MAKALAH KEGAWATAN OBSTETRI
Disusun Oleh : Kelompok 7 1. Nurul Fitriana
(16010031)
2. Revi Ridhonil Kumar
(16010033)
3. Riskiyah
(16010035)
4. Winda Riska Dewi
(16010045)
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN dr. SOEBANDI JEMBER PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN TAHUN AKADEMIK 2018/2019 Jl. dr. Soebandi No. 99 Jember, Telp/Fax. (0331) 483536 E_mail:
[email protected],web:http://www.stikesdrsoebandi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kurang lebih sekitar 160 juta perempuan di seluruh dunia hamil setiap tahunnya. Pada umumnya kehamilan ini berlangsung dengan aman. Tetapi, sekitar 1554 menderita komplikasi berat, dengan sepertiganya merupakan komplikasi yang mengancam jiwa ibu. Komplikasi ini mengakibatkan kematian lebih dari setengah juta ibu setiap tahun. Kematian ibu atau kematian maternal adalah kematian seorang ibu sewaktu hamil atau dalam waktu 42 hari setelah sesudah berakhirnya kehamilan, tidak bergantung pada tempat atau usia kehamilan. Indikator yang umum digunakan dalam kematian ibu adalah Angka Kematian Ibu (Maternal Mortality Ratio) yaitu jumlah kematian ibu dalam 1.000.000 kelahiran hidup. Angka ini mencerminkan risiko obstetri yang dihadapi oleh seorang ibu sewaktu ia hamil. Jika ibu tersebut hamil beberapa kali, risikonya meningkat dan digambarkan sebagai risiko kematian ibu sepanjang hidupnya, yaitu pribabilitas menjadi hamil dan probabilitas kematian karena kehamilan sepanjang masa reproduksi. Kematian ibu dibagi menjadi kematian langsung dan tidak langsug. Kematian ibu langsung adalah sebagai akibat komplikasi kehamilan, persalinan, atau masa nifas dan segala intervensi atau penanganan tidak tepat dari komplikasi tersebut. Kematian ibu tidak langsung merupakan akibat dari penyakit yang sudah ada atau penyakit yang sudah timbul sewaktu kehamilan yang berpengaruh terhadap kehamilan, misalnya malaria, anemia, HIV/AIDS dan penyakit kardiovaskular. Secara global 80% kematian ibu tergolong pada kematian langsung. Pola penyebab langsung dimana-mana sama, yaitu perdarahan (25 %, biasa perdarahan pascapersalinan), sepsis (15 %), hipertensi dalam kehamilan (12 %), partus macet (8 %), komplikasi aborsi tidak aman (13 %), dan sebab-sebab lain (8 %). Mengenal kasus gawatdarurat obstetri secara dini sangat penting agar pertolongan yang cepat dan tepat dapat dilakukan. Dalam menangani kasus gawatdarurat, penentuan permasalahan utama (diagnosis) dan tindakan pertolongannya harus dilakukan dengan cepat, cermat, dan terarah. Dengan diagnosis yang tepat maka penatalaksanaan yang dilakukan juga dapat tepat mengenai sasaran, hal ini dapat memprkecil angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB).
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana definisi dari kegawatdaruratan obstetri ? 2. Bagaimana etiologi dari kegawatdaruratan obstetri ? 3. Apa saja klasifikasi dari kegawatdaruratan obstetri ? 4. Bagaimana patofisiologi dari kegawatdaruratan obstetri ? 5. Bagaimana manifestasi klinis dari kegawatdaruratan obstetri ? 6. Apa saja terapi farmakologi pada kegawatdaruratan obstetri ?
