Definisi Lp Thypoid.docx

  • Uploaded by: Sandra Rissa
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Definisi Lp Thypoid.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,783
  • Pages: 22
1. Definisi Penyakit tipes atau typoid adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri bernama Salmonella Typhii. Salmonella Typhii hidup didalam badan manusia, dimana kuman ini dtemukan didalam pembuluh darah dan saluran pencernaan penderita tersebut (Khrisna, 2015, hal. 47). Menurut (Muttaqin & Sari, 2011, hal. 488) demam tifoid atau sering disebut dengan tifus abdominalis adalah infeksi akut pada saluran pencernaan yang berpotensi menjadi penyakit multisistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Dari beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Typoid merupakan penyakit infeksi akut pada pembuluh darah dan saluran pencernaan yang disebabkan oleh Salmonella typhi dan hanya terdapat pada badan manusia. 2. Etiologi Penyebab penyakit typoid adalah Salmonella Typhosa, yang mempunyai ciri basil negatif yang bergerak dengan bulu getar tidak bersepora, mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu antigen O (somatik, terdiri zat kompleks lipoposakarida), antigen H (flgella), dan antigen Vi. Dalam serum pasien, terdapat zat anti (aglutinin) terhadp ketiga macam antigen tersebut (Susilaningrum dkk, 2013, p. 152) 3. Tanda dan gejala Menurut (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 178) beberapa gejala yang muncul pada penderita tifoid diantaranya: 1. Gejala pada anak : inkubasi 5-40 hari dengan rata-rata 10-14 hari. 2. Demam meninggi pada akhir minggu pertama. 3. Demam turun pada minggu keempat, kecuali demam tidak tertangani demam akan menyebabkan syok, stupor dan koma. 4. Ruam muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan selama 2-3 hari. 5. Nyeri kepala, nyeri perut. 6. Kembung, mual, muntah, diare, konstipasi. 7. Pusing, bradikardi, nyeri otot. 8. 9. 10.Lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepi dan ujung merang serta tremor). 11. Hepatomegali, slenomegali. 12. Gangguan mental berupa samnolen. 13. Delirium atau psikosis.

4. Patofisiologi

Kuman salmonella typhi yang masuk ke saluran gastrointertinal akan di telan oleh sel-sel fagosit ketika masuk melewati mukosa dan oleh makrofag yang ada di dalam lamina propia. Sebagian dari Salmonella typhi ada yang masuk ke usus halus mengadakan invaginasi ke jaringan limfoid usus halus (plak peyer) dan jaringan limfoid mesenterika. Kemudian Salmonella typhi masuk melalui folikel limpa ke saluran limpatik dan sirkulasi darah sistemik sehingga terjadi bakterimia. Bakterimia pertama-tama menyerang sistem retikulo endotelial (RES) yaitu:hati, limpa, dan tulang, kemudian selanjutnya mengenai seluruh organ di dalam tubuh antara lain sistem saraf pusat, ginjal dan jaringan limpa. Usus yang terserang tifus umunya ileum distal, tetapi kadang bagian lain usus halus dan kolon proksimal juga dihinggapi. Pada mulanya plakat peyer penuh dengan fagosit, membesar, menonjol dan tampak seperti infiltrat atau hiperplasia di mukosa usus. Pada ahir minggu pertama infeksi, terjadi nekrosis dan tukak. Tukak ini lebih besar di ileum dari pada di kolon sesuai dengan ukuran plak peyer yang ada di sana. Kebanyakan tukaknya dangkal, tetapi kadang lebih dalam sampai menimbulkan perdarahan. Perforasi terjadi pada tukak yang menembus serosa. Setelah penderita sembuh, biasanya ulkus membaik tanpa tanpa meninggalkan jaringan parut dan fibrosis (Muttaqin & Sari, 2011, hal. 489) .

