Crs Marasmus Neww.doc

  • Uploaded by: Tiya Nurhayani
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Crs Marasmus Neww.doc as PDF for free.

More details

  • Words: 6,386
  • Pages: 40
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi merupakan salah satu faktor penentu utama kualitas sumber daya manusia. Status gizi anak dinilai menurut 3 indeks, yaitu Berat Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB). Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2016, yang dikatakan dengan gizi buruk adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U) yaitu <-3,0SD yang merupakan padanan istilah severely underweight.1 Gizi buruk masih menjadi salah satu masalah yang penting di dunia. Pada tahun 2016, jumlah anak perempuan dan anak laki-laki yang mengalami gizi buruk masing-masing sebesar 75 juta dan 117 juta per tahunnya. 2 Kejadian gizi buruk di Indonesia juga masih tinggi, persentase gizi buruk adalah 18,8% pada kelompok balita dan 14,9% pada kelompok baduta. Menurut laporan hasil pemantauan status gizi (PSG) tahun 2016, insiden gizi buruk tertinggi terjadi di Provinsi Kalimantan Barat yaitu sebesar 6,6%.1 Mencuatnya kembali pemberitaan di media massa akhirakhir ini mengenai meningkatnya kasus wabah campak dan gizi buruk di Kabupaten Asmat, Papua pada tahun 2018, menjadi perhatian masyarakat Indonesia, apalagi sudah di tetapkan menjadi kejadian luar biasa (KLB) oleh pemerintah. Ada sekitar 7.230 warga yang terindikasi kena campak, sebagian tergolong gizi buruk.Sebanyak 175 anak-anak yang terjangkit wabah penyakit tersebut dirawat di rumah sakit dan aula gereja. Selain itu, ada 399 penderita yang di rawat jalan oleh tenaga medis di Kabupaten Asmat.3 Sumatera Barat menempati urutan ke 10 untuk kasus gizi buruk yaitu sebesar 1,6% untuk usia 0-23 bulan, 2,1% untuk usia 0-59 bulan. Kejadian gizi buruk di Kota Padang adalah sebesar 11,5%. Persentase tersebut menjadikan Kota Padang sebagai urutan ke 11 terbanyak kasus gizi buruk yang terjadi di Provinsi Sumatera Barat. 1 Pemantauan pertumbuhan balita tertera pada KMS/buku KIA. Masyarakat di Sumatera Barat khususnya di Kota Padang yang mempunyai buku KIA tersebut

hanya 83,2% dan sebagai urutan ke 4 yang paling sedikit mempunyai buku KIA. Artinya, pematauan pertumbuhan yang dilakukan terhadap balita khususnya di Kota Padang masih minimal, dengan begitu beberapa usaha untuk mengendalikan kasus gizi buruk juga berkurang.1 Kegiatan 1000 hari pertama kehidupan merupakan salah satu langkah perbaikan gizi pada ibu hamil, bayi dan anak sampai usia 24 bulan. Kegiatan ini adalah bagian utama dari percepatan penanggulangan salah satunya terhadap pencegahan kasus gizi buruk. Ada 8 upaya penanganan masalah gizi pada periode emas kehidupan. Dimulai dengan pemberian tablet tambah darah 90 tablet saat hamil, pemberian makanan tambahan (PMT) pada ibu hamil yang mengalami kurang energi kronis (KEK), pelayanan inisiasi menyusui dini, konseling menyusui dan pemberian makanan pendamping air susu ibu (MPASI), penyuluhan bagi seluruh balita di Posyandu, pemberian kapsul vitamin A pada balita usia 6-60 bulan sebanyak 2 kali setahun, pelaksanaan PMT pemulihan bagi balita gizi kurang di puskemas, dan perawatan bagi balita gizi buruk termasuk penyediaan mineral di rumah sakit dan puskesmas. Menurut laporan hasil pemantauan status gizi (PSG) tahun 2016, usaha penanggulangan tersebut sudah berjalan sekitar 84%, namun insiden kejadian gizi buruk masih saja tinggi.4

1.2 Tujuan Penulisan Referat ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai gizi buruk pada anak. 1.3 Batasan Masalah Batasan masalah Case Report Session ini adalah definisi, epidemiologi, etiologi dan faktor risiko, patogenesis, gejala klinis, diagnosis dan diagnosis banding, pemeriksaan penunjang serta tatalaksana gizi buruk pada anak. 1.4 Metode Penulisan

2

Metode penulisan Case Report Session ini adalah tinjauan teori dari berbagai kepustakaan dan literatur, laporan kasus dari pasien, serta pembahasan antara teori yang ada dengan kasus yang didapatkan.

3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFENISI Gizi buruk adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U) yaitu <-3,0SD yang merupakan padanan istilah severely underweight.1 Malnutrisi adalah suatu keadaan klinis yang disebabkan ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran energi, baik karena kekurangan atau kelebihan asupan makanan maupun akibat kebutuhan yang meningkat. Malnutrisi adalah keadaan klinis sebagai akibat kekurangan asupan makanan ataupun kebutuhan nutrisi yang meningkat ditandai dengan adanya gejala klinis, antropometris, laboratoris dan data analisis diet.1 Malnutrisi ringan dan sedang umumnya tidak menunjukkan gejala klinis yang spesifik: anak tampak kurus, BB/TB : 70-90% atau diantara -2SD dan -3SD (Z-score), sangat mungkin terdapat gejala defisiensi nutrien mikro. Malnutrisi berat umumnya menunjukkan gejala klinis yang khas, BB/TB < 70% atau <-3SD (Z-score) kecuali bila ada edema serta sudah terdapat kelainan biokimiawi. Saat ini kriteria WHO 1999 digunakan untuk diagnosis dan tatalaksana anak malnutrisi berat.1 Malnutrisi dapat terjadi secara primer atau sekunder. Malnutrisi primer terjadi bila konsumsi makanan baik dari segi kualitas maupun kuantitas inadekuat dan tidak seimbang. Malnutrisi sekunder terjadi sebagai akibat kebutuhan nutrien yang meningkat atau output yang berlebihan, umumnya pada penyakit kronik baik infeksi maupun keganasan. 1 2.2 EPIDEMIOLOGI Pada tahun 2016, jumlah anak perempuan dan anak laki-laki yang mengalami gizi buruk masing-masing sebesar 75 juta dan 117 juta per tahunnya.2Kejadian gizi buruk di Indonesia juga masih tinggi, persentase gizi buruk adalah 18,8% pada kelompok balita dan 14,9% pada kelompok baduta. Menurut laporan hasil

