Formula Enteral TUJUAN Untuk mempelajari pengelompokan formula enteral dan untuk menetukan gambaran dan perbedaannya. 2. Untuk mengenali sumber-sumber gizi makro pada formula enteral. 3. Untuk dapat memilih formula enteral yang sesuai berdasarkan kondisi klinis atau status penyakit, keperluan metabolik, fungsi gastrointestinal, dan lokasi masuknya tube dan diameternya. 1.
GARIS BESAR Untuk mencapai toleransi optimal dan keuntungan dari pemberian makanan melalui tube, maka formula yang digunakan harus disesuaikan berdasarkan kebutuhan setiap individu pasien. Produk-produk yang diformulasikan secara khusus yang tersedia memiliki keunikan kandungan gizi dan kebutuhan metabolik disesuaikan untuk beberapa kondisi klinis akut dan kronis. Perbaikan berkelanjutan dalam hal komposisi formula telah memudahkan keberhasilan pemberian makanan enteral pada banyak situasi klinis terutama pada penyakit kritis dimana pemberian makanan enteral yang pada awalnya tidak dapat ditoleransi, bahkan hampir tidak mungkin. IMPLIKASI KLINIS Untuk mencapai keuntungan optimal dari pemberian makanan enteral dimulai dengan memilih formula yang tepat. Pemilihan formula enteral didasarkan pada kondisi klinis pasien, status penyakit sebelumnya, kebutuhan metabolik, fungsi gastrointestinal, lokasi masuknya tube dan diameternya. Seorang dokter dapat memilih formula enteral yang paling sesuai dan efektif dari sisi biaya dari sejumlah besar variasi produk komersial yang tersedia. PENDAHULUAN Pilihan formula amat penting untuk keberhasilan pemberian makanan enteral, baik dalam mendukung kebutuhan metabolik maupun meningkatkan toleransi gastrointestinal. Saat memilih formula enteral, dokter harus memperhatikan hal-hal berikut: Kebutuhan metabolik amat penting terhadap keberhasilan pemberian makanan enteral berdasarkan kondisi klinis atau penyakit yang diderita antara lain : 1. Kilo kalori; 2. Volume cairan; 3. Densitas kalori; 4. Kebutuhan protein/ nitrogen, 5. Vitamin, 6. Mineral, 7. Zat gizi esensial sesuai kondisi. Kapasitas absorpsi dan digestif gastrointestinal. Tube / selang (lokasi dan diameternya)
KEBUTUHAN METABOLIK Kilo kalori Kebutuhan energi dari kebanyakan pasien rawat inap dapat dipenuhi dengan memberikan kebutuhan 25-35 kcal/ kg/hr. Pengaturan eukalorik atau bahkan sedikit hipokalorik, menjadi tujuan terapeutik pada pasien kritis akan mencegah timbulnya stress metabolik yang terkait suplai gizi yang berlebihan. Kelebihan pemberian makanan berhubungan dengan berbagai komplikasi metabolik antara lain; retensi CO2, ventilasi meningkat, intoleransi glukosa, infiltrasi lemak hati, ketidakseimbangan elektrolit; kelebihan cairan, dan intoleransi gastrointestinal. Jauh lebih mudah memulai pemberian makanan pada tingkat kalori konservatif dan meningkatkan sesuai toleransi ketimbang memperbaiki gangguan metabolik yang diakibatkan oleh pemberian makanan secara berlebihan. Pemeriksaan secara hati-hati terhadap status hidrasi pasien dapat membantu dokter menghindari kelebihan atau kekurangan dosis kalori (dan protein) yang terkait dengan timbulnya edema atau dehidrasi. Parameter klinik dan laboratorium membantu dalam penilaian status hidrasi, termasuk diantaranya sodium serum, rasio urea nitrogen terhadap kreatinin darah, berat badan, berat jenis urin, dan turgor kulit. Untuk menghindari kelebihan makanan, dimana pasien yang berada dibawah berat badan ideal, kebutuhan energi dan protein dasarnya harus melihat berat badan pasien sebelumnya. Untuk menghindari kelebihan makanan pada pasien gemuk; dokter harus menghitung kebutuhan energi dan protein berdasarkan acuan atau berat badan untuk tinggi badan yang ideal. Volume cairan dan densitas kalori Keseimbangan cairan didefinisikan sebagai volume asupan air dan dibandingkan dengan volume output cairan. Keseimbangan cairan tiap individu tergantung pada variabel-variabel seperti umur, ukuran tubuh, intake cairan, komposisi diet, kandungan ekskresi ginjal, fungsi ginjal, kecepatan metabolik dan respiratorik, dan suhu badan. Keseimbangan cairan juga dipengaruhi oleh ada dan luasnya kehilangan cairan yang abnormal, seperti pada diare, drainase luka atau demam. Sumber-sumber intake termasuk diantaranya air yang dikonsumsi dalam minuman dan makanan, serta air yang diproduksi dalam metabolisme oksidatif dalam tubuh. Bentuk utama output air adalah urine, keringat, ekskresi gastrointestinal dan kelembaban udara ekspirasi. Pasien yang menerima makanan melalui tube/ selang umumnya membutuhkan air sebagai tambahan dari yang tersedia dalam formula. Perkiraan kebutuhan cairan berdasarkan pada beberapa faktor antara lain intake kalori, luas permukaan tubuh, berat badan, dan kondisi kesehatan. Bila intake kalori rendah, atau saat kehilangan cairan meningkat (seperti keringat berlebih, poliuri, diare, atau penggunaan diuretik yang berlebihan), pasien dapat memerlukan cairan ekstra. Oleh karena kebutuhan cairan bervariasi antar individu, dan bervariasi dalam satu individu dalam waktu yang berbeda, maka setiap pasien perlu diawasi secara berkala, dan intake cairan perlu diatur seperlunya. Salah satu cara termudah untuk mengukur ketidakcukupan cairan adalah dengan mengukur berat badan harian. Perubahan cepat yang memburuk dari satu hari ke hari lainnya kemungkinan oleh karena kekurangan atau kelebihan air. Kandungan air dari formula enteral bergantung pada densitas kalorinya. Formula yang memiliki densitas kalori terbesar dapat memberikan jumlah air yang paling sedikit. (tabel 1; merupakan daftar perkiraan kandungan air untuk formula enteral dengan berbagai densitas kalorik). Bila pasien memiliki cairan intake total yang harus dikontrol, dokter sering memilih formula dengan densitas kalori yang lebih tinggi (1,5-2,0 kcal/ml), yang dapat memberi energi terbanyak dalam volume yang kecil bagi pasien.
