dasar teori praktikum ilmu ukur tanah BAB II DASAR TEORI Dalam pekerjaan pengukuran progress mining atau survey perlu digunakan alat-alat untuk mempermudah penyelesaian pengambilan data-data. Jenis alat yang digunakanpun sangat mempengaruhi kecepatan dan ketepatan dalam peker
jaan tersebut. Alat yang umum digunakan dalam pengukuran ini adalah theodolite. 2.1. Peralatan Pengukuran 2.1.1 Theodolite Secara garis besar theodolit terbagi 2 Theodolit bagian atas, terdiri dari :ν 1. Plat atas yang langsung dipasang pada sumbu vertical 2. Sumbu HOR 3. Nivo tabung 4. Telescop (teropong) Pada teropong ini terdapat dua lensa, depan yang disebut lensa objektif dan belakang yang disebut lensa okuler, dimana kedua lensa diletakkan sedemikian rupa sehingga sumbu optisnya berimpit. Agar teropong bisa digunakan sebagai alat bidik pada bagian belakang dilengkapi dengan dua garis salib sumbu yang terbuat dari benang laba- laba atau dengan cara digoreskan pada kaca. Garis salib sumbu biasanya berupa garis tegak dan tiga garis mendatar yang biasanya digunakan untuk pembacaan. Theodolit bagian bawah, terdiri dariν 1. Plat bawah 2. Lingkaran horizontal 3. Tabung sumbu luar dari sumbu vertical 4. Sekrup pengikat datar ( penyetel nivo) 5. Statip atau tripot atau kaki tiga yang berguna untuk menyangga theodolit 6. Centring. 2.1.1.1. Bagian – bagian dari theodolit dan kegunnannya A. Tombol Focus yang berguna untuk memper jelas objek yang dituju B. Nivo Pada alat theodolit biasanya terdapat dua buah nivo yaitu nivo kotak yang terletak dibawah dan nivo tabung yang terletak diatas dimana nivo sendiri berfungsi untuk mengetahui kedudukan theodolit dalam keadaan waterpas dari kedua arah. 1. Teropong kecil untuk melihat bacaan horizontal dan vertical Biasanya terletak disebelah kanan dari teropong besar yang berguna untuk membaca sudut horizontal dan vertical. 2. Mikrometer Alat ini terletak pada bagian kanan atas dari theodolit yang berguna untuk mempaskan bacaan sudut horizontal dan vertical dengan cara diputar kedepan atau kebelakang agar sudut horizontal dan vertical pas pada pembacaan sudut. 3. Centring
Berguna untuk melihat posisi alat apakah sudah tepat berada diatas patok. ¬Pada alat model lama tidak ada centringnya masih menggunakan unting¬unting yang dihubungkan dengan benang dan digantung di bawah alat ukur. 4. Statip Berfungsi menopang alat ukur theodolit agar ketinggiannnya sesuai dengan ketinggian pembacanya dimana kaki statip bisa digerakkan naik tunin. 5. Bak atau Rambu Berupa garis garis yang tebalnya 1 cm yang berguna untuk menghitung jarak yang diukur yaitu jarak antara alat berdiri dengan bak yang menghasilkan jarak miring.