4

pemantauan status gizi (PSG) tahun 2016, insiden gizi buruk tertinggi terjadi di Provinsi Kalimantan Barat yaitu sebesar 6,6%.1 Mencuatnya kembali pemberitaan di media massa akhir-akhir ini mengenai meningkatnya kasus wabah campak dan gizi buruk di Kabupaten Asmat, Papua pada tahun 2018, menjadi perhatian masyarakat Indonesia, apalagi sudah di tetapkan menjadi kejadian luar biasa (KLB) oleh pemerintah. Ada sekitar 7.230 warga yang terindikasi kena campak, sebagian tergolong gizi buruk.Sebanyak 175 anak-anak yang terjangkit wabah penyakit tersebut dirawat di rumah sakit dan aula gereja. Selain itu, ada 399 penderita yang di rawat jalan oleh tenaga medis di Kabupaten Asmat.3,4 Sumatera Barat menempati urutan ke 10 untuk kasus gizi buruk yaitu sebesar 1,6% untuk usia 0-23 bulan, 2,1% untuk usia 0-59 bulan. Kejadian gizi buruk di Kota Padang adalah sebesar 11,5%. Persentase tersebut menjadikan Kota Padang sebagai urutan ke 11 terbanyak kasus gizi buruk yang terjadi di Provinsi Sumatera Barat. 1 Pemantauan pertumbuhan balita tertera pada KMS/buku KIA. Masyarakat di Sumatera Barat khususnya di Kota Padang yang mempunyai buku KIA tersebut hanya 83,2% dan sebagai urutan ke 4 yang paling sedikit mempunyai buku KIA. Artinya, pematauan pertumbuhan yang dilakukan terhadap balita khususnya di Kota Padang masih minimal, dengan begitu beberapa usaha untuk mengendalikan kasus gizi buruk juga berkurang.1 2.3 JENIS GIZI BURUK Gizi buruk berat dapat dibedakan tipe kwashiorkor, tipe marasmus dan tipe marasmik-kwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis dari masing-masing tipe yang berbeda-beda. 2.3.1 Marasmus Marasmus adalah bentuk malnutrisi protein kalori yang terutama akibat kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama kehidupan, disertai retardasi pertumbuhan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan otot.5

5

Gejala yang timbul pada marasmus adalah: a. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan ototototnya, tinggal tulang terbungkus kulit b. Wajah seperti orang tua c. Iga gambang dan perut cekung d. Otot paha mengendor (baggy pant) e. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar.6 Secara garis besar sebab-sebab marasmus ialah sebagai berikut: 

Pemasukan kalori yang tidak cukup. Marasmus terjadi akibat masukan kalori yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak.



Kebiasaan makan yang tidak tepat. Seperti mereka yang mempunyai hubungan orang tua – anak terganggu.



Kelainan metabolik. Misalnya: renal asidosis, idiopathic hypercalcemia, galactosemia, lactose intolerance.



Malformasi kongenital. Misalnya: penyakit jantung bawaan, penyakit Hirschprung, deformitas palatum, palatoschizis, micrognathia, stenosis pilorus, hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas.

6

Gambar 1. Marasmus (Rahim, 2008) 2.3.2 Kwashiorkor Kwashiorkor adalah bentuk malnutrisi berenergi protein yang disebabkan oleh defisiensi protein yang berat, asupan kalori biasanya juga mengalami defisiensi.5 Kwashiorkor terjadi terutamanya karena pengambilan protein yang tidak cukup. Pada penderita yang menderita kwashiorkor, anak akan mengalami gangguan pertumbuhan, perubahan mental yaitu pada biasanya penderita cengeng dan pada stadium lanjut menjadi apatis dan sebagian besar penderita ditemukan edema. Selain itu, penderita akan mengalami gejala gastrointestinal yaitu anoreksia dan diare. Hal ini mungkin karena gangguan fungsi hati, pankreas dan usus. Rambut kepala penderita kwashiorkor senang dicabut tanpa rasa sakit.7

Pada penderita stadium lanjut, rambut akan terlihat kusam, kering, halus, jarang dan berwarna putih. Kulit menjadi kering dengan menunjukkan garis-garis yang lebih mendalam dan lebar. Terjadi perubahan kulit yang khas yaitu crazy pavement dermatosis yang merupakan bercak-bercak putih atau merah muda dengan tepi hitam dan ditemukan pada bagian tubuh yang sering mendapat tekanan dan disertai kelembapan. Pada perabaan hati ditemukan hati membesar, kenyal, permukaan licin, dan pinggiran tajam. Anemia ringan juga ditemukan dan terjadinya kelainan kimia yaitu kadar albumin serum yang rendah dan kadar globulin yang normal atau sedikit meninggi.7

Gambar 2. Kwasiorkor (Rahim, 2008) Penyebab terjadinya kwashiorkor adalah inadekuatnya intake protein yang berlangsung kronis. Faktor yang dapat menyebabkan kwashiorkor antara lain :

 Pola makan Protein (dan asam amino) adalah zat yang sangat dibutuhkan anak untuk tumbuh dan berkembang. Meskipun intake makanan mengandung kalori yang cukup, tidak semua makanan mengandung protein/ asam amino yang memadai. Bayi yang masih menyusui umumnya mendapatkan protein dari ASI yang diberikan ibunya, namun bagi yang tidak memperoleh ASI protein dari sumber-sumber lain (susu, telur, keju, tahu dan lain-lain) sangatlah dibutuhkan. Kurangnya pengetahuan ibu mengenai keseimbangan nutrisi anak berperan penting terhadap terjadi kwashiorkhor, terutama pada masa peralihan ASI ke makanan pengganti ASI.  Faktor sosial Hidup di negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, keadaan sosial dan politik tidak stabil ataupun adanya pantangan untuk menggunakan makanan tertentu dan sudah berlangsung turun-turun dapat menjadi hal yang menyebabkan terjadinya kwashiorkor.  Faktor ekonomi Kemiskinan keluarga/ penghasilan yang rendah yang tidak dapat memenuhi kebutuhan berakibat pada keseimbangan nutrisi anak tidak terpenuhi, saat dimana ibunya pun tidak dapat mencukupi kebutuhan proteinnya.  Faktor infeksi dan penyakit lain Telah lama diketahui bahwa adanya interaksi sinergis antara MEP dan infeksi. Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Dan sebaliknya MEP, walaupun dalam derajat ringan akan menurunkan imunitas tubuh terhadap infeksi.

