BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang berada dalam taraf halusinasi menuju industrialisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan mobilisasi masyarakat /mobilitas masyarakat yang meningkat otomatisasi terjadi peningkatan penggunaan alatalat transportasi /kendaraan bermotor khususnya bagi masyarakat yang tinggal diperkotaan. Sehingga menambah "kesemrawutan" arus lalu lintas. Arus lalu lintas yang tidak teratur dapat meningkatkan kecenderungan terjadinya kecelakaan kendaraan bermotor. Kecelakaan tersebut sering kali menyebabkan cidera tulang atau disebut fraktur. Menurut Smeltzer (2001 : 2357) fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Penanganan segera pada klien yang dicurigai terjadinya fraktur adalah dengan mengimobilisasi bagian fraktur adalah salah satu metode mobilisasi fraktur adalah fiksasi Interna melalui operasi Orif (Smeltzer, 2001 : 2361). Penanganan tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi. Komplikasi umumnya oleh akibat tiga fraktur utama yaitu penekanan lokal, traksi yang berlebihan dan infeksi (Rasjad, 1998 : 363). Peran perawat pada kasus fraktur meliputi sebagai pemberi asuhan keperawatan langsung kepada klien yang mengalami fraktur, sebagai pendidik memberikan pendidikan kesehatan untuk mencegah komplikasi, serta sebagai peneliti yaitu dimana perawat berupaya meneliti asuhan keperawatan kepada klien fraktur melalui metode ilmiah. Berdasarkan penjelasan diatas, maka penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut bagaimana asuhan keperawatan fraktur tertutup Tibia Fibula Sinistra 1.2 Tujuan penulisan A. Tujuan umum Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem muskuloskeletal yaitu Patah Tulang.
B. Tujuan khusus Mahasiswa dapat menjelaskan : 1. Definisi penyakit Patah Tulang 1
2. Etiologi penyakit Patah Tulang 3. Manifestasi klinik Patah Tulang 4. Patofisiologi penyakit Patah Tulang 5. Komplikasi penyakit Patah Tulang 7. Kriteria Diagnostik penyakit Patah Tulang 8. Penatalaksanaan penyakit Patah Tulang 9. Asuhan keperawatan yang harus diberikan pada klien dengan Patah Tulang
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi penyakit Patah Tulang Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. (Smeltzer & Bare, 2002 : 2357). Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. (Price & Wilson, 2006 : 1365). Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan / atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. (Arif Mansjoer dkk,2000:346) Fraktur adalah pemecahan suatu bagian, khususnya tulang ; pecahan atau ruptur pada tulang (Dorland, 1998 : 446).
2.2 Etiologi penyakit Patah Tulang Penyebab fraktur diantaranya : a) Trauma 1. Trauma langsung : Benturan pada tulang mengakibatkan ditempat tersebut. 2. Trauma tidak langsung : Titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan. b) Fraktur Patologis Fraktur disebabkan karena proses penyakit seperti osteoporosis, kanker tulang dan lain-lain. c) Degenerasi Terjadi kemunduran patologis dari jaringan itu sendiri : usia lanjut d) Spontan Terjadi tarikan otot yang sangat kuat seperti olah raga. (Corwin, 2001 : 298)
2.3 Manifestasi klinik Patah Tulang Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitus, pembengkakan local, dan perubahan warna. 3
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang. b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot tergantung pada integritas tulang tempat melengketnya otot. c. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci). d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. (uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat). e. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.
2.4 Patofisiologi penyakit Patah Tulang Tulang kortikal mempunyai struktur yang dapat menahan kompresi dan tekanan memuntir, fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan memuntir mendadak dan bahkan kontraksi ekstrem, sehinggga tulang mengalami kegagalan menahan tekanan terutama tekanan membengkok, memutar, dan tarikan. Fraktur akan mempengaruhi jaringan sekitarnya yaitu perusakan pada saraf sensori, kerusakan
jaringan
lemak
dapat
menyebabkan
luka
terbuka
sehingga
memungkinkan terjadinya infeksi. Untuk kerusakan pembuluh darah dapat menyebabkan perdarahan, inflamasi, dan rupture tendon sehingga terjadinya penekanan saraf akan menyebabkan nyeri. Selain itu juga akan mempengaruhi korteks tulang dan periosteum sehingga akan mengalami deformitas dan pemendekan tulang, hal itu menyebabkan ekstremitas terganggu. (Chairuddin Rasjad, 1998) 4
Kecelakaan, trauma, osteoporosis
F. tertutup
Trauma pada Wrist
Fraktur terbuka
Bengkak tekanan meningkat
Pembuluh darah, syaraf jaringan lunak rusak
Kontak dengan lingkungan luar
Denyut nadi menurun para lysis nyeri hebat
Darah mengalir kedaerah fraktur
Resiko infeksi
Menekan jaringan sekitar pembuluh darah
Pertumbuhan bacteri
Gx neuro vaskuler
Kerusakan integritas kulit
Nyeri
Resiko infeksi Iskemia Imobilisasi (traksi) Kontraktur
Jaringan tulang nekrosis
Lemak keluar ke pembuluh darah
Kerusakan integritas kulit
Emboli -
Nadi menurun Stenosis Sesak
Necrosis merangsang terjadinya peradangan
5
Kerusakan mobilitas fisik
2.5 Komplikasi penyakit Patah Tulang 1) . Komplikasi awal Syok hipovolemik atau traumatik : bisa berakibat fatal dalam beberapa jam setelah cedera. Syok hipovolemik atau traumatik akibat pendarahan ( baik kehilangan darah eksternal maupu tak kelihatan) dan kehilangan cairan ekstremitas, toraks, pelvis dan vertebra. Emboli lemak : dapat terjadi dalam 48 jam atau lebih Sindrom kompartemen : berakibat kehilangan fungsi ekstremitas permanen jika tidak ditangani segera. Sindrom kompartemen merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otor kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Biasanya pasien akan merasa nyeri pada saat bergerak. Ada 5 tanda syndrome kompartemen: a.
