Lingkungan Pengendapan

  • Uploaded by: Delio Manuel
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lingkungan Pengendapan as PDF for free.

More details

  • Words: 21,393
  • Pages: 104
KATA PENGANTAR Sejak terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1986 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang kemudian disempurnakan melalui Peraturan Pemerintah. Nomor 51 Tahun 1993, telah dilakukan berbagai evaluasi mengenai pelaksanaannya. Hasil evaluasi, baik yang dilakukan oleh pemerintah, pakar, maupun pihak-pihak lain, secara umum memberikan indikasi rendahnya mutu dokumen AMDAL yang telah dihasilkan selama ini. Apabila indikasi ini benar, sasaran yang terkandung dalam AMDAL, yaitu pengendalian dampak pembangunan terhadap lingkungan, dikhawatirkan tidak tercapai. Berbagai langkah telah diambil oleh pemerintah dalam upaya meningkatkan mutu AMDAL ini, antara lain berupa pengembangan panduan-panduan. Dan berbagai upaya yang dilakukan terungkap bahwa salah satu penyebab rendahnya mutu AMDAL adalah kurang tajamnya penilaian aspek-aspek yang perlu dikaji dalam dokumen AMDAL, khususnya bagi kegiatan-kegiatan yang berlokasi di ekosistem khusus, seperti wilayah pesisir dan lautan. Sehubungan dengan itu Panduan Penyusunan Studi AMDAL Rencana Usaha atau Kegiatan Pembangunan di Wilayah Pesisir dan Lautan diterbitkan pelaksana studi AMDAL untuk dapat melakukan penyusunan dokumen AMDAL yang lebih terarah dan lebih baik. Jakarta, Desember 1996 Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Ttd, Sarwono Kusumaatmadja

-1-

DAFTAR ISI Halaman ATA PENGANTAR............................................................................................... DAFTAR ISI........................................................................................................... DAFTAR TABEL............…………………............................................................... DAFTAR GAMBAR.............................……………...............................................

1 2 4 5

BAB I PENJELASAN UMUM..........................................…................................... A LATAR BELAKANG...........................................………............................... B TUJUAN PANDUAN.................................................………........................ C RUANG LINGKUP DAN SISTEMATIKA.......................................................

6 6 7 7

BAB II KONSEP WILAYAH PESISIR DAN LAUTAN.............................................. A. BATASAN WILAYAH PESISIR DAN LAUTAN..............................………..... B. EKOSISTEM UTAMA WIILAYAHPESISIR DAN LUTAN................................ 1. Hutan Mangrove..................................................................……..... 2. Padang lamun (Sea Grass Beds)........ ..............................……..... 3. Terumbu Karang (Coral Reefs) ...................................................... 4. Rumput Laut (Sea Weeds) .................................................……..... 5. Estuaria..................................................................................……..... . 6. Pantai Pasir (Sandy Beach) .................................................……... 7. Pantai Berbatu (Rocky Beach)....................................................... 8. Pulau-Pulau Kecil (Small Islands).............................................…... 9. Laut Terbuka.............................................................................…..... C. Masyarakat Pantai/Kelautan..................................................................

10 10 12 12 16 18 20 21

BAB III PROSES-PROSES DALAM PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN..............................................................................

-2-

22 22 23 24 24

29

A.

B.

C.

PELINGKUPAN DAMPAK PENTING........................................................... 1. ldentifikasi Dampak Potensial..............................................……... 2. Evaluasi Dampak Potensial..............................................……….... 3. Pemusatan Dampak Potensia........................................................ PELINGKUPAN WILAYAH STUDI................................................................ A. Batas Proyek...................................................................………….... B. Batas Ekologis...................................................................………...... C. Batas Sosial....................................................................…………..... D. Batas Administrasi............................................................................. PELINGKUPAN WAKTU PRAKIRAAN DAMPAK........................................

BAB IV PENYUSUNAN ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN................................. A. METODE PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA....................................... a. Komponen Fisik Lingkungan.............................................................. b. Komponen Kimia................................................................................. c. Komponen Biologi......……….............................................................. d. Komponen Sosial...........................................………........................... B. URAIAN RENCANA USAHA ATAU KEGIATAN............................................ C. RONA LINGKUNGAN HIDUP....................................................................... D. PRAKIRAAN DAMPAK PENTING..............................…................................ E. EVALUASI DAMPAK PENTING..............................………............................

29 29 30 30 31 31 32 33 34 34 36 36 37 49 54 62 64 64 64 68

BAB V PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN LINGKUNGAN (RKL) DAN RENCANA PEMANTAUAN LINGKUNGAN (RPL) …………….………………………………………… 70 A. RENCANA PENGELOLAAN LINGKUNGAN (RKL….................................... B. RENCA.NA PEMANTAUAN LINGKUNGAN (RPL)....................................... DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 75 LAMPIRAN..............................………………………….................................. 78

-3-

-4-

DAFTAR TABEL Halaman TABEL 1.

Pencatatan Metode IPA untuk Satwa Burung .................... 60

-5-

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1

Pendekatan Sistem dalam Penyusunan AMDAL di Wilayah Pesisir dan laut………………………………….

-6-

9

BAB I PENJELASAN UMUM A.

LATAR BELAKANG

Kebutuhan untuk menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) sudah semakin dirasakan oleh seluruh bangsa di dunia sejak awal 1980-an. Dari perspektif ekologis, pelaksanaan pembangunan berkelanjutan mensyaratkan bahwa resultante laju pembangunan ekonomi hendaknya tidak melebihi daya dukung lingkungan untuk menopangnya. Dengan perkataan lain, total dampak lingkungan (baik dalam bentuk pencemaran, over-exploitation sumberdaya alam, perubahan bentang alam, maupun perubahan proses ekologis) akibat kegiatan pembangunan harus diusahakan tidak melebihi kemampuan sistem alam (ekosistem) untuk menetralisir segenap dampak tersebut. Upaya memasukkan dimensi ekologis ke dalam pembangunan sosial ekonomi seperti di atas sudah barang tentu memerlukan pendekatan antisipatif (anticipatory approach), bukan pendekatan pembangunan yang sifatnya reaktif (react and cure). Salah satu cara sistematis untuk menerapkan pendekatan antisipatif dalam mengharmoniskan pertimbangan ekologis dan kepentingan pembangunan sosial ekonomi adalah AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan). Kualitas atau keberhasilan suatu studi AMDAL sangat bergantung pada kemampuan tim studi dalam melakukan impact assessment, yang terdiri dan proses identifikasi, prakiraan dan evaluasi dampak lingkungan. Proses ini dibuat berdasarkan pada analisis keterkaitan antara jenis dan besaran dan suatu rencana kegiatan (proyek) pembangunan itu sendiri dengan karaktenstik dan dinamika sistem lingkungan yang diduga akan menerima dampak kegiatan termaksud. Mengingat bahwa karakteristik dan dinamika sistem lingkungan bersifat site spesific, rnaka jenis dan besaran dampak yang ditimbulkan oleh suatu proyek biasanya akan berbeda dari satu ekosistem ke ekosistem lainnya. Sifat ekosistem pesisir dan laut yang sangat dinamis dan kekayaan habitatnya sangat beragam serta saling berinteraksi, seperti antara hutan mangrove, padang lamun (seagrass beds), dan terumbu karang, membuat penyusunan studi AMDAL kegiatan pembangunan untuk kawasan pesisir dan laut bersifat unik. Sementara itu, ekosistem pesisir dan laut, terutama perairan pesisirnya, merupakan ekosistem yang paling mudah (prone) terkena -7-

dampak pembangunan. Ekosistem laut menerima dampak tidak saja yang berasal dan kegiatan pembangunan yang berlangsung di kawasan laut, tetapi juga dan kegiatan pembangunan yang terletak di daerah hulu. Saat ini sekitar 60 % penduduk Indonesia tinggal di kawasan pesisir. Wajar bila saat ini ekosistem perairan pesisir merupakan salah satu ekosistem yang paling rusak baik di tingkat global maupun nasional. Seiring dengan pertumbuhan penduduk dan semakin menipisnya sumberdaya daratan (upland), maka dalam PJPT II(Pembangunan Jangka Panjang Tahap II dan tahun-tahun berikutnya ekosistem pesisir dan laut beserta sumberdaya alam yang ada di dalamnya akan menjadi tumpuan kiprah pembangunan nasional. Kecenderungan ini sudah secara tepat diantisipasi oleh bangsa Indonesia, dengan menjadikan kelautan menjadi sektor tersendiri dalam GBHN 1993. Jika segenap dampak yang terhadap ekosistem pesisir dan laut cermat dan efisien, dikhawatirkan capacity) dan ekosistem laut untuk nasional akan terancam.

ditimbulkan oleh berbagai kegiatan tidak diantisipasi dan dikelola secara kapasitas berkelanjutan (sustainable mendukung kegiatan pembangunan

B. TUJUAN PANDUAN Dokumen ini dimaksudkan sebagai panduan untuk memudahkan penyusunan AMDAL untuk berbagai kegiatan (proyek) pembangunan di wilayah pesisir dan lautan. C. RUANG LINGKUP DAN SISTEMATIKA Untuk dapat melakukan identifikasi, prakiraan dan evaluasi dampak lingkungan secara benar dan tepat, maka diperlukan pengetahuan tentang karakteristik dan dinamika sistem lingkungan (ekosistem) yang akan menerima dampak, terutama yang berkaitan dengan respons dan ekosistem termaksud terhadap suatu dampak. Oleh karena itu, panduan ini diawali dengan penjelasan tentang pengertian ekosistem pesisir dan lautan (Bab II) yang meliputi batasan wilayah pesisir dan lautan. struktur dan dinamika serta kepekaan berbagai ekosistem pesisir terhadap dampak lingkungan. Kemudian diikuti oleh proses pelingkupan (Bab III) yang menjelaskan panduan dalam menentukan isu pokok. komponen/parameter lingkungan yang harus ditelaah. batas wilayah studi dan lingkup waktu prakiraan dampak dalam studi AMDAL di lingkungan pesisir dan lautan.

-8-

Panduan tentang Penyusunan Analisis Dampak Lingkunan (ANDAL) disajikan dalam Bab IV. Sebagai suatu panduan, maka segenap metode yang disarankan dalam dokumen ini diuraikan secara garis besar dan dilengkapi dengan bahan rujukan yang memuat metode pengumpulan atau analisis data secara terpennci. Selanjutnya, panduan untuk Penyusunan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) disajikan pada Bab V. Secara skematis, sistematika panduan ini mengikuti alur pikir proses penyusunan AMDAL seperti pada Gambar 1. Jenis dan besaran dampak yang akan timbul sangat bergantung pada jenis kegiatan (proyek) pembangunan yang akan dilaksanakan dan sistem lingkungan yang terkena dampak. Mengingat tujuan akhir dan suatu studi AMDAL adalah untuk memelihara kapasitas keberlanjutan segenap ekosistem alamiah. sementara vanasi jenis kegiatan pembangunan jauh lebih banyak dan pada jenis ekosistem utama wilayah pesisir dan lautan, maka segenap panduan dalam hal penentuan paramater/komponen lingkungan yang harus ditelaah, pengumpulan dan analisis data, prakiraan dan evaluasi dampak disusun berdasarkan pada pendekatan ekosistem (ecosystem based approaches).

-9-

RKL

Rona Lingkungan Awal

Landasan Hukum

Ruang Lingkup • Daerah studi • Waktu prakiraan dampak • Komp. + parameter lingkungan

Deskripsi Rencana Kegiatan

Metodologi • Pengumpulan dan analisis data • Prakiraan dampak • Evaluasi dampak

RPL

Gambar 1. Pendekatan Sistem dalam Penyusunan AMDAL di Wilayah Pesisir dan laut

- 10 -

Dokumen AMDAL

Pembangunan Berkelanjutan

BAB II KONSEP WILAYAH PESISIR DAN LAUTAN Wilayah pesisir merupakan pusat berbagai macam kegiatan pembangunan di Indonesia. Hal ini disebabkan karena wilayah ini memiliki sumberdaya alam yang sangat kaya dan beragam. baik sumberdaya yang dapat diperbaharui maupun sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui. Selain itu, wilayah ini juga memiliki aksesibilitas yang sangat baik untuk berbagai kegiatan ekonomi. seperti transportasi dan pelabuhan. industri, pemukiman, dan pariwisata. Namun demikian, seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan intensitas pembangunan, daya dukung ekosistem pesisir dalam menyediakan segenap sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan akan terancam rusak atau menurun. Sementara itu, sumberdaya wilayah pesisir umumnya bersifat “pemilikan bersama" (common property) yang dapat dimanfaatkan oleh semua orang. Padahal setiap pengguna sumberdaya pesisir biasanya berprinsip memaksimalkan keuntungan. Oleh karena itu, konflik penggunaan sumberdaya dan over-exploitation sering kali terjadi di wilayah ini. Dan sudut pandang biofisik, wilayah pesisir bukan merupakan suatu ekosistem yang berdiri sendiri, wilayah ini memiliki hubungan fungsional yang dinamis dengan ekosistem daratan maupun laut lepas (lautan), baik melalui proses-proses hidrologi dan oseanografi maupun migrasi biota. Kondisi biofisik semacam ini membuat wilayah pesisir tidak saja menerima dampak dan kegiatan-kegiatan yang berlangsung di dalam wilayah pesisir, tetapi juga dan berbagai kegiatan yang terdapat di daratan dan laut lepas. A.

BATASAN WILAYAH PESISIR DAN LAUTAN

Sehubungan dengan kompleksitas ekosistem pesisir seperti diuraikan di atas, maka perlu ditetapkan lebih dahulu tentang batasan wilayah pesisir dan lautan. Ekosistem laut dapat dipandang dari dimensi horizontal dan vertikal. Secara horizontal. laut dapat dibagi menjadi dua yaitu laut pesisir (zona nentik) yang meliputi daerah paparan benua, dan laut lepas (Lautan atau zona oseanik). Pemintakatan (zonation) perairan laut dapat pula dilakukan atas dasar faktor-faktor fisik dan penyebaran komunitas. Seluruh perairan laut terbuka disebut sebagai daerah pelagik. Organisme pelagik adalah organisme yang hidup di laut terbuka dan lepas dari dasar laut. Dalam pada itu. zona dasar laut beserta organismenya disebut daerah dan organisme bentik.

- 11 -

Wilayah pesisir lazim didefinisikan sebagai daerah peralihan antara ekosistem laut dan daratan, ke arah laut meliputi perairan paparan benua atau perairan laut yang masih terpengaruh oleh aktivitas manusia atau proses-proses alamiah di daratan seperti pencemaran dan sedimentasi, dan ke arah darat mencakup daerah yang terkena percikan air laut atau proses-proses kelautan seperti pasang surut dan salinitas. Pembagian wilayah laut secara verlikal dilakukan berdasarkan intensitas cahaya matahari yang memasuki kolom perairan yaitu zona fotik dan zona afotik. Zona fotik adalah bagian kolom perairan laut yang masih mendapatkan cahaya matahari. Pada zona inilah proses fotosintesa serta berbagai macam proses fisik, kimia, dan biologi berlangsung yang antara lain dapat mempengaruhi distribusi unsur hara dalam perairan laut, penyerapan gas-gas rumah kaca dan atmosfir, dan pertukaran gas yang dapat menyediakan oksigen bagi organisme nabati laut. Zona ini disebut juga sebagai zona epipelagik. Pada umumnya batas zona fotik adalah hingga kedalaman perairan 50 - 150 m. Sementara itu, zona afotik adalah daerah yang secara terus menerus dalam keadaan gelap, tidak mendapatkan cahaya matahari. Secara vertikal, zona afotik pada kawasan pelagik juga dapat dibagi lagi ke dalam beberapa zona, yaitu : (1) Zona mesopelagik, zona ini merupakan bagian teratas dan zona afotik sampai kedalaman 700 - 1000 m atau hingga isoterm 1 0 0C (2) Zona batipelagik, terletak pada daerah yang memiliki suhu berkisar antara 10 - 4 kedalaman antara 700 - 100 m dan 2000 - 4000 m. (3) Zona abisal pelagik, terletak di atas dataran pasut laut sampai kedalaman 6000 m. (4) Zona hadal pelagik, zona ini merupakan perairan terbuka dan palung laut dalam dengan kedalaman 6000 hingga 10000 m. Pembagian zona dasar laut atau bentik berkaitan erat dengan ketiga zona pelagik pada daerah afotik yang telah diuraikan di atas. Zona batial adalah daerah dasar yang mencakup lereng benua sampai kedalaman 4000 m. Zona abisal termasuk dataran abisal yang luas dan palung laut dengan kedalaman antara 4000 - 6000 m. Zona hadal adalah zona pada palung laut dengan kedalaman antara 6000 - 10000 m.

- 12 -

Zona bentik di bawah zona neritik pelagik pada paparan benua disebut sublitoral atau zona paparan. Zona ini dihuni oleh berbagai organisme dan terdiri dan berbagai komunitas seperti padang lamun. rumput laut dan terumbu karang. Daerah pantai yang terletak di antara pasang tertinggi dan surut terendah disebut zona intertidal atau litoral. Zona litoral merupakan daerah peralihan antara kondisi lautan ke kondisi daratan sehingga berbagai macam organisme terdapat dalam zona ini. Secara skematis, pembagian wilayah laut secara vertikal dan horizontal tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. B.

EKOSISTEM UTAMA WILAYAH PESISIR DAN LAUTAN

Di daerah tropis, seperti Indonesia, pada umumnya terdapat sembilan macam ekosistem utama wilayah pesisir, dan ekosistem lautan. Uraian singkat tentang karaktenstik dan parameter lingkungan utama yang mempengaruhi kelestarian ekosistem tersebut disajikan berikut ini. 1.

Hutan Mangrove

a.

Karakteristik

Hutan mangrove seringkali juga disebut hutan pantai, hutan pasang surut, hutan payau, atau hutan bakau. Akan tetapi, istilah bakau sebenarnya hanya merupakan nama dan salah satu jenis tumbuhan yang menyusun hutan mangrove, yaitu jenis Rhizopora spp. Oleh karena itu, hutan mangrove sudah ditetapkan sebagai nama baku untuk mangrove forest. Hutan mangrove merupakan tipe hutan tropika yang khas tumbuh di sepanjang pantai atau muara sungai dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove banyak dijumpai di wilayah pesisir yang terlindung dari gempuran ombak dan daerah yang landai. Mangrove tumbuh optimal di wilayah pesisir yang memiliki muara sungai besar dan delta yang aliran airnya banyak mengandung lumpur. Sedangkan di wilayah pesisir yang tidak terdapat muara sungai, hutan mangrove pertumbuhannya tidak optimal. Mangrove tidak atau sulit tumbuh di wilayah pesisir yang terjal dan berombak besar dengan arus pasang surut kuat, karena kondisi ini tidak memungkinkan terjadinya pengendapan lumpur, substrat yang diperlukan untuk pertumbuhannya. ini terbukti dan daerah persebaran mangrove di Indonesia, yang umumnya terdapat di Pantai Timur Sumatra, Kalimantan, Pantai Utara Jawa dan Irian Jaya. Penyebaran hutan mangrove juga dibatasi oleh letak lintang, karena mangrove sangat sensitif terhadap suhu dingin.

- 13 -

Selain itu akibat ketergantungan mangrove terhadap aliran air tawar menyebabkan penyebaran mangrove juga terbatas. Oleh karenanya mangrove tumbuh pada daerah intertidal dan supratidal di daerah tropis dan sub-tropis yang cukup mendapat aliran air tawar. Hutan mangrove ditemukan tumbuh di sepanjang pantai-pantai yang terlindung dan aktivitas gelombang besar dan arus pasang- surut yang kuat. Gelombang yang besar dan arus pasang-surut yang kuat tidak memungkinkan terjadinya pengendapan sedimen yang diperlukan sebagai substrat bagi tumbuhnya mangrove ini (Snedaker et al., 1985.. Nontji, 1987). Ekosistem mangrove di Indonesia memiliki keanekaragaman jenis yang termasuk tertinggi di dunia, seluruhnya tercatat 89 jenis; 35 jenis berupa pohon, dan selebihnya berupa terna (5 jenis), perdu (9 jenis), liana (9 jenis), epifit (29 jenis) dan parasit (2 jenis). (Nontji, 1987). Beberapa jenis pohon mangrove yang umum dijumpai di wilayah pesisir Indonesia adalah bakau (Rhizopora spp), Api-api (Avicennia spp), Pedada (Sonneratia spp), Tanjang (Bruguiera spp), Nyinh (Xylocarpus spp), Tengar (Cenops spp) dan Buta-buta (Exoecana spp).

- 14 -

Tumbuhan mangrove memiliki daya adaptasi yang khas untuk dapat terus hidup di perairan laut yang dangkal. Daya adaptasi tersebut meliputi (Nybakken, 1988): (1) Perakaran yang pendek dan melebar luas, dengan akar penyangga atau tudung akar yang tumbuh dan batang dan dahan sehingga menjamin kokohnya batang. (2) Berdaun kuat dan mengandung banyak air. (3) Mempunyai jaringan internal penyimpan air dan konsentrasi garam yang tinggi. Beberapa tumbuhan mangrove mempunyai kelenjar garam yang menolong menjaga keseimbangan osmotik dengan mengeluarkan garam. Dilihat dan segi ekosistem perairan, hutan mangrove mempunyai arti yang penting karena memberikan sumbangan berupa bahan organik bagi perairan sekitarnya. Daun mangrove yang gugur melalui proses penguraian oleh mikroorganisme diuraikan menjadi partikelpartikel detritus, partikel-parlikel detritus ini menjadi sumber makanan bagi berbagai macam hewan laut. Selain itu, bahan organik terlarut yang dihasilkan dan proses penguraian (dekomposisi) di hutan mangrove juga memasuki lingkungan perairan pesisir yang dihuni oleh berbagai macam filter feeder (organisme yang cara makannya dengan menyaring air) lautan dan estuari serta berbagai macam hewan pemakan hewan dasar (Snedaker et al.. 1985). Perakaran yang kokoh dari mangrove ini memiliki kemampuan untuk meredam pengaruh gelombang, menahan lumpur dan melindungi pantai dari erosi, gelombang pasang dan angin taufan. Hutan mangrove juga merupakan daerah asuhan (nursery ground) dan pemijahan (spawning ground) beberapa hewan perairan seperti udang, ikan dan kerang-kerangan. Lebih jauh, Hamilton dan Snedaker (1994) mencatat sekitar 58 produk langsung dan tidak langsung dan mangrove berupa kayu bakar, bahan bangunan, alat dan teknik penangkapan ikan, pupuk, bahan baku kertas, bahan makanan, obat-obatan, minuman, peralatan rumah tangga, bahan baku tekstil dan kulit, madu, lilin, dan tempat rekreasi. b.

