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0510/22/swara/2144896.htm

Swara Rubrik Berita Utama Metropolitan Nusantara Bisnis & Keuangan International Opini Olahraga Politik & Hukum Humaniora Jawa Barat Sosok Sumatera Bagian Utara Sumatera Bagian Selatan Berita Yang lalu Otonomi Ilmu Pengetahuan Pergelaran Audio Visual Rumah Teropong Teknologi Informasi Muda Swara Pendidikan Dalam Negeri Musik Sorotan Dana Kemanusiaan Properti Bentara Wisata Fokus Telekomunikasi Ekonomi Rakyat Pustakaloka Jendela Ekonomi Internasional Bahari Pendidikan Luar Negeri Otomotif Furnitur Makanan dan Minuman Perbankan Pendidikan Didaktika Pixel Bingkai Pendidikan Informal Lingkungan Lintas Timur Barat Interior Tanah Air Kesehatan Info Otonomi Tentang Kompas Kontak Redaksi

Sabtu, 22 Oktober 2005 Search :

Ramadhan dan Keadilan bagi Perempuan Lily Zakiyah Munir Ramadhan, bulan suci yang penuh rahmat, berkah, dan ampunan. Sepatutnya jika di bulan istimewa ini kita memperbaiki kualitas keberagamaan kita, khususnya menyangkut sisi kemanusiaan yang selama ini kurang mendapat perhatian kaum Muslim. Islam adalah agama yang menjaga keseimbangan antara dimensi ketuhanan dan dimensi kemanusiaan. Salah satu sisi kemanusiaan yang merupakan jurang antara ajaran Islam dan realitasnya adalah status dan peran perempuan. Kenyataan di hampir seluruh dunia menunjukkan status perempuan Muslim masih tertinggal di berbagai bidang akibat diskriminasi dan relasi jender yang timpang. Sering agama dibawa melegitimasi perilaku tidak adil terhadap perempuan. Padahal, Islam adalah agama yang membebaskan perempuan dan mengembalikan harkat dan martabat kemanusiaannya. Nabi Muhammad lewat risalahnya mendorong pengikut Islam menghormati perempuan, memperlakukan mereka sebagai manusia, memenuhi hak-haknya, dan mendorong partisipasi mereka dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Sebelum turunnya Islam, perempuan hampir tidak memiliki status sebagai manusia. Jika suami meninggal, mereka diwariskan kepada saudara lelaki atau ayah mertua, menjadi obyek seksual dalam perkawinan poligami tiada batas, dan dianggap pembawa aib sehingga bayi perempuan dikubur hidup-hidup. Islam menghentikan praktik itu dan memberi status kemanusiaan yang penuh kepada perempuan yang setara dengan lelaki. Ada sekitar 30 ayat Al Quran yang mengacu pada kesetaraan antara perempuan dan lelaki dan hak perempuan. Ayat-ayat itu antara lain anNisa/4:1 tentang penciptaan manusia; al-Ahzab/33:35 tentang ampunan dan pahala yang sama untuk perempuan dan lelaki; al-Fath/48:5-6 tentang kemampuan yang sama antara perempuan dan lelaki untuk berbuat baik atau dosa; al-Tawbah/9:71-72 tentang perempuan dan lelaki yang saling mendukung dan bertanggung jawab sama untuk mengajak pada kebaikan dan mencegah kemungkaran; al-Hujurat/49:13 tentang kesetaraan semua suku, bangsa, dan jenis kelamin, dan pentingnya saling mengenal. Al Quran melarang paling tidak enam bentuk kekerasan terhadap perempuan yang lumrah terjadi di masyarakat Arab waktu itu, yaitu membunuh bayi perempuan dan menguburnya hidup-hidup (al-Takwir/81:8-9), memukul perempuan (an-Nisa'/4:30), menceraikan perempuan ketika dia tua (alMujadilah/58:2), mengusir perempuan dari rumah (al-Thalaq/65:1), membuat hidup perempuan menderita (al-Thalaq/65:6), dan mempersulit hidup perempuan (al-Baqarah/2:236). Sejalan dengan semangat pembebasan perempuan dalam Al Quran, Nabi Muhammad SAW menekankan dalam pidato perpisahan di bukit Arafat sebelum

