Cha Pneumonia Pkm 1 Wangon Revisi (jehan Dan Safina).docx

  • Uploaded by: Angga Rema
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Cha Pneumonia Pkm 1 Wangon Revisi (jehan Dan Safina).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 8,281
  • Pages: 54
LAPORAN COMMUNITY HEALTH ANALYSIS PUSKESMAS I WANGON FAKTOR RISIKO KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS 1 WANGON KECAMATAN WANGON KABUPATEN BANYUMAS

Preceptor Fakultas: dr. Dwi Arini Ernawati, MPH Preceptor Lapangan: dr. Tulus Budi Purwanto

Disusun oleh: J. Arinda. P Safina Firdaus

G4A016123 G4A017031

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI JURUSAN KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2018

1

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN COMMUNITY HEALTH ANALYSIS PUSKESMAS I WANGON FAKTOR RISIKO KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS 1 WANGON KECAMATAN WANGON KABUPATEN BANYUMAS

J. Arinda. P Safina Firdaus

Disusun oleh: G4A016123 G4A017031

Disusun untuk memenuhi syarat dari Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat Jurusan Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman

Telah dipresentasikan dan disetujui Tanggal, Juli 2018

Pembimbing Fakultas

Pembimbing Lapangan

dr. Dwi Arini Ernawati, MPH NIP. 197712152005012015

dr. Tulus Budi Purwanto NIP. 198203272009031006

2

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yag bergabung dengan PBB yang berkomitmen untuk mencapai SGDs (Sustainable Development Goals) yang terdiri dari 169 target guna meningkatan kesehatan dan kesejahteraan bagi semua orang disegala usia. Pada tahun 2015 terdapat pencapaian dari MDGs (Millenium Development Goals) yang belum tuntas yaitu angka kematian bayi dan balita (Bappenas, 2016). ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak, dan merupakan penyebab utama kunjungan pasien ke sarana kesehatan setempat. Pada puskesmas terdapat 40%-60% kunjungan pasien, sedangkan di Rumah Sakit sebesar 15%-30% karena ISPA. ISPA memiliki hubungan erat dengan pneumonia, dimana ISPA yang berat dapat berlanjut menjadi pneumonia, hal ini sering terjadi pada balita terutama yang mengalami gizi kurang atau buruk, dan dikombinasi dengan lingkungan yang tidak higienis (Kemenkes RI, 2012; Mardjanis, 2010). Pneumonia merupakan penyebab utama kematian balita di dunia, lebih banyak dibanding dengan gabungan penyakit AIDS, malaria dan campak. Penyakit ini lebih banyak menyerang pada anak khususnya di bawah usia 5 tahun dan diperkirakan 1,1 juta kematian setiap tahun disebabkan Pneumonia. Diperkirakan 2 Balita meninggal setiap menit disebabkan oleh pneumonia. Pada tahun 2013 sekitar 940.000 anak meninggal akibat Pneumonia (15% dari semua kematian balita (WHO, 2013; UNICEF 2015). Di Indonesia, Pneumonia masih merupakan masalah besar mengingat angka kematian akibat penyakit ini masih tinggi. Berdasarkan SDKI (Survei Demografi Kesehatan Indonesia) 2012, Angka kematian bayi 32/1.000 kelahiran hidup, angka kematian balita 40/ 1.000 kelahiran hidup, lebih dari ¾ kematian balita pada tahun pertama kehidupan, terbanyak saat neonatus. Hasil survey Sistem Registrasi Sampel (SRS) oleh Balitban gkes tahun 2014 proporsi kematian Pneumonia pada balita yaitu 9,4% (Kemenkes RI, 2015).

3

Salah satu upaya penurunan angka kesakitan dan kematian pneumonia pada balita ditentukan oleh keberhasilan penemuan sedini mungkin dan tatalaksana penumonia balita di sarana pelayanan kesehatan setempat. Kemenkes RI juga telah menyebarluaskan pedoman tatalaksana pneumonia pada balita sehingga daat mencegah timbulnya komplikasi dan kematian (Kemenkes RI, 2015). Puskesmas 1 Wangon merupakan salah satu puskesmas di Kabupaten Banyumas. Wilayah Puskesmas 1 Wangon secara administratif mencakup 7 desa dengan total penduduk 8.602.586 jiwa (data puskesmas tahun 2017). Selama tahun 2017 terdapat 169 kasus (27%) pneumonia pada balita di wilayah Puskesmas 1 Wangon, sedangkan di tahun 2016 terdapat 2.2% kasus dari total balita. Tahun 2015 yaitu 6.2% kasus dari total balita. Intervensi komprehensif dalam rangka menekan angka kejadian pneumonia dapat dilakukan dengan melakukan community health analysis (CHA). Community health analysis merupakan proses mental yang melibatkan penemuan masalah, analisis dan pemecahan masalah. Tujuan utama dari pemecahan masalah adalah untuk mengatasi kendala dan mecari solusi yang terbaik dalam menyelesaikan masalah. Proses ini yang terdiri dari langkah langkah berkesinambungan yang terdiri dari analisa situasi, perumusan masalah secara spesifik, penentuan prioritas masalah, penentuan tujuan, memilih alternatif terbaik, menguraikan alternatif terbaik menjadi rencana operasional dan melaksanakan rencana kegiatan serta mengevaluasi hasil kegiatan (Reed, 2000). Berdasarkan data sekunder Puskesmas 1 Wangon dilihat dari standar pelayanan minimal (SPM) tahun 2017 untuk indikator penemuan penderita pneumonia balita sebanyak 100% belum mencapai target SPM, yaitu 64.20%. Berdasarkan fakta bahwa kejadian pneumonia yang banyak dan beberapa pemaparan diatas, peneliti tertarik untuk menganalisis faktor risiko yang berpengaruh terhadap angka kejadian pneumonia di wilayah kerja Puskesmas I Wangon.

4

B. Tujuan 1. Tujuan umum Melakukan analisis kesehatan komunitas tentang faktor risiko kejadian pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas I Wangon, Banyumas. 2. Tujuan khusus a. Menentukan

faktor

risiko

yang paling berpengaruh

terhadap

peningkatan kejadian pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas I Wangon, Banyumas. b. Mencari alternatif pemecahan masalah pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas I Wangon, Banyumas. c. Memberikan informasi mengenai faktor risiko pneumonia balita sebagai upaya promotif dan preventif terhadap komplikasi di wilayah kerja Puskesmas I Wangon, Banyumas.

C. Manfaat 1.

Manfaat Teoritis Menambah ilmu dan pengetahuan di bidang kesehatan dalam mencegah kejadian pneumonia pada balita, terutama faktor risiko yang dapat menimbulkan terjadinya pneumonia pada balita.

2.

Manfaat Praktis a.

Manfaat bagi masyarakat Meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai pneumonia pada balita, faktor risiko dan cara untuk mencegah terjadinya kejadian pneumonia pada balita.

b.

Manfaat bagi puskesmas Membantu program enam dasar pelayanan kesehatan puskesmas berkaitan dengan promosi kesehatan terutama masalah pneumonia pada balita sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan menentukan kebijakan yang harus diambil untuk menyelesaikan masalah.

c.

Bagi mahasiswa

5

Menjadi dasar untuk penelitian lebih lanjut mengenai masalah kesehatan di wilayah kerja Puskesmas I Wangon, Banyumas.

6

II. ANALISIS SITUASI

A. Deskripsi Situasi dan Kondisi Puskesmas Puskesmas adalah bagian terintegral dari keseluruhan sistem pelayanan kesehatan yang dikembangkan melalui rencana pembagunan kesehatan. Puskesmas 1 Wangon beralamat di Jalan Raya Barat No 059 Wangon, Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah. 1. Sarana Kesehatan Sarana kesehatan yang terdapat di Puskesmas I Wangon, diantaranya Puskesmas (1), Puskesmas Keliling (1), PKD (13), Posyandu (80), Rumah Bersalin (3), Balai Pengobatan (2), Klinik Pratama (2), Apotek (3) dan Praktik Dokter (8).

2.

Tenaga Kesehatan Tenaga kesehatan yang dimiliki oleh Puskesmas I Wangon adalah sebagai berikut: a.

Tenaga Dokter Puskesmas I Wangon memiliki 4 orang dokter umum (1 PNS, 3 Pegawai Non PNS BLUD). Rasio tenaga medis puskesmas terhadap penduduk sebesar 5,62 per 100.000 penduduk.

b.

Tenaga Dokter Gigi Puskesmas I Wangon memiliki 1 orang dokter gigi (Pegawai Non PNS BLUD).

c.

