Dies Natalis Ke V Uin Maulana Malik Ibrahim Malang

  • Uploaded by: Prof. DR. H. Imam Suprayogo
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Dies Natalis Ke V Uin Maulana Malik Ibrahim Malang as PDF for free.

More details

  • Words: 1,529
  • Pages: 6
Dies Natalis Ke V UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Bagikan 22 Juni 2009 jam 9:59 Diunggah melalui Facebook Seluler Setiap memperingati hari lahir UIN Maulana Malik Ibrahim, setidaknya ada tiga hal yang tidak pernah saya lupakan. Pertama, betapa beratnya perjuangan untuk melakukan perubahan status dari bentuk sekolah tinggi menjadi universitas. Kedua, cita-cita besar yang mendorong usaha melakukan perubahan itu. Dan ketiga, semangat kebersamaan, berjuang dan berkorban yang tinggi yang dimiliki oleh teman-teman untuk meraih cita-cita itu. Perjuangan untuk melakukan perubahan itu selain berat juga memerlukan waktu lama. Berat karena, ketika itu tidak sedikit yang harus dilalui. Beberapa instansi harus diyakinkan, mulai dari Departemen Agama sendiri, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dari Pihak Bapenas, Departemen Keungan, Sekneg dan akhirnya keputusan itu ditanda-tangani oleh Presiden. Meminta persetujuan dari satu departemen ke departemen berikutnya bukanlah pekerjaan gampang. Perubahan status dari sekolah tinggi menjadi universitas ----apalagi perguruan tinggi di lingkungan departemen agama, selama itu masih merupakan sesuatu yang baru. Belum banyak orang yang bisa membayangkan gambaran yang sebenarnya tentang universitas Islam Negeri itu akan menjadi seperti apa.Sementara itu, perguruan tinggi di lingkungan Departemen Agama hanya berbentuk sekolah tinggi dan institut. Kedua jenis lembaga pendidikan tinggi ini hanya mengembangkan beberapa jenis disiplin ilmu secara terbatas, yaitu ushuluddin, syari’ah, tarbiyah, dakwah dan adab. Sehingga muncul pertanyaan, setelah berubah menjadi universitas, maka posisi ilmu-ilmu agama itu akan diletakkan di mana. Selain itu juga banyak pihak yang khawatir, jangan-jangan ilmu agama menjadi hilang dengan perubahan bentuk menjadi universitas itu. Ketika itu hanya ada beberapa perguruan tinggi Islam negeri yang gigih untuk melakukan perubahan status kelembagaan, yaitu IAIN Jakarta, IAIN Yogyakarta, IAIN Riau, STAIN Malang. Kemudian semangat

berubah itu disusul oleh IAIN Makasar dan IAIN Bandung. Dari beberapa usulan itu, ternyata pada awalnya hanya memproses usulan IAIN Jakarta, hingga berhasil menjadi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sedangkan usulan yang lain dianggap masih belum waktunya disetujui.Saya selaku ketua STAIN Malang dengan berbagai cara mencari kemungkinan agar niat perubahan itu berhasil. Maka munculah peluang itu, ialah melalui rencana Departemen Agama bekerjasama dengan Menteri Pendidikan Tinggi dan Riset Sudan akan membangun universitas bersama. Melalui dua menteri dua negara tersebut akan membangun universitas Islam Indonesia Sudan di Indonesia dan Universitas Islam Indonesia Sudan di Sudan.Sesungguhnya saya tidak terlalu paham rencana itu yang sebenarnya. Akan tetapi saya lihat rencana itu adalah peluang yang bagus untuk menjadikan STAIN Malang segera berubah menjadi universitas, apapun statusnya. Saya menawarkan pada Menteri Agama agar STAIN Malang menjalankan misi kerjasama itu. Usulan itu saya dasarkan bahwa STAIN Malang memiliki unggulan hingga bisa merealisasikan MoU itu. Keunggulan STAIN Malang misalnya, para mahasiswanya telah dilatih berbahasa Arab, memiliki asrama mahasiswa yang cukup untuk seluruh mahasiswa tahun pertama dan STAIN Malang telah memiliki program studi yang variatif, baik program studi umum maupun program studi agama. Usulan tersebut disetujui dan akhirnya STAIN Malang secara instaitusional diubah menjadi Universitas Islam Indonesia Sudan. Perubahan itu diresmikan langsung oleh Wakil Presiden Sudan dan Wakil Presiden Indonesia, Drs.H.Hamzah Haz. Namun sekalipun sudah diresmikan, ternyata tidak berlanjut karena gagal mendapatkan Surat Keputusan Presiden, lantaran tidak mendapatkan rekomendasi dari Menteri Pendidikan Nasional. Kejadian ini merupakan sesuatu yang amat menyulitkan, di satu sisi lembaga ini sudah diresmikan perubahannya oleh wakil presiden, tetapi Surat Keputusan Presiden yang semula akan menyusul diterbitkan, ternyata gagal. Persoalan itu tanpa mengenal lelah selalu diusahakan untuk dipecahkan, hingga suatu ketika berhasil mendapatkan rekomendasi dariMenteri Pendidikan Nasional setelah melewati negosiasi dan waktu yang amat panjang. Setelah rekomendasi Departemen Pendidikan Nasional diperoleh, masih harus bernegosiasi dengan beberapa Departemen terkait, seperti Departemen Pemberdayaan Aparatur