Pain
: nyeri
b.
Pallor
: pucat
c.
Pulsesness : tidak ada nadi
d.
Parestesia : rasa kesemutan
e.
Paralysis
: kelemahan
sekitar
lokasi
terjadinya
syndrome
kompartemen. Infeksi Tromboemboli emboli paru) Koagulopati intravaskuler diseminata (KID) : sekelompok kelainan pendarahan dengan berbagai penyebab, termasuk trauma massif. Manifestasi KID meliputi : ekimosis, pendarahan yang tidak terduga setelah pembedahan, dan pendarahan dari membrane mukosa, tempat penusukan jarum infus, saluran gastrointestinal dan kemih
2) Komplikasi lambat : a) Penyatuan terlambat atau tidak ada penyatuan Penyatuan terlambat terjsdi bila penyembuhan tidak terjadi dengan kecepatan normal untuk jenis dan tempat fraktur tertentu. Penyatuan terlambat mungkin berhubungan dengan infeksi sistemik dan distraksi ( tarikan jauh ) fragmen tulang. Pada akhirnya fraktur menyembuh.Hal ini
6
dapat disemabuhkan dengan graft tulang.Dimana graft tulang memberikan kerangka untuk invasi sel-sel tulang.
b) Nekrosis Avaskuler Tulang Nekrosis avaskuler terjadi bila tulang kehilangan asupan darah dan mati. Dapat terjadi setelah fraktur (khususnya kolum femoris), dislokasi, terapi kortikosteroid dosis tinggi berkepanjangan, penyakit ginjal kronik, anemia sel sabit, dan penyakit lain. Tulang yang mati mengalami tulang kolaps atau diabsorpsi dan diganti dengan tulang yang baru.
c) Reaksi terhadap alat fiksasi interna Alat fiksasi interna biasanya diambil setelah penyatuan tulang telah terjadi, namun pada kebanyakan pasien alat tersebut tidak diangkat sampai menimbulkan gejala. Nyeri dan penurunan fungsi merupakan indicator utama telah terjadinya masalah. Masalah tersebut meliputi kegagalan mekanis (pemasangan dan stabilisasi yang tak memadai), kegagalan material (alat yang cacat atau rusak), berkaratnya alat, menyebabkan inflamasi local, respon alergi terhadap campuran logam yang digunakan, dan remodeling osteoporotic di sekitar alat fiksasi (stress yang dibutuhkan untuk memperkuat tulang diredam oleh alat tersebut, mengakibatkan osteoporosis disuse). Bila angkat diangkat, tulang perlu dilindungi dari fraktur kembali sehubungan dengan osteoporosis, struktur tulang yang terganggu dan trauma. Remodeling tulang akan mengembalikan kekuatan structural. (Brunner & Suddath, Keperawatan Medikal Bedah Vol 3, hal 2365 -2368 ) 2.6 Kriteria Diagnostik penyakit Patah Tulang Bila tidak ada riwayat trauma, berarti fraktur patologis. Trauma harus diperinci kapan terjadinya, dimana terjadinya, jenisnya, berat ringan trauma, arah trauma, dan posisi pasie atau ekstrimitas yang bersangkutan (mekanisme trauma). Teliti juga trauma di tempat lain secara sistemik dari kepala, muka, leher, dada, dan perut. Amati pula jika terjadi :
7
Deformitas, terdiri dari penonjolan yang abnormal, angulasi, rotasi, dan pemendekan Fuction laesa (hilangnya fungsi), misalnya pada fraktur cruris tidak bisa berjalan Lihat juga perbedaan ukuran panjang drai tulang Adanya nyeri tekan Adanya : Krepitasi, terasa bila fraktur digerakkan (baiknya tidak dilakukan karena akan menambah trauma) Nyeri bila digerakkan, baik pada gerakan aktif maupun pasif Seberapa jauh gangguan-gangguan fungsi, gerakan-gerakan yang tidak mampu dilakukan, range of motion, dan kekuatan 2.7 Penatalaksanaan penyakit Patah Tulang
Reduksi fraktur (setting tulang)
Mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisinya dengan manipulasi dan traksi manual. Reduksi terbuka dilakukan dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi alat fiksasi interna (ORIF) dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku, atau batangan logam untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna (OREF) meliputi : pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu pin, dan tehnik gips atau fiksator ekterna..Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna (ORIF) yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur yang dilakukan dengan pembedahan.
Mempertahankan dan mengembalikan fungsi. Segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Latihan isometric dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan aliran darah. Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari diusahakan untuk memperbaiki kemandirian fungsi dan harga diri.
8
Gambar 2. Fiksasi interna
Gambar 3.
Fiksasi Eksterna
2.8 Asuhan keperawatan yang harus diberikan pada klien dengan Patah Tulang Proses keperawatan adalah penerapan pemecahan masalah keperawatan secara ilmiah
yang
digunakan
untuk
mengidentifikasi
masalah-masalah
klien,
merencanakan secara sistematis dan melaksanakannya serta mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan (Nasrul Effendy, 1995 : 2-3) Adapun tahapan dalam proses keperawatan antara lain : A. Pengkajian Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi / data tentang pasien agar dapat
mengidentifikasi,
mengenali
masalah-masalah, kebutuhan
kesehatan dan keperawatan pasien baik fisik, mental, sosial dan lingkungan.(Nasrul Effendy, 1995 : 18) a. Pengumpulan Data. Meliputi 9
1.
Identitas Klien Nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, pekerjaan, kebangsaan, suku, pendidikan, no register, diagnosa medis.
2.
Keluhan Utama Biasanya klien dengan fraktur akan mengalami nyeri saat beraktivitas / mobilisasi pada daerah fraktur tersebut.
3.
