Fase Awal An Stain

  • Uploaded by: Prof. DR. H. Imam Suprayogo
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Fase Awal An Stain as PDF for free.

More details

  • Words: 2,145
  • Pages: 7
Fase Awal Pengembangan STAIN/UIN Malang Bagikan 27 Maret 2009 jam 9:56 Bagian ini akan menjelaskan tentang apa saja yang dilakukan oleh STAIN Malang yang bersifat strategis sebagai basik pengembangan selanjutnya. Pada fase awal ini, sesungguhnya kegiatan lebih banyak diarahkan untuk membangun kepercayaan warga kampus kepada pimpinan melalui berbagai tawaran-tawaran program kegiatan yang dianggap menarik. Selain itu, yang dianggap penting segera diselesaikan adalah menyangkut legalitas kelembagaan yang belum disentuh sebelumnya. Beberapa hal yang dilakukan pada fase awal ini antara lain : (1) Menyelesaikan perijinan program studi yang terlanjur dibuka, (2) Menyusun visi, misi dan tradsi STAIN Malang, (3) Membuat perencanaan pengembangan STAIN Malang 10 tahun ke depan, (4) Memakmurkan masjid, (5) Menata kebersihan kampus, (6) memperkukuh program khusus pengajaran Bahasa Arab Intensif, (7) Memperkenalkan eksistensi STAIN Malang ke dunia luar yang lebih luas, (8) Mengendorkan berbagai aturan sepanjang bisa ditoleransi, (9) Mencari sumber-sumber tambahan pendanaan, (10) Merumuskan pengembangan STAIN Malang ke depan. (1) Menyelesaikan Perijinan Program Studi Ketika masih berbentuk Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Malang, perguruan tinggi Islam ini hanya memiliki dua jurusan, yaitu jurusan pendidikan agama Islam dan jurusan pendidikan Bahasa Arab. Kemudian setelah berubah menjadi bentuk sekolah tinggi (STAIN) Malang pertengahan tahun 1997 dibukalah beberapa jurusan, yaitu (a) jurusan Psikologi, (b). Jurusan syari’ah, (c) jurusan pendidikan matematika, (d) jurusan biologi dan (e) jurusan pendidikan Bahasa Inggris. Kecuali dua jurusan lama yaitu pendidikan agama dan Bahasa Arab semua jurusan baru tersebut belum mendapatkan ijin dari Departemen Agama. Pembukaan beberapa jurusan baru tersebut sesungguhnya selain didasarkan atas keinginan internal kampus juga didorong oleh Direktur Perguruan Tinggi Agama Islam, yaitu Drs.Murni Djamal,MA yang disampaikan pada kesempatan penyerahan secara resmi kewenangan sekolah tinggi dari IAIN Sunan Ampel ke masing-masing sekolah tinggi yang dipusatkan di STAIN Mataram. Pada kesempatan itu Drs.Murni Djamal, MA secara lisan menyampaikan agar masing-masing STAIN membuka program studi yang sekiranya dibutuhkan oleh masyarakat. Apa yang disampaikan oleh Murni Djamal kiranya tidak lepas dari upaya menerjemahkan pikiran-pikiran Dirjen Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, yang ketika itu dijabat oleh : Prof.A.Malik Fadjar,M.Sc. Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam ketika itu