Negara,Departemen Keuangan dan juga Sekretariat Negara, baru kemudian setelah semua selesai dikeluarkan Keputusan Presiden. Di tengah-tengah usaha yang tidak mudah itu, ternyata masih harus menyelesaikan persoalan lain, misalnya harus menghadapi desakan dari beberapa pihak, agar proses perubahan itu segera selesai, termasuk demo mahasiswa yang menentang perubahan itu. Proses itu memerlukan waktu yang lama, dimulai dari tahun 1998 hingga berhasil keluar Surat Keputusan Presiden tentang perubahan dari STAIN Malang menjadi UIN Malang pada tanggal 21 Juni 2004 dan diresmikan pada tanggal 8 Oktober 2004.Cita-Cita BesarPerubahan STAIN Malang menjadi UIN Malang yang kemudian akhirnya disempurnakan menjadi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang didorongoleh semangat dan citacita yang tidak sederhana. Dengan perubahan itu diharapkan lembaga pendidikan Islam ini memiliki peluanguntuk mengembangkan ilmu dalam wilayah yang lebih luas. Sementara ketika masih berupa STAIN hanya memiliki beberapa program studi, yaitu pendidikan agama dan pendidikan Bahasa Arab. Selain itu, ada program tambahan yang disebut dengan program tadris, tetapi secara kelembagaan tidak terlalu kokoh.Melalui kajian yang lama dan mendalam, diperoleh pemahaman bahwa Islam adalah agama yang memiliki cakupan ajaran yang sedemikianluas. Dikatakan bahwa Islam bersifat universal. Namun pada kenyataannya jika lembaga pendidikan tinggi Islam hanya sebatas berpeluang mengkaji persoalan-persoalan syari’ah, ushuluddin, tarbiyah, dakwah dan adab sebagaimana yang terjadi selama ini dianggapkurang memadai. Sifat universalitas ajaran Islam sama sekali tidak tampak hanya dengan pembidangan ilmu yang terbatas tersebut.Selain itu jika dikaitkan dengan misi Islam ialah menjadi rahmatan lil alamien, maka lembaga pendidikan Islam seharusnya mengembangkan berbagai bidang ilmu yang tidak terbatas. Cita-cita itu hanya mungkin bisa diraih, manakala kelembagaannya diubah menjadibentuk universitas. Keterbatasan bidang ilmu yang dikembangkan oleh lembaga pendidikan tinggi Islam, jika dicermati secara mendalam, akan melahirkan kesan bahwa Islam ini sempit, hanya mengurusi persoalan kelahiran, pernikahan, khitan dan kematian. Hal itu sesungguhnya sudah nyata, tampak misalnya dalam kelembagaan keagamaan di pemerintahan mulai dari tingkat desa terdapat pejabatyang disebut dengan istilah modin, hingga jabatan menteri agama, hanya sebatas mengurus soal-soal ibadah, yaitu masjid, madrasah dan haji. Gambaran yang sempit tentang Islam

