Cdk 011 Ekologi & Kesehatan

  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Cdk 011 Ekologi & Kesehatan as PDF for free.

More details

  • Words: 21,788
  • Pages: 37
No. 11,

1978.

Cermin Dunia Kedoktera n Majalah triwulan diterbitkan dengan bantuan

P.T. KALBE FARMA dipersembahkan secara cuma-cuma.

Daftar isi 4

EDITORIAL ARTIKEL

5

Beberapa contoh polusi dikota besar.

POLUSI UDARA DAN KESEHATAN

11

HUBUNGAN INDUSTRI DENGAN PENYAKIT KUL1T

14

EKOSISTEM MANUSIA DAN PEKERJAANNYA SERTA KESEHATAN

16

INTOKSIKASI

21

MASALAH KESEHATAN DALAM PENGEMBANGAN WADUK BUATAN YANG BERKAITAN DENGAN EKOLOGI

24

PENEMUAN : SUBGROUP GOLONGAN DARAH A X B

27

PENYALAHGUNAAN INDONESIA

32

PENGARUH ASAM GLUKURONAT PADA TIKUS YANG DIBERI PARACETAMOL DOSIS TINGGI

34

CO

OBAT DI KALANGAN REMAJA DI

PENGALAMAN PRAKTEK BATU GINJAL BATU BATERAI SEBAGAI PENYEBAB KEMATIAN

37

CATATAN SI NGKAT

38

HUMOR ILMU KEDOKTERAN

39

RUANG PENYEGAR DAN PENAMBAH DOKTERAN

40

KAMI TELAH MEMBACA UNTUK ANDA : ABSTRAK-ABSTRAK

46

UNIVERSITARIA

ILMU KE-

Kemajuan teknologi dalam berbagai bidang yang merupakan tulang punggung industri moderen dan telah berhasil menaikkan tingkat kemakmuran negara serta taraf hidup penduduknya, kini ternyata juga membawa efek samping yang tidak diingini, yaitu pencemaran lingkungan bidup. Beberapa waktu yang lalu dunia telah dikejutkan oleh peristiwa-peristiwa seperti : • Pencemaran air laut di pantai Inggeris oleh minyak yang berasal dari kapal pengangkut minyak yang kandas sehingga kesegaran dan keindahan pantai hilang serta me nyebabkan kematian burung-burung yang hidup disekitarnya. • Kematian atau cacat fisik/mental penduduk kota Minamata di Jepang oleh methyl mercury yang rnerupakan hasil pembuangan industri. • Terserangnya penduduk sebuah kota di Italia oleh sejenis penyakit kulit yang aneh, yang ternyata disebabkan oleh pencemaran udara dengan sejenis zat kimia, yang berasal dari sebuah pabrik, . sehingga seluruh penduduk kota tersebut harus diungsikan. Belum terhitung jumlah korban di kota-kota industri yang jatuh sakit atau meninggal akibat penyakit paru kronik akibat pencemaran udara oleh asap pabrikpabrik. Negara-negara, seperti Indonesia, yang membutuhkan mekanisasi dan industrialisasi agar tujuan pembangunan nasionalnya lebih cepat tercapai, harus menyadari akan bahaya latent ini dan menarik pelajaran dari pengalaman lain-lain negara. Untuk ini harus dibuat peraturan-peraturan dan diambil langkah-langkah seperlunya guna melindungi lingkungan dan kelestarian hidup semua makhluk dan tumbuhan yang terdapat di tanah air kita agar segala keindahan alamnya dapat kita nikmati seterusnya. Dalam nomor ini telah dimuat naskah-naskah yang menyangkut bidang ekologi dengan maksud membangkitkan kesadaran kita semua akan bahaya berbagai jenis pencemaran yang terdapat di sekitar kita ini. Redaksi.

4

Cermin Dunia Kedokteran No. 11, 1978.

Polusi Udara dan Kesehatan Prof. Dr. R. Boedhi Darmojo Kepala Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Dipenogoro R.S. Dr. Kariadi Semarang

PENDAHULUAN Keadaan dimana atmosfir udara mengandung bahan-bahan dalamkonsentrasiyang membahayakan manusia atau lingkungannya didefmisikan sebagai polusi udara (16). Canada menyatakan hal tersebut lebih tegas lagi, yaitu semua macam kontaminasi udara dalam kwalitas yang dapat menyebabkan gangguan pada orang atau membahayakan kesehatan serta keselamatannya; merusak milik serta menggangu kehidupan tanaman dan hewan (13). Malahan di Perancis polusi udara dinyatakan sebagai pengotoran udara yang dapat membahayakan kesehatan dan keamanan umum, pertanian serta preservasi monumenmonumen umum atau keindahan alam (13). Melihat definisi-definisi diatas, jelaslah bahwa problema polusi udara menyangkut segi-segi kehidupan yang sangat luas dan kompleks. Disamping polusi udara ini, dikenal juga pencemaran lingkungan lain umpama : Polusi air, polusi suara; polusi tanah; polusi laut dan sebagainya yang juga merupakan hal yang sangat kompleks. SEBAB—SEBAB POLUSI UDARA Sumber polusi/ pencemaran udara dapat dibagi menjadi : (a) Hasil-hasil proses alamiah yang berasal dari manusia dan (CO2 ), gunung berapi (H 2 S, S0 2 ), angin (debu silikat dan partikel-partikellain). (b) Hasil-hasil proses buatan manusia sendiri umpama : industri (SO 2 , CO, asap dan sebagainya); kendaraan bermotor (CO, hidrokarbon, Pb, asap); rumah tangga, dapat berasal dari dalam rumah yaitu sistim pemanasan, AC dan dapur. Dapat juga berasal dari luar rumah misalnya S0 2 , CO dan sebagainya. Di negara-negara sedang berkembang dan di daerah-daerah luar koia (rural) sebetulnya bahaya polusi udara ini belum begitu berbahaya bagi kehidupan, meskipun dalam kota-kota besar di negara-negara tersebut problema polusi telah mulai nyata. BOEDI RAHARDJANI dkk (1976), menyelidiki polusi udara

di kota Semarang dengan menggunakan burung-burung merpati, didapatkan bahwa yang dihadapi di sini terutama masih bersifat ' alamiah " ( debu silikat), tetapi dengan berkembangnya industri dan makin naiknya jumlah kendaraan bermotor, apalagi disertai dengan pembangunan gedung-gedung bertingkat dikemudian hari, bukan tidak mungkin untuk kota ini dan kota-kota lainnya polusi udara akan merupakan problema yang semakin besar. Di Inggris pada tahun 1952 terjadi smog yang menyebabkan penambahan kematian sejumlah kira-kira 4000 orang di daerah London. Asap pedut (smog) ini disebabkan oleh pembakaran minyak oleh industri maupun rumah-rumah untuk keperluan pemanasan, yang dapat banyak menimbulkan gangguan penyakit dan sebagainya . Sebagai akibat ini Pemerintah mengeluarkan apa yang disebut sebagai Clean Air Act 1956 berikut peraturan-peraturan pelaksanaannya. Peraturan-peraturan semacam ini kemudian diikuti oleh negara-negara industri yang lain dan boleh dikata sekarang bahaya polusi udara di kota-kota ini berhubung dengan adanya peraturan tata-kota yang baik, kecuali beberapa tempat/daerah industri di Jepang dan daerah-daerah industri berat lainnya, telah dapat dikurangi dengan nyata. Apabila 20 tahun yang lalu yang merupakan bahaya polusi udara di negara maju tadi masih pabrik-pabrik industri, sekarang kendaraan-kendaraan bermotor, baik yang menggunakan bensin maupun solar (diesel) menjadi pencemar udara yang utama. Penggunaan kendaraan bermotor diseluruh dunia sejak 1948 berjumlah 42.970.000 mobil penumpang dan 13.050.000 mobil komersil telah naik kira-kira tiga kali lipat dalam tahun 1965, yaitu berturut-turut menjadi 139.730.000 dan 37.600.000 Apalagi dengan pembangunan gedung-gedung pencakar langit dalam kota-kota besar maka jalanjalan menjadi relatif amat sempit, sehingga hawa udara akan lebih banyak mengandung zat polutant dalam konsentrasi besar. Lagi pula Cermin Dunia Kedokteran No. 11, 1978.

5

dengan sinar terik matahari dan angin yang tenang-tenang akan mudah terjadi apa yang disebut polusi fotokimiawi yang dapat menghasilkan zat-zat oksidasi (ozon, peroxyacylnitrate dan sebagainya). Zat-zat ini dapat merangsang mata dan jalan pernapasan. Zat-zat tersebut juga akan merusak tumbuh-tumbuhan antara lain tembakau, sayuran, buah-buahan, bunga dan sebagainya. Keadaan semacam ini ditemui untuk pertama kali di Los Angeles. Kerugian yang diakibatkannya di California ditaksir sebesar US $ 8.000.000 setahun (15). Dikota Semarang, BOEDI RAHARDJANI dkk (1975) telah mengadakan beberapa penyelidikan kadar CO dan S0 2 dibeberapa bagian kota, dengan hasil mulai cukup tinggi di daerah-daerah dengan jalan-jalan sempit dan lalu lintas kendaraan yang padat. Apalagi kendaraan tua dengan pemeliharaan yang kurang baik, akan terjadi pembakaran yang tidak sempurna, sehingga zat polusi akan lebih banyak. Hal semacam ini umpamanya terdapat di India, dimana 60% kendaraan bermotor berumur lebih dari sepuluh tahun (15). PERBANDINGAN ZAT POLUSI KENDARAAN BERTENAGA BENSIN DAN DIESEL (Solar) Macam gas/pollutant CO SO 2 Pb (alkyl—lead compound) Nitrogen-oxides ( NO, NO2) — Hidrokarbon — asap/partikel — mal—odor (bau busuk) — — —

Kendaraan bertenaga bensin +++ + ++ + + —

diesel + ++ + + +++ +++

Nyatalah dari tabel tersebut diatas bahwa gas-gas polusi yang berbahaya lebih banyak dihasilkan oleh bahan bakar bensin, sedangkan bau busuk dan asap yang dapat menghalangi penglihatan lebih banyak dihasilkan oleh bahan bakar solar dengan segala akibat yang dapat ditimbulkannya (antara lain kecelakaan lalu lintas). Perlu kiranya ditambahkan bahwa motor dua tak lebih banyak menghasilkan zat polusi dari pada motor empat tak (kendaraan motor roda dua sekarang jumlahnya naik dengan sangat cepat !!).Zat hidrokarbon, terutama yang polisiklik, yang disebut bersifat karsinogenik hanya sedikit terdapat pada kedua macam hasil bahan bakar tadi. INDOOR POLLUTION Di banyak negara baik negara berkembang maupun sedang berkembang, polusi jenis mikrobiologik masih merupakan hal yang penting, terutama dalam kamar dan ruangan/gedung di mana banyak orang berkumpul. Banyak bakteri-bakteri patogen dapat hidup dan tetap virulent selama berbulan-bulan pada debu karnar, alas tempat tidur dan pakaian yang ketularan (7). Belum lagi virus influenza yang dikeluarkan atau dibatukkan orang sakit yang sangat infektius. Di samping ini zat CO 2 yang dikeluarkan waktu bernapas atau dihasilkan oleh sistem pemanas , dikatakan tidak boleh melebihi 0.05%. Selain itu dinegara-negara dengan hawa dingin sistim pemanas yang digunakan dapat memproduksi CO dan SO 2 serta gas-gas lain yang berbahaya. (Maximum permissable concentration CO ialah 1 mg/m 3 dan SO 2 ialah 0.15 mg/m 3 ) Di negara berhawa panas yang penting justru diruangan tertutup yang berisi banyak orang dimana CO dan CO 2 sebagai hasil 6

Cermin Dunia Kedokteran No. 11, 1978.

asap rokok yang ditiupkan perokok kedalam ruangan, yang kemudian akan diisap oleh orang lain dalam ruangan tersebut. Sebagaimana diketahui seorang perokok itu dapat mempunyai kadar CO dalam darahnya sebesar 10%, suatu kadar yang dapat menggangu faal otak dan jantung. Jadi dengan merokok ia mempolusi dirinya sendiri dan orang-orang lain yang ada didekatnya. Di 20 negara Eropa dan negara-negara lain telah diadakan larangan merokok di tempat-tempat dimana banyak orang berkumpul, di ruangan tertutup, di kendaraan-kendaraan umum dan tempat-tempat lain (19). Indoor pollution semacam 1 ini akan lebih-lebih terjadi lagi bila ruangan-ruangan tersebut menggunakan air-conditioning tanpa exhaust fan. Gas CO2 dan CO dapat juga dihasilkan oleh pembakaran minyak dalam dapur rumah tangga, apalagi bila digunakan minyak tanah dengan kompor yang kurang baik konstruksi dan pemeliharaannya, lagi pula bila dapur berukuran kecil tanpa jendela atau cerobong asap. Dapat dibayangkan kiranya bagaimana orang-orang yang bekerja didalamnya terkena polusi udara. Suatu penyelidikan dengan menggunakan contoh dapurdapur keluarga dengan keadaan sosio-ekonomik yang berbedabeda, telah dilakukan di Semarang (15). Adalah suatu hal yang penting bahwa dapur sebuah rumah itu tidak boleh dihubungkan dengan ruang duduk keluarga, apalagi dengan kamar tidur. Standard untuk air renewal dianjurkan tidak kurang dari 25 m 3 udara segar perjam per orang (17). AKIBAT POLUSI UDARA TERHADAP KESEHATAN. Hubungan yang sebenarnya antara polusi udara dan kesehatan ataupun timbulnya penyakit yang disebabkannya sebetulnya masih belum dapat diterangkan dengan jelas betul dan merupakan problema yang sangat kompleks. Banyak faktorfaktor lain yang ikut menentukan hubungan sebab-akibat ini. Namun dari data statistik dan epidemiologik hubungan ini dapat dilihat dengan nyata. Pada umumnya data morbiditas dapat dianggap lebih penting dan berguna dari pada data mengenai mortalitas. Apalagi penemuan-penemuan kelainan fisiologik pada kehidupan manusia yang terjadi lebih dini sebelum tanda-tanda penyakit dapat dilihat ataupun dirasa, sebagai akibat dari polusi udara, jelas lebih penting lagi artinya. Tindakan pencegahan mestinya telah perlu dilaksanakan pada tingkat yang sedini mungkin WHO Inter Regional Symposium on Criteria for Air Quality and Methods of Measurement telah menetapkan beberapa tingkat konsentrasi polusi udara dalam hubungan dengan akibatnya terhadap kesehatan/lingkungan sebagai berikut : • Tingkat 1

• Tingkat II

• Tingkat III

:

Konsentrasi dan waktu expose dimana tidak ditemui akibat apa-apa, baik secara langsung maupun tidak langsung. : Konsentrasi dimana mungkin dapat ditemui iritasi pada panca-indera, akibat berbahaya pada tumbuh-tumbuhan, pembatasan penglihatan atau akibat-akibat lain yang merugikan pada lingkungan (adverse level). : Konsentrasi dimana mungkin timbul hambatan pada fungsi-fungsi faali yang vital serta perubahan yang mungkin dapat menimbulan penyakit menahun atau pemen-

dekan umur (serious level). Tingkat IV Konsentrasi dimana mungkin terjadi penyakit akut atau kematian pada golongan populasi yang peka (emergency level) (14). Beberapa cara menghitung/memeriksa pengaruh polusi udaia terhadap kesehatan adalah antara lain dengan mencatat : jumlah absensi dari pekerjaan/dinas, jumlah sertifikat/surat keterangan dokter, jumlah perawatan dalam rumah sakit, jumlah morbiditas pada anak-anak, jumlah morbiditas pada orangorang usia lanjut, jumlah morbiditas anggauta-anggauta tentara penyelidikan pada penderita dengan penyakit tertentu misalnya penyakit jantung, paru dan sebagainya (10). Penyelidikan-penyelidikan ini harus dilakukan secara propolusi spektif dan komparatif antara daerah-daerah dengan udara hebat dan ringan, dengan juga memperhitungkan faktorfaktor lain yang mungkin berpengaruh (misalnya udara, kebiasaan makan, merokok, data meteorologik dan sebagainya). Beberapa data epidemiologik, FAIRBAIRN & REID menemukan bahwa incidence bronchitis, lebih banyak pada pengantar pos didaerah dengan pedut tebal. Juga di London incidence penyakit kanker paru terbesar dibagian timur laut kota, dimana angin membawa polusi udara dari pusat dan bagian selatan kota (10). Dalam Penyelidikan di Cracow (Polandia) tahun 1965 prevalensi gejala-gejala penyakit pernapasan lebih besar didapatkan pada orang-orang yang tinggal di daerah polusi udara berat. Juga penyelidikan di Rotterdam terhadap 1000 anak sekolah yang tinggal di pusat kota (polusi tinggi) dan daerah permukiman baru di pinggiran kota menunjukkan bahwa anak-anak di daerah pinggiran kota rata-rata lebih tinggi dan lebih berat badannya (18). COLLEY dan REID (1970) juga menemukan angka bronchitis terendah di daerah pedesaan dan angka tertinggi di daerah yang terkena polusi berat. Hal ini terutama dijumpai pada anak-anak dan pekerja-pekerja yang setengah terlatih dan tidak terlatih. Beberapa penulis lain menemukan angka kematian karena kanker paru sepuluh kali lebih tinggi di dalam kota dari pada di daerah rural. Juga pada bukan perokok angka-angka kota untuk kanker paru ini 120% lebih tinggi dari pada daerah rural. Dengan sebab yang belum jelas juga angka kematian karena kanker lambung dua kali lebih tinggi di daerah dengan polusi tinggi (9). Penyakit yang disebabkan oleh polusi udara. Penyakit-penyakit yang dapat disebabkan oleh polusi udara ialah : (1) Bronchitis kronika. Pengaruh pada wanita maupun pria kurang lebih sama. Hal ini membuktikan bahwa prevalensinya tak dipengaruhi oleh macam pekerjaan sehari-hari. Dengan membersihkan udara dapat terjadi penurunan 40% dari angka mortalitas (9). (2) Emphysema, pulmonum. (3) Bronchopneumonia. (4) Asthma, bronchiale. (5) Cor pulmonale kronikum. Di daerah industri di Czechoslovakia umpamanya, dapat ditemukan prevalensi tinggi penyakit ini. Demikian juga di

