MAKALAH ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN PADA MASA NIFAS Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal Neonatal Studi DIV Kebidanan Tasikmalaya
Oleh: Ade Nunung Astri Widya Ningrum Intan Pramugita Lia Yuliani Musliah Nanis Khoirunnisa Nina Ratnaningsih Nisrina Salma Pipih Syarifah Popon Komalasari Rema Nurhasanah Resa Ayu Yuliani Yayu Yulianti
P2.06.24.3.18.001 P2.06.24.3.18.003 P2.06.24.3.18.015 P2.06.24.3.18.017 P2.06.24.3.18.020 P2.06.24.3.18.021 P2.06.24.3.18.022 P2.06.24.3.18.023 P2.06.24.3.18.025 P2.06.24.3.18.026 P2.06.24.3.18.028 P2.06.24.3.18.029 P2.06.24.3.18.039
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN TASIKMALAYA JURUSAN KEBIDANAN 2019
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas izin-Nya penulis dapat menyelesaikan “Makalah Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Pada Masa Nifas”. Shalawat serta salam semoga senantiasa terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW kepada keluarganya, sahabatnya, dan juga sampai kepada kita selaku umat pengikutnya. Selama proses penyusunan makalah, penulis menyadari bahwa semua ini tidak akan terselesaikan tanpa bimbingan, arahan, bantuan dan kerjasama dari semua pihak, baik dalam bentuk moral maupun materil. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1.
Hj. Betty Suprapti, S.Kp, M.Kes, selaku Direktur Politeknik Kesehatan Tasikmalaya.
2.
Nunung
Mulyani,
APP,
M.Kes
selaku
Ketua
Jurusan
Kebidanan
Tasikmalaya. 3.
Hj. Yulia Herliani, SST, M. Keb. selaku Ketua Program Studi DIV Kebidanan Tasikmalaya.
4.
Endang Astiriyani, S. ST, M. Keb selaku dosen mata kuliah Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal Neonatal.
5.
Dosen-dosen mata kuliah Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal Neonatal. Penulis menyadari atas segala keterbatasan yang dimiliki, sehingga masih
banyak kekurangan baik dalam segi isi maupun tulisan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan selanjutnya. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan curahan rahmat-Nya kepada kita semua, Amin.
Tasikmalaya, Maret 2019
Penulis
ii
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 A.
Latar Belakang ......................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah .................................................................................... 2
C.
Tujuan ....................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN TEORI ................................................................................... 3 A.
Pengertian Kegawatdaruratan Pada Masa Nifas....................................... 3
B.
Peran Bidan dalam masa Nifas ................................................................. 4
C.
Macam-macam Masalah Kegawatdaruratan Pada Masa Nifas ................ 4 1.
Bendungan ASI ..................................................................................... 4
2.
Mastitis.................................................................................................. 6
3.
Metritis .................................................................................................. 8
4.
Abses Pelvis ........................................................................................ 11
5.
Peritonitis ............................................................................................ 12
6.
Tromboplebitis .................................................................................... 13
7.
Infeksi Luka Perineum dan Luka Abdominal ..................................... 21
BAB III TINJAUAN KASUS ............................................................................... 25 BAB IV PENUTUP ............................................................................................. 29 A.
Kesimpulan ............................................................................................. 29
B.
Saran ....................................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 30
iii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan pada ibu pasca persalinan menimbulkan dampak yang dapat meluas keberbagai aspek kehidupan dan menjadi salah satu parameter kemajuan bangsa dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang menyangkut dengan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB). Menurut WHO 81% AKI akibat komplikasi selama hamil dan bersalin, dan 25% selama masa post partum. Masa nifas adalah masa setelah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat-alat kandungan seperti sebelum hamil yang berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari. komplikasi masa nifas adalah keadaan abnormal pada masa nifas yang disebabkan oleh masuknya kumankuman ke dalam alat genetalia pada waktu persalinan.Masa nifas merupakan masa yang rawan bagi ibu, sekitar 60% kematian ibu terjadi setelah persalinan dan hampir 50% dari kematian pada masa nifas terjadi pada 24 jam pertama setelah persalinan, diantaranya disebabkan oleh adanya komplikasi pada masa nifas. Masa nifas ini merupakan masa yang cukup penting bagi tenaga kesehatan untuk selalu melakukan pemantauan karena pelaksanan yang kurang maksimal dapat menyebabkan ibu mengalami berbagai masalah, bahkan dapat berlanjut pada komplikasi masa nifas, seperti sepsis puerperalis. Jika ditinjau dari penyebab kematian para ibu, infeksi merupakan penyebab kematian terbanyak nomor dua setelah perdarahan sehingga sangat tepat jika para tenaga kesehatan memberikan perhatian yang tinggi pada masa ini. Adanya permasalahan pada ibu akan berimbas juga kepada kesejahteraan bayi yang dilahirkan karena bayi tersebut tidak akan mendapatkan perawatan maksimal dari ibunya. Dengan demikian, angka morbiditas dan mortalitas bayi pun akan meningkat.
1
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira- kira 6 minggu, infeksi kala nifas adalah infeksi peradangan pada semua alat genitalia pada masa nifas oleh sebab apapun dengan ketentuan meningkatnya suhu badan melebihi 380C tanpa menghitung hari pertama dan berturut-turut selama dua hari. Macam-macam infeksi masa nifas diantaranya yaitu metritis, abses pelvic, infeksi luka perineum dan abdominal, peritonitis, mastitis, bendungan payudara dan tromboplebitis. B. Rumusan Masalah 1.
Bagaimana penerapan asuhan kebidanan pada kasus metritis
2.
Bagaimana penerapan asuhan kebidanan pada kasus abses pelvic
3.
Bagaimana penerapan asuhan kebidanan pada kasus infeksi luka perineum dan abdominal
4.
Bagaimana penerapan asuhan kebidanan pada kasus peritonitis
5.
Bagaimana penerapan asuhan kebidanan pada kasus mastitis
6.
Bagaimana penerapan asuhan kebidanan pada kasus bendungan payudara
7.
Bagaimana penerapan asuhan kebidanan pada kasus tromboplebitis
C. Tujuan 1.
Diketahuinya penerapan asuhan kebidanan pada kasus metritis
2.
Diketahuinya penerapan asuhan kebidanan pada kasus abses pelvic
3.
