Fix_makalah_kep_jiwa.docx

  • Uploaded by: ulfhas
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Fix_makalah_kep_jiwa.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 7,477
  • Pages: 37
ASKEP Jiwa Pada Gangguan Konsep Diri MAKALAH Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata kuliah Keperawatan Jiwa 1

Disusun Oleh: Alfian

132141031

Imkani Husna

132141035

Irani Suri Hasanah

132141005

Oktavia Fitriyani

132141010

Tri Ayu Laksana

132141013

Valentina Indah Fitriani

132141021

JUDUL

PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS MH THAMRIN JAKARTA, 2016

KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Mikropar ini dengan baik dan benar. Kami banyak mengalami kesulitan dalam penyusunan makalah ini, namun berkat pengarahan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak terutama dari dosen pembimbing mata kuliah, kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang memberikan bantuannya, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dan kami ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Surwaningsih, selaku pembimbing materi dalam penulisan makalah ini. 2. Kedua orang tua kami tercinta yang telah mencurahkan kasih sayang, bimbingan, do’a dan dukungan baik secara moril maupun materi. 3. Seluruh teman-teman dan semua pihak program studi S1 Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas MH. Thamrin.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan baik dari segi bahasa, materi, maupun dari segi lainnya. Kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, khususnya dari dosen mata kuliah Mikropar demi terciptanya kesempurnaan dan untuk perbaikan makalah ini selanjutnya. Mudahmudahan makalah ini bermanfaat dan menambah wawasan yang lebih luas bagi para pembaca khususnya para mahasiswa Universitas MH. Thamrin.

Jakarta, 1 Oktober 2016

Penulis

ii

DAFTAR ISI Kata Pengantar

..........................................................

ii

Daftar Isi

..........................................................

iii

1.2 Latar Belakang

..........................................................

1

1.3 Rumusan Masalah

..........................................................

3

1.3 Tujuan Penulisan

..........................................................

3

1.4 Manfaat Penulisan

..........................................................

4

1.5 Metode Penulisan

..........................................................

4

1.6 Sistematika Penulisan

..........................................................

4

2.1 Definisi

..........................................................

5

2.2 Dimensi Konsep Diri

..........................................................

5

2.3 Perkembangan Konsep Diri

..........................................................

6

2.4 Faktor-faktor yang

..........................................................

9

2.5 Rentang Respon Konsep Diri

..........................................................

10

2.6 Penyebab Gangguan Konsep Diri

..........................................................

12

2.7 Pembagian Konsep Diri

..........................................................

14

2.8 Masalah Gangguan Konsep Diri

........................................................... 20

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

..........................................................

28

Gangguan ..........................................................

28

BAB IV PENUTUP

..........................................................

31

3.1 Kesimpulan

..........................................................

31

3.2 Saran

..........................................................

33

DAFTAR PUSTAKA

……………………………………..

34

BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Mempengaruhi Konsep Diri

3.1

Asuhan

Keperawatan

Konsep Diri

iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Konsep diri adalah konseptualisasi individu terhadap dirinya sendiri. Konsep diri secara langsung mempengaruhi harga diri dan perasaan seseorang tentang dirinya sendiri. Konsep diri dibangun pada saat seseorang dapat berpikir dan mengenali hal-hal yang dapat mempengaruhinya, dimulai pada saat remaja hingga usia tua. Data menunjukkan bahwa cara berpikir secara negatif sangat mempengaruhi pada masa usia lanjut karena intensitas emosional dan perubahan fisik berhubungan dengan penuaan. (Potter & Perry, 2010).

Individu dengan konsep diri yang positif mampu lebih baik membentuk, mengembangkan

dan

mempertahankan

hubungan

dengan

diri

sendiri

(interpersonal), melawan penyakit psikologis dan fisik. Individu yang memiliki konsep diri yang kuat mempunyai kemampuan sangat baik untuk menerima sesuatu atau beradaptasi dengan perubahan yang terjadi selama hidupnya baik itu menyangkut dirinya sendiri atau dengan orang lain.

Namun apabila terjadi

ketidakseimbangan diantara hal tersebut maka akan terjadi gangguan konsep diri.

Gangguan konsep diri merupakan suatu kondisi dimana individu mengalami atau berisiko mengalami kondisi perubahan perasaan pikiran atau pandangan dirinya sendiri yang negatif (Carpenito, 2001). Gangguan konsep diri merupakan salah satu bentuk masalah kejiwaan yang sering terjadi. Gangguan konsep diri meliputi gangguan pada: gambaran diri, ideal diri, penampilan peran, identitas diri dan harga diri.

1

2

Menurut WHO melaporkan bahwa angka kejadian gangguan konsep diri mencapai 0,1- 0,5 setiap tahun sedangkan di indonesia sendiri mencapai 1 % atau sekitar 2 juta jiwa (Noris dan Connel, 1985). Gangguan konsep diri banyak ditemukan pada saat sudah masuk ketahap yang lebih lanjut seperti prilaku kekerasan akibat menarik dirinya dan berbagai masalah lainnya. Gangguan konsep diri terbanyak yang disebabkan karena tindakan criminal seperti pemerkosaan dan yang lainnya karena dukungan keluarga yang kurang, kehilangan seseorang kecacatan anggota tubuh.

Menurut World Health Organitation (WHO) 2009, prevalensi masalah kesehatan jiwa saat ini cukup tinggi, 25% dari penduduk dunia pernah menderita masalah kesehatan jiwa, 1% diantaranya adalah gangguan jiwa berat, potensi seseorang mudah terserang gangguan jiwa memang tinggi, setiap saat 450 juta orang di seluruh dunia terkena dampak permasalahan jiwa, saraf maupun perilaku dan jumlahnya terus meningkat Menurut sekretaris jendral departemen kesehatan (Sekjen Depkes), H. Syafii Ahmad, kesehatan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global bagi setiap negara termasuk indonesia.

Menurut data dari departemen kesehatan orang yang mengalami gangguan masalah kejiwaan yang didalamnya termaksud orang-orang yang mengalami gangguan konsep diri yaitu sebesar 2,5 juta jiwa, yang diambil dari data rsj seindonesia (Diktorat Bina Pelayanan Keperawatan dan Pelayanan Medik Departemen Kesehatan, 2007). Acuhkan namun perlu intervensi yang tepat dalam menunjang kesembuhannya. Individu yang mempunyai konsep diri yang buruk mungkin mengekspresikan perasaan tidak berharga, tidak menyukai dirinya sendiri atau bahkan membenci dirinya sendiri yang mungkin diarahkan pada orang lain. Dalam hal ini diperlukan dukungan sosial keluarga yang adekuat agar klien memiliki kepercayaan diri yang utuh kembali.

3

Dengan demikian perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan dalam menghadapi klien dengan gangguan konsep diri mampu memberikan fungsi suportif berupa dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan fisik dan dukungan emosional termasuk psikis kepada klien dan dapat menyertakan keluarga dalam rencana perawatan klien, membantu keluarga berprilaku terupetik yang dapat menolong pemecahan masalah klien, dan memberikan pendidikan kesehatan yang berhubungan dengan masalah kesehatan jiwa, sehingga masalah kesehatan jiwa khususnya gangguan konsep diri dapat teratasi dan dicegah.