Protein Pasien dengan luka terbuka, seperti pada ulkus , dan pasien hipermetabolik seperti sepsis, terbakar atau udem traumatik biasanya mendapat keuntungan dari intake protein yang tinggi. Formula enteral yang di buat dengan jumlah protein yang lebih besar, dirancang khusus penggunaannya dalam situasi klinis ini. Bentuk protein yang digunakan ( intake atau dihidrolisis parsial ) akan bergantung pada fungsi gastrointestinal dan apakah pasien tampak sakit berat atau tidak. Pasienpasien dengan penyakit gastrointestinal atau malabsopsi dapat diuntungkan dari sistem protein ganda ( seperti formula yang menyediakan baik peptida dan asam amino ). Vitamin dan Trace element. Dokter perlu menyadari mengenai pentingnya vitamin, mineral, dan trace elemen dalam diet. Terdapat tingginya insidensi difisiensi vitamin dan mineral diantara pasien-pasien malnutrisi. Sebagai tambahan, difesiensi klinis telah didokumentasikan pada pasien yang menerima formula enteral yang mengalami defisiensi trace mineral seperti selenium, chromium, dan molybdenum. Mineral-mineral ini, sebagaimana halnya mangan terdapat dalam berbagai formula enteral. Meskipun demikian, beberapa pasien gizi buruk dengan defisiensi sejumlah vitamin dan mineral gejala-gejala klinis dapat timbul ketika diberikan formula enteral. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kebutuhan zat-zat gizi ini untuk sintesis protein. Jumlah zat gizi mikro yang disediakan dari pemberian makanan enteral bergantung pada volume total makanan yang tersedia. Meskipun pasien menerima kalori dan protein dalam formula yang diberikan, pasien kemungkinan tidak menerima 100% dari rekomendasi intake harian ( RDI ) dari vitamin dan mineral maka formula harus diatur hingga sesuai. Dokter perlu menentukan apakah kandungan vitamin dan mineral dalam formula yang diberikan sudah cukup untuk menutupi RDI pasien dan bila tidak harus menyesuaikan formula bagi pasien. Formula enteral yang memberikan 100% RDI dalam volume yang relatif kecil terutama berguna bagi pasien dengan penyakit kritis, pasien-pasien dengan pembatasan cairan dan pasien usia lanjut atau pasien immobile yang umumnya memiliki kebutuhan kalori yang lebih rendah. Kebutuhan diet trace element sangat kecil ( < 5 minggu 1 hari ). Namun, oleh karena banyak penyakit berhubungan dengan kebutuhan gizi mikro lebih besar dari RDI, formula enteral khusus disusun bersama dan diperkuat dengan vitamin dan mineral tertentu. Formula khusus ini dapat membantu pasien yang memiliki status gizi dibawah optimal sebelum onset penyakit. Zat-zat gizi esensial khusus. Glutamine, arginine, taurin dan carnitine dipandang sebagai zat gizi esensial khusus. Dalam diet normal, zat-zat gizi ini terdapat dalam kadar rendah namun adekuat. Pada penyakit berat atau penyakit kronis, perubahan jalur metabolik dapat membatasi zat-zat gizi ini. Dalam kasus ini, pemberian formula enteral suplemen dengan zat gizi esensial khusus dapat menguntungkan pasien. Glutamine.
Disebut sebagai asam amino khusus untuk pasien-pasien kritis, glutamine merupakan bahan bakar penting untuk pembelahan sel secara cepat seperti eritrosit,, colonosit dan limfosit. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa glutamin tambahan dapat mencegah perburukan permeabilitas usus dan memperbaiki struktur mukosa. Kebutuhan glutamine tampaknya meningkat seiring beratnya cedera. Kadar glutamin suplementasi yang disarankan (seperti L-glutamin) setelah trauma operasi besar tanpa komplikasi adalah 12-14 gr/hari. Arginin. Arginin juga dipandang sebagai asam amino esenisal khusus, dan suplementasi arginin dikaitkan dengan percepatan penyembuhan luka. Efeknya terhadap penyembuhan luka dapat berhubungan dengan meningkatnya sintesis kolagen pada luka. Suplementasi arginin juga membantu fungsi kekebalan pada manusia dan hewan. Suplementasi arginin harian dengan 30 gr dari arginin aspartat (17 gram arginin bebas) dikomsumsi secara oral atau dengan 30 gram arginin hidroklorida pemberian intravena berhubungan dengan meningkatkan retensi nitrogen baik pada orang sehat maupun pasien-pasien bedah elektif. Dosis elektif minimal arginin dalam praktek klinik masih belum ditentukan. Taurin. Taurin, sebuah asam amino mengandung sulfur terlibat dalam berbagai proses metabolik, termasuk dalam sistem saraf pusat. Zat ini juga terlibat dalam konjugasi asam empedu, membantu regulasi agregasi platelet, dan membantu fungsi netrofil. Kebutuhan taurin selama stress metabolik masih belum ditentukan, namun taurin disintesis dari sistein dan beberapa penelitian menunjukkan bahwa konversi metionin menjadi sistein dapat terbatas pada stress metabolik. Taurin juga merupakan asam amino esensial khusus bagi pasien pasien cedera. Carnitin. Carnitin dibutuhkan untuk membawa asam amino rantai panjang ke dalam mitokondria untuk mengasilkan energi. Ekskresi carnitin meningkat setelah cedera dan defisiensi carnitin selama terapi antibiotik pernah dilaporkan. Penelitian ini menunjukkan bahwa carnitin merupakan zat yang penting dan harus ada dalam formula enteral. Sintesis de novo carnitin ini memerlukan asam askorbat, niasin, vitamin B6 dan besi sebagai kofaktor. Orang-orang yang menerima hemodialisis, nutrisi parenteral jangka panjang atau pemberian enteral jangka panjang tanpa carnitin beresiko muncul defisiensi carnitin. Meskipun kebutuhan diet carnitin masih belum ditetapkan, diet campuran dapat memberi carnitin sebanyak 0.18 – 319 mg perharinya. Kapasitas absorsi dan digestif Gastrointestinal Formula dengan zat gizi intake dapat digunakan untuk makanan melalui gaster maupun duedonum dan jejenum, kecuali ada kontraindikasi tertentu. Pasien dapat mengalami perubahan kapasitas absorpsi dan digesti akibat trauma, penyakit kritis, penyakit usus kecil atau hipoalbuminemia. Penelitian menunjukkan bahwa pasien dengan disfungsi saluran cerna memiliki absorpsi nitrogen yang lebih baik, keseimbangan nitrogen dan toleransi terhadap pemberian makanan lebih baik bila diberikan formula dengan sumber protein yang dihidrolisis parsial. Hipoalbuminemia terkait dengan berkurangnya tekanan osmotik. Kondisi ini rentan terjadi pada pasien yang mengalami edema interstitial pada ususnya, yang dapat menimbulkan gangguan absorpsi. Dalam kondisi ini, peptida rantai kecil dan sedang (medium) dapat diabsorpsi lebih baik dibanding protein intake.
Diameter dan lokasi feeding tube. Pemberian makanan ke dalam duodenum atau jejenum perlu dikontrol dengan menggunakan pompa volumetrik, karena pemberian makanan pasca pilorus tidak dapat diregulasi oleh pengosongan lambung. Para dokter biasanya menghindari penggunaan formula konsentrat/ formula kental atau formula fortifikasi berserat dengan menggunakan selang jejenostomi berdiameter kecil karena seringkali menimbulkan sumbatan selang. Namun Collier,dkk melaporkan bahwa dengan irigasi yang lebih sering dan tak ada obat yang dimasukkan melalui selang tersebut, formula serat-fortifikasi dapat dimasukkan melalui jejenostomi selang berdiameter kecil dengan baik. Zat gizi makro dalam formula enteral Formula enteral mengandung semua bentuk zat gizi makro/ makronutrien intake (formula polimer) atau mungkin mencakup berbagai macam kombinasi dari makronutrien yang terhidrolisis parsial (formula oligomerik). Formula oligomerik kadang-kadang dianggap sebagai formula defenisi kimia atau formula elemental (pelengkap). Formula dengan nutrien intake lebih disukai oleh karena formula ini mendukung faal digesti dan absorsi normal dan dapat memenuhi kebutuhan kebanyakan pasien. KARBONHIDRAT Karbohidrat merupakan makronutrien penting oleh karena siap didigesti dan diabsorpsi sebagai sumber energi. Konsentrasi karbohidrat yang tipikal dalam formula enteral berkisar antara 30-70% dari kalori total. Karbohidrat yang terdapat dalam formula enteral sebagai starch/tepung, polimer glukosa, disakarida dan monosakarida. Semakin tinggi karbohidrat dihidrolisis, osmolitas formula dan derajat manisnya juga meningkat. Tabel 2 merupakan daftar tipe karbohidrat yang digunakan untuk formula enteral. Karbohidrat dalam formula enteral merupakan polimer glukosa, sukrosa, laktosa dan fruktosa. Polimer glukosa. Polimer glukosa dibentuk dari hidrolisis parsial dari tepung jagung dan meningkatkan baik osmolitas dan kelarutan formula enteral. Formula ini muncul sebagai maltodekstrin, glukosa oligosakarida, glukosa polisakarida, sirup jagung padat, dan sirup jagung. Polimer glukosa memerlukan kapasitas digestif yang lebih sedikit dibanding tepung dan dihidrolisis cepat diusus halus.