Gambar 2.1. Bak Rambu Ukur 2.1.1.2 Pemasangan theodolit dan Pembacaan Alat Ukurnya : Sebelum theodolit digunakan harus distel terlebih dahulu agar posisi theodolit bisa waterpas atau level kesegala arah dan cara penggunaannya sebagai berikut : Sebelum alat dikeluarkan dari tempatnya maka harus diperhatikan terlebih dahulu posisi alat tersebut pada tempatnya, karena dikhawatirkan apabila tidak diperhatiakan posisinya,, setelah dipakai dan akan disimpan kembali akan mengalami kesulitan . Untuk mempermudah pada setiap alat pasti ada tandanya berupa titik merah atau hitam dan biasanya kedua titik tersebut dalam keadaan sejajar bila akan dimasukkan pada tempatnya. Setelah posisi tandanya sudah kita perhatikan lalu letakkan pesawat diatas statip atau kaki tiga lalu diikat dengan baut yang ada pada statip. Setelah pesawat tereikat dengan sempurna pada statip baru pesawat yang sudah terikat pada statip diangkat dan diletakkan diatas patok yang
sudah ada pakunya. Pertama tancapkan salah satu kaki di tripod sambil tangan dua memegang kedua kaki di tripod lihat paku dibawah dengan bantuan centring, setelah paku terlihat baru kedua kaki yang kita pegang ditaruh pada tanah (kalau sudah mahir tanpa melihat centring sudah bisa menentukan posisi alat sudah tepat diatas patok atau palu (walaupun tidak pas). Setelah statip ditaruh semua dan patok serta pakunya sudah kelihatan (walau tidak tepat)baru diinjak ketiga kaki di statip agar posisinya kuat menancap ditanah dan alat tidak mudah digoyang . Setelah posisi statip kuat dan tidak goyang barulah dilihat paku lowat centring, apabila paku tidak tepat maka kejar pakunya dengan menggunakan sekrup penyetel sambil melihat centring, karena dengan memutar sekrup penyetel. lingkaran petunjuk yang ada pada centring akan berubah dan arahkan lingkaran tersebut pada paku yang ada dipatok. Setelah itu barulah dilihat nivo kotak¬(bagian bawah). Apabila nivo mata sapinya tidak ada ditengah maka posisi alat dalam keadaan miring. Untuk melihat dimana posisi alat yang lebih tinggi maka lihat gelembung yang ada pada nivo kotak apabila nivo mata sapinya ada di Timur maka posisi alat tersebut lebih tinggi disebelah Timur (kaki sebelah Timur dipendekkan atau yang sebelah Barat dinaikkan ). Setelah posisi gelembung pads nivo kotak ada ditengah maka alat sudah dalam keadaan waterpas (walau masih dalam keadaan kasar), untuk menghaluskan agar posisinya lebih level maka gunakan nivo tabung caranya : karena dibawah alat theodolit terdapat tiga sekrup penyetel maka sebut saja sekrup A, B, C. Pertama sejajarkan nivo tabung dengan kedua sekrup penyetel (bebas dan tidak terikat harus sekrup yang mana). Misalnya saja A dan B, setelah itu baru dilihat posisi gelembungaya. Apabila tidak ditengah maka posisi alat tersebut belum level maka harus ditengahkan dengan menggunakan sekrup A dan B (kalau belum mahir disarankan untuk menggunakan satu sekrup saja A atau B karena dikhawatirkan sekrup yang A akan menarik nivo kekiri dan sekrup yang B akan menarik nivo tabung kekanan ). Setelah nivo tabung ada ditengah baru diputar 90° atau 270° dan nivo tabung ditengahkan dengan menggunakan sekrup yang C, setelah ditengah berarti posisi nivo tabung dan kotak sudah sempurna dan keduanya ada ditengah. Setelah itu baru dilihat centring apabila paku sudah tepat pada lingkaran kecil berarti alat tersebut sudah tepat diatas patok apabila belum tepat maka alat harus digeser dengan cara mengendorkan baut pengikat yang berada dibawah alat ukur. Setelah kendor geser alat tersebut agar tepat di atas paku. Perlu diingat untuk merubah posisi alat agar tepat diatas paku harus digeser sekali lagi digeser dan jangan diputar, sebab kalau diputar posisi nivo pasi akan berubah banyak. Setelah posisi alas tepat diatas patok maka pengaturan nivo tabung diulangi seperti semula sehinga posisinya ditengah lagi, seperti pada waktu penyetelan pertama. Setelah itu baru angka bacaan pada Skala horizontal disetel dan diatur pada angka 000'0" dan selanjutnya sejajarkan arah teropong, dan arah Utara dengan menggunakan kompas arah, setelah itu di ukur tingginya alat dan alat siap digunakan. 2.1.1.3 Pembacaan Mistar Dalam pengukuran dengan menggunakan theodolit data yang diperleh salah
