Pneumonia.docx

  • Uploaded by: Yusmiati
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pneumonia.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,185
  • Pages: 6
PNEUMONIA A. DEFINISI Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan paru yang disebabkan oleh non mikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis . Pneumonia adalah penyakit infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli), dengan gejala batuk pilek yang disertai nafas sesak atau nafas cepat. Penyakit ini mempunyai tingkat kematian yang tinggi. Secara klinis pada anak yang lebih tua selalu disertai batuk dan nafas cepat dan tarikan dinding dada kedalam. Namun pada bayi seringkali tidak disertai batuk

B. ETIOLOGI Cara terjadinya penularan berkaitan pula dengan jenis kuman, misalnya infeksi melalui droplet sering disebabkan Streptococus pneumoniae, melalui slang infus oleh Staphylococus

aureus

sedangkan

infeksi

pada

pemakaian

ventilator

oleh

Pseudomonas aeruginosa Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu bakteri, virus, jamur dan protozoa.

Pada rawat jalan jenis patogen tidak diketahui pada 40% kasus. Dilaporkan adanya Streptococus Pneumonia pada (9-20%), Micobacterium pneumonia (13-37%), Chlamydia pneumonia ( 17%). Patogen pada PK rawat inap diluar ICU. Pada 20-70% tidak diketahui penyebabnya Streptococus Pneumonia, Haemophilus influenza, Micobacterium pneumonia, Chlamydia pneumonia, Legionella, dan virus sebesar 10 %. Sedangkan pada PK rawat inap di ICU yang menjadi etiologinya adalah Streptococus pneumonia, Enterobacteriacae, Pseudomonas Aeuroginosa .

C. PATOGENESIS Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme di paru. Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat berkembang biak dan menimbulkan penyakit. Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran napas.

Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan :

1. Inokulasi langsung 2. Penyebaran melalui pembuluh darah 3. Inhalasi bahan aerosol 4. Kolonisasi dipermukaan mukosa

Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara Kolonisasi. Kolonisasi adalah proses dimana bakteri menempati dan bermultiplikasi pada suatu daerah tertentu pada tubuh manusia. Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 -2,0 m melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveol dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru.

D. EPIDEMIOLOGI Sebuah studi menyebutkan rata-rata kasus pneumonia dalam setahun adalah 12 kasus setiap 1000 orang. Mortalitas pada penderita pneumonia komuniti yang membutuhkan perawatan rumah sakit diperkirakan sekitar 7 - 14%, dan meningkat pada populasi tertentu seperti pada penderita Comunity Acquired Pneumonia (CAP) dengan bakterimia, dan penderita yang memerlukan perawatan di Intensive Care Unit (ICU). Angka mortalitas juga lebih tinggi ditemukan pada negara berkembang, pada usia muda, dan pada usia lanjut, bervariasi dari 10 – 40 orang tiap 1000 penduduk di negara-negara barat.

E. MANIFESTASI KLINIS Gejala khas dari pneumonia adalah demam, menggigil, berkeringat, batuk (baik non produktif atau produktif atau menghasilkan sputum berlendir, purulen, atau bercak darah), sakit dada karena pleuritis dan sesak. Gejala umum lainnya adalah pasien lebih suka berbaring pada yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada. Pemeriksaan fisik didapatkan retraksi atau penarikan dinding dada bagian bawah saat pernafas, takipneu, kenaikan atau penurunan taktil fremitus, perkusi redup sampai pekak menggambarkan konsolidasi atau terdapat cairan pleura, ronki, suara pernafasan bronkial, pleural friction rub.

F. DIAGNOSIS Ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang sesuai dengan gejala dan tanda yang dikemukakan pasien disertai pemriksaan penunjang. Diagnosis berdasarkan etiologi dapat dilakukan berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi dan/atau serologi. Berdasarkan berat ringannya pneumonia dibedakan menjadi : 1. Pneumonia sangat berat : bila ada sianosis sentral dan tidak sanggup minum, harus dirawat di RS dan diberi antibiotik. 2. Pneumonia berat : bila ada retraksi tanpa sianosis dan masih sanggup minum harus dirawat di RS dan diberi antibiotik

3. Pneumonia : bila ada retraksi, tetapi nafas cepat -

>60x/menit pada bayi <2 bln

-

>50x/menit pada bayi 2-12 bln

-

>40x/menit pada bayi 1-5 thn Tidak perlu dirawat cukup beri antibiotik oral

4. Bukan pneumonia : hanya batuk tanpa tanda dan gejala seperti di atas, tidak perlu dirawat, tidak perlu antibiotik. Bayi dibawah 2 bulan harus dirawat karena perjalanan penyakit lebih bervariasi, komplikasi dan kematian sering terjadi.

