Dokumen.tips_laporan-uji-pelepasan-gel.doc

  • Uploaded by: monikatw
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Dokumen.tips_laporan-uji-pelepasan-gel.doc as PDF for free.

More details

  • Words: 5,623
  • Pages: 28
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN LIKUIDA DAN SEMISOLIDA “UJI PELEPASAN GEL NATRIUM DIKLOFENAK ”

Kelompok A3 Anggota Kelompok :

1.

Radita Surya A

(122210101055)

2.

Nili Sulfianti

(122210101057)

3.

Yodi Setiadi

(122210101059)

4.

Aulia Putri Kandy

(122210101063)

5.

Bannan Muthiatul A

(122210101065)

6.

Dhany Alghifari

(122210101079)

7.

Juwita Permata SG

(122210101081)

8.

Novialda Nitiyacassari

(122210101089)

BAGIAN FARMASETIKA FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS JEMBER 2014

I. Tujuan 

Mahasiswa dapat mengetahui metode evaluasi pada sediaan semisolid khususnya pada sediaan gel Na diklofenak



Mahasiswa dapat melakukan metode evaluasi gel Na diklofenak

II. Teori dasar Gel merupakan sediaan dengan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil dan molekul organik yang besar dan terpenetrasi oleh suatu cairan.gel umumnya merupakan suatu sediaan semipadat yang jernih,tembus cahaya dan mengandung zat aktif.merupakan dispersi koloid yang mempunyai kekuatan yang disebabkan pengikat dalam granulasi,koloid pelindung dalam suspense,dan pengental untuk sediaan oral dan sebagai basis suppositoria (Herdiana,2007) Dasar gel yang umumnya digunakan adalah gel hidrofobik dan gel hidrofilik: a. Dasar gel hidrofobik Dasar gel hidrofobik umumnya terdiri dari partikel-partikel anorganik yang apabila ditambahkan ke dalam fase pendispersi hanya sedikit sekali interaksi antara kedua fase.berbeda dengan bahan hidrofilik,tidak secara spontan menyebar (Ansel,1989) b. Dasar gel hidrofilik Dasar gel hidrofilik umumnys terdiri dari partikel-partikel organic yang besar dan dapat dilarutkan atau disatukan dengan molekul dari fase pendispersi.istilah hidrofilik berarti suka pada pelarut polar, dan umumnya daya tarik menarik dari bahan pelarut hidrofobik tidak ada.sistem koloid hidrofilik umumnya lebih mudah dibuat dan memiliki stabilitas yang lebih baik (Ansel,1989).gel hidrofilik umumnya mengandung komponen bahan pengembang air,humektan dan bahan pengawet (Voight,1990) Komponen gel dibagi menjadi 3 yaitu bahan aktif,gelling agent dan bahan tambahan.sejumlah polimer di gunakan untuk membentuk struktur berbentuk jaringan yang merupakan bagian penting dalam system gel.berikut ini adalah beberapa contoh gelling agent : 

Polimer -

Gum Alam Umumnya bersifat anionik (bersifat negatif dalam larutan dispersi dalam air)meskipun terdapat dalam jumlah kecil yang bermuatan seperti gum guar.beberapa contoh gom alam :

a. Na alginat Merupakan polisakarida ,terdiri dari berbagai proporsi asam-O-mannuranik dan L-gukironik yang di dapatkan dari rumput laut coklat dalam bentuk garam monovalen dan divalen. b. Karagenan Hidrokoloid yang di ekstrak dari berbagai alga merah yang merupakan suatu campuran tidak tetap dari natrium,kalsium,amonium,kalium dan ester-ester MgSO4.semua karagenan adalah anionik. c. Tragakan d. Pektin 

Derivat selulosa Derivat selulosa yang digunakan adalah HEMC,HPMC,EHEC, dan HPC.derivat ini sering digunakan karena menghasilkan gel yang bersifat netral dan viskositasnya stabil. -

Polimer sintetis (karbomer = karbopol)

-

Polietilen (gelling oil)

-

Koloid padat terdispersi

-

Surfaktan

-

Polivinil alkohol

Beberapa contoh bahan tambahan yang biasa digunakan adalah: -

Pengawet : sebagai antimikroba pada sediaan gel yang banyak mengandung air

-

Penambah bahan higroskopis : untuk mencegah kehilangan air

-

Chelating agent : untuk mencegah besi dari zat yang sensitif terhadap logam berat

Sifat dan karakteristik gel: 1. Zat membentuk gel yang ideal untuk sediaan farmasi dan kosmetik adalah inert dan aman.dan tidak bereaksi dengan bahan lain. 2. Pemilihan bahan pembentuk gel harus dapat memberikan bentuk padatan yang baik selama penyimpanan tetapi dapat rusak segera ketika sediaan diberikan kekuatan yang disebabkan oleh penocokan dalam botol 3. Karakteristik Gel harus disesuaikan dengan tujuan penggunaan sediaan yang di harapkan

Definisi Na diklofenak

Na diklofenak merupakan salah satu obat antiinflamasi non steroid (OAINS) dengan struktur asam asetat(David Tollison,2002). Na diklofenak termasuk obat analgesik siklooksigenase non selektif berdasarkan selektivitasnya terhadap siklooksigenase.obat antiinflamasi