satunya adalah jarak. Jarak ini didapat dengan pembacaan Benang Atas (BA), Benang Tengah (BT) dan Benang Bawah (BB). Contoh : BA = 1750 BT = 1500 BB = 1250 Untuk mengetahui bacaan rambu salah atau benar dapat dicek dengan menggunakan rumus : (BA +BB = BT)/2 BB + BA = 2BT BB = 2BT – BA BA = 2BT – BB Contoh : Diketahui, benang atas 1750 mm, benang bawah 1250 Jadi benang tengah =(1750 + 1250)/2 = 1500
Dalam hal ini Benang Tengah diusahakan menggunakan bilangan bulat. Contoh 1500, 1450, 1520, 1480 karena dengan dibulatkan akan memudahkan dalam perhitungan selanjutnya. Hasil dari (BA – BB) x 100 merupakan Jarak Miring. 2.1.1.4 Koreksi Sudut Horizontal dan Vertical ( biasa dan luar biasa) Dalam pembacaan sudut baik yang horizontal maupun vertiakal ada koreksinyaCara pengkoreksiannya adalah dengan pembacaan luar biasa. Setelah theodolit tepat pada posisi yang dituju maka dibaca sudut horizontal maupun yang vertical. Contoh : Sudut Horizontal 179°37'28" (biasa) Sudut vertikal 93°28 48 " (biasa) Maka untuk mendapatkan pembacaan luar biasa alai theodolit kita putar 180°secara horizontal dan teropong diputar 180° secara vertical maka akan didapat bacaan sebagai berikut :
Sudut Horizontal 359°37'10"( luar biasa) 266°31'03"( luar biasa) Hasilnya 359037'10" 93°28'48" 179°37'28" - 266°31'03" + 179059'42" 359°59'51 " Kalau hasilnyu baik untuk pembacaan sudut horizontal luar biasa- sudut biasa = 180°. Sedang untuk koreksi pembacaan sudut vertikal biasa dan luar biasa maka sudut biasa + luar biasa = 360°. Koreksi yang diijinkan adalah 200 dan apabila koreksinya > 20° maka alat survey tersebut harus dikalibrasi. Setelah itu baru angka bacaan pada skala, horizontal distel dan ddiatur pada angka 0°0'0" dan selanjutnya sejajarkan arah teropong dan arah Utara dengan menggunakan kompas arah Setelah itu diukur tingginya alat dan alat siap kerja. 2.2 . Pengukuran. (Survey)
2.2.1. Survey Original Dalam kegiatan penambangan sebelum dimulai kegiatan yang lainnya, maka terlebih dahulu akan dilakukan kegiatan survey original yang bertujuan untuk menggambarkan keadaan permukaan tanah yang belum berubah karena belum ada kegiatan penambangan. Survey original sebagai acuan untuk perhitungan volume progress. Dalam pekerjaan survey original atau progress digunakan sistem line, dimana jarak dan data yang dihasilkan dari pengukuran ini adalah jarak miring dan beda tinggi dan selanjutnya akan diketahui jarak datar dan beda tinggi dari rumus tersebut diatas. Sebelm survey original dimulai biasanya terlebih dahulu dilakukan kegiatan clearing agar mempermudah pekerjaan survey original . Hasil dari perhitungan original berupa potongan melintang dimana setelah peta selesai barulah pekejaan penambangan dapat dilakukan. 2.2.1.1 Pengukuran (survey) original Cari atau tentukan titik dipatok simpanan pada lahan yang belum ditambang karena biasanya surveyor pasti mempunyai simpanan titik atau patok yang disimpan didalam hutan agar tidak hilang dan tidak dicabut . Setelah itu baru ditarik pada daerah yang akan dikembangkan dan dipasangi patok dengan jarak tiap 10m dan patok tersebut didirikan alat dan dihitung jaraknya. Didirikan alat pada patokpatok yang jaraknya kelipatan 10, akan didirikan alat untuk menembak kiri dan kanan dengan menggunakan rambu untuk mengetahui jarak maupun beda tinggi.Dengan data original dapat digunakan untuk menggambar propil melintang dari daerah yang diukur. Kegiatan ini merupakan dasar atau acuan untuk menghitung progress setelah tambang dikerjakan. 