Tenaga Perawat Pada tahun 2017 jumlah perawat di Puskesmas I Wangon sebanyak 13 orang Perawat Umum (8 PNS dan 5 Non PNS BLUD), dan 2 orang perawat gigi (1 PNS dan 1 Non PNS BLUD).

d.

Tenaga Bidan Jumlah tenaga bidan di Puskesmas I Wangon sebanyak 20 orang, terdiri dari 18 orang PNS, 1 orang PTT dan 1 orang Pegawai Non PNS BLUD.

7

e.

Tenaga Kesehatan Masyarakat Puskesmas I Wangon memiliki 1 orang tenaga Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM) pegawai Non PNS BLUD.

f.

Tenaga Kesehatan Lingkungan Tahun 2017 jumlah tenaga sanitarian di Puskesmas I Wangon sebanyak 2 orang PNS (1 S.ST-KL dan 1 D1 kesling).

g.

Tenaga Ahli Laboratorium Medik Tenaga teknisi medis di Puskesmas I Wangon sebanyak 1 orang analis laboratorium PNS.

h.

Tenaga Gizi Jumlah tenaga gizi di Puskesmas I Wangon sebanyak 2 orang nutrisionis, terdiri dari 1 orang PNS dan 1 Non PNS. Hal ini sesuai dengan standar Puskesmas Rawat Inap dengan pelayanan gizi klinik dan gizi masyarakat.

i.

Tenaga Kefarmasian Tenaga farmasi di Puskesmas I Wangon terdiri dari 1 orang apoteker (Non PNS) dan 1 assisten apoteker (PNS).

3. Sumber Daya Kesehatan Lainnya Berdasarkan data tahun 2017 di wilayah kerja Puskesmas I Wangon terdapat 80 Posyandu. Adapun menurut strata posyandu adalah sebagai berikut: a. Posyandu Madya

: 19 atau sekitar 23,75 % dari seluruh

Posyandu. b. Posyandu Purnama : 60 atau sekitar 75%

dari seluruh

Posyandu. c. Posyandu Mandiri

: 1 atau 1,25% dari seluruh Posyandu.

Jumlah posyandu aktif di wilayah Puskesmas I Wangon adalah 76,25%, yang menunjukan sudah terpenuhinya target persentase Posyandu Aktif (Purnama dan Mandiri) pada tahun 2017 sebesar 40% dari jumlah Posyandu yang ada.

8

B. Deskripsi, Situasi, Kondisi, dan Wilayah Kerja Puskesmas 1. Keadaan Geografi Puskesmas I Wangon merupakan salah satu bagian dari wilayah kabupaten Banyumas, dengan luas wilayah kerja kurang lebih 40 km2. Wilayah kerja Puskesmas I Wangon terdiri atas 7 desa, antara lain Wangon, Kelapa Gading, Randegan, Banteran, Pengadegan, Rawaheng dan Kelapa Gading Kulon, dengan desa yang memiliki wilayah paling luas adalah Randegan dengan luas 10,4 km2, dan yang tersempit adalah Banteran dengan luas 2,5 km2.

Gambar 2.1 Peta Desa Wilayah Kerja Puskesmas 1 Wangon

Batas Wilayah Puskesmas I Wangon: 

Utara

: Wilayah Puskesmas II Wangon



Selatan

: Wilayah Kabupaten Cilacap



Timur

: Wilayah Puskesmas Jatilawang



Barat

: Wilayah Puskesmas Lumbir.

2. Keadaan Demografi a. Pertumbuhan Penduduk Jumlah Penduduk Wilayah Kerja Puskesmas I Wangon Tahun 2015-2017 dari data statistik Kecamatan Wangon, Pada Tahun 2017

9

jumlah penduduk tertinggi terdapat di Desa Klapagading Kulon yaitu 14.643 jiwa, mengalami peningkatan dari Tahun 2015 yang berjumlah 11.755 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk terendah ada pada Desa Rawaheng yaitu sebanyak 6.412 jiwa. b. Kepadatan Penduduk Kepadatan penduduk di wilayah kerja Puskesmas I Wangon Tahun 2017 hampir mengalami kenaikan pada tahun sebelumnya. Desa Klapagading Kulon memiliki kepadatan penduduk tertinggi yakni 4.171 jiwa per km2 mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yakni sebesa 3.349 jiwa per km2, sedangkan kepadatan penduduk terendah terdapat pada Desa Rawaheng sebesar 615 jiwa per km2 mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yakni 595 jiwa per km2. c. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Pada Tahun 2017 Desa Klapagading Kulon merupakan desa dengan jumlah penduduk terbanyak di wilayah Puskesmas I Wangon dengan jumlah laki-laki 7.417 jiwa dan perempuan sebanyak 7.226 jiwa. Sedangkan Desa Rawaheng jumlah penduduk yang paling sedikit dengan jumlah laki-laki 3.281 jiwa dan perempuan 3.131 jiwa. d. Jumlah Penduduk Berdasarkan Golongan Umur Di Puskesmas I Wangon pada Tahun 2017 Kelompok usia 3539 tahun merupakan kategori dengan jumlah penduduk terbanyak sebesar 3.245 jiwa laki-laki dan 2.975. C. Capaian Program dan Derajat Kesehatan Masyarakat Derajat kesehatan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas I Wangon dapat dilihat dari angka kematian (mortalitas), angka kesakitan (morbiditas), dan status gizi masyarakatnya, yaitu sebagai berikut: 1. Mortalitas Kejadian kematian dapat memberikan gambaran perkembangan derajat kesehatan masyarakat, sehingga dapat digunakan sebagai indikator dalam

penilaian

keberhasilan

pelayanan

kesehatan

dan

program

pembangunan kesehatan lain. Angka kematian pada umumnya dapat 10

dihitung dangan melakukan berbagai survei dan penelitian. Perkembangan tingkat kematian dan penyakit-penyakit yang terjadi di Puskesmas I Wangon akan diuraikan dibawah ini: a. Angka Kematian Bayi (AKB) Angka kematian Bayi di Wilayah Puskesmas I Wangon Tahun 2017 mengalami penurunan dari tahun sebelumnya, yaitu 14 kasus, sedangkan pada tahun 2016 tercacat terdapat 20 kasus. b. Angka Kematian Ibu (AKI) Angka Kematian Ibu di wilayah kerja Puskesmas I Wangon Tahun 2017 tidak ada atau 0% mengalami penurunan dari Tahun 2016 sebesar 96,52% atau 1 kasus. c. Angka kematian Balita (AKABA) Angka Kematian Balita (AKBA) Tahun 2017 sebesar 14 kasus mengalami penurunan jika dibandingkan Tahun 2016 yaitu 26. 2. Morbiditas a. Penyakit Malaria Selama tahun 2017 di Puskesmas I Wangon tidak dijumpai kasus malaria, hal ini sama dengan tahun lalu dimana juga tidak ada kasus malaria. b. Angka Kesembuhan TB paru Angka Kesembuhan (Cure Rate) Penderita TB Paru BTA (+) di Tahun 2017 mecapai 100% mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya sebesar 46,5% pada Tahun 2016. c.

HIV dan AIDS Kasus HIV dan AIDS mengalami peningkatan pada tahun 2017 sebanyak 2 kasus (HIV) dan 2 kasus (AIDS) setelah pada tahun sebelumnya Tahun 2016 1 kasus dan Tahun 2015 tidak ada kasus.

d. Acute Flacid Paralysis(AFP) Selama tahun 2017 tidak didapatkan kasus AFP di wilayah Puskesmas I Wangon.

11

d. Demam Berdarah Dengue (DBD) Jumlah Kasus DB sebanyak 15 kasus pada tahun 2015 meningkat menjadi 21 kasus pada Tahun 2016. Sedangkan pada tahun 2017 jumlah kasus DB di wilayah kerja Puskemas I Wangon tidak ada. e. Diare Angka Kasus diare yang ditangani di wilayah kerja Puskesmas 1 Wangon mengalami peningkatan di tahun 2017 yaitu 65,2%, (873 kasus) sedangkan di Tahun 2016 yaitu sebesar 55% dan Tahun 2015 sebesar 16,2%. f. Pneumonia Balita Cakupan Penemuan Pneunomia dan Ditangani Selama tahun 2017 di Puskesmas I Wangon ditemukan sebanyak 27% (169 kasus) meningkat dari tahun 2016 yang mencakup 2,2% dan tahun 2015 yang mencakup 6.2%.

