DIARE A. PENGERTIAN Diare adalah buang air besar dengan frekuensi lebih dari 3 kali per hari dengan konsistensi tinja cair bersifat mendadak dan berlangsung dalam waktu kurang dari 2 minggu. (FK UGM, 1994) Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar leibh dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak, konsistensi feses encer dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja. (Ngastiyah, 1997) B. ETIOLOGI Penyebab dari diare dibagi menjadi beberapa faktor: 1. Faktor Infeksi a. Infeksi enteral Infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama ada diare yang terjadi pada anak. Infeksi enteral meliputi: Infeksi bakteri (patogen dan apatogen). – Vorgio cholerae – Salmonella (melalui makanan/minuman yang tercampur kuman). – Shigela – Campylobacter. – Yersinia – Aeromonas Infeksi virus Enterovirus (vivus echo, coxcakie, poliomyelitis, adenovirus, rotavirus, astrovirus). Infeksi parasit Cacing ascaris, trichuris, oxyuris, strongiloides, protozoa, entamoeba histolityca, guardia lambia, trichomonas hominis, candida albicans.
b. Infeksi parenteral Infeksi di luar alat pencernaan makan seperti otitis media acut (OMA), tonsilitis, tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis. Terutama terdapat pada anak dan bayi di bawah 2 tahun. 2. Faktor Malabsorpsi a. Malabsorbsi karbohidrat. Disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). b. Malabsorbsi lemak c. Malabsorbsi protein. 3. Faktor Makanan Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan. 4. Faktor Psikologis Rasa takut dan cemas (Ngastiyah, 1997) C. MANIFESTASI KLINIS Manifestasi klinis yang terjadi pada klien diare berdasarkan derajat dehidrasi a. Diare dengan dehidrasi ringan – Kehilangan cairan 5% berat badan. – Kesadaran baik (somnolen). – Mata agak cekung. – Turgor kulit kurang dan kekenyalan kulit normal. – Berak cair 1-2 kali perhari. – Lemah dan haus. – Ubun-ubun besar agak cekung. b. Diare dengan dehidrasi sedang – Kehilangan cairan lebih dari 5-10% berat badan.
– Keadaan umum gelisah. – Rasa haus (++) – Denyut nadi cepat dan pernapasan agak cepat. – Mata cekung – Turgor dan tonus otot agak berkurang. – Ubun-ubun besar cekung. – Kekenyalan kulit sedikit kurang dan elastisitas kembali sekitar 1-2 detik. – Selaput lendir agak kering. c. Diare dengan dehidrasi berat – Kehilangan cairan lebih dari 10% berat badan. – Keadaan umum dan kesadaran koma atau apatis. – Denyut nadi cepat sekali. – Pernapasan kusmaull (cepat dan dalam). – Ubun-ubun besar cekung sekali. – Mata cekung sekali. – Turgor/tonus kurang sekali. – Selaput lendir kurang/asidosis. D. PATOFISIOLOGI Sebagai akibat diare baik akut maupun kronis akan terjadi: 1. Kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi) Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output lebih banyak daripada input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare. 2. Gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik). Asidosis metabolik terjadi karena: a. Kehilangan natrium bikarbonat bersama tinja.
