Gawat Tak Gengsi Lagi Punya Anak Banyak

  • Uploaded by: lp3y.org
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Gawat Tak Gengsi Lagi Punya Anak Banyak as PDF for free.

More details

  • Words: 809
  • Pages: 3
Kompas.Com

Page 1 of 3

Print

Send

Close

Gawat, Tak Gengsi Lagi Punya Anak Banyak Kamis, 16 April 2009 | 03:27 WIB

Oleh Try Harijono ”Maaf Pak,… saya malu. Tapi harus bertanya,” kata Syafrial (37) dengan sedikit tertunduk. ”Kalau divasektomi, apakah ’barang’ saya masih bisa bangun?” katanya dengan mimik muka serius. Pertanyaan itu dilontarkannya kepada Penyuluh Lapangan Keluarga Berencana yang mendatangi Kampung Pasir Putih, Kota Batam. Dia ingin divasektomi karena istrinya menderita hipertensi sehingga merasa tidak cocok ikut program Keluarga Berencana (KB) dengan pil. Jika tidak ikut program KB, khawatir anaknya bakal bertambah lagi. ”Padahal, punya anak empat sangat repot,” kata Syafrial yang sehari-hari menjadi sopir angkutan kota. Rangkuti (39), warga kampung yang sama, juga tertarik ikut vasektomi karena kasihan pada istrinya yang terus-menerus melahirkan hingga mempunyai lima anak dan yang terkecil berumur 2,5 tahun. Untuk ikut KB, istrinya merasa belum ada alat kontrasepsi yang cocok. ”Pakai pil harganya murah, cuma Rp 5.000 isi 28-30 tablet. Cukup untuk sebulan. Tapi badan rasanya menjadi tidak enak,” kata Utnaini (34), istri Rangkuti yang menderita hipertensi. Dia juga mencoba KB suntik dengan biaya Rp 35.000 sekali suntik, tetapi tetap merasa tidak cocok. ”Biarlah saya yang mengalah dengan vasektomi. Kalau menggunakan kondom, rasanya kurang nyaman,” kata Rangkuti yang sehari-hari menjadi buruh lepas. Ny Arbaiyah (35) semula tak setuju suaminya, Sudarsono (39), warga Kecamatan Batuaji, Kota Batam, ikut vasektomi. ”Saya kan khawatir nanti terjadi apa-apa,” ujarnya tertawa. Namun, setelah bertanya ke banyak pihak, akhirnya ia setuju suaminya ikut vasektomi. Bukan gengsi Baik Syafrial, Rangkuti, maupun Sudarsono mengikuti program KB karena tekanan ekonomi. Beban berat menanggung biaya hidup keluarga dengan anak banyak menyebabkan mereka memilih program KB untuk membatasi kelahiran. Begitu pun sejumlah ibu-ibu di Kecamatan Belakang Padang, Kota Batam, serta kota-kota lainnya di Tanah Air, mereka ikut program KB karena dorongan ekonomi. Tidak salah. Namun, alangkah baiknya jika keikutsertaan mereka dalam program KB sejak awal ketika anaknya belum banyak, serta dilakukan penuh perencanaan sehingga beban ekonomi tidak terlampau berat. ”Ikut program KB idealnya karena kesadaran untuk membentuk keluarga sejahtera,” kata Ida B Permana, Kepala

http://cetak.kompas.com/printnews/xml/2009/04/16/0327201/gawat.tak.gengsi.lagi.punya.ana ... 4/17/2009