3. Status Gizi a. Angka Balita Bawah Garis Merah (BGM) Angka Kasus Balita Bawah Garis Merah di Wilayah Kerja Puskesmas 1 Wangon Tahun 2017 sebesar 0,6% (20 kasus) meningkat dari tahun sebelumnya di Tahun 2016 dan Tahun 2015 yaitu 0,2%. b. Angka Balita Gizi Buruk Angka Kasus Balita Gizi Buruk yang ditemukan di Wilayah Kerja Puskesmas 1 Wangon Tahun 2017 sebesar 20 balita meningkat dari tahun sebelumnya di Tahun 2016 yaitu 4 balita dan Tahun 2015 yaitu 1 balita. c. Cakupan Asi Eksklusif Cakupan Asi Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas 1 Wangon sebesar 33,1% (131 bayi) mengalami penurunan di Tahun 2017 setelah di tahun sebelumnya cakupnnya sebesar 46,8%, dan di Tahun 2015 sebesar 67,6%.

12

d. Angka kasus Berat Badan Bayi Lahir Rendah (BBLR) Angka Kasus BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas 1 Wangon dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, di Tahun 2017 angka kasusnya sebesar 8,3% (83 kasus) meningkat dari Tahun 2016 sebesar 6,6% dan Tahun 2015 sebesar 7%.

4. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak Seorang ibu memiliki peran yang sangat besar dalam pertumbuhan bayi dan perkembangan anak. Gangguan kesehatan yang dialami seorang ibu apalagi yang sedang hamil bisa berpengaruh terhadap kesehatan janin dalam kandungan hingga kelahiran dan masa pertumbuhan bayi dan anaknya. a. Cakupan Pelayanan Ibu Hamil Cakupan K1 di Tahun 2017 sebanyak 106,1% meningkat dari Tahun 2016 99,2% (1165 ibu hamil) dan Tahun 2015 sebesar 103,2%. Sedangkan Cakupan K2 di Tahun 2017 sebesar 96,6% meningkat dari Tahun 2016 sebesar 92,5% dan Tahun 2015 sebesar 92,7%. b. Persalinan yang di tolong oleh Tenaga Kesehatan (Nakes) Persalinan yang ditolong oleh nakes di wilayah kerja Puskesmas 1 Wangon pada tahun 2017 sebesar 97,6% (1024 kasus) meningkat dari tahun 2016 sebesar 94,2% dan tahun 2015 sebesar 95,7%. c. Komplikasi Neonatal yang ditangani Persentase Persalinan komplikasi neonatal dan ditangani oleh nakes pada Tahun 2017 sudah mencapai 100% sama dengan tahun sebelumnya. d. Ibu Hamil Mendapatkan Tablet Fe Pada tahun 2017 cakupan Ibu hamil yang mendapatkan Fe1 sebesar 106,1% (2226 ibu hamil) meningkat dari tahun 2016 (98,9%) dan tahun 2015 (103,08%), sedangkan cakupan Fe3 juga mengalami peningkatan, pada tahun 2017 sebesar 96,6% sedangkan tahun 2016 (94,4%) dan tahun 2015 (93,3%).

13

e. Pelayanan Keluarga Berencana Cakupan layanan KB di Tahun 2017, di wilayah kerja Puskesmas 1 Wangon PUS lebih banyak memilih menggunakan KB suntik yaitu 41%. Persentase peserta KB aktif di wilayah Kerja Puskesmas 1 Wangon di Tahun 2017 sebesar 76,4% (9897) turun dari tahun 2016 yang mencapai 79,4%. f. Pelayanan Imunisasi Kegiatan imunisasi rutin meliputi pemberian imunisasi untuk bayi berumur 0-1 tahun (BCG, DPT, Polio, Campak, HB), imunisasi untuk WUS/ibu hamil (TT) dan imunisasi untuk anak SD (kelas 1: DT dan kelas 2-3: TT). Cakupan imunisasi dasar lengkap di wilayah kerja Puskesmas 1 Wangon pada tahun 2017 sebesar 93.08% meningkat dibandingkan Tahun 2016 yang persentasenya sebesar 90,7%. Cakupan Imunisasi Dasar Lengkap Tahun 2017 sebesar 93,08% (93,08617234 balita) belum sesuai dengan yang target cakupannya mencapai 100%. Desa/ kelurahan Universal Child Immunization (UCI) sebanyak 7 desa sudah mencapai 100%.

5. Akses dan Mutu Pelayanan Kesehatan a. Cakupan Rawat Jalan dan Rawat Inap Cakupan kunjungan rawat jalan di Puskesmas 1 Wangon tahun 2017 sebanyak 44.788 atau sekitar 62,96% dari jumlah penduduk. Sedangkan cakupan rawat inap pada tahun 2017 adalah sebanyak 1.492 atau sekitar 2,09%. b. Kemampuan Laboratorium Kesehatan Puskesmas 1 Wangon adalah Puskesmas Rawat Inap yang telah dilengkapi sarana laboratorium kesehatan sederhana. Hanya karena keterbatasan sumber daya sehingga pelayanan laboratorium hanya bisa diakses pada saat jam kerja.

14

6. Kesehatan Lingkungan dan Sanitasi Dasar Program lingkungan sehat bertujuan untuk mewujudkan mutu lingkungan hidup yang lebih sehat melalui pengembangan sistem kesehatan kewilayahan untuk menggerakkan pembangunan lintas sektor berwawasan kesehatan. Adapun kegiatan pokok untuk mencapai tujuan tersebut meliputi: (1). Penyediaan Sarana Air Bersih dan Sanitasi Dasar (2). Pemeliharaan dan Pengawasan kualitas lingkungan, (3). Pengendalian dampak risiko lingkungan (4). Pengembangan Wilayah Sehat. a. Penyediaan Air Bersih dan Sanitasi 1) Akses Sarana Air Bersih / Air Minum Salah satu parameter air bersih adalah parameter fisik yaitu jernih, tidak berbau, tidak berasa dan tidak berwarna, suhunya sejuk tidak boleh panas, dan tidak menimbulkan endapan. Cakupan kelayakan air minum di wilayah kerja Puskesmas 1 Wangon mengalami peningkatan setiap tahunnya. Cakupan pada tahun 2017 sebesar 64 %, sedangkan tahun 2016 sebesar 63% dan tahun 2015 sebesar 62%. 2) Sarana Sanitasi Dasar Persentase warga yang sudah menggunakan jamban sehat pada Tahun 2017 sebesar 96,8% mengalami peningkatan dari Tahun 2016 yang mencapai 74,9 % dan 2015 (69,5%). b. Pengawasan dan Pemeliharaan Kualitas Lingkungan 1) Rumah Tangga Berperilaku Hidup Bersih dan Sehat (Ber-PHBS) Persentase keluarga ber-PHBS di wilayah kerja Puskesmas 1 Wangon mengalami penurunan setiap tahunnya. Pada tahun 2017,

persentase

keluarga

ber-PHBS

yaitu

93,1%

turun

dibandingkan tahun 2016 (94,5%) dan tahun 2015 (97,9%). 2) Rumah Sehat Persentase Rumah Sehat di Tahun 2017 sebesar 81,9% mengalami kenaikkan dari Tahun 2016 (68,5%) dan tahun 2015 (56,9%).

15

7. Perbaikan Gizi Masyarakat a. Pemantauan Pertumbuhan Balita Persentase Balita yang datang dan ditimbang di wilayah kerja Puskesmas 1 Wangon mengalami peningkatan, pada Tahun 2017 persentasenya sebesar 84% meningkat dari tahun 2016 yang mencapai 81,1% dan 2015 sebesar 81,94% b. Pelayanan Gizi 1) Pemberian Kapsul Vitamin A pada bayi dan balita Balita yang diberikan Vitamin A pada tahun 2017 mencapai 108,96% sama dengan tahun sebelumnya yang telah mencapai 100%. Standar Pelayanan Minimal untuk balita mendapat kapsul Vit. A sebanyak 2x sebesar 100%, dengan demikian cakupan balita yang mendapatkan kapsul Vit. A telah memenuhi target SPM. 2)

Ibu nifas mendapat Kapsul Vit. A Cakupan ibu nifas mendapat kapsul Vit. A adalah cakupan ibu nifas yang mendapat kapsul Vit.A dosis tinggi (200.000 SI) pada periode 40 hari setelah melahirkan. Didapatkan bahwa cakupan ibu nifas yang mendapat Vit.A pada tahun 2017 (97,61%) meningkat dibandingkan tahun 2016 (94,06%) dan tahun 2015 (95,6%).