1.2

Rumusan Masalah

1.2.1 Apa definisi dari konsep diri? 1.2.2 Apa saja dimensi pada konsep diri? 1.2.3 Bagaimana perkembangan dari konsep diri? 1.2.4 Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri? 1.2.5 Bagaimana rentang respon dari konsep diri? 1.2.6 Apa saja penyebab gangguan pada konsep diri? 1.2.7 Apa saja pembagian dari konsep diri? 1.2.8 Apa saja masalah keperawatan pada gangguan konsep diri? 1.2.9 Bagaimana asuhan keperawatan pada gangguan konsep diri

1.3

Tujuan Penulisan

1.3.1 Untuk mengetahui definisi dari konsep diri. 1.3.2 Untuk mengetahui dimensi pada konsep diri. 1.3.3 Untuk mengetahui perkembangan dari kosep diri. 1.3.4 Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri. 1.3.5 Untuk mengetahui rentang respon dari konsep diri. 1.3.6 Untuk mengetahui penyebab gangguan pada konsep diri. 1.3.7 Untuk mengetahui pembagian dari konsep diri. 1.3.8 Untuk mengetahui masalah keperawatan pada gangguan konsep diri. 1.3.9 Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada gangguan konsep diri.

4

1.4

Manfaat Penulisan

Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan dan wawasan yang lebih luas mengenai asuhan keperawatan konsep diri.

1.5

Metode Penulisan

Makalah ini ditulis berdasarkan dari hasil sumber literatur yang mendukung.

1.6

Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah: BAB I PENDAHULUAN berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN TEORITIS berisi definisi, dimensi konsep diri, faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri, rentang respon konsep diri, pembagian konsep diri, masalah keperawatan gangguan konsep diri.

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN berisi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi.

BAB IV PENUTUP berisi kesimpulan dan saran.

BAB II TINJAUAN TEORITIS

2.1

Definisi

Konsep diri adalah pengetahuan individu tentang diri (mis; “Saya kuat dalam matematika”). Konsep diri adalah citra subjektif dari diri dan percampuran yang kompleks dari perasaan, sikap dan persepsi bawah sadar maupun sadar. Konsep diri memerikan kita kerangka acuan yang mempengaruhi manajemen kita terhadap situasi dan hubungan kita dengan orang lain. (Potter & Perry, 2005)

Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan, dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain. (Stuart and Sudeen, 1998).

Konsep diri adalah merefleksikan pengalaman interaksi sosial, sensasinya juga didasarkan bagaimana orang lain memandangnya. Konsep diri sebagai cara memandang individu terhadap diri secara utuh baik fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual. Penting diingat bahwa konsep diri ini bukan pandangan orang lain pada kita melainkan pandangan kita sendiri atas diri kita yang diukur dengan standar penilaian orang lain. (Muhith, 2015)

2.2

Dimensi Konsep Diri

Secara umum menurut pendapat para ahli ada 3 dimensi konsep diri, Calhom dan Acocella (1995) misalnya menyebutkan ke 3 dimensi tersebut, yakni: 1. Dimensi pengetahuan 2. Dimensi pengharapan 3. Dimensi penilaian

5

6

Dimensi konsep diri: 1. Dimensi Pengetahuan Dimensi pengetahuan (kognitif) mencakup segala sesuatu yang kita pikirkan tentang diri kita sendiri sebagai pribadi, seperti saya pintar, saya cantik, saya anak baika dan seterusnya.

2. Dimensi Pengharapan Dimensi pengharapan yakni pengharapan bagi diri kita sendiri. Pengharapan ini merupakan self-ideal atau diri yang dicita-citakan. Cita-cita diri meliputi dambaan, aspirasi, harapan, keinginan bagi diri kita, atau menjadi manusia seperti apa yang kita inginkan.

3. Dimensi Penilaian Dimensi ketiga yakni penilaian kita terhadap diri sendiri. Penilaian diri sendiri merupakan pandangan kita tentang harga atau kewajaran kita sebagai pribadi.

2.3

Perkembangan Konsep Diri

Konsep diri bukan merupakan faktor bawaan atau herediter. Konsep diri merupakan

faktor

bentukan

dari

pengalaman

individu

selama

proses

perkembangan dirinya menjadi dewasa. Proses pembentukan tidak terjadi dalam waktu singkat melainkan melalui proses interaksi secara berkesinambungan. Burns (1979) menyatakan bahwa konsep diri berkembang terus sepanjang hidup manusia, namun pada tahap tertentu, perkembangan konsep diri mulai berjalan dalam tempo yang lebih lambat. Secara bertahap individu akan mengalami sensasi dari badannya dan lingkungannya, dan individu akan mulai dapat membedakan keduanya. Lebih lanjut Cooley (dalam Partosuwido, 1992) menyatakan bahwa konsep diri terbentuk berdasarkan proses belajar tentang nilai-nilai, sikap, peran, dan identitas dalam hubungan interaksi simbolis antara dirinya dan berbagai kelompok primer, misalnya keluarga. Hubungan tatap muka dalam kelompok primer tersebut mampu memberikan umpan balik kepada individu tentang bagaimana

penilaian

orang lain

terhadap

dirinya.

Dan

dalam

proses

7

perkembangannya, konsep diri individu dipengaruhi dan sekaligus terdistorsi oleh penilaian dari orang lain (Sarason, 1972). Dengan demikian bisa dikatakan bahwa proses pertumbuhan dan perkembangan individu menuju kedewasaan sangat dipengaruhi

oleh

lingkungan

asuhnya

karena

seseorang

belajar

dari

lingkungannya

Tanda-tanda individu yang memiliki konsep diri yang positif adalah: 1. Yakin akan kemampuan dalam mengatasi masalah. Orang ini mempunyai rasa percaya diri sehingga merasa mampu dan yakin untuk mengatasi masalah yang dihadapi, tidak lari dari masalah, dan percaya bahwa setiap masalah pasti ada jalan keluarnya. 2. Merasa setara dengan orang lain. Ia selalu merendah diri, tidak sombong, mencela atau meremehkan siapapun, selalu menghargai orang lain. 3. Menerima pujian tanpa rasa malu. Ia menerima pujian tanpa rasa malu tanpa menghilangkan rasa merendah diri, jadi meskipun ia menerima pujian ia tidak membanggakan dirinya apalagi meremehkan orang lain. 4. Menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan dan keinginan serta perilaku yang tidak seharusnya disetujui oleh masyarakat. Ia peka terhadap perasaan orang lain sehingga akan menghargai perasaan orang lain meskipun kadang tidak di setujui oleh masyarakat. 5. Mampu memperbaiki karena dia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian tidak disenangi dan berusaha mengubahnya. Dia mampu untuk mengintrospeksi dirinya sendiri sebelum menginstrospeksi orang lain dan mampu untuk mengubahnya menjadi lebih baik agar diterima di lingkungannya.

Dasar konsep diri positif adalah penerimaan diri. Kualitas ini lebih mengarah kekerendahan hati dan kekedermawanan dari pada keangkuhan dan keegoisan. Orang yang mengenal dirinya dengan baik merupakan orang yang mempunyai konsep diri yang positif.

8

Ciri-ciri konsep diri pada anak dan remaja yang memiliki konsep diri negatif adalah: 1. Peka terhadap kritik. Orang ini sangat tidak tahan kritik yang diterimanya dan mudah marah atau naik pitam, hal ini berarti dilihat dari faktor yang mempengaruhi dari individu tersebut belum dapat mengendalikan emosinya, sehingga kritikan dianggap sebagi hal yang salah. Bagi orang seperti ini koreksi sering dipersepsi sebagai usaha untuk menjatuhkan harga dirinya. Dalam berkomunikasi orang yang memiliki konsep diri negatif cenderung menghindari dialog yang terbuka, dan bersikeras mempertahankan pendapatnya dengan berbagai logika yang keliru.

