Filsafat Pendidikan Islam

  • Uploaded by: bahrun
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Filsafat Pendidikan Islam as PDF for free.

More details

  • Words: 3,514
  • Pages: 24
Revitalisasi Pendidikan Islam.(A:8). Ada beberapa alasan mengapa seolah tokoh pendidikan islam tak pernah terlahirkan atau terlahirkan namun tak memiliki relevansi dalam kontek perkembangan ilmu pengetahuan secara global. Jawaban ini menurut saya dan hanya mencoba menjawab mungkin ini tidak termasuk jawaban dari tugas final saya. 1. Walau harus kita akui memang seolah pendidikan atau

perkembangan ilmu pengetahuan tak pernah ada dalam islam,

ini

ditandai

dengan

tingginya

peradaban

barat

terutama setelah islam kalah dalam perang salib, yang mengubah pusat trend ilmu pengetahuan dari timur kebarat, sehingga lahirlah istilah islamisasi, lahirnya istilah islamisasi menunjukkan kedangkalan dan ketidak komprehensifnya kalangan ilmuan dan cendikiawan islam dalam memehami dasar dan sumber ilmu yang sesungguhnya. Walau kita akui dalam perkembangan terkhir barat justru merajai kemajuan namun

benar

adanya

bahwa

hampir

sebagian

besar

perkembangan sains dan ilmu pengetahuan, telah terlebih dulu di konsepkan oleh tokoh pemikir dan filosof dalam Islam dalam bidang kedokteran pendidikan, seni, filsafat dan lain sebagainya. 1

2. Lemahnya tingkat pemahaman masyarakat islam terhadap

dan kurangnya informasi telah menggelapkan mata sebagian dari kalangan islam yang seolah tokoh-tokoh islam hanya berkutat dalam fikih, selain itu interpreatasi dan penela’aahan secara mendasar terhadap apa yang merekan dapatkan sehingga islam tekesan tokoh-tokoh islam hanya bicara soal agama

sebab

lain

adalah

lemahnya

kemampuan

para

intelektual islam sekarang dalam menentukan ukuran-ukuran keilmuan dan hanya selalu merujuk pada barat walau sesungguhnya para pemikir dan ahli-ahli islam telah jauh sebelumnya menjelaskan hal tersebut, sebut saja conotohnya seperti.

Tiori-tiori

pendidikan,

komponan-konponen

pangajaran dan lain sebagainya. 3. Sebagai jawabanya, tentu konsep-konsep keilmuan kususnya

pendidikan harus dibangun kembali dengan sumber-sumber dari islam sendiri, serta dengan interpretasi sungguh-sungguh dari konsep-konsep pendidikan atau nilai-nilai filosofis edukasi yang pernah di kemukakan oleh para konseptor atau filosof islam.

sehingga

akan

muncul

innovator-inovator

dalam

konsep-konsep pendidikan yang lebih up to date, dan mampu menjawab tantangan dunia pendidikan. 2

4. dengan menggali dari sumber-sumber yang utuh dari para

tokoh-tokoh Islam yang mempunyai pandangan komprehensif tentang masalah pendidikan. serta menetapkan sebuah ukuran-ukuran yang jelas dan mampu dibuktikan secara ilmiah sehingga interpretasi-interpretasi tersebut mendapat respon dari berbagai kalangan. sebagai bukti pendangan pendidikan islam mampu menjawab persoalan pendidikan modern. 5. Menjadikan

pemikiran-pemikiran

tokoh

pendidikan

islam

sebagai tela’ah dan mata kuliah wajib bagi setiap mahasiswa dan disetiap perguruan tinggi islam.