Pathway

Sumber (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 181). 5. Komplikasi Menurut (Sudoyo dkk, 2010, hal. 2801-2802) typoid suatu penyakit sistemik maka hampir semua organ utama tubuh dapat diserang dan berbagai komplikasi serius dapat tejadi beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada demam typoid yaitu: 1. Komplikasi intestinal: perdarrahan ussu, perforasi usus, ileus paralitik, pankreatitis. 2. Komplikasi ekstra intestinal. 3. Komplikasi kardiovaskuler: gagal sirkulasi perifer, miokarditis, tromboflebitis. 4. Komplikasi darah: anemia hemolitik, trobositopenia, KID, trombosis. 5. Komplikasi paru: pneumunia, empiema, pleuritis. 6. Komplikasi hepatobilier: hepatitis, kolesistitis. 7. Komplikasi ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis, perinefrietis. 8. Komplikasi tulang: osteomielitis, priastitis, spondilitis, artritis. 9. Kompliksi neuropsikiatrik/typoid toksik.

1. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 2. Pengkajian 3. Identitas

Sering ditemukan pada anak diatas satu tahun. Pada laki-laki dan perempuan (Susilaningrum dkk, 2013, p. 153) 1. Status kesehatan saat ini 2. Keluhan utama pasien Pasien mengeluh lemas, tidak nafsu makan, juga tidak brgairah untuk beraktivitas, dan pasien juga mengeluh demam tinggi pada malam hari sedangkan pada siang harinya demam turun kurang lebih 3 minggu (Marni, 2016, hal. 19). 2. Alasan masuk rumah saikit Pasien mengatakan lemas, tidak nafsu makan, juga tidak brgairah untuk beraktivitas, dan pasien juga mengeluh demam tinggi pada malam hari sedangkan pada siang harinya demam turun (Marni, 2016, hal. 19). 3. Riwayat penyakit sekarang Pasien mulai demam kurang lebih 3 minggu, tidak berselera makan, mual, muntah, lemas, pasien tidak mengalami pembesaran hati dan limpa, terdapat gangguan kesadaran, tidak terdapat komplikasi misalnya perdarahan, perforasi, peritonitis (Marni, 2016, hal. 19). 1. Riwayat kesehatan terdahulu 2. Riwayat penyakit sebelumnya Pasien mengatakan sbelumnya tidak pernah menglami penyakit yang sama, pasien juga mengatakan sebelumnya tidak pernah masuk rumah sakit dan sampai di rawat (Susilaningrum dkk, 2013, hal. 153). 2. Riwayat penyakit keluarga Pasien mengatakan anggotanya keluarganya tidak ada yang pernah atau mengalami sakit yang sama (Susilaningrum dkk, 2013, hal. 153). 1. Pemeriksaan fisik 2. Keadaan umum 3. Kesadaran Pada fase awal penyakit biasanya tidak didapatkan adanya perubhan. Pada fase lanjut, secara umum pasien terlihat sakit berat dan sering didapatkan penurunan tingkat kesadaran (apatis,delirium) (Muttaqin & Sari, 2011, hal. 491).

1. Tanda – tanda vital : Pada fase 7-14 harididapatkan suhu tubuh meningkat 39-41ºC pada malam hari dan biasanya turun pada pagi hari. Pada pemeriksaan nadi didapat penurunan frekuensi nadi (bradikardi relatif) (Muttaqin & Sari, 2011, hal. 491).

2. Body system 3. Sistem pernapasan Sistem pernapasan biasanya tidak didapatkan adanya kelainan, tetapi akan mengalami perubahan apabila terjadi respons akut dangan gejala bentuk kering. Pada beberapa kasus berat bisa didapatkan adanya komplikasi tanda dan gejala pneumonia (Muttaqin & Sari, 2011, hal. 491). 1. Sistem kardiovaskuler Sistem kardiovaskuler biasanya tidak didapatkan adanya kelainan. Akan tetapi, pada beberapa kasus yang berat bisa didapatkan tanda dan gejala miokarditis dan tromboflebitis. (Sudoyo dkk, 2010, hal. 2802)

1. Sistem persyarafan Pada pasien dehidrasi berat akan menyebabkan penurunan perfusi serebral dengan manisfestasi sakit kepala, penurunan tingkat kesadaran (Muttaqin & Sari, 2011, hal. 491). 1. Sistem perkemihan : Pada kondisi berat didapatkan penurunan urine output respons dari penurunan curah jantung (Muttaqin & Sari, 2011, hal. 491). 1. Sistem pencernaan Didapatkan perut kembung (meteorismus), bisa terjadi konstipasi dapat juga diare atau normal, hati dan limpa membesar disetai nyeri pada perabaan (Nursalam, 2013, hal. 153). 1. Sistem integumen Didapatkan kulit kering, turgor kulit menurun, pucat, roseola (bintik merah pada leher, punggung dan paha) (Muttaqin & Sari, 2011, hal. 492).