Diketahuinya penerapan asuhan kebidanan pada kasus infeksi luka perineum dan abdominal
4.
Diketahuinya penerapan asuhan kebidanan pada kasus peritonitis
5.
Diketahuinya penerapan asuhan kebidanan pada kasus mastitis
6.
Diketahuinya penerapan asuhan kebidanan pada kasus bendungan payudara
7.
Diketahuinya penerapan asuhan kebidanan pada kasus tromboplebitis
2
BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Kegawatdaruratan Pada Masa Nifas Kegawatdaruratan adalah kejadian yang tidak diduga atau terjadi secara tiba-tiba, seringkali merupakan kejadian yang berbahaya (Dorlan, 2011). Kegawatdaruratan dapat juga didefinisikan sebagai situasi serius dan kadang kala berbahaya yang terjadi secara tiba-tiba dan tidak terduga dan membutuhkan tindakan segera guna menyelamatkan jiwa/nyawa (Campbell, 2000). Sedangkan kegawatdaruratan obstetri adalah kondisi kesehatan yang mengancam jiwa yang terjadi dalam kehamilan atau selama dan sesudah persalinan dan kelahiran. Terdapat sekian banyak penyakit dan gangguan dalam
kehamilan
yang mengancam
keselamatan
ibu
dan
bayinya
(Chamberlain, Geoffrey, & Phillip Steer, 1999). Kasus gawat darurat obstetri adalah kasus obstetri yang apabila tidak segera ditangani akan berakibat kematian ibu dan janinnya. Kasus ini menjadi penyebab utama kematian ibu janin dan bayi baru lahir (Saifuddin, 2002). Setelah proses persalinan berlangsung, tubuh serta fungsinya akan kembali pada keadaan semula atau yang biasa disebut dengan proses involusi. Dalam proses involusi, diawali dari kelahiran plasenta dan selaput janin (menandakan akhir periode intrapartum) hingga kembalinya traktus reproduksi wanita pada kondisi tidak hamil. Proses tersebut disebut juga masa puerperium atau periode pemulihan pascapartum yang akan belangsung sekitar 6-8 minggu. Dalam masa puerperium diperlukan pengawasan dan pengamatan yang serium karena merupakan masa kritis baik ibu maupun bayinya. Salah satu penyebab kematian yang terjadi adalah dalam masa masa nifas karena infeksi. Untuk itu, diharapkan pemberi pelayanan kebidanan khususnya untuk pada ibu nifas dapat meningkatkan kompetensinya terkait dengan asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan masalah yang mungkin terjadi.
3
B. Peran Bidan dalam masa Nifas Menurut Saleha (2009), Peran bidan pada masa nifas adalah sebagai berikut : 1.
Memberi dukungan yang terus-menerus selama masa nifas yang baik dan sesuai dengan kebutuhan ibu agar mengurangi ketegangan fisik dan psikologis selama persalinan dan nifas.
2.
Sebagai promotor hubungan yang erat antara ibu dan bayi sedara fisik dan psikologis.
3.
Mengkondisikan ibu untuk menyusui bayinya dengan cara meningkatkan rasa nyaman
C. Macam-macam Masalah Kegawatdaruratan Pada Masa Nifas 1. Bendungan ASI a. Definisi Bendungan payudara adalah bendungan yang terjadi pada kelenjar payudara oleh karena ekspansi dan tekanan dari produksi dan penampungan ASI. b. Diagnosis 1) Payudara bengkak dan keras 2) Nyeri pada payudara 3) Terjadi 3 – 5 hari setelah persalinan 4) Kedua payudara terkena c. Faktor Predisposisi 1) Posisi menyusui yang tidak baik 2) Membatasi menyusui 3) Membatasi waktu bayi dengan payudara 4) Memberikan suplemen susu formula untuk bayi 5) Menggunakan
pompa
payudara
menyebabkan suplai berlebih 6) Implan payudara
4
tanpa
indikasi
sehingga
d. Penanganan dan Peran Bidan 1) Mencegah terjadinya payudara bengkak. 2) Susukan bayi segera setelah lahir. 3) Susukan bayi tanpa di jadwal. 4) Keluarkan sedikit ASI sebelum menyusui agar payudara lebih lembek. 5) Keluarkan ASI dengan tangan atau pompa bila produksi melebihi kebutuhan ASI. 6) Laksanakan perawatan payudara setelah melahirkan. 7) Untuk mengurangi rasa sakit pada payudara berikan kompres dingin dan hangat dengan handuk secara bergantian kiri dan kanan. 8) Untuk memudahkan bayi menghisap atau menangkap puting susu berikan kompres sebelum menyusui. 9) Bagi ibu menyusui,dan bayi tidak menetek, bantulah memerah air susu dengan tangan dan pompa . 10) Berikan konseling suportif 11) Yakinkan kembali tentang nilai menyusui, bahwa yang aman untuk diteruskan
ASI
dari
payudara
yang
terkena
tidak
akan
membahayakan bayinya dan bahwa payudaranya akan pulih baik bentuk maupun fungsinya. e. Tatalaksana Tatalaksana Umum 1) Sangga payudara ibu dengan bebat atau bra yang pas. 2) Kompres payudara dengan menggunakan kain basah/hangat selama 5 menit. 3) Urut payudara dari arah pangkal menuju puting. 4) Keluarkan ASI dari bagian depan payudara sehingga puting menjadi lunak. 5) Susukan bayi 2-3 jam sekali sesuai keinginan bayi (on demand feeding) dan pastikan bahwa perlekatan bayi dan payudara ibu sudah benar. 5
6) Pada masa-masa awal atau bila bayi yang menyusu tidak mampu mengosongkan payudara, mungkin
diperlukan pompa atau
pengeluaran ASI secara manual dari payudara. 7) Letakkan kain dingin/kompres dingin dengan es pada payudara setelah menyusui atau setelah payudara dipompa 8) Bila perlu, berikan parasetamol 3 x 500 mg per oral untuk mengurangi nyeri. 9) Lakukan evaluasi setelah 3 hari. 2. Mastitis a. Definisi Inflamasi atau infeksi payudara b. Diagnosis 1) Payudara (biasanya unilateral) keras, memerah, dan nyeri 2) Dapat disertai demam >380 C 3)
Paling sering terjadi di minggu ke-3 dan ke-4 postpartum, namun dapat terjadi kapan saja selama menyusui
c. Faktor Predisposisi 1) Menyusui selama beberapa minggu setelah melahirkan 2) Puting yang lecet 3) Menyusui hanya pada satu posisi, sehingga drainase payudara tidak sempurna 4) Menggunakan bra yang ketat dan menghambat aliran ASI 5) Riwayat mastitis sebelumnya saat menyusui d. Pencegahan 1) Mencuci tangan dengann sabun anti bakteri secara cermat. 2) Mencegah pembesaran payudara dengan menyusui sejak awal dan sering 3) Memposisikan bayi dengan tepat pada payudara 4) Menyangga payudara dengan baik tanpa kontriksi
6
5) Membersihkan payudara hanya dengan air dan tanpa bahan pengering. 6) Mengobservasi bayi setiap hari terhadap adanya infeksi kulit atau tali pusat. 7) Menghindari kontak dekat orang yang diketahui menderita atau lesi staphylococcus (Astuti, 2015). Staphylococcus aureus adalah kuman komensal yang paling banyak terdapat di rumah sakit maupun masyarakat (IDAI, 2013) e. Tatalaksana 1) Penanganan dan Peran Bidan a) Payudara dikompres dengan air hangat b) Untuk mengurangi rasa sakit dapat diberikan pengobatan analgetik c) Untuk mengatasi infeksi diberikan antibiotika d) Bayi
mulai
menyusu
pada
payudara
yang
mengalami
peradangan e) Anjurkan ibu selalu menyusui bayinya f) Anjurkan ibu untuk mengkonsumsi makanan yang bergizi dan istirahat yang cukup g) Konseling suportif Mastitis merupakan pengalaman yang sangat nyeri dan membuat frustrasi, dan membuat banyak wanita merasa sangat sakit. Selain dengan penanganan yang efektif dan pengendalian nyeri, wanita
membutuhkan
dukungan
emosional.
