EVIDENCE BASED PRACTICE (EBP) ASUHAN PERSALINAN SPONTAN DENGAN INDUKSI
Di susun oleh : 1. Hari Sugiantoro (16010017) 2. Hela Denia Pratiwi (16010018) 3. Ilham Tarich Gustama Putra (16010019) 4. Munawaroh (16010027) 5. Nurul Ainul Yakin (16010030) 6. Riskiyah (16010035) 7. Vivin Damayanti (16010043) 8. Winda Riska Dewi (16010045)
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN dr. SOEBANDI JEMBER PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN 2017/2018
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu keperawatan adalah ilmu yang mempelajari tentang kehamilan, persalinan, dan kala nifas serta kembalinya alat reproduksi ke keadaan normal. Tujuan ilmu keperawatan adalah untuk mengantarkan persalinan dengan selamat dengan kerusakan akibat persalinan sekecilkecilnya dan kembalinya alat reproduksi kekeadaan normal. Kemampuan pelayanan kesehatan suatu negara ditentukan dengan perbandingan tinggi rendahnya angka kematian ibu dan angka kematian perinatal. Dikemukakan bahwa angka kematian perinatal lebih mencerminkan kesanggupan suatu negara untuk memberikan pelayanan kesehatan. Indonesia, di lingkungan ASEAN, merupakan negara dengan angka kematian ibu dan perinatal tertinggi, yang berarti kemampuan untuk memberikan pelayanan kesehatan segara untuk memberikan pelayanan kesehatan masih memerlukan perbaikan yang bersifat menyeluruh dan lebih bermutu. Dengan perkiraan persalinan di Indonesia setiap tahunnya sekitar 5.000.000 jiwa dapat dijabarkan bahwa: 1. Angka kematian ibu sebesar 19.500-20.000 setiap tahunnya atau terjadi setiap 26-27 menit. Penyebab kematian ibu adalah perdarahan 30,5 %, infeksi 22,5.%, gestosis 17′,5 %, dan anestesia 2,0%. 2. Kematian bayi sebesar 56/10.000 menjadi sekitar 280.000 atau terjadi setiap 18- 20 menit sekali. Penyebab kematian bayi adalah asfiksia neonatorum 49-60 %, infeksi 2434 %, prematuritas/BBLR 15-20 %, trauma persalinan 2-7 %, dan cacat bawaan 1-3 %. Memperhatikan angka kematian ibu dan bayi, dapat dikemukakan bahwa: 1. Sebagian besar kematian ibu dan perinatal terjadi saat pertolongan pertama sangat dibutuhkan. 2. Pengawasan antenatal masih belum memadai sehingga penyulit hamil dan hamil dengan risiko tinggi tidak atau terlambat diketahui. 3. Masih banyak dijumpai ibu dengan jarak hamil pendek, terlalu banyak anak, terlalu muda, dan terlalu tua untuk hamil. 4. Gerakan keluarga berencana masih dapat digalakkan untuk meningkatkan sumber daya manusia melalui norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera (NKKBS). 5. Jumlah anemia pada ibu hamil cukup tinggi. 6. Pendidikan masyarakat yang rendah cendrung memilih pemeliharaan kesehatan secara tradisional, dan belum siap menerima pelaksanaan kesehatan modern. Berdasarkan tingginya angka kematian ibu dan perinatal yang dialami sebagian besar negara berkembang, maka WHO menetapkan salah satu usaha yang sangat penting untuk dapat mencapai
peningkatan pelayanan kesehatan yang menyeluruh
dan bermutu
yaitu
dilaksanakannnya praktek berdasar pada evidence based practice. Dimana bukti secara ilmiah telah dibuktikan dan dapat digunakan sebagai dasar praktek terbaru yang lebih aman dan diharapkan dapat mengendalikan asuhan keperawatan sehingga mampu memberikan pelayanan yang lebih bermutu dan menyeluruh dengan tujuan menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian perinatal. B. Tujuan 1. Untuk mengetahui informasi tentang evidence based practice. 2. Untuk mengetahui informasi evidence based practice pada asuhan persalinan induksi.
BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian/Landasan Teori 1. Pengertian EBP Evidence Based Practice (EBP) adalah proses penggunaan bukti-bukti terbaik yang jelas, tegas dan berkesinambungan guna pembuatan keputusan klinik dalam merawat individu pasien. Dalam penerapan EBP harus memenuhi tiga kriteria yaitu berdasar bukti empiris, sesuai keinginan pasien, dan adanya keahlian dari praktisi. Peran perawat melayani penting dalam memastikan dan menyediakan praktik berbasis fakta. Mereka harus terus-menerus mengajukan pertanyaan, “Apa fakta untuk intervensi ini?” atau “Bagaimana kita memberikan praktik terbaik?” dan “Apakah ini hasil terbaik yang dicapai untuk pasien, keluarga dan perawat?” Perawat juga posisi yang baik dengan anggota tim kesehatan lain untuk mengidentifikasi masalah klinis dan menggunakan bukti yang ada untuk meningkatkan praktik. Banyak kesempatan yang ada bagi perawat untuk mempertanyakan praktik keperawatan saat itu dan penggunaan bukti untuk melakukan perawatan lebih efektif. 2. Asuhan Persalinan Normal Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Saifuddin,10). Sedangkan persalinan normal menurut WHO adalah persalinan yang dimulai secara spontan, beresiko rendah pada awal persalinan dan tetap demikian selama proses persalinan. Bayi dilahirkan secara spontan dalam presentasi belakang kepala pada usia kehamilan antara 37 hingga 42 minggu lengkap. Setelah persalinan ibu maupun bayi berada dalam kondisi sehat. Di dalam asuhan Persalinan terdapat 5 (lima) aspek disebut juga sebagai 5 (lima) benang merah yang perlu mendapatkan perhatian, ke 5 aspek tersebut yaitu:
Aspek Pemecahan Masalah yang diperlukan untuk menentukan Pengambilan Keputusan Klinik (Clinical Decision Making).
Aspek Sayang Ibu yang Berarti sayang Bayi.
Aspek Pencegahan Infeksi.
Aspek Pencatatan (Dokumentasi).
Aspek Rujukan.
3. Asuhan Persalinan Spontan Dengan Induksi Induksi persalinan adalah proses untuk merangsang kontraksi rahim sebelum kontraksi alami terjadi dengan tujuan mempercepat proses persalinan. Prosedur ini tidak dapat dilakukan
sembarangan karena mengandung lebih banyak risiko dibandingkan persalinan normal. Mereka yang menjalaninya sebaiknya mendapat informasi selengkapnya tentang alasan, prosedur, dan risiko yang mungkin dihadapi. Tidak ada cara alami untuk memicu kontraksi atau persalinan. Jika setelah tanggal perkiraan kelahiran bayi belum juga menunjukkan tanda-tanda akan melahirkan dan tidak ada masalah kesehatan serius, dokter biasanya akan menunggu hingga dua minggu. Jika kandungan telah mencapai usia 42 minggu, perlu dipikirkan cara untuk mendatangkan bayi ke dunia. Kenapa demikian? Karena setelah masa ini risiko komplikasi bayi dan risiko persalinan akan makin tinggi. Mekonium atau tinja bayi jika tertelan dapat menyebabkan gangguan pernapasan atau infeksi paru-paru pada bayi. Untuk menghindari risiko tersebut, diperlukan induksi untuk mempercepat proses persalinan. Induksi umumnya dilakukan pada kondisi-kondisi air ketuban telah pecah dan belum merasakan kontraksi. B. Indikasi
Kondisi medis ibu : ibu mengalami tekanan darah tinggi (preeklamsia) dan diabetes gestasional (kadar gula darah tidak terkontrol) adalah kondisi yang membuat ibu harus di induksi segera. Kelahiran merupakan satu-satunya cara yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan nyawa ibu.