Berita Lainnya : Rukmini, Wajah

di Ngata · Perubahan Toro RUU · Amandemen Kesehatan · Membicarakan Solidaritas Ramadhan dan bagi · Keadilan Perempuan Terabaikan · Wajah Perempuan Pedesaan

Design By KCM Copyright © 2002 Harian KOMPAS

http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&task=view& id=714&Itemid=14

Kamis, 28 September 2006 • • • • •

Direktori Imsakiyah Jadwal Sholat Doa Dzikir Qur'an Online



Kontak Kami

Konsultasi Ustadz Pengajian Shoutcast

Halaman Utama Seputar Ramadhan Tidur dan Mencium Istri ketika Puasa Tidur dan Mencium Istri ketika Puasa Ditulis oleh Dewan Asatidz Pertanyaan:

Tiap Kamis Malam dan Ahad Malam 18.00 WIB Halaman Utama Islam Kontemporer Assalaamua'alaikum wr. wb. Futuhul Ghaib Hikmah Pak Uztad saya mau tanya: Ekonomi Syariah Seputar Zakat 1. Bagaimana hukumnya puasa orang yang melakukan Konsultasi ciuman disiang hari dengan istrinya. Tanya Jawab 2. Tidur seranjang dengan istri di siang hari tapi tidak Buletin Jum'at melakukan jima'. Seputar Ramadhan Tentang Kami Kepengurusan Wassalam, Download List Pesantren Terbaru Mukhamad Jainuri • Jawaban: Cari Produk Halal Search Produk Halal

Klik indohalal.com

Pengajian Virtual Via:

Yth. Sdr. Mukhamad Jainuri Berciuman antara suami-istri di bulan Ramadan yang tidak sampai menggerakkan syahwat hukumnya boleh (misal pamitan pergi ke luar rumah seperti cium orang tua pada anaknya, red), namun bila sampai menggerakkan syahwat hukumnya makruh. Dalam sebuah hadis riwayat A'isyah berkata "Rasullullah saw menciumnya dan menyentuhnya dalam keadaan puasa, namun Rasulullah adalah orang yang paling bisa mengendalikan nafsunya" (H.R. Bukhari Muslim). Dalam riwayat lain Rasulullah melarang hal itu bagi yang berusia muda dan memperbolehkannya kepada yang sudah lanjut usia. (H.R. Abu Dawud riwayat Abu Hurairah). Demikian pula diperbolehkan tidur seranjang dengan istri asalkan tidak sampai kepada syahwat. Bila itu semua sudah mengarah kepada hubungan suami-isteri (ijma') maka hukumnya tentu saja diharamkan. Bukankah Allah telah memberikan waktu kepada kita untuk melakukannya secara lebih leluasa pada malam hari,

43. 76. Dan tidaklah Kami menganiaya mereka tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. [ Az Zukhruf : 76 ]

http://www.pesantrenvirtual.com/mozaik/007.shtml Diupdate terakhir: 22 November 2001

Pesantren Virtual

Mozaik Fikih

Puasa Ramadhan Lebih dari 30 Hari?

Mozaik Fikih(7)

RUKUN PUASA Dimuat: Kamis, 22 November 2001

Puasa memiliki dua rukun, yaitu: Rukun Pertama: Menahan, al-Imsak Yang dimaksud menahan, imsâk di sini adalah menahan diri dari makanan, minuman, dan hubungan suami-isteri (setubuh, jimâ') sejak terbit fajar sampai terbenamnya matahari. Firman Allah: "Maka sekarang campurilah mereka (istriistrimu) dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu, makan dan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam" (QS. 2. alBaqarah: 187) Maksudnya, setelah matahari terbenam (Maghrib) Allah membolehkan hambaNya untuk makan, minum dan bersatu kembali dengan istri-istrinya sampai datang fajar menyingkap kegelapan malam. Allah menyamakan malam dengan benang hitam dan siang dengan benang putih, sehingga jelaslah bahwa benang yang dimaksud di sini tidak ada hubungannya dengan kain, melainkan fajar. Dalam kitab Sahihnya, Imam Bukhari meriwayatkan sebuah Hadis dari Sahl Ibn Sa'd: "Telah diturunkan ayat, 'makan dan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam'; dan ketika itu kata min al-fajr, fajar belum diturunkan. Maka orang-orang yang hendak berpuasa mengikatkan benang putih dan hitam pada kedua kakinya. Mereka masih asyik makan sampai benar-benar bisa melihat warna kedua benang tersebut. Kemudian turunlah firman Allah min al-fajr, fajar. Barulah mereka mengerti bahwa yang dimaksud benang hitam dan putih adalah malam dan siang. Juga dalam sebuah Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari 'Addâ Ibn Hatim, ia berkata: "Ketika turun ayat, 'makan dan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam'; aku mengira, yang dimaksud adalah dua helai benang, satu berwarna putih dan satunya lagi berwarna hitam. Kemudian kuletakkan benang-benang itu di bawah bantal. Benang-benang itu kujadikan patokan. Jika telah tampak benang putih, maka aku pun mulai menahan diri, puasa. Ketika pagi menjelang, aku pun bergegas menemui Rasulullah dan menceritakan apa yang telah kuperbuat. Beliau bersabda: 'Wah, jika begitu bantalmu bertambah tebal, dong! Adapun yang dimaksud dalam