Ibu
harus
diyakinkan kembali tentang nilai menyusui; yang aman untuk diteruskan; bahwa ASI dari payudara yang terkena tidak akan membahayakan bayinya; dan bahwa payudaranya akan pulih baik bentuk maupun fungsinya. h) Pengeluaran Asi Dengan Efektif Dengan membantu ibu memperbaiki kenyutan bayi pada payudara, mendorong untuk sering menyusui, sesering dan 7
selama bayi menghendaki, tanpa pembatasan, bila perlu peras ASI dengan tangan atau dengan pompa atau botol panas, sampai menyusui dapat dimulai lagi (Mojokerto, 2018) 2) Tatalaksana Umum a) Ibu sebaiknya tirah baring dan mendapat asupan cairan yang lebih banyak. b) Sampel ASI sebaiknya dikultur dan diuji sensitivitas. 3) Tatalaksana Khusus a) Berikan antibiotika: (1) Kloksasilin 500 mg per oral per 6 jam selama 10-14 hari atau eritromisin 250 mg per oral 3 kali sehari selama 10-14 hari. (2) Dorong ibu untuk tetap menyusui, dimulai dengan payudara yang tidak sakit. Bila payudara yang sakit belum kosong setelah menyusui, pompa payudara untuk mengeluarkan isinya. (3) Kompres dingin pada payudara untuk mengurangi bengkak dan nyeri. (4) Berikan parasetamol 3 x 500 mg per oral. (5) Sangga payudara ibu dengan bebat atau bra yang pas. (6) Lakukan evaluasi setelah 3 hari 3. Metritis a. Definisi Metritis ialah infeksi pada uterus setelah persalinan. Keterlambatan terapi akan menyebabkan abses, peritonitis, syok, trombosis vena, emboli paru, infeksi panggul kronik, sumbatan tuba, infertilitas (Kemenkes RI, 2013). b. Klasifikasi Miometritis atau metritis adalah peradangan pada myometrium. Penyakit ini tidak dapat berdiri sendiri tetapi merupakan kelajutan dari
8
endometritis yang tidak segera diobati. Metritis di klasifikasikan menjadi dua: 1) Metritis akut, biasa terjadi pada abortusseptikdan juga infeksi postpartum. Penyakit ini tidak berdiri sendiri, akan tetapi merupakan bagian dari infeksi yang lebih luas. Pada metritis akut ini, lapisan myometrium
menunjukkan rekasi radang berupa
pembengkakan dari infiltrasi sel juga meradang. Perluasan dapat terjadi melewati jalur limfe atau lewat trombofeblitis dan kadangkadang dapat terjadi abses. 2) Metritis kronis, diagnosis yang dahulu banyak dibuat atas dasar menometrogia dengan uterus lebih besar dari buasanya, sakit pinggang dan leukorea. Akan tetapi pembesaran uterus pada multipara umumnya disebabkan penambahan jaringan ikat pada uterusnya. c. Faktor Predisposisi Beberapa wanita lebih rentan terhadap metritis, yaitu wanita dengan 1) Infeksi abortus dan partus 2) Penggunaan alat kontrasepsi dalam Rahim 3) Infeksi post kuretase 4) Pecah ketuban dini yang berkepanjangan 5) Persalinan lama atau partus kasep 6) Pemeriksaan vagina yang terlalu sering 7) Trauma persalinan 8) Infeksi pada luka bekas section caesar 9) Anemia dan kekurangan gizi saat nifas. d. Gambaran Klinis Pada seseorang yang mengalami metritis, akan merasakan gejala setelah 24 jam postpartum. Berikut adalah gejala-gejalanya: 1) Demam tinggi melebihi 38 0C – 39 0C kadang disertai menggigil. 2) Nadinya cepat. 9
3) Nyeri abdomen bagian bawah. 4) Keluar lochia yang berbau dan bernanah. 5) Sakit pinggang. 6) Nyeri saat berhubungan seksual. 7) Nyeri di daerah pelvik. 8) Nyeri di punggung kaki (betis). 9) Gangguan buang air besar (sembelit atau kembung). 10) Uterusnya lembut atau tidak ada kontraksi 11) Subinvolusi e. Komplikasi Dapat terjadi penyebaran ke jaringan sekitarnya seperti: 1) Parametritis 2) Salpingitis 3) Ooforitis 4) Abses pada tuba dan indung telur f. Penatalaksanaan Berikut adalah yang harus dilakukan ketika terjadi metritis 1) Berikan antibiotika sampai dengan 48 jam bebas demam: a) Ampisilin 2 g IV setiap 6 jam b) Ditambah gentamisin 5 mg/kgBB IV tiap 24 jam c) Ditambah metronidazol 500 mg IV tiap 8 jam d) Jika masih demam 72 jam setelah terapi, kaji ulang diagnosis dan tatalaksana 2) Cegah dehidrasi. Berikan minum atau infus cairan kristaloid. 3) Pertimbangkan pemberian vaksin tetanus toksoid (TT) bila ibu dicurigai terpapar tetanus (misalnya ibu memasukkan jamu-jamuan ke dalam vaginanya). 4) Jika diduga ada sisa plasenta, lakukan eksplorasi digital dan keluarkan bekuan serta sisa kotiledon. Gunakan forsep ovum atau kuret tumpul besar bila perlu
10