memberikan keleluasaan agar perguruan tinggi melakukan langkahlangkah kreatif dalam rangka mengembangkan diri. Pengurusan perijinan dari Departemen Agama beberapa program studi yang terlanjur dibuka tidak mengalami kesulitan. Bahkan berkasberkas usulan yang diajukan rupanya tidak melewati proses penilaian yang terliti. Hal itu terjadi oleh karena mungkin masih dalam suasana peralihan ---perubahan dari IAIN ke STAIN, dan juga bisa jadi para pejabat yang menangani teknis perijinan itu berusaha menyesuaikan style kepemimpinan ---A.Malik Fadjar, pada saat itu yang menghendaki serba cepat dalam segala kerja dan pelayanannya. Seluruh program studi yang diusulkan disetujui dan bahkan disarankan agar menambah program studi baru yang dipandang penting karena lulusannya sangat dibutuhkan oleh madrasah, yaitu jurusan Pendidikan Ilmu Sosial. Kesulitan yang dialami tatkala penyeleaian perijinan hanyalah bersifat teknis dan segera dilakukan perubahan setelah diadakan klarifikasi dengan pihak Dirjen. Kekeliruan itu berupa bahwa jurusan Psikologi yang diusulkan berdiri sendiri oleh pihak Dirjen Kelembagaan Agama Islam dimasukkan pada jurusan Tarbiyah sehingga hanya berstatus sebagai program studi pada jurusan itu. Padahal yang dikehendaki jurusan psikologi dapat berdiri sendiri. Kemudahan yang dirasakan tatkala penyelesaian perijinan ini ternyata pada masa selanjutnya menjadi penyebab terjadinya gelombang prote dari mahasiswa, setelah mereka tidak mau akan mendapatkan gelar sebagaimana lazimnya gelar yang dapat dikeluarkan oleh perguruan tinggi yang berada di bawah Departemen Agama, yaitu Sarjana Agama (S.Ag) untuk semua jurusan. Persoalan gelar ini ternyata menjadi isu nasional yang agaknya sulit dipecahkan tanpa melibatkan Departemen Pendidikan Nasional, oleh karena persoalan gelar ini tidak mungkin hanya diputuskan oleh Departemen Agama sendiri. (2) Menyusun Visi, Misi dan Tradisi STAIN Malang STAIN Malang secara resmi berdiri, berpisah dari induknya, ---IAIN Sunan Ampel Surabaya, pertengahan tahun 1997. Kepemimpinan pada saat itu dipegang oleh pejabat ketua STAIN yaitu Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Malang (sebelum mengalami perubahan status). Baru pada tanggal 7 Januari 1998 dilantik ketua baru difinitif hasil sebuah pemilihan sebagaimana aturan main yang ada. Segera setelah dipilih sebagai Ketua STAIN Malang hal mendesak ialah melakukan langkah-langkah konsolidasi internal. Pertanyaan yang muncul ketika itu adalah, mau dibawa kemana perguruan tinggi Islam negeri yang sudah berumur puluhan tahun setelah berubah nama

menjadi sekolah tinggi terpisah dari induknya. Pertanyaan ini wajar terjadi karena selain disebabkan oleh faktor kelembagaannya yang masih baru juga kepemimpinannya baru pula. Untuk memberikan arah pengembangan ke depan, maka disusunlah visi, misi dan tradisi STAIN Malang. Dalam visi, misi dan tradisi itu dijelaskan tentang arah pengembangan, tujuan dan gambaran yang akan diwujudkan oleh perguruan tinggi Islam ini secara menyeluruh, menyangkut profil kelembagaan, porfermence kampus, profil dosen, karyawan serta mahasiswa yang ideal, hubungan civitas akademika dan lain-lain. Dengan rimusan visi, misi dan tradisi ini diharapkan seluruh warga kampus STAIN Malang memiliki gambaran ideal mengenai perguruan tinggi ini ke depan. Selain itu mereka akan memiliki panduan tentang gambaran ideal masing-masing peran yang ada di kampus ini. Suatu misal, karasteristik apa yang harus melekat pada sosol ideal seorang dosen dikampus ini. Begitu pula peran-peran lain seperti karyawan maupun mahasiswa serta para alumninya. Rumusan visi, misi dan tradisi ini dibukukan, bahkan dicetak dalam tiga bahasa ---Indonesia, Arab dan Inggris, dan disosialisasikan ke seluruh warga kampus. Buku kecil visi, misi dan tradisi ini menjadi bacaan wajib bagi seluruh mahasiswa, termasuk mahasiswa baru pada awal tahun selalu diberi dan dibimbing memahaminya.

