Dinamika Konflik Elit Di Kutai Kartanegara

  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Dinamika Konflik Elit Di Kutai Kartanegara as PDF for free.

More details

  • Words: 564
  • Pages: 2
Dinamika Konflik Elit di Kutai Kartanegara Oleh: Wahyudi*

“DPRD Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), menegaskan, tidak bisa bekerjasama lagi dengan Penjabat (Pj) Bupati Sjachrudin. Pernyataan tidak ada harapan “mesra” itu dilontarkan langsung beberapa Anggota Dewan dalam rapat bersama dengan sejumlah pejabat Depdagri dan Provinsi Kalimantan Timur, Kamis (11/6)”. dprdkutaikartanegara.go.id. Suasana Kutai Kartanegara semakin memanas pasca demo T3D terkait persoalan honor T3D beberapa hari ini serta demo Perhimpunan Masyarakat Peduli Kutai Kartanegara yang menuntut mundurnya Ketua DPRD Kutai Kartanegara. Statement politik pun bermunculan dari elit politik dan elit birokrasi di Kutai Kartanegara, saling serang melalui media massa membuat masyarakat Kutai Kartanegara bingung dan kepusingan yang mana benar dan yang mana salah, atau yang mana mesti diikuti dan yang mana mesti dijauhi. Dahl (1971:24-26), transisi menuju demokrasi yang stabil umumnya didahului oleh bangkitnya dinamika, kompetisi dan konflik di kalangan elite terlebih dahulu. Bila merujuk pada apa yang dikatakan oleh Dahl, maka terjadinya konflik elit di suatu daerah, bisa berdampak pada hal yang positif. Karena dengan terjadinya konflik elit, bisa melahirkan suatu bentuk kompetisi dalam proses demokrasi yang ada. sehingga bisa tercipta keseimbangan atau adanya proses cek and balance pada elit politik atau elit birokrasi yang ada. Namun perlu juga digaris bawahi, bahwa konflik juga bisa berdampak negatif terhadap perkembangan ekonomi serta pembangunan di suatu daerah. Karena konflik elit bisa menyebabkan terjadinya instabilitas politik di daerah tersebut. Melihat konflik elit yang terjadi di Kutai Kartanegara, perlu kecermatan dalam mengamati proses terjadinya konflik elit itu sendiri. Proses konflik elit yang terjadi sebenarnya tidak terlepas dari berbicara “kepentingan”. Ketika kepentingan suatu kelompok elit tertentu tidak bisa terakomodir oleh kelompok lainnya, maka akan memicu suatu konflik elit. Namun konflik elit seperti pengalaman terdahulu terkadang hanya bersifat sementara Dan bisa jadi juga konflik elit yang terjadi adalah sebuah rekayasa politik semata guna melahirkan suatu bargaining politik atau bargaining ekonomi saja, dan pada akhirnya konflik elit tersebut bisa terselaikan melalui komunikasi politik yang ada.

Sebagai seorang pemimpin suatu daerah, semestinya pemimpin mampu mengatasi konflik elit yang ada, dengan melakukan konsolidasi serta komunikasi politik, sehingga konflik elit tersebut bisa terselesaikan. Karena hanya dengan melalui komunikasi sajalah konflik-konflik yang ada mampu terselesaikan. Ketika konflik elite tidak dapat diselesaikan, akan membuat kondisi politik tidak stabil, rentan terhadap aneka kerusuhan, aksi protes dan manuver politik. Konflik juga dapat membawa suatu situasi yang berkepanjangan dan melunturkan pencapaian ekonomi dan politik masyarakat ke depan. Dan perlu dicermati, konflik elit yang terjadi di Kutai Kartanegara memang berada pada level yang sudah sangat panas, namun disisi lain ternyata sebagian besar masyarakat kelas menengah kebawah tidak terlibat dalam proses konflik elit tersebut. Melihat ini, paling tidak bisa saya simpulkan bahwa masyarakat Kutai Kartanegara pada umumnya sudah cerdas dalam membaca peta konflik yang ada. Sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap dinamisasi masyarakat yang ada. Dan ini menunjukkan bahwa ternyata masyarakat Kutai Kartanegara sudah lebih demokratis dibandingkan daerah lainnya. Yang ketika terjadi konflik elit, langsung berimbas pada konflik grassroot. Bahwa konflik elit itu diperlukan iya, sebagai upaya untuk menciptakan balancing antar lembaga pemerintahan, khususnya antara eksekutif dan legislatif. Namun ketika konflik berdampak pada instabilitas politik, maka diperlukan langkah kongkrit guna penyelesaian konflik elit tersebut. Perlu adanya rekonsiliasi dan rekonsilidasi politik guna upaya melakukan komunikasi penyelesaian konflik elit itu sendiri. Dan tentunya semuanya mesti kembali pada mekanisme aturan yang ada. Melalui mekanisme inilah pada akhirnya konflik elit akan selesai dengan sendirinya. *

Penulis adalah Ketua Umum PC. PMII Kutai Kartanegara [webblog: www.wahyudie.wordpress.com atau www.yudikutai.blogspot.com email: [email protected]]

Related Documents