RUMAH SAKIT UMUM ALIYAH III JL. CHRISTINA TIAHAHU – BARUGA KENDARI Telp. 081140201238
E-mail:
[email protected]
PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM ALIYAH III KENDARI Nomor : /KEP/RSUAIII/I/ 2019 TENTANG PEDOMAN PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN DI RSU ALIYAH III KENDARI DIREKTUR RSU ALIYAH III KENDARI Menimbang:
a. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit Umum Aliyah III,
maka
diperlukan peraturan Direktur Rumah Sakit Umum
Aliyah III Kendari yang menajdi prioritas utama: b. Bahwa agar pelaksanaaan peningkatan mutu dan keselamatan pasien di Rumah Sakit Umum Aliyah III Kendari dapat terlaksana dengan baik, maka dibuat peraturan Direktur Rumah Sakit Umum Aliyah III sebagai landasan pelaksanaan peningkatan mutu dan keselamatan pasien di Rumah Sakit Umum Aliyah III; c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam butir a dan b, perlu ditetapkan dengan Pertatuarn Direktur Rumah Sakit Umum Aliyah III Kendari; Mengingat :
1. Undang – undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. 2. Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit. 3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2017 tentang Akreditasi Rumah Sakit;
4. Surat Keputusan Pemilik PT. Nurul Aliyah Nomor 029/KEP/PNA/VI/2018 Tentang Pengangkatan Direktur RSU Aliyah III Kendari
Menetapkan
MEMUTUSKAN : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM ALIYAH III TENTANG
PEDOMAN
KESELAMATAN
PASIEN
PENINGKATAN DI
RUMAH
MUTU SAKIT
DAN UMUM
ALIYAH III KENDARI.
Kesatu
:
BAB I PENGORGANISASIAN
Pasal 1
1. Direktur rumah sakit membentuk Komite PMKP atau bentuk organisasi lainnya untuk mengelola kegiatan sesuai dengan peraturan perundangundangan sesuai dengan uraian tugas. 2. Direktur rumah sakit menetapkan penanggung jawab data di tiap- tiap unit kerja. 3. Individu di dalam komite PMKP atau bentuk organisasi lainnya dan penanggungjawab data telah dilatih serta kompeten.
BAB II SISTEM MANAJEMEN DATA Pasal 2 1. Rumah sakit mempunyai referensi yang dipergunakan untuk meningkatkan mutu asuhan klinis dan proses kegiatan manajemen lebih baik. 2. Komite medis dan komite keperawatan mempunyai referensi peningkatan mutu asuhan klinis terkini. 3. Rumah sakit mempunyai regulasi sistem manajemen data program PMKP yang terintegrasi. 4. Rumah sakit menyediakan teknologi, fasilitas, dan dukungan lain untuk menerapkan sistem manajemen data di rumah sakit sesuai dengan sumber daya yang ada di rumah sakit.
5. Rumah sakit telah melakukan pengumpulan data dan informasi untuk mendukung asuhan pasien, manajemen rumah sakit, pengkajian praktik profesional, serta program mutu dan keselamatan pasien secara menyeluruh 6. Kumpulan data dan informasi disampaikan kepada badan di luar rumah sakit sesuai dengan peraturan dan perundangan-undangan. 7. Rumah sakit berkontribusi terhadap database ekternal dengan menjamin keamanan dan kerahasiaan.
BAB III PELATIHAN PMKP Pasal 3 1. Rumah sakit mempunyai program pelatihan PMKP yang diberikan oleh narasumber yang kompeten. 2. Pimpinan di rumah sakit termasuk komite medis dan komite keperawatan telah mengikuti pelatihan PMKP. 3. Semua individu yang terlibat dalam pengumpulan, analisis, dan validasi data telah mengikuti pelatihan PMKP, khususnya tentang sistem manajemen data. 4. Staf di semua unit kerja termasuk staf klinis dilatih sesuai dengan pekerjaan mereka sehari-hari.
BAB IV PEMILIHAN AREA PRIORITAS Pasal 4
1. Komite
PMKP
memfasilitasi
pemilihan
prioritas
pengukuran
pelayanan klinis yang akan dievaluasi. 2. Komite PMKP melakukan koordinasi dan integrasi kegiatan pengukuran mutu di unit pelayanan serta pelaporannya. 3. Komite PMKP melaksanakan supervisi terhadap progres pengumpulan data sesuai dengan yang direncanakan. 4. Direktur rumah sakit berkoordinasi dengan para kepala bidang dalam memilih dan menetapkan prioritas pengukuran mutu pelayanan klinis yang akan dievaluasi.
5. Berdasar atas prioritas tersebut ditetapkan pengukuran mutu menggunakan indikator area klinis. 6. Berdasar atas prioritas tersebut ditetapkan pengukuran mutu menggunakan indikator area manajemen. 7. Berdasar atas prioritas tersebut ditetapkan pengukuran mutu menggunakan indikator sasaran keselamatan pasien.
BAB V PENGUKURAN MUTU Pasal 5 1. Rumah sakit mempunyai regulasi pengukuran mutu dan cara pemilihan indikator mutu di unit kerja. 2. Setiap unit kerja dan pelayanan telah memilih dan menetapkan indikator mutu unit 3. Setiap indikator mutu telah dilengkapi profil indikator 4. Setiap unit kerja melaksanakan proses pengumpulan data dan pelaporan. 5. Pengukuran mutu prioritas tersebut dilakukan menggunakan indikatorindikator mutu sebagai berikut: a. Indikator mutu area klinis (IAK) yaitu indikator mutu yang bersumber dari area pelayanan; b. Indikator mutu area manajemen (IAM) yaitu indikator mutu yang bersumber dari area manajemen; c. Indikator mutu Sasaran Keselamatan Pasien yaitu indikator mutu yang mengukur kepatuhan staf dalam penerapan sasaran keselamatan pasien dan budaya keselamatan 6.
Pimpinan unit kerja melakukan supervisi terhadap proses pengumpulan data dan pelaporan serta melakukan perbaikan mutu berdasar atas hasil capaian indikator mutu.
7.
Setiap indikator yang ditetapkan dilengkapi dengan profil indikator.
8.
Profil indikator yang dimaksud pasal 5 meliputi: a) judul indikator; b) definisi operasional; c) tujuan dan dimensi mutu; d) dasar pemikiran/alasan pemilihan indicator; e) numerator, denominator, dan formula pengukuran; f) metodologi pengumpulan data;
g) cakupan data; h) frekuensi pengumpulan data; i) frekuensi analisis data; j) metodologi analisis data; k) sumber data; l) penanggung jawab pengumpul data; dan m) publikasi data 9. Direktur rumah sakit dan komite PMKP melakukan supervisi terhadap proses pengumpulan dan analisis data. 10. Rumah sakit menetapkan evaluasi pelayanan kedokteran dengan melakukan evaluasi panduan pra klinis, alur klinis atau protokol di prioritas pengukuran mutu rumah sakit. 11. Hasil evaluasi dapat menunjukkan pengurangan variasi pada 5 (lima) panduan praktik klinis, alur klinis atau protokol di prioritas pengukuran mutu rumah sakit. 12. Rumah sakit telah melaksanakan audit medis dan atau audit klinis pada panduan praktik klinis/alur klinis prioritas di tingkat rumah sakit.