Sukrosa. Sukrosa berperan terhadap tingkat kemanisan dan osmolalitas formula. Ini merupakan sumber energi yang siap pakai sehubungan dengan hidrolisis intestinal yang cepat terhadap terhadap molekul-molekul glukosa dan fruktosa. Laktosa. Laktosa dihidrolisis oleh laktase diusus halus menjadi glukosa dan galaktosa. Intoleransi laktosa seringkali terjadi dan dapat terkait dengan defisiensi laktase primer. Hal ini juga dapat terjadi sekunder pada cedera usus atau pada status penyakit lainnya. Gejala intoleransi berkisar antara flatulens dan rasa tidak enak pada gastrointestinal yang ringan hingga diare osmotik yang berat. Untuk menghindari potensi intoleransi laktosa, kebanyakan formula enteral umumnya bebas laktosa. Fruktosa. Fruktosa memberikan lebih sedikit peningkatan kadar glukosa darah post prandial dibanding karbohidrat lainnya. Pada tingkatan sedang, zat ini baik untuk penderita diabetes. Fruktosa juga penting untuk pemanis yang meningkatkan “palatabilitas” oral dari produk yang menggunakan baik suplemen oral maupun enteral yang bersumber tunggal. PROTEIN DAN ASAM AMINO. Protein terdapat dalam formula enteral sebagai protein intake sebagai bentuk yang dihidrolisis parsial oligo- atau di- dan tripeptida, atau sebagai hidrolisat penuh bebas (kristalin) L-asam amino (Tabel 3). Protein yang dihidrolisis penuh atau parsial dapat meningkatkan osmolitas formula. Meski kebanyakan pasien merasa lebih baik dengan sumber protein intak, protein dalam bentuk di- atau tripeptida dapat ditoleransi lebih baik oleh pasien kritis atau penderita disfungsi gastrointestinal atau hipoproteinemia berat. Nitrogen dalam bentuk peptida diabsorpsi lebih cepat dan merata dibanding nitrogen yang berasal dari asam amino bebas baik oleh usus yang sehat maupun usus yang sakit. Valin, leusin dan isoleusin merupakan asam amino esensial rantai cabang (BCAAs) yang dimobilisasi dari otot rangka selama stres metabolik. Meski telah diteliti secara luas, penggunaan formula enteral yang difortifikasi dengan BCAAs pada kadar yang lebih tinggi dibanding yang berada dalam protein tidak serta merta lebih baik secara klinis.
LEMAK
Lemak adalah sumber energi utama yang memberikan asam lemak esensial dan membawa vitamin larut lemak. Sebagai sumber energi primer, lemak dan karbohidrat secara umum memiliki distribusi kalori yang bersilangan terkait satu sama lain. Contohnya, formula enteral yang dirancang untuk mengatur respons glukosa darah atau produksi CO2 memiliki prosentase yang lebih tinggi dari total kalori yang diturunkan dari lemak relatif terhadap karbohidrat, sementara formula yang dirancang untuk disfungsi gastrointestinal mengandung prosentase kalori total yang jauh lebih rendah dari lemak relatif terhadap karbohidrat. Lemak tidak berperan secara bermakna terhadap osmolitas formula. Komponen lemak dalam formula enteral biasanya terdiri dari berbagai kombinasi asam lemak polyunsaturated (PUFAs), asam lemak monounsaturated (MUFA), trigliserida rantai sedang (MCTs), produk lipid terstruktur, dan asam lemak n-3 (tabel 4). Asam lemak digambarkan secara lebih terinci dalam BAB 4. “Karbohidrat, Protei dan Lemak”. Polyunsaturated fatty acid. PUFAs memiliki sedikitnya 14 karbon panjangnya dan termasuk asam lemak esensial linoleat, arakhidonat (n-6), dan asam linolenat (n-3). Intake harian sedikitnya sebesar 4 – 5 % dari kalori sebagai asam lemak esensial yang disarankan untuk mencegah defisiensi.
Trigliserida rantai sedang (MCTs). MCTs terdiri atas 3 molekul asam lemak rantai sedang (asam lemak tersaturasi dengan panjang 6 – 12 rantai karbon) yang melekat pada molekul glyserol. MTCs diabsorpsi secara cepat oleh mukosa usus dan dibawa melalui portal ketimbang sirkulasi limfatis. Karena absorsinya biasanya tidak tergantung pada lipase pankreas atau garam-garam empedu, MCT bermanfaat bila terjadi gangguan absorpsi atau transport lipid. MCTs juga dioksidasi secara cepat sehingga menjadi penting sebagai sumber energi. Produk lemak terstruktur. Produk-produk lemak terstruktur dibuat melalui transesterifikasi PUFA dan MCT menjadi molekul gliserol yang sama. Berdasarkan penelitian tentang kinetika protein dan keseimbangan nitrogen, kombinasi MCT dan trigliserida rantai panjang (LCT) berkaitan dengan perbaikan protein sparing pada manusia maupun hewan. Bila diberikan dalam bentuk campuran MCT 75 % / PUFA 25 %, perbaikan protein sparing disertai peningkatan oksidasi lipid dan termogenesis. SERAT Serat merupakan materi yang berasal dari tanaman yang resisten dicerna oleh enzim-enzim pada traktus gastrointestinal manusia namun difermentasikan dalam kisaran tertentu oleh mikroflora kolon. Namun, definisi ini tidak sepenuhnya benar karena didalamnya termasuk pula tepung, bagian yang dianggap tidak secara normal dapat diserap diusus halus. Definisi yang lebih tepat dari diet total serat yang merupakan gabungan dari selulosa, lignin, polisakarida non-seluloid (hemiselulose, pectin, getah dan lendir) sangat bervariasi diantara sumber-sumber serat lainnya. Intake serat yang dianjurkan adalah antara 10 – 13 gr/ 1000 kcal atau 20 – 35 gr/hari. Serat juga dikelompokkan berdasarkan keunggulan fungsionalnya dapat larut maupun tak larut (menunjukkan kelarutannya dalam traktus digestivus) atau dapat difermetasi dan tidak dapat difermentasi. Pada kebanyakan kasus, serat yang dapat larut cenderung dapat difermentasi dan serat yang tak dapat larut cenderung non fermentasi.
Serat terlarut. Serat terlarut seperti getah dan pectin terfermentasi dalam kolon membentuk asam lemak rantai pendek (SCFAs) asetat, butirat dan propionat. SCFAs kurang dari 6 korban panjangnya dan menjadi substrat energi yang disukai untuk kolonosit. SCFAs juga memiliki efek tropik melalui saluran intestinal.