non

steroid

bekerja

dengan

jalan

menghambat

biosintesis

prostaglandin.dimana produksi prostaglandin akan meningkat saat sel mengalami kerusakan. OAINS akan menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakidonat menjadi prostaglandin terganggu.perlu diketahui enzim siklooksigenase ada 2 macam antara lain: 1. COX 1 : berperan dalam pemeliharaan berbagai fungsi fisiologis jaringan khususnya pada ginjal,saluran cerna dan trombosit 2. COX 2 : berperan sebagai stimulus infalamator,faktor pertumbuhan dan proses perbaikan jaringan. Dimana enzim COX 1 akan menghasilkan tromboksan A2 yang dapat menyebabkan vasokonstriksi,agregasi trombosit, dan proliferasi otot polos.sedangkan enzim COX 2 akan menghasilkan prostasiklin (PGI 2) yang kerjanya melawan enzim COX 1. Efek farmakodinamik Na diklofenak terbagi atas antiinflamasi,efek analgesik dan efek antipiretik a. Efek antiinflamasi Prostaglandin dan prostasiklin mengakibatkan eritema,vasodilatasi,dan peningkatan aliran darah lokal.prostaglandin merangsang histamin dan bradikinin sehingga terjadi migrasi sel leukosit ke jaringan radang.dari proses tersebut timbul gejala-gejala inflamasi seperti kalor ,rubor ,tumor ,dolor dan functio laesa.dimana peran OAINS disini adalah menghambat produk prostaglandin sehingga gejala antiinflamasi dapat di tekan. b. Efek analgesik Prostaglandin hanya berperan pada nyeri akibat kerusakan jaringan atau inflamasi.prostaglandin menyebabkan sensitisasi reseptor nyeri terhadap simulasi mekanik dan kimiawi (hiperalgesia).nyeri yang nyata ditimbulkan oleh bradikinin dan histamine.OAINS tidak mempengaruhi hiperalgesia atau nyeri akibat efek langsung prostaglandin

karena

tidak

melakukan

blockade

langsung

prostaglandin.OAINS hanya menghambat sintesis prostaglandin. Sifat fisika kimia dari bahan aktif Na diklofenak,yaitu:

pada

reseptor

Bahan aktif

: Na diklofenak

Efek utama

: Analgesic,antiinflamasi,dan antipiretik(Martindale 36th hal 1)

Efek samping

: Timbul ruam pada kulit,reaksi fototoksik,mekrosis,epidermal toksik,pemfigus

vulgaris,eritema

multiforme,dan

sindrom

stevens Johnson Pemerian

: Serbuk hablur, berwarna putih, tidak berasa(USP 30 NF 25,2007)

Rumus struktur

: C14H10ClNNaO2

Berat molekul

: 318,13

Pka

: 4,0

Log P

: 4,5

(zang,2009) Kelarutan

: Dalam 50 bagian air,6 bagian PBS,35 bagian etanol,6 bagian aseton (drug data bank)

Kontraindikasi

: Hipersensitif terhadap golongan AINS,adanya riwayat gatalgatal,bronkospasme,rhinitis berat,tidak boleh diberikan

Berdasarkan data karakteristik fisika kimia maka Na diklofenak dapat diformulasi pada sediaan semisolid dimana sediaan yang dipilih adalah sediaan gel.sediaan gel memiliki beberapa keuntungan yaitu, mampu meningkatkan absorbs obat,kadar air yang tinggi pada sedan gel tinggi sehingga dapat menghidrasi stratum korneum dan meningkatkan penetrasi obat,selain itu gel lebih acceptable dan mudah digunakan bagi pasien. Untuk menguji sediaan gel Na diklofenak yang dibuat untuk mencapai aspek aman,efektif,stabil dan acceptable.perlu dilakukan uji evaluasi pada sediaan gel yang dibuat..berikut ini merupakan uji evaluasi gel Na diklofenak : 1. Uji pelepasan 2. Uji penetrasi 3. Uji disolusi 4. Uji daya sebar 5. Uji homogenitas

6. Uji pH 7. Uji viskositas 8. Uji organoleptis Absorbsi Perkutan Absorbsi perkutan adalah masuknya molekul obat dari kulit ke dalam jaringan bawah kulit, kemudian masuk ke dalam sirkulasi darah dengan mekanisme difusi pasif. Istilah perkutan dapat terjadi pada lapisan epidermis dan penyerapan dapat terjadi pada lapisan epidermis yang berbeda-beda. (Alache, 1993)

Uji Penetrasi Penetrasi melintasi Stratum Corneum dapat dilakukan melaluidua mekanisme, yaitu: 1. Penetrasi Transepidermal Sebagian besar obat berpenetrasi melintasi Stratum Corneum melalui ruang intraseluler dan ekstraseluler. Pada kulit normal, jalur penetrasi umumnya melalui transepidermal dibandingkan dengan transapendageal pada prinsipnya, masuknya penetrasi ke dalam Stratum Corneum adalah adanya koefisien partisi dari penetrasi obatobatan yang bersifat hidrofilik akan berpartisi melalui jalur transeluler sedangkan obatobatan yang bersifat lipofilik akan masuk ke dalam Stratum Corneum melalui intraseluler. (Swarbrick dan Boylan, 1995)

Penetrasi transepidermal berlangsung melalui 2 tahap : pertama, pelepasan obat dari pembawa ke Stratum Corneum. Tergantung koefisien partisi obat dalam pembawa dan Stratum Corneum. Kedua, difusi melalui epidermis dan dermis dibantu oleh aliran pembuluh darah dalam lapisan dermis. (Walters, 1993 ; Droelos, 2010) 2. Penetrasi Transapendageal Penetrasi melalui rute transapendageal adalah jalur masuknya obat melalui kelenjar folikel yang ada pada kulit. Dimana penetrasi transapendageal akan membawa senyawa obat melalui kelenjar keringat dan kelenjar rambut yang berhubungan dengan kelenjar sebalus disebabkan adanya pori-pori diantaranya. Penetrasi obat melalui jalur trasepidermal lebih baik daripada jalur transapendageal karena luas permukaan pada jalur transapendageal lebih kecil. (Swarbrick et all, 1995)

Faktor-faktor yang dapat memepengaruhi penetrasi atau absorbsiobat secara perkutan antara lain adalah (Aruel, 1989 ; Bacret, 1969) a. Perbedaan spesies Kulit manusia kurang permeabel dibandingkan kulit tikus, babi, kelinci dan hewan lain. b. Perbedaan usia dan jenis kulit Kulit bayi lebih permeabel dibandingkan manusia dewasa, jenis kulit yang tebal seperti telapak tangan atau telapak kaki akan memperlambat absorbsi. c. Temperatur kulit dan sirkulasi perifer