ini, seharusnya segera diubah melalui kelembagaan pendidikan Islam. Perubahan inimendesak agar Islam tidak hanya dipahami sebatas sebagai agama, melainkan agama dan sekaligus juga peradaban. Semangat perubahan itu juga didorong oleh kesadaran bahwa Islam di manapun, ternyata semakin tertinggal baik dari aspek ekonomi,sosial, politik, ilmu pengetahuan, dan teknologi dari umat lainnya di berbagai belahan dunia. Ketertinggalan itu sesungguhnya wajar terjadi jika umat Islam dalam mengembangkan lembaga pendidikan dan ilmunya hanya sebatas bidang ilmu keagamaan itu. Padahalal Qur’an dan hadits sesungguhnya bukan saja memberikan petunjuk tentang wilayah yang sempit -----terkait dengan ritual belaka,melainkan juga tentang ilmu pengetahuan dan peradaban yang luas dan mulia. Kesadaran inilah sesungguhnya yang kemudian melahirkan semangat yang luar biasa untuk mengubah kelembagaan dari Sekolah tinggi menjadi bentuk universitas, sekalipun perubahan itu harus diperjuangkan dan dibarengi dengan kemauan yang tinggi untuk berkorban. Kebersamaan, Berjuang, dan BerkorbanSekalipun sudah sekian lama usaha-usaha keras mengubah kampus ini menjadi universitas, saya tidak pernah melupakan betapa pentingnya kebersamaan, semangat berjuang dan berkorban itu. Tentang betapa pentingnya semangat berjuang dan berkorban, telah saya tulis dalam bentuk artikel pendek beberapa hari lalu, sehingga bisa dibaca di website ini. Pada tulisan ini, saya hanya akan menunjukkan betapa pentingnya kebersamaan itu dalam berbagai kegiatan, ----termasuk membesarkan UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, agarusaha-usaha apapun berhasil dicapai. Saya melihat salah satu kelemahan umat Islam di mana saja, adalah dalam membangun kebersamaan. Selama ini saya melihat perpecahan selalu menghiasi kehidupan umat Islam. Padahal doktrin Islam mengingatkan agar umat ini bersatu, bersatu, bersatu dan jangan bercerai berai. Seolah-olah umat Islam tidak hirau dengan pesan agar membangun persatuan itu. Pesan al Qur’an agar bersatu terasaseperti disepelekan, dianggap sederhana. Para tokoh dan pimpinan umat lebih mengikuti hawa nafsunya untuk mencari menang dan unggul atas umat Islam lainnya. Perselisihan belum dipandang sebagai mala petaka dan sekaligus menggambarkan budaya rendah.Kita lihat saja misalnya, umat Islam selalu terbagi-bagi dalam berbagai organisasi, baik organisasi politik maupun sosial lainnya. Perbedaan itu

sesungguhnya tidak mengapa, jika hal itu dianggap sebagai strategi untguk membangun kebesaran Islam. Akan tetapi pada kenyataannya tidak demikian. Perbedaan itu melahirkan persaingan internal di kalangan umat Islam sendiri dan bahkan juga permusuhan. Masingmasing kelompok ingin unggul dan menang di antara umat Islam sendiri. Belenggu perpecahan inilah sesungguhnyayang menghimpit dan memasung gerak umat selama ini.Menyadari itu semua, sejak awal berstatus menjadi sekolah tinggi, lepas dari induknya IAIN Sunan Ampel Surabaya, berusaha untuk menyatukan berbagai kelompok yang ada. Ketika itu semua memahami dan kemudian bersepakat bahwa perpecahan, hanya akan melahirkankekerdilan, kemandegan dan buahnya adalah ketertinggalan. Semua kelompok yang ada disatukan dalam sebuah cita-cita membesarkan kampus STAIN Malang, dan kemudian mengubahnya menjadi bentuk universitas. Beberapa organisasi yang ada dalam kampus tetap dipelihara eksistensinya, tetapi perbedaan itu justru dijadikan kekuatan untuk maju bersama. Masing-masing kelompok organisasi diajak untuk memperjuangkan cita-cita yang lebih besar dari sebatas cita-cita organisasi, yaitu membangun lembaga pendidikan Islam yangunggul dan berwibawa. Digambarkan bahwa jika kampus ini maju maka, secara otomatis kelompok atau organisasi di dalamnya akan maju dan berkembang, dan begitu pula sebaliknya. Usaha-usaha membangun kebersamaan ini ternyata berhasil. Akhirnya melahirkan sebuah kekuatan untuk memajukan kampus bersama. Hadits nabi yang mengatakan bahwa sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak memberi manfaat bagi manusia lainnya, dikembangkan maknanya lebih luas. Yaitu menjadi, sebaik-baik organisasi adalah organisasi yang paling banyak memberi manfaat bagi organisasi lainnya. Dan bahkan dikembangkan pula pandangan, bahwa sebaikbaik bangsa adalah bangsa yang memberi manfaat bagi bangsa lain. Atas pandangan dan kesadaran itu semua, terbangunlah suasana kebersamaan dan sebaliknya berusaha menghilangkan ego sempit hanya mementingkan diri sendiri atau golongannya. Belajar dari pengalaman itu, saya semakin yakin bahwa kebersamaan adalah bagian penting dari kunci keberhasilan dari setiap perjuangan untuk meraih cita-cita bersama. Atas dasar renungan ini, maka pada peringatan Dies Natalis ke V dan Lustrum pertama ini, selaku pimpinan Universitas saya ingin mengingatkan kembali tentang betapa

pentingnyakebersamaan, perjuangan, dan pengorbanan untuk meraih cita-cita yang lebih luhur dan mulia ke depan. Wallahu a’lam.

Related Documents


More Documents from "Prof. DR. H. Imam Suprayogo"