1.3 Tujuan Pembahasan 1. Mengetahui definisi dari kegawatdaruratan obstetri 2. Mengetahui etiologi dari kegawatdaruratan obstetri 3. Mengetahui klasifikasi dari kegawatdaruratan obstetri 4. Mengetahui patofisiologi dari kegawatdaruratan obstetri 5. Mengetahui manifestasi klinis dari kegawatdaruratan obstetri 6. Mengetahui terapi farmakologi pada kegawatdaruratan obstetri
1.4 Manfaat Penulisan Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat dengan pertimbangan sebagai berikut: 1. Sebagai informasi mengenai penatalaksanaan kegawatdaruratan obstetri. 2. Menjadi pembelajaran bagi penulis agar lebih baik dalam penulisan-penulisan berikutnya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi Kegawatdaruratan adalah kejadian yang tidak diduga atau terjadi secara tiba-tiba, seringkali merupakan kejadian yang berrbahaya (Dorlan, 2011). Kegawatdaruratan dapat didefinisikan sebagai situasi serius dan kadang kala berbahaya yang terjadi secara tiba-tiba dan tidak terduga dan membutuhkan tindakan segera guna menyelamtkan jiwa/ nyawa (Campbell S, Lee C, 2000). Kegawatdaruratan obstetri adalah kondisi kesehatan yang mengancam jiwa yang terjadi dalam kehamilan atau selama dan sesudah persalinan dan kelahiran. Terdapat sekian banyak penyakit dan gangguan dalam kehamilan yang mengancam keselamatan ibu dan bayinya (Chamberlain, Geoffrey, & Phillip Steer, 1999). Kasus gawat darurat obstetri adalah kasus obstetri yang apabila tidak segera ditangani akan berakibat kematian ibu dan janinnya. Kasus ini menjadi penyebab utama kematian ibu janin dan bayi baru lahir. (Saifuddin, 2002) Penanganan kegawatdaruratan obstetrik ada tidak hanya membutuhkan sebuah tim medis yang menangani kegawatdaruratan tetapi lebih pada membutuhkan petugas kesehatan yang terlatih untuk setiap kasus-kasus kegawatdaruratan.
2. Etiologi penyebab utama kematian ibu, janin, dan bayi baru lahir ialah 1) Perdarahan 2) Infeksi dan sepsis 3) Hipertensi dan preeklampsia/eklampsia 4) Persalinan macet (distosia).
3. Klasifikas A. Klasifikasi perdarahan
Pendarahan Kelas I
: pendarahan ringan
Kehilangan volume darah sampai 15 %
-
Gejala klinis minimal
-
Takikardia minimal
-
Tekanan darah, frekuensi nadi dan frekuensi pernafasan normal
Pendarahan Kelas II
: pendarahan sedang
Kehilangan volume darah 15 % sampai 30 % -
Takikardia (> 100 pada orang dewasa)
-
Takipnea
-
Tekanan nadi berkurang
-
Tekanan sistolik berubah sedikit
-
Cemas, ketakutan
-
Produksi urin 20-30 mL/jam untuk orang dewasa.
Pendarahan Kelas III : pendarahan berat Kehilangan volume darah dari 30 % sampai 40 % volume darah :
-
Perfusi tidak adekuat (takikardia dan takipnea yang jelas)
-
Tekanan sistolik menurun
Pendarahan Kelas IV : Pendarahan sangat berat Kehilangan volume darah lebih dari 40 % volume darah : -
Jiwa terancam
-
Penurunan tekanan darah sistolik yang cukup besar
-
Tekanan nadi sangat sempit
-
Produksi urin hampir tidak ada dan kesadaran menurun
B. Infeksi dan sepsis Klasifikasi sepsis : 1. Sepsis pada bayi baru lahir hampir selalu di sebabkan oleh bakteri, seperti E.coli, Listeria monocy togenes, Neisseria meningitidis, Streptokokus pneumonia, Haemophilus influenza tipe b. Salmonella Streptokokus grup B adalah penyebab sepsis pada bayi baru lahir dan bayi < 3 bulan. 2. Bayi prematur dalam perawatan intensif lebih rentan untuk mengalami sepsis karena sistem kekebalan tubuhnya belum terbentuk sempurna dan mereka mendapat perawatan invasif, seperti infus, kateter, selang pernafasan ( ventilator ) 3. Tempat masuk infus atau kateter dapat menjadi jalan masuk bakteri yang normalnya hidup dipermukaan kulit untuk masuk ke dalam tubuh dan menyebabkan infeksi. 4. Pada bayi baru lahir, sepsis terjadi bila bakteri masuk ke dalam tubuh bayi dari ibu selama masa kehamilan, persalinan. C. Klasifikasi pre-eklamsi Pre-eklamsia digolongkan menjadi 2 golongan : Pre-eklamsia ringan : -
kenaikan tekanan darah diastolik 15 mmHg atau >90 mmHg dengan 2 kali pengukuran berjarak 1jam atau tekanan diastolik sampai 110mmHg.