Nilai Filosofis-Pedagogis Ibnu Sahnun dan Al Qabisi.(A:1). Ibnu sahnun adalah seorang tokoh pendidikan islam abad ke tiga H. Al qabisi, merupakan murid dari ibnu sahnun, ia merupakan seorang penulis dan juga seorang ulama yang terkenal dan mempunyai perhatian yang besar dalam bidang pendidikan, al qabisi yang merupakan murid dari ibnu sahnun juga merupakan seorang ulama yang memliki perhatian yang besar terhadap pendidikan, ini dapat dilihat dari karya al qabisi yang dianggap konpehensif dari beberapa penulis dan ulama lain sebelumnya, 3

yang juga berminat dalam lapangan pendidikan sebagai contoh adalah ibnu sahnun, ibnu khaldun dll. Dalam tulisan ini hanya dijelaskan tentang pandangan dan konsep-konsep pendidikan islam yang dikemukan oleh al qabisi. Dia adalah seorang tokoh, ulama hadits dan seorang tokoh dalam bidang pendidikan, yang hidup antara 324-403H dikota Qaeruan, nama lengkapnya adalah ; abu hasan ali bin Muhammad bin qallaf al qabisi, ia lahir pada bulan ra’jab 224H, ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa ia adalah ponakan dari seorang yang berasal dari kafilah al qabisi, selain itu juga pamanya selalu memakai surban rapat-rapat sehingga dipanggil qabisi. Para pengamat aliran al qabisi sepakat bahwa ia adalah seorang ulama yang hafal hadits dan terkemuka dalam dalam bidang pendidikan serta alim dalam bidang hadits, ia juga mengintegrasikan

antara

ilmu

dan

ibadah,

al

syahrastani

menjelaskan bahwa mujtahid dan tokoh-tokoh islam terbagi dalam dua golongan yaitu golongan ahli hadits dan fikih dan ahli rakyi di lain pihak (ahli fikir analitis). Golongan ahli rakyi adalah para ulama irak, yang umumnya adalah pengikut mazhab hanafi an-nukmi. Perkembangan mazhab maliki ke afrika, mazhab ini akhirnya terpengaruh dengan mazhab al qabisi yang mereka pilih untuk 4

diikuti, dan disebarkan dikawasan afrika utara. faham al qabisi mendapat tempat bagi masyarakat terutama ketika aliran filsafat, akal dan agama kurang mendapat simpati dari masyarakat. 1. Umur peserta didik Al Qabisi

sebagai seorang ahli fiqh dan hadits mempunyai

pendapat tentang agama yaitu mengenai pengajaran anak-anak di kutab-kutab. Mazhab qabisi berpendapat bahwa pendidikan anakanak sebagai tiang yang pertama dalam pendidikan islam, sebab membangun pendidikan sama dengan membangun dasar yang kokoh maka oleh sebab itu mereka beranggapan bahwa pendidikan anak-anak harus dengan sungguh-sungguh, karena mengajar anakanak merupakan tuntutan bangsa, dalam hal usia pendidikan al qabisi tidak menjelaskan tentang batasan umur dalam mengkuti pendidikan dikuttab, mengingat pendidikan anak merupakan tugas dan tanggung jawb orang tua sampai anak menjadi seorang mukallaf. 2. Tujuan pendidikan Sebagai seorang yang memiliki keteguhan dalam agama ini dibuktikan dengan keluasan ilmunya dalam bidang fikih yang berdasarkan al qur’an dan hadits, dalam merumuskan tujuan pendidikanpun al qabisi menghendaki bahwa tujuan pendidikan 5

adalah untuk menumbuh kembangkan pribadi anak sesuai dengan nilai-nilai islam yang benar. Lebih spesifiknya begitu menurut al jumbulati bahwa al qabisi ingin mengatakan bahwa

tujuan

pendidikan adalah untuk mengembangkan kekuatan akhlak anak, menumbuhkan

rasa

cinta

agama,

berpegang

teguh

pada

ajarannya , serta berprilaku sesuai dengan nilai-nilai agama yang murni.selain itu juga al qabisi mengginginkan anak-anak memiliki ketrampilan dan keahlian pragmatis yang dapat mendukung kemampuannya dalam mencari nafkah. 3. Metode pendidikan dan kurikulum pengajaran