2.3 Marasmus-Kwasiorkor Kondisi dimana terjadi defisiensi baik kalori maupun protein, dengan penyusutan jaringan yang hebat, hilangnya lemak subkutan, dan biasanya dehidrasi. Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinis kwashiorkor dan marasmus.5

Gambar 2.3. Marasmus-Kwasiorkor (Rahim, 2008) Penyebab marasmic – kwashiorkor dapat dibagi menjadi dua penyebab yaitu malnutrisi primer dan malnutrisi sekunder. Malnutrisi primer adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh asupan protein maupun energi yang tidak adekuat. Malnutrisi sekunder adalah malnutrisi yang terjadi karena kebutuhan yang meningkat, menurunnya absorbsi dan/atau peningkatan kehilangan protein maupun energi dari tubuh.

2.4 FAKTOR PENYEBAB GIZI BURUK Ada 2 faktor penyebab dari gizi buruk adalah sebagai berikut : 1.

Penyebab langsung Kurangnya jumlah dan kualitas makanan yang dikonsumsi, menderita penyakit infeksi, cacat bawaan dan menderita penyakit kanker. Anak yang mendapat makanan cukup baik tetapi sering diserang atau demam akhirnya menderita kurang gizi.

2.

Penyebab tidak langsung Ketersediaan pangan rumah tangga, perilaku, pelayanan kesehatan. Sedangkan faktor-faktor lain selain faktor kesehatan, tetapi juga merupakan masalah utama gizi buruk adalah kemiskinan, pendidikan rendah, ketersediaan pangan dan kesempatan kerja. Oleh karena itu untuk mengatasi gizi buruk dibutuhkan kerjasama lintas sektor Ketahanan pangan adalah kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik maupun gizinya.6

2.5 PATOFISIOLOGI Setelah beberapa waktu defisiensi nutrien berlangsung maka akan terjadi deplesi cadangan nutrien pada jaringan tubuh dan selanjutnya kadar dalam darah akan menurun. Hal ini akan mengakibatkan tidak cukupnya nutrien tersebut di tingkat seluler sehingga fungsi sel terganggu misalnya sintesis protein, pembentukan dan penggunaan energi, proteksi terhadap oksidasi atau tidak mampu menjalankan fungsi normal lainnya. Bila berlangsung terus maka gangguan fungsi sel ini akan menimbulkan masalah pada fungsi jaringan atau organ yang bermanifestasi secara fisik seperti gangguan pertumbuhan, serta kemunculan tanda dan gejala klinis spesifik yang berkaitan dengan nutrien tertentu misal edema, xeroftalmia, dermatosis, dan lain-lain yang kadang-kadang ireversibel.6 Kalau terjadi stres katabolik (infeksi) maka kebutuhan akan protein akan meningkat, sehingga dapat menyebabkan defisiensi protein yang relatif, kalau kondisi ini terjadi pada saat status gizi masih diatas -3 SD (-2SD--3SD), maka terjadilah

kwashiorkor (malnutrisi akut / ”decompensated malnutrition”). Pada kondisi ini penting peranan radikal bebas dan anti oksidan. Bila stres katabolik ini terjadi pada saat status gizi dibawah -3 SD, maka akan terjadilah marasmik-kwashiorkor. Kalau kondisi kekurangan ini terus dapat teradaptasi sampai dibawah -3 SD maka akan terjadilah marasmik (malnutrisikronik / compensated malnutrition). Dengan demikian pada KEP dapat terjadi : gangguan pertumbuhan, atrofi otot, penurunan kadar albumin serum, penurunan hemoglobin, penurunan sistem kekebalan tubuh, penurunan berbagai sintesa enzim.8 Penyakit marasmus-kwashiorkor memperlihatkan gejala campuran antara penyakit marasmus dan kwashiorkor. Makanan sehari-harinya tidak cukup mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian, di samping menurunnya berat badan di bawah 60% dari normal, memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula. Pada KEP terdapat perubahan nyata dari komposisi tubuhnya, seperti jumlah dan distribusi cairan, lemak, mineral, dan protein, terutama protein otot.9 Kurangnya protein dalam diet akan menimbulkan kekurangan berbagai asam amino essensial yang dibutuhkan untuk sintesis albumin, sehingga terjadi hipoalbuminemia dan edema. Anak dengan marasmus kwashiorkor juga sering menderita infeksi multipel, seperti tuberkulosis dan gastroenteritis. Infeksi akan mengalihakan penggunaan asam amino ke sintesis protein fase akut, yang semakin memperparah berkurangnya sintesis albumin di hepar. Penghancuran jaringan akan semakin lanjut untuk memenuhi kebutuhan energi, memungkinkan sintesis glukosa dan metabolit essensial lainnya seperti asam amino. Kurangnya kalori dalam diet akan meningkatkan kadar kortisol dan menurunkan kadar insulin. Ha ini akan menyebabkan atrofi otot dan menghilangnya lemak di bawah kulit. Pada awalnya, kelaina ini merupakan proses fisiologis. Untuk kelangsungan hidup, jaringan tubuh memerlukan energi yang dapat dipenuhi oleh makanan yang diberikan, jika hal ini tidak terpenuhi maka harus didapat dari tubuh sendiri sehingga cadangan protein digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan energi. Tubuh akan mengandung lebih

banyak cairan sebagai akibat menghilangnya lemak dan otot sehingga tampak edema.9

2.6 DIAGNOSIS GIZI BURUK Diagnosis untuk marasmus, kwashiorkor dapat ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, dan antropometrik.10 1. Manifestasi klinis: anamnesis (terutama anamnesis makanan, tumbuh kembang, serta penyakit yang pernah diderita) dan pemeriksaan fisik. Manifestasi yang umumnya timbul adalah gagal tumbuh kembang. Di samping itu terdapat pula satu atau lebih manifestasi klinis marasmus dan kwashiorkor lainnya. 2. Pemeriksaan penunjang: pemeriksaan laboratorium darah tepi yaitu Hb memperlihatkan anemia ringan sampai sedang. Pada pemeriksaan faal hepar, kadar albumin serum sedikit menurun. Kadar elektrolit seperti Kalium dan Magnesium rendah, bahkan K mungkin sangat rendah, sedangkan kadar Natrium, Zinc, dan Cuprum bisa normal atau menurun. Kadar glukosa darah umumnya rendah, asam lemak bebas normal atau meninggi, nilai βlipoprotein dapat rendah ataupun tinggi, dan kolesterol serum rendah. Kadar asam amino esensial plasma menurun. Kadar hormon insulin umumnya menurun, tetapi hormon pertumbuhan dapar normal, rendah, maupun tinggi. Pada biopsi hati hanya tampak perlemakan yang ringan, jarang dijumpai kasus dengan perlemakan yang berat. Pada pemeriksaan radiologi tulang tampak pertumbuhan tulang yang terlambat dan terdapat osteoporosis ringan. 3. Antropometrik: ukuran yang sering dipakai adalah berat badan, panjang / tinggi badan, lingkar kepala, lingkar lengan atas, dan lipaan kulit. Diagnosis ditegakkan dengan adanya data antropometrik untuk perbandingan seperti BB/U (berat badan menurut umur), TB/U (tinggi badan menurut umur), LLA/U (lingkar lengan atas menurut umur), BB/TB (berat badan menurut tinggi badan), LLA/TB (lingkar lengan atas menurut tinggi badan). Dari pemeriksaan antropometrik dapat diklasifikasikan menurut Wellcome Trust Party, klasifikasi menurut Waterlow, klasifikasi Jelliffe, dan klasifikasi berdasarkan WHO dan Depkes RI. 2.7 KEBUTUHAN NUTRISI PADA ANAK