5) Jika tidak ada kemajuan dan ada peritonitis (demam, nyeri lepas dan nyeri abdomen), lakukan laparotomi dan drainase abdomen bila terdapat pus. 6) Jika uterus terinfeksi dan nekrotik, lakukan histerektomi subtotal. 7) Lakukan pemeriksaan penunjang: a) Pemeriksaan darah perifer lengkap termasuk hitung jenis leukosit b) Golongan darah ABO danjenis Rh c) Gula Darah Sewaktu (GDS) d) Analisis urin e) Kultur (cairan vagina, darah, dan urin sesuai indikasi) f)
Ultrasonografi (USG) untuk menyingkirkan kemungkinan adanya sisa plasenta dalam rongga uterus atau massa intra abdomen-pelvik
8) Periksa suhu pada grafik (pengukuran suhu setiap 4 jam) yang digantungkan pada tempat tidur pasien. 9) Periksa kondisi umum: tanda vital, malaise, nyeri perut dan cairan per vaginam setiap 4 jam. 10) Lakukan tindak lanjut jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit per 48 jam. 11) Terima, catat dan tindak lanjuti hasil kultur. 12) Perbolehkan pasien pulang jika suhu < 37,50 C selama minimal 48 jam dan hasil pemeriksaan leukosit < 11.000/mm3.
4. Abses Pelvis a. Definisi Abses pelvis adalah abses pada regio pelvis b. Faktor Predisposisi Metritis (infeksi dinding uterus) pasca kehamilan
11
c. Diagnosis 1) Nyeri perut bawah dan kembung 2) Demam tinggi-menggigil 3) Nyeri tekan uterus 4) Respon buruk terhadap antibiotika 5) Pembengkakan pada adneksa atau kavum Douglas 6) Pungsi kavum Douglas berupa pus d. Tatalaksana Tatalaksana umum : Tatalaksana Khusus 1) Berikan antibiotika kombinasi sebelum pungsi dan drain abses sampai 48 jam bebas demam: a) Ampisilin 2 g IV setiap 6 jam b) Ditambah gentamisin 5 mg/kgBB IV tiap 24 jam c) Ditambah metronidazol 500 mg IV tiap 8 jam 2) Jika kavum Douglas menonjol, lakukan drain abses, jika demam tetap tinggi, lakukan laparotomi. 5. Peritonitis a. Definisi Infeksi peurperalis melalui saluran getah bening yang menjalar ke peritoneum hingga terjadi peritonitis atau ke parametrium menyebabkan parametritis (Maryunani, 2013). b. Etiologi Pada sellulitis pelvis dengan pembentukan abses, abses yang besar dapat pecah kedalam kavum peritoneum dan menyebabkan peritonitis generalist yang berbahaya. Peritonitis generalisata yang merupakan komplikasi berbahaya pada proses persalinan. Biasanya eksudat yang fibrinopurulen menyebabkan perlukaan usus satu sama lain dan kantung-kantung nanah dapat terbentuk diantara bagian usus. Cul du
12
sac,
ruang
subdiafragmatika
dan
lipatan
antara
ligamentum
infundibulopelvikum dan ligamentum latum merupakan tempat yang sering berubah menjadi abses (Lisnawati, 2013). c. Tanda dan gejala 1) Gejala dan tanda yang selalu didapat yaitu nyeri perut bagian bawah serta bising usus tidak ada akibat terjadinya distensi usus. 2) Gejala yang mungkin didapat yaitu perut yang tegang (rebound tenderness) anoreksia/muntah (Saifuddin, 2010). d. Tatalaksana Penatalaksanaan peritonitis: 1) Lakukan pemasangan selang nasogastric bila perut kembung akibat ileus. 2) Berikan infus (NaCl atau Ringel Laktat) sebanyak 3000 ml. 3) Berikan antibiotik sehingga bebas panas selama 24 jam: Ampisilin 2 g IV, kemudian 1 g setiap 6 jam, ditambah gentamisin 5 mg/Kg BB IV dosis tunggal/hari dan metronidazole 500 mg IV setiap 8 jam. 4) Laparatomi diperlukan untuk pembersihan perut (peritoneal lavage) bila terdapat kantong abses (JNPK-KR, 2008) 6. Tromboplebitis a.
Definisi Tromboflebitits pasca partum lebih umum terjadi pada wanita penderita varikositis atau pada mereka yang secara genetic rentan terhadap relaksasi dinding vena dan statis vena. Kehamilan menyebabkan statis vena dengan relaksasi dinding vena akibat efek progesteron dan tekanan pada vena oleh uterus (Astuti, 2015). Tromboflebitis adalah penjalaran infeksi melalui vena yang biasanya terlibat:
13
1) Vena-vena dinding Rahim dan ligamentum latum (vena ovarika, vena uterine, dan vena hipogastrika). 2) Vena tungkai (vena femoralis, vena popliteal, dan vena shapena) (Astuti, 2015). Tromboflebitis merupakan imflamasi permukaan pembuluh darah disertai pembentukan pembekuan darah. Tromboflebitis cenderung terjadi
pada
periode
pasca
partum
pada
saat
kemampuan
penggumpalan darah meningkat akibat peningkatan fibrinogen; dilatasi vena ekstremitas bagian bawah disebabkan oleh tekanan kepala janin selama kehamilan dan persalinan; dan aktivitas pada periode tersebut
yang menyebabkan penimbunan, statis
dan
membekukan darah pada ekstremitas bagian bawah (adele Pillitteri, 2007). b.
