MAKALAH KEPERAWATAN KRITIS II Tentang “GAGAL GINJAL KRONIK”
Dosen : Nugroho Ari W,S.Kep.,Ns.,M.Kep Disusun Oleh Kelompok 5 : 1. 2. 3. 4.
Siska Khoirun Nikmah Zinatul Widad Anni Nur Aini Amirah Rofifah Taqiyyah
(20151660107) (20151660091) (20151660106) (20151660130)
S1 Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA 2018
1|KEPERAWATAN KRITIS 2
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya haturkan atas kehadirat Allah Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Auhan Keperawatan Gagal Ginjal Kronik ”. Tidak lupa pula penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada: 1.
Nugroho Ari W,S.Kep.,Ns.,M.Kep senantiasa memberikan bimbingan dan arahan dalam penyelesaian makalah ini,
2.
Dan orang tua saya atas dukungannya dalam penyelesaian makalah ini, Penulis menyadari bahwa makalah ini belum sempurna dan masih banyak
kekurangan, oleh karena itu penulis berharap kritik dan saran yang membangun guna kesempurnaan makalah ini menjadi lebih baik. Akhirnya, penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kami secara pribadi dan bagi yang membutuhkannya.
Surabaya, 12 November2018
Penulis
2|KEPERAWATAN KRITIS 2
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR …………………………………………………….
i
DAFTAR ISI ……………………………………………………………...
ii
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………...
1
1.1
Latar Belakang …………………………………………………….
1
1.2
Rumusan Masalah ………………………………………………….
3
1.3
Tujuan …………………………………………………………….
3
TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………………..
5
2.1
Definisi …………………………………………………………….
5
2.2
Epidemiologi ………………………………………………………
6
2.3
Etiologi ………………..........……………………………….…….
6
2.4
Patofisiologi ……………………………………………………….
7
2.5
Manifestasi Klinis …………………………………………………
8
2.6
Klasifikasi …………………...........………………………………
10
2.7
Prognosis ……………………………………....................………
11
2.8
Pemeriksaan Penunjang …………………………………………..
11
2.9
Penatalaksanaan …………………….........................................…
12
BAB II
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ……………………………………………
15
3.1
Pengkajian ………………………………………………………….
15
3.2
Analisa Data ……………………………………………………….
19
3|KEPERAWATAN KRITIS 2
3.3
Diagnosa Keperawatan …………………………………………….
22
3.4
Intervensi …………………………………………………………..
23
BAB IV TELAAH JURNAL ………………………………………………………
29
BAB V LITERATURE REVIEW ………………………………………………..
38
BAB VI PENUTUP …………………………………………………………………
40
6.1
Kesimpulan ………………………………………………………...
40
6.2
Saran ……………………………………………………………….
40
DAFTAR PSUTAKA …………………………………………..………..
4|KEPERAWATAN KRITIS 2
41
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik merupakan suatu masalah kesehatan yang penting, mengingat selain prevalensi dan angka kejadiannya semakin meningkat juga pengobatan pengganti ginjal yang harus dialami oleh penderita gagal ginjal merupakan pengobatan yang mahal, butuh waktu dan kesabaran yang harus ditanggung oleh penderita gagal ginjal dan keluarganya (Harrison, 2013) . Penyakit gagal ginjal kronis merupakan suatu gangguan pada ginjal yang ditandai dengan abnormalitas struktur maupun fungsi ginjal yang berlangsung lebih dari 3 bulan. Penyakit ini ditandai dengan satu atau lebih tanda kerusakan ginjal yaitu albuminuria, abnormalitas sedimenurin, elektrolit, histologi, strukturginjal, ataupun adanya riwayat transplantasi ginjal, juga disertai penurunan lajufiltrasi glomerulus (KDIGO, 2012). Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) memperlihatkan yang menderita gagal ginjal baik akut maupun kronik mencapai 50% sedangkan yang diketahui dan mendapatkan pengobatan hanya 25% dan 12,5% yang terobati dengan baik (Indrasari, 2015). Berdasarkan Riskesdas tahun 2013, prevalensi gagal ginjal kronis berdasar diagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,2%. Prevalensi tertinggi di Sulawesi Tengah sebesar 0,5% diikuti Aceh, Gorontalo, dan Sulawesi Utara masing-masing 0,4%. Sementara Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta dan Jawa Timur masing-masing 0,3%. Provinsi Sumatera Utara sebesar 0,2% (Riskesdas, 2013). Penyebab gagal ginjal kronis pada pasien hemodialisi baru di Indonesia adalah glomerulopati primer 14%, nefropati diabetika 27%, nefropati lupus/SLE 1%, penyakit ginjal hipertensi 34%, ginjalpolikistik 1%, nefropati asam urat 2%, nefropati obstruksi 8%, pielonefritis kronik/PNC 6%, lain-lain 6% dan tidak diketahui sebesar 1%. Penyebab terbanyak adalah penyakit ginjal hipertensi dengan persentase 34%.
5|KEPERAWATAN KRITIS 2
Hemodialisis adalah proses pertukaran zat terlarut dan produksi satu. Zat sisa yang menumpuk pada pasien PGK ditarik dengan mechanism difusi pasif membransemipermeabel. Perpindahan produksi metabolik berlangsung mengikuti penurunan gradient konsentrasi dari sirkulasi kedalam dialisist. Dengan metode tersebut diharapkan pengeluaran albumin yang terjadi pada pasien PGK dapat diturunkan, gejala uremia berkurang, sehingga gambaran klinis pasien juga dapat membaik (KDIGO,2012). Hemodialisis dapat mempengaruhi gambaran klinis penderita PGK, berupa gejala mual muntah, anoreksia, anemia, pruritus, pigmentasi, kelainan psikis, insomnia, hipertensi, maupun gejala lainnya. Proses hemodialisis sangat membantu penderita penyakit ginjal kronik, khususnya tahap terminal karena kondisi nefron hanya 15% yang berfungsi (gagal ginjal terminal atau tahap akhir). Proses hemodialisis dilakukan sebagai upaya untuk memperpanjang usia penderita. Proses ini membantu penderita mengembalikan fungsi ginjal yang sudah rusak, akan tetapi meningkatkan kesejahteraan kehidupan pasien dengan gagal ginjal kronik. Salah satu penyebab terpuruknya keadaan psikososial klien dengan penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis adalah gagalnya beradaptasi dengan keadaannya saat ini (Morton, Fontain, Hudak & Gallo, 2009). Self Management merupakan salah satu intervensi yang dapat dilakukan perawat untuk meningkatkan status kesehatan pasien dengan kondisi kronis dengan cara berkolaborasi dengan pasien dan keluarganya (Chen, Tsai, Sun, Wu, Lee & Wu, 2010). Self management merupakan prosedur pembelajaran bagi pasien untuk membedakan target perilaku dan mencatat tercapai atau tidaknya target perilaku tersebut. Self management berarti mendorong diri sendiri untuk maju, mengatur semua unsur kemampuan pribadi, mengendalikan kemampuan untuk mencapai hal-hal yang baik, dan mengembangkan berbagai segi dari kehidupan pribadi pasien agar lebih baik (Schena, 2011).Mendukung manajemen diri pada orang dengan CKD merupakan elemen penting dalam mencegah perkembangan penyakit (Lin et al., 2012). Mendukung manajemen diri memungkinkan pasien untuk masalah mengidentifikasi diri dan memberikan teknik untuk membantu mereka membuat keputusan, mengambil tindakan, dan mengubah perilaku (US Department of Defense, 2012). 6|KEPERAWATAN KRITIS 2
Perlambatan perkembangan penyakit pada CKD membutuhkan kunci kinerja harian perilaku manajemen diri yang meliputi kepatuhan terhadap angiotensinconverting enzyme inhibitor (ACE-I) atau angiotensin receptor blocker (ARB) obat, menghindari obat anti-inflamasi nonsteroid (OAINS), modifikasi diet , kontrol glikemik, olahraga teratur, kontrol tekanan darah sistolik. Menurut Hasil dari intervensi penelitian, menunjukkan bahwa program dukungan manajemen diriberhasil dalam meningkatkan manajemen pada diri pasien dan hasil berpusat pada pasien. Hal ini sangat terkait dengan penelitian sebelumnya dalam mencapai target klinis yang berkaitan dengan faktor-faktor risiko untuk perkembangan CKD (Walker et al., 2013). Menurut pendapat dari beberapa peneliti, perbaikan dalam keterlibatan pasien yang dijelaskan dalam penelitian tersebut adalah masuk akal sebagai fasilitator antara intervensi dan manfaat klinis seperti yang dijelaskan sebelumnya. Penerapan model intervensi manajemen diri yang ditargetkan ini harus diimplementasikan ke dalam program pencegahan perawatan primer untuk menunda perkembangan CKD, terutama pada kelompok pasien berisiko tinggi. Berdasarkan masalah di atas maka kami tertarik untuk membahas tentang konsep penyakit gagal ginjal kronis, , askep gagal ginjal kronik dan beberapa jurnal yang akan kami bahas mengenai terapi self management pasien dengan gagal ginjal kronik.