India bagian utara di mana penduduk tinggal di rumahrumah tanah liat tanpa jendela dan menggunakan kayu api untuk pemanas rumah (11). (6) Kanker paru. STOCKS & CAMPBELL menemukan mortalitas pada non-smokers di daerah kota sepuluh kali lebih besar dari pada daerah rural (9). (7) Penyakit jantung, juga ditemukan dua kali lebih besar morbiditasnya di daerah dengan polusi udara tinggi. Karbon-monoksida ternyata dapat menyebabkan bahaya pada jantung, apalagi bila telah ada tanda-tanda penyakit jantung ischemik sebelumnya. Afinitas CO terhadap hemoglobin adalah 210 kali lebih besar dari pada 02 sehingga bila kadar COHb sama atau lebih besar dari 50%, akan dapat terjadi nekrosis otot jantung. Kadar lebih rendah dari itupun telah dapat mengganggu faal jantung. SCH ARF dkk (1974) melaporkan suatu casus dengan infark myocard transmural setelah terkena CO. (8) Kanker lambung, ditemukan dua kali lebih banyak pada daerah dengan polusi tinggi (9). (9) Penyakit-penyakit lain, umpamanya iritasi mata, kulit dan sebagainya banyak juga dihubungkan dengan polusi udara. Juga gangguan pertumbuhan anak dan kelainan hematologik pernah diumumkan (17). Di Russia pernah ditemukan hambatan pembentukan antibody terhadap influenza vaccin di daerah kota dengan tingkat polusi tinggi, sedangkan di daerah lain pembentukannya normal (18). Di Jepang sekarang secara resmi telah diakui oleh Pemerintah Pusat maupun daerah, sejumlah tujuh macam penyakit yang berhubungan dengan polusi (pollution related disease) yaitu : Bronchitis kronika Asthma bronchiale Asthmatik bronchitis Emphysema pulmonum dan komplikasinya Minamata disease (karena polusi air dengan methyl—Hg) Itai itai disease (karena keracunan cadmiutn khronik) Chronic arsenic poisoning (polusi air dan udara di tambangtambang AS). Orang-orang dengan keterangan sah menderita penyakitpenyakit ini, yang dianggap disebabkan oleh salah satu macam bahaya polusi, akan mendapat kompensasi akibat kerugian dan biaya perawatan dari penyakitnya oleh polluters (' BEBERAPA USUL TINDAKAN TERHADAP BAHAYA POLUSI UDARA. Penerangan mengenai kesadaran hidup bersama dalam satu lingkungan dan menjaga kelestarian lingkungan hidup secara bersama, perlu ditingkatkan lagi. Penerangan mengenai polusi udara dan bahayanya harus diperhebat umpamanya melalui surat-surat kabar atau media penerangan yang lain. Penerangan mengenai hygiene pribadi dan hygiene lingkungan, disini menjadi lebih penting dan luas lagi karena harus mencakup juga problema-problema polusi tadi. Khusus mengenai indoor pollution, harus dimulai penerangan mengenai syarat-syarat kesehatan bagi dapur-dapur keluarga baik dari segi perbaikan ventilasi dapur, pembuatan jenis kompor atau penggunaan alat pembakar lain yang lebih baik, maupun penggunaan bahan bakar yang efisien. Dari penyelidikan kami dengan menggunakan sample survey dikota Semarang, dikalangan masyarakat sosio-ekonomik tinggipun hanya sedikit Cermin Dunia Kedokteran No. 11, 1978.

7

sekali dapur yang dilengkapi dengan cerobong asap, sedangkan di negara-negara barat hal ini telah merupakan hal yang umum (5). Dari penyelidikan ini juga ternyata bahwa bahan bakar yang bermutu, tinggi, memang paling sedikit memberikan polusi udara. Perlu diadakan survey dan penelitian yang lebih banyak dan lebih mendalam secara teratur, mengenai polusi udara ini, terutama di kota-kota baik dipusat kota dengan penduduk sangat padat, maupun daerah industri dan daerah dalam lingkungannya. Survey dan monitoring data ini tidak cukup hanya dilakukan sekali dua kali saja, tetapi haruslah dikerjakan secara berturut-turut selama beberapa tahun dalam berbagai musim. Dalam bidang industri perlu diperketat dan bila perlu ditinjau kembali, kebijaksanaan mengenai enzonering daerah industri. Letak suatu daerah industri seyogyanya pada down-wind side suatu tempat pemukiman penduduk (13). Dalam hal ini perlu dipikirkan kemungkinan peninggian cerobong-cerobong asap pada pabrik-pabrik yang telah ada untuk membatasi polusi (13). Mungkin gas cleaning equipment bagi tiap pabrik sudah perlu dipikirkan sejak sekarang. Dalam hubungan ini juga penting tindakan desulfurization pada produksi minyak bakar. Gerakan penghijauan, yang sekarang telah mulai ditingkatkan dengan pembiayaan dan rencana yang baik, perlu dilaksanakan tidak saja dihutan dan gunung sebagai penghindar bahaya banjir, tetapi juga didalam kota-kota untuk mereduksi bahaya polusi udara. Ibu-kota kita Jakarta, telah memberi contoh yang berhasil dan patut ditiru untuk ini. Pemilihan-pemilihan jenis pohon tanaman yang sesuai untuk ini perlu diperhatikan, karena sungguh hal ini bukan hanya sekedar tanaman pengindah kota (segi aesthetica) saja. Termasuk dalam penghijauan ini ialah pembuatan green belts yang cukup lebar antara daerah industri dan daerah pemukiman penduduk (13). Kami kira telah mulai harus dipikirkan suatu macam peraturan seperti Clean air act, yang telah dipunyai oleh semua negara industri dan juga oleh sementara negara-negara sedang berkembang (antara lain Chili, Singapura), setidak-tidaknya pernyataan beberapa daerah menjadi apa yang disebut clean air zones. Yang mengambil inisiatif untuk ini tidak usah harus pemerintah, tetapi juga mungkin pihak diluarnya. Di Jerman Barat misalnya rencana peraturan clean air act ini ternyata dibuat oleh Persatuan Insinyur Jerman (13). Seperti diketahui dinegara tetangga kita, Singapura clean air act ini telah mulai ada sejak tahun 1971. Clean air act tersebut tentu saja harus berlaku tidak hanya terhadap industri/pabrik-pabrik tetapi juga terhadap polusi oleh kendaraan bermotor. Di Amerika ternyata sekarang polusi udara karena kendaraan bermotor ini merupakan 60% dari sebab polusi udara, jadi lebih besar dari pada sebab industri. Di Jepang umpamanya konsentrasi maksimal CO yang diizinkan adalah 3% untuk semua jenis kendaraan bermotor yang dibuat tahun 1966 dan sesudahnya. Di Amerika konsentrasi maksimal yang diperkenankan bagi kendaraan bermotor tahun 1970 dan sesudahnya ialah 1,5% CO dan 275 ppm hydrokarbon (15). Bila peraturan-peraturan ini sudah ada, maka peraturan pelaksanaannya yang lebih ketat dengan sanksi-sanksi 8

Cermin Dunia Kedokteran No. 1 1, 1978.

cukup berat, perlu dipikirkan. Hal ini berlaku untuk bahan bakar bensin maupun bahan bakar solar. Akhirnya perlu diusulkan bahwa dalam curriculum pendidikan dokter sesuai dengan community oriented medicine, masalah polusi ditentukan sebagai mata. kuliah. PENUTUP. Demikianlah pembahasan kami mengenai beberapa aspek polusi udara dalam hubungannya dengan kesehatan. Perlu kiranya kami nyatakan disini bahwa peraturan-peraturan mengenai penanggulangan bahaya polusi diluar negeripun (dinegara industri yang telah maju), menurut sejarahnya, mulai dari suatu peraturan lokal ataupun daerah, sebelum menjadi suatu peraturan nasional. Memang pemerintah lokal-lah yang pertamatama berkepentingan dan wajib lebih peka terhadap problemaproblema di daerahnya. Akhirnya, dengan memperbaiki kelestarian lingkungan hidup yang baik, kita bersama akan dapat mencapai peningkatan umum kebahagiaan manusia atau perbaikan dari kwalitas kehidupan. Inilah yang kita cita-citakan di dalam alam masyarakat adil dan makmur berdasarkan Panca Sila.

KEPUSTAKAAN 1.Asian Med J 18 (9) 691, 1975 (Special Edition). 2.BOEDHI DARMOJO R : Tinjauan umum mengenai bahaya polusi, Ceramah pada Lastrum R S Dr. Kariadi. Semarang 1975. 3.BOEDHI RAHARDJANI, IMAM PARSUDI, BOEDHI DARMOJO R : Perencanaan pengawasan kesehatan pencegafian pencemaran udara di Semarang dan daerah perluasan industri. Konggres Nasional III lkatan Ahli Ilmu Faal Indonesia. Semarang 1976. 4.BOEDHI RAHARDJANI, IMAM PARSUDI, BOEDHI DARMOJO Pengaruh polusi udara terhadap paru-paru burung dara. Almanak NUBIKA 1976. 5. BOEDHI RAHARDJANI dkk : Penyelidikan polusi udara di dapurdapur keluarga di Semarang. 1977 6.COLLEY J R T, REID D D: Brit Med J 2 : 213, 1970 7.GOROMOSOV M S : The physiological basis of health standard of dwellings. WHO Public Health Paper No : 33. Geneva 1968. 8.International Work in Cardiovascular Disease 1959-1969, WHO 1969. 9.LAVE L B, SESKIN C : Air polution and human health,Science 169 : 723, 1970. 10.H. LAWTHER P J, MARTIN E, WILKINS E T :Epidemiology of air pollution WHO Public Health Paper No : 15, Geneve 1962. 11.PADMAVATI S : Patterns of Cardiovascular disease in India. Bull Int Soc Cardiology I(9) : May 1969. 12.SCHARF S M, THAMES M, SARGENT R K: Transmural Myocardial infarction after exposure to CO in coronary artery disease. New Engl JMed : July 1974. 13.WHO : Air pollution. A survey of existing legislation. Geneve 1963 14.WHO Tech rep ser No : 271 : Atmospheric pollutants. Geneve 1964. 15.WHO Tech rep ser No : 410 : Urban air pollution (with particular reference to motor vehicles). Geneve 1969. 16.WHO Tech rep ser No : 506. Geneve 1972. 17.The effect of air pollution on health. WHO Chronicle 28 : 12-15, 1974. 18.WHO Tech rep ser No : 554 : Health aspects of environmental pollution control Planning and implementation of national programs. Geneve 1974. 19.DE MOERLOOSE J : Legislative action to combat smoking around the world. WHO Chronicle 31 : 361-371, 1977.

Hubungan Industri dengan Penyakit Kulit Dr. Moh. lbeni lllias Kepala Bagian ilmu Penyakit Kulit & Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya Pendahuluan Penyakit kulit jabatan atau occupational dermatoses sebetulnya sudah ada sejak adanya majikan dan buruh. PARACELSUS adalah orang pertama yang pada sekitar tahun 1500, dalam bukunya Morbis Metallicus menulis tentang penyakitpenyakit jabatan atau occupational diseases dimana juga telah disinggung sedikit mengenai kelainan pada kulit akibat beberapa garam. (SCHWARST et al 1957). Pada sekitar tahun 1700 BE R N A R D O RA M A Z Z IN I menuangkan pengamatan-pengamatannya mengenai penyakit kulit jabatan yang teliti dalam bukunya de Morbis Artificium Diatriba, yang hingga saat ini masih tetap berlaku, seperti mengenai eczema pada tangan penjual roti akibat iritasi oleh adonan tepung, ulcus varicosum pada orang yang berhubung dengan jabatannya harus berdiri terus menerus sepanjang hari, gatal-gatal pada penggiling dan pengayak gandum yang kini diketahui disebabkan oleh sebangsa parasit dan sebagainya. PERCIV AL POTT mengemukakan adanya hubungan antara pembersih cerobong asap dengan carcinoma scrotales yang menurut dia disebabkan oleh jelaga yang jatuh pada waktu disapu. Masih banyak lagi yang ditulis mengenai penyakit-penyakit kulit yang disebabkan oleh pekerjaan, akan tetapi perhatian terhadap penyakit-penyakit ini mulai menjadi besar pada permulaan abad ini dengan berkembangnya perindustrian di negara-negara Inggeris, Perancis, Jerman dan Amerika Serikat. Lahirlah istilah Penyakit Kulit Industri atau Industrial Dermatoses yang kini merupakan suatu keahlian tersendiri dibidang dermatologi. Pembahasan Banyak dermatolog terkenal mencurahkan perhatiannya kepada penyakit kulit akibat industri dan sebagai hasil jerih payah mereka antara lain tergugahnya perhatian dari pada pemerintah masing-masing negara untuk membuat undang-un-. dang yang melindungi buruh industri terhadap kemungkinankemungkinan ini. Kompensasi atau ganti rugi yang tadinya hanya diperuntukkan industrial accidents dan kemudian untuk industrial diseases akhirnya juga diberikan untuk industrial dermatoses. Dewasa ini para karyawan pabrik di negara-negara industri yang sudah maju akan mendapatkan kompensasi dari perusahaan dimana ia bekerja atau dari asuransi bila mana. ia tidak dapat bekerja lagi sebagai akibat dari pada penyakit kulit jabatan. Disamping itu dibuat peraturan-peraturan yang mengharuskan semua pabrik menyediakan segala fasilitas yang

diperlukan untuk melindungi semua karyawannya dari kemungkinan bahaya akibat jabatannya. Agar peraturan-peraturan tersebut juga dilaksanakan sebagaimana mestinya maka pemerintah melakukan pengawasan yang ketat. Hasil dari pada semua ini adalah usaha untuk mencegah timbulnya industrial dermatosesdengan jalan menghindarkan iritasi kulit, baik yang berupa mekanik maupun yang kimia. Dibuatlah mesin-mesin dengan automatic and closed system yaitu sistem mesin yang bekerja secara otomatis dan tertutup sama sekali. Bahan baku dihisap dari truk kedalam gudang dan melalui pipa-pipa dan katup-katup, disalurkan. ke mesin-mesin sampai menjadi barang jadi, dibungkus dan dipak hingga siap untuk dikirim dengan kapal. Bila kulit tidak mungkin dilindungi dengan protective. clothing seperti sarung tangan, masker, kaus kaki, boots, rok dan sebagainya, maka dapat dipakai protective ointmens or barriers yang digosokkan merata pada kulit sebelum mulai bekerja. Air jernih dalam jumlah yang cukup dan mengalir lancar serta sabun harus tersedia agar selesai kerja mereka dapat mandi atau mencuci tubuhnya sampai bersih. Supaya maksud baik ini dapat mencapai tujuannya, maka waktu untuk mandi dan cuci sebaiknya tidak diberikan setelah jam kerja akan tetapi diambil 15 — 30 menit terakhir sebelum jam kerja usai. Tindakan-tindakan prevensi tersebut sebetulnya tidak hanya menguntungkan para karyawan saja akan tctapi juga pengusahanya. Menurut PORTER (1960) produksi maksimal sering tidak bisa tercapai oleh karena hilangnya waktu kerja akibat kecelakaan, pemogokan dan penyakit-penyakit industri. Dan salah satu faktor utama dari pada hilangnya jam kerja ini adalah akibat industrial dermatoses, Belum ada data yang pasti mengenai ini untuk Indonesia, akan tetapi dari survey yang dilakukan oleh BEN NY dan WIJ AYA (1972) pada pengilangan minyak di Plaju dan Sungaigerong diperoleh hasil sebagai berikut : dari 160 karyawan yang diperiksa 22.5% menderita occupational dermatoses suatu persentase yang cukup tinggi. BUDIMULYA et al (1972) pada surveynya dibeberapa pabrik tekstil di Jakarta menemukan beberapa macam penyakit kulit jabatan meskipun tidak disebutkan jumlahnya secara pasti. Di Indonesia walaupun industri sudah ada sejak jaman penjajahan kemajuan yang pesat baru diperoleh dalam periode 10 tahun terakhir selama Repelita pertama dan kedua. Sayang sekali perkembangan industri yang pesat tidak diikuti dengan Cermin Dunia Kedokteran No. 11, 1978.