Pemberian makanan tambahan sebagai pendamping ASI dimulai saat anak berusia 6 bulan dengan tetap memberikan ASI. Pemberian makanan tambahan ASI dinaikkan bertahap dari segi jumlah, frekuensi pemberian, dan jenis dan konsistensi makanan yang diberikan. Untuk anak yang mendapatkan ASI, rata-rata makanan tambahan yang harus diberikan 2-3 kali/hari untuk usia 6-8 bulan, 3-4 kali/hari untuk usia 9-11 bulan dan 4-5 kali/hari usia 12-24 bulan.11 Sumber gizi dapat dibagi kepada dua jenis, yaitu makronutrien dan mikronutrien. Makronurien adalah zat yang diperlukan oleh tubuh dalam jumlah yang besar untuk memberikan tenaga secara langsung yaitu protein sejumlah 4 kkal, karbohidrat sejumlah 4 kkal dan lemak sejumlah 9 kkal. Mikronutrien adalah zat yang penting dalam menjaga kesehatan tubuh tetapi hanya diperlukan dalam jumlah yang sedikit dalam tubuh yaitu vitamin yang terbagi atas vitamin larut lemak , vitamin tidak larut lemak dan mineral.12 2.7.1 Karbohidrat Karbohidrat adalah sumber energi utama bagi manusia.Satu gram karbohidrat menghasilkan 4 Kkal.Sebagian karbohidrat berada di dalam sirkulasi darah sebagai glukosa untuk keperluan energi segera dan sebagian lagi disimpan sebagai glikogen di dalam hati dan jaringan otot, dan sebagian diubah menjadi lemak.13 2.7.2 Protein Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air. Seperlima bagian tubuh adalah protein, separohnya ada di dalam otot, seperlima di dalam tulang dan tulang rawan, sepersepuluh di dalam kulit, dan selebihnya di dalam jaringan lain dan cairan tubuh. Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara selsel dan jaringan tubuh.13 2.7.3 Lemak Lemak adalah senyawa-senyawa heterogen yang bersifat tidak larut dalam air. Lemak merupakan sumber energi paling padat yang menghasilkan 9 Kkal untuk setiap gram yaitu 2 kali besar energi yang dihasilkan oleh karbohidrat dan protein

dalam jumlah yang sama. Lemak merupakan cadangan energi tubuh paling besar. Lemak disimpan sebanyak 50% di jaringan bawah kulit (subkutan), 45% di sekeliling organ dalam rongga perut dan 5% di jaringan intramuskuler.13 2.7.4 Vitamin Vitamin merupakan zat-zat organik kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah sangat kecil dan pada umunya tidak dapat dibentuk oleh tubuh. Vitamin termasuk kelompok zat pengatur pertumbuhan dan pemeliharaan kehidupan. Tiap vitamin mempunyai tugas spesifik di dalam tubuh.13 Penelitian-penelitian membedakan vitamin dalam dua kelompok : vitamin larut dalam lemak (vitamin A, D, E, dan K) dan vitamin larut dalam air (vitamin B dan C). Sebagian besar vitamin larut lemak diabsorpsi bersama lipida lain. Vitamin larut air biasanya tidak disimpan di dalam tubuh dan dikeluarkan melalui urin dalam jumlah kecil. Oleh sebab itu, vitamin larut air perlu dikonsumsi tiap hari untuk mencegah kekurangan yang dapat mengganggu fungsi tubuh normal. 13 2.7.5

Mineral Mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang peranan penting dalam

pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Disamping itu mineral berperan dalam berbagai tahap metabolismen terutama sebagai kofaktor dalam aktivitas enzim-enzim.13 2.8 STATUS GIZI 2.8.1 Penilaian Status Gizi Anak Ada beberapa cara melakukan penilaian status gizi pada kelompok masyarakat. Salah satunya adalah dengan pengukuran tubuh manusia yang dikenal dengan Antropometri. Dalam pemakaian untuk penilaian status gizi, antropomteri disajikan dalam bentuk indeks yang dikaitkan dengan variabel lain. Variabel tersebut adalah sebagai berikut : Umur Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi, kesalahan penentuan akan menyebabkan interpretasi status gizi yang salah. Hasil penimbangan berat badan maupun tinggi badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai

dengan penentuan umur yang tepat. Kesalahan yang sering muncul adalah adanya kecenderunagn untuk memilih angka yang mudah seperti 1 tahun; 1,5 tahun; 2 tahun. Oleh sebab itu penentuan umur anak perlu dihitung dengan cermat. Ketentuannya adalah 1 tahun adalah 12 bulan, 1 bulan adalah 30 hari. Jadi perhitungan umur adalah dalam bulan penuh, artinya sisa umur dalam hari tidak diperhitungkan.6 Berat Badan Berat badan merupakan suatu pemeriksaan untuk menilai status nutrisi, dimana hasilnya dapat menaksir kebutuhan energi dan memonitor respons dari terapi yang telah diberikan. Kehilangan berat badan dapat terjadi secara cepat pada pasien dengan trauma atau stres metabolik. Penurunan berat badan kemungkinan menunjukkan adanya pengurangan massa otot yang disebabkan oleh masukan kalori yang tidak adekuat atau adanya hipermetabolisme. Adanya edema dan status hidrasi harus dipertimbangkan dalam mengevaluasi berat badan.6 Tinggi Badan Tinggi badan adalah jarak dari puncak kepala sampai telapak kaki. Jarak ini merupakan penjumlahan dari tinggi tulang tengkorak, panjang tulang belakang, dan panjang ekstremitas bawah. Pengukuran tinggi/panjang badan merupakan pemeriksaan penting, karena pertumbuhan linier merupakan marker untuk tumbuh kembang dan juga malnutrisi jangka panjang. Pengukuran panjang badan bayi dan anak-anak sampai usia 24 bulan dilakukan pada posisi terlentang dengan menggunakan length board. Untuk anak di atas usia 2 tahun, pengukuran dilakukan dengan menggunakan stadiometer pada posisi berdiri tegak dan mata memandang lurus ke depan, belakang kepala, punggung, pantat dan tumit menempel pada alat pengukur panjang pada dinding tegak lurus. Alternatif pengukuran lain seperti panjang tungkai bawah dan panjang lengan atas dapat dipakai untuk memperkirakan tinggi/panjang badan pasien yang pergerakannya terbatas, mengalami gangguan motorik atau dengan kontraktur berat.6 Tabel 1. Penilaian status gizi berdasarkan indeks BB/U,TB/U, BB/TB menggunakan standar baku antropometeri WHO-NCHS14