1.2 RumusanMasalah 1. Bagaimana konsep penyakit gagal ginjal kronis? 2. Bagaimana askep pada pasien yang mengalami gagal ginjal kronis ? 3. Bagaimana terapi self management pada pasien gagal ginjal kronis ?
1.3 Tujuan Umum Mahasiswa (i) mampu memahami konsep penyakit gagal ginjal kronik dan mempelajari asuhan keperawatan pada pasien gagal ginjal kronik sertadapat menerapkan terapi self management pada pasien dengan gagal ginjal kronis.
7|KEPERAWATAN KRITIS 2
1.4 Tujuan Khusus 1. Mahasiswa (i) mampu mengetahui dan memahami Konsep PenyakitGagal Ginjal Kronik 2. Mahasiswa (i) mampu memahami pengkajian dalam Asuhan Keperawatan PenyakitGagal Ginjal Kronik 3. Mahasiswa (i)mampu membuat perencanaan dalam Asuhan Keperawatan PenyakitGagal Ginjal Kronik 4. Mahasiswa (i)mampu melakukan intervensi keperawatan dalam penerapan Asuhan Keperawatan PenyakitGagal Ginjal Kronik 5. Mahasiswa (i)mampu mengevaluasi terhadap intervensi yang telah dilakukan dalam Asuhan Keperawatan PenyakitGagal Ginjal Kronik.
1.5 Manfaat 1. Manfaat bagi penulis Memberikan pengalaman dan metode penanganan yang tepat dalam asuhan keperawatan pada gagal ginjal kronik 2. Manfaat bagi institusi pendidikan Dapat di gunakan sebagai informasi dalam pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan dalam penerapan proses asuhan keperawatan di masa yang akan datang. 3. Manfaat bagi Rumah sakit Diharapkan dapat sebagai meningkatkan mutu pelayanan dan perawatan dalam pendokumentasian asuhan keperawatan secara komprehensif dan efisien.
8|KEPERAWATAN KRITIS 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme
dan
keseimbangan
cairan
dan
elektrolit,
menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth, 2002). Chronik Kidney Desease adalah kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal). (Nursalam. 2006). Chronic Kidney Disease (CKD)adalah suatu keadaan klinis yang ditandaidengan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat sehingga terjadi akumulasi bahan toksik uremi sertapenurunan fungsi hormonal (Price & Wilson,2013). Dari beberapa pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi renal yang irreversible dan berlangsung lambat sehingga ginjal tidak mampu mempertahankan metabolisme tubuh dan keseimbangan cairan dan elektrolit serta menyebabkan uremia.
9|KEPERAWATAN KRITIS 2
2.2 Epidemiologi PGK merupakan penyakit yang sering dijumpai pada praktik klinik seharihari. Prevalensinya di negara maju mencapai 10-13% dari populasi. Sebuah studi yang dilakukan Perhimpunan Nefrologi Indonesia melaporkan sebanyak 12.5% populasi di Indonesia mengalami penurunan fungsi ginjal. 2.3 Etiologi Perkumpulan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) tahun 2012 menjelaskan etiologi dari GGK adalah:
Penyebab Penyakit ginjal hipertensi Nefropati diabetika Glomerulopati primer Nefropati obstruksi Pielonefritis kronik Nefropati asam urat Nefropati lupus/SLE Ginjal polikistis Tidak diketahui Lain-lain
Insiden 35% 26% 12% 8% 7% 2% 1% 1% 2% 6%
Individu dengan GFR normal atau meningkat dan tanpa kerusakan pada ginjal dapat beresiko menjadi GGK, sehingga diperlukan pemeriksaan lanjutan untuk menentukan apakah menderita GGK atau tidak (Warady & Chadha, 2007). Berdasarkan data tahunan ke empat IRR oleh PERNEFRI tahun 2011, menyatakan urutan etiologi GGK dari nilai yang terbanyak adalah penyakit ginjal hipertensi 34%, nefropati diabetika 27%, glomerulonefropati primer 14%, nefropati obstruksi 8%, pielonefritis kronik 6%, sistemik lupus eritromatosus 1%, ginjal polikistik 1%, gout 2%, lain-lain 6%, dan tidak diketahui 1%. Secara umum penyebab GGK hampir sama di setiap negara, tetapi dibedakan dalam perbandingan persentasenya (Riyanto, 2011). Menurut Fauci, Braun, Kasper, Hauser, dan Ongo (2009) hal-hal yang dapat menyebabkan GGK adalah diabetik nefropati, hipertensi nefrosklerosis, glomerulonefritis, iskemik nefropati, ginjal polikistis, refluk nefropati, intersisial nefritis, nefropati dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV), transplant allograft failure.