Riwayat Penyakit
Riwayat Penyakit Sekarang. Pada klien fraktur / patah tulang dapat disebabkan oleh trauma / kecelakaan, degeneratif dan pathologis yang didahului dengan perdarahan, kerusakan jaringan sekitar yang mengakibatkan nyeri, bengkak, kebiruan, pucat / perubahan warna kulit dan kesemutan.
Riwayat Penyakit Dahulu. Pada klien fraktur pernah mengalami kejadian patah tulang atau tidak sebelumnya dan ada / tidaknya klien mengalami pembedahan perbaikan dan pernah menderita osteoporosis sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga. Pada keluarga klien ada / tidak yang menderita osteoporosis, arthritis dan tuberkolosis atau penyakit lain yang sifatnya menurun dan menular.
4.
Pola-pola Fungsi Kesehatan.
Pola resepsi dan tata laksana hidup sehat. Pada fraktur akan mengalami perubahan dan gangguan pada personal hiegene, misalnya kebiasaan mandi, gosok gigi, mencuci rambut, ganti pakaian, BAK dan BAB serta berolahraga sehingga dapat menimbulkan masalah perawatan diri. 10
Pola eliminasi Kebiasaan miksi dan defekasi sehari-hari, kesulitan waktu defekasi, dikarenakan imubilisasi, fases warna kuning dan konsistensi defekasi padat . Pada miksi klien tidak mengalami gangguan, warna urin jernih, buang air kecil 3 – 4 x/hari.
Pola nutrisi dan metabolism Pada umumnya tidak akan mengalami gangguan penurunan nafsu makan, meskipun menu berubah misalnya makan di rumah gizi tetap sama sedangkan di rumah sakit disesuaikan dengan penyakit dan diet klein.
Pola aktivitas dan latihan Aktivitas dan latihan mengalami perubahan / gangguan dari fraktur femur sehingga kebutuhan perlu dibantu baik oleh perawat atau keluarga, misalnya kebutuhan sehari-hari, mandi, BAB, BAK dilakukan diatas tempat tidur.
Pola penanggulangan stress Masalah fraktur femur dapat menjadi stres tersendiri bagi klien. Dalam hal ini pola penanggulangan stress sangat tergantung pada sistem mekanisme klien itu sendiri misalnya pergi kerumah sakit untuk dilakukan perawatan / pemasangan traksi.
Pola sensori dan kognitif Nyeri yang disebabkan oleh fraktur femur adanya kerusakan jaringan lunak serta tulang yang parah dan hilangnnya darah serta cairan seluler ke dalam jaringan. Hal ini yang menyebabkan gangguan sensori sedangkan pada pola kognitif atau cara berfikir klien tidak mengalami gangguan jiwa.
Pola hubungan peran Pola hubungan dan peran akan mengalami gangguan, jika klien sebagai kepala rumah tangga / menjadi tulang punggung keluarga. 11
Pola persepsi diri Pada fraktur femur akan mengalami gangguan konsep diri karena terjadi perubahan cara berjalan akibat kecelakaan yang menyebabkan patah tulang dan klien takut cacat seumur hidup / tidak dapat kembali bekerja.
Pola reproduksi dan seksual Bila klien sudah berkeluarga dan mempunyai anak maka akan mengalami pola seksual dan reproduksi, jika klien belum berkeluarga klein tidak akan mengalami gangguan.
Pola tidur dan istirahat Kebiasaan pola tidur dan istirahat mengalami gangguan yang disebabkan oleh nyeri, misalnya nyeri akibat fraktur.
Pola tata nilai dan kepercayaan Pada fraktur terutama fraktur femur akan mengalami perubahan / gangguan dalam menjalankan sholat dengan cara duduk dan dilakukan diatas tempat tidur.
5.
Pemeriksaan Fisik a) Keadaan Umum Meliputi keadaan sakit pasien, tingakat kesadaran dan tanda-tanda vital b) Pemeriksaan Sistem Integumen. Tidak ada perubahan yang menonjol pada sistem integumen seperti warna kulit, adanya jaringan parut / lesi, tekstur kulit kasar dan suhu kulit hangat serta kulit kotor. c) Pemeriksaan Kepala Dan Leher. Tidak ada perubahan yang menonjol pada kepala dan leher seperti warna rambut, mudah rontok, kebersihan
kepala,
alupeaus,
keadaaan
mata,
pemeriksaan takanan bola mata (TIO), pemeriksaan visus, adanya massa pada telinga, kebersihan telinga, adanya serumen, kebersihan hidung, adanya mulut dan
12
gigi, mulut bau adanya pembengkakan pada leher, pembesaran kelenjar linfe atau tiroid. d) Pemeriksaan Sistem Respirasi. Tidak ada perubahan yang menonjol seperti bentuk dada ada tidaknya sesak nafas, sura tambahan, pernafasan cuping hidung. e) Pemeriksaan Kordiovaskuler. Klien fraktur mengalami denyut nadi meningakat terjadi respon nyeri dan kecemasan, ada tidaknya hipertensi, tachikardi perfusi jaringan dan perdarahan akiobat trauma. f) Pemeriksaan Sistem Gastro Intestinal. Tidak ada perubahan yang menonjol seperti nafsu makan tetap, peristaltik usus, mual, muntah, kembung. g) Pemeriksaan Sistem Ganitourinaria. Tidak ada perubahan yang menonjol seperti produksi urin, warna urin, apakah ada hematovia / tidak, adakah disuria, kebersihan genital. h) Pemeriksaan Sistem Muskuslukeletal. Terdapat fraktur, yeri gerak, kekakuan sendi, bagaimana tinus ototnya ada tidaknya atropi dan keterbatasan gerak, adanya karepitus. i) Pemeriksaan Sistem Endokrin. Tidak ada perubahan yang menojol seperti ada tidaknya pembesaran thyroid / struma serta pembesaran kelenjar limfe. j) Pemeriksaan Sistem Persyarafan. Ada
tidaknya
hemiplegi,
pavaplegi
dan
bagaimana reflek patellanya.