2. Responsif sekali terhadap pujian. Walaupun dia mungkin berpura-pura menghindari pujian, dia tidak dapat menyembunyikan antusiasmenya pada waktu menerima pujian. Buat orang seperti ini, segala macam embel-embel yang menjunjung harga dirinya menjadi pusat perhatian. Bersamaan dengan kesenangannya terhadap pujian, merekapun hiperkritis terhadap orang lain. 3. Cenderung bersikap hiperkritis. Ia selalu mengeluh, mencela atau meremehkan apapun dan siapapun. Mereka tidak pandai dan tidak sanggup mengungkapkan penghargaan atau pengakuan pada kelebihan orang lain. 4. Cenderung merasa tidak disenangi oleh orang lain. Ia merasa tidak diperhatikan, karena itulah ia bereaksi pada orang lain sebagai musuh, sehingga tidak dapat melahirkan kehangatan dan keakraban persahabatan, berarti individu tersebut merasa rendah diri atau bahkan berperilaku yang tidak disenangi, misalkan membenci, mencela atau bahkan yang melibatkan fisik yaitu mengajak berkelahi (bermusuhan). 5. Bersikap pesimis terhadap kompetisi. Hal ini terungkap dalam keengganannya untuk bersaing dengan orang lain dalam membuat prestasi. Dia akan menganggap tidak akan berdaya melawan persaingan yang merugikan dirinya.

9

2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri Menurut

Stuart

dan

Sudeen

(1991)

ada

beberapa

faktor-faktor

yang

mempengaruhi perkembangan konsep diri. Faktor-foktor tersebut terdiri dari teori perkembangan, Significant Other (orang yang terpenting atau yang terdekat) dan Self Perception (persepsi diri sendiri), untuk lebih jelasnya mari kita baca lebih lanjut tentang “Faktor yang mempengaruhi Konsep Diri” berikut ini:

1. Teori perkembangan. Konsep diri belum ada waktu lahir, kemudian berkembang secara bertahap sejak lahir seperti mulai mengenal dan membedakan dirinya dan orang lain. Dalam melakukan kegiatannya memiliki batasan diri yang terpisah dari lingkungan dan berkembang melalui kegiatan eksplorasi lingkungan melalui bahasa, pengalaman atau pengenalan tubuh, nama panggilan, pangalaman budaya dan hubungan interpersonal, kemampuan pada area tertentu yang dinilai oleh diri sendiri atau masyarakat serta aktualisasi diri dengan merealisasi potensi yang nyata.

2. Significant Other (orang yang terpenting atau yang terdekat) Dimana konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan orang lain, belajar diri sendiri melalui cermin orang lain yaitu dengan cara pandangan diri merupakan interprestasi diri pandangan orang lain terhadap diri, anak sangat dipengaruhi orang yang dekat, remaja dipengaruhi oleh orang lain yang dekat dengan dirinya, pengaruh orang dekat atau orang penting sepanjang siklus hidup, pengaruh budaya dan sosialisasi.

3. Self Perception (persepsi diri sendiri) Yaitu persepsi individu terhadap diri sendiri dan penilaiannya, serta persepsi individu terhadap pengalamannya akan situasi tertentu. Konsep diri dapat dibentuk melalui pandangan diri dan pengalaman yang positif. Sehingga konsep merupakan aspek yang kritikal dan dasar dari prilaku individu. Individu dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih efektif yang dapat berfungsi lebih efektif yang dapat dilihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual

10

dan penguasaan lingkungan. Sedangkan konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan sosial yang terganggu.

2.5

Rentang Respon Konsep Diri

Dari rentang respon adaptif sampai respon maladaptif, terdapat lima rentang respons konsep diri yaitu aktualisasi diri, konsep diri positif, harga diri rendah, kekacauan identitas, dan depersonalisasi. Seorang ahli, Abraham Maslow mengartikan aktualisasi diri sebagai individu yang telah mencapai seluruh kebutuhan hirarki dan mengembangkan potensinya secara keseluruhan.

1. Aktualisasi diri merupakan pernyataan tentang konsep diri yang positif dengan melatarbelakangi pengalaman nyata yang suskes dan diterima, ditandai dengan citra tubuh yang positif dan sesuai, ideal diri yang realitas, konsep diri yang positif, harga diri tinggi, penampilan peran yang memuaskan, hubungan interpersonal yang dalam dan rasa identitas yang jelas.

2. Konsep diri positif merupakan individu yang mempunyai pengalaman positif dalam

beraktivitas

diri,

tanda

dan

gejala

yang

diungkapkan

dengan

mengungkapkan keputusan akibat penyakitnya dan mengungkapkan keinginan yang tinggi. Tanda-tanda individu yang memiliki konsep diri yang positif adalah: Yakin akan kemampuan dalam mengatasi masalah. Seseorang ini mempunyai rasa percaya diri sehingga merasa mampu dan yakin untuk mengatasi masalah yang dihadapi, tidak lari dari masalah, dan percaya bahwa setiap masalah pasti ada jalan keluarnya. Merasa setara dengan orang lain. Ia selalu merendah diri, tidak sombong, mencela atau meremehkan siapapun, selalu menghargai orang lain. Menerima pujian tanpa rasa malu. Ia menerima pujian tanpa rasa malu tanpa menghilangkan rasa merendah diri, jadi meskipun ia menerima pujian ia tidak membanggakan dirinya apalagi meremehkan orang lain. Menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan dan keinginan serta perilaku yang tidak seharusnya disetujui oleh masyarakat. Ia peka terhadap perasaan orang lain sehingga akan menghargai perasaan orang lain meskipun kadang tidak disetujui

11

oleh masyarakat. Mampu memperbaiki karena ia sanggup mengungkapkan aspekaspek kepribadian tidak disenangi dan berusaha mengubahnya. Ia mampu untuk mengintrospeksi dirinya sendiri sebelum menginstrospeksi orang lain, dan mampu untuk mengubahnya menjadi lebih baik agar diterima di lingkungannya.

3. Harga diri rendah adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai dengan ideal diri. Harga diri rendah adalah transisi antara respon konsep diri yang adaptif dengan konsep diri yang maladaptif. Tanda dan gejala yang ditunjukkan sperti perasaan malu terhadap diri sendiri, akibat tindakan penyakit, rasa bersalah terhadap diri sendiri, dan merendahkan martabat. Tanda dan gejala yang lain dari harga diri rendah diantaranya rasa bersalah pada diri sendiri, mengkritik diri sendiri atau orang lain, menarik diri dari realitas, pandangan diri yang pesimis, perasaan tidak mampu, perasaan negative pada dirinya sendiri, percaya diri kurang, mudah tersinggung dan marah berlebihan. 4. Kekacauan identitas adalah kegagalan individu mengintegrasikan aspek-aspek. Identitas mencakup rasa internal tentang individualitas, keutuhan, dan konsistensi dari seseorang sepanjang waktu dan dalam berbagai situasi. Pencapaian identitas diperlukan untuk hubungan yang intim karena identitas seseorang diekspresikan dalam berhubungan dengan orang lain. Seksualitas juga merupakan salah satu identitas. Rasa identitas ini secara kontinu timbul dan dipengaruhi oleh situasi sepanjang hidup. Kekacauan identitas dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dapat dikenal dengan stressor identitas. Biasanya pada masa remaja, identitas banyak mengalami perubahan, yang meyebabkan ketidakamanan dan ansietas. Remaja mencoba untuk menyesuaikan diri dengan perubahan fisik, emosional, dan mental akibat peningkatan kematangan. Stressor identitas diantaranya kehilangan pekerjaan, perkosaan, perceraian, kelalaian, konflik dengan orang lain, dan masih banyak lagi. Identitas masa kanak-kanak dalam kematangan aspek psikososial, merupakan ciri-ciri masa dewasa yang harmonis.