10 | K E P E R A W A T A N K R I T I S 2
2.4 Patofisiologi Berdasarkan proses perjalanan penyakit dari berbagai penyebab pada akhirnya akan terjadi kerusakan nefron. Bila nefron rusak maka akan terjadi penurunan laju filtrasi glomerolus dan terjadilah penyakit gagal ginjal kronik yang mana ginjal mengalami gangguan dalam fungsi eksresi dan dan fungsi noneksresi. Gangguan fungsi non-eksresi diantaranya adalah gangguan metabolism vitamin D yaitu tubuh mengalami defisiensi vitamin D yang mana vitamin D bergunan untuk menstimulasi usus dalam mengabsorpsi kalsium, maka absorbs kalsium di usus menjadi berkurang akibatnya terjadi hipokalsemia dan menimbulkan demineralisasi ulang yang akhirnya tulang menjadi rusak. Penurunan sekresi eritropoetin sebagai factor penting dalam stimulasi produksi sel darah merah oleh sumsum tulang menyebabkan produk hemoglobin berkurang dan
terjadi
anemia
sehingga
peningkatan
oksigen
oleh
hemoglobin
(oksihemoglobin) berkurang maka tubuh akan mengalami keadaan lemas dan tidak bertenaga. Gangguan clerence renal terjadi akibat penurunan jumlah glomerulus yang berfungsi.penurunan laju filtrasi glomerulus di deteksi dengan memeriksa clerence kretinin urine tamping 24 jam yang menunjukkan penurunan clerence kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin serum. Retensi cairan dan natrium dapat megakibatkan edema, CHF dan hipertensi. Hipotensi dapat terjadi karena aktivitasbaksis rennin angiostenin dan kerjasama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Kehilangan garam mengakibatkan resiko hipotensi dan hipovolemia. Muntah dan diaremenyebabkan perpisahan air dan natrium sehingga status uremik memburuk. Asidosis metabolic akibat ginjal tidak mampu menyekresi asam (H+) yang berlebihan. Penurunan sekrsi asam akibat tubulus ginjal tidak mampu menyekresi ammonia (NH3-) dan megapsorbsi natrium bikarbonat (HCO3-). Penurunan eksresi fosfat dan asam organic yang terjadi. Anemia terjadi akibat produksi eritropoietin yang tidak memadai, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien terutama dari saluran pencernaan. Eritropoietin yang dipreduksi oleh ginjal menstimulasi sumsum 11 | K E P E R A W A T A N K R I T I S 2
tulang untuk menghasilkan sel darah merah dan produksi eritropoitein menurun sehingga mengakibatkan anemia berat yang disertai dengan keletihan, angina dan sesak nafas. Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat merupakan gangguan metabolisme. Kadar kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan timbal balik. Jika salah satunya meningkat maka fungsi yang lain akan menurun. Dengan menurunnya filtrasi melaui glomerulus ginjal maka meningkatkan kadar fosfat serum, dan sebaliknya, kadar serum kalsium menurun. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parahhormon dari kelenjar paratiroid, tetapi gagal ginjal tubuh tidak dapat merspons normal terhadap peningkatan sekresi parathormon sehingga kalsium ditulang menurun, menyebabkan terjadinya perubahan tulang dan penyakit tulang. (Nurlasam, 2007). 2.5 Manifestasi Klinis Pada umumnya pasien GGK stadium satu sampai tiga tidak mengalami tanda dan gejala awal atau tidak mengalami gangguan keseimbangan cairan, elektrolit, endokrin dan metabolik. Sedangkan pasien GGK stadium empat dan lima memperlihatkan beberapa gejala klinis (Kanitkar, 2009). Menurut Baradero, Dayrit, dan Siswadi (2009), beberapa tanda dan gejala GGK yaitu: Penyebab Sistem hematopoeitik
Tanda dan gejala Anemia akibat dari penurunan produksi eritropoetin sehingga terjadinya penurunan rangsangan eritropoetis pada sumsum tulang, cepat lelah, perdarahan akibat terjadinya trombositopenia, ekimosis.
Sistem kardiovaskuler
Hipervolemia, hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau aktivitas reninangiostensin
dan
aldosteron
meningkat,
takikardia, disritmia, gagal jantung kongestif akibat kelebihan cairan. Sistem pernapasan
Takipnea, pernapasan kussmaul, sputum yang
12 | K E P E R A W A T A N K R I T I S 2
lengket, batuk disertai nyeri, suhu tubuh meningkat, edema paru. Sistem gastrointestinal
Anoreksia,
nausea,
vomitus,
perdarahan
gastrointestinal, distensi abdomen, diare dan konstipasi. Sistem neurologi
Perubahan bingung,
tingkat stupor,
kesadaran, koma,
letargi,
kejang,
tidur
terganggu, asiteriksis. Sistem skeletal
Osteodistrofi ginjal dan nyeri sendi.
Sistem integumen
Tampak pucat akibat anemia, berwarna kekuningan akibat penimbunan urokrom, pigmentasi,
pruritus
akibat
toksin
dan
endapan kalsium di pori-pori, lecet akibat adanya bekas-bekas garukan karena rasa gatal. Sistem perkemihan
Haluaran urin berkurang, berat jenis urin menurun, proteinuria, fragmen dan sel dalam urin, natrium dalam urin berkurang.
Sistem reproduksi
Infertilitas, libido menurun, disfungsi ereksi akibat penurunan produksi testosteron dan spermatogenesis, pubertas lambat.
Menurut Black dan Hawks (2009) manifestasi GGK berdasarkan derajatnya adalah sebagai berikut: Derajat GGK Derajat I
Manifestasi Klinis Tekanan darah pasien normal, tidak terdapat tanda-tanda abnormalitas hasil tes laboratorium dan manifestasi klinis.
Derajat II
Tanpa manifestasi klinis, terdapat hipertensi, mulai muncul hasil tes laboratorium abnormal.
13 | K E P E R A W A T A N K R I T I S 2
Derajat III
Tanpa gejala, hasil tes laboratorium abnormal pada beberapa sistem organ, terdapat hipertensi.
Derajat IV
Terdapat manifestasi klinis berupa kelelahan dan penurunan rangsangan.
Derajat V
BUN meningkat, anemia, hipokalsemia, hiponatremia, asam urat meningkat, proteinurea, pruritus, edema, hipertensi, kreatinin meningkat, penurunan rangsangan, asidosis metabolik, mudah mengalami perdarahan, hiperkalemia.
2.6 Klasifikasi GGK diklasifikasikan menjadi lima stadium berdasarkan tingkat GFR (Eknoyan & Lameire, 2013) yaitu : Stadium
GFR
Deskripsi
(ml/menit/1,73 m2) 1
≥ 90
GFR normal/meningkat
2
60-89
GFR turun ringan
3a
45-59
GFR turun ringan-sedang
3b
30-44
GFR turun sedang-berat
4
15-29
GFR turun berat
5
< 15 atau dialisis
Gagal ginjal
Menurut Suwitra (2006) mengklasifikasikan GGK berdasarkan diagnosis etiologinya yaitu: Penyakit Penyakit ginjal diabetes
Tipe Mayor (contoh) Diabetes tipe 1 dan 2
14 | K E P E R A W A T A N K R I T I S 2
Penyakit ginjal non diabetes
Penyakit
glomerular,
penyakit
vaskuler ( penyakit pembuluh darah besar,
tekanan
darah
tinggi,
mikroangiopati),
penyakit
tubulointerstitial
(sumbatan,
keracunan obat, pielonefritis kronik), ginjal polikistik Penyakit pada transplantasi
Rejeksi penyakit
kronik,
keracunan
recurrent
obat,
(glomerular),
transplant glomerulopathy
2.7 Prognosis Kematian biasanya disebabkan karena penyakit penyebab, bukan gagal ginjal itu sendiri. Prognosis buruk pada apsien lanjut usia dan bila terdapat gagl organ lain. Penyebab kematian tersering adalah infeksi (30-50%), perdarahan terutama saluran cerna (10-20%), jantung (10-20%), gagal napas (105), dan gagal multiorgan dengan kombinasi hipotensi, septikemia, dan sebagainya. 2.8 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang pada penyakit Ginjal Kronis adalah sebagai berikut (KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN, 2014) :
Pemeriksaan darah lengkap: ureum meningkat, kreatinin serum meningkat. Dari kadar kreatinin serum dapat dilakukan perhitungan estimasi LFG dengan rumus Cockcrof-Gault atau studi MDRD;
Pemeriksaan elektrolit: hiperkalemia, hipokalsemia, hiperfosfatemia;
Pemeriksaan kadar glukosa darah, profil lipid (hiperkolesterolemia, LDL meningkat;
Analisis gas darah: asidosis metabolik (pH) menurun, HCO3 menurun);
Urinalisis dan pemeriksaan albumin urin;
15 | K E P E R A W A T A N K R I T I S 2
Sedimen urin: sel tubulus ginjal, sedimen eritrosit, sedimen leukosit, sedimen granuler kasar, dan adanya eritrosit yang dismorfik merupakan tanda patognomonik jejas ginjal;
Pemeriksaan protein urin kuantitatif 24 Jam (PUK);
Pencitraan: USG ginjal; BNO-IVP;
Biopsi ginjal;
Pemeriksaan lain (untuk komplikasi): EKG, foto polos thoraks, dan ekokardiografi.