Anak-anak yang belajar dikuttab mula-mula yang diajarkan adalah menghapal al qur’an, menulis. Anak-anak belajar dikuttab sampai akil baligh, yang dipelajari adalah ilmu-ilmu al qur’an, menulis, nahu dan bahasa arab, dengan metode menghafal dan demontrasi dimana siswa mulai dengan menghafal secara pribadi atau kelompok, dimana guru membaca ayat tersebut dengan mengulang-ngulang kemudian murid megikuti gurunya. lingkungan social pada zaman al qabisi adalah lingkungan religious

yang

bersih,

oleh

karenanya

tinjauan

kerikulum

pengajaran sesuai dengan sudut pandang ahli agama. Diantara pandagan al qabisi adalah bahwa agama mempersiapkan anak6

anak untuk kehidupan yang serba baik, dan baginya kurikulum pendidikan dapat dibagikan dalam dua bagian yakni kurikulum ijbar (wajib) dan kurikulum iktiari (tidak wajib)1. a. Kurikulum Ijbari

Pertama

yaitu

kurikulum

wajib

jika

ditinjua

dari

segi

pendidikan modern adalah lebih baik dan berdaya guna, karena ini mendapat pengakuan dari Negara islam tentang cara mendidik dengan mendahulukan pengajaran al qur’an, serta dengan tulis baca serta nahwu, bahasa arab. Tidak terdapat perbedaan antara pendidikan yang diadakan dikutab-kutab pada abad ketiga H, dengan beberapa abad sesudahnya, sebab esensi keberhasilan adalah terletak pada sikap taat dengan taklid untuk melestarikan peninggalan masa lalu. Kondisi lingkungan hidup dan social-budaya pada masa al qabisi adalah bersifat keagamaan yang mentap sehingga tidak menimbulkan atheis, maka dari itu al qur’an dan shalat beserta segenap ilmu yang berkaitan pemahamannya dikenal oleh setiap orang muslim, mulai dari usaha memotivasi sampai kegiatan mempelajari ilmu-ilmu tersebut adalah wajib. ini didorong oleh gambaran yang benar dari semangat zamannya, sehingga al qabisi 1

Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam.(Jakarta.Raja Grafindo,2003).hal.28. 7

memperkuat dan mengabadikan system pengajaran seprti ini. Al qabisi dan ahli fiqh pada masa itu telah berusaha menerangkan pandangan mereka tentang isi kurikulum ijbari sebagai jawaban diamasanya. b. Kurikulum Iktiyari

Ilmu-ilmu iktiyari pada jenjang pendidikan dasar adalah ilmu hitung, syair, sejarah, ilmu nahu, dan bahasa arab.kurikulum iktiyari harus tunduk kepada tujuan pendidikan pada zamanya dan memenuhi tuntutan masyarakat, juga harus sesuai dengan jenjang pendidikan. Mengikuti poolitik pendidikan yang digariskan oleh pemerintah zamannya. 1. Demokrasi pendidikan, penyatuan laki-laki dan perempuan dalam

satu ruangan Al

qabisi

menjelaskan

bahwa

belajar

merupakan

suatu

kewajiban bagi setiap muslim maka dengan sendirinya tidak terdapat

perbedaan

antara

laki-laki

dan

perempuan

dalam

mendapatkan ilmu pengetahuan, ia juga beraggapan bahwa setiap anak yang belajar dikuttab tidak di bedakan baik oleh status social maupun ekonomi, dalam proses belajar mengajar hendaknya seorang guru mengajar dalam satu ruangan saja dan tidak dipisahpisahkan menjadi beberapa tingkat. 8

Sejalan dengan pandangannya yang mengatakan bahwa tidak terdapat perbedaan dalam proses belajar mengajar maka al qabisi mengatakan bahwa mengajar merupakan kewajiban agama, untuk mendukung terlaksananya demokrasi pendidikan atau pemerataan pendidikan al qabisi manganjurkan bahwa orang-orang islam yang berkemampuan material hendaknya mau berbuat banyak untuk menolong memberikan bantuan biaya pendidikan bagi anak-anak yang kurang mampu atau menjadi orang tua asuh. Berkaitan dengan ini al qabisi menganjurkan dibuatnya baitul mal yang tugasnya antara lain memberikan bantuan biaya pendidikan, termasuk juga biaya untuk tenaga pengajar. Al