3.2.2 Pengukuran (Survey) Progress Survey progress adalah survey yang diakukan setiap bulan yang bertujuan untuk menghitung berapa volume overburden (lapisan tanah penutup) yang telah diambil dan dipindahkan dari lokasi tambang yang akan diambil batubaranya ketempat lokasi yang tidak ada batubaranya (disposal area). Dari basil survey progress digunakan untuk menghitung berapa uang yang dibayarkan dari pemilik lahan (owner) kepada kontraktor. Mengingat pentingnya pekerjaan survey progress maka biasanya dilakukan oleh dua team survey yaitu kontraktor dan owner. Hasil perhitungan kedua team survey akan dibandingkan dan dirata--ratakan. Data yang diperoleh dan pengukuran survey progress adalah jarak datar, Beda Tinggi dan data ini akan diplotkan pada peta yang sebelumnya sudah diplotkan data original pada line yang sama. 2.2.2.1 Cara Pengukuran Survey Progress Metode pengukuran progress yang dilakukan pads PT. Alas Watu Utama adalah menggunakan sistem penampang melintang atau sistem line dengan jarak antar line adalah 10 m. Untuk mempermudah perhitungan line-line tersebut dibuat pada angka kelipatan 10, sedangkan arahnya tidak terikat dan tinggal mengikuti survey yang sudah dilakukan sebelumnya baik itu arah Timur Barat atau Utara Selatan. Pertama cari dua buah titik simpanan yang masih baik. Contoh titik D 340 dan E 340 (biasanya disimpan di hutan, agar tidak terganggu ). Salah satu dititik -tersebut dijadikan untuk mendirikan alat dan satunya untuk back sigh. Dari kedua titik
tersebut tarik titik ketempat lokasi dimana pada lokasi tersebut banyak terjadi perubahan karena diambil lapisan atasnya atau overburden selama satu bulan. Dari tarikan tersebut dibuat baseline dimana jarak tiap- tiap baseline 10 m. Dari baseline tersebut didirikan alat satu persatu untuk mengambil detail baik kearah 900 atau 2700 dimana detail-detail tersebut diplot gambar- gambarnya yang akan dijadikan acuan dalam menghitung luas areal tersebut . Hasil perhitungan luas dijumlahkan dan dikalikan dengan 10 m (jarak antar line) yang akan menghasilkan volume.
Gambar 2.2. Contoh Pembuatan Baseline Dalam pengambilan data, daerah yang diukur adalah seluruh daerah Yang berubah, cara pengambilan data harus mengikuti lekuk- lekuk permukaan tanpa harus ada yang terlewati. 2.2.3 Arah Dalam pekeerjaan survey, baik untuk survey geologi, pemetaan topografi. situasi maupun untuk survey progress, arah atau azimuth merupakan hal yang harus dicari dilapangan. Ada dua cara untuk mencari arah : 1. Dengan cara setiap alat berdiri, arah Utara disejajarkan dengan 00 pada piringan skala HOR. Kelebihan dari cara ini tidak perlu menghitung besarnya sudut dari titiktitik yang ditembak karena begitu ditembak skala horizontal sudah menunjukan arah sebenarnya. Sedangkan k-ekurangannya adalah pada setiap berdiri alat harus mensejajarkan arah Utara dengan arah 0° pada alat. Dengan demikian setiap berdiri alat harus memasang kompas arah, dan mensejajarkan arah Utara dengan 0° pada piringan skala horizontal. Seperti diketahui magnet pada kompas arah peka sekali terhadap bahan logam atau besi, sedangkan disekitar alat banyak perangkat survey terbuat dari besi misalnya parang, tongkat payung dan lain- lain. Jadi dengan demikian benda-benda tersebut mempengaruhi jarum kompas, arah Utara pada kompas, sehingga berpotensi menimbulkan kesalahan arah.
Gambar 2.3. Pengukuran Dengan Menggunakan Arah Utara Sebagai Acuan 2. Setiap berdiri alat arah 0° pads Skala horizontal diarahkan ketitik sebetumnya. Keuntungan dari cara ini adalah penggunaan kompas arah hanya pada waktu pemassangan alat untuk penembakkan pertama kali atau pada awal pekerjaan¬. Kerugian dari cara ini terlalu banyak menghitung sudut- sudut yang menggunakan bilangan derajat (0), menit (‘) dan detik (") sedangkan bilangan derajat, menit dan detik merupakan bilangan yang sulit untuk dihitung kecuali bagi yang sudah terbiasa menggunakannya.