11

kemajuan-kemajuan di bidang ilmu kedokteran industri yang memadai. Juga Undang-undang Kecelakaan Kerja masih berasal dari tahun 1947 yang kiranya kini sudah kurang sesuai lagi. Pada Bab I, pasal 1, ayat 2 dari Undang-undang Kecelakaan Tahun 1947 no. 33 hanya disebut : Di Perusahaan yang diwajibkan memberi tunjangan, majikan berwajib membayar ganti kerugian kepada buruh yang mendapat Penyakit yang timbul karena hubungan kerja dipandang sebagai kecelakaan (Biro etc. 1970). Occupational atau industrial dermatoses tidak secara explicit disebutkan disini, akan tetapi dapat dimasukkan dalam peraturan ini. Pengeterapannya di dalam praktek tergantung dari pada usahawan, dokter perusahaan dan pemerintah dalam hal ini Lembaga Nasional Hygiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja. Dokter perusahaan dalam hal ini sangat penting peranannya dan harus betul-betul menyadari bahwa pendapatnya sering menentukan hari depan dari si penderita. Apabila seorang pekerja mendapat kelainan penyakit kulit yang disebabkan oleh karena pekerjaannya dan pabrik itu menyediakan dokter perusahaan, maka tindakan selanjutnya dan pengobatannya adalah sangat bergantung dari pada dokter ini, maka setiap dokter perusahaan hendaknya selalu memikirkan apakah kasus yang dihadapi itu tidak ada hubungannya dengan pekerjaan sipenderita. Qleh karena ini penting artinya seperti yang telah diutarakan diatas bagi penderita/pekerja, yaitu yang mengenai : (1) Pengobatannya secara spesialistis (2) Penggantian ongkos-ongkos pengobatan (3) Yang sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup pekerja ini ialah kemungkinan-kemungkinan penempatannya dilain bagian dalam pabrik atau perusahaan dimana dia bekerja, bila tindakan-tindakan preventif tidak memungkinkan lagi. Dengan demikian orang ini tidak akan terlantar hidupnya dikemudian hari. Sikap yang demikian oleh dokter-dokter perusahaan akan sangat membantu secara langsung kepentingan pekerja dan tentu saja kelangsungan produksi pula dan dalam jangka waktu panjang menguntungkan juga majikan oleh karena organisasi yang rapi dan tidak kehilangan pekerja-pekerja ahlinya. Hal yang sebaliknya akan terjadi pada perusahaan-perusahaan dimana tidak ada penelitian yang mendalam mengenai sebab musebab dari kejadian-kejadian tersebut, dan tindakan yang gegabah mengeluarkan'atau memindahkan pekerja-pekerjanya dalam bagian dimana bukan menjadi keahlian nya. Dengan ini maka jelaslah, bahwa tugas sebetulnya belum berakhir setelah penderita itu perawatannya dioperkan pada seorang ahli penyakit kulit. Sebab sekarang masih harus dipertimbangkan apakah perlu penderita ini dipindahkan dilain bagian dipabrik tersebut. Sebab anjuran ini tidak selalu benar, menurut HELLIER (1960) hanya 20% dari semua penderita dengan penyakit kulit jabatan perlu dipindahkan, yaitu mereka yang betul-betul peka terhadap sesuatu bahan dimana kontak langsung dengan bahan tersebut waktu bekerja tidak dapat dihindari. Sisanya atau 80% mendapat penyakit kulit jabatannya akibat kerusakan yang terjadi pada kulit karena iritasi primer, seperti oleh karena gesekan-gesekan mekanis, detergens, alkali atau asam dan sebagainya. Jadi dalam keadaan terakhir ini karyawan tidak perlu pindah. Sudah cukup apabila kulit mereka 12

Cermin Dunia Kedokteran No. 11, 1978.

dapat dilindungi dari iritasi primer dengan mempergunakan protective clothings ataupun protective barriers. MARWALI HARAHAP (1968) dalam penyelidikannya pada 2387 buruh tembakau Deli menjumpai 146 kasus penyakit kulit jabatan (5,1%). Sebagian besar yaitu 121 kasus atau lebih dari 80% disebabkan bahan toksik dan sisanya disebabkan bahan alergenik. Di negara industri yang sudah maju sering timbul sengketa mengenai ganti rugi bagi penyakit kulit jabatan dan umumnya diselesaikan didepan meja hijau. Memang tidaklah mudah untuk menentukan apakah sesuatu dermatitis mempunyai hubungan dengan pekerjaan atau tidak. Menurut POR TER dan PORTER (1960) kesukaran ini disebabkan oleh empat faktor: 1. Sukar untuk dapat menentukan kelalaian berada dipihak mana bila sampai terjadi penyakit kulit jabatan. Usahawan acap kali mendatangkan bahan baku, peralatan dan mesin baru untuk terus meningkatkan produksinya dengan mengabaikan segala persyaratan yang ada untuk keselamatan kerja. Memang mula-mula semua berjalan lancar sebab penyakit kulit jabatan baru timbul setelah sekian waktu perusahaan-perusahaan itu berjalan. Di lain pihak perusahaan sudah menyediakan segala fasilitas yang diperlukan akan tetapi karyawan ternyata lalai memanfaatkannya. 2. Tidak adanya kejadian yang menyolok untuk menunjukkan secara tepat dimana, bilamana dan bagaimana terjadinya penyakit tersebut seperti misalnya pada trauma kulit akibat tersiram air mendidih. 3. Istilah dermatitis yang dipergunakan untuk semua bentuk penyakit kulit jabatan. Majikan dapat dirugikan bilamana ia harus memberikan kompensasi yang besar bagi karyawan yang menderita periyakit kulit ringan yang sembuh setelah beberapa hari. Sebaliknya karyawan dapat dirugikan bila suatu penyakit kulit jabatan yang berat dikira suatu dermatitis yang konstitusionil. 4. Kadang kala sukar untuk dapat menentukan apakah Suatu dermatitis ada hubungan dengan pekerjaan di pabrik atau di rumah. Misalnya dermatitis pada seorang montir mesin bisa disebabkan oleh adanya kepekaan terhadap cat yang ia pergunakan untuk melukis di rumah sebagai hobby diwaktu senggang. Disamping itu dermatitis dapat berdasarkan konstitusi tubuh seperti pada atopy atau neurosis yang berakar dari kesukaran rumah tangga. Patch testing yang pernah dianggap sebagai faktor yang menentukan pada persengketaan akhir-akhir ini terbukti sangat meragukan. Pertama oleh karena sebagian besar dari pada penyakit kulit jabatan bukan disebabkan oleh adanya kerentanan terhadap sesuatu bahan ( 80% menurut HELLIER dan HARAHAP) dan kedua oleh karena syarat-syarat untuk patch testing harus dipenuhi semua, antara lain dengan memakai satu atau dua orang sukarelawan sebagai perbandingan. Di Indonesia sengketa mengenai kompensasi untuk penyakit kulit jabatan yang diajukan kepengadilan sepanjang pengetahuan saya belum pernah terjadi. Ini bukan berarti bahwa di negeri kita ini semua berjalan dengan sempurna atau tidak ada penyakit kulit jabatan. Hanya saja perhatian terhadap penyakit jabatan ini masih sangat kurang dikalangan

para dokter terutama ahli- ahli kulit. Apabila ada sengketa, lazimnya semua itu diselesaikan secara damai dan pada umumnya lebih menguntungkan bagi si majikan dari pada karyawan. Penutup Kini pabrik-pabrik tumbuh sebagai jamur dimusim hujan di kota-kota besar, misalnya ; perakitan mobil, pabrik-pabrik obat, cat dan kimia, pabrik textil, pemintalan dan sebagainya. Maka sudah .barang tentu dan dapat diperkirakan bahwa penyakit jabatan dan penyakit kulit jabatan akan makin meningkat diwaktu yang akan datang. Tidaklah berlebihan apa bila mulai sekarang sudah kita pikirkan kearah itu, tetapi agar dapat memperoleh hasil yang optimal diperlukan kerja sama yang erat antara usahawan, dokter perusahaan, dokter akhli penyakit kulit, karyawan dan pemerintah.

KEPUSTAKAAN 1. BENNY W. WIJAYA U : Proceeding Konas I P.A.D. V.I Jakarta. 20–23. 1972. 2; BOEDIMULJA et al : Proceeding Konas I P.A.D. V.I Jakarta. 12–16 1972. 3. BIRO TATA HUKUM DAN HUBUNGAN LEMBAGA–LEMBAGA NEGARA DEPARTEMEN TENAGA KERJA : Himpunan peraturan-peraturan tenaga kerja . Jilid II. Cetakan III. 4. HARAHAP M : Dermatitis kontak pada buruh tembakau Deli. Thesis 61–93, 1968. 5. HELLIER FF : Symp Dermat Praque. Vol 2 : 345–346, 1960. 6. PORTER R : Symp Dermat Praque. Vol 3: 211–217, 1960. 7. PORTER R. PORTER R A : Symp Dermat Praque. 401–404, 1960; 8.SCHWARTZ L, TULIPAN L, BIRMINGHAM D J : Occupational diseases of the skin, 3 ed. Philadelphia, Lea & Febiger. 18–26, 1957

SPESIALIS YANG PALING BANYAK DIBUTUHKAN ADALAH : INTERNIST Di Amerika telah dilakukan survey mengenai kebutuhan akan tenaga-tenaga ahli dibidang kedokteran. Selama masa triwulan terakhir tahun 1976 sampai triwulan pertama tahun 1977 didapat angka-angka sebagai berikut :

Data-data tersebut diperoleh dari iklan-iklan yang dipasang pada majalah-majalah kedokteran yang ada di Amerika. Dimana jumlah iklan yang membutuhkan dokterdokter ahli dalam berbagai bidang keahlian, rata-rata 2300 buah sebulan. Physician's Management 17 : 16,1977.

Cermin Dunia Kedokteran No. 11, 1978.

13

Ekosistem Manusia dan Pekerjaannya serta Kesehatan dr. Suma'mur P K Direktur Lembaga Nasional Hygiene Perusahaan & Kesehatan Kerja

PENDAHULUAN Ekosistim adalah sistim mahluk hidup dan lingkungannya. Sistim ini berkembang secara dinamis dan keadaannya merupakan hasil interaksi di antara komponen-komponen yang terdapat di dalam sistim tersebut. Manusia dan pekerjaan merupakan salah satu ekosistim sebagaimana uraian tentang makna ekosistim seperti tersebut di atas. Ekosistim tersebut justru penting bagi kehidupan dan kelangsungan kehidupan, oleh karena pekerjaan merupakan sumber penghasilan. Pendapatan seseorang adalah kunci bagi pemenuhan hidup manusiawi dan sudah barang tentu kelayakan hidupnya. Ekosistim manusia dan pekerjaan relatif lebih penting lagi bagi masyarakat yang sedang membangun, oleh karena pekerjaan justru diluaskan dalam Pembangunan oleh karena produksi, baik barang, maupun jasa perlu ditingkatkan, sedangkan ekosistimnya mungkin berubah dari hari ke hari. Modernisasi dengan penerapan teknologi, pengelolaan perkotaan, pemajuan sektor agraris, dan lain-lain, pada akhirnya merubah dan me-ngembangkan ekosistim manusia dan pekerjaannya. Selanjutnya akan ditelaah ekosistim manusia dan pekerjaannya ini terhadap kesehatan manusia. KESEHATAN DAN PEKERJAAN Manusia yang tidak bekerja tidak akan sehat, sejahtera dan bahagia. Bekerja disini dalam arti ikut berpartisipasi dalam kegiatan produksi , baik barang, ataupun jasa. Bekerja adalah segi penting kebudayaan dan peradaban yang akan menyebabkan 14

Cermin Dunia Kedokteran No. 11, 1978.

seseorang menderita atau tidak berbahagia, manakala ia tidak bekerja. Bekerja kadang-kadang identik dengan harga diri. Ditinjau lebih dalam, bekerja dalam arti yang lebih luas meliputi seluruh pekerjaan organ-organ tubuh atau bagiannya. Bekerja dalam arti demikian adalah naluri dari suatu mahluk hidup, termasuk manusia. Pengalaman menunjukkan, bahwa organ-organ tubuh yang tidak dipakai akan mengalami atrofi ke-takterpakaian (=disuse atrophy). Dengan pekerjaan, biaya untuk pemeliharaan dan peningkatan kesehatan dapat diperoleh. Oleh karena penghasilanlah, maka kepala dan anggota-anggota keluarganya dapat mem-biayai perawatan dokter, biaya rumah sakit. biaya persalinan, dan sebagainya. Karena adanya pendapatanlah, biaya pencegahan terhadap penyakit menular, perbaikan sanitasi, pengadaan lingkungan pemukiman, dan lain-lain dapat dipenuhi. Dapat difahami dalam hubungan ini; bahwa tingkat upah minimum sangat menentukan pula tingkat kesehatan. Penghasilan yang layak sebagaimana diisyaratkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 adalah arah dan tujuan kita semua. Upah yang layak tidak sekedar dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum saja, tetapi lebih jauh lagi. Penghasilan yang layak adalah pencerminan upah yang juga menjamin perlindungan terhadap risiko-risiko kehidupan dan juga keleluasaan kehidupan sebagai martabat kehidupan. Uraian-uraian tersebut adalah jelas, tetapi realisasinya memerlukan kerja keras. Namun demikian, mengapa justru ada ungkapan dalam tulisan-tulisan, bahkan diterbitkan sebagai judul buku, yaitu Pekerjaan Berbahaya Bagi Kesehatanmu .

PERUBAHAN EKOSISTIM DAN EFEKNYA Sebenarnya ekosistim manusia dan pekerjaannya lebih dari 40 jam seminggu dan 300 hari setahun. Pekerjaan pada umumnya tidak dapat diselesaikan di tempat kerja, tetapi selalu dibawa, paling tidak pemikirannya, di tempat-tempat lain, seperti di rumah ataupun pada saat-saat istirahat. Ucapan Tinggalkan pekerjaanmu di tempat kerja adalah mudah dikatakan, tetapi sulit untuk diterapkan secara lestari. Pekerjaan. adalah suatu rangsangan kepada kehidupan, yang dalam banyak hal merupakan tegangan. Tegangan-tegangan ini meningkat pada waktu pekerjaan-pekerjaan dilakukan sesuai dengan beban kerja, sifat pekerjaan, organisasi kerja, dan lainlain. Bahwa pekerjaan ini merupakan suatu rangsangan atau tegangan dapat dilihat dari kenyataan-kenyataan berikut : Pada waktu bekerja syaraf menjadi lebih aktif, otot-otot menegang dan terjadi pembebasan adrenalin, juga pengaliran darah ke otot meningkat sedangkan darah yang mengalir ke kulit berkurang demikian juga usus dan ginjal. Pernapasan menjadi lebih dalam, denyut jantung dan nadi men/adi lebih cepat, dan terjadi kenaikan tekanan darah. Untuk pengerahan tenaga, lemak dan gula dibebaskan ke dalam aliran darah. Derap Pembangunan meluaskan kegiatan-kegiatan ekonomi, sosial budaya, politik, keamanan, dan lain-lain. Semua ini merangsang orang-orang lebih giat bekerja. Ekosistim manusia dan pekerjaannya berubah pula dengan berkembang lebih aktif. Penambahan kegiatan ini lebih dirasakan lagi pada sektorsektor yang dalam Pembangunan mendapatkan prioritas. Tanpa perhatian terhadap kesehatan, perubahan yang sebenarnya sangat positif ini kadang-kadang membawa korban. Dalam hal ini, kadang-kadang terjadi, bahwa seseorang yang sangat berhasil dan dengan segala potensi dan kapasitasnya tumbuh, tetapi berakhir dengan serangan jantung, dan berhentilah dalam pengabdiannya. Mereka adalah pahlawan-pahlawan dalam Pembangunan, tetapi bukanlah masih diperlukan lebih lanjut lagi pengabdiannya ? Benar, bahwa usia ada dalam tangan Tuhan, tetapi bukanlah usaha-usaha adalah kewajiban ummat pula ? Antara lain misalnya penerapan kegiatan erobik. Perubahan ekosistim berubah pula dengan penerapan teknologi. Teknologi diterapkan dalam bentuk proses produksi, yang dengan kemajuan teknologi mengadakan perubahan pada komponen pekerjaan dalam hal cara bekerja, mesin-mesin dan peralatan kerja, serta lingkungan di tempat pekerjaan dilakukan. Aneka teknologi kini memasuki berbagai sektor kegiatan ekonomi seperti industri, pertambangan, pekerjaan umum, perhubungan, pertanian, jasa, dan lain-lain. Mesin-mesin dan peralatan kerja yang diterapkan pada pemakaian teknologi baru disertai pengaruh-pengaruh yang sering negatif bagi kesehatan. Bahan-bahan kimia dalam aneka bentuk menjadi sebab kelainan-kelainan pada mereka yang mengolahnya. Reaksi manusiawi terhadap cara kerja kadang-kadang mendatangkan gangguan kesehatan. Penyakit-penyakit kerja telah banyak dikenal dan diketahui tidak sedikit dari penyakit-penyakit tersebut yang disertai tingkat cacat yang tinggi. Pencegahan dan pengendalian efek-efek buruk dari pekerjaan terhadap kesehatan selain bersifat pengamanan terhadap Pembangunan, juga bernilai luhur yaitu perikemanusiaan.