(3) Menyusun Perencanaan Pengembangan STAIN Malang 10 tahun ke Depan Mengembangkan perguruan tinggi tidak mungkin hanya melibatkan seorang atau beberapa orang. Peguruan tinggi selalu melibatkan banyak orang yang terdiri atas para pimpinan, dosen, karyawan dan mahasiswa. Sekian banyak orang itu harus diikat oleh misi dan visi yang sama. Betapapun masing-masing individu yang tergabung dalam lembaga ini memiliki kekuatan yang kukuh, akan tidak berarti apa-apa jika kekuatan itu tidak diarahkan pada satu sasaran yang tepat. Untuk mengikat dan sekaligus memberi arah pengembangan maka disusun suatu Perencanaan Pengembangan STAIN Malang 10 Tahun ke Depan. Perencanaan itu berisi gambaran tentang arah pengembangan baik menyangkut struktur keilmuan, kelemba gaan, langkah-langkah yang ditempuh untuk mencapai tujuan, target-target baik menyangkut tenaga pengajar, staf administrasi, maupun juga mahasiswa, sarana dan prasarana dan pendanaan yang dibutuhkan untuk pengembangan

perguruan tinggi Islam ini. Perencaan ini disusun oleh sebuah tim. Untuk mendapatkan gambaran yang luas tentang pengembangan perguruan tinggi, Tim ini ditugasi untuk melakukan studi banding ke beberapa perguruan tinggi baik negeri maupun swasta. Khusus perguruan tinggi swasta dipilih perguruan tinggi yang berada di bawah pembinaan yayasan agama non Islam, seperti ke Universitas Petra Surabaya, Universitas Satya Wacana Salatiga, Universitas Parahyangan Bandung, Universitas Atmajaya Jakarta, Universitas Trisakti, Universitas Guna Dharma, Jakarta dan lain-lain. Sengaja studi banding diarahkan pada perguruan tinggi yang tidak beridentitas Islam untuk membangun kesadaran bahwa ternyata orang lain telah melakukan langkah-langkah strategis dan serius dalam mengembangkan perguruan tinggi. Selain itu, hal yang tidak kurang pentingnya dengan memilih perguruan tinggi yang tidak berlabel Islam untuk menumbuhkan semangat bersaing atau setidak-tidaknya mengejar ketertinggalan selama ini. Sebagai kelengkapan Perencanaan itu juga disusun perencanaan pengelolaan Ma’had sebagai bagian dari pendidikan di STAIN Malang. Maka, untuk memperoleh pengetahuan tentang seluk beluk pembinaan ma’had atau pesantren, tim juga ditugasi untuk melakukan studi banding ke beberapa pesantren dan atau lembaga pengembangan bahasa asing. Beberapa tempat yang dikunjungi ketika itu antara lain lembaga pengembangan bahasa asing (Bahasa Inggris) di Pare Kediri, Pondok Pesantren Gontor Ponorogo, Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo dan lain-lain. Hal penting yang dikemukakan pada naskah perencanaan itu ialah tentang struktur keilmuan yang dikembangkan oleh STAIN Malang. Bersumberkan catatan sejarah diperoleh pemahaman bahwa kehadiran perguruan tinggi Islam dimaksudkan adalah untuk melengkapi apa yang telah dihasilkan oleh pondok pesantren selama itu. Lembaga pendidikan Islam itu ----pesantren, telah menghasilkan ahli fiqh, tafsir, bahasa Arab, hadits, aqidah dan sejenisnya. Ketika itu orang yang berkeahlian dibidang ilmu tersebut dirasakan kurang mencukupi jika tidak dilengkapi dengan ilmu-ilmu lain yang dapat digunakan untuk memecahkan berbagai persoalan kehidupan kontemporer, baik menyangkut ekonomi, politik, hukum, ilmu pengetahuan dan sebagainya. Maka dirumuskan bahwa orang yang mendalami ajaran agama Islam sekaligus ilmu modern itu sebagai ulama yang intelek dan atau intelek yang ulama’. Rumusan itu kemudian dikembangkan agar lebih memenuhi tuntutan masa sekarang menjadi ulama’ yang intelek profesional dan intelek profesional yang ulama’.