SCFAs cepat diserap oleh mukosa kolon dan dimetabolisir untuk mendapatkan energi. Absorpsi kolonosit SCFAs disertai oleh absorpsi natrium dan air, yang mana formula serat fortifikasi dapat mengurangi insidens diare pada pasien yang diberi intake melalui tube. Diare juga dihindari oleh karena serat dapat memperlambat waktu transit kolonik melalui proses yang dimediasi kolesistokinin. Meskipun SCFAs yang dihasilkan melalui fermentasi dapat menguntungkan, namun formula enteral berisi serat perlu digunakan secara hati-hati pada pasien yang mengalami depresi motilitas gastrointestinal. Serat tak larut . Serat-serat tak larut seperti soy polisakarida, serat kacang polong, dan serat teh yang banyak terdapat dalam massa diet. Soy polisakarida awalnya merupakan sumber serat yang paling banyak digunakan pada formula enteral. Serat ini dapat meningkatkan output feses dan berat feses. Juga dapat memperbaiki konsistensi feses dengan memberi sumber massa (bulk). Tehnologi terkini telah meningkatkan jumlah dan tipe serat yang tersedia untuk digunakan dalam formula enteral, sehingga memungkinkan untuk mencampurkan antara serat larut dengan serat tak larut untuk mencapai efek fisiologis yang diinginkan. Disarankan agar intake serat pada dewasa sehat terdiri atas 75 % tak larut dan 25 % larut. Fruktooligosakarida (FOS). FOS merupakan karbohidrat yang tak dapat dicerna yang difermentasikan dalam kolon menjadi SCFA. Secara alamiah terdapat pada bawang merah, terigu (serealia), rumput-rumputan (barley), pisang, tomat dan madu. FOS yang merupakan oligosakarida terdiri dari 1 molekul sukrosa yang berikatan dengan satu, dua atau tiga unit fruktosa tambahan, tidak didegradasi oleh cairan lambung pH rendah atau dicerna oleh enzim-enzim gastrointestinal. Serat ini tetap intak melewati usus halus dan masuk kedalam usus besar dimana akan difermentasikan oleh bifido bakteria dan mikroorganisme lainnya dalam kolon menjadi laktat dan SCFAs. Bakteri bifido merupakan sekelompok bekteri yang menguntungkan yang penting dalam menjaga keseimbangan ekologis secara optimal diusus bagian bawah. Bakteri ini mendominasi dalam usus bayi dan bakteri terbanyak ketiga pada orang dewasa. Beberapa penelitian klinis menunjukkan bahwa diet tambahan dengan FOS dapat meningkatkan jumlah bakteri bifido. Proliferasi spesies bakteri bifido karena adanya FOS dan produksi zat fermentasi seperti laktat asetat dapat menurunkan pH usus besar dan menimbulkan suasana yang buruk bagi bakteri patogen seperti Clostridium dificile. Selanjutnya, FOS tidak digunakan oleh bakteri patogen seperti Clostridium perfringens, Clostridium difficile dan Escherechia coli.
Diet serat dalam formula cair Diantara manfaat potensial dari serat dalam formula enteral antara lain berkurangnya konstipasi dan diare, mempertahankan mukosa usus, dan menurunkan angka kejadian hiperglikemia. KLASIFIKASI FORMULA MAKANAN ENTERAL Formula enteral dapat dikelompokkan berdasarkan kesesuaian penggunaannya dalam berbagai kondisi klinis. Ada dua klasifikasi dasar antara lain; 1. Formula enteral standar yang sesuai bagi pasien yang memiliki fungsi gastrointestinal yang normal. 2. Formula enteral formulasi khusus bagi pasien kritis yang membutuhkan protein yang banyak, mengalami perubahan fungsi gastrointestinal, atau memiliki kebutuhan nutrisi yang spesifik terhadap penyakitnya. Formula enteral standar Formula enteral standar biasanya digunakan pada pasien dengan fungsi gastrointestinal yang normal. Formula ini menyediakan nutrisi lengkap dan seimbang, dan diformulasikan sebagai sumber makanan tunggal untuk jangka lama. Formula enteral standar memiliki keseimbangan antara protein, karbohidrat ( 50 % dari kalori total ) dan lemak ( 30 % dari kalori total ), dan kemungkinan dapat di fortifikasi serat maupun tidak. Komponen protein biasanya merupakan protein intak ( utuh ), seperti kasein atau isolat protein soy. Keuntungan lainnya dari formula enteral standar antara lain : 1. Profil zat gizi konsentrat yang sesuai bagi pasien yang memiliki kapasitas intake dan kebutuhan kalori yang menurun seiring penyakit kronis atau penuaan. 2. Sedikitnya 100 % RDI untuk Vitamin dan mineral dalam 1200 – 1500 ml volume total. 3. Rasio kalori nitrogen 135 : 1 digunakan untuk meningkatkan keseimbangan nitrogen positif untuk pasien yang menerima pemberian makanan dengan tube jangka panjang. 4. Campuran asam lemak yang sesuai rekomendasi terbaru < 10 % dari kalori total dari lemak tersaturasi dan 10 % dari kalori total dari lemak polyunsaturated, dan sisanya dari lemak monounsaturated. 5. Campuran serat terlarut dan tidak larut yang sesuai dengan rekomendasi terbaru dari 10 – 13 gr/ 1000 kcal dan membantu mempertahankan keseimbangan mikroorganisme usus besar. 6. Fortifikasi dengan zat-zat gizi (β-carotene, carnitine, “ultra trace mineral”) dilaporkan mengalami penurunan jumlah pasien dengan pemberian makanan feeding tube jangka panjang. Beberapa pasien dapat diuntungkan dari formula enteral standar dengan konsentrasi protein yang lebih tinggi ( 25 % dari kalori ) relatif terhadap kalori total ( seperti, rasio keseluruhan non protein terhadap kalori yang lebih rendah). Pasien-pasien ini sering mengalami luka seperti ulkus tekanan atau peningkatan kebutuhan protein terkait dengan penuaan. Meskipun kebutuhan kalori total pasien-pasien ini kemungkinan tidak meningkat, kadar protein yang lebih tinggi perlu diberikan bersama dengan mineral ultratrace, zat gizi esensial khusus, dan rasio potassium terhadap nitrogen yang sesuai dapat membantu penyembuhan luka.