B. Analisa Data Analisa
data
adalah
kemampuan
meningkatkan
data
dan
menghubungkan tersebut dengan konsep, teori dan prinsip yang relevan
13
untuk menbuat kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan dan kepereawatan pasien. (Nasrul Effendy, 1995 : 24) C. Diagnosa Keperawatan Tahap akhir dari pengkajian adalah merumuskan diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan merupakan pernyatan / kesimpulan yang diambil dari pengkajian tentang status kesehatan klien / pasien. (Nasrul Effendy, 1995 : 26) Berdasarkan analisa data, dirumuskan suatu diagnosa keperawatan sesuai dengan prioritasnya yaitu sebagai berikut : a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik ditandai dengan keluhan nyeri, distraksi, fokus pada diri sendiri / fokus menyempit, wajah menunjukkan nyeri, peilaku berhati-hati, melindungi, perubahan tonus otot, respon otonomik. b. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan mekanik (tekanan,teriris,gesekan) ditandai dengan keluhan gatal, nyeri, kebas, tekanan pada area yang sakit / area sekitar, gangguan permukaan kulit, invasi struktur tubuh, destruksi lapisan kulit / jaringan. c. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuscular :
nyeri
/
ketidaknyamanan,
terapi
restriktif
(imobilisasi tungkai) ditandai dengan ketidakmampuan untuk bergerak sesuai tujuan dalam lingkungan fisik, menolak untuk bergerak, keterbatasan rentang gerak, penurunan kekuatan / kontrol otot. d. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran darah / emboli lemak, perubahan membran alveolus / kapiler, interstitisial, edema paru kongesti e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajannya informasi, salah interpretasi informasi ditandai dengan pertanyaan / permintaan informasi, pernyataan salah konsepsi.
D. Intervensi Keperawatan 1. Diagnosa 1 : Nyeri akut Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik 14
Ditandai dengan : keluhan nyeri, distraksi, fokus pada diri sendiri / fokus menyempit, wajah menunjukkan nyeri, perilaku berhatihati, melindungi, perubahan tonus otot, respon otonomik. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam, diharapkan nyeri yang dialami pasien terkontrol dengan kriteria hasil :
Pasien dapat mengkaji factor penyebab , durasi terjadinya nyeri
Pasien melaporkan nyerinya terkontrol
Pasien dapat menggunakan teknik non-analgetik untuk menangani nyeri.
Intervensi : 1. Lakukan pengkajian secara komprehensif tentang nyeri meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, qualitas, intensitas nyeri dan factor presipitasi. R/ : mempengaruhi pilihan / pengawasan keefektifan intervensi. 2. Observasi respon nonverbal dari ketidaknyamanan terutama ketidakmampuan untuk berkomunikasi secara efektif. R/ : Tingkat ansietas dapat mempengaruhi persepsi/ reaksi terhadap nyeri. 3. Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri dan penerimaan respon nyeri pasien. R/ : Strategi komunikasi terapeutik dapat membantu untuk menentukan intervensi yang diperlukan. 4. Kaji efek pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup (ex : tidur,aktivitas, kognisi, perasaan, hubungan, pekerjaan) R/ : Mengetahui pengaruh nyeri terhadap kualitas hidup pasien. 5. Ajarkan
menggunakan
teknik
nonanalgetik
(relaksasi
progresif, latihan napas dalam, imajinasi visualisasi, sentuhan terapeutik, akupresure)
15
R/ : memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol dan dapat meningkatkan kekuatan otot; dapat meningkatkan harga diri dan kemampuan koping. 6. Kontrol factor - factor lingkungan yang yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan (ruangan, suhu, cahaya, dan suara) R/ : memberikan ketenangan kepada pasien sehingga nyeri tidak bertambah 7. Sediakan informasi tentang nyeri seperti : penyebab nyeri, berapa
lama
nyeri
itu
akan
berakhir,
antisipasi
ketidaknyamanan dari prosedur. R/ : Meningkatkan pengetahuan pasien 8. Laksanakan penggunaan kontrol analgetik, jika perlu. R/ : Analgetik dapat menurunkan nyeri dan atau spasme otot
2. Diagnosa 2 : Kerusakan integritas jaringan Berhubungan dengan mekanik (tekanan,teriris,gesekan) Ditandai dengan : rusaknya atau hancurnya jaringan (kornea, membran mucus, integumentum, subkutan) Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x 24 jam diharapkan luka dapat sembuh dengan kriteria hasil : Tidak ada bau Tidak ada kemerahan di sekitar luka. Tidak terjadi peningkatan suhu tubuh Luka menjadi kering. Cairan pada luka telah kering Intervensi : 1) Catat karakteristik luka R/ : memberikan informasi tentang masalah yang mungkin disebabkan oleh alat / pemasangan gips, bebat / traksi 2) Catat karakteristik cairan R/ : untuk mengobservasi adanya cairan yang timbul dari luka 16
3) Berikan masase pada area sekitar luka R/ : mempunyai efek pengering, yang menguatkan kulit. Krim dan losion tidak dianjurkan karena terlalu banyak minyak dapat menutup perimeter gips, tidak memungkinkan gips untuk “bernapas”. Bedak tidak dianjukan karena potensial akumulasi berlebihan di dalam gips. 4) Memelihara kepatenan pada saluran drainage R/ : untuk mengurangi risiko terjadinya infeksi 5) Berikan balutan R/ : untuk mencegah terkontaminasi dengan lingkungan sekitar 6) Memelihara kesterilan dalam merawat luka. R/ : untuk mencegah terkontaminasi dengan bakteri 7) Inspeksi perubahan warna dari luka R/ : memberikan informasi tentang sirkulasi kulit 8) Membandingkan dan mencatat secara teratur adanya perubahan pada luka R/ : memantau perkembangan luka dan adanya perubahan pada luka 9) Memberi posisi pada bagian yang terluka agar tidak menjadi tegang. R/ : untuk meminimalkan tekanan pada bagian yang terluka 10)
Ajari pasien dan keluarga bagaimana cara merawat
luka. R/ : untuk memberikan informasi kepada keluarga dan pasien tentang cara perawatan luka yang baik dan benar untuk mencegah terjadinya infeksi
3. Diagnosa 3 : Kerusakan Mobilitas Fisik Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskletal Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….x 24 jam, diharapkan pasien dapat meningkatkan mobilitas, dengan kriteria hasil : 17
Pasien
dapat
memperlihatkan
keseimbangan
saat
berjalan.