Klasifikasi Tromboflebitis terdiri dari tromboflebitis pelvik dan tromboflebitis femoralis, masing-masing akan dijelaskan berikut ini: 1) Tromboflebitis pelvik Tromboflebitis pelvis yang sering meradang adalah vena ovarika, karena mengalirkan darah dari luka bekas plasenta didaerah fundus uteri (Maryunani, 2013). Perjalanan tromboflebitis pada vena ovarika kiri adalah ke vena renalis dan dari vena ovarika kanan ke vena kava inferior. Thrombosis terjadi untuk menghalangi perjalanan kuman. Dengan proses ini, infeksi dapat sembuh, tetapi jika daya tahan tubuh rendah, maka tombus dapat menjadi nanah, bagian-bagian kecil thrombus terlepas dan terjadilah emboli atau sepsis. Embolus ini mengandung nanah yang disebut sebagai pyaemia. Embolus ini biasanya tersangkut pada paru, ginjal atau katup jantung. Pada paru dapat menimbulkan infark. Jika daerah yang mengalami
14
infark cukup besar, maka ibu dapat meninggal secara mendadak. Jika ibu meninggal, maka dapat timbul abses paru (Astuti, 2015). 2) Tromboflebitis femoralis Dapat terjadi sebagai berikut: a) Dari tromboflebitis vena saphena magna atau peradangan vena femoralis itu sendiri. b) Perjalanan tromboflebitis vena uterine (vena uterine, vena hipogastrika, vena iliaka eksterna, vena femoralis). c) Akibat parametritis (Astuti, 2015). Tromboflebitis pada vena femoralis dapat terjadi karena aliran darah yang lambat di daerah paha karena vena tersebut tertekan oleh ligamentum inguinale, selain itu di dukung pula kadar fibrinogen yang tinggi dalam masa nifas. Pada tromboflebitis femoralis, edema tungkai terjadi mulai dari jari kaki dan naik ke kaki, betis dan paha. Tromboflebitis dimulai pada vena saphena atau vena femoralis, sebaliknya jika terjadi sebagai lanjutan tromboflebitis pelvica, maka edema mulai terjadi pada paha dan kemudian turun ke betis. Biasanya hanya satu kaki saja yang bengkak, tetapi ada kalanya keduanya. Tromboflebitis femoralis jarang menimbulkan emboli. Penyakit ini juga dikenal dengan nama phlegmasia alba dolens (radang yang putih dan nyeri) (Astuti, 2015). c.
Etiologi 1) Perluasan infeksi endometrium 2) Mempunyai varises pada vena 3) Obesitas 4) Pernah mengalami tramboflebitis 5) Berusia 30 tahun lebih dan pada saat persalinan berada pada posisi litotomi untuk waktu yang lama
15
6) Memiliki insidens tinggi untuk mengalami tromboflebitis dalam keluarga. (Adele Pillitteri, 2007) d.
Tanda dan gejala 1) Tromboflebitis pelvik a) Nyeri, yang terdapat pada perut bagian bawah dan/atau perut bagian samping, timbul pada hari ke 2-3 masa nifas dengan atau tanpa panas. b) Penderita tampak sakit berat dengan gambaran karakteristik sebagai berikut: (1) Mengigil berulang kali. Menggigil berulang kali. Mengigl inisial terjadi sangat berat (30-40 manit) dengan interval hanyanbeberapa jam saja da kadang-kadang 3 hari. Pada waktu menggigil penderita hamper tidak panas. (2) Suhu badan naik turun secara tajam (36oC menjadi 40oC), yang diikuti dengan penurunan suhudalam 1 jam (biasanya subfebris seperti pada endometritis). (3) Penyakit dapat berlangsung selama 1-3 bulan. (4) Cenderung terbentuk pus, yang menjalar kemana-mana terutama keparu-paru (Saifuddin, 2010). c) Gambaran darah: (1) Terdapat leukositosis (meskipun setelah endotoksin menyebar ke sirkulasi, dapat segera terjadi leukotopenia) (2) Untuk membuat kultur darah, darah diambil apada saat tepat sebelum mulainya mengigil. Meskipun bakteri ditemukan didalam darah selama mengigil. Kultur darah sangat sukar dibuat karena bakterinya adalah anaerob. (3) Pada periksa dalam hamper tidak ditemukan apa-apa karena yang paling banyak terkena ialah vena ovarika, yang sukar dicapai pada periksa dalam (Saifuddin, 2010).
16
2) Tromboflebitis femoralis a) Keadaan umu tetap baik, suhu badan subfebris selama 7-10 hari, kemudian suhu mendadak naik pada hari ke 10-20, yang disertai dengan menggigil dan nyeri sekali. b) Pada salah satu kaki yang terkena biasanya kaki kiri, akan memberikan tanda-tanda sebagai berikut: 1) Kaki sedikit dalam keadaan fleksi dan rotasi keluar serta sukar bergerak, lebih panas dibandingkan dengan kaki lainnya. 2) Seluruh bagian dari salah satu vena pada kaki terasa tegang dan keras pada paha bagoan atas. 3) Nyeri hebat pada lipatan paha dan daerah paha. 4) Reflektorik akan terjadi spasmus srteria sehingga kaki menjadi bengkak, tegang, putih, nyeri dan dingin, dan pulsasi menurun. 5) Edema kadang-kadang terjadi sebelum atau setelah nyeri dan pada umumnya terdapat pada paha bagian atas, tetapi lebih sering dimulai dari jari-jari kaki dan pergelangan kaki, kemudian meluas dari bawah keatas. 6) Nyeri pada betis, yang dapat terjadi spontan atau dengan memijit betis atau dengan meregangkan tendo akhiles (tanda Homan) (Saifuddin, 2010). e.
Komplikasi Komplikasi yang mungkin terjadi menurut Saifuddin, 2010 adalh sebagai berikut: 1) Komlikasi pada paru-paru: infark, abses, pneumonia, 2) Kkomplika pada ginjal sinistra, nyeri mendadak, yang diikuti dengan proteinuria dan hematuria, 3) Komplikasi pada persendiaan, mata dan jaringan subkutan.
17
f.
