Contextual Teaching and Learning (CTL) Alia Rizki Fatiah (06111181722001) Nurul Fadhillah (06111381722051) R.A.N Salsabila Tri Adinda (06111381722054) Widya Rahmatika Rizaldi (06111381722055)
Pendahuluan Sistem pembelajaran konvensional hanya menekan pada transfer of knowledge yang berimplikasi pada pembelajan di kelas dan buku pelajaran, dengan demikian sistem hapalan berorientasi dalam pendekatan ini. Sehingga siswa yang belajar hanya mengenal teori dan jauh dari realitas yang di ajarkan. Berdasarkan pengalaman di atas maka berbagai macam model pembelajaran di terapkan oleh para ahli guna membuat siswa secara langsung mengenal dunia yang mereka pelajari. Dengan demikian lahirlah apa yang kita kenal saat ini dengan pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) yang berakar pada pendekatan konstruktivisme. Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Di dalam makalah ini akan membahas Contextual Teaching Learning (CTL) .
Pembahasan A. Pengertian Contextual Teaching Learning (CTL) Kata contextual berasal dari kata contex yang berarti “hubungan, konteks, suasana, atau keadaan”. Dengan demikian contextual diartikan ”yang berhubungan dengan suasana (konteks). Sehingga Contextual Teaching Learning (CTL) dapat diartikan sebagi suatu pembelajaran yang berhubungan dengan suasana tertentu.
(Nurhadi, 2003) CTL (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang mendorong guru untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dan situasi dunia nyata siswa. (Sugiyanto, 2007) CTL adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan untuk menolong para siswa melihat siswa melihat makna didalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subyek-subyek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa CTL adalah konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkanya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari. Model pembelajaran CTL merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan/konteks ke permasalahan/konteks lainnya. Berikut adalah penjelasan seputar pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL), Karakteristik, kelebihan, kelemahan dan tujuan CTL. B. Tujuan Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Model pembelajaran CTL ini bertujuan untuk memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari sehingga siswa memiliki pengetahuan atau ketrampilan yang secara refleksi dapat diterapkan dari permasalahan kepermasalahan lainya. 2. Model pembelajaran ini bertujuan agar dalam belajar itu tidak hanya sekedar menghafal tetapi perlu dengan adanya pemahaman. 3. Model pembelajaran ini menekankan pada pengembangan minat pengalaman siswa. 4. Model pembelajaran CTL ini bertujuan untuk melatih siswa agar dapat berfikir kritis dan terampil dalam memproses pengetahuan agar dapat menemukan dan menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya sendiri dan orang lain. 5. Model pembelajaran CTL ini bertujun agar pembelajaran lebih produktif dan bermakna. 6. Model pembelajaran nodel CTL ini bertujuan untuk mengajak anak pada suatu aktivitas yang mengkaitkan materi akademik dengan konteks jehidupan sehari-hari.
7. Tujuan pembelajaran model CTL ini bertujuan agar siswa secara indinidu dapat menemukan dan mentrasfer informasi-informasi komplek dan siswa dapat menjadikan informasi itu miliknya sendiri. C. Strategi-Strategi Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) Beberapa strategi pembelajaran yang perlu dikembangkan oleh guru secara konstektual antara lain: 1. Pembelajaran berbasis masalah. Dengan memunculkan problem yang dihadapi bersama,siswa ditantang untuk berfikir kritis untuk memecahkan. 2. Menggunakan konteks yang beragam Dalam CTL guru membermaknakan pusparagam konteks sehingga makna yang diperoleh siswa menjadi berkualitas. 3. Mempertimbangkan kebhinekaan siswa Guru mengayomi individu dan menyakini bahwa perbedaan individual dan social seyogianya dibermaknakan menjadi mesin penggerak untuk belajar saling menghormati dan toleransi untuk mewujudkan ketrampilan interpersonal. 4. Memberdayakan siswa untuk belajar sendiri Pendidikan formal merupakan kawah candradimuka bagi siswa untuk menguasai cara belajar untuk belajar mandiri dikemudian hari. 5. Belajar melalui kolaborasi Dalam setiap kolaborasi selalu ada siswa yang menonjol dibandingkan dengan koleganya dan sisiwa ini dapat dijadikan sebagai fasilitator dalam kelompoknya. 6. Menggunakan penelitian autentik Penilaian autentik menunjukkan bahwa belajar telah berlangsung secara terpadu dan konstektual dan memberi kesempatan pada siswa untuk dapat maju terus sesuai dengan potensi yang dimilikinya. 7. Mengejar standar tinggi
Setiap seyogianya menentukan kompetensi kelulusan dari waktu kewaktu terus ditingkatkan dan setiap sekolah hendaknya melakukan Benchmarking dengan melukan study banding keberbagai sekolah dan luar negeri. Berdasarkan Center for Occupational Research and Development (CORD) Penerapan strategi pembelajaran konstektual digambarkan sebagai berikut: 1. Relatinng Belajar dikatakan dengan konteks dengan pengalaman nyata ,konteks merupakan kerangka kerja yang dirancang guru untuk membantu peserta didik agar yang dipelajarinya bermakna. 2. Experiencing Belajar adalah kegiatan “mengalami “peserta didik diproses secara aktif dengan hal yang dipelajarinya dan berupaya melakukan eksplorasi terhadap hal yang dikaji,berusaha menemukan dan menciptakan hal yang baru dari apa yang dipelajarinya. 3. Applying Belajar menekankan pada proses mendemonstrasikan pengetahuan yang dimiliki dengan dalam konteks dan pemanfaatanya. 4. Cooperative Belajar merupakan proses kolaboratif dan kooperatif melalui kelompok,komunikasi interpersonal atau hubunngan intersubjektif.