BAB VI EVALUASI PELAYANAN KEDOKTERAN Pasal 6 1. Rumah sakit menetapkan evaluasi pelayanan kedokteran 2. Evaluasi pelayanan kedokteran sebagaimana dimaksud dalam pasal ayat (1) ditetapkan oleh Ketua Kelompok Staf Medis paling sedikit 5 (lima) prioritas sebagai panduan standardisasi proses asuhan klinis yang dimonitor oleh Komite Medik. 3. 5 (lima) evaluasi pelayanan kedokteran sebagaimana dimaksud dalam pasal ayat (2) dapat berupa panduan praktik klinis, alur klinis (clinical pathway), dan/atau protokol klinis, dan/atau prosedur, dan/atau standing order. 4. Hasil evaluasi dapat menunjukkan pengurangan variasi pada 5 (lima) panduan pra klinis, alur klinis atau protokol di prioritas pengukuran mutu rumah sakit. 5. Rumah sakit telah melaksanakan audit medis dan atau audit klinis pada panduan praktik klinis/alur klinis prioritas di tingkat rumah sakit.
BAB VII ANALISIS DATA Pasal 7 1. Rumah sakit mempunyai regulasi analisis data 2. Rumah sakit telah melakukan pengumpulan data, analisis, dan menyediakan informasi
yang berguna untuk mengidentifikasi
kebutuhan perbaikan. 3. Analisis data telah dilakukan menggunakan metode dan teknik statistik yang sesuai dengan kebutuhan. 4. Analisis data telah dilakukan dengan melakukan perbadingan dari waktu ke waktu di dalam rumah sakit, dengan melakukan perbandingan database
eksternal
dari
rumah
sakit
sejenis
atau
data
nasional/internasional, dan melakukan perbandingan dengan standar serta pra terbaik berdasar atas referensi terkini. 5. Pelaksana analisis data, yaitu staf komite PMKP dan penanggung jawab data di unit pelayanan/kerja sudah mempunyai pengalaman, pengetahuan, dan keterampilan yang tepat sehingga dapat berpartisipasi dalam proses tersebut dengan baik. 6. Hasil analisis data telah disampaikan kepada direktur, para kepala bidang/divisi, dan kepala unit untuk di tindaklanjuti. 7. Komite PMKP atau bentuk organisasi lainnya telah mengumpulkan dan menganalisis data program PMKP prioritas. 8. Ada bukti direktur rumah sakit telah menindaklanjuti hasil analisis data 9. Ada bukti program PMKP prioritas telah menghasilkan perbaikan di rumah sakit secara keseluruhan. 10. Ada bukti program PMKP prioritas telah menghasilkan efiiensi penggunaan sumber daya.
BAB VIII VALIDASI DATA Pasal 8
1. Rumah sakit mempunyai regulasi validasi data 2. Rumah sakit telah melakukan validasi data pada pengukuran mutu area klinis yang baru dan bila terjadi perubahan sesuai dengan regulasi. 3. Rumah sakit telah melakukan validasi data yang akan dipublikasikan di web site atau media lainnya termasuk kerahasiaan pasien dan keakuratan sesuai dengan regulasi. 4. Rumah sakit telah melakukan perbaikan berdasarkan hasil validasi data BAB IX MANAJEMEN RISIKO Pasal 9 1. Rumah sakit mempunyai program manajemen risiko 2. Rumah sakit mempunyai daftar risiko di rumah sakit 3. Rumah sakit telah membuat strategi untuk mengurangi risiko yang ada, 4. Rumah Sakit telah melakukan analisis efek modus kegagalan / FMEA setahun sekali pada proses berisiko tinggi yang diprioritaskan. 5. Rumah sakit telah melaksanakan tindak lanjut hasil analisis modus dampak kegagalan (FMEA).
BAB IX MONITORING DAN EVALUASI Pasal 9 1. Rumah sakit telah membuat rencana perbaikan terhadap mutu dan keselamatan berdasar atas hasil capaian mutu. 2. Rumah sakit telah melakukan uji coba rencana perbaikan terhadap mutu dan keselamatan pasien. 3. Rumah sakit telah menerapkan/melaksanakan rencana perbaikan terhadap mutu dan keselamatan pasien. 4. Tersedia data yang menunjukkan bahwa perbaikan bersifat efektif dan berkesinambungan. 5. Bukti perubahan-perubahan regulasi yang diperlukan dalam membuat rencana, melaksanakan, dan mempertahankan perbaikan. 6. Keberhasilan telah didokumentasikan dan dijadikan laporan PMKP.
Ditetapkan di : Kendari Pada tanggal : 02 Januari 2019 Direktur RSU Aliyah III Kendari
dr. Sabrandi Pratama Saputra
Lampiran
: Keputusan Direktur RSU Aliyah III Kendari
Nomor
:
Tanggal
: 02 Januari 2019
Tentang
: Pedoman PMKP di RSU Aliyah III Kendari
/KEP/RSUAIII/I/2019
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan Pembangunan Kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal, sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari Tujuan Nasional. Untuk itu perlu ditingkatkan upaya guna memperluas dan mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan mutu yang baik dan biaya yang terjangkau. Selain itu dengan semakin meningkatnya pendidikan dan keadaan sosial ekonomi masyarakat, maka sistem nilai dan orientasi dalam masyarakatpun mulai berubah. Masyarakat mulai cenderung menuntut pelayanan umum yang lebih baik, lebih ramah dan lebih bermutu termasuk pelayanan kesehatan. Dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan Rumah Sakit maka fungsi pelayanan Rumah Sakit Umum Aliyah III Kendari secara bertahap perlu terus ditingkatkan agar menjadi lebih efektif dan efisien serta memberi kepuasan kepada pasien, keluarga maupun masyarakat. Agar upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit Umum Aliyah III Kendari dapat seperti yang diharapkan maka perlu disusun Pedoman Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit Umum Aliyah III Kendari. Buku panduan tersebut merupakan konsep dan program peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit Umum Aliyah III Kendari, yang disusun sebagai acuan bagi pengelola Rumah Sakit Umum Aliyah III Kendari dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit. Dalam buku panduan ini diuraikan tentang prinsip upaya peningkatan mutu, langkah-langkah pelaksanaannya dan dilengkapi dengan indikator mutu.
B. Tujuan Adapun maksud penyusunan pedoman agar tersedianya acuan atau panduan bagi rumah sakit dalam melaksanakan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian serta pengawasan dan pertanggungjawaban penyelenggaraan mutu pelayanan rumah sakit. Pedoman ini disusun dengan tujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit secara efektif, efisien dan berkesinambungan serta tersusunnya sistem monitoring pelayanan rumah sakit melalui indikator mutu pelayanan.
BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN RUMAH SAKIT
Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan sebenarnya bukanlah hal yang baru. Pada tahun (1820–1910) Florence Nightingale seorang perawat dari Inggris menekankan pada aspek-aspek keperawatan pada peningkatan mutu pelayanan. Salah satu ajarannya yang terkenal sampai sekarang adalah “hospital should do the patient no harm”, Rumah Sakit jangan sampai merugikan atau mencelakakan pasien.
Di Amerika Serikat, upaya peningkatan mutu pelayanan medik dimulai oleh ahli bedah Dr. E. A. Codman dari Boston dalam tahun 1917. Dr. E. A. Codman dan beberapa ahli bedah lain kecewa dengan hasil operasi yang seringkali buruk, karena seringnya terjadi penyulit. Mereka berkesimpulan bahwa penyulit itu terjadi karena kondisi yang tidak memenuhi syarat di Rumah Sakit. Untuk itu perlu ada penilaian dan penyempurnaan tentang segala sesuatu yang terkait dengan pembedahan. Ini adalah upaya pertama yang berusaha mengidentifikasikan masalah klinis, dan kemudian mencari jalan keluarnya.
Kelanjutan dari upaya ini pada tahun 1918 The American College of Surgeons (ACS) menyusun suatu Hospital Standardization Programme. Program standarisasi adalah upaya pertama yang terorganisasi dengan tujuan meningkatkan mutu pelayanan. Program ini ternyata sangat berhasil meningkatkan mutu pelayanan sehingga banyak Rumah Sakit tertarik untuk ikut serta. Dengan berkembangnya ilmu dan teknologi maka spesialisasi ilmu kedokteran diluar bedah cepat berkembang. Oleh karena itu program standarisasi perlu diperluas agar dapat mencakup disiplin lain secara umum.
Pada tahun 1951 American College of Surgeon, American College of Physicians, American Hospital Association bekerjasama membentuk suatu Joint Commision on Accreditation of Hospital (JCAH) suatu badan gabungan untuk menilai dan mengakreditasi Rumah Sakit.
Pada akhir tahun 1960 JCAH tidak lagi hanya menentukan syarat minimal dan essensial untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada di Rumah Sakit, namun telah memacu Rumah Sakit agar memberikan mutu pelayanan yang setinggi-tingginya sesuai dengan sumber daya yang ada. Untuk memenuhi tuntutan yang baru ini antara tahun 1953-1965 standar akreditasi direvisi enam kali, selanjutnya beberapa tahun sekali diadakan revisi.
Atas keberhasilan JCAH dalam meningkatkan mutu pelayanan, Pemerintah Federal memberi pengakuan tertinggi dalam mengundangkan “Medicare Act”. Undang-undang ini mengabsahkan akreditasi Rumah Sakit menurut standar yang ditentukan oleh JCAH. Sejak saat itu Rumah Sakit yang tidak diakreditasi oleh JCAH tidak dapat ikut program asuransi kesehatan pemerintah federal (medicare), padahal asuransi di Amerika sangat menentukan utilisasi Rumah Sakit karena hanya 9,3% biaya Rumah Sakit berasal dari pembayaran langsung oleh pasien.
Sejak tahun 1979 JCAH membuat standar tambahan, yaitu agar dapat lulus akreditasi suatu Rumah Sakit harus juga mempunyai program pengendalian mutu yang dilaksanakan dengan baik. Di Australia, Australian Council on Hospital Standards (ACHS) didirikan dengan susah payah pada tahun 1971, namun sampai tahun 1981 badan ini baru berhasil beroperasi dalam 3 Negara bagian. Tetapi lambat laun ACHS dapat diterima kehadirannya dan diakui manfaatnya dalam upaya peningkatan mutu pelayanan sehingga sekarang kegiatan ACHS telah mencakup semua negara bagian. Pelaksanaan peningkatan mutu di Australia pada dasarnya hampir sama dengan di Amerika.
Di Eropa Barat perhatian terhadap peningkatan mutu pelayanan sangat tinggi, namun masalah itu tetap merupakan hal baru dengan konsepsi yang masih agak kabur bagi kebanyakan tenaga profesi kesehatan. Sedangkan pendekatan secara Amerika sukar diterapkan karena perbedaan sistem kesehatan di masing-masing negara di Eropa. Karena itu kantor Regional WHO untuk Eropa pada awal tahun 1980-an mengambil inisiatif untuk membantu negara-negara Eropa mengembangkan pendekatan peningkatan mutu pelayanan disesuaikan dengan sistem pelayanan kesehatan masingmasing.
Pada tahun 1982 kantor regional tersebut telah menerbitkan buku tentang upaya meningkatkan mutu dan penyelenggaraan simposium di Utrecht, negeri Belanda tentang metodologi peningkatan mutu pelayanan. Dalam bulan Mei 1983 di Barcelona, Spanyol suatu kelompok kerja yang
dibentuk oleh WHO telah mengadakan pertemuan untuk mempelajari peningkatan mutu khusus untuk Eropa.
Walaupun secara regional WHO telah melakukan berbagai upaya, namun pada simposium peningkatan mutu pada bulan Mei 1989 terdapat kesan bahwa secara nasional upaya peningkatan mutu di berbagai negara Eropa Barat masih pada perkembangan awal.
Di Asia, negara pertama yang sudah mempunyai program peningkatan mutu dan akreditasi Rumah Sakit secara nasional adalah Taiwan. Negara ini banyak menerapkan metodologi dari Amerika. Sedangkan Malaysia mengembangkan peningkatan mutu pelayanan dengan bantuan konsultan ahli dari Negeri Belanda,
Di Indonesia langkah awal yang sangat mendasar dan terarah yang telah dilakukan Departemen Kesehatan dalam rangka upaya peningkatan mutu yaitu penetapan kelas Rumah Sakit pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.033/Birhup/1972. Secara umum telah ditetapkan beberapa kriteria untuk tiap kelas Rumah Sakit A, B, C, an D. Kriteria ini kemudian berkembang menjadi standar-standar.
Kemudian dari tahun ke tahun disusun berbagai standar baik
menyangkut pelayanan, ketenagaan, sarana dan prasarana untuk masing-masing kelas Rumah Sakit. Disamping standar, Departemen Kesehatan juga mengeluarkan berbagai panduan dalam rangka meningkatkan penampilan pelayanan Rumah Sakit.
Sejak tahun 1984 Departemen Kesehatan telah mengembangkan berbagai indikator untuk mengukur dan mengevaluasi penampilan (performance) Rumah Sakit pemerintah kelas C dan Rumah Sakit swasta setara yaitu dalam rangka Hari Kesehatan Nasional. Indikator ini setiap dua tahun ditinjau kembali dan disempurnakan. Evaluasi penampilan untuk tahun 1991 telah dilengkapi dengan indikator kebersihan dan ketertiban Rumah Sakit dan yang dievaluasi selain kelas C juga kelas D dan kelas B serta Rumah Sakit swasta setara. Sedangkan evaluasi penampilan tahun 1992 telah dilengkapi pula dengan instrumen mengukur kemampuan pelayanan. Evaluasi penampilan Rumah Sakit ini merupakan langkah awal dari Konsep Continuous Quality Improvement (CQI). Berbeda dengan konsep QA tradisional dimana dalam monitor dan evaluasi dititik beratkan kepada pencapaian standar, maka pada CQI fokus lebih diarahkan kepada penampilan organisasi melalui penilaian pemilik, manajemen, klinik dan pelayanan penunjang. Perbedaan yang sangat mendasar yaitu keterlibatan seluruh karyawan.
