Hari Kathina 1. Sejarah Ringkas Kathina Suatu ketika Sang Buddha bersemayam di vihara Jetavanarama di kota Savathi yang dipersembahkan oleh Anathapindika, pada waktu itu para Bhikkhu yang berada di Patheyya berjumlah tiga puluh orang bertekat melatih diri dalam meditasi untuk membersihkan kilesa atau kekotoran batin. Setelah mendengar bahwa Sang Buddha berada di Vihara JethavanaramaSavathi maka serentak ketiga puluh Bhikkhu tersebut menuju ke kota Savathi untuk menemui Sang Buddha. Dipertengahan jalan sudah mulai musim hujan hal ini berarti sudah dimulainya masa vassa, sehingga para Bhikkhu tersebut menghentikan perjalanannya dan bervassa di kota Saketta yang jaraknya tinggal enam yojana (satu yojana = 16Km) dari kota Savathi. Masa vassa telah berakhir dan para Bhikkhu sudah melaksanakan upacara “Pavarana” (mengakui segala kesalahan/pelanggaran vinaya dan mohon maaf dengan kelakuan yang tidak sopan serta bertekat agar praktek Dhamma, Vinaya dapat diteruskan dengan murni). Hujan pada saat itu masih turun dan jalanan tergenang oleh air dan lumpur tetapi para Bhikkhu tetap melaksanakan perjalanan ke Savathi karena para Bhikkhu berkeinginan untuk bertemu dengan Sang Buddha yang begitu besar. Akhirnya para Bhikkhu sampai di Savathi, bertemu dengan Sang Buddha dan bernamaskara lalu duduk ditempat yang sesuai. Dengan cinta kasih dan kasih sayang Sang Buddha kepada para Bhikkhu Beliau bertanya :”Bagaimanakah keadaanmu sehingga bisa bertahan dalam perjuangan, dan masih memiliki kerukunan dalam Sangha serta tidak ada pertentangan antara satu dengan yang lain? Dalam bervassa apakah mendapatkan kebahagiaan dan bagaimana tentang makanan di sana apakah mencukupi?” Para Bhikkhu menjawab :”Yang Muia Sang Bhagava, kami masih bisa bertahan hidup rukun dan bahagia dalam vassa melaksanakan Dhamma, Vinaya dengan baik dan tidak mendapat kesulitan dengan makanan/pindapata.” Selanjutnya Sang Buddha membabarkan Dhamma kepada para siswanya yang kemudian membawa kegembiraan dan semangat, rukun dalam persamuan Sangha demi mencapai kesucian. Sang Buddha melihat bahwa jubah para Bhikkhu menjadi rusak berat, lalu Sang Buddha mengizinkan untuk membuat jubah baru sebagai pengganti jubah rusak, ini berarti memberi kesempatan kepada umat untuk berdana kain jubah dan keperluan sehari-hari para
1
Bhikkhu. Sejak saat itulah dimulai hari Kathina Dana (kitab Suci Vinaya Pitaka jilid 5, Maha Vagga, Kathina Kandhaka). Sebenarnya pada jaman Sang Buddha para Bhikkhu hanya memakai jubah pamsukula civara dan hanya memiliki satu stel jubah. Pamsukula Civara adalah Kain bekas pembungkus mayat yang telah dibuang orang di dalam hutan atau kuburan, kain tersebut dicuci kemudian dicelupkan dengan getah pohon yang berwarna kuning (misalnya pohon nangka), lalu dijahit dan dibuat jubah. (Dhammacarini;19). Kathina berasal dari kata kathika, yakni nama bulan ke 10 dalam tradisi india utara pada era Buddha, istilah Kathina juga berasal dari sebutan sebuat alat pemintal yang terbuat dari kayu sebagai pemintal bahan jubah (kain) yang akan dijadikan jubah untuk bhikkhu. Bisaanya membuat jubah hanya pada saat terakhir, akhir bulan dari musim hujan, jika jubah masih dikerjakan maka batas itu diperpanjang sampai pada musim dingin. Upacara Kathina dilakukan di suatu vihara dan dapat berlangsung dengan benar apabila dihadiri minimal oleh 4 orang Bhikkhu, tidak termasuk samanera. Seorang Bhikkhu sebelumnya harus bertekad (adhitthana) agar ber-vassa di vihara tersebut selama 90 hari secara sempurna, para Bhikkhu yang telah menyelesaikan masa vassa melakukan upacara penyucian batin (Parisuddhi) dengan cara mengakui kesalahan-kesalahan yang telah atau mungkin dilakukannya baik sengaja maupun tidak sengaja setelah itu melakukan pembacaan “Patimokkha” (peraturan para Bhikkhu). Pada masa vassa adalah upacara “Pavarana” yang diadakan oleh Bhikkhu yang bervassa di tempat itu dengan cara para Bhikkhu menyatakan kesiapan dan kesediaan pada hari terakhir vassa tersebut untuk menerima kritik, saran atau nasehat dari Bhikkhu yang senior guna kemajuan batin mereka.(Hari Raya Umat Buddha; 27).Ada dua pengertian yang berbeda terhadap pavarana yaitu : 1.
Pavarana dari Bhikkhu adalah pernyataan kesediaan Bhikkhu
pada akhir masa vassa untuk menerima kritik dan nasehat dari sesama Bhikkhu khususnya yang senior. 2.