kegiatan
5. Trasfering Belajar menenkankan pada terwujudnya kemampuan memanfaatkan pengetahuan dalam situasi atau konteks baru.
D. Landasan Filsofi Model Pembelajaran Kontekstual Para pendidik yang menyetujuai pandangan ilmu pengetahuan bahwa alam semesta itu tidak hidup,tidak diam ,dan alam semesta itu ditopang oleh tiga prinsip kesaling ketergantungan,diferensiasi dan organisasi diri ,harus menerapkan pandangan dan cara berfikir baru mengenai pembelajaran dan pengajaran.
1. CTL mencerminkan prinsip kesaling ketergantungan Kesaling ketergantungan mewujudkan diri.Misalnya ketika para siswa bergabung untuk memecahkan masalah dan ketika para guru mengadakan pertemuan dengan rekanya .Hal ini tampak jelas ketika subyek yang berbeda dihubungkan dan ketika kenitraan menggabungkan sekolah dengan dunia bisnis dan komunitas. 2. CTL mencerminkan prinsip berdeferensiasi Ketika CTL menentang para siswa untuk saling menghormati keunikan masingmasing ,untuk menghormati perbedaan,untuk menjadi kreatif,untuk bekerja sama, untuk menghasilkan gagasan dan hasil baru yang berbeda ,dan untuk menyadari bahwa keragaman adalah tabda kemantapan dan kekuatan. 3. CTL mencerminkan prinsip pengorganisasian diri Pengorganisasian diri terlihat para siswa mencari dan menemukan kemampuan dan minat mereka sendiri yang berbeda ,mendapat manfaat dari umpan balik yang diberiakan oleh penilaian autentik,mengulas usaha-usaha mereka dalam tuntunan tujuan yang jelas dan standar yang tinggi dan berperan serta dalam kegiatankegiatan yang berpusat pada sisiwa yang membuat hati mereka bernyanyi Landasan filosofi CTL adalah kontruktivisme,yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal .siswaharus mengkontruksi pengetahuan dibenak mereka sendiri.Pengetahuan tidak dapat dipisahkan menjadi fakta atau proposisi yang terpisah ,tetapi mencerminkan ketrampilan yang dapat diterapkan.Kontruktivisme berakar pada filsafat pragmatiisme yang digagas John Dewey pada awal abad ke-20 yaitu sebuah filosofi belajar yang menekankan pada pengembangan minat dan pengalaman siswa. Anak akan belajar belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah.Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya bukan hanya mengetahuinya.
E. Komponen-Komponen Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
1. Kontruktivisme Kontruktivisme adalah proses membangun dan menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Pembelajaran ini harus dikemas menjadi proses”mengkontruksi”bukan menerima pengetahuan. Setiap individu dapat membuat struktur kognitif atau mental berdasarkan pengalaman mereka maka setiap individu dapat membentuk konsep atau ide baru, ini dikatakan sebagai konstruktivisme. Fungsi guru disini membantu membentuk konsep tersebut melalui metode penemuan (self-discovery), inquiri dan lain sebagainya, siswa berpartisipasi secara aktif dalam membentuk ide baru. Menurut Piaget pendekatan konstruktivisme mengandung empat kegiatan inti, yaitu : 1)
Mengandung pengalaman nyata (Experience);
2)
Adanya interaksi sosial (Social interaction);
3)
Terbentuknya kepekaan terhadap lingkungan (Sense making);
4)
Lebih memperhatikan pengetahuan awal (Prior Knowledge).
