L A P O R A N T A H U N A N
2001
Sampul Depan : Gedung Bank Indonesia - Jakarta, Kota Sampul Belakang : Gedung Bank Indonesia - Jakarta, Jl. MH.Thamrin Pembatas Bab : Komplek Perkantoran Bank Indonesia - Jakarta, Kota & Jl. MH. Thamrin Alamat Kantor Pusat : Jl. MH. Thamrin No. 2, Jakarta 10110 - Indonesia http://www.bi.go.id
Laporan ini merupakan penjelasan lengkap dari informasi mengenai “Evaluasi Pelaksanaan Kebijakan Moneter 2001 dan Arah Kebijakan Moneter 2002” yang telah disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan masyarakat melalui media massa pada tanggal 15 Januari 2002 sebagai pelaksanaan amanat pasal 58 UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia
i
L A P O R A N T A H U N A N
2001 BANK INDONESIA
ISSN 0522 - 2575
ii
Visi Bank Indonesia : “Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil” Misi Bank Indonesia : “Mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas sistem keuangan untuk pembangunan jangka panjang negara Indonesia yang berkesinambungan” Nilai-nilai Strategis Organisasi Bank Indonesia : “Nilai-nilai yang menjadi dasar organisasi, manajemen dan pegawai untuk bertindak atau berperilaku yaitu kompetensi, integritas, transparansi, akuntabilitas dan kebersamaan”
iii
Keterangan Tanda-tanda, Periode Laporan, dan Sumber Data Angka diperbaiki
r
Angka sementara
*
Angka sangat sementara
**
Angka belum tersedia
...
Angka tidak ada
–
Angka sebelum dan sesudah tanda ini tidak dapat diperbandingkan satu sama lain
x
Nol atau lebih kecil daripada digit terakhir
––
Dolar Amerika Serikat
$ (dolar)
Periode laporan adalah 1 Januari 2001 sampai dengan 31 Desember 2001. Sumber data adalah Bank Indonesia, kecuali jika dinyatakan lain.
iv
DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA Per Tanggal 31 Desember 2001
Duduk dari kiri ke kanan :
Syahril Sabirin Gubernur
Anwar Nasution Deputi Gubernur Senior
Berdiri dari kiri ke kanan :
Aulia Pohan Deputi Gubernur
Miranda S. Goeltom Deputi Gubernur
Achjar Iljas Deputi Gubernur
xix
Kata Pengantar
Dengan mengucapkan Bismillahirrahmaanirrahiim perkenankan saya mengantarkan Laporan Tahunan Bank Indonesia 2001 ke hadapan para pembaca yang terhormat. Laporan ini adalah salah satu wujud akuntabilitas Bank Indonesia sebagaimana diatur di dalam pasal 58 Undang-Undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Laporan ini menyajikan langkah-langkah kebijakan yang telah diambil dan hasil-hasil yang telah dicapai oleh Bank Indonesia di bidang moneter, perbankan, dan sistem pembayaran selama tahun 2001 serta arah kebijakan Bank Indonesia tahun 2002. Laporan ini juga menguraikan perkembangan dan permasalahan yang terjadi pada perekonomian Indonesia dan internasional selama tahun laporan serta prospeknya di tahun 2002. Tahun 2001 masih merupakan tahun yang sulit bagi perekonomian Indonesia. Beberapa variabel ekonomi makro penting yang kami gunakan sebagai asumsi dasar dalam menetapkan sasaran inflasi dan arah kebijakan Bank Indonesia di awal tahun 2001 ternyata berkembang tidak sesuai dengan perkiraan semula. Pertumbuhan ekonomi yang kami perkirakan dapat mencapai 4,5% - 5,5% ternyata hanya mencapai 3,3%. Angka pertumbuhan tersebut memang lebih tinggi daripada yang berhasil dicapai oleh negara-negara tetangga kita tetapi belum cukup untuk menyerap tenaga kerja di dalam negeri yang terus bertambah. Kegiatan investasi dan ekspor yang pada awalnya diharapkan menjadi motor penggerak pemulihan ekonomi justru mencatat pertumbuhan yang jauh lebih rendah daripada tahun 2000. Sementara itu, nilai tukar rupiah mengalami depresiasi yang cukup tajam dan bergerak lebih fluktuatif dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Depresiasi rupiah ini memberikan kontribusi besar terhadap kenaikan tekanan inflasi sehingga laju inflasi IHK mencapai 12,55%, melebihi perkiraan kami semula sebesar 6,0% - 8,5%. Kesulitan yang dialami oleh perekonomian Indonesia dalam tahun 2001 terutama disebabkan oleh belum terpecahkannya berbagai permasalahan mendasar di dalam negeri yang kemudian diperberat oleh dampak melambatnya pertumbuhan ekonomi global terhadap penurunan kinerja ekspor Indonesia. Masalah-masalah internal tersebut antara lain adalah tingkat risiko berusaha yang masih tinggi, fungsi
vi
intermediasi perbankan yang belum berjalan normal, serta kondisi permintaan dan penawaran di pasar valuta asing dalam negeri yang belum stabil dan sangat rentan terhadap perubahan sentimen. Upaya penyelesaian berbagai permasalahan ini sebenarnya telah berlangsung dalam beberapa tahun terakhir tetapi sampai dengan tahun laporan belum dapat diselesaikan secara tuntas. Masalah-masalah ini memang sangat rumit karena mengandung banyak dimensi yang saling terkait. Untuk mengatasinya dibutuhkan keberanian dalam mengambil langkah-langkah terobosan, kesediaan untuk berkorban, dan koordinasi yang erat di antara berbagai komponen bangsa. Namun, itu semua belum sepenuhnya dapat diwujudkan. Kehidupan berdemokrasi yang belum matang dan krisis kepemimpinan di berbagai lapisan masyarakat telah menghambat proses pengambilan dan pelaksanaan keputusan-keputusan penting di berbagai bidang. Sebagai akibatnya, langkah-langkah kebijakan yang sangat diperlukan untuk mengatasi berbagai masalah mendasar di atas, yang sebelumnya telah disepakati bersama untuk dilaksanakan pada tahun laporan —terutama kebijakan yang berkaitan dengan program restrukturisasi perbankan, privatisasi BUMN, masalah hutang, dan perbaikan sistem dan perangkat hukum— dalam perkembangannya ternyata berjalan lambat, bahkan sebagian belum terlaksana sama sekali. Berbagai permasalahan di atas telah mempersempit ruang gerak Bank Indonesia dalam mengendalikan laju inflasi. Fungsi intermediasi perbankan yang belum sepenuhnya pulih telah menghambat proses transmisi moneter sehingga mengurangi efektivitas kebijakan moneter dalam meredam tekanan inflasi dan depresiasi nilai tukar rupiah. Tingkat risiko berusaha yang masih tinggi telah mengurangi minat investasi sehingga penambahan sarana produksi dan distribusi —yang seharusnya dapat membantu meredam tekanan inflasi— menjadi sangat terbatas, serta arus masuk modal asing —yang seharusnya dapat meredam tekanan depresiasi rupiah— menjadi berkurang. Kecilnya arus masuk modal asing dan rendahnya kepercayaan kepada perbankan nasional telah membatasi jumlah penawaran devisa. Sementara itu, besarnya kewajiban pembayaran hutang luar negeri, terutama akibat penyelesaian restrukturisasi hutang sektor swasta yang belum optimal, dan kekhawatiran akan ketidakstabilan ekonomi, sosial, politik, dan keamanan di dalam negeri merupakan faktor-faktor yang membuat permintaan devisa masih tinggi. Di sini terlihat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran dan permintaan devisa berikut dampaknya terhadap ketidakstabilan nilai tukar rupiah selama tahun 2001 merupakan faktor-faktor yang sebagian besar berada di luar kendali kebijakan moneter. Upaya pengendalian inflasi menjadi semakin sulit karena sumber tekanan inflasi selama tahun laporan lebih banyak berasal dari sisi penawaran dalam bentuk kenaikan biaya produksi (cost-push inflation). Sebagaimana diketahui, kebijakan moneter memiliki keterbatasan dalam mengendalikan tekanan inflasi yang bersumber dari sisi penawaran karena kebijakan moneter hanya dapat mempengaruhi kegiatan ekonomi dari sisi permintaan. Penerapan kebijakan moneter ketat untuk mengendalikan laju inflasi yang bersumber dari sisi
vii
penawaran dapat menimbulkan dampak negatif yang besar kepada kegiatan ekonomi sementara hasilnya belum tentu sesuai dengan harapan karena efektivitas kebijakan moneter selama tahun laporan masih terganggu oleh belum pulihnya fungsi intermediasi perbankan. Dapat dikemukakan bahwa kenaikan biaya produksi yang telah memicu kenaikan laju inflasi selama tahun 2001 terutama bersumber dari dampak depresiasi rupiah terhadap kenaikan harga bahan baku impor dan dampak kebijakan Pemerintah menaikkan bea masuk, harga BBM, tarif listrik, dan upah minimum. Dampak kebijakan Pemerintah tersebut terhadap kenaikan laju inflasi ternyata lebih besar daripada perkiraan kami semula. Tekanan inflasi dari sisi penawaran ini semakin bertambah akibat turunnya produksi bahan makanan. Kendati menghadapi situasi yang sangat sulit, Bank Indonesia tetap berusaha keras menahan kenaikan laju inflasi lebih lanjut melalui penerapan kebijakan moneter yang cenderung ketat. Upaya ini dilakukan atas dasar keyakinan bahwa laju inflasi yang terkendali adalah prasyarat bagi pembangunan ekonomi yang berkesinambungan. Untuk itu, tindakan maksimal yang dapat dan telah kami lakukan adalah berupaya mengurangi kelebihan likuiditas di dalam perekonomian agar tidak menimbulkan tekanan tambahan terhadap nilai tukar dan laju inflasi. Secara operasional, kebijakan ini dilakukan dengan berupaya mengendalikan jumlah uang primer sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan. Dengan mempertimbangkan situasi yang sulit di atas, upaya pengendalian uang primer tersebut kami lakukan dalam batas-batas yang tidak sampai menimbulkan tekanan kenaikan suku bunga yang berlebihan. Di tengah berbagai kesulitan tersebut terdapat beberapa perkembangan positif yang patut dicatat karena dapat menjadi batu pijakan bagi kita untuk melangkah ke arah pemulihan ekonomi yang lebih berkesinambungan di tahun-tahun mendatang. Salah satu perkembangan positif adalah terbentuknya pemerintahan baru melalui proses yang demokratis yang telah memberikan kontribusi terhadap membaiknya kondisi sosial politik akhir-akhir ini. Di sektor perbankan, sekalipun kondisi perbankan secara keseluruhan masih belum sepenuhnya pulih, sebagian besar bank telah berhasil memperbaiki kondisi permodalannya sehingga mencapai Capital Adequacy Ratio (CAR) minimum 8% yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan kualitas aktiva produktif bank-bank tersebut juga menunjukkan perbaikan sebagaimana tercermin pada rasio Non-Performing Loans (NPL) yang menurun. Bank Indonesia juga telah meletakkan dasar-dasar bagi peningkatan ketahanan sistem perbankan melalui pengembangan dan penyempurnaan infrastruktur dan sistem pengawasan bank. Dari sisi eksternal, pemerintahan di negara-negara industri maju secara cepat telah mengeluarkan kebijakan stimulus fiskal dan moneter guna menghindarkan ekonomi mereka dari resesi, suatu langkah yang telah memberikan harapan besar bagi pemulihan kondisi ekonomi global. Perekonomian Indonesia di tahun 2002 diperkirakan masih akan menghadapi tantangan yang cukup berat. Namun, berlandaskan pada beberapa perkembangan positif yang saya sebutkan di atas serta didukung
viii
oleh komitmen Pemerintah untuk melanjutkan langkah-langkah reformasi struktural, Bank Indonesia memperkirakan perekonomian Indonesia tahun 2002 masih mampu tumbuh positif pada kisaran 3,5% - 4,0%. Nilai tukar rupiah memiliki potensi untuk menguat sepanjang Pemerintah konsisten dalam melaksanakan program-programnya. Sementara itu, tekanan inflasi diperkirakan masih akan tinggi sebagai dampak dari rencana Pemerintah menaikkan harga BBM, tarif listrik, dan tarif cukai, serta tingginya ekspektasi inflasi. Bank Indonesia, sesuai dengan tugas dan kewenangan yang dimilikinya, akan membantu menciptakan kondisi yang kondusif bagi pemulihan ekonomi yang berkesinambungan dengan berupaya menjaga kestabilan moneter dan mengendalikan laju inflasi. Untuk itu, berdasarkan gambaran prospek ekonomi dalam negeri dan luar negeri di atas, Bank Indonesia menetapkan sasaran laju inflasi IHK tahun 2002 pada kisaran 9% - 10%. Selanjutnya, dalam lima tahun ke depan Bank Indonesia memiliki komitmen untuk secara bertahap menurunkan laju inflasi menjadi sekitar 6% - 7%. Perlu saya jelaskan bahwa sejak tahun ini Bank Indonesia menggunakan laju inflasi IHK sebagai indikator sasaran inflasi. Sebagaimana diketahui, pada tahun 2000 dan 2001 kami menggunakan angka inflasi IHK di luar dampak kebijakan Pemerintah di bidang harga dan pendapatan sebagai indikator sasaran inflasi. Perubahan ini kami lakukan atas dasar pertimbangan bahwa inflasi IHK lebih dapat diterima dan lebih transparan bagi masyarakat dibandingkan indikator sasaran inflasi yang kami gunakan sebelumnya sehingga dengan demikian diharapkan dapat meningkatkan kemampuan Bank Indonesia dalam mempengaruhi ekspektasi inflasi masyarakat. Untuk mendukung pencapaian sasaran inflasi ini, Bank Indonesia akan berupaya secara konsisten menempuh kebijakan-kebijakan yang diperlukan, baik di bidang moneter, perbankan, maupun sistem pembayaran. Di samping itu, dengan menyadari bahwa masih terdapat beberapa kelemahan internal yang perlu diperbaiki, kami sudah melancarkan suatu program yang kami namakan Program Transformasi Bank Indonesia. Setelah melalui proses persiapan dan perumusan yang matang, sebagian dari program ini diharapkan sudah mulai diterapkan dalam tahun 2002. Kami juga mengharapkan dukungan dari berbagai pihak agar pelaksanaan tugas Bank Indonesia dapat berjalan lebih baik. Untuk ini, berbagai saran dan kritik yang konstruktif akan kami terima dengan senang hati dan dengan ucapan terima kasih. Sebelum mengakhiri kata pengantar ini, saya ingin mengajak para pembaca untuk mengkaji kembali apa yang telah kita alami dan lakukan sejak terjadinya krisis multidimensi di tanah air yang kiranya dapat saya sarikan ke dalam beberapa butir, yaitu: • Krisis ekonomi dan moneter ini pada hakekatnya merupakan krisis kepercayaan, yaitu kepercayaan mengenai masa depan ekonomi Indonesia, kepercayaan mengenai kestabilan nilai tukar, kepercayaan mengenai kepastian hukum, dan lain sebagainya;
ix
• Langkah-langkah yang diambil untuk penanganan krisis ini sudah merupakan langkah yang tepat dan serupa dengan langkah-langkah yang telah diambil oleh negara-negara lain yang telah berhasil keluar dari krisis, seperti Thailand dan Korea; • Pada mulanya terdapat konsensus nasional yang menyepakati langkah-langkah tersebut sehingga langkahlangkah tersebut telah berhasil membawa laju inflasi ke tingkat yang sangat rendah dan nilai tukar rupiah ke tingkat yang wajar. Namun gonjang-ganjing politik serta kebijakan yang tidak jelas arahnya serta sikap saling menyalahkan yang terjadi selama beberapa waktu telah menyebabkan langkah-langkah itu menjadi tersendat. Dalam beberapa hal terdapat keengganan atau ketidakberanian untuk mengambil keputusan-keputusan politik yang sulit, sehingga ibaratnya perekonomian Indonesia diberi obat setengah dosis yang tentu saja tidak dapat menyembuhkan penyakit. • Dengan terbentuknya pemerintahan baru, kembali timbul harapan akan perbaikan dan kelanjutan upaya penanggulangan krisis. Berbagai langkah awal yang diambil oleh Pemerintahan baru telah meningkatkan kepercayaan terhadap masa depan ekonomi Indonesia secara berarti. Namun, masih banyak keputusan politik yang sulit yang harus diambil oleh Pemerintah di minggu-minggu dan bulan-bulan mendatang. Untuk itu diperlukan kesamaan pengertian, kebulatan tekad, dan kesepakatan atau konsensus nasional dalam menghadapi tantangan-tantangan masa depan yang amat berat. Akhir kata, saya atas nama Dewan Gubernur Bank Indonesia mengucapkan terima kasih kepada seluruh Pimpinan dan Karyawan Bank Indonesia yang selama tahun 2001 yang lalu telah bekerja keras secara profesional dalam mengemban amanat Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada berbagai pihak di luar Bank Indonesia yang selama ini telah memberikan bantuan dan kerja sama yang tulus kepada Bank Indonesia. Kepada para pembaca saya mengharapkan kiranya laporan ini dapat menjadi referensi yang berguna. Semoga Tuhan Yang Maha Pemurah selalu melimpahkan ridha-Nya dan memberikan kemudahan kepada kita semua dalam melangkah menuju ke masa depan yang lebih baik.
Jakarta, Februari 2002 BANK INDONESIA GUBERNUR
Syahril Sabirin
x
Tinjauan Umum
bab 1 TINJAUAN UMUM
1
Tinjauan Umum
bab 1
TINJAUAN UMUM
P
ada awal 2001, Bank Indonesia memperkirakan
Dalam perkembangannya, selama tahun
bahwa momentum menguatnya proses pemu-
2001 berbagai asumsi dan perkiraan tersebut di atas
lihan ekonomi yang terjadi di tahun sebelumnya akan
ternyata tidak berjalan sesuai dengan yang diharap-
semakin mantap di tahun 2001. Optimisme ini di-
kan. Berbagai permasalahan mendasar yang di-
dasarkan pada asumsi bahwa proses restrukturisasi
hadapi perekonomian nasional masih terus berlang-
ekonomi di berbagai bidang akan mencapai kemajuan
sung dan beberapa diantaranya menunjukkan kecen-
yang berarti, khususnya restrukturisasi utang peru-
derungan yang memburuk (Bagan 1.1). Perekono-
sahaan dan semakin pulihnya intermediasi per-
mian dunia menunjukkan pertumbuhan yang terus
bankan. Menguatnya proses pemulihan ekonomi ini
melambat dan bahkan telah mengalami resesi sejak
juga didukung oleh harapan bahwa kondisi sosial,
akhir triwulan pertama 2001. Sementara di dalam
politik, dan keamanan di dalam negeri akan semakin
negeri, kondisi sosial, politik, dan keamanan masih
membaik. Selain itu, pertumbuhan ekonomi dunia
belum stabil, yang selama paro pertama 2001 sangat
diperkirakan juga masih tetap tinggi meskipun lebih
diwarnai oleh tingginya gejolak politik yang berujung
lambat dari tahun sebelumnya.
pada pergantian pemerintahan di pertengahan 2001.
Dengan nuansa optimisme di awal 2001
Meskipun terdapat kemajuan, penanganan program-
Indonesia
program restrukturisasi ekonomi masih menghadapi
memperkirakan pertumbuhan produk domestik bruto
sejumlah kendala sehingga berbagai permasalahan
(PDB) 2001 akan dapat mencapai 4,5%–5,5%. Selain
struktural di dalam negeri masih terus berlanjut
konsumsi, pertumbuhan ini akan dapat dicapai dengan
sementara risiko dan ketidakpastian usaha masih
motor penggerak utama bersumber dari investasi dan
tetap tinggi.
tersebut,
pada
waktu
itu
Bank
ekspor. Selain itu, Bank Indonesia menetapkan sasaran
Berbagai permasalahan tersebut telah ber-
inflasi di luar dampak kebijakan pemerintah di bidang
dampak negatif terhadap perkembangan ekonomi
harga dan pendapatan sebesar 4,0%–6,0%. Semen-
dan moneter selama 2001. Di sektor riil, kegiatan
tara itu, tambahan inflasi yang merupakan dampak
investasi dan produksi menjadi sangat terbatas ter-
kebijakan pemerintah di bidang harga dan pendapatan
utama karena masih tingginya risiko dan ketidak-
diperkirakan sekitar 2,0%–2,5% Dengan demikian,
pastian usaha, lambatnya proses restrukturisasi
inflasi indeks harga konsumen (IHK) diperkirakan akan
utang perusahaan, serta masih berlangsungnya
mencapai sekitar 6,0%–8,5%. Sejalan dengan sasaran
konsolidasi internal perbankan dan perusahaan.
inflasi tersebut, sasaran pertumbuhan uang primer
Ekspor juga melambat terutama karena resesi yang
untuk akhir 2001 ditetapkan sebesar 11,0%–12,0%.
terjadi pada perekonomian dunia. Di sektor per-
2
Tinjauan Umum
SEKTOR KEUANGAN
SEKTOR RIIL Tekanan pada fiskal
Efektivitas kebijakan moneter menurun
Suku Bunga SBI naik
Kelebihan likuiditas di sektor perbankan
Stimulus moneter menjadi terbatas
Intermediasi perbankan yang belum pulih
Investasi dan produksi terbatas
Konsolidasi internal perbankan dan perusahaan Depresiasi dan volatilitas nilai tukar
Kelebihan permintaan valuta asing
Country Risk Arus modal masuk terbatas
Restrukturisasi kredit dan korporasi lambat Restrukturisasi utang luar negeri lambat Ketidakpastian sosial politik keamanan, ketidakpastian hukum, kurang konsistennya kebijakan Perekonomian dunia melambat
Pertumbuhan ekonomi terganggu
Tekanan inflasi
Kebijakan pemerintah di bidang harga dan pendapatan
Ekspor melambat
Bagan 1.1 Permasalahan Ekonomi dan Moneter Pada 2001
bankan, meskipun secara umum kondisi perbankan
dan perbankan seperti di atas, dana lebih banyak
telah banyak mengalami kemajuan, fungsi inter-
berputar di sektor keuangan dan belum dapat
mediasi perbankan belum sepenuhnya pulih. Penya-
dimanfaatkan secara maksimal sebagai sumber
luran kredit perbankan dan penyerapannya oleh
pembiayaan investasi dan produksi untuk mendukung
sektor riil belum dapat berlangsung cepat baik karena
proses pemulihan ekonomi. Selain itu, belum pulihnya
berbagai permasalahan yang dihadapi di sektor riil
fungsi intermediasi perbankan juga menjadi salah satu
maupun karena masih berlangsungnya konsolidasi
faktor yang menimbulkan tekanan pada nilai tukar dan
internal di perbankan. Dengan kondisi di sektor riil
inflasi serta mengurangi efektivitas transmisi kebijakan
3
Tinjauan Umum
moneter dalam mempengaruhi inflasi dan kegiatan
bagi langkah-langkah restrukturisasi perbankan dan
ekonomi.
upaya pemulihan ekonomi.
Dengan sejumlah permasalahan tersebut,
Ke depan, apabila dapat dicapai kemajuan
selama 2001 kondisi ekonomi dan moneter secara
dalam penanganan sejumlah permasalahan struktural
umum menunjukkan kecenderungan yang memburuk.
di dalam negeri serta penurunan risiko dan ketidak-
Memburuknya kondisi ekonomi dan moneter antara
pastian usaha, Bank Indonesia memperkirakan bahwa
lain ditunjukkan oleh melambatnya pertumbuhan
pemulihan ekonomi Indonesia pada 2002 masih dapat
ekonomi, melemahnya nilai tukar, dan tingginya
dipertahankan. Pertumbuhan ekonomi tahun 2002
tekanan inflasi. Selama 2001, ekonomi Indonesia
diperkirakan dapat mencapai 3,5%–4,0% dengan
hanya tumbuh sebesar 3,3%, nilai tukar mengalami
sumber pertumbuhan yang sangat tergantung dari
tekanan depresiasi sebesar 17,7% sehingga mencapai
kinerja perekonomian domestik, khususnya konsumsi
rata-rata Rp10.255 per dolar, dan inflasi IHK mencapai
masyarakat, sementara investasi dan ekspor diper-
12,55%. Sementara itu, dampak kebijakan pemerintah
kirakan akan menunjukkan perkembangan yang
terhadap inflasi tercatat sebesar 3,83%, lebih besar
membaik terutama apabila skenario pemulihan eko-
dibandingkan dengan yang diperkirakan di awal tahun
nomi dunia pada paro kedua 2002 dapat menjadi
sebesar 2,0%–2,5%.
kenyataan.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh Bank
Dengan memperhatikan prospek ekonomi
Indonesia dalam mencapai sasaran-sasaran yang
makro dan masih tingginya risiko dan ketidakpastian,
telah ditetapkan, baik dengan menggunakan instru-
tingginya tekanan inflasi yang bersumber dari dampak
men-instrumen moneter yang tersedia maupun dengan
kebijakan pemerintah di bidang harga serta masih
penyempurnaan peraturan dan ketentuan perbankan.
tingginya ekspektasi inflasi, Bank Indonesia me-
Namun demikian, adanya berbagai permasalahan
netapkan sasaran inflasi IHK yang dipandang cukup
yang dihadapi di atas menyebabkan upaya pengen-
realistis yang sesuai dengan kondisi perekonomian
dalian uang primer dan pencapaian sasaran inflasi oleh
pada 2002 yaitu sebesar 9,0%–10,0%. Namun
Bank Indonesia menjadi lebih sulit dilakukan. Selain
demikian, dalam jangka waktu 5 tahun ke depan Bank
karena dampak kebijakan pemerintah di bidang harga
Indonesia memiliki komitmen untuk secara bertahap
dan pendapatan, tingginya inflasi juga didorong oleh
menurunkan inflasi sehingga dapat mencapai kisaran
depresiasi nilai tukar rupiah dan meningkatnya
6,0%–7,0%.
ekspektasi inflasi di masyarakat. Sementara itu,
Untuk mencapai sasaran inflasi tersebut,
tingginya uang primer terutama diakibatkan oleh
kebijakan moneter Bank Indonesia diarahkan pada
permintaan uang kartal yang meningkat, baik untuk
upaya pengendalian uang primer dengan fokus pada
kebutuhan transaksi maupun untuk motif berjaga-jaga.
penyerapan kelebihan likuiditas agar tetap sesuai
Dalam kondisi demikian, pengetatan moneter yang
dengan kebutuhan riil perekonomian. Langkah ini akan
berlebihan akan mendorong tingginya kenaikan suku
dilakukan secara berhati-hati dan terukur agar kesta-
bunga dan dikhawatirkan dapat memperburuk risiko
bilan harga tetap dapat terpelihara sehingga mampu
4
Tinjauan Umum
mendukung proses pemulihan ekonomi yang sedang
terbatasnya stimulus fiskal bagi pertumbuhan eko-
berlangsung, dan berkelanjutan dalam jangka
nomi. Perkembangan ini menyebabkan menurunnya
menengah-panjang.
operasional,
kepercayaan dunia usaha untuk melakukan kegiatan
pengendalian moneter akan dilakukan dengan
produksi dan investasi, yang pada akhirnya meng-
mengoptimalkan instrumen-instrumen moneter yang
hambat ekspansi ekonomi lebih lanjut. Pada 2001
tersedia khususnya melalui operasi pasar terbuka dan
pertumbuhan PDB mencapai 3,3%, lebih rendah
sterilisasi valuta asing untuk mengurangi tekanan
dibandingkan tahun 2000 sebesar 4,9% (Tabel 1.1).
terhadap nilai tukar dan inflasi. Di bidang perbankan,
Meskipun relatif lebih baik dari negara-negara
kebijakan Bank Indonesia akan diarahkan pada upaya
tetangga, tingkat pertumbuhan tersebut masih belum
memperkuat ketahanan sistem perbankan serta
cukup untuk menyerap tenaga kerja yang ada. Kecen-
langkah mempercepat pemulihan fungsi intermediasi
derungan terus bertambahnya jumlah angkatan kerja
perbankan. Sementara itu, kebijakan di bidang sistem
baru yang pada 2001 diperkirakan meningkat 2,5%,
Secara
pembayaran akan diarahkan pada pengurangan risiko pembayaran antarbank yang dapat mengganggu
Tabel 1.1 Beberapa Indikator Makroekonomi
kestabilan keuangan, menunjang pelaksanaan kebijakan moneter, peningkatan kualitas dan kapasitas layanan sistem pembayaran, penyempurnaan ketentuan-ketentuan, serta pengaturan terhadap pengawasan sistem pembayaran. Secara terinci evaluasi perekonomian Indonesia 2001 dan prospek serta arah kebijakan Bank Indonesia di tahun 2002 diuraikan sebagai berikut.
EVALUASI PEREKONOMIAN INDONESIA 2001 Kondisi Ekonomi Makro Secara umum, selama 2001 kinerja perekonomian Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang melambat. Di samping akibat memburuknya perekonomian dunia, melambatnya pertumbuhan tersebut tidak terlepas dari masih tingginya risiko dan ketidakpastian dan berlanjutnya berbagai permasalahan dalam negeri yang terkait dengan restrukturisasi utang dan sektor korporasi, belum selesainya konsolidasi internal perbankan, serta relatif
Rincian Produk Domestik Bruto (a.d. tahun dasar 1993, pertumbuhan %) Menurut Pengeluaran Konsumsi Pembentukan modal tetap domestik bruto Ekspor barang dan jasa Impor barang dan jasa Menurut Lapangan Usaha Pertanian Industri pengolahan Bangunan Perdagangan, hotel, dan restoran Keuangan, persewaan, dan perusahaan jasa Jasa-jasa Moneter (pertumbuhan, %) M2 M1 Uang Kuasi Suku Bunga (%) SBI (1 bulan) PUAB (overnight) Deposito (1 bulan) Kredit modal kerja Kredit investasi Inflasi (%) Neraca Pembayaran Transaksi berjalan/PDB DSR Cadangan devisa setara impor nonmigas dan pembayaran utang luar negeri pemerintah (bulan) Nilai Tukar (Rp/$) rata-rata
1999
2000
2001
0,8
4,9*
3,3**
4,3
3,9
6,2
–18,2 –31,8 –40,7
21,9 26,5 21,1
4,0 1,9 8,1
2,2 3,9 –1,9 –0,1
1,7 6,1 5,5 5,6
0,6 4,3 4,0 5,1
–7,2 1,9
4,3 2,2
3,0 2,0
11,9 23,2 9,5
15,6 30,1 12,1
13,0 9,6 13,9
12,15 12,1 12,2 20,7 17,8
14,5 11,4 12,0 17,7 16,9
17,62 15,7 16,1 19,2 17,9
2,01
9,35
12,55
4,1 56,8
5,3 41,1
3,4* 39,4
6,7
6,0
6,1
7.850
8.438
10.255
Sumber : – Badan Pusat Statistik – Bank Indonesia
5
Tinjauan Umum
belum dapat diimbangi sepenuhnya oleh penyediaan
perselisihan perburuhan. Di samping itu, faktor keter-
lapangan kerja secara memadai. Kondisi ini menye-
batasan pembiayaan investasi akibat belum pulihnya
babkan meningkatnya angka pengangguran 2001
fungsi intermediasi perbankan dan adanya peraturan-
yang diperkirakan mencapai 6,7%–7,0%, lebih tinggi
peraturan baru yang terkait dengan penerapan otonomi
dari tahun sebelumnya sebesar 6,1%.
daerah juga turut membatasi kegiatan investasi.
Di sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi
Sementara itu, menurunnya kinerja ekspor disebabkan
lebih banyak didorong oleh konsumsi rumah tangga.
oleh melemahnya perekonomian dunia dan
Pengeluaran konsumsi dalam tahun 2001 tumbuh
menurunnya harga beberapa komoditas utama ekspor
sebesar 6,2%, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
Indonesia. Selain itu, depresiasi nilai tukar rupiah telah
tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 3,9%.
berdampak pada naiknya biaya faktor produksi
Meningkatnya konsumsi terutama didorong oleh
sehingga mengurangi daya saing produk ekspor
meningkatnya kepercayaan konsumen (consumer
Indonesia, yang sebagian besar memiliki kandungan
confidence) yang ditunjang oleh meningkatnya gaji
impor yang tinggi. Dengan perkembangan tersebut,
dan pendapatan serta meningkatnya pembiayaan
sumbangan konsumsi, investasi, dan ekspor terhadap
untuk konsumsi, baik yang bersumber dari perbankan
laju pertumbuhan PDB dalam tahun laporan masing-
maupun dari perusahaan pembiayaan seperti kartu
masing mencapai 4,8%, 0,9%, dan 0,6%.
kredit dan pembiayaan konsumen.
Di sisi penawaran, hampir seluruh sektor
Sementara itu, investasi1 dan ekspor yang
mencatat pertumbuhan yang positif walaupun dengan
semula diharapkan tetap menjadi motor pertumbuhan
laju yang lebih lambat dibandingkan dengan tahun
pada 2001 mengalami pertumbuhan yang tidak terlalu
2000, kecuali sektor pertambangan dan penggalian
menggembirakan, yaitu hanya tumbuh masing-masing
yang mencatat kontraksi. Beberapa sektor yang
sebesar 4,0% dan 1,9% atau melambat dibandingkan
mencatat pertumbuhan cukup berarti adalah sektor
dengan pertumbuhannya di tahun 2000 yang masing-
industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan
masing tumbuh sebesar 21,9% dan 26,5%.
restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, dan
Melemahnya investasi tercermin dari sangat ren-
sektor listrik, air, dan gas. Namun demikian, kontri-
dahnya realisasi investasi baru baik yang dilakukan
busi sektor industri pengolahan dan sektor perda-
asing (PMA) maupun domestik (PMDN) dan me-
gangan yang pada awal tahun diharapkan menjadi
nurunnya impor bahan baku dan barang modal yang
motor pertumbuhan ekonomi ternyata tidak mampu
masing-masing mengalami penurunan sebesar 8,5%
mendorong perekonomian untuk tumbuh lebih tinggi.
dan 10,2% dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Permasalahan utama yang membatasi pertumbuhan
Rendahnya investasi ini tidak terlepas dari tingginya
sektor ini adalah terbatasnya pembiayaan kegiatan
risiko investasi akibat masih adanya gangguan
usaha dan meningkatnya biaya produksi sehubungan
keamanan, ketidakpastian penegakan hukum, dan
dengan berbagai kebijakan pemerintah di bidang harga. Di samping itu, dalam merespon perkemba-
1
6
Investasi disini adalah pembentukan modal tetap domestik bruto
ngan nilai tukar rupiah yang melemah, produsen tidak
Tinjauan Umum
hanya menaikkan harga jual namun juga mengurangi
Perubahan 2001 diperkirakan mencapai sekitar 3,7%
volume produksi sehingga secara keseluruhan
dari PDB, relatif sama dengan rencana semula.
menurunkan produksi industri pengolahan. Semen-
Realisasi penerimaan dan pengeluaran melampaui
tara itu, kapasitas produksi industri juga menunjukkan
rencana anggaran dengan pelampauan yang hampir
penurunan akibat terus melemahnya investasi, walau-
sama yaitu sekitar 4,8% dan 4,2% di atas target ang-
pun kapasitas produksi tersebut secara agregat
garan. Dari sisi penerimaan, realisasi penerimaan
masih lebih tinggi dibandingkan dengan permintaan
yang melampaui target adalah penerimaan bukan
agregat.
pajak, terutama penerimaan migas karena faktor
Dari sisi eksternal, kinerja neraca pemba-
melemahnya nilai tukar rupiah dan adanya peneri-
yaran pada 2001 diperkirakan masih menunjukkan
maan minyak bumi pada 2000 yang baru disetorkan
perkembangan yang kurang menggembirakan.
pada 2001. Di samping itu, realisasi penerimaan yang
Sejalan dengan melemahnya kinerja ekspor, perkem-
bersumber dari pajak juga telah mencapai target
bangan transaksi berjalan sepanjang tahun laporan
anggaran, sebagai hasil dari beberapa kebijakan
menunjukkan kinerja yang memburuk, tercermin dari
intensifikasi dan ekstensifikasi pajak yang dilakukan
menurunnya surplus dari $8,0 miliar (5,3% dari PDB)
oleh Pemerintah. Dari sisi pengeluaran, lebih
pada tahun 2000 menjadi sebesar $5,0 miliar (3,4%
tingginya realisasi pengeluaran dibanding target
dari PDB) pada tahun laporan. Di sisi lalu lintas modal,
anggaran diakibatkan oleh lebih tingginya penge-
defisit lalu lintas modal pemerintah dan belum
luaran rutin untuk pembayaran subsidi dan beban
pulihnya arus modal swasta asing menyebabkan
bunga obligasi rekapitalisasi perbankan dari yang
defisit neraca modal mengalami peningkatan, yaitu
telah dianggarkan. Tingginya alokasi dana untuk
dari defisit sebesar $6,8 miliar pada tahun sebelum-
pembayaran subsidi ini disebabkan oleh tingginya
nya menjadi sebesar $8,9 miliar yang terdiri dari defisit
volume konsumsi bahan bakar minyak (BBM) dalam
lalu lintas modal swasta sebesar $8,6 miliar dan defisit
negeri dan depresiasi rupiah, di samping adanya
lalu lintas modal pemerintah sebesar $0,3 miliar.
koreksi kekurangan pembayaran subsidi tahun 2000
Dengan perkembangan tersebut di atas, secara
yang mencapai Rp5,6 triliun. Sedangkan meningkat-
keseluruhan neraca pembayaran Indonesia menga-
nya beban pembayaran bunga obligasi berkaitan
lami defisit sebesar $1,4 miliar dan cadangan devisa
dengan peningkatan suku bunga Sertifikat Bank
pada akhir 2001 tercatat sebesar $28,0 miliar, atau
Indonesia (SBI). Sementara itu, realisasi pengeluaran
setara dengan 6,1 bulan nilai impor dan pembayaran
pembangunan hanya mencapai 91,4% dari rencana
cicilan pinjaman pemerintah.
anggaran yang antara lain sebagai dampak dari
Di sisi fiskal, berbagai kendala yang dihadapi
penundaan beberapa pinjaman program dan sempit-
oleh pemerintah menyebabkan peran stimulus fiskal
nya kurun waktu yang tersedia untuk implementasi
masih tetap terbatas. Realisasi defisit keuangan
proyek pasca dilakukannya revisi APBN.
pemerintah selama 2001 berdasarkan angka
Dalam hal pembiayaan, defisit anggaran
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
tersebut sebagian besar ditutup dari pembiayaan
7
Tinjauan Umum
dalam negeri khususnya penjualan aset di Badan
Secara keseluruhan nilai tukar rupiah mengalami
Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), sedangkan
depresiasi sekitar 17,7% dari tahun 2000, yaitu dari
sumber pembiayaan lainnya seperti privatisasi dan
rata-rata Rp8.438 per dolar menjadi Rp10.255 per
pembiayaan dari luar negeri relatif terbatas. Dalam
dolar. Angka ini lebih tinggi dari asumsi yang diper-
kaitannya dengan permintaan agregat, kontribusi sek-
gunakan dalam menetapkan sasaran inflasi yakni
tor pemerintah terhadap permintaan agregat diper-
sebesar Rp8.000 per dolar, atau terdepresiasi sekitar
kirakan meningkat dibandingkan tahun lalu, yaitu dari
22%. Dalam tahun laporan, perkembangan nilai tukar
10,8% menjadi 11,9% dari PDB. Faktor utama yang
rupiah juga diwarnai dengan volatilitas yang tinggi.
mempengaruhi peningkatan ini adalah karena adanya
Pada awal 2001 sampai dengan April 2001 nilai tukar
alokasi untuk dana bagi hasil (DBH) mulai tahun
menunjukkan kecenderungan melemah hingga men-
2001.
capai nilai terendah Rp12.090. Selanjutnya, nilai tukar bergerak stabil pada kisaran Rp11.200 hingga Juli
Nilai Tukar dan Inflasi
2001. Pasca Sidang Istimewa MPR rupiah menguat
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya,
tajam hingga mencapai level tertinggi Rp8.485 per
memburuknya kondisi perekonomian Indonesia di
dolar dan selanjutnya melemah lagi hingga mencapai
tahun 2001 tidak terlepas dari masih terdapatnya
Rp10.400 per dolar pada akhir 2001.
berbagai permasalahan struktural dalam pereko-
Secara umum melemahnya nilai tukar
nomian dan tingginya risiko dan ketidakpastian di
disebabkan oleh adanya permasalahan yang bersifat
dalam negeri. Di sektor riil, kondisi tersebut telah
makro-fundamental dan mikro-struktural di pasar
sangat membatasi kegiatan produksi dan investasi.
valuta asing yang bermuara pada ketidakseimbangan
Sementara di sektor keuangan, berbagai perma-
pasokan dan permintaan valuta asing. Kesenjangan
salahan tersebut telah menyebabkan tidak tersalur-
ini kemudian diperburuk oleh meningkatnya premi
kannya likuiditas dalam bentuk penyaluran kredit
risiko yang terkait dengan meningkatnya country risk.
dalam rangka membiayai kegiatan produktif. Selan-
Dari aspek makro-fundamental, meningkatnya risiko
jutnya, lemahnya hubungan kedua sektor ini bukan
dan ketidakpastian selama 2001 telah mengurangi
hanya menyebabkan keterbatasan sumber pem-
kepercayaan investor asing dalam menanamkan
biayaan investasi dan produksi yang kemudian
dananya di dalam negeri sehingga menghambat arus
menghambat proses pemulihan ekonomi, namun juga
modal masuk. Di sisi lain, memburuknya kinerja
telah menyebabkan terjadinya kelebihan likuiditas
perekonomian dunia secara umum berdampak negatif
perbankan yang dapat memberikan tekanan baru
pada kinerja ekspor Indonesia. Kedua faktor di atas
terhadap nilai tukar dan inflasi.
telah menyebabkan terbatasnya pasokan valuta asing
Perkembangan nilai tukar rupiah selama
di dalam negeri, sementara pada saat yang sama
2001 masih mengalami tekanan depresiasi yang
terdapat peningkatan permintaan valuta asing
tinggi disertai dengan volatilitas yang meningkat
terutama oleh sektor korporasi untuk pembayaran
walaupun sempat menguat pada pertengahan tahun.
utang luar negeri dan kebutuhan impor.
8
Tinjauan Umum
Dari aspek mikro-struktural, adanya seg-
setengah jadi, dan bahan baku impor, maupun secara
mentasi di pasar valuta asing dan terbatasnya penem-
tidak langsung melalui perubahan permintaan
patan valuta asing di dalam negeri dalam bentuk kredit
agregat. Tingginya kandungan impor pada berbagai
valuta asing maupun pada instrumen pasar uang,
barang produksi di dalam negeri mengakibatkan
menyebabkan kelompok bank yang mempunyai
tingginya dampak depresiasi terhadap biaya produksi.
kelebihan likuiditas valuta asing menempatkan
Kuatnya pengaruh depresiasi nilai tukar rupiah ter-
dananya di luar negeri. Perkembangan ini selain
cermin dari perkembangan inflasi yang bergerak
mengurangi likuiditas valuta asing di pasar uang
seiring dengan melemahnya nilai tukar.
antarbank (PUAB) valuta asing di dalam negeri juga
Tingginya tekanan inflasi selama 2001 juga
semakin membatasi ketersediaan pasokan valuta
bersumber dari adanya dampak kebijakan pemerintah
asing. Lemahnya struktur mikro di pasar valuta asing
di bidang harga dan pendapatan. Berbagai kebijakan
juga terjadi akibat kurang berkembangnya pasar
pemerintah tersebut seperti kenaikan harga BBM dan
lindung nilai (hedging), khususnya untuk jangka
tarif angkutan, tarif dasar listrik (TDL), harga jual
menengah-panjang, sehingga korporasi cenderung
minimum (HJE) rokok, serta kenaikan upah minimum
untuk memenuhi kebutuhan valuta asing untuk masa
provinsi (UMP) dan gaji pegawai negeri telah
depan dengan membeli lebih dini di pasar spot.
memberikan dampak langsung pada kenaikan IHK
Kesenjangan antara permintaan dan pena-
sebesar 3,83%. Dampak kebijakan pemerintah ini
waran valuta asing baik yang bersumber dari faktor
lebih besar dibandingkan yang diperkirakan di awal
makro maupun mikro tersebut telah menyebabkan
tahun sebesar 2,0%–2,5%. Hal ini disebabkan oleh
nilai tukar seringkali bergejolak. Situasi ini diperburuk
realisasi kenaikan pada beberapa kebijakan lebih
oleh sentimen negatif para pelaku pasar terhadap
besar dari yang diperkirakan awal tahun maupun
ketidakpastian situasi politik menjelang pergantian
akibat adanya dampak penundaan dalam penerapan
kepemimpinan nasional dan ketidakjelasan pe-
kebijakan. Terlebih lagi, kenaikan harga khususnya
nyelesaian permasalahan-permasalahan struktural
BBM dan TDL yang menjadi faktor produksi telah
seperti restrukturisasi, divestasi, dan privatisasi, serta
meningkatkan biaya di hampir seluruh sektor produksi
perkembangan hubungan dengan IMF. Faktor-faktor
berbagai barang sehingga menyebabkan tingginya
ini pada gilirannya meningkatkan country risk yang
inflasi akibat meningkatnya biaya produksi (cost-push
berdampak pada meningkatnya premi risiko dan
inflation).
semakin memperburuk perkembangan nilai tukar
Di samping melemahnya nilai tukar dan dampak kebijakan pemerintah tersebut, tingginya
rupiah. Melemahnya nilai tukar rupiah tersebut turut
inflasi pada tahun laporan juga dipengaruhi oleh
memberikan tekanan terhadap tingginya inflasi di
tingginya ekspektasi inflasi oleh masyarakat. Eks-
tahun 2001. Nilai tukar rupiah yang melemah telah
pektasi inflasi tersebut pada umumnya bersifat adaptif
memberikan dampak pass-through pada inflasi baik
sehingga pembentukan ekspektasi inflasi lebih
secara langsung melalui inflasi barang jadi, barang
banyak ditentukan oleh perkembangan inflasi pada
9
Tinjauan Umum
periode sebelumnya. Di samping itu, tingginya eks-
dimaksudkan untuk mengurangi kelebihan likuiditas
pektasi inflasi tersebut juga diakselerasi oleh mele-
perbankan yang berpotensi mendorong melemahnya
mahnya nilai tukar dan implementasi kebijakan
nilai tukar dan tekanan inflasi.
pemerintah di bidang harga dan pendapatan. Semen-
Dalam rangka mencapai sasaran uang primer
tara itu tekanan inflasi karena pengaruh kondisi per-
secara konsisten, kebijakan pengendalian uang
mintaan masih relatif rendah sejalan dengan pertum-
primer tersebut terutama dilakukan melalui Operasi
buhan ekonomi yang melambat dan masih relatif
Pasar Terbuka (OPT), khususnya melalui mekanisme
berlebihnya kapasitas produksi di sektor industri
lelang SBI baik yang berjangka waktu 1 bulan maupun
pengolahan. Meskipun demikian, kondisi permintaan
3 bulan. Upaya ini juga didukung oleh penyerapan
yang masih lemah tersebut kurang diimbangi oleh
kelebihan likuiditas melalui intervensi rupiah yang
kapasitas di sektor pertanian karena terjadinya
dilakukan oleh Bank Indonesia untuk menjaga agar
penurunan produksi tanaman bahan makanan.
uang primer tetap berada dalam sasaran yang telah
Dengan berbagai perkembangan tersebut di
ditetapkan dan kestabilan suku bunga pasar uang
atas, secara keseluruhan dalam tahun laporan inflasi
tetap terpelihara. Dengan relatif besarnya kelebihan
IHK mengalami peningkatan hingga mencapai
likuiditas sejalan dengan belum pulihnya fungsi
12,55%, lebih tinggi dibandingkan inflasi 2000 sebesar
intermediasi perbankan, upaya pengendalian moneter
9,35%. Selanjutnya, dengan memperhitungkan
melalui instrumen moneter ini membawa implikasi
realisasi dampak kebijakan pemerintah, inflasi di luar
pada terjadinya kenaikan suku bunga SBI dan suku
pengaruh kebijakan harga dan pendapatan pada
bunga perbankan. Oleh sebab itu, untuk menjaga
2001 mencapai 8,72%. Angka inflasi ini lebih tinggi
agar penyerapan likuiditas tersebut tidak memberikan
dari sasaran inflasi Bank Indonesia 2001 yang
dampak pada kenaikan suku bunga yang berlebihan,
ditetapkan sebesar 4,0%–6,0%. Sebagaimana
pengendalian uang primer juga dilengkapi dengan
dikemukakan di atas, tingginya angka laju inflasi ini
upaya penambahan pasokan valuta asing di pasar
dipengaruhi oleh melemahnya nilai tukar rupiah serta
melalui kebijakan sterilisasi valuta asing. Hal ini
tingginya ekspektasi inflasi di masyarakat.
terutama dilakukan untuk menyerap ekspansi uang primer yang berasal dari pengeluaran pemerintah
Kebijakan dan Perkembangan Moneter Menghadapi tekanan inflasi dan nilai tukar
dalam rupiah yang dibiayai dari penerimaan dalam valuta asing.
yang dirasakan semakin kuat, Bank Indonesia telah
Penambahan pasokan valuta asing melalui
berupaya secara maksimal untuk meredam tekanan
sterilisasi valuta asing, selain digunakan untuk
inflasi dan nilai tukar dengan menempuh kebijakan
menyerap uang primer, juga dimaksudkan untuk
di bidang moneter dan nilai tukar. Di bidang moneter,
mengurangi tekanan depresiasi dan volatilitas nilai
Bank Indonesia menempuh kebijakan moneter yang
tukar. Namun demikian, dalam pasar valuta asing
cenderung ketat dengan mengendalikan uang primer
yang masih diwarnai oleh kesenjangan antara jumlah
sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan. Hal ini
pasokan dan permintaan valuta asing, upaya penam-
10
Tinjauan Umum
bahan pasokan valuta asing melalui kebijakan
nennya, tingginya kenaikan posisi uang primer
sterilisasi ini kurang memadai, jika tidak didukung oleh
tersebut terutama didorong oleh tingginya pertum-
kebijakan lain yang dapat membatasi kemampuan
buhan permintaan uang kartal di masyarakat yang
para pelaku pasar untuk melakukan kegiatan
mencapai rata-rata 20,1% pada 2001.
spekulatif. Oleh sebab itu, pada tahun laporan upaya
Peningkatan permintaan akan uang kartal di
stabilisasi nilai tukar rupiah juga didukung dengan
masyarakat tersebut antara lain disebabkan oleh
kebijakan pembatasan transaksi rupiah oleh bukan
terjadinya pergeseran yang cukup signifikan dari struktur
penduduk2 dan pengawasan langsung (on-site super-
perekonomian Indonesia, seperti tercermin pada
vision) terhadap sejumlah bank yang menguasai
meningkatnya peranan usaha kecil menengah (UKM)
pangsa terbesar di pasar valuta asing. Kebijakan
dan sektor informal dalam perekonomian Indonesia. Hal
pembatasan transaksi rupiah tersebut dilatar-
tersebut karena sektor ini lebih banyak menggunakan
belakangi oleh perilaku bukan penduduk yang
pembiayaan sendiri dibandingkan dengan pembiayaan
cenderung menggunakan rupiah sebagai alat
dari sektor perbankan. Di samping itu, masih tingginya
spekulasi sehingga sering menimbulkan gejolak nilai
ketidakpastian kondisi sosial politik pada 2001 telah
tukar rupiah. Upaya ini telah cukup efektif meredam
mendorong permintaan uang kartal oleh masyarakat
tekanan depresiasi yang berasal dari aksi spekulatif
untuk berjaga-jaga (precautionary motive).
pelaku pasar valuta asing bukan penduduk yang
Tingginya permintaan uang kartal ditambah
terlihat dari perkembangan mutasi rekening rupiah
dengan beberapa permasalahan yang masih dihadapi
bukan penduduk di perbankan dalam negeri (vostro
dalam operasional kebijakan moneter, seperti kurang
account) yang menurun drastis.
efektifnya transmisi kebijakan moneter akibat masih
Dalam perkembangannya, upaya pengen-
belum pulihnya intermediasi perbankan, menyebab-
dalian uang primer tersebut tidak dapat dilakukan
kan penyerapan uang primer menjadi sulit dilakukan
secara efektif karena adanya berbagai faktor di luar
secara optimal. Meskipun berbagai langkah penye-
kendali Bank Indonesia, khususnya yang terkait
rapan likuiditas telah dilakukan, baik melalui OPT,
dengan perilaku masyarakat dalam memegang uang
sterilisasi valuta asing, maupun kenaikan suku bunga
kartal dan kurang efektifnya transmisi kebijakan
intervensi rupiah, perkembangan uang primer sering-
moneter yang terkait dengan kondisi intermediasi
kali berada di luar sasaran yang telah ditetapkan. Da-
perbankan yang belum sepenuhnya pulih. Pertum-
lam kondisi demikian, upaya kenaikan suku bunga
buhan uang primer selama 2001 mencapai rata-rata
SBI untuk menyerap uang primer dinilai tidak ter-
sekitar 18,2% atau 15,4% pada akhir 2001 sehingga
lampau efektif. Menyikapi kondisi yang demikian,
lebih tinggi dari sasaran sebesar 11,0%–12,0% yang
dalam perkembangannya terutama sejak akhir tri-
ditetapkan pada awal tahun. Dilihat dari kompo-
wulan ketiga 2001, Bank Indonesia cenderung berusaha menyerap kelebihan likuiditas perbankan tanpa
2
Peraturan Bank Indonesia No.3/3/2001 tanggal 12 Januari 2001 tentang Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank.
menimbulkan peningkatan suku bunga yang berlebihan.
11
Tinjauan Umum
Selama 2001, suku bunga SBI tenor 1 bulan
ngan dan simpanan giro. Kondisi ini sangat berbeda
meningkat secara bertahap sebesar 309 bp (basis
dengan perkembangannya di tahun 2000, dimana
point) menjadi 17,62% dan SBI tenor 3 bulan
yang terjadi adalah sebaliknya, yakni terjadinya
meningkat 332 bp menjadi 17,63% pada akhir
pergeseran ke arah aset-aset yang lebih likuid.
Desember 2001. Peningkatan suku bunga SBI
Sejalan dengan terjadinya peningkatan deposito
selama 2001 masih belum secara langsung ber-
tersebut, pada akhir tahun pertumbuhan uang beredar
pengaruh pada peningkatan suku bunga deposito
dalam arti luas (M2) mengalami kenaikan sebesar
secara signifikan, terutama akibat masih tingginya
13,0% (y-o-y) yang melebihi pertumbuhan uang ber-
likuiditas perbankan sebagai akibat masih tingginya
edar dalam arti sempit (M1) sebesar 9,6% (y-o-y),
ketergantungan perbankan pada SBI sebagai
walaupun secara rata-rata pertumbuhan M2 lebih
alternatif penempatan utama, dengan memanfaatkan
rendah dari pertumbuhan M1.
selisih antara suku bunga SBI dan deposito di tengah kondisi fungsi intermediasi perbankan yang belum
Kebijakan dan Perkembangan Perbankan
sepenuhnya pulih. Dalam pada itu, pergerakan suku
Sebagai kelanjutan dari kebijakan perbankan
bunga deposito 1 bulan yang meningkat sebesar 411
yang ditempuh Pemerintah dan Bank Indonesia pada
bp menjadi 16,07% lebih banyak dipengaruhi oleh
tahun sebelumnya, strategi restrukturisasi perbankan
perubahan marjin suku bunga maksimum penjaminan
pada 2001 mencakup dua bagian besar yaitu : (i)
yang selama tahun laporan telah diubah selama dua
program penyehatan perbankan yang meliputi
kali. Hal ini terlihat dari arah pergerakan suku bunga
penjaminan pemerintah bagi bank umum dan bank
deposito sepanjang tahun laporan yang lebih dekat
perkreditan rakyat (BPR), program rekapitalisasi bank
dengan suku bunga penjaminan. Sejalan dengan
umum, dan restrukturisasi kredit perbankan; (ii)
meningkatnya suku bunga deposito nominal itu, suku
pemantapan ketahanan sistem perbankan yang meli-
bunga riil deposito mengalami peningkatan sebesar
puti pengembangan infrastruktur dan peningkatan
91 bp menjadi sebesar 3,52%. Tingkat suku bunga
good governance, serta penyempurnaan pengaturan
riil ini masih jauh di bawah tingkatnya pada masa
dan pemantapan sistem pengawasan bank.
sebelum krisis, terlebih jika mempertimbangkan relatif lebih tingginya premi risiko pada saat ini.
Secara khusus, pada 2001 dalam program penyehatan perbankan, Bank Indonesia lebih
Walaupun tingkat suku bunga riil deposito
menitikberatkan pada target pencapaian Capital
tersebut masih relatif rendah, kenaikan suku bunga
Adequacy Ratio (CAR) minimum 8% yang harus
riil ini cukup mampu menggeser portofolio dana
dipenuhi oleh bank-bank pada akhir 2001 dan target
masyarakat dari aset-aset untuk tujuan bertransaksi
indikatif Non Performing Loans (NPLs) maksimal 5%.
(transaction purposes) menjadi aset-aset untuk tujuan
Seiring dengan upaya tersebut, Bank Indonesia juga
menabung (saving purposes). Hal ini tercermin dari
sedang menyempurnakan pola pengawasan bank
peningkatan deposito yang lebih tinggi dari
sebagaimana telah ditetapkan dalam master plan
peningkatan aset-aset yang lebih likuid seperti tabu-
mengenai peningkatan efektivitas pengawasan bank,
12
Tinjauan Umum
diantaranya dengan menerapkan sistem pengawasan
indikator kinerja, khususnya pemenuhan CAR
bank yang berbasis pada risiko (risk based super-
minimum 8% dan NPLs 5% menunjukkan perbaikan.
vision) dan berorientasi ke depan (forward looking)
Hal ini sesuai dengan sasaran strategis program
sebagai penyempurnaan dari sistem pengawasan
restrukturisasi perbankan pada 2001 yang lebih
yang didasarkan atas kepatuhan (compliance audit).
menitikberatkan pada pencapaian persyaratan CAR
Penyempurnaan sistem pengawasan tersebut
dan NPLs tersebut. Dalam kaitan ini, secara umum
mengacu pada 25 Basel Core Principles for Effective
struktur permodalan bank mengalami perbaikan yang
Banking Supervision, yang telah berlaku secara
tercermin dari meningkatnya jumlah bank yang
internasional. Sementara itu, program pemantapan
mencapai pemenuhan CAR 8%. Sampai dengan akhir
ketahanan sistem perbankan diarahkan untuk
20013, sebanyak 138 dari 145 bank telah memenuhi
membangun sistem perbankan yang tangguh dan
persyaratan CAR minimum 8%. NPLs juga telah
tahan terhadap guncangan. Sebagai bagian yang
mengalami perbaikan yang cukup signifikan mencapai
tidak terpisahkan dalam sistem perbankan nasional,
12,1% membaik dari 18,8% pada 2000 terutama
dalam tahun 2001 juga dilakukan pengembangan
karena adanya penghapusbukuan kredit macet,
perbankan syariah dan BPR.
restrukturisasi dan penyelesaian kredit, pengalihan
Dalam rangka mendorong pengembangan
kredit ke BPPN, serta penyaluran kredit baru.
usaha kecil dan menengah, Bank Indonesia telah
Membaiknya kinerja perbankan juga tercermin dari
melakukan berbagai upaya untuk pemberdayaan
meningkatnya profitabilitas perbankan. Net Interest
usaha kecil dan menengah melalui bantuan teknis
Margin (NIM) perbankan meningkat dari rata-rata
Pengembangan Usaha Kecil dan Mikro (PUKM).
Rp1,9 triliun pada 2000 menjadi Rp3,2 triliun tahun
Bantuan teknis ini dilaksanakan antara lain melalui:
2001. Namun demikian peningkatan ini terutama
(i) pelatihan kepada kepada BPR dan bank umum
berasal dari spread positif karena naiknya suku bunga
dalam pembiayaan usaha kecil dan mikro, (ii)
SBI dan besarnya penerimaan obligasi pemerintah
melakukan penelitian mengenai usaha skala mikro
yang mencapai sekitar 45,3% dari total pendapatan
yang potensial dibiayai oleh bank, dan (iii) penyediaan
bunga. Sementara itu, pendapatan bunga yang
informasi terpadu pengembangan usaha kecil yang
berasal dari kredit perbankan hanya sebesar 32,2%.
dapat diakses melalui internet yang antara lain
Masih tingginya ketergantungan perbankan terhadap
meliputi informasi potensi wilayah, pola pembiayaan,
penerimaan bunga obligasi mengindikasikan proses
dan industri kecil yang berbasis ekspor. Informasi ini
restrukturisasi perbankan yang telah dilakukan masih
diharapkan dapat dimanfaatkan baik bagi pengusaha
belum mampu meningkatkan fungsi intermediasi
kecil maupun oleh perbankan dalam pengembangan
perbankan secara keseluruhan.
usaha kecil dan mikro. Sebagai hasil dari berbagai kebijakan yang
Meskipun indikator kinerja perbankan telah menunjukkan kemajuan yang berarti, sektor ini masih
ditempuh di atas, kinerja sektor perbankan selama 2001 telah menunjukkan kemajuan. Beberapa
3
Posisi November 2001.
13
Tinjauan Umum
menghadapi tantangan terutama fungsi intermediasi
$4,1 miliar atau masih 13,7% dari posisi utang luar
perbankan yang belum sepenuhnya pulih walaupun
negeri perusahaan yang bermasalah sekitar $30
telah mencapai kemajuan dibanding tahun sebe-
miliar. Lambatnya restrukturisasi utang luar negeri
lumnya. Hal ini tercermin dari belum optimalnya
swasta ini disebabkan oleh ketidaksesuaian terms
penyerapan kredit baru oleh sektor riil yang sampai
and conditions antara debitur dan kreditur, penurunan
akhir 2001 baru mencapai Rp56,8 triliun dari
nilai agunan kredit, meningkatnya country risk yang
komitmen kredit baru yang telah disediakan oleh
menyebabkan biaya bunga lebih mahal dan meng-
perbankan sebesar Rp127,3 triliun atau realisasinya
hambat investor asing untuk mengambil alih utang
hanya sebesar 44,6%. Rendahnya daya serap sektor
luar negeri perusahaan, volatilitas nilai tukar, dan
riil terhadap kredit perbankan sejalan dengan
adanya ketidakpastian hukum.
menurunnya kepercayaan dunia usaha (business confidence) untuk melakukan realisasi investasi dan
Kebijakan dan Perkembangan Sistem Pembayaran
produksi akibat meningkatnya risiko dan ketidak-
Sepanjang 2001 Bank Indonesia terus
pastian yang terjadi selama tahun laporan. Fungsi
melakukan berbagai upaya penyempurnaan untuk
intermediasi perbankan yang belum sepenuhnya pulih
menciptakan sistem pembayaran nasional yang
juga tidak terlepas dari masih berlangsungnya proses
efisien, cepat, aman, dan handal guna mendukung
konsolidasi internal perbankan dalam memenuhi
efektivitas pelaksanaan kebijakan moneter serta
ketentuan prudensial bank.
mendorong upaya penciptaan sistem perbankan yang
Sementara itu, perkembangan restrukturisasi
sehat. Secara garis besar, kebijakan sistem pemba-
kredit dan korporasi yang masih belum memper-
yaran terdiri dari kebijakan pengedaran uang dan
lihatkan hasil yang menggembirakan juga turut
peningkatan pelayanan jasa Bank Indonesia di bidang
mempengaruhi lambatnya pemulihan intermediasi
lalu lintas pembayaran.
perbankan. Sampai dengan Desember 2001, kredit
Di bidang pengedaran uang, dalam lingkup
yang telah direstrukturisasi (telah dibayar penuh) oleh
pembayaran tunai Bank Indonesia berusaha mencu-
BPPN baru mencapai Rp11,6 triliun atau 3,7% dari
kupi kebutuhan masyarakat terhadap uang kertas
total kredit bermasalah sebesar Rp310,7 triliun,
dan uang logam untuk keperluan pembayaran serta
sementara yang masih dalam tahap implementasi
menjaga agar uang yang diedarkan berada dalam
proposal restrukturisasi dan penandatangani MoU
kondisi layak edar. Pada 2001, Bank Indonesia
masing-masing mencapai Rp19,7 triliun dan Rp 60,9
meningkatkan penyediaan uang untuk memenuhi
triliun. Restrukturisasi kredit yang difasilitasi oleh
kenaikan kebutuhan masyarakat akan uang kartal
Satgas Restrukturisasi Kredit Bank Indonesia secara
seiring dengan perkembangan berbagai indikator
akumulatif telah mencapai Rp 91,8 triliun. Dalam pada
ekonomi nasional maupun dalam rangka meng-
itu, penyelesaian restrukturisasi utang luar negeri
hadapi bulan Ramadhan, Hari Raya Idul Fitri, Hari
swasta yang dilaporkan ke Bank Indonesia baru
Natal, dan Tahun Baru 2002 yang waktunya saling
sebanyak 68 perusahaan dengan total nilai sekitar
berdekatan.
14
Tinjauan Umum
Posisi UYD (Uang kartal Yang Diedarkan)
sosialisasi pengenalan keaslian uang rupiah. Selain
sepanjang 2001 cenderung meningkat. Posisi UYD
upaya yang bersifat preventif tersebut, Bank Indo-
akhir Desember 2001 mencapai Rp 91,3 triliun atau
nesia menerapkan upaya represif dengan melakukan
meningkat 1,8% dibandingkan dengan posisi UYD
koordinasi dan kerjasama dengan instansi terkait
akhir Desember 2000 yang hanya sebesar Rp 89,7
dalam melakukan penangkapan dan pemrosesan ke
triliun. Kenaikan UYD terutama disebabkan adanya
pengadilan terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam
penarikan yang cukup besar dari masyarakat dalam
pemalsuan uang rupiah. Di bidang lalu lintas pembayaran nontunai,
rangka merayakan hari-hari besar keagamaan dan tahun baru.
dalam rangka meningkatkan stabilitas sistem ke-
Dilihat dari jenis uangnya, perbandingan
uangan dan memperlancar efektivitas kebijakan mo-
antara uang kertas dan uang logam sepanjang 2001
neter, Bank Indonesia telah meningkatkan kinerja lalu
tidak banyak mengalami perubahan, dengan pangsa
lintas pembayaran nontunai melalui penyempurnaan
masing-masing jenis uang sebesar 98% untuk uang
implementasi dan ketentuan-ketentuan di bidang
kertas dan 2% untuk uang logam. Sementara itu, bila
pengawasan sistem pembayaran terutama mengenai
dilihat dari pecahannya, posisi UYD tersebut
keamanan, prosedur dan produknya, yang antara lain
didominasi oleh pecahan Rp 100.000 dan Rp 50.000
meliputi : (i) Pengembangan sistem Real Time Gross
yang rata-rata pangsanya masing-masing mencapai
Setlement (BI-RTGS) sebagai mekanisme setelmen
41,4% dan 28,9% dari total UYD. Selain menyediakan
pembayaran antarbank untuk transaksi nilai besar
uang dalam jumlah yang cukup, Bank Indonesia juga
dan/atau penting (urgent) yang dalam tahun 2001
senantiasa menjaga agar kualitas uang yang
telah diimplementasikan di 12 Kantor Bank Indonesia
dipegang masyarakat terjaga kualitasnya dengan cara
(KBI); (ii) Pengembangan Sistem Informasi Kliring
melakukan “clean money policy” yaitu menarik dan
Jarak Jauh (SIKJJ) untuk meningkatkan efisiensi dan
memusnahkan uang yang tidak layak edar atau
efektivitas penyelenggaraan kliring secara elektronik
Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) serta
dan otomasi; (iii) Pengaturan kembali hubungan
mengganti uang yang dimusnahkan tersebut.
rekening giro antara Bank Indonesia dengan pihak
Sementara itu, meskipun jumlah uang palsu
ekstern yang dilakukan untuk memperluas peman-
yang ditemukan pada 2001 menurun dibandingkan
faatan giro di Bank Indonesia oleh pihak ekstern guna
tahun 2000, Bank Indonesia tetap meningkatkan
mendukung kelancaran pencapaian tujuan meme-
kerjasama dengan instansi terkait dalam upaya
lihara kestabilan nilai rupiah;4 dan (iv) Pengaturan
memberantas peredaran uang palsu tersebut antara
mengenai penyelenggaraan jasa sistem pembayaran
lain dengan Badan Koordinasi Pemberantasan Uang
dengan menggunakan alat pembayaran nontunai dan
Palsu (Botasupal), mengedarkan poster dan stiker
jasa pendukungnya, dengan tujuan untuk mene-
mengenai cara mudah mengenali uang rupiah, mempersiapkan pembuatan iklan layanan masyarakat di media televisi, serta melakukan kegiatan
4
Penerbitan PBI No.3/11/PBI/2001 sebagai perubahan atas PBI No.2/ 24/PBI/2000 tentang Hubungan Rekening Giro Antara Bank Indonesia Dengan Pihak Ekstern.
15
Tinjauan Umum
gaskan batas-batas kewenangan antar lembaga da-
luaran subsidi dan utang pemerintah yang masih
lam pengaturan jasa-jasa sistem pembayaran.
besar. Sementara kemajuan dalam asset recovery BPPN maupun privatisasi Badan Usaha
PROSPEK EKONOMI DAN ARAH KEBIJAKAN 2002
Milik Negara (BUMN) diperkirakan belum dapat
Tantangan Ke Depan
menutupi beban keuangan pemerintah. Dengan
Evaluasi kinerja ekonomi 2001 menunjukkan
kondisi demikian, stimulus dari sisi fiskal untuk
bahwa penanganan terhadap berbagai permasalahan
percepatan pemulihan ekonomi menjadi sangat
mendasar dan risiko tidak secepat yang diperkirakan
terbatas.
dan bahkan dalam beberapa hal cenderung
•
Keempat, masih tingginya ketidakpastian
memburuk. Kondisi ini telah menyebabkan proses
hukum dan kendala-kendala dalam pelaksanaan
pemulihan ekonomi Indonesia tidak secepat yang
kebijakan di berbagai bidang ekonomi. Kondisi
diharapkan dan semakin besarnya tantangan yang
ini dapat membawa dampak yang kurang
dihadapi dalam pengendalian moneter. Upaya
menguntungkan pada keberhasilan beberapa
mengatasi berbagai risiko dan ketidakpastian tersebut
program restrukturisasi ekonomi sehingga
akan menjadi kunci keberhasilan untuk menjamin
menyulitkan upaya perbaikan country risk
prospek pemulihan ekonomi yang lebih baik pada
Indonesia dan percepatan pemulihan ekonomi
tahun-tahun mendatang. Berbagai faktor risiko dan
nasional.
ketidakpastian tersebut mencakup : •
•
16
Kelima, munculnya berbagai permasalahan yang
Pertama, masih lambannya proses restruk-
terkait dengan pelaksanaan otonomi daerah
turisasi utang perusahaan. Kondisi ini menye-
sehingga menyebabkan kurang kondusifnya iklim
babkan peningkatan kegiatan ekonomi dan
investasi di daerah. Di samping itu, pemanfaatan
penyaluran kredit perbankan tidak dapat berjalan
Dana Alokasi Umum (DAU) secara tidak efisien
lebih cepat, karena sebagian besar perusahaan
dapat menyebabkan stimulus ekonomi dari sektor
yang masih dalam proses restrukturisasi tersebut
pemerintah menjadi semakin terbatas.
merupakan komponen terbesar dari pereko-
•
•
•
Keenam, di sisi eksternal, meskipun diperkirakan
nomian nasional.
akan mulai membaik pada semester kedua,
Kedua, masih belum pulihnya intermediasi
secara keseluruhan perekonomian dunia masih
perbankan. Kondisi ini menyebabkan terbatasnya
akan mengalami resesi pada tahun 2002. Kondisi
pembiayaan kegiatan produksi dan investasi,
ini akan sangat berpengaruh terhadap kinerja
adanya kelebihan likuiditas di perbankan yang
sektor eksternal ekonomi Indonesia. Di samping
berpotensi memberi tekanan pada nilai tukar
itu, pemberlakuan Asean Free Trade Area (AFTA)
rupiah dan inflasi, serta menurunnya efektifitas
sejak awal tahun 2002, di satu sisi dapat mem-
kebijakan moneter.
buka peluang ekspor, namun disisi lain akan men-
Ketiga, masih beratnya beban keuangan peme-
dorong masuknya pesaing luar negeri yang dapat
rintah, terutama akibat masih tingginya penge-
mengancam kinerja produsen dalam negeri.
Tinjauan Umum
Prospek Ekonomi Makro
2001. Walaupun demikian, kedua sektor ini belum
Prospek ekonomi makro Indonesia di tahun
dapat di harapkan menjadi motor penggerak utama
2002 tidak terlepas dari pengaruh perkembangan
pertumbuhan ekonomi di tahun 2002. Keterbatasan
ekonomi global yang masih ditandai oleh melemahnya
kinerja investasi sebagai motor penggerak utama
perekonomian di negara-negara industri besar seperti
tersebut disebabkan oleh masih berlangsungnya
Amerika Serikat, Jepang, dan Uni Eropa. Meskipun
berbagai permasalahan mendasar di sektor riil, masih
demikian, stimulus kebijakan moneter dan fiskal yang
tingginya risiko dan ketidakpastian dalam pereko-
sangat agresif di negara-negara tersebut diprakirakan
nomian, serta terbatasnya pembiayaan investasi
akan mendorong bangkitnya kembali perekonomian
akibat belum pulihnya intermediasi perbankan.
negara-negara itu pada semester kedua 2002. Di
Sementara terbatasnya kinerja ekspor terutama
tengah-tengah masih lemahnya perekonomian dunia
disebabkan oleh melemahnya perekonomian dunia.
tersebut, prospek ekonomi dan moneter Indonesia pada
Walaupun kinerja ekspor masih terbatas,
2002 akan sangat tergantung pada kuatnya peningkatan
pertumbuhan impor diperkirakan masih meningkat
kegiatan ekonomi domestik. Apabila kemajuan dalam
sejalan dengan naiknya permintaan konsumsi dan
penanganan sejumlah permasalahan struktural di dalam
investasi.
negeri dan penurunan risiko dan ketidakpastian dapat
Dari sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi
dicapai, Bank Indonesia memperkirakan bahwa
yang moderat di tahun 2002 diprakirakan disumbang
pemulihan ekonomi Indonesia pada 2002 masih dapat
oleh hampir seluruh sektor. Sejalan dengan masih
dipertahankan. Apabila ekspor dan investasi dapat
dominannya peran konsumsi sebagai mesin utama
ditingkatkan serta program restrukturisasi ekonomi dan
pertumbuhan, maka sumbangan terbesar diprakira-
perbankan berjalan sesuai dengan harapan, Bank
kan akan berasal dari sektor industri pengolahan dan
Indonesia memprakirakan bahwa pertumbuhan
sektor perdagangan. Sektor industri pengolahan yang
ekonomi 2002 dapat mencapai 3,5%–4,0%.
diprakirakan meningkat tajam adalah industri
Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi
makanan dan minuman dan kendaraan bermotor,
2002 diprakirakan masih akan berasal dari
sedangkan industri unggulan ekspor seperti tekstil,
pertumbuhan konsumsi yang diprakirakan akan dido-
persepatuan dan kayu diprakirakan mengalami penu-
rong oleh meningkatnya gaji dan pendapatan serta
runan. Sementara itu, meningkatnya sektor perdaga-
meningkatnya pembiayaan untuk konsumsi, baik
ngan, terutama perdagangan ritel, diperkirakan
yang bersumber dari perbankan maupun dari perusa-
meningkat cukup tinggi terkait dengan masih tumbuh
haan pembiayaan seperti kartu kredit dan pembia-
positifnya permintaan konsumsi masyarakat yang
yaan konsumen. Namun demikian, perlu disadari
diperkirakan menjadi motor penggerak perekonomian
bahwa pertumbuhan konsumsi diprakirakan akan
domestik. Sektor pertambangan diperkirakan tumbuh
mengarah kepada perkembangan yang melambat.
positif namun masih relatif rendah terutama akibat
Sementara itu, investasi dan ekspor diprakirakan akan
masih tingginya ketidakpastian hukum dan faktor
mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi dari tahun
keamanan pada sektor ini selain masih lemahnya
17
Tinjauan Umum
permintaan luar negeri terhadap beberapa komoditas
Prospek Nilai Tukar dan Inflasi
tambang. Sektor lainnya seperti sektor bangunan
Prospek nilai tukar rupiah selama 2002 akan
diperkirakan akan bangkit sejalan dengan akan direali-
dipengaruhi oleh kondisi fundamental di pasar valuta
sasikannya beberapa proyek besar seperti Jakarta
asing seperti masih terbatasnya pasokan dan
Outer Ring Road dan mulai maraknya penyediaan
tingginya permintaan valuta asing, serta faktor sen-
perumahan seiring dengan meningkatnya kredit
timen pasar. Nilai tukar rupiah pada 2002 dipra-
konsumsi untuk perumahan. Satu-satunya sektor yang
kirakan memiliki potensi untuk menguat dimana
diperkirakan belum membaik adalah sektor pertanian,
tekanan depresiasi rupiah cenderung berkurang di-
sebagai akibat kemungkinan datangnya badai El-Nino
bandingkan dengan tahun lalu mengingat ketidak-
serta masih belum tuntasnya permasalahan produksi
pastian situasi politik diprakirakan relatif membaik
dan distribusi pupuk. Di samping itu, komoditas
pada 2002. Penguatan nilai rupiah secara signifikan
perkebunan yang berorientasi ekspor diperkirakan ju-
diharapkan terjadi mulai pertengahan tahun sejalan
ga menurun seiring dengan menurunnya permintaan
dengan harapan terus membaiknya risiko politik,
dunia.
keuangan, dan ekonomi. Prakiraan ini akan lebih Sementara itu, kinerja neraca pembayaran
optimis apabila dalam waktu dekat terdapat
Indonesia pada 2002 diprakirakan akan relatif
kemajuan dalam pelaksanaan program-program
membaik dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini
ekonomi pemerintah sehingga dapat memperbaiki
antara lain tercermin dari meningkatnya cadangan
persepsi pelaku pasar, termasuk adanya kemajuan
devisa yang terutama disebabkan oleh membaiknya
yang signifikan dalam penjualan aset oleh BPPN dan
lalu lintas modal. Sementara itu, transaksi berjalan
privatisasi BUMN. Namun demikian, apabila
diprakirakan tetap mencatat surplus walaupun lebih
berbagai risiko tersebut justru menunjukkan
rendah dibandingkan dengan tahun 2001. Prakiraan
perkembangan yang terus memburuk, maka rupiah
menurunnya surplus transaksi berjalan didasarkan
diperkirakan sedikit melemah. Berdasarkan pertim-
pada relatif tingginya impor dibanding ekspor.
bangan tersebut nilai tukar rupiah rata-rata pada
Transaksi berjalan diperkirakan masih dapat mencatat
2002 diprakirakan akan mencapai sekitar Rp9.500–
surplus sebesar $3,1 miliar. Sementara itu, defisit lalu
Rp10.500 per dolar.
lintas modal secara keseluruhan diprakirakan akan
Sementara itu, prospek inflasi pada 2002
cenderung menurun akibat menurunnya defisit lalu
akan dipengaruhi terutama oleh dampak kebijakan
lintas modal swasta dan membaiknya surplus lalu
pemerintah di bidang harga serta tingginya ekspektasi
lintas modal pemerintah. Membaiknya lalu lintas
inflasi. Seperti tahun-tahun sebelumnya, dampak
modal pemerintah tersebut bersumber dari penarikan
penerapan kebijakan pemerintah terhadap penam-
pinjaman yang berasal dari negara-negara donor
bahan inflasi diperkirakan masih cukup tinggi.
setelah sempat tertunda di tahun 2001 dan pen-
Rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM,
jadwalan kembali utang pokok luar negeri pemerintah
TDL, dan cukai rokok diprakirakan akan tetap
terkait dengan Paris Club.
memberikan dampak pada inflasi di tahun 2002.
18
Tinjauan Umum
Tingginya ekspektasi inflasi selain dipengaruhi oleh
pendapatan, yang memerlukan pemahaman yang lebih
inflasi yang tinggi pada 2001 juga sangat dipengaruhi
mendalam mengenai metode perhitungannya, dan (iii)
ekpektasi meningkatnya biaya produksi dan
dengan menggunakan sasaran inflasi yang lebih
transportasi sebagai akibat dari rencana kebijakan
akseptabel dan transparan, ekspektasi masyarakat
pemerintah di bidang harga dan pendapatan.
terhadap inflasi akan lebih mudah dipengaruhi oleh
Di samping itu, tekanan inflasi dari sisi per-
sasaran inflasi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
mintaan dan penawaran diprakirakan dapat meningkat
Di samping perubahan jenis inflasi yang di-
sebagai akibat dari peningkatan konsumsi masyarakat
gunakan sebagai sasaran, sejak tahun ini Bank
yang kurang diimbangi sisi penawaran. Tekanan inflasi
Indonesia mengumumkan inflasi jangka menengah.
diprakirakan semakin tinggi apabila faktor gangguan
Sasaran inflasi jangka menengah ini diharapkan dapat
pasokan pangan akibat adanya El-Nino yang terjadi
dipergunakan oleh masyarakat dan pelaku usaha
pada 2002 mengganggu produksi sektor pertanian.
sebagai acuan dalam perencanaan jangka menengah dan panjang. Dengan demikian, ekspektasi inflasi
Sasaran Inflasi Tahun 2002 dan Jangka Menengah
dalam jangka menengah dapat diarahkan pada
Dengan memperhatikan berbagai perkem-
tingkat inflasi yang lebih rendah tanpa mengorbankan
bangan dan prospek makroekonomi serta memper-
kelangsungan pemulihan ekonomi (Boks : Penetapan
timbangkan perkembangan tekanan inflasi ke depan,
Sasaran Inflasi Bank Indonesia).
Bank Indonesia menetapkan sasaran inflasi IHK 2002 pada kisaran 9,0%–10,0%. Namun demikian, dalam
Arah Kebijakan
lima tahun ke depan Bank Indonesia memiliki
Dengan memperhatikan prospek ekonomi
komitmen untuk secara bertahap menurunkan inflasi
dan sasaran inflasi yang ditetapkan serta berbagai
menjadi sekitar 6,0%–7,0%.
tantangan yang dihadapi di tahun 2002, Bank Indo-
Dalam hal ini perlu dijelaskan bahwa berbeda
nesia akan berupaya untuk secara konsisten menem-
dengan tahun-tahun sebelumnya, sejak tahun ini Bank
puh kebijakan-kebijakan di bidang moneter, perban-
Indonesia mengubah jenis inflasi yang digunakan
kan dan sistem pembayaran.
sebagai sasaran inflasi, yaitu dari inflasi IHK di luar
Di bidang moneter, dalam rangka mencapai
dampak kebijakan pemerintah di bidang harga dan
sasaran inflasi yang telah ditetapkan, kebijakan
pendapatan menjadi inflasi IHK. Adapun pertimbangan
moneter akan diarahkan pada upaya pengendalian
perubahan jenis sasaran inflasi ini adalah (i) inflasi IHK
uang primer agar tetap sesuai dengan kebutuhan riil
merupakan perubahan harga yang secara langsung
perekonomian. Upaya pengendalian moneter tersebut
dirasakan oleh masyarakat sehingga penggunaan
akan dilakukan dengan pertimbangan suku bunga riil
sasaran inflasi jenis ini lebih dapat diterima oleh
yang positif pada kisaran yang memadai sekitar 4,0%-
masyarakat, (ii) penggunaan inflasi IHK lebih trans-
5,0%. Secara operasional, pengendalian moneter
paran bagi masyarakat dibandingkan inflasi IHK di luar
dilakukan dengan mengoptimalkan instrumen-
dampak kebijakan pemerintah di bidang harga dan
instrumen moneter terutama melalui operasi pasar
19
Tinjauan Umum
terbuka dengan lelang SBI. Selain itu, upaya tersebut
kredit kepada sektor-sektor yang dianggap telah siap
juga akan didukung dengan melakukan sterilisasi valas.
dan memiliki risiko yang relatif rendah seperti kredit
Disamping sebagai upaya penyerapan kelebihan
ekspor dan kredit bagi UKM dengan tetap memper-
likuiditas, sterilisasi valas juga dimaksudkan untuk
hatikan prinsip-prinsip perkreditan yang sehat. Bank
mengurangi tekanan terhadap nilai tukar rupiah.
Indonesia juga melakukan penyempurnaan terhadap
Kesemua langkah di bidang moneter tersebut akan
beberapa ketentuan untuk mempercepat intermediasi
dilakukan secara berhati-hati dan terukur agar
perbankan. Selain itu, usaha untuk meningkatkan
kestabilan harga tetap terpelihara sehingga mampu
kesehatan bank juga didukung oleh upaya-upaya
mendukung proses pemulihan ekonomi yang sedang
yang terus menerus untuk menekan angka NPLs
berlangsung dan pertumbuhan ekonomi yang
perbankan nasional dengan mewajibkan bank-bank
berkelanjutan dalam jangka menengah-panjang.
untuk mencapai target NPLs sebesar 5% pada akhir
Di bidang perbankan, prioritas utama ke-
2002. Sementara itu upaya yang perlu dilakukan untuk
bijakan diarahkan untuk memperkuat ketahanan
memperkuat infrastruktur perbankan nasional dapat
sistem perbankan. Untuk mencapai hal tersebut, Bank
dilakukan dengan terus mendorong pengembangan
Indonesia akan terus menerus memaksimalkan upaya
bank syariah dan keberadaan BPR serta bersama-
penerapan 25 Basel Core Principles for Effective
sama dengan Pemerintah mempersiapkan pem-
Banking Supervision yang penjabarannya dituangkan
bentukan Lembaga Penjamin Simpanan dan lembaga
dalam Master Plan Peningkatan Efektivitas Penga-
pengawas jasa keuangan.
wasan Bank. Upaya untuk memelihara CAR bank-
Untuk mendukung tercapainya kestabilan
bank yang telah mencapai 8% terus dilakukan
sistem keuangan dan efektivitas kebijakan moneter,
khususnya terhadap bank-bank yang struktur per-
kebijakan di bidang sistem pembayaran akan diarah-
modalannya masih rentan terhadap pengaruh kenai-
kan untuk mempercepat pengembangan dan pelak-
kan suku bunga dan melemahnya nilai tukar serta
sanaan sistem pembayaran nasional yang efisien,
penurunan kualitas kredit. Bagi bank-bank besar yang
akurat, aman, dan handal melalui peningkatan mutu
memiliki risiko usaha yang cukup tinggi dan bero-
pelayanan sistem pembayaran. Di bidang penge-
perasi secara internasional akan didorong untuk
daran uang Bank Indonesia akan mengutamakan
meningkatkan rasio kecukupan modalnya di atas 8%.
penggunaan unsur pengaman yang kasat mata dan
Di samping itu, dalam rangka meningkatkan stabilitas
kasat raba terhadap uang baru yang diterbitkan. Di
sistem keuangan, pada saat ini Bank Indonesia
samping itu, Bank Indonesia akan melakukan
sedang melakukan pengkajian mengenai landscape
penataan kembali jalur distribusi uang dalam rangka
perbankan Indonesia yang terintegrasi dengan
lebih menjamin ketersediaan uang di seluruh Kantor
pengembangan lembaga finansial lainnya.
Bank Indonesia (KBI) dan peningkatan pelayanan
Sementara itu, untuk memulihkan fungsi
penarikan uang tunai kepada masyarakat.
intermediasi perbankan, Bank Indonesia akan mendo-
Sementara dari sisi pembayaran nontunai,
rong perbankan untuk lebih banyak lagi menyalurkan
kebijakan tetap diarahkan pada pengurangan risiko
20
Tinjauan Umum
Tinjauan Umum
pembayaran, peningkatan kualitas dan kapasitas
ekonomi. Koordinasi kebijakan seperti ini diharapkan
layanan sistem pembayaran serta pengaturan
dapat menghasilkan paket kebijakan ekonomi yang
pengawasan sistem pembayaran yang cepat, aman,
kredibel sehingga akan menumbuhkan kembali
dan efisien. Selain itu, Bank Indonesia juga terus
kepercayaan para pelaku ekonomi terhadap proses
melakukan upaya pengaturan mengenai penyeleng-
pemulihan ekonomi.
garaan jasa sistem pembayaran dengan menggu-
Dari sisi internal, Bank Indonesia telah
nakan alat pembayaran nontunai dan jasa pendu-
menempuh berbagai langkah pembenahan mana-
kungnya serta melakukan pengaturan yang terkait
jemen intern melalui Program Transformasi Bank
dengan upaya mengatasi kegagalan peserta kliring
Indonesia. Program yang mulai diterapkan tahun 2002
dalam penyelesaian kewajiban setelmennya.
ini mencakup perubahan secara substansial misi dan visi Bank Indonesia dalam era yang sedang berubah
Penutup
yang menuntut kemampuan Bank Indonesia mela-
Sebagai penutup, rangkaian kebijakan Bank
kukan antisipasi dan menyesuaikan diri dengan
Indonesia di tahun 2002 yang akan ditempuh Bank
perubahan-perubahan yang terjadi baik dalam skala
Indonesia pada hakikatnya merupakan bagian dari
nasional maupun skala global. Perubahan-perubahan
kerangka kebijakan ekonomi makro secara kese-
ini mendorong Bank Indonesia untuk lebih secara
luruhan. Dalam konteks ini, kebijakan Bank Indonesia
sistematis dan terpadu melakukan perubahan dalam
berfungsi untuk menunjang terciptanya iklim yang
rangka meningkatkan transparansi, akuntabilitas,
kondusif bagi upaya pemulihan ekonomi. Di sisi lain,
integritas, dan kompetensi. Dalam operasionalnya,
keberhasilan kebijakan yang akan ditempuh Bank
program transformasi ini akan membawa konsekuensi
Indonesia sangat tergantung pada kebijakan-kebija-
pada perubahan kerangka kebijakan moneter,
kan di bidang lain dan perkembangan berbagai faktor
perangkat organisasi, manajemen sumberdaya
risiko dan ketidakpastian. Dengan demikian,
manusia, sistem teknologi informasi serta hubungan
koordinasi kebijakan menjadi faktor yang sangat
dengan stakeholders (Boks : Program Transformasi
penting dalam menunjang keberhasilan pemulihan
Bank Indonesia).
21
Tinjauan Umum
boks
Penetapan Sasaran Inflasi Bank Indonesia Sesuai dengan pasal 7 Undang-Undang
kenaikan harga terjadi pada seluruh kelompok barang
No.23/1999 tentang Bank Indonesia disebutkan
dan jasa (the general price level movement). Sebagai
bahwa tugas pokok Bank Indonesia adalah mencapai
indikator yang mencerminkan perubahan harga-harga,
dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Selanjutnya
Inflasi berdasarkan Indeks Harga Konsumen (IHK)
dalam pasal 10, untuk menjalankan tugas ini Bank
merupakan indikator inflasi yang paling umum
Indonesia diwajibkan untuk mengumumkan sasaran
digunakan baik di Indonesia maupun disejumlah ne-
inflasi dan sasaran-sasaran moneter untuk mencapai
gara lainnya. Hal ini berkaitan dengan kontinuitas
sasaran inflasi tersebut.
penyediaan data yang dapat disediakan dengan
Salah satu upaya Bank Indonesia dalam rangka menjalankan tugas pokok tersebut adalah
segera dan perannya yang lebih dapat mencerminkan kenaikan biaya hidup masyarakat (cost of living).
menetapkan sasaran inflasi dengan cara yang tepat
Namun demikian, dengan tingginya variabilitas
dengan mempertimbangkan kondisi makroekonomi.
pergerakan harga relatif di antara komponen barang
Dengan melihat perkembangan kondisi perekono-
yang tercakup dalam perhitungan IHK (relative price
mian saat ini dan tahun-tahun mendatang, penetapan
movement) serta tingginya pengaruh nonfundamental
sasaran inflasi saat ini bertujuan untuk mendukung
seperti pengaruh musiman dan dampak penerapan ke-
upaya pencapaian sasaran inflasi melalui pemben-
bijakan pemerintah di bidang harga dan pendapatan
tukan ekspektasi masyarakat dengan penerapan
dalam perkembangan inflasi di Indonesia, seringkali per-
kebijakan moneter yang tetap mendukung proses
gerakan inflasi IHK tidak mencerminkan perkembangan
pemulihan ekonomi. Untuk itu berbagai aspek penting
laju inflasi seperti yang dimaksudkan dalam definisi
yang perlu dikaji dalam penetapan sasaran inflasi ini
inflasi di atas (general movement dan persistent). Hal
adalah: penentuan jenis sasaran inflasi, penentuan
ini dapat berimplikasi terhadap kekurangtepatan arah
jangka waktu pencapaian sasaran inflasi dan level
kebijakan moneter yang akan ditetapkan oleh Bank
dari sasaran inflasi yang akan dicapai.
Indonesia dalam upaya pengendalian laju inflasi, yang mengacu pada perkembangan harga-harga.
JENIS SASARAN INFLASI Secara umum inflasi di definisikan sebagai
Menghadapi hal ini, Bank Indonesia telah melakukan berbagai penelitian2 dalam rangka menda-
“...a situation in which there is a persistent upward
1
movement in the general price level...”. 1 Dalam
2
pengertian ini terdapat dua hal penting yakni menyangkut definisi kenaikan harga yang terjadi secara terusmenerus (a persistent upward movement) dan
22
A.J. Hagger (1977), Inflation: Theory and Policy, The Macmillan Press Ltd. W. Santoso, R. Anglingkusumo, Underlying Inflation Sebagai Indikator Harga Yang Relevan Dengan Kebijakan Moneter: Sebuah Tinjauan Untuk Indonesia, BEMP No.1 Vol.1, Juli 1998 dan A.R. Hutabarat, F. Majardi, R. Anglingkusumo, E.D.Tjahjono, E. Haryono, B. Pramono, H. Alamsyah, Perhitungan Inflasi Inti di Indonesia, BEMP Vol.2 No.4, Maret 2000.
Tinjauan Umum
patkan indikator perubahan harga yang lebih dapat
dikeluarkan dampak kebijakan pemerintah yang pada
mencerminkan perubahan harga-harga fundamental.3
akhirnya dikenal dengan nama inflasi di luar dampak
Indikator tersebut akan digunakan oleh Bank Indo-
kebijakan pemerintah di bidang harga dan penda-
nesia sebagai penunjuk arah bagi penetapan kebi-
patan. Jenis inflasi inilah yang dijadikan sasaran inflasi
jakan moneter, dan sekaligus dapat dijadikan alternatif
Bank Indonesia dalam 2 tahun terakhir.
sasaran inflasi yang akan dicapai. Penelitian ini meng-
Dengan adanya berbagai indikator inflasi
hasilkan beberapa jenis inflasi inti (core inflation) yang
tersebut maka berbagai kajian secara mendalam
diperoleh dari berbagai metode, dimana masing-
terus dilakukan untuk dapat menentukan jenis sasa-
masing metode dibedakan oleh cara mengeluarkan
ran inflasi yang lebih tepat. Dari berbagai kriteria yang
gangguan-gangguan (shocks) yang ada dalam inflasi
perlu dipertimbangkan dalam menentukan jenis
IHK.
sasaran inflasi, yaitu tingkat prediktabilitas, kontrolaMetode yang pertama yang digunakan dalam
bilitas, dan akseptabilitas, pada 2002 Bank Indonesia
perhitungan inflasi inti adalah dengan pendekatan
lebih mengutamakan kriteria akseptabilitas dalam arti
trimmed mean. Secara statistik, pendekatan ini meru-
memilih jenis inflasi yang lebih dapat diterima
pakan perhitungan inflasi inti yang paling baik (robust)
masyarakat dibandingkan kriteria lainnya. Dengan
karena benar-benar dapat mencerminkan laju peru-
demikian masyarakat diharapkan menggunakan
bahan harga yang persisten. Namun, pendekatan ini
sasaran inflasi sebagai patokan (anchor) dalam
relatif sulit untuk dipahami oleh masyarakat berkaitan
kegiatan ekonomi mereka sehingga ekspektasi ma-
dengan faktor teknis dalam perhitungannya. Kedua,
syarakat terhadap inflasi akan lebih mudah dipe-
dengan menggunakan metode exclusion, yaitu me-
ngaruhi oleh sasaran inflasi yang ditetapkan oleh
ngeluarkan beberapa jenis komoditi yang pergerakan
Bank Indonesia.
harganya sangat fluktuatif (volatile) dan/atau komoditi-
Jenis inflasi yang paling memenuhi kriteria
komoditi yang penetapan harganya diatur oleh
akseptabilitas tersebut adalah inflasi IHK, karena
pemerintah, dari perhitungan inflasi. Beberapa komo-
inflasi ini lebih umum dikenal oleh masyarakat sebagai
ditas tersebut dikeluarkan secara permanen dari
indikator inflasi di Indonesia. Sementara itu, jenis
keranjang IHK sehingga terbentuk keranjang baru
sasaran inflasi Bank Indonesia di tahun 2000 dan
yang berisikan komoditas-komoditas yang lebih dapat
2001 yaitu inflasi di luar dampak kebijakan peme-
mencerminkan perkembangan harga fundamental.
rintah, menjadi sulit untuk dipertahankan sebagai jenis
Ketiga adalah metode specific adjustment, yaitu
sasaran inflasi Bank Indonesia karena selain tingkat
dengan menghilangkan pengaruh khusus pada harga
akseptabilitasnya yang diperkirakan lebih rendah,
agregat melalui penyesuaian pada waktu-waktu
jenis inflasi ini memiliki tingkat kesulitan yang cukup
tertentu di saat terjadinya gangguan (shocks). Dalam
tinggi dalam teknis perhitungannya sehingga sulit
metode specific adjustment ini secara khusus hanya
untuk diverifikasi. Dengan demikian, jenis inflasi yang
3
Perubahan harga-harga yang disebabkan oleh kondisi perekonomian secara agregat.
dijadikan sasaran inflasi pada 2002 ini adalah inflasi IHK, walaupun Bank Indonesia harus menanggung
23
Tinjauan Umum
konsekuensi rendahnya tingkat prediktabilitas dan
Kajian mengenai efektifitas kebijakan mo-
kontrolabilitas jenis inflasi ini mengingat banyaknya
neter dalam mempengaruhi inflasi menunjukkan
faktor gangguan (shocks) yang terdapat di dalamnya.
bahwa kebijakan moneter memiliki efek tunda yang
Sementara itu, berbagai indikator inflasi inti yang
cukup panjang dalam mempengaruhi laju inflasi
memiliki tingkat prediktabilitas dan kontrolabilitas yang
secara optimal. Kajian ini mempertimbangkan adanya
lebih tinggi dapat digunakan sebagai penunjuk arah
trade off antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi
(guidance) bagi Bank Indonesia dalam perumusan
dalam upaya pengendalian inflasi.4 Implikasi dari
kebijakan moneternya.
panjangnya efek tunda optimal dari kebijakan moneter ini adalah adanya keterbatasan dalam ruang gerak
Level Sasaran Inflasi dan Jangka Waktu Penca-
kebijakan moneter dalam melakukan proses disinflasi
paiannya
dalam jangka pendek.
Untuk menentukan level inflasi dan jangka
Dalam periode jangka pendek, proses dis-
waktu pencapaian yang optimal diperlukan kajian
inflasi membutuhkan penerapan kebijakan moneter
yang komprehensif. Dalam penentuannya perlu di-
yang ekstra ketat yang akan berakibat buruk pada
pertimbangkan berbagai hal yang diantaranya adalah
upaya pemulihan ekonomi. Untuk itu, sasaran inflasi
masalah karakteristik inflasi, efektifitas dan variabilitas
jangka pendek (1 tahun) hanya dapat ditetapkan pada
kebijakan moneter, dampaknya terhadap proses
kisaran prakiraan inflasi yang diprakirakan akan terjadi
pemulihan ekonomi, dan perkiraan mengenai sumber-
pada periode tersebut. Namun demikian proses
sumber tekanan inflasi yang berada diluar pengaruh
disinflasi dapat dilakukan dengan menurunkan inflasi
kebijakan moneter.
secara bertahap sehingga sasaran inflasi yang cukup
Kajian mengenai karakteristik inflasi IHK
rendah bisa ditetapkan dalam jangka menengah, yaitu
memperlihatkan bahwa pergerakan inflasi di
sekitar 5 tahun. Dengan penetapan sasaran inflasi
Indonesia banyak disebabkan oleh gejolak harga be-
seperti ini, kebijakan moneter diharapkan mempunyai
berapa barang tertentu dalam keranjang IHK (relative
ruang gerak yang memadai untuk memberikan iklim
price changes). Dengan angka rata-rata kurtosis peru-
yang kondusif bagi proses pemulihan ekonomi,
bahan harga barang-barang dalam keranjang IHK
namun ekspektasi inflasi masyarakat secara bertahap
yang sangat tinggi, inflasi yang terjadi tidak mencer-
akan terbentuk sesuai dengan sasaran inflasi jangka
minkan perubahan harga barang-barang secara
menengah.
umum. Selain itu, dengan kemencengan distribusi
Sementara itu, kajian lainnya yang didasar-
yang sangat condong ke kanan (chronic right skew-
kan pada berbagai model ekonomi yang dimiliki oleh
nes), inflasi yang terjadi memiliki kecenderungan yang tinggi. Hal ini banyak disebabkan oleh masalah distribusi barang dan faktor musiman yang terjadi di Indonesia. Implikasi dari karakteristik ini adalah sulitnya menurunkan tingkat inflasi pada level yang rendah.
24
4
A.R. Hutabarat, R. Anglingkusumo, F. Majardi, R.E. Wimanda, Penelitian Tentang Optimal Policy Rules Untuk Pengendalian Inflasi Secara Forward Looking, BEMP Vol.2 No.3, Desember 2000 dan R. Anglingkusumo, C. Ligaya, Pengukuran Target Inflasi Dalam Rangka Melaksanakan Kebijakan Moneter Secara Forward Looking, BEMP Vol.2 No.4, Maret 2000.
Tinjauan Umum
Bank Indonesia 5 menunjukkan bahwa dengan
•
Fungsi intermediasi perbankan telah kembali
menerapkan kebijakan moneter yang berhati-hati,
normal sehingga transmisi dan efektivitas kebi-
proses disinflasi menuju tingkat inflasi yang cukup
jakan moneter dapat berlangsung baik.
rendah dapat dilakukan oleh Bank Indonesia dalam
•
Permasalahan-permasalahan di sektor riil telah
jangka menengah tanpa mengakibatkan terham-
dapat diatasi dan realisasi investasi telah mem-
batnya proses pemulihan ekonomi. Proses disinflasi
baik sehingga kendala peningkatan penawaran
tersebut dilandasi atas beberapa asumsi utama yang
aggregat dalam mengimbangi pertumbuhan
bersifat optimis yaitu:
permintaan agregat tidak menimbulkan tekanan
•
yang besar terhadap inflasi.
Kebijakan pemerintah menaikkan harga barang administered telah berkurang dalam jangka
•
5
•
Kredibilitas Bank Indonesia yang telah terbentuk
menengah, terutama karena telah dihapuskannya
melalui pelaksanaan kebijakan moneter secara
subsidi BBM dan berakhirnya kenaikan tarif dasar
konsisten dan penetapan sasaran inflasi yang
listrik (TDL) sehingga harga BBM dan TDL sesuai
realistis, sehingga dapat mengarahkan dan
dengan harga dan tarif internasional.
membentuk ekspektasi inflasi yang rendah.
Pergerakan nilai tukar rupiah yang lebih stabil,
Berdasarkan pertimbangan- pertimbangan di
sejalan dengan berkurangnya tekanan per-
atas dan dengan melihat kondisi ekonomi makro dan
mintaan murni valuta asing, membaiknya struktur
faktor-faktor yang mempengaruhi laju inflasi, sasaran
pasar keuangan, serta pulihnya kondisi dan fungsi
inflasi IHK yang optimum untuk dicapai dalam jangka
intermediasi perbankan dan berkurangnya risiko
pendek (tahun 2002) adalah pada kisaran 9%–10%.
dari faktor nonekonomi. Kondisi tersebut diharap-
Sementara sasaran inflasi IHK jangka menengah yang
kan akan mengurangi efek pass-through nilai
dapat diupayakan oleh Bank Indonesia tanpa meng-
tukar ke inflasi.
hambat proses pemulihan ekonomi adalah 6%–7%.
Model Bank Indonesia (MODBI), General Equilibrium Model Bank Indonesia (GEMBI), dan Small Scale Macroeconomic Model (SSMM).
25
Tinjauan Umum
boks
Program Transformasi Bank Indonesia Dengan diberlakukannya Undang-Undang No.
kredibilitasnya untuk meraih kepercayaan publik yang
23/1999, Bank Indonesia dituntut melakukan
sangat diperlukan dalam menjamin efektifitas
perubahan mendasar sesuai dengan semangat yang
kebijakan moneter. Dalam skala yang lebih luas,
terkandung dalam UU tersebut, yaitu independensi,
kredibilitas dari bank sentral suatu negara sangat ber-
transparansi dan akuntabilitas. Pada saat yang sama,
pengaruh dalam meningkatkan kepercayaan inter-
tuntutan perubahan yang terjadi baik dalam skala
nasional.
nasional maupun global juga mengharuskan Bank
Pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas,
Indonesia melakukan sejumlah perubahan funda-
telah mendorong Bank Indonesia sejak 2000
mental. Dalam skala nasional, proses reformasi dalam
melakukan evaluasi menyeluruh terhadap visi dan
pelaksanaan kebijakan publik menuntut Bank Indo-
misi, organisasi, pola kerja, dan pengembangan
nesia sebagai institusi publik untuk memperbaiki good
sumberdaya manusia. Secara formal, sejak Februari
governance yang berimplikasi pada perlunya pening-
2001 berbagai langkah perubahan yang akan
katan transparansi dan akuntabilitas dalam proses
dilakukan oleh Bank Indonesia kemudian secara
pengambilan kebijakan. Disamping itu, krisis ke-
sistematis, menyeluruh, dan terintegrasi dicanangkan
uangan dan moneter yang terjadi sejak 1997
dalam program Transformasi Bank Indonesia.
mengharuskan Bank Indonesia sebagai bank sentral
Program perubahan strategis (strategic change) ini
meningkatkan citra dan membangun kembali
dilakukan untuk mempercepat terbentuknya Bank
PERUBAHAN STRATEGIS 1. 2. 3. 4. 5.
Sistem Perumusan Kebijakan Moneter Sistem Pelaksanaan Kebijakan Moneter Sistem Pengawasan Bank Sistem Pengedaran Uang Sistem Perencanaan, Anggaran dan Penilaian Kinerja BI 6. Sistem Manajemen Informasi 7. Sistem Teknologi Informasi 8. Sistem Manajemen SDM 9. Sistem Manajemen Logistik 10. Sistem Jaringan Kantor
SASARAN PERUBAHAN
Proses Kerja Baru
Citra Membaik
Kompetensi Kerja Baru
Kinerja Meningkat
Performance-based culture
Bagan 1. Perubahan Strategis dalam Program Transformasi
26
Kepuasan Kerja Meningkat
Tinjauan Umum
Indonesia baru yang lebih mampu mengantisipasi dan
termasuk semua persiapan yang diperlukan dalam
menyesuaikan diri dengan perubahan yang ada serta
rangka pengalihan fungsi pengawasan bank ke
memenuhi harapan para stakeholders. Sasaran ini
lembaga pengawas jasa keuangan. Secara teknis,
dicapai melalui perumusan kembali visi dan misi, nilai-
hal ini dilakukan melalui perancangan early warning
nilai strategis, dan tujuan strategis Bank Indonesia.
system yang mendukung pelaksanaan risk-based
Secara operasional, terdapat sepuluh perubahan
supervision dan pelaksanaan fungsi financial stability.
strategis yang meliputi bidang kebijakan moneter,
Disamping itu, program transformasi di sektor
perbankan, sistem pembayaran, dan manajemen
perbankan juga melakukan perancangan program
internal yang harus dikelola secara terintegrasi untuk
pelatihan dan program sertifikasi pengawas dan
mencapai sasaran-sasaran perubahan, yaitu proses
pemeriksa bank dalam rangka pelaksanaan risk-
kerja baru, kompetensi kerja baru, dan budaya kerja
based supervision. Terkait dengan pemisahan fungsi
baru yang berbasis kinerja (performance-based
pengawasan bank, program transformasi diarahkan
culture) sehingga kinerja dan citra Bank Indonesia
pada perancangan contingency plan pengalihan
dapat ditingkatkan (Bagan 1).
fungsi pengawasan ke lembaga baru dan pe-
Di bidang moneter, transformasi ditujukan
rancangan konsep organisasi Bank Indonesia dalam
pada peningkatan kualitas perumusan kebijakan
mewujudkan perannya dalam menjaga kestabilan
moneter dan riset ekonomi serta kualitas pelak-
sistem keuangan di Indonesia. Di bidang manajemen
sanaan kebijakan moneter dengan fokus pada pen-
internal, program transformasi dilakukan dalam
capaian tujuan kestabilan moneter. Tujuan ini dicapai
rangka meningkatkan good governance Bank
dengan memperjelas tujuan strategis, memperbaiki
Indonesia melalui pembenahan di bidang peren-
proses, dan peningkatan sumberdaya manusia, serta
canaan, anggaran, dan manajemen kinerja, mana-
organisasi sektor moneter. Di bidang perbankan,
jemen sumberdaya manusia, manajemen teknologi
sasaran program transformasi adalah mewujudkan
informasi, manajemen informasi, serta manajemen
perbankan yang sesuai dengan standar internasional
logistik.
27
Kondisi Ekonomi Makro
bab 2 KONDISI EKONOMI MAKRO
28
Kondisi Ekonomi Makro
bab 2
KONDISI EKONOMI MAKRO
P
ertumbuhan perekonomian Indonesia dalam ta-
perbankan, serta beratnya beban keuangan
hun 2001 mengalami perlambatan meskipun
pemerintah. Sementara itu, masih tingginya risiko dan
masih relatif lebih baik dari pertumbuhan yang dialami
ketidakpastian sehubungan dengan meningkatnya
oleh negara-negara di kawasan ASEAN. Produk
ketegangan sosial dan politik, serta lemahnya
Domestik Bruto (PDB) 2001 tumbuh sebesar 3,3%,
penegakan hukum menyebabkan menurunnya
lebih rendah dibandingkan tahun lalu yang mencapai
kepercayaan dunia usaha untuk melakukan kegiatan
4,9% (Tabel 2.1). Angka pertumbuhan ini juga di
produksi dan investasi yang pada akhirnya
bawah proyeksi awal tahun Bank Indonesia sebesar
menghambat ekspansi ekonomi lebih lanjut. Dari luar
4,5%–5,5%.
negeri, perkembangan perekonomian dunia yang
Perlambatan kegiatan perekonomian ter-
cenderung melambat sejak triwulan I-2001 dan
sebut tidak terlepas dari perkembangan kondisi di
kemudian menjadi lebih buruk pasca tragedi World
dalam dan luar negeri yang kurang menguntungkan.
Trade Centre (WTC) pada 11 September 2001 telah
Dari dalam negeri, perlambatan ini terutama disebab-
menyebabkan perekonomian negara-negara maju
kan oleh lambatnya restrukturisasi utang dan sektor
terganggu, diantaranya adalah negara-negara yang
korporasi, masih berlangsungnya konsolidasi internal
menjadi investor dan mitra dagang penting bagi Indonesia.
Tabel 2.1 Produk Domestik Bruto 1999 Jenis
Hal ini menyebabkan sumber pertumbuhan
2 0 0 0*
2 0 0 1**
Pertum- Kontri- Pertum- Kontri- Pertum- Kontribuhan busi buhan busi buhan busi
Produk Domestik Bruto (riil)
0,8
0,8
4,9
4,9
3,3
3,3
Menurut Pengeluaran Konsumsi Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Pemerintah Investasi1) Ekspor Barang dan Jasa Impor Barang dan Jasa
4,3 4,6 0,7 -18,2 -31,8 -40,7
3,3 3,2 0,1 -4,5 -11,4 -14,3
3,9 3,6 6,5 21,9 26,5 21,1
3,1 2,6 0,5 4,4 6,4 4,4
6,2 5,9 8,2 4,0 1,9 8,1
4,8 4,2 0,6 0,9 0,6 1,9
2,2 -1,6 3,9 8,3 -1,9 -0,1 -0,8 -7,2 1,9
0,4 -0,2 1,0 0,1 -0,1 0,0 -0,1 -0,5 0,2
1,7 5,1 6,1 8,8 5,5 5,6 9,4 4,3 2,2
0,3 0,5 1,6 0,1 0,3 0,9 0,7 0,3 0,2
0,6 -0,6 4,3 8,4 4,0 5,1 7,5 3,0 2,0
0,1 -0,1 1,1 0,1 0,2 0,8 0,6 0,2 0,2
Menurut Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan Industri Pengolahan Listik, Gas & Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Telekomunikasi Keuangan, Perusahaan Jasa Jasa-jasa
ekonomi dari sisi permintaan yang semula diharapkan akan berasal dari kegiatan investasi dan ekspor, dalam perkembangannya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Pertumbuhan ekonomi pada tahun
1) Investasi disini adalah pembentukan modal tetap domestik bruto Sumber : BPS
laporan sangat bertumpu pada pengeluaran konsumsi, baik untuk sektor rumah tangga maupun pemerintah. Sementara itu, dari sisi penawaran, hampir seluruh sektor ekonomi mencatat pertumbuhan yang positif meskipun dengan laju yang melambat, kecuali sektor pertambangan yang mencatat kontraksi. Sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran yang diharapkan menjadi pendorong utama pertumbuhan
29
Kondisi Ekonomi Makro
ekonomi, tidak mampu mendorong perekonomian
perbankan belum menunjukkan kemajuan yang
untuk tumbuh lebih tinggi terutama berkaitan dengan
berarti. Kondisi ini diperberat oleh perkembangan per-
berbagai kendala yang membatasi peningkatan
ekonomian dunia yang justru mengalami
utilisasi di kedua sektor tersebut.
perlambatan terutama sejak akhir triwulan I-2001 dan
Kegiatan ekonomi yang melambat tersebut
diperparah oleh tragedi WTC 11 September 2001
pada gilirannya memberikan dampak yang kurang
yang memberikan dampak kurang menguntungkan
menguntungkan bagi kondisi ketenagakerjaan.
bagi perkembangan sektor eksternal perekonomian
Pertumbuhan angkatan kerja yang tinggi tidak dapat
Indonesia.
diimbangi oleh penyediaan lapangan kerja secara
Sepanjang tahun laporan, pertumbuhan
memadai. Memburuknya kondisi ketenagakerjaan
ekonomi terutama bersumber dari kegiatan di dalam
tersebut antara lain tercermin dari meningkatnya
negeri (domestic demand) yang dalam hal ini
angka pengangguran, maraknya aksi pemogokan dan
didorong oleh meningkatnya pengeluaran konsumsi
perselisihan buruh serta pemutusan hubungan kerja
yang cukup tinggi sebesar 6,2%, jauh lebih tinggi
(PHK).
dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar 3,9%. Sementara itu, kinerja investasi dan
PERMINTAAN AGREGAT
ekspor mencatat perlambatan yakni masing-masing
Pada awal 2001 perekonomian Indonesia
hanya tumbuh sebesar 4,0% dan 1,9%. Adanya
diperkirakan mengalami pertumbuhan yang cukup
peningkatan permintaan terutama untuk pengeluaran
tinggi yakni mencapai 4,5%–5,5%. Pertumbuhan
konsumsi yang tidak diimbangi oleh penambahan
yang tinggi tersebut terutama diperkirakan akan
investasi dan produksi secara memadai mengaki-
didukung oleh membaiknya kinerja ekspor, kegiatan
batkan memburuknya pembentukan stock perekono-
investasi, serta masih kuatnya pengeluaran konsumsi.
mian.
Perkiraan yang cukup optimis tersebut didasarkan
Pada 2001 konsumsi memberikan kontri-
pada harapan bahwa beberapa permasalahan
busi terhadap laju pertumbuhan PDB sebesar 4,8%
penting di sisi internal, seperti restrukturisasi utang
jauh lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya
dan perbankan akan mencatat perkembangan yang
sebesar 3,1%. Peningkatan kontribusi konsumsi ini
membaik. Sementara itu, perkembangan di sisi
berkaitan dengan pertumbuhannya yang sangat
eksternal yang dicerminkan oleh kondisi pereko-
tinggi dan masih tingginya porsi konsumsi dalam
nomian global diperkirakan masih kondusif bagi
pembentukan PDB. Berdasarkan komponennya,
kegiatan sektor eksternal Indonesia.
tingginya pengeluaran konsumsi terjadi baik di sektor
Dalam perkembangannya, perkiraan yang
rumah tangga maupun sektor pemerintah, masing-
dilakukan di awal tahun tersebut tidak semuanya
masing tumbuh sebesar 5,9% dan 8,2% dengan
sesuai dengan yang terjadi. Sejumlah persoalan
kontribusi terhadap laju pertumbuhan PDB masing-
penting di dalam negeri seperti restrukturisasi kredit
masing sebesar 4,2% dan 0,6% (Grafik 2.1).
dan sektor korporasi serta fungsi intermediasi
Meskipun demikian, pertumbuhan pengeluaran
30
Kondisi Ekonomi Makro
Persen
Indeks
12
200
8
150
4
Bahan konstruksi Kendaraan & suku cadang
Makanan dan tembakau Pakaian dan perlengkapannya
Indeks Total
100
0
50 -4
0 -8
Konsumsi Total Konsumsi Pemerintah Konsumsi Rumah Tangga
-12 -16
-50 -100
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000*
2001**
Sep. Okt. Nov. Des. Jan. Feb. Mar. Apr. Mei Jun. Jul. Ags. Sep. Okt. Nov. 2000 2001
Sumber : BPS
Grafik 2.1 Pertumbuhan Konsumsi Tahunan
Grafik 2.2 Survei Penjualan Eceran
konsumsi yang cukup tinggi tersebut masih berada
masih meningkat dibandingkan tahun 2000 dengan
di bawah rata-rata pertumbuhan tahunannya yang
pertumbuhan tahunan rata-rata sebesar 25,8%
pada periode sebelum krisis sempat tumbuh di atas
(Grafik 2.2). Berdasarkan survei ini, kenaikan pen-
7%. Peningkatan konsumsi rumah tangga bersumber
jualan eceran terjadi di hampir seluruh kelompok
dari peningkatan pendapatan masyarakat dan
barang yang disurvei, kecuali untuk penjualan eceran
peningkatan fasilitas pembiayaan konsumen baik
kelompok bahan bakar yang mencatat penurunan.
yang bersumber dari perbankan maupun dari
Peningkatan penjualan terutama disumbang oleh
lembaga pembiayaan lainnya. Peningkatan pen-
peningkatan penjualan kelompok kerajinan seni dan
dapatan masyarakat berasal dari kenaikan upah
mainan, kelompok makanan, minuman, dan tem-
minimum dan pembayaran rapel kenaikan gaji PNS,
bakau, dan kelompok perlengkapan rumah tangga.