1. Sistem muskuluskeletal Respon sistemik akan menyebabkan malaise, kelemahan fisik, dan di dapatkan nyeri otot ekstremitas (Muttaqin & Sari, 2011, hal. 492). 1. Sistem endokrin Pada pasien dengan typoid biasanya mengalami demam atau hipertermi karena kuman masuk kealiran darah, mengeluarkan endotoksin sehingga terjadi kerusakan sel yang akhirnya merangsang pelepasan zat efirogen dan mempengaruhi pusat termugulator di hipitamus (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 181) 1. Sistem Reproduksi Pada sistem reproduksi dengan pasien typoid terjadi penurunan gairah seksual. Karena hal ini disebabkan pasien typoid tubuhnya lemas, tidak brgairah untuk beraktivitas, dan pasien juga demam tinggi (Marni, 2016, hal. 19). 1. Sistem pengindraan Didatkannya ikterus pada sklera pada kondisi berat (Muttaqin & Sari, 2011, hal. 491).

1. Sistem imunitas Pada pasien typoid biasanya didapatkanya splenomegali karena kuman masuk melalui pembuluh limfe dan menginvansi jaringan limpoid (Marni, 2016, hal. 15).

3. Pemeriksaan penunjang Menurut (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 179) pemerikasaan penujang demam typoid sebagai berikut:

1. Pemeriksaan darah perifer lengkap Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit normal. Leukosit dapat terjadi walaupun tanda disertai infeksi skunder. 1. Pemeriksan SGOT dan SGPT. SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus. 1. Pemeriksaan Uji Widal. Uji Widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri salmonella typhii. Uji Widal dimaksudkan untuk menetukan adanya aglutinin dalam serum penderita Demam Tifoid. Akibat adanya infeksi oleh salmonella typhi maka penderita membuat antiodi (aglutinin). 1. Kultur Kultur darah : bisa positif pada minggu pertama Kultur urine : bisa psitif pada mingu kedua Kultur feses : bisa positif dari minggu kedua hingga minggu ketiga. 1. Anti Salmonella typhi IgM Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendekteksi secara dini infeksi akut salmonella typhi, karean antibodi IgM muncul pada hari ke-3 dan 4 terjadinya demam. 4. Penatalaksanaan 5. Istirahat dan perawatan. Tirah baring dan perawatan prfesional bertujuan untuk mencegah komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya ditempat seperti makan, minum mandi, buang air kecil, buang air besar akan membantu dan mempercapat masa penyembuhan. (Sudoyo dkk, 2010, hal. 2800). 1. Diet dan terapi penunjang Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit demam typoid, kerena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan akan menjadi lama. Dimasa lampau demam typoid diberikan diet bubur saring.

Bubur saring tersebut ditunjukkan untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna atau perforasi usus. Hal ini disebabkan ada pendapat bahwa usus harus diistirahatkan. Dan ada beberapa penelitian lagi menunjukkan bahwa penderita demam typoid diberikan diet makanan padat dini yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (menghindari sementara sayuran yang berserat) dapat diberikan dengan aman pada pasien demam typoid (Sudoyo dkk, 2010, hal. 2800). 1. Pemberian antimikroba Obat-obat antimikroba yang sering digunakan untuk mengobati demam typoid adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Kloramfenikol Tiamfenikol Efektifitas obat ini hampir sama dengan kloramfenikol. Ampisilin dan amoksilin Sepalosporin generasi ketiga. Golongan fluorokuinolon seperti:  Norfloksasin  Siprofloksasin  Ofloksasin  Perfloksasin  Fleroksasim 1. Azitromizin(Sudoyo dkk, 2010, hal. 2081).