TEKNOLOGI PENGENDALIAN Perubahan ekosistim manusia dan pekerjaannya perlu dikendalikan, sehingga tenaga kerja berada dalam kesetimbangan yang paling mantap terhadap pekerjaannya. Teknologi terapan perlu dikendalikan terhadap efek sampingnya dengan sejenis teknologi pula. Teknologi ini adalah teknologi pengendalian. Teknologi pengendalian bersasaran manusia dalam pekerjaannya. Pengembangan ekosistim manusia dan lingkungannya diarahkan kepada kondisi-kondisi bagi tenaga kerja yang sehat dan produktif. Teknologi pengendalian meliputi berbagai segi yaitu. (a) Pemonitoran terhadap manusia dan lingkungannya. (b) Penerapan teknologi pengendalian untuk perbaikan. (c) Perlindungan terhadap kesehatan faktor manusia. Namun kesemua tindakan tersebut baru akan jalan, jika pihak-pihak yang bersangkutan yaitu pengusaha, buruh, Pemerintah, serta masyarakat pada umumnya telah menyadari sepenuhnya hubungan di antara kesehatan faktor manusia dalam pekerjaan sebagai suatu ekosistim. Teknologi pengendalian perlu diadakan dengan dimulai pada tingkat teknologi yang paling sederhana. Penerapan teknologi yang belum disertai pengendalian pengamanan perlu pula dimulai dengan penanaman kesadaran. Sedangkan pada teknologi yang baru, secara bersama-sama teknologi pengendalian harus diterapkan sejak dari perencanaannya. Dengan kata lain, teknologi yang masuk harus secara bersama-sama membawa teknologi pengamanan yang biasa dipergunakan di tempat asalnya. Biaya teknologi pengendalian tidak besar. Pada sektor-sektor padat modal, teknologi tersebut menelan biaya sebesar 1½ - 3% dari investasi. PENUTUP Telah disajikan Ekosistim Manusia dan Pekerjaannya serta Kesehatan dalam rangka ikut mengisi tema Ekologi Kesehatan dan Lingkungan dalam Cermin Dunia Kedokteran. Perbaikankesehatan tenaga kerja dalam hubungan pekerjaannya sedang tumbuh di Tanah Air dan merupakan tantangan bagi Dunia Kedokteran. Maka uraian ini, dapat dianggap cermin kedokteran masa kini di Indonesia. Dan dengan proses Pembangunan selanjutnya, problematik ini tetap akan tampil secara kontinyu pada masa-masa mendatang sejalan dengan proses industrialisasi, modernisasi pertanian dan perluasan bagian-bagian sektor ekonomi lainnya. Syukurlah, lapangan kesehatan dalam sektor produksi yang disebut dengan Hiperkes telah sepagi mungkin dikembangkan di Indonesia . Dan telah banyak yang kita lakukan. Namun tetap masih banyak pekerjaan harus dilakukan. Lebih-lebih bila diingat makna yang dalam dari suatu Monumen Kesehatan di suatu Negara di Luar Negeri yang berbunyi : Kesehatan Tenaga Kerja adalah Landasan dari Suatu Masyarakat Modern. Semoga dengan tulisan ini, kita semua lebih tergugah dalam hal pembinaan kesehatan tenaga kerja dan produktivitas kerjanya. Cermin Dunia Kedokteran No. 11, 1978.

15

Intoksikasi CO dr Azis Mashabi Bagian Paru Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ R S Persahabatan Jakarta PENDAHULUAN Sejak manusia pertama dapat membuat api, intoksikasi karbon monoksida telah menjadi masalah. Masalah intoksikasi gas ini kian menjadi penting sejalan dengan semakin majunya industrialisasi di suatu negara. Pada saat ini karbon monoksida merupakan gas beracun yang paling banyak menimbulkan intoksikasi akut serta paling banyak menyebabkan kematian dibandingkan dengan kematian akibat intoksikasi gas-gas lain. Kematian akibat intoksikasi gas CO yang sering terjadi pada sekelompok orang sekaligus, seperti kematian enam orang di dalam sel tahanan akibat gas CO dari generator, kematian beberapa mahasiswa di dalam bis karena gas dari knalpot masuk kebagian belakang bis, kematian beberapa anggota keluarga di dalam kamar tertutup dan lainlain, memberikan efek yang dramatis biia diberitakan di suratsurat kabar. Mula-mula disan,g4ca bahwa expose terhadap CO dengan kadar rendah/sedang yang berlangsung berulang-ulang tidak punya efek terhadap fisiologi tubuh; tetapi ternyata penyelidikan-penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa intoksikasi kronik dapat terjadi dari dapat menimbulkan efek patologik yang cukup gawat. Okh karena itu perhatian terhadap efek CO kadar rendah menjadi semakin besar, lebih-lebih setelah diketahui bahwa : Merokok dapat menaikkan kadar COHb darah (Russell et al). Kadar-kadar COHb dapat mencapai 6 — 9,6 % pada perokok-perokok yang berada dalam ruangan yang mengandung CO 38 ppm sedang pada bukan perokok kenaikannya hanya sebesar 1,6 — 2,6%. Orang yang berada di jalan jalan yang penuh dengan kendaraan bermotor juga mempunyai kadar COHb yang meningkat. Jones et al (1972) menyelidiki kadar COHb dalam darah sopir-sopir taxi di London, ia menemukan bahwa pada sopir-sopir taxi yang bukan perokok kadar COHb 1,4 — 3,0 % sedang pada sopir-sopir taxi yang perokok kadarnya bisa mencapai 20 %. Dengan meningkatnya jumlah kendaraan bermotor di jalan-jalan umum, serta tumbuhnya industrialisasi di negara kita, masalah ini akan lebih sering kita jumpai di masa-masa yang akan datang. Sumber CO Karbon monoksida diprodusir di alam dari : (a) Sumber-sumber alami yaitu : gunung berapi, kebakaran hutan, sumber endogen berupa penghancuran hemoglobin 16

Cermin Dunia Kedokteran No. 11, 1978.

dalam badan yang menghasilkan CO ± 0,4 ml per jam, yang menyebabkan darah akan mempunyai kadar normal COHh 0,5—0,8%. (b) Sumber CO terbesar dalam alam ini adalah yang berasal dari man made CO sebagai hasil proses tehnologi. Tiap tahun manusia menghasilkan kira-kira 250 juta ton man made CO sebagai hasil pembakaran tidak sempurna dari bahan-bahan organik seperti : minyak bumi, kayu, gas alam maupun gas buatan, bahan peledak, batu bara. MEKANISME INTOKSIKASI KARBON MONOKSIDA Efek toksik dari karbon monoksida disebabkan pengikatannya oleh hemoglobin, dengan membentuk kompleks carboxyhemoglobin. Dalam bentuk baru ini, hemoglobin tidak dapat lagi melakukan fungsinya untuk transportasi oksigen kejaringan-jaringan tubuh. (Hemoglobin dapat mengikat molekul CO sama banyak seperti pada pengikatan oksigen. Kedua gas ini diikat pada gugus yang sama dalam molekul hemoglobin, bereaksi dengan besi dalam gugus porphyria). Dengan cara yang sama, selain pada hemoglobin, CO juga dapat bereaksi dengan myoglobin, cytochrome oxidase serta eytochrome P—450. Meskipun kecepatan pengikatan CO oleh hemoglobin adalah 1/10 x kecepatan oksigen, kecepatan dissosiasinya adalah 1/2100 x kecepatan oksigen. Oleh karena itu afinitet hemoglobin terhadap CO lebih besar dari pada terhadap oksigen, yaitu 1/10 x 2100 = 210 x afinitet terhadap oksigen. Bila seorang menghirup gas CO ini, maka dengan cepat CO ini pindah dari plasma ke sel-sel darah merah untuk bergabung dengan hemoglobin. Pembentukan COHbyang cepat dan terus menerus ini, menyebabkan Pco plasma tetap rendah, sehingga CO dari alveolus selalu mengalir dengan cepat kedalam darah di paru-paru. Seperti halnya dengan Hb0 2 , CO Hb ini selalu berada dalam keadaaan dissosiasi sebagai berikut : Jika expose dengan CO ini terhenti maka COHb akan diuraikan menjadi Hb02 dan CO kembali dan selanjutnya CO ini akan larut dalam plasma dan dikeluarkan melalui paru-paru. Reaksi toksik yang timbul setelah menghirup CO pada dasarnya disebabkan oleh hypoxia jaringan karena darah tak cukup mengandung 02 . Hal ini pertama kali dibuktikan oleh HALDANE pada tahun 1895. Jika seekor tikus diberikan 0 2 dengan tekanan dua atmosfir, maka darah akan mengandung cu-

kup banyak 02 yang larut dalam plasma untuk memenuhi kebutuhan metabolisme sel-sel jaringan. Dalam keadaan ini seluruh hemoglobin dapat berada dalam bentuk COHb tanpa tikus-tikus ini menunjukkan gejala-gejala intoksikasi. Oleh HALDANE hal ini disimpulkan bahwa CO sendiri sebenarnya tidak toksik untuk sel-sel jaringan. EKSKRESI CO tidak dapat dikeluarkan dari dalam tubuh kecuali jika ada pemafasan aktif. Waktu rata-rata yang diperlukan oleh seorang yang beristirahat untuk mengeluarkan CO sampai kadarnya menjadi ½ konsentrasi semula (half life), adalah 250 menit. Jika sebagai ganti udara dipakai oksigen maka kekekiri, sehingga waktu yang diperlukan untuk membuat kadar COHb menjadi dari semula hanya berlangsung 40 menit. Jika pada 02 ini ditambah CO2 5%, waktu yang dibutuhkan akan berkurang lagi menjadi 13,7 menit. Pemberian CO 2 5% ini akan menyebabkan terjadinya hyperventilasi serta penurunan pH darah yang akan mempercepat pembuangan CO ini. Pemberian 02 dengan tekanan 2 atmosfir akan lebih mempercepat lagi eliminasi COHb menjadi hanya 7,6 menit. PATO–FISIOLOGI • Intoksikasi akut Perubahan patologik yang terjadi pada intoksikasi akut CO disebabkan oleh hypoxia. Oleh karena itu, beratnya kelainan ditentukan oleh lama serta derajat hypoxia ini. Yang terkena terutama ialah jaringan yaang paling peka terhadap pengurangan 02 , seperti : susunan saraf pusat, jantung dan sebagainya. FINC K(1966) mempelajari perubahan-perubahan patologik pada 351 kasus kematian yang disebabkan intoksikasi CO. Didapatkan tiga kelainan patologik, yaitu : (1) Edema/kongesti pada : paru-paru (66 %), otak (25%), jantung ( 2% ), viscera (7%). (2) Petechiae pada : otak (10%), jantung (33%). (3) Hemorrhagi pada : paru-paru (7%), pleura (1%), otak ( 2%) . q Susunan saraf pusat.– Pada kasus-kasus fatal yang akut, ditemukan kongesti serta hemorrhagi pada semua organ. Sedang pada kasus-kasus fatal subakut, lesi yang ditimbulkan sebanding dengan lamanya pingsan yang timbul akibat hypoxia. BOKONJIC (1963) mengemukakan pada kasus-kasus intoksikasi CO, batas maksimum lamanya pingsan agar tidak meninggalkan cacat neurologik adalah 21 jam untuk penderita dibawah umur 48 tahun dan 11 jam untuk penderita diatas umur 48 tahun. Bila pingsan berlangsung (i) lebih dari 15 jam pada penderita umur diatas 48 tahun atau (ii) lebih dari 64 jam pada penderita umur dibawah 48 tahun, maka akan terjadi kerusakan-rusakan permanen dan irreversible pada susunan saraf pusat dan fungsi mental tidak akan kembali sempuma lagi. Pemeriksaan Histologis memperlihatkan demyelinisasi yang luas pada substansia alba dan nekrosis bilateral di globus pallidus. W H SCHU LTE (16) menyelidiki efek intoksikasi CO pada susunan saraf pusat terhadap 49 orang sehat, berumur antara 25 th – 49 th, yang diexpose dengan 100 ppm CO. Kesimpulan yang didapat adalah CO dapat menyebabkan gangguan

fungsi pada pusat-pusat luhur disusunan saraf pusat, terutama pada daerah-daerah diotak yang mengontrol kemampuan cognitive dan psikomotor. Gangguan ini dapat terjadi pada kadar COHb kurang dari 5%. q Jantung.– Jantung merupakan organ kedua yang peka terhadap hypoxia. Sebagian kasus menunjukkan tanda-tanda klinis terkenanya myocardium, tetapi sebagian yang lain tidak memperlihatkan gejala-gejala ini. Kelainan pada EKG ditemukan pada sebagian besar (hampir semua) kasus. q Lain-lain.– Dapat timbul eritema, edema dan blister/bulla pada kulit. P0 2 merendah, teijadi asidosis metabolik Hematokrit meninggi. • Intoksikasi kronik. Yang dimaksud disini ialah intoksikasi yang terjadi setelah expose berulang-ulang dengan CO yang berkadar rendah atau sedang. Perubahan-perubahan patofisiologi yang terjadi : q Pembuluh darah.– CO mempunyai efek merusak dinding arteri sehingga menyebabkan permeabilitas terhadap macammacam komponen plasma meningkat. Pemberian cholesterol pada saat ini akan menyebabkan penimbunan lemak pada pembuluh darah. ASTRUP (2) menemukan kadar COHb yang tinggi pada perokok-perokok berat, terutama pada perokok yang menderita arteriosclerosis perifer. q Ginjal– GFR bertambah sampai ± 50%. Ini mungkin disebabkan oleh bertambahnya permeabilitas vaskuler. q Darah.- Akibat hypoxia yang kronik, terjadi aklimatisasi. Eritrosit bertambah jumlahnya (polisitemia). q Jantung.– Afinitet CO terhadap myoglobin lebih besar daripada terhadap hemoglobin. Ini dapat mengganggu fungsi transport 02 dari myoglobin, serta dapat memperberat ischemia myocardium. Gejala Gejala-gejala yang timbul adalah gejala-gejala yang disebabkan oleh hypoxia. Gejala-gejala ini sebanding dengan kadar COHb dalam darah. Hubungan antara gejala-gejala dengan COHb darah dapat dilihat pada tabel I. % COHb 0–10 10–20 20–30 30–40 40–50 50–60 60–770–80 80–90 90 keatas

Gejalagejala – tidak ada keluhan maupun gejala. rasa berat dikepala, sedikit sakit kepala, pelebaran pembuluh darah kulit. – sakit kepala menusuk-nusuk pada pelipis – sakit kepala hebat, lemah, dizziness, pandangan jadi kabur, nausea, muntah-muntah. – seperti diatas, syncope, nadi dan pernafasan menjadi cepat. – syncope, nadi dan pernafasan menjadi cepat, coma, kejang yang intermitten. – coma, kejang yang intermitten, depressi jantung dan pernafasan. – nadi lemah, pernafasan lambat, kegagalan pernafasan dan meninggal dalam beberapa jam. – meninggal dalam waktu kurang dari satu jam. – meninggal dalam beberapa menit.-

Cermin Dunia Kedokteran No. 11,1978.

19

Beratnya gejala ditentukan pula oleh kebutuhan jaringan akan 02. Nadi baru terpengaruh jika kadar COHb telah mencapai 50%. Gejala-gejala lain yang tidak khas adalah kelainan pada kulit, banyak berkeringat, pembesaran hepar, tendens bleeding suhu badan meningkat, lekositosis, serta albuminuria dan glycosuria. DIAGNOSTIK Diagnostik ditegakkan dengan :(i) ditemukannya kadar COHb yang meninggi dalam darah. Carboxyhemoglobin berwarna merah terang (bright red) yang akan terlihat pada kukukuku jari, mukosa, dan kulit, (ii) ditemukannya tanda-tanda klinis seperti yang tersebut diatas. PENGOBATAN Prinsip pada pengobatan intoksikasi CO ialah mengembalikan keadaan agar supply 02 untuk sel-sel jaringan' kembali menjadi normal dan cukup, seperti semula. Tindakan yang dilakukan adalah sebagai berikut : (1) Yang penting adalah memindahkan penderita kedalam ru angan dengan udara segar. (2) Jika terjadi penghentian pernafasan, maka dilakukan pernafasan buatan secepatnya. (3) Tindakan berikut adalah pemberian oksigen, yang dilakukan dengan alat-alat yang dapat mencegah terhisapnya kembali CO kedalam badan. Pemberian ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu : q Oksigen diberikan bersama-sama dengan 5 — 7% - CO2 . — Dengan kombinasi ini kadar COHb dapat diturunkan lebih cepat. Dalam konsentrasi ini CO 2 tidak menimbulkan efek yang membahayakan q Pada intoksikasi CO berat.— Yang disertai dengan hilangnya kesadaran, pengobatan terbaik adalah denganpemberian oksigen yang bertekanan dua atmosfir. Penggunaan oksigen bertekanan tinggi ini dengan cepat. akan mengganti CO dalam molekul Hb. Selain itu oksigen ini akan larut dalam plasma dalam jumlah banyak dan dapat dengan segera memberikan efeknya pada sel-sel jaringan. Oksigen ini akan menyebabkan keseimbangan reaksi : bergeser kekiri. CO akan terIepas dan larut kedalam plasma dan selanjutnya dikeluarkan melalui pernafasan. Dengan memperpendek keadaan hypoxia, kita akan dapat membatasi semaximal mungkin kerusakan jaringan. Penambahan tekanan oksigen lebih dari dua atmosfir akan menimbulkan risiko mempercepat terjadinya intoksikasi oksigen. Untuk pemberian hyperbaric oxygen therapy dipakai cara yang dilakukan oleh OGAWA (12) yaitu : diberikan tiga kali; tiap kali diberikan oksigen murni dengan tekanan dua atmosfir selama kira-kira satu jam, satu kali sehari. Pengobatan dengan hyperbaric oxygenation ini, yang mulai dikembangkan oleh SMITH & SHARP pada tahun 1960,kinimerupakan therapy of choice untuk pengobatan intoksikasi CO berat. Cara ini dapat menghilangkan CO dari darah dan jaringan dengan cepat tanpa tergantung pada mekanisme transport hemoglobin. (4) Selain ini hendaknya juga dilakukan usaha yang bersifat supportif yaitu : Penderita diusahakan agar selalu panas dengan menggunakan selimut dan sebagainya. Agar sama sekali tidak melakukan gerakan/aktifitas fisik, supaya ke 20