qabisi

tidak

setuju

dalam

proses

belajar

mengajar

bbercampur antara anak laki-laki dan perempuan didalam kuttab, sehingga anak-anak itu belajar hingga baliqh menurut al qabisi, bahwa percampuran itu tetap berkesan tidak baik, walau kelihatan kuno namun ia yakin bahwa itu adalah yang sesuai dengan ajaran agama islam. Selain itu juga ia berpendapat bahwa anak-anak itu akan rusak moralnya, al qabisi melihat bahwa dorongan jiwa anak terhadap lain jenis dapat merubah sikap akhlak dan agamanua,

9

sebab pemenuhan dorongan jenis kelamin merupakan tenaga yang kuat dalam jiwa remaja.2 Ada beberapa nilai yang dapat disimpulkan dari pandangan al qabisi tentang konsep pendidikan yang ia tawarkan : a. Dari segi peserta didik; ia tidak membatasi umur dan golongan serta jenis kelamin dengan alasan bahwa setiap orang islam berhak mendapatkan pendidikan dimanapun dan dengan kondisi social ekonomi apapun. b. Dari segi metode;

dalam melaksanakan pembelajaran

hendaknya seorang guru betul-betul memahami peserta didiknya dengan memberikan pelajaran hanya untuk satu kelas

saja(kusus

untuk

tingkat

ibtidaiyah),

dalam

melaksanakan pembelajaran siswa diharuskan menghapal secara

berulang-ulang,

setelah

didemontrasikan

bacaaannya oleh guru. c. Dari segi bahan ajar/meteri palajaran al qabisi membagikan dua bahan ajar yaitu bahan ajar ijbary dan iktiyari, yang dapat disesuaikan dengan situasi zaman,

2

Arifin. terjm. Perbandingan Pendidikan Islam .Ali Jumbulati (Jakarta . Rineka cipta.cet.II.2002).hal.76. 10

d. Dari

segi

tujuan

pendidikan;

al

qabisi

menekankan

pentingnya nilai etika dan moral dalam menetapkan tujuan pendidikan. e. Nilai paling subtansial dimasanya adalah kemampuanya

dalam

mencetuskan

pendidikan

sebagai

al

ternatif

pemahaman masyarakat, juga sebagai salah satu jawaban terhadap persoalan yang tidak terakomodir dalam mazhab Ahlusunnah fiqh dan al hadits,

tentang tujuan yang ingin

dicapai dari proses pendidikan yaitu perpaduan antara nilai ketuhanan dan aplikasinya yang dilandasi dengan akhlak dan etikan qur’an.

Filsafat Jiwa menurut Ibnu Sina.(A:10). Jawaban ini mungkin tidak begitu memuaskan karena yang menjadi esensi dari pandangan ibnu sina tentang dimensi filsafat tentang jiwa dalam penjelasan berikut, tapi akan dicoba dengan memberikan gambaran secara sepintas lalu. Ibnu sina dia merupakan salah seorang yang filosof dimasa yang menonjol dimana pemikiran filsafatnya sangat beragam, tidak terkecuali dalam bidang pendidikan, dalam konteks pendidikan ia sangat menekankan tentang pengembangan dan pemeliharaan 11

mental dan fisik. Ibnu sina mencoba menghubungkan pendidikan akhlak dengan kesehatan rohani dan jasmani, serta kewajiban memelihara akhlak sesuai dengan tuntutan pendidikan anak. Ia mengingatkan “wajib diupayakan sungguh-sungguh memelihara akhlak anak dengan cara tidak menimpakan amarah secara berlebih-lebihan atau menakut-nakuti secara berlebih-lebihan atau dengan membuatnya sedih dan membuatnya melek (tidak tidur)”. Tetapi harus dipikirkan sebaliknya bagaimana agar apa yang disukai anak, dan apa yang menjadi hobinya dapat didekatkan secara dekat kepada mereka. Sedangkan apa yang ia benci jauhkan dari