Pasien dapat menggerakan otot.
Pasien dapat menggerakan sendi.
Pasien dapat berpindah : berjalan
Intervensi : 1. Kaji keterbatasan pergerakan sendi dan efek fungsinya. R/ : pasien mungkin dibatasi oleh pandangan diri/ persepsi diri tentang keterbatasan fisik actual, memerlukan informasi/ intervensi untuk meningkatkan kemajuan kesehatan 2. Kaji
tingkat
motivasi
pasien
untuk
memelihara/mengembalikan pergerakan sendi. R/ : Motivasi diri pasien dapat mempercepat proses menyembuhan 3. Jelaskan kepada pasien/ keluarga tujuan dan rencana latihan R/ : Memberikan informasi kepada pasien/keluarga tentang tujuan dan rencana sehingga tidak membinggungkan pasien atau keluarga 4. Monitor
lokasi
dan
ketidaknyamanan/nyeri
selama
pergerakan/aktivitas. R/ : Nyeri/ketidaknyaman dapat menghambat pergerakan sehingga sebelumnya harus diketahui lokasi dari nyeri 5. Lindungi pasien dari trauma selama latihan. R/ : mencegah atau mengurangi risiko jatuh pada pasien 6. Lakukan latihan ROM aktif / pasif sesuai indikasi. R/ : Meningkatkan aliran ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot, mempertahankan gerak sendi, mencegah kontraktur /atrofi dan reabsobsi kalsium karena tidak digunakan. 7. Dorong latihan ROM aktif secara teratur menurut jadwal yang direncanakan. R/ : Meningkatkan aliran ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot, mempertahankan gerak sendi,
18
mencegah kontraktur /atrofi dan reabsobsi kalsium karena tidak digunakan. 8. Bantu pasien dalam posisi tubuh optimal untuk pergerakan sendi aktif / pasif. R/ : Menggurangi atau mencegah risiko jatuh pada pasien 9. Instruksikan
kepada
pasien/keluarga
bagaimana
melaksanakan latihan ROM pasif secara sistematis atau ROM aktif R/ : Meningkatkan pengetahuan pasien/keluarga mengenai latihan ROM aktif / pasif 10.
Dorong pasien untuk duduk di tempat tidur, di samping
tempat tidur/ di kursi jika ditoleransi R/ : mencegah / menurunkan insiden komplikasi kulit / pernapasan (contoh dekubitus, pneumonia). 11.
Dorong perpindahan , jika memungkinkan.
R/ : mobilisasi dini menurunkan komplikasi tirah baring (contoh flebitis) dan meningkatkan penyembuhan dan normalisasi
fungsi
organ.
Belajar
memperbaiki
cara
menggunakan alat penting untuk mempertahankan mobilitas dan keamanan pasien 12.
Kolaborasi dengan terapi fisik dalam mengembangkan
dan melaksanakan program latihan. R/ : berguna dalam membuat aktifitas individual / program latihan. Pasien dapat memerlukan bantuan jangka panjang dengan gerakan, kekuatan, dan aktifitas yang mengandalkan berat badan, juga penggunaan alat
4. Diagnosa 4 : Resiko infeksi Resiko infeksi Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam, diharapkan resiko infeksi tidak menjadi aktual, dengan kriteria hasil :
Tidak terjadi tanda - tanda infeksi 19
Suhu tubuh dalam batas normal
Kadar WBC dalam batas normal (4,10-10,9 10^3/uL)
Intervensi : 1. Kaji tanda- tanda infeksi R/ : mengetahui dini terjadinya infeksi 2. Batasi jumlah pengunjung. R/ : mengurangi kontaminasi silang. 3. Jaga asepsis selama pasien berisiko. R/ : meminimalkan kesempatan untuk kontaminasi 4. Sediakan
perawatan kulit pada area yang edema
R/ : perawatan kulit pada area yang edema dapat membantu mencegah terjadinya infeksi yang lebih luas. 5. Inpeksi kulit dan membrane mukosa selama kemerahan, panas tinggi atau drainase R/ : apabila kulit kembali kemerahan dan terdapat drainase purulen menandakan terjadi proses inflamasi bakteri. 6. Inpeksi kondisi luka / bekas operasi. R/ : Mencegah terjadinya infeksi yang lebih luas 7. Dorong intake cairan. R/
:
mempertahankan
keseimbangan
cairan
untuk
nutrisi
untuk
mendukung perfusi jaringan. 8. Anjurkan intake nutrisi yang cukup. R/
:
mempertahankan
keseimbangan
mendukung perpusi jaringan dan memberikan nutrisi yang perlu untuk regenerasi selular dan penyembuhan jaringan 9. Dorong istirahat R/ : Mencegah kelelahan/ terlalu lelah dan dapat meningkatkan koping terhadap ketidaknyamanan 10.
Ajarkan pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala
infeksi dan melaporkan kepada petugas perwatan ketika terdapat tanda dan gejala infeksi. R/ : Meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga
20
11.
Intruksikan pasien untuk minum antibiotic sesuai
indikasi. R/ : antibiotik dapat menghambat proses infeksi 12.
Monitor absolute granulosit, WBC ,dan hasil normal.
R/ : WBC merupakan salah satu data penunjang yang dapat mengidentifikasi adanya bakteri di dalam darah. Sel darah putih akan meningkat sebagai kompensasi untuk melawan bakteri yang mnginvasi tubuh.