Laju penetrasi obat bergantung pada kondisi temperatur sekitar lingkungannya kondisi sirkulasi perifer cukup mempengaruhi laju absorbs obat. Vasokonstriksi lokal akan memperlambat obat hilang dari kulit. d. Kondisi kulit Kulit yang telah rusak atau pecah memungkinkan obat dan bahan asing lainnya masuk ke dalam jaringan subkutan. e. Tempat pemberian, kontak waktu dengan sediaan, frekuensi pemberian Penetrasi akan lebih besar apabila obat dipakai pada kulit dengan lapisan tanduk yang tipis. Tempat pemberian berkaitan dengan derajat absorbs pada umumnya, semakin lama waktu pemakaian obat menempel pada kulit, semakin banyak kemungkinan obat diabsorbsi. f. Derajat hidrasi kulit Hidrasi kulit merupakan fakta yang paling penting dalam absorbs perkutan. Hidrasi Stratum Corneum meningkatkan derajat lintas semua obat yang mempenetrasi kulit. g. Perlakuan kulit Pada umumnya menggosok-gosokkan atau mengoleskan saat pemakaian pada kulit akan meningkatkan jumlah obat yang diabsorbsi dan semakin lama mengoleskan dengan digosok-gosok, semakin banyak pula obat yang diabsorbsi. h. Karakteristik fisik dari zat yang berpenetrasi Beberapa derajat kelarutan obat baik dalam minyak dan air merupakan faktor penting untuk efektifitas penetrasi obat. Zat terlarut dengan berat molekul dibawah 800-1000 dengan kelarutan yang sesuai dalam minyak mineral dan air (>1 mg/ml) dapat meresap ke dalam kulit. i. Hubungan antara pembawa dengan zat yang berpentrasi Obat yang dicampur dalam pembawa tertentu harus bersatu dengan permukaan kulit dalam konsentrasi yang cukup. Konsentrasi obat umumnya merupakan faktor penting. Jumlah obat yang berpenetrasi luas permukaan setiap periode waktu, bertambah sebanding dengan bertambahnya konsentrasi obat dalam suatu pembawa obat yang diserap akan semakin banyak apabila dipakai pada permukaan yang luas. Bahan obat harus mempunyai suatu daya tarik fisiologis yang lebih besar pada kulit dibandingkan pembawanya, supaya obat dapat meninggalkan pembawa menuju kulit. Uji penetrasi sediaan dilakukan untuk menentukan seberapa besar obat dapat berpenetrasi ke dalam kulit. Dimana pada uji penetrasi dapat dilakukan secaran in vivo maupun in vitro, secara in vitro dapat dilakukan dengan menggunakan kulit hewan yang telah mati ataupun membran artefecial. Uji penetrasi secara in vivo dapat dilakukan dengan

menggunakan kulit hewan yang masih hidup, dimana dari kedua cara tersebut masingmasing memiliki kelebihan dan kekurangan. Uji Difusi Sediaan Gel Membran dalam kajian formulasi dan biofarmasi merupakan suatu fase padat setengah padat, atau cair dengan ukuran tertentu, tidak larut atau tidak tercampurkan dengan lingkungan sekitarnya dan dipisahkan satu dan lainnya, umumnya oleh fase cair. Dalam biofarmasi ini, membran padat digunakan sebagai model untuk mempelajari kompleks atau interaksi antara zat aktif dan bahkan tambahan serta proses pelepasan dan pelarutan. Perlintasan dalam membran sintesis pada umumnya berlangsung dalam dua tahap: 1. Tahap awal adalah proses difusi zat aktif menuju permukaan yang kontak dengan membran 2. Tahap kedua adalah pengangkutan Proses masuknya obat ke dalam kulit secara umum terjadimelalui proses difusi pasif. Difusi tersebut secara umum terjadi melalui stratum korneum (jalur transepidermal) tetapi dapat juga terjadi melalui kelenjar keringat, minyak atau folikel rambut (jalur transpendagel/ transfolikuler). Penetrasi transpendagel ini sangat sedikit digunakan untuk transport molekul obat, karena hanya mempunyai daerah yang kecil (<0,1 %, dari total permukaan kulit), akan tetapi penetrasi ini berperan penting pada beberapa senyawa polar dan molekul ion yang hampir tidak berpenetrasi melalui stratum korneum. Difusi pasif yaitu proses dimana suatu subtansi bergerak dari daerah suatu sistem ke daerah lain dan terjasi penurunan kadar gradien diikuti bergeraknya molekul. Difusi pasif merupakan bagian terbesar dari proses trans-membran bagi umumnya obat. Tenaga pendorong untuk difusi pasif ini adalah perbedaan konsentrasi obat pada kedua sisi membran sel. Menurut hukum difusi Fick, molekul obat berdifusi dari daerah dengan konsentrasi obat tinggi ke daerah konsentrasi obat rendah.

Keterangan : D : koefisien difusi obat k: koefisien partisi obat dalam membran dan pembawa

A: luas permukaan membran h: tebal membran Cs: konsentrasi obat dalam pembawa C: konsentrasi obat dalam medium reseptor Difusi obat berbanding lurus dengan konsentrasi obat, koefisien difusi, viskositas dan ketebalan membran. Disamping ini difusi pasif dipengaruhi oleh koefisien partisi, maka semakin besar koefisien patisi maka makin cepat difusi obat. Kemampuan berdifusi suatu zat melalui kulit dipengaruhi oleh sifat fisikokimia dari zat aktif (bobot molekul,kelarutan, koefisien partisi) ataupun juga dipengaruhi oleh karakteristik sediaan basis dan zat-zat tambahan dalam sediaan. Terdapat beberapa metode uji difusi sediaan gel. Suatu uji perlu dilakukan untuk memperkirakan jumlah obat yang mampu difusi menembus kulit. Uji tersebut dilakukan secara in vitro menggunakan bahan dan alat yang mewakili proses difusi obat melalui stratum korneum. Metode yang digunakan adalah: 1. Horizontal Difusion Cell Sel difusinya horizontal, dimana terdapat penjepit yang diletakkan membran. Dibagian bawah terdapat media disolusi yang menyerupai cairan tubuh dikulit. Sediaan gel diletakkan diatas membran lalu diharapkan gel dapat menembus membran 2. Jacketed Cell Alatnya sama dengan horizontal difusin cel namun ada jaket yang berfusi menjaga suhu seperti tubuh (37oC) dimana jaket ini terdapat atau berisi air yang mengalir untuk menjaga suhu 3. Flow-Through Cell Dimana membran kulitnya terletak horizontal. Media disolusinya mengalir ,ada cairan masuk dan ada cairan keluar. Jadi media disolusinya tidak diam tapi mengalir. 4. Side-by-side Difusion Cell Terdapat bagian donor dan reseptor chamber sebagai wadah dari media disolusi. Sediaan gel diletakkan pada bagian donor chamber diharapkan gel dapat menembus ke bagian reseptor chamber. Disolusi gel Obat harus dapat larut terlebih dahulu pada tempat aksi agar dapat diabsorbsi dan masuk pada tempat target, proses ini disebut disolusi. Ketika partikel obat mengalami disolusi,