2.9 Penatalaksanaan
Tentukan dan tatalaksana penyebabnya.
Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam. Biasanya diusahakan hingga tekanan vena jugularis sedikit meningkat dan terdapat edema betis ringan. Pada beberapa pasien, furosemid dosis besar (250-1000 mg/hari) atau diuretik loop (bumetanid, asam etakrinat) diperlukan untuk mencegah kelebihan cairan, sementara pasien lain mungkin memerlukan suplemen natrium klorida atau natrium bikarbonat oral. Pengawasan dilakukan melalui berat badan, urin, dan pencatatan keseimbangan cairan (masukan melebihi keluaran sekitar 500ml).
Diet tinggi kalori dan rendah protein Diet rendah protein (20-40g/hari) dan tinggi kalori menghilangkan gejala anoreksia dan nausea dari uremia, menyebabkan penurunan ureum dan perbaikan gejala. Hindari masukan berlebihan dari kalium dan garam. Kontrol hipertensi Bila tidak terkontrol dapat terakselerasi dengan hasil akhir gagal jantung kiri. Pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal, keseimbangan garam dan cairan diatur tersendiri tanpa tergantung tekanan darah. Sering diperlukan diuretik loop, selain obat antihipertensi. Kontrol ketidakseimbangan elektrolit Yang sering ditemukan adalah hiperkalemia dan asidosis berat. Untuk mencegah hiperkalemia, dihindari masukan kalium yang besar (batasi hingga 60 mmol/hari), diuretik hemat kalium, obat-obat yang berhubungan 16 | K E P E R A W A T A N K R I T I S 2
dengan ekskresi kalium (misalnya, penghambat ACE dan obat antiinflamasi nonsteroid), asidosis berat, atau kekurangan garam yang menyebabkan pelepasan kalium dari sel dan ikut dalam kaliuresis. Deteksi melalui kadar kalium plasma dan EKG. Gejala-gejala asidosis baru h=jelas bila bikarbonat plasma kurang dari mmol/liter. Biasanya terjadi pada pasien yang sangat kekurangan garam dan dapat diperbaiki secara spontan dengan dehidrasi. Namun perbaikan yang cepat dapat berbahaya.
Mencegah dan tatalaksana penyakit tulang ginjal Hiperfosfatemia dikontrol dengan obat yang mengikat fosfat seperti alumunium hidroksida (300-1800 mg) atau kalsium karbonat (500-3000 mg) pada setiap makan. Namun hati-hati dengan toksisitas obat tersebut. Diberikan suplemen vitamin D dan dilakukan paratiroidektomi atas indikasi.
Deteksi dini dan terapi infeksi Pasien uremia harus harus diterapi sebagai pasien imunosupresif dan diterapi lebih ketat.
Modifikasi terapi obat dengan fungsi ginjal Banyak obat-obatan yang harus diturunkan dosisnya karena metabolitnya toksik dan dikeluarkan oleh ginjal. Misalnya digoksin, aminoglikosid, analgesik opiat, amfoterisin, dan alopurinol. Juga obat-obatan yang meningkatkan katabolisme dan ureum darah, misalnya tetrasiklin, kortikostreoid, dan sitostatik.
Deteksi dan terapi komplikasi Awasi denga ketat kemungkinan ensefalopati uremia, perikarditis, neuropati perifer, hiperkalemia yang meningkat, kelebihan cairan yang meningkat, infeksi yang mengancam jiwa, kegagalan untuk bertahan, sehingga diperlukan dialisis.
Persiapkan dialisis dan program transplantasi.
17 | K E P E R A W A T A N K R I T I S 2
Segera dipersiapkan setelah gagal ginjal kronik dideteksi. Indikasi dilakukan dialisis biasanya adalah gagal ginjal dengan gejala klinis yang jelas meski telah dilakukan terapi konservatif, atau terjadi komplikasi.
18 | K E P E R A W A T A N K R I T I S 2
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN 3.1 Pengkajian
a. Demografi Lingkungan yang tercemar, sumber air tinggi kalsium beresiko untuk gagal ginjal kronik, kebanyakan menyerang umur 20-50 tahun, jenis kelamin lebih banyak perempuan, kebanyakan ras kulit hitam. b. Riwayat penyakit dahulu Riwayat infeksi saluran kemih, penyakit peradangan, vaskuler hipertensif, gangguan saluran penyambung, gangguan kongenital dan herediter, penyakit metabolik, nefropati toksik dan neropati obstruktif. c. Riwayat kesehatan keluarga Riwayat penyakit vaskuler hipertensif, penyakit metabolik, riwayat menderita penyakit gagal ginjal kronik. d. Pola kesehatan fungsional 1) Pemeliharaan kesehatan Personal hygiene kurang, konsumsi toxik, konsumsi makanan tinggi kalsium, purin, oksalat, fosfat, protein, kebiasaan minum suplemen, kontrol tekanan darah dan gula darah tidak teratur pada penderita tekanan darah tinggi dan diabetes mellitus. 2) Pola nutrisi dan metabolik Perlu dikaji adanya mual, muntah, anoreksia, intake cairan inadekuat, peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan (malnutrisi), nyeri ulu hati, rasa metalik tidak sedap pada mulut (pernafasan amonia), penggunanan diuretic, demam karena sepsis dan dehidrasi. 3) Pola eliminasi Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut), abdomen kembung, diare konstipasi, perubahan warna urin. 4) Pola aktivitas dan latihan Kelemahan ekstrim, kelemahan, malaise, keterbatsan gerak sendi. 19 | K E P E R A W A T A N K R I T I S 2
5) Pola istirahat dan tidur Gangguan tidur (insomnia/gelisah atau somnolen) 6) Pola persepsi sensori dan kognitif Rasa panas pada telapak kaki, perubahan tingkah laku, kedutan otot, perubahan
tingkat
kesadaran,
nyeri panggul,
sakit
kepala,
kram/nyeri kaki (memburuk pada malam hari), perilaku berhatihati/distraksi, gelisah, penglihatan kabur, kejang, sindrom “kaki gelisah”, rasa kebas pada telapak kaki, kelemahan khusussnya ekstremitas bawah (neuropati perifer), gangguan status mental, contoh
penurunan
lapang
perhatian,
ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau. 7) Persepsi diri dan konsep diri Perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan, menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian, kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran. 8) Pola reproduksi dan seksual Penurunan libido, amenorea, infertilitas, impotensi dan atropi testikuler. e. Pengkajian Fisik 1) Keluhan umum : lemas, nyeri pinggang. 2) Tingkat kesadaran komposmentis sampai koma. 3) Pengukuran antropometri : beratbadan menurun, lingkar lengan atas (LILA) menurun. 4) Tanda vital : tekanan darah meningkat, suhu meningkat, nadi lemah, disritmia, pernapasan kusmaul, tidak teratur. 5) Kepala a. Mata: konjungtiva anemis, mata merah, berair, penglihatan kabur, edema periorbital. b. Rambut: rambut mudah rontok, tipis dan kasar. c. Hidung : pernapasan cuping hidung