TNI, dan POLRI. Sementara itu, peningkatan fasilitas
Hal ini sesuai dengan kecenderungan pengeluaran
pembiayaan konsumen tercermin dari masih tinggi-
konsumsi rumah tangga yang sebagian besar masih
nya pertumbuhan kredit konsumsi yang disalurkan
disumbang oleh pengeluaran konsumsi bukan ma-
oleh sektor perbankan dan penggunaan kartu kredit
kanan. Peningkatan pengeluaran konsumsi bukan
oleh konsumen.
makanan ini antara lain digunakan untuk membeli
Peningkatan pengeluaran konsumsi rumah
barang tahan lama seperti sepeda motor yang dalam
tangga tercermin dari berbagai indikator dan hasil
tahun laporan juga menunjukkan penjualan yang
survei baik yang dilakukan oleh Bank Indonesia mau-
searah dengan peningkatan konsumsi tersebut. Da-
pun lembaga lain. Beberapa hasil survei yang ada
lam periode yang sama, sumbangan pengeluaran
antara lain : Survei Penjualan Eceran, Survei Kon-
konsumsi yang dialokasikan untuk makanan menca-
sumen, dan indikator penjualan kendaraan bermotor.
tat peningkatan yang cukup tajam dibandingkan
Survei Penjualan Eceran yang dilakukan Bank Indo-
tahun lalu, walaupun sumbangannya masih di bawah
nesia menunjukkan bahwa secara total, penjualan
pengeluaran konsumsi bukan makanan (Grafik 2.3).
31
Kondisi Ekonomi Makro
Persen 8,0
Persen
Unit
120
90.000
Sumbangan Pertumbuhan Makanan
7,0
Sumbangan Pertumbuhan Bukan Makanan
100
Pertumbuhan Penjualan Motor (aksis kanan)
Pertumbuhan Penjualan Sedan & Van (y-o-y) 600
Penjualan Sedan & Van
80.000
500
70.000
6,0 80
5,0
60
4,0 3,0
40
2,0 20
1,0 0,0
Persen
400
60.000 50.000
300
40.000
200
30.000
100
20.000 0
10.000 I
II
III
IV
I
II
2 0 0 0*
III 2 0 0 1**
0
IV
0
I
II
III
IV
2000
I
II
III
IV
-100
2001
Sumber : GAIKINDO
Sumber : BPS
Grafik 2.3 Sumbangan Pengeluaran Konsumsi Menurut Kelompok
Grafik 2.5 Grafik Penjualan Sedan dan Van
Dibandingkan perkembangan penjualan
dan van dalam tahun 2001 masih tetap tinggi,
sepeda motor tahun 2000 yang menunjukkan
meskipun jumlah unit kendaraan yang terjual secara
perlambatan yang cukup tajam, penjualan kendaraan
total lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya
bermotor khususnya pada sembilan bulan pertama
(Grafik 2.5).
tahun laporan mulai menunjukkan kecenderungan
Sejumlah hasil survei yang dilakukan oleh
yang meningkat. Peningkatan penjualan sepeda
lembaga lain berkaitan dengan indikator pengeluaran
motor ini didorong oleh masuknya sepeda motor
konsumsi seperti Survei Tendensi Konsumen (STK)
buatan Cina dengan harga yang relatif murah dan
yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) dan
disertai oleh kemudahan dari segi fasilitas pembia-
Survei Consumer Confidence Index (CCI) yang
yaannya (Grafik 2.4). Sementara itu, penjualan sedan
dilakukan oleh Danareksa Research Institute (DRI) juga mengindikasikan adanya peningkatan konsumsi.
Unit
Persen Penjualan Sepeda Motor Pertumbuhan Penjualan Sepeda Motor (y-o-y)
450.000
optimisme konsumen terhadap kondisi perekonomian 100
400.000
yang pada gilirannya memberikan dorongan pada
350.000
80
pengeluaran konsumsi masyarakat. Sejalan dengan
300.000 60
250.000
hal itu, hasil CCI juga mengindikasikan terjadinya
200.000 40
150.000 100.000
20
50.000 -
Hasil STK mengindikasikan adanya peningkatan
120
500.000
I
II
III 2000
IV
I
II
III 2001
IV
0
peningkatan kepercayaan konsumen terutama pada paro kedua 2001 yang didorong oleh harapan akan adanya perbaikan kondisi perekonomian pada era pemerintahan yang baru.
Sumber : GAIKINDO
Grafik 2.4 Penjualan Sepeda Motor
Peningkatan pengeluaran konsumsi rumah tangga juga tercermin dari peningkatan pembiayaan
32
Kondisi Ekonomi Makro
untuk pengeluaran yang bersifat konsumtif, baik yang Tabel 2.2 Perkembangan Alat Pembayaran Berbasis Kartu
bersumber dari sektor perbankan seperti penyaluran kredit konsumsi, maupun dari perusahaan pem-
Jenis
biayaan seperti kartu kredit dan pembiayaan konsumen. Dalam tahun 2001, pertumbuhan tahunan kredit konsumsi mencapai 45,7% dan menunjukkan kecenderungan yang meningkat terutama pada semester I-2001 (Grafik 2.6). Sementara itu,
1998
1. Kartu Kredit Jumlah Pemegang (ribu orang) 2.028,4 Volume Transaksi (triliun Rp) 4,9
1999
2000
2001
2.043,8 10,4
2.622,6 13,6
3.457,2 19,2
2. Kartu Debit Jumlah Pemegang (ribu orang) 5.374,4 12.111,0 Volume Transaksi (triliun Rp) 2,6 3,2
13.103,7 13.587,5 4,7 6,7
pemakaian kartu kredit sebagai sarana transaksi oleh masyarakat semakin meluas sebagaimana tercermin dari jumlah pemegang kartu kredit dalam tahun 2001
demikian, sejalan dengan perkembangan suku bunga
yang meningkat sebesar 31,8% dan volume transaksi
yang cenderung meningkat, perkembangan pem-
kartu kredit yang tumbuh sebesar 41,4%. Pemakaian
biayaan untuk kegiatan konsumsi tersebut menun-
kartu debit sebagai sarana transaksi juga
jukkan kecenderungan melambat terutama sejak awal
menunjukkan kecenderungan yang meningkat
triwulan II–2001 (Grafik 2.7).
meskipun tidak setinggi pertumbuhan penggunaan
Sementara itu, indikator konsumsi lainnya
kartu kredit. Jumlah pemegang kartu debit meningkat
seperti hasil Survei Konsumen oleh Bank Indonesia
sebesar 3,7% dengan volume transaksi yang
juga menunjukkan adanya indikasi peningkatan
meningkat sebesar 42,2% (Tabel 2.2). Indikator
pengeluaran konsumsi rumah tangga seiring dengan
kegiatan konsumsi lainnya seperti pembiayaan
membaiknya keyakinan konsumen. Hal ini terutama
konsumen juga tumbuh sangat tinggi terutama pada
didorong oleh membaiknya ekspektasi konsumen
awal tahun dan pada November 2001 mencatat
pada saat pergantian kepemimpinan nasional. Selain
pertumbuhan tahunan sebesar 58,0%. Meskipun
itu, peningkatan keyakinan konsumen tersebut juga
Persen
Triliun rupiah Triliun rupiah 70
Persen 80
Kredit Konsumsi
100
Pertumbuhan Tahunan
60
50
10
80
8
60
6
40
4
20
-20
2
0
-40
0
40
40 20 30 0
20 10 0
Pembiayaan Konsumen 12
Pertumbuhan Tahunan
60
120
14
Jan.
Mar.
Mei
Jul. 2000
Sep.
Nov.
Jan.
Mar.
Mei
Jul. 2001
Sep.
Grafik 2.6 Perkembangan Kredit Konsumsi
Nov.
Jan.
Mar. Mei
Jul. 2000
Sep. Nov.
Jan.
Mar. Mei
Jul.
Sep. Nov.
-20
2001
Grafik 2.7 Perkembangan Pembiayaan Konsumen
33
Kondisi Ekonomi Makro
didasari oleh membaiknya kondisi keuangan res-
Apabila ditinjau dari asal barangnya, pening-
ponden saat itu dibandingkan periode sebelumnya.
katan konsumsi tersebut tidak saja dipenuhi dari
Tingginya konsumsi ini juga dipengaruhi oleh tetap
produksi barang di dalam negeri, namun juga dari
optimisnya para responden Survei Konsumen akan
impor. Hal ini dicerminkan oleh perkembangan impor
adanya peningkatan penghasilan, baik penghasilan-
barang konsumsi dalam tahun laporan yang masih
nya saat ini maupun untuk 6-12 bulan yang akan
mencatat peningkatan dibandingkan tahun lalu. Impor
datang. Secara keseluruhan, optimisme konsumen
barang konsumsi mengalami peningkatan yang pesat
tercermin dari perkembangan indeks keyakinan kon-
pada paro pertama 2001 walaupun pada akhir periode
sumen yang meningkat sejak awal tahun dan men-
laporan cenderung mengalami perlambatan. Pening-
capai indeks tertinggi pada Agustus sejalan dengan
katan konsumsi barang impor pada awal tahun di-
optimisme akan membaiknya kondisi perekonomian
tengarai antara lain oleh motif berjaga-jaga terhadap
pada era pemerintahan yang baru, namun optimisme
kemungkinan terus terdepresiasinya nilai rupiah
konsumen tersebut tidak bertahan lama dan terus
sehubungan dengan meningkatnya ketidakpastian
menurun sampai akhir tahun meski sempat sedikit
menjelang pergantian kepemimpinan nasional. Jika
membaik pada akhir tahun (Grafik 2.8).
dilihat dari jenis barang yang diimpor, peningkatan
Selain itu, masih kuatnya kegiatan konsumsi
tertinggi terjadi pada jenis barang konsumsi tidak
tersebut juga tercermin dari perkembangan uang
tahan lama yang tumbuh sebesar 21,9%. Sementara
kartal di masyarakat yang terus mengalami pening-
itu, impor barang konsumsi bahan makanan dan
katan. Masih tingginya permintaan uang kartal oleh
minuman, dan barang konsumsi makanan, dan minu-
masyarakat antara lain mengindikasikan masih ting-
man (rumah tangga) masing-masing tumbuh sebesar
ginya kebutuhan uang untuk kegiatan transaksi di-
3,4% dan 0,2% (Grafik 2.9). Perkembangan berbagai indikator pengeluar-
mana sebagian diantaranya adalah untuk membiayai
an konsumsi tersebut di atas mencerminkan bahwa
pengeluaran konsumsi.
Juta USD
Indeks 140
180
Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini 120
Indeks Ekspektasi Konsumen
160
Indeks Keyakinan Konsumen
140
Juta USD 800
Barang konsumsi Bahan makanan & minuman Makanan & minuman (rumah tangga) Barang konsumsi tidak tahan lama
700 600
120
500
100
100 400 80
80
300
60 60
40
Apr.
Mei
Jun.
Jul.
Ags.
Sep.
2001
Grafik 2.8 Survei Konsumen
34
Okt.
Nov.
Des
40
200
20
100
0
I
II III 1999
IV
I
II III 2000*
IV
I
II III 2001**
Grafik 2.9 Perkembangan Impor Barang Konsumsi
IV
0
Kondisi Ekonomi Makro
kegiatan konsumsi yang meningkat cukup tinggi pada
belum sepenuhnya pulih, adanya peraturan daerah
tahun laporan terutama terjadi pada periode awal
yang kurang kondusif bagi kegiatan investasi berkaitan
tahun yang kemudian cenderung melambat pada
dengan pelaksanaan otonomi daerah, sentimen negatif
paro kedua 2001. Perkembangan ini dicerminkan oleh
berkaitan dengan sempat tertundanya pencairan
pola pertumbuhan tahunan kredit konsumsi dan
pinjaman International Monetary Fund (IMF), relatif
pembiayaan konsumen yang tinggi pada awal tahun
tingginya suku bunga di dalam negeri, dan lambatnya
dan kemudian melambat pada akhir tahun.
restrukturisasi utang luar negeri. Sebagai akibatnya,
Seperti halnya pengeluaran konsumsi rumah
perusahaan cenderung untuk lebih memfokuskan diri
tangga yang meningkat pesat, pengeluaran kon-
pada pembenahan internal, sehingga realisasi
sumsi pemerintah dalam PDB pada tahun laporan
investasi baru maupun perluasan kapasitas produksi
juga meningkat, yaitu sebesar 8,2% dibandingkan
pada investasi yang telah ada menjadi sangat rendah.
tahun sebelumnya sebesar 6,5%. Peningkatan kon-
(Boks : Penghitungan Stok Kapital dengan Metode Per-
sumsi pemerintah ini ditengarai terkait dengan pelak-
petual Inventory).
sanaan otonomi daerah dimana sebagian besar
Secara umum, melambatnya kegiatan inves-
pengeluaran pemerintah daerah dialokasikan untuk
tasi ini tercermin dari rendahnya realisasi investasi
belanja pegawai dan belanja barang. Peningkatan
baru —baik yang dilakukan asing maupun domestik—
pengeluaran konsumsi pemerintah daerah lebih
dan menurunnya impor terutama yang terkait dengan
besar daripada penurunan konsumsi pemerintah pu-
kebutuhan dunia usaha seperti bahan baku dan
sat sehingga secara keseluruhan konsumsi peme-
barang modal. Dalam periode Januari-Oktober 2001,
rintah pada tahun laporan masih mengalami pe-
nilai impor bahan baku dan barang modal mengalami
ningkatan.
penurunan masing-masing sebesar 8,4% dan 10,3%
Investasi merupakan penyumbang kedua
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
terhadap pertumbuhan ekonomi 2001.1 Pertumbuhan
Sementara itu, selama tahun laporan, realisasi inves-
investasi pada tahun laporan mencapai 4,0% dengan
tasi dalam bentuk Penanaman Modal Asing (PMA)
sumbangan terhadap laju pertumbuhan PDB sebesar
baru mencapai 0,6% dari total nilai persetujuannya.
0,9%, jauh lebih rendah apabila dibandingkan pertum-
Seperti halnya PMA, realisasi investasi Penanaman
buhannya pada tahun lalu yang mencapai 21,9%.
Modal Dalam Negeri (PMDN) juga sangat rendah
Rendahnya kegiatan investasi dalam tahun laporan
yakni hanya mencapai 0,2% dari total persetujuan
terutama disebabkan oleh sejumlah faktor seperti
investasi (Tabel 2.3) . Apabila dilihat dari persetujuan
meningkatnya faktor ketidakpastian, gangguan
investasi, nilai investasi pada subsektor industri kimia
keamanan, dan ketidakpastian penegakan hukum.
merupakan yang terbesar baik untuk PMA maupun
Selain itu, rendahnya kegiatan investasi juga di-
PMDN. Berdasarkan persetujuan lokasinya, nilai
pengaruhi oleh fungsi intermediasi perbankan yang
investasi PMA terbesar berlokasi di Jawa Timur dan Riau, sedangkan untuk PMDN berlokasi di Riau dan
1
Investasi disini adalah Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto dalam PDB
Sulawesi Selatan.
35
Kondisi Ekonomi Makro
1999
Persen
Unit
Tabel 2.3 Rasio Realisasi terhadap Persetujuan PMA dan PMDN
14000
Pertumbuhan Penjualan Truk (y-o-y)
12000
2000
2001
250
Penjualan Truk
200
10000
150
8000
Penanaman Modal Dalam Negeri 1. Rencana Investasi yang disetujui – Jumlah Proyek – Nilai (dalam miliar Rupiah)
100 6000
228 53.168
355 92.410
249 58.673
29 1.741
22 1.031
5 95
12,7 3,3
6,2 1,1
2,0 0,2
1.174 10.892
1.521 15.420
1,317 9.028
50
4000
0
2000
2. Realisasi Investasi – Jumlah Proyek – Nilai (dalam miliar Rupiah)
0
I
II
III
IV
I
2000
3. Rasio Realisasi terhadap Rencana (%) – Jumlah Proyek – Nilai Penanaman Modal Asing 1. Rencana Investasi yang disetujui – Jumlah Proyek – Nilai (dalam miliar Rupiah)
II
III
IV
-50
2001
Sumber : GAIKINDO
Grafik 2.11 Penjualan Truk
donesia maupun Survei Tendensi Bisnis (STB) yang
2. Realisasi Investasi – Jumlah Proyek – Nilai (dalam miliar Rupiah) 3. Rasio Realisasi terhadap Rencana (%) – Jumlah Proyek – Nilai
214 1.285
96 897
15 53
18,2 11,8
6,3 5,8
1,1 0,6
dilakukan BPS. Hasil SKDU menunjukkan bahwa jumlah responden yang melakukan investasi cenderung mengalami penurunan walaupun sempat sedikit meningkat pada akhir tahun laporan (Grafik 2.10).
Sumber : BKPM
Sejalan dengan hasil SKDU, hasil STB menunjukkan bahwa optimisme pengusaha terhadap kondisi Indikator kegiatan investasi lainnya juga
perusahaan dan bisnis semakin menurun.
memberikan indikasi pertumbuhan investasi yang
Selain berdasarkan hasil survei, perlambatan
rendah seperti ditunjukkan oleh hasil Survei Kegiatan
kegiatan investasi juga diindikasikan oleh sejumlah
Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan oleh Bank In-
indikator dini (prompt indicator) investasi seperti penjualan truk dan produksi semen. Penjualan truk
% Jumlah Responden
maupun produksi semen meskipun masih tumbuh
35
positif, tetapi perkembangannya menunjukkan kecen30
derungan yang melambat menjelang akhir tahun 25
(Grafik 2.11 dan Grafik 2.12). Pertumbuhan penjualan 20
truk pada dasarnya telah mengalami perlambatan 15
pertumbuhan yang cukup tajam sejak pertengahan 10 I
II
III
1999
IV
1I 2000
Realisasi Investasi
II
III 2000
2000 dan terus berlanjut di tahun laporan sehingga IV
I
II
III IV 2001 Perkiraan Investasi 1 Triwulan ke Depan
Grafik 2.10 Investasi dalam Survei Kegiatan Dunia Usaha
pada akhir Triwulan IV-2001 mencatat penurunan sebesar 8,1%. Sementara itu, pertumbuhan produksi semen mulai melambat sejak triwulan II-2001 dan secara kumulatif pada 11 bulan tumbuh sebesar 12%,
36
Kondisi Ekonomi Makro
Ribu ton
Persen
3.500
90 Tingkat Produksi Semen
3.000
Pertumbuhan Produksi Semen 60
2.500 2.000
30
Persen
Persen
200
40
150
30
100
20
50
10
0
0
-50
-10
1.500 1.000
0
500 0
-20
-100 -150
1
3
5
7
9
11
1
3
1999
5
7
2000
9
11
1
3
5
7
9
11
-30
-200
I
II
2001
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia
Alat Angkutan -30 Bangunan (aksis kanan) -40 I II III IV 2001**
Investasi (aksis kanan) Mesin & Perlengkapan III 1999
IV
I
II III 2000*
IV
Sumber : BPS
Grafik 2.12 Perkembangan Produksi Semen
Grafik 2.13 Pertumbuhan Investasi Berdasarkan Jenis
lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada
Kondisi tersebut di atas menyebabkan
periode yang sama tahun lalu sebesar 17%. Perkem-
potensi sumber pembiayaan dari dalam negeri tidak
bangan produksi semen tersebut sejalan dengan
dapat disalurkan ke dalam bentuk investasi di sektor
perkembangan investasi bangunan yang dalam tahun
riil. Hal ini tercermin dari masih besarnya surplus
laporan mengalami penurunan yang cukup besar
kesenjangan tabungan-investasi walaupun sedikit
dibandingkan tahun sebelumnya (Grafik 2.13).
menurun dibandingkan tahun lalu. Nisbah surplus
Rendahnya pertumbuhan investasi tersebut
kesenjangan tabungan-investasi terhadap PDB
antara lain disebabkan oleh fungsi intermediasi per-
dalam tahun laporan mencapai 3,4%, lebih rendah
bankan yang belum pulih sepenuhnya sehingga
dibandingkan tahun lalu yang mencapai 5,2% (Tabel
alokasi dana untuk kegiatan investasi terutama yang
2.4). Penurunan surplus ini terutama disebabkan
bersumber dari dalam negeri masih terbatas (Grafik 2.14). Hal ini tercermin dari masih dominannya portoTriliun rupiah
folio surat-surat berharga seperti obligasi dan SBI da-
Triliun rupiah
350
70
lam aset perbankan. Pembiayaan investasi dalam
300
60
tahun laporan terutama masih bersumber dari dana
250
50
sendiri yang menunjukkan peningkatan meskipun
200
40
dalam jumlah yang terbatas. Berdasarkan survei yang
150
30
dilakukan oleh Bank Indonesia ditengarai terjadi
100
20
peningkatan penggunaan dana sendiri oleh
Investasi –
perusahaan dari sekitar 40% menjadi 60% dari total pembiayaan usahanya.2 2
10
50 1
3
5
7
1999
Konsumsi (aksis kanan)
Modal kerja 9
11
1
3
5
7
2000
9
11
1
3
5
7
9
11
–
2001
Grafik 2.14 Kredit Perbankan Menurut Penggunaan
Penelitian Credit Crunch, Bagian Studi Pengembangan Pasar Keuangan, Bank Indonesia, 2001.
37
Kondisi Ekonomi Makro
Persen
Tabel 2.4 Kesenjangan Tabungan - Investasi
40 30
1998
1999
2000
2001
Harga Berlaku Pemerintah Tabungan Investasi Defisit/Surplus
20 10 0
48,0 49,8 –1,8
62,9 74,2 –11,2
36,1 64,4 –28,3
6,6 61,3 –54,7
-10 -20 -30
Swasta Tabungan Investasi Defisit/Surplus
236,4 193,3 43,1
222,9 166,1 56,8
344,9 249,5 95,4
406,9 300,9 106,0
Total Tabungan Investasi Defisit/Surplus
284,4 243,0 41,4
285,9 240,3 45,5
381,0 313,9 67,1
413,5 362,2 51,3
-40 -50
I
II
III 1999
IV
I
II III 2000*
IV
I
II III 2001**
IV
Sumber : BPS
Rasio Terhadap PDB Pemerintah Tabungan Investasi Defisit/Surplus
5,0 5,2 –0,2
5,7 6,7 –1,0
2,8 5,0 –2,2
0,4 4,2 –3,7
Swasta Tabungan Investasi Defisit/Surplus
24,7 20,2 4,5
20,1 15,0 5,1
26,7 19,3 7,4
27,6 20,4 7,2
Total Tabungan Investasi Defisit/Surplus
29,8 25,4 4,3
25,8 21,7 4,1
29,5 24,3 5,3
28,0 24,6 3,4
Produk Domestik Bruto (triliun Rp) 955,8 Transaksi Berjalan (miliar $) 4,1 Nilai Tukar (Rp/$) 1.008,8
1.110,0 5,8 7.850
Grafik 2.15 Pertumbuhan Ekspor Barang dan Jasa Dalam PDB
tahun lalu yang mencapai 26,1% (Grafik 2.15). Melambatnya kinerja ekspor disebabkan oleh beberapa faktor baik yang disebabkan oleh hambatan di sisi produksi barang ekspor maupun gangguan
1.282,0 1.476,21) 8,0 5,0 8.438 10.255
permintaan terhadap barang ekspor oleh pihak luar negeri. Dari dalam negeri, melambatnya kegiatan ekspor terutama disebabkan oleh meningkatnya faktor ketidakpastian dan gangguan keamanan yang pada
1) PDB harga berlaku menggunakan asumsi yang digunakan dalam APBNP 2001
gilirannya mengganggu kegiatan produksi barang ekspor. Hal ini antara lain terjadi pada kasus Exxon oleh peningkatan defisit di sektor pemerintah. Defisit
Mobil Oil di Arun dan kasus pertambangan Caltex di
di sektor pemerintah tersebut terutama disebabkan
Pekanbaru. Meningkatnya ketidakpastian dan gang-
oleh menurunnya tabungan pemerintah akibat
guan keamanan tersebut antara lain terkait dengan
peningkatan yang tajam pada alokasi pengeluaran
memanasnya kondisi sosial politik terutama menjelang
rutin khususnya untuk subsidi dan pembayaran
pergantian kepemimpinan nasional, kerusuhan antar
bunga.
etnis dan kerusuhan yang terkait dengan isu pemiPenyumbang terkecil dalam pembentukan
sahan wilayah. Selain itu, maraknya aksi demonstrasi
PDB dalam tahun laporan adalah ekspor barang dan
dan kasus pemogokan buruh yang terjadi pada
jasa yang mencatat pertumbuhan sebesar 1,9%,
beberapa industri barang ekspor penting seperti tekstil
dengan sumbangan terhadap laju pertumbuhan PDB
dan alas kaki ikut memperburuk kinerja ekspor.
sebesar 0,6%. Meskipun demikian, angka pertum-
Dari luar negeri, memburuknya kinerja ekspor
buhan ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan
terutama dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi dunia
38
Kondisi Ekonomi Makro
yang melambat termasuk di negara-negara yang
masing sebesar 8,5%dan 10,2%. Selain itu, lebih
merupakan mitra dagang utama Indonesia seperti
rendahnya pertumbuhan impor tersebut antara lain
Amerika Serikat dan Jepang. Pada awal 2001, pereko-
juga dipengaruhi oleh perkembangan nilai tukar rupiah
nomian Amerika Serikat dan Jepang diperkirakan
yang terdepresiasi dan berfluktuasi cukup tajam
tumbuh masing-masing sebesar 4,1% dan 2,2%.
dalam tahun 2001.4 Perkembangan nilai tukar yang
Dalam perkembangannya, Amerika Serikat justru
demikian menyebabkan harga barang impor menjadi
mengalami pertumbuhan yang melambat bahkan sejak
relatif lebih mahal dalam satuan rupiah. Kondisi ini
akhir triwulan III-2001 telah memasuki resesi.3 Semen-
diperberat pula oleh belum normalnya fungsi
tara itu, perekonomian Jepang masih mengalami
intermediasi perbankan yang mengakibatkan
kontraksi. Perkembangan ekonomi yang memburuk di
pembiayaan dunia usaha sangat terbatas termasuk
dua negara tersebut selanjutnya menyebabkan
pembiayaan dalam rangka pembelian impor barang
melambatnya perekonomian dunia. Kondisi pereko-
yang digunakan dalam kegiatan usaha.
nomian global yang memburuk tersebut diikuti oleh perkembangan harga barang-barang di pasar inter-
PENAWARAN AGREGAT
nasional yang secara umum mengalami penurunan.
Di lihat dari sisi produksi, perekonomian
Kombinasi kedua hal tersebut pada gilirannya telah
Indonesia memperlihatkan perlambatan pertumbuhan
berdampak kurang menguntungkan bagi pertumbuhan
pada hampir seluruh sektor perekonomian, kecuali
ekspor Indonesia.
sektor pertambangan dan penggalian yang me-
Sejalan dengan melambatnya kegiatan
ngalami kontraksi (Grafik 2.16). Lambatnya kegiatan
ekspor, kegiatan impor juga mencatat perlambatan
di sisi produksi tidak terlepas dari sejumlah per-
yang cukup tajam, walaupun sempat meningkat pada
masalahan yang masih membebani perekonomian
awal tahun laporan. Impor barang dan jasa mencatat
seperti masih tingginya ketidakpastian di bidang
pertumbuhan 8,1%, jauh lebih rendah apabila diban-
sosial, politik, keamanan, dan hukum; lambatnya
dingkan dengan pertumbuhan tahun lalu sebesar 21,1%. Melambatnya kegiatan impor tersebut ditengarai sejalan dengan melambatnya kegiatan investasi dan terganggunya proses restrukturisasi dan revitalisasi industri di dalam negeri. Impor bahan baku dan barang modal yang umumnya digunakan untuk mendukung kegiatan investasi dan produksi menga-
Pertanian Pertambangan Industri Pengolahan Listik, Gas & Air Bersih Bangunan Perdagangan Pengangkutan Bank & Lbg Keuangan
2000* 2001**
Jasa-jasa
lami penurunan yang cukup besar yakni masing-
PDB
-2,0
3
4
The National Bureau for Economic Research (NBER) memperkirakan bahwa perekonomian Amerika Serikat telah memasuki masa resesi sejak Maret 2001. Secara keseluruhan depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tahun 2001 mencapai 17,7%.
0,0
0,2
0,4
0,6
0,8
0,10
Sumber : BPS
Grafik 2.16 Pertumbuhan PDB dari Sisi Penawaran
39
Kondisi Ekonomi Makro
Triliun rupiah
Triliun rupiah 115
45
200 Perindustrian
180
Pertanian (aksis kanan)
Perdagangan
160
40
Pertambangan (aksis kanan)
Jasa-jasa
140
110 35
105
30
120
25
100
100 20
80
15
60 40
10
20
5
-
95 PDB Aktual 90
Jan.
Apr.
Jul.
1999
Okt.
Jan.
Apr.
Jul.
Okt.
Jan.
2000
Apr.
Jul.
Okt.
-
85
2001
I
III
1996
Grafik 2.17 Kredit Perbankan Menurut Sektor Ekonomi
proses restrukturisasi utang luar negeri, kredit, dan
PDB Potensial
I
III
1997
I
III
1998
I
III
1999
I
III
2000
I
III
2001
Grafik 2.18 Kesenjangan Output Agregat
Penawaran Jangka Pendek
perusahaan; kondisi perekonomian dunia yang
Dari sisi penawaran, perlambatan pertum-
kurang menguntungkan; serta relatif rendahnya
buhan terjadi pada hampir semua sektor ekonomi.
realisasi kredit yang berasal dari sektor perbankan
Meski melambat, seluruh sektor tersebut masih tetap
(Grafik 2.17).
mencatat pertumbuhan yang positif. Seperti halnya
Meski melambat, hampir seluruh sektor
dengan tahun lalu, sektor industri pengolahan, sektor
dalam perhitungan PDB memberikan pertumbuhan
perdagangan, dan sektor pengangkutan yang mem-
nilai tambah yang positif. Sektor industri diikuti oleh
punyai pangsa sekitar 50% dari total PDB masih
sektor perdagangan dan sektor pengangkutan masih
merupakan penyumbang terbesar pada pertumbuhan
merupakan sektor yang memberikan sumbangan
PDB. Sementara itu, sektor pertanian dan perkebunan
terbesar. Sementara itu, sektor pertanian mencatat
yang mempunyai pangsa terbesar kedua setelah
angka pertumbuhan terendah sejak 1998.
sektor industri pengolahan dan sempat menjadi
Perlambatan pertumbuhan ekonomi yang
primadona pada awal krisis hanya mengalami pertum-
dibarengi oleh rendahnya pertumbuhan investasi baik
buhan kurang dari 1%. Pertumbuhan sektor pertanian
yang berasal dari investasi baru maupun ekspansi
ini merupakan pertumbuhan terendah yang pernah
kegiatan usaha yang ada, mengakibatkan pening-
terjadi sejak periode krisis 1998 yang lalu.
katan output potensial perekonomian menjadi ter-
Sebagaimana telah diutarakan pada bagian
batas. Sementara itu, perkembangan output aktual
sebelumnya, masih besarnya permasalahan yang
yang cenderung lebih pesat pada dua tahun terakhir
dihadapi perekonomian Indonesia menyebabkan upaya
menyebabkan kesenjangan output (output gap)
untuk meningkatkan kapasitas perkonomian secara
semakin menyempit (narrowing gap) yang pada
keseluruhan menjadi terhambat. Momentum peralihan
gilirannya memberikan tekanan terhadap perkembangan harga-harga (Grafik 2.18).5
40
5
Kesenjangan output merupakan selisih antara output aktual dan output potensial. Output potensial diukur dengan metode HP filter.
Kondisi Ekonomi Makro
kepemimpinan nasional pada semester kedua tahun
perekonomian menjadi sangat terbatas, bahkan
laporan yang sempat menimbulkan optimisme positif
terdapat indikasi beberapa sektor ekonomi mengalami
akan membaiknya kondisi perekonomian belum dapat
kemunduran.
dimanfaatkan dengan baik. Selain itu, pelaksanaan
Dalam tiga tahun terakhir, sektor industri
otonomi daerah juga menimbulkan sejumlah permasa-
pengolahan selalu menjadi penyumbang terbesar
lahan baru antara lain berupa ekonomi biaya tinggi yang
pada pertumbuhan ekonomi. Pada 2001, pertum-
menghambat iklim berusaha. Permasalahan penting
buhan nilai tambah sektor ini tercatat sebesar 4,3%,
lainnya yang terkait dengan otonomi daerah adalah
dengan sumbangan terhadap laju pertumbuhan PDB
memburuknya koordinasi kebijakan, khususnya yang
sebesar 1,1%. Pertumbuhan pada sektor industri ini
terkait dengan bidang ekonomi antara pemerintah pusat
terutama masih didorong oleh peningkatan yang
dengan pemerintah daerah maupun antar pemerintah
cukup tinggi pada nilai tambah industri nonmigas.
daerah sendiri. Berbagai permasalahan tersebut pada
Kegiatan yang memberikan kontribusi terhadap
akhirnya menyebabkan banyak investor menunda
pertumbuhan nilai tambah sektor industri tanpa
realisasi investasinya.
migas ini adalah subsektor makanan, minuman, dan
Dari sisi eksternal, perkembangan ekonomi
tembakau, subsektor alat angkutan mesin dan
di luar negeri juga tidak banyak memberikan sum-
peralatannya, dan subsektor kimia dan barang dari
bangan positif bagi perkembangan kegiatan ekonomi
karet. Namun demikian, dalam tahun laporan ter-
di dalam negeri. Perlambatan perekonomian dunia
dapat sejumlah permasalahan yang menyebabkan
yang telah terjadi pada awal tahun laporan semakin
lebih rendahnya pertumbuhan kegiatan usaha di
diperparah oleh tragedi WTC. Selain itu, dampak
sektor ini dibandingkan tahun lalu. Permasalahan
lanjutan pasca tragedi tersebut menyebabkan menu-
utama bagi perkembangan sektor industri pengo-
runnya bisnis sektor pariwisata dunia yang pada gili-
lahan ini adalah terbatasnya pembiayaan kegiatan
rannya mempengaruhi kegiatan usaha di sektor
usaha. Hal ini antara lain tercermin dari relatif kecil-
perdagangan, hotel dan restoran. Bersamaan dengan
nya peningkatan kredit investasi. Dalam kondisi
itu, perkembangan harga-harga secara umum di
dimana ketidakpastian iklim usaha masih tinggi,
pasar dunia yang cenderung menurun —termasuk
aliran investasi asing masih sulit diharapkan. Kondisi
untuk komoditas pertanian dan pertambangan—
ini diperburuk oleh adanya sejumlah investor yang
memberikan dampak yang kurang menguntungkan
mengalihkan usahanya ke negara lain yang lebih
bagi perkembangan sektor pertanian dan sektor
menjanjikan seperti Cina dan Vietnam.
pertambangan.
Selain masalah terbatasnya pembiayaan
Berbagai permasalahan tersebut di atas,
kegiatan usaha, permasalahan di sektor industri di-
menyebabkan rendahnya aliran masuk modal asing
perberat oleh dampak kebijakan pemerintah menye-
ke Indonesia, sementara alternatif pembiayaan dari
suaikan harga dan tarif. Kebijakan tersebut menye-
dalam negeri belum dapat diharapkan. Pada giliran-
babkan biaya produksi menjadi semakin tinggi yang
nya, kondisi ini menyebabkan ekspansi kapasitas
menyulitkan bagi para pengusaha untuk mengem-
41
Kondisi Ekonomi Makro
bangkan usahanya. Dari sisi biaya produksi, kenaikan
menarik investor dari Cina Taiwan, Hong Kong dan
biaya produksi terutama berasal dari penyesuaian
Singapura. Pemerintah juga menerapkan bea masuk
harga bahan bakar minyak (BBM) dan tarif dasar listrik
anti dumping (BMAD) terhadap produk terigu impor
(TDL) yang mengharuskan sektor ini melakukan
sebesar 15%-30% untuk menjaga daya saing industri
penyesuaian yang cukup besar dengan dijadikannya
dalam negeri. Selain itu, dalam rangka mendorong
harga BBM di pasar internasional sebagai dasar pene-
pengembangan industri mesin dalam negeri, peme-
tapan harga BBM industri dalam negeri. Selain itu,
rintah juga memberikan keringanan bea masuk atas
kelesuan yang dialami perekonomian dunia sangat
impor bahan baku/penolong dan komponen untuk
memukul sektor industri yang berorientasi ekspor.
perakitan mesin dan motor berputar. Namun demi-
Masalah peraturan perdagangan juga turut memper-
kian, berbagai upaya tersebut belum berhasil sepe-
sulit ruang gerak bagi produk ekspor Indonesia,
nuhnya mengatasi perlambatan pertumbuhan sektor
terutama penerapan trade barrier, seperti peraturan
industri pengolahan.
anti dumping dan masalah hak asasi manusia (HAM) yang diberlakukan oleh negara mitra dagang.
Sektor perdagangan, hotel, dan restoran tetap menjadi salah satu ujung tombak pertumbuhan
Berbagai hal tersebut di atas, pada gilirannya
ekonomi. Pertumbuhan sektor ini meningkat cukup
ikut melemahkan daya saing produk ekspor Indone-
signifikan sebesar 5,1% sejalan dengan terus
sia sehingga produksi barang yang terjadi pada tahun
meningkatnya permintaan konsumsi, khususnya
laporan menjadi lebih difokuskan ke pasar dalam
untuk bahan makanan dan barang-barang ritel. Relatif
negeri. Hal lain yang turut menghambat perdagangan
tingginya pertumbuhan sektor ini terutama berasal
ekspor Indonesia adalah peraturan pemerintah se-
dari perdagangan domestik yang tercermin dari ting-
perti larangan impor kulit mentah. Di satu sisi, lara-
ginya ekspansi kegiatan perdagangan di sektor ritel
ngan impor kulit ini dimaksudkan untuk mencegah
dan maraknya pembukaan gerai pusat perdagangan
penularan wabah penyakit mulut dan kuku masuk ke
ritel di sejumlah kota besar di Indonesia. Tumbuhnya
Indonesia. Namun di sisi lain, larangan impor ini
subsektor perdagangan juga terjadi seiring dengan
kurang mendukung kegiatan industri perajin kulit.
meningkatnya fasilitas pembiayaan konsumen seperti
Guna mengatasi berbagai kendala dan
kredit konsumsi yang dapat dimanfaatkan oleh sektor
perkembangan yang kurang menguntungkan tersebut
rumah tangga. Selain itu, meningkatnya subsektor ini
di atas, pemerintah melakukan berbagai upaya yang
juga tercermin dari hasil survei properti yang menun-
diarahkan untuk memacu pertumbuhan sektor industri
jukkan adanya peningkatan jumlah hunian di pusat
pengolahan. Upaya yang telah dilakukan antara lain
perdagangan, khususnya untuk usaha ritel.
dengan membebaskan impor alat berat dan kom-
Sementara itu, perkembangan di subsektor
puter bekas untuk memenuhi kebutuhan barang
hotel menunjukkan penurunan yang cukup tajam
modal yang murah bagi kegiatan industri di dalam
terutama pada pasca tragedi WTC. Hal ini tercermin
negeri. Langkah lain adalah mencabut larangan impor
dari hasil survei properti yang mengindikasikan ta-
barang cetak dalam huruf/aksara Cina dalam rangka
jamnya penurunan tingkat hunian hotel (occupancy
42
Kondisi Ekonomi Makro
fungsi intermediasi perbankan yang belum sepenuhPersen 60
500 Tingkat Hunian Hotel
nya pulih. Hal ini tercermin dari jenis portofolio aset perbankan yang masih didominasi oleh SBI dan
Harga Sewa Hotel 50
450
obligasi. Selain itu, melambatnya pertumbuhan subsektor ini juga tercermin pada posisi kredit
40
400
perbankan yang hanya tumbuh sebesar 11,5%, lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan tahun sebelumnya sebesar 15,5%.
30
Jan
Mar
Mei
Jul
2000
Sep
Nov
Jan
Mar
Mei
Jul
Sep
Nov
350
Sektor pertanian yang sempat menjadi
2001
andalan pada awal krisis, pada 2001 mengalami Grafik 2.19 Tingkat Hunian Hotel
pertumbuhan yang sangat rendah yaitu hanya sebesar 0,6%. Tingkat pertumbuhan ini merupakan yang terendah yang pernah terjadi setelah 1998.
rate) walaupun pada periode yang sama tarif hotel
Sejumlah permasalahan yang menyebabkan ren-
relatif tidak mengalami peningkatan yang berarti
dahnya pertumbuhan sektor ini antara lain mahalnya
(Grafik 2.19).
harga pupuk dan pestisida, rendahnya kualitas bibit/
Sektor pengangkutan dan komunikasi
benih yang digunakan, dan adanya gangguan pro-
mencatat pertumbuhan yang tinggi yakni mencapai
duksi akibat bencana alam, serangan hama dan
7,5% dan menjadi penyumbang terbesar ketiga ter-
organisme pengganggu tanaman. Berbagai per-
hadap laju pertumbuhan PDB. Subsektor angkutan
masalahan tersebut menyebabkan produktivitas hasil
jalan raya masih menjadi motor utama bagi pertum-
pertanian menurun. Selain itu, hal lain yang diperki-
buhan subsektor pengangkutan. Sementara itu,
rakan turut menyebabkan rendahnya pertumbuhan
pertumbuhan subsektor komunikasi antara lain
nilai tambah sektor ini terkait dengan fluktuasi harga,
masih bersumber dari meningkatnya permintaan
khususnya harga dasar gabah yang seringkali kurang
sambungan telepon baru serta meningkatnya
memberikan insentif bagi petani. Akibat permasa-
kegiatan usaha perusahaan penyelenggara telpon
lahan tersebut di atas, realisasi produksi sejumlah
selular.
komoditas pertanian penting seperti padi, jagung, dan Dalam tahun laporan sektor keuangan,
kedelai mengalami penurunan.6 Produksi padi hanya
persewaan, dan perusahaan jasa mengalami
mencapai 49,6 juta ton gabah kering giling pada tahun
pertumbuhan sebesar 3,0%, lebih rendah dari
laporan atau menurun 4,5% jika dibandingkan
pertumbuhan yang dicapai tahun lalu sebesar 4,3%.
produksi padi tahun lalu. Sementara itu, produksi
Pertumbuhan sektor ini terutama masih disumbang
jagung dan kedelai masing-masing mencapai 9,2 juta
oleh subsektor Bank. Meskipun dalam kenyataannya
ton pipilan kering dan 0,8 juta ton bijih kering atau
sebagian bank telah mulai menyalurkan kredit, subsektor ini tumbuh melambat sehubungan dengan
6
Angka sementara BPS
43
Kondisi Ekonomi Makro
mengalami penurunan sebesar 5,3% dan 19,7% di-
kapasitas terpakai di sektor industri pengolahan masih
bandingkan produksinya tahun lalu.
rendah, terdapat sejumlah subsektor yang mengalami laju peningkatan utilisasi yang cukup tinggi seperti
Penawaran Jangka Panjang
industri makanan, minuman, dan tembakau, dan in-
Berbagai permasalahan yang terjadi di sektor
dustri barang galian bukan logam. Sementara itu,
riil sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, me-
subsektor industri barang galian dan plastik, industri
nyebabkan upaya meningkatkan kapasitas pere-
tekstil, pakaian jadi, dan kulit, dan industri kertas,
konomian (potential output) menjadi sangat terbatas.
percetakan, dan penerbitan mencatat peningkatan
Keterbatasan dalam meningkatkan kapasitas pere-
rata-rata sebesar 65% dari kapasitas terpasangnya.
konomian ini antara lain tercermin dari rendahnya
Sedangkan untuk industri barang dari logam dan
pertumbuhan investasi, baik dalam bentuk investasi
industri logam dasar tingkat utilisasinya mengalami
baru maupun dalam bentuk ekspansi dari kegiatan
penurunan (Grafik 2.20). Masih relatif rendahnya
usaha yang ada. Sementara itu, keterbatasan dalam
tingkat utilisasi di sektor industri pengolahan tersebut
meningkatkan kapasitas perekonomian juga di-
mengindikasikan bahwa sektor industri masih
pengaruhi oleh pesatnya pertumbuhan angkatan kerja
menghadapi permasalahan internal sehingga mem-
yang masih didominasi oleh tenaga kerja dengan
batasi pemanfaatan utilisasi yang tersedia. Selain itu,
kualitas yang masih rendah.
masih tingginya ketidakpastian dan risiko usaha
Rendahnya peningkatan kapasitas perekonomian yang bersumber dari investasi baru
menyebabkan dunia usaha belum meningkatkan kapasitas terpasangnya.
ditunjukkan oleh hasil SKDU yang memperlihatkan
Kondisi tersebut di atas memberikan gam-
adanya penurunan realisasi investasi pada triwulan
baran bahwa peningkatan potential output pada tahun
ketiga serta minat investasi pada triwulan terakhir
laporan masih sangat rendah. Sementara itu, perkem-
tahun laporan (Grafik 2.10). Selain itu, rendahnya
bangan output aktual sebagaimana dijelaskan di atas
investasi baru juga dapat dilihat dari hampir tidak adanya realisasi investasi baik yang dilakukan oleh asing (PMA) maupun domestik (PMDN), serta
Persen 75
Makanan, Minuman & Tembakau To t a l Tekstil, Pakaian Jadi & Kulit Kertas, Percetakan & Penerbitan Barang dari logam
70 65
rendahnya pertumbuhan realisasi kredit investasi. Sementara itu, rendahnya peningkatan kapa-
60 55 50
sitas perekonomian yang bersumber dari ekspansi
45
kegiatan usaha yang ada tercermin dari masih ren-
35
40
30
dahnya tingkat utilisasi sektor industri seperti yang ditunjukkan oleh hasil survei sektor industri pengo-
25 20
Jan.
Feb.
Mar.
Apr.
Mei
Jun.
Jul.
Ags.
2001
lahan yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Berdasarkan hasil survei tersebut sampai dengan November 2001, memberikan gambaran meskipun secara total
44
Grafik 2.20 Kapasitas Terpakai
Sep.
Okt.
Nov.
Kondisi Ekonomi Makro
uraikan sebelumnya menyebabkan tingkat efisiensi
Persen 80
perekonomian belum membaik seperti masa sebelum
70
krisis. Untuk mengukur efisiensi suatu perekonomian
60
dari satu periode ke periode yang lain, pendekatan
50 40
yang seringkali digunakan adalah Incremental Capi-
30
tal Output Ratio (ICOR).7 Dalam perkembangannya,
20
ICOR pada periode 2000-2001 menunjukkan adanya
10 0
perbaikan dibanding dengan ICOR pada periode 1990-1991
1992-1993
1994-1995
1996-1997
1998-1999
2000-2001
1998-1999 (Grafik 2.21). Namun demikian, ICOR Sumber : BPS (diolah)
Grafik 2.21 ICOR
pada periode laporan masih lebih tinggi dibanding dengan ICOR pada masa sebelum krisis. Hal ini menunjukkan bahwa perekonomian pada periode
masih menunjukkan peningkatan yang lebih pesat
laporan masih belum seeffisien dibandingkan dengan
dibandingkan dengan output potentialnya. Perkem-
masa sebelum krisis.
bangan ini menyebabkan kesenjangan output (output gap) yang merupakan perbedaan antara output
KETENAGAKERJAAN
potensial dan output aktual menjadi semakin me-
Perkembangan perekonomian yang melambat pada
nyempit (narrowing gap).
tahun laporan sebagaimana telah diuraikan se-
Kecenderungan semakin menyempitnya
belumnya memberikan dampak yang kurang mengun-
kesenjangan output yang terutama disebabkan oleh
tungkan bagi kondisi ketenagakerjaan. Hal ini ter-
lebih rendahnya peningkatan output potensial
cermin dari menurunnya rasio jumlah penduduk yang
dibandingkan peningkatan output aktual perlu segera
bekerja di sektor formal terhadap jumlah angkatan
diantisipasi. Apabila upaya untuk meningkatkan ouput
kerja akibat meningkatnya jumlah angkatan kerja
potensial ini tidak segera dilakukan, maka tekanan
yang tidak dapat diimbangi oleh penyediaan lapangan
terhadap harga akan mulai meningkat. Terlebih lagi
kerja secara memadai. Namun demikian, jumlah
bila melihat bahwa peningkatan utilisasi yang pesat
penganggur dan setengah penganggur tidak menga-
terjadi pada kelompok industri yang memproduksi
lami peningkatan yang berarti karena sebagian
barang-barang yang termasuk dalam keranjang IHK.
angkatan kerja yang tidak tertampung di sektor for-
Apabila berbagai permasalahan yang membatasi
mal dapat menemukan pekerjaan di sektor informal.
investasi baru dan ekspansi usaha yang ada tidak
Sementara itu, kesejahteraan pekerja yang diukur
segera diatasi, maka kenaikan ouput aktual akan menjadi ancaman yang serius pada peningkatan
7
ICOR dihitung dengan rumus :
inflasi IHK pada periode mendatang. Berbagai permasalahan yang dihadapi perekonomian Indonesia sebagaimana telah di-
t2-1
ICOR t
1–t2
=
PMTDB Σ t=t
t
1-1
PDB - PDB t t2
1
45
Kondisi Ekonomi Makro
dengan upah minimum propinsi (UMP) secara rata-
Rupiah/Hari
rata mengalami peningkatan walaupun masih berada
9.750
10.000 9.000
di bawah tingkat kebutuhan hidup minimum (KHM).
8.000
Kasus perburuhan masih mewarnai tahun laporan
6.962
7.000 6.000
yang tercermin dari masih tingginya kasus pemo-
5.575 4.830
5.000 4.000
gokan dan pemutusan hubungan kerja (PHK).
4.101
3.708
3.000 2.000
Jumlah angkatan kerja pada 2001 diper-
1.000
kirakan mencapai 98 juta orang atau mengalami
0 1996
peningkatan hampir 2,5% dibandingkan tahun sebe-
1997
1998
1999
2000
2001
Grafik 2.22 Upah Minimum Propinsi (rata-rata) Dalam Rupiah per Hari
lumnya. Namun, peningkatan jumlah angkatan kerja tersebut masih belum diikuti oleh peningkatan kualitas yang tercermin dari masih besarnya proporsi angkatan kerja yang berpendidikan Sekolah Dasar yaitu
yang bekerja dengan status informal mencatat
mencapai 63,5% atau sekitar 62 juta orang. Survei
peningkatan.
dari United Nation Development Program (UNDP)
Melambatnya kegiatan ekonomi 2001 seba-
menunjukan bahwa Human Development Index (HDI)
gai dampak dari rendahnya investasi serta masih
Indonesia masih berada pada peringkat 109 dari 147
rendahnya tingkat pendidikan angkatan kerja menga-
negara.8 Berdasarkan sensus penduduk 2000, jum-
kibatkan angka pengangguran diperkirakan me-
lah penduduk yang berusia kerja (15 tahun ke atas)
ningkat dari 6,1% pada 2000 menjadi 6,7%-7,0%
sebanyak 141,2 juta orang dimana 67,8% dari jumlah
pada 2001.9 Berdasarkan daerah, jumlah penganggur
tersebut atau 95,7 juta orang diklasifikasikan dalam
di kota lebih besar dibandingkan di desa. Berdasarkan
angkatan kerja. Angka tersebut diperkirakan mening-
jenis kelamin, proporsi penganggur perempuan lebih
kat mencapai 98 juta orang pada 2001. Dari jumlah
banyak dibandingkan penganggur laki-laki.
angkatan kerja tersebut, sekitar 93% diantaranya
Kondisi ketenagakerjaan yang ditandai oleh
termasuk bekerja dan 7% termasuk penganggur
masih tingginya jumlah pengangguran terbuka an-
terbuka. Namun demikian, sekitar 36% atau 35 juta
tara lain menyebabkan melemahnya posisi tawar
dari penduduk yang bekerja hanya bekerja kurang
(bargaining power) pekerja dalam negosiasi upah.
dari 35 jam seminggu. Berdasarkan lapangan usaha,
Hal ini tercermin dari relatif kecilnya kenaikan UMP
sebagian besar penduduk yang bekerja tersebut
yang ditetapkan. Pada 2001 UMP secara rata-rata
(45,3%) berusaha di sektor pertanian. Meskipun
mengalami kenaikan sebesar 33,7% dan mencapai
jumlah penduduk yang bekerja mencatat peningkatan,
Rp295.981/bulan (Grafik 2.22), sedangkan KHM
jumlah penduduk yang bekerja dengan status formal
sebagai dasar perhitungan UMP pada periode yang
mengalami penurunan, sedangkan jumlah penduduk
sama rata-rata meningkat sebesar 21,7% menjadi
8
9
46
Suara Pembaharuan tanggal 13 Juli 2001
Suara Pembaharuan tanggal 13 Juli 2001
Kondisi Ekonomi Makro
Rp323.798/bulan. Dengan demikian, UMP yang
gokan yang terjadi sebanyak 164 kasus dengan
ditetapkan pemerintah tersebut baru dapat me-
melibatkan 107.523 pekerja dan mengakibatkan
menuhi rata-rata 91,4% kebutuhan hidup minimum
1.148.778 jam kerja hilang. Sementara itu, pekerja
pekerja. Walaupun UMP tersebut belum memenuhi
yang kehilangan pekerjaan akibat PHK pada 2001
seluruh KHM pekerja, saat ini ada 10 propinsi yang
sedikit lebih rendah dibandingkan tahun lalu yakni
telah dapat memenuhi KHM-nya, yakni Sumatera
mencapai 58.006 tenaga kerja. Masih tingginya
Utara, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Kali-
angka PHK tersebut antara lain disebabkan oleh
mantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Sela-
memburuknya situasi dunia usaha terutama yang
tan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, dan Nusa
berorientasi ekspor. Industri tekstil dan produk tekstil
Tenggara Timur.
yang merupakan industri padat karya merupakan
Masih banyaknya pengusaha yang belum
industri yang paling mengalami kerugian mengingat
memenuhi ketentuan UMP dan tuntutan lainnya se-
besarnya porsi produknya yang ditujukan untuk
perti keikutsertaan dalam Jamsostek dan peme-
ekspor. Industri tekstil dan produk tekstil yang saat
nuhan tunjangan hari raya keagamaan telah memicu
ini menyerap sekitar 1,2 juta orang tenaga kerja
terjadinya kasus pemogokan buruh dalam tahun
diperkirakan akan melakukan PHK antara 10%–20%
laporan. Sampai dengan September 200110, pemo-
bila kondisi perekonomian tidak membaik.11
10 Sumber Depnakertrans, 2001
11 Data Asosiasi Pertekstilan Indonesia sebagaimana dimuat di Suara Pembaharuan tanggal 23 Oktober 2001
47
Kondisi Ekonomi Makro
boks
Penghitungan Stok Kapital dengan Metode Perpetual Inventory Dalam text book ekonomi, penawaran agre-
Secara umum, stok kapital didefinisikan
gat menjelaskan hubungan antara tingkat harga dan
sebagai persediaan berbagai jenis barang modal
jumlah barang yang dihasilkan oleh perusahaan
seperti bangunan, mesin-mesin, alat transportasi, ter-
dalam suatu perekonomian.1 Analisa ekonomi makro
nak, dan barang modal lainnya2 , yang memberikan
seringkali membedakan antara penawaran jangka
kontribusi terhadap kelangsungan suatu proses
pendek (short run aggregate supply) dan penawaran
produksi. Dalam prakteknya, data stok kapital tersebut
jangka panjang (long run aggregate supply). Dalam
menggambarkan posisi barang modal yang terbentuk
jangka pendek, penawaran agregat dapat berubah
dari suatu proses akumulasi investasi dalam jangka
antara lain apabila terjadi perubahan pada input
waktu tertentu. Dalam terminologi SNA 1968, investasi
produksi yang digunakan dengan kapasitas produksi
tersebut dikenal sebagai Gross Fixed Capital
yang tersedia. Dalam jangka panjang, perubahan
Formation (GFCF) atau Pembentukan Modal Tetap
penawaran agregat —atau sering disebut dengan
Bruto (PMTB). Sampai saat ini data PMTB telah
ouput potensial— hanya dapat terjadi apabila kapa-
dihitung dan dipublikasikan secara periodik oleh BPS.
sitas perekonomian juga mengalami perubahan.
Data stok kapital secara umum digunakan
Secara empiris, untuk menghitung penawaran agre-
untuk : (1) memperoleh gambaran mengenai produk
gat dalam jangka panjang (output potensial) dapat
neto (nilai tambah neto) dari hasil suatu proses
dilakukan dengan beberapa pendekatan mulai dari
produksi, yaitu seluruh nilai produksi dikurangi dengan
yang sederhana yakni dengan metode pemulusan
besarnya penyusutan (consumption of fixed capital),
(smoothing) data PDB, sampai metode yang lebih
(2) menghitung nilai kekayaan (wealth capital stock)
rumit yakni dengan menaksir suatu persamaan fungsi
yang diperoleh dari hasil pembangunan dalam suatu
produksi perekonomian.
periode tertentu, dan (3) menghitung produktifitas dan
Mengingat pentingnya informasi mengenai ouput potensial bagi Bank Indonesia dalam hal
efisiensi suatu perokonomian (economic efficiency dan economic productivity).
melakukan analisa dan penyusunan proyeksi tekanan
Pada dasarnya, terdapat dua pendekatan
inflasi, saat ini Bank Indonesia sedang mengem-
untuk menyusun data stok kapital yaitu metode lang-
bangkan penghitungan output potensial dengan
sung dan metode tidak langsung. Metode langsung
pendekatan fungsi produksi, dimana salah satu
terdiri dari Direct Observation of Capital (DOC), Fixed
variabel utamanya adalah data stok kapital.
Asset Accounting Simulation Model (FAASM), dan
1
2
48
N.Gregory Mankiw, Macroeconomics, 3rd edition, Worth Publishers, 1997, hal. 503
Sesuai dengan konsep Statistics of National Account (SNA) tahun 1968, barang modal tersebut belum termasuk intangible assets.
Kondisi Ekonomi Makro
Anchored FAASM. Penghitungan secara langsung
kapital (PMTB) masih terbatas pada pemanfaatannya
dilakukan dengan cara mengumpulkan data stok
sebagai proxy variable perkembangan kegiatan
kapital secara langsung dari laporan keuangan
investasi. Beberapa penelitian mengenai stok kapital
perusahaan dan administrasi pemerintahan. Metode
yang pernah dilakukan di Indonesia antara lain oleh
DOC merupakan metode langsung yang paling sering
Keuning (1988 dan 1991), Badan Pusat Statistik
digunakan karena memiliki tingkat akurasi data
(1995), dan Timmer (1999).
investasi dan pengukuran umur aset (asset life) serta
Mengingat pentingnya informasi mengenai
usia pakai (discard pattern) yang lebih baik. Namun
stok kapital tersebut, pada 2000 Bank Indonesia telah
dalam implementasinya, metode secara langsung
melakukan kajian awal mengenai kemungkinan
memerlukan biaya yang sangat besar dan sumber
pengumpulan data stok kapital sektor industri
daya manusia yang memadai, baik dari segi kualitas
pengolahan. Dari sejumlah alternatif penghitungan
maupun kuantitasnya.
stok kapital yang ada, hasil kajian tersebut menyim-
Sementara itu, metode penghitungan stok
pulkan bahwa metode PIM merupakan metode yang
kapital secara tidak langsung lebih memfokuskan
lebih tepat digunakan untuk menghitung stok kapital
pada pemanfaatan data sekunder. Metode tidak
di seluruh sektor perekonomian. Hal utama yang
langsung yang banyak digunakan adalah Perpetual
mendasari pemilihan metode PIM tersebut antara lain
Inventory Method (PIM), yaitu penghitungan stok
faktor efisiensi biaya dan ketersediaan sumber daya
kapital yang dilakukan dengan cara memanfaatkan
manusia. Sebagai kelanjutan dari penelitian se-
data sekunder yang tersedia, yaitu data PMTB. Dua
belumnya, pada 2001 Bank Indonesia bekerjasama
syarat yang harus dipenuhi agar metode PIM meng-
dengan Badan Pusat Statistik (BPS) melakukan
hasilkan angka yang reliable adalah tersedianya data
penghitungan stok kapital berdasarkan konsep
PMTB yang akurat, rinci dengan cakupan data yang
‘wealth’ dengan menggunakan metode PIM.
luas, dan asumsi yang digunakan seperti umur aset,
Hasil penghitungan stok kapital berdasarkan
pola distribusi, dan metode depresiasinya. Secara
konsep wealth dengan menggunakan harga konstan
garis besar, penghitungan stok kapital dengan me-
1993 disajikan dalam 2 (dua) konsep, yaitu stok kapital
tode PIM dilakukan dengan cara mengakumulasikan
bruto (Gross Capital Stock/GCS) dan stok kapital neto
investasi barang modal (PMTB) dalam periode
(Net Capital Stock/NCS). Angka GCS diperoleh
tertentu dengan mempertimbangkan barang modal
setelah memperhitungkan sejumlah barang modal
yang telah usai pakai (retired) dan yang mengalami
yang retired dalam suatu periode namun belum ter-
penyusutan selama periode tersebut.
masuk nilai penyusutannya. Sedangkan angka NCS
Beberapa negara seperti Belanda, Inggris, Jerman, Australia, dan Kanada telah memiliki data
adalah jumlah barang modal setelah dikurangi penyusutan.
stok kapital sejak lama, meskipun dengan metode
Secara matematis, hubungan antara NCS,
penghitungan yang berbeda-beda. Sementara di
GCS, dan besarnya GFCF dapat diformulasikan seba-
Indonesia, ketersediaan informasi mengenai stok
gai berikut:
49
Kondisi Ekonomi Makro
NCS i = NCSi −1 + GFCFi − AdjDi
hampir sama antara GCS maupun NCS yakni
GCSi = GFCFi − ret i + GCS i−1
sebesar 3,4%. Krisis ekonomi yang berkepanjangan
Σ i =1 GFCF = GCSn + n
sejak pertengahan 1997 tercermin pada turunnya
Σ i =1 ret n
stok kapital, yang ditandai dengan melambatnya pertumbuhan NCS pada 1998 menjadi sebesar 0,8%
NCS GFCF AdjD ret i n
= = = = = =
Net Capital Stock Gross Fixed Capital Formation Adjusted Depreciation Retirement periode/tahun ke – i akhir periode stok kapital
dan bahkan sempat mengalami kontraksi pada 1999 sebesar 1,2%. Berdasarkan pangsa dari masing-masing jenis barang modal, stok kapital Indonesia selama kurun waktu 20 tahun terakhir didominasi oleh 3 kelom-
Hasil simulasi penghitungan stok kapital yang
pok besar yaitu kelompok bangunan, kelompok
telah dilakukan menunjukkan bahwa stok kapital baik
mesin, dan kelompok transportasi. Pangsa kelompok
GCS maupun NCS senantisa mengalami pertum-
bangunan sebesar 60,0% (1980) dan terus mening-
buhan positif. Indeks GCS tumbuh dari 103,3 pada
kat menjadi 75,7% (2000), sementara pangsa kelom-
1980 menjadi 201,9 pada 2000 (Grafik 1). Dalam
pok transportasi mengalami penurunan dari 23,2%
periode yang sama, indeks NCS tumbuh dari 105,1
(1980) menjadi hanya 4,0% (2000). Di sisi lain,
menjadi 200,5 (Grafik 2). Sementara itu, pertumbuhan
pangsa kelompok mesin relatif tetap yakni rata-rata
rata-rata per tahun (yearly average) stok kapital
sebesar 15,9%.
Indeks
Indeks
250
250
200
200
150
150
100
100
50
50
0
0 1980
1982
1984
1986
1988
1990
1992
1994
1996
1998
Grafik 1 Perkembangan Indeks GCS Indonesia
50
2000
1980
1982
1984
1986
1988
1990
1992
1994
1996
1998
Grafik 2 Perkembangan Indeks NCS Indonesia
2000
Nilai Tukar
bab 3 NILAI TUKAR
51
Nilai Tukar
bab 3
NILAI TUKAR
D
alam tahun 2001, nilai tukar rupiah mengalami
pasar. Kendati demikian, berbagai upaya tersebut
tekanan depresiasi yang sangat besar, mes-
perlu dibarengi dengan terciptanya kondisi sosial
kipun sempat terapresiasi tajam pada pertengahan
politik yang kondusif sebagai bagian yang tidak
tahun. Secara keseluruhan, nilai tukar rupiah terde-
terpisahkan dalam membangun kepercayaan publik
presiasi sekitar 17,7%, yaitu dari rata-rata Rp8.438
terhadap proses pemulihan ekonomi.
dalam tahun 2000 menjadi rata-rata Rp10.255 per
Berbagai faktor risiko (ketidakpastian) yang
dolar dalam tahun 2001. Besarnya tekanan depre-
semula diperkirakan akan mulai membaik pada perte-
siasi tersebut tidak terlepas dari meningkatnya
ngahan tahun laporan, dalam kenyataannya justru me-
country risk sejalan dengan memburuknya ketidak-
ngalami perkembangan yang memburuk. Sampai per-
pastian kondisi sosial politik di dalam negeri yang
tengahan 2001, ketidakpastian situasi sosial politik di
terjadi dalam tahun laporan. Di pihak lain, meskipun
dalam negeri semakin memburuk, yang ditandai
terdapat kemajuan, kondisi fundamental ekonomi
dengan terjadinya gejolak politik, serta beberapa
makro dan mikro masih menghadapi sejumlah
kerusuhan sosial dan ancaman disintegrasi di bebe-
permasalahan (Bagan 3.1). Sebagai akibat dari
rapa daerah. Perkembangan tersebut pada gilirannya
besarnya tekanan depresiasi tersebut, nilai tukar ru-
mengakibatkan kepercayaan pasar semakin merosot
piah secara riil menjadi semakin undervalued dan
dan secara persisten menimbulkan sentimen negatif
menimbulkan tekanan yang cukup besar terhadap
terhadap rupiah. Selanjutnya, pasca pengalihan kepe-
laju inflasi. Dalam menyikapi perkembangan
mimpinan nasional pada pertengahan tahun, situasi
tersebut, Bank Indonesia telah menempuh berbagai
politik di dalam negeri memperlihatkan kecenderungan
upaya yang diperlukan, yakni dengan mengop-
yang membaik, bahkan menebarkan optimisme yang
timalkan seluruh instrumen kebijakan yang tersedia.
tinggi bagi berlanjutnya proses pemulihan ekonomi. Hal
Selain itu, implementasi beberapa program restruk-
ini tercermin dari pulihnya kepercayaan pasar yang
turisasi perekonomian masih terus dilanjutkan
ditandai dengan apresiasi nilai tukar rupiah yang sangat
meskipun belum sepenuhnya memenuhi harapan
tajam. Namun, apresiasi nilai tukar rupiah tersebut tidak
semua pihak. Ke depan, berbagai upaya tersebut
berlangsung lama karena kepercayaan pasar kembali
akan terus dilanjutkan dan lebih dioptimalkan dengan
menurun, terutama dipengaruhi oleh kondisi funda-
harapan dapat memperbaiki kondisi fundamental
mental ekonomi makro dan mikro yang dalam kenyata-
ekonomi, yang pada gilirannya dapat mengurangi
anya masih menghadapi sejumlah permasalahan.
kesenjangan permintaan dan penawaran valuta
Dari sisi makro-fundamental, meskipun ter-
asing, sekaligus dapat memperbaiki kepercayaan
catat adanya beberapa kemajuan, penangangan
52
Nilai Tukar
EKONOMI DUNIA EKSPOR
STRUKTURAL DAYA SAING
INVESTASI ASING LANGSUNG (FDI) INVESTASI PORTOFOLIO CAD. DEVISA & KONDISI PASAR
STERILISASI BANK SENTRAL
RISIKO KEUANGAN KESEHATAN BANK RISIKO POLITIK
PENAWARAN VALUTA ASING
SEGMENTASI PASAR
KEPERCAYAAN PUBLIK
STRUKTUR MIKRO PASAR
NILAI TUKAR
IMPOR RISIKO EKONOMI RETRUKTURISASI
PELUNASAN UTANG LN PENYELAMATAN ASET (FLIGHT TO SAFETY)
PERMINTAAN VALUTA ASING
SPEKULASI INTERMEDIASI PERBANKAN BELUM SEPENUHYA PULIH
KELEBIHAN LIKUIDITAS RUPIAH DI SEKTOR KEUANGAN
Bagan 3.1 Permasalahan Nilai Tukar 2001
beberapa program restrukturisasi ekonomi secara
kurang menguntungkan sehingga kurang kondusif
umum dinilai pelaku pasar masih berjalan lamban.
bagi kinerja sektor eksternal.
Hal ini terutama terlihat pada restrukturisasi utang dan
Kondisi tersebut di atas mengakibatkan
korporasi, privatisasi dan divestasi, serta upaya revi-
masih tetap terbatasnya aliran devisa masuk ke dalam
talisasi sektor perbankan dan korporasi. Lambannya
negeri sehingga di pasar masih terjadi kelangkaan
perbaikan kondisi makro-fundamental tersebut, selain
pasokan valuta asing. Di pihak lain, permintaan valuta
sebagai akibat dari kompleksitas permasalahan
asing masih tetap tinggi, baik untuk kebutuhan impor
ekonomi yang semakin berat, juga karena lemahnya
maupun pelunasan utang luar negeri swasta. Muncul-
dukungan sistim kelembagaan, jaminan kepastian hu-
nya permintaan valuta asing semakin dipermudah
kum, dan keamanan berusaha. Di sampingitu, kondisi
dalam kondisi di mana terjadi kelebihan likuiditas
ekonomi dunia memperlihatkan perkembangan yang
rupiah di sektor keuangan, terutama sebagai akibat
53
Nilai Tukar
dari proses intermediasi perbankan yang belum sepenuhnya pulih.
Premi Risiko (bp)
Kurs Rp/$ 12500
850
12000
800
Dari sisi mikro-fundamental, berbagai kele-
Premi Risiko
11500
750
11000
mahan mendasar yang melekat pada struktur mikro pasar keuangan di dalam negeri masih mewarnai ekonomi Indonesia. Hal ini tercermin dari struktur pasar keuangan yang masih tersegmentasi dan kurang berkembangnya pasar lindung nilai (hedging).
700
10500
650
10000
600
9500 9000
550 500
8000
450 400 3/1
7500 7000
17/4
Terjadinya segmentasi pasar mengakibatkan mekanisme pembentukan harga menjadi kurang berfungsi secara baik (well-functioning market).1 Dalam kondisi
8500
Nilai Tukar Rupiah
1/8 2000
15/11
2/2
11/05
24/08 2001
07/12
Grafik 3.1 Arah Perkembangan Nilai Tukar Rupiah dan Premi Risiko
tersebut, harga yang terbentuk di pasar valuta asing tidak mewakili kekuatan pelaku pasar secara ke-
movement) antara premi risiko2 dan nilai tukar ru-
seluruhan, tetapi merupakan cerminan dari kekuatan
piah dalam beberapa tahun terakhir (Grafik 3.1).
beberapa pelaku yang menguasai sebagian besar pangsa pasar.
Pengaruh ketidakpastian sosial politik terhadap fluktuasi nilai tukar rupiah dapat terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
langsung, pengaruh tersebut terutama tercermin
Perkembangan nilai tukar rupiah sepanjang
dari reaksi yang bersifat segera yang diwujudkan
tahun laporan tidak terlepas dari berbagai ketidak-
dalam bentuk aksi beli (atau jual) valuta asing
pastian (risiko), baik ketidakpastian di bidang sosial
karena terjadinya perubahan sentimen pelaku
politik, maupun ketidakpastian di bidang ekonomi dan
pasar sebagai respon terhadap beberapa
keuangan. Sejak krisis ekonomi berlangsung,
peristiwa sosial politik. Secara tidak langsung,
fluktuasi nilai tukar rupiah secara persisten telah di-
ketidakpastian sosial politik mempengaruhi
warnai oleh ketidakpastian situasi sosial politik, yang
fluktuasi
pada gilirannya menjadi sumber utama terjadinya
kepercayaan publik baik domestik maupun inter-
lingkaran permasalahan ekonomi (vicious circle) sela-
nasional yang mempengaruhi arus lalu lintas
ma ini. Keterkaitan yang sangat erat antara ketidak-
modal, yang pada gilirannya berdampak terhadap
pastian situasi sosial politik dan fluktuasi nilai tukar
permintaan atau penawaran valuta asing.
rupiah tersebut tercermin dari pergerakan searah (co-
nilai
tukar
melalui
perubahan
Sepanjang tahun laporan, sentimen pasar sangat dipengaruhi oleh ketidakpastian situasi sosial
1
2
54
Mekanisme pembentukan harga pasar yang baik terjadi dalam kondisi di mana harga mencerminkan kekuatan pelaku pasar secara keseluruhan, tidak hanya mewakili beberapa pelaku pasar. Premi risiko di proksi dengan menggunakan perbedaan yield antara Yankee Bond Indonesia dengan Benchmark US Treasury Note yang sama-sama berjangka waktu 10 tahun dan akan jatuh tempo tahun 2006.
politik di dalam negeri yang secara umum menunjukkan peningkatan meskipun cenderung membaik sejak pertengahan tahun laporan (Grafik 3.2). Sepanjang paro pertama 2001, kepercayaan
Nilai Tukar
Rp/$ Panic buying menjelang Memorandum II DPR kepada Presiden
12500 12000
Desakan percepatan SI MPR
Penundaan pencairan bantuan IMF
11500
Koreksi outlook rating oleh Moody's dan S&P
11000
S&P menurunkan credit rating dan outlook Indonesia
Percepatan SI MPR
CGI memberikan komitmen pinjaman untuk tahun 2002
Dekrit Presiden tidak mendapat dukungan luas dan SI MPR berjalan lancar
Penjualan aset BPPN kepada investor asing
Presiden menolak menjawab Memo II
10500
Kerusuhan di Sampit dan memburuknya hubungan dengan IMF
10000
Perbaikan outlook oleh S&P menjadi "stable"
Situasi aman pasca Memo II dan aksi profit taking pelaku pasar
Menguatnya sentimen anti-AS disertai ancaman sweeping
9500 Megawati terpilih sebagai Presiden RI
Debt repayment dan kerusuhan di Aceh
9000
Tragedi WTC 11 September 2001
Wakil Presiden terpilih
Dukungan internasional kepada Indonesia menguat
8500 Pengumuman kabinet baru
8000 31/12 12/1 24/1
5/2
17/2
6/3
22/3
12/4
1/5
18/5
2000
6/6
22/6
10/7
26/7
13/8
29/8 14/9
2/10
18/10
5/11
21/11 7/12 25/12
2001
Grafik 3.2 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah dan Faktor Sentimen
pasar terus merosot terutama disebabkan oleh
September 2001. Tragedi tersebut telah mening-
meningkatnya konflik politik, serta beberapa
katkan suhu politik internasional yang pada
kerusuhan sosial dan ancaman disintegrasi di
gilirannya berimbas ke dalam negeri antara lain
beberapa daerah. Sejalan dengan perkembangan
berupa reaksi-reaksi yang menimbulkan rasa tidak
tersebut
nilai tukar rupiah secara persisten
aman bagi investor asing. Selain itu, tragedi tersebut
mengalami tekanan depresiasi yang sangat besar.
juga membuat kalangan investor internasional
Selanjutnya, pasca pengalihan kepemimpinan
menjadi lebih bersikap hati-hati (risk averse) karena
nasional Juli 2001, kepercayaan pasar cenderung
meningkatkan risiko global, sehingga turut memberi
membaik yang dipicu oleh harapan bahwa
tekanan terhadap sebagian besar nilai tukar mata
berakhirnya krisis politik dapat menjadi tumpuan bagi
uang regional, termasuk rupiah.
bangkitnya perekonomian Indonesia dari krisis yang
Selain ketidakpastian situasi sosial politik,
berkepanjangan. Membaiknya kepercayaan pasar
fluktuasi nilai tukar rupiah sepanjang tahun laporan
tersebut ditandai dengan terjadinya apresiasi nilai
dipengaruhi oleh masih rendahnya kepercayaan
rupiah yang cukup tajam. Namun menjelang akhir
publik terhadap kondisi fundamental ekonomi baik
tahun laporan, kepercayaan pasar kembali
dalam skala makro maupun mikro. Rendahnya
memburuk dan nilai tukar rupiah turut tertekan
kepercayaan publik tersebut terutama sebagai akibat
menyusul tragedi World Trade Center (WTC) 11
dari penanganan beberapa program restrukturisasi
55
Nilai Tukar
ekonomi yang masih menghadapi sejumlah kendala.
divestasi aset-aset yang berada di bawah penge-
Hal ini selain karena kompleksitas permasalahan
lolaan BPPN, yang sedianya diharapkan dapat
ekonomi yang semakin berat, juga karena lemahnya
menjadi salah satu penopang penting bagi pene-
dukungan sistem kelembagaan, jaminan kepastian
rimaan keuangan pemerintah.
hukum, serta keamanan berusaha.
Di sampingfaktor-faktor sebagaimana
Kepercayaan publik sangat dipengaruhi oleh
dikemukakan di atas, kondisi fundamental ekonomi
persepsi terhadap beban keuangan pemerintah yang
yang masih lemah pada dasarnya merupakan faktor
semakin berat, restrukturisasi utang swasta dan
utama yang mempengaruhi nilai tukar melalui terjadi-
korporasi serta proses privatisasi dan divestasi yang
nya ketidakseimbangan antara permintaan dan
dinilai lamban, proses intermediasi perbankan yang
penawaran di pasar valuta asing. Permintaan valuta
belum sepenuhnya berjalan normal, serta pelak-
asing sepanjang tahun laporan ditengarai masih
sanaan otonomi daerah yang memperlihatkan se-
tetap tinggi terutama untuk kebutuhan riil (genuine
jumlah permasalahan. Di pihak lain, tingginya kepe-
demand) perekonomian seperti pembiayaan impor
kaan beberapa permasalahan ekonomi tersebut
dan pelunasan utang luar negeri. Selain itu, kegiatan
terhadap gejolak nilai tukar dan suku bunga menga-
spekulasi dan penyelamatan aset (flight to safety)
kibatkan lingkaran permasalahan ekonomi masih
yang sangat dipengaruhi oleh ketidakpastian sosial
terus berlangsung, yang pada gilirannya semakin
politik masih tetap menjadi salah satu sumber
menurunkan kepercayaan publik.
permintaan valuta asing di pasar. Di pihak lain,
Beban pengeluaran pemerintah terutama
pasokan valuta asing ditengarai masih tetap terbatas
pembiayaan subsidi dan bunga obligasi yang sangat
sehubungan dengan masih terhambatnya aliran
besar di dalam negeri dipandang masih sangat berat
masuk devisa swasta akibat situasi di dalam negeri
dan sangat rentan terhadap fluktuasi suku bunga dan
yang belum kondusif dan kondisi eksternal yang tidak
nilai tukar. Sementara itu, beban pengeluaran untuk
menguntungkan.
pembayaran utang luar negeri pemerintah sangat
Dari sisi mikro, menurunnya kepercayaan
tergantung pada keberhasilan negosiasi dengan
pasar terhadap rupiah seringkali terefleksikan dalam
lembaga donor. Keberhasilan dalam negosiasi utang
fluktuasi nilai tukar yang sangat tajam. Hal ini
luar negeri dengan lembaga donor tersebut sangat
disebabkan oleh kondisi pasar valuta asing di dalam
berpengaruh besar terhadap ekspektasi pasar dan
negeri yang tidak likuid dan kurang dalam, terutama
seringkali digunakan sebagai referensi sejumlah
sebagai akibat dari berbagai kelemahan mendasar yang
lembaga pemeringkat utang internasional dalam
melekat pada struktur mikro pasar keuangan di dalam
menentukan peringkat utang negara (sovereign
negeri (Boks : Memahami Dinamika Nilai Tukar Melalui
credit rating). Menurunnya kepercayaan publik ter-
Pendekatan Struktur Mikro Pasar). Struktur mikro pasar,
hadap kesinambungan fiskal juga sangat dipenga-
baik pasar valuta asing maupun pasar uang di dalam
ruhi oleh lambannya realisasi privatisasi sejumlah
negeri masih ditandai oleh adanya segmentasi yang
badan usaha milik negara (BUMN) dan proses
terjadi akibat adanya perbedaan risiko keuangan.
56
Nilai Tukar
Dalam kondisi pasar yang tersegmentasi,
Lemahnya struktur mikro pasar valuta asing
beberapa bank yang menguasai pangsa pasar
di dalam negeri juga ditandai dengan kurang berkem-
mengalami kelebihan likuiditas valuta asing karena
bangnya pasar lindung nilai sebagai instrumen yang
terbatasnya outlet penanaman di dalam negeri yang
sangat bermanfaat dalam menghindari risiko fluktuasi
dipandang cukup aman, baik dalam bentuk penya-
nilai tukar. Instrumen lindung nilai seperti transaksi
luran kredit ke dunia usaha maupun pada PUAB
swap dan forward hanya tersedia dalam tenor waktu
valuta asing di dalam negeri. Hal ini terutama di-
yang relatif sangat pendek. Sementara itu, pasokan
sebabkan oleh belum membaiknya prospek berusaha
fasilitas lindung nilai untuk transaksi dengan tenor
di dalam negeri dan terbatasnya credit line yang di-
jangka menengah-panjang, yang sesungguhnya
miliki bank-bank lokal. Keterbatasan credit line
sangat diperlukan dalam mendukung kepastian
tersebut disebabkan oleh masih rendahnya keper-
transaksi di sektor riil belum tersedia dalam jumlah
cayaan terhadap bank-bank lokal yang sebagian
yang memadai. Sebagai akibatnya, kebutuhan valuta
besar masih dipandang memiliki struktur neraca yang
asing di masa depan pada umumnya direalisasikan
belum kuat dan sangat rentan terhadap risiko
melalui pembelian lebih dini di pasar spot.
sistemik, meskipun telah didukung oleh program penjaminan pemerintah.
Meningkatnya permintaan valuta asing melalui pasar spot semakin menimbulkan tekanan de-
Sebagai akibat dari masih tingginya risiko
presiasi yang berlebihan terhadap rupiah, terutama
penempatan dana di dalam negeri tersebut, sepan-
pada saat aksi pembelian valuta asing yang dilakukan
jang tahun laporan terdapat kecenderungan pening-
oleh perusahaan-perusahaan besar (big players)
katan penempatan portofolio valuta asing bank di
sering menimbulkan dampak berantai (bandwagon
pasar uang luar negeri (offshore money market)
effect) di pasar. Masuknya perusahaan-perusahaan
dalam bentuk instrumen keuangan jangka pendek,
besar tersebut secara rutin ke pasar sering memicu
khususnya dilakukan oleh sejumlah bank besar yang
pembelian valuta asing lebih dini oleh sejumlah bank
memiliki akses ke pasar offshore. Sumber pembia-
dan sering diikuti oleh pelaku pasar lainnya (herd
yaan portofolio valuta asing bank-bank tersebut
behavior) termasuk pelaku pasar yang sesungguhnya
antara lain berasal dari dana rupiah yang dihimpun
membutuhkan valuta asing di masa depan. Tekanan
di dalam negeri, sehingga dapat menimbulkan
depresiasi semakin mudah timbul terutama dalam
tekanan terhadap nilai tukar pada saat terjadinya
kondisi terjadinya kelebihan likuiditas rupiah di pasar
konversi dari rupiah ke valuta asing. Selain itu, kon-
keuangan sebagai akibat dari proses intermediasi
versi dari rupiah ke valuta asing juga terjadi melalui
perbankan yang belum sepenuhnya pulih. Dalam
transaksi swap dengan memanfaatkan perbedaan
kondisi seperti itu, likuiditas rupiah lebih banyak
antara tingkat implied swap premium3 dan tingkat
berputar di sektor keuangan dan ditengarai lebih
suku bunga rupiah.
dioptimalkan hanya untuk meraih keuntungan jangka pendek di pasar valuta asing dan pasar uang daripada
3
Implied swap premium adalah tingkat premi swap ditambah suku bunga simpanan valuta asing.
disalurkan ke sektor produktif.
57
Nilai Tukar
PERKEMBANGAN NILAI TUKAR RUPIAH Rp/$
Sepanjang 2001, nilai tukar rupiah melemah
11.500
11,285
11,314
11,116
725 poin atau 7,0% terhadap dolar dari Rp9.675 pada
10,877
11.000
10,560
10.500
akhir Desember 2000 menjadi Rp10.400 per dolar pada akhir Desember 2001. Tingkat depresiasi ru-
10,260
10,213
10,086
10.000 9.500
9,449
9,485
9,611 9,304 8,967
9.000
piah terlihat cukup tajam bila dihitung secara ratarata harian, yaitu melemah sebesar 1.817 poin atau
8.500 8.000 7.500
17,7% dari Rp8.438 dalam tahun 2000 menjadi
7.000 Des. Jan. Feb. Mar. Apr. 2000
Rp10.255 per dolar dalam tahun 2001 (Grafik 3.3).
Mei Jun. Jul. Ags. Sep. Okt. Nov. Des. 2001
Grafik 3.3 Rata-Rata Harian Nilai Tukar Rupiah
Tekanan depresiasi tersebut disertai dengan besarnya fluktuasi nilai tukar rupiah, yang tercermin dari tingginya tingkat volatilitas.4 Secara rata-rata harian, Persen
tingkat volatilitas nilai tukar rupiah mengalami
16,0
peningkatan dari 2,2% dalam tahun 2000 menjadi
14,0
Volatilitas Nilai Tukar Rp
12,0
2,8% dalam tahun 2001, dan sempat mencapai tingkat tertinggi 14,4% pada pertengahan Agustus 2001 (Grafik 3.4).
10,0 8,0 6,0
Rata-rata Volatilitas
4,0
Perkembangan nilai tukar rupiah dapat diamati dalam empat fase. Fase pertama, rupiah
2,0 0,0
Des.
2000
Jan.
Feb.
Mar. Apr.
Mei
Jun.
Jul.
Ags. Sep. Okt. Nov.
Des.
2001
menunjukkan kecenderungan melemah dalam empat bulan pertama 2001 hingga mencapai nilai
Grafik 3.4 Volatilitas Nilai Tukar Rupiah
terendah Rp12.090 sebelum akhirnya ditutup pada level Rp11.600 pada akhir April 2001. Selanjutnya, pada fase kedua, nilai tukar rupiah bergerak relatif
Pada fase pertama, tekanan depresiasi
stabil (sideways) dalam kisaran Rp11.200 hingga
terhadap nilai tukar rupiah terutama dipengaruhi oleh
menjelang Sidang Istimewa MPR. Sementara itu,
sentimen pasar, yang dipicu oleh kekhawatiran
pada fase ketiga, sejak digelarnya Sidang Istimewa
terhadap ketidakpastian kondisi politik dan keamanan
MPR pada 21 Juli 2001, nilai tukar rupiah menguat
yang mengiringi proses impeachment —melalui
tajam hingga mencapai nilai tertinggi Rp8.485 per
memorandum I dan II— terhadap kepemimpinan
dolar pada 14 Agustus 2001. Namun, pada fase
nasional saat itu. Situasi ketidakpastian tersebut
keempat, nilai tukar rupiah kembali bergerak mele-
menimbulkan ekspektasi terhadap melemahnya nilai
mah hingga menembus batas pertahanan psikologis
tukar rupiah ke depan yang pada gilirannya mendo-
pasar Rp10.000.
rong terjadinya aksi beli (panic buying) sehingga rupiah melemah cukup tajam. Menghadapi gejolak
4
58
Deviasi nilai tukar harian dari 22 days moving average (1 bulan kalender).
nilai tukar rupiah tersebut, Bank Indonesia berupaya
Nilai Tukar
melakukan penyerapan kelebihan likuiditas di pasar
mimpinan nasional baru. Kondisi ini diharapkan
keuangan melalui Operasi Pasar Terbuka (OPT) yang
menjadi landasan baru bagi Indonesia untuk keluar
dibantu melalui langkah strerilisasi di pasar valuta
dari krisis ekonomi yang berkepanjangan, sehingga
asing. Kebijakan ini terus dilakukan sepanjang tahun
mampu mendorong apresiasi nilai tukar rupiah yang
laporan secara konsisten dan terukur. Selain itu, pada
sangat tajam. Dalam kurun waktu tersebut,
12 Januari 2001 Bank Indonesia menerbitkan PBI No.
dukungan dari dalam negeri maupun dari luar negeri
3/3/2001 yang dimaksudkan untuk membatasi
terhadap pemerintahan baru terus mengalir sehing-
transaksi rupiah oleh bukan penduduk yang
ga nilai tukar rupiah menguat lebih lanjut mencapai
berpotensi digunakan untuk berspekulasi (Boks :
nilai tertinggi Rp8.485 per dolar pada 14 Agustus
Pembatasan Terhadap Transaksi Rupiah dan
2001.
Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank).
Pada fase keempat, rupiah kembali bergerak
Pada fase ke dua, situasi politik di dalam
melemah hingga menembus batas pertahanan
negeri semakin diwarnai oleh merosotnya keper-
psikologis pasar Rp10.000 (clear break) dan berlanjut
cayaan terhadap kepemimpinan nasional. Hal ini pada
hingga menjelang akhir 2001. Tekanan depresiasi
gilirannya semakin memperkuat dukungan terhadap
tersebut terutama diawali oleh meningkatnya kembali
perlunya digelar Sidang Istimewa MPR yang
aksi beli valuta asing oleh korporasi dengan
diharapkan dapat melahirkan kepemimpinan nasional
memanfaatkan level nilai tukar rupiah yang rendah
baru. Menyikapi situasi politik di Indonesia yang
akibat apresiasi yang sangat tajam pasca pengalihan
semakin rawan,
pada 21 Mei 2001 lembaga
kepemimpinan nasional. Dalam saat yang sama,
pemeringkat internasional, Standard & Poor’s (S&P),
kepercayaan pasar mulai merosot kembali sebagai
menurunkan peringkat utang (sovereign credit rating)
akibat meningkatnya ketidakpastian mengenai
Indonesia dari B- menjadi CCC+. Selanjutnya, rapat
penanganan beberapa program restrukturisasi
paripurna DPR pada 30 Mei 2001 akhirnya meminta
ekonomi.
secara resmi kepada MPR untuk menggelar Sidang
membaik, pelaku pasar belum melihat terdapatnya
Istimewa. Kendati demikian, dengan nilai tukar yang
sinyal perbaikan pada sisi fundamental ekonomi.
Meskipun situasi politik cenderung
sangat undervalued, dalam situasi seperti ini pelaku
Kepercayaan pasar terutama dipengaruhi
pasar tidak banyak mengambil posisi karena bersikap
oleh persepsi terhadap besarnya utang pemerintah
menunggu (wait and see) perkembangan politik
baik utang dalam negeri maupun luar negeri yang
menjelang Sidang Istimewa MPR sehingga
dipandang akan menjadi ancaman yang sangat
pergerakan nilai tukar rupiah relatif stabil (sideways)
berat dalam memelihara kesinambungan fiskal.
dalam kisaran Rp11.200 hingga menjelang Sidang
Beratnya kondisi keuangan pemerintah tersebut
Istimewa MPR.
dikonfirmasi oleh S&P pada 2 November 2001
Pada fase ketiga, optimisme terhadap
dengan menurunkan kembali peringkat utang
membaiknya situasi politik meningkat seiring dengan
Indonesia dari CCC+ menjadi CCC dengan negative
berhasilnya Sidang Istimewa MPR memilih kepe-
outlook, yang berarti bahwa peringkat utang Indone-
59
Nilai Tukar
sia tersebut masih berpeluang untuk diturunkan lagi
nesia sebagaimana dikonfirmasi oleh Political &
di masa yang akan datang. Rencana pemerintah yang
Economic Risk Consultancy (PERC) yang berbasis
akan meminta penjadwalan utang luar negeri melalui
di Hong Kong. Berdasarkan hasil kajian PERC, coun-
forum Paris Club III menjadi alasan utama bagi S&P
try risk Indonesia meningkat dari 7,3 menjadi 7,6.
dalam menurunkan peringkat utang Indonesia
Namun, menjelang penutupan akhir tahun, nilai tukar
tersebut. Bahkan S&P mengancam akan kembali
rupiah sedikit menguat kembali sehubungan dengan
menurunkan peringkat utang Indonesia ketingkat
terdapatnya pasokan valuta asing dari BPPN, serta
terendah, yaitu Selected Default (SD), jika bunga
meningkatnya kebutuhan rupiah dalam rangka
Yankee Bonds Indonesia sampai harus dijadwalkan
menghadapi beberapa hari besar yang hampir
sebagai konsekuensi atas penerapan azas
berlangsung secara bersamaan pada Desember
comparibility of treatment dalam Paris Club. Keper-
2001.
cayaan pasar semakin memburuk karena keter-
Meningkatnya country risk Indonesia juga
lambatan pencairan pinjaman dari IMF sebesar $400
ditandai dengan melonjaknya rata-rata tingkat premi
juta yang baru dicairkan pada Agustus 2001 setelah
swap untuk semua tenor dan naiknya tingkat premi
tertunda sejak Desember 2000.
risiko secara tajam (Grafik 3.5 dan 3.6). Rata-rata
Sementara itu, krisis politik internasional
tingkat premi swap untuk tenor overnight, 1 bulan, 3
sebagai dampak peristiwa serangan teroris di Amerika
bulan, 6 bulan, dan 12 bulan melonjak masing-masing
Serikat pada 11 September 2001 selanjutnya
dari 3,86%, 4,97%, 5,02%, 4,89%, dan 4,95% pada
berimbas ke dalam negeri berupa reaksi keras yang
2000 menjadi 11,98%, 13,88%, 14,36%, 14,20%, dan
menimbulkan situasi yang tidak aman bagi investor
13,85% pada 2001. Dalam periode yang sama, rata-
asing di dalam negeri. Berbagai peristiwa tersebut
rata tingkat premi risiko naik dari 603 bp menjadi 712
dipandang semakin memperburuk country risk Indo-
bp (Grafik 3.1).
Persen
Persen
18,0
18,00 17,00
16,0
16,00
14,0
15,00 14,00
12,0
13,00
10,0
12,00
8,0
11,00 10,00
6,0
O/N
1 Bulan 6 Bulan
3 Bulan
12 Bulan
Des. Jan. Feb . Mar. Apr. 2000
Mei
Jun. Jul. 2001
Ags. Sep. Okt. Nov. Des.
Grafik 3.5 Perkembangan Premi Swap
60
9,00
Maret
Juni
September
Desember
8,00
4,0
O/N
1 Bulan
3 Bulan
Grafik 3.6 Kurva Yield Swap
6 Bulan
12 Bulan
Nilai Tukar
Persen
Indeks
1,0
125
0,5
120
0,0
115
-0,5
110
-1,0
105
-1,5
100
1 Januari 2001 = 100
IDR
-2,0
95
-2,5
90
JPY
KRW THB
PHP EUR
85
-3,0 Des. Jan. Feb. Mar. Apr. 2000
Mei Jun. Jul. Ags. Sep. Okt. Nov. Des. 2001
Grafik 3.7 Covered Interest Rate Parity
1/1 15/1 29/1 12/2 26/2 12/3 26/3 9/4 23/4 3/5 13/5 23/5 4/6 18/6 2/7 16/7 30/7 13/8 27/8 10/9 24/9 8/10 22/10 5/11 19/11 3/12 17/12 31/12
2001
Grafik 3.8 Perkembangan Indeks Nilai Tukar Beberapa Mata Uang
Sejalan dengan melonjaknya premi swap,
dampak penularan (contagion effect) sehingga nilai
covered interest rate parity5 (berjangka waktu 1 bulan)
tukar rupiah turut tertekan. Melambatnya kinerja
juga memburuk. Hampir sepanjang periode laporan,
ekonomi Amerika Serikat pada khususnya dan dunia
covered interest rate parity terus-menerus mencatat
pada umumnya telah memukul kinerja sektor eks-
angka negatif. Secara point to point, angka covered
ternal sejumlah negara Asia karena menurunnya per-
interest rate parity memburuk dari 0,55% pada akhir
mintaan terhadap produk ekspor, yang pada gili-
2000 menjadi –0,83% pada akhir 2001 (Grafik 3.7).
rannya turut memberi tekanan terhadap mata uang
Walaupun perbedaan suku bunga (interest rate
domestik di negara-negara tersebut seperti tercermin
differential) membaik akibat naiknya suku bunga
dari perkembangan indeks nilai tukar nominal
nominal dalam negeri dan turunnya suku bunga luar
beberapa negara Asia (Grafik 3.8).
negeri, namun besarnya peningkatan premi swap telah menyebabkan covered interest rate selalu
PENAWARAN DAN PERMINTAAN VALUTA ASING
negatif. Hal ini merefleksikan masih tingginya faktor
Berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan
risiko, yang tidak dapat ditutup oleh perbedaan suku
nilai tukar rupiah sepanjang 2001 sebagaimana
bunga nominal, sehingga menurunkan minat inves-
dikemukakan di atas, juga dapat dilihat dari kondisi
tor untuk memegang aset berdenominasi rupiah.
keseimbangan permintaan dan penawaran di pasar
Kecenderungan melemahnya mata uang re-
valuta asing. Kecenderungan depresiasi nilai tukar
gional dan mata uang kuat dunia lainnya terhadap
rupiah yang disertai dengan tingkat volatilitas yang
dolar sepanjang tahun laporan juga menimbulkan
tinggi merupakan cermin dari besarnya tingkat permintaan valuta asing yang tidak diimbangi dengan
5
Covered interest rate parity = suku bunga dalam negeri (JIBOR 1 bulan) – suku bunga luar negeri (SIBOR 1 bulan) – premi swap (1 bulan).
pasokan yang memadai di pasar valuta asing. Terjadinya kesenjangan tersebut pada gilirannya
61
Nilai Tukar
menyebabkan nilai tukar rupiah sangat peka terhadap
WTC di Amerika Serikat. Secara keseluruhan, nilai
terjadinya perubahan sentimen pasar.
ekspor pada 2001 tercatat sebesar $58,7 miliar, lebih
Dari sisi penawaran, potensi pasokan di
rendah dari nilai ekspor 2000 yang mencapai $65,4
pasar valuta asing dalam negeri dapat bersumber dari
miliar. Sementara itu, defisit neraca jasa didominasi
devisa hasil ekspor, aliran masuk modal asing baik
oleh pembayaran bunga utang luar negeri. Surplus
berupa investasi asing langsung (FDI) maupun inves-
transaksi berjalan tersebut secara riil (cash basis)
tasi portofolio, penarikan pinjaman luar negeri, serta
bahkan dapat menjadi lebih kecil apabila ternyata
sterilisasi valuta asing oleh bank sentral. Sepanjang
tidak seluruh devisa hasil ekspor (DHE) mengalir
2001, sebagian besar sumber penghasil devisa
masuk ke dalam negeri.
tersebut masih menunjukkan berbagai keterbatasan
Penurunan kinerja ekspor 2001 lebih
dan hambatan dalam peranannya untuk meningkatkan
dipengaruhi oleh lesunya perekonomian dunia, diban-
pasokan valuta asing ke pasar. Keterbatasan pasokan
dingkan dengan stimulus yang bersumber dari ter-
tersebut terutama disebabkan oleh belum kondusifnya
depresiasinya nilai tukar rupiah baik secara nominal
situasi di dalam negeri, kecenderungan memburuknya
maupun riil. Kecenderungan terdepresiasinya nilai
kinerja ekonomi dunia, serta beberapa permasalahan
tukar rupiah secara riil terutama sebagai akibat dari
struktural yang menghambat aliran masuk devisa ke
besarnya tingkat depresiasi nominal nilai tukar rupiah
dalam negeri. Di pihak lain, peranan bank sentral seba-
yang melebihi pengaruh besarnya kenaikan inflasi di
gai pemasok valuta asing di pasar sangat tergantung
dalam negeri. Depresiasi nilai tukar rupiah secara riil
pada kecukupan cadangan devisa.
terlihat dari menurunnya rata-rata indeks real effec-
Secara fundamental, tekanan depresiasi
tive exchange rate (REER) dari 69,6 dalam tahun
terhadap rupiah merupakan refleksi dari mem-
2000 menjadi 67,8 dalam tahun 2001 (Grafik 3.9).
buruknya kinerja sektor eksternal sebagaimana
Sementara itu, rata-rata indeks bilateral real exchange
tercermin dari merosotnya surplus transaksi berjalan
rate (BRER) juga menunjukkan penurunan dari 54,8
dan membengkaknya defisit lalu lintas modal (Lihat
dalam tahun 2000 menjadi 49,3 pada 2001, dan masih
uraian lebih lengkap dalam Bab 6 Neraca
jauh di bawah indeks BRER sejumlah negara Asia
Pembayaran). Surplus transaksi berjalan dalam tahun
seperti Cina, Korea Selatan, Singapura, Malaysia, dan
laporan hanya mencapai $5,0 miliar atau 3,4% dari
Thailand meskipun mata uang negara-negara
PDB, jauh di bawah surplus tahun sebelumnya
tersebut secara riil juga mengalami depresiasi
sebesar $8,0 miliar atau 5,3% dari PDB. Merosotnya
sepanjang 2001 (Grafik 3.10).
surplus transaksi berjalan tersebut terutama
Dalam periode yang sama, defisit lalu lintas
disebabkan oleh turunnya kinerja ekspor dan masih
modal diperkirakan mencapai $8,9 miliar, meningkat
tingginya defisit neraca jasa. Sepanjang 2001, kinerja
dari $6,8 miliar dalam periode sebelumnya. Hal ini
ekspor Indonesia menunjukkan kecenderungan yang
disebabkan oleh defisit lalu lintas modal pemerintah
terus menurun sejalan dengan lesunya kondisi
setelah dalam periode sebelumnya mencatat surplus,
perekonomian dunia yang diperparah oleh tragedi
. sementara defisit lalu lintas modal swasta masih
62
Nilai Tukar
Indeks
Indeks
90
95
85
85 RRC
80
75
Singapura
75
65 70
Thailand Korea Selatan
55 65
Malaysia
45
60
Indonesia 35
55 1
3
5
7
1999
9
11
1
3
5
7
9
11
1
3
2000
5
7
9
11
2001
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 2001 2000
Grafik 3.9 Real Effective Exchange Rate
Grafik 3.10 Bilateral Real Exchange Rate
tinggi. Masih tingginya defisit lalu lintas modal swasta
gilirannya mengakibatkan likuiditas di PUAB valuta
selain disebabkan oleh masih terhambatnya aliran
asing dalam negeri semakin menurun sehingga turut
masuk devisa, juga disebabkan oleh masih terus
membatasi ketersediaan likuiditas valuta asing di
berlangsungnya aliran modal keluar. Terhambatnya
pasar valuta asing dalam negeri.
aliran masuk devisa baik berupa penanaman modal
Secara keseluruhan, neraca pembayaran
asing langsung (FDI) maupun surat-surat berharga
Indonesia dalam tahun 2001 diperkirakan mengalami
di pasar uang dan modal (portfolio), terutama karena
defisit $1,4 miliar setelah selama tiga tahun terakhir
belum kondusifnya situasi di dalam negeri. Hal ini
mencatat surplus. Dari sisi fundamental, gambaran
berkaitan dengan masih lemahnya jaminan ke-
sektor eksternal yang kurang menggembirakan ter-
amanan berusaha dan kepastian hukum serta ber-
sebut mencerminkan terbatasnya sumber devisa
bagai ketidakpastian situasi sosial politik. Sementara
yang menjadi salah satu penyebab kelangkaan paso-
itu, aliran modal keluar terutama berkaitan dengan
kan valuta asing di pasar keuangan dalam negeri.
masih besarnya pembayaran utang luar negeri
Dari sisi permintaan, situasinya sangat
swasta, serta masih tingginya penempatan portofolio
kontras dengan sisi penawaran di pasar valuta asing
valuta asing di pasar uang offshore.
dalam negeri. Di tengah-tengah kelangkaan pasokan
Peningkatan penempatan portofolio valuta
valuta asing di pasar, permintaan valuta asing masih
asing di pasar uang offshore terutama sebagai akibat
cukup besar dan cenderung meningkat baik yang di-
dari masih tingginya risiko penempatan valuta asing
dasari oleh permintaan murni (genuine demand),
di dalam negeri, baik dalam bentuk penyaluran kredit
maupun motif spekulasi (speculative demand) dan
valuta asing maupun di PUAB valuta asing di dalam
tindakan penyelamatan aset (flight to quality). Hal
negeri. Selanjutnya, masih tingginya risiko penem-
ini pada umumnya dipicu oleh memburuknya
patan dana di PUAB valuta asing dalam negeri pada
sentimen pasar akibat dari meningkatnya berbagai
63
Nilai Tukar
faktor ketidakpastian dan risiko. Kendati demikian,
tukar ke depan. Ekspektasi terhadap kemungkinan
dalam prakteknya masih sulit untuk membedakan
melemahnya nilai tukar rupiah yang dipicu oleh
realisasi pembelian valuta asing yang dilatar-
sentimen negatif sering mendorong sektor kor-
belakangi ketiga motif tersebut mengingat seringkali
porasi merealisasikan pembelian valuta asing lebih
terjadi secara simultan. Namun dari ketiga motif
dini di pasar spot, daripada melakukan transaksi
permintaan tersebut, jenis transaksi yang ditengarai
lindung nilai sebagai sarana untuk melindungi risiko
paling besar dan relatif terukur menurut penggu-
fluktuasi nilai tukar. Kondisi tersebut disebabkan
naannya adalah permintaan valuta asing untuk
oleh kurang berkembangnya pasar lindung nilai/
pembiayaan impor dan pembayaran cicilan pokok
hedging (derivative market) terutama untuk yang
dan bunga utang luar negeri.
berjangka waktu menengah-panjang. Selain itu,
Permintaan valuta asing untuk kebutuhan
realisasi permintaan valuta asing oleh korporasi —
impor migas dan nonmigas ditengarai masih tetap
terutama yang tergolong besar (big players)—
tinggi meskipun mengalami penurunan dibanding
seringkali menjadi pemicu transaksi bagi pelaku pa-
tahun sebelumnya. Selain untuk membiayai impor,
sar lainnya (herd behaviour) terutama yang bermotif
permintaan valuta asing juga ditengarai banyak
spekulasi.
digunakan dalam rangka pelunasan cicilan pokok dan
Sementara itu, permintaan valuta asing yang
bunga utang luar negeri khususnya sektor swasta.
murni dilatarbelakangi oleh motif spekulasi masih sulit
Pembayaran utang luar negeri tersebut berpotensi
untuk dapat diukur besarannya. Namun, secara u-
menjadi sumber permintaan valuta asing di pasar.
mum permintaan yang bermotif spekulasi ini sering-
Besarnya pembayaran utang luar negeri tersebut juga
kali muncul bertepatan dengan memburuknya sen-
tercermin dari menurunnya posisi utang luar negeri
timen pasar sebagai reaksi terhadap meningkatnya
dalam tahun laporan (lihat uraian di Bab 6 Neraca
ketidakpastian yang dipicu baik oleh faktor ekonomi
Pembayaran).
maupun nonekonomi.
Dampak yang ditimbulkan oleh realisasi pembelian valuta asing oleh korporasi baik untuk
TRANSAKSI DEVISA ANTARBANK
kebutuhan impor maupun pembayaran cicilan utang
Meningkatnya volatilitas nilai tukar rupiah sejalan
luar negeri swasta di tengah-tengah kelangkaan
dengan terjadinya perubahan pola transaksi di pasar
pasokan devisa cenderung menimbulkan tekanan
valuta asing dalam negeri. Secara kumulatif, transaksi
depresiasi terhadap nilai tukar rupiah. Dalam prak-
devisa antarbank6 menurun 4,0% dari $298,0 miliar
teknya, timing dari realisasi pembelian valuta asing
tahun 2000 menjadi $286,1 miliar tahun 2001 (Tabel
oleh korporasi tersebut tidak selalu sejalan dengan
3.1). Dari jenis transaksinya, transaksi swap masih
jadwal kebutuhan valuta asing untuk kegiatan impor
mendominasi komposisi transaksi devisa antarbank
di masa depan atau jadwal pelunasan utang luar
sepanjang 2001 (Grafik 3.11). Namun, dalam periode
negeri, namun pada umumnya lebih didasarkan pada ekspektasi terhadap arah perkembangan nilai
64
6
Khusus untuk transaksi dolar-rupiah.
Nilai Tukar
Tabel 3.1 Transaksi Devisa Antarbank Khusus Dolar-Rupiah
Volume Transaksi
2000
2001
yang tercermin dari tingginya tingkat premi swap. Kelangkaan instrumen lindung nilai tersebut terutama disebabkan oleh kurang berkembangnya pasar derivatif di pasar keuangan domestik.
Juta Dolar
Dari total volume transaksi devisa antarbank
Spot Forward Swap
109.045,6 1.385,9 187.596,8
128.372,6 4.533,0 153.225,1
(dolar-rupiah) sebesar $286,1 miliar dalam periode
Total Volume
298.028,3
286.130,7
laporan, sebesar $160,3 miliar merupakan pembelian dolar dan sebesar $125,8 miliar merupakan penjualan dolar sehingga secara keseluruhan transaksi devisa
yang sama, transaksi swap menurun 18,3% dari
antarbank mencatat posisi total net overbought
$187,6 miliar menjadi $153,2 miliar sedangkan
sebesar $34,5 miliar. Dengan kata lain, sepanjang
transaksi spot justru meningkat 17,8% dari $109,0
periode laporan perbankan cenderung berada dalam
miliar menjadi $128,4 miliar. Dilihat dari pelaku
posisi long dollar. Posisi net overbought tersebut
pasarnya, bank-bank asing masih mendominasi
terutama bersumber dari transaksi dengan counter-
transaksi devisa antarbank dengan volume transaksi
part di luar negeri yang mencatat net overbought,
yang cukup besar.
sedangkan transaksi dengan counterpart di dalam
Pergeseran komposisi transaksi dari pasar
negeri justru mencatat net oversold. Dilihat dari jenis
swap ke pasar spot menunjukkan perubahan pola
transaksinya, posisi net overbought sebagian besar
perilaku pasar menjadi lebih bersifat spekulatif. Hal
berasal dari transaksi swap.
ini ditengarai karena semakin langkanya penawaran
Perkembangan volume transaksi devisa
fasilitas swap khususnya yang berjangka menengah-
antarbank juga menunjukkan pola yang relatif searah
panjang (3 bulan ke atas). Di pihak lain, ongkos untuk
dengan volatilitas nilai tukar rupiah (Grafik 3.12).
melakukan lindung nilai di pasar swap semakin mahal
Volume transaksi terbesar terjadi pada Agustus 2001
Juta dolar
Persen 10
800 Rata-rata Harian Volume Transaksi Spot Dolar-Rupiah 700
Rata-rata Harian Volatilitas Kurs Rupiah
9 8
600
7 500
Spot 45%
Swap 53%
6 5
400
4
300
3
Forward 2%
200
2
100
1
0
0 Jan. Feb. Mar. Apr.
Grafik 3.11 Komposisi Volume Transaksi Devisa
Mei
Jun. Jul. Ags. Sep. Okt. Nov. Des. 2001
Grafik 3.12 Volume Transaksi Spot dan Volatilitas Nilai Tukar
65
Nilai Tukar
yang secara rata-rata harian mencapai $668 juta.
buruknya sentimen karena gejolak sosial politik—,
Besarnya volume transaksi dalam Agustus tersebut
langkah sterilisasi ini berhasil menahan nilai tukar
diiringi dengan tingginya tingkat volatilitas nilai tukar
rupiah agar tidak terdepresiasi lebih tajam lagi. Selanjutnya, kebijakan sterilisasi ini terus
rupiah yang secara rata-rata harian mencapai 8,0%, tertinggi sepanjang periode laporan.
dijalankan secara konsisten dan terukur, dalam arti kebijakan tersebut dilakukan sepanjang tahun
KEBIJAKAN
laporan dan pelaksanaannya disesuaikan dengan
Menyikapi tingginya gejolak nilai tukar ru-
kondisi pasar dan kecukupan cadangan devisa yang
piah sebagaimana disampaikan sebelumnya,
harus dipelihara Bank Indonesia. Konsistensi
sepanjang tahun laporan Bank Indonesia telah
pelaksanaan kebijakan ini sangat penting dalam
menempuh beberapa langkah yang diperlukan
upaya memberikan sinyal kepada publik terhadap
melalui kebijakan moneter dengan mengoptimalkan
komitmen Bank Indonesia dalam memelihara
seluruh instrumen yang tersedia. Upaya tersebut
kestabilan nilai tukar.
juga diperkuat dengan penyempurnaan beberapa
Selain itu, Bank Indonesia juga telah mener-
peraturan, pengawasan terhadap sejumlah bank
bitkan PBI No.3/3/2001 yang mengatur ketentuan
pelaku terbesar di pasar valuta asing, serta
pembatasan transaksi rupiah oleh bukan penduduk
monitoring terhadap transaksi devisa. Disadari
pada 12 Januari 2001.7 Kebijakan ini dilatarbelakangi
bahwa, berbagai langkah yang ditempuh Bank
oleh perilaku bukan penduduk yang cenderung
Indonesia tersebut belum sepenuhnya memberikan
menggunakan rupiah sebagai alat spekulasi sehingga
hasil yang optimal karena besarnya pengaruh faktor
sering menimbulkan gejolak nilai tukar rupiah. Dalam
nonekonomi, serta kompleksitas permasalahan
pelaksanaannya, kebijakan ini terbukti mampu mem-
ekonomi makro dan mikro yang mempengaruhi nilai
batasi ruang gerak bukan penduduk untuk bertran-
tukar (yang tidak sepenuhnya berada dalam kendali
saksi rupiah yang tidak didasarkan pada kegiatan
Bank Indonesia).
ekonomi riil.
Dalam rangka penyerapan kelebihan likui-
Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya,
ditas rupiah yang berpotensi dapat memberikan
Bank Indonesia tetap melakukan pengawasan terha-
tekanan terhadap nilai tukar rupiah, sepanjang
dap bank-bank yang aktif di pasar valuta asing baik
periode laporan Bank Indonesia melakukan kebijakan
secara langsung maupun tidak langsung. Pengawa-
moneter melalui Operasi Pasar Terbuka (OPT), yang
san secara langsung terhadap bank-bank —sebagai
dibantu dengan sterilisasi valuta asing di pasar.
pelaku utama di pasar valuta asing— sangat penting
Langkah sterilisasi valuta asing ini juga bertujuan
guna memastikan kepatuhan terhadap peraturan
untuk menambah likuiditas valuta asing di pasar
kehati-hatian (prudential regulation) termasuk kehati-
dalam negeri yang ditengarai mengalami kelangkaan
hatian dalam transaksi devisa. Sementara itu,
pasokan. Di tengah-tengah derasnya permintaan 7
valuta asing —yang seringkali dipicu oleh mem-
66
Lihat Boks: Pembatasan Terhadap Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank.
Nilai Tukar
pengawasan secara tidak langsung terutama
perbaiki struktur mikro pasar valuta asing termasuk
dilakukan dengan melakukan pemantauan terhadap
mengurangi segmentasi pasar sehingga dapat tercipta
laporan keuangan yang disampaikan secara rutin oleh
pasar valuta asing yang likuid dan efisien. Dalam
bank-bank devisa serta pemantauan terhadap
hubungan ini, guna melahirkan kebijakan yang kredibel
transaksi valuta asing melalui data Pusat Informasi
dan realistis, berbagai penelitian dan kajian akan terus
Pasar Uang (PIPU).
ditingkatkan. Upaya tersebut akan ditempuh antara lain
Berbagai langkah kebijakan tersebut akan
melalui
koordinasi dengan Pemerintah serta
lebih efektif apabila memperoleh dukungan dari kondisi
komunikasi secara rutin dengan bank-bank guna
fundamental ekonomi makro dan kondisi sosial politik
mengetahui kondisi yang sesungguhnya terjadi di
yang kondusif. Kondisi fundamental ekonomi dan sosial
pasar valuta asing. Penelitian dan kajian terutama
politik yang kondusif merupakan modal dasar baik
diarahkan guna mengurangi terjadinya kesenjangan
dalam membangun kepercayaan pasar maupun
permintaan dan penawaran di pasar valuta asing serta
sebagai bagian yang sangat penting dalam mengu-
menutup beberapa kelemahan mendasar pada
rangi kesenjangan permintaan dan penawaran di pasar
struktur mikro perbankan pada umumnya dan pasar
valuta asing. Meskipun secara keseluruhan berjalan
valuta asing pada khususnya.
lamban, tercatat beberapa kemajuan dalam re-
Sementara itu, guna mengurangi kesen-
strukturisasi ekonomi terutama restrukturisasi utang
jangan permintaan dan penawaran valuta asing
pemerintah dan beberapa program restrukturisasi
sekaligus membangun kepercayaan pasar, program
dalam kerangka kesepakatan dengan IMF.
restrukturisasi ekonomi seperti restrukturisasi utang
Ke depan, kebijakan moneter akan tetap
dan korporasi, privatisasi dan divestasi, serta
dilaksanakan secara konsisten, terarah, dan terukur
revitalisasi sektor dunia usaha dan perbankan, akan
agar kestabilan harga tetap terjaga serta dapat men-
terus dilanjutkan. Namun demikian, seluruh upaya
cegah timbulnya potensi yang dapat memberi tekanan
tersebut di atas akan lebih efektif apabila
terhadap nilai tukar. Sementara itu, pengawasan
memperoleh dukungan kondisi sosial politik yang
terhadap transaksi devisa bank-bank, baik secara
stabil dan kondusif. Selain itu, upaya-upaya yang
langsung maupun tidak langsung akan terus
dapat meningkatkan kepastian hukum dan
dioptimalkan. Sejalan dengan beberapa langkah yang
keamanan berusaha merupakan bagian terpenting
akan ditempuh guna meyehatkan sektor perbankan,
dalam upaya memelihara kestabilan nilai tukar ru-
beberapa upaya akan terus ditempuh guna mem-
piah.
67
Nilai Tukar
boks
Memahami Dinamika Nilai Tukar Rupiah Melalui Pendekatan Model Struktur Mikro Pasar 1 Sejak diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang bebas pada pertengahan 1997, nilai tukar
perubahan nilai tukar secara berlebihan (Upper, 2000).
rupiah sering mengalami fluktuasi yang sangat besar.