molekul-molekul obat pada permukaan mula-mula masuk ke dala larutan dan membentuk lapisan jenuh obat-larutan yang membungkus permukaan partikel obat padat. Lapisan ini disebut lapisan difusi. Dari lapisan difusi ini, molekul-molekul obat keluar melewati cairan yang melarut dan berhubungan dengan membran biologis sehingga terjadi absorbsi. Jika molekul-molekul obat terus meninggalkan lapisan difusi, molekul-molekul akan diganti dengan obat yang dilarutkan dari permukaan partikel obat dan proses absorbsi tetap berlanjut. Proses pelepasan obat ini dapat dijelaskan melalui difusi pasif. Difusi pasif merupakan bagian terbesar dari proses transmembran untuk obat secara umum. Tenaga pendorong untuk difusi pasif adalah perbedaan konsentrasi obat pada kedua sisi membran sel. Menurut hukum Fick, molekul obat berdifusi dari daerah dengan konsentrasi obat tinggi ke daerah dengan konsentrasi obat rendah (Shargel dan Andrew, 2005). Berikut merupakan persamaan hukum Fick pertama: J= Dimana J adalah fluks, M adalah jumlah bahan aktif yang tertranspor, S adalah luas penampang kulit, dan t adalah waktu (Sinko, 2011). Persamaan Higuchi merupakan persamaan yang diturunkan dari hukum Fick. Persamaan ini digunakan untuk menentukan jumlah obat yang lepas dari basis yang digambarkan sebagai pelepasan obat dari suatu matriks yang homogen (Sinko, 2011). Q = = [Dr (2A – Cs) Cs]½ Dimana Q adalah jumlah obat (q) yang terlepas pada waktu (t) persatuan luas (x), D adalah koefisien difusi obat dalam pembawa, A adalah kadar permulaan obat dalam pembawa, C s adalah kelarutan obat (Sinko, 2011). Pengujian pelepasan obat dapat dilakukan secara in vitro dan in vivo. Uji disolusi in vitro dapat dilakukan untuk menentukan karakteristik pelepasan obat dari sediaan. Salah satu alat yang dapat digunakan adalah alat disolusi Paddle Over Disk menurut United States of Pharmacopoeia. Uji pelepasan secara in vitro dilakukan dengan cara antara lain: a. Preparasi membran cellophane Membran cellophane dipotong sesuai ukuran yang digunakan (± 3 cm) kemudian direndam semalam dalam beaker glass yang berisi aquadest. b. Preparasi alat dan bahan uji Bejana diisi dengan dapar fosfat salin pH 7,7 ± 0,5 °C sebanyak 500 mL dan suhu diatur 37 ± 0,5 °C. Cakram kemudian ditimbang bagian bawah dan dimasukkan gel ke bagian tengah cakram sampai penuh, bagian atas diratakan dan ditimbang lagi untuk

mengetahui bobot gel. Membran cellophane diletakkan di atas gel dengan posisi luar kulit bersentuhan dengan larutan dapar dan sebisa mungkin dihindari adanya gelembung. Kemudian dipasang karet berwarna hitam di atas membran agar melekat dengan bagian bawah cakram kemudian digabung menggunakan baut. c. Uji pelepasan Cakram dimasukkan ke dalam alat uji yang berisi dapar kemudian dipasang pedal hingga jarak ujung pedal dengan bagian atas cakram 25 ± 2 mm dan diatur kecepatan putar pedal 50 rpm. Ditekan tombol start dan proses dilakukan selama 4 jam. Sampel diambil dari kompartemen reseptor sebanyak 5,0 mL pada menit ke-0, 5, 15, 30, 45, 60, 90, 120, 150, 180, dan 240. Setiap kali selesai sampling dilakukan penambahan 5,0 mL larutan dapar yang baru agar volume cairan tetap sehingga tidak pekat. Sampel yang diperoleh kemudian dianalisis kadar bahan aktif menggunakan spektrofotometri Uv-Vis pada panjang gelombang maksimum untuk memperoleh konsentrasi bahan aktif tertransport tiap waktu (Sayed dan Reza, 2003). Difusi pasif yang terjadi terhadap pelepasan obat digunakan untuk melukiskan lewatnya molekul-molekul obat melalui suatu membran yang bersifat inert dan tidak berpartisipasi aktif dalam proses tersebut. Difusi pasif, pada proses absorbsi dikendalikan oleh perbedaan konsentrasi yang ada di seberang membran dengan perjalanan obat terjadi terutama dari tempat yang berkonsentrasi tinggi ke tempat yang berkonsentrasi rendah (Ansel, 2008). Selain uji in vitro, juga terdapat uji in vitro yang merupakan suatu uji yang menggunakan makhluk hidup sebagai uji coba. Uji in vivo digunakan untuk mengetahui pengaruh rute pemberian terhadap bioavailabilotas obat. Pada uji ini, faktor yang mempengaruhi penyerapan obat pada permukaan kulit di antaranya adalah kondisi fisiologis kulit (keadaan dan umur kulit), aliran darah, tempat pengolesan, kelembaban dan suhu kulit (Allen, 2011).