Cermin Dunia Kedokteran No. 11, 1978.

butuhan oksigen oleh jaringan jadi seminimal mungkin. (5) Transfusi darah juga dapat membantu. Tetapi cara ini sekarang banyak disanggah oleh karena darah baru ini, yang relatif sedikit, dalam waktu singkat akan dipenuhi oleh CO yang berada di jaringan-jaringan. (6) Tindakan tambahan lain yang pernah dianjurkan adalah : hypothermi yaitu dengan mendinginkan seluruh badan, maka kebutuhan sel-sel jaringan akan oksigen menurun, sehingga sequellae neurologis yang timbul dapat dikurangi seminimal mungkin. (7) Juga dapat digunakan succinic acid, untuk menstimulir pernafasan. KEPUSTAKAAN

1.ANDERSON et al : Myocardial toxicity from carbon monoxide poisoning. Annals of int med 1967. 2.ASTRUP, POUL : Some physiological & pathological effects of moderate carbon monoxide exposure. British med Journal 4 : 447–452 1972. 3.AYRES et al : Carboxyhaemoglobin : Hemodynamic & respiratory responses to small concentration. Science 149 : 9 July 1965 4.BURNS et al : A specific carrier for 02 & CO in lung : Effects of volatile anesthetic on gas transfer and drug metabolism. Chest 69 : 2 Febr, 1976. 5.FAIRHALL : Industrial toxicology. lst ed, pp 246–248 6.GOODMAN,.GILMAN : The pharmacological basis of therapeutic 4th ed, pp 930–934,1970, 7.HENDERSON, HAGGARD : Noxious gases and the principles of respiration. 2nd ed. pp 159–172. 8.HAMILTON, HARDY : Industrial toxicology 2nd ed. pp 219–248 9.HUSAERI, JUSUF A, AMIRUDDIN A : Pengaruh pencemaran udara pada pazu. Muktamar IDI Cirebon, 1975. 10.INTERNATIONAL LABOUR OFFICE, GENEVA : Occupational health and safety. vol. : pp. 253-256. 11.LAWTHER P J : Carbon monoxide. British med bulletin, 1975. 12.OGAWA M et al : Respiratory changes in carbon monoxide poisoning with reference to hyperbaric oxygenation. Med jour of Osaka university 22 (4) March, 1972. 13.PETER, RICHARD : Mechanical basis of respiration. lst. ed. 14.SALTZMAN, BERNARD E : Air polution. Analytical chemistry 47 : April, 1975. 15.SCHULTE, CDR JOHN H : Effects of carbon monoxide intoxication. Science 7 : Nov. 1963. 16.SCHULTE, WILMER H : Carbon monoxide, a domestic and occupational hazard. Med clin of north America, March 1941. 17.Suma'mur DR PK M Sc : Higene perusahaan dan kesehatan kerja. 18. WRIGHT G F : Carbon monoxide in the urban atmosphere.

Tahukah anda..........?????? Bahwa efek placcbo itu menyulitkan evaluasi suatu pengobatan olch karena zat non aktip tersebut dapat menyebabkan: • Penyembuhan sungguh-sungguh dari penyakitpenyakit yang sungguh-sungguh. • Penyembuhan sungguh-sungguh dari penyakitpenyakit yang khayal. • Penyembuhan khayal dari penyakit-penyakit yang sungguh-sungguh. • Pcnyembuhan khayal dari penyakit-pcnyakit yang khayal pula.

Masalah Kesehatan Dalam Pengembangan Waduk Buatan Yang Berkaitan Dengan Ekologi dr Soeprapto Atmosoehardja D P H Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya

PENDAHULUAN . Dalam menelaah pendekatan ekosistim mengenai masalah waduk buatan, kita tidak bisa meninggalkan masalah ekologi itu sendiri. Kata ekologi berasal dari kata OIKOS (Greek) dan berarti rumah/tempat untuk hidup, yang kalau diartikan bermaksud segala hal yang menyangkut kehidupan sesuatu jasad hidup. Sarjana pertama yang menggunakan istilah ecology ialah ERNST HAECKEL yang mempelajari tumbuh-tumbuhan dalam tahun 1868, tetapi Scienceof ecology belum terbuka pada waktu itu dan baru terkenal dalam abad ke-20. Menurut batasan, Ekologi ialah ilmu pengetahuan yang mempelajari hubungan timbal balik antara jasad hidup dengan lingkungannya. Hubungan tersebut dapat dianggap sebagai suatu sistim dimana unsur-unsurnya ialah jasad hidup, lingkungan berupa likungan mati atau lingkungan hidup maupun lingkungan sosial. Karena sistim ini menyangkut ekologi maka disebut juga ekosistim dimana ternyata unsur-unsurnya kait mengkait dalam hubungan yang sangat kompleks. Ekosistim ini merupakan suatu sistim yang dynamic interdependence, artinya semua organisme hidup selalu mengalami proses penyesuaian dengan lingkungannya atau kehidupan selalu terikat dengan lingkungannya dan saling mempengaruhi secara timbal balik. Untuk kelangsungan hidup, dibutuhkan suatu energi dan materi. Energi dan materi ini digunakan terus sampai organisme hidup tersebut mengakhiri kehidupannya. Pada saat organisme hidup itu mengakhiri kehidupannya maka energi akan kembali lagi kelingkungan. Proses ini berjalan terus berulang-ulang selama kehidupan masih ada di dunia ini. Termasuk dalam proses tersebut ialah makan memakan diantara jazad hidup sehingga terjadi keseimbangan ekologi seeara alamiah. Dengan adanya gangguan keseimbangan ekologi tentunya akan terjadi proses lain yang mengakibatkan perubahan-perubahan kehidupan jazad hidup itu. Kehidupan manusia tidak lepas dari keseimbangan ekosistim. Hal ini dapat dijelaskan pula dengan pendekatan ekosistim seperti diterangkan di atas. Dengan dibangunnya waduk buatan (man made lakes) tentu terjadi pergeseran keseimbangan ekologi dari jazad-jazad hidup untuk mencari keseimbangan baru. Selanjutnya mungkin berakibat menguntungkan atau merugikan baik jazad hidup itu, maupun lingkungannya termasuk waduk itu sendiri. Dengan penelitian-penelitian yang

seksama akan dapat dibuktikan masalah tersebut. Penelitianpenelitian ini tentunya mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, karena unsur-unsur ekosistim ini sangat kompleks . Dalam penelitian yang kami kerjakan dibatasi pada segi kesehatan/ kedqkteran dalam ruang lingkup ekosistim. Dalam peningkatan penggunaan waduk buatan perlu dipertimbangakan unsur-unsur ekosistim lainnya (1). SCOPE (Seientific Committee for Problems of the Environment) dalam tahun 1972 juga menyarankan agar di dalam perencanaan pembangunan suatu waduk buatan dilakukan penelitian-penelitian yang meliputi juga lainlain bidang diluar persoalan konstruksi waduk itu sendiri. Semua ini merupakan hal yang sangat kompleks. Dalam hubun an pembangunan waduk buatan tersebut tentu akan berkaitan juga dengan pembebasan tanah/pemindahan penduduk dan lain-lain, hal mana akan merubah keseimbangan ekologi. Dengan pendekatan ekologi kita akan dapat mempertimbangkan keuntungan dan mungkin kerugian karena adanya waduk buatan. Keuntungan-keuntungan yang jelas tampak ialah unr pamanya : untuk pusat tenaga listrik, irrigasi, pengendalian banjir, rekreasi dan lain-lain. Sedangkan kerugian-kerugian juga harus dipikirkan umpamanya penularan/penyeharan penyakit-penyakit yang ada kaitannya dengan adanya pembendungan air yaitu : Malaria, Filariasis, Schistozomiasis, Leptospirosis dan lain-lain. Di luar bidang kesehatan ini tentu masih banyak hal yang perlu dipikirkan, umpamanya : timbulnya tanaman-tanaman pengganggu (enceng gondok, gangang dan sebagainya), lumpur, situasi sosial ekonomi masyarakat, daerah aliran sungai dan lain-lain (1). JANGKAUAN PENELITIAN Proyek waduk buatan Karangkates terletak kira-kira 40 Km sebelah selatan kota Malang, di sebelah hilir Kali Brantas, di daerah Jawa Timur. Panjang sungai Brantas ± 320 Km dan jumlah areal tanah yang diairi kira-kira seluas 11.800 Kni persegi. Kelembaban relatip di daerah Karangkates tiap bulan ratarata 78% pada musim kering dan 86% pada musim hujan. Nilai mutlak terendah rata-rata 20% dalam bulan Oktober. Rata- rata penguapan tiap bulannya 69,9 mm pada musim kering dan 45,9 mm pada musim hujan. Rata-rata penguapan tiap tahun lebih kurang 700 mm. Curah hujan di lembah Brantas tiap tahun melebihi 2000 mm. Untuk dataran rendah lebih kurang 1500 mm dan untuk dataran tinggi (pegunungan) lebih Cermin Dunia Kedokteran No. 11, 1978.

21

kurang 4000 mm. Hujan yang jatuh pada musim hujan sebanyak 80%, selebihnya 20% pada musim kering. Untuk daerah Karangkates musim kering antara bulan Mei sampai dengan Oktober dan musim hujan antara bulan Nopember sampai dengan April. Oleh NAMRU dan LRKN ditemukan fakta adanya tuan rumah perantara (intermediate host) dari penyakitpenyakit yang mungkin timbul oleh adanya waduk buatan (17). Menurut data dari NAMRU nyamuk Anopheles Barbirostris dan Culex merupakan salah satu intermediate host penyakit Filariasis. Selain itu ditemukan juga 11 species siput yang tergolong delapan famili, satu diantaranya adalah Digoniostoma Truncatum yang merupakan intermediate host dari penyakit Oriental Schistozomiasis. Dalam penelitian yang kami lakukan mencakup dua tahap yaitu sebelum pengisian waduk dan dua tahun kemudian setelah pengisian waduk. Penduduk yang sama kami periksa dan dengan bantuan statistik dianalisa, ditarik kesimpulan secara statistik terhadap hipotesa pengaruh bendungan dengan penyakit-penyakit tersebut. METODA PEMERIKSAAN Material yang diperiksa- ialah darah, tinja, dan air seni. Ruang lingkup adalah daerah sekitar waduk Karangkates (panjang 15 Km dan lebar 750 M) dengan jari-jari 5 Km dari waduk dan meliputi 14 desa dalam 4 Kecamatan dengan penduduk 99911 jiwa. Sample yang diperiksa sebanyak 1525 jiwa yang didapat dengan cara sistematic stratified random sampling dan diperhitungkan menurut tabel HERBERT AKIN et al. Reliability yang dipakai adalah 0,02 - 0,05 dan confidence limit = 0,95. Khusus mengenai Filariasis karena adanya nocturnal periodicity maka pengambilan darah dilakukan pada malam hari antara jam 22.00 hingga selesai. Pemeriksaan darah untuk Leptospirosis dilakukan di Laboratorium Biofarma Bandung, sedangkan pemeriksaan darah untuk Filariasis di Fakultas Kedokteran UNAIR bagian Mikrobiologi & Parasitologi. Pemeriksaan urine & tinja untuk Schistozomiasis dilakukan di tempat pengambilan darah (Karangkates). HASIL PEMERIKSAAN DAN PEMBAHASAN • LEPTOSPIROSIS. Disini dipergunakan batasan terhadap KASUS sebagai berikut : Yang dimaksud dengan kasus ialah jumlah percobaan agglutinasi yang telah dikerjakan. Dapat terjadi positip atau negatip. Pada satu serum sample dikerjakan reaksi agglutinasi terhadap 26 serotype Leptospira sebagai antigen sehingga pada satu individu dapat terjadi kasus positip lebih dari satu karena adanya agglutinasi yang positip terhadap lebih dari satu antigen. Itulah sebabnya jumlah kasus kemudian ternyata lebih besar dari jumlah serum individunya (sample yang dikumpulkan). Perhitungan dan diskripsi penyebaran kasus penyakit ini juga dinyatakan menurut batasan tersebut di atas. Dari tahap I jumlah individu yang diperiksa serumnya adalah 1405 = 91 %' dari target (=1525). Selanjutnya sample ini berkurang lagi setelah diketahui adanya pencemaran sebesar 201 buah, sehingga sample efektifnya = 1204 atau 80% dari target. Ternyata serum agglutinasi yang positif dan negatif berjumlah 1224 kasus. Pada tahap II terdapat jumlah serum individu sebesar 1126 atau 74% dari target semula. Jumlah 22

Cermin Dunia Kedokteran No. 11, 1978.

ini sesuai dengan banyaknya kasus agglutinasi positif dan negatif = 1154, dan setelah dikurangi dengan jumlah kontaminasi sebesar 104 sample efektifnya adalah I050. Hasil dari tahap I dan II dapat dilihat pada tabel I. Ternyata terdapat perbedaan yang bermakna sekali antara jumlah kasus-kasus tahap I (sebelum waduk diisi) dengan tahap II (sesudah waduk diisi). Untuk menjelaskan apakah ada perbedaan yang bermakna (signifieant) antara jumlah sebelum dengan sesudah pengisian 2 waduk ( 2 tahun kemudian) dipergunakan methoda analisa X . Hasil dapat di lihat pada tabel 1I. TABEL 1 : DISTRIBUSI KASUS LEPTOSPIROSIS SEKITAR WADUK KARANGKATES DALAM TAHUN 1972 dan 1974 TAHAP WADUK:

JUMLAH POSITIF DAN NEGATIF

JUMLAH KASUS

SEBELUM DIISI (I) SETELAH DIISI (II)

POSITIF:

NEGATIF:

44 (3.7 %) 73 (7.3%)

1180 (96.3 %) 977 (92.7%)

(I) + (11) : JUMLAH POSITIF DAN NEGATIF

117

1224 (100 %) 1050 (100%)

2157

2254

TABEL II : PERBEDAAN ANTARA KASUS SEBELUM DAN SESUDAH WADUK DIISI

Tahap

Pos. O

neg. E

E

O

E

I

44

63,531

1180

1160,469

1224

II

73

53,469

977

996,531

1050

117

2157

2254

Nampak adanya perobahan distribusi serotype Leptospira dimana terdapat tambahan sembilan serotype setelah pengisian waduk (tahap II) dan pengurangan empat macam serotype. Jadi terdapat perobahan/penambahan serotype. Juga nampak bahwa jumlah kasus meningkat dari 44 menjadi 73 disamping kenaikan titer yang positip bermakna dari 1:400 menjadi 1:600. Lokasi individu yang bersangkutan dapat dicari kembali menurut identifikasi kode desanya dengan nomor individu dalam sensus. Usia penderita dengan kasus-kasus positip yang semuanya dewasa menunjukkan kemungkinan adanya hubungan antara penyakit tersebut dengan pekerjaan. • FILARIASIS dan SCHISTOZOMIASIS.— Ternyata semua hasil-hasil pemeriksaan tahap II tetap negatip sebagai dalam tahap I. Selanjutnya juga ditemukan parasit lain (Ankylostoma duodonale dan Necator americanus, Ascaris lumbricoides, Tri-

chiuris trichiura) yang tidak dibahas disini karena tidak menjadi tujuan penelitian. RINGKASAN DAN KESIMPULAN Telah diuraikan konsep ekosistim dalam penanganan pembangunan waduk buatan. Penelitian beberapa penyakit yang mungkin timbul karena adanya waduk buatan ialah Leptospirosis, Filariasis dan Schistozomiasis telah dilakukan sebelum dan sesudah waduk diisi. Sebelum waduk diisi ternyata hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa penduduk disekitar waduk bendungan Karangkates, serum darahnya mengandung antibody terhadap Leptospirosis, yang berarti penduduk tersebut telah pernah kontak atau kena infeksi dengan kuman Leptospira. Ditemukan disekitar waduk buatan Karangkates oleh L R K N& N A M R U bersama dengan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (kami sendiri) intermediate host untuk Filariasis yaitu nyamuk Anopheles Barbirostris dan Culex, sedangkan untuk Oriental Schistozomisis ialah siput Digoniostoma truncatum. Kasus-kasus Filariasis dan Schistozomiasis pada waktu dilakukan penelitian sebelum dan sesudahnya waduk buatan diisi tidak ditemukan. Setelah pengisian waduk dalam penelitian tahap II ternyata secara statistik dapat diterangkan bahwa terdapat kenaikan penyebaran kasus Leptospirosis yang sangat bermakna (X2 = 13.88 dengan P lebih kecil dari 0.01 untuk D.F. = 1). Ditemukan juga perubahan dan penambahan distribusi species Leptospira. Dari pemeriksaan serum untuk Leptospirosis ternyata adanya peningkatan titer positip 1/400 menjadi 1/600. Hal ini menunjukkan pula kemungkinan peningkatan potensi yang besar penyakit ' Leptospirosis di daerah sekitar waduk bendungan Karangkates setelah pengisian. Adanya kasus positip pada beberapa penduduk usia dewasa, menunjukkan kemungkinan adanya hubungan dengan pekerjaan (occupation).