b. Adanya ketosis kelaparan. Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda keton tertimbun di dalam tubuh. c. Terjadi penimbunan asam laktat karena adanya anoksia jaringan. d. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria). e. Pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler. 3. Hipoglikemia Hipoglikemia terjadi pada 2 – 3% pada anak-anak yang menderita diare. Pada orang dengan gizi cukup/baik, hipoglikemia jarang terjadi, lebih sering terjadi pada anak yang sebelumnya pernah menderita KKP. 4. Gangguan gizi Ketika orang menderita diare, sering terjadi gangguan gizi dengan akibat terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat. hal ini disebabkan karena makanan yang sering tidak dicerna dan diabsorbsi baik karena adanya hiperperistaltik. 5. Gangguan sirkulasi darah Sebagai akibat diare dengan/tanpa disertai muntah, dapat terjadi gangguan sirkulasi darah berupa renjatan (syok) hipovolemik. Akibat perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan dalam otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera ditolong penderita dapat meninggal. E. PATOGENESIS Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare: 1. Gangguan Osmotik Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare. 2. Gangguan Sekresi Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga dan selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
3. Gangguan Motilitas Usus Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaiknya pada peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya juga akan timbul diare. F. KOMPLIKASI Akibat diare, kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak dapat terjadi berbagai komplikasi sebagai berikut: 1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik/hipertonik). 2. Renjatan hipovolemik. 3. Hipokalemia 4. hipoglikemia 5. Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim laktase. 6. Kejang terjadi pada dehidrasi hipertonik. Malnutrisi energi protein (muntah dan diare, jika lama/kronik). G. PENATALAKSANAAN DIARE 1. Pengobatan Simtomatis a. Rehidrasi: oralit, cairan infus yaitu Ringer Laktat, Dextrose 5%, Dekstrose dalam Saline. b. Antispasmodik, anti kholinergik (antagonis stimulus kolinergik pada reseptor muskorinik). Misalnya: pepaverin, mebeverine, propantelin bromid. c. Obat antidiare 1) Obat anti motilitas dan sekresi usus (Loperamid, difenoksilat, kodeinfosfat. – Loperamid – Difenoksilat. – Kodein fosfat. 2) Oktretoid (sanostatin). 3) Obat antidiare yagn mensekresikan tinja dan absorpsi zat toksik. d. Antiemetik (metoklopramid, proklorprazin, domperidon).
e. Vitamin B12, asam folat, vitamin A dan K. f. Obat ekstrak enzim pankreas. g. Aluminium hidroksida. h. Fenotiazin dan asam nikotinat, menghambat sekresi anion usus. 2. Pengobatan Kausal Diberikan pada infeksi maupun noninfeksi pada diare kronik dengan penyebab infeksinya obat diberikan berdasarkan etiologi. 3. Diit Dalam fase akut biasanya diberikan bubur saring atau lunak kepada pasien dianjurkan untuk minum gula, makan telur asin/ikan asin sebagai pengganti elektrolit yang hilang lewat diare. Biasanya penderita tidak boleh minum susu selama diare. H. PENCEGAHAN DIARE Diare dapat dicegah melalui: 1. Pemberian ASI eksklusif pada bayi. 2. Pemberian makanan pendamping ASI yang bersih dan bergizi setelah bayi berumur 4 bulan. 3. Mencuci tangan sebelum makan untuk mengurangi infeksi. 4. Gunakan air. 5. Mencuci tangan dengan teratur. 6. Mendesinfeksi permukaan peralatan rumah tangga. 7. Cuci pakaian kotor dengan segera sampai bersih. 8. Hindari makanan dan air yang terkontaminasi. I. PENULARAN DIARE Penyakit diare dapat ditularkan melalui: 1. Pemakaian botol susu yang tidak bersih. 2. Menggunakan sumber air yang tercemar. 3. BAB sembaran tempat.
4. Pencemaran makanan oleh serangga (lalat, kecoa) atau oleh tangan kotor. 5. Fecal oral melalui makanan dan minuman yang tercemar. 6. Melalui makanan yang terkontaminasi oleh penyaji makanan yang mengidap viral gastroenteritis bahkan diperkuat bila orang tersebut tidak mencuci tangannya secara teratur setelah menggunakan kamar mandi. 7. Mengkonsumsi ikan mentah atau tidak dimasak yang diambil dari air yang terkontaminasi. 8. Kontak langsung dengan orang yang terinfeksi virus, misalnya dengan makan dan minum bersama atau menggunakan peralatan makan yang sama dengan orang yang terinfeksi virus diare.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIARE AKUT DEHIDRASI SEDANG A. PENGKAJIAN 1. Riwayat Perjalanan Penyakit (Doengoes, Richard, 2000, 1992) Perlu ditanyakan kepada orang tua penderita mengenai riwayat perjalanan penyakit antara lain: – Saat mulai diare. – Lamanya sakit/diare (sudah beberapa jam, hari). – Frekuensinya (berapa kali sehari). – Banyaknya/volumenya (berapa banyak setiap kali buang air besar, misal berapa banyak/sendok/gelas dan sebagainya. – Baunya (amis, busuk dan sebagainya). – Ada tidaknya batuk, panas, pilek dan kejang (sebelum, selama atau sesudah diare). – Jenis, bentuk dan banyaknya makanan dan minuman, sebelum dan sesudah sakit. – Berat badan sebelum, selama, sesudah sakit. – Untuk mengetahui berat badan dapat dilakukan dengan pemeriksaan antropometri (tinggi badan, berat badan, lingkar kepala). 2. Kaji Keadaan Umum – Kesadaran menurun. – Rasa haus. 3. Kaji sirkulasi – Nadi cepat – Turgor kulit buruk – Mukosa kering – Bibir pecah-pecah.