Formula yang dirancang untuk pasien kritis atau yang mengalami perubahan fungsi gastrointestinal. Formula ini biasanya menyediakan sejumlah komponen protein dalam bentuk peptida rantai pendek atau sedang karena lebih mudah diserap dibanding protein utuh (intak) atau asam amino bebas. Sebagaimana halnya, sejumlah komponen lemak yang sering tersedia dalam bentuk MCT tidak memerlukan lipase pankreas atau garam empedu untuk dapat diabsorpsi. Formula yang difortifikasi dengan mineral ultra trace dan zat gizi esensial memiliki keuntungan tambahan. Penyakit kritis dan stres metabolik. Cedera berat dapat mnyebabkan perubahan buruk dalam metabolisme. Perubahan ini bervariasi sesuai dengan jenis trauma, status kesehatan sebelumnya, dan perawatan medis. Hipermetabolisme yang dimediasi oleh hormon dan percepatan katabolisme seringkali ditemukan setelah terjadi trauma. Perubahan metabolik lainnya yang biasa diamati setelah cedera berat atau selama penyakit kritis antara lain : Peningkatan laju metabolik basal dan ekskresi nitrogen Perubahan keseimbangan cairan & elektrolit Sintesis protein pada fase akut Respon inflamasi Imunosupresi Traktus gastrointestinal seingkali dipengaruhi oleh cedera. Aliran darah dapat berkurang karena perdarahan dan menyebabkan kehilangan oksigen dan zat-zat gizi yang dapat merusak sel mukosa. Adanya nutrisi intraluminnal dapat membantu melindungi saluran cerna. Zat gizi spesifik seperti glutamin dan arginin dapat memberi keuntungan tambahan karena terlibat dalam berbagai proses metabolik termasuk diantaranya sistem kekebalan. Zat gizi enteral yang sangat penting selama kondisi kritis maupaun saat terjadi stres metabolik antara lain beberapa jenis dan jumlah protein, lemak dan karbihidrat, juga glutamin, arginin, β -caroten, taurin, canitin, vitamin E dan zinc (seng). Idealnya formula enteral yang digunakan untuk pasien kritis atau stres metabolik dapat diberikan sejumlah komponen protein dalam bentuk hidrolisis diatau tripeptida. Syarat lainnya yang perlu diperhatikan ketika memilih formula pada pasien ini mencakup antara lain: Prosentase kilokalori total yang lebih rendah dari lemak, dengan bagian lemak disuplai dalam benuk MCT
Fortifikasi dengan ultratrace mineral dan zat-zat gizi esensial. Rasio potassium terhadap nitrogen yang sesuai.
Disfungsi gastrointestinal. Pasien-pasien dengan disfungsi gastrointestinal biasanya tidak dapat mendigesti dan mengabsorpsi zat gizi intake, terutama protein dan lemak. Untuk alasan ini, formula enteral yang digunakan paling sering pada disfungsi gastrointestinal oleh yang menyediakan protein dalm bentuk peptida dan asam amino bebas, dan memberikan kilokalori total lemak yang rendah, dengan trigliserida rantai sedang sebagai sumber lemak primernya. Pertimbangan relevan lainnya saat memilih formula untuk pasien ini termasuk mamfaat potensial sejumlah glutamin tambahan, yang merupakan substrat metabolik penting untuk sel-sel mukosa usus, dan arginin untuk meningkatkan sintesis kolagen luka dan protein dan memperbaiki fungsi kekebalan seluler. Formula enteral untuk penyakit tertentu (spesifik) Formula untuk penyakit spesifik dirancang untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan metabolik dari suatu kondisi kronik dan untuk mengkompensasi adanya disfungsi organ dengan memberikan kombinasi makronutrien yang optimal, serta mikronutrien dan ultra trace mineral. Formula untuk penyakit spesifik ini juga mengandung zat gizi seperti arginin, taurin, dan glutamin yang penting pada berbagai status penyakit. Kebanyakan formula untuk penyakit spesifik ini dapat digunakan dalam bentuk suplemen nutrisional oral sebagaimana pemberian enteral lewat tube. Formula enteral untuk penyakit spesifik ini tersedia untuk kondisi berikut : Intoleransi glukosa. Tujuan utama terapi nutrisi bagi pasien dengan gangguan metabolisme insulin adalah untuk mencapai dan mempertahankan kadar glukosa serum senormal mungkin. Karena cairan karbohidrat konsentrasi tinggi lebih cepat diserap dibanding cairan yang berisi lemak sebagai karbohidrat, kontrol glikemik yang lebih baik dicapai pada pasien dengan intoleransi glukosa dengan menggunakan formula yang rendah karbohidrat dan tinggi lemak. Penelitian menunjukkan bahwa beberapa pasien memiliki respon glikemik post prandial yang lebih rendah pada saat diberi nutrisi rendah karbohidrat dan tinggi lemak. Pasien-pasien ini termasuk diantaranya pasien diabetes mellitus tipe 1 dan 2, begitu pula pasien hiperglikemia terkait dengan kondisi medis lainnya (termasuk penyakit pankreas, stres, diabetes yang diinduksi oleh zat kimiawi atau obatobatan dan sindrom genetika tertentu). Profil lemak. Kelainan sekresi atau metabolisme insulin juga menyebabkan dislipidemia pada pasien diabetes. Kelainan lemak ini merupakan faktor resiko tingginya penyakit aterosklerotik vaskular yang cepat pada pasien diabetik. Hal ini disarankan agar asam lemak tersaturasi menyuplai < 10 % dari energi total dan asam lemak polyunsaturated memberi tidak lebih dari 10 %. Sisa energi disediakan oleh asam lemak monounsaturated. Intake kolesterol harian sebaiknya < 300 mg. hal ini menunjukkan bahwa dengan menggantikan beberapa karbohidrat dengan sumber lemak yang kaya akan asam lemak monosaturasi dapat memberi kontrol glikemik yang lebih baik tanpa meningkatkan faktor resiko penyakit kardiovaskular. Serat dan myoinositol. Zat gizi lainnya yang membantu penatalaksanaan intoleransi glukosa antara
lain serat dan myoinositol. Formula dengan tambahan serat dapat membantu menjaga fungsi usus normal dan penting bagi pasien dengan perubahan peristaltik saluran cerna akibat neuropati diabetik. Intake serat yang disarankan adalah 10 – 13 gr / 1000 kcal. Myoinositol merupakan alkohol siklik dengan struktur kimiawi yang menyerupai glukosa. Pertimbangan myoinositol sebagai zat gizi esensial meningkat karena myoinositol trifosfat merupakan kurir kedua bagi stimuli hormonal yang dimediasi reseptor dalam mobilisasi kalsium intraseluler. Myoinositol juga merupakan substrat biosintesis phosphatidyl inositol dan polyphospoinositide yang merupakan komponen esensial biomembran. Defisiensi myoinositol berdampak pada munculnya nefropati dan neuropati diabetik. Fungsi myoinositol dalam konduksi saraf adalah dengan memodulasi enzim sodium-potassium ATP-ase. Karena glukosa dan myoinositol memiliki struktur yang mirip, dua substansi ini berkompetisi memperebutkan transport pembawa kedalam jaringan. Kompetisi ini berakibat munculnya deplesi myoinositol selektif pada saraf perifer dan glomerulus ginjal. Selanjutnya, pasien dengan diabetes melitus akan kehilangan myoinositol secara berlebihan melalui urine. Kegagalan pernafasan akut. Kegagalan pernafasan akut dapat terjadi akibat adanya cedera langsung pada parenkim paru, seperti kontusio, inhalasi zat toksik, atau trauma dada ; dapat pula disebabkan oleh cedera tidak langsung seperti sepsis, shock, atau multipel trauma pada bagian lain dari tubuh. Kerusakan paru-paru memiliki mekanisme kompleks dan mengakibatkan pelepasan