Selain itu secara sendiri-sendiri beberapa Rumah Sakit telah mengadakan monitoring dan evaluasi mutu pelayanan Rumah Sakitnya. Pada tahun 1981 RS Gatot Subroto telah melakukan kegiatan penilaian mutu yang berdasarkan atas derajat kepuasan pasien. Kemudian Rumah Sakit Husada
pada tahun 1984 melakukan kegiatan yang sama. Rumah Sakit Adi Husada di Surabaya membuat penilaian mutu atas dasar penilaian perilaku dan penampilan kerja perawat. Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya menilai mutu melalui penilaian infeksi nosokomial sebagai salah satu indikator mutu pelayanan. Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo menggunakan upaya penggunaan obat secara rasional. Rumah Sakit Islam Jakarta pernah menggunakan pengendalian mutu terpadu (TQC) dan Gugus Kendali Mutu (Quality Control Circle = QCC). Beberapa Rumah Sakit lainnya juga telah mencoba menerapkan Gugus Kendali Mutu, walaupun hasilnya belum ada yang dilaporkan.
Sejalan dengan hal di atas maka Departemen Kesehatan telah mengadakan Pelatihan Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit pada beberapa Rumah Sakit. Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa kesadaran untuk meningkatkan mutu sudah cukup meluas walaupun dalam penerapannya sering ada perbedaan.
BAB III KONSEP DASAR UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN RSU ALIYAH III KENDARI Mutu pelayanan rumah sakit merupakan derajat kesempurnaan pelayanan rumah sakit untuk memenuhi kebutuhan masyarakat konsumen akan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di Rumah sakit secara wajar, efisien dan efektifserta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum dan sosiobudaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah dan konsumen.
Agar upaya peningkatan mutu didapat dilaksanakan secara efektif dan efisien maka diperlukan adanya kesatuan bahasa tentang konsep dasar upaya peningkatan mutu pelayanan. A. MUTU PELAYANAN RSU ALIYAH III KENDARI 1.
Pengertian mutu Pengertian mutu beraneka ragam dan di bawah ini ada beberapa pengertian yang secara sederhana melukiskan apa hakekat mutu. a. b.
Mutu adalah tingkat kesempurnaan suatu produk atau jasa. Mutu adalah expertise, atau keahlian dan keterikatan (commitment) yang selalu dicurahkan pada pekerjaan
c. 2.
Mutu adalah kegiatan tanpa salah dalam melakukan pekerjaan.
Definisi Mutu Pelayanan Adalah derajat kesempurnaan pelayanan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat konsumen akan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit secara wajar, efisien dan efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum dan sosio budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan dan masyarakat konsumen.
3.
Pihak yang Berkepentingan dengan Mutu Banyak pihak yang berkepentingan dengan mutu, yaitu: a.
Konsumen
b.
Pembayar/perusahaan/asuransi
c.
Manajemen
d.
Karyawan
e.
Masyarakat
f.
Pemerintah
g.
Ikatan profesi
Setiap kepentingan yang disebut di atas berbeda sudut pandang dan kepentingannya terhadap mutu. Karena itu mutu adalah multidimensional. 4.
Dimensi Mutu Dimensi atau aspeknya adalah:
5.
a.
Keprofesian
b.
Efisiensi
c.
Keamanan Pasien
d.
Kepuasan Pasien
e.
Aspek Sosial Budaya
Mutu Terkait dengan Struktur, Proses, Outcome Mutu pelayanan suatu rumah sakit merupakan produk akhir dari interaksi dan ketergantungan yang rumit antara berbagai komponen atau aspek rumah sakit sebagai suatu system. Menurut Donabedian, pengukuran mutu pelayanan kesehatan dapat diukur dengan menggunkan 3 variabel: a. Struktur, segala sumber daya yang diperlukan untuk melakukan pelayanan kesehatan seperti: tenaga, dana, obat, fasilitas, peralatan, teknologi, organisasi, dan lain-lain. Pelayanan kesehatan yang bermutu memerlukan dukungan input yang bermutu pula. b. Proses intetraksi profesional antara pemberi pelayanan dengan konsumen (pasien). Adalah apa yang dilakukan oleh dokter dan tenaga profesi lain terhadap pasien: evaluasi, diagnosis, perawatan, konseling, pengobatan, tindakan, penanganan jika terjadi penyulit, follow up. Pendekatan proses adalah pendekatan paling langsung terhadap mutu asuhan. c. Hasil/Outcome, adalah hasil pelayanan kesehatan, merupakan perubahan yang terjadi pada konsumen (pasien), termasuk kepuasan dari konsumen tersebut. Adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan dokter dan tenaga profesi lain terhadap pasien dalam arti perubahan derajat kesehatan dan kepuasan terhadap provider. Outcome yang baik sebagian besar tergantung kepada mutu struktur dan mutu proses yang baik. Sebaliknya outcome yang buruk adalah kelanjutan struktur atau proses yang buruk.
Rumah Sakit Umum Aliyah III Kendari adalah suatu institusi pelayanan kesehatan yang kompleks, padat pakar dan padat modal. Kompleksitas ini muncul karena pelayanan di Rumah Sakit Umum Aliyah III Kendarimenyangkut berbagai fungsi pelayanan, serta mencakup berbagai tingkatan maupun jenis disiplin. Agar Rumah Sakit Umum Aliyah III Kendari mampu melaksanakan fungsi yang demikian kompleks, harus memiliki sumber daya manusia yang profesional baik di bidang teknis medis maupun administrasi kesehatan. Untuk menjaga
dan meningkatkan mutu, Rumah Sakit Umum Aliyah III Kendariharus mempunyai suatu ukuran yang menjamin peningkatan mutu di semua tingkatan. Pengukuran mutu pelayanan kesehatan Rumah Sakit Umum Aliyah III Kendaridiawali dengan penilaian akreditasi Rumah Sakit Umum Aliyah III Kendari yang mengukur dan memecahkan masalah pada tingkat input dan proses. Pada kegiatan ini Rumah Sakit Umum Aliyah III Kendari harus menetapkan standar input, proses, output, dan outcome, serta membakukan seluruh standar prosedur yang telah ditetapkan. Rumah Sakit Umum Aliyah III Kendaridipacu untuk dapat menilai diri (self assesment) dan memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Sebagai kelanjutan untuk mengukur hasil kerjanya perlu ada latar ukur yang lain, yaitu instrumen mutu pelayanan Rumah Sakit Umum Aliyah III Kendari yang menilai dan memecahkan masalah pada hasil (output dan outcome). Tanpa mengukur hasil kinerja Rumah Sakit Umum Aliyah III Kendarit idak dapat diketahui apakah input dan proses yang baik telah menghasilkan output yang baik pula. Indikator Rumah Sakit Umum Aliyah III Kendari disusun dengan tujuan untuk dapat mengukur kinerja mutu Rumah Sakit Umum Aliyah III Kendari secara nyata.
B. UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN RSU ALIYAH III KENDARI Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan dapat diartikan keseluruhan upaya dan kegiatan secara komprehensif dan integratif memantau dan menilai mutu pelayanan, memecahkan masalah-masalah yang ada dan mencari jalan keluarnya, sehingga mutu pelayanan akan menjadi lebih baik.
Di rumah sakit upaya peningkatan mutu pelayanan adalah kegiatan yang bertujuan memberikan asuhan atau pelayanan sebaik-baiknya kepada pasien. Upaya peningkatan mutu pelayanan akan sangat berarti dan efektif bilamana upaya peningkatan mutu menjadi tujuan sehari-hari dari setiap unsur di termasuk pimpinan, pelaksana pelayanan langsung dan staf penunjang.
Upaya peningkatan mutu termasuk kegiatan yang melibatkan mutu asuhan atau pelayanan dengan penggunaan sumber daya secara tepat dan efisien. Walaupun disadari bahwa mutu memerlukan biaya, tetapi tidak berarti mutu yang lebih baik selalu memerlukan biaya lebih banyak atau mutu rendah biayanya lebih sedikit.
Berdasarkan hal di atas maka disusunlah definisi dan tujuan dari upaya peningkatan mutu pelayanan: 1. Definisi Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan
Adalah keseluruhan upaya dan kegiatan yang komprehensif dan integratif yang menyangkut input, proses dan output secara objektif, sistematik dan berlanjut memantau dan menilai mutu dan kewajaran pelayanan terhadap pasien, dan memecahkan masalahmasalah yang terungkapkan sehingga pelayanan yang diberikan berdaya guna dan berhasil guna.
2. Tujuan Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan a. Umum Meningkatkan pelayanan kesehatan melalui upaya peningkatan mutu pelayanan secara efektif dan efisien agar tercapai derajat kesehatan yang optimal. b. Khusus Tercapainya peningkatan mutu pelayanan melalui: 1) Optimasi tenaga, sarana, dan prasarana. 2) Pemberian pelayanan sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan yang dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu sesuai dengan kebutuhan pasien. 3) Pemanfaatan teknologi tepat guna, hasil penelitian dan pengembangan pelayanan kesehatan. 3. Indikator mutu Indikator mutu rumah sakit meliputi indikator klinik, indikator yang berorientasi pada waktu dan indikator ratio yang berdasarkan pada efektifitas (effectivenes), efisiensi (efficiency), keselamatan (safety) dan kelayakan (appropriateness). 4. Strategi Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan maka disusunlah strategi sebagai berikut: a. Setiap petugas harus memahami dan menghayati konsep dasar dan prinsip mutu pelayanan sehingga dapat menerapkan langkah-langkah upaya peningkatan mutu di masing-masing unit kerjanya. b. Memberi prioritas kepada peningkatan kompetensi sumber daya manusia di Rumah Sakit Prima Husada, serta upaya meningkatkan kesejahteraan karyawan. c. Menciptakan budaya mutu di Rumah Sakit Prima Husada, termasuk di dalamnya menyusun program mutu dengan pendekatan PDSA cycle. 5. Pendekatan Pemecahan Masalah Pendekatan pemecahan masalah merupakan suatu proses siklus (daur) yang berkesinambungan. Langkah pertama dalam proses siklus ini adalah identifikasi masalah. Identifikasi masalah merupakan bagian sangat penting dari seluruh proses siklus (daur), karena akan menentukan kegiatan-kegiatan selanjutnya dari pendekatan pemecahan masalah ini. Masalah akan timbul apabila:
a. Hasil yang dicapai dibandingkan dengan standar yang ada terdapat penyimpangan b. Merasa tidak puas akan penyimpangan tersebut. c. Merasa bertanggung jawab atas penyimpangan tersebut.
Dengan telah jelasnya cara memecahkan masalah maka bisa dilakukan tindakan perbaikan. Namun agar pemecahan masalah bisa tuntas, setelah diadakan tindakan perbaikan perlu dinilai kembali apakah masih ada yang tertinggal. Dari penilaian kembali maka akan didapatkan masalah yang telah terpecahkan dan masalah yang masih tetap merupakan masalah sehingga proses siklus akan berulang mulai tahap pertama.
BAB IV PENGENDALIAN KUALITAS PELAYANAN
Identifikasi masalah dapat dilakukan dengan menggambarkan diagram sebab akibat atau diagram tulang ikan (fish-bone). Diagram tulang ikan adalah alat untuk menggambarkan penyebabpenyebab suatu masalah secara rinci. Diagram tersebut memfasilitasi proses identifikasi masalah sebagai langkah awal untuk menentukan fokus perbaikan, mengembangkan ide pengumpulan data, mengenali penyebab terjadinya masalah dan menganalisa masalah tersebut (Koentjoro, 2007). Diagram tulang ikan diperlihatkan pada gambar 1.
Gambar 4.1. Diagram Tulang Ikan Langkah-langkah menggambarkan diagram tulang ikan: 1. Masalah yang akan dianalisis diletakkan disebelah kanan (kepala tulang ikan) 2. Komponen struktur dan proses masalah diletakkan pada sirip ikan (manusia, mesin/peralatan, metode, material, lingkungan 3. Kemudian dilakukan diskusi untuk menganalisa penyebab masalah pada setiap komponen struktur dan proses tersebut. Pengendalian adalah keseluruhan fungsi atau kegiatan yang harus dilakukan untuk menjamin tercapainya sasaran perusahaan dalam hal kualitas produk dan jasa pelayanan yang diproduksi. Pengendalian kualitas pelayanan pada dasarnya adalah pengendalian kualitas kerja dan proses kegiatan untuk menciptakan kepuasan pelanggan (quality of customer’s satisfaction) yang dilakukan oleh setiap orang dari setiap bagian di Rumah Sakit Umum Daerah Ende.
Pengertian pengendalian kualitas pelayanan di atas mengacu pada siklus pengendalian (control cycle) dengan memutar siklus “Plan-Do-Study-Action” (P-D-S-A) = Relaksasi (rencanakan – laksanakan – periksa –aksi). Pola P-D-S-A ini dikenal sebagai “siklus Shewart”, karena pertama kali dikemukakan oleh Walter Shewhart beberapa puluh tahun yang lalu.
Namun dalam
perkembangannya, metodologi analisis P-D-S-A lebih sering disebuit “siklus Deming”. Hal ini
karena Deming adalah orang yang mempopulerkan penggunaannya dan memperluas penerapannya. Dengan nama apapun itu disebut, P-D-S-A adalah alat yang bermanfaat untuk melakukan perbaikan secara terus menerus (continous improvement) tanpa berhenti.
Konsep P-D-S-A tersebut merupakan panduan bagi setiap manajer untuk proses perbaikan kualitas (quality improvement) secara terus menerus tanpa berhenti tetapi meningkat ke keadaaan yang lebih baik dan dijalankan di seluruh bagian organisasi, seperti tampak pada gambar 2.