2. Diagnosa keperawatan 3. Hipertermi (Tim Pokja SDKI PPNI, 2017, p. 284). Definisi : suhu tubuh meningkat diatas rentan normal tubuh. Penyebab 1. Dehidrasi 2. Terpapar lingkungan panas

3. Proses penyakit(mis. Infeksi, kanker) 4. Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan 5. Peningkatan laju metabolisme 6. Respon trauma 7. Aktivitas berlebih 8. Penggunaan inkubator Gejala tanda mayor Subjektif Tidak tersedia Objektif 1. Suhu tubuh diatas nilai normal Gejala tanda minor Subjektif Tidak tersedia Objektif 1. Kulit merah 2. Kejang 3. Takikardi 4. Takipnea 5. Kulit terasa hangat Kondisi klinis yang terkait 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Proses infeksi Hipertiroid Stroke Dehidrasi Trauma Prematuritas

2. Defisit nutrisi (PPNI, 2017, hal. 56). Definisi: asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme Penyebab 1. Ketidakmampuan menelan makanan 2. Ketidakmampuan mencerna makanan 3. Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien

4. Peningkatan kebutuhan metabolisme 5. Faktor ekonomi (mis. Finansial tidak mencukupi) 6. Faktor psikologis (mis. Stres, keengganan untuk makan) Gejala dan faktor mayor Subjektif Tidak tersedia Objektif 1. Berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang ideal Gejala dan tanda minor Subjektif 1. Cepat kenyang setelah makan 2. Kram/nyeri abdomen 3. Nafsu makan menurun Objektif 1. Bising usus hiperaktif 2. Otot pengunyah lemah 3. Otot menelan lemah 4. Membran mukosa pucat 5. Sariawan 6. Serum albumin turun 7. Rambut rontok berlebihan 8. Diare Kondisi klinis terkait 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Stroke Parkinson Mobius syndrome Cerebral palsy Cleft lip Celft palate Amvotropic lateral sclerosis Luka bakar

9. Kanker 10.Infeksi 11. AIDS 12. Penyakit Crohn’s

3. Hipovolemia (PPNI, 2017, hal. 64). Definisi: penurunan volume cairan intravaskular, interstisial, dan atau intraselular. Penyebab 1. Kehilangan cairan aktif 2. Kegagalan mekanisme regulasi 3. Peningkatan permeabilitas kapiler 4. Kekurangan intake cairan 5. Evaporasi Gejala dan tanda mayor Subjektif Tidak tersedia Objektif 1. Frekuensi nadi meningkat 2. Nadi teraba lemah 3. Tekanan darah menurun 4. Tekanan nadi menyempit 5. Turgor kulit menurun 6. Membran mukosa kering 7. Volume urin menurun 8. Hematokrit meningkat

Gejala dan tanda minor Subjektif 1. Merasa lemah

2. Mengeluh haus Objektif 1. Pengisian vena menurun 2. Status mental berubah 3. Suhu tubuh meningkat 4. Konsentrasi urin meningkat 5. Berat badan turun tiba-tiba Kondisi klinis terkait 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Penyakit Addison Trauma/perdarahan Luka bakar AIDS Penyakit crohn Muntah Diare Kolitis ulseratif Hipoalbuminemia

4. Nyeri akut (PPNI, 2017, hal. 172). Definisi : pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan Penyebab 1. Agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma) 2. Agen pencedera kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan) 3. Agen pencedera fisisk (mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, latihan fisik berlebihan) Gejala dan Tanda Mayor Subjektif Tidak tersedia

Objektif

1. Tampak meringis 2. Bersikap protektif (mis. Waspada posisimenghindari nyeri) 3. Gelisah 4. Frekuensi nadi meningkat 5. Sulit tidur Gejal dan Tnada Minor Subjektif Tidak tersedia Objektif 1. Teraknan darah meningkat 2. Pola nafas berubah 3. Nafsu makan berubah 4. Proses berfikir terganggu 5. Menarik diri 6. Berfokus pada diri sendiri 7. Diaforesis Kondisi Klinis Terkait 1. 2. 3. 4. 5.

