Critical appraisal 1. Judul Efficacy of a novel prewarming system in the prevention of perioperative hypothermia. A prospective, randomized, multicenter study. Efikasi dari sistem prewarming dalam mencegah hipotermi perioperatif. Sebuah studi prospektif, acak, multisenter 2. Pengarang T. Perl L. H. Peichl K. Reyntjens I. Deblaere J. M. Zaballos A. Bräuer 3. Tujuan/ masalah Perioperative hypothermia is a common complication during general anesthesia. Although rewarming of patients before surgery has been used as a preventive measure and some guidelines recommend it, the implementation of prewarming for every surgical patient is cumbersome. Therefore, we sought to determine the efficacy of two novel prewarming methods that could facilitate prewarming in daily practice. Perioperative hipotermi adalah komplikasi tersering selama general anestesi. Meskipun penghangatan kembali pasien sebelum operasi sering di gunakan sebagai ukuran pencegahan hipotermi dan beberapa aturan merekomendasikannya, implementasi prewarming untuk setiap pasien yang akan di operasi cukup rumit. Karena itu, peneliti mencari hal untuk menentukan khasiat dari perbandingan metode penghangatan yang dapat memfasilitasi prewarming dalam tindakan sehari hari. 4. Design penelitian This was a prospective, randomized, multi-center, controlled study 5. Jumlah Sample Ninety patients were included in this study 90 pasien masuk dalam penelitian ini. 6. Alokasi/ randomisasi Dalam penelitian ini, peneliti mengambil sample sebanyak 90 pasien untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Dari 90 sampel yang diambil peneliti membagi kedalam 3 kelas yaitu kelompok (A) control berjumlah 32 sampel, kelompok (B) dengan passive prewarming berjumlah 27 sampel dan kelompok (C) dengan active prewarming berjumlah 31 orang.
Dalam penelitian ini terdapat kriteria inklusi dan ekslusi dimana kriteria inklusi adalah : berumur antara 18-70 tahun, BMI dalam rentang 20 – 30kg/m3, dan lama operasi antara 30 – 120 menit. Kriteria eksklusi adalah : Core temperature lebih dari 38*C dan atau kurang dari 35*C. Sedang dalam keadaan hamil. Dan mengalami (atau riwayat) penyakit kelenjar tiroid. Dari kriteria diatas, total responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini adalah Grup A : 30 responden Grup B : 20 responden Grup C : 18 responden 7. Intervensi (prosedur dan dosis) Patients in the control group (Group A) were covered up preoperatively according to the local standard with a hospital duvet on the ward. Patients in the passive prewarming group (Group B) were covered up preoperatively in the holding area with a MistralAir™ Premium Warming Suit (The 37Company, Amersfoort, The Netherlands) and patients in the active warming group (Group C) were prewarmed in the holding area with the same prewarming suit and actively warmed with forced-air (Mistral Air™ warming unit, The 37Company). We intended 30-60 minutes treatment in the holding area prior induction of anesthesia Pasien dalam kontrol grup (grup A) ditutupi sebelum operasi sebagaimana standar lokal dengan selimut yang biasa digunakan di bangsal. Pasien dengan prewarming pasif di tutupi sebelum operasi menggunakan premium warming suit (merek Mistral-air) dan pada pasien dengan prewarming aktif klien di berikan penghangat terlebih dahulu dengan menggunakan prewarming suit dan dihangatkan menggunakan forced-air (blower). Treatment dilakukan selama 30-60 menit di ruang tunggu sebelum mendapatkan anestesi. 8. Hasil/ diskusi Core temperatures in group C were significantly higher during anesthesia (15 minutes after induction of anesthesia to 75 minutes after induction of anesthesia), at end of surgery and admission on PACU (0 to 30 minutes) compared with the other patients groups. There was no significant difference between the control group (group A) and the group covered up by the reflective material (group B). Therefore, only active prewarming demonstrated an advantage in prevention of perioperative hypothermia. Core temperature dalam grup C secara signifikan lebih tinggi selama proses anestesi (dalam waktu 15 menit setelah diberikan anestesi sampai 75 menit setelah anestesi). Sampai pada akhir operasi dan masuk dalam ruang perawatan post anestesi (0 sampai
dengan 30 menit) dibanding dengan pasien pada grup lainnya. Sehingga aktif prewarming membuktikan keuntungan dalam pencegahan dari hipotermia selama masa operasi. The incidence of hypothermia at the end of surgery was significantly lower in the active prewarming group C (0/18) compared to the control group A (8/30). There was no significant difference in incidence of hypothermia at end of surgery between the active prewarming group C (0/18) and the passive prewarming group B (4/20). Kejadian hipotermia pada akhir operasi secara signifikan lebih rendah pada kelompok dengan active prewarming (0/18) dibandingkan dengan grup kontrol (8/30) dan grup dengan pasif prewarming (4/20). 9. Kesimpulan Active prewarming with a forced-air warmer and a reflective prewarming suit achieves significantly higher core temperatures during anesthesia and at the end of surgery and in the present study avoided hypothermia at the end of surgery compared to commercial or conventional insulation techniques. Passive prewarming was not effective. Aktif prewarming dengan penghangat forced-air dan sebuah refleksi pakaian prewarming mencapai core temperatur yang tertinggi selama anestesi dan setelah operasi
dalam
penceahan
hipotermia
dibandingkan
dengan
komersial
konvensional. Pasif prewarming kurang efektif dalam pencegahan hipotermia. 10. Level of evidence IB
atau