Dalam gambar 2 tersebut, pengidentifikasian masalah yang akan dipecahkan dan pencarian sebabsebabnya serta penetuan tindakan koreksinya, harus selalu didasarkan pada fakta.
Hal ini
dimaksudkan untuk menghindarkan adanya unsur subyektivitas dan pengambilan keputusan yang terlalu cepat serta keputusan yang bersifat emosional. Selain itu, untuk memudahkan identifikasi masalah yang akan dipecahkan dan sebagai patokan perbaikan selanjutnya perusahaan harus menetapkan standar pelayanan.
Gambar 4.2. Siklus dan Proses Peningkatan PDSA Hubungan pengendalian kualitas pelayanan dengan peningkatan perbaikan berdasarkan siklus PD-S-A (Relationship between Control and Improvement under P-D-S-A Cycle) diperlihatkan dalam gambar 3. Pengendalian kualitas berdasarkan siklus P-D-S-A hanya dapat berfungsi jika sistem informasi berjalan dengan baik dan siklus tersebut dapat dijabarkan dalam enam langkah seperti diperlihatkan dalam gambar 4.
Plan
Do
Corrective Action
Study
Action
Followup
Improvement
Gambar 4.3. Relationship Between Control and Improvement Under
Action n
(6) Mengambil tindakan yang tepat
(1) Menentukan Tujuan dan sasaran
(2) Menetapkan Metode untuk Mencapai tujuan
Menyelenggarakan Pendidikan dan latihan
(5) Study
Plan
Memeriksa akibat pelaksanaan
(4) Melaksanakan pekerjaan
(3) Do
Gambar 4.4 Siklus PDSA
Keenam langkah P-D-S-A yang terdapat dalam gambar 4 di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Langkah 1. Menentukan tujuan dan sasaran → Plan Tujuan dan sasaran yang akan dicapai didasarkan pada kebijakan yang ditetapkan. Penetapan sasaran tersebut ditentukan oleh Kepala RS atau Kepala Divisi. Penetapan sasaran didasarkan pada data pendukung dan analisis informasi. Sasaran ditetapkan secara konkret dalam bentuk angka, harus pula diungkapkan dengan maksud tertentu dan disebarkan kepada semua karyawan. Semakin rendah tingkat karyawan yang hendak dicapai oleh penyebaran kebijakan dan tujuan, semakin rinci informasi. b. Langkah 2. Menentukan metode untuk mencapai tujuan → Plan Penetapan tujuan dan sasaran dengan tepat belum tentu akan berhasil dicapai tanpa disertai metode yang tepat untuk mencapainya. Metode yang ditetapkan harus rasional, berlaku untuk semua karyawan dan tidak menyulitkan karyawan untuk menggunakannya. Oleh karena itu dalam menetapkan metode yang akan digunakan perlu pula diikuti dengan penetapan standar kerja yang dapat diterima dan dimengerti oleh semua karyawan. c. Langkah 3. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan → Do Metode untuk mencapai tujuan yang dibuat dalam bentuk standar kerja. Agar dapat dipahami oleh petugas terkait, dilakukan program pelatihan para karyawan untuk memahami standar kerja dan program yang ditetapkan. d. Langkah 4. Melaksanakan pekerjaan →Do Dalam pelaksanaan pekerjaan, selalu terkait dengan kondisi yang dihadapi dan standar kerja mungkin tidak dapat mengikuti kondisi yang selalu dapat berubah. Oleh karena itu,
ketrampilan dan pengalaman para karyawan dapat dijadikan modal dasar untuk mengatasi masalah yang timbul dalam pelaksanaan pekerjaan karena ketidaksempurnaan standar kerja yang telah ditetapkan. e. Langkah 5: Memeriksa akibat pelaksanaan →Study Manajer atau atasan perlu memeriksa apakah pekerjaan dilaksanakan dengan baik atau tidak. Jika segala sesuatu telah sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dan mengikuti standar kerja, tidak berarti pemeriksaan dapat diabaikan. Hal yang harus disampaikan kepada karyawan adalah atas dasar apa pemeriksaan itu dilakukan. Agar dapat dibedakan manakah penyimpangan dan manakah yang bukan penyimpangan, maka kebijakan dasar, tujuan, metode (standar kerja) dan pendidikan harus dipahami dengan jelas baik oleh karyawan maupun oleh manajer. Untuk mengetahui penyimpangan, dapat dilihat dari akibat yang timbul dari pelaksanaan pekerjaan dan setelah itu dapat dilihat dari penyebabnya. f. Langkah 6 : Mengambil tindakan yang tepat →Action Pemeriksaan melalui akibat yang ditimbulkan bertujuan untuk menemukan penyimpangan. Jika penyimpangan telah ditemukan, maka penyebab timbulnya penyimpangan harus ditemukan untuk mengambil tindakan yang tepat agar tidak terulang lagi penyimpangan. Menyingkirkan faktor-faktor penyebab yang telah mengakibatkan penyimpangan merupakan konsepsi yang penting dalam pengendalian kualitas pelayanan. Konsep PDSA dengan keenam langkah tersebut merupakan sistem yang efektif untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Untuk mencapai kualitas pelayanan yang akan dicapai diperlukan partisipasi semua karyawan, semua bagian dan semua proses. Partisipasi semua karyawan dalam pengendalian kualitas pelayanan diperlukan kesungguhan (sincerety), yaitu sikap yang menolak adanya tujuan yang semata-mata hanya berguna bagi diri sendiri atau menolak cara berfikir dan berbuat yang semata-mata bersifat pragmatis. Dalam sikap kesungguhan tersebut yang dipentingkan bukan hanya sasaran yang akan dicapai, melainkan juga cara bertindak seseorang untuk mencapai sasaran tersebut. Partisipasi semua pihak dalam pengendalian kualitas pelayanan mencakup semua jenis kelompok karyawan yang secara bersama-sama merasa bertanggung jawab atas kualitas pelayanan dalam kelompoknya. Partisipasi semua proses dalam pengendalian kualitas pelayanan dimaksudkan adalah pengendalian tidak hanya terhadap outcome, tetapi terhadap hasil setiap proses. Proses pelayanan akan menghasilkan suatu pelayanan berkualitas tinggi, hanya mungkin dapat dicapai jika terdapat pengendalian kualitas dalam setiap tahapan dari proses. Dimana dalam setiap tahapan proses dapat dijamin adanya keterpaduan, kerjasama yang baik antara kelompok karyawan dengan manajemen, sebagai tanggung jawab bersama untuk menghasilkan kualitas hasil kerja dari kelompok, sebagai mata rantai dari suatu proses.