-
Kenaikan tekanan darah sistolik 30 mmHg atau > atau mencapai 140 mmHg.
-
Protein urin positif 1, edema umum, kaki, jari tangan dan muka. Kenaikan BB > 1Kg/mgg.
Pre-eklampsia berat : Tekanan diastolik >110 mmhg, Protein urin positif 3, oliguria (urine, 5gr/L). hiperlefleksia, gangguan penglihatan, nyeri epigastrik, terdapat edema dan sianosis, nyeri kepala, gangguan kesadaran. D. Perslinan macet /Distosia Klasifikasi distosia berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi tiga golongan besar, yaitu: Distosia disfungsional adalah distosia karena kekuatan-kekuatan yang mendorong anak tidak memadai (Bratakoesoema, 2005). Distosia disfungsional dibagi menjadi dua macam yaitu: 1) Distosia karena kelainan pada jalan lahir Pelvis (panggul) tersusun atas empat tulang: sakrum, koksigis, dan dua tulang inominata yang terbentuk oleh fusi ilium, iskium, dan pubis. Tulang-tulang inominata bersendi dengan sakrum pada sinkondrosis sakroiliaka dan bersendi dengan tulang inominata sebelahnya di simfisis pubis (Cunningham, et al,2010). 2) Distosia karena kelainan presentasi, posisi Kelainan Posisi (Positio Occipito Posterior Persistens) adalah Penyebab tidak terjadinya putaran paksi ialah panggul antropoid, android, kesempitan bidang tengah panggul, ketuban pecah sebelum waktunya, fleksi kepala kurang, dan inersia uteri.
4. Patofisiologi 1) Perdarahan Perdarahan adalah perdarahan yang terjadi setelah minggu ke 28 masa kehamilan. Perdarahan meliputi plasenta previa, solusio plasenta. - Plasenta previa Perdarahan anterpatum yang disebabkan oleh plasenta previa umumnya terjadi pada trimester ketiga kehamilan. Karena pada saat itu segmen bawah uterus lebih banyak mengalami perubahan berkaitan dengan makin tuanya kehamilan. Kemungkinan perdarahan anterpatum akibat plasenta previa dapat sejak kehamilan berusia 20 minggu. Pada usia kehamilan ini segmen bawah uterus telah terbentuk dan mulai menipis. Penyebab plasenta melekat pada segmen bawah rahim belum diketahui secara pasti. Ada teori menyebutkan bahwa vaskularisasi desidua yang tidak memadai yang mungkin diakibatkan oleh proses radang atau atrofi dapat menyebabkan plasenta berimplantasi pada segmen bawah rahim. Plasenta yang terlalu besar dapat tumbuh melebar ke segmen bawah rahim dan menutupi ostium uteri internum misalnya pada kehamilan ganda, eritroblastosis dan ibu yang merokok. Pada saat segmen bawah rahim terbentuk sekitar trisemester III atau lebih awal tapak plasenta akan mengalami pelepasan dan menyebabkan plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim akan mengalami laserasi. Selain itu, laserasi
plasenta juga disebabkan oleh serviks yang mendatar dan membuka. Hal ini menyebabkan perdarahan pada tempat laserasi. Perdarahan akan dipermudah dan diperbanyak oleh segmen bawah rahim dan serviks yang tidak bisa berkontraksi secara adekuat. Pembentukan segmen bawah rahim akan berlangsung secara progresif, hal tersebut menyebabkan terjadi laserasi dan perdarahan berulang pada kehamilan bila dibandingkan dengan plasenta previa parsialis ataupun plasenta letak rendah karena pembentukan segmen bawah rahim dimulai dari ostium uteri internum. Segmen bawah rahim mempunyai dinding yang tipis sehingga mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili trofoblas yang mengakibatkan