Kondisi pembedahan Cidera traumatis Infeksi Sindrom koroner akut Glaukoma

5. Konstipasi (PPNI, 2017, hal. 113). Definisi : penurunan defekasi yang disertai pengeluaran feses sulit dan tidak tuntas serta feses kering dan banyak Penyebab Fisiologis 1. Penurunan mortilitas gastrointestinal 2. Ketidakadekuatan pertumbuhan gigi 3. Ketidakcukupan diet 4. Kitakcukupan asupan serat 5. Ketidakcukup asupan cairan 6. Aganglionik (mis. Penyakit Hircsprung)

7. Kelemahan otot abdomen Psiologis 1. Konfusi 2. Depresi 3. Gangguan emosional Situasional 1. Perubahan kebiasaan makan (mis. Jenis makanan, jadwal makan) 2. Ketidak adekuatan toileting 3. Aktivitas fisik harian kurang dari yang dianjurkan 4. Penyalahgunaan laktasif 5. Efek agen farmakologis 6. Ketidakteraturan kebiasaan defekasi 7. Kebiasaan menahan dorongan defekasi 8. Perubahan lingkungan Gejala dan Tanda Mayor Subjektif 1. Defekasi kurang dari 2 kali seminggu 2. Pengeluaran feses lama dan sulit Objektif 1. Feses keras 2. Peristaltik usus menurun Gejala dan Tanda Minor Subjektif 1. Mengejan saat defekasi Objektif 1. Distensi abdomen 2. Kelemahan umum 3. Teraba massa pada rektal Kondisi Klinis Terkait 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Lesi/cidera pada medula spinalis Spina bifida Stroke Sklerosis multipel Penyakit parkinson Demensia Hiperparatiroidisme Hipoparatiroidisme Ketidakseimbangan elektrolit

10.Hemoroid 11. Obesitas 12. Pasca operasi obstruksi bowel 13. Kehamilan 14. Pembesaran prostat 15. Abses rektal 16. Fisura anorektal 17. Striktura anorektal 18. Prolaps rektal 19. Ulkus rektal 20. Rektokel 21. Tumor 22. Penyakit hircsprung 23. Impaksi feses

3. 4. 5. 6. 7.

Intervensi Hipertermi Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam terjadi penurunan suhu tubuh. Kriteria Hasil : Termogulasi : keseimbangan antara produksi panas, penigkatan panas, dan kehilangan panas. 8. Termogulasi: Neonatus: keseimbangan antara produksi panas, penigkatan panas, dan kehilangan panas selama 28 hari pertama kehidupan. 9. Tanda – tanda vital : nilai suhu denyut nadi, frekuensi pernapasan, dan tekenan darah dalam normal. 10.Intervensi (NIC) Aktivitas keperawatan 1. Pantau aktivitas kejang 2. Pantau dehidrasi (misalnya, turgor kulit, kelembapan membran mukosa) 3. Pantau tekanan darah, denyut nadi dan frekuensi pernafasan 4. Kaji ketepatan jenis pakaian yang digunakan, sesuai dengan suhu lingkungan. Penyuluhan untuk pasien/keluarga 1. Ajarkan psien/keluarga dalam mengukur suhu untuk mencegah dan mengenali secara dini hipertermia (misalnya, sengatan panas, dan keletihan akibat panas 2. Regulasi suhu (NIC) : ajarkan indikasi keletihan akibat panas dan tindakan kedaruratan yang diperlukan. Regulasi suhu (NIC) 1. Pantau dan laporkan tanda atau gejala hipotermia serta hipertermia

Aktivitas kolaboratif 1. Regulasi suhu (NIC) 2. Berikan obat antipiretik , jika perlu 3. Gunakan matras dingin dan mandi air hangan untuk mengatasi suhu tubuh (Wilkinson & Ahern, 2013, hal. 390-393) 1. Ketidakseimbangan Nutrisi 2. Tujuan : dalam 3×24 jam pasien akan mempertahankan kebutuhan nutrisi yang adekuat 3. Kriteria hasil: 4. Membuat pilihan diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dalam situasi individu 5. Menunjukkan peningkatan BB