12

5. Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realistik dan asing terhadap diri sendiri yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak dapat membedakan dirinya dengan orang lain. Tanda dan gejala yang ditunjukkan yaitu dengan tidak adanya rasa percaya diri, ketergantungan, sukar membuat keputusan, masalah daalam hubungan interpersonal, ragu dan proyeksi. Jika seseorang memiliki perilaku dengan depersonalisasi, berarti orang tersebut telah mengalami gangguan dalam konsep dirinya. Orang dengan gangguan depersonalisasi mengalami persepsi yang menyimpang pada identitas, tubuh, dan hidup mereka yang membuat mereka tidan nyaman, gejala-gejala kemungkinan sementara atau lama atau berulang untuk beberapa tahun. Orang dengan gangguan tersebut seringkali mempunyai kesulitan yang sangat besar untuk menggambarkan gejalagejala mereka dan bisa merasa takut atau yakin bahwa mereka akan gila. Gangguan depersonalisasi seringkali hilang tanpa pengobatan. Pengobatan dijamin hanya jika gangguan tersebut lama, berulang, atau menyebabkan gangguan. Psikoterapi psikodinamis, terapi perilaku, dan hipnotis telah efektif untuk beberapa orang. Obat-obat penenang dan antidepresan membantu seseorang dengan gangguan tersebut.

2.6 Penyebab gangguan konsep diri Menurut “Stuart & sundeen, 1995”. Ada berbagai hal yang dapat menyebabkan gangguan konsep diri antara lain : 1. Pola asuh orang tua Pola asuh orang tua menjadi faktor yang signifikan dalam mempengaruhi konsep diri yang telah terbentuk sejak lahir. Sikap positif yang ditunjukkan oleh orang tua, maka akan menumbuhkan konsep dan pemikiran yang positf. Sedangkan sikap negative yang ditunjukkan oleh orang tua, akan menimbulkan asumsi bahwa dirinya tidak cukup berhargauntuk dikasihi, untuk disayangi dan dihargai.

13

2. Kegagalan Kegagalan yang terus-menerus dialami seringkali akan menimbulkan pertanyaan kepada diri sendiri dan berakhir dengan kesimpulan bahwa semua penyebab terletak pada kelemahan diri sendiri. Kegagalan sering membuat seseorang merasa dirinya tidak berguna.

3. Depresi Orang yang sedang mengalami depresi akan mempunyai pemikiran yang cenderung lebih negative dalam memandang dan merespon segala sesuatu termasuk dalam menilai diri sendiri.

4. Kritik internal Terkadang, mengkritik diri sendiri memang dibutuhkan untuk menyadarkan seseorang akan perbuatan yang telah dilakukan. Kritik diri sendiri sering berfungsi sebagai regulator atau rambu-rambu dalam bertindak atau berprilaku. Agar keberadaan kita dapat diterima oleh masyarakat dan dapat beradaptasi diri dengan baik.

5. Merubah diri Terkadang diri kita sendiri yang menyebabkan persoalan akan bertambah rumit dengan berfikir yang tidak-tidak (negative) terhadap suatu keadaan atau terhadap diri kita sendiri. Namun dengan sifatnya yang dinamis, konsep diri dapat mengalami perubahan kearah yang lebih positif.

14

2.7 Pembagian Konsep Diri Konsep diri terbagi menjadi beberapa bagian. Pembagian Konsep diri tersebut di kemukakan oleh Stuart and Sundeen (2006), yang terdiri dari :

1. Citra Tubuh ( Body Image ) Gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu yang secara berkesinambungan dimodifikasi dengan pengalaman baru setiap individu (Stuart and Sundeen , 2006). Sejak lahir individu mengeksplorasi bagian tubuhnya, menerima stimulus dari orang lain, kemudian mulai memanipulasi lingkungan dan mulai sadar dirinya terpisah dari lingkungan ( Keliat , 2005 ).

Gambaran diri ( Body Image ) berhubungan dengan kepribadian. Cara individu memandang dirinya mempunyai dampak yang penting pada aspek psikologinya. Citra tubuh adalah sikap, presepsi keyakinan, dan pengetahuan individu terhadap tubuhnya baik sadar maupun tak sadar. Pandangan yang realistis terhadap dirinya menerima dan mengukur bagian tubuhnya akan lebih rasa aman, sehingga terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan harga diri (Keliat, 2005). Individu yang

stabil,

realistis

dan

konsisten

terhadap

gambaran

dirinya

akan

memperlihatkan kemampuan yang mantap terhadap realisasi yang akan memacu sukses dalam kehidupan. Banyak faktor dapat yang mempengaruhi gambaran diri seseorang, seperti, munculnya Stresor yang dapat menggangu integrasi gambaran diri. Stresor-stresor tersebut dapat berupa: a. Operasi. Seperti: mastektomi, amputsi, luka operasi yang semuanya mengubah gambaran diri. Demikian pula tindakan koreksi seperti operasi plastik, protesa dan lain-lain. b. Kegagalan fungsi tubuh. Seperti hemiplegi, buta, tuli dapat mengakibatkan depersonlisasi yaitu tadak mengkui atau asing dengan bagian tubuh, sering berkaitan dengan fungsi saraf.

15

c. Waham yang berkaitan dengan bentuk dan fungsi tubuh. Seperti sering terjadi pada klien gangguan jiwa, klien mempersiapkan penampilan dan pergerakan tubuh sangat berbeda dengan kenyataan. d. Tergantung pada mesin. Seperti: klien intensif care yang memandang imobilisasi sebagai tantangan, akibatnya sukar mendapatkan informasi umpan balik engan penggunaan lntensif care dipandang sebagai gangguan. e. Perubahan tubuh. Hal ini berkaitan dengan tumbuh kembang dimana seseorang akan merasakan perubahan pada dirinya seiring dengan bertambahnya usia.

Tidak jarang

seseorang menanggapinya dengan respon negatif dan positif. Ketidakpuasan juga dirasakan seseorang jika didapati perubahan tubuh yang tidak ideal. f. Umpan balik interpersonal yang negatif. Umpan balik ini adanya tanggapan yang tidak baik berupa celaan, makian sehingga dapat membuat seseorang menarik diri. g. Standard sosial budaya Hal ini berkaitan dengan kultur sosial budaya yang berbeda-setiap pada setiap orang dan keterbatasannya serta keterbelakangan dari budaya tersebut menyebabkan pengaruh pada gambaran diri individu, seperti adanya perasaan minder.

2. Ideal Diri. Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku berdasarkan standart, aspirasi, tujuan atau penilaian personal tertentu (Stuart and Sundeen, 2006). Standart dapat berhubungan dengan tipe orang yang akan di inginkan atau sejumlah aspirasi, cita-cita, nilai- nilai yang ingin di capai. Ideal diri akan mewujudkan cita-cita, nilai-nilai yang ingin dicapai. Ideal diri akan mewujudkan cita– cita dan harapan pribadi berdasarkan norma sosial (keluarga budaya) dan kepada siapa ingin dilakukan. Ideal diri mulai berkembang pada masa kanak–kanak yang di pengaruhi orang yang penting pada dirinya yang

16

memberikan keuntungan dan harapan pada masa remaja ideal diri akan di bentuk melalui proses identifikasi pada orang tua, guru dan teman (Keliat, 2005).