20 | K E P E R A W A T A N K R I T I S 2
d. Mulut : ulserasi dan perdarahan, nafas berbau ammonia, mual,muntah serta cegukan, peradangan gusi. 6) Leher : Pembesaran vena leher. 7) Dada dan toraks : penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan dangkal dan kusmaul serta krekels, nafas dangkal, pneumonitis, edema pulmoner, friction rub pericardial. 8) Abdomen : nyeri area pinggang, asites. 9) Genital : atropi testikuler, amenore. 10) Ekstremitas : capirally refill time > 3 detik,kuku rapuh dan kusam serta tipis, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, foot drop, kekuatan otot. 11) Kulit : ecimosis, kulit kering, bersisik, warnakulit abu-abu, mengkilat atau hiperpigmentasi, gatal (pruritas), kuku tipis dan rapuh, memar (purpura), edema. f. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang pada gagal ginjal kronik menurut Doenges (2000) adalah : 1) Urine a. Volume, biasnya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urine tidak ada (anuria). b. Warna, secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus, bakteri, lemak, pertikel koloid, fosfat atau urat. c. Berat jenis urine, kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat) d. Klirens kreatinin, mungkin menurun e. Natrium, lebih besar dari 40 meq/L karena ginjal tidak mampu mereabsobsi natrium. f. Protein, derajat tinggi proteinuria (3-4 +) secara kuat menunjukkan kerusakan glomerulus. 2) Darah a. Hitung darah lengkap, Hb menurun pada adaya anemia, Hb biasanya kurang dari 7-8 gr 21 | K E P E R A W A T A N K R I T I S 2
b. Sel darah merah, menurun pada defesien eritropoetin seperti azotemia. c. GDA, pH menurun, asidosis metabolik (kurang dari 7,2) terjadi
karena
mengeksresi
kehilangan
hydrogen
dan
kemampuan amonia
atau
ginjal
untuk
hasil
akhir
katabolisme prtein, bikarbonat menurun, PaCO2 menurun. d. Kalium, peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan). e. Magnesium fosfat meningkat. f. Kalsium menurun. 3) Pemeriksaan Radiologik a) Foto ginjal, ureter dan kandung kemih (kidney, ureter dan bladder/KUB): menunjukkan ukuran ginjal, ureter, kandung kemih, dan adanya obstruksi (batu). b) Pielogram
ginjal:
mengkaji
sirkulasi
ginjal
dan
mengidentifikasi ekstravaskuler. c) Sistouretrogram berkemih; menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks kedalam ureter dan retensi. d) Ultrasonografi ginjal: menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista, obstruksi pada saluran perkemuhan bagian atas. e) Biopsy ginjal: mungkin dilakukan secara endoskopik, untuk menentukan seljaringan untuk diagnosis hostologis. f) Endoskopi
ginjal
dan
nefroskopi:
dilakukan
untuk
menentukan pelis ginjal (keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif). g) Elektrokardiografi (EKG): mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa. h) Fotokaki, tengkorak, kolumna spinal dan tangan, dapat menunjukkan demineralisasi, kalsifikasi.
22 | K E P E R A W A T A N K R I T I S 2
i) Pielogram intravena (IVP), menunjukkan keberadaan dan posisi ginjal, ukuran dan bentuk ginjal. j) CT scan untuk mendeteksi massa retroperitoneal (seperti penyebararn tumor). k) Magnetic Resonance Imaging (MRI) untuk mendeteksi struktur ginjal, luasnya lesi invasif ginjal. 3.2 Analisa Data Gagal Ginjal Kronik N O 1.
DATA
ETIOLOGI
DS : 1. Pasien
menyatakan
kesulitan bernapas DO : 1. Edema 2. Perubahan turgor kulit 3. Distensi abdomen/asites 4. Hb : 6 mg/dl 5. RR : 26x/menit
Gagal ginjal kronik Penurunan laju filtrasi glomerulus Ginjal tidak mampu mengencerkan urin secara maksimal Peningkatan Na dan K+ Masuk ke vaskuler Berikatan dengan air NaOH Peningkatan volume vaskuler Tekanan hidrostatik ↑ Semi permiabel pembuluh darah ↑
23 | K E P E R A W A T A N K R I T I S 2
MASALAH KEPERAWATAN Kelebihan Volume Cairan
Ektravasasi Edema
2.
DS : 1. Pasien susah
mengatakan nafas
dan
mengalami nafas pendek DO : 1. Pasien tampak lemas 2. Denyut jantung teraba lemah 3. Edema pada kedua mata dan kaki kanan
Intraventricular conduction defect
-
Left
Penurunan Curah Jantung
Penurunan laju filtrasi glomerulus Ginjal tidak mampu mengencerkan urin secara maksimal Peningkatan Na dan K+ Masuk ke vaskuler
4. Hasil EKG : -
Kelebihan volume cairan Gagal ginjal kronik
ventricular
Berikatan dengan air NaOH
hipertrophy -
S – T abnromality
Peningkatan volume vaskuler Beban jantung meningkat Hipertrofi ventrikel kiri COP menurun
3.
Penurunan curah jantng Gagal ginjal kronik
DS : 1. Mual 2. Tidak
adanya
nafsu
makan 3. Pasien menyatakan nyeri 24 | K E P E R A W A T A N K R I T I S 2
Peningkatan kadar kreatinin Sindrom uremia
Ketidakseimbanga n Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh
uluhati Gangguan keseimbangan asam basa
DO : 1. Adanya cegukan 2. Muntah 3. Porsi
makan
tidak
dihabiskan
Produksi asam basa naik Iritasi lambung
4. Penurunan berat badan Infeksi
5. Napas berbau ammonia 6. BUN/reatinin
:
Meningkat,
biasanya
meningkat
Gastritis Mual,muntah
dalam
Ketidakseimbanga n nutrisi kurang dari kebutuhan 10 mg/dL diduga tahap tubuh akhir (mungkin remdah proporsi, kadar kreatinin
yaitu 5) 7. Hitung darah lengkap : HT
menurun
adanya
pada
anemia.
HB
biasanya kurang dari 7-8 g/dL 8. Kalsium : Menurun 9. Protein
(Khususnya
albumin) : Kadar serum menurun
dapat
menunjukkan kehilangan protein
melalui
perpindahan penurunan
urine, cairan,
pemasukan
atau penurunan sintesis karena
kurang
asam
amino esensial
25 | K E P E R A W A T A N K R I T I S 2
4.
DS : 1. Pasien
menyatakan
lemah, tidak ada gairah DO : 1. Pasien nampak lemah 2. Ketidakmampuan
Gagal ginjal kronik
Intoleransi Aktivitas
Sekresi eriropoetin menurun Penurunan produksi sel darah di tulang
melakukan sesuatu 3. Penurunan tonus otot 4. Penurunan
Produksi Hb menurun
lemak
subkutan
Hb menurun Anemia Fatigue
5.