Sebagaimana dikemukakan sebelumnya,
Fluktuasi nilai tukar rupiah bahkan jauh lebih besar
ongkos transaksi valuta asing secara implisit
apabila dibandingkan dengan fluktuasi nilai tukar mata
tercermin dari bid-ask spread. Semakin besar spread
uang negara-negara lain termasuk mata uang utama
tersebut, maka ongkos untuk bertransaksi di pasar
dunia seperti euro dan yen Jepang yang diper-
akan semakin mahal. Di pihak lain, prinsip bisnis bagi
dagangkan secara aktif dan spekulatif dalam skala
pelaku pasar khususnya spekulator berlaku, bahwa
global. Tidak dapat dipungkiri bahwa sentimen negatif
apabila ongkos yang timbul akibat melebarnya spread
terhadap meningkatnya berbagai ketidakpastian di
meningkat, maka pelaku pasar memerlukan terjadinya
dalam negeri merupakan pemicu awal terjadinya
perubahan nilai tukar yang besar atau terjadinya large
fluktuasi nilai tukar rupiah. Namun, fluktuasi tersebut
swing untuk dapat memperoleh exchange rate gain,
ditengarai tidak akan terjadi secara berlebihan apabila
sehingga dengan demikian dapat diraih laba (Bagan).
rupiah diperdagangkan dalam pasar valuta asing yang
Terjadinya large swing nilai tukar akan
likuid dan efisien.
semakin besar apabila informasi tidak menyebar
Suatu pasar keuangan dapat dikatakan
secara merata di pasar atau terjadi asimetri informasi,
likuid dan efisien apabila setiap saat selalu tersedia
yang pada umumnya dipengaruhi oleh struktur mikro
harga beli dan harga jual (bid-offer spread) dengan
pasar. Dengan demikian, terdapat keterkaitan yang
selisih atau spread yang relatif sangat kecil --yang SPREAD KURS (HARGA BELI-JUAL) MENINGKAT
pada dasarnya mencerminkan ongkos bertransaksi yang efisien-- dan volume transaksi yang sangat
ONGKOS TRANSAKSI MENINGKAT KEUNTUNGAN DARI FLUKTUASI KURS
besar dapat segera dieksekusi dengan dampak minimal terhadap fluktuasi harga. Dalam kondisi
>
ONGKOS TRANSAKSI
MEMERLUKAN FLUKTUASI KURS YANG BESAR
KEUNTUNGAN BERSIH
perubahan volume transaksi valuta asing dalam
VOLATILITAS MENINGKAT
PROFIL RISIKO TRADERS
jumlah yang relatif kecil tidak akan menimbulkan
VOLUME PERDAGANGAN (UNEXPECTED)
PROFIL RISIKO TRADERS
pasar yang likuid, sensitivitas nilai tukar terhadap
1
68
Disarikan dari, ‘Studies on Exchange Rate Dynamic Through Information Asymetric Model and Survey’ (Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter), Jakarta 2001.
Bagan 1 Keterkaitan Antara Likuiditas Pasar, Volume Transaksi, dan Volatilitas
Nilai Tukar
erat antara struktur mikro pasar, spread, volume
1,0%, mengakibatkan volatilitas meningkat 0,3%.
transaksi, fluktuasi atau volatilitas nilai tukar. Bebe-
Tingginya sensitivitas volatilitas terhadap unexpected
rapa model market microstructure menelaah
volume tersebut menunjukkan bahwa pasar valuta
keterkaitan tersebut, misalnya model “the mixture
asing di Indonesia sangat dangkal. Tingkat volatilitas
distribution hypothesis” (Tauchen and Pitt, 1993).
secara signifikan juga sangat dipengaruhi oleh
Dengan menggunakan model ‘the mixture
spread. Peningkatan spread sebesar 1,0% mengaki-
distribution hypothesis’ (MDH) dan series data Januari
batkan volatilitas meningkat 0,2%. Hasil dari estimasi
1998 s.d. Mei 2001, diestimasi hubungan volatilitas,
ini membuktikan bahwa semakin lebar spread atau
volume, dan spread di pasar valuta asing-rupiah
semakin tidak likuid pasar valuta asing, semakin
Dalam model ini di lakukan dekomposisi antara
membuat volatilitas nilai tukar semakin tinggi. Dengan
volume transaksi yang dapat diperkirakan (expected
semakin melebarnya spread, peserta pasar yang
volume) dan volume transaksi yang tidak terduga
memiliki motif spekulatif membutuhkan perubahan
(unexpected volume), karena keduanya memiliki
atau fluktuasi nilai tukar –baik naik atau turun— yang
dampak yang berbeda terhadap spread (Cornell,
cukup besar (large swing). Dengan demikian, dapat
1978). Expected volume diestimasi dengan
diperoleh keuntungan dari flluktuasi nilai tukar yang
pendekatan ARMA (Auto Regressive Moving Aver-
melebihi ongkos yang timbul dari spread.
age). Spread diasumsikan menjadi suatu fungsi yang
Perbandingan rasio spread terhadap mid-
menurun dari volume karena skala ekonomi dari
point kurs beberapa negara Asia sejak Januari 1998
meningkatnya volume akan meningkatkan proses
- Mei 2001 memperlihatkan bahwa ongkos bertran-
perdagangan yang lebih efisien dan
tingkat
saksi dalam perdagangan nilai tukar rupiah jauh sa-
persaingan diantara traders. Oleh karena itu, ex-
ngat tinggi (tidak efisien) dibandingkan beberapa nilai
pected volume diasumsikan memiliki korelasi negatif
tukar mata uang Asia lainnya seperti bath Thailand
dengan spread (Easley O’Hara, 1992). Sebaliknya,
dan peso Filipina. Hal ini merupakan gambaran
unexpected volume atau perubahan volume yang
bahwa nilai tukar rupiah diperdagangkan dalam
tidak terduga mencerminkan volatilitas yang bersifat
kondisi pasar yang tidak likuid, sehingga mudah
contemporaneous melalui model MDH, dengan
berfluktuasi secara tajam. Besarnya spread tersebut
demikian diasumsikan memiliki hubungan positif
terutama dipengaruhi oleh struktur pasar valuta asing
dengan spread. Sementara itu, volatilitas diestimasi
yang tidak efisien dan tersegmentasi, serta faktor
dengan menggunakan GARCH (General Auto-
ketidakpastian yang secara persisten mempengaruhi
regressive Conditional Heteroscedasticity) untuk
sentimen pelaku pasar. Ketika pelaku pasar semakin
mencerminkan volatilitas yang dapat diperkirakan
tidak pasti mengenai arah perkembangan kurs,
(expected volatility).
mereka akan cenderung bersikap risk averse
Di pasar valuta asing rupiah, perubahan
sehingga melebarkan spread. Hal ini terlihat dari
unexpected volume berkorelasi positif dengan
pengaruh volatilitas yang secara signifikan mem-
volatilitas. Peningkatan unexpected volume sebesar
pengaruhi spread. Meningkatnya volatilitas sebesar
69
Nilai Tukar
1,0% mengakibatkan terjadinya pelebaran spread
(market deepening). Selain itu, langkah-langkah
sebesar 0,06%.
tersebut perlu didukung dengan terciptanya kondisi
Menyikapi kondisi tersebut di atas,
yang kondusif di dalam negeri yang dapat
diperlukan beberapa langkah struktural guna
mengurangi berbagai ketidakpastian (risiko).
memperbaiki struktur mikro pasar valuta asing
Berkurangnya ketidakpastian ditengarai akan turut
rupiah, sehingga dapat tercipta pasar yang likuid dan
mempengaruhi mekanisme pembentukan harga di
efisien. Hal ini antara lain dapat ditempuh dengan
pasar valuta asing, yang dapat tercermin dalam
mengurangi terjadinya segmentasi pasar (sehingga
bentuk penyempitan spread. Hal ini pada gilirannya
harga yang terbentuk di pasar dapat mewakili seluruh
akan turut mendorong terciptanya pasar valuta asing
kekuatan pasar), dan meningkatkan pasokan valuta
yang efisien sehingga gejolak nilai tukar yang
asing di pasar guna meningkatkan kedalaman pasar
berlebihan dapat dikurangi.
70
Nilai Tukar
boks
Pembatasan Terhadap Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank Sebagaimana dimaklumi, sejak triwulan IV1997 nilai tukar rupiah terus mengalami tekanan
kondusif terhadap kegiatan investasi, sehingga menghambat aliran modal dari luar negeri.
depresiasi, yang disertai dengan fluktuasi yang tinggi.
Dalam rangka mengurangi tekanan terhadap
Dari data yang ada mengindikasikan bahwa tingginya
rupiah tersebut, pada 12 Januari 2001, Bank
tekanan terhadap nilai tukar rupiah tersebut antara
Indonesia menerbitkan PBI No. 3/3/2001 yang
lain karena rupiah banyak digunakan oleh bukan
mengatur pembatasan transaksi rupiah dan
penduduk (nonresiden) di pasar uang luar negeri
pemberian kredit valuta asing oleh bank. Pada
(offshore market) untuk tujuan spekulasi dengan
dasarnya, ketentuan tersebut mengatur transaksi
memanfaatkan fluktuasi nilai tukar rupiah. Hal tersebut
yang dilakukan perbankan di Indonesia dengan
tercermin dari terjadinya peningkatan saldo rekening
mencakup 2 hal, yaitu:
vostro rupiah milik nonresiden di bank-bank domestik
1. Pelarangan transfer rupiah oleh perbankan
sejalan dengan meningkatnya tekanan depresiasi dan
Indonesia kepada nonresiden, khususnya untuk
tingginya volatilitas nilai tukar rupiah (Grafik 1 dan 2).
transfer rupiah tanpa didasari transaksi riil yang
Faktor lain yang juga menyumbang terhadap
mendukung kegiatan ekonomi Indonesia.
volatilitas nilai tukar rupiah adalah perkembangan
2. Pembatasan terhadap transaksi derivatif yang
faktor-faktor nonfundamental ekonomi yang kurang
tidak didasari oleh kegiatan ekonomi riil atau non-
Juta Rp
Juta Rp 800.000
1.500.000
700.000 1.000.000
600.000 500.000
500.000
400.000 –
300.000 200.000
(500.000)
100.000 (1.000.000)
– Des 2000
Sep 2001
Grafik 1 Rata-Rata Harian Mutasi Rekening Vostro
Des 2000
Sep 2001
Grafik 2 Perkembangan Saldo Rekening Vostro
71
Nilai Tukar
underlying transaction, yakni dengan menu-
peningkatan transaksi swap dan forward yang
runkan batas maksimum transaksi derivatif
sebagian besar berasal dari bank-bank asing
penjualan valuta asing dari bank domestik kepada
(Grafik 3). Bersamaan dengan itu, transaksi spot
nonresiden dari $5 juta menjadi $3 juta.
yang dilakukan bank pemerintah dan lokal juga
Tujuan utama diberlakukannya peraturan ter-
mengalami peningkatan. Rata-rata harian
sebut adalah untuk mengurangi internasionalisasi
transaksi spot meningkat dari $438 juta (sebelum
rupiah, dengan membatasi aliran rupiah ke luar
PBI) menjadi $511 juta (sesudah PBI).
negeri. Dengan diterbitkannya ketentuan PBI No. 3/
3. Beralihnya transaksi valuta asing-rupiah yang
3/2001 ini diharapkan pasokan rupiah dari residen
semula banyak dilakukan di perbankan luar negeri
kepada nonresiden yang berpotensi digunakan untuk
menjadi di perbankan dalam negeri, sehingga
berspekulasi dapat dibatasi, sehingga dapat me-
menyebabkan kesempatan untuk melakukan
ngurangi gejolak nilai tukar rupiah yang berlebihan.
transaksi spekulasi oleh pihak nonresiden dapat
Implikasi pemberlakuan PBI No. 3/3/2001
diminimalkan. Hal tersebut sejalan dengan
terhadap pasar valuta asing-rupiah dan pergerakan
peraturan kehati-hatian (prudensial) Bank
nilai tukar rupiah adalah sebagai berikut :
Indonesia yang harus diterapkan perbankan,
1. Berkurangnya secara drastis aktivitas transaksi
seperti ketentuan Posisi Devisa Neto (PDN),
peserta pasar luar negeri (nonresiden) yang tidak
monitoring pasar valuta asing-rupiah melalui data
didasari transaksi riil, sebagaimana tercermin dari
Pusat Informasi Pasar Uang (PIPU), serta Lalu
penurunan saldo harian rekening vostro dari
Lintas Devisa (LLD), maupun ketentuan lainnya.
Rp531,6 miliar sebelum PBI diterbitkan menjadi
4. Rata-rata volatilitas rupiah pasca diberlakukannya
sekitar Rp88,6 miliar setelah PBI diterbitkan.
PBI tersebut memang masih tinggi, namun
2. Beralihnya sebagian besar transaksi yang semula
tingginya volatilitas tersebut terjadi karena dua
dilakukan di pasar valuta asing-rupiah luar negeri
peristiwa yang dipicu oleh perubahan situasi
ke pasar dalam negeri, seperti tercermin dari
politik. Tingginya volatilitas yang pertama terutama
Juta $
Volatilitas (%)
Rupiah
1.200
14
12.500
1.100
swap/forward
1.000
spot
12.000
12
Volatilitas Harian 11.500
900
10
800
11.000
8
700
6
600 500
Rupiah
Rata-Rata Volatilitas Bulanan
10.000 9.500
4
9.000
400
2
300 200
8.500 8.000
0 Des 2000
Des 2001
Grafik 3 Rata-Rata Harian Transaksi Dolar-Rupiah
72
10.500
1/1 11/1 21/1 31/1 10/2 20/2 7/3 21/3 5/4 19/4 3/5 17/5 31/5 14/6 28/6 13/7 27/7 10/8 24/8 7/9 21/9 5/10 19/10 2/11 16/1130/1110/1220/12 30/12
2001
Grafik 4 Perkembangan Volatilitas Kurs Rp/$
Nilai Tukar
terjadi sebagai akibat dari depresiasi nilai tukar
Secara keseluruhan, peraturan PBI No. 3/3/
rupiah yang tajam ketika suhu politik memanas
2001 telah mampu mengurangi transaksi rupiah yang
menjelang pengalihan kepemimpinan nasional.
dilakukan oleh pihak nonresiden. Namun, gejolak nilai
Sementara itu, tingginya volatilitas yang
tukar rupiah yang terjadi dalam tahun 2001 tidak dapat
berikutnya terjadi ketika nilai tukar rupiah
dihindari karena bersamaan dengan tingginya faktor
menguat secara tajam pasca pengalihan
ketidakpastian kondisi sosial, politik, dan keamanan
kepemimpinan nasional pada pertengahan 2001
di dalam negeri.
(Grafik 4). Dalam kenyataannya, volatilitas nilai
Upaya penyempurnaan ketentuan tersebut
tukar rupiah di luar kedua peristiwa tersebut
perlu terus dilakukan. Dengan demikian, sasaran
cenderung lebih rendah dibandingkan tahun
untuk mengurangi potensi sumber spekulasi dari
2000 (sebelum PBI), dimana sepanjang 2000
pihak nonresiden dapat dicapai tanpa menghambat
nilai tukar rupiah terdepresiasi secara persisten
aliran dana luar negeri yang mendorong investasi di
tanpa ada koreksi apresiasi yang signifikan.
dalam negeri.
73
Inflasi
bab 4 INFLASI
74
Inflasi
bab 4
INFLASI
P
ada awal 2001, Bank Indonesia memperkirakan
adanya keterbatasan produksi tanaman bahan
kondisi ekonomi dan moneter secara keseluruhan
makanan. Di sisi lain, kondisi permintaan agregat
pada 2001 akan semakin membaik. Pertumbuhan
belum memberikan tekanan inflasi yang berarti.
ekonomi diperkirakan meningkat mencapai 4,5%–
Bank Indonesia telah menempuh berbagai
5,5%, sementara nilai tukar rupiah diperkirakan me-
upaya untuk mencapai sasaran inflasi, yakni dengan
nguat mencapai rata-rata Rp7.750–Rp8.250 per dolar.
mengoptimalkan seluruh instrumen moneter yang ter-
Berdasarkan asumsi indikator-indikator ekonomi ter-
sedia dan dengan mengeluarkan instrumen regulasi
sebut, Bank Indonesia menetapkan sasaran inflasi
baru di bidang nilai tukar dan devisa. Untuk meredam
indeks harga konsumen (IHK) di luar dampak kebi-
pengaruh melemahnya nilai tukar terhadap inflasi
jakan pemerintah di bidang harga dan pendapatan
serta untuk mencapai sasaran uang primer yang
sebesar 4,0%–6,0%. Sementara itu, dampak kebi-
ditetapkan di awal tahun, Bank Indonesia berupaya
jakan pemerintah di bidang harga dan pendapatan
menyerap kelebihan likuiditas melalui instrumen
diperkirakan dapat menimbulkan tambahan inflasi se-
Operasi Pasar Terbuka. Selain itu, guna membantu
besar 2,0%–2,5% di atas sasaran tersebut. Secara
penyerapan likuiditas, Bank Indonesia secara intensif
keseluruhan, tekanan inflasi pada 2001 diperkirakan
melakukan sterilisasi valuta asing. Upaya-upaya
berasal dari dampak kebijakan pemerintah di bidang
tersebut didukung pula oleh kebijakan pembatasan
harga dan pendapatan, meningkatnya sisi permintaan
transaksi rupiah oleh bukan penduduk. Sementara
agregat, dan ekspektasi inflasi masyarakat yang
itu, guna mengurangi terbentuknya ekspektasi inflasi
terkait dengan dampak kebijakan pemerintah
yang tinggi, Bank Indonesia menetapkan sasaran
tersebut.
inflasi yang rendah pada awal tahun.
Namun, dalam perkembangannya pertum-
Namun, berbagai upaya tersebut belum
buhan ekonomi dan pergerakan nilai tukar pada
dapat secara maksimal mengurangi tekanan
2001 tidak sesuai dengan yang diasumsikan semula
depresiasi dan fluktuasi nilai tukar yang terjadi
dan tekanan inflasi lebih besar dari yang diperkirakan
mengingat sumber tekanan tersebut banyak
di awal tahun. Meningkatnya tekanan inflasi ber-
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang tidak sepenuhnya
sumber dari semakin kuatnya pengaruh kebijakan
dapat dikendalikan oleh Bank Indonesia. Faktor-faktor
pemerintah di bidang harga dan pendapatan, mele-
tersebut antara lain masih tingginya permintaan valuta
mahnya nilai tukar rupiah, memburuknya ekspektasi
asing yang tidak diimbangi dengan ketersediaan
inflasi yang terkait dengan melemahnya nilai tukar
pasokan yang memadai di pasar domestik, sentimen
rupiah dan kebijakan pemerintah tersebut, serta
negatif pelaku pasar terhadap kelemahan imple-
75
Inflasi
Kapasitas Industri Pengolahan Kapasitas Pertanian
KEBIJAKAN HARGA DAN PENDAPATAN cukup/ berlebih Tekanan biaya : dampak langsung dan tidak langsung
PDB Potensial
melemah sangat melemah
Tekanan permintaan dan penawaran
Investasi
INFLASI BARANG DAN JASA DOMESTIK
sangat melemah
Konsumsi Barang Domestik
PDB
menguat sangat melemah
melemah
Tekanan biaya : dampak nilai tukar melalui bahan baku dan barang setengah jadi impor
Ekspor
INFLASI IHK Tekanan biaya : dampak nilai tukar melalui barang jadi impor
Impor Bahan Baku dan Barang Konsumsi rendah dan deflasi
melemah dan fluktuatif
Harga Luar Negeri
Nilai Tukar Rupiah
INFLASI BARANG IMPOR
EKSPEKTASI INFLASI
Dampak inersia inflasi dan ekspektasi kenaikan biaya
Bagan 4.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Inflasi 2001
mentasi berbagai program restrukturisasi ekonomi
pendapatan yang diperkirakan memberikan
dan berbagai faktor nonekonomi, serta berbagai
tambahan inflasi sebesar 3,83%. Kebijakan
kelemahan pada struktur mikro di pasar keuangan
pemerintah tersebut meliputi kenaikan beberapa
domestik dan fungsi intermediasi perbankan yang
harga barang dan tarif jasa seperti bahan bakar
belum sepenuhnya pulih. Hal tersebut menyebabkan
minyak (BBM), angkutan, listrik, air minum dan rokok,
likuiditas perekonomian lebih banyak berputar di
serta kenaikan upah minimum tenaga kerja swasta
pasar keuangan sehingga cenderung dimanfaatkan
dan gaji pegawai negeri. Dengan mengeluarkan
untuk kegiatan spekulasi valuta asing.
dampak kebijakan pemerintah tersebut, maka inflasi
Kuatnya tekanan inflasi dari sisi biaya dan
IHK di luar pengaruh kebijakan harga dan pen-
ekspektasi inflasi serta adanya berbagai permasa-
dapatan pada 2001 diperkirakan mencapai 8,72%.
lahan yang dihadapi Bank Indonesia dalam pengen-
Meskipun realisasi inflasi IHK di luar dampak
dalian inflasi, menyebabkan tingginya realisasi
kebijakan pemerintah melebihi sasaran, namun hal
inflasi IHK pada 2001 yang mencapai 12,55%.
itu terutama disebabkan oleh meningkatnya biaya
Tingginya tekanan inflasi dari sisi biaya tidak terlepas
pada tingkat produsen sebagai dampak dari
dari kebijakan pemerintah di bidang harga dan
melemahnya nilai tukar rupiah serta memburuknya
76
Inflasi
ekspektasi inflasi yang terkait dengan meningkatnya
Tabel 4.2 Sumbangan Inflasi IHK 2001 Berdasarkan Subkelompok Barang
tekanan biaya.
Sub Kelompok Barang
PERKEMBANGAN INFLASI IHK Harga-harga barang dan jasa selama 2001 mengalami tekanan yang lebih berat dibandingkan tahun sebelumnya. Kondisi itu tercermin dari inflasi IHK yang mencapai 12,55%, lebih tinggi dibandingkan inflasi IHK 2000 sebesar 9,35%. Secara bulanan, inflasi IHK terjadi pada 11 bulan kecuali pada Agustus yang mencatat deflasi. Inflasi bulanan tertinggi terjadi pada Juli sebesar 2,12%. Penyumbang terbesar terhadap inflasi IHK adalah kelompok bahan makanan yaitu sebesar 3,17%, disusul kelompok perumahan 3,07% serta kelompok makanan jadi, minuman, dan rokok 2,65%. Sementara itu sumbangan terkecil berasal dari kelompok kesehatan sebesar 0,44% (Tabel 4.1). Berdasarkan subkelompok barang, penyumbang utama inflasi IHK adalah subkelompok biaya tempat tinggal, subkelompok transpor, subkelompok
Inflasi
Sumbangan
Biaya Tempat Tinggal Transportasi Makanan Jadi Rokok, Tembakau, dan Minuman yang beralkohol Padi-padian, Umbi-umbian, dan hasilnya Bahan Bakar, Penerangan, dan Air Biaya Pendidikan Dagang dan hasilnya Buah-buahan Penyelenggaraan Rumah Tangga Sayuran Lemak dan Minyak Barang Pribadi dan Sandang lainnya Ikan Segar Perawatan Jasmani dan Kosmetika Bumbu-bumbuan Telur, Susu dan hasilnya Jasa Kesehatan dan Obat-obatan Sandang Laki-laki Sandang Wanita Rekreasi dan Olahraga Minuman yang tidak beralkohol Perlengkapan Rumah Tangga Sandang Anak-anak Ikan diawetkan Kacang-kacangan Sarana dan Penunjang Transpor Perlengkapan/peralatan Pendidikan Bahan Makanan lainnya Komunikasi dan Pengiriman
11,98 17,24 11,38
1,59 1,50 1,27
32,89 16,89 28,41 17,38 9,87 13,75 10,00 11,38 19,55 12,22 7,42 8,50 10,98 9,64 9,12 7,45 6,46 6,09 4,50 5,14 6,86 9,58 4,86 7,56 5,50 9,49 0,21
1,23 1,06 1,04 0,71 0,38 0,32 0,30 0,28 0,27 0,27 0,26 0,24 0,22 0,20 0,20 0,18 0,18 0,18 0,15 0,14 0,11 0,08 0,06 0,06 0,05 0,01 0,00
IHK
12,55
12,55
makanan jadi, subkelompok rokok, tembakau dan Sumber: BPS, diolah
minuman yang beralkohol, subkelompok padi-
Tabel 4.1 Sumbangan Inflasi IHK 2001 Berdasarkan Kelompok Barang
Persen
16 14 12
Kelompok Barang
Inflasi
Sumbangan
Bahan Makanan Perumahan Makanan Jadi, Minuman, dan Rokok Transportasi dan Komunikasi Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga Sandang Kesehatan
12,03 13,59 14,48 14,16 11,90 8,14 8,92
3,17 3,07 2,65 1,56 0,93 0,73 0,44
IHK
12,55
12,55
10 8
Sumber : BPS, diolah
6 4 2 0 Inflasi inti
Inflasi IHK
-2 Jan. Feb. Mar. Apr. Mei Jun. Jul. Ags. Sep. Okt. Nov. Des. Jan Jan. Feb. Mar. Apr. Mei Jun. Jul. Ags. Sep. Okt. Nov. Des.
2000
2001
Grafik 4.1 Inflasi IHK dan Inflasi Inti (y-o-y)
77
Inflasi
air minum, dan rokok, serta menaikkan upah mini-
Persen 2,5
mum tenaga kerja swasta dan gaji pegawai negeri,
Inflasi IHK
2,12
Inflasi Inti
2,0
1,94
1,71
1,67
1,5
1,32
1,0
besar 3,83% secara tahunan (Tabel 4.3). Dampak
1,32 1,16
1,28
diperkirakan memberikan tambahan inflasi IHK se1,62
1,13
aktual kebijakan pemerintah tersebut terhadap inflasi
0,87 0,89
0,84
0,64 0,68
0,56
0,50
0,5
IHK lebih besar dari perkiraan semula di awal tahun
0,46
0,51
0,33
0,07
sebesar 2,0%–2,5%. Perbedaan tersebut antara lain
0,0
-0,06 -0,21
-0,45
-0,5
Jan.
Mar.
Mei
Jul.
Sep.
Nov.
Jan.
2000
Mar.
Mei
Jul.
terjadi karena realisasi persentasi kenaikan pada Sep.
Nov.
2001
beberapa kebijakan lebih besar daripada yang
Sumber: BPS, Bank Indonesia
Grafik 4.2 Inflasi IHK dan Inflasi Inti (m-t-m)
diperkirakan semula di awal tahun. Di samping itu, sebagian dari rencana kebijakan pemerintah belum diketahui secara lengkap pada saat penyusunan
padian, umbi-umbian dan hasilnya, dan sub-
perkiraan inflasi di awal tahun. Keterbatasan informasi
kelompok bahan bakar, penerangan, dan air.
di awal tahun antara lain terkait dengan besarnya
Tekanan yang tinggi terhadap inflasi IHK
persentasi kenaikan dan tahapan pelaksanaannya.
2001 tercermin pada perkembangan indikator yang
Dari seluruh kebijakan pemerintah tersebut,
menggambarkan kecenderungan dan persistensi
keputusan pemerintah menaikkan harga BBM untuk
pergerakan inflasi. Salah satu indikator tersebut
transportasi, menaikkan harga BBM untuk industri
adalah inflasi inti (core inflation) yang dihitung de-
menjadi 50% dari harga pasar, dan menaikkan tarif
ngan pendekatan asymmetric trimming.1 Inflasi inti
angkutan, diperkirakan memberikan tambahan inflasi
(y-o-y) menunjukkan kecenderungan meningkat dan
sebesar 1,78%. Dampaknya pada inflasi terjadi pada
secara persisten berada di atas inflasi IHK (Grafik
Juni dan Juli setelah kenaikan harga BBM diberla-
4.1). Demikian pula halnya dengan pergerakan inflasi inti bulanan (m-t-m) yang menunjukkan kecenderungan meningkat sejak 2000 (Grafik 4.2). Hal
Tabel 4.3 Perkiraan Dampak Kebijakan Pemerintah di Bidang Harga dan Pendapatan 2001
itu menunjukkan terjadinya peningkatan inflasi selama dua tahun terakhir ini.
PENGARUH KEBIJAKAN PEMERINTAH DI BIDANG HARGA DAN PENDAPATAN Kebijakan pemerintah menaikkan harga dan tarif sejumlah barang dan jasa seperti BBM, listrik, 1
78
Inflasi inti yang dihitung dengan metode assymetric trimming bukan merupakan sasaran inflasi Bank Indonesia. Beberapa metode dalam metode penghitungan inflasi inti diuraikan pada boks Penetapan Sasaran Inflasi Bank Indonesia.
Perkiraan Dampak pada Inflasi IHK m-t-m (Persen)
Kenaikan Harga
Bahan Bakar Minyak dan Angkutan
1,78
Harga Jual Eceran Minimum Rokok
0,73
Tarif Dasar Listrik
0,56
Tarif Air Minum
0,05
Upah Minimum Provinsi
0,17
Gaji Pegawai Negeri
0,20
Pajak Penjualan Barang Mewah
0,01
Perkiraan dampak kebijakan peme- kumulatif m-t-m rintah terhadap inflasi IHK 2001 Sumber : BPS, diolah
y-o-y
3,50 3,83
Inflasi
kukan pada Juni 2001. Dampak pada Juni terdiri dari
Persen
dampak langsung pada komoditas bensin, bensin
2,5
pompa, dan solar dalam keranjang IHK, serta dampak
2,0
tidak langsung pada biaya operasional kegiatan
Inflasi IHK di luar dampak kebijakan harga dan pendapatan Inflasi IHK 2,12
1,13
1,0
0,87
usaha termasuk ongkos angkutan. Sementara itu, 0,5
dampak pada Juli merupakan dampak tidak langsung
0,77
0,86 0,68
0,64 0,46
0,33
0,25
0,25
0,58
0,13
-0,21
-0,5
kenaikan biaya produksi.
-1,0
-0,42
Jan.
Feb.
Mar.
Apr.
Mei
Jun.
Jul.
Ags. Sep.
Okt.
Nov.
Des.
2001
Selanjutnya, kenaikan tarif listrik pada Juli
inflasi pada Agustus dan Desember sebesar 0,56%.
1,18
1,13
1,08
0,89 0,89
0,0
terhadap kenaikan harga barang-barang melalui
dan Oktober diperkirakan memberikan tambahan
1,71 1,71 1,62
1,67
1,5
Grafik 4.3 Perkembangan Inflasi
Kebijakan lain di bidang harga yang besar pengaruhnya terhadap inflasi IHK 2001 adalah kenaikan
pada kenaikan harga adalah kenaikan Pajak
harga jual eceran (HJE) minimum rokok. Kebijakan
Penjualan Barang Mewah (PPn-BM) pada Februari.
yang dimaksudkan untuk meningkatkan penerimaan
Namun kebijakan tersebut diperkirakan hanya
pemerintah melalui peningkatan cukai rokok yang
memberikan tambahan inflasi IHK sebesar 0,01%.
dihitung atas dasar HJE minimum tersebut, diperkirakan memberikan tambahan inflasi IHK sebesar
PENGARUH MELEMAHNYA NILAI TUKAR RUPIAH
0,73%. Selanjutnya, kebijakan pemerintah di bidang
Nilai tukar rupiah yang semula diperkirakan
pendapatan berupa kenaikan UMP dan gaji pegawai
menguat sepanjang 2001 sehingga secara rata-rata
negeri diperkirakan memberikan tambahan kenaikan
mencapai Rp8.000 per dolar, dalam perkem-
harga sebesar 0,37%. Kebijakan lain yang berdampak
bangannya melemah sehingga mencapai rata-rata
Tabel 4.4 Kebijakan Pemerintah di Bidang Harga dan Pendapatan 2001
Bulan Januari Februari Maret April Juni Juli
September Oktober Desember
Keterangan UMP PPn-BM untuk 41 kelompok barang diluar kendaraan bermotor Tarif air minum Cukai/HJE rokok (Tahap I) BBM Tarif angkutan kota Tarif dasar bus ekonomi antarkota antarpropinsi Cukai/HJE rokok (Tahap II) TDL (Tahap I) Gaji PNS TDL (tahap II) Cukai/HJE rokok (Tahap II)
Persen Kenaikan Asumsi di awal tahun Realisasi 15% belum diketahui 20% 5% dalam satu tahap 20% belum diketahui belum diketahui 5% dalam satu tahap belum diketahui 30% belum diketahui 5% dalam satu tahap
15% 10% – 15% 18,77% – 42,47% 5% (Tahap I) 30% 28,57% (khusus Jakarta) 36% 6% (Tahap II) 29,2% 11,2% 12,4% 3% (Tahap III)
Sumber : Berbagai sumber
79
Inflasi
Rp10.255 per dolar meskipun sempat menguat pada
Persen
awal paro kedua 2001. Perkembangan tersebut
4
menyebabkan terjadinya kenaikan inflasi IHK yang bersumber dari kenaikan biaya pengadaan bahan baku dan barang setengah jadi impor yang meru-
Rp/$ 12.000 2,12
3 2 0,87
1
0,33
1,13
0,89
0,64
samping itu, pengaruh melemahnya nilai tukar rupiah
10.000
0 9.000 Inflasi IHK Inflasi IHK kelompok non-traded Inflasi IHK kelompok barang traded Inflasi IHPB Nilai tukar rupiah
-2 -3 -4
terhadap inflasi IHK juga terjadi melalui kenaikan
-5
Jan. Feb. Mar. Apr.
harga barang konsumsi impor, mengingat keranjang IHK tidak hanya terdiri dari barang-barang produksi domestik tetapi juga mencakup barang-barang
11.000 1,62
0,68
0,46
-1
pakan komponen produksi barang domestik.2 Di
1,71
1,67
Mei
–0,21
Jun. Jul. 2001
8.000 7.000
Ags. Sep. Okt. Nov. Des.
6.000
Sumber : BPS, Bank Indonesia, Bloomberg
Grafik 4.4 Pergerakan Nilai Tukar Rupiah dan Inflasi (m-t-m)
konsumsi impor. Kuatnya pengaruh depresiasi nilai tukar rupiah tersebut tercermin pada pergerakan nilai tukar
nesia mengenai transmisi kebijakan moneter melalui
rupiah yang sejalan dengan pergerakan inflasi
jalur nilai tukar rupiah ke inflasi. Penelitian tersebut
bulanan IHK. Nilai tukar rupiah yang melemah sejak
menunjukkan pengaruh depresiasi nilai tukar ke inflasi
awal tahun dan berada pada tingkat yang rendah
sangat kuat terjadi sejak berlakunya sistem nilai tukar
pada April hingga Juni sejalan dengan tingginya inflasi
mengambang bebas . Sebaliknya, selama periode
IHK terutama pada Mei hingga Juli (Grafik 4.4).
sebelum krisis, efek pengaruh nilai tukar ke inflasi
Pergerakan nilai tukar tersebut juga sejalan dengan
hampir tidak terjadi karena nilai tukar yang stabil dan
inflasi Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) dan
mudah diprediksi. Selain dari penelitian tersebut,
inflasi IHK kelompok barang-barang yang di-
melalui Survei Mekanisme Pembentukan Harga di
perdagangkan secara internasional (traded goods)
Sektor Manufaktur dan Ritel pada 2001 diketahui pula
yang merupakan indikator perkembangan biaya
bahwa faktor pendorong utama kenaikan harga
produksi dan harga barang impor. Selanjutnya,
adalah depresiasi nilai tukar. Selanjutnya, dari survei
melemahnya nilai tukar rupiah juga mendorong
tersebut diperoleh indikasi perilaku harga yang
terjadinya peningkatan inflasi IHK kelompok barang-
cenderung mudah meningkat karena pengaruh
barang yang tidak diperdagangkan secara inter-
melemahnya nilai tukar rupiah. Pengaruh mele-
nasional (non-traded goods).
mahnya nilai tukar terhadap kenaikan harga terjadi
Pengaruh kuat depresiasi nilai tukar rupiah ke inflasi sejalan dengan hasil penelitian Bank Indo-
dalam waktu kurang dari satu minggu hingga satu bulan. Sementara itu, penguatan nilai tukar rupiah
2
80
Berdasarkan Survei Mekanisme Pembentukan Harga di Sektor Manufaktur dan Ritel tahun 2001, persentase biaya bahan baku impor terhadap total biaya pengadaan bahan pada industri hilir penghasil barang konsumsi dalam keranjang IHK, berkisar 30%– 40%.
pada Juli dan Agustus juga berdampak pada penurunan harga. Namun demikian, penguatan nilai tukar yang sangat besar pada Juli dan Agustus tidak
Inflasi
terlalu besar pengaruhnya terhadap inflasi di-
Di lain pihak, perkembangan harga komo-
bandingkan pengaruh melemahnya nilai tukar rupiah
ditas internasional yang cenderung turun diper-
terhadap inflasi. Menguatnya nilai tukar rupiah rupiah
kirakan membawa pengaruh deflasi terhadap harga
sebesar 4,0% bulan Juli dan 21,3% pada Agustus
barang impor. Seperti terlihat pada Grafik 4.5, indeks
dibandingkan bulan sebelumnya, hanya menye-
harga komoditas internasional cenderung menurun
babkan terjadinya deflasi bulanan sebesar 0,24%
untuk komoditas kayu, kapas, wol, karet, pupuk,
pada Agustus. Kondisi itu mengindikasikan adanya
serta logam dan material. Namun demikian, kuatnya
perilaku harga yang cenderung sulit untuk turun
pengaruh depresiasi nilai tukar melebihi pengaruh
meskipun terjadi penurunan biaya misalnya karena
positif deflasi harga internasional sehingga secara
menguatnya nilai tukar rupiah. Indikasi perilaku
keseluruhan menimbulkan dampak inflasi terhadap
perubahan harga secara asimetri tersebut sejalan
barang impor.
dengan hasil penelitian mengenai transmisi kebijakan moneter melalui jalur nilai tukar serta Survei
PENGARUH EKSPEKTASI INFLASI
Mekanisme Pembentukan Harga di Sektor Manu-
Tingginya inflasi IHK tidak terlepas dari
faktur dan Ritel (Boks : Survei Mekanisme Pemben-
pengaruh ekspektasi inflasi produsen dan pedagang,
tukan Harga di Sektor Manufaktur dan Ritel). Selan-
serta konsumen. Di sisi produsen, ekspektasi inflasi
jutnya, dari survei tersebut juga diperoleh informasi
cenderung meningkat sepanjang 2001 sebagaimana
bahwa perilaku asimetri perubahan harga tersebut
diketahui dari Survei Kegiatan Dunia Usaha (Grafik
lebih banyak terjadi pada tingkat ritel dibandingkan
4.6). Ekspektasi inflasi yang tinggi terutama dipen-
pada tingkat produsen. Hal itu sejalan dengan
garuhi oleh tingginya inflasi 2000 yang mencapai
perkembangan deflasi pada Agustus dimana deflasi
9,35%. Berdasarkan Survei Mekanisme Pemben-
IHK jauh lebih kecil dibandingkan deflasi IHPB.
tukan Harga di Sektor Manufaktur dan Ritel 2001,
2001 54%
10%
5% 6% 4%
10%
11%
IV 120 Pupuk Logam & Mineral
Makanan: Beras & Gandum Bahan Baku: Kayu Bahan Baku: Kapas, Wol, Karet
110 100
III
15%
II
14%
I
8%
17%
18%
47%
5% 5% 6%
8%
16%
50%
9%
6%
7%
5%
40%
7%
6% 5%
7%
7%
10%
2000 90 80
III
70
II
III
IV 2000
I
II
III
IV
2001
Sumber : Bank Dunia
Grafik 4.5 Perkembangan Indeks Harga Komoditas Internasional
18%
28%
10 < 5%
20 5%
10%
7%
30
40 6%
50 Persen 7%
28%
8%
24%
5%
11%
7%
21%
36%
0
7%
16%
32%
I
60
17%
20%
IV
6%
20%
6% 6% 5% 5%
21%
10%
60
7%
70 8%
80 9%
90
100 > 9%
Grafik 4.6 Ekspektasi Inflasi Menurut Produsen
81
Inflasi
Proyeksi inflasi lembaga swasta 14%
Des.
91
Nov.
90
5
94
Jun.
10
90
Apr.
20
0
20
80
0
1
18
81
Feb. Jan.
40
60
1 0
12
87
Mar.
0 1
11
88
Mei Perkembangan Inflasi aktual 55%
1
12
88
Jul.
Target inflasi Bank Indonesia 31%
6
34
60
Ags.
2 4
31
65
Sep.
1
13
85
Okt.
0
9 9
80
100
Persen Meningkat
Sama seperti saat ini
Menurun
Grafik 4.9 Ekspektasi Konsumen Terhadap Biaya Transportasi/Komunikasi 6-12 Bulan ke Depan (% Responden)
Grafik 4.7 Acuan dalam Pembentukan Ekspektasi Inflasi Produsen (% Responden)
diketahui bahwa dasar pembentukan ekspektasi
Sementara itu, ekspektasi inflasi konsumen
inflasi pada produsen dan pedagang ritel lebih
juga mengalami peningkatan sebagaimana diketahui
banyak bersumber dari perkembangan inflasi aktual
dari Survei Konsumen (Grafik 4.8). Ekspektasi
dan inflasi tahun sebelumnya (Grafik 4.7). Perilaku
konsumen pada umumnya dipengaruhi oleh
pembentukan ekspektasi inflasi secara adaptif
ekspektasi kenaikan harga barang-barang adminis-
tersebut sejalan dengan hasil penelitian Bank
tered dan ekspektasi depresiasi nilai tukar rupiah. Hal
Indonesia mengenai transmisi kebijakan moneter
itu terlihat dari pergerakan ekspektasi konsumen
melalui jalur ekspektasi inflasi.
terhadap peningkatan harga dalam 6-12 bulan
Des.
91
8
1
Des.
Nov.
92
5
2
Nov.
88
Okt. 64
Sep.
16 96
3
2
95
4
1
4
1
Mei
93
5
95
Mar.
91
20
2
11 14
84
0
1
9
87
Feb. Jan.
2
40
60
80
2
100
2001
Jul.
Apr.
17
24
60 76
45
Jul.
27
Jun.
51
Mei
51
Mar.
61
20
Sama seperti saat ini
12
32
18
32
30
40
50
21
60
70
80
90
100
Persen Menurun
Grafik 4.8 Ekspektasi Konsumen Terhadap Perkembangan Harga 6-12 Bulan ke Depan (% Responden)
82
20 27
47
10
30 20
50
Feb. Jan.
28
19 60
Persen Meningkat
28 20
Apr.
0
23 34
24
15
Ags.
Jun.
26
41
Sep.
26
26
32 51
Okt.
20
15
58
Ags.
5
7
42
Melemah
Sama seperti saat ini
Menguat
Grafik 4.10 Ekspektasi Konsumen Terhadap Perkembangan Nilai Tukar Rupiah 6-12 Bulan ke Depan (% Responden)
Inflasi
mendatang yang sejalan dengan ekspektasi kon-
makanan. Keterbatasan penawaran bahan makanan
sumen terhadap kenaikan biaya transportasi dan
yang tidak dapat mengimbangi kondisi permintaan
komunikasi 6-12 bulan ke depan (Grafik 4.9) dan
yang sebenarnya masih rendah, berpengaruh
ekspektasi konsumen terhadap melemahnya nilai
terhadap inflasi IHK mengingat bahan makanan
tukar rupiah 6-12 bulan ke depan (Grafik 4.10).
memiliki bobot yang besar dalam keranjang IHK. Pertumbuhan permintaan agregat mengalami
PENGARUH KONDISI PERMINTAAN DAN PE-
penurunan baik dari sisi permintaan domestik, yang
NAWARAN
terdiri dari konsumsi dan investasi, maupun per-
Pengaruh kondisi permintaan dan penawaran
mintaan eksternal (Grafik 4.11). Dari sisi penawaran,
terhadap inflasi IHK dapat ditinjau dari dua sektor
melemahnya permintaan domestik dan eksternal
utama penghasil barang konsumsi dalam keranjang
tersebut sejalan dengan penurunan pertumbuhan
IHK, yaitu sektor industri pengolahan dan sektor
produk domestik bruto (PDB) pada sektor Pertanian,
pertanian. Di sektor industri pengolahan, tekanan
sektor Bangunan, dan sektor Industri Pengolahan,
inflasi karena pengaruh kondisi permintaan dan pe-
serta pertumbuhan indeks produksi industri. Semen-
nawaran diperkirakan masih rendah. Hal itu sejalan
tara itu penambahan kapasitas perekonomian me-
dengan pertumbuhan ekonomi yang melambat dan
ngalami perlambatan sebagaimana tercermin dari
masih berlebihnya kapasitas produksi di sektor
menurunnya pertumbuhan investasi.
tersebut. Di lain pihak, tekanan inflasi karena pe-
Ditinjau dari ketersediaan kapasitas per-
ngaruh kondisi permintaan dan penawaran terjadi di
ekonomian, kapasitas di sektor industri pengolahan
sektor Pertanian. Namun, tekanan inflasi tersebut
diperkirakan masih berlebih dibandingkan per-
bukan dipicu oleh meningkatnya permintaan melain-
mintaan terhadap barang-barang yang dihasilkan
kan karena menurunnya produksi tanaman bahan
sektor tersebut. Berdasarkan Survei Sektor Industri Pengolahan, tingkat penggunaan kapasitas industri pengolahan sepanjang 2001 menunjukkan kecen-
Persen (y-o-y)
derungan yang relatif stabil pada kisaran yang masih
30 Permintaan Domestik Permintaan Eksternal Investasi Produk Domestik Bruto Indeks Produksi Industri
26,5 25 21,9 20
rendah yaitu 39%–51%. Tingkat penggunaan kapasitas tersebut jauh lebih rendah dibandingkan tingkat tertinggi yang pernah terjadi pada 2000 yaitu se-
15
besar 68% (Grafik 4.12). Kapasitas terpakai yang
10 7,6 4,9
5
masih rendah tersebut didukung oleh hasil Survei
5,6 4,0
3,6
3,3 1,0
1,9
Mekanisme Pembentukan Harga di Sektor Manu-
0 2000
2001
Sumber : BPS
faktur dan Ritel Agustus 2001, yang menunjukkan kapasitas produksi industri pengolahan yang masih
Grafik 4.11 Pertumbuhan PDB
cukup dan cenderung berlebih dibandingkan permintaan (Grafik 4.13).
83
Inflasi
Persen
Persen
100
100
90
90
80
80 67,6
70
64,0
60 49,2
50 40
54,8
51,7
50,7 49,7 46,0
75,6 65,9 67,3
70 60
55,6 51,7
51,4
48,3 42,0
45,2 43,1 42,9 41,4 44,5 41,7 40,7 39,4
48,2
54,8
51,7 52,0
50
41,5
43,8 45,4
44,5
41,6
40,9
38,5
40
32,9
29,6
30
30
20
20
10
10
0 1
3
5
7 2000
9
11
1
3
5 7 2001
9
11
0
27,2
24,1
23,1
1
3
5
7
9
11 1
3
27,1
5
2000
Grafik 4.12 Tingkat Kapasitas Terpakai Industri Pengolahan
30,4
29,6
29,7
36,8
32,0
7
9
11
2001
Grafik 4.14 Tingkat Kapasitas Terpakai Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau
Secara sektoral, kapasitas terpakai di industri
dan penawaran belum memberikan tekanan yang
makanan, minuman, dan tembakau, yang produk-
besar terhadap inflasi pada kelompok makanan jadi,
produknya merupakan penyumbang terbesar inflasi
minuman, dan tembakau. Demikian pula halnya
2001, cenderung meningkat sepanjang 2001. Namun,
dengan kapasitas terpakai industri penghasil barang
kapasitas terpakai di sektor tersebut pada akhir 2001
kelompok sandang yang meskipun cenderung
masih berada di bawah 40%, jauh lebih rendah
meningkat namun tidak jauh berbeda dibandingkan
dibandingkan tingkat tertinggi yang pernah terjadi
tahun sebelumnya, yaitu di bawah 75% (Grafik 4.15).
pada 2000 yaitu sebesar 76% (Grafik 4.14). Hal ini
Di sisi lain, kapasitas terpakai yang tinggi dan menga-
mengindikasikan bahwa pengaruh kondisi permintaan
lami peningkatan yang besar terjadi pada industri
Persen Kurang 9%
Sangat berlebih 4%
100 Berlebih 14%
90 80 70,5
70
62,7 63,8
50
72,7 68,3
66,7
71,8
71,2 64,8
59,2
57,3
60 Secara umum berlebih, tetapi pada saat tertentu kurang 18%
61,3 61,2
64,4 64,4
61,6
59,9 60,7
60,8 56,4
54,2
43,8
40 30 20
Cukup 55%
10 0 1
3
5
7 2000
Grafik 4.13 Kecukupan Kapasitas Produksi Industri Pengolahan (% Responden)
84
9
11
1
3
5
7 2001
Grafik 4.15 Tingkat Kapasitas Terpakai Industri Tekstil, Pakaian Jadi, dan Kulit
9 11
Inflasi
Persen 100
96,3 92,1
90
Pembiayaan 33%
81,6 75,5
72,7 71,4
70
84,0
79,8
77,6
80
60
86,5
81,9 83,4
83,0
68,6
62,7 56,2
54,1
53,6
50
50,6
47,9
47,7
Permintaan rendah 51%
53,1
43,6
40 30 20 10
Teknis 16%
0
1
3
5
7 2000
9
11
1
3
5
7 2001
9
11
Grafik 4.16 Tingkat Kapasitas Terpakai Industri Barang Galian Bukan Logam
Grafik 4.17 Kendala Memanfaatkan Kapasitas Menganggur Industri Pengolahan (% Responden)
barang galian bukan logam yang terutama mengha-
dalam mengaktifkan kapasitas menganggur justru
silkan bahan-bahan bangunan yang tergabung dalam
karena permintaan yang masih rendah (51% dari total
subkelompok biaya tempat tinggal pada keranjang
responden), di samping adanya faktor teknis produksi
IHK (Grafik 4.16). Kondisi ini diperkirakan mem-
(Grafik 4.17). Kondisi tersebut menggambarkan
pengaruhi kenaikan harga bahan bangunan. Meski-
bahwa meskipun pemanfaatan kapasitas industri
pun demikian, tingginya sumbangan inflasi oleh sub-
pengolahan menghadapi kendala, hal tersebut belum
kelompok biaya tempat tinggal pada umumnya lebih
menimbulkan sumber tekanan inflasi yang berarti
banyak bersumber dari kenaikan sewa dan kontrak
mengingat permintaan yang masih lemah selama
rumah serta upah tukang dibandingkan dari kenaikan
2001. Namun demikian, jika kendala pembiayaan
harga bahan bangunan.
produksi industri tersebut tidak teratasi dalam kondisi
Tingkat kapasitas terpakai industri pengo-
permintaan yang meningkat, hal tersebut dapat
lahan yang masih rendah secara total seharusnya
menjadi sumber potensi tekanan inflasi pada periode
tidak menimbulkan tekanan terhadap inflasi IHK.
mendatang.
Namun demikian, adanya kendala pembiayaan modal
Tekanan harga sebagai akibat ketidak-
kerja untuk mendayagunakan kapasitas menganggur
seimbangan antara permintaan dan penawaran
dapat menjadi penyebab timbulnya tekanan harga.
diperkirakan terjadi pada sektor produksi bahan
Berdasarkan Survei Mekanisme Pembentukan Harga
makanan. Meskipun pengeluaran konsumsi rumah
diketahui bahwa salah satu kendala yang dihadapi
tangga mengalami peningkatan dari 1,8% pada 2000
perusahaan manufaktur dalam memanfaatkan kapa-
menjadi 2,3% pada 2001, namun pengeluaran
sitas yang menganggur adalah faktor pembiayaan
konsumsi tersebut masih rendah. Sebaliknya, PDB
modal kerja (33% dari total responden). Namun,
yang dihasilkan subsektor pertanian tanaman bahan
secara keseluruhan masalah utama yang dihadapi
makanan mengalami kontraksi sebesar 1,1% pada
85
Inflasi
Persen
Persen
14 12 10
PDB Sub Sektor Pertanian Tanaman Bahan Makanan Konsumsi Makanan oleh Sektor Rumah Tangga Inflasi IHK Kelompok Bahan Makanan
12,03
Tingginya permintaan
8
Walaupun harga naik produk tetap terjual
6
27
4,00
4
2,3
2
37
1,8 0,9
20
Pesaing meningkatkan harga
0 -1,1
-2
16
Pasokan kurang
-4
2000
2001
0
5
10
15
20
25
30
35
40
Sumber : BPS
Grafik 4.18 Permintaan dan Penawaran Barang Kelompok Makanan
Grafik 4.19 Faktor Pendorong Kenaikan Harga menjelang Hari Raya
2001 (Grafik 4.18). Ketidakseimbangan antara per-
Mekanisme Pembentukan Harga di Sektor Manu-
mintaan dan penawaran yang lebih disebabkan oleh
faktur dan Ritel, inflasi yang tinggi menjelang hari raya
keterbatasan produksi bahan makanan tersebut, turut
Idul Fitri, Natal, dan Tahun Baru lebih dipicu oleh
menyebabkan tingginya inflasi pada kelompok bahan
meningkatnya permintaan daripada faktor keterba-
makanan, khususnya subkelompok padi-padian,
tasan atau gangguan pasokan barang. Di samping
umbi-umbian dan hasilnya.
itu, tingginya inflasi pada periode tersebut juga
Di sisi lain, tekanan permintaan yang bersifat
dipengaruhi oleh perilaku konsumsi masyarakat
musiman menjelang hari raya Idul Fitri, Natal, dan
secara umum yang cenderung menjadi kurang sensitif
Tahun Baru berpengaruh besar terhadap tingginya
terhadap kenaikan harga (Grafik 4.19). Survei ter-
inflasi. Hal tersebut terlihat dari tingginya inflasi IHK
sebut juga menunjukkan bahwa langkah menaikkan
(m-t-m) pada November saat nilai tukar rupiah stabil
harga dengan memanfaatkan momentum pening-
pada level rata-rata Rp10.560 per dolar AS, semen-
katan permintaan menjelang hari raya keagamaan
tara tidak terjadi kelangkaan pasokan barang selama
itu lebih banyak dilakukan oleh pedagang daripada
kurun waktu tersebut. Mengacu pada hasil Survei
produsen industri pengolahan.
86
Inflasi
boks
Survei Mekanisme Pembentukan Harga Di Sektor Manufaktur dan Ritel Sebagaimana diamanatkan oleh UU No.23
survei terhadap produsen barang-barang manufaktur
tahun 1999, tujuan Bank Indonesia adalah mencapai
dan pedagang ritel yang berlangsung pada Juli hingga
dan mempertahankan kestabilan nilai rupiah. Dalam
September 2001. Responden survei ditentukan
pelaksanaannya, Bank Indonesia bertanggung jawab
dengan menggunakan metode Purposive Sample,1
mengendalikan inflasi agar berada pada tingkat yang
yang terdiri atas 200 perusahaan di sektor manufaktur
cukup rendah dan stabil. Upaya pengendalian inflasi
yang memproduksi barang-barang konsumsi yang
memerlukan perkiraan inflasi dan perkiraan dampak
terdapat pada keranjang IHK dan 220 unit usaha
kebijakan moneter dalam mempengaruhi perubahan
sektor ritel yang merupakan responden Survei Pen-
harga. Untuk dapat memperkirakan inflasi secara aku-
jualan Eceran Bank Indonesia.
rat, menetapkan target inflasi yang realistis, dan me-
Hasil survei tersebut mengindikasikan bahwa
nentukan respon kebijakan yang tepat, Bank Indo-
kenaikan IHK pada saat ini lebih banyak bersumber
nesia perlu mengidentifikasi faktor-faktor yang
dari tekanan biaya (cost-push inflation) daripada
mempengaruhi pembentukan harga, serta memper-
tekanan permintaan (demand-pull inflation). Tekanan
hitungkan kemampuan kebijakan moneter dalam
dari sisi biaya terutama berasal dari depresiasi nilai
mengendalikan inflasi. Kebijakan penetapan harga
tukar rupiah disamping pengaruh kebijakan peme-
yang dilakukan oleh produsen dan pedagang ter-
rintah menaikkan bea masuk bahan baku dan
utama dipengaruhi oleh ekspektasi inflasi, besarnya
peralatan produksi, harga BBM, tarif listrik serta upah
perubahan biaya, serta besarnya perubahan permin-
minimum buruh.
taan dan penawaran. Namun demikian, pembentukan
Ditinjau dari pengaruh perubahan biaya, hasil
harga dapat terjadi secara asimetris dalam hal terjadi
survei mengindikasikan bahwa produsen dan penjual
kenaikan atau penurunan biaya dan permintaan.
cenderung lebih responsif terhadap tekanan kenaikan
Sementara itu, kemampuan kebijakan moneter dalam
biaya daripada penurunan biaya. Perilaku tersebut
mengendalikan inflasi dipengaruhi oleh jalur dan lama
menyebabkan harga cenderung mudah meningkat
transmisi kebijakan moneter ke inflasi serta perilaku
jika terjadi kenaikan biaya namun cenderung sulit
pembentukan harga.
turun apabila terjadi penurunan biaya. Karakteristik
Dengan latar belakang tersebut, Bank Indo-
harga tersebut antara lain tercermin dari tingkat harga
nesia perlu memperoleh gambaran mengenai perilaku
pada sektor ritel yang rata-rata hanya mampu ber-
pembentukan harga barang-barang konsumsi yang 1
terdapat dalam keranjang IHK dengan melakukan
Purposive sampling merupakan metode pengambilan sampel dengan memilih responden berdasarkan tujuan tertentu.
87
Inflasi
tahan selama 2,9 bulan selama kurun waktu satu
lembaga-lembaga swasta (14% responden). Hasil ini
tahun terakhir sebelum survei berlangsung. Perilaku
mengindikasikan perilaku ekpektasi inflasi pada
harga yang cenderung mudah meningkat tersebut
produsen dan pedagang yang lebih bersifat adaptif.
lebih terasa pada sektor ritel dibandingkan pada
Di sisi lain, baik produsen manufaktur dan
sektor manufaktur. Pada sektor manufaktur, secara
pedagang ritel belum melihat tekanan perubahan
rata-rata tingkat harga mampu bertahan selama 4,6
permintaan sebagai faktor utama yang mendorong
bulan selama kurun waktu yang sama. Periode
kenaikan atau penurunan harga sepanjang tahun,
bertahannya harga tersebut jauh lebih singkat
kecuali pada periode tertentu yaitu menjelang hari
dibandingkan yang terjadi di beberapa negara maju
raya Idul Fitri, Natal, dan Tahun Baru. Pada umumnya,
yang berdasarkan survei berkisar 6 hingga 15 bulan.
peningkatan permintaan terhadap produk atau barang
Perilaku harga yang cenderung mudah
dagangan direspon oleh perusahaan manufaktur dan
mengalami peningkatan juga tercermin dari waktu
ritel dengan meningkatkan produksi dan persediaan
yang cukup singkat antara saat terjadinya peruba-
barang dagangan. Hanya sebagian kecil perusahaan
han biaya hingga berlakunya perubahan harga,
yang meresponnya dengan menaikkan harga.
yaitu selama empat minggu pada sektor manufaktur
Demikian pula sebaliknya, jika terjadi penurunan per-
dan kurang dari satu minggu pada sektor ritel. Hal
mintaan, perusahaan cenderung meresponnya de-
tersebut juga mengindikasikan bahwa pengaruh
ngan menurunkan produksi atau mengurangi pasokan
perubahan nilai tukar ke inflasi melalui harga barang
barang dagangan. Hasil survei tersebut menunjukkan
konsumsi impor terjadi dalam waktu kurang dari satu
bahwa perubahan pemintaan, baik peningkatan
minggu dan dampaknya melalui biaya bahan baku
maupun penurunan, lebih berpengaruh pada peru-
impor berlangsung sekitar lima minggu. Disamping
bahan tingkat produksi daripada terhadap perubahan
itu, kecepatan merespon perubahan biaya tersebut
harga. Dengan kata lain, ditinjau dari pengaruh
secara tidak langsung juga mengindikasikan bahwa
perubahan permintaan, tingkat harga cenderung tidak
kenaikan biaya sebagai akibat dari kenaikan harga
mudah turun jika terjadi penurunan permintaan dan
BBM dan tarif listrik, dapat menimbulkan kenaikan
juga cenderung tidak mudah naik apabila terjadi
harga-harga barang konsumsi hingga satu bulan
kenaikan permintaan.
sejak kenaikan harga barang administered tersebut.
Perilaku perubahan harga dalam merespon perubahan permintaan tersebut mengindikasikan
Sementara itu, ditinjau dari pengaruh
masih cukup tersedianya kapasitas produksi untuk
ekspektasi inflasi, perilaku pembentukan dan peru-
memenuhi peningkatan permintaan di tengah kondisi
bahan harga pada produsen manufaktur dan peda-
permintaan yang masih lemah. Sebagian besar
gang ritel lebih banyak bersumber dari perkembangan
responden manufaktur menilai tingkat penggunaan
inflasi yang telah terjadi (55% responden) daripada
kapasitas produksi berkisar antara 61%-80% dengan
berdasarkan target inflasi Bank Indonesia (31%
rata-rata 65,8%. Tingkat penggunaan kapasitas pro-
responden) atau proyeksi inflasi yang dikeluarkan oleh
duksi tersebut dinilai oleh sebagian besar responden
88
Inflasi
(54%) mencukupi untuk memenuhi permintaan.
tertentu pada kebijakan penetapan sasaran inflasi dan
Sementara itu 18% responden menilai kapasitas yang
kebijakan moneter Bank Indonesia. Selama nilai tukar
ada secara umum berlebih atau sangat berlebih, dan
rupiah masih menghadapi tekanan dan berbagai
19% responden menilai kapasitas secara umum
kebijakan pemerintah menaikkan harga barang ad-
berlebih namun terjadi kekurangan kapasitas pada
ministered masih terus berlangsung, Bank Indonesia
saat-saat tertentu. Selebihnya, hanya 9% responden
tidak dapat menetapkan sasaran inflasi yang terlalu
menyatakan kekurangan kapasitas.
rendah dengan jangka waktu pencapaian yang terlalu
Khusus pada masa-masa menjelang hari
singkat. Sebaliknya, Bank Indonesia perlu mene-
raya Idul Fitri, Natal, dan Tahun Baru, perilaku pem-
tapkan sasaran inflasi yang lebih realistis untuk
bentukan harga sangat dipengaruhi oleh mening-
dicapai sesuai dengan kemampuan kebijakan mone-
katnya permintaan dan berkurangnya elastisitas
ter. Dengan mempertimbangkan perilaku pemben-
harga terhadap permintaan. Kondisi tersebut cende-
tukan harga, kondisi permintaan saat ini yang masih
rung dimanfaatkan terutama oleh pedagang untuk
lemah, dan penetapan sasaran inflasi yang realistis,
menaikkan harga meskipun pada umumnya tidak
maka kebijakan moneter yang lebih ketat dari kondisi
terjadi kendala pasokan barang. Survei mencatat
di akhir 2001 diperkirakan belum dapat secara efektif
sebanyak 74% responden pedagang ritel dan 43%
mengurangi tekanan inflasi. Sebaliknya, kebijakan
responden produsen manufaktur yang memanfaatkan
moneter perlu diarahkan kepada upaya memberikan
kesempatan tersebut.
ruang bagi penurunan suku bunga sehingga mem-
Karakteristik harga yang lebih banyak
berikan sinyal kepada perbankan dan pelaku usaha
dipengaruhi faktor biaya daripada permintaan, bersifat
sektor riil untuk meningkatkan aktivitas perekonomian.
cenderung tidak mudah turun, cenderung mudah naik
Namun demikian, arah kebijakan moneter tersebut
karena tekanan biaya, namun cenderung tidak mudah
harus didukung oleh upaya pemulihan fungsi perban-
naik karena tekanan permintaan, membawa implikasi
kan sebagai lembaga intermediasi keuangan.
89
Moneter
bab 5 MONETER
90
Moneter
bab 5
MONETER
D
i awal 2001, dalam situasi yang lebih optimis
diarahkan untuk menyerap ekspansi uang primer
terhadap terus berlanjutnya proses pemulihan
yang berasal dari pengeluaran pemerintah dalam
ekonomi, Bank Indonesia memandang bahwa inflasi
rupiah yang dibiayai dari penerimaan luar negeri.
yang relatif tinggi pada tahun sebelumnya perlu
Langkah ini dimaksudkan agar upaya pencapaian
diarahkan kepada tingkat yang lebih rendah, sebagai
sasaran uang primer tersebut tidak menimbulkan
prasyarat bagi upaya untuk mencapai pertumbuhan
dampak kenaikan suku bunga yang berlebihan.
ekonomi yang berkesinambungan dalam jangka
Kebijakan sterilisasi valuta asing ini sekaligus dituju-
panjang. Berkaitan dengan itu, sasaran inflasi di luar
kan untuk menambah pasokan valuta asing guna
dampak kebijakan pemerintah di bidang harga dan
mengurangi tekanan depresiasi dan volatilitas nilai
pendapatan ditetapkan sebesar 4,0%–6,0%. Untuk
tukar rupiah.
mencapai sasaran inflasi tersebut, dengan asumsi
Dalam pelaksanaannya, upaya pengen-
pertumbuhan ekonomi sebesar 4,5%–5,5% dan nilai
dalian moneter tersebut mulai menghadapi beberapa
tukar berkisar antara Rp7.750–Rp8.250 per dolar AS,
kendala yang mengakibatkan pengendalian uang
Bank Indonesia menetapkan sasaran pertumbuhan
primer tidak dapat dilaksanakan secara optimal ter-
uang primer sebesar 11,0%–12,0% pada akhir 2001,
utama sejak Mei 2001. Hal ini diindikasikan oleh lebih
yang lebih rendah dari pertumbuhan akhir tahun
seringnya test date1 uang primer berada di atas
sebelumnya yang mencapai 22,3%.
sasaran indikatif yang ditetapkan, 2 terutama
Sasaran kebijakan moneter yang cenderung
didorong oleh terus meningkatnya permintaan uang
ketat ini ditempuh dengan tetap berupaya menjaga
kartal di masyarakat sebagai komponen utama uang
agar perkembangan uang primer sepanjang tahun
primer. Peningkatan uang kartal tersebut terkait
2001 dapat sesuai dengan sasaran yang ditetapkan.
dengan meningkatnya secara signifikan peranan
Guna mencapai sasaran uang primer tersebut, Bank
sektor usaha kecil dan menengah (UKM) dan sektor
Indonesia selalu berusaha untuk menyerap kelebihan
informal yang pada umumnya masih banyak
likuiditas di sektor perbankan yang berpotensi
menggunakan uang kartal. Di samping itu, mema-
memberikan tekanan terhadap nilai tukar dan inflasi.
nasnya kondisi sosial dan politik mendorong masya-
Kebijakan ini ditempuh terutama melalui Operasi
rakat menyimpan uang kartal di atas kebutuhan
Pasar Terbuka (OPT) dengan instrumen Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan intervensi rupiah. Upaya
1
pengendalian uang primer tersebut juga didukung
2
oleh kebijakan sterilisasi di pasar valuta asing yang
Test date uang primer dihitung dari rata-rata posisi tanggal 16 bulan tersebut hingga tanggal 15 bulan berikutnya. Sasaran uang primer disusun berdasarkan asumsi inflasi, PDB, suku bunga deposito dan nilai tukar dan ditetapkan dalam Letter of Intent (LoI).
91
Moneter
normalnya untuk tujuan berjaga-jaga hingga per-
berusaha menyerap kelebihan likuiditas di sektor
tengahan 2001. Posisi uang kartal tersebut menjadi
perbankan yang diupayakan tanpa menimbulkan
semakin tinggi seiring dengan naiknya kebutuhan
peningkatan suku bunga SBI yang berlebihan.
transaksi akibat meningkatnya harga yang dipicu oleh
Selanjutnya, kelebihan likuiditas yang tidak berhasil
kebijakan pemerintah di bidang harga dan penda-
diserap melalui lelang SBI telah diupayakan untuk
patan pada Juni 2001. Dalam kondisi yang demikian,
diserap melalui intervensi rupiah.
permintaan uang primer menjadi kurang responsif
Pada awal pelaksanaan kebijakan moneter,
terhadap perubahan suku bunga. Hal ini menga-
posisi uang primer yang sempat meningkat tinggi
kibatkan upaya untuk menyerap uang primer memer-
pada akhir 2000 berhasil dikendalikan hingga kembali
lukan peningkatan suku bunga.
ke dalam sasaran indikatifnya sampai dengan April
Upaya pengendalian moneter tersebut se-
2001. Namun demikian, akibat munculnya berbagai
makin dipersulit oleh fungsi intermediasi perbankan
kendala seperti disebutkan di atas, test date uang
yang belum sepenuhnya pulih, sehingga menye-
primer mulai meningkat tinggi dan terus bergerak di
babkan jumlah ekses likuiditas perbankan yang harus
atas sasaran indikatifnya sejak Mei 2001. Hingga
diserap oleh Bank Indonesia menjadi semakin besar.
Desember 2001, uang primer telah mengalami per-
Di samping itu, belum pulihnya fungsi intermediasi
tumbuhan sebesar 15,4% 3 atau rata-rata telah
tersebut juga menyebabkan proses transmisi kebi-
tumbuh sebesar 18,2% selama 2001. Pertumbuhan
jakan moneter menjadi kurang berjalan dengan baik
uang primer di akhir Desember tersebut lebih tinggi
sebagaimana tercermin dari kurang diresponnya
dibandingkan dengan sasaran yang ditetapkan di
kenaikan suku bunga SBI oleh kenaikan suku bunga
awal tahun sebesar 11,0%–12,0%.
deposito.
Upaya pengendalian uang primer yang
Tingginya permintaan uang kartal dan
dilakukan oleh Bank Indonesia tersebut mendorong
kurang efektifnya transmisi kebijakan moneter akibat
peningkatan suku bunga SBI. Selama 2001, suku
masih belum pulihnya intermediasi perbankan
bunga SBI 1 bulan meningkat sebesar 309 basis point
menyebabkan penyerapan uang primer menjadi sulit
(bp) hingga menjadi 17,62% dan SBI 3 bulan mening-
dilakukan. Meskipun berbagai langkah penyerapan
kat sebesar 332 bp menjadi 17,63%. Sementara itu,
likuiditas telah dilakukan, baik melalui lelang SBI,
guna mendorong agar suku bunga deposito dapat
kenaikan suku bunga intervensi rupiah, maupun
meningkat seiring dengan perkembangan suku bunga
sterilisasi valuta asing, perkembangan uang primer
SBI, Bank Indonesia meningkatkan marjin suku bunga
lebih banyak berada di luar sasaran yang telah
penjaminan deposito. Peningkatan ini dilakukan 2 kali,
ditetapkan. Dalam kondisi demikian, upaya kenaikan
yaitu pada Januari dan Agustus 2001 masing-masing
suku bunga SBI untuk menyerap uang primer dinilai
sebesar 100 bp hingga mencapai marjin 400 bp di
tidak terlampau efektif. Menyikapi kondisi tersebut, dalam perkembangannya terutama sejak akhir triwulan ketiga 2001, Bank Indonesia cenderung
92
3
Pertumbuhan dihitung berdasarkan posisi test date uang primer Desember 2000 yang telah dibebaskan dari pengaruh musiman lebaran yang selalu bergeser setiap tahunnya.
Moneter
atas suku bunga deposito bank anggota JIBOR.4
Rp124,7 triliun pada Desember, atau lebih besar
Kebijakan ini berhasil mendorong peningkatan rata-
dibandingkan dengan sasaran indikatifnya sebesar
rata tertimbang suku bunga deposito nominal. Secara
Rp122,9 triliun. Secara rata-rata, pertumbuhan tahu-
riil, suku bunga deposito tersebut juga meningkat,
nan uang primer telah mencapai 18,2% selama 2001,
namun masih jauh di bawah tingkatnya pada masa
sedikit lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata
sebelum krisis, apalagi jika dipertimbangkan relatif
pertumbuhan tahun sebelumnya sebesar 18,6%. Pada akhir 2001, posisi uang primer telah
lebih tingginya premi risiko pada saat ini. Sejalan dengan peningkatan suku bunga
mencapai Rp127,8 triliun, atau meningkat sebesar
deposito, simpanan deposito juga meningkat
Rp2,2 triliun dibandingkan dengan tahun sebelumnya
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pening-
sebesar Rp125,6 triliun. Uang primer tersebut sempat
katan jenis simpanan ini ditengarai juga terkait de-
mencapai posisi tertinggi sebesar Rp134,1 triliun pada
ngan adanya perpindahan dana dari jenis penanaman
saat menjelang lebaran, namun kemudian turun
lain yang lebih bersifat jangka pendek seperti
setelah berakhirnya periode lebaran. Peningkatan ini
tabungan dan giro. Perkembangan tersebut
terutama didorong oleh kenaikan komponen uang
menyebabkan pertumbuhan uang beredar dalam arti
kartal yang selama 2001 telah mengalami
luas (M2) pada akhir tahun lebih besar dibandingkan
pertumbuhan rata-rata tahunan sebesar 20,1%, lebih
dengan uang beredar dalam arti sempit (M1).
besar dibandingkan rata-rata pertumbuhan uang primer pada periode yang sama (Grafik 5.2). Se-
UANG PRIMER
mentara itu, faktor lainnya seperti saldo positif bank
Secara umum, pengendalian uang primer selama
dan simpanan swasta domestik relatif tidak
tahun laporan menghadapi berbagai tantangan yang
mengalami perubahan dalam tahun laporan. Relatif
cukup berat sehingga mengakibatkan posisi test date
stabilnya saldo positif sebagai akibat rendahnya ex-
uang primer lebih banyak berada di luar sasaran
cess reserves perbankan, mengindikasikan bahwa
indikatif yang ditetapkan. Dalam empat bulan pertama tahun laporan, test date uang primer masih berada
Triliun Rp
dalam sasaran indikatifnya bahkan sempat mencapai
130
posisi terendahnya sebesar Rp101,9 triliun pada
120
Februari. Dalam perkembangannya, sejak Mei 2001 110
uang primer terus mengalami peningkatan hingga berada di atas sasaran indikatifnya, kecuali pada
Aktual
100
Sasaran indikatif
November (Grafik 5.1). Posisi test date uang primer
90
tersebut mencapai posisi tertingginya sebesar
80
Jan.
Mar.
Mei 2000
4
Marjin suku bunga pinjaman dari 200 bp menjadi 300 bp sesuai dengan SE No. 3/1/DPNP tanggal 5 Januari 2001, dan naik dari 300 bp menjadi 400 bp sesuai SE No. 3/19/DPNP tanggal 14 Agustus 2001.
Jul.
Sep. Nov.
Jan.
Mar.
Mei
Jul.
Sep. Nov.
2001
Grafik 5.1 Uang Primer : Aktual dan Sasaran
93
Moneter
upaya penyerapan likuiditas perbankan telah
Tabel 5.1 Uang Primer 2001
dilaksanakan secara optimal. Selama 2001, uang kartal meningkat sebesar Rp4,1 triliun hingga mencapai posisi Rp76,5
2001 Rincian
2000
posisi tertinggi sebesar Rp85,8 triliun pada saat menjelang perayaan hari lebaran. Peningkatan ini lebih bersifat musiman mengingat kebutuhan masyarakat akan uang kartal pada setiap lebaran akan meningkat, meskipun kemudian turun kembali setelah berakhirnya perayaan tersebut. Tingginya peningkatan uang kartal tersebut tidak terlepas dari meningkatnya secara cukup
II
III
IV
Triliun Rupiah
triliun dari posisi tahun sebelumnya sebesar Rp72,4 triliun (Tabel 5.1). Uang kartal ini, sempat mencapai
I
Uang Primer Uang Kertas dan Logam Yang Diedarkan – di masyarakat – di perbankan Giro Bank pada Bank Indonesia Giro Sektor Swasta
125,6 103,3 110,6 89,7 72,4 17,3 33,9 2,0
69,9 60,1 9,8 30,9 2,4
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Uang Primer 125,6 103,3 Cadangan Devisa Bersih (NIR) 124,5 124,3 Aktiva Domestik Bersih (NDA) 1,1 –21,0 – Tagihan Bersih pada Pemerintah 133,7 134,4 – Bantuan Likuiditas 37,3 36,7 – Kredit Likuiditas 15,9 15,6 – Tagihan Lainnya 1,5 1,3 – Operasi pasar uang –78,9 –90,0 – Lainnya Bersih (NOI) –108,4 –119,2
Peru– bahan Tahunan
115,2
127,8
2,2
80,8 69,0 11,8 31,6 2,8
91,3 76,5 14,8 34,8 1,7
1,6 4,1 –2,5 0,9 –0,3
110,6 115,2 128,0 127,8 –17,4 –12,6
127,8 128,1 –0,3
2,2 3,6 –1,4
76,9 66,2 10,7 30,9 2,9
125,6 135,5 160,8 27,0 37,1 37,1 37,1 –0,2 15,3 15,2 15,1 –0,8 1,7 1,9 1,9 0,3 –85,6 –86,0 –102,6 –23,7 –111,5 –116,2 –112,4 –4,0
signifikan kegiatan usaha sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) serta sektor informal yang cenderung menggunakan uang kartal dalam melakukan
katnya kebutuhan uang untuk transaksi sehubungan
transaksinya. Peningkatan uang kartal tersebut juga
dengan meningkatnya harga-harga barang yang
terkait dengan memanasnya kondisi sosial politik di
dipicu oleh kebijakan pemerintah di bidang harga dan
Indonesia hingga pertengahan 2001 yang telah
pendapatan pada akhir Juni 2001. Kondisi ini terlihat
mendorong kebutuhan uang kartal untuk berjaga-
dari berubahnya pola perilaku uang kartal yang me-
jaga bergerak naik. Permintaan uang kartal tersebut
ningkat lebih tinggi dibandingkan dengan sebelumnya
menjadi semakin meningkat, seiring dengan mening-
sejak bulan Juli 2001(Grafik 5.3). Kenaikan uang kartal yang disebabkan oleh meningkatnya harga dan kebutuhan berjaga-jaga
Persen 70
tersebut juga didukung oleh hasil survei “Motif Masya-
Pertumbuhan Uang Primer 60
Pertumbuhan Currency Outside Bank
50
rakat dalam Memegang Uang Kartal” yang dilakukan
40
di 5 kota besar di Indonesia (Grafik 5.4). Berdasarkan
30
hasil survei tersebut diketahui bahwa motif utama
20
yang mendorong masyarakat meningkatkan
10
permintaan terhadap uang kartal adalah akibat
0 -10 Des. 1998
Mar.
Jun.
Sep.
1999
Des.
Mar.
Jun.
Sep.
2000
Des.
Mar.
Jun.
Sep.
2001
Grafik 5.2 Pertumbuhan Uang Kartal dan Uang Primer
Des.
meningkatnya kebutuhan transaksi sehubungan dengan naiknya harga-harga barang kebutuhan pokok (21,6%). Adapun motif kedua tertinggi adalah akibat meningkatnya jenis barang dan jasa yang ingin
94
Moneter
Persen
Miliar Rp 85.000
Meningkatnya harga-harga barang Meningkatnya jenis barang/ jasa kebutuhan yang dikonsumsi
Aktual Pola Perilaku Uang Kartal
80.000 75.000
Untuk berjaga-jaga
70.000
Pecahan uang yang semakin besar
65.000
Suku bunga simpanan kurang menarik
Total
Spekulasi
Rumah Tangga
60.000
Perusahaan Melemahnya nilai tukar rupiah
55.000 Des.
Jan.
Feb.
Mar.
Apr.
Mei
Jun.
Jul.
Ags.
Sep.
Okt.
Nov.
Des.
0
5
10
15
20
25
30
35
2001
Grafik 5.3 Perilaku Musiman Uang Kartal
Grafik 5.4 Hasil Survei Motif Penyimpanan Uang Kartal
dibeli (20,9%) sebagai cerminan masih meningkatnya
Sebagian ekspansi rekening rupiah tersebut juga
pendapatan riil masyarakat, dan motif berjaga-jaga
dibiayai oleh penerimaan valuta asing pemerintah dan
(13,4%) seiring dengan kurang kondusifnya situasi
pengambilan simpanan pemerintah di Bank
politik dan keamanan di dalam negeri. Sementara
Indonesia. Penerimaan valuta asing pemerintah
faktor lain seperti melemahnya nilai tukar, faktor suku
tersebut terutama bersumber dari penerimaan migas
bunga simpanan, meningkatnya denominasi uang
yang mencapai Rp62,4 triliun, lebih besar diban-
kartal, dan tujuan untuk spekulasi masih relatif rendah
dingkan dengan net pembayaran utang luar negeri
mempengaruhi masyarakat dalam memegang uang
pemerintah Rp37,4 triliun. Sementara itu, net kontraksi dari OPT
kartal (hanya 12,2%). Berdasarkan faktor yang mempengaruhinya,
sebesar Rp23,7 triliun selama 2001 terutama berasal
tersebut terutama
dari intervensi rupiah sebesar Rp28,0 triliun
disebabkan oleh lebih besarnya ekspansi rupiah
khususnya pada Desember, berkaitan dengan
rekening pemerintah dibandingkan dengan pengaruh
meningkatnya sikap berjaga-jaga bank terhadap
kontraksi OPT dan sterilisasi valuta asing. Net
penarikan dana masyarakat menjelang lebaran dan
ekspansi rupiah rekening pemerintah yang mencapai
akhir tahun. Adapun SBI lelang pada periode yang
Rp41,1 triliun terutama ditujukan untuk pembayaran
sama justru memberikan pengaruh ekspansi sebesar
gaji, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Bagi Hasil
Rp4,3 triliun.
peningkatan uang primer
(DBH) sebesar Rp81,3 triliun, kupon obligasi Rp58,2
Sejalan dengan perkembangan komponen-
triliun, subsidi Rp32,6 triliun, dan pembiayaan proyek
nya yang cenderung ekspansif tersebut, Aktiva
Rp27,4 triliun. Pengeluaran rupiah pemerintah ini lebih
Domestik Bersih (Net Domestic Assets/NDA) selama
besar dibandingkan dengan penerimaannya yang
2001 menunjukkan kecenderungan yang terus
terutama bersumber dari penerimaan pajak Rp127,5
meningkat, hingga sempat mencatat nilai positif dan
triliun dan penjualan aset dan privatisasi Rp31,4 triliun.
bergerak di atas sasaran indikatifnya selama periode
95
Moneter
Triliun Rp
Miliar $
10
19
0
18
Aktual
Sasaran indikatif 17
-10
16
-20
15 Aktual
-30
Sasaran indikatif
14 -40 13 -50 Jan.
Mar.
Mei
Jul.
Sep. Nov.
Jan.
Mar.
2000
Mei
Jul.
Sep. Nov.
2001
Grafik 5.5 Net Domestic Assets
lebaran. Setelah berakhirnya periode lebaran, secara
12
Jan.
Mar.
Mei
Jul.
Sep. Nov.
Jan.
Mar.
2000
Mei
Jul.
Sep. Nov.
2001
Grafik 5.6 Net International Reserves
OPERASI PASAR TERBUKA (OPT)
perlahan NDA turun hingga mencapai posisi test date
Sebagaimana telah dikemukakan sebelum-
negatif Rp2,7 triliun pada akhir tahun, lebih rendah
nya, upaya pengendalian uang primer selama 2001
dibandingkan sasaran indikatifnya sebesar Rp5,3
masih bertumpu pada OPT terutama melalui lelang
triliun (Grafik 5.5). Sementara itu, posisi Cadangan
SBI yang dibantu dengan intervensi rupiah. Guna
Devisa Bersih (Net International Reserves /NIR)
memberikan dukungan yang lebih kuat pada upaya
meningkat sebesar $0,5 miliar hingga mencapai
pengendalian uang primer, suku bunga intervensi
posisi $18,3 miliar atau setara dengan Rp128,1
rupiah dinaikkan sebanyak 8 kali selama 2001
triliun5 pada akhir 2001. Peningkatan NIR tersebut
sebesar 425 bp dari 10,8% pada 2000 menjadi
terutama berasal dari penerimaan migas sebesar
15,13%. Secara keseluruhan, posisi OPT menun-
$5,3 miliar, serta pinjaman luar negeri dan hasil
jukkan peningkatan, yaitu dari Rp78,9 triliun pada
pengelolaan devisa $4,2 miliar. Penerimaan valuta
akhir 2000 menjadi Rp102,6 triliun. Peningkatan
asing tersebut lebih besar dibandingkan dengan
tersebut terutama disebabkan oleh meningkatnya
pengeluarannya yang terutama digunakan untuk
posisi intervensi rupiah sebesar Rp28,1 triliun menjadi
pembayaran utang luar negeri dan sterilisasi valuta
Rp46,9 triliun pada periode yang sama. Sementara
asing sebesar $9,6 miliar. Walaupun telah dilakukan
itu, posisi SBI justru mengalami penurunan sebesar
penyesuaian sasaran floor NIR lebih tinggi sebesar
Rp4,3 triliun menjadi Rp55,7 triliun.
$1,9 miliar menjadi $17,6 miliar pada September,
Selama tahun laporan, secara umum pe-
posisi NIR selama 2001 masih tetap berada di atas
laksanaan OPT telah dapat menyerap kelebihan
sasaran indikatifnya (Grafik 5.6).
likuiditas perbankan sebagaimana tercermin pada relatif kecilnya excess reserve perbankan. Upaya
5
96
Konversi NIR dari dolar ke rupiah di dalam faktor uang primer dihitung dengan nilai tukar yang ditetapkan oleh IMF sebesar Rp7000.
penyerapan excess reserve perbankan tersebut terutama dilakukan melalui lelang SBI, sementara
Moneter
Miliar Rp
Miliar Rp 35.000
140.000
kepemilikan SBI oleh penduduk menunjukkan adanya
30.000
SBI Jatuh tempo (aksis kiri) SBI Hasil lelang (aksis kiri) Intervensi Rp (aksis kanan)
120.000
Keuangan Pusat dan Daerah (PKPD). Sebaliknya,
25.000 20.000 15.000
100.000
10.000
penurunan dari 33,4% pada 2000 menjadi hanya 7,6% dari total SBI. Hal ini berkaitan dengan relatif menariknya maksimum suku bunga deposito yang
5.000
80.000
(5.000)
60.000
ditawarkan perbankan selama 2001 dibandingkan suku bunga SBI yang ditawarkan oleh broker.
(10.000) 40.000
(15.000) Jan.
Mar.
Mei
Jul. 2001
Sep.
Nov.
Grafik 5.7 Penyerapan Melalui SBI dan Intervensi Rupiah
Sementara itu, posisi Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) relatif tidak mengalami perubahan yang berarti pada 2001, terlihat dari rendahnya posisi SWBI yang hanya bergerak pada kisaran Rp206 miliar – Rp304 miliar. SWBI yang mulai diterbitkan sejak
intervensi rupiah hanya berfungsi sebagai fine tuning.
Februari 2000 ini merupakan sertifikat yang diterbitkan
Namun demikian, seiring dengan upaya Bank
Bank Indonesia sebagai bukti penitipan jangka
Indonesia untuk tidak mendorong terjadinya
pendek dengan prinsip syariah. Walaupun posisinya
perubahan suku bunga, sejak September upaya
relatif stabil, bonus SWBI meningkat dari 8,72% pada
penyerapan uang primer tersebut lebih banyak
akhir 2000 menjadi 12,43% seiring dengan
dilakukan melalui intervensi rupiah. Hal ini tercermin dari lebih rendahnya jumlah SBI yang berhasil diserap 2000
dibandingkan dengan jumlah yang jatuh tempo dan
tersebut (Grafik 5.7).
Bank Pemerintah 1,8%
Asing 0,4%
meningkatnya posisi intervensi rupiah sejak bulan Penduduk 33,4%
Berdasarkan kepemilikannya, pada akhir 2001 kelompok bank swasta nasional masih mendominasi kepemilikan SBI dengan pangsa 44,6%,
Bank Asing dan Campuran 4,4%
BPD 3,2%
Bank Swasta 56,9%
disusul oleh kelompok bank pemerintah 20,5%, ke2001
lompok bank asing dan campuran 19,3%, dan Bank Pembangunan Daerah (BPD) 7,6% (Grafik 5.8). Jika dibandingkan dengan komposisi kepemilikan SBI pada
Bank Asing dan Campuran 19,3%
Penduduk 7,6%
Asing 0,6%
Bank Pemerintah 20,5%
akhir 2000, pangsa kepemilikan SBI oleh bank asing dan campuran serta BPD menunjukkan peningkatan selama 2001. Peningkatan kepemilikan SBI oleh BPD
BPD 7,6%
Bank Swasta 44,6%
tersebut seiring dengan meningkatnya sumber dana BPD yang dimiliki oleh pemerintah daerah terkait
Grafik 5.8 Kepemilikan SBI oleh Kelompok Bank
dengan pelaksanaan kebijakan Perimbangan
97
Moneter
meningkatnya suku bunga instrumen Bank Indone-
khususnya pada bank-bank asing dan campuran
sia lainnya. Bonus SWBI tersebut dihitung
sejak diberlakukannya ketentuan PBI No.3/3/2001
berdasarkan indikasi imbalan pasar uang antarbank
tanggal 12 Januari 2001 tentang Pembatasan Tran-
syariah atau deposito mudharabah satu bulan
saksi Rupiah kepada Bukan penduduk dan
sebelumnya.
Pengurangan Batas Maksimum Transaksi Forward. Kondisi ini menunjukkan bahwa pengelolaan likuiditas
PASAR UANG ANTARBANK
perbankan semakin mengandalkan penempatan
Selama 2001, aktivitas di pasar uang antarbank
dalam jangka pendek selain penempatan dalam SBI
(PUAB) rupiah menunjukkan kenaikan dibandingkan
dan obligasi pemerintah. Sementara itu, naiknya
dengan tahun sebelumnya. Secara keseluruhan, rata-
tingkat suku bunga PUAB terkait dengan mening-
rata suku bunga PUAB meningkat 410 bp dari 10,46%
katnya kebutuhan likuiditas jangka pendek perbankan
menjadi 14,56%, sementara volume transaksi
dan upaya Bank Indonesia untuk meredam volatilitas
mengalami peningkatan sebesar 39,9% (Tabel 5.2).
nilai tukar melalui kenaikan suku bunga intervensi
Peningkatan suku bunga dan volume transaksi
rupiah.
tersebut terjadi baik di PUAB pagi maupun PUAB
Sejalan dengan peningkatan aktivitas PUAB
sore. Di PUAB pagi, rata-rata suku bunga meningkat
rupiah, rata-rata volume PUAB valuta asing dalam
sebesar 425 bp dari 10,67% pada 2000 menjadi
tahun 2001 juga mengalami peningkatan sebesar
14,92%, sedangkan rata-rata volume transaksi
$12,2 juta dibandingkan dengan tahun sebelumnya
meningkat sebesar 61,0%. Perkembangan yang
sehingga menjadi rata-rata $167,4 juta per hari.
sama terjadi di PUAB sore dimana rata-rata suku
Walaupun sempat meningkat tinggi pada paro
bunga meningkat 424 bp menjadi 18,33%.
pertama tahun laporan, namun dalam perkembangan
Peningkatan volume transaksi di PUAB
berikutnya, rata-rata volume PUAB valuta asing
tersebut di atas mengindikasikan tingginya kebutuhan
kembali menurun. Hal ini diduga akibat adanya
likuiditas jangka pendek perbankan sepanjang 2001,
sejumlah bank papan atas yang melakukan penem-
Tabel 5.2 Rata-rata Suku Bunga dan Volume Transaksi Harian PUAB Periode Trw I -2000 Trw II - 2000 Trw III - 2000 Trw IV - 2000 Rata-Rata Tahun 2000 Trw I - 2001 Trw II - 2001 Trw III - 2001 Trw IV - 2001 Rata-Rata Tahun 2001
98
Pagi 9,74 10,19 11,16 11,64 10,67 12,76 14,72 16,14 16,06 14,92
Sore 9,32 9,87 10,62 11,21 10,25 12,64 14,10 15,49 15,75 14,50
Suku Bunga (%) Total (PUAB Rp) 9,50 10,03 10,89 11,43 10,46 12,71 14,45 15,15 15,93 14,56
PUAB Valas 5,66 6,25 6,44 6,45 6,20 5,49 4,06 3,34 2,17 3,76
Pagi 1.003,4 961,5 1.196,6 1.340,0 1.125,4 1.812,0 1.816,0 1.792,0 1.830,0 1.812,0
Sore 708,2 945,5 1.289,3 1.470,0 1.103,2 1.318,0 1.288,0 1.278,0 1.337,0 1.305,0
Volume (Miliar Rp) Total (PUAB Rp) 1.712,0 1.906,9 2.485,9 2.810,0 2.288,0 3.130,0 3.104,0 3.070,0 3.167,0 3.118,0
PUAB Vls ($ Juta) 135,5 149,0 177,6 158,9 155,3 204,6 200,1 162,8 102,1 167,4
Moneter
Miliar Rp
ini dilakukan dengan meminjam di PUAB yang
1.500
selanjutnya ditanamkan di SBI maupun transaksi
1.000
Bank Pemberi
lainnya seperti memenuhi kebutuhan hedging perusahaan-perusahaan multinasional (MNC)
500 0
terhadap kewajiban rupiahnya.
(500)
(1.000) (1.500)
SUKU BUNGA
Bank Penerima B. Persero I
B.Devisa
II
III 2000
B. Nondevisa IV
I
B.Campuran II
III
B. Asing
Sejalan dengan upaya penyerapan likuiditas
IV
2001
Grafik 5.9 Net Pemberi - Peminjam Harian di PUAB
dalam rangka pencapaian sasaran uang primer, suku bunga SBI meningkat selama 2001. Suku bunga SBI 1 bulan meningkat sebesar 309 bp bila dibandingkan dengan posisi akhir 2000 hingga mencapai 17,62%
patan dana di luar negeri (Lihat Bab 3 Nilai Tukar).
pada akhir Desember 2001. Sementara itu, suku bu-
Dominasi volume transaksi di PUAB valuta asing lebih
nga SBI 3 bulan meningkat 332 bp hingga mencapai
banyak dilakukan oleh bank-bank pemerintah, bank
posisi 17,63%. Peningkatan suku bunga SBI terse-
asing, dan bank campuran. Sementara itu, rata-rata
but terutama terjadi hingga Agustus 2001. Selan-
suku bunga PUAB valuta asing selama periode
jutnya, sejak September hingga akhir tahun suku
laporan mengalami penurunan sebesar 244 bp
bunga SBI 1 bulan dan 3 bulan bergerak stabil pada
sehingga menjadi 3,76%. Menurunnya suku bunga
kisaran 17,58% - 17,63%. Adapun peningkatan suku
PUAB valuta asing terkait dengan kecenderungan
bunga intervensi rupiah overnight (O/N) seperti telah
menurunnya suku bunga luar negeri terutama Fed
di jelaskan di subbab Operasi Pasar Terbuka di depan,
fund rate .
terutama terjadi pada paro pertama tahun laporan,
Selama tahun laporan, kelompok bank yang banyak melakukan penempatan dalam PUAB rupiah
sementara pada paro kedua suku bunga intervensi rupiah O/N tetap pada posisi 15,13% (Grafik 5.10).
adalah kelompok bank devisa, bank persero, dan
Meskipun secara nominal meningkat, suku
bank nondevisa (Grafik 5.9). Hal ini menunjukkan
bunga riil SBI yang terjadi lebih rendah dibandingkan
semakin likuidnya ketiga kelompok bank tersebut.
tahun sebelumnya. Secara riil pada akhir 2001, suku
Sementara itu, kelompok bank asing dan bank
bunga SBI 1 bulan hanya mencapai 5,07% atau
campuran lebih banyak melakukan peminjaman baik
menurun 11 bp dibandingkan posisi akhir tahun
di PUAB rupiah maupun valuta asing. Aktivitas bank
sebelumnya sebesar 5,18%.
asing dan campuran yang cenderung menjadi net
Peningkatan suku bunga SBI tersebut tidak
peminjam di PUAB bukan semata-mata dimaksudkan
secara langsung berpengaruh pada peningkatan suku
untuk memenuhi kebutuhan likuditas, tetapi juga
bunga deposito secara signifikan. Hal ini berkaitan
sebagai upaya untuk mengoptimalkan keuntungan
dengan masih tingginya likuiditas perbankan sebagai
dari adanya perbedaan suku bunga (arbitrase). Hal
akibat fungsi intermediasi perbankan yang belum
99
Moneter
Persen
upaya tersebut juga didukung dengan kebijakan
17.5
perubahan penentuan suku bunga penjaminan yang
16.5
semula dilakukan seminggu sekali menjadi sebulan
SBI 1 bulan
15.5
sekali. SBI 3 bulan
14.5
Intervensi Rupiah
Peningkatan suku bunga maksimum penja-
13.5
minan tersebut telah mendorong perbankan untuk
12.5
menaikkan tingkat suku bunga depositonya selama
11.5
2001. Dibandingkan dengan posisi akhir 2000, suku
10.5 Des. 2000
Feb.
Apr.
Jun.
Ags.
Okt.
Des.
bunga nominal dan riil deposito telah meningkat
2001
masing-masing sebesar 411 bp dan 91 bp menjadi
Grafik 5.10 Diskonto Intervensi Rp, SBI 1 dan 3 bulan
16,07% dan 3,52% (Grafik 5.11). Perkembangan ini mengindikasikan bahwa upaya perbaikan struktur
sepenuhnya pulih. Belum pulihnya intermediasi ini mendorong perbankan untuk memaksimalkan Nominal, %
Riil, %
keuntungannya dengan memanfaatkan selisih antara
17
suku bunga SBI dengan deposito. Dalam rangka
16
mendorong peningkatan suku bunga deposito agar
15
4
dapat searah dengan perkembangan SBI, maka Bank
14
3
Indonesia telah menigkatkan margin suku bunga
13
5 5
Deposito nominal
4
penjaminan sebanyak 2 kali pada Januari dan Agustus 2001 masing-masing sebesar 100 bp diatas
3 2 12
1
11 Des
suku bunga deposito bank anggota JIBOR. Selain itu,
Rincian
2000
Jun
Sep
Des
2001
2000
Persen
2001
Persen
19 18 SBI 1 bulan
SBI 1 Bulan
11,9
14,5
17,6
112,1
11,4
15,66
Deposito 1 Bulan 3 Bulan 6 Bulan 12 Bulan 24 Bulan
12,2 12,9 14,3 22,4 18,4
12,0 13,2 13,2 12,2 14,3
16,07 17,24 16,18 15,48 18,05
Kredit Modal Kerja Investasi
20,7 17,9
17,7 16,9
19,19 17,90
PUAB O/N
17 16 Penjaminan deposito 1 bulan 15 Deposito 1 bulan
1) Rata-rata tertimbang dalam bulan Desember
100
Mar
Grafik 5.11 Suku Bunga Deposito 1 Bulan
Tabel 5.3 Perkembangan Suku Bunga 1) 1999
2
Deposito riil
14 13 12 Des. 2000
Mar.
Jun. 2001
Sep.
Des.
Grafik 5.12 Perkembangan Suku Bunga SBI dan Deposito
Moneter
sebagaimana telah dijelaskan di atas, mengalami
Persen 20
peningkatan sebesar 5,5%. Dilihat dari kepemilikan,
19
Kredit Modal Kerja
pertumbuhan uang giral terutama terjadi pada
18
simpanan giro milik Pemerintah Daerah sebesar
17 Kredit Investasi 16
138,9% (Grafik 5.14), sebagai dampak dari mulai
15
dilaksanakannya kebijakan Perimbangan Keuangan
Deposito 3 bulan
14
Pusat dan Daerah (PKPD) sejak Januari 2001, dalam
13 12 Des.
Mar.
2000
Jun.
Sep.
Des.
2001
Grafik 5.13 Perkembangan Suku Bunga Jangka Panjang
bentuk droping Dana Alokasi Umum (DAU) dan bagi hasil Sumber Daya Alam Migas. Pada akhir tahunan simpanan giro pemerintah tersebut mengalami penurunan sehubungan dengan pembayaran proyekproyek yang dilakukan.
suku bunga melalui peningkatan suku bunga
Uang kuasi dalam periode yang sama me-
penjaminan cukup efektif dalam menarik suku bunga
ngalami peningkatan sebesar 13,9% hingga
deposito ke atas (Grafik 5.12).
mencapai Rp666,3 triliun. Dilihat dari komponennya,
Dalam pada itu, perkembangan suku bunga
peningkatan uang kuasi tersebut terutama terjadi
perbankan lainnya seperti suku bunga deposito 3
pada kuasi rupiah dalam bentuk deposito yang
bulan, suku bunga kredit modal kerja dan suku bunga
meningkat sebesar 16,7% hingga menjadi Rp340,9
kredit investasi juga mengalami peningkatan bila di-
triliun dan tabungan sebesar 11,8% hingga mencapai
bandingkan dengan posisi pada akhir tahun lalu.
posisi Rp170,6 triliun. Lebih tingginya pertumbuhan
Sampai dengan akhir 2001, suku bunga deposito 3
deposito dibandingkan dengan pertumbuhan
bulan meningkat sebesar 400 bp menjadi 17,24%,
tabungan dan simpanan giro selama periode laporan,
suku bunga kredit modal kerja naik sebesar 154 bp
mencerminkan terjadinya pergeseran preferensi
menjadi 19,19%, sedangkan suku bunga kredit investasi naik 104 bp menjadi 17,90% apabila dibandingkan dengan suku bunga pada akhir Desember 2001 (Grafik 5.13).
Total Giro (Miliar Rp)
Giro Pemda (Miliar Rp) 25.000
110.000 100.000
20.000 90.000
UANG BEREDAR
15.000
80.000
Pada periode laporan, posisi M1 mengalami
70.000
peningkatan sebesar 9,6% dibandingkan dengan
60.000
tahun sebelumnya, sehingga mencapai posisi
50.000
Giro Pemda 5.000 Jan.
Rp177,7 triliun pada Desember 2001. Peningkatan tersebut sebagian besar disebabkan oleh peningkatan
10.000
Total Giro
Mar.
Mei
Jul.
Sep.
Nov.
2001
Grafik 5.14 Giro Pemerintah Daerah di Bank
uang giral sebesar 12,9%, sedangkan uang kartal
101
Moneter
Tabel 5.4 Uang Beredar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhi 1999
Rincian
2000
Perubahan 2000-2001
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi M2 Aktiva luar negeri (bersih) – Bank Indonesia – Bank-bank umum Tagihan kepada pemerintah (bersih) Tagihan bersih kepada BPPN Tagihan kepada sektor usaha – Kredit dalam rupiah – Kredit dalam valuta asing – Tagihan lainnya Lainnya (bersih)
tabungan dan giral masing-masing tumbuh sebesar 24,4% dan 35,5%.
Triliun Rupiah M2 M1 – Uang kartal – Uang giral Uang Kuasi – Deposito dan Tabungan dalam Rupiah – Simpanan dalam valuta asing
kondisi pada 2000, dimana deposito hanya mengalami pertumbuhan sebesar 2,1% sedangkan
2001
Posisi
nomian ke depan. Perkembangan ini berbeda dengan
646,2 124,6 58,4 66,3 521,6
747,0 162,2 72,4 89,8 584,8
844,1 177,7 76,3 101,4 666,3
97,0 15,5 4,0 11,5 81,5
408,6 113,0
444,7 140,2
511,6 154,8
66,9 14,6
646,2 129,1 109,3 19,8
747,0 210,7 201,2 9,5
844,1 234,0 192,6 41,4
97,0 23,2 -8,6 31,9
397,3 0,0 252,6 140,5 84,6 27,4 -132,7
520,3 0,0 294,9 152,5 116,5 25,9 -278,9
529,7 0,0 329,2 202,6 105,0 21,6 -248,8
9,4 0,0 34,2 50,1 -11,5 -4,4 30,2
Sementara itu, selama 2001 simpanan valuta asing mengalami peningkatan sebesar 10,4% sehingga pada akhir tahun mencapai Rp154,8 triliun. Namun demikian, peningkatan yang tinggi tersebut sebagian besar merupakan dampak dari melemahnya nilai tukar rupiah. Apabila dinilai dalam valuta dolar, simpanan valuta asing tersebut hanya mengalami peningkatan sebesar $270,5 juta atau setara dengan Rp2,6 triliun, sehingga pada akhir tahun mencapai Rp142,8 triliun. Berdasarkan perkembangan M1 dan uang kuasi di atas, uang beredar dalam arti luas (M2) pada Desember 2001 mengalami peningkatan
masyarakat dalam menempatkan dananya ke dalam
sebesar 13,0% dari tahun sebelumnya menjadi
bentuk simpanan yang lebih panjang (Grafik 5.15).
Rp844,1 triliun. Secara rata-rata selama 2001, M2
Hal ini berkaitan dengan kenaikan suku bunga
telah tumbuh sebesar 14,7% year on year (y-o-y).
deposito selama tahun laporan (Grafik 5.16) dan
Pertumbuhan M2 ini lebih rendah dibandingkan
membaiknya ekspektasi terhadap prospek pereko-
dengan rata-rata pertumbuhan M1 selama 2001
Persen
Triliun Rp
120
350
Persen 17 Vol. Deposito Rp Suku bunga deposito nominal Suku bunga deposito riil
15
Giro
340
Deposito Tabungan
330
13
320
11
310
9
300
7
290
5
-
280
3
(20)
270
100 80 60 40 20
Mar.
Jun.
Sep. Des.
1999
Mar.
Jun. 2000
Sep. Des.
Mar.
Jun.
Sep. Des.
2001
Grafik 5.15 Pertumbuhan Giro, Tabungan dan Deposito
102
1 Feb.
Mei 2000
Ags.
Nov.
Feb.
Mei
Ags.
Nov.
2001
Grafik 5.16 Suku Bunga Deposito dan Simpanan Deposito
Moneter
yang mencapai 19,8% (y-o-y). Hal ini berkaitan
kredit valuta asing dan tagihan lainnya mengalami
dengan tingginya peningkatan uang kartal yang ter-
penurunan masing-masing sebesar Rp11,5 triliun dan
jadi selama tahun 2001. Tingginya peningkatan uang
Rp4,4 triliun. Peningkatan kredit rupiah tersebut
kartal dibandingkan dengan pertumbuhan M2 terse-
termasuk diantaranya kredit yang dibeli kembali oleh
but juga tercermin dari meningkatnya rasio C/D
perbankan dari BPPN. Kredit rupiah tersebut
selama tahun 2001 (Grafik 5.17). Meningkatnya rasio
sebagian besar ditujukan untuk pembiayaan kredit
C/D ini menyebabkan turunnya angka pengganda
modal kerja bagi sektor perindustrian dan perda-
uang (APU) M2 selama tahun 2001 hingga mencapai
gangan, serta untuk pembiayaan kredit konsumsi.
rasio 6,7 pada akhir 2001. Rasio ini lebih rendah
Adapun penurunan kredit valuta asing tersebut
dibandingkan rata-rata sebelum krisis yang men-
terutama disebabkan oleh pengalihan kredit valuta
capai rasio sebesar 8,0, yang mencerminkan belum
asing kelompok Bank Swasta Nasional kepada BPPN
pulihnya fungsi intermediasi perbankan.
yang ditukar dengan hedge bonds dan penghapus-
Berdasarkan faktor-faktor yang mempe-
bukuan kredit valuta asing kelompok Bank Persero.
ngaruhi, ekspansi M2 dalam tahun laporan terutama
Sementara itu, ekspansi NCG bersumber dari
berasal dari ekspansi NDA sebesar Rp73,8 triliun.
ekspansi NCG di Bank Indonesia sebesar Rp27,0
Ekspansi NDA tersebut bersumber dari ekspansi
triliun, sedangkan NCG di bank umum mengalami
tagihan bersih kepada sektor usaha (Claims on
kontraksi sebesar Rp17,7 triliun. Ekspansi NCG di
Business Sector / CBS) sebesar Rp34,2 triliun dan
Bank Indonesia yang antara lain ditujukan untuk
tagihan bersih kepada pemerintah (Net Claims on
droping DAU, pembayaran kupon obligasi peme-
Goverment / NCG) sebesar Rp9,4 triliun dibandingkan
rintah, pembayaran utang luar negeri, pembayaran
tahun sebelumnya.
termin proyek, dan subsidi BBM (lihat sub bab uang
Ekspansi CBS terjadi karena peningkatan
primer). Dalam pada itu, kontraksi NCG di bank umum
kredit dalam rupiah sebesar Rp50,1 triliun, sebaliknya
terutama disebabkan oleh menurunnya tagihan perbankan kepada pemerintah dalam bentuk obligasi
APU 2, C/D
APU 1
sebesar Rp22,0 triliun, berkaitan dengan kompensasi
2,0
obligasi pemerintah dengan kewajiban perbankan
1,9
kepada BPPN dan penurunan nilai pasar obligasi
9,0 8,5
C/D
8,0 1,8
7,5 APU 2
7,0
1,6
6,5
pemerintah.
1,7
Sementara itu, faktor Aktiva Luar Negeri
1,5
Bersih (Net Foreign Assets / NFA) mengalami
5,5
1,4
peningkatan sebesar Rp23,2 triliun, terutama berasal
5,0
1,3
dari peningkatan NFA di bank umum sebesar Rp31,9
6,0 APU 1
Jan.
Mar. Mei
Jul.
2000
Sep. Nov.
Jan.
Mar. Mei
Jul.
Sep. Nov.
2001
Grafik 5.17 Angka Pengganda Uang dan Rasio C/D
triliun. Peningkatan NFA di bank umum tersebut sebagian besar berasal dari penurunan kewajiban perbankan kepada bukan penduduk sebesar Rp24,3
103
Moneter
triliun, antara lain kewajiban dalam bentuk giro dan
Sementara faktor nonekonomi yang mempengaruhi
call money masing-masing sebesar Rp12,4 triliun dan
melemahnya IHSG terutama bersumber dari mening-
Rp7,0 triliun.
katnya kekhawatiran pasar terhadap stabilitas keamanan dan politik selama 2001. Selain itu. ter-
PASAR MODAL
jadinya tragedi WTC 11 September 2001 yang diikuti
Kinerja pasar modal di tahun 2001 mengalami
oleh aksi anti AS di sejumlah kota besar dan penuru-
perkembangan yang kurang menggembirakan,
nan peringkat utang Indonesia oleh S&P dari CCC+
ditandai oleh pergerakan Indeks Harga Saham
menjadi CCC serta prospek utang dari stabil menjadi
Gabungan (IHSG) yang berfluktuatif dengan kecen-
negatif pada minggu ke II November 2001 semakin
derungan menurun. Pada akhir tahun laporan, IHSG
menekan pergerakan indeks. Meskipun demikian,
ditutup terkoreksi 24,285 poin atau (5,83%) pada level
pada Februari dan Agustus 2001 indeks sempat
392,0 dibandingkan posisi akhir tahun sebelumnya
menguat yang dipicu oleh penurunan tingkat suku
yang berada pada level 416,3 (Grafik 5.18).
bunga oleh bank sentral AS, berhasilnya pelaksanaan
Penurunan IHSG dipengaruhi baik oleh faktor
Sidang Istimewa dan pergantian kepemimpinan
ekonomi maupun nonekonomi. Faktor ekonomi ter-
nasional yang berlangsung aman.Kondisi ini juga
utama akibat melemahnya nilai tukar rupiah, naiknya
mendorong peningkatan indeks kepercayaan
tingkat diskonto SBI hingga level 17%, turunnya
konsumen dari 94,1 menjadi 112,3.
peringkat investasi di Indonesia dari “stabil” ke
Menurunnya IHSG pada 2001 juga tidak
“negatif” menurut lembaga pemeringkat Moody’s di
terlepas dari berkurangnya kontribusi investor asing
awal Maret 2001, serta melemahnya kinerja bursa
di pasar modal Indonesia. Hal tersebut tercermin dari
regional yang didorong oleh ketidakpastian dari
menurunnya posisi nilai transaksi investor asing
prospek perekonomian Jepang dan Amerika Serikat.
terhadap total perdagangan dari Rp24,7 triliun (20,1%) pada tahun lalu menjadi Rp14,6 triliun (9,9%) pada 2001. Seiring dengan melemahnya IHSG, nilai
IHSG
Nilai 3500 3300 3100 2900 2700 2500 2300 2100 1900 1700 1500 1300 1100 900 700 500 300 100
480 Nilai
460
IHSG
440 420 400 380 360 340 320 300 2-Jan.
13-Feb.
29-Mar.
14-Mei
27-Jun.
8-Ags.
20-Sep.
2-Nov.
2001
Grafik 5.18 IHSG dan Nilai Perdagangan 2001
19-Des.
kapitalisasi pasar mengalami penurunan sebesar 7,8% dari Rp259,6 triliun pada akhir tahun 2000 menjadi Rp239,3 triliun. Sementara itu, jumlah emiten di bursa saham mengalami peningkatan dari 347 emiten senilai Rp226,1 triliun menjadi 379 emiten senilai Rp231,3 triliun. Guna meningkatkan kinerja pasar modal dalam tahun laporan, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan di pasar modal yang terkait dengan perubahan struktur organisasi Bapepam dan pemberian ijin kepemilikan maksimal 99% saham efek
104
Moneter
perusahaan patungan sebelum penawaran umum
2000. Penurunan aktivitas perdagangan obligasi
kepada sekuritas asing. Untuk memungkinkan bursa
disebabkan oleh terjadinya pengalihan portofolio
dapat diakses dari jarak jauh (sistem remote tra-
investasi oleh para investor ke bentuk lain sebagai
ding), pada November 2001 pemerintah memba-
akibat kondisi perekonomian yang belum membaik,
ngun sistem perdagangan dengan teknologi cang-
pengenaan pajak penghasilan dan pajak transaksi atas
gih. Upaya tersebut juga didukung oleh kebijakan
penghasilan yang diterima, penurunan nilai rupiah,
penghapusan “pasar segera” dalam rangka efisiensi
tingginya tekanan inflasi serta naiknya tingkat diskonto
melalui penyederhanaan pasar. Namun demikian,
SBI.
pada saat yang sama pemerintah juga mengenakan
Di sisi lain, volume perdagangan obligasi
PPh atas penghasilan dari obligasi yang diper-
pemerintah di pasar sekunder pada 2001 meningkat
dagangkan di bursa efek sebesar 0,03% dari nilai
hingga mencapai Rp66,2 triliun dibandingkan
transaksi. Kebijakan ini berlawanan dengan tujuan
dengan tahun sebelumnya yang hanya mencapai
untuk mengembangkan pasar modal sebagai salah
Rp27,9 triliun (Tabel 5.5). Hal ini sejalan dengan
satu alternatif sumber pembiayaan bagi dunia
peningkatan kebutuhan likuiditas beberapa bank
usaha.
pemilik obligasi rekap. Guna lebih mendorong Berbeda dengan pergerakan IHSG, perkem-
peningkatan transaksi obligasi pemerintah, jumlah
bangan indeks saham dengan prinsip syariah (Jakarta
maksimum obligasi pemerintah yang dapat masuk
Islamic Index) mengalami kenaikan dari level 57,9 pada akhir 2000 menjadi 61,4 pada akhir 2001. Indeks tersebut dihitung mengacu pada 30 saham
Tabel 5.5 Jumlah Obligasi Pemerintah Yang Diperdagangkan 1) Variable Rate
perusahaan yang kegiatannya berdasarkan prinsip syariah Islam. Sementara itu, di pasar obligasi korporasi terjadi peningkatan jumlah emiten dari 91 emiten dengan nilai emisi sebesar Rp28,8 triliun menjadi 94 emiten dengan nilai emisi Rp31,7 triliun. Namun demikian, aktivitas perdagangan obligasi korporasi pada 2001 mengalami penurunan dibandingkan 2000 meskipun indeks perdagangan meningkat sebesar 24,9% dari 433,8 pada tahun lalu menjadi 541,5 pada 2001. Total volume transaksi obligasi korporasi tercatat sebesar Rp1,1 triliun atau mengalami penurunan sebesar 87,3% dibandingkan tahun 2000 yang mencapai Rp8,8 triliun, dengan total frekuensi sebanyak 403 kali menurun dibanding 2.497 kali pada
Fixed Rate
Total
Februari Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember 2000
6.000 61.730 1.587.188 85.740 2.788.381 2.284.318 797.475 5.370.127 3.227.200 16.208.159
0 25.650 7.000.000 0 1.053.235 418.676 2.278.500 921.600 11.697.661
6.000 87.380 8.587.188 85.740 3.841.616 2.702.994 797.475 7.648.627 4.148.800 27.905.820
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember 2001
4.508.000 3.357.113 1.466.197 7.104.770 1.387.590 2.873.130 2.739.751 1.701.927 1.393.822 565.010 3.551.644 1.779.713 32.428.667
7.929.500 1.064.500 1.439.654 1.844.500 1.518.186 5.337.291 1.572.920 1.578.000 2.004.409 2.824.720 3.116.753 3.563.011 33.793.444
12.437.500 4.421.613 2.905.851 8.949.270 2.905.776 8.210.421 4.312.671 3.279.927 3.398.231 3.389.730 6.668.397 5.342.724 66.222.111
48.636.826
45.491.105
94.127.931
1) Dalam juta rupiah
105
Moneter
Volume
Frekuensi
180 160 140
90 Volume (Rp miliar)
31 Juli 2001. Dari keseluruhan transaksi obligasi pemerintah tersebut jumlah obligasi fixed rate (FR)
80
Frekuensi
70
mencapai Rp33,8 triliun, lebih besar dibandingkan
120
60
100
50
80
40
Lebih besarnya transaksi obligasi FR dibandingkan
60
30
dengan VR lebih berkaitan dengan motif dari inves-
40
20
20
10
0
0 Jan. Feb. Mar.
Apr.
Mei Jun.
Jul.
Ags. Sep. Okt. Nov. Des.
dengan transaksi variable rate (VR) Rp32,4 triliun.
tor untuk mencari pandapatan yang lebih tinggi akibat besarnya discount rate yang terbentuk hingga
2001
mencapai 35% - 50%. Dengan demikian, sejak
Grafik 5.19 Volume Perdagangan Obligasi
Februari 2000, total transaksi perdagangan obligasi pemerintah di pasar sekunder telah mencapai Rp94,1 triliun yang meliputi transaksi obligasi VR
ke dalam portofolio perdagangan ditingkatkan dari
sebesar Rp48,6 triliun dan obligasi FR sebesar
25% pada 8 Desember 2000 menjadi 100% pada
Rp45,5 triliun.