5. Diagnosa 5 : Kurang Pengetahuan Kurang pengetahuan tentang prosedur.perawatan Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….x 24 jam, diharapkan pengetahuan pasien mengetahui prosedur perawatan meningkat dengan kriteria hasil : Pasien dapat mendiskripsikan prosedur perawatan. Pasien dapat menjelaskan tujuan prosedur Pasien dapat menjelaskan langkah – langkah pengobatan Pasien dapat menunjukan prosedur perawatan Intervensi : 1.
Informasikan kepada keluarga tentang kapan dan dimana prosedur perawatan akan dilaksanakan. R/ : memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi.
2.
Informasikan kepada pasien tentang berapa lama prosedur atau perawatan yang diharapkan berakhir. R/ : dapat mengurangi kecemasan pasien sehingga mengurangi beban pikiran pasien.
3.
Informasikan kepada pasien tentang siapa yang akan melakukan prosedur/perawatan R/ : memberi pasien informasi mengenai pelaku prosedur perawatan, sehingga kepercayaan pasien meningkat kepada petugas. 21
4.
Kaji pengalaman pasien sebelumnya dan tingkat pengetahuan yang berhubungan dengan prosedur perawatan. R/ : pengalaman pasien sebelumnya dapat mempengaruhi perawatan saat ini dapat berkembang menjadi baik maupun buruk tergantung persepsi pasien mengenai pengalaman prosedur perawatan sebelumnya.
5.
Jelaskan tujuan prosedur perawatan. R/ : meningkatkan pengetahuan pasien dan mengurangi tingkat kecemasan pasien.
6.
Diskusikan peralatan tertentu yang diperlukan dan fungsinya. R/ : meningkatkan pengetahuan pasien dan mengurangi tingkat kecemasan pasien mengenai prosedur pengobatan.
7.
Sediakan informasi apa yang didengar, dicium, dilihat, dirasakan selama prosedur perawatan. R/ : meningkatkan pengetahuan pasien dan memberi intervensi yang tepat saat pasien menanyakan informasi mengenai persepsi sensori yang dirasakan pasien.
E. Pelaksanaan Pelaksanaan
asuhan keperawatan merupakanm realisasi dari pada
rencana tindakan kepereawatan yang telah ditetapkan, meliputi tindakan dependent, inter dependent. Pada pelaksanaan terdiri dari bebereapa kegitan, validasi,
rencana
keperawatan,
mendokumentasikan
keperawatan,
memberikan asuhan keperawatan dan pengumpulan data.(Susan Martin, 1998)
F.
Evaluasi Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan. Ada tiga alternatif dalam evaluasi : a.
Masalah teratasi, jika klien mampu menunjukkan prilaku sesuai dengan waktu dan tanggal yang telah ditentukan sesuai dengan pernyataan tujuan.
b.
Masalah teratasi sebagian, jika klien mampu menunjukkan prilaku tetapi tidak seluruhnya sesuai dengan pernyataan tujuan yang telah ditentukan.
c.
Masalah tidak teratasi, jika klien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku yang diharapkan sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. (Susan Martin, 1998, 55) 22
BAB III PENERAPAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN RHEUMATOID ARTHRITIS Tangggal masuk
: 28 Desember 2010
Tanggal pengkajian No reg
: 29 Desember 2010
: 497541 Ruang
: Seruni Diagnoda medik : CLOSE FRAKTUR TIBIA FIBULA SINISTRA
3.1 Pengkajian I.
Identitas klien Nama
:Ny.N
Umur
:66 Tahun
Agama
:islam
Jenis kelamin
:perempuan
Pekerjaan
:IRT
Alamat
:JL.Danau RT.01 Dusun Besar Bengkulu
Penanggung Jawab
II.
Nama
:Ny.S
Umur
:50 Tahun
:
Jenis kelamin
:perempuan
Hub.dgn klien
:keponakan
Keluhan Utama Klien mengeluh nyeri
III.
Riwayat kesehatan Riwayat kesehatan sekarang
23
Klien dibawa ke IGD pada tanggal 28-des-2010 diantar oleh keluarga dengan keluhan nyeri pada betis sebelah kiri dan tidak bisa digerakkan karena patah setelah ditabrak sepeda motor. Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 29-des-2010 klien tampak lemah,kesadaran composmentis,tampak bengkak pada bagian kaki yang patah,klien mengeluh nyeri pada kaki (betis) sebelah kiri karena patah dengan skala nyeri :4. Dan nyeri bertambah jika kaki tersebut digerakan.keluarga klien selalu membantu dalam memenuhi kebutuhannya. Riwayat kesehatan dahulu Klien belum pernah mengalami patah tulang sebelumnya,klien juga tidak mempunyai riwayat penyakit keturunan dan menular lainnya. Riwayat kesehatan keluarga Keluarga klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mengalami penyakit keturunan ataupun menular lainnya. IV.
Data psikologis Klien tampak menerima keadaan sakit sekarang dan berharap bisa cepat sembuh.
V.
Data social Hubungan klien dengan keluarga baik,terlihat dari anak dan keluarganya yang lain selalu menunggu nya.
VI.
Data spiritual Klien beragama islam,klien dan keluarga selalu berdo'a supaya cepat senbuh.
VII. No. 1.
Kebiasaan sehari-hari Kebiasaan
dirumah
Dirumah sakit
Nutrisi a.Makanan
frekuensi jenis makanan
b.Minuman
3x sehari
3x sehari
Nasi, lauk-pauk, sayur
Nasi,lauk pauk,sayur
frekuensi
-jenis minuman
6-7 gelas/hari
24
6-7 gelas /hari
Air putih
Air putih Eliminasi a.BAB
2.
frekuensi konsistensi warna
b.BAK
1x/hari frekuensi warna bau jumlah
1x/hari
Lembek
Lembek
Kuning
Kuning
Terpasang kateter Istirahat tidur
lama tidur gangguan tidur
4-5x/hari
Jernih kekuningan
Jernih kekuningan
Khas
Khas
+1300cc/hari
+ 1300 cc/hari Personal hygiene
mandi gosok gigi 6-7 jam/hari 6-7 jam/hari
Aktivitas
Tidak ada
Tidak ada
3.