Sistem Penghantaran Transdermal – Standar Umum Pelepasan Obat Pengujian ini dilakukan menggunakan metode Paddle Over Disk (Apparatus 5) dengan larutan dapar fosfat salin pH 7,4 dan membran cellophane. Digunakan dayung dan bejana dengan penambahan cakram stainless steel yang didesain untuk menahan sistem transdermal di bawah bejana. Suhu diatur pada 32 ± 0,5 °C dan jarak antara dayung dengan permukaan sejauh 25 ± 2 mm. Cakram dirakit untuk menahan sistem transdermal tetap

dalam bentuk pipih dan diposisikan sedemikian rupa sehingga permukaan rilis sejajar dengan bagian bawah pisau dayung.

Gambar 1. Alat Uji Disolusi Prosedur yang dilakukan yakni dengan menempatkan sejumlah volume dalam bejana, alat dirakit tanpa memasukkan cakram dahulu, dan pastikan bahwa permukaan pelepasan pada sistem sedaar mungkin. Sistem ini dapat direkatkan pada cakram dengan meletakkan perekat yang sesuai dengan cakram kemudian dikeringkan selama 1 menit. Permukaan gel bagian atas ditekan pada bagian perekat adesi. Jika digunakan membran untuk mendukung sistem, dipastikan bahwa membran yang melekat dengan gel bebas dari gelembung udara. Cakram ditempatkan di bagian bawah bejana. Pada setiap pengambilan sampel (dengan interval waktu tertentu) dilakukan dengan jarak 1 cm dari tepi bejana, dan pada tempat yang sama. Kecuali dinyatakan lain dalam monografi, persyaratan terpenuhi jika jumlah bahan aktif dilepaskan dari sistem sesuai dengan tabel penerimaan untuk transdermal sistem pengiriman obat (Anonim, 2008).

Gambar 2. Cakram untuk Uji Disolusi III. Formulasi 

Formula Pustaka (Melani et al, 2005) Dietilamin diklofenak 1%



Karbopol

0,5%

NaOH

1,5%

EDTA

0,1%

Propilenglikol

15%

Aquadest

ad 100%

Rancangan formulasi ( tanpa Nipagin dan Nipasol ) Na Diklofenak

1%

Karbopol

2%

TEA

4%

Propilenglikol

8%

Aquadest

ad 100%

Bahan

Fungsi

Kemasan 10 g

Na Diklofenak

Zat aktif

0,1 g

Karbopol

Gelling Agent

0,2 g

TEA

Alkalizing agent

0,4 ml

Propilenglikol

Pelarut atau Kosolven

0,8 ml

Aquadest

Pelarut

8,5 ml

Perhitungan Bahan 10 g 

Na Diklofenak



Karbopol



TEA



Propilen glikol



Aquadest 10 – (0,1 + 0,2 + 0,4 + 0,018 + 0,002 + 0,7) = 8,5 ml

IV. Metode Pembuatan Alat dan Bahan : 1. Membran Selofan 2. Aquadest 3. Sediaan Gel 4. Tisu 5. Alat Uji Pelepasan 6. Timbangan Analitik 7. Gelas Obyek 8. Spektrofotometer UV-VIS

Langkah Kerja : 4.1 Pembuatan Larutan Dapar Fosfat Salin pH 7,4 Formula : NaCl

8 gram

KCl

0,2 gram

Na2HPO4

1,44 gram

KH2PO4

0,2 gram

Aquadest

ad 1000 ml

(K.M. De Angelis)

Ditimbang

Dilarutkan dengan aquadest sampai 1000 L

pH dicek, jika belum sesuai dilakukan adjust dengan penambahan NaOH atau HCl

4.2 Pembuatan Larutan Baku (The Departement of Health, 2002 dan Soebagio, 2009)

25 mg Na Diklofenak Dilarutkan dalam 100 mL dapar fosfat salin

Baku induk 250 ppm Diencerkan dengan larutan dapar fosfat salin

10 ppm

15 ppm

20 ppm

25 ppm

30 ppm

4.3 Penentuan Panjang Gelombang maksimum (Soebagio, 2009) Larutan blanko (PBS 7,4) dalam kuvet Scan larutan baku kerja 10 ppm pada panjang gelombang 200 – 400 nm

Absorbansi maksimum merupakan panjang gelombang maksimum terpilih 4.4 Penyiapan Membran Membran Selofan dipotong seukuran dengan sel difusi

Membran Selofan direndam dalam aquadest semalam

Setelah direndam, membrane selofan ditiriskan dengan tisu 4.5 Preparasi Sel Difusi Menyiapkan Sel Difusi yang bersih, kemudian ditara dalam kondisi kosong dengan timbangan analitik

Sel Difusi diisi dengan sediaan, diratakan dengan sudip

Tutup Sediaan dengan membrane yang telah sesuai dengan ukuran sel difusi

Sediaan yang ada disekitar sel difusi dibersihkan dan ditimbang kembali

Diatas membrane diberi ring penyekat agar tidak bocor, lalu diklem dengan lempengan sel yang lain dengan rapat

4.6 Pengukuran Pelepasan Bahan Aktif Menghangatkan media solusi 500ml pada suhu 37OC

Sel Difusi dimasukkan ke dalam bejana tabung uji yang berisi media solusi

Sel Difusi diletakkan di dasar bejana disolusi dengan bagian cover menghadap ke atas

Paddle diputar 500 rpm, segera dicatat sebagai menit ke nol

Pada setiap menit ke 30 diambil cuplikan sebanyak 5 ml

Setiap kali pengambilan cuplikan, bejana disolusi ditambah media disolusi dengan jumlah dan temperatur yang sama

Sampel ditentukan kadar Na-diklofenak dengan spektrofotometer UV VIS pada panjang gelombang maksimal dan dikoreksi dengan rumus Wurster

4.7 Penentuan Jumlah Bahan Aktif yang Terlepas dari basis Jumlah Bahan Aktif yang terlepas per satuan luas membrane setiap waktu = konsentrasi setiap waktu × jumlah media / luas permukaan membrane

Dibuat Kurva jumlah bahan aktif kumulatif VS akar waktu 4.8 Penentuan Profil Pelepasan Bahan Aktif dari Basis Profil Pelepasan ditentukan dari kurva jumlah bahan aktif yang terlepas VS akar waktu

4.9 Penentuan Kecepatan Pelepasan Bahan Aktif Dibuat Kurva jumlah kumulatif bahan aktif yang terlepas VS akar waktu

Dari kurva dibuat persamaan regresinya, slope persamaan regresi merupakan kecepatan pelepasan