106
Neraca Pembayaran
bab 6 NERACA PEMBAYARAN
107
Neraca Pembayaran
bab 6
NERACA PEMBAYARAN
D
alam tahun 2001, kinerja Neraca Pembayaran
cukup tajam. Sementara itu, defisit transaksi jasa-jasa
Indonesia (NPI) menunjukkan perkembangan
mengalami penurunan yang disebabkan oleh
yang kurang menggembirakan. Hal itu dapat dilihat
berkurangnya pembayaran bunga utang luar negeri,
dari berkurangnya surplus transaksi berjalan terutama
dan berkurangnya pembayaran jasa-jasa angkutan
sebagai akibat dari menurunnya kinerja ekspor dan
yang terkait dengan menurunnya kegiatan impor.
meningkatnya defisit pada lalu lintas modal. Menurunnya kinerja ekspor tidak terlepas dari perkem-
Tabel 6.1 Neraca Pembayaran Indonesia
bangan kondisi yang terjadi baik di luar maupun di dalam negeri. Di sisi eksternal, melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia terutama di negara-negara tujuan ekspor, yang diperburuk oleh dampak tragedi WTC 11 September 2001, dan turunnya harga-harga komoditas utama mengakibatkan ekspor, khususnya ekspor nonmigas mengalami penurunan yang cukup besar. Penurunan ekspor juga dipengaruhi oleh adanya penetapan syarat-syarat tambahan bagi produk ekspor Indonesia seperti penerapan persyaratan ramah lingkungan dan perlindungan hak konsumen. Di sisi internal, menurunnya ekspor tersebut dipengaruhi oleh terjadinya gangguan produksi dan distribusi yang disebabkan oleh meningkatnya faktor ketidakpastian sehubungan dengan masih maraknya aksi mogok buruh, gangguan keamanan, dan masih belum pulihnya fungsi intermediasi perbankan. Sejalan dengan masih rendahnya kegiatan investasi dan menurunnya ekspor, impor juga mengalami penurunan, terutama impor barang modal dan bahan baku penolong. Penurunan impor ini berkaitan pula dengan perkembangan nilai tukar rupiah yang mengalami depresiasi dan fluktuasi yang
108
Rincian
1999
2000
2001*
Miliar $ A. Transaksi Berjalan 1. Barang a. Ekspor f.o.b Nonmigas Migas Minyak LNG LPG b. Impor f.o.b Nonmigas Migas Minyak Gas 2. Jasa a. Nonmigas b. Migas Minyak Gas
5,8 20,6 51,2 41,0 10,3 5,7 4,2 0,4 –30,6 –26,6 –4,0 –3,7 –0,3 –14,9 –11,7 –3,2 –1,5 –1,7
8,0 25,0 65,4 50,3 15,1 8,0 6,8 0,4 –40,4 –34,4 –6,0 –5,8 –0,2 –17,1 –12,5 –4,6 –2,2 –2,4
5,0 21,6 58,7 45,8 12,9 7,2 5,4 0,4 –37,0 –31,4 –5,6 –5,3 –0,3 –16,7 –12,4 –4,3 –2,2 –2,1
B. Lalu Lintas Modal 1. Lalu lintas modal pemerintah (bersih) a. Penerimaan pinjaman dan bantuan b. Pelunasan pinjaman 1) 2. Lalu lintas modal swasta (bersih) a. Penanaman modal langsung (bersih) b. Lainnya (bersih)
-4,6 5,4 7,9 –2,6 –9,9 –2,7 –7,2
–6,8 3,2 5,0 –1,8 –10,0 –4,6 –5,4
–8,9 –0,3 3,3 –3,6 –8,6 –5,9 –2,7
C. Jumlah (A+B) D. Selisih Perhitungan antara C dan E E. Lalu-lintas Moneter2)
1,2 2,1 –3,3
1,2 3,8 –5,0
–3,9 2,6 1,4
27,1
29,4
28,0
6,7 4,1
6,0 5,3
6,1 3,4
Catatan: 1. Aktiva Luar Negeri (GFA)3) Setara Impor Nonmigas dan pembayaran utang luar negeri pemerintah (bulan) 2. Transaksi Berjalan/PDB (%)
1) Setelah diperhitungkan rescheduling dan termasuk pembayaran kepada IMF 2) Minus (–) = Surplus, dan sebaliknya 3) Sejak 2000 menggunakan konsep IRFCL menggantikan konsep cadangan devisa bruto (GFA)
Neraca Pembayaran
Sementara itu, peningkatan defisit pada
TRANSAKSI BERJALAN
transaksi modal terutama berasal dari defisit lalu lintas
Dalam tahun 2001, transaksi berjalan
modal (LLM) pemerintah setelah dalam beberapa
diperkirakan mencatat surplus sebesar $5,0 miliar
tahun terakhir mencatat surplus. Defisit LLM
atau 3,4% dari PDB, turun dibandingkan dengan
pemerintah disebabkan oleh penurunan yang tajam
surplus tahun sebelumnya yang mencapai $8,0 miliar
pada penarikan utang luar negeri pemerintah sebagai
atau 5,3% dari PDB (Grafik 6.1). Turunnya surplus
akibat belum dapat dipenuhinya beberapa
transaksi berjalan sebagian besar disebabkan oleh
persyaratan yang ditetapkan oleh pihak kreditur.
menurunnya surplus perdagangan. Penurunan
Dalam pada itu, defisit LLM swasta mengalami
tersebut terjadi pada neraca perdagangan migas dan
penurunan sebagai akibat dari menurunnya
nonmigas yang masing-masing turun sebesar $1,8
pembayaran utang luar negeri swasta. Dengan perkembangan tersebut di atas, NPI secara keseluruhan mengalami defisit sebesar $1,4 miliar sehingga posisi cadangan devisa pada akhir
Miliar $ Transaksi Berjalan Neraca Perdagangan Neraca Jasa
28
2001 menurun menjadi $28,0 miliar atau setara 16
dengan 6,1 bulan kebutuhan impor dan pembayaran utang luar negeri (Tabel 6.1). Dalam mengatasi berbagai masalah di sektor
4
-8
perdagangan internasional dan lalu lintas modal, pemerintah telah menempuh beberapa langkah kebi-
-20
jakan. Di bidang ekspor, kebijakan yang ditempuh
1997
1998
1999
2000
2001*
Grafik 6.1 Transaksi Berjalan, Neraca Perdagangan, dan Neraca Jasa
antara lain berupa penurunan tarif pajak ekspor beberapa komoditas tertentu dan penyempurnaan sistem manajemen kuota tekstil. Sejalan dengan kebijakan tersebut, produsen yang berorientasi ekspor yang didukung oleh pemerintah telah
Miliar $ 18 16
Nilai Ekspor Bersih Nonmigas Nilai Ekspor Bersih Migas
14
melaksanakan beberapa pameran produk ekspor di
12
dalam dan luar negeri. Di bidang impor, pemerintah
10
antara lain telah mempermudah impor barang untuk memperlancar kegiatan produksi. Sementara itu, di bidang LLM, pemerintah mengeluarkan perubahan
8 6 4 2 0
ketentuan mengenai pemilikan saham oleh investor
1997
1998
1999
2000
2001*
asing yang memungkinkan pembelian perusahaan domestik tertentu yang belum berproduksi secara
Grafik 6.2 Nilai Ekspor Bersih Nonmigas dan Migas
komersial.
109
Neraca Pembayaran
miliar dan $1,6 miliar sehingga menjadi sebesar $7,3
Sementara itu, untuk mempermudah pelak-
miliar dan $14,4 miliar (Grafik 6.2). Sebagaimana
sanaan impor barang guna mendukung kelancaran
tahun-tahun sebelumnya neraca jasa masih tetap
kegiatan produksi dalam negeri, pemerintah
mengalami defisit. Dalam periode laporan, defisit
memperbolehkan impor mesin dan peralatan mesin
neraca jasa tercatat sebesar $16,7 miliar, lebih kecil
bekas. 4 Selanjutnya, dalam rangka mendorong
dari tahun sebelumnya yang mencatat defisit sebesar
pengembangan industri mesin dalam negeri, impor
$17,1 miliar.
bahan baku/bahan penolong dan bagian/komponen
Dalam rangka memperbaiki kinerja ekspor,
untuk perakitan mesin dan motor berputar diberikan
pemerintah dalam tahun laporan telah mengeluarkan
keringanan bea masuk sehingga tarif bea masuknya
berbagai kebijakan. Sejak tanggal 9 Februari 2001,
menjadi 5%.5
tarif pajak ekspor kelapa sawit dan Crude Palm Oil (CPO) diturunkan dari 5% menjadi 3%.1 Sementara
Ekspor
itu, tarif pajak Crude Olein (CRD Olein), Refined Blea-
Kondisi eksternal ekonomi global sangat mempe-
ched Deodorized Palm Oil (RBD PO), dan Refined
ngaruhi kinerja ekspor Indonesia. Melambatnya
Bleached Deodorized Palm Olein (RBD Olein) juga
perekonomian dunia serta melemahnya harga-harga
diturunkan dari sebelumnya 2% menjadi 1%. Se-
komoditas unggulan ekspor baik migas maupun
lanjutnya, untuk lebih meningkatkan ekspor tekstil
nonmigas di pasar internasional mengakibatkan
dan produk tekstil, khususnya ke negara-negara kuo-
kinerja ekspor mengalami penurunan. Total ekspor
ta, pemerintah telah menyempurnakan sistem
dalam tahun 2001 turun sebesar 10,3% sehingga
manajemen kuota menjadi lebih transparan sehingga
menjadi $58,7 miliar. Dibandingkan dengan tahun
pemanfaatan kuota lebih optimal dan lebih menjamin
sebelumnya, nilai ekspor nonmigas dalam tahun lapo-
kepastian berusaha bagi dunia usaha pertekstilan.2
ran mengalami penurunan sebesar 9,0% atau menjadi
Selain itu, untuk lebih meningkatkan kegiatan promo-
$45,8 miliar, sedangkan nilai ekspor migas turun
si komoditas ekspor Indonesia, anggota misi dagang
14,6% menjadi $12,9 miliar (Grafik 6.3). Walaupun
atau pameran yang mewakili Pemerintah Republik
mengalami penurunan, kinerja ekspor Indonesia ter-
Indonesia dikecualikan dari kewajiban pembayaran
utama komoditas industri relatif lebih baik dibanding-
pajak penghasilan pada saat bertolak ke luar negeri
kan dengan negara Asia lainnya seperti Taiwan,
(fiskal luar negeri).3
Singapura, Malaysia, dan Korea Selatan. Struktur ekspor nonmigas, sebagaimana
1
2
3
Keputusan Menteri Keuangan Nomor:66/KMK.017/2001 tanggal 9 Februari 2001 tentang Penetapan Besarnya Tarif Pajak Ekspor Kelapa Sawit, CPO, dan Produk Turunannya. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor:311/ MPP/Kep/10/2001 tanggal 30 Oktober 2001 tentang Ketentuan Kuota Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil. Peraturan Pemerintah Nomor: 41 tahun 2001 tanggal 28 Mei 2001 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2000 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Orang Pribadi yang Akan Bertolak ke Luar Negeri.
110
tahun sebelumnya, masih didominasi oleh sektor 4
5
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor: 172/ MPP/Kep/5/2001 tanggal 17 Mei 2001 tentang Impor Mesin dan Peralatan Mesin Bukan Baru. Keputusan Menteri Keuangan Nomor:190/KMK.01 tanggal 16 April 2001 tentang Keringanan Bea Masuk Atas Impor Bahan Baku/ Penolong dan Bagian/Komponen Untuk Perakitan Mesin dan Motor Berputar.
Neraca Pembayaran
Tabel 6.2 Ekspor Barang Industri
Miliar $
Ekspor Nonmigas Ekspor Migas
60
Rincian
50
2 0 0 0 2 0 0 1*
2 0 0 1*
Perubahan (%)
Nilai Pangsa (juta $) (%)
40 30 20 10 0 1997
1998
1999
2000
2001*
Grafik 6.3 Nilai Ekspor Nonmigas dan Migas
industri yang mencapai 80% dari total nilai ekspor nonmigas, kemudian diikuti oleh sektor pertambangan dan sektor pertanian masing-masing sebesar 11% dan 9% (Grafik 6.4). Kontribusi masing-masing sektor
Tekstil & produk tekstil – Pakaian jadi Kerajinan tangan Produk kayu – Kayu lapis Produk rotan Minyak sawit Bungkil kopra Produk kimia Produk logam Barang-barang listrik Semen Kertas Produk karet Gelas dan alat dari gelas Alas kaki Produk plastik Mesin & pesawat mekanik Lainnya Total
16,3 17,9 -3,6 -0,7 -11,6 16,1 -7,6 31,9 23,1 12,9 89,2 -1,8 15,2 17,5 25,1 6,7 41,4 104,2 9,4
-3,7 -0,7 6,0 -8,9 -7,1 -3,6 -14,9 -33,8 3,5 -1,7 1,3 25,3 -18,8 -1,7 -14,3 -5,4 -14,1 -23,5 -23,8
7.047 4.038 581 4.094 1.854 285 1.076 41 2.338 1.197 6.446 176 2.473 432 299 1.533 1.045 2.894 4.731
15,4 8,8 1,3 8,9 4,0 0,6 2,3 0,1 5,1 2,6 14,1 0,4 5,4 0,9 0,7 3,3 2,3 6,3 10,3
24,3
-9,7
36.688
80,1
ini relatif tidak berubah dibandingkan dengan periode laporan tahun sebelumnya. Dalam tahun 2001, total nilai ekspor barang
utama seperti tekstil dan produk tekstil (-3,7%), produk
industri turun sebesar 9,7% dari tahun sebelumnya
kayu (-8,9%), minyak sawit (-14,9%), kertas (-18,8%),
sehingga mencapai $36,7 miliar (Tabel 6.2). Penu-
dan mesin dan pesawat mekanik (-23,5%). Semen-
runan tersebut terjadi pada beberapa komoditas
tara itu, berkaitan dengan meningkatnya permintaan dari negara-negara di kawasan ASEAN, nilai ekspor semen mengalami peningkatan sebesar 25,3%.
Persen
Di sektor pertambangan, nilai ekspor men100
capai $5,1 miliar atau menurun 8,1% dibanding tahun
80
sebelumnya. Penurunan ekspor terjadi di hampir selu-
60
ruh komoditas yaitu timah (-5,0%), nikel (-19,0%), dan
40
alumunium (-20,5%). Sebaliknya, nilai ekspor komoditas batubara mengalami peningkatan sebesar 1,6%.
20
Ekspor sektor pertanian dalam tahun laporan 0 1997
1998
Pertambangan
1999
2000
Pertanian
2001* Industri
mengalami penurunan sebesar 3,3% sehingga menjadi $4,0 miliar. Beberapa komoditas utama yang
Grafik 6.4 Pangsa Ekspor Nonmigas
mengalami penurunan antara lain kopi dan lada yang masing-masing turun sebesar 44,6% dan 57,0%.
111
Neraca Pembayaran
Penurunan ekspor komoditas kopi terutama disebab-
ekspor ke negara Jepang sebesar 16%, relatif tidak
kan kegagalan retensi kopi dunia sehingga menga-
mengalami perubahan dibandingkan tahun
kibatkan jatuhnya harga jual.
sebelumnya.
Berdasarkan negara tujuan ekspor, pangsa
Sementara itu, penurunan ekspor migas
ekspor ke negara-negara di kawasan Amerika
disebabkan oleh turunnya harga minyak bumi dan gas
mencapai 21%, Asia di luar ASEAN 37%, ASEAN
di pasar internasional. Dalam tahun laporan, harga
dan Eropa masing-masing 19% serta Afrika dan
rata-rata minyak bumi turun cukup tajam sehingga
Australia masing-masing 2% (Grafik 6.5). Pangsa
mencapai $24,0 per barel, dibandingkan dengan
ekspor ke kawasan tersebut sedikit berubah
$28,2 per barel dalam tahun 2000. Penurunan harga
dibandingkan dengan tahun 2000. Secara individual,
tersebut berkaitan dengan masih berlanjutnya
ekspor Indonesia ke Amerika Serikat sebesar 18%,
dampak kenaikan kuota produksi negara-negara
naik dari tahun sebelumnya. Sedangkan pangsa
OPEC di akhir 2000. Masuknya Irak ke pasar atas persetujuan PBB dalam rangka oil for food dan meningkatnya produksi minyak negara-negara di luar
Tahun 2000
OPEC turut mempengaruhi melemahnya harga
Asia kecuali ASEAN 38%
ASEAN 19%
minyak dalam tahun laporan, meskipun negaranegara OPEC sejak permulaan tahun laporan telah menurunkan produksinya. Sementara itu, harga Eropa 19%
Amerika 20%
ekspor gas alam cair (LNG) dan ekspor gas minyak cair (LPG) juga menurun masing-masing menjadi sebesar $4,0 per MMBTU dan $282,7 per Mton dari tahun sebelumnya yang sebesar $4,8 per MMBTU
Australia/Oceania 2%
Afrika 2%
dan $291,8 per Mton. Ditinjau dari nilainya, ekspor
Tahun 2001
minyak bumi, LNG dan LPG menurun masing-masing
Asia kecuali ASEAN 37%
ASEAN 19%
sebesar 9,9%, 20,7%, dan 1,1%. Sementara itu dari sisi volumenya, ekspor minyak bumi dan LPG meningkat sebesar 3,3% dan 2,9%, sedangkan Eropa 19%
Amerika 21%
ekspor LNG menurun sebesar 4,5%.
Impor Australia/Oceania 2%
Afrika 2%
Grafik 6.5 Pangsa Ekspor Nonmigas Menurut Kawasan Negara Tujuan
Sejalan dengan melemahnya kegiatan investasi dalam negeri dan turunnya ekspor dalam tahun laporan, permintaan impor juga mengalami penurunan. Nilai impor total (c&f) turun sebesar 7,8% yang disebabkan oleh menurunnya impor nonmigas
112
Neraca Pembayaran
Tabel 6.5 Impor Barang Modal
Tabel 6.3 Impor Nonmigas Menurut Kelompok Barang Rincian
Nilai (Juta $) 2000
Barang konsumsi Bahan baku penolong Barang modal
Pertumbuhan (%)
Pangsa (%)
2001*
2000
2001*
2000
2001*
2.619 2.708 26.741 24.481 7.727 6.936
74,2 23,2 33,6
3,4 -8,5 -10,2
6,8 72,9 20,3
7,9 71,7 20,3
(c&f) maupun impor migas (c&f) masing-masing sebesar 8,0% dan 6,6%. Berdasarkan kelompok barang, penurunan impor nonmigas terjadi pada barang modal dan bahan
2000 2001* 2001* Perubahan Nilai Pangsa (%) (Juta $) (%)
Rincian
Traktor & alat pertanian Alat kerajinan / perhiasan Kontainer & kotak penyimpanan Mesin mekanik Generator & alat elektronika Lokomotif, kapal, pesawat Alat pertukangan Alat optik & ukur Mobil penumpang Total
144,1 -95,8 -21,3 23,3 26,8 50,8 30,5 57,0 797,4
-54,0 27,2 29,4 -1,0 -0,2 -26,6 -1,5 -33,8 -28,8
22 0 67 4.253 703 1.325 43 427 96
0,1 0,0 0,2 12,5 2,1 3,9 0,1 1,3 0,3
33,6
-10,2
6.936
20,3
baku penolong masing-masing sebesar 10,2% dan 8,5%, sedangkan barang konsumsi mengalami sedikit
komoditas lokomotif, kapal & pesawat, dan alat optik
kenaikan sebesar 3,4% (Tabel 6.3). Meskipun
& ukur masing-masing sebesar 26,6%, dan 33,8%.
mengalami penurunan nilai yang cukup besar, pangsa
Ditinjau dari negara asalnya, impor barang
bahan baku penolong terhadap total nilai impor
nonmigas Indonesia terutama berasal dari negara-
nonmigas masih merupakan yang terbesar dibandingkan dua kelompok barang lainnya.
Tahun 2 0 0 0
Penurunan impor bahan baku penolong dan Amerika 16%
barang modal berdasarkan jenis komoditasnya dapat
ASEAN 14%
dilihat pada Tabel 6.4 dan Tabel 6.5. Sementara itu, penurunan impor barang modal terutama terjadi pada
Eropa 19%
Afrika 1% Australia/Oceania 7%
Tabel 6.4 Impor Bahan Baku Penolong
Rincian
Makanan & minuman (industri) Makanan & minuman (industri 1/2 jadi) Bahan baku mentah untuk industri Bahan baku 1/2 jadi untuk industri Bahan bakar & pelumas (mentah) Bahan bakar & pelumas (1/2 jadi) Suku cadang & perlengkapan barang modal Suku cadang & perlengkapan alat angkutan Total
Tahun 2 0 0 1
2000 2001* 2001* Perubahan Nilai Pangsa (%) (Juta $) (%) 8,9 -8,8 -21,1 34,9 -13,4 53,1
1,2 -2,5 -15,0 -7,4 -10,1 28,8
1.242 960 3.004 15.247 15 188
3,6 2,8 8,8 44,7 0,0 0,6
12,3
3,3
1.931
5,7
139,3
-24,2
1.894
5,6
23,2
-8,5
24.481
71,7
Asia kecuali ASEAN 43%
Amerika 16%
ASEAN 15%
Eropa 18%
Afrika 2% Australia/Oceania 8%
Asia kecuali ASEAN 41%
Grafik 6.6 Pangsa Impor Nonmigas Menurut Kawasan Negara Asal
113
Neraca Pembayaran
negara di kawasan Asia dan Amerika, yang pangsa-
bersih dari sektor pariwisata tercatat sebesar $5,0
nya sekitar 70% dari total impor nonmigas (Grafik 6.6).
miliar, sedikit lebih tinggi dari tahun sebelumnya.
Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, pangsa
Dalam pada itu, jumlah wisatawan asing yang
impor dari negara-negara di kawasan tersebut sedikit
berkunjung ke Indonesia dalam 2001 mencapai 5,0
berubah. Secara individual, impor dari Amerika Serikat
juta orang. Walaupun jumlah kunjungan wisatawan
dan Singapura dalam tahun 2001 masing-masing
asing relatif tidak berubah dibandingkan dengan tahun
sebesar 12% dan 8%, relatif tidak mengalami
sebelumnya, namun lebih rendah dari target
perubahan dibandingkan tahun sebelumnya.
pemerintah yang ditetapkan pada awal 2001 sebesar
Sementara itu, pangsa impor yang berasal dari
5,4 juta orang. Seperti tahun sebelumnya, Denpasar,
Jepang sebesar 17%, turun dari tahun sebelumnya.
Medan, Batam, dan Jakarta, masih tetap merupakan pintu masuk utama wisatawan mancanegara.
Jasa-jasa Dalam tahun laporan, neraca jasa masih
LALU LINTAS MODAL (LLM)
mencatat defisit meskipun lebih rendah dari tahun
Dalam tahun 2001, defisit transaksi LLM
sebelumnya. Besarnya defisit mencapai $16,7 miliar
secara keseluruhan membesar sebagai akibat defisit
atau menurun $380 juta dari tahun 2000. Menurunnya
LLM pemerintah setelah dalam empat tahun terakhir
defisit tersebut berasal dari penurunan defisit jasa
mencatat surplus, dan belum pulihnya kinerja LLM
migas sebesar $241 juta dan jasa nonmigas sebesar
swasta.
$139 juta. Penurunan defisit jasa di sektor migas
Lalu lintas modal pemerintah dalam tahun
terjadi pada jasa freight dan non freight sehingga
2001 mengalami defisit sebesar $0,3 miliar, setelah
masing-masing mencapai defisit sebesar $0,5 miliar
tahun sebelumnya mengalami surplus sebesar $3,2
dan $3,8 miliar. Menurunnya defisit tersebut antara
miliar. Defisit lalu lintas modal pemerintah timbul
lain terkait dengan penurunan nilai impor migas. Di
akibat rendahnya realisasi penarikan pinjaman dari
sektor nonmigas, defisit jasa freight menurun
ADB, IBRD, dan JBIC khususnya pinjaman program
sehingga mencapai defisit $2,7 miliar sebagai akibat
maupun proyek. Pinjaman program dalam tahun
menurunnya kegiatan impor nonmigas. Sementara
laporan tercatat sebesar $0,5 miliar atau menurun
itu, defisit jasa non-freight mencapai $9,7 miliar atau
tajam sebesar $0,9 miliar. Sementara itu, pinjaman
menurun dari $9,8 miliar pada tahun sebelumnya. Hal
proyek diperkirakan sedikit meningkat sehingga
tersebut terutama berkaitan dengan menurunnya
menjadi $2,5 miliar yang bersumber dari peningkatan
posisi utang luar negeri swasta dan turunnya suku
pinjaman non-ODA sebesar $0,2 miliar.
bunga di pasar keuangan internasional.
Kendala utama dari kecilnya pencairan
Di sisi penerimaan jasa-jasa nonmigas,
tersebut adalah belum dapat terpenuhinya beberapa
sumber penerimaan devisa terbesar masih berasal
persyaratan yang ditetapkan oleh pihak pemberi
dari sektor pariwisata, kemudian diikuti oleh transfer
utang yang terkait dengan kebijakan dan peraturan
pendapatan tenaga kerja Indonesia. Perolehan devisa
pemerintah maupun undang-undang (UU) seperti UU
114
Neraca Pembayaran
Anti Money Laundering, UU Kelistrikan dan peraturan
Tabel 6.6 Posisi Utang Luar Negeri Indonesia
di bidang sumber daya air. Selain rendahnya realisasi penarikan pinjaman luar negeri pemerintah, faktor penyebab defisit adalah adanya pembayaran cicilan
1999
2001
2000 Mar
Keterangan
Jun
Sept
Des*
Juta $
pokok pinjaman yang berasal dari IMF. Defisit LLM swasta sebesar $8,6 miliar, lebih rendah $1,4 miliar dari defisit tahun sebelumnya. Turunnya defisit LLM swasta tersebut dipengaruhi oleh menurunnya pembayaran utang luar negeri swasta terutama sektor PMA dari $7,5 miliar pada 2000
Pemerintah Swasta Bank Nonbank - PMA - Non PMA
75.862 72.235 10.836 58.243 29.805 28.438
Surat-surat berharga Total
3.156
74.916 66.777 7.718 56.888 30.264 26.624
71.980 66.335 7.848 56.409 29.445 26.964
72.496 66.405 7.684 56.845 28.731 28.114
75.185 62.594 6.564 54.446 27.888 26.558
71.403 59.841 6.537 51.666 26.381 25.285
2.171 2.078
1.876
1.584
1.638
148.097 141.693 138.316 138.901 137.778 131.244
menjadi $5,2 miliar pada 2001 serta penurunan net outflow portfolio investment dari $1,9 miliar menjadi
utang yang telah jatuh tempo. Sementara penurunan
$1,4 miliar. Dengan perkembangan ini LLM bersih
utang luar negeri pemerintah selain disebabkan oleh
tercatat mengalami defisit sebesar $8,9 miliar atau
pembayaran utang yang jatuh tempo juga karena
meningkat 31,7% dibandingkan defisit pada tahun
terdepresiasinya yen Jepang terhadap dolar Amerika
sebelumnya.
Serikat. Dampak depresiasi yen Jepang terhadap
Dalam rangka memberikan insentif bagi
posisi utang luar negeri pemerintah cukup besar
investor asing, pemerintah mengeluarkan peraturan
mengingat pangsa utang pemerintah dalam mata
yang memungkinkan bagi investor asing untuk
uang yen Jepang yang mencapai sekitar 33% dari
membeli perusahaan domestik tertentu walaupun
total utang luar negeri pemerintah.
belum berproduksi secara komersial.6 Peraturan yang
Pangsa utang luar negeri pemerintah men-
mengubah ketentuan tentang kepemilikan saham
capai 54% dari total utang luar negeri sementara
pada perusahaan yang didirikan dalam rangka
pangsa utang swasta nonbank (termasuk surat-surat
penanaman modal asing tersebut diharapkan dapat
berharga) dan swasta bank masing-masing tercatat
lebih menarik minat investor asing.
sebesar 41% dan 5% (Grafik 6.7). Meskipun utang
Sementara itu, posisi utang luar negeri Indonesia hingga akhir 2001 turun 7,4% menjadi $131,2 miliar dibandingkan dengan posisi akhir tahun 2000 (Tabel 6.6). Penurunan tersebut disebabkan
Swasta Nonbank 41%
Pemerintah 54%
oleh penurunan pada utang swasta maupun utang pemerintah. Penurunan utang luar negeri swasta terutama disebabkan pembayaran terhadap sebagian 6
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2001 tanggal 19 Desember 2001 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 tentang Pemilikan Saham dalam Perusahaan yang didirikan dalam Rangka Penanaman Modal Asing.
Swasta Bank 5% Grafik 6.7 Pangsa Utang Luar Negeri
115
Neraca Pembayaran
Tabel 6.7 Posisi Utang Luar Negeri Menurut Jangka waktu per Desember 2001*
No
Jangka Waktu
Pemerintah1)
Bank
Swasta Nonbank PMA
LKBB
PMDN
BUMN
BUMS4)
Total Nonbank
Total Swasta
Jumlah
Juta $ 1
2
1) 2) 3) 4)
Total Jangka Pendek - Original Maturity2) - Remaining Maturity Jangka Menengah dan Panjang3)
7.609,6 1.211,3 49,6 84,3 7.560,0 1.127,0
6.955,0 2.098,7 4.856,3
532,0 199,0 333,0
4.125,0 1.655,7 2.469,3
828,0 115,3 712,7
3.898,6 2.490,6 1.408,0
16.338,6 6.559,3 9.779,3
17.549,9 6.643,6 10.906,3
25.159,5 6.693,2 18.466,3
63.793,4 5.325,4
19.426,2
387,2
9.322,9
3.546,7
4.282,3
36.965,3
42.290,7
106.084,0
Total
71.403,0 6.536,7
26.381,2
919,2
13.447,9
4.374,7
8.180,9
59.840,6
131.243,6
53.303,9
Angka setelah Paris Club II & London Club Sampai dengan 1 tahun Lebih dari 1 tahun Termasuk Domestik Sekurities
luar negeri pemerintah lebih besar dari utang luar
Dilihat dari jangka waktu pembayarannya,
negeri swasta, satu hal yang meringankan beban
utang luar negeri jangka pendek yang akan jatuh waktu
pembayaran adalah lebih ringannya persyaratan baik
sampai dengan Desember 2002 diperkirakan
berdasarkan jangka waktu maupun tingkat bunganya.
mencapai $25,2 miliar atau 19,2% dari total utang luar
Dibandingkan dengan tahun sebelumya,
negeri Indonesia (Tabel 6.7). Jumlah tersebut terdiri
posisi utang luar negeri pemerintah pada akhir tahun
dari utang pemerintah dan swasta termasuk bank
laporan mengalami penurunan sebesar $3,5 miliar.
masing-masing sebesar $7,6 miliar dan $17,5 miliar,
Dari total utang luar negeri pemerintah, sebesar $29,1
sementara selebihnya, yaitu sebesar $106,1 miliar
miliar merupakan utang multilateral, $22,7 miliar utang
adalah utang dengan jangka waktu lebih dari satu
bilateral, $14,9 miliar berupa fasilitas kredit ekspor
tahun. Dari total utang jangka pendek swasta sebesar
(FKE), $439,2 juta utang leasing, $2,3 miliar utang
$17,5 miliar, sebesar $1,2 miliar atau 6,9% merupakan
komersial dan $2,0 miliar dalam bentuk surat-surat
utang bank dan $16,3 miliar atau 93,1% adalah utang
berharga yang dimiliki oleh investor asing.
swasta nonbank. Utang jangka pendek swasta
Sementara itu, posisi utang luar negeri
nonbank yang berjangka waktu sampai dengan satu
swasta pada akhir tahun laporan mencapai $59,8
tahun (original maturity) mencapai $6,6 miliar atau
miliar, turun 10,5% dibandingkan posisi tahun
40%, sedangkan sebesar $9,8 miliar atau 60%
sebelumnya. Dari total utang swasta tersebut, sebesar
merupakan utang jangka pendek yang berasal dari
$6,5 miliar merupakan utang swasta bank, $51,7
utang jangka panjang yang akan jatuh tempo sampai
miliar utang swasta nonbank dan $1,6 miliar dalam
dengan Desember 2002 (remaining maturity).
bentuk surat-surat berharga yang dimiliki oleh investor asing.
116
Berdasarkan sektor ekonomi yang dibiayai, sektor industri pengolahan merupakan sektor
Neraca Pembayaran
ekonomi terbesar yang dibiayai dengan utang luar
lesaian penjadwalan ulang tahap kedua Paris Club II
negeri, yaitu mencapai $30,8 miliar atau 23,5% dari
(1 April 2001 s.d 31 Maret 2002) sebesar $2,7 miliar
total utang luar negeri. Sektor kedua terbesar adalah
yang disebabkan oleh tertundanya kesepakatan
keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, yaitu
tentang Letter of Intent (LoI) antara IMF dengan
mencapai $26,5 miliar atau 20,2% dari total utang
Pemerintah RI. Salah satu penyebab tertundanya
luar negeri. Berikutnya adalah sektor listrik, gas dan
kesepakatan tersebut adalah masih terdapatnya ke-
air bersih sebesar $13,5 miliar atau sekitar 10,3% dari
tidaksesuaian mengenai masalah pencapaian target
total utang luar negeri. Dibandingkan dengan tahun
privatisasi BUMN, asset recovery oleh BPPN, dan
sebelumnya, terdapat pergeseran dari sektor
amandemen Undang-Undang Bank Sentral oleh
keuangan, persewaan dan jasa keuangan kepada
DPR.
sektor industri sebagai sektor ekonomi terbesar yang dibiayai oleh utang luar negeri.
Di sektor perbankan, dari total utang yang berhasil direstrukturisasi melalui Program Interbank
Dilihat dari negara pemberi utang, Jepang
Debt Exchange Offer I dan II (EO I dan EO II) sebesar
merupakan kreditur terbesar dengan jumlah mencapai
$6,3 miliar (terdiri dari EO I sebesar $3 miliar dan EO
$41,3 miliar atau 31,5% dari total utang luar negeri.
II sebesar $3,3 miliar), sebesar $2,9 miliar telah
Amerika Serikat di urutan kedua dengan jumlah
dilunasi baik melalui pembayaran sesuai jadwal yang
sebesar $13,3 miliar atau 10,1%, kemudian berturut-
telah ditentukan (repayment) maupun melalui
turut diikuti oleh Jerman, Belanda dan Inggris masing-
prepayment dan pembelian kembali. Sampai dengan
masing sebesar $7,6 miliar (5,8%), $7,4 miliar (5,6%)
tahun 2001, beberapa hal telah dilakukan, yaitu
dan $4,2 miliar (3,2%). Sementara itu lembaga
repayment EO I dan II sebesar $2,1 miliar,
internasional seperti IBRD, IMF dan ADB merupakan
prepayment sebesar $457,0 juta dan pembelian
lembaga pemberi pinjaman terbesar masing-masing
kembali sebesar $346,2 juta. Posisi pokok pinjaman
mencapai $11,5 miliar (8,8%), $9,1 miliar (6,9%) dan
Exchange Offer I dan II yang masih harus dibayar
$7,3 miliar (5,6%).
masing-masing sebesar $284,4 juta dan $3,1 miliar
Dari total utang luar negeri $131,2 miliar,
atau total sebesar $3,4 miliar.
sebesar $85,5 miliar atau 65,2% tercatat dalam mata
Sementara proses penyelesaian restruk-
uang dolar Amerika Serikat, sebesar $26,5 miliar atau
turisasi utang luar negeri swasta secara umum juga
20,2% dalam yen Jepang, $9,3 miliar (7,1%) dalam
masih berjalan lambat. Sampai dengan akhir tahun
SDR, $7,1 miliar (5,4%) dalam euro, $1,2 miliar (0,9%)
laporan, baru sebanyak 68 korporasi yang melapor-
dalam poundsterling dan selebihnya dalam beberapa
kan ke Bank Indonesia telah menyelesaikan restruk-
mata uang lainnya.
turisasi utang luar negeri dengan total nilai sekitar
Dalam hal restrukturisasi utang, periode
$4,1 miliar. Dibandingkan dengan posisi utang luar
laporan ini ditandai dengan timbulnya ketidakpastian
negeri korporasi yang bermasalah sekitar $30 miliar
proses restrukturisasi utang luar negeri pemerintah.
(estimasi Prakarsa Jakarta/JITF), maka jumlah utang
Hambatan tersebut terkait dengan lambatnya penye-
luar negeri yang telah berhasil direkstrukturisasi
117
Neraca Pembayaran
ditetapkan oleh Bank Dunia (Tabel 6.8). Rasio pemTabel 6.8 Indikator Beban Utang
bayaran utang terhadap ekspor (DSR) tercatat sebesar 39,4%, rasio total utang terhadap ekspor dan
Indikator
1997
1998
1999
2000
2001
*
Kriteria Bank Dunia
Persen
sebesar 194,5% dan 90,3%. Masih tingginya rasio
DSR 44,5 Rasio Total Utang terhadap Ekspor 207,3
57,9
56,8
41,1
39,4
20,0
261,8
252,1
191,0
194,5
130–220
Rasio Total Utang terhadap PDB
146,3
105,0
92,8
90,3
50–80
62,2
rasio total utang terhadap PDB masing-masing
beban utang tersebut menunjukkan masih beratnya beban utang luar negeri dan masih tingginya tingkat ketergantungan perekonomian Indonesia terhadap sumber dana dari luar negeri.
masih tergolong kecil, yaitu hanya sekitar 13,7%.
CADANGAN DEVISA
Lambatnya proses restrukturisasi utang luar negeri
Dengan defisit neraca pembayaran sebesar
sektor swasta secara umum disebabkan oleh faktor-
$1,4 miliar, posisi cadangan devisa pada akhir 2001
faktor teknis seperti lamanya proses negosiasi
mencapai $28,0 miliar atau setara dengan 6,1 bulan
mengenai terms and conditions yang disebabkan
impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah
ketidaksesuaian antara syarat yang ditawarkan
(Grafik 6.8).
kreditur dengan kondisi arus dana perusahaan dan sulitnya mengakomodir berbagai kepentingan dari
Miliar $
banyak pihak yang terlibat dalam proses
30
restrukturisasi khususnya untuk pinjaman sindikasi.
25
Lambatnya proses restrukturisasi tersebut juga
20
dipengaruhi oleh fluktuasi nilai tukar yang sukar diprediksi sehingga menyebabkan sulitnya penyusunan proyeksi arus dana bagi perusahaan. Belum terselesaikannya berbagai permasa-
15 10 5 0 1997
1998
1999
20001)
2001*
1) Sejak 2000 menggunakan konsep IRFCL, menggantikan konsep cadangan devisa bruto (GFA)
lahan mendasar di sektor eksternal menyebabkan rasio-rasio beban utang selama tahun 2001 relatif masih tinggi dibandingkan dengan kriteria yang
118
Grafik 6.8 Cadangan Devisa
Keuangan Pemerintah
bab 7 KEUANGAN PEMERINTAH
119
Keuangan Pemerintah
bab7
KEUANGAN PEMERINTAH
K
ondisi keuangan pemerintah selama beberapa
di atas, target defisit diupayakan tetap konsisten
bulan pertama tahun 2001 mendapat tekanan
dengan kebijakan umum jangka menengah dan jangka
yang cukup berat. Pada dasarnya terdapat 3 (tiga)
panjang (Propenas dan GBHN) atau dikendalikan
faktor utama yang menjadi penyebab, yaitu pertama,
seperti rencana semula yaitu sebesar 3,7% dari PDB.
memburuknya lingkungan makroekonomi, terutama
Adapun beberapa action plan penyesuaian
nilai tukar rupiah dan suku bunga Sertifikat Bank Indo-
di sisi pendapatan negara antara lain adalah (a) pe-
nesia (SBI); kedua, tidak terlaksananya atau tidak opti-
ningkatan tarif PPN dari 10 persen menjadi 12,5 per-
malnya beberapa kebijakan fiskal yang direncanakan
sen; (b) program penyisiran (canvassing) wajib pa-
seperti pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
jak PPN yang ditujukan pada pedagang eceran yang
terhadap beberapa komoditas strategis dan kenaikan
mempunyai omzet di atas Rp360 juta per tahun; (c)
harga seluruh produk BBM sebesar rata-rata 20
peningkatan harga jual eceran (HJE) hasil tembakau;
persen; dan ketiga, adanya pembatalan sebagian
(d) pengupayaan pay out ratio dari deviden BUMN
rencana pencairan pinjaman program sebagai pendu-
tahun buku 2000 agar mencapai angka 50%; dan (e)
kung pembiayaan pembangunan.
penyelesaian tunggakan pinjaman Pemerintah Dae-
Perkembangan berbagai indikator makroekonomi, penundaan, dan pembatalan beberapa ke-
rah yang mempunyai surplus anggaran dari dana perimbangan.
bijakan fiskal tersebut di atas dikhawatirkan akan mem-
Di sisi belanja negara antara lain adalah (a)
berikan dampak negatif terhadap APBN 2001 berupa
penghematan anggaran belanja pegawai dengan
membengkaknya defisit anggaran. Menghadapi hal tersebut, Pemerintah melakukan beberapa penyesuaian fiskal dengan merevisi APBN pada periode berjalan melalui Paket Kebijakan Penyesuaian APBN 2001. Beberapa asumsi dasar penyusunan APBN 2001 seperti pertumbuhan ekonomi, nilai tukar rupiah, dan suku bunga SBI 3 bulan disesuaikan dengan angkaangka perkiraan yang lebih realistis (Tabel 7.1). Selain itu, pemerintah menyusun ulang berbagai rencana aksi (action plan) penyesuaian fiskal (policy measures) baik di sisi pendapatan dan belanja negara maupun pembiayaan anggaran. Dengan berbagai penyesuaian
120
Tabel 7.1 Asumsi Pokok APBN 2001 Asumsi PDB a.d. harga berlaku (triliun rupiah) Pertumbuhan ekonomi (%) Laju inflasi (%) Harga minyak mentah ($ per barel) Produksi minyak mentah (juta barel per hari) Nilai Tukar (Rp/$) Suku bunga SBI 3 bulan rata-rata (%)
2000
2001
APBN1) APBN APBNR) APBNP) 988,3 4,9 8,33 29,2
1.425,0 5,0 7,20 24,0
1.468,1 3,5 9,30 24,0
1.476,2 3,5 11,90 24,6
1,4 8.774 12,70
1,5 7.800 11,50
1,5 9.600 15,00
1,3 10.219 16,40
1) Realisasi sementara (belum diaudit), periode 1 April s.d. 31 Desember 2000 R) APBN penyesuaian (revisi) P) APBN perubahan (perkiraan realisasi) Sumber : Departemen Keuangan
Keuangan Pemerintah
mempercepat proses pemindahan pegawai pusat ke
adanya pembebanan kekurangan pembayaran
daerah; (b) penghematan anggaran subsidi BBM
subsidi tahun 2000 sesuai hasil audit BPKP.
melalui kenaikan harga BBM; (c) pengurangan
Permasalahan pada pembiayaan anggaran
subsidi listrik melalui kenaikan tarif dasar listrik; (d)
dan belanja negara tersebut terlihat sangat mem-
rasionalisasi dan lebih memfokuskan alokasi angga-
pengaruhi manajemen likuiditas pemerintah selama
ran pengeluaran pembangunan; dan (e) penetapan
2001. Rendahnya tingkat penarikan utang luar negeri
alokasi dana perimbangan yang berasal dari dana
berdampak langsung pada rendahnya realisasi
bagi hasil dan dana alokasi umum sesuai rencana
pengeluaran pembangunan, sedangkan tingginya
semula.
pengalokasian dana untuk subsidi BBM secara tidak Di sisi pembiayaan anggaran, kebijakan
langsung telah membatasi ruang gerak pemerintah
penyesuaian yang diambil adalah penerbitan obligasi
untuk menyediakan dana pendamping rupiah untuk
pemerintah yang diharapkan akan dibeli oleh bebe-
proyek-proyek yang didanai dengan utang luar
rapa pemerintah daerah yang memiliki surplus dana
negeri.
perimbangan dan pengoptimalan penarikan pinjaman program yang telah ada (within the pipe line).
Di luar permasalahan tersebut di atas, perlu pula dicatat bahwa pemerintah berhasil merea-
Meskipun telah direvisi, pelaksanaan APBN
lisasikan beberapa pos penting dalam APBN sesuai
tetap menghadapi tantangan yang tidak mudah,
dengan masing-masing target anggarannya. Di sisi
khususnya di sisi pembiayaan anggaran dan belanja
penerimaan, penerimaan perpajakan berhasil men-
negara sebagaimana tercermin dari angka perkiraan
capai target dengan tax ratio yang sedikit meningkat
realisasi dalam APBN-Perubahan 2001.1) Di sisi
dibandingkan tahun lalu 11,7% menjadi 12,5%. Di sisi
pembiayaan anggaran, penarikan utang luar negeri
pembiayaan, penjualan aset program restrukturisasi
diperkirakan 24,5% di bawah target, sementara di sisi
perbankan bahkan melampaui target, meskipun
pengeluaran pembayaran subsidi BBM diperkirakan
diwarnai dengan berbagai tantangan dalam imple-
27% di atas target. Rendahnya penarikan utang luar
mentasinya. Sementara itu, di sisi pengeluaran peme-
negeri terutama karena penundaan penyaluran utang
rintah berhasil memenuhi kewajibannya untuk penge-
oleh donor sehubungan belum terpenuhinya policy
luaran-pengeluaran yang bersifat wajib (non-discre-
matrix sebagai syarat pencairan pinjaman program
tionary) seperti belanja pegawai, bunga utang, sub-
dan sempitnya kurun waktu yang tersedia untuk imple-
sidi, dan dana perimbangan.
mentasi proyek pasca dilakukannya revisi APBN.
Secara keseluruhan, pendapatan dan belanja
Sementara itu, pelampauan subsidi BBM –meskipun
negara melampaui target dengan angka persentase
pemerintah telah menaikkan harga BBM sebesar rata-
yang hampir sama yaitu 4,8% dan 4,2% di atas target.
rata 30%– terutama diakibatkan oleh lebih tingginya
Dengan kondisi tersebut, defisit operasi keuangan
jumlah konsumsi BBM dari perkiraan semula dan
pemerintah pada 2001 diperkirakan dapat dikendalikan pada angka Rp54,7 triliun atau 3,7% dari PDB,
1
Disahkan dengan UU No. 1 Tahun 2002, tanggal 7 Januari 2002
relatif sama dengan rencana defisit sebesar Rp54,3
121
Keuangan Pemerintah
triliun atau 3,7% dari PDB pada APBN penyesuaian
atas target APBN penyesuaian (Tabel 7.2). Jumlah
2001.
ini setara dengan 20,3% terhadap PDB atau sedikit Dalam kaitannya dengan permintaan agre-
lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2000 yang
gat, kontribusi sektor pemerintah terhadap per-
mencapai 20,7%. Sumber pendapatan negara
mintaan agregat masih meningkat dibandingkan ta-
terbesar masih berasal dari kelompok penerimaan
hun lalu dari 10,8% menjadi 11,9% dari PDB. Pening-
perpajakan sebesar Rp184,7 triliun atau 61,6% dari
katan tersebut terutama disumbang oleh alokasi dana
total penerimaan. Dengan pencapaian tersebut, tax
ke pemerintah daerah dalam bentuk dana perimbang-
ratio mencapai 12,5% dari PDB atau hampir sama
an. Sebagian besar (65%) dari pengeluaran
dengan target anggaran yang ditetapkan sebesar
pemerintah yang mempengaruhi permintaan agregat
12,6% dari PDB. Perolehan penerimaan perpajakan
tersebut adalah dalam bentuk pengeluaran konsumsi,
tersebut dimotori oleh penerimaan pajak nonmigas,
sisanya dalam bentuk pengeluaran investasi.
sedangkan pencapaian pajak migas berada di bawah
Sementara itu, alokasi dana untuk pembayaran
target karena rendahnya penerimaan migas. Penca-
transfer ke sektor swasta meningkat cukup tajam dari
paian penerimaan pajak nonmigas dimotori oleh
6,4% menjadi 10,0% dari PDB sehubungan dengan
penerimaan dari pajak penghasilan nonmigas dan
lebih tingginya alokasi dana untuk pembayaran
pajak pertambahan nilai. Sementara itu, penerimaan
subsidi dan bunga utang dalam negeri.
yang bersumber dari bukan pajak berhasil menyum-
Dalam kaitannya dengan bidang moneter, operasi keuangan pemerintah selama 2001 secara
bang Rp115,1 triliun atau 14,3% di atas target yang sebagian besar berasal dari penerimaan migas.
neto mengalami ekspansi terhadap jumlah uang
Secara individual, sumber pendapatan nega-
beredar setara 3,8% dari PDB, meningkat
ra terbesar berasal dari pajak penghasilan nonmigas
dibandingkan tahun lalu yang tercatat 3,3% dari PDB.
dan pajak pertambahan nilai yang masing-masing
Di sisi lain, untuk membiayai ekspansi rupiah neto
menyumbang Rp69,7 triliun (23,2%) dan Rp55,8
tersebut terjadi aliran devisa masuk bersih setara
triliun (18,6%) dari total pendapatan negara atau
3,3% dari PDB, menurun dibandingkan tahun lalu
setara dengan 4,7% dan 3,8% terhadap PDB. Kontri-
yang tercatat 4,7% dari PDB. Dengan demikian,
busi komponen-komponen di atas terhadap total
selama 2001 terjadi Sisa Kurang Pembiayaan
pendapatan negara selama 2001 lebih tinggi diban-
Anggaran (SIKPA)2 sebesar Rp7,6 triliun atau setara
dingkan dengan 2000 yang masing-masing hanya
0,5% dari PDB.
menyumbang 18,8% dan 17,1% dari total penerimaan atau setara dengan 3,9% dan 3,5% terhadap PDB.
PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH
Pencapaian penerimaan di sektor-sektor tersebut
Realisasi pendapatan negara dan hibah
antara lain didukung oleh kenaikan tarif pajak
diperkirakan mencapai Rp299,9 triliun atau 4,8% di
penghasilan atas bunga deposito, tabungan, dan diskonto SBI dari 15% menjadi 20%, peningkatan
2
Selisih kurang antara total penerimaan dan pembiayaan terhadap total pengeluaran
122
ekstensifikasi PPh dan intensifikasi pemungutannya,
Keuangan Pemerintah
Tabel 7.2 Perkiraan Pendapatan Negara dan Hibah Tahun 2001 2001
2 0 0 01)
Rincian
APBN2)
Realisasi3)
Triliun Rp % thd PDB Triliun Rp % thd PDB Triliun Rp % thd APBNR % thd PDB A. Pendapatan Negara dan Hibah I. Penerimaan Dalam Negeri 1. Penerimaan Pajak a. Pajak Dalam Negeri i. Pajak penghasilan 1. Migas 2. Nonmigas ii. Pajak pertambahan nilai iii. Pajak bumi dan bangunan iv. Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan v. Cukai vi. Pajak lainnya b. Pajak Perdagangan Internasional i. Bea masuk ii. Pajak/pungutan ekspor 2. Penerimaan Bukan Pajak (SDA Migas) a. Penerimaan SDA i. Minyak Bumi ii. Gas Alam iii. Pertambangan Umum iv. Kehutanan v. Perikanan b. Bagian Laba BUMN c. PNBP Lainnya II. Hibah
204,9 204,9 115,8 108,8 57,1 18,7 38,4 35,0 3,5 0,9 11,3 0,9 7,0 6,7 0,3 89,2 76,0 51,0 15,7 0,6 8,8 0,0 3,9 9,3 -
20,7 20,7 11,7 11,0 5,8 1,9 3,9 3,5 0,4 0,1 1,1 0,1 0,7 0,7 0,0 9,0 7,7 5,2 1,6 0,1 0,9 0,0 0,4 0,9 -
286,0 286,0 185,3 174,3 95,0 25,7 69,2 53,5 5,1 1,2 17,6 1,9 11,0 10,4 0,6 100,7 79,4 57,9 17,4 0,9 3,0 0,3 9,0 12,3 -
19,5 19,5 12,6 11,9 6,5 1,8 4,7 3,6 0,3 0,1 1,2 0,1 0,7 0,7 0,0 6,9 5,4 3,9 1,2 0,1 0,2 0,0 0,6 0,8 -
299,9 299,8 184,7 174,2 92,8 23,1 69,7 55,8 4,8 1,5 17,6 1,7 10,5 9,8 0,7 115,1 86,7 60,0 21,8 1,6 3,0 0,1 10,4 18,0 0,0
104,8 104,8 99,7 100,0 97,7 89,8 100,6 104,5 94,2 124,6 100,1 86,2 95,8 94,5 118,6 114,3 109,1 103,8 125,8 175,3 100,0 50,0 116,0 146,4 -
20,3 20,3 12,5 11,8 6,3 1,6 4,7 3,8 0,3 0,1 1,2 0,1 0,7 0,7 0,0 7,8 5,9 4,1 1,5 0,1 0,2 0,0 0,7 1,2 0,0
1) Realisasi sementara (belum diaudit), periode 1 April s.d. 31 Desember 2000 2) APBN penyesuaian (revisi) 3) APBN perubahan Sumber : Departemen Keuangan dan Bank Indonesia (diolah)
pencabutan berbagai fasilitas PPN dab PPnBM yang
optimalisasi program penyisiran (canvassing) wajib
diberikan kepada pengusaha kena pajak tertentu, dan
pajak terutama kepada pedagang eceran yang memiliki omzet di atas Rp360 juta per tahun. Sementara itu, pada kelompok penerimaan
Pajak Lainnya 6%
Non pajak lainnya 11%
bukan pajak porsi terbesar masih berasal dari migas
PPh Migas 8%
PPh Nonmigas 23%
yang secara total menyumbang Rp81,9 triliun (27,3%) dari total pendapatan negara atau setara dengan 5,6% terhadap PDB. Kontribusi migas
Migas 27%
tersebut lebih rendah dibandingkan tahun 2000 yang Cukai 6%
PPN 19%
masing-masing tercatat 32,5% atau setara dengan 6,8% dari PDB mengingat rata-rata produksi minyak
Grafik 7.1 Komposisi Penerimaan Pemerintah
mentah turun dari 1,5 juta barel menjadi 1,3 juta barel per hari. Meskipun terjadi penurunan produksi, pene-
123
Keuangan Pemerintah
dari PDB. Pengeluaran terbesar pemerintah tersebut 130,2%
Non pajak lainnya
Budget
96,2%
Pajak Lainnya
didominasi oleh pengeluaran rutin pemerintah pusat
Realisasi
Migas
yang mencapai Rp232,8 triliun atau 65,7% dari total
108,9%
Sementara itu, realisasi pengeluaran pembangunan
104,5%
PPN
mencapai Rp39,4 triliun atau 11,1% dari total penge-
100,6%
PPh Nonmigas
luaran atau setara 2,7% dari PDB nominal. Sisanya
89,8%
PPh Migas 0,0
pengeluaran atau setara dengan 15,8% dari PDB.
100,1%
Cukai
10,0
20,0
30,0
40,0
50,0
60,0
70,0
80,0
90,0
Grafik 7.2 Pencapaian Target Penerimaan Pemerintah
sebesar Rp82,4 triliun (23,2%) atau setara dengan 5,6% dari PDB nominal diperuntukkan bagi dana perimbangan. Jika dibandingkan dengan target, realisasi pengeluaran rutin pemerintah pusat dan
rimaan migas pada 2001 dapat melampaui target
dana perimbangan diperkirakan akan melampaui
karena faktor melemahnya nilai tukar rupiah dan
target, yaitu masing-masing 107,9% dan 101,1%.
adanya penerimaan minyak bumi pada tahun anggaran 2000 yang baru disetorkan pada tahun anggaran 2001. Beberapa pos penerimaan lainnya –yang
Lainnya 5%
Belanja Pegawai 11%
Pembangunan 11%
Subsidi 23%
umumnya pos-pos yang relatif kecil— terlihat jauh di bawah target. Pos-pos tersebut antara lain adalah bea masuk dan pajak lainnya. Rendahnya penerimaan dari bea masuk antara lain disebabkan oleh penuru-
Dana Perimbangan 23%
Bunga Utang 27%
nan tarif bea masuk terutama untuk komoditas yang terkait dengan perjanjian internasional berdasarkan
Grafik 7.3 Komposisi Pengeluaran Pemerintah
UU No. 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan. Sementara itu, rendahnya penerimaan dari pajak lainnya antara lain disebabkan oleh lebih rendahnya jumlah transaksi yang memerlukan meterai.
74,4%
Lainnya
Realisasi Budget
91,4%
Pembangunan
101,1%
Dana Perimbangan
BELANJA NEGARA Realisasi belanja negara yang dicerminkan baik dari belanja pemerintah pusat dan dana perimbangan diperkirakan mencapai Rp354,6 triliun atau
Bunga Utang 106,7%
Subsidi
123,1%
Belanja Pegawai
103,5%
0,0
20,0
40,0
60,0
80,0
4,2% di atas target (Tabel 7.3). Jumlah ini setara dengan 24,0% dari PDB atau lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2000 yang mencapai 23,3%
124
Grafik 7.4 Pencapaian Target Pengeluaran Pemerintah
100,0
Keuangan Pemerintah
Tabel 7.4. Tabel 7.3 PerkiraanPerkiraan Realisasi Dana Perimbangan Tahun Anggaran Anggaran 2001 (triliun Rp) Belanja Negara Tahun 2001
2001
2 0 0 01)
Rincian
APBN2)
APBN3)
Triliun Rp % thd PDB Triliun Rp % thd PDB Triliun Rp % thd APBNR % thd PDB B. Belanja Negara I. Belanja Pemerintah Pusat 1. Pengeluaran Rutin a. Belanja Pegawai i. Gaji dan Pensiun ii. Tunjangan Beras iii. Uang Makan/Lauk Pauk iv. Lain-lain Belanja Pegawai DN v. Belanja Pegawai LN b. Belanja Barang i. Belanja Barang DN ii. Belanja Barang LN c. Pembayaran Bunga Utang i. Utang Dalam Negeri ii. Utang Luar Negeri d. Subsidi i. Subsidi BBM ii. Subsidi non BBM - Pangan - Listrik - Bunga Kredit Program - Lainnya e. Pengeluaran Rutin Lainnya 2. Pengeluaran Pembangunan a. Pembiayaan pembangunan rupiah b. Pembiayaan proyek II. Anggaran Belanja Untuk Daerah 1. Dana Perimbangan a. Dana Bagi Hasil b. Dana Alokasi Umum c. Dana Alokasi Khusus 2. Dana Otonomi Khusus dan Penyeimbang
219,9 187,1 161,4 29,4 24,3 1,5 1,8 1,5 0,3 8,1 8,0 0,1 50,1 31,2 18,8 62,8 53,6 9,1 2,2 3,9 2,4 0,6 11,0 25,7 9,4 16,3 32,9 32,9 4,3 28,6 -
22,3 18,9 16,3 3,0 2,5 0,2 0,2 0,1 0,0 0,8 0,8 0,0 5,1 3,2 1,9 6,4 5,4 0,9 0,2 0,4 0,2 0,1 1,1 2,6 0,9 1,7 3,3 3,3 0,4 2,9 -
340,3 258,8 215,8 38,2 31,9 1,3 2,1 1,4 1,5 9,9 8,7 1,2 89,6 61,2 28,4 66,3 53,8 12,5 2,4 4,7 4,9 0,4 11,8 43,1 20,6 22,5 81,5 81,5 20,3 60,5 0,7 -
23,2 17,6 14,7 2,6 2,2 0,1 0,1 0,1 0,1 0,7 0,6 0,1 6,1 4,2 1,9 4,5 3,7 0,9 0,2 0,3 0,3 0,0 0,8 2,9 1,4 1,5 5,5 5,5 1,4 4,1 0,0 -
354,6 272,2 232,8 39,5 33,3 1,3 2,1 1,8 1,1 9,6 8,7 0,9 95,5 66,3 29,3 81,6 68,4 13,2 2,7 4,6 4,9 1,0 6,5 39,4 19,7 19,7 82,4 82,4 21,2 60,5 0,7 -
104,2 105,1 107,9 103,5 104,3 98,3 100,0 133,5 69,9 96,9 100,0 74,0 106,7 108,3 103,1 123,1 127,2 105,6 110,6 97,7 100,0 237,5 55,5 91,4 95,6 87,5 101,1 101,1 104,6 100,0 100,0 -
24,0 18,4 15,8 2,7 2,3 0,1 0,1 0,1 0,1 0,7 0,6 0,1 6,5 4,5 2,0 5,5 4,6 0,9 0,2 0,3 0,3 0,1 0,4 2,7 1,3 1,3 5,6 5,6 1,4 4,1 0,0 -
1) Realisasi sementara (belum diaudit), periode 1 April s.d. 31 Desember 2000 2) APBN penyesuaian (revisi) 3) APBN perubahan Sumber : Departemen Keuangan dan Bank Indonesia (diolah)
Sementara itu, realisasi pengeluaran pembangunan
pengeluaran dan tingkat realisasi masing-masing
diperkirakan hanya mencapai 91,4% dari target.
sebesar 106,7%, 123,1%, 101,1%, dan 103,5%, dari
Jika dilihat dari komponennya, sebagian be-
target yang ditetapkan. Tingginya alokasi dana untuk
sar atau 84,3% dari pengeluaran pemerintah dido-
pembayaran bunga utang terkait dengan kenaikan
minasi oleh belanja wajib pemerintah (non-discre-
suku bunga SBI dan depresiasi nilai tukar rupiah.
tionary items), seperti bunga utang, subsidi dana
Tingginya alokasi dana untuk pengeluaran subsidi
perimbangan, dan belanja pegawai, pembayaran,
disebabkan oleh peningkatan volume konsumsi BBM
dan dengan alokasi dana masing-masing sebesar
dalam negeri dari 52,8 juta kiloliter menjadi 56,6 juta
26,9%, 23,0%, 23,2%, dan 11,2%, dari total
kiloliter, lebih besarnya depresiasi nilai tukar terhadap
125
Keuangan Pemerintah
dolar AS dari perkiraan semula, dan adanya koreksi
terdapat SIKPA sebesar Rp7,6 triliun atau 0,5% dari
kekurangan pembayaran subsidi tahun 2000 yang
PDB yang akan mengurangi rekening pemerintah
mencapai Rp5,6 trilliun sesuai hasil audit BPKP. Ren-
bersih di sistem moneter.
dahnya realisasi pengeluaran pembangunan terkait
Dilihat dari pencapaian sasaran, penjualan
langsung dengan rendahnya penarikan utang luar
aset program restrukturisasi perbankan mencapai
negeri pemerintah.
114,7%, sedangkan privatisasi dan pembiayaan luar
Sementara itu, menandai dimulainya desen-
negeri neto masing-masing hanya 76,9% dan 52,9%.
tralisasi keuangan pusat ke daerah (otonomi daerah),
Rendahnya hasil privatisasi antara lain disebabkan
pemerintah telah mengalokasikan hampir 23,2% dari
oleh masih belum kondusifnya pasar modal domestik
total pengeluarannya untuk dana perimbangan. Se-
maupun internasional, perbedaan kepentingan
cara umum, meskipun implementasi otonomi daerah
antara pihak yang terlibat dalam proses privatisasi,
ini diwarnai oleh berbagai tantangan, namun tingkat
infrastruktur maupun law enforcement yang masih
pencapaiannya sesuai dengan target anggaran. Alo-
lemah, dan belum selesainya restrukturisasi pe-
kasi terbesar diperuntukkan untuk dana alokasi umum
rusahaan.
(DAU) dengan porsi sebesar hampir 73,4% dari rea-
Dari sisi eksternal, rendahnya tingkat penari-
lisasi dana perimbangan. Di dalam dana alokasi
kan utang luar negeri terjadi baik pada jenis pinjaman
umum tersebut sudah termasuk pembayaran rapel
program maupun pinjaman proyek dengan tingkat
gaji pegawai negeri sipil (PNS) yang pelaksanaannya
pencapaian masing-masing sebesar 65,0% dan
dimulai sekitar pertengahan 2001.
82,8% dari target anggaran. Rendahnya tingkat penarikan pinjaman program terutama disebabkan oleh
DEFISIT DAN PEMBIAYAAN
belum dapat dipenuhinya beberapa persyaratan dan
Dengan pelampauan pendapatan dan
jadwal penyelesaian dalam matriks kebijakan (policy
belanja negara di atas target masing-masing sebesar
matrix) sesuai kesepakatan antara pemerintah
angka persentase yang hampir sama, maka defisit
dengan negara donor, seperti penyelesaian Undang-
operasi keuangan pemerintah pada 2001 diperkirakan
Undang (UU) tentang money laundering, UU tentang
dapat dikendalikan pada angka Rp54,7 triliun atau
kelistrikan, dan Amandemen UU No.23/1999 tentang
3,7% dari PDB, relatif sama dengan rencana defisit
Bank Indonesia. Sementara itu, rendahnya tingkat
sebesar Rp54,3 triliun atau 3,7% dari PDB pada APBN
penarikan pinjaman proyek antara lain disebabkan
penyesuaian 2001 (Tabel 7.4). Sebagian besar defisit
oleh sempitnya kurun waktu yang tersedia untuk
tersebut ditutup dengan penjualan aset program
implementasi proyek pasca dilakukannya revisi APBN
restrukturisasi perbankan sebesar Rp31,0 triliun
dan terbatasnya dana pendamping rupiah untuk
(56,6%), pembiayaan luar negeri neto sebesar Rp10,5
proyek-proyek yang dibiayai dengan pinjaman luar
triliun (19,3%), dan privatisasi sebesar Rp5,0 triliun
negeri. Adapun komposisi antara pinjaman program
(9,1%). Dengan lebih kecilnya total sumber pem-
dan pinjaman proyek terhadap jumlah penarikan
biayaan dibandingkan dengan realisasi defisit, maka
utang luar negeri adalah sebesar 35% dan 65%.
126
Keuangan Pemerintah
Dampak Operasi Keuangan Pemerintah terhadap Per-
diantaranya mempengaruhi permintaan agregat
mintaan Agregat, Moneter dan Neraca Pembayaran.
sebagai belanja konsumsi dan investasi pemerintah
Pemerintah diperkirakan telah melakukan
(Tabel 7.5). Dari jumlah yang mempengaruhi
pengeluaran sebesar Rp354,6 triliun, dimana 49,5%
permintaan agregat tersebut , 65,1% diantaranya da-
atau setara dengan Rp175,5 triliun (11,9% dari PDB)
lam bentuk pengeluaran konsumsi dan sisanya
Tabel 7.4 Perkiraan Operasi Keuangan Pemerintah Tahun 2001 2001
2 0 0 01)
Rincian
APBN2)
APBN3)
Triliun Rp % thd PDB Triliun Rp % thd PDB Triliun Rp % thd APBNR % thd PDB A. Pendapatan Negara dan Hibah I. Penerimaan Dalam Negeri 1. Penerimaan Pajak a. Pajak Dalam Negeri b. Pajak Perdagangan Internasional 2. Penerimaan Bukan Pajak (SDA Migas) a. Penerimaan SDA b. Bagian Laba BUMN c. PNBP Lainnya II. Hibah
204,9 204,9 115,8 108,8 7,0 89,2 76,0 3,9 9,3 -
20,7 20,7 11,7 11,0 0,7 9,0 7,7 0,4 0,9 -
286,0 286,0 185,3 174,3 11,0 100,7 79,4 9,0 12,3 -
19,5 19,5 12,6 11,9 0,7 6,9 5,4 0,6 0,8 -
299,9 299,8 184,7 174,2 10,5 115,1 86,7 10,4 18,0 0,0
104,8 104,8 99,7 100,0 95,8 114,3 109,1 116,0 146,4 -
20,3 20,3 12,5 11,8 0,7 7,8 5,9 0,7 1,2 0,0
B. Belanja Negara I. Belanja Pemerintah Pusat 1. Pengeluaran Rutin a. Belanja Pegawai b. Belanja Barang c. Pembayaran Bunga Utang d. Subsidi e. Pengeluaran Rutin Lainnya 2. Pengeluaran Pembangunan a. Pembiayaan pembangunan rupiah b. Pembiayaan proyek II. Anggaran Belanja Untuk Daerah 1. Dana Perimbangan 2. Dana Otonomi Khusus dan Penyeimbang
219,9 187,1 161,4 29,4 8,1 50,1 62,8 11,0 25,7 9,4 16,3 32,9 32,9 -
22,3 18,9 16,3 3,0 0,8 5,1 6,4 1,1 2,6 0,9 1,7 3,3 3,3 -
340,3 258,8 215,8 38,2 9,9 89,6 66,3 11,8 43,1 20,6 22,5 81,5 81,5 -
23,2 17,6 14,7 2,6 0,7 6,1 4,5 0,8 2,9 1,4 1,5 5,5 5,5 -
354,6 272,2 232,8 39,5 9,6 95,5 81,6 6,5 39,4 19,7 19,7 82,4 82,4 -
104,2 105,1 107,9 103,5 96,9 106,7 123,1 55,5 91,4 95,6 87,5 101,1 101,1 -
24,0 18,4 15,8 2,7 0,7 6,5 5,5 0,4 2,7 1,3 1,3 5,6 5,6 -
C. Perbedaan Statistik D. Keseimbangan Primer E. Surplus/(Defisit) Anggaran
0,0 35,1 (15,0)
0,0 3,6 (1,5)
0,0 35,2 (54,3)
0,0 2,4 (3,7)
0,0 40,8 (54,7)
0,0 115,7 100,7
0,0 2,8 (3,7)
F. Pembiayaan I. Pembiayaan Dalam Negeri 1. Perbankan dalam negeri 2. Non-Perbankan dalam negeri a, Privatisasi b, Penjualan aset program restrukturisasi perbankan c, Penjualan Obligasi Pemerintah II. Pembiayaan Luar Negeri (Neto) 1. Penarikan Pinjaman Luar Negeri (Bruto) a. Pinjaman Program b. Pinjaman Proyek 2. Pembayaran Cicilan Pokok Utang LN
15,0 5,4 (13,5) 18,9 0,0 18,9 0,0 9,6 17,2 0,8 16,3 (7,6)
1,5 0,6 (1,4) 1,9 0,0 1,9 0,0 1,0 1,7 0,1 1,7 (0,8)
54,3 34,4 0,0 34,4 6,5 27,0 0,9 19,9 40,1 16,3 23,7 (20,2)
3,7 2,3 0,0 2,3 0,4 1,8 0,1 1,4 2,7 1,1 1,6 (1,4)
54,7 44,2 7,6 36,6 5,0 31,0 0,7 10,5 30,3 10,6 19,7 (19,7)
100,7 128,5 106,5 76,9 114,7 74,2 52,9 75,5 65,0 82,8 98,0
3,7 3,0 0,5 2,5 0,3 2,1 0,0 0,7 2,1 0,7 1,3 (1,3)
1) Realisasi sementara (belum diaudit), periode 1 April s.d. 31 Desember 2000 2) APBN penyesuaian (revisi) 3) APBN perubahan Sumber: Departemen Keuangan dan Bank Indonesia (diolah)
127
Keuangan Pemerintah
Tabel 7.5 Perkiraan Dampak Keuangan Pemerintah Terhadap Sektor Riil 2001
2 0 0 01)
Rincian
APBN2)
Realisasi3)
Triliun Rp % thd PDB Triliun Rp % thd PDB Triliun Rp % thd APBNR % thd PDB I. Konsumsi Pemerintah Belanja Pegawai DN Belanja Barang DN Dana Alokasi Umum Pengeluaran Rutin Lainnya
76,7 29,1 8,0 28,6 11,0
7,8 2,9 0,8 2,9 1,1
117,7 36,7 8,7 60,5 11,8
8,0 2,5 0,6 4,1 0,8
114,3 38,5 8,7 60,5 6,5
97,1 104,9 100,0 100,0 55,5
7,7 2,6 0,6 4,1 0,4
II. Pembentukan Modal Domestik Bruto Pembiayaan Dalam Rupiah Bantuan Proyek Dana Bagi Hasil dan Dana Alokasi Khusus
29,9 9,4 16,3 4,3
3,0 0,9 1,7 0,4
64,0 20,6 22,5 21,0
4,4 1,4 1,5 1,4
61,3 19,7 19,7 21,9
95,7 95,6 87,5 104,4
4,2 1,3 1,3 1,5
106,6
10,8
181,8
12,4
175,5
96,6
11,9
94,0 31,2 62,8
6,4 2,1 4,3
127,4 61,2 66,3
8,7 4,2 4,5
147,8 66,3 81,6
120,6 108,3 12,3
10,0 4,5 5,5
III. Jumlah I + II Memo Items : Pembayaran Transfer a. Bunga Utang Dalam Negeri b. Subsidi
1) Realisasi sementara (belum diaudit), periode 1 April s.d. 31 Desember 2000 2) APBN penyesuaian (revisi) 3) APBN perubahan Sumber: Departemen Keuangan dan Bank Indonesia (diolah)
sebesar 34,9% dalam bentuk pengeluaran investasi.
dibandingkan tahun lalu dari 10,8% menjadi 11,9%
Sementara itu, 41,7% dari total pengeluaran atau
dari PDB.
setara dengan Rp147,8 triliun (10,0% dari PDB)
Dari sisi moneter, transaksi keuangan pe-
digunakan untuk pembayaran transfer ke sektor
merintah selama 2001 memberikan ekspansi rupiah
swasta dalam bentuk pembayaran subsidi dan pem-
neto sebesar Rp56,0 triliun (Tabel 7.6). Ekspansi
bayaran bunga utang dalam negeri.
terbesar adalah anggaran belanja untuk daerah,
Dibandingkan tahun sebelumnya, penge-
subsidi, dan bunga utang dalam negeri. Diban-
luaran konsumsi pemerintah terlihat hampir sama
dingkan dengan tahun sebelumnya, ekspansi rupiah
yaitu dari 7,8% menjadi 7,7% dari PDB, sedangkan
neto tersebut meningkat dari 3,3% menjadi 3,8% dari
pengeluaran investasi pemerintah meningkat dari
PDB. Faktor utama yang mendorong naiknya eks-
3,0% menjadi 4,2% terutama karena adanya alokasi
pansi rupiah neto pada periode laporan adalah
dana untuk dana bagi hasil (DBH) mulai 2001.
peningkatan alokasi anggaran belanja untuk daerah
Sementara itu, pembayaran transfer ke sektor swasta
dari 3,3% menjadi 5,6% dari PDB dan bunga utang
dalam bentuk subsidi dan bunga utang dalam negeri
dalam negeri dari 3,2% menjadi 4,5% dari PDB.
meningkat cukup tajam dari 6,4% menjadi 10,0% dari
Dari sisi neraca pembayaran, transaksi ke-
PDB. Secara keseluruhan, kontribusi langsung sektor
uangan pemerintah diperkirakan memberikan aliran
pemerintah terhadap permintaan agregat meningkat
devisa masuk bersih (net capital inflows) setara
128
Keuangan Pemerintah
Tabel 7.6 Perkiraan Dampak Rupiah Keuangan Pemerintah 2001
2 0 0 01)
Rincian
APBN2)
Realisasi3)
Triliun Rp % thd PDB Triliun Rp % thd PDB Triliun Rp % thd APBNR % thd PDB A. Penerimaan rupiah Pajak Migas Nonmigas Bukan Pajak Privatisasi Penjualan Asset Program Restrukturisasi Perbankan Penjualan Obligasi Pemerintah Jumlah Penerimaan
18,7 97,1 22,5 0,0 18,9 0,0 157,2
1,9 9,8 2,3 0,0 1,9 0,0 15,9
25,7 159,5 25,5 6,5 27,0 0,9 245,2
1,8 10,9 1,7 0,4 1,8 0,1 16,7
23,1 161,6 33,2 5,0 31,0 0,7 254,6
1,6 10,9 2,3 0,3 2,1 0,0 17,2
89,8 101,3 130,2 76,9 114,7 74,2 103,8
B. Pengeluaran rupiah Operasional Belanja Pegawai DN Subsidi Bunga Utang DN Pengeluaran Rutin Lainnya Investasi Anggaran Belanja Untuk Daerah Jumlah Pengeluaran
-142,1 -29,1 -62,8 -31,2 -19,0 -15,1 -32,9 -190,0
-14,4 -2,9 -6,4 -3,2 -1,9 -1,5 -3,3 -19,2
-184,7 -36,7 -66,3 -61,2 -20,5 -28,5 -81,5 -294,6
-12,6 -2,5 -4,5 -4,2 -1,4 -1,9 -5,5 -20,1
-201,6 -38,5 -81,6 -66,3 -15,3 -26,6 -82,4 -310,6
-13,7 -2,6 -5,5 -4,5 -1,0 -1,8 -5,6 -21,0
109,2 104,9 123,1 108,3 74,4 93,4 101,1 105,4
0,0 -32,8
0,0 -3,3
0,0 -49,5
0,0 -3,4
0,0 -56,0
0,0 -3,8
0,0 113,2
C. Perbedaan Statistik D. Dampak Rupiah
1) Realisasi sementara (belum diaudit), periode 1 April s.d. 31 Desember 2000 2) APBN penyesuaian (revisi) 3) APBN perubahan Sumber : Departemen Keuangan dan Bank Indonesia (diolah)
Rp48,4 trilliun, atau lebih rendah sekitar Rp7,6 triliun
PROSPEK APBN 2002
dari ekspansi rupiah neto tersebut di atas (Tabel 7.7).
Dalam tahun 2002, kebijakan keuangan
Dengan demikian, terdapat SIKPA sebesar Rp7,6
negara diarahkan pada upaya untuk mewujudkan
triliun yang ditutup dengan penarikan tabungan pe-
ketahanan fiskal yang berkelanjutan (fiscal
merintah di sistem moneter. Kontributor utama aliran
sustainability). Untuk itu, ada dua langkah strategis
devisa masuk adalah ekspor migas yang mencapai
yang tergambar dalam penyusunan APBN 2002.
hampir 73% penerimaan valuta asing pemerintah.
Pertama, mengupayakan penurunan volume dan
Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, aliran de-
rasio defisit anggaran terhadap PDB. Kedua,
visa masuk bersih pemerintah menurun dari 4,7%
menurunkan rasio posisi utang pemerintah --baik
menjadi 3,3% dari PDB. Faktor penting yang menye-
utang dalam negeri maupun luar negeri-- terhadap
babkan turunnya aliran devisa masuk bersih adalah
PDB. Oleh karena itu, pemerintah mempersiapkan
rendahnya tingkat penarikan utang luar negeri yang
langkah-langkah guna meningkatkan pendapatan
hanya mencapai sekitar 75% dari rencana.
negara, mengendalikan belanja negara, dan
129
Keuangan Pemerintah
Tabel 7.7 Perkiraan Dampak Valas Keuangan Pemerintah 2001
2 0 0 01)
Rincian
APBN2)
Realisasi3)
Triliun Rp % thd PDB Triliun Rp % thd PDB Triliun Rp % thd APBNR % thd PDB A. Transaksi Berjalan Neraca Barang Ekspor Migas Impor Bantuan Proyek Belanja Barang LN
36,8 55,9 66,7 -10,6 -0,1
3,7 5,7 6,7 -1,1 0,0
29,5 59,4 75,2 -14,6 -1,2
2,0 4,0 5,1 -1,0 -0,1
37,9 68,2 81,9 -12,8 -0,9
2,6 4,6 5,5 -0,9 -0,1
128,3 114,8 108,9 87,5 74,0
Neraca Jasa Pembayaran Bunga Utang Luar Negeri Belanja Pegawai LN
-19,1
-1,9
-29,9
-2,0
-30,3
-2,1
101,4
-18,8 -0,3
-1,9 0,0
-28,4 -1,5
-1,9 -0,1
-29,3 -1,1
-2,0 -0,1
103,1 69,9
B. Pemasukan Modal Neto Pemerintah Penarikan Utang LN dan Hibah Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri Pemerintah
9,6 17,2
1,0 1,7
19,9 40,1
1,4 2,7
10,5 30,3
0,7 2,1
52,9 75,6
-7,6
-0,8
-20,2
-1,4
-19,7
-1,3
98,0
C. Dampak Valas (A+B)
46,3
4,7
49,5
3,4
48,4
3,3
97,9
1) Realisasi sementara (belum diaudit), periode 1 April s.d. 31 Desember 2000 2) APBN penyesuaian (revisi) 3) APBN perubahan Sumber: Departemen Keuangan dan Bank Indonesia (diolah)
mengoptimalkan pilihan pembiayaan defisit anggaran
tercatat sebesar Rp54,3 triliun (3,7% dari PDB).
negara.
Penurunan defisit tersebut diupayakan dengan Operasi keuangan pemerintah pada 2002
meningkatkan penerimaan terutama dengan meng-
direncanakan akan mengalami defisit sebesar Rp42,1
optimalkan penghimpunan pajak melalui perluasan
triliun atau 2,5% dari PDB, menurun dibandingkan
basis pajak dan lebih mengefisienkan pengeluaran
rencana defisit pada APBN tahun sebelumnya yang
dengan memprioritaskan anggaran. Di sisi pembiayaan, pemerintah berupaya mengoptimalkan hasil penjualan aset program restrukturisasi perbankan dan
Tabel 7.8 Asumsi APBN 2001 - 2002
Asumsi PDB a.d. harga berlaku (triliun rupiah) Pertumbuhan ekonomi (%) Laju inflasi (%) Harga minyak mentah ($ per barel) Produksi minyak mentah (juta barel per hari) Nilai Tukar (Rp/$) Suku bunga SBI 3 bulan rata-rata (%)
privatisasi dan menggunakan sebagian hasilnya untuk
2001
2002
APBN
APBN
1.468,1 3,5 9,30 24,0
1.685,4 4,0 9,00 22,0
1,5 9.600 15,00
1,3 9.000 14,00
mengurangi posisi utang dalam negeri (asset to bond swap and cash to bond swap). Total penerimaan pemerintah secara nominal diharapkan meningkat dari Rp286 triliun menjadi Rp301,9 triliun. Namun demikian, dalam persentase terhadap PDB menurun dari 19,5% menjadi 17,9%, terutama karena perkiraan turunnya harga minyak
Sumber : Departemen Keuangan
mentah Indonesia dari $24 per barel menjadi $22 per
130
Keuangan Pemerintah
Tabel 7.9 Proyeksi Penerimaan Pemerintah Rincian A. Pendapatan Negara dan Hibah I. Penerimaan Dalam Negeri 1. Penerimaan Pajak a. Pajak Dalam Negeri i. Pajak penghasilan 1. Migas 2. Nonmigas ii. Pajak pertambahan nilai iii. Pajak bumi dan bangunan iv. Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan v. Cukai vi. Pajak lainnya b. Pajak Perdagangan Internasional i. Bea masuk ii. Pajak/pungutan ekspor 2. Penerimaan Bukan Pajak (SDA Migas) a. Penerimaan SDA i. Minyak Bumi ii. Gas Alam iii. Pertambangan Umum iv. Kehutanan v. Perikanan b. Bagian Laba BUMN c. PNBP Lainnya II. Hibah
APBN 20011) Triliun Rp % thd PDB 286,0 286,0 185,3 174,3 95,0 25,7 69,2 53,5 5,1 1,2 17,6 1,9 11,0 10,4 0,6 100,7 79,4 57,9 17,4 0,9 3,0 0,3 9,0 12,3 0,0
19,5 19,5 12,6 11,9 6,5 1,8 4,7 3,6 0,3 0,1 1,2 0,1 0,7 0,7 0,0 6,9 5,4 3,9 1,2 0,1 0,2 0,0 0,6 0,8 0,0
APBN 20022) Triliun Rp % thd PDB 301,9 301,9 219,6 207,0 104,5 15,7 88,8 70,1 5,9 2,2 22,4 1,9 12,6 12,2 0,3 82,2 63,2 44,0 14,5 1,3 3,0 0,3 10,4 8,7 0,0
17,9 17,9 13,0 12,3 6,2 0,9 5,3 4,2 0,4 0,1 1,3 0,1 0,7 0,7 0,0 4,9 3,7 2,6 0,9 0,1 0,2 0,0 0,6 0,5 0,0
Perubahan % thd PDB -1,6 -1,6 0,4 0,4 -0,3 -0,8 0,6 0,5 0,0 0,0 0,1 0,0 0,0 0,0 0,0 -2,0 -1,7 -1,3 -0,3 0,0 0,0 0,0 0,0 -0,3 0,0
1) APBN yang direvisi pada 15 Juni 2001 2) APBN yang disahkan pada 23 Oktober 2001 Sumber : Departemen Keuangan (diolah)
barel. Sumber utama penerimaan diharapkan dari
titik optimalnya sangat dibutuhkan untuk menjaga
penerimaan perpajakan sebesar Rp219,6 trilliun
kesinambungan fiskal di masa depan. Sebaliknya,
dengan target tax ratio yang meningkat dibandingkan
sejalan dengan perkiraan penurunan harga minyak,
target APBN sebelumnya yaitu dari 12,6% menjadi
maka penerimaan negara bukan pajak diperkirakan
13,0% dari PDB. Untuk mendukung tercapainya
akan menurun dibandingkan tahun lalu dari 6,9%
sasaran penerimaan perpajakan, pemerintah akan
menjadi 4,9% dari PDB.
melanjutkan berbagai kebijakan intensifikasi
Di sisi pengeluaran, volume anggaran belanja
pemungutan pajak dan ekstensifikasi subjek/objek
negara direncanakan sebesar Rp344,0 trilliun.
pajak. Kebijakan tersebut diimplementasikan
Meskipun secara nominal meningkat, namun dalam
terhadap semua jenis pajak, yang selanjutnya
persentase terhadap PDB menurun dibandingkan
masing-masing akan dijabarkan secara lebih spesifik
tahun lalu dari 23,2% menjadi 20,4%. Penurunan
dalam kebijakan operasionalnya. Selain untuk
tersebut terutama terjadi pada alokasi pengeluaran
mengantisipasi turunnya penerimaan migas,
rutin untuk pemerintah pusat yaitu dari 14,7% menjadi
peningkatan target pajak secara bertahap sampai ke
11,5% dari PDB.
131
Keuangan Pemerintah
Tabel 7.10 Proyeksi Pengeluaran Pemerintah Rincian B. Belanja Negara I. Belanja Pemerintah Pusat 1. Pengeluaran Rutin a. Belanja Pegawai i. Gaji dan Pensiun ii. Tunjangan Beras iii. Uang Makan/Lauk Pauk iv. Lain-lain Belanja Pegawai DN v. Belanja Pegawai LN b. Belanja Barang i. Belanja Barang DN ii. Belanja Barang LN c. Pembayaran Bunga Hutang i. Utang Dalam Negeri ii. Utang Luar Negeri d. Subsidi i. Subsidi BBM ii. Subsidi non BBM - Pangan - Listrik - Bunga Kredit Program - Lainnya e. Pengeluaran Rutin Lainnya 2. Pengeluaran Pembangunan a. Pembiayaan pembangunan rupiah b. Pembiayaan proyek II. Anggaran Belanja Untuk Daerah 1. Dana Perimbangan a. Dana Bagi Hasil b. Dana Alokasi Umum c. Dana Alokasi Khusus 2. Dana Otonomi Khusus dan Penyeimbang
APBN 20011) Triliun Rp % thd PDB
APBN 20022) Triliun Rp % thd PDB
Perubahan % thd PDB
340,3 258,8 215,8 38,2 31,9 1,3 2,1 1,4 1,5 9,9 8,7 1,2 89,6 61,2 28,4 66,3 53,8 12,5 2,4 4,7 4,9 0,4 11,8 43,1 20,6 22,5
23,2 17,6 14,7 2,6 2,2 0,1 0,1 0,1 0,1 0,7 0,6 0,1 6,1 4,2 1,9 4,5 3,7 0,9 0,2 0,3 0,3 0,0 0,8 2,9 1,4 1,5
344,0 246,0 193,7 41,3 34,0 1,4 2,8 1,5 1,5 12,9 11,7 1,2 88,5 59,5 29,0 41,6 30,4 11,2 4,7 4,1 2,2 0,2 9,5 52,3 26,5 25,8
20,4 14,6 11,5 2,5 2,0 0,1 0,2 0,1 0,1 0,8 0,7 0,1 5,3 3,5 1,7 2,5 1,8 0,7 0,3 0,2 0,1 0,0 0,6 3,1 1,6 1,5
-2,8 -3,0 -3,2 -0,2 -0,2 0,0 0,0 0,0 0,0 0,1 0,1 0,0 -0,9 -0,6 -0,2 -2,0 -1,9 -0,2 0,1 -0,1 -0,2 0,0 -0,2 0,2 0,2 0,0
81,5 81,5 20,3 60,5 0,7 0,0
5,5 5,5 1,4 4,1 0,0 0,0
98,0 94,5 24,6 69,1 0,8 3,4
5,8 5,6 1,5 4,1 0,0 0,2
0,3 0,1 0,1 0,0 0,0 0,2
1) APBN yang direvisi pada 15 Juni 2001 2) APBN yang disahkan pada 23 Oktober 2001 Sumber : Departemen Keuangan (diolah)
Secara individual, pengeluaran terbesar adalah untuk pembayaran bunga utang yang mencapai
yang dimiliki bank-bank (asset to bond swap and cash to bond swap).
Rp88,5 trilliun atau setara dengan 5,3% dari PDB.
Tiga kelompok pengeluaran terbesar lainnya
Meskipun demikian, jumlah tersebut relatif lebih
adalah (i) subsidi (2,5% dari PDB), (ii) belanja
rendah dari tahun 2001 sejalan dengan penggunaan
pegawai (2,4%), dan (iii) pengeluaran pembangunan
asumsi suku bunga SBI yang lebih rendah, nilai tukar
(3,1%). Subsidi jauh menurun dibandingkan tahun
rupiah yang lebih optimis dari tahun lalu serta
2001, antara lain karena rencana pemerintah untuk
dampak dari pengurangan obligasi pemerintah
menaikkan harga BBM dalam negeri sebesar rata-
dengan cara membeli kembali dan mempertukarkan
rata 25% mulai Januari 2002 dan tarif dasar listrik
aset-aset yang telah direstrukturisasi dengan obligasi
(TDL) sebesar 4%–6% setiap triwulan. Belanja
132
Keuangan Pemerintah
Tabel 7.11 Proyeksi Operasi Keuangan Pemerintah Rincian
APBN 20011) Triliun Rp % thd PDB
APBN 20022) Triliun Rp % thd PDB
Perubahan % thd PDB
A. Pendapatan Negara dan Hibah I. Penerimaan Dalam Negeri 1. Penerimaan Pajak a. Pajak Dalam Negeri b. Pajak Perdagangan Internasional 2. Penerimaan Bukan Pajak (SDA Migas) a. Penerimaan SDA b. Bagian Laba BUMN c. PNBP Lainnya II. Hibah
286,0 286,0 185,3 174,3 11,0 100,7 79,4 9,0 12,3 0,0
19,5 19,5 12,6 11,9 0,7 6,9 5,4 0,6 0,8 0,0
301,9 301,9 219,6 207,0 12,6 82,2 63,2 10,4 8,7 0,0
17,9 17,9 13,0 12,3 0,7 4,9 3,7 0,6 0,5 0,0
-1,6 -1,6 0,4 0,4 0,0 -2,0 -1,7 0,0 -0,3 0,0
B. Belanja Negara I. Belanja Pemerintah Pusat 1. Pengeluaran Rutin a. Belanja Pegawai b. Belanja Barang c. Pembayaran Bunga Utang d. Subsidi e. Pengeluaran Rutin Lainnya 2. Pengeluaran Pembangunan a. Pembiayaan pembangunan rupiah b. Pembiayaan proyek II. Anggaran Belanja Untuk Daerah 1. Dana Perimbangan 2. Dana Otonomi Khusus dan Penyeimbang
340,3 258,8 215,8 38,2 9,9 89,6 66,3 11,8 43,1 20,6 22,5 81,5 81,5 0,0
23,2 17,6 14,7 2,6 0,7 6,1 4,5 0,8 2,9 1,4 1,5 5,5 5,5 0,0
344,0 246,0 193,7 41,3 12,9 88,5 41,6 9,5 52,3 26,5 25,8 98,0 94,5 3,4
20,4 14,6 11,5 2,5 0,8 5,3 2,5 0,6 3,1 1,6 1,5 5,8 5,6 0,2
-2,8 -3,0 -3,2 -0,2 0,1 -0,9 -2,0 -0,2 0,2 0,2 0,0 0,3 0,1 0,2
C. Perbedaan statistik D. Keseimbangan Primer E. Surplus/(Defisit) Anggaran
0,0 35,2 -54,3
0,0 2,4 -3,7
0,0 46,4 -42,1
0,0 2,8 -2,5
0,0 0,3 1,2
F. Pembiayaan I. Pembiayaan Dalam Negeri 1. Perbankan dalam negeri 2. Non Perbankan dalam negeri a. Privatisasi b. Penjualan aset program restrukturisasi perbankan c. Penjualan Obligasi Pemerintah
54,3 34,4 0,0 34,4 6,5 27,0 0,9
3,7 2,3 0,0 2,3 0,4 1,8 0,1
42,1 23,5 0,0 23,5 4,0 19,5 0,0
2,5 1,4 0,0 1,4 0,2 1,2 0,0
-1,2 -0,9 0,0 -0,9 -0,2 -0,7 -0,1
II. Pembiayaan Luar Negeri (Netto) 1. Penarikan Pinjaman Luar Negeri (bruto) a. Pinjaman Program b. Pinjaman Proyek 2. Pembayaran Cicilan Pokok Utang LN
19,9 40,1 16,3 23,7 -20,2
1,4 2,7 1,1 1,6 -1,4
18,6 62,6 36,8 25,8 -44,0
1,1 3,7 2,2 1,5 -2,6
-0,3 1,0 1,1 –0,1 -1,2
1) Total Target Privatisasi (Termasuk penarikan obligasi) 2) Total Target Penjualan Aset oleh BPPN (Termasuk penarikan obligasi)
6,5 0,0 37,0 -10,0
0,4 0,0 2,5 -0,7
6,5 -2,5 42,8 -23,3
0,4 -0,2 2,5 -1,4
-0,1 -0,2 0,0 -0,7
1) APBN yang direvisi pada 15 Juni 2001 2) APBN yang disahkan pada 23 Oktober 2001 Sumber : Departemen Keuangan (diolah)
pegawai dianggarkan naik secara nominal sebagai
belum pernah mengalami kenaikan. Sementara itu,
upaya pemerintah untuk menaikkan tunjangan
alokasi dana untuk pengeluaran pembangunan
beberapa jabatan fungsional tertentu mengingat
masih tetap rendah dibandingkan pengeluaran
selama beberapa tahun terakhir tunjangan tersebut
rutin.
133
Keuangan Pemerintah
Tabel 7.12 Dampak Rupiah Operasi Keuangan Pemerintah Rincian
APBN 20011) Triliun Rp
APBN 20022)
% thd PDB
Triliun Rp
Perubahan
% thd PDB
% thd PDB
A. Penerimaan rupiah Pajak Migas Nonmigas Bukan Pajak Privatisasi Penjualan Asset Program Restrukturisasi Perbankan Penjualan Obligasi Pemerintah Jumlah Penerimaan
25,7 159,5 25,5 6,5 27,0 0,9 245,2
1,8 10,9 1,7 0,4 1,8 0,1 16,7
15,7 203,9 23,7 4,0 19,5 0,0 266,8
0,9 12,1 1,4 0,2 1,2 0,0 15,8
-0,8 1,2 -0,3 -0,2 -0,7 -0,1 -0,9
B. Pengeluaran rupiah Operasional Belanja Pegawai DN Subsidi Bunga Utang DN Pengeluaran Rutin Lainnya Investasi Anggaran Belanja Untuk Daerah Jumlah Pengeluaran
-184,7 -36,7 -66,3 -61,2 -20,5 -28,5 -81,5 -294,6
-12,6 -2,5 -4,5 -4,2 -1,4 -1,9 -5,5 -20,1
-162,1 -39,8 -41,6 -59,5 -21,2 -35,5 -98,0 -295,6
-9,6 -2,4 -2,5 -3,5 -1,3 -2,1 -5,8 -17,5
3,0 0,1 2,0 0,6 0,1 -0,2 -0,3 2,5
0,0 -49,5
0,0 -3,4
0,0 -28,7
0,0 -1,7
0,0 1,7
C. Perbedaan Statistik D. Dampak Rupiah 1) APBN yang direvisi pada 15 Juni 2001 2) APBN yang disahkan pada 23 Oktober 2001 Sumber : Departemen Keuangan (diolah)
Dalam pada itu, alokasi anggaran belanja un-
Sebagian dari defisit tersebut akan dibiayai dengan
tuk daerah selama 2002 diperkirakan mencapai
sumber pembiayaan dalam negeri khususnya dari
Rp98,0 trilliun (5,8% dari PDB) sedikit meningkat
privatisasi dan penjualan aset program restrukturisasi
dibandingkan dengan tahun lalu yang tercatat Rp81,5
perbankan, sedangkan sisanya dengan sumber
trilliun (5,5% dari PDB). Bagian terbesar dari alokasi
pembiayaan luar negeri.
tersebut adalah untuk Dana Alokasi Umum (Rp69,1
Target privatisasi ditetapkan Rp6,5 triliun
triliun), diikuti oleh Dana Bagi Hasil (Rp24,6 triliun),
dimana Rp2,6 triliun diantaranya digunakan untuk
dan sisanya untuk Dana Alokasi Khusus (DAK). Selain
membeli kembali obligasi pemerintah. Dalam pada
itu, pemerintah mengalokasikan pula dana sebesar
itu, penjualan aset ditargetkan sebesar Rp42,8 triliun
Rp3,4 triliun untuk penyelenggaraan otonomi khusus
dimana Rp7,5 triliun diantaranya dicapai dalam bentuk
dan sebagai dana penyeimbang.
asset to bond swap dan Rp15,8 triliun dalam bentuk
Dengan kondisi di atas, maka keseimbangan
cash to bond swap. Dengan demikian, total obligasi
primer APBN 2002 diharapkan surplus 2,8% dari PDB
pemerintah yang diharapkan dapat ditarik kembali
atau sedikit lebih baik dibandingkan dengan tahun
selama 2001 adalah sebesar Rp25,8 triliun. Kebijakan
2001. Secara keseluruhan, defisit fiskal diperkirakan
membeli kembali obligasi yang telah diterbitkan ini
akan mencapai Rp42,1 triliun atau 2,5% dari PDB.
ditujukan untuk mengurangi volume utang dalam
134
Keuangan Pemerintah
Tabel 7.13 Dampak Valas Operasi Keuangan Pemerintah
Rincian A. Transaksi Berjalan Neraca Barang Ekspor Migas Impor Bantuan Proyek Belanja Barang LN
APBN 20011) Triliun Rp
APBN 20022)
% thd PDB
Triliun Rp
Perubahan
% thd PDB
% thd PDB
29,5 59,4 75,2 -14,6 -1,2
2,0 4,0 5,1 -1,0 -0,1
10,1 40,6 58,5 -16,8 -1,2
0,6 2,4 3,5 -1,0 -0,1
-1,4 -1,6 -1,7 0,0 0,0
-29,9 -28,4 -1,5
-2,0 -1,9 -0,1
-30,5 -29,0 -1,5
-1,8 -1,7 -0,1
0,2 0,2 0,0
B. Pemasukan Modal Neto Pemerintah Penarikan Utang LN dan Hibah Pembayaran Cicilan Pokok Utang LN Pemerintah
19,9 40,1 -20,2
1,4 2,7 -1,4
18,6 62,6 -44,0
1,1 3,7 -2,6
-0,3 1,0 -1,2
C. Dampak Valas (A+B)
49,5
3,4
28,7
1,7
-1,7
Neraca Jasa Pembayaran Bunga Utang Luar Negeri Belanja Pegawai LN
1) APBN yang direvisi pada 15 Juni 2001 2) APBN yang disahkan pada 23 Oktober 2001 Sumber : Departemen Keuangan (diolah)
negeri pemerintah yang sejauh ini bebannya lebih
moneter, neraca pembayaran, dan permintaan agre-
tinggi dibandingkan utang luar negeri.
gat 2002. Dari sisi moneter, transaksi keuangan
Sementara itu, pembiayaan luar negeri bersih
pemerintah pada 2002 diperkirakan akan mem-
pada 2002 diperkirakan menurun dibandingkan tahun
berikan ekspansi rupiah neto sebesar Rp28,8 triliun
lalu, yaitu dari Rp19,9 trilliun menjadi Rp18,6 triliun.
(1,7% dari PDB), jauh lebih rendah dari 2001 yang
Jumlah ini lebih kecil dibandingkan dengan total nilai
tercatat Rp49,5 triliun (3,4% dari PDB). Penurunan
pembelian kembali obligasi pemerintah. Dengan
terbesar berasal dari pengurangan subsidi BBM dan
melakukan asset to bond swap, volume utang peme-
TDL. Penurunan ekspansi rupiah neto tersebut di-
rintah diharapkan menurun. Penurunan posisi utang
dukung pula oleh optimisme peningkatan tax ratio
tersebut diperlukan untuk menjaga kesinambungan
dari 12,6% menjadi 13,0% pada 2002. Ekspansi
fiskal di masa depan.
rupiah neto pemerintah yang lebih rendah ini diharapkan akan mengurangi beban pengendalian
Dampak Operasi Keuangan Pemerintah terhadap
moneter, sehingga diharapkan suku bunga dapat
Moneter, Neraca Pembayaran dan Permintaan
diarahkan pada level yang lebih rendah sehingga
Agregat.
dapat mendorong kegiatan di sektor riil. Kondisi ini
Berbagai kebijakan operasi keuangan peme-
pada gilirannya akan memberikan manfaat kepada
rintah yang secara kuantitatif tertuang dalam APBN
sektor fiskal itu sendiri terutama untuk mencapai
2002 tersebut selanjutnya akan mempengaruhi sisi
sustainabilitas fiskal.
135
Keuangan Pemerintah
Tabel 7.14 Dampak Operasi Keuangan Pemerintah terhadap sektor Riil Rincian I. Konsumsi Pemerintah Belanja Pegawai DN Belanja Barang DN Dana Alokasi Umum Pengeluaran Rutin Lainnya3) II. Pembentukan Modal Domestik Bruto Pembiayaan Dalam Rupiah Bantuan Proyek Dana Bagi Hasil dan Dana Alokasi Khusus III. Jumlah I + II Memo Items : Pembayaran Transfer a. Bunga Utang Dalam Negeri b. Subsidi
APBN 20011) Triliun Rp
APBN 20022)
% thd PDB
Triliun Rp
Perubahan
% thd PDB
% thd PDB
117,7 36,7 8,7 60,5 11,8
8,0 2,5 0,6 4,1 0,8
133,5 39,8 11,7 69,1 12,9
7,9 2,4 0,7 4,1 0,8
-0,1 -0,1 0,1 0,0 0,0
64,0 20,6 22,5 21,0
4,4 1,4 1,5 1,4
77,7 26,5 25,8 25,4
4,6 1,6 1,5 1,5
0,2 0,2 0,0 0,1
181,8
12,4
211,3
12,5
0,2
127,4 61,2 66,3
8,7 4,2 4,5
101,1 59,5 41,6
6,0 3,5 2,5
-2,7 -0,6 -2,0
1) APBN yang direvisi pada 15 Juni 2001 2) APBN yang disahkan pada 23 Oktober 2001 3) Termasuk dana otonomi khusus dan penyeimbang Sumber : Departemen Keuangan (diolah)
Dari sisi neraca pembayaran, potensi aliran
Dari sisi permintaan agregat, kontribusi sektor
devisa masuk terutama bersumber dari penerimaan
pemerintah terhadap permintaan agregat masih tetap
migas dan penarikan utang luar negeri masing-
terbatas dan hanya sedikit meningkat dibandingkan
masing sebesar Rp58,5 triliun dan Rp62,6 triliun.
tahun lalu, yaitu 12,4% menjadi 12,5% dari PDB.
Sementara itu, aliran devisa keluar terutama diguna-
Peningkatan tersebut terjadi pada investasi yaitu dari
kan untuk pembayaran bunga dan amortisasi utang
4,4% menjadi 4,6%, sedangkan konsumsi pemerintah
luar negeri yang masing-masing sebesar Rp29,0
relatif tidak berubah. Sementara itu, jumlah
triliun dan Rp44,0 triliun. Dengan demikian, dampak
pengeluaran pemerintah dalam bentuk pembayaran
valuta asing yang terjadi diperkirakan sebesar
transfer ke sektor swasta menurun dari 8,7% menjadi
Rp28,7 triliun. Jumlah tersebut akan digunakan oleh
6,0% dari PDB, hal ini disebabkan karena berku-
Bank Indonesia untuk mensterilisasi dampak eks-
rangnya jumlah subsidi yang harus ditanggung
pansi neto transaksi rupiah pemerintah.
pemerintah.
136
Keuangan Pemerintah
boks
Masalah Utang Indonesia dan Opsi Penanganannya1 Masalah utang Indonesia dewasa ini cukup
swasta nasional sebagai konsekuensinya membeng-
pelik, berat, dan serius. Pelik dikarenakan masalah
kak. Pada 2002 misalnya, Pemerintah harus
utang itu bersumber baik dari utang domestik dan luar
mencadangkan dana sekitar Rp136,4 triliun untuk
negeri yang ditanggung Pemerintah, maupun utang
membayar cicilan pokok dan bunga pinjaman, di mana
luar negeri yang harus ditanggung oleh sektor swasta
sekitar Rp73,0 triliun dialokasikan untuk utang luar
nasional. Berat dikarenakan beban utang tersebut
negeri dan sekitar Rp63,4 triliun untuk utang dalam
telah sedemikian menekan dan bahkan mengancam
negeri. Dibandingkan dengan proyeksi penerimaan
kinerja neraca transaksi berjalan, neraca pemba-
pemerintah tahun yang sama, beban kewajiban utang
yaran, dan keuangan pemerintah. Serius dikarenakan
pemerintah mencapai 45,2%. Sementara itu, beban
hingga saat ini langkah-langkah penanganan utang
kewajiban utang luar negeri sektor swasta di 2002
yang dilakukan dipandang belum mampu banyak
diperkirakan mencapai $11,8 miliar. Dengan demikian,
meringankan beban utang Indonesia.
debt service payments utang luar negeri pemerintah
Permasalahan utang harus membuat kita
dan swasta untuk 2002 akan mencapai $24,2 miliar.
bangun dan waspada. Utang yang ditanggung
Debt service ratio (DSR) untuk tahun 2001 dan 2002
Pemerintah dewasa ini hampir sama dengan jumlah
masing-masing diperkirakan sekitar 39,4% dan 34,9%,
PDB, meningkat tajam dari hanya 25% PDB pada
jauh lebih tinggi dari 20% sebagai tingkat DSR yang
1996. Sementara itu, utang luar negeri pemerintah
dianggap aman oleh Bank Dunia.
per Desember 2001 tercatat sebesar $71,4 miliar atau
Pengukuran solvabilitas dan sustainabilitas
49,1% dari PDB tahun 2001. Dengan utang luar negeri
keuangan pemerintah sehubungan dengan beban
swasta sebesar $59,8 miliar, utang luar negeri yang
utang dalam dan luar negeri pemerintah dapat dila-
ditanggung Indonesia secara keseluruhan telah
kukan atas dasar sebuah pendekatan intertemporal
mencapai $131,2 miliar, atau 90,3% dari PDB tahun
budget constraint yang dikembangkan oleh Dinh
2001.
(1999).2 Hasil analisis oleh Bank Indonesia dengan Dengan tingkat utang sedemikian besar,
menggunakan pendekatan tersebut menunjukkan
beban pembayaran pokok dan bunga utang (debt ser-
bahwa keuangan pemerintah untuk periode 2001-
vice payments) yang ditanggung Pemerintah maupun
2005 secara umum diperkirakan masih dalam kondisi yang solvabel dan sustainabel.
1
Disarikan dari “Utang Indonesia: Kondisi, Permasalahan dan Opsi Penanganannya”, Paper Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter dan Direktorat Luar Negeri, Bank Indonesia, Desember 2001.
2
Hinh T. Dinh, “Fiscal Solvency and Sustainability in Economic Management”, Macroeconomics In Southern Africa Region, the World Bank, 1999.
137
Keuangan Pemerintah
Meski demikian, terdapat sejumlah faktor-
Hasil analisis solvabilitas terhadap keuangan
faktor penentu (critical factors) yang akan sangat
(non-interest current account) Indonesia mendukung
mempengaruhi tingkat solvabilitas dan sutainabilitas
gambaran yang diperoleh sebelumnya dari hasil
keuangan pemerintah dalam periode tersebut. Faktor-
proyeksi kembali neraca pembayaran pemerintah dan
faktor tersebut terkait baik dengan faktor-faktor di
swasta nasional tentang beratnya beban utang yang
bidang fiskal maupun faktor-faktor makroekonomi.
ditanggung perekonomian Indonesia. Meski ke-
Secara khusus, faktor-faktor penentu di bidang fiskal
uangan Indonesia sebagai negara secara umum
akan sangat menentukan besar kecilnya keseimbang-
diperkirakan masih dalam kondisi solvabel dalam
an primer3 dalam keuangan pemerintah, sementara
periode 2000-2004, kondisinya cukup mengkuatirkan.
faktor-faktor penentu makroekonomi akan berpenga-
Perkembangannya ke depan juga sangat bergantung
ruh pada tinggi rendahnya indeks (passing grade)
pada sejumlah faktor-faktor penentu. Faktor-faktor ini,
solvabilitas dan sustainabilitas fiskal. Lebih penting
selain terkait dengan perkembangan variabel-variabel
lagi, selain berpengaruh terhadap besar kecilnya
makroekonomi seperti sebelumnya, secara langsung
keseimbangan primer, faktor-faktor penentu di bidang
sangat terkait dengan tingkat keberhasilan upaya kita
fiskal sangat menentukan terjadi tidaknya kesulitan
dalam penanganan (restrukturisasi) utang luar negeri
likuiditas jangka pendek (short-term liquidity
pemerintah dan swasta nasional dalam jangka
problems) bagi keuangan pemerintah sehubungan
pendek-menengah ke depan.
dengan pemenuhan kewajiban beban utang yang sangat besar.
Dari ulasan di atas, jelas terlihat bahwa permasalahan utang yang membelit Indonesia dewasa
Faktor-faktor penentu fiskal dimaksud
ini paling tidak memaksa kita untuk merumuskan tiga
berturut-turut antara lain adalah keberhasilan priva-
kelompok penanganan, yakni (i) penanganan yang
tisasi BUMN dan penjualan aset BPPN, keberhasilan
ditujukan secara langsung pada masalah short-term
program rekapitalisasi perbankan, pemenuhan target
liquidity problems yang kemungkinan dihadapi
pengurangan subsidi, dan pelaksanaan otonomi
pemerintah sebagai akibat tingginya beban utang
daerah. Sementara itu, faktor-faktor penentu makro-
yang harus ditanggung; (ii) penanganan masalah
ekonomi mencakup sejumlah perkembangan makro
solvabilitas dan sustainabilitas neraca pembayaran,
jangka pendek-menengah kedepan adalah sebagai
keuangan pemerintah, dan keuangan Indonesia
berikut : (i) perekonomian internasional yang bela-
dalam jangka pendek-menengah; serta (iii) penanga-
kangan ini juga memiliki faktor ketidakpastian yang
nan utang dalam jangka menengah-panjang, yang
tinggi; (ii) kondisi sosial, politik, dan keamanan dalam
terutama terkait dengan stance dan arah kebijakan
negeri yang sangat mempengaruhi kepercayaan kon-
pemerintah dalam menangani utang Indonesia.
sumen (consumer confidence) dan kondusivitas iklim
Pertama, penanganan ancaman short-term
investasi; (iii) pulihnya fungsi intermediasi perbankan.
liquidity problems menuntut langkah-langkah yang cepat namun sekaligus terencana. Di sisi domestik,
3
Surplus/defisit keseimbangan primer adalah surplus/defisit operasi keuangan pemerintah diluar beban kewajiban bunga
138
pemerintah pertama-tama dituntut mampu menjaga
Keuangan Pemerintah
kedisiplinan dalam pemenuhan target penerimaan
yang dapat dimanfaatkan Pemerintah Indonesia
privatisasi dan penjualan aset BPPN, pengurangan
dalam negosiasi Paris Club III nanti untuk memper-
subsidi, dan pelaksanaan otonomi daerah. Selan-
oleh terms and conditions pinjaman yang lebih
jutnya, pemerintah secara khusus perlu mempercepat
menguntungkan. Untuk itu diperlukan persiapan yang
penerbitan T-Bills ataupun surat utang lainnya, seperti
lebih matang, termasuk penetapan secara eksplisit
Medium Term Notes (MTN) dan Floating Rate Notes
target terms and conditions yang ingin dicapai Peme-
(FRN), yang dapat dimanfaatkan untuk membiayai
rintah, lobby ataupun pendekatan yang lebih intensif
kembali (refinancing) obligasi pemerintah yang mulai
ke IMF dan World Bank, serta pendekatan politis ke
jatuh tempo tahun 2002, melakukan roll-over obligasi
negara-negara donor yang dominan seperti Amerika
yang jatuh tempo (terutama yang suku bunga dan
Serikat dan Jepang. Bila perlu, pemerintah dapat
persyaratannya ringan), serta menukarkan kredit yang
menjajagi pemakaian tenaga lobbyist dan penasehat
direstrukturisasi BPPN dengan obligasi.
hukum berkelas internasional, yang tidak hanya dapat
Di sisi internasional, upaya rescheduling
bertindak sebagai penghubung namun juga mampu
melalui forum Paris Club menjadi pilihan pertama dan
memperjuangkan kepentingan pemerintah dalam
sekaligus paling feasible. Melalui forum Paris Club,
negosiasi rescheduling Paris Club yang akan datang.
Pemerintah telah dua kali berhasil menjadwal ulang
Kedua, salah satu elemen utama dalam
utang bilateral sekitar $10,9 miliar. Meskipun penun-
penanganan masalah solvabilitas dan sustainabilitas
daan pembayaran pokok utang tersebut berhasil
dalam jangka pendek-menengah adalah pengura-
menolong mengatasi kesulitan keuangan jangka
ngan level utang. Di sisi domestik, sejumlah opsi
pendek, namun terms and conditions yang diperoleh
berikut dapat menjadi pertimbangan: (i) melunasi
dalam kedua rescheduling Paris Club tersebut masih
obligasi dengan memanfaatkan dana hasil privatisasi
belum optimal—terutama jika dibandingkan dengan
dan penjualan aset BPPN; (ii) memelihara persentase
terms and conditions yang diterima oleh Pakistan.
tertentu dari penerimaan pemerintah guna memberi
Rescheduling Paris Club untuk Pakistan menyetujui
ruang yang lebih besar bagi pemerintah untuk mengu-
exit rescheduling sebesar $12,5 miliar. Skim ini
rangi pokok obligasi; (iii) menjadikan obligasi
memungkinkan pembayaran pinjaman Official
pemerintah sebagai piranti moneter untuk Operasi
Development Assistance (ODA) dijadwal ulang
Pasar Terbuka (OPT), yang diharapkan secara tidak
sampai dengan 38 tahun (termasuk 15 tahun grace
langsung akan meningkatkan kepercayaan publik ter-
period) dan pinjaman non-ODA dijadwal ulang selama
hadap obligasi pemerintah; (iv) mempercepat pem-
23 tahun (termasuk 8 tahun grace period). Begitu
bentukan lembaga penjamin simpanan, yang bila ter-
istimewanya perlakuan yang diterima oleh Pakistan,
wujud akan mengurangi kewajiban kontinjen pemerin-
sehingga skim ini diberi julukan sebagai the Islamabad
tah sehubungan dengan Program Penjaminan. Di sisi internasional, di tengah-tengah keti-
Terms. Membandingkan dengan hasil yang diperoleh
dakpopuleran opsi debt haircut dan debt default di
Pakistan tersebut, tampaknya masih banyak peluang
kalangan negara kreditur dan keterbatasan kemam-
139
Keuangan Pemerintah
puan keuangan Pemerintah untuk melakukan debt
ngan utang pemerintah, namun juga dengan utang
buyback, opsi yang paling feasible untuk mengurangi
(luar negeri) swasta nasional.
pokok utang luar negeri pemerintah—meski dengan
Dalam kaitan itu perlu dibentuk suatu
magnitude yang masih terbatas—adalah debt for
lembaga tersendiri untuk menangani utang peme-
nature swap. Dewasa ini, Pemerintah Amerika Serikat
rintah dan atau utang (luar negeri) swasta secara
dan Jerman telah menyediakan fasilitas debt for
terpadu. Sebagaimana layaknya struktur manajemen
nature swap. Untuk merealisasikan tawaran ini diper-
utang yang baik, lembaga ini memiliki fungsi front,
lukan fleksibilitas keuangan pemerintah dan koor-
middle dan back office. Lembaga ini sekaligus
dinasi antar departemen yang terkait untuk menindak-
berfungsi sebagai inisiator, koordinator, dan penga-
lanjuti proyek konservasi alam yang ditawarkan.
was dalam proses restrukturisasi utang. Lembaga
Fasilitas ini telah dimanfaatkan di sejumlah negara,
ini juga perlu dilengkapi dengan kewenangan mene-
seperti Bolivia, Polandia ($3,6 miliar), Equador ($10
tapkan sanksi termasuk membawa debitur yang tidak
juta), dan Filipina ($29 juta).
kooperatif ke pengadilan. Khusus untuk utang luar
Keberhasilan upaya konservasi alam Indonesia, selain bermanfaat bagi bangsa Indonesia sendiri,
negeri swasta, lembaga tersebut juga dapat berfungsi sebagai lembaga hedging.
juga merupakan kampanye positif bagi Indonesia di
Untuk menunjang stance kebijakan tersebut
dunia internasional. Di samping itu, jika program debt
di atas, khususnya yang terkait dengan utang luar
for nature swap ini dinilai berhasil oleh negara kreditur,
negeri swasta, diperlukan suatu pengaturan untuk
program ini bukan tidak mungkin akan diikuti program-
menghindari terulang kembali kondisi di mana ekspo-
program serupa di kemudian hari dengan jumlah yang
sur sektor swasta terhadap utang luar negeri sangat
semakin besar. Dengan pertimbangan yang sama,
berlebihan dan tidak terkendali. Peraturan tersebut
opsi debt for development swap juga perlu dieksplo-
memuat rambu-rambu tentang ‘prudential borrowing
rasi dengan segera guna membantu mengurangi level
guidance’, baik yang bersifat kualitatif maupun
utang luar negeri pemerintah.
kuantitatif.
Ketiga, penanganan utang Indonesia dalam
Terakhir, di samping berbagai tindakan yang
jangka menengah-panjang terutama terkait dengan
sifatnya kuratif, peran aktif pemerintah juga diperlu-
kejelasan stance dan arah kebijakan Pemerintah
kan dalam menyiapkan perangkat hukum yang
dalam bidang ini. Mengingat masalah utang yang
komprehensif dan mengimplementasikannya di
dihadapi Indonesia bersifat pelik dan multi-dimen-
lapangan secara kredibel dan sungguh-sungguh
sional, stance dan arah kebijakan Pemerintah ini
dalam rangka turut mencegah berulangnya krisis
harus bersifat komprehensif, tidak hanya terkait de-
utang di kemudian hari.