terjadinya plasenta akreta dan inkreta. Selain itu segmen bawah rahim dan serviks mempunyai elemen otot yang sedikit dan rapuh sehingga dapat menyebabkan perdarahan postpartum pada plasenta previa. - Solusio plasenta Plasenta merupakan hasil akhir dari suatu proses yang bermula dari suatu keadaan yang mampu memisahkan vili-vili korialis plasenta dari tempat implantasinya pada desidua basalis sehingga terjadi perdarahan. Oleh karena itu patofisiologinya bergantung pada etiologi. Pada trauma abdomen etiologinya jelas karena robeknya pembuluh darah di
desidua.3,4,5. Dalam banyak kejadian perdarahan berasal dari kematian sel
(apoptosis) yang disebabkan oleh iskemia dan hipoksia. Semua penyakit ibu yang dapat menyebabkan pembentukan trombosis dalam pembuluh darah desidua atau dalam vaskular vili dapat berujung kepada iskemia dan hipoksia setempat yang menyebabkan kematian sejumlah sel dan mengakibatkan perdarahan sebagai hasil akhir. Perdarahan tersebut menyebabkan desidua basalis terlepas kecuali selapis tipis yang tetap melekat pada miometrium. Dengan demikian, pada tingkat permulaan sekali dari proses terdiri atas pembentukan hematom yang bisa menyebabkan pelepasan yang lebih luas, kompresi dan kerusakan hematom yang bisa menyebabkan pelepasan yang lebih luas, kompresi dan kerusakan pada bagian plasenta sekelilingnya yang berdekatan. Pada awalnya mungkin belum ada gejala kecuali terdapat hematom pada bagian belakang plasenta yang baru lahir. Dalam beberapa kejadian pembentukan hematom retroplasenta disebabkan oleh putusnya arteria spiralis dalam desidua. Hematoma retroplasenta mempengaruhi penyampaian nutrisi dan oksigen dari sirkulasi maternal/plasenta ke sirkulasi janin. Hematoma yang terbentuk dengan cepat meluas dan melepaskan plasenta lebih luas/banyak sampai ke pinggirnya sehingga darah yang keluar merembes antara selaput ketuban dan miometrium untuk selanjutnya keluar melalui serviks ke vagina (reavealed hemorrhage). Perdarahan tidak bisa berhenti karena uterus yang lagi mengandung tidak mampu berkontraksi untuk menjepit pembuluh arteria spiralis yang terputus. Walaupun jarang, terdapat
perdarahan
tinggal
terperangkap
di
dalam
uterus
(concealed
hemorrhage).Akibatnya hematoma retroplasenter akan bertambah besar, sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta akan terlepas. Sebagian akan menyelundup di bawah selaput ketuban keluar dari vagina atau menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong ketuban, atau mengadakan ekstravasasi di antara serabut otot uterus. Bila ekstravasasi berlangsung hebat, maka seluruh permukaan uterus akan berbercak ungu atau biru dan terasa sangat tegang serta nyeri. Hal ini disebut uterus couvelaire.3,4,5,6 Akibat kerusakan jaringan miometrium dan terbentuknya hematoma retroplasenter, mengakibatkan pelepasan tromboplastin ke dalam peredaran darah. Tromboplastin bekerja mempercepat perombakan protrombin menjadi trombin. Trombin yang terbentuk dipakai untuk mengubah fibrinogen menjadi fibrin untuk membentuk lebih banyak bekuan darah terutama pada solusio plasenta berat. Melalui mekanisme ini apabila pelepasan tromboplastin cukup banyak dapat menyebabkan terjadi pembekuan darah intravaskular yang luas (disseminated intravascular coagulation) yang semakin menguras persediaan