Dilap 1x/hari 2x/hari
1x/hari
2x/hari 25
4.
Klien bisa melakukan aktivitas
Klien selalu dibantu oleh keluarga dan perawat dalam melakukan aktivitas
Secara mandiri
5.
VIII.
Pemeriksaan fisik
keadaan umum kesadaran Tanda-tanda vital
: lemah : compos mentis : TD : 150/90 mmHg
RR: 18x/Menit
N : 81x/Menit
S : 36,5'c
1. Kepala
inspeksi :simetris,distribusi rambut merata palpasi :tidak ada nyeri tekan,tidak ada benjolan
2. Mata
inspeksi :simetris,tidak ada katarak,konjungtiva anemis,sclera an ikterik palpasi :tidak ada nyeri tekan
3. Hidung
inspeksi :simetris,tidak ada pengeluaran,tidak ada pernafasan cuping hidung palpasi :tidak ada nyeri tekan,tidak ada benjolan 4. Telinga
inspeksi :simetris,tidak ada pengeluaran Palpasi :tidak ada nyeri tekan,tidak ada benjolan
5. Mulut
inspeksi
:simetris,mukosa bibir lembab,tidak ada sianosis 26
Palpasi
:tidak ada nyeri tekan
6. Leher
inspeksi :simetris,tidak ada pembesaran vena jugularis Palpasi :tidak ada nyeri tekan,tidak ada pembengkakan
7. Dada
inspeksi :simetris,pergerakan dinding dada baik palpasi :tidak ada nyeri tekan auskultasi :bunyi nafas vesikuler perkusi :bunyi rensonan
8. Abdomen
inspeksi :simetris,tidak ada bekas operasi auskultasi :bunyi bising usus (+) perkusi :bunyi timpani palpasi :tidak ada nyeri tekan
9. Ekstremitas
atas :pada ekstremitas atas,tangan bisa digerakkan dengan baik bawah :pada ekstremeritas bawah,kaki sebelah kiri(tibia-fibula) tidak bisa digerakkan/fraktur, kondisi sekitar fraktur oedema, adanya luka
10. Genetalia
IX.
inspeksi :simetris,terpasang kateter palpasi :tidak ada nyeri tekan
THERAPY 1. cairan RL 20 tts/menit 2. citicholine 3x1 (IV) 3. keterolac 3x1 (IV) 4. taxef 2x1 gr (14/st) 5. pronalges sup 6. dexamethason 2x1 amp (IV) 7. rannitidin 2x1 amp (IV)
3.2 ANALISA DATA Nama : Ny.N No.Reg : 4793 27
Umur : 66 Tahun Ruangan :Seruni No
Data Senjang
Interprestasi Data Fraktur
DS :
Klien mengatakan nyeri pada betis sebelah kiri kerena patah
Diskontinuitas tulang
DO :
Gangguan rasa nyaman nyeri
1
KLien tampak lemah Skala nyeri 4 Tampak edema pada bagian fraktur Nyeri bertambah jika pada bagian yang fraktur di gerakkan
Masalah
Pergeseran fragmen tulang
Nyeri Fraktur
DS :
2
Keluarga klien mengatakan aktivitas klien selalu dibantu oleh keluarga
Diskontinuitas tulang
DO :
Gangguan mobilitas fisik Klien tampak selalu di bantu oleh keluarga dan perawat dalam melakukan aktivitas Fraktur pada 1/3 tibia fibula sinistra
28
Perubahan jaringan sekitar
Pergeseran fragmen tulang
Depormitas
Gangguan fungsi
Gangguan mobilitas fisik 3.3 DIAGNOSA Nama : Ny.N No.Reg : 4793 Umur : 66 Tahun Ruangan :Seruni Diagnoasa Keparawatan : a. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d terputusnya kontinuitas jaringan pada tulang / fraktur b. Gangguan mobilitas fisik b.d kelemahan
3.4 INTERVENSI Nama : Ny.N No.Reg : 4793 Umur : 66 Tahun Ruangan :Seruni No
1
Tujuan dan kriteria hasil Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam di harapkan gangguan rasa nyaman nyeri dapat berkurang /
Intervensi Keperawatan
Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan
29
Rasional
Menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang atau
Paraf
atau teratasi dengan criteria hasil :
tirah baring, gips / pembidaian
Klien tidak mengeluh nyeri Skala nyeri0
Tinggikan dan dukung eksremitas yang terkena
2
Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam diharapkan gangguan mobilitas fisik dapat teratasi dengan kriteria hasil :
Evaluasi keluhan nyeri, perhatikan lokasi, karakteristik dan intensitas nyeri Lakukan kompres dingin 24-48 jam pertama sesuai keperluan
Kolaborasi pemberian obat analgetik
Kaji derajat imobilitas yang dihasilkan oleh cedera
30
jaringan yang cedera Meningkatkan aliran balik vena, menurunkan edema, dan menuunkan nyeri Mempengaruhi pilihan / pengawasan kefektifan intervensi Menurunkan edema / pembentukan hematum, menurunkan sensasi nyeri Untuk menurunkan nyeri atau spasme otot
Pasien mungkin dibatasi oleh pandangan diri / persepsi diri tentang keterbatasan fisik aktual,
Klien melakukan aktivitas secara mandiri
Beriakn papan kaki, bebat pergelangan
Berikan / bantu mobilisasi dengan kursi roda, kruk, tongkat, sesegera mungkin, intruksikan keamanan dalam menggunakan alat mobilisasi Awasi TD dengan melakukan aktivitas
31
memerlukan informasi Berguna untuk mempertahankan posisi fungsional eksremitas tangan / kaki, mencegah kontraktur Mobilisasi dini menurunkan komplikasi tirah baring, meningkatkan penyembuhan dan normalisasi fungsi organ
Hipertensi pertural adalah masalah umum menyertai tirah baring lama dan dapat memerlukan intervensi khusus
32
3.5 IMPLEMENTASI Nama : Ny.N No.Reg : 4793 Umur : 66 Tahun Ruangan :Seruni No
Tanggal / jam 22-122010
Implementasi
Respon hasil
-mempertahankan mobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring dan spalk
-meninggikan dan mendukung ekstrimitas yang terkena
-mengevaluasi keluhan nyeri lokasi,karakteristik dan intensitasnya
-mengukur TD pasien
Nyeri berkurang