140
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain
bab 8 PERBANKAN DAN LEMBAGA KEUANGAN LAIN
141
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain
bab 8
PERBANKAN DAN LEMBAGA KEUANGAN LAIN
S
ecara umum kinerja sektor perbankan menun-
pada tahun 2001 yaitu pemenuhan Capital Adequacy
jukkan perbaikan dalam tahun 2001 setelah
Ratio (CAR) minimum 8% dan target indikatif non
berakhirnya program rekapitalisasi perbankan pada
Performing Loans (NPLs) sebesar 5%. Sementara
tahun 2000. Hal ini terutama ditunjukkan dengan
itu, lambatnya restrukturisasi kredit dan korporasi
membaiknya struktur permodalan sektor perbankan,
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti ketidak-
menurunnya Non Performing Loans (NPLs), dan
sesuaian terms and conditions antara debitur dan
meningkatnya Net Interest Margin (NIM). Sejalan
kreditur, menurunnya nilai agunan kredit yang dikelola
dengan membaiknya kinerja sektor perbankan, kinerja
oleh BPPN, meningkatnya country risk yang
lembaga keuangan lainnya seperti perusahaan
menyebabkan biaya bunga lebih mahal serta meng-
pembiayaan dan perum pegadaian juga mengalami
hambat investor asing untuk mengambil alih utang
perbaikan. Meskipun perbankan mengalami per-
luar negeri perusahaan, volatilitas nilai tukar, serta
baikan kinerja, namun lembaga ini masih menghadapi
ketidakpastian dalam masalah hukum.
tantangan berupa fungsi intermediasi yang belum
Menghadapi tantangan-tantangan tersebut di
sepenuhnya pulih dalam mendukung proses pe-
atas, Bank Indonesia selain tetap melanjutkan
mulihan ekonomi. Sementara itu, fungsi intermediasi
program restrukturisasi perbankan juga mendorong
pembiayaan keuangan di luar sektor perbankan
bank-bank untuk lebih memfokuskan pemberian kredit
walaupun menunjukkan kenaikan, kontribusinya
ke sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) maupun
terhadap perekonomian masih relatif kecil di-
Proyek Kredit Mikro (PKM) dengan tetap mem-
bandingkan dengan total pembiayaan kredit per-
perhatikan prinsip-prinsip pemberian kredit yang
bankan.
sehat. Kedua sektor ini memiliki peranan yang bersifat Fungsi intermediasi perbankan yang belum
langsung terhadap sektor riil dan masih memiliki
sepenuhnya pulih tercermin dari Loan to Deposit Ratio
potensi yang sangat besar untuk dikembangkan guna
(LDR) yang dimiliki perbankan nasional yang tidak
mendorong pemulihan perekonomian.
banyak mengalami perubahan dalam dua tahun terakhir. Beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi
PERBANKAN
tersebut antara lain adalah masih berlangsungnya
Dalam tahun laporan, kebijakan perbankan
upaya konsolidasi internal perbankan dan lambatnya
nasional masih tetap diarahkan pada restrukturisasi
proses restrukturisasi kredit dan korporasi. Upaya
perbankan yang berkesinambungan yang mencakup
konsolidasi internal terkait dengan pencapaian
dua bagian besar, yaitu program penyehatan per-
sasaran strategis program restrukturisasi perbankan
bankan, dan pemantapan ketahanan sistem per-
142
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain
bankan. Untuk menciptakan perbankan yang sehat
Indonesia tetap konsisten mendorong bank-bank
dalam menghadapi berbagai eksposur risiko yang
untuk meningkatkan mutu pengelolaan bank (Good
semakin kompleks, Bank Indonesia secara khusus
Governance) serta memperkuat infrastruktur per-
lebih menitikberatkan pada upaya pencapaian CAR
bankan dengan mendorong perluasan jaringan bank
minimum 8% dan pencapaian target indikatif NPLs
syariah dan pemberdayaan Bank Perkreditan Rakyat
5% pada akhir tahun 2001. Dalam rangka pemenuhan
(BPR).
modal minimum, kebijakan yang diambil antara lain
Berbagai kebijakan perbankan yang di-
meminta bank-bank untuk menambah setoran modal,
tempuh telah memberikan hasil positif pada kinerja
menggabung bank melalui merger, dan mencari
perbankan dalam tahun laporan. Hal ini tercermin dari
strategic investor baru baik domestik maupun asing.
peningkatan total aset, dana pihak ketiga, penyaluran
Namun demikian bagi bank-bank yang setelah di-
kredit baru, kualitas kredit, permodalan, serta pro-
lakukan upaya tersebut masih tidak mampu meme-
fitabilitas perbankan. Seiring dengan terus berjalannya
nuhi ketentuan modal minimum diberikan alternatif
proses restrukturisasi perbankan dan masih ber-
terakhir untuk mengikuti exit policy. Sampai dengan
lakunya program penjaminan pemerintah yang ber-
akhir tahun 20011 jumlah bank yang telah memenuhi
hasil menjaga kepercayaan masyarakat terhadap
ketentuan CAR minimum 8% berjumlah 138 (95%)
perbankan, mobilisasi dana pihak ketiga dari masya-
dari 145 bank.
rakat oleh perbankan mengalami peningkatan dan
Dalam hal pemenuhan target indikatif NPLs, perbankan telah melakukan berbagai upaya antara
pada gilirannya mendorong penyaluran kredit baru perbankan kepada dunia usaha.
lain melakukan restrukturisasi kredit baik melalui per-
Perkembangan kinerja perbankan yang
bankan sendiri maupun melalui fasilitasi Satuan
membaik tersebut masih belum mampu meningkatkan
Tugas (Satgas) Kredit Bank Indonesia, melakukan
fungsi intermediasi secara keseluruhan. Hal ini
penghapusbukuan (write-off) atas portofolio NPLs,
tercermin dari masih tingginya porsi obligasi peme-
dan meningkatkan penyaluran kredit baru. Sampai
rintah di dalam aset perbankan dan porsi bunga
akhir periode laporan, meskipun angka NPLs nasional
obligasi pemerintah di dalam net interest margin bank.
membaik namun posisinya baru mencapai 12,1% dan
Sementara itu, walaupun ekspansi kredit baru telah
masih jauh dari harapan yang telah ditargetkan.
menunjukkan peningkatan, namun pemanfaatannya
Seiring dengan upaya tersebut, dalam hal
masih relatif rendah dibandingkan dengan komitmen
pemantapan ketahanan sistem perbankan, Bank
kredit yang telah disediakan oleh perbankan berkaitan
Indonesia juga tetap menyempurnakan pola
dengan masih tingginya faktor risiko yang dihadapi
pengawasan bank yang mengacu pada 25 Basel Core
dunia usaha.
Principles for Effective Banking Supervision, yang telah berlaku secara internasional. Selain itu, Bank
Kebijakan Perbankan Kebijakan perbankan pada tahun laporan
1
Data sampai dengan November 2001
secara khusus ditujukan untuk mencapai dua sasaran
143
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain
strategis yaitu pencapaian target CAR minimum 8%
secara khusus ditujukan untuk memenuhi kesepaka-
dan target indikatif NPLs maksimum 5%. Selain itu
tan LoI dengan IMF, yaitu menitikberatkan pada target
Bank Indonesia tetap melanjutkan kebijakan per-
pencapaian CAR minimum 8% dan pencapaian target
bankan yang telah berjalan yaitu (i) program penye-
indikatif NPLs 5% yang harus dipenuhi oleh bank-
hatan lembaga perbankan melalui program penjami-
bank pada akhir tahun 2001. Hal ini bertujuan untuk
nan pemerintah bagi bank umum dan BPR, peman-
memperkuat permodalan bank-bank sehingga
tauan program rekapitalisasi bank umum, dan melan-
mereka mampu menghadapi segala macam eksposur
jutkan restrukturisasi kredit perbankan; serta (ii) upaya
risiko yang akan muncul dikemudian hari sekaligus
lebih meningkatkan ketahanan sistem perbankan,
untuk memenuhi standar yang telah berlaku secara
melalui pengembangan infrastuktur perbankan,
internasional.
peningkatan mutu pengelolaan perbankan (good corporate governance), serta penyempurnaan
Program Penjaminan
ketentuan perbankan dan pemantapan sistem penga-
Dalam rangka menjaga kepercayaan
wasan bank yang mengacu pada 25 Basel Core
masyarakat terhadap sistem perbankan, pemerintah
Principles for Effective Banking Supervision.
tetap memberlakukan program penjaminan untuk
Berdasarkan penilaian (assesment) terakhir yang
bank umum dan BPR. Sementara itu, kajian tentang
dilakukan International Monetary Fund (IMF) pada
kemungkinan dihapuskannya program blanket
bulan September 2000 dari 25 Core Principles (CP)
guarantee secara bertahap terus dilakukan agar
tersebut, Indonesia sudah mematuhi dan me-
rencana pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan
laksanakan (fully compliant) 2 principles yaitu CP-1
(LPS) segera dapat direalisasikan.
mengenai Preconditions for Effective banking
Dalam pada itu, pelaksanaan program
Supervision yang mencakup Objectives, Independ-
penjaminan terkait dengan interbank debt exchange
ence and Resources, Legal Framework, Enforcement
offer masih dilaksanakan oleh Bank Indonesia.
Powers, dan Legal Protection; serta CP-2 mengenai
Selama tahun laporan telah dilakukan pembayaran
Permissible Activities of Banks. Sementara itu juga
pokok dan bunga atas interbank debt exchange offer
terdapat 5 CP lainnya yang sudah mencapai Largely
sebesar $902,3 juta yang merupakan bagian dari
Compliant.
penerbitan obligasi pemerintah dalam rangka program penjaminan sebesar Rp53,8 triliun yang diterbitkan
Program Penyehatan Perbankan
pada tahun 1999.
Kebijakan penyehatan perbankan dalam
Selain itu, sebagai kelanjutan pelaksanaan
tahun 2001 diarahkan untuk melanjutkan program
penjaminan BPR, pada tahun laporan telah disele-
penjaminan pemerintah dengan tetap melakukan
saikan penyusunan pedoman operasional tata cara
pengkajian pembentukan lembaga penjamin sim-
pelaksanaan jaminan pemerintah terhadap kewajiban
panan serta proses restrukturisasi kredit. Pelaksa-
pembayaran BPR dalam bentuk Peraturan Bank
naan kebijakan program penyehatan perbankan
Indonesia (PBI) tentang penjaminan dan exit policy
144
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain
untuk BPR. Dalam PBI ini antara lain dijelaskan
portofolio perdagangan dan dalam portofolio yang
bahwa program penjaminan BPR untuk sementara
diagunkan masing-masing sebesar Rp61,2 triliun dan
waktu dilaksanakan oleh Bank Indonesia yang
Rp3,5 triliun, sedangkan obligasi dalam portofolio
bertindak untuk dan atas nama pemerintah sampai
investasi sebesar Rp370,6 triliun. Posisi obligasi
dengan terbentuknya LPS BPR.
pemerintah yang diterbitkan dalam rangka program rekapitalisasi bank-bank umum nasional pada tahun
Program Rekapitalisasi Bank Umum
laporan tercatat sebesar Rp435,3 triliun (Tabel 8.1).
Dengan selesainya pelaksanaan program rekapitalisasi pada tahun 2000, permodalan bank
Program Restrukturisasi Kredit
diharapkan tidak lagi menjadi kendala utama bagi
Upaya restrukturisasi kredit bermasalah yang
penyehatan perbankan. Obligasi yang dimiliki oleh
berada dalam portofolio bank tetap dilakukan baik
perbankan dapat menjadi salah satu sumber
oleh bank sendiri maupun melalui Satuan Tugas
pendanaan bagi bank rekap baik dengan cara menjual
Restrukturisasi Kredit (Satgas) di Bank Indonesia.
maupun mengagunkannya.
Sementara itu, Badan Penyehatan Perbankan
Guna mendukung pemulihan fungsi inter-
Nasional (BPPN) juga tetap melakukan restrukturisasi
mediasi perbankan dan pengembangan pasar sekun-
atas kredit bermasalah yang dialihkan dari bank-bank
der obligasi, Pemerintah dan Bank Indonesia telah
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan bank-bank
memperbolehkan seluruh (100%) obligasi rekap yang
peserta program rekapitalisasi. Sementara itu,
dimiliki perbankan untuk diperdagangkan (lihat Bab
restrukturisasi terhadap utang luar negeri perusahaan
Moneter). Namun sampai akhir periode laporan, jum-
swasta non-bank masih dilakukan melalui Prakarsa
lah obligasi pemerintah yang diperdagangkan hanya
Jakarta.
sebesar Rp64,7 triliun (14,9% dari total obligasi
Sampai dengan November 2001, kredit
rekapitalisasi) yang terdiri dari obligasi dalam
bermasalah di luar BPPN yang sudah direstrukturisasi baik oleh bank sendiri maupun yang dilakukan melalui
Tabel 8.1 Rincian Posisi Nominal Obligasi Pemerintah Dalam Program Rekapitalisasi (Per 31 Desember 2001)
mediasi Satgas yang telah memasuki tahap imple-
Nominal Obligasi (Triliun Rp) Total Kelompok Bank Jumlah Bank Fixed Rate Variable Rate Hedge Bond (Triliun Rp)
Keputusan Gubernur Bank Indonesia No.1/15/
Perbankan Bank Persero BTO Bank Rekap BPD Non Rekap Sub-registry Departemen Keuangan
mentasi tercatat sebesar Rp91,8 triliun dengan jumlah debitur sebanyak 21.824 debitur. Sesuai dengan
4 4 7 12 -
163,3 123,2 28,9 4,0 0,4 6,7 11,3
217,8 112,2 74,3 12,5 0,8 18,0 1,7
40,4 28,5 11,9 -
421,4 263,9 103,1 28,4 1,2 24,8 13,0
-
0,9
-
-
0,9
175,5
219,5
40,4
435,3
KEP.GBI/1999 tanggal 1 September 1999 masa kerja Satgas Restrukturisasi Kredit (SRK) di Bank Indonesia adalah 3 tahun sehingga pada tanggal 31 Desember 2001 masa kerja SRK Bank Indonesia telah berakhir. Sementara itu, posisi kredit yang dialihkan ke BPPN hingga akhir Desember 2001
TOTAL
sebesar Rp 310,7 triliun, dimana Rp19,9 triliun sudah
145
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain
memasuki tahap implementasi restrukturisasi dan
upaya pengembangan BPR dan bank syariah serta
yang terbayar penuh Rp12,2 triliun. Sedangkan kredit
persiapan penggantian program blanket guarantee
yang telah direstrukturisasi dan terbayar penuh
dengan pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan
melalui mediasi Prakarsa Jakarta per Desember 2001
(LPS) guna mendukung infrastruktur sistem per-
adalah sebesar $14,2 miliar.
bankan yang mantap dan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap perbankan.
Peningkatan Ketahanan Sistem Perbankan Upaya peningkatan ketahanan sistem
Pengembangan BPR
perbankan melalui perbaikan infrastruktur, pening-
Dalam periode laporan, kerjasama dengan
katan Good Corporate Governance dan penyempur-
GTZ dalam proyek ProFI (Promotion of Small Finan-
naan peraturan perbankan serta pemantapan sistem
cial Institution) serta dengan United States Agencies
pengawasan bank terus dilakukan dan telah menun-
for International Development (USAID) dan Institut
jukkan beberapa kemajuan. Sebagaimana tahun
Bankir Indonesia (IBI), dalam bentuk penelitian dan
sebelumnya, beberapa indikasi kemajuan masih
seminar tetap dilakukan untuk lebih memberdayakan
ditandai oleh : (i) perbaikan infrastruktur perbankan
serta meningkatkan pengawasan BPR.
yang tercermin dari pengembangan BPR dan per-
Hal-hal lain yang dilakukan untuk pengem-
bankan syariah, pengkajian pembentukan Lembaga
bangan BPR adalah pembuatan program database
Penjamin Simpanan baik untuk bank umum maupun
BPR yang telah melalui suatu pengujian berupa
BPR sebagai pengganti program penjaminan
system test oleh Direktorat Teknologi Informasi (DTI)
pemerintah; (ii) peningkatan mutu pengelolaan bank
Bank Indonesia dan user acceptance test oleh Tim
(Good Governance) dengan tetap melaksanakan fit
Pengembangan Database Bank Indonesia. Program
and proper test, penetapan proses seleksi yang lebih
ini telah disosialisasikan dan diimplementasikan di
ketat terhadap calon pengurus baru di bidang per-
lingkungan Kantor Pusat Bank Indonesia. Program
bankan, penunjukan direktur kepatuhan, dan penye-
database ini memuat mengenai data pokok, tingkat
rahan kasus hasil investigasi tindak pidana di bidang
kesehatan, laporan bulanan, dan statistik BPR se
perbankan kepada lembaga penegak hukum; serta
Indonesia yang sangat diperlukan dalam fungsi
(iii) penyempurnaan berbagai ketentuan dan sistem
pengawasan BPR.
pengawasan bank yang berbasis risiko (risk based
Disamping itu, telah disusun konsep keten-
supervison) yang berorientasi ke depan (forward
tuan penilaian fit and proper khusus untuk pemilik dan
looking) yang mengacu standar Bank for International
pengurus BPR. Ketentuan ini diharapkan dapat
Settlements (BIS).
memberikan landasan penilaian terhadap orangorang yang mampu dan pantas dalam pengelolaan
Perbaikan Infrastruktur Perbankan Langkah perbaikan infrastruktur perbankan selama tahun laporan tetap diwujudkan dalam bentuk
146
BPR. Sebagai kelanjutan dari program restrukturisasi BPR tahun sebelumnya, pada bulan Desember 2001 telah dibekukan 15 BPR.
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain
Pengembangan Bank Syariah Dalam rangka pengembangan perbankan syariah yang sebelumnya hanya ditangani dalam
dan Kualitas Aktiva Produktif (KAP) bagi bank syariah telah selesai dilaksanakan dan masih terus dilakukan penyempurnaan.
suatu Tim Kerja, sejak akhir Mei 2001 Bank Indonesia
Program sosialisasi dalam rangka pening-
secara kelembagaan telah membentuk Biro Per-
katan pemahaman masyarakat terhadap perbankan
bankan Syariah. Peningkatan status tersebut men-
syariah terus dilaksanakan secara intensif di berbagai
cerminkan komitmen Bank Indonesia untuk mem-
daerah melalui kerjasama dengan Majelis Ulama dan
berikan alternatif bagi masyarakat dalam memilih
perguruan tinggi setempat. Disamping itu, Bank
sistim perbankan yang sesuai, baik dengan sistem
Indonesia telah melakukan penelitian yang terkait
konvensional maupun dengan sistem syariah. Ke-
dengan produk, jasa dan pengaturan perbankan
bijakan Bank Indonesia dalam mendorong pengem-
syariah dalam bentuk kajian tentang : (i) pengem-
bangan perbankan syariah tetap berlandaskan pada
bangan instrumen waqaf tunai; (ii) kinerja BPR syariah
strategi pengembangan jaringan kantor bank syariah,
di wilayah Jabotabek; (iii) penempatan aktiva produktif
penyempurnaan ketentuan perbankan syariah,
bank umum syariah; (iv) reserve requirement bagi
sosialisasi dan penelitian, serta pengembangan SDM
bank syariah, dan (v) fasilitas pembiayaan jangka
perbankan syariah.
pendek (FPJP) bagi bank umum syariah.
Pengembangan jaringan kantor bank syariah
Dalam rangka pengembangan SDM, telah
terutama ditujukan untuk meningkatkan pelayanaan
dilakukan program seminar dan pelatihan yang
jasa perbankan syariah khususnya di wilayah-wilayah
bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan
potensial dimana belum terdapat kantor bank syariah,
wawasan dalam berbagai bidang yang terkait dengan
sementara berdasarkan penelitian, masyarakat
perbankan syariah. Sebagai bentuk bantuan teknis
menginginkan kehadiran kantor bank syariah.
bagi perbankan serta dalam rangka pembinaan dan
Penyempurnaan ketentuan perbankan
pengembangan kompetensi dan profesionalisme
syariah mencakup penyusunan kajian awal cetak biru
pengurus BPR syariah, Bank Indonesia pada tahun
pengembangan perbankan syariah yang diharapkan
laporan telah melaksanakan pelatihan Up-Grading
akan menjadi acuan dalam program pengembangan
bagi direksi dan senior officer BPR syariah seluruh
perbankan syariah. Penyelesaian Pernyataan Stan-
Indonesia.
dar Akuntansi Perbankan Syariah (PSAKS) dan pedoman teknis dalam bentuk Pedoman Akuntansi
Lembaga Penjamin Simpanan
Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI) telah mema-
Dalam tahun laporan, tim Kerja Persiapan
suki tahap finalisasi. Dewan Syariah Nasional telah
Pendirian LPS telah merampungkan konsep akhir ran-
memberikan persetujuan terhadap draft PSAKS
cangan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) yang
tersebut sehingga tinggal menunggu pengesahan dari
memuat tahapan pengurangan cakupan penjaminan
Dewan Standar Akuntansi Indonesia. Sementara itu,
(phasing-out) dalam Program Penjaminan Peme-
survei dan simulasi implementasi konsep awal CAR
rintah sebagaimana diatur dalam KMK No. 179/
147
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain
KMK.017/2000. Dalam waktu dekat, rancangan KMK
telah menyempurnakan beberapa ketentuan per-
tersebut akan disampaikan kepada Tim Pengarah
bankan dan lebih memantapkan sistem pengawasan
yang selanjutnya akan dipresentasikan kepada
bank. Penyempurnaan ketentuan perbankan antara
Gubernur Bank Indonesia, Menteri Keuangan dan
lain mencakup ketentuan mengenai proyek kredit
pimpinan instansi terkait lainnya sebelum secara
mikro (PKM), kredit usaha kecil (KUK), pembatasan
formal ditetapkan berlaku.
transaksi rupiah dan pemberian kredit valuta asing
Bersamaan dengan itu, proses penyusunan
oleh bank, peningkatan persentase portofolio obligasi
RUU LPS juga masih berlangsung intensif dengan
pemerintah yang dapat diperdagangkan oleh bank
beberapa muatan bahasan yang dipandang relatif
umum peserta program rekapitalisasi perbankan,
baru. Muatan bahasan dimaksud diantaranya adalah
penjaminan atas simpanan pihak ketiga dan pasar
usulan menghapus terminologi Bank Dalam
uang antar bank (PUAB), penerapan prinsip mengenal
Penyehatan (BDP) karena pola penyelesaian bank
nasabah (Know Your Customer Principles), persya-
bermasalah (exit policy) yang akan dilakukan akan
ratan dan tata cara pelaksanaan jaminan pemerintah
sama sekali berbeda dengan yang berlaku saat ini.
terhadap kewajiban pembayaran BPR, penetapan
Sementara itu, proses sosialisasi kepada
status BPR dalam pengawasan khusus dan pem-
publik perihal rencana pendirian LPS dipandang
bekuan kegiatan usaha, laporan berkala bank umum,
masih relevan untuk dilanjutkan sebagai upaya
kewajiban penyediaan modal minimum, transparansi
mendapatkan masukan yang lebih komprehensif atas
kondisi keuangan bank, serta penetapan status bank
rencana pendirian LPS di Indonesia. Kelanjutan
dan penyerahan bank kepada BPPN (exit policy).
sosialisasi LPS ini direncanakan akan berlangsung
Sementara itu, pemantapan sistem pengawasan bank
di kota-kota besar yang dipandang memiliki kegiatan ekonomi yang cukup signifikan. Sementara itu untuk BPR telah disusun konsep pendirian LPS BPR yang selanjutnya akan dilakukan pembahasan dengan tim LPS Departemen
Tabel 8.2 Hasil Penilaian IMF Terhadap Pemenuhan 25 Basel Core Principles Degree of Compliance (Tingkat Kepatuhan) 1. Compliant (2 CPs)
Keuangan guna membahas mengenai kemungkinan penggabungan LPS Bank Umum dengan BPR.
Dengan semakin berkembangnya produk dan permasalahan perbankan, Bank Indonesia terus melakukan penyempurnaan ketentuan perbankan serta pemantapan fungsi pengawasan bank. Dalam kaitan tersebut, pada tahun laporan Bank Indonesia
148
• CP. 1 (1) • CP. 1 (2) • • • •
Penyempurnaan Ketentuan dan Pemantapan Pengawasan Bank
Principles
2. Largely Compliant, and • Efforts to achieve fully compliance underway (2 CPs); • Efforts to achieve fully compliance not underway (4 Cps)
CP. 1 (3) CP. 1 (4) CP. 1 (5) CP. 2
Remarks (Penjelasan) Objectives Independence and Resources Legal Framework Enforcement Powers Legal Protection Permissible Activities
• CP. 21 • CP. 22
Accounting Remedial Measures
• CP. 1 (6)
Information Sharing
• CP. 5 • CP. 24 • CP. 25
Investment Criteria Host Country Supervision Supervision of Foreign Establishment
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain
dilakukan dengan perubahan paradigma pengawasan
ran berkala bank umum mewajibkan bank umum
menjadi berorientasi ke depan (forward looking),
untuk memberikan informasi yang akurat, tepat
dengan berdasarkan pada pengawasan berbasis
waktu dan effisien dalam rangka kebijakan mone-
risiko (risk based supervision). Dalam kaitan tersebut,
ter. Hal-hal yang diatur antara lain jenis laporan
telah disusun Master Plan Peningkatan Efektivitas
yang disampaikan; periode dan prosedur untuk
Pengawasan Bank yang mengacu pada standar
penyampaian dan koreksi laporan; serta, sanksi
internasional dengan 25 Basel Core Principles for
atas pelanggaran ketentuan tersebut. Ketentuan
Effective Banking Supervision. Berdasarkan penilaian
CAR mempersyaratkan bank-bank menyediakan
IMF, Bank Indonesia telah fully compliant (mematuhi
CAR minimum 8% dalam rangka memperkuat
dan melaksanakan) 2 principles yaitu CP-1 mengenai
struktur permodalan bank sesuai dengan standar
Preconditions for Effective banking Supervision yang
internasional sehingga mampu bersaing secara
mencakup Objectives, Independence and Resources,
nasional maupun internasional. Ketentuan trans-
Legal Framework, Enforcement Powers, dan Legal
paransi kondisi keuangan bank merupakan salah
Protection; serta CP-2 mengenai Permissible Activities
satu upaya untuk meningkatkan transparansi
of Banks. Sementara itu juga terdapat 5 CP lainnya
kondisi keuangan dan kinerja bank dalam rangka
yang sudah mencapai Largely Compliant, seba-
menciptakan disiplin pasar (market discipline).
gaimana Tabel 8.2.
Sedangkan ketentuan exit policy merupakan tindak lanjut dari ketentuan CAR minimum 8%
Penyempurnaan Ketentuan Perbankan
serta untuk meningkatkan fungsi pengawasan bank.
Selama tahun laporan Bank Indonesia telah mengeluarkan beberapa ketentuan yang ruang
(ii) Ketentuan yang dikeluarkan dalam lingkup prinsip
lingkupnya meliputi: (i) sistem pengawasan; (ii) prinsip
kehati-hatian mencakup proyek kredit mikro,6
kehati-hatian (prudential banking); (iii) likuiditas
pemberian kredit usaha kecil, 7 pembatasan
perbankan; serta, (iv) penjaminan pemerintah.
transaksi rupiah dan pemberian kredit valuta
(i) Ketentuan yang dikeluarkan dalam lingkup sistem
asing oleh bank, 8 dan penerapan prinsip
pengawasan mencakup laporan berkala bank
mengenal nasabah (Know Your Customer
umum,2 kewajiban penyediaan modal minimum
Principles) .9 Ketentuan pemberian kredit usaha
bank umum (CAR), 3 transparansi kondisi keuangan bank4 dan exit policy.5 Ketentuan lapo2 3 4 5
Peraturan Bank Indonesia No.3/17/PBI/2001 tanggal 4 Oktober 2001 tentang Laporan Berkala Bank Umum. Peraturan Bank Indonesia No.3/21/PBI/2001 tanggal 13 Desember 2001 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum. Peraturan Bank Indonesia No.3/22/PBI/2001 tanggal 13 Desember 2001 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank. Peraturan Bank Indonesia No.3/25/PBI/2001 tanggal 24 Desember 2001 tentang Penetapan Status Bank dan Penyerahan Bank kepada BPPN.
6
7 8
9
Peraturan Bank Indonesia No.3/1/PBI/2001 tanggal 4 Januari 2001 tentang Proyek Kredit Mikro sebagaimana telah diubah dengan PBI No.8/1/2001 tanggal 25 April 2001 dan PBI No.3/16/2001 tanggal 3 Oktober 2001. Peraturan Bank Indonesia No.3/2/PBI/2001 tanggal 4 Januari 2001 tentang Pemberian Kredit Usaha Kecil. Peraturan Bank Indonesia No.3/3/PBI/2001 tanggal 12 Januari 2001 tentang Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank. Peraturan Bank Indonesia No.3/23/PBI/2001 tanggal 13 Desember 2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles).
149
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain
kecil pada intinya meningkatkan jumlah plafon
(iv) Dalam kaitan dengan penjaminan pemerintah,
kredit keseluruhan maksimum kepada nasabah
ketentuan yang dikeluarkan mencakup jaminan
kecil untuk membiayai usaha yang produktif dari
pembiayaan perdagangan internasional, 11
Rp350 juta menjadi Rp500 juta. Ketentuan
penjaminan atas simpanan pihak ketiga dan
pembatasan transaksi rupiah dan pemberian
PUAB, 12 petunjuk pelaksanaan pemberian
kredit valuta asing oleh bank merupakan salah
jaminan pemerintah terhadap kewajiban
satu cara untuk membatasi aliran dana rupiah ke
pembayaran bank umum,13 persyaratan dan tata
luar negeri yang dapat digunakan untuk tujuan
cara pelaksanaan jaminan pemerintah terhadap
spekulasi disamping mendorong transaksi
kewajiban BPR,14 dan jaminan pinjaman luar
antarbank domestik. Sedangkan ketentuan Know
negeri antar bank.15 Ketentuan penjaminan atas
Your Customer Principles merupakan salah satu
simpanan pihak ketiga dan PUAB antara lain
upaya penerapan prinsip kehati-hatian terutama
menetapkan perubahan periode pengumuman
berkaitan dengan manajemen risiko operasional
suku bunga maksimum penjaminan yang
dan reputasional bank serta untuk mencegah
sebelumnya mingguan menjadi bulanan. Hal ini
industri perbankan digunakan sebagai sarana
dilakukan dalam rangka mengurangi pengaruh
atau sasaran kejahatan baik yang dilakukan
penetapan maksimum suku bunga yang dijamin
secara langsung maupun tidak langsung oleh
pemerintah terhadap kebijakan moneter. Sedang-
pelaku kejahatan.
kan ketentuan petunjuk pelaksanaan pemberian
(iii) Ketentuan yang dikeluarkan dalam lingkup
jaminan pemerintah terhadap kewajiban pemba-
likuiditas bank mencakup peningkatan per-
yaran bank umum diterbitkan dalam rangka
sentase portofolio obligasi pemerintah yang dapat
pengalihan tugas pelaksanaan program pen-
diperdagangkan oleh bank umum peserta pro-
jaminan pemerintah yang semula pelaksanaannya
gram rekapitalisasi perbankan.10 Ketentuan ini
dibantu oleh Bank Indonesia, saat ini menjadi
merupakan perubahan dari SE No.3/6/DPM
sepenuhnya dilaksanakan oleh BPPN.
dimana persentase perdagangan ditingkatkan dari 35% menjadi 100% yang antara lain bertujuan untuk mengantisipasi penggunaan obligasi pemerintah sebagai agunan dalam transaksi PUAB maupun fasilitas likuiditas intrahari dan meningkatkan fleksibilitas pasar dalam perdagangan obligasi pemerintah di pasar sekunder.
10 Surat Edaran Bank Indonesia No.3/18/DPM tanggal 31 Juli 2001 tentang Peningkatan Prosentase Portofolio Obligasi Pemerintah yang dapat Diperdagangkan oleh Bank Umum Peserta Program Rekapitalisasi Perbankan.
150
11 Peraturan Bank Indonesia No.3/20/PBI/2001 tanggal 29 November 2001 tentang Jaminan Pembiayaan Perdagangan Internasional. 12 Peraturan Bank Indonesia No.3/5/PBI/2001 tanggal 22 Maret 2001 tentang Penjaminan Atas Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank. 13 Peraturan Bank Indonesia No.3/7/PBI/2001 tanggal 2 April 2001 tentang Pencabutan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/46/KEP/DIR tanggal 14 Mei 1999 sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan Bersama antara Direksi Bank Indonesia dan Ketua BPPN No.32/46/KEP/DIR dan No.181/BPPN/0599 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Jaminan Pemerintah Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum. 14 Peraturan Bank Indonesia No.3/12/PBI/2001 tanggal 9 Juli 2001 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pelaksanaan Jaminan Pemerintah Terhadap Kewajiban Pembayaran BPR. 15 Peraturan Bank Indonesia No.3/14/PBI/2001 tanggal 20 September 2001 tentang Jaminan Pinjaman Luar Negeri Antar Bank.
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain
(v) Dalam hal Pedoman Akuntansi Perbankan, Bank
dari ancaman penutupan karena CAR-nya di bawah
Indonesia telah melakukan penyempurnaan
ketentuan Bank Indonesia. Untuk itu BPPN me-
Pedoman Akuntansi Indonesia (PAPI) yang mulai
ngajukan permohonan kepada Bank Indonesia agar
berlaku pada tanggal 13 Desember 2001. PAPI
memberi status Bank Dalam Penyehatan (BDP)
merupakan penjabaran lebih lanjut Pernyataan
kepada 4 bank BUSN peserta rekap tersebut dan saat
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 31
ini masih dalam proses. Sedangkan untuk 2 bank
(Revisi 2000) tentang Akuntansi Perbankan dan
BUSN kategori A telah memberikan komitmen untuk
beberapa standar akuntansi lain yang relevan
menambah modal.
untuk industri perbankan. PAPI yang disempur-
Sementara itu rencana pendirian lembaga
nakan memiliki cakupan pengaturan yang lebih
pengawas jasa keuangan, sebagaimana tertuang
komprehensif dalam hal dasar pengaturan,
dalam UU No.23/1999 tentang Bank Indonesia,
perlakuan akuntansi, ilustrasi jurnal dan pengung-
hingga periode laporan masih dalam proses pe-
kapan yang diwajibkan.
rumusan konsep Rancangan Undang-undang lembaga pengawas jasa keuangan (Boks : Lembaga
Pemantapan Sistem Pengawasan Bank
Pengawas Jasa Keuangan).
Berdasarkan perkembangan pelaksanaan Master Plan Pengawasan Bank dalam rangka
Peningkatan Mutu Pengelolaan Perbankan (good corporate
pemenuhan Basel Core Principles dan dalam upaya
governance)
meningkatkan prinsip kehati-hatian (prudential
Pelaksanaan fit and proper test terhadap
regulation), pada periode laporan telah diterbitkan
pemilik dan pengurus bank, wawancara bagi calon
tiga ketentuan perbankan, yaitu Peraturan Bank
pemilik dan pengurus bank (new entry), penunjukan
Indonesia tentang Transparansi Kondisi Keuangan
direktur kepatuhan, dan investigasi tindak pidana di
Bank, Kewajiban Penyediaan Modal Minimum, dan
bidang perbankan terus dilakukan sebagai upaya
Penetapan Status Bank dan Penyerahan Bank
untuk meningkatkan mutu pengelolaan perbankan
kepada BPPN.
dalam rangka memantapkan ketahanan sistem
Sesuai ketentuan, bank-bank yang tidak
perbankan.
memenuhi CAR 4% dimasukkan dalam pengawasan khusus (special surveillance). Pada periode laporan jumlah bank yang ditempatkan dalam pengawasan khusus sebanyak 6 bank yang terdiri dari 4 Bank
Tabel 8.3 Hasil Pelaksanaan Peningkatan Mutu Pengelolaan Perbankan Periode Juli 1999 - Desember 2001 Keterangan
Umum Swasta Nasional (BUSN) peserta rekap dan 2 bank BUSN kategori A. BPPN merencanakan akan melakukan merger terhadap 4 bank BUSN peserta rekap dengan salah satu BTO. Merger tersebut
Fit and Proper Test Wawancara - Calon Pemilik - Calon Pengurus Direktur Kepatuhan
Tidak Jumlah Lulus Lulus Masih Lulus/ Dibatalkan Calon Disetujui Bersyarat Dalam Tidak Proses Disetujui 1.149
593
399
-
157
-
8 775 248
8 690 189
-
7
85 34
18
dilakukan untuk menyelamatkan bank-bank tersebut
151
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain
Pelaksanaan Penilaian Fit and Proper
Republik Indonesia dan Kejaksaan Agung terus
Dalam rangka menegakkan integritas pemilik
melakukan pertemuan dan pembahasan kasus-kasus
maupun integritas dan kompetensi Dewan Komisaris,
tindak pidana yang terjadi pada beberapa bank
Direksi dan Pejabat Eksekutif Bank yang selama ini
sebagai upaya untuk meningkatkan penanganan
telah aktif di bank (existing) dalam pengelolaan
tindak pidana yang terjadi di bidang perbankan. Jum-
kegiatan operasional bank dilakukan penilaian fit and
lah kasus dugaan tindak pidana di bidang perbankan
proper secara berkala atau sewaktu-waktu apabila
yang diserahkan kepada penegak hukum oleh UKIP
dianggap perlu. Sejak tahun 1999 sampai dengan
dari Januari sampai dengan akhir tahun laporan
tahun laporan telah dilakukan penilaian fit and proper
sebanyak 5 kasus pada 4 bank.
terhadap 1.149 orang (pemilik dan pengurus bank).
Disamping itu, UKIP telah melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan penegak hukum
Wawancara Terhadap Calon Pemilik dan Pengurus Bank Agar bank hanya dimiliki oleh orang-orang
mengenai upaya penanganan penyimpangan di bidang perbankan.
yang beritikad baik dan bertanggungjawab serta dikelola secara profesional maka dilakukan wawan-
Kelembagaan
cara terhadap calon pengurus baru (new entry) ter-
Perkembangan Bank Umum
masuk pimpinan kantor perwakilan bank dan calon pemilik bank.
Hingga akhir tahun laporan, jumlah bank yang masih beroperasi menjadi 145 bank, turun sebanyak
Jumlah calon pengurus yang diwawancara
6 bank dari 151 bank pada tahun sebelumnya (Tabel
dalam tahun laporan bertambah sebanyak 40 calon,
8.4). Hal ini sejalan dengan upaya penutupan ter-
sehingga sejak Juli 1999 sampai dengan Desember
hadap 1 (satu) bank umum swasta devisa dan 1 (satu)
2001 sebanyak 166 bank telah mengajukan per-
bank campuran serta merger bank-bank campuran.
mohonan 783 calon yang terdiri dari 8 calon pemilik
(Tabel 8.5)
dan 775 calon pengurus untuk diwawancara.
Walaupun jumlah bank mengalami penurunan, jumlah kantor bank justru menunjukkan pe-
Direktur Kepatuhan (Compliance Director)
ningkatan dari 6.509 kantor menjadi 6.765 kantor.
Untuk menegakkan pelaksanaan prinsip ke-
Peningkatan tersebut terjadi pada semua kelompok
hati-hatian dalam pengelolaan bank, sampai dengan
bank kecuali kelompok bank campuran. Peningkatan
akhir tahun laporan sebanyak 162 bank telah
tersebut seiring dengan upaya bank untuk mening-
mengajukan sebanyak 248 orang calon Direktur
katkan pelayanan dan ekspansi usaha.
Kepatuhan.
Dari 145 bank yang ada, pemerintah mempunyai kepemilikan terhadap 42 bank (28,9%) yang
Investigasi Tindak Pidana di Bidang Perbankan
terdiri dari 5 bank BUMN, 4 Bank Take Over (BTO), 7
Bank Indonesia melalui Unit Khusus
BUSN Rekap dan 26 Bank Pembangunan Daerah
Investigasi Perbankan (UKIP) bersama Kepolisian
(BPD)--terdiri dari 12 BPD Rekap dan 14 BPD Non
152
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain
Rekap. Sedangkan sisanya sebanyak 69 bank
Tabel 8.4 Perkembangan Jumlah Bank dan Kantor bank Posisi
Kelompok Bank 1999 I. Bank Umum Jumlah Bank 164 Jumlah Kantor 2) 7.113 Bank Persero Jumlah Bank 5 Jumlah Kantor 1.853 BPD Jumlah Bank 27 Jumlah Kantor 825 BUSN Devisa Jumlah Bank 47 Jumlah Kantor 3.798 BUSN Nondevisa Jumlah Bank 45 Jumlah Kantor 533 Bank Campuran Jumlah Bank 30 Jumlah Kantor 57 Bank Asing Jumlah Bank 10 Jumlah Kantor 47
kategori A (47,6%) dimiliki oleh swasta nasional, 24
Pertumbuhan Pangsa 1) % (%) 2000 2001
2000
2001
151 6.509
145 6.765
-7,9 -8,5
-4,0 3,9
100,00 100,00
5 1.736
5 1.807
0,0 -6,3
0,0 4,1
3,45 26,71
26 826
26 857
-3,7 0,1
0,0 3,8
17,93 12,67
38 3.302
38 3.432
-19,1 -13,1
0,0 3,9
26,21 50,73
43 535
42 556
-4,4 0,4
-2,3 3,9
28,97 8,22
29 57
24 53
-3,3 0,0
-17,2 -7,0
16,55 0,78
10 53
10 60
0,0 12,8
0,0 13,2
6,90 0,89
7.764 5.345 2.419
7.703 5.345 2.358
-0,10 0 -0,33
-0,8 0,0 -2,5
-
bank campuran (16,6%) dimiliki oleh swasta nasional dan asing, dan sebanyak 10 bank asing (6,9%) dimiliki oleh pihak asing.
Perkembangan BPR Dalam tahun laporan, jumlah BPR yang masih beroperasi berkurang sebanyak 61 BPR karena adanya pencabutan izin usaha BPR pada bulan 2001 sehingga menjadi 7.703 BPR. BPR yang beroperasi dengan prinsip syariah tercatat sejumlah 81 BPR, bertambah 2 dibandingkan posisi tahun sebelumnya. Dari sisi kegiatan usaha, BPR mengalami kemajuan yang signifikan dan tercermin pada peningkatan total aset, penyaluran kredit dan pendanaan (Tabel 8.6). Kondisi ini mendorong pe-
II.BPR BKD NonBKD
7.772 5.345 2.427
ningkatan laba tahun berjalan dari Rp116 miliar pada tahun 2000 menjadi Rp200 miliar pada tahun laporan. Walaupun BPR belum dapat beroperasi seperti
1) Pangsa terhadap seluruh bank umum 2) Tidak termasuk BRI Unit Desa
halnya bank umum yang melakukan penetrasi pasar
Tabel 8.5 Daftar Bank Merger, Bank Beku Kegiatan Usaha Tahun 2001
pada segmen yang sama, namun perbaikan kinerja BPR menunjukkan tingginya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap BPR dan prospek BPR yang
Bank Merger
Bank Beku Kegiatan Usaha
baik di masa datang. Tgl 27 Maret 2001 menjadi Bank Sumitomo Mitsui Indonesia Tgl 5 Februari 2001 : 1. Bank Sakura Swadarma 1. Bank Paribas - BBD Indonesia 3. Bank Sumitomo Indonesia Tgl 29 Oktober 2001 : Tgl 7 September 2001 menjadi Bank UFJ Indonesia 1. Unibank 1. Sanwa Bank 2. Tokai Lippo Bank Tgl 28 September 2001 menjadi Bank Mizuho Indonesia 1. IBJ Indonesia 2. Daichi Kangyo Bank 3. Fuji Internasional Bank
Tabel 8.6 Perkembangan Usaha BPR Uraian
20011)
1999
2000 Miliar Rp
Volume Usaha
3.462
4.731
6.020
Dana Pihak Ketiga
2.038
3.082
3.906
Kredit
2.452
3.619
4.496
587
705
832
7
116
200
Modal Disetor Laba (Rugi) Tahun Berjalan 1) Data September 2001
153
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain
Perkembangan Bank Syariah
masih terus berlanjut telah mendorong perbaikan
Jumlah kantor cabang bank umum yang ber-
kinerja perbankan. Secara agregat, seluruh indikator
operasi dengan prinsip syariah meningkat sebanyak
kinerja perbankan dalam tahun 2001 menunjukkan
11 sehingga menjadi 130 kantor bank. Peningkatan
perbaikan yang tercermin dari peningkatan total aset,
tersebut sejalan dengan kebijakan pengembangan
penghimpunan dana, penyaluran kredit, kualitas
bank syariah. Secara rinci, jumlah kantor cabang
kredit, permodalan, dan profitabilitas bank (Tabel 8.7).
tersebut terdiri dari 37 kantor cabang Bank Muamalat
Meskipun kinerja perbankan mengalami
Indonesia dan Bank Syariah Mandiri, 12 Kantor
perbaikan, fungsi intermediasi perbankan masih
Cabang Syariah (KCS) dari 3 bank umum konven-
belum sepenuhnya pulih sebagaimana yang diharap-
sional yaitu Bank IFI, Bank BNI dan Bank Jabar, serta
kan. Dalam penempatan dananya, perbankan masih
81 BPR syariah.
melihat tingginya risiko dunia usaha dan cenderung
Pada periode laporan, total aset bank syariah
untuk memilih alternatif penanaman berjangka waktu
mengalami peningkatan dari Rp1,71 triliun (0,17% dari
pendek dengan risiko rendah seperti SBI dan
total aset perbankan) menjadi Rp2,6 triliun (0,24%
penempatan antarbank. Selain itu, masih ber-
dari total aset perbankan). Peningkatan juga terjadi
langsungnya proses konsolidasi internal perbankan
pada dana yang dihimpun maupun pembiayaan yang
dalam rangka pemenuhan kebutuhan modal minimum
disalurkan masing-masing sebesar Rp1,7 triliun dan
pada akhir tahun 2001 dan belum selesainya proses
Rp1,9 triliun. Kondisi ini sejalan dengan peningkatan
restrukturisasi kredit dan korporasi juga ikut
jumlah kantor bank syariah dan sosialisasi yang
mempengaruhi lambannya keputusan penyaluran
dilakukan untuk meningkatkan pemahaman masya-
kredit. Fungsi intermediasi perbankan yang belum
rakat terhadap bank syariah.
sepenuhnya pulih juga tercermin pada rendahnya realisasi kredit dari komitmen yang telah diberikan
Kegiatan Usaha Bank Umum
dan masih relatif rendahnya Loan to Deposit Ratio
Berbagai langkah kebijakan yang telah di-
(LDR) perbankan nasional.
tempuh dalam rangka restrukturisasi perbankan yang
Total Aset Tabel 8.7 Indikator Perbankan
Total aset perbankan secara agregat meningkat 6,7% dibanding tahun 2000 sehingga
Indikator
1999
2000
2001
menjadi Rp1.099,7 triliun. Peningkatan tersebut
Triliun Rp Total Asset Kredit Dana Pihak Ketiga Modal NPL - gross (%) NPL - net (%) Laba (Rugi) Sebelum Pajak Net Interest Margin
1.006,7 277,3 617,6 -41,2 32,8 7,3 -91,7 -38,6
1.030,5 320,4 699,1 52,3r 18,8 5,8 10,5 22,8
1.099,7 358,6 797,4 62,3 12,1 3,6 13,1 37,8
sebagian besar berasal dari kredit dan surat-surat berharga. Bila dilihat komposisinya, sebesar 38,3% (Rp421,4 triliun) dari aset berupa obligasi pemerintah yang dimiliki oleh bank-bank peserta rekap dan yang telah dibeli bank non rekap. Sementara itu, porsi kredit dan SBI masing-masing sebesar 32,6% dan 6,8%.
154
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain
ningkatan kredit juga dilakukan dengan pembelian Persen
kredit yang telah direstrukturisasi BPPN, namun
100 90
13,4
19,2
14,7
80
Penyertaan
upaya tersebut masih belum menunjukkan hasil yang Antar Bank Aktiva
70 60
41,4
44,4
34,3
memuaskan. Bila dilihat komposisi aktiva produktif,
SSB dan tagihan lainnya
obligasi pemerintah juga masih menempati porsi
Obligasi Pemerintah
terbesar (41,4%) dari total aktiva produktif sebesar
SBI
Rp1.018,1 triliun. (Grafik 8.1)
50 40
8,8
6,1
33,7
33,1
7,3
30 20
35,2
Kredit Yang Diberikan
10
Dengan melihat komposisi aktiva produktif
0 1999
2000
perbankan selama 2 (dua) tahun terakhir yang tidak
2001
banyak mengalami perubahan dan masih didominasi
Grafik 8.1 Komposisi Aset Perbankan
oleh obligasi pemerintah, maka ketergantungan pendapatan operasional dari pendapatan bunga obligasi masih sangat tinggi. Kondisi ini menunjukkan
Masih tingginya porsi obligasi pemerintah ditengarai
bahwa restrukturisasi perbankan yang telah dilakukan
selain akibat belum likuidnya pasar sekunder obligasi
dalam kenyataannya belum mampu meningkatkan
juga karena masih terbatasnya alternatif penempatan
fungsi intermediasi perbankan secara keseluruhan.
dengan risiko rendah sehingga bank-bank masih
Sementara itu dilihat dari sisi kepemilikan
belum secara optimal menjual obligasinya untuk
aset per kelompok bank, bank BUMN memiliki pangsa
mendapatkan dana segar. Sementara itu penyaluran
terbesar dari total aset perbankan yaitu sebesar
kredit juga relatif masih rendah walaupun terjadi
48,5% (Rp533,4 triliun) diikuti dengan kelompok bank
peningkatan baik secara nominal maupun pangsa
BTO sebesar 17,3% (Rp190,6 triliun) dan bank
kredit bila dibandingkan tahun 2000. Upaya me-
kategori A sebesar 10,1% (Rp111,1 triliun)
Penghimpunan Dana Bank BUMN 48,5% Bank Asing 8,4%
Dana pihak ketiga16 yang berhasil dihimpun oleh perbankan dalam tahun 2001 mengalami peningkatan sebesar 14,1% sehingga menjadi Rp797,4 triliun (Tabel 8.8). Peningkatan tersebut lebih besar
Bank Campuran 3.9%
BPD 4,3%
bila dibandingkan dengan peningkatan pada tahun BUSN Rekap 7,5% BTO 17,3
Bank Kategori A 10,1%
Grafik 8.2 Pangsa Aset per Kelompok Bank
sebelumnya sebesar 13,2%. Peningkatan DPK tersebut meliputi seluruh jenis simpanan baik dalam rupiah maupun valuta asing, dengan peningkatan
16 Dana pihak ketiga perbankan berbeda dengan konsep yang ada di bab moneter. Dalam konsep perbankan, dana pihak ketiga mencakup pula dana milik bukan penduduk dan pemerintah.
155
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain
terbesar terjadi pada komponen deposito khususnya
21,5%. Bila pada tahun 2000 giro dan tabungan
deposito rupiah. Faktor utama penyebab mening-
mengalami pertumbuhan masing-masing sebesar
katnya dana pihak ketiga antara lain adalah
44,4% dan 24,4%, maka pada tahun laporan giro
peningkatan suku bunga yang ditawarkan bank-bank
dan tabungan hanya meningkat sebesar 15,3% dan
(khususnya suku bunga deposito yang mendekati
12%. Sedangkan deposito meningkat sebesar 14,4%
suku bunga penjaminan), disamping karena masih
dan lebih besar dibandingkan tahun lalu yang hanya
terjaganya kepercayaan masyarakat seiring dengan
meningkat sebesar 0,5%. Peningkatan deposito ini
dilanjutkannya program penjaminan pemerintah dan
sebagian besar berasal dari deposito rupiah (16,2%).
proses restrukturisasi perbankan. Dana pihak ketiga
Peningkatan deposito menunjukkan perubahan minat
dalam rupiah meningkat 15,0% sementara dana pihak
masyarakat dari penanaman jangka pendek ke dalam
ketiga dalam valuta asing meningkat 10,5%, namun
penanaman jangka panjang, berlawanan dengan
apabila pengaruh nilai tukar diabaikan dana pihak
kondisi pada tahun 2000 dimana masyarakat lebih
ketiga dalam valuta asing tersebut hanya meningkat
memilih menanamkan dananya dalam jangka pendek.
sebesar 2%, yang masih terkait dengan berfluk-
Tingginya minat masyarakat untuk menanamkan
tuasinya nilai tukar rupiah. Dengan demikian pening-
dananya pada deposito dipicu oleh tingginya suku
katan DPK secara riil (di luar fluktuasi kurs) sebesar
bunga deposito yang ditawarkan oleh beberapa bank
12,3%.
(mendekati suku bunga penjaminan). Dilihat dari komposisinya, deposito masih
mendominasi dana pihak ketiga dengan pangsa
Kredit Perbankan
sebesar 55,2%, sementara giro dan tabungan
Pada akhir tahun 2001, posisi kredit per-
masing-masing memiliki pangsa sebesar 23,3% dan
bankan meningkat sebesar 11,9% sehingga menjadi Rp358,6 triliun (Tabel 8.9). Peningkatan tersebut berasal dari kredit rupiah sebesar Rp50,6 triliun
Tabel 8.8 Perkembangan Dana Pihak Ketiga Posisi (triliun rupiah)
Pertumbuhan (%)
(28,4%), sedangkan kredit dalam valuta asing mengPangsa (%)
alami penurunan sebesar Rp12,3 triliun (8,7%). Apa-
2000
2001
2000
2001
2000
2001
bila pengaruh nilai tukar diabaikan, kredit dalam valuta
Giro - Rupiah - Valas
111,8 161,5 68,5 103,6 43,4 57,9
186,2 120,0 66,2
44,4 51,3 33,4
15,3 15,8 14,3
23,1 64,2 35,8
23,3 64,5 35,5
asing turun sebesar 15,7%, sehingga secara riil (diluar
Deposito - Rupiah - Valas
382,8 384,7 301,4 296,7 81,4 88,0
439,9 344,9 95,1
0,5 -1,6 8,1
14,4 16,2 8,0
55,0 77,1 22,9
55,2 78,4 21,6
meningkat sebesar 8,8%.
Tabungan
123,0 152,9
171,3
24,4
12,0
21,9
21,5
Total - Rupiah - Valas
617,6 699,1 492,9 553,2 124,8 145,9
797,4 636,2 161,2
13,2 12,2 16,9
14,1 15,0 10,5
100,0 79,1 20,9
100,0 79,8 20,2
1999
fluktuasi kurs) posisi kredit dalam tahun laporan
Peningkatan kredit rupiah antara lain disebabkan adanya penyaluran kredit baru dan penjualan kembali kredit yang telah direstrukturisasi oleh BPPN ke sektor perbankan, sedangkan penurunan kredit valuta asing disebabkan karena adanya pelunasan, penghapusbukuan dan penjualan kredit.
156
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain
Sementara itu berdasarkan Laporan Bulanan BPPN
Tabel 8.9 Perkembangan Kredit Perbankan
Jenis Kredit
Posisi (Triliun rupiah)
bulan Desember 2001, dari Rp310,7 triliun kredit
Pertumbuhan Pangsa (%) (%)
perbankan yang telah dialihkan ke BPPN, tercatat sejumlah Rp58,2 triliun telah memasuki tahap
1999
2000
2001
2000
2001
2001
Menurut Sektor Ekonomi 277,3 Pertanian 26,1 Pertambangan 5,4 Perindustrian 97,9 Listrik 20,0 Konstruksi 13,3 Perdagangan 45,2 Pengangkutan 12,4 Jasa Dunia Usaha 26,4 Jasa Sosial 3,3 Lain-lain 27,3
320,4 19,9 5,3 109,7 5,1 7,2 46,0 7,3 26,4 2,9 90,6
358,6 15,5 21,3 -23,8 3,1 -1,9 118,7 12,1 5,1 -74,5 8,2 -45,9 49,3 1,8 7,6 -41,1 27,7 3,6 -12,1 114,1 231,9
11,9 7,1 -42,2 8,2 -0,7 14,3 7,2 4,1 5,1 22,6 26,0
100,0 5,9 0,9 33,1 1,4 2,3 13,7 2,1 7,7 1,0 31,8
Menurut Kelompok Bank 277,3 Bank BUMN 152,1 BUSN Devisa 56,5 BUSN Non Devisa 5,0 BPD 13,6 Bank Campuran 22,5 Bank Asing 27,6
320,4 142,8 79,4 10,6 11,5 29,3 46,8
358,6 159,9 97,6 10,3 17,1 29,2 44,7
15,6 -6,1 40,5 112,0 -15,3 30,0 69,6
11,9 11,9 22,9 -2,6 48,3 -0,5 -4,5
100,0 44,6 27,2 2,9 4,8 8,1 12,5
Menurut Denominasi 277,3 Rupiah 159,1 Valuta asing 118,2
320,4 178,0 142,4
358,6 228,6 130,1
15,5 11,9 20,5
11,9 28,4 -8,7
100,0 63,7 36,3
penandatangan Memorandum of Understanding (MoU), Rp19,9 triliun telah memasuki tahap implementasi restrukturisasi kredit dan Rp12,2 triliun sudah terbayar penuh. Selama tahun 2001 tidak terdapat pengalihan kredit bermasalah ke BPPN. Walaupun kredit meningkat, Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan yang tercatat masih tidak mengalami perubahan yang berarti dibandingkan tahun sebelumnya yaitu sebesar 33%. Hal ini mengindikasikan perbankan belum menjalankan fungsi intermediasinya secara optimal. Secara potensial LDR tersebut sebenarnya masih dapat ditingkatkan apabila komitmen kredit yang telah disediakan perbankan dapat ditarik secara maksimal oleh nasabah. Sampai dengan periode laporan, jumlah kredit yang belum ditarik (undisbursed loan)
Selama tahun laporan, kredit baru yang telah
mencapai Rp70,5 triliun dari plafon sebesar Rp127,3
disalurkan oleh perbankan sebesar Rp56,8 triliun17
triliun. Kondisi ini mencerminkan bahwa perbankan
atau rata-rata Rp4,7 triliun per bulan. Kredit baru yang
sudah cukup ekspansif dalam penyaluran kredit,
disalurkan tersebut terutama disalurkan ke sektor
namun dari sisi permintaan dalam kenyataannya
perindustrian, perdagangan dan jasa dunia usaha,
debitur belum mampu menyerap kredit yang telah
dan sebagian besar kredit tersebut didistribusikan
disediakan. Hal ini ditengarai akibat masih tingginya
oleh kelompok bank BUMN, BTO dan bank kategori
risiko dunia usaha sehubungan dengan belum
A. Sementara itu, jumlah kredit yang telah direstruk-
kondusifnya kondisi makro ekonomi seperti belum
turisasi, baik oleh bank sendiri maupun melalui
stabilnya nilai tukar dan masih tingginya suku bunga,
fasilitasi Satgas sampai dengan bulan November
serta masih belum stabilnya kondisi politik-sosial-
2001 tercatat sebesar Rp91,8 triliun meningkat
keamanan. Namun demikian, disadari pula bahwa
dibanding tahun 2000 yang besarnya Rp59,9 triliun.
belum optimalnya fungsi perbankan sebagai lembaga intermediasi tersebut juga dipengaruhi oleh faktor internal bank yang masih melakukan konsolidasi serta
17 Berdasarkan data Sistem Informasi Debitur (SID) yang didukung hasil survei terhadap sejumlah bank
berupaya memenuhi ketentuan prudensial per-
157
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain
bankan. Sementara itu, penyaluran kredit kepada Persen
debitur-debitur besar (korporasi) dalam tahun laporan
35
tidak banyak mengalami kemajuan karena sebagian
30
besar debitur tersebut masih dalam proses restruk-
25
turisasi di BPPN. Berdasarkan hasil survei dalam
20
paper Credit Crunch18 diperoleh informasi bahwa
15
bank-bank juga masih enggan memberikan kredit ke
10 5
sektor korporasi mengingat masih adanya trauma dari 0
pengalaman masa lalu, sedangkan untuk mencetak
Des. 1999
Mar.
Jun.
Sep.
Des.
Mar.
2000
Jun.
Sep. 2001
Des.
debitur-debitur baru yang besar memerlukan waktu yang lama.
Grafik 8.3 Perkembangan NPLs
Kualitas Kredit Perbankan Dalam periode laporan, kualitas kredit
masih di atas target indikatif yang ditetapkan oleh
perbankan menunjukkan perbaikan baik secara
Bank Indonesia sebesar 5%. Masih tingginya rasio
nominal maupun rasio sejalan dengan kemajuan
NPLs tersebut berkaitan dengan prioritas bank untuk
proses restrukturisasi kredit. Secara nominal Non
lebih memfokuskan pada pencapaian CAR minimum
Performing Loans (NPLs) turun dari Rp60,1 triliun
8% pada akhir tahun 2001. Walaupun tidak bersifat
pada Desember 2000 menjadi Rp43,4 triliun pada
wajib, pencapaian target rasio NPLs tersebut akan
akhir tahun laporan. Sementara rasio NPLs tanpa
membantu mempercepat proses pemulihan inter-
memperhitungkan Penyisihan Penghapusan Aktiva
mediasi bank sehingga langkah-langkah percepatan
Produktif (PPAP) yang dibentuk (Gross NPLs) turun
restrukturisasi kredit, peningkatan pemberian kredit
dari 18,8% pada posisi Desember 2000 menjadi
baru dan pengalihan kredit yang telah direstrukturisasi
12,1% pada akhir tahun laporan (Grafik 8.3). Apabila
dari BPPN ke perbankan tetap harus dilakukan.
PPAP yang dibentuk diperhitungkan (Net NPLs) maka
Disamping itu Bank Indonesia telah melakukan pe-
nilainya menjadi sebesar 3,6% pada akhir tahun
nyesuaian dalam perlakuan kualitas kredit, Batas
laporan. Perbaikan tersebut antara lain dipengaruhi
Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) dan PPAP
oleh adanya ekspansi kredit baru yang menambah
kredit yang direstrukturisasi sebagai upaya untuk
jumlah kredit yang tergolong lancar, perbaikan kualitas
mendorong percepatan restrukturisasi kredit.
kredit yang tergolong kurang lancar, diragukan dan macet, serta penghapusan kredit macet. Walaupun terjadi perbaikan namun rasio gross NPLs tersebut
Pengembangan Usaha Kecil Dan Menengah Dalam tahun laporan Bank Indonesia tetap memberikan komitmen untuk mendorong pengem-
18 Agung, Kusmiarso, Pramono, Hutapea, Prasmuko, Prastowo (2001). “Credit Crunch in Indonesia in The Aftermath of Crisis : Facts, Causes and Policy Implications”. Bank Indonesia.
158
bangan usaha kecil dan menengah. Komitmen tersebut diwujudkan dalam bentuk Bantuan Teknis
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain
Pengembangan Usaha Kecil dan Mikro (PUKM), yang
kepada usaha kecil dan menengah, Bank
lebih difokuskan pada kegiatan pelatihan, penelitian,
Indonesia juga secara terus menerus melakukan
dan penyediaan informasi di sektor perbankan.
sosialisasi dalam bentuk seminar atau
Dalam pelaksanaannya, kegiatan bantuan teknis yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia selama
lokakarya. Sementara itu, kegiatan bantuan teknis lain
tahun laporan, antara lain meliputi :
yang masih ditangani oleh Bank Indonesia adalah
a. Di bidang pelatihan, Bank Indonesia telah melak-
Proyek Kredit Mikro (PKM) yang merupakan proyek
sanakan kegiatan pelatihan kepada perbankan
kerjasama antara Pemerintah Republik Indonesia
yang meliputi training of facilitator untuk Bank
dengan Asian Development Bank (ADB). Dengan
Perkreditan Rakyat (BPR) dan pelatihan usaha
berlakunya UU No. 23 Tahun 1999, Bank Indonesia
kecil dan mikro untuk bank umum.
seharusnya mengalihkan pengelolaann PKM kepada
b. Di bidang penelitian, Bank Indonesia telah
BUMN yang ditunjuk oleh Pemerintah. Namun,
melakukan penelitian mengenai komoditas skala
dengan pertimbangan dana pinjaman ADB belum
kecil yang potensial dibiayai oleh bank yang
ditarik seluruhnya, serta pelaksanaan PKM cukup
mencakup 10 komoditas. Kesepuluh pola pem-
berhasil, dan kebutuhan masyarakat atas kredit PKM
biayaan tersebut melengkapi 45 Model Kela-
masih tinggi, maka atas kesepakatan ADB, Pe-
yakan Proyek Kemitraan Terpadu dari berbagai
merintah, dan Bank Indonesia, pelaksanaan PKM
sektor baik pertanian, industri maupun jasa yang
tetap dilakukan oleh Bank Indonesia sampai dengan
telah diteliti dari tahun 1995 sampai dengan
berakhirnya jangka waktu penarikan pinjaman, yaitu
1999.
30 Juni 200119 yang kemudian diperpanjang sampai
Di bidang penyediaan informasi, Bank Indonesia
dengan 31 Desember 2001.20
c.
telah memasukkan hasil-hasil penelitian dimak-
Saat ini PKM telah mencakup 15 Propinsi
sud ke dalam suatu Sistem Informasi Terpadu
yang melibatkan 24 Kantor Bank Indonesia (KBI) yang
Pengembangan Usaha Kecil (SI-PUK) yang
tersebar diberbagai propinsi di Indonesia. Sementara
dapat diakses melalui internet/website Bank
itu, jumlah maksimal kredit yang diberikan kepada
Indonesia. Informasi tersebut terdiri dari Sistem
nasabah mikro juga telah mengalami beberapa kali
Informasi Baseline Economic Survey (SIB),
perubahan yang disesuaikan dengan kondisi
Sistem Informasi Agroindustri Berorientasi Ekspor
perekonomian nasional. Perubahan yang terakhir
(SIABE), Sistem Informasi Pola Pembiayaan/
menetapkan jumlah kredit PKM yang pertama kali
Lending Model Usaha Kecil (SI-LMUK), Sistem
diberikan maksimal sebesar Rp2 juta per nasabah
Penunjang Keputusan Untuk Investasi (SPKUI) dan Sistem Informasi Prosedur Memperoleh Kredit (SI-PMK). d. Dalam rangka mendorong perbankan agar meningkatkan pembiayaannya khususnya
19 Peraturan Bank Indonesia No. 3/1/PBI/2001 tanggal 4 Januari 2001 tentang Proyek Kredit Mikro 20 Peraturan Bank Indonesia No. 3/16/PBI/2001 tanggal 3 Oktober 2001 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia No. 3/1/PBI/2001 tanggal 4 Januari 2001 tentang Proyek Kredit Mikro
159
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain
dan untuk kredit selanjutnya maksimal Rp5 juta per
program. Hal ini diwujudkan dalam bentuk pemberian
nasabah.21
kesempatan kepada BUMN Koordinator untuk
Untuk periode laporan, besarnya kredit yang
menyalurkan kembali angsuran Kredit Likuiditas Bank
telah disalurkan Bank Indonesia kepada usaha mikro
Indonesia (KLBI) sampai dengan KLBI tersebut jatuh
berjumlah Rp137,4 miliar, sehingga jumlah kredit
tempo. Jumlah angsuran KLBI yang dikelola oleh
kepada usaha mikro yang telah direalisasikan
BUMN Koordinator sampai dengan akhir tahun
seluruhnya (sejak tahun 1996 s.d. Desember 2001)
laporan sebesar Rp1,45 triliun atau meningkat sekitar
berjumlah Rp417,1 miliar kepada 752.492 nasabah
44% dibandingkan posisi 31 Desember 2000 yang
mikro dengan melibatkan BPD, BPR, Lembaga Dana
hanya Rp1,0 triliun. Dari dana hasil angsuran tersebut,
dan Kredit Pedesaan (LDKP) dan Lembaga
telah disalurkan kembali sebesar Rp1,3 triliun atau
Pengembangan Swadaya Masyarakat (LPSM).
meningkat sekitar 186% dibandingkan Rp453,5 miliar
Berdasarkan tingkat kolektibilitasnya, PKM dinilai
pada tahun sebelumnya. Penyaluran dana yang
cukup berhasil karena memiliki kredit macet sebesar
disalurkan kembali tersebut sebagian besar dilakukan
1,2%.
oleh PT Permodalan Nasional Madani (PNM) dan Sementara itu, dalam hal kebijakan
Bank Tabungan Negara (BTN).
perkreditan, Bank Indonesia telah menyempurnakan
Dengan melihat masih rendahnya penyaluran
ketentuan tentang KUK22 yang pada intinya tidak lagi
kembali dana hasil angsuran KLBI oleh BUMN
mewajibkan namun menganjurkan penyaluran KUK
Koordinator khususnya pada tahun 2000, maka pada
dan merubah plafon KUK menjadi Rp500 juta per
tahun 2001 Bank Indonesia memandang perlu untuk
nasabah. Realisasinya KUK pada tahun laporan
mengadakan evaluasi terhadap pelaksanaan
posisinya mengalami peningkatan sebesar 14,8%
pengelolaan KLBI oleh BUMN Koordinator. Dari hasil
dibandingkan tahun sebelumnya sehingga menjadi
evaluasi tersebut secara umum dapat disimpulkan
Rp65 triliun (Tabel 8.10). Dengan perkembangan
bahwa pengelolaan KLBI oleh 3 BUMN Koordinator,
tersebut, sampai dengan akhir tahun 2001 rasio
khususnya dalam hal penyaluran kembali dana hasil
penyaluran KUK terhadap total kredit perbankan
angsuran KLBI belum dilaksanakan secara optimal.
menjadi 18,5%.
Hal ini disebabkan oleh berbagai permasalahan dan
Selain melalui kebijakan perkreditan, sebagai
kendala yang dihadapi oleh masing-masing BUMN
upaya penyediaan pembiayaan bagi usaha kecil dan
Koordinator tersebut, antara lain disebabkan karena
menengah, Bank Indonesia masih tetap menjaga
angsuran KLBI yang dikelola berjangka waktu lebih
keseimbangan pembiayaan atau pendanaan kredit
pendek dari pada jangka waktu kredit yang akan direlending, sehingga dikhawatirkan terjadi mismatch
21 Peraturan Bank Indonesia No. 3/8/PBI/2001 tanggal 25 April 2001 tentang Perubahan Peraturan Bank Indonesia No. 3/1/PBI/2001 tanggal 4 Januari 2001 tentang Proyek Kredit Mikro 22 Peraturan Bank Indonesia No. 3/2/PBI/2001 tanggal 4 Januari 2001 tentang Pemberian Kredit Usaha Kecil dan Surat Edaran No. 3/9/ BKR tanggal 17 Mei 2001tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Kredit Usaha Kecil
160
pendanaan. Disamping itu masih sangat terbatasnya jaringan kantor dan permodalan PNM juga menjadi menjadi kendala rendahnya penyaluran kembali dana hasil angsuran KLBI tersebut.
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain
005)23 secara optimal guna membantu pendanaan
Tabel 8.10 Perkembangan Kredit Usaha Kecil
Penyebaran KUK
kredit program. Sampai dengan posisi akhir tahun,
Posisi Pertumbuhan Pangsa (Triliun rupiah) (%) (%) 1999 2000r 2001 2000 2001 2001
dana SUP No. 005 yang dapat dicairkan adalah sebesar Rp3,1 triliun dan baru dicairkan Pemerintah sebesar Rp850 miliar, sehingga dana yang masih
Menurut Jenis Penggunaan Modal Kerja Investasi Konsumsi
37,2 15,7 5,4 16,1
56,6 22,0 7,8 26,8
64,9 27,3 9,4 28,3
52,1 40,0 44,0 66,6
14,8 100,0 23,8 42,0 21,3 14,5 5,4 43,5
Menurut Sektor Ekonomi Pertanian Perindustrian Perdagangan, Restoran dan Hotel Jasa-jasa Lain-lain
37,2 7,7 1,1
56,6 9,3 1,7
64,9 11,4 2,6
52,1 19,8 54,5
14,8 100,0 23,3 17,6 51,3 4,0
Permodalan
8,8 3,4 16,2
10,3 4,7 30,6
12,8 5,2 32,9
17,0 38,7 89,3
24,0 11,0 7,6
19,7 8,1 50,6
ningkat dari Rp52,3 triliun di akhir tahun 2000 menjadi
Menurut Kelompok Bank Bank Persero BUSN Devisa BUSN Non Devisa BPD Bank Campuran & Asing
37,2 25,4 5,9 1,8 4,1 0,1
56,6 30,5 12,3 5,1 8,6 0,1
64,9 52,1 14,8 100,0 36,9 20,3 21,0 56,8 13,7 108,7 11,5 21,1 2,5 180,4 -51,3 3,8 11,8 111,9 36,9 18,2 0,01 -1,4 -90,3 0,01
permodalan tersebut disamping karena perolehan
dapat dicairkan sebesar Rp2,2 triliun.
Pada tahun laporan, permodalan bank me-
Rp62,3 triliun atau naik sebesar 19,1%. Peningkatan
laba tahun berjalan juga adanya tambahan setoran modal oleh beberapa bank dalam kelompok kategori A, BPD dan bank campuran dalam rangka pemenuhan ketentuan CAR minimun 8% pada akhir tahun
Untuk mengatasi permasalah di atas Bank
2001.
Indonesia telah merekomendasikan kepada Peme-
Semua kelompok bank sudah mencatat
rintah untuk lebih memberdayakan BUMN Koor-
permodalan yang positif sejak triwulan kedua tahun
dinator agar dapat melaksanakan tugasnya dengan
2000. Modal terbesar dimiliki oleh kelompok bank
lebih baik. Hal-hal yang direkomendasikan antara lain
BUMN sebesar Rp20,7 triliun, sedangkan modal
perlu ditunjuknya satu BUMN Koordinator sebagai
terkecil dimiliki oleh bank asing yaitu sebesar Rp1,4
pengelola kredit program secara keseluruhan. BUMN
triliun. Walaupun telah mencapai permodalan yang
Koordinator dimaksud selanjutnya dapat dijadikan
positif, namun secara individu masih terdapat bank-
cikal bakal bagi terbentuknya suatu bank khusus yang
bank yang mempunyai CAR di bawah 8%, yang
membiayai usaha kecil dan menengah, atau sebagai
terdiri dari bank kelompok A dan BUSN rekap. Upaya
lembaga sementara yang khusus menangani
peningkatan permodalan bank untuk bank-bank
pembiayaan usaha kecil dan menengah (termasuk
yang mempunyai CAR < 8% terus dilakukan di
kredit program) sampai dengan terbentuknya bank
antaranya dengan meminta para pemilik bank untuk
khusus tersebut. Selain itu, dalam rangka pengembangan usaha kecil dan menengah, berbagai masukan telah disampaikan oleh Bank Indonesia kepada Pemerintah antara lain perlunya pemanfaatan dana Surat Utang Pemerintah dalam rangka kredit program (SUP No.
23 Surat Utang Pemerintah dalam rangka kredit program (SUP No. 005) adalah surat utang yang dikeluarkan oleh Pemerintah untuk pembiayaan kredit program sebagai pengganti dana KLBI karena dengan berlakunya UU No. 23 Tahun 1999, Bank Indonesia tidak dapat lagi memberikan KLBI untuk pembiayaan kredit program. Besarnya SUP No. 005 adalah Rp9,97 triliun, tetapi penarikannya tergantung dari KLBI yang telah diberikan untuk kredit program yang jatuh tempo dan diterima oleh Bank Indonesia dalam tahun 2000 dan 2001.
161
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain
Triliun Rp
Triliun Rp
80,0
40 20
40,0
0 -20
0,0
-40 -60
-40,0
Bank BUMN
BUSN Rekap
BTO
Bank Kategori A
BPD
Bank Campuran
Laba/Rugi Operasional Laba/Rugi non operasional
-80
Laba Rugi sebelum pajak -100
Bank Asing
Seluruh Bank
-80,0 Des.
Mar.
1999
Jun.
Sep.
Des.
Mar.
2000
Nov.
Jun.
Des.
2001
-120 Des. 1999
Mar.
Jun.
Sep. 2000
Des.
Mar.
Jun. 2001
Sep.
Grafik 8.4 Perkembangan Permodalan Bank
Grafik 8.5 Perkembangan Laba/Rugi Perbankan
menambah modal disetor maupun dengan
dibanding tahun sebelumnya yang hanya Rp11,2
melakukan merger. Sampai dengan akhir tahun
triliun. Peningkatan ini terutama masih berasal dari
200124
jumlah bank yang telah memenuhi target
keuntungan selisih kurs akibat melemahnya nilai tukar
CAR minimum 8% telah mencapai 138 bank (95%)
dan adanya koreksi PPAP berkaitan dengan penda-
dari 145 bank yang ada.
patan yang diperoleh dari kredit yang telah dihapusbukukan.
Profitabilitas
Sementara itu Net Interest Margin (NIM) yang
Dalam tahun laporan, kegiatan perbankan
diperoleh perbankan dalam tahun laporan juga me-
terus menunjukkan perbaikan yang tercermin pada
ningkat menjadi Rp37,8 triliun atau rata-rata sebesar
peningkatan laba usaha. Perolehan laba sebelum
Rp3,2 triliun per bulan (Grafik 8.6) dibanding tahun
pajak selama tahun 2001 mencapai Rp13,1 triliun,
sebelumnya yang hanya Rp22,8 triliun atau Rp1,9
meningkat dibandingkan tahun 2000 sebesar Rp10,5
triliun per bulan. Meningkatnya perolehan NIM
triliun (Grafik 8.5). Pada tahun 2001 walaupun per-
tersebut disebabkan meningkatnya pemberian kredit
bankan masih mengalami kerugian operasional Rp0,2
pada tahun 2001 dibandingkan dengan tahun 2000
triliun, namun kerugian tersebut lebih kecil bila diban-
dan meningkatnya perolehan pendapatan bunga yang
dingkan dengan kerugian tahun sebelumnya yang
berasal dari bunga SBI dan bunga obligasi pemerintah
besarnya Rp0,7 triliun. Masih meruginya perbankan
pada beberapa bank rekap yang memiliki obligasi
disebabkan karena masih tingginya beban PPAP dan
dengan variable rate. Ditinjau dari prosentasenya,
beban overhead lainnya yang harus ditanggung oleh
perolehan pendapatan bunga perbankan terbesar
bank-bank. Di sisi lain, laba non operasional yang
berasal dari obligasi pemerintah yaitu sebesar 45,3%
diperoleh perbankan sebesar Rp13,3 triliun meningkat
terhadap total pendapatan bunga, sementara yang berasal dari kredit dan SBI masing-masing sebesar
24. Data sampai dengan bulan November 2001.
162
32,2% dan 9,7%. Kondisi ini menunjukan masih
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain
Perusahaan Pembiayaan
Triliun Rp 50
Kinerja perusahaan pembiayaan dalam tahun
40
2001 masih ditandai dengan perkembangan yang
30 20
membaik walaupun dengan pertumbuhan yang jauh
10
lebih rendah dibanding dengan periode sebelumnya.
0 -10
Peningkatan kinerja tersebut tercermin dari
-20 -30
meningkatnya total nilai kegiatan usaha yang sampai
-40
dengan November 2001 naik sebesar 28,9% diban-
-50 Des. 1999
Mar.
Jun.
Sep.
Des.
Mar.
2000
Jun. Sep. 2001
Des.
Grafik 8.6 Perkembangan Net Interest Margin
ding tahun sebelumnya. Sepanjang tahun laporan terdapat tiga perusahaan pembiayaan yang baru didirikan (PT. Karya Technik Multifinance, PT Kembang Delapan Delapan
tingginya ketergantungan perbankan dari bunga
Multifinance, dan PT. Sinar Mitra Sepadan Finance)
obligasi pemerintah. Dilihat per kelompok bank, bank
dan dua perusahaan pembiayaan yang dilikuidasi (PT.
BTO adalah kelompok bank yang sangat bergantung
Bahan Pembinaan Usaha dan PT Bali Tunas
pada pendapatan bunga obligasi pemerintah yang
Finance).25 Sehingga sampai dengan November
terlihat dari cukup tingginya pangsa pendapatan
2001, jumlah perusahaan pembiayaan yang masih
bunga obligasi pemerintah terhadap total pendapatan
menjalankan kegiatan usahanya meningkat menjadi
bunga sebesar 69,1% diikuti dengan kelompok bank
246 perusahaan dibanding tahun sebelumnya.
BUMN sebesar 56,6% dan BUSN Rekap sebesar
Dibandingkan dengan akhir tahun sebelumnya, seluruh jenis kegiatan usaha perusahaan
20,4%.
pembiayaan mengalami peningkatan kecuali
LEMBAGA KEUANGAN LAINNYA
pembiayaan anjak piutang yang mengalami penu-
Seiring dengan membaiknya kinerja per-
runan sebesar 47,7%. Peningkatan terbesar terjadi
bankan dalam tahun 2001, sumber dana perusahaan
pada pembiayaan kartu kredit dan pembiayaan
pembiayaan yang berasal dari perbankan meningkat
konsumen yaitu masing-masing naik sebesar 89,2%
sehingga memberikan kemampuan untuk mening-
dan 47,9. Hal ini sejalan dengan perkembangan
katkan kinerja perusahaan pembiayaan yang ter-
konsumsi domestik yang mengalami peningkatan
cermin dari kenaikan nilai kegiatan usahanya. Semen-
dibanding tahun sebelumnya yang diduga dibiayai
tara itu, seiring dengan masih adanya keengganan
dari perusahaan pembiayaan (Lihat Bab Makro).
perbankan untuk menyalurkan kredit telah membuka peluang kepada Perusahaan Umum (PERUM) pegadaian untuk meningkatkan penyaluran dananya kepada masyarakat baik untuk konsumsi maupun modal jangka pendek.
25 Dasar keputusan : Keputusan Menteri Keuangan No. 275/KMK.06/ 2001 tanggal 8 Mei 2001, Keputusan Menkeu No. 364/KMK.06/ 2001 tanggal 11 Juni 2001, Keputusan Menteri Keuangan No. 365/ KMK.06/2001 tanggal 11 Juni 2001, Keputusan Menteri Keuangan No. 626/KMK.06/2001 dan Keputusan Menteri Keuangan No. 365/ KMK.06/2001.
163
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain
Tabel 8.11 Perkembangan Perusahaan Pembiayaan Keterangan
Posisi (Triliun rupiah) 1999
Jumlah Perusahaan 2)
Pertumbuhan (%)
2000r 20011) 245
Tabel 8.12 Sumber dan Penggunaan Dana Perusahaan Pembiayaan
2000 20011)
245
246
Nilai Kegiatan Usaha Sewa guna usaha Pembiayaan anjak piutang Pembiayaan kartu kredit Pembiayaan konsumen Lainnya
22,2 10,9 6,4 0,3 4,3 0,2
29,4 31,4 13,7 14,39 6,6 3,4 0,4 0,8 8,5 12,6 0,2 0,3
32,4 25,7 2,3 19,9 97,0 -5,7
7,0 4,8 -47,7 89,2 47,9 44,7
Pinjaman yang Diterima Dalam negeri - Bank - Bukan bank Luar negeri
14,4 14,4 10,7 3,7 10,8
17,1 17,1 11,3 5,8 12,5
18,5 18,5 14,8 3,7 11,2
18,8 18,8 5,6 56,9 15,2
7,9 7,9 30,8 -36,7 -10,3
0,6 1,4
0,8 1,7
0,8 2,2
51,9 18,8
-1,0 29,0
Obligasi Pinjaman Subordinasi
Keterangan
1) November 2001 2) Satuan
Posisi (Triliun rupiah) 1999
2000r 20011)
Pertumbuhan (%) 2000
2001
Sumber Dana Pinjaman bank dalam negeri Pinjaman bank luar negeri Pinjaman diterima lainnya d,n, Pinjaman diterima lainnya l,n, Modal 2) Lain-lain
30,2 10,7 8,6 4,7 11,9 -1,3 -4,3
35,8 11,3 7,6 7,1 11,8 -2,2 0,1
38,2 14,8 7,26 5,0 13,7 -0,3 -2,2
18,3 6,8 5,6 30,8 -11,7 -4,1 52,7 -30,3 -0,4 16,1 -62,6 85,5 97,4 1957,8
Penggunaan Dana Pembiayaan Simpanan pada bank Penyertaan Lain-lain
30,2 22,2 5,1 0,1 2,8
35,8 29,4 3,7 0,1 2,5
38,2 31,4 3,0 0,1 3,7
18,3 32,5 -26,9 1,6 -10,2
6,8 7,0 -20,7 -21,7 45,9
1) November 2) Modal bersih setelah ditambah/dikurangi laba/rugi th berjalan dan ditambah cadangan
Dilihat dari komposisinya, kegiatan sewa guna usaha
biayaan masih tetap negatif akibat set off terhadap
masih mendominasi kegiatan usaha perusahaan
kerugian yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya.
pembiayaan, yaitu mencapai 45,8 dari total pem-
Dalam tahun laporan, penggunaan dana
biayaan. Komposisi kegiatan usaha lainnya adalah
perusahaan pembiayaan sebagian besar disalurkan
pembiayaan konsumen sebesar 40,0%, pembiayaan
dalam bentuk pembiayaan, yaitu sebesar Rp 31,4
anjak piutang sebesar 10,9%, dan kartu kredit 2,4%.
triliun atau 82,4% dari total dana yang dimiliki. (Tabel
Sampai dengan November 2001, sumber da-
8.12). Seiring dengan melambatnya pertumbuhan
na yang berhasil dihimpun perusahaan pembiayaan
perekonomian, aktivitas pembiayaan yang dilakukan
meningkat sebesar Rp2,4 triliun atau naik 6,8% di-
perusahaan ini juga mengalami pertumbuhan yang
bandingkan posisi akhir Desember 2000 (Tabel 8.12).
melambat dibanding tahun sebelumnya yaitu dari
Sebagaimana tahun sebelumnya, sumber utama
32,5% pada tahun 2000 menjadi 7,0% sampai
pendanaan perusahaan pembiayaan masih berasal
November 2001. Sementara itu, simpanan dana peru-
dari pinjaman bank dalam negeri. Sejalan dengan
sahaan pembiayaan pada bank mengalami penuru-
membaiknya kinerja perbankan, pinjaman yang di-
nan sebesar 20,7%. Hal ini mengindikasikan adanya
peroleh perusahaan pembiayaan dari bank dalam ne-
shifiting dana antara simpanan di bank dan pembia-
geri meningkat sebesar Rp 3,5 triliun sehingga men-
yaan yang dapat diartikan lebih menguntungkannya
jadi 14,8 triliun. Dalam tahun laporan, walaupun peru-
pemberian pembiayaan kepada konsumen diban-
sahaan pembiayaan mengalami laba bersih sebesar
dingkan dengan penempatan dalam produk-produk
Rp 396,4 juta, modal yang dimiliki perusahaan pem-
perbankan.
164
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain
Dilihat dari jenis pembiayaannya, anjak piutang
Persen 80
Lancar
Diragukan
memiliki kualitas aktiva yang terburuk yaitu dengan
Macet
pangsa kategori macet mencapai 66,2%. Sedangkan 60
aktiva produktif yang terbaik dimiliki pembiayaan konsumen dengan porsi kredit macet hanya sebesar
40
2,1% (Tabel 8.13). 20
Pegadaian
0
2000r
1999
20011)
Kinerja perusahaan umum pegadaian dalam
1) Angka posisi November
Grafik 8.7 Kualitas Aktiva Produktif Perusahaan Pembiayaan
tahun 2001 menunjukkan perkembangan yang lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya. Perkembangan ini merupakan hasil dari peningkatan jangkauan dan
Dilihat dari kolektibilitasnya, kualitas aktiva
kualitas pelayanan melalui pendirian cabang baru,
produktif perusahaan pembiayaan yang terdiri dari
diversifikasi produk dan peningkatan profesionalisme
kegiatan pembiayaan (sewa guna usaha, anjak piu-
sumber daya manusia yang dimiliki, serta restruk-
tang, kartu kredit, dan pembiayaan konsumen),
turisasi internal melalui efisiensi terhadap unit-unit
surat berharga, dan penyertaan menunjukkan
kegiatan yang dinilai tidak produktif. Selain itu, masih
perkembangan yang membaik dibanding tahun sebelumnya. Kualitas aktiva produktif
dalam
kategori lancar meningkat dari 67,8% menjadi
Tabel 8.14 Perkembangan Kinerja Pegadaian
78,2%. Sementara itu, pangsa aktiva produktif yang bermasalah, yaitu kategori diragukan dan macet,
Rincian
menurun dari 3,22% menjadi 21,8% (Grafik 8.7).
Omzet Pendapatan Usaha : - Sewa Modal - Jasa Taksiran - Jasa Titipan - Pendptn Penyimpanan & Asuransi - Lainnya
Tabel 8.13 Perkembangan Kualitas Aktiva Produktif Aktiva Produktif
Pembiayaan : - Sewa Guna Usaha - Anjak Piutang - Kartu Kredit - Pembiayaan Konsumen
L
1999 D M (%)
2000r L D M (%)
L
20011) D M (%)
70,3 10,3 19,4 69,0 12,4 18,6 77,0 7,4 15,6 36,3 5,2 58,5 42,7 4,2 53,1 27,4 6,5 66,2 31,4 3,8 64,7 66,8 1,5 31,7 75,1 2,1 22,8 90,9 2,4
Surat Berharga yang dimiliki 88,5 2,4 Penyertaan 97,8 0,0 L = Lancar, D = Diragukan, M = Macet 1) = November
6,7 94,7 1,6
3,7 96,2 1,6
2,1
9,0 88,0 0,2 11,7 82,5 6,7 10,8 2,2 97,7 0,0 2,3 92,9 0,2 6,9
Posisi Pasiva - Kewajiban Jangka Pendek - Hutang Bank - Lainnya - Hutang Obligasi - Hutang Jangka Panjang - Ekuitas Nilai Barang Lelang Jumlah Nasabah 3)
19991)
20002) Juta rupiah
3.229.280 4.230.778 449.087 373.233 417.370 341.936 16 16 10 11
20012) 5.970.310 553.487 500.562 27 18
25.319 6.372
31.270 3.929
47.033 5.847
243.612 120.067 123.545 389.556 100.000 409.553
454.176 157.631 296.545 439.486 105.000 415.258
551.785 425.240 126.545 635.933 105.000 574.105
91.712 38.946 47.298 12.427.554 12.982.306 15.692.228
1) Data Revisi Sesuai Laporan Tahunan Pegadaian 2000 2) Data Berdasarkan Data Laporan Operasional Desember 2001 3) Orang Sumber: Pegadaian
165
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain
adanya keengganan perbankan untuk menyalurkan
sebesar 20,9% sehingga menjadi 15,7 juta nasabah.
kredit, memberikan peluang kepada pegadaian untuk
Dalam pada itu, pendapatan usaha pegadaian me-
membiayai kebutuhan dana masyarakat baik untuk
ningkat sebesar Rp180,3 miliar. Seluruh jenis kegiatan
modal jangka pendek maupun keperluan konsumsi
usaha perum pegadaian mengalami peningkatan
dan kebutuhan lainnya, khususnya bagi masyarakat
pendapatan dengan kontribusi terbesar diberikan oleh
dan pengusaha golongan kecil menengah.
kegiatan utamanya yaitu sewa modal dengan
Dalam rangka meningkatkan jangkauan
prosentase mencapai 90,4% dari total pendapatan
pelayanan, perusahaan pegadaian telah menambah
usaha. Dalam melakukan penyaluran kreditnya,
jumlah kantor cabangnya dalam tahun 2001 sehingga
pegadaian disamping memberikan modal dana juga
menjadi 714 cabang.26 Sementara itu, dalam tahun
memberikan pembinaan manajemen dan pemasaran
2001 PERUM pegadaian telah melakukan upaya
untuk mengembangkan usaha kepada para debitur-
diversifikasi produk dan jasa antara lain melalui kerja-
nya khususnya kepada pengusaha kecil.
sama dengan Usaha Aneka Tambang sebagai distri-
Sementara itu, kredit yang tidak dilunasi oleh
butor utama produk-produk perhiasan dan menye-
nasabah pegadaian sebagaimana tercermin dari nilai
diakan jasa penilaian batu permata dan berlian. Selain
barang lelang meningkat 21,5% menjadi Rp47,3 miliar
itu pegadaian juga telah menambah jenis barang
pada akhir tahun (Tabel 8.14). Hal ini disebabkan me-
jaminan berupa gabah dan kendaraan bermotor se-
ningkatnya barang jaminan yang tidak ditebus kembali
bagai upaya pengembangan produk dalam meng-
oleh para debitur.
akomodir permintaan masyarakat pedesaan.
Dari sisi sumber dana, sebagian besar ber-
Meningkatnya aktivitas usaha perum
asal dari penerbitan obligasi yaitu sebesar Rp 635,9
pegadaian tercermin dari peningkatan omzet kegiatan
miliar atau 34,1% dari seluruh dana. Dalam tahun
usaha (pinjaman yang diberikan), pendapatan usaha
2001, pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) membe-
dan jumlah masyarakat yang menjadi nasabah.
rikan peringkat A+ untuk obligasi yang akan
Omzet usaha pegadaian mengalami peningkatan
diterbitkan Perum Pegadaian. Pemberian peringkat
sebesar 41,1% sehingga menjadi Rp 6,0 triliun
didasarkan pada kinerja Pegadaian selama tahun
dibandingkan akhir tahun 2000 (Tabel 8.14). Pertum-
200 dan kecilnya jumlah kredit macet yang dimiliki
buhan ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tahun
tercermin dari barang jaminan yang dilelangkan.
sebelumnya yang sebesar 31,0%, sejalan dengan
Sumber dana lainnya berasal dari modal sendiri
peningkatan pelayanan yang dilakukan dan semakin
sebesar 30,8%, pinjaman bank 22,8%, hutang
besarnya jumlah nasabah yang dilayani. Jumlah ma-
jangka pendek lainnya 6,8%, dan pinjaman jangka
syarakat yang menjadi nasabah pegadaian meningkat
panjang 5,6%.
26 Laporan data operasional Pegadaian Bulan Desember 2001
166
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain
boks
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Sebagai upaya untuk menjaga stabilitas dan
perbankan, dan saat ini total simpanan masyarakat
ketahanan sistem perbankan nasional, perlu
saat ini telah mencapai + 70% dari seluruh total aset
diciptakan suatu mekanisme untuk menjaga tingkat
perbankan nasional. Namun demikian, dibalik
kepercayaan masyarakat terhadap lembaga per-
keberhasilan dalam meredam merosotnya keper-
bankan. Salah satu instrumen pendukung yang
cayaan masyarakat tersebut, terdapat beban besar
diperlukan adalah adanya jaring pengaman ke-
yang harus ditanggung pemerintah dan potensi
uangan (financial safety net) yang dapat memberikan
munculnya moral hazard pada perbankan di kemu-
keyakinan akan perlindungan dana nasabah dalam
dian hari. Agar keadaan ini tidak berlangsung terus
hal bank gagal memenuhi kewajibannya. Penga-
menerus, perlu segera dirumuskan suatu pola
laman yang mahal akibat hilangnya kepercayaan
penjaminan simpanan nasabah yang lebih efektif dan
masyarakat terbukti setelah dilakukannya likuidasi
efisien. Konsep penjaminan yang terbatas seperti
terhadap 16 bank pada November 1997 dimana
asuransi deposito (deposit insurance) di beberapa
likuiditas perbankan telah menurun secara drastis
negara dapat dipertimbangkan sebagai suatu
sebagai akibat terjadinya bank-runs dalam masya-
alternatif disamping alternatif lain seperti skim dana
rakat. Tidak adanya kebijakan penjaminan yang
bersama sebagaimana dimaksud dalam UU No. 10
eksplisit terhadap dana simpanan nasabah (explicit
Tahun 1998 tentang Perbankan.
guarantee) telah menjadi faktor pendorong sikap
Beranjak dari pemikiran di atas, telah
masyarakat untuk melakukan rush ke bank-bank.
dibentuk Tim Kerja yang anggotanya terdiri dari Bank
Untuk mencegah terjadinya kondisi yang lebih buruk
Indonesia, Departemen Keuangan dan BPPN yang
lagi, maka pemerintah menempuh upaya untuk
bertugas untuk mempersiapkan pendirian LPS.
memberikan jaminan penuh (blanket guarantee)
Fokus kegiatan Tim Kerja ini dibagi menjadi 2 (dua)
guna memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap
bagian. Agenda jangka pendek adalah merumuskan
perbankan. Kebijakan penjaminan pemerintah ini di
pola pengurangan cakupan penjaminan secara
diatur dalam Keppres No. 26/1998 dan diatur lebih
bertahap (phasing-out) dari hampir seluruh kewajiban
lanjut dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No.
bank menjadi terbatas pada simpanan, inkaso dan
197/KMK.017/2000.
transfer masuk/keluar, pinjaman antar bank dan Letter
Kebijakan pemberian blanket guarantee
of Credit (L/C).
tersebut terbukti efektif dalam mengembalikan
Sementara itu, agenda jangka panjang ada-
kepercayaan masyarakat. Dalam waktu yang relatif
lah mempersiapkan pendirian LPS, termasuk pe-
singkat dana masyarakat kembali ke sistem
manfaatan skim asuransi dengan cakupan pen-
167
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain
jaminan terbatas sampai dengan jumlah tertentu
pengenaan premi yang risk-adjusted dapat segera
saja. Selanjutnya, beberapa kriteria spesifik LPS
dimulai untuk mencerminkan objektivitas risiko
yang perlu juga diatur diantaranya mengenai status
masing-masing bank yang berbeda. Selanjutnya sifat
kelembagaan, penetapan premi dan sifat keang-
keanggotaan LPS akan bersifat wajib (compulsory)
gotaan.
bagi semua bank yang beroperasi di Indonesia Dalam status kelembagaan diharapkan
lembaga ini dapat melaksanakan tugasnya secara
termasuk bank asing untuk menjamin kesempatan berusaha yang sama.
optimal. Untuk ini diperlukan adanya jaminan atas
Pendirian LPS tentunya dilakukan dengan
independensi lembaga ini dalam melaksanakan
memperhatikan beberapa prakondisi, antara lain
tugas dan kewenangannya. Dengan independensi,
adanya sistem perbankan yang sehat dan stabil.
diharapkan LPS dapat menjadi sebagai suatu
Sejalan dengan prakondisi tersebut, maka upaya-
lembaga badan hukum sendiri yang berada di luar
upaya restrukturisasi perbankan perlu terus dilakukan.
pemerintah yang jalur akuntabilitasnya sepenuhnya
Diperkirakan jangka waktu 3 tahun sejak 2001
disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
memadai untuk menyiapkan pendirian lembaga ini
Dalam penetapan premi penjaminan, untuk
sehingga pada tahun 2004 dipandang sebagai saat
sementara waktu akan ditempuh pola yang sama
yang tepat untuk memulai penjaminan yang
yaitu pengenaan premi secara flat. Direncanakan
sepenuhnya berformat pada LPS.
168
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain
boks
Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah UU No. 10 tahun 1998 dan UU No. 23 tahun
Di samping itu, masih relatif terbatasnya jaringan
1999 telah mengamanatkan sekaligus memberikan
kantor perbankan syariah menyebabkan belum
landasan hukum bagi Bank Indonesia untuk mengem-
terlayaninya seluruh masyarakat yang menginginkan
bangkan perbankan syariah di Indonesia. Selain itu,
pelayanan bank syariah. Keberadaan lembaga-
pengembangan perbankan syariah dipandang
lembaga pendukung agar perbankan syariah dapat
penting untuk : (i) memenuhi kebutuhan masyarakat
beroperasi secara optimal juga dirasakan belum
yang menghendaki layanan jasa perbankan yang
memadai. Selain itu, sejumlah isu yang berkaitan
sesuai dengan prinsip syariah; (ii) meningkatkan
dengan perkembangan teknologi dan meningkatnya
mobilisasi dana masyarakat yang belum terserap
inovasi ragam produk perbankan syariah memerlukan
sistem perbankan yang ada; (iii) meningkatkan
pengaturan yang memadai agar stabilitas sistem
ketahanan sistem perbankan nasional; dan (iv)
perbankan syariah dapat terwujud.
menyediakan sarana bagi investor internasional untuk
Perkembangan perbankan syariah nasional
melaksanakan pembiayaan dan transaksi keuangan
juga dipengaruhi oleh globalisasi jasa keuangan.
yang sesuai dengan prinsip syariah.
Sejumlah isu pokok yang terkait dengan perbankan
Dalam upaya pengembangan perbankan
syariah internasional memerlukan perhatian agar
syariah masih terdapat sejumlah permasalahan yang
perbankan syariah nasional mampu menjadi lembaga
perlu segera diatasi, baik dalam jangka pendek, me-
keuangan yang dapat diterima secara internasional.
nengah, maupun panjang. Belum lengkapnya pera-
Sejumlah isu pokok tersebut antara lain : (i)
turan dan infrastruktur bagi bank syariah merupakan
pembentukan Internasional Islamic Financial Market
salah satu permasalahan mendasar yang perlu
(IIFM), yang saat ini dalam tahap finalisasi, diharapkan
segera diatasi agar bank syariah dapat beroperasi
dapat mendukung efisiensi pengelolaan dana secara
secara optimal sesuai dengan karakteristiknya.
internasional; (ii) 18 negara anggota IMF saat ini
Penyempurnaan pengaturan bagi perbankan syariah
sedang mempersiapkan pembentukan Islamic
menjadi sangat penting, mengingat ketentuan yang
Financial Services Organization (IFSO), lembaga
ada saat ini belum sepenuhnya dapat mengakomodir
internasional yang akan mengeluarkan prudential
kegiatan usaha perbankan syariah. Di sisi lain, relatif
regulation bagi bank syariah.
rendahnya pemahaman masyarakat terhadap
Menyadari demikian kompleksnya upaya pe-
operasional perbankan syariah dan terbatasnya
ngembangan perbankan syariah maka perlu adanya
tenaga ahli perbankan syariah merupakan salah satu
kejelasan arah kebijakan pengembangan perbankan
tantangan dalam pengembangan perbankan syariah.
syariah nasional. Sehubungan dengan hal tersebut,
169
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain
perlu disusun Cetak Biru Pengembangan Perbankan
nilai-nilai yang menyertainya yaitu nilai dalam
Syariah diharapkan akan memberi manfaat antara lain
perspektif mikro dan perspektif makro. Perspektif mikro
: (i) sebagai pedoman baku bagi internal Bank Indo-
berkaitan dengan nilai-nilai dalam pengelolaan bank
nesia dalam pengembangan perbankan syariah seca-
syariah yaitu nilai Shidiq, Tabligh, Amanah, Fathanah
ra bertahap; (ii) sebagai acuan bagi pihak eksternal
termasuk Ri’ayah (cermat dan santun) dan Mas’uliyah
dalam pengembangan ekonomi dan lembaga
(bertanggung jawab). Sedangkan perspektif makro
keuangan syariah lainnya; (iii) untuk menjamin
lebih berkaitan dengan keberadaan perbankan syariah
kesinambungan pelaksanaan tugas pengaturan dan
- di dalam format perekonomian makro - yang harus
pengawasan bank syariah di masa depan; dan (iv)
mencerminkan nilai zakat dalam mendorong investasi,
untuk mewujudkan perbankan syariah yang sehat dan
menghilangkan ketidakpastian (ghoror) untuk
konsisten (istiqamah) terhadap prinsip-prinsip syariah.
mendorong transparansi, menghilangkan riba untuk
Misi Bank Indonesia dalam pengembangan
menghindari predetermined result & kesiapan
perbankan syariah adalah mewujudkan iklim yang
menghadapi risiko, serta menghilangkan maisir untuk
kondusif untuk pengembangan perbankan syariah
mendorong linkages ke sektor riil.
yang sehat dan istiqamah terhadap prinsip-prinsip
Sesuai dengan prinsip-prinsip gradual dan
syariah. Selanjutnya, visi pengembangan perbankan
berkesinambungan tersebut di atas, pengembangan
syariah adalah terwujudnya perbankan syariah yang
perbankan syariah memiliki tujuan-tujuan tertentu
mampu menggerakkan sektor riil melalui kegiatan
yang terbagi dalam periode waktu yang berke-
pembiayaan berbasis ekuitas dalam kerangka tolong
sinambungan. Dalam jangka pendek (2002-2004),
menolong (ta’awun) dan menuju kebaikan (fastabiqul
tujuan pengembangan perbankan syariah adalah
khairat) guna mencapai kemashlahatan ummat
untuk menempatkan bank syariah sedemikian rupa
(rahmatan lil alamin). Untuk mencapai misi dan visi
sebagai alternatif bank disamping bank konvensional.
tersebut, kebijakan-kebijakan Bank Indonesia dalam
Dalam jangka menengah (2004-2008) tujuan
pengembangan perbankan syariah berdasarkan
pengembangan adalah agar bank syariah lebih
prinsip market driven, fair treatment, gradual and
berperan dalam mendorong sektor riil. Sedangkan
sustainable approach yang secara konsisten sesuai
tujuan pengembangan jangka panjang (2006-2011)
prinsip syariah dan standar internasional.
adalah menjadikan bank syariah menjadi lebih efisien
Keberadaan perbankan syariah yang sesuai dengan misi dan visi di atas, juga tidak terlepas dari
170
dan diharapkan dapat menjadi beroperasi secara internasional.
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain
boks
Lembaga Pengawas Jasa Keuangan (LPJK) Sesuai dengan amanat pasal 34 Undang-
yang dihadapi oleh beberapa bank secara berantai
Undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia
yang memiliki potensi untuk menyebar (domino effect)
disebutkan akan adanya suatu lembaga baru yang
ke seluruh industri perbankan dan keuangan,
nantinya akan melakukan fungsi pengawasan bank.
sehingga penanggulannya harus bersifat makro.
Sesuai dengan amanat tersebut, fungsi pengawasan
Sedangkan lembaga pengawas jasa keuangan yang
bank akan beralih dari Bank Indonesia ke sebuah
baru tersebut akan lebih banyak menitik beratkan
lembaga baru yang bersifat independent dan harus
pada aspek-aspek mikro perbankan yaitu prudential
sudah berdiri sebelum 31 Desember 2002. Dengan
regulation dalam arti kepatuhan individu bank-bank
beralihnya fungsi pengawasan tersebut, fungsi Bank
maupun lembaga keuangan bukan bank lainnya
Indonesia nantinya hanya sebagai otoritas moneter
terhadap segala ketentuan yang berlaku. Dengan
saja yang tugas utamanya difokuskan pada masalah-
pemisahan fungsi pengawasan tersebut, tugas
masalah moneter dan sistem pembayaran. Ide pemi-
pemeliharaan kestabilan sitem keuangan tetap
sahan fungsi pengawasan bank dari bank sentral dan
berada di Bank Indonesia.
diserahkan ke lembaga lain bukan merupakan se-
Lembaga pengawas jasa keuangan yang
suatu yang baru di dalam praktek pengawasan per-
baru secara struktural direncanakan merupakan
bankan di negara-negara lain. Inggris, Jepang, Korea
lembaga pemerintah di luar kabinet yang ber-
dan Australia adalah beberapa contoh negara-negara
tanggung jawab kepada presiden. Tujuan dibentuknya
yang telah mempraktekkan pemisahan fungsi dan
lembaga tersebut adalah untuk melakukan
tugas pengawasan dari bank sentral ke lembaga lain.
pengawasan terhadap seluruh lembaga penyedia
Walaupun secara kelembagaan fungsi
jasa keuangan dalam rangka menciptakan industri
pengawasan bank akan diserahkan ke lembaga baru,
jasa keuangan yang sehat, akuntabel dan kompetitif.
Bank Indonesia tetap memiliki kewenangan dan
Keberadaan lembaga pengawas jasa keuangan yang
tanggung jawab dalam hal pemeliharaan stabilitas
baru tersebut akan lebih banyak menitik beratkan
system keuangan (financial stability) secara
pada aspek-aspek prudential regulations dalam arti
keseluruhan. Fungsi Bank Indonesia dalam meme-
kepatuhan individu bank-bank maupun lembaga
lihara stabilitas sistem keuangan yang berkaitan
keuangan bukan bank lainnya terhadap segala
dengan bank-bank dan lembaga keuangan lainnya
ketentuan yang berlaku. Cakupan tugas dari lembaga
nantinya akan menyangkut systemic risk yang
baru tersebut nantinya tidak hanya melakukan
dihadapi oleh perbankan maupun industri keuangan
pengawasan terhadap bank saja tetapi juga me-
secara keseluruhan. Systemic risk menyangkut risiko
lakukan pengawasan terhadap semua lembaga
171
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain
keuangan non bank seperti misalnya asuransi, modal
keuangan. Disamping itu, untuk memudahkan
ventura, pegadaian, leasing, dana pensiun, peru-
penyidikan terhadap praktek-praktek pelanggaran
sahaan sekuritas dan perusahaan jasa keuangan
hukum yang terjadi di sektor keuangan, lembaga baru
lainnya termasuk pengelola dana masyarakat yang
tersebut juga akan diberikan kewenangan untuk
bersifat micro financing.
melakukan fungsi “penyidikan” seperti halnya yang
Pada saat ini pengawasan terhadap berbagai
dimiliki oleh aparat penegak hukum lainnya walaupun
perusahaan penyedia jasa keuangan ada di berbagai
sifatnya hanya terbatas dan khusus menyangkut
lembaga yang berbeda dan tidak terintegrasi satu
masalah pelanggaran di bidang keuangan saja.
dengan yang lainnya, seperti misalnya pengawasan
Dengan berakhirnya fungsi pembinaan dan penga-
bank-bank berada di Bank Indonesia, pengawasan
wasan bank tersebut, maka perlu dilakukan revisi
perusahaan sekuritas ada di Bapepam, dan penga-
(amandemen) terhadap Undang-undang No.7 tahun
wasan terhadap perusahaan asuransi berada di
1992 tentang Perbankan sebagaimana diubah
Departemen Keuangan. Dengan banyaknya lembaga
dengan Undang-undang No.10 tahun 1998.
pengawas jasa keuangan yang berbeda dan tidak
Sebuah tim yang beranggotakan pejabat-
berhubungan satu sama lain dalam beberapa hal
pejabat dari Departemen Keuangan, Bank Indonesia,
menyebabkan terjadinya tumpang tindih serta
Bapepam, dan Departemen Kehakimandengan
inefisiensi mengenai koordinasi dan pembinaan
bantuan konsultan dari ADB telah bekerja sejak dua
lembaga-lembaga penyedia jasa keuangan tersebut.
tahun yang lalu untuk merumuskan kajian dan konsep
Disamping itu, keterkaitan antara bank-bank dengan
otoritas pengawas jasa keuangan yang baru. Sampai
lembaga-lembaga keuangan lain yang bukan bank
saat ini tim tersebut telah berhasil menyusun blue print
adalah sangat erat dan memiliki beberapa kesamaan
pembentukan LPJK serta rancangan undang-undang
dalam hal operasional usahanya serta risiko yang
mengenai LPJK. Diharapkan RUU mengenai LPJK
dihadapi. Dengan berdirinya satu lembaga yang
tersebut dapat diajukan pada pertengahan tahun 2002
mengawasi seluruh pengelola jasa keuangan
sehingga pada akhir tahun 2002 dapat ditetapkan
diharapkan pengawasan terhadap lembaga-lembaga
sebagai undang-undang dan mulai berdirinya lembaga
tersebut akan menjadi lebih efisien serta bersifat
tersebut. Setelah LPJK terbentuk, akan dilakukan
consolidated dan terintegrasi yang pada akhirnya
proses pemindahan pengawasan dan pengaturan
akan lebih menguntungkan para stake holders.
bank dari Bank Indonesia ke lembaga tersebut secara
Secara konsep, lembaga pengawas jasa
bertahap. Untuk itu perlu dilakukan berbagai persiapan
keuangan yang akan dibentuk tersebut tidak hanya
baik di Bank Indonesia maupun lembaga baru tersebut
memiliki wewenang untuk melakukan pengawasan
terutama yang menyangkut sistem, data/informasi,
saja, melainkan juga diberikan wewenang untuk
dan sumber daya manusia agar proses pengalihan
melakukan fungsi pengaturan termasuk memberikan
pembinaan dan pengawasan bank yang selama ini
dan mencabut izin usaha lembaga pengelola jasa
telah berjalan tidak mengalami gangguan.
172
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain
boks
Sistem Informasi Terpadu Pengembangan Usaha Kecil (SI-PUK) Sebagai upaya untuk lebih memberikan nilai
penelitian BLS secara cepat, hasil penelitian BLS
tambah dan manfaat yang lebih besar terhadap hasil-
dimasukkan kedalam suatu sistem informasi yang
hasil penelitian khususnya yang terkait dengan
dikenal dengan Sistem Informasi BLS (SIB).
pengembangan usaha kecil, dipandang perlu lebih
Manfaat dari SIB yaitu : (i) memberikan informasi
menyebarluaskan secara cepat laporan hasil pene-
tentang subsektor ekonomi/komoditas yang
litian tersebut kepada masyarakat luas. Sehubungan
potensial untuk dikembangkan; dan (ii)
dengan itu, Bank Indonesia telah memasukkan hasil-
mengidentifikasi kesempatan usaha kecil serta
hasil penelitian dimaksud kedalam suatu Sistem
faktor-faktor pendorong maupun penghambat
Informasi Terpadu Pengembangan Usaha Kecil atau
yang mempengaruhinya.
SI-PUK yang dapat diakses melalui internet/ website
Sementara ini informasi dalam SIB meliputi hasil
Bank Indonesia dalam versi Bahasa Indonesia
penelitian di 23 Propinsi yaitu Sumut, Riau,
maupun Bahasa Inggris. SI-PUK merupakan
Sumbar, Sumsel, Jambi, Bengkulu, Lampung,
kumpulan sistem informasi usaha kecil berbasis
DKI JAYA, Jabar, Jateng, DIY, Jatim, Kaltim,
internet yang disusun oleh Bank Indonesia secara
Kalbar, Kalteng, Kalsel, Sulut, Sulteng, Sultra,
terpadu/terintergrasi antara satu sistem informasi,
Sulsel, Bali, NTB dan NTT. Dalam upaya
dengan sistem informasi lainnya, sehingga dapat
memperoleh gambaran terkini dilakukan
menyajikan informasi yang mudah diakses oleh
penelitian ulang/up dating setiap 5 (lima) tahun.
pengguna. Adapun sistem informasi usaha kecil
Hasil akhir penelitian BLS adalah berupa Daftar
berbasis internet yang terintergrasi dalam SI-PUK
Skala Prioritas Sub Sektor Ekonomi/ komoditas
meliputi :
yang potensial untuk dikembangkan di setiap Dati
1. Sistem Informasi Baseline Economic Survey
I, Dati II dan daerah kecamatan yang di-
(SIB)
kelompokan dalam sub sektor ekonomi/komo-
Penelitian Dasar Potensi Ekonomi atau dikenal
ditas yang Sangat Potensial (SP), Potensial (P)
dengan Baseline Economic Survey (BLS)
dan Kurang Potensial (KP). Pengelompokan
merupakan
atas
tersebut di atas ditinjau dari 6 aspek yaitu dari
keberadaan potensi sub sektor ekonomi/
Aspek Pemasaran, Aspek Kewirausahaan, Aspek
komoditas disuatu Daerah Tingkat I/Propinsi
Teknis Produksi, Aspek Pertumbuhan, Aspek
terutama
dengan
Infrastruktur (Sarana/Prasarana), dan Aspek
pengembangan usaha kecil yang dilaksanakan
Kebijakan Pemerintah dalam pengembangan
sejak tahun 1979. Untuk menyebarluaskan hasil
usaha kecil.
penelitian
dalam
awal/dasar
hubungannya
173
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain
2. Sistem Informasi Agroindustri Berorientasi Ekspor (SIABE) Dalam upaya turut serta mengurangi dampak
23 Propinsi seperti halnya SIB. 3. Sistem Informasi Pola Pembiayaan/Lending
krisis ekonomi, Bank Indonesia pada tahun 1999
Model Usaha Kecil (SI-LMUK)
mengembangkan Sistem Informasi Agroindustri
SI-LMUK merupakan sistem informasi yang
Berorientasi Ekspor (SIABE) yang datanya
menyajikan hasil penelitian Bank Indonesia
merupakan hasil penelitian terhadap komoditas
mengenai pola-pola pembiayaan usaha kecil
agroindustri yang berpotensi untuk diekspor.
yang berpotensi untuk dikembangkan. Melalui
Tujuannya antara lain memberikan informasi
pola-pola pembiayaan ini diharapkan dapat
kepada masyarakat luas termasuk perbankan
direplikasikan oleh para pengusaha sebagai
dan calon importir dari luar negeri tentang
informasi awal bagi perbankan dalam
berbagai komoditas agroindustri yang potensial
pembiayaan suatu komoditas.
untuk diekspor berikut informasi lainnya. Informasi
Cakupan SI-LMUK antara lain meliputi aspek
dimaksud antara lain mengenai : (i) Profil
pemasaran, aspek teknis produksi, aspek
komoditas, teknologi proses, pohon industri,
finansial, aspek dampak ekonomi dan lingkungan.
daerah bahan baku, volume ekspor, peraturan
Saat ini pola pembiayaan yang dapat disajikan
tarif ekspor, nilai ekspor, negara tujuan ekspor
dalam sistem informasi ini sebanyak 37 pola
dan nama eksportir; (ii) Volume dan nilai ekspor
pembiayaan usaha.
per negara tujuan, per Dati I; (iii) Daftar ekspotir
174
turunannya sekitar 500 komoditas, yang meliputi
4. Sistem Penunjang Keputusan Untuk Investasi
meliputi nama, alamat, contact person, telepon/
(SPKUI)
faksimili eksportir, jenis komoditas, dan Propinsi;
Sistem ini merupakan pendamping SI-LMUK
(iv) Daerah potensi komoditas tersebut di masing-
yang dapat membantu memudahkan pengguna
masing Dati I dan Dati II; (v) Standar mutu,
apabila akan melakukan simulasi suatu usaha.
hambatan tarif, dan peraturan ekspor. Dengan
Simulasi dilakukan dengan mengganti besarnya
informasi tersebut diharapkan akan memper-
data kuantitas/volume dan atau nilai dalam
mudah calon importir luar negeri untuk
komponen yang tercantum dalam analisa ke-
bekerjasama dengan eksportir dalam negeri,
uangan pada lending model antara lain asumsi
yang pada akhirnya dapat meningkatkan ekspor
yang digunakan, misalnya kebutuhan biaya
komoditas agroindustri yang sekaligus dapat
investasi/pembiayaan, laba-rugi, dan arus kas.
menambah pemasukan devisa.
Melalui sistem ini pengguna dapat menghitung
Sementara ini informasi dalam SIABE mencakup
secara otomatis dan cepat besarnya pem-
hasil penelitian 15 komoditas yaitu kulit, ubi kayu,
biayaan suatu komoditas dalam lending model.
kelapa sawit, jambu mete, udang, karet, coklat,
Dengan simulasi perhitungan dimaksud di-
kopi, teh, furniture (kayu jati/mahoni), kulit kayu
harapkan pengguna segera memperoleh
manis, nilam, ikan, lada, tembakau, berikut produk
gambaran kelayakan finansial suatu usaha
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain
sesuai dengan kondisi/waktu dan daerah
permohonan kredit dari bank, meskipun pada
komoditas tersebut.
dasarnya masing-masing bank mempunyai
5. Sistem Informasi Prosedur Memperoleh Kredit
tatacara sendiri permohonan kredit seperti
(SI-PMK).
formulir permohonan dan persyaratan lainnya.