Ternyata pada pemeriksaan laboratorium untuk penyakitpenyakit Filariasis dan Schistozomiasis negatip semua. Hal ini tidak menunjukkan kalau penyakit-penyakit tersebut tidak berbahaya untuk daerah tersebut, tetap ada potensi penularan penyakit-penyakit ini karena ditemukannya tuan rumah perantara. Walaupun demikian sampai akhir dari penelitian kami, pembangunan waduk bendungan Karangkates ditinjau dari segi kesehatan masyarakat/kedokteran saat ini tidak menunjukkan segi negatip. KEPUSTAKAAN 1.0 SOEMARWOTO. P endekatan Ekosistem terhadap masalah pembangunan waduk. Prisma No. 1 Feb, 1974 2.S OEMIATI. Filariasis in Indonesia. Bundel P4M Dep Kes R I. 3.M SARIOWAN. Survey filariasis di desa Tlontorejo, Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan, Madura,Jawa timur. IKES Jatim 1972. 4.Filariasi and immunology of parasitic infection. The 3rd S E A Regional meeting on Parasitology and Tropical Medicine, Singapore 1978. 5.A Manual for the control of communicable Diseases in California. California State Dep of Public Health 184-186, 1960. 6. ROSENAU. Textbook of Preventive medicine and hygiene. 7 th ed Apleton century Croft Inc U S A . 557-560 7.HUNTER.A manual of tropical medicine 3rd ed 1960. 8.Data-data umum Proyek bendungan Karangkates 1972. 9.Report on Brantas river basin development. Data book. 10.Feasibility report on the Karangkates second stage, Development project, June 1972. 11.P HADIDJAJA et al Scistozoma Japonicum and intestinal parasites of the inhabitants of lake Lindu, Sulawesi. Apreflminary report. South East Asian J Trop Med Pub Hlth 3 (4), Dec 1972. 12.W H O Chronicle : 25 (6), 1972 13.W H O Chronicle : 26 (6), 1972 14.W H O Chronicle : 42 (4),1970 15 .. W H O Chronicle : 47 (5), 1972 16.1 M R Bulletin No : 15, 1970. 17.NAMRU & LRKN. Data-data survey entomology dari Snail. 18.RAMACHANDRA C P. The epidemiology of human filariasis in South East Asia. W H O Inter Reg training course. Bangkok, Thailand, 1960.

P.T

KALBE FARMA - JAKARTA - INDONESIA.

Cermin Dunia Kedokteran No.11, 1978.

23

PENEMUAN: subgroup golongan darah A B X

* dr Putrasatia lrawan, Toha M A, Aminuddin M *

Lembaga Pusat Transfusi Darah PalangMerah Indonesia Jakarta PENDAHULUAN Telah diketahui bahwa golongan darah A memiliki subgroup yang dinamakan A 1 . A2 . A 3 . Ax. A m dan Ag .Subgroup ini dapat dibedakan dari golongan yang biasa, dari daya agglutinasinya terhadap anti A, anti AB dan anti H(1 ), Perbedaan sifat reaksi dari masing-masing subgroup A ini digambarkan sebagai berikut : • A 1 (A 1 B).— Sel beragglutinasi kuat terhadap anti A (serum golongan B) dan juga terhadap anti A,B (serum golongan O). Juga bereaksi kuat terhadap anti A 1 dan sangat lemah, bahkan bisa negatif dengan anti H. • A2 (A 2 B).— Beragglutinasi baik terhadap anti A (serum golongan B), juga terhadap anti A, B (serum golongan O). Tetapi tidak memberikan reaksi terhadap anti A 1 . Dengan anti H reaksinya sangat baik. Didalam serum golongan A2, kadangkadang ditemukan anti A 1 (1%), dan didalam serum golongan A2 B (25%). • A3 (A 3 B).— Beragglutinasi lemah terhadap anti A (serum golongan B), begitu juga terhadap anti AB (serum golongan O). Reaksi yang tampak hanya merupakan gumpalan-gumpalan kecil diantara sel-sel yang bebas, yang dinamakan partial-agglutination. Dengan anti A 1 tidak beragglutinasi. Dalam serumnya biasa ditemukan anti A 1 , yang memberikan reaksi lemah terhadap A 1 pada suhu 4°C. A 3 bereaksi kuat terhadap anti H. Ax(A4 • , Ao ).— Sel ini bereaksi jelek dengan anti A(serum golongan B) • AX B.— Hanya memperlihatkan partial-agglutination, tetapi sangat baik reaksinya terhadap anti AB (serum golongan O). Dengan anti A 1 memperlihatkan reaksi partial-agglutination, tetapi bereaksi sangat kuat terhadap anti H. Serum golongan darah A X memberikan reaksi kuat terhadap sel A 1 dan sel A 2 pada suhu 4°Cdan suhu 20°C. Antibody eluate-nya dapat bereaksi dengan sel A. Dalam saliva golongan A X mengandung substance H. tetapi tak ada subtance A. • A,,,.— Sel ini tidak bereaksi dengan anti A (serum golongan B) dan juga dengan anti A,B (serum golongan O), tetapi bereaksi baik dengan anti H. Dalam saliva ditemukan substance A dan H. Sel ini mempunyai reaksi yang mirip dengan sel monyet dan gorila. Oleh karena itu WIENER dan GORDON (I956) menamakannya Am (2). *

24

Teknisi Cermin Dunia Kedokteran No. 11, 1978.

• Ag .— Sel ini tidak bereaksi atau hanya bereaksi lemah (partial-agglutinasi) terhadap anti A (serum golongan B) yang reaksinya hanya dapat dilihat secara mikroskopis. Reaksinya sedikit lebih baik dengan anti AB (serum golongan O). Menurut J J V LOGHEM (I3) walaupun daya agglutinasinya lemah tapi dapat dibuktikan antigen A pada selnya kuat. Dalam percobaan absorbsi-eluatenya diperoleh anti A yang lebih tinggi konsentrasinya daripada eluate dari A X . Ag dapat bereaksi lebih baik daripada A X terhadap anti A (serum golongan B), tetapi sebaliknya dengan anti A,B (serum golongan O). Sel bereaksi baik dengan anti H. Didalam serum golongan Ag seperti biasa terdapat anti B, tetapi tidak memiliki extra antibody, seperti anti A atau anti A 1 . Tidak ditemukan substance A dan H dalam salivanya. Kasus .— Pada tanggal 15 April 1977 telah dirawat di Rumah Sakit Yayasan Jakarta seorang penderita bernama R, umur 18 tahun, bangsa Indonesia dengan acut-abdomen. Indikasi transfusi adalah perdarahan intra-abdominal. Penderita belum pernah mendapat transfusi, dimintakan darah 500 ml ke PMI DKI. Ditemukan kelainan, pada waktu diperiksa golongan darahnya, kelainan mana dijumpai juga pada waktu dilakukan pemeriksaan crossmatching. Untuk itu diadakan pemeriksaan/penelitian lebih seksama pada darah penderita oleh LPTD.

MATERI DAN TEHNIK. Testsera yang dipakai adalah anti A, anti B dan anti A,B. buatan LPTD sendiri. Anti A 1 (absorbed anti A) buatan Orhto Anti H dibuat dari ekstrak Ulex europeus. Disamping itu digunakan juga anti H yang diperoleh dari serum Bombay O h . Untuk memeriksa serum dipakai test sel eritrosit A dan eritrosit B yang disuspensikan dalam saline masing-masing 5% untuk tube-test dan 10% untuk slide-test. Suhu reaksi disesuaikan dengan suhu optimumnya. TEHNIK PEMERIKSAAN 1. Pemeriksaan Golongan Darah : (a)Tube test.— Sel Grouping, 1 tetes testsera + 1 tetes suspensi 5%. Serum Grouping, 2 tetes serum os. + 1 tetes test sel suspensi 5%.Temperatur reaksi di 20°C selama 60 menit, reaksi dibaca

secara mikroskopis. Pemeriksaan serum grouping dilanjutkan pada suhu 200C, 370C dan dengan ICT; didapatkan hasil sebagai berikut : Sel grouping

anti A

anti B

+ (pa)

Serum grouping

anti AB

anti A1

4+

+ (Pa)*

3+

.

A

Sel B Sel



Sel A

Aut°k°nt

+

Sel AB

Sel os



Temperatur °



+

+



20 C









37 C









°

I CT

(b) Slide test.—Pada dasarnya pemeriksaan sama dengan tube test hanya suspensi sel yang digunakan disini lebih pekat (10%), dan suhu reaksi adalah 280C,pembacaan secara mikroskopis, didapatkan hasil sebagai berikut : Sel grouping anti A

Anti B

+(pa)

3+

Serum gr°uping

anti AB

anti A1

3+

+(pa)

Sel B

Sel A



+

Dari hasil pemeriksaan a dan b, memperlihatkan bahwa penderita bukan golongan darah B, tetapi diduga termasuk salah satu subgroup golongan AB dengan anti A dalam plasmanya. Oleh sebab itu pemeriksaan dilanjutkan dengan memeriksa antigen H pada sel penderita dengan menggunakan anti H (Leetin), dan anti H dari serum Bombay O h . Pemeriksaan dilakukan pada suhu kamar, dengan memakai slide test. Dan didapatkan hasil sebagai berikut : Sel penderita

Sel A1 (donor)

Anti H (Lectin)

2+

+

Anti H (B°mbay Oh)

3+

3+

Keterangan

turut bereaksi anti A dan anti B

Dengan_tambahan pemeriksaan ini didapat kesan bahwa jumlah antigen H pada sel penderita lebih banyak dibanding jumlah antigen H pada golongan A 1 B donor. Kesan ini memperkuat kami bahwa penderita mempunyai golongan darah subgroup AB. II. Pemeriksaan Crossmatching.— Karena dugaan pertama penderita mempunyai golongan darah B, maka dilakukan crossmatching dengan donor golongan B. Hasil cross memperlihatkan reaksi sebagai berikut : Mayor

Minor

Phase 1

( 28°C)



+

Phase 11

° ( 37 C)



+



+

Phase

Phase 111 ( I CT)

°

°

Dari hasil pemeriksaan ini didapat suatu kesan bahwa zat anti dari donor golongan B ini, yang anti A mengadakan reaksi terhadap sel penderita. Jadi sel penderita memiliki faktor antigen A, sehingga dugaan bahwa penderita mempunyai golongan darah subgroup AB lebih diperkuat lagi. Maka darah penderita dicrossmatch dengan donor golongan AB dan didapatkan hasil sebagai berikut :

Minor

Phase 1

(28 C )

+ (pa)



Phase 11

(37 C)









Phase 111 (ICT)

* pa = partial-agglutinati°n. Sel B

Mayor

Phase

Hasil ini menunjukkan bahwa didalam serum penderita terdapat anti A yang aktif pada suhu rendah (280) , tetapi tidak aktif pada suhu 370C. Dari sifat-sifat reaksi pada pemeriksaan golongan darah, crossmatching dan jumlah antigen H pada selnya, walaupun tidak dilakukan pemeriksaan absorption-eluate dan salivanya (karena bahan-bahan pemeriksaan tidak cukup), dapat disimpulkan bahwa penderita termasuk golongan AxB dengan anti A dalam plasmanya. PEMBICARAAN FISHER dan HAHN(4) pada tahun 1935 telah menemukan antigen golongan darah yang dinamakan Ax. Antigen Ax ini mempunyai sifat yang berbeda dengan antigen A yang biasa, dimana reaksi agglutinasinya mempunyai sifat : 1. Negatif atau positif lemah sekali terhadap sera anti A (partial-agglutination). 2. Negatifterhadap anti B. 3. Positif dengan sera golongan O(anti AB) dan jelas lebih kuat reaksinya daripada dengan anti A. 4. Sifat agglutinasinya terhadap sera golongan O, berbeda dengan A3 , dimana A 3 memperlihatkan agglutinasi terhadap sera golongan O sebagai partial agglutination diantara sel-sel yang bebas (unagglutinated ceII ), namun lebih lemah. Ax beragglutinasi dengan anti A 1 , tetapi A 3 tidak. 5. Ax sangat jarang ditemukan. Menurut SALMOUN (5) di Peraneis didapatkan 1 diantara 40.000 orang donor. 6. Beberapa paper (6), (7), (8), (9), (10), (11), (12) menjumpai antigen A yang lemah yang dinamakan A 4 dan A0 . Antara tahun 1954-1955 dimana semua ini dapat di- . wakili oleh A. Dikatakan oleh CAHAN (12) dkk bahwa antigen A x mempunyai bermacam variasi. Hanya 2 dari 7 orang pembawa antigen Ax yang memberikan kepastian A x dalam suatu keluarga. Dalam pada itu DUNSFORD (13) mengatakan pula : All members of the same family gave identical reactions some through three generation although there were variations from family to family. Pernyataan ini didasarkan atas penelitiannya pada 10 famili. Pada kasus ini, meninjau sifat reaksi agglutinasinya, pada pemeriksaan golongan darah (slide dan tube test) memperlihatkan golongan subgroup AB yang mempunyai anti A dalam plasmanya yang hanya aktip pada suhu 20° C dan tidak aktip pada suhu 37° C. Sel penderita R memberikan reaksi sangat lemah, hanya partial agglutination terhadap anti A begitu juga terhadap anti A 1 . Tetapi cukup kuat terhadap anti AB dari serum golongan O. Maka subgroup AB ini mempunyai karak.ter yang sama dengan A x B. Hal mana disokong oleh reaksinya yang cukup kuat terhadap anti H. Darah penderita dicross match dengan donor golongan B dan memperlihatkan reaksi yang positif pada minor-cross disemua phase. Ini berarti bahwa Cermin Dunia Kedokteran No. 11, 1978.

25

sel R mempunyai faktor A. Crossmatch dengan donor AB hanya memperlihatkan partial-agglutinasi pada mayor-cross hanya diphase 1. Ini memperlihatkan bahwa didalam serum R terdapat anti A yang aktif pada suhu rendah (200C), tetapi samasekali tidak aktif pada suhu 370C. Hanya golongan subgroup AB akan ditemukan anti A dalam serumnya. Sayang sekali dalam pemeriksaan ini tidak dilakukan pemeriksaan substance dalam salivanya karena sample saliva tidak ada. Juga absorbsi eluatenya tidak dapat dilakukan berhubung sample darah penderita tidak cukup. RINGKASAN Telah ditemukan subgroup golongan darah AxB dengan anti A dalam plasmanya, yang tidak aktif pada suhu 37° C pada seorang Indonesia bernama R. Golongan darah ini sangat jarang ditemukan dan untuk pertama kali dijelaskan oleh FISHER dan HAHN (1935). Untuk mengetahui subgroup golongan darah ini diperlukan anti A, B dari serum golongan O. Oleh karena itu dalam pemeriksaan golongan darah ABO diperlukan anti AB disamping anti A dan anti B. Ucapan terima kasih Terima kasih kami sampaikan kepada Palang Merah Australia yang telah memberikan bahan Ulex-europeus dan kepada JOHN MOULDS penyusun SCARF (Serum Cells and Rare Fluid) yang telah mengirimkan contoh darah Bombay. KEPUSTAKAAN 1.Hyland reference manual of immunology. 2.WEINER AS, GORDON EB : A hitherto undescribed human

blood group Am. Brit JHaem 2: 305, 1956. 3.VAN LOGHEM JJ Jr. DORFEMEIER H, MIA VAN DER HART: Two A antigens with abnormal serologic properties. Vox Sang 2 : January 1957. 4.FISHER W. HABN F : Uber auffallende Schwache der gruppenImmun spesifishen Reaktionsfahigkeit + bei einem Erwachsenen. Forsch 84: 177, 1935. 5.SALMON C: Etude thermodynamique del' anticorps anti B des sujets de phenotype A. D. Se thesis, University of Paris, 1960. 6.BACKERS et al : A second example of the week antigen Ax occuring in the offspring of group O parents. Vox Sang 5:145, 1955. I : Group A blood weaker in reaction than A3. 7.DUNSFORD Bulletin of the Central Laboratory ; Netherlands Red Cross Blood Transfusion Service 2: 209, 1952. 8.DUNSFORD I, ASPINAL P : An Ax cDUc/cde blood in an English family.Ann Eugn Lond 17 : 30, 1952. 9. ESTOLA E, ELO J : Occurrence of an exceedmgly weak "A" blood group property in family. Ann Med Biol Fenn 30 : 79, 1952. 10.RAMUSSEN G, SOUTTER ML, LEYINE P : A new blood subgroup (A) identifiable with group O scrum. Amer J Clin Path 22 : 1157. 1952. 11.VAN LOGHEM JJ, MIA VAN DER HART : Thc weak antigen A4 occurring in the offspring of group O parents. Vox Sang 4: 69, 1954. 12.C'AHAN A et al : A family in wliich Ax is transmitted through O person of the blood group A2B. Vox Sang 2 : 8, 1957. 13.DUNSFORD 1: A critical review of the ABO subgroups . Proc, 7th Congs Int. Sec. Blood Transf 685-681, 1959. 14.NATHALID F, CAHAN A : An addition to the family in which Ax is transmittcd through a person of the blood group AxB. Vox Sang 7 : 848, 1962.

lt is ositively proveci that PROCOLD is absorbed Faster, and higher concentrations in the blood level are reached and maintained. Composition : Each tablet contains Paracetamol .......................................500 mg. Trimethylxanthine ........... . . 30 mg. Phenylpropanolamine HCI ................... 25 mg. Chlorpheniramine Maleate .....................2 mg.

As yet PROCOLD has the best dissolution among well known COLD preparations Prescribe KALBE

26

FARMA

PROCOLD PROCOLD

Cermin Dunia Kedokteran No.11, 1978.

for QUICK RELIEF of COLD symptoms. makes your patients feel better, FAST !!!