Menurut Ana Keliat (2005) ada beberapa faktor yang mempengaruhi ideal diri yaitu : a. Kecenderungan individu menetapkan ideal pada batas kemampuannya. b. Faktor budaya akan mempengaruhi individu menetapkan ideal diri. c. Ambisi dan keinginan untuk melebihi dan berhasil, kebutuhan yang realistis, keinginan untuk mengklaim diri dari kegagalan, perasan cemas dan rendah diri. d. Kebutuhan yang realistis. e. Keinginan untuk menghindari kegagalan. f. Perasaan cemas dan rendah diri.

Agar individu mampu berfungsi dan mendemonstrasikan kecocokan antara persepsi diri dan ideal diri. Ideal diri ini hendaknya ditetapkan tidak terlalu tinggi, tetapi masih lebih tinggi dari kemampuan agar tetap menjadi pendorong dan masih dapat dicapai (Keliat, 2005).

3. Peran Peran adalah sikap dan perilaku nilai serta tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat (Keliat, 2005). Peran yang ditetapkan adalah peran dimana seseorang tidak punya pilihan, sedangkan peran yang diterima adalah peran yang terpilih atau dipilih oleh individu. Posisi dibutuhkan oleh individu sebagai aktualisasi diri. Harga diri yang tinggi merupakan hasil dari peran yang memenuhi kebutuhan dan cocok dengan ideal diri. Posisi di masyarakat dapat merupakan stresor terhadap peran karena struktur sosial yang menimbulkan kesukaran, tuntutan serta posisi yang tidak mungkin dilaksanakan (Keliat, 2005). Stress peran terdiri dari konflik peran yang tidak jelas dan peran yang tidak sesuai atau peran yang terlalu banyak.

17

Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam menyesuaikan diri dengan peran yang harus di lakukan menurut Stuart and sundeen, 2006 adalah : a. Kejelasan prilaku dengan penghargaan yang sesuai dengan peran. b. Konsisten respon orang yang berarti terhadap peran yang dilakukan. c. Kesesuain dan keseimbangan antara peran yang di emban. d. Keselarasan budaya dan harapan individu terhadap perilaku peran. e. Pemisahan situasi yang akan menciptakan ketidak sesuain perilaku peran.

Menurut Stuart and Sunden Penyesuaian individu terhadap perannya di pengaruhi oleh beberapan faktor, yaitu: a. Kejelasan prilaku yang sesuai dengan perannya serta pengetahuan yang spesifik tentang peran yang diharapkan. b. Konsistensi respon orang yang berarti atau dekat dengan peranannya. c. Kejelasan budaya dan harapannya terhadap prilaku perannya. d. Pemisahan situasi yang dapat menciptakan ketidak selarasan.

Sepanjang kehidupan individu sering menghadapi perubahan-perubahan peran, baik yang sifatnya menetap atau sementara yang sifatnya dapat karena situasional. Hal ini, biasanya disebut dengan transisi peran. Transisi peran tersebut dapat dikategorikan menjadi beberapa bagian, seperti: a. Transisi Perkembangan. Setiap perkembangan dapat menimbulkan ancaman pada identitas. Setiap perkembangan harus dilalui individu dengan menjelaskan tugas perkembangan yang berbeda-beda. Hal ini dapat merupakan stresor bagi konsep diri.

b. Transisi Situasi. Transisi situasi terjadi sepanjang daur kehidupan, bertambah atau berkurang orang yang berarti melalui kelahiran atau kematian, misalnya status sendiri menjadi berdua atau menjadi orang tua. Perubahan status menyebabkan perubahan peran yang dapat menimbulkan ketegangan peran yaitu konflik peran, peran tidak jelas atau peran berlebihan.

18

c. Transisi Sehat Sakit. Stresor pada tubuh dapat menyebabkan gangguan gambaran diri dan berakibat diri dan berakibat perubahan konsep diri. Perubahan tubuh dapat mempengaruhi semua kompoen konsep diri yaitu gambaran diri, identitas diri peran dan harga diri. Masalah konsep diri dapat di cetuskan oleh faktor psikologis, sosiologi atau fisiologi, namun yang penting adalah persepsi klien terhadap ancaman.

4. Identitas Identitas adalah kesadarn akan diri sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian yang merupakan sintesa dari semua aspek konsep diri sendiri sebagai satu kesatuan yang utuh (Stuart and Sudeen, 1991). Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat akan yang memandang dirinya berbeda dengan orang lain. Kemandirian timbul dari perasaan berharga (aspek diri sendiri), kemampuan dan penyesuaian diri. Seseorang yang mandiri dapat mengatur dan menerima dirinya. Identitas diri terus berkembang sejak masa kanak-kanak bersamaan dengan perkembangan konsep diri.

Hal yang penting dalam identitas adalah jenis kelamin (Keliat, 2005). Identitas jenis kelamin berkembang sejak lahir secara bertahap dimulai dengan konsep lakilaki dan wanita banyak dipengaruhi oleh pandangan dan perlakuan masyarakat terhadap masing-masing jenis kelamin tersebut.

Perasaan dan prilaku yang kuat akan indentitas diri individu dapat

ditandai

dengan: 1) Memandang dirinya secara unik. 2) Merasakan dirinya berbeda dengan orang lain. 3) Merasakan otonomi : menghargai diri, percaya diri, mampu diri, menerima diri dan dapat mengontrol diri. 4) Mempunyai persepsi tentang gambaran diri, peran dan konsep diri

19

Karakteristik identitas diri dapat dimunculkan dari prilaku dan perasaan seseorang, seperti: a. Individu mengenal dirinya sebagai makhluk yang terpisah dan berbeda dengan orang lain. b. Individu mengakui atau menyadari jenis seksualnya. Individu mengakui dan menghargai berbagai aspek tentang dirinya, peran, nilai dan prilaku secara harmonis. c. Individu mengaku dan menghargai diri sendiri sesuai dengan penghargaan lingkungan sosialnya. d. Individu sadar akan hubungan masa lalu, saat ini dan masa yang akan dating. e. Individu mempunyai tujuan yang dapat dicapai dan di realisasikan (Meler dikutip Stuart and Sudeen, 1991)

5. Harga diri Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh prilaku memenuhi ideal diri (Stuart and Sundeen, 2006). Frekuensi pencapaian tujuan akan menghasilkan harga diri yang rendah atau harga diri yang tinggi. Jika individu sering gagal, maka cenderung harga diri rendah. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain. Aspek utama adalah di cintai dan menerima penghargaan dari orang lain (Keliat, 2005). Biasanya harga diri sangat rentan terganggu pada saat remaja dan usia lanjut.

Dari hasil riset ditemukan bahwa masalah kesehatan fisik mengakibatkan harga diri rendah. Harga diri tinggi terkait dengam ansietas yang rendah, efektif dalam kelompok dan diterima oleh orang lain. Sedangkan harga diri rendah terkait dengan hubungan interpersonal yang buruk dan resiko terjadi depresi dan skizofrenia. Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri. Harga diri rendah dapat terjadi secara situasional (trauma) atau kronis (negatif self evaluasi yang telah berlangsung lama) dan dapat di ekspresikan secara langsung atau tidak langsung (nyata atau tidak nyata).