fibrinogen dan faktor-faktor pembekuan lain. Akibat lain dari pembekuan darah intravaskular ialah terbentuknya plasmin dari plasminogen yang dilepaskan pada setiap kerusakan jaringan. Karena kemampuan fibrinolisis dari plasmin ini maka fibrin yang terbentuk dihancurkannya. Penghancuran butir-butir fibrin yang terbentuk intravaskular oleh plasmin mengakibatkan hancurnya bekuan-bekuan darah dalam pembuluh darah kecil yang berguna mempertahankan keutuhan sirkulasi mikro. Namin, di lain pihak penghancuran fibrin oleh plasmin memicu perombakan lebih banyak fibrinogen menjadi fibrin agar darah bisa membeku. 2) Infeksi dan sepsis Respons inflamasi pada lokasi infeksi, yang merupakan hasil mekanisme imun spesifik dan nonspesifik pejamu, melawan invasi mikroba dengan mencegah pertumbuhannya dan selanjutnya menghancurkannya. Jika mikroba mencoba mengalahkan pertahanan lokal ini dan keluar ke jaringan sekitar atau aliran darah, maka hal tersebut memicu suatu kaksade interaksi kompleks yang melibatkan faktor mikroba ( toksin, komponen dinding sel) dan faktor pejamu ( jalur komplemen, leukosit, dan mediator humoral seperti sitokin), serta menyebabkan kelainan koagulasi, cedera jaringan, kolaps vaskular, dan disfungsi multiorgan. 3) Pre-eklamsi Pre-eklamsi ringan jarang sekali menyebabkan kematian ibu. Oleh karena itu, sebagian besar pemeriksaaan anatomik patologik berasal dari penderita eklampsi yang meninggal. Pada penyelidikan akhir-akhir ini dengan biopsi hati dan ginjal ternyata bahwa perubahan anatomi-patologik pada alat-alat itu pada pre-eklamsi tidak banyak berbeda dari pada ditemukakan pada eklamsi. Perlu dikemukakan disini bahwa tidak ada perubahan histopatologik khas pada pre-eklamsi dan eklamsi. Perdarahan, infark, nerkosis ditemukan
dalam berbagai alat tubuh. Perubahan tersebut mungkin sekali disebabkan oleh vasospasmus arteriola. Penimbunan fibrin dalam pembuluh darah merupakan faktor penting juga dalam patogenesis kelainan-kelainan tersebut. 4) Persalinan macet ( distosia) Patofisiologi distosia biasanya dianggap berasal dari salah satu atau kombinasi 4P (pelvis, passenger, power dan plasenta) - Faktor kekuatan his (power) Dimana kontraksi uterus tidak efektif kekuatannya baik pada kala I ataupun kala II. Kesulitan dalam jalannya persalinan (distosia) karena kelainan tenaga his adalah his yang tidak normal, baik kekuatan maupun sifatnya, sehingga menghambat kelancaran persalinan. Kelainan his sering dijumpai pada primigravida tua, sedangkan inersia uteri sering dijumpai pada multigravida dan grandemulti. Faktor yang memegang peran penting dalam kekuatan his antara lain factor herediter, emosi, ketakutan, salah pimpinan persalinan. Problem with Powers : Abnormal Uterine Contraction Pattern, Hypertonic Contractions, Hypotonic Contractions, Precipitous Labor and Birth. - Faktor Jalan lahir (passege) Dimana terjadi karena bentuk dan ukuran tulang pelvis tidak normal, imatur ukuran tulang pelvis atau deformitas. Hal ini dapat terjadi bersamaan dengan tidak efektid ekspulsif fetus. yang paling umum berkaitan dengan distosia adalah ukuran atau konfigurasi tulang, kelainan jalan lahir ( misalnya kelainan congenital, luka parut jalan lahir, pelekatan ostium serviks eksterna, kondilomata akuminatasif) dan neoplasia organ reproduksi