Penyalahgunaan Obat Dikalangan Remaja di Indonesia dr M Saifun Mansjur * Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta

PENDAHULUAN Masalah penyalahgunaan obat di Indonesia pada beberapa tahun terakhir ini menunjukkan suatu peningkatan terutama dikota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan dan lain-lain. Akan tetapi diantara sekian banyak kota-kota besar yang mempunyai masalah ini, kota Jakarta merupakan kota yang mempunyai angka yang menyolok. Jadi untuk melihat gambaran situasi masalah ketergantungan obat di Indonesia, dapat dilihat dari gambaran yang dijumpai dikota Jakarta. Berdasarkan penelitian dari 100 penderita pertama yang pernah dirawat di Lembaga Ketergantungan Obat (LKO)–Jakarta, didapat kesan bahwa penderita penyalahgunaan obat dan ketergantungan obat mempunyai frekwensi yang paling tinggi pada golongan remaja. KARAKTERISTIK MASA REMAJA Masa remaja (adolescence) merupakan suatu masa peralihan dari masa anak (ehildhood) menuju masa dewasa (adulthood) yang ditandai dengan perubahan-perubahan yang besar dalam perkembangan fisik disertai dengan perubahan-perubahan dalam kehidupan sosial dan psikologisnya. Selama masa ini terjadi perubahan-perubahan endokrinologis yang jelas dimana variasi-variasi keadaan hormonal ini turut menentukan adanya perubahan-perubahan dalam intensitas dan kwalitas perasaan yang mereka alami. Oleh karena itu perubahan-perubahan hormonal ini memegang peranan penting dalam menciptakan gangguan suasana dalam dirinya yang harus dihadapi para remaja pada umumnya. Keadaan yang normal pada seorang remaja ditandai oleh sejumlah besar perubahan yang terjadi dalam kepribadiannya. Seorang anak yang sebelumnya merupakan anak yang tenang, berkelakuan baik dan penurut dengan tiba-tiba dapat menjadi seorang yang agressif, memberontak atau bertingkah laku yang menyimpang dari kebiasaan sebelumnya. Anak sekolah yang mula-mula rajin dan teliti dapat menjadi ceroboh dan mengabaikan pelajarannya, seorang anak yang sopan dan ramah dapat menjadi kasar dan menyakitkan hati dan seorang anak yang jujur dapat menjadi seorang yang pembohong. Situasi seperti ini kadang-kadang dapat menyulitkan para orang tua, guru-guru, atau orang-orang dewasa lainnya. Sikap dan tingkah laku yang aneh dan menyulitkan dari para remaja berasal dari usaha-usaha yang kurang terbimbing dan kurang berpengalaman untuk mempertahankan kebebasan tanpa menjadi bebas *

Konsultan pada Lembaga Ketergantungan Obat (L K O )-Jakarta.

secara sempurna. Orang muda biasanya tidak berpengalaman untuk menyadari sendiri sikapnya yang ganjil. Remaja yang normal hampir selalu menunjukkan adanya kekacauan emosional dan perubahan kepribadian. Mereka yang tidak memperlihatkan pergolakan emosional eenderung untuk berada dalam keadaan repressi dan biasanya gagal dalam menghadapi problem pada fase kehidupan ini dengan akibat terjadinya suatu gangguan kepribadian pada masa dewasa. FAKTOR–FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TIMBULNYA PROBLEM PADA MASA REMAJA q Meninggalkan masa anak (childhood ). – Faktor ini berhubungan dengan keadaan dimana mereka harus melepaskan kebiasaan anak (bergantung, dilindungi) tetapi difihak lain mereka masih membutuhkannya. Jadi suatu konflik antara keinginan untuk tumbuh menjadi besar dengan keinginan untuk tetap menjadi seorang anak yaitu menerima suatu hal yang menyenangkan tanpa melakukan usaha. q Menegakkan kebebasan.– Adanya pemberontakan terhadap orang tua atau tokoh otoriter lainnya. Dalam membuktikan pada dirinya sendiri dan kepada dunia sekelilingnya bahwa mereka benar-benar seorang individu yang mampu berdiri sendiri, para remaja sering.berusaha untuk menunjukkan kebebasannya dengan cara yang berlebih-lebihan, kadangkadang bersifat antisosial, sekalipun hal ini harus dilakukannya dengan tingkah laku yang ganjil atau merugikan dirinya sendiri. Walaupun tindakan-tindakannya menimbulkan kesulitan bagi dirinya sendiri dalam hubungannya dengan orang tua atau fihak-fihak tertentu dalam masyarakat, tetapi hal ini diulangi berkali-kali sebagai usaha untuk meyakinkan dirinya bahwa ia menjadi "majikan bagi dirinya sendiri". Sebagai contoh dari perbuatan mereka antara lain perdebatan dengan orang tua, pulang terlambat, membolos, minum-minuman keras, mengisap ganja atau kegagalan dalam menjalankan tugas-tugas sekolah. q Dorongan perasaan seksuil dan aggressi.– Dorongan emosional dalam bidang ini diperkuat oleh adanya perkembangan fisik dan endokrin, dimana para remaja menjadi mampu untuk melakukan perbuatan seksuil yang sesungguhnya dan perbuatan-perbuatan yang sifatnya aggressif dengan berbagai macam akibatnya. Mereka ingin menggunakan beberapa kemampuan yang dimilikinya tetapi takut terhadap akibatakibatnya seperti kehamilan, penyakit kelamin, kesakitan atau kematian. Tabu dalam hal seksuil merupakah sesuatu yang diCermin Dunia Ked°kteran N°. 11, 1978.

27

tentukan oleh keadaan kultur. Oleh karena itu kultur-kultur yang mempunyai larangan yang mengikat atau bersifat bebas akan mempunyai problem yang sifatnya sedikit banyak berbeda menyebabkan para remaja harus menyesuaikan dorongan perasaannya dengan kondisi moral dari kulturnya. q Keengganan untuk mempercayai orang dewasa.- Orang dewasa dipandang sebagai model pada siapa mereka mengadakan identifikasi, tetapi juga dipandang sebagai tokoh otoriter (musuh) yang berusaha agar para remaja tetap mempunyai kedudukan yang lebih rendah. q Desakan terhadap persetujuan dan prestasi.— Para remaja terkurung diantara keharusan untuk mencapai prestasi akademik, sosial dan ekonomik dengan keinginan untuk memberontak dan tidak setuju sekalipun pemberontakan ini bertentangan dengan kata hatinya. q Desakan dari teman sekelompok.— Para remaja dapat terlibat dalam perbuatan-perbuatan antisosial untuk mendapat pengakuan dari kelompoknya agar dapat ikut serta dalam perbuatan-perbuatan yang berani dan berbahaya, untuk membuktikan kemampuannya sebagai seorang manusia dan dapat mencoba mendapatkan pengakuan dengan mengambil simbol atau standar tertentu dari kelompoknya seperti rambut panjang, cara berpakaian, tingkah laku hippie dsb. Kelompok cenderung untuk memberikan sokongan yang menguntungkan dan membentuk kekuatan melalui jumlahnya untuk mempertahankan ide-ide atau perbuatan-perbuatan yang seeara individual tidak dapat dipertahankan sendiri. q Krisis identitas. Pada fase lanjut dari masa remaja seorang individu mulai diliputi oleh pertanyaan-pertanyaan filosofis mengenai peranannya dalam kehidupan dan arti dari kehidupan itu sendiri. Ia harus memutuskan apakah ia mengabdikan hidupnya untuk memperoleh kekayaan dan kekuasaan atau sesuatu yang lebih baik misalnya tujuan kemanusiaan membuat suatu duhia yang lebih baik, menjadi sarjana, dokter, ahli agama dan sebagainya. Sehingga suatu sikap yang sinis, putus asa dan tidak bertujuan sering berkembang dan timbul pertanyaan apa yang baik dari kesemuanya itu ?. Pemikiran tentang kematian dan artinya mungkin dapat menjadi suatu kesedihan yang mendalam. q Pengenalan pertama terhadap aktifitas seksual, alkohol dan obat-obatan.— Walaupun para remaja kemungkinan sudah mencapai kematangan fisik akan tetapi kematangan psikologis akan menyusul belakangan. Pengenalan pertama terhadap perbuatan seksual yang nyata dengan wanita dapat menimbulkan perasaan takut dan terganggu. Mereka mempunyai dorongan seksual yang kuat dan sejumlah besar perasaan ingin tahu, akan tetapi mereka belum begitu siap untuk menerima perasaanperasaannya sebagai sesuatu yang integral dan bagian normal dari dirinya dan menyesuaikan tingkah laku seksual dengan perasaannya mengenai nilai-nilai moral dan tuntutan-tuntutan super ego (hati nurani). Pengalaman pertama terhadap alkohol atau obat-obatan juga sama-sama memberikan gangguan karena konflik antara keinginan atau rasa ingin tahu disatu fihak dan larangan alamiah yang besar dilain fihak. q Mencari pengalaman bagi penyaluran emosional yang kuat.— Para remaja mencari pengalaman untuk dorongan pe28

Cermin Dunia Kedokteran No. 11, 1978.

rasaan seksuil dan aggressi yang kuat. Mereka dapat menyatakan dorongan perasaannya melalui identifikasi yang kuat dengan hal-hal yang membawa kemajuan atau dengan tingkah laku yang secara sosial dilarang seperti aktifitas seksuil yang tidak bertanggung jawab, konflik dengan badan-badan sipil atau militer atau dengan pemakaian obat-obatan atau alkohol. SEGI—SEGI TEORITIK DARI PENYALAHGUNAAN OBAT Dengan adanya kemajuan teknologi diberbagai bidang antara lain bidang farmasi, maka pada saat ini manusia telah berhasil meneiptakan beratus-ratus jenis obat untuk berbagai maksud dan tujuan. Kemajuan teknologi juga mempengaruhi bidang komunikasi dan periklanan, sehingga apa yang dilakukan orang disuatu tempat dengan cepat dapat diketahui oleh orang lain ditempat lainnya, dan adanya obat-obatan baru yang diiklankan oleh berbagai media dengan janji-janji dapat menghilangkan berbagai macam penyakit, dengan cepat dapat mempengaruhi masyarakat. Banyak orang yang datang kedokter karena sakit, telah mencoba mengobati dirinya dengan berbagai macam obat dan karena tidak sembuh atau keadaannya bertambah parah . baru ia datang kedokter. Dapat dikatakan bahwa dengan banyaknya berbagai macam obat dan adanya janji yang muluk-muluk mengenai khasiat yang disampaikan melalui iklan-iklan, telah mendorong manusia untuk mencoba mengobati dirinya sendiri misalnya sakit kepala ambil Dusal, sakit perut ambil pil Ciba dsb. Sikap yang demikian ini menimbulkan suatu kebiasaan yang disebut dengan drug-seeking behavior atau drug-taking behavior. Keadaan seperti ini cenderung akan menjurus kepada tindakan penyalahgunaan obat (drug abuse)yang juga turut mempengaruhi perkembangan jiwa remaja. Yang dimaksud dengan obat (drug) adalah setiap substansi yang dapat merubah satu atau lebih fungsi tubuh manusia kalau substansi tersebut dimasukkan kedalam tubuh manusia. Sedangkan , penyalahgunaan obat adalah suatu penggunaan dari obat untuk diri sendiri tanpa indikasi atau tidak untuk tujuan medis. Tindakan penyalahgunaan obat dapat menimbulkan keadaan ketergantungan (drug dependenee) dengan segala akibat buruknya dan kadang-kadang menimbulkan kematian. Pada umumnya obat-obat yang disalah-gunakan adalah obatobatan yang tergolong kedalam golongan psyehoaetive drugs yaitu obat-obatan yang dapat memberikan perubahan-perubahan pada fungsi mental (fikiran dan perasaan), tingkah laku, persepsi dan fungsi motorik. Obat-obatan ini mempunyai potensi untuk dapat menimbulkan ketergantungan baik secara fisik, psikik atau kedua-duanya. Hal ini dimungkinkan oleh adanya sifat-sifat tertentu yang dimiliki oleh obat-obat tersebut yang seeara tidak sewajarnya telah dimanfaatkan oleh sebagian orang dengan akibat timbulnya keadaan ketergantungan. Berdasarkan penggolongan yang dikemukakan oleh WHO dikenal beberapa golongan obat yang dapat menimbulkan ketergantungan yang disebut dengan dependence producing drugs yaitu : 1. Golongan alkohol-barbiturat misalnya ethanol, barbiturat, diazepam, ehlordiazepoxide, meprobamate dan methaqualone. 2. Golongan amphetamine misalnya amphetamine, dexamphetamine, methamphetamine, methylphenidate dan phemetrazine.

3. Golongan cannabis misalnya marihuana, ganja dan hashish. 4. Golongan cocain misalnya cocaine dan daun coca. 5. Golongan hallucinogen misalnya LSD, mescaline dan psilocybin. 6. Golongan khat 7. Golongan opiate misalnya morfin, heroin, eodein, methadone dan pethidine. 8. Golongan volatile solvent misalnya toluen , acetone dan earbon tetrachloride. Secara individual terdapat berbagai alasan atau motivasi dalam penyalahgunaan obat-obat tersebut. Motivasi ini dapat terletak didalam berbagai aspek dari kehidupan manusia yaitu aspek fisik, emosional, mental-intelektual, interpersonal dan sosialpolitik. Secara skematis berbagai motivasi tersebut dapat dijelaskan seperti dibawah ini : (1): Fisik .— Pengalaman yang ingin didapatkan berhubungan dengan perasaan sejahtera secara fisik. Motifnya adalah untuk mendapatkan relaksasi fisik, terhindar dari rasa nyeri atau mencegah kesakitan dan meninggikan energi fisik serta menghindarkan kelelahan. (2).' Emosional.-- Pengalaman yang ingin didapatkan berhubungan dengan hal-hal yang menyangkut segi emosional terutama yang terjadi dalam kepribadian seseorang meliputi perasaan-perasaan dalam seperti yang dicetuskan oleh keadaan lingkungannya. Motifnya adalah untuk menghindarkan atau meredakan keadaan emosional yang tidak menyenangkan, mengurangi ketegangan atau anxietas, mendapatkan relaksasi emosional, ingin menyendiri, pemberontakan atau mendapatkan kebebasan, mengintensifkan kemampuan personal dan meninggikan kepercayaan terhadap dirinya sendiri. (3). Mental-intellektual.— Pengalaman yang ingin didapatkan berhubungan dengan hal-hal yang menyangkut proses mentalintelektual seperti buah fikiran, ide penyelesaian problem tsb. Motifnya adalah untuk mengurangi kebosanan, rasa ingin tahu, mempermudah proses belajar atau menghindarkan kelelahan mental. (4). Interpersonal.— Pengalaman yang ingin didapatkan berhubungan dengan relasi interpersonal, penerimaan dalam group perasaan berhubungan diantara individu, hubungan dengan lawan jenis dsb. Motifnya adalah untuk mendapatkan perhatian dan penerimaan dalam kelompoknya, menghilangkan hambatan dalam hubungan interpersonal, untuk mempermudah mengadakan interaksi sosial, mengurangi anxietas yang menghambat keintiman, melepaskan atau menghindarkan kesulitan keluarga, melepaskan atau menghindarkan diri dari rasa asing atau kesepian dan menegakkan perasaan berkelompok atau supaya diterima sebagai anggota dari suatu kelompok. (5). Sosial-politik.— Pengalaman yang ingin didapatkan berhubungan dengan hal-hal yang dihasilkan dari proses identifikasi, keterlibatan dengan sebab-sebab sosial atau gerakangerakan politik, juga reaksi terhadap perubahan-perubahan sosial politik. Motifnya adalah untuk mengadakan identifikasi dengan kekuatan-kekuatan yang menentang hal-hal yang sudah ada, pemberontakan terhadap undang-undang atau peraturan yang tidak disetujui, mengatasi kekeeewaan dan putus asa terhadap masa depankeadaan sosial-politik dan menyokong perubahan kesadaran dalam masyarakat, kadang-kadang dengan

mencoba untuk menghancurkan suatu sistim tertentu. Disamping adanya alasan-alasan atau motivasi individual, didalam terjelmanya suatu keadaan penyalah gunaan obat, masih ada faktor lain yaitu faktor sosio-kultural yang mempunyai hubungan erat dengan kondisi penyalah gunaan obat seperti yang tersebut dibawah ini : • Kehancuran sosial-politik secara umum misalnya berkurangnya keperluan terhadap pemerintah, keragu-raguan terhadap tujuan-tujuan sosial dan sebagainya. •Perpecahan unit keluarga misalnya broken home, keluarga yang berpindah-pindah, orang tua tidak ada/jarang dirumah dan sebagainya. •Pengaruh media, terutama iklan mengenai obat. •Ketidak seimbangan keadaan ekonomi misalnya adanya kemiskinan, perbedaan ekonomi ethno-racial, kemewahan yang membosankan dan sebagainya. •Kekakuan sistim pendidikan misalnya tidak cocok dengan pendidikan secara umum, bosan sekolah dan sebagainya. • Perubahan teknologi yang cepat. • Kaburnya nilai-nilai dan sistim agama, mencairnya standard moral. • Meningkatnya waktu menganggur. Melihat keterangan-keterangan diatas jelaslah bahwa faktorfaktor sosiokultural mempengaruhi kehidupan manusia yang menimbulkan motivasi tertentu untuk memakai obat-obatan. Dengan sendirinya faktor pribadi dan keadaan psikologis seseorang menentukan untuk timbulnya motif-motif tersebut. Seperti juga telah dijelaskan diatas bahwa masa remaja merupakan masa yang normal akan tetapi penuh dengan berbagai maeam krisis sebagai akibat adanya perubahan-perubahan secara fisik, psikologis dan sosial. Dengan perkataan lain bahwa seorang remaja akan mempunyai suatu kepribadian yang labil dan bereaksi tidak tetap sehingga keadaan sosio-kultural sangat besar pengaruhnya terhadap diri mereka. Hal yang seperti ini sangat memudahkan untuk timbulnya tindakan penyalah gunaan obat sebagai usaha dalam menghadapi berbagai tantangan dan problematik dalam kehidupannya. Oleh karena itu tidaklah mengherankan apabila masalah penyalah gunaan obat mempunyai frekwensi yang paling tinggi dikalangan remaja dibandingkan dengan golongan umur lainnya. LATAR BELAKANG MASALAH PENYALAHGUNAAN OBAT DIKALANGAN REMAJA DI INDONESIA. Berdasarkan pengalaman selama merawat penderita di Lembaga Ketergantungan Obat didapatkan kesan bahwa masalah penyalahgunaan obat dikalangan remaja mulai sejak 4969. Makin lama frekwensi dari penyalahgunaan obat ini tampak makin meningkat. Akan tetapi keadaan ini tidak terdapat merata diseluruh wilayah Indonesia, melainkan baru tercermin dari situasi yang terdapat dikota-kota besar di Indonesia terutama di Jakarta. Sebenarnya kita telah mengetahui bahwa sebab-sebab dari keadaan penyalahgunaan obat dan ketergantungan obat merupakan suatu hal yang kabur dan tidak spesifik, akan tetapi kita menduga adanya beberapa faktor yang mempunyai hubungan dengan meningkatnya frekwensi penyalahigunaan obat di Indonesia seperti yang teisebut dibawah ini q Kehidupan keluarga. — Berdasarkan penelitian terhadap Cermin Dunia Ked°kteran N°. 11, 1978.