20

2.8

Masalah Keperawatan Gangguan Konsep Diri

Gangguan konsep diri adalah suatu kondisi dimana individu mengalami kondisi pembahasan perasaan, pikiran atau pandangan dirinya sendiri yang negatif. Gangguan konsep diri dapat juga disebabkan adanya stresor. (Muhith, 2015) & (Potter & Perry, 2005) Masalah keperawatan gangguan konsep diri terbagi menjadi beberapa bagian yaitu 1. Gangguan Citra Tubuh Gangguan citra tubuh adalah perubahan persepsi tentang tubuh yang diakibatkan oleh perubahan ukuran bentuk, struktur, fungsi, keterbatasan, makna, dan objek yang sering kontak dengan tubuh. Gangguan tersebut diakibatkan kegagalan dalam penerimaan diri akibat adanya persepsi yang negatif terhadap tubuhnya secara fisik. (Muhith, 2015)

Perubahan penampilan (ukuran dan bentuk), seperti amputasi atau perubahan penampilan wajah merupakan stresor yang sangat jelas mempengarui citra tubuh. Mastektomi, kolostomi, dan ileostomy dapat mengubah penampilan dan fungsi tubuh, meski perubahan tersebut tidak tampak ketika individu yang bersangkutan mengenakan pakaian. Meskipun tidak terlihat oleh orang lain, perubahan tubuh ini mempunyai efek signifikan pada individu. (Potter & Perry, 2005)

Klien dengan gangguan citra tubuh mempresepsikan saat ini dia mengalami sesuatu kekurangan dalam menjaga integritas tubuhnya dimana dia merasa ada yang kurang dalam hal integritas tubuhnya sehingga ketika berhubungan dengan lingkungan sosial merasa ada yang kurang dalam struktur tubuhnya. Persepsi yang negatif akan struktur tubuhnya ini menjadikan dia malu berhubungan dengan orang lain. (Muhith, 2015) Tanda dan gejala gangguan citra tubuh: a. Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah. b. Tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau akan terjadi. c. Menolak penjelasan perubahan tubuh. d. Persepsi negatif pada tubuh.

21

e. Preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang. f. Mengungkapkan keputusasaan. g. Mengungkapkan ketakutan. (Muhith, 2015)

2. Gangguan Ideal Diri Gangguan ideal diri adalah ideal diri yang terlalu tinggi, sukar dicapai, tidak realistis, ideal diri yang samar, dan tidak jelas serta cenderung menuntut. Pada klien yang dirawat di rumah sakit umunya ideal dirinya dapat terganggu atau ideal diri klien terhadap hasil pengobatan yang terlalu tinggi dan sukar di capai. (Muhith, 2015)

Tanda dan gejala gangguan ideal diri: a. Mengungkapkan keputusan akibat penyakitnya, misal saya tidak bisa ikut ujian karena sakit, saya tidak bisa lagi jadi peragawati karena bekas luka operasi di wajah saya, kaki saya yang dioperasi membuat saya tidak bisa lagi main bola.

b. Mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi, misal saya pasti bisa sembuh pada hal prognosa penyakitnya buruk; setelah sehat saya akan sekolah lagi padahal penyakitnya mengakibatkan tidak mungkin lagi sekolah. (Muhith, 2015)

3. Gangguan Peran Gangguan penampilan peran adalah berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan oleh penyakit, proses menua, putus seklah, putus hubungan kerja. Peran membentuk pola perilaku yang diterima secara sosial yang berkaitan dengan fungsi seorang individu dalam berbagai kelompok sosial. (Potter & Perry, 2005) & (Muhith, 2015)

Sepanjang hidup seseorang menjalani berbagai perubahan peran. Perubahan normal yang berkaitan dengan pertumbuhan dan maturasi mengakibatkan transisi perkembangan.

22

Transisi tersebut antara lain: a. Transisi situasi, terjadi ketika orangtua, pasangan hidup, atau teman dekat meninggal atau orang pindah rumah, menikah, bercerai, atau ganti pekerjaan.

b. Transisi sehat-sakit adalah gerakan dari keadaan yang sehat atau sejahtera kea rah sakit atau sebaliknya.

Perubahan fungsi peran atau bahkan berhentinya fungsi peran yang biasa dilakukan tersebut menyebabkan seseorang harus menyesuaikan dengan suasana baru sesuai dengan peran pengganti yang didapatkan atau seseorang harus mampu menyesuaikan dengan kondisi yang dialami setelah kehilangan fungsi peran yang biasa dilakukan.

Masing-masing dari transisi ini dapat mengancam konsep diri yang mengakbatkan konflik peran, ambiguitas peran, atau ketegangan peran. (Potter & Perry, 2005) & (Muhith, 2015) a) Konflik Peran Konflik peran adalah tidak adanya kesesuaian harapan peran. Jika seseorang diharuskan untuk secara bersamaan menerima dua peran atau lebih yang tidak konsisten, berlawanan, atau sangat eksklusif, maka dapat terjadi konflik peran. Terdapat tiga jenis dasar konflik peran yaitu interpersonal, antar-peran, dan peran personal. Konflik interpersonal terjadi ketika satu orang atau lebih mempunyai harapan yang berlawanan atau tidak cocok secara individu dalam peran tertentu. Konflik antar-peran terjadi ketika tekanan atau harapan yang berkaitan dengan satu peran melawan tekanan atau harapan yang saling berkaitan. Konflik personal terjadi ketika tuntutan peran melanggar nilai personal individu. (Potter & Perry, 2005)

23

b) Ambiguitas Peran Ambiguitas peran mencakup harapan peran yang tidak jelas. Ketika terdapat ketidakjelasan harapan, maka orang menjadi tidak pasti apa yang harus dilakukan, bagaimana harus melakukannya, atau keduanya. Ambiguitas peran sering terjadi pada masa remaja. Remaja mendapat tekanan dari orang tua, teman sebaya, dan media untuk menerima peran seperti orang dewasa, namun tetap dalam peran sebagai anak yang tergantung. (Potter & Perry, 2005)

c) Ketegangan Peran Ketegangan peran merupakan gabungan dari konflik peran dan ambiguitas. Ketegangan peran dapat diekspresikan sebagai perasaan frustasi ketika seseorang merasakan tidak adekuat atau tidak sesuai dengan peran. Kelebihan beban peran terjadi ketika individu tidak dapat memutuskan tekanan mana yang harus dipatuhi karena jumlah tuntutan yang banyak dan konflik prioritas. Jika individu tidak mampu beradaptasi dengan stresor tersebut, kesehatan mereka juga akan beresiko terganggu. (Potter & Perry, 2005)

Tanda dan gejala gangguan peran: a. Mengingkari ketidakmampuan menjalankan peran. b. Ketidakpuasan peran. c. Kegagalan menjalankan peran yang baru. d. Ketegangan menjalani peran yang baru. e. Kurang tanggung jawab. f. .Apatis / bosan / jenuh dan putus asa. (Muhith, 2015)

4. Gangguan Identitas Gangguan identitas adalah kekaburan atau ketidakpastian memandang diri sendiri, penuh dengan keragu-raguan, sukar menetapkan keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan. (Muhith, 2015)

24

Identitas dipengaruhi oleh stresor sepanjang hidup. Masa remaja adalah waktu banyak terjadi prubahan, yang menyebabkan ketidakamanan dan ansietas. Remaja mencoba menyesuaikan diri dengan perubahan fisik, emosional, dan mental akibat peningkatan kematangan. Seseorang yang lebih dewasa biasanya mempunyai identitas yang lebih stabil dan karenanya konsep diri berkembang lebih kuat. (Potter & Perry, 2005)

Bingung identitas terjadi karena seseorang tidak mempertahankan identitas personal yang jelas, konsisten, terus sadar. Kebingungan identitas dapat terjadi kapan saja dalam kehidupan jika seseorang tidak mampu beradaptasi dengan stresor identitas. Dalam stress yang ekstrem seorang individu dapat mengalami depresonalisasi, yaitu suatu keadaan dimana realitas eksternal dan internal atau perbedaan antara diri dan orag lai tidak dapat ditetapkan. (Potter & Perry, 2005)

Persepsi-persepsi dalam gangguan identitas antara lain (Muhith, 2015): 1. Persepsi psikologis a. Bagaimana watak saya sebenarnya? b. Apa yang membuat saya bahagia atau sedih? c. Apa yang dapat sangat mencemaskan saya?