Parameter Lingkungan Utama yang Mempengaruhi Kelestanan Hutan Mangrove

- 15 -

Ada 3 parameter lingkungan utama yang kelangsungan hidup dan pertumbuhan mangrove, yaitu:

menentukan

(1). Suplai air tawar dan Salinitas Ketersediaan air tawar dan konsentrasi kadar garam (salinitas) mengendalikan efisiensi metabolik (metabolic efficiency) dan ekosistem hutan mangrove. Ketersediaan air tawar tergantung dari : (a) frekuensi dan volume air dari sistem sungai dan ingasi dari darat, (b) frekuensi dan volume air pertukaran pasang surut, dan (c) tingkat evaporasi ke atmosfir. Walaupun spesies hutan mangrove memiliki mekanisme adaptasi terhadap salinitas yang tinggi (ekstnm), namun tidak adanya suplai air tawar akan mempengaruhi kemampuan toleransi fisiologis bagi hutan mangrove dan biota yang terkait terhadap salinitas. Efisiensi kelimpahan air tawar yang mengatur kadar garam tanah dan isi air tergantung dari tipe tanah dan sistem pembuatan ingasi. Perubahan penggunaan lahan darat mengakibatkan terjadinya modifikasi masukan air tawar, tidak hanya mengubah kadar garam yang ada, tetapi juga dapat mengubah aliran nutrien dan sedimen. (2).

Pasokan Nutrien

Pasokan nutrien bagi ekosistem mangrove ditentukan oleh berbagai proses yang saling terkait, meliputi input dari ion-ion mineral anorganik dan bahan organik serta pendaurulangan nutrien secara internal melalui jaring-jaring makanan berbasis detritus (detrital food web). Konsentrasi relatif dan nisbah (ratio) optimal dan nutrien yang diperlukan untuk pemeliharaan produktivitas ekosistem mangrove ditentukan oleh (1) frekuensi, jumlah dan lamanya penggenangan oleh air asin atau air tawar dan(2) dinamika sirkulasi internal dan kompleks detritus (Odum. 1992). (3)

Stabilitas Substrat Kestabilan substrat, rasio antara erosi dan perubahan letak sedimen diatur oleh velositas air tawar, muatan sedimen, semburan air pasang surut dan gerak angin. Arti penting dan perubahan sedimentasi terhadap spesies hutan mangrove tergambar dari kemampuan hutan mangrove untuk menahan akibat yang menimpa ekosistemnya. Pokok-pokok perubahan sedimentasi dalam ambang batas kritik meliputi : (a) penggumpalan sedimen yang diikuti dengan kolonisasi oleh hutan mangrove. (b) nutrien, bahan pencemar dan endapan lumpur yang dapat menyimpan nutrien dan menyaring bahan beracun (waste toxic). - 16 -

2. Padang Lamun (Sea Grass Beds) a. Karaktenstik Lamun (sea grass) adalah tumbuhan berbunga yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri untuk hidup terbenam di dalam laut. Lamun hidup di perairan dangkal agak berpasir sering juga dijumpai di terumbu karang. Padang lamun ini merupakan ekosistem yang tinggi produktivitas organiknya. Pada daerah ini hidup bermacam-macam biota laut seperti krustasea, molusca, cacing, dan ikan, Padang lamun di indonesia terdiri dari tujuh marga lamun. Dari tujuh marga lamun tersebut. tiga marga lamun termasuk suku Hydrocaritaceae yaitu Enhalus, Thalassia dan Halophila, dan empat marga suku Pomatogetonaceae yaitu Halodule, Cymodocea, Syringodium dan Thalassodendron (Nontji. 1987). Secara ekologis padang lamun memiliki beberapa fungsi penting bagi daerah pesisir yaitu: 1. Sumber utama produktifitas primer. 2. Sumber makanan penting bagi organisme (dalam bentuk detritus). 3. Menstabilkan dasar yang lunak dengan sistem perakaran yang padat dan saling menyilang. 4. Tempat berlindung organisme. 5. Tempat pembesaran bagi beberapa species yang menghabiskan masa dewasanya dilingkungan ini. Misalnya udang dan ikan beronang 6. Sebagai peredam arus sehingga menjadikan perairan di sekitarnya tenang. 7. Sebagai tudung pelindung dan panas matahari yang kuat bagi penghuninya (Nybakken. 1988). b. Parameter Lingkungan Utama yang Mempengaruhi Kelestanan Padang Lamun Distribusi dan stabilitas ekosistem padang lamun tergantung dari beberapa faktor. Parameter yang paling penting adalah. (1) kecerahan, (2) temperatur, (3) salinitas, (4) substrat dan (5) kecepatan arus perairan.

- 17 -

(1) Kecerahan Kebutuhan padang lamun akan intensitas cahaya yang tinggi untuk membantu proses fotosintesis diperlihatkan dengan observasi di mana distribusinya terbatas pada perairan dengan kedalaman tidak lebih dari 10 meter. Beberapa aktivitas yang meningkatkan muatan sedimentasi pada badan air akan berakibat pada tingginya turbiditas residu sehingga berpotensi untuk mengurangi penetrasi cahaya. Hal ini dapat mengganggu produktivitas primer dan ekosistem padang lamun. (2)

Temperatur

Walaupun spesies padang lamun menyebar luas secara geografi dan hal ini mengindikasikan adanya kisaran yang luas terhadap toleransi temperatur, tetapi spesies lamun daerah tropik mempunyai toleransi yang rendah terhadap perubahan temperatur. Kisaran temperatur optimal bagi spesies padang lamun adalah 280 – 300 C dan kemampuan proses fotosintesis akan menurun dengan tajam apabila temperatur perairan berada di luar kisaran optimal tersebut. (3)

Salinitas

Walaupun spesies padang lamun memiliki toleransi terhadap salinitas yang berbeda-beda, namun sebagian besar memiliki kisaran yang lebar terhadap salinitas yaitu antara 10 – 40 0/00. Nilai optimum toleransi terhadap salintas di air laut adalah 35 0/00. Penurunan salinitas akan menurunkan kemampuan fotosintesis spesies ekosistem padang lamun. Kerusakan padang lamun diakibatkan oleh berkurangnya air tawar dekat garis pantai yang hilang. lnteraksi antara salinitas, temperatur dan padang lamun tropik di mana spesies yang mempunyai toleransi lebih rendah dari salintas normal dan pada temperatur yang rendah, tidak mampu mempertahankan hidupnya pada salintas yang sama dan dalam kondisi temperatur yang lebih tinggi. (4) Substrat Padang lamun hidup pada berbagai macam tipe sedimen, mulai dari lumpur sampai sedimen dasar yang terdiri dari 40 persen endapan lumpur dan fine mud. Kebutuhan substrat yang paling utama bagi pengembangan padang lamun adalah kedalaman sedimen yang cukup. Peranan kedalaman substrat dalam stabilitas sedimen mencakup 2 hal, yaitu. (a) pelindung tanaman dari arus air laut, (2) tempat pengolahan dan pemasok nutrien. - 18 -

(5)

Kecepatan Arus Perairan

Produktivitas padang lamun tampak dari pengaruh keadaan kecepatan arus perairan, Turtle grass mempunyai kemampuan maksimal menghasilkan standing crop pada saat kecepatan arus sekitar 0.5 m/detik. Dari beberapa contoh hutan mangrove menunjukkan produksi standing crop 262 gram berat kering/m2 dimana produksi totalnya adalah 4.570 gram berat kering/m2 3.

Terumbu Karang (Coral Reefs)

a.

Karaktenstik

Terumbu karang merupakan ekosistem yang khas terdapat di daerah tropis, Meskipun terumbu karang ditemukan di seluruh perairan dunia, tetapi hanya di daerah tropis terumbu karang dapat berkembang dengan baik. Terumbu terbentuk dari endapan-endapan masif terutama kalsium karbonat yang dihasilkan oleh organisme karang (filum Scnedana, klas anthozoa, ordo Madreporaria-Scleractinia) alga berkapur dan organisme-organisme lain yang mengeluarkan kalsium karbonat (Nyabekken. 1988). Di dunia terdapat dua kelompok karang yaitu karang hermatifik dan karang ahermatifik. Perbedaan kedua kelompok karang ini adalah terletak pada kemampuan karang hermatifik didalam menghasilkan terumbu. Kemampuan menghasilkan terumbu ini disebabkan oleh adanya sel-sel tumbuhan yang bersimbiosis di dalam jaringan karang hermatifik. Sel-sel tumbuhan ini dinamakan zooxanthellae. Karang hermatifik hanya ditemukan di daerah tropis sedangkan karang ahermatifik tersebar di seluruh dunia. Ekosistem terumbu karang mempunyai produktifitas organik yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh kemampuan terumbu untuk menahan nutrien dalam sistem dan berperan sebagai kolam untuk menampung segala masukan dari luar. Sebagai contoh, daur yang dapat mencegah kehilangan nutrien ini adalah zooxanthellae dalam jaringan karang. Setiap nutrien yang dihasilkan oleh karang sebagai hasil metabolisme dapat digunakan langsung oleh tumbuhan tanpa mengedarkannya lebih dahulu ke dalam perairan (Nybakken. 1988). Terumbu karang kaya akan keragaman species penghuninya. Salah satu penyebab tingginya keragaman species ini adalah karena variasi habitat yang terdapat di terumbu. lkan merupakan organisme - 19 -

yang jumlahnya terbanyak yang dapat ditemui di sebuah terumbu karang. Goldman dan Talbot (1976) dalam Nybakken (1988) menyatakan bahwa banyak dari karnivora ini tidak mengkhususkan makanannya pada suatu sumber makanan tertentu, tetapi sebaliknya mengambil apa saja yang berguna bagi mereka. Terumbu karang menempati areal yang cukup luas dan terdiri dari asosiasi yang kompleks yang mempunyai sejumlah tipe habitat yang berbeda-beda dan semuanya berada dalam sistem yang sama. Namun kesemuanya terjalin dalam hubungan fungsional yang harmonis. Di samping itu, terumbu karang dapat melindungi komponen ekosistem pesisir dan laut lainnya dari tekanan gelombang dan badai. b. Parameter Lingkungan Utama 1. Distribusi dan stabilitas ekosistem terumbu karang tergantung dan beberapa parameter fisika, yaitu (1) kecerahan. (2) temperatur. (3) salinitas. (4) kecepatan arus air. sirkulasi dan sedimentasi. (1) Kecerahan 1. Radiasi sinar matahari memegang peranan penting dalam pembentukan karang. Penetrasi sinar menentukan kedalaman di mana proses fotosintesis terjadi pada organisma alga bentik dan zooxanthellae dari jaringan terumbu. Produksi primer yang dihasilkan oleh terumbu karang diakibatkan oleh aktivitas zooxanthellae. Sehinga distribusi vertikal terumbu karang hanya mencapai kedalaman efektif sekitar 10 meter dari permukaan laut. Hal ini disebabkan karena kebutuhan sinar matahari masih dapat terpenuhi pada kedalaman tersebut.

(2)

Temperatur 1. Pada umumnya, terumbu karang tumbuh secara optimal pada kisaran suhu antara 25 - 290C. Namun suhu di luar kisaran tersebut masih bisa ditolerir oleh spesies tertentu dan terumbu karang untuk dapat berkembang dengan baik.

(3)

Salinitas

- 20 -

1. Banyak spesies terumbu karang yang peka terhadap perubahan salinitas (naik turun) yang besar. Umumnya, terumbu karang tumbuh dengan baik di sekitar areal pesisir pada salinitas 30 - 35 0/00. Meskipun terumbu karang mampu bertahan pada salinitas di luar kisaran tersebut, namun pertumbuhannya kurang baik dibandingkan pada salinitas normal. 11.. (4)

Kecepatan Arus Air, Sirkulasi dan Sedimentasi

Adanya kondisi sedimentasi yang tinggi. akan menyebabkan turunnya kualitas terumbu karang. Hal ini dapat diterangkan dengan adanya suspensi dan sedimentasi yang mengganggu respirasi dari terumbu karang. Selain itu dapat mengganggu kebiasaan makan terumbu karang. 4.

Rumput Laut (Sea Weeds)

a.

Karaktenstik

Rumput laut tumbuh pada perairan yang memiliki substrat keras yang kokoh untuk tempat melekat. Tumbuhan rumput laut ini hanya dapat hidup pada perairan dimana tumbuhan mudanya yang kecil mendapatkan cukup cahaya. Pada perairan yang jernih rumput laut dapat tumbuh hingga kedalaman 20 - 30 m. Pertumbuhan rumput laut juga dipengaruhi oleh suhu. Padang rumput laut tidak terdapat pada daerah, hangat dan tropis tetapi tumbuh pada perairan sejuk. Rumput laut mendapatkan makanannya langsung dari air laut Nutrien dihantarkan melalui upwelling, turbulensi dan masukan dari daratan, Walaupun produktivitas padang rumput laut cukup besar. Namun hewan yang memakan tumbuhan ini secara langsung relatif sedikit. Diperkirakan hanya 10 % dari produksi bersih yang memasuki jaring makanan padang rumput laut melalui grazing, sedangkan 90 % memasuki rantai makanan dalam bentuk detritus atau bahan organik terlarut (Nybakken, 1988). Laminaria, sejenis rumput laut, merupakan makanan kesukaan bulu babi. Predator utama bulu babi adalah sejenis udang karang (Homarus americanus) di perairan Atlantik, dan berang-berang (Etihydra Iutris). Predator bulu babi yang lain adalah beberapa bintang laut serta ikan. b. Parameter Lingkungan Utama - 21 -

Parameter lingkungan utama untuk ekosistem rumput laut adalah (1) kekeruhan, kecerahan air. (2) kandungan padatan terlarut dan tersuspensi dan (3) arus laut. 5.

Estuaria

a.

Karaktenstik

Estuaria adalah teluk di pesisir yang sebagian tertutup, tempat air tawar dan air laut bertemu dan bercampur. Kebanyakan estuaria didominasi oleh substrat berlumpur. Substrat berlumpur ini merupakan endapan yang dibawa oleh air tawar dan air laut. Di antara partikel yang mengendap di estuaria kebanyakan bersifat organik. Akibatnya substrat ini kaya akan bahan organik. Bahan inilah yang menjadi cadangan makanan yang besar bagi organisme estuaria. Ada tiga komponen fauna di estuaria yaitu fauna lautan, air tawar dan payau atau estuaria. Komponen fauna yang terbesar didominasi oleh fauna lautan, yaitu hewan stenohaline yang terbatas kemampuannya dalam mentolelir perubahan salinitas yaitu hanya mampu rnentolelir sampai 30 0/00 dan hewan eurihalin, hewan ini khas laut karena mampu mentolelir penurunan salinitas hingga di bawah 30 0/00. Komponen air payau atau estuaria terdiri dari species yang hidup di pertengahan daerah estuaria pada salinitas antara 5 0/00 - 30 0/00. Species ini tidak ditemukan hidup pada perairan laut maupun tawar. Komponen air tawar biasanya terdiri dari hewan yang tidak mampu mentolerir salinitas di atas 5 0/00 dan hanya terbatas pada bagian hulu estuaria (Nyabakken, 1988).

Rendahnya produktivitas primer di kolom air, sedikit herbivora dan terdapatnya sejumlah besar detritus secara nyata menunjukkan bahwa jaring-jaring makanan pada ekosistem estuaria merupakan rantai makanan detritus. Detritus membentuk substrat untuk pertumbuhan bakteri dan alga, yang kemudian menjadi sumber makanan penting bagi binatang pemakan suspensi dan detritus. Yang dimaksud dengan pengertian detritus disini ialah termasuk partikel organik, bakteri, alga. bahkan protozoa yang berasosiasi. c. Parameter Lingkungan Utama

- 22 -

Parameter lingkungan utama untuk ekosistem estuaria adalah (1) aliran sungai, seperti limbah, toksikan. sedimen dan nutrien; (2) sifat-sifat fisik air laut, seperti pasang surut, arus laut dan gelombang. 6. Pantai Pasir (Sandy Beach) a. Karaktenstik Kebanyakan pantai pasir terdiri dari kwarsa dan feldspar, bagian yang paling banyak dan paling keras sisa-sisa pelapukan batu di gunung. Di daerah tertentu lainnya, sisa-sisa pecahan terumbu karang yang dominan, pantai yang berpasir dibatasi hanya di daerah dimana gerakan air yang kuat mengangkut partikel-partikel yang halus dan ringan. Partikel yang kasar ini menyebabkan hanya sebagian kecil permukaannya yang menyerap bahan organik baik yang terlarut maupun yang berukuran sangat kecil serta yang tersedia buat bakteri. Total bahan organik dan organisme hidup di pantai yang berpasir jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jenis pantai lainnya. Karena sedimennya yang kasar, mereka tidak menahan air dengan baik, akibatnya lapisan permukaan bisa menjadi kering sampai sedalam beberapa centimeter dibagian atas pantai yang terbuka terhadap matahari pada saat pasang surut, meskipun demikian tempat ini sering merupakan tempat beberapa biota meletakkan telurnya. b. Parameter Lingkungan Utama Parameter utama bagi daerah pantai berpasir adalah (1) Pola arus yang akan mengangkut pasir yang halus; (2) Gelombang yang akan melepaskan energinya di pantai dan (3) Angin yang juga merupakan pengangkut pasir. 7. Pantai Berbatu (Rocky Beach) a. Karaktenstik Pantai berbatu merupakan pantai yang berbatu-batu memanjang ke laut dan terbenam di air Batu yang terbenam di air ini menciptakan suatu zonasi habitat karena adanya perubahan naik-turunnya permukaan air laut akibat proses pasang yang menyebabkan adanya bagian yang selalu tergenang air. selalu terbuka terhadap matahari serta zona di antaranya yang tergenang pada pasang naik dan terbuka - 23 -

pada pasang surut. Zonasi habitat ini mengakibatkan zonasi organisme yang menghuni pada batuan tersebut. Zonasi komunitas biota di batubatu yang dipengaruhi oleh fenomena pasang lebih nyata daripada tempat lain manapun karena batu menyediakan tempat menempel yang baik dan juga perlindungan bagi mereka. Komunitas biota di daerah berbatu jauh lebih kompleks dan daerah lain karena bervanasinya niche ekologis yang disediakan oleh genangan air, celahcelah batu, permukaan bau dsb, dan hubungan mereka yang bervariasi terhadap cahaya, gerakan air, perubahan suhu dan faktor lainnya. b. Parameter Lingkungan Utama Parameter utama yang sangat mempengaruhi kondisi pantai berbatu adalah: (1) fenomena pasang, dinamikanya sangat berpengaruh terhadap biota yang menginginkan kondisi alam yang bergantian antara tergenang dan terbuka: (2) gelombang energi yang dihempaskan bisa merusak komunitas biota yang menempel di batubatuan terutama pada batu yang langsung menghadap ke taut. 8. Pulau-pulau Kecil (Small Islands) a. Karakteristik Yang dimaksud dengan Pulau Kecil disini adalah pulau berukuran kecil yang secara ekologis terpisah dari pulau induknya (mainland). Sebagai contoh bisa disebutkan misalnya pulau yang terletak di Teluk Jakarta terhadap Pulau Jawa. Dalam skala yang lebih kecil, "pulau" disini bisa berupa sekumpulan pohon, kolam, atau danau. Ekologi tempattempat yang berukuran kecil ini menarik karena memiliki batas yang pasti, "terisolasi" dari habitat lainnya, sehingga mempunyai sifat insular (kemudian melahirkan teori insular ecology). Pulau ini akan mendapatkan tambahan spesies baru dari pulau induk dan sebaliknya dalam waktu yang bersamaan akan kehilangan spesies yang sudah ada karena kompetisi lalu punah atau pindah ke pulau lain. Pertambahan dan pengurangan jumlah spesies ini berlangsung terus sampai akhirnya akan terjadi keseimbangan spesies, yang jumlahnya tergantung dari besar-kecilnya pulau dan jarak pulau tersebut dari pulau induknya. b. Parameter Lingkungan Utama

- 24 -

Parameter utama yang mendukung ekosistem ini adalah parameter yang berkaitan dengan terjaminnya kondisi alam ekosistem tersebut.

9. Laut Terbuka (Lautan) a. Karaktenstik Laut terbuka biasanya sangat berstratifikasi dan beragam secara horisontal dan musiman. Lapisan eufotik, dimana cahaya cukup kuat untuk keperluan produksi primer, biasanya mencapai 50 m, tergantung dari daerahnya, Dibandingkan dengan ekosistem pesisir. Perairan dalam ini umumnya memiliki produktifitas biologis yang lebih tersebar dan memiliki keragaman species yang jauh lebih rendah. Organisme laut terbuka bergantung pada produksi fitoplankton untuk makanan mereka. Produksi di perairan laut terbuka kira-kira 0,5 gC/m2/hari (sebagai perbandingan, di perairan dangkal 2 gC/m2/hari). Daerah upwelling lebih produktif dan nampaknya juga lebih efisien dalam memanfaatkan rnakanan yang tersedia. Karena produktifitas primer terbatas pada daerah permukaan, sebagian besar perikanan yang penting berada di perairan dangkal, meskipun perikanan, pelagik juga besar artinya. Laut terbuka tidak saja mendukung perikanan, tetapi juga transportasi laut dan penambangan minyak bumi dan mineral, dan juga dipakai sebagai tempat pembuangan sampah. Dampak utama manusia yang merusak di laut terbuka adalah polusi dan eksploitasi sumberdaya laut (hayati dan non-hayati) secara berlebihan. b. Parameter Lingkungan Utama Parameter lingkungan Utama dan ekosistem ini adalah : (1) Angin, yang berperan dalam pembentukan arus dan percampuran vertikal (2) Suhu dan (3) Cahaya. C.