ayat tersebut adalah terangnya siang dan gelapnya malam'." Maksud ungkapan, "jika begitu bantalmu bertambah tebal" adalah bertambah tebal karena ditambah dua benang, hitam dan putih yang diletakkan di bawah bantal, yang oleh ayat sendiri dimaksudkan terangnya siang dan gelapnya malam. Ketika para ulama memberi definisi puasa dengan menahan, al-imsâk, maka yang dimaksud menahan di sini adalah menahan dari semua perkara yang membatalkan puasa. Termasuk di dalamnya adalah makan, minum, dan juga hubungan badan, jimâ. Selain itu, ada juga hal-hal lain yang belum disebutkan, di antaranya sesuatu yang dimasukkan melalui rongga tubuh meskipun rongga itu bukan merupakan rongga yang biasa digunakan untuk makan atau minum, seperti infus. Maka puasa menjadi batal dengan masuknya hal-hal semacam itu ke dalam lambung dengan disengaja, baik cara memasukkannya melalui mulut, hidung, telinga, anal, maupun infus. Adapun celak dan obat tetes yang digunakan pada mata, jika ditemukan rasanya di tenggorokan maka puasanya rusak, namun jika rasa tersebut tak ditemukan maka puasanya tetap sah (sebagian ulama berpendapat, obat tetes mata dan celak tidak membatalkan puasa meskipun ditemui rasanya di tenggorokan, karena hal itu bukan merupakan hal yang lazim sebagai pengisi perut dan tidak mengeyangkan, penyunting). Imam Abu Hanifah dan Syafi'i berpendapat, pemakaian celak tidak membatalkan puasa. Hal ini berdasarkan riwayat bahwa Nabi saw bercelak di bulan Ramadan sedangkan beliau berpuasa. Juga karena mata bukanlah termasuk lobang yang menerus ke perut, sehingga apa yang masuk melaluinya tidak merusakkan puasa, sama seperti orang yang meminyaki rambut di kepalanya. Adapun sesuatu yang tidak mungkin dihindari masuknya seperti air liur yang tertelan, debu jalanan, atau tepung yang diayak, semuanya tidak membatalkan puasa, dan termasuk ke dalam kategori yang di maafkan, ma'fu 'anh. Seperti juga debu atau lalat yang terbang kemudian masuk secara tidak sengaja ke mulut atau tenggorokan, mani yang keluar tanpa disengaja-sebab mimpi atau karena berpikir seputar seks, atau orang yang tiba-tiba muntah, maka hal-hal tersebut tidak membatalkan puasa. Apabila terasa ada makanan yang tersisa di tenggorokan dan sulit untuk mengeluarkannya maka hukumnya disamakan dengan air liur di atas, tidak membatalkan puasa. Rukun Kedua: Niat Pengikut mazhab Syafi'i menganggap niat sebagai salah satu rukun puasa, sedangkan pengikut mazhab-mazhab lainnya menganggap niat sebagai salah satu syaratnya.