Gamar 2.4. Pengukuran Dengan Patok Sebelumya Sebagai Acuan 2.2.4 Jarak miring atau jarak optik Dalam pekejaan pengukuran yang menggunakan alat ukur iheodolit, yang tidakkalah pentingnya selain arah dan azimuth adalah jarak. Jarak yang dimaksud adalah jarak optis. Jarak optis didapat dari pembacaan mistar, bak atau rambu. Jarak miring atau optis dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Dimana: BA =BenangAtas BB = Benang Bawah 100 adalah bilangan konstanta pengali teropong. Contoh : BA = 1750 mm BT =1500 mm BB = 1250 mm Jarak Miring = (1750 mm- t250 mm ) x 100 = 50.000 mm = 59 m 2.2.5 Jarak Datar Untuk mencari jarak datar dapat dihitug dengan menggunakan rumus seperti
dibawah ini. Cara 1: Jarak Datar = Cos 2 α x Jarak miring
Contoh : Diketahui :BA = 1750 Pembacaan vertikal 95 ° 23' 48 BB = 1250 JM= 50 m Maka slope atau sudut kemiringannya = 95°23'48" 90°00’00” 5°23’48” Jarak Datarnya Cos 5°23'48" = 0,9955674382 = 0,991154523 x Jarak Miring = 0,991154523 x 50 m = 49,557726 m
Cara 2: Apabila yang digunakan untuk menghitung bukan sudut kemiringan tapi pembacaan sudut vertikal dan yang terbaca adalah 95023'48" maka rumus yang digunakan adalah : Diketahui :BA = 1750 Pembacaan vertikal 95 023' 48” BB = 1250 JM= 50 m Jarak- Datarnya Sin 2 95 023’ 48" = 0,995567438` = 0,991154523 x Jarak Miring = 0,991154523 x 50 m = 49,557726 m 2.2.6 Beda Tinggi Beda tinggi merupakan hal yang juga sangat penting apalagi dalam pekeerjaan bangunan gedung dan irigasi, kalau tidak teliti akan mengakibatkan kemiringan pada gedung atau aliran air yang tidak sesuai dengan perencanaan. Pada pekerjaan pengukuran beda tinggi dapat dihitung dengan menggunakan rumus : Cara 1 : BT=1/2Sin 2 α x Jarak Miring Contoh.
Diketahui BA = 1750 mm BB = 1250 pembacaan sudut vertikal 9523'48" JM= 50 m. Makasudut kemiringannya adalah 95023'48" 90°00'00" 05023'48" Beda tinggi = 5°23'48" x 2 = 10°47'36" Sin = 0,1 872670 1 9 x V2 =0,093633509 x JM = 0,093633509 x 50m = 4,681675 m = - 4,681675 m Karena pembacaan sudut vertikal lebih dari 90° maka beda tingginya diberi tanda minus. Cara 2 Apabila yang digunakan untuk menghitung bukan sudut kemiringan tapi pembacaan sudut vertikal dan yang terbaca adalah 95023'48” maka minus yang digunakan adalah : Diketahui BA = 1750 mm BB = 1250 pembacaan sudut vertikal 95023'48" JM = 50 m Beda tinggi =1/2 (95"23'48" x 2) x 50m = 1/2 Sin 190'47' 361 ~ x 50m =1/2(- 0,187267019) x 50m = -0,093633509 x 50m = 4,681675 m 2.3 Kesalahan Dalam Pengukuran Dalam pengukuran ada bermacam- macam kesalahan dan yang sering terjadi dilapangan ada tiga macam kesalahan dalam pengukuran yaitu : 2.3.1 Kesalahan yang disebabkan karena alam Dalam hal ini kesalahan disebabkan karena keadaan bumi yang sebenarnya melengkung atau berbentuk bola tapi kita menggapnya lurus. Hal ini bisa ter jadi karena jarak yang diukur tidak terlalu jauh sekitar 50 m sampai 80 m. Tapi karena jarak yang diukur tersebut berulang kali maka dari jarak yang pendek-¬pendek tersebut digabung yang akan menjadi panjang dengan sendirinya kelengkungan bumi akan berpengaruh terhadap ketelitian pengukuran. Tapi kesalahan karena alam tidak terlalu berpengaruh terhadap penngukuran progress karena dalam pengukuran progress jarak yang diambil tidak telalu jauh maksimal ± 70m sampai dengan ±100m. Jadi dalam hal ini faktor alam bisa diabaikan. Faktor alam juga bisa disebabkan sinar matahari dimana pada bagian nivo yang mudah mengembang jika terkena panas matahari . Maka dalam pekerjaansurvey harus memaki payung jika cuaca dalam keadaan panas. 2.3.2 Kesalahan yang disebabkan oleh alat Kesalahan karena alat ukut theodolit yang sangat peka terhadap goncangan dan tekanan maka alat ukur ditempatkan pada kotak yang sedemiklan rupa. Karena