Atas dasar pemikiran itu maka, jika STAIN Malang hanya mengembangkan jurusan agama, seperti jurusan tarbiyah, jurusan syari’ah, jurusan ushuluddin dan sejenisnya, maka dipandang tidak akan memenuhi tuntutan tema besar itu. Jurusan-jurusan tersebut hanya akan mengantarkan seseorang menjadi ulama. Karena itu maka dilakukan reformulasi struktur keilmuan yang selama ini dikembangkan. Sebagai seorang ulama tentang harus menguasai instrumen untuk pengembangan ilmu seperti bahasa,---arab dan inggris, logika dan pengetahuan alam dan sosial. Selanjutnya sebagai seorang ulama mereka harus mampu memahami sumber-sumber ajaran Islam serta ilmupendukung lainnya, yaitu al Qur’an, hadits, siroh nabawiyah dan pemikiran Islam. Dan, sebagai intelek mereka harus menguasai salah satu disiplin ilmu pengetahuan modern, seperti ekonomi, psikologi, teknik, pendidikan dan lain-lain. Jika penguasaan pengetahuan instrumental dan juga pengetahuan agama bersifat fardhu ain menguasainya, maka untuk mendalami ilmu-ilmu modern ---pskologi, ekonomi, teknik dan lain-lain bersifat fardhu kifayah. Bangunan keilmuan yang dikembangkan oleh STAIN Malang agar lebih dapat dipahami secara mudah dibuatkan metafora berupa pohon yang tumbuh subur, besar dan rindang serta berbuah yang segar. Sebagai layaknya pohon selalu memiliki akar, batang, dahan, ranting, daun dan buah yang sehat dan segar. Akar digunakan untuk menggambarkan ilmu instrumental yang harus dikuasai terlebih dahulu. Ia merupakan alat atau instrumen, makaharus dipersiapkan secara matang sebelum menjamah lainnya. Ilmu instrumental itu meliputi kemampuan bahasa ----bahasa Indonesia, Bahasa Arab dan Bahasa Inggris, logika atau ilmu mantiq, ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan sosial, sekalipun pada tingkat dasar. Batang digunakan untuk untuk menggambarkan ilmu tentang Islam, meliputi al Qur’an, hadits, sirah nabawiyah dan pemikiran Islam. Semua ilmu yang digambarkan dalam metafora sebagai batang dan akar sebuah pohon besar tersebut sifatnya fardhu ain dbagi seluruh mahasiswa mempelajari dan menguasainya. Sedangkan dahan, ranting dan daun yang bercabangcabang banyak menggambarkan ilmu-ilmu modern yang harus dipilih oleh setiap mahasiswa secara-berbeda-beda. Oleh karena itu mempelajarinya bersifat fardhu kifayah. Sedangkan buah pohon itu untuk menggambarkan hasil dari proses pendidikan yang dikembangkan oleh STAIN Malang yaitu iman, amal sholeh dan akhlakul karimah. Secara lebih rinci,lulusan yang diharapkan lahir dari kampus STAIN Malang dirumuskan dalam bentuk perintah sebagai berikut : .kunuu ulil ilmi, kunuu ulil an nuha, kunuu ulil abshar, kunuu ulil al baab, wajahidu fillah haqqa jihadihi. Kalimat ini ditulis pada prasastiu yang dileakkan didepan pintu masuk Ma’had agar semua santri selalu membaca dan mengingat akan tujuan kampus perguruan tinggi Islam ini dibangun.