V. Perhitungan dan Hasil 

Perhitungan konsentrasi kurva baku  250 ppm x 1000

= 250 ppm

 10 ppm x 250 ppm = 10 ppm  15 ppm x 250 ppm = 15 ppm  20 ppm x 250 ppm = 20 ppm  25 ppm x 250 ppm = 25 ppm  30 ppm x 250 ppm = 30 ppm 

Hasil absorbansi kurva baku Konsentrasi (ppm)

Absorbansi

10 ppm

0.225

15 ppm

0.358

20 ppm

0.475

25 ppm

0.606

30 ppm

0.748

R = 0.9995 Y = bx + a = 0.0259 x -0.0352



Hasil absorbansi Gel Na Diklofenak Kelompok A-1 Vs Gel Na Diklofenak produk pasaran “Voltaren” ABSORBANSI GEL Na DIKLOFENAK KELOMPOK A-1 PASARAN VOLTAREN -0,006 0.035 0,059 0.068 0,093 0.081 0,12 0.115 0,189 0.146 0,249 0.158 0,307 0.184 0,376 0.237 0,424 0.258

WAKTU (MENIT) 0 5 10 15 30 45 60 75 90 

Perhitungan Fluks Uji Pelepasan Gel Na Diklofenak Kelompok A-3 Waktu (menit)

Abs

Kadar (C)

Kadar kumulatif

Kadar Koreksi Wurster (Cw)

0

0

5

2.236

10

3.162

15

3.873

30

5.477

45

6.708

60

7.746

75

8.660

90

9.487

Jumlah Kadar Kumulatif (C sebenarnya sebenarnya/luas (C+Cw)*500 permukaan)

-0,006

0

0

0

0

0

0,059

3,637

3,637

0,03637

1836,718

259,9743

0,093

4,950

8,587

0,08587

2517,838

356,3819

0,12

5,992

14,579

0,14579

3069,035

434,3998

0,189

8,656

23,236

0,23236

4444,363

629,0676

0,249 10,973

34,208

0,34208

5657,529

800,7826

0,307 13,212

47,421

0,47421

6843,282

968,6174

0,376 15,876

63,297

0,63297

8254,71

1168,395

0,424 17,730

81,027

0,81027

9270

1312,102

Volume yang diambil Volume media Luas membran  Luas Penampang Kulit

= 5 ml = 500 ml = 7,065 cm2

=  . r2 = 3,14 . (1,5)2 = 7,065 cm2  Perhitungan Kadar Koreksi Wurster (Cw)

Persamaan Faktor Koreksi Wuster Faktor koreksi = Vol. Sampel yang diambil x  kadar yang terbaca sebelumnya Vol. Media = 5 mL x jumlah kadar yang terbaca sebelumnya 500 mL J u m l a h K u m u l a ti f Akar t

Perhitungan fluck dihitung pada saat sudah terjadi kondisi steady state yakni pada menit ke 30, 45 dan 60. Didapatkan persamaan regresi sebagai berikut: R = 0.999 Y = bx + a = 11,318 x + 290,1645



Perhitungan Fluks Uji Pelepasan Gel Na Diklofenak Pasaran Voltaren

Waktu (menit)

0

Abs

0

0.035

Kadar (C)

0

Kadar kumulatif

0

Kadar Koreksi Wurster (Cw)

Kadar sebenarnya (C+Cw)*500

Jumlah Kumulatif (C sebenarnya/luas permukaan)

0

0

0

5

2.236

0.068

3,985

3,985

0,03985

2012,201

284,8126

10

3.162

0.081

4,486

8,471

0,08471

2285,598

323,51

15

3.873

0.115

5,799

14,270

0,14270

2970,965

420,5188

30

5.477

0.146

6,996

21,266

0,21266

3604,402

510,1771

45

6.708

0.158

7,459

28,726

0,28726

3873,359

548,2462

60

7.746

0.184

8,463

37,189

0,37189

4417,606

625,2804

75

8.660

0.237

10,510

47,699

0,47699

5493,32

777,5401

90

9.487

0.258

11,320

59,019

0,59019

5955,328

842,9339

Volume yang diambil Volume media Luas membran  Luas Penampang Kulit

= 5 ml = 500 ml = 7,065 cm2

=  . r2 = 3,14 . (1,5)2 = 7,065 cm2  Perhitungan Kadar Koreksi Wurster (Cw) Persamaan Faktor Koreksi Wuster Faktor koreksi = Vol. Sampel yang diambil x  kadar yang terbaca sebelumnya Vol. Media = 5 mL x jumlah kadar yang terbaca sebelumnya 500 mL

VI. Pembahasan Pada praktikum ini dilakukan pengujian pada sediaan solida berbentuk gel.Kita melakukan uji disolusi dengan bahan aktih Na diklofenak pada sediaan gel. Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk sediaan padat ke dalam media pelarut. Pelarut suatu zat aktif sangat penting artinya bagi ketersediaan suatu obat sangat

tergantung dari kemampuan zat tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum diserap ke dalam tubuh. Pelepasan zat aktif dari suatu produk obat sangat dipengaruhi oleh sifat fisikokimia zat aktif dan bentuk sediaan. Ketersediaan zat aktif biasanaya ditetapkan oleh kecepatan pelepasan zat aktif dari bentuk sediaannya. Pelepasan zat aktif dari bentuk sediaan biasanya ditenmtukan oleh kecepatan melarutnya dalam media sekelilingnya (Amir, 2007). Disolusi adalah suatu jenis khusus dari suatu reaksi heterogen yang menghasilkan transfer massa karena adanya pelepasan dan pemindahan menyeluruh ke pelarut dari permukaan padat. Teori disolusi yang umum adalah: 1.

Teori film (model difusi lapisan)

2.

Teoripembaharuan-permukaandariDanckwerts (teoripenetrasi)

3.

TeoriSolvasiterbatas/Inerfisial (Amir, 2007).

