Elizabeth Sevina Auryn Vania Arnanda Universitas Sebelas Maret Pengaruh Keuangan BPJS Defisit terhadap Industri Farmasi di Indonesia
A. Latar Belakang Dewasa ini, sudah terdapat banyak peningkatan dalam berbagai bidang di negara Indonesia. Dalam bidang pembangunan, telah dibangun beribu-ribu kilometer jalan tol yang bisa membantu akses masyarakat dari suatu tempat ke tempat yang lain. Dalam bidang hukum, telah ditegakkan hukum yang berlaku sehingga mengakibatkan banyak orang bersalah mendekam di penjara. Dan untuk bidang kesehatan, diciptakan JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) atau biasa dikenal sebagai BPJS-Kesehatan. JKN sekarang ini sudah menjangkau luas ke seluruh wilayah Indonesia. Semakin luasnya jangkauan JKN kepada masyarakat, berarti semakin banyak masyarakat di Indonesia yang mempunyai akses untuk pelayanan kesehatan. Hal ini juga berpengaruh terhadap pertumbuhan konsumsi obat dan perkembangan industri farmasi. Namun, dibalik kesuksesan JKN, terdapat beberapa masalah yang terjadi yakni, terhambatnya pertumbuhan industri farmasi dan akses masyarakat pada obat-obat yang berkualitas. Selain itu, JKN masih memiliki masalah dengan keuangan. Hal ini diperkuat dengan adanya data dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang menyatakan bahwa defisit BPJS mencapai Rp 16,58 triliun hingga akhir tahun 2018 kemarin. Sebagai mahasiswa farmasi, tentu saja ingin mengungkapkan gagasan tentang defisit yang terjadi di BPJS dan apa saja yang akan menimpa pada industri farmasi.
B. Tujuan dan Manfaat Tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan esai : 1. Melengkapi persyaratan untuk mengikuti RPLF 2019. 2. Menemukan solusi untuk nasib industri farmasi dalam problematika BPJS. Manfaat yang ingin dihasilkan dalam pembuatan esai : 1. Menambah wawasan bagi diri sendiri dan para pembaca
C. Gagasan Jurusan farmasi sudah dikenal oleh kalangan masyarakat. Namun, seringkali masyarakat hanya memandang sebagai tukang obat saja. Banyak prospek kerja yang menjanjikan dari seorang farmasis, misalnya menjadi apoteker, pengajar, ilmuwan obat, QC (Quality Control) di pabrik obat, dan lain sebagainya. Di Indonesia, banyak farmasis yang berkontribusi dalam pelayanan kesehatan di industri obat, khususnya dalam pelayanan JKN atau BPJS-Kesehatan. BPJS-Kesehatan sudah banyak ditemui di berbagai wilayah di Indonesia. Pelayanannya yang ramah juga menambah ketertarikan masyarakat untuk menggunakan jasa BPJS-Kesehatan. Jika dilihat dari sudut pandang orang awam, maka akan dianggap bahwa BPJS-Kesehatan telah sukses untuk menyediakan jasa pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Namun, jika dilihat dari sudut pandang farmasis, BPJS-Kesehatan memliki beberapa kekurangan, misalnya dalam defisit keuangan yang dialami oleh BPJSKesehatan dalam beberapa tahun terakhir yang menimbulkan masalahmasalah dalam industri farmasi. Keuangan yang defisit mengakibatkan beberapa masalah yang akan muncul. Apabila pencairan uang dari JKN atau BPJS mengalami keterlambatan, maka stok pembelian material yang diperlukan dalam pembuatan obat akan menjadi terlambat pula. Alur dari sebuah industri meliputi penelitian dan pengembangan produk, pembelian material dan perlengkapan, persiapan perlengkapan dan pembuatan produk, pemasaran produk, dan pemasukan uang, kemudian kembali lagi ke penelitian dan pengembangan produk. Apabila pemasukan terlambat, maka alur yang tercipta akan menjadi terlambat. Jika terlambat, obat yang diproduksi akan terlambat pula untuk sampai ke tangan pasien yang membutuhkan. Bila ini terus menerus terjadi, maka akan banyak pasien yang tumbang dan tak terobati dikarenakan keterlambatan stok obat. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan kerjasama antar pemerintah dan pihak swasta untuk memaksimalkan proses produksi obat dan mengurangi beberapa
kendala yang mungkin masih dirasakan pelaku industri farmasi. Misalnya, proses pengesahan obat baru yang sangat lama untuk lebih disingkatkan waktunya.
Kemudian,
memaksimalkan
di
bidang
penelitian
dan
pengembangan dan bahan baku industri. Apabila dalam penelitian dan pengembangan bisa maksimal, kemungkinan dalam penyetujuan obat baru akan menjadi lebih singkat. Hal ini dikarenakan dalam penelitian sudah diteliti segala kekurangan dan kelebihan suatu bahan baku obat, sehingga dalam penyetujuan bisa langsung diujikan dan tidak memakan waktu terlalu lama.