Pertimbangan bayi : Terdapat keadaan yang mengancam keselamatan janin jika terlalu lama didalam kandungan, diantaranya oligohidramnion (air ketuban sediki), IUGR (Intrauterine Growth Retardation-hambatan pertumbuhan janin), atau janin lewat waktu. Jika ibu merasakan pergerakan janin yang lemah, dan itu disadari pula oleh dokter, meski beberapa pemeriksaan normal, kadang tetap akan melakukan induksi.
Selaput ketuban telah pecah : Sekitar 10% kehamilan akan mengalami pecah ketuban sebelum kontraksi. Jika itu terjadi, ibu dan bayi beresiko terhadap infeksi. Belum ada kesepakatan berapa lama induksi harus dilakukan setelah ketuban pecah, tergantung dari kebijakan rumah sakit masing-masing. Namun, usahakan bayi segera lahir setidaknya 24 jam setelah ketuban pecah.
Kehamilan lewat waktu: setelah kehamilan berusia 41 minggu (atau 7 hari melebihi waktu seharusnya), akan meningkatkan resiko komplikasi pada bayi. Maka dari itu, induksi dibutuhkan. Sedangkan jika kehamilan sudah 42 minggu, atau 14 hari setelah waktu seharusnya, kemungkinan bayi meninggal semakin besar. Karena pada saat itu terjadi penurunan fungsi plasenta. Plasenta memiliki waktu sampai akhir minggu ke42 untuk berfungsi dengan baik. Induksi dibolehkan pada kehamilan 40-42 minggu tergantung keadaan, riwayat kehamilan, dan keputusan dokter secara pribadi.
Jika kehamilan lewat waktu . Jika kehamilan lewat 40 minggu dokter akan melakukan pemeriksaan non-invasif dan profil biofisika untuk mengetahui apakah janin dalam keadaan stres atau tidak. Apabila keadaan janin baik, dapat meneruskan kehamilan sampai kelahiran spontan. Namun jika selama menanti kelahiran spontan itu terjadi masalah, misalnya pergerakan janin melemah akibat kurangnya cairan ketuban, maka induksi akan di lakukan. Keadaan penipisan dan pembukaan mulut rahim saat induksi akan dilakukan merupakan faktor penting yang menentukan apakah prosentase keberhasilan induksi.
Bayi IUGR atau pertumbuhan janin terhambat. . Bila ada tanda-tanda pertumbuhan bayi yang kurang baik.
C. Kontra Indikasi Persalinan Induksi
mengidap infeksi herpes genital.
pernah mengalami operasi caesar dengan sayatan besar atau klasik.
pernah menjalani operasi besar pada rahim, leher rahim yang tertutup plasenta, atau ketika jalan lahir terlalu sempit untuk bayi.
D. Kelebihan dan Kekurangan Persalinan induksi -
Kelebihan
a. Mempermudah proses persalinan bagi ibu yang mengalami sulit melakukan persalinan. -
Kekurangan
a. Persalinan dengan induksi biasanya lebih terasa sakit dibandingkan persalinan normal biasa, sehingga kebanyakan ibu meminta diberikan pereda nyeri selama proses ini. b. Induksi yang terlalu dini dapat menyebabkan bayi lahir prematur. c. Oksitosin atau Prostaglandin adalah obat-obatan yang digunakan untuk induksi. Kedua bahan ini berpotensi memicu beberapa komplikasi, antara lain membuat Detak Jantung Janin (DDJ) menjadi lebih lemah, serta mengurangi suplai oksigen kepada janin. Selain itu, Janin akan merasa tidak nyaman, sehingga dapat membuat kondisi gawat janin (fetal disterss). d. Induksi dapat mempertinggi risiko gangguan pada tali pusat masuk ke dalam vagina sebelum persalinan (prolaps tali pusat). Situasi ini dapat menekan tali dan mengurangi aliran oksigen untuk janin. e. Beberapa metode induksi, seperti pengelupasan lapisan leher rahim, menempatkan Kateter balon pada leher rahim, atau memecahkan air ketuban dapat meningkatkan risiko infeksi pada ibu dan janin.
f.