4. Kaji respirasi
5. Kaji tanda dehidrasi – Ubun-ubun cekung – Mata lebih cekung. – Turgor dan tonus kurang baik. – Diuresis lebih sedikit. – Selaput lendir lebih kering. Pemeriksaan Fisik 1. Riwayat dan pemeriksaan fisik menurut Behrman, Richard E, 1998: – Keluhan utama diare, harus ditentukan terlebih dahulu akan kebenaran dan ketepatannya (peningkatan jumlah, volume dan keenceran tinja yang dikeluarkan). – Riwayat adanya darah atau lendir dalam tinja. 2. Perasaan nyeri dalam abdomen tenesmus – Demam – Massa di abdomen – Penurunan berat badan – Mengkonsumsi produk dari susu, daging atau air ayng tercemar. – Tingkat dehidrasi yang dialami dan derajat kesadaran penderita harus digambarkan secara spesifik. 3. Ada tidaknya artralgia, artritis, ruam-ruam kulit dan bradikardia juga dapat memberi petunjuk tentang diagnosis, etioogi. Temuan-temuan ini yang digabungkan dengan riwayat pemasukan cairan, frekuensi pengeluaran tinja dan penilaian pengeluaran urine menentukan apakah penderita memerlukan perawatan di rumah sakit atau tidak. Pemeriksaan Laboratorium 1. Pemeriksaan Tinja – Makroskopis dan mikroskopis. – Biakan kuman terhadap berbagai antibiotik. – pH dan kadar gula jika diduga ada sugar intolerance.
Pemeriksaan pH tinja, kandungan glukosa dalam tinja dan konsentrasi klorida dalam tinja. Jika kadar glukosa tinja rendah atau pH kurang dari 5,5, maka penyebab diare bersifat tidak menular/perlu dipertimbangkanpH tinja yang rendah dapat ditemukan pula pada anak-anak dengan defisiensi laktase akuisite yang terjadi setelah suatu infeksi diare persisten. 2. Pemeriksaan Darah – Darah lengkap Jumlah total dan hitung jenis leukosit mungkin normal, meningkat atau menurun tetapi lebih dari 50% penderita mempunyai 10-40% leukosit batang pada penghitungan jenis. – Leukosit dapat ditemukan dengan mencampurkan sedikit tinja dengan 1 – 2 tetes metilen biru: pada umumnya leukosit tidak dapat ditemukan jika diare berhubungan dengan penyakit usus kecil tetap ditemukan pada penderita Salmonelosis, E. coli, enteroinvasif, shigelosis, enterokolitis stafilokokus (enteritis regional), kolitis ulserativa dan kolitis pseudomembranosa. – PH cadangan alkali dan elektrolit untuk menentukan gangguan keseimbangan asam basa. 3. Duodenal Intubation Untuk mengetahui kuman penyebab secara kuantitatif dan kualitatif. 4. Kehilangan klorida lebih sering terjadi pada kolera, kehilangan klorida lebih dari 90 M ek/l pada tinja setelah penggantian cairan elektrolit menunjukkan adanya klorida bawaan. Pathway Keperawatan Bakteri patogen Makanan dan air Masuk ke saluran gastrointestinal Terjadi infeksi saluran pencernaan Peningkatan motilitas usus/hiperperistaltik Infeksi mukosa usus halus terjadi Mual/muntah Gangguan pencernaan secara enzimatis Gangguan pada defekasi Diare Feses mengandung asam laktat Gangguan integritas kulit Diet, pengobatan, perawatan Dampak hospitalisasi Anoreksia Nutrisi kurang dari kebutuhan Kurang volume cairan dari kebutuhan
Asidosis metabolik Syok hipovolemik Kurang pengetahuan Kurang aktifitas hiburan Demam Peningkatan suhu tubuh Dehidrasi Kehilangan cairan dan elektrolit Kurang informasi tentang perawatan dan pengetahuan Ansietas