(4) Memakmurkan Masjid Mengacu pada sejarah perjuangan Rasulullah, Muhammad saw bahwa dalam membangun kota Madinah dimulai dari masjid. Fungsi tempat ibadah ini yang tampak sesungguhnya sangat sederhana, yaitu untuk beribadah, sholat baik secara sendiri-sendiri maupun berjama’ah. Akan tetapi, di balik fusngi itu sesungguhnya menyimpan fungsi lain yang sangat strategis untuk membangun umat manusia secara keseluruhan, yaitu masjid menjadi instrument untuk menyatukan seluruh jama’ah baik lahir maupun batin. Keberhasilan Rasulullah yang gemilang membangun masyarakat Islam di Madinah ditempuh dengan membangun seluruh masyarakatnya secara komprehensif. Masyarakat meraih kemajuan manakala seluruh anggotanya mengalami mengalami perubahan, baik aspek dhahir maupun batinnya. Perubahan dhahir tidak akan terjadi tanpa dimulai dari keadaan batinnya. Yang dimaksud keadaan batin menyangkut tentang peningkatan pengetahuan, pandangan, keyakinan, komitmen maupun tekat yang bersemayam dihati semua orang. Semua kekuatan itu harus dibangun secara terus menerus tanpa henti, dan itu semua dapat dilakukan melalui masjid. Oleh karena itu maka masjid pada zaman rasulullah, bukan saja digunakan sebagai tempat sholat berjama’ah melainkan juga untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat, termasuk sebagai tempat berlangsungnya pengajaranbaik bagi orang dewasa maupun anak-anak. Memperhatikan fungsi strategis masjid seperti itu maka dalam mengembangkan STAIN Malang ditempuh dengan cara, satu di antaranya ditempuh dengan cara memakmurkan masjid. Pada setiap masuk waktu sholat dhuhur, seluruh dosen dan karyawan dan diharapkan juga diikuti mahasiswa menghentikan pekerjaannya dan menuju masjid untuk menunaikan sholat berjama’ah. Sholat tidak harus di masjid dan juga tidak harus berjama’ah, boleh dilakukan sendiri-sendiri di kantor maupun di rumah setibanya pulang dari kerja. Akan tetapi, kampus sebagai lembaga pendidikan ---pemberian uswah hasanah dan pembiasaan, sholat berjama’ah di kampus dipandag sekaligus sebagai bentuk pendidikan yang strategis. Selain itu, dengan sholat berjama’ah diharapkan terbentuk pula silaturrakhiem yang lebih intensif baik sillaturrakhiem fisik, sillaturrakhiem intelektual melalui kultum yang dilakukan pada setiap selesai sholat maupun sillaturrakhiem batin dan spiritual yang hal itu merupakan kebutuhan setiap orang. Sekalipun gerakan sholat berjama’ah di kampus ini tidak ada seorangpun secara terang-terangan yang tidak menyetujui, akan tetapi

dalam pelaksanaannya tidak sedemikian mudah. Muncullah pada awalnya gurauan bahwa sesungguhnya sholat jama’ah tidak perlu distrukturkan dalam arti didorong dan diatur oleh lembaga. Sholat adalah merupakan urusan pribadi setiap orang dan seharusnya dilakukan atas dasar keikhlasan. Dengan distrukturlkan seperti itu dikawatirkan akan menghilangkan suasana ikhlas yang sesungguhnya menjadi dasar diterimanya ibadah ini dihadapan Allah swt. Sebagai wujud penolakan secara sembunyi-sembunyi ini muncul wacana bahwa seluruh imam madzhab saja tidak pernah ada yang mewajibkan sholat berjama’ah, mengapa di kampus ini kegiatan ritual ini diwajibkan berjama’ah. Sebaliknya, bagi mereka yang memang sudah terbiasa dengan sholat berjama’ah menyambut gembira kebiasaan ini dikembangkan. Maka seringkali dalam kesempatan kultum yang dilakukan pada setiap selesai sholat menjelaskan bahwa rasulullah tidak pernah sholat sendirian sekalipun hal itu ------sholat berjama’ah, tidak dianggap wajib hukumnya. (bersambung)

Related Documents

Fase Awal An Stain
June 2020 14
An Awal 1
November 2019 8
Awal An Pemikiran Mod
June 2020 8
An Awal 2
November 2019 17
An Awal 3
November 2019 7
An Awal 4
November 2019 6

More Documents from ""