padanya,

melainkan

juga

janganlah

harus di beri

dihadapkan

kemudahan untuk

kepada

kesulitan,

mengembangkan

keahliannya. Banyak filosof yang memliki perhatian yang mendalam tentang jiwa mulai dari plato, aristoteles hingga ibnu sina, ibnu sina dianggap

orang

yang

lebih

serius

dalam

mendalami

dan

menjelaskan tentang jiwa ini dapat dilahat dari karya-karyanya dan perhatiannya tentang jiwa telah terlihat sejak ia muda dengan menulis tentang pandangannya menyangkut kejiwaan, beberapa karyanya yang monumental adalah al qanun, asyifa dan al najah dalam tiga karyanya ini ia memberikan perhatian yang lebih 12

konprehensif tentang jiwa, dalam al qanun ia menjelaskan jiwa menurut

metoda

kedokteran,

yang

paling

berkesan

dalam

penjelasannya tentang kekuatan jiwa adalah yang dipersembahkan kepada khalifah Nuh bin Mansur, kemudian dilengkapi dengan pembahasan pengetahuan jiwa rasional dan hal ihwalnya. Dalam menjelaskan bahwa jiwa itu adalah jauhar rohani, definisi ini mengisyaratkan bahwa jiwa merupakan subtansi rohani, tidaka tersusun dari meteri-meteri sebagaimana jasad. ibnu sina dalam menjelaskan defenisi ini tidak keluar dari kontek filsafatnya secara global, dalam memberikan penjelasan mmenyangkut jiwa ia memilki

metode

dan

tujuan

tersendiri,

usahanya

dalam

mengkompromikan, menyusun dan menghimpun sehingga memilki karasteristik tersendiri.3 Ibnu sina dalam menindentifikasi dan menjelaska jiwa paling tidak menurutnya jiwa memiliki dua aspek : A. Segi Fisika;

Membicarkan tentang jiwa tumbuh-tumbuhan, binatang, dan manusia. 1. Jiwa tumbuh-tumbuhan mempunyai tiga daya makan, tumbuh, dan berkembang biak. Jadi jiwa pada tumbuh-tumbuhan hanya 3

A. Mustafa , FILSAFAT ISLAM ,Untuk Fakultas Tarbiyah Syariah, Dakwah, Adab Dan Ushuluddin(Bandung:Pustaka Setia.1999).hal.204. 13

berfungsi untuk makan, tumbuh dan berkkembang biak. 2. Jiwa binatang mempunya dua daya; a. gerak(al mutaharrikat) dan menangkap b. (al mudrikat), daya yang terakhir ini terbagi dala dua

bagian: 1. Menangkap dari luar(al mudrikat min al kharij) 2. Menangkap dari dalam(al mudrikat min ad dhaqil)

Indra indra batin (al hawas al bathiniyat) terdiri atas: a. indra bersama (al hiss al musytarak) b.indra al khayal c. imajinasi d. indra wahmiyah e. indra pemeliharaan(rekoleksi). 3. Jiwa manusia, yang disebut juga al nafsu anthiqat mempunyai dua daya: yaitu daya praktis (al’amilat) dan tioritis ( al alimat ).daya praktis berhubungan dengan jasad sedangkan daya teoritis berhubungan dengan hal yang abstrak.daya tioritis memiliki empat tingkat: a. akal materil (al aql al hayulany) memiliki potensi yang belum dilatih b. akal al malakat (al aql al malakat) telah mulai dilatih hal-hal abstrak. 14

c. akal actual (al aql bi af’ali)

yang telah dapat berfikir

tentang yang abstrak. d. akal mustafad(al aql al mustafad) telah dapat menerima dan sanggup berfikir dan dapat

berhubungan dan dapat

menerima limpahan ilmu pengetahuan. B. Meta Fisikan Membicarkan Hal-Hal Berikut. 1. Wujud Jiwa Dalam membuktikan adanya jiwa ibnu sina mengenukakan empat alasan berikut: a. Dalil alam kejiwaan. 1. Gerakan paksaan yaitu gerakan yang timbul pada suatu benda disebabkan adanya dorongan. 2. Gerakan tidak terpaksa. Yaitu gerakan yang terjadi baik yang sesuai dengan hokum alam maupun yang berlawanan. a. Konsep “aku” dan kesatuan fanomena psikologis. Dalam pemahaman ini ibnu sina menjelaskan kesatuan antara fisik dan jiwa, sebagai contoh ia menjelaskan ketika seseorang