2. Persepsi sosial a. Bagaimana orang lain memandang saya? b. Apakah mereka menghargai saya bahagia atau sedih? c. Apakah mereka membenci atau menyukai saya?

3. Persepsi fisik a. Bagaimana pandangan saya terhadap penampilan saya? b. Apakah saya orang yang cantik atau jelek? c. Apakah tubuh saya kuat atau lemah?

25

5. Gangguan Harga Diri Harga diri adalah rasa dihormati, diterima, kompeten dan bernilai. Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan. Gangguan harga diri identik dengan harga diri yang rendah. Orang dengan harga diri rendah sering merasa tidak dicintai dan sering mengalami depresi dan ansietas. (Potter & Perry, 2005) & (Muhith, 2015)

Banyak stresor yang mempengaruhi harga diri seseorang (bayi, usia bermain, prasekolah, dan remaja) seperti ketidakmampuan memenuhi harapan orangtua, kritik yang tajam, hukuman yang tidak konsisten, persaingan antar saudara sekandung, dan kekalahan berulang dapat menurunkan nilai diri. Stresor yang mempengaruhi harga diri orang dewasa mencakup ketidakberhasilan dalam pekerjaan dan kegagalan dalam berhubungan. (Potter & Perry, 2005)

Menurut beberapa ahli dikemukakan faktor-Fator yang mempengaruhi gangguan harga diri, seperti: a. Perkembangan individu. Faktor predisposisi dapat dimulai sejak masih bayi, seperti penolakan orang tua menyebabkan anak merasa tidak dicintai dan mengkibatkan anak gagal mencintai dirinya dan akan gagal untuk mencintai orang lain. Pada saat anak berkembang lebih besar, anak mengalami kurangnya pengakuan dan pujian dari orang tua dan orang yang dekat atau penting baginya. Ia merasa tidak adekuat karena selalu tidak dipercaya untuk mandiri, memutuskan sendiri akan bertanggung jawab terhadap prilakunya. Sikap orang tua yang terlalu mengatur dan mengontrol, membuat anak merasa tidak berguna.

26

b. Ideal diri tidak realistis. Individu yang selalu dituntut untuk berhasil akan merasa tidak punya hak untuk gagal dan berbuat kesalahan. Ia membuat standart yang tidak dapat dicapai, seperti cita-cita yang terlalu tinggi dan tidak realistis. Yang pada kenyataan tidak dapat dicapai membuat individu menghukum diri sendiri dan akhirnya percaya diri akan hilang.

c. Gangguan fisik dan mental Gangguan ini dapat membuat individu dan keluarga merasa rendah diri.

d. Sistim keluarga yang tidak berfungsi Orang tua yang mempunyai harga diri yang rendah tidak mampu membangun harga diri anak dengan baik. Orang tua memberi umpan balik yang negatif dan berulang-ulang akan merusak harga diri anak. Harga diri anak akan terganggu jika kemampuan menyelesaikan masalah tidak adekuat. Akhirnya anak memandang negatif terhadap pengalaman dan kemampuan di lingkungannya.

e. Pengalaman traumatik yang berulang Misalnya akibat aniaya fisik, emosi dan seksual. Penganiayaan yang dialami dapat berupa penganiayaan fisik, emosi, peperangan, bencana alam, kecelakan atau perampokan. Individu merasa tidak mampu mengontrol lingkungan. Respon atau strategi untuk menghadapi trauma umumnya mengingkari trauma, mengubah arti trauma, respon yang biasa efektif terganggu. Akibatnya koping yang biasa berkembang adalah depresi dan denial pada trauma.

Gangguan harga diri yang disebut harga diri rendah dapat terjadi secara: a) Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba. Contoh: harus operasi, kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi (korban pemerkosaan, dituduh KKN, dipenjara tiba-tiba).

27

b) Kronik, yaitu perasaan negative terhadap diri telah berlangsung lama. Contoh: sebelum sakit atau sebelum dirawat seseorang telah memiliki cara berpikir yang negatif. Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya. (Muhith, 2015)

Tanda dan gejala gangguan harga diri: a. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan terhadap penyakit. Misalnya maludan sedih karena rambut jadi botak setelah dapat terapi sinar pada penderita kanker. b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri. Misalnya ini tidak akan terjadi jika saya segera ke rumah sakit, menyalahkan atau mengejek diri sendiri. c. Merendahkan martabat. Misalnya saya tidak bisa, saya tidak mampu, saya orang bodoh dan tidak tahu apa-apa. d. Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri. Klien tidak ingin bertemu dengan orang lain dan lebih suka sendiri. e. Percaya diri kurang. Klien sukar mengambil keputusan, misalnya memilih alternatif tindakan. f. Mencederai diri. Akibat harga diri yang rendah dan disertai harapan yang suram mungkin klien ingin mengakhiri keidupan. (Muhith, 2015)

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

3.1

Asuhan Keperawatan Pada Konsep Diri

1. Pengkajian konsep diri a. Faktor predisposisi 1. Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi perilaku yang objektif dan teramati serta bersifatsubjektif dan dunia dalam pasien sendiri. Perilaku berhubungan dengan harga diri yang rendah, keracuan identitas, dan deporsonalisasi. 2. Faktor yang mempengaruhi peran adalah streotipik peran seks, tuntutan peran kerja, dan harapan peran kultural. 3. Faktor yang mempengaruhi identitas personal meliputi ketidakpercayaan orang tua, tekanan dari kelompok sebaya, dan perubahan dalam struktur sosial.

b. Stresor pencetus 1. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan kejadian mengancam kehidupan. 2. Ketegangan peran hubugnan dengan peran atau posisi yang diharapkan dimana individu mengalaminya sebagai frustasi. Ada tiga jenis transisi peran : a) Transisi peran perkembangan b) Transisi peran situasi c) Transisi peran sehat /sakit

c. Sumber-sumber koping Setiap orang mempunyai kelebihan personal sebagai sumber koping, meliputi : 1. Aktifitas olahraga dan aktifitas lain diluar rumah 2. Hobby dan kerajinan tangan 3. Seni yang ekspresif 4. Kesehatan dan perawan diri 5. Pekerjaan atau posisi

28

29

6. Bakat tertentu 7. Kecerdasan 8. Imajinasi dan kreativitas 9. Hubungan interpersonal

d. Mekanisme koping 1. Pertahanan koping dalam jangka pendek 2. Pertahanan koping jangka panjang 3. Mekanisme pertahanan ego

Untuk mengetahui persepsi seseorang tentang dirinya, maka orang tersebut wajib bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: a. Persepsi psikologi: 1. Bagaimana watak saya sebenarnya? 2. Apa yang membuat saya bahagia atau sedih? 3. Apakah yang sangat mencemaskan saya?

b. Persepsi sosial: 1. Bagaimana orang lain memandang saya? 2. Apakah mereka menghargai saya bahagia atau sedih? 3. Apakah mereka membenci atau menyukai saya?

c. Persepsi fisik: 1. Bagaimana pandangan saya tentang penampilan saya? 2. Apakah saya orang yang cantik atau jelek? 3. Apakah tubuh saya kuat atau lemah?