sejumlah mediator jaringan dan inflamasi. Aktifasi respons inflamasi melalui pelepasan produk seperti faktor nekrosis dan tumor (TNF α), interleukin-8 (IL-8), leukotrin B4 (BT B4), oksidan-oksidan, lekosit, dan enzim yang meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi platelet, dan pembekuan intravaskuler. Hal ini dapat menyebabkan buruknya perfusi vaskuler, edema alveolar, dan yang paling parah kegagalan pernafasan. Pada saat yang sama perekrutan sel-sel inflamasi pada sirkulasi lokal meningkat, yang lebih lanjut dapat menimbulkan resiko fungsional dan struktural terhadap jaringan paru. Regulasi kerusakan paru melalui asam-asam lemak. Dalam model kerusakan paru akut yang berbeda, bukti menunjukkan bahwa diet berisi eicosapentaenoil acid (EPA), asam linoleat gamma (GLA) dan antioksidan dapat mengurangi permeabilitas mikrovaskuler paru-paru, infiltrasi neutrofil dan sintesis eucasanoid. Selanjutnya, hemodinamika kardiovaskuler, pertukaran gas, dan fungsi makrofage alveolar membaik dengan diet tipe ini. Suplementasi antioksidan. Inflamasi paru-paru dapat menghasilkan metabolik oksigen toksik termasuk anion superoksida, hidrogen peroksida, radikal hidroksil, dan asam hipoklorat. Radikal-radikal oksigen toksik ini dapat merusak sel-sel parenkim dan sel endotel, peroksidasi lemak inisiasi, dan meningkatkan permeabilitas vaskuler. Cedera paru akibat radikal oksigen toksik normalnya dapat dicegah dengan antioksidan endogen yang berada dalam epitel. Antioksidan-antioksidan ini antara lain protein serum seruloplasmin dan tranferin, vitamin C, vitamin E, β-caroten dan glutathion terededuksi. Beberapa penelitian terakhir telah mendokumentasikan perubahan kadar seruloplasmin dan transferin, vitamin E, dan glutathion pada cairan bilasan bronkoalveolar dan serum yang berasal dari pasien dengan cedera paru-paru. Temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa beban
oksidan diproduksi dari inflamasi paru-paru pada cedera paru dan dapat melampaui antioksidan endogen dan berperan lebih jauh terhadap cedera. Suplementasi dengan antioksidan eksogen termasuk dengan vitamin E, vit.c, β-caroten, taurin, selenium dan molybenum dapat memperlambat cedera paru yang terjadi akibat adanya inflamasi pulmonal dan kemudian terjadi pelepasan metabolit oksigen toksik. Fungsi taurin sebagai antioksidan utama menjaga permeabilitas membran yang disebabkan oleh oksidasi dan kerusakan bronki yang disebabkan oleh NO2. Modifikasi rasio karbohidrat / lipid. Beberapa pasien dengan kondisi serius dapat mengalami retensi CO2. Pada kasus ini, disarankan untuk mengurangi kalori total dan rasio karbohidrat terhadap lemak untuk menurunkan produksi CO2. Air. Karena pasien dengan gagal pernapasan akut & COPD seringkali memerlukan retriksi/pembatasan cairan dan diuresis, formula enteral yang dapat membantu adalah tinggi kalori dan kandungan air yang rendah. Untuk pasien dengan retriksi cairan, formula yang memberikan sedikitnya 100% RDI vitamin dan mineral dalam volume total yang rendah (<1400 cc) amat berguna. Fosfor. Pasien yang bergantung pada ventilator cenderung mengalami hipofosfotemia dan menimbulkan reduksi terhadap transport oksigen. Karena penurunan 2,3- difosfogliserat dalam sel darah merah, afinitas oksigen terhadap hemoglobin meningkat, menyebabkan hipoksia jaringan. Selanjutnya, ATP jaringan , yang merupakan campuran fosfat mayor kaya energi untuk fungsi sel, menurun. Karena hifofosfotemia dilaporkan dapat menyebabkan kegagalan pernafasan, perlu dilakukan perawatan untuk memastikan intake 100% RDI fosfor, dengan tambahan suplementasi fosfor sesuai kebutuhan. Pengalaman klinik. Suatu penelitian yang dilakukan multisentra, pada pasien dengan ARDS sekunder karena sepsis, pneumonia, trauma, atau cedera aspirasi menunjukkan bahwa penggunaan formula enteral dengan EPA, GLA dan antioksidan dapat mereduksi waktu ventilasi mekanik dan munculnya kegagalan parenkim yang baru, sebagai tambahan terhadap perubahan lain yang dapat memperbaiki fungsi pernapasan. Penggunaan jenis formula ini berhubungan dengan influx protein paru yang rendah, dan hitung netrofil rendah, begitu pula kadar pada IL-8, TNF α dan LT B4 dibanding pasienpasien yang menerima formula konvensional. Temuan ini menunjukkan bahwa formula yang diperkaya dengan minyak tertentu dan antioksidan menjadi adjuvan yang bermanfaat dalam penatalaksanaan pasien-pasien dengan inflamasi paru. Penyakit paru obstruksi kronik (COPD). Banyak pasien dengan COPD dan kegagalan pernapasan menimbulkan gejala malnutrisi bermakna yang mengakibatkan gangguan pada otot-otot pernapasan. Banyak dari pasien ini terkena oleh karena retensi CO2 dan oksigen darah tereduksi. Salah satu tujuan terapi nutrisi ini adalah untuk mereduksi kadar CO2 dalam darah. Serat karbohidrat, protein dan lemak dimetabolisir, CO2 dihasilkan dan O2 dikonsumsi. Respiratory Quetient (RQ) menunjukkan rasio CO2 yang dihasilkan terhadap O2 yang dikonsumsi selama proses tersebut. CO2 yang lebih banyak
dihasilkan oleh metabolisme karbohidrat dibanding protein atau metabolisme lemak. RQ untuk karbohidrat 1.0 , protein 0.8 dan lemak 0.7. Diet dengan proporsi kalori lebih tinggi dari lemak dibanding kalori dari karbohidrat dapat mengurangi produksi CO2 dan quotient pernapasan dapat menurunkan kebutuhan oksigen jaringan. Fenomena ini tampaknya hanya bermakan klinis pada saat pemberian sejumlah besar kalori. Jenis formula ini diindikasikan untuk pasien yang memerlukan sejumlah besar kalori, untuk pasien yang mengalami hiperkapnia sehingga menimbulkan insufisiensi pernapasan, dan pada pasien dengan insufisiensi pernapasan yang mengalami kesulitan lepas dari ventilator sehubungan dengan hiperkapnianya. Penyakit ginjal. Pasien-pasien dengan penyakit, ginjal memerlukan evaluasi cermat mengenai kebutuhan nutrisinya yang dapat dimodifikasi tidak hanya sehubungan dengan perkembangan penyakit, namun juga menjadi terapi. Pada pasien yang menjalani dialisis, hilangnya protein yang disebabkan oleh metode ini juga perlu dipertimbangkan. Pasien sebelum dialisis seringkali mengalami retriksi intake protein lebih besar dibanding pasien yang menjalani dialisis kronis. Sejalan dengan terganggunya fungsi ginjal, perlu reduksi dalam suplai fosfor, cairan, potassium dan sodium untuk membatasi akumulasi mineral-mineral ini dan mencegah terjadinya hipertensi. Rasio kilokalori nonprotein terhadap nitrogen. Secara umum, pasien ginjal diuntungkan dengan formula padat kalori. Karena formula ini dapat meminimalkan volume cairan, memberikan rasio kilokalori nonprotein terhadap nitrogen (NPK : N) yang cukup untuk menyerap nitrogen secara optimal dan mencegah uremia. Pada pasien sebelum dialisis biasanya dipertahankan pada protein rendah, diet padat kalori yang membatasi elektrolit dan cairan. Untuk menggunakan nitrogen secara optimal pada pasien predialisis, rasio NPK : N yang sering digunakan adalah > 350 : 1. Diet protein dapat dikurangi hingga pada 1,2 gr/ kg/ hari saat pasien mulai menjalani dialisis kronik. Meskipun