Niat secara bahasa diartikan: maksud, bermaksud (al-qashd), sedangkan secara terminologi agama diartikan dengan: "Bermaksud mengerjakan sesuatu yang dibarengi pelaksanaannya. Apabila pelaksanaanya tertunda, tidak berbarengan dengan maksudnya, maka disebut 'azm, azam, keinginan. Dalil tentang wajibnya niat ini adalah firman Allah: "Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus" (QS 98. al-Bayyinah : 5), juga sabda Rasul: "Sesungguhnya amal perbuatan disertai dengan niat-niat, dan sesungguhnya bagi setiap orang apa yang telah mereka niatkan" (HR. Bukhârî). Diriwayatkan dari Hafshah, Ummul Mukminin ra. bahwa Nabi saw bersabda: "Barang siapa yang tidak berniat puasa pada malam hari, sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya." Hadis ini menunjukkan ketidak-absahan puasa tanpa disertai niat pada malam hari. Waktu niat adalah sepanjang malam. Ia bisa dilaksanakan kapan saja sejak terbenamnya matahari dan sebelum terbitnya fajar, setiap malam bulan Puasa. Dengan niat inilah dibedakan antara ibadah dengan adat, kebiasaan. Dan dengan niat ini pula dibedakan antara ibadah fardhu dengan ibadah sunah. Niat tidak harus diucapkan dengan lisan, karena ia merupakan pekerjaan hati. Barangsiapa sahur di malam hari dengan maksud melaksanakan puasa, maka itu sudah termasuk niat. Niat cukup pula dihadirkan dalam hati di waktu malam bahwa ia akan berpuasa hari esok. Menurut Mazhab Mâlikî, niat tidak perlu diucapkan tiap malam, tapi cukup dilakukan sekali saja jika puasa yang dilakukan adalah puasa yang berkelanjutan dan berturut-turut, seperti puasa pada bulan Ramadan, puasa kafarat-kafarat Ramadan, kafarat membunuh, dan kafarat dzihar-, dan lainnya, selama kelanjutan tersebut tidak terputus. Jika kelanjutan puasa terputusdikarenakan uzur, semisal bepergian, sakit, atau lainnya-, maka niat wajib dihadirkan setiap malam. Adapun puasa yang tidak harus dilakukan berturut-turut, seperti puasa kafarat sumpah, dan puasa untuk mengqadha, mengganti puasa yang ditinggalkan, maka diharuskan berniat setiap malamnya. Sementara untuk puasa sunah, menurut Mazhab Syafi'i, niat bisa dilakukan-di samping pada malam hari-pada waktu pagi hari, sebelum waktu Dzuhur dan dengan catatan belum melakukan hal-hal yang membatalkan puasa sebelumnya. Menurut Madzhab Hanafî, niat puasa sunah adalah sejak malam hari hingga pertengahan siang, namun akan lebih baik bila niat dilakukan pada malam hari dan dengan mengucapkannya.

Sedangkan Mazhab Mâlikî berpendapat, niat tidak sah dihadirkan pada waktu siang hari, apa pun jenis puasanya, termasuk puasa sunah. Madzhab Hanbalî berpendapat, niat puasa sunah bisa dilakukan pada siang hari, meskipun dilakukan setelah matahari tergelincir-sesudah waktu Dzuhur. Asalkan belum melakukan hal-hal yang membatalkan puasa, seperti makan, minum dan seterusnya. Dalil sahnya puasa sunah dengan niat di siang hari ini adalah Hadis yang diriwayatkan dari 'Aisyah ra. yang mengatakan: "Suatu hari Nabi saw. datang kepadaku dan bertanya, 'Apakah engkau punya makanan?' Saya menjawab, 'Tidak ada'. Beliau saw. pun lantas berkata, 'Kalau begitu aku puasa'. Di hari yang lain beliau datang lagi kepadaku. Aku katakan kepadanya, kita dihadiahi hays. Beliau menjawab, 'Perlihatkanlah kepadaku. Aku sebenarnya puasa sejak pagi'. Kemudian beliau pun memakan hays tersebut" (HR. Muslim). Hays adalah kurma kering berserta mentega dan keju. Sebagian ulama berpendapat, ungkapan Nabi saw di atas bersifat umum. Ada kemungkinan Nabi saw berniat puasa sejak malam, bisa juga tidak. Namun berdasarkan hadis sebelumnya, riwayat dari Hafshah di atas, niat puasa pada dasarnya dilakukan pada malam hari. Puasa ini pun berlaku umum, bisa berupa puasa fardhu, sunah, qadha maupun nazar. Dalam masalah ini, kita boleh mengikuti salah satu pendapat mazhab-mazhab di atas, namun yang lebih afdal melakukan niat pada malam hari untuk menghindari perbedaan pendapat yang ada. Wa 'l-Lah-u a'lam. (Disunting dari al-Shiyâm fî 'l-Islam, karya Dr. Ahmad Umar Hasyim, oleh Yessy Afdhiani & Shocheh Ha.) [] Ikuti juga lanjutan Mozaik Fikih ini melalui email anda, tanpa harus membuka web site ini tiap hari. Caranya! Masukkan email anda di text-box, lalu klik tombol berikut. Email anda: Halaman Yang Berhubungan