Merupakan suatu informasi kepada calon
Cakupan sistem informasi ini antara lain meliputi
nasabah tentang tata cara/prosedur dalam
informasi mengenai pengertian kredit, fungsi
mengajukan permohonan kredit kepada bank.
kredit, manfaat kredit, manajemen kredit, jenis
Dengan adanya sistem informasi ini diharapkan
kredit prosedur memperoleh kredit, dan analisis
dapat membantu pengguna/calon debitur
kelayakan usaha dengan menggunakan rasio-
mengetahui prosedur secara umum untuk
rasio keuangan calon debitur.
175
Sistem Pembayaran Nasional
bab 9 SISTEM PEMBAYARAN NASIONAL
176
Sistem Pembayaran Nasional
bab 9
SISTEM PEMBAYARAN NASIONAL
D
alam rangka untuk memenuhi tujuan Bank
kebutuhan masyarakat akan uang kartal seiring
Indonesia sebagaimana tertuang dalam
dengan meningkatnya peranan usaha kecil mengah
Undang-Undang No.23 tahun 1999 tentang Bank
dan sektor informal dalam perekonomian Indonesia
Indonesia yaitu mencapai dan memelihara kestabilan
yang lebih banuak menggunakan pebiayaan sendiri
nilai rupiah, diperlukan suatu sistem pembayaran nasio-
dibandingkan dengan pembiayaan dari sektor
nal yang efisien, cepat, aman dan handal dalam mendu-
perbankan. Selain itu kenaikan kebutuhan masya-
kung efektivitas pelaksanaan kebijakan moneter serta
rkat juga dalam rangka menghadapi bulan Rama-
mendukung pengembangan sistem perbankan yang
dhan, Hari Raya Idul Fitri, Hari Natal dan tahun baru
sehat. Untuk mewujudkan arah kebijakan tersebut, te-
2002 yang waktunya saling berdekatan. Di samping
lah ditempuh berbagai kebijakan dibidang sistem
itu, dalam rangka standarisasi ukuran uang kertas
pembayaran baik tunai (kartal) maupun non tunai (giral).
rupiah dan peningkatan pengamanannya, Bank
Dalam tahun 2001 kebijakan dalam sistem
Indonesia telah menerbitkan uang kertas pecahan
pembayaran tunai mencakup langkah Bank Indonesia
Rp5.000 dengan desain baru serta ukuran lebar
untuk meningkatkan pelayanan perkasan kepada
yang sama dengan uang kertas pecahan Rp1.000
perbankan, meningkatkan pendistribusian uang peca-
dan uang plastik pecahan Rp100.000. Selanjutnya,
han kecil kepada masyarakat bekerjasama dengan
dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat
pihak ketiga, serta mengeluarkan uang kertas emisi
terhadap uang pecahan kecil (Rp5.000 ke bawah),
baru dengan disain dan ukuran yang sesuai dengan
telah dikembangkan pilot project kerjasama dengan
standar Bank Indonesia. Sementara dibidang sistem
pihak ketiga untuk pendistribusian uang pecahan
pembayaran non tunai, kebijakan diarahkan pada
kecil di Jakarta. Dengan kebijakan ini, masyarakat
pengurangan resiko pembayaran antar bank yang
dapat menukarkan uang pecahan kecil yang di-
dapat mengganggu kestabilan keuangan, menunjang
butuhkan kepada pihak ketiga dimaksud yang ber-
pelaksanaan kebijakan moneter, peningkatan kualitas
operasi pada pusat-pusat keramaian, tanpa dipungut
dan kapasitas layanan sistem pembayaran, penyem-
biaya.
purnaan ketentuan-ketentuan, serta pengaturan terhadap pengawasan sistem pembayaran.
Selain itu, Bank Indonesia juga melakukan kerjasama dengan beberapa perguruan tinggi negeri yaitu Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) dan
KEBIJAKAN SISTEM PEMBAYARAN DALAM TAHUN 2001
Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta untuk
Pada tahun 2001, Bank Indonesia mening-
melakukan penelitian potensi tanaman Indonesia
katkan penyediaan uang untuk memenuhi kenaikan
yang dapat digunakan sebagai alternatif bahan baku
177
Sistem Pembayaran Nasional
pembuatan kertas uang, sehingga diharapkan nan-
berkembangnya teknologi misalnya komputer dan
tinya dapat mengurangi ketergantungan impor dan
scanner.
meningkatkan efisiensi Bank Indonesia. Selanjutnya
Berkenaan dengan sistem pembayaran
dalam rangka meningkatkan pelayanan perkasan
bukan tunai, sistem Bank Indonesia – Real Time
kepada masyarakat, Bank Indonesia telah mene-
Gross Settlement (BI-RTGS) sebagai suatu meka-
rapkan Otomasi Administrasi Perkasan dan Sistem
nisme setelmen pembayaran antar bank untuk
Informasi Pengedaran Uang, sehingga kegiatan
transaksi nilai besar (High Value Payment) dan yang
perkasan di Kantor Pusat dapat dilakukan secara on-
bersifat penting (urgent) telah diimplementasikan di
line.
12 Kantor Bank Indonesia (KBI) yaitu Bandung, Berkenaan dengan pemalsuan uang rupiah,
Surabaya, Denpasar, Samarinda, Balikpapan,
Bank Indonesia telah mengambil langkah preventif
Manado, Medan, Padang, Batam, Pekanbaru, Sema-
maupun represif untuk menanggulanginya. Langkah
rang dan Yogyakarta. Implementasi BI-RTGS di
preventif yang telah dilakukan antara lain adalah me-
wilayah KBI tersebut selain ditujukan untuk mem-
nyempurnakan desain uang serta meningkatkan
perlancar transfer dan aliran dana, juga ditujukan
penggunaan unsur-unsur pengaman pada pence-
untuk mendukung terlaksananya program Centralized
takan uang rupiah yang baru. Selain itu, Bank Indo-
Settlement Account (CSA).
nesia juga menyebarluaskan ciri-ciri keaslian uang
Apabila sistem BI-RTGS telah diimplemen-
rupiah, menyebarluaskan poster dan sticker menge-
tasikan di seluruh wilayah KBI, maka setiap bank di
nai cara mudah mengenali uang rupiah, meningkat-
Indonesia hanya akan memelihara satu rekening giro
kan kegiatan penataran serta mempersiapkan pena-
di Bank Indonesia. Pada akhir tahun 2001, jumlah
yangan iklan layanan masyarakat di media televisi
rekening tiap bank yang dipelihara di Bank Indonesia
bekerjasama dengan Kepolisian RI. Upaya lain yang
telah menurun dari 38 rekening menjadi 26 rekening,
telah dilakukan adalah dengan meningkatkan
yakni 1 rekening yang berada di RTGS Central
koordinasi bersama unsur-unsur terkait yang ter-
Computer, yang merupakan gabungan dari rekening
gabung dalam Badan Kordinasi Pemberantasan Uang
giro bank di Kantor Pusat Bank Indonesia dan 12 KBI
Palsu (Botasupal).
yang telah mengimplementasikan sistem BI-RTGS,
Sementara itu, upaya represif dilakukan
dan 25 rekening giro yang masih berada di sistem
melalui koordinasi dengan instansi terkait dalam
akunting di 25 KBI yang belum mengimplementasikan
melakukan penangkapan dan pemrosesan ke
sistem BI-RTGS.
pengadilan terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam
Dengan adanya satu rekening giro untuk
pemalsuan uang rupiah. Namun demikian, kebera-
setiap bank di Bank Indonesia, maka pelaksanaan
daan uang palsu tersebut masih tetap ditemukan di
tugas dalam melakukan pemantauan ketaatan bank
tahun 2001, meskipun dengan jumlah yang lebih kecil
dalam memenuhi ketentuan pemenuhan Giro Wajib
dibandingkan dengan tahun sebelumnya, tetapi
Minimum (GWM) dan pemantauan likuiditas bank
dengan kualitas yang relatif lebih baik seiring dengan
terutama bagi bank-bank yang mengalami kesulitan
178
Sistem Pembayaran Nasional
likuiditas akan sangat terbantu. Dari sisi bank, penge-
internal Bank Indonesia maupun dengan pihak per-
lolaan satu rekening di Bank Indonesia tentu lebih
bankan yang meliputi kegiatan yang bersifat me-
mudah daripada pengelolaan 38 rekening.
nyeluruh mulai dari pendaftaran sampai dengan
Sementara itu dalam rangka meningkatkan
pengaksesan informasi. Untuk pertama kalinya, sistem
efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan kliring
ini diterapkan di KBI Surabaya pada bulan November
secara elektronik dan otomasi, diperlukan suatu fasi-
2001. Dipilihnya KBI Surabaya sebagai kantor pertama
litas yang mampu menyajikan informasi hasil penye-
yang menerapkan sistem ini karena memiliki pangsa
lenggaraan kliring lokal secara dini, akurat, lengkap,
kliring terbesar setelah Jakarta dan Voice Kit yang
aman, cepat dan dapat diakses melalui sistem infor-
dimiliki oleh KBI tersebut kondisinya sudah tidak dapat
masi jarak jauh. Untuk mewujudkan hal tersebut,
digunakan. Dalam rangka menciptakan keseragaman
Bank Indonesia telah mengembangkan sarana
dan pengoperasian, pada akhir tahun 2001 telah
penyampaian informasi yang dikenal dengan nama
disusun buku pedoman pengoperasian SIKJJ baik
Sistem Informasi Kliring Jarak Jauh (SIKJJ). Sistem
untuk Peserta maupun Penyelenggara yang memuat
SIKJJ merupakan tindak lanjut dari kebijakan
tata cara penggunaan seluruh fungsi menu.
standardisasi sistem dan kelengkapan pendukung
Selanjutnya, salah satu aspek yang perlu
penyelenggaraan kliring yang dilaksanakan Bank
diperhatikan dalam proses kliring yaitu faktor
Indonesia. Saat ini penyebaran informasi hasil kliring
keamanan data. Untuk memperpanjang usia penyim-
yang tersedia antara lain dilakukan dengan sarana
panan data transaksi pada wilayah kliring, telah
Pusat Informasi Pasar Uang (PIPU) dan Terminal
dilakukan penambahan suatu media simpan berupa
Peserta Kliring (TPK) - Sistem Kliring Elektronik
CD Burner. Alat ini mampu menyimpan image warkat
Jakarta (SKEJ) yang dirasakan masih memiliki
lebih dari 10 tahun sehingga dengan bertambahnya
keterbatasan dalam penyediaan informasi posisi
usia simpan data image akan mendukung pelak-
akhir hasil kliring.
sanaan audit (eksternal dan internal) dan investigasi
Pengembangan sistem SIKJJ dapat mening-
terhadap aktifitas kliring. Aplikasi sistem CD Burner
katkan kualitas dan kapasitas layanan sistem pem-
akan dipasang di empat kantor yaitu Kantor Pusat
bayaran dan memenuhi kebutuhan informasi peserta
(KP) Jakarta, Surabaya, Medan dan Bandung.
kliring mengenai hasil perhitungan kliring secara
Selama tahun 2001, aplikasi ini baru dipasang di KP
lebih cepat, informatif dan tepat waktu. Dengan
Jakarta dan KBI Surabaya. Sementara untuk dua KBI
sistem SIKJJ, bank peserta kliring tidak hanya dapat
lainnya yaitu KBI Medan dan Bandung direncanakan
mengakses data berupa hasil kliring hariannya
akan diterapkan pada tahun 2002 setelah penye-
melalui fasilitas internet, tapi tersedia pula berbagai
lenggaraan kliring di kedua KBI tersebut dilakukan
informasi berkaitan dengan aktivitas penyeleng-
secara otomasi berbasis image.
garaan kliring.
Selain itu, juga dilakukan penyempurnaan
Selama tahun 2001, pengembangan sistem
ketentuan serta pengaturan pengawasan sistem
SIKJJ telah mengalami tahap uji coba baik secara
pembayaran, yang meliputi hal-hal sebagai berikut:
179
Sistem Pembayaran Nasional
1. Perubahan Peraturan Bank Indonesia (PBI)
lembaga pengawasan jasa keuangan juga akan
No.2/24/PBI/2000 tentang Hubungan Rekening
menimbulkan konsekuensi kewenangan dalam
Giro Antara Bank Indonesia dengan Pihak
mengatur jasa-jasa sistem pembayaran. Kondisi
Ekstern
seperti ini dikhawatirkan akan menimbulkan
Berdasarkan PBI No.2/24/PBI/2000 pihak-pihak
dualisme dalam pengaturan dan pengawasan,
yang dapat membuka rekening giro di Bank
sehingga perlu diatur lebih tegas batas-batas
Indonesia hanyalah Bank, Departemen Keua-
kewenangan antar lembaga. Untuk mengatasi hal
ngan yang berkaitan dengan pelaksanaan APBN
di atas, saat ini tengah disusun konsep PBI
(budget) dan International Monetary Funds (IMF).
tentang Penyelenggaraan Jasa Sistem
Pembatasan pihak-pihak yang dapat membuka
Pembayaran Dengan Menggunakan Alat Pem-
rekening giro di Bank Indonesia tersebut berdam-
bayaran Non Tunai dan Jasa Pendukungnya.
pak terhadap pelaksanaan tugas Bank Indonesia
3. Pengaturan Pengawasan Sistem Pembayaran
dalam kebijakan moneter, sistem pembayaran
Dalam penjelasan umum UU No. 23 tahun 1999
dan penyelesaian dana kredit likuiditas.
dinyatakan bahwa Bank Indonesia juga diberikan
Guna mengantisipasi timbulnya permasalahan
kewenangan dan tanggung jawab untuk mela-
yang dikarenakan adanya pembatasan tersebut
kukan pengawasan jasa sistem pembayaran agar
diperlukan perluasan pihak ekstern yang dapat
masyarakat luas dapat memperoleh jasa sistem
membuka rekening giro di Bank Indonesia. Dalam
pembayaran yang efisien, cepat, dan aman.
kaitan dengan hal tersebut pada tanggal 20 Juni
Pengawasan sistem pembayaran ditujukan untuk
2001 dikeluarkan PBI No. 3/11/PBI/2001 yang
mendorong terwujudnya sistem pembayaran
memungkinkan bank, instansi pemerintah, lem-
yang aman dan efisien serta melindungi sistem
baga keuangan internasional dan lembaga lain
keuangan (financial system) dari kemungkinan
untuk membuka rekening giro di Bank Indonesia.
terjadinya efek domino yang dapat terjadi apabila
2. Penyusunan PBI tentang Penyelenggaraan
peserta sistem pembayaran mengalami risiko
180
Jasa Sistem Pembayaran dengan meng-
kredit atau likuiditas.
gunakan Alat Pembayaran Non Tunai dan Jasa
Untuk meminimalisasi atau mengeliminasi risiko
Pendukungnya
sistemik yang mungkin timbul dari penye-
Pasal 15 UU No.23 tahun 1999 tentang Bank
lenggaraan sistem pembayaran, tahun ini tengah
Indonesia menyatakan bahwa perizinan, penga-
dikaji dan disusun mekanisme pengawasan
turan dan pengawasan jasa sistem pembayaran
sistem pembayaran yang akan dilaksanakan
merupakan kewenangan Bank Indonesia. Pada
secara menyeluruh yang dituangkan dalam
saat ini terdapat sejumlah kewenangan yang
naskah akademis mekanisme pengawasan
berkaitan dengan jasa sistem pembayaran yang
sistem pembayaran nasional. Dengan adanya
diatur oleh lembaga lain misalnya Departemen
mekanisme pengawasan yang komprehensif,
Keuangan. Selain itu rencana untuk membentuk
pengawasan sistem pembayaran dapat di-
Sistem Pembayaran Nasional
laksanakan secara lebih tepat dan terarah.
memenuhi prinsip-prinsip BIS Core Principles
Adapun cakupan bidang sistem pembayaran
bagi penyelenggaraan sistem pembayaran di
yang diatur mekanisme pengawasannya tidak
Indonesia.
hanya kegiatan kliring saja tapi juga jasa sistem pembayaran lainnya yaitu BI-RTGS, sistem
PERKEMBANGAN ALAT-ALAT PEMBAYARAN
pembayaran berbasis kartu (kartu ATM, kartu
Sejalan dengan meningkatnya kegiatan
kredit, kartu debet dan kartu pra-bayar), serta jasa
ekonomi dalam tahun 2001, perkembangan alat-alat
pendukungnya.
pembayaran tunai maupun bukan tunai menunjukkan
4. Penyusunan Pedoman Assesment terhadap
peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Di
Penyelenggaraan Sistem Kliring dan BI-RTGS
samping itu, berdekatannya hari-hari besar
Guna menjaga stabilitas keuangan, sistem pem-
keagamaan dan tahun baru menjadi faktor penyebab
bayaran yang penting secara sistem (systemically
meningkatnya penggunaan kedua alat pembayaran
important) perlu diberikan perlindungan terhadap
tersebut di atas.
resiko sistemik, karena gangguan terhadap sistem dapat mengganggu sistem keuangan
Alat Pembayaran Tunai
domestik maupun internasional. Berpegang pada
Posisi Uang kartal Yang Diedarkan (UYD)
Core Principles for Systemically Important
sepanjang tahun 2001 cenderung meningkat. Posisi
Payment Systems, yang dikembangkan oleh
UYD akhir Desember 2001 mencapai Rp 91,3 triliun
Bank for International Settlement , Bank Indonesia
atau meningkat 1,76% dibandingkan dengan periode
melakukan assessment terhadap pemenuhan
yang sama pada tahun sebelumnya yang hanya
Core Principles di atas pada sistem pembayaran
sebesar Rp 89,7 triliun. Sementara itu, rata-rata posisi
yang diselenggarakan saat ini.
UYD akhir bulan pada tahun 2001 mencapai Rp 77,0
Pada akhir tahun 2001 telah disusun pedoman
triliun atau naik 18,48% dibandingkan tahun
assessment yang berguna untuk menilai kese-
sebelumnya sebesar Rp 65,0 triliun.
suaian penyelenggaraan sistem pembayaran
Kenaikan UYD ini secara umum dipengaruhi
dengan BIS Core Principles for Systemically
oleh tingginya permintaan masyarakat terhadap uang
Important Payment System. Pada tahap awal
kartal untuk memenuhi kebutuhan yang terus me-
assesment ini dilakukan pada sistem kliring dan
ningkat seiring dengan perkembangan ekonomi
BI-RTGS. Diharapkan secara bertahap assess-
nasional. Ditinjau dari besarnya kenaikan UYD, kenai-
ment ini juga akan dilakukan terhadap sistem
kan yang cukup besar terjadi pada bulan November
pembayaran yang dilakukan oleh pihak lain di
dan Desember 2001 berkaitan dengan adanya
luar Bank Indonesia meskipun sistem tersebut
penarikan yang cukup besar dari masyarakat dalam
belum memenuhi kategori systemically im-
rangka menghadapi bulan Ramadhan, Hari Raya Idul
portant. Hal ini ditujukan untuk menunjukan
Fitri, Hari Natal dan tahun baru 2002 yang waktunya
bahwa Bank Indonesia memiliki komitmen untuk
saling berdekatan.
181
Sistem Pembayaran Nasional
Dilihat dari jenis uangnya, perbandingan antara uang kertas dan uang logam pada tahun 2001
Tabel 9.2 Perkembangan Jumlah Uang yang Dimusnahkan/PTTB Jenis Pecahan
tidak banyak mengalami perubahan, yaitu sebesar Periode 100.000
50.000 20.000 10.000 5.000
98% untuk uang kertas dan 2% untuk uang logam. Sementara itu, bila dilihat dari pecahannya, posisi UYD tersebut didominasi oleh pecahan Rp 100.000 dan Rp 50.000 dengan pangsa masing-masing mencapai 41,35% dan 28,90% dari total UYD.
1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001
0 51 354
870 2.199 749 2.247 2.789 7.363 3.615 8.301 2.103 3.506 20.645 12.473 42.940 13.360 15.092 9.637
1.000
500
100 Jumlah
Miliar Rp. 6.345 2.214 924 3.920 1.615 894 8.618 1.726 1.016 8.440 1.866 1.277 5.046 2.209 882 10.582 3.461 805 6.872 2.404 867 5.144 2.329 642
385 407 474 564 428 362 261 144
66 56 50 36 15 6 10 20
13.003 9.889 22.035 24.099 14.187 48.333 66.765 33.362
Dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap uang kartal, pada tahun 2001
Selain menyediakan uang dalam jumlah yang
Bank Indonesia melakukan pengadaan uang seba-
cukup, Bank Indonesia juga senantiasa menjaga agar
nyak 4,0 milyar bilyet uang kertas senilai Rp48,1
kualitas uang yang dipegang masyarakat terjaga kua-
triliun dan 1,7 milyar keping uang logam senilai
litasnya dengan cara melakukan “clean money policy”
Rp0,4 triliun. Sebagian besar dari pengadaan uang
yaitu menarik dan memusnahkan uang yang tidak
ini digunakan untuk mengganti uang lusuh yang
layak edar atau Pemberian Tanda Tidak Berharga
dimusnahkan yaitu sekitar Rp33,4 triliun, dan sisanya
(PTTB) serta mengganti uang yang dimusnahkan
untuk mengantisipasi peningkatan kebutuhan
tersebut. Jumlah PTTB tahun 2001 sebesar Rp 33,4
perekonomian serta menambah persediaan uang
triliun atau turun 50,00% dengan tahun sebelumnya
kartal Bank Indonesia. Hasil cetak yang diterima dari
yang mencapai Rp 66,8 triliun. Penurunan PTTB ini
Perum Peruri sampai dengan Desember 2001 adalah
terutama disebabkan adanya penerapan kebijakan
senilai Rp41,3 triliun atau 85,15% dari total
mengurangi jumlah (pengetatan) PTTB untuk
pengadaan uang. Meskipun jumlah pengadaan uang
pecahan Rp 50.000 dan Rp 20.000.
yang terealisasi sebesar 85,15%, posisi kas Bank
Secara nominal, PTTB terbesar adalah untuk
Indonesia akhir tahun 2001 masih cukup aman yaitu
pecahan Rp50.000 yaitu sebesar 45,24% dari total
Rp 34,1 triliun atau mampu memenuhi lebih dari 2
PTTB, kemudian diikuti oleh pecahan Rp20.000
bulan rata-rata permintaan masyarakat.
sebesar 28,89% dan Rp10.000 sebesar 15,42%. Adapun dilihat dari jumlah lembar (bilyet), PTTB
Tabel 9.1 Perkembangan Posisi Uang Kartal yang Diedarkan (UYD)
terbesar adalah untuk pecahan Rp1.000 sebesar 22,16%, kemudian diikuti oleh pecahan Rp10.000 sebesar 17,75% dan Rp 20.000 sebesar 16,62%.
Rincian
Des 1997 Des 1998 Des 1999
Des 2000 Des 2001
Triliun Rp.
Uang Yang Diedarkan
33,6
48,5
72,6
89,7
91,3
Uang Kertas
32,9
47,5
71,2
87,9
89,6
Uang Logam
0,7
1,0
1,4
1,8
1,7
Perkembangan Aliran Uang Masuk/Keluar dan Posisi Kas Aliran uang masuk (inflow) secara nasional cenderung berfluktuasi. Rata-rata bulanan inflow pada
182
Sistem Pembayaran Nasional
tahun 2001 adalah sebesar Rp15,4 triliun atau naik 24,48% dibandingkan dengan rata-rata bulanan inflow
Triliun Rp 90
pada tahun 2000 yang tercatat sebesar Rp12,3 triliun. Sementara itu, rata-rata bulanan aliran uang keluar
2000
80 70 60
(outflow) pada tahun 2001 mencapai Rp15,6 triliun atau meningkat 13,55% dibandingkan rata-rata bulanan
1999
50 40 30
outflow tahun 2000 yang mencapai Rp13,7 triliun. Berdasarkan perkembangan inflow - outflow
2001
20 10 0
di atas, secara nasional pada tahun 2001 terjadi net
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
outflow sebesar Rp1,8 triliun atau rata-rata Rp0,15 triliun/bulan. Sementara itu, bila dilihat dari masing-
Grafik 9.2 Perkembangan Posisi Kas
masing Kantor Bank Indonesia (KBI), hampir seluruh KBI di luar Jawa mengalami net outflow, sedangkan KBI di Jawa kecuali Jakarta mengalami net inflow.
mengurangi jumlah (pengetatan) PTTB untuk
Hal ini terutama disebabkan aktifitas pengeluaran/
pecahan Rp50.000 dan Rp20.000.
belanja masyarakat sebagian besar mengalir ke Jawa. Posisi kas BI pada akhir tahun 2001 sebesar
Perkembangan Jumlah Temuan Uang Palsu
Rp34,1 triliun atau naik 22,91% dibandingkan dengan
Penemuan uang palsu yang berasal dari
posisi kas pada akhir tahun 2000 yang tercatat
laporan bank-bank, Kepolisian RI dan Bank
sebesar Rp27,7 triliun. Peningkatan posisi kas ini
Indonesia, untuk periode Januari sampai dengan
disebabkan oleh menurunnya jumlah uang yang
November 2001 sebanyak 97.642 bilyet (senilai
dimusnahkan (PTTB) sebagai dampak dari kebijakan
Rp3,88 milyar). Dari jumlah tersebut, penemuan terbesar adalah untuk pecahan Rp50.000 yaitu 65.307 bilyet (66,88%), diikuti pecahan Rp20.000,
Triliun Rp
sebanyak 25.305 bilyet (25,92%). Jumlah penemuan 30
Aliran Uang Masuk
uang palsu tersebut menurun 30,31% dibandingkan
Aliran Uang Keluar
25
dengan jumlah temuan uang palsu pada periode 20
yang sama tahun 2000, yaitu dari 322.108 bilyet
15
menjadi 97.642 bilyet.
10
Sebagian besar uang palsu yang ditemukan
5
adalah uang palsu yang belum sempat beredar di
0 Jan.
Feb. Mar.
Apr.
Mei
Jun. Jul. 2001
Ags. Sept. Okt.
Nov. Des.
masyarakat, dan merupakan hasil penangkapan oleh Kepolisian RI. Data dari bulan Januari sampai de-
Grafik 9.1 Perkembangan Aliran Uang Masuk/Keluar
ngan November 2001 menunjukkan bahwa 63,42% uang palsu yang ditemukan adalah berasal dari lapo-
183
Sistem Pembayaran Nasional
Tabel 9.3 Perkembangan Penemuan Uang Palsu Per Pecahan Tahun 1994 – 2001
Tabel 9.5 Rasio uang Palsu Terhadap UYD
Jenis Pecahan Periode
Jenis Pecahan
Bilyet 100.000
Bilyet
Periode
50.000
20.000
10.000
5.000
Jumlah
14
2.340
1.925
624
4.903
100.000
50.000
20.000
10.000
5.000
1994
–
1995
–
74
5.349
7.224
403
13.050
1994
-
0,0000001 0,0000070 0,0000030 0,0000020
1996
–
128
5.379
9.904
2.537
17.948
1995
-
0,0000010 0,0000140 0,0000090 0,0000010
1996
-
0,0000010 0,0000110 0,0000140 0,0000080
1997
-
0,0000970 0,0002500 0,0000920 0,0000000
-
0,0002840 0,0000140 0,0000620 0,0000010
1997
–
16.392
139.938
82.274
234
238.838
1998
–
1999
–
107.520
9.758
59.633
754
177.665
89.137
100.536
26.053
224
215.950
1998
2000
–
282.424
24.993
12.836
1.855
322.108
1999
2001
425
65.307
25.305
6.317
288
97.642
2000
0,0000000 0,0005150 0,0000360 0,0000210 0,0000030
1.088.104
2001
0,0000011 0,0001619 0,0000466 0,0000105 0,0000005
Jumlah
425
560.996
313.598
206.166
6.919
ran Kepolisian RI sedangkan sisanya berasal dari laporan bank-bank.
0,0000000 0,0001240 0,0001230 0,0000350 0,0000004
Selanjutnya, Bank Indonesia juga senantiasa meningkatkan unsur-unsur pengaman (security
Meskipun jumlah uang palsu yang ditemukan
features) pada setiap uang kertas yang diterbitkan
pada tahun 2001 menurun dibandingkan tahun 2000,
dan meningkatkan kegiatan sosialisasi pengenalan
Bank Indonesia tetap meningkatkan kerjasama de-
keaslian uang Rupiah kepada masyarakat. Selama
ngan instansi terkait dalam upaya memberantas
tahun 2001 telah dilakukan 47 kali penyuluhan, yang
peredaran uang palsu tersebut antara lain dengan
diikuti oleh siswa sekolah, guru-guru, tokoh masyarakat,
Botasupal. Bank Indonesia juga mengedarkan poster
kasir, karyawan hotel, dan kepolisian. Selain upaya
dan sticker mengenai cara mudah mengenali uang
yang bersifat preventif tersebut, Bank Indonesia
Rupiah serta mempersiapkan pembuatan iklan
menerapkan upaya represif dengan melakukan
layanan masyarakat di media televisi bekerjasama
koordinasi dan kerjasama dengan instansi terkait dalam
dengan Kepolisian RI.
melakukan penangkapan dan pemrosesan ke pengadilan terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam
Tabel 9.4 Pangsa Penemuan Uang Palsu Menurut Sumber Laporan Periode
Kepolisian RI
Bank
pemalsuan uang rupiah. Namun demikian, keberadaan uang palsu tersebut masih tetap ditemukan di tahun 2001, meskipun dengan jumlah yang lebih kecil dibandingkan dengan tahun sebelumnya tetapi dengan
Persen
kualitas teknik pemalsuan yang relatif lebih canggih 1997 1998 1999 2000 20011)
92,89 84,36 80,39 83,58 70,29
7,11 15,46 19,61 16,42 29,71
seiring dengan berkembangnya teknologi (misalnya dengan menggunakan komputer dan scanner). Apabila dibandingkan dengan uang kartal yang
1) Data s.d. November 2001
diedarkan (UYD), ratio uang palsu tahun 2001 rata-
184
Sistem Pembayaran Nasional
rata 36 lembar per satu juta lembar UYD (0,0036%).
rata-rata transaksi per hari sebanyak 3.996 (Grafik
Adapun perkembangan rasio antara uang palsu
9.4). Peningkatan ini terjadi karena makin luasnya
dengan UYD adalah sebagaimana pada Tabel 9.5.
cakupan wilayah implementasi sistem BI-RTGS sehingga semakin besar pula minat pengguna jasa
Alat Pembayaran Bukan Tunai
sistem pembayaran terhadap sistem ini.
Perkembangan Transaksi RTGS Pada tahun 2001, jumlah transaksi yang
Perkembangan Transaksi Kliring
diproses melalui sistem BI-RTGS secara nominal
Sampai dengan akhir Desember 2001, nominal
menunjukan perkembangan yang relatif stabil yaitu
kliring penyerahan secara nasional menunjukan
dengan rata-rata volume transaksi Rp43,4 triliun per
penurunan sebesar 72,1 % dibandingkan tahun
hari (Grafik 9.3). Namun bila dilihat dari perkem-
sebelumnya, dari Rp7.305 triliun menjadi Rp. 2.035
bangan jumlah transaksi yang diproses melalui sistem
triliun. Penurunan volume transaksi kliring tersebut diikuti
ini, memperlihatkan adanya peningkatan yaitu dengan
pula dengan penurunan jumlah warkat yang diproses
Trilliun Rp.
Triliun Rp
160
8.000
140
7.000
120
6.000
100
5.000
80
4.000
60
3.000
40
2.000
20 -
Nominal
1.000 30 13 27 10 24 10 24 7 21 5 19 2 16 30 14 28 11 25 8 22 6 20 3 17 1 15 29 Des. Jan. Feb. Mar. Apr. Mei Jun. Jul. Ags. Sep. Okt. Nov. Des.
2000
0 1998
2001
Grafik 9.3 Perkembangan Volume Transaksi BI-RTGS
1999
2000
2001
Grafik 9.5 Perputaran Kliring Secara Nasional (Nominal)
Transaksi
Lembar
12.000
100.000 Lembar
90.000
10.000
80.000 70.000
8.000
60.000 6.000
50.000 40.000
4.000
30.000 20.000
2.000
10.000 30/12 2000
28/2
30/4
30/6 2001
30/8
30/10
Grafik 9.4 Perkembangan Jumlah Transaksi BI-RTGS
30/12
0 1998
1999
2000
2001
Grafik 9.6 Perputaran Kliring Secara Nasional (Lembar)
185
Sistem Pembayaran Nasional
melalui kliring yaitu sebesar 3 % dari 73.704 ribu lembar Trilin Rp
pada tahun 2000 menjadi 71.616 pada tahun 2001.
250 Kartu Kredit Kartu Debet ATM
Turunnya perputaran kliring baik dari sisi nominal 200
maupun jumlah transaksi terjadi karena bergesernya penyelesaian transaksi nominal besar (High Value) yang semula melalui kliring beralih ke sistem BI-RTGS.
150
100
50
Perkembangan Alat Pembayaran Berbasis Kartu 0 1998
Pada tahun 2001, terjadi peningkatan aktivitas
1999
2000
2001
Grafik 9.8 Nilai Transaksi Kartu Kredit/Kartu Debet/ATM
pengunaan alat pembayaran berbasis kartu yaitu kartu kredit, kartu debet, dan ATM. Meningkatnya jumlah transaksi penggunaan ketiga jenis kartu tersebut diikuti
Unit 10.000
pula dengan meningkatnya nilai transaksi. Dari ketiga Jumlah Mesin ATM
jenis kartu di atas, penggunaan kartu ATM menunjukan peningkatan terbesar dibanding 2 jenis kartu lainnya dimana nilai transaksi melalui ATM meningkat sebesar
5.000
17,4 % (dari Rp. 153,6 Trilyun menjadi Rp. 180,3 Trilyun) sementara nilai transaksi kartu kredit meningkat sebesar 13,9 % (dari Rp13,6 triliun menjadi
0
1998
Rp15,5 triliun) dan kartu debet meningkat sebesar 10,6
1999
2000
2001
Grafik 9.9 Jumlah Mesin ATM
% (dari Rp4,7 triliun menjadi Rp5,2 triliun). Meningkatnya jumlah transaksi melalui ATM diantaranya dipicu oleh makin luasnya jaringan ATM
di Indonesia yang ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah mesin ATM sebesar 16,4% atau sebanyak 6.767 mesin pada tahun 2000 menjadi 7.878 mesin
Ribuan Transaksi 600.000 500.000
pada tahun 2001.
Kartu Kredit Kartu Debet ATM
400.000
RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
300.000
NASIONAL
200.000
Sistem Pembayaran Tunai
100.000
Melakukan penelitian tentang pengecualian terhadap kewajiban penggunaan uang rupiah
0 1998
1999
2000
2001
dalam rangka penyusunan PBI Grafik 9.7 Jumlah Transaksi Kartu Kredit/Kartu Debet/ATM
Sebagaimana amanat Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia perlu diatur
186
Sistem Pembayaran Nasional
daerah dan jenis transaksi tertentu yang dapat
tersebut juga dilengkapi dengan peralatan untuk
dikecualikan dari kewajiban penggunaan uang rupiah.
menguji keaslian uang yang diterima dari masyarakat
Untuk itu, dalam tahun 2002, Bank Indonesia akan
dan Peruri, di samping dapat juga digunakan untuk
melakukan kajian terhadap transaksi-transaksi yang
menguji kualitas bahan uang.
perlu dikecualikan dari kewajiban penggunaan uang rupiah. Arti penting pengaturan pengecualian penggunaan rupiah di wilayah RI adalah guna memberikan kepastian hukum bagi masyarakat.
Kajian standarisasi uang logam Dalam rangka mendapatkan bahan logam uang yang secara ekonomis lebih rendah dari nilai nominalnya tetapi memiliki masa edar yang relatif
Menata kembali jalur distribusi uang
lama, maka pada tahun 2002 akan dilakukan kajian
Dalam rangka memperlancar serta mening-
terhadap alternatif komposisi kandungan bahan
katkan efisiensi dan efektifitas dalam distribusi uang,
logam uang rupiah, di samping standarisasi ukuran
maupun untuk lebih menjamin ketersediaan uang di
uang logam dengan antara lain memperhatikan
seluruh Kantor Bank Indonesia, pada tahun 2002 Bank
pengaruhnya terhadap sarana telepon umum koin.
Indonesia akan menata kembali jalur distribusi uang antara lain melakukan kajian terhadap posisi depot kas, sarana transportasi dan kapasitas khazanah.
Sistem Pembayaran Non Tunai Untuk mendukung tercapainya kestabilan sistem keuangan dan efektifitas kebijakan moneter,
Menerapkan SIPU di KKBI untuk mendukung
kebijakan sistem pembayaran yang akan dilakukan
distribusi uang
pada tahun 2002 adalah sebagai berikut.
Dalam rangka mendukung kegiatan-kegiatan dibidang pengedaran uang, seperti penyusunan
Pengembangan Delivery Versus Payment (DVP)
rencana cetak, penyediaan stok uang dan kertas
Untuk menurunkan risiko setelmen di pasar
uang, sistim distribusi uang kertas/uang logam dan
modal, akan dilakukan pengembangan Delivery Ver-
lain sebagainya, penerapan Sistem Informasi
sus Payment tahap pertama. Dengan adanya pengem-
Pengedaran Uang (SIPU) akan dilanjutkan pada
bangan ini akan terbentuk suatu integrasi sistem
Kantor-Kantor Koordinator Bank Indonesia (KKBI),
setelmen antara sisi pembayaran (payment leg) melalui
sehingga dapat terintegrasi dengan kantor pusat.
sistem BI-RTGS dengan sisi penyerahan sekuritas (delivery leg) melalui sistem setelmen sekuritas.
Mendirikan laboratorium mini untuk menguji bahan uang Dalam rangka untuk melihat kesesuaian
Pengembangan mekanisme pengawasan sistem pembayaran
kualitas uang yang dibeli dengan spesifikasi teknis
Ditujukan untuk mendorong terwujudnya
yang ditetapkan, Bank Indonesia akan mendirikan
sistem pembayaran yang aman dan efisien serta
laboratorium mini untuk menguji uang. Laboratorium
menjaga stabilitas sistem keuangan dari kemungkinan
187
Sistem Pembayaran Nasional
terjadinya efek domino yang dapat terjadi apabila
Penyusunan peraturan mengenai penyelenggara
peserta sistem pembayaran mengalami risiko kredit
jasa sistem pembayaran dengan menggunakan
dan risiko likuiditas.
alat pembayaran non tunai dan jasa pendukungnya.
Penyusunan mekanisme untuk mengatasi
Pada saat ini terdapat sejumlah kewe-
kegagalan peserta kliring dalam penyelesaians
nangan yang berkaitan dengan penyelenggaraan
setelmen (Failure to Settle Scheme).
jasa sistem pembayaran yang diatur oleh lembaga
Bank Indonesia saat ini tengah mempelajari
lain selain Bank Indonesia. Hal ini dikuatirkan akan
kemungkinan penerapan suatu metode, dimana Bank
menimbulkan dualisme kewenangan pengaturan dan
Indonesia sebagai Bank Sentral tidak harus bertang-
pengawasan terhadap penyelenggara sistem
gung jawab atas kekurangan dana bank untuk setel-
pembayaran.Untuk itu tengah disusun konsep
men atas hasil kliringnya, namun kelancaran setelmen
ketentuan yang mengatur koordinasi antar lembaga
kliring tetap terjaga.
tersebut.
188
Sistem Pembayaran Nasional
boks
Sistem Bank Indonesia – Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) Kebijakan Bank Indonesia dibidang sistem
sistem setelmen yang didasarkan pada kecukupan
pembayaran non tunai diarahkan pada pengurangan
saldo rekening bank di Bank Indonesia, risiko
resiko pembayaran antar bank. Salah satu realisasi
kemungkinan kegagalan salah satu bank dalam
dari kebijakan tersebut adalah dikembangkannya
memenuhi kewajibannya yang jatuh tempo yang
suatu sistem setelmen berbasis gross dengan koneksi
dapat menyebabkan bank lain juga mengalami
elektronis on line antara bank-bank dengan Bank
kesulitan likuiditas dapat dieliminir.
Indonesia. Sistem ini dikenal dengan nama sistem
Penggunaan sistem BI-RTGS dapat
Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement (BI-
mengurangi risiko yang bersifat sistemik (systemic
RTGS). Sistem BI-RTGS adalah proses penyelesaian
risk) melalui tiga cara yaitu:
akhir transaksi (settlement) pembayaran yang
a. Penurunan secara signifikan intraday interbank
dilakukan per transaksi (individually processed/gross
exposure dapat mengurangi kemungkinan
settlement) dan bersifat real time (electronically
ketidakmampuan suatu bank dalam menutup
processed), dimana rekening bank peserta dapat
kekurangan likuiditas karena bank lain tidak
didebit/dikredit berkali-kali dalam sehari sesuai
mampu memenuhi kewajibannya.
dengan perintah pembayaran dan penerimaan
b. Sistem BI-RTGS dapat mencegah terjadinya unwinding payment
pembayaran. Tersedianya sistem BI-RTGS dapat
c.
Waktu setelmen yang dilakukan setiap saat
mendorong bank untuk dapat menjalankan mana-
selama window time, memberikan waktu yang
jemen likuiditas secara lebih baik. Dengan demikian
cukup bagi bank untuk menyelesaikan kesulitan
penggunaan sistem BI-RTGS dapat menurunkan
likuiditasnya dengan cara meminjam dari bank
risiko-risiko sistem pembayaran yaitu risiko kredit
lain atau menunggu incoming transfer dari bank
(credit risk) dan resiko likuiditas (liquidity risk). Dengan
lain.
189
Sistem Pembayaran Nasional
Sistem Pembayaran Nasional
boks
Mekanisme Transfer Dana Melalui BI-RTGS Secara umum mekanisme transfer dana melalui sistem BI-RTGS dimulai dengan langkahlangkah sebagai berikut : 1. Bank pengirim menginput credit transfer ke dalam terminal RTGS di masing-masing bank untuk selanjutnya ditransmisikan ke RTGS Central Computer (RCC) di Bank Indonesia. 2. Selanjutnya, RCC memproses credit transfer
yang mencukupi. 3. Informasi credit transfer yang telah diselesaikan (settled) akan ditransmisikan secara otomatis oleh RCC ke terminal RTGS bank penerima. Berdasarkan mekanisme tersebut di atas, dapat terjadi bahwa pada suatu waktu tertentu, saldo bank lebih kecil daripada nominal transaksi, maka
dengan mekanisme sebagai berikut:
transaksi yang akan di selesaikan masuk kedalam
i.
Mengecek kecukupan saldo apakah saldo re-
antrian. Hal ini tidak berarti bahwa bank tersebut
kening giro bank pengirim lebih besar dari atau
mengalami kesulitan likuiditas, karena pada dasarnya
sama dengan nilai nominal credit transfer.
bank tersebut berharap akan menerima incoming
Jika saldo rekening giro bank pengirim
transfer dari bank lain beberapa saat kemudian. Yang
mencukupi, akan dilakukan posting secara
terjadi hanyalah intraday gap antara outgoing
simultan pada rekening giro bank pengirim
transaction dengan incoming transaction pada suatu
dan rekening giro penerima.
saat tertentu saja. Untuk mengatasi intraday gap ini
ii.
190
sambil menunggu adanya incoming transfer
iii. Jika saldo rekening giro bank pengirim tidak
diperlukan fasilitas pendukung berupa Fasilitas
mencukupi, credit transfer tersebut akan
Likuiditas Intra-hari (FLI) yang berguna untuk
ditempatkan dalam antrian di mesin RTGS
memperlancar real time transaction.
190
Perekonomian Dunia dan Kerja Sama Internasional
bab 10 PEREKONOMIAN DUNIA DAN KERJA SAMA INTERNASIONAL
191
Perekonomian Dunia dan Kerja Sama Internasional
b a b 10
PEREKONOMIAN DUNIA DAN KERJA SAMA INTERNASIONAL
D
alam tahun laporan, kondisi perekonomian
Sejalan dengan melambatnya kegiatan ekonomi di
dunia ditandai dengan terjadinya perlambatan
berbagai kawasan, volume perdagangan dunia
kegiatan ekonomi di berbagai kawasan. Melambatnya
merosot tajam. Hal ini selanjutnya berakibat kepada
kegiatan ekonomi terutama terlihat di beberapa negara
turunnya harga berbagai komoditas —terutama
industri utama, yang memberikan sumbangan cukup
komoditas primer seperti minyak mentah— di pasar
besar terhadap terjadinya penurunan pertumbuhan
internasional. Sebagai akibat dari merosotnya volume
ekonomi dunia dalam tahun 2001 (Tabel 10.1).
perdagangan dunia dan harga-harga komoditas
Kegiatan ekonomi di negara-negara industri bahkan
tersebut, kinerja sektor eksternal negara-negara
memperlihatkan kecenderungan yang semakin
berkembang mengalami penurunan yang sangat
melambat pasca tragedi WTC 11 September 2001.
berarti. Perkembangan ekonomi dunia pada tahun 2001 juga ditandai dengan meningkatnya risiko global
Tabel 10.1 Beberapa Indikator Ekonomi Dunia
(global risk) yang pada gilirannya mempengaruhi lalu lintas modal internasional khususnya ke negara-
Indikator Pertumbuhan Ekonomi (%) Dunia Negara-negara industri Negara-negara berkembang Laju Inflasi (%) Negara-negara industri Negara-negara berkembang Volume Perdagangan Dunia (% pertumbuhan) Nilai Tukar USD/JPY EUR/USD Harga Perdagangan Dunia (% perubahan) Barang manufaktur Minyak mentah Komoditas primer nonmigas Suku Bunga LIBOR (%) US Dollar Japanese Yen Euro
1999
2000
2001*
3,6 3,3 3,9
4,7 3,9 5,8
2,4 1,1 4,0
negara emerging market. Fenomena yang menonjol dari perpindahan dana selama tahun laporan adalah gejala flight to safety. Guna menghindari terjadinya resesi ekonomi yang sangat dalam, baik negara-
1,4 6,8
2,3 5,9
2,3 6,0
negara maju maupun negara-negara berkembang menempuh kebijakan moneter dan fiskal yang
5,4
12,4
1,0
102,51 1,01
114,41 0,94
131,66 0,89
ekspansif yang dimungkinkan oleh tekanan inflasi yang relatif terkendali. Dengan berbagai kebijakan ekonomi yang ditempuh, pemulihan ekonomi dunia diperkirakan akan dimulai pada semester II tahun
-1,8 37,5 -7,0
-5,1 56,9 1,8
-1,7 -14,0 -5,5
5,5 0,2 3,0
6,6 0,3 4,6
3,8 0,2 4,1
2002. Berbagai permasalahan yang telah mewarnai perekonomian dunia sebagaimana diuraikan di atas, telah memperoleh perhatian yang sangat besar di berbagai forum kerja sama internasional. Di samping
Sumber : - IMF, World Economic Outlook, Desember 2001 - Bloomberg
untuk mencegah terjadinya resesi ekonomi global, berbagai forum tersebut juga membahas upaya-upaya
192
Perekonomian Dunia dan Kerja Sama Internasional
untuk mengatasi terjadinya krisis keuangan secara
AS sebagai lokomotif perekonomian dunia sehingga
cepat dan efektif. Selain itu, pembahasan juga
menurunkan permintaan secara global. Tragedi
menitikberatkan pada upaya untuk meningkatkan kerja
tersebut juga telah meningkatkan risiko keamanan
sama dalam memberantas sumber-sumber pem-
global yang pada gilirannya menghambat kegiatan
biayaan teroris. Misalnya, dalam pertemuan G-20 dan
investasi. Dengan perkembangan tersebut, secara
IMF Committee (IMFC)1 disepakati langkah-langkah
keseluruhan pertumbuhan ekonomi negara-negara
yang harus dilakukan negara-negara anggota dalam
industri diperkirakan hanya mencapai 1,1% dalam
upaya memberantas sumber pembiayaan teroris.
tahun laporan (Grafik 10.1).
Sementara itu, forum-forum lembaga keuangan
Seiring dengan melambatnya perekonomian
internasional lainnya masih terus membahas upaya-
negara-negara maju, pertumbuhan volume per-
upaya reformasi sistem keuangan internasional dan
dagangan dunia juga mengalami kemerosotan secara
mencegah terulangnya krisis keuangan dan sekaligus
tajam dari 12,4% pada tahun 2000 menjadi hanya
untuk menemukan cara-cara pemberian bantuan yang
1,0% pada tahun laporan. Merosotnya volume
dapat mengatasi krisis ekonomi yang telah cukup lama
perdagangan dunia tersebut mengakibatkan turunnya
dialami oleh beberapa negara berkembang. Di forum
harga berbagai komoditas, terutama minyak mentah
regional Asia, kerjasama untuk mencegah krisis
yang mengalami penurunan harga sebesar 14%
tersebut diwujudkan dalam Asian Surveillance dan
dalam tahun laporan. Harga minyak mentah dalam
Bilateral Swap Arrangement.
tahun laporan rata-rata mencapai $24,0 per barel dan sempat mencapai level terendah sebesar $18,0 per
PEREKONOMIAN DUNIA
barel pada akhir November tahun 2001. Sementara
Pertumbuhan ekonomi dunia dalam tahun
itu, harga komoditas primer nonmigas dan barang
2001 hanya mencapai 2,4%, turun tajam dibandingkan
manufaktur mengalami penurunan masing-masing
dengan pertumbuhan tahun 2000 yang mencapai 4,7%.
sebesar 5,5% dan 1,7% dalam periode yang sama.
Menurunnya pertumbuhan ekonomi dunia tersebut terutama disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan
Persen
ekonomi di negara-negara industri , yang sudah mulai
8
dirasakan sejak akhir tahun 2000. Harapan akan
6
membaiknya perekonomian negara-negara industri di
4
akhir tahun laporan menjadi sulit terwujud menyusul
AS United Kingdom
Jepang Jerman
2
tragedi WTC 11 September 2001. Serangan teroris 0
terhadap Gedung WTC di New York, Amerika Serikat (AS) semakin memperlemah urat nadi perekonomian
-2 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 1997
1
Pertemuan IMFC dilakukan pada 17 November 2001 untuk menggantikan Sidang Tahunan IMF yang dibatalkan sehubungan tragedi WTC 11 September 2001.
1998
1999
2000
2001
Grafik 10.1 Pertumbuhan Ekonomi Negara-negara Industri Utama
193
Perekonomian Dunia dan Kerja Sama Internasional
Komoditas primer nonmigas yang mengalami
laju inflasi di negara-negara industri maju relatif stabil
penurunan tajam antara lain kopi, kapas, tembaga,
dan tidak mengalami perubahan dibandingkan tahun
aluminium, timah, dan nikel. Sebaliknya, harga emas
sebelumnya, yaitu sebesar 2,3% (Grafik 10.2). Se-
justru meningkat disebabkan kenaikan permintaan
mentara itu, laju inflasi di negara-negara berkembang
dunia sehubungan dengan meningkatnya alternatif
mencapai 6,0%, sedikit meningkat dibandingkan
penanaman dana investasi dalam bentuk emas pasca
tahun sebelumnya yang mencapai 5,9%. Relatif
tragedi WTC. Sementara itu, produk manufaktur yang
stabilnya laju inflasi tersebut telah memberikan ruang
mengalami penurunan harga yang tajam adalah
gerak bagi sejumlah negara maju dan berkembang
produk semikonduktor sehingga nilai penjualan
untuk menempuh kebijakan moneter dan fiskal yang
produk ini dalam tahun laporan hanya mencapai 20%
ekspansif guna mencegah terjadinya resesi ekonomi
dari nilai yang dicapai dalam tahun 2000.
yang sangat dalam.
Melemahnya aktivitas perdagangan dunia
Kebijakan moneter ekspansif yang ditempuh
tersebut menimbulkan tekanan yang cukup berarti
bank sentral di negara-negara maju diharapkan akan
terhadap kinerja perekonomian negara-negara
menstimulasi kegiatan ekonomi. Di Amerika Serikat,
berkembang dan industri baru, terutama negara-
penurunan suku bunga ditujukan untuk menstimulasi
negara yang mempunyai ketergantungan tinggi
konsumsi dan investasi domestik terutama setelah
terhadap kegiatan ekspor. Secara keseluruhan, per-
tragedi WTC. Di Jepang, kebijakan suku bunga yang
tumbuhan ekonomi negara-negara berkembang
diarahkan mendekati nol persen dimaksudkan untuk
mencapai 4,0% dalam tahun laporan, turun di-
mendukung proses pemulihan ekonomi Jepang yang
bandingkan 5,8% dalam tahun 2000. Menurunnya
sudah dilanda resesi ekonomi selama lebih dari 10
kegiatan ekspor merupakan faktor penyebab utama
tahun terakhir. Sementara itu di kawasan Euro,
melambatnya pertumbuhan ekonomi di negara-negara
penurunan suku bunga tidak terlalu agresif karena
berkembang, bahkan beberapa negara industri baru mengalami kontraksi ekonomi. Hal ini dialami oleh Persen
Singapura dan Hong Kong yang masing-masing men-
5
catat kontraksi ekonomi sebesar 2,9% dan 0,3% dalam
4
tahun laporan akibat menurunnya ekspor masing-
3
masing sebesar 19,6% dan 10,4% dalam periode yang
2
sama. Masih tingginya pertumbuhan ekonomi negara-
AS Jepang
U.K Jerman
1 0
negara berkembang tersebut terutama ditopang oleh -1
pertumbuhan ekonomi RRC yang masih tetap tinggi meskipun sedikit menurun.
-2 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1997 1998 1999 2000 2001
Melambatnya pertumbuhan ekonomi dan perdagangan dunia mengakibatkan berkurangnya tekanan inflasi secara global. Dalam tahun laporan,
194
Grafik 10.2 Perkembangan Inflasi Negara-negara Industri Utama
Perekonomian Dunia dan Kerja Sama Internasional
laju inflasi di kawasan tersebut masih di atas target
min dari perkembangan indeks harga saham dunia
Bank Sentral Eropa (ECB).
yang secara umum cenderung menurun dalam periode
Bagi negara-negara berkembang, kebijakan
laporan. Aktivitas perdagangan di bursa saham dunia
moneter pada umumnya masih bervariasi bergantung
masih lebih banyak diwarnai oleh kondisi ekonomi dunia
kepada kondisi laju inflasi dan permasalahan domes-
yang secara keseluruhan masih lesu dan meningkatnya
tik yang dihadapi. Kompleksitas permasalahan yang
ketidakpastian yang bersumber dari ketidakjelasan arah
dihadapi oleh negara-negara berkembang seringkali
dan prospek pemulihan ekonomi global.
menimbulkan dilema, tidak saja dalam pelaksanaan kebijakan moneter tetapi juga dalam pelaksanaan
Amerika Serikat
kebijakan fiskal. Permasalahan keuangan pemerintah
Setelah mengalami ekspansi perekonomian
telah mendorong beberapa negara mengambil
yang berkesinambungan dalam sepuluh tahun ter-
kebijakan ekonomi yang lebih mengutamakan
akhir, sejak awal tahun 2000 perekonomian Amerika
kepentingan negara bersangkutan sebagaimana
Serikat mulai menunjukkan gejala perlambatan. Pada
dilakukan Argentina yang telah terperosok ke dalam
tahun laporan, perlambatan ekspansi perekonomian
krisis ekonomi dan sosial. Eskalasi krisis ekonomi
Amerika Serikat semakin jelas dan diperkirakan
yang dialami Argentina menjelang akhir tahun 2001
hanya tumbuh 1,0%, jauh lebih rendah dibandingkan
terutama dipicu oleh kegagalan pemerintah untuk
pertumbuhan tahun sebelumnya yang mencapai
mengendalikan defisit anggaran dan melakukan
4,1%. Sejalan dengan melemahnya kegiatan
pembayaran utang luar negeri yang jatuh tempo
ekonomi, laju inflasi turun dari 3,4% pada tahun 2000
sehubungan dengan menurunnya penerimaan pajak
menjadi 2,9% pada tahun 2001. Melambatnya
dan ekspor Argentina.
kegiatan ekonomi AS dalam tahun 2001 terutama
Kebijakan ekonomi yang ekspansif pada
tercermin dari kemerosotan yang cukup berarti pada
gilirannya juga membawa implikasi terhadap per-
sektor konsumsi (tumbuh 3,03%) dan investasi
kembangan pasar keuangan internasional. Kombinasi
swasta (turun 7,99%), yang selama ini telah menjadi
kebijakan moneter dan fiskal yang ekspansif di bebe-
penyumbang
rapa negara telah menimbulkan optimisme terhadap
pertumbuhan ekonomi AS dalam kurun waktu yang
proses pemulihan ekonomi sehingga dapat mencegah
cukup panjang. Melambatnya ekspansi ekonomi AS
perekonomian tidak terperosok ke dalam krisis berke-
juga tercermin dari kinerja beberapa indikator
panjangan. Gelombang penurunan suku bunga bench-
ekonomi penting di sektor riil seperti penjualan eceran
mark yang dilakukan berbagai otoritas moneter telah
dan perumahan yang menunjukkan perlambatan
mendorong penurunan suku bunga di pasar keuangan
yang cukup berarti sepanjang tahun laporan,
internasional sehingga diharapkan dapat menggai-
sedangkan tingkat pengangguran menunjukkan
rahkan kembali kegiatan ekonomi. Namun, langkah-
peningkatan. Menurunnya kegiatan konsumsi dan
langkah kebijakan tersebut ternyata belum berdampak
investasi swasta tersebut dipengaruhi oleh semakin
signifikan terhadap pasar modal sebagaimana tercer-
rendahnya tingkat keyakinan konsumen dan dunia
terbesar
terhadap
tingginya
195
Perekonomian Dunia dan Kerja Sama Internasional
Dalam upaya mencegah terjadinya kontraksi
Persen 7,5 7,0 6,5 6,0 5,5 5,0 4,5 4,0 3,5 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0
ekonomi yang sangat dalam, sepanjang tahun 2001 Federal Reserve menempuh kebijakan moneter yang
Fed Fund Rate Efektif
ekspansif dengan melakukan pemangkasan tingkat suku bunga Fed Fund yang ditargetkan sebanyak 11 Fed Fund Rate yang ditargetkan
kali hingga mencapai 1,75% (Grafik 10.3). Selain itu, pemerintah AS menempuh kebijakan fiskal yang ekspansif melalui pemotongan pajak dan pem-
4/30 6/30 8/31 10/29 12/31 2/29 4/28 6/30 8/31 10/31 12/30 2/28 4/30 6/12 8/31 10/31 12/31
1999
2000
2001
Grafik 10.3 Perkembangan Suku Bunga Fed Fund
bangunan prasarana guna menstimulasi permintaan domestik.
Eropa Barat usaha, yang berakibat pada penundaan dan pengurangan pengeluaran konsumsi dan investasi.
Melambatnya perekonomian AS telah berdampak besar terhadap melambatnya kinerja ekonomi
Semakin rendahnya tingkat keyakinan kon-
negara-negara di kawasan Euro yang sebagian besar
sumen dan dunia usaha tidak terlepas dari mem-
merupakan mitra dagang AS. Selama tahun laporan,
buruknya kinerja pasar modal di AS, terutama pasar
pertumbuhan ekonomi negara-negara di kawasan
saham yang selama ini telah menjadi fondasi yang
Euro diperkirakan mencapai 1,5%, lebih rendah
cukup penting dalam menggerakkan roda pere-
dibandingkan pertumbuhan ekonomi yang dicapai
konomian di berbagai sektor. Sepanjang tahun lapo-
pada tahun sebelumnya sebesar 3,4%. Melambatnya
ran, kinerja pasar saham di AS mengalami kemero-
ekspansi perekonomian Euro terutama terjadi pada
sotan yang tajam sehingga berdampak terhadap
tiga kekuatan ekonomi terbesar yaitu Jerman,
menurunnya nilai kekayaan sebagian masyarakat di
Perancis, dan Italia. Pada tahun 2001 perekonomian
AS dan pada gilirannya mengurangi minat masyarakat
Jerman diperkirakan hanya tumbuh 0,5% merosot
dan dunia usaha untuk melakukan konsumsi dan
tajam dari pertumbuhan 3,0% yang dicapai pada tahun
investasi (negative wealth effect). Merosotnya harga
2000. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Perancis
saham tersebut terutama dipicu oleh terjadinya
dan Italia diperkirakan melambat masing-masing
penilaian yang berlebihan (overvaluation) terhadap
menjadi hanya 2,1% dan 1,8% pada tahun 2001
saham-saham internet (perusahaan dot-com) dan
dibandingkan pertumbuhan sebesar 3,5% dan 2,9%
semakin diperburuk menyusul terjadinya tragedi
pada tahun 2000. Melemahnya kegiatan ekonomi di
WTC, meskipun menjelang akhir tahun kembali
kawasan Euro terutama disebabkan oleh mem-
meningkat. Indeks saham Dow Jones (DJIA) sepan-
buruknya kinerja sektor eksternal dan melemahnya
jang tahun 2001 merosot 7,10%, sementara indeks
konsumsi dan investasi swasta domestik. Sebagai
saham lainnya seperti NASDAQ, S&P 500 merosot
akibat dari melemahnya kegiatan investasi swasta,
masing-masing sebesar 21,05% dan 13,04 %.
gelombang pemutusan hubungan kerja oleh dunia
196
Perekonomian Dunia dan Kerja Sama Internasional
usaha cenderung meningkat, yang berakibat pada
2,0%, bahkan mencapai puncaknya pada bulan Mei
terjadinya peningkatan tingkat pengangguran.
2001 sebesar 3,4%.
Sebaliknya, di tengah-tengah terjadinya
Selain di negara-negara kawasan Euro,
perlambatan kegiatan ekonomi, laju inflasi di kawasan
melambatnya kegiatan ekonomi terlihat di Inggris.
Euro masih memperlihatkan peningkatan. Dalam
Pada tahun 2001, perekonomian Inggris tumbuh
tahun laporan, tingkat inflasi mencapai 2,7%, lebih
2,3%, lebih rendah dibandingkan pertumbuhan
tinggi dibandingkatan laju inflasi tahun sebelumnya
sebesar 2,9% yang dicapai pada tahun 2000.
yang mencapai 2,4%. Meningkatnya laju inflasi di
Sementara itu, laju inflasi sedikit meningkat dari 2,1%
kawasan Euro terutama disumbang oleh kenaikan
pada tahun 2000 menjadi 2,3% pada tahun 2001.
harga makanan dan bahan bakar serta efek tunda dari
Meskipun demikian, laju inflasi pada tahun laporan
melemahnya mata uang euro sepanjang tahun 2000.
masih lebih rendah dibandingkan target inflasi yang
Namun demikian, menjelang akhir tahun, tingkat inflasi
ditetapkan Bank of England (BoE) sebesar 2,5%.
turun dari 2,1% pada bulan November menjadi 2,0%
Guna memberikan stimulus bagi perekonomian,
di bulan Desember, pertama kalinya menyamai ceiling
sepanjang tahun laporan BoE telah menurunkan suku
rate yang ditetapkan oleh Bank Sentral Eropa (ECB).
bunga sebanyak 7 kali, sehingga suku bunga
Tingkat inflasi yang dicapai pada bulan Desember
benchmark (base rate) mencapai 4%, lebih rendah
tersebut merupakan yang terendah dalam 19 bulan
dibandingkan yang dicapai pada tahun 2000 sebesar
terakhir, terutama sebagai akibat dari jatuhnya harga
6%.
minyak menjelang akhir tahun 2001. Hanya dalam kurun waktu 3 bulan dari September sampai dengan
Jepang
November 2001, harga minyak mentah Brent sebagai
Imbas kemerosotan ekonomi AS juga
benchmark terhadap 2/3 pasokan minyak dunia,
menimpa Jepang sebagai salah satu mitra dagang
mengalami kejatuhan sebesar 35%.
utama AS. Pada tahun 2001, perekonomian Jepang
Perkembangan di atas memberikan ruang
mengalami kontraksi sebesar 0,4%, setelah pada
gerak bagi ECB untuk mendorong pemulihan
tahun 2000 mengalami ekspansi sebesar 2,2%.
perekonomian dengan memangkas tingkat suku
Memburuknya kinerja ekonomi Jepang tersebut
bunga. Selama periode tahun laporan, ECB mela-
terutama sebagai akibat dari menurunnya kinerja
kukan pemangkasan suku bunga sebanyak 4 kali atau
ekspor sehubungan dengan merosotnya permintaan
sebesar 1,5% menjadi 3,5% sampai dengan akhir
impor dari AS, yang diperkirakan menyumbang 1/3
tahun 2001. Dibandingkan dengan kebijakan yang
sumber penerimaan devisa ekspor Jepang ke luar
ditempuh Federal Reserve yang memangkas suku
negeri. Ekspor Jepang selama tahun laporan
bunga sebanyak 11 kali, langkah pemangkasan suku
diperkirakan mengalami kontraksi sebesar 6,6%.
bunga ECB tersebut tergolong konservatif dengan
Guna mengatasi krisis ekonomi yang ber-
pertimbangan bahwa laju inflasi di zona Euro masih
kepanjangan, pemerintah Jepang terus menempuh
melampaui ceiling rate yang ditetapkan ECB sebesar
berbagai kebijakan yang sangat ekspansif baik di
197
Perekonomian Dunia dan Kerja Sama Internasional
bidang moneter maupun fiskal. Di bidang moneter,
negara tujuan ekspor utama seperti AS. Pada tahun
Bank of Japan tetap mempertahankan suku bunga
2001, pertumbuhan ekonomi Korea Selatan
Overnight Call Rate sebesar 0,1%. Di bidang per-
diperkirakan hanya tumbuh 2,6% setelah tumbuh
bankan yang selama ini mengalami permasalahan
cukup tinggi pada tahun 2000 sebesar 8,8%.
kredit macet dan turunnya nilai aset bank akibat dari
Sedangkan perekonomian Hong Kong, Taiwan, dan
merosotnya harga saham dan properti, pemerintah
Singapura pada tahun 2001 diperkirakan mengalami
Jepang telah mengeluarkan dana bantuan sebesar
kontraksi masing-masing sebesar 0,3%, 2,2% dan
26 triliun yen untuk program rekapitalisasi bank, pem-
2,9%, setelah mengalami ekspansi pada tahun
bayaran dana nasabah, dan pemberian pinjaman.
sebelumnya masing-masing sebesar 10,5%, 6,0%,
Sementara itu, guna menjaga daya saing ekspor di
dan 9,9%. Malaysia dan Thailand yang berpotensi
tengah meningkatnya persaingan di pasar inter-
menjadi negara industri baru di Asia pada tahun 2001
nasional, pemerintah Jepang telah membiarkan nilai
masing-masing hanya tumbuh 0,3% dan 1,5%, turun
tukar yen terdepresiasi cukup tajam. Dalam tahun
dari 8,3% dan 4,4% yang dicapai pada tahun 2000.
laporan, nilai tukar yen melemah tajam terhadap dolar
Sejalan dengan merosotnya kegiatan ekonomi di
AS terutama disebabkan oleh meningkatnya aliran
negara-negara tersebut, tekanan laju inflasi dapat
portofolio ke luar negeri yang dipicu oleh persepsi
terkendali pada tingkat yang cukup rendah.
terhadap prospek ekonomi yang suram serta
Dalam menghadapi ancaman resesi eko-
lambatnya penanganan terhadap permasalahan
nomi global, sejumlah negara industri baru di Asia
struktural di sektor perbankan.
pada umumnya telah mengantisipasinya dengan menempuh kebijakan ekonomi yang ekspansif baik
Asia non-Jepang
di bidang moneter maupun fiskal. Kebijakan ekonomi
Negara-negara Asia selain Jepang seperti
yang ekspansif terutama ditempuh guna mening-
Korea Selatan, Hong Kong, Taiwan, dan Singapura
katkan konsumsi domestik dan mencegah terjadinya
merupakan negara-negara industri baru di Asia yang
peningkatan tingkat pengangguran sebagai akibat
sangat terpukul dengan melambatnya ekonomi
memburuknya kinerja sektor ekspor. Selain itu,
negara-negara industri maju terutama AS. Besarnya
negara-negara tersebut menempuh berbagai lang-
sumbangan sektor ekspor dalam struktur per-
kah struktural guna menciptakan efisiensi dan
ekonomian telah mengakibatkan kinerja ekonomi
meningkatkan daya saing terutama dalam rangka
negara-negara tersebut sangat rentan terhadap
menghadapi tekanan persaingan global yang se-
fluktuasi volume perdagangan global dan harga
makin meningkat. Sementara itu, dengan merosot-
komoditas internasional. Selain itu, struktur ekspor
nya permintaan impor dari negara-negara industri
dari negara-negara tersebut sebagian besar di-
maju, persaingan antara beberapa negara Asia untuk
dominasi oleh komoditas sektor manufakur terutama
menembus pasar ekspor semakin meningkat. Selain
komponen elektronik, yang pada umumnya sangat
melalui langkah efisiensi produksi, upaya untuk me-
elastis terhadap naik turunnya pendapatan di negara-
ningkatkan daya saing produk ekspor ditempuh
198
Perekonomian Dunia dan Kerja Sama Internasional
beberapa negara industri di Asia dengan mem-
utama AS di benua Amerika diperkirakan akan tumbuh
biarkan nilai tukar mata uangnya terdepresiasi.
lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang
Meskipun demikian, tidak seluruh negara Asia
tercatat sebesar 6,9%. Sementara itu, pertumbuhan
menunjukkan kinerja ekonomi yang memburuk. Pada
ekonomi Brasil dan Cile masing-masing hanya men-
tahun 2001 perekonomian RRC masih memperlihatkan
capai 1,8% dan 3,3%, lebih rendah dibandingkan
kinerja yang cukup mengesankan dengan mencatat
tahun sebelumnya yang mencapai 4,4% dan 5,4%.
laju pertumbuhan sebesar 7,3% dan inflasi yang tetap
Di pihak lain, pada tahun laporan, perekonomian
terkendali sebesar 1,0%, dibandingkan 0,4% pada
Argentina diperkirakan masih mengalami kontraksi
tahun 2000. Prestasi kinerja ekonomi RRC tersebut
sebesar 2,7% menyusul kontraksi yang terjadi pada
terutama disebabkan oleh dukungan kebijakan fiskal
tahun 1999 dan 2000 masing-masing sebesar 3,4%
yang ekspansif dan meningkatnya aliran modal asing
dan 0,5%. Eskalasi krisis ekonomi yang dialami
masuk dalam bentuk investasi langsung (FDI).
Argentina memuncak menjelang akhir tahun 2001 ter-
Meningkatnya aliran investasi asing langsung tersebut
utama dipicu oleh kegagalan pemerintah untuk
pada umumnya bertujuan untuk meningkatkan basis
mengendalikan defisit dan melakukan pembayaran
pemasaran di pasar lokal RRC sebagai antisipasi
utang luar negeri yang jatuh tempo, yang pada gili-
masuknya RRC ke dalam keanggotaan Organisasi
rannya mengakibatkan terjadinya krisis politik dan
Perdagangan Dunia (WTO) dalam tahun laporan.
memicu berbagai kerusuhan sosial. Krisis keuangan yang dialami Argentina tersebut terutama disebabkan
Amerika Latin
oleh ketidakmampuan negara tersebut untuk
Sejalan dengan melambatnya kegiatan
menghimpun dana domestik yang cukup guna
ekonomi AS, perekonomian negara-negara Amerika
memenuhi besarnya pembayaran kewajiban-kewa-
Latin selama tahun laporan menunjukkan kecen-
jiban pemerintah jangka pendek yang jatuh tempo.
derungan melambat. Pada tahun laporan, laju pertum-
Penurunan pendapatan dalam negeri selain disebab-
buhan negara-negara Amerika Latin hanya mencapai
kan turunnya penerimaan pajak juga dikarenakan
1,0%, lebih rendah dibandingkan laju pertumbuhan
merosotnya pendapatan dari ekspor akibat mele-
ekonomi yang dicapai pada tahun sebelumnya yang
mahnya permintaan dunia dan kurang kompetitifnya
mencapai 4,1%.
produk ekspor Argentina. Produk Argentina sulit
Kinerja ekonomi empat kekuatan ekonomi
bersaing karena kebijakan peg mata uang peso
terbesar di kawasan Amerika Latin yaitu Meksiko,
terhadap dolar AS dengan rasio 1:1 mengakibatkan
Brasil, Cile, dan Argentina memperlihatkan terjadinya
mata uang peso semakin overvalued.
perlambatan yang cukup berarti, bahkan perekonomian Argentina diperkirakan mengalami kontraksi
Pasar Keuangan Internasional
yang tajam sebagai akibat krisis ekonomi yang
Perkembangan pasar keuangan internasional
melanda negara tersebut. Pada tahun 2001, kinerja
selama tahun laporan secara umum ditandai dengan
ekonomi Meksiko, sebagai salah satu mitra dagang
menguatnya nilai tukar dolar AS, menurunnya suku
199
Perekonomian Dunia dan Kerja Sama Internasional
bunga pasar uang, serta melemahnya harga saham
Persen
secara global. Meskipun kinerja ekonomi dan suku bunga di AS memperlihatkan terjadinya penurunan, nilai tukar dolar AS secara keseluruhan menguat
6,00
Desember 2000
Maret 2001
September 2001
Desember 2001
Juni 2001
4,50
terhadap hampir sebagian besar mata uang dunia. 3,00
Hal ini menunjukkan bahwa mata uang dolar masih menempati posisinya sebagai mata uang teraman di
1,50
dunia (safe heaven currency) terutama dalam kondisi
0,00
dimana risiko global semakin meningkat sepanjang tahun laporan. Risiko global bahkan semakin mening-
GBP-LIBOR
USD-LIBOR
JPY-LIBOR
EURO-LIBOR
Grafik 10.4 Perkembangan Suku Bunga LIBOR
kat pasca tragedi WTC yang mendorong investor internasional lebih bersikap hati-hati dan cenderung menghindari risiko (risk averse) dalam melakukan
dengan terjadinya penurunan indeks yang cukup
investasi di negara-negara berkembang. Sebagai
berarti. Penurunan indeks harga saham terutama
akibatnya, aliran modal internasional lebih bersifat
terjadi di pasar modal AS, yang pada gilirannya ber-
flight to safety dan banyak tertahan serta mengalir
imbas secara global ke seluruh kawasan termasuk
kembali ke pasar keuangan di negara-negara industri
ke negara-negara Asia yang perekonomiannya me-
maju terutama pasar keuangan AS.
miliki ketergantungan yang sangat tinggi terhadap
Sementara itu, sejalan dengan melonggarnya
kinerja ekonomi AS. Penurunan harga saham ter-
kebijakan moneter di berbagai negara guna men-
utama terjadi pada sektor teknologi informasi dan
cegah terjadinya resesi ekonomi, suku bunga di pasar
beberapa industri terkait seperti industri komponen
uang internasional (money market) menunjukkan
komputer dan elektronik, yang pada dasarnya
kecenderungan menurun. Suku bunga LIBOR 6 bulan
merupakan basis kekuatan industri di sejumlah
rata-rata untuk dolar AS yang menjadi patokan
negara industri baru di Asia.
(benchmark) suku bunga simpanan beberapa mata uang utama mengalami penurunan yang cukup besar
KER JA SAMA INTERNASIONAL
dari 6,6% pada akhir tahun 2000 menjadi 3,8% pada
Selama tahun laporan, pembahasan pada
akhir tahun laporan (Grafik 10.4). Meskipun demikian,
berbagai forum kerja sama internasional dan regional
tingkat penurunan suku bunga simpanan beberapa
menitikberatkan pada berbagai upaya untuk menga-
mata uang di pasar uang internasional ini relatif
tasi perlambatan ekonomi melalui kebijakan moneter
beragam dengan memperhatikan perkembangan
dan fiskal yang tepat, penguatan sistem keuangan, dan
tingkat inflasi di masing-masing negara.
regional surveillance sebagai langkah guna mem-
Sejalan dengan terjadinya perlambatan ke-
perkuat pencegahan krisis. Selain itu, berbagai forum
giatan ekonomi di berbagai kawasan, perkembangan
juga membahas beberapa upaya pencegahan pem-
harga saham di berbagai bursa saham dunia ditandai
biayaan terorisme internasional sebagai respon terha-
200
Perekonomian Dunia dan Kerja Sama Internasional
dap tragedi WTC. Perkembangan penting yang me-
yang dicapai akan memberikan fleksibilitas dan
warnai perdagangan dunia adalah bergabungnya RRC
akuntabilitas yang lebih besar kepada negara-negara
dan Taiwan dalam World Trade Organization (WTO).
tersebut dalam menentukan target-target yang akan dicapai, sehingga ownership terhadap program-
Kerja Sama di Bidang Moneter, Keuangan, dan
program yang disepakati dengan IMF akan lebih tinggi.
Perbankan Dana Moneter Internasional (IMF)
Selanjutnya setelah terjadinya serangan terhadap gedung WTC, isu mengenai combating
Selama tahun laporan, isu-isu yang dibahas
money laundering and financing of terrorism menjadi
oleh IMF meliputi: (i) upaya memperkuat sistem ke-
perhatian utama dalam sidang-sidang IMF. IMFC
uangan internasional termasuk peran IMF, (ii) meram-
mengemukakan perhatian yang serius pada peng-
pingkan conditionality dan memperkuat ownership
gunaan sistem keuangan internasional untuk mem-
negara-negara anggota dalam program IMF, (iii)
biayai aksi teroris dan tindakan pencucian terhadap
menghapus money laundering dan pembiayaan
aktivitas yang ilegal. Karenanya, IMF meminta
terorisme, dan (iv) good governance. Dalam rangka
anggotanya untuk meratifikasi dan melaksanakan
memperkuat sistem keuangan negara-negara
resolusi PBB khususnya nomor 1.373 serta menyam-
anggota, IMF berperan untuk mendorong kestabilan
but baik dan mendukung Special Recommendations
makroekonomi dan keuangan sebagai prasyarat
FATF mengenai pemberantasan pendanaan bagi
untuk pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,
teroris. Dalam hal isu pengelolaan usaha yang sehat
mendorong kestabilan dan integritas sistem moneter
(good governance), sidang sepakat agar IMF perlu
dan keuangan internasional sebagai public good,
menangani permasalahan ini melalui langkah-langkah
serta membantu negara-negara anggota untuk
khusus untuk mengatasi poor governance dan korupsi.
membangun sektor keuangan yang sehat. IMF telah mengambil langkah-langkah untuk
G-20
merampingkan conditionality atas program kebijakan
Kerjasama internasional dalam rangka G-20
dari negara anggota sehingga lebih efisien dan efektif.
dalam tahun laporan ditekankan kepada upaya-upa-
Penerapan conditionality untuk reformasi struktural da-
ya mencegah penggunaan sektor keuangan untuk
pat dilakukan berdasarkan case by case basis dengan
kegiatan terorisme, di samping membahas kebijakan-
menitikberatkan pada bidang-bidang yang sangat
kebijakan yang diperlukan untuk menghadapi kondisi
menentukan keberhasilan stabilitas ekonomi makro
perekonomian dunia dewasa ini serta menghadapi
dan pertumbuhan yang berkelanjutan. Dalam rangka
arus globalisasi. Langkah-langkah yang akan diambil
meningkatkan ownership program-program reformasi
disusun dalam suatu Action Plan on Terrorist Finan-
ekonomi oleh negara-negara anggota yang mendapat
cing, yang pokok-pokoknya mencakup :
pinjaman, IMF sedang mempelajari kemungkinan
(a) Pembekuan kekayaan (asset) milik terroris.
penggunaan result based conditionality. Persyaratan
Setiap negara anggota akan menerapkan
pencairan fasilitas IMF yang berdasarkan hasil-hasil
resolusi-resolusi Dewan Keamanan PBB yang
201
Perekonomian Dunia dan Kerja Sama Internasional
relevan, terutama resolusi nomor 1373, untuk
korporasi; (ii) reformasi sistem keuangan interna-
menghentikan sumber keuangan/pembiayaan
sional; dan (iii) MFG Financing Arrangement. Selain
terorisme.
membahas isu-isu tersebut, MFG membahas pula isu
(b) Penerapan standar internasional. Setiap negara
regional surveillance, dan berupaya memperkuat IMF
anggota akan meratifikasi dan menerapkan the
surveillance dengan melibatkan sektor swasta dalam
UN Convention for the Suppression of the Finan-
mengatasi krisis.
cing of Terrorism sesegera mungkin dan meratifikasi the UN Convention against Transactional Organized Crime.
Kerja Sama Bank Sentral Dalam periode laporan, kerja sama antarbank
(c) Kerjasama internasional melalui pertukaran
sentral berjalan sebagaimana tahun-tahun
informasi dan akses antaranggota G-20.
sebelumnya melalui berbagai forum antara lain
Selanjutnya setiap anggota akan membentuk atau
Executive Meeting of East Asia Pacific Central Bank
mempertahankan Satuan Intelijen Keuangan dan
(EMEAP) dan South-East Asia Central Bank
mengambil langkah-langkah untuk saling tukar
(SEACEN).
informasi. (d) Bantuan teknis. Negara-negara anggota,
Forum EMEAP
sepanjang memungkinkan, akan menyediakan
Dalam pembahasan isu ekonomi dan
bantuan teknis untuk mencegah pembiayaan
keuangan, forum EMEAP menekankan pengaruh
terorisme dan memberantas pencucian uang
perlambatan ekonomi AS dan global terhadap
(money laundering) bagi negara lainnya yang
ekonomi kawasan EMEAP serta potensi kerentanan
membutuhkan bantuan teknis tersebut. Selain itu,
kawasan dalam menghadapi kemungkinan krisis.
G-20 akan menghimbau lembaga-lembaga
Dalam rangka menghadapi perkembangan tersebut,
internasional dan regional untuk memberikan
anggota EMEAP berpandangan perlunya menerap-
bantuan teknis tersebut.
kan kebijakan yang tepat untuk mendorong permin-
(e) Kepatuhan dan pelaporan. Dalam hal ini negara-
taan domestik. Berkaitan dengan dengan upaya
negara anggota akan mengambil langkah-langkah
mendorong stabilitas keuangan, beberapa negara
untuk memastikan agar lembaga-lembaga
EMEAP telah menyoroti pendekatan “one-size-fits-
keuangan dan semua warga negaranya mematuhi
all” dalam implementasi standar internasional di
aturan-aturan untuk memberantas pembiayaan
tengah perbedaan karakteristik dan kemampuan
terorisme serta tindak pidana keuangan lainnya.
anggota dalam menerapkan kebijakan tersebut. Dengan memperhatikan respon kebijakan IMF ter-
Manila Framework Group (MFG)
hadap krisis Asia, EMEAP berpandangan bahwa
Selama tahun laporan, Manila Framework
kebijakan IMF dalam menangani krisis telah me-
Group (MFG) menitikberatkan kepada masalah-
nimbulkan kesulitan ekonomi yang semakin dalam.
masalah: (i) restrukturisasi sektor keuangan dan
Dalam kaitan ini, IMF perlu mempertimbangkan
202
Perekonomian Dunia dan Kerja Sama Internasional
perbedaan fundamental ekonomi masing-masing
pertukaran data dan informasi antaranggota SEG
negara serta melakukan penyederhanaan condi-
dengan membentuk SEG Database.
tionality dan meningkatkan ownership negara-negara
Dalam periode laporan, Bank of Japan (BOJ)
yang dibantu dalam mendukung keberhasilan
juga telah menawarkan bantuan keuangan senilai
program IMF.
JPY 10 juta setiap tahunnya yang digunakan untuk membiayai kegiatan pelatihan tertentu yang
SEACEN
diselenggarakan oleh SEACEN tanpa persyaratan Dalam periode laporan , berbagai topik telah
apapun kecuali pelatihan tersebut telah diidentifikasi
dibahas dalam forum SEACEN. Topik-topik yang
oleh BOJ. Semakin berkembangnya SEACEN Centre
dibahas berkaitan dengan: (i) SEACEN Trust Fund
telah menarik minat dua otoritas moneter, yaitu
(STF), (ii) SEACEN Experts Group (SEG) on Capital
Monetary Authority of Brunei dan Reserve Bank of
Flows, (iii) pembentukan Electronic Data Exchange
Fiji, untuk bergabung menjadi anggota SEACEN
di SEACEN Centre, dan (iv) pemberian bantuan
Centre.
keuangan oleh Jepang. Dalam kerangka STF, SEACEN mencatat beberapa kemajuan sepanjang tahun laporan, yaitu :
Kerja Sama di Bidang Pembangunan Bank Dunia
(i) diterimanya Bank of Mongolia secara resmi menjadi
Dalam tahun laporan, Bank Dunia terus
anggota STF pada tanggal 17 Februari 2000, (ii)
melanjutkan fokus pada isu penanganan kemiskinan
dicapainya kesepakatan untuk meningkatkan dana
dan penguatan pertumbuhan khususnya bagi negara-
STF, dan (iii) dilakukannya upaya -upaya untuk
negara termiskin. Pembahasan dikaitkan dengan
memperbaiki manajemen STF. Upaya-upaya per-
empat topik utama, yaitu: (i) tindak lanjut Highly
baikan manajemen antara lain dilakukan melalui
Indebted Poor Countries (HIPC) Initiative dan Debt
pemberian keleluasaan kepada Direktur Operasi
Sustainability, (ii) penyempurnaan proses Poor
Investasi dan Pasar Keuangan Bank Negara Malaysia
Reduction Growth Facility (PRGF) dan Poor Reduction
sebagai signatory tambahan, dan mengembalikan
Strategy Paper (PRSP), (iii) perbaikan akses pasar
prosedur aplikasi bantuan beasiswa ke sistem yang
untuk ekspor negara berkembang, serta (iv) bantuan
lama yang dipandang lebih efektif.
bagi negara-negara yang baru mengalami konflik.
Sementara itu, SEACEN yang merupakan
Langkah-langkah yang akan dilakukan Bank
lembaga yang menangani riset dan pelatihan bagi
Dunia menyangkut beberapa hal. Pertama, Bank
bank sentral di Asia Tenggara telah berupaya
Dunia akan merekomendasikan strategi pemba-
mengendalikan potensi risiko yang dapat timbul dari
ngunan yang berkelanjutan dan mendorong peme-
volatilitas arus modal melalui pertemuan SEACEN
rataan ke negara-negara miskin dengan bantuan
Expert Group (SEG) on Capital Flows. Dalam kerang-
dana dan pembukaan akses pasar oleh negara-
ka ini pula, SEACEN memperkuat surveillance ter-
negara donor. Kedua, Bank Dunia akan meramping-
hadap arus modal negara-negara anggotanya melalui
kan, memfokuskan, dan memprioritaskan condi-
203
Perekonomian Dunia dan Kerja Sama Internasional
tionality bagi program tersebut dengan berdasarkan
peluncuran putaran baru WTO. APEC menekankan
kepada strategi yang disusun sendiri oleh negara-
perlunya agenda putaran baru WTO untuk mema-
negara anggota (penyusunan PRGF dan PRSP)
sukkan liberalisasi sektor pertanian, produk industri
dalam mendorong pertumbuhan dan mengatasi
dan jasa, memperkuat WTO rules, implementasi isu
kemiskinan. Ketiga, Bank Dunia bersama dengan
serta memasukkan kepentingan dan perhatian
IMF akan memberikan bantuan teknis dan bantuan
seluruh anggota khususnya negara berkembang
capacity building untuk mempercepat proses pemu-
dalam menghadapi tantangan abad 21. Di samping
lihan negara-negara tersebut.
itu, anggota APEC juga menyadari kebutuhan untuk memperkuat pengaturan dan pengawasan perban-
Bank Pembangunan Asia (ADB)
kan, good governance, dan financial disclosure, serta
ADB akan terus berpartisipasi dalam pro-
memperkuat sistem keuangan domestik guna
gram-program pengentasan kemiskinan, pemberda-
menjamin konsistensi kebijakan makroekonomi,
yaan masyarakat, program good governance, serta
memperkuat global financial sector surveillance, dan
mendorong strategi pengembangan sektor swasta.
melanjutkan upaya peningkatan efektifitas lembaga
Di samping itu ADB juga berperan dalam upaya
keuangan internasional.
pencegahan krisis dengan memberikan bantuan kegiatan surveillance dengan bekerjasama dengan
Perhimpunan Negara-negara Asia Tenggara
Sekretariat ASEAN. Diharapkan di masa yang akan
(ASEAN)
datang inisiatif yang akan dilakukan ADB akan
Dalam tahun laporan, berbagai pertemuan
berlanjut kepada upaya standarisasi statistik yang
telah diselenggarakan dalam kerangka ASEAN,
digunakan serta metodologi sistem peringatan dini
seperti ASEAN Central Bank Forum, ASEAN Finance
(early warning system).
Minister and Central Bank Deputies, serta ASEAN Finance Ministers. Perkembangan penting yang dapat
Kerja Sama Regional
dicatat adalah kesepakatan mengenai fasilitas
Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC)
Bilateral Swap Arrangement (BSA) yang bertujuan
Dalam rangka mendorong pertumbuhan
memberikan bantuan keuangan jangka pendek dalam
ekonomi yang berkelanjutan, APEC telah berupaya
bentuk swap kepada negara yang ikut serta dalam
mengadopsi kebijakan moneter dan fiskal maupun
Chiang Mai Initiative. Dalam tahun laporan, negara-
upaya mendorong policy dialogue mengenai ekonomi
negara anggota ASEAN+3 —ASEAN dan ketiga
makro termasuk upaya memperkuat sistem keuangan
negara mitranya, yaitu Jepang, RRC, dan Korea—
internasional guna menciptakan landasan ekonomi
telah menandatangani beberapa BSA. BSA tersebut
yang kuat bagi pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
dilakukan antara Jepang dan Korea (sebesar $2
APEC juga telah menyatakan komitmen untuk mela-
miliar), Jepang dan Thailand (sebesar $3 miliar),
kukan upaya lebih lanjut untuk mendorong liberalisasi
Jepang dan Malaysia (sebesar $1 miliar), serta
perdagangan dan investasi serta mendukung kuat
Jepang dan Filipina ($3 miliar). Khusus untuk
204
Perekonomian Dunia dan Kerja Sama Internasional
Indonesia, sampai saat ini BSA belum dapat direali-
Exchange Rate Regime. Negara-negara ASEAN telah
sasikan karena beberapa masalah yang belum dise-
sepakat untuk melaksanakan feasibility study bagi ke-
pakati antara Indonesia dengan ketiga negara mitra
mungkinan penerapan ASEAN Currency and Ex-
ASEAN tersebut. Masalah tersebut diantaranya
change Rate Mechanism dengan tujuan: (i) mening-
adalah belum jelasnya jumlah maksimum jaminan
katkan stabilitas finansial terutama pada tingkat regio-
pemerintah untuk fasilitas BSA yang diberikan.
nal, (ii) menghindari kemungkinan krisis keuangan di
Perkembangan lain adalah kelanjutan dari
masa mendatang, dan (iii) menggalakkan perdaga-
pembentukan Task Force on ASEAN Currency and
ngan dan investasi melalui penurunan biaya transaksi.
205
Prospek Ekonomi dan Arah Kebijakan Tahun 2002
bab 11 PROSPEK EKONOMI DAN ARAH KEBIJAKAN TAHUN 2002
206
Prospek Ekonomi dan Arah Kebijakan Tahun 2002
b a b 11
PROSPEK EKONOMI DAN ARAH KEBIJAKAN TAHUN 2002
P
rospek ekonomi tahun 2002 diperkirakan masih
Dari sisi penawaran, hampir seluruh sektor
menghadapi tantangan yang cukup berat. Adanya
ekonomi diprakirakan akan memberikan kontribusi
ancaman resesi ekonomi global dan berbagai per-
positif terhadap pertumbuhan ekonomi di tahun
masalahan struktural di dalam negeri menyebabkan
2002. Sejalan dengan masih dominannya peran
sumber-sumber pertumbuhan ekonomi menjadi
konsumsi sebagai mesin utama pertumbuhan, maka
terbatas. Dengan asumsi kondisi sosial politik
sumbangan terbesar diperkirakan akan berasal dari
semakin membaik, tekanan nilai tukar semakin
sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan,
berkurang dan restrukturisasi ekonomi berjalan lebih
khususnya perdagangan ritel. Sementara itu, sektor
baik, pertumbuhan ekonomi tahun 2002 diprakirakan
pertanian diperkirakan belum membaik akibat
akan mencapai kisaran 3,5%–4,0%.
kemungkinan datangnya badai El Nino. Kondisi ini
Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi
juga dipengaruhi oeh permasalahan yang ada di sisi
masih akan lebih banyak bertumpu pada pertumbuhan
produksi dan distribusi pupuk. Komoditas per-
domestik terutama konsumsi swasta. Sementara itu,
kebunan yang berorientasi ekspor diperkirakan
kegiatan ekspor dan investasi masih belum begitu
masih akan mendapat tekanan yang cukup berat
menggembirakan. Prakiraan ini didasari oleh kondisi
seiring dengan kondisi permintaan dunia yang belum
ekonomi dunia yang belum akan pulih dalam waktu
pulih. Sektor pertambangan diperkirakan tumbuh
dekat sehingga masih belum memberikan iklim yang
positif namun masih relatif rendah terutama akibat
kondusif bagi ekspor serta menjadi salah satu kendala
masih tingginya gangguan keamanan pada sektor
masuknya arus modal luar negeri untuk mendorong
ini serta masih lemahnya permintaan luar negeri
investasi swasta. Dari sisi fiskal, pengeluaran
terhadap beberapa komoditas tambang. Sektor
pemerintah diprakirakan tumbuh melambat sehingga
lainnya seperti bangunan diprakirakan akan bangkit
belum mampu memberikan stimulus terhadap
sejalan dengan akan direalisasikannya beberapa
perekonomian secara berarti. Selanjutnya, mengingat
proyek besar seperti Jakarta Outer Ring Road
permintaan domestik diharapkan dapat menjadi motor
(JORR) dan mulai maraknya penyediaan perumahan
pertumbuhan ekonomi, upaya yang lebih serius untuk
seiring dengan meningkatnya kredit untuk pe-
mempercepat penyelesaian berbagai permasalahan
rumahan.
mendasar dan faktor risiko dalam negeri menjadi
Sementara itu, nilai tukar rupiah diprakirakan
tantangan yang sangat penting untuk diselesaikan agar
dapat kembali menguat meskipun masih terdapat
momentum pemulihan ekonomi nasional yang ber-
potensi tekanan depresiasi. Di samping faktor
kesinambungan dapat dipertahankan.
struktural ekonomi, perkembangan nilai tukar di tahun
207
Prospek Ekonomi dan Arah Kebijakan Tahun 2002
2002 akan sangat dipengaruhi oleh sentimen pelaku
jangka panjang dapat dicapai pertumbuhan ekonomi
pasar terhadap beberapa perkembangan ekonomi
yang berkesinambungan. Secara operasional, Bank
politik seperti masalah kesinambungan fiskal dan
Indonesia akan mengoptimalkan instrumen-instrumen
beberapa peristiwa politik menjelang sidang tahunan
moneter terutama melalui operasi pasar terbuka
MPR. Nilai tukar rupiah diprakirakan secara rata-rata
(OPT) dan sterilisasi valas guna mengurangi tekanan
akan berada pada kisaran Rp9.500/$–Rp10.500/$.
terhadap inflasi dan nilai tukar rupiah. Di samping itu,
Penguatan nilai rupiah secara signifikan diharapkan
upaya untuk memulihkan fungsi intermediasi per-
dapat terjadi pada pertengahan tahun sejalan dengan
bankan akan terus dilakukan antara lain dengan lebih
terus membaiknya risiko politik, keuangan, dan eko-
mendorong perbankan agar menyalurkan kredit ke
nomi. Prakiraan tersebut juga didukung oleh mem-
sektor-sektor ekonomi yang telah siap dan memiliki
baiknya kinerja neraca pembayaran yang terutama
risiko relatif lebih rendah.
disebabkan oleh membaiknya lalu lintas modal.
Selanjutnya, mengingat konsumsi masih
Proyeksi ini akan lebih optimis apabila dalam waktu
akan merupakan motor utama pertumbuhan ekonomi
dekat terdapat kemajuan dalam pelaksanaan
di tahun mendatang maka diperlukan berbagai
program-program ekonomi pemerintah sehingga
kebijakan untuk mengatasi berbagai kendala pembia-
dapat memperbaiki persepsi pelaku pasar, termasuk
yaan dan distribusi di sisi penawaran agar kenaikan
adanya kemajuan yang signifikan dalam penjualan
konsumsi tidak menimbulkan dampak kenaikan harga
aset oleh BPPN dan privatisasi BUMN.
yang berlebihan. Di samping itu, dengan banyaknya
Tekanan laju inflasi pada tahun 2002 dipra-
faktor-faktor nonmoneter yang mempengaruhi inflasi,
kirakan akan masih tinggi yang bersumber dari
koordinasi dengan berbagai pihak khususnya peme-
tingginya ekspektasi inflasi, meningkatnya per-
rintah mutlak diperlukan untuk meminimalkan dampak
mintaan yang kurang diimbangi oleh peningkatan
tekanan inflasi yang berasal dari kebijakan peme-
penawaran serta dampak kebijakan pemerintah di
rintah, penurunan pasokan dan terganggunya distri-
bidang harga dan pendapatan. Intensitas tekanan
busi barang dan jasa.
inflasi diprakirakan akan semakin bertambah apabila
Optimisme terhadap beberapa indikator yang
pengaruh El Nino mengakibatkan terjadinya gang-
dijadikan asumsi dasar dalam menyusun proyeksi di
guan produksi dan distribusi pangan yang sangat
atas masih dihadapkan pada berbagai tantangan dan
signifikan. Memperhatikan berbagai faktor di atas,
risiko ketidakpastian. Walaupun faktor tersebut telah
sasaran inflasi IHK di tahun 2002 ditetapkan pada
diidentifikasi pada tahun sebelumnya, upaya pe-
kisaran 9%–10%.
nanganannya masih belum menunjukkan kemajuan
Untuk mencapai sasaran inflasi yang cukup
yang berarti sehingga dapat meningkatkan ekspektasi
realistis tersebut, kebijakan moneter akan dilakukan
negatif masyarakat terhadap proses pemulihan
secara berhati-hati dan terukur agar kestabilan harga
ekonomi. Untuk itu, percepatan penanganan berbagai
tetap terjaga untuk mendukung proses pemulihan
masalah tersebut harus dilakukan agar dapat me-
ekonomi yang sedang berjalan, sehingga dalam
ngembalikan kepercayaan masyarakat.
208
Prospek Ekonomi dan Arah Kebijakan Tahun 2002
TANTANGAN KE DEPAN
sendiri (self-financing). Selanjutnya, terbatasnya
Memperhatikan proses penanganan ber-
sumber pembiayaan dari sektor perbankan terkait
bagai permasalahan mendasar dan faktor risiko di
erat dengan keengganan bank untuk mena-
tahun 2001 yang tidak secepat dari yang diperkira-
namkan kelebihan likuiditasnya ke dalam bentuk
kan, tantangan yang dihadapi dalam upaya pengen-
kredit. Hal ini dikuatirkan akan menjadi sarana
dalian moneter di tahun 2002 cenderung akan
berspekulasi yang pada gilirannya dapat memberi
semakin berat. Upaya mengatasi berbagai faktor
tekanan terhadap nilai tukar dan inflasi.
risiko dan ketidakpastian tersebut akan menjadi kunci
•
Ketiga, beban keuangan pemerintah yang berat.
keberhasilan untuk menjamin prospek pemulihan
Beban pembayaran utang pemerintah dan penge-
ekonomi yang lebih baik pada tahun-tahun menda-
luaran subsidi yang relatif masih tinggi meng-
tang. Berbagai faktor risiko dan ketidakpastian
akibatkan upaya memberikan stimulus pertum-
tersebut mencakup :
buhan ekonomi menjadi terbatas. Dengan posisi
•
Pertama, akselerasi penyelesaian restukturisasi
utang luar negeri yang relatif besar, upaya untuk
utang perusahaan- baik utang luar negeri
mengurangi beban anggaran pemerintah akan
maupun utang kepada perbankan dalam negeri-
sangat tergantung pada keberhasilan negosiasi
relatif berjalan lambat. Kondisi ini telah menye-
Paris Club III.
babkan peningkatan kegiatan ekonomi dan
Keempat, relatif masih tingginya ketidakpastian
penyaluran kredit perbankan tidak dapat berjalan
hukum. Kondisi ini selain memicu timbulnya
lebih cepat, karena sebagian besar perusahaan
persepsi negatif investor luar negeri juga memper-
yang masih dalam proses restrukturisasi tersebut
sulit upaya perbaikan country risk Indonesia se-
merupakan komponen terbesar dari per-
hingga membawa dampak yang kurang mengun-
ekonomian nasional. Masih tingginya utang luar
tungkan bagi upaya restrukturisasi utang luar
negeri yang belum direstrukturisasi juga mencer-
negeri serta mengurangi minat investor asing
minkan potensi terjadinya tekanan depresiasi
untuk melakukan investasi di Indonesia.
nilai tukar apabila permintaan valuta asing (valas)
•
•
•
Kelima, munculnya berbagai peraturan baru yang
untuk pembayaran utang luar negeri tidak
terkait dengan pelaksanaan otonomi daerah
terpenuhi oleh pasar.
sehingga menyebabkan kurang kondusifnya iklim
Kedua, proses intermediasi perbankan yang
investasi di daerah. Di samping itu, pemanfaatan
belum sepenuhnya berjalan normal. Ekspansi
Dana Alokasi Umum (DAU) secara tidak efisien
kredit perbankan masih terbatas sejalan dengan
menyebabkan stimulus ekonomi dari sektor
masih tingginya risiko usaha di sektor riil dan
pemerintah menjadi semakin terbatas.
masih berlangsungnya konsolidasi internal di
•
Keenam, di sisi eksternal, meskipun diperkirakan
sektor perbankan. Kondisi ini sangat membatasi
akan mulai membaik pada semester kedua,
sumber pembiayaan kegiatan ekonomi, sehingga
secara keseluruhan perekonomian dunia masih
kegiatan ekonomi lebih banyak dibiayai oleh dana
akan mengalami resesi pada tahun 2002. Kondisi
209
Prospek Ekonomi dan Arah Kebijakan Tahun 2002
ini akan sangat berpengaruh terhadap kinerja sektor eksternal ekonomi Indonesia. Di samping itu, pemberlakuan Asean Free Trade Area (AFTA)
Tabel 11.1 Pertumbuhan Ekonomi Di Berbagai Kawasan Dunia Rincian
20022)
2000*
2001**
Pertumbuhan Ekonomi Dunia Negara Industri Amerika Serikat Jepang Uni Eropa Negara Industri Baru Asia
4,7 3,9 4,1 2,2 3,4 8,2
2,4 1,1 1,0 –0,4 1,7 0,4
2,4 0,8 0,7 –1,0 1,3 2,0
Negara Berkembang Afrika Asia China ASEAN - 41) Amerika Latin Negara Transisi
5,8 2,8 6,8 8,0 5,0 4,1 6,3
4,0 3,5 5,6 7,3 2,3 1,0 4,9
4,4 3,5 5,6 6,8 2,9 1,7 3,6
sejak awal tahun 2002, di satu sisi dapat membuka peluang ekspor, namun di sisi lain akan mendorong masuknya pesaing luar negeri yang dapat mengancam kinerja produsen dalam negeri.
PROSPEK EKONOMI GLOBAL Pertumbuhan Ekonomi dan Perdagangan Dunia Perlambatan ekonomi global yang terjadi di tahun 2001 diprakirakan masih akan berlanjut di tahun 2002. Perlambatan ini tidak terlepas dari
Sumber : IMF, World Economic Outlook, Desember 2001 1) Terdiri dari Indonesia, Malaysia, Filipina dan Thailand 2) Angka Proyeksi
kebijakan moneter ketat yang diterapkan oleh mayoritas negara maju dalam dua tahun terakhir untuk
Pertumbuhan ekonomi negara-negara maju
meredam tekanan permintaan domestik yang
secara umum diprakirakan masih akan melambat.
dianggap terlalu tinggi. Namun demikian, kebijakan
Perekonomian Amerika Serikat yang menjadi lokomotif
tersebut ternyata menimbulkan dampak kontraksi
ekonomi global akan mengalami perlambatan dan
yang lebih besar dan lebih cepat dari prakiraan.
hanya akan tumbuh sebesar 0,7% di tahun 2002.
Sementara itu, tragedi WTC telah menimbulkan
Perekonomian Uni Eropa hanya akan tumbuh sebesar
kekhawatiran terjadinya kontraksi pertumbuhan
1,3% di tahun 2002 yang utamanya disebabkan oleh
ekonomi yang lebih besar sehingga memicu mayo-
melemahnya permintaan domestik di Jerman.
ritas negara maju untuk melakukan ekspansi moneter
Sementara itu, perekonomian Jepang yang telah
dan fiskal secara lebih agresif untuk kembali men-
mengalami resesi ekonomi lebih dari satu dasawarsa,
dorong permintaan. Berdasarkan hal tersebut, IMF
diprakirakan akan semakin memburuk dengan
memperkirakan pertumbuhan
ekonomi dunia
pertumbuhan sebesar –1,0% di tahun 2002. Sedang-
sebesar 2,4% pada tahun 20021 dimana pemulihan
kan pertumbuhan ekonomi negara industri baru di Asia
kegiatan ekonomi yang signifikan diharapkan akan
seperti Korea Selatan, Singapura, Hong Kong, dan
terjadi pada semester II tahun 2002. Sejalan dengan
Taiwan diprakirakan akan tumbuh masing-masing
itu, pertumbuhan volume perdagangan dunia diper-
sebesar 3,2%, 1,2%, 1,0% dan 0,7%.
kirakan juga akan sedikit meningkat dari 1,3% di tahun 2001 menjadi 2,5% di tahun 2002.
Meskipun kondisi perekonomian global masih diliputi oleh ketidakpastian dan risiko yang tinggi namun peluang terjadinya proses pemulihan ekonomi
1
IMF, World Economic Outlook, Desember 2001
210
yang lebih cepat diprakirakan masih terbuka. Selain
Prospek Ekonomi dan Arah Kebijakan Tahun 2002
didorong oleh adanya dukungan kebijakan moneter dan fiskal yang lebih longgar, proses membaiknya
Tabel 11.2 Perkembangan Inflasi dan Suku Bunga Internasional
kepercayaan konsumen yang berlangsung lebih cepat diprakirakan akan mampu mempercepat terjadinya
Rincian
2000
2001
2002
Tingkat Inflasi
pemulihan ekonomi global. Di samping itu, relatif
Negara Industri
2,3
2,3
1,3
masih rendahnya harga minyak dan membaiknya
Negara Berkembang
5,9
6,0
5,3
Negara Transisi
20,1
16,0
11,0
Amerika Serikat
6,6
3,8
2,8
Jepang
0,3
0,2
0,1
Uni Eropa
4,6
4,1
2,9
kondisi pasar teknologi informasi juga akan mampu mendorong produktivitas serta mempercepat pemulihan kapasitas produksi. Prospek ekonomi di negara berkembang, kecuali beberapa negara tertentu seperti Cina dan
Suku Bunga Jangka Pendek
Sumber : IMF, World Economic Outlook, Desember 2001
India, secara umum masih akan cenderung kurang menggembirakan. Pertumbuhan ekonomi di Ame-
Sementara itu, suku bunga jangka panjang akan relatif
rika Latin ditengarai akan mengalami penurunan
lebih tinggi seiring dengan ekspektasi membaiknya
yang paling buruk yang utamanya dipengaruhi oleh
kondisi perekonomian dunia.
terjadinya krisis keuangan dan kondisi politik yang tidak menentu di Argentina dan krisis energi di Brasil.
Prospek Harga Komoditas Pasar Internasional Secara umum, harga pasar komoditas inter-
Inflasi dan Sukubunga Internasional
nasional di tahun 2002 cenderung masih rendah.
Dengan melemahnya permintaan dunia serta
Selain disebabkan oleh lemahnya permintaan, sulit-
kecenderungan menurunnya harga minyak di pasar
nya mendongkrak harga komoditas juga disebab-
internasional, inflasi dunia diprakirakan akan semakin
kan oleh tingginya tingkat produksi di tahun sebe-
menurun di tahun 2002. Kecenderungan menurunnya
lumnya sehingga terjadi penumpukan persediaan
inflasi terutama akan dialami oleh mayoritas negara
barang yang cukup besar. Terkait dengan hal ter-
maju. Sementara itu inflasi di negara-negara ber-
sebut, tingkat harga beberapa komoditas ekspor
kembang akan banyak dipengaruhi oleh perkem-
Indonesia seperti komoditas tambang dan pertanian
bangan di sektor eksternalnya. Terkait dengan hal
diprakirakan masih akan menghadapi tekanan yang
tersebut inflasi di negara maju akan mencapai 1,3%.
cukup berat. Di samping itu, kondisi permintaan
Sementara itu inflasi di negara-negara berkembang
yang lemah dapat memicu terjadinya persaingan
akan mencapai 5,3%.
harga yang semakin tajam sehingga merugikan
Untuk menangkal berlanjutnya penurunan
negara eksportir. Dengan demikian, untuk mengu-
permintaan agregat, kebijakan moneter di negara-
rangi pengaruh tekanan harga bagi Indonesia,
negara maju diprakirakan masih akan cenderung
perluasan dan diversifikasi pasar penting dilakukan
longgar sehingga perkembangan suku bunga pasar
meskipun secara teknis ketergantungan terhadap
jangka pendek akan cenderung masih rendah.
pasar tradisional seperti Amerika Serikat dan
211
Prospek Ekonomi dan Arah Kebijakan Tahun 2002
Jepang relatif masih akan sulit diatasi dalam jangka
kan pengurangan kuota produksi minyak sebesar 1,5
pendek.
juta barel per hari sejak 1 Januari 2002. Meskipun
Relatif lemahnya pertumbuhan ekonomi
demikian, agar kebijakan tersebut dapat berjalan
negara maju juga akan mendorong turunnya harga
efektif, pengurangan jumlah kuota produksi OPEC
minyak sehingga cenderung bergerak dalam batas
perlu diimbangi pula dengan kebijakan serupa oleh
bawah kisaran harga yang disepakati oleh anggota
negara penghasil minyak non OPEC seperti Rusia,
OPEC, yaitu $22/barel. Hal ini antara lain disebabkan
Norwegia, Oman dan Mexico. Terkait dengan kebi-
oleh kebutuhan musim dingin yang relatif normal serta
jakan OPEC tersebut, kuota produksi minyak
relatif tingginya persediaan minyak Amerika Serikat
Indonesia diperkirakan akan berkurang sekitar 77 ribu
akibat adanya kelebihan pasok pasar minyak
barel per hari.
internasional di tahun 2001. Untuk mendorong stabilitas harga minyak
PROSPEK EKONOMI INDONESIA
agar kembali pada kisaran harga $22 – $28 per barel,
Pertumbuhan ekonomi tahun 2002 dipra-
negara anggota OPEC telah sepakat untuk melaku-
kirakan masih akan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan tahun sebelumnya. Hal ini
Indeks
antara lain ditunjukkan oleh pergerakan Leading
Harga Internasional Komoditi Pertambangan
Indikator Ekonomi (LIE) (Grafik 11.2) yang masih
400 Nikel (aksis kanan)
Timah (aksis kanan)
350
Tembaga Aluminium
menunjukkan kecenderungan yang meningkat.
Timbal
300
Tingginya pertumbuhan ekonomi juga didukung oleh
250 200
hasil survei yang menunjukkan adanya peningkatan
150
tingkat hunian(occupancy rate) kantor.
100
Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi
50
diprakirakan masih akan bersumber dari mening-
0 1/5 1/19 2/2 2/16 3/2 3/16 3/30 4/13 4/27 5/11 5/25 6/8 6/22 7/6 7/20 8/3 8/17 8/31 9/14 9/2810/1210/26 11/911/2312/712/21
2001 Persen
Harga Internasional Komoditi Perkebunan 6000 5000
Kokoa Kopi (aksis kanan)
Minyak Sawit Karet (aksis kanan)
Kayu
100
1,4
10,0
1,3
80 70
4000
60
1,3 5,0 1,1 0,0
1,0
40
-5,0
0,9
30
-10,0
50
3000 2000
0,8 PDB (Aksis Kiri)
20
1000
10 0
0 1/5 1/19 2/2 2/16 3/2 3/163/30 4/134/275/11 5/25 6/8 6/22 7/6 7/20 8/3 8/178/319/149/2810/1210/2611/911/2312/712/21
2001
Grafik 11.1 Perkembangan Harga Komoditi Ekspor
212
15,0
90
0,7
Komposit (Aksis Kanan)
-15,0
Trend Komposit (Aksis Kanan)
0,6 0,5
-20,0 9
1996
3
6
1997
9
3
6
1998
9
3
6
1999
9
3
6
9
2000
Grafik 11.2 Leading Indikator Ekonomi
3
6
9
2001
3
2001
Prospek Ekonomi dan Arah Kebijakan Tahun 2002
katnya permintaan domestik terutama untuk kegiatan
ekspor relatif lemah, pertumbuhan impor diprakirakan
konsumsi, sementara permintaan luar negeri dipra-
masih akan cukup tinggi yang terutama didorong oleh
kirakan masih rendah akibat lemahnya permintaan
masih kuatnya permintaan domestik.
dari mayoritas negara yang menjadi pasar tradisional
Relatif tingginya pertumbuhan konsumsi
produk ekspor Indonesia. Dari sisi penawaran,
antara lain didukung oleh hasil survei konsumen
tingginya permintaan dalam negeri tersebut
rumah tangga yang masih menunjukkan kecen-
diprakirakan akan diimbangi oleh peningkatan kinerja
derungan yang optimis didorong oleh ekspektasi
di sektor industri pengolahan, sektor perdagangan,
membaiknya penghasilan dalam periode 6 – 12 bulan
dan sektor transportasi. Secara keseluruhan ekonomi
mendatang serta ekspektasi membaiknya kondisi
Indonesia tahun 2002 akan tumbuh dalam kisaran
makroekonomi (Grafik 11.3). Dari sisi pembiayaan,
3,5%–4,0%.
kecenderungan meningkatnya penyaluran kredit
Di samping berbagai faktor risiko yang
konsumsi juga masih akan berlanjut sehingga
berasal dari dalam negeri, proyeksi angka per-
pengeluaran konsumsi untuk barang-barang tahan
tumbuhan tersebut pada dasarnya akan sangat
lama juga akan meningkat. Optimisme kenaikan
tergantung pada kecepatan pemulihan kegiatan
konsumsi masyarakat tercermin pula dari perilaku
perdagangan luar negeri serta perkembangan harga
produsen yang banyak melakukan impor bahan baku
komoditas di pasar internasional. Sebagaimana
dan barang modal - di tengah kondisi ekspor yang
diungkapkan sebelumnya, perkembangan harga
menurun - di tiga triwulan pertama tahun 2001.
komoditas ekspor utama Indonesia termasuk minyak
Konsumsi pemerintah masih akan mampu
mentah cenderung masih akan tertekan di pasar
tumbuh meskipun lebih rendah dibandingkan tahun
internasional. Dapat dikemukakan, adanya penuru-
sebelumnya seiring dengan
nan harga minyak sebesar $2/barel secara agregat
pengeluaran rutin pemerintah. Dilihat dari alokasinya,
diprakirakan dapat menyebabkan turunnya pertum-
keterbatasan pemerintah untuk mendorong
menurunnya
buhan ekonomi kurang lebih sebesar 0,23%.
Prospek Permintaan
Tabel 11.4 Pertumbuhan PDB Menurut Pengeluaran
Dari sisi permintaan, kegiatan ekonomi di
Jenis
Persen
tahun 2002 masih akan disumbang oleh pertumbuhan permintaan domestik. Konsumsi yang telah mencatat pertumbuhan yang signifikan di tahun 2001 di-
20021)
2001**
Total Konsumsi
6,2
4,3 - 4,8
Konsumsi Swasta
5,9
4,3 - 4,8
Konsumsi Pemerintah
8,2
4,8 - 5,3
prakirakan masih akan mampu tumbuh positif di tahun
Total Investasi
4,0
6,0 - 6,5
2002. Pertumbuhan investasi diperkirakan akan
Ekspor Barang dan Jasa
1,9
2,3 - 2,8
Impor Barang dan Jasa
8,1
8,3 - 8,8
PDB Riil
3,3
3,5 - 4,0
meningkat, sedangkan pertumbuhan ekspor diprakirakan masih akan terbatas sejalan dengan masih
1) Angka Proyeksi Bank Indonesia
lemahnya permintaan eksternal. Meskipun kegiatan
213
Prospek Ekonomi dan Arah Kebijakan Tahun 2002
buhan investasi di tahun mendatang diprakirakan
Persen
akan lebih banyak dilakukan oleh perusahaan yang
180 160
Kondisi Ekonomi
140
Kondisi Keuangan
telah lama mapan di Indonesia. Sementara
120 100
dari
sisi
pembiayaan,
pertumbuhan investasi diharapkan dapat didukung
80 60
oleh peningkatan kegiatan intermediasi perbankan
40
domestik, di samping pembiayaan dari supplier dan
20
sumber internal perusahaan. Selain itu, dengan
0 Apr.
Mei
Jun.
Jul.
Ags.
Sep.
Okt.
Nov.
Des.
2001
Grafik 11.3 Survei Ekspektasi Konsumen
adanya kesungguhan pemerintah untuk memacu investasi termasuk diantaranya rencana pendirian lembaga penyedia dana investasi serta rencana peningkatan penyaluran kredit untuk usaha kecil dan
pertumbuhan konsumsi disebabkan oleh relatif masih
menengah (UKM), diharapkan peluang untuk
tingginya alokasi pengeluaran beban pembayaran
memacu kegiatan investasi swasta akan semakin
bunga utang pemerintah dan subsidi yang di-
terbuka. Di samping kondisi fundamental ekonomi
anggarkan dalam APBN 2002. Meskipun demikian,
yang lebih kondusif, membaiknya kondisi sosial politik
pangsa pengeluaran APBN 2002 untuk Dana Alokasi
diharapkan dapat lebih mendorong optimisme
Umum yang mencapai lebih dari 20% dari total belanja
pengusaha untuk tidak lagi menunda realisasi
pemerintah diharapkan mampu mendorong konsumsi
investasinya di Indonesia.
terutama pada lapisan masyarakat di daerah.