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Gangguan eliminasi (BAB lebih dari normal) berhubungan dengan inflamasi, malabsorbsi usus, ditandai dengan peningkatan peristaltik usus, defekasi sering dan berair, nyeri abdomen. 2. Gangguan keseimbangan cairan (dehidrasi) berhubungan dengan intake kurang daripada output, kehilangan berlebih pada sistem GI melalui feses yang cair dan muntah ditandai dengan turgor kulit buruk, membran mukosa pucat, TTV tidak stabil (takikardi, hipotensi dan demam). 3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan absorpsi nutrien dan anoreksia, status hipermetabolik ditandai dengan penurunan berat badan, peningkatan bunyi usus, konjungtiva dan membran mukosa pucat, menolak untuk makan. 4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan defisit volume cairan ditandai dengan turgor kulit buruk, iritasi kulit daerah perianal, kulit kemerahan. 5. Ansietas berhubungan dengan psikologis berkaitan dengan proses penyakit ditandai dengan gelisah, takikardi, ketakutan, tidak kooperatif. 6. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan invasi mikroorganisme pada saluran GI. 7. Potensial komplikasi syok hipovolemik. (Doengoes, Marilynn E, dkk, 2000).
C. INTERVENSI KEPERAWATAN 1. Diagnosa Keperawatan I a. Tujuan: – Bising usus dan peristaltik normal 5 – 35 kali per menit. – Defekasi normal 1 kali per hari atau 2 kali per hari. – Konsistensi feses padat dan lunak. b. Intervensi: Mandiri: – Observasi dan catat frekuensi defekasi, karakteristik, jumlah dan faktor pencetus. Rasional
:
Membantu membedakan penyakit individu dan mengkaji beratnya episode.
– Tingkatkan tirah baring, berikan alat-alat disamping tempat tidur. Rasional
:
Istirahat memutuskan motilitas usus juga menurunkan laju metabolisme.
– Buang feses dengan cepat, berikan pengharum ruangan. Rasional
:
Menurunkan bau tidak sedap untuk menghindari malu pasien.
– Identifikasi makanan dan cairan yang mencetuskan diare, misalnyasayuran segar dan buah, sereal, bumbu, minuman karbonat, produk susu. Rasional
:
Menghindari iritan, meningkatkan istirahat usus.
– Mulai lagi pemasukan cairan per oral secara bertahap. Tawarkan minuman jernih tiap jam, hindari minuman dingin. Rasional
:
Memberikan istirahat kolon dengan menghilangkan atau menurunkan rangsang makanan/cairan.
– Observasi demam, takikardi, letargi, leukosit, ansietas dan kelesuan. Rasional
:
Mengidentifikasi adanya proses infeksi/peradangan.
Kolaborasi – Kolaborasi pemberian obat antikolinergik
Rasional
:
Menurunkan motilitas/peristaltik GI dan menurunkan sekresi digestif untuk menghilangkan kram dan diare.
2. Diagnosa Keperawatan II a. Tujuan: – Masalah dehidrasi dapat teratasi/keseimbangan cairan pasien adekuat. – Turgor kulit baik. – Membran mukosa baik/lembab. – TTV stabil. b. Intervensi – Awasi masukan dan haluaran, karakter dan jumlah feses, perkiraan kehilangan yang tak terlihat, misalnya: berkeringat, ukur berat jenis urine, observasi oliguria. Rasional
:
Memberikan informasi tentang keseimbangan cairan, fungsi ginjal dan kontrol penyakit usus juga merupakan pedoman untuk penggantian cairan.
:
Hipotensi, takikardi, demam dapat menimbulkan/menunjukkan respon terhadap kehilangan cairan.
– Kaji TTV Rasional
– Observasi kulit kering berlebihan dan membran mukosa, penurunan turgor kulit, pengisian kapiler lambat. Rasional
:
Menunjukkan kehilangan cairan berlebihan/dehidrasi.