Induksi dapat meningkatkan risiko otot kandung kemih ibu tidak berkontraksi setelah persalinan, sehingga dapat meningkatkan risiko inkontinensia (tidak dapat menahan Buang Air Kecil) bahkan pendarahan setelah bayi lahir.
g. Oksitosin dapat menyebabkan kondisi gawat janin yang terjadi akibat hiperstimulasi. h. Meski kemungkinannya sangat kecil sekali, namun tetap harus diwaspadai terjadinya Emboli.
E. SOP Persalinan Induksi RSUD Dr. SAIFUL
INDUKSI PERSALINAN
ANWAR MALANG
ProsedurTetap
No. Dokumen
No. Revisi
2.16/2/33
00
Halaman
Tanggal Terbit
Ditetapkan tgl 18 Nopember 2011
18 Nopember 2011
Direktur
IRNAIII
Dr. Dr. Basuki B.Purnomo, sp NIP. 19540731 198201 1 002
Pengertian
Induksi persalinan yaitu tindakan baik secara operatif maupun medicinal untuk merangsang timbulnya kontraksi uterus sehingga terjadi persalinan. Akselerasi persalinan yaitu meningkatkan frekuensi, lama dan kekuatan kontraksi uterus dalam persalinan.
Tujuan
Mencapai kontraksi uterus 3 kali dalam 10 menit lamanya 40 detik.
Kebijakan
-
Dilakukan pada pasien :
Post term usia kehamilan >42 minggu).
PRM (premature ruptura membrane) > 12 jam.
PRM (premature rupture membrane) dengan infeksi intra uteri.
Kemacetan persalinan karena tenaga ibu.
Prosedur
-
Syarat dan indikasi terpenuhi serta tidak ada kontra indikasi.
-
Dikerjakan oleh PPDS pathol B & Chief.
1. Aminiotomi
Kaji ulang indikasi
Periksa denyut jantung janin DJJ
Lakukan pemeriksaan serviks dan cacat konsistensi, posisi, penipisan, dan pembukaannya dengan menggunakan sarung tangan DTT
Masukkan setengan kocher yang dipegang tangan kiri dan dengan bimbingan jari tengah kanan hinggi menyentuh selaput ketuban.
Gerakan kedua ujung jari tangan dalam untuk memorehkan gigi kocher hingga memorehkan gigi kocher hingga merobek selaput ketuban.
Cairan ketuban mengalir perlahan. Catat warnanya, kejernihan, pewarnaan mekoneum dan jumlahnya. Jika ada pewarnaan mekoneum tandanya suspek gawat janin.
Pertahankan jari tengah dalam vagina agar air ketuban mengalir perlahan dan yakin tidak teraba bagian kecil janin dan tali pusat yang menumbung.
Setelah amniotomi, periksa DJJ pada saat kontraksi dan sesudah kontraksi uterus. Apabila ada kelainan DJJ (kurang dari 100 atau lebih dari 160/menit) tandanya suspek gawat janin.
Jika proses persalinan yang baik tidak terjadi dalam 1 jam setelah aminiotomi, dan jika HIS 2 kali dalam 10 menit selama 20 detik mulailah infuse dengan oksitosin.
Pada persalinan dengan masalah misalnya sepsis atau eklampsia, infuse oksitosin dilakukan bersamaan dengan amniotomi.
2. Cara Oksitosin
Kaji ulang indikasi
Baringkan pasien miring kiri
Oksitosin digunakan secara hati-hati karena gawat janin dapat terjadi diakhiri hiperstimulasi.walaupun jarang,
ruptura uteri dapat pula terjadi terutama pada multipara.
Dosis oxytosin 5 IU dalam dextrose atau garam fisiologis mulai 8 tpm dinaikkan 4 tpm setiap 15 menit, dipertahankan sampai his adekuat/maksimal 40 tpm.