3. Intervensi (NIC) Aktivitas keperawatan 1. Teneukan motivasi pasien untuk mengubah kebiasaan makan. 2. Pantau nilai laboratorium, khusunya transferin, albumin, dan elektrolit. 3. Menejemen nutrisi (NIC) :  Ketahui makanan kesukaan pasien  Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.  Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan.  Timbang pasien pada interval yang tepat. Penyuluhan untuk pasien/keluarga 1. Ajrakan metode untuk perencanaan makan. 2. Ajarkan pesien atau keluarga tentang makanan yang bergizi dan tidak mahal. 3. Menejeman nutri (NIC) : beriakn informasi yang tepat tentang keseimbangan nutrisi dan bagaimana memenuhinya. Aktivitas kolaboratif 1. Diskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan protein pasien yang menglami ketidakadekuatan asupan protein atau kehilangan protein (misal, pasien anoreksia nervosa atau pasien penyakit glomerular/dialisis peritoneal) 2. Diskusikan dengan dokter kebutuhan stimulasi nafsu makan, makanan pelengkap, pemberian makanan melaui selang, atau nutrisi perenteral total agar asupan kalori yang adekuat dapat dipertahankan. 3. Rujuk ke dokter untuk menentukan penyebab gangguan nutrisi. 4. Rujuk ke program gizi di komunitas yang tepat, jika pasie tidak dapat membeli atau menyiapkan mkanan yang adekuat.

5. Manajemen nutrisi (NIC): tentukan dengan melakukan kolaborasi bersama ahli gizi, jika diperlukan, jumlah kalori dan jenis zat gizi yang dibutuhkan unntuk memenuhi kebutuhan nutrisi (khususnya untuk pasien dengan kebutuhan energi tinggi, seperti pasien pasca bedah dan luka bakar trauma demam, dan luka) (Wilkinson & Ahern, 2013, hal. 503-508)

1. Risiko kekurangan volume cairan 2. Tujuan: kekurangan volume ciran akan teratasi, dibuktikan oleh keseimbangan ciran, keseimbangan elektrolit dan asam-basa, hidrasi yang adekuat, dan status nutrisi: asupan makanan dan cairan adekuat 3. Kriteria hasil: Pasien akan: 1. Memiliki konsentrasi urine yang normal. Senutkan nilai dasar dan berat jenis urine 2. Memiliki hemoglonin dan hematocrit dalam batas normal untuk pasien 3. Memiliki tekanan vena sentral dan pulmonal dalam rentang yang diharapkan 4. Tidak mengalami haus yang tidak normal 5. Memiliki keseimbangan asupan dan haluaran yang seimbang dalam waktu 24 jam 6. Menampilkan hidrasi yang baik (membrane mukosa lembap, mampu berkeringat) 7. Memiliki asupan cairan oral dan atau intravena yang adekuat 8. Intervensi NIC Aktivitas keperawatan 1. Pantau warna, jumlah, dan frekuensi kehilangan cairan 2. Observasi khususnya terhadap kehilangan cairan yang tinggi elektrolit (misalnya, diare, drainase luka, pengisapan nasogastric, diaphoresis, dan drainase ileostomi) 3. Pantau perdarahan (misalnya, periksa semua secret dari adanya darah nyata atau darah samar) 4. Idektifikasi faktor pengaruh terhadap bertambah buruknya dehidrasi (misalnya, obat-obatan, demam, stress, dan program pengobatan) 5. Pantau hasil laboratorium yang relevan dengan keseimbangan cairan (misalnya, kadar hematocrit, BUN, albumin, protein total, osmolalitas serum, dan berat jenis urine) 6. Kaji adanya vertigo atau hippotensi postural 7. Kaji orientasi terhadap orang, tempat, dan waktu