30

Pendekatan dan pertanyaan dalam pengkajian sesuai dengan faktor yang dikaji: 1. Identitas: dapatkah anda menjelaskan siapa diri anda pada orang lain: karakteristik dan kekuatan? a. Body image: 1. Dapatkah anda menjelaskan keadaan tubuh anda kepada saya? 2. Apa yang paling anda sukai dari tubuh anda? 3. Apakah ada bagian dari tubuh anda yang ingin anda ubah?

b. Self esteem: 1. Dapatkah anda katakan apa yang membuat anda puas? 2. Ingin jadi siapakah anda? 3. Siapa dan apa yang menjadi harapan anda? 4. Apakah harapan itu realistis? 5. Signifikan apa respon anda, saat anda tidak merasa dicintai dan tidak dihargai? 6. Siapakah yang paling penting bagi anda? 7. Kompetensi: apa perasaan anda mengenai kemampuan dalam mengerjakan sesuatu untuk kepentingan hidup anda? 8. Virtue: pada tingkatan mana anda merasa nyaman terhadap jalan hidup bila dihubungkan dengan standar moral yang dianut? 9. Power: pada tingkatan mana anda perlu harus mengontrol apa yang terjadi dalam hidup anda? Apa yang anda rasakan?

c. Role performance: 1. Apa yang anda rasakan mengenai kemampuan anda untuk melakukan segala sesuatu sesuai peran anda? Apakah peran saat ini membuat anda puas? 2. Gangguan konsep diri. 3. Mekanisme koping jangka pendek (krisis identitas). 4. Kesempatan lari sementara dari krisis. 5. Kesempatan mengganti identitas. 6. Kekuatan atau dukungan sementara terhadap konsep diri (identitas yang kabur).

31

7. Arti dari kehidupan.

2. Diagnosa Keperawatan Dari pengkajian seluruh konsep diri, dapat disimpulkan masalah keperawatan yaitu: 1. Gangguan harga diri : harga diri rendah situasional atau kronik 2. Gangguan harga diri rendah berhubungan dengan gangguan citra tubuh 3. Keputusasaan berhubungan dengan harga diri rendah 4. Gangguan harga diri ; harga diri rendah berhubungan dengan ideal diri tidak realistis 5. Perubahan penampilan peran berhubungan dengan harga diri rendah.

3. Intervensi keperawatan Fokus tindakan adalah pada tingkat penilaian kognitif pada kehidupan yang terdiri dari persepsi, keyakinan, dan kepribadian. Kesadaran klien akan emosi dan perasaan nya juga hal yang penting. Setelah mengevaluasi penilaian kognitif dan kesadaran perasaan, lainnya dari masalah dan kemudian merubah perilaku. Prinsip asuhan yang diberikan adalah pemecahan masalah yang terlihat dari kemajuan klien meningkatkan tingkat berikutnya, meningkatkan keterbukaan dan hubungan saling percaya, meluruh ancaman dari sikap perawat terhadap klien, dan membantu klien memperluas dan menerima semua aspek kepribadiannya. 1. Tindakan penerimaan yang tidak kaku dengarkan klien 2. Dorong klien mendiskusikan pikiran dan perasaannya 3. Beri respon yang tidak menghakimi 4. Tunjukkan bahwa kalian adalah individu yang berharga yang bertanggung jawab terhadap dirinya dan dapat membantu dirinya sendiri.

BAB IV PENUTUP

3.1

Kesimpulan

Konsep diri adalah merefleksikan pengalaman interaksi sosial, sensasinya juga didasarkan bagaimana orang lain memandangnya. Konsep diri sebagai cara memandang individu terhadap diri secara utuh baik fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual. Penting di ingat bahwa konsep diri ini bukan pandangan orang lain pada kita melainkan pandangan kita sendiri atas diri kita yang diukur dengan standar penilaian orang lain. (Muhith, 2015). Secara umum menurut pendapat para ahli ada 3 dimensi konsep diri, Calhom dan Acocella (1995) misalnya menyebutkan ke 3 dimensi tersebut yakni dimensi pengetahuan, dimensi pengharapan dan dimensi penilaian.

Menurut

Stuart

dan

Sudeen

(1991)

ada

beberapa

faktor-faktor

yang

mempengaruhi perkembangan konsep diri. Faktor-foktor tersebut terdiri dari teori perkembangan, Significant Other (orang yang terpenting atau yang terdekat) dan Self Perception (persepsi diri sendiri.

Dari rentang respon adatif sampai respon maladatif, terdapat lima rentang respons konsep diri yaitu aktualisasi diri, konsep diri positif, harga diri rendah, kekacauan identitas, dan depersonalisasi. Menurut “Stuart & sundeen, 1995”. Ada berbagai hal yang dapat menyebabkan gangguan konsep diri yaitu pola asuh orang tua, kegagalan, depresi, kritik internal dan merubah diri

Gangguan konsep diri adalah suatu kondisi dimana individu mengalami kondisi pembahasan

perasaan,

pikiran

atau

32

pandangan

dirinya

sendiri

yang

33

negatif. Gangguan konsep diri dapat juga disebabkan adanya stresor. (Muhith, 2015) & (Potter & Perry, 2005) Masalah keperawatan gangguan konsep diri terbagi menjadi beberapa bagian yaitu gangguan citra tubuh, gangguan ideal diri, gangguan peran, gangguan identitas dan gangguan harga diri

3.2

Saran

Dengan disusunnya makalah ini mengharapkan kepada semua pembaca agar dapat menelah dan memahami apa yang telah terulis dalam makalah ini sehingga sedikit banyak bisa menambah pengetahuan pembaca. Disamping itu kami juga mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca sehinga kami bisa berorientasi lebih baik pada makalah kami selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA Calhoun, JF & Acocella, J.R. 1995. Psychology of Adjusment and Human Relationship. New. York : Mc Graw Hill, Inc. Carpenito. 2001. Book Of Nursing Diagnosised.8. Jakarta : EGC Keliat, Budi.A., Panjaitan, R.U., & Daulima, N.H.C. 2005. Proses keperawatan kesehatan jiwa,Edisi 2. Jakarta : EGC

Muhith, Abdul. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa Teori dan Aplikasi. Jakarta: ANDI

Norris, J. Kunes Connel M. 1985. Self Esteem Disturbance.Ncbi 745-61 Partosuwido, S.R. 1992. Penyesuaian Diri Mahasiswa Dalam Kaitannya Dengan Konsep Diri, Pusat Kendali dan Status Perguruan Tinggi. Disertasi. Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik Edisi 4. Jakarta: EGC

Potter & Perry. 2010. Fundamental Keperawatan buku 3 ed.7. Jakarta: Salemba

Stuard, And Sundeen. 1991. Principles And Practice Of Psychiatric Nursing Ed 4. St Louis: The CV Mosby Year Book.

Stuart G. W & S.J. Sundeen. 1995. Principles and Practice of Psychiatric Nursing. St. Louis: Mshy Year Book Stuart & Sundeen. (2006). Keperwatan psikiatrik: Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 5. Jakarta : EGC

34

More Documents from "ulfhas"