BAB V PRINSIP DASAR UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN Prinsip dasar upaya peningkatan mutu pelayanan adalah pemilihan aspek yang akan ditingkatkan dengan menetapkan indikator, kriteria serta standar yang digunakan untuk mengukur mutu pelayanan . Indikator adalah ukuran atau cara mengukur sehingga menunjukkan suatu indikasi. Indikator merupakan suatu variabel yang digunakan untuk bisa melihat perubahan. Indikator yang baik adalah yang sensitif tapi juga spesifik. Kriteria adalah spesifikasi dari indikator. Standar: 1. Tingkat kinerja atau keadaan yang dapat diterima oleh seseorang yang berwenang dalam situasi tersebut, atau oleh mereka yang bertanggung jawab untuk mempertahankan tingkat kinerja atau kondisi tersebut. 2. Suatu norma atau persetujuan mengenai keadaan atau prestasi yang sangat baik. 3. Sesuatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas, berat, nilai atau mutu. Dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan maka harus memperhatikan prinsip dasar sebagai berikut: 1. Aspek yang dipilih untuk ditingkatkan a.
Keprofesian
b.
Efisiensi
c.
Keamanan pasien
d.
Kepuasan pasien
e.
Sarana dan lingkungan fisik
2. Indikator yang dipilih a.
Indikator lebih banyak untuk menilai proses dan outcome daripada input.
b.
Bersifat umum, yaitu lebih baik indikator untuk situasi dan kelompok daripada untuk perorangan.
c.
Dapat digunakan untuk membandingkan dengan Rumah Sakit lain, baik di dalam maupun luar negeri.
d.
Dapat mendorong intervensi sejak tahap awal pada aspek yang dipilih untuk dimonitor
e.
Didasarkan pada data yang ada.
3. Kriteria yang digunakan Kriteria yang digunakan harus dapat diukur dan dihitung untuk dapat menilai indikator, sehingga dapat sebagai batas yang memisahkan antara mutu baik dan mutu tidak baik.
4. Standar yang digunakan Standar yang digunakan ditetapkan berdasarkan: a. Acuan dari berbagai sumber b. Benchmarking dengan Rumah Sakit yang setara dan Berdasarkan trend yang menuju kebaikan
BAB VI FOKUS UTAMA UPAYA PENINGKATAN MUTU
Fokus utama upaya peningkatan mutu Rumah Sakit Umum Aliyah III Kendari terintegrasi dengan Panduan Patient Safety Rumah Sakit Umum Aliyah III Kendari yang menerapkan Tujuh Langkah Keselamatan Pasien Rumah Sakit. A. Kepemimpinan dan Perencanaan Pimpinan Rumah Sakit Umum Aliyah III Kendari dalam berperan aktif dalam kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien. 1.
Pimpinan bertanggung jawab atas mutu pelayanan RSU Aliyah III Kendari.
2.
Pimpinan bertanggung jawab atas keselamatan pasien RSU Aliyah III Kendari.
3.
Telah dibentuk Tim mutu dan keselamatan pasien untuk menjadi ‘penggerak’ dalam hal mutu dan keselamatan pasien.
4.
Mutu pelayanan dan keselamatan pasien menjadi prioritas agenda dalam rapat jajaran direksi maupun rapat-rapat manajemen rumah sakit.
5.
Pimpinan melalui Tim mutu dan keselamatan pasien membuat perencanaan dan pelaksanaan program kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien. Tugas dan program kerja Tim mutu dan keselamatan pasien secara lengkap dijabarkan dalam Pedoman Tim Mutu dan Keselamatan Pasien.
6.
Pimpinan mendukung peningkatan kompetensi sumber daya manusia di Rumah Sakit Umum Aliyah III Kendari melalui pelatihan yang disesuaikan.
7.
Pimpinan memonitor kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien melalui laporan dari Tim peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
8.
Pimpinan RS, dalam hal ini Direktur, melaporkan kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien setiap 3 bulan (dalam rapat evaluasi triwulan) dan setiap akhir tahun (dalam laporan tahunan).
B. Manajemen Proses Klinik Salah satu fokus kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien di Rumah Sakit Umum Aliyah III Kendariadalah untuk mengurangi risiko dalam proses asuhan klinis. 1.
Ditetapkan standar asuhan klinis melalui panduan praktik klinik dan atau clinical pathway.
2.
Panduan praktik klinik dan atau clinical pathway dikembangkan sesuai dengan kebutuhan RSU Aliyah III Kendari.
3.
Panduan praktik klinik dan atau clinical pathway tersebut di review setiap tahun dan dilakukan perbaikan apabila perlu.
4.
Melakukan audit medik minimal 1 x 1 tahun untuk melihat kepatuhan dan adanya perbaikan.
C. Pengukuran, Evaluasi serta Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit Umum Aliyah III Kendari telah menetapkan indikator yang harus dipenuhi oleh semua unit. Indikator tersebut terdiri dari Indikator Manajerial, Indikator Mutu Pelayanan dan Indikator Patient Safety (Insiden yang harus dicatat). Indikator patient safety terdapat dalam Panduan Patient Safety Rumah Sakit Umum Aliyah III Kendari (indikator terlampir). Pengumpulan data dan evaluasi Indikator Mutu dan Keselamatan Pasien: 1.
Setiap unit/bagian wajib melaksanakan kegiatan pemenuhan indikator kinerja manajerial dan mutu yang sudah ditetapkan sesuai dengan kebijakan/pedoman/acuan yang digunakan di rumah sakit (alur pelaporan terlampir).
2.
Setiap unit/bagian wajib melaporkan kegiatan pemenuhan indikator
kinerja
manajerial dan mutu yang sudah ditetapkan. 3.
Seluruh unit rumah sakit melaporkan hasil pencatatan tersebut kepada Tim Mutu dan Keselamatan Pasien setiap bulan
4.
Unit yang terkait: a.
Bagian Pengadaan
b.
Bagian HRD
c.
Bagian Customer Service
d.
Bagian Keuangan
e.
Unit Rekam Medis
f.
Unit Farmasi
g.
Unit Laboratorium
h.
Unit Gizi
i.
IPSRS
j.
Instalasi Rawat Jalan
k.
Instalasi Rawat Inap
l.
Unit Kamar Bedah
m. UGD n. 5.
Tim PPI
Tim Mutu dan Keselamatan Pasien RSU Aliyah III secara berkala (paling lama 2 tahun) melakukan evaluasi pedoman, kebijakan dan prosedur keselamatan pasien yang dipergunakan di RSU Aliyah III Kendari.
6.
Ditetapkan minimal 5 (dari seluruh indikator) indikator utama yang sensitif untuk dianalisa lebih jauh sesuai dengan keadaan rumah sakit. Indikator utama ini direview setiap tahun dan diganti apabila perlu. Pemilihan ini didasarkan pada konsensus antara pimpinan dengan tim mutu dan keselamatan pasien.
7.