sering berpindah- pindah maka theodoit juga, akan terguncang- guncang bahkan terbanting dan akan mengalami perubahan misalnya nivo tidak bisa ditengah waktu distel, centring akan berubah jika dilihat disisi lain, pembacaan biasa dan luar biasa pada pembacaan sudut horizontal dan vertikal akan mengamlami selisih yang besar, maka alat tersebut harus dikalibrasi. Kesalahan juga bisa karena rambu ukur misalnya pada waktu memegang rambu letakkya tidak vertikal, bagian bawah rambu sudah rusak, rambu terbenam dilumpur sambungan rambu yang tidak tepat, rambu sudah rusak sehingga tulisannya tidak jelas yang menyulitkan surveyor untuk-membacanya. 2.3.3 Kesalahan yang disebabkan manusia Kesalahan disini lebih sering terjadi karena, orangnya belum mahir atau kondsi sudah dalam kelelahan. Apabila, lokasinya jauh dan memerlukan perjalanan yang melelahkan. Untuk itu disararankan apabila lokasinya jauh didalam hutan dan mernerlukan perjalanan yang jauh dan melelahkan, lebih baik membuat basecamp dilokasi sekitar tempat kerja, agar bisa menyingkat waktu dan menghemat biaya maupun tenaga. Adapun macam-macam kesalahan yang ditimbulkan oleh manusianya, meliputi kesalahan dalam penyetelan alat, kesalahan dalam pembacaan. Untuk mengatasinya perlu mencari surveyor yang mahir dan diusahakan tempat menginap tidak jauh dari lokasi kerja dan disediakan fasilitas yang memadai. 2.4 Luas Penampang Yang dimaksud dengan luas (L) adalah suatu nominal yang didapat dari perkalian antara panjang (p) dan lebar (1) dari suatu bidang. Dalam hal ini, luasnya adalah luas yang dihitung dalam peta atau gambar yang merupakan keadaan bumi dengan proyeksi orthogonal. Luas penampang dapat dihitung secara mekanis menggunakan alat ukur theodolite dan dioleh dengan menggunakan planimeter. Ada bebempa cara yang dapat digunakan untuk menghitung luas, yaitu antara lain: 1. Dengan menggunakan kertas milimeter Cara ini dilakukan dengan menghitung banyaknya kotak kecil per milimeter yang termasuk dalam area pengukuran. L= Luas n= Banyaknya kotak per milimeter 2. Dengan menggunakan data koordinat Cara ini dilakulan dengan menggunakan data-data koordinat (koordinat X, Y dan z) L = Luas, Z = Elevasi, X= Koordinat X, n = point titik pengukuran 3. Dengan menggunakan alat Planimeter Cara ini lebih mudah, karena dengan mengelilingi area penelitian (dalam bentuk peta) sudah dapat diketahui nilai luas area tersebut. 4. Dengan menggunakan Software Cara ini yang paling mudah yaitu dengan memasukkan data pengukuran dari theodolite ke dalam komputer (software) seperti surfac,surfer, kemudian diolah dengan perintah-perintah yang tersedia, maka dengan sendirinya akan dapat
diketahui besaran luas dari daerah penelitian. 3.5 . Volume Tanah Penutup Untuk menentukan volume tanah penutup, dapat diperoleh diantaranya melalui peta topografi yaitu dengan cara membuat penampang melintang (cross section). Penampang melintang dibuat tegak lurus terhadap kontur struktur batubara dengan interval tertentu antar penampang dengan batas-batas sesuai rencana-rencana penambangan. Adapun cara yang dapat digunakan untuk menghitung volume tanah penutup, antara lain adalah sebagai berikut : 1. Menentukan luas area per penampang (section) kemudian luas 1 ditambah luas 2 dibagi 2 kemudian dikalikan jarak per penampang- Atau dapat denggan meuggunakan rumus: V = Volume tanah penutup A= Luas area L = Jarak per area