16

III. IDENTIFIKASI PRIORITAS MASALAH

A. Daftar Permasalahan Kesehatan Kegiatan Kepaniteraan Ilmu Kesehatan (IKM) di wilayah kerja Puskesmas I Wangon mengidentifikasi permasalahan yang ada, salah satunya dengan melihat profil puskesmas tahun 2017 di Puskesmas I Wangon. Permasalahan teridentifikasi jika terdapat selisih antara target dan realisasi dari Standar Pelayanan Minimal (SPM). Tabel 3.1. Daftar 8 Permasalahan di Puskesmas 1 Wangon dilihat dari profil Puskesmas 2017 B. Penentuan Prioritas Masalah No Penyakit 1

Gizi Buruk

2

Pneumonia Balita

3

Diare

4

Hamil usia > 35 tahun

5

Hamil usia < 20 tahun

6

Limbah Rumah Tangga

7

ASI Eksklusif rendah

8

PHBS rendah

9

Cakupan imunisasi kurang

10

BBLR

Penentuan prioritas masalah di wilayah kerja Puskesmas I Wangon menggunakan metode Hanlon. Penentuan prioritas dengan metode Hanlon dilakukan dengan menggunakan 4 kriteria, yaitu kriteria A (besarnya masalah), kriteria

B

(tingkat

keseriusan

masalah),

kriteria

C

(kemudahan

penanggulangan masalah), dan kriteria D yang menggunakan istilah PEARL

17

faktor untuk menggambarkan dapat tidaknya program dilaksanakan (Symon, 2013). Berikut adalah penjelasan dari kriteria dalam menentukan prioritas masalah dengan mengguakan metode Hanlon : 1. Kriteria A (Besarnya Masalah) Besarnya masalah dapat diartikan sebagai angka kejadian penyakit, yaitu ukuran besarnya populasi yang mengalami masalah tersebut. Angka kejadian yang besar diberikan skor yang besar pula (Symon, 2013). 2. Kriteria B (Tingkat Keseriusan Masalah) Keseriusan masalah dilihat dari 3 aspek, yaitu urgensi (urgency), keparahan (severity), dan ekonomi (cost). Untuk menilai keseriusan masalah, masing-masing aspek diberikan skor, aspek yang paling penting diberikan skor yang paling besar kemudian dihitung rata-rata skor dari 3 aspek. a. Urgensi

: Dinilai dari keperluan penyelesaian masalah secara segera

dan perhatian publik b. Keparahan : Dinilai dari kemungkinan mortalitas dan fatalitas suatu penyakit c. Ekonomi :

Dinilai

dari

besarnya

dampak

ekonomi

kepada

masyarakat. 3. Kriteria C ( Kemudahan Penanggulangan Masalah) Kriteria ini dinilai dari ketersediaan solusi

yang efektif

menyelesaikan masalah. Semakin tersedia solusi efektif diberikan skor yang semakin tinggi. 4. Kriteria D (PEARL) Dinilai berdasarkan jawaban ya dan tidak, jika ya diberikan skor 1 dan jika tidak diberikan skor 0. PEARL terdiri atas: a. P : Propiety

: Kesesuaian program dengan masalah

b. E : Economic

: Apakah secara ekonomi bermanfaat

c. A : Acceptability : Apakah bisa diterima masyarakat d. R : Resources

: Adakah sumber daya untuk menyelesaikan

masalah

18

e. L : Legality

: Tidak bertentangan dengan aturan hukum yang

ada. Adapun perincian masing–masing kriteria pada prioritas masalah di wilayah kerja Puskesmas I Wangon adalah sebagai berikut: 1. Kriteria A (Besarnya Masalah) Untuk menentukan besarnya masalah kesehatan diukur dari selisih antara target capaian program dengan realisasi program : a. 25% atau lebih

: 10

b. 10% - 24,9%

:8

c. 1% - 9,9 %

:6

d. 0,1% - 0,9%

:4

e. 0,01% - 0,09%

:2

f. < 0,01%

:0

Tabel 3.2. Hasil Kriteria A Hanlon Puskesmas I Wangon Masalah

Besarnya Masalah

Gizi Buruk

8

Pneumonia balita

8

Diare

9

Hamil usia > 35 tahun

7

Hamill usia < 20 tahun

7

Limbah rumah tangga

6

ASI Eksklusif rendah

9

PHBS rendah

8

Cakupan imunisasi kurang

6

BBLR

8

19

2. Kriteria B (Kegawatan Masalah) Tabel 3.3. Panduan Scoring Kriteria B Metode Hanlon Urgency Very Urgent Urgent Some urgency Little urgency No urgency

Severity Very severe Severe Moderate

Cost Very costly Costly Moderate cost

Score 10 8 6

Minimal

Minimal cost

4

None

No cost

2

Tabel 3.4. Hasil Kriteria B Hanlon Puskesmas I Wangon Masalah Gizi Buruk Pneumonia Diare Hamil usia > 35 tahun Hamil usia < 20 tahun Limbah rumah tangga ASI Eksklusif kurang PHBS rendah Cakupan Imunisasi rendah BBLR

Kegawatan 10 10 6 8 8 2 8 4 6 8

Urgensi 10 10 6 7 7 4 7 4 4 9

Biaya 10 10 6 6 6 2 6 4 8 7

Nilai 10 10 6 7 7 2.7 7 4 6 8

3. Kriteria C (Ketersediaa Solusi) Kriteria pemberian skor Kriteria C adalah sebagai berikut : a. Sangat efektif

: 10

b. Relatif efektif

:8

c. Efektif

:6

d. Efektif moderat

:4

e. Relatif inefektif

:2

f. Inefektif

:0

20

Tabel 3.5.Hasil Kriteria C Hanlon Puskesmas I Wangon Masalah

Penanggulangan Masalah

Gizi Buruk

7

Pneumonia

6

Diare

6

Hamil usia > 35 tahun

5

Hamil usia < 20 tahun

5

Limbah Rumah Tangga

4

ASI Eksklusif kurang

6

PHBS rendah

6

Cakupan imunisasi kurang

4

BBLR

6

4. Kriteria D (PEARL Faktor) Propriety

: Kesesuaian (1/0)

Economic

: Ekonomi murah (1/0)

Acceptability

: Dapat diterima (1/0)

Resourcesavailability

: Tersedianya sumber daya (1/0)

Legality

: Legalitas terjamin (1/0)

Tabel 3.6. Kriteria D Metode Hanlon Puskesmas I Wangon Masalah Gizi buruk Pneumonia Diare Hamil usia > 35 tahun Hamil usia < 20 tahun Limbah rumah tangga ASI Eksklusif kurang PHBS rendah Cakupan imunisasi

P 1 1 1 1 1 1 1 1 1

E 1 1 1 1 1 1 1 1 1

A 1 1 1 1 1 1 1 1 1

R 1 1 1 1 1 1 1 1 1

L 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Hasil 1 Perkalian 1 1 1 1 1 1 1 1

kurang BBLR

1

1

1

1

1

1

21

Untuk mengetahui hasil akhir prioritas masalah setelah komponen A, B, C, dan D diketahui, dilakukan perhitungan sebagai berikut : a. Nilai prioritas dasar (NPD) = (A+B) x C b. Nilai prioritas total (NPT) = (A+B) x C x D Tabel 3.7. Hasil Penentuan Metode Hanlon D Masalah

A

B

NPD

C

NPT

Urutan prioritas

P E A R L Gizi buruk

8

10

7

1 1 1 1 1 126

126

1

Pneumonia balita

8

10

6

1 1 1 1 1 108

108

2

Diare

9

6

6

1 1 1 1 1

90

90

4

Hamil usia > 35 tahun

7

7

5

1 1 1 1 1

70

70

6

Hamil usia < 20 tahun

7

7

5

1 1 1 1 1

70

70

6

Limbah Rumah tangga

6

2.7

4

1 1 1 1 1 34.8

34.8

8

ASI Eksklusif kurang

9

7

6

1 1 1 1 1

96

96

3

PHBS rendah

8

4

6

1 1 1 1 1

72

72

5

Cakupan imunisasi kurang

6

6

4

1 1 1 1 1

48

48

7

BBLR

8

8

6

1 1 1 1 1 57.6

96

3

22

IV. KERANGKA KONSEP MASALAH

A. Pneumonia Pada Balita 1. Definisi Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan yang mengenai bagian parenkim paru. Pertukaran oksigen dan karbon dioksida terjadi pada kapiler pembuluh darah didalam alveoli, pada pneumonia ada pus (nanah) yang mngisi alveoli sehingga ngehampat proses pertukaran oksigen. Pneumonia dapat terjadi pada anak-anak dan sering kali terjadi bersamaan dengan infeksi pada bronkus sehingga disebut pneumonia. Anak yang menderita pneumonia kemampuan paru untuk mengembang berkurang sehingga terjadi peningkatan frekuensi pernafasan, dan jika pneumonia semakin parah maka paru dapat menjadi kaku dan timbul tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam serta dapat menyebabkan kematian karena hipoksia atua sepsis (Depkes RI, 2015).