Mozaik Fikih Terbaru Mozaik Fikih Sebelumnya(6) Mozaik Fikih Sesudahnya(8)

http://www.kompas.com/kesehatan/news/0410/18/102420.htm

Kesehatan Gayahidup Tokoh Problem Sex Perilaku Kisah Nyata Non Medis Info Sehat Tabloid Senior

Rubrik Internasional Nasional Metropolitan Peristiwa Ekonomi Dikbud Muda Keluarga Hiburan Kesehatan Makan & Plesiran Olah Raga Otomotif Saham & Pasar Uang Sains & Teknologi Selular Wanita

Free E-Mail | Chat | Ad Info | About Us | Contact Us Updated: Senin, 18 Oktober 2004, 10:21 KESEHATAN WIB

Komunitas

Kolom

Surat Kabar

Majalah

Radio CARI

Puasa Tidak Mengurangi Kualitas Sperma Oleh Mohamad Harli, Sarjana Gizi dan Sumber Daya Keluarga IPB Kirim Teman | Print Artikel Puasa Ramadan bisa disebut suatu bentuk pengaturan jadwal diet yang mempengaruhi asupan gizi selama 29-30 hari. Ada kekhawatiran pada sementara orang, bila berpuasa, kualitas spermanya akan berkurang. Ada banyak faktor yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan reproduksi, antara lain pada kualitas sperma. Salah satunya adalah faktor asupan gizi atau makanan. Sebelum membahas lebih jauh tentang dampak puasa terhadap kualitas sperma, perlu pula diketahui manfaat puasa terhadap kesehatan tubuh secara umum, sesuai hadis Nabi Muhammad: "Lakukanlah puasa,niscaya kamu akan merasakan sehat (lahir dan batin)". Dilaporkan bahwa asupan zat gizi, terutama energi, pada saat puasa Ramadan hanya berkisar antara 60-70 persen. Berarti, ada pengurangan sekitar 30-40 persen dari kecukupan gizi yang dianjurkan. Meskipun demikian, puasa ternyata meningkatkan daya serap makanan. Pada hari biasa tubuh hanya menyerap sekitar 35 persen gizi makanan, sedangkan pada saat puasa dapat mencapai 85 persen. Sehat Lahir Batin Puasa Ramadan yang dikerjakan sesuai aturan akan menyehatkan jasmani dan rohani pelakunya. Manfaat kesehatan puasa itu antara lain: • • •

Memberikan kesempatan bagi alat pencernaan untuk beristirahat. Membebaskan tubuh dari racun, kotoran, dan ampas yang merusak kesehatan. Memblokir makanan untuk bakteri, virus, dan sel kanker

Agenda Acara - Televisi - Bentara Budaya - Kata Mutiara Saham & Pasar Uang - Hiburan - Kesehatan - Nasional - Metropolitan - Olah Raga - Sains & Teknologi KOMUNITAS: Berita Duka - Feng Shui - Horoskop - Iklan Mini - Karier - Kata Mutiara - Kontak Jodoh News By Email - Pasang Iklan - Property - Seremonia - Surat Pembaca - Toko Buku KOLOM: Sarapan Pagi Features - Berita Foto Dapatkan berita KCM melalui: SMS - WAP/GPRS Tampilan terbaik dengan browser IE 5,5 atau lebih Design By KCM Copyright @ PT. Kompas Cyber Media

Related Documents

Hotd Istri Dan Ramadhan
October 2019 29
Hotd Zakat Dan Ramadhan
October 2019 33
Hotd Syariah Dan Riba
October 2019 40
[hotd] Sedekah Dan Beramal
October 2019 28
Hotd Fitrah Dan Potong
October 2019 30