MASYARAKAT PANTAI/KELAUTAN

Ditinjau dan segi mata pencahanannya masyarakat yang mempunyai mata pencaharian di bidang perikanan seperti nelayan, petani tambak, dan pengolah ikan biasanya merupakan kelompok yang - 25 -

sangat dominan pada masyarakat di wilayah pesisir atau pantai. oleh sebab itu, pembahasan mengenai karakteristik masyarakat pantai pesisir dan kelautan ini difokuskan pada kelompok tersebut. Masyarakat pantai mempunyai sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang khas. Sifat ini sangat erat kaitannya dengan sifat usaha di bidang perikanan itu sendiri. Salah satu sifat usaha perikanan yang sangat menonjol adalah bahwa kesinambungan atau keberhasilan usaha tersebut sangat bergantung pada kondisi lingkungan khususnya air. Keadaan ini mempunyai implikasi yang sangat penting bagi kondisi kehidupan sosial ekonomi masyarakat pantai. Kehidupan mereka menjadi sangat tergantung pada kondisi lingkungan itu. Mereka sangat rentan terhadap kerusakan lingkungan, khususnya air. Polusi air karena limbah industri maupun tumpahan minyak, misalnya dapat menggoncang sendi-sendi kehidupan sosial ekonomi masyarakat pantai. Pencemaran air di pantai Jawa beberapa waktu yang lalu. contohnya. telah menyebabkan produksi udang tambak anjlok secara drastis. Hal ini tentu mempunyai konsekwensi yang besar terhadap kehidupan para petani tambak tersebut. Karakteristik lain yang sangat menyolok di kalangan para nelayan adalah ketergantungan mereka pada musim. Ketergantungan pada musim ini semakin besar bagi para nelayan kecil. Pada musim tangkap para nelayan sangat sibuk melaut. Sebaliknya pada musim paceklik kegiatan melaut menjadi berkurang. Pada musim ini banyak nelayan yang terpaksa menganggur. Kondisi ini mempunyai implikasi besar pula terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat pantai secara umum dan kaum nelayan khususnya. Pada musim tangkap biasanya kehidupan para nelayan menjadi lebih baik. Mereka mungkin mampu membeli barang-barang yang mahal seperti kursi-meja, lemari, dsb. Sebaliknya pada musim paceklik pendapatan mereka turun drastis. sehingga kehidupan mereka juga semakin buruk. Pada musim ini seringkali mereka terpaksa harus menjual harta benda yang mereka miliki. Karena itu di daerah Padang (Sumbar). misalnya, dikenal semacam peribahasa yang mengatakan bahwa “para nelayan itu mampu membeli emas, tapi tidak mampu membeli beras". Maksudnya, pada musim tangkap mereka mempunyai pendapatan yang cukup besar sehingga mampu membeli emas, tetapi pada musim paceklik membeli beraspun tidak mampu. Perlu juga dicatat bahwa secara umum pendapatan nelayan itu memang sangat berfluktuasi dari hari ke hari. Pada satu hari mereka

- 26 -

mungkin memperoleh tangkapan yang sangat tinggi. tapi pada hari berikutnya bisa saja "kosong". Hasil tangkapan, dan pada gilirannya pendapatan nelayan, juga sangat dipengaruhi oleh jumlah nelayan yang beroperasi di suatu daerah penangkapan (fishing ground). Di daerah yang padat penduduknya seperli daerah pantai utara Jawa, misalnya, sudah terjadi kelebihan tangkap (overfishing) atau over-exploitation. Oleh sebab itu, hasil tangkap para nelayan menengah dan kecil khususnya menjadi semakin kecil. Kondisi di atas turut pula mendorong munculnya pola hubungan tertentu yang sangat umum dijumpai dikalangan nelayan dan juga petani tambak yakni pola hubungan yang bersifat patron-klien, Karena keadaan ekonomi yang buruk. maka para nelayan kecil, buruh nelayan, petani tambak kecil, buruh nelayan dan buruh tambak seringkali terpaksa meminjam uang dan barang-barang kebutuhan hidup seharihari dari para "juragan" atau para pedagang pengumpul (“tauke") Sebagai "imbalannya" para peminjam tersebut menjadi “terikat" dengan pihak juragan atau pedagang. Keterikatan tersebut antara lain berupa keharusan menjual produknya kepada pedagang atau juragan tersebut. Pola hubungan yang tidak simetris ini tentu saja sangat mudah berubah menjadi alat dominasi dan ekploitasi. Stratifikasi sosial yang sangat menonjol pada masyarakat nelayan dan petani tambak adalah stratifikasi yang berdasarkan penguasaan alat produksi. Pada masyarakat nelayan, ada empat strata yang cukup kentara. Strata pertama dan yang paling atas adalah mereka yang memiliki kapal motor (lengkap dengan alat tangkapnya). Mereka Ini biasanya dikenal dengan nelayan besar atau "modern". Biasanya mereka tidak ikut melaut. Operasi penangkapan diserahkan kepada orang lain. Buruh atau tenaga kerja yang digunakan cukup banyak, bisa sampai dua atau tiga puluhan. Strata berikutnya adalah rnereka yang memiliki perahu dengan motor tempel. Pada strata ini biasanya para pemilik tersebut ikut melaut memimpin kegiatan penangkapan. Buruh yang ikut mungkin ada tapi terbatas dan seringkali anggota keluarga, Strata berikutnya adalah nelayan yang menggunakan perahu tanpa motor. Biasanya kegiatan mereka hanya rnelibatkan anggota keluarga saja. Strata yang terakhir adalah buruh nelayan. Meskipun para "nelayan kecil" bisa juga merangkap menjadi buruh. tetapi banyak pula buruh ini yang tidak memiliki sarana produksi apa-apa, yang mereka punyai adalah tenaga kerja mereka itu sendiri.

- 27 -

Seringkali nelayan besar juga merangkap sebagai pedagang pengumpul. Namun demikian, biasanya ada pula pedagang pengumpul yang bukan nelayan, sehingga pedagang ini merupakan kelas tersendiri. Mereka biasanya menempati posisi yang dominan berhadapan dengan para nelayan kecil. Dalam masyarakat tambak stratifikasi sosial berdasarkan penguasaan alat produksi ini juga menonjol. Strata atas adalah mereka yang menguasai tambak yang luas, strata menengah yang memiliki luas tambak sedang/kecil, dan strata paling bawah adalah para pengelola/buruh. Perlu dicatat bahwa seringkali pemilik tambak yang luas adalah "orang kota". sedangkan pengelolaan tambak diserahkan kepada orang lain (di Patimban Jabar disebut "bujang") Stratifikasi sosial berdasarkan penguasaan alat produksi ini sangat perlu diperhatikan dalam melaksanakan suatu AMDAL. Dampak suatu kegiatan pada suatu strata bisa sangat berbeda bahkan kontradiksi dengan dampaknya pada strata yang lain. Bagi para nelayan, penguasaan alat produksi tadi sangat berhubungan dengan daya jelajah mereka dalam melakukan penangkapan. Mereka yang beroperasi menggunakan kapal motor, misalnya, dapat melakukan penangkapan dan sekaligus pemasaran di daerah-daerah yang sangat jauh. Sementara nelayan kecil yang menggunakan perahu tanpa motor hanya mampu beroperasi di daerah yang dekat atau daerah pantai/pesisir saja. Sifat usaha penangkapan juga menyebabkan munculnya pola tertentu dalam hal "kebersamaan" antara anggota keluarga nelayan. Bagi para nelayan kecil misalnya seringkali mereka berangkat sore dan kemudian kembali besok harinya. Ada juga yang berangkat pagi-pagi sekali, kemudian kembali pada sore atau malam harinya. Sementara mereka yang beroperasi dengan kapal motor bisa meninggalkan rumah berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan. Aspek lain yang perlu diperhatikan pada masyarakat pantai adalah aktivitas kaum wanita dan anak-anak. Pada masyarakat ini, umumnya wanita dan anak-anak ikut bekerja mencari nafkah. Kaum wanita (orang tua maupun anak-anak) seringkali bekerja sebagai pedagang ikan (pengecer), baik pengecer ikan segar maupun ikan olahan. Mereka juga melakukan pengolahan ikan, baik kecil-kecilan di rumah untuk dijual sendiri maupun sebagai buruh pada pengusaha pengolahan ikan. Sementara itu, anak laki-laki seringkali sudah dilibatkan

- 28 -

dalam kegiatan melaut. lni antara lain yang menyebabkan anak-anak nelayan banyak yang tidak sekolah. Karakteristik berikutnya adalah ketergantungan pada pasar. Tidak seperti petani padi, para nelayan dan petani tambak ini sangat tergantung pada keadaan pasar. Hal ini disebabkan karena komoditas yang dihasilkan oleh mereka itu harus dijual baru bisa digunakan untuk memenuhi keperluan hidup, jika petani padi yang bersifat subsisten bisa hidup tanpa menjual produknya. atau hanya rnenjual sedikit saja, maka nelayan dan petani tambak harus menjual sebagian besar hasilnya. Setradisiotial atau sekecil apapun nelayan dan petani tambak tersebut, mereka harus menjual sebagian besar hasilnya demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Karakteristik di atas mempunyai implikasi yang sangat penting, yakni masyarakat perikanan sangat peka terhadap harga. Perubahan harga produk perikanan sangat mempengaruhi kondisi sosial ekonomi masyarakat perikanan. Dengan demikian dalam suatu studi AMDAL, hal-hal yang dapat mempengaruhi harga seperti saluran tataniaga, struktur pasar (monopsoni, oligopsoni. atau "bersaing sempurna"), supply, demand, dsb sangat penting untuk diperhatikan. Selain itu, hal-hal yang dapat mernpengaruhi mutu atau kualitas komoditas perikanan juga sangat perlu ditelaah. Hal ini berkaitan dengan sifat produk perikanan yang mudah rusak (perishable).

- 29 -

BAB III PROSES PELINGKUPAN DALAM PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN A.

PELINGKUPAN DAMPAK PENTING

Pelingkupan dalam studi AMDAL diartikan sebagai proses pemutusan identifikasi hal-hal penting (main issues) yang berkaitan dengan dampak penting. Pelingkupan meliputi pelingkupan sosial, pelingkupan ekologis, dan pelingkupan kebijaksanaan. perencanaan dan institusional. Tujuan akhir dari pelingkupan dampak penting adalah untuk mengidentifikasi isu-isu pokok lingkungan yang mencerminkan secara utuh dan lengkap perihal (1) keterkaitan antara rencana kegiatan dengan komponen lingkungan yang mengalami perubahan mendasar (dampak penting), dan (2) keterkaitan antara komponen dampak penting. Prosedur pelingkupan dampak penting secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 1 KEP-14/MENLH/3/1994. Sebagaimana diuraikan dalam Lampiran 1 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup KEP-14/MENLH/3/1994, pelingkupan dampak penting hendaknya dilakukan melalui tiga proses utama, yaitu (1) identifikasi dampak potensial (2) evaluasi dampak potensial dan (3) pemusatan dampak penting. 1. Identifikasi Dampak Potensial Pada dasarnya identifikasi dampak potensial dapat dilakukan dengan cara menganalisis keterkaitan antara rencana kegiatan proyek dan rona lingkungan pesisir atau lautan yang diprakirakan akan terkena dampak dari kegiatan tersebut. Beberapa metoda yang dapat digunakan untuk melakukan identifikasi dampak potensial dapat dilihat pada KEP14/MENLH/3/1994. Dampak potensial yang mungkin timbul terhadap komponen fisik, kimia dan biologi (hayati) lingkungan bergantung pada jenis kegiatan (proyek) dan daerah dampak proyek. Dampak potensial yang biasanya akan timbul terhadap komponen fisik-kimia adalah perubahan parameter-parameter lingkungan utama yang mempengaruhi kelestarian ekosistem pesisir dan lautan seperti yang telah diuraikan pada Bab II. Sementara itiu dampak potensial yang mungkin timbul terhadap biologi lingkungan adalah penurunan atau perusakan kelimpahan dan

- 30 -

keaneragaman jenis biota, penyusun ekosistem pesisir atau lautan yang terkena dampak proyek. Dampak potensial yang mungkin timbul terhadap komponen sosial adalah perubahan pada ketiga sub-komponen utama aspek sosial tersebut yakni: (1) demografi. (2) ekonomi dan (3) budaya. Secara rinci penentuan dampak potensial untuk komponen sosial ini mengacu pada Panduan Penyusunan Aspek Sosial AMDAL, ditambah beberapa aspek yang bersifat khas masyarakat pesisir, yakni produksi/hasil tangkapan, harga, saluran tataniaga, struktur pasar, frekwensi melaut, lama melaut per-trip, pelapisan sosial berdasarkan pemilikan sarana produksi dan kesempatan kerja bagi wanita/anak-anak. 2. Evaluasi Dampak Potensial Tujuan evaluasi dampak penting dalam proses pelingkupan pada dasarnya adalah meniadakan dampak potensial yang dianggap tidak relevan atau tidak penting, sehingga diperoleh daftar dampak penting hipotesis yang dipandang perlu dan relevan untuk ditelaah secara mendalam dalam Studi AMDAL. Metode evaluasi dampak penting selengkapnya dapat dilihat pada KEP-14/MENLH/3/1994. 3. Pemusatan Dampak Potensial (Focussing) Tujijan pemusatan dampak penting (focussing) adalah untuk mengelompokkan/mengorganisir dampak potensial yang telah dirumuskan dari tahap sebelumnya dengan maksud agar diperoleh isuisu pokok lingkungan. Penjelasan lengkap tentang pemusatan dampak penting dalam proses pelingkupan dapat dilihat pada KEP14/MENLH/3/1994.

- 31 -

B.

PELINGKUPAN WILAYAH STUDI

Setelah pelingkupan dampak penting, penetapan batas wilayah studi merupakan langkah yang paling penting dalam studi AMDAL. Jika batas wilayah studi terlalu sempit, maka kemungkinan besar akan banyak hal penting (rnain issues) atau dampak penting (significant impact) yang sebenarnya disebabkan oleh kegiatan pembangunan (proyek) tidak teridentifikasi. Sebaliknya apabila batas wilayah studi terlalu luas maka hasil studi AMDAL akan kurang tajam atau tidak mengenai sasaran yang sebenarnya atau memerlukan waktu yang terlalu lama. Batas wilayah studi AMDAL hendaknya mencakup batas terjauh dan penyebaran dampak penting yang mungkin ditimbulkan oleh suatu kegiatan (proyek). Oleh karena dampak dari suatu rencana kegiatan terhadap lingkungan dapat berupa dampak ekologis (fisik, kimia dan biologi) maupun dampak sosial (demografi, ekonomi dan budaya), maka penetapan batas wilayah studipun harus mempertimbangkan penyebaran dari kedua jenis dampak termaksud. Daerah penyebaran dampak ekologis maupun sosial pada umumnya lebih luas dan pada batas kegiatan (proyek) itu sendiri. Dengan demikian, batas wilayah studi AMDAL hampir selalu lebih luas jika dibandingkan dengan batas areal kegiatan. Batas wilayah studi AMDAL hendaknya meliputi areal persebaran dampak penting, baik dampak ekologis maupun dampak sosial yang paling jauh. Batas proyek, batas ekologis, batas sosial, dan batas administratif ditetapkan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam KEP14/MENLH/3/1994. Berikut ini beberapa hal spesifik yang perlu diperhatikan dalam penetapan keempat jenis batas tersebut bagi AMDAL di wilayah pesisir dan laut. a. Batas Proyek Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah : Apakah dalam batas proyek terdapat kawasan konservasi misalnya taman nasional laut, cagar alam laut, taman wisata laut, atau suaka laut ? Apakah dalam batas proyek terdapat fungsi-fungsi ekologis atau sistem penunjang kehidupan (seperti daerah pemijahan, daerah asuhan, daerah up-welling, alur migrasi biota perairan, jalur hijau, atau sempadan pantai) yang seharusnya dilindungi ?

- 32 -

Jika ada hal-hal khusus di atas, maka sebaiknya kegiatan suatu proyek itu dilakukan dengan sangat hati-hati agar tidak merusak ekosistem tersebut, atau bahkan harus dialihkan lokasinya. b. Batas Ekologis Dampak lingkungan yang timbul akibat suatu proyek pembangunan (rencana kegiatan) di wilayah pesisir dan lautan akan menyebar melalui badan air, dasar perairan, atau udara, bergantung pada jenis dampak tersebut. Batas ekologis meliputi wilayah persebaran terjauh (maksimum) yang dapat terkena dampak lingkungan dan suatu proyek pembangunan. Secara ekologis, dampak lingkungan yang terjadi pada ekosistem pesisir dan lautan dapat berupa perubahan sifat fisik-kimia dan biologi dan ekosistem tersebut. Dampak lingkungan yang bersifat fisik-kimia pada ekosistem pesisir dan lautan dapat terjadi melalui : a. Erosi atau sedimentasi. b. Perubahan pola gerakan massa air. c. Pencemaran. Erosi, sedimentasi atau perubahan pola gerakan massa air merupakan dampak lingkungan yang lazim terjadi akibat pembangunan sarana dan prasarana di sepanjang garis pantai, seperli pelabuhan; jetty: marina: dan reklamasi. Batas ekologis (daerah persebaran dampak) dari jenis dampak erosi/sedimentasi ditentukan oleh kecepatan dan arah arus menyusuri pantai (longshore current). arus pasut, batimetri, dan karakteristik sumber dampak. Pencemaran perairan lazim terjadi akibat kegiatan yang dilakukan pada tahap operasionalisasi dari sarana dan prasarana yang dibangun di sepanjang garis pantai. Pencemaran perairan dapat pula terjadi pada tahap awal pembangunan dari sarana dan prasarana di sepanjang garis pantai. Batas ekologis (daerah persebaran dampak) ditentukan oleh kecepatan dari arah arus. tipe pasut, karakteristik dan kuantitas limbah yang terbuang. Luas persebaran terjauh dari dampak pencemaran dapat diduga dengan 'mengetahui tipe pasang surut (pasut) perairan tersebut dan kecepatan arusnya. Sebagai contoh :

- 33 -

(1) Jika kecepatan arus rataan dan perairan yang diteliti adalah 0.1 m/detik, dan bertipe pasut tunggal (waktu pasang tertinggi yang satu dengan yang berikutnya adalah 24 jam), maka jarak terjauh persebaran dampak oleh pasut adalah 0.1 m/detik x 12 jam = 4320 meter. (2) Jika perairan tersebut mempunyai kecepatan arus yang sama seperti di atas, tetapi mempunyai tipe pasut ganda (waktu pasang tertinggi yang satu dengan yang berikutnya adalah 12 jam), maka jarak terjauh persebaran dampak oleh pasut adalah 0.1 m/det x 6 jam = 2.160 meter. Dampak lingkungan yang bersifat biologis pada ekosistem pesisir dan lautan dapat terjadi melalui over-exploitation komponen biologi (biota) atau perubahan sifat fisik-kimia perairan itu sendiri. Batas ekologis dan jenis dampak biologi ini harus memperhatikan keterkaitan ekologis antara satu ekosistem dengan ekosistem lainnya. Sebagai contoh adalah keterkaitan antara ekosistern bakau dengan padang lamun dengan terumbu karang, dan dengan laut terbuka, yang berlangsung melalui aliran massa air (fisik). unsur hara, bahan organik terlarut atau parlikulat. dan migrasi biota perairan. Sehingga apabila dampak negatif dari suatu proyek pembangunan menimpa salah satu dari keempat ekosistern ini, dampaknya akan menyebar ketiga ekosistem lainnya. Oleh karena itu, meskipun lokasi suatu rencana kegiatan terletak di daerah mangrove, maka dampaknya akan menyebar ke ekosistem padang lamun, terumbu karang, dan laut yang ada di depannya. c. Batas Sosial Batas sosial ditetapkan dengan memperhatikan beberapa faktor sebagai berikut: (1)

Hasil telaahan batas proyek dan batas ekologis di atas.

(2)

Lokasi komunitas sosial kegiatan ekonomi dan fasifitas umum/sosial yang berada di luar batas proyek dan batas ekologis, yang akan mengalami perubahan mendasar akibat rencana usaha atau kegiatan seperti : penyerapan tenaga kerja, pembangunan fasilitas umum dan sosial.

(3)

Batas-batas pemilikan sumberdaya alam baik yang besifat formal maupun yang diakui/diatur oleh adat setempat (hak ulayat), yang - 34 -

akan berubah mendasar sebagai akibat adanya rencana usaha atau kegiatan. (4)

lnteraksi dan hubungan sosial di kalangan kelompok-kelompok masyarakat yang akan mengalami perubahan mendasar sebagai akibat adanya rencana usaha atau kegiatan.

d. Batas Administratif Batas administratif pada dasarnya adalah ruang di mana masyarakat dapat secara leluasa melakukan kegiatan ekonomi dan sosial budaya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku di dalam ruang tersebut (KEP-14/MENLH/3/1994). Untuk wilayah pesisir dan lautan, batas administratif ini ditentukan berdasarkan kriteria desa atau kecamatan pantai yang telah ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pembangunan Desa Depdagri RI. C. PELINGKUPAN WAKTU PRAKIRAAN DAMPAK Prakiraan dampak suatu rencana kegiatan harus mencakup keseluruhan tahap kegiatan (proyek) termaksud, yaitu pra konstruksi, konstruksi dan operasi. Namun demikian, apabila suatu proyek diperkirakan akan menimbulkan dampak penting yang berlangsung bahkan sesudah masa operasi proyek (pasca operasi), maka prakiraan untuk jenis dampak ini hendaknya lebih panjang lagi. Contoh dan jenis dampak yang pengaruhnya baru terasa setelah beberapa waktu (ada time lag), adalah pencemaran oleh bahan-bahan kimia yang mengalami bioakumulasi atau biomagnifikasi dalam rantai makanan. Peristiwa pencemaran logam berat Hg dan Cd di Teluk Minimata Jepang, misalnya, baru rnenampakkan dampaknya pada tahun 1950-an. Padahal pembuangan limbah yang mengandung logam berat Hg dan Cd berlangsung sejak tahun 1940-an. Demikian pula halnya dengan dampak limbah organik dari sisa pakan udang untuk tambak intensif di sepanjang Pantai Utara Jawa. Pembangunan dan kegiatan produksi tambak udang di sepanjang Pantai Utara Jawa dimulai sejak tanun 1982. Kegiatan tambak udang intensif membuang limbah pakan sekitar 40 persen dan total pakan udang (pelet) yang diberikan sebesar 6 ton/ha/4 bulan (Cholik, 1989). Pembuangan limbah pakan tersebut seolah-olah tidak berdampak negatif terhadap kualitas air perairan pesisir yang menerimanya. Hal ini dicerminkan oleh produktivitas tambak udang yang cukup tinggi dan - 35 -

relatif stabil sampai tahun 1990, sehingga petani udang pada waktu itu pun menjadi makmur. Namun demikian, sejak tahun 1991 produktivitas udang mereka menjadi turun dan sering terjadi kegagalan panen udang karena kematian udang secara rnassal atau pertumbuhannya yang terhambat (stunted growth). Hal ini ternyata adalah akibat tercemarnya perairan pesisir oleh limbah organik tambak sendiri, yang sekaligus menjadi sumber air untuk proses produksi tambak selanjutnya.

- 36 -

BAB IV PENYUSUNAN ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN A.

METODE PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA

Keabsahan dan ketepatan dari prakiraan dan evaluasi darnpak sangat tergantung pada kualitas data dari komponen/parameter lingkungan yang terkait. Sementara itu kualitas data ditentukan oleh cara pengumpulan dan metode analisisnya. Untuk studi AMDAL pengumpulan data komponen lingkungan fisikkimia, biologi dan sosial, hampir selalu dilakukan dengan cara pengambilan contoh (sampling). Strategi pengambilan contoh dan analisis data parameter lingkungan untuk AMDAL ditetapkan berdasarkan 2 tujuan utama, yaitu agar dapat : a.

mengidentifikasi, memprakirakan dan mengevaluasi dampak lingkungan yang mungkin ditimbulkan oleh suatu rencana kegiatan.

b.

membandingkan kondisi lingkungan sebelum/tidak terkena dampak dengan sesudah/terkena dampak melalui pemantauan dalam jangka panjang.

Teknik pengambilan contoh untuk komponen fisik-kimia dan biologi lingkungan pesisir dan laut, secara garis besar terdiri dari 2 tahap : a.

Penentuan lokasi dan waktu pengambilan contoh

b.

Pengukuran atau pengumpulan contoh, pengawetan, dan analisis di laboratorium. Lokasi pengambilan contoh, secara pnnsip harus meliputi:

a.

daerah yang diprakirakan akan terkena dampak.

b.

daerah yang diprakirakan tidak akan terkena dampak sebagai lokasi pengambnan contoh rujukan/pembanding (reference station).

- 37 -

Di daerah yang terkena dampak, pengambilan contoh dilakukan dari daerah yang paling dekat dari sumber dampak hingga yang terjauh sesuai dengan batas wilayah studi dan sebaran dampak yang sudah ditentukan sebelumnya. Pengambilan (pengukuran) contoh parameter fisika, kimia dan biologi lingkungan pesisir dan lautan serta aspek sosial harus dilakukan di beberapa lokasi yang dapat mewakili daerah yang terkena dampak akibat rencana kegiatan yang sedang ditelaah. Untuk kegiatan di wilayah pesisir dan lautan, sebaiknya pengambilan contoh dilakukan lebih dari satu kali sehingga dapat mewakili keadaan musim kemarau dan musim penghujan. Dasar pemilihan teknik pengambilan contoh dan analisis data adalah: a. Skala observasi dalam ruang dan waktu. b. Metoda analisis data yang tepat dan tersedia. c. Tujuan utama AMDAL. Batasan-batasan yang perlu diperhatikan dalam menentukan pilihan untuk teknik pengambilan contoh dan analisis data . a. Batasan alami, yang berkaitan dengan keragaman skala yang dipilih b. Batasan teknik, yang menyangkut kemampuan dan ketepatan alat yang digunakan, luas skala ruang dan waktu yang diperuntukkan dalam pengambilan contoh c. Batasan statistik yang berkenaan dengan struktur dan kualitas dari data yang ada. A.

Komponen Fisik Lingkungan

Daya dukung ekosistem suatu perairan pesisir dipengaruhi oleh keadaan lingkungan yang mengelilinginya, yaitu daratan (terrestrial), atmosfir, dan lingkungan perairannya sendiri. Untuk dapat memahami dan mengkaji komponen fisik lingkungan, perlu diketahui parameter-parameter fisik perairan. Parameter tersebut adalah : batimetri, debit aliran sungai, keadaan angin (arah dan kecepatan), pasang-surut (pasut), gelombang, arus, salinitas, suhu, kekeruhan (turbiditas), pola sedimentasi-erosi dan kualitas tanah pesisir. - 38 -

Berikut ini diuraikan teknik pengumpulan dan analisis data untuk komponen fisik lingkungan yang dapat digunakan dalam Studi AMDAL. a.1. Batimetri lnformasi tentang batimetri sangat diperlukan untuk : (1). Mengetahui pola dan proses fisik yang terjadi di perairan pesisir dan lautan, seperti pola arus atau gelombang. (2). Menduga transportasi sedimen, dan proses pendangkalan atau erosi di kawasan pesisir. (3). Mengelola ekosistem pesisir. (4). Melakukan pemintakatan wilayah perairan, yang dikenal sebagai marine provinces. a.1.1. Pengumpulan data Pengukuran batimetri dilakukan secara: (1).

Langsung, yaitu dengan menggunakan batu penduga, echo sounder, atau deep sounder.

(2).

Tidak langsung, dengan memanfaatkan peta batimetri yang ada, yang dikeluarkan secara berkala oleh DISHIDROS (Dinas HidroOseanografi) TNI-AL, atau sumber-sumber lainnya.

a.1.2.

Analisis data

(1). Jika garis isodepth saling sejajar satu dengan lainnya, maka ini berarti bahwa dasar perairan menurun secara teratur. (2). Jika garis isodepth yang satu dengan lainnya merapat, ini berarti bahwa dasar perairan tersebut menurun dengan curam. (3). Jika garis isodepth yang satu dengan lainnya merenggang, maka ini dapat diartikan bahwa dasar perairan tersebut landai. a.2.

Debit Aliran Sungai Data debit aliran sungai diperlukan untuk:

- 39 -

(1).

mengetahui besarnya limpasan air tawar yang masuk ke laut melalui muara sungai.

(2).

memprakirakan jumlah kandungan limbah atau bahan pencemar organisme perairan, sedimen, maupun padatan tersuspensi (suspended solid) yang dibawa oleh aliran sungai ke laut. Sedangkan metode untuk mengukur debit aliran sungai adalah:

(1).

Hidrografi dari saluran di bagian outlet sungai.

(2).

Hubungan antara curah hujan dengan debit.

(2).

Simulasi neraca air.

a.2.1. Pengumpulan Data Dalam hal keterbatasan data, debit sesaat dapat dihitung dengan mengukur kecepatan arus (aliran) sungai dan luas penampang outlet sungai. Debit aliran sungai tersebut diperoleh dengan mengalikan kecepatan aliran dengan luas penampang sungai. a.2.2. Analisis data (1).

Besarnya debit aliran sungai perlu dibedakan ketika air pasang dan air surut.

(2).

Debit aliran sungai dapat dihitung secara langsung dengan menganalisis antara luas penampang sungai dengan kecepatan alirannya pada segrnen/ruas sungai tertentu.

(3).

Dengan mengetahui besarnya debit aliran sungai, maka beban pencemaran (pollution load) yang masuk ke perairan pesisir dapat dihitung dengan mengalikan debit sungai dengan konsetrasi dari zat pencemarnya dari waktu ke waktu.

a.3.

Angin Data tentang kecepatan dan arah angin diperlukan untuk :

(1).

Memprakirakan besar dan arah gelombang yang terjadi

(2).

Memprakirakan kuat dan arah arus non-pasut yang terjadi. - 40 -

(3).

Memprakirakan arah dan cepat penyebaran limbah terapung yang terjadi di perairan, seperti tumpahan minyak atau bahan pencemar lainnya.

a.3.1. Pengumpulan Data Kecepatan dan arah angin dapat diperoleh secara (1). Langsung, dengan menggunakan anemometer (alat pengukur cepat dan arah angin) yang biasa atau otomatis. (2). Tidak langsung, dengan melihat gerak ranting pohon di pesisir, atau kondisi gelombang, dan mengkonversikannya menjadi kecepatan angin dengan skala Beufort misalnya. Cara ini tidak dianjurkan karena hasiinya tidak akurat dan arah dari angin tidak dapat diketahui dengan pasti. (3).

Tidak langsung, dengan memanfaatkan data sekunder yang dikeluarkan oleh BMG (Badan Meteorologi dan Geofisika), atau sumber-sumber lainnya.

Untuk mengetahui pola angin rataan dan suatu kawasan diperlukan, data angin paling sedikit selama 10 tahun. lni berarti bahwa pengukuran angin sesaat tidak dapat menggambarkan pola angin dan daerah tersebut. a.3.2.

Analisis Data

(1). Dari data angin dibuat rosa angin (wind roses) yang menggambarkan arah dan kecepatan angin untuk tiap bulannya. (2). Dari data tersebut dapat diketahui arah dan kecepatan angin dominan untuk tiap bulan, yang akan digunakan untuk keperluan lain. seperti memprakirakan besar gelombang atau persebaran limbah terapung di perairan tersebut. a.4.

Pasang Surut (Pasut) lnformasi tentang pasang-surut (pasut) diperlukan untuk:

(1).

Mengetahui daerah pesisir atau daratan yang masih dipengaruhi oleh laut, dan sebaliknya.

- 41 -

(2).

Mengetahui proses gerakan massa air yang disebabkan oleh pasut.

(3).

Mengetahui luas perairan yang dipengaruhi oleh pasut sehingga dapat memprakirakan luas persebaran dampak.

(4).

Mengelola ekosistem perairan pesisir.

a.4.1. Pengumpulan Data Data pasut dapat diperoleh secara: (1). Langsung, dengan mengukur tinggi muka laut sejam satu kali, selama 24 jam sehari, dan paling sedikit selama 15 hari, untuk dapat menganalisis amplitudo, dan fase dan komponenkomponen pasutnya. (2). Tidak langsung, yaitu dari peramalan pasut di lokasi-lokasi tertentu yang diterbitkan oleh DISHIDROS TNI-AL setiap tahun. lnformasi ini sangat berguna untuk mengetahui kondisi pasut di lokasi tersebut. Pengukuran pasut dapat dilakukan dengan: (1) Papan berskala (tide pole) (2), Alat pengukur otomatis AWLR (Automatic Water Level Recorder). Penempatan alat pengukur pasut (papan berskala maupun AWLR) harus rnemperhatikan kondisi berikut : (1). Ditempatkan di lokasi yang selalu terendam air pada saat surut terendah (2). Diternpatkan di lokasi yang tidak banyak dilalui oleh transportasi air (3). Terlindung dari hempasan gelombang besar, dan arus yang deras (4). Aman dari gangguan tangan-tangan jahil. a.4.2. Analisis data (1). Data hasil pengukuran pasut dianalisis dengan menggunakan metoda harmonik atau metoda admiralti untuk memperoleh amplitudo dan fase dari komponen pasutnya. Keterangan

- 42 -

tentang metoda Admiralti dapat diperoleh dari DISHIDROS-AL, Ancol, Jakarta. (2). Dari amplitudo komponen pasut utama, dapat ditentukan tipe pasut dan perairan yang diamati. Pada umumnya formula Formzahl yang digunakan untuk keperluan ini. (3). Dari amplitudo komponen-komponen pasut tersebut, dapat dihitung pasang tertinggi dan surut terendah yang dapat terjadi di perairan tersebut. a.5. Gelombang Informasi tentang gelombang diperlukan untuk: (1). Mengetahui besarnya energi laut yang dihempas ke pesisir. (2). Mengetahui arah dan kuat arus menyusuri pantai (longshore current) yang berperan penting dalam transportasi sedimen di sepanjang pesisir. (3). Pengelolaan kawasan pesisir. a.5.1. Pengumpulan Data Gelombang diukur dengan cara: (1). Langsung, dengan menggunakan alat pengukur otomatis, seperti alat pencatat gelombang (wave rider), atau dengan menggunakan papan, berskala maupun kamera video. Dengan papan berskala atau kamera video dilakukan pengamatan/pengambilan gambar selama 10 menit tiap jamnya, selama kurun waktu yang diperlukan. Dari pengukuran ini dapat diperoleh data tentang tinggi dan periode dari gelombang. Penggunaan, kamera video pada umumnya hanya dilakukan pada siang hari, karena keterbatasan teknis yang dihadapinya. (2).

Tidak langsung, yaitu dengan memprakirakannya melalui data arah dan kecepatan angin, lama bertiupnya (duration), serla panjang lintasan tiupan anginnya (fetch).

- 43 -

a.5.2.

Analisis Data

Analisis data dapat dilakukan sebagai berikut: (1). Tinggi dan periode gelombang yang diperoleh dari hasil pengukuran dikelompokkan ke dalam periode tertentu (seperti 0 10 detik; 10-20 detik; 20-30 detik; dan seterusnya), dan tinggi tertentu (seperti 0-25 cm; 25-50 cm; 50-75 cm; 75-100 cm; dan seterusnya). (2). Dari pengelompokkan tersebut dapat diketahui tinggi dan periode gelombang dominan yang ada di perairan tersebut. a.6. Arus Informasi tentang arus diperlukan untuk: (1). Mengetahui arah dan besarnya massa air yang mengalir dari suatu tempat ke tempat lain. (2). Memperkirakan arah dan jarak persebaran sedimen, limbah, atau bahan pencemar lainnya dari sumber dampak. (3). Mengelola ekosistem perairan pesisir. a.6.1. Pengumpulan Data Metoda pengukuran arus ada dua, yaitu: (1). Metoda Lagrangian, yaitu dengan cara mengikuti arah gerak dari massa air. Alat yang digunakan adalah benda apung seperti floating drogue. Kecepatan arus ditentukan dengan menghitung lama waktu yang diperlukan benda apung tersebut menempuh jarak tertentu. Adapun arah arusnya ditentukan dengan menggunakan kompas. Metoda ini sangat sederhana, mudah dilaksanakan, tetapi akurasinya rendah. (2). Metoda Eulerian, dimana aliran massa air diukur dari suatu titik yang tetap (tidak bergeser), Alat yang digunakan untuk keperluan ini adalah alat pengukur arus (current meter). Alat pengukur ini dapat berdasarkan gerakan mekanik (dengan baling-baling), arus listrik (GEK), atau dengan gelombang suara/akustik (ADCP, Acoustic Doppler Current Profiler).

- 44 -

a.6.2. Analisis Data Analisis data dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: (1). Dari data hasil pengukuran, arah dan kuat arus dapat digambarkan (diplotkan) pada koordinat polar (sumbu x dan y menunjukkan arah dan arus, dan jarak dari titik pusat menunjukkan kuat arusnya). (2). Dari grafik tersebut, dapat diketahui arah dan kuat arus yang dominan di perairan yang diamati. a.7. Suhu lnformasi tentang suhu diperlukan untuk: (1). Indikator dari pola persebaran massa air, terutama di daerah estuaria (2). Mengetahui adanya proses penaikan massa air dari lapisan bawah permukaan menuju ke permukaan (dikenal sebagai proses upwelling) (3). Bersama dengan data salinitas, dapat mengetahui apakah ada pelapisan (stratification) di perairan yang diamati. Pelapisan di suatu perairan perlu diketahui karena pola arus di lapisan atas dapat berbeda dengan pola arus di bagian dalamnya. Pelapisan ini biasa ditemui di daerah estuaria. a.7.1. Pengambilan Data Prosedur pengukuran suhu adalah: (1). Pengukuran dapat dilakukan dengan menggunakan termometer biasa (untuk perairan dangkal), atau dengan termometer khusus (reversing thermometer, untuk perairan dalam). (2). Untuk perairan dangkal (hingga sekitar 20 meter), pengukuran suhu minimal dilakukan di tiga kedalaman, yaitu di lapisan permukaan (0,2 D), lapisan tengah (0.6 D), dan di lapisan bawah (0.8 D), dimana D adalah kedalaman dari perairan.

- 45 -

(3). Untuk perairan dalam (lebih dari 20 meter) pengukuran suhu dilakukan pada kedalaman-kedalaman standar, yaitu pada (dalam meter) permukaan; 10; 20; 30; 50; 75; 100; 125; 150; 175; 200; 250; 300; 400; dan seterusnya (lihat Sverdrup et al. (1961)). Suhu sebaiknya diukur secara vertikal dan horisontal. a.7.2. Analisis Data Analisis data dilakukan dengan ketentuan: (1). Data suhu dari berbagai lokasi pengamatan dan kedalaman digambarkan persebarannya secara mendatar (horisontal) dan menegak (vertikal). (2). Dari deskripsi persebaran suhu secara mendatar dan menegak, analisis dilakukan. Jika garis isoterm pada tiap kedalaman sejajar dengan garis horisontal, maka perairan tersebut dapat dikatakan normal, Jika garis-garis isoterm itu bergelombang, maka dapat diartikan bahwa perairan tersebut sangat dinamik. a.8. Kecerahan lnformasi tentang kecerahan perairan diperlukan untuk: (1) Mengetahui sampai sedalam berapa cahaya matahari dapat rnenembus perairan, untuk menentukan daerah dimana proses fotosintesis berlangsung dengan efektif (zona eufotik). (2). Mengevaluasi produktivitas perairan. (3). Ada atau tidaknya bahan organik yang terlarut atau tersuspensi di perairan yang diamati. a.8.1. Pengurnpulan Data Cara pengambilan contoh adalah: (1) Memakai alat transmissometer dan alat pengukur irradiance. Cara ini adalah yang terbaik, alatnya sederhana, mudah dioperasikan, tetapi mahal harganya. (2). Dengan menggunakan keping Sechii (Sechii disc). Keping atau lempeng ini diturunkan ke dalam air dengan perlahan-lahan sampai keping ini hilang dari pandangan mata, dan dicatat - 46 -

kedalamannya. Alat ini sederhana, mudah dioperasikan, murah, tetapi akurasinya rendah. a.8.2.

Analisis Data Analisis data dilakukan dengan ketentuan:

(1). Dengan alat pengukur hasil dapat langsung diketahui. (2). Dengan keping Sechii, dapat diketahui koefisien ekstiksinya (k), dimana k = 1.7/d (d = kedalaman saat Sechii menghilang dari pandangan). (3). Data ini dari lokasi pengukuran digambarkan pada peta, sehingga diketahui persebaran dan kecerahannya. a.9. Salinitas Salinitas bersama-sama dengan suhu merupakan dua komponen yang berperan penting dalam mengontrol densitas air laut. a.9.1. Pengumpulan Data Titik pengambilan contoh untuk parameter salinitas sama dengan titik pengambilan contoh untuk parameter kualitas air lainnya. Pengukuran salinitas dapat menggunakan alat SCT (Salino-ConductivityTemperature) meter atau dengan alat hand refractometer. a.9.2. Analisis Data Analisis data dilakukan dengan melakukan perbandingan nilai salinitas perairan di daerah yang terkena dampak dan daerah yang tidak terkena dampak, serta antar stasiun pengamatan dengan menggunakan baku mutu yang sudah ditetapkan. Selain itu dapat pula dilakukan dengan menggunakan teknik tabulasi atau analisis statistik lanjutan. a.10. Sedimentasi/Erosi Sedimentasi atau erosi sangat diperlukan untuk: (1). Mengetahui daerah pesisir yang mengalami sedimentasi, dan yang mengalami erosi. - 47 -

(2). Mengetahui kestabilan wilayah pesisir. (3). Pengelolaan wilayah pesisir. a.10.1.

Pengumpulan Data

Cara pengambilan contoh: (1). Secara langsung, dengan mengambil sampel substrat dari dasar perairan dan tepi pesisir dengan cara pengerukan (dredging), atau dengan cara pemboran (coring). (2). Secara tidak langsung, dengan mencari informasi geomorfologis dari daerah tersebut dari instansi atau lembaga terkait, seperti PPPGL (Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Laut) atau lainnya. a.10.2. Analisis Data Analisis data dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: (1). Data hasil pengambilan contoh dianalisis di laboratorium untuk mengetahui struktur fisik, dan kimianya. (2). Diameter dan partikel-partikel sedimen juga diukur. (3). Dengan mengetahui diameter partikel sedimen, kelandaian dari dasar perairan, tinggi dan panjang gelombang, proses terjadinya sedimentasi atau erosi di wilayah pesisir dapat diketahui. Formula untuk ini dapat diperoleh dari buku CERC (1984). a.11. Kualitas Tanah Kualitas tanah seperti halnya kualitas air, merupakan salah satu parameter fisik lingkungan penting yang harus ditelaah. Hal ini disebabkan karena tanah di wilayah pesisir mempunyai karakteristik yang agak berbeda dengan tanah di daerah atas.

- 48 -

a.11.1. Pengumpulan Data Pengambilan titik contoh untuk kualitas tanah merupakan faktor yang penting dalam studi AMDAL. Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah : (1) Lokasi Pengambilan Contoh Lokasi pengambilan contoh untuk kualitas tanah ditentukan berdasarkan karakteristik wilayah studi. Sebaiknya lokasi pengambilan contoh minimal dilakukan di dua tempat, yaitu menjauh dari arah pantai dan menjauh dari arah sungai. (2). Jumlah Titik Contoh Pada dasarnya jumlah titik contoh ditentukan berdasarkan karakteristik wilayah studi. Semakin kompleks karakteristik wilayah studi, rnaka semakin banyak titik contoh yang harus diambil. Hal ini berhubungan erat dengan dampak yang diprakirakan akan muncul dari sebuah proyek pembangunan. Misalnya apabila terdapat dua macam land use di wilayah studi, maka di kedua macam land use tersebut harus diambil contoh tanahnya, dan sebagainya. (3). Parameter yang harus diukur Selain mengambil contoh tanah untuk kemudian dianalisis di Laboratorium, parameter lain yang hendaknya diukur adalah : (a) Ketebalan gambut; (2) ketinggian air genangan/air tanah dan (c) kedalaman lapisan Potential Acid Sulfit (PAS). a.11.2. Analisis Data Analisis kualitas tanah dilakukan di laboratorium. Pada prinsipnya tidak terdapat perbedaan antara analisis kualitas tanah pesisir dan tanah wilayah pedalaman. Namun demikian perlu diperhatikan parameterparameter yang khas untuk tanah di wilayah pesisir, yaitu : kadar pirit, kadar besi (Fe), tingkat kematangan tanah, kadar bahan organik, dan electrical conductivity. Parameter lainnya sama dengan untuk kualitas tanah di pedalaman.

- 49 -

b.

Komponen Kimia

Air laut merupakan larutan kompleks yang terdiri dari mineral, unsur hara, dan garam. Pada hakekatnya semua unsur stabil yang kita kenal bisa kita jumpai dalam air laut, walaupun kadang-kadang hanya dalam konsentrasi yang sangat kecil. Kehidupan secara umum sangat bergantung pada ketersediaan karbon, oksigen, nitrogen, dan fosfor, selain air. Nitrogen merupakan salah satu unsur dalam asam amino, yang merupakan bahan untuk protein, sedangkan fosfor diperlukan untuk bahan pembentuk senyawa seperli ATP (adenosine trifosfat) yang sangat penting dalam proses transfer energi di dalam tubuh organisme. Di dalam air laut, unsur-unsur yang disebutkan di atas tersedia dalam bentuk senyawa bikarbonat, fosfat, dan nitrat terlarut, serta bentuk-bentuk lainnya. Oleh karena itu dalam setiap kegiatan fisik di ekosistem perairan (mangrove, terumbu karang, estuaria, dan sebagainya) parameter kimiawi harus selalu diperhatikan. Parameter kimiawi kualitas air, mempengaruhi produktivitas biologis lewat interaksi dengan proses-proses fisiologis organisme, parameter yang perlu diukur berkenaan dengan studi lapangan meliputi turbiditas oksigen terlarut, pH. alkalinitas, nitrogen, sulfur, fosfor. silikon, dan konduktivitas. Berikut ini diuraikan teknik pengumpulan dan analisis data untuk komponen kimia. b.1.

Oksigen terlarut

Tujuan pengambilan data oksigen terlarut adalah untuk mengetahui kandungan gas ini di perairan. Oksigen terlarut penting karena merupakan salah satu unsur yang diperlukan dalam respirasi dan aktifitas lainnya seperti untuk tumbuh, berenang dan sebagainya. Kandungan oksigen terlarut mempengaruhi keanekaragaman organisme. Perairan dengan kandungan oksigen terlarut yang cukup dan stabil biasanya memiliki jumlah spesies yang lebih banyak. b.1.1. Pengambilan Data Pengukuran oksigen terlarut dapat dilakukan dengan metode titrasi Winkler atau DO-meter (oxygen probe). Kalau dilakukan dengan baik (teliti dan cermat) metode Winkler ini menghasilkan angka kandungan oksigen terlarut yag akurat. Sehubungan dengan sifatnya yang cepat berubah, pengukuran oksigen terlarut sebaiknya dilakukan langsung di lapang (in situ measurement).

- 50 -

Dalam mengukur kandungan oksigen terlarut suatu perairan, perlu diperhatikan siklus harian dan produksi 02 yang maksimum pada siang menjelang sore hari, ataupun yang minimum menjelang pagi hari. Selain mengukur kandungan oksigen terlarut di perairan, kadangkadang dilakukan juga pengukuran BOD (Biological oxygen Demand) dan COD (Chemical Oxygen Demand). BOD biasanya diukur dengan teknik botol gelap-terang dengan cara menginkubasikan air contoh dalam botol BOD selama 5 hari pada suhu setempat. Setelah diinkubasi kemudian nilai oksigen terlarut dalam botol BOD diukur dengan cara yang telah dikemukakan di atas. BOD mengukur kebutuhan mikroorganisme akan oksigen untuk keperluan mengurai bahan organik hasil buangan yang berasal dari industri. Perlu diketahui bahwa BOD dan COD kurang/tidak baik untuk mengukur kebutuhan mikro-organisme akan oksigen, karena BOD dan COD diukur semata-mata berdasarkan kebutuhan oksigen untuk proses biokimiawi dalam contoh air yang diinkubasikan tersebut. Kalau sewaktu pengukuran dilakukan mikro-organisme sedang bereaksi maka nilai BOD dan COD-nya tinggi, dan sebaliknya. b.1.2. Analisis Data Analisis data untuk parameter oksigen terlarut dimaksudkan untuk mengetahui perbedaan kandungan oksigen diantara daerah yang terkena dampak dan yang tidak terkena dampak, serta antar stasiun pengamatan. Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik tabulasi atau analisis statistik lanjutan. b. 2. Derajat Keasaman (pH) Pengukuran pH penting sebagai informasi dasar. karena perubahan pH yang terjadi di dalam perairan di kemudian hari tidak saja berasal dari masukan bahan-bahan asam atau basa ke perairan pesisir, tetapi juga dari perubahan tidak langsung aktifitas metabolik biota perairan. b.2.1. Pengumpulan Data Penentuan pH yang sering dilakukan adalah dengan menggunakan PH-meter seperti misalnya yang terdapat pada "Hach field kit multiple analyzer", atau dengan kertas pH.

- 51 -

b.2.2. Analisis Data Analisis data untuk parameter oksigen terlarut dimaksudkan untuk mengetahui perbedaan derajat keasaman di antara daerah yang terkena dampak dan yang tidak terkena dampak, serta antar stasiun pengamatan. Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik tabulasi atau analisis statistik lanjutan. b.3. Fenol Fenol (phenolic substances) merupakan senyawa yang terdapat dalarn fraksi minyak. Tujuan mengukur fenol adalah untuk mengetahui konsentrasinya di perairan. b.3.1. Pengumpulan Data Senyawa fenol dapat berubah melalui proses biodegradasi, di mana hasil biodegradasinya dapat mempengaruhi senyawa lainnya seperti sulfida. Karena itu, air contoh perlu ditangani dengan baik melalui pemberian larutan H3P04 1 N dan CuSO4 kristal agar proses biodegradasi dapat dihambat. Ukur pH air contoh dengan menggunakan pH paper atau pH meter. Jika pH air contoh belum mencapai 2, tambahkan beberapa tetes lagi H3P04. Pengukuran konsentrasi fenol pada air contoh dilakukan dengan menggunakan metode Gas Chromatography. b.3.2. Analisis Data Analisis data untuk parameter oksigen terlarut dimaksudkan untuk rnengetahui perbedaan kandungan fenol di antara daerah yang terkena dampak dan yang tidak terkena dampak, serta antar stasiun pengamatan. Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik tabulasi atau analisis statistik lanjutan. b.4.

Oil dan Grease (Minyak dan Lemak)

Mengukur kandungan minyak dan lemak (oil dan grease) dilakukan untuk mengetahui keberadaannya, yang dalam perairan akan mempengaruhi nilai estetika, nilai peruntukan perairan, dan biota air. b.4.1. Pengurnpulan Data Sama halnya dengan fenol, minyak dan lemak dapat berubah melalui proses biodegradasi. Untuk itu air contoh yang akan dianalisis - 52 -

perlu ditambahkan larutan H2S04 pekat hingga pH-nya mencapai 2 agar proses biodegradasi dapat dihambat. Konsentrasi minyak dan lemak dari air contoh di atas diukur dengan menggunakan metode Atomic Absorbtion Spectrophotometer (AAS) lnfra Red dengan ekstrasi freon. b.4.2. Analisis Data Analisis data untuk parameter oksigen terlarut dimaksudkan untuk mengetahui perbedaan konsentrasi minyak dan lemak di perairan antara daerah yang terkena dampak dan yang tidak terkena dampak, serta antar stasiun pengamatan. Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik tabulasi atau analisis statistik lanjutan. b.5. Nutrien Nutrien sangat vital bagi seluruh rantai kehidupan di perairan karena unsur ini diperlukan oleh semua tumbuhan, sedangkan tumbuhan ini mendukung kehidupan hewan. Nutrien utama yang diperlukan oleh tumbuhan adalah nitrogen (dalam bentuk nitrat) dan fosfor (dalam bentuk ortho-fosfat). Khusus organisme diatom memerlukan silikon (dalam bentuk silikat) untuk membentuk cangkangnya. b.5.1. Pengumpulan Data Air contoh yang akan diukur kandungan nutriennya diambil dengan menggunakan botol Kemmerer atau sejenisnya. Penentuan titik contoh untuk parameter ini, dalam sebuah studi AMDAL, sama dengan titik contoh untuk parameter kualitas air lainnya. b.5.2. Analisis Data Untuk mengukur kandungan nutrien diperlukan prosedur yang harus dilakukan dengan sangat cermat. Analisis data nutrien dilakukan di laboratorium dengan menggunakan spektrofotometer. b.6.

Unsur Logam Berat

Mengukur konsentrasi unsur logam berat yang berasal dari limbah berbagai kegiatan pembangunan atau pemanfaatan sumberdaya alam dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui keberadaannya, dimana dalam perairan unsur ini merupakan bahan pencemar.

- 53 -

b.6.1. Pengumpulan Data Contoh air diarnbil dari perairan yang diperkirakan terkena dampak limbah industri atau pembangunan di sekitar lokasi studi. Kandungan unsur logam berat dalam air contoh diukur dengan menggunakan metode AAS seperti pada parameter minyak dan lemak. b.6.2. Analisis Data Analisis data untuk parameter oksigen terlarut dimaksudkan untuk mengetahui perbedaan kandungan logam berat di perairan antara daerah yang terkena dampak dan yang tidak terkena dampak, serta antar stasiun pengamatan. Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik tabulasi atau analisis statistik lanjutan. b.7.

Muatan Padatan Tersuspensi Parameter ini diukur dengan tujuan:

(1). untuk mengetahui laju erosi yang masuk ke dalam perairan pesisir. (2). untuk mengetahui penyebab kekeruhan perairan pesisir. b.7.1. Pengumpulan Data Titik pengambilan contoh untuk parameter ini dalam suatu studi AMDAL sama dengan titik pengambilan contoh parameter kualitas air lainnya. Contoh air diambil secara komposit dengan menggunakan botol Kemmerer. b.7.2. Analisis Data Analisis data untuk parameter ini menggunakan metode Gravimetri, kemudian dilanjutkan dengan analisis tabulasi atau analisis statistik lanjutan. Teknik pengumpulan dan analisis data untuk parameter kimia dan beberapa parameter fisik perairan secara rinci dapat dilihat pada Strickland and Pearsons (1968), Pearsons, et al (1984), dan Grasshoff and Kremling (1983),

- 54 -

c. Komponen Biologi Ekosistem pesisir dan lautan merupakan suatu himpunan integral dari komponen-komponen abiotik (fisik-kimia) dan biotik (organisme hidup) yang berhubungan satu sama lain dan saling berinteraksi membentuk suatu struktur fungsional. Analisis komponen biologis dalam studi AMDAL di wilayah pesisir dan lautan merupakan pengukuran respon biologis terhadap perubahan lingkungan hidup akibat kegiatan proyek. Respons biologis tersebut dapat dikaji melalui struktur dan tipologi komunitas organisme yang dijadikan parameter biologi penting. Pengkajian struktur dan tipologi ini didekati melalui analisis kelimpahan, nilai penting jenis, keanekaragaman jenis, dominasi jenis dan similaritas spasial dan temporal komunitas dan parameter biologi penting. Komponen/parameter biologi penting yang diukur pada lingkungan wilayah pesisir dan lautan, meliputi vegetasi mangrove, rumput laut dan lamun, terumbu karang, plankton, makrozoobenthos dan nekton. Teknik pengumpulan dan analisis data untuk komponen biologi yang dapat digunakan dalam studi AMDAL di wilayah pesisir dan lautan diuraikan berikut ini. Sedangkan contoh rumusrumus analisa data komponen biologi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2 Panduan ini. c.1. Vegetasi mangrove Dilihat dari kemampuannya sebagai penyaring nutrien, ekosistem hutan mangrove merupakan kawasan yang paling produktif di ekosistem wilayah pesisir. Dengan keunikan sistem perakarannya yang mampu mengikat sedimen dan menstabilkan substrat, maka hutan mangrove mempunyai peranan yang penting dalam menjaga keseimbangan dan keberlangsungan ekosistem pesisir dan lautan. c.1.1. Pengumpulan Data Lokasi pengambilan contoh vegetasi ditentukan secara acak atau purposif dengan petak contoh berukuran sebagai berikut : (1)

Untuk tumbuhan pendek, rerumputan dan pepohonan pada stadia semai (anakan), gunakan petak contoh (plot) dengan ukuran 2 x 2 m2, Jarak antar petak contoh (plot) minimal 10 m.

(2). Untuk tumbuhan perdu atau pepohonan pancang atau tiang (tinggi pohon 1,5 m atau kurang), gunakan petak contoh (plot) dengan ukuran 5x5 m2 . - 55 -

(3). Untuk tumbuhan pepohonan pada stadia pohon (tinggi 1,5 m atau lebih), gunakan petak contoh (plot) berukuran 20x20 m2. Peletakan petak contoh (plot) yang telah dirancang dalam lokasi pengamatan dilakukan secara acak. c.1.2.

Analisis Data

Data yang perlu diketahui dari ekosistem hutan mangrove adalah (1) Kerapatan; (2) Kerapatan Relatif; (3) Frekuensi; (4) Frekuensi Relatif; (5) Penutupan; (6) Penutupan Relatif; (7) indeks Nilai Penting; dan (8) Keanekaragaman. c.2.

Rumput Laut dan Padang Lamun

Peranan ekosistem rumput laut dan padang lamun kurang lebih identik dengan peranan hutan mangrove. Tingginya kemampuan ekosistem rumput laut dan padang lamun untuk menyuplai nutrien dan oksigen memungkinkan ekosistem ini memiliki produktifitas yang tinggi. Kondisi demikian menjadikan ekosistem rumput laut dan padang lamun berperan pula sebagai habitat bagi jenis-jenis biota tertentu (terutama ikan dan udang). c.2.1.

Pengambilan Data

Pengambilan contoh rumput laut dan padang lamun dilakukan melalui petak contoh (plot) berbentuk kuadrat dengan luas 1 m2, yang diletakkan secara acak. Pada setiap petak contoh yang telah ditentukan, setiap jenis rumput laut dan padang lamun yang ada diidentifikasi dan dihitung jumlah individunya. c.2.2.

Analisis Data

Data yang perlu diketahui dari ekosistem rumput laut dan padang lamun adalah : (1) Kerapatan; (2) Kerapatan Relatif; (3) Frekuensi; (4) Frekuensi Relatif; (5) Keanekaragaman; dan (6) Dominansi. c.3.

Terumbu Karang

Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem yang produktif, memiliki keanekaragaman biota yang tinggi, dan sensitif terhadap perubahan lingkungan.

- 56 -

Berbagai jenis biota yang hidup di daerah terumbu karang merupakan suatu komunitas yang terdiri dari berbagai tingkatan trofik, di mana masing-masing komponen dalam komunitas ini memiliki ketergantungan yang erat satu sama lain. Terumbu karang dijadikan tempat oleh berbagai jenis biota tersebut, baik sebagai tempat berlindung dan mencari makan maupun sebagai tempat pemijahan dan pembesaran. Karena itu, terumbu karang memberikan andil yang besar bagi keanekaragaman biota dan dapat menjadi sumber plasma nutfah bagi ekosistem pesisir maupun lautan. c.3.1.

Pengambilan Data

Lokasi kajian ditentukan melalui penilikan areal terumbu karang yang didasarkan pada data foto udara dan observasi renang bebas (free swimming observation). Pengambilan contoh karang dilakukan berdasarkan metode transek garis, untuk dapat menggambarkan struktur komunitas karang secara kuantitatif. c.3.2.

Analisis Data

Data yang perlu dianalisis dari ekosistem terumbu karang adalah: (1) Penutupan; dan (2) Keanekaragaman. Metode pengumpulan dan analisis data yang berhubungan dengan ekosistem mangrove, padang lamun/rumput laut, dan terumbu karang dapat dilihat pada English et al (1994). c.4. plankton Plankton adalah organisme mikro yang hidup melayang-layang dalam kolom air dan pergerakannya dipengaruhi oleh gerakan air. Plankton terdiri dari plankton nabati (fitoplankton) dan plankton hewani (zooplankton). Plankton nabati merupakan produser primer utama di sebagian besar perairan, sedangkan plankton hewani merupakan konsumen pertama yang mentransfer energi dan produser ke organisme konsumen yang lebih tinggi tingkatannya, seperti udang dan ikan. Sebagai produser dan konsumen primer, plankton sangat dipengaruhi oleh perubahan kualitas perairan. Dengan demikian, struktur komunitas plankton dapat dijadikan indikator atau petunjuk perubahan kualitas perairan, melalui pengkajian stabilitas dan kualitas lingkungan perairan dengan melihat komposisi dan kelimpahan jenis plankton. - 57 -

c.4.1.

Pengambilan Data

Air contoh pada setiap stasiun dapat diambil dengan Kemmerer water sampler atau Nansen Bottle apabila diinginkan contoh plankton dari berbagai kedalaman perairan atau secara komposit. Air contoh yang diambil kemudian disaring dengan menggunakan jaring plankton standard. Usahakan agar sedikit mungkin jumlah plankton yang tertinggal menempel di jaring plankton. Pengumpulan plankton dapat pula dilakukan dengan menggunakan jaring Kitahara yang berukuran mata jaring 0,119 mm untuk fitoplankton dan jaring NORPAC (North Pacific Standard Net) atau jaring JudayINansen. c.4.2.

Analisis Data

Data yang perlu diketahui dari parameter plankton adalah: (1) Kelimpahan; (2) Keanekaragaman; dan (3) Dominansi. C.5. Benthos Benthos terdiri dari fitobenthos dan zoobenthos, baik yang berukuran makro maupun mikro atau mikroskopik. Pada umumnya, yang disajikan sebagai indikator dampak lingkungan hanyalah makrozoobenthos. Makrozoobenthos merupakan organisme penghuni dasar perairan yang relatif menetap atau tidak berpindah tempat. Dari segi rantai makanan makrozoobenthos umumnya sebagai detritus feeder, filter feeder dan scavenger (pemakan bangkai). Dengan demikian, organisme hewani ini berperan dalam memanfaatkan kembali energi yang relatif akan hilang ke dasar perairan. Dengan sifatnya yang relatif menetap, maka komunitas organisme makrozoobenthos merupakan organisme yang paling menderita terkena dampak lingkungan perairan. Oleh karena itu, struktur komunitas makrozoobenthos merupakan indikator yang baik bagi dampak lingkungan perairan. c.5.1.

Pengambilan Data

Pada setiap stasiun pengambilan contoh, substrat dasar diambil dengan menggunakan Ekman dredge untuk perairan yang berarus lambat dan bersubstrat lunak. Sedangkan untuk perairan yang relatif dalam dan berarus kuat digunakan Peterson grab atau Smith-Mclntyre grab. - 58 -

Substrat dasar yang telah diambil disaring dengan menggunakan saringan bertingkat (sieve set) untuk memisahkan contoh makrozoobenthos dan substrat dasar. Untuk membantu pemisahan tersebut dapat pula dilakukan dengan menambahkan larutan gula pada contoh yang akan disaring. c.5.2.

Analisis Data

Data yang perlu dianalisis dan biota benthos adalah : (1) Kelimpahan, (2) Keanekaragaman; (3) Dominansi; dan Similaritas.

(4)

C.6. Nekton Nekton terdiri dan organisme-organisme hewani dari kelas pisces (ikan), crustacea (udang-udangan) dan insecta dewasa yang hidup di perairan. Nekton dapat bergerak bebas dan umumnya mempunyai kemampuan bermigrasi ke perairan atau bagian perairan yang dikehendakinya atau mempunyai preferensi. Keberadaan ikan dalam suatu perairan sangat tergantung pada berbagai faktor baik faktor internal maupun eksternal. Faktor-faktor internal antara lain: stadia ikan, umur ikan dan fungsi fisiologisnya misalnya reproduksi, pola ruaya dan lain-lain. Sedangkan faktor-faktor eksternal adalah kondisi lingkungan perairan, yang bersifat fisik (suhu, kekeruhan, kecerahan, DHL dan lain-lain), kimia (kandungan oksigen, P04, NO3 dan lain-lain) serta kondisi biologi perairan seperti misalnya keberadaan organisme fitoplankton, zooplankton dan benthos serta organisme lainnya sebagai kompetitor atau predator. Karena itu, nekton dapat dijadikan indikator dampak lingkungan terutama perluasannya melalui pengkajian struktur komunitasnya. c.6.1.

Pengambilan Data

Tempat pengambilan contoh nekton ditentukan baik secara acak maupun purposif. Pengambilan contoh dilakukan melalui penangkapan dengan menggunakan alat-alat yang disesuaikan dengan jenis dan habitatnya. Untuk perairan dengan dasar lumpur, dangkal dan relatif tidak berarus dapat digunakan alat pancing, jala atau jaring insang (gill net), Untuk perairan yang dalam dengan dasar lumpur dan cukup berarus dapat digunakan jaring insang (gill net). Sedangkan untuk perairan yang berbatu, berkarang dan berarus dapat digunakan bubu (trap net) atau jaring insang (gill net). Organisme nekton yang - 59 -

tertangkap langsung diukur dan ditimbang. Sebagian diambil sebagai contoh dengan memasukkannya kedalarn kantong plastik dan dipisahkan berdasarkan lokasi pengambilan contoh. Untuk organisme yang berukuran besar, sayat bagian perutnya dan awetkan di dalam larutan formalin berkadar 10 %. Sedangkan organisme yarlg berukuran kecil diawetkan di dalam larutan formalin berkadar 4 – 5 % c.6.2.

Analisis Data

Data yang perlu dianalisis untuk parameter ini antara lain adalah (1) Kelimpahan, dan (2) Keanekaragaman. Metoda pengumpulan dan analisis data untuk plankton, benthos, dan nekton di wilayah pesisir dan lautan dapat dilihat, antara lain, pada Pearson et al (1 994), Brower et al (1989), dan Cox (1967). c.7. c.7.1.

Satwa Liar Metode Pengambilan Data

Pengamatan di lapangan dengan cara pengamatan langsung dan tidak langsung, wawancara dengan masyarakat dan data sekunder/studi pustaka tentang jenis-jenis satwa liar yang ada di wilayah studi. a. Burung (AVES) Pengamatan terhadap burung dilakukan dengan metode IPA (Index Point of Abundance). Cara kerja diawali dengan penentuan nomor-nomor IPA yang menjadi titik-titik pengamatan, jarak masingmasing titik pengamatan kurang lebih 400 meter dan arah jalur pengamatan dibuat sedemikian rupa sehingga tipe-tipe habitat satwa liar atau zonasi yang ada terwakili. Pada setiap titik pengamatan dilakukan pencatatan terhadap jenis dan jumlah selama kurang lebih 15 menit. Tabel pencatatan metode IPA untuk satwa burung seperti pada tabel 1. Dari data itu dapat dianalisis nilai Kelimpahan Relatif (KR) dan nilai lndeks Keanekaragaman Jenis (H1).

- 60 -

Tabel 1 . Pencatatan Metode IPA untuk Satwa Burung No.

Nama Jenis

Jumlah burung (ekor) 5 menit I 5 menit II 5 menit III

Keterangan

b. Mamalia dan Reptilia Untuk pengamatan satwa mamalia dan reptilia dilakukan secara langsung dengan metode jalur/transek terutama pada hutan tanah kering dan Recoguition terutama dilakukan pada ekosistem hutan rawa dan payau. Data yang dicatat dari hasil pengamatan tersebut adalah jenis individu, jumlah aktivitas dan jenis pohon/vegetasi, dalam hubungannya dengan pemanfaatan habitat. c.7.2. (l).

Metode Analisis Data Analisis Kelimpahan Relatif

a. Burung (AVES) Analisis Kelimpahan Relatif jenis burung dengan menggunakan metode IPA, dinyatakan dalam bentuk Indeks Nilai Penting Jenis yang merupakan jumlah dari Kerapatan Relatif (KR = %) dan Frekuensi Relatif (F R = %) Kerapatan =

Jumlah Suatu Jenis -----------------------------Jumlah Semua Jenis

KR (% )

=

Kerapatan Suatu Jenis ------------------------------------- X 100% Kerapatan Semua Jenis

=

Jumlah Titik Ditemukan Suatu Jenis -------------------------------------------------Jumlah Semua Titik Pengamatan

Frekuensi

- 61 -

FR (%)

=

Frekuensi Suatu Jenis --------------------------------- X 100 % Frekuensi Semua Jenis

Indeks Nilai Penting Jenis (INP) = KR + FR b. Mamalia dan Reptilia Analisis Kelimpahan Relatif dengan Metode Jalur Transek dengan rumus sebagai berikut : Kerapatan =

Jumlah Suatu Jenis ------------------------------Jumlah Semua Jenis

KR (%)

=

Kerapatan Suatu Jenis ---------------------------------- X 100% Kerapatan Semua Jenis

Frekuensi

=

Jumlah Titik Ditemukan Suatu Jenis --------------------------------------------------Jumlah Semua Titik Pengamatan

FR (%)

=

Frekuensi Suatu Jenis -------------------------------Frekuensi Semua Jenis

X 100%

lndeks Nilai Penting Jenis (INP) = KR + FR (2).

Analisis Keanekaragaman Jenis

Perhitungan lndeks Keanekaragaman Jenis (H1) satwa liar dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: dimana : pi

H1

= Σ (pi In pi) = ni - 62 -

N Ni

= INP Suatu Jenis

N

= Jumlah INP Semua Jenis

d. Komponen Sosial d.1 Metode Pengambilan Data a. Dampak penting aspek sosial dari suatu rencana atau kegiatan pada umumnya tidak menyebar secara merata di seluruh kelompok dan lapisan masyarakat. Dengan demikian dalam menetapkan/memilih metode pengumpulan data dan analisis data yang relevan, baik yang bersifat kuantitatif atau kualitatif perlu dipertimbangkan: -

Perubahan mendasar atau dampak penting sosial yang akan dialami oleh kelompok atau lapisan masyarakat yang akan ditelaah;

-

Satuan analisis (rumah tangga, desa, kabupaten, propinsi) yang akan diukur;

-

Ukuran-ukuran yang bersifat penting menurut pandangan masyarakat (emic) di sekitar rencana usaha atau kegiatan;

-

Ketersediaan tenaga, waktu dan dana

b. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data ekonomis sedapat mungkin diberi nilai moneter (valuation) karena sebagian besar indikator-indikator ekonomi dapat dikuantifikasi. Beberapa metode pengumpulan data yang dapat dipergunakan antara lain, adalah : - Observasi/pengamatan lapangan - wawancara dengan kuesioner Pengumpulan data pada sejumlah responden terpilih melalui wawancara dengan kuesioner yang terstruktur

- 63 -

Wawancara mendalam dengan menggunakan pedoman pertanyaan

-

Wawancara mendalam ini dilakukan dengan tokohtokoh masyarakat atau orang-orang yang dianggap mengetahui tentang kondisi masyarakat. -

Diskusi kelompok terarah (focussed group discussion) Diskusi ini dilakukan dalam kelompok kecil (5 - 7 orang) yang homogen untuk menghimpun pendapat, pandangan dan aspirasi mereka.

Metode pengumpulan data yang disebutkan di atas sebaiknya digunakan secara simultan dengan maksud agar diperoleh keabsahan dan ketelitian yang tinggi. c. Sampel (responden) yang dipilih harus dapat mewakili populasi suatu kelompok dan lapisan masyarakat tertentu yang terkena dampak. Beberapa teknik pengambilan sampel yang dapat dipergunakan antara lain : - Teknik pengambilan sampel secara proporsional. - Teknik pengambilan sampel secara sengaja (purposive) - Teknik pengambilan sampel secara acak sederhana (simple random sampling) - Teknik pengambilan sampel secara acak berstratifikasi (stratifikasi random sampling) Teknik pengambilan sampel yang dipilih harus mempertimbangkan karakteristik dampak penting yang akan timbul dan kondisi sosial masyarakat. Jumlah sampel ditetapkan berdasarkan kriteria berikut ini: -

Derajat keseragaman (homogenitas) dari populasi. Makin seragam populasi yang diteliti makin kecil jumlah sampling yang akan diambil.

- 64 -

-

Presisi (ketepatan/akurasi) yang dikehendaki dari studi ANDAL. Makin tinggi tingkat presisi yang dikehendaki, makin besar jumlah sampel yang akan diambil.

-

Kedalaman analisis yang ingin diperoleh, semakin dalam analisis yang diinginkan semakin besar jumlah sampel yang dibutuhkan.

Sementara itu, data sekunder dikumpulkan dari berbagai sumber yang relevan seperti dinas-dinas, BPS, dan sebagainya. d.2.

Analisis Data Data dapat dianalisis dengan menggunakan : - metode analisis yang bersifat kuantitatif, seperti analisis statistik - metode analisis yang bersifat kualitatif, seperti analisis deskriptif.

Metode pengumpulan dan analisis data untuk komponen sosial mengacu pada Panduan Aspek Sosial pada Studi AMDAL. B.

URAIAN RENCANA USAHA ATAU KEGIATAN

Dalam studi AMDAL deskripsi rencana kegiatan pembangunan di wilayah pesisir hendaknya diuraikan secara detail. Uraian lengkap mengenai bab ini mengacu pada KEP-14/MENLH/3/1994. C.

RONA LINGKUNGAN HIDUP

Uraian mengenai rona lingkungan yang perlu ditelaah dalam Studi AMDAL kegiatan di wilayah pesisir dan lautan antara lain mengacu pada KEP-14/MENLH/3/1994 dan lampiran pada panduan ini. D.

PRAKIRAAN DAMPAK PENTING

Prakiraan dampak merupakan salah satu kegiatan dalam studi AMDAL yang bertujuan untuk memprakirakan besarnya perubahan kualitas lingkungan (dampak), yang ditimbulkan akibat adanya kegiatan pembangunan di daerah tertentu. Besarnya perubahan kualitas lingkungan tersebut merupakan selisih (perbedaan) antara kualitas lingkungan jika ada kegiatan pembangunan dengan kualitas lingkungan tanpa kegiatan pembangunan. Dampak lingkungan dapat bersifat - 65 -

positif maupun negatif. Dampak positif terjadi manakala kualitas lingkungan dengan adanya kegiatan pembangunan lebih baik daripada tanpa kegiatan pembangunan. Dampak negatif terjadi, apabila kualitas lingkungan dengan adanya kegiatan pembangunan lebih buruk daripada kualitas lingkungan tanpa kegiatan pembangunan. Selain itu, prakiraan dampak yang mungkin menimpa segenap komponen lingkungan tersebut hendaknya meliputi rentang waktu pra-konstruksi, konstruksi, operasi dan pasca operasi dari suatu rencana kegiatan. Dengan demikian, prakiraan dampak hendaknya mencakup prakiraan besaran (magnitude) setiap dampak terhadap komponen lingkungan yang mungkin timbul akibat suatu kegiatan dari mulai tahap prakonstruksi sampai tahap pasca konstruksi dari suatu proyek. Selain itu, mekanisme aliran dampak dan sumber penyebabnya (rencana kegiatan) sampai dengan komponen lingkungan terakhir yang menerima dampak juga perlu disajikan. a. Pendekatan Sistem Esensi dari AMDAL pada dasarnya adalah bagaimana mengidentifikasi, memprakirakan, dan mengevaluasi dampak yang mungkin timbul akibat suatu rencana kegiatan terhadap ekosistem (sistem lingkungan) termasuk komponen manusia (sosial). Kemudian, hasil dari proses identifikasi, prakiraan, dan evaluasi dampak ini akan menjadi dasar dalam menyusun Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) guna meminimalkan dampak negatif penting, dan sekaligus mengembangkan dampak positif penting yang mungkin muncul dari suatu rencana kegiatan. Keberhasilan dalam melakukan proses tersebut sangat bergantung pada pemahaman kita tentang bagaimana ekosistem, yang diprakirakan akan terkena dampak dari suatu rencana kegiatan, tersusun dan berfungsi serta bagaimana response setiap komponen dan fungsi ekosistem, baik secara individual maupun kolektif, terhadap suatu jenis dampak tertentu (Carpenter and Maragos, 1989). Mengingat kompleksitas dan dinamika ekosistem wilayah pesisir dan lautan, maka pendekatan sistem perlu diterapkan dalam melakukan studi AMDAL, khususnya dalam menilai mekanisme aliran dampak, dan rencana kegiatan di wilayah pesisir dan lautan. Dalam hal ini, yang dimaksud pendekatan sistem adalah pendekatan menyeluruh (holistik) di dalam memahami struktur dan fungsi ekosistem yang akan menerima dampak dari suatu rencana kegiatan.

- 66 -

Dalam perspektif pendekatan sistem, ada beberapa hal khusus (spesific) yang harus diperhatikan dalam melakukan identifikasi, prakiraan, dan evaluasi dampak suatu rencana kegiatan di wilayah pesisir dan lautan. Beberapa hal khusus tersebut diuraikan di bawah ini. (1)

Keterkaitan Inter dan Antar Ekosistem

Wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara daratan dan lautan, yang sangat dinamis dan kompleks, dan biasanya memiliki lebih dari satu jenis ekosistem, seperti hutan mangrove, padang lamun, terumbu karang, estuaria, dan pantai berpasir. Di dalam melakukan proses identifikasi, prakiraan, dan evaluasi dampak lingkungan suatu rencana kegiatan di wilayah pesisir dan lautan, perlu diperhatikan mekanisme aliran dampak yang terdapat pada ekosistem di mana rencana kegiatan tertentu akan diadakan, dan aliran dampak yang mungkin terjadi karena adanya hubungan fungsional antara ekosistem tersebut dengan ekosistem lain di luar wilayah rencana kegiatan. Mekanisme aliran darnpak di dalam (inter) suatu ekosistem wilayah pesisir secara garis besar mengikuti empat pola Pertama, suatu rencana kegiatan (sumber dampak) mempengaruhi komponen fisik-kimia lingkungan (faktor abiotik). Perubahan komponen fisik-kimia ini akan mempengaruhi salah satu biota, dan selanjutnya biota lainnya akan terpengaruhi sesuai dengan pola rantai makanan (food chain) atau jejaring makanan (food web) yang ada dalam ekosistem termaksud. Kemudian, dampak tersebut akan mempengaruhi komponen sosial (manusia) lingkungan pesisir melalui penurunan produksi atau peracunan (pencemaran) biota yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Kedua, dampak suatu rencana kegiatan langsung mengenai salah satu biota, dan selanjutnya melalui alur rantai makanan atau jejaring makanan menimpa biota-biota lainnya, serta akhirnya akan merugikan manusia melalui penurunan produksi biota termaksud. Ketiga, perubahan komponen fisik-kimia lingkungan secara langsung memberikan dampak terhadap kesehatan dan kesejahteraan manusia yang memanfaatkan lingkungan pesisir dan lautan. Keempat, kegiatan proyek berdampak negatif terhadap pola sirkulasi air dan sedimentasi-erosi yang selain merugikan biota perairan juga akhirnya merugikan manusia. Keterkaitan antar ekosistem dalam wilayah pesisir dan lautan menunjukkan adanya hubungan ekologis yang tidak terpisahkan antara satu ekosistem dengan ekosistem yang lainnya. Sebagai contoh, jika suatu kegiatan pembangunan mengakibatkan terjadinya penurunan - 67 -

kualitas sebuah ekosistem mangrove, maka aliran dampaknya tidak hanya terjadi pada ekosistem mangrove itu sendiri, melainkan menyebar hingga ekosistem padang lamun atau terumbu karang. Hal ini disebabkan adanya keterkaitan antara fungsi ekologis dan ekosistem mangrove dengan kedua ekosistem tersebut di atas. Keterkaitan yang terjadi antara ketiga ekosistem tersebut, paling tidak terjadi untuk 5 hal, yaitu (1) keterkaitan fisik, (2) keterkaitan suplai nutrien, (3) keterkaitan bahan-bahan organik, (4) keterkaitan migrasi biota, dan (5) keterkaitan aktifitas manusia yang memanfaatkan jasa-jasa sumberdaya ketiga ekosistem tersebut. Dengan demikian sebuah studi AMDAL harus melakukan sebuah prakiraan dampak yang bersifat holistik, dan tidak hanya pada ekosistem di mana kegiatan pembangunan (proyek) tersebut dilakukan, tetapi ekosistem lain yang terkait dengan ekosistem termaksud. (2)

Penilaian Menyeluruh Dari Fungsi dan Manfaat Ekosistem

Seperti yang telah diuraikan di atas, penilaian menyeluruh dari fungsi ekosistem merupakan salah satu faktor yang penting dalam melakukan prakiraan dampak pembangunan terhadap lingkungan. Penilaian menyeluruh dari fungsi ekosistem adalah telaahan secara holistik dan total terhadap segenap fungsi dan manfaat ekologis maupun ekonomis dari ekosistem wilayah pesisir dan lautan. Sebagai contoh, ekosistem mangrove mempunyai manfaat langsung maupun tidak langsung dalam kaitannya dengan kehidupan manusia. Jasa-jasa sumberdaya dan hutan mangrove antara lain telah dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kayu api, arang, penyamak kulit, bahan bangunan, peralatan rumah tangga, obat-obatan dan bahan baku untuk pulp dan industri kertas (Nontji, 1987). Selain itu, manfaat tidak langsung yang dapat diperoleh dari ekosistem ini adalah manfaat ekologis dari berbagai organisma akuatik dan beberapa di antaranya memiliki nilai komersial. Daun-daun mangrove berjatuhan dan berakumulasi pada sedimen-sedimen mangrove sebagai leaf litter (lapisan dari sisa-sisa daun) dan berperan sebagai pendukung komunitas-komunitas organisme detrital. Organisme-organisme ini kemudian menguraikan daun-daun mangrove dan mengubahnya menjadi enerji yang dapat dimanfaatkan oleh sejumlah spesies, baik yang mempunyai nilai ekonomi, misalnya udang-udangan, kepiting bakau dan beberapa spesies ikan (nekton) lain, tiram-tiram, reptilia laut, juga mamalia dan burung-burung penghuni ekosistem mangrove. Penilaian menyeluruh dari ekosistem wilayah pesisir dan lautan diharapkan dilakukan tidak hanya untuk sebuah ekosistem di mana lokasi kegiatan pembangunan (proyek) berada, tetapi juga untuk ekosistem - 68 -

lain sesuai dengan konsep keterkaitan antar dan inter ekosistem seperti yang telah diuraikan di muka. (3)

Dampak kumulatif

Salah satu berkah alamiah dari ekosistem pesisir dan lautan adalah sebagai penampung limbah. Berkah ini berimplikasi pada ketajaman prakiraan dampak yang harus dilakukan dalam sebuah studi AMDAL. Artinya, analisis prakiraan dampak tidak hanya difokuskan pada sumber dampak dan kegiatan pembangunan (proyek) yang sedang dianalisis, melainkan harus pula memperhatikan aliran dampak yang disebabkan oleh sumber dampak di luar wilayah pesisir dan lautan, seperti dari daerah atas (upland). b. Metoda Penilaian Besarnya Dampak Besarnya perubahan kualitas lingkungan akibat kegiatan pembangunan dinyatakan dalam suatu nilai terlentu. Besarnya dampak lingkungan tersebut dapat dilakukan dengan 4 pendekatan yaitu (1) model matematik; (2) penilaian para ahli; (3) pendekatan analogi; dan (4) pendekatan eksperimental. Beberapa contoh penggunaan model matematik dan metode kuantitatif lainnya dalam prakiraan dampak dapat dilihat pada Lampiran 2 panduan ini. E.

EVALUASI DAMPAK PENTING

Setelah dampak diidentifikasi dan diprediksi, maka untuk dapat diambil suatu keputusan perlu dilakukan pengukuran, interpretasi dan evaluasi dampak. Evaluasi dampak dimaksudkan untuk dapat mencapai 2 (dua) sasaran: 1.

Memberikan informasi tentang komponen apa saja yang terkena dampak dan seberapa besar dampak itu terjadi.

2.

Memberi bahan untuk mengambil keputusan terutama komponen apa saja yang terkena dampak. Sementara itu dengan informasi ini akan dapat diputuskan macam dan jenis mitigasinya. Lebih jauh dapat diketahui seluruh komponen yang terkena dampak serta kepastian apakah ilmu pengetahuan dan teknologi mampu mencegah dan menanggulangi dampak negatif yang muncul. Apabila IPTEK tidak mampu menanggulangi dan mencegah dampak negatif, maka dapat diambil keputusan dengan alternatif:

- 69 -

a. Memindahkan rencana kegiatan pembangunan ke tempat lain atau memindahkan lokasi, b. Mengganti peralatan atau mengganti proses pembangunan. Evaluasi dampak penting dilakukan dengan telaah holistik seluruh komponen dan parameter lingkungan yang mengalami perubahan mendasar. Sifat dampak berdasarkan berbagai alternatif cara pelaksanaan proyek yang dilakukan akan dievaluasi dengan analisis kegiatan yang dominan dalam menimbulkan dampak penting terhadap komponen lingkungan. Pedoman penentuan dampak penting yang telah ditetapkan pemerintah dalam keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan hidup No 49/MENKLH/611987 merupakan tolak ukur untuk menilai ada atau tidaknya dampak penting akibat kegiatan pembangunan. Hasil perkiraan dampak atau besaran dampak dievaluasi menurut tingkat kepentingannya secara holistik dengan hasil evaluasi penting atau tidak penting. Untuk melakukan evaluasi dampak kegiatan pembangunan terhadap kualitas lingkungan digunakan metode evaluasi dampak, yaitu (1) Metode Bagan Alir (Flow chart) dan (2) Metode Matriks.

- 70 -

BAB V PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN LINGKUNGAN (RKL) DAN RENCANA PEMANTAUAN LINGKUNGAN (RPL) Dalam keseluruhan proses AMDAL di Indonesia, dokumen RKL (Rencana Pengelolaan Lingkungan) dan RPL (Rencana Pemantauan Lingkungan) mempunyai kedudukan yang paling penting. Ini disebabkan karena kedua dokumen ini akan terus digunakan oleh pemrakarsa proyek dan instansi lain terkait sebagai pedoman dalam melaksanakan pengelolaan dan pemantauan lingkungan selama kegiatan proyek yang sedang diteliti berlangsung. Dengan demikian kualitas dokumen RKL dan RPL akan sangat menentukan keberhasilan pengelolaan dan pemantauan lingkungan dari kegiatan proyek pembangunan yang sedang dikaji untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Bab ini menguraikan beberapa arahan yang bersifat umum yang harus dimuat dalam dokumen RKL dan RPL maupun yang bersifat khusus yang mencakup pendekatan teknis dalam hal pengelolaan dan pemantauan lingkungan. Arahan Umum Dalam arahan umum ini diuraikan beberapa hal yaitu : (1) Dampak lingkungan yang harus dikelola dan atau dipantau, (2) lsi utama dari dokumen RKL dan RPL dan (3) Pendekatan pengelolaan/pemantauan lingkungan. Dampak lingkungan yang harus dikelola atau dipantau. Penentuan dampak lingkungan yang perlu dikelola atau dipantau harus berdasarkan pada dokumen ANDAL yang bersangkutan. Dampak lingkungan yang perlu dikelola dan atau dipantau hendaknya hanya mencakup komponen-komponen lingkungan yang mengalami perubahan secara mendasar (significant). Oleh karena itu segenap program pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang dituangkan dalam RKL dan RPL hendaknya hanya ditujukan untuk mengelola dan atau memantau dampak lingkungan, beserta kegiatan proyek yang menimbulkannya, yang menurut dokumen ANDAL bersifat penting.

- 71 -

A.

RENCANA PENGELOLAAN LINGKUNGAN (RKL)

Dokumen RKL seharusnya dapat dijadikan sebagai pedoman dalam pengelolaan lingkungan suatu kegiatan proyek guna meminimalkan dampak negatip penting dan mengembangkan dampak positip penting yang diperkirakan akan timbul, sehingga pembangunan proyek tersebut dapat berlangsung secara berkelanjutan (sustainable). Untuk memenuhi tujuan ini, maka suatu dokumen RKL harus memuat lima aspek utama yaitu : (1) kegiatan penyebab timbulnya dampak penting, (2) komponen lingkungan yang terkena dampak, (3) program pengelolaan lingkungan, (4) waktu dan biaya yang diperlukan untuk melaksanakan program pengelolaan lingkungan dan (5) instansi pelaksana kegiatan pengelolaan lingkungan. Sumber Dampak Pada butir ini hendaknya diuraikan jenis-jenis kegiatan proyek yang merupakan sumber timbulnya dampak penting pada komponenkomponen lingkungan tertentu. Seyogyanya jenis-jenis kegiatan ini dapat ditemukan dalam dokumen ANDAL. Komponen/parameter linqkungan yang terkena dampak Pada butir ini hendaknya disebutkan komponen, sub komponen atau parameter lingkungan yang diprakirakan akan mengalami perubahan mendasar akibat kegiatan proyek tertentu. lnformasi tentang komponen/sub komponen/parameter lingkungan yang terkena dampak penting juga terdapat dalam dokumen ANDAL. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan komponen lingkungan adalah komponen fisik. kimia, biologi dan sosial ekonomi budaya. Sub komponen meliputi antara lain iklim, kualitas udara, tanah. kualitas air dan kependudukan. Sementara itu parameter lingkungan mencakup antara lain arus laut, suhu air, salinitas, BOD, kelimpahan plankton dan indeks keanekaragaman bentos. Program Pengelolaan Linakungan Pada butir ini hendaknya diuraikan secara jelas dan terperinci upaya-upaya untuk mencegah, menanggulangi dan mengendalikan - 72 -

dampak negatip penting serta berbagai upaya untuk mengembangkan dampak positip penting akibat kegiatan proyek. Upaya pengelolaan lingkungan tersebut dapat merupakan salah satu atau kombinasi dari tiga pendekatan teknologi, ekonomi atau kelembagaan. Jika upaya pengelolaan lingkungan dilakukan melalui pendekatan teknologi, maka sedapat mungkin dituangkan desain teknologinya. Lokasi atau ruang upaya pengelolaan lingkungan yang akan dilaksanakan perlu juga disebutkan secara tegas. Waktu dan biaya Pengelolaan Pada butir ini hendaknya dijelaskan tentang waktu dan periode suatu pengelolaan lingkungan pada suatu lokasi tertentu. Besar biaya yang diperlukan untuk melakukan kegiatan pengelolaan lingkungan juga perlu dikemukakan. lnstansi Pelaksana Kegiatan Pegelolaan Lingkungan Sehubungan dengan kompleksnya sifat dan dinamika dampak lingkungan yang terjadi di wilayah pesisir dan lautan, maka sebagian besar upaya pengelolaan lingkungan tidak mungkin dapat dilakukan hanya oleh pemrakarsa proyek melainkan perlu kerjasama dengan instansi lain yang terkait. Pada butir ini perlu dikemukakan secara jelas hal-hal sebagai berikut : a. Instansi (pihak) yang bertanggung jawab atas pelaksanaan dan dana kegiatan pengelolaan lingkungan. b. Instansi yang secara teknis akan melakukan upaya pengelolaan lingkungan. c. instansi yang berkepentingan atau berkaitan dengan hasil upaya pengelolaan lingkungan. B.

RENCANA PEMANTAUAN LINGKUNGAN (RPL)

Tujuan utama dari dokumen RPL adalah sebagai pedoman untuk melaksanakan upaya pemantauan lingkungan, sehingga dapat dijamin bahwa rencana pengelolaan dampak lingkungan yang tertuang dalam - 73 -

dokumen ANDAL maupun RKL terlaksana secara efektif dan untuk mendeteksi perubahan-perubahan yang tidak terduga pada komponen/parameter lingkungan tertentu. Oleh karena itu isu pokok dari suatu dokumen RPL harus mencakup : (1) sumber dampak, (2) jenis dampak lingkungan yang diperkirakan akan timbul, (3) komponen/parameter lingkungan yang akan dipantau, (4) tolak ukur dampak. (5) alat dan metode pengambilan contoh serta analisis datanya, (6) lokasi pemantauan. (7) waktu dan biaya pemantauan dan (8) instansi pelaksana. Perihal yang berhubungan dengan sumber dampak, jenis dampak lingkungan yang akan timbul dan komponen/parameter lingkungan yang akan dipantau dapat dilihat dari dokumen RKL maupun dokumen ANDAL. Tolok Ukur Dampak Penetapan tolok ukur dampak berdasarkan pada baku mutu lingkungan dari setiap parameter lingkungan sesuai dengan peraturan yang berlaku, seperti Peraturan Pemerintah No 20/1990 tentang Baku Mutu Kualitas Air Ambient, Keputusan Menteri KLH No 02/1988 Tentang Baku Mutu Ambient untuk Perairan Laut dan Keputusan Menteri KLH No 03/1991 tentang Baku Mutu Kualitas Air Untuk Buangan Limbah (effluent standard) Alat dan metoda Pengambilan Contoh dan Analisisnya Pada butir ini hendaknya dijelaskan alat dan metoda yang tepat untuk mengukur setiap parameter lingkungan yang akan dipantau. Selain itu metoda analisis data juga harus dikemukakan secara jelas. Waktu dan Biaya Pemantauan Pada butir ini hendaknya dijelaskan tentang lama, periode dan frekuensi pemantauan untuk setiap parameter lingkungan. Biaya pemantauan juga perlu dikemukakan pada butir ini. Lokasi Penantauan Pada butir ini hendaknya dikemukakan lokasi pengambilan contoh/data untuk setiap parameter lingkungan yang akan dipantau.

- 74 -

Institusi Pemantauan Lingkungan Mengacu pada KEP-14/MENLH/311994, institusi pemantauan lingkungan yang perlu dikemukakan meliputi pelaksana, pengawas, dan pelaporan hasil pemantauan lingkungan.

- 75 -

DAFTAR PUSTAKA Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. 1994. Himpunan Peraturan Tentang Pengendalian Dampak Lingkungan. BAPEDAL-RI. Balakrishnan Nair, N and D.M. Thampy. 1980. A Textbook of Marine Ecology. The Macmillan Co. India Ltd, New Delhi. Beanlands, G.G. and P.N. Duinker. 1983. An Ecological Framework for Environmental Impact Assesment in Canada. Institute for Resource and Environmental Studies, Dalhouise University, Halifax, N.S. Berwick, N.L. 1983. Guidelines for the Analysis of Biophysical Impact to Tropical Coastal Marine Resources. The Bombay Natural History Society Centernary Seminar Conservation in Developing Countries. Bombay, India. Browe, J.E. and J.A. Zar. 1977. Field and Laboratory Methods for General Ecology. Wim. C Brown C Co Publishing. Iowa. Browe. J.E. and J.A. Zar. 1989. Field and Laboratory Methods for General Ecology. Third Edition. Wim. C Brown C Co Publishing. Iowa. Carson. R. 1962. Silent Spring. Fawceet Crest Book. New York. Clark.

J. 1974. Coastal Ecosystem Ecological Considerations for Managements of The Coastal Zone. The Conservation Foundation. Washington, DC.

Clark, 1985. Principles for Coastal Area Management Planning (CAMP) Publised Manuscript. Washington. Clark, J.R. 1992. Integrated Management of Coastal Zones. FAO Fishenes Technical Paper. Carpenter, R.A and James E. Maragos. 1989, How to Asses Environmental Impact s on Tropical Island and Coastal Areas. Environmental and Policy Insutute. East-West Center. Honolulu. Daget, J. 1976. Les Modeles Mathemateques en Ecologie. Collection d'Ecoiogie 8. Masson Paris. 172 p.

- 76 -

English, S., C. Wilknison and V Baker. 1994. Survey Manual for Tropical Marine Resources. ASEAN-Australia Marine Science Project: Living Coastal Resources. Australian Institute of Marine Science, Townsville. Australia. Frontier. S. 1985. Diversity and Structure in Aquatic Ecosystem. In Oceanography and Marine Biology (M. Barnes. ed.). Goerge Alien and Unwin Ltd. London. Hamilton, L.S. and S.C. Snedaker. 1984. Handbook for Mangrove Area Management. East-West Center, IUCN. UNESCO and UNEP. Hodgson, G and John A Dixon. 1988. Logging versus Fishenes and Tourism in Palawan. Occasional Papers of The East-West Environment and Policy Insutute. Kantor Menten Negara Lingkungan Hidup. 1992. Mekanisme Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan. Kantor Meneg LH. Jakarta. Krom, M.D. 1986. An Evaluation of The Concept of Assimilative Capacity as Applied to Marine Waters. Ambio XV: 208-214. Levinton, J.S. 1982. Marine Ecology. Prentice-Hall, Inc. Engiewood Cliffs, New Jersey. Lewis, J.B. 1988. Coral Reef Ecosystem. In Analysis of Marine Ecosystem (ed. A.R. Longhurst). Academic Press, San Diego. Loya.

Y. 1978. Plottes and Transect Methods. In Coral Reffs ResearchMethods (D.R- Stoddart and R-E. Johannes. ed.). UNESCO.

Ludwig. J-A. and J.F, Reynolds. 1988- Statistical Ecology: A Primer on Methods and Computing. John Wiley and Sons. Lnc.New York. 337 p Macnae. W. 1968. A General Account of the Fauna and Flora of Mangrove Swamps and Forest in The indo-West-Pasific Region. In Advances in Marine Biology. Volume 6 (ed- F-S Rusell and M. Yonge), pp 74 -270. Academic Press, London. Magurran, A.E. 1988. Ecological Diversity and Its Mea-surement- Croom Helm Ltd. London. 179 p.

- 77 -

Nonjti. A- 1987 Laut Nusantara Penerbit Djambatan Jakarta Nybakken- 1988- Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologis. Gramedia. Jakarta.

Penerbit

Odum. H-T. 1982. System Ecology : An Introduction- John Wiley and Sons. New YorkOrtolano. L- 1984- Environmental Planning and Decision Making- John Wiley and Sons. Toronto. 243 p. Pearson- T-R-. Y. Maita, and C.M. Laili. 1984. A Manual of Chemical and Biological Methods for Seawater Analysis. Pergamon Press. Oxford. XIV + 173 pp. Pelly. U- 1995. Dampak Kelemahan Aspek Sosial Dalam Studi AMDAL. Artikel Harian REPUBLIKA 19 Apnl 1995: halaman 6. Ncker. W-E. 1980. Calculet Interpretation des Stautiques Bioloqiues des Populations des Population des Poissons. Bull. Fish. Res. Bd. Canada. 409 p. Snedaker. C.S. and Charles D Getter. 1985. Coastal Publication NO 2. Renewable Resources Management Guidelines. Coastal Publication No 2. USA. Salm. R.V. and J.R. Clafk. 1984. Marine and Coastal Protected Areas A Guide for Planners and Managers. IUCN. Glaild, Switzerland. WCED. 1987. Our Common Future. Oxford University Press. New York. 400 pages. Yonge, C.M. 1970, The Biology of Coral Reefs. In Advances in Marine Biology, Volume 1 (Ed. F.S. Russeli). pp. 209-260. Academic Press. London.

- 78 -

Lampiran 1. Beberapa Contoh Analisa Data Komponen Biologi 1. Ekosistem Hutan Mangrove Analisis Data Data yang perlu diketahui dari ekosistem hutan mangrove adalah: (1). Kerapatan (D), yaitu jumlah total individu dalam suatu unit area yang diukur : Di = ni/A Dimana: Di = kerapatan jenis i Ni = adalah jumlah total individu dari jenis i A = adalah luas area total pengambilan contoh. (2). Kerapatan Relatif (RD), yaitu perbandingan antara jumlah individu jenis (ni) dan jumlah total individu seluruh jenis (∑n) RDi = ni/ n di mana : RD = kerapatan relatif ni = jumlah individu jenis ∑n = jumlah total individu seluruh jenis (3). Frekuensi (F). yaitu peluang ditemukannya suatu jenis dalam petak contoh yang dibuat : Fi = pi/∑p dimana : Fi = frekuensi jenis i Pi = jumlah petak contoh di mana ditemukan jenis i ∑P = jumlah total petak contoh yang dibuat. (4). Frekuensi Relatif (RF), yaitu perbandingan antara frekuensi jenis i (Fi) dan jumlah frekuensi untuk seluruh jenis (∑F). RF Fi/F - 79 -

Dimana: RF = frekuensi relatif Fi = frekuensi jenis ke-i ∑F = jumlah frkuensi untuk seluruh jenis (5).

Penutupan (C) adalah luas penutu jenistumbuhan/tanaman (yang diproyeksikan tanah) pada Suatu area tertentu

tajuk suatu ke permukaan

Ci = ai/A Dimana: Ai = luas total area penutupan jenis i. A = luas area total pengambilan contoh. (6).

Penutupan Relatif (RC) adalah perbandingan antara luas area penutupan jenis i (Ci) dan luas total area penutupan untuk seluruh jenis (∑C) RC = Ci/∑C Di mana: RC = penutupan relatif. ci = luas area penutupan jenis i. ∑C = total area penutupan untuk seluruh jenis.

(7)

Jumlah nilai kerapatan relatif (RD), frekwensi relatif (RF) dan penutupan relatif (RC) untuk jenis i disebut sebagai indeks Nilai Penting (IV): IVi = RDi + RFi + RCi Nilai Penting suatu jenis berkisar antara 0 dan 3. Nilai Penting ini memberikan suatu gambaran mengenai pengaruh atau peranan suatu jenis tumbuhan/tanaman dalam komunitas.

(8).

Keanekaragaman yang diwujudkan dalarn indeks keanekaragaman adalah suatu penggambaran mengenai struktur organisme berupa persekutuan (assemblages) jenis dalam

- 80 -

komunitas. lndeks keanekaragaman yang digunakan di sini adalah indeks keanekaragaman Shannon(Daget, 1976: Magurran. 1988). H' = -∑pi log2 Pi = -∑ni/N log2 ni/N Dimana: H’ = indeks keanekaagaman shannon n = jumlah individu jenis i N = jumlah total individu seluruh jenis. 2. Ekosistem Rumput Laut dan Padang Lamun Analisis Data Data yang perlu diketahui dan ekosistem rumput laut dan padang lamun adalah : (1). Kerapatan (D), yaitu jumlah total individu dalam suatu unit area yang diukur : Di = ni/A Dimana Di = kerapatan jenis i n = adalah jumlah total individu dari jenis i A = adalah luas area total pengambilan contoh. (2).

Kerapatan Relatif (RD). yaitu perbandingan antara jumjah individu jenis i (ni) dan jumlah total individu seluruh jenis (∑n) ; RDi = ni/∑n Di mana : RD = kerapatan relatif n, = jumlah individu n = jumlah total individu seluruh jenis

(3).

frekuensi (F), yaitu peluang ditemukannya suatu jenis dalam petak contoh yang dibuat: Fi = pi/∑p Dimana: Fi = frekuensi jenis i - 81 -

Pi = jumlah petak contoh di mana ditemukan jenis i ∑p = jumlah total petak contoh yang dibuat. (4).

Frekuensi Relatif (RF), yaitu perbandingan antara frekuensi jenis i (Fi) dan jumlah frekuensi untuk seluruh jenis (∑F); RF = Fi/∑F Di mana: RF = frekuensi relatif Fi = frekuensi jenis ke-i ∑F = jumlah frekuensi untuk seluruh jenis

(5). Keanekaragaman yang diwujudkan dalam Indeks Keseragaman (E) adalah suatu penggambaran mengenai struktur organisme berupa persekutuan (assemblages) jenis dalam komunitas. lndeks keanekaragaman yang digunakan di sini adalah lndeks Keanekaragaman Shannon (Daget, 1976; Magurran. 1988). H' = -∑Pi log2 Pi = -∑ ni/N log2 ni/N Dimana: H = Indeks Keanekaragaman Shannon Ni = jumlah individu jenis i N = jumlah total individu seluruh jenis. (6).

Dominansi, yaitu suatu penggambaran mengenai dominansi suatu jenis dalam suatu komunitas. Dominansi diwujudkan dalam lndeks Dominansi Simpson (Magurran, 1988; Brower & Zar, 1977). ∑i = ∑ni(ni-1)/N(N-1) Di mana: ∑i = indeks dominansi Simpson ni = jumlah individu jenis i N = jumlah total individu seluruh jenis

3. Ekosistem Terumbu Karang Analisis Data Data yang perlu diketahui dari ekosistem terumbu karang adalah : - 82 -

(1).

Penutupan (C), yaitu persentase penutupan satu jenis karang hidup (yang diproyeksikan ke dasar perairan) pada suatu area tertentu. C = a/A x 1 00% Di mana: a = penutupan karang jenis i (cm) A = ukuran transek (cm).

(2).

Keanekaragarnan yang diwujudkan dalam indeks keanekaragaman pada prinsipnya memadukan kekayaan jenis (species richness) dan keseragaman (evenness) dalam satu nilai unik. Karena itu. indeks ini menggambarkan struktur organisme berupa persekutuan (assemblages) jenis dalam komunitas. lndeks keanekaragaman yang digunakan di sini adalah indeks keanekaragaman Briillouin (Magurran. 1988) yang diturunkan dari teori informasi: HB = In N - ∑In ni / N Dimana : HB = indeks keanekaragaman Brillouin Ni = jumlah individu jenis i N = jumlah total individu seluruh jenis.

4. Plankton Analisis Data Data yang perlu diketahui dari parameter plankton adalah: (1)

kelimpahan yang dinyatakan sebagai jumlah individu plankton per satuan volume air.

(2).

Keanekaragamanan yang diwujudkan dalam indeks Keanekaragaman adalah suatu penggambaran mengenai struktur organisme berupa persekutuan (assemblages) jenis dalam komunitas. indeks keanekaragaman yang digunakan di

- 83 -

sini adalah indeks Magurran, 1988) :

keanekaragaman Shannon (Daget. 1976.

H' = -∑Pi log2 Pi = ∑ni/N log2 ni/N Dimana : H = lndeks Keanekaragaman Shannon Ni = jumlah individu jenis i N = jumlah total individu seluruh jenis. (3)

Dominansi yang diwujudkan dalam indeks Dominansi adalah suatu penggambaran mengenai dominansi jenis dalam komunitas. lndeks yang digunakan di sini adalah indeks dominansi Simpson ; Ti = ∑ni(ni-1)/N(N-1) Di mana : Ti = indeks dominansi Simpson Ni = jumlah individu jenis i N = jumlah total individu seluruh jenis.

5.

Benthos

Analisis Data Data yang perlu diketahui dari biodata benthos adalah : (1).

Kelimpahan yang dinyatakan sebagai jumlah individu per satuan luas transek / alat dihitung dari rata-rata jumlah individu pada beberapa pengambilan contoh dengan rumus : X = Xi/n Dimana : X = rata-rata jumlah individu pada pengambilan contoh ke n. Xi = jumlah individu pada pengambilan contoh ke i. N = jumlah pengambilan contoh.

(2).

Keanekaragaman yang diwujudkan dalam indeks keanekaragaman, yaitu suatu penggambaran mengenai struktur organisme berupa persekutuan (assemblages) jenis sebuah komunitas. lndeks keanekaragaman yang digunakan adalah indeks keanekaragaman Shannon (Daget, 1976; Magurran, 1988), - 84 -

Hi = -∑Pi log2 Pi = -∑ni/N log2 ni/N Dimana : H = lndeks Keanekaragaman Shannon ni = jumlah individu jenis i N = jumlah total individu seluruh jenis. (3).

Dominansi yang diwujudkan dalam indeks dominansi, yaitu penggambaran mengenai dominansi jenis dalam sebuah komunitas. lndeks dominansi yang digunakan adalah indeks dominansi Simpson (Magurran, 1988: Brower & Zar, 1977) ti = ∑ni(ni-l)/N(N-1) Di mana : Ti = indeks dominansi Simpson ni = jumlah individu jenis i N = jumlah total indifidu seluruh jenis

(4). Similaritas yang merupakan suatu fungsi kemiripan dalam mempelajari struktur komunitas. ditujukan untuk membandingkan kemiripan antara dua komunitas baik secara spasial maupun temporal Pengukuran similaritas dapat diwujudkan dalam indeks similaritas yang terdiri dari beragam cara penurunannya. indeks similartas yang digunakan di sini adalah indeks Dice untuk kemiripan kualitatif dan indeks czekanovski untuk kemiripan kuantitatif (Ludwig dan Reynolds, 1988: Magurran. 1988). lndeks Dice dihitung berdasarkan rumus : Di = 2a / 2a + b + c Dimana : Di = lndeks Dice a = jumlah jenis makrozoobenthos yang ditemukan pada kedua lokasi atau waktu yang diperbandingkan. b = jumlah jenis makrozoobenthos yang ditemukan pada lokasi atau waktu ke-1 c = jumlah jenis makrozoobenthos yang ditemukan pada lokasi atau waktu ke-2. Sedangkan indeks Czekanovski dihitung berdasarkan rumus:

- 85 -

Cz = 2Nmn / (Ni + Nj) Dimana Cz = indeks Czekanovski Nmn = kelimpahan terendah untuk tiap jenis Makrozoobenthos yang ditemukan pada kedua lokasi atau waktu i dan j yang diperbandingkan. Ni. Nj = kelimpahan makrozoobenthos pada lokasi atau waktu i dan j 6. Nekton Analisis Data Data-data mengenai jenis nekton dan jumlah hasil tangkapan diolah lebih lanjut untuk memperoleh distribusi kelimpahan, keanekaragaman jenis dan faktor kondisinya. Distribusi kelimpahan yang didekati dari model distribusi kelimpahan merupakan suatu pengkajian terhadap tingkat kestabilan komunitas. Model-model distribusi kelimpahan yang dikenal terdiri atas 3 model. yaitu: model Motomura. Preston dan McArthur. Keanekaragaman diwujudkan dalam lndeks Keanekarabaman pada prinsipnya memadukan kekayaan jenis (species richness) dan keseragaman (evenness) dalam satu nilai unik. Karena itu. indeks ini menggambarkan struktur organisme berupa persekutuan (assemblages) jenis dalam komunitas. lndeks keanekaragaman yang digunakan di sini adalah kumpulan indeks keanekaragaman Hill (Ludwig dan Reynolds. 1988.. Magurran. 1988) yang diturunkan berdasarkan rumus berikut: NA = ∑s (Pi) 1 / (1 -A) I=1 Dimana: NA = Kelompok indeks keanekaragaman Hill Pi = Proporsi individu (biomassa) jenis ke-i A = Urutan (orde) jumlah N: (0,1,2) N0 = S (jumlah total jenis) N1 = eH' (H'= - ∑pi log2pi, indeks shannon) N2 = 1/t(t=∑pi2, indeks simpson

- 86 -

GAMBAR 1 SISTEMATIKA STUDI PANDUAN AMDAL UNTUK PEMBANGUNAN DI WILAYAH PESISIR DAN LAUTAN

Ekosistem pesisir Dan lautan

Latar belakang Tujuan dan ruang Lingkup studi

Kebijakan pengelolaan Wilayah pesisir dan lautan

Proses pelingkungan dan identifikasi dampak

Pengumpulan dan analisis data

Prakiraan dampak

Evaluasi dampak Premise dasar AMDAL kelautan

Arahan RKL dan RPL

- 87 -

- 88 -

Lampiran 2. Contoh Pendekatan Model Matematik Dalam Prakiraan Dampak Penting a. Komponen Fisik-Kimia Kualitas udara Langkah-langkah yang harus diambil untuk memperkirakan dampak pembangunan terhadap kualitas udara adalah . 1. 2. 3. 4. 5.

ldentifikasi emisi gas atau debu yang dikeluarkan oleh kegiatan dalam proyek. Penjelasan tentang rona lingkungan awal komponen kualitas udara. Penentuan dispersi patoka udara dengan memperhatikan kecepatan angin, tinggi cerobong dan inversinya pada musim kemarau dan musim hujan. Mempelajari data iklim secara time series. Penentuan dampak yang timbul pada saat kegiatan pembangunan dilaksanakan.

Prakiraan dampak kualitas udara, misalnya,menggunakan formula: CX,Y,0 (Q/∏αy2v) - (H2/α2α2z+y2/2α2y) di mana . C = konsentrasi suatu gas di atas permukaan tanah (Ug/m2) Q = banyaknya gas yang dikeluarkan (Ug/detik) Y = pembauran parameter gas secara horisontal Z = pembauran parameter gas secara vertikal V = rata-rata kecepatan angin (meter/detik) H = tinggi cerobong efektif (meter) X,y = jarak terjauh angin yang searah dan berlawanan arah angin (meter) Y = tinggi permukaan di atas tanah (meter) Sehingga apabila pada saat ini diukur konsentrasi gas sebesar y Ug/m3 sebagai rona lingkungan awal, sedangkan yang akan datang tanpa proyek adalah x Ug/m3 dan di waktu yang akan datang dengan adanya proyek sebesar z Ug/m3 maka dampak kegiatan pembangunan terhadap parameter gas tersebut adalah (z-x) Ug/m3

- 89 -

Kadar Logarn Berat Logam berat dalam areal pembangunan dapat melarut oleh air hujan dan kelengasan tanah membentuk senyawa hidroksida Larutan hidroksida logam berat akan terdifusi ke dalam tanah mengikuti formula: c/∆t = k c2/ - ∆x2 Dengan adanya rembesaran larutan logam berat, maka kadar logam dalam tanah akan meningkat hingga mencapai keadaan jenuhnya. Pada saat aliran larutan logam berat mencapai muka air tanah (water table), maka logam berat dapat terdispersi dalam aliran tanah sehingga terjadi proses pengenceran mengikuti formula W = 1/∆t log Cm/Ca di mana : W Cm Ca ∆t

= = = =

laju logam berat (kg/hari) kadar logam berat (pada t=0) kadar logam berat setelah terencerkan waktu alir (hari)

Sedangkan untuk mengukur konsentrasi parameter anorganis dalam air mengikuti formula: Kt = Ko . 10-rt Dimana: Kt Ko r t

= = = =

konsentrasi parameter B3 di waktu mendatang konsentrasi parameter B3 saat ini tingkat pertambahan setiap waktu tertentu waktu prediksi (tahun)

Buangan termal Model buangan termal ini dirancang untuk memenuhi tujuantujuan sebagai berikut :

- 90 -

(1) (2) (3) (4)

Menentukan peningkatan kelebihan termal di sekitar pembuangan Menentukan besarnya kehilangan termal akibat adanya jarak dan pembuangan Menentukan plume trajectory Menentukan areal suhu guna menduga dampak potensial pembuangan termal terhadap sumberdaya biologi.

Untuk mengkaji masalah thermal plumess. maka sangat penting untuk mengetahui rnekanisme paling penting. baik mekanisme peningkatan maupun penurunan, dari sebaran termal di tempat pembuangan. Salah satu dari mekanisme paling penting dalam hal pembuangan termal adalah densimetric froude number (DFN), yang didefinisikan sebagai: F = SQR(u/(∆/)). gd di mana: F = U = ∆ =  = g = d =

densimetric froude number velositas lokal perbedaan densitas antara pembuangan dan air ambient densitas ambient akseleritas gravitasi dimensi referensi, nilai ini biasanya diambil dari kedalaman aliran dan saluran pembuangan

Penyebaran Bahan Pencemar Minyak Mengingat semakin meningkatnya aktifitas industri minyak yang beroperasi di laut (offshore oil industry) beserta seluruh kegiatan penunjangnya, maka peluang terjadinya pencemaran laut oleh minyak menjadi semakin besar. Untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya pencemaran tersebut, ada 4 komponen yang perlu dikaji yaitu pollutan fate, ecological effect, economic impact dan associated governmental policies Salah satu yang penting adalah polutan fate. karena komponen ini sangat ditentukan oleh proses-proses meteorologi dan oseanografi yang cenderung untuk mengubah atau Termodifikasi konsentrasi bahan pencemar berdasarkan ruang dan waktu. Mengingat kompleksnya masalah ini, maka dalam uraian berikut ini hanya dibahas prediksi terhadap penyebaran tumpahan minyak di laut.

- 91 -

(a).

Pengaruh Angin

Dalam jangka pendek lapisan minyak di permukaan laut akan mengikuti arah angin. Secara empiris diketahui bahwa kecepatan minyak (Vd) adalah antara 2.5 - 4.2 % dan kecepatan angin (Vw). Angka yang sering digunakan adalah 3.3 %. Dengan demikian hubungan tersebut dapat ditulis sebagai berikut : Vd = 0.033 Vv Karena angin tidak selalu bertiup dengan kecepatan dan arah yang tetap, rnaka variasi tersebut perlu dipertimbangkan dengan memasukkan faktor presentase (Pw) untuk mengoreksinya. Presentase kejadian diperoleh dengan melihat arah angin dominan pada bulanbulan tertentu, sedangkan kecepatannya merupakan rata-rata kecepatan pada arah dominan tersebut. Sehingga untuk mencapai jarak tertentu (D), waktu yang diperlukan oleh lapisan minyak adalah : Tw = D/0.033 Vw x Pw (b).

Pengaruh Arus

Untuk minyak yang berada pada lapisan permukaan laut, pengaruh arus lebih dominan dibanding pengaruh angin. Lapisan minyak akan bergerak searah dan dengan kecepatan yang sama dengan arus permukaan. Waktu minimum (Tc) yang diperlukan lapisan minyak untuk menempuh jarak D dengan hanya memperhitungkan pengaruh arus adalah: Tc = D/Vc x Pc di mana : VC = kecepatan arus permukaan Pc = presentase arah arus dominan (current constancy) (c).

Kombinasi Pengaruh Angin dan Arus

Lapisan minyak di laut biasanya mendapat pengaruh sekaligus dari arus dan angin. Dalam keadaan demikian, kecepatan hanyut lapisan minyak merupakan vektor dua kecepatan, yaitu :

- 92 -

Vcw = 0.033 Vw + 0.56 VC Kombinasi faktor koreksi angin-arus (wind current constancy) dapat dihitung sebagai berikut: Pcw = 0.5 (Pc + Pw) Dengan demikian hanyutan minyak yang dipengaruhi arus dan angin untuk menempuh jarak D adalah: Tcw = D/Vcw x Pcw Setiap konstruksi yang dibangun di tepi pantai akan mempengaruhi proses sedimentasi di lokasi tersebut. Untuk mengetahui besarnya transportasi sedimen di daerah pantai tersebut perlu diketahui: (1). (2). (3).

Batimetri perairan tersebut. Arah dan gelombang yang datang ke pantai. Tipe substrat dari pantai tersebut.

Sedangkan formula untuk menghitung transportasi sedimen itu mengikuti formula : Q = 0,34 nE Sm 2X a.1.

Sedimentasi

Sedimentasi adalah proses mengendapnya partikel sedimen, sedangkan erosi adalah kebalikan dari proses sedimentasi. Yang dimaksud dengan sedimen adalah partikel-partikel padat yang diendapkan di dasar perairan. Proses mengendapnya partikel tersebut ditentukan oleh ukuran partikelnya dan kecepatan aliran dari air yang mengangkutnya. Jika kecepatan fluida tersebut lebih kecil dari nilai ambang tertentu, yang dikenal sebagai kecepatan endapan (settling velocity), maka partikel sedimen tersebut akan mengendap ke dasar fluida. Keadaan sebaliknya akan terjadi bila kecepatan air lebih besar dari nilai ambang tersebut. Nilai ambang ini berbeda-beda tergantung pada ukuran dan partikel sedimennya. Untuk mengetahui besarnya perubahan proses sedimentasi di suatu perairan tertentu, perlu diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi proses sedimentasi, yaitu : - 93 -



Sifat fisik-kimia dari sedimen (terutama yang berada di dasar perairan), seperti ukuran, sebaran, densitasnya, dan bentuk dari sedimen, kandungan sedimen tersuspensi, dan komposisi kimia sedimen.



Sifat fisik-kimia dari media yang mengelilinginya, yaitu dari badan air di perairan yang diamati, seperti kecepatan alir dari badan air (arus), sifat aliran (laminar atau turbulin), tahanan dasar perairan (bed shear stress), salinitas, dan komposisi kimia dari badan airnya.

Berikut disajikan satu contoh untuk menghitung laju sedimentasi di suatu perairan berdasarkan konsep di atas. 1.

Mula-mula dihitung kecepatan gesek dari perairan tersebut (friction velocity) dengan menggunakan formula berikut (Askren 1979) (U 2 +V 2 ) 1/2 U* = ------------------22

(1,1)

dimana : U* = adalah kecepatan gesek U = adalah komponen kecepatan searah sb-X V = adalah komponen kecepatan searah sb-Y 2.

Kecepatan rerata, Vr, aliran massa air perlu diketahui. diperoleh dari hasil pengamatan di lapangan.

3.

Tekanan tangenisial dasar perairan ditentukan melaui formula berikut:

5.

shear

stress,.

Tb,

(1,2)

Tb = P(U*)2 4.

(bed

Data ini

dimana p adalah densitas air Tekanan tangensial dasar perairan (Tb) ini dibandingkan dengan tekanan tangensial kritis (critical shear stress = Tc). Jika Th > Tc maka erosi yang akan terjadi Jika Tb < Tc maka sedimentasi yang terjadi Selanjutnya dihitung konsentarasi rerata dan tersuspensinya dengan menggunakan formula berikut ini

- 94 -

sedimen

d S = --------(C) dt

P*vs*C = ------------d

dimana P adalah sedimentation)

kemungkinan

(1,3) sedimentasi

(probability

of

= 1 -(Tb/Tc) vs c d t S 6.

= = = = =

adalah kecepatan pengendapan (setting vel) adalah konsentrasi sedimen tersuspensi adalah kedalaman air rerata adalah unit waktu adalah proses sedimentasi jika < 0) atau proses erosi (jika > 0)

Kecepatan pengendapan ditentukan konsentrasi sedimen tersuspensi (C).

oleh

besamya

nilai

Jika nilai C<3.(10-4 )kg/l maka nilai vs yang digunakan adalah tetap = 6.6 (10-6) m/s Jika nilai C>3.(10-4 ) kg/l maka nilai vs yang ditentukan sbb: vs = K(C) 4/3 dimana K adalah konstanta empiris (0.3) 7.

Besarnya/banyaknya sedimentasi/erosi yang terjadi per detik, hari, bulan, dan tahun dapat diperkirakan melalui persamaan (1,3) di atas.

b.

Komponen Sosial Ekonomi Budaya

Jumlah Penduduk Model matematik dapat digunakan untuk menduga jumlah penduduk setelah proyek pembangunan dilaksanakan, mengikuti formula sebagai berikut : Pn = Po (1 +r)t

- 95 -

di mana : Pn = PO = r = T =

jumlah penduduk pada saat proyek dilaksanakan jumlah penduduk pada saat pengukuran (rona lingkungan awal) angka rata-rata pertumbuhan penduduk selama kurun waktu n – o waktu prediksi (tahun)

Densitas Penduduk Besaran dampak densitas penduduk dapat diperkirakan dengan menghitung densitas penduduk tanpa proyek dan densitas penduduk dengan proyek. Densitas penduduk tanpa proyek mengikuti formula Dtp = Po(1+rtp)t/L di mana : Dtp = densitas penduduk tanpa proyek PO = jumlah penduduk pada saat pengukuran (rona lingkungan awal) Rtp = angka rata-rata pertumbuhan penduduk per tahun tanpa proyek t = waktu prediksi (tahun) L = luas total daerah (km persegi) Sedangkan densitas penduduk dengan proyek mengikuti formula Ddp = Po(1+rdp)t/L tot-Li di mana: Li = luas lahan yang dipergunakan untuk proyek PO = jumlah penduduk awal tahun rdp = angka rata-rata( pertumbuhan penduduk dengan proyek t = waktu prediksi (tahun) Ltot = Luas total daerah Li = luas lahan yang dipergunakan untuk proyek Besarnya dampak adalah : D = Ddp

Dtp

- 96 -

di mana: D = dampak proyek pembangunan terhadap densitas penduduk Ddp = densitas penduduk dengan proyek Dtp = densitas penduduk tanpa proyek C.2. Sosial Ekonomi . Secara umum, analisis data untuk komponen sosial ekonomi meliputi analisis data secara kualitatif, kuantitatif, analisis tabulasi, dan analisis yang relevan dengan studi ini. Beberapa alat analisis yang digunakan disajikan berikut ini. (a) Metode Regional a.l. Metode Prakiraan PDRB Seperti halnya dengan Produk Nasional Bruto (PNB), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dapat didekati dengan 3 jenis pendekatan : (a) pendekatan produksi (production approach), (b) pendekatan pendapatan (income approach), dan (c) pendekatan penggunaan/pengeluaran (expenditure approach). Expenditure approach adalah satu-satunya pendekatan yang sesuai jika analisis PDRB bertujuan untuk melihat dampak suatu investasi. Pendekatan pengeluaran pada dasarnya merupakan penjumlahan dan pengeluaran (aggregate expenditure) yang bersifat permintaan terakhir (final demand). Total pengeluaran yang membentuk PDRB (Y) ini terdiri dari 4 komponen pengeluaran : Konsumsi Rumah Tangga (C). Pengeluaran untuk lnvestasi (I). Pengeluaran untuk Pemerintah (G) dan Net Ekspor (NE) yang merupakan Nilai Ekspor dikurangi Pengeluaran untuk lmpor (X-M). Penjumlahan komponen-komponen pengeluaran PDRB secara matematis dapat dijelaskan dalam bentuk persamaan berikut : Y = C + l + G + (X - M)...................................... (1) Jika konsumsi adalah fungsi dari pendapatan regional yang siap dibelanjakan (Yd) yakni pendapatan regional kotor (Y) setelah dikurangi dengan pajak dan retribusi-retribusi daerah (Tx), maka C Yd Tx

= a1 + b1yd...................................... (2) = Y - Tx = a2 + b2Y ......................................... (3)

Dalam hal penyusunan Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD). pemerintah daerah, seperti halnya dengan pemerintah pusat- 97 -

`menggunakan prinsip anggaran berimbang. Oleh karena itu pengeluaran pemerintah dapat diasumsikan sama dengan penerimaan pemerintah yang dihasilkan dari pajak dan retribusi-retribusi daerah, atau G = Tx = a2 + b2Y. NE = a3 + b3Y ...................................... (4) Jika persamaan (2), (3) dan (4) disubsitusikan ke dalam persamaan (1), maka: Y = a1 + a2 + a3 - a2b1 + b1Y + b2Y + b3Y – b1b2Y + 1.................... (5) (a1 + a2 + a3 - a2b1) + 1 Y = ------------------------------------- atau (1 – b1 - b2 - b3 + b1b2)

1 Y = ---------- * (A + 1) (1 -B) dimana:

A = a1 +a2 + a3 - a2b1 B = 1 – b1 - b2 -b3 + b1b2

sehingga: 1 -------------(1-B)

= r = koefisien pengganda investasi terhadap PDRB

Dari hasil perhitungan diperoleh persamaan berikut: Yt = 79,263.467 + 6.8185 lt dimana : Yt = 1t =

total PDRB pada tahun ke i, jumlah investasi pada tahun ke i yang terdiri atas komponen

- 98 -

investasi tanpa pelaksanaan proyek (l1t.) dan investasi (l2t). Perkembangan komponen Investasi tanpa pelaksanaan proyek (l1t) dihitung dengan menggunakan rumus: l1t = l10 (1+r)t dimana : = l1tt l1o0 = r = a.2.

Jumlah investasi tahun ke tt, jumlah investasi tahun ke oO, dan koefisien pertumbuhan investasi.

Metode Prakiraan Pendapatan Per Kapita

Pendapatan per kapita, diukur dengan pendapatan kotor (PDRB) per kapita serta pendapatan netto (PDRN atas biaya faktor) per kapita, diperkirakan dengan membagi total PDRB serta total PRDN atas biaya faktor dengan jumlah penduduk pertengahan tahun pada tahun yang sama. Perkembangan PDRB dihitung dengan mengikuti pendekatan PDRB yang telah dijelaskan di atas. PDRN atas biaya faktor dihitung dengan menggunakan rumus Ynt = Yt - Txt - Dt dimana: Ynt = yt = TXt =

PDRN atas biaya faktor pada tahun ke t, PDRN pada tahun ke i. pajak dan retribusi-retribusi daerah pada tahun ke t yang dihitung berdasarkan rumus i Txt = TXo ( 1 + r)t.

dimana: TXo = Dt

=

total pajak dan retribusi-retribusi daerah pada tahun keo dan r adalah tingkat pertumbuhan tahunan dari Tx, penyusutan barang modal pada tahun ke t yang dihitung berdasarkan rumus : Dt = Do (1 + r )t

- 99 -

dimana: Do

=

penyusutan barang modal pada tahun ke o dan r adalah tingkat pertumbuhan dari D.

Sama halnya dengan perkembangan PDRN dari penyusutan barang modal, perkembangan jumlah penduduk dihitung dengan menggunakan rumus: Pt = Po (1 + r)t dimana : Po = Jumlah penduduk pada tahun keo dan r adalah tingkat pertumbuhan penduduk. a.3.

Metode Prakiraan Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Dengan mengasumsikan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan fungsi dari pertumbuhan ekonomi yang diukur dengan PDRB, koefisien pengganda PAD dapat didekati dengan menggunakan persamaan berikut : log Y = a + b log x dimana : Y = Pendapatan Asli Daerah, x = PDRB, dan b = Koefisien elastisitas yang menjadi faktor pengganda PAD. a.4.

Metode Prakiraan Kesempatan Kerja

koefisien pengganda (multiplier coeficient) dari investasi terhadap kesempatan kerja didekati dengan menggunakan persamaan double log berikut . log Y = a + b log x, dimana : Y = jumlah orang yang bekerja, x = jumlah investasi, dan b = koefisien elastisitas yang menjadi faktor pengganda kesempatan kerja.

- 100 -

Lampiran 3. Daftar Komponen, Sub-Komponen, dan Parameter Sosial Perhatian : Daftar komponen, sub komponen dan parameter aspek sosial berikut ini harus diseleksi lebih lanjut dan disesuaikan dengan karakteristik rencana usaha atau kegiatan dan kondisi lingkungan hidup setempat (bersifat spesifik lokasi). Komponen Sub-komponen Sosial 1.Demografi

parameter 1. Struktur Penduduk : - Komposisi penduduk menurut kelompok umur jenis kelamin, mata pencaharian, pendidikan, agama. - Kepadatan penduduk 2. Proses Penduduk - Penumbuhan Penduduk - Tingkat kelahiran - Tingkat kematian bayi - Tingkat kematian kasar - Pola perkembangan - Mobilitas penduduk - Migrasi penduduk - Migrasi keluar - Pola migrasi (sirkuler, komuter, permanen) - Pola persebaran penduduk 3. Tenaga Kerja - Tingkat partisipasi angkatan kerja - Tingkat pengangguran

2. Ekonomi

1. Ekonomi Rumah Tangga - Tingkat pendapatan - Pola nafkah ganda - Produksi /hasil tangkapan - Frekuensi melaut - Lama melaut per trip 2. Ekonomi Sumber Daya Alam - Pola pemilikan dan penguasaan sumber daya alam - Pola pemanfaatan sumber daya alam

- 101 -

- Pola penggunaan lahan - Nilai tanah dan sumber daya alam lainnya - Sumber daya alam milik umum (common property Sosial

1. Demografi

3. Perekonomian Lokal dan Regional - Kesempatan kerja dan berusaha (pria, wanita dan anak-anak). - Nilai tambah karena proses manufaktur - Jenis dan jumlah aktivitas ekonomi non-formal - Distribusi pendapatan - Efek ganda ekonomi (multiflyer effect). - Produk Domestik Regional Bruto - Pendapatan asli daerah - Pusat-pusat pertumbuhan ekonomi - Fasilitas umum dan fasilitas sosial - Aksesibilitas wilayah - Harga komoditas perikanan - Saluran tataniaga produk perikanan - Struktur pasar

3. Budaya

1. Kebudayaan - Adat istiadat - Nilai dan norma budaya 2. Proses Sosial - Proses asosiatif (kerjasama) - Proses disosiatif (konflik sosial) - Akulturasi - Asimilasi dan integrasi - Kohesi masyarakat 3. Pranata Sosial/Kelembagaan Masyarakat di bidang: - ekonomi, misalnya hak ulayat - pendidikan - agama

- 102 -

- sosial - keluarga 4. Warisan Budaya - situs purbakala - cagar budaya Sosial

1. Demografi

5. Pelapisan Sosial berdasarkan : - pendidikan - ekonomi - pekerjaan - kekuasaan - penguasann alat/sarana produksi 6. Kekuasaan dan Wewenang - kepemimpinan formal dan informal - kewenangan formal dan informal - mekanisme pengambilan keputusan - kelompok atau individu yang dominan - pergeseran nilai kepemimpinan 7. Sikap dan Persepsi Masyarakat Terhadap Rencana Usaha Atau Kegiatan 8. Adaptasi Ekologis

- 103 -

Related Documents


More Documents from "bintoro"

Mo+petrografi
June 2020 26
Lingkungan Pengendapan
June 2020 32
Petrografi
June 2020 26
S1
June 2020 26
Kuliah-19-laut-dalam
June 2020 23