intake protein ini biasanya dapat ditoleransi dengan baik, hal ini masih penting bagi pasien dialisis kronis untuk menjaga rasio NPK : N ( 150 : 1 ) untuk optimalnya penggunaan nitrogen. Vitamin dan mineral. Vitamin dan mineral yang sering dibatasi pada pasien penyakit ginjal stadium akhir ESRD antara lain fosfor, magnesium, vitamin A, dan vitamin D. Sehubungan dengan potensi terjadinya oxalosis, vitamin C sebaiknya tidak berlebihan. Pasien ESRD mendapat keuntungan dari peningkatan pemberian vitamin B6 dan asam folat. Elektrolit Kebutuhan elektrolit pada pasien ESRD dipengaruhi oleh berbagai faktor-faktor klinis, antara lain penyakit ginjal penyerta, kondisi penyerta lainnya, jumlah fungsi ginjal residual, dan pengobatan sebelumnya. Untuk alasan ini, pemilihan formula makanan yang memiliki kandungan elektrolit rendah dapat memudahkan tiap individu mendapatkan suplementasi seperlunya. Karbohidrat dan lemak. ESRD seringkali merupakan suatu penyakit sekunder terhadap DM yang lama. Oleh karena itu, penting untuk mengevaluasi komponen karbohidrat dan lemak dalam formula feeding tube atau
suplemen oral. Pasien Diabetik dengan ESRD mendapatkan keuntungan dari formula yang mendistribusikan kilokalori non protein yang sama antara karbohidrat dan lemak. Untuk menghindari peningkatan kadar lipid serum, campuran lemak harus sesuai dengan rekomendasi sebelumnya. Penyakit Hati. Malnutrisi sering terjadi diantara pasien dengan penyakir hati berat. Status gizi amat berhubungan dengan perjalanan klinis, terutama terhadap mortalitas pembedahan pada pasien transplantasi. Fakta terakhir ini membuat dukungan nutrisi yang adekuat menjadi penting pada pasien-pasien ini. Berbagai mekanisme yang terlibat dalam malnutrisi, antara lain penurunan ingesti karena anorexia, merasa cepat kenyang karena asites, retriksi sodium, diet asupan yang tidak diresepkan secara adekuat, efek samping pengobatan, dan berbagai derajat malabsorbsi dan hipermetabolisme. Bila formula enteral polimer standar dapat diberikan pada pasien dengan gagal hepar, maka ada beberapa kondisi yang dapat membantu oleh pemberian formula ini. Sindrom asitik edematosa. Sindrom ini secara signifikan dapat membatasi suplai sodium dan air, terutama pada saat sindrom tidak merespon balik terhadap pengobatan. Oleh karena itu penting pada kasus-kasus ini untuk menggunakan formula dengan konsentrasi kalori yang tinggi ( >1,5 kcal/ml ) dan kandungan sodium rendah. Ensefalopati Portal-Sistemik (PSE). Pasien dengan sirosis hati biasanya mengalami status hiperkatabolik dan memerlukan suplai protein tinggi untuk mencapai keseimbangan nitrogen positif. Berbeda dengan perkiraan, kebanyakan pasien dengan insufisiensi hepatik mentoleransi suplai diet protein tanpa munculnya PSE, terutama bila proteinnya disertai jumlah kalori nonprotein yang cukup untuk mencegah katabolisme protein. Namun, terdapat sekelompok kecil pasien dengan PSE yang tidak berespon terhadap terapi khusus atau timbul PSE bila diet protein dinaikkan untuk meraih keseimbangan nitrogen positif. Peningkatan rasio kalori nonprotein terhadap nitrogen dalam rangka untuk mengurangi pembentukan amonia dan urea dapat memperbaiki PSE dengan menjaga protein diet dibawah kadar rekomendasi. Dalam situasi ini, formula yang diperkaya dengan asam amino rantai cabang dapat digunakan meskipun manfaatnya masih diperdebatkan. Kebanyakan pasien dengan insufisiensi hepar mengalami malabsorpsi pada derajat tertentu menunjukkan ketidakcukupan sekresi garam empedu, pertumbuhan bakteri usus berlebihan, atau insufisiensi pankreas. Absorpsi lemak dapat membaik dengan menggantikan sejumlah lemak dalam formula dengan asam lemak rantai sedang. Intoleransi glukosa. Pasien dengan penyakit hati biasanya mengalami intoleransi glukosa pada derajat tertentu yang utamanya disebabkan oleh resistensi insulin perifer. Formula yang tepat dapat digunakan untuk penyakit hati harus berisi kompleks karbohidrat dan serat tambahan untuk membantu regulasi gula darah. Vitamin dan trace elements. Defisiensi vitamin disebabkan oleh berbagai mekanisme dan seringkali terjadi sehingga penyediaan vitamin dan mineral yang adekuat merupakan salah satu faktor dalam terapi nutrisi
untuk penyakit hepar. Pasien dengan kolestasis lama biasanya mengalami malabsorpsi vitamin larut lemak. Perlu dicatat bahwa pasien alkoholik dapat muncul defisiensi thiamin akut dengan akibat gangguan neurologis yang ireversibel, terutama pada saat infus glukosa atau pemberian makanan ulangan. Defisiensi zink/ seng juga sering terjadi dan penggantian dapat menjadi kunci perbaikan klinis pasien. Kolestasis menurunkan ekskresi tembaga dan disarankan agar memberi diet dengan membatasi tembaga. Serat. Serat dalam formula dapat membantu untuk mengurangi absorpsi amonia dalam colon dan mengurangi frekuensi konstipasi atau diare. HIV / AIDS. Pasien dengan HIV/ AIDS memiliki kebutuhan gizi spesifik sehubungan dengan proses penyakit dan terganggunya status gizi pada gangguan imun. Pasien-pasien ini beresiko tinggi untuk munculnya malnutrisi kalori protein (PCM) dan berbagai defisiensi zat gizi spesifik seperti Vitamin E, vitamin C, asam folat, vitamin B6, vitamin B12, zat besi, zink dan selenium. Malnutrisi Kalori Protein (PCM) PCM sering terjadi pada pasien HIV / AIDS dan merupakan tipe malnutrisi terkait sindrom wasting yang sering terlihat pada populasi pasien ini. PCM berhubungan dengan : Berkurangnya ukuran thymus Hilangnya aktifitas sel NK Hilangnya sel T helper CD4+ Berubahnya migrasi limfosit mukosa usus Hilangnya aktifitas sistem komplemen. Kebutuhan protein meningkat saat intake kalori terbatas seperti pada anorexia, rasa cepat kenyang, auatu kesulitan mengunyah atau menelan. Pasien dengan HIV/ AIDS dapat dibantu dengan formula enteral dengan banyak protein dan rasio NPK: N yang lebih rendah dari produk enteral tinggi protein standar yang biasa tersedia. Asam lemak N-3. Asam α linolenat dan turunan rantai panjangnya, asam docosahexanoat (DHA) dan asam eicosapentanoat (EPA) merupakan asam-asam lemak N-3. Meningkatnya kejadian menunjukkan bahwa asam lemak penting ini dan memiliki metabolisme yang berbeda. Meskipun EPA secara struktural mirip dengan asam arakhidonat n-6, EPA membentuk serangkaian 3 prostaglandin (tromboxan A3) dan 2 leukotrin, sementara asam arakhidonat membentuk 2 seri prostaglandin (tromboxan A2) dan 4 seri lekotrin. Prostaglandin dan lekotrin yang dihasilkan oleh asam lemak n-3 menimbulkan status anti agrgasi platelet dan netrofil yang lebih bersifat vasodilator dibanding yang dihasilkan oleh asam lemak n-6. Diet tambahan dengan asam lemak n-3 terkait dengan penurunan produksi prostaglandin seri 2 yang bersifat imunosupresif dan memperbaiki respons imun yang dimediasi oleh sel. Untuk alasan ini, formula yang berisi asam lemak n-3 dibanding n-6 bermanfaat bagi pasien dengan gangguan sistem imun atau terhadap pasien yang mengalami respon inflamasi sistemik terhadap cedera atau infeksi.(lihat BAB 4 untuk ulasan lengkap tentang asam lemak n-3 dan n-6).