Nomor 1

Indeks yang Dipakai BB/U

Batas Pengelompokan

Sebutan Status Gizi

< -3 SD Gizi buruk - 3 s/d <-2 SD Gizi kurang - 2 s/d +2 SD Gizi baik > +2 SD Gizi lebih 2 TB/U < -3 SD Sangat pendek - 3 s/d <-2 SD Pendek - 2 s/d +2 SD Normal > +2 SD Tinggi 3 BB/TB < -3 SD Sangat kurus - 3 s/d <-2 SD Kurus - 2 s/d +2 SD Normal > +2 SD Gemuk Tabel 2. Interpretasi status gizi berdasarkan tiga indeks antropometri (BB/U,TB/U, BB/TB) menggunakan standar baku antropometeri WHO-NCHS14 Indeks yang Digunakan Nomor Interpretasi BB/U TB/U BB/TB 1 Rendah Rendah Normal Normal, dulu kurang gizi Rendah Tinggi Rendah Sekarang kurang ++ Rendah Normal Rendah Sekarang kurang + 2 Normal Normal Normal Normal Normal Tinggi Rendah Sekarang kurang Normal Rendah Tinggi Sekarang lebih, dulu kurang 3 Tinggi Tinggi Normal Tinggi, normal Tinggi Rendah Tinggi Obese Tinggi Normal Tinggi Sekarang lebih, belum obesitas Keterangan: untuk ketiga indeks (BB/U,TB/U, BB/TB) Rendah bila< -2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS Normal bila -2 s/d +2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS Tinggi bila > + 2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS 2.8.2 Z-score Pengukuran Skor Simpang Baku (Z-score) dapat diperoleh dengan mengurangi nilai individual subjek (NIS) dengan nilai median baku rujukan (NMBR) pada umur yang bersangkutan, hasilnya dibagi dengan nilai simpang baku rujukan (NSBR) atau dengan menggunakan rumus:14 Z-score = (NIS-NMBR) / NSBR

Berdasarkan rujukan WHO-NCHS, status gizi dikategorikan sesuai dengan tabel 1 diatas serta diinterpretasikan dengan menggunakan gabungan tiga indeks antropometri seperti pada tabel 2.2 2.8.3 Kurva pertumbuhan CDC Center for disease control and prevention (CDC) merekomendasikan penggunaan kurva pertumbuhan WHO untuk semua dari lahir hingga usia 2 tahun, sementara kurva pertumbuhan CDC digunakan untuk usia 2 hingga 20 tahun. Body mass index (BMI) dihitung pada usia 2 sampai 20 tahun9 Tabel 3. Interpretasi status gizi berdasarkan indeks antropometri (BB/U,TB/U, BB/TB) menggunakan standar baku antropometeri CDC9

Indikator antropometri BMI

Presentil 95

Keterangan Overweight

BB/TB

95 85- 95 5

Overweight

BMI BMI BB/TB

Resiko overweight Underweight

5

Underweight

5

Short Stature

TB/U 2.9 Faktor Risiko pada Anak Gizi Buruk 2.9.1 Campak Anak-anak gizi buruk sangat berisiko tinggi menghadapi komplikasi medis dan kematian karena serangan campak.Penyakit ini bisa memperburuk defisiensi vitamin A. Morbiditas dan mortalitas campak pada populasi gizi buruk mudah dicegah dengan memberi vaksinasi pada anak berusia 6 bulan sampai 14 tahun. Suplemen vitamin A juga diperlukan pada anak yang berusia di bawah 5 tahun karena meminimalkan komplikasi campak seperti kebutaan, pneumonia dan diare.15 2.9.2 Diare Menyediakan air bersih dan sanitasi yang baik, serta edukasi masyarakat tentang keamanan pangan di rumah tangga merupakan langkah penting untuk mengurangi terjadinya penyakit diare.Tindakan yang paling penting dalam tatalaksana penyakit diare pada anak balita adalah memastikan ibu terus menyusui anaknya, selama dan setelah diare. Suplemen zinc diberikan selama 10-14 hari untuk

anak-anak dengan diare akut (20mg sehari dan 10mg untuk bayi di bawah 6 bulan) dapat mengurangi tingkat keparahan diare dan mencegah kejadian lebih lanjut dalam 2-3 bulan ke depan.15 2.9.3. Tuberkulosis Meski bukan penyebab utama kematian pada fase darurat, tuberkulosis sering muncul sebagai masalah kritis begitu penyakit campak dan diare cukup memadai untuk dikendalikan. Tuberkulosis, yang seringkali terjadi bersamaan dengan HIV / AIDS, sering terjadi pada populasi orang dengan kekurangan gizi.15 Disfungsi sistem kekebalan tubuh dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi tuberkulosis. Temuan kasus TB dapat dikonfirmasi melalui pemeriksaan mikroskopik sputum. Pengobatan yang tepat untuk pasien TB yaitu sesuai dengan persyaratan pada sistemdirectly observed tuberculosis short course (DOTS).16 2.9.4 Xeroftalmia Penyakit ini sering ditemukan pada malnutrisi yang berat terutama pada tipe marasmus-kwashiokor. Pada kasus malnutrisi ini, vitamin A serum sangat rendah sehingga dapat menyebabkan kebutaan. Oleh sebab itu, setiap anak dengan malnutrisi sebaiknya diberikan vitamin A baik secara parenteral maupun oral, ditambah dengan diet makanan yang mengandung vitamin A.16 2.9.5Noma Noma merupakan penyakit yang kadang-kadang menyertai malnutrisi tipe marasmus-kwashiokor. Noma atau stomatitis gangraenosa merupakan pembusukan mukosa mulut yang bersifat progresif sehingga dapat menembus pipi. Noma terjadi pada malnutrisi berat karena adanya penurunan daya tahan tubuh. Penyakit ini mempunyai bau yang khas dan tercium dari jarak beberapa meter. Noma dapat sembuh tetapi menimbulkan bekas luka yang tidak dapat hilang seperti lenyapnya hidung atau tidak dapat menutupnya mata yang disebabkan oleh proses fibrosis.16 2.10 PENATALAKSANAAN GIZI BURUK Penatalaksanaan gizi buruk yaitu:1,2