lainnya ( misalnya karsinoma serviks, kista ovarium, leiomioma uteri) termasuk kandung kemih atau usus yang meregang. Kelainan-kelainan ini dapat terdeteksi secara dini dengan pemeriksaan kehamilan yang adekuat. Oleh karena itu, faktor pemeriksaan kehamilan sangat penting dalam memperkirakan proses persalinan. Problem with Passage: Pelvic Contracture, NonGynecoid Pelvis. - Faktor Bayi (passeger) Faktor bayi atau janin sangat berpengaruh terhadap proses persalinan. Pada keadaan normal, bentuk bayi, berat badan, posisi dan letak dalam perkembangannya sampai pada akhir kehamilan dan siap untuk dilahirkan, bayi mempunyai kekuatan mendorong dirinya keluar sehingga persalinan berjalan spontan. Suatu keadaan malpresentasi atau malposisi yang tidak lazim baik ukuran atau abnormal perkembangan fetus yang menghambat masuk fetus ke dalam jalan lahir. distosia janin meliputi ukuran janin yang terlalu besar (>4000 gram), malposisi ( misalnya sungsang, dan letak lintang), kelainan congenital ( misalnya hidrosefalus, teratoma
sakrokoksigeus) dan kehamilan multiple( missal malpresentasi, kembar mengunci, janin sungsang, janin presentasi vertex). Kelainan pada faktor bayi yang dapat menyulitkan proses persalinan berhubungan dengan faktor gizi ibu, infeksi bakteri dan virus selama kehamilan seperti toksoplasma, trauma yang dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan janin dalam kandungan. Kelainan janin selama dalam kandung an dapat terdeteksi secara dini apabila ibu melakukan pemeriksaan kehamilan (ANC).
5. Manifestasi Klinis 1) Perdarahan : bercak, merembes, profus sampai syok 2) Infeksi dan sepsis : a. Tanda dan gejala umum -
Hipertermia/hipotermia
-
Aktivitas lemah
-
Tampak sakit
-
Intoleransi pemberian susu
b. Sistem pernafasan -
Dispneu
-
Takipneu
-
Apneu
c. Sistem kardiovaskuler -
Hipotensi
-
Takikardi
-
Bradikardi
-
Edema
d. Sistem pencernaan -
Distensi abdomen
-
Anoreksia
-
muntah
3) Hipertensi dan pre-eklamsi/ eklapsia : keluhan sakit kepala, penglihatan kabur, kejang-kejang sampai koma/ tidak sadar. 4) Persalinan macet dikenal dengan kemajuan persalinan tidak berlangsung sesuai dengan batas waktu uang normal dan dapat bermanifestasi ruptura uteri.
6. Terapi Farmakologi 1) Farmakologi yang digunakan mengatasi perdarahan ialah ergonovin dan metilergonovin, digunakan untuk :
- Mencegah perdarahan pasca persalinan - Mengurangi perdarahan pada abortus - Memperkuat kontraksi uterus - Mengatasi unersia uteri. 2) Farmakologi yang dipakai untuk mengatasi infeksi dan sepsis dilakukan resusitasi yaitu : Trauma pada pasien sepsis berat dan hipertensi atau syok dilakukan secepat mungkin secara intensif ; 1. Airway 2. Breathing 3. Circulation 4. Oksigenasi 5. Terapi cairan 6. Transfusi darah bila diperlukan bila terjadi anemia karena sering terjadi pada pasien sepsis. 