Pemeriksaan Fisis Pneumonia lobaris : 1. Inspeksi : frekuensi pernafasan >40x/menit, pernafasan cuping hidung, sianosis, paru yang sakit pergerakannya lambat, gembung. 2. Palpasi : fokal fremitus sisi sakit>keras 3. Perkusi : sisi sakit pekak relatif 4. Auskultasi : sisi sakit BP menurun, BT ronki nyaring 1 lobus

1. Inspeksi : sakit sedang, retraksi frekuensi pernafasan > 50x/menit 2. Palpasi : 3. Perkusi : sonor 4. Auskultasi : ronki nyaring diffus satu/ke 2 paru

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG 

Chest X Ray Pemeriksaan ini menunjukkan kelainan sebelum dapat ditemukan secara fisis. Pada bronkopneumonia terdapat bercak-bercak infiltrat satu atau bebrapa lobus paru. Foto rontgen juga menunjukkan komplikasi seperti pleuritis,

atelektasis,

abses

paru,

pneumomediastinum atau perikarditis.

pneumatokel,

pneumothoraks,



Pemeriksaan Laboratorium Pada pneumonia pneumococcus tes darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 sampai 40.000/mm3 dengan pergeseran ke kiri. Kumam penyebab dapat dikultur dari swab tenggorokan dan 30% bisa dari darah. Urin biasanya berwarna lebih tua, mungkin diakibatkan karena terdapatnya albumin ringan karena suhu naik. Pneumonia pneumokokkus tidak dapat dibedakan dengan bakteri lain selain pemeriksaan mikrobiologi.

H. PENATALAKSANAAN Untuk mengurangi resiko resistensi mikroorganisme terhadap obat sebaiknya pengobatannya dilakukan sesuai etiologi, tetapi karena memakan waktu maka hanya dapat diberikan dengan pengobatan polifragmas i. Penisilin 50.000 IU/kgBB/hari dan ditambahkan dengan kloramfenikol 50-75 mg/kgBB/hari atau diberikan antibiotik spektrum luas seperti ampisilin. Pengobatan diteruskan sampai anak bebas panas selama 4-5 hari. Anak yang sesak nafas memrlukan cairan intravena dan dan oksigen. Jenis cairan yang digunakan adalah campuran glukosa 5% dan NaCl 0,9% dalam perbandingan 3:1 ditambah larutan KCl 10 mEq/500 mL botol infuse. Banyaknya cairan yang diperlukan sebaiknya dihitung dnegan menggunakan rumus darrow. Karena kebanyakan penderita menderita asidosis metabolik akibat kurang makan dan hipoksia, dapat diberikan dengan melakukan koreksi perhitungan basa sebanyak -5 mEq.

I. KOMPLIKASI Pneumonia umumnya bisa diterapi dengan baik tanpa menimbulkan komplikasi. Akan tetapi, beberapa pasien, khususnya kelompok pasien risiko tinggi, mungkin mengalami beberapa komplikasi seperti bakteremia (sepsis), abses paru, efusi pleura, dan kesulitan bernapas. Bakteremia dapat terjadi pada pasien jika bakteri yang menginfeksi paru masuk ke dalam aliran darah dan menyebarkan infeksi ke organ lain, yang berpotensi menyebabkan kegagalan organ. Pada 10% pneumonia pneumokokkus dengan bakteremia dijumpai terdapat komplikasi ektrapulmoner berupa meningitis, arthritis, endokarditis, perikarditis, peritonitis, dan empiema. Pneumonia juga dapat menyebabkan akumulasi cairan pada rongga pleura atau biasa disebut dengan efusi pleura. Efusi pleura pada pneumonia umumnya bersifat eksudatif. Pada klinis sekitar 5% kasus efusi pleura yang disebabkan oleh P.

pneumoniae dengan jumlah cairan yang sedikit dan sifatnya sesaat (efusi parapneumonik). Efusi pleura eksudatif yang mengandung mikroorganisme dalam jumlah banyak beserta dengan nanah disebut empiema. Jika sudah terjadi empiema maka cairan perlu di drainage menggunakan chest tube atau dengan pembedahan.

J. PROGNOSIS Dengan memberikan antibiotika yang tepat dan adekuat mortalitas dapat diturunkan sampai kurang 1%. Anak yang menderita MEP dan terlambat ditangani menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.

SUMBER : 1. 2.

PDPI. 2014. Pneumonia komuniti-pedoman diagnosis dan penatalaksaan di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Dahlan Z. 2016. Pneumonia, dalam Sudoyo AW, dkk (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi VI. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia.

More Documents from "Yusmiati"

Anatomi.docx
December 2019 6
Ep. 1 Pedoman Pmkp.docx
November 2019 16
Pneumonia.docx
December 2019 6