– Ukur berat badan tiap hari. Rasional
:
Indikator cairan dan status nutrisi.
– Observasi perdarahan dan tes feses tiap hari untuk adanya darah samar. Rasional
Kolaborasi:
:
Diet tak adekuat dan penurunan absorbsi dapat menimbulkan defisiensi vitamin K dan merusak koagulasi, potensial resiko perdarahan.
– Berikan cairan parenteral sesuai indikasi. Rasional
:
Mempertahankan penggantian cairan untuk memperbaiki kehilangan.
– Awasi hasil laboratorium. Rasional
:
Menentukan kebutuhan penggantian dan keefektifan terapi..
– Berikan obat sesuai indikasi. Rasional
:
Menurunkan kehilangan cairan dari usus.
3. Diagnosa Keperawatan III a. Tujuan: Pemenuhan kebutuhan nutrisi pasien adekuat. b. Intervensi: – Timbang berat badan tiap hari. Rasional
:
Memberikan informasi tentang kebutuhan diet.
– Dorong tirah baring dan atau pembatasan aktifitas selama fase sakit akut. Rasional
:
Menurunkan kebutuhan metabolik.
– Anjurkan istirahat sebelum makan. Rasional
:
Menenangkan peristaltik dan meningkatkan energi untuk makan.
– Berikan kebersihan mulut. Rasional
:
Mulut yang bersih dapat menyenangkan rasa makanan.
– Sediakan makanan dalam ventilasi yang baik, lingkungan yang menyenangkan dengan situasi tidak terburu-buru. Rasional
:
Lingkungan yang menyenangkan menurukan stres dan lebih kondusif untuk makan.
– Catat dan temukan perubahan simptomatologi. Rasional
:
Memberikan rasa kontrol pada pasien dan kesempatan untuk memilih makanan yang diinginkan/dinikmati, dapat meningkatkan masukan.
Kolaborasi: – Pertahankan puasa sesuai indikasi. Rasional
:
Istirahat usus menurunkan peristaltik dan diare dimana menyebabkan malabsorpsi/kehilangan nutrien.
– Tambahkan diet sesuai indikasi. Rasional
:
Memungkinkan saluran usus untuk memaksimalkan kembali proses pencernaan.
– Berikan obat sesuai indikasi. Rasional
:
Untuk mempercepat proses penyembuhan.
4. Diagnosa Keperawatan IV a. Tujuan: Integritas kulit pasien adekuat dengan kriteria hasil: – Turgor kulit baik. – Iritasi kulit daerah perianal teratasi. – Warna kulit daerah perianal sama dengan daerah sekitar. b. Intervensi: – Observasi kemerahan, pucat, ekskoriasi. Rasional
:
Area ini meningkat resikonya untuk kerusakan dan memerlukan pengobata lebih intensif.
– Gunakan krim kulit 2 kali sehari setelah mandi. Rasional
:
Melicinkan kulit dan menurukan gatal.
– Diskusikan pentingnya perubahan posisi sering, perlu untuk mempertahankan aktivitas. Rasional
:
Meningkatkan sirkulasi dan perfusi kulit dengan mencegah tekaan lama pada jaringan.
– Tekankan pentingnya masukan nutrisi/cairan adekuat. Rasional
:
Perbaikan nutrisi dan hidrasi akan memperbaiki kondisi.
5. Diagnosa Keperawatan V
a. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan, ansietas pasien hilang, dengan kriteria hasil: – Pasien tidak gelisah. – Denyut nadi normal. – Ketakutan berkurang/hilang. – Kooperatif. b. Intervensi: Mandiri – Catat petunuk perilaku, misalnya gelisah, peka rangsang, menolak, kurang kontak mata, perilaku menarik perhatian. Rasional
:
Merupakan indikator derajat ansietas atau stres.
– Dorong menyatakan perasaan, berikan umpan balik. Rasional
:
Membantu pasien/orang terdekat dalam mengidentifikasi masalah yang menyebabkan stres.
– Akui bahwa ansietas dan masalah mirip dengan yang diekspresikan orang lain. Rasional
:
Validasi bahwa perasaan normal dapat membantu menurunkan stres.