2. Etiologi Patogen penyebab pneumonia pada anak bervariasi terdiri dari beberapa faktor, yaitu (Said, 2008): 1) Usia pasien merupakan peranan penting pada perbedaan dan kekhasan pneumonia anak,terutama dalam sprectrum etiologi, gambaran klinis dan strategi pengobatan. 2) Status imunologis 3) Status lingkungan 4) Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara) 5) Status imunisasi 6) Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi)

23

Tabel 4.1 Klasifikasi Etiologi Pneumonia Usia

Etiologi

Lahir-20 hari

Bakteri : E.colli,Streptococcus grup B, Listeriamonocytogenes Virus : Respiratory Sincytial Virus (RSV).

3 minggu - 3 bulan

Bakteri : Clamydiatrachomatis, Streptococcus pneumoniae Virus : Adenovirus, Respiratory Sincytial Virus (RSV). Influenza, Parainfluenza 1, 2, 3

4 bulan-5 tahun

Bakteri : Clamydia pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae, Streptococcus pneumoniae Virus : Adenovirus, Rinovirus, Influenza, Parainfluenza

>5 tahun

Bakteri : Clamydia pneumoniae, pneumonia. Bordetella tuberculosis

Mycoplasma pertusis, M.

3. Epidemiologi Penyakit ini lebih banyak menyerang pada anak khususnya di bawah usia 5 tahun dan diperkirakan 1,1 juta kematian setiap tahun disebabkan Pneumonia. Diperkirakan 2 Balita meninggal setiap menit disebabkan oleh pneumonia. Pada tahun 2013 sekitar 940.000 anak meninggal akibat Pneumonia (15% dari semua kematian balita (WHO, 2013; UNICEF 2015). Di Indonesia, Pneumonia masih merupakan masalah besar mengingat angka kematian akibat penyakit ini masih tinggi. Berdasarkan SDKI (Survei Demografi Kesehatan Indonesia) 2012, Angka kematian bayi 32/1.000 kelahiran hidup, angka kematian balita 40/ 1.000 kelahiran hidup, lebih dari ¾ kematian balita pada tahun pertama kehidupan, terbanyak saat neonatus. Hasil survey Sistem Registrasi Sampel (SRS)

24

oleh Balitban gkes tahun 2014 proporsi kematian Pneumonia pada balita yaitu 9,4% (Kemenkes RI, 2015). Berdasarkan Riskesdas 2013, prevalensi Pneumonia semua umur sebesar 4.50% sedangkan Period Prevalence Pneumonia balita adalah 1.85%, menurun dibanding angka tahun 2007 (2.13%). Berdasarkan kelompok umur, Period Prevalence Pneumonia yang tinggi pada kelompok umur 1-4 tahun, kemudian mulai meningkat pada umur 45-54 tahun dan terus meninggi pada kelompok umur berikutnya. Balita Pneumonia yang berobat hanya 1,6 per mil. Lima besar yang mempunyai insiden pneumonia balita tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (3.85%), Aceh (3.56%), Kepulauan Bangka Belitung dan Sulawesi Barat (3.48%), Kalimantan Tengah (3.27%).

4. Klasifikasi Pneumonia pada balita diklasifikasikan berdasarkan MTBS-M (Manajemen Terpadu Balita Sakit Berbasis Masyarakat) tahun 2015 menjadi : a.

Pneumonia Berat Batuk dan atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu dari gejala berikut, kepala terangguk-angguk, nafas cuping hidung, tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam, foto thoraks menunjukkan gambaran pneumonia (infiltrat luas, konsolidasi, dll). Serta dapat pula ditemukan tanda seperti napas cepat (Anak umur < 2 bulan : ≥ 60 kali/menit, Anak umur 2 – 11 bulan : ≥ 50 kali/menit, Anak umur 1 – 5 tahun : ≥ 40 kali/menit, Anak umur ≥ 5 tahun : ≥ 30 kali/menit), Suara merintih (grunting) pada bayi muda, suara auskultasi patologis (Crackles (ronki), Suara pernapasan menurun, Suara pernapasan bronkial). Dalam keadaan yang sangat berat dapat dijumpai,

tidak

dapat

menyusu

atau

minum/makan,

atau

memuntahkan semuanya, kejang, letargis atau tidak sadar, sianosis, distres pernapasan berat.

25

b. Pneumonia (Pneumonia Ringan) Di samping batuk atau kesulitan bernapas, hanya terdapat napas cepat saja. Napas cepat pada anak umur 2 bulan – 11 bulan ≥ 50 kali/menit, pada anak umur 1 tahun – 5 tahun ≥ 40 kali/menit. Untuk tatalaksananya anak di rawat jalan, beri antibiotik Kotrimoksasol (4 mg TMP/kg BB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari atau Amoksisilin (25 mg/kg BB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari. Untuk pasien HIV diberikan selama 5 hari. c. Batuk Bukan Pneumonia Ditemukan batuk, kesulitan bernafas namun tidak ditemukan tarikan dinding dada kedalam serta tidak ada nafas cepat. Terapi yang dapat diberikan seperti obat pelega batuk yang aman, rujuk jika batuk >14 hari, kunjungan ulang dalam 5 hari jika tidak ada perbaikan, obati wheezing jika ada.

26

5. Patomekanisme Bakteri Masuk ke saluran pernafasan Paru Edem pada bronkus

Mempermuda terjadinya poliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitar Kuman terakumulasi hingga alveoli Infeksi

Edem

Konsolidasi

Penurunan kapasitas paru

Sekresi mucus Akumulasi mucus di alveoli

Makrofag akan mengeluarkan pirogen dan endogen

Hipotalamus Ketidak seimbangan ventilasi dan perfusi jaringan paru

Gangguan pertukaran gas

Bersihan jalan napas tidak efektif

Gangguan pengaturan suhu tubuh

Mempengaruhi saraf fagus

Mual muntah

Hipoksemia Gangguan nutrisi pada tubuh Lemas

27

6. Faktor Risiko Beberapa

faktor

meningkatkan

risiko

kejadian

dan

derajat

pneumonia, antara lain usia, defek anatomi bawaan, defisit imunologi, polusi, GER (gastroesophagealreflux), aspirasi, gizi buruk, berat badan lahir rendah, tidak mendapatkan air susu ibu (ASI), imunisasi tidak lengkap, adanya saudara serumah menderita batuk, dan kamar tidur yang terlalu padat penghuninya (Pudjiadi et al., 2009). Beberapa faktor risiko lainnya yang dapat meningkatkan risiko terjadinya pneumonia pada balita, yaitu (WHO, 2016) a. Faktor Anak 1) Usia Anak yang berusia 0-24 bulan lebih rentan terkena pneumonia dibandingkan anak berusia >2 tahun karena imunitasnya bekym sempurna dan lubang pernafasan masih relatif sempit. Hasil surveilans pada tahun 1998/1999 juga menunjukkan bahwa proporsi pneumonia pada bayi 14.1 % lebih tinggi daripada pada balita. 2) Jenis Kelamin Laki-laki memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan perempuan. 3) Riwayat BBLR Bayi dengan berat badan <2500 gr memiliki kekbalan utbuh yang kurang baik, sehingga lebih berisiko terkena pneumonia 4) Pemberian ASI ASI mengandung nutrisi dan zat penting yang berguna meningkatkan kekebalan tubuh bayi. Pada saat bayi, tubuh belum dapat memproduksi kekealannya sendiri, sehingga perlu diberikan ASI untuk terlindung dari penyakit. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa bayi yang tidak diberikan asi cenderung lebih mudah terkena pnuemonia. 5) Status Gizi Kekurangan

gizi

dapat

menghambabt

pertumbuhan

dan

perkembangan anak jika tidak segera diatasi. Usia 0-24 bulan

28

merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Studi WHO menunjukkan bahwa insidensi ISPB cenderung lebih tinggi pada anak dengan malnutrisi. Penelitian Efni, et al (2016) menjelaskan bahwa terdapat hubungan bermakna antara status gizi dengan kejadian pneumonia (p<0,05; 95%ci=1,034-80,089). Balita dengan status gizi kurang berisiko 9,1 kali menderita pneumonia dibandingkan dengan balita dengan status gizi baik 6) Status Imunisasi Pneumonia juga dapat dicegah dengan pmberiain vaksin campak dan pertusis. Pertusis erat dapat menyebabkan infeksi saluran nafas bawah yang berat seperti penumonia, sehingga pemberian imunisasi DPT dapat mencegah pneumonia. 7) Defisiensi Vitamin A Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa balita yang tidak mendapat vitamin A dosis tinggi secara lengkap 4.1 kali lebih berisiko terkena pneumonia

b. Faktor Orang Tua 1) Pendidikan Ibu dan pengetahuan Ibu Pengetahuan ibu berhubbungan dengan perilaku ibu memberikan makanan yang memadai dan bergizi pada anaknya serta perilaku ibu dala mmencari pengobatan. 2) Sosial Ekonomi Status ekonomi yang berhubungan dengan insidens pneumonia diukur dari besarnya rumah, banyaknya kamar, dan banyaknya orang yang menghuni tiap kamar. Masyarakat kurang mampu juga identik dengan ketidak mampuannya untuk memenuhi kebutuhan gizi yang cukup, sheingga meningkatkan risiko terkena pnumonia. Selain itu sosial ekonomi yang kurang juga mempengaruhi upaya pencarian pengobatan.