8. Cek arahan lanjut klien untuk menentukan apakah penggantian cairan pada pasien sakit terminal tepat dilakukan 9. Manajemen cairan NIC Pantau status hidrasi (misalnya, kelembapan, membrane mukosa, keadadekuatan nadi, dan tekanan darah ortostatik) Timbang berat badan setiap hari dan pantau kecenderunagnnya Pertahankan kekauratan catatan asupan dan haluaran Penyuluhan untuk pasien/keluarga 1. Anjurkan pasien untuk menginformasikan perawat bila haus aktivitas kolaboratif 1. Laporkan dan catat haluaran kurang dari…..ml 2. Laporkan haluaran lebih dari…..ml 3. Laporkan abnormalitas elektrolit 4. Manajemen cairan NIC: Atur ketersediaan produk darah untuk transfuse, bila perlu Berikan ketentuan penggantian nasogastric berdasarkan haluaran, sesuai dengan kebutuhan Berikan terapi IV, sesuai program (Wilkinson & Ahern, 2013, hal. 309314)

1. Nyeri akut 2. Tujuan : memperlihatkan pengendalian nyeri, yang dibuktikan oleh indicator sebagai berikut (sebutkan 1-5 : tidak pernah, jarang, kadangkadang, sering, atau selalu): Mengenali awitan nyeri, menggunakan tindakan pencegahan,m elaporkan nyeri yang dapat dikendalikan. 3. Kriteria Hasil : 4. Mampu mengenali serangan nyeri. 5. Mampu mendeskripsikan penyebab nyeri. 6. Menggunakan teknik pencegahan nyeri, khususnya teknik non farmakologis. 7. Melaporkan perubahan gejala nyeri secara periodic kepada tenaga kesehatan. 8. Menunjukkan gejala terhadap nyeri (keluhan, menangis, gerakan lokalisir,ekspresi wajah, gangguan istirahat tidur, agitasi, iritabilitas

meningkat, diaphoresis, penurunan konsentrasi, kehilangan nafsu makan, dan nausea). 9. Tanda-tanda vital dalam rentang normal (respiratory rate, apical heart rate, radial heart rate, tekanan darah). 10.Menunjukkan perubahan dampak dari nyeri (disruptive effects), antara lain penurunan konsentrasi, penurunan motivasi, gangguan tidur, kerusakan mobilitas fisik, gangguan pemenuhan ADL, dan kerusakan eliminasi urine dan alvi. 11. Nursing Interventions Classification (NIC) : Aktifitas Keperawatan 1. Kaji nyeri (lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas, dan faktor presipitasi dari nyeri). 2. Kaji pengetahuan klien tentang nyeri serta pengalaman sebelumnya. 3. Kaji dampak dari nyeri (gangguan tidur, penurunan nafsu makan, gangguan aktifitas, penurunan konsentrasi). 4. Beri lingkungan yang nyaman kepada klien. 5. Ajari klien pola manajemen nyeri. 6. Ajari klien penggunaan teknik non farmakologis untuk mengurangi nyeri. 7. Lakukan teknik PCA (Patient Controlled Analgesia) sesuai kebutuhan. 8. Anjurkan klien untuk istirahat yang cukup untuk mengurangi intensitas nyeri. 9. Monitoring kepuasan pasien atas pelaksanaan manajemen nyeri.

Penyuluhan pasien/keluarga 1. Sertakan dalam instruksi pemulangan pasien obatt khusus yang harus di minum, frequensi pemberian, kemungkinan efek samping, kemungkinan interaksi obat, kewaspadaan khusus saat mengonsumsi obat tersebut (misalnya pembatasan aktivitas fisik, pembatasan diet) dan nama orang yang harus dihubungi bila mengalami nyeri membandel. 2. Instruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika peredaan nyeri tidak dapat dicapai. 3. Informasikan kepada asien tentang prosedur yang dapat meningkatkan nyeri dn tawarkan strategi koping yang disarankan. 4. Perbaiki kesalahan persepsi tentang analgesic narkotik atau opioid (misalnya, risiko ketergantungan atau overdosis) 5. Managemen Nyeri (NIC) : berikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama akan berlangsung, dan antisipasi ketidaknyamanan akibat prosedur. 6. Managemen Nyeri (NIC) : ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis (misalnya, umpan-balik biologis, transcutaneous electrical nerve

stimulation (TENS), hypnosis, relaksasi, imajinasi terbimbing, terapi musik, distraksi, terapi bermain, terapi aktivitas, akupresur, kompres hangat atau dingin, dan masase) sebelum, setelah, dan jika memungkinkan, selama aktivitas yang menimbulkan nyeri, sebelum nyeri terjadi atau meningkat dan bersama penggunaan tindakan peredaran nyeri yang lain.