Kriteria pemilihan indikator utama adalah: 1. Proses utama yang kritikal 2. Proses risiko tinggi 3. Proses yang cenderung bermasalah
Validasi dan analisa Data Indikator Mutu dan Keselamatan Pasien : 1. Tim Mutu dan Keselamatan Pasien Prima Husada melakukan pencatatan kegiatan yang telah dilakukan dan membuat laporan kegiatan kepada Direktur Rumah Sakit secara berkala. 2. Tim Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit Umum Aliyah III Kendarimelakukan analisa terhadap kegiatan pemenuhan indikator, dengan cara membandingkan secara internal, yaitu dengan bulan sebelumnya dan dengan standar yang telah ditetapkan. 3. Dilakukan validasi data oleh Tim Mutu dan Keselamatan Pasien apabila terdapat: a. Indikator atau proses yang baru diberlakukan b. Kecenderungan peningkatan atau penurunan angka pemenuhan indikator c. Terdapat variasi dari pencatatan pemenuhan indikator d. Data yang dianggap meragukan e. Secara berkala (3 bulan sekali) dilakukan terhadap semua data indikator dan dilaporakan dalam laporan triwulan tim PMKP. f. Secara berkala (1 bulan sekali) pada indikator utama. 4. Validasi data dilakukan dengan menelusuri ke lapangan untuk melihat bagaimana data dikumpulkan dan dicatat. Apabila diperlukan dilakukan pengumpulan data kembali oleh individu yang berbeda. Meningkatkan dan Mempertahankan Mutu dan Keselamatan Pasien: Manajemen Risiko Peningkatan mutu dan Keselamatan Pasien dilakukan dengan menggunakan pendekatan proaktif dalam melaksanakan manajemen risiko di semua unit/bagian RS Prima Husada. Analisis risiko merupakan proses untuk mengenali bahaya (hazard) yang mungkin terjadi dan bagaimana potensi kegawatan dari bahaya tersebut. Langkah-langkah manajemen risiko: 1. Identifikasi Risiko 2. Menetapkan prioritas risiko 3. Analisis risiko 4. Pengelolaan risiko 5. Evaluasi
Langkah manajemen risiko seperti yang digambarkan dibawah ini:
Gambar 5.1 Diagram Manajemen Risiko Alat-alat manajemen risiko yang digunakan di Rumah Sakit Umum Aliyah III Kendari antara lain: 1. Non statistical tools: untuk mengembangkan ide, mengelompokkan, memprioritaskan dan memberikan arah dalam pengambilan keputusan. Alat-alat tersebut meliputi Fish bone, Bagan alir, RCA, FMEA a. Root Causes Analysis (RCA) Langkah-langkah melakukan RCA: 1) Investigasi kejadian 2) Rekonstruksi kejadian 3) Analisis sebab :mengidentifikasi penyebab masalah 4) Menyusun rencana tindakan 5) Melaporkan proses analisis dan temuan b. Bagan alir/diagram alur/flow chart: Digunakan untuk menggambarkan urutan langkah dari suatu proses spesifik yang dipakai untuk mengidentifikasi masalah, menganalisis masalah serta menentukan “ideal path” dalam perencanaan perbaikan. Simbol-simbol yang digunakan pada Bagan Alir ditunjukan pada gambar dibawah ini:
Awal/ akhir proses
Penghubu ng
Kegiatan Keput usan
Gambar 5.2 Simbol yang digunakan c. FMEA (Failure Mode and Cause Analysis) Suatu alat mutu untuk mengkaji suatu prosedur secara rinci dan mengenali modelmodel adanya kegagalan/kesalahan pada suatu prosedur, melakukan penilaian terhadap tiap model kesalahan/kegagalan dan mencari solusi dengan melakukan perubahan disain/prosedur. Tahapan FMEA (JCAHO, 2005) 1) Memilih proses yang berisiko tinggi dan membentuk tim 2) Membuat diagram proses atau alur proses dengan flow chart yang rinci 3) Untuk setiap kemungkinan kegagalan (failure mode), identifikasi efek yang mungkin terjadi ke pasien (the effect) 4) Menetapkan kemungkinan tingkat keparahan dari efek tersebut ke pasien (RPN) 5) Melakukan root cause analysis dari failure mode 6) Desain ulang proses 7) Analisa dan ujicobakan proses yang baru 8) Terapkan dan awasi proses yang sudah didesain ulang tadi
Tabel 5.1 Risk Priority Numbers (RPN) S O Severity (Keparahan) Occurence (Keseringan) 1. Minor 1. Hampir tidak pernah 2. Moderate terjadi 3. Minor Injury 2. jarang 4. Mayor Injury 3. kadang-kadang 5. Terminal 4. sering injury/death 5. sangat sering dan pasti
D Detectable (Terdeteksi) 1. selalu terdeteksi 2. sangat mungkin terdeteksi 3. Mungkin terdeteksi 4. Kemungkinan kecil terdeteksi 5. Tidak mungkin terdeteksi
Pelaksanaan : Rumah Sakit memastikan bahwa seluruh staf yang terkait mampu melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa masalah tersebut terjadi untuk kemudian menyusun rencana tindak lanjutnya. 1. Analisis akar masalah (RCA) dilakukan untuk melakukan identifikasi apabila ditemukan permasalahan dalam pemenuhan indikator mutu dan manajerial serta pengelolaan insiden. 2. Proses mengurangi risiko dilakukan paling sedikit satu kali dalam setahun dan dibuat dokumentasinya, dengan menggunakan FMEA (Failure Mode and Effect Analysis). Proses yang dipilih adalah proses dengan risiko tinggi.
BAB VII MONITORING DAN EVALUASI 1. Seluruh jajaran manajemen RSU Aliyah III Kendari secara berkala melakukan monitoring dan evaluasi program keselamatan pasien yang dilaksanakan oleh
Tim Mutu dan
Keselamatan Pasien RSU Aliyah III Kendari. 2. Tim Mutu dan Keselamatan RSU Aliyah III Kendari secara berkala (paling lama 2 tahun) melakukan evaluasi pedoman, kebijakan dan prosedur keselamatan pasien yang dipergunakan di RSU Aliyah III Kendari 3. Tim Mutu dan Keselamatan Pasien RSU Aliyah III Kendari melakukan evaluasi kegiatan setiap bulan dan membuat tindak lanjutnya. 4. Tim Mutu dan Keselamatan Pasien RSU Aliyah III Kendari melakukan analisa pemenuhan indikator setiap tiga bulan dan membuat tindak lanjutnya (laporan triwulan). 5. Alur pelaporan kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien:
BAB VII PENUTUP Pedoman yang disusun ini merupakan langkah awal sebagai pedoman/panduan bagi rumah sakit untuk melakukan pengukuran, evaluasi dan tindak lanjut terhadap Indikator RS. Pedoman ini diharapkan dapat diterapkan oleh RS dan menjadi pedoman bersama dalam mengukur Indikator rumah sakit. Hasil pengukuran indikator rumah sakit tersebut kedepannya diharapkan dapat diakses dan dipublikasikan untuk perbaikan internal rumah sakit dan eksternal untuk bukti akuntabilitas pada masyarakat. Buku pedoman ini masih dalam tahap perkembangan sehingga tidak menutup kemungkinan adanya masukan demi tercapainya perbaikan bagi buku pedoman ini
Ditetapkan di : Kendari Pada tanggal : 02 Januari 2019 Direktur RSU Aliyah III Kendari
dr. Sabrandi Pratama Saputra