Pencegahan Tindakan pencegahan atau preventif dapat dilakukan mulai dari masa kehamilan sampai dengan masa nifas. 1) Masa kehamilan Pencegahan terjadinya infeksi dilakukan sedini mungkin, yaitu mulai dari masa kehamilan sehingga tidak terjadi infeksi yang berkelanjutan. Tindakan yang dilakukan diantaranya: a) Mengurangi atau mencegah faktor-faktor predisposisi, seperti anemia, malnutrisi, dan kelemahan serta mengobati penyakitpenyakit yang diderita ibu. b) Tidak melakukan pemeriksaan dalam kecuali ada indikasi yang perlu. c) Menghindari atau mengurangi koitus pada hamil tua dan melakukan secara hati-hati karena dapat menyebabkan pecahnya ketuban. Jika ini terjadi, maka infesi akan mudah masuk kedalam jalan lahir (Astuti, 2015). 2) Selama persalinan Upaya-upaya pencegahan terdiri dari membatasi sebanyak mungkin masuknya kuman ke dalam jalan lahir dengan cara: a) Menyelesaikan persalinan dengan trauma sedikit mungkin. b) Membersihkan
dan
perlukaan-perlukaan
menjahit jalan
lahir
dengan karena
sebaik-baiknya tindakan,
baik
pervaginam mauoun per abdominal, serta menjaga sterilitas. c) Mencegah terjadinya perdarahan yang banyak. Bila terjadi perdarahan, maka darah yang hilang harus segera diganti dengan transfusi darah. d) Semua petugas dalam kamar bersalin harus menutupi hidung dan mulut dengan masker. Orang yang sedang mengalami infeksi pernapasan tidak diperbolehkan masuk ke kamar bersalin.
18
e) Alat-alat dan kain-kain yang dipakai dalam persalinan harus suci hama. f) Menghindari pemeriksaan dalam berulang-ulang. Pemeriksaan ini dilakukan bila ada indikasi dengan sterilisasi yang baik, terutama bila ketuban telah pecah (Astuti, 2015). 3) Masa nifas Tindakan atau asuhan yang diberikan secara benar dapat menghindari terjadinya infeksi pada masa nifas, diantaranya yaitu dengan cara: a) Merawat luka-luka dengan baik jangan sampai terkena infeksi, begitu pula dengan alat-alat dan pakaian serta kain yang berhubungan dengan alat kandungan harus steril. b) Mengisolasi ibu yang mengalami infeksi nifas dalam ruangan khusus, tidak bercampur dengan ibu yang sehat. c) Sedapat mungkin membatasi pengunjung dari luar pada harihari pertama (Astuti, 2015). g.
Tatalaksana 1) Tromboflebitis pelvik a) Rawat inap Penderita tirah baring untuk pemantauan gejala penyakitnya dan mencegah terjadinya emboli pulmonum. b) Terapi medik Pemberian antibiotika heparin jika terdapat tanda-tanda atau dugaan
adanya
emboli
pulmonum.
Pada
prinsipnya
pengobatan memakai kombinasi: ampisilin, gentamisin dan metronidazole: (1) Ampisilin 3 x 1000 mg, (2) Gentamisin 5 mg/kg BB/hari (3) Metronidazol 3 x 500 mg. c) Terapi operatif
19
Peningkatan vena kava inferior dan vena ovarika jika emboli septik
terus
berlangsung
sampai
mencapai
paru-paru,
meskipun sedang dilakukan heparinisasi (Saifuddin, 2010). 2) Tromboflebitis femoralis a) Penanganan bidan (1)
Anjurkan ambulasi dini untuk meningkatkan sirkulasi pada ekstremitas bawah dan menurunkan kemungkinan pembentukan pembekuan darah.
(2)
Pastikan klien untuk tidak berada pada posisi litotomi dan menggantung kaki lebih dari 1 jam, dan pastikan untuk memberikan alas pada penyokong kaki guna mencegah adanya tekanan yang kuat pada betis.
(3)
Sediakan stocking pendukung kepada klien pasca partum yang memiliki varises vena
untuk meningkatkan
sirkulasi vena dan membantu mencegah kondisi statis. (4)
Intruksikan kepada klien untuk memakai stocking pendukung sebelum bangun pagi dan melepaskannya 2x sehari untuk mengkaji keadaan kulit dibawahnya.
(5)
Anjurkan tirah baring dan mengangkat bagian kaki yang terkena.
(6)
Berikan alat pemanas seperti lampu. Atau kompres hangat basag sesuai intruksi, pastikan bahwa berat dari kompres pans tersebut tidak menekan kaki klien sehingga aliran darah tidak terhambat.
(7)
Sediakan bed cradle untuk mencegah selimut menekan kaki yang terkena.
(8)
Ukur diameter kaki pada bagian paha dan betis dan kemudian
bandingkan
beberapa
hari
pengukuran
kemudian
untuk
peningkatan atau penurunan ukuran.
20
tersebut melihat
dalam adanya
(9)
Kaji adanya kemungkinan tanda perdarahan lain, misalnya: perdarahan pada gusi, bercak ekimosis, pada kulit atau darah yang keluar dari jahitan episiotomi.
(10) Jelaskan pada klien bahwa untuk kehamilan selanjutnya ia harus memberitahukan tenaga kesehatan yang dia hadapi
untuk
memastikan
bahwa
pencegahan
tromboflebitis yang tepat telah dilakukan (11) Beritahu klien bahwa perlu dilakukan rujukan untuk menentukan diagnosis pasti dan untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut (Adelle Pilliteri, 2007). b) Perawatan Kaki ditinggikan untuk mengurangi edema, lakukan kompresi pada kaki. Setelah mobilisasi kaki hendaknya tetap dibalut elastic atau memakai kaos kaki panjang yang eastis selama mungkin. c) Mengingat kondisi ibu yang sangat jelek, sebaiknya jangan menyusui. d) Terapi
medik:
pemberian
antibiotika
dan
analgetika
(Saifuddin, 2010). 7. Infeksi Luka Perineum dan Luka Abdominal a. Definisi Infeksi luka perineum dan luka abdominal adalah peradangan karena masuknya kuman-kuman ke dalam luka episotomi atau abdomen pada waktu persalinan dan nifas, dengan tanda-tanda infeksi jaringan sekitar. b. Faktor Predisposisi 1) Kurangnya tindakan aseptik saat melakukan penjahitan 2) Kurangnya hygien pasien 3) Kurangnya nutrisi
21
c. Penyebab 1) Infeksi Luka Perineum Infeksi pada robekan perineum kerap terjadi apabila luka terbuka dibiarkan dan menjadi ulkus yang disertai dengan pus (nanah) atau karena keadaan yang kurang bersih dan tindakan pencegahan infeksi yang kurang baik. Sering terjadi pada persalinan lama atau ditolong oleh dukun yang kurang memperhatikan kebersihan. 2) Infeksi Luka Abdomen Kegagalan pengobatan antibiotika pada penderita metritis. Faktor resiko untuk timbulnya infeksi luka operasi ini adalah obesitas, diabetes, pengobatan kortikosteroid, imunosupresi, anemia dan hemostasis yang jelek disertai terbentuknya hematom. d. Tanda dan gejala 1) Gejala dan tanda yang selalu didapat: nyeri pada luka/irisan dan tegang/indurasi; 2) Gejala lain yang mungkin didapat: luka/irisan pada perut dan perineal yang mengeras/indurasi keluar pus kemerahan (Saifuddin, 2010). e. Komplikasi 1) Komplikasi luka abdomen : a) Penyebaran infeksi ke jaringan di bawah kulit (selulitis). b) Infeksi juga dapat menyebar melalui aliran darah ke seluruh tubuh dan disertai perubahan tanda vital seperti suhu tubuh, tekanan darah, frekuensi pernapasan, dan frekuensi denyut jantung (sepsis). c) Menimbulkan jaringan parut. d) Jenis infeksi kulit lainnya, seperti impetigo. e) Munculnya kumpulan nanah atau abses. f)
Perkembangan infeksi lebih lanjut yang disertai tetanus.