29

c. Faktor Lingkungan Adapun

faktor

lingkungan

ikut

berpengaruh

terhadap

meningkatnya kejadian pneumonia, antara lain (WHO, 2016): 1) Polusi udara dalam ruangan yang diakibatkan pemanas atau alat masak dengan bahan bakar kayu 2) Tinggal di lingkungan padat penduduk 3) Paparan asap rokok 4) Terpapar asap obat nyamuk bakar Hasil penelitian Padmonobo et al., (2012) menyimpulkan bahwa balita yang terkena pneumonia menunjukkan tendensi lebih banyak tempat tinggal dirumah dengan kondisi fisik lebih buruk (jenis dinding, jenis lantai, luas ventilasi, pencahayaan alami, suhu kamar, kelembaban kamar, kepadatan hunian kamar, dan keberadaan sekat dapur) dibanding kelompok balita kontrol. Penelitian tersebut juga didapatkan bahwa faktor lingkungan fisik rumah yang mendominasi dengan kejadian pneumonia antara lain suhu kamar balita, jenis dinding rumah, ventilasi kamar tidur, dan kelembaban kamar. Faktor risiko terhadap kejadian kopneumonia dalam penelitian Paramitasari (2014) disebutkan bahwa luas ventilasi, kepadatan hunian, asap rokok, dan asap dapur (P<0,05) berhubungan dengan kejadian pneumonia pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pati 1 Kecamatan Pati Kabupaten Pati. Merokok mempengaruhi transport mukosilier, pertahanan humoral dan seluler, dan fungsi sel epitel dan meningkatkan perlekatan Streptococcuspneumoniae dan Haemophylus influenzae kepada epitel orofaring. Lebih dari itu merokok merupakan predisposisi terjadinya infeksi yang disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae, Haemophylus influenzae, dan Legionella pneumophilla

7. Diagnosis Diagnosis

pneumonia

dilakukan

berdasarkan

anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemriksaan penunjang. Pada pasien ini sering

30

mengalami batuk dengan sputum kuning kehijauan, demam serta menggigil, sulit bernapas, lemas dan

nafsu makan menurun. Pasien

merasa mual, mengalami diare, dan atau nyeri dada. Terdapat penurunan suara dasar paru atau adanya suara abnormal seperti ronki. Hasil uji darah dapat menunjukkan leukositosis karena infeksi akut. Foto polos toraks dan CT scan toraks akan memberikan gambaran pneumonia yaitu tampak infiltrat atau perselubungan. Kultur sputum dapat menunjukkan patogen penyebab pneumonia, seperti streptococcus pneumonia (ATS, 2016). Diagnosis pneumonia ditegakkan jika ditemukan pada foto toraks terdapat infiltrat baru atau infiltrat progresif ditambah 3 dari 5 gejala sebagai berikut (Priyanti, 2000): 1) Batuk bertambah berat, dan sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada. 2) Perubahan karateristik dahak/purulent. 3) Suhu tubuh ≥37,5°C (oral) atau riwayat demam. 4) Pemeriksaan fisik: ada ronki atau konsolidasi atau napas bronkial. 5) Leukosititosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan) Dalam pemeriksaan fisik penderita bronkhopneumoni ditemukan hal-hal sebagai berikut (Sectish, et all. 2014): 1) Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal,dan pernafasan cuping hidung. Tanda

objektif

yang

merefleksikan

adanya

distres

pernafasan adalah retraksi dinding dada; penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung; orthopnea; dan pergerakan pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura yang bertambah negatif selama inspirasi melawan resistensi tinggi jalan nafas

menyebabkan

retraksi

bagian-bagian

yang

mudah

terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan fossae supraklavikula dan suprasternal. Retraksi lebih mudah terlihat pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat interkostal

31

lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan anak yang lebih tua. Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan fossae supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat dipercaya akan adanya sumbatan jalan nafas. Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya distress pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara abnormal (contohnya pada kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung memperbesar pasase hidung anterior dan menurunkan resistensi jalan nafasa tas dan keseluruhan. Selain itu dapat juga menstabilkan jalan napas atasdengan mencegah tekanan negatif faring selama inspirasi. 2) Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris. Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkangetaran fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasiakan berkurang. 3) Pada perkusi tidak terdapat kelainan 4) Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring. Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernadatinggi ataupun rendah (tergantung tinggi rendahnya frekuensi yangmendominasi), keras atau lemah (tergantung dari amplitudo osilasi) jarangatau banyak (tergantung jumlah crackles individual) halus atau kasar (tergantung dari mekanisme terjadinya)

8. Penatalaksanaan a. Antibiotik Berikan antibiotik oral pilihan pertama amoksisilin dengan dosis 80 - 100 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Ini dipilih karena sangat efektif, cara pemberiannya mudah dan murah. Antibiotik

32

pilihan kedua eritromisin dengan dosis 40 – 60 mg/KgBB/hari dibagi 3 - 4 dosis. Anak-anak berusia 2 - < 60 bulan dengan pneumonia berat harus ditangani dengan ampisilin parenteral (atau penisilin) dan gentamisin sebagai pengobatan lini pertama. Ampisilin : 50 mg/kg BB IM diberikan hanya 1 kali suntikan dan Gentamisin : 7,5 mg/kg BB IM diberikan hanya 1 kali suntikan. Pada bayi berumur <2 bulan pemberian antibiotik oral merupakan tindakan pra- rujukan dan diberikan jika bayi masih bisa minum. Jika bayi tidak bisa minum maka diberikan dengan injeksi intramuskular. Untuk terapi rawat inap, Anak-anak berusia 2 s.d. 59 bulan dengan pneumonia berat harus ditangani dengan Ampisilin: 50 mg/kg BB/hr setiap 6 jam selama setidaknya lima hari, Gentamisin: 7,5 mg/kg IM/IV sekali sehari selama setidaknya lima hari. Berikan antibiotik intramuskular selama 3 hari. Untuk kelompok umur 2 bulan s.d 59 bulan beri Ampisilin ( 50mg/kgBB intramuskular/

intravena

setiap

6

jam)

dan

Gentamisin

(7.5mg/kgBB intramuskular/ intravena setiap 24 jam). Untuk kelompok umur <2 bulan Ampisilin intramuskular/intravena (100mg/kgBB / 2 4 jam diberikan tiap 12 jam dan Gentamisin (5mg/kgBB intramuskular/ intarvena dibagi dalam 2 dosis). Bila anak memberikan respon yang baik maka lanjutkan pemberian in jeksi selama 5 hari. Jika diantara waktu tersebut telah memungkinka nuntuk dirujuk, maka ahrus dirujuk segera. Jika sudah membaik terapi bisa dilanjutkan dirumah dengan amoksisilin oral (50mg/k g B B dibagi dalam 2 dosis) dan Gentamisin IM s ekali/hari selama 5 hari lagi untuk melengkapi keseluruhan pengobatan 10 hari.

b. Parasetamol

33

Diberikan jika suhu >38 atau usia <2 bulan. Berikut dosis yang disarankan oleh kemenkees RI, 2015 :

Gambar 4.2 Dosis Parasetamol untuk balita

c. Bronkodilator Dierikan jika ditemukan wheezing. Jika wheezing terjadi pada bayi <2 bulan maka harus dirujuk.