DS : klien mengatakan tekanan darahnya tinggi
Intoleransi Aktivitas Gagal ginjal kronik Renin meningkat
DO : -
TD : 170/100mmHg
-
Hasil lab ureum: 80 mg/dl
-
Hasil lab kreatinin: 3 mg/dl
Angiostensin 1 ↑ Angiostensin 2 ↑ Vasokontriksi pembuluh darah Tekanan arteri meningkat Suplai O2 diginjal ↓ Resiko ketidakefektifan perfusi ginjal
26 | K E P E R A W A T A N K R I T I S 2
Resiko ketidakefektifan perfusi ginjal
3.3 Diagnosa Keperawatan 1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan asupan cairan 2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat 3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan makan 4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen 5. Resiko ketidakefektifan perfusi ginjal berhubungan dengan penyakit ginjal
3.4 Intervensi Keperawatan 1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan asupan cairan Tujuan : - Keparahan cairan berlebihan dapat dikurangi - Keseimbangan elektrolit dan asam basa - Keefektivan pompa jantung Kriteria Hasil : Setelah dilakukan selama 1 x 24 jam diharapkan masalah dapat teratasi : - TTV dalam batas normal - Kelembapan membran mukosa - Rasa haus berkurang - Tidak adanya edema perifer - Urine dalam batas normal INTERVENSI
RASIONAL
1. Monitor tanda-tanda vital pasien 2. Monitor
1. Mengetahui apakah adanya perubahan
perubahan
pada
tekanan
berat
darah, nadi dan pernapasan.
badan pasien sebelum dan
2. Untuk mengetahui kadar
setelah dialysis 3. Arahkan pasien mengenai status NPO 27 | K E P E R A W A T A N K R I T I S 2
asupan nutrisi dalam tubuh pasien 3. Agar
nutrisi
pasien
4. Dukung pasien dan kelarga untuk
membantu
dalam
terpenuhi 4. Untuk mengetahui adanya
pemberian makan dengan
perubahan
setelah
baik
dilakukan
pemeriksaan
5. Konsultasikan
dengan
secara bertahap
dokter jika tanda-tanda dan gejala
kelabihan
cairan
volume
menetap
atau
memburuk
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat Tujuan : -
Penurunan jantung tidak terjadi
Kriteria Hasil : -
Tanda-tanda vital dalam batas normal (Tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu) Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan Tidak ada edema paru, perifer dan tidak ada asites Tidak ada penurunan kesadaran INTERVENSI
RASIONAL
1. Auskultasi bunyi jantung dan
paru.
1. S3/S4,
takikardi,
Evaluasi
frekuensi jantung tidak
edema
teratur, takipnea, mengi,
perifer/kongesti vascular
edema, distensi jugular
dan keluhan dyspnea
menunjukkan
adanya
2. Kaji
adanya
derajat
hipertensi, awasi tekanan darah
tekanan perifer,
ginjal kronis 2. Hipertensi dapat
3. Evaluasi bunyi jantung, darah,
gagal
bermakna
terjadi
karena
gangguan pasa system
nadi
aldosterone,
renin-
pengisian
angiotensin
(karena
28 | K E P E R A W A T A N K R I T I S 2
vaskuler,
suhu
dan
sensori 4. Kaji tingkat aktivitas
disfungsi ginjal) 3. Adanya hipertensi tibatiba, nadi paradoksik, penurunan nadi perifer, distensi jugular, pucat, penyimpangan
mental
menunjukkan
adanya
tamponade
yang
merupakan kedaruratan medic 4. Kelelahan
dapat
menyertai gagal ginjal kronik juga anemia 3. Ketidakseimbangan nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan makan Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan 1x24 jam, kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi dengan baik Kriteria Hasil : -
Frekuensi mual berkurang
-
Frekuensi muntah berkurang
-
Distress muntah dapat teratasi
-
Keseimbangan elektrolit terpenuhi INTERVENSI -
Identifikasi (adanya)
-
Untuk mendukung
alergi atau intoleransi
nafsu makan pasien
makanan yang dimiliki
agar baik
pasien -
RASIONAL
-
Pasien dapat
Instruksikan pasien
mengimbangkan
mengenai kebutuhan
kebutuhan nutrisi
nutrisi (yaitu membahas pedoman diet dan 29 | K E P E R A W A T A N K R I T I S 2
-
Pasien dapat menyiapkan
-
piramida makanan)
makanan yang sehat
Dorong untuk
secara mandiri
melakukan bagaimana
-
-
Untuk mengurangi
cara menyiapkan
rasa mual pasien dan
makanan dengan aman
meminimalisir
dan tekhnik-tekhnik
adanya muntah pada
pengawetan makanan
pasien
Beri obat-obatan sebelum makan (misalnya, penghilang rasa sakit, antiemetik), jika diperlukan
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen Tujuan : Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi Kriteria Hasil : -
Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dam RR
-
Mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri INTERVENSI 1. Evaluasi
RASIONAL adanya
intoleransi
aktivitas,
perhatikan
kemampuan
tidur/istirahat
dengan
tepat
efek ketidakmampuan 2. Mengidentifikasi kebutuhan membantu
2. Kaji kemampuan untuk berpartisipasi
pada
aktivitas
yang
diinginkan/dibutuhkan 30 | K E P E R A W A T A N K R I T I S 2
1. Menentukan derajat dari
individu
dan
pemilihan
intervensi 3. Mencegah
kelelahan
berlebihan dan menyimpan energi untuk penyembuhan
3. Rencanakan
periode
4. Meningkatkan
istirahat yang adekuat
membaik,
rasa
meningkatkan
4. Berikan bantuan dalam V
kesehatan dan membatasi
5. aktivitas sehari-hari
frustasi
6. Tingkatkan
tingkat
partisipsi toleransi pasien
5. Resiko ketidakefektifan perfusi ginjal berhubungan dengan penyakit ginjal Tujuan : - Status sirkulasi - Keseimbangan elektrolit dan asam/basa - Keseimbangan cairan - Hidrasi - Kontrol risiko Kriteria hasil : Setelah dilakukan selama 1 x 24 jam diharapkan masalah dapat teratasi : - Tekanan darah systole, diastole dalam batas normal - Intake ouput seimbang - Tidak ada oedem perifer dan asites - Rasa haus teratasi - Sakit perut teratasi Intervensi
Rasional
-Analisa kecenderungan serum PH pada pasien yang berisiko.
Mengetahui
adanya
pengaruh
pertahanan perifer.
- Monitor tanda dan gejala kandungan - Mengetahui adanya kelebihan asam 31 | K E P E R A W A T A N K R I T I S 2
HCO, dan asidosis metabolik.
laktat pada pasien.
- Monitor tanda dan gejala kelebihan - Mengetahui adanya tekanan parsial PaCO₂asidosis respiratorik.
karbon dioksida pada arteri.
- Bandingkan kondisi saat ini dengan -
Untuk
mengetahui
apakah
ada
sebelumnya untuk mendeteksi adanya perubahan setelah dilakukan beberapa perbaikan
dan
penurunan
kondisi tindakan.
pasien. - Mulai atau ubah perawatan medis.
- Untuk mempertahankan parameter pasien dalam batas yang dipeintahkan.