mengatakan

(tepejam)bukanlah

mata

akan tapi

tidur

maka

jiwanya

yang atau

tidur ketika

15

seseorang mengajak berbincang maka pada hakikatnya yang berbincang adalah jiwanya. Dalam psikologis terdapat keserasian dan koordinasi yang mengesankan yang menunjukkan adanya seuatu kekuatan yang

mengatur

dan

menguasainya.walaupun

kadang

saling bertentangan namun pada dasarnya berada pada satu focus, yang dan

dapat

tetap

memiliki hubungan yang kokoh

menghimpun

berjauhan.kekuatan

yang

bagian-bagian

mengatur

dan

yang

menguasai

tersebut adalah jiwa. b. Dalil kontiuitas Pandangan ini didasarkan pada perbandingan jiwa dan jasad.jasad manusia akan senantiasa akan mengalami perubahan dan pergantian.demikian juga halnya dengan bagian jasad yang lain, selalu mengalami perubahan, sedangkan jiwa akan bersifat kontiu (istimrar), tidak mengalami perubahan dan pergantian. c. Dalil manusia malayang atau terbang diudara. Diandaikan jika seseorang jikan seseorang yang diciptakan sekali jadi dan memiliki wujud yang sempurna, kemudian diletakkan dalam dalam udara dengan mata tertutup, 16

namun demikian ia dapat merasakan bahwa ia itu ada, pada saat itu juga ia menghayal bahwa bahwa ia memiliki tangan dan seterusnya, dengan demikian, berarti bahwa penentapan tentang wujud dirinya bukanlah hal dari indra dan jasmaniyah, melainkan dari sumber lain yang berbeda dengan jasad yakni jiwa. Ibnu sina menjelaskan bahwa kesatuan antara jiwa dan jasad adalah bersifat accident, hancurnya jasad tidak akan membawa hancurnya jiwa(roh), untuk mendukung pendapatnya

ini ia

mengemukakan beberapa argument; a. Jiwa dapat mengetahui objek fikiran(ma’qulat)dan ini tidak

dapat dilakukan oleh jasad. b. Jiwa dapat mengetetahui hal-hal yang abstrak(Kully), dan

juga zat dan alat. c. Jasad atau organ digunakan terus menerus akan rusak dan lelah, sedangkan jiwa tidak. d. Jasad dan perangkatnya akan mengalami kelemahan pada waktu usia tua.

C.Hubungan Jiwa Dan Jasad.

17

Menurut ibnu sina antara jiwa dan jasad memiliki hubungan yang erat dan keduanya saling membantu, jasad adalah tempat bagi jiwa, adanya jasad merupakan syarat mutlak terciptanya jiwa. Dengan kata lain jiwa tidak akan diciptakan tanpa adanya jasad yang akan ditempatinya. Walau penegasan ini sebelumnya telah dikemukakan oleh para filosof seperti plato yang menjelaskan hubungan antara jiwa dan jasad, aristoteles menjelaskan hubungan antara

jiwa

dan

jasad

bersifat

essensial

sedangkan

plato

mengatakan bahwa hubungan antara jiwa dan jasad bersifat accident dengan demikian bisa diketahui kemana arah kecndrungan pemikiran ibnu sina menyangkut hubungan antara jiwa dan jasad. D.Kekekalan Jiwa Ibnu sina berpandangan bahwa jiwa manusia diciptakan setiap kali jasad yang akan ditempatinya telah ada.dari penjelasan ini ia mencoba menberikan argumentasi yang berlawanan dengan plato dimana plato mengatakan bahwa jiwa telah ada dialam ide sebelum yang akan ditempati itu ada. Ibnu