Bronkodilator yang dapat diberikan yaitu salbutamol, untuk cara pemebriaanya dapat dengan nebulasi, MDI (Metereddoseinhaler) dengan spacer atau jika tidak tersedia dapat diberikan suntikan epinefrin (adrenalin) secara subkutan. Saat keadaan sudah membaik dapat diberikan salbutamol oral dengan dosis tertera pada gambar berikut :

34

d. Oksigen Bayi <2 bulan dengan gangguan nafas berat dan bayi > 2 bulan dengan indikasi ditemukannya Sianosis sen tral, Penurunan kesadaran, tidak responsif, atau responsif hanya pada rangsang nyeri, Kepala terangguk-angguk atau mengerang, Telapak atau konjungtiva sangat pucat (anemia berat) dengan tarikan dinding dada bawah ke dalam atau frekuensi napas cepat, Koma akut atau kejang lebih dari 15 menit, Tidak bisa makan atau minum, Tarikan dinding dada ke dalam, Jika tersedia pulse oksimetri, saturasi oksigen < 90. Berikut adalah dosis laju oksigen tanpa humidifikasi,

35

36

e. Pengobatan Pra Rujuk Bayi muda (<2 bulan) dengan penyakit sangat berat harus ditangani dengan obat suntikan Ampisilin: 5 0 mg/kgBB IM diberikan hanya 1 kali suntikan dan Gentamisin: 7,5 mg/kgBB IM diberikan hanya 1 kali suntikan. Gula darah juga harus dijaga agar tidak turun dan dapat diberikan

37

B. Kerangka Teori

C. Kerangka Konseptual Faktor Anak - Jenis Kelamin - Status Gizi - Pemberian ASI - Riwayat BBLR - Imunisasi - Pemberian Vitamin A

Faktor Orang Tua - Pengetahuan Ibu - Sosial Ekonomi

Faktor Lingkungan

Pneumonia

- Paparan Asap - Rumah Sehat

38

D. Hipotesis Terdapat hubungan antara faktor risiko yang teridentifikasi dengan kejadian Pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas 1 Wangon Kecamatan Wangon.

39

IV.

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan studi observasional analitik dengan pendekatan cross sectional dengan control design. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas I Kecamatan Wangon.

B. Ruang Lingkup Kerja Ruang lingkup kerja pada penelitian ini di wilayah cakupan kerja Puskesmas I Wangon.

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Target Populasi target penelitian ini adalah seluruh balita di wilayah kerja Puskesmas 1 Wangon. 2. Populasi Terjangkau Populasi terjangkau penelitian ini balita di wilayah kerja Puskesmas 1 Wangon yang hadir pada kegiatan posyandu bulan Juli 2018. 3. Teknik Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan non probality sampling dengan teknik consecutive sampling. 4. Besar Sampel Balita yang terdiagnosis pneumonia di wilayah kerja Puskesmas Wangon 1. populasi adalah sebagai berikut:

Keterangan: n : besar sampel

40



: kesalahan tipe I ditetapkan sebesar 1%, hipotesis 2 arah,

sehingga Zα= 2,575 Zβ

: kesalahan tipe II ditetapkan sebesar 20%, sehingga Zβ=

0,84 P1

: proporsi faktor risiko terhadap kasus

P2 :proporsi faktor risiko terhadap kontrol berdasarkan pustaka 0,625 (Mulyana, et al., 2006). OR

: odds ratio = 9 dari penelitian sebelumnya (Mulyana, et

al., 2006). P1

:

Q1

: 1 P1 = 1-0,94 = 0,06

Q2

: 1 P2 = 1-0,625 = 0,375

P:

= 0,94

=0,7825

Q :1 P = 0,2175 n1=n2=

(2,575√2x0,7825x0,2175+0,84√0,94x0,06+0,625x0,375)2

=

(0,94−0,625)2

19,72 = 20 sampel

5. Kriteria Inklusi Kriteria inklusi yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Ibu

balita

yang bersedia

menjadi

subjek

penelitian

dengan

menandatangani lembar persetujuan menjadi subjek penelitian setelah membaca informed consent. 6. Kriteria Eksklusi Kriteria eksklusi yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Tidak kooperatif dalam melakukan tahapan pengambilan data.

41

D. Variabel Penelitian 1. Variabel Terikat

: Pneumonia

2. Variabel Bebas

:

a. Faktor Anak b. Faktor Orang Tua c. Faktor Lingkungan

E. Definisi Operasional Tabel 5.1. Definisi Operasional

VARIABEL Variabel Terikat Pneumonia

DEFINISI OPERASIONAL

Balita yang terdiagnosis peumonia oleh dokter puskesmas

ALAT UKUR

SKALA

Rekam Medik

Nominal

Buku KMS

Nominal

Kategori : Ya Tidak

Varibel Bebas 1. Faktor Anak a. Status gizi anak (Mokogintaet al., 2014) b. BBLR

Status gizi balita dilihat dari buku KMS Kategori : Status Gizi Baik Status Gizi Buruk Bayi lahir cukup bulan dengan berat badan lahir dibawah 2500 dan di atas 1500 gram.

Kuesioner

Nominal

Kategori : Ya Tidak

c. Suplementasi vitamin A (Direktorat Bina Gizi Masyarakat, 2009)

Riwayat pemberian vitamin A pada tahun 2016 pada balita responden.

Kuesioner

Nominal

Kategori : Suplementasi vitamin A baik : a. Anak usia 0 – 11 bulan : satu kali (Februari atau Agustus) b. Anak usia 12 – 59 bulan : dua kali (Februari dan Agustus) Suplementasi vitamin A tidak baik : a. Anak usia 0 – 11 bulan : tidak pernah b. Anak usia 12 – 59 bulan : < 2 kali

42

Imunisasi yang telah dilakukan oleh balita di tempat pelayana kesehatan

d. Imunisasi

Kuesioner

Nominal

Kuesioner

Nominal

Kuesioner

Nominal

Kuesioner

Nominal

banyak

Kuesioner

Nominal

Kondisi tempat tinggal responden meliputi komponen ventilasi rumah, kondisi lantai (kotor, berdebu, bersih), jenis lantai (tanah, bukan tanah), suhu dan kelembaban kamar balita, kepadatan hunian, bahan bakar masak dinilai secara observasional. Skor yang didapatkan adalah nilai total pada masingmasing kategori yang dikalikan dengan bobot pada masing-masing kategori dan dijumlahkan dengan kategori lainnya.

Kuesioner Rumah Sehat

Kategori : Imunisasi Lengkap Imunisasi Tidak Lengkap

e. Pemberian ASI

Pemberian Air Susu Ibu (ASI) selama 6 bulan terhitung sejak lahir tanpa pemberian susu formula dan pendamping makanan tambahan. Kategori : ASI eksklusif Tidak ASI eksklusif

f. Jenis Kelamin

Jenis kelamin balita Kategori Laki-Laki Perempuan

2. Faktor Orang Tua a. Pengetahuan Ibu tentang pneumonia

Pengetahuan ibu berkaitan dengan perilaku ibu dalam penularan dan pencegahan pneumonia Kategori : Pengetahuan Ibu baik : skor 6-11 Pengetahuan Ibu buruk : skor 0-5

b. Sosial Ekonomi

Keadaan rumah seperti kamar dan pekerjaan Kategori Baik Kurang

3. Faktor Lingkungan a. Kondisi rumah

Nominal

Kategori : Baik : memenuhi kriteria rumah sehat terpenuhi

43

Tidak Baik:Tidak memenuhi kriteria rumah sehat Balita terpapar asap rokok dan atau terpapar asap dari obat nyamuk bakar

b. Paparan Asap

Kuesioner

Nominal

Kategori : Ya : Terpapar asap Tidak : Tidak terpapar asap

F. Instrumen Pengambilan Data Instrumen penelitian yang digunakan untuk pengambilan data dengan menggunakan kuesioner.

G. Rencana Analisis Data Analisis data dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Analisis data yang digunakan : 1. Analisis Univariat Analisis univariat digunakan untuk memperoleh gambaran dari setiap variabel yang diukur dalam penelitian, meliputi variabel bebas dan variabel terikat. Data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi untuk semua variabel yang diteliti. 2. Analisis Bivariat Analisis bivariat digunakan untuk mencari hubungan antara dua variabel yang diduga berhubungan dengan menggunakan uji Chi-Square sehingga menghubungkan variabel terikat dengan variabel bebas yang berskala kategorik (nominal/ordinal). 3. Analisis Multivariat Analisis multivariat digunakan untuk mencari hubungan antar masing-masing faktor dengan variabel terikat. Uji yang digunakan ialah regresi linier.

H. Tata Urutan Kerja 1.

Tahap persiapan a.

Studi pendahuluan di Puskesmas I Wangon.

44

2.

b.

Analisis situasi.

c.

Identifikasi dan analisis penyebab masalah.

Tahap pelaksanaan a.

Mencatat dan menentukan nama responden.

b.

Pengambilan data primer.

c.

Tahap pengolahan dan analisis data.

d.