Aktifitas kolaboratif 1. Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri menjadi lebih berat laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil atau jika keluhan saat ini merupakan perubahan yang bermakna dari pengalaman nyeri pasien di masa lalu (Wilkinson & Ahern, 2013, hal. 530-535)

1. Konstipasi Tujuan: konstipasi menurun Kriteria hasil: mampu mengeluarkan feses tanpa bantuan, feses lunak dan berbentuk. Aktivitas keperawatan 1. Dapatkan data dasar mengenai progran defekasi,aktivitas, pengobatan, dan pola kebiasaan pasien. 2. Kaji dan dokumentasikan:  Warna dan konsistensi feses peratma pascaoprasi  Frekuensi, warna dan konsistensi feses  Keluarnya flatus  Adanya impaksi  Ada atau tidak ada bising usus dan distensi abdomen keempat kuadran abdomen 1. Manajemen konstipasi (NIC):  pantau tandan dan gejala ruptur usus atau peritonitis  identifikasi faktor(misalnya, pengobatan, tirah baring, dan diet) yang dapat menyebabkan atau berkontribusi terhadap konstipasi Penyuluhan untuk pasien/keluarga 1. informasikan kepada pasien pasien kemungkinan konstipasi akibat obat 2. instrusikan pasien mengenai bantuan eleminasi defekasi yang dapat meningkatkan pola defekasi yang optimal di rumah.

3. Ajrkan kepada pasien tentang efek diet (misalnnya, cairan dan sera) pada eliminasi 4. Instrusikan pasien tentang konstipasi penggunaan laktasif jangka panjang 5. Tekankan pentingnya menghindari mengejan selama defekasi untuk mencegah perubahan pada tanda vital, lambung atau perdarahan 6. Manajemen konstipasi/impaksi (NIC) :jelaskan etiologi masalah dan rasional tindakan kepada klien Aktivitas kolaboratif 1. Konsultasi dengan ahli gizi untuk meningkakatkan seratdan cairan dalam diet. 2. Minta program dari dokter untuk memberikan bantuan eliminasi, seperti diet tinggi serat,pelunak feses, enema, dan laktasif. 3. Pelaksanaan konstipasi/impaksi (NIC) :  Konsultasi dengan dokter tentang penurunan atau peningkatan frekuensi bising usus  Sarankan pasien untuk berkonsultasi dengan dokter jika konstipasi atau impaksi terjadi (Wilkinson & Ahern, 2013, hal. 152-157)

DAFTAR PUSTAKA

Firdaus, K. J. (2012). Asuhan Keperawatan Penyakit Tropis. Jakarta: CV. TRANS INFO MEDIA. Khrisna, A. (2015). Mengenali keluhan Anda. Jakarta: Informasi Media. Marni. (2016). Asuhan Keperwatan Anak Pada Penyakit Tropis. Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama. Muttaqin, A., & Sari, K. (2011). Gangguan Gastrointestinal:Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika. Nuratif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplkasi Asuhan kepeperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Yogyakarta: Mediaction. Nursalam. (2013). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta : Salemba Medika. Widodo, D. (2010). Ilmu Penyakit Dalam jilid 3 eds 5. Jakarta: Internal Publishing. Wilkinson, J. M. (2011). Diagnosis Keperawatan edisi 9. Jakarta: EGC.

Related Documents

Definisi Lp Thypoid.docx
October 2019 15
Definisi
May 2020 53
Definisi
June 2020 45
Definisi
April 2020 55
Lp
August 2019 105
Lp
November 2019 101

More Documents from ""