1. Mencegah dan mengatasi hipoglikemi. Hipoglikemi jika kadar gula darah <54 mg/dl atau ditandai suhu tubuh sangat rendah, kesadaran menurun, lemah, kejang, keluar keringat dingin, pucat. Pengelolaan berikan segera cairan gula: 50 ml dekstrosa 10% atau gula 1 sendok teh dicampurkan ke air 3,5 sendok makan, penderita diberi makan tiap 2 jam, antibotik, jika penderita tidak sadar, lewat sonde. Dilakukan evaluasi setelah 30 menit, jika masih dijumpai tanda-tanda hipoglikemi maka ulang pemberian cairan gula tersebut. 2. Mencegah dan mengatasi hipotermi. Hipotermi jika suhu tubuh anak < o

35 C , aksila 3 menit atau rectal 1 menit. Pengelolaannya ruang penderita harus hangat, tidak ada lubang angin dan bersih, sering diberi makan, anak diberi pakaian, tutup kepala, sarung tangan dan kaos kaki, anak dihangatkan dalam dekapan ibunya (metode kanguru), cepat ganti popok basah, antibiotik. Dilakukan pengukuran suhu rectal tiap 2 jam sampai suhu o

> 36,5 C, pastikan anak memakai pakaian, tutup kepala, kaos kaki. 3. Mencegah dan mengatasi dehidrasi. Pengelolaannya diberikan cairan Resomal (Rehydration Solution for Malnutrition) 70-100 ml/kgBB dalam 12 jam atau mulai dengan 5 ml/kgBB setiap 30 menit secara oral dalam 2 jam pertama. Selanjutnya 5-10 ml/kgBB untuk 4-10 jam berikutnya, jumlahnya disesuaikan seberapa banyak anak mau, feses yang keluar dan muntah. Penggantian jumlah Resomal pada jam 4,6,8,10 dengan F75 jika rehidrasi masih dilanjutkan pada saat itu. Monitoring tanda vital, diuresis, frekuensi berak dan muntah, pemberian cairan dievaluasi jika RR dan nadi menjadi cepat, tekanan vena jugularis meningkat, jika anak dengan edem, oedemnya bertambah. 4. Koreksi gangguan elektrolit. Berikan ekstra Kalium 150-300mg/kgBB/hari, ekstra Mg 0,4- 0,6 mmol/kgBB/hari dan rehidrasi cairan rendah garam (Resomal)

5. Mencegah dan mengatasi infeksi. Antibiotik (bila tidak komplikasi : kotrimoksazol 5 hari, bila ada komplikasi amoksisilin 15 mg/kgBB tiap 8 jam 5 hari. Monitoring komplikasi infeksi ( hipoglikemia atau hipotermi) 6. Mulai pemberian makan. Segera setelah dirawat, untuk mencegah hipoglikemi, hipotermi dan mencukupi kebutuhan energi dan protein. Prinsip pemberian makanan fase stabilisasi yaitu porsi kecil, sering, secara oral atau sonde, energi 100 kkal/kgBB/hari, protein 1-1,5 g/kgBB/hari, cairan

130

ml/kgBB/hari

untuk

penderita

marasmus,

marasmik

kwashiorkor atau kwashiorkor dengan edem derajat 1,2, jika derajat 3 berikan cairan 100 ml/kgBB/hari

7. Koreksi kekurangan zat gizi mikro. Berikan setiap hari minimal 2 minggu suplemen multivitamin, asam folat (5mg hari 1, selanjutnya 1 mg), zinc 2 mg/kgBB/hari, cooper 0,3 mg/kgBB/hari, besi 1-3 Fe elemental/kgBB/hari sesudah 2 minggu perawatan, vitamin A hari 1 (<6 bulan 50.000 IU, 6-12 bulan 100.000 IU, >1 tahun 200.000 IU) 8. Memberikan makanan untuk tumbuh kejar. Satu minggu perawatan fase rehabilitasi, berikan F100 yang mengandung 100 kkal dan 2,9 g protein/100ml, modifikasi makanan keluarga dengan energi dan protein sebanding, porsi kecil, sering dan padat gizi, cukup minyak dan protein. 9. Memberikan stimulasi untuk tumbuh kembang. Mainan digunakan sebagai stimulasi, macamnya tergantung kondisi, umur dan perkembangan anak sebelumnya. Diharapkan dapat terjadi stimulasi psikologis, baik mental, motorik dan kognitif. 10. Mempersiapkan untuk tindak lanjut di rumah. Setelah BB/PB mencapai 1SD dikatakan sembuh, tunjukkan kepada orang tua frekuensi dan jumlah makanan, berikan terapi bermain anak, pastikan pemberian imunisasi boster dan vitamin A tiap 6 bulan10.

BAB III ILUSTRASI KASUS IDENTITAS PASIEN Nama

: MAP

Umur/tanggal lahir : 0 Tahun 9 Bulan / 07 Maret 2018 Jenis Kelamin

: Laki-laki

No. Rekam Medik : 511589 Alamat

: Balingka

Tanggal masuk

: 6 Desember 2018

Alloanamnesis ( diberikan oleh ibu pasien ) Seorang anak laki-laki umur 0 tahun 9 bulan dirawat di Bangsal Anak RSUD. Ahmad Muchtar sejak tanggal 06 Desember 2018 dengan : Keluhan Utama : Tampak kurus sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Riwayat Penyakit Sekarang : -

Tampak kurus sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Berat badan pasien

-

tidak naik sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Batuk sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Batuk berdahak, namun dahak tidak bisa dikeluarkan. Pasien sudah berobat ke puskesmas, namun

-

batuknya tidak ada perbaikan. Pasien makan nasi tim 2 x sehari. Pasien menghabiskan 1 porsi setiap makan.

-

Pasien sering rewel setelah makanannya habis. Pasien masih minum ASI setiap 3 jam Bengkak pada kaki dan tangan tidak ada Demam tidak ada Sesak nafas tidak ada Mual dan muntah tidak ada BAK dalam batas normal, warna biasa. BAB dalam batas normal, warna biasa, frekuensi sekali sehari.

Riwayat Penyakit Dahulu : -

Pasien tidak pernah mengalami penurunan berat badan sebelumnya.

-

Riwayat batuk lama sebelumnya tidak ada.

Riwayat Penyakit Keluarga : -

Riwayat batuk lama ada pada Tante pasien.