Menyusun alternatif pemecahan masalah sesuai hasil pengolahan data.

e.

Melakukan pemecahan masalah.

f.

Menyusun laporan CHA.

I. Waktu dan Tempat Kegiatan dilaksanakan pada: Tanggal

:

Juli 2018

Tempat

: Posyandu di wilayah kerja Puskesmas 1 Wangon

45

DAFTAR PUSTAKA American Thoracic Society (ATS). 2016. What Is Pneumonia?.Am J Respir Crit Care Med, 193:1-2. Bappenas. 2016. Sustainable Development Goals (SGDs). Kementrian : PPN Efni Y., Machmud R., dan Pertiwi D. 2016. Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Pneumonia pada Balita di Kelurahan Air Tawar Barat Pdang. Jurnal Kesehatan Andalas. 5(2): 365-370. Kemenkes RI. 2012. Pedoman Pengendalian ISPA. Jakarta. Kemenkes RI Kemenkes RI. 2015. Pedoman Tatlaksana Penumonia Balita. Jakarta : Kemenkes RI Mardjanis. 2010. Pengendalian Pneumonia anak Balita Dalam Rangka Pencapaian MDG4. Buletin jendela epidemiologi volume 3. Jakarta : kemenkes RI Padmonobo H., Setiani O., dan Joko T. 2012. Hbungan Faktor-Faktor Lingkungan Fisik RUmah dengan Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Jatibarang Kabupaten Brebes. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia. 11(2):194-198. Priyanti, Z.S. 2000. Konsensus Pneumonia. Jakarta: Bagian Pulmonologi FKUI/RSUP Persahabatan Pudjiadi A.H., Hegar B., Handryastuti S., et al. 2009. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia. Puskesmas 1 Wangon. 2017. Profil Puskesmas I wangon tahun 2017. Wangon Reed, S.K. 2000. Problem solving In A. E. Kazdin (Ed.), Encyclopedia of psychology. Washington DC: American Psychological Association and Oxford University Press.Pp. 71-75. Sectish Theodore C, Prober Charles G. 2014. Nelson of Pediatrics :“Pneumonia”. Edisi ke-17. Saunders World Health Organization (WHO).. 2016. Pneumonia. Available from: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs331/en/. Diakses pada 28 juli 2018.

46

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN Komplek Fakultas Kedokteran Unsoed - RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Jl. Dr. Gumbreg No.1, Purwokerto, Jawa Tengah LEMBAR INFORMASI PENELITIAN

Kami adalah Dokter Muda Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, akan melakukan penelitian dengan judul “FAKTOR RISIKO KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS 1 WANGON

KECAMATAN WANGON KABUPATEN

BANYUMAS”. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor risiko yang meningkatkan kejadian pneumonia pada balita pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas I Wangon Kabupaten Banyumas. Tugas responden adalah mengisi kuesioner atau angket yang disediakan oleh peneliti. Keikutsertaan responden dalam penelitian ini adalah secara sukarela. Identitas dan jawaban responden dijamin kerahasiaannya. Semua jawaban responden hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian. Tidak ada risiko yang akan terjadi pada responden dalam penelitian ini. Responden memiliki hak untuk mengundurkan keikutsertaan dirinya dalam penelitian ini dengan memberitahu peneliti terlebih dahulu. Responden yang membutuhkan informasi lebih lanjut tentang penelitian ini dapat menghubungi J. Arinda P. dan Safina Firdaus, dokter muda Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto selaku peneliti.

Hormat Kami,

Peneliti

47

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN Komplek Fakultas Kedokteran Unsoed - RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Jl. Dr. Gumbreg No.1, Purwokerto, Jawa Tengah Informed Consent LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertandatangan di bawah ini Nama

:

Usia

:

Alamat

:

Telah memahami dan menyetujui penelitian yang dilaksanakan oleh para Dokter Muda Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman dan akan memberikan berbagai informasi yang dibutuhkan melalui jawaban kuesioner dalam rangka menganalisis faktor risiko kejadian penumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas 1 Wangon, Kecamatan Wangon Kabupaten Banyumas.

Purwokerto,

Juli 2018

Responden

(.......................................)

48

KUESIONER FAKTOR RESIKO PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS I WANGON

A. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama

:

2. Usia

:

3. Jenis kelamin

:

4. Alamat

:

5. Pendidikan terakhir

:

6. Pekerjaan

:

7. Pendapatan/bulan

:

8. Jumlah anak balita

:

9. Usia anak balita

:

B. FAKTOR PENGETAHUAN IBU 1. Menurut anda, apa yang dimaksud dengan pneumonia? a. Penyakit yang menyerang paru-paru yang ditandai dengan batuk disertai nafas cepat dan atau sesak nafas pada anak umur 0-5 tahun (2) b. Penyakit paru (1) c. Tidak tahu (0) 2. Menurut anda, apakah penyebab pneumonia? a. Bakteri dan virus (2) b. Debu (1) c. Tidak tahu (0) 3. Menurut anda, apakah pneumonia bisa dicegah? Jika tidak langsung nomor 4. a. Ya, bisa (1) b. Tidak, tidak bisa (0) 4. Jika bisa, bagaimana cara mencegah pneumonia a. Memakai masker bila berkendara, imunisasi lengkap, asi eksklusif (2) b. Memakai masker bila berkendara (1)

49

c. Tidak tahu (0) 5. Menurut anda, apakah pneumonia bisa menular? Jika tidak, abaikan nomor 5. a. Ya, bisa (1) b. Tidak, tidak bisa (0) 6. Jika bisa, bagaimana cara penularan pneumonia? a. Melalui udara (1) b. Tidak tahu (0) 7. Apabila balita Anda mengalami gejala demam, batuk berdahak, dan nafas sesak, apa yang akan Anda lakukan? a. Bawa ke layanan medis terdekat (dokter, puskesmas) (1) b. Beli obat di warung (0) 8. Apakah menurut Anda pneumonia itu dapat menyebabkan kematian atau kondisi yang lebih serius lagi? c. Ya (1) d. Tidak tahu/Tidak (0) C. FAKTOR PEMBERIAN ASI EKSLUSIF 9. Apakah balita pernah disusui oleh ibu? a. Ya

b. Tidak

10. Jika menjawaba “Ya” pada nomor 1, sampai berapa lama balita diberi ASI? a. < 6 bulan

b. ≥ 6 bulan

11. Kapan balita diberi makanan tambahan/susu formula pertama kali? a. < 6 bulan

b. ≥ 6 bulan

D. FAKTOR RIWAYAT BBLR 12. Apakah balita saat lahir usia kandungan cukup bulan? a. Ya

b. Tidak

13. Apakah ibu melahirkan dibantu tenaga kesehatan? a. Ya

b. Tidak

14. Berapakah berat balita saat lahir? _______gram

50

E. FAKTOR IMUNISASI BALITA 15. Apakah balita mendapatkan imunisasi dasar lengkap? a. Usia

7 hari, hepatitis B?

Ya/Tidak b. Usia 1 bulan, BCG, Polio 1? Ya/Tidak c. Usia 2 bulan, DPT/HB 1, Polio 2? Ya/Tidak d. Usia 3 bulan, DPT/HB 2, Polio 3? Ya/Tidak e. Usia 4 bulan, DPT/HB 3, Polio 4? Ya/Tidak f. Usia 9 bulan, Campak? Ya/Tidak F. FAKTOR PEMBERIAN VITAMIN A 16. Sudah berapa kali balita mendapat vitamin A tahun ini (usia 0-11 bulan)? a. 1 kali (Februari atau Agustus) b. Belum pernah 17. Sudah berapa kali balita mendapat vitamin A tahun ini (usia 12-59bulan)? a. 2 kali (Februari dan Agustus) b. <2 kali G. FAKTOR LINGKUNGAN 18. Apakah ada anggota keluarga yang merokok? a. Ya b. Tidak 19. Jika menjawab “Ya” pada nomor 24, apakah orang tersebut merokok dekat balita? a. Ya b. Tidak 20. Apakah jenis bahan bakar yang digunakan untuk memasak? a. Kayu bakar b. Gas LPG

51

c. lainnya 21. Apakah di rumah menggunakan obat nyamuk asap? a. Ya b. Tidak 22. Apakah lantai rumah kedap air? a. Ya b. Tidak 23. Apakah lantai rumah anda selalu dibersihkan (pel) setiap hari? a. Ya b. Tidak 24. Berapa luas ventilasi di rumah? a. <10% luas lantai b. ≥10% luas lantai Berapa jumlah orang yang tinggal 1 rumah dengan anda?

52

53

54

Related Documents


More Documents from ""