Pertumbuhan investasi pemerintah
Kegiatan investasi diprakirakan masih akan
diprakirakan akan masih terbatas bahkan sedikit lebih
tumbuh positif di tahun mendatang. Di satu sisi,
rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Relatif
kecenderungan pasar internasional saat ini yang
rendahnya pertumbuhan investasi pemerintah
semakin cenderung berhati-hati kemungkinan masih
terutama disebabkan oleh terbatasnya sumber
akan berlanjut hingga mempersulit upaya untuk
pembiayaan pemerintah khususnya pinjaman program
menarik masuk investor luar negeri. Namun dari sisi
dan pinjaman proyek. Dari sisi APBN, keterbatasan
yang lain, berbagai data mikro masih memperlihatkan
mobilisasi pembiayaan tersebut tercermin dari rencana
adanya minat investasi yang cukup tinggi. Tingginya
defisit APBN 2002 yang menurun dari 3,7% PDB di
minat investasi juga didukung oleh hasil survei
tahun 2001 menjadi 2,5% PDB di tahun 2002. Secara
kegiatan usaha yang masih menunjukkan kecen-
nominal, total pengeluaran pemerintah untuk
derungan yang positif. Beberapa perusahaan besar
pengeluaran investasi diprakirakan akan mencapai
di sektor pertambangan dan industri pengolahan
Rp77,7 triliun dimana sebesar 32,6% dari jumlah
bahkan telah merencanakan ekspansi yang cukup
tersebut dialokasikan kepada pemerintah daerah.
tinggi di tahun 2002. Dengan kecenderungan
Dari sisi eksternal, pertumbuhan ekspor
persetujuan PMA dan PMDN yang menurun, pertum-
diprakirakan akan meningkat meskipun relatif rendah
214
Prospek Ekonomi dan Arah Kebijakan Tahun 2002
akibat kondisi perekonomian dunia yang diprakirakan
persepsi negatif mengenai situasi keamanan di
baru akan pulih pada paro kedua tahun 2002. Pertum-
Indonesia diprakirakan juga masih ada.
buhan ekspor diprakirakan akan lebih banyak
Sementara itu, pertumbuhan impor
didorong oleh peningkatan ekspor nonmigas meski-
diprakirakan masih cukup tinggi yang terutama di-
pun beberapa komoditas diprakirakan masih akan
sebabkan oleh masih tingginya konsumsi masyarakat
mendapat tekanan yang cukup berat. Sementara itu,
serta sedikit meningkatnya pertumbuhan ekspor. Di
ekspor migas diprakirakan akan mengalami
samping permintaan domestik yang cukup tinggi,
pertumbuhan negatif akibat harga minyak yang masih
harga komoditas dunia cenderung masih rendah serta
cenderung rendah serta diturunkannya kuota produksi
nilai tukar yang relatif menguat diprakirakan akan
minyak Indonesia. Beberapa komoditas ekspor
memberikan kontribusi positif bagi pertumbuhan
nonmigas yang diprakirakan akan terkena dampak
impor. Faktor lain yang mendorong pertumbuhan
melemahnya perekonomian negara maju antara lain
impor ditengarai oleh terbatasnya kapasitas produksi
adalah produk pipa baja (70% pasar ekspor pipa baja
beberapa komoditas pertanian baik akibat adanya
ke Amerika Serikat), tekstil (26% pasar tekstil ke
penurunan produktivitas maupun terjadinya gang-
Amerika Serikat) serta produk kerajinan dan furniture
guan alam. Meskipun demikian, beberapa kebijakan
untuk pasar Eropa (Jerman dan Denmark). Gambaran
pemerintah yang bertujuan untuk mengurangi
pertumbuhan ekspor yang relatif kurang meng-
tingginya ketergantungan terhadap barang impor baik
gembirakan tersebut didukung oleh data-data awal
melalui kebijakan untuk merangsang peningkatan
dari berbagai asosiasi yang menunjukkan berkurang-
produksi dalam negeri maupun dengan kebijakan
nya permintaan dari negara-negara yang secara
proteksi perdagangan akan sedikit banyak meredam
tradisional menjadi tujuan pasar ekspor.
serbuan barang impor dalam tahun mendatang.
Di samping faktor permintaan dunia, rendahnya pertumbuhan ekspor juga dipengaruhi oleh
Prospek Penawaran
harga komoditas di pasar internasional yang secara
Secara sektoral, pertumbuhan ekonomi yang
umum belum akan mencatat peningkatan berarti.
moderat di tahun 2002 akan disumbang oleh hampir
Tingkat harga yang relatif rendah diprakirakan masih
seluruh sektor ekonomi dengan sumbangan terbesar
akan dialami oleh beberapa komoditas andalan
masih berasal dari sektor industri pengolahan dan
seperti komoditas pertanian dan komoditas tambang
sektor perdagangan.
termasuk minyak mentah. Faktor lain yang
Kinerja sektor pertanian pada tahun 2002
mempengaruhi ekspor adalah tendensi meningkatnya
diperkirakan belum membaik, terutama pada tanaman
persaingan eksportir di pasar internasional akibat
pangan. Hal ini disebabkan oleh adanya kemungkinan
menciutnya permintaan global, sehingga mempenga-
datangnya badai El Nino, permasalahan distribusi
ruhi kemampuan daya saing produk ekspor Indonesia.
pupuk ke petani sehubungan dengan dibebaskannya
Selain itu, faktor kekhawatiran pihak luar negeri me-
produsen mengekspor pupuk ke luar negeri, dan
ngenai kesinambungan pasokan ekspor akibat
terbatasnya pembiayaan kepada petani. Pemenuhan
215
Prospek Ekonomi dan Arah Kebijakan Tahun 2002
Namun di sisi lain, produksi 4 komoditas Tabel 11.4 Pertumbuhan PDB Menurut Lapangan Usaha
Sektor
20021)
2001**
0,6 -0,6 4,3 8,4 4,0 5,1 7,5 3,0 2,0 3,3
aneka tanaman, dan tanaman hias, di tahun 2002 diprakirakan meningkat 17%, yakni dari 16,1 juta ton
Persen Pertanian Pertambangan Industri Pengolahan Listrik Bangunan Perdagangan Angkutan Keuangan Jasa Total
holtikultura unggulan, yaitu buah-buahan, sayuran,
-0,2 – 0,3 0,7 – 1,2 5,0 – 5,5 9,4 – 9,9 3,9 – 4,4 5,3 – 5,8 6,5 – 7,0 3,3 – 3,8 1,5 – 2,0 3,5 – 4,0
1) Angka Proyeksi Bank Indonesia
menjadi 18,9 juta ton. Selain itu, produksi ternak dan hasil ternak diprakirakan juga meningkat sehingga memberikan sumbangan positif terhadap kinerja sektor pertanian seperti halnya pada tahun 2001. Sektor pertambangan diprakirakan akan tumbuh positif, meskipun masih relatif rendah. Faktor keamanan dan ketidakpastian hukum, terutama pada aktivitas penambangan liar, masih menjadi masalah pada sektor ini. Selain itu, permintaan ekspor barang
kebutuhan pupuk dalam negeri diperkirakan masih
tambang, seperti timah, tembaga, nickel, aluminium,
kurang mengingat belum optimalnya produksi pupuk
dan batu bara, diperkirakan akan mengalami penu-
di Aceh akibat masih tersendatnya pasokan gas dari
runan. Namun demikian, investasi di bidang pertam-
Exxon. Produksi tahun 2002 diperkirakan mengalami
bangan diantaranya oleh British Petroleum, Exxon
penurunan sebesar 1,89% akibat turunnya luas
Mobil, Unocal, dan Gulf untuk eksplorasi minyak dan
panen.2
gas di wilayah Jawa Tengah dan Papua diperkirakan Sementara itu, sebagai dampak menurun-
masih tetap berlangsung.
nya permintaan luar negeri, ekspor produk pertanian,
Sektor industri pengolahan diprakirakan
seperti kayu, karet, kopi, dan teh, diperkirakan masih
masih menjadi motor penggerak ekonomi yang
melemah. Penurunan produksi yang cukup besar
terutama didorong oleh tingginya permintaan do-
diprakirakan akan dialami komoditas kopi yang
mestik. Hal ini dapat dilihat dari prakiraan mening-
menurun sekitar 20%–25%. Penurunan tersebut
katnya utilisasi industri. Diantara industri-industri
diperkirakan akibat kurangnya pemeliharaan kebun
manufaktur yang berencana untuk menambah jumlah
kopi rakyat -khususnya dalam pemupukan- akibat
produksinya atau meningkatkan tingkat utilisasinya
rendahnya pendapatan petani dari hasil penjualan
di tahun 2002 adalah industri perakitan sepeda motor,
biji kopi yang harganya turun. Sementara itu,
industri elektronika, industri minuman, industri ban,
subsektor kehutanan diprakirakan belum menunjuk-
industri semen, industri farmasi, industri pakan ternak,
kan kinerjanya yang berarti karena adanya kerusak-
dan industri plastik. Selain itu, beberapa industri
an hutan yang cukup parah serta maraknya penja-
bahkan berencana untuk melakukan ekspansi,
rahan, pencurian, dan penyelundupan kayu.
diantaranya adalah industri lampu, industri percetakan, dan industri kemasan. Sementara itu, sebagai
2
Angka Ramalan I BPS bulan Februari 2002
216
dampak dari lesunya perekonomian Amerika Serikat
Prospek Ekonomi dan Arah Kebijakan Tahun 2002
dan Uni Eropa (global recession), beberapa industri
naik rata-rata 4,7% hingga 9,4%. Maraknya bisnis
unggulan ekspor seperti industri TPT (Tekstil dan
properti ini ditunjang oleh trend yang meningkat pada
Produk Tekstil) dan industri alas kaki diperkirakan
penjualan semen dan prakiraan meningkatnya kredit
mengalami penurunan produksi paling tidak hingga
di sektor properti sebesar 15,6% dibandingkan
awal semester kedua tahun 2002.
dengan tahun 2001.
Sektor listrik diprakirakan masih akan
Sektor perdagangan diprakirakan akan
tumbuh tinggi. Meskipun kapasitas dan produksi listrik
tumbuh cukup tinggi. Pasar ritel daerah Bogor -
oleh PLN di Jawa-Bali tahun 2002 diprakirakan tidak
Tangerang-Bekasi diperkirakan akan mulai bergairah
mengalami peningkatan yang berarti, namun kapa-
di tahun 2002, sedangkan pasar ritel Jakarta sudah
sitas IPP (Independent Power Producer) mengalami
mulai bergerak tahun 2001. Pertumbuhan penjualan
peningkatan. Peningkatan kapasitas tersebut sebagai
ritel untuk tahun 2002 diperkirakan sebesar 15%. Hal
upaya untuk merespon tingginya permintaan yang
ini antara lain didukung oleh adanya rencana penam-
tercermin dari meningkatnya trend penjualan listrik.
bahan beberapa gerai baru minimarket Indomaret di
Tingginya rata-rata pertumbuhan penjualan listrik dari
Surabaya, rencana perluasan Rimo di Balikpapan,
tahun 1995 sampai dengan tahun 2000 sebesar 9,3%
Riau, dan Pontianak, serta rencana penambahan
mengindikasikan kebutuhan akan listrik selalu
beberapa gerai baru Ramayana di daerah tingkat satu
meningkat dan tinggi. Penjualan tenaga listrik sistem
dan tingkat dua di luar pulau Jawa. Tingginya pen-
Jawa Bali oleh PLN pada tahun 2002 diperkirakan
jualan ritel ini menunjukkan bahwa permintaan
akan tumbuh 10,2%.
domestik menjadi penggerak utama pertumbuhan
Sektor bangunan akan mulai bangkit pada
ekonomi. Indikator lainnya adalah penjualan sepeda
tahun 2002. Beberapa proyek besar seperti
motor yang masih menunjukkan trend yang naik dan
penerusan pembuatan Jakarta Outer Ring Route
diperkirakan terus berlanjut di tahun 2002 mendatang.
(JORR) akan direalisasikan. Pengembang (devel-
Sementara itu, trend pertumbuhan kunjungan
oper) perumahan mulai gencar membangun dan
wisatawan mancanegara ke Indonesia di tahun 2002
memasarkan rumahnya sejalan dengan besarnya
diprakirakan akan membaik. Hal ini disebabkan
permintaan tempat tinggal. Subsektor properti ritel dan
meningkatnya wisatawan yang berulang kali mengun-
rumah tinggal menengah ke bawah diperkirakan
jungi Indonesia (repeator tourists) dan adanya ten-
tumbuh, sementara properti perkantoran, apartemen,
densi pengalihan kunjungan wisata dari tujuan semula
kondominium, dan kawasan industri cenderung
ke Amerika dan Eropa menjadi ke Asia. Kunjungan
stagnan. Penjualan rumah baru pada 2002 men-
wisatawan mancanegara tahun 2002 diprakirakan
datang diperkirakan meningkat sebesar 11%
berjumlah 5,3 juta naik dari 5,0 juta di tahun 2001.
dibandingkan tahun lalu sebagai akibat terjadinya
Sektor angkutan menyumbang pertumbuh-
ekspansi kredit pemilikan rumah (KPR) perbankan
an ekonomi terbesar ketiga setelah sektor industri dan
dan mulai pulihnya daya beli masyarakat. Penjualan
sektor perdagangan. Sektor ini diperkirakan akan
tersebut akan meningkat meskipun harga jual rumah
tumbuh relatif tinggi di tahun 2002. Tragedi WTC tidak
217
Prospek Ekonomi dan Arah Kebijakan Tahun 2002
berdampak signifikan terhadap kinerja sektor
memberikan sumbangan positif pada sektor ini
transportasi, terutama pelayaran dalam negeri. Total
terutama pada kegiatan pelayanan kepada publik
volume kargo kapal untuk pelayaran domestik dan
yang meningkat. Sementara itu, kegiatan hiburan dan
internasional diproyeksikan meningkat. Jumlah
rekreasi diperkirakan masih tetap marak. Dalam pada
penumpang kereta api diperkirakan terus mengalami
itu, Pemda DKI Jakarta berencana membangun
peningkatan. Selain itu, jumlah penumpang angkutan
fasilitas pusat wisata belanja dan agribisnis di kawa-
udara domestik pada tahun 2002 diperkirakan naik
san Bandara-Sukarno Hatta yang menjual produk
9,8% menjadi 8,8 juta orang dibanding tahun 2001.
ekspor unggulan, termasuk hasil agrobisnis.
Hal tersebut didorong oleh semakin terjangkaunya tarif penerbangan dalam negeri dan adanya pengalihan pasar ke daerah-daerah potensial sebagai dampak dari otonomi daerah.
PROSPEK NERACA PEMBAYARAN Kinerja neraca pembayaran Indonesia pada tahun 2002 secara keseluruhan relatif membaik
Subsektor penerbangan diprakirakan masih
dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini dapat dilihat
akan mampu tumbuh karena mempunyai captive
terutama dari membaiknya lalu lintas modal. Semen-
market yang besar di pasar domestik terutama
tara itu, transaksi berjalan tetap mencatat surplus
angkutan jamaah haji. Di tahun 2002 diprakirakan
meskipun cenderung menurun bila dibandingkan
tidak ada penambahan investasi untuk moda ang-
dengan tahun 2001.
kutan laut dan udara namun pemanfaatan kapasitas
Menurunnya surplus transaksi berjalan
yang ada diprakirakan akan meningkat. Sementara
terutama disebabkan oleh masih rendahnya pertum-
itu, investasi moda angkutan darat khususnya kereta
buhan ekspor Indonesia sebagai akibat masih
api dan bus diprakirakan masih akan meningkat,
lambatnya pertumbuhan ekonomi negara-negara
termasuk diantaranya rencana pengoperasian KA
yang menjadi tujuan utama ekspor Indonesia seperti
penumpang cepat jalur Yogyakarta-Solo-Semarang
Amerika Serikat, Jepang, dan Uni Eropa. Di samping
yang sedang dirintis oleh pemerintah daerah Jawa
faktor permintaan dunia, pertumbuhan ekspor juga
Tengah dan investor lokal.
dipengaruhi oleh perkembangan harga komoditas
Kinerja sektor keuangan nasional di tahun 2002 diprakirakan akan lebih baik dibandingkan
nonmigas di pasar internasional yang secara umum relatif masih rendah.
tahun 2001. Di subsektor perbankan, berbagai
Namun demikian, tekanan permintaan dan
indikator keuangan diprakirakan akan membaik.
harga tersebut diprakirakan bersifat jangka pendek
Berdasarkan survei perbankan periode triwulan IV-
dan akan berkurang pada pada paro kedua tahun
2001, permintaan kredit baru diprakirakan akan
2002. Terkait dengan hal itu, ekspor nonmigas
meningkat sejalan dengan membaiknya prospek
diprakirakan masih akan mampu tumbuh di tahun
usaha nasabah.
2002. Sementara itu, dengan tercapainya kesepa-
Sektor jasa diprakirakan masih tumbuh
katan pembagian jumlah kuota produksi OPEC yang
positif. Implementasi otonomi daerah ditengarai akan
berlaku sejak Januari 2002, perkembangan harga
218
Prospek Ekonomi dan Arah Kebijakan Tahun 2002
minyak internasional yang pada beberapa bulan
miliar. Surplus transaksi perdagangan tersebut
terakhir tahun 2001 berada jauh di bawah kisaran
terutama disumbang oleh peningkatan ekspor non-
harga OPEC akan sedikit membaik, meskipun
migas sehingga menjadi $48,3 miliar atau meningkat
kenaikan tersebut tidak akan terlalu signifikan.
sebesar 5,5% dibandingkan tahun sebelumnya.
Dengan perkembangan harga minyak yang masih
Sementara itu, nilai ekspor migas diperkirakan sebe-
rendah serta sedikit berkurangnya kuota produksi
sar $11,4 miliar atau mengalami penurunan sebesar
minyak, pertumbuhan ekspor migas masih akan
11,4% dibandingkan tahun lalu. Secara keseluruhan
negatif di tahun 2002. Sementara itu, pertumbuhan
impor tahun 2002 mencapai $39,4 miliar. Impor
impor diprakirakan masih akan cukup tinggi yang
nonmigas akan mencapai $34,0 miliar atau meningkat
antara lain didorong oleh masih kuatnya pertum-
sebesar 8,5% dibandingkan tahun lalu. Sementara
buhan konsumsi serta mulai meningkatnya kegiatan
itu, defisit transaksi jasa-jasa meningkat sebesar $0,6
investasi dan ekspor pada tahun 2002.
miliar menjadi $ 17,3 miliar. Sumber defisit terutama
Secara lebih rinci, transaksi berjalan tahun
berasal dari meningkatnya defisit jasa-jasa angkutan
2002 akan mencatat surplus sebesar $3,1 miliar, lebih
barang yang terkait dengan meningkatnya kegiatan
rendah dari surplus tahun sebelumnya. Transaksi
impor, yakni sebesar $342 juta serta meningkatnya
perdagangan mencatat surplus sebesar $20,3 miliar
defisit net investment income sebesar $738 juta.
dan transaksi jasa-jasa mencatat defisit sebesar $17,3
Sementara itu, sumber penerimaan jasa-jasa terutama akan berasal dari peningkatan kegiatan pariwisata sejalan dengan meningkatnya arus turis asing
Tabel 11.5 Proyeksi Neraca Pembayaran Indonesia Keterangan
2001*
ke Indonesia. Penerimaan devisa dari kegiatan 2002**
Miliar $ A. Transaksi Berjalan 1. Barang a. Ekspor f,o,b, - Nonmigas - Migas b. Impor f,o,b, - Nonmigas - Migas 2. Jasa a. Nonmigas b. Migas B. Lalu Lintas Modal 1. Lalu lintas modal pemerintah (bersih) a. Penerimaan pinjaman b. Pelunasan pinjaman 2. Lalu lintas modal swasta (bersih) a. Penanaman modal langsung (bersih) b. Lainnya (bersih) C. Jumlah (A+B) D. Selisih Perhitungan antara C dan E E. Lalu Lintas Moneter1) 1)
pariwisata akan meningkat sebesar $764 juta. Lalu lintas modal tahun 2002 akan membaik
5,0 21,6 58,7 45,8 12,9 -37,0 -31,4 -5,6 -16,7 -12,4 -4,3
3,1 20,3 59,7 48,3 11,4 -39,4 -34,0 -5,4 -17,3 -14,2 -3,0
yang antara lain tercermin dari defisit yang lebih ren-
-8,9 -0,3 3,3 -3,6 -8,6 -5,9 -2,7 -3,9 2,6 1,4
-2,8 0,9 5,3 -4,4 -3,8 -5,3 1,6 0,3 0 -0,3
pencairan pinjaman luar negeri pemerintah pada
dah dibandingkan tahun lalu. Perkembangan defisit lalu lintas modal turun menjadi $2,8 miliar, yang berasal dari surplus lalu lintas modal pemerintah bersih sebesar $930 juta dan defisit lalu lintas modal swasta bersih sebesar $3,8 miliar. Tertundanya
tahun 2001 yang berkaitan dengan belum terpenuhinya policy matrix, diharapkan akan dapat dicairkan dalam tahun 2002. Selain itu, untuk mengurangi beban pembayaran pokok utang luar negeri, pemerintah akan tetap mengajukan rescheduling dalam
Minus (–) = Surplus, dan sebaliknya
forum Paris Club III.
219
Prospek Ekonomi dan Arah Kebijakan Tahun 2002
Defisit lalu lintas modal swasta akan turun menjadi $3,8 miliar. Lebih rendahnya prakiraan defisit
rawannya proses transformasi demokrasi di dalam negeri.
tersebut terutama disebabkan oleh turunnya prakiraan
Dengan harapan membaiknya kondisi sosial
pembayaran utang luar negeri sektor swasta sejalan
politik, maka kondisi sektor riil, perbankan, dan
dengan semakin rendahnya posisi utang luar negeri
moneter diperkirakan akan lebih kondusif sehingga
swasta dan masih rendahnya pinjaman swasta asing
proses intermediasi perbankan akan berjalan lebih
yang masuk. Selain itu, defisit net portfolio investment
baik. Hal ini dapat mengurangi berlebihnya likuiditas
turun dari $1,4 miliar menjadi $0,2 miliar yang
rupiah disektor keuangan yang berpotensi dapat
terutama disebabkan oleh prakiraan net debt securi-
memberikan tekanan terhadap nilai tukar rupiah.
ties yang mencatat surplus sebesar $162 juta dari
Bertepatan dengan membaiknya kondisi di dalam
defisit $1,2 miliar pada tahun 2001.
negeri tersebut, kondisi ekonomi dunia diperkirakan akan menunjukkan awal pemulihan sejak perte-
PROSPEK NILAI TUKAR
ngahan tahun 2002.
Pada tahun 2002, nilai tukar rupiah di-
Membaiknya kondisi di dalam dan luar negeri
perkirakan akan mencapai rata-rata antara Rp9.500
tersebut pada gilirannya akan memperbaiki kesen-
– Rp10.500 per dolar3 dengan tingkat volatilitas yang
jangan permintaan dan penawaran valas. Besarnya
cenderung lebih rendah dibandingkan tahun sebe-
kebutuhan valas untuk kegiatan impor dan pemba-
lumnya. Proyeksi tersebut akan lebih optimis apabila
yaran utang luar negeri swasta diperkirakan dapat
dalam waktu dekat terdapat beberapa langkah konkrit
diimbangi dengan mulai pulihnya aliran devisa masuk
dalam program restrukturisasi ekonomi yang dapat
yang bersumber dari devisa ekspor dan penanaman
memperbaiki ekspektasi pasar.
modal asing baik dalam bentuk FDI maupun porto-
Kecenderungan penguatan nilai tukar rupiah
folio. Selain itu, dengan kecenderungan membaiknya
diperkirakan dapat terjadi sejak pertengahan tahun
kondisi sosial politik, tekanan permintaan valas yang
2002. Hal ini didasari oleh optimisme bahwa kondisi
bersumber dari kegiatan spekulasi dan penyelamatan
sosial politik yang menunjukkan kecenderungan
asset (flight to quality) dapat lebih diminimalisir.
membaik sejak pertengahan tahun 2001 dapat
Sementara itu, nilai tukar yang lebih stabil akan
membuka jalan sekaligus mempercepat penanga-
memberikan harapan bagi terdapatnya kepastian
nan berbagai program restrukturisasi perekonomian,
dalam penanganan berbagai permasalahan ekonomi
sehingga dapat tercipta kondisi fundamental
sehingga dapat berjalan lebih efektif daripada tahun
ekonomi yang lebih kondusif. Kendati demikian,
sebelumnya. Berbagai program restrukturisasi
kewaspadaan masih tetap diperlukan terhadap ke-
ekonomi seperti restrukturisasi utang dan korporasi
mungkinan meningkatnya kembali ketidakpastian
diperkirakan akan berjalan lebih baik sehingga
kondisi sosial politik tersebut mengingat masih
tekanan permintaan valas untuk kebutuhan pembayaran utang luar negeri diperkirakan akan mulai
3
Diestimasi dengan menggunakan pendekatan model Technical Adjusted Behavioral Equilibrium Exchange Rate (BEER)
220
berkurang. Di samping itu, stabilnya nilai tukar rupiah
Prospek Ekonomi dan Arah Kebijakan Tahun 2002
dapat mengurangi ketidakpastian kondisi fiskal yang
tahun-tahun mendatang. Perkembangan harga
pada gilirannya dapat mendorong terciptanya
komoditas di pasar internasional diprakirakan masih
kestabilan ekonomi makro sekaligus memperbaiki
relatif rendah sehingga perkembangan inflasi dunia
kepercayaan publik.
diprakirakan belum menunjukkan peningkatan yang berarti. Di samping itu, perkembangan nilai tukar
PROSPEK DAN SASARAN INFLASI
tahun 2002 diprakirakan akan sedikit menguat
Prospek Inflasi
mencapai rata-rata antara Rp9.500 – Rp10.500 per Indonesia
dolar terutama berkaitan dengan risiko politik yang
dipengaruhi oleh kondisi makro ekonomi dan
memiliki kecenderungan yang membaik. Walaupun
gangguan (shocks) yang berasal dari perkembangan
demikian, pergerakan nilai tukar masih perlu diwas-
di luar kondisi makro ekonomi. Kondisi makroekonomi
padai mengingat efek pass-through nilai tukar yang
yang dimaksud terutama adalah perkembangan
sangat signifikan terhadap perkembangan laju
permintaan dan penawaran agregat, perkembangan
inflasi.
Perkembangan
inflasi
di
faktor eksternal yang memiliki pengaruh langsung
Faktor fundamental lainnya adalah ekspek-
terhadap inflasi (efek pass-through) dan ekspektasi
tasi masyarakat terhadap perkembangan inflasi
inflasi masyarakat. Sementara itu, faktor di luar kondisi
yang merupakan faktor yang paling dominan dalam
makro ekonomi adalah adanya penerapan kebijakan
menentukan laju inflasi. Faktor ekspektasi inflasi ini
pemerintah di bidang harga dan pendapatan, faktor
ditentukan oleh perkembangan inflasi pada periode
alam dan masalah yang terkait dengan produksi dan
lalu (ekspektasi adaptif) dan perkembangan kondisi
distribusi.
perekonomian terutama variabel-variabel yang me-
Dalam jangka pendek, tekanan inflasi dari
miliki hubungan erat dengan perkembangan inflasi,
sisi permintaan agregat diperkirakan akan meningkat.
yaitu perkembangan nilai tukar dan kebijakan
Namun demikian, tekanan inflasi tersebut
pemerintah di bidang harga dan pendapatan. Untuk
diperkirakan bukan diakibatkan oleh permintaan yang
tahun 2002 inflasi yang diekspektasikan oleh
terlalu tinggi (excess demand) melainkan lebih
masyarakat diperkirakan sedikit menurun diban-
disebabkan oleh pertumbuhan kapasitas produksi
dingkan dengan inflasi tahun 2001. Hal ini didasar-
yang relatif terbatas. Hal ini antara lain tercermin dari
kan pada angka rata-rata prakiraan inflasi dari
pertumbuhan investasi yang rendah sementara
berbagai lembaga penelitian yang sedikit lebih
pertumbuhan konsumsi masyarakat meningkat. Me-
rendah dibandingkan dengan inflasi tahun 2001,
nurunnya produktivitas di sektor pertanian diper-
yaitu sekitar 10%.
kirakan juga akan turut menyumbang kenaikan harga-
Di luar faktor makro ekonomi, faktor gang-
harga bahan makanan karena tidak mampu mengim-
guan yang diperkirakan akan memberikan tekanan
bangi kenaikan permintaan.
yang cukup tinggi terhadap perkembangan laju inflasi
Sementara itu, tekanan inflasi dari sisi
di tahun 2002 adalah adanya penerapan kebijakan
eksternal diprakirakan tidak terlalu signifikan pada
pemerintah di bidang harga yang tekanannya muncul
221
Prospek Ekonomi dan Arah Kebijakan Tahun 2002
Tabel 11.6 Rencana Kebijakan Pemerintah Di Bidang Harga Tahun 2002
Persen 1.4 1.3
Kebijakan Pemerintah
Kenaikan Harga/Tarif (%)
Periode Penerapan
LII + 8 bln
1.2 1.1
TDL Tahap I
6
trw I
TDL Tahap II
6
trw II
TDL Tahap III
6
trw III
TDL Tahap IV
6
trw IV
BBM
22
trw I
Cukai (HJE) Rokok
10
trw I
Tarif Telepon
15
trw I
UMR/UMP
30
trw I
1.0 0.9 0.8 0.7
1
4
7 10
1997
1
4
7
1998
10
1
4
7
1999
10
1
4
7 10
1
2000
4
7
2001
10
1
4
2002
Grafik 11.4 Perkembangan Leading Indikator Inflasi
melalui cost-push inflation. Dampak yang tinggi
tahun 2002. Berdasarkan hal ini, perkembangan
terhadap inflasi terutama bersumber dari kenaikan
inflasi (y-o-y) diperkirakan akan mulai menunjukkan
harga BBM, kenaikan TDL, kenaikan tarif telepon,
penurunan di pertengahan tahun 2002.
prakiraan kenaikan cukai rokok dan rencana kenaikan
Dalam jangka menengah, perkembangan
UMP. Dari berbagai rencana penerapan kebijakan
inflasi akan lebih banyak didominasi perkembangan
pemerintah di bidang harga yang telah teridentifikasi
inflasi yang diekspektasikan oleh masyarakat. Upaya
persentase kenaikannya, dampak inflatoirnya
Bank Indonesia dalam mengendalikan laju inflasi
terhadap perkembangan inflasi IHK diperkirakan
diharapkan akan dapat mengarahkan ekspektasi
mencapai sekitar 2,6%.
masyarakat pada perkembangan inflasi yang menu-
Faktor gangguan lainnya yang memiliki
run pada tahun-tahun mendatang. Sementara itu,
dampak cukup signifikan adalah faktor alam dan
penerapan kebijakan pemerintah di bidang harga dan
masalah distribusi. Gangguan dari faktor alam pada
pendapatan masih akan terus berlangsung dalam
tahun 2002 diperkirakan akan muncul seiring dengan
beberapa tahun mendatang, seiring dengan upaya
prakiraan adanya El-Nino yang akan mengganggu
pemerintah dalam mengurangi defisit anggaran
proses produksi di sektor pertanian. Hal ini akan
melalui pengurangan subsidi dan peningkatan pene-
berdampak pada kenaikan harga-harga kelompok
rimaan pajak. Namun dampak inflasinya diperkirakan
bahan makanan akibat berkurangnya pasokan.
akan semakin menurun terutama berkaitan dengan
Sementara itu, perkembangan Leading
prakiraan penurunan intensitas dari penerapan
Indikator Inflasi (LII) diperkirakan telah menunjukkan
kebijakan ini di tahun-tahun mendatang. Sementara
puncak siklus (peak) di sekitar bulan Oktober tahun
itu, stabilnya perkembangan nilai tukar rupiah dalam
2001. Dengan prakiraan lead time sekitar 8 bulan
jangka menengah diperkirakan tidak memberikan
terhadap siklus inflasi, siklus inflasi diperkirakan akan
dampak inflatoir terhadap perkembangan inflasi
mencapai puncaknya di sekitar semester pertama
dalam jangka menengah.
222
Prospek Ekonomi dan Arah Kebijakan Tahun 2002
Sasaran Inflasi
menghadapi trade off antara laju inflasi dan pertum-
Berdasarkan evaluasi perkembangan pen-
buhan ekonomi, proses disinflasi belum dapat
capaian sasaran inflasi Bank Indonesia dalam dua
dilakukan secara tajam pada 2002. Penetapan
tahun terakhir, pada tahun 2002 Bank Indonesia
sasaran inflasi yang rendah di tahun 2002 akan
melakukan perubahan dalam metode penetapan sa-
membutuhkan reaksi kebijakan moneter yang
saran inflasi. Dalam perubahan ini ini ditetapkan jenis
ekstra ketat sehingga dapat menghambat proses
sasaran inflasi yang lebih dapat diterima oleh
pemulihan ekonomi Indonesia. Dengan demikian
masyarakat serta ditetapkan level dan periode
level sasaran inflasi yang optimal untuk dicapai di
pencapaian sasaran inflasi yang optimal (Boks :
akhir tahun 2002 adalah pada level yang relatif
Penetapan Sasaran Inflasi Bank Indonesia). Untuk
masih berada dalam kisaran prakiraan laju inflasi
itu pada tahun 2002, Bank Indonesia menggunakan
di tahun tersebut, yaitu pada kisaran 9%-10%.
inflasi IHK sebagai jenis inflasi yang dijadikan sasaran
Dalam jangka menengah, Bank Indonesia
untuk dicapai. Di samping itu, selain mengumumkan
dapat melakukan proses disinflasi dengan penetapan
sasaran inflasi jangka pendek yang akan dicapai pada
sasaran inflasi yang menurun secara bertahap.
tahun 2002, Bank Indonesia juga menetapkan
Berdasarkan proses simulasi yang didasarkan pada
sasaran inflasi jangka menengah yang akan dicapai
asumsi menurunnya intensitas kebijakan pemerintah
dalam 5 tahun.
di bidang harga dan tidak terjadinya gejolak nilai tukar
Penggunaan inflasi IHK sebagai jenis inflasi
rupiah, proses disinflasi dapat dilakukan dengan
yang dijadikan sasaran Bank Indonesia perlu dila-
penerapan kebijakan moneter yang berhati-hati.
kukan dalam upaya meningkatkan peran Bank
Melalui kebijakan tersebut, dalam 5 tahun ke depan
Indonesia dalam pembentukan ekspektasi inflasi di
secara bertahap inflasi akan diarahkan pada kisaran
masyarakat. Untuk tujuan ini, maka dari berbagai
6%–7%.
kriteria yang dipertimbangkan dalam pemilihan jenis
Dengan mengupayakan penurunan inflasi
sasaran inflasi, yaitu akseptabilitas, prediktabilitas,
secara bertahap, diharapkan kebijakan moneter yang
dan kontrolabilitas, Bank Indonesia perlu untuk lebih
ekstra ketat dapat dihindarkan sehingga proses
mengutamakan kriteria akseptabilitas. Inflasi IHK
pemulihan ekonomi dapat terus berlangsung. Semen-
merupakan jenis inflasi yang paling memenuhi
tara itu, keberhasilan dalam mencapai sasaran inflasi
kriteria akseptabilitas ini. Karena dari berbagai jenis
secara bertahap akan meningkatkan kredibilitas Bank
indikator inflasi yang dapat dijadikan sasaran oleh
Indonesia sehingga proses disinflasi ke tingkat yang
Bank Indonesia, inflasi IHK merupakan jenis inflasi
rendah dapat dilakukan dengan biaya sosial yang
yang lebih dikenal dan lebih dipahami oleh ma-
minimal.
syarakat. Dengan memperhatikan prospek makro
ARAH KEBIJAKAN
ekonomi dan sumber-sumber tekanan inflasi serta
Dengan memperhatikan prospek ekonomi
adanya keterbatasan kebijakan moneter dalam
dan sasaran inflasi yang ditetapkan serta berbagai
223
Prospek Ekonomi dan Arah Kebijakan Tahun 2002
tantangan yang dihadapi di tahun 2002, Bank Indo-
Di bidang perbankan, prioritas utama
nesia akan berupaya untuk menempuh kebijakan-
kebijakan diarahkan untuk memperkuat ketahanan
kebijakan di bidang moneter, perbankan dan sistem
sistem perbankan. Untuk mencapai hal tersebut,
pembayaran secara konsisten.
Bank Indonesia akan terus meneruskan memak-
Di bidang moneter, kebijakan Bank Indo-
simalkan penerapan 25 Basel Core Principles for
nesia tetap diarahkan untuk mencapai sasaran laju
Effective Banking Supervision yang penjabarannya
inflasi yang ditetapkan. Upaya tersebut akan
dituangkan dalam Master Plan Peningkatan Efek-
difokuskan pada penyerapan ekses likuiditas agar
tivitas Pengawasan Bank. Upaya untuk memelihara
tetap sesuai dengan kebutuhan riil perekonomian. Hal
CAR bank-bank yang telah mencapai 8% terus
ini dilakukan dengan mempertimbangkan pula suku
dilakukan khususnya terhadap bank-bank yang
bunga riil yang positif pada kisaran 4,0%–5,0%.
struktur permodalannya masih rentan terhadap
Secara operasional, pengendalian moneter akan di-
pengaruh kenaikan suku bunga dan melemahnya nilai
lakukan dengan mengoptimalkan instrumen-
tukar serta penurunan kualitas kredit. Bagi bank-bank
instrumen moneter terutama melalui OPT dengan
besar yang beroperasi secara internasional akan
lelang SBI. Upaya tersebut juga didukung dengan
didorong untuk lebih meningkatkan rasio kecukupan
melakukan sterilisasi valas. Langkah ini akan
modalnya di atas 8%. Di samping itu, dalam rangka
dilakukan secara berhati-hati dan terukur agar kesta-
meningkatkan stabilitas sistem keuangan, pada saat
bilan harga tetap terjaga untuk mendukung proses
ini Bank Indonesia sedang melakukan pengkajian
pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung,
mengenai landscape perbankan Indonesia yang
sehingga dalam jangka panjang dapat dicapai
terintegrasi dengan pengembangan lembaga finansial
pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan.
lainnya.
Di samping itu, dalam rangka meredam
Sementara itu, untuk memulihkan fungsi
fluktuasi nilai tukar, pengawasan terhadap transaksi
intermediasi perbankan, Bank Indonesia akan mendo-
devisa bank-bank, baik secara langsung maupun
rong perbankan untuk lebih banyak lagi menyalurkan
tidak langsung akan terus dioptimalkan. Berbagai
kredit kepada sektor-sektor yang dianggap telah siap
upaya untuk memperbaiki struktur mikro pasar valas
dan memiliki risiko yang relatif rendah seperti kredit
termasuk mengurangi segmentasi pasar juga akan
ekspor dan kredit bagi usaha kecil dan menengah
terus dilakukan sehingga dapat tercipta pasar valas
dengan tetap memperhatikan prinsip perkreditan yang
yang likuid dan efisien.
sehat, serta melakukan penyempurnaan terhadap
Di sisi lain, dengan banyaknya faktor-faktor
beberapa ketentuan untuk mempercepat intermediasi
nonmoneter yang berpengaruh terhadap inflasi,
perbankan. Selain itu, usaha untuk meningkatkan
koordinasi antara Bank Indonesia dengan Pemerintah
kesehatan bank juga didukung oleh upaya-upaya
perlu ditingkatkan untuk mengatasi sumber-sumber
yang terus menerus untuk menekan angka NPLs
inflasi yang berasal dari dampak kebijakan pemerintah
perbankan nasional dengan mewajibkan bank-bank
serta faktor produksi dan distribusi barang dan jasa.
untuk mencapai target NPLs sebesar 5% pada akhir
224
Prospek Ekonomi dan Arah Kebijakan Tahun 2002
tahun 2002. Sementara itu, upaya yang perlu di-
Bank Indonesia dalam melakukan pemantauan
lakukan untuk memperkuat infrastruktur perbankan
ketaatan bank dalam memenuhi ketentuan GWM
nasional dapat dilakukan dengan terus mendorong
dan pemantauan likuiditas bank akan sangat
pengembangan bank syariah dan keberadaan BPR
terbantu.
serta bersama-sama dengan pemerintah memper-
Sementara itu, dalam rangka peningkatan
siapkan pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan
kualitas dan kapasitas layanan sistem pembayaran
dan lembaga pengawas jasa keuangan.
khususnya yang berkaitan dengan penyelenggaraan
Di bidang sistem pembayaran tunai,
kliring, Bank Indonesia telah mengembangkan SIKJJ
kebijakan diarahkan pada penyediaan uang yang
yang direncanakan akan diimplementasikan di
layak edar dan mencukupi kebutuhan masyarakat
Kantor Pusat Jakarta dan KBI yang telah meng-
baik dari sisi nominal maupun jenis pecahannya.
gunakan sistem kliring otomasi. Selain itu, Bank
Kebijakan ini antara lain mencakup penataan kembali
Indonesia juga melakukan penyusunan ketentuan
jalur distribusi uang serta pendirian laboratorium untuk
mengenai pengawasan penyelenggara sistem
menguji bahan uang. Di samping itu, Bank Indonesia
pembayaran, menyelenggarakan jasa sistem pem-
juga akan melanjutkan penerapan Sistem Informasi
bayaran dengan menggunakan alat pembayaran non
Pengedaran Uang pada kantor-kantor koordinator
tunai dan jasa pendukungnya serta melakukan
agar dapat terintegrasi dengan kantor pusat.
pengaturan yang terkait dengan upaya mengatasi
Sementara dari sisi pembayaran nontunai, kebijakan tetap diarahkan pada pengurangan risiko
kegagalan peserta kliring dalam penyelesaian kewajiban setelmennya.
pembayaran, peningkatan kualitas dan kapasitas
Untuk menurunkan risiko setelmen di pasar
layanan sistem pembayaran serta pengaturan pe-
modal, Bank Indonesia akan melakukan pengem-
ngawasan sistem pembayaran guna mendorong
bangan sistem Delivery Versus Payment (DVP)
terwujudnya sistem pembayaran yang cepat, aman
tahap pertama. Dengan adanya pengembangan ini
dan efisien. Kebijakan tersebut direalisasikan dengan
akan terbentuk suatu integrasi sistem setelmen
terus dilanjutkannya implementasi sistem BI-RTGS
antara sisi pembayaran (payment leg) melalui
ke 15 KBI lainnya sehingga apabila seluruh KBI telah
sistem BI-RTGS dengan sisi penyerahan sekuritas
menggunakan sistem BI-RTGS, pelaksanaan tugas
(delivery leg) melalui setelmen sekuritas.
225
Lampiran
LAMPIRAN
226
Lampiran
Lampiran A
BANK INDONESIA
Kantor Pusat Jakarta
Kantor Perwakilan London New York Singapura Tokyo
Kantor-Kantor Bank Indonesia Ambon, Balikpapan, Banda Aceh, Bandar Lampung, Bandung, Banjarmasin, Batam, Bengkulu, Cirebon Denpasar, Jambi, Jayapura, Jember, Kediri, Kendari, Kupang, Lhokseumawe, Makassar, Malang, Manado, Mataram, Medan, Padang, Palangkaraya, Palembang, Palu,Pekanbaru, Pontianak, Purwokerto, Samarinda, Semarang, Sibolga, Solo, Surabaya, Tasikmalaya, Ternate, Yogyakarta
227
Lampiran
Lampiran B
Dewan Gubernur Bank Indonesia per tanggal 31 Desember 2001
Gubernur Syahril Sabirin
Deputi Gubernur Senior Anwar Nasution
Deputi Gubernur Miranda S. Goeltom Aulia Pohan Achjar Iljas
228
Lampiran
Lampiran C.1
Organisasi dan Sumber Daya Manusia Selama tahun laporan, Bank Indonesia telah melakukan
Sehubungan dengan pembentukan beberapa propinsi
beberapa penyempurnaan organisasi dan pengembangan
baru di wilayah Republik Indonesia yaitu Propinsi Banten,
sumber daya manusia (SDM). Penyempurnaan organisasi telah
Kepulauan Bangka Belitung dan Gorontalo, telah dilakukan
dilakukan untuk mengakomodasikan perubahan-perubahan
pengaturan kembali wilayah kerja Kantor Bank Indonesia di
yang terjadi. Sehubungan dengan pemantauan kegiatan lalu
daerah. Hal ini dilakukan untuk memperjelas kewenangan
lintas devisa telah dilakukan penyempurnaan organisasi
masing-masing Kantor Bank Indonesia yang meliputi wilayah
Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter dengan melakukan
propinsi-propinsi bentukan baru tersebut.
perubahan pada Struktur Organisasi dan Tugas Pokok
Dalam rangka melakukan perubahan secara mendasar
Direktorat dimaksud.
dan bersifat menyeluruh, saat ini Bank Indonesia sedang
Dengan semakin meningkatnya volume kegiatan
melaksanakan Program Transformasi Bank Indonesia. Program
pengaturan, perizinan dan pengawasan Bank Syariah, telah
ini dilakukan secara bertahap dan telah memasuki tahap
dibentuk sebuah satuan kerja berbentuk Biro yang menangani
implementasi sejak pertengahan bulan Oktober 2001 dengan
hal-hal tersebut yaitu Biro Perbankan Syariah.
pelaksanaan 7 (tujuh) program strategis yaitu Proyek
Di samping itu, dalam rangka melaksanakan verifikasi
Perencanaan, Anggaran dan Manajemen Kinerja; Proyek
(off-site) atas kelayakan penjaminan Trade Maintenance Facility
Manajemen Sumber Daya Manusia; Proyek Perbankan; Proyek
(TMF) dan Inter Bank Debt/Exchange Offer (IBD/EO) telah
Manajemen Informasi; Proyek Teknologi Informasi; Proyek
dilakukan penyempurnaan organisasi Direktorat Luar Negeri.
Moneter; dan Proyek Logistik (Bagan 1).
Verifikasi tersebut semula ditangani oleh satuan kerja di sektor
Implementasi masing-masing proyek dimaksud
Perbankan.
dilaksanakan di bawah organisasi Unit Khusus Program
Penanggung Jawab Program Masing-masing Penanggung Jawab Proyek (anggota Dewan Gubernur)
1 Sumber Daya Manusia
Tim Pengarah Program Direktur Program
2
3
Perencanaan, Anggaran dan Manajemen Kinerja
Manajemen Informasi
4 Moneter
Tim Pengarah Proyek
5
6
Perbankan
Teknologi Informasi
7
8
Logistik
Pengendalian Program
Keterangan : – Penanggungjawab program dipimpin langsung oleh Gubernur Bank Indonesia dibantu oleh Dewan Gubernur Bank Indonesia – Pemilik Program adalah Deputi Gubernur yang langsung mengelola workstream
Bagan 1 Organisasi Unit Khusus Program Transformasi Bank Indonesia
229
Lampiran
Transformasi (UKPT) sebagai tindak lanjut atas hasil diagnostic
dalam rangka Inter Bank Debt/Exchange Offer (IBD/EO), program
study yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya. Tahap
penjaminan kewajiban pembayaran Bank Umum dan Bank
implementasi yang tengah dilakukan saat ini merupakan fase
Perkreditan Rakyat.
pertama dari tiga fase yang telah dijadwalkan, mengingat
Dalam rangka mewujudkan manajemen sumber daya
cakupan penyempurnaan organisasi yang cukup luas dalam
manusia yang mampu mengembangkan sumber daya manusia
program ini.
yang efektif dan memiliki kompetensi tinggi melalui pelaksanaan
Sejalan dengan reorganisasi melalui Program
fungsi sumber daya manusia yang profesional dengan dukungan
Transformasi, penyempurnaan organisasi di bidang lain tetap
sistem sumber daya manusia yang sesuai dengan kebutuhan
dilakukan. Penyempurnaan dimaksud adalah penyempurnaan
organisasi, Bank Indonesia secara terus-menerus melakukan
organisasi Direktorat Pengedaran Uang dengan pertimbangan
penyempurnaan Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia.
untuk meningkatkan fungsi penelitian dan pengembangan serta
Pada tahun 2001 telah diimplementasikan ketentuan
pengaturan di bidang Pengedaran Uang. Pertimbangan-
mengenai Disiplin Pegawai dan pengaturan Penghargaan Masa
pertimbangan lain yang mendasari penyempurnaan organisasi
Pengabdian. Selain itu telah diterbitkan pula ketentuan
tersebut adalah diterapkannya Currency Handling System yang
Manajemen Jalur Karir bagi Kasir dan Satuan Pengamanan.
terpadu secara efektif dan efisien, standarisasi untuk
Tujuan ketentuan ini adalah untuk memberikan kejelasan tentang
mempercepat pelayanan kebutuhan kas bank, serta
Jalur Karir Kasir dan Satpam di Bank Indonesia dalam rangka
pemanfaatan perkembangan teknologi sortasi, pemusnahan
meningkatkan kinerja dan kepuasan kerja.
dan handling material yang berdampak pada prosedur kerja.
Untuk melaksanakan tugas dan wewenang secara bersih
Disamping itu, telah pula dilakukan penyempurnaan
dan bebas dari unsur-unsur korupsi, kolusi dan nepotisme,
organisasi di Sektor Moneter, untuk mengakomodasikan tugas
kepada Pimpinan (Anggota Dewan Gubernur) dan Pejabat Bank
penatausahaan Surat Utang Pemerintah (SUP). Penggunaan
Indonesia sampai dengan tingkat tertentu diwajibkan melakukan
SUP tersebut adalah untuk penyediaan dana penjaminan
pelaporan harta kekayaannya.
Jumlah Pegawai
No.
Akhir
Kantor
Kantor
Kantor
Tahun Anggaran
Pusat
Bank Indonesia
Perwakilan
Jumlah
di Daerah 1.
1997/1998
3.341
2.882
671)
6.290
2.
1998/1999
3.299
2.852
21
6.172
3.
1999/2000
3.068
2.601
17
5.686
4.
2000/2001
3.123
2.615
18
5.756
5.
Januari 2002
3.119
2.556
18
5.693
1) Termasuk petugas belajar jangka panjang.
230
Lampiran
Kantor Pusat Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter
:
Hartadi A. Sarwono
Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter
:
Ratnawati Priyono
Direktorat Pengelolaan Moneter
:
Aslim Tajuddin
Direktorat Pengelolaan Devisa
:
Made Sukada
Direktorat Luar Negeri
:
Ny. Veronica W.S.P.
Biro Kredit
:
Nn. Roswita Roza
Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan
:
-
Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan
:
Imam Sukarno
Direktorat Pengawasan Bank 1
:
Ny. Siti Ch. Fadjriah S.
Direktorat Pemeriksaan Bank 1
:
Aris Anwari
Direktorat Pengawasan Bank 2
:
-
Direktorat Pemeriksaan Bank 2
:
Octo R. Nasution
Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat
:
Abdul Salam
Direktorat Pengedaran Uang
:
Adi Putra Hasan
Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran
:
Harmain Salim
Direktorat Logistik dan Pengamanan
:
M. Ashadhi
Direktorat Teknologi Informasi
:
J. L. Mangunsong
Direktorat Sumber Daya Manusia
:
Baridjussalam Hadi
Direktorat Keuangan Intern
:
Direktorat Hukum
:
Ny. Kusumaningtuty
Direktorat Pengawasan Intern
:
Bachri Ansjori
Biro Gubernur
:
Halim Alamsyah S.
Biro Sekretariat
:
Djatiwaluyo
Unit Khusus Investasi Perbankan
:
Prihono Bagio
Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan
:
Bambang S. Wahyudi
-
Biro Perbankan Syariah
:
Harisman
Unit Khusus Program Transformasi
:
Romeo Rissal
Perwakilan Singapura
:
Kemas A. Sjarifuddin
Perwakilan Tokyo
:
Djakaria
Perwakilan London
:
Rasmo Samiun
Perwakilan New York
:
Maman Hendarman
Kantor Perwakilan
231
Lampiran
Kantor Bank Indonesia Kelas I Kantor Bank Indonesia Bandung
:
Djoko Sarwono
Kantor Bank Indonesia Medan
:
Bambang Setijoprodjo
Kantor Bank Indonesia Semarang
:
Ardhayadi
Kantor Bank Indonesia Surabaya
:
Sumantri
Kantor Bank Indonesia Bandar Lampung
:
Imrandani
Kantor Bank Indonesia Banjarmasin
:
M. Zaeni Abu Amin
Kantor Bank Indonesia Denpasar
:
Ilham Ikhsan
Kelas II
Kantor Bank Indonesia Manado
:
M. Djaelani S.
Kantor Bank Indonesia Padang
:
Abdul Azis
Kantor Bank Indonesia Palembang
:
Irman Djaja Dalimi
Kantor Bank Indonesia Makassar
:
Djoko Sutrisno
Kantor Bank Indonesia Yogyakarta
:
Amril Arief
Kantor Bank Indonesia Ambon
:
M. Yusuf Oesep W.
Kantor Bank Indonesia Banda Aceh
:
Yusmanazir Katin
Kelas III
232
Kantor Bank Indonesia Cirebon
:
Djarot Sumartono
Kantor Bank Indonesia Jambi
:
Ade N. Rachmana
Kantor Bank Indonesia Jayapura
:
Sahat Tampubolon
Kantor Bank Indonesia Malang
:
Sentot Purnomo
Kantor Bank Indonesia Mataram
:
Satria Mulya
Kantor Bank Indonesia Pekanbaru
:
C. Y. Boestal
Kantor Bank Indonesia Pontianak
:
Amin Sisworo
Kantor Bank Indonesia Samarinda
:
Sarman Bona Sihotang
Kantor Bank Indonesia Solo
:
Adiastopo Joko Purnomo
Lampiran
Kelas IV Kantor Bank Indonesia Balikpapan
:
Erman Kurnandi
Kantor Bank Indonesia Kupang
:
Dikan
Kantor Bank Indonesia Jember
:
Sutikno
Kantor Bank Indonesia Kediri
:
Budhi Santoso
Kantor Bank Indonesia Purwokerto
:
Sumarno
Kantor Bank Indonesia Tasikmalaya
:
Sunarko
Kantor Bank Indonesia Palangkaraya
:
-
Kantor Bank Indonesia Bengkulu
:
Joko Wardoyo
Kantor Bank Indonesia Kendari
:
Mokhammad Dakhlan
Kantor Bank Indonesia Palu
:
Moch. Zaenal Alim
:
Ali Imron Murim
Kelas V Kantor Bank Indonesia Batam Kantor Bank Indonesia Sibolga
:
Yasin Effendi
Kantor Bank Indonesia Lhokseumawe
:
Fachrurrazi
Kantor Bank Indonesia Ternate
:
Muh. Abdul Fadlil
233
Lampiran
234
Lampiran C.2
STRUKTUR ORGANISASI BANK INDONESIA DEWAN GUBERNUR Gubernur Deputi Gubernur Senior Deputi-Deputi Gubernur
DPNP
DPIP
DPwB1
DPwB2
PAdk
Tim
Tim
PwB11
PwB21
PwB12
PwB22
Tim
PNPB
DtB PwB13
PwB23
PwB14
PwB24
PwB15
PwB25
PwB16
PwB26
IDWB1
IDWB2
DKM
DSM
DPM
DPD
DLN
BKr
APK
SMon
OPU
DR
APLN
SPPK
SNP
PP
Tim
PLN
SEM
SRKP
SSR
PDIE
SEI
Adms
PTPU
Admp
PTD
EXIM
AdPS
KEPI
IDPn
DPmB2
DSDM
DKI
DHK
PPTI
PrOS
PPKI
Tim
PGL-I
PmTI
PgKP
LKeu
KIJ
PGL-II
PDE
PPbP
PGKI
PTR
PgJ
DPBPR
UKIP
BPS
DPU
DASP
DLP
DTI
Tim
BPUM
PSPN
PrLJ
BPU
AkDv
DU
PPgU
Tim
Tim
Tim
Tim
IDMB1
IDMB2
P3BPR
IDIP
Prz
IPSiP
Adml
DPmB1
IDBPR
Tim
Ang
Pam
PRAd
NY
Mdn
Pdg
Lnd
Bd
Tky
Sm
Sn
Sb
Bjm
Mks
Bna
Pbr
Pg
Yk
Dpr
Ptk
Mo
Lsm
Jb
Bdl
Slo
Ml
Bpp
Kdi
Sbg
Bn
Cn
Pwt
Mtr
Plk
Ab
Smr
Jap
Btm
Tsm
Kpa Kd
Pal
Jr
Tt
PPSK
UKPT
BGub
BSk
Tim
Kel.
Proyek
Tim
Pro
AdPI
PPr
Tim
DPI
Ars
Lampiran
Daftar Satuan Kerja di Bank Indonesia No.
Nama Satuan Kerja
Singkatan
I.
DIREKTORAT RISET EKONOMI DAN KEBIJAKAN MONETER 1. Bagian Analisis dan Perencanaan Kebijakan 2. Bagian Studi Struktur dan Perkembangan Pasar Keuangan 3. Bagian Studi Ekonomi Makro 4. Bagian Studi Sektor Riil 5. Bagian Studi Ekonomi dan Lembaga Internasional 6. Bagian Perpustakaan Riset dan Administrasi
DKM APK SPPK SEM SSR SEI PRAd
II.
DIREKTORAT STATISTIK EKONOMI DAN MONETER 1. Bagian Statistik Moneter 2. Bagian Statistik Neraca Pembayaran 3. Bagian Statistik Sektor Riil dan Keuangan Pemerintah 4. Bagian Pengelolaan Data dan Informasi Ekonomi dan Moneter 5. Bagian Administrasi
DSM SMon SNP SRKP PDIE Adms
III.
DIREKTORAT PENGELOLAAN MONETER 1. Bagian Operasi Pasar Uang 2. Bagian Pengembangan Pasar Uang 3. Bagian Penyelesaian Transaksi Pasar Uang 4. Bagian Administrasi
DPM OPU PPU PTPU Admp
IV.
DIREKTORAT PENGELOLAAN DEVISA 1. Dealing Room 2. Tim Pengelolaan Risiko 3. Tim Analisis Ekonomi dan Peraturan Devisa 4. Bagian Penyelesaian Transaksi Devisa 5. Bagian Administrasi dan Pemeliharaan Sistem Tresuri
DPD DR PTD AdPS
V.
DIREKTORAT LUAR NEGERI 1. Bagian Administrasi dan Analisis Pinjaman Luar Negeri 2. Bagian Pinjaman Luar Negeri 3. Bagian Ekspor Impor 4. Bagian Kerjasama Ekonomi dan Perdagangan Internasional 5. Bagian Administrasi
DLN APLN PLN EXIM KEPI Adml
VI.
BIRO KREDIT 1. Bagian Pengelolaan dan Administrasi Kredit 2. Tim Penelitian dan Pengembangan
BKr PAdk -
VII.
DIREKTORAT PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN 1. Tim-tim a. Tim Pengaturan Bank b. Tim Pengembangan Pengawasan Bank 2. Biro Penelitian Perbankan 3. Bagian Informasi dan Dokumentasi Penelitian & Pengaturan Perbankan
DPNP -
PNPB IDPnP
235
Lampiran
No.
Nama Satuan Kerja
Singkatan
VIII.
DIREKTORAT PERIZINAN DAN INFORMASI PERBANKAN 1. Tim Bank Dalam Likuidasi 2. Bagian Data Perbankan 3. Bagian Perizinan 4. Bagian Informasi dan Pengembangan Sistem Informasi Perbankan
DPIP – DtB Prz IDSiP
IX.
DIREKTORAT PENGAWASAN BANK 1 1. Bagian Pengawasan Bank 11 2. Bagian Pengawasan Bank 12 3. Bagian Pengawasan Bank 13 4. Bagian Pengawasan Bank 14 5. Bagian Pengawasan Bank 15 6. Bagian Pengawasan Bank 16 7. Bagian Informasi dan Dokumentasi Pengawasan Bank 1
DPwB1 PwB11 PwB12 PwB13 PwB14 PwB15 PwB16 IDWB1
X.
DIREKTORAT PENGAWASAN BANK 2 1. Bagian Pengawasan Bank 21 2. Bagian Pengawasan Bank 22 3. Bagian Pengawasan Bank 23 4. Bagian Pengawasan Bank 24 5. Bagian Pengawasan Bank 25 6. Bagian Pengawasan Bank 26 7. Bagian Informasi dan Dokumentasi Pengawasan Bank 2
DPwB2 PwB21 PwB22 PwB23 PwB24 PwB25 PwB26 IDWB2
XI.
DIREKTORAT PEMERIKSAAN BANK 1 1. Tim-tim Pemeriksa 2. Bagian Informasi dan Dokumentasi Pemeriksaan Bank 1
DPmB1 IDMB1
XII.
DIREKTORAT PEMERIKSAAN BANK 2 1. Tim-tim Pemeriksa 2. Bagian Informasi dan Dokumentasi Pemeriksaan Bank 2
DPmB2 IDMB2
XIII.
DIREKTORAT PENGAWASAN BANK PERKREDITAN RAKYAT 1. Tim-tim a. Tim Pengawasan b. Tim Penjaminan & Likuiditas BPR 2. Bagian Perizinan, Penelitian dan Pengaturan BPR 3. Bagian Informasi dan Dokumentasi Pengawasan BPR
DPBPR -
P3BPR IDBPR
XIV.
UNIT KHUSUS INVESTIGASI PERBANKAN 1. Tim-tim Investigasi 2. Bagian Informasi dan Dokumentasi Investigasi Perbankan
UKIP IDIP
XV.
BIRO PERBANKAN SYARIAH 1. Tim-Tim a. Tim Penelitian dan Pengaturan Perbankan Syariah b. Tim Pengawasan Bank Syariah c. Tim Perizinan dan Administrasi Perbankan Syariah
BPS –
236
Lampiran
No.
Nama Satuan Kerja
Singkatan
XVI.
DIREKTORAT PENGEDARAN UANG 1. Bagian Pengelolaan Uang Masuk 2. Bagian Pengelolaan Uang Keluar 3. Bagian Distribusi Uang 4. Bagian Pelaksanaan Pengadaan Uang 5. Tim Penelitian, Perencanaan dan Pengaturan Pengedaran Uang
DPU BPUM BPUK DU PPgu –
XVII.
DIREKTORAT AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN 1. Biro Pengembangan Sistem Pembayaran Nasional 2. Bagian Akunting Devisa 3. Bagian Kliring Jakarta 4. Bagian Penyelesaian Transaksi Rupiah
DASP PSPN AkDv KlJ PTR
XVIII. DIREKTORAT LOGISTIK DAN PENGAMANAN 1. Bagian Perencanaan Logistik dan Jasa 2. Bagian Pengelolaan Logistik I 3. Bagian Pengelolaan Logistik II 4. Bagian Pengelolaan Jasa 5. Bagian Pengamanan
DLP PrLJ PgL-I PgL-II PgJ Pam
XIX.
DIREKTORAT TEKNOLOGI INFORMASI 1. Biro Penelitian dan Pengembangan Teknologi Informasi 2. Bagian Pemeliharaan Teknologi Informasi 3. Bagian Pemrosesan Data Elektronis
DTI PPTI PmTI PDE
XX.
DIREKTORAT SUMBER DAYA MANUSIA 1. Biro Perencanaan Organisasi dan Sumber Daya Manusia 2. Bagian Pengembangan Karir Pegawai 3. Bagian Penerimaan dan Pembinaan Pegawai
DSDM PrOS PgKP PPbP
XXI.
DIREKTORAT KEUANGAN INTERN 1. Biro Perencanaan dan Pengendalian Keuangan Intern 2. Bagian Laporan Keuangan 3. Bagian Pelaksanaan Gaji dan Keuangan Intern 4. Bagian Anggaran
DKI PPKI LKeu PGKI Ang
XXII.
DIREKTORAT HUKUM 1. Tim-Tim a. Tim Penasehat Hukum b. Tim Dokumentasi dan Informasi Hukum c. Tim Enquiry Point
DHk –
XXIII. DIREKTORAT PENGAWASAN INTERN 1. Tim-Tim a. Tim Pengembangan Pengawasan Intern b. Tim Analisis Ketentuan c. Tim Pengawasan Intern 2. Bagian Administrasi dan Informasi
DPI
AdPI
237
Lampiran
No.
Nama Satuan Kerja
Singkatan
XXIV.
PUSAT PENDIDIKAN DAN STUDI KEBANKSENTRALAN 1. Kelompok Pengembangan dan Monitoring Program 2. Kelompok Peneliti 3. Bagian Pelaksanaan Program
PPSK PPr
XXV.
UNIT KHUSUS PROGRAM TRANSFORMASI 1. Proyek-proyek 2. Tim Pengendalian Program
UKPT –
XXVI.
BIRO GUBERNUR 1. Tim-Tim a. Perencanaan dan Pemantauan b. Tim Hubungan Masyarakat c. Staf Gubernur
BGub -
XXVII.
BIRO SEKRETARIAT 1. Bagian Protokol 2. Bagian Arsip
238
Bsk Pro Ars
Lampiran
Nama Satuan Kerja
Singkatan
Kantor Perwakilan Bank Indonesia 1. New York 2. London 3. Tokyo 4. Singapura
NY Lnd Tky Sn
Kantor Bank Indonesia 1. Ambon 2. Balikpapan 3. Banda Aceh 4. Bandar Lampung 5. Bandung 6. Banjarmasin 7. Batam 8. Bengkulu 9. Cirebon 10. Denpasar 11. Jayapura 12. Jambi 13. Jember 14. Kediri 15. Kendari 16. Kupang 17. Lhokseumawe 18. Makassar 19. Malang 20. Mataram 21. Medan 22. Manado 23. Padang 24. Palangkaraya 25. Palembang 26. Palu 27. Pekanbaru 28. Pontianak 29. Purwokerto 30. Samarinda 31. Semarang 32. Sibolga 33. Solo 34. Surabaya 35. Tasikmalaya 36. Ternate 37. Yogyakarta
Ab Bpp Bna Bdl Bd Bjm Btm Bn Cn Dpr Jap Jb Jr Kd Kdi Kpa Lsm Mks Ml Mtr Mdn Mo Pdg Plk Pg Pal Pbr Ptk Pwt Smr Sm Sbg Slo Sb Tsm Tt Yk
239
Lampiran
Lampiran D.1 Bank Indonesia Neraca per 31 Desember 2001 dan Desember 20001) (Jutaan Rupiah) Aktiva
31 Des. 2001
31 Des.2000
Unaudited
Audited
8.934.005
8.170.712
1.
Emas
2.
Uang asing
453.368
794.307
3.
Hak tarik khusus
165.030
317.855
4. Giro 4.1 Bank Sentral 4.2 Bank Koresponden
11.488.488 8.758.350 2.730.138
5.300.013 2.950.464 2.349.549
5.
69.068.707
61.544.917
6. Surat berharga 6.1 Dalam rupiah 6.2 Dalam valuta asing
209.659.339 0 209.659.339
218.064.845 0 218.064.845
7. Tagihan 7.1 Kepada pemerintah 7.1.1 Dalam rupiah 7.1.2 Dalam valuta asing
315.944.501 315.914.159 30.342
279.600.597 279.477.036 123.561
7.2 Kepada bank 7.2.1 Dalam rupiah 7.2.2 Dalam valuta asing
19.182.641 17.949.682 1.232.959
20.296.434 18.634.761 1.661.673
7.3 Kepada lainnya 7.3.1 Dalam rupiah 7.3.2 Dalam valuta asing
7.496.935 7.496.935 0
7.280.073 7.280.073 0
(49.455.231)
(27.654.796)
238.974
241.955
9.400.041
6.364.478
Deposito pada Bank Koresponden
8.
Penyisihan kerugian aktiva
9.
Penyertaan
10. Aktiva lain-lain
Jumlah Aktiva
602.576.798
580.321.390
Pasiva
A. Kewajiban 1. Uang dalam peredaran 2. Giro 2.1 Pemerintah 2.1.1 Dalam rupiah 2.1.2 Dalam valuta asing 2.2 Bank 2.2.1 Dalam rupiah 2.2.2 Dalam valuta asing 2.3 Pihak swasta lainnya 2.3.1 Dalam rupiah 2.3.2 Dalam valuta asing 2.4 Lembaga keuangan internasional 2.4.1 Dalam rupiah 2.4.2 Dalam valuta asing 3. Surat berharga yang diterbitkan 3.1 Dalam rupiah 3.2 Dalam valuta asing 4. Pinjaman dari pemerintah 4.1 Dalam rupiah 4.2 Dalam valuta asing 4.3 Surat Utang Bank Indonesia 5. Pinjaman luar negeri 6. Kewajiban lain-lain Jumlah Kewajiban
31 Des. 2001
31 Des.2000
Unaudited
Audited
91.275.598
89.704.449
84.954.294 47.984.852 36.969.442 41.863.845 34.644.502 7.219.343 1.141.237 1.014.322 126.915 95.791.501 95.791.501 0 102.143.747 102.143.747 0 30.226.201 309.089 2.679.045 27.238.067 19.872.947 1.432.711 468.702.081
96.190.490 66.228.447 29.962 41.105.359 33.677.047 7.428.312 1.933.458 1.731.572 201.886 105.134.986 105.134.986 0 78.672.929 78.672.929 0 28.092.771 340.694 2.721.585 25.030.492 19.142.030 1.143.421 461.119.893
2.948.029 8.233.006 3.528.431 4.871.249 50.675.217 48.575.749 (2.339.793) 0 17.442.829
2.606.236 6.430.544 2.755.947 4.768.103 79.950.773 18.817.604 (476.122) 1.773.466 2.574.946
Jumlah Ekuitas
133.874.717
119.201.497
Jumlah Kewajiban dan Ekuitas
602.576.798
580.321.390
B. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Ekuitas Modal Cadangan umum Cadangan tujuan Hasil revaluasi aktiva tetap Hasil revaluasi kurs dan SSB Hasil indeksasi SUP Hasil indeksasi SUBI Surplus (defisit) tahun sebelumnya Surplus (defisit) tahun berjalan
1) a. Laporan Keuangan Bank Indonesia tahun 2000 telah diaudit oleh BPK-RI sesuai laporan No.01/01/Auditama II/GA/V/2001 tanggal 8 Mei 2001 dengan dengan pendapat Wajar dengan Pengecualian atas pos tagihan karena adanya pengaruh Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) b. Laporan Keuangan Bank Indonesia tahun 2001(belum di audit) yang lengkap telah disampaikan kepada BPK-RI melalui surat No.4/1/GBI/DKI tanggal 31 Januari 2002 untuk dimulai pemeriksaan. c. Kurs Neraca tanggal 31 Desember 2000: $1 = Rp9.595,00 dan pada tanggal 31 Desember 2001: $1 = Rp10.400,00.
240
Lampiran
Lampiran D.2 Bank Indonesia Laporan Surplus Defisit Periode 1 Januari – 31 Desember 2001 dan 2000 (Jutaan Rupiah) 2001
2000
Unaudited
Audited
PENERIMAAN 1.
Pengelolaan Moneter
1.1 Pengelolaan Devisa 1.2 Kegiatan Pasar Uang 1.3 Pemberian Kredit dan Pembiayaan
62.904.839
46.223.030
54.480.178
35.552.594
3.889
51.984
8.420.772
10.618.452
2.
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran
42.162
38.703
3.
Pengaturan Perbankan
46.811
32.509
4.
Lainnya
4.1 Penerimaan Lainnya 4.2 Pemulihan Penyisihan Aktiva Jumlah Penerimaan
173.919
3.295.396
173.919
570.849
0
2.724.547
63.167.732
49.589.638
(21.068.778)
(19.929.814)
(15.408.536)
(11.914.197)
(5.660.242)
(8.015.617)
PENGELUARAN 1.
Beban Pengendalian Moneter
1.1 Beban Perumusan dan Pelaksanaan Kebijakan Moneter 1.2 Beban Pengelolaan Devisa 2.
Beban Sistem Pembayaran
2.1 Beban Pengedaran Uang 2.2 Beban Penyelenggaraan Sistem Pembayaran 3.
Beban Pengaturan dan Pengawasan Bank
4.
Beban Umum, Administrasi, dan Lainnya
4.1 Beban Umum, Administrasi, dan Lainnya 4.2 Beban Penyusutan Aktiva Tetap 4.3 Beban Penambahan Penyisihan Aktiva Jumlah Pengeluaran Surplus Sebelum Pos Luar Biasa Beban karena Pos Luar Biasa SURPLUS
(727.482)
(720.873)
(679.295)
(695.602)
(48.187)
(25.271)
(52.505)
(131.855)
(23.876.138)
(1.677.780)
(1.979.252)
(1.539.234)
(127.393)
(138.546)
(21.769.493)
0
(45.724.904)
(22.460.322)
17.442.829
27.129.316
0
(24.554.370)
17.442.829
2.574.946
241
Lampiran
Lampiran E.1 No. Urut
No. PBI
Tanggal
Lemb. Negara
Keterangan
Daftar Peraturan Bank Indonesia Tahun 2001 No. Urut 1
No. PBI
Tanggal
3/1/PBI/2001 04-01-2001
Lemb. Negara
Keterangan
LN Thn 2001 No.2;
Untuk memperlancar pengelolaan Proyek Kredit Mikro
TLN No.4071
(PKM) yang tetap mengacu pada UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (“UUBI”), Bank Indonesia menyesuaikan ketentuan tentang PKM yang antara lain mengatur (i) sumber dana, yang semula seluruhnya berasal dari Kredit Likuiditas Bank Indonesia, menjadi seluruhnya berasal dari Asian Development Bank dan (ii) perpanjangan pengelolaan Proyek dari Desember 2000 sampai dengan akhir Juni 2001. Dirubah dengan PBI No.3/8/PBI/2001 tgl 25-04-2001
2
3/02/PBI/2001 04-01-2001
LN Thn 2001 No.3;
Bank Indonesia mengubah ketentuan mengenai Kredit
TLN No.4072
Usaha Kecil. Perubahan mencakup (i) peningkatan dana untuk disalurkan ke KUK (ii) kewajiban bank untuk mencantumkan rencana realisasi KUK dalam Rencana Kerja Anggaran Tahunan (RKAT), (iii) kewajiban bank untuk melaporkan realisasi KUK pada Laporan Bulanan Bank Umum, (iv) kewajiban bank untuk mengumumkan realisasi KUK pada Laporan Keuangan, (v) penyesuaian plafon KUK menjadi Rp500 juta untuk setiap nasabah, (vi) bantuan teknis dari Bank Indonesia bagi bank-bank yang menyalurkan KUK. Sementara itu, sanksi dan insentif juga dikurangi.
3
3/03/PBI/2001 12-01-2001
LN Thn 2001 No.7;
Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan mengenai
TLN No.4074
pembatasan transaksi Rupiah dan pemberian kredit valuta asing oleh bank. Dalam ketentuan tersebut diatur bahwa bank dilarang melakukan transaksi-transaksi tertentu dengan warga negara asing, badan hukum asing atau badang asing lainnya, warga negara Indonesia yang memiliki status penduduk tetap negara lain dan tidak
242
Lampiran
No. Urut
No. PBI
Tanggal
Lemb. Negara
Keterangan berdomisili di Indonesia, perwakilan negara asing dan lembaga internasional di Indonesia serta kantor Bank/ badan hukum Indonesia di luar negeri.
4
3/04/PBI/2001 12-03-2001
LN Thn 2001 No.7;
Bank Indonesia mengeluarkan perubahan ketentuan
TLN No.4080
mengenai
jaminan
pembiayaan
perdagangan
internasional (trade maintenance facility/TMF) dengan memperpanjang pelaksanaan program tersebut menjadi sampai dengan tanggal 30 Juni 2001. Program tersebut diperpanjang dengan pertimbangan bahwa program TMF masih diperlukan dalam rangka meningkatkan kembali kegiatan ekonomi nasional khususnya kegiatan perdagangan internasional. Dicabut dgn PBI No.3/20/PBI/2001 tgl 29-11-2001 5
3/05/PBI/2001 22-03-2001
LN Thn 2001 No.23;
Ketentuan mengenai Penjaminan atas Simpanan Pihak
TLN No.4082
Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank sebagaimana diatur dalam SK Direksi Bank Indonesia No.31/32/KEP/DIR tanggal 29 Mei 1998 diubah dengan PBI perihal serupa No.3/5/PBI/2001. Dalam PBI ini diatur bahwa dalam rangka Program Penjaminan, Pemerintah tidak menjamin Simpanan Pihak Ketiga yang diterima dengan suku bunga lebih tinggi dari batas maksimum suku bunga yang ditetapkan.
6
3/06/PBI/2001 02-04-2001
LN Thn 2001
Dengan diberlakukannya UUBI, Bank Indonesia tidak diperkenankan untuk menyediakan fasilitas pembiayaan kecuali untuk mengatasi kesulitan jangka pendek perbankan dengan disertai oleh agunan yang berkulitas tinggi dan mudah dicairkan. Mengingat fasilitas penjaminan dan pembiayaan yang disediakan Bank Indonesia selama ini terdapat unsur pemberian kredit maka Bank Indonesia mencabut beberapa ketentuan terkait, yaitu: a. SK Direksi Bank Indonesia No.30/138/KEP/DIR tentang Jual Beli Tagihan atas Dasar Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri kepada Bank Indonesia, b. SK Direksi Bank Indonesia No.30/193/KEP/DIR
243
Lampiran
No. Urut
No. PBI
Tanggal
Lemb. Negara
Keterangan tentang Jual Beli Devisa Hasil Ekspor untuk Eksportir dan Eksportir Tertentu, c. SK Direksi Bank Indonesia No.30/194/KEP/DIR tentang Jual Beli Devisa Hasil Ekspor yang akan datang untuk Eksportir Tertentu, d. SK Direksi Bank Indonesia No.31/187/KEP/DIR tentang Penjaminan dan atau Pembiayaan Letter of Credit melalui Penempatan Dana Bank Indonesia pada Bank Asing.
7
3/07/PBI/2001 02-04-2001
LN Thn 2001 No.32
Mengingat Bank Indonesia tidak lagi diperbolehkan menyediakan fasilitas pembiayaan dan atau penjaminan, maka ketentuan mengenai petunjuk pelaksanaan pemberian jaminan Pemerintah terhadap kewajiban pembayaran bank umum dicabut.
8
3/08/PBI/2001 25-04-2001
LN Thn 2001 No.39; TLN Bank Indonesia mengeluarkan perubahan ketentuan No.4089
tentang Proyek Kredit Mikro yang isinya antara lain menaikkan jumlah plafon kredit untuk membiayai pengusaha mikro.
9
3/09/PBI/2001 06-06-2001
LN Thn 2001 No.70
Bank Indonesia menerbitkan dan mengeluarkan uang Rupiah khusus untuk memperingati 100 tahun kelahiran Bung Karno Proklamator Republik Indonesia pada tanggal 6 Juni 2001 dalam pecahan 500.000 (lima ratus ribu) dan 25.000 (dua puluh lima ribu) seri “Peringatan 100 Tahun Bung Karno” tanda tahun 2001.
10
3/10/PBI/2001 18-06-2001
LN Thn 2001 No.78
Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan mengenai
TLN No.4107
penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer ”KYC”), yaitu prinsip yang diterapkan bank umum untuk mengetahui identitas nasabah, memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk pelaporan transaksi yang mencurigakan. Dalam ketentuan tersebut ditetapkan bahwa bank wajib menerapkan Prinsip KYC yaitu menetapkan kebijakan penerimaan Nasabah, kebijakan dan prosedur dalam mengidentifikasi Nasabah, kebijakan dan prosedur pemantauan terhadap rekening dan transaksi
244
Lampiran
No. Urut
No. PBI
Tanggal
Lemb. Negara
Keterangan Nasabah serta kebijakan dan prosedur manajemen risiko yang berkaitan dengan penerapan Prinsip KYC.
11
3/11/PBI/2001 20-06-2001
LN Thn 2001 No.79
Dalam rangka mendukung kelancaran pencapaian tujuan
TLN No.4108
Bank Indonesia dalam mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, maka Bank Indonesia memperluas pihak-pihak ekstern yang dapat membuka Rekening Giro di Bank Indonesia menjadi terdiri dari bank, instansi pemerintah, lembaga keuangan internasional dan lembaga lain yang menurut Bank Indonesia dipandang perlu untuk mempunyai Rekening Giro di Bank Indonesia.
12
3/12/PBI/2001 09-07-2001
LN Thn 2001 No.98
Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan mengenai
TLN No.4123
persyaratan dan tatacara pelaksanaan jaminan Pemerintah terhadap kewajiban pembayaran BPR. Ketentuan ini merupakan perubahan atas ketentuan yang berlaku sebelumnya yaitu Surat Keputusan Direksi No.31/166/ KEP/DIR dan No.31/167/KEP/DIR tanggal 11 Desember 1998. Dalam ketentuan ini ditetapkan kriteria simpanan pihak ketiga yang dijamin maupun yang tidak dijamin dengan memperhatikan tujuan pengaturan Program Penjaminan Pemerintah itu sendiri yakni perlindungan dana nasabah dan kepentingan publik. Sementara itu, untuk menjadi peserta Program Penjaminan Pemerintah, BPR perlu memenuhi persyaratan yaitu pernyataan keikutsertaan, membayar fee penjaminan dan penyampaian dokumen pendukung administratif.
13
3/13/PBI/2001 03-09-2001
LN Thn 2001 No.115
Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan mengenai
TLN No.4135
perubahan atas Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia tentang Penerbitan dan Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia serta Intervensi Rupiah. Ketentuan ini diubah untuk menyesuaikan dengan jadwal operasional Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (RTGS).
14
3/14/PBI/2001 20-09-2001
LN Thn 2001 No.121
Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan mengenai peru-
TLN No.4140
bahan atas PBI No.2/12/PBI/2000 tentang Jaminan Pinjaman Luar Negeri Antar Bank (Interbank Debt Exchange
245
Lampiran
No. Urut
No. PBI
Tanggal
Lemb. Negara
Keterangan Offer). Pokok perubahan dalam ketentuan dimaksud adalah mengenai dimungkinkannya sejumlah bank untuk melunasi seluruh atau sebagian pinjaman Interbank Debt Exchange Offer melalui Prepayment dan Buy Back. Penetapan Status Bank Perkreditan Rakyat Dalam Pengawasan Khusus dan Pembekuan Kegiatan Usaha.
15
3/15/PBI/2001 21-09-2001
LN Thn 2001 No.122
Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan mengenai
TLN No.4141
penetapan status BPR dalam pengawasan khusus dan pembekuan kegiatan usaha untuk melakukan penyehatan industri BPR.
16
3/16/PBI/2001 03-10-2001
LN Thn 2001 No.123
Bank Indonesia mengeluarkan perubahan kedua atas PBI
TLN No.4142
No.3/1/PBI/2001 tentang Proyek Kredit Mikro (PKM) yang memperpanjang masa pengelolaan PKM menjadi sampai dengan tanggal 31 Desember 2001 dan dapat ditinjau kembali berdasarkan kesepakatan antara Pemerintah RI dan Asian Development Bank.
17
3/17/PBI/2001 04-10-2001
LN Thn 2001 No.125
Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan mengenai
TLN No.4143
Laporan Berkala Bank Umum (LBBU). Dalam ketentuan ini diatur bahwa bank umum termasuk kantor cabang bank asing wajib menyusun dan menyampaikan LBBU kepada Bank Indonesia secara akurat, lengkap dan tepat waktu yang dilakukan oleh kantor pusat bank.
18
3/18/PBI/2001 17-10-2001
LN Thn 2001 No.130
Bank Indonesia mengeluarkan perubahan ketentuan
TLN No.4147
mengenai persyaratan dan tata cara membawa Uang Rupiah dalam jumlah tertentu keluar atau masuk wilayah Republik Indonesia kecuali dengan persetujuan Bank Indonesia.
19
3/19/PBI/2001 26-10-2001
LN Thn 2001 No.131
Bank Indonesia mengeluarkan dan mengedarkan uang Rupiah pecahan 5.000 (lima ribu) tahun emisi 2001 yang pada bagian muka mencantumkan gambar Pahlawan Nasional Tuanku Imam Bondjol sedangkan bagian belakang mencantumkan gambar Pandai Sikek tenunan dari Sumatera Barat.
246
Lampiran
No. Urut 20
No. PBI
Tanggal
3/20/PBI/2001 29-11-2001
Lemb. Negara LN Thn 2001 No. 140
Keterangan Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan mengenai pencabutan PBI No.2/13/PBI/2000 tentang Jaminan Pembiayaan
Perdagangan
Internasional
dan
perubahannya PBI No.3/4/PBI.2001 sehubungan dengan berakhirnya fasilitas perdagangan internasional pada tanggal 30 Juni 2001. 21
3/21/PBI/2001 13-12-2001
LN Thn 2001 No.149
Untuk menyesuaikan struktur permodalan sesuai dengan
TLN No.4158
standar internasional yang berlaku, maka terhitung sejak akhir bulan Desember 2001 bank umum wajib menyediakan modal minimum sebesar 8% dari aktiva tertimbang menurut risiko.
22
3/22/PBI/2001 13-12-2001
LN Thn 2001 No.150
Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan mengenai
TLN No.4159
transparansi kondisi keuangan bank dalam rangka pencapaian good corporate governance pada perbankan Indonesia. Dengan adanya transparansi, diharapkan dapat lebih meningkatkan kepercayaan publik terhadap lembaga perbankan nasional. Di sisi lain, peningkatan transparansi akan mengurangi kesenjangan informasi sehingga para pelaku pasar dapat memberikan penilaian yang wajar dan dapat mendorong terciptanya disiplin pasar. Dalam ketentuan ini, diatur mengenai Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia serta Hubungan Bank, Akuntan Publik dan Bank Indonesia.
23
3/23/PBI/2001 13-12-2001
LN Thn 2001 No.151
Bank Indonesia mengeluarkan perubahan ketentuan
TLN No.4160
mengenai penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer/”KYC”) dalam rangka penerapan peraturan sebelumnya secara lebih efektif. Pada intinya, penerapan Prinsip KYC oleh bank dilakukan antara lain dengan menyusun kebijakan dan prosedur Penerapan Prinsip KYC yang dituangkan dalam Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip KYC dengan mengacu pada Pedoman Standar Penerapan KYC yang ditetapkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
247
Lampiran
No. Urut 24
No. PBI
Tanggal
3/24/PBI/2001 24-12-2001
Lemb. Negara
Keterangan
LN Thn 2001 No.155
Bank Indonesia mengeluarkan perubahan ketentuan
TLN No.4163
mengenai penetapan status Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dalam pengawasan khusus dan pembekuan kegiatan usaha dalam rangka mempercepat penyelesaian BPR bermasalah sebagai upaya penyehatan industri BPR.
25
3/25/PBI/2001 26-12-2001
LN Thn 2001 No. 156
Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan tentang
TLN No.4164
penetapan status bank dan penyerahan bank kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Dengan dikeluarkannya ketentuan ini, maka Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.2/11/PBI/2000 perihal sama tersebut di atas dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Dalam ketentuan ini diatur bahwa dalam hal Bank Indonesia menilai kondisi suatu bank memiliki potensi kesulitan yang dapat membahayakan kelangsungan usahanya, maka bank tersebut ditempatkan dalam pengawasan intensif Bank Indonesia.
248
Lampiran
Lampiran E.2 No. Urut
No. SE BI
Tanggal
Perihal
Keterangan
Daftar Surat Edaran (Ekstern) Bank Indonesia Tahun 2001 No. Urut 1
No. SE BI
Tanggal
3/1/DPNP
05-01-2001
Perihal
Keterangan
Perubahan atas Marjin Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga yang Dijamin Pemerintah
2
3/2/BKr
11-01-2001
Pemberian Kredit kepada Koperasi Primer untuk Anggotanya (KKPA) Dalam Rangka Penyaluran Kembali Angsuran Kredit Likuiditas BI (KLBI) yang Dikelola oleh PT Permodalan Nasional Madani (Persero)
3
3/3/BKr
16-01-2001
Proyek Kredit Mikro
4
3/4/DASP
23-01-2001
Jenis dan Batasan Nominal Warkat Serta Jadwal Penyelenggaraan Kliring Lokal di Jakarta
5
3/5/DPD
31-01-2001
Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank
6
3/6/DPM
09-02-2001
Penetapan Obligasi Pemerintah Seri VR 003, VR 0004, VR 0007, VR 0009, VR 0011, VR 0013, dan VR 0015 untuk diperdagangkan di Pasar Sekunder serta Peningkatan Prosentase Portofolio Obligasi Pemerintah yang Dapat Diperdagangkan
7
3/7/DLN
09-03-2001
Pencabutan SE No.5/163/ULN tanggal 30 Januari 1973 tentang Lampiran Mutasi Bulanan Rekening-Rekening PMA, Rupiah PMA, dan Disc. Rupiah
8
3/8/DPNP
16-03-2001
Bank Umum
9
3/9/BKr
17-05-2001
Petunjuk Pelaksanaan Pemberian KUK
10
3/10/DASP
28-05-2001
Jadwal Kliring dan Tanggal Valuta Penyelesaian Akhir Sistem
249
Lampiran
No. Urut
No. SE BI
Tanggal
Perihal Penyelenggaraan Kliring Lokal serta Jenis dan Batasan Nominal Warkat atau Data Keuangan Elektronik
11
3/11/DLN
07-06-2001
Perubahan Kedua Atas SE BI No.29/10/ULN tanggal 4 Juni 1996 tentang Pelaksanaan Pembayaran Transaksi Impor
12
3/12/DLN
08-06-2001
Perubahan Surat Edaran Bank Indonesia No.2/20/DLN tanggal 9 Oktober 2000 tentang Kewajiban Pelaporan Utang Luar Negeri
13
3/13/DSM
13-06-2001
Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Bank
14
3/14/DSM
13-06-2001
Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Lembaga Keuangan Non Bank
15
3/15/DPM
05-07-2001
Peningkatan Prosentase Portofolio Obligasi Pemerintah Yang Dapat Diperdagangkan Bagi Bank Umum Peserta Program Rekapitalisasi Perbankan
16
3/16/DPBPR 18-07-2001
Persyaratan dan Tata Cara Pelaksanaan Jaminan Pemerintah Terhadap Kewajiban Pembayaran BPR
17
3/17/DPBPR 18-07-2001
Persyaratan dan Tata Cara Pelaksanaan Jaminan Pemerintah Terhadap Kewajiban Pembayaran BPR
18
3/18/DPM
31-07-2001
Penetapan Obligasi Pemerintah Seri VR0006, VR0008, VR0010, VR0012, VR0014 dan VR0016 untuk Diperdagangkan di Pasar Sekunder serta Peningkatan Prosentase Portofolio Pemerintah yang Dapat Diperdagangkan bagi Bank Umum Peserta Program Rekapitalisasi Perbankan
19
3/19/DPNP 14-08-2001
Penetapan Marjin Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga yang Dijamin Pemerintah
20
3/20/DASP
31-08-2001
Perubahan Atas SE BI No.2/24/DASP Tanggal 17 November 2000 Perihal Bank Indonesia Real Time Gross Settlement
21
3/21/DPM
03-09-2001
Perubahan Atas SE BI No.2/27/DPM Tanggal 13 Desember 2000 Perihal Tata Cara Pemberian Fasilitas Likuiditas
250
Keterangan
Lampiran
No. Urut
No. SE BI
Tanggal
Perihal
Keterangan
Intrahari Bagi Bank Umum 22
3/22/BKr
16-10-2001
Perubahan SE No.3/3/BKr tanggal 16 Januari 2001 tentang Proyek Kredit Mikro
23
3/23/DPNP 30-10-2001
Laporan Berkala Bank Umum
24
3/24/DPM
16-11-2001
Tata Cara Penatausahaan Obligasi Pemerintah
25
3/25/DASP
28-11-2001
Perubahan Atas SE No.1/4/DASP tanggal 29 November 2001 perihal Pemberian Persetujuan Terhadap Pihak Lain Untuk Menyelenggarakan Kliring di Daerah yang Tidak Terdapat Kantor Bank Indonesia
26
3/26/DASP
5-12-2001
Perubahan SE No.3/10/DASP tanggal 28 Mei 2001 perihal Jadwal Kliring dan Tanggal Valuta Penyelesaian Akhir, Sistem Penyelenggaraan Kliring Lokal serta Jenis dan Batasan Nominal Warkat atau Data Keuangan Elektronik
27
3/27/DASP
12-12-2001
Warkat, Dokumen Kliring dan Pencetakannya Pada Perusahaan Percetakan Dokumen Sekuriti
28
3/28/DASP
12-12-2001
Penggunaan Jasa Kurir dan Tanda Pengenal Petugas Kliring (TPPK) Dalam Penyelenggaraan Kliring Yang Menggunakan Sistem Otomasi Elektronik
29
3/29/DPNP 13-12-2001
Pedoman Standar Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah
30
3/30/DPNP 14-12-2001
Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan dan Bulanan Bank Umum serta Laporan Tertentu Yang Disampaikan Kepada Bank Indonesia
31
3/31/DPNP 14-12-2001
Laporan Tahunan Bank Umum dan Laporan Tahunan Tertentu Yang Disampaikan Kepada Bank Indonesia
32
3/32/DPNP 14-12-2001
Hubungan Antara Bank, Akuntan Publik dan Bank Indonesia
33
3/33/DPNP 14-12-2001
Pelaksanaan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia
251
Lampiran
Lampiran E.3 Tanggal
Ketentuan/Kebijakan
Keterangan
Berbagai Ketentuan dan Kebijakan Penting di Bidang Ekonomi dan Keuangan Tahun 2001 Tanggal
Ketentuan/Kebijakan
Keterangan
2001 Januari 4
Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai ketentuan kuota ekspor tekstil dan produk tekstil.
18
SK Memperindag No.01/MPP/Kep/1/2001
Dalam upaya mendorong Kerjasama Ekonomi Sub Regional
Keppres No.13
antar daerah-daerah dari negara-negara tetangga, Pemerintah
Tahun 2001
membentuk Tim Koordinasi Kerjasama Ekonomi Sub Regional.
29
Sehubungan dengan adanya perubahan susunan organisasi
Keppres No.18
dan instansi dalam Kabinet periode tahun 1999-2004, maka
Tahun 2001
Pemerintah melakukan penyesuaian susunan keanggotaan Tim Nasional untuk Perundingan Perdagangan Multilateral dalam kerangka World Trade Organization.
31
Bapepam mengeluarkan ketentuan mengenai penghentian
SE PT Bursa Efek Jakarta
perdagangan (suspensi) atas efek perusahaan tercatat yang
No.SE-002/BEJ/012001
mengalami peristiwa atau kejadian penting yang berdampak material terhadap kelangsungan usahanya dan atau proses pembentukan harga efek yang teratur, wajar dan efisien di bursa. Peristiwa penting tersebut antara lain Laporan Keuangan Tahunan Auditan Perusahaan Tercatat memperoleh opini disclaimer sebanyak 2 kali berturut-turut atau Perusahaan Tercatat dimohonkan pailit oleh krediturnya atau mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
252
Lampiran
Tanggal
Ketentuan/Kebijakan
Keterangan
Februari 7
Pemerintah mengeluarkan ketentuan pemotongan pajak
SK Menkeu No.51/
penghasilan atas bunga deposito dan tabungan serta
KMK.04/2001
diskonto Sertifikat Bank Indonesia.
9
Pemerintah mengeluarkan ketentuan mengenai penetapan
SK Menkeu No.66/
besarnya tarif pajak ekspor kelapa sawit, CPO dan produk
KMK.17/2001
turunannya.
Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai pelaksanaan
SK Menkeu No.6/
pembagian hasil penerimaan pajak penghasilan orang
KMK.04/2001
pribadi dalam negeri dan pajak penghasilan pasal 21 antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
14
Dalam rangka mendukung program restrukturisasi utang,
PP No.7 Tahun 2001
Pemerintah memandang perlu untuk menetapkan peraturan yang memberi keringanan pajak penghasilan kepada wajib pajak yang melakukan restrukturisasi utang usaha melalui lembaga khusus yang dibentuk pemerintah.
Pemerintah mengeluarkan ketentuan mengenai tata cara
SE Dirjen Pajak
penghitungan besarnya pemberian imbalan bunga kepada
No.SE-03/PJ.33/2001
wajib pajak.
Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai penetapan
SK Menperindag No.51/
eksportir terdaftar tekstil dan produk tekstil pengusaha kecil
MPP/Kep/2/2001
dan koperasi (STTPT-PKK) untuk memperoleh kuota pertumbuhan (KPt) tekstil dan produk tekstil tahun 2001.
19
Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai crash program pengurusan piutang negara perbankan II.
SK Menkeu No.81/ KMK.01/2001
253
Lampiran
Tanggal
20
Ketentuan/Kebijakan
Keterangan
Pemerintah mengeluarkan peraturan pelimpahan wewenang
SK Menkeu No.88/
penanganan dan penandatanganan keputusan dan surat-
KMK.03/2001
surat yang berhubungan dengan pemberian pelayanan kemudahan ekspor kepada Kepala Badan Informasi dan Tehnologi Keuangan.
Maret 8
Bapepam mengeluarkan ketentuan mengenai pembatasan
Kep-06/PM/2001
atas saham yang diterbitkan sebelum penawaran umum untuk dialihkan kepada pihak lain.
15
Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai perlakuan
SK Dirjen Pajak No.
perpajakan atas penyediaan makanan dan minuman bagi
KEP-213/PJ/2001
seluruh pegawai dan penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu serta yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja.
16
Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai tatacara
SK Dirjen Pajak No.
penerbitan surat keterangan bebas (SKB) pemotongan pajak
KEP-217/PJ/2001
penghasilan atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto sertifikat Bank Indonesia yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendirinya telah disahkan Menkeu.
22
Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai impor dan
PBI No.3/6/PBI/2001
atau penyerahan barang kena pajak tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan pajak pertambahan nilai.
23
254
Bapepam mengeluarkan ketentuan mengenai hak memesan
Kep-07/PM/2001
Lampiran
Tanggal
Ketentuan/Kebijakan
efek terlebih dahulu. Apabila suatu perusahaan yang telah
Keterangan
PP No.12 Tahun 2001
melakukan Penawaran Umum saham atau Perusahaan Publik bermaksud menambah modal sahamnya, termasuk melalui penerbitan waran atau efek konversi, maka setiap pemegang saham harus diberi Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu atas Efek baru dimaksud sebanding dengan persentase pemilikan mereka.
27
Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai pemberi-
SE Dirjen Pajak No.SE-
tahuan berlakunya persetujuan penghindaran pajak
02/PJ.10/2001
berganda (P3B) RI-Venezuela.
28
Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai penghapusan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih.
SK Dirjen Pajak No. KEP-238/PJ/2001
Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai perlakuan
SK Dirjen Pajak No.
perpajakandikawasan pengembangan ekonomi terpadu
KEP-229/PJ/2001
(Kapet).
29
Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai harga jual eceran bahan bakar minyak dalam negeri.
Kep.Presiden No.45 Tahun 2001
April 11
Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai kebijakan
Kep.Komite Kebijakan
penyehatan perbankan dan restrukturisasi utang perusa-
Sektor Keuangan No.
haan berdasarkan hasil rapat komite kebijakan sektor
Kep-01/K.KKSK/04/2001
keuangan tanggal 11 April 2001.
16
Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai keringanan
SK Menkeu No.190/
bea masuk atas impor bahan baku/penolong dan bagian/
KMK.01/2001
komponen untuk perakitan mesin dan motor berputar.
255
Lampiran
Tanggal
30
Ketentuan/Kebijakan
Keterangan
Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai perlakuan
SK Menkeu No.231/
PPn & PPnBM atas impor barang kena pajak yang dibebas-
KMK.03/2001
kan dari pungutan bea masuk.
Mei 17
Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai impor mesin dan peralatan mesin bukan baru.
18
Pemerintah mengeluarkan perubahan ketiga ketentuan
SK Menperindag No.172/ MPP/Kep/5/2001
PP No.25 Tahun 2001
tentang bea masuk, bea masuk tambahan, pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah dan pajak penghasilan dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri dalam rangka mempercepat pemulihan ekonomi.
28
Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai perubahan
PP No.41 Tahun 2001
atas peraturan pemerintah nomor 42 tahun 2000 tentang pembayaran pajak penghasilan orang pribadi yang akan bertolak ke luar negeri.
Juni 8
Pemerintah mengeluarkan perubahan keempat atas PP No.17 Tahun 1999 tentang BPPN yang menetapkan bahwa sebelum dilakukan penyerahan oleh BPPN kepada Bank Indonesia, Bank Dalam Penyehatan yang telah selesai menjalani program penyehatan terlebih dahulu melalui masa pengamatan di BPPN paling lama 6 bulan terhitung sejak Bank Dalam Penyehatan tersebut memenuhi persyaratan atau kriteria tingkat kesehatan untuk diserahkan kepada Bank Indonesia.
256
PP No.47 Tahun 2001
Lampiran
Tanggal
15
Ketentuan/Kebijakan
Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai harga jual
Keterangan
Kep.Presiden No.73
eceran bahan bakar minyak dalam negeri.
Tahun 2001
Menteri Keuangan RI mengeluarkan ketentuan mengenai
Keputusan
divestasi saham negara dalam rangka penyertaan modal
Menteri Keuangan No.
Juli 9
sementara oleh BPPN.
23
401/KMK.01/2001
Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai penetapan
SK Menkeu No.190/
rincian jumlah dana kontingensi untuk bantuan kepada
KMK.01/2001
pemerintah daerah yang mengalami surplus marginal setelah pengalihan personil, peralatan, pembiayaan dan dokumen (P3D).
Agustus 1
Sejalan dengan konvensi-konvensi internasional yang telah
UU No.14 Tahun 2001
diratifikasi Indonesia, maka pengaturan mengenai paten dan merek menjadi sangat penting terutama dalam menjaga persaingan usaha yang sehat. Untuk itu, Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai paten dan merek yang masingmasing diatur dalam undang-undang.
6
Yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjang
UU No.16 Tahun 2001
pencapaian maksud dan tujuannya di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan dengan cara mendirikan badan usaha dan atau ikut serta dalam suatu badan usaha. Kekayaan yayasan dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak langsung kepada pembina, pengurus, pengawas dan karyawan yayasan atau pihak lain yang mempunyai kepentingan terhadap yayasan.
257
Lampiran
Tanggal
Ketentuan/Kebijakan
Keterangan
September 13
Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai pengalihan
PP No.63 Tahun 2001
kedudukan, tugas dan kewenangan menteri keuangan pada badan penyehatan perbankan nasional kepada menteri negara badan usaha milik negara.
24
Direktorat Jenderal Pajak mengeluarkan ketentuan menge-
Keputusan Dirjen Pajak
nai tata cara pelaksanaan pemblokiran dan penyitaan harta
No.KEP-627/PJ/2001
kekayaan penanggung pajak yang tersimpan pada bank dalam rangka penagihan pajak dengan surat paksa. Dalam melaksanakan penyitaan, terlebih dahulu dilakukan pemblokiran terhadap harta kekayaan dimaksud. Untuk melaksanakan pemblokiran, Kepala Kantor Pelayanan Pajak/ Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan wajib mengajukan permohonan pemblokiran kepada pimpinan bank tempat harta kekayaan penanggung pajak tersimpan disertai dengan salinan Surat Paksa dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan. Selanjutnya, pimpinan bank wajib memblokir seketika dan membuat Berita Acara.
27
Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai penetapan
SE Dirjen Bea dan Cukai
jalur bagi barang ekspor yang mendapat fasilitas pengem-
No.SE-31/BC/2001
balian bea masuk dan atau cukai serta pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah.
Oktober 24
Pemerintah mengeluarkan ketentuan mengenai pem-
SK Menperindag No.300/
bentukan tim pemantauan harga dan antisipasi pengadaan
MPP/Kep/10/2001
dan pendistribusian barang kebutuhan pokok menghadapi hari raya keagamaan nasional tahun 2001/2002.
258
Lampiran
Tanggal
30
Ketentuan/Kebijakan
Pemerintah mengeluarkan ketentuan mengenai ketentuan kuota ekspor tekstil dan produk tekstil.
31
Keterangan
SK Menperindag No.311/ MPP/Kep/10/2001
Gubernur DKI Jakarta menetapkan Upah Minimum Propinsi
Keputusan Gubernur DKI
(UMP) Tahun 2002 di Propinsi DKI Jakarta sebesar
Jakarta No.3052 Tahun
Rp591.266,- per bulan.
2001
November 14
Pemerintah menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja
UU No.19 Tahun 2001
Negara (APBN) Tahun Anggaran 2002 yang diperkirakan akan mengalami defisit dan akan dibiayai dari pembiayaan defisit anggaran yang bersumber dari pembiayaan dalam negeri dan luar negeri.
23
Pemerintah mengeluarkan ketentuan mengenai minyak dan
PP No.22 Tahun 2001
gas bumi.
Desember 7
11
Negara c.q.Pemerintah menjual saham milik negara RI yang
PP No.78 Tahun 2001
ada pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, PT Socfin
PP No.79 Tahun 2001
Indonesia dan PT Wisma Nusantara Internasional.
PP No.80 Tahun 2001
Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai kebijakan
Kep.Komite Kebijakan
penyehatan perbankan dan restrukturisasi utang perusa-
Sektor Keuangan
haan berdasarkan hasil rapat komite kebijakan sektor ke-
No.Kep-01/K.KKSK/12/2001
uangan tanggal 11 Desember 2001.
12
Menteri Keuangan mengeluarkan keputusan untuk menunda
Keputusan
pelaksanaan PP No.107 Tahun 2000 tentang Pinjaman
Menteri Keuangan No.625/
Daerah, dimana dengan UU tersebut Pemerintah Daerah
KMK.01/2001
dapat memanfaatkan pinjaman daerah sebagai salah satu
259
Lampiran
Tanggal
Ketentuan/Kebijakan
Keterangan
sumber untuk membiayai pelaksanaan pembangunan daerah dengan memperhatikan kemampuan daerah dalam mengelola dan mengembalikan pinjaman tersebut. Dengan keputusan dimaksud, perjanjian baru pinjaman daerah yang bersumber dari dalam negeri dan luar negeri ditunda sampai dengan berakhirnya tahun anggaran 2002.
14
Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai bidang/jenis
PP No.127 Tahun 2001
usaha yang dicadangkan untuk usaha kecil dan bidang/ jenis usaha yang terbuka untuk usaha menengah atau besar dengan syarat kemitraan.
19
Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai perubahan atas peraturan pemerintah nomor 20 tahun 1994 tentang pemilikan saham dalam perusahaan yang didirikan dalam rangka penanaman modal asing.
260
PP No.83 Tahun 2001
Lampiran
Tabel 1 Produk Domestik Bruto menurut Jenis Penggunaan (miliar rupiah)
Jenis penggunaan
1997
1998
1999
2000*
2001**
Harga konstan 1993 Pengeluaran konsumsi Rumah tangga Pemerintah Pembentukan modal tetap domestik bruto Perubahan stok Ekspor barang dan jasa dikurangi Impor barang dan jasa Produk Domestik Bruto Pendapatan neto terhadap luar negeri atas faktor produksi Produk Nasional Bruto dikurangi Pajak tidak langsung dikurangi Penyusutan Pendapatan Nasional
308.816,9 277.116,1 31.700,8 139.725,6 3.341,7 121.157,9 139.796,1 433.246,0
286.850,6 260.022,7 26.827,9 93.604,7 -6.386,9 134.707,2 132.400,7 376.374,7
299.084,5 272.070,2 27.014,3 76.572,9 -9.622,1 91.863,6 78.546,4 379.352,5
310.725,2 281.957,4 28.767,8 93.360,2 -27.232,6 116.193,6 95.112,1 397.934,3
329.841,7 298.703,6 31.138,1 97.057,7 -31.371,6 118.377,0 102.772,7 411.132,1
-15.462,9 417.783,1 26.100,1 21.662,4 370.020,6
-27.965,4 348.409,5 1.858,9 18.818,8 327.731,8
-22.145,1 357.207,4 6.181,9 18.967,6 332.057,9
-25.391,1 372.543,2 -11.687,3 19.896,7 364.333,7
-17.399,1 393.733,0 8.815,8 20.556,6 364.360,6
Harga berlaku Pengeluaran konsumsi Rumah tangga Pemerintah Pembentukan modal tetap domestik bruto Perubahan stok Ekspor barang dan jasa dikurangi Impor barang dan jasa Produk Domestik Bruto Pendapatan neto terhadap luar negeri atas faktor produksi Produk Nasional Bruto dikurangi Pajak tidak langsung dikurangi Penyusutan Pendapatan Nasional
430.122,7 387.170,7 42.952,0 177.686,1 21.615,1 174.871,3 176.599,8 627.695,4
702.239,5 647.823,6 54.415,9 243.043,4 -82.716,1 506.244,8 413.058,1 955.753,5
885.814,6 813.183,3 72.631,3 221.472,3 -96.461,4 390.560,1 301.654,0 1.099.731,6
958.776,8 867.997,1 90.779,7 268.669,4 -81.384,6 542.992,4 407.036,4 1.282.017,6
1.110.103,0 999.266,3 110.836,7 310.908,7 -56.820,0 612.482,2 485.699,7 1.490.974,2
-18.355,0 609.340,4 37.828,7 31.384,8 540.126,9
-53.893,7 901.859,8 6.480,5 47.787,7 847.591,6
-83.764,2 1.015.967,4 17.950,1 54.986,6 943.030,7
-92.161,8 1.189.855,8 -37.820,3 64.100,9 1.163.575,2
-58.079,0 1.432.895,2 31.425,7 74.548,7 1.326.920,8
Produk Domestik Bruto per kapita1) dalam ribuan rupiah dalam $
3.205,5 1.118,3
4.814,7 491,1
5.489,7 696,5
6.301,2 777,3
Produk Nasional Bruto per kapita1) dalam ribuan rupiah dalam $
3.111,8 1.085,6
4.543,2 463,4
5.071,5 643,5
5.848,2 721,4
Pendapatan Nasional per kapita1) dalam ribuan rupiah dalam $
2.758,3 962,3
4.269,8 435,5
4.707,5 597,3
5.719,1 705,4
Memorandum item:
1) Berdasarkan harga berlaku Sumber : Badan Pusat Statistik
263
Lampiran
Tabel 2 Produk Domestik Bruto menurut Lapangan Usaha (miliar rupiah)
Harga konstan 1993
Harga berlaku
Lapangan usaha 1997
1998
1999
2000*
2001**
1997
1998
1999
2000*
2001**
Pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan
64.468,0
63.609,5
64.985,3
66.088,3
66.503,8
101.009,4
172.827,6
215.686,7
218.301,3
244.381,0
Tanaman bahan makanan
32.688,4
33.350,4
34.012,4
34.312,2
33.932,1
52.189,4
91.346,0
116.222,5
111.886,5
124.287,7
Tanaman perkebunan
10.496,6
10.501,8
10.702,0
10.870,7
11.096,3
16.447,3
33.289,6
35.966,5
33.993,8
38.434,8
Peternakan
7.483,1
6.439,7
6.836,9
7.051,6
7.322,4
11.688,2
15.743,6
23.761,2
28.087,5
31.575,1
Kehutanan
7.189,8
6.580,7
6.288,1
6.364,4
6.431,5
6.806,5
11.700,5
13.803,8
14.861,8
15.406,2
Perikanan Pertambangan dan penggalian Minyak dan gas bumi
6.610,1
6.736,9
7.145,8
7.489,4
7.721,6
10.878,0
20.747,9
25.932,8
29.471,7
34.677,2
38.538,2
37.474,0
36.865,8
38.730,2
38.483,3
55.561,9
120.328,5
109.925,4
176.639,9
202.680,1
23.919,8
23.340,1
22.136,8
22.658,3
21.706,9
34.036,7
74.883,7
72.424,9
131.079,4
143.063,4
Pertambangan tanpa migas
7.645,6
9.678,0
10.357,7
11.459,3
11.966,1
11.192,4
35.459,9
27.696,1
34.031,6
45.558,1
Penggalian
6.972,8
4.455,9
4.371,2
4.612,6
4.810,3
10.332,8
9.984,9
9.804,3
11.528,8
14.058,6
Industri pengolahan
107.629,7
95.320,6
99.058,5
105.102,5
109.641,3
168.178,0
238.897,1
385.873,9
335.339,4
389.320,9
Industri migas
10.650,3
11.042,2
11.797,2
11.599,9
11.271,5
15.621,9
33.172,4
35.127,6
53.167,6
61.878,0
5.925,5
6.310,0
6.606,6
6.843,1
6.964,5
8.116,1
15.092,2
16.320,8
22.500,1
28.604,9
Pengilangan minyak bumi Gas alam cair
4.724,8
4.732,3
5.190,6
4.756,9
4.307,0
7.505,8
18.080,2
18.806,8
30.667,4
33.273,1
Industri tanpa migas
96.979,4
84.278,4
87.261,3
93.502,6
98.369,8
152.556,1
205.724,7
250.746,3
282.171,8
327.443,0
Listrik, gas, dan air bersih Bangunan Perdagangan, hotel, dan restoran
5.479,9
5.646,1
6.112,9
6.649,5
7.210,0
7.832,4
11.283,1
13.429,0
15.072,4
17.285,6
35.346,4
22.465,3
22.035,6
23.246,9
24.168,0
46.678,8
61.761,6
67.616,2
76.090,8
84.045,3
73.523,8
60.130,7
60.093,7
63.448,8
66.691,8
99.581,9
146.740,1
175.835,4
194.910,1
239.959,2
Perdagangan besar dan eceran
58.842,3
47.845,9
47.574,5
50.284,3
52.859,0
77.543,3
116.688,5
140.588,7
155.184,4
193.692,6
Hotel dan restoran
14.681,6
12.284,8
12.519,2
13.164,5
13.832,7
22.038,6
30.051,6
35.246,7
39.725,7
46.266,6
31.782,5
26.975,1
26.772,1
29.284,0
31.483,0
38.530,9
51.937,2
55.189,6
64.550,1
79.824,8
25.609,1
20.503,8
19.737,6
21.430,5
22.746,9
31.497,6
41.837,2
42.735,7
49.336,7
62.274,4
6.173,4
6.471,3
7.034,5
7.853,5
8.736,1
7.033,3
10.100,0
12.453,9
15.213,4
17.550,4
Pengangkutan dan komunikasi Pengangkutan Komunikasi Keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan
38.543,0
28.278,7
26.244,6
27.382,7
28.201,1
54.360,3
69.891,7
71.220,2
79.476,8
92.459,4
Bank 1)
19.956,0
13.173,0
11.861,7
12.429,5
12.899,0
25.205,2
31.710,2
31.088,6
35.404,8
42.234,2
Sewa bangunan & jasa perusahaan
18.587,0
15.105,7
14.382,8
14.953,1
15.302,2
29.155,1
38.181,5
40.131,6
44.072,1
50.225,2
37.934,5
36.475,0
37.184,0
38.001,5
38.749,9
55.962,0
82.102,5
104.955,3
121.636,9
141.017,8
Pemerintahan umum
23.616,5
21.887,5
22.250,6
22.555,1
22.795,4
32.127,9
40.641,0
59.745,0
69.460,2
81.850,9
Swasta
14.318,0
14.587,5
14.933,4
15.446,4
15.954,5
23.834,1
41.445,8
48.210,3
52.176,7
59.166,9
Jasa-jasa
PRODUK DOMESTIK BRUTO
433.245,9
376.374,9 379.352,5
397.934,3
411.132,1
627.695,6
Nonmigas
398.675,8
341.992,5 345.418,5
363.676,1
378.153,8
578.037,0
881.555,5
992.179,1 1.097.770,6 1.286.032,8
34.258,2
32.978,3
49.658,6
108.056,1
107.552,5
Migas
34.570,1
34.382,4
33.934,0
1) Termasuk lembaga keuangan di luar bank dan jasa penunjang keuangan Sumber : Badan Pusat Statistik
264
989.611,6 1.099.731,6 1.282.017,6 1.490.974,2 184.247,0
204.941,4
Lampiran
Tabel 3 Pengaruh Nilai Tukar Dagang terhadap Produk Domestik Bruto (miliar rupiah)
1997
1998
1999
2000*
2001**
Ekspor barang dan jasa atas dasar harga berlaku
174.871,3
506.244,8
390.560,1
542.992,4
612.482,2
Ekspor barang dan jasa atas dasar harga konstan
121.157,9
134.707,2
91.863,6
116.193,6
118.377,0
144,3
375,8
425,2
467,3
517,4
Rincian
1.
2.
3.
Deflator ekspor (1:2) x 100)
4.
Impor barang dan jasa atas dasar harga berlaku
176.599,8
413.058,1
301.654,0
407.036,4
485.699,7
Impor barang dan jasa atas dasar harga konstan
139.796,1
132.400,7
78.546,4
95.112,1
102.772,7
5.
6.
Deflator impor (4:5) x 100)
126,3
312,0
384,0
428,0
472,6
7.
Indeks nilai tukar dagang (3:6) x 100)
114,3
120,5
110,7
109,2
109,5
8.
Perubahan indeks nilai tukar dagang (%)
7,89
5,43
-8,10
-1,36
0,26
Kapasitas impor riil dari ekspor (1:6) x 100)
138.427,8
162.270,6
101.696,3
126.880,9
129.599,5
10. Pengaruh nilai tukar dagang (9 - 2)
17.269,9
27.563,4
9.832,7
10.687,3
11.222,5
160,33
59,60
-64,33
8,69
5,01
433.246,0
376.374,7
379.352,5
397.934,3
411.132,1
4,70
-13,13
0,79
4,90
3,32
-415.976,1
-348.811,3
-369.519,8
-387.247,0
-399.909,6
2,16
-16,15
5,94
4,80
3,27
9.