22
g) Necrotising fasciitis, yaitu kondisi yang sangat jarang terjadi ketika infeksi kulit mengalami kerusakan dan menyebar dengan cepat ke daerah sekitarnya.
2) Komplikasi infeksi luka perineum Perawatan perineum yang tidak benar dapat mengakibatkan kondisi perineum yang terkena lochea dan lembab akan sangat menunjang perkembangbiakan bakteri yang dapat menyebabkan timbulnya infeksi pada perineum. Munculnya infeksi pada perineum dapat merambat pada saluran kandung kencing ataupun pada jalan lahir yang dapat berakibat pada munculnya komplikasi infeksi kandung kencing maupun pada jalan lahir. Penanganan komplikasi yang lambat dapat menyebabkan kematian pada ibu post partum mengingat kondisi ibu masih lemah. f. Tatalaksana Disebabkan oleh keadaan yang kurang bersih dan tindakan pencegahan infeksi yang kurang baik. 1) Bedakan anatara wound abcess, wound seroma, wound hematoma, dan wound cellulitis. a) Wound abcess, wound seroma, dan wound hematoma, suatu pengerasan yang tidak biasa dengan mengeluarkan cairan serous atau kemerahan dan tidak ada/sedikit erythema sekitar luka insisi. b) Wound cellulitis didapatkan erythema dan edema meluas mulai dari tempat insisi. 2) Bila didapat pus dan cairan pada luka, buka jahitan dan lakukan pengeluaran serta kompres antiseptic. 3) Daerah jaitan yang terinfeksi dihilangkan dan dilakukan debridemen. 4) Bila infeksi sedikit tidak perlu antibiotika.
23
5) Bila infeksi relative superfisial, berikan Ampisilin 500 mg per oral selama 6 jam dan Metronidazol 500 mg per oral 3 kali/hari selama 5 hari. 6) Bila infeksi dalam dan melibatkan otot dan menyebabkan nekrosis beri Penisilin G 2 juta U IV setiap 4 jam (atau Ampisilin inj 1 g 4 x/hari) ditambah dengan Gentamisin 5 mg/Kg berat badan per hari IV sekali ditambah Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam, sampai bebas panas selama 24 jam. Bila ada jaringan nekrotik harus dibuang. Lakukan jahitan sekunder 2-4 minggu setelah infeksi membaik. 7) Berikan nasehat kebersihan dan pemakaian pembalut yang bersih dan sering ganti (JNPK-KR, 2008)
24
BAB III TINJAUAN KASUS A. Waktu Pengkajian Tanggal Pengkajian
: 28 Januari 2019
Waktu Pengkajian
: 20.00 WIB
Tempat Pengkajian
: RSUD
Pengkaji
: Bidan A
B. Identitas Ibu
Suami
No. rekam Medis
: 19052883
Nama
: Ny. D
Tn. T
Umur
: 37 tahun
39 tahun
Agama
: Islam
Islam
Pendidikan
: SMP
SMP
Pekerjaan
: IRT
Buruh
Alamat
: Kecamatan Rajapolah
C. Data Subjektif Nyeri perut luka operasi Caesar pada tanggal 15-01-2019 dengan indikasi tekanan darah tinggi, keluar cairan rembes di sekitar bekas luka operasi. D. Data objektif K/U Baik, TD 140/90 mmHg, N 84 kali/menit, S 36,7 oC, P 23 kali/menit, Conjungtiva merah muda, ASI +/+, TFU tidak teraba, blass tidak penuh, lochea serosa, tampak luka operasi kemerahan, rembes (+) E. Analisa Data Ny. D umur 37 tahun P4A0 post SC 13 hari dengan wound dehiscence F. Penatalaksanaan Jam 21.00 WIB
25
1. Menginformasikan hasil pemeriksaan dan asuhan yang akan diberikan, ibu memahami 2. Melakukan observasi k/u dan TTV, telah dilakukan a. Advice dr. A, SPOG 3. Infus RL (telah dilakukan) 4. Pelastin 3x1 / IV (telah diberikan Pkl. 21.30 WIB) 5. Gentamicin 3x80 / IV (telah diberikan Pkl. 21.30 WIB) 6. Metronidazole 3x500 mg / IV (telah diberikan Pkl. 21.30 WIB) 7. Perawatan luka 8. Rencana reheacting jika luka bagus G. Catatan Perkembangan Tanggal/ Waktu
Hasil Pemeriksaan
Diagnosa
Advice/ Therapy
28-01-2019
K/u baik, TD=160/110
P4A0 post SC 13 Advice :
Pkl. 08.00
mmhg,
hari
P=82
x/m,
dengan Captopril 3x50 mg
R=20 x/m, S=36,5 oC,
wound
conjungtiva
dehiscence+PEB Cepoperazone sulbactam
merah
Gentamicin
muda,
TFU
tidak
Kosul dr. Ado, Sp adv:
teraba,
blass
tidak
Acc operasi, memasang cateter
penuh, lochea serosa,
Pkl.10.00 WIB melakukan GV,
tampak luka operasi
memasang cateter
kemerahan, rembes (+) 28-01-2019
K/u baik, TD=170/100
P4A0
Pkl. 20.00
mmhg,
Necrotomy
P=82
x/m,
post Advice dr. A, SPOG: Inj. Cefoperazone Sulbactam 3x1
R=21 x/m, S=36,2 oC,
Debridement
conjungtiva
merah
resuturing
a/i Metronidazole 3x500 a/i Obs. k/u, VS, TTV
+ Inj. Gentamicin 3x80
muda,
TFU
tidak
Dehisiensi
teraba,
blass
tidak
sub. Total : PEB Therapy :
penuh, lochea serosa,
: post SC 13 hari Pkl.21.00 WIB Inj. Cefoperazone
luka operasi tertutup,
Sulbactam/IV,
26
Inj.Gentamicin/IV,
DC (+) urin ±500 cc,
Metronidazole oral
Inf.RL 29-01-2019
K/u baik, TD=150/90
P4A0
Pkl. 03.00
mmhg,
Necrotomy
P=80
x/m,
post Therapy : Pkl. 03.00 Captopril 50 mg/oral
R=19 x/m, S=36 oC,
Debridement
conjungtiva
merah
resuturing
a/i Sulbactam/IV,
tidak
Dehisiensi
a/i melakukan Up.DC
muda,
TFU
teraba,
luka operasi
tertutup, DC (+) urin
+ Pkl.