sina

memiliki

kecendrungan

berkesimpulan

sesuai

dengan apa yang disinyalkan dalam al qur’an. Menurutnya jiwa manusia berbeda dengan tumbuhan dan hewan yang hancur dengan hancurnya jasad. Jiwa manusia akan kekal dalam bentuk 18

individual, yang akan menerima pembalasan. kekalnya itu karena dikekalkan Allah.jadi jiwa itu baharu karena diciptakan punya awal dan akhir. Untuk menjelaskan kekalnya jiwa ibnu sina mengemukakan dalil-dalil berikut: a. Dali al infishal; yaitu perpaduan antara jiwa dan jasad bersifat

accident

masing-masing

unsure

mempunyai

subtansi tersendiri yang berbeda satu dan lainya. b. Dalil bashathat; yaitu jiwa adalah juahar rohani yang hidup selalu dan tidak mengenal mati. Sebab hidup adalah sifat jiwa. Dan mustahil bersifat lawanya yaitu mati dan fasad. c. Dalil al musyabahat; dalil ini bersifat metafisik. Jiwa

manusia, sesuai dengan filsafat esensi, bersumber dari akal fa’al(akal sepuluh)sebagai pemberi segala bentuk. Karena akal sepuluh merupakan esensi yang berfikir, azali, kekal, maka akal sebagai ma’ul (akibat)-nya akan kekal sebagaimana ‘illat (sebab)-nya.4

Dari penjelasan ini ibnu sina mengemukakan bahwa pada hari akhir nanti yang dibankitkan hanyalah roh sedangkan jasad 4

Sirajuddin zar, Filsafat Islam. filosof dan filsafatnya. (Jakarta. PT.Raja Grafindo persada.2007),hal.104. 19

tidak sehingga sebagian filosof muslim semisal al ghazali mengkritik pandagan ibnu sina ini.Sejauh penjelasan ibnu sina bahwa jiwa mansia jauh lebih mulia dari jiwa binatang dan tumbuhan ini dikeranakan jiwa manusia mempunyai daya-daya selain sebagai dasar befikir.

Prospek

Rekontruksionisme

dalam

Pendidikan

Global.

(B:10). Untuk menjelaskan hal ini ada baiknya kita melihat kembali konsep seperti apa yang ditawarkan oleh aliran ini, sehingga sebagian orang menganggap rekontruksionalisme dianggap sebagai aliran filsafat yang memiliki peran begitu besar kususnya dalam bidang pendidikan untuk masa yang akan datang. Rekontruksionalisme adalah sebuah aliran filsafat yang lahir pada abad ke 19 yang dipelopori oleh George count, Harold rug, rekontruksionalisme

berpandagan

pentingnya

merekontruksi

kembali kehidupan manusia dengan sebuah pemahaman yang baru, dan sama sekali baru. Filsafat ini mencoba memperbaiki atau mengatasi

krisis

kehidupan

modern,

dalam

hal

ini

rekontrusionalisme sepakat dengan apa yang diperjuangkan oleh perenialisme. Jika perenialisme ingin mengembalikan masyarakat 20

keabad pertengehan, maka rekontruksionalisme agak berbeda, dimana

rekontruksionalisme

menempuh

cara

membina

suatu

kosesus yang lebih luas tentang tujuan utama dan tertinggi dalam kehidupan manusia.5 Rekontruksionalisme

berpandangan

bahwa

untuk

membangun sebuah masyaratkan yang benar-benar baru adalah dengan pendidikan, dan sebuah konsesus yang disepakati oleh semua orang, sehingga tokoh aliran ini mengatakan bahwa nilai terbesar suatu sekolah, adalah mampu menghasilkan manusiamanusia yang dapat berfikir secara efektif dan bekerja secara konstruktif pada saat bersamaan membuat suatu dunia yang lebih baik dibandingkan dengan sekarang ini. Menurut

aliran ini juga bahwa tugas penyelamatan dunia

merupakan tugas semua umat manusia atau bangsa. oleh sebab itu membina kembali daya intelektual dan spiritual yang sehat melalui pendidikan yang tepat, adalah atas dasar norma dan nilai yang pandang amat penting. Pandangan mereka yang sangat demokratis dan menglobal adalah ketika rekontruksionalisme mangatakan bahwa masa depan suatu bangsa merupakan suatu dunia yang diatur dan diperintah 5