Kompas.Com

Page 2 of 3

Puslitbang Keluarga Berencana/Kesehatan Reproduksi (KB/KR), Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Di kalangan masyarakat, rasa malu atau ”gengsi” jika memiliki anak banyak juga mulai pudar. Padahal, pada masa Orde Baru, masyarakat akan merasa bangga jika memiliki anak dua sesuai anjuran pemerintah. Mereka pun kerap menjadi contoh atau panutan masyarakat sekelilingnya. Kini, sejumlah elite politik maupun elite masyarakat dengan rasa bangga memberi contoh anaknya banyak. Bahkan saat pemilu legislatif beberapa waktu lalu, sejumlah partai politik dengan terang-terangan menghujat program KB. Spanduk berisi hujatan program keluarga berencana terpampang di sejumlah ruas jalan di Ibu Kota. ”Secara politis, dukungan terhadap program KB memang tidak sekuat dulu,” kata Permana. Bahkan dalam sidang kabinet, menurut panelis lain, institusi keluarga berencana sering kali tidak dilibatkan. Itulah sebabnya persoalan-persoalan kependudukan tidak sampai ke pucuk pengambil kebijakan tertinggi, dalam hal ini presiden, tetapi cuma sampai di tingkat menteri koordinator. Pemerintah pusat juga tidak lagi memberikan penghargaan bagi daerah yang sukses dalam program KB seperti masa Orde Baru dulu. Di sisi lain, sejumlah pemerintah daerah, terutama hasil pemekaran di luar Jawa, juga terkesan tidak mendukung atau setengah hati melaksanakan program KB. Ini dilakukan sebagai bentuk ”protes” kepada pemerintah pusat. Pertimbangannya, selama ini perhitungan dana alokasi umum (DAU) dihitung berdasarkan jumlah penduduk. ”Pola ini dirasakan tidak adil oleh sejumlah daerah di luar Jawa yang wilayahnya sangat luas tetapi jumlah penduduknya sangat sedikit,” kata Muhadjir Darwin, Kepala Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada. Itulah sebabnya daerah-daerah tersebut membiarkan angka pertumbuhan penduduknya cukup tinggi dan tidak serius melaksanakan program KB. Pertumbuhan penduduk yang tinggi juga mereka maksudkan untuk menjaga keseimbangan jumlah etnis lokal dari derasnya arus pendatang. Beban pemerintah Pertumbuhan penduduk yang tinggi bukan hanya menjadi beban bagi pemerintah pusat, tetapi di era otonomi daerah juga menjadi beban bagi pemerintah daerah. ”Pemerintah daerah harus menyediakan sekolah, perumahan, fasilitas sosial, dan anggaran kesehatan untuk warganya,” kata Nina Sardjunani, Deputi Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional, Bidang SDM dan Kebudayaan Bappenas. Karena itu, langkah yang dilakukan Pemerintah Kota Batam dengan memberikan insentif Rp 250.000 kepada setiap peserta program vasektomi untuk mengendalikan jumlah penduduk merupakan langkah yang patut ditiru dan menguntungkan semua pihak. Bagi masyarakat, insentif ini sangat bernilai secara ekonomis. Sebaliknya bagi pemerintah kota, lebih efisien memberikan

http://cetak.kompas.com/printnews/xml/2009/04/16/0327201/gawat.tak.gengsi.lagi.punya.ana ... 4/17/2009

Kompas.Com

Page 3 of 3

insentif dibandingkan mereka harus membangun beragam fasilitas akibat pertumbuhan penduduk yang tak terkendali. Namun tak semua pemerintah daerah serius mengendalikan penduduk melalui KB, termasuk KB dengan sasaran pria seperti vasektomi dan penggunaan kondom. Terbukti dari target peserta vasektomi sebanyak 21.286 orang, yang tercapai sampai Februari baru 1.485 orang di seluruh Tanah Air. Adapun untuk kondom, dari target 904.300 orang baru tercapai 16.080 orang. Tampaknya program keluarga berencana harus lebih gencar dilakukan jika bangsa ini di kemudian hari tak mau menuai bencana.

Dapatkan artikel ini di URL: http://entertainment.kompas.com/read/xml/2009/04/16/0327201/gawat.tak.gengsi.lagi.punya.anak.banyak

http://cetak.kompas.com/printnews/xml/2009/04/16/0327201/gawat.tak.gengsi.lagi.punya.ana ... 4/17/2009

Related Documents