Pengujian dilakukan pada sediaan Gel yang menggunakan bahan aktif Natrium diklofenak dalam basis karbopol. Dilakukan uji pelepasan pada sediaan gel Natrium dklifenak untuk menguji kemampuan bahan aktif terlepas dari bassis gel dan daya penetrasi sediaan Natrium diklofenak melewati suatu membran. Sediaan gel Natrium diklofenak yang akan diuji terlebih dahulu dibuat dengan menghilangkan bahan-bahan tambahan yang dapat mempengaruhi absorbansi sampel saat diuji kadarnya menggunakan spektrofotometer UVVis. Bahan bahan yang dapat mempengaruhi serapan atau absorbansi sampel adalah bahan yang mengandung gugus kromofor dan auksokrom yang memiliki serapan di sekitar panjang gelombng serapan natrium diklofenak misalnya pahan pengawet nipagin dan nipasol, bahan tambahan corigen seperti mentol. Pada praktikum ini membran yang digunakan adalah membran selofan yang harus dikembangkan terlebih dahulu dengan direndam di dalam aquadest selama 10-12 jam, tujuan perendaman membran ini adalah untuk membuat membran menjadi lebih elastis dan membuka pori-pori pada membran. Uji pelepasan sediaan gel Natrium diklofenak menggunakan peralatan uji berupa bejana dengan dengan pengaduk tipe dayung dan didalam bejana tersebut dimasukkan sel difusi yang telah disiapkan dan diisi dengan sediaan gel natrium diklofenak. Sel difusi terdiri dari reservoir dan cover. Bagian reservoir diisi dengan sediaan gel natrium diklofenak hingga penuh dan permukaannya rata kemudian diatasnya ditutup menggunakan membran selofan yang telah dikembangkan, antara membran selofan dan sediaan gel tidak boleh terdapat gelembung udara karena keberadaaan gelembung udara tersebut dapat mempengaruhi pelepasan bahan aktif natrium diklofenak dari basisnya. Bejana uji diisi dengan dapar fosfat pH 7.2, digunakan dapar fosfat dengan pH 7.2 bertujuan untuk menysuaikan keadaan lingkungan uji dengan keadaan sebenarnya dan disesuaikan dengan

bahan aktif yag digunakan. Suhu bejana diatur 37 oC yang merupakan suhu normal kulit manusia. Pada pengujian ini akan dilakukan pengukuran kadar natrium diklofenak di dalam sampel untuk mengetahui jumlah natrium diklofenak yang telah dilepaskan dari basis dan dapat berpenetrasi menembus membran menggunakan instrumen spektrofotometer UVVis. Sebelum pengujian sampel terlebih dahulu dibuat kurva baku menggunakan Natrium diklofenak dengan konsentrasi 10 ppm, 15 ppm, 20 ppm, 25 ppm, dan 30 ppm. Larutan standart baku tersebut digunakan untuk mencari panjang gelombang maksimal natrium diklofenak dan didapatkan pada 276 nm. Kemudian larutan pada standart baku tersebut dilakukan pengujian kadar untuk mendapatkan absorbansi sehingga didapatkan kurva baku antara konsentrasi natrium diklofenak dan absorbansi melalui regresi.. Sel difusi dimasukkan ke dalam bejana kemudian peralatan uji dijalankan dengan kecepatan pengaduk 50 rpm. Dilakkan pengambilan cairan dapar fosfat dari dalam bejana sebanyak 5 ml pada menit ke 0, 5, 10, 15, 30,45, 60,75, dan 90 dan ditambpung ke dalam tabung reaksi. Setiap pengambilan cairan di dalam beana harus dilakukan penggantian dengan cara menambahkan dapar fosfat yang baru ke dalam bejana dengan julah yang sama. Larutan sampel yang telah dikumpulkan kemudian dilakukan pengujian kadar dengan spektrofotometer UV-Vis. Evaluasi uji pelepasan dengan media larutan dapar fosfat salin pH 7,4 ± 0,05. Besarnya laju pelepasan natrium diklofenak atauharga fluksdiperoleh dengan cara membuat persamaan regresi linier antara akar t dengan jumlah kumulatif natrium diklofenak yang terlepas dari basis (μg/cm),mulai tercapainya kondisi steady stateyaitu pada menit ke-60. Berdasarkan data uji pelepasan, kita dapat menentukan nilai fluks dari gel Natrium diklofenak, yang dengan menggunakan hukum difusi. Dengan mensubtitusikan hukum difusi pertama Ficks ke dalam persamaan Hernsi Brunner dan Bogoski, dapat memberikan kemungkinan perbaikan kecepatan pelarutan secara konkret. Berdasarkan data uji pelepasan, kita dapat menentukan nilai fluks dari gel Natrium diklofenak, yang dibuat persamaan regresi hubungan antara akar waktu dengan jumlah kumulatif natrium diklofenak yang lepas persatuan luas membran mulai dari menit ke-o sampai pada didapatkan steady state. Perhitungan fluck dihitung pada saat sudah terjadi kondisi steady state yakni pada menit ke 30, 45 dan 60 hingga didapatkan persamaan regresi sebagai berikut : R = 0.999 Y = bx + a

= 11,318 x + 290,1645 Kecepatan disolusi merupakan kecepatan zat aktif larut dari suatu bentuk sediaan utuh/ pecahan/ partikel yang berasal dari bentuk sediaan itu sendiri. Kecepatan disolusi zat aktif dari keadaan polar atau dari sediaannya didefinisikan sebagai jumlah zat aktif yang terdisolusi per unit waktu di bawah kondisi antar permukaan padat-cair, suhu dan kompisisi media yang dibakukan. Kecepatan pelarutan memberikan informasi tentang profil proses pelarutan persatuan waktu. Hukum yang mendasarinya telah ditemukan oleh Noyes dan Whitney sejak tahun 1897 dan diformulasikan secara matematik sebagai berikut : dc / dt Cs Ct

= kecepatan pelarutan ( perubahan konsentrasi per satuan waktu ) = kelarutan (konsentrasi jenuh bahan dalam bahan pelarut ) = konsentrasi bahan dalam larutan untuk waktu t K

= konstanta yang membandingkan koefisien difusi, voume

larutan jenuh dan tebal lapisan difusi (Shargel, 1988) Dari persamaan di atas dinyatakan bahwa tetapnya luas permukaan dan konstannya suhu, menyebabkan kecepatan pelarutan tergantung dari gradien konsentasi antara konsentrasi jenuh dengan konsentrasi pada waktu (Shargel, 1988). Pada peristiwa melarut sebuah zat padat disekelilingnya terbentuk lapisan tipis larutan jenuhnya, darinya berlangsung suatu difusi suatu ke dalam bagian sisa dari larutan di sekelilingnya. Untuk peristiwa melarut di bawah pengamatan kelambatan difusi ini dapat menjadi persamaan dengan menggunakan hukum difusi. Dengan mensubtitusikan hukum difusi pertama Ficks ke dalam persamaan Hernsi Brunner dan Bogoski, dapat memberikan kemungkinan perbaikan kecepatan pelarutan secara konkret.