Trigliserida rantai medium (MCT) MCT memberikan ketersediaan sumber energi tanpa efek imunosupresif dari trigliserida n-6 rantai panjang. MCT dapat dengan mudah diabsorpsi tanpa lipase pankreas atau garam empedu dan seringkali digunakan untuk pasien dengan malabsorpsi dan maldigesti. MCT dapat berperan dalam berperan dalam perbaikan pengosongan lambung dan absorpsi usus. Zat ini dapat dihidrolisis sempurna pada mukosa usus dan lebih cepat dioksidasi dibanding asam lemak rantai panjang oleh berbagai jaringan termasuk oleh hati, usus halus dan otot rangka. Serat Diet serat berguna dalam meregulasi fungsi usus terutama pada pasien-pasien diare. Pasien dengan berak encer, jarang buang air, membentuk feses yang lebih baik dan waktu transit yang lebih lama bila diet serat ditambahkan dalam makanan. Vitamin dan mineral HIV/ AIDS terkait dengan defisiensi vitamin E, Vitamin C, asam folat, Vitamin B6 dan vitamin B12, juga mineral besi, zink, dan selenium. Para dokter harus memastikan agar pasien HIV/ AIDS menerima formula enteral yang ditambahkan dengan zat gizi ini. Pemberian makanan terhadap pasien-pasien ini juga termasuk ultratrace mineral, dan zat gizi esensial lainnya. Lipodistrofi yang terkait AIDS. Patogenesis lipodistrofi yang terkait AIDS masih belum jelas. Digambarkan dengan adanya anomali lemak serum dan redistribusi lemak tubuh. Lemak tubuh yang terdistribusi ini terdiri atas akumulasi lemak dibagian bawah dan disamping perut, penurunan massa otot ekstremitas atas dan bawah, pertumbuhan payudara pada wanita dan akumulasi lemak pada punggung bawah. Kelainan lipid digambarkan dengan peninggian trigliserida, kolesterol total, VLDL dan LDL juga peningkatan HDL. Sebagai tambahan , pasien mengalami perubahan glukosa darah, resistensi terhadap insulin, dan peningkatan peptida C. Lipodistrofi ini juga disebut lipodistrofi Crix Bell karena banyak pasien dengan kelainan ini menjalani pengobatan dengan MSD Crixivan. Bagaimanapun sekitar 78 % pasien yang mengalami gejala ini telah diobati sedikitnya satu inhibitor protease virus. Secara umum gejalanya sangat mirip dengan sindrom cushing. Pasien perlu disarankan agar berhenti merokok, mengurangi konsumsi lemak tersaturasi dan olahraga teratur. Penting untuk menambah diet dengan asam lemak n-3 dan antioksidan untuk mengurangi trigliserida dan mencegah oksidasi yang dimediasi penyakit arterial. Saran untuk pengobatan rendah lemak bergantung penilaian medis dan perlu diberikan secara hati-hati untuk mencegah ketidaksesuaian dengan obat lain. Pertimbangan- pertimbangan untuk evaluasi formula enteral khusus. Saat memutuskan untuk menggunakan tipe formula tertentu, perlu dipertimbangkan hal-hal dibawah ini : Profil zat gizi perlu disesuaikan dengan anomali metabolik yang ada dengan kebutuhan nutrisi khusus untuk situasi klinis tertentu. Keputusan perlu didasarkan pada penelitian terkontrol, acak, dan perpektif (bukan studi kasus).
Informasi yang diperoleh dari model hewan hanya dapat digunakan secara terbatas pada manusia. Aplikasi klinis berdasarkan penelitian pada produk tertentu belum tentu baik untuk produk lainnya. Informasi yang didapatkan pada penggunaan produk pada penyakit tertentu tidak dapat disamakan dengan populasi lainnya (seperti hasil yang didapatkan dengan formula tertentu yang diberikan terhadap pasien luka bakar tidak perlu diberikan pada pasien trauma). Saat mengevaluasi formula yang diberikan, diperlukan pengguanaan kriteria yang teliti dalam penilaiannya. Sistem terbuka dan tertutup Pemberian nutrisi enteral dapat dilakukan melalui sistem terbuka maupun tertutup. Sistem terbuka menggunakan kantung tempat formula. Hal ini memudahkan manipulasi kandungan zat gizi bila diperlukan. Sistem tertutup merupakan sebuah unit tersegel yang berisi formula enteral yang tidak dapat ditambah lagi. Keduanya memiliki keuntungan dan kerugian. Sistem terbuka lebih mudah terkontaminasi, karena membutuhkan banyak penanganan dan formula harus dipersiapkan dalam jumlah kecil untuk mencegah tergantung dalam waktu lama. Sehingga sistem terbuka memerlukan pengawasan lebih ketat. Sistem tertutup tersegel pada saat proses pengepakan. Dan hal ini untuk menjaga mutunya. Sistem ini dapat memengurangi kemungkinan manipulasi dan kontaminasi, juga mengurangi penanganan dan sampah karena mudah digunakan. Namun, sistem tertutup perlu penanganan secara hati-hati dan perlu mengikuti instruksi untuk mencegah kontaminasi saat membuka kontainer. Begitu sistem dihubungkan, durasi pemberian makanan antara 24 – 48 jam, tergantung mereknya. Setelah melewati waktunya, kontainer/ kantong tersebut harus dibuang. Keputusan penggunaan sistem yang mana bergantung pada evaluasi oleh institusi atau rumah sakit, sumber dana yang tersedia, kuantitas dan tipe formula, ketersediaan waktu dan staf ahli gizi dan perawat terlatih.
KESIMPULAN Pemberian nutrisi enteral merupakan bentuk terapi nutrisi yang memuaskan dan bagian penting bagi penatalaksanaan medis. Pemilihan formula penting untuk meningkatkan keuntungan nutrisi dan toleransi terhadap makanan. Untuk memilih formula yang tepat, para dokter harus memperhatikan kondisi klinis pasien termasuk diantaranya status penyakit yang ada sebelumnya, kebutuhan metabolik, kapasitas pencernaan dan absorpsi dan lokasi dan diameter feeding tube. Formula enteral standar direkomendasikan pada pasien dengan fungsi gstrointestinal normal yang tidak membutuhkan zat gizi tertentu. Untuk pasien dengan perubahan kebutuhan zat gizi makro dan mikro akibat penyakit akut atau kronis, perlu pemilihan formula khusus. Formula ini tersedia dalam bentuk kadar protein yang tinggi, berbagai derajat hidrolisis zat gizi makro atau sejumlah zat gizi esensial yang diketahui menguntungkan terhadap kondisi klinis tertentu. Kemajuan dalam formula enteral membantu keberhasilan pemberian makanan enteral dalam berbagai kondisi klinis yang sebelumnya tidak dapat ditoleransi atau tidak memungkinkan, terutama pada saat kritis.