Riwayat Persalinan : ● Lama hamil : 39-40 minggu ● Cara lahir : Spontan ● Ditolong oleh : Bidan ● Berat lahir : 3900 gr ● Panjang lahir : 50 cm ● Saat lahir langsung menangis kuat Kesan : Riwayat persalinan normal Riwayat Makanan dan Minuman : ASI

: 0 bulan – sekarang

Susu Formula : Bubur susu

:-

Biskuit

:-

Buah

:-

Nasi Tim

: 6 bulan - sekarang

Nasi Biasa

:-

Kesan makanan dan minuman : Kualitas dan kuantitas tidak cukup Riwayat Imunisasi : BCG

: 0 Bulan

DPT

: 2 bulan

Hib

: 2 bulan

Polio

: 0 bulan

Hepatitis B

: 0 bulan, 2 bulan

Campak

:-

Kesan : Riwayat imunisasi dasar belum lengkap Riwayat Tumbuh Kembang : Ketawa

: 4 bulan

Miring

: 4 bulan

Tengkurap

:-

Duduk

:-

Merangkak

:-

Berdiri

:-

Lari

:-

Gigi pertama

:-

Bicara

:-

Membaca

:-

Kesan : Pertumbuhan dan perkembangan tidak sesuai usia Riwayat Lingkungan dan Perumahan : Tinggal di rumah semipermanen, pekarangan cukup luas, sumber air sumur yang dimasak, jamban dalam rumah, sampah dibuang di tempat pembuangan sampah.. Kesan : Higiene dan sanitasi lingkungan baik. Pemeriksaan fisik : Pemeriksaan Umum Keadaan umum

: Sakit sedang

Kesadaran

: CMC

Nadi

: 139 x/menit

Pernafasan

: 38 x/menit

Suhu

: 36,6º C

BB

: 5 kg

TB

: 63 cm

BB/U

: < -3 SD

TB/U

: < -3 SD

BB/TB

: < -3 SD

Status gizi

: Gizi buruk

Kepala

: Normocephal, bulat, simetris

Rambut

: Hitam, tidak mudah dicabut

Kelenjar getah bening : Tidak teraba pembesaran KGB di sepanjang M.sternocleidomastoideus, supraclavicula, infraclavicula, axilla, inguinal. Mata

: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Hidung

: Tidak ditemukan kelainan

Telinga

: Tidak ditemukan kelainan

Mulut

: Mukosa bibir dan mulut basah

Tenggorok

: Tonsil T1-T1 tidak hiperemis, faring tidak hiperemis

Leher

: JVP 5-2 cmH20

Thorax

:

Cor Inspeksi

: Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi

: Iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi

: Batas jantung atas RIC II, batas jantung kanan LSD, batas jantung kiri 1 jari medial LMCS RIC V

Auskultasi

: Irama teratur, bising tidak ada

Pulmo Inspeksi

: Normochest, Simetris kiri dan kanan

Palpasi

: Fremitus sama kiri dan kanan

Perkusi

: Sonor

Auskultasi

: Vesikuler, ronki kasar -/-, wheezing -/-

Abdomen Inspeksi

: Distensi ada

Palpasi

: Supel. Hepar dan lien tidak teraba

Perkusi

: Timpani

Auskultasi

: Bunyi usus (+) normal

Genitalia

: Tidak ada kelainan

Ekstremitas

: Akral hangat, CRT <2 detik

Diagnosis Kerja : -

Gizi Buruk Tipe Marasmus

Pemeriksaan Laboratorium : Darah : Hemoglobin

: 10,6 gr/dl

Leukosit

: 18.200/ mm3

Hematokrit

: 32,7 %

Trombosit

: 540.000/mm3

Hitung jenis leukosit

:

Basofil

:0

Eosinofil

:9

Netrofil Batang

:1

Netrofil Segmen

: 27

Limfosit

: 60

Monosit

:3

Kimia Klinik : Kalium

: 4,68 mEq/l

Natrium

: 135,8 mEq/l

Khlorida

: 108,2 mEq/l

Albumin

: 3,6 g/dl

Globulin

: 9,9 mg/dl

Total protein : 6,1 g/dl Gula darah

: 142 mg/dl

Kesan : Leukositosis, hipoalbumin Diagnosa : Gizi Buruk Tipe Marasmus Diagnosa Banding : Gizi Buruk Tipe Kwashiorkor Terapi : - ASI OD - F-75 8x60 cc - Asam folat

1x1 mg

- Cefixime

2x25 mg

- Zamel drop

1x1 cc

- Nasi tim saring

3x/hari

- Buah dan biskuit

2x/hari

Follow up : Hari Jumat, Tanggal 7 Desember 2018 (Rawatan Hari Ke 2) S/

Demam tidak ada Batuk ada

Muntah tidak ada BAB dan BAK biasa. O/ KU Kesadaran

: Compos mentis cooperatif

Frekuensi denyut nadi

: 140 x/menit

Frekuensi nafas

: 28x/menit

Suhu

: 36,3 0C

BB

:

Mata

: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Thoraks

: Cor dan pulmo dalam batas normal

Abdomen

: Distensi ada, bising usus (+) normal

Ekstremitas

: Akral hangat, CRT <2”

A/ P/ :

: Sakit Sedang

Gizi buruk tipe marasmus - ASI OD - F-75 8x60 cc - Asam folat

1x1 mg

- Cefixime

2x25 mg

- Zamel drop 1x1 cc - Nasi tim saring

3x/hari

- Buah dan biskuit

2x/hari

Hari sabtu, Tanggal 8 Desember 2018 (Rawatan Hari ke 3) S/

Demam tidak ada Batuk ada Muntah tidak ada BAB dan BAK biasa.

O/ KU

: Sakit Sedang

Kesadaran

: Compos mentis cooperatif

Frekuensi denyut nadi

: 120 x/menit

Frekuensi nafas

: 25 x/menit

Suhu

: 36,4 0C

BB

:

Mata

: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Thoraks

: Cor dan pulmo dalam batas normal

Abdomen

: Distensi ada, bising usus (+) normal

Ekstremitas

: Akral hangat, CRT <2”

A/

Gizi buruk tipe marasmus

P/

- ASI OD - F-75 8x60 cc - Asam folat

1x1 mg

- Cefixime

2x25 mg

- Zamel drop 1x1 cc - Nasi tim saring

3x/hari

- Buah dan biskuit

2x/hari

Hari Senin, Tanggal 10 Desember 2018 (Rawatan Hari ke 5) S/

Demam tidak ada Batuk ada Muntah tidak ada BAB dan BAK biasa.