– Berikan informasi yang akurat dan nyata tentang apa yang dilakukan. Rasional
:
Keterlibatan pasien dalam perencanaan keperawatan memberikan rasa kontrol dan membantu menurunkan ansietas.
– Berikan lingkungan yang tenang dan istirahat. Rasional
:
Memindahkan pasien dari stres.
– Dorong pasien/orang terdekat untuk menyatakan perhatian. Rasional
:
Tindakan dukungan dapat membantu pasien merasa stres berkurang memungkinkan energi untuk ditujukan pada penyembuhan.
Kolaborasi: – Berikan obat sesuai indikasi.
Rasional
:
Untuk mempercepat proses penyembuhan.
6. Diagnosa Keperawatan VI a. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan, diharapkan tidak muncul infeksi, dengan kriteria hasil: – TTV stabil. – Tidak ada tanda-tanda infeksi. b. Intervensi: – Tempatkan pasien di ruang isolasi. Rasional
:
Tindakan ini dapat mengurangi resiko penyebaran infeksi.
– Sediakan tempat cuci tangan khusus. Rasional
:
Mengurangi spread infection.
– Sediakan pispot untuk BAB pasien. Rasional
:
Mencegah feses berserakan.
– Hindarkan infant dan anak kecil memegang benda atau tempat diare yang terkontaminasi. Rasional
:
Mencegah penyebaran infeksi.
– Instruksikan keluarga untuk selalu melakukan practise isolation khususnya mencuci tangan. Rasional
:
Mencegah penyakit..
D. EVALUASI 1. Diagnosa Keperawatan I – Bising usus dan peristaltik normal. – Defekasi normal 1 kali sehari. – Konsistensi feses padat dan lunak. 2. Diagnosa Keperawatan II – Masalah dehidrasi pasien teratasi.
– Turgor kulit baik. – Membran mukosa lembab. – TTV stabil. – Balance intake output. 3. Diagnosa Keperawatan III – Berat badan normal sesuai umur. – Nafsu makan baik. – Bising usus menurun. 4. Diagnosa Keperawatan IV – Turgor kulit baik. – Iritasi kulit daerah perianal teratasi. – Warna kulit daerah periaal sama dengan sekitar. 5. Diagnosa Keperawatan V – Pasien tidak gelisah. – Denyut nadi normal. – Kekakuan berkurang/hilang. – Kooperatif. 6. Diagnosa Keperawatan VI – TTV stabil. – Tidak ada tanda-tanda infeksi.
DAFTAR PUSTAKA Alwi, S. (2001). Manajemen sumber daya manusia. Edisi pertama. Jakarta: EGC. Doengoes, Marilynn E., dkk. (2000). Rencana asuhan keperawatan pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC. Greenberg, S.C. (1998). Nursing care planning guides for children. California: Colliams and Williangs. Mansjoer, Arif, dkk. (1999). Kapita selekta kedokteran. Edisi ketiga, jilid I. Jakarta: Media Aesculapius FKUI. Ngastiyah. (1997). Perawatan anak sakit. Jakarta: EGC. Sowden, Bets. (2000). Pediatric nursing referensi, 4th edition, Louis Philadelphia. London: by Mosby. Sulaiman, Alih, dkk. (1997). Gastroenterologi hepatologi. Jakarta: Agung Seto. Wong & Whalley. (1999). Nursing care of infant and children. Sidney: Tokyo Toraja.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DIARE
DOSEN : LUKMAN,S.Kep,MM,M.Kes MATA KULIAH : MANAJEMEN KEPERAWATAN DI SUSUN OLEH : KELOMPOK 3
1.
MILDA RISTIANA
NIM. PO.71.20.1.18.123
2.
IDA ARYANI
NIM. PO.71.20.1.18.114
3.
MITA RUSMI
NIM. PO.71.20.1.18.124
4.
MISNAINI ARIANTI
NIM. PO.71.20.1.18.170
5.
MARYANA
NIM. PO.71.20.1.18.120
6.
MAIMUNAH
NIM. PO.71.20.1.18.166
7.
MARWANI
NIM. PO.71.20.1.18.169
8.
LILI KOSASI
NIM. PO.71.20.1.18.117
PROGRAM KEPERAWATAN KEMENTRIAN KESEHATAN PALEMBANG TAHUN 2018/ 2019