Nyeri berkurang tapi masih edema
Neri p[ada eksremitas bawah sebelah kiri (tibia-fibula) Nyeri nyilu skala 4
TD : 150/90 mmHg
Ketrolak 2x1 amp IV
1
Mengkolaborasikan pemberian obat analgetik sesuai indikasi yaitu:keterolac
membantu mobilisasi dengan kruk dan mengintruksikan keamanan dalam menggunakan alat mobilitas 33
Paraf
Mempertahankan mobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring dan spalk Meninggikan dan mendukung eksremitas yang terkena Mengevaluasi keluhan nyeri Mengukur TD pasien Berkolaborasi dalam pemberian obat analgetik sesuai indikasi yaitu : ketrolak membantu mobilisasi dengan kruk dan mengintruksikan keamanan dalam menggunakan alat mobilitas Mempertahankan mobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring dan spalk Meninggikan dan medukung eksremitas yang terkena Mengevaluasi keluhan nyeri Mengukur TD pasien Berkolaborasi dalam pemberian obat analgetik sesuai indikasi yaitu : ketrolak membantu mobilisasi dengan kruk dan mengintruksikan keamanan dalam menggunakan alat mobilitas
30-122010
34
Membantu menyembuhkan dan menormalisakan fungsikan organ
Nyeri berkurang
Nyeri berkurang tapi masih edema
Skala nyeri 4
TD : 130/90 Ketrolak 2x1 amp IV
35
Membantu penyembuhan dan normalisai fungsi organ
Nyeri berkurang
Nyeri berkurang tapi masih edema
Skala nyeri 3
TD : 130/90 Ketrolak 2x1 amp IV
36
Membantu penyebuhan dan normalisasi fungsi organ
3.5 EVALUASI Nama : Ny.N No.Reg : 4793 Umur : 66 Tahun Ruangan :Seruni Hr/tgl/jam
No.
Evaluasi Keperawatan S : Klien mengatakan nyerinya sudah berkurang
O : skala nyeri:3 Jum'at, 31,des 2010
klien masih tampak lemah 1.
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi S : Keluarga klien mengatakan aktivitas klien masih dibantu oleh keluarga
O : Klien masih tampak dibantu oleh keluarga dalam beraktivitas
Jum'at 31,des 2010
2.
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi 37
paraf
38
BAB IV PEMBAHASAN
Menurut kelompok kami, sudah kami simpulkan pada askep yang kami buat menunjukan dari askep teori dana skep semu memiliki data yang sesuai tanpa menimbulkan fakta dan opini yang perlu dijelaskan. Seperti Etiologi penyakit Patah Tulang,Manifestasi klinik Patah Tulang,Patofisiologi penyakit Patah Tulang,Komplikasi penyakit Patah Tulang,Kriteria Diagnostik penyakit Patah Tulang dari Askep teori sudah dibuktikan faktanya pada askep semu dan sesui .
39
BABV PENUTUP 5.1 Kesimpulan Fraktur adalah terputusnya hubungan atau kontinuitas tulang karena stress pada tulang yang berlebihan. Selanjutnya penulis akan menyimpulakn sesuai dengan tahapan-tahapan yang ada didalam proses keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnose, perencanaan, implementasi, evaluasi. 1. Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi langsung yang penulis dapatkan dari keluarga pasein dan pasien itu sendiri, selain itu juga penulis mendapatkan informasi dari perawat dan catatan medic pasien. 2. Dua diagnose yang penulis temukan pada pasien setelah dilakukan pengkajian yaitu : 1. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d terputusnya kontinuitas jaringan pada tulang / fraktur 2. Gangguan mobilitas fisik b.d kelemahan 3. Dalam menyusun rencana keprawatan pada pasien penulis mengacu pada konsep dasar askep yang kemudian disesuaikan dengan kemampuan pasien dan ruangan perawatan pasien 4. Dalam melakukan tindakan keperawatan penulis tidak melakukan semua yangada dalam rencana keperawatan karena keterbatasan sarana, kemampuan pasien dan waktu yang ada 5. Evaluasi dilakukan pada ketiga hari perawatan sesuai dengan rencana yang telah ada, tetapi masih banyak diagnose yang belum teratasi. 5.2 Saran Bagi pasien dan keluarga Pada penderita fraktur tibia sangat dibutuhkan istirahat total dan minimalkan pengeluaran energy, jadi hal yang paling utama yang dapat dilakukan pasien dan keluarganya jika terjadi komplikasi adalah berupaya untuk beristirahat total. Bagi lahan peraktek Perawatan penderita fraktur tibia memerlukan waktu yang cukup panjang dan sangat beresiko terjadi komplikasi. Dengan demikian perawatan kepada penderita haruslah dilakukan dengan cermat dan tepat, untuk mencapai hal tersebut pihak rumah sakit hendaklah mempunyai perawat yang telah berpengalaman dalam perawatan pasien fraktur tibia.
40
DAFTAR PUSTAKA Smeltzer & Bare. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3. Jakarta : EGC Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta : EGC Price & Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6. Jakarta : EGC Nanda. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda Definisi dan Klasifikasi 2005 -2006. Editor : Budi Sentosa. Jakarta : Prima Medika Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius Lynda Jual Carpenito-Moyet. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC Johnson,M. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC), second edition, Mosby, Philadelphia McCloskey, J.C. 1996. Nursing Intervention Classification (NIC), second edition, Mosby, Philadelphia
41