O/ KU

: Sakit Sedang

Kesadaran

: Compos mentis cooperatif

Frekuensi denyut nadi

: 130 x/menit

Frekuensi nafas

: 30 x/menit

Suhu

: 36,3 0C

BB

: 5,5 kg

Mata

: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Thoraks

: Cor dan pulmo dalam batas normal

Abdomen

: Distensi ada, bising usus (+) normal

Ekstremitas

: Akral hangat, CRT <2”

A/

Gizi buruk tipe marasmus

P/

- ASI OD - F-75 8x60 cc - Asam folat

1x1 mg

- Cefixime

2x25 mg

- Zamel drop 1x1 cc - Nasi tim saring

3x/hari

- Buah dan biskuit

2x/hari

Hari Selasa, Tanggal 11 Desember 2018 (Rawatan Hari ke 6) S/

Demam tidak ada Batuk ada Muntah tidak ada BAB dan BAK biasa.

O/ KU

: Sakit Sedang

Kesadaran

: Compos mentis cooperatif

Frekuensi denyut nadi

: 135 x/menit

Frekuensi nafas

: 30 x/menit

Suhu

: 36,3 0C

BB

: 5,4 kg

Thoraks

: Cor dan pulmo dalam batas normal

Abdomen

: Distensi ada, bising usus (+) normal

Ekstremitas

: Akral hangat, CRT <2”

A/

Gizi buruk tipe marasmus

P/

- ASI OD - F-75 8x60 cc - Asam folat

1x1 mg

- Cefixime

2x25 mg

- Zamel drop 1x1 cc - Nasi tim saring

3x/hari

- Buah dan biskuit

2x/hari

Hari rabu, Tanggal 12 Desember 2018 (Rawatan Hari ke 7) S/

Demam tidak ada Batuk ada Muntah tidak ada BAB dan BAK biasa.

O/ KU

: Sakit Sedang

Kesadaran

: Compos mentis cooperatif

Frekuensi denyut nadi

: 137 x/menit

Frekuensi nafas

: 35 x/menit

Suhu

: 36,6 0C

TD

:-

BB

: 5,5 kg

Thoraks

: Cor dan pulmo dalam batas normal

Abdomen

: Distensi tidak ada, bising usus (+) normal

Ekstremitas

: Akral hangat, CRT <2”

A/

Gizi buruk tipe marasmus

P/

- ASI OD - F-75 8x60 cc - Asam folat

1x1 mg

- Cefixime

2x25 mg

- Zamel drop 1x1 cc - Nasi tim saring

3x/hari

- Buah dan biskuit

2x/hari

- Fisioterapi

BAB IV DISKUSI Nama

: MAP

Umur/tanggal lahir : 0 Tahun 9 Bulan / 07 Maret 2018 Jenis Kelamin

: Laki-laki

No. Rekam Medik : 511589 Alamat

: Balingka

Tanggal masuk

: 6 Desember 2018

Alloanamnesis ( diberikan oleh ibu pasien ) Seorang anak laki-laki umur 0 tahun 9 bulan dirawat di Bangsal Anak RSUD. Ahmad Muchtar sejak tanggal 06 Desember 2018 dengan : Keluhan Utama : Batuk sejak ± 1 bulan sebelum masuk rumah sakit Riwayat Penyakit Sekarang : -

Tampak kurus sejak ± 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Berat badan

-

pasien tidak naik-naik sejak ± 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Batuk sejak ± 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Batuk berdahak, namun dahak tidak bisa dikeluarkan. Pasien sudah berobat ke puskesmas, namun

-

batuknya tidak ada perbaikan. Pasien makan nasi tim 2 x sehari. Pasien menghabiskan 1 porsi setiap makan.

Pasien sering rewel setelah makanannya habis. - Berat badan tertinggi 5 kg pada saat pasien usia ... Pada kasus ini, anak mempunyai masalah dengan saluran pernafasan, dimana anak batuk sudah 1 bulan ini. Didapat pasien tampak kurus sejak ± 1 bulan yang lalu, dan anak tampak rewel, adanya tanda-tanda gizi buruk, yaitu anak tampak kurus tanpa disertai edema, mata cekung, adanya baggy pants. Dan pemeriksaan antropometri didapatkan - BB/U - TB/U - BB/TB

: : :

Pada pemeriksaan laboratorium yaitu

BAB V DAFTAR PUSTAKA

1.

Kementerian

Kesehatan

Republik

Indonesi.

Pedoman

Respon

Penanggulangan Gizi Buruk. Jakarta: Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat Departemen Kesehatan RI. 2008. 2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan Tatalaksana Anak Gizi Buruk Bagi Tenaga Kesehatan. Jakarta : Bina Gizi dan Kesehatan Masyarakat.2009 3. http://regional.liputan6.com/read/3235026/7230-anak-asmat-terindikasiwabah-campak-dan-gizi-buruk.Diakses pada 28 februari 2018. 4. Anorital,Sundari S,Soetiarto F,Sudirman H,Mulyadi,Sari DI.Kinerja dua tahun kementrian kesehatan republic Indonesia tahun 2009-2011:menuju masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan.Jakarta:Kementerian Kesehatan;2011. 5. Dorland. Kamus Kedokteran. Jakarta. EGC: 2000 6. Depkes, RI. Tanda dan Gejala Klinis Anak Gizi Buruk. Jakarta: Direktorat Bina Gizi Kementrian Kesehatan RI.2000 7. Hassan, R, Alatas,H, Latief, A, Napitupulu, P.M, Pudjiadi, A, Ghazali, M.V, et al. Dalam Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Infomedika Jakarta.2005 8. Nelson, A, Kliegman, B. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Jakarta: Alih bahasa A. Samik Wahab. Volume 1. Edisi 15. EGC. 2007 9. Shetty,P. Malnutrition and Undernutrition. Medicine. 2006; 34: Hal 524-29. 10. Braun TV, McComb J, et al. Urban Food Inseconts and Malnutrition in Developing Countries. USA: International Food Policy Research Institute. P. 12-16. 1993 11. Michaelsen, K. The Need For Nutrition Teams in Pediatric Unit: A Commentary by the ESPGHAN Committee on Nutrition. Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition, 8-11.2005 12. Wardlaw, GM. et al. Perspective in Nutrition. Sixth edition. Mc Graw Hill, 383-386. 2004

13. Almatsier, S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. 2009 14. Heird, WC. Food Insecurity, Hunger, and Undernutrition In Nelson Textbook of Pediatrics, 19th ed. P. 167-73. Philadelphia: Sauders Elsevier. 15. Gulden, MHN. Malnutrition. In Textbook of Pediatric Gastroenterology and Nutrition. 2004. USA: Taylor and Franchis. P.489-523. 16. World Health Organization. Gizi Buruk. Dalam Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. 2009. Hal 193-222. 17.

Related Documents


More Documents from "Jefri Johanes"