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. (Nasional, 2003) Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap diambil atau diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Berdasarkan pada pernyataan tersebut, pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan. Sejalan dengan pemikiran Piaget mengenai kontruksi pengetahuan dalam otak. Manusia memiliki struktur pengetahuan dalam otaknya, seperti kotak-kotak yang masing-masing berisi informasi bermakna yang berbeda-beda. Setiap kotak itu akan diisi oleh pengalaman yang dimaknai berbeda-beda oleh setiap individu. Setiap pengalaman baru akan dihubungkan dengan kotak yang sudah berisi pengalaman lama sehingga dapat dikembangkan. Struktur pengetahuan dalam otak manusia dikembangkan melalui dua cara yaitu asimilasi dan akomodasi. 2. Betanya (Questioning)
Bertanya merupakan strategi utama dalam pembelajaran kontekstual. Kegiatan bertanya digunakan oleh guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa sedangkan bagi siswa kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inquiry. Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk : 1)
Menggali informasi, baik administratif maupun akademis;
2)
Mengecek pengetahuan awal siswa dan pemahaman siswa;
3)
Membangkitkan respon kepada siswa;
4)
Mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa;
5)
Memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru;
6)
Membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa;
7)
Menyegarkan kembali pengetahuan siswa.
3. Menemukan (Inquiry) Menemukan merupakan bagian inti dari pembelajaran berbasis CTL. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri. Menemukan atau inkuiri dapat diartikan juga sebagai proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Secara umum proses inkuiri dapat dilakukan melalui beberapa langkah, yaitu: 1)
Merumuskan masalah;
2)
Mengajukan hipotesis;
3)
Mengumpulkan data;
4)
Menguji hipotesis berdasarkan data yang ditemukan;
5)
Membuat kesimpulan.
Melalui proses berpikir yang sistematis, diharapkan siswa memiliki sikap ilmiah, rasional, dan logis untuk pembentukan kreativitas siswa.
4. Masyarakat belajar (Learning Community) Konsep Learning Community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar itu diperoleh dari sharing antarsiswa, antarkelompok, dan antar yang sudah tahu dengan yang belum tahu tentang suatu materi. Setiap elemen masyarakat dapat juga berperan disini dengan berbagi pengalaman. 5. Pemodelan (Modeling) Pemodelan dalam pembelajaran kontekstual merupakan sebuah keterampilan atau pengetahuan tertentu dan menggunakan model yang bisa ditiru. Model itu bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu atau guru memberi contoh cara mengerjakan sesuau. Dalam arti guru memberi model tentang “bagaimana cara belajar”. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukanlah satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Tingkah laku siswa baru dikuasai atau dipelajari mula-mula dengan mengamati dan meniru suatu model. Model yang dapat diamati atau ditiru siswa digolongkan menjadi : 1. Kehidupan yang nyata (real life), misalnya orang tua, guru, atau orang lain.; 2. Simbolik (symbolic), model yang dipresentasikan secara lisan, tertulis atau dalam bentuk gambar ; 3. Representasi (representation), model yang dipresentasikan dengan menggunakan alat-alat audiovisual, misalnya televisi dan radio. 6. Refleksi (Reflection) Refleksi merupakan cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir kebelakang tentang apa yang sudah kita lakukan di masa lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru. Struktur pengetahun yang baru ini merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahun yang baru diterima. Pada kegiatan pembelajaran, refleksi dilakukan oleh seorang guru pada akhir pembelajaran. Guru menyisakan waktu sejenak agar siswa dapat melakukan refleksi yang realisasinya dapat berupa: 1. Pernyataan langsung tentang apa-apa yang diperoleh pada pembelajaran yang baru saja dilakukan.; 2. Catatan atau jurnal di buku siswa; 3. Kesan dan saran mengenai pembelajaran yang telah dilakukan.
7. Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment) Penilaian autentik merupakan proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa agar guru dapat memastikan apakah siswa telah mengalami proses belajar yang benar. Penilaian autentik menekankan pada proses pembelajaran sehingga data yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat melakukan proses pembelajaran. (Nasional, 2003) Karakteristik authentic assessment di antaranya: dilaksanakan selama dan sesudah proses belajar berlangsung, bisa digunakan untuk formatif maupun sumatif, yang diukur keterampilan dan sikap dalam belajar bukan mengingat fakta, berkesinambungan, terintegrasi, dan dapat digunakan sebagai feedback. Authentic assessment biasanya berupa kegiatan yang dilaporkan, PR, kuis, karya siswa, prestasi atau penampilan siswa, demonstrasi, laporan, jurnal, hasil tes tulis dan karya tulis. F. Langkah-Langkah Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) Langkah-langkah pembelajaran CTL antara lain: 1. Mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri,menemukan sendiri ,dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya. 2. Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiri untuk semua topic 3. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya 4. Menciptakan masyarakat belajar 5. Menghadirkan model sebagia contoh belajar 6. Melakukan refleksi diakhir pertemuan. 7. Melakukan penialain yang sebenarnya dengan berbagai cara. Ciri kelas yang menggunakan pendekatan konstektual 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Pengalaman nyata Kerja sama, saling menunjang Gembira, belajar dengan bergairah Pembelajaran terintegrasi Menggunakan berbagai sumber Siswa aktif dan kritis Menyenangkan ,tidak membosankan Sharing dengan teman Guru kreatif