32 | K E P E R A W A T A N K R I T I S 2
BAB IV TELAAH JURNAL No Judul 1. Dampak dari dukungan manajemen diri pada perkembangan penyakit gagal ginjal kronis – uji coba terkontrol secara acak
Pengarang SueHsien Chen,YunFang Tsai, Chiao-Yin Sun, IWen Wu, Chin-Chan Lee dan Mai-Szu Wu
33 | K E P E R A W A T A N K R I T I S 2
Populasi Melibatkan 54 pasien yang masing-masing kelompok ada 27 pasien dibagi secara acak menjadi kelompok Self Management Support (SMS) dan kelompok nonSMS
Sampling Metode : incidental CKD (tahapan III-V) pasien diacak kedalam dukungan manajemen diri (SMS) dan kelompok non-SMS dan ditindak lanjuti selama 12 bulan. Kesehatan SMS terdiri dari informasi kesehatan, edukasi pasien, dukungan berbasis telepon dan bantuan kelompok pendukung. Titik akhir primer mutlak diperkirakan tingkat filtrasi glomerulus mengalami perubahan dan jumlah rawat inap. Titik akhir sekunder adalah penurunan eGFR hingga 50%, penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) menuntut terapi ginjal
Hasil eGFR mutlak pada akhir penelitian ini adalah secara signifikan lebih tinggi pada pasien SMS dari pada kelompok nonSMS (29,11 ± 20 ,61 versus 15,72 ± 10,67 mL/min; P < 0,05). Ada sedikit kejadian pada rawat inap untuk pasien SMS dari pasien non-SMS [5 (18,50%) versus 12 (44,47%); P < 0,05]. Satu pasien (3,7%) pada kelompok SMS dan Sembilan (33,3%) pada kelompok non-
Kesimpulan Di dalam penelitian ini yang dilakukan secara acak menunjukkan bahwa program SMS standar mungkin memainkan peran yang signifikan dalam mengurangi perkembangan CKD dan morbiditas pasien CKD stadium akhir
pengganti (RRT), semua penyebab kematian atau titik akhir sekunder komposit.
2.
Intervensi Manajemen Diri Janet L. Welch, dalam Tahapan 1-4 Penyakit Michelle Ginjal Kronis: Ulasan Johnson, Lani Integratif Zimmerma n, Cynthia L. Russell, Susan M. Perkins, Brian S. Decker
34 | K E P E R A W A T A N K R I T I S 2
Ukuran
sampel Desain penelitian yang digunakan yaitu tiga uji berkisar antara 30 coba terkontrol secara hingga 81 peserta. acak, empat quasi eksperimental desain. rata-rata usia Tiga dari yang terakhir peserta berkisar menggunakan desain one group pretest/posttest dan dari 57,5 hingga 67 yang satu menggunakan desain kelompok kontrol tahun. non-synchronized design
SMS memiliki pengurangan eGFR>50% (P < 0,05). Namun, analisis kelangsungan hidup titik akhir sekunder komposit dari ESRD yang diperlukan RRT dan semua penyebab kematian menunjukkan tidak ada perbedaan antara kedua kelompok. Efek dari Orang dengan CKD intervensi menggambarkan manajemen diri manajemen diri sebagai diukur pada waktu keterlibatan aktif yang berbeda, dalam pengobatan yang meskipun pada membutuhkan satu tahun yang keputusan manajemen diri
grup nonequivalent control.
sama atau kurang. harian. Orangorang ini Penurunan melaporkan tahunan dalam kurangnya bimbingan pada eGFR (estimasi pengembangan laju filtrasi keterampilan sebagai glomerular) adalah penghalang utama hasil pengukuran untuk manajemen diri. Selain itu, dalam satu intervensi penelitian. Dalam difokuskan pada tugas manajemen studi ini, dari 40 diri yang terkait peserta, eGFR dengan manajemen medis, menurun rata-rata tetapi tugas yang 1,2% pada terkait dengan peran dan kelompok manajemen emosional tidak eksperimen ada. dibandingkan dengan kelompok kontrol
dengan
penurunan 11,2%
35 | K E P E R A W A T A N K R I T I S 2
pada
12
bulan
follow-up. 3.
Ukuran sampel yaitu 52 pasien diri pada penyakit ginjal Claire yang sudah Walker, diizinkan dan kronis: studi percontohan Mark R direkrut melalui praktik perawatan Counties primer. Dengan Marshall, Kriteria inklusi utama yaitu pasien Nick dengan 'risiko Polaschek tinggi perkembangan CKD', usia>18 tahun, diagnosis tipe dua Diabetes Mellitus, Hipertensi, dan Albuminuria. Meningkatkan
manajemen Rachael
36 | K E P E R A W A T A N K R I T I S 2
semua data studi menggunakan Analisis Varians satu arah Kruskal-Wallis dengan penjumlahan peringkat untuk data kontinu, dan uji Eksak Fisher untuk data kategori.
Hasil dari intervensi ini menunjukkan bahwa pada awal penelitian ini, peserta tidak mencapai target klinis dan tingkat keterampilan dan perilaku diri yang bervariasi sering kurang optimal seperti kurangnya pengetahuan tentang kondisi medis dan pengobatan mereka. Selama intervensi dan pada periode follow-up 12 bulan, manajemen diri telah meningkat secara
Hasil dari intervensi ini menunjukkan bahwa sasaran program dukungan manajemen diri berhasil dalam meningkatkan manajemen diri pasien dan hasil yang berpusat pada pasien. Ini sangat terkait dengan peningkatan yang dilaporkan sebelumnya dalam mencapai target klinis yang berkaitan dengan faktor resiko perkembangan CKD. Penerapan intervensi
signifikan dan menunjukkan manfaat dari model manajemen diri. Hasil ini menunjukkan betapa pentingnya kebutuhan penelitian dan intervensi lebih lanjut untuk membantu rendahnya suasana hati dan dukungan sosial pada pasien CKD.
4.
Efektivitas dukungan
intervensi Edward manajemen
Ukuran
diri Zimbudzi,
yang Desain
percobaan
komorbiditas dan penyakit Lo1,
diidentifikasi,
kronis:
tinjauan Marie
sistematis dan meta-analisis.
Misso1,
37 | K E P E R A W A T A N K R I T I S 2
yang Efek
berkisar yaitu 48 digunakan yaitu Sintesis diri
untuk orang dengan diabetes Clement
ginjal
penelitian
L. dengan
yang data
dan
secara
sampel Review
manajemen pada hasil
Meta-analisis sekunder termasuk acak
dengan aktivitas Manager manajemen
diri,
yaitu delapan studi (RevMan versi 5.3.5, The pada pemanfaatan
manajemen diri yang ditargetkan seperti model ini harus di implementasikan kedalam keperawatan primer dalam program pencegahan untuk menunda perkembangan CKD, terutama pada kelompok pasien beresiko tinggi dimana pengembalian investasi cenderung tinggi. Intervensi dukungan manajemen diri dapat meningkatkan aktivitas perawatan diri, tekanan darah sistolik, dan
atau berkisar 835 Nordic Cochrane Centre, layanan kesehatan, hemoglobin terglikasi pada Ranasinha pasien. The Cochrane kualitas hidup pasien dengan diabetes 1, Peter G. Collaboration, berhubungan komorbiditas dan Kerr Copenhagen, Denmark). dengan kesehatan, penyakit ginjal Helena J. kepatuhan minum kronis. Tidak mungkin untuk Teede1 obat, dan kematian menentukan dan yang termasuk komponen dan elemen Sophia dalam intervensi manajemen Zoungas. manajemen diri. mandiri yang lebih efektif, tetapi Terdapat intervensi yang perbedaan antara menggunakan pengingat manajemen diri penyedia, edukasi pasien, dan dibandingkan penetapan tujuan dengan perawatan dikaitkan dengan biasa. Terbukti hasil yang lebih baik. Lebih bahwa intervensi banyak bukti dari pada dukungan studi berkualitas tinggi diperlukan manajemen diri untuk mendukung program mengurangi Sanjeeva
38 | K E P E R A W A T A N K R I T I S 2
tekanan sistolik
darah manajemen diri di masa depan. dan
hemoglobin terglikasi dibandingkan dengan perawatan biasa.
5.