3) Farmakologi yang dapat dilakukan pada pre-eklamsi a. Magnesium sulfat. Beberapa penelitian telah mengungkapkan bahwa magnesium sulfat merupakan drug of choice untuk mengobati kejang eklamptik (dibandingkan dengan diazepam dan fenitoin). Merupakan antikonvulsan yang efektif dan membantu mencegah kejang kambuh dan mempertahankan aliran darah ke uterus dan aliran darah ke fetus. Magnesium sulfat berhasil mengontrol kejang eklamptik pada >95% kasus. Selain itu zat ini memberikan keuntungan fisiologis untuk fetus dengan meningkatkan aliran darah ke uterus. b. Fenitoin Fenitoin telah berhasil digunakan untuk mengatasi kejang eklamptik, namun diduga menyebabkan bradikardi dan hipotensi. Fenitoin bekerja menstabilkan aktivitas neuron dengan menurunkan flux ion di seberang membran depolarisasi. Keuntungan fenitoin adalah dapat dilanjutkan secara oral untuk beberapa hari sampai risiko kejang eklamtik berkurang. Fenitoin juga memiliki kadar terapetik dan penggunaannya dalam jangka pendek sampai sejauh ini tidak memberikan efek samping yang buruk pada neonates. c. Diazepam Telah lama digunakan untuk menanggulangi kegawatdaruratan pada kejang eklamptik. Mempunyai waktu paruh yang pendek dan efek depresi SSP yang signifikan. d. Hidralazin Merupakan vasodilator arteriolar langsung yang menyebabkan takikardi dan peningkatan cardiac output.Hidralazin membantu meningkatkan aliran darah ke uterus
dan mencegah hipotensi. Hidralazin dimetabolisir di hati. Dapat mengontrol hipertensi pada 95% pasien dengan eklampsia. e. Labetalol Merupakan beta-bloker non selektif. Tersedia dalam preparat IV dan per oral. Digunakan sebagai pengobatan alternatif dari hidralazin pada penderita eklampsia. Aliran darah ke uteroplasenta tidak dipengaruhi oleh pemberian labetalol IV. f.
Nifedipin: Merupakan Calcium Channel Blocker yang mempunyai efek vasodilatasi kuat arteriolar. Hanya tersedia dalam bentuk preparat oral.
g. Klonidin Merupakan agonis selektif reseptor 2 ( 2-agonis). Obat ini merangsang adrenoreseptor 2 di SSP dan perifer, tetapi efek antihipertensinya terutama akibat perangsangan reseptor 2 di SSP. 4) Farmakologi yang digunakan untuk mengatasi persalinan macet ( distosia ) -
Masase dan Sentuhan
-
Pergerakan Dan Posisi Maternal
-
Teknik Bernapas Dengan Relaksasi
-
Aplikasi Dingin Atau Panas
BAB IV PENUTUP 1. Kesimpulan
Kasus gawat darurat obstetri dan neonatus adalah kasus obstetri yang apabila tidak segera ditangani akan berakibat kematian ibu dan janinnya, yaitu perdarahan yang mengancam nyawa selama kehamilan dan dekat cukup bulan meliputi perdarahan yang terjadi pada minggu awal kehamilan (abortus, mola hidatidosa, kista vasikuler, kehamilan ekstrauteri/ ektopik) dan perdarahan pada minggu akhir kehamilan dan mendekati cukup bulan (plasenta previa, solusio plasenta, ruptur uteri, perdarahan persalinan per vagina setelah seksio sesarea, retensio plasentae/ plasenta inkomplet), perdarahan pasca persalinan, hematoma, dan koagulopati obstetri. 2. Saran
1. Untuk menurunkan angka kematian ibu (AKI) diperlukan ANC secara tertur agar dapat mendeteksi secara dini komplikasi yang terjadi pada ibu maupun bayi. 2. Untuk mencegah kegawatdaruratan obstetri dan neonatus, peran bidan dikomunitas dengan memberikan health education mengenai masalah-masalah yang bisa menyebabkan bahaya kehamilan maupun persalinan.
DAFTAR PUSTAKA
Syaifrudin & Hamidah. 2009. Kebidanan Komunitas. Jakarta : EGC. Winkjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Cet ke 7, Ed ke 3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. Heller Luz. 1997. Gawat Darurat Ginekologi dan Obstetri, Ed. 1. Jakarta: EGC Buku Kedokteran. Basari Saifuddin. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatus. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo