Laporan Perekonomian Indonesia Tahun 2001

  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Perekonomian Indonesia Tahun 2001 as PDF for free.

More details

  • Words: 106,022
  • Pages: 329
L A P O R A N T A H U N A N

2001

Sampul Depan : Gedung Bank Indonesia - Jakarta, Kota Sampul Belakang : Gedung Bank Indonesia - Jakarta, Jl. MH.Thamrin Pembatas Bab : Komplek Perkantoran Bank Indonesia - Jakarta, Kota & Jl. MH. Thamrin Alamat Kantor Pusat : Jl. MH. Thamrin No. 2, Jakarta 10110 - Indonesia http://www.bi.go.id

Laporan ini merupakan penjelasan lengkap dari informasi mengenai “Evaluasi Pelaksanaan Kebijakan Moneter 2001 dan Arah Kebijakan Moneter 2002” yang telah disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan masyarakat melalui media massa pada tanggal 15 Januari 2002 sebagai pelaksanaan amanat pasal 58 UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia

i

L A P O R A N T A H U N A N

2001 BANK INDONESIA

ISSN 0522 - 2575

ii

Visi Bank Indonesia : “Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil” Misi Bank Indonesia : “Mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas sistem keuangan untuk pembangunan jangka panjang negara Indonesia yang berkesinambungan” Nilai-nilai Strategis Organisasi Bank Indonesia : “Nilai-nilai yang menjadi dasar organisasi, manajemen dan pegawai untuk bertindak atau berperilaku yaitu kompetensi, integritas, transparansi, akuntabilitas dan kebersamaan”

iii

Keterangan Tanda-tanda, Periode Laporan, dan Sumber Data Angka diperbaiki

r

Angka sementara

*

Angka sangat sementara

**

Angka belum tersedia

...

Angka tidak ada



Angka sebelum dan sesudah tanda ini tidak dapat diperbandingkan satu sama lain

x

Nol atau lebih kecil daripada digit terakhir

––

Dolar Amerika Serikat

$ (dolar)

Periode laporan adalah 1 Januari 2001 sampai dengan 31 Desember 2001. Sumber data adalah Bank Indonesia, kecuali jika dinyatakan lain.

iv

DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA Per Tanggal 31 Desember 2001

Duduk dari kiri ke kanan :

Syahril Sabirin Gubernur

Anwar Nasution Deputi Gubernur Senior

Berdiri dari kiri ke kanan :

Aulia Pohan Deputi Gubernur

Miranda S. Goeltom Deputi Gubernur

Achjar Iljas Deputi Gubernur

xix

Kata Pengantar

Dengan mengucapkan Bismillahirrahmaanirrahiim perkenankan saya mengantarkan Laporan Tahunan Bank Indonesia 2001 ke hadapan para pembaca yang terhormat. Laporan ini adalah salah satu wujud akuntabilitas Bank Indonesia sebagaimana diatur di dalam pasal 58 Undang-Undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Laporan ini menyajikan langkah-langkah kebijakan yang telah diambil dan hasil-hasil yang telah dicapai oleh Bank Indonesia di bidang moneter, perbankan, dan sistem pembayaran selama tahun 2001 serta arah kebijakan Bank Indonesia tahun 2002. Laporan ini juga menguraikan perkembangan dan permasalahan yang terjadi pada perekonomian Indonesia dan internasional selama tahun laporan serta prospeknya di tahun 2002. Tahun 2001 masih merupakan tahun yang sulit bagi perekonomian Indonesia. Beberapa variabel ekonomi makro penting yang kami gunakan sebagai asumsi dasar dalam menetapkan sasaran inflasi dan arah kebijakan Bank Indonesia di awal tahun 2001 ternyata berkembang tidak sesuai dengan perkiraan semula. Pertumbuhan ekonomi yang kami perkirakan dapat mencapai 4,5% - 5,5% ternyata hanya mencapai 3,3%. Angka pertumbuhan tersebut memang lebih tinggi daripada yang berhasil dicapai oleh negara-negara tetangga kita tetapi belum cukup untuk menyerap tenaga kerja di dalam negeri yang terus bertambah. Kegiatan investasi dan ekspor yang pada awalnya diharapkan menjadi motor penggerak pemulihan ekonomi justru mencatat pertumbuhan yang jauh lebih rendah daripada tahun 2000. Sementara itu, nilai tukar rupiah mengalami depresiasi yang cukup tajam dan bergerak lebih fluktuatif dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Depresiasi rupiah ini memberikan kontribusi besar terhadap kenaikan tekanan inflasi sehingga laju inflasi IHK mencapai 12,55%, melebihi perkiraan kami semula sebesar 6,0% - 8,5%. Kesulitan yang dialami oleh perekonomian Indonesia dalam tahun 2001 terutama disebabkan oleh belum terpecahkannya berbagai permasalahan mendasar di dalam negeri yang kemudian diperberat oleh dampak melambatnya pertumbuhan ekonomi global terhadap penurunan kinerja ekspor Indonesia. Masalah-masalah internal tersebut antara lain adalah tingkat risiko berusaha yang masih tinggi, fungsi

vi

intermediasi perbankan yang belum berjalan normal, serta kondisi permintaan dan penawaran di pasar valuta asing dalam negeri yang belum stabil dan sangat rentan terhadap perubahan sentimen. Upaya penyelesaian berbagai permasalahan ini sebenarnya telah berlangsung dalam beberapa tahun terakhir tetapi sampai dengan tahun laporan belum dapat diselesaikan secara tuntas. Masalah-masalah ini memang sangat rumit karena mengandung banyak dimensi yang saling terkait. Untuk mengatasinya dibutuhkan keberanian dalam mengambil langkah-langkah terobosan, kesediaan untuk berkorban, dan koordinasi yang erat di antara berbagai komponen bangsa. Namun, itu semua belum sepenuhnya dapat diwujudkan. Kehidupan berdemokrasi yang belum matang dan krisis kepemimpinan di berbagai lapisan masyarakat telah menghambat proses pengambilan dan pelaksanaan keputusan-keputusan penting di berbagai bidang. Sebagai akibatnya, langkah-langkah kebijakan yang sangat diperlukan untuk mengatasi berbagai masalah mendasar di atas, yang sebelumnya telah disepakati bersama untuk dilaksanakan pada tahun laporan —terutama kebijakan yang berkaitan dengan program restrukturisasi perbankan, privatisasi BUMN, masalah hutang, dan perbaikan sistem dan perangkat hukum— dalam perkembangannya ternyata berjalan lambat, bahkan sebagian belum terlaksana sama sekali. Berbagai permasalahan di atas telah mempersempit ruang gerak Bank Indonesia dalam mengendalikan laju inflasi. Fungsi intermediasi perbankan yang belum sepenuhnya pulih telah menghambat proses transmisi moneter sehingga mengurangi efektivitas kebijakan moneter dalam meredam tekanan inflasi dan depresiasi nilai tukar rupiah. Tingkat risiko berusaha yang masih tinggi telah mengurangi minat investasi sehingga penambahan sarana produksi dan distribusi —yang seharusnya dapat membantu meredam tekanan inflasi— menjadi sangat terbatas, serta arus masuk modal asing —yang seharusnya dapat meredam tekanan depresiasi rupiah— menjadi berkurang. Kecilnya arus masuk modal asing dan rendahnya kepercayaan kepada perbankan nasional telah membatasi jumlah penawaran devisa. Sementara itu, besarnya kewajiban pembayaran hutang luar negeri, terutama akibat penyelesaian restrukturisasi hutang sektor swasta yang belum optimal, dan kekhawatiran akan ketidakstabilan ekonomi, sosial, politik, dan keamanan di dalam negeri merupakan faktor-faktor yang membuat permintaan devisa masih tinggi. Di sini terlihat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran dan permintaan devisa berikut dampaknya terhadap ketidakstabilan nilai tukar rupiah selama tahun 2001 merupakan faktor-faktor yang sebagian besar berada di luar kendali kebijakan moneter. Upaya pengendalian inflasi menjadi semakin sulit karena sumber tekanan inflasi selama tahun laporan lebih banyak berasal dari sisi penawaran dalam bentuk kenaikan biaya produksi (cost-push inflation). Sebagaimana diketahui, kebijakan moneter memiliki keterbatasan dalam mengendalikan tekanan inflasi yang bersumber dari sisi penawaran karena kebijakan moneter hanya dapat mempengaruhi kegiatan ekonomi dari sisi permintaan. Penerapan kebijakan moneter ketat untuk mengendalikan laju inflasi yang bersumber dari sisi

vii

penawaran dapat menimbulkan dampak negatif yang besar kepada kegiatan ekonomi sementara hasilnya belum tentu sesuai dengan harapan karena efektivitas kebijakan moneter selama tahun laporan masih terganggu oleh belum pulihnya fungsi intermediasi perbankan. Dapat dikemukakan bahwa kenaikan biaya produksi yang telah memicu kenaikan laju inflasi selama tahun 2001 terutama bersumber dari dampak depresiasi rupiah terhadap kenaikan harga bahan baku impor dan dampak kebijakan Pemerintah menaikkan bea masuk, harga BBM, tarif listrik, dan upah minimum. Dampak kebijakan Pemerintah tersebut terhadap kenaikan laju inflasi ternyata lebih besar daripada perkiraan kami semula. Tekanan inflasi dari sisi penawaran ini semakin bertambah akibat turunnya produksi bahan makanan. Kendati menghadapi situasi yang sangat sulit, Bank Indonesia tetap berusaha keras menahan kenaikan laju inflasi lebih lanjut melalui penerapan kebijakan moneter yang cenderung ketat. Upaya ini dilakukan atas dasar keyakinan bahwa laju inflasi yang terkendali adalah prasyarat bagi pembangunan ekonomi yang berkesinambungan. Untuk itu, tindakan maksimal yang dapat dan telah kami lakukan adalah berupaya mengurangi kelebihan likuiditas di dalam perekonomian agar tidak menimbulkan tekanan tambahan terhadap nilai tukar dan laju inflasi. Secara operasional, kebijakan ini dilakukan dengan berupaya mengendalikan jumlah uang primer sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan. Dengan mempertimbangkan situasi yang sulit di atas, upaya pengendalian uang primer tersebut kami lakukan dalam batas-batas yang tidak sampai menimbulkan tekanan kenaikan suku bunga yang berlebihan. Di tengah berbagai kesulitan tersebut terdapat beberapa perkembangan positif yang patut dicatat karena dapat menjadi batu pijakan bagi kita untuk melangkah ke arah pemulihan ekonomi yang lebih berkesinambungan di tahun-tahun mendatang. Salah satu perkembangan positif adalah terbentuknya pemerintahan baru melalui proses yang demokratis yang telah memberikan kontribusi terhadap membaiknya kondisi sosial politik akhir-akhir ini. Di sektor perbankan, sekalipun kondisi perbankan secara keseluruhan masih belum sepenuhnya pulih, sebagian besar bank telah berhasil memperbaiki kondisi permodalannya sehingga mencapai Capital Adequacy Ratio (CAR) minimum 8% yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan kualitas aktiva produktif bank-bank tersebut juga menunjukkan perbaikan sebagaimana tercermin pada rasio Non-Performing Loans (NPL) yang menurun. Bank Indonesia juga telah meletakkan dasar-dasar bagi peningkatan ketahanan sistem perbankan melalui pengembangan dan penyempurnaan infrastruktur dan sistem pengawasan bank. Dari sisi eksternal, pemerintahan di negara-negara industri maju secara cepat telah mengeluarkan kebijakan stimulus fiskal dan moneter guna menghindarkan ekonomi mereka dari resesi, suatu langkah yang telah memberikan harapan besar bagi pemulihan kondisi ekonomi global. Perekonomian Indonesia di tahun 2002 diperkirakan masih akan menghadapi tantangan yang cukup berat. Namun, berlandaskan pada beberapa perkembangan positif yang saya sebutkan di atas serta didukung

viii

oleh komitmen Pemerintah untuk melanjutkan langkah-langkah reformasi struktural, Bank Indonesia memperkirakan perekonomian Indonesia tahun 2002 masih mampu tumbuh positif pada kisaran 3,5% - 4,0%. Nilai tukar rupiah memiliki potensi untuk menguat sepanjang Pemerintah konsisten dalam melaksanakan program-programnya. Sementara itu, tekanan inflasi diperkirakan masih akan tinggi sebagai dampak dari rencana Pemerintah menaikkan harga BBM, tarif listrik, dan tarif cukai, serta tingginya ekspektasi inflasi. Bank Indonesia, sesuai dengan tugas dan kewenangan yang dimilikinya, akan membantu menciptakan kondisi yang kondusif bagi pemulihan ekonomi yang berkesinambungan dengan berupaya menjaga kestabilan moneter dan mengendalikan laju inflasi. Untuk itu, berdasarkan gambaran prospek ekonomi dalam negeri dan luar negeri di atas, Bank Indonesia menetapkan sasaran laju inflasi IHK tahun 2002 pada kisaran 9% - 10%. Selanjutnya, dalam lima tahun ke depan Bank Indonesia memiliki komitmen untuk secara bertahap menurunkan laju inflasi menjadi sekitar 6% - 7%. Perlu saya jelaskan bahwa sejak tahun ini Bank Indonesia menggunakan laju inflasi IHK sebagai indikator sasaran inflasi. Sebagaimana diketahui, pada tahun 2000 dan 2001 kami menggunakan angka inflasi IHK di luar dampak kebijakan Pemerintah di bidang harga dan pendapatan sebagai indikator sasaran inflasi. Perubahan ini kami lakukan atas dasar pertimbangan bahwa inflasi IHK lebih dapat diterima dan lebih transparan bagi masyarakat dibandingkan indikator sasaran inflasi yang kami gunakan sebelumnya sehingga dengan demikian diharapkan dapat meningkatkan kemampuan Bank Indonesia dalam mempengaruhi ekspektasi inflasi masyarakat. Untuk mendukung pencapaian sasaran inflasi ini, Bank Indonesia akan berupaya secara konsisten menempuh kebijakan-kebijakan yang diperlukan, baik di bidang moneter, perbankan, maupun sistem pembayaran. Di samping itu, dengan menyadari bahwa masih terdapat beberapa kelemahan internal yang perlu diperbaiki, kami sudah melancarkan suatu program yang kami namakan Program Transformasi Bank Indonesia. Setelah melalui proses persiapan dan perumusan yang matang, sebagian dari program ini diharapkan sudah mulai diterapkan dalam tahun 2002. Kami juga mengharapkan dukungan dari berbagai pihak agar pelaksanaan tugas Bank Indonesia dapat berjalan lebih baik. Untuk ini, berbagai saran dan kritik yang konstruktif akan kami terima dengan senang hati dan dengan ucapan terima kasih. Sebelum mengakhiri kata pengantar ini, saya ingin mengajak para pembaca untuk mengkaji kembali apa yang telah kita alami dan lakukan sejak terjadinya krisis multidimensi di tanah air yang kiranya dapat saya sarikan ke dalam beberapa butir, yaitu: • Krisis ekonomi dan moneter ini pada hakekatnya merupakan krisis kepercayaan, yaitu kepercayaan mengenai masa depan ekonomi Indonesia, kepercayaan mengenai kestabilan nilai tukar, kepercayaan mengenai kepastian hukum, dan lain sebagainya;

ix

• Langkah-langkah yang diambil untuk penanganan krisis ini sudah merupakan langkah yang tepat dan serupa dengan langkah-langkah yang telah diambil oleh negara-negara lain yang telah berhasil keluar dari krisis, seperti Thailand dan Korea; • Pada mulanya terdapat konsensus nasional yang menyepakati langkah-langkah tersebut sehingga langkahlangkah tersebut telah berhasil membawa laju inflasi ke tingkat yang sangat rendah dan nilai tukar rupiah ke tingkat yang wajar. Namun gonjang-ganjing politik serta kebijakan yang tidak jelas arahnya serta sikap saling menyalahkan yang terjadi selama beberapa waktu telah menyebabkan langkah-langkah itu menjadi tersendat. Dalam beberapa hal terdapat keengganan atau ketidakberanian untuk mengambil keputusan-keputusan politik yang sulit, sehingga ibaratnya perekonomian Indonesia diberi obat setengah dosis yang tentu saja tidak dapat menyembuhkan penyakit. • Dengan terbentuknya pemerintahan baru, kembali timbul harapan akan perbaikan dan kelanjutan upaya penanggulangan krisis. Berbagai langkah awal yang diambil oleh Pemerintahan baru telah meningkatkan kepercayaan terhadap masa depan ekonomi Indonesia secara berarti. Namun, masih banyak keputusan politik yang sulit yang harus diambil oleh Pemerintah di minggu-minggu dan bulan-bulan mendatang. Untuk itu diperlukan kesamaan pengertian, kebulatan tekad, dan kesepakatan atau konsensus nasional dalam menghadapi tantangan-tantangan masa depan yang amat berat. Akhir kata, saya atas nama Dewan Gubernur Bank Indonesia mengucapkan terima kasih kepada seluruh Pimpinan dan Karyawan Bank Indonesia yang selama tahun 2001 yang lalu telah bekerja keras secara profesional dalam mengemban amanat Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada berbagai pihak di luar Bank Indonesia yang selama ini telah memberikan bantuan dan kerja sama yang tulus kepada Bank Indonesia. Kepada para pembaca saya mengharapkan kiranya laporan ini dapat menjadi referensi yang berguna. Semoga Tuhan Yang Maha Pemurah selalu melimpahkan ridha-Nya dan memberikan kemudahan kepada kita semua dalam melangkah menuju ke masa depan yang lebih baik.

Jakarta, Februari 2002 BANK INDONESIA GUBERNUR

Syahril Sabirin

x

Tinjauan Umum

bab 1 TINJAUAN UMUM

1

Tinjauan Umum

bab 1

TINJAUAN UMUM

P

ada awal 2001, Bank Indonesia memperkirakan

Dalam perkembangannya, selama tahun

bahwa momentum menguatnya proses pemu-

2001 berbagai asumsi dan perkiraan tersebut di atas

lihan ekonomi yang terjadi di tahun sebelumnya akan

ternyata tidak berjalan sesuai dengan yang diharap-

semakin mantap di tahun 2001. Optimisme ini di-

kan. Berbagai permasalahan mendasar yang di-

dasarkan pada asumsi bahwa proses restrukturisasi

hadapi perekonomian nasional masih terus berlang-

ekonomi di berbagai bidang akan mencapai kemajuan

sung dan beberapa diantaranya menunjukkan kecen-

yang berarti, khususnya restrukturisasi utang peru-

derungan yang memburuk (Bagan 1.1). Perekono-

sahaan dan semakin pulihnya intermediasi per-

mian dunia menunjukkan pertumbuhan yang terus

bankan. Menguatnya proses pemulihan ekonomi ini

melambat dan bahkan telah mengalami resesi sejak

juga didukung oleh harapan bahwa kondisi sosial,

akhir triwulan pertama 2001. Sementara di dalam

politik, dan keamanan di dalam negeri akan semakin

negeri, kondisi sosial, politik, dan keamanan masih

membaik. Selain itu, pertumbuhan ekonomi dunia

belum stabil, yang selama paro pertama 2001 sangat

diperkirakan juga masih tetap tinggi meskipun lebih

diwarnai oleh tingginya gejolak politik yang berujung

lambat dari tahun sebelumnya.

pada pergantian pemerintahan di pertengahan 2001.

Dengan nuansa optimisme di awal 2001

Meskipun terdapat kemajuan, penanganan program-

Indonesia

program restrukturisasi ekonomi masih menghadapi

memperkirakan pertumbuhan produk domestik bruto

sejumlah kendala sehingga berbagai permasalahan

(PDB) 2001 akan dapat mencapai 4,5%–5,5%. Selain

struktural di dalam negeri masih terus berlanjut

konsumsi, pertumbuhan ini akan dapat dicapai dengan

sementara risiko dan ketidakpastian usaha masih

motor penggerak utama bersumber dari investasi dan

tetap tinggi.

tersebut,

pada

waktu

itu

Bank

ekspor. Selain itu, Bank Indonesia menetapkan sasaran

Berbagai permasalahan tersebut telah ber-

inflasi di luar dampak kebijakan pemerintah di bidang

dampak negatif terhadap perkembangan ekonomi

harga dan pendapatan sebesar 4,0%–6,0%. Semen-

dan moneter selama 2001. Di sektor riil, kegiatan

tara itu, tambahan inflasi yang merupakan dampak

investasi dan produksi menjadi sangat terbatas ter-

kebijakan pemerintah di bidang harga dan pendapatan

utama karena masih tingginya risiko dan ketidak-

diperkirakan sekitar 2,0%–2,5% Dengan demikian,

pastian usaha, lambatnya proses restrukturisasi

inflasi indeks harga konsumen (IHK) diperkirakan akan

utang perusahaan, serta masih berlangsungnya

mencapai sekitar 6,0%–8,5%. Sejalan dengan sasaran

konsolidasi internal perbankan dan perusahaan.

inflasi tersebut, sasaran pertumbuhan uang primer

Ekspor juga melambat terutama karena resesi yang

untuk akhir 2001 ditetapkan sebesar 11,0%–12,0%.

terjadi pada perekonomian dunia. Di sektor per-

2

Tinjauan Umum

SEKTOR KEUANGAN

SEKTOR RIIL Tekanan pada fiskal

Efektivitas kebijakan moneter menurun

Suku Bunga SBI naik

Kelebihan likuiditas di sektor perbankan

Stimulus moneter menjadi terbatas

Intermediasi perbankan yang belum pulih

Investasi dan produksi terbatas

Konsolidasi internal perbankan dan perusahaan Depresiasi dan volatilitas nilai tukar

Kelebihan permintaan valuta asing

Country Risk Arus modal masuk terbatas

Restrukturisasi kredit dan korporasi lambat Restrukturisasi utang luar negeri lambat Ketidakpastian sosial politik keamanan, ketidakpastian hukum, kurang konsistennya kebijakan Perekonomian dunia melambat

Pertumbuhan ekonomi terganggu

Tekanan inflasi

Kebijakan pemerintah di bidang harga dan pendapatan

Ekspor melambat

Bagan 1.1 Permasalahan Ekonomi dan Moneter Pada 2001

bankan, meskipun secara umum kondisi perbankan

dan perbankan seperti di atas, dana lebih banyak

telah banyak mengalami kemajuan, fungsi inter-

berputar di sektor keuangan dan belum dapat

mediasi perbankan belum sepenuhnya pulih. Penya-

dimanfaatkan secara maksimal sebagai sumber

luran kredit perbankan dan penyerapannya oleh

pembiayaan investasi dan produksi untuk mendukung

sektor riil belum dapat berlangsung cepat baik karena

proses pemulihan ekonomi. Selain itu, belum pulihnya

berbagai permasalahan yang dihadapi di sektor riil

fungsi intermediasi perbankan juga menjadi salah satu

maupun karena masih berlangsungnya konsolidasi

faktor yang menimbulkan tekanan pada nilai tukar dan

internal di perbankan. Dengan kondisi di sektor riil

inflasi serta mengurangi efektivitas transmisi kebijakan

3

Tinjauan Umum

moneter dalam mempengaruhi inflasi dan kegiatan

bagi langkah-langkah restrukturisasi perbankan dan

ekonomi.

upaya pemulihan ekonomi.

Dengan sejumlah permasalahan tersebut,

Ke depan, apabila dapat dicapai kemajuan

selama 2001 kondisi ekonomi dan moneter secara

dalam penanganan sejumlah permasalahan struktural

umum menunjukkan kecenderungan yang memburuk.

di dalam negeri serta penurunan risiko dan ketidak-

Memburuknya kondisi ekonomi dan moneter antara

pastian usaha, Bank Indonesia memperkirakan bahwa

lain ditunjukkan oleh melambatnya pertumbuhan

pemulihan ekonomi Indonesia pada 2002 masih dapat

ekonomi, melemahnya nilai tukar, dan tingginya

dipertahankan. Pertumbuhan ekonomi tahun 2002

tekanan inflasi. Selama 2001, ekonomi Indonesia

diperkirakan dapat mencapai 3,5%–4,0% dengan

hanya tumbuh sebesar 3,3%, nilai tukar mengalami

sumber pertumbuhan yang sangat tergantung dari

tekanan depresiasi sebesar 17,7% sehingga mencapai

kinerja perekonomian domestik, khususnya konsumsi

rata-rata Rp10.255 per dolar, dan inflasi IHK mencapai

masyarakat, sementara investasi dan ekspor diper-

12,55%. Sementara itu, dampak kebijakan pemerintah

kirakan akan menunjukkan perkembangan yang

terhadap inflasi tercatat sebesar 3,83%, lebih besar

membaik terutama apabila skenario pemulihan eko-

dibandingkan dengan yang diperkirakan di awal tahun

nomi dunia pada paro kedua 2002 dapat menjadi

sebesar 2,0%–2,5%.

kenyataan.

Berbagai upaya telah dilakukan oleh Bank

Dengan memperhatikan prospek ekonomi

Indonesia dalam mencapai sasaran-sasaran yang

makro dan masih tingginya risiko dan ketidakpastian,

telah ditetapkan, baik dengan menggunakan instru-

tingginya tekanan inflasi yang bersumber dari dampak

men-instrumen moneter yang tersedia maupun dengan

kebijakan pemerintah di bidang harga serta masih

penyempurnaan peraturan dan ketentuan perbankan.

tingginya ekspektasi inflasi, Bank Indonesia me-

Namun demikian, adanya berbagai permasalahan

netapkan sasaran inflasi IHK yang dipandang cukup

yang dihadapi di atas menyebabkan upaya pengen-

realistis yang sesuai dengan kondisi perekonomian

dalian uang primer dan pencapaian sasaran inflasi oleh

pada 2002 yaitu sebesar 9,0%–10,0%. Namun

Bank Indonesia menjadi lebih sulit dilakukan. Selain

demikian, dalam jangka waktu 5 tahun ke depan Bank

karena dampak kebijakan pemerintah di bidang harga

Indonesia memiliki komitmen untuk secara bertahap

dan pendapatan, tingginya inflasi juga didorong oleh

menurunkan inflasi sehingga dapat mencapai kisaran

depresiasi nilai tukar rupiah dan meningkatnya

6,0%–7,0%.

ekspektasi inflasi di masyarakat. Sementara itu,

Untuk mencapai sasaran inflasi tersebut,

tingginya uang primer terutama diakibatkan oleh

kebijakan moneter Bank Indonesia diarahkan pada

permintaan uang kartal yang meningkat, baik untuk

upaya pengendalian uang primer dengan fokus pada

kebutuhan transaksi maupun untuk motif berjaga-jaga.

penyerapan kelebihan likuiditas agar tetap sesuai

Dalam kondisi demikian, pengetatan moneter yang

dengan kebutuhan riil perekonomian. Langkah ini akan

berlebihan akan mendorong tingginya kenaikan suku

dilakukan secara berhati-hati dan terukur agar kesta-

bunga dan dikhawatirkan dapat memperburuk risiko

bilan harga tetap dapat terpelihara sehingga mampu

4

Tinjauan Umum

mendukung proses pemulihan ekonomi yang sedang

terbatasnya stimulus fiskal bagi pertumbuhan eko-

berlangsung, dan berkelanjutan dalam jangka

nomi. Perkembangan ini menyebabkan menurunnya

menengah-panjang.

operasional,

kepercayaan dunia usaha untuk melakukan kegiatan

pengendalian moneter akan dilakukan dengan

produksi dan investasi, yang pada akhirnya meng-

mengoptimalkan instrumen-instrumen moneter yang

hambat ekspansi ekonomi lebih lanjut. Pada 2001

tersedia khususnya melalui operasi pasar terbuka dan

pertumbuhan PDB mencapai 3,3%, lebih rendah

sterilisasi valuta asing untuk mengurangi tekanan

dibandingkan tahun 2000 sebesar 4,9% (Tabel 1.1).

terhadap nilai tukar dan inflasi. Di bidang perbankan,

Meskipun relatif lebih baik dari negara-negara

kebijakan Bank Indonesia akan diarahkan pada upaya

tetangga, tingkat pertumbuhan tersebut masih belum

memperkuat ketahanan sistem perbankan serta

cukup untuk menyerap tenaga kerja yang ada. Kecen-

langkah mempercepat pemulihan fungsi intermediasi

derungan terus bertambahnya jumlah angkatan kerja

perbankan. Sementara itu, kebijakan di bidang sistem

baru yang pada 2001 diperkirakan meningkat 2,5%,

Secara

pembayaran akan diarahkan pada pengurangan risiko pembayaran antarbank yang dapat mengganggu

Tabel 1.1 Beberapa Indikator Makroekonomi

kestabilan keuangan, menunjang pelaksanaan kebijakan moneter, peningkatan kualitas dan kapasitas layanan sistem pembayaran, penyempurnaan ketentuan-ketentuan, serta pengaturan terhadap pengawasan sistem pembayaran. Secara terinci evaluasi perekonomian Indonesia 2001 dan prospek serta arah kebijakan Bank Indonesia di tahun 2002 diuraikan sebagai berikut.

EVALUASI PEREKONOMIAN INDONESIA 2001 Kondisi Ekonomi Makro Secara umum, selama 2001 kinerja perekonomian Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang melambat. Di samping akibat memburuknya perekonomian dunia, melambatnya pertumbuhan tersebut tidak terlepas dari masih tingginya risiko dan ketidakpastian dan berlanjutnya berbagai permasalahan dalam negeri yang terkait dengan restrukturisasi utang dan sektor korporasi, belum selesainya konsolidasi internal perbankan, serta relatif

Rincian Produk Domestik Bruto (a.d. tahun dasar 1993, pertumbuhan %) Menurut Pengeluaran Konsumsi Pembentukan modal tetap domestik bruto Ekspor barang dan jasa Impor barang dan jasa Menurut Lapangan Usaha Pertanian Industri pengolahan Bangunan Perdagangan, hotel, dan restoran Keuangan, persewaan, dan perusahaan jasa Jasa-jasa Moneter (pertumbuhan, %) M2 M1 Uang Kuasi Suku Bunga (%) SBI (1 bulan) PUAB (overnight) Deposito (1 bulan) Kredit modal kerja Kredit investasi Inflasi (%) Neraca Pembayaran Transaksi berjalan/PDB DSR Cadangan devisa setara impor nonmigas dan pembayaran utang luar negeri pemerintah (bulan) Nilai Tukar (Rp/$) rata-rata

1999

2000

2001

0,8

4,9*

3,3**

4,3

3,9

6,2

–18,2 –31,8 –40,7

21,9 26,5 21,1

4,0 1,9 8,1

2,2 3,9 –1,9 –0,1

1,7 6,1 5,5 5,6

0,6 4,3 4,0 5,1

–7,2 1,9

4,3 2,2

3,0 2,0

11,9 23,2 9,5

15,6 30,1 12,1

13,0 9,6 13,9

12,15 12,1 12,2 20,7 17,8

14,5 11,4 12,0 17,7 16,9

17,62 15,7 16,1 19,2 17,9

2,01

9,35

12,55

4,1 56,8

5,3 41,1

3,4* 39,4

6,7

6,0

6,1

7.850

8.438

10.255

Sumber : – Badan Pusat Statistik – Bank Indonesia

5

Tinjauan Umum

belum dapat diimbangi sepenuhnya oleh penyediaan

perselisihan perburuhan. Di samping itu, faktor keter-

lapangan kerja secara memadai. Kondisi ini menye-

batasan pembiayaan investasi akibat belum pulihnya

babkan meningkatnya angka pengangguran 2001

fungsi intermediasi perbankan dan adanya peraturan-

yang diperkirakan mencapai 6,7%–7,0%, lebih tinggi

peraturan baru yang terkait dengan penerapan otonomi

dari tahun sebelumnya sebesar 6,1%.

daerah juga turut membatasi kegiatan investasi.

Di sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi

Sementara itu, menurunnya kinerja ekspor disebabkan

lebih banyak didorong oleh konsumsi rumah tangga.

oleh melemahnya perekonomian dunia dan

Pengeluaran konsumsi dalam tahun 2001 tumbuh

menurunnya harga beberapa komoditas utama ekspor

sebesar 6,2%, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan

Indonesia. Selain itu, depresiasi nilai tukar rupiah telah

tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 3,9%.

berdampak pada naiknya biaya faktor produksi

Meningkatnya konsumsi terutama didorong oleh

sehingga mengurangi daya saing produk ekspor

meningkatnya kepercayaan konsumen (consumer

Indonesia, yang sebagian besar memiliki kandungan

confidence) yang ditunjang oleh meningkatnya gaji

impor yang tinggi. Dengan perkembangan tersebut,

dan pendapatan serta meningkatnya pembiayaan

sumbangan konsumsi, investasi, dan ekspor terhadap

untuk konsumsi, baik yang bersumber dari perbankan

laju pertumbuhan PDB dalam tahun laporan masing-

maupun dari perusahaan pembiayaan seperti kartu

masing mencapai 4,8%, 0,9%, dan 0,6%.

kredit dan pembiayaan konsumen.

Di sisi penawaran, hampir seluruh sektor

Sementara itu, investasi1 dan ekspor yang

mencatat pertumbuhan yang positif walaupun dengan

semula diharapkan tetap menjadi motor pertumbuhan

laju yang lebih lambat dibandingkan dengan tahun

pada 2001 mengalami pertumbuhan yang tidak terlalu

2000, kecuali sektor pertambangan dan penggalian

menggembirakan, yaitu hanya tumbuh masing-masing

yang mencatat kontraksi. Beberapa sektor yang

sebesar 4,0% dan 1,9% atau melambat dibandingkan

mencatat pertumbuhan cukup berarti adalah sektor

dengan pertumbuhannya di tahun 2000 yang masing-

industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan

masing tumbuh sebesar 21,9% dan 26,5%.

restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, dan

Melemahnya investasi tercermin dari sangat ren-

sektor listrik, air, dan gas. Namun demikian, kontri-

dahnya realisasi investasi baru baik yang dilakukan

busi sektor industri pengolahan dan sektor perda-

asing (PMA) maupun domestik (PMDN) dan me-

gangan yang pada awal tahun diharapkan menjadi

nurunnya impor bahan baku dan barang modal yang

motor pertumbuhan ekonomi ternyata tidak mampu

masing-masing mengalami penurunan sebesar 8,5%

mendorong perekonomian untuk tumbuh lebih tinggi.

dan 10,2% dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Permasalahan utama yang membatasi pertumbuhan

Rendahnya investasi ini tidak terlepas dari tingginya

sektor ini adalah terbatasnya pembiayaan kegiatan

risiko investasi akibat masih adanya gangguan

usaha dan meningkatnya biaya produksi sehubungan

keamanan, ketidakpastian penegakan hukum, dan

dengan berbagai kebijakan pemerintah di bidang harga. Di samping itu, dalam merespon perkemba-

1

6

Investasi disini adalah pembentukan modal tetap domestik bruto

ngan nilai tukar rupiah yang melemah, produsen tidak

Tinjauan Umum

hanya menaikkan harga jual namun juga mengurangi

Perubahan 2001 diperkirakan mencapai sekitar 3,7%

volume produksi sehingga secara keseluruhan

dari PDB, relatif sama dengan rencana semula.

menurunkan produksi industri pengolahan. Semen-

Realisasi penerimaan dan pengeluaran melampaui

tara itu, kapasitas produksi industri juga menunjukkan

rencana anggaran dengan pelampauan yang hampir

penurunan akibat terus melemahnya investasi, walau-

sama yaitu sekitar 4,8% dan 4,2% di atas target ang-

pun kapasitas produksi tersebut secara agregat

garan. Dari sisi penerimaan, realisasi penerimaan

masih lebih tinggi dibandingkan dengan permintaan

yang melampaui target adalah penerimaan bukan

agregat.

pajak, terutama penerimaan migas karena faktor

Dari sisi eksternal, kinerja neraca pemba-

melemahnya nilai tukar rupiah dan adanya peneri-

yaran pada 2001 diperkirakan masih menunjukkan

maan minyak bumi pada 2000 yang baru disetorkan

perkembangan yang kurang menggembirakan.

pada 2001. Di samping itu, realisasi penerimaan yang

Sejalan dengan melemahnya kinerja ekspor, perkem-

bersumber dari pajak juga telah mencapai target

bangan transaksi berjalan sepanjang tahun laporan

anggaran, sebagai hasil dari beberapa kebijakan

menunjukkan kinerja yang memburuk, tercermin dari

intensifikasi dan ekstensifikasi pajak yang dilakukan

menurunnya surplus dari $8,0 miliar (5,3% dari PDB)

oleh Pemerintah. Dari sisi pengeluaran, lebih

pada tahun 2000 menjadi sebesar $5,0 miliar (3,4%

tingginya realisasi pengeluaran dibanding target

dari PDB) pada tahun laporan. Di sisi lalu lintas modal,

anggaran diakibatkan oleh lebih tingginya penge-

defisit lalu lintas modal pemerintah dan belum

luaran rutin untuk pembayaran subsidi dan beban

pulihnya arus modal swasta asing menyebabkan

bunga obligasi rekapitalisasi perbankan dari yang

defisit neraca modal mengalami peningkatan, yaitu

telah dianggarkan. Tingginya alokasi dana untuk

dari defisit sebesar $6,8 miliar pada tahun sebelum-

pembayaran subsidi ini disebabkan oleh tingginya

nya menjadi sebesar $8,9 miliar yang terdiri dari defisit

volume konsumsi bahan bakar minyak (BBM) dalam

lalu lintas modal swasta sebesar $8,6 miliar dan defisit

negeri dan depresiasi rupiah, di samping adanya

lalu lintas modal pemerintah sebesar $0,3 miliar.

koreksi kekurangan pembayaran subsidi tahun 2000

Dengan perkembangan tersebut di atas, secara

yang mencapai Rp5,6 triliun. Sedangkan meningkat-

keseluruhan neraca pembayaran Indonesia menga-

nya beban pembayaran bunga obligasi berkaitan

lami defisit sebesar $1,4 miliar dan cadangan devisa

dengan peningkatan suku bunga Sertifikat Bank

pada akhir 2001 tercatat sebesar $28,0 miliar, atau

Indonesia (SBI). Sementara itu, realisasi pengeluaran

setara dengan 6,1 bulan nilai impor dan pembayaran

pembangunan hanya mencapai 91,4% dari rencana

cicilan pinjaman pemerintah.

anggaran yang antara lain sebagai dampak dari

Di sisi fiskal, berbagai kendala yang dihadapi

penundaan beberapa pinjaman program dan sempit-

oleh pemerintah menyebabkan peran stimulus fiskal

nya kurun waktu yang tersedia untuk implementasi

masih tetap terbatas. Realisasi defisit keuangan

proyek pasca dilakukannya revisi APBN.

pemerintah selama 2001 berdasarkan angka

Dalam hal pembiayaan, defisit anggaran

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)

tersebut sebagian besar ditutup dari pembiayaan

7

Tinjauan Umum

dalam negeri khususnya penjualan aset di Badan

Secara keseluruhan nilai tukar rupiah mengalami

Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), sedangkan

depresiasi sekitar 17,7% dari tahun 2000, yaitu dari

sumber pembiayaan lainnya seperti privatisasi dan

rata-rata Rp8.438 per dolar menjadi Rp10.255 per

pembiayaan dari luar negeri relatif terbatas. Dalam

dolar. Angka ini lebih tinggi dari asumsi yang diper-

kaitannya dengan permintaan agregat, kontribusi sek-

gunakan dalam menetapkan sasaran inflasi yakni

tor pemerintah terhadap permintaan agregat diper-

sebesar Rp8.000 per dolar, atau terdepresiasi sekitar

kirakan meningkat dibandingkan tahun lalu, yaitu dari

22%. Dalam tahun laporan, perkembangan nilai tukar

10,8% menjadi 11,9% dari PDB. Faktor utama yang

rupiah juga diwarnai dengan volatilitas yang tinggi.

mempengaruhi peningkatan ini adalah karena adanya

Pada awal 2001 sampai dengan April 2001 nilai tukar

alokasi untuk dana bagi hasil (DBH) mulai tahun

menunjukkan kecenderungan melemah hingga men-

2001.

capai nilai terendah Rp12.090. Selanjutnya, nilai tukar bergerak stabil pada kisaran Rp11.200 hingga Juli

Nilai Tukar dan Inflasi

2001. Pasca Sidang Istimewa MPR rupiah menguat

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya,

tajam hingga mencapai level tertinggi Rp8.485 per

memburuknya kondisi perekonomian Indonesia di

dolar dan selanjutnya melemah lagi hingga mencapai

tahun 2001 tidak terlepas dari masih terdapatnya

Rp10.400 per dolar pada akhir 2001.

berbagai permasalahan struktural dalam pereko-

Secara umum melemahnya nilai tukar

nomian dan tingginya risiko dan ketidakpastian di

disebabkan oleh adanya permasalahan yang bersifat

dalam negeri. Di sektor riil, kondisi tersebut telah

makro-fundamental dan mikro-struktural di pasar

sangat membatasi kegiatan produksi dan investasi.

valuta asing yang bermuara pada ketidakseimbangan

Sementara di sektor keuangan, berbagai perma-

pasokan dan permintaan valuta asing. Kesenjangan

salahan tersebut telah menyebabkan tidak tersalur-

ini kemudian diperburuk oleh meningkatnya premi

kannya likuiditas dalam bentuk penyaluran kredit

risiko yang terkait dengan meningkatnya country risk.

dalam rangka membiayai kegiatan produktif. Selan-

Dari aspek makro-fundamental, meningkatnya risiko

jutnya, lemahnya hubungan kedua sektor ini bukan

dan ketidakpastian selama 2001 telah mengurangi

hanya menyebabkan keterbatasan sumber pem-

kepercayaan investor asing dalam menanamkan

biayaan investasi dan produksi yang kemudian

dananya di dalam negeri sehingga menghambat arus

menghambat proses pemulihan ekonomi, namun juga

modal masuk. Di sisi lain, memburuknya kinerja

telah menyebabkan terjadinya kelebihan likuiditas

perekonomian dunia secara umum berdampak negatif

perbankan yang dapat memberikan tekanan baru

pada kinerja ekspor Indonesia. Kedua faktor di atas

terhadap nilai tukar dan inflasi.

telah menyebabkan terbatasnya pasokan valuta asing

Perkembangan nilai tukar rupiah selama

di dalam negeri, sementara pada saat yang sama

2001 masih mengalami tekanan depresiasi yang

terdapat peningkatan permintaan valuta asing

tinggi disertai dengan volatilitas yang meningkat

terutama oleh sektor korporasi untuk pembayaran

walaupun sempat menguat pada pertengahan tahun.

utang luar negeri dan kebutuhan impor.

8

Tinjauan Umum

Dari aspek mikro-struktural, adanya seg-

setengah jadi, dan bahan baku impor, maupun secara

mentasi di pasar valuta asing dan terbatasnya penem-

tidak langsung melalui perubahan permintaan

patan valuta asing di dalam negeri dalam bentuk kredit

agregat. Tingginya kandungan impor pada berbagai

valuta asing maupun pada instrumen pasar uang,

barang produksi di dalam negeri mengakibatkan

menyebabkan kelompok bank yang mempunyai

tingginya dampak depresiasi terhadap biaya produksi.

kelebihan likuiditas valuta asing menempatkan

Kuatnya pengaruh depresiasi nilai tukar rupiah ter-

dananya di luar negeri. Perkembangan ini selain

cermin dari perkembangan inflasi yang bergerak

mengurangi likuiditas valuta asing di pasar uang

seiring dengan melemahnya nilai tukar.

antarbank (PUAB) valuta asing di dalam negeri juga

Tingginya tekanan inflasi selama 2001 juga

semakin membatasi ketersediaan pasokan valuta

bersumber dari adanya dampak kebijakan pemerintah

asing. Lemahnya struktur mikro di pasar valuta asing

di bidang harga dan pendapatan. Berbagai kebijakan

juga terjadi akibat kurang berkembangnya pasar

pemerintah tersebut seperti kenaikan harga BBM dan

lindung nilai (hedging), khususnya untuk jangka

tarif angkutan, tarif dasar listrik (TDL), harga jual

menengah-panjang, sehingga korporasi cenderung

minimum (HJE) rokok, serta kenaikan upah minimum

untuk memenuhi kebutuhan valuta asing untuk masa

provinsi (UMP) dan gaji pegawai negeri telah

depan dengan membeli lebih dini di pasar spot.

memberikan dampak langsung pada kenaikan IHK

Kesenjangan antara permintaan dan pena-

sebesar 3,83%. Dampak kebijakan pemerintah ini

waran valuta asing baik yang bersumber dari faktor

lebih besar dibandingkan yang diperkirakan di awal

makro maupun mikro tersebut telah menyebabkan

tahun sebesar 2,0%–2,5%. Hal ini disebabkan oleh

nilai tukar seringkali bergejolak. Situasi ini diperburuk

realisasi kenaikan pada beberapa kebijakan lebih

oleh sentimen negatif para pelaku pasar terhadap

besar dari yang diperkirakan awal tahun maupun

ketidakpastian situasi politik menjelang pergantian

akibat adanya dampak penundaan dalam penerapan

kepemimpinan nasional dan ketidakjelasan pe-

kebijakan. Terlebih lagi, kenaikan harga khususnya

nyelesaian permasalahan-permasalahan struktural

BBM dan TDL yang menjadi faktor produksi telah

seperti restrukturisasi, divestasi, dan privatisasi, serta

meningkatkan biaya di hampir seluruh sektor produksi

perkembangan hubungan dengan IMF. Faktor-faktor

berbagai barang sehingga menyebabkan tingginya

ini pada gilirannya meningkatkan country risk yang

inflasi akibat meningkatnya biaya produksi (cost-push

berdampak pada meningkatnya premi risiko dan

inflation).

semakin memperburuk perkembangan nilai tukar

Di samping melemahnya nilai tukar dan dampak kebijakan pemerintah tersebut, tingginya

rupiah. Melemahnya nilai tukar rupiah tersebut turut

inflasi pada tahun laporan juga dipengaruhi oleh

memberikan tekanan terhadap tingginya inflasi di

tingginya ekspektasi inflasi oleh masyarakat. Eks-

tahun 2001. Nilai tukar rupiah yang melemah telah

pektasi inflasi tersebut pada umumnya bersifat adaptif

memberikan dampak pass-through pada inflasi baik

sehingga pembentukan ekspektasi inflasi lebih

secara langsung melalui inflasi barang jadi, barang

banyak ditentukan oleh perkembangan inflasi pada

9

Tinjauan Umum

periode sebelumnya. Di samping itu, tingginya eks-

dimaksudkan untuk mengurangi kelebihan likuiditas

pektasi inflasi tersebut juga diakselerasi oleh mele-

perbankan yang berpotensi mendorong melemahnya

mahnya nilai tukar dan implementasi kebijakan

nilai tukar dan tekanan inflasi.

pemerintah di bidang harga dan pendapatan. Semen-

Dalam rangka mencapai sasaran uang primer

tara itu tekanan inflasi karena pengaruh kondisi per-

secara konsisten, kebijakan pengendalian uang

mintaan masih relatif rendah sejalan dengan pertum-

primer tersebut terutama dilakukan melalui Operasi

buhan ekonomi yang melambat dan masih relatif

Pasar Terbuka (OPT), khususnya melalui mekanisme

berlebihnya kapasitas produksi di sektor industri

lelang SBI baik yang berjangka waktu 1 bulan maupun

pengolahan. Meskipun demikian, kondisi permintaan

3 bulan. Upaya ini juga didukung oleh penyerapan

yang masih lemah tersebut kurang diimbangi oleh

kelebihan likuiditas melalui intervensi rupiah yang

kapasitas di sektor pertanian karena terjadinya

dilakukan oleh Bank Indonesia untuk menjaga agar

penurunan produksi tanaman bahan makanan.

uang primer tetap berada dalam sasaran yang telah

Dengan berbagai perkembangan tersebut di

ditetapkan dan kestabilan suku bunga pasar uang

atas, secara keseluruhan dalam tahun laporan inflasi

tetap terpelihara. Dengan relatif besarnya kelebihan

IHK mengalami peningkatan hingga mencapai

likuiditas sejalan dengan belum pulihnya fungsi

12,55%, lebih tinggi dibandingkan inflasi 2000 sebesar

intermediasi perbankan, upaya pengendalian moneter

9,35%. Selanjutnya, dengan memperhitungkan

melalui instrumen moneter ini membawa implikasi

realisasi dampak kebijakan pemerintah, inflasi di luar

pada terjadinya kenaikan suku bunga SBI dan suku

pengaruh kebijakan harga dan pendapatan pada

bunga perbankan. Oleh sebab itu, untuk menjaga

2001 mencapai 8,72%. Angka inflasi ini lebih tinggi

agar penyerapan likuiditas tersebut tidak memberikan

dari sasaran inflasi Bank Indonesia 2001 yang

dampak pada kenaikan suku bunga yang berlebihan,

ditetapkan sebesar 4,0%–6,0%. Sebagaimana

pengendalian uang primer juga dilengkapi dengan

dikemukakan di atas, tingginya angka laju inflasi ini

upaya penambahan pasokan valuta asing di pasar

dipengaruhi oleh melemahnya nilai tukar rupiah serta

melalui kebijakan sterilisasi valuta asing. Hal ini

tingginya ekspektasi inflasi di masyarakat.

terutama dilakukan untuk menyerap ekspansi uang primer yang berasal dari pengeluaran pemerintah

Kebijakan dan Perkembangan Moneter Menghadapi tekanan inflasi dan nilai tukar

dalam rupiah yang dibiayai dari penerimaan dalam valuta asing.

yang dirasakan semakin kuat, Bank Indonesia telah

Penambahan pasokan valuta asing melalui

berupaya secara maksimal untuk meredam tekanan

sterilisasi valuta asing, selain digunakan untuk

inflasi dan nilai tukar dengan menempuh kebijakan

menyerap uang primer, juga dimaksudkan untuk

di bidang moneter dan nilai tukar. Di bidang moneter,

mengurangi tekanan depresiasi dan volatilitas nilai

Bank Indonesia menempuh kebijakan moneter yang

tukar. Namun demikian, dalam pasar valuta asing

cenderung ketat dengan mengendalikan uang primer

yang masih diwarnai oleh kesenjangan antara jumlah

sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan. Hal ini

pasokan dan permintaan valuta asing, upaya penam-

10

Tinjauan Umum

bahan pasokan valuta asing melalui kebijakan

nennya, tingginya kenaikan posisi uang primer

sterilisasi ini kurang memadai, jika tidak didukung oleh

tersebut terutama didorong oleh tingginya pertum-

kebijakan lain yang dapat membatasi kemampuan

buhan permintaan uang kartal di masyarakat yang

para pelaku pasar untuk melakukan kegiatan

mencapai rata-rata 20,1% pada 2001.

spekulatif. Oleh sebab itu, pada tahun laporan upaya

Peningkatan permintaan akan uang kartal di

stabilisasi nilai tukar rupiah juga didukung dengan

masyarakat tersebut antara lain disebabkan oleh

kebijakan pembatasan transaksi rupiah oleh bukan

terjadinya pergeseran yang cukup signifikan dari struktur

penduduk2 dan pengawasan langsung (on-site super-

perekonomian Indonesia, seperti tercermin pada

vision) terhadap sejumlah bank yang menguasai

meningkatnya peranan usaha kecil menengah (UKM)

pangsa terbesar di pasar valuta asing. Kebijakan

dan sektor informal dalam perekonomian Indonesia. Hal

pembatasan transaksi rupiah tersebut dilatar-

tersebut karena sektor ini lebih banyak menggunakan

belakangi oleh perilaku bukan penduduk yang

pembiayaan sendiri dibandingkan dengan pembiayaan

cenderung menggunakan rupiah sebagai alat

dari sektor perbankan. Di samping itu, masih tingginya

spekulasi sehingga sering menimbulkan gejolak nilai

ketidakpastian kondisi sosial politik pada 2001 telah

tukar rupiah. Upaya ini telah cukup efektif meredam

mendorong permintaan uang kartal oleh masyarakat

tekanan depresiasi yang berasal dari aksi spekulatif

untuk berjaga-jaga (precautionary motive).

pelaku pasar valuta asing bukan penduduk yang

Tingginya permintaan uang kartal ditambah

terlihat dari perkembangan mutasi rekening rupiah

dengan beberapa permasalahan yang masih dihadapi

bukan penduduk di perbankan dalam negeri (vostro

dalam operasional kebijakan moneter, seperti kurang

account) yang menurun drastis.

efektifnya transmisi kebijakan moneter akibat masih

Dalam perkembangannya, upaya pengen-

belum pulihnya intermediasi perbankan, menyebab-

dalian uang primer tersebut tidak dapat dilakukan

kan penyerapan uang primer menjadi sulit dilakukan

secara efektif karena adanya berbagai faktor di luar

secara optimal. Meskipun berbagai langkah penye-

kendali Bank Indonesia, khususnya yang terkait

rapan likuiditas telah dilakukan, baik melalui OPT,

dengan perilaku masyarakat dalam memegang uang

sterilisasi valuta asing, maupun kenaikan suku bunga

kartal dan kurang efektifnya transmisi kebijakan

intervensi rupiah, perkembangan uang primer sering-

moneter yang terkait dengan kondisi intermediasi

kali berada di luar sasaran yang telah ditetapkan. Da-

perbankan yang belum sepenuhnya pulih. Pertum-

lam kondisi demikian, upaya kenaikan suku bunga

buhan uang primer selama 2001 mencapai rata-rata

SBI untuk menyerap uang primer dinilai tidak ter-

sekitar 18,2% atau 15,4% pada akhir 2001 sehingga

lampau efektif. Menyikapi kondisi yang demikian,

lebih tinggi dari sasaran sebesar 11,0%–12,0% yang

dalam perkembangannya terutama sejak akhir tri-

ditetapkan pada awal tahun. Dilihat dari kompo-

wulan ketiga 2001, Bank Indonesia cenderung berusaha menyerap kelebihan likuiditas perbankan tanpa

2

Peraturan Bank Indonesia No.3/3/2001 tanggal 12 Januari 2001 tentang Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank.

menimbulkan peningkatan suku bunga yang berlebihan.

11

Tinjauan Umum

Selama 2001, suku bunga SBI tenor 1 bulan

ngan dan simpanan giro. Kondisi ini sangat berbeda

meningkat secara bertahap sebesar 309 bp (basis

dengan perkembangannya di tahun 2000, dimana

point) menjadi 17,62% dan SBI tenor 3 bulan

yang terjadi adalah sebaliknya, yakni terjadinya

meningkat 332 bp menjadi 17,63% pada akhir

pergeseran ke arah aset-aset yang lebih likuid.

Desember 2001. Peningkatan suku bunga SBI

Sejalan dengan terjadinya peningkatan deposito

selama 2001 masih belum secara langsung ber-

tersebut, pada akhir tahun pertumbuhan uang beredar

pengaruh pada peningkatan suku bunga deposito

dalam arti luas (M2) mengalami kenaikan sebesar

secara signifikan, terutama akibat masih tingginya

13,0% (y-o-y) yang melebihi pertumbuhan uang ber-

likuiditas perbankan sebagai akibat masih tingginya

edar dalam arti sempit (M1) sebesar 9,6% (y-o-y),

ketergantungan perbankan pada SBI sebagai

walaupun secara rata-rata pertumbuhan M2 lebih

alternatif penempatan utama, dengan memanfaatkan

rendah dari pertumbuhan M1.

selisih antara suku bunga SBI dan deposito di tengah kondisi fungsi intermediasi perbankan yang belum

Kebijakan dan Perkembangan Perbankan

sepenuhnya pulih. Dalam pada itu, pergerakan suku

Sebagai kelanjutan dari kebijakan perbankan

bunga deposito 1 bulan yang meningkat sebesar 411

yang ditempuh Pemerintah dan Bank Indonesia pada

bp menjadi 16,07% lebih banyak dipengaruhi oleh

tahun sebelumnya, strategi restrukturisasi perbankan

perubahan marjin suku bunga maksimum penjaminan

pada 2001 mencakup dua bagian besar yaitu : (i)

yang selama tahun laporan telah diubah selama dua

program penyehatan perbankan yang meliputi

kali. Hal ini terlihat dari arah pergerakan suku bunga

penjaminan pemerintah bagi bank umum dan bank

deposito sepanjang tahun laporan yang lebih dekat

perkreditan rakyat (BPR), program rekapitalisasi bank

dengan suku bunga penjaminan. Sejalan dengan

umum, dan restrukturisasi kredit perbankan; (ii)

meningkatnya suku bunga deposito nominal itu, suku

pemantapan ketahanan sistem perbankan yang meli-

bunga riil deposito mengalami peningkatan sebesar

puti pengembangan infrastruktur dan peningkatan

91 bp menjadi sebesar 3,52%. Tingkat suku bunga

good governance, serta penyempurnaan pengaturan

riil ini masih jauh di bawah tingkatnya pada masa

dan pemantapan sistem pengawasan bank.

sebelum krisis, terlebih jika mempertimbangkan relatif lebih tingginya premi risiko pada saat ini.

Secara khusus, pada 2001 dalam program penyehatan perbankan, Bank Indonesia lebih

Walaupun tingkat suku bunga riil deposito

menitikberatkan pada target pencapaian Capital

tersebut masih relatif rendah, kenaikan suku bunga

Adequacy Ratio (CAR) minimum 8% yang harus

riil ini cukup mampu menggeser portofolio dana

dipenuhi oleh bank-bank pada akhir 2001 dan target

masyarakat dari aset-aset untuk tujuan bertransaksi

indikatif Non Performing Loans (NPLs) maksimal 5%.

(transaction purposes) menjadi aset-aset untuk tujuan

Seiring dengan upaya tersebut, Bank Indonesia juga

menabung (saving purposes). Hal ini tercermin dari

sedang menyempurnakan pola pengawasan bank

peningkatan deposito yang lebih tinggi dari

sebagaimana telah ditetapkan dalam master plan

peningkatan aset-aset yang lebih likuid seperti tabu-

mengenai peningkatan efektivitas pengawasan bank,

12

Tinjauan Umum

diantaranya dengan menerapkan sistem pengawasan

indikator kinerja, khususnya pemenuhan CAR

bank yang berbasis pada risiko (risk based super-

minimum 8% dan NPLs 5% menunjukkan perbaikan.

vision) dan berorientasi ke depan (forward looking)

Hal ini sesuai dengan sasaran strategis program

sebagai penyempurnaan dari sistem pengawasan

restrukturisasi perbankan pada 2001 yang lebih

yang didasarkan atas kepatuhan (compliance audit).

menitikberatkan pada pencapaian persyaratan CAR

Penyempurnaan sistem pengawasan tersebut

dan NPLs tersebut. Dalam kaitan ini, secara umum

mengacu pada 25 Basel Core Principles for Effective

struktur permodalan bank mengalami perbaikan yang

Banking Supervision, yang telah berlaku secara

tercermin dari meningkatnya jumlah bank yang

internasional. Sementara itu, program pemantapan

mencapai pemenuhan CAR 8%. Sampai dengan akhir

ketahanan sistem perbankan diarahkan untuk

20013, sebanyak 138 dari 145 bank telah memenuhi

membangun sistem perbankan yang tangguh dan

persyaratan CAR minimum 8%. NPLs juga telah

tahan terhadap guncangan. Sebagai bagian yang

mengalami perbaikan yang cukup signifikan mencapai

tidak terpisahkan dalam sistem perbankan nasional,

12,1% membaik dari 18,8% pada 2000 terutama

dalam tahun 2001 juga dilakukan pengembangan

karena adanya penghapusbukuan kredit macet,

perbankan syariah dan BPR.

restrukturisasi dan penyelesaian kredit, pengalihan

Dalam rangka mendorong pengembangan

kredit ke BPPN, serta penyaluran kredit baru.

usaha kecil dan menengah, Bank Indonesia telah

Membaiknya kinerja perbankan juga tercermin dari

melakukan berbagai upaya untuk pemberdayaan

meningkatnya profitabilitas perbankan. Net Interest

usaha kecil dan menengah melalui bantuan teknis

Margin (NIM) perbankan meningkat dari rata-rata

Pengembangan Usaha Kecil dan Mikro (PUKM).

Rp1,9 triliun pada 2000 menjadi Rp3,2 triliun tahun

Bantuan teknis ini dilaksanakan antara lain melalui:

2001. Namun demikian peningkatan ini terutama

(i) pelatihan kepada kepada BPR dan bank umum

berasal dari spread positif karena naiknya suku bunga

dalam pembiayaan usaha kecil dan mikro, (ii)

SBI dan besarnya penerimaan obligasi pemerintah

melakukan penelitian mengenai usaha skala mikro

yang mencapai sekitar 45,3% dari total pendapatan

yang potensial dibiayai oleh bank, dan (iii) penyediaan

bunga. Sementara itu, pendapatan bunga yang

informasi terpadu pengembangan usaha kecil yang

berasal dari kredit perbankan hanya sebesar 32,2%.

dapat diakses melalui internet yang antara lain

Masih tingginya ketergantungan perbankan terhadap

meliputi informasi potensi wilayah, pola pembiayaan,

penerimaan bunga obligasi mengindikasikan proses

dan industri kecil yang berbasis ekspor. Informasi ini

restrukturisasi perbankan yang telah dilakukan masih

diharapkan dapat dimanfaatkan baik bagi pengusaha

belum mampu meningkatkan fungsi intermediasi

kecil maupun oleh perbankan dalam pengembangan

perbankan secara keseluruhan.

usaha kecil dan mikro. Sebagai hasil dari berbagai kebijakan yang

Meskipun indikator kinerja perbankan telah menunjukkan kemajuan yang berarti, sektor ini masih

ditempuh di atas, kinerja sektor perbankan selama 2001 telah menunjukkan kemajuan. Beberapa

3

Posisi November 2001.

13

Tinjauan Umum

menghadapi tantangan terutama fungsi intermediasi

$4,1 miliar atau masih 13,7% dari posisi utang luar

perbankan yang belum sepenuhnya pulih walaupun

negeri perusahaan yang bermasalah sekitar $30

telah mencapai kemajuan dibanding tahun sebe-

miliar. Lambatnya restrukturisasi utang luar negeri

lumnya. Hal ini tercermin dari belum optimalnya

swasta ini disebabkan oleh ketidaksesuaian terms

penyerapan kredit baru oleh sektor riil yang sampai

and conditions antara debitur dan kreditur, penurunan

akhir 2001 baru mencapai Rp56,8 triliun dari

nilai agunan kredit, meningkatnya country risk yang

komitmen kredit baru yang telah disediakan oleh

menyebabkan biaya bunga lebih mahal dan meng-

perbankan sebesar Rp127,3 triliun atau realisasinya

hambat investor asing untuk mengambil alih utang

hanya sebesar 44,6%. Rendahnya daya serap sektor

luar negeri perusahaan, volatilitas nilai tukar, dan

riil terhadap kredit perbankan sejalan dengan

adanya ketidakpastian hukum.

menurunnya kepercayaan dunia usaha (business confidence) untuk melakukan realisasi investasi dan

Kebijakan dan Perkembangan Sistem Pembayaran

produksi akibat meningkatnya risiko dan ketidak-

Sepanjang 2001 Bank Indonesia terus

pastian yang terjadi selama tahun laporan. Fungsi

melakukan berbagai upaya penyempurnaan untuk

intermediasi perbankan yang belum sepenuhnya pulih

menciptakan sistem pembayaran nasional yang

juga tidak terlepas dari masih berlangsungnya proses

efisien, cepat, aman, dan handal guna mendukung

konsolidasi internal perbankan dalam memenuhi

efektivitas pelaksanaan kebijakan moneter serta

ketentuan prudensial bank.

mendorong upaya penciptaan sistem perbankan yang

Sementara itu, perkembangan restrukturisasi

sehat. Secara garis besar, kebijakan sistem pemba-

kredit dan korporasi yang masih belum memper-

yaran terdiri dari kebijakan pengedaran uang dan

lihatkan hasil yang menggembirakan juga turut

peningkatan pelayanan jasa Bank Indonesia di bidang

mempengaruhi lambatnya pemulihan intermediasi

lalu lintas pembayaran.

perbankan. Sampai dengan Desember 2001, kredit

Di bidang pengedaran uang, dalam lingkup

yang telah direstrukturisasi (telah dibayar penuh) oleh

pembayaran tunai Bank Indonesia berusaha mencu-

BPPN baru mencapai Rp11,6 triliun atau 3,7% dari

kupi kebutuhan masyarakat terhadap uang kertas

total kredit bermasalah sebesar Rp310,7 triliun,

dan uang logam untuk keperluan pembayaran serta

sementara yang masih dalam tahap implementasi

menjaga agar uang yang diedarkan berada dalam

proposal restrukturisasi dan penandatangani MoU

kondisi layak edar. Pada 2001, Bank Indonesia

masing-masing mencapai Rp19,7 triliun dan Rp 60,9

meningkatkan penyediaan uang untuk memenuhi

triliun. Restrukturisasi kredit yang difasilitasi oleh

kenaikan kebutuhan masyarakat akan uang kartal

Satgas Restrukturisasi Kredit Bank Indonesia secara

seiring dengan perkembangan berbagai indikator

akumulatif telah mencapai Rp 91,8 triliun. Dalam pada

ekonomi nasional maupun dalam rangka meng-

itu, penyelesaian restrukturisasi utang luar negeri

hadapi bulan Ramadhan, Hari Raya Idul Fitri, Hari

swasta yang dilaporkan ke Bank Indonesia baru

Natal, dan Tahun Baru 2002 yang waktunya saling

sebanyak 68 perusahaan dengan total nilai sekitar

berdekatan.

14

Tinjauan Umum

Posisi UYD (Uang kartal Yang Diedarkan)

sosialisasi pengenalan keaslian uang rupiah. Selain

sepanjang 2001 cenderung meningkat. Posisi UYD

upaya yang bersifat preventif tersebut, Bank Indo-

akhir Desember 2001 mencapai Rp 91,3 triliun atau

nesia menerapkan upaya represif dengan melakukan

meningkat 1,8% dibandingkan dengan posisi UYD

koordinasi dan kerjasama dengan instansi terkait

akhir Desember 2000 yang hanya sebesar Rp 89,7

dalam melakukan penangkapan dan pemrosesan ke

triliun. Kenaikan UYD terutama disebabkan adanya

pengadilan terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam

penarikan yang cukup besar dari masyarakat dalam

pemalsuan uang rupiah. Di bidang lalu lintas pembayaran nontunai,

rangka merayakan hari-hari besar keagamaan dan tahun baru.

dalam rangka meningkatkan stabilitas sistem ke-

Dilihat dari jenis uangnya, perbandingan

uangan dan memperlancar efektivitas kebijakan mo-

antara uang kertas dan uang logam sepanjang 2001

neter, Bank Indonesia telah meningkatkan kinerja lalu

tidak banyak mengalami perubahan, dengan pangsa

lintas pembayaran nontunai melalui penyempurnaan

masing-masing jenis uang sebesar 98% untuk uang

implementasi dan ketentuan-ketentuan di bidang

kertas dan 2% untuk uang logam. Sementara itu, bila

pengawasan sistem pembayaran terutama mengenai

dilihat dari pecahannya, posisi UYD tersebut

keamanan, prosedur dan produknya, yang antara lain

didominasi oleh pecahan Rp 100.000 dan Rp 50.000

meliputi : (i) Pengembangan sistem Real Time Gross

yang rata-rata pangsanya masing-masing mencapai

Setlement (BI-RTGS) sebagai mekanisme setelmen

41,4% dan 28,9% dari total UYD. Selain menyediakan

pembayaran antarbank untuk transaksi nilai besar

uang dalam jumlah yang cukup, Bank Indonesia juga

dan/atau penting (urgent) yang dalam tahun 2001

senantiasa menjaga agar kualitas uang yang

telah diimplementasikan di 12 Kantor Bank Indonesia

dipegang masyarakat terjaga kualitasnya dengan cara

(KBI); (ii) Pengembangan Sistem Informasi Kliring

melakukan “clean money policy” yaitu menarik dan

Jarak Jauh (SIKJJ) untuk meningkatkan efisiensi dan

memusnahkan uang yang tidak layak edar atau

efektivitas penyelenggaraan kliring secara elektronik

Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) serta

dan otomasi; (iii) Pengaturan kembali hubungan

mengganti uang yang dimusnahkan tersebut.

rekening giro antara Bank Indonesia dengan pihak

Sementara itu, meskipun jumlah uang palsu

ekstern yang dilakukan untuk memperluas peman-

yang ditemukan pada 2001 menurun dibandingkan

faatan giro di Bank Indonesia oleh pihak ekstern guna

tahun 2000, Bank Indonesia tetap meningkatkan

mendukung kelancaran pencapaian tujuan meme-

kerjasama dengan instansi terkait dalam upaya

lihara kestabilan nilai rupiah;4 dan (iv) Pengaturan

memberantas peredaran uang palsu tersebut antara

mengenai penyelenggaraan jasa sistem pembayaran

lain dengan Badan Koordinasi Pemberantasan Uang

dengan menggunakan alat pembayaran nontunai dan

Palsu (Botasupal), mengedarkan poster dan stiker

jasa pendukungnya, dengan tujuan untuk mene-

mengenai cara mudah mengenali uang rupiah, mempersiapkan pembuatan iklan layanan masyarakat di media televisi, serta melakukan kegiatan

4

Penerbitan PBI No.3/11/PBI/2001 sebagai perubahan atas PBI No.2/ 24/PBI/2000 tentang Hubungan Rekening Giro Antara Bank Indonesia Dengan Pihak Ekstern.

15

Tinjauan Umum

gaskan batas-batas kewenangan antar lembaga da-

luaran subsidi dan utang pemerintah yang masih

lam pengaturan jasa-jasa sistem pembayaran.

besar. Sementara kemajuan dalam asset recovery BPPN maupun privatisasi Badan Usaha

PROSPEK EKONOMI DAN ARAH KEBIJAKAN 2002

Milik Negara (BUMN) diperkirakan belum dapat

Tantangan Ke Depan

menutupi beban keuangan pemerintah. Dengan

Evaluasi kinerja ekonomi 2001 menunjukkan

kondisi demikian, stimulus dari sisi fiskal untuk

bahwa penanganan terhadap berbagai permasalahan

percepatan pemulihan ekonomi menjadi sangat

mendasar dan risiko tidak secepat yang diperkirakan

terbatas.

dan bahkan dalam beberapa hal cenderung



Keempat, masih tingginya ketidakpastian

memburuk. Kondisi ini telah menyebabkan proses

hukum dan kendala-kendala dalam pelaksanaan

pemulihan ekonomi Indonesia tidak secepat yang

kebijakan di berbagai bidang ekonomi. Kondisi

diharapkan dan semakin besarnya tantangan yang

ini dapat membawa dampak yang kurang

dihadapi dalam pengendalian moneter. Upaya

menguntungkan pada keberhasilan beberapa

mengatasi berbagai risiko dan ketidakpastian tersebut

program restrukturisasi ekonomi sehingga

akan menjadi kunci keberhasilan untuk menjamin

menyulitkan upaya perbaikan country risk

prospek pemulihan ekonomi yang lebih baik pada

Indonesia dan percepatan pemulihan ekonomi

tahun-tahun mendatang. Berbagai faktor risiko dan

nasional.

ketidakpastian tersebut mencakup : •



16

Kelima, munculnya berbagai permasalahan yang

Pertama, masih lambannya proses restruk-

terkait dengan pelaksanaan otonomi daerah

turisasi utang perusahaan. Kondisi ini menye-

sehingga menyebabkan kurang kondusifnya iklim

babkan peningkatan kegiatan ekonomi dan

investasi di daerah. Di samping itu, pemanfaatan

penyaluran kredit perbankan tidak dapat berjalan

Dana Alokasi Umum (DAU) secara tidak efisien

lebih cepat, karena sebagian besar perusahaan

dapat menyebabkan stimulus ekonomi dari sektor

yang masih dalam proses restrukturisasi tersebut

pemerintah menjadi semakin terbatas.

merupakan komponen terbesar dari pereko-







Keenam, di sisi eksternal, meskipun diperkirakan

nomian nasional.

akan mulai membaik pada semester kedua,

Kedua, masih belum pulihnya intermediasi

secara keseluruhan perekonomian dunia masih

perbankan. Kondisi ini menyebabkan terbatasnya

akan mengalami resesi pada tahun 2002. Kondisi

pembiayaan kegiatan produksi dan investasi,

ini akan sangat berpengaruh terhadap kinerja

adanya kelebihan likuiditas di perbankan yang

sektor eksternal ekonomi Indonesia. Di samping

berpotensi memberi tekanan pada nilai tukar

itu, pemberlakuan Asean Free Trade Area (AFTA)

rupiah dan inflasi, serta menurunnya efektifitas

sejak awal tahun 2002, di satu sisi dapat mem-

kebijakan moneter.

buka peluang ekspor, namun disisi lain akan men-

Ketiga, masih beratnya beban keuangan peme-

dorong masuknya pesaing luar negeri yang dapat

rintah, terutama akibat masih tingginya penge-

mengancam kinerja produsen dalam negeri.

Tinjauan Umum

Prospek Ekonomi Makro

2001. Walaupun demikian, kedua sektor ini belum

Prospek ekonomi makro Indonesia di tahun

dapat di harapkan menjadi motor penggerak utama

2002 tidak terlepas dari pengaruh perkembangan

pertumbuhan ekonomi di tahun 2002. Keterbatasan

ekonomi global yang masih ditandai oleh melemahnya

kinerja investasi sebagai motor penggerak utama

perekonomian di negara-negara industri besar seperti

tersebut disebabkan oleh masih berlangsungnya

Amerika Serikat, Jepang, dan Uni Eropa. Meskipun

berbagai permasalahan mendasar di sektor riil, masih

demikian, stimulus kebijakan moneter dan fiskal yang

tingginya risiko dan ketidakpastian dalam pereko-

sangat agresif di negara-negara tersebut diprakirakan

nomian, serta terbatasnya pembiayaan investasi

akan mendorong bangkitnya kembali perekonomian

akibat belum pulihnya intermediasi perbankan.

negara-negara itu pada semester kedua 2002. Di

Sementara terbatasnya kinerja ekspor terutama

tengah-tengah masih lemahnya perekonomian dunia

disebabkan oleh melemahnya perekonomian dunia.

tersebut, prospek ekonomi dan moneter Indonesia pada

Walaupun kinerja ekspor masih terbatas,

2002 akan sangat tergantung pada kuatnya peningkatan

pertumbuhan impor diperkirakan masih meningkat

kegiatan ekonomi domestik. Apabila kemajuan dalam

sejalan dengan naiknya permintaan konsumsi dan

penanganan sejumlah permasalahan struktural di dalam

investasi.

negeri dan penurunan risiko dan ketidakpastian dapat

Dari sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi

dicapai, Bank Indonesia memperkirakan bahwa

yang moderat di tahun 2002 diprakirakan disumbang

pemulihan ekonomi Indonesia pada 2002 masih dapat

oleh hampir seluruh sektor. Sejalan dengan masih

dipertahankan. Apabila ekspor dan investasi dapat

dominannya peran konsumsi sebagai mesin utama

ditingkatkan serta program restrukturisasi ekonomi dan

pertumbuhan, maka sumbangan terbesar diprakira-

perbankan berjalan sesuai dengan harapan, Bank

kan akan berasal dari sektor industri pengolahan dan

Indonesia memprakirakan bahwa pertumbuhan

sektor perdagangan. Sektor industri pengolahan yang

ekonomi 2002 dapat mencapai 3,5%–4,0%.

diprakirakan meningkat tajam adalah industri

Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi

makanan dan minuman dan kendaraan bermotor,

2002 diprakirakan masih akan berasal dari

sedangkan industri unggulan ekspor seperti tekstil,

pertumbuhan konsumsi yang diprakirakan akan dido-

persepatuan dan kayu diprakirakan mengalami penu-

rong oleh meningkatnya gaji dan pendapatan serta

runan. Sementara itu, meningkatnya sektor perdaga-

meningkatnya pembiayaan untuk konsumsi, baik

ngan, terutama perdagangan ritel, diperkirakan

yang bersumber dari perbankan maupun dari perusa-

meningkat cukup tinggi terkait dengan masih tumbuh

haan pembiayaan seperti kartu kredit dan pembia-

positifnya permintaan konsumsi masyarakat yang

yaan konsumen. Namun demikian, perlu disadari

diperkirakan menjadi motor penggerak perekonomian

bahwa pertumbuhan konsumsi diprakirakan akan

domestik. Sektor pertambangan diperkirakan tumbuh

mengarah kepada perkembangan yang melambat.

positif namun masih relatif rendah terutama akibat

Sementara itu, investasi dan ekspor diprakirakan akan

masih tingginya ketidakpastian hukum dan faktor

mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi dari tahun

keamanan pada sektor ini selain masih lemahnya

17

Tinjauan Umum

permintaan luar negeri terhadap beberapa komoditas

Prospek Nilai Tukar dan Inflasi

tambang. Sektor lainnya seperti sektor bangunan

Prospek nilai tukar rupiah selama 2002 akan

diperkirakan akan bangkit sejalan dengan akan direali-

dipengaruhi oleh kondisi fundamental di pasar valuta

sasikannya beberapa proyek besar seperti Jakarta

asing seperti masih terbatasnya pasokan dan

Outer Ring Road dan mulai maraknya penyediaan

tingginya permintaan valuta asing, serta faktor sen-

perumahan seiring dengan meningkatnya kredit

timen pasar. Nilai tukar rupiah pada 2002 dipra-

konsumsi untuk perumahan. Satu-satunya sektor yang

kirakan memiliki potensi untuk menguat dimana

diperkirakan belum membaik adalah sektor pertanian,

tekanan depresiasi rupiah cenderung berkurang di-

sebagai akibat kemungkinan datangnya badai El-Nino

bandingkan dengan tahun lalu mengingat ketidak-

serta masih belum tuntasnya permasalahan produksi

pastian situasi politik diprakirakan relatif membaik

dan distribusi pupuk. Di samping itu, komoditas

pada 2002. Penguatan nilai rupiah secara signifikan

perkebunan yang berorientasi ekspor diperkirakan ju-

diharapkan terjadi mulai pertengahan tahun sejalan

ga menurun seiring dengan menurunnya permintaan

dengan harapan terus membaiknya risiko politik,

dunia.

keuangan, dan ekonomi. Prakiraan ini akan lebih Sementara itu, kinerja neraca pembayaran

optimis apabila dalam waktu dekat terdapat

Indonesia pada 2002 diprakirakan akan relatif

kemajuan dalam pelaksanaan program-program

membaik dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini

ekonomi pemerintah sehingga dapat memperbaiki

antara lain tercermin dari meningkatnya cadangan

persepsi pelaku pasar, termasuk adanya kemajuan

devisa yang terutama disebabkan oleh membaiknya

yang signifikan dalam penjualan aset oleh BPPN dan

lalu lintas modal. Sementara itu, transaksi berjalan

privatisasi BUMN. Namun demikian, apabila

diprakirakan tetap mencatat surplus walaupun lebih

berbagai risiko tersebut justru menunjukkan

rendah dibandingkan dengan tahun 2001. Prakiraan

perkembangan yang terus memburuk, maka rupiah

menurunnya surplus transaksi berjalan didasarkan

diperkirakan sedikit melemah. Berdasarkan pertim-

pada relatif tingginya impor dibanding ekspor.

bangan tersebut nilai tukar rupiah rata-rata pada

Transaksi berjalan diperkirakan masih dapat mencatat

2002 diprakirakan akan mencapai sekitar Rp9.500–

surplus sebesar $3,1 miliar. Sementara itu, defisit lalu

Rp10.500 per dolar.

lintas modal secara keseluruhan diprakirakan akan

Sementara itu, prospek inflasi pada 2002

cenderung menurun akibat menurunnya defisit lalu

akan dipengaruhi terutama oleh dampak kebijakan

lintas modal swasta dan membaiknya surplus lalu

pemerintah di bidang harga serta tingginya ekspektasi

lintas modal pemerintah. Membaiknya lalu lintas

inflasi. Seperti tahun-tahun sebelumnya, dampak

modal pemerintah tersebut bersumber dari penarikan

penerapan kebijakan pemerintah terhadap penam-

pinjaman yang berasal dari negara-negara donor

bahan inflasi diperkirakan masih cukup tinggi.

setelah sempat tertunda di tahun 2001 dan pen-

Rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM,

jadwalan kembali utang pokok luar negeri pemerintah

TDL, dan cukai rokok diprakirakan akan tetap

terkait dengan Paris Club.

memberikan dampak pada inflasi di tahun 2002.

18

Tinjauan Umum

Tingginya ekspektasi inflasi selain dipengaruhi oleh

pendapatan, yang memerlukan pemahaman yang lebih

inflasi yang tinggi pada 2001 juga sangat dipengaruhi

mendalam mengenai metode perhitungannya, dan (iii)

ekpektasi meningkatnya biaya produksi dan

dengan menggunakan sasaran inflasi yang lebih

transportasi sebagai akibat dari rencana kebijakan

akseptabel dan transparan, ekspektasi masyarakat

pemerintah di bidang harga dan pendapatan.

terhadap inflasi akan lebih mudah dipengaruhi oleh

Di samping itu, tekanan inflasi dari sisi per-

sasaran inflasi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

mintaan dan penawaran diprakirakan dapat meningkat

Di samping perubahan jenis inflasi yang di-

sebagai akibat dari peningkatan konsumsi masyarakat

gunakan sebagai sasaran, sejak tahun ini Bank

yang kurang diimbangi sisi penawaran. Tekanan inflasi

Indonesia mengumumkan inflasi jangka menengah.

diprakirakan semakin tinggi apabila faktor gangguan

Sasaran inflasi jangka menengah ini diharapkan dapat

pasokan pangan akibat adanya El-Nino yang terjadi

dipergunakan oleh masyarakat dan pelaku usaha

pada 2002 mengganggu produksi sektor pertanian.

sebagai acuan dalam perencanaan jangka menengah dan panjang. Dengan demikian, ekspektasi inflasi

Sasaran Inflasi Tahun 2002 dan Jangka Menengah

dalam jangka menengah dapat diarahkan pada

Dengan memperhatikan berbagai perkem-

tingkat inflasi yang lebih rendah tanpa mengorbankan

bangan dan prospek makroekonomi serta memper-

kelangsungan pemulihan ekonomi (Boks : Penetapan

timbangkan perkembangan tekanan inflasi ke depan,

Sasaran Inflasi Bank Indonesia).

Bank Indonesia menetapkan sasaran inflasi IHK 2002 pada kisaran 9,0%–10,0%. Namun demikian, dalam

Arah Kebijakan

lima tahun ke depan Bank Indonesia memiliki

Dengan memperhatikan prospek ekonomi

komitmen untuk secara bertahap menurunkan inflasi

dan sasaran inflasi yang ditetapkan serta berbagai

menjadi sekitar 6,0%–7,0%.

tantangan yang dihadapi di tahun 2002, Bank Indo-

Dalam hal ini perlu dijelaskan bahwa berbeda

nesia akan berupaya untuk secara konsisten menem-

dengan tahun-tahun sebelumnya, sejak tahun ini Bank

puh kebijakan-kebijakan di bidang moneter, perban-

Indonesia mengubah jenis inflasi yang digunakan

kan dan sistem pembayaran.

sebagai sasaran inflasi, yaitu dari inflasi IHK di luar

Di bidang moneter, dalam rangka mencapai

dampak kebijakan pemerintah di bidang harga dan

sasaran inflasi yang telah ditetapkan, kebijakan

pendapatan menjadi inflasi IHK. Adapun pertimbangan

moneter akan diarahkan pada upaya pengendalian

perubahan jenis sasaran inflasi ini adalah (i) inflasi IHK

uang primer agar tetap sesuai dengan kebutuhan riil

merupakan perubahan harga yang secara langsung

perekonomian. Upaya pengendalian moneter tersebut

dirasakan oleh masyarakat sehingga penggunaan

akan dilakukan dengan pertimbangan suku bunga riil

sasaran inflasi jenis ini lebih dapat diterima oleh

yang positif pada kisaran yang memadai sekitar 4,0%-

masyarakat, (ii) penggunaan inflasi IHK lebih trans-

5,0%. Secara operasional, pengendalian moneter

paran bagi masyarakat dibandingkan inflasi IHK di luar

dilakukan dengan mengoptimalkan instrumen-

dampak kebijakan pemerintah di bidang harga dan

instrumen moneter terutama melalui operasi pasar

19

Tinjauan Umum

terbuka dengan lelang SBI. Selain itu, upaya tersebut

kredit kepada sektor-sektor yang dianggap telah siap

juga akan didukung dengan melakukan sterilisasi valas.

dan memiliki risiko yang relatif rendah seperti kredit

Disamping sebagai upaya penyerapan kelebihan

ekspor dan kredit bagi UKM dengan tetap memper-

likuiditas, sterilisasi valas juga dimaksudkan untuk

hatikan prinsip-prinsip perkreditan yang sehat. Bank

mengurangi tekanan terhadap nilai tukar rupiah.

Indonesia juga melakukan penyempurnaan terhadap

Kesemua langkah di bidang moneter tersebut akan

beberapa ketentuan untuk mempercepat intermediasi

dilakukan secara berhati-hati dan terukur agar

perbankan. Selain itu, usaha untuk meningkatkan

kestabilan harga tetap terpelihara sehingga mampu

kesehatan bank juga didukung oleh upaya-upaya

mendukung proses pemulihan ekonomi yang sedang

yang terus menerus untuk menekan angka NPLs

berlangsung dan pertumbuhan ekonomi yang

perbankan nasional dengan mewajibkan bank-bank

berkelanjutan dalam jangka menengah-panjang.

untuk mencapai target NPLs sebesar 5% pada akhir

Di bidang perbankan, prioritas utama ke-

2002. Sementara itu upaya yang perlu dilakukan untuk

bijakan diarahkan untuk memperkuat ketahanan

memperkuat infrastruktur perbankan nasional dapat

sistem perbankan. Untuk mencapai hal tersebut, Bank

dilakukan dengan terus mendorong pengembangan

Indonesia akan terus menerus memaksimalkan upaya

bank syariah dan keberadaan BPR serta bersama-

penerapan 25 Basel Core Principles for Effective

sama dengan Pemerintah mempersiapkan pem-

Banking Supervision yang penjabarannya dituangkan

bentukan Lembaga Penjamin Simpanan dan lembaga

dalam Master Plan Peningkatan Efektivitas Penga-

pengawas jasa keuangan.

wasan Bank. Upaya untuk memelihara CAR bank-

Untuk mendukung tercapainya kestabilan

bank yang telah mencapai 8% terus dilakukan

sistem keuangan dan efektivitas kebijakan moneter,

khususnya terhadap bank-bank yang struktur per-

kebijakan di bidang sistem pembayaran akan diarah-

modalannya masih rentan terhadap pengaruh kenai-

kan untuk mempercepat pengembangan dan pelak-

kan suku bunga dan melemahnya nilai tukar serta

sanaan sistem pembayaran nasional yang efisien,

penurunan kualitas kredit. Bagi bank-bank besar yang

akurat, aman, dan handal melalui peningkatan mutu

memiliki risiko usaha yang cukup tinggi dan bero-

pelayanan sistem pembayaran. Di bidang penge-

perasi secara internasional akan didorong untuk

daran uang Bank Indonesia akan mengutamakan

meningkatkan rasio kecukupan modalnya di atas 8%.

penggunaan unsur pengaman yang kasat mata dan

Di samping itu, dalam rangka meningkatkan stabilitas

kasat raba terhadap uang baru yang diterbitkan. Di

sistem keuangan, pada saat ini Bank Indonesia

samping itu, Bank Indonesia akan melakukan

sedang melakukan pengkajian mengenai landscape

penataan kembali jalur distribusi uang dalam rangka

perbankan Indonesia yang terintegrasi dengan

lebih menjamin ketersediaan uang di seluruh Kantor

pengembangan lembaga finansial lainnya.

Bank Indonesia (KBI) dan peningkatan pelayanan

Sementara itu, untuk memulihkan fungsi

penarikan uang tunai kepada masyarakat.

intermediasi perbankan, Bank Indonesia akan mendo-

Sementara dari sisi pembayaran nontunai,

rong perbankan untuk lebih banyak lagi menyalurkan

kebijakan tetap diarahkan pada pengurangan risiko

20

Tinjauan Umum

Tinjauan Umum

pembayaran, peningkatan kualitas dan kapasitas

ekonomi. Koordinasi kebijakan seperti ini diharapkan

layanan sistem pembayaran serta pengaturan

dapat menghasilkan paket kebijakan ekonomi yang

pengawasan sistem pembayaran yang cepat, aman,

kredibel sehingga akan menumbuhkan kembali

dan efisien. Selain itu, Bank Indonesia juga terus

kepercayaan para pelaku ekonomi terhadap proses

melakukan upaya pengaturan mengenai penyeleng-

pemulihan ekonomi.

garaan jasa sistem pembayaran dengan menggu-

Dari sisi internal, Bank Indonesia telah

nakan alat pembayaran nontunai dan jasa pendu-

menempuh berbagai langkah pembenahan mana-

kungnya serta melakukan pengaturan yang terkait

jemen intern melalui Program Transformasi Bank

dengan upaya mengatasi kegagalan peserta kliring

Indonesia. Program yang mulai diterapkan tahun 2002

dalam penyelesaian kewajiban setelmennya.

ini mencakup perubahan secara substansial misi dan visi Bank Indonesia dalam era yang sedang berubah

Penutup

yang menuntut kemampuan Bank Indonesia mela-

Sebagai penutup, rangkaian kebijakan Bank

kukan antisipasi dan menyesuaikan diri dengan

Indonesia di tahun 2002 yang akan ditempuh Bank

perubahan-perubahan yang terjadi baik dalam skala

Indonesia pada hakikatnya merupakan bagian dari

nasional maupun skala global. Perubahan-perubahan

kerangka kebijakan ekonomi makro secara kese-

ini mendorong Bank Indonesia untuk lebih secara

luruhan. Dalam konteks ini, kebijakan Bank Indonesia

sistematis dan terpadu melakukan perubahan dalam

berfungsi untuk menunjang terciptanya iklim yang

rangka meningkatkan transparansi, akuntabilitas,

kondusif bagi upaya pemulihan ekonomi. Di sisi lain,

integritas, dan kompetensi. Dalam operasionalnya,

keberhasilan kebijakan yang akan ditempuh Bank

program transformasi ini akan membawa konsekuensi

Indonesia sangat tergantung pada kebijakan-kebija-

pada perubahan kerangka kebijakan moneter,

kan di bidang lain dan perkembangan berbagai faktor

perangkat organisasi, manajemen sumberdaya

risiko dan ketidakpastian. Dengan demikian,

manusia, sistem teknologi informasi serta hubungan

koordinasi kebijakan menjadi faktor yang sangat

dengan stakeholders (Boks : Program Transformasi

penting dalam menunjang keberhasilan pemulihan

Bank Indonesia).

21

Tinjauan Umum

boks

Penetapan Sasaran Inflasi Bank Indonesia Sesuai dengan pasal 7 Undang-Undang

kenaikan harga terjadi pada seluruh kelompok barang

No.23/1999 tentang Bank Indonesia disebutkan

dan jasa (the general price level movement). Sebagai

bahwa tugas pokok Bank Indonesia adalah mencapai

indikator yang mencerminkan perubahan harga-harga,

dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Selanjutnya

Inflasi berdasarkan Indeks Harga Konsumen (IHK)

dalam pasal 10, untuk menjalankan tugas ini Bank

merupakan indikator inflasi yang paling umum

Indonesia diwajibkan untuk mengumumkan sasaran

digunakan baik di Indonesia maupun disejumlah ne-

inflasi dan sasaran-sasaran moneter untuk mencapai

gara lainnya. Hal ini berkaitan dengan kontinuitas

sasaran inflasi tersebut.

penyediaan data yang dapat disediakan dengan

Salah satu upaya Bank Indonesia dalam rangka menjalankan tugas pokok tersebut adalah

segera dan perannya yang lebih dapat mencerminkan kenaikan biaya hidup masyarakat (cost of living).

menetapkan sasaran inflasi dengan cara yang tepat

Namun demikian, dengan tingginya variabilitas

dengan mempertimbangkan kondisi makroekonomi.

pergerakan harga relatif di antara komponen barang

Dengan melihat perkembangan kondisi perekono-

yang tercakup dalam perhitungan IHK (relative price

mian saat ini dan tahun-tahun mendatang, penetapan

movement) serta tingginya pengaruh nonfundamental

sasaran inflasi saat ini bertujuan untuk mendukung

seperti pengaruh musiman dan dampak penerapan ke-

upaya pencapaian sasaran inflasi melalui pemben-

bijakan pemerintah di bidang harga dan pendapatan

tukan ekspektasi masyarakat dengan penerapan

dalam perkembangan inflasi di Indonesia, seringkali per-

kebijakan moneter yang tetap mendukung proses

gerakan inflasi IHK tidak mencerminkan perkembangan

pemulihan ekonomi. Untuk itu berbagai aspek penting

laju inflasi seperti yang dimaksudkan dalam definisi

yang perlu dikaji dalam penetapan sasaran inflasi ini

inflasi di atas (general movement dan persistent). Hal

adalah: penentuan jenis sasaran inflasi, penentuan

ini dapat berimplikasi terhadap kekurangtepatan arah

jangka waktu pencapaian sasaran inflasi dan level

kebijakan moneter yang akan ditetapkan oleh Bank

dari sasaran inflasi yang akan dicapai.

Indonesia dalam upaya pengendalian laju inflasi, yang mengacu pada perkembangan harga-harga.

JENIS SASARAN INFLASI Secara umum inflasi di definisikan sebagai

Menghadapi hal ini, Bank Indonesia telah melakukan berbagai penelitian2 dalam rangka menda-

“...a situation in which there is a persistent upward

1

movement in the general price level...”. 1 Dalam

2

pengertian ini terdapat dua hal penting yakni menyangkut definisi kenaikan harga yang terjadi secara terusmenerus (a persistent upward movement) dan

22

A.J. Hagger (1977), Inflation: Theory and Policy, The Macmillan Press Ltd. W. Santoso, R. Anglingkusumo, Underlying Inflation Sebagai Indikator Harga Yang Relevan Dengan Kebijakan Moneter: Sebuah Tinjauan Untuk Indonesia, BEMP No.1 Vol.1, Juli 1998 dan A.R. Hutabarat, F. Majardi, R. Anglingkusumo, E.D.Tjahjono, E. Haryono, B. Pramono, H. Alamsyah, Perhitungan Inflasi Inti di Indonesia, BEMP Vol.2 No.4, Maret 2000.

Tinjauan Umum

patkan indikator perubahan harga yang lebih dapat

dikeluarkan dampak kebijakan pemerintah yang pada

mencerminkan perubahan harga-harga fundamental.3

akhirnya dikenal dengan nama inflasi di luar dampak

Indikator tersebut akan digunakan oleh Bank Indo-

kebijakan pemerintah di bidang harga dan penda-

nesia sebagai penunjuk arah bagi penetapan kebi-

patan. Jenis inflasi inilah yang dijadikan sasaran inflasi

jakan moneter, dan sekaligus dapat dijadikan alternatif

Bank Indonesia dalam 2 tahun terakhir.

sasaran inflasi yang akan dicapai. Penelitian ini meng-

Dengan adanya berbagai indikator inflasi

hasilkan beberapa jenis inflasi inti (core inflation) yang

tersebut maka berbagai kajian secara mendalam

diperoleh dari berbagai metode, dimana masing-

terus dilakukan untuk dapat menentukan jenis sasa-

masing metode dibedakan oleh cara mengeluarkan

ran inflasi yang lebih tepat. Dari berbagai kriteria yang

gangguan-gangguan (shocks) yang ada dalam inflasi

perlu dipertimbangkan dalam menentukan jenis

IHK.

sasaran inflasi, yaitu tingkat prediktabilitas, kontrolaMetode yang pertama yang digunakan dalam

bilitas, dan akseptabilitas, pada 2002 Bank Indonesia

perhitungan inflasi inti adalah dengan pendekatan

lebih mengutamakan kriteria akseptabilitas dalam arti

trimmed mean. Secara statistik, pendekatan ini meru-

memilih jenis inflasi yang lebih dapat diterima

pakan perhitungan inflasi inti yang paling baik (robust)

masyarakat dibandingkan kriteria lainnya. Dengan

karena benar-benar dapat mencerminkan laju peru-

demikian masyarakat diharapkan menggunakan

bahan harga yang persisten. Namun, pendekatan ini

sasaran inflasi sebagai patokan (anchor) dalam

relatif sulit untuk dipahami oleh masyarakat berkaitan

kegiatan ekonomi mereka sehingga ekspektasi ma-

dengan faktor teknis dalam perhitungannya. Kedua,

syarakat terhadap inflasi akan lebih mudah dipe-

dengan menggunakan metode exclusion, yaitu me-

ngaruhi oleh sasaran inflasi yang ditetapkan oleh

ngeluarkan beberapa jenis komoditi yang pergerakan

Bank Indonesia.

harganya sangat fluktuatif (volatile) dan/atau komoditi-

Jenis inflasi yang paling memenuhi kriteria

komoditi yang penetapan harganya diatur oleh

akseptabilitas tersebut adalah inflasi IHK, karena

pemerintah, dari perhitungan inflasi. Beberapa komo-

inflasi ini lebih umum dikenal oleh masyarakat sebagai

ditas tersebut dikeluarkan secara permanen dari

indikator inflasi di Indonesia. Sementara itu, jenis

keranjang IHK sehingga terbentuk keranjang baru

sasaran inflasi Bank Indonesia di tahun 2000 dan

yang berisikan komoditas-komoditas yang lebih dapat

2001 yaitu inflasi di luar dampak kebijakan peme-

mencerminkan perkembangan harga fundamental.

rintah, menjadi sulit untuk dipertahankan sebagai jenis

Ketiga adalah metode specific adjustment, yaitu

sasaran inflasi Bank Indonesia karena selain tingkat

dengan menghilangkan pengaruh khusus pada harga

akseptabilitasnya yang diperkirakan lebih rendah,

agregat melalui penyesuaian pada waktu-waktu

jenis inflasi ini memiliki tingkat kesulitan yang cukup

tertentu di saat terjadinya gangguan (shocks). Dalam

tinggi dalam teknis perhitungannya sehingga sulit

metode specific adjustment ini secara khusus hanya

untuk diverifikasi. Dengan demikian, jenis inflasi yang

3

Perubahan harga-harga yang disebabkan oleh kondisi perekonomian secara agregat.

dijadikan sasaran inflasi pada 2002 ini adalah inflasi IHK, walaupun Bank Indonesia harus menanggung

23

Tinjauan Umum

konsekuensi rendahnya tingkat prediktabilitas dan

Kajian mengenai efektifitas kebijakan mo-

kontrolabilitas jenis inflasi ini mengingat banyaknya

neter dalam mempengaruhi inflasi menunjukkan

faktor gangguan (shocks) yang terdapat di dalamnya.

bahwa kebijakan moneter memiliki efek tunda yang

Sementara itu, berbagai indikator inflasi inti yang

cukup panjang dalam mempengaruhi laju inflasi

memiliki tingkat prediktabilitas dan kontrolabilitas yang

secara optimal. Kajian ini mempertimbangkan adanya

lebih tinggi dapat digunakan sebagai penunjuk arah

trade off antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi

(guidance) bagi Bank Indonesia dalam perumusan

dalam upaya pengendalian inflasi.4 Implikasi dari

kebijakan moneternya.

panjangnya efek tunda optimal dari kebijakan moneter ini adalah adanya keterbatasan dalam ruang gerak

Level Sasaran Inflasi dan Jangka Waktu Penca-

kebijakan moneter dalam melakukan proses disinflasi

paiannya

dalam jangka pendek.

Untuk menentukan level inflasi dan jangka

Dalam periode jangka pendek, proses dis-

waktu pencapaian yang optimal diperlukan kajian

inflasi membutuhkan penerapan kebijakan moneter

yang komprehensif. Dalam penentuannya perlu di-

yang ekstra ketat yang akan berakibat buruk pada

pertimbangkan berbagai hal yang diantaranya adalah

upaya pemulihan ekonomi. Untuk itu, sasaran inflasi

masalah karakteristik inflasi, efektifitas dan variabilitas

jangka pendek (1 tahun) hanya dapat ditetapkan pada

kebijakan moneter, dampaknya terhadap proses

kisaran prakiraan inflasi yang diprakirakan akan terjadi

pemulihan ekonomi, dan perkiraan mengenai sumber-

pada periode tersebut. Namun demikian proses

sumber tekanan inflasi yang berada diluar pengaruh

disinflasi dapat dilakukan dengan menurunkan inflasi

kebijakan moneter.

secara bertahap sehingga sasaran inflasi yang cukup

Kajian mengenai karakteristik inflasi IHK

rendah bisa ditetapkan dalam jangka menengah, yaitu

memperlihatkan bahwa pergerakan inflasi di

sekitar 5 tahun. Dengan penetapan sasaran inflasi

Indonesia banyak disebabkan oleh gejolak harga be-

seperti ini, kebijakan moneter diharapkan mempunyai

berapa barang tertentu dalam keranjang IHK (relative

ruang gerak yang memadai untuk memberikan iklim

price changes). Dengan angka rata-rata kurtosis peru-

yang kondusif bagi proses pemulihan ekonomi,

bahan harga barang-barang dalam keranjang IHK

namun ekspektasi inflasi masyarakat secara bertahap

yang sangat tinggi, inflasi yang terjadi tidak mencer-

akan terbentuk sesuai dengan sasaran inflasi jangka

minkan perubahan harga barang-barang secara

menengah.

umum. Selain itu, dengan kemencengan distribusi

Sementara itu, kajian lainnya yang didasar-

yang sangat condong ke kanan (chronic right skew-

kan pada berbagai model ekonomi yang dimiliki oleh

nes), inflasi yang terjadi memiliki kecenderungan yang tinggi. Hal ini banyak disebabkan oleh masalah distribusi barang dan faktor musiman yang terjadi di Indonesia. Implikasi dari karakteristik ini adalah sulitnya menurunkan tingkat inflasi pada level yang rendah.

24

4

A.R. Hutabarat, R. Anglingkusumo, F. Majardi, R.E. Wimanda, Penelitian Tentang Optimal Policy Rules Untuk Pengendalian Inflasi Secara Forward Looking, BEMP Vol.2 No.3, Desember 2000 dan R. Anglingkusumo, C. Ligaya, Pengukuran Target Inflasi Dalam Rangka Melaksanakan Kebijakan Moneter Secara Forward Looking, BEMP Vol.2 No.4, Maret 2000.

Tinjauan Umum

Bank Indonesia 5 menunjukkan bahwa dengan



Fungsi intermediasi perbankan telah kembali

menerapkan kebijakan moneter yang berhati-hati,

normal sehingga transmisi dan efektivitas kebi-

proses disinflasi menuju tingkat inflasi yang cukup

jakan moneter dapat berlangsung baik.

rendah dapat dilakukan oleh Bank Indonesia dalam



Permasalahan-permasalahan di sektor riil telah

jangka menengah tanpa mengakibatkan terham-

dapat diatasi dan realisasi investasi telah mem-

batnya proses pemulihan ekonomi. Proses disinflasi

baik sehingga kendala peningkatan penawaran

tersebut dilandasi atas beberapa asumsi utama yang

aggregat dalam mengimbangi pertumbuhan

bersifat optimis yaitu:

permintaan agregat tidak menimbulkan tekanan



yang besar terhadap inflasi.

Kebijakan pemerintah menaikkan harga barang administered telah berkurang dalam jangka



5



Kredibilitas Bank Indonesia yang telah terbentuk

menengah, terutama karena telah dihapuskannya

melalui pelaksanaan kebijakan moneter secara

subsidi BBM dan berakhirnya kenaikan tarif dasar

konsisten dan penetapan sasaran inflasi yang

listrik (TDL) sehingga harga BBM dan TDL sesuai

realistis, sehingga dapat mengarahkan dan

dengan harga dan tarif internasional.

membentuk ekspektasi inflasi yang rendah.

Pergerakan nilai tukar rupiah yang lebih stabil,

Berdasarkan pertimbangan- pertimbangan di

sejalan dengan berkurangnya tekanan per-

atas dan dengan melihat kondisi ekonomi makro dan

mintaan murni valuta asing, membaiknya struktur

faktor-faktor yang mempengaruhi laju inflasi, sasaran

pasar keuangan, serta pulihnya kondisi dan fungsi

inflasi IHK yang optimum untuk dicapai dalam jangka

intermediasi perbankan dan berkurangnya risiko

pendek (tahun 2002) adalah pada kisaran 9%–10%.

dari faktor nonekonomi. Kondisi tersebut diharap-

Sementara sasaran inflasi IHK jangka menengah yang

kan akan mengurangi efek pass-through nilai

dapat diupayakan oleh Bank Indonesia tanpa meng-

tukar ke inflasi.

hambat proses pemulihan ekonomi adalah 6%–7%.

Model Bank Indonesia (MODBI), General Equilibrium Model Bank Indonesia (GEMBI), dan Small Scale Macroeconomic Model (SSMM).

25

Tinjauan Umum

boks

Program Transformasi Bank Indonesia Dengan diberlakukannya Undang-Undang No.

kredibilitasnya untuk meraih kepercayaan publik yang

23/1999, Bank Indonesia dituntut melakukan

sangat diperlukan dalam menjamin efektifitas

perubahan mendasar sesuai dengan semangat yang

kebijakan moneter. Dalam skala yang lebih luas,

terkandung dalam UU tersebut, yaitu independensi,

kredibilitas dari bank sentral suatu negara sangat ber-

transparansi dan akuntabilitas. Pada saat yang sama,

pengaruh dalam meningkatkan kepercayaan inter-

tuntutan perubahan yang terjadi baik dalam skala

nasional.

nasional maupun global juga mengharuskan Bank

Pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas,

Indonesia melakukan sejumlah perubahan funda-

telah mendorong Bank Indonesia sejak 2000

mental. Dalam skala nasional, proses reformasi dalam

melakukan evaluasi menyeluruh terhadap visi dan

pelaksanaan kebijakan publik menuntut Bank Indo-

misi, organisasi, pola kerja, dan pengembangan

nesia sebagai institusi publik untuk memperbaiki good

sumberdaya manusia. Secara formal, sejak Februari

governance yang berimplikasi pada perlunya pening-

2001 berbagai langkah perubahan yang akan

katan transparansi dan akuntabilitas dalam proses

dilakukan oleh Bank Indonesia kemudian secara

pengambilan kebijakan. Disamping itu, krisis ke-

sistematis, menyeluruh, dan terintegrasi dicanangkan

uangan dan moneter yang terjadi sejak 1997

dalam program Transformasi Bank Indonesia.

mengharuskan Bank Indonesia sebagai bank sentral

Program perubahan strategis (strategic change) ini

meningkatkan citra dan membangun kembali

dilakukan untuk mempercepat terbentuknya Bank

PERUBAHAN STRATEGIS 1. 2. 3. 4. 5.

Sistem Perumusan Kebijakan Moneter Sistem Pelaksanaan Kebijakan Moneter Sistem Pengawasan Bank Sistem Pengedaran Uang Sistem Perencanaan, Anggaran dan Penilaian Kinerja BI 6. Sistem Manajemen Informasi 7. Sistem Teknologi Informasi 8. Sistem Manajemen SDM 9. Sistem Manajemen Logistik 10. Sistem Jaringan Kantor

SASARAN PERUBAHAN

Proses Kerja Baru

Citra Membaik

Kompetensi Kerja Baru

Kinerja Meningkat

Performance-based culture

Bagan 1. Perubahan Strategis dalam Program Transformasi

26

Kepuasan Kerja Meningkat

Tinjauan Umum

Indonesia baru yang lebih mampu mengantisipasi dan

termasuk semua persiapan yang diperlukan dalam

menyesuaikan diri dengan perubahan yang ada serta

rangka pengalihan fungsi pengawasan bank ke

memenuhi harapan para stakeholders. Sasaran ini

lembaga pengawas jasa keuangan. Secara teknis,

dicapai melalui perumusan kembali visi dan misi, nilai-

hal ini dilakukan melalui perancangan early warning

nilai strategis, dan tujuan strategis Bank Indonesia.

system yang mendukung pelaksanaan risk-based

Secara operasional, terdapat sepuluh perubahan

supervision dan pelaksanaan fungsi financial stability.

strategis yang meliputi bidang kebijakan moneter,

Disamping itu, program transformasi di sektor

perbankan, sistem pembayaran, dan manajemen

perbankan juga melakukan perancangan program

internal yang harus dikelola secara terintegrasi untuk

pelatihan dan program sertifikasi pengawas dan

mencapai sasaran-sasaran perubahan, yaitu proses

pemeriksa bank dalam rangka pelaksanaan risk-

kerja baru, kompetensi kerja baru, dan budaya kerja

based supervision. Terkait dengan pemisahan fungsi

baru yang berbasis kinerja (performance-based

pengawasan bank, program transformasi diarahkan

culture) sehingga kinerja dan citra Bank Indonesia

pada perancangan contingency plan pengalihan

dapat ditingkatkan (Bagan 1).

fungsi pengawasan ke lembaga baru dan pe-

Di bidang moneter, transformasi ditujukan

rancangan konsep organisasi Bank Indonesia dalam

pada peningkatan kualitas perumusan kebijakan

mewujudkan perannya dalam menjaga kestabilan

moneter dan riset ekonomi serta kualitas pelak-

sistem keuangan di Indonesia. Di bidang manajemen

sanaan kebijakan moneter dengan fokus pada pen-

internal, program transformasi dilakukan dalam

capaian tujuan kestabilan moneter. Tujuan ini dicapai

rangka meningkatkan good governance Bank

dengan memperjelas tujuan strategis, memperbaiki

Indonesia melalui pembenahan di bidang peren-

proses, dan peningkatan sumberdaya manusia, serta

canaan, anggaran, dan manajemen kinerja, mana-

organisasi sektor moneter. Di bidang perbankan,

jemen sumberdaya manusia, manajemen teknologi

sasaran program transformasi adalah mewujudkan

informasi, manajemen informasi, serta manajemen

perbankan yang sesuai dengan standar internasional

logistik.

27

Kondisi Ekonomi Makro

bab 2 KONDISI EKONOMI MAKRO

28

Kondisi Ekonomi Makro

bab 2

KONDISI EKONOMI MAKRO

P

ertumbuhan perekonomian Indonesia dalam ta-

perbankan, serta beratnya beban keuangan

hun 2001 mengalami perlambatan meskipun

pemerintah. Sementara itu, masih tingginya risiko dan

masih relatif lebih baik dari pertumbuhan yang dialami

ketidakpastian sehubungan dengan meningkatnya

oleh negara-negara di kawasan ASEAN. Produk

ketegangan sosial dan politik, serta lemahnya

Domestik Bruto (PDB) 2001 tumbuh sebesar 3,3%,

penegakan hukum menyebabkan menurunnya

lebih rendah dibandingkan tahun lalu yang mencapai

kepercayaan dunia usaha untuk melakukan kegiatan

4,9% (Tabel 2.1). Angka pertumbuhan ini juga di

produksi dan investasi yang pada akhirnya

bawah proyeksi awal tahun Bank Indonesia sebesar

menghambat ekspansi ekonomi lebih lanjut. Dari luar

4,5%–5,5%.

negeri, perkembangan perekonomian dunia yang

Perlambatan kegiatan perekonomian ter-

cenderung melambat sejak triwulan I-2001 dan

sebut tidak terlepas dari perkembangan kondisi di

kemudian menjadi lebih buruk pasca tragedi World

dalam dan luar negeri yang kurang menguntungkan.

Trade Centre (WTC) pada 11 September 2001 telah

Dari dalam negeri, perlambatan ini terutama disebab-

menyebabkan perekonomian negara-negara maju

kan oleh lambatnya restrukturisasi utang dan sektor

terganggu, diantaranya adalah negara-negara yang

korporasi, masih berlangsungnya konsolidasi internal

menjadi investor dan mitra dagang penting bagi Indonesia.

Tabel 2.1 Produk Domestik Bruto 1999 Jenis

Hal ini menyebabkan sumber pertumbuhan

2 0 0 0*

2 0 0 1**

Pertum- Kontri- Pertum- Kontri- Pertum- Kontribuhan busi buhan busi buhan busi

Produk Domestik Bruto (riil)

0,8

0,8

4,9

4,9

3,3

3,3

Menurut Pengeluaran Konsumsi Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Pemerintah Investasi1) Ekspor Barang dan Jasa Impor Barang dan Jasa

4,3 4,6 0,7 -18,2 -31,8 -40,7

3,3 3,2 0,1 -4,5 -11,4 -14,3

3,9 3,6 6,5 21,9 26,5 21,1

3,1 2,6 0,5 4,4 6,4 4,4

6,2 5,9 8,2 4,0 1,9 8,1

4,8 4,2 0,6 0,9 0,6 1,9

2,2 -1,6 3,9 8,3 -1,9 -0,1 -0,8 -7,2 1,9

0,4 -0,2 1,0 0,1 -0,1 0,0 -0,1 -0,5 0,2

1,7 5,1 6,1 8,8 5,5 5,6 9,4 4,3 2,2

0,3 0,5 1,6 0,1 0,3 0,9 0,7 0,3 0,2

0,6 -0,6 4,3 8,4 4,0 5,1 7,5 3,0 2,0

0,1 -0,1 1,1 0,1 0,2 0,8 0,6 0,2 0,2

Menurut Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan Industri Pengolahan Listik, Gas & Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Telekomunikasi Keuangan, Perusahaan Jasa Jasa-jasa

ekonomi dari sisi permintaan yang semula diharapkan akan berasal dari kegiatan investasi dan ekspor, dalam perkembangannya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Pertumbuhan ekonomi pada tahun

1) Investasi disini adalah pembentukan modal tetap domestik bruto Sumber : BPS

laporan sangat bertumpu pada pengeluaran konsumsi, baik untuk sektor rumah tangga maupun pemerintah. Sementara itu, dari sisi penawaran, hampir seluruh sektor ekonomi mencatat pertumbuhan yang positif meskipun dengan laju yang melambat, kecuali sektor pertambangan yang mencatat kontraksi. Sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran yang diharapkan menjadi pendorong utama pertumbuhan

29

Kondisi Ekonomi Makro

ekonomi, tidak mampu mendorong perekonomian

perbankan belum menunjukkan kemajuan yang

untuk tumbuh lebih tinggi terutama berkaitan dengan

berarti. Kondisi ini diperberat oleh perkembangan per-

berbagai kendala yang membatasi peningkatan

ekonomian dunia yang justru mengalami

utilisasi di kedua sektor tersebut.

perlambatan terutama sejak akhir triwulan I-2001 dan

Kegiatan ekonomi yang melambat tersebut

diperparah oleh tragedi WTC 11 September 2001

pada gilirannya memberikan dampak yang kurang

yang memberikan dampak kurang menguntungkan

menguntungkan bagi kondisi ketenagakerjaan.

bagi perkembangan sektor eksternal perekonomian

Pertumbuhan angkatan kerja yang tinggi tidak dapat

Indonesia.

diimbangi oleh penyediaan lapangan kerja secara

Sepanjang tahun laporan, pertumbuhan

memadai. Memburuknya kondisi ketenagakerjaan

ekonomi terutama bersumber dari kegiatan di dalam

tersebut antara lain tercermin dari meningkatnya

negeri (domestic demand) yang dalam hal ini

angka pengangguran, maraknya aksi pemogokan dan

didorong oleh meningkatnya pengeluaran konsumsi

perselisihan buruh serta pemutusan hubungan kerja

yang cukup tinggi sebesar 6,2%, jauh lebih tinggi

(PHK).

dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar 3,9%. Sementara itu, kinerja investasi dan

PERMINTAAN AGREGAT

ekspor mencatat perlambatan yakni masing-masing

Pada awal 2001 perekonomian Indonesia

hanya tumbuh sebesar 4,0% dan 1,9%. Adanya

diperkirakan mengalami pertumbuhan yang cukup

peningkatan permintaan terutama untuk pengeluaran

tinggi yakni mencapai 4,5%–5,5%. Pertumbuhan

konsumsi yang tidak diimbangi oleh penambahan

yang tinggi tersebut terutama diperkirakan akan

investasi dan produksi secara memadai mengaki-

didukung oleh membaiknya kinerja ekspor, kegiatan

batkan memburuknya pembentukan stock perekono-

investasi, serta masih kuatnya pengeluaran konsumsi.

mian.

Perkiraan yang cukup optimis tersebut didasarkan

Pada 2001 konsumsi memberikan kontri-

pada harapan bahwa beberapa permasalahan

busi terhadap laju pertumbuhan PDB sebesar 4,8%

penting di sisi internal, seperti restrukturisasi utang

jauh lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya

dan perbankan akan mencatat perkembangan yang

sebesar 3,1%. Peningkatan kontribusi konsumsi ini

membaik. Sementara itu, perkembangan di sisi

berkaitan dengan pertumbuhannya yang sangat

eksternal yang dicerminkan oleh kondisi pereko-

tinggi dan masih tingginya porsi konsumsi dalam

nomian global diperkirakan masih kondusif bagi

pembentukan PDB. Berdasarkan komponennya,

kegiatan sektor eksternal Indonesia.

tingginya pengeluaran konsumsi terjadi baik di sektor

Dalam perkembangannya, perkiraan yang

rumah tangga maupun sektor pemerintah, masing-

dilakukan di awal tahun tersebut tidak semuanya

masing tumbuh sebesar 5,9% dan 8,2% dengan

sesuai dengan yang terjadi. Sejumlah persoalan

kontribusi terhadap laju pertumbuhan PDB masing-

penting di dalam negeri seperti restrukturisasi kredit

masing sebesar 4,2% dan 0,6% (Grafik 2.1).

dan sektor korporasi serta fungsi intermediasi

Meskipun demikian, pertumbuhan pengeluaran

30

Kondisi Ekonomi Makro

Persen

Indeks

12

200

8

150

4

Bahan konstruksi Kendaraan & suku cadang

Makanan dan tembakau Pakaian dan perlengkapannya

Indeks Total

100

0

50 -4

0 -8

Konsumsi Total Konsumsi Pemerintah Konsumsi Rumah Tangga

-12 -16

-50 -100

1994

1995

1996

1997

1998

1999

2000*

2001**

Sep. Okt. Nov. Des. Jan. Feb. Mar. Apr. Mei Jun. Jul. Ags. Sep. Okt. Nov. 2000 2001

Sumber : BPS

Grafik 2.1 Pertumbuhan Konsumsi Tahunan

Grafik 2.2 Survei Penjualan Eceran

konsumsi yang cukup tinggi tersebut masih berada

masih meningkat dibandingkan tahun 2000 dengan

di bawah rata-rata pertumbuhan tahunannya yang

pertumbuhan tahunan rata-rata sebesar 25,8%

pada periode sebelum krisis sempat tumbuh di atas

(Grafik 2.2). Berdasarkan survei ini, kenaikan pen-

7%. Peningkatan konsumsi rumah tangga bersumber

jualan eceran terjadi di hampir seluruh kelompok

dari peningkatan pendapatan masyarakat dan

barang yang disurvei, kecuali untuk penjualan eceran

peningkatan fasilitas pembiayaan konsumen baik

kelompok bahan bakar yang mencatat penurunan.

yang bersumber dari perbankan maupun dari

Peningkatan penjualan terutama disumbang oleh

lembaga pembiayaan lainnya. Peningkatan pen-

peningkatan penjualan kelompok kerajinan seni dan

dapatan masyarakat berasal dari kenaikan upah

mainan, kelompok makanan, minuman, dan tem-

minimum dan pembayaran rapel kenaikan gaji PNS,

bakau, dan kelompok perlengkapan rumah tangga.

TNI, dan POLRI. Sementara itu, peningkatan fasilitas

Hal ini sesuai dengan kecenderungan pengeluaran

pembiayaan konsumen tercermin dari masih tinggi-

konsumsi rumah tangga yang sebagian besar masih

nya pertumbuhan kredit konsumsi yang disalurkan

disumbang oleh pengeluaran konsumsi bukan ma-

oleh sektor perbankan dan penggunaan kartu kredit

kanan. Peningkatan pengeluaran konsumsi bukan

oleh konsumen.

makanan ini antara lain digunakan untuk membeli

Peningkatan pengeluaran konsumsi rumah

barang tahan lama seperti sepeda motor yang dalam

tangga tercermin dari berbagai indikator dan hasil

tahun laporan juga menunjukkan penjualan yang

survei baik yang dilakukan oleh Bank Indonesia mau-

searah dengan peningkatan konsumsi tersebut. Da-

pun lembaga lain. Beberapa hasil survei yang ada

lam periode yang sama, sumbangan pengeluaran

antara lain : Survei Penjualan Eceran, Survei Kon-

konsumsi yang dialokasikan untuk makanan menca-

sumen, dan indikator penjualan kendaraan bermotor.

tat peningkatan yang cukup tajam dibandingkan

Survei Penjualan Eceran yang dilakukan Bank Indo-

tahun lalu, walaupun sumbangannya masih di bawah

nesia menunjukkan bahwa secara total, penjualan

pengeluaran konsumsi bukan makanan (Grafik 2.3).

31

Kondisi Ekonomi Makro

Persen 8,0

Persen

Unit

120

90.000

Sumbangan Pertumbuhan Makanan

7,0

Sumbangan Pertumbuhan Bukan Makanan

100

Pertumbuhan Penjualan Motor (aksis kanan)

Pertumbuhan Penjualan Sedan & Van (y-o-y) 600

Penjualan Sedan & Van

80.000

500

70.000

6,0 80

5,0

60

4,0 3,0

40

2,0 20

1,0 0,0

Persen

400

60.000 50.000

300

40.000

200

30.000

100

20.000 0

10.000 I

II

III

IV

I

II

2 0 0 0*

III 2 0 0 1**

0

IV

0

I

II

III

IV

2000

I

II

III

IV

-100

2001

Sumber : GAIKINDO

Sumber : BPS

Grafik 2.3 Sumbangan Pengeluaran Konsumsi Menurut Kelompok

Grafik 2.5 Grafik Penjualan Sedan dan Van

Dibandingkan perkembangan penjualan

dan van dalam tahun 2001 masih tetap tinggi,

sepeda motor tahun 2000 yang menunjukkan

meskipun jumlah unit kendaraan yang terjual secara

perlambatan yang cukup tajam, penjualan kendaraan

total lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya

bermotor khususnya pada sembilan bulan pertama

(Grafik 2.5).

tahun laporan mulai menunjukkan kecenderungan

Sejumlah hasil survei yang dilakukan oleh

yang meningkat. Peningkatan penjualan sepeda

lembaga lain berkaitan dengan indikator pengeluaran

motor ini didorong oleh masuknya sepeda motor

konsumsi seperti Survei Tendensi Konsumen (STK)

buatan Cina dengan harga yang relatif murah dan

yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) dan

disertai oleh kemudahan dari segi fasilitas pembia-

Survei Consumer Confidence Index (CCI) yang

yaannya (Grafik 2.4). Sementara itu, penjualan sedan

dilakukan oleh Danareksa Research Institute (DRI) juga mengindikasikan adanya peningkatan konsumsi.

Unit

Persen Penjualan Sepeda Motor Pertumbuhan Penjualan Sepeda Motor (y-o-y)

450.000

optimisme konsumen terhadap kondisi perekonomian 100

400.000

yang pada gilirannya memberikan dorongan pada

350.000

80

pengeluaran konsumsi masyarakat. Sejalan dengan

300.000 60

250.000

hal itu, hasil CCI juga mengindikasikan terjadinya

200.000 40

150.000 100.000

20

50.000 -

Hasil STK mengindikasikan adanya peningkatan

120

500.000

I

II

III 2000

IV

I

II

III 2001

IV

0

peningkatan kepercayaan konsumen terutama pada paro kedua 2001 yang didorong oleh harapan akan adanya perbaikan kondisi perekonomian pada era pemerintahan yang baru.

Sumber : GAIKINDO

Grafik 2.4 Penjualan Sepeda Motor

Peningkatan pengeluaran konsumsi rumah tangga juga tercermin dari peningkatan pembiayaan

32

Kondisi Ekonomi Makro

untuk pengeluaran yang bersifat konsumtif, baik yang Tabel 2.2 Perkembangan Alat Pembayaran Berbasis Kartu

bersumber dari sektor perbankan seperti penyaluran kredit konsumsi, maupun dari perusahaan pem-

Jenis

biayaan seperti kartu kredit dan pembiayaan konsumen. Dalam tahun 2001, pertumbuhan tahunan kredit konsumsi mencapai 45,7% dan menunjukkan kecenderungan yang meningkat terutama pada semester I-2001 (Grafik 2.6). Sementara itu,

1998

1. Kartu Kredit Jumlah Pemegang (ribu orang) 2.028,4 Volume Transaksi (triliun Rp) 4,9

1999

2000

2001

2.043,8 10,4

2.622,6 13,6

3.457,2 19,2

2. Kartu Debit Jumlah Pemegang (ribu orang) 5.374,4 12.111,0 Volume Transaksi (triliun Rp) 2,6 3,2

13.103,7 13.587,5 4,7 6,7

pemakaian kartu kredit sebagai sarana transaksi oleh masyarakat semakin meluas sebagaimana tercermin dari jumlah pemegang kartu kredit dalam tahun 2001

demikian, sejalan dengan perkembangan suku bunga

yang meningkat sebesar 31,8% dan volume transaksi

yang cenderung meningkat, perkembangan pem-

kartu kredit yang tumbuh sebesar 41,4%. Pemakaian

biayaan untuk kegiatan konsumsi tersebut menun-

kartu debit sebagai sarana transaksi juga

jukkan kecenderungan melambat terutama sejak awal

menunjukkan kecenderungan yang meningkat

triwulan II–2001 (Grafik 2.7).

meskipun tidak setinggi pertumbuhan penggunaan

Sementara itu, indikator konsumsi lainnya

kartu kredit. Jumlah pemegang kartu debit meningkat

seperti hasil Survei Konsumen oleh Bank Indonesia

sebesar 3,7% dengan volume transaksi yang

juga menunjukkan adanya indikasi peningkatan

meningkat sebesar 42,2% (Tabel 2.2). Indikator

pengeluaran konsumsi rumah tangga seiring dengan

kegiatan konsumsi lainnya seperti pembiayaan

membaiknya keyakinan konsumen. Hal ini terutama

konsumen juga tumbuh sangat tinggi terutama pada

didorong oleh membaiknya ekspektasi konsumen

awal tahun dan pada November 2001 mencatat

pada saat pergantian kepemimpinan nasional. Selain

pertumbuhan tahunan sebesar 58,0%. Meskipun

itu, peningkatan keyakinan konsumen tersebut juga

Persen

Triliun rupiah Triliun rupiah 70

Persen 80

Kredit Konsumsi

100

Pertumbuhan Tahunan

60

50

10

80

8

60

6

40

4

20

-20

2

0

-40

0

40

40 20 30 0

20 10 0

Pembiayaan Konsumen 12

Pertumbuhan Tahunan

60

120

14

Jan.

Mar.

Mei

Jul. 2000

Sep.

Nov.

Jan.

Mar.

Mei

Jul. 2001

Sep.

Grafik 2.6 Perkembangan Kredit Konsumsi

Nov.

Jan.

Mar. Mei

Jul. 2000

Sep. Nov.

Jan.

Mar. Mei

Jul.

Sep. Nov.

-20

2001

Grafik 2.7 Perkembangan Pembiayaan Konsumen

33

Kondisi Ekonomi Makro

didasari oleh membaiknya kondisi keuangan res-

Apabila ditinjau dari asal barangnya, pening-

ponden saat itu dibandingkan periode sebelumnya.

katan konsumsi tersebut tidak saja dipenuhi dari

Tingginya konsumsi ini juga dipengaruhi oleh tetap

produksi barang di dalam negeri, namun juga dari

optimisnya para responden Survei Konsumen akan

impor. Hal ini dicerminkan oleh perkembangan impor

adanya peningkatan penghasilan, baik penghasilan-

barang konsumsi dalam tahun laporan yang masih

nya saat ini maupun untuk 6-12 bulan yang akan

mencatat peningkatan dibandingkan tahun lalu. Impor

datang. Secara keseluruhan, optimisme konsumen

barang konsumsi mengalami peningkatan yang pesat

tercermin dari perkembangan indeks keyakinan kon-

pada paro pertama 2001 walaupun pada akhir periode

sumen yang meningkat sejak awal tahun dan men-

laporan cenderung mengalami perlambatan. Pening-

capai indeks tertinggi pada Agustus sejalan dengan

katan konsumsi barang impor pada awal tahun di-

optimisme akan membaiknya kondisi perekonomian

tengarai antara lain oleh motif berjaga-jaga terhadap

pada era pemerintahan yang baru, namun optimisme

kemungkinan terus terdepresiasinya nilai rupiah

konsumen tersebut tidak bertahan lama dan terus

sehubungan dengan meningkatnya ketidakpastian

menurun sampai akhir tahun meski sempat sedikit

menjelang pergantian kepemimpinan nasional. Jika

membaik pada akhir tahun (Grafik 2.8).

dilihat dari jenis barang yang diimpor, peningkatan

Selain itu, masih kuatnya kegiatan konsumsi

tertinggi terjadi pada jenis barang konsumsi tidak

tersebut juga tercermin dari perkembangan uang

tahan lama yang tumbuh sebesar 21,9%. Sementara

kartal di masyarakat yang terus mengalami pening-

itu, impor barang konsumsi bahan makanan dan

katan. Masih tingginya permintaan uang kartal oleh

minuman, dan barang konsumsi makanan, dan minu-

masyarakat antara lain mengindikasikan masih ting-

man (rumah tangga) masing-masing tumbuh sebesar

ginya kebutuhan uang untuk kegiatan transaksi di-

3,4% dan 0,2% (Grafik 2.9). Perkembangan berbagai indikator pengeluar-

mana sebagian diantaranya adalah untuk membiayai

an konsumsi tersebut di atas mencerminkan bahwa

pengeluaran konsumsi.

Juta USD

Indeks 140

180

Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini 120

Indeks Ekspektasi Konsumen

160

Indeks Keyakinan Konsumen

140

Juta USD 800

Barang konsumsi Bahan makanan & minuman Makanan & minuman (rumah tangga) Barang konsumsi tidak tahan lama

700 600

120

500

100

100 400 80

80

300

60 60

40

Apr.

Mei

Jun.

Jul.

Ags.

Sep.

2001

Grafik 2.8 Survei Konsumen

34

Okt.

Nov.

Des

40

200

20

100

0

I

II III 1999

IV

I

II III 2000*

IV

I

II III 2001**

Grafik 2.9 Perkembangan Impor Barang Konsumsi

IV

0

Kondisi Ekonomi Makro

kegiatan konsumsi yang meningkat cukup tinggi pada

belum sepenuhnya pulih, adanya peraturan daerah

tahun laporan terutama terjadi pada periode awal

yang kurang kondusif bagi kegiatan investasi berkaitan

tahun yang kemudian cenderung melambat pada

dengan pelaksanaan otonomi daerah, sentimen negatif

paro kedua 2001. Perkembangan ini dicerminkan oleh

berkaitan dengan sempat tertundanya pencairan

pola pertumbuhan tahunan kredit konsumsi dan

pinjaman International Monetary Fund (IMF), relatif

pembiayaan konsumen yang tinggi pada awal tahun

tingginya suku bunga di dalam negeri, dan lambatnya

dan kemudian melambat pada akhir tahun.

restrukturisasi utang luar negeri. Sebagai akibatnya,

Seperti halnya pengeluaran konsumsi rumah

perusahaan cenderung untuk lebih memfokuskan diri

tangga yang meningkat pesat, pengeluaran kon-

pada pembenahan internal, sehingga realisasi

sumsi pemerintah dalam PDB pada tahun laporan

investasi baru maupun perluasan kapasitas produksi

juga meningkat, yaitu sebesar 8,2% dibandingkan

pada investasi yang telah ada menjadi sangat rendah.

tahun sebelumnya sebesar 6,5%. Peningkatan kon-

(Boks : Penghitungan Stok Kapital dengan Metode Per-

sumsi pemerintah ini ditengarai terkait dengan pelak-

petual Inventory).

sanaan otonomi daerah dimana sebagian besar

Secara umum, melambatnya kegiatan inves-

pengeluaran pemerintah daerah dialokasikan untuk

tasi ini tercermin dari rendahnya realisasi investasi

belanja pegawai dan belanja barang. Peningkatan

baru —baik yang dilakukan asing maupun domestik—

pengeluaran konsumsi pemerintah daerah lebih

dan menurunnya impor terutama yang terkait dengan

besar daripada penurunan konsumsi pemerintah pu-

kebutuhan dunia usaha seperti bahan baku dan

sat sehingga secara keseluruhan konsumsi peme-

barang modal. Dalam periode Januari-Oktober 2001,

rintah pada tahun laporan masih mengalami pe-

nilai impor bahan baku dan barang modal mengalami

ningkatan.

penurunan masing-masing sebesar 8,4% dan 10,3%

Investasi merupakan penyumbang kedua

dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

terhadap pertumbuhan ekonomi 2001.1 Pertumbuhan

Sementara itu, selama tahun laporan, realisasi inves-

investasi pada tahun laporan mencapai 4,0% dengan

tasi dalam bentuk Penanaman Modal Asing (PMA)

sumbangan terhadap laju pertumbuhan PDB sebesar

baru mencapai 0,6% dari total nilai persetujuannya.

0,9%, jauh lebih rendah apabila dibandingkan pertum-

Seperti halnya PMA, realisasi investasi Penanaman

buhannya pada tahun lalu yang mencapai 21,9%.

Modal Dalam Negeri (PMDN) juga sangat rendah

Rendahnya kegiatan investasi dalam tahun laporan

yakni hanya mencapai 0,2% dari total persetujuan

terutama disebabkan oleh sejumlah faktor seperti

investasi (Tabel 2.3) . Apabila dilihat dari persetujuan

meningkatnya faktor ketidakpastian, gangguan

investasi, nilai investasi pada subsektor industri kimia

keamanan, dan ketidakpastian penegakan hukum.

merupakan yang terbesar baik untuk PMA maupun

Selain itu, rendahnya kegiatan investasi juga di-

PMDN. Berdasarkan persetujuan lokasinya, nilai

pengaruhi oleh fungsi intermediasi perbankan yang

investasi PMA terbesar berlokasi di Jawa Timur dan Riau, sedangkan untuk PMDN berlokasi di Riau dan

1

Investasi disini adalah Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto dalam PDB

Sulawesi Selatan.

35

Kondisi Ekonomi Makro

1999

Persen

Unit

Tabel 2.3 Rasio Realisasi terhadap Persetujuan PMA dan PMDN

14000

Pertumbuhan Penjualan Truk (y-o-y)

12000

2000

2001

250

Penjualan Truk

200

10000

150

8000

Penanaman Modal Dalam Negeri 1. Rencana Investasi yang disetujui – Jumlah Proyek – Nilai (dalam miliar Rupiah)

100 6000

228 53.168

355 92.410

249 58.673

29 1.741

22 1.031

5 95

12,7 3,3

6,2 1,1

2,0 0,2

1.174 10.892

1.521 15.420

1,317 9.028

50

4000

0

2000

2. Realisasi Investasi – Jumlah Proyek – Nilai (dalam miliar Rupiah)

0

I

II

III

IV

I

2000

3. Rasio Realisasi terhadap Rencana (%) – Jumlah Proyek – Nilai Penanaman Modal Asing 1. Rencana Investasi yang disetujui – Jumlah Proyek – Nilai (dalam miliar Rupiah)

II

III

IV

-50

2001

Sumber : GAIKINDO

Grafik 2.11 Penjualan Truk

donesia maupun Survei Tendensi Bisnis (STB) yang

2. Realisasi Investasi – Jumlah Proyek – Nilai (dalam miliar Rupiah) 3. Rasio Realisasi terhadap Rencana (%) – Jumlah Proyek – Nilai

214 1.285

96 897

15 53

18,2 11,8

6,3 5,8

1,1 0,6

dilakukan BPS. Hasil SKDU menunjukkan bahwa jumlah responden yang melakukan investasi cenderung mengalami penurunan walaupun sempat sedikit meningkat pada akhir tahun laporan (Grafik 2.10).

Sumber : BKPM

Sejalan dengan hasil SKDU, hasil STB menunjukkan bahwa optimisme pengusaha terhadap kondisi Indikator kegiatan investasi lainnya juga

perusahaan dan bisnis semakin menurun.

memberikan indikasi pertumbuhan investasi yang

Selain berdasarkan hasil survei, perlambatan

rendah seperti ditunjukkan oleh hasil Survei Kegiatan

kegiatan investasi juga diindikasikan oleh sejumlah

Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan oleh Bank In-

indikator dini (prompt indicator) investasi seperti penjualan truk dan produksi semen. Penjualan truk

% Jumlah Responden

maupun produksi semen meskipun masih tumbuh

35

positif, tetapi perkembangannya menunjukkan kecen30

derungan yang melambat menjelang akhir tahun 25

(Grafik 2.11 dan Grafik 2.12). Pertumbuhan penjualan 20

truk pada dasarnya telah mengalami perlambatan 15

pertumbuhan yang cukup tajam sejak pertengahan 10 I

II

III

1999

IV

1I 2000

Realisasi Investasi

II

III 2000

2000 dan terus berlanjut di tahun laporan sehingga IV

I

II

III IV 2001 Perkiraan Investasi 1 Triwulan ke Depan

Grafik 2.10 Investasi dalam Survei Kegiatan Dunia Usaha

pada akhir Triwulan IV-2001 mencatat penurunan sebesar 8,1%. Sementara itu, pertumbuhan produksi semen mulai melambat sejak triwulan II-2001 dan secara kumulatif pada 11 bulan tumbuh sebesar 12%,

36

Kondisi Ekonomi Makro

Ribu ton

Persen

3.500

90 Tingkat Produksi Semen

3.000

Pertumbuhan Produksi Semen 60

2.500 2.000

30

Persen

Persen

200

40

150

30

100

20

50

10

0

0

-50

-10

1.500 1.000

0

500 0

-20

-100 -150

1

3

5

7

9

11

1

3

1999

5

7

2000

9

11

1

3

5

7

9

11

-30

-200

I

II

2001

Sumber : Asosiasi Semen Indonesia

Alat Angkutan -30 Bangunan (aksis kanan) -40 I II III IV 2001**

Investasi (aksis kanan) Mesin & Perlengkapan III 1999

IV

I

II III 2000*

IV

Sumber : BPS

Grafik 2.12 Perkembangan Produksi Semen

Grafik 2.13 Pertumbuhan Investasi Berdasarkan Jenis

lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada

Kondisi tersebut di atas menyebabkan

periode yang sama tahun lalu sebesar 17%. Perkem-

potensi sumber pembiayaan dari dalam negeri tidak

bangan produksi semen tersebut sejalan dengan

dapat disalurkan ke dalam bentuk investasi di sektor

perkembangan investasi bangunan yang dalam tahun

riil. Hal ini tercermin dari masih besarnya surplus

laporan mengalami penurunan yang cukup besar

kesenjangan tabungan-investasi walaupun sedikit

dibandingkan tahun sebelumnya (Grafik 2.13).

menurun dibandingkan tahun lalu. Nisbah surplus

Rendahnya pertumbuhan investasi tersebut

kesenjangan tabungan-investasi terhadap PDB

antara lain disebabkan oleh fungsi intermediasi per-

dalam tahun laporan mencapai 3,4%, lebih rendah

bankan yang belum pulih sepenuhnya sehingga

dibandingkan tahun lalu yang mencapai 5,2% (Tabel

alokasi dana untuk kegiatan investasi terutama yang

2.4). Penurunan surplus ini terutama disebabkan

bersumber dari dalam negeri masih terbatas (Grafik 2.14). Hal ini tercermin dari masih dominannya portoTriliun rupiah

folio surat-surat berharga seperti obligasi dan SBI da-

Triliun rupiah

350

70

lam aset perbankan. Pembiayaan investasi dalam

300

60

tahun laporan terutama masih bersumber dari dana

250

50

sendiri yang menunjukkan peningkatan meskipun

200

40

dalam jumlah yang terbatas. Berdasarkan survei yang

150

30

dilakukan oleh Bank Indonesia ditengarai terjadi

100

20

peningkatan penggunaan dana sendiri oleh

Investasi –

perusahaan dari sekitar 40% menjadi 60% dari total pembiayaan usahanya.2 2

10

50 1

3

5

7

1999

Konsumsi (aksis kanan)

Modal kerja 9

11

1

3

5

7

2000

9

11

1

3

5

7

9

11



2001

Grafik 2.14 Kredit Perbankan Menurut Penggunaan

Penelitian Credit Crunch, Bagian Studi Pengembangan Pasar Keuangan, Bank Indonesia, 2001.

37

Kondisi Ekonomi Makro

Persen

Tabel 2.4 Kesenjangan Tabungan - Investasi

40 30

1998

1999

2000

2001

Harga Berlaku Pemerintah Tabungan Investasi Defisit/Surplus

20 10 0

48,0 49,8 –1,8

62,9 74,2 –11,2

36,1 64,4 –28,3

6,6 61,3 –54,7

-10 -20 -30

Swasta Tabungan Investasi Defisit/Surplus

236,4 193,3 43,1

222,9 166,1 56,8

344,9 249,5 95,4

406,9 300,9 106,0

Total Tabungan Investasi Defisit/Surplus

284,4 243,0 41,4

285,9 240,3 45,5

381,0 313,9 67,1

413,5 362,2 51,3

-40 -50

I

II

III 1999

IV

I

II III 2000*

IV

I

II III 2001**

IV

Sumber : BPS

Rasio Terhadap PDB Pemerintah Tabungan Investasi Defisit/Surplus

5,0 5,2 –0,2

5,7 6,7 –1,0

2,8 5,0 –2,2

0,4 4,2 –3,7

Swasta Tabungan Investasi Defisit/Surplus

24,7 20,2 4,5

20,1 15,0 5,1

26,7 19,3 7,4

27,6 20,4 7,2

Total Tabungan Investasi Defisit/Surplus

29,8 25,4 4,3

25,8 21,7 4,1

29,5 24,3 5,3

28,0 24,6 3,4

Produk Domestik Bruto (triliun Rp) 955,8 Transaksi Berjalan (miliar $) 4,1 Nilai Tukar (Rp/$) 1.008,8

1.110,0 5,8 7.850

Grafik 2.15 Pertumbuhan Ekspor Barang dan Jasa Dalam PDB

tahun lalu yang mencapai 26,1% (Grafik 2.15). Melambatnya kinerja ekspor disebabkan oleh beberapa faktor baik yang disebabkan oleh hambatan di sisi produksi barang ekspor maupun gangguan

1.282,0 1.476,21) 8,0 5,0 8.438 10.255

permintaan terhadap barang ekspor oleh pihak luar negeri. Dari dalam negeri, melambatnya kegiatan ekspor terutama disebabkan oleh meningkatnya faktor ketidakpastian dan gangguan keamanan yang pada

1) PDB harga berlaku menggunakan asumsi yang digunakan dalam APBNP 2001

gilirannya mengganggu kegiatan produksi barang ekspor. Hal ini antara lain terjadi pada kasus Exxon oleh peningkatan defisit di sektor pemerintah. Defisit

Mobil Oil di Arun dan kasus pertambangan Caltex di

di sektor pemerintah tersebut terutama disebabkan

Pekanbaru. Meningkatnya ketidakpastian dan gang-

oleh menurunnya tabungan pemerintah akibat

guan keamanan tersebut antara lain terkait dengan

peningkatan yang tajam pada alokasi pengeluaran

memanasnya kondisi sosial politik terutama menjelang

rutin khususnya untuk subsidi dan pembayaran

pergantian kepemimpinan nasional, kerusuhan antar

bunga.

etnis dan kerusuhan yang terkait dengan isu pemiPenyumbang terkecil dalam pembentukan

sahan wilayah. Selain itu, maraknya aksi demonstrasi

PDB dalam tahun laporan adalah ekspor barang dan

dan kasus pemogokan buruh yang terjadi pada

jasa yang mencatat pertumbuhan sebesar 1,9%,

beberapa industri barang ekspor penting seperti tekstil

dengan sumbangan terhadap laju pertumbuhan PDB

dan alas kaki ikut memperburuk kinerja ekspor.

sebesar 0,6%. Meskipun demikian, angka pertum-

Dari luar negeri, memburuknya kinerja ekspor

buhan ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan

terutama dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi dunia

38

Kondisi Ekonomi Makro

yang melambat termasuk di negara-negara yang

masing sebesar 8,5%dan 10,2%. Selain itu, lebih

merupakan mitra dagang utama Indonesia seperti

rendahnya pertumbuhan impor tersebut antara lain

Amerika Serikat dan Jepang. Pada awal 2001, pereko-

juga dipengaruhi oleh perkembangan nilai tukar rupiah

nomian Amerika Serikat dan Jepang diperkirakan

yang terdepresiasi dan berfluktuasi cukup tajam

tumbuh masing-masing sebesar 4,1% dan 2,2%.

dalam tahun 2001.4 Perkembangan nilai tukar yang

Dalam perkembangannya, Amerika Serikat justru

demikian menyebabkan harga barang impor menjadi

mengalami pertumbuhan yang melambat bahkan sejak

relatif lebih mahal dalam satuan rupiah. Kondisi ini

akhir triwulan III-2001 telah memasuki resesi.3 Semen-

diperberat pula oleh belum normalnya fungsi

tara itu, perekonomian Jepang masih mengalami

intermediasi perbankan yang mengakibatkan

kontraksi. Perkembangan ekonomi yang memburuk di

pembiayaan dunia usaha sangat terbatas termasuk

dua negara tersebut selanjutnya menyebabkan

pembiayaan dalam rangka pembelian impor barang

melambatnya perekonomian dunia. Kondisi pereko-

yang digunakan dalam kegiatan usaha.

nomian global yang memburuk tersebut diikuti oleh perkembangan harga barang-barang di pasar inter-

PENAWARAN AGREGAT

nasional yang secara umum mengalami penurunan.

Di lihat dari sisi produksi, perekonomian

Kombinasi kedua hal tersebut pada gilirannya telah

Indonesia memperlihatkan perlambatan pertumbuhan

berdampak kurang menguntungkan bagi pertumbuhan

pada hampir seluruh sektor perekonomian, kecuali

ekspor Indonesia.

sektor pertambangan dan penggalian yang me-

Sejalan dengan melambatnya kegiatan

ngalami kontraksi (Grafik 2.16). Lambatnya kegiatan

ekspor, kegiatan impor juga mencatat perlambatan

di sisi produksi tidak terlepas dari sejumlah per-

yang cukup tajam, walaupun sempat meningkat pada

masalahan yang masih membebani perekonomian

awal tahun laporan. Impor barang dan jasa mencatat

seperti masih tingginya ketidakpastian di bidang

pertumbuhan 8,1%, jauh lebih rendah apabila diban-

sosial, politik, keamanan, dan hukum; lambatnya

dingkan dengan pertumbuhan tahun lalu sebesar 21,1%. Melambatnya kegiatan impor tersebut ditengarai sejalan dengan melambatnya kegiatan investasi dan terganggunya proses restrukturisasi dan revitalisasi industri di dalam negeri. Impor bahan baku dan barang modal yang umumnya digunakan untuk mendukung kegiatan investasi dan produksi menga-

Pertanian Pertambangan Industri Pengolahan Listik, Gas & Air Bersih Bangunan Perdagangan Pengangkutan Bank & Lbg Keuangan

2000* 2001**

Jasa-jasa

lami penurunan yang cukup besar yakni masing-

PDB

-2,0

3

4

The National Bureau for Economic Research (NBER) memperkirakan bahwa perekonomian Amerika Serikat telah memasuki masa resesi sejak Maret 2001. Secara keseluruhan depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tahun 2001 mencapai 17,7%.

0,0

0,2

0,4

0,6

0,8

0,10

Sumber : BPS

Grafik 2.16 Pertumbuhan PDB dari Sisi Penawaran

39

Kondisi Ekonomi Makro

Triliun rupiah

Triliun rupiah 115

45

200 Perindustrian

180

Pertanian (aksis kanan)

Perdagangan

160

40

Pertambangan (aksis kanan)

Jasa-jasa

140

110 35

105

30

120

25

100

100 20

80

15

60 40

10

20

5

-

95 PDB Aktual 90

Jan.

Apr.

Jul.

1999

Okt.

Jan.

Apr.

Jul.

Okt.

Jan.

2000

Apr.

Jul.

Okt.

-

85

2001

I

III

1996

Grafik 2.17 Kredit Perbankan Menurut Sektor Ekonomi

proses restrukturisasi utang luar negeri, kredit, dan

PDB Potensial

I

III

1997

I

III

1998

I

III

1999

I

III

2000

I

III

2001

Grafik 2.18 Kesenjangan Output Agregat

Penawaran Jangka Pendek

perusahaan; kondisi perekonomian dunia yang

Dari sisi penawaran, perlambatan pertum-

kurang menguntungkan; serta relatif rendahnya

buhan terjadi pada hampir semua sektor ekonomi.

realisasi kredit yang berasal dari sektor perbankan

Meski melambat, seluruh sektor tersebut masih tetap

(Grafik 2.17).

mencatat pertumbuhan yang positif. Seperti halnya

Meski melambat, hampir seluruh sektor

dengan tahun lalu, sektor industri pengolahan, sektor

dalam perhitungan PDB memberikan pertumbuhan

perdagangan, dan sektor pengangkutan yang mem-

nilai tambah yang positif. Sektor industri diikuti oleh

punyai pangsa sekitar 50% dari total PDB masih

sektor perdagangan dan sektor pengangkutan masih

merupakan penyumbang terbesar pada pertumbuhan

merupakan sektor yang memberikan sumbangan

PDB. Sementara itu, sektor pertanian dan perkebunan

terbesar. Sementara itu, sektor pertanian mencatat

yang mempunyai pangsa terbesar kedua setelah

angka pertumbuhan terendah sejak 1998.

sektor industri pengolahan dan sempat menjadi

Perlambatan pertumbuhan ekonomi yang

primadona pada awal krisis hanya mengalami pertum-

dibarengi oleh rendahnya pertumbuhan investasi baik

buhan kurang dari 1%. Pertumbuhan sektor pertanian

yang berasal dari investasi baru maupun ekspansi

ini merupakan pertumbuhan terendah yang pernah

kegiatan usaha yang ada, mengakibatkan pening-

terjadi sejak periode krisis 1998 yang lalu.

katan output potensial perekonomian menjadi ter-

Sebagaimana telah diutarakan pada bagian

batas. Sementara itu, perkembangan output aktual

sebelumnya, masih besarnya permasalahan yang

yang cenderung lebih pesat pada dua tahun terakhir

dihadapi perekonomian Indonesia menyebabkan upaya

menyebabkan kesenjangan output (output gap)

untuk meningkatkan kapasitas perkonomian secara

semakin menyempit (narrowing gap) yang pada

keseluruhan menjadi terhambat. Momentum peralihan

gilirannya memberikan tekanan terhadap perkembangan harga-harga (Grafik 2.18).5

40

5

Kesenjangan output merupakan selisih antara output aktual dan output potensial. Output potensial diukur dengan metode HP filter.

Kondisi Ekonomi Makro

kepemimpinan nasional pada semester kedua tahun

perekonomian menjadi sangat terbatas, bahkan

laporan yang sempat menimbulkan optimisme positif

terdapat indikasi beberapa sektor ekonomi mengalami

akan membaiknya kondisi perekonomian belum dapat

kemunduran.

dimanfaatkan dengan baik. Selain itu, pelaksanaan

Dalam tiga tahun terakhir, sektor industri

otonomi daerah juga menimbulkan sejumlah permasa-

pengolahan selalu menjadi penyumbang terbesar

lahan baru antara lain berupa ekonomi biaya tinggi yang

pada pertumbuhan ekonomi. Pada 2001, pertum-

menghambat iklim berusaha. Permasalahan penting

buhan nilai tambah sektor ini tercatat sebesar 4,3%,

lainnya yang terkait dengan otonomi daerah adalah

dengan sumbangan terhadap laju pertumbuhan PDB

memburuknya koordinasi kebijakan, khususnya yang

sebesar 1,1%. Pertumbuhan pada sektor industri ini

terkait dengan bidang ekonomi antara pemerintah pusat

terutama masih didorong oleh peningkatan yang

dengan pemerintah daerah maupun antar pemerintah

cukup tinggi pada nilai tambah industri nonmigas.

daerah sendiri. Berbagai permasalahan tersebut pada

Kegiatan yang memberikan kontribusi terhadap

akhirnya menyebabkan banyak investor menunda

pertumbuhan nilai tambah sektor industri tanpa

realisasi investasinya.

migas ini adalah subsektor makanan, minuman, dan

Dari sisi eksternal, perkembangan ekonomi

tembakau, subsektor alat angkutan mesin dan

di luar negeri juga tidak banyak memberikan sum-

peralatannya, dan subsektor kimia dan barang dari

bangan positif bagi perkembangan kegiatan ekonomi

karet. Namun demikian, dalam tahun laporan ter-

di dalam negeri. Perlambatan perekonomian dunia

dapat sejumlah permasalahan yang menyebabkan

yang telah terjadi pada awal tahun laporan semakin

lebih rendahnya pertumbuhan kegiatan usaha di

diperparah oleh tragedi WTC. Selain itu, dampak

sektor ini dibandingkan tahun lalu. Permasalahan

lanjutan pasca tragedi tersebut menyebabkan menu-

utama bagi perkembangan sektor industri pengo-

runnya bisnis sektor pariwisata dunia yang pada gili-

lahan ini adalah terbatasnya pembiayaan kegiatan

rannya mempengaruhi kegiatan usaha di sektor

usaha. Hal ini antara lain tercermin dari relatif kecil-

perdagangan, hotel dan restoran. Bersamaan dengan

nya peningkatan kredit investasi. Dalam kondisi

itu, perkembangan harga-harga secara umum di

dimana ketidakpastian iklim usaha masih tinggi,

pasar dunia yang cenderung menurun —termasuk

aliran investasi asing masih sulit diharapkan. Kondisi

untuk komoditas pertanian dan pertambangan—

ini diperburuk oleh adanya sejumlah investor yang

memberikan dampak yang kurang menguntungkan

mengalihkan usahanya ke negara lain yang lebih

bagi perkembangan sektor pertanian dan sektor

menjanjikan seperti Cina dan Vietnam.

pertambangan.

Selain masalah terbatasnya pembiayaan

Berbagai permasalahan tersebut di atas,

kegiatan usaha, permasalahan di sektor industri di-

menyebabkan rendahnya aliran masuk modal asing

perberat oleh dampak kebijakan pemerintah menye-

ke Indonesia, sementara alternatif pembiayaan dari

suaikan harga dan tarif. Kebijakan tersebut menye-

dalam negeri belum dapat diharapkan. Pada giliran-

babkan biaya produksi menjadi semakin tinggi yang

nya, kondisi ini menyebabkan ekspansi kapasitas

menyulitkan bagi para pengusaha untuk mengem-

41

Kondisi Ekonomi Makro

bangkan usahanya. Dari sisi biaya produksi, kenaikan

menarik investor dari Cina Taiwan, Hong Kong dan

biaya produksi terutama berasal dari penyesuaian

Singapura. Pemerintah juga menerapkan bea masuk

harga bahan bakar minyak (BBM) dan tarif dasar listrik

anti dumping (BMAD) terhadap produk terigu impor

(TDL) yang mengharuskan sektor ini melakukan

sebesar 15%-30% untuk menjaga daya saing industri

penyesuaian yang cukup besar dengan dijadikannya

dalam negeri. Selain itu, dalam rangka mendorong

harga BBM di pasar internasional sebagai dasar pene-

pengembangan industri mesin dalam negeri, peme-

tapan harga BBM industri dalam negeri. Selain itu,

rintah juga memberikan keringanan bea masuk atas

kelesuan yang dialami perekonomian dunia sangat

impor bahan baku/penolong dan komponen untuk

memukul sektor industri yang berorientasi ekspor.

perakitan mesin dan motor berputar. Namun demi-

Masalah peraturan perdagangan juga turut memper-

kian, berbagai upaya tersebut belum berhasil sepe-

sulit ruang gerak bagi produk ekspor Indonesia,

nuhnya mengatasi perlambatan pertumbuhan sektor

terutama penerapan trade barrier, seperti peraturan

industri pengolahan.

anti dumping dan masalah hak asasi manusia (HAM) yang diberlakukan oleh negara mitra dagang.

Sektor perdagangan, hotel, dan restoran tetap menjadi salah satu ujung tombak pertumbuhan

Berbagai hal tersebut di atas, pada gilirannya

ekonomi. Pertumbuhan sektor ini meningkat cukup

ikut melemahkan daya saing produk ekspor Indone-

signifikan sebesar 5,1% sejalan dengan terus

sia sehingga produksi barang yang terjadi pada tahun

meningkatnya permintaan konsumsi, khususnya

laporan menjadi lebih difokuskan ke pasar dalam

untuk bahan makanan dan barang-barang ritel. Relatif

negeri. Hal lain yang turut menghambat perdagangan

tingginya pertumbuhan sektor ini terutama berasal

ekspor Indonesia adalah peraturan pemerintah se-

dari perdagangan domestik yang tercermin dari ting-

perti larangan impor kulit mentah. Di satu sisi, lara-

ginya ekspansi kegiatan perdagangan di sektor ritel

ngan impor kulit ini dimaksudkan untuk mencegah

dan maraknya pembukaan gerai pusat perdagangan

penularan wabah penyakit mulut dan kuku masuk ke

ritel di sejumlah kota besar di Indonesia. Tumbuhnya

Indonesia. Namun di sisi lain, larangan impor ini

subsektor perdagangan juga terjadi seiring dengan

kurang mendukung kegiatan industri perajin kulit.

meningkatnya fasilitas pembiayaan konsumen seperti

Guna mengatasi berbagai kendala dan

kredit konsumsi yang dapat dimanfaatkan oleh sektor

perkembangan yang kurang menguntungkan tersebut

rumah tangga. Selain itu, meningkatnya subsektor ini

di atas, pemerintah melakukan berbagai upaya yang

juga tercermin dari hasil survei properti yang menun-

diarahkan untuk memacu pertumbuhan sektor industri

jukkan adanya peningkatan jumlah hunian di pusat

pengolahan. Upaya yang telah dilakukan antara lain

perdagangan, khususnya untuk usaha ritel.

dengan membebaskan impor alat berat dan kom-

Sementara itu, perkembangan di subsektor

puter bekas untuk memenuhi kebutuhan barang

hotel menunjukkan penurunan yang cukup tajam

modal yang murah bagi kegiatan industri di dalam

terutama pada pasca tragedi WTC. Hal ini tercermin

negeri. Langkah lain adalah mencabut larangan impor

dari hasil survei properti yang mengindikasikan ta-

barang cetak dalam huruf/aksara Cina dalam rangka

jamnya penurunan tingkat hunian hotel (occupancy

42

Kondisi Ekonomi Makro

fungsi intermediasi perbankan yang belum sepenuhPersen 60

500 Tingkat Hunian Hotel

nya pulih. Hal ini tercermin dari jenis portofolio aset perbankan yang masih didominasi oleh SBI dan

Harga Sewa Hotel 50

450

obligasi. Selain itu, melambatnya pertumbuhan subsektor ini juga tercermin pada posisi kredit

40

400

perbankan yang hanya tumbuh sebesar 11,5%, lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan tahun sebelumnya sebesar 15,5%.

30

Jan

Mar

Mei

Jul

2000

Sep

Nov

Jan

Mar

Mei

Jul

Sep

Nov

350

Sektor pertanian yang sempat menjadi

2001

andalan pada awal krisis, pada 2001 mengalami Grafik 2.19 Tingkat Hunian Hotel

pertumbuhan yang sangat rendah yaitu hanya sebesar 0,6%. Tingkat pertumbuhan ini merupakan yang terendah yang pernah terjadi setelah 1998.

rate) walaupun pada periode yang sama tarif hotel

Sejumlah permasalahan yang menyebabkan ren-

relatif tidak mengalami peningkatan yang berarti

dahnya pertumbuhan sektor ini antara lain mahalnya

(Grafik 2.19).

harga pupuk dan pestisida, rendahnya kualitas bibit/

Sektor pengangkutan dan komunikasi

benih yang digunakan, dan adanya gangguan pro-

mencatat pertumbuhan yang tinggi yakni mencapai

duksi akibat bencana alam, serangan hama dan

7,5% dan menjadi penyumbang terbesar ketiga ter-

organisme pengganggu tanaman. Berbagai per-

hadap laju pertumbuhan PDB. Subsektor angkutan

masalahan tersebut menyebabkan produktivitas hasil

jalan raya masih menjadi motor utama bagi pertum-

pertanian menurun. Selain itu, hal lain yang diperki-

buhan subsektor pengangkutan. Sementara itu,

rakan turut menyebabkan rendahnya pertumbuhan

pertumbuhan subsektor komunikasi antara lain

nilai tambah sektor ini terkait dengan fluktuasi harga,

masih bersumber dari meningkatnya permintaan

khususnya harga dasar gabah yang seringkali kurang

sambungan telepon baru serta meningkatnya

memberikan insentif bagi petani. Akibat permasa-

kegiatan usaha perusahaan penyelenggara telpon

lahan tersebut di atas, realisasi produksi sejumlah

selular.

komoditas pertanian penting seperti padi, jagung, dan Dalam tahun laporan sektor keuangan,

kedelai mengalami penurunan.6 Produksi padi hanya

persewaan, dan perusahaan jasa mengalami

mencapai 49,6 juta ton gabah kering giling pada tahun

pertumbuhan sebesar 3,0%, lebih rendah dari

laporan atau menurun 4,5% jika dibandingkan

pertumbuhan yang dicapai tahun lalu sebesar 4,3%.

produksi padi tahun lalu. Sementara itu, produksi

Pertumbuhan sektor ini terutama masih disumbang

jagung dan kedelai masing-masing mencapai 9,2 juta

oleh subsektor Bank. Meskipun dalam kenyataannya

ton pipilan kering dan 0,8 juta ton bijih kering atau

sebagian bank telah mulai menyalurkan kredit, subsektor ini tumbuh melambat sehubungan dengan

6

Angka sementara BPS

43

Kondisi Ekonomi Makro

mengalami penurunan sebesar 5,3% dan 19,7% di-

kapasitas terpakai di sektor industri pengolahan masih

bandingkan produksinya tahun lalu.

rendah, terdapat sejumlah subsektor yang mengalami laju peningkatan utilisasi yang cukup tinggi seperti

Penawaran Jangka Panjang

industri makanan, minuman, dan tembakau, dan in-

Berbagai permasalahan yang terjadi di sektor

dustri barang galian bukan logam. Sementara itu,

riil sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, me-

subsektor industri barang galian dan plastik, industri

nyebabkan upaya meningkatkan kapasitas pere-

tekstil, pakaian jadi, dan kulit, dan industri kertas,

konomian (potential output) menjadi sangat terbatas.

percetakan, dan penerbitan mencatat peningkatan

Keterbatasan dalam meningkatkan kapasitas pere-

rata-rata sebesar 65% dari kapasitas terpasangnya.

konomian ini antara lain tercermin dari rendahnya

Sedangkan untuk industri barang dari logam dan

pertumbuhan investasi, baik dalam bentuk investasi

industri logam dasar tingkat utilisasinya mengalami

baru maupun dalam bentuk ekspansi dari kegiatan

penurunan (Grafik 2.20). Masih relatif rendahnya

usaha yang ada. Sementara itu, keterbatasan dalam

tingkat utilisasi di sektor industri pengolahan tersebut

meningkatkan kapasitas perekonomian juga di-

mengindikasikan bahwa sektor industri masih

pengaruhi oleh pesatnya pertumbuhan angkatan kerja

menghadapi permasalahan internal sehingga mem-

yang masih didominasi oleh tenaga kerja dengan

batasi pemanfaatan utilisasi yang tersedia. Selain itu,

kualitas yang masih rendah.

masih tingginya ketidakpastian dan risiko usaha

Rendahnya peningkatan kapasitas perekonomian yang bersumber dari investasi baru

menyebabkan dunia usaha belum meningkatkan kapasitas terpasangnya.

ditunjukkan oleh hasil SKDU yang memperlihatkan

Kondisi tersebut di atas memberikan gam-

adanya penurunan realisasi investasi pada triwulan

baran bahwa peningkatan potential output pada tahun

ketiga serta minat investasi pada triwulan terakhir

laporan masih sangat rendah. Sementara itu, perkem-

tahun laporan (Grafik 2.10). Selain itu, rendahnya

bangan output aktual sebagaimana dijelaskan di atas

investasi baru juga dapat dilihat dari hampir tidak adanya realisasi investasi baik yang dilakukan oleh asing (PMA) maupun domestik (PMDN), serta

Persen 75

Makanan, Minuman & Tembakau To t a l Tekstil, Pakaian Jadi & Kulit Kertas, Percetakan & Penerbitan Barang dari logam

70 65

rendahnya pertumbuhan realisasi kredit investasi. Sementara itu, rendahnya peningkatan kapa-

60 55 50

sitas perekonomian yang bersumber dari ekspansi

45

kegiatan usaha yang ada tercermin dari masih ren-

35

40

30

dahnya tingkat utilisasi sektor industri seperti yang ditunjukkan oleh hasil survei sektor industri pengo-

25 20

Jan.

Feb.

Mar.

Apr.

Mei

Jun.

Jul.

Ags.

2001

lahan yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Berdasarkan hasil survei tersebut sampai dengan November 2001, memberikan gambaran meskipun secara total

44

Grafik 2.20 Kapasitas Terpakai

Sep.

Okt.

Nov.

Kondisi Ekonomi Makro

uraikan sebelumnya menyebabkan tingkat efisiensi

Persen 80

perekonomian belum membaik seperti masa sebelum

70

krisis. Untuk mengukur efisiensi suatu perekonomian

60

dari satu periode ke periode yang lain, pendekatan

50 40

yang seringkali digunakan adalah Incremental Capi-

30

tal Output Ratio (ICOR).7 Dalam perkembangannya,

20

ICOR pada periode 2000-2001 menunjukkan adanya

10 0

perbaikan dibanding dengan ICOR pada periode 1990-1991

1992-1993

1994-1995

1996-1997

1998-1999

2000-2001

1998-1999 (Grafik 2.21). Namun demikian, ICOR Sumber : BPS (diolah)

Grafik 2.21 ICOR

pada periode laporan masih lebih tinggi dibanding dengan ICOR pada masa sebelum krisis. Hal ini menunjukkan bahwa perekonomian pada periode

masih menunjukkan peningkatan yang lebih pesat

laporan masih belum seeffisien dibandingkan dengan

dibandingkan dengan output potentialnya. Perkem-

masa sebelum krisis.

bangan ini menyebabkan kesenjangan output (output gap) yang merupakan perbedaan antara output

KETENAGAKERJAAN

potensial dan output aktual menjadi semakin me-

Perkembangan perekonomian yang melambat pada

nyempit (narrowing gap).

tahun laporan sebagaimana telah diuraikan se-

Kecenderungan semakin menyempitnya

belumnya memberikan dampak yang kurang mengun-

kesenjangan output yang terutama disebabkan oleh

tungkan bagi kondisi ketenagakerjaan. Hal ini ter-

lebih rendahnya peningkatan output potensial

cermin dari menurunnya rasio jumlah penduduk yang

dibandingkan peningkatan output aktual perlu segera

bekerja di sektor formal terhadap jumlah angkatan

diantisipasi. Apabila upaya untuk meningkatkan ouput

kerja akibat meningkatnya jumlah angkatan kerja

potensial ini tidak segera dilakukan, maka tekanan

yang tidak dapat diimbangi oleh penyediaan lapangan

terhadap harga akan mulai meningkat. Terlebih lagi

kerja secara memadai. Namun demikian, jumlah

bila melihat bahwa peningkatan utilisasi yang pesat

penganggur dan setengah penganggur tidak menga-

terjadi pada kelompok industri yang memproduksi

lami peningkatan yang berarti karena sebagian

barang-barang yang termasuk dalam keranjang IHK.

angkatan kerja yang tidak tertampung di sektor for-

Apabila berbagai permasalahan yang membatasi

mal dapat menemukan pekerjaan di sektor informal.

investasi baru dan ekspansi usaha yang ada tidak

Sementara itu, kesejahteraan pekerja yang diukur

segera diatasi, maka kenaikan ouput aktual akan menjadi ancaman yang serius pada peningkatan

7

ICOR dihitung dengan rumus :

inflasi IHK pada periode mendatang. Berbagai permasalahan yang dihadapi perekonomian Indonesia sebagaimana telah di-

t2-1

ICOR t

1–t2

=

PMTDB Σ t=t

t

1-1

PDB - PDB t t2

1

45

Kondisi Ekonomi Makro

dengan upah minimum propinsi (UMP) secara rata-

Rupiah/Hari

rata mengalami peningkatan walaupun masih berada

9.750

10.000 9.000

di bawah tingkat kebutuhan hidup minimum (KHM).

8.000

Kasus perburuhan masih mewarnai tahun laporan

6.962

7.000 6.000

yang tercermin dari masih tingginya kasus pemo-

5.575 4.830

5.000 4.000

gokan dan pemutusan hubungan kerja (PHK).

4.101

3.708

3.000 2.000

Jumlah angkatan kerja pada 2001 diper-

1.000

kirakan mencapai 98 juta orang atau mengalami

0 1996

peningkatan hampir 2,5% dibandingkan tahun sebe-

1997

1998

1999

2000

2001

Grafik 2.22 Upah Minimum Propinsi (rata-rata) Dalam Rupiah per Hari

lumnya. Namun, peningkatan jumlah angkatan kerja tersebut masih belum diikuti oleh peningkatan kualitas yang tercermin dari masih besarnya proporsi angkatan kerja yang berpendidikan Sekolah Dasar yaitu

yang bekerja dengan status informal mencatat

mencapai 63,5% atau sekitar 62 juta orang. Survei

peningkatan.

dari United Nation Development Program (UNDP)

Melambatnya kegiatan ekonomi 2001 seba-

menunjukan bahwa Human Development Index (HDI)

gai dampak dari rendahnya investasi serta masih

Indonesia masih berada pada peringkat 109 dari 147

rendahnya tingkat pendidikan angkatan kerja menga-

negara.8 Berdasarkan sensus penduduk 2000, jum-

kibatkan angka pengangguran diperkirakan me-

lah penduduk yang berusia kerja (15 tahun ke atas)

ningkat dari 6,1% pada 2000 menjadi 6,7%-7,0%

sebanyak 141,2 juta orang dimana 67,8% dari jumlah

pada 2001.9 Berdasarkan daerah, jumlah penganggur

tersebut atau 95,7 juta orang diklasifikasikan dalam

di kota lebih besar dibandingkan di desa. Berdasarkan

angkatan kerja. Angka tersebut diperkirakan mening-

jenis kelamin, proporsi penganggur perempuan lebih

kat mencapai 98 juta orang pada 2001. Dari jumlah

banyak dibandingkan penganggur laki-laki.

angkatan kerja tersebut, sekitar 93% diantaranya

Kondisi ketenagakerjaan yang ditandai oleh

termasuk bekerja dan 7% termasuk penganggur

masih tingginya jumlah pengangguran terbuka an-

terbuka. Namun demikian, sekitar 36% atau 35 juta

tara lain menyebabkan melemahnya posisi tawar

dari penduduk yang bekerja hanya bekerja kurang

(bargaining power) pekerja dalam negosiasi upah.

dari 35 jam seminggu. Berdasarkan lapangan usaha,

Hal ini tercermin dari relatif kecilnya kenaikan UMP

sebagian besar penduduk yang bekerja tersebut

yang ditetapkan. Pada 2001 UMP secara rata-rata

(45,3%) berusaha di sektor pertanian. Meskipun

mengalami kenaikan sebesar 33,7% dan mencapai

jumlah penduduk yang bekerja mencatat peningkatan,

Rp295.981/bulan (Grafik 2.22), sedangkan KHM

jumlah penduduk yang bekerja dengan status formal

sebagai dasar perhitungan UMP pada periode yang

mengalami penurunan, sedangkan jumlah penduduk

sama rata-rata meningkat sebesar 21,7% menjadi

8

9

46

Suara Pembaharuan tanggal 13 Juli 2001

Suara Pembaharuan tanggal 13 Juli 2001

Kondisi Ekonomi Makro

Rp323.798/bulan. Dengan demikian, UMP yang

gokan yang terjadi sebanyak 164 kasus dengan

ditetapkan pemerintah tersebut baru dapat me-

melibatkan 107.523 pekerja dan mengakibatkan

menuhi rata-rata 91,4% kebutuhan hidup minimum

1.148.778 jam kerja hilang. Sementara itu, pekerja

pekerja. Walaupun UMP tersebut belum memenuhi

yang kehilangan pekerjaan akibat PHK pada 2001

seluruh KHM pekerja, saat ini ada 10 propinsi yang

sedikit lebih rendah dibandingkan tahun lalu yakni

telah dapat memenuhi KHM-nya, yakni Sumatera

mencapai 58.006 tenaga kerja. Masih tingginya

Utara, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Kali-

angka PHK tersebut antara lain disebabkan oleh

mantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Sela-

memburuknya situasi dunia usaha terutama yang

tan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, dan Nusa

berorientasi ekspor. Industri tekstil dan produk tekstil

Tenggara Timur.

yang merupakan industri padat karya merupakan

Masih banyaknya pengusaha yang belum

industri yang paling mengalami kerugian mengingat

memenuhi ketentuan UMP dan tuntutan lainnya se-

besarnya porsi produknya yang ditujukan untuk

perti keikutsertaan dalam Jamsostek dan peme-

ekspor. Industri tekstil dan produk tekstil yang saat

nuhan tunjangan hari raya keagamaan telah memicu

ini menyerap sekitar 1,2 juta orang tenaga kerja

terjadinya kasus pemogokan buruh dalam tahun

diperkirakan akan melakukan PHK antara 10%–20%

laporan. Sampai dengan September 200110, pemo-

bila kondisi perekonomian tidak membaik.11

10 Sumber Depnakertrans, 2001

11 Data Asosiasi Pertekstilan Indonesia sebagaimana dimuat di Suara Pembaharuan tanggal 23 Oktober 2001

47

Kondisi Ekonomi Makro

boks

Penghitungan Stok Kapital dengan Metode Perpetual Inventory Dalam text book ekonomi, penawaran agre-

Secara umum, stok kapital didefinisikan

gat menjelaskan hubungan antara tingkat harga dan

sebagai persediaan berbagai jenis barang modal

jumlah barang yang dihasilkan oleh perusahaan

seperti bangunan, mesin-mesin, alat transportasi, ter-

dalam suatu perekonomian.1 Analisa ekonomi makro

nak, dan barang modal lainnya2 , yang memberikan

seringkali membedakan antara penawaran jangka

kontribusi terhadap kelangsungan suatu proses

pendek (short run aggregate supply) dan penawaran

produksi. Dalam prakteknya, data stok kapital tersebut

jangka panjang (long run aggregate supply). Dalam

menggambarkan posisi barang modal yang terbentuk

jangka pendek, penawaran agregat dapat berubah

dari suatu proses akumulasi investasi dalam jangka

antara lain apabila terjadi perubahan pada input

waktu tertentu. Dalam terminologi SNA 1968, investasi

produksi yang digunakan dengan kapasitas produksi

tersebut dikenal sebagai Gross Fixed Capital

yang tersedia. Dalam jangka panjang, perubahan

Formation (GFCF) atau Pembentukan Modal Tetap

penawaran agregat —atau sering disebut dengan

Bruto (PMTB). Sampai saat ini data PMTB telah

ouput potensial— hanya dapat terjadi apabila kapa-

dihitung dan dipublikasikan secara periodik oleh BPS.

sitas perekonomian juga mengalami perubahan.

Data stok kapital secara umum digunakan

Secara empiris, untuk menghitung penawaran agre-

untuk : (1) memperoleh gambaran mengenai produk

gat dalam jangka panjang (output potensial) dapat

neto (nilai tambah neto) dari hasil suatu proses

dilakukan dengan beberapa pendekatan mulai dari

produksi, yaitu seluruh nilai produksi dikurangi dengan

yang sederhana yakni dengan metode pemulusan

besarnya penyusutan (consumption of fixed capital),

(smoothing) data PDB, sampai metode yang lebih

(2) menghitung nilai kekayaan (wealth capital stock)

rumit yakni dengan menaksir suatu persamaan fungsi

yang diperoleh dari hasil pembangunan dalam suatu

produksi perekonomian.

periode tertentu, dan (3) menghitung produktifitas dan

Mengingat pentingnya informasi mengenai ouput potensial bagi Bank Indonesia dalam hal

efisiensi suatu perokonomian (economic efficiency dan economic productivity).

melakukan analisa dan penyusunan proyeksi tekanan

Pada dasarnya, terdapat dua pendekatan

inflasi, saat ini Bank Indonesia sedang mengem-

untuk menyusun data stok kapital yaitu metode lang-

bangkan penghitungan output potensial dengan

sung dan metode tidak langsung. Metode langsung

pendekatan fungsi produksi, dimana salah satu

terdiri dari Direct Observation of Capital (DOC), Fixed

variabel utamanya adalah data stok kapital.

Asset Accounting Simulation Model (FAASM), dan

1

2

48

N.Gregory Mankiw, Macroeconomics, 3rd edition, Worth Publishers, 1997, hal. 503

Sesuai dengan konsep Statistics of National Account (SNA) tahun 1968, barang modal tersebut belum termasuk intangible assets.

Kondisi Ekonomi Makro

Anchored FAASM. Penghitungan secara langsung

kapital (PMTB) masih terbatas pada pemanfaatannya

dilakukan dengan cara mengumpulkan data stok

sebagai proxy variable perkembangan kegiatan

kapital secara langsung dari laporan keuangan

investasi. Beberapa penelitian mengenai stok kapital

perusahaan dan administrasi pemerintahan. Metode

yang pernah dilakukan di Indonesia antara lain oleh

DOC merupakan metode langsung yang paling sering

Keuning (1988 dan 1991), Badan Pusat Statistik

digunakan karena memiliki tingkat akurasi data

(1995), dan Timmer (1999).

investasi dan pengukuran umur aset (asset life) serta

Mengingat pentingnya informasi mengenai

usia pakai (discard pattern) yang lebih baik. Namun

stok kapital tersebut, pada 2000 Bank Indonesia telah

dalam implementasinya, metode secara langsung

melakukan kajian awal mengenai kemungkinan

memerlukan biaya yang sangat besar dan sumber

pengumpulan data stok kapital sektor industri

daya manusia yang memadai, baik dari segi kualitas

pengolahan. Dari sejumlah alternatif penghitungan

maupun kuantitasnya.

stok kapital yang ada, hasil kajian tersebut menyim-

Sementara itu, metode penghitungan stok

pulkan bahwa metode PIM merupakan metode yang

kapital secara tidak langsung lebih memfokuskan

lebih tepat digunakan untuk menghitung stok kapital

pada pemanfaatan data sekunder. Metode tidak

di seluruh sektor perekonomian. Hal utama yang

langsung yang banyak digunakan adalah Perpetual

mendasari pemilihan metode PIM tersebut antara lain

Inventory Method (PIM), yaitu penghitungan stok

faktor efisiensi biaya dan ketersediaan sumber daya

kapital yang dilakukan dengan cara memanfaatkan

manusia. Sebagai kelanjutan dari penelitian se-

data sekunder yang tersedia, yaitu data PMTB. Dua

belumnya, pada 2001 Bank Indonesia bekerjasama

syarat yang harus dipenuhi agar metode PIM meng-

dengan Badan Pusat Statistik (BPS) melakukan

hasilkan angka yang reliable adalah tersedianya data

penghitungan stok kapital berdasarkan konsep

PMTB yang akurat, rinci dengan cakupan data yang

‘wealth’ dengan menggunakan metode PIM.

luas, dan asumsi yang digunakan seperti umur aset,

Hasil penghitungan stok kapital berdasarkan

pola distribusi, dan metode depresiasinya. Secara

konsep wealth dengan menggunakan harga konstan

garis besar, penghitungan stok kapital dengan me-

1993 disajikan dalam 2 (dua) konsep, yaitu stok kapital

tode PIM dilakukan dengan cara mengakumulasikan

bruto (Gross Capital Stock/GCS) dan stok kapital neto

investasi barang modal (PMTB) dalam periode

(Net Capital Stock/NCS). Angka GCS diperoleh

tertentu dengan mempertimbangkan barang modal

setelah memperhitungkan sejumlah barang modal

yang telah usai pakai (retired) dan yang mengalami

yang retired dalam suatu periode namun belum ter-

penyusutan selama periode tersebut.

masuk nilai penyusutannya. Sedangkan angka NCS

Beberapa negara seperti Belanda, Inggris, Jerman, Australia, dan Kanada telah memiliki data

adalah jumlah barang modal setelah dikurangi penyusutan.

stok kapital sejak lama, meskipun dengan metode

Secara matematis, hubungan antara NCS,

penghitungan yang berbeda-beda. Sementara di

GCS, dan besarnya GFCF dapat diformulasikan seba-

Indonesia, ketersediaan informasi mengenai stok

gai berikut:

49

Kondisi Ekonomi Makro

NCS i = NCSi −1 + GFCFi − AdjDi

hampir sama antara GCS maupun NCS yakni

GCSi = GFCFi − ret i + GCS i−1

sebesar 3,4%. Krisis ekonomi yang berkepanjangan

Σ i =1 GFCF = GCSn + n

sejak pertengahan 1997 tercermin pada turunnya

Σ i =1 ret n

stok kapital, yang ditandai dengan melambatnya pertumbuhan NCS pada 1998 menjadi sebesar 0,8%

NCS GFCF AdjD ret i n

= = = = = =

Net Capital Stock Gross Fixed Capital Formation Adjusted Depreciation Retirement periode/tahun ke – i akhir periode stok kapital

dan bahkan sempat mengalami kontraksi pada 1999 sebesar 1,2%. Berdasarkan pangsa dari masing-masing jenis barang modal, stok kapital Indonesia selama kurun waktu 20 tahun terakhir didominasi oleh 3 kelom-

Hasil simulasi penghitungan stok kapital yang

pok besar yaitu kelompok bangunan, kelompok

telah dilakukan menunjukkan bahwa stok kapital baik

mesin, dan kelompok transportasi. Pangsa kelompok

GCS maupun NCS senantisa mengalami pertum-

bangunan sebesar 60,0% (1980) dan terus mening-

buhan positif. Indeks GCS tumbuh dari 103,3 pada

kat menjadi 75,7% (2000), sementara pangsa kelom-

1980 menjadi 201,9 pada 2000 (Grafik 1). Dalam

pok transportasi mengalami penurunan dari 23,2%

periode yang sama, indeks NCS tumbuh dari 105,1

(1980) menjadi hanya 4,0% (2000). Di sisi lain,

menjadi 200,5 (Grafik 2). Sementara itu, pertumbuhan

pangsa kelompok mesin relatif tetap yakni rata-rata

rata-rata per tahun (yearly average) stok kapital

sebesar 15,9%.

Indeks

Indeks

250

250

200

200

150

150

100

100

50

50

0

0 1980

1982

1984

1986

1988

1990

1992

1994

1996

1998

Grafik 1 Perkembangan Indeks GCS Indonesia

50

2000

1980

1982

1984

1986

1988

1990

1992

1994

1996

1998

Grafik 2 Perkembangan Indeks NCS Indonesia

2000

Nilai Tukar

bab 3 NILAI TUKAR

51

Nilai Tukar

bab 3

NILAI TUKAR

D

alam tahun 2001, nilai tukar rupiah mengalami

pasar. Kendati demikian, berbagai upaya tersebut

tekanan depresiasi yang sangat besar, mes-

perlu dibarengi dengan terciptanya kondisi sosial

kipun sempat terapresiasi tajam pada pertengahan

politik yang kondusif sebagai bagian yang tidak

tahun. Secara keseluruhan, nilai tukar rupiah terde-

terpisahkan dalam membangun kepercayaan publik

presiasi sekitar 17,7%, yaitu dari rata-rata Rp8.438

terhadap proses pemulihan ekonomi.

dalam tahun 2000 menjadi rata-rata Rp10.255 per

Berbagai faktor risiko (ketidakpastian) yang

dolar dalam tahun 2001. Besarnya tekanan depre-

semula diperkirakan akan mulai membaik pada perte-

siasi tersebut tidak terlepas dari meningkatnya

ngahan tahun laporan, dalam kenyataannya justru me-

country risk sejalan dengan memburuknya ketidak-

ngalami perkembangan yang memburuk. Sampai per-

pastian kondisi sosial politik di dalam negeri yang

tengahan 2001, ketidakpastian situasi sosial politik di

terjadi dalam tahun laporan. Di pihak lain, meskipun

dalam negeri semakin memburuk, yang ditandai

terdapat kemajuan, kondisi fundamental ekonomi

dengan terjadinya gejolak politik, serta beberapa

makro dan mikro masih menghadapi sejumlah

kerusuhan sosial dan ancaman disintegrasi di bebe-

permasalahan (Bagan 3.1). Sebagai akibat dari

rapa daerah. Perkembangan tersebut pada gilirannya

besarnya tekanan depresiasi tersebut, nilai tukar ru-

mengakibatkan kepercayaan pasar semakin merosot

piah secara riil menjadi semakin undervalued dan

dan secara persisten menimbulkan sentimen negatif

menimbulkan tekanan yang cukup besar terhadap

terhadap rupiah. Selanjutnya, pasca pengalihan kepe-

laju inflasi. Dalam menyikapi perkembangan

mimpinan nasional pada pertengahan tahun, situasi

tersebut, Bank Indonesia telah menempuh berbagai

politik di dalam negeri memperlihatkan kecenderungan

upaya yang diperlukan, yakni dengan mengop-

yang membaik, bahkan menebarkan optimisme yang

timalkan seluruh instrumen kebijakan yang tersedia.

tinggi bagi berlanjutnya proses pemulihan ekonomi. Hal

Selain itu, implementasi beberapa program restruk-

ini tercermin dari pulihnya kepercayaan pasar yang

turisasi perekonomian masih terus dilanjutkan

ditandai dengan apresiasi nilai tukar rupiah yang sangat

meskipun belum sepenuhnya memenuhi harapan

tajam. Namun, apresiasi nilai tukar rupiah tersebut tidak

semua pihak. Ke depan, berbagai upaya tersebut

berlangsung lama karena kepercayaan pasar kembali

akan terus dilanjutkan dan lebih dioptimalkan dengan

menurun, terutama dipengaruhi oleh kondisi funda-

harapan dapat memperbaiki kondisi fundamental

mental ekonomi makro dan mikro yang dalam kenyata-

ekonomi, yang pada gilirannya dapat mengurangi

anya masih menghadapi sejumlah permasalahan.

kesenjangan permintaan dan penawaran valuta

Dari sisi makro-fundamental, meskipun ter-

asing, sekaligus dapat memperbaiki kepercayaan

catat adanya beberapa kemajuan, penangangan

52

Nilai Tukar

EKONOMI DUNIA EKSPOR

STRUKTURAL DAYA SAING

INVESTASI ASING LANGSUNG (FDI) INVESTASI PORTOFOLIO CAD. DEVISA & KONDISI PASAR

STERILISASI BANK SENTRAL

RISIKO KEUANGAN KESEHATAN BANK RISIKO POLITIK

PENAWARAN VALUTA ASING

SEGMENTASI PASAR

KEPERCAYAAN PUBLIK

STRUKTUR MIKRO PASAR

NILAI TUKAR

IMPOR RISIKO EKONOMI RETRUKTURISASI

PELUNASAN UTANG LN PENYELAMATAN ASET (FLIGHT TO SAFETY)

PERMINTAAN VALUTA ASING

SPEKULASI INTERMEDIASI PERBANKAN BELUM SEPENUHYA PULIH

KELEBIHAN LIKUIDITAS RUPIAH DI SEKTOR KEUANGAN

Bagan 3.1 Permasalahan Nilai Tukar 2001

beberapa program restrukturisasi ekonomi secara

kurang menguntungkan sehingga kurang kondusif

umum dinilai pelaku pasar masih berjalan lamban.

bagi kinerja sektor eksternal.

Hal ini terutama terlihat pada restrukturisasi utang dan

Kondisi tersebut di atas mengakibatkan

korporasi, privatisasi dan divestasi, serta upaya revi-

masih tetap terbatasnya aliran devisa masuk ke dalam

talisasi sektor perbankan dan korporasi. Lambannya

negeri sehingga di pasar masih terjadi kelangkaan

perbaikan kondisi makro-fundamental tersebut, selain

pasokan valuta asing. Di pihak lain, permintaan valuta

sebagai akibat dari kompleksitas permasalahan

asing masih tetap tinggi, baik untuk kebutuhan impor

ekonomi yang semakin berat, juga karena lemahnya

maupun pelunasan utang luar negeri swasta. Muncul-

dukungan sistim kelembagaan, jaminan kepastian hu-

nya permintaan valuta asing semakin dipermudah

kum, dan keamanan berusaha. Di sampingitu, kondisi

dalam kondisi di mana terjadi kelebihan likuiditas

ekonomi dunia memperlihatkan perkembangan yang

rupiah di sektor keuangan, terutama sebagai akibat

53

Nilai Tukar

dari proses intermediasi perbankan yang belum sepenuhnya pulih.

Premi Risiko (bp)

Kurs Rp/$ 12500

850

12000

800

Dari sisi mikro-fundamental, berbagai kele-

Premi Risiko

11500

750

11000

mahan mendasar yang melekat pada struktur mikro pasar keuangan di dalam negeri masih mewarnai ekonomi Indonesia. Hal ini tercermin dari struktur pasar keuangan yang masih tersegmentasi dan kurang berkembangnya pasar lindung nilai (hedging).

700

10500

650

10000

600

9500 9000

550 500

8000

450 400 3/1

7500 7000

17/4

Terjadinya segmentasi pasar mengakibatkan mekanisme pembentukan harga menjadi kurang berfungsi secara baik (well-functioning market).1 Dalam kondisi

8500

Nilai Tukar Rupiah

1/8 2000

15/11

2/2

11/05

24/08 2001

07/12

Grafik 3.1 Arah Perkembangan Nilai Tukar Rupiah dan Premi Risiko

tersebut, harga yang terbentuk di pasar valuta asing tidak mewakili kekuatan pelaku pasar secara ke-

movement) antara premi risiko2 dan nilai tukar ru-

seluruhan, tetapi merupakan cerminan dari kekuatan

piah dalam beberapa tahun terakhir (Grafik 3.1).

beberapa pelaku yang menguasai sebagian besar pangsa pasar.

Pengaruh ketidakpastian sosial politik terhadap fluktuasi nilai tukar rupiah dapat terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

langsung, pengaruh tersebut terutama tercermin

Perkembangan nilai tukar rupiah sepanjang

dari reaksi yang bersifat segera yang diwujudkan

tahun laporan tidak terlepas dari berbagai ketidak-

dalam bentuk aksi beli (atau jual) valuta asing

pastian (risiko), baik ketidakpastian di bidang sosial

karena terjadinya perubahan sentimen pelaku

politik, maupun ketidakpastian di bidang ekonomi dan

pasar sebagai respon terhadap beberapa

keuangan. Sejak krisis ekonomi berlangsung,

peristiwa sosial politik. Secara tidak langsung,

fluktuasi nilai tukar rupiah secara persisten telah di-

ketidakpastian sosial politik mempengaruhi

warnai oleh ketidakpastian situasi sosial politik, yang

fluktuasi

pada gilirannya menjadi sumber utama terjadinya

kepercayaan publik baik domestik maupun inter-

lingkaran permasalahan ekonomi (vicious circle) sela-

nasional yang mempengaruhi arus lalu lintas

ma ini. Keterkaitan yang sangat erat antara ketidak-

modal, yang pada gilirannya berdampak terhadap

pastian situasi sosial politik dan fluktuasi nilai tukar

permintaan atau penawaran valuta asing.

rupiah tersebut tercermin dari pergerakan searah (co-

nilai

tukar

melalui

perubahan

Sepanjang tahun laporan, sentimen pasar sangat dipengaruhi oleh ketidakpastian situasi sosial

1

2

54

Mekanisme pembentukan harga pasar yang baik terjadi dalam kondisi di mana harga mencerminkan kekuatan pelaku pasar secara keseluruhan, tidak hanya mewakili beberapa pelaku pasar. Premi risiko di proksi dengan menggunakan perbedaan yield antara Yankee Bond Indonesia dengan Benchmark US Treasury Note yang sama-sama berjangka waktu 10 tahun dan akan jatuh tempo tahun 2006.

politik di dalam negeri yang secara umum menunjukkan peningkatan meskipun cenderung membaik sejak pertengahan tahun laporan (Grafik 3.2). Sepanjang paro pertama 2001, kepercayaan

Nilai Tukar

Rp/$ Panic buying menjelang Memorandum II DPR kepada Presiden

12500 12000

Desakan percepatan SI MPR

Penundaan pencairan bantuan IMF

11500

Koreksi outlook rating oleh Moody's dan S&P

11000

S&P menurunkan credit rating dan outlook Indonesia

Percepatan SI MPR

CGI memberikan komitmen pinjaman untuk tahun 2002

Dekrit Presiden tidak mendapat dukungan luas dan SI MPR berjalan lancar

Penjualan aset BPPN kepada investor asing

Presiden menolak menjawab Memo II

10500

Kerusuhan di Sampit dan memburuknya hubungan dengan IMF

10000

Perbaikan outlook oleh S&P menjadi "stable"

Situasi aman pasca Memo II dan aksi profit taking pelaku pasar

Menguatnya sentimen anti-AS disertai ancaman sweeping

9500 Megawati terpilih sebagai Presiden RI

Debt repayment dan kerusuhan di Aceh

9000

Tragedi WTC 11 September 2001

Wakil Presiden terpilih

Dukungan internasional kepada Indonesia menguat

8500 Pengumuman kabinet baru

8000 31/12 12/1 24/1

5/2

17/2

6/3

22/3

12/4

1/5

18/5

2000

6/6

22/6

10/7

26/7

13/8

29/8 14/9

2/10

18/10

5/11

21/11 7/12 25/12

2001

Grafik 3.2 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah dan Faktor Sentimen

pasar terus merosot terutama disebabkan oleh

September 2001. Tragedi tersebut telah mening-

meningkatnya konflik politik, serta beberapa

katkan suhu politik internasional yang pada

kerusuhan sosial dan ancaman disintegrasi di

gilirannya berimbas ke dalam negeri antara lain

beberapa daerah. Sejalan dengan perkembangan

berupa reaksi-reaksi yang menimbulkan rasa tidak

tersebut

nilai tukar rupiah secara persisten

aman bagi investor asing. Selain itu, tragedi tersebut

mengalami tekanan depresiasi yang sangat besar.

juga membuat kalangan investor internasional

Selanjutnya, pasca pengalihan kepemimpinan

menjadi lebih bersikap hati-hati (risk averse) karena

nasional Juli 2001, kepercayaan pasar cenderung

meningkatkan risiko global, sehingga turut memberi

membaik yang dipicu oleh harapan bahwa

tekanan terhadap sebagian besar nilai tukar mata

berakhirnya krisis politik dapat menjadi tumpuan bagi

uang regional, termasuk rupiah.

bangkitnya perekonomian Indonesia dari krisis yang

Selain ketidakpastian situasi sosial politik,

berkepanjangan. Membaiknya kepercayaan pasar

fluktuasi nilai tukar rupiah sepanjang tahun laporan

tersebut ditandai dengan terjadinya apresiasi nilai

dipengaruhi oleh masih rendahnya kepercayaan

rupiah yang cukup tajam. Namun menjelang akhir

publik terhadap kondisi fundamental ekonomi baik

tahun laporan, kepercayaan pasar kembali

dalam skala makro maupun mikro. Rendahnya

memburuk dan nilai tukar rupiah turut tertekan

kepercayaan publik tersebut terutama sebagai akibat

menyusul tragedi World Trade Center (WTC) 11

dari penanganan beberapa program restrukturisasi

55

Nilai Tukar

ekonomi yang masih menghadapi sejumlah kendala.

divestasi aset-aset yang berada di bawah penge-

Hal ini selain karena kompleksitas permasalahan

lolaan BPPN, yang sedianya diharapkan dapat

ekonomi yang semakin berat, juga karena lemahnya

menjadi salah satu penopang penting bagi pene-

dukungan sistem kelembagaan, jaminan kepastian

rimaan keuangan pemerintah.

hukum, serta keamanan berusaha.

Di sampingfaktor-faktor sebagaimana

Kepercayaan publik sangat dipengaruhi oleh

dikemukakan di atas, kondisi fundamental ekonomi

persepsi terhadap beban keuangan pemerintah yang

yang masih lemah pada dasarnya merupakan faktor

semakin berat, restrukturisasi utang swasta dan

utama yang mempengaruhi nilai tukar melalui terjadi-

korporasi serta proses privatisasi dan divestasi yang

nya ketidakseimbangan antara permintaan dan

dinilai lamban, proses intermediasi perbankan yang

penawaran di pasar valuta asing. Permintaan valuta

belum sepenuhnya berjalan normal, serta pelak-

asing sepanjang tahun laporan ditengarai masih

sanaan otonomi daerah yang memperlihatkan se-

tetap tinggi terutama untuk kebutuhan riil (genuine

jumlah permasalahan. Di pihak lain, tingginya kepe-

demand) perekonomian seperti pembiayaan impor

kaan beberapa permasalahan ekonomi tersebut

dan pelunasan utang luar negeri. Selain itu, kegiatan

terhadap gejolak nilai tukar dan suku bunga menga-

spekulasi dan penyelamatan aset (flight to safety)

kibatkan lingkaran permasalahan ekonomi masih

yang sangat dipengaruhi oleh ketidakpastian sosial

terus berlangsung, yang pada gilirannya semakin

politik masih tetap menjadi salah satu sumber

menurunkan kepercayaan publik.

permintaan valuta asing di pasar. Di pihak lain,

Beban pengeluaran pemerintah terutama

pasokan valuta asing ditengarai masih tetap terbatas

pembiayaan subsidi dan bunga obligasi yang sangat

sehubungan dengan masih terhambatnya aliran

besar di dalam negeri dipandang masih sangat berat

masuk devisa swasta akibat situasi di dalam negeri

dan sangat rentan terhadap fluktuasi suku bunga dan

yang belum kondusif dan kondisi eksternal yang tidak

nilai tukar. Sementara itu, beban pengeluaran untuk

menguntungkan.

pembayaran utang luar negeri pemerintah sangat

Dari sisi mikro, menurunnya kepercayaan

tergantung pada keberhasilan negosiasi dengan

pasar terhadap rupiah seringkali terefleksikan dalam

lembaga donor. Keberhasilan dalam negosiasi utang

fluktuasi nilai tukar yang sangat tajam. Hal ini

luar negeri dengan lembaga donor tersebut sangat

disebabkan oleh kondisi pasar valuta asing di dalam

berpengaruh besar terhadap ekspektasi pasar dan

negeri yang tidak likuid dan kurang dalam, terutama

seringkali digunakan sebagai referensi sejumlah

sebagai akibat dari berbagai kelemahan mendasar yang

lembaga pemeringkat utang internasional dalam

melekat pada struktur mikro pasar keuangan di dalam

menentukan peringkat utang negara (sovereign

negeri (Boks : Memahami Dinamika Nilai Tukar Melalui

credit rating). Menurunnya kepercayaan publik ter-

Pendekatan Struktur Mikro Pasar). Struktur mikro pasar,

hadap kesinambungan fiskal juga sangat dipenga-

baik pasar valuta asing maupun pasar uang di dalam

ruhi oleh lambannya realisasi privatisasi sejumlah

negeri masih ditandai oleh adanya segmentasi yang

badan usaha milik negara (BUMN) dan proses

terjadi akibat adanya perbedaan risiko keuangan.

56

Nilai Tukar

Dalam kondisi pasar yang tersegmentasi,

Lemahnya struktur mikro pasar valuta asing

beberapa bank yang menguasai pangsa pasar

di dalam negeri juga ditandai dengan kurang berkem-

mengalami kelebihan likuiditas valuta asing karena

bangnya pasar lindung nilai sebagai instrumen yang

terbatasnya outlet penanaman di dalam negeri yang

sangat bermanfaat dalam menghindari risiko fluktuasi

dipandang cukup aman, baik dalam bentuk penya-

nilai tukar. Instrumen lindung nilai seperti transaksi

luran kredit ke dunia usaha maupun pada PUAB

swap dan forward hanya tersedia dalam tenor waktu

valuta asing di dalam negeri. Hal ini terutama di-

yang relatif sangat pendek. Sementara itu, pasokan

sebabkan oleh belum membaiknya prospek berusaha

fasilitas lindung nilai untuk transaksi dengan tenor

di dalam negeri dan terbatasnya credit line yang di-

jangka menengah-panjang, yang sesungguhnya

miliki bank-bank lokal. Keterbatasan credit line

sangat diperlukan dalam mendukung kepastian

tersebut disebabkan oleh masih rendahnya keper-

transaksi di sektor riil belum tersedia dalam jumlah

cayaan terhadap bank-bank lokal yang sebagian

yang memadai. Sebagai akibatnya, kebutuhan valuta

besar masih dipandang memiliki struktur neraca yang

asing di masa depan pada umumnya direalisasikan

belum kuat dan sangat rentan terhadap risiko

melalui pembelian lebih dini di pasar spot.

sistemik, meskipun telah didukung oleh program penjaminan pemerintah.

Meningkatnya permintaan valuta asing melalui pasar spot semakin menimbulkan tekanan de-

Sebagai akibat dari masih tingginya risiko

presiasi yang berlebihan terhadap rupiah, terutama

penempatan dana di dalam negeri tersebut, sepan-

pada saat aksi pembelian valuta asing yang dilakukan

jang tahun laporan terdapat kecenderungan pening-

oleh perusahaan-perusahaan besar (big players)

katan penempatan portofolio valuta asing bank di

sering menimbulkan dampak berantai (bandwagon

pasar uang luar negeri (offshore money market)

effect) di pasar. Masuknya perusahaan-perusahaan

dalam bentuk instrumen keuangan jangka pendek,

besar tersebut secara rutin ke pasar sering memicu

khususnya dilakukan oleh sejumlah bank besar yang

pembelian valuta asing lebih dini oleh sejumlah bank

memiliki akses ke pasar offshore. Sumber pembia-

dan sering diikuti oleh pelaku pasar lainnya (herd

yaan portofolio valuta asing bank-bank tersebut

behavior) termasuk pelaku pasar yang sesungguhnya

antara lain berasal dari dana rupiah yang dihimpun

membutuhkan valuta asing di masa depan. Tekanan

di dalam negeri, sehingga dapat menimbulkan

depresiasi semakin mudah timbul terutama dalam

tekanan terhadap nilai tukar pada saat terjadinya

kondisi terjadinya kelebihan likuiditas rupiah di pasar

konversi dari rupiah ke valuta asing. Selain itu, kon-

keuangan sebagai akibat dari proses intermediasi

versi dari rupiah ke valuta asing juga terjadi melalui

perbankan yang belum sepenuhnya pulih. Dalam

transaksi swap dengan memanfaatkan perbedaan

kondisi seperti itu, likuiditas rupiah lebih banyak

antara tingkat implied swap premium3 dan tingkat

berputar di sektor keuangan dan ditengarai lebih

suku bunga rupiah.

dioptimalkan hanya untuk meraih keuntungan jangka pendek di pasar valuta asing dan pasar uang daripada

3

Implied swap premium adalah tingkat premi swap ditambah suku bunga simpanan valuta asing.

disalurkan ke sektor produktif.

57

Nilai Tukar

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR RUPIAH Rp/$

Sepanjang 2001, nilai tukar rupiah melemah

11.500

11,285

11,314

11,116

725 poin atau 7,0% terhadap dolar dari Rp9.675 pada

10,877

11.000

10,560

10.500

akhir Desember 2000 menjadi Rp10.400 per dolar pada akhir Desember 2001. Tingkat depresiasi ru-

10,260

10,213

10,086

10.000 9.500

9,449

9,485

9,611 9,304 8,967

9.000

piah terlihat cukup tajam bila dihitung secara ratarata harian, yaitu melemah sebesar 1.817 poin atau

8.500 8.000 7.500

17,7% dari Rp8.438 dalam tahun 2000 menjadi

7.000 Des. Jan. Feb. Mar. Apr. 2000

Rp10.255 per dolar dalam tahun 2001 (Grafik 3.3).

Mei Jun. Jul. Ags. Sep. Okt. Nov. Des. 2001

Grafik 3.3 Rata-Rata Harian Nilai Tukar Rupiah

Tekanan depresiasi tersebut disertai dengan besarnya fluktuasi nilai tukar rupiah, yang tercermin dari tingginya tingkat volatilitas.4 Secara rata-rata harian, Persen

tingkat volatilitas nilai tukar rupiah mengalami

16,0

peningkatan dari 2,2% dalam tahun 2000 menjadi

14,0

Volatilitas Nilai Tukar Rp

12,0

2,8% dalam tahun 2001, dan sempat mencapai tingkat tertinggi 14,4% pada pertengahan Agustus 2001 (Grafik 3.4).

10,0 8,0 6,0

Rata-rata Volatilitas

4,0

Perkembangan nilai tukar rupiah dapat diamati dalam empat fase. Fase pertama, rupiah

2,0 0,0

Des.

2000

Jan.

Feb.

Mar. Apr.

Mei

Jun.

Jul.

Ags. Sep. Okt. Nov.

Des.

2001

menunjukkan kecenderungan melemah dalam empat bulan pertama 2001 hingga mencapai nilai

Grafik 3.4 Volatilitas Nilai Tukar Rupiah

terendah Rp12.090 sebelum akhirnya ditutup pada level Rp11.600 pada akhir April 2001. Selanjutnya, pada fase kedua, nilai tukar rupiah bergerak relatif

Pada fase pertama, tekanan depresiasi

stabil (sideways) dalam kisaran Rp11.200 hingga

terhadap nilai tukar rupiah terutama dipengaruhi oleh

menjelang Sidang Istimewa MPR. Sementara itu,

sentimen pasar, yang dipicu oleh kekhawatiran

pada fase ketiga, sejak digelarnya Sidang Istimewa

terhadap ketidakpastian kondisi politik dan keamanan

MPR pada 21 Juli 2001, nilai tukar rupiah menguat

yang mengiringi proses impeachment —melalui

tajam hingga mencapai nilai tertinggi Rp8.485 per

memorandum I dan II— terhadap kepemimpinan

dolar pada 14 Agustus 2001. Namun, pada fase

nasional saat itu. Situasi ketidakpastian tersebut

keempat, nilai tukar rupiah kembali bergerak mele-

menimbulkan ekspektasi terhadap melemahnya nilai

mah hingga menembus batas pertahanan psikologis

tukar rupiah ke depan yang pada gilirannya mendo-

pasar Rp10.000.

rong terjadinya aksi beli (panic buying) sehingga rupiah melemah cukup tajam. Menghadapi gejolak

4

58

Deviasi nilai tukar harian dari 22 days moving average (1 bulan kalender).

nilai tukar rupiah tersebut, Bank Indonesia berupaya

Nilai Tukar

melakukan penyerapan kelebihan likuiditas di pasar

mimpinan nasional baru. Kondisi ini diharapkan

keuangan melalui Operasi Pasar Terbuka (OPT) yang

menjadi landasan baru bagi Indonesia untuk keluar

dibantu melalui langkah strerilisasi di pasar valuta

dari krisis ekonomi yang berkepanjangan, sehingga

asing. Kebijakan ini terus dilakukan sepanjang tahun

mampu mendorong apresiasi nilai tukar rupiah yang

laporan secara konsisten dan terukur. Selain itu, pada

sangat tajam. Dalam kurun waktu tersebut,

12 Januari 2001 Bank Indonesia menerbitkan PBI No.

dukungan dari dalam negeri maupun dari luar negeri

3/3/2001 yang dimaksudkan untuk membatasi

terhadap pemerintahan baru terus mengalir sehing-

transaksi rupiah oleh bukan penduduk yang

ga nilai tukar rupiah menguat lebih lanjut mencapai

berpotensi digunakan untuk berspekulasi (Boks :

nilai tertinggi Rp8.485 per dolar pada 14 Agustus

Pembatasan Terhadap Transaksi Rupiah dan

2001.

Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank).

Pada fase keempat, rupiah kembali bergerak

Pada fase ke dua, situasi politik di dalam

melemah hingga menembus batas pertahanan

negeri semakin diwarnai oleh merosotnya keper-

psikologis pasar Rp10.000 (clear break) dan berlanjut

cayaan terhadap kepemimpinan nasional. Hal ini pada

hingga menjelang akhir 2001. Tekanan depresiasi

gilirannya semakin memperkuat dukungan terhadap

tersebut terutama diawali oleh meningkatnya kembali

perlunya digelar Sidang Istimewa MPR yang

aksi beli valuta asing oleh korporasi dengan

diharapkan dapat melahirkan kepemimpinan nasional

memanfaatkan level nilai tukar rupiah yang rendah

baru. Menyikapi situasi politik di Indonesia yang

akibat apresiasi yang sangat tajam pasca pengalihan

semakin rawan,

pada 21 Mei 2001 lembaga

kepemimpinan nasional. Dalam saat yang sama,

pemeringkat internasional, Standard & Poor’s (S&P),

kepercayaan pasar mulai merosot kembali sebagai

menurunkan peringkat utang (sovereign credit rating)

akibat meningkatnya ketidakpastian mengenai

Indonesia dari B- menjadi CCC+. Selanjutnya, rapat

penanganan beberapa program restrukturisasi

paripurna DPR pada 30 Mei 2001 akhirnya meminta

ekonomi.

secara resmi kepada MPR untuk menggelar Sidang

membaik, pelaku pasar belum melihat terdapatnya

Istimewa. Kendati demikian, dengan nilai tukar yang

sinyal perbaikan pada sisi fundamental ekonomi.

Meskipun situasi politik cenderung

sangat undervalued, dalam situasi seperti ini pelaku

Kepercayaan pasar terutama dipengaruhi

pasar tidak banyak mengambil posisi karena bersikap

oleh persepsi terhadap besarnya utang pemerintah

menunggu (wait and see) perkembangan politik

baik utang dalam negeri maupun luar negeri yang

menjelang Sidang Istimewa MPR sehingga

dipandang akan menjadi ancaman yang sangat

pergerakan nilai tukar rupiah relatif stabil (sideways)

berat dalam memelihara kesinambungan fiskal.

dalam kisaran Rp11.200 hingga menjelang Sidang

Beratnya kondisi keuangan pemerintah tersebut

Istimewa MPR.

dikonfirmasi oleh S&P pada 2 November 2001

Pada fase ketiga, optimisme terhadap

dengan menurunkan kembali peringkat utang

membaiknya situasi politik meningkat seiring dengan

Indonesia dari CCC+ menjadi CCC dengan negative

berhasilnya Sidang Istimewa MPR memilih kepe-

outlook, yang berarti bahwa peringkat utang Indone-

59

Nilai Tukar

sia tersebut masih berpeluang untuk diturunkan lagi

nesia sebagaimana dikonfirmasi oleh Political &

di masa yang akan datang. Rencana pemerintah yang

Economic Risk Consultancy (PERC) yang berbasis

akan meminta penjadwalan utang luar negeri melalui

di Hong Kong. Berdasarkan hasil kajian PERC, coun-

forum Paris Club III menjadi alasan utama bagi S&P

try risk Indonesia meningkat dari 7,3 menjadi 7,6.

dalam menurunkan peringkat utang Indonesia

Namun, menjelang penutupan akhir tahun, nilai tukar

tersebut. Bahkan S&P mengancam akan kembali

rupiah sedikit menguat kembali sehubungan dengan

menurunkan peringkat utang Indonesia ketingkat

terdapatnya pasokan valuta asing dari BPPN, serta

terendah, yaitu Selected Default (SD), jika bunga

meningkatnya kebutuhan rupiah dalam rangka

Yankee Bonds Indonesia sampai harus dijadwalkan

menghadapi beberapa hari besar yang hampir

sebagai konsekuensi atas penerapan azas

berlangsung secara bersamaan pada Desember

comparibility of treatment dalam Paris Club. Keper-

2001.

cayaan pasar semakin memburuk karena keter-

Meningkatnya country risk Indonesia juga

lambatan pencairan pinjaman dari IMF sebesar $400

ditandai dengan melonjaknya rata-rata tingkat premi

juta yang baru dicairkan pada Agustus 2001 setelah

swap untuk semua tenor dan naiknya tingkat premi

tertunda sejak Desember 2000.

risiko secara tajam (Grafik 3.5 dan 3.6). Rata-rata

Sementara itu, krisis politik internasional

tingkat premi swap untuk tenor overnight, 1 bulan, 3

sebagai dampak peristiwa serangan teroris di Amerika

bulan, 6 bulan, dan 12 bulan melonjak masing-masing

Serikat pada 11 September 2001 selanjutnya

dari 3,86%, 4,97%, 5,02%, 4,89%, dan 4,95% pada

berimbas ke dalam negeri berupa reaksi keras yang

2000 menjadi 11,98%, 13,88%, 14,36%, 14,20%, dan

menimbulkan situasi yang tidak aman bagi investor

13,85% pada 2001. Dalam periode yang sama, rata-

asing di dalam negeri. Berbagai peristiwa tersebut

rata tingkat premi risiko naik dari 603 bp menjadi 712

dipandang semakin memperburuk country risk Indo-

bp (Grafik 3.1).

Persen

Persen

18,0

18,00 17,00

16,0

16,00

14,0

15,00 14,00

12,0

13,00

10,0

12,00

8,0

11,00 10,00

6,0

O/N

1 Bulan 6 Bulan

3 Bulan

12 Bulan

Des. Jan. Feb . Mar. Apr. 2000

Mei

Jun. Jul. 2001

Ags. Sep. Okt. Nov. Des.

Grafik 3.5 Perkembangan Premi Swap

60

9,00

Maret

Juni

September

Desember

8,00

4,0

O/N

1 Bulan

3 Bulan

Grafik 3.6 Kurva Yield Swap

6 Bulan

12 Bulan

Nilai Tukar

Persen

Indeks

1,0

125

0,5

120

0,0

115

-0,5

110

-1,0

105

-1,5

100

1 Januari 2001 = 100

IDR

-2,0

95

-2,5

90

JPY

KRW THB

PHP EUR

85

-3,0 Des. Jan. Feb. Mar. Apr. 2000

Mei Jun. Jul. Ags. Sep. Okt. Nov. Des. 2001

Grafik 3.7 Covered Interest Rate Parity

1/1 15/1 29/1 12/2 26/2 12/3 26/3 9/4 23/4 3/5 13/5 23/5 4/6 18/6 2/7 16/7 30/7 13/8 27/8 10/9 24/9 8/10 22/10 5/11 19/11 3/12 17/12 31/12

2001

Grafik 3.8 Perkembangan Indeks Nilai Tukar Beberapa Mata Uang

Sejalan dengan melonjaknya premi swap,

dampak penularan (contagion effect) sehingga nilai

covered interest rate parity5 (berjangka waktu 1 bulan)

tukar rupiah turut tertekan. Melambatnya kinerja

juga memburuk. Hampir sepanjang periode laporan,

ekonomi Amerika Serikat pada khususnya dan dunia

covered interest rate parity terus-menerus mencatat

pada umumnya telah memukul kinerja sektor eks-

angka negatif. Secara point to point, angka covered

ternal sejumlah negara Asia karena menurunnya per-

interest rate parity memburuk dari 0,55% pada akhir

mintaan terhadap produk ekspor, yang pada gili-

2000 menjadi –0,83% pada akhir 2001 (Grafik 3.7).

rannya turut memberi tekanan terhadap mata uang

Walaupun perbedaan suku bunga (interest rate

domestik di negara-negara tersebut seperti tercermin

differential) membaik akibat naiknya suku bunga

dari perkembangan indeks nilai tukar nominal

nominal dalam negeri dan turunnya suku bunga luar

beberapa negara Asia (Grafik 3.8).

negeri, namun besarnya peningkatan premi swap telah menyebabkan covered interest rate selalu

PENAWARAN DAN PERMINTAAN VALUTA ASING

negatif. Hal ini merefleksikan masih tingginya faktor

Berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan

risiko, yang tidak dapat ditutup oleh perbedaan suku

nilai tukar rupiah sepanjang 2001 sebagaimana

bunga nominal, sehingga menurunkan minat inves-

dikemukakan di atas, juga dapat dilihat dari kondisi

tor untuk memegang aset berdenominasi rupiah.

keseimbangan permintaan dan penawaran di pasar

Kecenderungan melemahnya mata uang re-

valuta asing. Kecenderungan depresiasi nilai tukar

gional dan mata uang kuat dunia lainnya terhadap

rupiah yang disertai dengan tingkat volatilitas yang

dolar sepanjang tahun laporan juga menimbulkan

tinggi merupakan cermin dari besarnya tingkat permintaan valuta asing yang tidak diimbangi dengan

5

Covered interest rate parity = suku bunga dalam negeri (JIBOR 1 bulan) – suku bunga luar negeri (SIBOR 1 bulan) – premi swap (1 bulan).

pasokan yang memadai di pasar valuta asing. Terjadinya kesenjangan tersebut pada gilirannya

61

Nilai Tukar

menyebabkan nilai tukar rupiah sangat peka terhadap

WTC di Amerika Serikat. Secara keseluruhan, nilai

terjadinya perubahan sentimen pasar.

ekspor pada 2001 tercatat sebesar $58,7 miliar, lebih

Dari sisi penawaran, potensi pasokan di

rendah dari nilai ekspor 2000 yang mencapai $65,4

pasar valuta asing dalam negeri dapat bersumber dari

miliar. Sementara itu, defisit neraca jasa didominasi

devisa hasil ekspor, aliran masuk modal asing baik

oleh pembayaran bunga utang luar negeri. Surplus

berupa investasi asing langsung (FDI) maupun inves-

transaksi berjalan tersebut secara riil (cash basis)

tasi portofolio, penarikan pinjaman luar negeri, serta

bahkan dapat menjadi lebih kecil apabila ternyata

sterilisasi valuta asing oleh bank sentral. Sepanjang

tidak seluruh devisa hasil ekspor (DHE) mengalir

2001, sebagian besar sumber penghasil devisa

masuk ke dalam negeri.

tersebut masih menunjukkan berbagai keterbatasan

Penurunan kinerja ekspor 2001 lebih

dan hambatan dalam peranannya untuk meningkatkan

dipengaruhi oleh lesunya perekonomian dunia, diban-

pasokan valuta asing ke pasar. Keterbatasan pasokan

dingkan dengan stimulus yang bersumber dari ter-

tersebut terutama disebabkan oleh belum kondusifnya

depresiasinya nilai tukar rupiah baik secara nominal

situasi di dalam negeri, kecenderungan memburuknya

maupun riil. Kecenderungan terdepresiasinya nilai

kinerja ekonomi dunia, serta beberapa permasalahan

tukar rupiah secara riil terutama sebagai akibat dari

struktural yang menghambat aliran masuk devisa ke

besarnya tingkat depresiasi nominal nilai tukar rupiah

dalam negeri. Di pihak lain, peranan bank sentral seba-

yang melebihi pengaruh besarnya kenaikan inflasi di

gai pemasok valuta asing di pasar sangat tergantung

dalam negeri. Depresiasi nilai tukar rupiah secara riil

pada kecukupan cadangan devisa.

terlihat dari menurunnya rata-rata indeks real effec-

Secara fundamental, tekanan depresiasi

tive exchange rate (REER) dari 69,6 dalam tahun

terhadap rupiah merupakan refleksi dari mem-

2000 menjadi 67,8 dalam tahun 2001 (Grafik 3.9).

buruknya kinerja sektor eksternal sebagaimana

Sementara itu, rata-rata indeks bilateral real exchange

tercermin dari merosotnya surplus transaksi berjalan

rate (BRER) juga menunjukkan penurunan dari 54,8

dan membengkaknya defisit lalu lintas modal (Lihat

dalam tahun 2000 menjadi 49,3 pada 2001, dan masih

uraian lebih lengkap dalam Bab 6 Neraca

jauh di bawah indeks BRER sejumlah negara Asia

Pembayaran). Surplus transaksi berjalan dalam tahun

seperti Cina, Korea Selatan, Singapura, Malaysia, dan

laporan hanya mencapai $5,0 miliar atau 3,4% dari

Thailand meskipun mata uang negara-negara

PDB, jauh di bawah surplus tahun sebelumnya

tersebut secara riil juga mengalami depresiasi

sebesar $8,0 miliar atau 5,3% dari PDB. Merosotnya

sepanjang 2001 (Grafik 3.10).

surplus transaksi berjalan tersebut terutama

Dalam periode yang sama, defisit lalu lintas

disebabkan oleh turunnya kinerja ekspor dan masih

modal diperkirakan mencapai $8,9 miliar, meningkat

tingginya defisit neraca jasa. Sepanjang 2001, kinerja

dari $6,8 miliar dalam periode sebelumnya. Hal ini

ekspor Indonesia menunjukkan kecenderungan yang

disebabkan oleh defisit lalu lintas modal pemerintah

terus menurun sejalan dengan lesunya kondisi

setelah dalam periode sebelumnya mencatat surplus,

perekonomian dunia yang diperparah oleh tragedi

. sementara defisit lalu lintas modal swasta masih

62

Nilai Tukar

Indeks

Indeks

90

95

85

85 RRC

80

75

Singapura

75

65 70

Thailand Korea Selatan

55 65

Malaysia

45

60

Indonesia 35

55 1

3

5

7

1999

9

11

1

3

5

7

9

11

1

3

2000

5

7

9

11

2001

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 2001 2000

Grafik 3.9 Real Effective Exchange Rate

Grafik 3.10 Bilateral Real Exchange Rate

tinggi. Masih tingginya defisit lalu lintas modal swasta

gilirannya mengakibatkan likuiditas di PUAB valuta

selain disebabkan oleh masih terhambatnya aliran

asing dalam negeri semakin menurun sehingga turut

masuk devisa, juga disebabkan oleh masih terus

membatasi ketersediaan likuiditas valuta asing di

berlangsungnya aliran modal keluar. Terhambatnya

pasar valuta asing dalam negeri.

aliran masuk devisa baik berupa penanaman modal

Secara keseluruhan, neraca pembayaran

asing langsung (FDI) maupun surat-surat berharga

Indonesia dalam tahun 2001 diperkirakan mengalami

di pasar uang dan modal (portfolio), terutama karena

defisit $1,4 miliar setelah selama tiga tahun terakhir

belum kondusifnya situasi di dalam negeri. Hal ini

mencatat surplus. Dari sisi fundamental, gambaran

berkaitan dengan masih lemahnya jaminan ke-

sektor eksternal yang kurang menggembirakan ter-

amanan berusaha dan kepastian hukum serta ber-

sebut mencerminkan terbatasnya sumber devisa

bagai ketidakpastian situasi sosial politik. Sementara

yang menjadi salah satu penyebab kelangkaan paso-

itu, aliran modal keluar terutama berkaitan dengan

kan valuta asing di pasar keuangan dalam negeri.

masih besarnya pembayaran utang luar negeri

Dari sisi permintaan, situasinya sangat

swasta, serta masih tingginya penempatan portofolio

kontras dengan sisi penawaran di pasar valuta asing

valuta asing di pasar uang offshore.

dalam negeri. Di tengah-tengah kelangkaan pasokan

Peningkatan penempatan portofolio valuta

valuta asing di pasar, permintaan valuta asing masih

asing di pasar uang offshore terutama sebagai akibat

cukup besar dan cenderung meningkat baik yang di-

dari masih tingginya risiko penempatan valuta asing

dasari oleh permintaan murni (genuine demand),

di dalam negeri, baik dalam bentuk penyaluran kredit

maupun motif spekulasi (speculative demand) dan

valuta asing maupun di PUAB valuta asing di dalam

tindakan penyelamatan aset (flight to quality). Hal

negeri. Selanjutnya, masih tingginya risiko penem-

ini pada umumnya dipicu oleh memburuknya

patan dana di PUAB valuta asing dalam negeri pada

sentimen pasar akibat dari meningkatnya berbagai

63

Nilai Tukar

faktor ketidakpastian dan risiko. Kendati demikian,

tukar ke depan. Ekspektasi terhadap kemungkinan

dalam prakteknya masih sulit untuk membedakan

melemahnya nilai tukar rupiah yang dipicu oleh

realisasi pembelian valuta asing yang dilatar-

sentimen negatif sering mendorong sektor kor-

belakangi ketiga motif tersebut mengingat seringkali

porasi merealisasikan pembelian valuta asing lebih

terjadi secara simultan. Namun dari ketiga motif

dini di pasar spot, daripada melakukan transaksi

permintaan tersebut, jenis transaksi yang ditengarai

lindung nilai sebagai sarana untuk melindungi risiko

paling besar dan relatif terukur menurut penggu-

fluktuasi nilai tukar. Kondisi tersebut disebabkan

naannya adalah permintaan valuta asing untuk

oleh kurang berkembangnya pasar lindung nilai/

pembiayaan impor dan pembayaran cicilan pokok

hedging (derivative market) terutama untuk yang

dan bunga utang luar negeri.

berjangka waktu menengah-panjang. Selain itu,

Permintaan valuta asing untuk kebutuhan

realisasi permintaan valuta asing oleh korporasi —

impor migas dan nonmigas ditengarai masih tetap

terutama yang tergolong besar (big players)—

tinggi meskipun mengalami penurunan dibanding

seringkali menjadi pemicu transaksi bagi pelaku pa-

tahun sebelumnya. Selain untuk membiayai impor,

sar lainnya (herd behaviour) terutama yang bermotif

permintaan valuta asing juga ditengarai banyak

spekulasi.

digunakan dalam rangka pelunasan cicilan pokok dan

Sementara itu, permintaan valuta asing yang

bunga utang luar negeri khususnya sektor swasta.

murni dilatarbelakangi oleh motif spekulasi masih sulit

Pembayaran utang luar negeri tersebut berpotensi

untuk dapat diukur besarannya. Namun, secara u-

menjadi sumber permintaan valuta asing di pasar.

mum permintaan yang bermotif spekulasi ini sering-

Besarnya pembayaran utang luar negeri tersebut juga

kali muncul bertepatan dengan memburuknya sen-

tercermin dari menurunnya posisi utang luar negeri

timen pasar sebagai reaksi terhadap meningkatnya

dalam tahun laporan (lihat uraian di Bab 6 Neraca

ketidakpastian yang dipicu baik oleh faktor ekonomi

Pembayaran).

maupun nonekonomi.

Dampak yang ditimbulkan oleh realisasi pembelian valuta asing oleh korporasi baik untuk

TRANSAKSI DEVISA ANTARBANK

kebutuhan impor maupun pembayaran cicilan utang

Meningkatnya volatilitas nilai tukar rupiah sejalan

luar negeri swasta di tengah-tengah kelangkaan

dengan terjadinya perubahan pola transaksi di pasar

pasokan devisa cenderung menimbulkan tekanan

valuta asing dalam negeri. Secara kumulatif, transaksi

depresiasi terhadap nilai tukar rupiah. Dalam prak-

devisa antarbank6 menurun 4,0% dari $298,0 miliar

teknya, timing dari realisasi pembelian valuta asing

tahun 2000 menjadi $286,1 miliar tahun 2001 (Tabel

oleh korporasi tersebut tidak selalu sejalan dengan

3.1). Dari jenis transaksinya, transaksi swap masih

jadwal kebutuhan valuta asing untuk kegiatan impor

mendominasi komposisi transaksi devisa antarbank

di masa depan atau jadwal pelunasan utang luar

sepanjang 2001 (Grafik 3.11). Namun, dalam periode

negeri, namun pada umumnya lebih didasarkan pada ekspektasi terhadap arah perkembangan nilai

64

6

Khusus untuk transaksi dolar-rupiah.

Nilai Tukar

Tabel 3.1 Transaksi Devisa Antarbank Khusus Dolar-Rupiah

Volume Transaksi

2000

2001

yang tercermin dari tingginya tingkat premi swap. Kelangkaan instrumen lindung nilai tersebut terutama disebabkan oleh kurang berkembangnya pasar derivatif di pasar keuangan domestik.

Juta Dolar

Dari total volume transaksi devisa antarbank

Spot Forward Swap

109.045,6 1.385,9 187.596,8

128.372,6 4.533,0 153.225,1

(dolar-rupiah) sebesar $286,1 miliar dalam periode

Total Volume

298.028,3

286.130,7

laporan, sebesar $160,3 miliar merupakan pembelian dolar dan sebesar $125,8 miliar merupakan penjualan dolar sehingga secara keseluruhan transaksi devisa

yang sama, transaksi swap menurun 18,3% dari

antarbank mencatat posisi total net overbought

$187,6 miliar menjadi $153,2 miliar sedangkan

sebesar $34,5 miliar. Dengan kata lain, sepanjang

transaksi spot justru meningkat 17,8% dari $109,0

periode laporan perbankan cenderung berada dalam

miliar menjadi $128,4 miliar. Dilihat dari pelaku

posisi long dollar. Posisi net overbought tersebut

pasarnya, bank-bank asing masih mendominasi

terutama bersumber dari transaksi dengan counter-

transaksi devisa antarbank dengan volume transaksi

part di luar negeri yang mencatat net overbought,

yang cukup besar.

sedangkan transaksi dengan counterpart di dalam

Pergeseran komposisi transaksi dari pasar

negeri justru mencatat net oversold. Dilihat dari jenis

swap ke pasar spot menunjukkan perubahan pola

transaksinya, posisi net overbought sebagian besar

perilaku pasar menjadi lebih bersifat spekulatif. Hal

berasal dari transaksi swap.

ini ditengarai karena semakin langkanya penawaran

Perkembangan volume transaksi devisa

fasilitas swap khususnya yang berjangka menengah-

antarbank juga menunjukkan pola yang relatif searah

panjang (3 bulan ke atas). Di pihak lain, ongkos untuk

dengan volatilitas nilai tukar rupiah (Grafik 3.12).

melakukan lindung nilai di pasar swap semakin mahal

Volume transaksi terbesar terjadi pada Agustus 2001

Juta dolar

Persen 10

800 Rata-rata Harian Volume Transaksi Spot Dolar-Rupiah 700

Rata-rata Harian Volatilitas Kurs Rupiah

9 8

600

7 500

Spot 45%

Swap 53%

6 5

400

4

300

3

Forward 2%

200

2

100

1

0

0 Jan. Feb. Mar. Apr.

Grafik 3.11 Komposisi Volume Transaksi Devisa

Mei

Jun. Jul. Ags. Sep. Okt. Nov. Des. 2001

Grafik 3.12 Volume Transaksi Spot dan Volatilitas Nilai Tukar

65

Nilai Tukar

yang secara rata-rata harian mencapai $668 juta.

buruknya sentimen karena gejolak sosial politik—,

Besarnya volume transaksi dalam Agustus tersebut

langkah sterilisasi ini berhasil menahan nilai tukar

diiringi dengan tingginya tingkat volatilitas nilai tukar

rupiah agar tidak terdepresiasi lebih tajam lagi. Selanjutnya, kebijakan sterilisasi ini terus

rupiah yang secara rata-rata harian mencapai 8,0%, tertinggi sepanjang periode laporan.

dijalankan secara konsisten dan terukur, dalam arti kebijakan tersebut dilakukan sepanjang tahun

KEBIJAKAN

laporan dan pelaksanaannya disesuaikan dengan

Menyikapi tingginya gejolak nilai tukar ru-

kondisi pasar dan kecukupan cadangan devisa yang

piah sebagaimana disampaikan sebelumnya,

harus dipelihara Bank Indonesia. Konsistensi

sepanjang tahun laporan Bank Indonesia telah

pelaksanaan kebijakan ini sangat penting dalam

menempuh beberapa langkah yang diperlukan

upaya memberikan sinyal kepada publik terhadap

melalui kebijakan moneter dengan mengoptimalkan

komitmen Bank Indonesia dalam memelihara

seluruh instrumen yang tersedia. Upaya tersebut

kestabilan nilai tukar.

juga diperkuat dengan penyempurnaan beberapa

Selain itu, Bank Indonesia juga telah mener-

peraturan, pengawasan terhadap sejumlah bank

bitkan PBI No.3/3/2001 yang mengatur ketentuan

pelaku terbesar di pasar valuta asing, serta

pembatasan transaksi rupiah oleh bukan penduduk

monitoring terhadap transaksi devisa. Disadari

pada 12 Januari 2001.7 Kebijakan ini dilatarbelakangi

bahwa, berbagai langkah yang ditempuh Bank

oleh perilaku bukan penduduk yang cenderung

Indonesia tersebut belum sepenuhnya memberikan

menggunakan rupiah sebagai alat spekulasi sehingga

hasil yang optimal karena besarnya pengaruh faktor

sering menimbulkan gejolak nilai tukar rupiah. Dalam

nonekonomi, serta kompleksitas permasalahan

pelaksanaannya, kebijakan ini terbukti mampu mem-

ekonomi makro dan mikro yang mempengaruhi nilai

batasi ruang gerak bukan penduduk untuk bertran-

tukar (yang tidak sepenuhnya berada dalam kendali

saksi rupiah yang tidak didasarkan pada kegiatan

Bank Indonesia).

ekonomi riil.

Dalam rangka penyerapan kelebihan likui-

Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya,

ditas rupiah yang berpotensi dapat memberikan

Bank Indonesia tetap melakukan pengawasan terha-

tekanan terhadap nilai tukar rupiah, sepanjang

dap bank-bank yang aktif di pasar valuta asing baik

periode laporan Bank Indonesia melakukan kebijakan

secara langsung maupun tidak langsung. Pengawa-

moneter melalui Operasi Pasar Terbuka (OPT), yang

san secara langsung terhadap bank-bank —sebagai

dibantu dengan sterilisasi valuta asing di pasar.

pelaku utama di pasar valuta asing— sangat penting

Langkah sterilisasi valuta asing ini juga bertujuan

guna memastikan kepatuhan terhadap peraturan

untuk menambah likuiditas valuta asing di pasar

kehati-hatian (prudential regulation) termasuk kehati-

dalam negeri yang ditengarai mengalami kelangkaan

hatian dalam transaksi devisa. Sementara itu,

pasokan. Di tengah-tengah derasnya permintaan 7

valuta asing —yang seringkali dipicu oleh mem-

66

Lihat Boks: Pembatasan Terhadap Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank.

Nilai Tukar

pengawasan secara tidak langsung terutama

perbaiki struktur mikro pasar valuta asing termasuk

dilakukan dengan melakukan pemantauan terhadap

mengurangi segmentasi pasar sehingga dapat tercipta

laporan keuangan yang disampaikan secara rutin oleh

pasar valuta asing yang likuid dan efisien. Dalam

bank-bank devisa serta pemantauan terhadap

hubungan ini, guna melahirkan kebijakan yang kredibel

transaksi valuta asing melalui data Pusat Informasi

dan realistis, berbagai penelitian dan kajian akan terus

Pasar Uang (PIPU).

ditingkatkan. Upaya tersebut akan ditempuh antara lain

Berbagai langkah kebijakan tersebut akan

melalui

koordinasi dengan Pemerintah serta

lebih efektif apabila memperoleh dukungan dari kondisi

komunikasi secara rutin dengan bank-bank guna

fundamental ekonomi makro dan kondisi sosial politik

mengetahui kondisi yang sesungguhnya terjadi di

yang kondusif. Kondisi fundamental ekonomi dan sosial

pasar valuta asing. Penelitian dan kajian terutama

politik yang kondusif merupakan modal dasar baik

diarahkan guna mengurangi terjadinya kesenjangan

dalam membangun kepercayaan pasar maupun

permintaan dan penawaran di pasar valuta asing serta

sebagai bagian yang sangat penting dalam mengu-

menutup beberapa kelemahan mendasar pada

rangi kesenjangan permintaan dan penawaran di pasar

struktur mikro perbankan pada umumnya dan pasar

valuta asing. Meskipun secara keseluruhan berjalan

valuta asing pada khususnya.

lamban, tercatat beberapa kemajuan dalam re-

Sementara itu, guna mengurangi kesen-

strukturisasi ekonomi terutama restrukturisasi utang

jangan permintaan dan penawaran valuta asing

pemerintah dan beberapa program restrukturisasi

sekaligus membangun kepercayaan pasar, program

dalam kerangka kesepakatan dengan IMF.

restrukturisasi ekonomi seperti restrukturisasi utang

Ke depan, kebijakan moneter akan tetap

dan korporasi, privatisasi dan divestasi, serta

dilaksanakan secara konsisten, terarah, dan terukur

revitalisasi sektor dunia usaha dan perbankan, akan

agar kestabilan harga tetap terjaga serta dapat men-

terus dilanjutkan. Namun demikian, seluruh upaya

cegah timbulnya potensi yang dapat memberi tekanan

tersebut di atas akan lebih efektif apabila

terhadap nilai tukar. Sementara itu, pengawasan

memperoleh dukungan kondisi sosial politik yang

terhadap transaksi devisa bank-bank, baik secara

stabil dan kondusif. Selain itu, upaya-upaya yang

langsung maupun tidak langsung akan terus

dapat meningkatkan kepastian hukum dan

dioptimalkan. Sejalan dengan beberapa langkah yang

keamanan berusaha merupakan bagian terpenting

akan ditempuh guna meyehatkan sektor perbankan,

dalam upaya memelihara kestabilan nilai tukar ru-

beberapa upaya akan terus ditempuh guna mem-

piah.

67

Nilai Tukar

boks

Memahami Dinamika Nilai Tukar Rupiah Melalui Pendekatan Model Struktur Mikro Pasar 1 Sejak diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang bebas pada pertengahan 1997, nilai tukar

perubahan nilai tukar secara berlebihan (Upper, 2000).

rupiah sering mengalami fluktuasi yang sangat besar.

Sebagaimana dikemukakan sebelumnya,

Fluktuasi nilai tukar rupiah bahkan jauh lebih besar

ongkos transaksi valuta asing secara implisit

apabila dibandingkan dengan fluktuasi nilai tukar mata

tercermin dari bid-ask spread. Semakin besar spread

uang negara-negara lain termasuk mata uang utama

tersebut, maka ongkos untuk bertransaksi di pasar

dunia seperti euro dan yen Jepang yang diper-

akan semakin mahal. Di pihak lain, prinsip bisnis bagi

dagangkan secara aktif dan spekulatif dalam skala

pelaku pasar khususnya spekulator berlaku, bahwa

global. Tidak dapat dipungkiri bahwa sentimen negatif

apabila ongkos yang timbul akibat melebarnya spread

terhadap meningkatnya berbagai ketidakpastian di

meningkat, maka pelaku pasar memerlukan terjadinya

dalam negeri merupakan pemicu awal terjadinya

perubahan nilai tukar yang besar atau terjadinya large

fluktuasi nilai tukar rupiah. Namun, fluktuasi tersebut

swing untuk dapat memperoleh exchange rate gain,

ditengarai tidak akan terjadi secara berlebihan apabila

sehingga dengan demikian dapat diraih laba (Bagan).

rupiah diperdagangkan dalam pasar valuta asing yang

Terjadinya large swing nilai tukar akan

likuid dan efisien.

semakin besar apabila informasi tidak menyebar

Suatu pasar keuangan dapat dikatakan

secara merata di pasar atau terjadi asimetri informasi,

likuid dan efisien apabila setiap saat selalu tersedia

yang pada umumnya dipengaruhi oleh struktur mikro

harga beli dan harga jual (bid-offer spread) dengan

pasar. Dengan demikian, terdapat keterkaitan yang

selisih atau spread yang relatif sangat kecil --yang SPREAD KURS (HARGA BELI-JUAL) MENINGKAT

pada dasarnya mencerminkan ongkos bertransaksi yang efisien-- dan volume transaksi yang sangat

ONGKOS TRANSAKSI MENINGKAT KEUNTUNGAN DARI FLUKTUASI KURS

besar dapat segera dieksekusi dengan dampak minimal terhadap fluktuasi harga. Dalam kondisi

>

ONGKOS TRANSAKSI

MEMERLUKAN FLUKTUASI KURS YANG BESAR

KEUNTUNGAN BERSIH

perubahan volume transaksi valuta asing dalam

VOLATILITAS MENINGKAT

PROFIL RISIKO TRADERS

jumlah yang relatif kecil tidak akan menimbulkan

VOLUME PERDAGANGAN (UNEXPECTED)

PROFIL RISIKO TRADERS

pasar yang likuid, sensitivitas nilai tukar terhadap

1

68

Disarikan dari, ‘Studies on Exchange Rate Dynamic Through Information Asymetric Model and Survey’ (Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter), Jakarta 2001.

Bagan 1 Keterkaitan Antara Likuiditas Pasar, Volume Transaksi, dan Volatilitas

Nilai Tukar

erat antara struktur mikro pasar, spread, volume

1,0%, mengakibatkan volatilitas meningkat 0,3%.

transaksi, fluktuasi atau volatilitas nilai tukar. Bebe-

Tingginya sensitivitas volatilitas terhadap unexpected

rapa model market microstructure menelaah

volume tersebut menunjukkan bahwa pasar valuta

keterkaitan tersebut, misalnya model “the mixture

asing di Indonesia sangat dangkal. Tingkat volatilitas

distribution hypothesis” (Tauchen and Pitt, 1993).

secara signifikan juga sangat dipengaruhi oleh

Dengan menggunakan model ‘the mixture

spread. Peningkatan spread sebesar 1,0% mengaki-

distribution hypothesis’ (MDH) dan series data Januari

batkan volatilitas meningkat 0,2%. Hasil dari estimasi

1998 s.d. Mei 2001, diestimasi hubungan volatilitas,

ini membuktikan bahwa semakin lebar spread atau

volume, dan spread di pasar valuta asing-rupiah

semakin tidak likuid pasar valuta asing, semakin

Dalam model ini di lakukan dekomposisi antara

membuat volatilitas nilai tukar semakin tinggi. Dengan

volume transaksi yang dapat diperkirakan (expected

semakin melebarnya spread, peserta pasar yang

volume) dan volume transaksi yang tidak terduga

memiliki motif spekulatif membutuhkan perubahan

(unexpected volume), karena keduanya memiliki

atau fluktuasi nilai tukar –baik naik atau turun— yang

dampak yang berbeda terhadap spread (Cornell,

cukup besar (large swing). Dengan demikian, dapat

1978). Expected volume diestimasi dengan

diperoleh keuntungan dari flluktuasi nilai tukar yang

pendekatan ARMA (Auto Regressive Moving Aver-

melebihi ongkos yang timbul dari spread.

age). Spread diasumsikan menjadi suatu fungsi yang

Perbandingan rasio spread terhadap mid-

menurun dari volume karena skala ekonomi dari

point kurs beberapa negara Asia sejak Januari 1998

meningkatnya volume akan meningkatkan proses

- Mei 2001 memperlihatkan bahwa ongkos bertran-

perdagangan yang lebih efisien dan

tingkat

saksi dalam perdagangan nilai tukar rupiah jauh sa-

persaingan diantara traders. Oleh karena itu, ex-

ngat tinggi (tidak efisien) dibandingkan beberapa nilai

pected volume diasumsikan memiliki korelasi negatif

tukar mata uang Asia lainnya seperti bath Thailand

dengan spread (Easley O’Hara, 1992). Sebaliknya,

dan peso Filipina. Hal ini merupakan gambaran

unexpected volume atau perubahan volume yang

bahwa nilai tukar rupiah diperdagangkan dalam

tidak terduga mencerminkan volatilitas yang bersifat

kondisi pasar yang tidak likuid, sehingga mudah

contemporaneous melalui model MDH, dengan

berfluktuasi secara tajam. Besarnya spread tersebut

demikian diasumsikan memiliki hubungan positif

terutama dipengaruhi oleh struktur pasar valuta asing

dengan spread. Sementara itu, volatilitas diestimasi

yang tidak efisien dan tersegmentasi, serta faktor

dengan menggunakan GARCH (General Auto-

ketidakpastian yang secara persisten mempengaruhi

regressive Conditional Heteroscedasticity) untuk

sentimen pelaku pasar. Ketika pelaku pasar semakin

mencerminkan volatilitas yang dapat diperkirakan

tidak pasti mengenai arah perkembangan kurs,

(expected volatility).

mereka akan cenderung bersikap risk averse

Di pasar valuta asing rupiah, perubahan

sehingga melebarkan spread. Hal ini terlihat dari

unexpected volume berkorelasi positif dengan

pengaruh volatilitas yang secara signifikan mem-

volatilitas. Peningkatan unexpected volume sebesar

pengaruhi spread. Meningkatnya volatilitas sebesar

69

Nilai Tukar

1,0% mengakibatkan terjadinya pelebaran spread

(market deepening). Selain itu, langkah-langkah

sebesar 0,06%.

tersebut perlu didukung dengan terciptanya kondisi

Menyikapi kondisi tersebut di atas,

yang kondusif di dalam negeri yang dapat

diperlukan beberapa langkah struktural guna

mengurangi berbagai ketidakpastian (risiko).

memperbaiki struktur mikro pasar valuta asing

Berkurangnya ketidakpastian ditengarai akan turut

rupiah, sehingga dapat tercipta pasar yang likuid dan

mempengaruhi mekanisme pembentukan harga di

efisien. Hal ini antara lain dapat ditempuh dengan

pasar valuta asing, yang dapat tercermin dalam

mengurangi terjadinya segmentasi pasar (sehingga

bentuk penyempitan spread. Hal ini pada gilirannya

harga yang terbentuk di pasar dapat mewakili seluruh

akan turut mendorong terciptanya pasar valuta asing

kekuatan pasar), dan meningkatkan pasokan valuta

yang efisien sehingga gejolak nilai tukar yang

asing di pasar guna meningkatkan kedalaman pasar

berlebihan dapat dikurangi.

70

Nilai Tukar

boks

Pembatasan Terhadap Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank Sebagaimana dimaklumi, sejak triwulan IV1997 nilai tukar rupiah terus mengalami tekanan

kondusif terhadap kegiatan investasi, sehingga menghambat aliran modal dari luar negeri.

depresiasi, yang disertai dengan fluktuasi yang tinggi.

Dalam rangka mengurangi tekanan terhadap

Dari data yang ada mengindikasikan bahwa tingginya

rupiah tersebut, pada 12 Januari 2001, Bank

tekanan terhadap nilai tukar rupiah tersebut antara

Indonesia menerbitkan PBI No. 3/3/2001 yang

lain karena rupiah banyak digunakan oleh bukan

mengatur pembatasan transaksi rupiah dan

penduduk (nonresiden) di pasar uang luar negeri

pemberian kredit valuta asing oleh bank. Pada

(offshore market) untuk tujuan spekulasi dengan

dasarnya, ketentuan tersebut mengatur transaksi

memanfaatkan fluktuasi nilai tukar rupiah. Hal tersebut

yang dilakukan perbankan di Indonesia dengan

tercermin dari terjadinya peningkatan saldo rekening

mencakup 2 hal, yaitu:

vostro rupiah milik nonresiden di bank-bank domestik

1. Pelarangan transfer rupiah oleh perbankan

sejalan dengan meningkatnya tekanan depresiasi dan

Indonesia kepada nonresiden, khususnya untuk

tingginya volatilitas nilai tukar rupiah (Grafik 1 dan 2).

transfer rupiah tanpa didasari transaksi riil yang

Faktor lain yang juga menyumbang terhadap

mendukung kegiatan ekonomi Indonesia.

volatilitas nilai tukar rupiah adalah perkembangan

2. Pembatasan terhadap transaksi derivatif yang

faktor-faktor nonfundamental ekonomi yang kurang

tidak didasari oleh kegiatan ekonomi riil atau non-

Juta Rp

Juta Rp 800.000

1.500.000

700.000 1.000.000

600.000 500.000

500.000

400.000 –

300.000 200.000

(500.000)

100.000 (1.000.000)

– Des 2000

Sep 2001

Grafik 1 Rata-Rata Harian Mutasi Rekening Vostro

Des 2000

Sep 2001

Grafik 2 Perkembangan Saldo Rekening Vostro

71

Nilai Tukar

underlying transaction, yakni dengan menu-

peningkatan transaksi swap dan forward yang

runkan batas maksimum transaksi derivatif

sebagian besar berasal dari bank-bank asing

penjualan valuta asing dari bank domestik kepada

(Grafik 3). Bersamaan dengan itu, transaksi spot

nonresiden dari $5 juta menjadi $3 juta.

yang dilakukan bank pemerintah dan lokal juga

Tujuan utama diberlakukannya peraturan ter-

mengalami peningkatan. Rata-rata harian

sebut adalah untuk mengurangi internasionalisasi

transaksi spot meningkat dari $438 juta (sebelum

rupiah, dengan membatasi aliran rupiah ke luar

PBI) menjadi $511 juta (sesudah PBI).

negeri. Dengan diterbitkannya ketentuan PBI No. 3/

3. Beralihnya transaksi valuta asing-rupiah yang

3/2001 ini diharapkan pasokan rupiah dari residen

semula banyak dilakukan di perbankan luar negeri

kepada nonresiden yang berpotensi digunakan untuk

menjadi di perbankan dalam negeri, sehingga

berspekulasi dapat dibatasi, sehingga dapat me-

menyebabkan kesempatan untuk melakukan

ngurangi gejolak nilai tukar rupiah yang berlebihan.

transaksi spekulasi oleh pihak nonresiden dapat

Implikasi pemberlakuan PBI No. 3/3/2001

diminimalkan. Hal tersebut sejalan dengan

terhadap pasar valuta asing-rupiah dan pergerakan

peraturan kehati-hatian (prudensial) Bank

nilai tukar rupiah adalah sebagai berikut :

Indonesia yang harus diterapkan perbankan,

1. Berkurangnya secara drastis aktivitas transaksi

seperti ketentuan Posisi Devisa Neto (PDN),

peserta pasar luar negeri (nonresiden) yang tidak

monitoring pasar valuta asing-rupiah melalui data

didasari transaksi riil, sebagaimana tercermin dari

Pusat Informasi Pasar Uang (PIPU), serta Lalu

penurunan saldo harian rekening vostro dari

Lintas Devisa (LLD), maupun ketentuan lainnya.

Rp531,6 miliar sebelum PBI diterbitkan menjadi

4. Rata-rata volatilitas rupiah pasca diberlakukannya

sekitar Rp88,6 miliar setelah PBI diterbitkan.

PBI tersebut memang masih tinggi, namun

2. Beralihnya sebagian besar transaksi yang semula

tingginya volatilitas tersebut terjadi karena dua

dilakukan di pasar valuta asing-rupiah luar negeri

peristiwa yang dipicu oleh perubahan situasi

ke pasar dalam negeri, seperti tercermin dari

politik. Tingginya volatilitas yang pertama terutama

Juta $

Volatilitas (%)

Rupiah

1.200

14

12.500

1.100

swap/forward

1.000

spot

12.000

12

Volatilitas Harian 11.500

900

10

800

11.000

8

700

6

600 500

Rupiah

Rata-Rata Volatilitas Bulanan

10.000 9.500

4

9.000

400

2

300 200

8.500 8.000

0 Des 2000

Des 2001

Grafik 3 Rata-Rata Harian Transaksi Dolar-Rupiah

72

10.500

1/1 11/1 21/1 31/1 10/2 20/2 7/3 21/3 5/4 19/4 3/5 17/5 31/5 14/6 28/6 13/7 27/7 10/8 24/8 7/9 21/9 5/10 19/10 2/11 16/1130/1110/1220/12 30/12

2001

Grafik 4 Perkembangan Volatilitas Kurs Rp/$

Nilai Tukar

terjadi sebagai akibat dari depresiasi nilai tukar

Secara keseluruhan, peraturan PBI No. 3/3/

rupiah yang tajam ketika suhu politik memanas

2001 telah mampu mengurangi transaksi rupiah yang

menjelang pengalihan kepemimpinan nasional.

dilakukan oleh pihak nonresiden. Namun, gejolak nilai

Sementara itu, tingginya volatilitas yang

tukar rupiah yang terjadi dalam tahun 2001 tidak dapat

berikutnya terjadi ketika nilai tukar rupiah

dihindari karena bersamaan dengan tingginya faktor

menguat secara tajam pasca pengalihan

ketidakpastian kondisi sosial, politik, dan keamanan

kepemimpinan nasional pada pertengahan 2001

di dalam negeri.

(Grafik 4). Dalam kenyataannya, volatilitas nilai

Upaya penyempurnaan ketentuan tersebut

tukar rupiah di luar kedua peristiwa tersebut

perlu terus dilakukan. Dengan demikian, sasaran

cenderung lebih rendah dibandingkan tahun

untuk mengurangi potensi sumber spekulasi dari

2000 (sebelum PBI), dimana sepanjang 2000

pihak nonresiden dapat dicapai tanpa menghambat

nilai tukar rupiah terdepresiasi secara persisten

aliran dana luar negeri yang mendorong investasi di

tanpa ada koreksi apresiasi yang signifikan.

dalam negeri.

73

Inflasi

bab 4 INFLASI

74

Inflasi

bab 4

INFLASI

P

ada awal 2001, Bank Indonesia memperkirakan

adanya keterbatasan produksi tanaman bahan

kondisi ekonomi dan moneter secara keseluruhan

makanan. Di sisi lain, kondisi permintaan agregat

pada 2001 akan semakin membaik. Pertumbuhan

belum memberikan tekanan inflasi yang berarti.

ekonomi diperkirakan meningkat mencapai 4,5%–

Bank Indonesia telah menempuh berbagai

5,5%, sementara nilai tukar rupiah diperkirakan me-

upaya untuk mencapai sasaran inflasi, yakni dengan

nguat mencapai rata-rata Rp7.750–Rp8.250 per dolar.

mengoptimalkan seluruh instrumen moneter yang ter-

Berdasarkan asumsi indikator-indikator ekonomi ter-

sedia dan dengan mengeluarkan instrumen regulasi

sebut, Bank Indonesia menetapkan sasaran inflasi

baru di bidang nilai tukar dan devisa. Untuk meredam

indeks harga konsumen (IHK) di luar dampak kebi-

pengaruh melemahnya nilai tukar terhadap inflasi

jakan pemerintah di bidang harga dan pendapatan

serta untuk mencapai sasaran uang primer yang

sebesar 4,0%–6,0%. Sementara itu, dampak kebi-

ditetapkan di awal tahun, Bank Indonesia berupaya

jakan pemerintah di bidang harga dan pendapatan

menyerap kelebihan likuiditas melalui instrumen

diperkirakan dapat menimbulkan tambahan inflasi se-

Operasi Pasar Terbuka. Selain itu, guna membantu

besar 2,0%–2,5% di atas sasaran tersebut. Secara

penyerapan likuiditas, Bank Indonesia secara intensif

keseluruhan, tekanan inflasi pada 2001 diperkirakan

melakukan sterilisasi valuta asing. Upaya-upaya

berasal dari dampak kebijakan pemerintah di bidang

tersebut didukung pula oleh kebijakan pembatasan

harga dan pendapatan, meningkatnya sisi permintaan

transaksi rupiah oleh bukan penduduk. Sementara

agregat, dan ekspektasi inflasi masyarakat yang

itu, guna mengurangi terbentuknya ekspektasi inflasi

terkait dengan dampak kebijakan pemerintah

yang tinggi, Bank Indonesia menetapkan sasaran

tersebut.

inflasi yang rendah pada awal tahun.

Namun, dalam perkembangannya pertum-

Namun, berbagai upaya tersebut belum

buhan ekonomi dan pergerakan nilai tukar pada

dapat secara maksimal mengurangi tekanan

2001 tidak sesuai dengan yang diasumsikan semula

depresiasi dan fluktuasi nilai tukar yang terjadi

dan tekanan inflasi lebih besar dari yang diperkirakan

mengingat sumber tekanan tersebut banyak

di awal tahun. Meningkatnya tekanan inflasi ber-

dipengaruhi oleh faktor-faktor yang tidak sepenuhnya

sumber dari semakin kuatnya pengaruh kebijakan

dapat dikendalikan oleh Bank Indonesia. Faktor-faktor

pemerintah di bidang harga dan pendapatan, mele-

tersebut antara lain masih tingginya permintaan valuta

mahnya nilai tukar rupiah, memburuknya ekspektasi

asing yang tidak diimbangi dengan ketersediaan

inflasi yang terkait dengan melemahnya nilai tukar

pasokan yang memadai di pasar domestik, sentimen

rupiah dan kebijakan pemerintah tersebut, serta

negatif pelaku pasar terhadap kelemahan imple-

75

Inflasi

Kapasitas Industri Pengolahan Kapasitas Pertanian

KEBIJAKAN HARGA DAN PENDAPATAN cukup/ berlebih Tekanan biaya : dampak langsung dan tidak langsung

PDB Potensial

melemah sangat melemah

Tekanan permintaan dan penawaran

Investasi

INFLASI BARANG DAN JASA DOMESTIK

sangat melemah

Konsumsi Barang Domestik

PDB

menguat sangat melemah

melemah

Tekanan biaya : dampak nilai tukar melalui bahan baku dan barang setengah jadi impor

Ekspor

INFLASI IHK Tekanan biaya : dampak nilai tukar melalui barang jadi impor

Impor Bahan Baku dan Barang Konsumsi rendah dan deflasi

melemah dan fluktuatif

Harga Luar Negeri

Nilai Tukar Rupiah

INFLASI BARANG IMPOR

EKSPEKTASI INFLASI

Dampak inersia inflasi dan ekspektasi kenaikan biaya

Bagan 4.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Inflasi 2001

mentasi berbagai program restrukturisasi ekonomi

pendapatan yang diperkirakan memberikan

dan berbagai faktor nonekonomi, serta berbagai

tambahan inflasi sebesar 3,83%. Kebijakan

kelemahan pada struktur mikro di pasar keuangan

pemerintah tersebut meliputi kenaikan beberapa

domestik dan fungsi intermediasi perbankan yang

harga barang dan tarif jasa seperti bahan bakar

belum sepenuhnya pulih. Hal tersebut menyebabkan

minyak (BBM), angkutan, listrik, air minum dan rokok,

likuiditas perekonomian lebih banyak berputar di

serta kenaikan upah minimum tenaga kerja swasta

pasar keuangan sehingga cenderung dimanfaatkan

dan gaji pegawai negeri. Dengan mengeluarkan

untuk kegiatan spekulasi valuta asing.

dampak kebijakan pemerintah tersebut, maka inflasi

Kuatnya tekanan inflasi dari sisi biaya dan

IHK di luar pengaruh kebijakan harga dan pen-

ekspektasi inflasi serta adanya berbagai permasa-

dapatan pada 2001 diperkirakan mencapai 8,72%.

lahan yang dihadapi Bank Indonesia dalam pengen-

Meskipun realisasi inflasi IHK di luar dampak

dalian inflasi, menyebabkan tingginya realisasi

kebijakan pemerintah melebihi sasaran, namun hal

inflasi IHK pada 2001 yang mencapai 12,55%.

itu terutama disebabkan oleh meningkatnya biaya

Tingginya tekanan inflasi dari sisi biaya tidak terlepas

pada tingkat produsen sebagai dampak dari

dari kebijakan pemerintah di bidang harga dan

melemahnya nilai tukar rupiah serta memburuknya

76

Inflasi

ekspektasi inflasi yang terkait dengan meningkatnya

Tabel 4.2 Sumbangan Inflasi IHK 2001 Berdasarkan Subkelompok Barang

tekanan biaya.

Sub Kelompok Barang

PERKEMBANGAN INFLASI IHK Harga-harga barang dan jasa selama 2001 mengalami tekanan yang lebih berat dibandingkan tahun sebelumnya. Kondisi itu tercermin dari inflasi IHK yang mencapai 12,55%, lebih tinggi dibandingkan inflasi IHK 2000 sebesar 9,35%. Secara bulanan, inflasi IHK terjadi pada 11 bulan kecuali pada Agustus yang mencatat deflasi. Inflasi bulanan tertinggi terjadi pada Juli sebesar 2,12%. Penyumbang terbesar terhadap inflasi IHK adalah kelompok bahan makanan yaitu sebesar 3,17%, disusul kelompok perumahan 3,07% serta kelompok makanan jadi, minuman, dan rokok 2,65%. Sementara itu sumbangan terkecil berasal dari kelompok kesehatan sebesar 0,44% (Tabel 4.1). Berdasarkan subkelompok barang, penyumbang utama inflasi IHK adalah subkelompok biaya tempat tinggal, subkelompok transpor, subkelompok

Inflasi

Sumbangan

Biaya Tempat Tinggal Transportasi Makanan Jadi Rokok, Tembakau, dan Minuman yang beralkohol Padi-padian, Umbi-umbian, dan hasilnya Bahan Bakar, Penerangan, dan Air Biaya Pendidikan Dagang dan hasilnya Buah-buahan Penyelenggaraan Rumah Tangga Sayuran Lemak dan Minyak Barang Pribadi dan Sandang lainnya Ikan Segar Perawatan Jasmani dan Kosmetika Bumbu-bumbuan Telur, Susu dan hasilnya Jasa Kesehatan dan Obat-obatan Sandang Laki-laki Sandang Wanita Rekreasi dan Olahraga Minuman yang tidak beralkohol Perlengkapan Rumah Tangga Sandang Anak-anak Ikan diawetkan Kacang-kacangan Sarana dan Penunjang Transpor Perlengkapan/peralatan Pendidikan Bahan Makanan lainnya Komunikasi dan Pengiriman

11,98 17,24 11,38

1,59 1,50 1,27

32,89 16,89 28,41 17,38 9,87 13,75 10,00 11,38 19,55 12,22 7,42 8,50 10,98 9,64 9,12 7,45 6,46 6,09 4,50 5,14 6,86 9,58 4,86 7,56 5,50 9,49 0,21

1,23 1,06 1,04 0,71 0,38 0,32 0,30 0,28 0,27 0,27 0,26 0,24 0,22 0,20 0,20 0,18 0,18 0,18 0,15 0,14 0,11 0,08 0,06 0,06 0,05 0,01 0,00

IHK

12,55

12,55

makanan jadi, subkelompok rokok, tembakau dan Sumber: BPS, diolah

minuman yang beralkohol, subkelompok padi-

Tabel 4.1 Sumbangan Inflasi IHK 2001 Berdasarkan Kelompok Barang

Persen

16 14 12

Kelompok Barang

Inflasi

Sumbangan

Bahan Makanan Perumahan Makanan Jadi, Minuman, dan Rokok Transportasi dan Komunikasi Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga Sandang Kesehatan

12,03 13,59 14,48 14,16 11,90 8,14 8,92

3,17 3,07 2,65 1,56 0,93 0,73 0,44

IHK

12,55

12,55

10 8

Sumber : BPS, diolah

6 4 2 0 Inflasi inti

Inflasi IHK

-2 Jan. Feb. Mar. Apr. Mei Jun. Jul. Ags. Sep. Okt. Nov. Des. Jan Jan. Feb. Mar. Apr. Mei Jun. Jul. Ags. Sep. Okt. Nov. Des.

2000

2001

Grafik 4.1 Inflasi IHK dan Inflasi Inti (y-o-y)

77

Inflasi

air minum, dan rokok, serta menaikkan upah mini-

Persen 2,5

mum tenaga kerja swasta dan gaji pegawai negeri,

Inflasi IHK

2,12

Inflasi Inti

2,0

1,94

1,71

1,67

1,5

1,32

1,0

besar 3,83% secara tahunan (Tabel 4.3). Dampak

1,32 1,16

1,28

diperkirakan memberikan tambahan inflasi IHK se1,62

1,13

aktual kebijakan pemerintah tersebut terhadap inflasi

0,87 0,89

0,84

0,64 0,68

0,56

0,50

0,5

IHK lebih besar dari perkiraan semula di awal tahun

0,46

0,51

0,33

0,07

sebesar 2,0%–2,5%. Perbedaan tersebut antara lain

0,0

-0,06 -0,21

-0,45

-0,5

Jan.

Mar.

Mei

Jul.

Sep.

Nov.

Jan.

2000

Mar.

Mei

Jul.

terjadi karena realisasi persentasi kenaikan pada Sep.

Nov.

2001

beberapa kebijakan lebih besar daripada yang

Sumber: BPS, Bank Indonesia

Grafik 4.2 Inflasi IHK dan Inflasi Inti (m-t-m)

diperkirakan semula di awal tahun. Di samping itu, sebagian dari rencana kebijakan pemerintah belum diketahui secara lengkap pada saat penyusunan

padian, umbi-umbian dan hasilnya, dan sub-

perkiraan inflasi di awal tahun. Keterbatasan informasi

kelompok bahan bakar, penerangan, dan air.

di awal tahun antara lain terkait dengan besarnya

Tekanan yang tinggi terhadap inflasi IHK

persentasi kenaikan dan tahapan pelaksanaannya.

2001 tercermin pada perkembangan indikator yang

Dari seluruh kebijakan pemerintah tersebut,

menggambarkan kecenderungan dan persistensi

keputusan pemerintah menaikkan harga BBM untuk

pergerakan inflasi. Salah satu indikator tersebut

transportasi, menaikkan harga BBM untuk industri

adalah inflasi inti (core inflation) yang dihitung de-

menjadi 50% dari harga pasar, dan menaikkan tarif

ngan pendekatan asymmetric trimming.1 Inflasi inti

angkutan, diperkirakan memberikan tambahan inflasi

(y-o-y) menunjukkan kecenderungan meningkat dan

sebesar 1,78%. Dampaknya pada inflasi terjadi pada

secara persisten berada di atas inflasi IHK (Grafik

Juni dan Juli setelah kenaikan harga BBM diberla-

4.1). Demikian pula halnya dengan pergerakan inflasi inti bulanan (m-t-m) yang menunjukkan kecenderungan meningkat sejak 2000 (Grafik 4.2). Hal

Tabel 4.3 Perkiraan Dampak Kebijakan Pemerintah di Bidang Harga dan Pendapatan 2001

itu menunjukkan terjadinya peningkatan inflasi selama dua tahun terakhir ini.

PENGARUH KEBIJAKAN PEMERINTAH DI BIDANG HARGA DAN PENDAPATAN Kebijakan pemerintah menaikkan harga dan tarif sejumlah barang dan jasa seperti BBM, listrik, 1

78

Inflasi inti yang dihitung dengan metode assymetric trimming bukan merupakan sasaran inflasi Bank Indonesia. Beberapa metode dalam metode penghitungan inflasi inti diuraikan pada boks Penetapan Sasaran Inflasi Bank Indonesia.

Perkiraan Dampak pada Inflasi IHK m-t-m (Persen)

Kenaikan Harga

Bahan Bakar Minyak dan Angkutan

1,78

Harga Jual Eceran Minimum Rokok

0,73

Tarif Dasar Listrik

0,56

Tarif Air Minum

0,05

Upah Minimum Provinsi

0,17

Gaji Pegawai Negeri

0,20

Pajak Penjualan Barang Mewah

0,01

Perkiraan dampak kebijakan peme- kumulatif m-t-m rintah terhadap inflasi IHK 2001 Sumber : BPS, diolah

y-o-y

3,50 3,83

Inflasi

kukan pada Juni 2001. Dampak pada Juni terdiri dari

Persen

dampak langsung pada komoditas bensin, bensin

2,5

pompa, dan solar dalam keranjang IHK, serta dampak

2,0

tidak langsung pada biaya operasional kegiatan

Inflasi IHK di luar dampak kebijakan harga dan pendapatan Inflasi IHK 2,12

1,13

1,0

0,87

usaha termasuk ongkos angkutan. Sementara itu, 0,5

dampak pada Juli merupakan dampak tidak langsung

0,77

0,86 0,68

0,64 0,46

0,33

0,25

0,25

0,58

0,13

-0,21

-0,5

kenaikan biaya produksi.

-1,0

-0,42

Jan.

Feb.

Mar.

Apr.

Mei

Jun.

Jul.

Ags. Sep.

Okt.

Nov.

Des.

2001

Selanjutnya, kenaikan tarif listrik pada Juli

inflasi pada Agustus dan Desember sebesar 0,56%.

1,18

1,13

1,08

0,89 0,89

0,0

terhadap kenaikan harga barang-barang melalui

dan Oktober diperkirakan memberikan tambahan

1,71 1,71 1,62

1,67

1,5

Grafik 4.3 Perkembangan Inflasi

Kebijakan lain di bidang harga yang besar pengaruhnya terhadap inflasi IHK 2001 adalah kenaikan

pada kenaikan harga adalah kenaikan Pajak

harga jual eceran (HJE) minimum rokok. Kebijakan

Penjualan Barang Mewah (PPn-BM) pada Februari.

yang dimaksudkan untuk meningkatkan penerimaan

Namun kebijakan tersebut diperkirakan hanya

pemerintah melalui peningkatan cukai rokok yang

memberikan tambahan inflasi IHK sebesar 0,01%.

dihitung atas dasar HJE minimum tersebut, diperkirakan memberikan tambahan inflasi IHK sebesar

PENGARUH MELEMAHNYA NILAI TUKAR RUPIAH

0,73%. Selanjutnya, kebijakan pemerintah di bidang

Nilai tukar rupiah yang semula diperkirakan

pendapatan berupa kenaikan UMP dan gaji pegawai

menguat sepanjang 2001 sehingga secara rata-rata

negeri diperkirakan memberikan tambahan kenaikan

mencapai Rp8.000 per dolar, dalam perkem-

harga sebesar 0,37%. Kebijakan lain yang berdampak

bangannya melemah sehingga mencapai rata-rata

Tabel 4.4 Kebijakan Pemerintah di Bidang Harga dan Pendapatan 2001

Bulan Januari Februari Maret April Juni Juli

September Oktober Desember

Keterangan UMP PPn-BM untuk 41 kelompok barang diluar kendaraan bermotor Tarif air minum Cukai/HJE rokok (Tahap I) BBM Tarif angkutan kota Tarif dasar bus ekonomi antarkota antarpropinsi Cukai/HJE rokok (Tahap II) TDL (Tahap I) Gaji PNS TDL (tahap II) Cukai/HJE rokok (Tahap II)

Persen Kenaikan Asumsi di awal tahun Realisasi 15% belum diketahui 20% 5% dalam satu tahap 20% belum diketahui belum diketahui 5% dalam satu tahap belum diketahui 30% belum diketahui 5% dalam satu tahap

15% 10% – 15% 18,77% – 42,47% 5% (Tahap I) 30% 28,57% (khusus Jakarta) 36% 6% (Tahap II) 29,2% 11,2% 12,4% 3% (Tahap III)

Sumber : Berbagai sumber

79

Inflasi

Rp10.255 per dolar meskipun sempat menguat pada

Persen

awal paro kedua 2001. Perkembangan tersebut

4

menyebabkan terjadinya kenaikan inflasi IHK yang bersumber dari kenaikan biaya pengadaan bahan baku dan barang setengah jadi impor yang meru-

Rp/$ 12.000 2,12

3 2 0,87

1

0,33

1,13

0,89

0,64

samping itu, pengaruh melemahnya nilai tukar rupiah

10.000

0 9.000 Inflasi IHK Inflasi IHK kelompok non-traded Inflasi IHK kelompok barang traded Inflasi IHPB Nilai tukar rupiah

-2 -3 -4

terhadap inflasi IHK juga terjadi melalui kenaikan

-5

Jan. Feb. Mar. Apr.

harga barang konsumsi impor, mengingat keranjang IHK tidak hanya terdiri dari barang-barang produksi domestik tetapi juga mencakup barang-barang

11.000 1,62

0,68

0,46

-1

pakan komponen produksi barang domestik.2 Di

1,71

1,67

Mei

–0,21

Jun. Jul. 2001

8.000 7.000

Ags. Sep. Okt. Nov. Des.

6.000

Sumber : BPS, Bank Indonesia, Bloomberg

Grafik 4.4 Pergerakan Nilai Tukar Rupiah dan Inflasi (m-t-m)

konsumsi impor. Kuatnya pengaruh depresiasi nilai tukar rupiah tersebut tercermin pada pergerakan nilai tukar

nesia mengenai transmisi kebijakan moneter melalui

rupiah yang sejalan dengan pergerakan inflasi

jalur nilai tukar rupiah ke inflasi. Penelitian tersebut

bulanan IHK. Nilai tukar rupiah yang melemah sejak

menunjukkan pengaruh depresiasi nilai tukar ke inflasi

awal tahun dan berada pada tingkat yang rendah

sangat kuat terjadi sejak berlakunya sistem nilai tukar

pada April hingga Juni sejalan dengan tingginya inflasi

mengambang bebas . Sebaliknya, selama periode

IHK terutama pada Mei hingga Juli (Grafik 4.4).

sebelum krisis, efek pengaruh nilai tukar ke inflasi

Pergerakan nilai tukar tersebut juga sejalan dengan

hampir tidak terjadi karena nilai tukar yang stabil dan

inflasi Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) dan

mudah diprediksi. Selain dari penelitian tersebut,

inflasi IHK kelompok barang-barang yang di-

melalui Survei Mekanisme Pembentukan Harga di

perdagangkan secara internasional (traded goods)

Sektor Manufaktur dan Ritel pada 2001 diketahui pula

yang merupakan indikator perkembangan biaya

bahwa faktor pendorong utama kenaikan harga

produksi dan harga barang impor. Selanjutnya,

adalah depresiasi nilai tukar. Selanjutnya, dari survei

melemahnya nilai tukar rupiah juga mendorong

tersebut diperoleh indikasi perilaku harga yang

terjadinya peningkatan inflasi IHK kelompok barang-

cenderung mudah meningkat karena pengaruh

barang yang tidak diperdagangkan secara inter-

melemahnya nilai tukar rupiah. Pengaruh mele-

nasional (non-traded goods).

mahnya nilai tukar terhadap kenaikan harga terjadi

Pengaruh kuat depresiasi nilai tukar rupiah ke inflasi sejalan dengan hasil penelitian Bank Indo-

dalam waktu kurang dari satu minggu hingga satu bulan. Sementara itu, penguatan nilai tukar rupiah

2

80

Berdasarkan Survei Mekanisme Pembentukan Harga di Sektor Manufaktur dan Ritel tahun 2001, persentase biaya bahan baku impor terhadap total biaya pengadaan bahan pada industri hilir penghasil barang konsumsi dalam keranjang IHK, berkisar 30%– 40%.

pada Juli dan Agustus juga berdampak pada penurunan harga. Namun demikian, penguatan nilai tukar yang sangat besar pada Juli dan Agustus tidak

Inflasi

terlalu besar pengaruhnya terhadap inflasi di-

Di lain pihak, perkembangan harga komo-

bandingkan pengaruh melemahnya nilai tukar rupiah

ditas internasional yang cenderung turun diper-

terhadap inflasi. Menguatnya nilai tukar rupiah rupiah

kirakan membawa pengaruh deflasi terhadap harga

sebesar 4,0% bulan Juli dan 21,3% pada Agustus

barang impor. Seperti terlihat pada Grafik 4.5, indeks

dibandingkan bulan sebelumnya, hanya menye-

harga komoditas internasional cenderung menurun

babkan terjadinya deflasi bulanan sebesar 0,24%

untuk komoditas kayu, kapas, wol, karet, pupuk,

pada Agustus. Kondisi itu mengindikasikan adanya

serta logam dan material. Namun demikian, kuatnya

perilaku harga yang cenderung sulit untuk turun

pengaruh depresiasi nilai tukar melebihi pengaruh

meskipun terjadi penurunan biaya misalnya karena

positif deflasi harga internasional sehingga secara

menguatnya nilai tukar rupiah. Indikasi perilaku

keseluruhan menimbulkan dampak inflasi terhadap

perubahan harga secara asimetri tersebut sejalan

barang impor.

dengan hasil penelitian mengenai transmisi kebijakan moneter melalui jalur nilai tukar serta Survei

PENGARUH EKSPEKTASI INFLASI

Mekanisme Pembentukan Harga di Sektor Manu-

Tingginya inflasi IHK tidak terlepas dari

faktur dan Ritel (Boks : Survei Mekanisme Pemben-

pengaruh ekspektasi inflasi produsen dan pedagang,

tukan Harga di Sektor Manufaktur dan Ritel). Selan-

serta konsumen. Di sisi produsen, ekspektasi inflasi

jutnya, dari survei tersebut juga diperoleh informasi

cenderung meningkat sepanjang 2001 sebagaimana

bahwa perilaku asimetri perubahan harga tersebut

diketahui dari Survei Kegiatan Dunia Usaha (Grafik

lebih banyak terjadi pada tingkat ritel dibandingkan

4.6). Ekspektasi inflasi yang tinggi terutama dipen-

pada tingkat produsen. Hal itu sejalan dengan

garuhi oleh tingginya inflasi 2000 yang mencapai

perkembangan deflasi pada Agustus dimana deflasi

9,35%. Berdasarkan Survei Mekanisme Pemben-

IHK jauh lebih kecil dibandingkan deflasi IHPB.

tukan Harga di Sektor Manufaktur dan Ritel 2001,

2001 54%

10%

5% 6% 4%

10%

11%

IV 120 Pupuk Logam & Mineral

Makanan: Beras & Gandum Bahan Baku: Kayu Bahan Baku: Kapas, Wol, Karet

110 100

III

15%

II

14%

I

8%

17%

18%

47%

5% 5% 6%

8%

16%

50%

9%

6%

7%

5%

40%

7%

6% 5%

7%

7%

10%

2000 90 80

III

70

II

III

IV 2000

I

II

III

IV

2001

Sumber : Bank Dunia

Grafik 4.5 Perkembangan Indeks Harga Komoditas Internasional

18%

28%

10 < 5%

20 5%

10%

7%

30

40 6%

50 Persen 7%

28%

8%

24%

5%

11%

7%

21%

36%

0

7%

16%

32%

I

60

17%

20%

IV

6%

20%

6% 6% 5% 5%

21%

10%

60

7%

70 8%

80 9%

90

100 > 9%

Grafik 4.6 Ekspektasi Inflasi Menurut Produsen

81

Inflasi

Proyeksi inflasi lembaga swasta 14%

Des.

91

Nov.

90

5

94

Jun.

10

90

Apr.

20

0

20

80

0

1

18

81

Feb. Jan.

40

60

1 0

12

87

Mar.

0 1

11

88

Mei Perkembangan Inflasi aktual 55%

1

12

88

Jul.

Target inflasi Bank Indonesia 31%

6

34

60

Ags.

2 4

31

65

Sep.

1

13

85

Okt.

0

9 9

80

100

Persen Meningkat

Sama seperti saat ini

Menurun

Grafik 4.9 Ekspektasi Konsumen Terhadap Biaya Transportasi/Komunikasi 6-12 Bulan ke Depan (% Responden)

Grafik 4.7 Acuan dalam Pembentukan Ekspektasi Inflasi Produsen (% Responden)

diketahui bahwa dasar pembentukan ekspektasi

Sementara itu, ekspektasi inflasi konsumen

inflasi pada produsen dan pedagang ritel lebih

juga mengalami peningkatan sebagaimana diketahui

banyak bersumber dari perkembangan inflasi aktual

dari Survei Konsumen (Grafik 4.8). Ekspektasi

dan inflasi tahun sebelumnya (Grafik 4.7). Perilaku

konsumen pada umumnya dipengaruhi oleh

pembentukan ekspektasi inflasi secara adaptif

ekspektasi kenaikan harga barang-barang adminis-

tersebut sejalan dengan hasil penelitian Bank

tered dan ekspektasi depresiasi nilai tukar rupiah. Hal

Indonesia mengenai transmisi kebijakan moneter

itu terlihat dari pergerakan ekspektasi konsumen

melalui jalur ekspektasi inflasi.

terhadap peningkatan harga dalam 6-12 bulan

Des.

91

8

1

Des.

Nov.

92

5

2

Nov.

88

Okt. 64

Sep.

16 96

3

2

95

4

1

4

1

Mei

93

5

95

Mar.

91

20

2

11 14

84

0

1

9

87

Feb. Jan.

2

40

60

80

2

100

2001

Jul.

Apr.

17

24

60 76

45

Jul.

27

Jun.

51

Mei

51

Mar.

61

20

Sama seperti saat ini

12

32

18

32

30

40

50

21

60

70

80

90

100

Persen Menurun

Grafik 4.8 Ekspektasi Konsumen Terhadap Perkembangan Harga 6-12 Bulan ke Depan (% Responden)

82

20 27

47

10

30 20

50

Feb. Jan.

28

19 60

Persen Meningkat

28 20

Apr.

0

23 34

24

15

Ags.

Jun.

26

41

Sep.

26

26

32 51

Okt.

20

15

58

Ags.

5

7

42

Melemah

Sama seperti saat ini

Menguat

Grafik 4.10 Ekspektasi Konsumen Terhadap Perkembangan Nilai Tukar Rupiah 6-12 Bulan ke Depan (% Responden)

Inflasi

mendatang yang sejalan dengan ekspektasi kon-

makanan. Keterbatasan penawaran bahan makanan

sumen terhadap kenaikan biaya transportasi dan

yang tidak dapat mengimbangi kondisi permintaan

komunikasi 6-12 bulan ke depan (Grafik 4.9) dan

yang sebenarnya masih rendah, berpengaruh

ekspektasi konsumen terhadap melemahnya nilai

terhadap inflasi IHK mengingat bahan makanan

tukar rupiah 6-12 bulan ke depan (Grafik 4.10).

memiliki bobot yang besar dalam keranjang IHK. Pertumbuhan permintaan agregat mengalami

PENGARUH KONDISI PERMINTAAN DAN PE-

penurunan baik dari sisi permintaan domestik, yang

NAWARAN

terdiri dari konsumsi dan investasi, maupun per-

Pengaruh kondisi permintaan dan penawaran

mintaan eksternal (Grafik 4.11). Dari sisi penawaran,

terhadap inflasi IHK dapat ditinjau dari dua sektor

melemahnya permintaan domestik dan eksternal

utama penghasil barang konsumsi dalam keranjang

tersebut sejalan dengan penurunan pertumbuhan

IHK, yaitu sektor industri pengolahan dan sektor

produk domestik bruto (PDB) pada sektor Pertanian,

pertanian. Di sektor industri pengolahan, tekanan

sektor Bangunan, dan sektor Industri Pengolahan,

inflasi karena pengaruh kondisi permintaan dan pe-

serta pertumbuhan indeks produksi industri. Semen-

nawaran diperkirakan masih rendah. Hal itu sejalan

tara itu penambahan kapasitas perekonomian me-

dengan pertumbuhan ekonomi yang melambat dan

ngalami perlambatan sebagaimana tercermin dari

masih berlebihnya kapasitas produksi di sektor

menurunnya pertumbuhan investasi.

tersebut. Di lain pihak, tekanan inflasi karena pe-

Ditinjau dari ketersediaan kapasitas per-

ngaruh kondisi permintaan dan penawaran terjadi di

ekonomian, kapasitas di sektor industri pengolahan

sektor Pertanian. Namun, tekanan inflasi tersebut

diperkirakan masih berlebih dibandingkan per-

bukan dipicu oleh meningkatnya permintaan melain-

mintaan terhadap barang-barang yang dihasilkan

kan karena menurunnya produksi tanaman bahan

sektor tersebut. Berdasarkan Survei Sektor Industri Pengolahan, tingkat penggunaan kapasitas industri pengolahan sepanjang 2001 menunjukkan kecen-

Persen (y-o-y)

derungan yang relatif stabil pada kisaran yang masih

30 Permintaan Domestik Permintaan Eksternal Investasi Produk Domestik Bruto Indeks Produksi Industri

26,5 25 21,9 20

rendah yaitu 39%–51%. Tingkat penggunaan kapasitas tersebut jauh lebih rendah dibandingkan tingkat tertinggi yang pernah terjadi pada 2000 yaitu se-

15

besar 68% (Grafik 4.12). Kapasitas terpakai yang

10 7,6 4,9

5

masih rendah tersebut didukung oleh hasil Survei

5,6 4,0

3,6

3,3 1,0

1,9

Mekanisme Pembentukan Harga di Sektor Manu-

0 2000

2001

Sumber : BPS

faktur dan Ritel Agustus 2001, yang menunjukkan kapasitas produksi industri pengolahan yang masih

Grafik 4.11 Pertumbuhan PDB

cukup dan cenderung berlebih dibandingkan permintaan (Grafik 4.13).

83

Inflasi

Persen

Persen

100

100

90

90

80

80 67,6

70

64,0

60 49,2

50 40

54,8

51,7

50,7 49,7 46,0

75,6 65,9 67,3

70 60

55,6 51,7

51,4

48,3 42,0

45,2 43,1 42,9 41,4 44,5 41,7 40,7 39,4

48,2

54,8

51,7 52,0

50

41,5

43,8 45,4

44,5

41,6

40,9

38,5

40

32,9

29,6

30

30

20

20

10

10

0 1

3

5

7 2000

9

11

1

3

5 7 2001

9

11

0

27,2

24,1

23,1

1

3

5

7

9

11 1

3

27,1

5

2000

Grafik 4.12 Tingkat Kapasitas Terpakai Industri Pengolahan

30,4

29,6

29,7

36,8

32,0

7

9

11

2001

Grafik 4.14 Tingkat Kapasitas Terpakai Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau

Secara sektoral, kapasitas terpakai di industri

dan penawaran belum memberikan tekanan yang

makanan, minuman, dan tembakau, yang produk-

besar terhadap inflasi pada kelompok makanan jadi,

produknya merupakan penyumbang terbesar inflasi

minuman, dan tembakau. Demikian pula halnya

2001, cenderung meningkat sepanjang 2001. Namun,

dengan kapasitas terpakai industri penghasil barang

kapasitas terpakai di sektor tersebut pada akhir 2001

kelompok sandang yang meskipun cenderung

masih berada di bawah 40%, jauh lebih rendah

meningkat namun tidak jauh berbeda dibandingkan

dibandingkan tingkat tertinggi yang pernah terjadi

tahun sebelumnya, yaitu di bawah 75% (Grafik 4.15).

pada 2000 yaitu sebesar 76% (Grafik 4.14). Hal ini

Di sisi lain, kapasitas terpakai yang tinggi dan menga-

mengindikasikan bahwa pengaruh kondisi permintaan

lami peningkatan yang besar terjadi pada industri

Persen Kurang 9%

Sangat berlebih 4%

100 Berlebih 14%

90 80 70,5

70

62,7 63,8

50

72,7 68,3

66,7

71,8

71,2 64,8

59,2

57,3

60 Secara umum berlebih, tetapi pada saat tertentu kurang 18%

61,3 61,2

64,4 64,4

61,6

59,9 60,7

60,8 56,4

54,2

43,8

40 30 20

Cukup 55%

10 0 1

3

5

7 2000

Grafik 4.13 Kecukupan Kapasitas Produksi Industri Pengolahan (% Responden)

84

9

11

1

3

5

7 2001

Grafik 4.15 Tingkat Kapasitas Terpakai Industri Tekstil, Pakaian Jadi, dan Kulit

9 11

Inflasi

Persen 100

96,3 92,1

90

Pembiayaan 33%

81,6 75,5

72,7 71,4

70

84,0

79,8

77,6

80

60

86,5

81,9 83,4

83,0

68,6

62,7 56,2

54,1

53,6

50

50,6

47,9

47,7

Permintaan rendah 51%

53,1

43,6

40 30 20 10

Teknis 16%

0

1

3

5

7 2000

9

11

1

3

5

7 2001

9

11

Grafik 4.16 Tingkat Kapasitas Terpakai Industri Barang Galian Bukan Logam

Grafik 4.17 Kendala Memanfaatkan Kapasitas Menganggur Industri Pengolahan (% Responden)

barang galian bukan logam yang terutama mengha-

dalam mengaktifkan kapasitas menganggur justru

silkan bahan-bahan bangunan yang tergabung dalam

karena permintaan yang masih rendah (51% dari total

subkelompok biaya tempat tinggal pada keranjang

responden), di samping adanya faktor teknis produksi

IHK (Grafik 4.16). Kondisi ini diperkirakan mem-

(Grafik 4.17). Kondisi tersebut menggambarkan

pengaruhi kenaikan harga bahan bangunan. Meski-

bahwa meskipun pemanfaatan kapasitas industri

pun demikian, tingginya sumbangan inflasi oleh sub-

pengolahan menghadapi kendala, hal tersebut belum

kelompok biaya tempat tinggal pada umumnya lebih

menimbulkan sumber tekanan inflasi yang berarti

banyak bersumber dari kenaikan sewa dan kontrak

mengingat permintaan yang masih lemah selama

rumah serta upah tukang dibandingkan dari kenaikan

2001. Namun demikian, jika kendala pembiayaan

harga bahan bangunan.

produksi industri tersebut tidak teratasi dalam kondisi

Tingkat kapasitas terpakai industri pengo-

permintaan yang meningkat, hal tersebut dapat

lahan yang masih rendah secara total seharusnya

menjadi sumber potensi tekanan inflasi pada periode

tidak menimbulkan tekanan terhadap inflasi IHK.

mendatang.

Namun demikian, adanya kendala pembiayaan modal

Tekanan harga sebagai akibat ketidak-

kerja untuk mendayagunakan kapasitas menganggur

seimbangan antara permintaan dan penawaran

dapat menjadi penyebab timbulnya tekanan harga.

diperkirakan terjadi pada sektor produksi bahan

Berdasarkan Survei Mekanisme Pembentukan Harga

makanan. Meskipun pengeluaran konsumsi rumah

diketahui bahwa salah satu kendala yang dihadapi

tangga mengalami peningkatan dari 1,8% pada 2000

perusahaan manufaktur dalam memanfaatkan kapa-

menjadi 2,3% pada 2001, namun pengeluaran

sitas yang menganggur adalah faktor pembiayaan

konsumsi tersebut masih rendah. Sebaliknya, PDB

modal kerja (33% dari total responden). Namun,

yang dihasilkan subsektor pertanian tanaman bahan

secara keseluruhan masalah utama yang dihadapi

makanan mengalami kontraksi sebesar 1,1% pada

85

Inflasi

Persen

Persen

14 12 10

PDB Sub Sektor Pertanian Tanaman Bahan Makanan Konsumsi Makanan oleh Sektor Rumah Tangga Inflasi IHK Kelompok Bahan Makanan

12,03

Tingginya permintaan

8

Walaupun harga naik produk tetap terjual

6

27

4,00

4

2,3

2

37

1,8 0,9

20

Pesaing meningkatkan harga

0 -1,1

-2

16

Pasokan kurang

-4

2000

2001

0

5

10

15

20

25

30

35

40

Sumber : BPS

Grafik 4.18 Permintaan dan Penawaran Barang Kelompok Makanan

Grafik 4.19 Faktor Pendorong Kenaikan Harga menjelang Hari Raya

2001 (Grafik 4.18). Ketidakseimbangan antara per-

Mekanisme Pembentukan Harga di Sektor Manu-

mintaan dan penawaran yang lebih disebabkan oleh

faktur dan Ritel, inflasi yang tinggi menjelang hari raya

keterbatasan produksi bahan makanan tersebut, turut

Idul Fitri, Natal, dan Tahun Baru lebih dipicu oleh

menyebabkan tingginya inflasi pada kelompok bahan

meningkatnya permintaan daripada faktor keterba-

makanan, khususnya subkelompok padi-padian,

tasan atau gangguan pasokan barang. Di samping

umbi-umbian dan hasilnya.

itu, tingginya inflasi pada periode tersebut juga

Di sisi lain, tekanan permintaan yang bersifat

dipengaruhi oleh perilaku konsumsi masyarakat

musiman menjelang hari raya Idul Fitri, Natal, dan

secara umum yang cenderung menjadi kurang sensitif

Tahun Baru berpengaruh besar terhadap tingginya

terhadap kenaikan harga (Grafik 4.19). Survei ter-

inflasi. Hal tersebut terlihat dari tingginya inflasi IHK

sebut juga menunjukkan bahwa langkah menaikkan

(m-t-m) pada November saat nilai tukar rupiah stabil

harga dengan memanfaatkan momentum pening-

pada level rata-rata Rp10.560 per dolar AS, semen-

katan permintaan menjelang hari raya keagamaan

tara tidak terjadi kelangkaan pasokan barang selama

itu lebih banyak dilakukan oleh pedagang daripada

kurun waktu tersebut. Mengacu pada hasil Survei

produsen industri pengolahan.

86

Inflasi

boks

Survei Mekanisme Pembentukan Harga Di Sektor Manufaktur dan Ritel Sebagaimana diamanatkan oleh UU No.23

survei terhadap produsen barang-barang manufaktur

tahun 1999, tujuan Bank Indonesia adalah mencapai

dan pedagang ritel yang berlangsung pada Juli hingga

dan mempertahankan kestabilan nilai rupiah. Dalam

September 2001. Responden survei ditentukan

pelaksanaannya, Bank Indonesia bertanggung jawab

dengan menggunakan metode Purposive Sample,1

mengendalikan inflasi agar berada pada tingkat yang

yang terdiri atas 200 perusahaan di sektor manufaktur

cukup rendah dan stabil. Upaya pengendalian inflasi

yang memproduksi barang-barang konsumsi yang

memerlukan perkiraan inflasi dan perkiraan dampak

terdapat pada keranjang IHK dan 220 unit usaha

kebijakan moneter dalam mempengaruhi perubahan

sektor ritel yang merupakan responden Survei Pen-

harga. Untuk dapat memperkirakan inflasi secara aku-

jualan Eceran Bank Indonesia.

rat, menetapkan target inflasi yang realistis, dan me-

Hasil survei tersebut mengindikasikan bahwa

nentukan respon kebijakan yang tepat, Bank Indo-

kenaikan IHK pada saat ini lebih banyak bersumber

nesia perlu mengidentifikasi faktor-faktor yang

dari tekanan biaya (cost-push inflation) daripada

mempengaruhi pembentukan harga, serta memper-

tekanan permintaan (demand-pull inflation). Tekanan

hitungkan kemampuan kebijakan moneter dalam

dari sisi biaya terutama berasal dari depresiasi nilai

mengendalikan inflasi. Kebijakan penetapan harga

tukar rupiah disamping pengaruh kebijakan peme-

yang dilakukan oleh produsen dan pedagang ter-

rintah menaikkan bea masuk bahan baku dan

utama dipengaruhi oleh ekspektasi inflasi, besarnya

peralatan produksi, harga BBM, tarif listrik serta upah

perubahan biaya, serta besarnya perubahan permin-

minimum buruh.

taan dan penawaran. Namun demikian, pembentukan

Ditinjau dari pengaruh perubahan biaya, hasil

harga dapat terjadi secara asimetris dalam hal terjadi

survei mengindikasikan bahwa produsen dan penjual

kenaikan atau penurunan biaya dan permintaan.

cenderung lebih responsif terhadap tekanan kenaikan

Sementara itu, kemampuan kebijakan moneter dalam

biaya daripada penurunan biaya. Perilaku tersebut

mengendalikan inflasi dipengaruhi oleh jalur dan lama

menyebabkan harga cenderung mudah meningkat

transmisi kebijakan moneter ke inflasi serta perilaku

jika terjadi kenaikan biaya namun cenderung sulit

pembentukan harga.

turun apabila terjadi penurunan biaya. Karakteristik

Dengan latar belakang tersebut, Bank Indo-

harga tersebut antara lain tercermin dari tingkat harga

nesia perlu memperoleh gambaran mengenai perilaku

pada sektor ritel yang rata-rata hanya mampu ber-

pembentukan harga barang-barang konsumsi yang 1

terdapat dalam keranjang IHK dengan melakukan

Purposive sampling merupakan metode pengambilan sampel dengan memilih responden berdasarkan tujuan tertentu.

87

Inflasi

tahan selama 2,9 bulan selama kurun waktu satu

lembaga-lembaga swasta (14% responden). Hasil ini

tahun terakhir sebelum survei berlangsung. Perilaku

mengindikasikan perilaku ekpektasi inflasi pada

harga yang cenderung mudah meningkat tersebut

produsen dan pedagang yang lebih bersifat adaptif.

lebih terasa pada sektor ritel dibandingkan pada

Di sisi lain, baik produsen manufaktur dan

sektor manufaktur. Pada sektor manufaktur, secara

pedagang ritel belum melihat tekanan perubahan

rata-rata tingkat harga mampu bertahan selama 4,6

permintaan sebagai faktor utama yang mendorong

bulan selama kurun waktu yang sama. Periode

kenaikan atau penurunan harga sepanjang tahun,

bertahannya harga tersebut jauh lebih singkat

kecuali pada periode tertentu yaitu menjelang hari

dibandingkan yang terjadi di beberapa negara maju

raya Idul Fitri, Natal, dan Tahun Baru. Pada umumnya,

yang berdasarkan survei berkisar 6 hingga 15 bulan.

peningkatan permintaan terhadap produk atau barang

Perilaku harga yang cenderung mudah

dagangan direspon oleh perusahaan manufaktur dan

mengalami peningkatan juga tercermin dari waktu

ritel dengan meningkatkan produksi dan persediaan

yang cukup singkat antara saat terjadinya peruba-

barang dagangan. Hanya sebagian kecil perusahaan

han biaya hingga berlakunya perubahan harga,

yang meresponnya dengan menaikkan harga.

yaitu selama empat minggu pada sektor manufaktur

Demikian pula sebaliknya, jika terjadi penurunan per-

dan kurang dari satu minggu pada sektor ritel. Hal

mintaan, perusahaan cenderung meresponnya de-

tersebut juga mengindikasikan bahwa pengaruh

ngan menurunkan produksi atau mengurangi pasokan

perubahan nilai tukar ke inflasi melalui harga barang

barang dagangan. Hasil survei tersebut menunjukkan

konsumsi impor terjadi dalam waktu kurang dari satu

bahwa perubahan pemintaan, baik peningkatan

minggu dan dampaknya melalui biaya bahan baku

maupun penurunan, lebih berpengaruh pada peru-

impor berlangsung sekitar lima minggu. Disamping

bahan tingkat produksi daripada terhadap perubahan

itu, kecepatan merespon perubahan biaya tersebut

harga. Dengan kata lain, ditinjau dari pengaruh

secara tidak langsung juga mengindikasikan bahwa

perubahan permintaan, tingkat harga cenderung tidak

kenaikan biaya sebagai akibat dari kenaikan harga

mudah turun jika terjadi penurunan permintaan dan

BBM dan tarif listrik, dapat menimbulkan kenaikan

juga cenderung tidak mudah naik apabila terjadi

harga-harga barang konsumsi hingga satu bulan

kenaikan permintaan.

sejak kenaikan harga barang administered tersebut.

Perilaku perubahan harga dalam merespon perubahan permintaan tersebut mengindikasikan

Sementara itu, ditinjau dari pengaruh

masih cukup tersedianya kapasitas produksi untuk

ekspektasi inflasi, perilaku pembentukan dan peru-

memenuhi peningkatan permintaan di tengah kondisi

bahan harga pada produsen manufaktur dan peda-

permintaan yang masih lemah. Sebagian besar

gang ritel lebih banyak bersumber dari perkembangan

responden manufaktur menilai tingkat penggunaan

inflasi yang telah terjadi (55% responden) daripada

kapasitas produksi berkisar antara 61%-80% dengan

berdasarkan target inflasi Bank Indonesia (31%

rata-rata 65,8%. Tingkat penggunaan kapasitas pro-

responden) atau proyeksi inflasi yang dikeluarkan oleh

duksi tersebut dinilai oleh sebagian besar responden

88

Inflasi

(54%) mencukupi untuk memenuhi permintaan.

tertentu pada kebijakan penetapan sasaran inflasi dan

Sementara itu 18% responden menilai kapasitas yang

kebijakan moneter Bank Indonesia. Selama nilai tukar

ada secara umum berlebih atau sangat berlebih, dan

rupiah masih menghadapi tekanan dan berbagai

19% responden menilai kapasitas secara umum

kebijakan pemerintah menaikkan harga barang ad-

berlebih namun terjadi kekurangan kapasitas pada

ministered masih terus berlangsung, Bank Indonesia

saat-saat tertentu. Selebihnya, hanya 9% responden

tidak dapat menetapkan sasaran inflasi yang terlalu

menyatakan kekurangan kapasitas.

rendah dengan jangka waktu pencapaian yang terlalu

Khusus pada masa-masa menjelang hari

singkat. Sebaliknya, Bank Indonesia perlu mene-

raya Idul Fitri, Natal, dan Tahun Baru, perilaku pem-

tapkan sasaran inflasi yang lebih realistis untuk

bentukan harga sangat dipengaruhi oleh mening-

dicapai sesuai dengan kemampuan kebijakan mone-

katnya permintaan dan berkurangnya elastisitas

ter. Dengan mempertimbangkan perilaku pemben-

harga terhadap permintaan. Kondisi tersebut cende-

tukan harga, kondisi permintaan saat ini yang masih

rung dimanfaatkan terutama oleh pedagang untuk

lemah, dan penetapan sasaran inflasi yang realistis,

menaikkan harga meskipun pada umumnya tidak

maka kebijakan moneter yang lebih ketat dari kondisi

terjadi kendala pasokan barang. Survei mencatat

di akhir 2001 diperkirakan belum dapat secara efektif

sebanyak 74% responden pedagang ritel dan 43%

mengurangi tekanan inflasi. Sebaliknya, kebijakan

responden produsen manufaktur yang memanfaatkan

moneter perlu diarahkan kepada upaya memberikan

kesempatan tersebut.

ruang bagi penurunan suku bunga sehingga mem-

Karakteristik harga yang lebih banyak

berikan sinyal kepada perbankan dan pelaku usaha

dipengaruhi faktor biaya daripada permintaan, bersifat

sektor riil untuk meningkatkan aktivitas perekonomian.

cenderung tidak mudah turun, cenderung mudah naik

Namun demikian, arah kebijakan moneter tersebut

karena tekanan biaya, namun cenderung tidak mudah

harus didukung oleh upaya pemulihan fungsi perban-

naik karena tekanan permintaan, membawa implikasi

kan sebagai lembaga intermediasi keuangan.

89

Moneter

bab 5 MONETER

90

Moneter

bab 5

MONETER

D

i awal 2001, dalam situasi yang lebih optimis

diarahkan untuk menyerap ekspansi uang primer

terhadap terus berlanjutnya proses pemulihan

yang berasal dari pengeluaran pemerintah dalam

ekonomi, Bank Indonesia memandang bahwa inflasi

rupiah yang dibiayai dari penerimaan luar negeri.

yang relatif tinggi pada tahun sebelumnya perlu

Langkah ini dimaksudkan agar upaya pencapaian

diarahkan kepada tingkat yang lebih rendah, sebagai

sasaran uang primer tersebut tidak menimbulkan

prasyarat bagi upaya untuk mencapai pertumbuhan

dampak kenaikan suku bunga yang berlebihan.

ekonomi yang berkesinambungan dalam jangka

Kebijakan sterilisasi valuta asing ini sekaligus dituju-

panjang. Berkaitan dengan itu, sasaran inflasi di luar

kan untuk menambah pasokan valuta asing guna

dampak kebijakan pemerintah di bidang harga dan

mengurangi tekanan depresiasi dan volatilitas nilai

pendapatan ditetapkan sebesar 4,0%–6,0%. Untuk

tukar rupiah.

mencapai sasaran inflasi tersebut, dengan asumsi

Dalam pelaksanaannya, upaya pengen-

pertumbuhan ekonomi sebesar 4,5%–5,5% dan nilai

dalian moneter tersebut mulai menghadapi beberapa

tukar berkisar antara Rp7.750–Rp8.250 per dolar AS,

kendala yang mengakibatkan pengendalian uang

Bank Indonesia menetapkan sasaran pertumbuhan

primer tidak dapat dilaksanakan secara optimal ter-

uang primer sebesar 11,0%–12,0% pada akhir 2001,

utama sejak Mei 2001. Hal ini diindikasikan oleh lebih

yang lebih rendah dari pertumbuhan akhir tahun

seringnya test date1 uang primer berada di atas

sebelumnya yang mencapai 22,3%.

sasaran indikatif yang ditetapkan, 2 terutama

Sasaran kebijakan moneter yang cenderung

didorong oleh terus meningkatnya permintaan uang

ketat ini ditempuh dengan tetap berupaya menjaga

kartal di masyarakat sebagai komponen utama uang

agar perkembangan uang primer sepanjang tahun

primer. Peningkatan uang kartal tersebut terkait

2001 dapat sesuai dengan sasaran yang ditetapkan.

dengan meningkatnya secara signifikan peranan

Guna mencapai sasaran uang primer tersebut, Bank

sektor usaha kecil dan menengah (UKM) dan sektor

Indonesia selalu berusaha untuk menyerap kelebihan

informal yang pada umumnya masih banyak

likuiditas di sektor perbankan yang berpotensi

menggunakan uang kartal. Di samping itu, mema-

memberikan tekanan terhadap nilai tukar dan inflasi.

nasnya kondisi sosial dan politik mendorong masya-

Kebijakan ini ditempuh terutama melalui Operasi

rakat menyimpan uang kartal di atas kebutuhan

Pasar Terbuka (OPT) dengan instrumen Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan intervensi rupiah. Upaya

1

pengendalian uang primer tersebut juga didukung

2

oleh kebijakan sterilisasi di pasar valuta asing yang

Test date uang primer dihitung dari rata-rata posisi tanggal 16 bulan tersebut hingga tanggal 15 bulan berikutnya. Sasaran uang primer disusun berdasarkan asumsi inflasi, PDB, suku bunga deposito dan nilai tukar dan ditetapkan dalam Letter of Intent (LoI).

91

Moneter

normalnya untuk tujuan berjaga-jaga hingga per-

berusaha menyerap kelebihan likuiditas di sektor

tengahan 2001. Posisi uang kartal tersebut menjadi

perbankan yang diupayakan tanpa menimbulkan

semakin tinggi seiring dengan naiknya kebutuhan

peningkatan suku bunga SBI yang berlebihan.

transaksi akibat meningkatnya harga yang dipicu oleh

Selanjutnya, kelebihan likuiditas yang tidak berhasil

kebijakan pemerintah di bidang harga dan penda-

diserap melalui lelang SBI telah diupayakan untuk

patan pada Juni 2001. Dalam kondisi yang demikian,

diserap melalui intervensi rupiah.

permintaan uang primer menjadi kurang responsif

Pada awal pelaksanaan kebijakan moneter,

terhadap perubahan suku bunga. Hal ini menga-

posisi uang primer yang sempat meningkat tinggi

kibatkan upaya untuk menyerap uang primer memer-

pada akhir 2000 berhasil dikendalikan hingga kembali

lukan peningkatan suku bunga.

ke dalam sasaran indikatifnya sampai dengan April

Upaya pengendalian moneter tersebut se-

2001. Namun demikian, akibat munculnya berbagai

makin dipersulit oleh fungsi intermediasi perbankan

kendala seperti disebutkan di atas, test date uang

yang belum sepenuhnya pulih, sehingga menye-

primer mulai meningkat tinggi dan terus bergerak di

babkan jumlah ekses likuiditas perbankan yang harus

atas sasaran indikatifnya sejak Mei 2001. Hingga

diserap oleh Bank Indonesia menjadi semakin besar.

Desember 2001, uang primer telah mengalami per-

Di samping itu, belum pulihnya fungsi intermediasi

tumbuhan sebesar 15,4% 3 atau rata-rata telah

tersebut juga menyebabkan proses transmisi kebi-

tumbuh sebesar 18,2% selama 2001. Pertumbuhan

jakan moneter menjadi kurang berjalan dengan baik

uang primer di akhir Desember tersebut lebih tinggi

sebagaimana tercermin dari kurang diresponnya

dibandingkan dengan sasaran yang ditetapkan di

kenaikan suku bunga SBI oleh kenaikan suku bunga

awal tahun sebesar 11,0%–12,0%.

deposito.

Upaya pengendalian uang primer yang

Tingginya permintaan uang kartal dan

dilakukan oleh Bank Indonesia tersebut mendorong

kurang efektifnya transmisi kebijakan moneter akibat

peningkatan suku bunga SBI. Selama 2001, suku

masih belum pulihnya intermediasi perbankan

bunga SBI 1 bulan meningkat sebesar 309 basis point

menyebabkan penyerapan uang primer menjadi sulit

(bp) hingga menjadi 17,62% dan SBI 3 bulan mening-

dilakukan. Meskipun berbagai langkah penyerapan

kat sebesar 332 bp menjadi 17,63%. Sementara itu,

likuiditas telah dilakukan, baik melalui lelang SBI,

guna mendorong agar suku bunga deposito dapat

kenaikan suku bunga intervensi rupiah, maupun

meningkat seiring dengan perkembangan suku bunga

sterilisasi valuta asing, perkembangan uang primer

SBI, Bank Indonesia meningkatkan marjin suku bunga

lebih banyak berada di luar sasaran yang telah

penjaminan deposito. Peningkatan ini dilakukan 2 kali,

ditetapkan. Dalam kondisi demikian, upaya kenaikan

yaitu pada Januari dan Agustus 2001 masing-masing

suku bunga SBI untuk menyerap uang primer dinilai

sebesar 100 bp hingga mencapai marjin 400 bp di

tidak terlampau efektif. Menyikapi kondisi tersebut, dalam perkembangannya terutama sejak akhir triwulan ketiga 2001, Bank Indonesia cenderung

92

3

Pertumbuhan dihitung berdasarkan posisi test date uang primer Desember 2000 yang telah dibebaskan dari pengaruh musiman lebaran yang selalu bergeser setiap tahunnya.

Moneter

atas suku bunga deposito bank anggota JIBOR.4

Rp124,7 triliun pada Desember, atau lebih besar

Kebijakan ini berhasil mendorong peningkatan rata-

dibandingkan dengan sasaran indikatifnya sebesar

rata tertimbang suku bunga deposito nominal. Secara

Rp122,9 triliun. Secara rata-rata, pertumbuhan tahu-

riil, suku bunga deposito tersebut juga meningkat,

nan uang primer telah mencapai 18,2% selama 2001,

namun masih jauh di bawah tingkatnya pada masa

sedikit lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata

sebelum krisis, apalagi jika dipertimbangkan relatif

pertumbuhan tahun sebelumnya sebesar 18,6%. Pada akhir 2001, posisi uang primer telah

lebih tingginya premi risiko pada saat ini. Sejalan dengan peningkatan suku bunga

mencapai Rp127,8 triliun, atau meningkat sebesar

deposito, simpanan deposito juga meningkat

Rp2,2 triliun dibandingkan dengan tahun sebelumnya

dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pening-

sebesar Rp125,6 triliun. Uang primer tersebut sempat

katan jenis simpanan ini ditengarai juga terkait de-

mencapai posisi tertinggi sebesar Rp134,1 triliun pada

ngan adanya perpindahan dana dari jenis penanaman

saat menjelang lebaran, namun kemudian turun

lain yang lebih bersifat jangka pendek seperti

setelah berakhirnya periode lebaran. Peningkatan ini

tabungan dan giro. Perkembangan tersebut

terutama didorong oleh kenaikan komponen uang

menyebabkan pertumbuhan uang beredar dalam arti

kartal yang selama 2001 telah mengalami

luas (M2) pada akhir tahun lebih besar dibandingkan

pertumbuhan rata-rata tahunan sebesar 20,1%, lebih

dengan uang beredar dalam arti sempit (M1).

besar dibandingkan rata-rata pertumbuhan uang primer pada periode yang sama (Grafik 5.2). Se-

UANG PRIMER

mentara itu, faktor lainnya seperti saldo positif bank

Secara umum, pengendalian uang primer selama

dan simpanan swasta domestik relatif tidak

tahun laporan menghadapi berbagai tantangan yang

mengalami perubahan dalam tahun laporan. Relatif

cukup berat sehingga mengakibatkan posisi test date

stabilnya saldo positif sebagai akibat rendahnya ex-

uang primer lebih banyak berada di luar sasaran

cess reserves perbankan, mengindikasikan bahwa

indikatif yang ditetapkan. Dalam empat bulan pertama tahun laporan, test date uang primer masih berada

Triliun Rp

dalam sasaran indikatifnya bahkan sempat mencapai

130

posisi terendahnya sebesar Rp101,9 triliun pada

120

Februari. Dalam perkembangannya, sejak Mei 2001 110

uang primer terus mengalami peningkatan hingga berada di atas sasaran indikatifnya, kecuali pada

Aktual

100

Sasaran indikatif

November (Grafik 5.1). Posisi test date uang primer

90

tersebut mencapai posisi tertingginya sebesar

80

Jan.

Mar.

Mei 2000

4

Marjin suku bunga pinjaman dari 200 bp menjadi 300 bp sesuai dengan SE No. 3/1/DPNP tanggal 5 Januari 2001, dan naik dari 300 bp menjadi 400 bp sesuai SE No. 3/19/DPNP tanggal 14 Agustus 2001.

Jul.

Sep. Nov.

Jan.

Mar.

Mei

Jul.

Sep. Nov.

2001

Grafik 5.1 Uang Primer : Aktual dan Sasaran

93

Moneter

upaya penyerapan likuiditas perbankan telah

Tabel 5.1 Uang Primer 2001

dilaksanakan secara optimal. Selama 2001, uang kartal meningkat sebesar Rp4,1 triliun hingga mencapai posisi Rp76,5

2001 Rincian

2000

posisi tertinggi sebesar Rp85,8 triliun pada saat menjelang perayaan hari lebaran. Peningkatan ini lebih bersifat musiman mengingat kebutuhan masyarakat akan uang kartal pada setiap lebaran akan meningkat, meskipun kemudian turun kembali setelah berakhirnya perayaan tersebut. Tingginya peningkatan uang kartal tersebut tidak terlepas dari meningkatnya secara cukup

II

III

IV

Triliun Rupiah

triliun dari posisi tahun sebelumnya sebesar Rp72,4 triliun (Tabel 5.1). Uang kartal ini, sempat mencapai

I

Uang Primer Uang Kertas dan Logam Yang Diedarkan – di masyarakat – di perbankan Giro Bank pada Bank Indonesia Giro Sektor Swasta

125,6 103,3 110,6 89,7 72,4 17,3 33,9 2,0

69,9 60,1 9,8 30,9 2,4

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Uang Primer 125,6 103,3 Cadangan Devisa Bersih (NIR) 124,5 124,3 Aktiva Domestik Bersih (NDA) 1,1 –21,0 – Tagihan Bersih pada Pemerintah 133,7 134,4 – Bantuan Likuiditas 37,3 36,7 – Kredit Likuiditas 15,9 15,6 – Tagihan Lainnya 1,5 1,3 – Operasi pasar uang –78,9 –90,0 – Lainnya Bersih (NOI) –108,4 –119,2

Peru– bahan Tahunan

115,2

127,8

2,2

80,8 69,0 11,8 31,6 2,8

91,3 76,5 14,8 34,8 1,7

1,6 4,1 –2,5 0,9 –0,3

110,6 115,2 128,0 127,8 –17,4 –12,6

127,8 128,1 –0,3

2,2 3,6 –1,4

76,9 66,2 10,7 30,9 2,9

125,6 135,5 160,8 27,0 37,1 37,1 37,1 –0,2 15,3 15,2 15,1 –0,8 1,7 1,9 1,9 0,3 –85,6 –86,0 –102,6 –23,7 –111,5 –116,2 –112,4 –4,0

signifikan kegiatan usaha sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) serta sektor informal yang cenderung menggunakan uang kartal dalam melakukan

katnya kebutuhan uang untuk transaksi sehubungan

transaksinya. Peningkatan uang kartal tersebut juga

dengan meningkatnya harga-harga barang yang

terkait dengan memanasnya kondisi sosial politik di

dipicu oleh kebijakan pemerintah di bidang harga dan

Indonesia hingga pertengahan 2001 yang telah

pendapatan pada akhir Juni 2001. Kondisi ini terlihat

mendorong kebutuhan uang kartal untuk berjaga-

dari berubahnya pola perilaku uang kartal yang me-

jaga bergerak naik. Permintaan uang kartal tersebut

ningkat lebih tinggi dibandingkan dengan sebelumnya

menjadi semakin meningkat, seiring dengan mening-

sejak bulan Juli 2001(Grafik 5.3). Kenaikan uang kartal yang disebabkan oleh meningkatnya harga dan kebutuhan berjaga-jaga

Persen 70

tersebut juga didukung oleh hasil survei “Motif Masya-

Pertumbuhan Uang Primer 60

Pertumbuhan Currency Outside Bank

50

rakat dalam Memegang Uang Kartal” yang dilakukan

40

di 5 kota besar di Indonesia (Grafik 5.4). Berdasarkan

30

hasil survei tersebut diketahui bahwa motif utama

20

yang mendorong masyarakat meningkatkan

10

permintaan terhadap uang kartal adalah akibat

0 -10 Des. 1998

Mar.

Jun.

Sep.

1999

Des.

Mar.

Jun.

Sep.

2000

Des.

Mar.

Jun.

Sep.

2001

Grafik 5.2 Pertumbuhan Uang Kartal dan Uang Primer

Des.

meningkatnya kebutuhan transaksi sehubungan dengan naiknya harga-harga barang kebutuhan pokok (21,6%). Adapun motif kedua tertinggi adalah akibat meningkatnya jenis barang dan jasa yang ingin

94

Moneter

Persen

Miliar Rp 85.000

Meningkatnya harga-harga barang Meningkatnya jenis barang/ jasa kebutuhan yang dikonsumsi

Aktual Pola Perilaku Uang Kartal

80.000 75.000

Untuk berjaga-jaga

70.000

Pecahan uang yang semakin besar

65.000

Suku bunga simpanan kurang menarik

Total

Spekulasi

Rumah Tangga

60.000

Perusahaan Melemahnya nilai tukar rupiah

55.000 Des.

Jan.

Feb.

Mar.

Apr.

Mei

Jun.

Jul.

Ags.

Sep.

Okt.

Nov.

Des.

0

5

10

15

20

25

30

35

2001

Grafik 5.3 Perilaku Musiman Uang Kartal

Grafik 5.4 Hasil Survei Motif Penyimpanan Uang Kartal

dibeli (20,9%) sebagai cerminan masih meningkatnya

Sebagian ekspansi rekening rupiah tersebut juga

pendapatan riil masyarakat, dan motif berjaga-jaga

dibiayai oleh penerimaan valuta asing pemerintah dan

(13,4%) seiring dengan kurang kondusifnya situasi

pengambilan simpanan pemerintah di Bank

politik dan keamanan di dalam negeri. Sementara

Indonesia. Penerimaan valuta asing pemerintah

faktor lain seperti melemahnya nilai tukar, faktor suku

tersebut terutama bersumber dari penerimaan migas

bunga simpanan, meningkatnya denominasi uang

yang mencapai Rp62,4 triliun, lebih besar diban-

kartal, dan tujuan untuk spekulasi masih relatif rendah

dingkan dengan net pembayaran utang luar negeri

mempengaruhi masyarakat dalam memegang uang

pemerintah Rp37,4 triliun. Sementara itu, net kontraksi dari OPT

kartal (hanya 12,2%). Berdasarkan faktor yang mempengaruhinya,

sebesar Rp23,7 triliun selama 2001 terutama berasal

tersebut terutama

dari intervensi rupiah sebesar Rp28,0 triliun

disebabkan oleh lebih besarnya ekspansi rupiah

khususnya pada Desember, berkaitan dengan

rekening pemerintah dibandingkan dengan pengaruh

meningkatnya sikap berjaga-jaga bank terhadap

kontraksi OPT dan sterilisasi valuta asing. Net

penarikan dana masyarakat menjelang lebaran dan

ekspansi rupiah rekening pemerintah yang mencapai

akhir tahun. Adapun SBI lelang pada periode yang

Rp41,1 triliun terutama ditujukan untuk pembayaran

sama justru memberikan pengaruh ekspansi sebesar

gaji, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Bagi Hasil

Rp4,3 triliun.

peningkatan uang primer

(DBH) sebesar Rp81,3 triliun, kupon obligasi Rp58,2

Sejalan dengan perkembangan komponen-

triliun, subsidi Rp32,6 triliun, dan pembiayaan proyek

nya yang cenderung ekspansif tersebut, Aktiva

Rp27,4 triliun. Pengeluaran rupiah pemerintah ini lebih

Domestik Bersih (Net Domestic Assets/NDA) selama

besar dibandingkan dengan penerimaannya yang

2001 menunjukkan kecenderungan yang terus

terutama bersumber dari penerimaan pajak Rp127,5

meningkat, hingga sempat mencatat nilai positif dan

triliun dan penjualan aset dan privatisasi Rp31,4 triliun.

bergerak di atas sasaran indikatifnya selama periode

95

Moneter

Triliun Rp

Miliar $

10

19

0

18

Aktual

Sasaran indikatif 17

-10

16

-20

15 Aktual

-30

Sasaran indikatif

14 -40 13 -50 Jan.

Mar.

Mei

Jul.

Sep. Nov.

Jan.

Mar.

2000

Mei

Jul.

Sep. Nov.

2001

Grafik 5.5 Net Domestic Assets

lebaran. Setelah berakhirnya periode lebaran, secara

12

Jan.

Mar.

Mei

Jul.

Sep. Nov.

Jan.

Mar.

2000

Mei

Jul.

Sep. Nov.

2001

Grafik 5.6 Net International Reserves

OPERASI PASAR TERBUKA (OPT)

perlahan NDA turun hingga mencapai posisi test date

Sebagaimana telah dikemukakan sebelum-

negatif Rp2,7 triliun pada akhir tahun, lebih rendah

nya, upaya pengendalian uang primer selama 2001

dibandingkan sasaran indikatifnya sebesar Rp5,3

masih bertumpu pada OPT terutama melalui lelang

triliun (Grafik 5.5). Sementara itu, posisi Cadangan

SBI yang dibantu dengan intervensi rupiah. Guna

Devisa Bersih (Net International Reserves /NIR)

memberikan dukungan yang lebih kuat pada upaya

meningkat sebesar $0,5 miliar hingga mencapai

pengendalian uang primer, suku bunga intervensi

posisi $18,3 miliar atau setara dengan Rp128,1

rupiah dinaikkan sebanyak 8 kali selama 2001

triliun5 pada akhir 2001. Peningkatan NIR tersebut

sebesar 425 bp dari 10,8% pada 2000 menjadi

terutama berasal dari penerimaan migas sebesar

15,13%. Secara keseluruhan, posisi OPT menun-

$5,3 miliar, serta pinjaman luar negeri dan hasil

jukkan peningkatan, yaitu dari Rp78,9 triliun pada

pengelolaan devisa $4,2 miliar. Penerimaan valuta

akhir 2000 menjadi Rp102,6 triliun. Peningkatan

asing tersebut lebih besar dibandingkan dengan

tersebut terutama disebabkan oleh meningkatnya

pengeluarannya yang terutama digunakan untuk

posisi intervensi rupiah sebesar Rp28,1 triliun menjadi

pembayaran utang luar negeri dan sterilisasi valuta

Rp46,9 triliun pada periode yang sama. Sementara

asing sebesar $9,6 miliar. Walaupun telah dilakukan

itu, posisi SBI justru mengalami penurunan sebesar

penyesuaian sasaran floor NIR lebih tinggi sebesar

Rp4,3 triliun menjadi Rp55,7 triliun.

$1,9 miliar menjadi $17,6 miliar pada September,

Selama tahun laporan, secara umum pe-

posisi NIR selama 2001 masih tetap berada di atas

laksanaan OPT telah dapat menyerap kelebihan

sasaran indikatifnya (Grafik 5.6).

likuiditas perbankan sebagaimana tercermin pada relatif kecilnya excess reserve perbankan. Upaya

5

96

Konversi NIR dari dolar ke rupiah di dalam faktor uang primer dihitung dengan nilai tukar yang ditetapkan oleh IMF sebesar Rp7000.

penyerapan excess reserve perbankan tersebut terutama dilakukan melalui lelang SBI, sementara

Moneter

Miliar Rp

Miliar Rp 35.000

140.000

kepemilikan SBI oleh penduduk menunjukkan adanya

30.000

SBI Jatuh tempo (aksis kiri) SBI Hasil lelang (aksis kiri) Intervensi Rp (aksis kanan)

120.000

Keuangan Pusat dan Daerah (PKPD). Sebaliknya,

25.000 20.000 15.000

100.000

10.000

penurunan dari 33,4% pada 2000 menjadi hanya 7,6% dari total SBI. Hal ini berkaitan dengan relatif menariknya maksimum suku bunga deposito yang

5.000

80.000

(5.000)

60.000

ditawarkan perbankan selama 2001 dibandingkan suku bunga SBI yang ditawarkan oleh broker.

(10.000) 40.000

(15.000) Jan.

Mar.

Mei

Jul. 2001

Sep.

Nov.

Grafik 5.7 Penyerapan Melalui SBI dan Intervensi Rupiah

Sementara itu, posisi Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) relatif tidak mengalami perubahan yang berarti pada 2001, terlihat dari rendahnya posisi SWBI yang hanya bergerak pada kisaran Rp206 miliar – Rp304 miliar. SWBI yang mulai diterbitkan sejak

intervensi rupiah hanya berfungsi sebagai fine tuning.

Februari 2000 ini merupakan sertifikat yang diterbitkan

Namun demikian, seiring dengan upaya Bank

Bank Indonesia sebagai bukti penitipan jangka

Indonesia untuk tidak mendorong terjadinya

pendek dengan prinsip syariah. Walaupun posisinya

perubahan suku bunga, sejak September upaya

relatif stabil, bonus SWBI meningkat dari 8,72% pada

penyerapan uang primer tersebut lebih banyak

akhir 2000 menjadi 12,43% seiring dengan

dilakukan melalui intervensi rupiah. Hal ini tercermin dari lebih rendahnya jumlah SBI yang berhasil diserap 2000

dibandingkan dengan jumlah yang jatuh tempo dan

tersebut (Grafik 5.7).

Bank Pemerintah 1,8%

Asing 0,4%

meningkatnya posisi intervensi rupiah sejak bulan Penduduk 33,4%

Berdasarkan kepemilikannya, pada akhir 2001 kelompok bank swasta nasional masih mendominasi kepemilikan SBI dengan pangsa 44,6%,

Bank Asing dan Campuran 4,4%

BPD 3,2%

Bank Swasta 56,9%

disusul oleh kelompok bank pemerintah 20,5%, ke2001

lompok bank asing dan campuran 19,3%, dan Bank Pembangunan Daerah (BPD) 7,6% (Grafik 5.8). Jika dibandingkan dengan komposisi kepemilikan SBI pada

Bank Asing dan Campuran 19,3%

Penduduk 7,6%

Asing 0,6%

Bank Pemerintah 20,5%

akhir 2000, pangsa kepemilikan SBI oleh bank asing dan campuran serta BPD menunjukkan peningkatan selama 2001. Peningkatan kepemilikan SBI oleh BPD

BPD 7,6%

Bank Swasta 44,6%

tersebut seiring dengan meningkatnya sumber dana BPD yang dimiliki oleh pemerintah daerah terkait

Grafik 5.8 Kepemilikan SBI oleh Kelompok Bank

dengan pelaksanaan kebijakan Perimbangan

97

Moneter

meningkatnya suku bunga instrumen Bank Indone-

khususnya pada bank-bank asing dan campuran

sia lainnya. Bonus SWBI tersebut dihitung

sejak diberlakukannya ketentuan PBI No.3/3/2001

berdasarkan indikasi imbalan pasar uang antarbank

tanggal 12 Januari 2001 tentang Pembatasan Tran-

syariah atau deposito mudharabah satu bulan

saksi Rupiah kepada Bukan penduduk dan

sebelumnya.

Pengurangan Batas Maksimum Transaksi Forward. Kondisi ini menunjukkan bahwa pengelolaan likuiditas

PASAR UANG ANTARBANK

perbankan semakin mengandalkan penempatan

Selama 2001, aktivitas di pasar uang antarbank

dalam jangka pendek selain penempatan dalam SBI

(PUAB) rupiah menunjukkan kenaikan dibandingkan

dan obligasi pemerintah. Sementara itu, naiknya

dengan tahun sebelumnya. Secara keseluruhan, rata-

tingkat suku bunga PUAB terkait dengan mening-

rata suku bunga PUAB meningkat 410 bp dari 10,46%

katnya kebutuhan likuiditas jangka pendek perbankan

menjadi 14,56%, sementara volume transaksi

dan upaya Bank Indonesia untuk meredam volatilitas

mengalami peningkatan sebesar 39,9% (Tabel 5.2).

nilai tukar melalui kenaikan suku bunga intervensi

Peningkatan suku bunga dan volume transaksi

rupiah.

tersebut terjadi baik di PUAB pagi maupun PUAB

Sejalan dengan peningkatan aktivitas PUAB

sore. Di PUAB pagi, rata-rata suku bunga meningkat

rupiah, rata-rata volume PUAB valuta asing dalam

sebesar 425 bp dari 10,67% pada 2000 menjadi

tahun 2001 juga mengalami peningkatan sebesar

14,92%, sedangkan rata-rata volume transaksi

$12,2 juta dibandingkan dengan tahun sebelumnya

meningkat sebesar 61,0%. Perkembangan yang

sehingga menjadi rata-rata $167,4 juta per hari.

sama terjadi di PUAB sore dimana rata-rata suku

Walaupun sempat meningkat tinggi pada paro

bunga meningkat 424 bp menjadi 18,33%.

pertama tahun laporan, namun dalam perkembangan

Peningkatan volume transaksi di PUAB

berikutnya, rata-rata volume PUAB valuta asing

tersebut di atas mengindikasikan tingginya kebutuhan

kembali menurun. Hal ini diduga akibat adanya

likuiditas jangka pendek perbankan sepanjang 2001,

sejumlah bank papan atas yang melakukan penem-

Tabel 5.2 Rata-rata Suku Bunga dan Volume Transaksi Harian PUAB Periode Trw I -2000 Trw II - 2000 Trw III - 2000 Trw IV - 2000 Rata-Rata Tahun 2000 Trw I - 2001 Trw II - 2001 Trw III - 2001 Trw IV - 2001 Rata-Rata Tahun 2001

98

Pagi 9,74 10,19 11,16 11,64 10,67 12,76 14,72 16,14 16,06 14,92

Sore 9,32 9,87 10,62 11,21 10,25 12,64 14,10 15,49 15,75 14,50

Suku Bunga (%) Total (PUAB Rp) 9,50 10,03 10,89 11,43 10,46 12,71 14,45 15,15 15,93 14,56

PUAB Valas 5,66 6,25 6,44 6,45 6,20 5,49 4,06 3,34 2,17 3,76

Pagi 1.003,4 961,5 1.196,6 1.340,0 1.125,4 1.812,0 1.816,0 1.792,0 1.830,0 1.812,0

Sore 708,2 945,5 1.289,3 1.470,0 1.103,2 1.318,0 1.288,0 1.278,0 1.337,0 1.305,0

Volume (Miliar Rp) Total (PUAB Rp) 1.712,0 1.906,9 2.485,9 2.810,0 2.288,0 3.130,0 3.104,0 3.070,0 3.167,0 3.118,0

PUAB Vls ($ Juta) 135,5 149,0 177,6 158,9 155,3 204,6 200,1 162,8 102,1 167,4

Moneter

Miliar Rp

ini dilakukan dengan meminjam di PUAB yang

1.500

selanjutnya ditanamkan di SBI maupun transaksi

1.000

Bank Pemberi

lainnya seperti memenuhi kebutuhan hedging perusahaan-perusahaan multinasional (MNC)

500 0

terhadap kewajiban rupiahnya.

(500)

(1.000) (1.500)

SUKU BUNGA

Bank Penerima B. Persero I

B.Devisa

II

III 2000

B. Nondevisa IV

I

B.Campuran II

III

B. Asing

Sejalan dengan upaya penyerapan likuiditas

IV

2001

Grafik 5.9 Net Pemberi - Peminjam Harian di PUAB

dalam rangka pencapaian sasaran uang primer, suku bunga SBI meningkat selama 2001. Suku bunga SBI 1 bulan meningkat sebesar 309 bp bila dibandingkan dengan posisi akhir 2000 hingga mencapai 17,62%

patan dana di luar negeri (Lihat Bab 3 Nilai Tukar).

pada akhir Desember 2001. Sementara itu, suku bu-

Dominasi volume transaksi di PUAB valuta asing lebih

nga SBI 3 bulan meningkat 332 bp hingga mencapai

banyak dilakukan oleh bank-bank pemerintah, bank

posisi 17,63%. Peningkatan suku bunga SBI terse-

asing, dan bank campuran. Sementara itu, rata-rata

but terutama terjadi hingga Agustus 2001. Selan-

suku bunga PUAB valuta asing selama periode

jutnya, sejak September hingga akhir tahun suku

laporan mengalami penurunan sebesar 244 bp

bunga SBI 1 bulan dan 3 bulan bergerak stabil pada

sehingga menjadi 3,76%. Menurunnya suku bunga

kisaran 17,58% - 17,63%. Adapun peningkatan suku

PUAB valuta asing terkait dengan kecenderungan

bunga intervensi rupiah overnight (O/N) seperti telah

menurunnya suku bunga luar negeri terutama Fed

di jelaskan di subbab Operasi Pasar Terbuka di depan,

fund rate .

terutama terjadi pada paro pertama tahun laporan,

Selama tahun laporan, kelompok bank yang banyak melakukan penempatan dalam PUAB rupiah

sementara pada paro kedua suku bunga intervensi rupiah O/N tetap pada posisi 15,13% (Grafik 5.10).

adalah kelompok bank devisa, bank persero, dan

Meskipun secara nominal meningkat, suku

bank nondevisa (Grafik 5.9). Hal ini menunjukkan

bunga riil SBI yang terjadi lebih rendah dibandingkan

semakin likuidnya ketiga kelompok bank tersebut.

tahun sebelumnya. Secara riil pada akhir 2001, suku

Sementara itu, kelompok bank asing dan bank

bunga SBI 1 bulan hanya mencapai 5,07% atau

campuran lebih banyak melakukan peminjaman baik

menurun 11 bp dibandingkan posisi akhir tahun

di PUAB rupiah maupun valuta asing. Aktivitas bank

sebelumnya sebesar 5,18%.

asing dan campuran yang cenderung menjadi net

Peningkatan suku bunga SBI tersebut tidak

peminjam di PUAB bukan semata-mata dimaksudkan

secara langsung berpengaruh pada peningkatan suku

untuk memenuhi kebutuhan likuditas, tetapi juga

bunga deposito secara signifikan. Hal ini berkaitan

sebagai upaya untuk mengoptimalkan keuntungan

dengan masih tingginya likuiditas perbankan sebagai

dari adanya perbedaan suku bunga (arbitrase). Hal

akibat fungsi intermediasi perbankan yang belum

99

Moneter

Persen

upaya tersebut juga didukung dengan kebijakan

17.5

perubahan penentuan suku bunga penjaminan yang

16.5

semula dilakukan seminggu sekali menjadi sebulan

SBI 1 bulan

15.5

sekali. SBI 3 bulan

14.5

Intervensi Rupiah

Peningkatan suku bunga maksimum penja-

13.5

minan tersebut telah mendorong perbankan untuk

12.5

menaikkan tingkat suku bunga depositonya selama

11.5

2001. Dibandingkan dengan posisi akhir 2000, suku

10.5 Des. 2000

Feb.

Apr.

Jun.

Ags.

Okt.

Des.

bunga nominal dan riil deposito telah meningkat

2001

masing-masing sebesar 411 bp dan 91 bp menjadi

Grafik 5.10 Diskonto Intervensi Rp, SBI 1 dan 3 bulan

16,07% dan 3,52% (Grafik 5.11). Perkembangan ini mengindikasikan bahwa upaya perbaikan struktur

sepenuhnya pulih. Belum pulihnya intermediasi ini mendorong perbankan untuk memaksimalkan Nominal, %

Riil, %

keuntungannya dengan memanfaatkan selisih antara

17

suku bunga SBI dengan deposito. Dalam rangka

16

mendorong peningkatan suku bunga deposito agar

15

4

dapat searah dengan perkembangan SBI, maka Bank

14

3

Indonesia telah menigkatkan margin suku bunga

13

5 5

Deposito nominal

4

penjaminan sebanyak 2 kali pada Januari dan Agustus 2001 masing-masing sebesar 100 bp diatas

3 2 12

1

11 Des

suku bunga deposito bank anggota JIBOR. Selain itu,

Rincian

2000

Jun

Sep

Des

2001

2000

Persen

2001

Persen

19 18 SBI 1 bulan

SBI 1 Bulan

11,9

14,5

17,6

112,1

11,4

15,66

Deposito 1 Bulan 3 Bulan 6 Bulan 12 Bulan 24 Bulan

12,2 12,9 14,3 22,4 18,4

12,0 13,2 13,2 12,2 14,3

16,07 17,24 16,18 15,48 18,05

Kredit Modal Kerja Investasi

20,7 17,9

17,7 16,9

19,19 17,90

PUAB O/N

17 16 Penjaminan deposito 1 bulan 15 Deposito 1 bulan

1) Rata-rata tertimbang dalam bulan Desember

100

Mar

Grafik 5.11 Suku Bunga Deposito 1 Bulan

Tabel 5.3 Perkembangan Suku Bunga 1) 1999

2

Deposito riil

14 13 12 Des. 2000

Mar.

Jun. 2001

Sep.

Des.

Grafik 5.12 Perkembangan Suku Bunga SBI dan Deposito

Moneter

sebagaimana telah dijelaskan di atas, mengalami

Persen 20

peningkatan sebesar 5,5%. Dilihat dari kepemilikan,

19

Kredit Modal Kerja

pertumbuhan uang giral terutama terjadi pada

18

simpanan giro milik Pemerintah Daerah sebesar

17 Kredit Investasi 16

138,9% (Grafik 5.14), sebagai dampak dari mulai

15

dilaksanakannya kebijakan Perimbangan Keuangan

Deposito 3 bulan

14

Pusat dan Daerah (PKPD) sejak Januari 2001, dalam

13 12 Des.

Mar.

2000

Jun.

Sep.

Des.

2001

Grafik 5.13 Perkembangan Suku Bunga Jangka Panjang

bentuk droping Dana Alokasi Umum (DAU) dan bagi hasil Sumber Daya Alam Migas. Pada akhir tahunan simpanan giro pemerintah tersebut mengalami penurunan sehubungan dengan pembayaran proyekproyek yang dilakukan.

suku bunga melalui peningkatan suku bunga

Uang kuasi dalam periode yang sama me-

penjaminan cukup efektif dalam menarik suku bunga

ngalami peningkatan sebesar 13,9% hingga

deposito ke atas (Grafik 5.12).

mencapai Rp666,3 triliun. Dilihat dari komponennya,

Dalam pada itu, perkembangan suku bunga

peningkatan uang kuasi tersebut terutama terjadi

perbankan lainnya seperti suku bunga deposito 3

pada kuasi rupiah dalam bentuk deposito yang

bulan, suku bunga kredit modal kerja dan suku bunga

meningkat sebesar 16,7% hingga menjadi Rp340,9

kredit investasi juga mengalami peningkatan bila di-

triliun dan tabungan sebesar 11,8% hingga mencapai

bandingkan dengan posisi pada akhir tahun lalu.

posisi Rp170,6 triliun. Lebih tingginya pertumbuhan

Sampai dengan akhir 2001, suku bunga deposito 3

deposito dibandingkan dengan pertumbuhan

bulan meningkat sebesar 400 bp menjadi 17,24%,

tabungan dan simpanan giro selama periode laporan,

suku bunga kredit modal kerja naik sebesar 154 bp

mencerminkan terjadinya pergeseran preferensi

menjadi 19,19%, sedangkan suku bunga kredit investasi naik 104 bp menjadi 17,90% apabila dibandingkan dengan suku bunga pada akhir Desember 2001 (Grafik 5.13).

Total Giro (Miliar Rp)

Giro Pemda (Miliar Rp) 25.000

110.000 100.000

20.000 90.000

UANG BEREDAR

15.000

80.000

Pada periode laporan, posisi M1 mengalami

70.000

peningkatan sebesar 9,6% dibandingkan dengan

60.000

tahun sebelumnya, sehingga mencapai posisi

50.000

Giro Pemda 5.000 Jan.

Rp177,7 triliun pada Desember 2001. Peningkatan tersebut sebagian besar disebabkan oleh peningkatan

10.000

Total Giro

Mar.

Mei

Jul.

Sep.

Nov.

2001

Grafik 5.14 Giro Pemerintah Daerah di Bank

uang giral sebesar 12,9%, sedangkan uang kartal

101

Moneter

Tabel 5.4 Uang Beredar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhi 1999

Rincian

2000

Perubahan 2000-2001

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi M2 Aktiva luar negeri (bersih) – Bank Indonesia – Bank-bank umum Tagihan kepada pemerintah (bersih) Tagihan bersih kepada BPPN Tagihan kepada sektor usaha – Kredit dalam rupiah – Kredit dalam valuta asing – Tagihan lainnya Lainnya (bersih)

tabungan dan giral masing-masing tumbuh sebesar 24,4% dan 35,5%.

Triliun Rupiah M2 M1 – Uang kartal – Uang giral Uang Kuasi – Deposito dan Tabungan dalam Rupiah – Simpanan dalam valuta asing

kondisi pada 2000, dimana deposito hanya mengalami pertumbuhan sebesar 2,1% sedangkan

2001

Posisi

nomian ke depan. Perkembangan ini berbeda dengan

646,2 124,6 58,4 66,3 521,6

747,0 162,2 72,4 89,8 584,8

844,1 177,7 76,3 101,4 666,3

97,0 15,5 4,0 11,5 81,5

408,6 113,0

444,7 140,2

511,6 154,8

66,9 14,6

646,2 129,1 109,3 19,8

747,0 210,7 201,2 9,5

844,1 234,0 192,6 41,4

97,0 23,2 -8,6 31,9

397,3 0,0 252,6 140,5 84,6 27,4 -132,7

520,3 0,0 294,9 152,5 116,5 25,9 -278,9

529,7 0,0 329,2 202,6 105,0 21,6 -248,8

9,4 0,0 34,2 50,1 -11,5 -4,4 30,2

Sementara itu, selama 2001 simpanan valuta asing mengalami peningkatan sebesar 10,4% sehingga pada akhir tahun mencapai Rp154,8 triliun. Namun demikian, peningkatan yang tinggi tersebut sebagian besar merupakan dampak dari melemahnya nilai tukar rupiah. Apabila dinilai dalam valuta dolar, simpanan valuta asing tersebut hanya mengalami peningkatan sebesar $270,5 juta atau setara dengan Rp2,6 triliun, sehingga pada akhir tahun mencapai Rp142,8 triliun. Berdasarkan perkembangan M1 dan uang kuasi di atas, uang beredar dalam arti luas (M2) pada Desember 2001 mengalami peningkatan

masyarakat dalam menempatkan dananya ke dalam

sebesar 13,0% dari tahun sebelumnya menjadi

bentuk simpanan yang lebih panjang (Grafik 5.15).

Rp844,1 triliun. Secara rata-rata selama 2001, M2

Hal ini berkaitan dengan kenaikan suku bunga

telah tumbuh sebesar 14,7% year on year (y-o-y).

deposito selama tahun laporan (Grafik 5.16) dan

Pertumbuhan M2 ini lebih rendah dibandingkan

membaiknya ekspektasi terhadap prospek pereko-

dengan rata-rata pertumbuhan M1 selama 2001

Persen

Triliun Rp

120

350

Persen 17 Vol. Deposito Rp Suku bunga deposito nominal Suku bunga deposito riil

15

Giro

340

Deposito Tabungan

330

13

320

11

310

9

300

7

290

5

-

280

3

(20)

270

100 80 60 40 20

Mar.

Jun.

Sep. Des.

1999

Mar.

Jun. 2000

Sep. Des.

Mar.

Jun.

Sep. Des.

2001

Grafik 5.15 Pertumbuhan Giro, Tabungan dan Deposito

102

1 Feb.

Mei 2000

Ags.

Nov.

Feb.

Mei

Ags.

Nov.

2001

Grafik 5.16 Suku Bunga Deposito dan Simpanan Deposito

Moneter

yang mencapai 19,8% (y-o-y). Hal ini berkaitan

kredit valuta asing dan tagihan lainnya mengalami

dengan tingginya peningkatan uang kartal yang ter-

penurunan masing-masing sebesar Rp11,5 triliun dan

jadi selama tahun 2001. Tingginya peningkatan uang

Rp4,4 triliun. Peningkatan kredit rupiah tersebut

kartal dibandingkan dengan pertumbuhan M2 terse-

termasuk diantaranya kredit yang dibeli kembali oleh

but juga tercermin dari meningkatnya rasio C/D

perbankan dari BPPN. Kredit rupiah tersebut

selama tahun 2001 (Grafik 5.17). Meningkatnya rasio

sebagian besar ditujukan untuk pembiayaan kredit

C/D ini menyebabkan turunnya angka pengganda

modal kerja bagi sektor perindustrian dan perda-

uang (APU) M2 selama tahun 2001 hingga mencapai

gangan, serta untuk pembiayaan kredit konsumsi.

rasio 6,7 pada akhir 2001. Rasio ini lebih rendah

Adapun penurunan kredit valuta asing tersebut

dibandingkan rata-rata sebelum krisis yang men-

terutama disebabkan oleh pengalihan kredit valuta

capai rasio sebesar 8,0, yang mencerminkan belum

asing kelompok Bank Swasta Nasional kepada BPPN

pulihnya fungsi intermediasi perbankan.

yang ditukar dengan hedge bonds dan penghapus-

Berdasarkan faktor-faktor yang mempe-

bukuan kredit valuta asing kelompok Bank Persero.

ngaruhi, ekspansi M2 dalam tahun laporan terutama

Sementara itu, ekspansi NCG bersumber dari

berasal dari ekspansi NDA sebesar Rp73,8 triliun.

ekspansi NCG di Bank Indonesia sebesar Rp27,0

Ekspansi NDA tersebut bersumber dari ekspansi

triliun, sedangkan NCG di bank umum mengalami

tagihan bersih kepada sektor usaha (Claims on

kontraksi sebesar Rp17,7 triliun. Ekspansi NCG di

Business Sector / CBS) sebesar Rp34,2 triliun dan

Bank Indonesia yang antara lain ditujukan untuk

tagihan bersih kepada pemerintah (Net Claims on

droping DAU, pembayaran kupon obligasi peme-

Goverment / NCG) sebesar Rp9,4 triliun dibandingkan

rintah, pembayaran utang luar negeri, pembayaran

tahun sebelumnya.

termin proyek, dan subsidi BBM (lihat sub bab uang

Ekspansi CBS terjadi karena peningkatan

primer). Dalam pada itu, kontraksi NCG di bank umum

kredit dalam rupiah sebesar Rp50,1 triliun, sebaliknya

terutama disebabkan oleh menurunnya tagihan perbankan kepada pemerintah dalam bentuk obligasi

APU 2, C/D

APU 1

sebesar Rp22,0 triliun, berkaitan dengan kompensasi

2,0

obligasi pemerintah dengan kewajiban perbankan

1,9

kepada BPPN dan penurunan nilai pasar obligasi

9,0 8,5

C/D

8,0 1,8

7,5 APU 2

7,0

1,6

6,5

pemerintah.

1,7

Sementara itu, faktor Aktiva Luar Negeri

1,5

Bersih (Net Foreign Assets / NFA) mengalami

5,5

1,4

peningkatan sebesar Rp23,2 triliun, terutama berasal

5,0

1,3

dari peningkatan NFA di bank umum sebesar Rp31,9

6,0 APU 1

Jan.

Mar. Mei

Jul.

2000

Sep. Nov.

Jan.

Mar. Mei

Jul.

Sep. Nov.

2001

Grafik 5.17 Angka Pengganda Uang dan Rasio C/D

triliun. Peningkatan NFA di bank umum tersebut sebagian besar berasal dari penurunan kewajiban perbankan kepada bukan penduduk sebesar Rp24,3

103

Moneter

triliun, antara lain kewajiban dalam bentuk giro dan

Sementara faktor nonekonomi yang mempengaruhi

call money masing-masing sebesar Rp12,4 triliun dan

melemahnya IHSG terutama bersumber dari mening-

Rp7,0 triliun.

katnya kekhawatiran pasar terhadap stabilitas keamanan dan politik selama 2001. Selain itu. ter-

PASAR MODAL

jadinya tragedi WTC 11 September 2001 yang diikuti

Kinerja pasar modal di tahun 2001 mengalami

oleh aksi anti AS di sejumlah kota besar dan penuru-

perkembangan yang kurang menggembirakan,

nan peringkat utang Indonesia oleh S&P dari CCC+

ditandai oleh pergerakan Indeks Harga Saham

menjadi CCC serta prospek utang dari stabil menjadi

Gabungan (IHSG) yang berfluktuatif dengan kecen-

negatif pada minggu ke II November 2001 semakin

derungan menurun. Pada akhir tahun laporan, IHSG

menekan pergerakan indeks. Meskipun demikian,

ditutup terkoreksi 24,285 poin atau (5,83%) pada level

pada Februari dan Agustus 2001 indeks sempat

392,0 dibandingkan posisi akhir tahun sebelumnya

menguat yang dipicu oleh penurunan tingkat suku

yang berada pada level 416,3 (Grafik 5.18).

bunga oleh bank sentral AS, berhasilnya pelaksanaan

Penurunan IHSG dipengaruhi baik oleh faktor

Sidang Istimewa dan pergantian kepemimpinan

ekonomi maupun nonekonomi. Faktor ekonomi ter-

nasional yang berlangsung aman.Kondisi ini juga

utama akibat melemahnya nilai tukar rupiah, naiknya

mendorong peningkatan indeks kepercayaan

tingkat diskonto SBI hingga level 17%, turunnya

konsumen dari 94,1 menjadi 112,3.

peringkat investasi di Indonesia dari “stabil” ke

Menurunnya IHSG pada 2001 juga tidak

“negatif” menurut lembaga pemeringkat Moody’s di

terlepas dari berkurangnya kontribusi investor asing

awal Maret 2001, serta melemahnya kinerja bursa

di pasar modal Indonesia. Hal tersebut tercermin dari

regional yang didorong oleh ketidakpastian dari

menurunnya posisi nilai transaksi investor asing

prospek perekonomian Jepang dan Amerika Serikat.

terhadap total perdagangan dari Rp24,7 triliun (20,1%) pada tahun lalu menjadi Rp14,6 triliun (9,9%) pada 2001. Seiring dengan melemahnya IHSG, nilai

IHSG

Nilai 3500 3300 3100 2900 2700 2500 2300 2100 1900 1700 1500 1300 1100 900 700 500 300 100

480 Nilai

460

IHSG

440 420 400 380 360 340 320 300 2-Jan.

13-Feb.

29-Mar.

14-Mei

27-Jun.

8-Ags.

20-Sep.

2-Nov.

2001

Grafik 5.18 IHSG dan Nilai Perdagangan 2001

19-Des.

kapitalisasi pasar mengalami penurunan sebesar 7,8% dari Rp259,6 triliun pada akhir tahun 2000 menjadi Rp239,3 triliun. Sementara itu, jumlah emiten di bursa saham mengalami peningkatan dari 347 emiten senilai Rp226,1 triliun menjadi 379 emiten senilai Rp231,3 triliun. Guna meningkatkan kinerja pasar modal dalam tahun laporan, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan di pasar modal yang terkait dengan perubahan struktur organisasi Bapepam dan pemberian ijin kepemilikan maksimal 99% saham efek

104

Moneter

perusahaan patungan sebelum penawaran umum

2000. Penurunan aktivitas perdagangan obligasi

kepada sekuritas asing. Untuk memungkinkan bursa

disebabkan oleh terjadinya pengalihan portofolio

dapat diakses dari jarak jauh (sistem remote tra-

investasi oleh para investor ke bentuk lain sebagai

ding), pada November 2001 pemerintah memba-

akibat kondisi perekonomian yang belum membaik,

ngun sistem perdagangan dengan teknologi cang-

pengenaan pajak penghasilan dan pajak transaksi atas

gih. Upaya tersebut juga didukung oleh kebijakan

penghasilan yang diterima, penurunan nilai rupiah,

penghapusan “pasar segera” dalam rangka efisiensi

tingginya tekanan inflasi serta naiknya tingkat diskonto

melalui penyederhanaan pasar. Namun demikian,

SBI.

pada saat yang sama pemerintah juga mengenakan

Di sisi lain, volume perdagangan obligasi

PPh atas penghasilan dari obligasi yang diper-

pemerintah di pasar sekunder pada 2001 meningkat

dagangkan di bursa efek sebesar 0,03% dari nilai

hingga mencapai Rp66,2 triliun dibandingkan

transaksi. Kebijakan ini berlawanan dengan tujuan

dengan tahun sebelumnya yang hanya mencapai

untuk mengembangkan pasar modal sebagai salah

Rp27,9 triliun (Tabel 5.5). Hal ini sejalan dengan

satu alternatif sumber pembiayaan bagi dunia

peningkatan kebutuhan likuiditas beberapa bank

usaha.

pemilik obligasi rekap. Guna lebih mendorong Berbeda dengan pergerakan IHSG, perkem-

peningkatan transaksi obligasi pemerintah, jumlah

bangan indeks saham dengan prinsip syariah (Jakarta

maksimum obligasi pemerintah yang dapat masuk

Islamic Index) mengalami kenaikan dari level 57,9 pada akhir 2000 menjadi 61,4 pada akhir 2001. Indeks tersebut dihitung mengacu pada 30 saham

Tabel 5.5 Jumlah Obligasi Pemerintah Yang Diperdagangkan 1) Variable Rate

perusahaan yang kegiatannya berdasarkan prinsip syariah Islam. Sementara itu, di pasar obligasi korporasi terjadi peningkatan jumlah emiten dari 91 emiten dengan nilai emisi sebesar Rp28,8 triliun menjadi 94 emiten dengan nilai emisi Rp31,7 triliun. Namun demikian, aktivitas perdagangan obligasi korporasi pada 2001 mengalami penurunan dibandingkan 2000 meskipun indeks perdagangan meningkat sebesar 24,9% dari 433,8 pada tahun lalu menjadi 541,5 pada 2001. Total volume transaksi obligasi korporasi tercatat sebesar Rp1,1 triliun atau mengalami penurunan sebesar 87,3% dibandingkan tahun 2000 yang mencapai Rp8,8 triliun, dengan total frekuensi sebanyak 403 kali menurun dibanding 2.497 kali pada

Fixed Rate

Total

Februari Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember 2000

6.000 61.730 1.587.188 85.740 2.788.381 2.284.318 797.475 5.370.127 3.227.200 16.208.159

0 25.650 7.000.000 0 1.053.235 418.676 2.278.500 921.600 11.697.661

6.000 87.380 8.587.188 85.740 3.841.616 2.702.994 797.475 7.648.627 4.148.800 27.905.820

Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember 2001

4.508.000 3.357.113 1.466.197 7.104.770 1.387.590 2.873.130 2.739.751 1.701.927 1.393.822 565.010 3.551.644 1.779.713 32.428.667

7.929.500 1.064.500 1.439.654 1.844.500 1.518.186 5.337.291 1.572.920 1.578.000 2.004.409 2.824.720 3.116.753 3.563.011 33.793.444

12.437.500 4.421.613 2.905.851 8.949.270 2.905.776 8.210.421 4.312.671 3.279.927 3.398.231 3.389.730 6.668.397 5.342.724 66.222.111

48.636.826

45.491.105

94.127.931

1) Dalam juta rupiah

105

Moneter

Volume

Frekuensi

180 160 140

90 Volume (Rp miliar)

31 Juli 2001. Dari keseluruhan transaksi obligasi pemerintah tersebut jumlah obligasi fixed rate (FR)

80

Frekuensi

70

mencapai Rp33,8 triliun, lebih besar dibandingkan

120

60

100

50

80

40

Lebih besarnya transaksi obligasi FR dibandingkan

60

30

dengan VR lebih berkaitan dengan motif dari inves-

40

20

20

10

0

0 Jan. Feb. Mar.

Apr.

Mei Jun.

Jul.

Ags. Sep. Okt. Nov. Des.

dengan transaksi variable rate (VR) Rp32,4 triliun.

tor untuk mencari pandapatan yang lebih tinggi akibat besarnya discount rate yang terbentuk hingga

2001

mencapai 35% - 50%. Dengan demikian, sejak

Grafik 5.19 Volume Perdagangan Obligasi

Februari 2000, total transaksi perdagangan obligasi pemerintah di pasar sekunder telah mencapai Rp94,1 triliun yang meliputi transaksi obligasi VR

ke dalam portofolio perdagangan ditingkatkan dari

sebesar Rp48,6 triliun dan obligasi FR sebesar

25% pada 8 Desember 2000 menjadi 100% pada

Rp45,5 triliun.

106

Neraca Pembayaran

bab 6 NERACA PEMBAYARAN

107

Neraca Pembayaran

bab 6

NERACA PEMBAYARAN

D

alam tahun 2001, kinerja Neraca Pembayaran

cukup tajam. Sementara itu, defisit transaksi jasa-jasa

Indonesia (NPI) menunjukkan perkembangan

mengalami penurunan yang disebabkan oleh

yang kurang menggembirakan. Hal itu dapat dilihat

berkurangnya pembayaran bunga utang luar negeri,

dari berkurangnya surplus transaksi berjalan terutama

dan berkurangnya pembayaran jasa-jasa angkutan

sebagai akibat dari menurunnya kinerja ekspor dan

yang terkait dengan menurunnya kegiatan impor.

meningkatnya defisit pada lalu lintas modal. Menurunnya kinerja ekspor tidak terlepas dari perkem-

Tabel 6.1 Neraca Pembayaran Indonesia

bangan kondisi yang terjadi baik di luar maupun di dalam negeri. Di sisi eksternal, melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia terutama di negara-negara tujuan ekspor, yang diperburuk oleh dampak tragedi WTC 11 September 2001, dan turunnya harga-harga komoditas utama mengakibatkan ekspor, khususnya ekspor nonmigas mengalami penurunan yang cukup besar. Penurunan ekspor juga dipengaruhi oleh adanya penetapan syarat-syarat tambahan bagi produk ekspor Indonesia seperti penerapan persyaratan ramah lingkungan dan perlindungan hak konsumen. Di sisi internal, menurunnya ekspor tersebut dipengaruhi oleh terjadinya gangguan produksi dan distribusi yang disebabkan oleh meningkatnya faktor ketidakpastian sehubungan dengan masih maraknya aksi mogok buruh, gangguan keamanan, dan masih belum pulihnya fungsi intermediasi perbankan. Sejalan dengan masih rendahnya kegiatan investasi dan menurunnya ekspor, impor juga mengalami penurunan, terutama impor barang modal dan bahan baku penolong. Penurunan impor ini berkaitan pula dengan perkembangan nilai tukar rupiah yang mengalami depresiasi dan fluktuasi yang

108

Rincian

1999

2000

2001*

Miliar $ A. Transaksi Berjalan 1. Barang a. Ekspor f.o.b Nonmigas Migas Minyak LNG LPG b. Impor f.o.b Nonmigas Migas Minyak Gas 2. Jasa a. Nonmigas b. Migas Minyak Gas

5,8 20,6 51,2 41,0 10,3 5,7 4,2 0,4 –30,6 –26,6 –4,0 –3,7 –0,3 –14,9 –11,7 –3,2 –1,5 –1,7

8,0 25,0 65,4 50,3 15,1 8,0 6,8 0,4 –40,4 –34,4 –6,0 –5,8 –0,2 –17,1 –12,5 –4,6 –2,2 –2,4

5,0 21,6 58,7 45,8 12,9 7,2 5,4 0,4 –37,0 –31,4 –5,6 –5,3 –0,3 –16,7 –12,4 –4,3 –2,2 –2,1

B. Lalu Lintas Modal 1. Lalu lintas modal pemerintah (bersih) a. Penerimaan pinjaman dan bantuan b. Pelunasan pinjaman 1) 2. Lalu lintas modal swasta (bersih) a. Penanaman modal langsung (bersih) b. Lainnya (bersih)

-4,6 5,4 7,9 –2,6 –9,9 –2,7 –7,2

–6,8 3,2 5,0 –1,8 –10,0 –4,6 –5,4

–8,9 –0,3 3,3 –3,6 –8,6 –5,9 –2,7

C. Jumlah (A+B) D. Selisih Perhitungan antara C dan E E. Lalu-lintas Moneter2)

1,2 2,1 –3,3

1,2 3,8 –5,0

–3,9 2,6 1,4

27,1

29,4

28,0

6,7 4,1

6,0 5,3

6,1 3,4

Catatan: 1. Aktiva Luar Negeri (GFA)3) Setara Impor Nonmigas dan pembayaran utang luar negeri pemerintah (bulan) 2. Transaksi Berjalan/PDB (%)

1) Setelah diperhitungkan rescheduling dan termasuk pembayaran kepada IMF 2) Minus (–) = Surplus, dan sebaliknya 3) Sejak 2000 menggunakan konsep IRFCL menggantikan konsep cadangan devisa bruto (GFA)

Neraca Pembayaran

Sementara itu, peningkatan defisit pada

TRANSAKSI BERJALAN

transaksi modal terutama berasal dari defisit lalu lintas

Dalam tahun 2001, transaksi berjalan

modal (LLM) pemerintah setelah dalam beberapa

diperkirakan mencatat surplus sebesar $5,0 miliar

tahun terakhir mencatat surplus. Defisit LLM

atau 3,4% dari PDB, turun dibandingkan dengan

pemerintah disebabkan oleh penurunan yang tajam

surplus tahun sebelumnya yang mencapai $8,0 miliar

pada penarikan utang luar negeri pemerintah sebagai

atau 5,3% dari PDB (Grafik 6.1). Turunnya surplus

akibat belum dapat dipenuhinya beberapa

transaksi berjalan sebagian besar disebabkan oleh

persyaratan yang ditetapkan oleh pihak kreditur.

menurunnya surplus perdagangan. Penurunan

Dalam pada itu, defisit LLM swasta mengalami

tersebut terjadi pada neraca perdagangan migas dan

penurunan sebagai akibat dari menurunnya

nonmigas yang masing-masing turun sebesar $1,8

pembayaran utang luar negeri swasta. Dengan perkembangan tersebut di atas, NPI secara keseluruhan mengalami defisit sebesar $1,4 miliar sehingga posisi cadangan devisa pada akhir

Miliar $ Transaksi Berjalan Neraca Perdagangan Neraca Jasa

28

2001 menurun menjadi $28,0 miliar atau setara 16

dengan 6,1 bulan kebutuhan impor dan pembayaran utang luar negeri (Tabel 6.1). Dalam mengatasi berbagai masalah di sektor

4

-8

perdagangan internasional dan lalu lintas modal, pemerintah telah menempuh beberapa langkah kebi-

-20

jakan. Di bidang ekspor, kebijakan yang ditempuh

1997

1998

1999

2000

2001*

Grafik 6.1 Transaksi Berjalan, Neraca Perdagangan, dan Neraca Jasa

antara lain berupa penurunan tarif pajak ekspor beberapa komoditas tertentu dan penyempurnaan sistem manajemen kuota tekstil. Sejalan dengan kebijakan tersebut, produsen yang berorientasi ekspor yang didukung oleh pemerintah telah

Miliar $ 18 16

Nilai Ekspor Bersih Nonmigas Nilai Ekspor Bersih Migas

14

melaksanakan beberapa pameran produk ekspor di

12

dalam dan luar negeri. Di bidang impor, pemerintah

10

antara lain telah mempermudah impor barang untuk memperlancar kegiatan produksi. Sementara itu, di bidang LLM, pemerintah mengeluarkan perubahan

8 6 4 2 0

ketentuan mengenai pemilikan saham oleh investor

1997

1998

1999

2000

2001*

asing yang memungkinkan pembelian perusahaan domestik tertentu yang belum berproduksi secara

Grafik 6.2 Nilai Ekspor Bersih Nonmigas dan Migas

komersial.

109

Neraca Pembayaran

miliar dan $1,6 miliar sehingga menjadi sebesar $7,3

Sementara itu, untuk mempermudah pelak-

miliar dan $14,4 miliar (Grafik 6.2). Sebagaimana

sanaan impor barang guna mendukung kelancaran

tahun-tahun sebelumnya neraca jasa masih tetap

kegiatan produksi dalam negeri, pemerintah

mengalami defisit. Dalam periode laporan, defisit

memperbolehkan impor mesin dan peralatan mesin

neraca jasa tercatat sebesar $16,7 miliar, lebih kecil

bekas. 4 Selanjutnya, dalam rangka mendorong

dari tahun sebelumnya yang mencatat defisit sebesar

pengembangan industri mesin dalam negeri, impor

$17,1 miliar.

bahan baku/bahan penolong dan bagian/komponen

Dalam rangka memperbaiki kinerja ekspor,

untuk perakitan mesin dan motor berputar diberikan

pemerintah dalam tahun laporan telah mengeluarkan

keringanan bea masuk sehingga tarif bea masuknya

berbagai kebijakan. Sejak tanggal 9 Februari 2001,

menjadi 5%.5

tarif pajak ekspor kelapa sawit dan Crude Palm Oil (CPO) diturunkan dari 5% menjadi 3%.1 Sementara

Ekspor

itu, tarif pajak Crude Olein (CRD Olein), Refined Blea-

Kondisi eksternal ekonomi global sangat mempe-

ched Deodorized Palm Oil (RBD PO), dan Refined

ngaruhi kinerja ekspor Indonesia. Melambatnya

Bleached Deodorized Palm Olein (RBD Olein) juga

perekonomian dunia serta melemahnya harga-harga

diturunkan dari sebelumnya 2% menjadi 1%. Se-

komoditas unggulan ekspor baik migas maupun

lanjutnya, untuk lebih meningkatkan ekspor tekstil

nonmigas di pasar internasional mengakibatkan

dan produk tekstil, khususnya ke negara-negara kuo-

kinerja ekspor mengalami penurunan. Total ekspor

ta, pemerintah telah menyempurnakan sistem

dalam tahun 2001 turun sebesar 10,3% sehingga

manajemen kuota menjadi lebih transparan sehingga

menjadi $58,7 miliar. Dibandingkan dengan tahun

pemanfaatan kuota lebih optimal dan lebih menjamin

sebelumnya, nilai ekspor nonmigas dalam tahun lapo-

kepastian berusaha bagi dunia usaha pertekstilan.2

ran mengalami penurunan sebesar 9,0% atau menjadi

Selain itu, untuk lebih meningkatkan kegiatan promo-

$45,8 miliar, sedangkan nilai ekspor migas turun

si komoditas ekspor Indonesia, anggota misi dagang

14,6% menjadi $12,9 miliar (Grafik 6.3). Walaupun

atau pameran yang mewakili Pemerintah Republik

mengalami penurunan, kinerja ekspor Indonesia ter-

Indonesia dikecualikan dari kewajiban pembayaran

utama komoditas industri relatif lebih baik dibanding-

pajak penghasilan pada saat bertolak ke luar negeri

kan dengan negara Asia lainnya seperti Taiwan,

(fiskal luar negeri).3

Singapura, Malaysia, dan Korea Selatan. Struktur ekspor nonmigas, sebagaimana

1

2

3

Keputusan Menteri Keuangan Nomor:66/KMK.017/2001 tanggal 9 Februari 2001 tentang Penetapan Besarnya Tarif Pajak Ekspor Kelapa Sawit, CPO, dan Produk Turunannya. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor:311/ MPP/Kep/10/2001 tanggal 30 Oktober 2001 tentang Ketentuan Kuota Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil. Peraturan Pemerintah Nomor: 41 tahun 2001 tanggal 28 Mei 2001 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2000 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Orang Pribadi yang Akan Bertolak ke Luar Negeri.

110

tahun sebelumnya, masih didominasi oleh sektor 4

5

Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor: 172/ MPP/Kep/5/2001 tanggal 17 Mei 2001 tentang Impor Mesin dan Peralatan Mesin Bukan Baru. Keputusan Menteri Keuangan Nomor:190/KMK.01 tanggal 16 April 2001 tentang Keringanan Bea Masuk Atas Impor Bahan Baku/ Penolong dan Bagian/Komponen Untuk Perakitan Mesin dan Motor Berputar.

Neraca Pembayaran

Tabel 6.2 Ekspor Barang Industri

Miliar $

Ekspor Nonmigas Ekspor Migas

60

Rincian

50

2 0 0 0 2 0 0 1*

2 0 0 1*

Perubahan (%)

Nilai Pangsa (juta $) (%)

40 30 20 10 0 1997

1998

1999

2000

2001*

Grafik 6.3 Nilai Ekspor Nonmigas dan Migas

industri yang mencapai 80% dari total nilai ekspor nonmigas, kemudian diikuti oleh sektor pertambangan dan sektor pertanian masing-masing sebesar 11% dan 9% (Grafik 6.4). Kontribusi masing-masing sektor

Tekstil & produk tekstil – Pakaian jadi Kerajinan tangan Produk kayu – Kayu lapis Produk rotan Minyak sawit Bungkil kopra Produk kimia Produk logam Barang-barang listrik Semen Kertas Produk karet Gelas dan alat dari gelas Alas kaki Produk plastik Mesin & pesawat mekanik Lainnya Total

16,3 17,9 -3,6 -0,7 -11,6 16,1 -7,6 31,9 23,1 12,9 89,2 -1,8 15,2 17,5 25,1 6,7 41,4 104,2 9,4

-3,7 -0,7 6,0 -8,9 -7,1 -3,6 -14,9 -33,8 3,5 -1,7 1,3 25,3 -18,8 -1,7 -14,3 -5,4 -14,1 -23,5 -23,8

7.047 4.038 581 4.094 1.854 285 1.076 41 2.338 1.197 6.446 176 2.473 432 299 1.533 1.045 2.894 4.731

15,4 8,8 1,3 8,9 4,0 0,6 2,3 0,1 5,1 2,6 14,1 0,4 5,4 0,9 0,7 3,3 2,3 6,3 10,3

24,3

-9,7

36.688

80,1

ini relatif tidak berubah dibandingkan dengan periode laporan tahun sebelumnya. Dalam tahun 2001, total nilai ekspor barang

utama seperti tekstil dan produk tekstil (-3,7%), produk

industri turun sebesar 9,7% dari tahun sebelumnya

kayu (-8,9%), minyak sawit (-14,9%), kertas (-18,8%),

sehingga mencapai $36,7 miliar (Tabel 6.2). Penu-

dan mesin dan pesawat mekanik (-23,5%). Semen-

runan tersebut terjadi pada beberapa komoditas

tara itu, berkaitan dengan meningkatnya permintaan dari negara-negara di kawasan ASEAN, nilai ekspor semen mengalami peningkatan sebesar 25,3%.

Persen

Di sektor pertambangan, nilai ekspor men100

capai $5,1 miliar atau menurun 8,1% dibanding tahun

80

sebelumnya. Penurunan ekspor terjadi di hampir selu-

60

ruh komoditas yaitu timah (-5,0%), nikel (-19,0%), dan

40

alumunium (-20,5%). Sebaliknya, nilai ekspor komoditas batubara mengalami peningkatan sebesar 1,6%.

20

Ekspor sektor pertanian dalam tahun laporan 0 1997

1998

Pertambangan

1999

2000

Pertanian

2001* Industri

mengalami penurunan sebesar 3,3% sehingga menjadi $4,0 miliar. Beberapa komoditas utama yang

Grafik 6.4 Pangsa Ekspor Nonmigas

mengalami penurunan antara lain kopi dan lada yang masing-masing turun sebesar 44,6% dan 57,0%.

111

Neraca Pembayaran

Penurunan ekspor komoditas kopi terutama disebab-

ekspor ke negara Jepang sebesar 16%, relatif tidak

kan kegagalan retensi kopi dunia sehingga menga-

mengalami perubahan dibandingkan tahun

kibatkan jatuhnya harga jual.

sebelumnya.

Berdasarkan negara tujuan ekspor, pangsa

Sementara itu, penurunan ekspor migas

ekspor ke negara-negara di kawasan Amerika

disebabkan oleh turunnya harga minyak bumi dan gas

mencapai 21%, Asia di luar ASEAN 37%, ASEAN

di pasar internasional. Dalam tahun laporan, harga

dan Eropa masing-masing 19% serta Afrika dan

rata-rata minyak bumi turun cukup tajam sehingga

Australia masing-masing 2% (Grafik 6.5). Pangsa

mencapai $24,0 per barel, dibandingkan dengan

ekspor ke kawasan tersebut sedikit berubah

$28,2 per barel dalam tahun 2000. Penurunan harga

dibandingkan dengan tahun 2000. Secara individual,

tersebut berkaitan dengan masih berlanjutnya

ekspor Indonesia ke Amerika Serikat sebesar 18%,

dampak kenaikan kuota produksi negara-negara

naik dari tahun sebelumnya. Sedangkan pangsa

OPEC di akhir 2000. Masuknya Irak ke pasar atas persetujuan PBB dalam rangka oil for food dan meningkatnya produksi minyak negara-negara di luar

Tahun 2000

OPEC turut mempengaruhi melemahnya harga

Asia kecuali ASEAN 38%

ASEAN 19%

minyak dalam tahun laporan, meskipun negaranegara OPEC sejak permulaan tahun laporan telah menurunkan produksinya. Sementara itu, harga Eropa 19%

Amerika 20%

ekspor gas alam cair (LNG) dan ekspor gas minyak cair (LPG) juga menurun masing-masing menjadi sebesar $4,0 per MMBTU dan $282,7 per Mton dari tahun sebelumnya yang sebesar $4,8 per MMBTU

Australia/Oceania 2%

Afrika 2%

dan $291,8 per Mton. Ditinjau dari nilainya, ekspor

Tahun 2001

minyak bumi, LNG dan LPG menurun masing-masing

Asia kecuali ASEAN 37%

ASEAN 19%

sebesar 9,9%, 20,7%, dan 1,1%. Sementara itu dari sisi volumenya, ekspor minyak bumi dan LPG meningkat sebesar 3,3% dan 2,9%, sedangkan Eropa 19%

Amerika 21%

ekspor LNG menurun sebesar 4,5%.

Impor Australia/Oceania 2%

Afrika 2%

Grafik 6.5 Pangsa Ekspor Nonmigas Menurut Kawasan Negara Tujuan

Sejalan dengan melemahnya kegiatan investasi dalam negeri dan turunnya ekspor dalam tahun laporan, permintaan impor juga mengalami penurunan. Nilai impor total (c&f) turun sebesar 7,8% yang disebabkan oleh menurunnya impor nonmigas

112

Neraca Pembayaran

Tabel 6.5 Impor Barang Modal

Tabel 6.3 Impor Nonmigas Menurut Kelompok Barang Rincian

Nilai (Juta $) 2000

Barang konsumsi Bahan baku penolong Barang modal

Pertumbuhan (%)

Pangsa (%)

2001*

2000

2001*

2000

2001*

2.619 2.708 26.741 24.481 7.727 6.936

74,2 23,2 33,6

3,4 -8,5 -10,2

6,8 72,9 20,3

7,9 71,7 20,3

(c&f) maupun impor migas (c&f) masing-masing sebesar 8,0% dan 6,6%. Berdasarkan kelompok barang, penurunan impor nonmigas terjadi pada barang modal dan bahan

2000 2001* 2001* Perubahan Nilai Pangsa (%) (Juta $) (%)

Rincian

Traktor & alat pertanian Alat kerajinan / perhiasan Kontainer & kotak penyimpanan Mesin mekanik Generator & alat elektronika Lokomotif, kapal, pesawat Alat pertukangan Alat optik & ukur Mobil penumpang Total

144,1 -95,8 -21,3 23,3 26,8 50,8 30,5 57,0 797,4

-54,0 27,2 29,4 -1,0 -0,2 -26,6 -1,5 -33,8 -28,8

22 0 67 4.253 703 1.325 43 427 96

0,1 0,0 0,2 12,5 2,1 3,9 0,1 1,3 0,3

33,6

-10,2

6.936

20,3

baku penolong masing-masing sebesar 10,2% dan 8,5%, sedangkan barang konsumsi mengalami sedikit

komoditas lokomotif, kapal & pesawat, dan alat optik

kenaikan sebesar 3,4% (Tabel 6.3). Meskipun

& ukur masing-masing sebesar 26,6%, dan 33,8%.

mengalami penurunan nilai yang cukup besar, pangsa

Ditinjau dari negara asalnya, impor barang

bahan baku penolong terhadap total nilai impor

nonmigas Indonesia terutama berasal dari negara-

nonmigas masih merupakan yang terbesar dibandingkan dua kelompok barang lainnya.

Tahun 2 0 0 0

Penurunan impor bahan baku penolong dan Amerika 16%

barang modal berdasarkan jenis komoditasnya dapat

ASEAN 14%

dilihat pada Tabel 6.4 dan Tabel 6.5. Sementara itu, penurunan impor barang modal terutama terjadi pada

Eropa 19%

Afrika 1% Australia/Oceania 7%

Tabel 6.4 Impor Bahan Baku Penolong

Rincian

Makanan & minuman (industri) Makanan & minuman (industri 1/2 jadi) Bahan baku mentah untuk industri Bahan baku 1/2 jadi untuk industri Bahan bakar & pelumas (mentah) Bahan bakar & pelumas (1/2 jadi) Suku cadang & perlengkapan barang modal Suku cadang & perlengkapan alat angkutan Total

Tahun 2 0 0 1

2000 2001* 2001* Perubahan Nilai Pangsa (%) (Juta $) (%) 8,9 -8,8 -21,1 34,9 -13,4 53,1

1,2 -2,5 -15,0 -7,4 -10,1 28,8

1.242 960 3.004 15.247 15 188

3,6 2,8 8,8 44,7 0,0 0,6

12,3

3,3

1.931

5,7

139,3

-24,2

1.894

5,6

23,2

-8,5

24.481

71,7

Asia kecuali ASEAN 43%

Amerika 16%

ASEAN 15%

Eropa 18%

Afrika 2% Australia/Oceania 8%

Asia kecuali ASEAN 41%

Grafik 6.6 Pangsa Impor Nonmigas Menurut Kawasan Negara Asal

113

Neraca Pembayaran

negara di kawasan Asia dan Amerika, yang pangsa-

bersih dari sektor pariwisata tercatat sebesar $5,0

nya sekitar 70% dari total impor nonmigas (Grafik 6.6).

miliar, sedikit lebih tinggi dari tahun sebelumnya.

Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, pangsa

Dalam pada itu, jumlah wisatawan asing yang

impor dari negara-negara di kawasan tersebut sedikit

berkunjung ke Indonesia dalam 2001 mencapai 5,0

berubah. Secara individual, impor dari Amerika Serikat

juta orang. Walaupun jumlah kunjungan wisatawan

dan Singapura dalam tahun 2001 masing-masing

asing relatif tidak berubah dibandingkan dengan tahun

sebesar 12% dan 8%, relatif tidak mengalami

sebelumnya, namun lebih rendah dari target

perubahan dibandingkan tahun sebelumnya.

pemerintah yang ditetapkan pada awal 2001 sebesar

Sementara itu, pangsa impor yang berasal dari

5,4 juta orang. Seperti tahun sebelumnya, Denpasar,

Jepang sebesar 17%, turun dari tahun sebelumnya.

Medan, Batam, dan Jakarta, masih tetap merupakan pintu masuk utama wisatawan mancanegara.

Jasa-jasa Dalam tahun laporan, neraca jasa masih

LALU LINTAS MODAL (LLM)

mencatat defisit meskipun lebih rendah dari tahun

Dalam tahun 2001, defisit transaksi LLM

sebelumnya. Besarnya defisit mencapai $16,7 miliar

secara keseluruhan membesar sebagai akibat defisit

atau menurun $380 juta dari tahun 2000. Menurunnya

LLM pemerintah setelah dalam empat tahun terakhir

defisit tersebut berasal dari penurunan defisit jasa

mencatat surplus, dan belum pulihnya kinerja LLM

migas sebesar $241 juta dan jasa nonmigas sebesar

swasta.

$139 juta. Penurunan defisit jasa di sektor migas

Lalu lintas modal pemerintah dalam tahun

terjadi pada jasa freight dan non freight sehingga

2001 mengalami defisit sebesar $0,3 miliar, setelah

masing-masing mencapai defisit sebesar $0,5 miliar

tahun sebelumnya mengalami surplus sebesar $3,2

dan $3,8 miliar. Menurunnya defisit tersebut antara

miliar. Defisit lalu lintas modal pemerintah timbul

lain terkait dengan penurunan nilai impor migas. Di

akibat rendahnya realisasi penarikan pinjaman dari

sektor nonmigas, defisit jasa freight menurun

ADB, IBRD, dan JBIC khususnya pinjaman program

sehingga mencapai defisit $2,7 miliar sebagai akibat

maupun proyek. Pinjaman program dalam tahun

menurunnya kegiatan impor nonmigas. Sementara

laporan tercatat sebesar $0,5 miliar atau menurun

itu, defisit jasa non-freight mencapai $9,7 miliar atau

tajam sebesar $0,9 miliar. Sementara itu, pinjaman

menurun dari $9,8 miliar pada tahun sebelumnya. Hal

proyek diperkirakan sedikit meningkat sehingga

tersebut terutama berkaitan dengan menurunnya

menjadi $2,5 miliar yang bersumber dari peningkatan

posisi utang luar negeri swasta dan turunnya suku

pinjaman non-ODA sebesar $0,2 miliar.

bunga di pasar keuangan internasional.

Kendala utama dari kecilnya pencairan

Di sisi penerimaan jasa-jasa nonmigas,

tersebut adalah belum dapat terpenuhinya beberapa

sumber penerimaan devisa terbesar masih berasal

persyaratan yang ditetapkan oleh pihak pemberi

dari sektor pariwisata, kemudian diikuti oleh transfer

utang yang terkait dengan kebijakan dan peraturan

pendapatan tenaga kerja Indonesia. Perolehan devisa

pemerintah maupun undang-undang (UU) seperti UU

114

Neraca Pembayaran

Anti Money Laundering, UU Kelistrikan dan peraturan

Tabel 6.6 Posisi Utang Luar Negeri Indonesia

di bidang sumber daya air. Selain rendahnya realisasi penarikan pinjaman luar negeri pemerintah, faktor penyebab defisit adalah adanya pembayaran cicilan

1999

2001

2000 Mar

Keterangan

Jun

Sept

Des*

Juta $

pokok pinjaman yang berasal dari IMF. Defisit LLM swasta sebesar $8,6 miliar, lebih rendah $1,4 miliar dari defisit tahun sebelumnya. Turunnya defisit LLM swasta tersebut dipengaruhi oleh menurunnya pembayaran utang luar negeri swasta terutama sektor PMA dari $7,5 miliar pada 2000

Pemerintah Swasta Bank Nonbank - PMA - Non PMA

75.862 72.235 10.836 58.243 29.805 28.438

Surat-surat berharga Total

3.156

74.916 66.777 7.718 56.888 30.264 26.624

71.980 66.335 7.848 56.409 29.445 26.964

72.496 66.405 7.684 56.845 28.731 28.114

75.185 62.594 6.564 54.446 27.888 26.558

71.403 59.841 6.537 51.666 26.381 25.285

2.171 2.078

1.876

1.584

1.638

148.097 141.693 138.316 138.901 137.778 131.244

menjadi $5,2 miliar pada 2001 serta penurunan net outflow portfolio investment dari $1,9 miliar menjadi

utang yang telah jatuh tempo. Sementara penurunan

$1,4 miliar. Dengan perkembangan ini LLM bersih

utang luar negeri pemerintah selain disebabkan oleh

tercatat mengalami defisit sebesar $8,9 miliar atau

pembayaran utang yang jatuh tempo juga karena

meningkat 31,7% dibandingkan defisit pada tahun

terdepresiasinya yen Jepang terhadap dolar Amerika

sebelumnya.

Serikat. Dampak depresiasi yen Jepang terhadap

Dalam rangka memberikan insentif bagi

posisi utang luar negeri pemerintah cukup besar

investor asing, pemerintah mengeluarkan peraturan

mengingat pangsa utang pemerintah dalam mata

yang memungkinkan bagi investor asing untuk

uang yen Jepang yang mencapai sekitar 33% dari

membeli perusahaan domestik tertentu walaupun

total utang luar negeri pemerintah.

belum berproduksi secara komersial.6 Peraturan yang

Pangsa utang luar negeri pemerintah men-

mengubah ketentuan tentang kepemilikan saham

capai 54% dari total utang luar negeri sementara

pada perusahaan yang didirikan dalam rangka

pangsa utang swasta nonbank (termasuk surat-surat

penanaman modal asing tersebut diharapkan dapat

berharga) dan swasta bank masing-masing tercatat

lebih menarik minat investor asing.

sebesar 41% dan 5% (Grafik 6.7). Meskipun utang

Sementara itu, posisi utang luar negeri Indonesia hingga akhir 2001 turun 7,4% menjadi $131,2 miliar dibandingkan dengan posisi akhir tahun 2000 (Tabel 6.6). Penurunan tersebut disebabkan

Swasta Nonbank 41%

Pemerintah 54%

oleh penurunan pada utang swasta maupun utang pemerintah. Penurunan utang luar negeri swasta terutama disebabkan pembayaran terhadap sebagian 6

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2001 tanggal 19 Desember 2001 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 tentang Pemilikan Saham dalam Perusahaan yang didirikan dalam Rangka Penanaman Modal Asing.

Swasta Bank 5% Grafik 6.7 Pangsa Utang Luar Negeri

115

Neraca Pembayaran

Tabel 6.7 Posisi Utang Luar Negeri Menurut Jangka waktu per Desember 2001*

No

Jangka Waktu

Pemerintah1)

Bank

Swasta Nonbank PMA

LKBB

PMDN

BUMN

BUMS4)

Total Nonbank

Total Swasta

Jumlah

Juta $ 1

2

1) 2) 3) 4)

Total Jangka Pendek - Original Maturity2) - Remaining Maturity Jangka Menengah dan Panjang3)

7.609,6 1.211,3 49,6 84,3 7.560,0 1.127,0

6.955,0 2.098,7 4.856,3

532,0 199,0 333,0

4.125,0 1.655,7 2.469,3

828,0 115,3 712,7

3.898,6 2.490,6 1.408,0

16.338,6 6.559,3 9.779,3

17.549,9 6.643,6 10.906,3

25.159,5 6.693,2 18.466,3

63.793,4 5.325,4

19.426,2

387,2

9.322,9

3.546,7

4.282,3

36.965,3

42.290,7

106.084,0

Total

71.403,0 6.536,7

26.381,2

919,2

13.447,9

4.374,7

8.180,9

59.840,6

131.243,6

53.303,9

Angka setelah Paris Club II & London Club Sampai dengan 1 tahun Lebih dari 1 tahun Termasuk Domestik Sekurities

luar negeri pemerintah lebih besar dari utang luar

Dilihat dari jangka waktu pembayarannya,

negeri swasta, satu hal yang meringankan beban

utang luar negeri jangka pendek yang akan jatuh waktu

pembayaran adalah lebih ringannya persyaratan baik

sampai dengan Desember 2002 diperkirakan

berdasarkan jangka waktu maupun tingkat bunganya.

mencapai $25,2 miliar atau 19,2% dari total utang luar

Dibandingkan dengan tahun sebelumya,

negeri Indonesia (Tabel 6.7). Jumlah tersebut terdiri

posisi utang luar negeri pemerintah pada akhir tahun

dari utang pemerintah dan swasta termasuk bank

laporan mengalami penurunan sebesar $3,5 miliar.

masing-masing sebesar $7,6 miliar dan $17,5 miliar,

Dari total utang luar negeri pemerintah, sebesar $29,1

sementara selebihnya, yaitu sebesar $106,1 miliar

miliar merupakan utang multilateral, $22,7 miliar utang

adalah utang dengan jangka waktu lebih dari satu

bilateral, $14,9 miliar berupa fasilitas kredit ekspor

tahun. Dari total utang jangka pendek swasta sebesar

(FKE), $439,2 juta utang leasing, $2,3 miliar utang

$17,5 miliar, sebesar $1,2 miliar atau 6,9% merupakan

komersial dan $2,0 miliar dalam bentuk surat-surat

utang bank dan $16,3 miliar atau 93,1% adalah utang

berharga yang dimiliki oleh investor asing.

swasta nonbank. Utang jangka pendek swasta

Sementara itu, posisi utang luar negeri

nonbank yang berjangka waktu sampai dengan satu

swasta pada akhir tahun laporan mencapai $59,8

tahun (original maturity) mencapai $6,6 miliar atau

miliar, turun 10,5% dibandingkan posisi tahun

40%, sedangkan sebesar $9,8 miliar atau 60%

sebelumnya. Dari total utang swasta tersebut, sebesar

merupakan utang jangka pendek yang berasal dari

$6,5 miliar merupakan utang swasta bank, $51,7

utang jangka panjang yang akan jatuh tempo sampai

miliar utang swasta nonbank dan $1,6 miliar dalam

dengan Desember 2002 (remaining maturity).

bentuk surat-surat berharga yang dimiliki oleh investor asing.

116

Berdasarkan sektor ekonomi yang dibiayai, sektor industri pengolahan merupakan sektor

Neraca Pembayaran

ekonomi terbesar yang dibiayai dengan utang luar

lesaian penjadwalan ulang tahap kedua Paris Club II

negeri, yaitu mencapai $30,8 miliar atau 23,5% dari

(1 April 2001 s.d 31 Maret 2002) sebesar $2,7 miliar

total utang luar negeri. Sektor kedua terbesar adalah

yang disebabkan oleh tertundanya kesepakatan

keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, yaitu

tentang Letter of Intent (LoI) antara IMF dengan

mencapai $26,5 miliar atau 20,2% dari total utang

Pemerintah RI. Salah satu penyebab tertundanya

luar negeri. Berikutnya adalah sektor listrik, gas dan

kesepakatan tersebut adalah masih terdapatnya ke-

air bersih sebesar $13,5 miliar atau sekitar 10,3% dari

tidaksesuaian mengenai masalah pencapaian target

total utang luar negeri. Dibandingkan dengan tahun

privatisasi BUMN, asset recovery oleh BPPN, dan

sebelumnya, terdapat pergeseran dari sektor

amandemen Undang-Undang Bank Sentral oleh

keuangan, persewaan dan jasa keuangan kepada

DPR.

sektor industri sebagai sektor ekonomi terbesar yang dibiayai oleh utang luar negeri.

Di sektor perbankan, dari total utang yang berhasil direstrukturisasi melalui Program Interbank

Dilihat dari negara pemberi utang, Jepang

Debt Exchange Offer I dan II (EO I dan EO II) sebesar

merupakan kreditur terbesar dengan jumlah mencapai

$6,3 miliar (terdiri dari EO I sebesar $3 miliar dan EO

$41,3 miliar atau 31,5% dari total utang luar negeri.

II sebesar $3,3 miliar), sebesar $2,9 miliar telah

Amerika Serikat di urutan kedua dengan jumlah

dilunasi baik melalui pembayaran sesuai jadwal yang

sebesar $13,3 miliar atau 10,1%, kemudian berturut-

telah ditentukan (repayment) maupun melalui

turut diikuti oleh Jerman, Belanda dan Inggris masing-

prepayment dan pembelian kembali. Sampai dengan

masing sebesar $7,6 miliar (5,8%), $7,4 miliar (5,6%)

tahun 2001, beberapa hal telah dilakukan, yaitu

dan $4,2 miliar (3,2%). Sementara itu lembaga

repayment EO I dan II sebesar $2,1 miliar,

internasional seperti IBRD, IMF dan ADB merupakan

prepayment sebesar $457,0 juta dan pembelian

lembaga pemberi pinjaman terbesar masing-masing

kembali sebesar $346,2 juta. Posisi pokok pinjaman

mencapai $11,5 miliar (8,8%), $9,1 miliar (6,9%) dan

Exchange Offer I dan II yang masih harus dibayar

$7,3 miliar (5,6%).

masing-masing sebesar $284,4 juta dan $3,1 miliar

Dari total utang luar negeri $131,2 miliar,

atau total sebesar $3,4 miliar.

sebesar $85,5 miliar atau 65,2% tercatat dalam mata

Sementara proses penyelesaian restruk-

uang dolar Amerika Serikat, sebesar $26,5 miliar atau

turisasi utang luar negeri swasta secara umum juga

20,2% dalam yen Jepang, $9,3 miliar (7,1%) dalam

masih berjalan lambat. Sampai dengan akhir tahun

SDR, $7,1 miliar (5,4%) dalam euro, $1,2 miliar (0,9%)

laporan, baru sebanyak 68 korporasi yang melapor-

dalam poundsterling dan selebihnya dalam beberapa

kan ke Bank Indonesia telah menyelesaikan restruk-

mata uang lainnya.

turisasi utang luar negeri dengan total nilai sekitar

Dalam hal restrukturisasi utang, periode

$4,1 miliar. Dibandingkan dengan posisi utang luar

laporan ini ditandai dengan timbulnya ketidakpastian

negeri korporasi yang bermasalah sekitar $30 miliar

proses restrukturisasi utang luar negeri pemerintah.

(estimasi Prakarsa Jakarta/JITF), maka jumlah utang

Hambatan tersebut terkait dengan lambatnya penye-

luar negeri yang telah berhasil direkstrukturisasi

117

Neraca Pembayaran

ditetapkan oleh Bank Dunia (Tabel 6.8). Rasio pemTabel 6.8 Indikator Beban Utang

bayaran utang terhadap ekspor (DSR) tercatat sebesar 39,4%, rasio total utang terhadap ekspor dan

Indikator

1997

1998

1999

2000

2001

*

Kriteria Bank Dunia

Persen

sebesar 194,5% dan 90,3%. Masih tingginya rasio

DSR 44,5 Rasio Total Utang terhadap Ekspor 207,3

57,9

56,8

41,1

39,4

20,0

261,8

252,1

191,0

194,5

130–220

Rasio Total Utang terhadap PDB

146,3

105,0

92,8

90,3

50–80

62,2

rasio total utang terhadap PDB masing-masing

beban utang tersebut menunjukkan masih beratnya beban utang luar negeri dan masih tingginya tingkat ketergantungan perekonomian Indonesia terhadap sumber dana dari luar negeri.

masih tergolong kecil, yaitu hanya sekitar 13,7%.

CADANGAN DEVISA

Lambatnya proses restrukturisasi utang luar negeri

Dengan defisit neraca pembayaran sebesar

sektor swasta secara umum disebabkan oleh faktor-

$1,4 miliar, posisi cadangan devisa pada akhir 2001

faktor teknis seperti lamanya proses negosiasi

mencapai $28,0 miliar atau setara dengan 6,1 bulan

mengenai terms and conditions yang disebabkan

impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah

ketidaksesuaian antara syarat yang ditawarkan

(Grafik 6.8).

kreditur dengan kondisi arus dana perusahaan dan sulitnya mengakomodir berbagai kepentingan dari

Miliar $

banyak pihak yang terlibat dalam proses

30

restrukturisasi khususnya untuk pinjaman sindikasi.

25

Lambatnya proses restrukturisasi tersebut juga

20

dipengaruhi oleh fluktuasi nilai tukar yang sukar diprediksi sehingga menyebabkan sulitnya penyusunan proyeksi arus dana bagi perusahaan. Belum terselesaikannya berbagai permasa-

15 10 5 0 1997

1998

1999

20001)

2001*

1) Sejak 2000 menggunakan konsep IRFCL, menggantikan konsep cadangan devisa bruto (GFA)

lahan mendasar di sektor eksternal menyebabkan rasio-rasio beban utang selama tahun 2001 relatif masih tinggi dibandingkan dengan kriteria yang

118

Grafik 6.8 Cadangan Devisa

Keuangan Pemerintah

bab 7 KEUANGAN PEMERINTAH

119

Keuangan Pemerintah

bab7

KEUANGAN PEMERINTAH

K

ondisi keuangan pemerintah selama beberapa

di atas, target defisit diupayakan tetap konsisten

bulan pertama tahun 2001 mendapat tekanan

dengan kebijakan umum jangka menengah dan jangka

yang cukup berat. Pada dasarnya terdapat 3 (tiga)

panjang (Propenas dan GBHN) atau dikendalikan

faktor utama yang menjadi penyebab, yaitu pertama,

seperti rencana semula yaitu sebesar 3,7% dari PDB.

memburuknya lingkungan makroekonomi, terutama

Adapun beberapa action plan penyesuaian

nilai tukar rupiah dan suku bunga Sertifikat Bank Indo-

di sisi pendapatan negara antara lain adalah (a) pe-

nesia (SBI); kedua, tidak terlaksananya atau tidak opti-

ningkatan tarif PPN dari 10 persen menjadi 12,5 per-

malnya beberapa kebijakan fiskal yang direncanakan

sen; (b) program penyisiran (canvassing) wajib pa-

seperti pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

jak PPN yang ditujukan pada pedagang eceran yang

terhadap beberapa komoditas strategis dan kenaikan

mempunyai omzet di atas Rp360 juta per tahun; (c)

harga seluruh produk BBM sebesar rata-rata 20

peningkatan harga jual eceran (HJE) hasil tembakau;

persen; dan ketiga, adanya pembatalan sebagian

(d) pengupayaan pay out ratio dari deviden BUMN

rencana pencairan pinjaman program sebagai pendu-

tahun buku 2000 agar mencapai angka 50%; dan (e)

kung pembiayaan pembangunan.

penyelesaian tunggakan pinjaman Pemerintah Dae-

Perkembangan berbagai indikator makroekonomi, penundaan, dan pembatalan beberapa ke-

rah yang mempunyai surplus anggaran dari dana perimbangan.

bijakan fiskal tersebut di atas dikhawatirkan akan mem-

Di sisi belanja negara antara lain adalah (a)

berikan dampak negatif terhadap APBN 2001 berupa

penghematan anggaran belanja pegawai dengan

membengkaknya defisit anggaran. Menghadapi hal tersebut, Pemerintah melakukan beberapa penyesuaian fiskal dengan merevisi APBN pada periode berjalan melalui Paket Kebijakan Penyesuaian APBN 2001. Beberapa asumsi dasar penyusunan APBN 2001 seperti pertumbuhan ekonomi, nilai tukar rupiah, dan suku bunga SBI 3 bulan disesuaikan dengan angkaangka perkiraan yang lebih realistis (Tabel 7.1). Selain itu, pemerintah menyusun ulang berbagai rencana aksi (action plan) penyesuaian fiskal (policy measures) baik di sisi pendapatan dan belanja negara maupun pembiayaan anggaran. Dengan berbagai penyesuaian

120

Tabel 7.1 Asumsi Pokok APBN 2001 Asumsi PDB a.d. harga berlaku (triliun rupiah) Pertumbuhan ekonomi (%) Laju inflasi (%) Harga minyak mentah ($ per barel) Produksi minyak mentah (juta barel per hari) Nilai Tukar (Rp/$) Suku bunga SBI 3 bulan rata-rata (%)

2000

2001

APBN1) APBN APBNR) APBNP) 988,3 4,9 8,33 29,2

1.425,0 5,0 7,20 24,0

1.468,1 3,5 9,30 24,0

1.476,2 3,5 11,90 24,6

1,4 8.774 12,70

1,5 7.800 11,50

1,5 9.600 15,00

1,3 10.219 16,40

1) Realisasi sementara (belum diaudit), periode 1 April s.d. 31 Desember 2000 R) APBN penyesuaian (revisi) P) APBN perubahan (perkiraan realisasi) Sumber : Departemen Keuangan

Keuangan Pemerintah

mempercepat proses pemindahan pegawai pusat ke

adanya pembebanan kekurangan pembayaran

daerah; (b) penghematan anggaran subsidi BBM

subsidi tahun 2000 sesuai hasil audit BPKP.

melalui kenaikan harga BBM; (c) pengurangan

Permasalahan pada pembiayaan anggaran

subsidi listrik melalui kenaikan tarif dasar listrik; (d)

dan belanja negara tersebut terlihat sangat mem-

rasionalisasi dan lebih memfokuskan alokasi angga-

pengaruhi manajemen likuiditas pemerintah selama

ran pengeluaran pembangunan; dan (e) penetapan

2001. Rendahnya tingkat penarikan utang luar negeri

alokasi dana perimbangan yang berasal dari dana

berdampak langsung pada rendahnya realisasi

bagi hasil dan dana alokasi umum sesuai rencana

pengeluaran pembangunan, sedangkan tingginya

semula.

pengalokasian dana untuk subsidi BBM secara tidak Di sisi pembiayaan anggaran, kebijakan

langsung telah membatasi ruang gerak pemerintah

penyesuaian yang diambil adalah penerbitan obligasi

untuk menyediakan dana pendamping rupiah untuk

pemerintah yang diharapkan akan dibeli oleh bebe-

proyek-proyek yang didanai dengan utang luar

rapa pemerintah daerah yang memiliki surplus dana

negeri.

perimbangan dan pengoptimalan penarikan pinjaman program yang telah ada (within the pipe line).

Di luar permasalahan tersebut di atas, perlu pula dicatat bahwa pemerintah berhasil merea-

Meskipun telah direvisi, pelaksanaan APBN

lisasikan beberapa pos penting dalam APBN sesuai

tetap menghadapi tantangan yang tidak mudah,

dengan masing-masing target anggarannya. Di sisi

khususnya di sisi pembiayaan anggaran dan belanja

penerimaan, penerimaan perpajakan berhasil men-

negara sebagaimana tercermin dari angka perkiraan

capai target dengan tax ratio yang sedikit meningkat

realisasi dalam APBN-Perubahan 2001.1) Di sisi

dibandingkan tahun lalu 11,7% menjadi 12,5%. Di sisi

pembiayaan anggaran, penarikan utang luar negeri

pembiayaan, penjualan aset program restrukturisasi

diperkirakan 24,5% di bawah target, sementara di sisi

perbankan bahkan melampaui target, meskipun

pengeluaran pembayaran subsidi BBM diperkirakan

diwarnai dengan berbagai tantangan dalam imple-

27% di atas target. Rendahnya penarikan utang luar

mentasinya. Sementara itu, di sisi pengeluaran peme-

negeri terutama karena penundaan penyaluran utang

rintah berhasil memenuhi kewajibannya untuk penge-

oleh donor sehubungan belum terpenuhinya policy

luaran-pengeluaran yang bersifat wajib (non-discre-

matrix sebagai syarat pencairan pinjaman program

tionary) seperti belanja pegawai, bunga utang, sub-

dan sempitnya kurun waktu yang tersedia untuk imple-

sidi, dan dana perimbangan.

mentasi proyek pasca dilakukannya revisi APBN.

Secara keseluruhan, pendapatan dan belanja

Sementara itu, pelampauan subsidi BBM –meskipun

negara melampaui target dengan angka persentase

pemerintah telah menaikkan harga BBM sebesar rata-

yang hampir sama yaitu 4,8% dan 4,2% di atas target.

rata 30%– terutama diakibatkan oleh lebih tingginya

Dengan kondisi tersebut, defisit operasi keuangan

jumlah konsumsi BBM dari perkiraan semula dan

pemerintah pada 2001 diperkirakan dapat dikendalikan pada angka Rp54,7 triliun atau 3,7% dari PDB,

1

Disahkan dengan UU No. 1 Tahun 2002, tanggal 7 Januari 2002

relatif sama dengan rencana defisit sebesar Rp54,3

121

Keuangan Pemerintah

triliun atau 3,7% dari PDB pada APBN penyesuaian

atas target APBN penyesuaian (Tabel 7.2). Jumlah

2001.

ini setara dengan 20,3% terhadap PDB atau sedikit Dalam kaitannya dengan permintaan agre-

lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2000 yang

gat, kontribusi sektor pemerintah terhadap per-

mencapai 20,7%. Sumber pendapatan negara

mintaan agregat masih meningkat dibandingkan ta-

terbesar masih berasal dari kelompok penerimaan

hun lalu dari 10,8% menjadi 11,9% dari PDB. Pening-

perpajakan sebesar Rp184,7 triliun atau 61,6% dari

katan tersebut terutama disumbang oleh alokasi dana

total penerimaan. Dengan pencapaian tersebut, tax

ke pemerintah daerah dalam bentuk dana perimbang-

ratio mencapai 12,5% dari PDB atau hampir sama

an. Sebagian besar (65%) dari pengeluaran

dengan target anggaran yang ditetapkan sebesar

pemerintah yang mempengaruhi permintaan agregat

12,6% dari PDB. Perolehan penerimaan perpajakan

tersebut adalah dalam bentuk pengeluaran konsumsi,

tersebut dimotori oleh penerimaan pajak nonmigas,

sisanya dalam bentuk pengeluaran investasi.

sedangkan pencapaian pajak migas berada di bawah

Sementara itu, alokasi dana untuk pembayaran

target karena rendahnya penerimaan migas. Penca-

transfer ke sektor swasta meningkat cukup tajam dari

paian penerimaan pajak nonmigas dimotori oleh

6,4% menjadi 10,0% dari PDB sehubungan dengan

penerimaan dari pajak penghasilan nonmigas dan

lebih tingginya alokasi dana untuk pembayaran

pajak pertambahan nilai. Sementara itu, penerimaan

subsidi dan bunga utang dalam negeri.

yang bersumber dari bukan pajak berhasil menyum-

Dalam kaitannya dengan bidang moneter, operasi keuangan pemerintah selama 2001 secara

bang Rp115,1 triliun atau 14,3% di atas target yang sebagian besar berasal dari penerimaan migas.

neto mengalami ekspansi terhadap jumlah uang

Secara individual, sumber pendapatan nega-

beredar setara 3,8% dari PDB, meningkat

ra terbesar berasal dari pajak penghasilan nonmigas

dibandingkan tahun lalu yang tercatat 3,3% dari PDB.

dan pajak pertambahan nilai yang masing-masing

Di sisi lain, untuk membiayai ekspansi rupiah neto

menyumbang Rp69,7 triliun (23,2%) dan Rp55,8

tersebut terjadi aliran devisa masuk bersih setara

triliun (18,6%) dari total pendapatan negara atau

3,3% dari PDB, menurun dibandingkan tahun lalu

setara dengan 4,7% dan 3,8% terhadap PDB. Kontri-

yang tercatat 4,7% dari PDB. Dengan demikian,

busi komponen-komponen di atas terhadap total

selama 2001 terjadi Sisa Kurang Pembiayaan

pendapatan negara selama 2001 lebih tinggi diban-

Anggaran (SIKPA)2 sebesar Rp7,6 triliun atau setara

dingkan dengan 2000 yang masing-masing hanya

0,5% dari PDB.

menyumbang 18,8% dan 17,1% dari total penerimaan atau setara dengan 3,9% dan 3,5% terhadap PDB.

PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH

Pencapaian penerimaan di sektor-sektor tersebut

Realisasi pendapatan negara dan hibah

antara lain didukung oleh kenaikan tarif pajak

diperkirakan mencapai Rp299,9 triliun atau 4,8% di

penghasilan atas bunga deposito, tabungan, dan diskonto SBI dari 15% menjadi 20%, peningkatan

2

Selisih kurang antara total penerimaan dan pembiayaan terhadap total pengeluaran

122

ekstensifikasi PPh dan intensifikasi pemungutannya,

Keuangan Pemerintah

Tabel 7.2 Perkiraan Pendapatan Negara dan Hibah Tahun 2001 2001

2 0 0 01)

Rincian

APBN2)

Realisasi3)

Triliun Rp % thd PDB Triliun Rp % thd PDB Triliun Rp % thd APBNR % thd PDB A. Pendapatan Negara dan Hibah I. Penerimaan Dalam Negeri 1. Penerimaan Pajak a. Pajak Dalam Negeri i. Pajak penghasilan 1. Migas 2. Nonmigas ii. Pajak pertambahan nilai iii. Pajak bumi dan bangunan iv. Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan v. Cukai vi. Pajak lainnya b. Pajak Perdagangan Internasional i. Bea masuk ii. Pajak/pungutan ekspor 2. Penerimaan Bukan Pajak (SDA Migas) a. Penerimaan SDA i. Minyak Bumi ii. Gas Alam iii. Pertambangan Umum iv. Kehutanan v. Perikanan b. Bagian Laba BUMN c. PNBP Lainnya II. Hibah

204,9 204,9 115,8 108,8 57,1 18,7 38,4 35,0 3,5 0,9 11,3 0,9 7,0 6,7 0,3 89,2 76,0 51,0 15,7 0,6 8,8 0,0 3,9 9,3 -

20,7 20,7 11,7 11,0 5,8 1,9 3,9 3,5 0,4 0,1 1,1 0,1 0,7 0,7 0,0 9,0 7,7 5,2 1,6 0,1 0,9 0,0 0,4 0,9 -

286,0 286,0 185,3 174,3 95,0 25,7 69,2 53,5 5,1 1,2 17,6 1,9 11,0 10,4 0,6 100,7 79,4 57,9 17,4 0,9 3,0 0,3 9,0 12,3 -

19,5 19,5 12,6 11,9 6,5 1,8 4,7 3,6 0,3 0,1 1,2 0,1 0,7 0,7 0,0 6,9 5,4 3,9 1,2 0,1 0,2 0,0 0,6 0,8 -

299,9 299,8 184,7 174,2 92,8 23,1 69,7 55,8 4,8 1,5 17,6 1,7 10,5 9,8 0,7 115,1 86,7 60,0 21,8 1,6 3,0 0,1 10,4 18,0 0,0

104,8 104,8 99,7 100,0 97,7 89,8 100,6 104,5 94,2 124,6 100,1 86,2 95,8 94,5 118,6 114,3 109,1 103,8 125,8 175,3 100,0 50,0 116,0 146,4 -

20,3 20,3 12,5 11,8 6,3 1,6 4,7 3,8 0,3 0,1 1,2 0,1 0,7 0,7 0,0 7,8 5,9 4,1 1,5 0,1 0,2 0,0 0,7 1,2 0,0

1) Realisasi sementara (belum diaudit), periode 1 April s.d. 31 Desember 2000 2) APBN penyesuaian (revisi) 3) APBN perubahan Sumber : Departemen Keuangan dan Bank Indonesia (diolah)

pencabutan berbagai fasilitas PPN dab PPnBM yang

optimalisasi program penyisiran (canvassing) wajib

diberikan kepada pengusaha kena pajak tertentu, dan

pajak terutama kepada pedagang eceran yang memiliki omzet di atas Rp360 juta per tahun. Sementara itu, pada kelompok penerimaan

Pajak Lainnya 6%

Non pajak lainnya 11%

bukan pajak porsi terbesar masih berasal dari migas

PPh Migas 8%

PPh Nonmigas 23%

yang secara total menyumbang Rp81,9 triliun (27,3%) dari total pendapatan negara atau setara dengan 5,6% terhadap PDB. Kontribusi migas

Migas 27%

tersebut lebih rendah dibandingkan tahun 2000 yang Cukai 6%

PPN 19%

masing-masing tercatat 32,5% atau setara dengan 6,8% dari PDB mengingat rata-rata produksi minyak

Grafik 7.1 Komposisi Penerimaan Pemerintah

mentah turun dari 1,5 juta barel menjadi 1,3 juta barel per hari. Meskipun terjadi penurunan produksi, pene-

123

Keuangan Pemerintah

dari PDB. Pengeluaran terbesar pemerintah tersebut 130,2%

Non pajak lainnya

Budget

96,2%

Pajak Lainnya

didominasi oleh pengeluaran rutin pemerintah pusat

Realisasi

Migas

yang mencapai Rp232,8 triliun atau 65,7% dari total

108,9%

Sementara itu, realisasi pengeluaran pembangunan

104,5%

PPN

mencapai Rp39,4 triliun atau 11,1% dari total penge-

100,6%

PPh Nonmigas

luaran atau setara 2,7% dari PDB nominal. Sisanya

89,8%

PPh Migas 0,0

pengeluaran atau setara dengan 15,8% dari PDB.

100,1%

Cukai

10,0

20,0

30,0

40,0

50,0

60,0

70,0

80,0

90,0

Grafik 7.2 Pencapaian Target Penerimaan Pemerintah

sebesar Rp82,4 triliun (23,2%) atau setara dengan 5,6% dari PDB nominal diperuntukkan bagi dana perimbangan. Jika dibandingkan dengan target, realisasi pengeluaran rutin pemerintah pusat dan

rimaan migas pada 2001 dapat melampaui target

dana perimbangan diperkirakan akan melampaui

karena faktor melemahnya nilai tukar rupiah dan

target, yaitu masing-masing 107,9% dan 101,1%.

adanya penerimaan minyak bumi pada tahun anggaran 2000 yang baru disetorkan pada tahun anggaran 2001. Beberapa pos penerimaan lainnya –yang

Lainnya 5%

Belanja Pegawai 11%

Pembangunan 11%

Subsidi 23%

umumnya pos-pos yang relatif kecil— terlihat jauh di bawah target. Pos-pos tersebut antara lain adalah bea masuk dan pajak lainnya. Rendahnya penerimaan dari bea masuk antara lain disebabkan oleh penuru-

Dana Perimbangan 23%

Bunga Utang 27%

nan tarif bea masuk terutama untuk komoditas yang terkait dengan perjanjian internasional berdasarkan

Grafik 7.3 Komposisi Pengeluaran Pemerintah

UU No. 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan. Sementara itu, rendahnya penerimaan dari pajak lainnya antara lain disebabkan oleh lebih rendahnya jumlah transaksi yang memerlukan meterai.

74,4%

Lainnya

Realisasi Budget

91,4%

Pembangunan

101,1%

Dana Perimbangan

BELANJA NEGARA Realisasi belanja negara yang dicerminkan baik dari belanja pemerintah pusat dan dana perimbangan diperkirakan mencapai Rp354,6 triliun atau

Bunga Utang 106,7%

Subsidi

123,1%

Belanja Pegawai

103,5%

0,0

20,0

40,0

60,0

80,0

4,2% di atas target (Tabel 7.3). Jumlah ini setara dengan 24,0% dari PDB atau lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2000 yang mencapai 23,3%

124

Grafik 7.4 Pencapaian Target Pengeluaran Pemerintah

100,0

Keuangan Pemerintah

Tabel 7.4. Tabel 7.3 PerkiraanPerkiraan Realisasi Dana Perimbangan Tahun Anggaran Anggaran 2001 (triliun Rp) Belanja Negara Tahun 2001

2001

2 0 0 01)

Rincian

APBN2)

APBN3)

Triliun Rp % thd PDB Triliun Rp % thd PDB Triliun Rp % thd APBNR % thd PDB B. Belanja Negara I. Belanja Pemerintah Pusat 1. Pengeluaran Rutin a. Belanja Pegawai i. Gaji dan Pensiun ii. Tunjangan Beras iii. Uang Makan/Lauk Pauk iv. Lain-lain Belanja Pegawai DN v. Belanja Pegawai LN b. Belanja Barang i. Belanja Barang DN ii. Belanja Barang LN c. Pembayaran Bunga Utang i. Utang Dalam Negeri ii. Utang Luar Negeri d. Subsidi i. Subsidi BBM ii. Subsidi non BBM - Pangan - Listrik - Bunga Kredit Program - Lainnya e. Pengeluaran Rutin Lainnya 2. Pengeluaran Pembangunan a. Pembiayaan pembangunan rupiah b. Pembiayaan proyek II. Anggaran Belanja Untuk Daerah 1. Dana Perimbangan a. Dana Bagi Hasil b. Dana Alokasi Umum c. Dana Alokasi Khusus 2. Dana Otonomi Khusus dan Penyeimbang

219,9 187,1 161,4 29,4 24,3 1,5 1,8 1,5 0,3 8,1 8,0 0,1 50,1 31,2 18,8 62,8 53,6 9,1 2,2 3,9 2,4 0,6 11,0 25,7 9,4 16,3 32,9 32,9 4,3 28,6 -

22,3 18,9 16,3 3,0 2,5 0,2 0,2 0,1 0,0 0,8 0,8 0,0 5,1 3,2 1,9 6,4 5,4 0,9 0,2 0,4 0,2 0,1 1,1 2,6 0,9 1,7 3,3 3,3 0,4 2,9 -

340,3 258,8 215,8 38,2 31,9 1,3 2,1 1,4 1,5 9,9 8,7 1,2 89,6 61,2 28,4 66,3 53,8 12,5 2,4 4,7 4,9 0,4 11,8 43,1 20,6 22,5 81,5 81,5 20,3 60,5 0,7 -

23,2 17,6 14,7 2,6 2,2 0,1 0,1 0,1 0,1 0,7 0,6 0,1 6,1 4,2 1,9 4,5 3,7 0,9 0,2 0,3 0,3 0,0 0,8 2,9 1,4 1,5 5,5 5,5 1,4 4,1 0,0 -

354,6 272,2 232,8 39,5 33,3 1,3 2,1 1,8 1,1 9,6 8,7 0,9 95,5 66,3 29,3 81,6 68,4 13,2 2,7 4,6 4,9 1,0 6,5 39,4 19,7 19,7 82,4 82,4 21,2 60,5 0,7 -

104,2 105,1 107,9 103,5 104,3 98,3 100,0 133,5 69,9 96,9 100,0 74,0 106,7 108,3 103,1 123,1 127,2 105,6 110,6 97,7 100,0 237,5 55,5 91,4 95,6 87,5 101,1 101,1 104,6 100,0 100,0 -

24,0 18,4 15,8 2,7 2,3 0,1 0,1 0,1 0,1 0,7 0,6 0,1 6,5 4,5 2,0 5,5 4,6 0,9 0,2 0,3 0,3 0,1 0,4 2,7 1,3 1,3 5,6 5,6 1,4 4,1 0,0 -

1) Realisasi sementara (belum diaudit), periode 1 April s.d. 31 Desember 2000 2) APBN penyesuaian (revisi) 3) APBN perubahan Sumber : Departemen Keuangan dan Bank Indonesia (diolah)

Sementara itu, realisasi pengeluaran pembangunan

pengeluaran dan tingkat realisasi masing-masing

diperkirakan hanya mencapai 91,4% dari target.

sebesar 106,7%, 123,1%, 101,1%, dan 103,5%, dari

Jika dilihat dari komponennya, sebagian be-

target yang ditetapkan. Tingginya alokasi dana untuk

sar atau 84,3% dari pengeluaran pemerintah dido-

pembayaran bunga utang terkait dengan kenaikan

minasi oleh belanja wajib pemerintah (non-discre-

suku bunga SBI dan depresiasi nilai tukar rupiah.

tionary items), seperti bunga utang, subsidi dana

Tingginya alokasi dana untuk pengeluaran subsidi

perimbangan, dan belanja pegawai, pembayaran,

disebabkan oleh peningkatan volume konsumsi BBM

dan dengan alokasi dana masing-masing sebesar

dalam negeri dari 52,8 juta kiloliter menjadi 56,6 juta

26,9%, 23,0%, 23,2%, dan 11,2%, dari total

kiloliter, lebih besarnya depresiasi nilai tukar terhadap

125

Keuangan Pemerintah

dolar AS dari perkiraan semula, dan adanya koreksi

terdapat SIKPA sebesar Rp7,6 triliun atau 0,5% dari

kekurangan pembayaran subsidi tahun 2000 yang

PDB yang akan mengurangi rekening pemerintah

mencapai Rp5,6 trilliun sesuai hasil audit BPKP. Ren-

bersih di sistem moneter.

dahnya realisasi pengeluaran pembangunan terkait

Dilihat dari pencapaian sasaran, penjualan

langsung dengan rendahnya penarikan utang luar

aset program restrukturisasi perbankan mencapai

negeri pemerintah.

114,7%, sedangkan privatisasi dan pembiayaan luar

Sementara itu, menandai dimulainya desen-

negeri neto masing-masing hanya 76,9% dan 52,9%.

tralisasi keuangan pusat ke daerah (otonomi daerah),

Rendahnya hasil privatisasi antara lain disebabkan

pemerintah telah mengalokasikan hampir 23,2% dari

oleh masih belum kondusifnya pasar modal domestik

total pengeluarannya untuk dana perimbangan. Se-

maupun internasional, perbedaan kepentingan

cara umum, meskipun implementasi otonomi daerah

antara pihak yang terlibat dalam proses privatisasi,

ini diwarnai oleh berbagai tantangan, namun tingkat

infrastruktur maupun law enforcement yang masih

pencapaiannya sesuai dengan target anggaran. Alo-

lemah, dan belum selesainya restrukturisasi pe-

kasi terbesar diperuntukkan untuk dana alokasi umum

rusahaan.

(DAU) dengan porsi sebesar hampir 73,4% dari rea-

Dari sisi eksternal, rendahnya tingkat penari-

lisasi dana perimbangan. Di dalam dana alokasi

kan utang luar negeri terjadi baik pada jenis pinjaman

umum tersebut sudah termasuk pembayaran rapel

program maupun pinjaman proyek dengan tingkat

gaji pegawai negeri sipil (PNS) yang pelaksanaannya

pencapaian masing-masing sebesar 65,0% dan

dimulai sekitar pertengahan 2001.

82,8% dari target anggaran. Rendahnya tingkat penarikan pinjaman program terutama disebabkan oleh

DEFISIT DAN PEMBIAYAAN

belum dapat dipenuhinya beberapa persyaratan dan

Dengan pelampauan pendapatan dan

jadwal penyelesaian dalam matriks kebijakan (policy

belanja negara di atas target masing-masing sebesar

matrix) sesuai kesepakatan antara pemerintah

angka persentase yang hampir sama, maka defisit

dengan negara donor, seperti penyelesaian Undang-

operasi keuangan pemerintah pada 2001 diperkirakan

Undang (UU) tentang money laundering, UU tentang

dapat dikendalikan pada angka Rp54,7 triliun atau

kelistrikan, dan Amandemen UU No.23/1999 tentang

3,7% dari PDB, relatif sama dengan rencana defisit

Bank Indonesia. Sementara itu, rendahnya tingkat

sebesar Rp54,3 triliun atau 3,7% dari PDB pada APBN

penarikan pinjaman proyek antara lain disebabkan

penyesuaian 2001 (Tabel 7.4). Sebagian besar defisit

oleh sempitnya kurun waktu yang tersedia untuk

tersebut ditutup dengan penjualan aset program

implementasi proyek pasca dilakukannya revisi APBN

restrukturisasi perbankan sebesar Rp31,0 triliun

dan terbatasnya dana pendamping rupiah untuk

(56,6%), pembiayaan luar negeri neto sebesar Rp10,5

proyek-proyek yang dibiayai dengan pinjaman luar

triliun (19,3%), dan privatisasi sebesar Rp5,0 triliun

negeri. Adapun komposisi antara pinjaman program

(9,1%). Dengan lebih kecilnya total sumber pem-

dan pinjaman proyek terhadap jumlah penarikan

biayaan dibandingkan dengan realisasi defisit, maka

utang luar negeri adalah sebesar 35% dan 65%.

126

Keuangan Pemerintah

Dampak Operasi Keuangan Pemerintah terhadap Per-

diantaranya mempengaruhi permintaan agregat

mintaan Agregat, Moneter dan Neraca Pembayaran.

sebagai belanja konsumsi dan investasi pemerintah

Pemerintah diperkirakan telah melakukan

(Tabel 7.5). Dari jumlah yang mempengaruhi

pengeluaran sebesar Rp354,6 triliun, dimana 49,5%

permintaan agregat tersebut , 65,1% diantaranya da-

atau setara dengan Rp175,5 triliun (11,9% dari PDB)

lam bentuk pengeluaran konsumsi dan sisanya

Tabel 7.4 Perkiraan Operasi Keuangan Pemerintah Tahun 2001 2001

2 0 0 01)

Rincian

APBN2)

APBN3)

Triliun Rp % thd PDB Triliun Rp % thd PDB Triliun Rp % thd APBNR % thd PDB A. Pendapatan Negara dan Hibah I. Penerimaan Dalam Negeri 1. Penerimaan Pajak a. Pajak Dalam Negeri b. Pajak Perdagangan Internasional 2. Penerimaan Bukan Pajak (SDA Migas) a. Penerimaan SDA b. Bagian Laba BUMN c. PNBP Lainnya II. Hibah

204,9 204,9 115,8 108,8 7,0 89,2 76,0 3,9 9,3 -

20,7 20,7 11,7 11,0 0,7 9,0 7,7 0,4 0,9 -

286,0 286,0 185,3 174,3 11,0 100,7 79,4 9,0 12,3 -

19,5 19,5 12,6 11,9 0,7 6,9 5,4 0,6 0,8 -

299,9 299,8 184,7 174,2 10,5 115,1 86,7 10,4 18,0 0,0

104,8 104,8 99,7 100,0 95,8 114,3 109,1 116,0 146,4 -

20,3 20,3 12,5 11,8 0,7 7,8 5,9 0,7 1,2 0,0

B. Belanja Negara I. Belanja Pemerintah Pusat 1. Pengeluaran Rutin a. Belanja Pegawai b. Belanja Barang c. Pembayaran Bunga Utang d. Subsidi e. Pengeluaran Rutin Lainnya 2. Pengeluaran Pembangunan a. Pembiayaan pembangunan rupiah b. Pembiayaan proyek II. Anggaran Belanja Untuk Daerah 1. Dana Perimbangan 2. Dana Otonomi Khusus dan Penyeimbang

219,9 187,1 161,4 29,4 8,1 50,1 62,8 11,0 25,7 9,4 16,3 32,9 32,9 -

22,3 18,9 16,3 3,0 0,8 5,1 6,4 1,1 2,6 0,9 1,7 3,3 3,3 -

340,3 258,8 215,8 38,2 9,9 89,6 66,3 11,8 43,1 20,6 22,5 81,5 81,5 -

23,2 17,6 14,7 2,6 0,7 6,1 4,5 0,8 2,9 1,4 1,5 5,5 5,5 -

354,6 272,2 232,8 39,5 9,6 95,5 81,6 6,5 39,4 19,7 19,7 82,4 82,4 -

104,2 105,1 107,9 103,5 96,9 106,7 123,1 55,5 91,4 95,6 87,5 101,1 101,1 -

24,0 18,4 15,8 2,7 0,7 6,5 5,5 0,4 2,7 1,3 1,3 5,6 5,6 -

C. Perbedaan Statistik D. Keseimbangan Primer E. Surplus/(Defisit) Anggaran

0,0 35,1 (15,0)

0,0 3,6 (1,5)

0,0 35,2 (54,3)

0,0 2,4 (3,7)

0,0 40,8 (54,7)

0,0 115,7 100,7

0,0 2,8 (3,7)

F. Pembiayaan I. Pembiayaan Dalam Negeri 1. Perbankan dalam negeri 2. Non-Perbankan dalam negeri a, Privatisasi b, Penjualan aset program restrukturisasi perbankan c, Penjualan Obligasi Pemerintah II. Pembiayaan Luar Negeri (Neto) 1. Penarikan Pinjaman Luar Negeri (Bruto) a. Pinjaman Program b. Pinjaman Proyek 2. Pembayaran Cicilan Pokok Utang LN

15,0 5,4 (13,5) 18,9 0,0 18,9 0,0 9,6 17,2 0,8 16,3 (7,6)

1,5 0,6 (1,4) 1,9 0,0 1,9 0,0 1,0 1,7 0,1 1,7 (0,8)

54,3 34,4 0,0 34,4 6,5 27,0 0,9 19,9 40,1 16,3 23,7 (20,2)

3,7 2,3 0,0 2,3 0,4 1,8 0,1 1,4 2,7 1,1 1,6 (1,4)

54,7 44,2 7,6 36,6 5,0 31,0 0,7 10,5 30,3 10,6 19,7 (19,7)

100,7 128,5 106,5 76,9 114,7 74,2 52,9 75,5 65,0 82,8 98,0

3,7 3,0 0,5 2,5 0,3 2,1 0,0 0,7 2,1 0,7 1,3 (1,3)

1) Realisasi sementara (belum diaudit), periode 1 April s.d. 31 Desember 2000 2) APBN penyesuaian (revisi) 3) APBN perubahan Sumber: Departemen Keuangan dan Bank Indonesia (diolah)

127

Keuangan Pemerintah

Tabel 7.5 Perkiraan Dampak Keuangan Pemerintah Terhadap Sektor Riil 2001

2 0 0 01)

Rincian

APBN2)

Realisasi3)

Triliun Rp % thd PDB Triliun Rp % thd PDB Triliun Rp % thd APBNR % thd PDB I. Konsumsi Pemerintah Belanja Pegawai DN Belanja Barang DN Dana Alokasi Umum Pengeluaran Rutin Lainnya

76,7 29,1 8,0 28,6 11,0

7,8 2,9 0,8 2,9 1,1

117,7 36,7 8,7 60,5 11,8

8,0 2,5 0,6 4,1 0,8

114,3 38,5 8,7 60,5 6,5

97,1 104,9 100,0 100,0 55,5

7,7 2,6 0,6 4,1 0,4

II. Pembentukan Modal Domestik Bruto Pembiayaan Dalam Rupiah Bantuan Proyek Dana Bagi Hasil dan Dana Alokasi Khusus

29,9 9,4 16,3 4,3

3,0 0,9 1,7 0,4

64,0 20,6 22,5 21,0

4,4 1,4 1,5 1,4

61,3 19,7 19,7 21,9

95,7 95,6 87,5 104,4

4,2 1,3 1,3 1,5

106,6

10,8

181,8

12,4

175,5

96,6

11,9

94,0 31,2 62,8

6,4 2,1 4,3

127,4 61,2 66,3

8,7 4,2 4,5

147,8 66,3 81,6

120,6 108,3 12,3

10,0 4,5 5,5

III. Jumlah I + II Memo Items : Pembayaran Transfer a. Bunga Utang Dalam Negeri b. Subsidi

1) Realisasi sementara (belum diaudit), periode 1 April s.d. 31 Desember 2000 2) APBN penyesuaian (revisi) 3) APBN perubahan Sumber: Departemen Keuangan dan Bank Indonesia (diolah)

sebesar 34,9% dalam bentuk pengeluaran investasi.

dibandingkan tahun lalu dari 10,8% menjadi 11,9%

Sementara itu, 41,7% dari total pengeluaran atau

dari PDB.

setara dengan Rp147,8 triliun (10,0% dari PDB)

Dari sisi moneter, transaksi keuangan pe-

digunakan untuk pembayaran transfer ke sektor

merintah selama 2001 memberikan ekspansi rupiah

swasta dalam bentuk pembayaran subsidi dan pem-

neto sebesar Rp56,0 triliun (Tabel 7.6). Ekspansi

bayaran bunga utang dalam negeri.

terbesar adalah anggaran belanja untuk daerah,

Dibandingkan tahun sebelumnya, penge-

subsidi, dan bunga utang dalam negeri. Diban-

luaran konsumsi pemerintah terlihat hampir sama

dingkan dengan tahun sebelumnya, ekspansi rupiah

yaitu dari 7,8% menjadi 7,7% dari PDB, sedangkan

neto tersebut meningkat dari 3,3% menjadi 3,8% dari

pengeluaran investasi pemerintah meningkat dari

PDB. Faktor utama yang mendorong naiknya eks-

3,0% menjadi 4,2% terutama karena adanya alokasi

pansi rupiah neto pada periode laporan adalah

dana untuk dana bagi hasil (DBH) mulai 2001.

peningkatan alokasi anggaran belanja untuk daerah

Sementara itu, pembayaran transfer ke sektor swasta

dari 3,3% menjadi 5,6% dari PDB dan bunga utang

dalam bentuk subsidi dan bunga utang dalam negeri

dalam negeri dari 3,2% menjadi 4,5% dari PDB.

meningkat cukup tajam dari 6,4% menjadi 10,0% dari

Dari sisi neraca pembayaran, transaksi ke-

PDB. Secara keseluruhan, kontribusi langsung sektor

uangan pemerintah diperkirakan memberikan aliran

pemerintah terhadap permintaan agregat meningkat

devisa masuk bersih (net capital inflows) setara

128

Keuangan Pemerintah

Tabel 7.6 Perkiraan Dampak Rupiah Keuangan Pemerintah 2001

2 0 0 01)

Rincian

APBN2)

Realisasi3)

Triliun Rp % thd PDB Triliun Rp % thd PDB Triliun Rp % thd APBNR % thd PDB A. Penerimaan rupiah Pajak Migas Nonmigas Bukan Pajak Privatisasi Penjualan Asset Program Restrukturisasi Perbankan Penjualan Obligasi Pemerintah Jumlah Penerimaan

18,7 97,1 22,5 0,0 18,9 0,0 157,2

1,9 9,8 2,3 0,0 1,9 0,0 15,9

25,7 159,5 25,5 6,5 27,0 0,9 245,2

1,8 10,9 1,7 0,4 1,8 0,1 16,7

23,1 161,6 33,2 5,0 31,0 0,7 254,6

1,6 10,9 2,3 0,3 2,1 0,0 17,2

89,8 101,3 130,2 76,9 114,7 74,2 103,8

B. Pengeluaran rupiah Operasional Belanja Pegawai DN Subsidi Bunga Utang DN Pengeluaran Rutin Lainnya Investasi Anggaran Belanja Untuk Daerah Jumlah Pengeluaran

-142,1 -29,1 -62,8 -31,2 -19,0 -15,1 -32,9 -190,0

-14,4 -2,9 -6,4 -3,2 -1,9 -1,5 -3,3 -19,2

-184,7 -36,7 -66,3 -61,2 -20,5 -28,5 -81,5 -294,6

-12,6 -2,5 -4,5 -4,2 -1,4 -1,9 -5,5 -20,1

-201,6 -38,5 -81,6 -66,3 -15,3 -26,6 -82,4 -310,6

-13,7 -2,6 -5,5 -4,5 -1,0 -1,8 -5,6 -21,0

109,2 104,9 123,1 108,3 74,4 93,4 101,1 105,4

0,0 -32,8

0,0 -3,3

0,0 -49,5

0,0 -3,4

0,0 -56,0

0,0 -3,8

0,0 113,2

C. Perbedaan Statistik D. Dampak Rupiah

1) Realisasi sementara (belum diaudit), periode 1 April s.d. 31 Desember 2000 2) APBN penyesuaian (revisi) 3) APBN perubahan Sumber : Departemen Keuangan dan Bank Indonesia (diolah)

Rp48,4 trilliun, atau lebih rendah sekitar Rp7,6 triliun

PROSPEK APBN 2002

dari ekspansi rupiah neto tersebut di atas (Tabel 7.7).

Dalam tahun 2002, kebijakan keuangan

Dengan demikian, terdapat SIKPA sebesar Rp7,6

negara diarahkan pada upaya untuk mewujudkan

triliun yang ditutup dengan penarikan tabungan pe-

ketahanan fiskal yang berkelanjutan (fiscal

merintah di sistem moneter. Kontributor utama aliran

sustainability). Untuk itu, ada dua langkah strategis

devisa masuk adalah ekspor migas yang mencapai

yang tergambar dalam penyusunan APBN 2002.

hampir 73% penerimaan valuta asing pemerintah.

Pertama, mengupayakan penurunan volume dan

Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, aliran de-

rasio defisit anggaran terhadap PDB. Kedua,

visa masuk bersih pemerintah menurun dari 4,7%

menurunkan rasio posisi utang pemerintah --baik

menjadi 3,3% dari PDB. Faktor penting yang menye-

utang dalam negeri maupun luar negeri-- terhadap

babkan turunnya aliran devisa masuk bersih adalah

PDB. Oleh karena itu, pemerintah mempersiapkan

rendahnya tingkat penarikan utang luar negeri yang

langkah-langkah guna meningkatkan pendapatan

hanya mencapai sekitar 75% dari rencana.

negara, mengendalikan belanja negara, dan

129

Keuangan Pemerintah

Tabel 7.7 Perkiraan Dampak Valas Keuangan Pemerintah 2001

2 0 0 01)

Rincian

APBN2)

Realisasi3)

Triliun Rp % thd PDB Triliun Rp % thd PDB Triliun Rp % thd APBNR % thd PDB A. Transaksi Berjalan Neraca Barang Ekspor Migas Impor Bantuan Proyek Belanja Barang LN

36,8 55,9 66,7 -10,6 -0,1

3,7 5,7 6,7 -1,1 0,0

29,5 59,4 75,2 -14,6 -1,2

2,0 4,0 5,1 -1,0 -0,1

37,9 68,2 81,9 -12,8 -0,9

2,6 4,6 5,5 -0,9 -0,1

128,3 114,8 108,9 87,5 74,0

Neraca Jasa Pembayaran Bunga Utang Luar Negeri Belanja Pegawai LN

-19,1

-1,9

-29,9

-2,0

-30,3

-2,1

101,4

-18,8 -0,3

-1,9 0,0

-28,4 -1,5

-1,9 -0,1

-29,3 -1,1

-2,0 -0,1

103,1 69,9

B. Pemasukan Modal Neto Pemerintah Penarikan Utang LN dan Hibah Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri Pemerintah

9,6 17,2

1,0 1,7

19,9 40,1

1,4 2,7

10,5 30,3

0,7 2,1

52,9 75,6

-7,6

-0,8

-20,2

-1,4

-19,7

-1,3

98,0

C. Dampak Valas (A+B)

46,3

4,7

49,5

3,4

48,4

3,3

97,9

1) Realisasi sementara (belum diaudit), periode 1 April s.d. 31 Desember 2000 2) APBN penyesuaian (revisi) 3) APBN perubahan Sumber: Departemen Keuangan dan Bank Indonesia (diolah)

mengoptimalkan pilihan pembiayaan defisit anggaran

tercatat sebesar Rp54,3 triliun (3,7% dari PDB).

negara.

Penurunan defisit tersebut diupayakan dengan Operasi keuangan pemerintah pada 2002

meningkatkan penerimaan terutama dengan meng-

direncanakan akan mengalami defisit sebesar Rp42,1

optimalkan penghimpunan pajak melalui perluasan

triliun atau 2,5% dari PDB, menurun dibandingkan

basis pajak dan lebih mengefisienkan pengeluaran

rencana defisit pada APBN tahun sebelumnya yang

dengan memprioritaskan anggaran. Di sisi pembiayaan, pemerintah berupaya mengoptimalkan hasil penjualan aset program restrukturisasi perbankan dan

Tabel 7.8 Asumsi APBN 2001 - 2002

Asumsi PDB a.d. harga berlaku (triliun rupiah) Pertumbuhan ekonomi (%) Laju inflasi (%) Harga minyak mentah ($ per barel) Produksi minyak mentah (juta barel per hari) Nilai Tukar (Rp/$) Suku bunga SBI 3 bulan rata-rata (%)

privatisasi dan menggunakan sebagian hasilnya untuk

2001

2002

APBN

APBN

1.468,1 3,5 9,30 24,0

1.685,4 4,0 9,00 22,0

1,5 9.600 15,00

1,3 9.000 14,00

mengurangi posisi utang dalam negeri (asset to bond swap and cash to bond swap). Total penerimaan pemerintah secara nominal diharapkan meningkat dari Rp286 triliun menjadi Rp301,9 triliun. Namun demikian, dalam persentase terhadap PDB menurun dari 19,5% menjadi 17,9%, terutama karena perkiraan turunnya harga minyak

Sumber : Departemen Keuangan

mentah Indonesia dari $24 per barel menjadi $22 per

130

Keuangan Pemerintah

Tabel 7.9 Proyeksi Penerimaan Pemerintah Rincian A. Pendapatan Negara dan Hibah I. Penerimaan Dalam Negeri 1. Penerimaan Pajak a. Pajak Dalam Negeri i. Pajak penghasilan 1. Migas 2. Nonmigas ii. Pajak pertambahan nilai iii. Pajak bumi dan bangunan iv. Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan v. Cukai vi. Pajak lainnya b. Pajak Perdagangan Internasional i. Bea masuk ii. Pajak/pungutan ekspor 2. Penerimaan Bukan Pajak (SDA Migas) a. Penerimaan SDA i. Minyak Bumi ii. Gas Alam iii. Pertambangan Umum iv. Kehutanan v. Perikanan b. Bagian Laba BUMN c. PNBP Lainnya II. Hibah

APBN 20011) Triliun Rp % thd PDB 286,0 286,0 185,3 174,3 95,0 25,7 69,2 53,5 5,1 1,2 17,6 1,9 11,0 10,4 0,6 100,7 79,4 57,9 17,4 0,9 3,0 0,3 9,0 12,3 0,0

19,5 19,5 12,6 11,9 6,5 1,8 4,7 3,6 0,3 0,1 1,2 0,1 0,7 0,7 0,0 6,9 5,4 3,9 1,2 0,1 0,2 0,0 0,6 0,8 0,0

APBN 20022) Triliun Rp % thd PDB 301,9 301,9 219,6 207,0 104,5 15,7 88,8 70,1 5,9 2,2 22,4 1,9 12,6 12,2 0,3 82,2 63,2 44,0 14,5 1,3 3,0 0,3 10,4 8,7 0,0

17,9 17,9 13,0 12,3 6,2 0,9 5,3 4,2 0,4 0,1 1,3 0,1 0,7 0,7 0,0 4,9 3,7 2,6 0,9 0,1 0,2 0,0 0,6 0,5 0,0

Perubahan % thd PDB -1,6 -1,6 0,4 0,4 -0,3 -0,8 0,6 0,5 0,0 0,0 0,1 0,0 0,0 0,0 0,0 -2,0 -1,7 -1,3 -0,3 0,0 0,0 0,0 0,0 -0,3 0,0

1) APBN yang direvisi pada 15 Juni 2001 2) APBN yang disahkan pada 23 Oktober 2001 Sumber : Departemen Keuangan (diolah)

barel. Sumber utama penerimaan diharapkan dari

titik optimalnya sangat dibutuhkan untuk menjaga

penerimaan perpajakan sebesar Rp219,6 trilliun

kesinambungan fiskal di masa depan. Sebaliknya,

dengan target tax ratio yang meningkat dibandingkan

sejalan dengan perkiraan penurunan harga minyak,

target APBN sebelumnya yaitu dari 12,6% menjadi

maka penerimaan negara bukan pajak diperkirakan

13,0% dari PDB. Untuk mendukung tercapainya

akan menurun dibandingkan tahun lalu dari 6,9%

sasaran penerimaan perpajakan, pemerintah akan

menjadi 4,9% dari PDB.

melanjutkan berbagai kebijakan intensifikasi

Di sisi pengeluaran, volume anggaran belanja

pemungutan pajak dan ekstensifikasi subjek/objek

negara direncanakan sebesar Rp344,0 trilliun.

pajak. Kebijakan tersebut diimplementasikan

Meskipun secara nominal meningkat, namun dalam

terhadap semua jenis pajak, yang selanjutnya

persentase terhadap PDB menurun dibandingkan

masing-masing akan dijabarkan secara lebih spesifik

tahun lalu dari 23,2% menjadi 20,4%. Penurunan

dalam kebijakan operasionalnya. Selain untuk

tersebut terutama terjadi pada alokasi pengeluaran

mengantisipasi turunnya penerimaan migas,

rutin untuk pemerintah pusat yaitu dari 14,7% menjadi

peningkatan target pajak secara bertahap sampai ke

11,5% dari PDB.

131

Keuangan Pemerintah

Tabel 7.10 Proyeksi Pengeluaran Pemerintah Rincian B. Belanja Negara I. Belanja Pemerintah Pusat 1. Pengeluaran Rutin a. Belanja Pegawai i. Gaji dan Pensiun ii. Tunjangan Beras iii. Uang Makan/Lauk Pauk iv. Lain-lain Belanja Pegawai DN v. Belanja Pegawai LN b. Belanja Barang i. Belanja Barang DN ii. Belanja Barang LN c. Pembayaran Bunga Hutang i. Utang Dalam Negeri ii. Utang Luar Negeri d. Subsidi i. Subsidi BBM ii. Subsidi non BBM - Pangan - Listrik - Bunga Kredit Program - Lainnya e. Pengeluaran Rutin Lainnya 2. Pengeluaran Pembangunan a. Pembiayaan pembangunan rupiah b. Pembiayaan proyek II. Anggaran Belanja Untuk Daerah 1. Dana Perimbangan a. Dana Bagi Hasil b. Dana Alokasi Umum c. Dana Alokasi Khusus 2. Dana Otonomi Khusus dan Penyeimbang

APBN 20011) Triliun Rp % thd PDB

APBN 20022) Triliun Rp % thd PDB

Perubahan % thd PDB

340,3 258,8 215,8 38,2 31,9 1,3 2,1 1,4 1,5 9,9 8,7 1,2 89,6 61,2 28,4 66,3 53,8 12,5 2,4 4,7 4,9 0,4 11,8 43,1 20,6 22,5

23,2 17,6 14,7 2,6 2,2 0,1 0,1 0,1 0,1 0,7 0,6 0,1 6,1 4,2 1,9 4,5 3,7 0,9 0,2 0,3 0,3 0,0 0,8 2,9 1,4 1,5

344,0 246,0 193,7 41,3 34,0 1,4 2,8 1,5 1,5 12,9 11,7 1,2 88,5 59,5 29,0 41,6 30,4 11,2 4,7 4,1 2,2 0,2 9,5 52,3 26,5 25,8

20,4 14,6 11,5 2,5 2,0 0,1 0,2 0,1 0,1 0,8 0,7 0,1 5,3 3,5 1,7 2,5 1,8 0,7 0,3 0,2 0,1 0,0 0,6 3,1 1,6 1,5

-2,8 -3,0 -3,2 -0,2 -0,2 0,0 0,0 0,0 0,0 0,1 0,1 0,0 -0,9 -0,6 -0,2 -2,0 -1,9 -0,2 0,1 -0,1 -0,2 0,0 -0,2 0,2 0,2 0,0

81,5 81,5 20,3 60,5 0,7 0,0

5,5 5,5 1,4 4,1 0,0 0,0

98,0 94,5 24,6 69,1 0,8 3,4

5,8 5,6 1,5 4,1 0,0 0,2

0,3 0,1 0,1 0,0 0,0 0,2

1) APBN yang direvisi pada 15 Juni 2001 2) APBN yang disahkan pada 23 Oktober 2001 Sumber : Departemen Keuangan (diolah)

Secara individual, pengeluaran terbesar adalah untuk pembayaran bunga utang yang mencapai

yang dimiliki bank-bank (asset to bond swap and cash to bond swap).

Rp88,5 trilliun atau setara dengan 5,3% dari PDB.

Tiga kelompok pengeluaran terbesar lainnya

Meskipun demikian, jumlah tersebut relatif lebih

adalah (i) subsidi (2,5% dari PDB), (ii) belanja

rendah dari tahun 2001 sejalan dengan penggunaan

pegawai (2,4%), dan (iii) pengeluaran pembangunan

asumsi suku bunga SBI yang lebih rendah, nilai tukar

(3,1%). Subsidi jauh menurun dibandingkan tahun

rupiah yang lebih optimis dari tahun lalu serta

2001, antara lain karena rencana pemerintah untuk

dampak dari pengurangan obligasi pemerintah

menaikkan harga BBM dalam negeri sebesar rata-

dengan cara membeli kembali dan mempertukarkan

rata 25% mulai Januari 2002 dan tarif dasar listrik

aset-aset yang telah direstrukturisasi dengan obligasi

(TDL) sebesar 4%–6% setiap triwulan. Belanja

132

Keuangan Pemerintah

Tabel 7.11 Proyeksi Operasi Keuangan Pemerintah Rincian

APBN 20011) Triliun Rp % thd PDB

APBN 20022) Triliun Rp % thd PDB

Perubahan % thd PDB

A. Pendapatan Negara dan Hibah I. Penerimaan Dalam Negeri 1. Penerimaan Pajak a. Pajak Dalam Negeri b. Pajak Perdagangan Internasional 2. Penerimaan Bukan Pajak (SDA Migas) a. Penerimaan SDA b. Bagian Laba BUMN c. PNBP Lainnya II. Hibah

286,0 286,0 185,3 174,3 11,0 100,7 79,4 9,0 12,3 0,0

19,5 19,5 12,6 11,9 0,7 6,9 5,4 0,6 0,8 0,0

301,9 301,9 219,6 207,0 12,6 82,2 63,2 10,4 8,7 0,0

17,9 17,9 13,0 12,3 0,7 4,9 3,7 0,6 0,5 0,0

-1,6 -1,6 0,4 0,4 0,0 -2,0 -1,7 0,0 -0,3 0,0

B. Belanja Negara I. Belanja Pemerintah Pusat 1. Pengeluaran Rutin a. Belanja Pegawai b. Belanja Barang c. Pembayaran Bunga Utang d. Subsidi e. Pengeluaran Rutin Lainnya 2. Pengeluaran Pembangunan a. Pembiayaan pembangunan rupiah b. Pembiayaan proyek II. Anggaran Belanja Untuk Daerah 1. Dana Perimbangan 2. Dana Otonomi Khusus dan Penyeimbang

340,3 258,8 215,8 38,2 9,9 89,6 66,3 11,8 43,1 20,6 22,5 81,5 81,5 0,0

23,2 17,6 14,7 2,6 0,7 6,1 4,5 0,8 2,9 1,4 1,5 5,5 5,5 0,0

344,0 246,0 193,7 41,3 12,9 88,5 41,6 9,5 52,3 26,5 25,8 98,0 94,5 3,4

20,4 14,6 11,5 2,5 0,8 5,3 2,5 0,6 3,1 1,6 1,5 5,8 5,6 0,2

-2,8 -3,0 -3,2 -0,2 0,1 -0,9 -2,0 -0,2 0,2 0,2 0,0 0,3 0,1 0,2

C. Perbedaan statistik D. Keseimbangan Primer E. Surplus/(Defisit) Anggaran

0,0 35,2 -54,3

0,0 2,4 -3,7

0,0 46,4 -42,1

0,0 2,8 -2,5

0,0 0,3 1,2

F. Pembiayaan I. Pembiayaan Dalam Negeri 1. Perbankan dalam negeri 2. Non Perbankan dalam negeri a. Privatisasi b. Penjualan aset program restrukturisasi perbankan c. Penjualan Obligasi Pemerintah

54,3 34,4 0,0 34,4 6,5 27,0 0,9

3,7 2,3 0,0 2,3 0,4 1,8 0,1

42,1 23,5 0,0 23,5 4,0 19,5 0,0

2,5 1,4 0,0 1,4 0,2 1,2 0,0

-1,2 -0,9 0,0 -0,9 -0,2 -0,7 -0,1

II. Pembiayaan Luar Negeri (Netto) 1. Penarikan Pinjaman Luar Negeri (bruto) a. Pinjaman Program b. Pinjaman Proyek 2. Pembayaran Cicilan Pokok Utang LN

19,9 40,1 16,3 23,7 -20,2

1,4 2,7 1,1 1,6 -1,4

18,6 62,6 36,8 25,8 -44,0

1,1 3,7 2,2 1,5 -2,6

-0,3 1,0 1,1 –0,1 -1,2

1) Total Target Privatisasi (Termasuk penarikan obligasi) 2) Total Target Penjualan Aset oleh BPPN (Termasuk penarikan obligasi)

6,5 0,0 37,0 -10,0

0,4 0,0 2,5 -0,7

6,5 -2,5 42,8 -23,3

0,4 -0,2 2,5 -1,4

-0,1 -0,2 0,0 -0,7

1) APBN yang direvisi pada 15 Juni 2001 2) APBN yang disahkan pada 23 Oktober 2001 Sumber : Departemen Keuangan (diolah)

pegawai dianggarkan naik secara nominal sebagai

belum pernah mengalami kenaikan. Sementara itu,

upaya pemerintah untuk menaikkan tunjangan

alokasi dana untuk pengeluaran pembangunan

beberapa jabatan fungsional tertentu mengingat

masih tetap rendah dibandingkan pengeluaran

selama beberapa tahun terakhir tunjangan tersebut

rutin.

133

Keuangan Pemerintah

Tabel 7.12 Dampak Rupiah Operasi Keuangan Pemerintah Rincian

APBN 20011) Triliun Rp

APBN 20022)

% thd PDB

Triliun Rp

Perubahan

% thd PDB

% thd PDB

A. Penerimaan rupiah Pajak Migas Nonmigas Bukan Pajak Privatisasi Penjualan Asset Program Restrukturisasi Perbankan Penjualan Obligasi Pemerintah Jumlah Penerimaan

25,7 159,5 25,5 6,5 27,0 0,9 245,2

1,8 10,9 1,7 0,4 1,8 0,1 16,7

15,7 203,9 23,7 4,0 19,5 0,0 266,8

0,9 12,1 1,4 0,2 1,2 0,0 15,8

-0,8 1,2 -0,3 -0,2 -0,7 -0,1 -0,9

B. Pengeluaran rupiah Operasional Belanja Pegawai DN Subsidi Bunga Utang DN Pengeluaran Rutin Lainnya Investasi Anggaran Belanja Untuk Daerah Jumlah Pengeluaran

-184,7 -36,7 -66,3 -61,2 -20,5 -28,5 -81,5 -294,6

-12,6 -2,5 -4,5 -4,2 -1,4 -1,9 -5,5 -20,1

-162,1 -39,8 -41,6 -59,5 -21,2 -35,5 -98,0 -295,6

-9,6 -2,4 -2,5 -3,5 -1,3 -2,1 -5,8 -17,5

3,0 0,1 2,0 0,6 0,1 -0,2 -0,3 2,5

0,0 -49,5

0,0 -3,4

0,0 -28,7

0,0 -1,7

0,0 1,7

C. Perbedaan Statistik D. Dampak Rupiah 1) APBN yang direvisi pada 15 Juni 2001 2) APBN yang disahkan pada 23 Oktober 2001 Sumber : Departemen Keuangan (diolah)

Dalam pada itu, alokasi anggaran belanja un-

Sebagian dari defisit tersebut akan dibiayai dengan

tuk daerah selama 2002 diperkirakan mencapai

sumber pembiayaan dalam negeri khususnya dari

Rp98,0 trilliun (5,8% dari PDB) sedikit meningkat

privatisasi dan penjualan aset program restrukturisasi

dibandingkan dengan tahun lalu yang tercatat Rp81,5

perbankan, sedangkan sisanya dengan sumber

trilliun (5,5% dari PDB). Bagian terbesar dari alokasi

pembiayaan luar negeri.

tersebut adalah untuk Dana Alokasi Umum (Rp69,1

Target privatisasi ditetapkan Rp6,5 triliun

triliun), diikuti oleh Dana Bagi Hasil (Rp24,6 triliun),

dimana Rp2,6 triliun diantaranya digunakan untuk

dan sisanya untuk Dana Alokasi Khusus (DAK). Selain

membeli kembali obligasi pemerintah. Dalam pada

itu, pemerintah mengalokasikan pula dana sebesar

itu, penjualan aset ditargetkan sebesar Rp42,8 triliun

Rp3,4 triliun untuk penyelenggaraan otonomi khusus

dimana Rp7,5 triliun diantaranya dicapai dalam bentuk

dan sebagai dana penyeimbang.

asset to bond swap dan Rp15,8 triliun dalam bentuk

Dengan kondisi di atas, maka keseimbangan

cash to bond swap. Dengan demikian, total obligasi

primer APBN 2002 diharapkan surplus 2,8% dari PDB

pemerintah yang diharapkan dapat ditarik kembali

atau sedikit lebih baik dibandingkan dengan tahun

selama 2001 adalah sebesar Rp25,8 triliun. Kebijakan

2001. Secara keseluruhan, defisit fiskal diperkirakan

membeli kembali obligasi yang telah diterbitkan ini

akan mencapai Rp42,1 triliun atau 2,5% dari PDB.

ditujukan untuk mengurangi volume utang dalam

134

Keuangan Pemerintah

Tabel 7.13 Dampak Valas Operasi Keuangan Pemerintah

Rincian A. Transaksi Berjalan Neraca Barang Ekspor Migas Impor Bantuan Proyek Belanja Barang LN

APBN 20011) Triliun Rp

APBN 20022)

% thd PDB

Triliun Rp

Perubahan

% thd PDB

% thd PDB

29,5 59,4 75,2 -14,6 -1,2

2,0 4,0 5,1 -1,0 -0,1

10,1 40,6 58,5 -16,8 -1,2

0,6 2,4 3,5 -1,0 -0,1

-1,4 -1,6 -1,7 0,0 0,0

-29,9 -28,4 -1,5

-2,0 -1,9 -0,1

-30,5 -29,0 -1,5

-1,8 -1,7 -0,1

0,2 0,2 0,0

B. Pemasukan Modal Neto Pemerintah Penarikan Utang LN dan Hibah Pembayaran Cicilan Pokok Utang LN Pemerintah

19,9 40,1 -20,2

1,4 2,7 -1,4

18,6 62,6 -44,0

1,1 3,7 -2,6

-0,3 1,0 -1,2

C. Dampak Valas (A+B)

49,5

3,4

28,7

1,7

-1,7

Neraca Jasa Pembayaran Bunga Utang Luar Negeri Belanja Pegawai LN

1) APBN yang direvisi pada 15 Juni 2001 2) APBN yang disahkan pada 23 Oktober 2001 Sumber : Departemen Keuangan (diolah)

negeri pemerintah yang sejauh ini bebannya lebih

moneter, neraca pembayaran, dan permintaan agre-

tinggi dibandingkan utang luar negeri.

gat 2002. Dari sisi moneter, transaksi keuangan

Sementara itu, pembiayaan luar negeri bersih

pemerintah pada 2002 diperkirakan akan mem-

pada 2002 diperkirakan menurun dibandingkan tahun

berikan ekspansi rupiah neto sebesar Rp28,8 triliun

lalu, yaitu dari Rp19,9 trilliun menjadi Rp18,6 triliun.

(1,7% dari PDB), jauh lebih rendah dari 2001 yang

Jumlah ini lebih kecil dibandingkan dengan total nilai

tercatat Rp49,5 triliun (3,4% dari PDB). Penurunan

pembelian kembali obligasi pemerintah. Dengan

terbesar berasal dari pengurangan subsidi BBM dan

melakukan asset to bond swap, volume utang peme-

TDL. Penurunan ekspansi rupiah neto tersebut di-

rintah diharapkan menurun. Penurunan posisi utang

dukung pula oleh optimisme peningkatan tax ratio

tersebut diperlukan untuk menjaga kesinambungan

dari 12,6% menjadi 13,0% pada 2002. Ekspansi

fiskal di masa depan.

rupiah neto pemerintah yang lebih rendah ini diharapkan akan mengurangi beban pengendalian

Dampak Operasi Keuangan Pemerintah terhadap

moneter, sehingga diharapkan suku bunga dapat

Moneter, Neraca Pembayaran dan Permintaan

diarahkan pada level yang lebih rendah sehingga

Agregat.

dapat mendorong kegiatan di sektor riil. Kondisi ini

Berbagai kebijakan operasi keuangan peme-

pada gilirannya akan memberikan manfaat kepada

rintah yang secara kuantitatif tertuang dalam APBN

sektor fiskal itu sendiri terutama untuk mencapai

2002 tersebut selanjutnya akan mempengaruhi sisi

sustainabilitas fiskal.

135

Keuangan Pemerintah

Tabel 7.14 Dampak Operasi Keuangan Pemerintah terhadap sektor Riil Rincian I. Konsumsi Pemerintah Belanja Pegawai DN Belanja Barang DN Dana Alokasi Umum Pengeluaran Rutin Lainnya3) II. Pembentukan Modal Domestik Bruto Pembiayaan Dalam Rupiah Bantuan Proyek Dana Bagi Hasil dan Dana Alokasi Khusus III. Jumlah I + II Memo Items : Pembayaran Transfer a. Bunga Utang Dalam Negeri b. Subsidi

APBN 20011) Triliun Rp

APBN 20022)

% thd PDB

Triliun Rp

Perubahan

% thd PDB

% thd PDB

117,7 36,7 8,7 60,5 11,8

8,0 2,5 0,6 4,1 0,8

133,5 39,8 11,7 69,1 12,9

7,9 2,4 0,7 4,1 0,8

-0,1 -0,1 0,1 0,0 0,0

64,0 20,6 22,5 21,0

4,4 1,4 1,5 1,4

77,7 26,5 25,8 25,4

4,6 1,6 1,5 1,5

0,2 0,2 0,0 0,1

181,8

12,4

211,3

12,5

0,2

127,4 61,2 66,3

8,7 4,2 4,5

101,1 59,5 41,6

6,0 3,5 2,5

-2,7 -0,6 -2,0

1) APBN yang direvisi pada 15 Juni 2001 2) APBN yang disahkan pada 23 Oktober 2001 3) Termasuk dana otonomi khusus dan penyeimbang Sumber : Departemen Keuangan (diolah)

Dari sisi neraca pembayaran, potensi aliran

Dari sisi permintaan agregat, kontribusi sektor

devisa masuk terutama bersumber dari penerimaan

pemerintah terhadap permintaan agregat masih tetap

migas dan penarikan utang luar negeri masing-

terbatas dan hanya sedikit meningkat dibandingkan

masing sebesar Rp58,5 triliun dan Rp62,6 triliun.

tahun lalu, yaitu 12,4% menjadi 12,5% dari PDB.

Sementara itu, aliran devisa keluar terutama diguna-

Peningkatan tersebut terjadi pada investasi yaitu dari

kan untuk pembayaran bunga dan amortisasi utang

4,4% menjadi 4,6%, sedangkan konsumsi pemerintah

luar negeri yang masing-masing sebesar Rp29,0

relatif tidak berubah. Sementara itu, jumlah

triliun dan Rp44,0 triliun. Dengan demikian, dampak

pengeluaran pemerintah dalam bentuk pembayaran

valuta asing yang terjadi diperkirakan sebesar

transfer ke sektor swasta menurun dari 8,7% menjadi

Rp28,7 triliun. Jumlah tersebut akan digunakan oleh

6,0% dari PDB, hal ini disebabkan karena berku-

Bank Indonesia untuk mensterilisasi dampak eks-

rangnya jumlah subsidi yang harus ditanggung

pansi neto transaksi rupiah pemerintah.

pemerintah.

136

Keuangan Pemerintah

boks

Masalah Utang Indonesia dan Opsi Penanganannya1 Masalah utang Indonesia dewasa ini cukup

swasta nasional sebagai konsekuensinya membeng-

pelik, berat, dan serius. Pelik dikarenakan masalah

kak. Pada 2002 misalnya, Pemerintah harus

utang itu bersumber baik dari utang domestik dan luar

mencadangkan dana sekitar Rp136,4 triliun untuk

negeri yang ditanggung Pemerintah, maupun utang

membayar cicilan pokok dan bunga pinjaman, di mana

luar negeri yang harus ditanggung oleh sektor swasta

sekitar Rp73,0 triliun dialokasikan untuk utang luar

nasional. Berat dikarenakan beban utang tersebut

negeri dan sekitar Rp63,4 triliun untuk utang dalam

telah sedemikian menekan dan bahkan mengancam

negeri. Dibandingkan dengan proyeksi penerimaan

kinerja neraca transaksi berjalan, neraca pemba-

pemerintah tahun yang sama, beban kewajiban utang

yaran, dan keuangan pemerintah. Serius dikarenakan

pemerintah mencapai 45,2%. Sementara itu, beban

hingga saat ini langkah-langkah penanganan utang

kewajiban utang luar negeri sektor swasta di 2002

yang dilakukan dipandang belum mampu banyak

diperkirakan mencapai $11,8 miliar. Dengan demikian,

meringankan beban utang Indonesia.

debt service payments utang luar negeri pemerintah

Permasalahan utang harus membuat kita

dan swasta untuk 2002 akan mencapai $24,2 miliar.

bangun dan waspada. Utang yang ditanggung

Debt service ratio (DSR) untuk tahun 2001 dan 2002

Pemerintah dewasa ini hampir sama dengan jumlah

masing-masing diperkirakan sekitar 39,4% dan 34,9%,

PDB, meningkat tajam dari hanya 25% PDB pada

jauh lebih tinggi dari 20% sebagai tingkat DSR yang

1996. Sementara itu, utang luar negeri pemerintah

dianggap aman oleh Bank Dunia.

per Desember 2001 tercatat sebesar $71,4 miliar atau

Pengukuran solvabilitas dan sustainabilitas

49,1% dari PDB tahun 2001. Dengan utang luar negeri

keuangan pemerintah sehubungan dengan beban

swasta sebesar $59,8 miliar, utang luar negeri yang

utang dalam dan luar negeri pemerintah dapat dila-

ditanggung Indonesia secara keseluruhan telah

kukan atas dasar sebuah pendekatan intertemporal

mencapai $131,2 miliar, atau 90,3% dari PDB tahun

budget constraint yang dikembangkan oleh Dinh

2001.

(1999).2 Hasil analisis oleh Bank Indonesia dengan Dengan tingkat utang sedemikian besar,

menggunakan pendekatan tersebut menunjukkan

beban pembayaran pokok dan bunga utang (debt ser-

bahwa keuangan pemerintah untuk periode 2001-

vice payments) yang ditanggung Pemerintah maupun

2005 secara umum diperkirakan masih dalam kondisi yang solvabel dan sustainabel.

1

Disarikan dari “Utang Indonesia: Kondisi, Permasalahan dan Opsi Penanganannya”, Paper Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter dan Direktorat Luar Negeri, Bank Indonesia, Desember 2001.

2

Hinh T. Dinh, “Fiscal Solvency and Sustainability in Economic Management”, Macroeconomics In Southern Africa Region, the World Bank, 1999.

137

Keuangan Pemerintah

Meski demikian, terdapat sejumlah faktor-

Hasil analisis solvabilitas terhadap keuangan

faktor penentu (critical factors) yang akan sangat

(non-interest current account) Indonesia mendukung

mempengaruhi tingkat solvabilitas dan sutainabilitas

gambaran yang diperoleh sebelumnya dari hasil

keuangan pemerintah dalam periode tersebut. Faktor-

proyeksi kembali neraca pembayaran pemerintah dan

faktor tersebut terkait baik dengan faktor-faktor di

swasta nasional tentang beratnya beban utang yang

bidang fiskal maupun faktor-faktor makroekonomi.

ditanggung perekonomian Indonesia. Meski ke-

Secara khusus, faktor-faktor penentu di bidang fiskal

uangan Indonesia sebagai negara secara umum

akan sangat menentukan besar kecilnya keseimbang-

diperkirakan masih dalam kondisi solvabel dalam

an primer3 dalam keuangan pemerintah, sementara

periode 2000-2004, kondisinya cukup mengkuatirkan.

faktor-faktor penentu makroekonomi akan berpenga-

Perkembangannya ke depan juga sangat bergantung

ruh pada tinggi rendahnya indeks (passing grade)

pada sejumlah faktor-faktor penentu. Faktor-faktor ini,

solvabilitas dan sustainabilitas fiskal. Lebih penting

selain terkait dengan perkembangan variabel-variabel

lagi, selain berpengaruh terhadap besar kecilnya

makroekonomi seperti sebelumnya, secara langsung

keseimbangan primer, faktor-faktor penentu di bidang

sangat terkait dengan tingkat keberhasilan upaya kita

fiskal sangat menentukan terjadi tidaknya kesulitan

dalam penanganan (restrukturisasi) utang luar negeri

likuiditas jangka pendek (short-term liquidity

pemerintah dan swasta nasional dalam jangka

problems) bagi keuangan pemerintah sehubungan

pendek-menengah ke depan.

dengan pemenuhan kewajiban beban utang yang sangat besar.

Dari ulasan di atas, jelas terlihat bahwa permasalahan utang yang membelit Indonesia dewasa

Faktor-faktor penentu fiskal dimaksud

ini paling tidak memaksa kita untuk merumuskan tiga

berturut-turut antara lain adalah keberhasilan priva-

kelompok penanganan, yakni (i) penanganan yang

tisasi BUMN dan penjualan aset BPPN, keberhasilan

ditujukan secara langsung pada masalah short-term

program rekapitalisasi perbankan, pemenuhan target

liquidity problems yang kemungkinan dihadapi

pengurangan subsidi, dan pelaksanaan otonomi

pemerintah sebagai akibat tingginya beban utang

daerah. Sementara itu, faktor-faktor penentu makro-

yang harus ditanggung; (ii) penanganan masalah

ekonomi mencakup sejumlah perkembangan makro

solvabilitas dan sustainabilitas neraca pembayaran,

jangka pendek-menengah kedepan adalah sebagai

keuangan pemerintah, dan keuangan Indonesia

berikut : (i) perekonomian internasional yang bela-

dalam jangka pendek-menengah; serta (iii) penanga-

kangan ini juga memiliki faktor ketidakpastian yang

nan utang dalam jangka menengah-panjang, yang

tinggi; (ii) kondisi sosial, politik, dan keamanan dalam

terutama terkait dengan stance dan arah kebijakan

negeri yang sangat mempengaruhi kepercayaan kon-

pemerintah dalam menangani utang Indonesia.

sumen (consumer confidence) dan kondusivitas iklim

Pertama, penanganan ancaman short-term

investasi; (iii) pulihnya fungsi intermediasi perbankan.

liquidity problems menuntut langkah-langkah yang cepat namun sekaligus terencana. Di sisi domestik,

3

Surplus/defisit keseimbangan primer adalah surplus/defisit operasi keuangan pemerintah diluar beban kewajiban bunga

138

pemerintah pertama-tama dituntut mampu menjaga

Keuangan Pemerintah

kedisiplinan dalam pemenuhan target penerimaan

yang dapat dimanfaatkan Pemerintah Indonesia

privatisasi dan penjualan aset BPPN, pengurangan

dalam negosiasi Paris Club III nanti untuk memper-

subsidi, dan pelaksanaan otonomi daerah. Selan-

oleh terms and conditions pinjaman yang lebih

jutnya, pemerintah secara khusus perlu mempercepat

menguntungkan. Untuk itu diperlukan persiapan yang

penerbitan T-Bills ataupun surat utang lainnya, seperti

lebih matang, termasuk penetapan secara eksplisit

Medium Term Notes (MTN) dan Floating Rate Notes

target terms and conditions yang ingin dicapai Peme-

(FRN), yang dapat dimanfaatkan untuk membiayai

rintah, lobby ataupun pendekatan yang lebih intensif

kembali (refinancing) obligasi pemerintah yang mulai

ke IMF dan World Bank, serta pendekatan politis ke

jatuh tempo tahun 2002, melakukan roll-over obligasi

negara-negara donor yang dominan seperti Amerika

yang jatuh tempo (terutama yang suku bunga dan

Serikat dan Jepang. Bila perlu, pemerintah dapat

persyaratannya ringan), serta menukarkan kredit yang

menjajagi pemakaian tenaga lobbyist dan penasehat

direstrukturisasi BPPN dengan obligasi.

hukum berkelas internasional, yang tidak hanya dapat

Di sisi internasional, upaya rescheduling

bertindak sebagai penghubung namun juga mampu

melalui forum Paris Club menjadi pilihan pertama dan

memperjuangkan kepentingan pemerintah dalam

sekaligus paling feasible. Melalui forum Paris Club,

negosiasi rescheduling Paris Club yang akan datang.

Pemerintah telah dua kali berhasil menjadwal ulang

Kedua, salah satu elemen utama dalam

utang bilateral sekitar $10,9 miliar. Meskipun penun-

penanganan masalah solvabilitas dan sustainabilitas

daan pembayaran pokok utang tersebut berhasil

dalam jangka pendek-menengah adalah pengura-

menolong mengatasi kesulitan keuangan jangka

ngan level utang. Di sisi domestik, sejumlah opsi

pendek, namun terms and conditions yang diperoleh

berikut dapat menjadi pertimbangan: (i) melunasi

dalam kedua rescheduling Paris Club tersebut masih

obligasi dengan memanfaatkan dana hasil privatisasi

belum optimal—terutama jika dibandingkan dengan

dan penjualan aset BPPN; (ii) memelihara persentase

terms and conditions yang diterima oleh Pakistan.

tertentu dari penerimaan pemerintah guna memberi

Rescheduling Paris Club untuk Pakistan menyetujui

ruang yang lebih besar bagi pemerintah untuk mengu-

exit rescheduling sebesar $12,5 miliar. Skim ini

rangi pokok obligasi; (iii) menjadikan obligasi

memungkinkan pembayaran pinjaman Official

pemerintah sebagai piranti moneter untuk Operasi

Development Assistance (ODA) dijadwal ulang

Pasar Terbuka (OPT), yang diharapkan secara tidak

sampai dengan 38 tahun (termasuk 15 tahun grace

langsung akan meningkatkan kepercayaan publik ter-

period) dan pinjaman non-ODA dijadwal ulang selama

hadap obligasi pemerintah; (iv) mempercepat pem-

23 tahun (termasuk 8 tahun grace period). Begitu

bentukan lembaga penjamin simpanan, yang bila ter-

istimewanya perlakuan yang diterima oleh Pakistan,

wujud akan mengurangi kewajiban kontinjen pemerin-

sehingga skim ini diberi julukan sebagai the Islamabad

tah sehubungan dengan Program Penjaminan. Di sisi internasional, di tengah-tengah keti-

Terms. Membandingkan dengan hasil yang diperoleh

dakpopuleran opsi debt haircut dan debt default di

Pakistan tersebut, tampaknya masih banyak peluang

kalangan negara kreditur dan keterbatasan kemam-

139

Keuangan Pemerintah

puan keuangan Pemerintah untuk melakukan debt

ngan utang pemerintah, namun juga dengan utang

buyback, opsi yang paling feasible untuk mengurangi

(luar negeri) swasta nasional.

pokok utang luar negeri pemerintah—meski dengan

Dalam kaitan itu perlu dibentuk suatu

magnitude yang masih terbatas—adalah debt for

lembaga tersendiri untuk menangani utang peme-

nature swap. Dewasa ini, Pemerintah Amerika Serikat

rintah dan atau utang (luar negeri) swasta secara

dan Jerman telah menyediakan fasilitas debt for

terpadu. Sebagaimana layaknya struktur manajemen

nature swap. Untuk merealisasikan tawaran ini diper-

utang yang baik, lembaga ini memiliki fungsi front,

lukan fleksibilitas keuangan pemerintah dan koor-

middle dan back office. Lembaga ini sekaligus

dinasi antar departemen yang terkait untuk menindak-

berfungsi sebagai inisiator, koordinator, dan penga-

lanjuti proyek konservasi alam yang ditawarkan.

was dalam proses restrukturisasi utang. Lembaga

Fasilitas ini telah dimanfaatkan di sejumlah negara,

ini juga perlu dilengkapi dengan kewenangan mene-

seperti Bolivia, Polandia ($3,6 miliar), Equador ($10

tapkan sanksi termasuk membawa debitur yang tidak

juta), dan Filipina ($29 juta).

kooperatif ke pengadilan. Khusus untuk utang luar

Keberhasilan upaya konservasi alam Indonesia, selain bermanfaat bagi bangsa Indonesia sendiri,

negeri swasta, lembaga tersebut juga dapat berfungsi sebagai lembaga hedging.

juga merupakan kampanye positif bagi Indonesia di

Untuk menunjang stance kebijakan tersebut

dunia internasional. Di samping itu, jika program debt

di atas, khususnya yang terkait dengan utang luar

for nature swap ini dinilai berhasil oleh negara kreditur,

negeri swasta, diperlukan suatu pengaturan untuk

program ini bukan tidak mungkin akan diikuti program-

menghindari terulang kembali kondisi di mana ekspo-

program serupa di kemudian hari dengan jumlah yang

sur sektor swasta terhadap utang luar negeri sangat

semakin besar. Dengan pertimbangan yang sama,

berlebihan dan tidak terkendali. Peraturan tersebut

opsi debt for development swap juga perlu dieksplo-

memuat rambu-rambu tentang ‘prudential borrowing

rasi dengan segera guna membantu mengurangi level

guidance’, baik yang bersifat kualitatif maupun

utang luar negeri pemerintah.

kuantitatif.

Ketiga, penanganan utang Indonesia dalam

Terakhir, di samping berbagai tindakan yang

jangka menengah-panjang terutama terkait dengan

sifatnya kuratif, peran aktif pemerintah juga diperlu-

kejelasan stance dan arah kebijakan Pemerintah

kan dalam menyiapkan perangkat hukum yang

dalam bidang ini. Mengingat masalah utang yang

komprehensif dan mengimplementasikannya di

dihadapi Indonesia bersifat pelik dan multi-dimen-

lapangan secara kredibel dan sungguh-sungguh

sional, stance dan arah kebijakan Pemerintah ini

dalam rangka turut mencegah berulangnya krisis

harus bersifat komprehensif, tidak hanya terkait de-

utang di kemudian hari.

140

Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

bab 8 PERBANKAN DAN LEMBAGA KEUANGAN LAIN

141

Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

bab 8

PERBANKAN DAN LEMBAGA KEUANGAN LAIN

S

ecara umum kinerja sektor perbankan menun-

pada tahun 2001 yaitu pemenuhan Capital Adequacy

jukkan perbaikan dalam tahun 2001 setelah

Ratio (CAR) minimum 8% dan target indikatif non

berakhirnya program rekapitalisasi perbankan pada

Performing Loans (NPLs) sebesar 5%. Sementara

tahun 2000. Hal ini terutama ditunjukkan dengan

itu, lambatnya restrukturisasi kredit dan korporasi

membaiknya struktur permodalan sektor perbankan,

dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti ketidak-

menurunnya Non Performing Loans (NPLs), dan

sesuaian terms and conditions antara debitur dan

meningkatnya Net Interest Margin (NIM). Sejalan

kreditur, menurunnya nilai agunan kredit yang dikelola

dengan membaiknya kinerja sektor perbankan, kinerja

oleh BPPN, meningkatnya country risk yang

lembaga keuangan lainnya seperti perusahaan

menyebabkan biaya bunga lebih mahal serta meng-

pembiayaan dan perum pegadaian juga mengalami

hambat investor asing untuk mengambil alih utang

perbaikan. Meskipun perbankan mengalami per-

luar negeri perusahaan, volatilitas nilai tukar, serta

baikan kinerja, namun lembaga ini masih menghadapi

ketidakpastian dalam masalah hukum.

tantangan berupa fungsi intermediasi yang belum

Menghadapi tantangan-tantangan tersebut di

sepenuhnya pulih dalam mendukung proses pe-

atas, Bank Indonesia selain tetap melanjutkan

mulihan ekonomi. Sementara itu, fungsi intermediasi

program restrukturisasi perbankan juga mendorong

pembiayaan keuangan di luar sektor perbankan

bank-bank untuk lebih memfokuskan pemberian kredit

walaupun menunjukkan kenaikan, kontribusinya

ke sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) maupun

terhadap perekonomian masih relatif kecil di-

Proyek Kredit Mikro (PKM) dengan tetap mem-

bandingkan dengan total pembiayaan kredit per-

perhatikan prinsip-prinsip pemberian kredit yang

bankan.

sehat. Kedua sektor ini memiliki peranan yang bersifat Fungsi intermediasi perbankan yang belum

langsung terhadap sektor riil dan masih memiliki

sepenuhnya pulih tercermin dari Loan to Deposit Ratio

potensi yang sangat besar untuk dikembangkan guna

(LDR) yang dimiliki perbankan nasional yang tidak

mendorong pemulihan perekonomian.

banyak mengalami perubahan dalam dua tahun terakhir. Beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi

PERBANKAN

tersebut antara lain adalah masih berlangsungnya

Dalam tahun laporan, kebijakan perbankan

upaya konsolidasi internal perbankan dan lambatnya

nasional masih tetap diarahkan pada restrukturisasi

proses restrukturisasi kredit dan korporasi. Upaya

perbankan yang berkesinambungan yang mencakup

konsolidasi internal terkait dengan pencapaian

dua bagian besar, yaitu program penyehatan per-

sasaran strategis program restrukturisasi perbankan

bankan, dan pemantapan ketahanan sistem per-

142

Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

bankan. Untuk menciptakan perbankan yang sehat

Indonesia tetap konsisten mendorong bank-bank

dalam menghadapi berbagai eksposur risiko yang

untuk meningkatkan mutu pengelolaan bank (Good

semakin kompleks, Bank Indonesia secara khusus

Governance) serta memperkuat infrastruktur per-

lebih menitikberatkan pada upaya pencapaian CAR

bankan dengan mendorong perluasan jaringan bank

minimum 8% dan pencapaian target indikatif NPLs

syariah dan pemberdayaan Bank Perkreditan Rakyat

5% pada akhir tahun 2001. Dalam rangka pemenuhan

(BPR).

modal minimum, kebijakan yang diambil antara lain

Berbagai kebijakan perbankan yang di-

meminta bank-bank untuk menambah setoran modal,

tempuh telah memberikan hasil positif pada kinerja

menggabung bank melalui merger, dan mencari

perbankan dalam tahun laporan. Hal ini tercermin dari

strategic investor baru baik domestik maupun asing.

peningkatan total aset, dana pihak ketiga, penyaluran

Namun demikian bagi bank-bank yang setelah di-

kredit baru, kualitas kredit, permodalan, serta pro-

lakukan upaya tersebut masih tidak mampu meme-

fitabilitas perbankan. Seiring dengan terus berjalannya

nuhi ketentuan modal minimum diberikan alternatif

proses restrukturisasi perbankan dan masih ber-

terakhir untuk mengikuti exit policy. Sampai dengan

lakunya program penjaminan pemerintah yang ber-

akhir tahun 20011 jumlah bank yang telah memenuhi

hasil menjaga kepercayaan masyarakat terhadap

ketentuan CAR minimum 8% berjumlah 138 (95%)

perbankan, mobilisasi dana pihak ketiga dari masya-

dari 145 bank.

rakat oleh perbankan mengalami peningkatan dan

Dalam hal pemenuhan target indikatif NPLs, perbankan telah melakukan berbagai upaya antara

pada gilirannya mendorong penyaluran kredit baru perbankan kepada dunia usaha.

lain melakukan restrukturisasi kredit baik melalui per-

Perkembangan kinerja perbankan yang

bankan sendiri maupun melalui fasilitasi Satuan

membaik tersebut masih belum mampu meningkatkan

Tugas (Satgas) Kredit Bank Indonesia, melakukan

fungsi intermediasi secara keseluruhan. Hal ini

penghapusbukuan (write-off) atas portofolio NPLs,

tercermin dari masih tingginya porsi obligasi peme-

dan meningkatkan penyaluran kredit baru. Sampai

rintah di dalam aset perbankan dan porsi bunga

akhir periode laporan, meskipun angka NPLs nasional

obligasi pemerintah di dalam net interest margin bank.

membaik namun posisinya baru mencapai 12,1% dan

Sementara itu, walaupun ekspansi kredit baru telah

masih jauh dari harapan yang telah ditargetkan.

menunjukkan peningkatan, namun pemanfaatannya

Seiring dengan upaya tersebut, dalam hal

masih relatif rendah dibandingkan dengan komitmen

pemantapan ketahanan sistem perbankan, Bank

kredit yang telah disediakan oleh perbankan berkaitan

Indonesia juga tetap menyempurnakan pola

dengan masih tingginya faktor risiko yang dihadapi

pengawasan bank yang mengacu pada 25 Basel Core

dunia usaha.

Principles for Effective Banking Supervision, yang telah berlaku secara internasional. Selain itu, Bank

Kebijakan Perbankan Kebijakan perbankan pada tahun laporan

1

Data sampai dengan November 2001

secara khusus ditujukan untuk mencapai dua sasaran

143

Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

strategis yaitu pencapaian target CAR minimum 8%

secara khusus ditujukan untuk memenuhi kesepaka-

dan target indikatif NPLs maksimum 5%. Selain itu

tan LoI dengan IMF, yaitu menitikberatkan pada target

Bank Indonesia tetap melanjutkan kebijakan per-

pencapaian CAR minimum 8% dan pencapaian target

bankan yang telah berjalan yaitu (i) program penye-

indikatif NPLs 5% yang harus dipenuhi oleh bank-

hatan lembaga perbankan melalui program penjami-

bank pada akhir tahun 2001. Hal ini bertujuan untuk

nan pemerintah bagi bank umum dan BPR, peman-

memperkuat permodalan bank-bank sehingga

tauan program rekapitalisasi bank umum, dan melan-

mereka mampu menghadapi segala macam eksposur

jutkan restrukturisasi kredit perbankan; serta (ii) upaya

risiko yang akan muncul dikemudian hari sekaligus

lebih meningkatkan ketahanan sistem perbankan,

untuk memenuhi standar yang telah berlaku secara

melalui pengembangan infrastuktur perbankan,

internasional.

peningkatan mutu pengelolaan perbankan (good corporate governance), serta penyempurnaan

Program Penjaminan

ketentuan perbankan dan pemantapan sistem penga-

Dalam rangka menjaga kepercayaan

wasan bank yang mengacu pada 25 Basel Core

masyarakat terhadap sistem perbankan, pemerintah

Principles for Effective Banking Supervision.

tetap memberlakukan program penjaminan untuk

Berdasarkan penilaian (assesment) terakhir yang

bank umum dan BPR. Sementara itu, kajian tentang

dilakukan International Monetary Fund (IMF) pada

kemungkinan dihapuskannya program blanket

bulan September 2000 dari 25 Core Principles (CP)

guarantee secara bertahap terus dilakukan agar

tersebut, Indonesia sudah mematuhi dan me-

rencana pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan

laksanakan (fully compliant) 2 principles yaitu CP-1

(LPS) segera dapat direalisasikan.

mengenai Preconditions for Effective banking

Dalam pada itu, pelaksanaan program

Supervision yang mencakup Objectives, Independ-

penjaminan terkait dengan interbank debt exchange

ence and Resources, Legal Framework, Enforcement

offer masih dilaksanakan oleh Bank Indonesia.

Powers, dan Legal Protection; serta CP-2 mengenai

Selama tahun laporan telah dilakukan pembayaran

Permissible Activities of Banks. Sementara itu juga

pokok dan bunga atas interbank debt exchange offer

terdapat 5 CP lainnya yang sudah mencapai Largely

sebesar $902,3 juta yang merupakan bagian dari

Compliant.

penerbitan obligasi pemerintah dalam rangka program penjaminan sebesar Rp53,8 triliun yang diterbitkan

Program Penyehatan Perbankan

pada tahun 1999.

Kebijakan penyehatan perbankan dalam

Selain itu, sebagai kelanjutan pelaksanaan

tahun 2001 diarahkan untuk melanjutkan program

penjaminan BPR, pada tahun laporan telah disele-

penjaminan pemerintah dengan tetap melakukan

saikan penyusunan pedoman operasional tata cara

pengkajian pembentukan lembaga penjamin sim-

pelaksanaan jaminan pemerintah terhadap kewajiban

panan serta proses restrukturisasi kredit. Pelaksa-

pembayaran BPR dalam bentuk Peraturan Bank

naan kebijakan program penyehatan perbankan

Indonesia (PBI) tentang penjaminan dan exit policy

144

Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

untuk BPR. Dalam PBI ini antara lain dijelaskan

portofolio perdagangan dan dalam portofolio yang

bahwa program penjaminan BPR untuk sementara

diagunkan masing-masing sebesar Rp61,2 triliun dan

waktu dilaksanakan oleh Bank Indonesia yang

Rp3,5 triliun, sedangkan obligasi dalam portofolio

bertindak untuk dan atas nama pemerintah sampai

investasi sebesar Rp370,6 triliun. Posisi obligasi

dengan terbentuknya LPS BPR.

pemerintah yang diterbitkan dalam rangka program rekapitalisasi bank-bank umum nasional pada tahun

Program Rekapitalisasi Bank Umum

laporan tercatat sebesar Rp435,3 triliun (Tabel 8.1).

Dengan selesainya pelaksanaan program rekapitalisasi pada tahun 2000, permodalan bank

Program Restrukturisasi Kredit

diharapkan tidak lagi menjadi kendala utama bagi

Upaya restrukturisasi kredit bermasalah yang

penyehatan perbankan. Obligasi yang dimiliki oleh

berada dalam portofolio bank tetap dilakukan baik

perbankan dapat menjadi salah satu sumber

oleh bank sendiri maupun melalui Satuan Tugas

pendanaan bagi bank rekap baik dengan cara menjual

Restrukturisasi Kredit (Satgas) di Bank Indonesia.

maupun mengagunkannya.

Sementara itu, Badan Penyehatan Perbankan

Guna mendukung pemulihan fungsi inter-

Nasional (BPPN) juga tetap melakukan restrukturisasi

mediasi perbankan dan pengembangan pasar sekun-

atas kredit bermasalah yang dialihkan dari bank-bank

der obligasi, Pemerintah dan Bank Indonesia telah

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan bank-bank

memperbolehkan seluruh (100%) obligasi rekap yang

peserta program rekapitalisasi. Sementara itu,

dimiliki perbankan untuk diperdagangkan (lihat Bab

restrukturisasi terhadap utang luar negeri perusahaan

Moneter). Namun sampai akhir periode laporan, jum-

swasta non-bank masih dilakukan melalui Prakarsa

lah obligasi pemerintah yang diperdagangkan hanya

Jakarta.

sebesar Rp64,7 triliun (14,9% dari total obligasi

Sampai dengan November 2001, kredit

rekapitalisasi) yang terdiri dari obligasi dalam

bermasalah di luar BPPN yang sudah direstrukturisasi baik oleh bank sendiri maupun yang dilakukan melalui

Tabel 8.1 Rincian Posisi Nominal Obligasi Pemerintah Dalam Program Rekapitalisasi (Per 31 Desember 2001)

mediasi Satgas yang telah memasuki tahap imple-

Nominal Obligasi (Triliun Rp) Total Kelompok Bank Jumlah Bank Fixed Rate Variable Rate Hedge Bond (Triliun Rp)

Keputusan Gubernur Bank Indonesia No.1/15/

Perbankan Bank Persero BTO Bank Rekap BPD Non Rekap Sub-registry Departemen Keuangan

mentasi tercatat sebesar Rp91,8 triliun dengan jumlah debitur sebanyak 21.824 debitur. Sesuai dengan

4 4 7 12 -

163,3 123,2 28,9 4,0 0,4 6,7 11,3

217,8 112,2 74,3 12,5 0,8 18,0 1,7

40,4 28,5 11,9 -

421,4 263,9 103,1 28,4 1,2 24,8 13,0

-

0,9

-

-

0,9

175,5

219,5

40,4

435,3

KEP.GBI/1999 tanggal 1 September 1999 masa kerja Satgas Restrukturisasi Kredit (SRK) di Bank Indonesia adalah 3 tahun sehingga pada tanggal 31 Desember 2001 masa kerja SRK Bank Indonesia telah berakhir. Sementara itu, posisi kredit yang dialihkan ke BPPN hingga akhir Desember 2001

TOTAL

sebesar Rp 310,7 triliun, dimana Rp19,9 triliun sudah

145

Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

memasuki tahap implementasi restrukturisasi dan

upaya pengembangan BPR dan bank syariah serta

yang terbayar penuh Rp12,2 triliun. Sedangkan kredit

persiapan penggantian program blanket guarantee

yang telah direstrukturisasi dan terbayar penuh

dengan pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan

melalui mediasi Prakarsa Jakarta per Desember 2001

(LPS) guna mendukung infrastruktur sistem per-

adalah sebesar $14,2 miliar.

bankan yang mantap dan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap perbankan.

Peningkatan Ketahanan Sistem Perbankan Upaya peningkatan ketahanan sistem

Pengembangan BPR

perbankan melalui perbaikan infrastruktur, pening-

Dalam periode laporan, kerjasama dengan

katan Good Corporate Governance dan penyempur-

GTZ dalam proyek ProFI (Promotion of Small Finan-

naan peraturan perbankan serta pemantapan sistem

cial Institution) serta dengan United States Agencies

pengawasan bank terus dilakukan dan telah menun-

for International Development (USAID) dan Institut

jukkan beberapa kemajuan. Sebagaimana tahun

Bankir Indonesia (IBI), dalam bentuk penelitian dan

sebelumnya, beberapa indikasi kemajuan masih

seminar tetap dilakukan untuk lebih memberdayakan

ditandai oleh : (i) perbaikan infrastruktur perbankan

serta meningkatkan pengawasan BPR.

yang tercermin dari pengembangan BPR dan per-

Hal-hal lain yang dilakukan untuk pengem-

bankan syariah, pengkajian pembentukan Lembaga

bangan BPR adalah pembuatan program database

Penjamin Simpanan baik untuk bank umum maupun

BPR yang telah melalui suatu pengujian berupa

BPR sebagai pengganti program penjaminan

system test oleh Direktorat Teknologi Informasi (DTI)

pemerintah; (ii) peningkatan mutu pengelolaan bank

Bank Indonesia dan user acceptance test oleh Tim

(Good Governance) dengan tetap melaksanakan fit

Pengembangan Database Bank Indonesia. Program

and proper test, penetapan proses seleksi yang lebih

ini telah disosialisasikan dan diimplementasikan di

ketat terhadap calon pengurus baru di bidang per-

lingkungan Kantor Pusat Bank Indonesia. Program

bankan, penunjukan direktur kepatuhan, dan penye-

database ini memuat mengenai data pokok, tingkat

rahan kasus hasil investigasi tindak pidana di bidang

kesehatan, laporan bulanan, dan statistik BPR se

perbankan kepada lembaga penegak hukum; serta

Indonesia yang sangat diperlukan dalam fungsi

(iii) penyempurnaan berbagai ketentuan dan sistem

pengawasan BPR.

pengawasan bank yang berbasis risiko (risk based

Disamping itu, telah disusun konsep keten-

supervison) yang berorientasi ke depan (forward

tuan penilaian fit and proper khusus untuk pemilik dan

looking) yang mengacu standar Bank for International

pengurus BPR. Ketentuan ini diharapkan dapat

Settlements (BIS).

memberikan landasan penilaian terhadap orangorang yang mampu dan pantas dalam pengelolaan

Perbaikan Infrastruktur Perbankan Langkah perbaikan infrastruktur perbankan selama tahun laporan tetap diwujudkan dalam bentuk

146

BPR. Sebagai kelanjutan dari program restrukturisasi BPR tahun sebelumnya, pada bulan Desember 2001 telah dibekukan 15 BPR.

Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

Pengembangan Bank Syariah Dalam rangka pengembangan perbankan syariah yang sebelumnya hanya ditangani dalam

dan Kualitas Aktiva Produktif (KAP) bagi bank syariah telah selesai dilaksanakan dan masih terus dilakukan penyempurnaan.

suatu Tim Kerja, sejak akhir Mei 2001 Bank Indonesia

Program sosialisasi dalam rangka pening-

secara kelembagaan telah membentuk Biro Per-

katan pemahaman masyarakat terhadap perbankan

bankan Syariah. Peningkatan status tersebut men-

syariah terus dilaksanakan secara intensif di berbagai

cerminkan komitmen Bank Indonesia untuk mem-

daerah melalui kerjasama dengan Majelis Ulama dan

berikan alternatif bagi masyarakat dalam memilih

perguruan tinggi setempat. Disamping itu, Bank

sistim perbankan yang sesuai, baik dengan sistem

Indonesia telah melakukan penelitian yang terkait

konvensional maupun dengan sistem syariah. Ke-

dengan produk, jasa dan pengaturan perbankan

bijakan Bank Indonesia dalam mendorong pengem-

syariah dalam bentuk kajian tentang : (i) pengem-

bangan perbankan syariah tetap berlandaskan pada

bangan instrumen waqaf tunai; (ii) kinerja BPR syariah

strategi pengembangan jaringan kantor bank syariah,

di wilayah Jabotabek; (iii) penempatan aktiva produktif

penyempurnaan ketentuan perbankan syariah,

bank umum syariah; (iv) reserve requirement bagi

sosialisasi dan penelitian, serta pengembangan SDM

bank syariah, dan (v) fasilitas pembiayaan jangka

perbankan syariah.

pendek (FPJP) bagi bank umum syariah.

Pengembangan jaringan kantor bank syariah

Dalam rangka pengembangan SDM, telah

terutama ditujukan untuk meningkatkan pelayanaan

dilakukan program seminar dan pelatihan yang

jasa perbankan syariah khususnya di wilayah-wilayah

bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan

potensial dimana belum terdapat kantor bank syariah,

wawasan dalam berbagai bidang yang terkait dengan

sementara berdasarkan penelitian, masyarakat

perbankan syariah. Sebagai bentuk bantuan teknis

menginginkan kehadiran kantor bank syariah.

bagi perbankan serta dalam rangka pembinaan dan

Penyempurnaan ketentuan perbankan

pengembangan kompetensi dan profesionalisme

syariah mencakup penyusunan kajian awal cetak biru

pengurus BPR syariah, Bank Indonesia pada tahun

pengembangan perbankan syariah yang diharapkan

laporan telah melaksanakan pelatihan Up-Grading

akan menjadi acuan dalam program pengembangan

bagi direksi dan senior officer BPR syariah seluruh

perbankan syariah. Penyelesaian Pernyataan Stan-

Indonesia.

dar Akuntansi Perbankan Syariah (PSAKS) dan pedoman teknis dalam bentuk Pedoman Akuntansi

Lembaga Penjamin Simpanan

Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI) telah mema-

Dalam tahun laporan, tim Kerja Persiapan

suki tahap finalisasi. Dewan Syariah Nasional telah

Pendirian LPS telah merampungkan konsep akhir ran-

memberikan persetujuan terhadap draft PSAKS

cangan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) yang

tersebut sehingga tinggal menunggu pengesahan dari

memuat tahapan pengurangan cakupan penjaminan

Dewan Standar Akuntansi Indonesia. Sementara itu,

(phasing-out) dalam Program Penjaminan Peme-

survei dan simulasi implementasi konsep awal CAR

rintah sebagaimana diatur dalam KMK No. 179/

147

Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

KMK.017/2000. Dalam waktu dekat, rancangan KMK

telah menyempurnakan beberapa ketentuan per-

tersebut akan disampaikan kepada Tim Pengarah

bankan dan lebih memantapkan sistem pengawasan

yang selanjutnya akan dipresentasikan kepada

bank. Penyempurnaan ketentuan perbankan antara

Gubernur Bank Indonesia, Menteri Keuangan dan

lain mencakup ketentuan mengenai proyek kredit

pimpinan instansi terkait lainnya sebelum secara

mikro (PKM), kredit usaha kecil (KUK), pembatasan

formal ditetapkan berlaku.

transaksi rupiah dan pemberian kredit valuta asing

Bersamaan dengan itu, proses penyusunan

oleh bank, peningkatan persentase portofolio obligasi

RUU LPS juga masih berlangsung intensif dengan

pemerintah yang dapat diperdagangkan oleh bank

beberapa muatan bahasan yang dipandang relatif

umum peserta program rekapitalisasi perbankan,

baru. Muatan bahasan dimaksud diantaranya adalah

penjaminan atas simpanan pihak ketiga dan pasar

usulan menghapus terminologi Bank Dalam

uang antar bank (PUAB), penerapan prinsip mengenal

Penyehatan (BDP) karena pola penyelesaian bank

nasabah (Know Your Customer Principles), persya-

bermasalah (exit policy) yang akan dilakukan akan

ratan dan tata cara pelaksanaan jaminan pemerintah

sama sekali berbeda dengan yang berlaku saat ini.

terhadap kewajiban pembayaran BPR, penetapan

Sementara itu, proses sosialisasi kepada

status BPR dalam pengawasan khusus dan pem-

publik perihal rencana pendirian LPS dipandang

bekuan kegiatan usaha, laporan berkala bank umum,

masih relevan untuk dilanjutkan sebagai upaya

kewajiban penyediaan modal minimum, transparansi

mendapatkan masukan yang lebih komprehensif atas

kondisi keuangan bank, serta penetapan status bank

rencana pendirian LPS di Indonesia. Kelanjutan

dan penyerahan bank kepada BPPN (exit policy).

sosialisasi LPS ini direncanakan akan berlangsung

Sementara itu, pemantapan sistem pengawasan bank

di kota-kota besar yang dipandang memiliki kegiatan ekonomi yang cukup signifikan. Sementara itu untuk BPR telah disusun konsep pendirian LPS BPR yang selanjutnya akan dilakukan pembahasan dengan tim LPS Departemen

Tabel 8.2 Hasil Penilaian IMF Terhadap Pemenuhan 25 Basel Core Principles Degree of Compliance (Tingkat Kepatuhan) 1. Compliant (2 CPs)

Keuangan guna membahas mengenai kemungkinan penggabungan LPS Bank Umum dengan BPR.

Dengan semakin berkembangnya produk dan permasalahan perbankan, Bank Indonesia terus melakukan penyempurnaan ketentuan perbankan serta pemantapan fungsi pengawasan bank. Dalam kaitan tersebut, pada tahun laporan Bank Indonesia

148

• CP. 1 (1) • CP. 1 (2) • • • •

Penyempurnaan Ketentuan dan Pemantapan Pengawasan Bank

Principles

2. Largely Compliant, and • Efforts to achieve fully compliance underway (2 CPs); • Efforts to achieve fully compliance not underway (4 Cps)

CP. 1 (3) CP. 1 (4) CP. 1 (5) CP. 2

Remarks (Penjelasan) Objectives Independence and Resources Legal Framework Enforcement Powers Legal Protection Permissible Activities

• CP. 21 • CP. 22

Accounting Remedial Measures

• CP. 1 (6)

Information Sharing

• CP. 5 • CP. 24 • CP. 25

Investment Criteria Host Country Supervision Supervision of Foreign Establishment

Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

dilakukan dengan perubahan paradigma pengawasan

ran berkala bank umum mewajibkan bank umum

menjadi berorientasi ke depan (forward looking),

untuk memberikan informasi yang akurat, tepat

dengan berdasarkan pada pengawasan berbasis

waktu dan effisien dalam rangka kebijakan mone-

risiko (risk based supervision). Dalam kaitan tersebut,

ter. Hal-hal yang diatur antara lain jenis laporan

telah disusun Master Plan Peningkatan Efektivitas

yang disampaikan; periode dan prosedur untuk

Pengawasan Bank yang mengacu pada standar

penyampaian dan koreksi laporan; serta, sanksi

internasional dengan 25 Basel Core Principles for

atas pelanggaran ketentuan tersebut. Ketentuan

Effective Banking Supervision. Berdasarkan penilaian

CAR mempersyaratkan bank-bank menyediakan

IMF, Bank Indonesia telah fully compliant (mematuhi

CAR minimum 8% dalam rangka memperkuat

dan melaksanakan) 2 principles yaitu CP-1 mengenai

struktur permodalan bank sesuai dengan standar

Preconditions for Effective banking Supervision yang

internasional sehingga mampu bersaing secara

mencakup Objectives, Independence and Resources,

nasional maupun internasional. Ketentuan trans-

Legal Framework, Enforcement Powers, dan Legal

paransi kondisi keuangan bank merupakan salah

Protection; serta CP-2 mengenai Permissible Activities

satu upaya untuk meningkatkan transparansi

of Banks. Sementara itu juga terdapat 5 CP lainnya

kondisi keuangan dan kinerja bank dalam rangka

yang sudah mencapai Largely Compliant, seba-

menciptakan disiplin pasar (market discipline).

gaimana Tabel 8.2.

Sedangkan ketentuan exit policy merupakan tindak lanjut dari ketentuan CAR minimum 8%

Penyempurnaan Ketentuan Perbankan

serta untuk meningkatkan fungsi pengawasan bank.

Selama tahun laporan Bank Indonesia telah mengeluarkan beberapa ketentuan yang ruang

(ii) Ketentuan yang dikeluarkan dalam lingkup prinsip

lingkupnya meliputi: (i) sistem pengawasan; (ii) prinsip

kehati-hatian mencakup proyek kredit mikro,6

kehati-hatian (prudential banking); (iii) likuiditas

pemberian kredit usaha kecil, 7 pembatasan

perbankan; serta, (iv) penjaminan pemerintah.

transaksi rupiah dan pemberian kredit valuta

(i) Ketentuan yang dikeluarkan dalam lingkup sistem

asing oleh bank, 8 dan penerapan prinsip

pengawasan mencakup laporan berkala bank

mengenal nasabah (Know Your Customer

umum,2 kewajiban penyediaan modal minimum

Principles) .9 Ketentuan pemberian kredit usaha

bank umum (CAR), 3 transparansi kondisi keuangan bank4 dan exit policy.5 Ketentuan lapo2 3 4 5

Peraturan Bank Indonesia No.3/17/PBI/2001 tanggal 4 Oktober 2001 tentang Laporan Berkala Bank Umum. Peraturan Bank Indonesia No.3/21/PBI/2001 tanggal 13 Desember 2001 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum. Peraturan Bank Indonesia No.3/22/PBI/2001 tanggal 13 Desember 2001 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank. Peraturan Bank Indonesia No.3/25/PBI/2001 tanggal 24 Desember 2001 tentang Penetapan Status Bank dan Penyerahan Bank kepada BPPN.

6

7 8

9

Peraturan Bank Indonesia No.3/1/PBI/2001 tanggal 4 Januari 2001 tentang Proyek Kredit Mikro sebagaimana telah diubah dengan PBI No.8/1/2001 tanggal 25 April 2001 dan PBI No.3/16/2001 tanggal 3 Oktober 2001. Peraturan Bank Indonesia No.3/2/PBI/2001 tanggal 4 Januari 2001 tentang Pemberian Kredit Usaha Kecil. Peraturan Bank Indonesia No.3/3/PBI/2001 tanggal 12 Januari 2001 tentang Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank. Peraturan Bank Indonesia No.3/23/PBI/2001 tanggal 13 Desember 2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles).

149

Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

kecil pada intinya meningkatkan jumlah plafon

(iv) Dalam kaitan dengan penjaminan pemerintah,

kredit keseluruhan maksimum kepada nasabah

ketentuan yang dikeluarkan mencakup jaminan

kecil untuk membiayai usaha yang produktif dari

pembiayaan perdagangan internasional, 11

Rp350 juta menjadi Rp500 juta. Ketentuan

penjaminan atas simpanan pihak ketiga dan

pembatasan transaksi rupiah dan pemberian

PUAB, 12 petunjuk pelaksanaan pemberian

kredit valuta asing oleh bank merupakan salah

jaminan pemerintah terhadap kewajiban

satu cara untuk membatasi aliran dana rupiah ke

pembayaran bank umum,13 persyaratan dan tata

luar negeri yang dapat digunakan untuk tujuan

cara pelaksanaan jaminan pemerintah terhadap

spekulasi disamping mendorong transaksi

kewajiban BPR,14 dan jaminan pinjaman luar

antarbank domestik. Sedangkan ketentuan Know

negeri antar bank.15 Ketentuan penjaminan atas

Your Customer Principles merupakan salah satu

simpanan pihak ketiga dan PUAB antara lain

upaya penerapan prinsip kehati-hatian terutama

menetapkan perubahan periode pengumuman

berkaitan dengan manajemen risiko operasional

suku bunga maksimum penjaminan yang

dan reputasional bank serta untuk mencegah

sebelumnya mingguan menjadi bulanan. Hal ini

industri perbankan digunakan sebagai sarana

dilakukan dalam rangka mengurangi pengaruh

atau sasaran kejahatan baik yang dilakukan

penetapan maksimum suku bunga yang dijamin

secara langsung maupun tidak langsung oleh

pemerintah terhadap kebijakan moneter. Sedang-

pelaku kejahatan.

kan ketentuan petunjuk pelaksanaan pemberian

(iii) Ketentuan yang dikeluarkan dalam lingkup

jaminan pemerintah terhadap kewajiban pemba-

likuiditas bank mencakup peningkatan per-

yaran bank umum diterbitkan dalam rangka

sentase portofolio obligasi pemerintah yang dapat

pengalihan tugas pelaksanaan program pen-

diperdagangkan oleh bank umum peserta pro-

jaminan pemerintah yang semula pelaksanaannya

gram rekapitalisasi perbankan.10 Ketentuan ini

dibantu oleh Bank Indonesia, saat ini menjadi

merupakan perubahan dari SE No.3/6/DPM

sepenuhnya dilaksanakan oleh BPPN.

dimana persentase perdagangan ditingkatkan dari 35% menjadi 100% yang antara lain bertujuan untuk mengantisipasi penggunaan obligasi pemerintah sebagai agunan dalam transaksi PUAB maupun fasilitas likuiditas intrahari dan meningkatkan fleksibilitas pasar dalam perdagangan obligasi pemerintah di pasar sekunder.

10 Surat Edaran Bank Indonesia No.3/18/DPM tanggal 31 Juli 2001 tentang Peningkatan Prosentase Portofolio Obligasi Pemerintah yang dapat Diperdagangkan oleh Bank Umum Peserta Program Rekapitalisasi Perbankan.

150

11 Peraturan Bank Indonesia No.3/20/PBI/2001 tanggal 29 November 2001 tentang Jaminan Pembiayaan Perdagangan Internasional. 12 Peraturan Bank Indonesia No.3/5/PBI/2001 tanggal 22 Maret 2001 tentang Penjaminan Atas Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank. 13 Peraturan Bank Indonesia No.3/7/PBI/2001 tanggal 2 April 2001 tentang Pencabutan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/46/KEP/DIR tanggal 14 Mei 1999 sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan Bersama antara Direksi Bank Indonesia dan Ketua BPPN No.32/46/KEP/DIR dan No.181/BPPN/0599 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Jaminan Pemerintah Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum. 14 Peraturan Bank Indonesia No.3/12/PBI/2001 tanggal 9 Juli 2001 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pelaksanaan Jaminan Pemerintah Terhadap Kewajiban Pembayaran BPR. 15 Peraturan Bank Indonesia No.3/14/PBI/2001 tanggal 20 September 2001 tentang Jaminan Pinjaman Luar Negeri Antar Bank.

Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

(v) Dalam hal Pedoman Akuntansi Perbankan, Bank

dari ancaman penutupan karena CAR-nya di bawah

Indonesia telah melakukan penyempurnaan

ketentuan Bank Indonesia. Untuk itu BPPN me-

Pedoman Akuntansi Indonesia (PAPI) yang mulai

ngajukan permohonan kepada Bank Indonesia agar

berlaku pada tanggal 13 Desember 2001. PAPI

memberi status Bank Dalam Penyehatan (BDP)

merupakan penjabaran lebih lanjut Pernyataan

kepada 4 bank BUSN peserta rekap tersebut dan saat

Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 31

ini masih dalam proses. Sedangkan untuk 2 bank

(Revisi 2000) tentang Akuntansi Perbankan dan

BUSN kategori A telah memberikan komitmen untuk

beberapa standar akuntansi lain yang relevan

menambah modal.

untuk industri perbankan. PAPI yang disempur-

Sementara itu rencana pendirian lembaga

nakan memiliki cakupan pengaturan yang lebih

pengawas jasa keuangan, sebagaimana tertuang

komprehensif dalam hal dasar pengaturan,

dalam UU No.23/1999 tentang Bank Indonesia,

perlakuan akuntansi, ilustrasi jurnal dan pengung-

hingga periode laporan masih dalam proses pe-

kapan yang diwajibkan.

rumusan konsep Rancangan Undang-undang lembaga pengawas jasa keuangan (Boks : Lembaga

Pemantapan Sistem Pengawasan Bank

Pengawas Jasa Keuangan).

Berdasarkan perkembangan pelaksanaan Master Plan Pengawasan Bank dalam rangka

Peningkatan Mutu Pengelolaan Perbankan (good corporate

pemenuhan Basel Core Principles dan dalam upaya

governance)

meningkatkan prinsip kehati-hatian (prudential

Pelaksanaan fit and proper test terhadap

regulation), pada periode laporan telah diterbitkan

pemilik dan pengurus bank, wawancara bagi calon

tiga ketentuan perbankan, yaitu Peraturan Bank

pemilik dan pengurus bank (new entry), penunjukan

Indonesia tentang Transparansi Kondisi Keuangan

direktur kepatuhan, dan investigasi tindak pidana di

Bank, Kewajiban Penyediaan Modal Minimum, dan

bidang perbankan terus dilakukan sebagai upaya

Penetapan Status Bank dan Penyerahan Bank

untuk meningkatkan mutu pengelolaan perbankan

kepada BPPN.

dalam rangka memantapkan ketahanan sistem

Sesuai ketentuan, bank-bank yang tidak

perbankan.

memenuhi CAR 4% dimasukkan dalam pengawasan khusus (special surveillance). Pada periode laporan jumlah bank yang ditempatkan dalam pengawasan khusus sebanyak 6 bank yang terdiri dari 4 Bank

Tabel 8.3 Hasil Pelaksanaan Peningkatan Mutu Pengelolaan Perbankan Periode Juli 1999 - Desember 2001 Keterangan

Umum Swasta Nasional (BUSN) peserta rekap dan 2 bank BUSN kategori A. BPPN merencanakan akan melakukan merger terhadap 4 bank BUSN peserta rekap dengan salah satu BTO. Merger tersebut

Fit and Proper Test Wawancara - Calon Pemilik - Calon Pengurus Direktur Kepatuhan

Tidak Jumlah Lulus Lulus Masih Lulus/ Dibatalkan Calon Disetujui Bersyarat Dalam Tidak Proses Disetujui 1.149

593

399

-

157

-

8 775 248

8 690 189

-

7

85 34

18

dilakukan untuk menyelamatkan bank-bank tersebut

151

Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

Pelaksanaan Penilaian Fit and Proper

Republik Indonesia dan Kejaksaan Agung terus

Dalam rangka menegakkan integritas pemilik

melakukan pertemuan dan pembahasan kasus-kasus

maupun integritas dan kompetensi Dewan Komisaris,

tindak pidana yang terjadi pada beberapa bank

Direksi dan Pejabat Eksekutif Bank yang selama ini

sebagai upaya untuk meningkatkan penanganan

telah aktif di bank (existing) dalam pengelolaan

tindak pidana yang terjadi di bidang perbankan. Jum-

kegiatan operasional bank dilakukan penilaian fit and

lah kasus dugaan tindak pidana di bidang perbankan

proper secara berkala atau sewaktu-waktu apabila

yang diserahkan kepada penegak hukum oleh UKIP

dianggap perlu. Sejak tahun 1999 sampai dengan

dari Januari sampai dengan akhir tahun laporan

tahun laporan telah dilakukan penilaian fit and proper

sebanyak 5 kasus pada 4 bank.

terhadap 1.149 orang (pemilik dan pengurus bank).

Disamping itu, UKIP telah melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan penegak hukum

Wawancara Terhadap Calon Pemilik dan Pengurus Bank Agar bank hanya dimiliki oleh orang-orang

mengenai upaya penanganan penyimpangan di bidang perbankan.

yang beritikad baik dan bertanggungjawab serta dikelola secara profesional maka dilakukan wawan-

Kelembagaan

cara terhadap calon pengurus baru (new entry) ter-

Perkembangan Bank Umum

masuk pimpinan kantor perwakilan bank dan calon pemilik bank.

Hingga akhir tahun laporan, jumlah bank yang masih beroperasi menjadi 145 bank, turun sebanyak

Jumlah calon pengurus yang diwawancara

6 bank dari 151 bank pada tahun sebelumnya (Tabel

dalam tahun laporan bertambah sebanyak 40 calon,

8.4). Hal ini sejalan dengan upaya penutupan ter-

sehingga sejak Juli 1999 sampai dengan Desember

hadap 1 (satu) bank umum swasta devisa dan 1 (satu)

2001 sebanyak 166 bank telah mengajukan per-

bank campuran serta merger bank-bank campuran.

mohonan 783 calon yang terdiri dari 8 calon pemilik

(Tabel 8.5)

dan 775 calon pengurus untuk diwawancara.

Walaupun jumlah bank mengalami penurunan, jumlah kantor bank justru menunjukkan pe-

Direktur Kepatuhan (Compliance Director)

ningkatan dari 6.509 kantor menjadi 6.765 kantor.

Untuk menegakkan pelaksanaan prinsip ke-

Peningkatan tersebut terjadi pada semua kelompok

hati-hatian dalam pengelolaan bank, sampai dengan

bank kecuali kelompok bank campuran. Peningkatan

akhir tahun laporan sebanyak 162 bank telah

tersebut seiring dengan upaya bank untuk mening-

mengajukan sebanyak 248 orang calon Direktur

katkan pelayanan dan ekspansi usaha.

Kepatuhan.

Dari 145 bank yang ada, pemerintah mempunyai kepemilikan terhadap 42 bank (28,9%) yang

Investigasi Tindak Pidana di Bidang Perbankan

terdiri dari 5 bank BUMN, 4 Bank Take Over (BTO), 7

Bank Indonesia melalui Unit Khusus

BUSN Rekap dan 26 Bank Pembangunan Daerah

Investigasi Perbankan (UKIP) bersama Kepolisian

(BPD)--terdiri dari 12 BPD Rekap dan 14 BPD Non

152

Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

Rekap. Sedangkan sisanya sebanyak 69 bank

Tabel 8.4 Perkembangan Jumlah Bank dan Kantor bank Posisi

Kelompok Bank 1999 I. Bank Umum Jumlah Bank 164 Jumlah Kantor 2) 7.113 Bank Persero Jumlah Bank 5 Jumlah Kantor 1.853 BPD Jumlah Bank 27 Jumlah Kantor 825 BUSN Devisa Jumlah Bank 47 Jumlah Kantor 3.798 BUSN Nondevisa Jumlah Bank 45 Jumlah Kantor 533 Bank Campuran Jumlah Bank 30 Jumlah Kantor 57 Bank Asing Jumlah Bank 10 Jumlah Kantor 47

kategori A (47,6%) dimiliki oleh swasta nasional, 24

Pertumbuhan Pangsa 1) % (%) 2000 2001

2000

2001

151 6.509

145 6.765

-7,9 -8,5

-4,0 3,9

100,00 100,00

5 1.736

5 1.807

0,0 -6,3

0,0 4,1

3,45 26,71

26 826

26 857

-3,7 0,1

0,0 3,8

17,93 12,67

38 3.302

38 3.432

-19,1 -13,1

0,0 3,9

26,21 50,73

43 535

42 556

-4,4 0,4

-2,3 3,9

28,97 8,22

29 57

24 53

-3,3 0,0

-17,2 -7,0

16,55 0,78

10 53

10 60

0,0 12,8

0,0 13,2

6,90 0,89

7.764 5.345 2.419

7.703 5.345 2.358

-0,10 0 -0,33

-0,8 0,0 -2,5

-

bank campuran (16,6%) dimiliki oleh swasta nasional dan asing, dan sebanyak 10 bank asing (6,9%) dimiliki oleh pihak asing.

Perkembangan BPR Dalam tahun laporan, jumlah BPR yang masih beroperasi berkurang sebanyak 61 BPR karena adanya pencabutan izin usaha BPR pada bulan 2001 sehingga menjadi 7.703 BPR. BPR yang beroperasi dengan prinsip syariah tercatat sejumlah 81 BPR, bertambah 2 dibandingkan posisi tahun sebelumnya. Dari sisi kegiatan usaha, BPR mengalami kemajuan yang signifikan dan tercermin pada peningkatan total aset, penyaluran kredit dan pendanaan (Tabel 8.6). Kondisi ini mendorong pe-

II.BPR BKD NonBKD

7.772 5.345 2.427

ningkatan laba tahun berjalan dari Rp116 miliar pada tahun 2000 menjadi Rp200 miliar pada tahun laporan. Walaupun BPR belum dapat beroperasi seperti

1) Pangsa terhadap seluruh bank umum 2) Tidak termasuk BRI Unit Desa

halnya bank umum yang melakukan penetrasi pasar

Tabel 8.5 Daftar Bank Merger, Bank Beku Kegiatan Usaha Tahun 2001

pada segmen yang sama, namun perbaikan kinerja BPR menunjukkan tingginya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap BPR dan prospek BPR yang

Bank Merger

Bank Beku Kegiatan Usaha

baik di masa datang. Tgl 27 Maret 2001 menjadi Bank Sumitomo Mitsui Indonesia Tgl 5 Februari 2001 : 1. Bank Sakura Swadarma 1. Bank Paribas - BBD Indonesia 3. Bank Sumitomo Indonesia Tgl 29 Oktober 2001 : Tgl 7 September 2001 menjadi Bank UFJ Indonesia 1. Unibank 1. Sanwa Bank 2. Tokai Lippo Bank Tgl 28 September 2001 menjadi Bank Mizuho Indonesia 1. IBJ Indonesia 2. Daichi Kangyo Bank 3. Fuji Internasional Bank

Tabel 8.6 Perkembangan Usaha BPR Uraian

20011)

1999

2000 Miliar Rp

Volume Usaha

3.462

4.731

6.020

Dana Pihak Ketiga

2.038

3.082

3.906

Kredit

2.452

3.619

4.496

587

705

832

7

116

200

Modal Disetor Laba (Rugi) Tahun Berjalan 1) Data September 2001

153

Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

Perkembangan Bank Syariah

masih terus berlanjut telah mendorong perbaikan

Jumlah kantor cabang bank umum yang ber-

kinerja perbankan. Secara agregat, seluruh indikator

operasi dengan prinsip syariah meningkat sebanyak

kinerja perbankan dalam tahun 2001 menunjukkan

11 sehingga menjadi 130 kantor bank. Peningkatan

perbaikan yang tercermin dari peningkatan total aset,

tersebut sejalan dengan kebijakan pengembangan

penghimpunan dana, penyaluran kredit, kualitas

bank syariah. Secara rinci, jumlah kantor cabang

kredit, permodalan, dan profitabilitas bank (Tabel 8.7).

tersebut terdiri dari 37 kantor cabang Bank Muamalat

Meskipun kinerja perbankan mengalami

Indonesia dan Bank Syariah Mandiri, 12 Kantor

perbaikan, fungsi intermediasi perbankan masih

Cabang Syariah (KCS) dari 3 bank umum konven-

belum sepenuhnya pulih sebagaimana yang diharap-

sional yaitu Bank IFI, Bank BNI dan Bank Jabar, serta

kan. Dalam penempatan dananya, perbankan masih

81 BPR syariah.

melihat tingginya risiko dunia usaha dan cenderung

Pada periode laporan, total aset bank syariah

untuk memilih alternatif penanaman berjangka waktu

mengalami peningkatan dari Rp1,71 triliun (0,17% dari

pendek dengan risiko rendah seperti SBI dan

total aset perbankan) menjadi Rp2,6 triliun (0,24%

penempatan antarbank. Selain itu, masih ber-

dari total aset perbankan). Peningkatan juga terjadi

langsungnya proses konsolidasi internal perbankan

pada dana yang dihimpun maupun pembiayaan yang

dalam rangka pemenuhan kebutuhan modal minimum

disalurkan masing-masing sebesar Rp1,7 triliun dan

pada akhir tahun 2001 dan belum selesainya proses

Rp1,9 triliun. Kondisi ini sejalan dengan peningkatan

restrukturisasi kredit dan korporasi juga ikut

jumlah kantor bank syariah dan sosialisasi yang

mempengaruhi lambannya keputusan penyaluran

dilakukan untuk meningkatkan pemahaman masya-

kredit. Fungsi intermediasi perbankan yang belum

rakat terhadap bank syariah.

sepenuhnya pulih juga tercermin pada rendahnya realisasi kredit dari komitmen yang telah diberikan

Kegiatan Usaha Bank Umum

dan masih relatif rendahnya Loan to Deposit Ratio

Berbagai langkah kebijakan yang telah di-

(LDR) perbankan nasional.

tempuh dalam rangka restrukturisasi perbankan yang

Total Aset Tabel 8.7 Indikator Perbankan

Total aset perbankan secara agregat meningkat 6,7% dibanding tahun 2000 sehingga

Indikator

1999

2000

2001

menjadi Rp1.099,7 triliun. Peningkatan tersebut

Triliun Rp Total Asset Kredit Dana Pihak Ketiga Modal NPL - gross (%) NPL - net (%) Laba (Rugi) Sebelum Pajak Net Interest Margin

1.006,7 277,3 617,6 -41,2 32,8 7,3 -91,7 -38,6

1.030,5 320,4 699,1 52,3r 18,8 5,8 10,5 22,8

1.099,7 358,6 797,4 62,3 12,1 3,6 13,1 37,8

sebagian besar berasal dari kredit dan surat-surat berharga. Bila dilihat komposisinya, sebesar 38,3% (Rp421,4 triliun) dari aset berupa obligasi pemerintah yang dimiliki oleh bank-bank peserta rekap dan yang telah dibeli bank non rekap. Sementara itu, porsi kredit dan SBI masing-masing sebesar 32,6% dan 6,8%.

154

Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

ningkatan kredit juga dilakukan dengan pembelian Persen

kredit yang telah direstrukturisasi BPPN, namun

100 90

13,4

19,2

14,7

80

Penyertaan

upaya tersebut masih belum menunjukkan hasil yang Antar Bank Aktiva

70 60

41,4

44,4

34,3

memuaskan. Bila dilihat komposisi aktiva produktif,

SSB dan tagihan lainnya

obligasi pemerintah juga masih menempati porsi

Obligasi Pemerintah

terbesar (41,4%) dari total aktiva produktif sebesar

SBI

Rp1.018,1 triliun. (Grafik 8.1)

50 40

8,8

6,1

33,7

33,1

7,3

30 20

35,2

Kredit Yang Diberikan

10

Dengan melihat komposisi aktiva produktif

0 1999

2000

perbankan selama 2 (dua) tahun terakhir yang tidak

2001

banyak mengalami perubahan dan masih didominasi

Grafik 8.1 Komposisi Aset Perbankan

oleh obligasi pemerintah, maka ketergantungan pendapatan operasional dari pendapatan bunga obligasi masih sangat tinggi. Kondisi ini menunjukkan

Masih tingginya porsi obligasi pemerintah ditengarai

bahwa restrukturisasi perbankan yang telah dilakukan

selain akibat belum likuidnya pasar sekunder obligasi

dalam kenyataannya belum mampu meningkatkan

juga karena masih terbatasnya alternatif penempatan

fungsi intermediasi perbankan secara keseluruhan.

dengan risiko rendah sehingga bank-bank masih

Sementara itu dilihat dari sisi kepemilikan

belum secara optimal menjual obligasinya untuk

aset per kelompok bank, bank BUMN memiliki pangsa

mendapatkan dana segar. Sementara itu penyaluran

terbesar dari total aset perbankan yaitu sebesar

kredit juga relatif masih rendah walaupun terjadi

48,5% (Rp533,4 triliun) diikuti dengan kelompok bank

peningkatan baik secara nominal maupun pangsa

BTO sebesar 17,3% (Rp190,6 triliun) dan bank

kredit bila dibandingkan tahun 2000. Upaya me-

kategori A sebesar 10,1% (Rp111,1 triliun)

Penghimpunan Dana Bank BUMN 48,5% Bank Asing 8,4%

Dana pihak ketiga16 yang berhasil dihimpun oleh perbankan dalam tahun 2001 mengalami peningkatan sebesar 14,1% sehingga menjadi Rp797,4 triliun (Tabel 8.8). Peningkatan tersebut lebih besar

Bank Campuran 3.9%

BPD 4,3%

bila dibandingkan dengan peningkatan pada tahun BUSN Rekap 7,5% BTO 17,3

Bank Kategori A 10,1%

Grafik 8.2 Pangsa Aset per Kelompok Bank

sebelumnya sebesar 13,2%. Peningkatan DPK tersebut meliputi seluruh jenis simpanan baik dalam rupiah maupun valuta asing, dengan peningkatan

16 Dana pihak ketiga perbankan berbeda dengan konsep yang ada di bab moneter. Dalam konsep perbankan, dana pihak ketiga mencakup pula dana milik bukan penduduk dan pemerintah.

155

Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

terbesar terjadi pada komponen deposito khususnya

21,5%. Bila pada tahun 2000 giro dan tabungan

deposito rupiah. Faktor utama penyebab mening-

mengalami pertumbuhan masing-masing sebesar

katnya dana pihak ketiga antara lain adalah

44,4% dan 24,4%, maka pada tahun laporan giro

peningkatan suku bunga yang ditawarkan bank-bank

dan tabungan hanya meningkat sebesar 15,3% dan

(khususnya suku bunga deposito yang mendekati

12%. Sedangkan deposito meningkat sebesar 14,4%

suku bunga penjaminan), disamping karena masih

dan lebih besar dibandingkan tahun lalu yang hanya

terjaganya kepercayaan masyarakat seiring dengan

meningkat sebesar 0,5%. Peningkatan deposito ini

dilanjutkannya program penjaminan pemerintah dan

sebagian besar berasal dari deposito rupiah (16,2%).

proses restrukturisasi perbankan. Dana pihak ketiga

Peningkatan deposito menunjukkan perubahan minat

dalam rupiah meningkat 15,0% sementara dana pihak

masyarakat dari penanaman jangka pendek ke dalam

ketiga dalam valuta asing meningkat 10,5%, namun

penanaman jangka panjang, berlawanan dengan

apabila pengaruh nilai tukar diabaikan dana pihak

kondisi pada tahun 2000 dimana masyarakat lebih

ketiga dalam valuta asing tersebut hanya meningkat

memilih menanamkan dananya dalam jangka pendek.

sebesar 2%, yang masih terkait dengan berfluk-

Tingginya minat masyarakat untuk menanamkan

tuasinya nilai tukar rupiah. Dengan demikian pening-

dananya pada deposito dipicu oleh tingginya suku

katan DPK secara riil (di luar fluktuasi kurs) sebesar

bunga deposito yang ditawarkan oleh beberapa bank

12,3%.

(mendekati suku bunga penjaminan). Dilihat dari komposisinya, deposito masih

mendominasi dana pihak ketiga dengan pangsa

Kredit Perbankan

sebesar 55,2%, sementara giro dan tabungan

Pada akhir tahun 2001, posisi kredit per-

masing-masing memiliki pangsa sebesar 23,3% dan

bankan meningkat sebesar 11,9% sehingga menjadi Rp358,6 triliun (Tabel 8.9). Peningkatan tersebut berasal dari kredit rupiah sebesar Rp50,6 triliun

Tabel 8.8 Perkembangan Dana Pihak Ketiga Posisi (triliun rupiah)

Pertumbuhan (%)

(28,4%), sedangkan kredit dalam valuta asing mengPangsa (%)

alami penurunan sebesar Rp12,3 triliun (8,7%). Apa-

2000

2001

2000

2001

2000

2001

bila pengaruh nilai tukar diabaikan, kredit dalam valuta

Giro - Rupiah - Valas

111,8 161,5 68,5 103,6 43,4 57,9

186,2 120,0 66,2

44,4 51,3 33,4

15,3 15,8 14,3

23,1 64,2 35,8

23,3 64,5 35,5

asing turun sebesar 15,7%, sehingga secara riil (diluar

Deposito - Rupiah - Valas

382,8 384,7 301,4 296,7 81,4 88,0

439,9 344,9 95,1

0,5 -1,6 8,1

14,4 16,2 8,0

55,0 77,1 22,9

55,2 78,4 21,6

meningkat sebesar 8,8%.

Tabungan

123,0 152,9

171,3

24,4

12,0

21,9

21,5

Total - Rupiah - Valas

617,6 699,1 492,9 553,2 124,8 145,9

797,4 636,2 161,2

13,2 12,2 16,9

14,1 15,0 10,5

100,0 79,1 20,9

100,0 79,8 20,2

1999

fluktuasi kurs) posisi kredit dalam tahun laporan

Peningkatan kredit rupiah antara lain disebabkan adanya penyaluran kredit baru dan penjualan kembali kredit yang telah direstrukturisasi oleh BPPN ke sektor perbankan, sedangkan penurunan kredit valuta asing disebabkan karena adanya pelunasan, penghapusbukuan dan penjualan kredit.

156

Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

Sementara itu berdasarkan Laporan Bulanan BPPN

Tabel 8.9 Perkembangan Kredit Perbankan

Jenis Kredit

Posisi (Triliun rupiah)

bulan Desember 2001, dari Rp310,7 triliun kredit

Pertumbuhan Pangsa (%) (%)

perbankan yang telah dialihkan ke BPPN, tercatat sejumlah Rp58,2 triliun telah memasuki tahap

1999

2000

2001

2000

2001

2001

Menurut Sektor Ekonomi 277,3 Pertanian 26,1 Pertambangan 5,4 Perindustrian 97,9 Listrik 20,0 Konstruksi 13,3 Perdagangan 45,2 Pengangkutan 12,4 Jasa Dunia Usaha 26,4 Jasa Sosial 3,3 Lain-lain 27,3

320,4 19,9 5,3 109,7 5,1 7,2 46,0 7,3 26,4 2,9 90,6

358,6 15,5 21,3 -23,8 3,1 -1,9 118,7 12,1 5,1 -74,5 8,2 -45,9 49,3 1,8 7,6 -41,1 27,7 3,6 -12,1 114,1 231,9

11,9 7,1 -42,2 8,2 -0,7 14,3 7,2 4,1 5,1 22,6 26,0

100,0 5,9 0,9 33,1 1,4 2,3 13,7 2,1 7,7 1,0 31,8

Menurut Kelompok Bank 277,3 Bank BUMN 152,1 BUSN Devisa 56,5 BUSN Non Devisa 5,0 BPD 13,6 Bank Campuran 22,5 Bank Asing 27,6

320,4 142,8 79,4 10,6 11,5 29,3 46,8

358,6 159,9 97,6 10,3 17,1 29,2 44,7

15,6 -6,1 40,5 112,0 -15,3 30,0 69,6

11,9 11,9 22,9 -2,6 48,3 -0,5 -4,5

100,0 44,6 27,2 2,9 4,8 8,1 12,5

Menurut Denominasi 277,3 Rupiah 159,1 Valuta asing 118,2

320,4 178,0 142,4

358,6 228,6 130,1

15,5 11,9 20,5

11,9 28,4 -8,7

100,0 63,7 36,3

penandatangan Memorandum of Understanding (MoU), Rp19,9 triliun telah memasuki tahap implementasi restrukturisasi kredit dan Rp12,2 triliun sudah terbayar penuh. Selama tahun 2001 tidak terdapat pengalihan kredit bermasalah ke BPPN. Walaupun kredit meningkat, Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan yang tercatat masih tidak mengalami perubahan yang berarti dibandingkan tahun sebelumnya yaitu sebesar 33%. Hal ini mengindikasikan perbankan belum menjalankan fungsi intermediasinya secara optimal. Secara potensial LDR tersebut sebenarnya masih dapat ditingkatkan apabila komitmen kredit yang telah disediakan perbankan dapat ditarik secara maksimal oleh nasabah. Sampai dengan periode laporan, jumlah kredit yang belum ditarik (undisbursed loan)

Selama tahun laporan, kredit baru yang telah

mencapai Rp70,5 triliun dari plafon sebesar Rp127,3

disalurkan oleh perbankan sebesar Rp56,8 triliun17

triliun. Kondisi ini mencerminkan bahwa perbankan

atau rata-rata Rp4,7 triliun per bulan. Kredit baru yang

sudah cukup ekspansif dalam penyaluran kredit,

disalurkan tersebut terutama disalurkan ke sektor

namun dari sisi permintaan dalam kenyataannya

perindustrian, perdagangan dan jasa dunia usaha,

debitur belum mampu menyerap kredit yang telah

dan sebagian besar kredit tersebut didistribusikan

disediakan. Hal ini ditengarai akibat masih tingginya

oleh kelompok bank BUMN, BTO dan bank kategori

risiko dunia usaha sehubungan dengan belum

A. Sementara itu, jumlah kredit yang telah direstruk-

kondusifnya kondisi makro ekonomi seperti belum

turisasi, baik oleh bank sendiri maupun melalui

stabilnya nilai tukar dan masih tingginya suku bunga,

fasilitasi Satgas sampai dengan bulan November

serta masih belum stabilnya kondisi politik-sosial-

2001 tercatat sebesar Rp91,8 triliun meningkat

keamanan. Namun demikian, disadari pula bahwa

dibanding tahun 2000 yang besarnya Rp59,9 triliun.

belum optimalnya fungsi perbankan sebagai lembaga intermediasi tersebut juga dipengaruhi oleh faktor internal bank yang masih melakukan konsolidasi serta

17 Berdasarkan data Sistem Informasi Debitur (SID) yang didukung hasil survei terhadap sejumlah bank

berupaya memenuhi ketentuan prudensial per-

157

Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

bankan. Sementara itu, penyaluran kredit kepada Persen

debitur-debitur besar (korporasi) dalam tahun laporan

35

tidak banyak mengalami kemajuan karena sebagian

30

besar debitur tersebut masih dalam proses restruk-

25

turisasi di BPPN. Berdasarkan hasil survei dalam

20

paper Credit Crunch18 diperoleh informasi bahwa

15

bank-bank juga masih enggan memberikan kredit ke

10 5

sektor korporasi mengingat masih adanya trauma dari 0

pengalaman masa lalu, sedangkan untuk mencetak

Des. 1999

Mar.

Jun.

Sep.

Des.

Mar.

2000

Jun.

Sep. 2001

Des.

debitur-debitur baru yang besar memerlukan waktu yang lama.

Grafik 8.3 Perkembangan NPLs

Kualitas Kredit Perbankan Dalam periode laporan, kualitas kredit

masih di atas target indikatif yang ditetapkan oleh

perbankan menunjukkan perbaikan baik secara

Bank Indonesia sebesar 5%. Masih tingginya rasio

nominal maupun rasio sejalan dengan kemajuan

NPLs tersebut berkaitan dengan prioritas bank untuk

proses restrukturisasi kredit. Secara nominal Non

lebih memfokuskan pada pencapaian CAR minimum

Performing Loans (NPLs) turun dari Rp60,1 triliun

8% pada akhir tahun 2001. Walaupun tidak bersifat

pada Desember 2000 menjadi Rp43,4 triliun pada

wajib, pencapaian target rasio NPLs tersebut akan

akhir tahun laporan. Sementara rasio NPLs tanpa

membantu mempercepat proses pemulihan inter-

memperhitungkan Penyisihan Penghapusan Aktiva

mediasi bank sehingga langkah-langkah percepatan

Produktif (PPAP) yang dibentuk (Gross NPLs) turun

restrukturisasi kredit, peningkatan pemberian kredit

dari 18,8% pada posisi Desember 2000 menjadi

baru dan pengalihan kredit yang telah direstrukturisasi

12,1% pada akhir tahun laporan (Grafik 8.3). Apabila

dari BPPN ke perbankan tetap harus dilakukan.

PPAP yang dibentuk diperhitungkan (Net NPLs) maka

Disamping itu Bank Indonesia telah melakukan pe-

nilainya menjadi sebesar 3,6% pada akhir tahun

nyesuaian dalam perlakuan kualitas kredit, Batas

laporan. Perbaikan tersebut antara lain dipengaruhi

Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) dan PPAP

oleh adanya ekspansi kredit baru yang menambah

kredit yang direstrukturisasi sebagai upaya untuk

jumlah kredit yang tergolong lancar, perbaikan kualitas

mendorong percepatan restrukturisasi kredit.

kredit yang tergolong kurang lancar, diragukan dan macet, serta penghapusan kredit macet. Walaupun terjadi perbaikan namun rasio gross NPLs tersebut

Pengembangan Usaha Kecil Dan Menengah Dalam tahun laporan Bank Indonesia tetap memberikan komitmen untuk mendorong pengem-

18 Agung, Kusmiarso, Pramono, Hutapea, Prasmuko, Prastowo (2001). “Credit Crunch in Indonesia in The Aftermath of Crisis : Facts, Causes and Policy Implications”. Bank Indonesia.

158

bangan usaha kecil dan menengah. Komitmen tersebut diwujudkan dalam bentuk Bantuan Teknis

Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

Pengembangan Usaha Kecil dan Mikro (PUKM), yang

kepada usaha kecil dan menengah, Bank

lebih difokuskan pada kegiatan pelatihan, penelitian,

Indonesia juga secara terus menerus melakukan

dan penyediaan informasi di sektor perbankan.

sosialisasi dalam bentuk seminar atau

Dalam pelaksanaannya, kegiatan bantuan teknis yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia selama

lokakarya. Sementara itu, kegiatan bantuan teknis lain

tahun laporan, antara lain meliputi :

yang masih ditangani oleh Bank Indonesia adalah

a. Di bidang pelatihan, Bank Indonesia telah melak-

Proyek Kredit Mikro (PKM) yang merupakan proyek

sanakan kegiatan pelatihan kepada perbankan

kerjasama antara Pemerintah Republik Indonesia

yang meliputi training of facilitator untuk Bank

dengan Asian Development Bank (ADB). Dengan

Perkreditan Rakyat (BPR) dan pelatihan usaha

berlakunya UU No. 23 Tahun 1999, Bank Indonesia

kecil dan mikro untuk bank umum.

seharusnya mengalihkan pengelolaann PKM kepada

b. Di bidang penelitian, Bank Indonesia telah

BUMN yang ditunjuk oleh Pemerintah. Namun,

melakukan penelitian mengenai komoditas skala

dengan pertimbangan dana pinjaman ADB belum

kecil yang potensial dibiayai oleh bank yang

ditarik seluruhnya, serta pelaksanaan PKM cukup

mencakup 10 komoditas. Kesepuluh pola pem-

berhasil, dan kebutuhan masyarakat atas kredit PKM

biayaan tersebut melengkapi 45 Model Kela-

masih tinggi, maka atas kesepakatan ADB, Pe-

yakan Proyek Kemitraan Terpadu dari berbagai

merintah, dan Bank Indonesia, pelaksanaan PKM

sektor baik pertanian, industri maupun jasa yang

tetap dilakukan oleh Bank Indonesia sampai dengan

telah diteliti dari tahun 1995 sampai dengan

berakhirnya jangka waktu penarikan pinjaman, yaitu

1999.

30 Juni 200119 yang kemudian diperpanjang sampai

Di bidang penyediaan informasi, Bank Indonesia

dengan 31 Desember 2001.20

c.

telah memasukkan hasil-hasil penelitian dimak-

Saat ini PKM telah mencakup 15 Propinsi

sud ke dalam suatu Sistem Informasi Terpadu

yang melibatkan 24 Kantor Bank Indonesia (KBI) yang

Pengembangan Usaha Kecil (SI-PUK) yang

tersebar diberbagai propinsi di Indonesia. Sementara

dapat diakses melalui internet/website Bank

itu, jumlah maksimal kredit yang diberikan kepada

Indonesia. Informasi tersebut terdiri dari Sistem

nasabah mikro juga telah mengalami beberapa kali

Informasi Baseline Economic Survey (SIB),

perubahan yang disesuaikan dengan kondisi

Sistem Informasi Agroindustri Berorientasi Ekspor

perekonomian nasional. Perubahan yang terakhir

(SIABE), Sistem Informasi Pola Pembiayaan/

menetapkan jumlah kredit PKM yang pertama kali

Lending Model Usaha Kecil (SI-LMUK), Sistem

diberikan maksimal sebesar Rp2 juta per nasabah

Penunjang Keputusan Untuk Investasi (SPKUI) dan Sistem Informasi Prosedur Memperoleh Kredit (SI-PMK). d. Dalam rangka mendorong perbankan agar meningkatkan pembiayaannya khususnya

19 Peraturan Bank Indonesia No. 3/1/PBI/2001 tanggal 4 Januari 2001 tentang Proyek Kredit Mikro 20 Peraturan Bank Indonesia No. 3/16/PBI/2001 tanggal 3 Oktober 2001 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia No. 3/1/PBI/2001 tanggal 4 Januari 2001 tentang Proyek Kredit Mikro

159

Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

dan untuk kredit selanjutnya maksimal Rp5 juta per

program. Hal ini diwujudkan dalam bentuk pemberian

nasabah.21

kesempatan kepada BUMN Koordinator untuk

Untuk periode laporan, besarnya kredit yang

menyalurkan kembali angsuran Kredit Likuiditas Bank

telah disalurkan Bank Indonesia kepada usaha mikro

Indonesia (KLBI) sampai dengan KLBI tersebut jatuh

berjumlah Rp137,4 miliar, sehingga jumlah kredit

tempo. Jumlah angsuran KLBI yang dikelola oleh

kepada usaha mikro yang telah direalisasikan

BUMN Koordinator sampai dengan akhir tahun

seluruhnya (sejak tahun 1996 s.d. Desember 2001)

laporan sebesar Rp1,45 triliun atau meningkat sekitar

berjumlah Rp417,1 miliar kepada 752.492 nasabah

44% dibandingkan posisi 31 Desember 2000 yang

mikro dengan melibatkan BPD, BPR, Lembaga Dana

hanya Rp1,0 triliun. Dari dana hasil angsuran tersebut,

dan Kredit Pedesaan (LDKP) dan Lembaga

telah disalurkan kembali sebesar Rp1,3 triliun atau

Pengembangan Swadaya Masyarakat (LPSM).

meningkat sekitar 186% dibandingkan Rp453,5 miliar

Berdasarkan tingkat kolektibilitasnya, PKM dinilai

pada tahun sebelumnya. Penyaluran dana yang

cukup berhasil karena memiliki kredit macet sebesar

disalurkan kembali tersebut sebagian besar dilakukan

1,2%.

oleh PT Permodalan Nasional Madani (PNM) dan Sementara itu, dalam hal kebijakan

Bank Tabungan Negara (BTN).

perkreditan, Bank Indonesia telah menyempurnakan

Dengan melihat masih rendahnya penyaluran

ketentuan tentang KUK22 yang pada intinya tidak lagi

kembali dana hasil angsuran KLBI oleh BUMN

mewajibkan namun menganjurkan penyaluran KUK

Koordinator khususnya pada tahun 2000, maka pada

dan merubah plafon KUK menjadi Rp500 juta per

tahun 2001 Bank Indonesia memandang perlu untuk

nasabah. Realisasinya KUK pada tahun laporan

mengadakan evaluasi terhadap pelaksanaan

posisinya mengalami peningkatan sebesar 14,8%

pengelolaan KLBI oleh BUMN Koordinator. Dari hasil

dibandingkan tahun sebelumnya sehingga menjadi

evaluasi tersebut secara umum dapat disimpulkan

Rp65 triliun (Tabel 8.10). Dengan perkembangan

bahwa pengelolaan KLBI oleh 3 BUMN Koordinator,

tersebut, sampai dengan akhir tahun 2001 rasio

khususnya dalam hal penyaluran kembali dana hasil

penyaluran KUK terhadap total kredit perbankan

angsuran KLBI belum dilaksanakan secara optimal.

menjadi 18,5%.

Hal ini disebabkan oleh berbagai permasalahan dan

Selain melalui kebijakan perkreditan, sebagai

kendala yang dihadapi oleh masing-masing BUMN

upaya penyediaan pembiayaan bagi usaha kecil dan

Koordinator tersebut, antara lain disebabkan karena

menengah, Bank Indonesia masih tetap menjaga

angsuran KLBI yang dikelola berjangka waktu lebih

keseimbangan pembiayaan atau pendanaan kredit

pendek dari pada jangka waktu kredit yang akan direlending, sehingga dikhawatirkan terjadi mismatch

21 Peraturan Bank Indonesia No. 3/8/PBI/2001 tanggal 25 April 2001 tentang Perubahan Peraturan Bank Indonesia No. 3/1/PBI/2001 tanggal 4 Januari 2001 tentang Proyek Kredit Mikro 22 Peraturan Bank Indonesia No. 3/2/PBI/2001 tanggal 4 Januari 2001 tentang Pemberian Kredit Usaha Kecil dan Surat Edaran No. 3/9/ BKR tanggal 17 Mei 2001tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Kredit Usaha Kecil

160

pendanaan. Disamping itu masih sangat terbatasnya jaringan kantor dan permodalan PNM juga menjadi menjadi kendala rendahnya penyaluran kembali dana hasil angsuran KLBI tersebut.

Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

005)23 secara optimal guna membantu pendanaan

Tabel 8.10 Perkembangan Kredit Usaha Kecil

Penyebaran KUK

kredit program. Sampai dengan posisi akhir tahun,

Posisi Pertumbuhan Pangsa (Triliun rupiah) (%) (%) 1999 2000r 2001 2000 2001 2001

dana SUP No. 005 yang dapat dicairkan adalah sebesar Rp3,1 triliun dan baru dicairkan Pemerintah sebesar Rp850 miliar, sehingga dana yang masih

Menurut Jenis Penggunaan Modal Kerja Investasi Konsumsi

37,2 15,7 5,4 16,1

56,6 22,0 7,8 26,8

64,9 27,3 9,4 28,3

52,1 40,0 44,0 66,6

14,8 100,0 23,8 42,0 21,3 14,5 5,4 43,5

Menurut Sektor Ekonomi Pertanian Perindustrian Perdagangan, Restoran dan Hotel Jasa-jasa Lain-lain

37,2 7,7 1,1

56,6 9,3 1,7

64,9 11,4 2,6

52,1 19,8 54,5

14,8 100,0 23,3 17,6 51,3 4,0

Permodalan

8,8 3,4 16,2

10,3 4,7 30,6

12,8 5,2 32,9

17,0 38,7 89,3

24,0 11,0 7,6

19,7 8,1 50,6

ningkat dari Rp52,3 triliun di akhir tahun 2000 menjadi

Menurut Kelompok Bank Bank Persero BUSN Devisa BUSN Non Devisa BPD Bank Campuran & Asing

37,2 25,4 5,9 1,8 4,1 0,1

56,6 30,5 12,3 5,1 8,6 0,1

64,9 52,1 14,8 100,0 36,9 20,3 21,0 56,8 13,7 108,7 11,5 21,1 2,5 180,4 -51,3 3,8 11,8 111,9 36,9 18,2 0,01 -1,4 -90,3 0,01

permodalan tersebut disamping karena perolehan

dapat dicairkan sebesar Rp2,2 triliun.

Pada tahun laporan, permodalan bank me-

Rp62,3 triliun atau naik sebesar 19,1%. Peningkatan

laba tahun berjalan juga adanya tambahan setoran modal oleh beberapa bank dalam kelompok kategori A, BPD dan bank campuran dalam rangka pemenuhan ketentuan CAR minimun 8% pada akhir tahun

Untuk mengatasi permasalah di atas Bank

2001.

Indonesia telah merekomendasikan kepada Peme-

Semua kelompok bank sudah mencatat

rintah untuk lebih memberdayakan BUMN Koor-

permodalan yang positif sejak triwulan kedua tahun

dinator agar dapat melaksanakan tugasnya dengan

2000. Modal terbesar dimiliki oleh kelompok bank

lebih baik. Hal-hal yang direkomendasikan antara lain

BUMN sebesar Rp20,7 triliun, sedangkan modal

perlu ditunjuknya satu BUMN Koordinator sebagai

terkecil dimiliki oleh bank asing yaitu sebesar Rp1,4

pengelola kredit program secara keseluruhan. BUMN

triliun. Walaupun telah mencapai permodalan yang

Koordinator dimaksud selanjutnya dapat dijadikan

positif, namun secara individu masih terdapat bank-

cikal bakal bagi terbentuknya suatu bank khusus yang

bank yang mempunyai CAR di bawah 8%, yang

membiayai usaha kecil dan menengah, atau sebagai

terdiri dari bank kelompok A dan BUSN rekap. Upaya

lembaga sementara yang khusus menangani

peningkatan permodalan bank untuk bank-bank

pembiayaan usaha kecil dan menengah (termasuk

yang mempunyai CAR < 8% terus dilakukan di

kredit program) sampai dengan terbentuknya bank

antaranya dengan meminta para pemilik bank untuk

khusus tersebut. Selain itu, dalam rangka pengembangan usaha kecil dan menengah, berbagai masukan telah disampaikan oleh Bank Indonesia kepada Pemerintah antara lain perlunya pemanfaatan dana Surat Utang Pemerintah dalam rangka kredit program (SUP No.

23 Surat Utang Pemerintah dalam rangka kredit program (SUP No. 005) adalah surat utang yang dikeluarkan oleh Pemerintah untuk pembiayaan kredit program sebagai pengganti dana KLBI karena dengan berlakunya UU No. 23 Tahun 1999, Bank Indonesia tidak dapat lagi memberikan KLBI untuk pembiayaan kredit program. Besarnya SUP No. 005 adalah Rp9,97 triliun, tetapi penarikannya tergantung dari KLBI yang telah diberikan untuk kredit program yang jatuh tempo dan diterima oleh Bank Indonesia dalam tahun 2000 dan 2001.

161

Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

Triliun Rp

Triliun Rp

80,0

40 20

40,0

0 -20

0,0

-40 -60

-40,0

Bank BUMN

BUSN Rekap

BTO

Bank Kategori A

BPD

Bank Campuran

Laba/Rugi Operasional Laba/Rugi non operasional

-80

Laba Rugi sebelum pajak -100

Bank Asing

Seluruh Bank

-80,0 Des.

Mar.

1999

Jun.

Sep.

Des.

Mar.

2000

Nov.

Jun.

Des.

2001

-120 Des. 1999

Mar.

Jun.

Sep. 2000

Des.

Mar.

Jun. 2001

Sep.

Grafik 8.4 Perkembangan Permodalan Bank

Grafik 8.5 Perkembangan Laba/Rugi Perbankan

menambah modal disetor maupun dengan

dibanding tahun sebelumnya yang hanya Rp11,2

melakukan merger. Sampai dengan akhir tahun

triliun. Peningkatan ini terutama masih berasal dari

200124

jumlah bank yang telah memenuhi target

keuntungan selisih kurs akibat melemahnya nilai tukar

CAR minimum 8% telah mencapai 138 bank (95%)

dan adanya koreksi PPAP berkaitan dengan penda-

dari 145 bank yang ada.

patan yang diperoleh dari kredit yang telah dihapusbukukan.

Profitabilitas

Sementara itu Net Interest Margin (NIM) yang

Dalam tahun laporan, kegiatan perbankan

diperoleh perbankan dalam tahun laporan juga me-

terus menunjukkan perbaikan yang tercermin pada

ningkat menjadi Rp37,8 triliun atau rata-rata sebesar

peningkatan laba usaha. Perolehan laba sebelum

Rp3,2 triliun per bulan (Grafik 8.6) dibanding tahun

pajak selama tahun 2001 mencapai Rp13,1 triliun,

sebelumnya yang hanya Rp22,8 triliun atau Rp1,9

meningkat dibandingkan tahun 2000 sebesar Rp10,5

triliun per bulan. Meningkatnya perolehan NIM

triliun (Grafik 8.5). Pada tahun 2001 walaupun per-

tersebut disebabkan meningkatnya pemberian kredit

bankan masih mengalami kerugian operasional Rp0,2

pada tahun 2001 dibandingkan dengan tahun 2000

triliun, namun kerugian tersebut lebih kecil bila diban-

dan meningkatnya perolehan pendapatan bunga yang

dingkan dengan kerugian tahun sebelumnya yang

berasal dari bunga SBI dan bunga obligasi pemerintah

besarnya Rp0,7 triliun. Masih meruginya perbankan

pada beberapa bank rekap yang memiliki obligasi

disebabkan karena masih tingginya beban PPAP dan

dengan variable rate. Ditinjau dari prosentasenya,

beban overhead lainnya yang harus ditanggung oleh

perolehan pendapatan bunga perbankan terbesar

bank-bank. Di sisi lain, laba non operasional yang

berasal dari obligasi pemerintah yaitu sebesar 45,3%

diperoleh perbankan sebesar Rp13,3 triliun meningkat

terhadap total pendapatan bunga, sementara yang berasal dari kredit dan SBI masing-masing sebesar

24. Data sampai dengan bulan November 2001.

162

32,2% dan 9,7%. Kondisi ini menunjukan masih

Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

Perusahaan Pembiayaan

Triliun Rp 50

Kinerja perusahaan pembiayaan dalam tahun

40

2001 masih ditandai dengan perkembangan yang

30 20

membaik walaupun dengan pertumbuhan yang jauh

10

lebih rendah dibanding dengan periode sebelumnya.

0 -10

Peningkatan kinerja tersebut tercermin dari

-20 -30

meningkatnya total nilai kegiatan usaha yang sampai

-40

dengan November 2001 naik sebesar 28,9% diban-

-50 Des. 1999

Mar.

Jun.

Sep.

Des.

Mar.

2000

Jun. Sep. 2001

Des.

Grafik 8.6 Perkembangan Net Interest Margin

ding tahun sebelumnya. Sepanjang tahun laporan terdapat tiga perusahaan pembiayaan yang baru didirikan (PT. Karya Technik Multifinance, PT Kembang Delapan Delapan

tingginya ketergantungan perbankan dari bunga

Multifinance, dan PT. Sinar Mitra Sepadan Finance)

obligasi pemerintah. Dilihat per kelompok bank, bank

dan dua perusahaan pembiayaan yang dilikuidasi (PT.

BTO adalah kelompok bank yang sangat bergantung

Bahan Pembinaan Usaha dan PT Bali Tunas

pada pendapatan bunga obligasi pemerintah yang

Finance).25 Sehingga sampai dengan November

terlihat dari cukup tingginya pangsa pendapatan

2001, jumlah perusahaan pembiayaan yang masih

bunga obligasi pemerintah terhadap total pendapatan

menjalankan kegiatan usahanya meningkat menjadi

bunga sebesar 69,1% diikuti dengan kelompok bank

246 perusahaan dibanding tahun sebelumnya.

BUMN sebesar 56,6% dan BUSN Rekap sebesar

Dibandingkan dengan akhir tahun sebelumnya, seluruh jenis kegiatan usaha perusahaan

20,4%.

pembiayaan mengalami peningkatan kecuali

LEMBAGA KEUANGAN LAINNYA

pembiayaan anjak piutang yang mengalami penu-

Seiring dengan membaiknya kinerja per-

runan sebesar 47,7%. Peningkatan terbesar terjadi

bankan dalam tahun 2001, sumber dana perusahaan

pada pembiayaan kartu kredit dan pembiayaan

pembiayaan yang berasal dari perbankan meningkat

konsumen yaitu masing-masing naik sebesar 89,2%

sehingga memberikan kemampuan untuk mening-

dan 47,9. Hal ini sejalan dengan perkembangan

katkan kinerja perusahaan pembiayaan yang ter-

konsumsi domestik yang mengalami peningkatan

cermin dari kenaikan nilai kegiatan usahanya. Semen-

dibanding tahun sebelumnya yang diduga dibiayai

tara itu, seiring dengan masih adanya keengganan

dari perusahaan pembiayaan (Lihat Bab Makro).

perbankan untuk menyalurkan kredit telah membuka peluang kepada Perusahaan Umum (PERUM) pegadaian untuk meningkatkan penyaluran dananya kepada masyarakat baik untuk konsumsi maupun modal jangka pendek.

25 Dasar keputusan : Keputusan Menteri Keuangan No. 275/KMK.06/ 2001 tanggal 8 Mei 2001, Keputusan Menkeu No. 364/KMK.06/ 2001 tanggal 11 Juni 2001, Keputusan Menteri Keuangan No. 365/ KMK.06/2001 tanggal 11 Juni 2001, Keputusan Menteri Keuangan No. 626/KMK.06/2001 dan Keputusan Menteri Keuangan No. 365/ KMK.06/2001.

163

Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

Tabel 8.11 Perkembangan Perusahaan Pembiayaan Keterangan

Posisi (Triliun rupiah) 1999

Jumlah Perusahaan 2)

Pertumbuhan (%)

2000r 20011) 245

Tabel 8.12 Sumber dan Penggunaan Dana Perusahaan Pembiayaan

2000 20011)

245

246

Nilai Kegiatan Usaha Sewa guna usaha Pembiayaan anjak piutang Pembiayaan kartu kredit Pembiayaan konsumen Lainnya

22,2 10,9 6,4 0,3 4,3 0,2

29,4 31,4 13,7 14,39 6,6 3,4 0,4 0,8 8,5 12,6 0,2 0,3

32,4 25,7 2,3 19,9 97,0 -5,7

7,0 4,8 -47,7 89,2 47,9 44,7

Pinjaman yang Diterima Dalam negeri - Bank - Bukan bank Luar negeri

14,4 14,4 10,7 3,7 10,8

17,1 17,1 11,3 5,8 12,5

18,5 18,5 14,8 3,7 11,2

18,8 18,8 5,6 56,9 15,2

7,9 7,9 30,8 -36,7 -10,3

0,6 1,4

0,8 1,7

0,8 2,2

51,9 18,8

-1,0 29,0

Obligasi Pinjaman Subordinasi

Keterangan

1) November 2001 2) Satuan

Posisi (Triliun rupiah) 1999

2000r 20011)

Pertumbuhan (%) 2000

2001

Sumber Dana Pinjaman bank dalam negeri Pinjaman bank luar negeri Pinjaman diterima lainnya d,n, Pinjaman diterima lainnya l,n, Modal 2) Lain-lain

30,2 10,7 8,6 4,7 11,9 -1,3 -4,3

35,8 11,3 7,6 7,1 11,8 -2,2 0,1

38,2 14,8 7,26 5,0 13,7 -0,3 -2,2

18,3 6,8 5,6 30,8 -11,7 -4,1 52,7 -30,3 -0,4 16,1 -62,6 85,5 97,4 1957,8

Penggunaan Dana Pembiayaan Simpanan pada bank Penyertaan Lain-lain

30,2 22,2 5,1 0,1 2,8

35,8 29,4 3,7 0,1 2,5

38,2 31,4 3,0 0,1 3,7

18,3 32,5 -26,9 1,6 -10,2

6,8 7,0 -20,7 -21,7 45,9

1) November 2) Modal bersih setelah ditambah/dikurangi laba/rugi th berjalan dan ditambah cadangan

Dilihat dari komposisinya, kegiatan sewa guna usaha

biayaan masih tetap negatif akibat set off terhadap

masih mendominasi kegiatan usaha perusahaan

kerugian yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya.

pembiayaan, yaitu mencapai 45,8 dari total pem-

Dalam tahun laporan, penggunaan dana

biayaan. Komposisi kegiatan usaha lainnya adalah

perusahaan pembiayaan sebagian besar disalurkan

pembiayaan konsumen sebesar 40,0%, pembiayaan

dalam bentuk pembiayaan, yaitu sebesar Rp 31,4

anjak piutang sebesar 10,9%, dan kartu kredit 2,4%.

triliun atau 82,4% dari total dana yang dimiliki. (Tabel

Sampai dengan November 2001, sumber da-

8.12). Seiring dengan melambatnya pertumbuhan

na yang berhasil dihimpun perusahaan pembiayaan

perekonomian, aktivitas pembiayaan yang dilakukan

meningkat sebesar Rp2,4 triliun atau naik 6,8% di-

perusahaan ini juga mengalami pertumbuhan yang

bandingkan posisi akhir Desember 2000 (Tabel 8.12).

melambat dibanding tahun sebelumnya yaitu dari

Sebagaimana tahun sebelumnya, sumber utama

32,5% pada tahun 2000 menjadi 7,0% sampai

pendanaan perusahaan pembiayaan masih berasal

November 2001. Sementara itu, simpanan dana peru-

dari pinjaman bank dalam negeri. Sejalan dengan

sahaan pembiayaan pada bank mengalami penuru-

membaiknya kinerja perbankan, pinjaman yang di-

nan sebesar 20,7%. Hal ini mengindikasikan adanya

peroleh perusahaan pembiayaan dari bank dalam ne-

shifiting dana antara simpanan di bank dan pembia-

geri meningkat sebesar Rp 3,5 triliun sehingga men-

yaan yang dapat diartikan lebih menguntungkannya

jadi 14,8 triliun. Dalam tahun laporan, walaupun peru-

pemberian pembiayaan kepada konsumen diban-

sahaan pembiayaan mengalami laba bersih sebesar

dingkan dengan penempatan dalam produk-produk

Rp 396,4 juta, modal yang dimiliki perusahaan pem-

perbankan.

164

Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

Dilihat dari jenis pembiayaannya, anjak piutang

Persen 80

Lancar

Diragukan

memiliki kualitas aktiva yang terburuk yaitu dengan

Macet

pangsa kategori macet mencapai 66,2%. Sedangkan 60

aktiva produktif yang terbaik dimiliki pembiayaan konsumen dengan porsi kredit macet hanya sebesar

40

2,1% (Tabel 8.13). 20

Pegadaian

0

2000r

1999

20011)

Kinerja perusahaan umum pegadaian dalam

1) Angka posisi November

Grafik 8.7 Kualitas Aktiva Produktif Perusahaan Pembiayaan

tahun 2001 menunjukkan perkembangan yang lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya. Perkembangan ini merupakan hasil dari peningkatan jangkauan dan

Dilihat dari kolektibilitasnya, kualitas aktiva

kualitas pelayanan melalui pendirian cabang baru,

produktif perusahaan pembiayaan yang terdiri dari

diversifikasi produk dan peningkatan profesionalisme

kegiatan pembiayaan (sewa guna usaha, anjak piu-

sumber daya manusia yang dimiliki, serta restruk-

tang, kartu kredit, dan pembiayaan konsumen),

turisasi internal melalui efisiensi terhadap unit-unit

surat berharga, dan penyertaan menunjukkan

kegiatan yang dinilai tidak produktif. Selain itu, masih

perkembangan yang membaik dibanding tahun sebelumnya. Kualitas aktiva produktif

dalam

kategori lancar meningkat dari 67,8% menjadi

Tabel 8.14 Perkembangan Kinerja Pegadaian

78,2%. Sementara itu, pangsa aktiva produktif yang bermasalah, yaitu kategori diragukan dan macet,

Rincian

menurun dari 3,22% menjadi 21,8% (Grafik 8.7).

Omzet Pendapatan Usaha : - Sewa Modal - Jasa Taksiran - Jasa Titipan - Pendptn Penyimpanan & Asuransi - Lainnya

Tabel 8.13 Perkembangan Kualitas Aktiva Produktif Aktiva Produktif

Pembiayaan : - Sewa Guna Usaha - Anjak Piutang - Kartu Kredit - Pembiayaan Konsumen

L

1999 D M (%)

2000r L D M (%)

L

20011) D M (%)

70,3 10,3 19,4 69,0 12,4 18,6 77,0 7,4 15,6 36,3 5,2 58,5 42,7 4,2 53,1 27,4 6,5 66,2 31,4 3,8 64,7 66,8 1,5 31,7 75,1 2,1 22,8 90,9 2,4

Surat Berharga yang dimiliki 88,5 2,4 Penyertaan 97,8 0,0 L = Lancar, D = Diragukan, M = Macet 1) = November

6,7 94,7 1,6

3,7 96,2 1,6

2,1

9,0 88,0 0,2 11,7 82,5 6,7 10,8 2,2 97,7 0,0 2,3 92,9 0,2 6,9

Posisi Pasiva - Kewajiban Jangka Pendek - Hutang Bank - Lainnya - Hutang Obligasi - Hutang Jangka Panjang - Ekuitas Nilai Barang Lelang Jumlah Nasabah 3)

19991)

20002) Juta rupiah

3.229.280 4.230.778 449.087 373.233 417.370 341.936 16 16 10 11

20012) 5.970.310 553.487 500.562 27 18

25.319 6.372

31.270 3.929

47.033 5.847

243.612 120.067 123.545 389.556 100.000 409.553

454.176 157.631 296.545 439.486 105.000 415.258

551.785 425.240 126.545 635.933 105.000 574.105

91.712 38.946 47.298 12.427.554 12.982.306 15.692.228

1) Data Revisi Sesuai Laporan Tahunan Pegadaian 2000 2) Data Berdasarkan Data Laporan Operasional Desember 2001 3) Orang Sumber: Pegadaian

165

Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

adanya keengganan perbankan untuk menyalurkan

sebesar 20,9% sehingga menjadi 15,7 juta nasabah.

kredit, memberikan peluang kepada pegadaian untuk

Dalam pada itu, pendapatan usaha pegadaian me-

membiayai kebutuhan dana masyarakat baik untuk

ningkat sebesar Rp180,3 miliar. Seluruh jenis kegiatan

modal jangka pendek maupun keperluan konsumsi

usaha perum pegadaian mengalami peningkatan

dan kebutuhan lainnya, khususnya bagi masyarakat

pendapatan dengan kontribusi terbesar diberikan oleh

dan pengusaha golongan kecil menengah.

kegiatan utamanya yaitu sewa modal dengan

Dalam rangka meningkatkan jangkauan

prosentase mencapai 90,4% dari total pendapatan

pelayanan, perusahaan pegadaian telah menambah

usaha. Dalam melakukan penyaluran kreditnya,

jumlah kantor cabangnya dalam tahun 2001 sehingga

pegadaian disamping memberikan modal dana juga

menjadi 714 cabang.26 Sementara itu, dalam tahun

memberikan pembinaan manajemen dan pemasaran

2001 PERUM pegadaian telah melakukan upaya

untuk mengembangkan usaha kepada para debitur-

diversifikasi produk dan jasa antara lain melalui kerja-

nya khususnya kepada pengusaha kecil.

sama dengan Usaha Aneka Tambang sebagai distri-

Sementara itu, kredit yang tidak dilunasi oleh

butor utama produk-produk perhiasan dan menye-

nasabah pegadaian sebagaimana tercermin dari nilai

diakan jasa penilaian batu permata dan berlian. Selain

barang lelang meningkat 21,5% menjadi Rp47,3 miliar

itu pegadaian juga telah menambah jenis barang

pada akhir tahun (Tabel 8.14). Hal ini disebabkan me-

jaminan berupa gabah dan kendaraan bermotor se-

ningkatnya barang jaminan yang tidak ditebus kembali

bagai upaya pengembangan produk dalam meng-

oleh para debitur.

akomodir permintaan masyarakat pedesaan.

Dari sisi sumber dana, sebagian besar ber-

Meningkatnya aktivitas usaha perum

asal dari penerbitan obligasi yaitu sebesar Rp 635,9

pegadaian tercermin dari peningkatan omzet kegiatan

miliar atau 34,1% dari seluruh dana. Dalam tahun

usaha (pinjaman yang diberikan), pendapatan usaha

2001, pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) membe-

dan jumlah masyarakat yang menjadi nasabah.

rikan peringkat A+ untuk obligasi yang akan

Omzet usaha pegadaian mengalami peningkatan

diterbitkan Perum Pegadaian. Pemberian peringkat

sebesar 41,1% sehingga menjadi Rp 6,0 triliun

didasarkan pada kinerja Pegadaian selama tahun

dibandingkan akhir tahun 2000 (Tabel 8.14). Pertum-

200 dan kecilnya jumlah kredit macet yang dimiliki

buhan ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tahun

tercermin dari barang jaminan yang dilelangkan.

sebelumnya yang sebesar 31,0%, sejalan dengan

Sumber dana lainnya berasal dari modal sendiri

peningkatan pelayanan yang dilakukan dan semakin

sebesar 30,8%, pinjaman bank 22,8%, hutang

besarnya jumlah nasabah yang dilayani. Jumlah ma-

jangka pendek lainnya 6,8%, dan pinjaman jangka

syarakat yang menjadi nasabah pegadaian meningkat

panjang 5,6%.

26 Laporan data operasional Pegadaian Bulan Desember 2001

166

Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

boks

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Sebagai upaya untuk menjaga stabilitas dan

perbankan, dan saat ini total simpanan masyarakat

ketahanan sistem perbankan nasional, perlu

saat ini telah mencapai + 70% dari seluruh total aset

diciptakan suatu mekanisme untuk menjaga tingkat

perbankan nasional. Namun demikian, dibalik

kepercayaan masyarakat terhadap lembaga per-

keberhasilan dalam meredam merosotnya keper-

bankan. Salah satu instrumen pendukung yang

cayaan masyarakat tersebut, terdapat beban besar

diperlukan adalah adanya jaring pengaman ke-

yang harus ditanggung pemerintah dan potensi

uangan (financial safety net) yang dapat memberikan

munculnya moral hazard pada perbankan di kemu-

keyakinan akan perlindungan dana nasabah dalam

dian hari. Agar keadaan ini tidak berlangsung terus

hal bank gagal memenuhi kewajibannya. Penga-

menerus, perlu segera dirumuskan suatu pola

laman yang mahal akibat hilangnya kepercayaan

penjaminan simpanan nasabah yang lebih efektif dan

masyarakat terbukti setelah dilakukannya likuidasi

efisien. Konsep penjaminan yang terbatas seperti

terhadap 16 bank pada November 1997 dimana

asuransi deposito (deposit insurance) di beberapa

likuiditas perbankan telah menurun secara drastis

negara dapat dipertimbangkan sebagai suatu

sebagai akibat terjadinya bank-runs dalam masya-

alternatif disamping alternatif lain seperti skim dana

rakat. Tidak adanya kebijakan penjaminan yang

bersama sebagaimana dimaksud dalam UU No. 10

eksplisit terhadap dana simpanan nasabah (explicit

Tahun 1998 tentang Perbankan.

guarantee) telah menjadi faktor pendorong sikap

Beranjak dari pemikiran di atas, telah

masyarakat untuk melakukan rush ke bank-bank.

dibentuk Tim Kerja yang anggotanya terdiri dari Bank

Untuk mencegah terjadinya kondisi yang lebih buruk

Indonesia, Departemen Keuangan dan BPPN yang

lagi, maka pemerintah menempuh upaya untuk

bertugas untuk mempersiapkan pendirian LPS.

memberikan jaminan penuh (blanket guarantee)

Fokus kegiatan Tim Kerja ini dibagi menjadi 2 (dua)

guna memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap

bagian. Agenda jangka pendek adalah merumuskan

perbankan. Kebijakan penjaminan pemerintah ini di

pola pengurangan cakupan penjaminan secara

diatur dalam Keppres No. 26/1998 dan diatur lebih

bertahap (phasing-out) dari hampir seluruh kewajiban

lanjut dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No.

bank menjadi terbatas pada simpanan, inkaso dan

197/KMK.017/2000.

transfer masuk/keluar, pinjaman antar bank dan Letter

Kebijakan pemberian blanket guarantee

of Credit (L/C).

tersebut terbukti efektif dalam mengembalikan

Sementara itu, agenda jangka panjang ada-

kepercayaan masyarakat. Dalam waktu yang relatif

lah mempersiapkan pendirian LPS, termasuk pe-

singkat dana masyarakat kembali ke sistem

manfaatan skim asuransi dengan cakupan pen-

167

Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

jaminan terbatas sampai dengan jumlah tertentu

pengenaan premi yang risk-adjusted dapat segera

saja. Selanjutnya, beberapa kriteria spesifik LPS

dimulai untuk mencerminkan objektivitas risiko

yang perlu juga diatur diantaranya mengenai status

masing-masing bank yang berbeda. Selanjutnya sifat

kelembagaan, penetapan premi dan sifat keang-

keanggotaan LPS akan bersifat wajib (compulsory)

gotaan.

bagi semua bank yang beroperasi di Indonesia Dalam status kelembagaan diharapkan

lembaga ini dapat melaksanakan tugasnya secara

termasuk bank asing untuk menjamin kesempatan berusaha yang sama.

optimal. Untuk ini diperlukan adanya jaminan atas

Pendirian LPS tentunya dilakukan dengan

independensi lembaga ini dalam melaksanakan

memperhatikan beberapa prakondisi, antara lain

tugas dan kewenangannya. Dengan independensi,

adanya sistem perbankan yang sehat dan stabil.

diharapkan LPS dapat menjadi sebagai suatu

Sejalan dengan prakondisi tersebut, maka upaya-

lembaga badan hukum sendiri yang berada di luar

upaya restrukturisasi perbankan perlu terus dilakukan.

pemerintah yang jalur akuntabilitasnya sepenuhnya

Diperkirakan jangka waktu 3 tahun sejak 2001

disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

memadai untuk menyiapkan pendirian lembaga ini

Dalam penetapan premi penjaminan, untuk

sehingga pada tahun 2004 dipandang sebagai saat

sementara waktu akan ditempuh pola yang sama

yang tepat untuk memulai penjaminan yang

yaitu pengenaan premi secara flat. Direncanakan

sepenuhnya berformat pada LPS.

168

Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

boks

Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah UU No. 10 tahun 1998 dan UU No. 23 tahun

Di samping itu, masih relatif terbatasnya jaringan

1999 telah mengamanatkan sekaligus memberikan

kantor perbankan syariah menyebabkan belum

landasan hukum bagi Bank Indonesia untuk mengem-

terlayaninya seluruh masyarakat yang menginginkan

bangkan perbankan syariah di Indonesia. Selain itu,

pelayanan bank syariah. Keberadaan lembaga-

pengembangan perbankan syariah dipandang

lembaga pendukung agar perbankan syariah dapat

penting untuk : (i) memenuhi kebutuhan masyarakat

beroperasi secara optimal juga dirasakan belum

yang menghendaki layanan jasa perbankan yang

memadai. Selain itu, sejumlah isu yang berkaitan

sesuai dengan prinsip syariah; (ii) meningkatkan

dengan perkembangan teknologi dan meningkatnya

mobilisasi dana masyarakat yang belum terserap

inovasi ragam produk perbankan syariah memerlukan

sistem perbankan yang ada; (iii) meningkatkan

pengaturan yang memadai agar stabilitas sistem

ketahanan sistem perbankan nasional; dan (iv)

perbankan syariah dapat terwujud.

menyediakan sarana bagi investor internasional untuk

Perkembangan perbankan syariah nasional

melaksanakan pembiayaan dan transaksi keuangan

juga dipengaruhi oleh globalisasi jasa keuangan.

yang sesuai dengan prinsip syariah.

Sejumlah isu pokok yang terkait dengan perbankan

Dalam upaya pengembangan perbankan

syariah internasional memerlukan perhatian agar

syariah masih terdapat sejumlah permasalahan yang

perbankan syariah nasional mampu menjadi lembaga

perlu segera diatasi, baik dalam jangka pendek, me-

keuangan yang dapat diterima secara internasional.

nengah, maupun panjang. Belum lengkapnya pera-

Sejumlah isu pokok tersebut antara lain : (i)

turan dan infrastruktur bagi bank syariah merupakan

pembentukan Internasional Islamic Financial Market

salah satu permasalahan mendasar yang perlu

(IIFM), yang saat ini dalam tahap finalisasi, diharapkan

segera diatasi agar bank syariah dapat beroperasi

dapat mendukung efisiensi pengelolaan dana secara

secara optimal sesuai dengan karakteristiknya.

internasional; (ii) 18 negara anggota IMF saat ini

Penyempurnaan pengaturan bagi perbankan syariah

sedang mempersiapkan pembentukan Islamic

menjadi sangat penting, mengingat ketentuan yang

Financial Services Organization (IFSO), lembaga

ada saat ini belum sepenuhnya dapat mengakomodir

internasional yang akan mengeluarkan prudential

kegiatan usaha perbankan syariah. Di sisi lain, relatif

regulation bagi bank syariah.

rendahnya pemahaman masyarakat terhadap

Menyadari demikian kompleksnya upaya pe-

operasional perbankan syariah dan terbatasnya

ngembangan perbankan syariah maka perlu adanya

tenaga ahli perbankan syariah merupakan salah satu

kejelasan arah kebijakan pengembangan perbankan

tantangan dalam pengembangan perbankan syariah.

syariah nasional. Sehubungan dengan hal tersebut,

169

Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

perlu disusun Cetak Biru Pengembangan Perbankan

nilai-nilai yang menyertainya yaitu nilai dalam

Syariah diharapkan akan memberi manfaat antara lain

perspektif mikro dan perspektif makro. Perspektif mikro

: (i) sebagai pedoman baku bagi internal Bank Indo-

berkaitan dengan nilai-nilai dalam pengelolaan bank

nesia dalam pengembangan perbankan syariah seca-

syariah yaitu nilai Shidiq, Tabligh, Amanah, Fathanah

ra bertahap; (ii) sebagai acuan bagi pihak eksternal

termasuk Ri’ayah (cermat dan santun) dan Mas’uliyah

dalam pengembangan ekonomi dan lembaga

(bertanggung jawab). Sedangkan perspektif makro

keuangan syariah lainnya; (iii) untuk menjamin

lebih berkaitan dengan keberadaan perbankan syariah

kesinambungan pelaksanaan tugas pengaturan dan

- di dalam format perekonomian makro - yang harus

pengawasan bank syariah di masa depan; dan (iv)

mencerminkan nilai zakat dalam mendorong investasi,

untuk mewujudkan perbankan syariah yang sehat dan

menghilangkan ketidakpastian (ghoror) untuk

konsisten (istiqamah) terhadap prinsip-prinsip syariah.

mendorong transparansi, menghilangkan riba untuk

Misi Bank Indonesia dalam pengembangan

menghindari predetermined result & kesiapan

perbankan syariah adalah mewujudkan iklim yang

menghadapi risiko, serta menghilangkan maisir untuk

kondusif untuk pengembangan perbankan syariah

mendorong linkages ke sektor riil.

yang sehat dan istiqamah terhadap prinsip-prinsip

Sesuai dengan prinsip-prinsip gradual dan

syariah. Selanjutnya, visi pengembangan perbankan

berkesinambungan tersebut di atas, pengembangan

syariah adalah terwujudnya perbankan syariah yang

perbankan syariah memiliki tujuan-tujuan tertentu

mampu menggerakkan sektor riil melalui kegiatan

yang terbagi dalam periode waktu yang berke-

pembiayaan berbasis ekuitas dalam kerangka tolong

sinambungan. Dalam jangka pendek (2002-2004),

menolong (ta’awun) dan menuju kebaikan (fastabiqul

tujuan pengembangan perbankan syariah adalah

khairat) guna mencapai kemashlahatan ummat

untuk menempatkan bank syariah sedemikian rupa

(rahmatan lil alamin). Untuk mencapai misi dan visi

sebagai alternatif bank disamping bank konvensional.

tersebut, kebijakan-kebijakan Bank Indonesia dalam

Dalam jangka menengah (2004-2008) tujuan

pengembangan perbankan syariah berdasarkan

pengembangan adalah agar bank syariah lebih

prinsip market driven, fair treatment, gradual and

berperan dalam mendorong sektor riil. Sedangkan

sustainable approach yang secara konsisten sesuai

tujuan pengembangan jangka panjang (2006-2011)

prinsip syariah dan standar internasional.

adalah menjadikan bank syariah menjadi lebih efisien

Keberadaan perbankan syariah yang sesuai dengan misi dan visi di atas, juga tidak terlepas dari

170

dan diharapkan dapat menjadi beroperasi secara internasional.

Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

boks

Lembaga Pengawas Jasa Keuangan (LPJK) Sesuai dengan amanat pasal 34 Undang-

yang dihadapi oleh beberapa bank secara berantai

Undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia

yang memiliki potensi untuk menyebar (domino effect)

disebutkan akan adanya suatu lembaga baru yang

ke seluruh industri perbankan dan keuangan,

nantinya akan melakukan fungsi pengawasan bank.

sehingga penanggulannya harus bersifat makro.

Sesuai dengan amanat tersebut, fungsi pengawasan

Sedangkan lembaga pengawas jasa keuangan yang

bank akan beralih dari Bank Indonesia ke sebuah

baru tersebut akan lebih banyak menitik beratkan

lembaga baru yang bersifat independent dan harus

pada aspek-aspek mikro perbankan yaitu prudential

sudah berdiri sebelum 31 Desember 2002. Dengan

regulation dalam arti kepatuhan individu bank-bank

beralihnya fungsi pengawasan tersebut, fungsi Bank

maupun lembaga keuangan bukan bank lainnya

Indonesia nantinya hanya sebagai otoritas moneter

terhadap segala ketentuan yang berlaku. Dengan

saja yang tugas utamanya difokuskan pada masalah-

pemisahan fungsi pengawasan tersebut, tugas

masalah moneter dan sistem pembayaran. Ide pemi-

pemeliharaan kestabilan sitem keuangan tetap

sahan fungsi pengawasan bank dari bank sentral dan

berada di Bank Indonesia.

diserahkan ke lembaga lain bukan merupakan se-

Lembaga pengawas jasa keuangan yang

suatu yang baru di dalam praktek pengawasan per-

baru secara struktural direncanakan merupakan

bankan di negara-negara lain. Inggris, Jepang, Korea

lembaga pemerintah di luar kabinet yang ber-

dan Australia adalah beberapa contoh negara-negara

tanggung jawab kepada presiden. Tujuan dibentuknya

yang telah mempraktekkan pemisahan fungsi dan

lembaga tersebut adalah untuk melakukan

tugas pengawasan dari bank sentral ke lembaga lain.

pengawasan terhadap seluruh lembaga penyedia

Walaupun secara kelembagaan fungsi

jasa keuangan dalam rangka menciptakan industri

pengawasan bank akan diserahkan ke lembaga baru,

jasa keuangan yang sehat, akuntabel dan kompetitif.

Bank Indonesia tetap memiliki kewenangan dan

Keberadaan lembaga pengawas jasa keuangan yang

tanggung jawab dalam hal pemeliharaan stabilitas

baru tersebut akan lebih banyak menitik beratkan

system keuangan (financial stability) secara

pada aspek-aspek prudential regulations dalam arti

keseluruhan. Fungsi Bank Indonesia dalam meme-

kepatuhan individu bank-bank maupun lembaga

lihara stabilitas sistem keuangan yang berkaitan

keuangan bukan bank lainnya terhadap segala

dengan bank-bank dan lembaga keuangan lainnya

ketentuan yang berlaku. Cakupan tugas dari lembaga

nantinya akan menyangkut systemic risk yang

baru tersebut nantinya tidak hanya melakukan

dihadapi oleh perbankan maupun industri keuangan

pengawasan terhadap bank saja tetapi juga me-

secara keseluruhan. Systemic risk menyangkut risiko

lakukan pengawasan terhadap semua lembaga

171

Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

keuangan non bank seperti misalnya asuransi, modal

keuangan. Disamping itu, untuk memudahkan

ventura, pegadaian, leasing, dana pensiun, peru-

penyidikan terhadap praktek-praktek pelanggaran

sahaan sekuritas dan perusahaan jasa keuangan

hukum yang terjadi di sektor keuangan, lembaga baru

lainnya termasuk pengelola dana masyarakat yang

tersebut juga akan diberikan kewenangan untuk

bersifat micro financing.

melakukan fungsi “penyidikan” seperti halnya yang

Pada saat ini pengawasan terhadap berbagai

dimiliki oleh aparat penegak hukum lainnya walaupun

perusahaan penyedia jasa keuangan ada di berbagai

sifatnya hanya terbatas dan khusus menyangkut

lembaga yang berbeda dan tidak terintegrasi satu

masalah pelanggaran di bidang keuangan saja.

dengan yang lainnya, seperti misalnya pengawasan

Dengan berakhirnya fungsi pembinaan dan penga-

bank-bank berada di Bank Indonesia, pengawasan

wasan bank tersebut, maka perlu dilakukan revisi

perusahaan sekuritas ada di Bapepam, dan penga-

(amandemen) terhadap Undang-undang No.7 tahun

wasan terhadap perusahaan asuransi berada di

1992 tentang Perbankan sebagaimana diubah

Departemen Keuangan. Dengan banyaknya lembaga

dengan Undang-undang No.10 tahun 1998.

pengawas jasa keuangan yang berbeda dan tidak

Sebuah tim yang beranggotakan pejabat-

berhubungan satu sama lain dalam beberapa hal

pejabat dari Departemen Keuangan, Bank Indonesia,

menyebabkan terjadinya tumpang tindih serta

Bapepam, dan Departemen Kehakimandengan

inefisiensi mengenai koordinasi dan pembinaan

bantuan konsultan dari ADB telah bekerja sejak dua

lembaga-lembaga penyedia jasa keuangan tersebut.

tahun yang lalu untuk merumuskan kajian dan konsep

Disamping itu, keterkaitan antara bank-bank dengan

otoritas pengawas jasa keuangan yang baru. Sampai

lembaga-lembaga keuangan lain yang bukan bank

saat ini tim tersebut telah berhasil menyusun blue print

adalah sangat erat dan memiliki beberapa kesamaan

pembentukan LPJK serta rancangan undang-undang

dalam hal operasional usahanya serta risiko yang

mengenai LPJK. Diharapkan RUU mengenai LPJK

dihadapi. Dengan berdirinya satu lembaga yang

tersebut dapat diajukan pada pertengahan tahun 2002

mengawasi seluruh pengelola jasa keuangan

sehingga pada akhir tahun 2002 dapat ditetapkan

diharapkan pengawasan terhadap lembaga-lembaga

sebagai undang-undang dan mulai berdirinya lembaga

tersebut akan menjadi lebih efisien serta bersifat

tersebut. Setelah LPJK terbentuk, akan dilakukan

consolidated dan terintegrasi yang pada akhirnya

proses pemindahan pengawasan dan pengaturan

akan lebih menguntungkan para stake holders.

bank dari Bank Indonesia ke lembaga tersebut secara

Secara konsep, lembaga pengawas jasa

bertahap. Untuk itu perlu dilakukan berbagai persiapan

keuangan yang akan dibentuk tersebut tidak hanya

baik di Bank Indonesia maupun lembaga baru tersebut

memiliki wewenang untuk melakukan pengawasan

terutama yang menyangkut sistem, data/informasi,

saja, melainkan juga diberikan wewenang untuk

dan sumber daya manusia agar proses pengalihan

melakukan fungsi pengaturan termasuk memberikan

pembinaan dan pengawasan bank yang selama ini

dan mencabut izin usaha lembaga pengelola jasa

telah berjalan tidak mengalami gangguan.

172

Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

boks

Sistem Informasi Terpadu Pengembangan Usaha Kecil (SI-PUK) Sebagai upaya untuk lebih memberikan nilai

penelitian BLS secara cepat, hasil penelitian BLS

tambah dan manfaat yang lebih besar terhadap hasil-

dimasukkan kedalam suatu sistem informasi yang

hasil penelitian khususnya yang terkait dengan

dikenal dengan Sistem Informasi BLS (SIB).

pengembangan usaha kecil, dipandang perlu lebih

Manfaat dari SIB yaitu : (i) memberikan informasi

menyebarluaskan secara cepat laporan hasil pene-

tentang subsektor ekonomi/komoditas yang

litian tersebut kepada masyarakat luas. Sehubungan

potensial untuk dikembangkan; dan (ii)

dengan itu, Bank Indonesia telah memasukkan hasil-

mengidentifikasi kesempatan usaha kecil serta

hasil penelitian dimaksud kedalam suatu Sistem

faktor-faktor pendorong maupun penghambat

Informasi Terpadu Pengembangan Usaha Kecil atau

yang mempengaruhinya.

SI-PUK yang dapat diakses melalui internet/ website

Sementara ini informasi dalam SIB meliputi hasil

Bank Indonesia dalam versi Bahasa Indonesia

penelitian di 23 Propinsi yaitu Sumut, Riau,

maupun Bahasa Inggris. SI-PUK merupakan

Sumbar, Sumsel, Jambi, Bengkulu, Lampung,

kumpulan sistem informasi usaha kecil berbasis

DKI JAYA, Jabar, Jateng, DIY, Jatim, Kaltim,

internet yang disusun oleh Bank Indonesia secara

Kalbar, Kalteng, Kalsel, Sulut, Sulteng, Sultra,

terpadu/terintergrasi antara satu sistem informasi,

Sulsel, Bali, NTB dan NTT. Dalam upaya

dengan sistem informasi lainnya, sehingga dapat

memperoleh gambaran terkini dilakukan

menyajikan informasi yang mudah diakses oleh

penelitian ulang/up dating setiap 5 (lima) tahun.

pengguna. Adapun sistem informasi usaha kecil

Hasil akhir penelitian BLS adalah berupa Daftar

berbasis internet yang terintergrasi dalam SI-PUK

Skala Prioritas Sub Sektor Ekonomi/ komoditas

meliputi :

yang potensial untuk dikembangkan di setiap Dati

1. Sistem Informasi Baseline Economic Survey

I, Dati II dan daerah kecamatan yang di-

(SIB)

kelompokan dalam sub sektor ekonomi/komo-

Penelitian Dasar Potensi Ekonomi atau dikenal

ditas yang Sangat Potensial (SP), Potensial (P)

dengan Baseline Economic Survey (BLS)

dan Kurang Potensial (KP). Pengelompokan

merupakan

atas

tersebut di atas ditinjau dari 6 aspek yaitu dari

keberadaan potensi sub sektor ekonomi/

Aspek Pemasaran, Aspek Kewirausahaan, Aspek

komoditas disuatu Daerah Tingkat I/Propinsi

Teknis Produksi, Aspek Pertumbuhan, Aspek

terutama

dengan

Infrastruktur (Sarana/Prasarana), dan Aspek

pengembangan usaha kecil yang dilaksanakan

Kebijakan Pemerintah dalam pengembangan

sejak tahun 1979. Untuk menyebarluaskan hasil

usaha kecil.

penelitian

dalam

awal/dasar

hubungannya

173

Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

2. Sistem Informasi Agroindustri Berorientasi Ekspor (SIABE) Dalam upaya turut serta mengurangi dampak

23 Propinsi seperti halnya SIB. 3. Sistem Informasi Pola Pembiayaan/Lending

krisis ekonomi, Bank Indonesia pada tahun 1999

Model Usaha Kecil (SI-LMUK)

mengembangkan Sistem Informasi Agroindustri

SI-LMUK merupakan sistem informasi yang

Berorientasi Ekspor (SIABE) yang datanya

menyajikan hasil penelitian Bank Indonesia

merupakan hasil penelitian terhadap komoditas

mengenai pola-pola pembiayaan usaha kecil

agroindustri yang berpotensi untuk diekspor.

yang berpotensi untuk dikembangkan. Melalui

Tujuannya antara lain memberikan informasi

pola-pola pembiayaan ini diharapkan dapat

kepada masyarakat luas termasuk perbankan

direplikasikan oleh para pengusaha sebagai

dan calon importir dari luar negeri tentang

informasi awal bagi perbankan dalam

berbagai komoditas agroindustri yang potensial

pembiayaan suatu komoditas.

untuk diekspor berikut informasi lainnya. Informasi

Cakupan SI-LMUK antara lain meliputi aspek

dimaksud antara lain mengenai : (i) Profil

pemasaran, aspek teknis produksi, aspek

komoditas, teknologi proses, pohon industri,

finansial, aspek dampak ekonomi dan lingkungan.

daerah bahan baku, volume ekspor, peraturan

Saat ini pola pembiayaan yang dapat disajikan

tarif ekspor, nilai ekspor, negara tujuan ekspor

dalam sistem informasi ini sebanyak 37 pola

dan nama eksportir; (ii) Volume dan nilai ekspor

pembiayaan usaha.

per negara tujuan, per Dati I; (iii) Daftar ekspotir

174

turunannya sekitar 500 komoditas, yang meliputi

4. Sistem Penunjang Keputusan Untuk Investasi

meliputi nama, alamat, contact person, telepon/

(SPKUI)

faksimili eksportir, jenis komoditas, dan Propinsi;

Sistem ini merupakan pendamping SI-LMUK

(iv) Daerah potensi komoditas tersebut di masing-

yang dapat membantu memudahkan pengguna

masing Dati I dan Dati II; (v) Standar mutu,

apabila akan melakukan simulasi suatu usaha.

hambatan tarif, dan peraturan ekspor. Dengan

Simulasi dilakukan dengan mengganti besarnya

informasi tersebut diharapkan akan memper-

data kuantitas/volume dan atau nilai dalam

mudah calon importir luar negeri untuk

komponen yang tercantum dalam analisa ke-

bekerjasama dengan eksportir dalam negeri,

uangan pada lending model antara lain asumsi

yang pada akhirnya dapat meningkatkan ekspor

yang digunakan, misalnya kebutuhan biaya

komoditas agroindustri yang sekaligus dapat

investasi/pembiayaan, laba-rugi, dan arus kas.

menambah pemasukan devisa.

Melalui sistem ini pengguna dapat menghitung

Sementara ini informasi dalam SIABE mencakup

secara otomatis dan cepat besarnya pem-

hasil penelitian 15 komoditas yaitu kulit, ubi kayu,

biayaan suatu komoditas dalam lending model.

kelapa sawit, jambu mete, udang, karet, coklat,

Dengan simulasi perhitungan dimaksud di-

kopi, teh, furniture (kayu jati/mahoni), kulit kayu

harapkan pengguna segera memperoleh

manis, nilam, ikan, lada, tembakau, berikut produk

gambaran kelayakan finansial suatu usaha

Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

sesuai dengan kondisi/waktu dan daerah

permohonan kredit dari bank, meskipun pada

komoditas tersebut.

dasarnya masing-masing bank mempunyai

5. Sistem Informasi Prosedur Memperoleh Kredit

tatacara sendiri permohonan kredit seperti

(SI-PMK).

formulir permohonan dan persyaratan lainnya.

Merupakan suatu informasi kepada calon

Cakupan sistem informasi ini antara lain meliputi

nasabah tentang tata cara/prosedur dalam

informasi mengenai pengertian kredit, fungsi

mengajukan permohonan kredit kepada bank.

kredit, manfaat kredit, manajemen kredit, jenis

Dengan adanya sistem informasi ini diharapkan

kredit prosedur memperoleh kredit, dan analisis

dapat membantu pengguna/calon debitur

kelayakan usaha dengan menggunakan rasio-

mengetahui prosedur secara umum untuk

rasio keuangan calon debitur.

175

Sistem Pembayaran Nasional

bab 9 SISTEM PEMBAYARAN NASIONAL

176

Sistem Pembayaran Nasional

bab 9

SISTEM PEMBAYARAN NASIONAL

D

alam rangka untuk memenuhi tujuan Bank

kebutuhan masyarakat akan uang kartal seiring

Indonesia sebagaimana tertuang dalam

dengan meningkatnya peranan usaha kecil mengah

Undang-Undang No.23 tahun 1999 tentang Bank

dan sektor informal dalam perekonomian Indonesia

Indonesia yaitu mencapai dan memelihara kestabilan

yang lebih banuak menggunakan pebiayaan sendiri

nilai rupiah, diperlukan suatu sistem pembayaran nasio-

dibandingkan dengan pembiayaan dari sektor

nal yang efisien, cepat, aman dan handal dalam mendu-

perbankan. Selain itu kenaikan kebutuhan masya-

kung efektivitas pelaksanaan kebijakan moneter serta

rkat juga dalam rangka menghadapi bulan Rama-

mendukung pengembangan sistem perbankan yang

dhan, Hari Raya Idul Fitri, Hari Natal dan tahun baru

sehat. Untuk mewujudkan arah kebijakan tersebut, te-

2002 yang waktunya saling berdekatan. Di samping

lah ditempuh berbagai kebijakan dibidang sistem

itu, dalam rangka standarisasi ukuran uang kertas

pembayaran baik tunai (kartal) maupun non tunai (giral).

rupiah dan peningkatan pengamanannya, Bank

Dalam tahun 2001 kebijakan dalam sistem

Indonesia telah menerbitkan uang kertas pecahan

pembayaran tunai mencakup langkah Bank Indonesia

Rp5.000 dengan desain baru serta ukuran lebar

untuk meningkatkan pelayanan perkasan kepada

yang sama dengan uang kertas pecahan Rp1.000

perbankan, meningkatkan pendistribusian uang peca-

dan uang plastik pecahan Rp100.000. Selanjutnya,

han kecil kepada masyarakat bekerjasama dengan

dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat

pihak ketiga, serta mengeluarkan uang kertas emisi

terhadap uang pecahan kecil (Rp5.000 ke bawah),

baru dengan disain dan ukuran yang sesuai dengan

telah dikembangkan pilot project kerjasama dengan

standar Bank Indonesia. Sementara dibidang sistem

pihak ketiga untuk pendistribusian uang pecahan

pembayaran non tunai, kebijakan diarahkan pada

kecil di Jakarta. Dengan kebijakan ini, masyarakat

pengurangan resiko pembayaran antar bank yang

dapat menukarkan uang pecahan kecil yang di-

dapat mengganggu kestabilan keuangan, menunjang

butuhkan kepada pihak ketiga dimaksud yang ber-

pelaksanaan kebijakan moneter, peningkatan kualitas

operasi pada pusat-pusat keramaian, tanpa dipungut

dan kapasitas layanan sistem pembayaran, penyem-

biaya.

purnaan ketentuan-ketentuan, serta pengaturan terhadap pengawasan sistem pembayaran.

Selain itu, Bank Indonesia juga melakukan kerjasama dengan beberapa perguruan tinggi negeri yaitu Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) dan

KEBIJAKAN SISTEM PEMBAYARAN DALAM TAHUN 2001

Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta untuk

Pada tahun 2001, Bank Indonesia mening-

melakukan penelitian potensi tanaman Indonesia

katkan penyediaan uang untuk memenuhi kenaikan

yang dapat digunakan sebagai alternatif bahan baku

177

Sistem Pembayaran Nasional

pembuatan kertas uang, sehingga diharapkan nan-

berkembangnya teknologi misalnya komputer dan

tinya dapat mengurangi ketergantungan impor dan

scanner.

meningkatkan efisiensi Bank Indonesia. Selanjutnya

Berkenaan dengan sistem pembayaran

dalam rangka meningkatkan pelayanan perkasan

bukan tunai, sistem Bank Indonesia – Real Time

kepada masyarakat, Bank Indonesia telah mene-

Gross Settlement (BI-RTGS) sebagai suatu meka-

rapkan Otomasi Administrasi Perkasan dan Sistem

nisme setelmen pembayaran antar bank untuk

Informasi Pengedaran Uang, sehingga kegiatan

transaksi nilai besar (High Value Payment) dan yang

perkasan di Kantor Pusat dapat dilakukan secara on-

bersifat penting (urgent) telah diimplementasikan di

line.

12 Kantor Bank Indonesia (KBI) yaitu Bandung, Berkenaan dengan pemalsuan uang rupiah,

Surabaya, Denpasar, Samarinda, Balikpapan,

Bank Indonesia telah mengambil langkah preventif

Manado, Medan, Padang, Batam, Pekanbaru, Sema-

maupun represif untuk menanggulanginya. Langkah

rang dan Yogyakarta. Implementasi BI-RTGS di

preventif yang telah dilakukan antara lain adalah me-

wilayah KBI tersebut selain ditujukan untuk mem-

nyempurnakan desain uang serta meningkatkan

perlancar transfer dan aliran dana, juga ditujukan

penggunaan unsur-unsur pengaman pada pence-

untuk mendukung terlaksananya program Centralized

takan uang rupiah yang baru. Selain itu, Bank Indo-

Settlement Account (CSA).

nesia juga menyebarluaskan ciri-ciri keaslian uang

Apabila sistem BI-RTGS telah diimplemen-

rupiah, menyebarluaskan poster dan sticker menge-

tasikan di seluruh wilayah KBI, maka setiap bank di

nai cara mudah mengenali uang rupiah, meningkat-

Indonesia hanya akan memelihara satu rekening giro

kan kegiatan penataran serta mempersiapkan pena-

di Bank Indonesia. Pada akhir tahun 2001, jumlah

yangan iklan layanan masyarakat di media televisi

rekening tiap bank yang dipelihara di Bank Indonesia

bekerjasama dengan Kepolisian RI. Upaya lain yang

telah menurun dari 38 rekening menjadi 26 rekening,

telah dilakukan adalah dengan meningkatkan

yakni 1 rekening yang berada di RTGS Central

koordinasi bersama unsur-unsur terkait yang ter-

Computer, yang merupakan gabungan dari rekening

gabung dalam Badan Kordinasi Pemberantasan Uang

giro bank di Kantor Pusat Bank Indonesia dan 12 KBI

Palsu (Botasupal).

yang telah mengimplementasikan sistem BI-RTGS,

Sementara itu, upaya represif dilakukan

dan 25 rekening giro yang masih berada di sistem

melalui koordinasi dengan instansi terkait dalam

akunting di 25 KBI yang belum mengimplementasikan

melakukan penangkapan dan pemrosesan ke

sistem BI-RTGS.

pengadilan terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam

Dengan adanya satu rekening giro untuk

pemalsuan uang rupiah. Namun demikian, kebera-

setiap bank di Bank Indonesia, maka pelaksanaan

daan uang palsu tersebut masih tetap ditemukan di

tugas dalam melakukan pemantauan ketaatan bank

tahun 2001, meskipun dengan jumlah yang lebih kecil

dalam memenuhi ketentuan pemenuhan Giro Wajib

dibandingkan dengan tahun sebelumnya, tetapi

Minimum (GWM) dan pemantauan likuiditas bank

dengan kualitas yang relatif lebih baik seiring dengan

terutama bagi bank-bank yang mengalami kesulitan

178

Sistem Pembayaran Nasional

likuiditas akan sangat terbantu. Dari sisi bank, penge-

internal Bank Indonesia maupun dengan pihak per-

lolaan satu rekening di Bank Indonesia tentu lebih

bankan yang meliputi kegiatan yang bersifat me-

mudah daripada pengelolaan 38 rekening.

nyeluruh mulai dari pendaftaran sampai dengan

Sementara itu dalam rangka meningkatkan

pengaksesan informasi. Untuk pertama kalinya, sistem

efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan kliring

ini diterapkan di KBI Surabaya pada bulan November

secara elektronik dan otomasi, diperlukan suatu fasi-

2001. Dipilihnya KBI Surabaya sebagai kantor pertama

litas yang mampu menyajikan informasi hasil penye-

yang menerapkan sistem ini karena memiliki pangsa

lenggaraan kliring lokal secara dini, akurat, lengkap,

kliring terbesar setelah Jakarta dan Voice Kit yang

aman, cepat dan dapat diakses melalui sistem infor-

dimiliki oleh KBI tersebut kondisinya sudah tidak dapat

masi jarak jauh. Untuk mewujudkan hal tersebut,

digunakan. Dalam rangka menciptakan keseragaman

Bank Indonesia telah mengembangkan sarana

dan pengoperasian, pada akhir tahun 2001 telah

penyampaian informasi yang dikenal dengan nama

disusun buku pedoman pengoperasian SIKJJ baik

Sistem Informasi Kliring Jarak Jauh (SIKJJ). Sistem

untuk Peserta maupun Penyelenggara yang memuat

SIKJJ merupakan tindak lanjut dari kebijakan

tata cara penggunaan seluruh fungsi menu.

standardisasi sistem dan kelengkapan pendukung

Selanjutnya, salah satu aspek yang perlu

penyelenggaraan kliring yang dilaksanakan Bank

diperhatikan dalam proses kliring yaitu faktor

Indonesia. Saat ini penyebaran informasi hasil kliring

keamanan data. Untuk memperpanjang usia penyim-

yang tersedia antara lain dilakukan dengan sarana

panan data transaksi pada wilayah kliring, telah

Pusat Informasi Pasar Uang (PIPU) dan Terminal

dilakukan penambahan suatu media simpan berupa

Peserta Kliring (TPK) - Sistem Kliring Elektronik

CD Burner. Alat ini mampu menyimpan image warkat

Jakarta (SKEJ) yang dirasakan masih memiliki

lebih dari 10 tahun sehingga dengan bertambahnya

keterbatasan dalam penyediaan informasi posisi

usia simpan data image akan mendukung pelak-

akhir hasil kliring.

sanaan audit (eksternal dan internal) dan investigasi

Pengembangan sistem SIKJJ dapat mening-

terhadap aktifitas kliring. Aplikasi sistem CD Burner

katkan kualitas dan kapasitas layanan sistem pem-

akan dipasang di empat kantor yaitu Kantor Pusat

bayaran dan memenuhi kebutuhan informasi peserta

(KP) Jakarta, Surabaya, Medan dan Bandung.

kliring mengenai hasil perhitungan kliring secara

Selama tahun 2001, aplikasi ini baru dipasang di KP

lebih cepat, informatif dan tepat waktu. Dengan

Jakarta dan KBI Surabaya. Sementara untuk dua KBI

sistem SIKJJ, bank peserta kliring tidak hanya dapat

lainnya yaitu KBI Medan dan Bandung direncanakan

mengakses data berupa hasil kliring hariannya

akan diterapkan pada tahun 2002 setelah penye-

melalui fasilitas internet, tapi tersedia pula berbagai

lenggaraan kliring di kedua KBI tersebut dilakukan

informasi berkaitan dengan aktivitas penyeleng-

secara otomasi berbasis image.

garaan kliring.

Selain itu, juga dilakukan penyempurnaan

Selama tahun 2001, pengembangan sistem

ketentuan serta pengaturan pengawasan sistem

SIKJJ telah mengalami tahap uji coba baik secara

pembayaran, yang meliputi hal-hal sebagai berikut:

179

Sistem Pembayaran Nasional

1. Perubahan Peraturan Bank Indonesia (PBI)

lembaga pengawasan jasa keuangan juga akan

No.2/24/PBI/2000 tentang Hubungan Rekening

menimbulkan konsekuensi kewenangan dalam

Giro Antara Bank Indonesia dengan Pihak

mengatur jasa-jasa sistem pembayaran. Kondisi

Ekstern

seperti ini dikhawatirkan akan menimbulkan

Berdasarkan PBI No.2/24/PBI/2000 pihak-pihak

dualisme dalam pengaturan dan pengawasan,

yang dapat membuka rekening giro di Bank

sehingga perlu diatur lebih tegas batas-batas

Indonesia hanyalah Bank, Departemen Keua-

kewenangan antar lembaga. Untuk mengatasi hal

ngan yang berkaitan dengan pelaksanaan APBN

di atas, saat ini tengah disusun konsep PBI

(budget) dan International Monetary Funds (IMF).

tentang Penyelenggaraan Jasa Sistem

Pembatasan pihak-pihak yang dapat membuka

Pembayaran Dengan Menggunakan Alat Pem-

rekening giro di Bank Indonesia tersebut berdam-

bayaran Non Tunai dan Jasa Pendukungnya.

pak terhadap pelaksanaan tugas Bank Indonesia

3. Pengaturan Pengawasan Sistem Pembayaran

dalam kebijakan moneter, sistem pembayaran

Dalam penjelasan umum UU No. 23 tahun 1999

dan penyelesaian dana kredit likuiditas.

dinyatakan bahwa Bank Indonesia juga diberikan

Guna mengantisipasi timbulnya permasalahan

kewenangan dan tanggung jawab untuk mela-

yang dikarenakan adanya pembatasan tersebut

kukan pengawasan jasa sistem pembayaran agar

diperlukan perluasan pihak ekstern yang dapat

masyarakat luas dapat memperoleh jasa sistem

membuka rekening giro di Bank Indonesia. Dalam

pembayaran yang efisien, cepat, dan aman.

kaitan dengan hal tersebut pada tanggal 20 Juni

Pengawasan sistem pembayaran ditujukan untuk

2001 dikeluarkan PBI No. 3/11/PBI/2001 yang

mendorong terwujudnya sistem pembayaran

memungkinkan bank, instansi pemerintah, lem-

yang aman dan efisien serta melindungi sistem

baga keuangan internasional dan lembaga lain

keuangan (financial system) dari kemungkinan

untuk membuka rekening giro di Bank Indonesia.

terjadinya efek domino yang dapat terjadi apabila

2. Penyusunan PBI tentang Penyelenggaraan

peserta sistem pembayaran mengalami risiko

180

Jasa Sistem Pembayaran dengan meng-

kredit atau likuiditas.

gunakan Alat Pembayaran Non Tunai dan Jasa

Untuk meminimalisasi atau mengeliminasi risiko

Pendukungnya

sistemik yang mungkin timbul dari penye-

Pasal 15 UU No.23 tahun 1999 tentang Bank

lenggaraan sistem pembayaran, tahun ini tengah

Indonesia menyatakan bahwa perizinan, penga-

dikaji dan disusun mekanisme pengawasan

turan dan pengawasan jasa sistem pembayaran

sistem pembayaran yang akan dilaksanakan

merupakan kewenangan Bank Indonesia. Pada

secara menyeluruh yang dituangkan dalam

saat ini terdapat sejumlah kewenangan yang

naskah akademis mekanisme pengawasan

berkaitan dengan jasa sistem pembayaran yang

sistem pembayaran nasional. Dengan adanya

diatur oleh lembaga lain misalnya Departemen

mekanisme pengawasan yang komprehensif,

Keuangan. Selain itu rencana untuk membentuk

pengawasan sistem pembayaran dapat di-

Sistem Pembayaran Nasional

laksanakan secara lebih tepat dan terarah.

memenuhi prinsip-prinsip BIS Core Principles

Adapun cakupan bidang sistem pembayaran

bagi penyelenggaraan sistem pembayaran di

yang diatur mekanisme pengawasannya tidak

Indonesia.

hanya kegiatan kliring saja tapi juga jasa sistem pembayaran lainnya yaitu BI-RTGS, sistem

PERKEMBANGAN ALAT-ALAT PEMBAYARAN

pembayaran berbasis kartu (kartu ATM, kartu

Sejalan dengan meningkatnya kegiatan

kredit, kartu debet dan kartu pra-bayar), serta jasa

ekonomi dalam tahun 2001, perkembangan alat-alat

pendukungnya.

pembayaran tunai maupun bukan tunai menunjukkan

4. Penyusunan Pedoman Assesment terhadap

peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Di

Penyelenggaraan Sistem Kliring dan BI-RTGS

samping itu, berdekatannya hari-hari besar

Guna menjaga stabilitas keuangan, sistem pem-

keagamaan dan tahun baru menjadi faktor penyebab

bayaran yang penting secara sistem (systemically

meningkatnya penggunaan kedua alat pembayaran

important) perlu diberikan perlindungan terhadap

tersebut di atas.

resiko sistemik, karena gangguan terhadap sistem dapat mengganggu sistem keuangan

Alat Pembayaran Tunai

domestik maupun internasional. Berpegang pada

Posisi Uang kartal Yang Diedarkan (UYD)

Core Principles for Systemically Important

sepanjang tahun 2001 cenderung meningkat. Posisi

Payment Systems, yang dikembangkan oleh

UYD akhir Desember 2001 mencapai Rp 91,3 triliun

Bank for International Settlement , Bank Indonesia

atau meningkat 1,76% dibandingkan dengan periode

melakukan assessment terhadap pemenuhan

yang sama pada tahun sebelumnya yang hanya

Core Principles di atas pada sistem pembayaran

sebesar Rp 89,7 triliun. Sementara itu, rata-rata posisi

yang diselenggarakan saat ini.

UYD akhir bulan pada tahun 2001 mencapai Rp 77,0

Pada akhir tahun 2001 telah disusun pedoman

triliun atau naik 18,48% dibandingkan tahun

assessment yang berguna untuk menilai kese-

sebelumnya sebesar Rp 65,0 triliun.

suaian penyelenggaraan sistem pembayaran

Kenaikan UYD ini secara umum dipengaruhi

dengan BIS Core Principles for Systemically

oleh tingginya permintaan masyarakat terhadap uang

Important Payment System. Pada tahap awal

kartal untuk memenuhi kebutuhan yang terus me-

assesment ini dilakukan pada sistem kliring dan

ningkat seiring dengan perkembangan ekonomi

BI-RTGS. Diharapkan secara bertahap assess-

nasional. Ditinjau dari besarnya kenaikan UYD, kenai-

ment ini juga akan dilakukan terhadap sistem

kan yang cukup besar terjadi pada bulan November

pembayaran yang dilakukan oleh pihak lain di

dan Desember 2001 berkaitan dengan adanya

luar Bank Indonesia meskipun sistem tersebut

penarikan yang cukup besar dari masyarakat dalam

belum memenuhi kategori systemically im-

rangka menghadapi bulan Ramadhan, Hari Raya Idul

portant. Hal ini ditujukan untuk menunjukan

Fitri, Hari Natal dan tahun baru 2002 yang waktunya

bahwa Bank Indonesia memiliki komitmen untuk

saling berdekatan.

181

Sistem Pembayaran Nasional

Dilihat dari jenis uangnya, perbandingan antara uang kertas dan uang logam pada tahun 2001

Tabel 9.2 Perkembangan Jumlah Uang yang Dimusnahkan/PTTB Jenis Pecahan

tidak banyak mengalami perubahan, yaitu sebesar Periode 100.000

50.000 20.000 10.000 5.000

98% untuk uang kertas dan 2% untuk uang logam. Sementara itu, bila dilihat dari pecahannya, posisi UYD tersebut didominasi oleh pecahan Rp 100.000 dan Rp 50.000 dengan pangsa masing-masing mencapai 41,35% dan 28,90% dari total UYD.

1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001

0 51 354

870 2.199 749 2.247 2.789 7.363 3.615 8.301 2.103 3.506 20.645 12.473 42.940 13.360 15.092 9.637

1.000

500

100 Jumlah

Miliar Rp. 6.345 2.214 924 3.920 1.615 894 8.618 1.726 1.016 8.440 1.866 1.277 5.046 2.209 882 10.582 3.461 805 6.872 2.404 867 5.144 2.329 642

385 407 474 564 428 362 261 144

66 56 50 36 15 6 10 20

13.003 9.889 22.035 24.099 14.187 48.333 66.765 33.362

Dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap uang kartal, pada tahun 2001

Selain menyediakan uang dalam jumlah yang

Bank Indonesia melakukan pengadaan uang seba-

cukup, Bank Indonesia juga senantiasa menjaga agar

nyak 4,0 milyar bilyet uang kertas senilai Rp48,1

kualitas uang yang dipegang masyarakat terjaga kua-

triliun dan 1,7 milyar keping uang logam senilai

litasnya dengan cara melakukan “clean money policy”

Rp0,4 triliun. Sebagian besar dari pengadaan uang

yaitu menarik dan memusnahkan uang yang tidak

ini digunakan untuk mengganti uang lusuh yang

layak edar atau Pemberian Tanda Tidak Berharga

dimusnahkan yaitu sekitar Rp33,4 triliun, dan sisanya

(PTTB) serta mengganti uang yang dimusnahkan

untuk mengantisipasi peningkatan kebutuhan

tersebut. Jumlah PTTB tahun 2001 sebesar Rp 33,4

perekonomian serta menambah persediaan uang

triliun atau turun 50,00% dengan tahun sebelumnya

kartal Bank Indonesia. Hasil cetak yang diterima dari

yang mencapai Rp 66,8 triliun. Penurunan PTTB ini

Perum Peruri sampai dengan Desember 2001 adalah

terutama disebabkan adanya penerapan kebijakan

senilai Rp41,3 triliun atau 85,15% dari total

mengurangi jumlah (pengetatan) PTTB untuk

pengadaan uang. Meskipun jumlah pengadaan uang

pecahan Rp 50.000 dan Rp 20.000.

yang terealisasi sebesar 85,15%, posisi kas Bank

Secara nominal, PTTB terbesar adalah untuk

Indonesia akhir tahun 2001 masih cukup aman yaitu

pecahan Rp50.000 yaitu sebesar 45,24% dari total

Rp 34,1 triliun atau mampu memenuhi lebih dari 2

PTTB, kemudian diikuti oleh pecahan Rp20.000

bulan rata-rata permintaan masyarakat.

sebesar 28,89% dan Rp10.000 sebesar 15,42%. Adapun dilihat dari jumlah lembar (bilyet), PTTB

Tabel 9.1 Perkembangan Posisi Uang Kartal yang Diedarkan (UYD)

terbesar adalah untuk pecahan Rp1.000 sebesar 22,16%, kemudian diikuti oleh pecahan Rp10.000 sebesar 17,75% dan Rp 20.000 sebesar 16,62%.

Rincian

Des 1997 Des 1998 Des 1999

Des 2000 Des 2001

Triliun Rp.

Uang Yang Diedarkan

33,6

48,5

72,6

89,7

91,3

Uang Kertas

32,9

47,5

71,2

87,9

89,6

Uang Logam

0,7

1,0

1,4

1,8

1,7

Perkembangan Aliran Uang Masuk/Keluar dan Posisi Kas Aliran uang masuk (inflow) secara nasional cenderung berfluktuasi. Rata-rata bulanan inflow pada

182

Sistem Pembayaran Nasional

tahun 2001 adalah sebesar Rp15,4 triliun atau naik 24,48% dibandingkan dengan rata-rata bulanan inflow

Triliun Rp 90

pada tahun 2000 yang tercatat sebesar Rp12,3 triliun. Sementara itu, rata-rata bulanan aliran uang keluar

2000

80 70 60

(outflow) pada tahun 2001 mencapai Rp15,6 triliun atau meningkat 13,55% dibandingkan rata-rata bulanan

1999

50 40 30

outflow tahun 2000 yang mencapai Rp13,7 triliun. Berdasarkan perkembangan inflow - outflow

2001

20 10 0

di atas, secara nasional pada tahun 2001 terjadi net

Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

Jun

Jul

Ags

Sep

Okt

Nov

Des

outflow sebesar Rp1,8 triliun atau rata-rata Rp0,15 triliun/bulan. Sementara itu, bila dilihat dari masing-

Grafik 9.2 Perkembangan Posisi Kas

masing Kantor Bank Indonesia (KBI), hampir seluruh KBI di luar Jawa mengalami net outflow, sedangkan KBI di Jawa kecuali Jakarta mengalami net inflow.

mengurangi jumlah (pengetatan) PTTB untuk

Hal ini terutama disebabkan aktifitas pengeluaran/

pecahan Rp50.000 dan Rp20.000.

belanja masyarakat sebagian besar mengalir ke Jawa. Posisi kas BI pada akhir tahun 2001 sebesar

Perkembangan Jumlah Temuan Uang Palsu

Rp34,1 triliun atau naik 22,91% dibandingkan dengan

Penemuan uang palsu yang berasal dari

posisi kas pada akhir tahun 2000 yang tercatat

laporan bank-bank, Kepolisian RI dan Bank

sebesar Rp27,7 triliun. Peningkatan posisi kas ini

Indonesia, untuk periode Januari sampai dengan

disebabkan oleh menurunnya jumlah uang yang

November 2001 sebanyak 97.642 bilyet (senilai

dimusnahkan (PTTB) sebagai dampak dari kebijakan

Rp3,88 milyar). Dari jumlah tersebut, penemuan terbesar adalah untuk pecahan Rp50.000 yaitu 65.307 bilyet (66,88%), diikuti pecahan Rp20.000,

Triliun Rp

sebanyak 25.305 bilyet (25,92%). Jumlah penemuan 30

Aliran Uang Masuk

uang palsu tersebut menurun 30,31% dibandingkan

Aliran Uang Keluar

25

dengan jumlah temuan uang palsu pada periode 20

yang sama tahun 2000, yaitu dari 322.108 bilyet

15

menjadi 97.642 bilyet.

10

Sebagian besar uang palsu yang ditemukan

5

adalah uang palsu yang belum sempat beredar di

0 Jan.

Feb. Mar.

Apr.

Mei

Jun. Jul. 2001

Ags. Sept. Okt.

Nov. Des.

masyarakat, dan merupakan hasil penangkapan oleh Kepolisian RI. Data dari bulan Januari sampai de-

Grafik 9.1 Perkembangan Aliran Uang Masuk/Keluar

ngan November 2001 menunjukkan bahwa 63,42% uang palsu yang ditemukan adalah berasal dari lapo-

183

Sistem Pembayaran Nasional

Tabel 9.3 Perkembangan Penemuan Uang Palsu Per Pecahan Tahun 1994 – 2001

Tabel 9.5 Rasio uang Palsu Terhadap UYD

Jenis Pecahan Periode

Jenis Pecahan

Bilyet 100.000

Bilyet

Periode

50.000

20.000

10.000

5.000

Jumlah

14

2.340

1.925

624

4.903

100.000

50.000

20.000

10.000

5.000

1994



1995



74

5.349

7.224

403

13.050

1994

-

0,0000001 0,0000070 0,0000030 0,0000020

1996



128

5.379

9.904

2.537

17.948

1995

-

0,0000010 0,0000140 0,0000090 0,0000010

1996

-

0,0000010 0,0000110 0,0000140 0,0000080

1997

-

0,0000970 0,0002500 0,0000920 0,0000000

-

0,0002840 0,0000140 0,0000620 0,0000010

1997



16.392

139.938

82.274

234

238.838

1998



1999



107.520

9.758

59.633

754

177.665

89.137

100.536

26.053

224

215.950

1998

2000



282.424

24.993

12.836

1.855

322.108

1999

2001

425

65.307

25.305

6.317

288

97.642

2000

0,0000000 0,0005150 0,0000360 0,0000210 0,0000030

1.088.104

2001

0,0000011 0,0001619 0,0000466 0,0000105 0,0000005

Jumlah

425

560.996

313.598

206.166

6.919

ran Kepolisian RI sedangkan sisanya berasal dari laporan bank-bank.

0,0000000 0,0001240 0,0001230 0,0000350 0,0000004

Selanjutnya, Bank Indonesia juga senantiasa meningkatkan unsur-unsur pengaman (security

Meskipun jumlah uang palsu yang ditemukan

features) pada setiap uang kertas yang diterbitkan

pada tahun 2001 menurun dibandingkan tahun 2000,

dan meningkatkan kegiatan sosialisasi pengenalan

Bank Indonesia tetap meningkatkan kerjasama de-

keaslian uang Rupiah kepada masyarakat. Selama

ngan instansi terkait dalam upaya memberantas

tahun 2001 telah dilakukan 47 kali penyuluhan, yang

peredaran uang palsu tersebut antara lain dengan

diikuti oleh siswa sekolah, guru-guru, tokoh masyarakat,

Botasupal. Bank Indonesia juga mengedarkan poster

kasir, karyawan hotel, dan kepolisian. Selain upaya

dan sticker mengenai cara mudah mengenali uang

yang bersifat preventif tersebut, Bank Indonesia

Rupiah serta mempersiapkan pembuatan iklan

menerapkan upaya represif dengan melakukan

layanan masyarakat di media televisi bekerjasama

koordinasi dan kerjasama dengan instansi terkait dalam

dengan Kepolisian RI.

melakukan penangkapan dan pemrosesan ke pengadilan terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam

Tabel 9.4 Pangsa Penemuan Uang Palsu Menurut Sumber Laporan Periode

Kepolisian RI

Bank

pemalsuan uang rupiah. Namun demikian, keberadaan uang palsu tersebut masih tetap ditemukan di tahun 2001, meskipun dengan jumlah yang lebih kecil dibandingkan dengan tahun sebelumnya tetapi dengan

Persen

kualitas teknik pemalsuan yang relatif lebih canggih 1997 1998 1999 2000 20011)

92,89 84,36 80,39 83,58 70,29

7,11 15,46 19,61 16,42 29,71

seiring dengan berkembangnya teknologi (misalnya dengan menggunakan komputer dan scanner). Apabila dibandingkan dengan uang kartal yang

1) Data s.d. November 2001

diedarkan (UYD), ratio uang palsu tahun 2001 rata-

184

Sistem Pembayaran Nasional

rata 36 lembar per satu juta lembar UYD (0,0036%).

rata-rata transaksi per hari sebanyak 3.996 (Grafik

Adapun perkembangan rasio antara uang palsu

9.4). Peningkatan ini terjadi karena makin luasnya

dengan UYD adalah sebagaimana pada Tabel 9.5.

cakupan wilayah implementasi sistem BI-RTGS sehingga semakin besar pula minat pengguna jasa

Alat Pembayaran Bukan Tunai

sistem pembayaran terhadap sistem ini.

Perkembangan Transaksi RTGS Pada tahun 2001, jumlah transaksi yang

Perkembangan Transaksi Kliring

diproses melalui sistem BI-RTGS secara nominal

Sampai dengan akhir Desember 2001, nominal

menunjukan perkembangan yang relatif stabil yaitu

kliring penyerahan secara nasional menunjukan

dengan rata-rata volume transaksi Rp43,4 triliun per

penurunan sebesar 72,1 % dibandingkan tahun

hari (Grafik 9.3). Namun bila dilihat dari perkem-

sebelumnya, dari Rp7.305 triliun menjadi Rp. 2.035

bangan jumlah transaksi yang diproses melalui sistem

triliun. Penurunan volume transaksi kliring tersebut diikuti

ini, memperlihatkan adanya peningkatan yaitu dengan

pula dengan penurunan jumlah warkat yang diproses

Trilliun Rp.

Triliun Rp

160

8.000

140

7.000

120

6.000

100

5.000

80

4.000

60

3.000

40

2.000

20 -

Nominal

1.000 30 13 27 10 24 10 24 7 21 5 19 2 16 30 14 28 11 25 8 22 6 20 3 17 1 15 29 Des. Jan. Feb. Mar. Apr. Mei Jun. Jul. Ags. Sep. Okt. Nov. Des.

2000

0 1998

2001

Grafik 9.3 Perkembangan Volume Transaksi BI-RTGS

1999

2000

2001

Grafik 9.5 Perputaran Kliring Secara Nasional (Nominal)

Transaksi

Lembar

12.000

100.000 Lembar

90.000

10.000

80.000 70.000

8.000

60.000 6.000

50.000 40.000

4.000

30.000 20.000

2.000

10.000 30/12 2000

28/2

30/4

30/6 2001

30/8

30/10

Grafik 9.4 Perkembangan Jumlah Transaksi BI-RTGS

30/12

0 1998

1999

2000

2001

Grafik 9.6 Perputaran Kliring Secara Nasional (Lembar)

185

Sistem Pembayaran Nasional

melalui kliring yaitu sebesar 3 % dari 73.704 ribu lembar Trilin Rp

pada tahun 2000 menjadi 71.616 pada tahun 2001.

250 Kartu Kredit Kartu Debet ATM

Turunnya perputaran kliring baik dari sisi nominal 200

maupun jumlah transaksi terjadi karena bergesernya penyelesaian transaksi nominal besar (High Value) yang semula melalui kliring beralih ke sistem BI-RTGS.

150

100

50

Perkembangan Alat Pembayaran Berbasis Kartu 0 1998

Pada tahun 2001, terjadi peningkatan aktivitas

1999

2000

2001

Grafik 9.8 Nilai Transaksi Kartu Kredit/Kartu Debet/ATM

pengunaan alat pembayaran berbasis kartu yaitu kartu kredit, kartu debet, dan ATM. Meningkatnya jumlah transaksi penggunaan ketiga jenis kartu tersebut diikuti

Unit 10.000

pula dengan meningkatnya nilai transaksi. Dari ketiga Jumlah Mesin ATM

jenis kartu di atas, penggunaan kartu ATM menunjukan peningkatan terbesar dibanding 2 jenis kartu lainnya dimana nilai transaksi melalui ATM meningkat sebesar

5.000

17,4 % (dari Rp. 153,6 Trilyun menjadi Rp. 180,3 Trilyun) sementara nilai transaksi kartu kredit meningkat sebesar 13,9 % (dari Rp13,6 triliun menjadi

0

1998

Rp15,5 triliun) dan kartu debet meningkat sebesar 10,6

1999

2000

2001

Grafik 9.9 Jumlah Mesin ATM

% (dari Rp4,7 triliun menjadi Rp5,2 triliun). Meningkatnya jumlah transaksi melalui ATM diantaranya dipicu oleh makin luasnya jaringan ATM

di Indonesia yang ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah mesin ATM sebesar 16,4% atau sebanyak 6.767 mesin pada tahun 2000 menjadi 7.878 mesin

Ribuan Transaksi 600.000 500.000

pada tahun 2001.

Kartu Kredit Kartu Debet ATM

400.000

RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

300.000

NASIONAL

200.000

Sistem Pembayaran Tunai

100.000

Melakukan penelitian tentang pengecualian terhadap kewajiban penggunaan uang rupiah

0 1998

1999

2000

2001

dalam rangka penyusunan PBI Grafik 9.7 Jumlah Transaksi Kartu Kredit/Kartu Debet/ATM

Sebagaimana amanat Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia perlu diatur

186

Sistem Pembayaran Nasional

daerah dan jenis transaksi tertentu yang dapat

tersebut juga dilengkapi dengan peralatan untuk

dikecualikan dari kewajiban penggunaan uang rupiah.

menguji keaslian uang yang diterima dari masyarakat

Untuk itu, dalam tahun 2002, Bank Indonesia akan

dan Peruri, di samping dapat juga digunakan untuk

melakukan kajian terhadap transaksi-transaksi yang

menguji kualitas bahan uang.

perlu dikecualikan dari kewajiban penggunaan uang rupiah. Arti penting pengaturan pengecualian penggunaan rupiah di wilayah RI adalah guna memberikan kepastian hukum bagi masyarakat.

Kajian standarisasi uang logam Dalam rangka mendapatkan bahan logam uang yang secara ekonomis lebih rendah dari nilai nominalnya tetapi memiliki masa edar yang relatif

Menata kembali jalur distribusi uang

lama, maka pada tahun 2002 akan dilakukan kajian

Dalam rangka memperlancar serta mening-

terhadap alternatif komposisi kandungan bahan

katkan efisiensi dan efektifitas dalam distribusi uang,

logam uang rupiah, di samping standarisasi ukuran

maupun untuk lebih menjamin ketersediaan uang di

uang logam dengan antara lain memperhatikan

seluruh Kantor Bank Indonesia, pada tahun 2002 Bank

pengaruhnya terhadap sarana telepon umum koin.

Indonesia akan menata kembali jalur distribusi uang antara lain melakukan kajian terhadap posisi depot kas, sarana transportasi dan kapasitas khazanah.

Sistem Pembayaran Non Tunai Untuk mendukung tercapainya kestabilan sistem keuangan dan efektifitas kebijakan moneter,

Menerapkan SIPU di KKBI untuk mendukung

kebijakan sistem pembayaran yang akan dilakukan

distribusi uang

pada tahun 2002 adalah sebagai berikut.

Dalam rangka mendukung kegiatan-kegiatan dibidang pengedaran uang, seperti penyusunan

Pengembangan Delivery Versus Payment (DVP)

rencana cetak, penyediaan stok uang dan kertas

Untuk menurunkan risiko setelmen di pasar

uang, sistim distribusi uang kertas/uang logam dan

modal, akan dilakukan pengembangan Delivery Ver-

lain sebagainya, penerapan Sistem Informasi

sus Payment tahap pertama. Dengan adanya pengem-

Pengedaran Uang (SIPU) akan dilanjutkan pada

bangan ini akan terbentuk suatu integrasi sistem

Kantor-Kantor Koordinator Bank Indonesia (KKBI),

setelmen antara sisi pembayaran (payment leg) melalui

sehingga dapat terintegrasi dengan kantor pusat.

sistem BI-RTGS dengan sisi penyerahan sekuritas (delivery leg) melalui sistem setelmen sekuritas.

Mendirikan laboratorium mini untuk menguji bahan uang Dalam rangka untuk melihat kesesuaian

Pengembangan mekanisme pengawasan sistem pembayaran

kualitas uang yang dibeli dengan spesifikasi teknis

Ditujukan untuk mendorong terwujudnya

yang ditetapkan, Bank Indonesia akan mendirikan

sistem pembayaran yang aman dan efisien serta

laboratorium mini untuk menguji uang. Laboratorium

menjaga stabilitas sistem keuangan dari kemungkinan

187

Sistem Pembayaran Nasional

terjadinya efek domino yang dapat terjadi apabila

Penyusunan peraturan mengenai penyelenggara

peserta sistem pembayaran mengalami risiko kredit

jasa sistem pembayaran dengan menggunakan

dan risiko likuiditas.

alat pembayaran non tunai dan jasa pendukungnya.

Penyusunan mekanisme untuk mengatasi

Pada saat ini terdapat sejumlah kewe-

kegagalan peserta kliring dalam penyelesaians

nangan yang berkaitan dengan penyelenggaraan

setelmen (Failure to Settle Scheme).

jasa sistem pembayaran yang diatur oleh lembaga

Bank Indonesia saat ini tengah mempelajari

lain selain Bank Indonesia. Hal ini dikuatirkan akan

kemungkinan penerapan suatu metode, dimana Bank

menimbulkan dualisme kewenangan pengaturan dan

Indonesia sebagai Bank Sentral tidak harus bertang-

pengawasan terhadap penyelenggara sistem

gung jawab atas kekurangan dana bank untuk setel-

pembayaran.Untuk itu tengah disusun konsep

men atas hasil kliringnya, namun kelancaran setelmen

ketentuan yang mengatur koordinasi antar lembaga

kliring tetap terjaga.

tersebut.

188

Sistem Pembayaran Nasional

boks

Sistem Bank Indonesia – Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) Kebijakan Bank Indonesia dibidang sistem

sistem setelmen yang didasarkan pada kecukupan

pembayaran non tunai diarahkan pada pengurangan

saldo rekening bank di Bank Indonesia, risiko

resiko pembayaran antar bank. Salah satu realisasi

kemungkinan kegagalan salah satu bank dalam

dari kebijakan tersebut adalah dikembangkannya

memenuhi kewajibannya yang jatuh tempo yang

suatu sistem setelmen berbasis gross dengan koneksi

dapat menyebabkan bank lain juga mengalami

elektronis on line antara bank-bank dengan Bank

kesulitan likuiditas dapat dieliminir.

Indonesia. Sistem ini dikenal dengan nama sistem

Penggunaan sistem BI-RTGS dapat

Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement (BI-

mengurangi risiko yang bersifat sistemik (systemic

RTGS). Sistem BI-RTGS adalah proses penyelesaian

risk) melalui tiga cara yaitu:

akhir transaksi (settlement) pembayaran yang

a. Penurunan secara signifikan intraday interbank

dilakukan per transaksi (individually processed/gross

exposure dapat mengurangi kemungkinan

settlement) dan bersifat real time (electronically

ketidakmampuan suatu bank dalam menutup

processed), dimana rekening bank peserta dapat

kekurangan likuiditas karena bank lain tidak

didebit/dikredit berkali-kali dalam sehari sesuai

mampu memenuhi kewajibannya.

dengan perintah pembayaran dan penerimaan

b. Sistem BI-RTGS dapat mencegah terjadinya unwinding payment

pembayaran. Tersedianya sistem BI-RTGS dapat

c.

Waktu setelmen yang dilakukan setiap saat

mendorong bank untuk dapat menjalankan mana-

selama window time, memberikan waktu yang

jemen likuiditas secara lebih baik. Dengan demikian

cukup bagi bank untuk menyelesaikan kesulitan

penggunaan sistem BI-RTGS dapat menurunkan

likuiditasnya dengan cara meminjam dari bank

risiko-risiko sistem pembayaran yaitu risiko kredit

lain atau menunggu incoming transfer dari bank

(credit risk) dan resiko likuiditas (liquidity risk). Dengan

lain.

189

Sistem Pembayaran Nasional

Sistem Pembayaran Nasional

boks

Mekanisme Transfer Dana Melalui BI-RTGS Secara umum mekanisme transfer dana melalui sistem BI-RTGS dimulai dengan langkahlangkah sebagai berikut : 1. Bank pengirim menginput credit transfer ke dalam terminal RTGS di masing-masing bank untuk selanjutnya ditransmisikan ke RTGS Central Computer (RCC) di Bank Indonesia. 2. Selanjutnya, RCC memproses credit transfer

yang mencukupi. 3. Informasi credit transfer yang telah diselesaikan (settled) akan ditransmisikan secara otomatis oleh RCC ke terminal RTGS bank penerima. Berdasarkan mekanisme tersebut di atas, dapat terjadi bahwa pada suatu waktu tertentu, saldo bank lebih kecil daripada nominal transaksi, maka

dengan mekanisme sebagai berikut:

transaksi yang akan di selesaikan masuk kedalam

i.

Mengecek kecukupan saldo apakah saldo re-

antrian. Hal ini tidak berarti bahwa bank tersebut

kening giro bank pengirim lebih besar dari atau

mengalami kesulitan likuiditas, karena pada dasarnya

sama dengan nilai nominal credit transfer.

bank tersebut berharap akan menerima incoming

Jika saldo rekening giro bank pengirim

transfer dari bank lain beberapa saat kemudian. Yang

mencukupi, akan dilakukan posting secara

terjadi hanyalah intraday gap antara outgoing

simultan pada rekening giro bank pengirim

transaction dengan incoming transaction pada suatu

dan rekening giro penerima.

saat tertentu saja. Untuk mengatasi intraday gap ini

ii.

190

sambil menunggu adanya incoming transfer

iii. Jika saldo rekening giro bank pengirim tidak

diperlukan fasilitas pendukung berupa Fasilitas

mencukupi, credit transfer tersebut akan

Likuiditas Intra-hari (FLI) yang berguna untuk

ditempatkan dalam antrian di mesin RTGS

memperlancar real time transaction.

190

Perekonomian Dunia dan Kerja Sama Internasional

bab 10 PEREKONOMIAN DUNIA DAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

191

Perekonomian Dunia dan Kerja Sama Internasional

b a b 10

PEREKONOMIAN DUNIA DAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

D

alam tahun laporan, kondisi perekonomian

Sejalan dengan melambatnya kegiatan ekonomi di

dunia ditandai dengan terjadinya perlambatan

berbagai kawasan, volume perdagangan dunia

kegiatan ekonomi di berbagai kawasan. Melambatnya

merosot tajam. Hal ini selanjutnya berakibat kepada

kegiatan ekonomi terutama terlihat di beberapa negara

turunnya harga berbagai komoditas —terutama

industri utama, yang memberikan sumbangan cukup

komoditas primer seperti minyak mentah— di pasar

besar terhadap terjadinya penurunan pertumbuhan

internasional. Sebagai akibat dari merosotnya volume

ekonomi dunia dalam tahun 2001 (Tabel 10.1).

perdagangan dunia dan harga-harga komoditas

Kegiatan ekonomi di negara-negara industri bahkan

tersebut, kinerja sektor eksternal negara-negara

memperlihatkan kecenderungan yang semakin

berkembang mengalami penurunan yang sangat

melambat pasca tragedi WTC 11 September 2001.

berarti. Perkembangan ekonomi dunia pada tahun 2001 juga ditandai dengan meningkatnya risiko global

Tabel 10.1 Beberapa Indikator Ekonomi Dunia

(global risk) yang pada gilirannya mempengaruhi lalu lintas modal internasional khususnya ke negara-

Indikator Pertumbuhan Ekonomi (%) Dunia Negara-negara industri Negara-negara berkembang Laju Inflasi (%) Negara-negara industri Negara-negara berkembang Volume Perdagangan Dunia (% pertumbuhan) Nilai Tukar USD/JPY EUR/USD Harga Perdagangan Dunia (% perubahan) Barang manufaktur Minyak mentah Komoditas primer nonmigas Suku Bunga LIBOR (%) US Dollar Japanese Yen Euro

1999

2000

2001*

3,6 3,3 3,9

4,7 3,9 5,8

2,4 1,1 4,0

negara emerging market. Fenomena yang menonjol dari perpindahan dana selama tahun laporan adalah gejala flight to safety. Guna menghindari terjadinya resesi ekonomi yang sangat dalam, baik negara-

1,4 6,8

2,3 5,9

2,3 6,0

negara maju maupun negara-negara berkembang menempuh kebijakan moneter dan fiskal yang

5,4

12,4

1,0

102,51 1,01

114,41 0,94

131,66 0,89

ekspansif yang dimungkinkan oleh tekanan inflasi yang relatif terkendali. Dengan berbagai kebijakan ekonomi yang ditempuh, pemulihan ekonomi dunia diperkirakan akan dimulai pada semester II tahun

-1,8 37,5 -7,0

-5,1 56,9 1,8

-1,7 -14,0 -5,5

5,5 0,2 3,0

6,6 0,3 4,6

3,8 0,2 4,1

2002. Berbagai permasalahan yang telah mewarnai perekonomian dunia sebagaimana diuraikan di atas, telah memperoleh perhatian yang sangat besar di berbagai forum kerja sama internasional. Di samping

Sumber : - IMF, World Economic Outlook, Desember 2001 - Bloomberg

untuk mencegah terjadinya resesi ekonomi global, berbagai forum tersebut juga membahas upaya-upaya

192

Perekonomian Dunia dan Kerja Sama Internasional

untuk mengatasi terjadinya krisis keuangan secara

AS sebagai lokomotif perekonomian dunia sehingga

cepat dan efektif. Selain itu, pembahasan juga

menurunkan permintaan secara global. Tragedi

menitikberatkan pada upaya untuk meningkatkan kerja

tersebut juga telah meningkatkan risiko keamanan

sama dalam memberantas sumber-sumber pem-

global yang pada gilirannya menghambat kegiatan

biayaan teroris. Misalnya, dalam pertemuan G-20 dan

investasi. Dengan perkembangan tersebut, secara

IMF Committee (IMFC)1 disepakati langkah-langkah

keseluruhan pertumbuhan ekonomi negara-negara

yang harus dilakukan negara-negara anggota dalam

industri diperkirakan hanya mencapai 1,1% dalam

upaya memberantas sumber pembiayaan teroris.

tahun laporan (Grafik 10.1).

Sementara itu, forum-forum lembaga keuangan

Seiring dengan melambatnya perekonomian

internasional lainnya masih terus membahas upaya-

negara-negara maju, pertumbuhan volume per-

upaya reformasi sistem keuangan internasional dan

dagangan dunia juga mengalami kemerosotan secara

mencegah terulangnya krisis keuangan dan sekaligus

tajam dari 12,4% pada tahun 2000 menjadi hanya

untuk menemukan cara-cara pemberian bantuan yang

1,0% pada tahun laporan. Merosotnya volume

dapat mengatasi krisis ekonomi yang telah cukup lama

perdagangan dunia tersebut mengakibatkan turunnya

dialami oleh beberapa negara berkembang. Di forum

harga berbagai komoditas, terutama minyak mentah

regional Asia, kerjasama untuk mencegah krisis

yang mengalami penurunan harga sebesar 14%

tersebut diwujudkan dalam Asian Surveillance dan

dalam tahun laporan. Harga minyak mentah dalam

Bilateral Swap Arrangement.

tahun laporan rata-rata mencapai $24,0 per barel dan sempat mencapai level terendah sebesar $18,0 per

PEREKONOMIAN DUNIA

barel pada akhir November tahun 2001. Sementara

Pertumbuhan ekonomi dunia dalam tahun

itu, harga komoditas primer nonmigas dan barang

2001 hanya mencapai 2,4%, turun tajam dibandingkan

manufaktur mengalami penurunan masing-masing

dengan pertumbuhan tahun 2000 yang mencapai 4,7%.

sebesar 5,5% dan 1,7% dalam periode yang sama.

Menurunnya pertumbuhan ekonomi dunia tersebut terutama disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan

Persen

ekonomi di negara-negara industri , yang sudah mulai

8

dirasakan sejak akhir tahun 2000. Harapan akan

6

membaiknya perekonomian negara-negara industri di

4

akhir tahun laporan menjadi sulit terwujud menyusul

AS United Kingdom

Jepang Jerman

2

tragedi WTC 11 September 2001. Serangan teroris 0

terhadap Gedung WTC di New York, Amerika Serikat (AS) semakin memperlemah urat nadi perekonomian

-2 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 1997

1

Pertemuan IMFC dilakukan pada 17 November 2001 untuk menggantikan Sidang Tahunan IMF yang dibatalkan sehubungan tragedi WTC 11 September 2001.

1998

1999

2000

2001

Grafik 10.1 Pertumbuhan Ekonomi Negara-negara Industri Utama

193

Perekonomian Dunia dan Kerja Sama Internasional

Komoditas primer nonmigas yang mengalami

laju inflasi di negara-negara industri maju relatif stabil

penurunan tajam antara lain kopi, kapas, tembaga,

dan tidak mengalami perubahan dibandingkan tahun

aluminium, timah, dan nikel. Sebaliknya, harga emas

sebelumnya, yaitu sebesar 2,3% (Grafik 10.2). Se-

justru meningkat disebabkan kenaikan permintaan

mentara itu, laju inflasi di negara-negara berkembang

dunia sehubungan dengan meningkatnya alternatif

mencapai 6,0%, sedikit meningkat dibandingkan

penanaman dana investasi dalam bentuk emas pasca

tahun sebelumnya yang mencapai 5,9%. Relatif

tragedi WTC. Sementara itu, produk manufaktur yang

stabilnya laju inflasi tersebut telah memberikan ruang

mengalami penurunan harga yang tajam adalah

gerak bagi sejumlah negara maju dan berkembang

produk semikonduktor sehingga nilai penjualan

untuk menempuh kebijakan moneter dan fiskal yang

produk ini dalam tahun laporan hanya mencapai 20%

ekspansif guna mencegah terjadinya resesi ekonomi

dari nilai yang dicapai dalam tahun 2000.

yang sangat dalam.

Melemahnya aktivitas perdagangan dunia

Kebijakan moneter ekspansif yang ditempuh

tersebut menimbulkan tekanan yang cukup berarti

bank sentral di negara-negara maju diharapkan akan

terhadap kinerja perekonomian negara-negara

menstimulasi kegiatan ekonomi. Di Amerika Serikat,

berkembang dan industri baru, terutama negara-

penurunan suku bunga ditujukan untuk menstimulasi

negara yang mempunyai ketergantungan tinggi

konsumsi dan investasi domestik terutama setelah

terhadap kegiatan ekspor. Secara keseluruhan, per-

tragedi WTC. Di Jepang, kebijakan suku bunga yang

tumbuhan ekonomi negara-negara berkembang

diarahkan mendekati nol persen dimaksudkan untuk

mencapai 4,0% dalam tahun laporan, turun di-

mendukung proses pemulihan ekonomi Jepang yang

bandingkan 5,8% dalam tahun 2000. Menurunnya

sudah dilanda resesi ekonomi selama lebih dari 10

kegiatan ekspor merupakan faktor penyebab utama

tahun terakhir. Sementara itu di kawasan Euro,

melambatnya pertumbuhan ekonomi di negara-negara

penurunan suku bunga tidak terlalu agresif karena

berkembang, bahkan beberapa negara industri baru mengalami kontraksi ekonomi. Hal ini dialami oleh Persen

Singapura dan Hong Kong yang masing-masing men-

5

catat kontraksi ekonomi sebesar 2,9% dan 0,3% dalam

4

tahun laporan akibat menurunnya ekspor masing-

3

masing sebesar 19,6% dan 10,4% dalam periode yang

2

sama. Masih tingginya pertumbuhan ekonomi negara-

AS Jepang

U.K Jerman

1 0

negara berkembang tersebut terutama ditopang oleh -1

pertumbuhan ekonomi RRC yang masih tetap tinggi meskipun sedikit menurun.

-2 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1997 1998 1999 2000 2001

Melambatnya pertumbuhan ekonomi dan perdagangan dunia mengakibatkan berkurangnya tekanan inflasi secara global. Dalam tahun laporan,

194

Grafik 10.2 Perkembangan Inflasi Negara-negara Industri Utama

Perekonomian Dunia dan Kerja Sama Internasional

laju inflasi di kawasan tersebut masih di atas target

min dari perkembangan indeks harga saham dunia

Bank Sentral Eropa (ECB).

yang secara umum cenderung menurun dalam periode

Bagi negara-negara berkembang, kebijakan

laporan. Aktivitas perdagangan di bursa saham dunia

moneter pada umumnya masih bervariasi bergantung

masih lebih banyak diwarnai oleh kondisi ekonomi dunia

kepada kondisi laju inflasi dan permasalahan domes-

yang secara keseluruhan masih lesu dan meningkatnya

tik yang dihadapi. Kompleksitas permasalahan yang

ketidakpastian yang bersumber dari ketidakjelasan arah

dihadapi oleh negara-negara berkembang seringkali

dan prospek pemulihan ekonomi global.

menimbulkan dilema, tidak saja dalam pelaksanaan kebijakan moneter tetapi juga dalam pelaksanaan

Amerika Serikat

kebijakan fiskal. Permasalahan keuangan pemerintah

Setelah mengalami ekspansi perekonomian

telah mendorong beberapa negara mengambil

yang berkesinambungan dalam sepuluh tahun ter-

kebijakan ekonomi yang lebih mengutamakan

akhir, sejak awal tahun 2000 perekonomian Amerika

kepentingan negara bersangkutan sebagaimana

Serikat mulai menunjukkan gejala perlambatan. Pada

dilakukan Argentina yang telah terperosok ke dalam

tahun laporan, perlambatan ekspansi perekonomian

krisis ekonomi dan sosial. Eskalasi krisis ekonomi

Amerika Serikat semakin jelas dan diperkirakan

yang dialami Argentina menjelang akhir tahun 2001

hanya tumbuh 1,0%, jauh lebih rendah dibandingkan

terutama dipicu oleh kegagalan pemerintah untuk

pertumbuhan tahun sebelumnya yang mencapai

mengendalikan defisit anggaran dan melakukan

4,1%. Sejalan dengan melemahnya kegiatan

pembayaran utang luar negeri yang jatuh tempo

ekonomi, laju inflasi turun dari 3,4% pada tahun 2000

sehubungan dengan menurunnya penerimaan pajak

menjadi 2,9% pada tahun 2001. Melambatnya

dan ekspor Argentina.

kegiatan ekonomi AS dalam tahun 2001 terutama

Kebijakan ekonomi yang ekspansif pada

tercermin dari kemerosotan yang cukup berarti pada

gilirannya juga membawa implikasi terhadap per-

sektor konsumsi (tumbuh 3,03%) dan investasi

kembangan pasar keuangan internasional. Kombinasi

swasta (turun 7,99%), yang selama ini telah menjadi

kebijakan moneter dan fiskal yang ekspansif di bebe-

penyumbang

rapa negara telah menimbulkan optimisme terhadap

pertumbuhan ekonomi AS dalam kurun waktu yang

proses pemulihan ekonomi sehingga dapat mencegah

cukup panjang. Melambatnya ekspansi ekonomi AS

perekonomian tidak terperosok ke dalam krisis berke-

juga tercermin dari kinerja beberapa indikator

panjangan. Gelombang penurunan suku bunga bench-

ekonomi penting di sektor riil seperti penjualan eceran

mark yang dilakukan berbagai otoritas moneter telah

dan perumahan yang menunjukkan perlambatan

mendorong penurunan suku bunga di pasar keuangan

yang cukup berarti sepanjang tahun laporan,

internasional sehingga diharapkan dapat menggai-

sedangkan tingkat pengangguran menunjukkan

rahkan kembali kegiatan ekonomi. Namun, langkah-

peningkatan. Menurunnya kegiatan konsumsi dan

langkah kebijakan tersebut ternyata belum berdampak

investasi swasta tersebut dipengaruhi oleh semakin

signifikan terhadap pasar modal sebagaimana tercer-

rendahnya tingkat keyakinan konsumen dan dunia

terbesar

terhadap

tingginya

195

Perekonomian Dunia dan Kerja Sama Internasional

Dalam upaya mencegah terjadinya kontraksi

Persen 7,5 7,0 6,5 6,0 5,5 5,0 4,5 4,0 3,5 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0

ekonomi yang sangat dalam, sepanjang tahun 2001 Federal Reserve menempuh kebijakan moneter yang

Fed Fund Rate Efektif

ekspansif dengan melakukan pemangkasan tingkat suku bunga Fed Fund yang ditargetkan sebanyak 11 Fed Fund Rate yang ditargetkan

kali hingga mencapai 1,75% (Grafik 10.3). Selain itu, pemerintah AS menempuh kebijakan fiskal yang ekspansif melalui pemotongan pajak dan pem-

4/30 6/30 8/31 10/29 12/31 2/29 4/28 6/30 8/31 10/31 12/30 2/28 4/30 6/12 8/31 10/31 12/31

1999

2000

2001

Grafik 10.3 Perkembangan Suku Bunga Fed Fund

bangunan prasarana guna menstimulasi permintaan domestik.

Eropa Barat usaha, yang berakibat pada penundaan dan pengurangan pengeluaran konsumsi dan investasi.

Melambatnya perekonomian AS telah berdampak besar terhadap melambatnya kinerja ekonomi

Semakin rendahnya tingkat keyakinan kon-

negara-negara di kawasan Euro yang sebagian besar

sumen dan dunia usaha tidak terlepas dari mem-

merupakan mitra dagang AS. Selama tahun laporan,

buruknya kinerja pasar modal di AS, terutama pasar

pertumbuhan ekonomi negara-negara di kawasan

saham yang selama ini telah menjadi fondasi yang

Euro diperkirakan mencapai 1,5%, lebih rendah

cukup penting dalam menggerakkan roda pere-

dibandingkan pertumbuhan ekonomi yang dicapai

konomian di berbagai sektor. Sepanjang tahun lapo-

pada tahun sebelumnya sebesar 3,4%. Melambatnya

ran, kinerja pasar saham di AS mengalami kemero-

ekspansi perekonomian Euro terutama terjadi pada

sotan yang tajam sehingga berdampak terhadap

tiga kekuatan ekonomi terbesar yaitu Jerman,

menurunnya nilai kekayaan sebagian masyarakat di

Perancis, dan Italia. Pada tahun 2001 perekonomian

AS dan pada gilirannya mengurangi minat masyarakat

Jerman diperkirakan hanya tumbuh 0,5% merosot

dan dunia usaha untuk melakukan konsumsi dan

tajam dari pertumbuhan 3,0% yang dicapai pada tahun

investasi (negative wealth effect). Merosotnya harga

2000. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Perancis

saham tersebut terutama dipicu oleh terjadinya

dan Italia diperkirakan melambat masing-masing

penilaian yang berlebihan (overvaluation) terhadap

menjadi hanya 2,1% dan 1,8% pada tahun 2001

saham-saham internet (perusahaan dot-com) dan

dibandingkan pertumbuhan sebesar 3,5% dan 2,9%

semakin diperburuk menyusul terjadinya tragedi

pada tahun 2000. Melemahnya kegiatan ekonomi di

WTC, meskipun menjelang akhir tahun kembali

kawasan Euro terutama disebabkan oleh mem-

meningkat. Indeks saham Dow Jones (DJIA) sepan-

buruknya kinerja sektor eksternal dan melemahnya

jang tahun 2001 merosot 7,10%, sementara indeks

konsumsi dan investasi swasta domestik. Sebagai

saham lainnya seperti NASDAQ, S&P 500 merosot

akibat dari melemahnya kegiatan investasi swasta,

masing-masing sebesar 21,05% dan 13,04 %.

gelombang pemutusan hubungan kerja oleh dunia

196

Perekonomian Dunia dan Kerja Sama Internasional

usaha cenderung meningkat, yang berakibat pada

2,0%, bahkan mencapai puncaknya pada bulan Mei

terjadinya peningkatan tingkat pengangguran.

2001 sebesar 3,4%.

Sebaliknya, di tengah-tengah terjadinya

Selain di negara-negara kawasan Euro,

perlambatan kegiatan ekonomi, laju inflasi di kawasan

melambatnya kegiatan ekonomi terlihat di Inggris.

Euro masih memperlihatkan peningkatan. Dalam

Pada tahun 2001, perekonomian Inggris tumbuh

tahun laporan, tingkat inflasi mencapai 2,7%, lebih

2,3%, lebih rendah dibandingkan pertumbuhan

tinggi dibandingkatan laju inflasi tahun sebelumnya

sebesar 2,9% yang dicapai pada tahun 2000.

yang mencapai 2,4%. Meningkatnya laju inflasi di

Sementara itu, laju inflasi sedikit meningkat dari 2,1%

kawasan Euro terutama disumbang oleh kenaikan

pada tahun 2000 menjadi 2,3% pada tahun 2001.

harga makanan dan bahan bakar serta efek tunda dari

Meskipun demikian, laju inflasi pada tahun laporan

melemahnya mata uang euro sepanjang tahun 2000.

masih lebih rendah dibandingkan target inflasi yang

Namun demikian, menjelang akhir tahun, tingkat inflasi

ditetapkan Bank of England (BoE) sebesar 2,5%.

turun dari 2,1% pada bulan November menjadi 2,0%

Guna memberikan stimulus bagi perekonomian,

di bulan Desember, pertama kalinya menyamai ceiling

sepanjang tahun laporan BoE telah menurunkan suku

rate yang ditetapkan oleh Bank Sentral Eropa (ECB).

bunga sebanyak 7 kali, sehingga suku bunga

Tingkat inflasi yang dicapai pada bulan Desember

benchmark (base rate) mencapai 4%, lebih rendah

tersebut merupakan yang terendah dalam 19 bulan

dibandingkan yang dicapai pada tahun 2000 sebesar

terakhir, terutama sebagai akibat dari jatuhnya harga

6%.

minyak menjelang akhir tahun 2001. Hanya dalam kurun waktu 3 bulan dari September sampai dengan

Jepang

November 2001, harga minyak mentah Brent sebagai

Imbas kemerosotan ekonomi AS juga

benchmark terhadap 2/3 pasokan minyak dunia,

menimpa Jepang sebagai salah satu mitra dagang

mengalami kejatuhan sebesar 35%.

utama AS. Pada tahun 2001, perekonomian Jepang

Perkembangan di atas memberikan ruang

mengalami kontraksi sebesar 0,4%, setelah pada

gerak bagi ECB untuk mendorong pemulihan

tahun 2000 mengalami ekspansi sebesar 2,2%.

perekonomian dengan memangkas tingkat suku

Memburuknya kinerja ekonomi Jepang tersebut

bunga. Selama periode tahun laporan, ECB mela-

terutama sebagai akibat dari menurunnya kinerja

kukan pemangkasan suku bunga sebanyak 4 kali atau

ekspor sehubungan dengan merosotnya permintaan

sebesar 1,5% menjadi 3,5% sampai dengan akhir

impor dari AS, yang diperkirakan menyumbang 1/3

tahun 2001. Dibandingkan dengan kebijakan yang

sumber penerimaan devisa ekspor Jepang ke luar

ditempuh Federal Reserve yang memangkas suku

negeri. Ekspor Jepang selama tahun laporan

bunga sebanyak 11 kali, langkah pemangkasan suku

diperkirakan mengalami kontraksi sebesar 6,6%.

bunga ECB tersebut tergolong konservatif dengan

Guna mengatasi krisis ekonomi yang ber-

pertimbangan bahwa laju inflasi di zona Euro masih

kepanjangan, pemerintah Jepang terus menempuh

melampaui ceiling rate yang ditetapkan ECB sebesar

berbagai kebijakan yang sangat ekspansif baik di

197

Perekonomian Dunia dan Kerja Sama Internasional

bidang moneter maupun fiskal. Di bidang moneter,

negara tujuan ekspor utama seperti AS. Pada tahun

Bank of Japan tetap mempertahankan suku bunga

2001, pertumbuhan ekonomi Korea Selatan

Overnight Call Rate sebesar 0,1%. Di bidang per-

diperkirakan hanya tumbuh 2,6% setelah tumbuh

bankan yang selama ini mengalami permasalahan

cukup tinggi pada tahun 2000 sebesar 8,8%.

kredit macet dan turunnya nilai aset bank akibat dari

Sedangkan perekonomian Hong Kong, Taiwan, dan

merosotnya harga saham dan properti, pemerintah

Singapura pada tahun 2001 diperkirakan mengalami

Jepang telah mengeluarkan dana bantuan sebesar

kontraksi masing-masing sebesar 0,3%, 2,2% dan

26 triliun yen untuk program rekapitalisasi bank, pem-

2,9%, setelah mengalami ekspansi pada tahun

bayaran dana nasabah, dan pemberian pinjaman.

sebelumnya masing-masing sebesar 10,5%, 6,0%,

Sementara itu, guna menjaga daya saing ekspor di

dan 9,9%. Malaysia dan Thailand yang berpotensi

tengah meningkatnya persaingan di pasar inter-

menjadi negara industri baru di Asia pada tahun 2001

nasional, pemerintah Jepang telah membiarkan nilai

masing-masing hanya tumbuh 0,3% dan 1,5%, turun

tukar yen terdepresiasi cukup tajam. Dalam tahun

dari 8,3% dan 4,4% yang dicapai pada tahun 2000.

laporan, nilai tukar yen melemah tajam terhadap dolar

Sejalan dengan merosotnya kegiatan ekonomi di

AS terutama disebabkan oleh meningkatnya aliran

negara-negara tersebut, tekanan laju inflasi dapat

portofolio ke luar negeri yang dipicu oleh persepsi

terkendali pada tingkat yang cukup rendah.

terhadap prospek ekonomi yang suram serta

Dalam menghadapi ancaman resesi eko-

lambatnya penanganan terhadap permasalahan

nomi global, sejumlah negara industri baru di Asia

struktural di sektor perbankan.

pada umumnya telah mengantisipasinya dengan menempuh kebijakan ekonomi yang ekspansif baik

Asia non-Jepang

di bidang moneter maupun fiskal. Kebijakan ekonomi

Negara-negara Asia selain Jepang seperti

yang ekspansif terutama ditempuh guna mening-

Korea Selatan, Hong Kong, Taiwan, dan Singapura

katkan konsumsi domestik dan mencegah terjadinya

merupakan negara-negara industri baru di Asia yang

peningkatan tingkat pengangguran sebagai akibat

sangat terpukul dengan melambatnya ekonomi

memburuknya kinerja sektor ekspor. Selain itu,

negara-negara industri maju terutama AS. Besarnya

negara-negara tersebut menempuh berbagai lang-

sumbangan sektor ekspor dalam struktur per-

kah struktural guna menciptakan efisiensi dan

ekonomian telah mengakibatkan kinerja ekonomi

meningkatkan daya saing terutama dalam rangka

negara-negara tersebut sangat rentan terhadap

menghadapi tekanan persaingan global yang se-

fluktuasi volume perdagangan global dan harga

makin meningkat. Sementara itu, dengan merosot-

komoditas internasional. Selain itu, struktur ekspor

nya permintaan impor dari negara-negara industri

dari negara-negara tersebut sebagian besar di-

maju, persaingan antara beberapa negara Asia untuk

dominasi oleh komoditas sektor manufakur terutama

menembus pasar ekspor semakin meningkat. Selain

komponen elektronik, yang pada umumnya sangat

melalui langkah efisiensi produksi, upaya untuk me-

elastis terhadap naik turunnya pendapatan di negara-

ningkatkan daya saing produk ekspor ditempuh

198

Perekonomian Dunia dan Kerja Sama Internasional

beberapa negara industri di Asia dengan mem-

utama AS di benua Amerika diperkirakan akan tumbuh

biarkan nilai tukar mata uangnya terdepresiasi.

lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang

Meskipun demikian, tidak seluruh negara Asia

tercatat sebesar 6,9%. Sementara itu, pertumbuhan

menunjukkan kinerja ekonomi yang memburuk. Pada

ekonomi Brasil dan Cile masing-masing hanya men-

tahun 2001 perekonomian RRC masih memperlihatkan

capai 1,8% dan 3,3%, lebih rendah dibandingkan

kinerja yang cukup mengesankan dengan mencatat

tahun sebelumnya yang mencapai 4,4% dan 5,4%.

laju pertumbuhan sebesar 7,3% dan inflasi yang tetap

Di pihak lain, pada tahun laporan, perekonomian

terkendali sebesar 1,0%, dibandingkan 0,4% pada

Argentina diperkirakan masih mengalami kontraksi

tahun 2000. Prestasi kinerja ekonomi RRC tersebut

sebesar 2,7% menyusul kontraksi yang terjadi pada

terutama disebabkan oleh dukungan kebijakan fiskal

tahun 1999 dan 2000 masing-masing sebesar 3,4%

yang ekspansif dan meningkatnya aliran modal asing

dan 0,5%. Eskalasi krisis ekonomi yang dialami

masuk dalam bentuk investasi langsung (FDI).

Argentina memuncak menjelang akhir tahun 2001 ter-

Meningkatnya aliran investasi asing langsung tersebut

utama dipicu oleh kegagalan pemerintah untuk

pada umumnya bertujuan untuk meningkatkan basis

mengendalikan defisit dan melakukan pembayaran

pemasaran di pasar lokal RRC sebagai antisipasi

utang luar negeri yang jatuh tempo, yang pada gili-

masuknya RRC ke dalam keanggotaan Organisasi

rannya mengakibatkan terjadinya krisis politik dan

Perdagangan Dunia (WTO) dalam tahun laporan.

memicu berbagai kerusuhan sosial. Krisis keuangan yang dialami Argentina tersebut terutama disebabkan

Amerika Latin

oleh ketidakmampuan negara tersebut untuk

Sejalan dengan melambatnya kegiatan

menghimpun dana domestik yang cukup guna

ekonomi AS, perekonomian negara-negara Amerika

memenuhi besarnya pembayaran kewajiban-kewa-

Latin selama tahun laporan menunjukkan kecen-

jiban pemerintah jangka pendek yang jatuh tempo.

derungan melambat. Pada tahun laporan, laju pertum-

Penurunan pendapatan dalam negeri selain disebab-

buhan negara-negara Amerika Latin hanya mencapai

kan turunnya penerimaan pajak juga dikarenakan

1,0%, lebih rendah dibandingkan laju pertumbuhan

merosotnya pendapatan dari ekspor akibat mele-

ekonomi yang dicapai pada tahun sebelumnya yang

mahnya permintaan dunia dan kurang kompetitifnya

mencapai 4,1%.

produk ekspor Argentina. Produk Argentina sulit

Kinerja ekonomi empat kekuatan ekonomi

bersaing karena kebijakan peg mata uang peso

terbesar di kawasan Amerika Latin yaitu Meksiko,

terhadap dolar AS dengan rasio 1:1 mengakibatkan

Brasil, Cile, dan Argentina memperlihatkan terjadinya

mata uang peso semakin overvalued.

perlambatan yang cukup berarti, bahkan perekonomian Argentina diperkirakan mengalami kontraksi

Pasar Keuangan Internasional

yang tajam sebagai akibat krisis ekonomi yang

Perkembangan pasar keuangan internasional

melanda negara tersebut. Pada tahun 2001, kinerja

selama tahun laporan secara umum ditandai dengan

ekonomi Meksiko, sebagai salah satu mitra dagang

menguatnya nilai tukar dolar AS, menurunnya suku

199

Perekonomian Dunia dan Kerja Sama Internasional

bunga pasar uang, serta melemahnya harga saham

Persen

secara global. Meskipun kinerja ekonomi dan suku bunga di AS memperlihatkan terjadinya penurunan, nilai tukar dolar AS secara keseluruhan menguat

6,00

Desember 2000

Maret 2001

September 2001

Desember 2001

Juni 2001

4,50

terhadap hampir sebagian besar mata uang dunia. 3,00

Hal ini menunjukkan bahwa mata uang dolar masih menempati posisinya sebagai mata uang teraman di

1,50

dunia (safe heaven currency) terutama dalam kondisi

0,00

dimana risiko global semakin meningkat sepanjang tahun laporan. Risiko global bahkan semakin mening-

GBP-LIBOR

USD-LIBOR

JPY-LIBOR

EURO-LIBOR

Grafik 10.4 Perkembangan Suku Bunga LIBOR

kat pasca tragedi WTC yang mendorong investor internasional lebih bersikap hati-hati dan cenderung menghindari risiko (risk averse) dalam melakukan

dengan terjadinya penurunan indeks yang cukup

investasi di negara-negara berkembang. Sebagai

berarti. Penurunan indeks harga saham terutama

akibatnya, aliran modal internasional lebih bersifat

terjadi di pasar modal AS, yang pada gilirannya ber-

flight to safety dan banyak tertahan serta mengalir

imbas secara global ke seluruh kawasan termasuk

kembali ke pasar keuangan di negara-negara industri

ke negara-negara Asia yang perekonomiannya me-

maju terutama pasar keuangan AS.

miliki ketergantungan yang sangat tinggi terhadap

Sementara itu, sejalan dengan melonggarnya

kinerja ekonomi AS. Penurunan harga saham ter-

kebijakan moneter di berbagai negara guna men-

utama terjadi pada sektor teknologi informasi dan

cegah terjadinya resesi ekonomi, suku bunga di pasar

beberapa industri terkait seperti industri komponen

uang internasional (money market) menunjukkan

komputer dan elektronik, yang pada dasarnya

kecenderungan menurun. Suku bunga LIBOR 6 bulan

merupakan basis kekuatan industri di sejumlah

rata-rata untuk dolar AS yang menjadi patokan

negara industri baru di Asia.

(benchmark) suku bunga simpanan beberapa mata uang utama mengalami penurunan yang cukup besar

KER JA SAMA INTERNASIONAL

dari 6,6% pada akhir tahun 2000 menjadi 3,8% pada

Selama tahun laporan, pembahasan pada

akhir tahun laporan (Grafik 10.4). Meskipun demikian,

berbagai forum kerja sama internasional dan regional

tingkat penurunan suku bunga simpanan beberapa

menitikberatkan pada berbagai upaya untuk menga-

mata uang di pasar uang internasional ini relatif

tasi perlambatan ekonomi melalui kebijakan moneter

beragam dengan memperhatikan perkembangan

dan fiskal yang tepat, penguatan sistem keuangan, dan

tingkat inflasi di masing-masing negara.

regional surveillance sebagai langkah guna mem-

Sejalan dengan terjadinya perlambatan ke-

perkuat pencegahan krisis. Selain itu, berbagai forum

giatan ekonomi di berbagai kawasan, perkembangan

juga membahas beberapa upaya pencegahan pem-

harga saham di berbagai bursa saham dunia ditandai

biayaan terorisme internasional sebagai respon terha-

200

Perekonomian Dunia dan Kerja Sama Internasional

dap tragedi WTC. Perkembangan penting yang me-

yang dicapai akan memberikan fleksibilitas dan

warnai perdagangan dunia adalah bergabungnya RRC

akuntabilitas yang lebih besar kepada negara-negara

dan Taiwan dalam World Trade Organization (WTO).

tersebut dalam menentukan target-target yang akan dicapai, sehingga ownership terhadap program-

Kerja Sama di Bidang Moneter, Keuangan, dan

program yang disepakati dengan IMF akan lebih tinggi.

Perbankan Dana Moneter Internasional (IMF)

Selanjutnya setelah terjadinya serangan terhadap gedung WTC, isu mengenai combating

Selama tahun laporan, isu-isu yang dibahas

money laundering and financing of terrorism menjadi

oleh IMF meliputi: (i) upaya memperkuat sistem ke-

perhatian utama dalam sidang-sidang IMF. IMFC

uangan internasional termasuk peran IMF, (ii) meram-

mengemukakan perhatian yang serius pada peng-

pingkan conditionality dan memperkuat ownership

gunaan sistem keuangan internasional untuk mem-

negara-negara anggota dalam program IMF, (iii)

biayai aksi teroris dan tindakan pencucian terhadap

menghapus money laundering dan pembiayaan

aktivitas yang ilegal. Karenanya, IMF meminta

terorisme, dan (iv) good governance. Dalam rangka

anggotanya untuk meratifikasi dan melaksanakan

memperkuat sistem keuangan negara-negara

resolusi PBB khususnya nomor 1.373 serta menyam-

anggota, IMF berperan untuk mendorong kestabilan

but baik dan mendukung Special Recommendations

makroekonomi dan keuangan sebagai prasyarat

FATF mengenai pemberantasan pendanaan bagi

untuk pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,

teroris. Dalam hal isu pengelolaan usaha yang sehat

mendorong kestabilan dan integritas sistem moneter

(good governance), sidang sepakat agar IMF perlu

dan keuangan internasional sebagai public good,

menangani permasalahan ini melalui langkah-langkah

serta membantu negara-negara anggota untuk

khusus untuk mengatasi poor governance dan korupsi.

membangun sektor keuangan yang sehat. IMF telah mengambil langkah-langkah untuk

G-20

merampingkan conditionality atas program kebijakan

Kerjasama internasional dalam rangka G-20

dari negara anggota sehingga lebih efisien dan efektif.

dalam tahun laporan ditekankan kepada upaya-upa-

Penerapan conditionality untuk reformasi struktural da-

ya mencegah penggunaan sektor keuangan untuk

pat dilakukan berdasarkan case by case basis dengan

kegiatan terorisme, di samping membahas kebijakan-

menitikberatkan pada bidang-bidang yang sangat

kebijakan yang diperlukan untuk menghadapi kondisi

menentukan keberhasilan stabilitas ekonomi makro

perekonomian dunia dewasa ini serta menghadapi

dan pertumbuhan yang berkelanjutan. Dalam rangka

arus globalisasi. Langkah-langkah yang akan diambil

meningkatkan ownership program-program reformasi

disusun dalam suatu Action Plan on Terrorist Finan-

ekonomi oleh negara-negara anggota yang mendapat

cing, yang pokok-pokoknya mencakup :

pinjaman, IMF sedang mempelajari kemungkinan

(a) Pembekuan kekayaan (asset) milik terroris.

penggunaan result based conditionality. Persyaratan

Setiap negara anggota akan menerapkan

pencairan fasilitas IMF yang berdasarkan hasil-hasil

resolusi-resolusi Dewan Keamanan PBB yang

201

Perekonomian Dunia dan Kerja Sama Internasional

relevan, terutama resolusi nomor 1373, untuk

korporasi; (ii) reformasi sistem keuangan interna-

menghentikan sumber keuangan/pembiayaan

sional; dan (iii) MFG Financing Arrangement. Selain

terorisme.

membahas isu-isu tersebut, MFG membahas pula isu

(b) Penerapan standar internasional. Setiap negara

regional surveillance, dan berupaya memperkuat IMF

anggota akan meratifikasi dan menerapkan the

surveillance dengan melibatkan sektor swasta dalam

UN Convention for the Suppression of the Finan-

mengatasi krisis.

cing of Terrorism sesegera mungkin dan meratifikasi the UN Convention against Transactional Organized Crime.

Kerja Sama Bank Sentral Dalam periode laporan, kerja sama antarbank

(c) Kerjasama internasional melalui pertukaran

sentral berjalan sebagaimana tahun-tahun

informasi dan akses antaranggota G-20.

sebelumnya melalui berbagai forum antara lain

Selanjutnya setiap anggota akan membentuk atau

Executive Meeting of East Asia Pacific Central Bank

mempertahankan Satuan Intelijen Keuangan dan

(EMEAP) dan South-East Asia Central Bank

mengambil langkah-langkah untuk saling tukar

(SEACEN).

informasi. (d) Bantuan teknis. Negara-negara anggota,

Forum EMEAP

sepanjang memungkinkan, akan menyediakan

Dalam pembahasan isu ekonomi dan

bantuan teknis untuk mencegah pembiayaan

keuangan, forum EMEAP menekankan pengaruh

terorisme dan memberantas pencucian uang

perlambatan ekonomi AS dan global terhadap

(money laundering) bagi negara lainnya yang

ekonomi kawasan EMEAP serta potensi kerentanan

membutuhkan bantuan teknis tersebut. Selain itu,

kawasan dalam menghadapi kemungkinan krisis.

G-20 akan menghimbau lembaga-lembaga

Dalam rangka menghadapi perkembangan tersebut,

internasional dan regional untuk memberikan

anggota EMEAP berpandangan perlunya menerap-

bantuan teknis tersebut.

kan kebijakan yang tepat untuk mendorong permin-

(e) Kepatuhan dan pelaporan. Dalam hal ini negara-

taan domestik. Berkaitan dengan dengan upaya

negara anggota akan mengambil langkah-langkah

mendorong stabilitas keuangan, beberapa negara

untuk memastikan agar lembaga-lembaga

EMEAP telah menyoroti pendekatan “one-size-fits-

keuangan dan semua warga negaranya mematuhi

all” dalam implementasi standar internasional di

aturan-aturan untuk memberantas pembiayaan

tengah perbedaan karakteristik dan kemampuan

terorisme serta tindak pidana keuangan lainnya.

anggota dalam menerapkan kebijakan tersebut. Dengan memperhatikan respon kebijakan IMF ter-

Manila Framework Group (MFG)

hadap krisis Asia, EMEAP berpandangan bahwa

Selama tahun laporan, Manila Framework

kebijakan IMF dalam menangani krisis telah me-

Group (MFG) menitikberatkan kepada masalah-

nimbulkan kesulitan ekonomi yang semakin dalam.

masalah: (i) restrukturisasi sektor keuangan dan

Dalam kaitan ini, IMF perlu mempertimbangkan

202

Perekonomian Dunia dan Kerja Sama Internasional

perbedaan fundamental ekonomi masing-masing

pertukaran data dan informasi antaranggota SEG

negara serta melakukan penyederhanaan condi-

dengan membentuk SEG Database.

tionality dan meningkatkan ownership negara-negara

Dalam periode laporan, Bank of Japan (BOJ)

yang dibantu dalam mendukung keberhasilan

juga telah menawarkan bantuan keuangan senilai

program IMF.

JPY 10 juta setiap tahunnya yang digunakan untuk membiayai kegiatan pelatihan tertentu yang

SEACEN

diselenggarakan oleh SEACEN tanpa persyaratan Dalam periode laporan , berbagai topik telah

apapun kecuali pelatihan tersebut telah diidentifikasi

dibahas dalam forum SEACEN. Topik-topik yang

oleh BOJ. Semakin berkembangnya SEACEN Centre

dibahas berkaitan dengan: (i) SEACEN Trust Fund

telah menarik minat dua otoritas moneter, yaitu

(STF), (ii) SEACEN Experts Group (SEG) on Capital

Monetary Authority of Brunei dan Reserve Bank of

Flows, (iii) pembentukan Electronic Data Exchange

Fiji, untuk bergabung menjadi anggota SEACEN

di SEACEN Centre, dan (iv) pemberian bantuan

Centre.

keuangan oleh Jepang. Dalam kerangka STF, SEACEN mencatat beberapa kemajuan sepanjang tahun laporan, yaitu :

Kerja Sama di Bidang Pembangunan Bank Dunia

(i) diterimanya Bank of Mongolia secara resmi menjadi

Dalam tahun laporan, Bank Dunia terus

anggota STF pada tanggal 17 Februari 2000, (ii)

melanjutkan fokus pada isu penanganan kemiskinan

dicapainya kesepakatan untuk meningkatkan dana

dan penguatan pertumbuhan khususnya bagi negara-

STF, dan (iii) dilakukannya upaya -upaya untuk

negara termiskin. Pembahasan dikaitkan dengan

memperbaiki manajemen STF. Upaya-upaya per-

empat topik utama, yaitu: (i) tindak lanjut Highly

baikan manajemen antara lain dilakukan melalui

Indebted Poor Countries (HIPC) Initiative dan Debt

pemberian keleluasaan kepada Direktur Operasi

Sustainability, (ii) penyempurnaan proses Poor

Investasi dan Pasar Keuangan Bank Negara Malaysia

Reduction Growth Facility (PRGF) dan Poor Reduction

sebagai signatory tambahan, dan mengembalikan

Strategy Paper (PRSP), (iii) perbaikan akses pasar

prosedur aplikasi bantuan beasiswa ke sistem yang

untuk ekspor negara berkembang, serta (iv) bantuan

lama yang dipandang lebih efektif.

bagi negara-negara yang baru mengalami konflik.

Sementara itu, SEACEN yang merupakan

Langkah-langkah yang akan dilakukan Bank

lembaga yang menangani riset dan pelatihan bagi

Dunia menyangkut beberapa hal. Pertama, Bank

bank sentral di Asia Tenggara telah berupaya

Dunia akan merekomendasikan strategi pemba-

mengendalikan potensi risiko yang dapat timbul dari

ngunan yang berkelanjutan dan mendorong peme-

volatilitas arus modal melalui pertemuan SEACEN

rataan ke negara-negara miskin dengan bantuan

Expert Group (SEG) on Capital Flows. Dalam kerang-

dana dan pembukaan akses pasar oleh negara-

ka ini pula, SEACEN memperkuat surveillance ter-

negara donor. Kedua, Bank Dunia akan meramping-

hadap arus modal negara-negara anggotanya melalui

kan, memfokuskan, dan memprioritaskan condi-

203

Perekonomian Dunia dan Kerja Sama Internasional

tionality bagi program tersebut dengan berdasarkan

peluncuran putaran baru WTO. APEC menekankan

kepada strategi yang disusun sendiri oleh negara-

perlunya agenda putaran baru WTO untuk mema-

negara anggota (penyusunan PRGF dan PRSP)

sukkan liberalisasi sektor pertanian, produk industri

dalam mendorong pertumbuhan dan mengatasi

dan jasa, memperkuat WTO rules, implementasi isu

kemiskinan. Ketiga, Bank Dunia bersama dengan

serta memasukkan kepentingan dan perhatian

IMF akan memberikan bantuan teknis dan bantuan

seluruh anggota khususnya negara berkembang

capacity building untuk mempercepat proses pemu-

dalam menghadapi tantangan abad 21. Di samping

lihan negara-negara tersebut.

itu, anggota APEC juga menyadari kebutuhan untuk memperkuat pengaturan dan pengawasan perban-

Bank Pembangunan Asia (ADB)

kan, good governance, dan financial disclosure, serta

ADB akan terus berpartisipasi dalam pro-

memperkuat sistem keuangan domestik guna

gram-program pengentasan kemiskinan, pemberda-

menjamin konsistensi kebijakan makroekonomi,

yaan masyarakat, program good governance, serta

memperkuat global financial sector surveillance, dan

mendorong strategi pengembangan sektor swasta.

melanjutkan upaya peningkatan efektifitas lembaga

Di samping itu ADB juga berperan dalam upaya

keuangan internasional.

pencegahan krisis dengan memberikan bantuan kegiatan surveillance dengan bekerjasama dengan

Perhimpunan Negara-negara Asia Tenggara

Sekretariat ASEAN. Diharapkan di masa yang akan

(ASEAN)

datang inisiatif yang akan dilakukan ADB akan

Dalam tahun laporan, berbagai pertemuan

berlanjut kepada upaya standarisasi statistik yang

telah diselenggarakan dalam kerangka ASEAN,

digunakan serta metodologi sistem peringatan dini

seperti ASEAN Central Bank Forum, ASEAN Finance

(early warning system).

Minister and Central Bank Deputies, serta ASEAN Finance Ministers. Perkembangan penting yang dapat

Kerja Sama Regional

dicatat adalah kesepakatan mengenai fasilitas

Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC)

Bilateral Swap Arrangement (BSA) yang bertujuan

Dalam rangka mendorong pertumbuhan

memberikan bantuan keuangan jangka pendek dalam

ekonomi yang berkelanjutan, APEC telah berupaya

bentuk swap kepada negara yang ikut serta dalam

mengadopsi kebijakan moneter dan fiskal maupun

Chiang Mai Initiative. Dalam tahun laporan, negara-

upaya mendorong policy dialogue mengenai ekonomi

negara anggota ASEAN+3 —ASEAN dan ketiga

makro termasuk upaya memperkuat sistem keuangan

negara mitranya, yaitu Jepang, RRC, dan Korea—

internasional guna menciptakan landasan ekonomi

telah menandatangani beberapa BSA. BSA tersebut

yang kuat bagi pertumbuhan ekonomi jangka panjang.

dilakukan antara Jepang dan Korea (sebesar $2

APEC juga telah menyatakan komitmen untuk mela-

miliar), Jepang dan Thailand (sebesar $3 miliar),

kukan upaya lebih lanjut untuk mendorong liberalisasi

Jepang dan Malaysia (sebesar $1 miliar), serta

perdagangan dan investasi serta mendukung kuat

Jepang dan Filipina ($3 miliar). Khusus untuk

204

Perekonomian Dunia dan Kerja Sama Internasional

Indonesia, sampai saat ini BSA belum dapat direali-

Exchange Rate Regime. Negara-negara ASEAN telah

sasikan karena beberapa masalah yang belum dise-

sepakat untuk melaksanakan feasibility study bagi ke-

pakati antara Indonesia dengan ketiga negara mitra

mungkinan penerapan ASEAN Currency and Ex-

ASEAN tersebut. Masalah tersebut diantaranya

change Rate Mechanism dengan tujuan: (i) mening-

adalah belum jelasnya jumlah maksimum jaminan

katkan stabilitas finansial terutama pada tingkat regio-

pemerintah untuk fasilitas BSA yang diberikan.

nal, (ii) menghindari kemungkinan krisis keuangan di

Perkembangan lain adalah kelanjutan dari

masa mendatang, dan (iii) menggalakkan perdaga-

pembentukan Task Force on ASEAN Currency and

ngan dan investasi melalui penurunan biaya transaksi.

205

Prospek Ekonomi dan Arah Kebijakan Tahun 2002

bab 11 PROSPEK EKONOMI DAN ARAH KEBIJAKAN TAHUN 2002

206

Prospek Ekonomi dan Arah Kebijakan Tahun 2002

b a b 11

PROSPEK EKONOMI DAN ARAH KEBIJAKAN TAHUN 2002

P

rospek ekonomi tahun 2002 diperkirakan masih

Dari sisi penawaran, hampir seluruh sektor

menghadapi tantangan yang cukup berat. Adanya

ekonomi diprakirakan akan memberikan kontribusi

ancaman resesi ekonomi global dan berbagai per-

positif terhadap pertumbuhan ekonomi di tahun

masalahan struktural di dalam negeri menyebabkan

2002. Sejalan dengan masih dominannya peran

sumber-sumber pertumbuhan ekonomi menjadi

konsumsi sebagai mesin utama pertumbuhan, maka

terbatas. Dengan asumsi kondisi sosial politik

sumbangan terbesar diperkirakan akan berasal dari

semakin membaik, tekanan nilai tukar semakin

sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan,

berkurang dan restrukturisasi ekonomi berjalan lebih

khususnya perdagangan ritel. Sementara itu, sektor

baik, pertumbuhan ekonomi tahun 2002 diprakirakan

pertanian diperkirakan belum membaik akibat

akan mencapai kisaran 3,5%–4,0%.

kemungkinan datangnya badai El Nino. Kondisi ini

Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi

juga dipengaruhi oeh permasalahan yang ada di sisi

masih akan lebih banyak bertumpu pada pertumbuhan

produksi dan distribusi pupuk. Komoditas per-

domestik terutama konsumsi swasta. Sementara itu,

kebunan yang berorientasi ekspor diperkirakan

kegiatan ekspor dan investasi masih belum begitu

masih akan mendapat tekanan yang cukup berat

menggembirakan. Prakiraan ini didasari oleh kondisi

seiring dengan kondisi permintaan dunia yang belum

ekonomi dunia yang belum akan pulih dalam waktu

pulih. Sektor pertambangan diperkirakan tumbuh

dekat sehingga masih belum memberikan iklim yang

positif namun masih relatif rendah terutama akibat

kondusif bagi ekspor serta menjadi salah satu kendala

masih tingginya gangguan keamanan pada sektor

masuknya arus modal luar negeri untuk mendorong

ini serta masih lemahnya permintaan luar negeri

investasi swasta. Dari sisi fiskal, pengeluaran

terhadap beberapa komoditas tambang. Sektor

pemerintah diprakirakan tumbuh melambat sehingga

lainnya seperti bangunan diprakirakan akan bangkit

belum mampu memberikan stimulus terhadap

sejalan dengan akan direalisasikannya beberapa

perekonomian secara berarti. Selanjutnya, mengingat

proyek besar seperti Jakarta Outer Ring Road

permintaan domestik diharapkan dapat menjadi motor

(JORR) dan mulai maraknya penyediaan perumahan

pertumbuhan ekonomi, upaya yang lebih serius untuk

seiring dengan meningkatnya kredit untuk pe-

mempercepat penyelesaian berbagai permasalahan

rumahan.

mendasar dan faktor risiko dalam negeri menjadi

Sementara itu, nilai tukar rupiah diprakirakan

tantangan yang sangat penting untuk diselesaikan agar

dapat kembali menguat meskipun masih terdapat

momentum pemulihan ekonomi nasional yang ber-

potensi tekanan depresiasi. Di samping faktor

kesinambungan dapat dipertahankan.

struktural ekonomi, perkembangan nilai tukar di tahun

207

Prospek Ekonomi dan Arah Kebijakan Tahun 2002

2002 akan sangat dipengaruhi oleh sentimen pelaku

jangka panjang dapat dicapai pertumbuhan ekonomi

pasar terhadap beberapa perkembangan ekonomi

yang berkesinambungan. Secara operasional, Bank

politik seperti masalah kesinambungan fiskal dan

Indonesia akan mengoptimalkan instrumen-instrumen

beberapa peristiwa politik menjelang sidang tahunan

moneter terutama melalui operasi pasar terbuka

MPR. Nilai tukar rupiah diprakirakan secara rata-rata

(OPT) dan sterilisasi valas guna mengurangi tekanan

akan berada pada kisaran Rp9.500/$–Rp10.500/$.

terhadap inflasi dan nilai tukar rupiah. Di samping itu,

Penguatan nilai rupiah secara signifikan diharapkan

upaya untuk memulihkan fungsi intermediasi per-

dapat terjadi pada pertengahan tahun sejalan dengan

bankan akan terus dilakukan antara lain dengan lebih

terus membaiknya risiko politik, keuangan, dan eko-

mendorong perbankan agar menyalurkan kredit ke

nomi. Prakiraan tersebut juga didukung oleh mem-

sektor-sektor ekonomi yang telah siap dan memiliki

baiknya kinerja neraca pembayaran yang terutama

risiko relatif lebih rendah.

disebabkan oleh membaiknya lalu lintas modal.

Selanjutnya, mengingat konsumsi masih

Proyeksi ini akan lebih optimis apabila dalam waktu

akan merupakan motor utama pertumbuhan ekonomi

dekat terdapat kemajuan dalam pelaksanaan

di tahun mendatang maka diperlukan berbagai

program-program ekonomi pemerintah sehingga

kebijakan untuk mengatasi berbagai kendala pembia-

dapat memperbaiki persepsi pelaku pasar, termasuk

yaan dan distribusi di sisi penawaran agar kenaikan

adanya kemajuan yang signifikan dalam penjualan

konsumsi tidak menimbulkan dampak kenaikan harga

aset oleh BPPN dan privatisasi BUMN.

yang berlebihan. Di samping itu, dengan banyaknya

Tekanan laju inflasi pada tahun 2002 dipra-

faktor-faktor nonmoneter yang mempengaruhi inflasi,

kirakan akan masih tinggi yang bersumber dari

koordinasi dengan berbagai pihak khususnya peme-

tingginya ekspektasi inflasi, meningkatnya per-

rintah mutlak diperlukan untuk meminimalkan dampak

mintaan yang kurang diimbangi oleh peningkatan

tekanan inflasi yang berasal dari kebijakan peme-

penawaran serta dampak kebijakan pemerintah di

rintah, penurunan pasokan dan terganggunya distri-

bidang harga dan pendapatan. Intensitas tekanan

busi barang dan jasa.

inflasi diprakirakan akan semakin bertambah apabila

Optimisme terhadap beberapa indikator yang

pengaruh El Nino mengakibatkan terjadinya gang-

dijadikan asumsi dasar dalam menyusun proyeksi di

guan produksi dan distribusi pangan yang sangat

atas masih dihadapkan pada berbagai tantangan dan

signifikan. Memperhatikan berbagai faktor di atas,

risiko ketidakpastian. Walaupun faktor tersebut telah

sasaran inflasi IHK di tahun 2002 ditetapkan pada

diidentifikasi pada tahun sebelumnya, upaya pe-

kisaran 9%–10%.

nanganannya masih belum menunjukkan kemajuan

Untuk mencapai sasaran inflasi yang cukup

yang berarti sehingga dapat meningkatkan ekspektasi

realistis tersebut, kebijakan moneter akan dilakukan

negatif masyarakat terhadap proses pemulihan

secara berhati-hati dan terukur agar kestabilan harga

ekonomi. Untuk itu, percepatan penanganan berbagai

tetap terjaga untuk mendukung proses pemulihan

masalah tersebut harus dilakukan agar dapat me-

ekonomi yang sedang berjalan, sehingga dalam

ngembalikan kepercayaan masyarakat.

208

Prospek Ekonomi dan Arah Kebijakan Tahun 2002

TANTANGAN KE DEPAN

sendiri (self-financing). Selanjutnya, terbatasnya

Memperhatikan proses penanganan ber-

sumber pembiayaan dari sektor perbankan terkait

bagai permasalahan mendasar dan faktor risiko di

erat dengan keengganan bank untuk mena-

tahun 2001 yang tidak secepat dari yang diperkira-

namkan kelebihan likuiditasnya ke dalam bentuk

kan, tantangan yang dihadapi dalam upaya pengen-

kredit. Hal ini dikuatirkan akan menjadi sarana

dalian moneter di tahun 2002 cenderung akan

berspekulasi yang pada gilirannya dapat memberi

semakin berat. Upaya mengatasi berbagai faktor

tekanan terhadap nilai tukar dan inflasi.

risiko dan ketidakpastian tersebut akan menjadi kunci



Ketiga, beban keuangan pemerintah yang berat.

keberhasilan untuk menjamin prospek pemulihan

Beban pembayaran utang pemerintah dan penge-

ekonomi yang lebih baik pada tahun-tahun menda-

luaran subsidi yang relatif masih tinggi meng-

tang. Berbagai faktor risiko dan ketidakpastian

akibatkan upaya memberikan stimulus pertum-

tersebut mencakup :

buhan ekonomi menjadi terbatas. Dengan posisi



Pertama, akselerasi penyelesaian restukturisasi

utang luar negeri yang relatif besar, upaya untuk

utang perusahaan- baik utang luar negeri

mengurangi beban anggaran pemerintah akan

maupun utang kepada perbankan dalam negeri-

sangat tergantung pada keberhasilan negosiasi

relatif berjalan lambat. Kondisi ini telah menye-

Paris Club III.

babkan peningkatan kegiatan ekonomi dan

Keempat, relatif masih tingginya ketidakpastian

penyaluran kredit perbankan tidak dapat berjalan

hukum. Kondisi ini selain memicu timbulnya

lebih cepat, karena sebagian besar perusahaan

persepsi negatif investor luar negeri juga memper-

yang masih dalam proses restrukturisasi tersebut

sulit upaya perbaikan country risk Indonesia se-

merupakan komponen terbesar dari per-

hingga membawa dampak yang kurang mengun-

ekonomian nasional. Masih tingginya utang luar

tungkan bagi upaya restrukturisasi utang luar

negeri yang belum direstrukturisasi juga mencer-

negeri serta mengurangi minat investor asing

minkan potensi terjadinya tekanan depresiasi

untuk melakukan investasi di Indonesia.

nilai tukar apabila permintaan valuta asing (valas)







Kelima, munculnya berbagai peraturan baru yang

untuk pembayaran utang luar negeri tidak

terkait dengan pelaksanaan otonomi daerah

terpenuhi oleh pasar.

sehingga menyebabkan kurang kondusifnya iklim

Kedua, proses intermediasi perbankan yang

investasi di daerah. Di samping itu, pemanfaatan

belum sepenuhnya berjalan normal. Ekspansi

Dana Alokasi Umum (DAU) secara tidak efisien

kredit perbankan masih terbatas sejalan dengan

menyebabkan stimulus ekonomi dari sektor

masih tingginya risiko usaha di sektor riil dan

pemerintah menjadi semakin terbatas.

masih berlangsungnya konsolidasi internal di



Keenam, di sisi eksternal, meskipun diperkirakan

sektor perbankan. Kondisi ini sangat membatasi

akan mulai membaik pada semester kedua,

sumber pembiayaan kegiatan ekonomi, sehingga

secara keseluruhan perekonomian dunia masih

kegiatan ekonomi lebih banyak dibiayai oleh dana

akan mengalami resesi pada tahun 2002. Kondisi

209

Prospek Ekonomi dan Arah Kebijakan Tahun 2002

ini akan sangat berpengaruh terhadap kinerja sektor eksternal ekonomi Indonesia. Di samping itu, pemberlakuan Asean Free Trade Area (AFTA)

Tabel 11.1 Pertumbuhan Ekonomi Di Berbagai Kawasan Dunia Rincian

20022)

2000*

2001**

Pertumbuhan Ekonomi Dunia Negara Industri Amerika Serikat Jepang Uni Eropa Negara Industri Baru Asia

4,7 3,9 4,1 2,2 3,4 8,2

2,4 1,1 1,0 –0,4 1,7 0,4

2,4 0,8 0,7 –1,0 1,3 2,0

Negara Berkembang Afrika Asia China ASEAN - 41) Amerika Latin Negara Transisi

5,8 2,8 6,8 8,0 5,0 4,1 6,3

4,0 3,5 5,6 7,3 2,3 1,0 4,9

4,4 3,5 5,6 6,8 2,9 1,7 3,6

sejak awal tahun 2002, di satu sisi dapat membuka peluang ekspor, namun di sisi lain akan mendorong masuknya pesaing luar negeri yang dapat mengancam kinerja produsen dalam negeri.

PROSPEK EKONOMI GLOBAL Pertumbuhan Ekonomi dan Perdagangan Dunia Perlambatan ekonomi global yang terjadi di tahun 2001 diprakirakan masih akan berlanjut di tahun 2002. Perlambatan ini tidak terlepas dari

Sumber : IMF, World Economic Outlook, Desember 2001 1) Terdiri dari Indonesia, Malaysia, Filipina dan Thailand 2) Angka Proyeksi

kebijakan moneter ketat yang diterapkan oleh mayoritas negara maju dalam dua tahun terakhir untuk

Pertumbuhan ekonomi negara-negara maju

meredam tekanan permintaan domestik yang

secara umum diprakirakan masih akan melambat.

dianggap terlalu tinggi. Namun demikian, kebijakan

Perekonomian Amerika Serikat yang menjadi lokomotif

tersebut ternyata menimbulkan dampak kontraksi

ekonomi global akan mengalami perlambatan dan

yang lebih besar dan lebih cepat dari prakiraan.

hanya akan tumbuh sebesar 0,7% di tahun 2002.

Sementara itu, tragedi WTC telah menimbulkan

Perekonomian Uni Eropa hanya akan tumbuh sebesar

kekhawatiran terjadinya kontraksi pertumbuhan

1,3% di tahun 2002 yang utamanya disebabkan oleh

ekonomi yang lebih besar sehingga memicu mayo-

melemahnya permintaan domestik di Jerman.

ritas negara maju untuk melakukan ekspansi moneter

Sementara itu, perekonomian Jepang yang telah

dan fiskal secara lebih agresif untuk kembali men-

mengalami resesi ekonomi lebih dari satu dasawarsa,

dorong permintaan. Berdasarkan hal tersebut, IMF

diprakirakan akan semakin memburuk dengan

memperkirakan pertumbuhan

ekonomi dunia

pertumbuhan sebesar –1,0% di tahun 2002. Sedang-

sebesar 2,4% pada tahun 20021 dimana pemulihan

kan pertumbuhan ekonomi negara industri baru di Asia

kegiatan ekonomi yang signifikan diharapkan akan

seperti Korea Selatan, Singapura, Hong Kong, dan

terjadi pada semester II tahun 2002. Sejalan dengan

Taiwan diprakirakan akan tumbuh masing-masing

itu, pertumbuhan volume perdagangan dunia diper-

sebesar 3,2%, 1,2%, 1,0% dan 0,7%.

kirakan juga akan sedikit meningkat dari 1,3% di tahun 2001 menjadi 2,5% di tahun 2002.

Meskipun kondisi perekonomian global masih diliputi oleh ketidakpastian dan risiko yang tinggi namun peluang terjadinya proses pemulihan ekonomi

1

IMF, World Economic Outlook, Desember 2001

210

yang lebih cepat diprakirakan masih terbuka. Selain

Prospek Ekonomi dan Arah Kebijakan Tahun 2002

didorong oleh adanya dukungan kebijakan moneter dan fiskal yang lebih longgar, proses membaiknya

Tabel 11.2 Perkembangan Inflasi dan Suku Bunga Internasional

kepercayaan konsumen yang berlangsung lebih cepat diprakirakan akan mampu mempercepat terjadinya

Rincian

2000

2001

2002

Tingkat Inflasi

pemulihan ekonomi global. Di samping itu, relatif

Negara Industri

2,3

2,3

1,3

masih rendahnya harga minyak dan membaiknya

Negara Berkembang

5,9

6,0

5,3

Negara Transisi

20,1

16,0

11,0

Amerika Serikat

6,6

3,8

2,8

Jepang

0,3

0,2

0,1

Uni Eropa

4,6

4,1

2,9

kondisi pasar teknologi informasi juga akan mampu mendorong produktivitas serta mempercepat pemulihan kapasitas produksi. Prospek ekonomi di negara berkembang, kecuali beberapa negara tertentu seperti Cina dan

Suku Bunga Jangka Pendek

Sumber : IMF, World Economic Outlook, Desember 2001

India, secara umum masih akan cenderung kurang menggembirakan. Pertumbuhan ekonomi di Ame-

Sementara itu, suku bunga jangka panjang akan relatif

rika Latin ditengarai akan mengalami penurunan

lebih tinggi seiring dengan ekspektasi membaiknya

yang paling buruk yang utamanya dipengaruhi oleh

kondisi perekonomian dunia.

terjadinya krisis keuangan dan kondisi politik yang tidak menentu di Argentina dan krisis energi di Brasil.

Prospek Harga Komoditas Pasar Internasional Secara umum, harga pasar komoditas inter-

Inflasi dan Sukubunga Internasional

nasional di tahun 2002 cenderung masih rendah.

Dengan melemahnya permintaan dunia serta

Selain disebabkan oleh lemahnya permintaan, sulit-

kecenderungan menurunnya harga minyak di pasar

nya mendongkrak harga komoditas juga disebab-

internasional, inflasi dunia diprakirakan akan semakin

kan oleh tingginya tingkat produksi di tahun sebe-

menurun di tahun 2002. Kecenderungan menurunnya

lumnya sehingga terjadi penumpukan persediaan

inflasi terutama akan dialami oleh mayoritas negara

barang yang cukup besar. Terkait dengan hal ter-

maju. Sementara itu inflasi di negara-negara ber-

sebut, tingkat harga beberapa komoditas ekspor

kembang akan banyak dipengaruhi oleh perkem-

Indonesia seperti komoditas tambang dan pertanian

bangan di sektor eksternalnya. Terkait dengan hal

diprakirakan masih akan menghadapi tekanan yang

tersebut inflasi di negara maju akan mencapai 1,3%.

cukup berat. Di samping itu, kondisi permintaan

Sementara itu inflasi di negara-negara berkembang

yang lemah dapat memicu terjadinya persaingan

akan mencapai 5,3%.

harga yang semakin tajam sehingga merugikan

Untuk menangkal berlanjutnya penurunan

negara eksportir. Dengan demikian, untuk mengu-

permintaan agregat, kebijakan moneter di negara-

rangi pengaruh tekanan harga bagi Indonesia,

negara maju diprakirakan masih akan cenderung

perluasan dan diversifikasi pasar penting dilakukan

longgar sehingga perkembangan suku bunga pasar

meskipun secara teknis ketergantungan terhadap

jangka pendek akan cenderung masih rendah.

pasar tradisional seperti Amerika Serikat dan

211

Prospek Ekonomi dan Arah Kebijakan Tahun 2002

Jepang relatif masih akan sulit diatasi dalam jangka

kan pengurangan kuota produksi minyak sebesar 1,5

pendek.

juta barel per hari sejak 1 Januari 2002. Meskipun

Relatif lemahnya pertumbuhan ekonomi

demikian, agar kebijakan tersebut dapat berjalan

negara maju juga akan mendorong turunnya harga

efektif, pengurangan jumlah kuota produksi OPEC

minyak sehingga cenderung bergerak dalam batas

perlu diimbangi pula dengan kebijakan serupa oleh

bawah kisaran harga yang disepakati oleh anggota

negara penghasil minyak non OPEC seperti Rusia,

OPEC, yaitu $22/barel. Hal ini antara lain disebabkan

Norwegia, Oman dan Mexico. Terkait dengan kebi-

oleh kebutuhan musim dingin yang relatif normal serta

jakan OPEC tersebut, kuota produksi minyak

relatif tingginya persediaan minyak Amerika Serikat

Indonesia diperkirakan akan berkurang sekitar 77 ribu

akibat adanya kelebihan pasok pasar minyak

barel per hari.

internasional di tahun 2001. Untuk mendorong stabilitas harga minyak

PROSPEK EKONOMI INDONESIA

agar kembali pada kisaran harga $22 – $28 per barel,

Pertumbuhan ekonomi tahun 2002 dipra-

negara anggota OPEC telah sepakat untuk melaku-

kirakan masih akan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan tahun sebelumnya. Hal ini

Indeks

antara lain ditunjukkan oleh pergerakan Leading

Harga Internasional Komoditi Pertambangan

Indikator Ekonomi (LIE) (Grafik 11.2) yang masih

400 Nikel (aksis kanan)

Timah (aksis kanan)

350

Tembaga Aluminium

menunjukkan kecenderungan yang meningkat.

Timbal

300

Tingginya pertumbuhan ekonomi juga didukung oleh

250 200

hasil survei yang menunjukkan adanya peningkatan

150

tingkat hunian(occupancy rate) kantor.

100

Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi

50

diprakirakan masih akan bersumber dari mening-

0 1/5 1/19 2/2 2/16 3/2 3/16 3/30 4/13 4/27 5/11 5/25 6/8 6/22 7/6 7/20 8/3 8/17 8/31 9/14 9/2810/1210/26 11/911/2312/712/21

2001 Persen

Harga Internasional Komoditi Perkebunan 6000 5000

Kokoa Kopi (aksis kanan)

Minyak Sawit Karet (aksis kanan)

Kayu

100

1,4

10,0

1,3

80 70

4000

60

1,3 5,0 1,1 0,0

1,0

40

-5,0

0,9

30

-10,0

50

3000 2000

0,8 PDB (Aksis Kiri)

20

1000

10 0

0 1/5 1/19 2/2 2/16 3/2 3/163/30 4/134/275/11 5/25 6/8 6/22 7/6 7/20 8/3 8/178/319/149/2810/1210/2611/911/2312/712/21

2001

Grafik 11.1 Perkembangan Harga Komoditi Ekspor

212

15,0

90

0,7

Komposit (Aksis Kanan)

-15,0

Trend Komposit (Aksis Kanan)

0,6 0,5

-20,0 9

1996

3

6

1997

9

3

6

1998

9

3

6

1999

9

3

6

9

2000

Grafik 11.2 Leading Indikator Ekonomi

3

6

9

2001

3

2001

Prospek Ekonomi dan Arah Kebijakan Tahun 2002

katnya permintaan domestik terutama untuk kegiatan

ekspor relatif lemah, pertumbuhan impor diprakirakan

konsumsi, sementara permintaan luar negeri dipra-

masih akan cukup tinggi yang terutama didorong oleh

kirakan masih rendah akibat lemahnya permintaan

masih kuatnya permintaan domestik.

dari mayoritas negara yang menjadi pasar tradisional

Relatif tingginya pertumbuhan konsumsi

produk ekspor Indonesia. Dari sisi penawaran,

antara lain didukung oleh hasil survei konsumen

tingginya permintaan dalam negeri tersebut

rumah tangga yang masih menunjukkan kecen-

diprakirakan akan diimbangi oleh peningkatan kinerja

derungan yang optimis didorong oleh ekspektasi

di sektor industri pengolahan, sektor perdagangan,

membaiknya penghasilan dalam periode 6 – 12 bulan

dan sektor transportasi. Secara keseluruhan ekonomi

mendatang serta ekspektasi membaiknya kondisi

Indonesia tahun 2002 akan tumbuh dalam kisaran

makroekonomi (Grafik 11.3). Dari sisi pembiayaan,

3,5%–4,0%.

kecenderungan meningkatnya penyaluran kredit

Di samping berbagai faktor risiko yang

konsumsi juga masih akan berlanjut sehingga

berasal dari dalam negeri, proyeksi angka per-

pengeluaran konsumsi untuk barang-barang tahan

tumbuhan tersebut pada dasarnya akan sangat

lama juga akan meningkat. Optimisme kenaikan

tergantung pada kecepatan pemulihan kegiatan

konsumsi masyarakat tercermin pula dari perilaku

perdagangan luar negeri serta perkembangan harga

produsen yang banyak melakukan impor bahan baku

komoditas di pasar internasional. Sebagaimana

dan barang modal - di tengah kondisi ekspor yang

diungkapkan sebelumnya, perkembangan harga

menurun - di tiga triwulan pertama tahun 2001.

komoditas ekspor utama Indonesia termasuk minyak

Konsumsi pemerintah masih akan mampu

mentah cenderung masih akan tertekan di pasar

tumbuh meskipun lebih rendah dibandingkan tahun

internasional. Dapat dikemukakan, adanya penuru-

sebelumnya seiring dengan

nan harga minyak sebesar $2/barel secara agregat

pengeluaran rutin pemerintah. Dilihat dari alokasinya,

diprakirakan dapat menyebabkan turunnya pertum-

keterbatasan pemerintah untuk mendorong

menurunnya

buhan ekonomi kurang lebih sebesar 0,23%.

Prospek Permintaan

Tabel 11.4 Pertumbuhan PDB Menurut Pengeluaran

Dari sisi permintaan, kegiatan ekonomi di

Jenis

Persen

tahun 2002 masih akan disumbang oleh pertumbuhan permintaan domestik. Konsumsi yang telah mencatat pertumbuhan yang signifikan di tahun 2001 di-

20021)

2001**

Total Konsumsi

6,2

4,3 - 4,8

Konsumsi Swasta

5,9

4,3 - 4,8

Konsumsi Pemerintah

8,2

4,8 - 5,3

prakirakan masih akan mampu tumbuh positif di tahun

Total Investasi

4,0

6,0 - 6,5

2002. Pertumbuhan investasi diperkirakan akan

Ekspor Barang dan Jasa

1,9

2,3 - 2,8

Impor Barang dan Jasa

8,1

8,3 - 8,8

PDB Riil

3,3

3,5 - 4,0

meningkat, sedangkan pertumbuhan ekspor diprakirakan masih akan terbatas sejalan dengan masih

1) Angka Proyeksi Bank Indonesia

lemahnya permintaan eksternal. Meskipun kegiatan

213

Prospek Ekonomi dan Arah Kebijakan Tahun 2002

buhan investasi di tahun mendatang diprakirakan

Persen

akan lebih banyak dilakukan oleh perusahaan yang

180 160

Kondisi Ekonomi

140

Kondisi Keuangan

telah lama mapan di Indonesia. Sementara

120 100

dari

sisi

pembiayaan,

pertumbuhan investasi diharapkan dapat didukung

80 60

oleh peningkatan kegiatan intermediasi perbankan

40

domestik, di samping pembiayaan dari supplier dan

20

sumber internal perusahaan. Selain itu, dengan

0 Apr.

Mei

Jun.

Jul.

Ags.

Sep.

Okt.

Nov.

Des.

2001

Grafik 11.3 Survei Ekspektasi Konsumen

adanya kesungguhan pemerintah untuk memacu investasi termasuk diantaranya rencana pendirian lembaga penyedia dana investasi serta rencana peningkatan penyaluran kredit untuk usaha kecil dan

pertumbuhan konsumsi disebabkan oleh relatif masih

menengah (UKM), diharapkan peluang untuk

tingginya alokasi pengeluaran beban pembayaran

memacu kegiatan investasi swasta akan semakin

bunga utang pemerintah dan subsidi yang di-

terbuka. Di samping kondisi fundamental ekonomi

anggarkan dalam APBN 2002. Meskipun demikian,

yang lebih kondusif, membaiknya kondisi sosial politik

pangsa pengeluaran APBN 2002 untuk Dana Alokasi

diharapkan dapat lebih mendorong optimisme

Umum yang mencapai lebih dari 20% dari total belanja

pengusaha untuk tidak lagi menunda realisasi

pemerintah diharapkan mampu mendorong konsumsi

investasinya di Indonesia.

terutama pada lapisan masyarakat di daerah.

Pertumbuhan investasi pemerintah

Kegiatan investasi diprakirakan masih akan

diprakirakan akan masih terbatas bahkan sedikit lebih

tumbuh positif di tahun mendatang. Di satu sisi,

rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Relatif

kecenderungan pasar internasional saat ini yang

rendahnya pertumbuhan investasi pemerintah

semakin cenderung berhati-hati kemungkinan masih

terutama disebabkan oleh terbatasnya sumber

akan berlanjut hingga mempersulit upaya untuk

pembiayaan pemerintah khususnya pinjaman program

menarik masuk investor luar negeri. Namun dari sisi

dan pinjaman proyek. Dari sisi APBN, keterbatasan

yang lain, berbagai data mikro masih memperlihatkan

mobilisasi pembiayaan tersebut tercermin dari rencana

adanya minat investasi yang cukup tinggi. Tingginya

defisit APBN 2002 yang menurun dari 3,7% PDB di

minat investasi juga didukung oleh hasil survei

tahun 2001 menjadi 2,5% PDB di tahun 2002. Secara

kegiatan usaha yang masih menunjukkan kecen-

nominal, total pengeluaran pemerintah untuk

derungan yang positif. Beberapa perusahaan besar

pengeluaran investasi diprakirakan akan mencapai

di sektor pertambangan dan industri pengolahan

Rp77,7 triliun dimana sebesar 32,6% dari jumlah

bahkan telah merencanakan ekspansi yang cukup

tersebut dialokasikan kepada pemerintah daerah.

tinggi di tahun 2002. Dengan kecenderungan

Dari sisi eksternal, pertumbuhan ekspor

persetujuan PMA dan PMDN yang menurun, pertum-

diprakirakan akan meningkat meskipun relatif rendah

214

Prospek Ekonomi dan Arah Kebijakan Tahun 2002

akibat kondisi perekonomian dunia yang diprakirakan

persepsi negatif mengenai situasi keamanan di

baru akan pulih pada paro kedua tahun 2002. Pertum-

Indonesia diprakirakan juga masih ada.

buhan ekspor diprakirakan akan lebih banyak

Sementara itu, pertumbuhan impor

didorong oleh peningkatan ekspor nonmigas meski-

diprakirakan masih cukup tinggi yang terutama di-

pun beberapa komoditas diprakirakan masih akan

sebabkan oleh masih tingginya konsumsi masyarakat

mendapat tekanan yang cukup berat. Sementara itu,

serta sedikit meningkatnya pertumbuhan ekspor. Di

ekspor migas diprakirakan akan mengalami

samping permintaan domestik yang cukup tinggi,

pertumbuhan negatif akibat harga minyak yang masih

harga komoditas dunia cenderung masih rendah serta

cenderung rendah serta diturunkannya kuota produksi

nilai tukar yang relatif menguat diprakirakan akan

minyak Indonesia. Beberapa komoditas ekspor

memberikan kontribusi positif bagi pertumbuhan

nonmigas yang diprakirakan akan terkena dampak

impor. Faktor lain yang mendorong pertumbuhan

melemahnya perekonomian negara maju antara lain

impor ditengarai oleh terbatasnya kapasitas produksi

adalah produk pipa baja (70% pasar ekspor pipa baja

beberapa komoditas pertanian baik akibat adanya

ke Amerika Serikat), tekstil (26% pasar tekstil ke

penurunan produktivitas maupun terjadinya gang-

Amerika Serikat) serta produk kerajinan dan furniture

guan alam. Meskipun demikian, beberapa kebijakan

untuk pasar Eropa (Jerman dan Denmark). Gambaran

pemerintah yang bertujuan untuk mengurangi

pertumbuhan ekspor yang relatif kurang meng-

tingginya ketergantungan terhadap barang impor baik

gembirakan tersebut didukung oleh data-data awal

melalui kebijakan untuk merangsang peningkatan

dari berbagai asosiasi yang menunjukkan berkurang-

produksi dalam negeri maupun dengan kebijakan

nya permintaan dari negara-negara yang secara

proteksi perdagangan akan sedikit banyak meredam

tradisional menjadi tujuan pasar ekspor.

serbuan barang impor dalam tahun mendatang.

Di samping faktor permintaan dunia, rendahnya pertumbuhan ekspor juga dipengaruhi oleh

Prospek Penawaran

harga komoditas di pasar internasional yang secara

Secara sektoral, pertumbuhan ekonomi yang

umum belum akan mencatat peningkatan berarti.

moderat di tahun 2002 akan disumbang oleh hampir

Tingkat harga yang relatif rendah diprakirakan masih

seluruh sektor ekonomi dengan sumbangan terbesar

akan dialami oleh beberapa komoditas andalan

masih berasal dari sektor industri pengolahan dan

seperti komoditas pertanian dan komoditas tambang

sektor perdagangan.

termasuk minyak mentah. Faktor lain yang

Kinerja sektor pertanian pada tahun 2002

mempengaruhi ekspor adalah tendensi meningkatnya

diperkirakan belum membaik, terutama pada tanaman

persaingan eksportir di pasar internasional akibat

pangan. Hal ini disebabkan oleh adanya kemungkinan

menciutnya permintaan global, sehingga mempenga-

datangnya badai El Nino, permasalahan distribusi

ruhi kemampuan daya saing produk ekspor Indonesia.

pupuk ke petani sehubungan dengan dibebaskannya

Selain itu, faktor kekhawatiran pihak luar negeri me-

produsen mengekspor pupuk ke luar negeri, dan

ngenai kesinambungan pasokan ekspor akibat

terbatasnya pembiayaan kepada petani. Pemenuhan

215

Prospek Ekonomi dan Arah Kebijakan Tahun 2002

Namun di sisi lain, produksi 4 komoditas Tabel 11.4 Pertumbuhan PDB Menurut Lapangan Usaha

Sektor

20021)

2001**

0,6 -0,6 4,3 8,4 4,0 5,1 7,5 3,0 2,0 3,3

aneka tanaman, dan tanaman hias, di tahun 2002 diprakirakan meningkat 17%, yakni dari 16,1 juta ton

Persen Pertanian Pertambangan Industri Pengolahan Listrik Bangunan Perdagangan Angkutan Keuangan Jasa Total

holtikultura unggulan, yaitu buah-buahan, sayuran,

-0,2 – 0,3 0,7 – 1,2 5,0 – 5,5 9,4 – 9,9 3,9 – 4,4 5,3 – 5,8 6,5 – 7,0 3,3 – 3,8 1,5 – 2,0 3,5 – 4,0

1) Angka Proyeksi Bank Indonesia

menjadi 18,9 juta ton. Selain itu, produksi ternak dan hasil ternak diprakirakan juga meningkat sehingga memberikan sumbangan positif terhadap kinerja sektor pertanian seperti halnya pada tahun 2001. Sektor pertambangan diprakirakan akan tumbuh positif, meskipun masih relatif rendah. Faktor keamanan dan ketidakpastian hukum, terutama pada aktivitas penambangan liar, masih menjadi masalah pada sektor ini. Selain itu, permintaan ekspor barang

kebutuhan pupuk dalam negeri diperkirakan masih

tambang, seperti timah, tembaga, nickel, aluminium,

kurang mengingat belum optimalnya produksi pupuk

dan batu bara, diperkirakan akan mengalami penu-

di Aceh akibat masih tersendatnya pasokan gas dari

runan. Namun demikian, investasi di bidang pertam-

Exxon. Produksi tahun 2002 diperkirakan mengalami

bangan diantaranya oleh British Petroleum, Exxon

penurunan sebesar 1,89% akibat turunnya luas

Mobil, Unocal, dan Gulf untuk eksplorasi minyak dan

panen.2

gas di wilayah Jawa Tengah dan Papua diperkirakan Sementara itu, sebagai dampak menurun-

masih tetap berlangsung.

nya permintaan luar negeri, ekspor produk pertanian,

Sektor industri pengolahan diprakirakan

seperti kayu, karet, kopi, dan teh, diperkirakan masih

masih menjadi motor penggerak ekonomi yang

melemah. Penurunan produksi yang cukup besar

terutama didorong oleh tingginya permintaan do-

diprakirakan akan dialami komoditas kopi yang

mestik. Hal ini dapat dilihat dari prakiraan mening-

menurun sekitar 20%–25%. Penurunan tersebut

katnya utilisasi industri. Diantara industri-industri

diperkirakan akibat kurangnya pemeliharaan kebun

manufaktur yang berencana untuk menambah jumlah

kopi rakyat -khususnya dalam pemupukan- akibat

produksinya atau meningkatkan tingkat utilisasinya

rendahnya pendapatan petani dari hasil penjualan

di tahun 2002 adalah industri perakitan sepeda motor,

biji kopi yang harganya turun. Sementara itu,

industri elektronika, industri minuman, industri ban,

subsektor kehutanan diprakirakan belum menunjuk-

industri semen, industri farmasi, industri pakan ternak,

kan kinerjanya yang berarti karena adanya kerusak-

dan industri plastik. Selain itu, beberapa industri

an hutan yang cukup parah serta maraknya penja-

bahkan berencana untuk melakukan ekspansi,

rahan, pencurian, dan penyelundupan kayu.

diantaranya adalah industri lampu, industri percetakan, dan industri kemasan. Sementara itu, sebagai

2

Angka Ramalan I BPS bulan Februari 2002

216

dampak dari lesunya perekonomian Amerika Serikat

Prospek Ekonomi dan Arah Kebijakan Tahun 2002

dan Uni Eropa (global recession), beberapa industri

naik rata-rata 4,7% hingga 9,4%. Maraknya bisnis

unggulan ekspor seperti industri TPT (Tekstil dan

properti ini ditunjang oleh trend yang meningkat pada

Produk Tekstil) dan industri alas kaki diperkirakan

penjualan semen dan prakiraan meningkatnya kredit

mengalami penurunan produksi paling tidak hingga

di sektor properti sebesar 15,6% dibandingkan

awal semester kedua tahun 2002.

dengan tahun 2001.

Sektor listrik diprakirakan masih akan

Sektor perdagangan diprakirakan akan

tumbuh tinggi. Meskipun kapasitas dan produksi listrik

tumbuh cukup tinggi. Pasar ritel daerah Bogor -

oleh PLN di Jawa-Bali tahun 2002 diprakirakan tidak

Tangerang-Bekasi diperkirakan akan mulai bergairah

mengalami peningkatan yang berarti, namun kapa-

di tahun 2002, sedangkan pasar ritel Jakarta sudah

sitas IPP (Independent Power Producer) mengalami

mulai bergerak tahun 2001. Pertumbuhan penjualan

peningkatan. Peningkatan kapasitas tersebut sebagai

ritel untuk tahun 2002 diperkirakan sebesar 15%. Hal

upaya untuk merespon tingginya permintaan yang

ini antara lain didukung oleh adanya rencana penam-

tercermin dari meningkatnya trend penjualan listrik.

bahan beberapa gerai baru minimarket Indomaret di

Tingginya rata-rata pertumbuhan penjualan listrik dari

Surabaya, rencana perluasan Rimo di Balikpapan,

tahun 1995 sampai dengan tahun 2000 sebesar 9,3%

Riau, dan Pontianak, serta rencana penambahan

mengindikasikan kebutuhan akan listrik selalu

beberapa gerai baru Ramayana di daerah tingkat satu

meningkat dan tinggi. Penjualan tenaga listrik sistem

dan tingkat dua di luar pulau Jawa. Tingginya pen-

Jawa Bali oleh PLN pada tahun 2002 diperkirakan

jualan ritel ini menunjukkan bahwa permintaan

akan tumbuh 10,2%.

domestik menjadi penggerak utama pertumbuhan

Sektor bangunan akan mulai bangkit pada

ekonomi. Indikator lainnya adalah penjualan sepeda

tahun 2002. Beberapa proyek besar seperti

motor yang masih menunjukkan trend yang naik dan

penerusan pembuatan Jakarta Outer Ring Route

diperkirakan terus berlanjut di tahun 2002 mendatang.

(JORR) akan direalisasikan. Pengembang (devel-

Sementara itu, trend pertumbuhan kunjungan

oper) perumahan mulai gencar membangun dan

wisatawan mancanegara ke Indonesia di tahun 2002

memasarkan rumahnya sejalan dengan besarnya

diprakirakan akan membaik. Hal ini disebabkan

permintaan tempat tinggal. Subsektor properti ritel dan

meningkatnya wisatawan yang berulang kali mengun-

rumah tinggal menengah ke bawah diperkirakan

jungi Indonesia (repeator tourists) dan adanya ten-

tumbuh, sementara properti perkantoran, apartemen,

densi pengalihan kunjungan wisata dari tujuan semula

kondominium, dan kawasan industri cenderung

ke Amerika dan Eropa menjadi ke Asia. Kunjungan

stagnan. Penjualan rumah baru pada 2002 men-

wisatawan mancanegara tahun 2002 diprakirakan

datang diperkirakan meningkat sebesar 11%

berjumlah 5,3 juta naik dari 5,0 juta di tahun 2001.

dibandingkan tahun lalu sebagai akibat terjadinya

Sektor angkutan menyumbang pertumbuh-

ekspansi kredit pemilikan rumah (KPR) perbankan

an ekonomi terbesar ketiga setelah sektor industri dan

dan mulai pulihnya daya beli masyarakat. Penjualan

sektor perdagangan. Sektor ini diperkirakan akan

tersebut akan meningkat meskipun harga jual rumah

tumbuh relatif tinggi di tahun 2002. Tragedi WTC tidak

217

Prospek Ekonomi dan Arah Kebijakan Tahun 2002

berdampak signifikan terhadap kinerja sektor

memberikan sumbangan positif pada sektor ini

transportasi, terutama pelayaran dalam negeri. Total

terutama pada kegiatan pelayanan kepada publik

volume kargo kapal untuk pelayaran domestik dan

yang meningkat. Sementara itu, kegiatan hiburan dan

internasional diproyeksikan meningkat. Jumlah

rekreasi diperkirakan masih tetap marak. Dalam pada

penumpang kereta api diperkirakan terus mengalami

itu, Pemda DKI Jakarta berencana membangun

peningkatan. Selain itu, jumlah penumpang angkutan

fasilitas pusat wisata belanja dan agribisnis di kawa-

udara domestik pada tahun 2002 diperkirakan naik

san Bandara-Sukarno Hatta yang menjual produk

9,8% menjadi 8,8 juta orang dibanding tahun 2001.

ekspor unggulan, termasuk hasil agrobisnis.

Hal tersebut didorong oleh semakin terjangkaunya tarif penerbangan dalam negeri dan adanya pengalihan pasar ke daerah-daerah potensial sebagai dampak dari otonomi daerah.

PROSPEK NERACA PEMBAYARAN Kinerja neraca pembayaran Indonesia pada tahun 2002 secara keseluruhan relatif membaik

Subsektor penerbangan diprakirakan masih

dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini dapat dilihat

akan mampu tumbuh karena mempunyai captive

terutama dari membaiknya lalu lintas modal. Semen-

market yang besar di pasar domestik terutama

tara itu, transaksi berjalan tetap mencatat surplus

angkutan jamaah haji. Di tahun 2002 diprakirakan

meskipun cenderung menurun bila dibandingkan

tidak ada penambahan investasi untuk moda ang-

dengan tahun 2001.

kutan laut dan udara namun pemanfaatan kapasitas

Menurunnya surplus transaksi berjalan

yang ada diprakirakan akan meningkat. Sementara

terutama disebabkan oleh masih rendahnya pertum-

itu, investasi moda angkutan darat khususnya kereta

buhan ekspor Indonesia sebagai akibat masih

api dan bus diprakirakan masih akan meningkat,

lambatnya pertumbuhan ekonomi negara-negara

termasuk diantaranya rencana pengoperasian KA

yang menjadi tujuan utama ekspor Indonesia seperti

penumpang cepat jalur Yogyakarta-Solo-Semarang

Amerika Serikat, Jepang, dan Uni Eropa. Di samping

yang sedang dirintis oleh pemerintah daerah Jawa

faktor permintaan dunia, pertumbuhan ekspor juga

Tengah dan investor lokal.

dipengaruhi oleh perkembangan harga komoditas

Kinerja sektor keuangan nasional di tahun 2002 diprakirakan akan lebih baik dibandingkan

nonmigas di pasar internasional yang secara umum relatif masih rendah.

tahun 2001. Di subsektor perbankan, berbagai

Namun demikian, tekanan permintaan dan

indikator keuangan diprakirakan akan membaik.

harga tersebut diprakirakan bersifat jangka pendek

Berdasarkan survei perbankan periode triwulan IV-

dan akan berkurang pada pada paro kedua tahun

2001, permintaan kredit baru diprakirakan akan

2002. Terkait dengan hal itu, ekspor nonmigas

meningkat sejalan dengan membaiknya prospek

diprakirakan masih akan mampu tumbuh di tahun

usaha nasabah.

2002. Sementara itu, dengan tercapainya kesepa-

Sektor jasa diprakirakan masih tumbuh

katan pembagian jumlah kuota produksi OPEC yang

positif. Implementasi otonomi daerah ditengarai akan

berlaku sejak Januari 2002, perkembangan harga

218

Prospek Ekonomi dan Arah Kebijakan Tahun 2002

minyak internasional yang pada beberapa bulan

miliar. Surplus transaksi perdagangan tersebut

terakhir tahun 2001 berada jauh di bawah kisaran

terutama disumbang oleh peningkatan ekspor non-

harga OPEC akan sedikit membaik, meskipun

migas sehingga menjadi $48,3 miliar atau meningkat

kenaikan tersebut tidak akan terlalu signifikan.

sebesar 5,5% dibandingkan tahun sebelumnya.

Dengan perkembangan harga minyak yang masih

Sementara itu, nilai ekspor migas diperkirakan sebe-

rendah serta sedikit berkurangnya kuota produksi

sar $11,4 miliar atau mengalami penurunan sebesar

minyak, pertumbuhan ekspor migas masih akan

11,4% dibandingkan tahun lalu. Secara keseluruhan

negatif di tahun 2002. Sementara itu, pertumbuhan

impor tahun 2002 mencapai $39,4 miliar. Impor

impor diprakirakan masih akan cukup tinggi yang

nonmigas akan mencapai $34,0 miliar atau meningkat

antara lain didorong oleh masih kuatnya pertum-

sebesar 8,5% dibandingkan tahun lalu. Sementara

buhan konsumsi serta mulai meningkatnya kegiatan

itu, defisit transaksi jasa-jasa meningkat sebesar $0,6

investasi dan ekspor pada tahun 2002.

miliar menjadi $ 17,3 miliar. Sumber defisit terutama

Secara lebih rinci, transaksi berjalan tahun

berasal dari meningkatnya defisit jasa-jasa angkutan

2002 akan mencatat surplus sebesar $3,1 miliar, lebih

barang yang terkait dengan meningkatnya kegiatan

rendah dari surplus tahun sebelumnya. Transaksi

impor, yakni sebesar $342 juta serta meningkatnya

perdagangan mencatat surplus sebesar $20,3 miliar

defisit net investment income sebesar $738 juta.

dan transaksi jasa-jasa mencatat defisit sebesar $17,3

Sementara itu, sumber penerimaan jasa-jasa terutama akan berasal dari peningkatan kegiatan pariwisata sejalan dengan meningkatnya arus turis asing

Tabel 11.5 Proyeksi Neraca Pembayaran Indonesia Keterangan

2001*

ke Indonesia. Penerimaan devisa dari kegiatan 2002**

Miliar $ A. Transaksi Berjalan 1. Barang a. Ekspor f,o,b, - Nonmigas - Migas b. Impor f,o,b, - Nonmigas - Migas 2. Jasa a. Nonmigas b. Migas B. Lalu Lintas Modal 1. Lalu lintas modal pemerintah (bersih) a. Penerimaan pinjaman b. Pelunasan pinjaman 2. Lalu lintas modal swasta (bersih) a. Penanaman modal langsung (bersih) b. Lainnya (bersih) C. Jumlah (A+B) D. Selisih Perhitungan antara C dan E E. Lalu Lintas Moneter1) 1)

pariwisata akan meningkat sebesar $764 juta. Lalu lintas modal tahun 2002 akan membaik

5,0 21,6 58,7 45,8 12,9 -37,0 -31,4 -5,6 -16,7 -12,4 -4,3

3,1 20,3 59,7 48,3 11,4 -39,4 -34,0 -5,4 -17,3 -14,2 -3,0

yang antara lain tercermin dari defisit yang lebih ren-

-8,9 -0,3 3,3 -3,6 -8,6 -5,9 -2,7 -3,9 2,6 1,4

-2,8 0,9 5,3 -4,4 -3,8 -5,3 1,6 0,3 0 -0,3

pencairan pinjaman luar negeri pemerintah pada

dah dibandingkan tahun lalu. Perkembangan defisit lalu lintas modal turun menjadi $2,8 miliar, yang berasal dari surplus lalu lintas modal pemerintah bersih sebesar $930 juta dan defisit lalu lintas modal swasta bersih sebesar $3,8 miliar. Tertundanya

tahun 2001 yang berkaitan dengan belum terpenuhinya policy matrix, diharapkan akan dapat dicairkan dalam tahun 2002. Selain itu, untuk mengurangi beban pembayaran pokok utang luar negeri, pemerintah akan tetap mengajukan rescheduling dalam

Minus (–) = Surplus, dan sebaliknya

forum Paris Club III.

219

Prospek Ekonomi dan Arah Kebijakan Tahun 2002

Defisit lalu lintas modal swasta akan turun menjadi $3,8 miliar. Lebih rendahnya prakiraan defisit

rawannya proses transformasi demokrasi di dalam negeri.

tersebut terutama disebabkan oleh turunnya prakiraan

Dengan harapan membaiknya kondisi sosial

pembayaran utang luar negeri sektor swasta sejalan

politik, maka kondisi sektor riil, perbankan, dan

dengan semakin rendahnya posisi utang luar negeri

moneter diperkirakan akan lebih kondusif sehingga

swasta dan masih rendahnya pinjaman swasta asing

proses intermediasi perbankan akan berjalan lebih

yang masuk. Selain itu, defisit net portfolio investment

baik. Hal ini dapat mengurangi berlebihnya likuiditas

turun dari $1,4 miliar menjadi $0,2 miliar yang

rupiah disektor keuangan yang berpotensi dapat

terutama disebabkan oleh prakiraan net debt securi-

memberikan tekanan terhadap nilai tukar rupiah.

ties yang mencatat surplus sebesar $162 juta dari

Bertepatan dengan membaiknya kondisi di dalam

defisit $1,2 miliar pada tahun 2001.

negeri tersebut, kondisi ekonomi dunia diperkirakan akan menunjukkan awal pemulihan sejak perte-

PROSPEK NILAI TUKAR

ngahan tahun 2002.

Pada tahun 2002, nilai tukar rupiah di-

Membaiknya kondisi di dalam dan luar negeri

perkirakan akan mencapai rata-rata antara Rp9.500

tersebut pada gilirannya akan memperbaiki kesen-

– Rp10.500 per dolar3 dengan tingkat volatilitas yang

jangan permintaan dan penawaran valas. Besarnya

cenderung lebih rendah dibandingkan tahun sebe-

kebutuhan valas untuk kegiatan impor dan pemba-

lumnya. Proyeksi tersebut akan lebih optimis apabila

yaran utang luar negeri swasta diperkirakan dapat

dalam waktu dekat terdapat beberapa langkah konkrit

diimbangi dengan mulai pulihnya aliran devisa masuk

dalam program restrukturisasi ekonomi yang dapat

yang bersumber dari devisa ekspor dan penanaman

memperbaiki ekspektasi pasar.

modal asing baik dalam bentuk FDI maupun porto-

Kecenderungan penguatan nilai tukar rupiah

folio. Selain itu, dengan kecenderungan membaiknya

diperkirakan dapat terjadi sejak pertengahan tahun

kondisi sosial politik, tekanan permintaan valas yang

2002. Hal ini didasari oleh optimisme bahwa kondisi

bersumber dari kegiatan spekulasi dan penyelamatan

sosial politik yang menunjukkan kecenderungan

asset (flight to quality) dapat lebih diminimalisir.

membaik sejak pertengahan tahun 2001 dapat

Sementara itu, nilai tukar yang lebih stabil akan

membuka jalan sekaligus mempercepat penanga-

memberikan harapan bagi terdapatnya kepastian

nan berbagai program restrukturisasi perekonomian,

dalam penanganan berbagai permasalahan ekonomi

sehingga dapat tercipta kondisi fundamental

sehingga dapat berjalan lebih efektif daripada tahun

ekonomi yang lebih kondusif. Kendati demikian,

sebelumnya. Berbagai program restrukturisasi

kewaspadaan masih tetap diperlukan terhadap ke-

ekonomi seperti restrukturisasi utang dan korporasi

mungkinan meningkatnya kembali ketidakpastian

diperkirakan akan berjalan lebih baik sehingga

kondisi sosial politik tersebut mengingat masih

tekanan permintaan valas untuk kebutuhan pembayaran utang luar negeri diperkirakan akan mulai

3

Diestimasi dengan menggunakan pendekatan model Technical Adjusted Behavioral Equilibrium Exchange Rate (BEER)

220

berkurang. Di samping itu, stabilnya nilai tukar rupiah

Prospek Ekonomi dan Arah Kebijakan Tahun 2002

dapat mengurangi ketidakpastian kondisi fiskal yang

tahun-tahun mendatang. Perkembangan harga

pada gilirannya dapat mendorong terciptanya

komoditas di pasar internasional diprakirakan masih

kestabilan ekonomi makro sekaligus memperbaiki

relatif rendah sehingga perkembangan inflasi dunia

kepercayaan publik.

diprakirakan belum menunjukkan peningkatan yang berarti. Di samping itu, perkembangan nilai tukar

PROSPEK DAN SASARAN INFLASI

tahun 2002 diprakirakan akan sedikit menguat

Prospek Inflasi

mencapai rata-rata antara Rp9.500 – Rp10.500 per Indonesia

dolar terutama berkaitan dengan risiko politik yang

dipengaruhi oleh kondisi makro ekonomi dan

memiliki kecenderungan yang membaik. Walaupun

gangguan (shocks) yang berasal dari perkembangan

demikian, pergerakan nilai tukar masih perlu diwas-

di luar kondisi makro ekonomi. Kondisi makroekonomi

padai mengingat efek pass-through nilai tukar yang

yang dimaksud terutama adalah perkembangan

sangat signifikan terhadap perkembangan laju

permintaan dan penawaran agregat, perkembangan

inflasi.

Perkembangan

inflasi

di

faktor eksternal yang memiliki pengaruh langsung

Faktor fundamental lainnya adalah ekspek-

terhadap inflasi (efek pass-through) dan ekspektasi

tasi masyarakat terhadap perkembangan inflasi

inflasi masyarakat. Sementara itu, faktor di luar kondisi

yang merupakan faktor yang paling dominan dalam

makro ekonomi adalah adanya penerapan kebijakan

menentukan laju inflasi. Faktor ekspektasi inflasi ini

pemerintah di bidang harga dan pendapatan, faktor

ditentukan oleh perkembangan inflasi pada periode

alam dan masalah yang terkait dengan produksi dan

lalu (ekspektasi adaptif) dan perkembangan kondisi

distribusi.

perekonomian terutama variabel-variabel yang me-

Dalam jangka pendek, tekanan inflasi dari

miliki hubungan erat dengan perkembangan inflasi,

sisi permintaan agregat diperkirakan akan meningkat.

yaitu perkembangan nilai tukar dan kebijakan

Namun demikian, tekanan inflasi tersebut

pemerintah di bidang harga dan pendapatan. Untuk

diperkirakan bukan diakibatkan oleh permintaan yang

tahun 2002 inflasi yang diekspektasikan oleh

terlalu tinggi (excess demand) melainkan lebih

masyarakat diperkirakan sedikit menurun diban-

disebabkan oleh pertumbuhan kapasitas produksi

dingkan dengan inflasi tahun 2001. Hal ini didasar-

yang relatif terbatas. Hal ini antara lain tercermin dari

kan pada angka rata-rata prakiraan inflasi dari

pertumbuhan investasi yang rendah sementara

berbagai lembaga penelitian yang sedikit lebih

pertumbuhan konsumsi masyarakat meningkat. Me-

rendah dibandingkan dengan inflasi tahun 2001,

nurunnya produktivitas di sektor pertanian diper-

yaitu sekitar 10%.

kirakan juga akan turut menyumbang kenaikan harga-

Di luar faktor makro ekonomi, faktor gang-

harga bahan makanan karena tidak mampu mengim-

guan yang diperkirakan akan memberikan tekanan

bangi kenaikan permintaan.

yang cukup tinggi terhadap perkembangan laju inflasi

Sementara itu, tekanan inflasi dari sisi

di tahun 2002 adalah adanya penerapan kebijakan

eksternal diprakirakan tidak terlalu signifikan pada

pemerintah di bidang harga yang tekanannya muncul

221

Prospek Ekonomi dan Arah Kebijakan Tahun 2002

Tabel 11.6 Rencana Kebijakan Pemerintah Di Bidang Harga Tahun 2002

Persen 1.4 1.3

Kebijakan Pemerintah

Kenaikan Harga/Tarif (%)

Periode Penerapan

LII + 8 bln

1.2 1.1

TDL Tahap I

6

trw I

TDL Tahap II

6

trw II

TDL Tahap III

6

trw III

TDL Tahap IV

6

trw IV

BBM

22

trw I

Cukai (HJE) Rokok

10

trw I

Tarif Telepon

15

trw I

UMR/UMP

30

trw I

1.0 0.9 0.8 0.7

1

4

7 10

1997

1

4

7

1998

10

1

4

7

1999

10

1

4

7 10

1

2000

4

7

2001

10

1

4

2002

Grafik 11.4 Perkembangan Leading Indikator Inflasi

melalui cost-push inflation. Dampak yang tinggi

tahun 2002. Berdasarkan hal ini, perkembangan

terhadap inflasi terutama bersumber dari kenaikan

inflasi (y-o-y) diperkirakan akan mulai menunjukkan

harga BBM, kenaikan TDL, kenaikan tarif telepon,

penurunan di pertengahan tahun 2002.

prakiraan kenaikan cukai rokok dan rencana kenaikan

Dalam jangka menengah, perkembangan

UMP. Dari berbagai rencana penerapan kebijakan

inflasi akan lebih banyak didominasi perkembangan

pemerintah di bidang harga yang telah teridentifikasi

inflasi yang diekspektasikan oleh masyarakat. Upaya

persentase kenaikannya, dampak inflatoirnya

Bank Indonesia dalam mengendalikan laju inflasi

terhadap perkembangan inflasi IHK diperkirakan

diharapkan akan dapat mengarahkan ekspektasi

mencapai sekitar 2,6%.

masyarakat pada perkembangan inflasi yang menu-

Faktor gangguan lainnya yang memiliki

run pada tahun-tahun mendatang. Sementara itu,

dampak cukup signifikan adalah faktor alam dan

penerapan kebijakan pemerintah di bidang harga dan

masalah distribusi. Gangguan dari faktor alam pada

pendapatan masih akan terus berlangsung dalam

tahun 2002 diperkirakan akan muncul seiring dengan

beberapa tahun mendatang, seiring dengan upaya

prakiraan adanya El-Nino yang akan mengganggu

pemerintah dalam mengurangi defisit anggaran

proses produksi di sektor pertanian. Hal ini akan

melalui pengurangan subsidi dan peningkatan pene-

berdampak pada kenaikan harga-harga kelompok

rimaan pajak. Namun dampak inflasinya diperkirakan

bahan makanan akibat berkurangnya pasokan.

akan semakin menurun terutama berkaitan dengan

Sementara itu, perkembangan Leading

prakiraan penurunan intensitas dari penerapan

Indikator Inflasi (LII) diperkirakan telah menunjukkan

kebijakan ini di tahun-tahun mendatang. Sementara

puncak siklus (peak) di sekitar bulan Oktober tahun

itu, stabilnya perkembangan nilai tukar rupiah dalam

2001. Dengan prakiraan lead time sekitar 8 bulan

jangka menengah diperkirakan tidak memberikan

terhadap siklus inflasi, siklus inflasi diperkirakan akan

dampak inflatoir terhadap perkembangan inflasi

mencapai puncaknya di sekitar semester pertama

dalam jangka menengah.

222

Prospek Ekonomi dan Arah Kebijakan Tahun 2002

Sasaran Inflasi

menghadapi trade off antara laju inflasi dan pertum-

Berdasarkan evaluasi perkembangan pen-

buhan ekonomi, proses disinflasi belum dapat

capaian sasaran inflasi Bank Indonesia dalam dua

dilakukan secara tajam pada 2002. Penetapan

tahun terakhir, pada tahun 2002 Bank Indonesia

sasaran inflasi yang rendah di tahun 2002 akan

melakukan perubahan dalam metode penetapan sa-

membutuhkan reaksi kebijakan moneter yang

saran inflasi. Dalam perubahan ini ini ditetapkan jenis

ekstra ketat sehingga dapat menghambat proses

sasaran inflasi yang lebih dapat diterima oleh

pemulihan ekonomi Indonesia. Dengan demikian

masyarakat serta ditetapkan level dan periode

level sasaran inflasi yang optimal untuk dicapai di

pencapaian sasaran inflasi yang optimal (Boks :

akhir tahun 2002 adalah pada level yang relatif

Penetapan Sasaran Inflasi Bank Indonesia). Untuk

masih berada dalam kisaran prakiraan laju inflasi

itu pada tahun 2002, Bank Indonesia menggunakan

di tahun tersebut, yaitu pada kisaran 9%-10%.

inflasi IHK sebagai jenis inflasi yang dijadikan sasaran

Dalam jangka menengah, Bank Indonesia

untuk dicapai. Di samping itu, selain mengumumkan

dapat melakukan proses disinflasi dengan penetapan

sasaran inflasi jangka pendek yang akan dicapai pada

sasaran inflasi yang menurun secara bertahap.

tahun 2002, Bank Indonesia juga menetapkan

Berdasarkan proses simulasi yang didasarkan pada

sasaran inflasi jangka menengah yang akan dicapai

asumsi menurunnya intensitas kebijakan pemerintah

dalam 5 tahun.

di bidang harga dan tidak terjadinya gejolak nilai tukar

Penggunaan inflasi IHK sebagai jenis inflasi

rupiah, proses disinflasi dapat dilakukan dengan

yang dijadikan sasaran Bank Indonesia perlu dila-

penerapan kebijakan moneter yang berhati-hati.

kukan dalam upaya meningkatkan peran Bank

Melalui kebijakan tersebut, dalam 5 tahun ke depan

Indonesia dalam pembentukan ekspektasi inflasi di

secara bertahap inflasi akan diarahkan pada kisaran

masyarakat. Untuk tujuan ini, maka dari berbagai

6%–7%.

kriteria yang dipertimbangkan dalam pemilihan jenis

Dengan mengupayakan penurunan inflasi

sasaran inflasi, yaitu akseptabilitas, prediktabilitas,

secara bertahap, diharapkan kebijakan moneter yang

dan kontrolabilitas, Bank Indonesia perlu untuk lebih

ekstra ketat dapat dihindarkan sehingga proses

mengutamakan kriteria akseptabilitas. Inflasi IHK

pemulihan ekonomi dapat terus berlangsung. Semen-

merupakan jenis inflasi yang paling memenuhi

tara itu, keberhasilan dalam mencapai sasaran inflasi

kriteria akseptabilitas ini. Karena dari berbagai jenis

secara bertahap akan meningkatkan kredibilitas Bank

indikator inflasi yang dapat dijadikan sasaran oleh

Indonesia sehingga proses disinflasi ke tingkat yang

Bank Indonesia, inflasi IHK merupakan jenis inflasi

rendah dapat dilakukan dengan biaya sosial yang

yang lebih dikenal dan lebih dipahami oleh ma-

minimal.

syarakat. Dengan memperhatikan prospek makro

ARAH KEBIJAKAN

ekonomi dan sumber-sumber tekanan inflasi serta

Dengan memperhatikan prospek ekonomi

adanya keterbatasan kebijakan moneter dalam

dan sasaran inflasi yang ditetapkan serta berbagai

223

Prospek Ekonomi dan Arah Kebijakan Tahun 2002

tantangan yang dihadapi di tahun 2002, Bank Indo-

Di bidang perbankan, prioritas utama

nesia akan berupaya untuk menempuh kebijakan-

kebijakan diarahkan untuk memperkuat ketahanan

kebijakan di bidang moneter, perbankan dan sistem

sistem perbankan. Untuk mencapai hal tersebut,

pembayaran secara konsisten.

Bank Indonesia akan terus meneruskan memak-

Di bidang moneter, kebijakan Bank Indo-

simalkan penerapan 25 Basel Core Principles for

nesia tetap diarahkan untuk mencapai sasaran laju

Effective Banking Supervision yang penjabarannya

inflasi yang ditetapkan. Upaya tersebut akan

dituangkan dalam Master Plan Peningkatan Efek-

difokuskan pada penyerapan ekses likuiditas agar

tivitas Pengawasan Bank. Upaya untuk memelihara

tetap sesuai dengan kebutuhan riil perekonomian. Hal

CAR bank-bank yang telah mencapai 8% terus

ini dilakukan dengan mempertimbangkan pula suku

dilakukan khususnya terhadap bank-bank yang

bunga riil yang positif pada kisaran 4,0%–5,0%.

struktur permodalannya masih rentan terhadap

Secara operasional, pengendalian moneter akan di-

pengaruh kenaikan suku bunga dan melemahnya nilai

lakukan dengan mengoptimalkan instrumen-

tukar serta penurunan kualitas kredit. Bagi bank-bank

instrumen moneter terutama melalui OPT dengan

besar yang beroperasi secara internasional akan

lelang SBI. Upaya tersebut juga didukung dengan

didorong untuk lebih meningkatkan rasio kecukupan

melakukan sterilisasi valas. Langkah ini akan

modalnya di atas 8%. Di samping itu, dalam rangka

dilakukan secara berhati-hati dan terukur agar kesta-

meningkatkan stabilitas sistem keuangan, pada saat

bilan harga tetap terjaga untuk mendukung proses

ini Bank Indonesia sedang melakukan pengkajian

pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung,

mengenai landscape perbankan Indonesia yang

sehingga dalam jangka panjang dapat dicapai

terintegrasi dengan pengembangan lembaga finansial

pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan.

lainnya.

Di samping itu, dalam rangka meredam

Sementara itu, untuk memulihkan fungsi

fluktuasi nilai tukar, pengawasan terhadap transaksi

intermediasi perbankan, Bank Indonesia akan mendo-

devisa bank-bank, baik secara langsung maupun

rong perbankan untuk lebih banyak lagi menyalurkan

tidak langsung akan terus dioptimalkan. Berbagai

kredit kepada sektor-sektor yang dianggap telah siap

upaya untuk memperbaiki struktur mikro pasar valas

dan memiliki risiko yang relatif rendah seperti kredit

termasuk mengurangi segmentasi pasar juga akan

ekspor dan kredit bagi usaha kecil dan menengah

terus dilakukan sehingga dapat tercipta pasar valas

dengan tetap memperhatikan prinsip perkreditan yang

yang likuid dan efisien.

sehat, serta melakukan penyempurnaan terhadap

Di sisi lain, dengan banyaknya faktor-faktor

beberapa ketentuan untuk mempercepat intermediasi

nonmoneter yang berpengaruh terhadap inflasi,

perbankan. Selain itu, usaha untuk meningkatkan

koordinasi antara Bank Indonesia dengan Pemerintah

kesehatan bank juga didukung oleh upaya-upaya

perlu ditingkatkan untuk mengatasi sumber-sumber

yang terus menerus untuk menekan angka NPLs

inflasi yang berasal dari dampak kebijakan pemerintah

perbankan nasional dengan mewajibkan bank-bank

serta faktor produksi dan distribusi barang dan jasa.

untuk mencapai target NPLs sebesar 5% pada akhir

224

Prospek Ekonomi dan Arah Kebijakan Tahun 2002

tahun 2002. Sementara itu, upaya yang perlu di-

Bank Indonesia dalam melakukan pemantauan

lakukan untuk memperkuat infrastruktur perbankan

ketaatan bank dalam memenuhi ketentuan GWM

nasional dapat dilakukan dengan terus mendorong

dan pemantauan likuiditas bank akan sangat

pengembangan bank syariah dan keberadaan BPR

terbantu.

serta bersama-sama dengan pemerintah memper-

Sementara itu, dalam rangka peningkatan

siapkan pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan

kualitas dan kapasitas layanan sistem pembayaran

dan lembaga pengawas jasa keuangan.

khususnya yang berkaitan dengan penyelenggaraan

Di bidang sistem pembayaran tunai,

kliring, Bank Indonesia telah mengembangkan SIKJJ

kebijakan diarahkan pada penyediaan uang yang

yang direncanakan akan diimplementasikan di

layak edar dan mencukupi kebutuhan masyarakat

Kantor Pusat Jakarta dan KBI yang telah meng-

baik dari sisi nominal maupun jenis pecahannya.

gunakan sistem kliring otomasi. Selain itu, Bank

Kebijakan ini antara lain mencakup penataan kembali

Indonesia juga melakukan penyusunan ketentuan

jalur distribusi uang serta pendirian laboratorium untuk

mengenai pengawasan penyelenggara sistem

menguji bahan uang. Di samping itu, Bank Indonesia

pembayaran, menyelenggarakan jasa sistem pem-

juga akan melanjutkan penerapan Sistem Informasi

bayaran dengan menggunakan alat pembayaran non

Pengedaran Uang pada kantor-kantor koordinator

tunai dan jasa pendukungnya serta melakukan

agar dapat terintegrasi dengan kantor pusat.

pengaturan yang terkait dengan upaya mengatasi

Sementara dari sisi pembayaran nontunai, kebijakan tetap diarahkan pada pengurangan risiko

kegagalan peserta kliring dalam penyelesaian kewajiban setelmennya.

pembayaran, peningkatan kualitas dan kapasitas

Untuk menurunkan risiko setelmen di pasar

layanan sistem pembayaran serta pengaturan pe-

modal, Bank Indonesia akan melakukan pengem-

ngawasan sistem pembayaran guna mendorong

bangan sistem Delivery Versus Payment (DVP)

terwujudnya sistem pembayaran yang cepat, aman

tahap pertama. Dengan adanya pengembangan ini

dan efisien. Kebijakan tersebut direalisasikan dengan

akan terbentuk suatu integrasi sistem setelmen

terus dilanjutkannya implementasi sistem BI-RTGS

antara sisi pembayaran (payment leg) melalui

ke 15 KBI lainnya sehingga apabila seluruh KBI telah

sistem BI-RTGS dengan sisi penyerahan sekuritas

menggunakan sistem BI-RTGS, pelaksanaan tugas

(delivery leg) melalui setelmen sekuritas.

225

Lampiran

LAMPIRAN

226

Lampiran

Lampiran A

BANK INDONESIA

Kantor Pusat Jakarta

Kantor Perwakilan London New York Singapura Tokyo

Kantor-Kantor Bank Indonesia Ambon, Balikpapan, Banda Aceh, Bandar Lampung, Bandung, Banjarmasin, Batam, Bengkulu, Cirebon Denpasar, Jambi, Jayapura, Jember, Kediri, Kendari, Kupang, Lhokseumawe, Makassar, Malang, Manado, Mataram, Medan, Padang, Palangkaraya, Palembang, Palu,Pekanbaru, Pontianak, Purwokerto, Samarinda, Semarang, Sibolga, Solo, Surabaya, Tasikmalaya, Ternate, Yogyakarta

227

Lampiran

Lampiran B

Dewan Gubernur Bank Indonesia per tanggal 31 Desember 2001

Gubernur Syahril Sabirin

Deputi Gubernur Senior Anwar Nasution

Deputi Gubernur Miranda S. Goeltom Aulia Pohan Achjar Iljas

228

Lampiran

Lampiran C.1

Organisasi dan Sumber Daya Manusia Selama tahun laporan, Bank Indonesia telah melakukan

Sehubungan dengan pembentukan beberapa propinsi

beberapa penyempurnaan organisasi dan pengembangan

baru di wilayah Republik Indonesia yaitu Propinsi Banten,

sumber daya manusia (SDM). Penyempurnaan organisasi telah

Kepulauan Bangka Belitung dan Gorontalo, telah dilakukan

dilakukan untuk mengakomodasikan perubahan-perubahan

pengaturan kembali wilayah kerja Kantor Bank Indonesia di

yang terjadi. Sehubungan dengan pemantauan kegiatan lalu

daerah. Hal ini dilakukan untuk memperjelas kewenangan

lintas devisa telah dilakukan penyempurnaan organisasi

masing-masing Kantor Bank Indonesia yang meliputi wilayah

Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter dengan melakukan

propinsi-propinsi bentukan baru tersebut.

perubahan pada Struktur Organisasi dan Tugas Pokok

Dalam rangka melakukan perubahan secara mendasar

Direktorat dimaksud.

dan bersifat menyeluruh, saat ini Bank Indonesia sedang

Dengan semakin meningkatnya volume kegiatan

melaksanakan Program Transformasi Bank Indonesia. Program

pengaturan, perizinan dan pengawasan Bank Syariah, telah

ini dilakukan secara bertahap dan telah memasuki tahap

dibentuk sebuah satuan kerja berbentuk Biro yang menangani

implementasi sejak pertengahan bulan Oktober 2001 dengan

hal-hal tersebut yaitu Biro Perbankan Syariah.

pelaksanaan 7 (tujuh) program strategis yaitu Proyek

Di samping itu, dalam rangka melaksanakan verifikasi

Perencanaan, Anggaran dan Manajemen Kinerja; Proyek

(off-site) atas kelayakan penjaminan Trade Maintenance Facility

Manajemen Sumber Daya Manusia; Proyek Perbankan; Proyek

(TMF) dan Inter Bank Debt/Exchange Offer (IBD/EO) telah

Manajemen Informasi; Proyek Teknologi Informasi; Proyek

dilakukan penyempurnaan organisasi Direktorat Luar Negeri.

Moneter; dan Proyek Logistik (Bagan 1).

Verifikasi tersebut semula ditangani oleh satuan kerja di sektor

Implementasi masing-masing proyek dimaksud

Perbankan.

dilaksanakan di bawah organisasi Unit Khusus Program

Penanggung Jawab Program Masing-masing Penanggung Jawab Proyek (anggota Dewan Gubernur)

1 Sumber Daya Manusia

Tim Pengarah Program Direktur Program

2

3

Perencanaan, Anggaran dan Manajemen Kinerja

Manajemen Informasi

4 Moneter

Tim Pengarah Proyek

5

6

Perbankan

Teknologi Informasi

7

8

Logistik

Pengendalian Program

Keterangan : – Penanggungjawab program dipimpin langsung oleh Gubernur Bank Indonesia dibantu oleh Dewan Gubernur Bank Indonesia – Pemilik Program adalah Deputi Gubernur yang langsung mengelola workstream

Bagan 1 Organisasi Unit Khusus Program Transformasi Bank Indonesia

229

Lampiran

Transformasi (UKPT) sebagai tindak lanjut atas hasil diagnostic

dalam rangka Inter Bank Debt/Exchange Offer (IBD/EO), program

study yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya. Tahap

penjaminan kewajiban pembayaran Bank Umum dan Bank

implementasi yang tengah dilakukan saat ini merupakan fase

Perkreditan Rakyat.

pertama dari tiga fase yang telah dijadwalkan, mengingat

Dalam rangka mewujudkan manajemen sumber daya

cakupan penyempurnaan organisasi yang cukup luas dalam

manusia yang mampu mengembangkan sumber daya manusia

program ini.

yang efektif dan memiliki kompetensi tinggi melalui pelaksanaan

Sejalan dengan reorganisasi melalui Program

fungsi sumber daya manusia yang profesional dengan dukungan

Transformasi, penyempurnaan organisasi di bidang lain tetap

sistem sumber daya manusia yang sesuai dengan kebutuhan

dilakukan. Penyempurnaan dimaksud adalah penyempurnaan

organisasi, Bank Indonesia secara terus-menerus melakukan

organisasi Direktorat Pengedaran Uang dengan pertimbangan

penyempurnaan Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia.

untuk meningkatkan fungsi penelitian dan pengembangan serta

Pada tahun 2001 telah diimplementasikan ketentuan

pengaturan di bidang Pengedaran Uang. Pertimbangan-

mengenai Disiplin Pegawai dan pengaturan Penghargaan Masa

pertimbangan lain yang mendasari penyempurnaan organisasi

Pengabdian. Selain itu telah diterbitkan pula ketentuan

tersebut adalah diterapkannya Currency Handling System yang

Manajemen Jalur Karir bagi Kasir dan Satuan Pengamanan.

terpadu secara efektif dan efisien, standarisasi untuk

Tujuan ketentuan ini adalah untuk memberikan kejelasan tentang

mempercepat pelayanan kebutuhan kas bank, serta

Jalur Karir Kasir dan Satpam di Bank Indonesia dalam rangka

pemanfaatan perkembangan teknologi sortasi, pemusnahan

meningkatkan kinerja dan kepuasan kerja.

dan handling material yang berdampak pada prosedur kerja.

Untuk melaksanakan tugas dan wewenang secara bersih

Disamping itu, telah pula dilakukan penyempurnaan

dan bebas dari unsur-unsur korupsi, kolusi dan nepotisme,

organisasi di Sektor Moneter, untuk mengakomodasikan tugas

kepada Pimpinan (Anggota Dewan Gubernur) dan Pejabat Bank

penatausahaan Surat Utang Pemerintah (SUP). Penggunaan

Indonesia sampai dengan tingkat tertentu diwajibkan melakukan

SUP tersebut adalah untuk penyediaan dana penjaminan

pelaporan harta kekayaannya.

Jumlah Pegawai

No.

Akhir

Kantor

Kantor

Kantor

Tahun Anggaran

Pusat

Bank Indonesia

Perwakilan

Jumlah

di Daerah 1.

1997/1998

3.341

2.882

671)

6.290

2.

1998/1999

3.299

2.852

21

6.172

3.

1999/2000

3.068

2.601

17

5.686

4.

2000/2001

3.123

2.615

18

5.756

5.

Januari 2002

3.119

2.556

18

5.693

1) Termasuk petugas belajar jangka panjang.

230

Lampiran

Kantor Pusat Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter

:

Hartadi A. Sarwono

Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter

:

Ratnawati Priyono

Direktorat Pengelolaan Moneter

:

Aslim Tajuddin

Direktorat Pengelolaan Devisa

:

Made Sukada

Direktorat Luar Negeri

:

Ny. Veronica W.S.P.

Biro Kredit

:

Nn. Roswita Roza

Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan

:

-

Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan

:

Imam Sukarno

Direktorat Pengawasan Bank 1

:

Ny. Siti Ch. Fadjriah S.

Direktorat Pemeriksaan Bank 1

:

Aris Anwari

Direktorat Pengawasan Bank 2

:

-

Direktorat Pemeriksaan Bank 2

:

Octo R. Nasution

Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat

:

Abdul Salam

Direktorat Pengedaran Uang

:

Adi Putra Hasan

Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran

:

Harmain Salim

Direktorat Logistik dan Pengamanan

:

M. Ashadhi

Direktorat Teknologi Informasi

:

J. L. Mangunsong

Direktorat Sumber Daya Manusia

:

Baridjussalam Hadi

Direktorat Keuangan Intern

:

Direktorat Hukum

:

Ny. Kusumaningtuty

Direktorat Pengawasan Intern

:

Bachri Ansjori

Biro Gubernur

:

Halim Alamsyah S.

Biro Sekretariat

:

Djatiwaluyo

Unit Khusus Investasi Perbankan

:

Prihono Bagio

Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan

:

Bambang S. Wahyudi

-

Biro Perbankan Syariah

:

Harisman

Unit Khusus Program Transformasi

:

Romeo Rissal

Perwakilan Singapura

:

Kemas A. Sjarifuddin

Perwakilan Tokyo

:

Djakaria

Perwakilan London

:

Rasmo Samiun

Perwakilan New York

:

Maman Hendarman

Kantor Perwakilan

231

Lampiran

Kantor Bank Indonesia Kelas I Kantor Bank Indonesia Bandung

:

Djoko Sarwono

Kantor Bank Indonesia Medan

:

Bambang Setijoprodjo

Kantor Bank Indonesia Semarang

:

Ardhayadi

Kantor Bank Indonesia Surabaya

:

Sumantri

Kantor Bank Indonesia Bandar Lampung

:

Imrandani

Kantor Bank Indonesia Banjarmasin

:

M. Zaeni Abu Amin

Kantor Bank Indonesia Denpasar

:

Ilham Ikhsan

Kelas II

Kantor Bank Indonesia Manado

:

M. Djaelani S.

Kantor Bank Indonesia Padang

:

Abdul Azis

Kantor Bank Indonesia Palembang

:

Irman Djaja Dalimi

Kantor Bank Indonesia Makassar

:

Djoko Sutrisno

Kantor Bank Indonesia Yogyakarta

:

Amril Arief

Kantor Bank Indonesia Ambon

:

M. Yusuf Oesep W.

Kantor Bank Indonesia Banda Aceh

:

Yusmanazir Katin

Kelas III

232

Kantor Bank Indonesia Cirebon

:

Djarot Sumartono

Kantor Bank Indonesia Jambi

:

Ade N. Rachmana

Kantor Bank Indonesia Jayapura

:

Sahat Tampubolon

Kantor Bank Indonesia Malang

:

Sentot Purnomo

Kantor Bank Indonesia Mataram

:

Satria Mulya

Kantor Bank Indonesia Pekanbaru

:

C. Y. Boestal

Kantor Bank Indonesia Pontianak

:

Amin Sisworo

Kantor Bank Indonesia Samarinda

:

Sarman Bona Sihotang

Kantor Bank Indonesia Solo

:

Adiastopo Joko Purnomo

Lampiran

Kelas IV Kantor Bank Indonesia Balikpapan

:

Erman Kurnandi

Kantor Bank Indonesia Kupang

:

Dikan

Kantor Bank Indonesia Jember

:

Sutikno

Kantor Bank Indonesia Kediri

:

Budhi Santoso

Kantor Bank Indonesia Purwokerto

:

Sumarno

Kantor Bank Indonesia Tasikmalaya

:

Sunarko

Kantor Bank Indonesia Palangkaraya

:

-

Kantor Bank Indonesia Bengkulu

:

Joko Wardoyo

Kantor Bank Indonesia Kendari

:

Mokhammad Dakhlan

Kantor Bank Indonesia Palu

:

Moch. Zaenal Alim

:

Ali Imron Murim

Kelas V Kantor Bank Indonesia Batam Kantor Bank Indonesia Sibolga

:

Yasin Effendi

Kantor Bank Indonesia Lhokseumawe

:

Fachrurrazi

Kantor Bank Indonesia Ternate

:

Muh. Abdul Fadlil

233

Lampiran

234

Lampiran C.2

STRUKTUR ORGANISASI BANK INDONESIA DEWAN GUBERNUR Gubernur Deputi Gubernur Senior Deputi-Deputi Gubernur

DPNP

DPIP

DPwB1

DPwB2

PAdk

Tim

Tim

PwB11

PwB21

PwB12

PwB22

Tim

PNPB

DtB PwB13

PwB23

PwB14

PwB24

PwB15

PwB25

PwB16

PwB26

IDWB1

IDWB2

DKM

DSM

DPM

DPD

DLN

BKr

APK

SMon

OPU

DR

APLN

SPPK

SNP

PP

Tim

PLN

SEM

SRKP

SSR

PDIE

SEI

Adms

PTPU

Admp

PTD

EXIM

AdPS

KEPI

IDPn

DPmB2

DSDM

DKI

DHK

PPTI

PrOS

PPKI

Tim

PGL-I

PmTI

PgKP

LKeu

KIJ

PGL-II

PDE

PPbP

PGKI

PTR

PgJ

DPBPR

UKIP

BPS

DPU

DASP

DLP

DTI

Tim

BPUM

PSPN

PrLJ

BPU

AkDv

DU

PPgU

Tim

Tim

Tim

Tim

IDMB1

IDMB2

P3BPR

IDIP

Prz

IPSiP

Adml

DPmB1

IDBPR

Tim

Ang

Pam

PRAd

NY

Mdn

Pdg

Lnd

Bd

Tky

Sm

Sn

Sb

Bjm

Mks

Bna

Pbr

Pg

Yk

Dpr

Ptk

Mo

Lsm

Jb

Bdl

Slo

Ml

Bpp

Kdi

Sbg

Bn

Cn

Pwt

Mtr

Plk

Ab

Smr

Jap

Btm

Tsm

Kpa Kd

Pal

Jr

Tt

PPSK

UKPT

BGub

BSk

Tim

Kel.

Proyek

Tim

Pro

AdPI

PPr

Tim

DPI

Ars

Lampiran

Daftar Satuan Kerja di Bank Indonesia No.

Nama Satuan Kerja

Singkatan

I.

DIREKTORAT RISET EKONOMI DAN KEBIJAKAN MONETER 1. Bagian Analisis dan Perencanaan Kebijakan 2. Bagian Studi Struktur dan Perkembangan Pasar Keuangan 3. Bagian Studi Ekonomi Makro 4. Bagian Studi Sektor Riil 5. Bagian Studi Ekonomi dan Lembaga Internasional 6. Bagian Perpustakaan Riset dan Administrasi

DKM APK SPPK SEM SSR SEI PRAd

II.

DIREKTORAT STATISTIK EKONOMI DAN MONETER 1. Bagian Statistik Moneter 2. Bagian Statistik Neraca Pembayaran 3. Bagian Statistik Sektor Riil dan Keuangan Pemerintah 4. Bagian Pengelolaan Data dan Informasi Ekonomi dan Moneter 5. Bagian Administrasi

DSM SMon SNP SRKP PDIE Adms

III.

DIREKTORAT PENGELOLAAN MONETER 1. Bagian Operasi Pasar Uang 2. Bagian Pengembangan Pasar Uang 3. Bagian Penyelesaian Transaksi Pasar Uang 4. Bagian Administrasi

DPM OPU PPU PTPU Admp

IV.

DIREKTORAT PENGELOLAAN DEVISA 1. Dealing Room 2. Tim Pengelolaan Risiko 3. Tim Analisis Ekonomi dan Peraturan Devisa 4. Bagian Penyelesaian Transaksi Devisa 5. Bagian Administrasi dan Pemeliharaan Sistem Tresuri

DPD DR PTD AdPS

V.

DIREKTORAT LUAR NEGERI 1. Bagian Administrasi dan Analisis Pinjaman Luar Negeri 2. Bagian Pinjaman Luar Negeri 3. Bagian Ekspor Impor 4. Bagian Kerjasama Ekonomi dan Perdagangan Internasional 5. Bagian Administrasi

DLN APLN PLN EXIM KEPI Adml

VI.

BIRO KREDIT 1. Bagian Pengelolaan dan Administrasi Kredit 2. Tim Penelitian dan Pengembangan

BKr PAdk -

VII.

DIREKTORAT PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN 1. Tim-tim a. Tim Pengaturan Bank b. Tim Pengembangan Pengawasan Bank 2. Biro Penelitian Perbankan 3. Bagian Informasi dan Dokumentasi Penelitian & Pengaturan Perbankan

DPNP -

PNPB IDPnP

235

Lampiran

No.

Nama Satuan Kerja

Singkatan

VIII.

DIREKTORAT PERIZINAN DAN INFORMASI PERBANKAN 1. Tim Bank Dalam Likuidasi 2. Bagian Data Perbankan 3. Bagian Perizinan 4. Bagian Informasi dan Pengembangan Sistem Informasi Perbankan

DPIP – DtB Prz IDSiP

IX.

DIREKTORAT PENGAWASAN BANK 1 1. Bagian Pengawasan Bank 11 2. Bagian Pengawasan Bank 12 3. Bagian Pengawasan Bank 13 4. Bagian Pengawasan Bank 14 5. Bagian Pengawasan Bank 15 6. Bagian Pengawasan Bank 16 7. Bagian Informasi dan Dokumentasi Pengawasan Bank 1

DPwB1 PwB11 PwB12 PwB13 PwB14 PwB15 PwB16 IDWB1

X.

DIREKTORAT PENGAWASAN BANK 2 1. Bagian Pengawasan Bank 21 2. Bagian Pengawasan Bank 22 3. Bagian Pengawasan Bank 23 4. Bagian Pengawasan Bank 24 5. Bagian Pengawasan Bank 25 6. Bagian Pengawasan Bank 26 7. Bagian Informasi dan Dokumentasi Pengawasan Bank 2

DPwB2 PwB21 PwB22 PwB23 PwB24 PwB25 PwB26 IDWB2

XI.

DIREKTORAT PEMERIKSAAN BANK 1 1. Tim-tim Pemeriksa 2. Bagian Informasi dan Dokumentasi Pemeriksaan Bank 1

DPmB1 IDMB1

XII.

DIREKTORAT PEMERIKSAAN BANK 2 1. Tim-tim Pemeriksa 2. Bagian Informasi dan Dokumentasi Pemeriksaan Bank 2

DPmB2 IDMB2

XIII.

DIREKTORAT PENGAWASAN BANK PERKREDITAN RAKYAT 1. Tim-tim a. Tim Pengawasan b. Tim Penjaminan & Likuiditas BPR 2. Bagian Perizinan, Penelitian dan Pengaturan BPR 3. Bagian Informasi dan Dokumentasi Pengawasan BPR

DPBPR -

P3BPR IDBPR

XIV.

UNIT KHUSUS INVESTIGASI PERBANKAN 1. Tim-tim Investigasi 2. Bagian Informasi dan Dokumentasi Investigasi Perbankan

UKIP IDIP

XV.

BIRO PERBANKAN SYARIAH 1. Tim-Tim a. Tim Penelitian dan Pengaturan Perbankan Syariah b. Tim Pengawasan Bank Syariah c. Tim Perizinan dan Administrasi Perbankan Syariah

BPS –

236

Lampiran

No.

Nama Satuan Kerja

Singkatan

XVI.

DIREKTORAT PENGEDARAN UANG 1. Bagian Pengelolaan Uang Masuk 2. Bagian Pengelolaan Uang Keluar 3. Bagian Distribusi Uang 4. Bagian Pelaksanaan Pengadaan Uang 5. Tim Penelitian, Perencanaan dan Pengaturan Pengedaran Uang

DPU BPUM BPUK DU PPgu –

XVII.

DIREKTORAT AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN 1. Biro Pengembangan Sistem Pembayaran Nasional 2. Bagian Akunting Devisa 3. Bagian Kliring Jakarta 4. Bagian Penyelesaian Transaksi Rupiah

DASP PSPN AkDv KlJ PTR

XVIII. DIREKTORAT LOGISTIK DAN PENGAMANAN 1. Bagian Perencanaan Logistik dan Jasa 2. Bagian Pengelolaan Logistik I 3. Bagian Pengelolaan Logistik II 4. Bagian Pengelolaan Jasa 5. Bagian Pengamanan

DLP PrLJ PgL-I PgL-II PgJ Pam

XIX.

DIREKTORAT TEKNOLOGI INFORMASI 1. Biro Penelitian dan Pengembangan Teknologi Informasi 2. Bagian Pemeliharaan Teknologi Informasi 3. Bagian Pemrosesan Data Elektronis

DTI PPTI PmTI PDE

XX.

DIREKTORAT SUMBER DAYA MANUSIA 1. Biro Perencanaan Organisasi dan Sumber Daya Manusia 2. Bagian Pengembangan Karir Pegawai 3. Bagian Penerimaan dan Pembinaan Pegawai

DSDM PrOS PgKP PPbP

XXI.

DIREKTORAT KEUANGAN INTERN 1. Biro Perencanaan dan Pengendalian Keuangan Intern 2. Bagian Laporan Keuangan 3. Bagian Pelaksanaan Gaji dan Keuangan Intern 4. Bagian Anggaran

DKI PPKI LKeu PGKI Ang

XXII.

DIREKTORAT HUKUM 1. Tim-Tim a. Tim Penasehat Hukum b. Tim Dokumentasi dan Informasi Hukum c. Tim Enquiry Point

DHk –

XXIII. DIREKTORAT PENGAWASAN INTERN 1. Tim-Tim a. Tim Pengembangan Pengawasan Intern b. Tim Analisis Ketentuan c. Tim Pengawasan Intern 2. Bagian Administrasi dan Informasi

DPI

AdPI

237

Lampiran

No.

Nama Satuan Kerja

Singkatan

XXIV.

PUSAT PENDIDIKAN DAN STUDI KEBANKSENTRALAN 1. Kelompok Pengembangan dan Monitoring Program 2. Kelompok Peneliti 3. Bagian Pelaksanaan Program

PPSK PPr

XXV.

UNIT KHUSUS PROGRAM TRANSFORMASI 1. Proyek-proyek 2. Tim Pengendalian Program

UKPT –

XXVI.

BIRO GUBERNUR 1. Tim-Tim a. Perencanaan dan Pemantauan b. Tim Hubungan Masyarakat c. Staf Gubernur

BGub -

XXVII.

BIRO SEKRETARIAT 1. Bagian Protokol 2. Bagian Arsip

238

Bsk Pro Ars

Lampiran

Nama Satuan Kerja

Singkatan

Kantor Perwakilan Bank Indonesia 1. New York 2. London 3. Tokyo 4. Singapura

NY Lnd Tky Sn

Kantor Bank Indonesia 1. Ambon 2. Balikpapan 3. Banda Aceh 4. Bandar Lampung 5. Bandung 6. Banjarmasin 7. Batam 8. Bengkulu 9. Cirebon 10. Denpasar 11. Jayapura 12. Jambi 13. Jember 14. Kediri 15. Kendari 16. Kupang 17. Lhokseumawe 18. Makassar 19. Malang 20. Mataram 21. Medan 22. Manado 23. Padang 24. Palangkaraya 25. Palembang 26. Palu 27. Pekanbaru 28. Pontianak 29. Purwokerto 30. Samarinda 31. Semarang 32. Sibolga 33. Solo 34. Surabaya 35. Tasikmalaya 36. Ternate 37. Yogyakarta

Ab Bpp Bna Bdl Bd Bjm Btm Bn Cn Dpr Jap Jb Jr Kd Kdi Kpa Lsm Mks Ml Mtr Mdn Mo Pdg Plk Pg Pal Pbr Ptk Pwt Smr Sm Sbg Slo Sb Tsm Tt Yk

239

Lampiran

Lampiran D.1 Bank Indonesia Neraca per 31 Desember 2001 dan Desember 20001) (Jutaan Rupiah) Aktiva

31 Des. 2001

31 Des.2000

Unaudited

Audited

8.934.005

8.170.712

1.

Emas

2.

Uang asing

453.368

794.307

3.

Hak tarik khusus

165.030

317.855

4. Giro 4.1 Bank Sentral 4.2 Bank Koresponden

11.488.488 8.758.350 2.730.138

5.300.013 2.950.464 2.349.549

5.

69.068.707

61.544.917

6. Surat berharga 6.1 Dalam rupiah 6.2 Dalam valuta asing

209.659.339 0 209.659.339

218.064.845 0 218.064.845

7. Tagihan 7.1 Kepada pemerintah 7.1.1 Dalam rupiah 7.1.2 Dalam valuta asing

315.944.501 315.914.159 30.342

279.600.597 279.477.036 123.561

7.2 Kepada bank 7.2.1 Dalam rupiah 7.2.2 Dalam valuta asing

19.182.641 17.949.682 1.232.959

20.296.434 18.634.761 1.661.673

7.3 Kepada lainnya 7.3.1 Dalam rupiah 7.3.2 Dalam valuta asing

7.496.935 7.496.935 0

7.280.073 7.280.073 0

(49.455.231)

(27.654.796)

238.974

241.955

9.400.041

6.364.478

Deposito pada Bank Koresponden

8.

Penyisihan kerugian aktiva

9.

Penyertaan

10. Aktiva lain-lain

Jumlah Aktiva

602.576.798

580.321.390

Pasiva

A. Kewajiban 1. Uang dalam peredaran 2. Giro 2.1 Pemerintah 2.1.1 Dalam rupiah 2.1.2 Dalam valuta asing 2.2 Bank 2.2.1 Dalam rupiah 2.2.2 Dalam valuta asing 2.3 Pihak swasta lainnya 2.3.1 Dalam rupiah 2.3.2 Dalam valuta asing 2.4 Lembaga keuangan internasional 2.4.1 Dalam rupiah 2.4.2 Dalam valuta asing 3. Surat berharga yang diterbitkan 3.1 Dalam rupiah 3.2 Dalam valuta asing 4. Pinjaman dari pemerintah 4.1 Dalam rupiah 4.2 Dalam valuta asing 4.3 Surat Utang Bank Indonesia 5. Pinjaman luar negeri 6. Kewajiban lain-lain Jumlah Kewajiban

31 Des. 2001

31 Des.2000

Unaudited

Audited

91.275.598

89.704.449

84.954.294 47.984.852 36.969.442 41.863.845 34.644.502 7.219.343 1.141.237 1.014.322 126.915 95.791.501 95.791.501 0 102.143.747 102.143.747 0 30.226.201 309.089 2.679.045 27.238.067 19.872.947 1.432.711 468.702.081

96.190.490 66.228.447 29.962 41.105.359 33.677.047 7.428.312 1.933.458 1.731.572 201.886 105.134.986 105.134.986 0 78.672.929 78.672.929 0 28.092.771 340.694 2.721.585 25.030.492 19.142.030 1.143.421 461.119.893

2.948.029 8.233.006 3.528.431 4.871.249 50.675.217 48.575.749 (2.339.793) 0 17.442.829

2.606.236 6.430.544 2.755.947 4.768.103 79.950.773 18.817.604 (476.122) 1.773.466 2.574.946

Jumlah Ekuitas

133.874.717

119.201.497

Jumlah Kewajiban dan Ekuitas

602.576.798

580.321.390

B. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Ekuitas Modal Cadangan umum Cadangan tujuan Hasil revaluasi aktiva tetap Hasil revaluasi kurs dan SSB Hasil indeksasi SUP Hasil indeksasi SUBI Surplus (defisit) tahun sebelumnya Surplus (defisit) tahun berjalan

1) a. Laporan Keuangan Bank Indonesia tahun 2000 telah diaudit oleh BPK-RI sesuai laporan No.01/01/Auditama II/GA/V/2001 tanggal 8 Mei 2001 dengan dengan pendapat Wajar dengan Pengecualian atas pos tagihan karena adanya pengaruh Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) b. Laporan Keuangan Bank Indonesia tahun 2001(belum di audit) yang lengkap telah disampaikan kepada BPK-RI melalui surat No.4/1/GBI/DKI tanggal 31 Januari 2002 untuk dimulai pemeriksaan. c. Kurs Neraca tanggal 31 Desember 2000: $1 = Rp9.595,00 dan pada tanggal 31 Desember 2001: $1 = Rp10.400,00.

240

Lampiran

Lampiran D.2 Bank Indonesia Laporan Surplus Defisit Periode 1 Januari – 31 Desember 2001 dan 2000 (Jutaan Rupiah) 2001

2000

Unaudited

Audited

PENERIMAAN 1.

Pengelolaan Moneter

1.1 Pengelolaan Devisa 1.2 Kegiatan Pasar Uang 1.3 Pemberian Kredit dan Pembiayaan

62.904.839

46.223.030

54.480.178

35.552.594

3.889

51.984

8.420.772

10.618.452

2.

Penyelenggaraan Sistem Pembayaran

42.162

38.703

3.

Pengaturan Perbankan

46.811

32.509

4.

Lainnya

4.1 Penerimaan Lainnya 4.2 Pemulihan Penyisihan Aktiva Jumlah Penerimaan

173.919

3.295.396

173.919

570.849

0

2.724.547

63.167.732

49.589.638

(21.068.778)

(19.929.814)

(15.408.536)

(11.914.197)

(5.660.242)

(8.015.617)

PENGELUARAN 1.

Beban Pengendalian Moneter

1.1 Beban Perumusan dan Pelaksanaan Kebijakan Moneter 1.2 Beban Pengelolaan Devisa 2.

Beban Sistem Pembayaran

2.1 Beban Pengedaran Uang 2.2 Beban Penyelenggaraan Sistem Pembayaran 3.

Beban Pengaturan dan Pengawasan Bank

4.

Beban Umum, Administrasi, dan Lainnya

4.1 Beban Umum, Administrasi, dan Lainnya 4.2 Beban Penyusutan Aktiva Tetap 4.3 Beban Penambahan Penyisihan Aktiva Jumlah Pengeluaran Surplus Sebelum Pos Luar Biasa Beban karena Pos Luar Biasa SURPLUS

(727.482)

(720.873)

(679.295)

(695.602)

(48.187)

(25.271)

(52.505)

(131.855)

(23.876.138)

(1.677.780)

(1.979.252)

(1.539.234)

(127.393)

(138.546)

(21.769.493)

0

(45.724.904)

(22.460.322)

17.442.829

27.129.316

0

(24.554.370)

17.442.829

2.574.946

241

Lampiran

Lampiran E.1 No. Urut

No. PBI

Tanggal

Lemb. Negara

Keterangan

Daftar Peraturan Bank Indonesia Tahun 2001 No. Urut 1

No. PBI

Tanggal

3/1/PBI/2001 04-01-2001

Lemb. Negara

Keterangan

LN Thn 2001 No.2;

Untuk memperlancar pengelolaan Proyek Kredit Mikro

TLN No.4071

(PKM) yang tetap mengacu pada UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (“UUBI”), Bank Indonesia menyesuaikan ketentuan tentang PKM yang antara lain mengatur (i) sumber dana, yang semula seluruhnya berasal dari Kredit Likuiditas Bank Indonesia, menjadi seluruhnya berasal dari Asian Development Bank dan (ii) perpanjangan pengelolaan Proyek dari Desember 2000 sampai dengan akhir Juni 2001. Dirubah dengan PBI No.3/8/PBI/2001 tgl 25-04-2001

2

3/02/PBI/2001 04-01-2001

LN Thn 2001 No.3;

Bank Indonesia mengubah ketentuan mengenai Kredit

TLN No.4072

Usaha Kecil. Perubahan mencakup (i) peningkatan dana untuk disalurkan ke KUK (ii) kewajiban bank untuk mencantumkan rencana realisasi KUK dalam Rencana Kerja Anggaran Tahunan (RKAT), (iii) kewajiban bank untuk melaporkan realisasi KUK pada Laporan Bulanan Bank Umum, (iv) kewajiban bank untuk mengumumkan realisasi KUK pada Laporan Keuangan, (v) penyesuaian plafon KUK menjadi Rp500 juta untuk setiap nasabah, (vi) bantuan teknis dari Bank Indonesia bagi bank-bank yang menyalurkan KUK. Sementara itu, sanksi dan insentif juga dikurangi.

3

3/03/PBI/2001 12-01-2001

LN Thn 2001 No.7;

Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan mengenai

TLN No.4074

pembatasan transaksi Rupiah dan pemberian kredit valuta asing oleh bank. Dalam ketentuan tersebut diatur bahwa bank dilarang melakukan transaksi-transaksi tertentu dengan warga negara asing, badan hukum asing atau badang asing lainnya, warga negara Indonesia yang memiliki status penduduk tetap negara lain dan tidak

242

Lampiran

No. Urut

No. PBI

Tanggal

Lemb. Negara

Keterangan berdomisili di Indonesia, perwakilan negara asing dan lembaga internasional di Indonesia serta kantor Bank/ badan hukum Indonesia di luar negeri.

4

3/04/PBI/2001 12-03-2001

LN Thn 2001 No.7;

Bank Indonesia mengeluarkan perubahan ketentuan

TLN No.4080

mengenai

jaminan

pembiayaan

perdagangan

internasional (trade maintenance facility/TMF) dengan memperpanjang pelaksanaan program tersebut menjadi sampai dengan tanggal 30 Juni 2001. Program tersebut diperpanjang dengan pertimbangan bahwa program TMF masih diperlukan dalam rangka meningkatkan kembali kegiatan ekonomi nasional khususnya kegiatan perdagangan internasional. Dicabut dgn PBI No.3/20/PBI/2001 tgl 29-11-2001 5

3/05/PBI/2001 22-03-2001

LN Thn 2001 No.23;

Ketentuan mengenai Penjaminan atas Simpanan Pihak

TLN No.4082

Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank sebagaimana diatur dalam SK Direksi Bank Indonesia No.31/32/KEP/DIR tanggal 29 Mei 1998 diubah dengan PBI perihal serupa No.3/5/PBI/2001. Dalam PBI ini diatur bahwa dalam rangka Program Penjaminan, Pemerintah tidak menjamin Simpanan Pihak Ketiga yang diterima dengan suku bunga lebih tinggi dari batas maksimum suku bunga yang ditetapkan.

6

3/06/PBI/2001 02-04-2001

LN Thn 2001

Dengan diberlakukannya UUBI, Bank Indonesia tidak diperkenankan untuk menyediakan fasilitas pembiayaan kecuali untuk mengatasi kesulitan jangka pendek perbankan dengan disertai oleh agunan yang berkulitas tinggi dan mudah dicairkan. Mengingat fasilitas penjaminan dan pembiayaan yang disediakan Bank Indonesia selama ini terdapat unsur pemberian kredit maka Bank Indonesia mencabut beberapa ketentuan terkait, yaitu: a. SK Direksi Bank Indonesia No.30/138/KEP/DIR tentang Jual Beli Tagihan atas Dasar Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri kepada Bank Indonesia, b. SK Direksi Bank Indonesia No.30/193/KEP/DIR

243

Lampiran

No. Urut

No. PBI

Tanggal

Lemb. Negara

Keterangan tentang Jual Beli Devisa Hasil Ekspor untuk Eksportir dan Eksportir Tertentu, c. SK Direksi Bank Indonesia No.30/194/KEP/DIR tentang Jual Beli Devisa Hasil Ekspor yang akan datang untuk Eksportir Tertentu, d. SK Direksi Bank Indonesia No.31/187/KEP/DIR tentang Penjaminan dan atau Pembiayaan Letter of Credit melalui Penempatan Dana Bank Indonesia pada Bank Asing.

7

3/07/PBI/2001 02-04-2001

LN Thn 2001 No.32

Mengingat Bank Indonesia tidak lagi diperbolehkan menyediakan fasilitas pembiayaan dan atau penjaminan, maka ketentuan mengenai petunjuk pelaksanaan pemberian jaminan Pemerintah terhadap kewajiban pembayaran bank umum dicabut.

8

3/08/PBI/2001 25-04-2001

LN Thn 2001 No.39; TLN Bank Indonesia mengeluarkan perubahan ketentuan No.4089

tentang Proyek Kredit Mikro yang isinya antara lain menaikkan jumlah plafon kredit untuk membiayai pengusaha mikro.

9

3/09/PBI/2001 06-06-2001

LN Thn 2001 No.70

Bank Indonesia menerbitkan dan mengeluarkan uang Rupiah khusus untuk memperingati 100 tahun kelahiran Bung Karno Proklamator Republik Indonesia pada tanggal 6 Juni 2001 dalam pecahan 500.000 (lima ratus ribu) dan 25.000 (dua puluh lima ribu) seri “Peringatan 100 Tahun Bung Karno” tanda tahun 2001.

10

3/10/PBI/2001 18-06-2001

LN Thn 2001 No.78

Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan mengenai

TLN No.4107

penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer ”KYC”), yaitu prinsip yang diterapkan bank umum untuk mengetahui identitas nasabah, memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk pelaporan transaksi yang mencurigakan. Dalam ketentuan tersebut ditetapkan bahwa bank wajib menerapkan Prinsip KYC yaitu menetapkan kebijakan penerimaan Nasabah, kebijakan dan prosedur dalam mengidentifikasi Nasabah, kebijakan dan prosedur pemantauan terhadap rekening dan transaksi

244

Lampiran

No. Urut

No. PBI

Tanggal

Lemb. Negara

Keterangan Nasabah serta kebijakan dan prosedur manajemen risiko yang berkaitan dengan penerapan Prinsip KYC.

11

3/11/PBI/2001 20-06-2001

LN Thn 2001 No.79

Dalam rangka mendukung kelancaran pencapaian tujuan

TLN No.4108

Bank Indonesia dalam mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, maka Bank Indonesia memperluas pihak-pihak ekstern yang dapat membuka Rekening Giro di Bank Indonesia menjadi terdiri dari bank, instansi pemerintah, lembaga keuangan internasional dan lembaga lain yang menurut Bank Indonesia dipandang perlu untuk mempunyai Rekening Giro di Bank Indonesia.

12

3/12/PBI/2001 09-07-2001

LN Thn 2001 No.98

Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan mengenai

TLN No.4123

persyaratan dan tatacara pelaksanaan jaminan Pemerintah terhadap kewajiban pembayaran BPR. Ketentuan ini merupakan perubahan atas ketentuan yang berlaku sebelumnya yaitu Surat Keputusan Direksi No.31/166/ KEP/DIR dan No.31/167/KEP/DIR tanggal 11 Desember 1998. Dalam ketentuan ini ditetapkan kriteria simpanan pihak ketiga yang dijamin maupun yang tidak dijamin dengan memperhatikan tujuan pengaturan Program Penjaminan Pemerintah itu sendiri yakni perlindungan dana nasabah dan kepentingan publik. Sementara itu, untuk menjadi peserta Program Penjaminan Pemerintah, BPR perlu memenuhi persyaratan yaitu pernyataan keikutsertaan, membayar fee penjaminan dan penyampaian dokumen pendukung administratif.

13

3/13/PBI/2001 03-09-2001

LN Thn 2001 No.115

Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan mengenai

TLN No.4135

perubahan atas Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia tentang Penerbitan dan Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia serta Intervensi Rupiah. Ketentuan ini diubah untuk menyesuaikan dengan jadwal operasional Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (RTGS).

14

3/14/PBI/2001 20-09-2001

LN Thn 2001 No.121

Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan mengenai peru-

TLN No.4140

bahan atas PBI No.2/12/PBI/2000 tentang Jaminan Pinjaman Luar Negeri Antar Bank (Interbank Debt Exchange

245

Lampiran

No. Urut

No. PBI

Tanggal

Lemb. Negara

Keterangan Offer). Pokok perubahan dalam ketentuan dimaksud adalah mengenai dimungkinkannya sejumlah bank untuk melunasi seluruh atau sebagian pinjaman Interbank Debt Exchange Offer melalui Prepayment dan Buy Back. Penetapan Status Bank Perkreditan Rakyat Dalam Pengawasan Khusus dan Pembekuan Kegiatan Usaha.

15

3/15/PBI/2001 21-09-2001

LN Thn 2001 No.122

Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan mengenai

TLN No.4141

penetapan status BPR dalam pengawasan khusus dan pembekuan kegiatan usaha untuk melakukan penyehatan industri BPR.

16

3/16/PBI/2001 03-10-2001

LN Thn 2001 No.123

Bank Indonesia mengeluarkan perubahan kedua atas PBI

TLN No.4142

No.3/1/PBI/2001 tentang Proyek Kredit Mikro (PKM) yang memperpanjang masa pengelolaan PKM menjadi sampai dengan tanggal 31 Desember 2001 dan dapat ditinjau kembali berdasarkan kesepakatan antara Pemerintah RI dan Asian Development Bank.

17

3/17/PBI/2001 04-10-2001

LN Thn 2001 No.125

Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan mengenai

TLN No.4143

Laporan Berkala Bank Umum (LBBU). Dalam ketentuan ini diatur bahwa bank umum termasuk kantor cabang bank asing wajib menyusun dan menyampaikan LBBU kepada Bank Indonesia secara akurat, lengkap dan tepat waktu yang dilakukan oleh kantor pusat bank.

18

3/18/PBI/2001 17-10-2001

LN Thn 2001 No.130

Bank Indonesia mengeluarkan perubahan ketentuan

TLN No.4147

mengenai persyaratan dan tata cara membawa Uang Rupiah dalam jumlah tertentu keluar atau masuk wilayah Republik Indonesia kecuali dengan persetujuan Bank Indonesia.

19

3/19/PBI/2001 26-10-2001

LN Thn 2001 No.131

Bank Indonesia mengeluarkan dan mengedarkan uang Rupiah pecahan 5.000 (lima ribu) tahun emisi 2001 yang pada bagian muka mencantumkan gambar Pahlawan Nasional Tuanku Imam Bondjol sedangkan bagian belakang mencantumkan gambar Pandai Sikek tenunan dari Sumatera Barat.

246

Lampiran

No. Urut 20

No. PBI

Tanggal

3/20/PBI/2001 29-11-2001

Lemb. Negara LN Thn 2001 No. 140

Keterangan Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan mengenai pencabutan PBI No.2/13/PBI/2000 tentang Jaminan Pembiayaan

Perdagangan

Internasional

dan

perubahannya PBI No.3/4/PBI.2001 sehubungan dengan berakhirnya fasilitas perdagangan internasional pada tanggal 30 Juni 2001. 21

3/21/PBI/2001 13-12-2001

LN Thn 2001 No.149

Untuk menyesuaikan struktur permodalan sesuai dengan

TLN No.4158

standar internasional yang berlaku, maka terhitung sejak akhir bulan Desember 2001 bank umum wajib menyediakan modal minimum sebesar 8% dari aktiva tertimbang menurut risiko.

22

3/22/PBI/2001 13-12-2001

LN Thn 2001 No.150

Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan mengenai

TLN No.4159

transparansi kondisi keuangan bank dalam rangka pencapaian good corporate governance pada perbankan Indonesia. Dengan adanya transparansi, diharapkan dapat lebih meningkatkan kepercayaan publik terhadap lembaga perbankan nasional. Di sisi lain, peningkatan transparansi akan mengurangi kesenjangan informasi sehingga para pelaku pasar dapat memberikan penilaian yang wajar dan dapat mendorong terciptanya disiplin pasar. Dalam ketentuan ini, diatur mengenai Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia serta Hubungan Bank, Akuntan Publik dan Bank Indonesia.

23

3/23/PBI/2001 13-12-2001

LN Thn 2001 No.151

Bank Indonesia mengeluarkan perubahan ketentuan

TLN No.4160

mengenai penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer/”KYC”) dalam rangka penerapan peraturan sebelumnya secara lebih efektif. Pada intinya, penerapan Prinsip KYC oleh bank dilakukan antara lain dengan menyusun kebijakan dan prosedur Penerapan Prinsip KYC yang dituangkan dalam Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip KYC dengan mengacu pada Pedoman Standar Penerapan KYC yang ditetapkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia.

247

Lampiran

No. Urut 24

No. PBI

Tanggal

3/24/PBI/2001 24-12-2001

Lemb. Negara

Keterangan

LN Thn 2001 No.155

Bank Indonesia mengeluarkan perubahan ketentuan

TLN No.4163

mengenai penetapan status Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dalam pengawasan khusus dan pembekuan kegiatan usaha dalam rangka mempercepat penyelesaian BPR bermasalah sebagai upaya penyehatan industri BPR.

25

3/25/PBI/2001 26-12-2001

LN Thn 2001 No. 156

Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan tentang

TLN No.4164

penetapan status bank dan penyerahan bank kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Dengan dikeluarkannya ketentuan ini, maka Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.2/11/PBI/2000 perihal sama tersebut di atas dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Dalam ketentuan ini diatur bahwa dalam hal Bank Indonesia menilai kondisi suatu bank memiliki potensi kesulitan yang dapat membahayakan kelangsungan usahanya, maka bank tersebut ditempatkan dalam pengawasan intensif Bank Indonesia.

248

Lampiran

Lampiran E.2 No. Urut

No. SE BI

Tanggal

Perihal

Keterangan

Daftar Surat Edaran (Ekstern) Bank Indonesia Tahun 2001 No. Urut 1

No. SE BI

Tanggal

3/1/DPNP

05-01-2001

Perihal

Keterangan

Perubahan atas Marjin Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga yang Dijamin Pemerintah

2

3/2/BKr

11-01-2001

Pemberian Kredit kepada Koperasi Primer untuk Anggotanya (KKPA) Dalam Rangka Penyaluran Kembali Angsuran Kredit Likuiditas BI (KLBI) yang Dikelola oleh PT Permodalan Nasional Madani (Persero)

3

3/3/BKr

16-01-2001

Proyek Kredit Mikro

4

3/4/DASP

23-01-2001

Jenis dan Batasan Nominal Warkat Serta Jadwal Penyelenggaraan Kliring Lokal di Jakarta

5

3/5/DPD

31-01-2001

Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank

6

3/6/DPM

09-02-2001

Penetapan Obligasi Pemerintah Seri VR 003, VR 0004, VR 0007, VR 0009, VR 0011, VR 0013, dan VR 0015 untuk diperdagangkan di Pasar Sekunder serta Peningkatan Prosentase Portofolio Obligasi Pemerintah yang Dapat Diperdagangkan

7

3/7/DLN

09-03-2001

Pencabutan SE No.5/163/ULN tanggal 30 Januari 1973 tentang Lampiran Mutasi Bulanan Rekening-Rekening PMA, Rupiah PMA, dan Disc. Rupiah

8

3/8/DPNP

16-03-2001

Bank Umum

9

3/9/BKr

17-05-2001

Petunjuk Pelaksanaan Pemberian KUK

10

3/10/DASP

28-05-2001

Jadwal Kliring dan Tanggal Valuta Penyelesaian Akhir Sistem

249

Lampiran

No. Urut

No. SE BI

Tanggal

Perihal Penyelenggaraan Kliring Lokal serta Jenis dan Batasan Nominal Warkat atau Data Keuangan Elektronik

11

3/11/DLN

07-06-2001

Perubahan Kedua Atas SE BI No.29/10/ULN tanggal 4 Juni 1996 tentang Pelaksanaan Pembayaran Transaksi Impor

12

3/12/DLN

08-06-2001

Perubahan Surat Edaran Bank Indonesia No.2/20/DLN tanggal 9 Oktober 2000 tentang Kewajiban Pelaporan Utang Luar Negeri

13

3/13/DSM

13-06-2001

Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Bank

14

3/14/DSM

13-06-2001

Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Lembaga Keuangan Non Bank

15

3/15/DPM

05-07-2001

Peningkatan Prosentase Portofolio Obligasi Pemerintah Yang Dapat Diperdagangkan Bagi Bank Umum Peserta Program Rekapitalisasi Perbankan

16

3/16/DPBPR 18-07-2001

Persyaratan dan Tata Cara Pelaksanaan Jaminan Pemerintah Terhadap Kewajiban Pembayaran BPR

17

3/17/DPBPR 18-07-2001

Persyaratan dan Tata Cara Pelaksanaan Jaminan Pemerintah Terhadap Kewajiban Pembayaran BPR

18

3/18/DPM

31-07-2001

Penetapan Obligasi Pemerintah Seri VR0006, VR0008, VR0010, VR0012, VR0014 dan VR0016 untuk Diperdagangkan di Pasar Sekunder serta Peningkatan Prosentase Portofolio Pemerintah yang Dapat Diperdagangkan bagi Bank Umum Peserta Program Rekapitalisasi Perbankan

19

3/19/DPNP 14-08-2001

Penetapan Marjin Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga yang Dijamin Pemerintah

20

3/20/DASP

31-08-2001

Perubahan Atas SE BI No.2/24/DASP Tanggal 17 November 2000 Perihal Bank Indonesia Real Time Gross Settlement

21

3/21/DPM

03-09-2001

Perubahan Atas SE BI No.2/27/DPM Tanggal 13 Desember 2000 Perihal Tata Cara Pemberian Fasilitas Likuiditas

250

Keterangan

Lampiran

No. Urut

No. SE BI

Tanggal

Perihal

Keterangan

Intrahari Bagi Bank Umum 22

3/22/BKr

16-10-2001

Perubahan SE No.3/3/BKr tanggal 16 Januari 2001 tentang Proyek Kredit Mikro

23

3/23/DPNP 30-10-2001

Laporan Berkala Bank Umum

24

3/24/DPM

16-11-2001

Tata Cara Penatausahaan Obligasi Pemerintah

25

3/25/DASP

28-11-2001

Perubahan Atas SE No.1/4/DASP tanggal 29 November 2001 perihal Pemberian Persetujuan Terhadap Pihak Lain Untuk Menyelenggarakan Kliring di Daerah yang Tidak Terdapat Kantor Bank Indonesia

26

3/26/DASP

5-12-2001

Perubahan SE No.3/10/DASP tanggal 28 Mei 2001 perihal Jadwal Kliring dan Tanggal Valuta Penyelesaian Akhir, Sistem Penyelenggaraan Kliring Lokal serta Jenis dan Batasan Nominal Warkat atau Data Keuangan Elektronik

27

3/27/DASP

12-12-2001

Warkat, Dokumen Kliring dan Pencetakannya Pada Perusahaan Percetakan Dokumen Sekuriti

28

3/28/DASP

12-12-2001

Penggunaan Jasa Kurir dan Tanda Pengenal Petugas Kliring (TPPK) Dalam Penyelenggaraan Kliring Yang Menggunakan Sistem Otomasi Elektronik

29

3/29/DPNP 13-12-2001

Pedoman Standar Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah

30

3/30/DPNP 14-12-2001

Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan dan Bulanan Bank Umum serta Laporan Tertentu Yang Disampaikan Kepada Bank Indonesia

31

3/31/DPNP 14-12-2001

Laporan Tahunan Bank Umum dan Laporan Tahunan Tertentu Yang Disampaikan Kepada Bank Indonesia

32

3/32/DPNP 14-12-2001

Hubungan Antara Bank, Akuntan Publik dan Bank Indonesia

33

3/33/DPNP 14-12-2001

Pelaksanaan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia

251

Lampiran

Lampiran E.3 Tanggal

Ketentuan/Kebijakan

Keterangan

Berbagai Ketentuan dan Kebijakan Penting di Bidang Ekonomi dan Keuangan Tahun 2001 Tanggal

Ketentuan/Kebijakan

Keterangan

2001 Januari 4

Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai ketentuan kuota ekspor tekstil dan produk tekstil.

18

SK Memperindag No.01/MPP/Kep/1/2001

Dalam upaya mendorong Kerjasama Ekonomi Sub Regional

Keppres No.13

antar daerah-daerah dari negara-negara tetangga, Pemerintah

Tahun 2001

membentuk Tim Koordinasi Kerjasama Ekonomi Sub Regional.

29

Sehubungan dengan adanya perubahan susunan organisasi

Keppres No.18

dan instansi dalam Kabinet periode tahun 1999-2004, maka

Tahun 2001

Pemerintah melakukan penyesuaian susunan keanggotaan Tim Nasional untuk Perundingan Perdagangan Multilateral dalam kerangka World Trade Organization.

31

Bapepam mengeluarkan ketentuan mengenai penghentian

SE PT Bursa Efek Jakarta

perdagangan (suspensi) atas efek perusahaan tercatat yang

No.SE-002/BEJ/012001

mengalami peristiwa atau kejadian penting yang berdampak material terhadap kelangsungan usahanya dan atau proses pembentukan harga efek yang teratur, wajar dan efisien di bursa. Peristiwa penting tersebut antara lain Laporan Keuangan Tahunan Auditan Perusahaan Tercatat memperoleh opini disclaimer sebanyak 2 kali berturut-turut atau Perusahaan Tercatat dimohonkan pailit oleh krediturnya atau mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

252

Lampiran

Tanggal

Ketentuan/Kebijakan

Keterangan

Februari 7

Pemerintah mengeluarkan ketentuan pemotongan pajak

SK Menkeu No.51/

penghasilan atas bunga deposito dan tabungan serta

KMK.04/2001

diskonto Sertifikat Bank Indonesia.

9

Pemerintah mengeluarkan ketentuan mengenai penetapan

SK Menkeu No.66/

besarnya tarif pajak ekspor kelapa sawit, CPO dan produk

KMK.17/2001

turunannya.

Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai pelaksanaan

SK Menkeu No.6/

pembagian hasil penerimaan pajak penghasilan orang

KMK.04/2001

pribadi dalam negeri dan pajak penghasilan pasal 21 antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

14

Dalam rangka mendukung program restrukturisasi utang,

PP No.7 Tahun 2001

Pemerintah memandang perlu untuk menetapkan peraturan yang memberi keringanan pajak penghasilan kepada wajib pajak yang melakukan restrukturisasi utang usaha melalui lembaga khusus yang dibentuk pemerintah.

Pemerintah mengeluarkan ketentuan mengenai tata cara

SE Dirjen Pajak

penghitungan besarnya pemberian imbalan bunga kepada

No.SE-03/PJ.33/2001

wajib pajak.

Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai penetapan

SK Menperindag No.51/

eksportir terdaftar tekstil dan produk tekstil pengusaha kecil

MPP/Kep/2/2001

dan koperasi (STTPT-PKK) untuk memperoleh kuota pertumbuhan (KPt) tekstil dan produk tekstil tahun 2001.

19

Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai crash program pengurusan piutang negara perbankan II.

SK Menkeu No.81/ KMK.01/2001

253

Lampiran

Tanggal

20

Ketentuan/Kebijakan

Keterangan

Pemerintah mengeluarkan peraturan pelimpahan wewenang

SK Menkeu No.88/

penanganan dan penandatanganan keputusan dan surat-

KMK.03/2001

surat yang berhubungan dengan pemberian pelayanan kemudahan ekspor kepada Kepala Badan Informasi dan Tehnologi Keuangan.

Maret 8

Bapepam mengeluarkan ketentuan mengenai pembatasan

Kep-06/PM/2001

atas saham yang diterbitkan sebelum penawaran umum untuk dialihkan kepada pihak lain.

15

Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai perlakuan

SK Dirjen Pajak No.

perpajakan atas penyediaan makanan dan minuman bagi

KEP-213/PJ/2001

seluruh pegawai dan penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu serta yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja.

16

Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai tatacara

SK Dirjen Pajak No.

penerbitan surat keterangan bebas (SKB) pemotongan pajak

KEP-217/PJ/2001

penghasilan atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto sertifikat Bank Indonesia yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendirinya telah disahkan Menkeu.

22

Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai impor dan

PBI No.3/6/PBI/2001

atau penyerahan barang kena pajak tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan pajak pertambahan nilai.

23

254

Bapepam mengeluarkan ketentuan mengenai hak memesan

Kep-07/PM/2001

Lampiran

Tanggal

Ketentuan/Kebijakan

efek terlebih dahulu. Apabila suatu perusahaan yang telah

Keterangan

PP No.12 Tahun 2001

melakukan Penawaran Umum saham atau Perusahaan Publik bermaksud menambah modal sahamnya, termasuk melalui penerbitan waran atau efek konversi, maka setiap pemegang saham harus diberi Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu atas Efek baru dimaksud sebanding dengan persentase pemilikan mereka.

27

Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai pemberi-

SE Dirjen Pajak No.SE-

tahuan berlakunya persetujuan penghindaran pajak

02/PJ.10/2001

berganda (P3B) RI-Venezuela.

28

Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai penghapusan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih.

SK Dirjen Pajak No. KEP-238/PJ/2001

Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai perlakuan

SK Dirjen Pajak No.

perpajakandikawasan pengembangan ekonomi terpadu

KEP-229/PJ/2001

(Kapet).

29

Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai harga jual eceran bahan bakar minyak dalam negeri.

Kep.Presiden No.45 Tahun 2001

April 11

Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai kebijakan

Kep.Komite Kebijakan

penyehatan perbankan dan restrukturisasi utang perusa-

Sektor Keuangan No.

haan berdasarkan hasil rapat komite kebijakan sektor

Kep-01/K.KKSK/04/2001

keuangan tanggal 11 April 2001.

16

Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai keringanan

SK Menkeu No.190/

bea masuk atas impor bahan baku/penolong dan bagian/

KMK.01/2001

komponen untuk perakitan mesin dan motor berputar.

255

Lampiran

Tanggal

30

Ketentuan/Kebijakan

Keterangan

Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai perlakuan

SK Menkeu No.231/

PPn & PPnBM atas impor barang kena pajak yang dibebas-

KMK.03/2001

kan dari pungutan bea masuk.

Mei 17

Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai impor mesin dan peralatan mesin bukan baru.

18

Pemerintah mengeluarkan perubahan ketiga ketentuan

SK Menperindag No.172/ MPP/Kep/5/2001

PP No.25 Tahun 2001

tentang bea masuk, bea masuk tambahan, pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah dan pajak penghasilan dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri dalam rangka mempercepat pemulihan ekonomi.

28

Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai perubahan

PP No.41 Tahun 2001

atas peraturan pemerintah nomor 42 tahun 2000 tentang pembayaran pajak penghasilan orang pribadi yang akan bertolak ke luar negeri.

Juni 8

Pemerintah mengeluarkan perubahan keempat atas PP No.17 Tahun 1999 tentang BPPN yang menetapkan bahwa sebelum dilakukan penyerahan oleh BPPN kepada Bank Indonesia, Bank Dalam Penyehatan yang telah selesai menjalani program penyehatan terlebih dahulu melalui masa pengamatan di BPPN paling lama 6 bulan terhitung sejak Bank Dalam Penyehatan tersebut memenuhi persyaratan atau kriteria tingkat kesehatan untuk diserahkan kepada Bank Indonesia.

256

PP No.47 Tahun 2001

Lampiran

Tanggal

15

Ketentuan/Kebijakan

Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai harga jual

Keterangan

Kep.Presiden No.73

eceran bahan bakar minyak dalam negeri.

Tahun 2001

Menteri Keuangan RI mengeluarkan ketentuan mengenai

Keputusan

divestasi saham negara dalam rangka penyertaan modal

Menteri Keuangan No.

Juli 9

sementara oleh BPPN.

23

401/KMK.01/2001

Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai penetapan

SK Menkeu No.190/

rincian jumlah dana kontingensi untuk bantuan kepada

KMK.01/2001

pemerintah daerah yang mengalami surplus marginal setelah pengalihan personil, peralatan, pembiayaan dan dokumen (P3D).

Agustus 1

Sejalan dengan konvensi-konvensi internasional yang telah

UU No.14 Tahun 2001

diratifikasi Indonesia, maka pengaturan mengenai paten dan merek menjadi sangat penting terutama dalam menjaga persaingan usaha yang sehat. Untuk itu, Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai paten dan merek yang masingmasing diatur dalam undang-undang.

6

Yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjang

UU No.16 Tahun 2001

pencapaian maksud dan tujuannya di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan dengan cara mendirikan badan usaha dan atau ikut serta dalam suatu badan usaha. Kekayaan yayasan dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak langsung kepada pembina, pengurus, pengawas dan karyawan yayasan atau pihak lain yang mempunyai kepentingan terhadap yayasan.

257

Lampiran

Tanggal

Ketentuan/Kebijakan

Keterangan

September 13

Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai pengalihan

PP No.63 Tahun 2001

kedudukan, tugas dan kewenangan menteri keuangan pada badan penyehatan perbankan nasional kepada menteri negara badan usaha milik negara.

24

Direktorat Jenderal Pajak mengeluarkan ketentuan menge-

Keputusan Dirjen Pajak

nai tata cara pelaksanaan pemblokiran dan penyitaan harta

No.KEP-627/PJ/2001

kekayaan penanggung pajak yang tersimpan pada bank dalam rangka penagihan pajak dengan surat paksa. Dalam melaksanakan penyitaan, terlebih dahulu dilakukan pemblokiran terhadap harta kekayaan dimaksud. Untuk melaksanakan pemblokiran, Kepala Kantor Pelayanan Pajak/ Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan wajib mengajukan permohonan pemblokiran kepada pimpinan bank tempat harta kekayaan penanggung pajak tersimpan disertai dengan salinan Surat Paksa dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan. Selanjutnya, pimpinan bank wajib memblokir seketika dan membuat Berita Acara.

27

Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai penetapan

SE Dirjen Bea dan Cukai

jalur bagi barang ekspor yang mendapat fasilitas pengem-

No.SE-31/BC/2001

balian bea masuk dan atau cukai serta pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah.

Oktober 24

Pemerintah mengeluarkan ketentuan mengenai pem-

SK Menperindag No.300/

bentukan tim pemantauan harga dan antisipasi pengadaan

MPP/Kep/10/2001

dan pendistribusian barang kebutuhan pokok menghadapi hari raya keagamaan nasional tahun 2001/2002.

258

Lampiran

Tanggal

30

Ketentuan/Kebijakan

Pemerintah mengeluarkan ketentuan mengenai ketentuan kuota ekspor tekstil dan produk tekstil.

31

Keterangan

SK Menperindag No.311/ MPP/Kep/10/2001

Gubernur DKI Jakarta menetapkan Upah Minimum Propinsi

Keputusan Gubernur DKI

(UMP) Tahun 2002 di Propinsi DKI Jakarta sebesar

Jakarta No.3052 Tahun

Rp591.266,- per bulan.

2001

November 14

Pemerintah menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja

UU No.19 Tahun 2001

Negara (APBN) Tahun Anggaran 2002 yang diperkirakan akan mengalami defisit dan akan dibiayai dari pembiayaan defisit anggaran yang bersumber dari pembiayaan dalam negeri dan luar negeri.

23

Pemerintah mengeluarkan ketentuan mengenai minyak dan

PP No.22 Tahun 2001

gas bumi.

Desember 7

11

Negara c.q.Pemerintah menjual saham milik negara RI yang

PP No.78 Tahun 2001

ada pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, PT Socfin

PP No.79 Tahun 2001

Indonesia dan PT Wisma Nusantara Internasional.

PP No.80 Tahun 2001

Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai kebijakan

Kep.Komite Kebijakan

penyehatan perbankan dan restrukturisasi utang perusa-

Sektor Keuangan

haan berdasarkan hasil rapat komite kebijakan sektor ke-

No.Kep-01/K.KKSK/12/2001

uangan tanggal 11 Desember 2001.

12

Menteri Keuangan mengeluarkan keputusan untuk menunda

Keputusan

pelaksanaan PP No.107 Tahun 2000 tentang Pinjaman

Menteri Keuangan No.625/

Daerah, dimana dengan UU tersebut Pemerintah Daerah

KMK.01/2001

dapat memanfaatkan pinjaman daerah sebagai salah satu

259

Lampiran

Tanggal

Ketentuan/Kebijakan

Keterangan

sumber untuk membiayai pelaksanaan pembangunan daerah dengan memperhatikan kemampuan daerah dalam mengelola dan mengembalikan pinjaman tersebut. Dengan keputusan dimaksud, perjanjian baru pinjaman daerah yang bersumber dari dalam negeri dan luar negeri ditunda sampai dengan berakhirnya tahun anggaran 2002.

14

Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai bidang/jenis

PP No.127 Tahun 2001

usaha yang dicadangkan untuk usaha kecil dan bidang/ jenis usaha yang terbuka untuk usaha menengah atau besar dengan syarat kemitraan.

19

Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai perubahan atas peraturan pemerintah nomor 20 tahun 1994 tentang pemilikan saham dalam perusahaan yang didirikan dalam rangka penanaman modal asing.

260

PP No.83 Tahun 2001

Lampiran

Tabel 1 Produk Domestik Bruto menurut Jenis Penggunaan (miliar rupiah)

Jenis penggunaan

1997

1998

1999

2000*

2001**

Harga konstan 1993 Pengeluaran konsumsi Rumah tangga Pemerintah Pembentukan modal tetap domestik bruto Perubahan stok Ekspor barang dan jasa dikurangi Impor barang dan jasa Produk Domestik Bruto Pendapatan neto terhadap luar negeri atas faktor produksi Produk Nasional Bruto dikurangi Pajak tidak langsung dikurangi Penyusutan Pendapatan Nasional

308.816,9 277.116,1 31.700,8 139.725,6 3.341,7 121.157,9 139.796,1 433.246,0

286.850,6 260.022,7 26.827,9 93.604,7 -6.386,9 134.707,2 132.400,7 376.374,7

299.084,5 272.070,2 27.014,3 76.572,9 -9.622,1 91.863,6 78.546,4 379.352,5

310.725,2 281.957,4 28.767,8 93.360,2 -27.232,6 116.193,6 95.112,1 397.934,3

329.841,7 298.703,6 31.138,1 97.057,7 -31.371,6 118.377,0 102.772,7 411.132,1

-15.462,9 417.783,1 26.100,1 21.662,4 370.020,6

-27.965,4 348.409,5 1.858,9 18.818,8 327.731,8

-22.145,1 357.207,4 6.181,9 18.967,6 332.057,9

-25.391,1 372.543,2 -11.687,3 19.896,7 364.333,7

-17.399,1 393.733,0 8.815,8 20.556,6 364.360,6

Harga berlaku Pengeluaran konsumsi Rumah tangga Pemerintah Pembentukan modal tetap domestik bruto Perubahan stok Ekspor barang dan jasa dikurangi Impor barang dan jasa Produk Domestik Bruto Pendapatan neto terhadap luar negeri atas faktor produksi Produk Nasional Bruto dikurangi Pajak tidak langsung dikurangi Penyusutan Pendapatan Nasional

430.122,7 387.170,7 42.952,0 177.686,1 21.615,1 174.871,3 176.599,8 627.695,4

702.239,5 647.823,6 54.415,9 243.043,4 -82.716,1 506.244,8 413.058,1 955.753,5

885.814,6 813.183,3 72.631,3 221.472,3 -96.461,4 390.560,1 301.654,0 1.099.731,6

958.776,8 867.997,1 90.779,7 268.669,4 -81.384,6 542.992,4 407.036,4 1.282.017,6

1.110.103,0 999.266,3 110.836,7 310.908,7 -56.820,0 612.482,2 485.699,7 1.490.974,2

-18.355,0 609.340,4 37.828,7 31.384,8 540.126,9

-53.893,7 901.859,8 6.480,5 47.787,7 847.591,6

-83.764,2 1.015.967,4 17.950,1 54.986,6 943.030,7

-92.161,8 1.189.855,8 -37.820,3 64.100,9 1.163.575,2

-58.079,0 1.432.895,2 31.425,7 74.548,7 1.326.920,8

Produk Domestik Bruto per kapita1) dalam ribuan rupiah dalam $

3.205,5 1.118,3

4.814,7 491,1

5.489,7 696,5

6.301,2 777,3

Produk Nasional Bruto per kapita1) dalam ribuan rupiah dalam $

3.111,8 1.085,6

4.543,2 463,4

5.071,5 643,5

5.848,2 721,4

Pendapatan Nasional per kapita1) dalam ribuan rupiah dalam $

2.758,3 962,3

4.269,8 435,5

4.707,5 597,3

5.719,1 705,4

Memorandum item:

1) Berdasarkan harga berlaku Sumber : Badan Pusat Statistik

263

Lampiran

Tabel 2 Produk Domestik Bruto menurut Lapangan Usaha (miliar rupiah)

Harga konstan 1993

Harga berlaku

Lapangan usaha 1997

1998

1999

2000*

2001**

1997

1998

1999

2000*

2001**

Pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan

64.468,0

63.609,5

64.985,3

66.088,3

66.503,8

101.009,4

172.827,6

215.686,7

218.301,3

244.381,0

Tanaman bahan makanan

32.688,4

33.350,4

34.012,4

34.312,2

33.932,1

52.189,4

91.346,0

116.222,5

111.886,5

124.287,7

Tanaman perkebunan

10.496,6

10.501,8

10.702,0

10.870,7

11.096,3

16.447,3

33.289,6

35.966,5

33.993,8

38.434,8

Peternakan

7.483,1

6.439,7

6.836,9

7.051,6

7.322,4

11.688,2

15.743,6

23.761,2

28.087,5

31.575,1

Kehutanan

7.189,8

6.580,7

6.288,1

6.364,4

6.431,5

6.806,5

11.700,5

13.803,8

14.861,8

15.406,2

Perikanan Pertambangan dan penggalian Minyak dan gas bumi

6.610,1

6.736,9

7.145,8

7.489,4

7.721,6

10.878,0

20.747,9

25.932,8

29.471,7

34.677,2

38.538,2

37.474,0

36.865,8

38.730,2

38.483,3

55.561,9

120.328,5

109.925,4

176.639,9

202.680,1

23.919,8

23.340,1

22.136,8

22.658,3

21.706,9

34.036,7

74.883,7

72.424,9

131.079,4

143.063,4

Pertambangan tanpa migas

7.645,6

9.678,0

10.357,7

11.459,3

11.966,1

11.192,4

35.459,9

27.696,1

34.031,6

45.558,1

Penggalian

6.972,8

4.455,9

4.371,2

4.612,6

4.810,3

10.332,8

9.984,9

9.804,3

11.528,8

14.058,6

Industri pengolahan

107.629,7

95.320,6

99.058,5

105.102,5

109.641,3

168.178,0

238.897,1

385.873,9

335.339,4

389.320,9

Industri migas

10.650,3

11.042,2

11.797,2

11.599,9

11.271,5

15.621,9

33.172,4

35.127,6

53.167,6

61.878,0

5.925,5

6.310,0

6.606,6

6.843,1

6.964,5

8.116,1

15.092,2

16.320,8

22.500,1

28.604,9

Pengilangan minyak bumi Gas alam cair

4.724,8

4.732,3

5.190,6

4.756,9

4.307,0

7.505,8

18.080,2

18.806,8

30.667,4

33.273,1

Industri tanpa migas

96.979,4

84.278,4

87.261,3

93.502,6

98.369,8

152.556,1

205.724,7

250.746,3

282.171,8

327.443,0

Listrik, gas, dan air bersih Bangunan Perdagangan, hotel, dan restoran

5.479,9

5.646,1

6.112,9

6.649,5

7.210,0

7.832,4

11.283,1

13.429,0

15.072,4

17.285,6

35.346,4

22.465,3

22.035,6

23.246,9

24.168,0

46.678,8

61.761,6

67.616,2

76.090,8

84.045,3

73.523,8

60.130,7

60.093,7

63.448,8

66.691,8

99.581,9

146.740,1

175.835,4

194.910,1

239.959,2

Perdagangan besar dan eceran

58.842,3

47.845,9

47.574,5

50.284,3

52.859,0

77.543,3

116.688,5

140.588,7

155.184,4

193.692,6

Hotel dan restoran

14.681,6

12.284,8

12.519,2

13.164,5

13.832,7

22.038,6

30.051,6

35.246,7

39.725,7

46.266,6

31.782,5

26.975,1

26.772,1

29.284,0

31.483,0

38.530,9

51.937,2

55.189,6

64.550,1

79.824,8

25.609,1

20.503,8

19.737,6

21.430,5

22.746,9

31.497,6

41.837,2

42.735,7

49.336,7

62.274,4

6.173,4

6.471,3

7.034,5

7.853,5

8.736,1

7.033,3

10.100,0

12.453,9

15.213,4

17.550,4

Pengangkutan dan komunikasi Pengangkutan Komunikasi Keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan

38.543,0

28.278,7

26.244,6

27.382,7

28.201,1

54.360,3

69.891,7

71.220,2

79.476,8

92.459,4

Bank 1)

19.956,0

13.173,0

11.861,7

12.429,5

12.899,0

25.205,2

31.710,2

31.088,6

35.404,8

42.234,2

Sewa bangunan & jasa perusahaan

18.587,0

15.105,7

14.382,8

14.953,1

15.302,2

29.155,1

38.181,5

40.131,6

44.072,1

50.225,2

37.934,5

36.475,0

37.184,0

38.001,5

38.749,9

55.962,0

82.102,5

104.955,3

121.636,9

141.017,8

Pemerintahan umum

23.616,5

21.887,5

22.250,6

22.555,1

22.795,4

32.127,9

40.641,0

59.745,0

69.460,2

81.850,9

Swasta

14.318,0

14.587,5

14.933,4

15.446,4

15.954,5

23.834,1

41.445,8

48.210,3

52.176,7

59.166,9

Jasa-jasa

PRODUK DOMESTIK BRUTO

433.245,9

376.374,9 379.352,5

397.934,3

411.132,1

627.695,6

Nonmigas

398.675,8

341.992,5 345.418,5

363.676,1

378.153,8

578.037,0

881.555,5

992.179,1 1.097.770,6 1.286.032,8

34.258,2

32.978,3

49.658,6

108.056,1

107.552,5

Migas

34.570,1

34.382,4

33.934,0

1) Termasuk lembaga keuangan di luar bank dan jasa penunjang keuangan Sumber : Badan Pusat Statistik

264

989.611,6 1.099.731,6 1.282.017,6 1.490.974,2 184.247,0

204.941,4

Lampiran

Tabel 3 Pengaruh Nilai Tukar Dagang terhadap Produk Domestik Bruto (miliar rupiah)

1997

1998

1999

2000*

2001**

Ekspor barang dan jasa atas dasar harga berlaku

174.871,3

506.244,8

390.560,1

542.992,4

612.482,2

Ekspor barang dan jasa atas dasar harga konstan

121.157,9

134.707,2

91.863,6

116.193,6

118.377,0

144,3

375,8

425,2

467,3

517,4

Rincian

1.

2.

3.

Deflator ekspor (1:2) x 100)

4.

Impor barang dan jasa atas dasar harga berlaku

176.599,8

413.058,1

301.654,0

407.036,4

485.699,7

Impor barang dan jasa atas dasar harga konstan

139.796,1

132.400,7

78.546,4

95.112,1

102.772,7

5.

6.

Deflator impor (4:5) x 100)

126,3

312,0

384,0

428,0

472,6

7.

Indeks nilai tukar dagang (3:6) x 100)

114,3

120,5

110,7

109,2

109,5

8.

Perubahan indeks nilai tukar dagang (%)

7,89

5,43

-8,10

-1,36

0,26

Kapasitas impor riil dari ekspor (1:6) x 100)

138.427,8

162.270,6

101.696,3

126.880,9

129.599,5

10. Pengaruh nilai tukar dagang (9 - 2)

17.269,9

27.563,4

9.832,7

10.687,3

11.222,5

160,33

59,60

-64,33

8,69

5,01

433.246,0

376.374,7

379.352,5

397.934,3

411.132,1

4,70

-13,13

0,79

4,90

3,32

-415.976,1

-348.811,3

-369.519,8

-387.247,0

-399.909,6

2,16

-16,15

5,94

4,80

3,27

9.

11. Perubahan nilai tukar dagang (%) 12. PDB atas dasar harga konstan 1993 13. Perubahan PDB atas dasar harga konstan (%) 14. Pendapatan Domestik Bruto (PnDB) (10 - 12) 15. Pertumbuhan PnDB (%)

Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah)

265

Lampiran

Tabel 4 Hasil Beberapa Jenis Produk Sektor Pertanian (ribu ton)

Rincian

1997

1998

1999

49.377,1 8.770,9 15.134,0 1.847,5 688,3 1.356,9 261,7

49.236,7 10.169,4 14.696,2 1.935,0 692,4 1.305,6 306,1

50.866,4 9.204,0 16.458,5 1.665,5 659,6 1.382,8 265,1

51.898,9 9.676,9 16.089,0 1.827,7 736,5 1.017,6 289,9

50.096,5 1) 9.121,4 1) 695,8 1) 862,6 1) 286,5 1)

Tanaman perkebunan Karet Kering Minyak Sawit Biji Sawit Coklat Kopi Teh Kulit Kina Gula Tebu Tembakau

309,8 2.980,9 708,3 59,7 23,0 99,9 0,1 2.166,7 8,1

330,9 3.855,4 778,3 83,0 24,1 157,2 0,4 2.065,3 17,8

303,7 4.024,8 914,6 59,0 27,3 132,2 0,4 1.907,5 28,1

336,2 4.094,0 930,6 59,7 29,5 127,8 0,6 1.896,3 14,8

138,3 2) 1.466,5 2) 333,3 2) 23,6 2) 2,6 2) 56,2 2) 0,1 2) 224,4 2) 0,3 2)

Kehutanan Kayu Bulat 3) Kayu Gergajian 3) Kayu Lapis 3)

29.520,3 2.613,5 6.709,8

19.026,9 2.707,2 7.154,7

20,619,9 2,060,2 4,611,9

-

Peternakan Daging Telur Susu (juta liter)

1.555,1 768,6 423,7

1.228,5 529,8 375,4

1.193,5 640,4 436,0

1.445,2 783,3 495,7

Perikanan Laut Darat

3.613,0 966,5

3.837,0 1.000,0

3.950,0 1.020,0

-

Tanaman pangan Padi Jagung Ubi kayu Ubi jalar Kacang tanah Kacang kedelai Kacang hijau

1) Angka Prakiraan Triwulan III-2001 2) Data sampai dengan bulan Juli 2001 3) Tahun fiskal dalam ribu meter kubik 4) Angka sementara Sumber : – Departemen Pertanian – Departemen Kehutanan – Badan Pusat Statistik

266

2000

2001

-

1.450,7 4) 793,8 4) 505,0 4)

-

Lampiran

Tabel 5 Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Tanaman Pangan

Rincian

2000

20011)

1997

1998

1999

49.377,1

49.236,7

50.866,4

51.898,9

50.096,5

Jagung

8.770,9

10.169,4

9.204,0

9.676,9

9.121,4

Ubi kayu

15.134,0

14.696,2

16.458,5

16.089,0

-

Ubi jalar

1.847,5

1.935,0

1.665,5

1.827,7

-

688,3

692,4

659,6

736,5

695,8

1.356,9

1.305,6

1.382,8

1.017,6

862,6

261,7

306,1

265,1

289,9

286,5

11.140,6

11.730,3

11.963,2

11.793,5

11.412,0

Jagung

3.355,2

3.847,8

3.456,4

3.500,3

3.305,1

Ubi kayu

1.243,4

1.205,4

1.350,0

1.284,0

1.279,9

Ubi jalar

195,4

202,1

172,2

194,3

167,1

Kacang tanah

628,1

651,1

625,0

683,6

650,7

1.119,1

1.095,1

1.151,1

824,5

723,0

294,2

339,2

298,1

131,3

319,6

Padi

44,3

42,0

42,5

44,0

43,9

Jagung

26,1

26,4

26,6

27,6

27,6

Ubi kayu

121,7

121,9

121,9

125,3

-

Ubi jalar

94,5

95,8

96,7

94,1

-

Kacang tanah

11,0

10,6

10,6

10,8

10,7

Kacang kedelai

12,1

11,9

12,0

12,3

11,9

8,9

9,0

8,9

22,1

9,0

Produksi (ribu ton) Padi

Kacang tanah Kacang kedelai Kacang hijau

Luas panen (ribu hektar) Padi

Kacang kedelai Kacang hijau

Produktivitas (kuintal/hektar)

Kacang hijau

1)

Angka Prakiraan Triwulan III 2001 Sumber : Departemen Pertanian

267

Lampiran

Tabel 6 Hasil Beberapa Jenis Produk Sektor Pertambangan dan Penggalian

Rincian

Pertambangan Migas Minyak Mentah 1) LNG LPG Pertambangan Non Migas Batubara Nikel Tembaga 1) Timah Bauksit Pasir Besi Emas Perak

Satuan

1997

1998

1999

2000

2001

Juta Barel Ribu Metric Ton Ribu Metric Ton

576,4 27.136,7 2.805,1

569,2 27.179,9 2.312,2

545,7 29.812,4 2.249,8

507,3 27.203,0 2.047,3

448,7 10.727,2 892,2

2)

Ribu Metric Ton

52.074,3

60.320,8

69.357,6

76.820,2

52.406,8

4)

Ribu Metric Ton Ribu Metric Ton Ribu Metric Ton Ribu Metric Ton Ribu Metric Ton Ribu Kg Ribu Kg

2.829,9 1.840,7 55,2 808,7 487,4 90,0 270,4

2.734,0 2.640,0 54,0 1.055,6 561,0 124,0 350,0

3.245,3 2.645,2 47,8 1.142,5 562,3 129,0 292,3

3.349,3 3.193,5 50,2 1.175,4 538,9 117,6 334,6

2.079,5 2.241,8 48,7 926,8 341,9 99,3 154,6

4)

1) Termasuk Kondensat 2) Data sampai dengan bulan November 2001 3) Data sampai dengan bulan Mei 2001 4) Data sampai dengan bulan September 2001 Sumber : - Departemen Pertambangan dan Energi - Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi - Badan Pusat Statistik

Tabel 7 Penjualan Tenaga Listrik (juta KWJ)1)

Tahun Total

1997 64.314,5

Sosial Rumah Tangga

1999

64.383,3

71.337,7

2000 79.050,3

20011) 69.964,5

1.396,3

1.425,8

1.488,7

1.667,1

1.508,0

22.642,4

24.391,0

26.859,2

30.506,0

27.381,8

Bisnis

8.660,4

8.507,5

9.332,2

10.224,4

9.002,1

Industri

29.358,1

27.779,1

31.338,5

33.994,4

29.876,3

Publik

2.257,3

2.280,0

1.341,6

2.096,7

1.990,9

-

-

977,3

561,7

205,4

Multiguna

1) Data sampai dengan bulan Oktober 2001 Sumber : PT. Perusahaan Listrik Negara

268

1998

3) 3)

4) 4) 4) 4) 4) 4)

Lampiran

Tabel 8 Perkembangan Upah Minimum Harian Regional per Propinsi (dalam rupiah)

Rincian

1997

1998

1999

2000

2001

D.I. Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Batam Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah D.I. Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Timor Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Sulawesi Sulawesi Sulawesi Maluku Irian Jaya

4.270 5.030 3.970 5.050 7.830 3.980 4.250 4.250 4.200 5.750 5.120 3.770 3.550 4.150 4.720 3.600 3.550 4.600 4.220 4.600 4.170 5.100 3.930 3.550 3.750 4.030 4.530 5.670

4.900 5.800 4.567 5.800 9.000 4.583 5.183 4.883 4.833 6.617 5.892 4.333 4.083 4.767 5.417 4.133 4.083 5.283 4.850 5.283 4.800 5.867 4.517 4.083 4.317 4.633 5.217 6.517

5.700 7.000 5.333 7.267 9.667 5.000 5.850 5.000 5.333 7.700 6.958 5.100 4.333 5.683 5.883 4.833 4.767 6.100 5.833 6.500 5.533 6.467 5.167 5.000 4.933 5.333 6.000 7.500

8.833 8.467 6.667 10.000 14.167 5.767 6.533 5.777 6.400 11.475 7.667 6.167 6.483 0 6.343 6.000 6.133 0 7.600 9.500 6.667 7.767 6.200 6.767 6.667 7.000 6.000 10.500

10.000 11.350 8.333 14.050 17.000 8.167 8.500 8.000 8.000 14.208 8.167 8.167 7.917 8.355 10.325 8.000 9.167 n.a. 10.150 12.067 9.833 10.000 12.400 8.167 10.000 9.167 7.667 13.333

Rata-rata 1) Rata-rata 2) Perubahan (%) 3)

4.347 4.471 10

5.009 5.151 15

5.782 5.921 15

7.053 7.316 22

9.750 10.018 38

1) Tidak termasuk Batam 2) Termasuk Batam 3) Perubahan tidak termasuk Batam Sumber : Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (diolah)

269

Lampiran

Tabel 9 Rencana Penanaman Modal Dalam Negeri yang Disetujui Pemerintah menurut Sektor (miliar rupiah)

Jumlah1) Sektor

1997

1998

1999

2000

20012)

1968 s.d. Juli 2000 Nilai a)

Proyek b)

Pertanian, kehutanan, dan perikanan Pertanian Kehutanan Perikanan

14.807,7 13.737,5 165,5 904,7

5.315,1 4.757,9 542,9 14,3

2.408,3 1.614,8 749,3 44,2

1.578,7 1.408,3 35,0 135,4

1.331,0 731,0 445,9 154,1

88.020,7 70.944,4 6.608,7 10.467,6

1.711 1.094 301 316

Pertambangan Industri Makanan Tekstil Kayu Kertas Kimia dan farmasi Mineral bukan logam Logam dasar Barang-barang logam Lain-lain

126,3 79.334,3 13.048,6 6.831,3 762,2 11.841,9 22.497,2 11.638,7 8.021,5 4.683,9 9,0

116,3 44.908,0 6.711,8 1.137,6 1.971,9 12.754,1 15.583,2 3.469,0 1.786,3 960,9 533,2

174,0 46.747,5 12.729,9 2.561,5 1.229,0 20.244,1 2.480,9 70,4 6.354,2 1.070,7 6,8

36,4 81.976,1 8.547,6 2.386,4 168,8 8.174,2 56.435,9 3.523,0 274,3 2.465,9 0,0

1.198,2 41.609,1 8.957,0 2.217,4 546,5 4.771,0 22.236,2 596,5 287,0 0,0 1.997,5

5.974,4 580.991,0 153.704,9 56.017,6 19.342,0 101.120,1 122.656,5 63.561,2 33.437,8 30.024,3 1.126,6

172 6.561 990 1.358 816 423 1.350 436 211 873 104

Konstruksi Perhotelan Pengangkutan Perumahan dan perkantoran Jasa lainnya

877,0 2.587,9 4.649,4 4.300,5 13.189,8

1.992,0 1.150,4 3.260,5 1.547,5 2.459,5

395,1 1.379,9 225,3 995,5 1.226,3

843,6 153,5 1.801,6 292,6 1.611,9

2.006,8 2.459,0 1.416,4 4.540,9 1.635,1

9.569,2 32.676,8 26.151,8 37.540,0 28.715,4

170 717 1.004 369 387

119.872,9

60.749,3

53.551,9

88.294,4

56.196,5

809.639,3

11.091

Jumlah

1) a. Data kumulatif investasi sejak 1968 merupakan penjumlahan dari investasi baru, perluasan, alih status, perubahan, dan penggabungan dikurangi pembatalan b. Data kumulatif proyek sejak 1968 merupakan penjumlahan dari proyek baru, alih-status, dan penggabungan dikurangi pencabutan Data terakhir kumulatif nilai investasi & proyek (PMDN) sejak th. 1968 hanya sampai dengan Juli 2000 2) Data s.d. akhir Desember 2001 Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal

270

Lampiran

Tabel 10 Penyebaran Rencana Penanaman Modal Dalam Negeri yang Disetujui Pemerintah menurut Dati I (miliar rupiah)

Jumlah1) Daerah Tingkat I

1997

1998

1999

2000

20012)

1968 s.d. Juli 2000 Nilai a)

Proyek b)

Jawa dan Madura DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur

63.680,8 8.553,5 37.423,5 5.764,2 235,6 11.704,0

18.871,5 4.289,7 8.117,1 2.574,9 6,0 3.883,8

22.126,8 1.260,5 18.393,9 849,6 34,6 1.588,2

17.314,0 3.521,8 9.742,2 1.019,5 119,9 2.910,6

20.272,4 7.845,4 7.024,7 3) 2.174,3 105,5 3.122,5

401.423,9 71.339,3 221.414,4 36.884,6 2.053,4 69.732,2

7.419 1.841 3.434 758 127 1.259

Sumatera DI Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung

33.561,7 1.114,1 3.395,5 522,6 11.862,4 9.793,5 5.391,4 630,7 851,5

10.669,4 1.297,3 1.101,5 336,8 4.925,1 1.429,4 882,7 4,0 692,6

14.746,3 94,2 1.079,4 597,6 9.091,5 3.001,7 149,3 121,4 611,2

35.584,3 89,6 363,8 575,5 33.285,1 882,2 67,7 22,5 297,9

8.677,3 64,4 981,6 1,0 5.584,5 771,5 625,6 0,0 648,7

239.389,2 9.435,6 15.841,5 90.401,7 61.807,6 28.618,3 19.123,8 3.013,6 11.147,1

1.677 135 356 137 470 90 251 58 180

Kalimantan Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur

13.935,7 3.825,9 1.688,0 4.300,1 4.121,7

11.966,6 416,9 9.093,4 640,6 1.815,7

5.359,5 222,6 3.561,4 410,5 1.165,0

4.277,7 21,1 331,5 3.064,8 860,3

3.776,9 10,1 164,3 188,4 3.414,1

77.561,5 20.110,6 20.243,0 12.899,4 24.308,5

845 253 145 166 281

Sulawesi Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara

3.849,9 277,8 725,5 1.880,0 966,6

13.022,9 1.132,4 630,7 11.168,7 91,1

1.795,8 51,8 543,9 696,2 503,9

30.297,3 1.487,5 262,5 28.380,4 166,9

20.191,3 2.241,6 4) 1.067,8 16.581,5 300,4

39.054,2 6.062,4 6.389,0 22.443,0 4.159,8

475 91 74 268 42

Nusa Tenggara Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur

1.222,5 352,5 870,0

1.289,0 638,5 650,5

35,2 14,9 20,3

757,0 755,5 1,5

1,600,6 519,7 1.080,9

5.237,3 2.821,1 2.416,2

131 78 53

Bali Timor Timur Maluku Irian Jaya

850,7 0,0 1.060,0 1.711,6

804,6 2.802,6 44,5 1.278,7

1.002,7 47,8 20,0 8.416,0

21,6 0,0 0,0 42,5

540,2 0,0 0,0 1.137,8

10.979,2 3.359,4 7.688,7 24.945,9

316 8 133 87

119.872,9

60.749,8

53.550,1

88.294,4

56.196,5

809.639,3

11.091

Jumlah

1) a. Data kumulatif investasi sejak 1968 merupakan penjumlahan dari investasi baru, perluasan, alih status, perubahan, dan penggabungan dikurangi pembatalan b. Data kumulatif proyek sejak 1968 merupakan penjumlahan dari proyek baru, alih-status, dan penggabungan dikurangi pencabutan Data terakhir kumulatif nilai investasi & proyek (PMDN) sejak th. 1968 hanya sampai dengan Juli 2000 2) Data s.d. akhir Desember 2001 3) Termasuk Propinsi Banten 4) Termasuk Propinsi Gorontalo Sumber : - Badan Koordinasi Penanaman Modal

271

Lampiran

Tabel 11 Rencana Penanaman Modal Asing yang Disetujui Pemerintah menurut Sektor (juta $)

Jumlah1) Sektor

Pertanian, kehutanan, dan perikanan Pertanian Kehutanan Perikanan Pertambangan Industri Makanan Tekstil Kayu Kertas Kimia dan farmasi Mineral bukan logam Logam dasar Barang-barang logam Lain-lain Konstruksi Perhotelan Pengangkutan Perumahan dan perkantoran Jasa lainnya Jumlah

1997

1998

1999

2000

20012)

1967 s.d. Juli 2000 Nilai a)

Proyek b)

463,7 436,6 0,0 27,1

998,2 965,2 0,0 33,0

482,4 412,7 0,0 69,7

443,5 388,9 5,0 49,6

387,3 281,3 100,5 5,5

8.063,6 6.686,6 653,1 723,9

380 240 28 112

1,6 23.017,3 572,8 372,6 69,7 5.353,3 12.376,4 1.457,3 357,0 2.331,7 126,5

0,3 8.388,2 342,0 216,9 70,8 40,8 6.178,8 237,1 394,4 890,5 16,9

14,2 6.929,2 680,9 240,2 113,2 1.411,8 3.268,2 110,4 501,3 593,0 10,2

1,1 10.633,7 701,3 400,3 157,0 88,0 7.406,4 9,6 830,7 1.005,5 34,9

112,4 5.097,7 278,8 328,0 19,9 741,2 2.309,7 105,0 651,0 0,0 664,1

9.925,3 146.967,7 7.276,6 7.730,4 2.369,2 24.809,9 68.478,9 7.068,8 9.786,2 18.801,2 646,5

207 4.376 352 800 391 130 928 166 136 1.337 136

306,8 462,6 5.900,0 1.397,6 2.282,9

197,8 451,1 79,0 1.270,9 2.177,6

153,4 228,6 102,7 171,1 2.800,2

125,3 257,0 1.217,3 301,5 2.303,4

47,6 891,6 378,0 177,4 1.887,6

2.049,0 11.327,4 13.529,6 12.697,6 23.922,3

376 331 279 221 2.278

33.832,5

13.563,1

10.881,8

15.282,8

8.979,6

228.482,5

8.448

1) a. Data kumulatif investasi sejak 1967 merupakan penjumlahan dari investasi baru, perluasan, alih status, perubahan, dan penggabungan dikurangi pembatalan b. Data kumulatif proyek sejak 1967 merupakan penjumlahan dari proyek baru, alih-status, dan penggabungan dikurangi pencabutan Data terakhir kumulatif nilai investasi & proyek (PMA) sejak th. 1967 hanya sampai dengan Juli 2000 2) Data s.d. akhir Desember 2001 Sumber : - Badan Koordinasi Penanaman Modal

272

Lampiran

Tabel 12 Penyebaran Rencana Penanaman Modal Asing yang Disetujui Pemerintah menurut Dati I (juta $)

Jumlah1) Daerah Tingkat I

1997

1998

1999

2000

20012)

1967 s.d. Juli 2000 Nilai a)

Proyek b)

Jawa dan Madura DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Sumatera DI Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Kalimantan Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Nusa Tenggara Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Bali Timor Timur Maluku Irian Jaya

20.535,0 6.136,1 7.973,3 2.195,7 14,3 4.215,6 11.163,9 771,9 3.514,6 7,1 6.743,0 0,0 73,2 0,0 54,1 1.056,1 28,2 6,0 438,7 583,2 426,1 358,8 5,5 58,3 3,5 14,6 0,6 14,0 114,7 0,0 17,8 504,4

10.840,4 1.700,1 5.504,1 3.066,7 6,0 563,5 1.415,7 6,2 229,6 175,8 537,1 201,9 129,3 37,7 98,1 722,7 251,2 0,4 73,4 397,7 192,7 157,4 6,9 27,8 0,6 57,2 34,6 22,6 308,5 12,4 4,9 8,6

2.635,9 783,8 1.498,2 69,7 10,5 273,7 7.652,6 51,8 102,7 344,9 6.956,9 42,0 39,7 18,4 96,2 226,8 102,0 50,3 30,3 44,2 141,8 24,1 2,7 12,5 102,5 15,0 13,6 1,4 193,8 0,0 1,7 23,2

10.539,9 3.270,5 3.138,0 3.013,8 4,0 1.113,6 2.945,6 1.811,1 193,3 18,5 418,0 252,7 215,5 0,2 36,3 137,0 3,3 74,8 3,1 55,8 68,5 22,2 1,8 36,5 8,0 1.413,5 1.408,5 5,0 125,8 0,0 0,1 52,4

5.718,9 1.145,0 2.771,9 3) 116,0 10,0 1.676,0 2.325,5 6,0 82,3 37,3 2.093,9 5,6 44,6 1,9 53,9 235,0 21,8 11,8 9,7 191,7 70,8 1,1 0,5 68,7 0,5 5,7 5,0 0,7 518,9 0,0 9,3 95,5

144.536,6 34.897,1 64.993,2 13.837,6 309,9 30.498,8 49.753,1 2.549,5 9.978,0 1.036,2 24.801,8 4.407,8 5.147,4 258,1 1.574,3 11.513,7 1.225,6 547,4 3.279,0 6.461,7 8.916,0 1.117,9 172,2 7.373,8 252,1 3.936,8 3,774,3 162,5 3.381,7 45,2 395,5 6.003,9

6.345 2.754 2.646 267 45 633 1.061 44 203 52 607 19 61 23 52 267 73 55 49 90 170 68 21 60 21 77 59 18 441 2 28 57

Jumlah

33.832,6

13.563,1

10.890,8

15.282,8

8.979,6

228.482,5

8.448

1) a. Data kumulatif investasi sejak 1967 merupakan penjumlahan dari investasi baru, perluasan, alih status, perubahan, dan penggabungan dikurangi pembatalan b. Data kumulatif proyek sejak 1967 merupakan penjumlahan dari proyek baru, alih- status, dan penggabungan dikurangi pencabutan Data terakhir kumulatif nilai investasi & proyek (PMA) sejak th. 1967 hanya sampai dengan Juli 2000 2) Data s.d. akhir Desember 2001 3) Termasuk Propinsi Banten Sumber : - Badan Koordinasi Penanaman Modal

273

Lampiran

Tabel 13 Rencana Penanaman Modal Asing yang Disetujui Pemerintah menurut Negara Asal (juta $) Jumlah 1)

Negara Asal

Eropa Belanda

1997

1998

1999

2000

20012)

1967 s.d. Juli 2000 Nilai a)

Proyek b)

11.740,2

5.311,0

730,2

5.864,8

920,4

41.250,8

1.254

319,5

411,8

48,7

1.159,2

88,0

6.228,8

267

Belgia

16,5

11,5

9,8

5,7

0,2

367,3

50

Inggris

5.473,6

4.745,3

507,0

3.574,0

722,6

21.163,5

390

Jerman

4.467,8

71,0

87,1

958,6

42,7

8.329,1

192

456,6

7,5

22,7

64,4

14,4

1.219,8

107

Perancis Swiss Lainnya Amerika Amerika Serikat

73,5

35,1

42,1

42,2

11,7

1.083,1

74

932,7

28,8

12,8

60,7

40,8

2.859,2

174

1.112,8

699,6

144,2

254,3

81,3

11.642,4

550

1.017,7

568,3

136,7

243,1

72,6

10.449,2

397

Kanada

6,2

8,1

3,2

3,6

8,4

156,7

109

Lainnya

88,9

123,2

4,3

7,6

0,3

1.036,5

44

15.169,6

4.673,8

6.486,1

3.824,0

6.154,0

110.509,6

5.103

251,0

549,1

76,9

106,2

39,4

14.594,4

404

Jepang

5.421,3

1.330,7

644,3

1.961,1

759,7

36.586,1

1.179

Korea Selatan

1.409,9

202,4

263,0

688,4

357,2

9.490,0

936

Malaysia

2.289,3

1.060,2

186,1

167,7

2.226,3

7.035,3

366

0,0

62,5

4,9

7,4

1,8

165,2

26

Singapura

2.298,6

1.267,4

731,1

535,0

1.129,5

19.190,2

1.094

Taiwan

3.419,4

165,4

1.489,3

131,0

72,1

16.100,7

809

Asia Hongkong

Filipina

Thailand

19,1

2,8

8,4

6,8

3,0

1.781,8

38

Lainnya

61,0

33,3

3.082,1

220,4

1.565,0

5.565,9

251

187,5

85,1

2.458,5

58,6

255,2

9.501,0

456

93,5

75,2

65,6

466,5

560,1

1.440,1

47

5.528,9

2.718,4

1.006,0

4.814,6

1.008,6

54.138,6

1.038

33.832,5

13.563,1

10.890,6

15.282,8

8.979,6

228.482,5

8.448

Australia Afrika Gabungan negara

Jumlah

1) a. Data kumulatif investasi sejak 1967 merupakan penjumlahan dari investasi baru, perluasan, alih status, perubahan, dan penggabungan dikurangi pembatalan b. Data kumulatif proyek sejak 1967 merupakan penjumlahan dari proyek baru, alihstatus, dan penggabungan dikurangi pencabutan Data terakhir kumulatif nilai investasi & proyek (PMA) sejak th. 1967 hanya sampai dengan Juli 2000 2) Data s.d. akhir Desember 2001 Sumber : - Badan Koordinasi Penanaman Modal

274

Lampiran

Tabel 14 Indeks Harga Konsumen Indonesia

Bahan Makanan

Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau

Perumahan

Sandang

156,97 179,14 189,99 227,88 263,22 166,71 196,39 261,00 163,22 281,09 287,60 281,65 275,09 271,38 268,25 258,96 248,54 239,06 237,24 240,00 249,54 256,85 256,00 250,16 246,16 246,08 246,47 251,39 246,68 240,76 241,37 246,96 259,53 258,68 263,04 265,51 262,89 266,84 270,43 274,88 268,42 266,45 269,53 282,50 290,74

211,58 142,23 167,92 207,21 211,58 213,80 216,87 216,34 215,52 215,20 215,16 214,87 215,33 216,26 216,13 216,51 219,20 220,00 220,17 219,97 225,28 225,07 227,25 229,45 231,43 232,73 237,42 241,62 243,49 245,87 247,59 250,49 252,77 255,28 261,35 266,46 267,54 269,14 270,38 272,38 278,75

178,57 188,93 198,00 210,36 159,03 128,61 139,17 155,92 159,03 160,62 162,06 162,92 164,04 164,91 165,34 166,06 165,87 166,12 166,45 165,93 166,77 167,56 168,34 169,05 171,03 174,18 174,87 176,06 176,71 177,93 180,60 182,93 183,61 184,74 185,96 188,19 190,09 191,63 194,72 197,93 199,69 203,04 203,89 206,05 208,57

147,53 157,42 166,76 179,96 219,71 161,39 195,29 225,22 219,71 232,11 234,23 234,71 233,58 231,18 228,32 224,69 226,56 229,63 232,23 228,38 233,21 237,47 239,79 240,09 240,50 242,55 244,54 248,54 247,01 247,12 248,68 249,95 256,98 259,03 258,88 260,70 264,85 270,08 271,94 272,10 264,80 266,57 271,77 274,81 277,90

Akhir periode 1)

1994 2) 1995 1996 1997 1998 Januari - Maret April - Juni 3) Juli - September Oktober - Desember 1999 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober 4) November Desember 2000 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember 2001 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember

Kesehatan

161,69 173,33 190,72 206,72 212,54 155,88 171,97 204,49 212,54 214,07 214,12 215,80 216,57 217,60 218,22 219,48 220,98 220,00 220,06 219,97 220,37 220,87 221,85 222,43 224,87 225,76 226,50 229,42 230,43 236,19 238,16 240,47 241,46 242,26 244,77 247,97 252,17 254,79 257,03 259,74 260,26 260,62 261,32 262,26 262,99

Pendidikan, Rekreasi & Olahraga

161,84 134,74 140,84 162,17 161,84 161,40 161,89 162,05 162,04 162,59 163,06 163,87 166,48 169,52 170,17 170,42 170,44 170,43 170,23 171,83 173,50 174,91 175,41 178,51 195,70 198,02 199,24 199,50 200,28 200,61 201,38 202,17 203,41 203,89 204,61 209,40 218,08 222,74 223,38 223,57 224,12

Transpor dan Komunikasi

163,70 119,74 150,38 163,18 163,70 164,95 164,29 169,16 169,07 170,06 170,23 169,94 169,68 169,94 171,31 171,56 172,20 173,68 173,45 174,01 176,83 181,19 182,54 183,37 184,69 186,65 191,19 191,78 194,00 193,21 194,29 195,00 196,06 197,42 204,14 218,09 218,12 219,75 219,99 220,14 221,47

Umum

163,17 177,83 189,62 211,62 198,64 142,15 163,89 196,23 198,64 204,54 207,12 206,75 205,34 204,76 204,07 201,93 200,05 198,68 198,79 199,00 202,45 205,12 205,27 204,34 205,48 207,21 208,24 210,91 211,99 211,87 214,33 217,15 221,37 222,10 224,04 226,04 227,07 229,63 233,46 238,52 237,92 239,44 241,06 245,18 249,15

Perubahan Indeks Umum

9,24 8,64 6,47 11,05 1,23 27,11 15,29 19,73 1,23 2,01 2,97 1,26 -0,18 -0,68 -0,28 -0,34 -1,05 -0,93 -0,68 0,06 0,25 1,73 9,35 1,32 0,07 -0,45 0,56 0,84 0,50 1,28 0,51 -0,06 1,16 1,32 1,94 12,55 0,33 0,87 0,89 0,46 1,13 1,67 2,12 -0,21 0,64 0,68 1,71 1,62

1) Angka tahunan/triwulanan adalah angka akhir periode yang bersangkutan 2) Berdasarkan April 1988 - Maret 1989 = 100 dengan 4 kelompok: kolom (2) adalah kelompok Makanan; kolom (6) adalah kelompok Aneka Barang dan Jasa 3) Berdasarkan Januari 1996 - Desember 1996 = 100, IHK dihitung di 44 kota dan dibagi menjadi 7 kelompok 4) Sejak Oktober 1999, IHK dihitung di 43 kota (minus kota Dili) Sumber : Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi

275

Lampiran

Tabel 15 Indeks Harga Perdagangan Besar Indonesia 1)

Perubahan 2001 Kelompok

1997

1998

1999

2000

2001

terhadap 2000 (%)

Pertanian

445

750

410

459

567

24

Pertambangan dan penggalian

318

396

214

236

275

17

Industri

275

455

268

278

309

11

Impor

260

598

289

316

356

13

Ekspor

238

592

366

461

669

45

Migas

204

474

355

393

462

18

Nonmigas

353

994

370

634

521

-18

Indeks Umum

282

568

314

353

403

14

1)

Angka tahunan merupakan rata-rata Indeks selama satu tahun yang bersangkutan Tahun 1996 - 1998, perhitungan Indeks Harga Perdagangan Besar menggunakan tahun dasar 1983 (1983=100) Tahun 1999 - 2001, perhitungan Indeks Harga Perdagangan Besar menggunakan tahun dasar 1993 (1993=100) Sumber : Badan Pusat Statistik

276

Lampiran

Tabel 16 Perkembangan Laju Inflasi di 43 Kota (persen)

Kota

1997

Lhokseumawe Banda Aceh Padang Sidempuan Sibolga Pematang Siantar Medan Padang Pekanbaru Batam Jambi Palembang Bengkulu Bandar Lampung Jakarta Tasikmalaya Serang/Celegon Bandung Cirebon Purwokerto Surakarta Semarang Tegal Yogyakarta Jember Kediri Malang Surabaya Denpasar Mataram Kupang Pontianak Sampit Palangkaraya Banjarmasin Balikpapan Samarinda Manado Palu Makasar Kendari Ternate Ambon Jayapura Inflasi Nasional

8,44 9,90 16,84 14,60 15,14 13,10 10,72 11,05 17,13 9,89 13,58 9,21 9,70 11,70 10,44 12,45 9,95 10,74 9,38 9,07 10,88 10,44 10,72 9,89 12,75 7,38 9,11 9,75 8,66 7,71 12,29 15,79 13,03 12,98 13,28 10,93 13,66 9,70 8,20 8,42 16,77 7,99 10,35 11,05

1998 1) 79,66 79,01 85,72 85,01 80,23 83,81 87,20 75,86 52,89 72,31 89,18 84,10 85,22 74,42 73,55 65,43 72,59 62,23 80,93 66,38 67,19 67,73 77,46 84,95 77,08 93,16 95,21 75,11 90,50 62,58 78,85 75,94 74,65 74,43 75,10 68,31 74,24 95,18 80,86 97,79 72,98 75,82 61,83 77,63

1999 2)

2000

2001

6,61 5,57 -0,14 1,65 -0,54 1,68 4,23 4,35 -0,28 0,49 -1,01 0,47 3,34 1,77 1,58 -0,04 4,29 4,75 0,99 0,46 1,51 1,11 2,51 3,16 -0,64 1,49 0,24 4,39 0,59 10,65 4,49 -4,98 -0,13 1,47 3,01 3,69 7,41 3,58 1,64 1,29 0,38 8,26 3,49 2,01

8,73 10,57 3,95 6,95 4,67 5,90 10,99 10,34 9,00 8,40 8,49 8,21 10,18 10,29 4,57 7,03 8,52 6,52 10,02 7,89 8,73 7,85 7,32 10,35 7,05 10,62 10,46 9,81 5,19 10,62 8,34 11,87 8,57 7,57 10,67 11,91 11,41 8,41 9,73 11,25 14,51 8,52 10,23 9,35

11,67 16,60 9,84 8,66 13,55 15,50 9,86 14,65 12,64 10,11 15,15 10,58 12,94 11,52 16,71 12,75 11,91 12,93 11,76 15,58 13,98 11,26 12,56 13,92 15,91 12,45 14,13 11,52 14,76 12,34 10,60 14,69 13,35 8,36 10,82 10,21 13,30 18,73 11,77 12,56 13,71 14,12 14,00 12,55

Keterangan 1) Dihitung dengan menggunakan tahun dasar 1996 = 100 di 44 kota dan terbagi menjadi tujuh kelompok 2) Dihitung dengan menggunakan tahun dasar 1996 = 100 di 43 kota (minus kota Dili) dan terbagi menjadi tujuh kelompok Sumber : Badan Pusat Statistik

277

Lampiran

Tabel 17 Neraca Pembayaran Indonesia (juta $)

Rincian

A. Transaksi Berjalan 1. Barang a. Ekspor f.o.b - Nonmigas - Migas b. Impor f.o.b - Nonmigas

1997

1998

1999

2000

2001 *

-5.001

4.096

5.783

7.992

4.977

10.074

18.428

20.644

25.042

21.647

56.297

50.370

51.243

65.407

58.689

44.576

42.951

40.988

50.341

45.816

11.721

7.419

10.255

15.066

12.873

-46.223

-31.942

-30.599

-40.366

-37.042 -31.448

-41.447

-29.087

-26.632

-34.378

- Migas

-4.776

-2.855

-3.967

-5.988

-5.594

2. Jasa-jasa (bersih)

-15.075

-14.332

-14.861

-17.050

-16.670

-10.525

-11.420

-11.660

-12.500

-12.361

-4.550

-2.911

-3.201

-4.550

-4.309

- Nonmigas - Migas B. Transaksi Modal 1. Lalu Lintas Modal Pemerintah (bersih) a. Penerimaan

2.542

-3.836

-4.571

-6.772

-8.915

2.880

10.009

5.352

3.217

-290

7.594

13.213

7.932

4.986

3.329

- Bantuan program

0

1.821

3.870

1.361

458

- Bantuan pangan

0

160

273

76

0

4.538

2.788

2.408

2.420

2.470

- IGGI/CGI - Diluar IGGI/CGI 1)

3.056

8.444

1.381

1.130

401

b. Pelunasan pinjaman2)

-4.714

-3.204

-2.581

-1.769

-3.619

2. Lalu Lintas Modal Swasta (bersih)

-338

-13.845

-9.923

-9.989

-8.625

a. Penanaman modal langsung (bersih)

4.677

-355

-2.745

-4.550

-5.912

b. Lainnya (bersih)

-5.015

-13.491

-7.178

-5.439

-2.713

C. Jumlah (A+B)

-2.459

260

1.212

1.220

-3.938

D. Selisih Perhitungan (bersih)

-1.651

2.084

2.080

3.822

2.560

E. Lalu-lintas Moneter 3)

4.110

-2.344

-3.292

-5.042

1.378

1)

Termasuk bantuan IMF

2)

Setelah diperhitungkan rescheduling dan termasuk pembayaran kepada IMF

3)

Minus (-) : Suplus ; Sejak tahun 2000 lalu lintas moneter berdasarkan pada mutasi cadangan devisa atas dasar konsep International Reserve and Foreign Currency Liquidity (IRFCL) menggantikan Gross Foreign Assets (GFA).

278

Lampiran

Tabel 18 Nilai Ekspor Nonmigas menurut Komoditas (juta $)

2000

20011)

40.987

50.341

45.816

5.091 53 1.006 602 169 195 139 21 1.779 1.041 72 1.056

4.179 86 854 465 102 183 108 23 1.574 886 74 710

4.152 97 883 327 115 227 80 11 1.622 971 94 695

4.015 128 980 181 107 98 120 13 1.685 994 101 601

4.353 277 1.548 233 280 1.638 377

4.703 260 1.792 165 202 1.669 614

4.130 242 1.441 219 138 1.665 425

5.566 234 2.272 360 260 1.635 805

5.113 222 2.265 292 207 1.662 466

35.057 7.614 4.186 1.031 5.704 3.482 204 1.662 86 1.746 1.140 3.264 37 1.957 406 272 2.219 787 1.415 5.515

33.157 7.034 3.769 2.089 4.245 2.328 39 888 51 2.098 1.387 2.813 87 2.471 415 269 1.583 935 1.478 5.275

32.678 6.291 3.450 569 4.526 2.259 255 1.369 47 1.835 1.078 3.365 143 2.645 374 279 1.519 860 1.853 5.670

40.623 7.317 4.067 548 4.495 1.996 296 1.265 62 2.259 1.217 6.366 141 3.046 440 349 1.620 1.216 3.783 6.205

36.688 7.047 4.038 581 4.094 1.854 285 1.076 41 2.338 1.197 6.446 176 2.473 432 299 1.533 1.045 2.894 4.731

Rincian

1997

1998

1999

Total Ekspor

44.577

42.951

Pertanian Kayu Getah karet Kopi Teh Lada Tembakau Tapioka Hewan & hasilnya - Udang Kulit Lainnya

5.166 64 1.505 583 152 165 124 23 1.789 1.047 56 706

Mineral Timah Tembaga Nikel Aluminium Batu bara Lainnya Industri Tekstil & produk tekstil - Pakaian jadi Kerajinan tangan Produk kayu - Kayu lapis Produk rotan Minyak sawit Bungkil kopra Produk kimia Produk logam Barang-barang listrik Semen Kertas Produk karet Gelas dan alat dari gelas Alas kaki Produk plastik Mesin & psw. mekanik Lainnya 1) Angka proyeksi

279

Lampiran

Tabel 19 Volume Ekspor Nonmigas menurut Komoditas (ribu ton)

Rincian

Total Ekspor Pertanian Kayu Getah karet Kopi Teh Lada Tembakau Tapioka Hewan & hasilnya - Udang Kulit Lainnya Mineral Timah Tembaga Nikel Aluminium Batu bara Lainnya Industri Tekstil & produk tekstil - Pakaian jadi Kerajinan tangan Produk kayu - Kayu lapis Produk rotan Minyak sawit Bungkil kopra Produk kimia Produk logam Barang-barang listrik Semen Kertas Produk karet Gelas dan alat dari gelas Alas kaki Produk plastik Mesin & psw, mekanik Lainnya

1) Angka proyeksi

280

1997

1998

1999

2001 1)

2000

Volume Pangsa (%)

Volume Pangsa (%) Volume Pangsa (%) Volume Pangsa (%)

Volume Pangsa (%)

251.845

100,0

199.771

100,0

175,610

100,0

176,535

100,0

246.148

100,0

4.731 708 1.483 356 96 33 56 244 704 141 1 1.050

1,9 0,3 0,6 0,1 0,0 0,0 0,0 0,1 0,3 0,1 0,0 0,4

5.936 489 1.584 411 113 45 114 211 949 165 13 2.007

3,0 0,2 0,8 0,2 0,1 0,0 0,1 0,1 0,5 0,1 0,0 1,0

5.395 679 1.544 362 107 35 78 300 819 164 38 1.433

3,1 0,4 0,9 0,2 0,1 0,0 0,0 0,2 0,5 0,1 0,0 0,8

4,649 685 1.410 363 109 67 32 161 664 182 11 965

2,6 0,4 0,8 0,2 0,1 0,0 0,0 0,1 0,4 0,1 0,0 0,5

5.329 740 1.565 422 114 110 36 166 632 156 12 1.131

2,2 0,3 0,6 0,2 0,0 0,0 0,0 0,1 0,3 0,1 0,0 0,5

217.018 50 1.932 2.224 1.081 45.822 165.909

86,2 0,0 0,8 0,9 0,4 18,2 65,9

154.226 49 2.946 1.409 1.076 52.411 96.335

77,2 0,0 1,5 0,7 0,5 26,2 48,2

116.809 47 2.261 2.008 1.125 53.899 57.469

66,5 0,0 1,3 1,1 0,6 30,7 32,7

125.015 46 3.144 1.918 1.204 59.742 58.961

70,8 0,0 1,8 1,1 0,7 33,8 33,4

179.395 58 2.860 2.138 1.467 58.149 172.651

72,9 0,0 1,2 0,9 0,6 23,6 70,1

30.096 1.369 318 183 6.914 5.087 52 3.245 1.090 4.206 1.090 356 794 3.768 167 643 193 720 114 5.192

12,0 0,5 0,1 0,1 2,7 2,0 0,0 1,3 0,4 1,7 0,4 0,1 0,3 1,5 0,1 0,3 0,1 0,3 0,0 2,1

39.609 1.635 414 223 7.302 5.157 14 1.700 984 6.883 3.391 381 3.736 5.585 203 957 173 1.244 763 4.435

19,8 0,8 0,2 0,1 3,7 2,6 0,0 0,9 0,5 3,4 1,7 0,2 1,9 2,8 0,1 0,5 0,1 0,6 0,4 2,2

49.307 1.525 333 196 6.791 4.302 114 3.600 983 5.378 3.191 437 7.383 9.048 209 1.555 165 1.045 166 7.156

28,1 0,9 0,2 0,1 3,9 2,4 0,1 2,0 0,6 3,1 1,8 0,2 4,2 5,2 0,1 0,9 0,1 0,6 0,1 4,1

46.871 1.677 351 205 6.770 3.970 130 4.521 1.225 5.916 1.515 692 7.292 5.048 279 960 157 1.195 288 4.680

26,6 0,9 0,2 0,1 3,8 2,2 0,1 2,6 0,7 3,4 0,9 0,4 4,1 2,9 0,2 0,5 0,1 0,7 0,2 2,7

61.425 1.827 370 202 7.327 4.365 124 6.107 1.927 5.728 1.955 715 9.808 5.314 292 962 170 1.285 377 10.446

25,0 0,7 0,2 0,1 3,0 1,8 0,1 2,5 0,8 2,3 0,8 0,3 4,0 2,2 0,1 0,4 0,1 0,5 0,2 4,2

Lampiran

Tabel 20 Nilai Ekspor Nonmigas menurut Negara Tujuan (juta $)

1997 Benua/negara

Afrika Amerika Amerika Serikat Amerika Latin Kanada Lain-lain Asia ASEAN Brunei Malaysia Filipina Singapura Thailand Hongkong India Irak Jepang Korea Selatan Myanmar Pakistan RRC Arab Saudi Taiwan Lain-lain Australia/Oceania Eropa MEE Belanda Belgia dan Luxemburg Inggris Italia Jerman Perancis Lainnya Bekas Uni Soviet Eropa Timur Lain-lain Lain-lain TOTAL

Nilai

1998

Pangsa (%)

Nilai

1999

Pangsa (%)

Nilai

2001 1)

2000

Pangsa (%)

Nilai

Pangsa (%)

Nilai Pangsa (%)

777

1,7

904

2,1

1.032

2,5

1.157

2,3

1.110

2,4

8.286 6.701 875 397 314

18,6 15,0 2,0 0,9 0,7

7.815 6.383 459 409 564

18,2 14,9 1,1 1,0 1,3

7.679 6.297 429 346 607

18,7 15,4 1,0 0,8 1,5

9.993 8.463 626 446 458

19,9 16,8 1,2 0,9 0,9

9.505 8.094 576 414 420

20,7 17,7 1,3 0,9 0,9

25.350 7.723 47 1.343 734 4.913 686 2.053 597 19 7.015 1.297 159 170 1.387 627 1.330 2.975

56,9 17,3 0,1 3,0 1,6 11,0 1,5 4,6 1,3 0,0 15,7 2,9 0,4 0,4 3,1 1,4 3,0 6,7

24.831 8.723 43 1.358 608 5.798 916 2.037 782 45 5.964 1.166 175 152 1.320 476 1.288 2.702

57,8 20,3 0,1 3,2 1,4 13,5 2,1 4,7 1,8 0,1 13,9 2,7 0,4 0,4 3,1 1,1 3,0 6,3

23.573 7.982 26 1.388 646 4.998 923 1.400 807 63 5.791 1.287 101 151 1.486 428 1.234 2.846

57,5 19,5 0,1 3,4 1,6 12,2 2,3 3,4 2,0 0,2 14,1 3,1 0,2 0,4 3,6 1,0 3,0 6,9

28.579 9.748 24 1.861 861 6.073 928 1.574 1.088 95 7.844 1.710 64 148 1.828 535 1.487 2.458

56,8 19,4 0,0 3,7 1,7 12,1 1,8 3,1 2,2 0,2 15,6 3,4 0,1 0,3 3,6 1,1 3,0 4,9

25.535 8.622 32 1.710 798 5.130 952 1.288 956 106 7.208 1.564 76 155 1.559 476 1.358 2.166

55,7 18,8 0,1 3,7 1,7 11,2 2,1 2,8 2,1 0,2 15,7 3,4 0,2 0,3 3,4 1,0 3,0 4,7

783

1,8

910

2,1

1.058

2,6

1.080

2,1

950

2,1

9.379 8.408 1.825 804 1.263 636 1.502 527 1.851 120 196 656

21,0 18,9 4,1 1,8 2,8 1,4 3,4 1,2 4,2 0,3 0,4 1,5

8.491 7.474 1.488 773 1.120 729 1.458 545 1.360 67 310 640

19,8 17,4 3,5 1,8 2,6 1,7 3,4 1,3 3,2 0,2 0,7 1,5

7.645 6.744 1.464 687 1.175 605 1.217 506 1.090 49 232 621

18,7 16,5 3,6 1,7 2,9 1,5 3,0 1,2 2,7 0,1 0,6 1,5

9.532 8.774 1.895 892 1.575 708 1.435 730 1.540 81 243 433

18,9 17,4 3,8 1,8 3,1 1,4 2,9 1,5 3,1 0,2 0,5 0,9

8.716 7.785 1.570 758 1.550 686 1.329 627 1.265 52 251 629

19,0 17,0 3,4 1,7 3,4 1,5 2,9 1,4 2,8 0,1 0,5 1,4

44.576

100,0

42.951

100,0

40.987

100,0

50.341

100,0

45.816

100,0

1) Angka proyeksi

281

Lampiran

Tabel 21 Nilai Impor Nonmigas menurut Negara Asal (FOB) (juta $)

1997 Benua/negara

Afrika Amerika Amerika Serikat Amerika Latin Kanada Lain-lain Asia Asean Brunei Malaysia Filipina Singapura Thailand Hongkong India Irak Jepang Korea Selatan Myanmar Pakistan RRC Arab Saudi Taiwan Lain-lain Australia/Oceania Eropa MEE Belanda Belgia dan Luxemburg Inggris Italia Jerman Perancis Lainnya Bekas Uni Soviet Eropa Timur Lain-lain Lain-lain TOTAL

1) Angka proyeksi

282

Nilai

1998

Pangsa (%)

Nilai

1999

Pangsa (%)

Nilai

2001 1)

2000

Pangsa (%)

Nilai

Pangsa (%)

Nilai Pangsa (%)

422

1,0

362

1,2

449

1,7

460

1,3

602

1,9

7.374 4.765 733 609 1.267

17,8 11,5 1,8 1,3 3,1

5.285 3.150 420 422 1.294

18,2 10,8 1,4 1,5 4,4

4.973 2.541 507 360 1.566

18,7 9,5 1,9 1,4 5,9

5.641 4.044 670 804 124

16,4 11,8 1,9 2,3 0,4

4.940 3.917 454 495 73

15,7 12,5 1,4 1,6 0,2

20.495 3.494 4 619 108 1.788 974 269 630 3 7.517 1.973 19 42 1.167 115 1.360 3.907

49,4 8,4 0,0 1,5 0,3 4,3 2,3 0,6 1,5 0,0 18,1 4,8 0,0 0,1 2,8 0,3 3,3 9,4

14.354 2.396 2 344 71 1.195 785 236 256 3 4.202 1.228 10 128 887 105 882 4.022

49,3 8,2 0,0 1,2 0,2 4,1 2,7 0,8 0,9 0,0 14,4 4,2 0,0 0,4 3,0 0,4 3,0 13,8

13.810 2.730 1 424 48 1.433 824 212 231 0,0 2.541 1.064 17 98 1.039 120 695 5.062

51,9 10,2 0,0 1,6 0,2 5,4 3,1 0,8 0,9 0,0 9,5 4,0 0,1 0,4 3,9 0,5 2,6 19,0

19.463 4.706 2 840 147 2.422 1.295 452 582 0 6.576 2.293 27 68 2.238 279 1.592 649

56,6 13,7 0,0 2,4 0,4 7,0 3,8 1,3 1,7 0,0 19,1 6,7 0,1 0,2 6,5 0,8 4,6 1,9

17.599 4.610 2 883 123 2.359 1.243 324 595 0 5.298 2.374 27 106 2.053 287 1.438 487

56,0 14,7 0,0 2,8 0,4 7,5 4,0 1,0 1,9 0,0 16,8 7,5 0,1 0,3 6,5 0,9 4,6 1,5

2.181

5,3

1.614

5,5

2.021

7,6

2.371

6,9

2.507

8,0

10.974 7.686 474 292 1.082 931 2.410 1.929 570 312 124 2.853

26,5 18,5 1,1 0,7 2,6 2,2 5,8 4,7 1,4 0,8 0,3 6,9

7.472 4.938 316 232 779 476 2.399 513 224 151 68 2.316

25,7 17,0 1,1 0,8 2,7 1,6 8,2 1,8 0,8 0,5 0,2 8,0

5.378 3.027 314 143 500 232 1.232 328 277 102 44 2.204

20,2 11,4 1,2 0,5 1,9 0,9 4,6 1,2 1,0 0,4 0,2 8,3

6.443 4.871 566 366 866 421 1.601 600 449 295 60 1.217

18,7 14,2 1,6 1,1 2,5 1,2 4,7 1,7 1,3 0,9 0,2 3,5

5.800 4.604 433 286 702 541 1.704 511 426 169 65 963

18,4 14,6 1,4 0,9 2,2 1,7 5,4 1,6 1,4 0,5 0,2 3,1

41.447

100,0

29.087

100,0

26.632

100,0

34.378

100,0

31.448

100,0

Lampiran

Tabel 22 Ekspor Migas 1)

Negara

1997

1998

1999

2000

20011)

Nilai Ekspor 2) Minyak Bumi dan hasilnya

6.771

4.141

5.680

7.954

7.166

- LNG

4.432

3.046

4.207

6.756

5.355

- LPG

518

233

369

356

352

11.721

7.420

10.256

15.066

12.873

362

340

336

291

300

- LNG (juta MMBTU) 3)

1.387

1.384

1.511

1.400

1.336

- LPG(ribuan Mton)

2.233

1.620

1.865

1.215

1.251

Gas

Total

Volume Ekspor Minyak Bumi dan hasilnya (juta barrel) Gas

1) Nilai f.o.b. sistem klasifikasi barang berubah dari sistem CCN ke HS sehingga beberapa barang ekspor mengalami pergesaran dalam pengelompokkannya. 2) Terdiri atas minyak mentah dan hasil-hasil minyak dalam juta $ 3) MMBTU : Million British Thermal Unit

283

Lampiran

Tabel 23 Uang Beredar (miliar rupiah)

M11) Akhir Periode

Posisi

Uang Kuasi2) Pangsa (%)

Posisi

Pangsa (%)

M23) Posisi

Perubahan (%) Tahunan Triwulanan

1997 1997/1998 1998 1998/1999 1999 4) 2000 Maret Juni September r Desember r

78.343 98.270 101.197 105.705 124.633

22,0 21,8 17,5 17,5 19,3

277.300 351.554 476.184 497.620 521.572

78,0 78,2 82,5 82,5 80,7

355.643 449.824 577.381 603.325 646.205

23,2 52,7 62,3 34,1 11,9

8,1 26,5 4,9 4,5 -0,9

124.663 133.832 135.430 162.186

19,0 19,6 19,7 21,7

531.788 550.503 551.023 584.842

81,0 80,4 80,3 78,3

656.451 684.335 686.453 747.028

8,8 11,2 5,2 15,6

1,6 4,2 0,3 8,8

2001 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember

145.345 149.879 148.375 154.297 155.791 160.142 162.154 166.851 164.237 169.963 171.383 177.731

19,7 19,8 19,3 19,5 19,8 20,1 21,0 21,6 21,0 21,0 20,9 21,1

593.386 606.019 618.437 637.930 632.529 636.298 608.981 607.186 618.867 638.551 650.308 666.323

80,3 80,2 80,7 80,5 80,2 79,9 79,0 78,4 79,0 79,0 79,1 78,9

738.731 755.898 766.812 792.227 788.320 796.440 771.135 774.037 783.104 808.514 821.691 844.054

13,5 15,7 16,8 19,0 15,3 16,4 11,8 12,9 14,1 14,3 14,1 13,0

1) Terdiri atas uang kartal dan uang giral 2) Terdiri atas deposito berjangka dan tabungan, dalam rupiah dan valuta asing, serta giro valuta asing milik penduduk 3) Terdiri atas uang beredar dalam arti sempit (M1) dan uang kuasi 4) Data statistik Bank Beku Operasional telah dikeluarkan (7 Bank sejak April 1998, 3 bank sejak Agustus 1998, dan 38 bank sejak Maret 1999)

284

2,6

3,9

-1,7

7,8

Lampiran

Tabel 24 Perubahan Uang Beredar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya (miliar rupiah)

2001 Rincian

Uang Beredar : M2 M1 Kartal Giral Kuasi 1) Faktor-faktor yang mempengaruhi : Aktiva luar negeri bersih Tagihan kepada pemerintah bersih Tagihan bersih pada BPPN Tagihan kepada sektor swasta Tagihan kepada lembaga/ perusahaan pemerintah Tagihan kepada perusahaan swasta dan perorangan Aktiva lainnya bersih

1997r

1998

67.011 221.738 14.254 22.854 5.937 12.970 8.317 9.884 52.757 198.884

17.344 -16.486 137.062 5.031 132.031 -70.909

1999r

2000r

2001 I

II

III

IV

68.824 23.436 16.959 6.477 45.388

100.823 37.553 14.018 23.535 63.270

97.026 15.545 3.971 11.574 81.481

19.784 -13.811 -12.257 -1.554 33.595

29.629 11.768 6.087 5.681 17.861

-13.337 4.094 2.846 1.248 -17.431

60.950 13.494 7.295 6.199 47.456

73.692 -12.581 17.513 425.287 29.693 -29.693 99.421 -299.689

81.637 123.060 42.347

23.242 9.389 34.233

37.521 870 14.348

44.969 -18.679 21.338

-89.552 963 -2.996

30.304 26.235 1.544

-8.139

-4.505

3.910

-291

973

-770

3.998

93.032 -291.550

46.852

30.323

14.639

20.365

-2.226

-2.454

-146.221

30.162

-32.955

-17.999

78.248

2.867

6.389

1.419

-14.500

1) Terdiri atas deposito berjangka dan tabungan dalam rupiah maupun valuta asing serta giro valuta asing milik penduduk

285

Lampiran

Tabel 25 Suku Bunga Deposito dalam Rupiah dan Valuta Asing menurut Kelompok Bank 1) (persen per tahun)

Desember 1997

Desember 1998

Desember 1999

Desember 2000

Desember 2001

Jangka Waktu

`

Rupiah

Valas

Rupiah

Valas

Rupiah

Valas

Rupiah

Valas

Rupiah

Valas

Bank Persero 1 Bulan 3 Bulan 6 Bulan 12 Bulan 24 Bulan

19,74 19,88 15,66 15,19 15,32

7,31 7,41 7,49 7,81 7,23

41,24 48,69 35,17 28,75 16,01

13,23 13,70 8,14 12,61 14,87

12,52 13,19 14,44 23,14 18,53

5,44 5,45 7,94 8,91 14,87

12,05 13,33 13,42 12,48 14,32

6,37 6,59 6,17 6,24 10,23

16,59 17,47 16,55 15,81 18,06

4,95 5,36 5,67 5,95 6,34

Bank Swasta Nasional 1 Bulan 3 Bulan 6 Bulan3 12 Bulan 24 Bulan

27,68 27,76 19,17 17,43 16,79

8,77 8,40 7,81 7,99 7,76

41,88 50,24 33,34 26,16 22,85

12,72 10,64 10,21 11,49 14,91

12,14 12,66 13,55 17,07 17,59

5,34 5,68 7,98 16,63 8,02

12,05 13,20 13,16 11,50 14,22

6,07 6,43 6,23 11,39 8,14

15,83 16,94 15,58 14,74 17,22

4,05 4,90 5,32 5,70 6,27

Bank Pemerintah Daerah 1 Bulan 3 Bulan 6 Bulan 12 Bulan 24 Bulan

21,10 20,62 14,16 16,65 14,58

6,23 6,76 7,15 7,2 -

42,05 45,35 29,46 23,91 14,03

12,99 10,99 10,43 12,94 -

12,20 12,51 13,46 16,17 13,73

5,09 6,19 5,18 5,67 -

11,39 12,92 12,94 11,43 13,44

4,97 4,56 5,13 5,05 -

15,04 15,98 15,61 14,99 17,42

5,05 4,71 5,48 5,37 -

Bank Asing & Campuran 1 Bulan 3 Bulan 6 Bulan 12 Bulan 24 Bulan

17,70 18,03 13,99 13,64 15,48

5,19 5,99 5,71 5,92 3,57

33,07 40,84 44,42 31,74 15,57

4,71 4,71 5,15 5,17 3,59

9,46 9,24 9,05 13,46 11,67

4,08 4,03 4,31 4,67 4,00

9,73 11,21 8,13 8,51 13,00

4,61 4,81 4,12 5,09 6,05

12,96 12,35 11,63 12,99 8,72

1,92 2,00 2,58 3,40 2,53

Bank Umum 1 Bulan 3 Bulan 6 Bulan 12 Bulan 24 Bulan

25,39 23,92 16,96 15,92 15,46

7,97 7,77 7,53 7,73 6,47

41,42 49,23 36,78 28,29 16,61

12,11 10,73 8,22 11,66 14,71

12,24 12,95 14,25 22,35 18,38

5,15 5,24 7,85 9,11 14,63

11,96 13,24 13,31 12,17 14,32

5,94 6,11 5,72 7,86 9,47

16,07 17,24 16,18 15,48 18,05

4,18 4,35 5,12 5,62 6,32

1) Rata-rata tertimbang pada akhir periode

286

Lampiran

Tabel 26 Pasar Uang Antarbank di Jakarta

Akhir periode

Nilai transaksi

Suku bunga rata-rata tertimbang

(miliar rupiah)

(persen per tahun)

1997 1998 1999 2000

Januari - Desember Januari - Desember r Januari - Desember Januari - Desember

784.368 2.104.924 595.362 8.915

26,98 63,14 23,79 10,46

1997

Januari - Maret April - Juni Juli - September Oktober - Desember

138.121 157.529 210.670 278.048

12,08 13,45 42,70 39,68

1998

Januari - Maret April - Juni Juli - September Oktober - Desember

526.347 500.713 625.331 452.533

57,36 66,38 74,13 54,68

1999

Januari - Maret April - Juni Juli - September Oktober - Desember

173.045 160.470 127.906 133.941

39,57 29,70 13,44 12,43

2000

Januari - Maret April - Juni Juli - September Oktober - Desember

1.712 1.907 2.486 2.810

9,50 10,03 10,89 11,43

2001 1) Januari Februari Maret Januari - Maret April Mei Juni April - Juni Juli Agustus September Juli - September Oktober November Desember Oktober - Desember

2.542 3.286 3.562 3.130 3.076 2.912 3.324 3.104 3.240 2.912 3.059 3.070 3.166 3.070 3.266 3.167

11,74 12,65 13,75 12,71 14,32 14,29 14,73 14,45 15,34 14,29 15,82 15,15 15,92 15,78 16,09 15,93

1)

Angka rata-rata harian

287

Lampiran

Tabel 27 Tingkat Diskonto Sertifikat Deposito Rupiah menurut Kelompok Bank 1) (persen per tahun)

1998 Jangka Waktu

1999

2000

Maret

Desember

Desember

Bank Persero 1 Bulan 3 Bulan 6 Bulan 12 Bulan 24 Bulan

18,05 23,71 23,42 14,21 14,01

43,95 55,30 32,18 23,86 12,90

37,96 36,94 28,13 23,60 14,22

10,59 11,81 11,56 15,36 -

10,23 10,67 11,51 13,93 -

11,48 11,86 11,55 11,68 -

12,04 12,95 11,62 11,66 11,50

13,26 13,05 11,36 12,04 13,70

15,33 14,99 14,84 14,89 16,30

16,22 16,26 15,15 15,88 16,28

16,48 17,51 14,25 16,03 16,28

Bank Swasta Nasional 1 Bulan 3 Bulan 6 Bulan 12 Bulan 24 Bulan

29,41 30,29 22,11 15,63 17,47

44,26 48,62 38,35 49,89 15,93

38,77 39,53 32,62 52,40 30,00

11,34 11,36 10,28 16,02 -

11,20 11,09 11,74 10,44 -

12,29 11,51 12,13 10,40 -

12,59 11,81 13,24 12,12 -

14,20 12,93 14,16 12,73 -

14,50 14,35 14,81 12,81 -

16,76 15,49 15,34 17,19 -

17,28 16,81 15,77 17,62 -

Bank Pemerintah Daerah 1 Bulan 3 Bulan 6 Bulan 12 Bulan 24 Bulan

22,49 20,85 15,71 18,04 13,86

40,49 52,57 22,00 21,20 14,50

31,90 35,48 26,26 25,21 14,50

11,52 12,62 12,00 12,50 -

10,33 12,10 12,00 12,10 -

12,32 13,40 12,00 12,08 -

11,26 13,88 12,00 13,81 -

11,98 15,62 12,00 13,83 -

13,95 15,78 12,49 14,60 -

14,69 17,24 12,50 14,54 -

15,85 18,19 13,00 -

Bank Asing & Campuran 1 Bulan 3 Bulan 6 Bulan 12 Bulan 24 Bulan

13,02 20,41 19,08 -

58,46 39,91 -

48,41 34,00 35,50 -

9,54 12,00 -

10,25 12,00 -

9,07 9,26 7,98 7,98 -

9,43 9,70 8,28 7,90 -

10,05 10,06 8,64 8,20 -

10,63 11,43 8,70 8,33 -

10,93 12,43 9,00 8,38 -

11,90 13,78 10,24 8,40 -

Bank Umum 1 Bulan 3 Bulan 6 Bulan 12 Bulan 24 Bulan

28,80 27,56 22,40 15,58 16,95

45,94 49,99 35,50 41,51 14,56

39,57 38,68 30,89 28,77 14,53

11,31 11,31 10,87 14,41 -

11,15 11,07 11,68 12,41 -

12,13 11,49 11,91 10,97 -

12,47 11,83 12,00 12,11 11,50

14,09 12,89 12,00 12,65 13,70

14,60 14,40 14,81 13,97 16,30

16,55 15,58 15,18 16,39 16,28

16,81 16,97 14,65 16,50 16,28

1)

288

Rata-rata tertimbang pada akhir periode

Maret

Juni

2001

September

Desember

Maret

Juni

September Desember

Lampiran

Tabel 28 Penerbitan, Pelunasan, dan Posisi Sertifikat Bank Indonesia (SBI) (miliar rupiah)

Akhir Periode

Posisi1)

Penerbitan

Pelunasan

Januari - Desember 1997

176.452

187.969

7.034

Januari - Desember 1998

735.844

700.182

42.765

Januari - Desember 1999

711.542

691.408

62.899

Januari - Desember 2000

928.944

937.212

59.781

2001 Januari

83.318

55.915

87.184

Februari

84.500

82.504

89.180

Maret

100.791

121.362

68.609

April

65.798

62.867

71.539

Mei

91.906

88.874

74.570

Juni

76.941

74.103

77.408

Juli

77.083

77.081

77.410

Agustus

96.017

94.933

78.494

September

87.452

94.978

70.967

Oktober

68.023

65.461

73.530

November

89.172

86.925

75.777

Desember

49.379

69.696

55.460

Keterangan : Penerbitan SBI dimulai pada bulan Februari 1984, dan sejak Juli 1998 penjualan SBI dilakukan melalui lelang dengan sistem SOR (Stop Out Rate) 1) Angka rata-rata harian

289

Lampiran

Tabel 29 Tingkat Diskonto SBI1) (persen per tahun)

Periode

7 hari

14 hari

28 hari

90 hari

180 hari

360 hari

1997 Maret Juni September Desember

7,61 7,29 18,35 16,00

8,70 8,50 20,06 18,00

11,07 10,50 22,00 20,00

11,88 11,25 -

12,00 -

12,50 -

1998 Maret Juni September Desember

29,24 -

52,81 -

27,75 58,00 68,76 38,44

39,00

-

-

1999 Maret Juni September Desember

-

-

37,84 22,05 13,02 12,51

38,00 23,75 13,25 12,75

-

-

2000 Maret Juni September Desember

-

-

11,03 11,74 13,62 14,53

11,00 11,09 13,32 14,31

-

-

2001 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember

-

-

14,79 14,79 15,16 15,91 16,27 16,52 16,98 17,37 17,65 17,58 17,59 17,62

14,79 14,84 14,94 15,80 15,80 16,28 16,96 17,03 17,56 17,61 17,62 17,63

-

-

1) Rata-rata tertimbang

290

Lampiran

Tabel 30 Transaksi Surat Berharga Pasar Uang (SBPU) antara Bank Indonesia dan Bank-bank (miliar rupiah)

Periode

Pembelian

Pelunasan

Posisi

1997 Januari - Maret April - Juni Juli - September Oktober - Desember

15.954 18.937 50.131 94.934

13.455 19.480 52.237 91.499

2.670 2.126 21 3.455

1998 Januari - Maret April - Juni Juli - September Oktober - Desember

257.109 42.929 24.136 1.342

256.474 46.873 24.057 550

4.090 146 227 1.018

1999 Januari - Maret April - Juni Juli - September Oktober - Desember

1.018 0 0 644

1.018 0 0 1.662

1.018 1.018 1.018 0

2000 Januari - Maret April - Juni Juli - September Oktober - Desember

0 0 0 0

0 0 0 0

0 0 0 0

0 112 0 18 4 0 0 0 0 8 0 0

0 2 110 18 4 0 0 0 0 8 0 0

0 110 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

2001 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember

291

Lampiran

Tabel 31 Pendapatan dan Belanja Negara (miliar rupiah)

1998/1999p

1999/2000p

20001)

2001

2002

Rincian

Pendapatan Negara dan Hibah Penerimaan Dalam Negeri Penerimaan Perpajakan Pajak dalam negeri PPh Nonmigas Migas PPN PBB Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan Cukai Pajak lainnya Pajak perdagangan internasional Bea masuk Pajak ekspor Penerimaan Bukan Pajak Penerimaan Sumber Daya Alam Minyak bumi Gas alam SDA lainnya 5) Pertambangan umum Kehutanan Perikanan Bagian laba BUMN PNBP Hibah 6) Belanja Negara Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Pengeluaran Rutin Belanja pegawai Gaji dan pensiun Tunjangan beras Uang makan/lauk-pauk Lain-lain belanja pegawai dalam negeri Belanja pegawai luar negeri Belanja barang Belanja barang dalam negeri Belanja barang luar negeri Pembayaran bunga utang Utang dalam negeri Utang luar negeri Subsidi Subsidi BBM Subsidi non BBM Pengeluaran rutin lainnya Pengeluaran Pembangunan Pembiayaan rupiah Bantuan proyek Anggaran Belanja untuk Daerah Dana Perimbangan Dana bagi hasil Dana alokasi umum 7) Dana alokasi khusus Dana Otonomi Khusus dan Penyeimbang

156.470 156.409 102.395 95.459 55.944 55.944 27.803 3.043 523 7.733 413 6.936 2.306 4.630 54.014 41.368 25.957 15.411 3.428 9.217

204.942 204.942 115.788 108.787 57.079 38.427 18.652 35.042 3.545 927 11.302 892 7.002 6.652 349 89.154 76.017 51.003 15.658 9.356 556 8.776 24 3.868 9.269

Realisasi3)

APBN4)

286.006 286.006 185.260 174.255 94.971 69.246 25.725 53.457 5.094 1.195 17.601 1.938 11.005 10.398 607 100.746 79.446 57.857 17.369 4.220 928 3.001 292 9.000 12.300

299.851 299.842 184.737 174.189 92.767 69.696 23.071 55.841 4.800 1.489 17.622 1.670 10.548 9.828 720 115.105 86.658 60.038 21.647 4.974 1.827 3.001 146 10.440 18.007

301.874 301.874 219.627 207.029 104.497 88.815 15.682 70.100 5.924 2.205 22.353 1.950 12.599 12.249 350 82.247 63.195 44.013 14.524 4.658 1.340 3.026 292 10.351 8.700

62

-

-

-

10

-

172.669 146.020 103.261 23.216 18.657 1.245 1.547 1.073 695 9.862 8.888 974 32.864 8.385 24.480 34.614 28.607 6.008 2.703

231.879 201.943 156.756 32.719 27.010 1.822 2.567 1.294 25 10.765 9.784 980 42.910 22.230 20.679 65.916 40.923 24.993 4.446

219.935 187.058 161.369 29.350 24.269 1.524 1.800 1.458 300 8.135 7.985 150 50.086 31.238 18.848 62.758 53.635 9.123 11.039

340.326 258.849 213.388 38.206 31.915 1.281 2.114 1.371 1.526 9.909 8.735 1.174 89.570 61.174 28.395 66.269 53.774 12.495 9.433

354.578 272.178 232.796 39.544 33.275 1.259 2.114 1.831 1.066 9.604 8.735 869 95.527 66.251 29.277 81.575 68.381 13.194 6.546

344.009 246.040 193.741 41.298 34.003 1.412 2.832 1.550 1.502 12.863 11.707 1.156 88.500 59.525 28.975 41.586 30.377 11.209 9.494

42.759 16.578 26.181

45.187 20.804 24.383

25.689 9.370 16.319

45.461 21.712 23.749

39.382 19.712 19.670

52.299 26.469 25.830

26.650 26.650 3.703 22.947 -

29.936 29.936 3.993 25.943 -

32.878 32.878 4.251 28.626 -

81.477 81.477 20.259 60.517 701

82.400 82.400 21.183 60.517 701

97.969 94.532 24.600 69.114 817

-

-

-

-

-

3.437

p) Perhitungan Anggaran Negara (PAN) 1) Realisasi 1 April 2000 s.d. 31 Desember 2000 2) APBN Penyesuaian (revisi) 3) APBN Perubahan (perkiraan realisasi) 4) APBN yang telah disetujui DPR 5) Berlaku sejak TA. 2000 6) Merupakan hibah dari USAID dan Pemerintah Jepang 7) s.d. TA.2000 terdiri atas Dana Rutin Daerah dan Dana Pembangunan Daerah Sumber: Departemen Keuangan

292

187.819 187.819 125.951 120.915 72.729 59.683 13.046 33.087 3.504 604 10.381 611 5.036 4.177 859 61.868 45.435 5.430 11.002

APBN2)

Lampiran

Tabel 32 32 Tabel Pengeluaran Pemerintah Pembiayaan Defisit Anggaran (miliar rupiah) rupiah) (miliar

1998/1999p

1999/2000p

20001)

2001

2002

Rincian APBN2)

I. Pembiayaan Dalam Negeri 1. Perbankan dalam negeri (SILPA/SIKPA) 5) 2. Non perbankan dalam negeri a. Privatisasi b. Penjualan aset program restrukturisasi c. Obligasi negara. neto i. Penerbitan obligasi pemerintah ii. Pembayaran cicilan pokok utang/ obligasi DN

Realisasi3)

APBN4)

-4.799 -6.433 1.634 1.634 -

14.672 -1.941 16.613 3.727 12.886 -

5.439 -13.461 18.900 18.900 -

34.387 34.387 6.500 27.000 887 887

44.189 7.551 36.638 5.000 30.980 658 658

23.501 23.501 3.952 19.549 3.931

-

-

-

-

-

-3.931

II. Pembiayaan Luar Negeri. neto 1. Penarikan pinjaman luar negeri. bruto Pinjaman program Pinjaman proyek 2. Pembayaran cicilan pokok utang luar negeri (amortisasi)

20.998 51.045 24.926 26.119

29.388 49.584 25.201 24.383

9.554 17.168 849 16.319

19.933 40.091 16.341 23.749

10.538 30.284 10.624 19.660

18.634 62.601 36.771 25.830

-30.047

-20.196

-7.613

-20.158

-19.746

-43.967

Pembiayaan Bersih

16.199

44.060

14.993

54.320

54.727

42.135

p) Perhitungan Anggaran Negara (PAN) 1) Realisasi 1 April 2000 s.d. 31 Desember 2000 2) APBN Penyesuaian (revisi) 3) APBN perubahan (perkiraan realisasi) 4) APBN yang telah disetujui DPR 5) Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA)/Sisa Kurang Pembiayaan Anggaran (SIKPA) Sumber: Departemen Keuangan

293

Lampiran

Tabel 33 Penghimpunan Dana oleh Bank Umum 1) (miliar rupiah)

Giro Akhir periode

Deposito Tabungan

Dalam Rupiah

Dalam Valas

Sub Jumlah

Dalam Rupiah2)

Dalam Valas

Jumlah

Sub Jumlah

1997

53.103

30.125

83.228

125.743

80.652

206.395

67.990

357.613

1997/1998

64.074

44.629

108.703

177.954

94.106

272.060

72.173

452.936

1998

58.067

39.351

97.418

303.016

103.782

406.798

69.308

573.524

1998/1999

60.002

47.244

107.246

303.022

109.778

412.800

79.453

599.499

1999

68.456

47.110

115.566

301.431

85.640

387.071

122.981

625.618

2000 Maret

75.847

46.078

121.925

301.087

86.670

387.757

135.801

645.483

Juni

84.262

49.805

134.067

289.385

87.737

377.122

146.662

657.851

September r

94.575

56.820

151.395

286.844

83.943

370.787

148.665

670.847

Desember r

104.539

70.969

175.508

296.885

93.658

390.543

154.328

720.379

2001 Januari

102.404

59.233

161.637

306.903

91.661

398.564

156.977

717.178

Februari

105.105

58.972

164.077

318.203

93.518

411.721

155.691

731.489 739.953

Maret

102.113

64.116

166.229

321.209

99.132

420.341

153.383

April

105.534

72.321

177.855

314.144

114.778

428.922

159.257

766.034

Mei

106.233

68.997

175.230

313.774

109.728

423.502

160.150

758.882

Juni

107.089

68.124

175.213

315.200

111.615

426.815

160.825

762.854

Juli

109.209

57.657

166.866

311.845

92.875

404.720

164.344

735.930

Agustus

110.594

52.642

163.236

318.146

85.412

403.558

167.144

733.938

September

109.021

56.781

165.802

323.337

92.226

415.563

163.278

744.643

Oktober

115.711

62.378

178.089

334.133

99.347

433.480

162.677

774.246

November

112.007

64.003

176.011

340.066

98.628

438.694

166.007

780.712

Desember

120.541

66.478

187.018

348.257

97.940

446.196

172.613

805.827

1) Termasuk dana milik pemerintah dan bukan penduduk 2) Termasuk sertifikat deposito

294

Lampiran

Tabel 34 Giro dalam Rupiah dan Valuta Asing pada Bank Umum menurut Kelompok Bank (miliar rupiah)

Bank Persero Akhir periode

Dalam Dalam Subrupiah valas jumlah

Bank Swasta Nasional Bank Pemerintah Daerah Bank Asing & Campuran

Jumlah

Dalam Dalam Sub- Dalam Dalam Sub- Dalam Dalam Subrupiah valas jumlah rupiah valas jumlah rupiah valas jumlah

Dalam Dalam Subrupiah valas jumlah

1997

17.492

7.125 24.617

24.301 12.693 36.994

4.014

7

4.021

7.296 10.300

17.596

53.103

30.125

1997/1998

20.595

9.638 30.233

28.663 14.812 43.475

2.738

12

2.750

12.078 20.167

32.245

64.074

44.629 108.703

83.228

1998

24.751

8.476 33.227

23.151 13.447 36.598

4.895

13

4.908

5.270 17.415

22.685

58.067

39.351

1998/1999

28.271 11.624 39.895

21.921 14.255 36.176

4.374

12

4.386

5.436 21.353

26.789

60.002

47.244 107.246

1999

25.407 12.483 37.890

26.866 15.792 42.658

7.055

15

7.070

9.128 18.820

27.948

68.456

47.110 115.566

97.418

2000 Maret

28.859 12.539 41.398

32.432 14.695 47.127

5.412

16

5.428

9.144 18.828

27.972

75.847

46.078 121.925

Juni

33.858

33.056 16.768 49.824

8.123

20

8.143

9.225 23.321

32.546

84.262

49.805 134.067

9.696 43.554

September r

40.390 14.888 55.278

33.638 17.963 51.601 10.277

23 10.300

10.270 23.946

34.216

94.575

56.820 151.395

Desember r

49.205 24.284 73.489

34.123 18.973 53.096 10.806

17 10.823

10.405 27.695

38.100 104.539

70.969 175.508

Januari

44.082 14.007 58.089

34.653 18.685 53.338 12.375

19 12.394

11.294 26.522

37.816 102.404

59.233 161.637

Februari

44.828 14.387 59.214

36.295 18.486 54.781 14.180

16 14.196

9.803 26.083

35.885 105.105

58.972 164.077

Maret

43.822 12.892 56.714

34.134 20.915 55.049 15.083

23 15.106

9.074 30.286

39.360 102.113

64.116 166.229

April

43.889 15.512 59.401

35.748 24.292 60.040 15.832

20 15.852

10.066 32.497

42.563 105.534

72.321 177.855

2001

Mei

45.465 12.752 58.217

34.987 24.595 59.582 16.555

13 16.568

9.226 31.637

40.863 106.233

68.997 175.230

Juni

44.526 12.442 56.968

34.728 25.398 60.126 19.539

15 19.554

8.296 30.269

38.565 107.089

68.124 175.213

Juli

45.527 10.843 56.370

34.645 20.743 55.388 20.186

13 20.199

8.851 26.058

34.909 109.209

57.657 166.866

Agustus

46.270

9.803 56.073

34.552 19.115 53.667 21.427

16 21.443

8.345 23.708

32.053 110.594

52.642 163.236

September

45.145 10.539 55.684

34.546 20.872 55.418 20.810

15 20.825

8.520 25.355

33.875 109.021

56.781 165.802

Oktober

47.170 12.470 59.639

35.952 22.541 58.493 23.167

21 23.187

9.421 27.347

36.768 115.711

62.378 178.089

November

44.590 11.895 56.486

36.470 23.366 59.835 21.874

14 21.888

9.074 28.728

37.802 112.007

64.003 176.011

Desember

50.956 14.430 65.386

38.099 24.270 62.369 22.775

21 22.797

8.710 27.756

36.466 120.541

66.478 187.018

295

Lampiran

Tabel 35 Simpanan Berjangka Rupiah dan Valuta Asing pada Bank Umum menurut Jangka Waktu (miliar rupiah)

Akhir periode

24 bulan

1997 1997/1998 1998

12 bulan

6 bulan

3 bulan

1 bulan1)

Lain-lain

Jumlah

359

25.377

28.664

34.637

88.987

28.371

206.395

2.140

28.937

27.841

30.101

138.596

44.445

272.060

610

21.039

17.151

50.352

266.585

51.061

406.798

1998/1999

502

15.449

19.414

24.840

307.610

44.984

412.799

1999

436

14.742

35.244

42.125

243.645

50.879

387.071

628

12.992

45.123

55.711

231.854

41.449

387.757

2000 Maret Juni

666

9.217

42.666

52.589

230.451

41.534

377.123

September

6.836

7.719

35.941

59.614

204.986

55.689

370.785

Desember

14.061

6.920

23.503

68.877

215.532

61.649

390.542

398.564

2001 Januari

14.946

7.314

23.175

74.668

221.001

57.460

Februari

14.388

7.698

23.864

75.966

231.107

58.698

411.721

Maret

14.038

7.767

23.174

75.696

236.772

62.894

420.340 428.922

April

14.438

7.478

26.038

71.315

242.358

67.295

Mei

13.651

8.218

24.358

68.114

241.134

68.028

423.502

Juni

14.395

9.451

23.644

66.928

249.025

63.371

426.814

Juli

12.671

9.871

21.279

67.800

232.362

60.735

404.719

Agustus

14.483

10.489

20.054

72.109

224.257

62.165

403.557

September

14.847

10.553

20.258

75.042

231.910

62.953

415.562

Oktober

17.316

12.450

20.131

75.590

239.527

68.465

433.480

November

18.031

13.297

18.624

75.589

240.270

72.883

438.695

Desember

18.882

13.533

17.903

77.768

242.685

75.425

446.196

1) Termasuk deposito yang sudah jatuh waktu

296

Lampiran

Tabel 36 Simpanan Berjangka Rupiah pada Bank Umum menurut Golongan Pemilik (miliar rupiah) Penduduk

Akhir periode

1997

Bukan Badan/ Perusahaan Perusahaan Perusahaan Yayasan Sub- penduduk Pemerintah lembaga asuransi negara swasta dan badan Koperasi Perorangan Lainnya jumlah pemerintah sosial

5.363

1.786

6.323

6.540

26.512

12.784

282

56.856

9.031 125.477

Jumlah

266

125.743

1997/1998

6.124

1.882

6.845

11.470

35.877

13.344

420

94.053

7.500 177.515

439

177.954

1998

8.805

3.626

8.399

18.241

46.408

20.041

768

182.561

13.555 302.404

612

303.016

1998/1999

8.150

3.320

7.963

16.755

47.583

17.970

726

188.258

11.487 302.212

810

303.022

11.268

4.713

11.916

20.463

46.883

20.188

953

173.785

10.165 300.334 1.097

301.431

Maret r

12.454

3.863

10.844

22.616

48.713

22.329

619

169.245

9.600 300.283

804

301.087

Juni r

7.595

4.023

12.011

23.603

48.049

19.435

604

162.654

10.598 288.572

813

289.385

September

4.206

4.846

24.420

19.843

41.948

21.207

1.041

162.539

4.579 284.628 2.215

286.843

Desember r

4.408

5.162

24.412

18.595

39.653

22.864

941

172.917

6.274 295.226 1.659

296.885

Januari

5.042

5.018

25.729

19.858

39.550

24.433

1.092

178.014

6.567 305.304 1.599

306.903

Februari

5.255

5.242

26.725

20.654

40.720

25.962

1.722

185.317

5.620 317.218

985

318.203

Maret

6.343

5.320

26.722

21.707

40.385

26.143

2.244

187.611

3.758 320.233

976

321.209

1999 r 2000

2001

April

5.858

5.068

25.712

21.008

39.251

26.974

2.419

183.834

2.704 312.828 1.314

314.142

Mei

6.383

5.771

24.285

18.742

38.260

28.372

2.484

184.899

3.378 312.574 1.200

313.774

Juni

6.559

6.017

25.154

16.746

40.117

30.118

1.756

184.916

2.574 313.957 1.243

315.200

Juli

6.577

5.971

22.520

13.942

40.487

30.823

1.736

185.499

3.145 310.700 1.145

311.845

Agustus

7.364

5.530

24.560

15.741

40.739

29.222

1.429

189.748

2.563 316.896 1.250

318.146

September

7.622

5.783

23.028

14.275

39.665

28.616

1.716

198.439

2.769 321.914 1.424

323.338

Oktober

7.481

4.989

22.679

14.039

47.284

28.083

1.136

203.257

3.209 332.157 1.976

334.133

November

7.545

5.642

23.089

15.782

52.148

28.757

926

201.768

2.866 338.525 1.542

340.066

Desember

7.729

8.761

23.547

13.331

50.718

28.255

893

208.994

2.586 344.812 3.444

348.257

297

Lampiran

Tabel 37 Sertifikat Deposito (miliar rupiah)

Akhir periode

1997 1997/1998 1998 1998/1999 1999 2000 Maret Juni September Desember 2001 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember

298

Bank Persero

Selain Bank Persero

Jumlah

777 493 1.792 829 491

5.894 3.409 5.004 2.825 2.156

6.671 3.902 6.796 3.654 2.647

279 245 360 410

2.715 3.017 3.434 3.215

2.994 3.262 3.794 3.625

396 606 441 494 760 1.574 1.404 1.574 1.945 1.969 2.900 2.719

3.708 4.212 3.297 3.580 3.781 4.001 5.681 3.522 3.855 3.753 3.016 2.882

4.104 4.818 3.739 4.073 4.541 5.575 7.085 5.097 5.799 5.722 5.916 5.601

Lampiran

Tabel 38 Tabungan menurut Jenis pada Bank Umum

Akhir periode

1997 1997/1998 1998 1998/1999 1999 2000 Maret Juni September Desember 2001 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember

Tabungan yang penarikannya dapat dilakukan sewaktu-waktu

Tabungan berjangka

Tabungan lainnya

Jumlah

Penabung Posisi (ribu) (miliar Rp)

Penabung Posisi (ribu) (miliar Rp)

Penabung Posisi (ribu) (miliar Rp)

Penabung Posisi (ribu) (miliar Rp)

42.872 43.232 46.292 45.442 66.926

62.765 66.653 62.506 72.328 115.945

274 271 307 222 161

173 220 1.908 2.047 855

17.295 19.102 18.890 18.549 17.437

5.052 5.300 4.894 5.078 6.181

60.441 62.605 65.489 64.213 84.524

67.990 72.173 69.308 79.453 122.981

47.607 49.442 80.913 65.041

127.821 138.732 146.300 152.388

196 191 302 355

1.532 1.065 1.290 755

17.755 16.825 748 1.298

6.448 6.865 1.075 1.185

65.558 66.458 81.963 66.694

135.801 146.662 148.665 154.328

65.460 66.518 86.571 66.733 67.538 67.422 78.069 67.098 67.007 67.996 67.669 68.138

155.231 153.914 151.593 157.093 157.461 157.535 160.875 163.458 161.323 160.669 164.027 170.783

347 360 564 715 562 787 788 780 963 846 645 510

689 719 984 1.325 1.445 1.960 2.145 2.240 1.022 1.094 935 995

941 961 626 715 661 650 586 643 752 554 876 823

1.057 1.058 806 839 1.244 1.330 1.324 1.446 933 913 1.045 834

66.748 67.838 87.761 68.163 68.761 68.859 79.443 68.521 68.722 69.396 69.190 69.470

156.977 155.691 153.383 159.257 160.150 160.825 164.344 167.144 163.278 162.676 166.007 172.613

299

Lampiran

Tabel 39 Suku Bunga Kredit Rupiah menurut Kelompok Bank 1) (persen)

Bank Pemerintah

Bank Pemerintah Daerah

Bank Swata Nasional

Bank Asing & Campuran

Bank Umum

Modal Investasi Kerja

Modal Investasi Kerja

Modal Investasi Kerja

Modal Investasi Kerja

Modal Investasi Kerja

1997

20,41

16,12

23,04

15,49

28,22

27,31

26,76

25,22

25,40

18,94

1998

29,03

22,35

30,20

15,83

38,70

40,32

42,89

35,53

34,75

26,23

1999

21,61

17,48

21,81

13,43

19,57

20,61

18,28

22,70

20,68

17,80

Maret

20,36

16,48

20,23

11,64

17,62

18,28

16,37

16,81

18,93

16,46

Juni

18,99

15,79

19,42

18,98

17,65

17,85

15,96

15,20

18,14

16,21

September

18,62

16,19

21,58

18,00

17,88

18,00

15,32

14,88

17,99

16,62

Desember

18,40

16,53

21,11

18,11

17,55

17,59

15,42

15,49

17,65

16,86

Januari

18,48

16,37

20,78

18,04

17,86

17,61

15,80

15,73

17,85

16,77

Februari

18,44

16,43

20,81

18,00

17,77

17,77

15,89

16,07

17,80

16,88

Maret

18,47

16,31

20,87

18,02

17,84

17,95

16,28

16,30

17,90

16,86

April

18,52

16,16

20,63

18,00

17,88

18,06

17,48

16,43

18,13

16,80

Mei

18,62

16,21

20,82

18,05

18,13

18,08

17,11

16,73

18,21

16,85

Juni

18,64

16,41

20,84

18,07

18,28

17,94

18,05

16,69

18,45

17,04

Juli

18,73

16,17

20,94

18,02

18,47

17,91

18,64

17,22

18,68

16,90

Akhir Periode

2000

2001

Agustus

18,82

16,26

20,93

17,97

18,83

18,16

18,80

17,86

18,89

17,08

September

18,91

16,44

20,84

17,73

18,96

18,22

19,24

17,98

19,06

17,22

Oktober

19,10

16,61

20,79

17,81

19,10

18,38

19,17

17,90

19,18

17,38

November

19,15

16,83

20,74

17,77

19,15

18,89

19,28

17,98

19,23

17,64

Desember

19,15

17,11

20,48

17,76

19,16

19,02

19,09

18,55

19,19

17,90

1) Rata-rata tertimbang

300

Lampiran

Tabel 40 Kredit Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing menurut Sektor Ekonomi 1) (miliar rupiah)

Rincian

1997

1998

1999

2001

2000 Mar.

Kredit dalam Rupiah

Sep.

Des.

261.534

313.118

140.527

152.482

158.023

171.984

187.953

202.618

20.340

29.430

21.139

15.028

15.383

16.291

16.004

16.851

Pertambangan

2.769

2.729

879

2.879

3.364

2.651

2.861

3.676

Perindustrian

56.123

85.594

35.561

35.697

35.802

41.752

47.012

50.434 38.491

Pertanian

Perdagangan

57.471

59.830

29.687

30.601

30.555

33.827

36.374

Jasa-Jasa

85.598

101.129

26.332

23.784

25.939

26.685

28.615

30.696

Lain-Lain

39.233

34.406

26.929

44.493

46.980

50.778

57.087

62.470

Kredit dalam Valuta Asing

116.600

174.308

84.606

116.518

127.352

134.349

116.467

104.976

Pertanian

5.662

9.878

2.638

4.475

5.629

6.475

5.724

4.012

Pertambangan

2.547

3.180

2.818

3.801

4.323

2.232

1.775

3.764

Perindustrian

55.556

86.074

48.698

71.085

78.072

85.105

75.532

66.091

Perdagangan

24.793

36.534

13.601

13.498

14.508

12.932

10.881

9.959

Jasa-Jasa

27.971

37.995

16.829

20.532

22.313

23.828

20.258

18.365

71

647

22

3.127

2.507

3.777

2.297

2.785

378.134

487.426

225.133

269.000

285.375

306.333

304.420

307.594

26.002

39.308

23.777

19.503

21.012

22.766

21.728

20.863

5.316

5.909

3.697

6.680

7.687

4.883

4.636

7.440

111.679

171.668

84.259

106.782

113.874

126.857

122.544

116.525

Lain-Lain Jumlah Pertanian Pertambangan Perindustrian Perdagangan

1)

Jun.

82.264

96.364

43.288

44.099

45.063

46.759

47.255

48.450

Jasa-Jasa

113.569

139.124

43.161

44.316

48.252

50.513

48.873

49.061

Lain-Lain

39.304

35.053

26.951

47.620

49.487

54.555

59.384

65.255

Tidak termasuk pinjaman antarbank. pinjaman kepada pemerintah pusat dan bukan penduduk, serta nilai lawan valuta asing pinjaman investasi dalam rangka bantuan proyek

301

Lampiran

Tabel 41 Kredit Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing menurut Jenis Penggunaan dan Sektor Ekonomi 1) (miliar rupiah)

2001 Rincian

1997

1998

1999

2000

Mar.

Jun.

Sep.

Des.

Kredit Modal Kerja Pertanian Pertambangan Perindustrian Perdagangan Jasa-Jasa Lain-Lain

277.399 11.373 3.995 76.585 64.336 81.806 39.304

345.962 22.058 3.880 121.867 72.065 91.039 35.053

167.442 12.162 2.368 61.278 36.181 28.502 26.951

203.724 8.693 3.796 80.572 36.318 26.725 47.620

213.278 9.065 4.406 85.535 36.751 28.034 49.487

221.410 9.322 1.325 89.877 37.716 28.615 54.555

220.755 8.498 1.202 83.957 38.625 29.089 59.384

234.128 8.748 1.197 88.208 40.360 30.359 65.255

Kredit Investasi Pertanian Pertambangan Perindustrian Perdagangan Jasa-Jasa Lain-Lain

100.735 14.629 1.321 35.094 17.928 31.763 -

141.464 17.250 2.029 49.801 24.299 48.085 -

57.691 11.615 1.329 22.981 7.107 14.659 -

65.276 10.810 2.884 26.210 7.781 17.591 -

72.097 11.947 3.281 28.339 8.312 20.218 -

84.923 13.444 3.558 36.980 9.043 21.898 -

83.665 13.230 3.434 38.587 8.630 19.784 -

73.466 12.115 6.243 28.317 8.090 18.701 -

Jumlah Pertanian Pertambangan Perindustrian Perdagangan Jasa-Jasa Lain-Lain

378.134 26.002 5.316 111.679 82.264 113.569 39.304

487.426 39.308 5.909 171.668 96.364 139.124 35.053

225.133 23.777 3.697 84.259 43.288 43.161 26.951

269.000 19.503 6.680 106.782 44.099 44.316 47.620

285.375 21.012 7.687 113.874 45.063 48.252 49.487

306.333 22.766 4.883 126.857 46.759 50.513 54.555

304.420 21.728 4.636 122.544 47.255 48.873 59.384

307.594 20.863 7.440 116.525 48.450 49.061 65.255

1)

302

Tidak termasuk pinjaman antarbank, pinjaman kepada pemerintah pusat dan bukan penduduk, serta nilai lawan valuta asing pinjaman investasi dalam rangka bantuan proyek

Lampiran

Tabel 42 Kredit Perbankan dalam Rupiah dan Valuta Asing menurut Kelompok Bank dan Sektor Ekonomi 1) (miliar rupiah)

2001 Rincian

1997

1998

1999

2000

1. Bank Persero Pertanian Pertambangan Perindustrian Perdagangan Jasa-Jasa Lain-Lain

153.266 14.279 1.939 46.868 32.970 39.421 17.789

220.747 17.012 1.989 84.510 43.601 55.792 17.843

112.288 15.516 1.360 38.489 21.958 19.945 15.020

2. Bank Swasta Nasional Pertanian Pertambangan Perindustrian Perdagangan Jasa-Jasa Lain-Lain

168.723 10.185 2.500 35.592 40.513 63.716 16.217

193.361 20.272 2.414 45.416 40.687 72.058 12.514

3. Bank Pemerintah Daerah Pertanian Pertambangan Perindustrian Perdagangan Jasa-Jasa Lain-Lain

7.539 267 21 429 1.206 2.386 3.230

4. Bank Asing & Campuran Pertanian Pertambangan Perindustrian Perdagangan Jasa-Jasa Lain-Lain 5. Jumlah (1 s.d. 4) Pertanian Pertambangan Perindustrian Perdagangan Jasa-Jasa Lain-Lain

Mar.

Jun.

Sep.

Des.

102.061 11.209 2.522 34.878 16.431 16.370 20.651

106.542 12.082 2.995 36.652 16.597 17.367 20.849

112.726 12.035 2.936 39.239 17.985 17.249 23.282

113.577 11.677 2.833 40.949 17.512 15.691 24.915

117.104 12.034 5.554 40.099 17.973 15.537 25.907

56.012 5.740 371 14.421 13.307 15.605 6.568

82.425 4.987 863 22.914 21.656 17.500 14.505

87.869 5.524 808 24.427 22.306 19.274 15.530

98.660 6.865 745 30.876 22.144 21.461 16.569

104.092 6.674 720 33.761 23.453 20.859 18.625

101.871 6.050 838 28.237 23.402 22.160 21.185

6.570 354 19 409 1.053 1.820 2.915

6.793 853 18 190 816 1.376 3.540

10.106 527 65 249 1.182 1.260 6.823

11.152 512 71 261 1.329 1.308 7.671

12.453 498 84 279 1.578 1.262 8.752

14.674 526 147 284 1.930 1.752 10.035

15.419 536 188 257 2.108 1.411 10.920

48.606 1.271 856 28.790 7.575 8.046 2.068

66.748 1.670 1.487 41.333 11.023 9.454 1.781

50.040 1.668 1.948 31.159 7.207 6.235 1.823

74.408 2.780 3.230 48.741 4.830 9.186 5.641

79.812 2.894 3.813 52.534 4.831 10.303 5.437

82.494 3.368 1.118 56.463 5.052 10.541 5.952

72.077 2.851 936 47.550 4.360 10.571 5.809

73.199 2.244 860 47.932 4.968 9.952 7.243

378.134 26.002 5.316 111.679 82.264 113.569 39.304

487.426 39.308 5.909 171.668 96.364 139.124 35.053

225.133 23.777 3.697 84.259 43.288 43.161 26.951

269.000 19.503 6.680 106.782 44.099 44.316 47.620

285.375 21.012 7.687 113.874 45.063 48.252 49.487

306.333 22.766 4.883 126.857 46.759 50.513 54.555

304.420 21.728 4.636 122.544 47.255 48.873 59.384

307.594 20.863 7.440 116.525 48.450 49.061 65.255

1) Tidak termasuk pinjaman antarbank. pinjaman kepada pemerintah pusat dan bukan penduduk, serta nilai lawan valuta asing pinjaman investasi dalam rangka bantuan proyek

303

Lampiran

Tabel 43 Perkembangan Jumlah Aliran Uang Kertas di Jakarta dan KKBI (triliun rupiah)

1997

Kantor

1998

1999

2000

2001

Masuk

Keluar

Masuk

Keluar

Masuk

Keluar

Masuk

Keluar

Masuk

Keluar

Jakarta

18.7

32.2

24.2

39,9

24,4

47,2

33,2

51,4

34,9

53,7

Bandung

14,1

9,1

17,9

14,7

22,2

17,1

28,0

20,4

37,6

23,7

Semarang

11,8

6,9

14,5

9,3

17,8

13,6

20,2

15,1

25,5

17,4

Surabaya

13,9

13,3

18,8

18,5

23,4

23,9

28,8

28,6

37,9

33,5

Medan

6,9

7,7

9,4

10,3

11,4

12,8

11,5

11,9

15,1

15,3

Padang

4,2

5,6

5,8

8,7

6,5

11,7

7,8

13,1

10,1

14,9

Makassar

4,7

5,4

7,3

8,8

8,7

10,0

10,4

12,4

13,8

14,9

Banjarmasin

3,6

4,9

4,8

7,2

6,1

9,0

7,8

11,2

10,1

13,4

77,9

85,1

102,7

117,4

120,5

145,3

147,7

164,1

185,0

186,8

Jumlah

Tabel 44 Pangsa Aliran Uang Keluar per Jenis Pecahan di Jakarta dan KKBI Tahun 2001 (persen)

Kantor

Rp100.000,00

Rp50.000,00

Rp20.000,00

Rp10.000,00

Rp5.000,00

<= Rp1.000,00

Total

Jakarta

42

38

12

5

2

1

100

Bandung

51

33

11

3

1

1

100

Semarang

50

33

11

4

1

0

100

Surabaya

49

38

7

4

1

1

100

Medan

47

36

10

4

2

1

100

Padang

43

34

13

8

2

1

100

Makassar

44

35

14

4

2

1

100

Banjarmasin

47

34

12

5

2

1

100

304

Lampiran

Tabel 45 Perkembangan Jumlah Aliran Uang Logam di Jakarta dan KKBI (miliar rupiah)

Kantor

1997

1998

Masuk

Keluar

Jakarta

14,4

Bandung

17,3

Semarang

1999

Masuk

Keluar

79,5

4,4

8,7

10,8

23,2

7,4

Surabaya

2,9

Medan Padang

2000

Masuk

Keluar

105,5

2,2

12,9

11,1

13,9

8,3

15,9

1,2

2,0

7,4

0,7

7,3

Makassar

1,0

Banjarmasin

Jumlah

2001

Masuk

Keluar

Masuk

Keluar

117,7

4,1

14,8

15,2

184,5

0,1

196,9

21,0

16,5

28,5

12,2

13,2

14,3

14,4

17,0

15,6

32,8

2,2

29,7

1,8

33,5

4,0

44,2

3,3

11,2

0,3

14,1

1,1

13,1

0,4

14,0

0,7

24,1

0,3

9,7

0,3

12,3

0,5

21,8

7,4

0,5

12,6

0,6

11,2

1,1

10,9

0,5

20,8

0,7

6,1

0,7

15,5

0,6

11,4

1,4

11,0

0,8

15,6

62,2

139,7

35,1

212,9

30,3

220,8

38,6

301,6

40,1

367,5

305

Lampiran

Tabel 46 Pertumbuhan Ekonomi Dunia (persen)

1999r

2000r

2,6

3,6

4,7

2,4

3,4 3,2 4,4 1,6 1,4 2,0 1,8 3,5 4,4 4,2

2,4 2,5 4,4 -2,5 2,1 3,2 1,5 2,6 3,3 2,0

3,3 3,0 4,1 0,7 1,8 3,0 1,6 2,1 5,1 4,9

3,9 3,5 4,1 2,2 3,0 3,5 2,9 2,9 4,4 5,2

1,1 1,0 1,0 -0,4 0,5 2,1 1,8 2,3 1,4 1,5

Negara Berkembang Afrika Timur Tengah, Malta, dan Turki Amerika Latin Asia NIEs Asia RRC Indonesia Singapura Malaysia Thailand Filipina Vietnam

5,7 2,8 5,1 5,4 6,5 5,8 8,8 4,7 9,0 7,7 -1,3 5,2 8,2

3,5 3,1 4,1 2,2 4,1 -2,3 7,8 -13,2 0,3 -6,7 -9,4 -0,5 3,5

3,9 2,5 1,1 0,1 5,9 7,9 7,1 0,8 4,5 6,1 4,3 3,4 4,2

5,8 2,8 5,9 4,1 6,7 8,2 8,0 4,8 9,9 8,3 4,4 4,0 5,5

4,0 3,5 1,8 1,0 5,6 0,4 7,3 3,2 -2,9 0,3 1,5 2,9 4,7

Negara-Negara Transisi 1) Eropa Tengah dan Timur Rusia Transcaucasus dan Asia Tengah

1,6 2,1 0,9 2,6

-0,8 2,0 -4,9 2,5

3,6 2,0 5,4 4,6

6,3 3,8 8,3 5,3

4,9 3,0 5,8 -

Negara

1997

1998

4,1

Negara Industri/Maju 7 Negara industri utama Amerika Serikat Jepang Jerman Perancis Italia Inggris Kanada Lain-Lain

Dunia

1) Tidak termasuk Belarusia dan Ukraina Sumber: – IMF, World Economic Outlook, December 2001 – Bank Indonesia

306

2001*

Lampiran

Tabel 47 Inflasi Dunia (persen)

Negara Dunia Negara Industri/Maju 7 Negara industri utama

1998

1999r

2000r

4,2

2,5

3,0

-

-

2,1

1,5

1,4

2,3

2,3

2001 *

2,0

1,3

1,4

2,3

2,2

Amerika Serikat

2,3

1,6

2,2

3,4

2,9

Jepang

1,7

0,6

-0,3

-0,8

-0,7

Jerman

1,5

0,6

0,7

2,1

2,4

Perancis

1,3

0,7

0,6

1,8

1,8

Italia

1,7

1,7

1,7

2,6

2,6

Inggris

2,8

2,7

2,3

2,1

2,3

Kanada Lain-Lain Negara Berkembang

1,4

1,0

1,7

2,7

2,8

2,4

2,5

1,3

2,4

2,9

9,2

10,3

6,8

5,9

6,0

Afrika

11,1

8,7

11,8

13,5

12,8

Timur Tengah, Malta, dan Turki

27,7

27,6

23,3

19,1

19,1

Amerika Latin

13,2

10,6

9,3

8,1

6,3

4,8

8,0

2,4

1,9

2,8

Asia NIEs Asia

3,4

4,4

0,3

1,2

2,0

RRC

2,8

-0,8

-1,5

0,4

1,0

11,1

77,6

2,01

3,8

11,5

Singapura

2,0

-0,3

0,2

1,4

1,0

Malaysia

2,7

5,3

3,0

1,5

1,5

Thailand

5,6

8,1

0,5

1,5

1,7

Filipina

6,0

9,7

8,5

4,3

6,1

Vietnam

3,2

7,7

7,6

-1,7

0,8

28,2

20,9

43,9

20,1

16,0

41,8

17,1

10,9

12,8

9,3

Rusia

14,7

27,8

85,7

20,8

21,5

Transcaucasus dan Asia Tengah

36,5

15,3

15,4

14,8

-

Indonesia

Negara-Negara Transisi 1) Eropa Tengah dan Timur

Sumber :

1997

– IMF, World Economic Outlook, December 2001 – Bank Indonesia – BPS

307

Lampiran

Tabel 48 Suku Bunga (%) dan Nilai Tukar

Rincian Suku Bunga di Negara-negara Industri Jangka Pendek Jangka Panjang

1997

1998

1999r

2000r

4,00 5,40

4,00 4,50

3,80 5,30

-

-

-

5,50 0,20 3,00

6,60 0,30 4,60

3,80 0,20 4,10

120,99 1,73 1,64

130,91 1,76 1,66

102,51 1,94 1,62

114,41 2,08 1,49

131,66 2,20 1,45

LIBOR 6 bulan USD Yen Euro Nilai Tukar Yen/USD DM/USD SD/GBP

2001 *

-

Sumber : – IMF, World Economic Outlook , December 2001 – IMF, International Financial Statistics, December 2001

Tabel 49 Perkembangan Volume Perdagangan Barang dan Harga Dunia (persen)

Rincian

1997

1998

1999r

2000r

2001 *

Volume Perdagangan Barang

10,0

4,1

5,4

12,4

1,0

Barang-barang Industri

-7,8

-1,2

-1,8

-5,1

-1,7

Komoditas Primer Nonmigas

-3,2

-14,7

-7,0

1,8

-5,5

Minyak

-5,4

-32,1

37,5

56,9

-14,0

Harga

Sumber : – IMF, World Economic Outlook, December 2001

308

Lampiran

Tabel 50 Transaksi Berjalan di Negara Industri dan Negara Sedang Berkembang (persen PDB)

1997

1998

1999r

2000r

2001*

Amerika Serikat

-1,7

-2,5

-3,5

-4,5

-4,8

Jepang

2,2

3,2

2,4

2,5

2,2

Jerman

-0,1

-0,2

-0,9

-1,0

-0,8

Perancis

2,8

2,7

2,6

1,8

2,5

Italia

2,8

1,7

0,5

-0,5

-0,1

Inggris

0,8

-

-1,1

-1,7

-1,7

Kanada

-1,6

-1,8

0,2

2,5

1,9

RRC

3,8

3,4

1,6

1,9

1,0

Indonesia

-2,3

4,3

4,10

5,2

3,4

Singapura

15,7

20,9

21,1

21,9

7,5

Malaysia

-5,1

12,9

15,9

9,4

7,5

Thailand

-2,0

12,8

10,2

7,5

4,7

Filipina

-5,3

2,0

10,0

12,1

4,9

Negara 7 Negara industri utama

Negara Berkembang

Sumber : – IMF, World Economic Outlook, December 2001

309

Lampiran

Lampiran G

Specimen Pecahan Uang Kartal Yang Diterbitkan Pada Tahun 2001 Pecahan Rp 5000 Bayang-bayang logo "BI" ( Latent Image)

Gambar utama terasa kasar bila diraba

Angka Nominal terasa kasar bila diraba

Garuda Pancasila Tanda air Cut Nyak Meutia

Rectoverso

Angka Nominal terasa kasar bila diraba

Tulisan mikro "BANK INDONESIA 5000” Tulisan Nominal terasa kasar bila diraba

Tulisan mikro “BANK INDONESIA 5000”

Benang pengaman

Anti copy dalam bentuk tulisan “RI”

Angka “5000” yang terlihat apabila disinar dengan UV

Tulisan mikro "BANK INDONESIA"

Anti copy dalam bentuk tulisan “RI”

Nomor Seri

Angka Nominal

Rectoverso

Tanda air Cut Nyak Meutia

Angka Nominal

Nomor Seri

Benang pengaman

310

Tulisan mikro "BANK INDONESIA"

Tulisan mikro "BI"

Lampiran

Lampiran H

Daftar Singkatan ad

atas dasar

ACBF

ASEAN Central Bank Forum

ADB

Asian Development Bank

AFMM

ASEAN Finance Ministers Meeting

AFTA

Asian Free Trade Area

Ags

Agustus

APBN

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

APEC

Asia-Pacific Economic Cooperation

Apr

April

ARMA

Auto Regressive Moving Average

AS

Amerika Serikat

ASA

ASEAN Swap Arrangements

ASEAN

Association of South-east Asian Nations

ATM

automated teller machine

BBKU

bank beku kegiatan usaha

BBM

bahan bakar minyak

BCSB

Basel Committee of Bank Supervisors

BDP

bank dalam penyehatan

BEJ

Bursa Efek Jakarta

BI

Bank Indonesia

BI-RTGS

Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement

BIS

Bank For International Settlement

BKD

Badan Kredit Desa

BKPM

Badan Koordinasi Penanaman Modal

BLS

Baseline Economic Survey

BM

Base Money

BMPK

batas maksimum pemberian kredit

BNI

Bank Negara Indonesia

BNM

Bank Negara Malaysia

BOE

Bank of England

BOP

Balance of Payment

BOTASUPAL

Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu

bp

basis point

311

Lampiran

BPD

Bank Pembangunan Daerah

BPEN

Badan Pengembangan Ekspor Nasional

BPKP

Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan

BPPN

Badan Penyehatan Perbankan Nasional

BPR

Bank Perkreditan Rakyat

BPS

Badan Pusat Statistik

BRER

Bilateral Real Exchange Rate

BRI

Bank Rakyat Indonesia

BSA

Bilateral Swap Arrangement

BTN

Bank Tabungan Negara

BTO

bank take over

BUMN

Badan Usaha Milik Negara

BUMS

Badan Usaha Milik Swasta

BUSN

Bank Umum Swasta Nasional

CAR

capital adequacy ratio

CBS

Claims on Busines Sector

CBS

Currency Board System

CBU

Completely Built Up

CCI

Consumer Confidence Index

CGI

Consultative Group on I–ndonesia

C&F

Cost and Freight

CMI

Chiang Mai Initiative

CPO

crude palm oil

crd

crude

CSA

Centralized Settlement Account

D

diragukan

DAK

dana alokasi khusus

Dati

Daerah Tingkat

DAU

dana alokasi umum

DBH

dana bagi hasil

Des

Desember

DHE

devisa hasil ekspor

Dir

Direktur

DIY

Daerah Istimewa Yogyakarta

DJIA

Dow Jones Industrial Average

DKI

Daerah Khusus Ibukota

312

Lampiran

DKM-BI

Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter - Bank Indonesia

DN

dalam negeri

doc

dokumen

DPK

dana pihak ketiga

DPM

Direktorat Pengelolaan Moneter

DPNP

Direktorat Penelitian dan Pengembangan Perbankan

DPR

Dewan Perwakilan Rakyat

DRI

Danareksa Research Institute

DSM

Direktorat Statistik Moneter

DTI

Direktorat Teknologi Informasi

DSR

debt service ratio

DVP

Delivery Versus Payment

ECB

European Central Bank

EFT

electronic fund transfer

EFF

Extended Fund Facility

EMEAP

Executive Meeting of East Asia and Pacific Central Bankers

EO

Exchange Offer

EUR

Euro

FAASM

Fixed Asset Accounting Simulation Model

FATF

Financial Action Task Force

FDI

Foreign Direct Investment

Feb

Februari

FKE

Fasilitas Kredit Ekspor

FLI

Fasilitas Likuiditas Intrahari

fob

free on board

FR

Fixed Rate

FSF

Financial Stability Forum

GARCH

General Auto-regresive Conditional Heteroscidasticity

GBHN

Garis-Garis Besar Haluan Negara

GBI

Gubernur Bank Indonesia

GBP

Great Britain Poundsterling

GCS

gross capital stock

GDP

gross domestic product

GFA

gross foreign assets

GFCF

gross fixed capital formation

GTZ

Gesselschaft fur Technische Zusammenarbeit GmbH

313

Lampiran

GWM

Giro Wajib Minimum

G–20

Group 20, terdiri atas 20 negara

HAM

hak asasi manusia

HDI

Human Development Index

HIPC

Highly Indebted Poor Countries

HJE

harga jual eceran

IBI

Institut Bankir Indonesia

IBJ

Industrial Bank of Japan

IBRD

International Bank for Reconstruction and Development

ICOR

Incremental Capital Output Ratio

IAP

Individual Action Plan

IDR

Indonesia Rupiah

IFSO

Islamic Financial Services Organization

IHK

indeks harga konsumen

IHPB

indeks harga perdagangan besar

IHSG

indeks harga saham gabungan

IIFM

Internasional Islamic Financial Market

IMF

International Monetary Fund

IMFC

International Monetary Financial Committee

IPP

Independen Power Producer

IRFCL

International Reserve and Foreign Currency Liquidity

ITS

Institut Teknologi Surabaya

Jan

Januari

JBIC

Japan Bank for International Cooperation

JIBOR

Jakarta interbank offered rate

JITF

Jakarta Initiative Task Force

JPY

Japan Yen

JORR

Jakarta Outer Ring Road

Jul

Juli

Jun

Juni

KA

Kereta Api

KAP

kualitas aktiva produktif

KBI

Kantor Bank Indonesia

KCS

Kantor Cabang Syariah

Kep

keputusan

KHM

kebutuhan hidup minimum

314

Lampiran

KLBI

Kredit Likuiditas Bank Indonesia

KMK

Keputusan Menteri Keuangan

KP

Kurang Potensial

KP

Kantor Pusat

KPMM

kewajiban penyediaan modal minimum

KPR

Kredit Pemilikan Rumah

KRW

Korean Won

KUK

Kredit Usaha Kecil

L

lancar

L/C

Letter of Credit

LDKP

Lembaga Dana dan Kredit Pedesaan

LDR

laon to deposit ratio

LIE

Leading Indikator Ekonomi

LIBOR

London Interbank Offered Rate

LKBB

lembaga keuangan bukan bank

LLD

lalu lintas devisa

LLM

lalu lintas modal

LN

luar negeri

LNG

liquefied natural gas

LoI

Letter of Intent

LPG

liquefied petroleum gas

LPJK

Lembaga Pengawas Sektor Jasa Keuangan

LPSM

Lembaga Pengembangan Swadaya Masyarakat

LPS

Lembaga Penjamin Simpanan

Mar

Maret

MDH

the mixture distribution hypothesis

MFG

Manila Framework Group

Migas

minyak dan gas

MMBTU

mille mille British thermal unit

MNC

multinational corporation

MoU

Memorandum of Understanding

MPP

Menteri Perindustrian dan Perdagangan

MPR

Majelis Permusyawaratan Rakyat

mtm

month to month

NBER

the National Bureu for Economic Research

NCG

net claims on government

315

Lampiran

NCS

net capital stock

NDA

net domestic assets

NFA

net foreign assets

NIM

net interest margin

NIR

net international reserve

NOI

net other items

Nov

November

NPI

Neraca Pembayaran Indonesia

NPLs

non performing loans

NTB

Nusa Tenggara Barat

NTT

Nusa Tenggara Timur

OAA

Osaka Action Agenda

ODA

Official Development Assistance

Okt

Oktober

O/N

overnight

OPEC

Organization of Petroleum Exporting Countries

OPT

operasi pasar terbuka

P

Potensial

PAM

Perusahaan Air Minum

PAPSI

Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia

PBB

pajak bumi dan bangunan

PBB

Persatuan Bangsa-Bangsa

PBI

Peraturan Bank Indonesia

PDB

produk domestik bruto

PDN

Posisi Devisa Neto

Pefindo

Pemeringkat Efek Indonesia

PERC

Political Economic Risk

PERUM

Perusahaan Umum

PHK

pemutusan hubungan kerja

PHP

Philippines Peso

PIM

Perpetual Inventory Method

PIPU

Pusat Informasi Pasar Uang

PKPD

Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah

PLN

Perusahaan Listrik Negara

PLN

Pinjaman Luar Negeri

PMA

penanaman modal asing

316

Lampiran

PMTDB

Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto

PMDN

penanaman modal dalam negeri

PNB

Pendapatan Nasional Bruto

PNBP

Penerimaan Negara Bukan Pajak

PNM

Permodalan Nasional Madani

PNS

pegawai negeri sipil

Polri

Polisi Republik Indonesia

PPAP

penyisihan penghapusan aktiva produktif

PPh

pajak penghasilan

PPN

pajak pertambahan nilai

PPn-BM

pajak penjualan barang mewah

PrsFI

Promotion of Small Financial Institution

PRGF

Poverty Reduction and Growth Facility

PRSP

Poverty Reduction Strategy Paper

PRBC

Poverty Reduction Support Credit

PSAKS

Pernyataan Standar Akuntansi Perbankan Syariah

PTTB

pemberian tanda tidak berharga

PUAB

pasar uang antar bank

PUKM

Pengembangan Usaha Kecil dan Mikro

RBDPO

Refired Blenched Deodorized Palm Oil

RCC

RTGS Central Computer

REER

real effective exchange rate

RKAT

Rencana Kerja Anggaran Tahunan

Rp

Rupiah

RRC

Republik Rakyat China

RTGS

Real Time Gross Settlement

RUU

Rancangan Undang-Undang

SBA

Stand By Arrangement

SBI

Sertifikat Bank Indonesia

SD

selected default

SDA

sumber daya alam

SDM

sumber daya manusia

SDR

Special Drawing Rights

SE

Surat Edaran

SEACEN

South East Asia Central Bank

SEANZA

South East Asia, New Zealand, and Australia Central Bank

317

Lampiran

SEG

SEACEN Expert Group

Sep

September

SIABE

Sistem Informasi Agroindustri Berorientasi Ekspor

SIB

Sistem Informasi Baseline Economic Survey

SIBOR

Singapore Interbank Offered Rate

SID

Sistem Informasi Debitur

SIKJI

Sistem Informasi Kliring Jarak Jauh

SIKPA

sisa kurang pembiayaan anggaran

SI-LMUK

Sistem Informasi Pola Pembiayaan/Lending Model Usaha Kecil

SIPMK

Sistem Informasi Prosedur Memperoleh Kredit

SIPU

Sistem Informasi Pengedaran Uang

SI-PUK

Sistem Informasi Terpadu Pengembangan Usaha Kecil

SKDU

Survei Kegiatan Dunia Usaha

SKEJ

Sistem Kliring Elektronik Jakarta

SNA

Standardized National Account

SP

sangat potensial

SPE

survey penjualan eceran

S&P

Standard and Poor’s

SPKUI

Sistem Peninjau Keputusan untuk Investasi

SPPK

Studi Struktur & Perkembangan Pasar Keuangan

SRK

Satgas Restrukturisasi Kredit

SSB

Surat-Surat Berharga

STB

Survei Tendensi Bisnis

STK

Survei Tendensi Konsumen

SUP

Surat Utang Pemerintah

SWBI

Sertifikat Wadiah bank Indonesia

TAMC

Thai Asset Management Company

TDL

tarif dasar listrik

THB

Thailand Baht

TKI

Tenaga Kerja Indonesia

TNI

Tentara Nasional Indonesia

TPK

Terminal Peserta Kliring

TPT

Tekstil dan Produk Tekstil

Trw

triwulan

UGM

Universitas Gajah Mada

UK

United Kingdom

318

Lampiran

UKIP

Unit Khusus Investigasi Perbankan

UKM

usaha kecil dan menengah

UMP

upah minimum propinsi

UMR

upah minimum regional

UN

United Nation

UNDP

United National Development Program

US

United States

USAID

United States Agencies for International Development

USD

United States Dollar

UU

Undang-Undang

UYD

uang yang diedarkan

Valas

valuta asing

VR

variable rate

WEO

World Economic Outlook

WTC

World Trade Centre

WTO

World Trade Organization

YoY

year on year

319

Related Documents