Pavarana dari umat adalah pernyataan seorang umat kepada
Bhikkhu tertentu terhadap kesediaannya menjadi sponsor dan membantu kebutuhannya untuk suatu jangka waktu tertentu maupun waktu tidak tertentu.(Hari Raya Umat buddha; 31). 2. Cara Melaksanakan Kathina
2
Kathina Dalam vinaya prosedur upacara Kathina Pinkara (prosedur kathina dana) adalah sebagai berikut: a)
Suatu hak Sangha untuk menentukan apakah upacara Kathina dilaksanakan atau
tidak. b)
Bila dikehendaki, maka dipilih seorang Bhikkhu untuk menerima persembahan
kain untuk dibuat jubah dari umat. c)
Kain putih yang dipersembahkan melalui upacara Kathina diberikan kepada
Bhikkhu yang terpilih untuk diukur, dipotong, dijahit sesuai vinaya menjadi sebuah jubah. Proses pembuatan jubah dibantu oleh Bhikkhu lain dan dilakukan dalam satu hari dari pagi hingga petang. d)
Jubah yang telah selesai dikerjakan, diberikan kepada anggota Sangha dalam
suatu upacara dan hanya Bhikkhu yang ber-vassa di vihara tersebut yang berhak atas jubah tersebut. e)
Kepada bhikkhu yang menerima jubah tersebut pada malam harinya Bhikkhu
tersebut memberikan khotbah dan berterima kasih kepada para umat atas dukungannya kepada Sangha.(Hari Raya umat Buddha; 28). Pada pelaksanaan upacara Kathina yang tidak dihadiri oleh Bhikkhu disebut Kathina Puja, maka yang perlu diperhatikan umat adalah : 1.
Seluruh dana yang dipersembahkan kepada Bhikkhu harus
diserahkan kepada Bhikkhu tanpa syarat. 2.
Sebelum memberikan dana tidak dibenarkan untuk memberikan
syarat kepada Sangha. 3.
Bhikkhu yang menerima dana atas nama Sangha wajib
menyerahkan secara utuh kepada Sangha. 4.
Bhikkhu tidak diperkenankan untuk mengambil dana tersebut
untuk kepentingan pribadi ataupun untuk dibagikan kepada orang/badan lain, tanpa seizin Sangha.(Herman S hendro; 1997; 30).
Dana Kathina yang dipersembahkan kepada Sangha bukan menjadi milik pribadi Bhikkhu masing-masing namun diatur pembagiannya, apabila dana Kathina berupa kain tetapi
3
kain tersebut tidak cukup untuk semua Bhikkhu cara pembagiannya adalah dengan melihat siapa yang lebih tua ke-Bhikkhuannya dan yang paling membutuhkan. Hal ini dapat dilihat dengan berbagai faktor : 1.
Bhikkhu yang jubahnya sudah rusak dan tidak layak dipakai lagi.
2.
Bhikkhu yang sudah tua dalam sila ke-Bhikkhuannya.
3.
Bila Bhikkhu tua tidak mampu membuat/tidak mau maka dapat diberikan
kepada Bhikkhu lainnya, tapi biasanya diberikan kepada Bhikkhu yang Maha Thera/Maha Purissa. Seorang Bhikkhu yang biasa hidup di hutan-hutan, goa, di bawah pohon, bila sudah mendapatkan jubah pengganti yang sudah rusak maka mereka tidak merasa khawatir lagi menghadapi hawa dingin, sehingga dapat melanjutkan latihannya untuk membersihkan kilesa (kekotoran batin) dengan tujuan akhir mencapai kebahagiaan tertinggi (Nibbana). (Dhammacarini; 20). Ucapan rasa syukur dan terima kasih umat kepada anggota Sangha yang telah melaksanakan vassa disuatu vihara, maka umat mempersembahkan kain kepada Sangha untuk dipotong, diukur dan dijahit menjadi sebuah jubah yang disebut dengan Jubah Kathina (Kathina Chivara), maka diadakan suatu upacara yang dinamai Kathina Pinkara atau disebut juga Kathina dana. Upacara Kathina dilakukan di suatu vihara dan dapat berlangsung dengan benar apabila dihadiri minimal
oleh 4 (empat) Bhikkhu, tidak termasuk samanera. Seorang Bhikkhu
sebelumnya harus bertekad (adhitthana) agar ber-vassa di vihara tersebut selama 90 hari secara sempurna, para Bhikkhu yang telah menyelesaikan masa vassa melakukan upacara penyucian batin (Parisuddhi) dengan cara mengakui kesalahan-kesalahan yang telah atau mungkin dilakukannya baik sengaja maupun tidak sengaja setelah itu melakukan pembacaan “Patimokkha” (peraturan para Bhikkhu). DAFTAR PUSTAKA Drs. Teja S.M. Rasyid, 1995, Kitab Suci Vinaya Pitaka II, Jakarta, Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Hindu & Buddha. Oeij Sian Pin, 1994, Cara Yang Benar Dalam Berdana, Bali, Mutiara Dhamma. Pengurus Vipassana Graha, 1992, Majalah Dhammacarini , Bandung, Yayasan Dhammacarini. Pengurus Vihara Buddha Prabha, 2002, Majalah Dharma Prabha, Yogyakarta, GMCBP dan DPD IPMKBI Sekber PMVBI.
4
Herman S hendro, 1997, Hari Raya Umat Buddha Dan Kalender Buddhis, Jakarta, Yayasan Dhamma Diepa Arama.
5