05.00
Cefoperazone Inj.Gentamicin/IV,
sub. Total : PEB Advice dr. A, SPOG : : post SC 14 hari Vit C 1x1000
±300 cc, Inf.RL
Captopril 3x50 mg lanjut Beri antibiotic selama 3 hari, jika antibiotic sudah 3 hari, boleh pulang, lapor dr.A, SPOG
30-01-2019
OS mengeluh sesak,
P4A0
Pkl. 21.00
nyeri
Necrotomy
dada
saat
post Advice dr. P : Ranitidine 2x1 amp
bernafas, nyeri uluh
Debridement
hati
resuturing
a/i Pkl. 22.00 WIB Ranitidine /IV
K/u baik, TD=150/90
Dehisiensi
a/i
mmhg,
x/m,
sub. Total : PEB
R=20 x/m, S=36,2 oC,
: post SC 15 hari
P=80
conjungtiva
+ Therapy lanjut
merah
muda,
TFU
tidak
teraba,
luka operasi
tertutup, Inf.RL 01-02-2019
K/u baik, TD=130/80
P4A0
Pkl. 08.00
mmhg,
Necrotomy
P=80
x/m,
post Advice dr.A,SPOG + dr.Y :
R=21 x/m, S=36 oC,
Debridement
conjungtiva
resuturing
merah
27
Diet TKTP extra protein + Cefoferazole sulbactam 3x1 a/i Gentamicin 3x80/IV
muda,
TFU
tidak
teraba,
luka operasi
(+) terawat, Inf.RL
Dehisiensi
a/i Metronidazole 3x1/oral
sub. Total : PEB Vit C 1000 mg 1x/oral : post SC 17 hari Captopril 3x50 mg/oral Ranitidine 2x1/oral Therapy : Melakukan GV Pkl. 10.00 WIB Captopril oral Pkl. 11.00 WIB Ranitidine/IV Pkl. 12.00 WIB Metronidazole/oral Pkl. 13.00 WIB Cefoferazole sulbactam/IV (13.00) Gentamicin/IV (13.00)
02-02-2019
K/u baik, TD=130/90
P4A0
Pkl. 14.00
mmhg,
Necrotomy
P=81
x/m,
post Advice dr.A,SPOG : OS boleh pulang
R=19 x/m, S=36 oC,
Debridement
conjungtiva
merah
resuturing
a/i Clindamycin 4x150 mg
tidak
Dehisiensi
a/i Metronidazole 3x500 mg
muda,
TFU
teraba,
luka operasi
(+) terawat, Inf.RL
+ Melakukan GV
sub. Total : PEB Cefixime 2x200 mg : post SC 18 hari Vit C 1000 mg 1x1 Captopril 3x50 mg Gentamycin salp 3x1 Ranitidine 2x1
28
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Setelah proses persalinan berlangsung, tubuh serta fungsinya akan kembali pada keadaan semula atau yang biasa disebut dengan proses involusi. Dalam proses involusi, diawali dari kelahiran plasenta dan selaput janin (menandakan akhir periode intrapartum) hingga kembalinya traktus reproduksi wanita pada kondisi tidak hamil. Proses tersebut disebut juga masa puerperium atau periode pemulihan pascapartum yang akan belangsung sekitar 6-8 minggu. Dalam masa puerperium diperlukan pengawasan dan pengamatan yang serium karena merupakan masa kritis baik ibu maupun bayinya. Salah satu penyebab kematian yang terjadi adalah dalam masa masa nifas karena infeksi. Penyebab infeksi ini dapat melalui pembuluh darah, limfe dan permukaan endometrium (tromboflebitis, peritonitis dll).
B. Saran Diharapkan pemberi pelayanan kebidanan khususnya pelayanan pada ibu nifas dapat meningkatkan kompetensinya terkait dengan asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan masalah yang mungkin terjadi. Sehingga dapat meminimalisir angka kematian ibu dalam masa nifas.
29
DAFTAR PUSTAKA IDAI. 2013. Mastitis : Pencegahan dan Penanganan JNPK-KR. 2008. Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED). Jakarta. Kementerian Kesehatan RI. 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Lisnawati, Lilis. 2013. Asuhan Kebidanan Terkini Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal. Jakarta : CV Trans Info Media. Maternity, Dainty.dkk .2014. Asuhan Kebidanan Patologi .Tangerang: Bina Putra Aksara. Mitayani, Anik. Puspita, Eka. 2013. Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal. Jakarta: CV. Trans Info Media. Mojokerto. 2018. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bifas Dengan Infeksi (Mastitis). Pillitteri, Adele. 2007. Perawatan Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta : EGC. Saifuddin, Abdul Bari. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Saifuddin, Abdul Bari. 2010. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Neonatal. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Setyarini, Didien Ika dan Suprapti. 2016. Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal Neonatal. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
30