Disadur dari makalah Pendidikan Menurut Rekontruksionalisme dan bacaan lainnya. 21

oleh rakyat secara demokrasi dan bukan dunia yang dikuasai oleh sebagian

orang,

Sehingga

untuk

mencapai

itu

mereka

menginginkan pendidikan yang membangkitkan kemapuan peserta didik

secara

konstruktif

menyesuaikan

diri

dengan

tuntutan

perubahan dan perkembangan masyarakat sebagai dampak dari ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga peserta didik tetap berada dalam suasana yang bebas. Melihat

beberapa

hal

dalam

ranah

pemikiran

aliran

rekontruksionalisme terutama dalam pendidikan mereka lebih menekankan pada aspek realita dimana mereka mengadopsi pandangan

kaum

memandang membutuhkan

progressive,

bahwa

untuk

pengetahuan.

sehingga

memahami kedua

rekontruksionalisme realita

dasar

alam

nyata

kebenaran

dapat

dibuktikan dengan yang ada pada diri sendiri. Menyimak sekalian penjelasan diatas ada nilai prospektif sehingga sebagian orang mengganggap bahwa rekonruksionalisme memang dapat diterapkan dimasa yang akan datang, ini didasarkan pada

beberapa

pengetahuan,

alasan

kedua

pertama

kebutuhan

tuntutan akan

kemajuan

kebersamaan

ilmu dalam

pemenuhan kebutuhan manusia yang dapat dilakukan tanpa batasan jarak geografi, ketiga kebutuhan akan rasa nyaman dari 22

semua manusia dalam sebuah tatanan bumi yang menglobal , sehingga

tanpa

jarak

dengan

sendirinya

masyarakat

sangat

membutuhkan sebuah tatanan masyarakat yang demokrasi. Dalam hal pendidikan adalah ide-ide rekontruksionalisme memang bukan akan berjalan akan tetapi sekarang justru itu yang sedang berjalan, ini dapat dilihat dari berbagai lembaga pendidikan yang menerima siswa-mahasiswa dari berbagai belahan dunia yang belajar secara bersama dengan standard dan nilai yang sama, sehigga dengan sendirinya akan tercipta sebuah pengalaman pendidikan yang menglobal, pada tingkat pendidikan menengahkebawah sekarang banyak sekolah yang telah menerapkan system, materi ajar, kompetensi dengan standar-standar yang berlaku secara global. Ini adalah indikasi bahwa pendidikan merupakan satu alat

penghubung

nilai

dan

standar

keilmuan

yang

merata

diberbagai belahan dunia. Tapi satu hal yang masih perlu dipertanyakan dan dianggap sebagian orang sebagai susuatu yang semu adalah pandangan rekontruksionalisme tentang usaha aliran filsafat ini mencoba mensterilkan manusia dari belenggu dampak kemajuan kemajuan teknologi, ini dikerenakan bahwa kemajuan teknologi adalah simbul dari kemajuan peradaban dan identitas perkembangan serta 23

menusia tidak akan mungkin meniggalkan teknologi, yang telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Dalam metode pengajaran aliran ini lebih menekankan pada aspek siswa (student centered), sebab tujuan pendidikan yang ingin dicapai adalah terciptanya tatanan masyarakat yang berilmu dan berlandaskan nilai-nilai, sehingga pendidikan begitu pendidikan begitu

juga

berdasarkan

kurikulum landasan

pendidikan yang

kuat

harus dan

dirumuskan

hasil

dari

harus

riset-riset.

Pendidikan dibina untuk menciptakan kesadaran peserta didik terhadap masalah-masalah yang mereka hadapi dan membantu mereka untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut dengan baik.

24

Related Documents

Filsafat Pendidikan
November 2019 41
Filsafat Pendidikan
June 2020 23

More Documents from "Arwin Zoelfatas"