Lapisan difusi adalah lapisan molekul-molekul air yang tidak bergerak oleh adanya kekuatan adhesi dengan lapisan padatan. Lapisan ini juga dikenal sebagai lapisan yang tidak teraduk atau lapisan stagnasi. Tebal lapisan ini bervariasi dan sulit untuk ditentukan, namun umumnya 0,005 cm (50 mikron) atau kurang (Tjay, 2002). Hal-hal dalam persamaan Noyes Whitney yang mempengaruhi kecepatan melarut: Kenaikan dalam harga A menyebabkan naiknya kecepatan melarut Kenaikan dalam harga D menyebabkan naiknya kecepatan melarut Kenaikan dalam harga Cs menyebabkan naiknya kecepatan melarut Kenaikan dalam harga Ct menyebabkan naiknya kecepatan melarut Kenaikan dalam harga d menyebabkan naiknya kecepatan melarut Hal-hal lainnya yang juga dapat mempengaruhi kecepatan melarut adalah :

Naiknya temperatur menyebabkan naiknya Cs dan D Ionisasi obat (menjadi spesies yang lebih polar) karena perubahan pH akan menaikkan nilai Cs(Ansel, 1989) Kecepatan disolusi dalam berbagai keadaan dapat menjadi tahap pembatasan kecepatan zat aktif ke dalam cairan tubuh. Apabila zat padat ada dalam saluran cerna, mama terdapat dua kemungkinan tahap pembatasan kecepatan zat aktif tersebut, yaitu : 

Zat aktif mula-mula harus larut



Zat aktif harus dapat melewati membrane saluran cerna(Voigt, 1995)

Berdasarkan hasil uji pelepasa gel natrium diklofenak mengalami peningkatan konsentrasi pada waktu ke 0 sampai ke 90. Dari hasil praktikum didapatkan gravik vs konsentrasi natrium diklofenak menunjukkan hasil kurfa kenaikan yang positif. Absorbansi yang dimiliki oleh sediaan kami dan gel yang ada di pasaran yaitu voltaren memiliki hasil yang berbeda, gel kami memiliki nilai absorbansi yang lebih besar. Hal ini menunjukkan bahwa sediaan gel kami memiliki daya pelepasan yang baik daripada sediaan voltaren. Hal ini disebabkan karena adanya eksipien yang ada pada sediaan gel voltaren sedangkan pada sediaan gel yang kami buat, eksipien yang lain tidak digunakan atau dikurangi. Sehingga pelepasan bahan aktif kami yaitu Na diklofenak lebih mudah dan dapat diketahui dari nilai absorbansi yang lebih besar daripada nilai absorbansi yang dimiliki oleh gel voltaren. Hasil dari uji pelepasan sediaan gel natrium diklofenak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah: 1.

Pengisian gel pada sel difusi yang tidak memenuhi reservoir dan jumlah sedian

gel yang diisikan antara sediaan gel yang dibuat dan sediaan gel paten berbeda 2.

Pada saat menutup sediaan gel dengan membran selofan terbentuk gelembung

udara pada sedian gel sehingga mempengaruhi pelepasan sediaan gel. 3.

Perubahan suhu dan kelembapan lingkungan sehingga mempengaruhi pelepasan

bahan aktif dari basisnya 4.

Adanya bahan lain yang mempengaruhi absrbansi di dalam sediaan gel natrium

diklofenak paten maupn yang dibuat sehingga hasil pengukuran absorbansi dari natrium diklofenak kurang akurat.

VII.

Kesimpulan Pada praktikum kali ini dapat disimpulkan bahwa



Hasil dari uji pelepasan sediaan gel natrium diklofenak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah: 1. Pengisian gel pada sel difusi yang tidak memenuhi reservoir dan jumlah sedian gel yang diisikan antara sediaan gel yang dibuat dan sediaan gel paten berbeda. 2. Pada saat menutup sediaan gel dengan membran selofan terbentuk gelembung udara pada sedian gel sehingga mempengaruhi pelepasan sediaan gel. 3. Perubahan suhu dan kelembapan lingkungan sehingga mempengaruhi pelepasan bahan aktif dari basisnya. 4. Adanya bahan lain yang mempengaruhi absrbansi di dalam sediaan gel natrium diklofenak paten maupn yang dibuat sehingga hasil pengukuran absorbansi dari natrium diklofenak kurang akurat.



Dari hasi regresi didapatkan nilai a=-0.0352, b=0.0259, dan r = 0.9995 dan persamaan kurva baku y = 0,0593x – 0,0449

VIII.

Daftar Pustaka Anonim. 2008. USP 32 NF-27. The United States Pharmacopeial Convention, 12601 Twinbrook Parkway, Rockville, MD 20852 All rights reserved. Ansel, H. C. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi 4. Jakarta : Universitas Indonesia Pers. Sayed,A.M., Reza A.2003. An Investigation into the Effect of Various Penetration Enhancers on Precutaneous Absorsortion of Piroxicam. Irian Journal of Pharmacetical Research. 2:135-140. Shargel, L., dan B. C. Andrew. 2005. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan Edisi 2. Terjemahan oleh Siti Sjamsiah. Surabaya : Airlangga University Press.

Sinko, P. J. 2011. Martin Farmasi Fisik dan Ilmu Farmasetika Edisi 5. Jakarta : EGC Kedokteran.

More Documents from "monikatw"