Kronis Tiffany R. Ukuran dari sampel Data studi menggunakan kualitatif. Sedikit Manajemen Diri"Membantu" Washingto studi ini yaitu 107 tanggapan pada dan Hambatan dalam Orang n, PhD, peserta yang penggunaan data kualitatif, namun Afrika-Amerika dan Kulit MSW, diwawancarai informatif, dan terbuka. Putih yang Lebih Tua Michael dengan CKD Dalam analisis kualitatif konten yang digunakan Menjalani Hemodialisis: A. berusia 50 tahun untuk membuka kode data, kemudian secara Sebuah Laporan Singkat. Robinson, lebih tua. induktif menempatkan PhD, kode-kode itu secara ke dalam masing-masing MSSW, kategori. Tyrone C. Penyakit
Ginjal
39 | K E P E R A W A T A N K R I T I S 2
Hasil dari intervensi ini menunjukkan sebanyak 107 wawancara selesai dan usia rata-rata jumlah pria dan wanita hampir sama (51% dan 49%, masingmasing). Pada intervensi menungkapkan 7 “bantuan” dan 5 rintangan untuk
Menggunakan intervensi manajemen
diri
untuk mengembangkan dan
menerapkan
dalam individu CKD
membantu dengan perilaku
mereka yang ada,
Hamler, MSW, LSW, Case Western Reserve, Cleveland, OH; Sheena A. Brown, MSW, US Renal Care, Charlotte, NC
40 | K E P E R A W A T A N K R I T I S 2
keberhasilan manajemen penyakit ginjal kronis. Dalam "membantu" mengikuti perintah pengobatan/kepatu han, jaringan sosial, latihan dan aktivitas fisik, praktik iman / keyakinan, gangguan selama pengobatan, mempertahankan sikap positif, dan istirahat. Namun dalam intervensi terdapat keterbatasan fungsional, mengelola kondisi yang terjadi bersamaan, diet dan pembatasan cairan, merasa lelah pada harihari perawatan.
beradaptasi untuk bekerja, mengelola emosi,
respons
psikologis terhadap penyakit yang
harus
dialakukan
dan
mengelola hubungan dengan orang lain yang signifikan. Kemudian memperkenalkan mereka ke perilaku baru
yang telah
berhasil
dengan
kondisi
kronis
lainnya.
41 | K E P E R A W A T A N K R I T I S 2
BAB V LITERATUR REVIEW Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Penyakit ginjal kronis (CKD) adalah salah satu komplikasi terkait diabetes yang paling umum. Di seluruh dunia, perkiraan saat ini menunjukkan bahwa lebih dari 500 juta orang memiliki CKD, dengan mayoritas (80%) dari orang-orang yang tinggal di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, diabetes berkontribusi pada 30-40% dari semua kasus akhir,Stage renal disease (ESRD). Di negara maju, akun diabetes untuk 50% kasus ESRD yang diobati. Ketika prevalensi diabetes meningkat, kejadian CKD diperkirakan akan meningkat. Komorbid diabetes dan CKD dikaitkan dengan peningkatan risiko berbagai hasil yang merugikan termasuk peningkatan mortalitas, kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan yang rendah, dan peningkatan pemanfaatan layanan kesehatan. Intervensi dukungan manajemen diri telah menghasilkan minat yang cukup besar dalam pengelolaan CKD sebagai sarana untuk membantu meningkatkan faktor risiko dan memperlambat perkembangan penyakit. Intervensi manajemen diri yang dilakukan pada jurnal ini memfokuskan pada nutrisi (modifikasi pola makan, seperti makan diluar, dan membaca label makanan), olahraga, control tekanan darah sistolik, kepatuhan terhadap terapi ACE-I atau ARB, dan control glikemik. Orang dengan CKD menggambarkan manajemen diri sebagai keterlibatan aktif dalam pengobatan yang membutuhkan keputusan manajemen diri harian. Orang-orang ini melaporkan kurangnya bimbingan pada pengembangan keterampilan sebagai penghalang utama untuk manajemen diri (Costantini et al., 2008).
42 | K E P E R A W A T A N K R I T I S 2
Hasil dari intervensi ini menunjukkan bahwa program dukungan manajemen diri berhasil dalam meningkatkan manajemen diri pasien dan hasil yang berpusat pada pasien. Penerapan intervensi manajemen diri yang ditargetkans eperti model ini harus diimplementasikan kedalam keperawatan primer dalam program pencegahan untuk menunda perkembangan CKD, terutama pada kelompok pasien beresiko tinggi.
43 | K E P E R A W A T A N K R I T I S 2
BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi renal yang irreversible dan berlangsung lambat sehingga ginjal tidak mampu mempertahankan metabolisme tubuh dan keseimbangan cairan dan elektrolit serta menyebabkan uremia. Menurut Fauci, Braun, Kasper, Hauser, dan Ongo (2009) hal-hal yang dapat menyebabkan GGK adalah diabetik nefropati, hipertensi nefrosklerosis, glomerulonefritis, iskemik nefropati, ginjal polikistis, refluk nefropati, intersisial nefritis, nefropati dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV), transplant allograft failure. Pada umumnya pasien GGK stadium satu sampai tiga tidak mengalami tanda dan gejala awal atau tidak mengalami gangguan keseimbangan cairan, elektrolit, endokrin dan metabolik. Sedangkan pasien GGK stadium empat dan lima memperlihatkan beberapa gejala klinis (Kanitkar, 2009). Penatalaksanaan GGK : Tentukan dan tatalaksana penyebabnya, Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam, Diet tinggi kalori dan rendah protein, Kontrol hipertensi, Kontrol ketidakseimbangan elektrolit, Modifikasi terapi obat dengan fungsi ginjal, Persiapkan dialisis dan program transplantasi, Self Management. Pemeriksaan penunjangnya adalah : Urine, Darah, Pemeriksaan Radiologik. Orang dengan CKD menggambarkan manajemen diri sebagai keterlibatan aktif dalam pengobatan yang membutuhkan keputusan manajemen diri harian. Orang-orang ini melaporkan kurangnya bimbingan pada pengembangan keterampilan sebagai penghalang utama untuk manajemen diri (Costantini et al., 2008). Hasil dari intervensi ini menunjukkan bahwa program dukungan manajemen diri berhasil dalam meningkatkan manajemen diri pasien dan hasil yang berpusat pada pasien. Penerapan intervensi manajemen diri yang ditargetkans eperti model ini harus diimplementasikan kedalam keperawatan
44 | K E P E R A W A T A N K R I T I S 2
primer dalam program pencegahan untuk menunda perkembangan CKD, terutama pada kelompok pasien beresiko tinggi.
6.2 Saran Dengan makalah ini diharapkan pembaca khususnya mahasiswa keperawatan dapat mengerti dan memahami serta menambah wawasan tentang Asuhan keperawatan pada klien dengan gagal ginjal kronik.
45 | K E P E R A W A T A N K R I T I S 2
DAFTAR PUSTAKA Brenner, B. M., dan Lazarus. J.M. 2012. Gagal Ginjal Kronik dalam PrinsipPrinsip Ilmu Penyakit Dalam Harrison Edisi 13. Jakarta: EGC. Hlm: 1435-1443. KDIGO. 2012. Clinical Practice Guideline for the Evaluation and Management of Chronic Kidney Disease. Journal of the International Society of Nephrology vol. 3. Kemenkes Ri. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang Kemenkes Ri Brunner & Suddarth. 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., lmade Karyasa, EGC, Jakarta. Nursalam, 2006, Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan, Jakarta: Salemba Medika Nursalam, 2007, Manajemen Keperawatan dan Aplikasinya, Penerbit Salemba Medika, Jakarta Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
46 | K E P E R A W A T A N K R I T I S 2