G. Kelebihan dan Kelemahan Contextual Teaching and Learning (CTL) 1.
Kelebihan dari model pembelajaran CTL
2.
Memberikan kesempatan pada sisiwa untuk dapat maju terus sesuai dengan potensi yang dimiliki sisiwa sehingga sisiwa terlibat aktif dalam PBM. Siswa dapat berfikir kritis dan kreatif dalam mengumpulkan data, memahami suatu isu dan memecahkan masalah dan guru dapat lebih kreatif Menyadarkan siswa tentang apa yang mereka pelajari. Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa tidak ditentukan oleh guru. Pembelajaran lebih menyenangkan dan tidak membosankan. Membantu siwa bekerja dengan efektif dalam kelompok. Terbentuk sikap kerja sama yang baik antar individu maupun kelompok. Kelemahan dari model pembelajarab CTL
Dalam pemilihan informasi atau materi dikelas didasarkan pada kebutuhan siswa padahal,dalam kelas itu tingkat kemampuan siswanya berbeda-beda sehinnga guru akan kesulitan dalam menetukan materi pelajaran karena tingkat pencapaianya siswa tadi tidak sama. Tidak efisien karena membutuhkan waktu yang agak lama dalam PBM. Dalam proses pembelajaran dengan model CTL akan nampak jelas antara siswa yang memiliki kemampuan tinggi dan siswa yang memiliki kemampuan kurang, yang kemudian menimbulkan rasa tidak percaya diri bagi siswa yang kurang kemampuannya. Bagi siswa yang tertinggal dalam proses pembelajaran dengan CTL ini akan terus tertinggal dan sulit untuk mengejar ketertinggalan, karena dalam model pembelajaran ini kesuksesan siswa tergantung dari keaktifan dan usaha sendiri jadi siswa yang dengan baik mengikuti setiap pembelajaran dengan model ini tidak akan menunggu teman yang tertinggal dan mengalami kesulitan. Tidak setiap siswa dapat dengan mudah menyesuaikan diri dan mengembangkan kemampuan yang dimiliki dengan penggunaan model CTL ini. Kemampuan setiap siswa berbeda-beda, dan siswa yang memiliki kemampuan intelektual tinggi namun sulit untuk mengapresiasikannya dalam bentuk lesan akan mengalami kesulitan sebab CTL ini lebih mengembangkan ketrampilan dan kemampuan soft skill daripada kemampuan intelektualnya. Pengetahuan yang didapat oleh setiap siswa akan berbeda-beda dan tidak merata. Peran guru tidak nampak terlalu penting lagi karena dalam CTL ini peran guru hanya sebagai pengarah dan pembimbing, karena lebih menuntut siswa untuk
aktif dan berusaha sendiri mencari informasi, mengamati fakta dan menemukan pengetahuan-pengetahuan baru di lapangan.
Kesimpulan CTL adalah konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkanya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari.Pembelajaran kontekstual merupakan konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan peserta didik secara nyata, sehingga para peserta didik mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari.. Melalui proses penerapan kompetensi dalam kehidupan sehari-hari, peserta didik akan merasakan pentingnya belajar, dan akan memperoleh makna yang mendalam terhadap apa yang dipejarinya. Tugas guru dalam pembelajaran kontekstual adalah memberikan kemudahan belajar kepada peserta didik, dengan menyediakan berbagai sarana dan sumber belajar yang memadai. Guru bukan hanya menyampaikan materi pembelajaran yang berupa hapalan, tetapi mengatur lingkungan dan strategi pembelajaran yang memungkinkan peserta didik belajar. Lingkungan yang kondusif sangat penting dan sangat menunjang pembelajaran kontekstual, dan keberhasilan pembelajaraan secara keseluruhan.
Daftar Pustuka Nasional, D. P. (2003). Pendekatan Kontekstual. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Nurhadi. (2003). Pendekatan Kontekstual. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Sugiyanto. (2007). Modul Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13 Surakarta. Latif, Abdul. (2011). http://abdullatifdega.blogspot.com/2011/12/makalah-contextualteaching-and.html. diakses pada {20-03-2019}