11. Perubahan nilai tukar dagang (%) 12. PDB atas dasar harga konstan 1993 13. Perubahan PDB atas dasar harga konstan (%) 14. Pendapatan Domestik Bruto (PnDB) (10 - 12) 15. Pertumbuhan PnDB (%)
Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah)
265
Lampiran
Tabel 4 Hasil Beberapa Jenis Produk Sektor Pertanian (ribu ton)
Rincian
1997
1998
1999
49.377,1 8.770,9 15.134,0 1.847,5 688,3 1.356,9 261,7
49.236,7 10.169,4 14.696,2 1.935,0 692,4 1.305,6 306,1
50.866,4 9.204,0 16.458,5 1.665,5 659,6 1.382,8 265,1
51.898,9 9.676,9 16.089,0 1.827,7 736,5 1.017,6 289,9
50.096,5 1) 9.121,4 1) 695,8 1) 862,6 1) 286,5 1)
Tanaman perkebunan Karet Kering Minyak Sawit Biji Sawit Coklat Kopi Teh Kulit Kina Gula Tebu Tembakau
309,8 2.980,9 708,3 59,7 23,0 99,9 0,1 2.166,7 8,1
330,9 3.855,4 778,3 83,0 24,1 157,2 0,4 2.065,3 17,8
303,7 4.024,8 914,6 59,0 27,3 132,2 0,4 1.907,5 28,1
336,2 4.094,0 930,6 59,7 29,5 127,8 0,6 1.896,3 14,8
138,3 2) 1.466,5 2) 333,3 2) 23,6 2) 2,6 2) 56,2 2) 0,1 2) 224,4 2) 0,3 2)
Kehutanan Kayu Bulat 3) Kayu Gergajian 3) Kayu Lapis 3)
29.520,3 2.613,5 6.709,8
19.026,9 2.707,2 7.154,7
20,619,9 2,060,2 4,611,9
-
Peternakan Daging Telur Susu (juta liter)
1.555,1 768,6 423,7
1.228,5 529,8 375,4
1.193,5 640,4 436,0
1.445,2 783,3 495,7
Perikanan Laut Darat
3.613,0 966,5
3.837,0 1.000,0
3.950,0 1.020,0
-
Tanaman pangan Padi Jagung Ubi kayu Ubi jalar Kacang tanah Kacang kedelai Kacang hijau
1) Angka Prakiraan Triwulan III-2001 2) Data sampai dengan bulan Juli 2001 3) Tahun fiskal dalam ribu meter kubik 4) Angka sementara Sumber : – Departemen Pertanian – Departemen Kehutanan – Badan Pusat Statistik
266
2000
2001
-
1.450,7 4) 793,8 4) 505,0 4)
-
Lampiran
Tabel 5 Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Tanaman Pangan
Rincian
2000
20011)
1997
1998
1999
49.377,1
49.236,7
50.866,4
51.898,9
50.096,5
Jagung
8.770,9
10.169,4
9.204,0
9.676,9
9.121,4
Ubi kayu
15.134,0
14.696,2
16.458,5
16.089,0
-
Ubi jalar
1.847,5
1.935,0
1.665,5
1.827,7
-
688,3
692,4
659,6
736,5
695,8
1.356,9
1.305,6
1.382,8
1.017,6
862,6
261,7
306,1
265,1
289,9
286,5
11.140,6
11.730,3
11.963,2
11.793,5
11.412,0
Jagung
3.355,2
3.847,8
3.456,4
3.500,3
3.305,1
Ubi kayu
1.243,4
1.205,4
1.350,0
1.284,0
1.279,9
Ubi jalar
195,4
202,1
172,2
194,3
167,1
Kacang tanah
628,1
651,1
625,0
683,6
650,7
1.119,1
1.095,1
1.151,1
824,5
723,0
294,2
339,2
298,1
131,3
319,6
Padi
44,3
42,0
42,5
44,0
43,9
Jagung
26,1
26,4
26,6
27,6
27,6
Ubi kayu
121,7
121,9
121,9
125,3
-
Ubi jalar
94,5
95,8
96,7
94,1
-
Kacang tanah
11,0
10,6
10,6
10,8
10,7
Kacang kedelai
12,1
11,9
12,0
12,3
11,9
8,9
9,0
8,9
22,1
9,0
Produksi (ribu ton) Padi
Kacang tanah Kacang kedelai Kacang hijau
Luas panen (ribu hektar) Padi
Kacang kedelai Kacang hijau
Produktivitas (kuintal/hektar)
Kacang hijau
1)
Angka Prakiraan Triwulan III 2001 Sumber : Departemen Pertanian
267
Lampiran
Tabel 6 Hasil Beberapa Jenis Produk Sektor Pertambangan dan Penggalian
Rincian
Pertambangan Migas Minyak Mentah 1) LNG LPG Pertambangan Non Migas Batubara Nikel Tembaga 1) Timah Bauksit Pasir Besi Emas Perak
Satuan
1997
1998
1999
2000
2001
Juta Barel Ribu Metric Ton Ribu Metric Ton
576,4 27.136,7 2.805,1
569,2 27.179,9 2.312,2
545,7 29.812,4 2.249,8
507,3 27.203,0 2.047,3
448,7 10.727,2 892,2
2)
Ribu Metric Ton
52.074,3
60.320,8
69.357,6
76.820,2
52.406,8
4)
Ribu Metric Ton Ribu Metric Ton Ribu Metric Ton Ribu Metric Ton Ribu Metric Ton Ribu Kg Ribu Kg
2.829,9 1.840,7 55,2 808,7 487,4 90,0 270,4
2.734,0 2.640,0 54,0 1.055,6 561,0 124,0 350,0
3.245,3 2.645,2 47,8 1.142,5 562,3 129,0 292,3
3.349,3 3.193,5 50,2 1.175,4 538,9 117,6 334,6
2.079,5 2.241,8 48,7 926,8 341,9 99,3 154,6
4)
1) Termasuk Kondensat 2) Data sampai dengan bulan November 2001 3) Data sampai dengan bulan Mei 2001 4) Data sampai dengan bulan September 2001 Sumber : - Departemen Pertambangan dan Energi - Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi - Badan Pusat Statistik
Tabel 7 Penjualan Tenaga Listrik (juta KWJ)1)
Tahun Total
1997 64.314,5
Sosial Rumah Tangga
1999
64.383,3
71.337,7
2000 79.050,3
20011) 69.964,5
1.396,3
1.425,8
1.488,7
1.667,1
1.508,0
22.642,4
24.391,0
26.859,2
30.506,0
27.381,8
Bisnis
8.660,4
8.507,5
9.332,2
10.224,4
9.002,1
Industri
29.358,1
27.779,1
31.338,5
33.994,4
29.876,3
Publik
2.257,3
2.280,0
1.341,6
2.096,7
1.990,9
-
-
977,3
561,7
205,4
Multiguna
1) Data sampai dengan bulan Oktober 2001 Sumber : PT. Perusahaan Listrik Negara
268
1998
3) 3)
4) 4) 4) 4) 4) 4)
Lampiran
Tabel 8 Perkembangan Upah Minimum Harian Regional per Propinsi (dalam rupiah)
Rincian
1997
1998
1999
2000
2001
D.I. Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Batam Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah D.I. Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Timor Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Sulawesi Sulawesi Sulawesi Maluku Irian Jaya
4.270 5.030 3.970 5.050 7.830 3.980 4.250 4.250 4.200 5.750 5.120 3.770 3.550 4.150 4.720 3.600 3.550 4.600 4.220 4.600 4.170 5.100 3.930 3.550 3.750 4.030 4.530 5.670
4.900 5.800 4.567 5.800 9.000 4.583 5.183 4.883 4.833 6.617 5.892 4.333 4.083 4.767 5.417 4.133 4.083 5.283 4.850 5.283 4.800 5.867 4.517 4.083 4.317 4.633 5.217 6.517
5.700 7.000 5.333 7.267 9.667 5.000 5.850 5.000 5.333 7.700 6.958 5.100 4.333 5.683 5.883 4.833 4.767 6.100 5.833 6.500 5.533 6.467 5.167 5.000 4.933 5.333 6.000 7.500
8.833 8.467 6.667 10.000 14.167 5.767 6.533 5.777 6.400 11.475 7.667 6.167 6.483 0 6.343 6.000 6.133 0 7.600 9.500 6.667 7.767 6.200 6.767 6.667 7.000 6.000 10.500
10.000 11.350 8.333 14.050 17.000 8.167 8.500 8.000 8.000 14.208 8.167 8.167 7.917 8.355 10.325 8.000 9.167 n.a. 10.150 12.067 9.833 10.000 12.400 8.167 10.000 9.167 7.667 13.333
Rata-rata 1) Rata-rata 2) Perubahan (%) 3)
4.347 4.471 10
5.009 5.151 15
5.782 5.921 15
7.053 7.316 22
9.750 10.018 38
1) Tidak termasuk Batam 2) Termasuk Batam 3) Perubahan tidak termasuk Batam Sumber : Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (diolah)
269
Lampiran
Tabel 9 Rencana Penanaman Modal Dalam Negeri yang Disetujui Pemerintah menurut Sektor (miliar rupiah)
Jumlah1) Sektor
1997
1998
1999
2000
20012)
1968 s.d. Juli 2000 Nilai a)
Proyek b)
Pertanian, kehutanan, dan perikanan Pertanian Kehutanan Perikanan
14.807,7 13.737,5 165,5 904,7
5.315,1 4.757,9 542,9 14,3
2.408,3 1.614,8 749,3 44,2
1.578,7 1.408,3 35,0 135,4
1.331,0 731,0 445,9 154,1
88.020,7 70.944,4 6.608,7 10.467,6
1.711 1.094 301 316
Pertambangan Industri Makanan Tekstil Kayu Kertas Kimia dan farmasi Mineral bukan logam Logam dasar Barang-barang logam Lain-lain
126,3 79.334,3 13.048,6 6.831,3 762,2 11.841,9 22.497,2 11.638,7 8.021,5 4.683,9 9,0
116,3 44.908,0 6.711,8 1.137,6 1.971,9 12.754,1 15.583,2 3.469,0 1.786,3 960,9 533,2
174,0 46.747,5 12.729,9 2.561,5 1.229,0 20.244,1 2.480,9 70,4 6.354,2 1.070,7 6,8
36,4 81.976,1 8.547,6 2.386,4 168,8 8.174,2 56.435,9 3.523,0 274,3 2.465,9 0,0
1.198,2 41.609,1 8.957,0 2.217,4 546,5 4.771,0 22.236,2 596,5 287,0 0,0 1.997,5
5.974,4 580.991,0 153.704,9 56.017,6 19.342,0 101.120,1 122.656,5 63.561,2 33.437,8 30.024,3 1.126,6
172 6.561 990 1.358 816 423 1.350 436 211 873 104
Konstruksi Perhotelan Pengangkutan Perumahan dan perkantoran Jasa lainnya
877,0 2.587,9 4.649,4 4.300,5 13.189,8
1.992,0 1.150,4 3.260,5 1.547,5 2.459,5
395,1 1.379,9 225,3 995,5 1.226,3
843,6 153,5 1.801,6 292,6 1.611,9
2.006,8 2.459,0 1.416,4 4.540,9 1.635,1
9.569,2 32.676,8 26.151,8 37.540,0 28.715,4
170 717 1.004 369 387
119.872,9
60.749,3
53.551,9
88.294,4
56.196,5
809.639,3
11.091
Jumlah
1) a. Data kumulatif investasi sejak 1968 merupakan penjumlahan dari investasi baru, perluasan, alih status, perubahan, dan penggabungan dikurangi pembatalan b. Data kumulatif proyek sejak 1968 merupakan penjumlahan dari proyek baru, alih-status, dan penggabungan dikurangi pencabutan Data terakhir kumulatif nilai investasi & proyek (PMDN) sejak th. 1968 hanya sampai dengan Juli 2000 2) Data s.d. akhir Desember 2001 Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal
270
Lampiran
Tabel 10 Penyebaran Rencana Penanaman Modal Dalam Negeri yang Disetujui Pemerintah menurut Dati I (miliar rupiah)
Jumlah1) Daerah Tingkat I
1997
1998
1999
2000
20012)
1968 s.d. Juli 2000 Nilai a)
Proyek b)
Jawa dan Madura DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur
63.680,8 8.553,5 37.423,5 5.764,2 235,6 11.704,0
18.871,5 4.289,7 8.117,1 2.574,9 6,0 3.883,8
22.126,8 1.260,5 18.393,9 849,6 34,6 1.588,2
17.314,0 3.521,8 9.742,2 1.019,5 119,9 2.910,6
20.272,4 7.845,4 7.024,7 3) 2.174,3 105,5 3.122,5
401.423,9 71.339,3 221.414,4 36.884,6 2.053,4 69.732,2
7.419 1.841 3.434 758 127 1.259
Sumatera DI Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung
33.561,7 1.114,1 3.395,5 522,6 11.862,4 9.793,5 5.391,4 630,7 851,5
10.669,4 1.297,3 1.101,5 336,8 4.925,1 1.429,4 882,7 4,0 692,6
14.746,3 94,2 1.079,4 597,6 9.091,5 3.001,7 149,3 121,4 611,2
35.584,3 89,6 363,8 575,5 33.285,1 882,2 67,7 22,5 297,9
8.677,3 64,4 981,6 1,0 5.584,5 771,5 625,6 0,0 648,7
239.389,2 9.435,6 15.841,5 90.401,7 61.807,6 28.618,3 19.123,8 3.013,6 11.147,1
1.677 135 356 137 470 90 251 58 180
Kalimantan Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur
13.935,7 3.825,9 1.688,0 4.300,1 4.121,7
11.966,6 416,9 9.093,4 640,6 1.815,7
5.359,5 222,6 3.561,4 410,5 1.165,0
4.277,7 21,1 331,5 3.064,8 860,3
3.776,9 10,1 164,3 188,4 3.414,1
77.561,5 20.110,6 20.243,0 12.899,4 24.308,5
845 253 145 166 281
Sulawesi Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara
3.849,9 277,8 725,5 1.880,0 966,6
13.022,9 1.132,4 630,7 11.168,7 91,1
1.795,8 51,8 543,9 696,2 503,9
30.297,3 1.487,5 262,5 28.380,4 166,9
20.191,3 2.241,6 4) 1.067,8 16.581,5 300,4
39.054,2 6.062,4 6.389,0 22.443,0 4.159,8
475 91 74 268 42
Nusa Tenggara Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur
1.222,5 352,5 870,0
1.289,0 638,5 650,5
35,2 14,9 20,3
757,0 755,5 1,5
1,600,6 519,7 1.080,9
5.237,3 2.821,1 2.416,2
131 78 53
Bali Timor Timur Maluku Irian Jaya
850,7 0,0 1.060,0 1.711,6
804,6 2.802,6 44,5 1.278,7
1.002,7 47,8 20,0 8.416,0
21,6 0,0 0,0 42,5
540,2 0,0 0,0 1.137,8
10.979,2 3.359,4 7.688,7 24.945,9
316 8 133 87
119.872,9
60.749,8
53.550,1
88.294,4
56.196,5
809.639,3
11.091
Jumlah
1) a. Data kumulatif investasi sejak 1968 merupakan penjumlahan dari investasi baru, perluasan, alih status, perubahan, dan penggabungan dikurangi pembatalan b. Data kumulatif proyek sejak 1968 merupakan penjumlahan dari proyek baru, alih-status, dan penggabungan dikurangi pencabutan Data terakhir kumulatif nilai investasi & proyek (PMDN) sejak th. 1968 hanya sampai dengan Juli 2000 2) Data s.d. akhir Desember 2001 3) Termasuk Propinsi Banten 4) Termasuk Propinsi Gorontalo Sumber : - Badan Koordinasi Penanaman Modal
271
Lampiran
Tabel 11 Rencana Penanaman Modal Asing yang Disetujui Pemerintah menurut Sektor (juta $)
Jumlah1) Sektor
Pertanian, kehutanan, dan perikanan Pertanian Kehutanan Perikanan Pertambangan Industri Makanan Tekstil Kayu Kertas Kimia dan farmasi Mineral bukan logam Logam dasar Barang-barang logam Lain-lain Konstruksi Perhotelan Pengangkutan Perumahan dan perkantoran Jasa lainnya Jumlah
1997
1998
1999
2000
20012)
1967 s.d. Juli 2000 Nilai a)
Proyek b)
463,7 436,6 0,0 27,1
998,2 965,2 0,0 33,0
482,4 412,7 0,0 69,7
443,5 388,9 5,0 49,6
387,3 281,3 100,5 5,5
8.063,6 6.686,6 653,1 723,9
380 240 28 112
1,6 23.017,3 572,8 372,6 69,7 5.353,3 12.376,4 1.457,3 357,0 2.331,7 126,5
0,3 8.388,2 342,0 216,9 70,8 40,8 6.178,8 237,1 394,4 890,5 16,9
14,2 6.929,2 680,9 240,2 113,2 1.411,8 3.268,2 110,4 501,3 593,0 10,2
1,1 10.633,7 701,3 400,3 157,0 88,0 7.406,4 9,6 830,7 1.005,5 34,9
112,4 5.097,7 278,8 328,0 19,9 741,2 2.309,7 105,0 651,0 0,0 664,1
9.925,3 146.967,7 7.276,6 7.730,4 2.369,2 24.809,9 68.478,9 7.068,8 9.786,2 18.801,2 646,5
207 4.376 352 800 391 130 928 166 136 1.337 136
306,8 462,6 5.900,0 1.397,6 2.282,9
197,8 451,1 79,0 1.270,9 2.177,6
153,4 228,6 102,7 171,1 2.800,2
125,3 257,0 1.217,3 301,5 2.303,4
47,6 891,6 378,0 177,4 1.887,6
2.049,0 11.327,4 13.529,6 12.697,6 23.922,3
376 331 279 221 2.278
33.832,5
13.563,1
10.881,8
15.282,8
8.979,6
228.482,5
8.448
1) a. Data kumulatif investasi sejak 1967 merupakan penjumlahan dari investasi baru, perluasan, alih status, perubahan, dan penggabungan dikurangi pembatalan b. Data kumulatif proyek sejak 1967 merupakan penjumlahan dari proyek baru, alih-status, dan penggabungan dikurangi pencabutan Data terakhir kumulatif nilai investasi & proyek (PMA) sejak th. 1967 hanya sampai dengan Juli 2000 2) Data s.d. akhir Desember 2001 Sumber : - Badan Koordinasi Penanaman Modal
272
Lampiran
Tabel 12 Penyebaran Rencana Penanaman Modal Asing yang Disetujui Pemerintah menurut Dati I (juta $)
Jumlah1) Daerah Tingkat I
1997
1998
1999
2000
20012)
1967 s.d. Juli 2000 Nilai a)
Proyek b)
Jawa dan Madura DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Sumatera DI Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Kalimantan Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Nusa Tenggara Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Bali Timor Timur Maluku Irian Jaya
20.535,0 6.136,1 7.973,3 2.195,7 14,3 4.215,6 11.163,9 771,9 3.514,6 7,1 6.743,0 0,0 73,2 0,0 54,1 1.056,1 28,2 6,0 438,7 583,2 426,1 358,8 5,5 58,3 3,5 14,6 0,6 14,0 114,7 0,0 17,8 504,4
10.840,4 1.700,1 5.504,1 3.066,7 6,0 563,5 1.415,7 6,2 229,6 175,8 537,1 201,9 129,3 37,7 98,1 722,7 251,2 0,4 73,4 397,7 192,7 157,4 6,9 27,8 0,6 57,2 34,6 22,6 308,5 12,4 4,9 8,6
2.635,9 783,8 1.498,2 69,7 10,5 273,7 7.652,6 51,8 102,7 344,9 6.956,9 42,0 39,7 18,4 96,2 226,8 102,0 50,3 30,3 44,2 141,8 24,1 2,7 12,5 102,5 15,0 13,6 1,4 193,8 0,0 1,7 23,2
10.539,9 3.270,5 3.138,0 3.013,8 4,0 1.113,6 2.945,6 1.811,1 193,3 18,5 418,0 252,7 215,5 0,2 36,3 137,0 3,3 74,8 3,1 55,8 68,5 22,2 1,8 36,5 8,0 1.413,5 1.408,5 5,0 125,8 0,0 0,1 52,4
5.718,9 1.145,0 2.771,9 3) 116,0 10,0 1.676,0 2.325,5 6,0 82,3 37,3 2.093,9 5,6 44,6 1,9 53,9 235,0 21,8 11,8 9,7 191,7 70,8 1,1 0,5 68,7 0,5 5,7 5,0 0,7 518,9 0,0 9,3 95,5
144.536,6 34.897,1 64.993,2 13.837,6 309,9 30.498,8 49.753,1 2.549,5 9.978,0 1.036,2 24.801,8 4.407,8 5.147,4 258,1 1.574,3 11.513,7 1.225,6 547,4 3.279,0 6.461,7 8.916,0 1.117,9 172,2 7.373,8 252,1 3.936,8 3,774,3 162,5 3.381,7 45,2 395,5 6.003,9
6.345 2.754 2.646 267 45 633 1.061 44 203 52 607 19 61 23 52 267 73 55 49 90 170 68 21 60 21 77 59 18 441 2 28 57
Jumlah
33.832,6
13.563,1
10.890,8
15.282,8
8.979,6
228.482,5
8.448
1) a. Data kumulatif investasi sejak 1967 merupakan penjumlahan dari investasi baru, perluasan, alih status, perubahan, dan penggabungan dikurangi pembatalan b. Data kumulatif proyek sejak 1967 merupakan penjumlahan dari proyek baru, alih- status, dan penggabungan dikurangi pencabutan Data terakhir kumulatif nilai investasi & proyek (PMA) sejak th. 1967 hanya sampai dengan Juli 2000 2) Data s.d. akhir Desember 2001 3) Termasuk Propinsi Banten Sumber : - Badan Koordinasi Penanaman Modal
273
Lampiran
Tabel 13 Rencana Penanaman Modal Asing yang Disetujui Pemerintah menurut Negara Asal (juta $) Jumlah 1)
Negara Asal
Eropa Belanda
1997
1998
1999
2000
20012)
1967 s.d. Juli 2000 Nilai a)
Proyek b)
11.740,2
5.311,0
730,2
5.864,8
920,4
41.250,8
1.254
319,5
411,8
48,7
1.159,2
88,0
6.228,8
267
Belgia
16,5
11,5
9,8
5,7
0,2
367,3
50
Inggris
5.473,6
4.745,3
507,0
3.574,0
722,6
21.163,5
390
Jerman
4.467,8
71,0
87,1
958,6
42,7
8.329,1
192
456,6
7,5
22,7
64,4
14,4
1.219,8
107
Perancis Swiss Lainnya Amerika Amerika Serikat
73,5
35,1
42,1
42,2
11,7
1.083,1
74
932,7
28,8
12,8
60,7
40,8
2.859,2
174
1.112,8
699,6
144,2
254,3
81,3
11.642,4
550
1.017,7
568,3
136,7
243,1
72,6
10.449,2
397
Kanada
6,2
8,1
3,2
3,6
8,4
156,7
109
Lainnya
88,9
123,2
4,3
7,6
0,3
1.036,5
44
15.169,6
4.673,8
6.486,1
3.824,0
6.154,0
110.509,6
5.103
251,0
549,1
76,9
106,2
39,4
14.594,4
404
Jepang
5.421,3
1.330,7
644,3
1.961,1
759,7
36.586,1
1.179
Korea Selatan
1.409,9
202,4
263,0
688,4
357,2
9.490,0
936
Malaysia
2.289,3
1.060,2
186,1
167,7
2.226,3
7.035,3
366
0,0
62,5
4,9
7,4
1,8
165,2
26
Singapura
2.298,6
1.267,4
731,1
535,0
1.129,5
19.190,2
1.094
Taiwan
3.419,4
165,4
1.489,3
131,0
72,1
16.100,7
809
Asia Hongkong
Filipina
Thailand
19,1
2,8
8,4
6,8
3,0
1.781,8
38
Lainnya
61,0
33,3
3.082,1
220,4
1.565,0
5.565,9
251
187,5
85,1
2.458,5
58,6
255,2
9.501,0
456
93,5
75,2
65,6
466,5
560,1
1.440,1
47
5.528,9
2.718,4
1.006,0
4.814,6
1.008,6
54.138,6
1.038
33.832,5
13.563,1
10.890,6
15.282,8
8.979,6
228.482,5
8.448
Australia Afrika Gabungan negara
Jumlah
1) a. Data kumulatif investasi sejak 1967 merupakan penjumlahan dari investasi baru, perluasan, alih status, perubahan, dan penggabungan dikurangi pembatalan b. Data kumulatif proyek sejak 1967 merupakan penjumlahan dari proyek baru, alihstatus, dan penggabungan dikurangi pencabutan Data terakhir kumulatif nilai investasi & proyek (PMA) sejak th. 1967 hanya sampai dengan Juli 2000 2) Data s.d. akhir Desember 2001 Sumber : - Badan Koordinasi Penanaman Modal
274
Lampiran
Tabel 14 Indeks Harga Konsumen Indonesia
Bahan Makanan
Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau
Perumahan
Sandang
156,97 179,14 189,99 227,88 263,22 166,71 196,39 261,00 163,22 281,09 287,60 281,65 275,09 271,38 268,25 258,96 248,54 239,06 237,24 240,00 249,54 256,85 256,00 250,16 246,16 246,08 246,47 251,39 246,68 240,76 241,37 246,96 259,53 258,68 263,04 265,51 262,89 266,84 270,43 274,88 268,42 266,45 269,53 282,50 290,74
211,58 142,23 167,92 207,21 211,58 213,80 216,87 216,34 215,52 215,20 215,16 214,87 215,33 216,26 216,13 216,51 219,20 220,00 220,17 219,97 225,28 225,07 227,25 229,45 231,43 232,73 237,42 241,62 243,49 245,87 247,59 250,49 252,77 255,28 261,35 266,46 267,54 269,14 270,38 272,38 278,75
178,57 188,93 198,00 210,36 159,03 128,61 139,17 155,92 159,03 160,62 162,06 162,92 164,04 164,91 165,34 166,06 165,87 166,12 166,45 165,93 166,77 167,56 168,34 169,05 171,03 174,18 174,87 176,06 176,71 177,93 180,60 182,93 183,61 184,74 185,96 188,19 190,09 191,63 194,72 197,93 199,69 203,04 203,89 206,05 208,57
147,53 157,42 166,76 179,96 219,71 161,39 195,29 225,22 219,71 232,11 234,23 234,71 233,58 231,18 228,32 224,69 226,56 229,63 232,23 228,38 233,21 237,47 239,79 240,09 240,50 242,55 244,54 248,54 247,01 247,12 248,68 249,95 256,98 259,03 258,88 260,70 264,85 270,08 271,94 272,10 264,80 266,57 271,77 274,81 277,90
Akhir periode 1)
1994 2) 1995 1996 1997 1998 Januari - Maret April - Juni 3) Juli - September Oktober - Desember 1999 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober 4) November Desember 2000 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember 2001 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
Kesehatan
161,69 173,33 190,72 206,72 212,54 155,88 171,97 204,49 212,54 214,07 214,12 215,80 216,57 217,60 218,22 219,48 220,98 220,00 220,06 219,97 220,37 220,87 221,85 222,43 224,87 225,76 226,50 229,42 230,43 236,19 238,16 240,47 241,46 242,26 244,77 247,97 252,17 254,79 257,03 259,74 260,26 260,62 261,32 262,26 262,99
Pendidikan, Rekreasi & Olahraga
161,84 134,74 140,84 162,17 161,84 161,40 161,89 162,05 162,04 162,59 163,06 163,87 166,48 169,52 170,17 170,42 170,44 170,43 170,23 171,83 173,50 174,91 175,41 178,51 195,70 198,02 199,24 199,50 200,28 200,61 201,38 202,17 203,41 203,89 204,61 209,40 218,08 222,74 223,38 223,57 224,12
Transpor dan Komunikasi
163,70 119,74 150,38 163,18 163,70 164,95 164,29 169,16 169,07 170,06 170,23 169,94 169,68 169,94 171,31 171,56 172,20 173,68 173,45 174,01 176,83 181,19 182,54 183,37 184,69 186,65 191,19 191,78 194,00 193,21 194,29 195,00 196,06 197,42 204,14 218,09 218,12 219,75 219,99 220,14 221,47
Umum
163,17 177,83 189,62 211,62 198,64 142,15 163,89 196,23 198,64 204,54 207,12 206,75 205,34 204,76 204,07 201,93 200,05 198,68 198,79 199,00 202,45 205,12 205,27 204,34 205,48 207,21 208,24 210,91 211,99 211,87 214,33 217,15 221,37 222,10 224,04 226,04 227,07 229,63 233,46 238,52 237,92 239,44 241,06 245,18 249,15
Perubahan Indeks Umum
9,24 8,64 6,47 11,05 1,23 27,11 15,29 19,73 1,23 2,01 2,97 1,26 -0,18 -0,68 -0,28 -0,34 -1,05 -0,93 -0,68 0,06 0,25 1,73 9,35 1,32 0,07 -0,45 0,56 0,84 0,50 1,28 0,51 -0,06 1,16 1,32 1,94 12,55 0,33 0,87 0,89 0,46 1,13 1,67 2,12 -0,21 0,64 0,68 1,71 1,62
1) Angka tahunan/triwulanan adalah angka akhir periode yang bersangkutan 2) Berdasarkan April 1988 - Maret 1989 = 100 dengan 4 kelompok: kolom (2) adalah kelompok Makanan; kolom (6) adalah kelompok Aneka Barang dan Jasa 3) Berdasarkan Januari 1996 - Desember 1996 = 100, IHK dihitung di 44 kota dan dibagi menjadi 7 kelompok 4) Sejak Oktober 1999, IHK dihitung di 43 kota (minus kota Dili) Sumber : Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi
275
Lampiran
Tabel 15 Indeks Harga Perdagangan Besar Indonesia 1)
Perubahan 2001 Kelompok
1997
1998
1999
2000
2001
terhadap 2000 (%)
Pertanian
445
750
410
459
567
24
Pertambangan dan penggalian
318
396
214
236
275
17
Industri
275
455
268
278
309
11
Impor
260
598
289
316
356
13
Ekspor
238
592
366
461
669
45
Migas
204
474
355
393
462
18
Nonmigas
353
994
370
634
521
-18
Indeks Umum
282
568
314
353
403
14
1)
Angka tahunan merupakan rata-rata Indeks selama satu tahun yang bersangkutan Tahun 1996 - 1998, perhitungan Indeks Harga Perdagangan Besar menggunakan tahun dasar 1983 (1983=100) Tahun 1999 - 2001, perhitungan Indeks Harga Perdagangan Besar menggunakan tahun dasar 1993 (1993=100) Sumber : Badan Pusat Statistik
276
Lampiran
Tabel 16 Perkembangan Laju Inflasi di 43 Kota (persen)
Kota
1997
Lhokseumawe Banda Aceh Padang Sidempuan Sibolga Pematang Siantar Medan Padang Pekanbaru Batam Jambi Palembang Bengkulu Bandar Lampung Jakarta Tasikmalaya Serang/Celegon Bandung Cirebon Purwokerto Surakarta Semarang Tegal Yogyakarta Jember Kediri Malang Surabaya Denpasar Mataram Kupang Pontianak Sampit Palangkaraya Banjarmasin Balikpapan Samarinda Manado Palu Makasar Kendari Ternate Ambon Jayapura Inflasi Nasional
8,44 9,90 16,84 14,60 15,14 13,10 10,72 11,05 17,13 9,89 13,58 9,21 9,70 11,70 10,44 12,45 9,95 10,74 9,38 9,07 10,88 10,44 10,72 9,89 12,75 7,38 9,11 9,75 8,66 7,71 12,29 15,79 13,03 12,98 13,28 10,93 13,66 9,70 8,20 8,42 16,77 7,99 10,35 11,05
1998 1) 79,66 79,01 85,72 85,01 80,23 83,81 87,20 75,86 52,89 72,31 89,18 84,10 85,22 74,42 73,55 65,43 72,59 62,23 80,93 66,38 67,19 67,73 77,46 84,95 77,08 93,16 95,21 75,11 90,50 62,58 78,85 75,94 74,65 74,43 75,10 68,31 74,24 95,18 80,86 97,79 72,98 75,82 61,83 77,63
1999 2)
2000
2001
6,61 5,57 -0,14 1,65 -0,54 1,68 4,23 4,35 -0,28 0,49 -1,01 0,47 3,34 1,77 1,58 -0,04 4,29 4,75 0,99 0,46 1,51 1,11 2,51 3,16 -0,64 1,49 0,24 4,39 0,59 10,65 4,49 -4,98 -0,13 1,47 3,01 3,69 7,41 3,58 1,64 1,29 0,38 8,26 3,49 2,01
8,73 10,57 3,95 6,95 4,67 5,90 10,99 10,34 9,00 8,40 8,49 8,21 10,18 10,29 4,57 7,03 8,52 6,52 10,02 7,89 8,73 7,85 7,32 10,35 7,05 10,62 10,46 9,81 5,19 10,62 8,34 11,87 8,57 7,57 10,67 11,91 11,41 8,41 9,73 11,25 14,51 8,52 10,23 9,35
11,67 16,60 9,84 8,66 13,55 15,50 9,86 14,65 12,64 10,11 15,15 10,58 12,94 11,52 16,71 12,75 11,91 12,93 11,76 15,58 13,98 11,26 12,56 13,92 15,91 12,45 14,13 11,52 14,76 12,34 10,60 14,69 13,35 8,36 10,82 10,21 13,30 18,73 11,77 12,56 13,71 14,12 14,00 12,55
Keterangan 1) Dihitung dengan menggunakan tahun dasar 1996 = 100 di 44 kota dan terbagi menjadi tujuh kelompok 2) Dihitung dengan menggunakan tahun dasar 1996 = 100 di 43 kota (minus kota Dili) dan terbagi menjadi tujuh kelompok Sumber : Badan Pusat Statistik
277
Lampiran
Tabel 17 Neraca Pembayaran Indonesia (juta $)
Rincian
A. Transaksi Berjalan 1. Barang a. Ekspor f.o.b - Nonmigas - Migas b. Impor f.o.b - Nonmigas
1997
1998
1999
2000
2001 *
-5.001
4.096
5.783
7.992
4.977
10.074
18.428
20.644
25.042
21.647
56.297
50.370
51.243
65.407
58.689
44.576
42.951
40.988
50.341
45.816
11.721
7.419
10.255
15.066
12.873
-46.223
-31.942
-30.599
-40.366
-37.042 -31.448
-41.447
-29.087
-26.632
-34.378
- Migas
-4.776
-2.855
-3.967
-5.988
-5.594
2. Jasa-jasa (bersih)
-15.075
-14.332
-14.861
-17.050
-16.670
-10.525
-11.420
-11.660
-12.500
-12.361
-4.550
-2.911
-3.201
-4.550
-4.309
- Nonmigas - Migas B. Transaksi Modal 1. Lalu Lintas Modal Pemerintah (bersih) a. Penerimaan
2.542
-3.836
-4.571
-6.772
-8.915
2.880
10.009
5.352
3.217
-290
7.594
13.213
7.932
4.986
3.329
- Bantuan program
0
1.821
3.870
1.361
458
- Bantuan pangan
0
160
273
76
0
4.538
2.788
2.408
2.420
2.470
- IGGI/CGI - Diluar IGGI/CGI 1)
3.056
8.444
1.381
1.130
401
b. Pelunasan pinjaman2)
-4.714
-3.204
-2.581
-1.769
-3.619
2. Lalu Lintas Modal Swasta (bersih)
-338
-13.845
-9.923
-9.989
-8.625
a. Penanaman modal langsung (bersih)
4.677
-355
-2.745
-4.550
-5.912
b. Lainnya (bersih)
-5.015
-13.491
-7.178
-5.439
-2.713
C. Jumlah (A+B)
-2.459
260
1.212
1.220
-3.938
D. Selisih Perhitungan (bersih)
-1.651
2.084
2.080
3.822
2.560
E. Lalu-lintas Moneter 3)
4.110
-2.344
-3.292
-5.042
1.378
1)
Termasuk bantuan IMF
2)
Setelah diperhitungkan rescheduling dan termasuk pembayaran kepada IMF
3)
Minus (-) : Suplus ; Sejak tahun 2000 lalu lintas moneter berdasarkan pada mutasi cadangan devisa atas dasar konsep International Reserve and Foreign Currency Liquidity (IRFCL) menggantikan Gross Foreign Assets (GFA).
278
Lampiran
Tabel 18 Nilai Ekspor Nonmigas menurut Komoditas (juta $)
2000
20011)
40.987
50.341
45.816
5.091 53 1.006 602 169 195 139 21 1.779 1.041 72 1.056
4.179 86 854 465 102 183 108 23 1.574 886 74 710
4.152 97 883 327 115 227 80 11 1.622 971 94 695
4.015 128 980 181 107 98 120 13 1.685 994 101 601
4.353 277 1.548 233 280 1.638 377
4.703 260 1.792 165 202 1.669 614
4.130 242 1.441 219 138 1.665 425
5.566 234 2.272 360 260 1.635 805
5.113 222 2.265 292 207 1.662 466
35.057 7.614 4.186 1.031 5.704 3.482 204 1.662 86 1.746 1.140 3.264 37 1.957 406 272 2.219 787 1.415 5.515
33.157 7.034 3.769 2.089 4.245 2.328 39 888 51 2.098 1.387 2.813 87 2.471 415 269 1.583 935 1.478 5.275
32.678 6.291 3.450 569 4.526 2.259 255 1.369 47 1.835 1.078 3.365 143 2.645 374 279 1.519 860 1.853 5.670
40.623 7.317 4.067 548 4.495 1.996 296 1.265 62 2.259 1.217 6.366 141 3.046 440 349 1.620 1.216 3.783 6.205
36.688 7.047 4.038 581 4.094 1.854 285 1.076 41 2.338 1.197 6.446 176 2.473 432 299 1.533 1.045 2.894 4.731
Rincian
1997
1998
1999
Total Ekspor
44.577
42.951
Pertanian Kayu Getah karet Kopi Teh Lada Tembakau Tapioka Hewan & hasilnya - Udang Kulit Lainnya
5.166 64 1.505 583 152 165 124 23 1.789 1.047 56 706
Mineral Timah Tembaga Nikel Aluminium Batu bara Lainnya Industri Tekstil & produk tekstil - Pakaian jadi Kerajinan tangan Produk kayu - Kayu lapis Produk rotan Minyak sawit Bungkil kopra Produk kimia Produk logam Barang-barang listrik Semen Kertas Produk karet Gelas dan alat dari gelas Alas kaki Produk plastik Mesin & psw. mekanik Lainnya 1) Angka proyeksi
279
Lampiran
Tabel 19 Volume Ekspor Nonmigas menurut Komoditas (ribu ton)
Rincian
Total Ekspor Pertanian Kayu Getah karet Kopi Teh Lada Tembakau Tapioka Hewan & hasilnya - Udang Kulit Lainnya Mineral Timah Tembaga Nikel Aluminium Batu bara Lainnya Industri Tekstil & produk tekstil - Pakaian jadi Kerajinan tangan Produk kayu - Kayu lapis Produk rotan Minyak sawit Bungkil kopra Produk kimia Produk logam Barang-barang listrik Semen Kertas Produk karet Gelas dan alat dari gelas Alas kaki Produk plastik Mesin & psw, mekanik Lainnya
1) Angka proyeksi
280
1997
1998
1999
2001 1)
2000
Volume Pangsa (%)
Volume Pangsa (%) Volume Pangsa (%) Volume Pangsa (%)
Volume Pangsa (%)
251.845
100,0
199.771
100,0
175,610
100,0
176,535
100,0
246.148
100,0
4.731 708 1.483 356 96 33 56 244 704 141 1 1.050
1,9 0,3 0,6 0,1 0,0 0,0 0,0 0,1 0,3 0,1 0,0 0,4
5.936 489 1.584 411 113 45 114 211 949 165 13 2.007
3,0 0,2 0,8 0,2 0,1 0,0 0,1 0,1 0,5 0,1 0,0 1,0
5.395 679 1.544 362 107 35 78 300 819 164 38 1.433
3,1 0,4 0,9 0,2 0,1 0,0 0,0 0,2 0,5 0,1 0,0 0,8
4,649 685 1.410 363 109 67 32 161 664 182 11 965
2,6 0,4 0,8 0,2 0,1 0,0 0,0 0,1 0,4 0,1 0,0 0,5
5.329 740 1.565 422 114 110 36 166 632 156 12 1.131
2,2 0,3 0,6 0,2 0,0 0,0 0,0 0,1 0,3 0,1 0,0 0,5
217.018 50 1.932 2.224 1.081 45.822 165.909
86,2 0,0 0,8 0,9 0,4 18,2 65,9
154.226 49 2.946 1.409 1.076 52.411 96.335
77,2 0,0 1,5 0,7 0,5 26,2 48,2
116.809 47 2.261 2.008 1.125 53.899 57.469
66,5 0,0 1,3 1,1 0,6 30,7 32,7
125.015 46 3.144 1.918 1.204 59.742 58.961
70,8 0,0 1,8 1,1 0,7 33,8 33,4
179.395 58 2.860 2.138 1.467 58.149 172.651
72,9 0,0 1,2 0,9 0,6 23,6 70,1
30.096 1.369 318 183 6.914 5.087 52 3.245 1.090 4.206 1.090 356 794 3.768 167 643 193 720 114 5.192
12,0 0,5 0,1 0,1 2,7 2,0 0,0 1,3 0,4 1,7 0,4 0,1 0,3 1,5 0,1 0,3 0,1 0,3 0,0 2,1
39.609 1.635 414 223 7.302 5.157 14 1.700 984 6.883 3.391 381 3.736 5.585 203 957 173 1.244 763 4.435
19,8 0,8 0,2 0,1 3,7 2,6 0,0 0,9 0,5 3,4 1,7 0,2 1,9 2,8 0,1 0,5 0,1 0,6 0,4 2,2
49.307 1.525 333 196 6.791 4.302 114 3.600 983 5.378 3.191 437 7.383 9.048 209 1.555 165 1.045 166 7.156
28,1 0,9 0,2 0,1 3,9 2,4 0,1 2,0 0,6 3,1 1,8 0,2 4,2 5,2 0,1 0,9 0,1 0,6 0,1 4,1
46.871 1.677 351 205 6.770 3.970 130 4.521 1.225 5.916 1.515 692 7.292 5.048 279 960 157 1.195 288 4.680
26,6 0,9 0,2 0,1 3,8 2,2 0,1 2,6 0,7 3,4 0,9 0,4 4,1 2,9 0,2 0,5 0,1 0,7 0,2 2,7
61.425 1.827 370 202 7.327 4.365 124 6.107 1.927 5.728 1.955 715 9.808 5.314 292 962 170 1.285 377 10.446
25,0 0,7 0,2 0,1 3,0 1,8 0,1 2,5 0,8 2,3 0,8 0,3 4,0 2,2 0,1 0,4 0,1 0,5 0,2 4,2
Lampiran
Tabel 20 Nilai Ekspor Nonmigas menurut Negara Tujuan (juta $)
1997 Benua/negara
Afrika Amerika Amerika Serikat Amerika Latin Kanada Lain-lain Asia ASEAN Brunei Malaysia Filipina Singapura Thailand Hongkong India Irak Jepang Korea Selatan Myanmar Pakistan RRC Arab Saudi Taiwan Lain-lain Australia/Oceania Eropa MEE Belanda Belgia dan Luxemburg Inggris Italia Jerman Perancis Lainnya Bekas Uni Soviet Eropa Timur Lain-lain Lain-lain TOTAL
Nilai
1998
Pangsa (%)
Nilai
1999
Pangsa (%)
Nilai
2001 1)
2000
Pangsa (%)
Nilai
Pangsa (%)
Nilai Pangsa (%)
777
1,7
904
2,1
1.032
2,5
1.157
2,3
1.110
2,4
8.286 6.701 875 397 314
18,6 15,0 2,0 0,9 0,7
7.815 6.383 459 409 564
18,2 14,9 1,1 1,0 1,3
7.679 6.297 429 346 607
18,7 15,4 1,0 0,8 1,5
9.993 8.463 626 446 458
19,9 16,8 1,2 0,9 0,9
9.505 8.094 576 414 420
20,7 17,7 1,3 0,9 0,9
25.350 7.723 47 1.343 734 4.913 686 2.053 597 19 7.015 1.297 159 170 1.387 627 1.330 2.975
56,9 17,3 0,1 3,0 1,6 11,0 1,5 4,6 1,3 0,0 15,7 2,9 0,4 0,4 3,1 1,4 3,0 6,7
24.831 8.723 43 1.358 608 5.798 916 2.037 782 45 5.964 1.166 175 152 1.320 476 1.288 2.702
57,8 20,3 0,1 3,2 1,4 13,5 2,1 4,7 1,8 0,1 13,9 2,7 0,4 0,4 3,1 1,1 3,0 6,3
23.573 7.982 26 1.388 646 4.998 923 1.400 807 63 5.791 1.287 101 151 1.486 428 1.234 2.846
57,5 19,5 0,1 3,4 1,6 12,2 2,3 3,4 2,0 0,2 14,1 3,1 0,2 0,4 3,6 1,0 3,0 6,9
28.579 9.748 24 1.861 861 6.073 928 1.574 1.088 95 7.844 1.710 64 148 1.828 535 1.487 2.458
56,8 19,4 0,0 3,7 1,7 12,1 1,8 3,1 2,2 0,2 15,6 3,4 0,1 0,3 3,6 1,1 3,0 4,9
25.535 8.622 32 1.710 798 5.130 952 1.288 956 106 7.208 1.564 76 155 1.559 476 1.358 2.166
55,7 18,8 0,1 3,7 1,7 11,2 2,1 2,8 2,1 0,2 15,7 3,4 0,2 0,3 3,4 1,0 3,0 4,7
783
1,8
910
2,1
1.058
2,6
1.080
2,1
950
2,1
9.379 8.408 1.825 804 1.263 636 1.502 527 1.851 120 196 656
21,0 18,9 4,1 1,8 2,8 1,4 3,4 1,2 4,2 0,3 0,4 1,5
8.491 7.474 1.488 773 1.120 729 1.458 545 1.360 67 310 640
19,8 17,4 3,5 1,8 2,6 1,7 3,4 1,3 3,2 0,2 0,7 1,5
7.645 6.744 1.464 687 1.175 605 1.217 506 1.090 49 232 621
18,7 16,5 3,6 1,7 2,9 1,5 3,0 1,2 2,7 0,1 0,6 1,5
9.532 8.774 1.895 892 1.575 708 1.435 730 1.540 81 243 433
18,9 17,4 3,8 1,8 3,1 1,4 2,9 1,5 3,1 0,2 0,5 0,9
8.716 7.785 1.570 758 1.550 686 1.329 627 1.265 52 251 629
19,0 17,0 3,4 1,7 3,4 1,5 2,9 1,4 2,8 0,1 0,5 1,4
44.576
100,0
42.951
100,0
40.987
100,0
50.341
100,0
45.816
100,0
1) Angka proyeksi
281
Lampiran
Tabel 21 Nilai Impor Nonmigas menurut Negara Asal (FOB) (juta $)
1997 Benua/negara
Afrika Amerika Amerika Serikat Amerika Latin Kanada Lain-lain Asia Asean Brunei Malaysia Filipina Singapura Thailand Hongkong India Irak Jepang Korea Selatan Myanmar Pakistan RRC Arab Saudi Taiwan Lain-lain Australia/Oceania Eropa MEE Belanda Belgia dan Luxemburg Inggris Italia Jerman Perancis Lainnya Bekas Uni Soviet Eropa Timur Lain-lain Lain-lain TOTAL
1) Angka proyeksi
282
Nilai
1998
Pangsa (%)
Nilai
1999
Pangsa (%)
Nilai
2001 1)
2000
Pangsa (%)
Nilai
Pangsa (%)
Nilai Pangsa (%)
422
1,0
362
1,2
449
1,7
460
1,3
602
1,9
7.374 4.765 733 609 1.267
17,8 11,5 1,8 1,3 3,1
5.285 3.150 420 422 1.294
18,2 10,8 1,4 1,5 4,4
4.973 2.541 507 360 1.566
18,7 9,5 1,9 1,4 5,9
5.641 4.044 670 804 124
16,4 11,8 1,9 2,3 0,4
4.940 3.917 454 495 73
15,7 12,5 1,4 1,6 0,2
20.495 3.494 4 619 108 1.788 974 269 630 3 7.517 1.973 19 42 1.167 115 1.360 3.907
49,4 8,4 0,0 1,5 0,3 4,3 2,3 0,6 1,5 0,0 18,1 4,8 0,0 0,1 2,8 0,3 3,3 9,4
14.354 2.396 2 344 71 1.195 785 236 256 3 4.202 1.228 10 128 887 105 882 4.022
49,3 8,2 0,0 1,2 0,2 4,1 2,7 0,8 0,9 0,0 14,4 4,2 0,0 0,4 3,0 0,4 3,0 13,8
13.810 2.730 1 424 48 1.433 824 212 231 0,0 2.541 1.064 17 98 1.039 120 695 5.062
51,9 10,2 0,0 1,6 0,2 5,4 3,1 0,8 0,9 0,0 9,5 4,0 0,1 0,4 3,9 0,5 2,6 19,0
19.463 4.706 2 840 147 2.422 1.295 452 582 0 6.576 2.293 27 68 2.238 279 1.592 649
56,6 13,7 0,0 2,4 0,4 7,0 3,8 1,3 1,7 0,0 19,1 6,7 0,1 0,2 6,5 0,8 4,6 1,9
17.599 4.610 2 883 123 2.359 1.243 324 595 0 5.298 2.374 27 106 2.053 287 1.438 487
56,0 14,7 0,0 2,8 0,4 7,5 4,0 1,0 1,9 0,0 16,8 7,5 0,1 0,3 6,5 0,9 4,6 1,5
2.181
5,3
1.614
5,5
2.021
7,6
2.371
6,9
2.507
8,0
10.974 7.686 474 292 1.082 931 2.410 1.929 570 312 124 2.853
26,5 18,5 1,1 0,7 2,6 2,2 5,8 4,7 1,4 0,8 0,3 6,9
7.472 4.938 316 232 779 476 2.399 513 224 151 68 2.316
25,7 17,0 1,1 0,8 2,7 1,6 8,2 1,8 0,8 0,5 0,2 8,0
5.378 3.027 314 143 500 232 1.232 328 277 102 44 2.204
20,2 11,4 1,2 0,5 1,9 0,9 4,6 1,2 1,0 0,4 0,2 8,3
6.443 4.871 566 366 866 421 1.601 600 449 295 60 1.217
18,7 14,2 1,6 1,1 2,5 1,2 4,7 1,7 1,3 0,9 0,2 3,5
5.800 4.604 433 286 702 541 1.704 511 426 169 65 963
18,4 14,6 1,4 0,9 2,2 1,7 5,4 1,6 1,4 0,5 0,2 3,1
41.447
100,0
29.087
100,0
26.632
100,0
34.378
100,0
31.448
100,0
Lampiran
Tabel 22 Ekspor Migas 1)
Negara
1997
1998
1999
2000
20011)
Nilai Ekspor 2) Minyak Bumi dan hasilnya
6.771
4.141
5.680
7.954
7.166
- LNG
4.432
3.046
4.207
6.756
5.355
- LPG
518
233
369
356
352
11.721
7.420
10.256
15.066
12.873
362
340
336
291
300
- LNG (juta MMBTU) 3)
1.387
1.384
1.511
1.400
1.336
- LPG(ribuan Mton)
2.233
1.620
1.865
1.215
1.251
Gas
Total
Volume Ekspor Minyak Bumi dan hasilnya (juta barrel) Gas
1) Nilai f.o.b. sistem klasifikasi barang berubah dari sistem CCN ke HS sehingga beberapa barang ekspor mengalami pergesaran dalam pengelompokkannya. 2) Terdiri atas minyak mentah dan hasil-hasil minyak dalam juta $ 3) MMBTU : Million British Thermal Unit
283
Lampiran
Tabel 23 Uang Beredar (miliar rupiah)
M11) Akhir Periode
Posisi
Uang Kuasi2) Pangsa (%)
Posisi
Pangsa (%)
M23) Posisi
Perubahan (%) Tahunan Triwulanan
1997 1997/1998 1998 1998/1999 1999 4) 2000 Maret Juni September r Desember r
78.343 98.270 101.197 105.705 124.633
22,0 21,8 17,5 17,5 19,3
277.300 351.554 476.184 497.620 521.572
78,0 78,2 82,5 82,5 80,7
355.643 449.824 577.381 603.325 646.205
23,2 52,7 62,3 34,1 11,9
8,1 26,5 4,9 4,5 -0,9
124.663 133.832 135.430 162.186
19,0 19,6 19,7 21,7
531.788 550.503 551.023 584.842
81,0 80,4 80,3 78,3
656.451 684.335 686.453 747.028
8,8 11,2 5,2 15,6
1,6 4,2 0,3 8,8
2001 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
145.345 149.879 148.375 154.297 155.791 160.142 162.154 166.851 164.237 169.963 171.383 177.731
19,7 19,8 19,3 19,5 19,8 20,1 21,0 21,6 21,0 21,0 20,9 21,1
593.386 606.019 618.437 637.930 632.529 636.298 608.981 607.186 618.867 638.551 650.308 666.323
80,3 80,2 80,7 80,5 80,2 79,9 79,0 78,4 79,0 79,0 79,1 78,9
738.731 755.898 766.812 792.227 788.320 796.440 771.135 774.037 783.104 808.514 821.691 844.054
13,5 15,7 16,8 19,0 15,3 16,4 11,8 12,9 14,1 14,3 14,1 13,0
1) Terdiri atas uang kartal dan uang giral 2) Terdiri atas deposito berjangka dan tabungan, dalam rupiah dan valuta asing, serta giro valuta asing milik penduduk 3) Terdiri atas uang beredar dalam arti sempit (M1) dan uang kuasi 4) Data statistik Bank Beku Operasional telah dikeluarkan (7 Bank sejak April 1998, 3 bank sejak Agustus 1998, dan 38 bank sejak Maret 1999)
284
2,6
3,9
-1,7
7,8
Lampiran
Tabel 24 Perubahan Uang Beredar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya (miliar rupiah)
2001 Rincian
Uang Beredar : M2 M1 Kartal Giral Kuasi 1) Faktor-faktor yang mempengaruhi : Aktiva luar negeri bersih Tagihan kepada pemerintah bersih Tagihan bersih pada BPPN Tagihan kepada sektor swasta Tagihan kepada lembaga/ perusahaan pemerintah Tagihan kepada perusahaan swasta dan perorangan Aktiva lainnya bersih
1997r
1998
67.011 221.738 14.254 22.854 5.937 12.970 8.317 9.884 52.757 198.884
17.344 -16.486 137.062 5.031 132.031 -70.909
1999r
2000r
2001 I
II
III
IV
68.824 23.436 16.959 6.477 45.388
100.823 37.553 14.018 23.535 63.270
97.026 15.545 3.971 11.574 81.481
19.784 -13.811 -12.257 -1.554 33.595
29.629 11.768 6.087 5.681 17.861
-13.337 4.094 2.846 1.248 -17.431
60.950 13.494 7.295 6.199 47.456
73.692 -12.581 17.513 425.287 29.693 -29.693 99.421 -299.689
81.637 123.060 42.347
23.242 9.389 34.233
37.521 870 14.348
44.969 -18.679 21.338
-89.552 963 -2.996
30.304 26.235 1.544
-8.139
-4.505
3.910
-291
973
-770
3.998
93.032 -291.550
46.852
30.323
14.639
20.365
-2.226
-2.454
-146.221
30.162
-32.955
-17.999
78.248
2.867
6.389
1.419
-14.500
1) Terdiri atas deposito berjangka dan tabungan dalam rupiah maupun valuta asing serta giro valuta asing milik penduduk
285
Lampiran
Tabel 25 Suku Bunga Deposito dalam Rupiah dan Valuta Asing menurut Kelompok Bank 1) (persen per tahun)
Desember 1997
Desember 1998
Desember 1999
Desember 2000
Desember 2001
Jangka Waktu
`
Rupiah
Valas
Rupiah
Valas
Rupiah
Valas
Rupiah
Valas
Rupiah
Valas
Bank Persero 1 Bulan 3 Bulan 6 Bulan 12 Bulan 24 Bulan
19,74 19,88 15,66 15,19 15,32
7,31 7,41 7,49 7,81 7,23
41,24 48,69 35,17 28,75 16,01
13,23 13,70 8,14 12,61 14,87
12,52 13,19 14,44 23,14 18,53
5,44 5,45 7,94 8,91 14,87
12,05 13,33 13,42 12,48 14,32
6,37 6,59 6,17 6,24 10,23
16,59 17,47 16,55 15,81 18,06
4,95 5,36 5,67 5,95 6,34
Bank Swasta Nasional 1 Bulan 3 Bulan 6 Bulan3 12 Bulan 24 Bulan
27,68 27,76 19,17 17,43 16,79
8,77 8,40 7,81 7,99 7,76
41,88 50,24 33,34 26,16 22,85
12,72 10,64 10,21 11,49 14,91
12,14 12,66 13,55 17,07 17,59
5,34 5,68 7,98 16,63 8,02
12,05 13,20 13,16 11,50 14,22
6,07 6,43 6,23 11,39 8,14
15,83 16,94 15,58 14,74 17,22
4,05 4,90 5,32 5,70 6,27
Bank Pemerintah Daerah 1 Bulan 3 Bulan 6 Bulan 12 Bulan 24 Bulan
21,10 20,62 14,16 16,65 14,58
6,23 6,76 7,15 7,2 -
42,05 45,35 29,46 23,91 14,03
12,99 10,99 10,43 12,94 -
12,20 12,51 13,46 16,17 13,73
5,09 6,19 5,18 5,67 -
11,39 12,92 12,94 11,43 13,44
4,97 4,56 5,13 5,05 -
15,04 15,98 15,61 14,99 17,42
5,05 4,71 5,48 5,37 -
Bank Asing & Campuran 1 Bulan 3 Bulan 6 Bulan 12 Bulan 24 Bulan
17,70 18,03 13,99 13,64 15,48
5,19 5,99 5,71 5,92 3,57
33,07 40,84 44,42 31,74 15,57
4,71 4,71 5,15 5,17 3,59
9,46 9,24 9,05 13,46 11,67
4,08 4,03 4,31 4,67 4,00
9,73 11,21 8,13 8,51 13,00
4,61 4,81 4,12 5,09 6,05
12,96 12,35 11,63 12,99 8,72
1,92 2,00 2,58 3,40 2,53
Bank Umum 1 Bulan 3 Bulan 6 Bulan 12 Bulan 24 Bulan
25,39 23,92 16,96 15,92 15,46
7,97 7,77 7,53 7,73 6,47
41,42 49,23 36,78 28,29 16,61
12,11 10,73 8,22 11,66 14,71
12,24 12,95 14,25 22,35 18,38
5,15 5,24 7,85 9,11 14,63
11,96 13,24 13,31 12,17 14,32
5,94 6,11 5,72 7,86 9,47
16,07 17,24 16,18 15,48 18,05
4,18 4,35 5,12 5,62 6,32
1) Rata-rata tertimbang pada akhir periode
286
Lampiran
Tabel 26 Pasar Uang Antarbank di Jakarta
Akhir periode
Nilai transaksi
Suku bunga rata-rata tertimbang
(miliar rupiah)
(persen per tahun)
1997 1998 1999 2000
Januari - Desember Januari - Desember r Januari - Desember Januari - Desember
784.368 2.104.924 595.362 8.915
26,98 63,14 23,79 10,46
1997
Januari - Maret April - Juni Juli - September Oktober - Desember
138.121 157.529 210.670 278.048
12,08 13,45 42,70 39,68
1998
Januari - Maret April - Juni Juli - September Oktober - Desember
526.347 500.713 625.331 452.533
57,36 66,38 74,13 54,68
1999
Januari - Maret April - Juni Juli - September Oktober - Desember
173.045 160.470 127.906 133.941
39,57 29,70 13,44 12,43
2000
Januari - Maret April - Juni Juli - September Oktober - Desember
1.712 1.907 2.486 2.810
9,50 10,03 10,89 11,43
2001 1) Januari Februari Maret Januari - Maret April Mei Juni April - Juni Juli Agustus September Juli - September Oktober November Desember Oktober - Desember
2.542 3.286 3.562 3.130 3.076 2.912 3.324 3.104 3.240 2.912 3.059 3.070 3.166 3.070 3.266 3.167
11,74 12,65 13,75 12,71 14,32 14,29 14,73 14,45 15,34 14,29 15,82 15,15 15,92 15,78 16,09 15,93
1)
Angka rata-rata harian
287
Lampiran
Tabel 27 Tingkat Diskonto Sertifikat Deposito Rupiah menurut Kelompok Bank 1) (persen per tahun)
1998 Jangka Waktu
1999
2000
Maret
Desember
Desember
Bank Persero 1 Bulan 3 Bulan 6 Bulan 12 Bulan 24 Bulan
18,05 23,71 23,42 14,21 14,01
43,95 55,30 32,18 23,86 12,90
37,96 36,94 28,13 23,60 14,22
10,59 11,81 11,56 15,36 -
10,23 10,67 11,51 13,93 -
11,48 11,86 11,55 11,68 -
12,04 12,95 11,62 11,66 11,50
13,26 13,05 11,36 12,04 13,70
15,33 14,99 14,84 14,89 16,30
16,22 16,26 15,15 15,88 16,28
16,48 17,51 14,25 16,03 16,28
Bank Swasta Nasional 1 Bulan 3 Bulan 6 Bulan 12 Bulan 24 Bulan
29,41 30,29 22,11 15,63 17,47
44,26 48,62 38,35 49,89 15,93
38,77 39,53 32,62 52,40 30,00
11,34 11,36 10,28 16,02 -
11,20 11,09 11,74 10,44 -
12,29 11,51 12,13 10,40 -
12,59 11,81 13,24 12,12 -
14,20 12,93 14,16 12,73 -
14,50 14,35 14,81 12,81 -
16,76 15,49 15,34 17,19 -
17,28 16,81 15,77 17,62 -
Bank Pemerintah Daerah 1 Bulan 3 Bulan 6 Bulan 12 Bulan 24 Bulan
22,49 20,85 15,71 18,04 13,86
40,49 52,57 22,00 21,20 14,50
31,90 35,48 26,26 25,21 14,50
11,52 12,62 12,00 12,50 -
10,33 12,10 12,00 12,10 -
12,32 13,40 12,00 12,08 -
11,26 13,88 12,00 13,81 -
11,98 15,62 12,00 13,83 -
13,95 15,78 12,49 14,60 -
14,69 17,24 12,50 14,54 -
15,85 18,19 13,00 -
Bank Asing & Campuran 1 Bulan 3 Bulan 6 Bulan 12 Bulan 24 Bulan
13,02 20,41 19,08 -
58,46 39,91 -
48,41 34,00 35,50 -
9,54 12,00 -
10,25 12,00 -
9,07 9,26 7,98 7,98 -
9,43 9,70 8,28 7,90 -
10,05 10,06 8,64 8,20 -
10,63 11,43 8,70 8,33 -
10,93 12,43 9,00 8,38 -
11,90 13,78 10,24 8,40 -
Bank Umum 1 Bulan 3 Bulan 6 Bulan 12 Bulan 24 Bulan
28,80 27,56 22,40 15,58 16,95
45,94 49,99 35,50 41,51 14,56
39,57 38,68 30,89 28,77 14,53
11,31 11,31 10,87 14,41 -
11,15 11,07 11,68 12,41 -
12,13 11,49 11,91 10,97 -
12,47 11,83 12,00 12,11 11,50
14,09 12,89 12,00 12,65 13,70
14,60 14,40 14,81 13,97 16,30
16,55 15,58 15,18 16,39 16,28
16,81 16,97 14,65 16,50 16,28
1)
288
Rata-rata tertimbang pada akhir periode
Maret
Juni
2001
September
Desember
Maret
Juni
September Desember
Lampiran
Tabel 28 Penerbitan, Pelunasan, dan Posisi Sertifikat Bank Indonesia (SBI) (miliar rupiah)
Akhir Periode
Posisi1)
Penerbitan
Pelunasan
Januari - Desember 1997
176.452
187.969
7.034
Januari - Desember 1998
735.844
700.182
42.765
Januari - Desember 1999
711.542
691.408
62.899
Januari - Desember 2000
928.944
937.212
59.781
2001 Januari
83.318
55.915
87.184
Februari
84.500
82.504
89.180
Maret
100.791
121.362
68.609
April
65.798
62.867
71.539
Mei
91.906
88.874
74.570
Juni
76.941
74.103
77.408
Juli
77.083
77.081
77.410
Agustus
96.017
94.933
78.494
September
87.452
94.978
70.967
Oktober
68.023
65.461
73.530
November
89.172
86.925
75.777
Desember
49.379
69.696
55.460
Keterangan : Penerbitan SBI dimulai pada bulan Februari 1984, dan sejak Juli 1998 penjualan SBI dilakukan melalui lelang dengan sistem SOR (Stop Out Rate) 1) Angka rata-rata harian
289
Lampiran
Tabel 29 Tingkat Diskonto SBI1) (persen per tahun)
Periode
7 hari
14 hari
28 hari
90 hari
180 hari
360 hari
1997 Maret Juni September Desember
7,61 7,29 18,35 16,00
8,70 8,50 20,06 18,00
11,07 10,50 22,00 20,00
11,88 11,25 -
12,00 -
12,50 -
1998 Maret Juni September Desember
29,24 -
52,81 -
27,75 58,00 68,76 38,44
39,00
-
-
1999 Maret Juni September Desember
-
-
37,84 22,05 13,02 12,51
38,00 23,75 13,25 12,75
-
-
2000 Maret Juni September Desember
-
-
11,03 11,74 13,62 14,53
11,00 11,09 13,32 14,31
-
-
2001 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
-
-
14,79 14,79 15,16 15,91 16,27 16,52 16,98 17,37 17,65 17,58 17,59 17,62
14,79 14,84 14,94 15,80 15,80 16,28 16,96 17,03 17,56 17,61 17,62 17,63
-
-
1) Rata-rata tertimbang
290
Lampiran
Tabel 30 Transaksi Surat Berharga Pasar Uang (SBPU) antara Bank Indonesia dan Bank-bank (miliar rupiah)
Periode
Pembelian
Pelunasan
Posisi
1997 Januari - Maret April - Juni Juli - September Oktober - Desember
15.954 18.937 50.131 94.934
13.455 19.480 52.237 91.499
2.670 2.126 21 3.455
1998 Januari - Maret April - Juni Juli - September Oktober - Desember
257.109 42.929 24.136 1.342
256.474 46.873 24.057 550
4.090 146 227 1.018
1999 Januari - Maret April - Juni Juli - September Oktober - Desember
1.018 0 0 644
1.018 0 0 1.662
1.018 1.018 1.018 0
2000 Januari - Maret April - Juni Juli - September Oktober - Desember
0 0 0 0
0 0 0 0
0 0 0 0
0 112 0 18 4 0 0 0 0 8 0 0
0 2 110 18 4 0 0 0 0 8 0 0
0 110 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2001 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
291
Lampiran
Tabel 31 Pendapatan dan Belanja Negara (miliar rupiah)
1998/1999p
1999/2000p
20001)
2001
2002
Rincian
Pendapatan Negara dan Hibah Penerimaan Dalam Negeri Penerimaan Perpajakan Pajak dalam negeri PPh Nonmigas Migas PPN PBB Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan Cukai Pajak lainnya Pajak perdagangan internasional Bea masuk Pajak ekspor Penerimaan Bukan Pajak Penerimaan Sumber Daya Alam Minyak bumi Gas alam SDA lainnya 5) Pertambangan umum Kehutanan Perikanan Bagian laba BUMN PNBP Hibah 6) Belanja Negara Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Pengeluaran Rutin Belanja pegawai Gaji dan pensiun Tunjangan beras Uang makan/lauk-pauk Lain-lain belanja pegawai dalam negeri Belanja pegawai luar negeri Belanja barang Belanja barang dalam negeri Belanja barang luar negeri Pembayaran bunga utang Utang dalam negeri Utang luar negeri Subsidi Subsidi BBM Subsidi non BBM Pengeluaran rutin lainnya Pengeluaran Pembangunan Pembiayaan rupiah Bantuan proyek Anggaran Belanja untuk Daerah Dana Perimbangan Dana bagi hasil Dana alokasi umum 7) Dana alokasi khusus Dana Otonomi Khusus dan Penyeimbang
156.470 156.409 102.395 95.459 55.944 55.944 27.803 3.043 523 7.733 413 6.936 2.306 4.630 54.014 41.368 25.957 15.411 3.428 9.217
204.942 204.942 115.788 108.787 57.079 38.427 18.652 35.042 3.545 927 11.302 892 7.002 6.652 349 89.154 76.017 51.003 15.658 9.356 556 8.776 24 3.868 9.269
Realisasi3)
APBN4)
286.006 286.006 185.260 174.255 94.971 69.246 25.725 53.457 5.094 1.195 17.601 1.938 11.005 10.398 607 100.746 79.446 57.857 17.369 4.220 928 3.001 292 9.000 12.300
299.851 299.842 184.737 174.189 92.767 69.696 23.071 55.841 4.800 1.489 17.622 1.670 10.548 9.828 720 115.105 86.658 60.038 21.647 4.974 1.827 3.001 146 10.440 18.007
301.874 301.874 219.627 207.029 104.497 88.815 15.682 70.100 5.924 2.205 22.353 1.950 12.599 12.249 350 82.247 63.195 44.013 14.524 4.658 1.340 3.026 292 10.351 8.700
62
-
-
-
10
-
172.669 146.020 103.261 23.216 18.657 1.245 1.547 1.073 695 9.862 8.888 974 32.864 8.385 24.480 34.614 28.607 6.008 2.703
231.879 201.943 156.756 32.719 27.010 1.822 2.567 1.294 25 10.765 9.784 980 42.910 22.230 20.679 65.916 40.923 24.993 4.446
219.935 187.058 161.369 29.350 24.269 1.524 1.800 1.458 300 8.135 7.985 150 50.086 31.238 18.848 62.758 53.635 9.123 11.039
340.326 258.849 213.388 38.206 31.915 1.281 2.114 1.371 1.526 9.909 8.735 1.174 89.570 61.174 28.395 66.269 53.774 12.495 9.433
354.578 272.178 232.796 39.544 33.275 1.259 2.114 1.831 1.066 9.604 8.735 869 95.527 66.251 29.277 81.575 68.381 13.194 6.546
344.009 246.040 193.741 41.298 34.003 1.412 2.832 1.550 1.502 12.863 11.707 1.156 88.500 59.525 28.975 41.586 30.377 11.209 9.494
42.759 16.578 26.181
45.187 20.804 24.383
25.689 9.370 16.319
45.461 21.712 23.749
39.382 19.712 19.670
52.299 26.469 25.830
26.650 26.650 3.703 22.947 -
29.936 29.936 3.993 25.943 -
32.878 32.878 4.251 28.626 -
81.477 81.477 20.259 60.517 701
82.400 82.400 21.183 60.517 701
97.969 94.532 24.600 69.114 817
-
-
-
-
-
3.437
p) Perhitungan Anggaran Negara (PAN) 1) Realisasi 1 April 2000 s.d. 31 Desember 2000 2) APBN Penyesuaian (revisi) 3) APBN Perubahan (perkiraan realisasi) 4) APBN yang telah disetujui DPR 5) Berlaku sejak TA. 2000 6) Merupakan hibah dari USAID dan Pemerintah Jepang 7) s.d. TA.2000 terdiri atas Dana Rutin Daerah dan Dana Pembangunan Daerah Sumber: Departemen Keuangan
292
187.819 187.819 125.951 120.915 72.729 59.683 13.046 33.087 3.504 604 10.381 611 5.036 4.177 859 61.868 45.435 5.430 11.002
APBN2)
Lampiran
Tabel 32 32 Tabel Pengeluaran Pemerintah Pembiayaan Defisit Anggaran (miliar rupiah) rupiah) (miliar
1998/1999p
1999/2000p
20001)
2001
2002
Rincian APBN2)
I. Pembiayaan Dalam Negeri 1. Perbankan dalam negeri (SILPA/SIKPA) 5) 2. Non perbankan dalam negeri a. Privatisasi b. Penjualan aset program restrukturisasi c. Obligasi negara. neto i. Penerbitan obligasi pemerintah ii. Pembayaran cicilan pokok utang/ obligasi DN
Realisasi3)
APBN4)
-4.799 -6.433 1.634 1.634 -
14.672 -1.941 16.613 3.727 12.886 -
5.439 -13.461 18.900 18.900 -
34.387 34.387 6.500 27.000 887 887
44.189 7.551 36.638 5.000 30.980 658 658
23.501 23.501 3.952 19.549 3.931
-
-
-
-
-
-3.931
II. Pembiayaan Luar Negeri. neto 1. Penarikan pinjaman luar negeri. bruto Pinjaman program Pinjaman proyek 2. Pembayaran cicilan pokok utang luar negeri (amortisasi)
20.998 51.045 24.926 26.119
29.388 49.584 25.201 24.383
9.554 17.168 849 16.319
19.933 40.091 16.341 23.749
10.538 30.284 10.624 19.660
18.634 62.601 36.771 25.830
-30.047
-20.196
-7.613
-20.158
-19.746
-43.967
Pembiayaan Bersih
16.199
44.060
14.993
54.320
54.727
42.135
p) Perhitungan Anggaran Negara (PAN) 1) Realisasi 1 April 2000 s.d. 31 Desember 2000 2) APBN Penyesuaian (revisi) 3) APBN perubahan (perkiraan realisasi) 4) APBN yang telah disetujui DPR 5) Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA)/Sisa Kurang Pembiayaan Anggaran (SIKPA) Sumber: Departemen Keuangan
293
Lampiran
Tabel 33 Penghimpunan Dana oleh Bank Umum 1) (miliar rupiah)
Giro Akhir periode
Deposito Tabungan
Dalam Rupiah
Dalam Valas
Sub Jumlah
Dalam Rupiah2)
Dalam Valas
Jumlah
Sub Jumlah
1997
53.103
30.125
83.228
125.743
80.652
206.395
67.990
357.613
1997/1998
64.074
44.629
108.703
177.954
94.106
272.060
72.173
452.936
1998
58.067
39.351
97.418
303.016
103.782
406.798
69.308
573.524
1998/1999
60.002
47.244
107.246
303.022
109.778
412.800
79.453
599.499
1999
68.456
47.110
115.566
301.431
85.640
387.071
122.981
625.618
2000 Maret
75.847
46.078
121.925
301.087
86.670
387.757
135.801
645.483
Juni
84.262
49.805
134.067
289.385
87.737
377.122
146.662
657.851
September r
94.575
56.820
151.395
286.844
83.943
370.787
148.665
670.847
Desember r
104.539
70.969
175.508
296.885
93.658
390.543
154.328
720.379
2001 Januari
102.404
59.233
161.637
306.903
91.661
398.564
156.977
717.178
Februari
105.105
58.972
164.077
318.203
93.518
411.721
155.691
731.489 739.953
Maret
102.113
64.116
166.229
321.209
99.132
420.341
153.383
April
105.534
72.321
177.855
314.144
114.778
428.922
159.257
766.034
Mei
106.233
68.997
175.230
313.774
109.728
423.502
160.150
758.882
Juni
107.089
68.124
175.213
315.200
111.615
426.815
160.825
762.854
Juli
109.209
57.657
166.866
311.845
92.875
404.720
164.344
735.930
Agustus
110.594
52.642
163.236
318.146
85.412
403.558
167.144
733.938
September
109.021
56.781
165.802
323.337
92.226
415.563
163.278
744.643
Oktober
115.711
62.378
178.089
334.133
99.347
433.480
162.677
774.246
November
112.007
64.003
176.011
340.066
98.628
438.694
166.007
780.712
Desember
120.541
66.478
187.018
348.257
97.940
446.196
172.613
805.827
1) Termasuk dana milik pemerintah dan bukan penduduk 2) Termasuk sertifikat deposito
294
Lampiran
Tabel 34 Giro dalam Rupiah dan Valuta Asing pada Bank Umum menurut Kelompok Bank (miliar rupiah)
Bank Persero Akhir periode
Dalam Dalam Subrupiah valas jumlah
Bank Swasta Nasional Bank Pemerintah Daerah Bank Asing & Campuran
Jumlah
Dalam Dalam Sub- Dalam Dalam Sub- Dalam Dalam Subrupiah valas jumlah rupiah valas jumlah rupiah valas jumlah
Dalam Dalam Subrupiah valas jumlah
1997
17.492
7.125 24.617
24.301 12.693 36.994
4.014
7
4.021
7.296 10.300
17.596
53.103
30.125
1997/1998
20.595
9.638 30.233
28.663 14.812 43.475
2.738
12
2.750
12.078 20.167
32.245
64.074
44.629 108.703
83.228
1998
24.751
8.476 33.227
23.151 13.447 36.598
4.895
13
4.908
5.270 17.415
22.685
58.067
39.351
1998/1999
28.271 11.624 39.895
21.921 14.255 36.176
4.374
12
4.386
5.436 21.353
26.789
60.002
47.244 107.246
1999
25.407 12.483 37.890
26.866 15.792 42.658
7.055
15
7.070
9.128 18.820
27.948
68.456
47.110 115.566
97.418
2000 Maret
28.859 12.539 41.398
32.432 14.695 47.127
5.412
16
5.428
9.144 18.828
27.972
75.847
46.078 121.925
Juni
33.858
33.056 16.768 49.824
8.123
20
8.143
9.225 23.321
32.546
84.262
49.805 134.067
9.696 43.554
September r
40.390 14.888 55.278
33.638 17.963 51.601 10.277
23 10.300
10.270 23.946
34.216
94.575
56.820 151.395
Desember r
49.205 24.284 73.489
34.123 18.973 53.096 10.806
17 10.823
10.405 27.695
38.100 104.539
70.969 175.508
Januari
44.082 14.007 58.089
34.653 18.685 53.338 12.375
19 12.394
11.294 26.522
37.816 102.404
59.233 161.637
Februari
44.828 14.387 59.214
36.295 18.486 54.781 14.180
16 14.196
9.803 26.083
35.885 105.105
58.972 164.077
Maret
43.822 12.892 56.714
34.134 20.915 55.049 15.083
23 15.106
9.074 30.286
39.360 102.113
64.116 166.229
April
43.889 15.512 59.401
35.748 24.292 60.040 15.832
20 15.852
10.066 32.497
42.563 105.534
72.321 177.855
2001
Mei
45.465 12.752 58.217
34.987 24.595 59.582 16.555
13 16.568
9.226 31.637
40.863 106.233
68.997 175.230
Juni
44.526 12.442 56.968
34.728 25.398 60.126 19.539
15 19.554
8.296 30.269
38.565 107.089
68.124 175.213
Juli
45.527 10.843 56.370
34.645 20.743 55.388 20.186
13 20.199
8.851 26.058
34.909 109.209
57.657 166.866
Agustus
46.270
9.803 56.073
34.552 19.115 53.667 21.427
16 21.443
8.345 23.708
32.053 110.594
52.642 163.236
September
45.145 10.539 55.684
34.546 20.872 55.418 20.810
15 20.825
8.520 25.355
33.875 109.021
56.781 165.802
Oktober
47.170 12.470 59.639
35.952 22.541 58.493 23.167
21 23.187
9.421 27.347
36.768 115.711
62.378 178.089
November
44.590 11.895 56.486
36.470 23.366 59.835 21.874
14 21.888
9.074 28.728
37.802 112.007
64.003 176.011
Desember
50.956 14.430 65.386
38.099 24.270 62.369 22.775
21 22.797
8.710 27.756
36.466 120.541
66.478 187.018
295
Lampiran
Tabel 35 Simpanan Berjangka Rupiah dan Valuta Asing pada Bank Umum menurut Jangka Waktu (miliar rupiah)
Akhir periode
24 bulan
1997 1997/1998 1998
12 bulan
6 bulan
3 bulan
1 bulan1)
Lain-lain
Jumlah
359
25.377
28.664
34.637
88.987
28.371
206.395
2.140
28.937
27.841
30.101
138.596
44.445
272.060
610
21.039
17.151
50.352
266.585
51.061
406.798
1998/1999
502
15.449
19.414
24.840
307.610
44.984
412.799
1999
436
14.742
35.244
42.125
243.645
50.879
387.071
628
12.992
45.123
55.711
231.854
41.449
387.757
2000 Maret Juni
666
9.217
42.666
52.589
230.451
41.534
377.123
September
6.836
7.719
35.941
59.614
204.986
55.689
370.785
Desember
14.061
6.920
23.503
68.877
215.532
61.649
390.542
398.564
2001 Januari
14.946
7.314
23.175
74.668
221.001
57.460
Februari
14.388
7.698
23.864
75.966
231.107
58.698
411.721
Maret
14.038
7.767
23.174
75.696
236.772
62.894
420.340 428.922
April
14.438
7.478
26.038
71.315
242.358
67.295
Mei
13.651
8.218
24.358
68.114
241.134
68.028
423.502
Juni
14.395
9.451
23.644
66.928
249.025
63.371
426.814
Juli
12.671
9.871
21.279
67.800
232.362
60.735
404.719
Agustus
14.483
10.489
20.054
72.109
224.257
62.165
403.557
September
14.847
10.553
20.258
75.042
231.910
62.953
415.562
Oktober
17.316
12.450
20.131
75.590
239.527
68.465
433.480
November
18.031
13.297
18.624
75.589
240.270
72.883
438.695
Desember
18.882
13.533
17.903
77.768
242.685
75.425
446.196
1) Termasuk deposito yang sudah jatuh waktu
296
Lampiran
Tabel 36 Simpanan Berjangka Rupiah pada Bank Umum menurut Golongan Pemilik (miliar rupiah) Penduduk
Akhir periode
1997
Bukan Badan/ Perusahaan Perusahaan Perusahaan Yayasan Sub- penduduk Pemerintah lembaga asuransi negara swasta dan badan Koperasi Perorangan Lainnya jumlah pemerintah sosial
5.363
1.786
6.323
6.540
26.512
12.784
282
56.856
9.031 125.477
Jumlah
266
125.743
1997/1998
6.124
1.882
6.845
11.470
35.877
13.344
420
94.053
7.500 177.515
439
177.954
1998
8.805
3.626
8.399
18.241
46.408
20.041
768
182.561
13.555 302.404
612
303.016
1998/1999
8.150
3.320
7.963
16.755
47.583
17.970
726
188.258
11.487 302.212
810
303.022
11.268
4.713
11.916
20.463
46.883
20.188
953
173.785
10.165 300.334 1.097
301.431
Maret r
12.454
3.863
10.844
22.616
48.713
22.329
619
169.245
9.600 300.283
804
301.087
Juni r
7.595
4.023
12.011
23.603
48.049
19.435
604
162.654
10.598 288.572
813
289.385
September
4.206
4.846
24.420
19.843
41.948
21.207
1.041
162.539
4.579 284.628 2.215
286.843
Desember r
4.408
5.162
24.412
18.595
39.653
22.864
941
172.917
6.274 295.226 1.659
296.885
Januari
5.042
5.018
25.729
19.858
39.550
24.433
1.092
178.014
6.567 305.304 1.599
306.903
Februari
5.255
5.242
26.725
20.654
40.720
25.962
1.722
185.317
5.620 317.218
985
318.203
Maret
6.343
5.320
26.722
21.707
40.385
26.143
2.244
187.611
3.758 320.233
976
321.209
1999 r 2000
2001
April
5.858
5.068
25.712
21.008
39.251
26.974
2.419
183.834
2.704 312.828 1.314
314.142
Mei
6.383
5.771
24.285
18.742
38.260
28.372
2.484
184.899
3.378 312.574 1.200
313.774
Juni
6.559
6.017
25.154
16.746
40.117
30.118
1.756
184.916
2.574 313.957 1.243
315.200
Juli
6.577
5.971
22.520
13.942
40.487
30.823
1.736
185.499
3.145 310.700 1.145
311.845
Agustus
7.364
5.530
24.560
15.741
40.739
29.222
1.429
189.748
2.563 316.896 1.250
318.146
September
7.622
5.783
23.028
14.275
39.665
28.616
1.716
198.439
2.769 321.914 1.424
323.338
Oktober
7.481
4.989
22.679
14.039
47.284
28.083
1.136
203.257
3.209 332.157 1.976
334.133
November
7.545
5.642
23.089
15.782
52.148
28.757
926
201.768
2.866 338.525 1.542
340.066
Desember
7.729
8.761
23.547
13.331
50.718
28.255
893
208.994
2.586 344.812 3.444
348.257
297
Lampiran
Tabel 37 Sertifikat Deposito (miliar rupiah)
Akhir periode
1997 1997/1998 1998 1998/1999 1999 2000 Maret Juni September Desember 2001 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
298
Bank Persero
Selain Bank Persero
Jumlah
777 493 1.792 829 491
5.894 3.409 5.004 2.825 2.156
6.671 3.902 6.796 3.654 2.647
279 245 360 410
2.715 3.017 3.434 3.215
2.994 3.262 3.794 3.625
396 606 441 494 760 1.574 1.404 1.574 1.945 1.969 2.900 2.719
3.708 4.212 3.297 3.580 3.781 4.001 5.681 3.522 3.855 3.753 3.016 2.882
4.104 4.818 3.739 4.073 4.541 5.575 7.085 5.097 5.799 5.722 5.916 5.601
Lampiran
Tabel 38 Tabungan menurut Jenis pada Bank Umum
Akhir periode
1997 1997/1998 1998 1998/1999 1999 2000 Maret Juni September Desember 2001 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
Tabungan yang penarikannya dapat dilakukan sewaktu-waktu
Tabungan berjangka
Tabungan lainnya
Jumlah
Penabung Posisi (ribu) (miliar Rp)
Penabung Posisi (ribu) (miliar Rp)
Penabung Posisi (ribu) (miliar Rp)
Penabung Posisi (ribu) (miliar Rp)
42.872 43.232 46.292 45.442 66.926
62.765 66.653 62.506 72.328 115.945
274 271 307 222 161
173 220 1.908 2.047 855
17.295 19.102 18.890 18.549 17.437
5.052 5.300 4.894 5.078 6.181
60.441 62.605 65.489 64.213 84.524
67.990 72.173 69.308 79.453 122.981
47.607 49.442 80.913 65.041
127.821 138.732 146.300 152.388
196 191 302 355
1.532 1.065 1.290 755
17.755 16.825 748 1.298
6.448 6.865 1.075 1.185
65.558 66.458 81.963 66.694
135.801 146.662 148.665 154.328
65.460 66.518 86.571 66.733 67.538 67.422 78.069 67.098 67.007 67.996 67.669 68.138
155.231 153.914 151.593 157.093 157.461 157.535 160.875 163.458 161.323 160.669 164.027 170.783
347 360 564 715 562 787 788 780 963 846 645 510
689 719 984 1.325 1.445 1.960 2.145 2.240 1.022 1.094 935 995
941 961 626 715 661 650 586 643 752 554 876 823
1.057 1.058 806 839 1.244 1.330 1.324 1.446 933 913 1.045 834
66.748 67.838 87.761 68.163 68.761 68.859 79.443 68.521 68.722 69.396 69.190 69.470
156.977 155.691 153.383 159.257 160.150 160.825 164.344 167.144 163.278 162.676 166.007 172.613
299
Lampiran
Tabel 39 Suku Bunga Kredit Rupiah menurut Kelompok Bank 1) (persen)
Bank Pemerintah
Bank Pemerintah Daerah
Bank Swata Nasional
Bank Asing & Campuran
Bank Umum
Modal Investasi Kerja
Modal Investasi Kerja
Modal Investasi Kerja
Modal Investasi Kerja
Modal Investasi Kerja
1997
20,41
16,12
23,04
15,49
28,22
27,31
26,76
25,22
25,40
18,94
1998
29,03
22,35
30,20
15,83
38,70
40,32
42,89
35,53
34,75
26,23
1999
21,61
17,48
21,81
13,43
19,57
20,61
18,28
22,70
20,68
17,80
Maret
20,36
16,48
20,23
11,64
17,62
18,28
16,37
16,81
18,93
16,46
Juni
18,99
15,79
19,42
18,98
17,65
17,85
15,96
15,20
18,14
16,21
September
18,62
16,19
21,58
18,00
17,88
18,00
15,32
14,88
17,99
16,62
Desember
18,40
16,53
21,11
18,11
17,55
17,59
15,42
15,49
17,65
16,86
Januari
18,48
16,37
20,78
18,04
17,86
17,61
15,80
15,73
17,85
16,77
Februari
18,44
16,43
20,81
18,00
17,77
17,77
15,89
16,07
17,80
16,88
Maret
18,47
16,31
20,87
18,02
17,84
17,95
16,28
16,30
17,90
16,86
April
18,52
16,16
20,63
18,00
17,88
18,06
17,48
16,43
18,13
16,80
Mei
18,62
16,21
20,82
18,05
18,13
18,08
17,11
16,73
18,21
16,85
Juni
18,64
16,41
20,84
18,07
18,28
17,94
18,05
16,69
18,45
17,04
Juli
18,73
16,17
20,94
18,02
18,47
17,91
18,64
17,22
18,68
16,90
Akhir Periode
2000
2001
Agustus
18,82
16,26
20,93
17,97
18,83
18,16
18,80
17,86
18,89
17,08
September
18,91
16,44
20,84
17,73
18,96
18,22
19,24
17,98
19,06
17,22
Oktober
19,10
16,61
20,79
17,81
19,10
18,38
19,17
17,90
19,18
17,38
November
19,15
16,83
20,74
17,77
19,15
18,89
19,28
17,98
19,23
17,64
Desember
19,15
17,11
20,48
17,76
19,16
19,02
19,09
18,55
19,19
17,90
1) Rata-rata tertimbang
300
Lampiran
Tabel 40 Kredit Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing menurut Sektor Ekonomi 1) (miliar rupiah)
Rincian
1997
1998
1999
2001
2000 Mar.
Kredit dalam Rupiah
Sep.
Des.
261.534
313.118
140.527
152.482
158.023
171.984
187.953
202.618
20.340
29.430
21.139
15.028
15.383
16.291
16.004
16.851
Pertambangan
2.769
2.729
879
2.879
3.364
2.651
2.861
3.676
Perindustrian
56.123
85.594
35.561
35.697
35.802
41.752
47.012
50.434 38.491
Pertanian
Perdagangan
57.471
59.830
29.687
30.601
30.555
33.827
36.374
Jasa-Jasa
85.598
101.129
26.332
23.784
25.939
26.685
28.615
30.696
Lain-Lain
39.233
34.406
26.929
44.493
46.980
50.778
57.087
62.470
Kredit dalam Valuta Asing
116.600
174.308
84.606
116.518
127.352
134.349
116.467
104.976
Pertanian
5.662
9.878
2.638
4.475
5.629
6.475
5.724
4.012
Pertambangan
2.547
3.180
2.818
3.801
4.323
2.232
1.775
3.764
Perindustrian
55.556
86.074
48.698
71.085
78.072
85.105
75.532
66.091
Perdagangan
24.793
36.534
13.601
13.498
14.508
12.932
10.881
9.959
Jasa-Jasa
27.971
37.995
16.829
20.532
22.313
23.828
20.258
18.365
71
647
22
3.127
2.507
3.777
2.297
2.785
378.134
487.426
225.133
269.000
285.375
306.333
304.420
307.594
26.002
39.308
23.777
19.503
21.012
22.766
21.728
20.863
5.316
5.909
3.697
6.680
7.687
4.883
4.636
7.440
111.679
171.668
84.259
106.782
113.874
126.857
122.544
116.525
Lain-Lain Jumlah Pertanian Pertambangan Perindustrian Perdagangan
1)
Jun.
82.264
96.364
43.288
44.099
45.063
46.759
47.255
48.450
Jasa-Jasa
113.569
139.124
43.161
44.316
48.252
50.513
48.873
49.061
Lain-Lain
39.304
35.053
26.951
47.620
49.487
54.555
59.384
65.255
Tidak termasuk pinjaman antarbank. pinjaman kepada pemerintah pusat dan bukan penduduk, serta nilai lawan valuta asing pinjaman investasi dalam rangka bantuan proyek
301
Lampiran
Tabel 41 Kredit Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing menurut Jenis Penggunaan dan Sektor Ekonomi 1) (miliar rupiah)
2001 Rincian
1997
1998
1999
2000
Mar.
Jun.
Sep.
Des.
Kredit Modal Kerja Pertanian Pertambangan Perindustrian Perdagangan Jasa-Jasa Lain-Lain
277.399 11.373 3.995 76.585 64.336 81.806 39.304
345.962 22.058 3.880 121.867 72.065 91.039 35.053
167.442 12.162 2.368 61.278 36.181 28.502 26.951
203.724 8.693 3.796 80.572 36.318 26.725 47.620
213.278 9.065 4.406 85.535 36.751 28.034 49.487
221.410 9.322 1.325 89.877 37.716 28.615 54.555
220.755 8.498 1.202 83.957 38.625 29.089 59.384
234.128 8.748 1.197 88.208 40.360 30.359 65.255
Kredit Investasi Pertanian Pertambangan Perindustrian Perdagangan Jasa-Jasa Lain-Lain
100.735 14.629 1.321 35.094 17.928 31.763 -
141.464 17.250 2.029 49.801 24.299 48.085 -
57.691 11.615 1.329 22.981 7.107 14.659 -
65.276 10.810 2.884 26.210 7.781 17.591 -
72.097 11.947 3.281 28.339 8.312 20.218 -
84.923 13.444 3.558 36.980 9.043 21.898 -
83.665 13.230 3.434 38.587 8.630 19.784 -
73.466 12.115 6.243 28.317 8.090 18.701 -
Jumlah Pertanian Pertambangan Perindustrian Perdagangan Jasa-Jasa Lain-Lain
378.134 26.002 5.316 111.679 82.264 113.569 39.304
487.426 39.308 5.909 171.668 96.364 139.124 35.053
225.133 23.777 3.697 84.259 43.288 43.161 26.951
269.000 19.503 6.680 106.782 44.099 44.316 47.620
285.375 21.012 7.687 113.874 45.063 48.252 49.487
306.333 22.766 4.883 126.857 46.759 50.513 54.555
304.420 21.728 4.636 122.544 47.255 48.873 59.384
307.594 20.863 7.440 116.525 48.450 49.061 65.255
1)
302
Tidak termasuk pinjaman antarbank, pinjaman kepada pemerintah pusat dan bukan penduduk, serta nilai lawan valuta asing pinjaman investasi dalam rangka bantuan proyek
Lampiran
Tabel 42 Kredit Perbankan dalam Rupiah dan Valuta Asing menurut Kelompok Bank dan Sektor Ekonomi 1) (miliar rupiah)
2001 Rincian
1997
1998
1999
2000
1. Bank Persero Pertanian Pertambangan Perindustrian Perdagangan Jasa-Jasa Lain-Lain
153.266 14.279 1.939 46.868 32.970 39.421 17.789
220.747 17.012 1.989 84.510 43.601 55.792 17.843
112.288 15.516 1.360 38.489 21.958 19.945 15.020
2. Bank Swasta Nasional Pertanian Pertambangan Perindustrian Perdagangan Jasa-Jasa Lain-Lain
168.723 10.185 2.500 35.592 40.513 63.716 16.217
193.361 20.272 2.414 45.416 40.687 72.058 12.514
3. Bank Pemerintah Daerah Pertanian Pertambangan Perindustrian Perdagangan Jasa-Jasa Lain-Lain
7.539 267 21 429 1.206 2.386 3.230
4. Bank Asing & Campuran Pertanian Pertambangan Perindustrian Perdagangan Jasa-Jasa Lain-Lain 5. Jumlah (1 s.d. 4) Pertanian Pertambangan Perindustrian Perdagangan Jasa-Jasa Lain-Lain
Mar.
Jun.
Sep.
Des.
102.061 11.209 2.522 34.878 16.431 16.370 20.651
106.542 12.082 2.995 36.652 16.597 17.367 20.849
112.726 12.035 2.936 39.239 17.985 17.249 23.282
113.577 11.677 2.833 40.949 17.512 15.691 24.915
117.104 12.034 5.554 40.099 17.973 15.537 25.907
56.012 5.740 371 14.421 13.307 15.605 6.568
82.425 4.987 863 22.914 21.656 17.500 14.505
87.869 5.524 808 24.427 22.306 19.274 15.530
98.660 6.865 745 30.876 22.144 21.461 16.569
104.092 6.674 720 33.761 23.453 20.859 18.625
101.871 6.050 838 28.237 23.402 22.160 21.185
6.570 354 19 409 1.053 1.820 2.915
6.793 853 18 190 816 1.376 3.540
10.106 527 65 249 1.182 1.260 6.823
11.152 512 71 261 1.329 1.308 7.671
12.453 498 84 279 1.578 1.262 8.752
14.674 526 147 284 1.930 1.752 10.035
15.419 536 188 257 2.108 1.411 10.920
48.606 1.271 856 28.790 7.575 8.046 2.068
66.748 1.670 1.487 41.333 11.023 9.454 1.781
50.040 1.668 1.948 31.159 7.207 6.235 1.823
74.408 2.780 3.230 48.741 4.830 9.186 5.641
79.812 2.894 3.813 52.534 4.831 10.303 5.437
82.494 3.368 1.118 56.463 5.052 10.541 5.952
72.077 2.851 936 47.550 4.360 10.571 5.809
73.199 2.244 860 47.932 4.968 9.952 7.243
378.134 26.002 5.316 111.679 82.264 113.569 39.304
487.426 39.308 5.909 171.668 96.364 139.124 35.053
225.133 23.777 3.697 84.259 43.288 43.161 26.951
269.000 19.503 6.680 106.782 44.099 44.316 47.620
285.375 21.012 7.687 113.874 45.063 48.252 49.487
306.333 22.766 4.883 126.857 46.759 50.513 54.555
304.420 21.728 4.636 122.544 47.255 48.873 59.384
307.594 20.863 7.440 116.525 48.450 49.061 65.255
1) Tidak termasuk pinjaman antarbank. pinjaman kepada pemerintah pusat dan bukan penduduk, serta nilai lawan valuta asing pinjaman investasi dalam rangka bantuan proyek
303
Lampiran
Tabel 43 Perkembangan Jumlah Aliran Uang Kertas di Jakarta dan KKBI (triliun rupiah)
1997
Kantor
1998
1999
2000
2001
Masuk
Keluar
Masuk
Keluar
Masuk
Keluar
Masuk
Keluar
Masuk
Keluar
Jakarta
18.7
32.2
24.2
39,9
24,4
47,2
33,2
51,4
34,9
53,7
Bandung
14,1
9,1
17,9
14,7
22,2
17,1
28,0
20,4
37,6
23,7
Semarang
11,8
6,9
14,5
9,3
17,8
13,6
20,2
15,1
25,5
17,4
Surabaya
13,9
13,3
18,8
18,5
23,4
23,9
28,8
28,6
37,9
33,5
Medan
6,9
7,7
9,4
10,3
11,4
12,8
11,5
11,9
15,1
15,3
Padang
4,2
5,6
5,8
8,7
6,5
11,7
7,8
13,1
10,1
14,9
Makassar
4,7
5,4
7,3
8,8
8,7
10,0
10,4
12,4
13,8
14,9
Banjarmasin
3,6
4,9
4,8
7,2
6,1
9,0
7,8
11,2
10,1
13,4
77,9
85,1
102,7
117,4
120,5
145,3
147,7
164,1
185,0
186,8
Jumlah
Tabel 44 Pangsa Aliran Uang Keluar per Jenis Pecahan di Jakarta dan KKBI Tahun 2001 (persen)
Kantor
Rp100.000,00
Rp50.000,00
Rp20.000,00
Rp10.000,00
Rp5.000,00
<= Rp1.000,00
Total
Jakarta
42
38
12
5
2
1
100
Bandung
51
33
11
3
1
1
100
Semarang
50
33
11
4
1
0
100
Surabaya
49
38
7
4
1
1
100
Medan
47
36
10
4
2
1
100
Padang
43
34
13
8
2
1
100
Makassar
44
35
14
4
2
1
100
Banjarmasin
47
34
12
5
2
1
100
304
Lampiran
Tabel 45 Perkembangan Jumlah Aliran Uang Logam di Jakarta dan KKBI (miliar rupiah)
Kantor
1997
1998
Masuk
Keluar
Jakarta
14,4
Bandung
17,3
Semarang
1999
Masuk
Keluar
79,5
4,4
8,7
10,8
23,2
7,4
Surabaya
2,9
Medan Padang
2000
Masuk
Keluar
105,5
2,2
12,9
11,1
13,9
8,3
15,9
1,2
2,0
7,4
0,7
7,3
Makassar
1,0
Banjarmasin
Jumlah
2001
Masuk
Keluar
Masuk
Keluar
117,7
4,1
14,8
15,2
184,5
0,1
196,9
21,0
16,5
28,5
12,2
13,2
14,3
14,4
17,0
15,6
32,8
2,2
29,7
1,8
33,5
4,0
44,2
3,3
11,2
0,3
14,1
1,1
13,1
0,4
14,0
0,7
24,1
0,3
9,7
0,3
12,3
0,5
21,8
7,4
0,5
12,6
0,6
11,2
1,1
10,9
0,5
20,8
0,7
6,1
0,7
15,5
0,6
11,4
1,4
11,0
0,8
15,6
62,2
139,7
35,1
212,9
30,3
220,8
38,6
301,6
40,1
367,5
305
Lampiran
Tabel 46 Pertumbuhan Ekonomi Dunia (persen)
1999r
2000r
2,6
3,6
4,7
2,4
3,4 3,2 4,4 1,6 1,4 2,0 1,8 3,5 4,4 4,2
2,4 2,5 4,4 -2,5 2,1 3,2 1,5 2,6 3,3 2,0
3,3 3,0 4,1 0,7 1,8 3,0 1,6 2,1 5,1 4,9
3,9 3,5 4,1 2,2 3,0 3,5 2,9 2,9 4,4 5,2
1,1 1,0 1,0 -0,4 0,5 2,1 1,8 2,3 1,4 1,5
Negara Berkembang Afrika Timur Tengah, Malta, dan Turki Amerika Latin Asia NIEs Asia RRC Indonesia Singapura Malaysia Thailand Filipina Vietnam
5,7 2,8 5,1 5,4 6,5 5,8 8,8 4,7 9,0 7,7 -1,3 5,2 8,2
3,5 3,1 4,1 2,2 4,1 -2,3 7,8 -13,2 0,3 -6,7 -9,4 -0,5 3,5
3,9 2,5 1,1 0,1 5,9 7,9 7,1 0,8 4,5 6,1 4,3 3,4 4,2
5,8 2,8 5,9 4,1 6,7 8,2 8,0 4,8 9,9 8,3 4,4 4,0 5,5
4,0 3,5 1,8 1,0 5,6 0,4 7,3 3,2 -2,9 0,3 1,5 2,9 4,7
Negara-Negara Transisi 1) Eropa Tengah dan Timur Rusia Transcaucasus dan Asia Tengah
1,6 2,1 0,9 2,6
-0,8 2,0 -4,9 2,5
3,6 2,0 5,4 4,6
6,3 3,8 8,3 5,3
4,9 3,0 5,8 -
Negara
1997
1998
4,1
Negara Industri/Maju 7 Negara industri utama Amerika Serikat Jepang Jerman Perancis Italia Inggris Kanada Lain-Lain
Dunia
1) Tidak termasuk Belarusia dan Ukraina Sumber: – IMF, World Economic Outlook, December 2001 – Bank Indonesia
306
2001*
Lampiran
Tabel 47 Inflasi Dunia (persen)
Negara Dunia Negara Industri/Maju 7 Negara industri utama
1998
1999r
2000r
4,2
2,5
3,0
-
-
2,1
1,5
1,4
2,3
2,3
2001 *
2,0
1,3
1,4
2,3
2,2
Amerika Serikat
2,3
1,6
2,2
3,4
2,9
Jepang
1,7
0,6
-0,3
-0,8
-0,7
Jerman
1,5
0,6
0,7
2,1
2,4
Perancis
1,3
0,7
0,6
1,8
1,8
Italia
1,7
1,7
1,7
2,6
2,6
Inggris
2,8
2,7
2,3
2,1
2,3
Kanada Lain-Lain Negara Berkembang
1,4
1,0
1,7
2,7
2,8
2,4
2,5
1,3
2,4
2,9
9,2
10,3
6,8
5,9
6,0
Afrika
11,1
8,7
11,8
13,5
12,8
Timur Tengah, Malta, dan Turki
27,7
27,6
23,3
19,1
19,1
Amerika Latin
13,2
10,6
9,3
8,1
6,3
4,8
8,0
2,4
1,9
2,8
Asia NIEs Asia
3,4
4,4
0,3
1,2
2,0
RRC
2,8
-0,8
-1,5
0,4
1,0
11,1
77,6
2,01
3,8
11,5
Singapura
2,0
-0,3
0,2
1,4
1,0
Malaysia
2,7
5,3
3,0
1,5
1,5
Thailand
5,6
8,1
0,5
1,5
1,7
Filipina
6,0
9,7
8,5
4,3
6,1
Vietnam
3,2
7,7
7,6
-1,7
0,8
28,2
20,9
43,9
20,1
16,0
41,8
17,1
10,9
12,8
9,3
Rusia
14,7
27,8
85,7
20,8
21,5
Transcaucasus dan Asia Tengah
36,5
15,3
15,4
14,8
-
Indonesia
Negara-Negara Transisi 1) Eropa Tengah dan Timur
Sumber :
1997
– IMF, World Economic Outlook, December 2001 – Bank Indonesia – BPS
307
Lampiran
Tabel 48 Suku Bunga (%) dan Nilai Tukar
Rincian Suku Bunga di Negara-negara Industri Jangka Pendek Jangka Panjang
1997
1998
1999r
2000r
4,00 5,40
4,00 4,50
3,80 5,30
-
-
-
5,50 0,20 3,00
6,60 0,30 4,60
3,80 0,20 4,10
120,99 1,73 1,64
130,91 1,76 1,66
102,51 1,94 1,62
114,41 2,08 1,49
131,66 2,20 1,45
LIBOR 6 bulan USD Yen Euro Nilai Tukar Yen/USD DM/USD SD/GBP
2001 *
-
Sumber : – IMF, World Economic Outlook , December 2001 – IMF, International Financial Statistics, December 2001
Tabel 49 Perkembangan Volume Perdagangan Barang dan Harga Dunia (persen)
Rincian
1997
1998
1999r
2000r
2001 *
Volume Perdagangan Barang
10,0
4,1
5,4
12,4
1,0
Barang-barang Industri
-7,8
-1,2
-1,8
-5,1
-1,7
Komoditas Primer Nonmigas
-3,2
-14,7
-7,0
1,8
-5,5
Minyak
-5,4
-32,1
37,5
56,9
-14,0
Harga
Sumber : – IMF, World Economic Outlook, December 2001
308
Lampiran
Tabel 50 Transaksi Berjalan di Negara Industri dan Negara Sedang Berkembang (persen PDB)
1997
1998
1999r
2000r
2001*
Amerika Serikat
-1,7
-2,5
-3,5
-4,5
-4,8
Jepang
2,2
3,2
2,4
2,5
2,2
Jerman
-0,1
-0,2
-0,9
-1,0
-0,8
Perancis
2,8
2,7
2,6
1,8
2,5
Italia
2,8
1,7
0,5
-0,5
-0,1
Inggris
0,8
-
-1,1
-1,7
-1,7
Kanada
-1,6
-1,8
0,2
2,5
1,9
RRC
3,8
3,4
1,6
1,9
1,0
Indonesia
-2,3
4,3
4,10
5,2
3,4
Singapura
15,7
20,9
21,1
21,9
7,5
Malaysia
-5,1
12,9
15,9
9,4
7,5
Thailand
-2,0
12,8
10,2
7,5
4,7
Filipina
-5,3
2,0
10,0
12,1
4,9
Negara 7 Negara industri utama
Negara Berkembang
Sumber : – IMF, World Economic Outlook, December 2001
309
Lampiran
Lampiran G
Specimen Pecahan Uang Kartal Yang Diterbitkan Pada Tahun 2001 Pecahan Rp 5000 Bayang-bayang logo "BI" ( Latent Image)
Gambar utama terasa kasar bila diraba
Angka Nominal terasa kasar bila diraba
Garuda Pancasila Tanda air Cut Nyak Meutia
Rectoverso
Angka Nominal terasa kasar bila diraba
Tulisan mikro "BANK INDONESIA 5000” Tulisan Nominal terasa kasar bila diraba
Tulisan mikro “BANK INDONESIA 5000”
Benang pengaman
Anti copy dalam bentuk tulisan “RI”
Angka “5000” yang terlihat apabila disinar dengan UV
Tulisan mikro "BANK INDONESIA"
Anti copy dalam bentuk tulisan “RI”
Nomor Seri
Angka Nominal
Rectoverso
Tanda air Cut Nyak Meutia
Angka Nominal
Nomor Seri
Benang pengaman
310
Tulisan mikro "BANK INDONESIA"
Tulisan mikro "BI"
Lampiran
Lampiran H
Daftar Singkatan ad
atas dasar
ACBF
ASEAN Central Bank Forum
ADB
Asian Development Bank
AFMM
ASEAN Finance Ministers Meeting
AFTA
Asian Free Trade Area
Ags
Agustus
APBN
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
APEC
Asia-Pacific Economic Cooperation
Apr
April
ARMA
Auto Regressive Moving Average
AS
Amerika Serikat
ASA
ASEAN Swap Arrangements
ASEAN
Association of South-east Asian Nations
ATM
automated teller machine
BBKU
bank beku kegiatan usaha
BBM
bahan bakar minyak
BCSB
Basel Committee of Bank Supervisors
BDP
bank dalam penyehatan
BEJ
Bursa Efek Jakarta
BI
Bank Indonesia
BI-RTGS
Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement
BIS
Bank For International Settlement
BKD
Badan Kredit Desa
BKPM
Badan Koordinasi Penanaman Modal
BLS
Baseline Economic Survey
BM
Base Money
BMPK
batas maksimum pemberian kredit
BNI
Bank Negara Indonesia
BNM
Bank Negara Malaysia
BOE
Bank of England
BOP
Balance of Payment
BOTASUPAL
Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu
bp
basis point
311
Lampiran
BPD
Bank Pembangunan Daerah
BPEN
Badan Pengembangan Ekspor Nasional
BPKP
Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan
BPPN
Badan Penyehatan Perbankan Nasional
BPR
Bank Perkreditan Rakyat
BPS
Badan Pusat Statistik
BRER
Bilateral Real Exchange Rate
BRI
Bank Rakyat Indonesia
BSA
Bilateral Swap Arrangement
BTN
Bank Tabungan Negara
BTO
bank take over
BUMN
Badan Usaha Milik Negara
BUMS
Badan Usaha Milik Swasta
BUSN
Bank Umum Swasta Nasional
CAR
capital adequacy ratio
CBS
Claims on Busines Sector
CBS
Currency Board System
CBU
Completely Built Up
CCI
Consumer Confidence Index
CGI
Consultative Group on I–ndonesia
C&F
Cost and Freight
CMI
Chiang Mai Initiative
CPO
crude palm oil
crd
crude
CSA
Centralized Settlement Account
D
diragukan
DAK
dana alokasi khusus
Dati
Daerah Tingkat
DAU
dana alokasi umum
DBH
dana bagi hasil
Des
Desember
DHE
devisa hasil ekspor
Dir
Direktur
DIY
Daerah Istimewa Yogyakarta
DJIA
Dow Jones Industrial Average
DKI
Daerah Khusus Ibukota
312
Lampiran
DKM-BI
Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter - Bank Indonesia
DN
dalam negeri
doc
dokumen
DPK
dana pihak ketiga
DPM
Direktorat Pengelolaan Moneter
DPNP
Direktorat Penelitian dan Pengembangan Perbankan
DPR
Dewan Perwakilan Rakyat
DRI
Danareksa Research Institute
DSM
Direktorat Statistik Moneter
DTI
Direktorat Teknologi Informasi
DSR
debt service ratio
DVP
Delivery Versus Payment
ECB
European Central Bank
EFT
electronic fund transfer
EFF
Extended Fund Facility
EMEAP
Executive Meeting of East Asia and Pacific Central Bankers
EO
Exchange Offer
EUR
Euro
FAASM
Fixed Asset Accounting Simulation Model
FATF
Financial Action Task Force
FDI
Foreign Direct Investment
Feb
Februari
FKE
Fasilitas Kredit Ekspor
FLI
Fasilitas Likuiditas Intrahari
fob
free on board
FR
Fixed Rate
FSF
Financial Stability Forum
GARCH
General Auto-regresive Conditional Heteroscidasticity
GBHN
Garis-Garis Besar Haluan Negara
GBI
Gubernur Bank Indonesia
GBP
Great Britain Poundsterling
GCS
gross capital stock
GDP
gross domestic product
GFA
gross foreign assets
GFCF
gross fixed capital formation
GTZ
Gesselschaft fur Technische Zusammenarbeit GmbH
313
Lampiran
GWM
Giro Wajib Minimum
G–20
Group 20, terdiri atas 20 negara
HAM
hak asasi manusia
HDI
Human Development Index
HIPC
Highly Indebted Poor Countries
HJE
harga jual eceran
IBI
Institut Bankir Indonesia
IBJ
Industrial Bank of Japan
IBRD
International Bank for Reconstruction and Development
ICOR
Incremental Capital Output Ratio
IAP
Individual Action Plan
IDR
Indonesia Rupiah
IFSO
Islamic Financial Services Organization
IHK
indeks harga konsumen
IHPB
indeks harga perdagangan besar
IHSG
indeks harga saham gabungan
IIFM
Internasional Islamic Financial Market
IMF
International Monetary Fund
IMFC
International Monetary Financial Committee
IPP
Independen Power Producer
IRFCL
International Reserve and Foreign Currency Liquidity
ITS
Institut Teknologi Surabaya
Jan
Januari
JBIC
Japan Bank for International Cooperation
JIBOR
Jakarta interbank offered rate
JITF
Jakarta Initiative Task Force
JPY
Japan Yen
JORR
Jakarta Outer Ring Road
Jul
Juli
Jun
Juni
KA
Kereta Api
KAP
kualitas aktiva produktif
KBI
Kantor Bank Indonesia
KCS
Kantor Cabang Syariah
Kep
keputusan
KHM
kebutuhan hidup minimum
314
Lampiran
KLBI
Kredit Likuiditas Bank Indonesia
KMK
Keputusan Menteri Keuangan
KP
Kurang Potensial
KP
Kantor Pusat
KPMM
kewajiban penyediaan modal minimum
KPR
Kredit Pemilikan Rumah
KRW
Korean Won
KUK
Kredit Usaha Kecil
L
lancar
L/C
Letter of Credit
LDKP
Lembaga Dana dan Kredit Pedesaan
LDR
laon to deposit ratio
LIE
Leading Indikator Ekonomi
LIBOR
London Interbank Offered Rate
LKBB
lembaga keuangan bukan bank
LLD
lalu lintas devisa
LLM
lalu lintas modal
LN
luar negeri
LNG
liquefied natural gas
LoI
Letter of Intent
LPG
liquefied petroleum gas
LPJK
Lembaga Pengawas Sektor Jasa Keuangan
LPSM
Lembaga Pengembangan Swadaya Masyarakat
LPS
Lembaga Penjamin Simpanan
Mar
Maret
MDH
the mixture distribution hypothesis
MFG
Manila Framework Group
Migas
minyak dan gas
MMBTU
mille mille British thermal unit
MNC
multinational corporation
MoU
Memorandum of Understanding
MPP
Menteri Perindustrian dan Perdagangan
MPR
Majelis Permusyawaratan Rakyat
mtm
month to month
NBER
the National Bureu for Economic Research
NCG
net claims on government
315
Lampiran
NCS
net capital stock
NDA
net domestic assets
NFA
net foreign assets
NIM
net interest margin
NIR
net international reserve
NOI
net other items
Nov
November
NPI
Neraca Pembayaran Indonesia
NPLs
non performing loans
NTB
Nusa Tenggara Barat
NTT
Nusa Tenggara Timur
OAA
Osaka Action Agenda
ODA
Official Development Assistance
Okt
Oktober
O/N
overnight
OPEC
Organization of Petroleum Exporting Countries
OPT
operasi pasar terbuka
P
Potensial
PAM
Perusahaan Air Minum
PAPSI
Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia
PBB
pajak bumi dan bangunan
PBB
Persatuan Bangsa-Bangsa
PBI
Peraturan Bank Indonesia
PDB
produk domestik bruto
PDN
Posisi Devisa Neto
Pefindo
Pemeringkat Efek Indonesia
PERC
Political Economic Risk
PERUM
Perusahaan Umum
PHK
pemutusan hubungan kerja
PHP
Philippines Peso
PIM
Perpetual Inventory Method
PIPU
Pusat Informasi Pasar Uang
PKPD
Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
PLN
Perusahaan Listrik Negara
PLN
Pinjaman Luar Negeri
PMA
penanaman modal asing
316
Lampiran
PMTDB
Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto
PMDN
penanaman modal dalam negeri
PNB
Pendapatan Nasional Bruto
PNBP
Penerimaan Negara Bukan Pajak
PNM
Permodalan Nasional Madani
PNS
pegawai negeri sipil
Polri
Polisi Republik Indonesia
PPAP
penyisihan penghapusan aktiva produktif
PPh
pajak penghasilan
PPN
pajak pertambahan nilai
PPn-BM
pajak penjualan barang mewah
PrsFI
Promotion of Small Financial Institution
PRGF
Poverty Reduction and Growth Facility
PRSP
Poverty Reduction Strategy Paper
PRBC
Poverty Reduction Support Credit
PSAKS
Pernyataan Standar Akuntansi Perbankan Syariah
PTTB
pemberian tanda tidak berharga
PUAB
pasar uang antar bank
PUKM
Pengembangan Usaha Kecil dan Mikro
RBDPO
Refired Blenched Deodorized Palm Oil
RCC
RTGS Central Computer
REER
real effective exchange rate
RKAT
Rencana Kerja Anggaran Tahunan
Rp
Rupiah
RRC
Republik Rakyat China
RTGS
Real Time Gross Settlement
RUU
Rancangan Undang-Undang
SBA
Stand By Arrangement
SBI
Sertifikat Bank Indonesia
SD
selected default
SDA
sumber daya alam
SDM
sumber daya manusia
SDR
Special Drawing Rights
SE
Surat Edaran
SEACEN
South East Asia Central Bank
SEANZA
South East Asia, New Zealand, and Australia Central Bank
317
Lampiran
SEG
SEACEN Expert Group
Sep
September
SIABE
Sistem Informasi Agroindustri Berorientasi Ekspor
SIB
Sistem Informasi Baseline Economic Survey
SIBOR
Singapore Interbank Offered Rate
SID
Sistem Informasi Debitur
SIKJI
Sistem Informasi Kliring Jarak Jauh
SIKPA
sisa kurang pembiayaan anggaran
SI-LMUK
Sistem Informasi Pola Pembiayaan/Lending Model Usaha Kecil
SIPMK
Sistem Informasi Prosedur Memperoleh Kredit
SIPU
Sistem Informasi Pengedaran Uang
SI-PUK
Sistem Informasi Terpadu Pengembangan Usaha Kecil
SKDU
Survei Kegiatan Dunia Usaha
SKEJ
Sistem Kliring Elektronik Jakarta
SNA
Standardized National Account
SP
sangat potensial
SPE
survey penjualan eceran
S&P
Standard and Poor’s
SPKUI
Sistem Peninjau Keputusan untuk Investasi
SPPK
Studi Struktur & Perkembangan Pasar Keuangan
SRK
Satgas Restrukturisasi Kredit
SSB
Surat-Surat Berharga
STB
Survei Tendensi Bisnis
STK
Survei Tendensi Konsumen
SUP
Surat Utang Pemerintah
SWBI
Sertifikat Wadiah bank Indonesia
TAMC
Thai Asset Management Company
TDL
tarif dasar listrik
THB
Thailand Baht
TKI
Tenaga Kerja Indonesia
TNI
Tentara Nasional Indonesia
TPK
Terminal Peserta Kliring
TPT
Tekstil dan Produk Tekstil
Trw
triwulan
UGM
Universitas Gajah Mada
UK
United Kingdom
318
Lampiran
UKIP
Unit Khusus Investigasi Perbankan
UKM
usaha kecil dan menengah
UMP
upah minimum propinsi
UMR
upah minimum regional
UN
United Nation
UNDP
United National Development Program
US
United States
USAID
United States Agencies for International Development
USD
United States Dollar
UU
Undang-Undang
UYD
uang yang diedarkan
Valas
valuta asing
VR
variable rate
WEO
World Economic Outlook
WTC
World Trade Centre
WTO
World Trade Organization
YoY
year on year
319