Pantau denyut nadi, tekanan darah dan kontraksi uterus pasien, juga DJJ.
Catat semua pengamatan pada partograf tiap 30 menit, kecepatan infus, frekuensi dan lamanya kontraksi uterus, DJJ didengarkan tiap 30 menit atau langsung setelah kontraksi uterus. Apabila terjadi gawat janin segera hentikan infus.
Jika terdapat hiperstimulasi (lama kontraksi uterus lebih dari 4 kali dalam 10 menit atau lama kontraksi uterus lebih dari 60 detik), hentikan infus dan kurangi hiperstimulasi dengan : a. Terbutolin 250 mcg pelan-pelan selama 5 menit. b. Salbutamol 5 mg dalam 500cc cairan garam fisiologik atau Ringer Laktat 10 tetes/menit.
Jika masih tidak tercapai kontraksi uterus yang adekuat dengan dosis oksitosin maksimal maka induksi dianggap gagal dilakukan seksio sesarea.
3. Cara Prostaglandin
Pantau denyut nadi, tekanan darah, kontraksi uterus pasien dan DJJ. Catat semua pengamatan dengan partograf.
Kaji ulang indikasi
Prostaglandin E2 (PG E2) bentuk ovula 3 mg atau gel 2-3 mg ditempatkan pada forniks posterior vagina, dapat diulang 6 jam kemudian (jika kontraksi tidak timbul).
Hentikan pemberian prostaglandin dan mulailah infus oxytosin jika : a. Ketuban pecah b. Pematangan serviks telah tercapai c. Proses persalinan telah berlangsung d. Pemakaian prostaglandin telah berlangsung 24 jam
4. Cara Misoprostol
Penggunaan misoprostol untuk pematangan serviks: -
Pada kasus pre-eklamsi berat/eklamsia dengan serviks belum matang, post term dilanjutkan dengan oksitosin drip.
Kematian janin dalam rahim lebih dari 4 minggu belum inpartu dan terdapat tanda-tanda gangguan pembekuan darah : Cara: -
Tempatkan tablet misoprostol 25 mcg pada forniks posterior vagina, jika kontraksi uterus tidak timbul dapat diulang setiap 6 jam selama 24 jam.
-
Setiap kali pemberian tidak boleh lebih dari 25 mcg dan jangan lebih dari 4 dosis atau 200 mcg.
-
Misoprostol mempunyai resiko peningkatan rupture uteri, oleh karena itu hanya dikerjakan di pelayanan kesehatan yang lengkap (ada fasilitas operasi).
Unit Terkait
R.4, R.8, kamar bersalin.
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Paradigma baru (aktif) yang disebutkan sebelumnya yang berdasarkan evidence based practice, terbukti dapat mencegah atau mengurangi komplikasi yang sering terjadi. Hal ini memberi manfaat yang nyata dan mampu membantu upaya penurunan angka kematian ibu dan bayi baru lahir. Karena sebagian besar persalinan di Indonesia terjadi di desa atau di fasilitas pelayanan kesehatan dasar dimana tingkat keterampilan petugas dan sarana kesehatan sangat terbatas maka paradigma aktif menjadi sangat strategis bila dapat diterapkan pada tingkat tersebut. Jika semua penolong persalinan dilatih agar kompeten untuk melakukan upaya pencegahan atau deteksi dini secara aktif terhadap berbagai komplikasi yang mungkin terjadi, memberikan pertolongan secara adekuat dan tepat waktu, dan melakukan upaya rujukan yang optimal maka semua upaya tersebut dapat secara bermakna menurunkan jumlah kesakitan atau kematian ibu dan bayi baru lahir. B. Saran Diharapkan akan adanya peningkatan jumlah perawat terlibat dalam penelitian,akan pengetahuan berdasar bukti mengenai asuhan keperawatan khususnya dalam memberikan pelayanan kesehatan pada ibu dan anak dalam upaya penurunan AKI dan AKB.