29

100 pasien pertama yang dirawat di L.K.O. didapat kesan : a. Sebagian dari orang tua sering keluar rumah b. Andaikata mereka ada dirumah biasanya mereka sibuk dengan urusannya sendiri. c. Sebagian besar keluarga mempunyai anak lebih dari 5 orang d. Sebagian besar keluarga sering pindah-pindah rumah. Para remaja sebagai akibat dari perubahan-perubahan yang terjadi didalam dirinya akan mempunyai suatu perasaan yang kontradiktif. Disatu fihak mereka ingin menyatakan kebebasan dirinya akan tetapi difihak lain mereka masih membutuhkan perhatian, perlindungan dan tempat bergantung dari orang tuanya. Orang tua yang jarang dirumah, terlalu sibuk dengan urusannya sendiri atau mempunyai anak yang terlalu banyak akan menghilangkan atau setidak-tidaknya mengurangi perhatian dan pengawasan mereka terhadap anaknya. Harapan-harapan yang dicurahkan kepada orang tuanya tidak akan mendapatkan hasil seperti apa yang mereka inginkan. Dalam keluarga sering terjadi pertentangan-pertentangan antara para remaja dengan orang tua mereka. Para remaja menginginkan suatu pengertian dan kebebasan dari orang tuanya, akan tetapi ' fhak orang tua kurang dapat memahami keinginan mereka dan cenderung untuk memaksakan dan mengatur apa-apa yang menurut orang tua baik untuk dilakukan oleh anaknya. Apa-apa yang baik menurut orang tua harus baik bagi anak dan apa-apa yang buruk bagi orang tua harus dianggap buruk oleh anaknya. Sikap yang otoriter, terlalu memaksa dan terlalu menentukan akan menimbulkan pemberontakan dari para remaja dalam bentuk penentangan, banyak keluar rumah, membolos dan tidak mau sekolah dan kadang-kadang menjurus pada pemakaian alkohol dan obat narkotika. Suatu keluarga yang sering berpindah-pindah rumah cenderung untuk meneiptakan suatu situasi yang tidak stabil dan kurang aman bagi'orang tua dimana hal yang demikian membawa pengaruh terhadap perkembangan emosionil para remaja. q Sosio-kultural.-- Kota Metropolitan Jakarta sebagai ibukota negara Republik Indonesia mempunyai penduduk yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa. Perkembangan yang pesat disegala bidang mempengaruhi sosio-kultural dan pandangan hidup mereka yang tinggal di Jakarta. Proses modernisasi menyebabkan mereka merubah cara hidup yang kuno kearah cara hidup yang modem walaupun kadang-kadang hal ini tidak sesuai dengan diri mereka. Segala macam bentuk dan cara yang datangnya dari dunia barat dianggap sebagai sesuatu yang maju dan modern sehingga patut untuk ditiru agar mereka dapat disebut sebagai orang yang tergolong dapat mengikuti zaman. Dengan demikian timbullah istilah kampungan bagi mereka yang tidak mau atau tidak dapat mengikuti cara-cara atau kebiasaan yang berasal dari peradaban barat. Nilai-nilai kultural yang tradisionil makin lama makin ditinggalkan. Para kaum muda mulai tidak menyukai musik gamelan atau wayang sebagai peninggalan budaya dari nenek moyangnya, akan tetapi lebih menyukai musik-musik keras atau bioskop. Pandangan hidup mulai beralih kedunia barat dimana segala cara dan kebiasaan remaja dibarat menjadi contoh bagi para remaja di Indonesia seperti cara hidup yang bebas, cara berpakaian yang eksentrik, pemakaian alkohol dan penyalahgunaan obat. 30

Cermin Dunia Ked°kteran No. 11, 1978.

q Sosio-ekonomik.— Masalah sosio-ekonomik bagi para remaja mempunyai suatu hubungan yang erat dengan pendidikan dan pekerjaan. Pembangunan yang pesat disegala bidang pada akhir-akhir ini memungkinkan adanya suatu perbaikan ekonomik yang kadang-kadang berlebih-lebihan bagi segelintir manusia sedangkan difihak lain ada orang yang tidak pernah mempunyai kesempatan dan tetap tinggal miskin. Perbedaan yang terdapat diantara keduanya tampak sangat menyolok. Pendidikan disekolah adalah suatu cara bagi seseorang untuk mendapatkan sejumlah ilmu pengetahuan dimana ilmu yang telah didapat itu dapat dipakai sebagai modal untuk mencari pekerjaan dan mendapatkan gaji yang layak. Sulitnya pekerjaan dan rendahnya sistim gaji di Indonesia merupakan problem yang sampai saat ini belum mampu untuk diatasi. Bagi para remaja dengan keadaan sosial-ekonomi yang baik maka segala kebutuhan materi sudah terjamin bahkan berlebih-lebihan. Dengan sulitnya pekerjaan dan kecilnya sistim gaji menyebabkan mereka segan untuk bersekolah. Untuk apa lagi mereka bersekolah kalau umpamanya keadaan materi mereka sudah terjamin bahkan kadang-kadang tidak akan habis selama tujuh turunan. Keseganan untuk bersekolah menyebabkan mereka lebih senang untuk menganggur. Sebaliknya bagi para remaja yang mempunyai sosial-ekonomi yang rendah, apabila mereka dapat menamatkan sekolah pada taraf yang setinggi-tingginya mereka akan dihadapkan pada suatu kenyataan sulitnya mendapat pekerjaan dan kecilnya sistim gaji. Jangankan untuk mencapai suatu kondisi ekonomi yang tinggi, untuk hidup sehari-haripun hanya cukup untuk beberapa hari. Disamping itu untuk bersekolah bagi orang yang tidak mampu bukan merupakan suatu hal yang mudah. Dihadapkan pada kenyataan yang demikian ini maka timbullah perasaan frustrasi, putus asa dan kehilangan semangat. Akibatnya mereka lebih senang menganggur sambil menghayal. Kelemahan lain dalam sistim pendidikan adalah dirubahnya sistim ujian negara menjadi ujian sekolah. Dengan sendirinya setiap sekolah ingin menunjukkan prestasi yang sebaik-baiknya dengan cara meluluskan murid sebanyak-banyaknya. Penilaian terhadap murid menjadi sangat subjektif. Para murid tidak berusaha untuk lulus dengan cara belajar akan tetapi dengan cara mendekati guru-gurunya misalnya dengan mengambil pelajaran tambahan atau memberikan bingkisan untuk gurunya. Hal yang seperti ini juga menimbulkan kebosanan dan mengurangi motivasi untuk belajar. q Sosio-religious.— Dengan makin modernnya masyarakat maka tampak bahwa nilai agama dan standard moral makin mencair dikalangan masyarakat pada umumnya dan dikalangan para remaja pada khususnya. Diizinkannya perjudian, didirikannya tempat-tempat hiburan, dilokalisasikannya tempat pelacuran, diperbolehkannya minuman keras menunjukkan nilainilai agama dan standard moral sudah mulai mencair. Pendidikan agama merupakan suatu hal yang sudah dianggap kolot, batasan antara satu agama dengan agama lain mulai kabur, sehingga tidak ada pegangan tertentu yang dapat dipakai xbagai landasan untuk pembentukan suatu super ego yang baik. Pada umumnya pendidikan agama pada saat ini merupakan suatu hal yang dilakukan sambil lalu tanpa kesungguhan yang meyakinkan.

ILUSTRASI KASUS Kasus I.— Seorang anak laki-laki berumur 12 tahun, agama Islam, dirawat di LKO pada tahun 1974 karena pemakaian ganja sejak 1 tahun disertai dengan pemakaian obat-obat lain seperti mandrax, mogadon yang dicampur dengan bir. Pendidikan terakhir kelas V SD, (pasien tidak mau sekolah) dan menganggur sejak 2 tahun terakhir. Ayah dan ibu sudah cerai 8 tahun yang lalu, dari perkawinan ini mereka mempunyai anak 6 orang, pasien adalah anak ke 3. Selama ini pasien tinggal kadangkadang dengan ayahnya, kadang-kadang dengan ibunya. Ibunya sampai saat ini belum bersuami, akan tetapi ayahnya sudah kawin sebanyak 5 kali dan meinpunyai 2 anak lagi dari 2 orang istrinya. Keadaan sosialekonomi yang baik memungkinkan ia dapat memberikan satu rumah yang mewah untuk masing-inasing istrinya. Akan tetapi ia jarang dirumah karena sibuk dengan pekerjaan dan main golf. Untuk mendapatkan obat-obatan pasien membeli dengan uang sakunya, bahkan ia dapat membelikan teman-temannya. Kebanyakan dari teman-temannya adalah orang yang lebih tua daripadanya. Menurut pasien, ayahnya kurang memberikan perhatian, bersikap sangat keras, jarang berada dirumah, sedangkan ibu tirinya sangat membenci dia karena ia mirip dengan ibunya. Pasien merasa tidak betah dirumah dan berusaha mencari ketenangan diluar rumah. Pada waktu kecil pasien merupakan se°rang anak yang baik, penurut dan tidak nakal. Belakangan ini ia menjadi nakal, sering keluar rumah, banyak merokok, suka marah-inarah, ngamuk dan kadang-kadang mengancam mau membunuh ibunya, kakak atau pembantunya. Kasus II.— Seorang anak laki-laki berumur 19 tahun, agama Islam, dirawat di L.K.O. pada tahun 1974 karena menyuntik morfin secara intra-vena sejak 2 tahun. Ia merupakan anak yang ke 6 dari 8 orang bersaudara. Pada waktu ia masih kecil ayahnya kawin lagi dan istri yang kedua ini tinggal bersama dalam satu rumah. Hal ini membuat ibu pasien menjadi tertekan, akan tetapi keadaan ini tidak diketahui oleh ayah pasien. Ayah bersikap sangat keras, kurang perhatian terhadap anak-anaknya dan hubungan emosional dengan anak-anaknya kurang sekali. Keadaan sosial-ekonomi cukup baik sehingga ia mampu untuk membiayai anak-anak dan kedua istrinya. Pendidikan pasien hanya sampai STM kelas I kemudian berhenti dan menganggur. Hubungan masing-masing anggota keluarga kurang erat sehingga masing-masing sibuk dengan urusannya sendiri-sendiri . Oleh. karena itu pasien tidak betah dirumah dan sering keluar, bergaul dengan lingkungan temantemannya yang tidak bersekolah. Juga salah seorang kakaknya memakai morfin dimana kadang-kadang keduanya menyuntik bersama-sama di dalam satu kamar. Untuk mendapatkan inorfin, pasien membelinya sendiri dari uang saku, diberikan oleh kakaknya yang juga inorfinis atau dengan menjual barang-barangnya yang kemudian dibelikan morfin. Sikap ayah sangat keras terhadap pasien dan hal ini menyebabkan ia lebih banyak mendekati ibunya, dan ia oleh ibunya agak dimanja. Pada waktu kecil ia merupakan anak yang tenang, penurut, suka bergaul dan mau membantu orang tuanya.

PEMBICARAAN KASUS. Pada kasus pertama kita melihat seorang anak laki-laki yang baru berumur 12 tahun, yang didalam taraf perkembangan kepribadian merupakan seorang anak yang baru memasuki masa remaja (adolescence). Tetapi dalam usia yang relatif muda telah melakukan penyalahgunaan obat (ganja) selama 1 tahun, disertai dengan pemakaian obat-obat lain dan minuman keras. Keadaan sosiol-ekonomi yang sangat baik memungkinkan anak yang sebesar itu dapat membeli apa yang ia inginkan. Suatu hal yang sangat disayangkan adalah bahwa keadaan materi yang baik tidak disertai dengan perkembangan emosional yang sewajarnya . Sikap orang tua yang terlalu mementingkan diri sendiri dan adanya perpecahan dalam sistim keluarga menyebabkan pasien mengalami kegoncangan emosional. Kasih sayang, perhatian, perlindungan dan tempat bergantung tidak diperoleh dari kedua orang tuanya. Terjadi suatu perberontakan

dalam diri pasien dalam bentuk tidak mau sekolah, sering keluar rumah, bergaul dengan orang-orang yang berusia lebih tua dan mempergunakan obat-obat yang terlarang. Kita dapat melihat bahwa seorang anak yang tadinya merupakan seorang anak yang baik, penurut dan tidak nakal menjadi seorang anak yang nakal, agressif, tidak betah dirumah dan menyalah gunakan obat. Perubahan ini terjadi sebagai akibat perubahanperubahan yang terjadi didalam dirinya (mulai memasuki masa remaja) yang dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diluar dirinya seperti sikap orang tua, suasana rumah tangga, pergaulan dengan teman-teman sekelompok dan kesempatan yang didapat dari keadaan sosial-ekonomi yang berlebihan. Melihat dari sikap orang tuanya dan situasi yang terdapat didalam keluarga, kita dapat mengatakan bahwa nilai-nilai agama dan standard moral kurang atau sama sekali tidak ditanamkan pada diri pasien. Pasien kedua adalah seorang remaja, berumur 19 tahun yang dirawat karena pemakaian morfin secara intra-vena sudah 2 tahun. Sikap ayah yang. terlalu mementingkan diri sendiri yaitu kawin lagi dan menempatkan istri yang kedua dalam satu rumah menunjukkan bahwa ia kurang memperhatikan perkembangan jiwa anak-anaknya. Sikap yang demikian disertai dengan jumlah anak yang cukup banyak menyebabkan pasien kurang mendapat perhatian, kasih sayang, perlindungan dan bimbingan dari orang tuanya. Masa_remaja yang dipengaruhi oleh situasi keluarga yang demikian kacau menyebabkan pasien memberontak dengan cara tidak mau sekolah, sering keluar rumah, bergaul dengan anak-anak yang tidak baik dan menggunakan morfin. Hal yang sama juga dialami oleh kakak pasien. Dari sikap ayahnya juga dapat dinilai bahwa nilai-nilai agama dan standard moral tidak ditanamkan pada diri pasien. Dari seorang anak yang tenang, penurut, suka bergaul dan mau membantu, akhirnya menjadi anak yang memberontak dan menyalahgunakan morfin. KESIMPULAN. Dibicarakan mengenai masalah penyalahgunaan obat dikalangan remaja di Indonesia dengan meninjau lebih dahulu karakteristik masa remaja, faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya problem pada masa remaja dan segi teoritik mengenai penyalahgunaan obat. Selanjutnya ditinjau mengenai latar belakang dari problem tersebut yaitu yang menyangkut segi kehidupan keluarga, sosio-kultural, sosio-ekonomik dan sosioreligieus. Disini dikemukakan 2 kasus sebagai illustrasi untuk lebih menjelaskan tinjauan tersebut. KEPUSTAKAAN 1.Youth and drugs, Report of a WHO Study Group. Geneva, 1973: 2.KUSUMANTO SETYONEGORO : Aspek-aspek kebudayaan dari ad°lescensi di Ind°nesia. Jiwa I: 4, 1968. 3.KUSUMANTO SETYONEGORO , M SAIFUN MANSJUR : Epidemi°l°gical data from the first 100 patients gr°up admitted t° DDU — Jakarta, Ind°nesia. Jiwa VII : 2, 1975. 4. KUSUMANTO SETYONEGORO : Drug dependence in Ind°nesia. Jiwa V : 1, 1972. 5.SOLOMON P, PATCH VD : Handbook of psychiatry, Maruzen Asian editi°n. Lange Medical Publicati°ns, Maruzen C°., 1969. 6.SUHARTO TRENGGONO : Beberapa aspek s°sial-budaya dan psikiatris pr°blematik remaja . Jiwa VII : 2, 1974. 7 .COHEN AY : Alternatiyes to drug abuse : Steps toward preyention. Kensingt°n, The Nati°nal Clearingh°use f°r Drug Abuse Inf°rmati°n, reprinted 1975.

Cermin Dunia Kedokteran No. 11, 1978.

31

Pengaruh asam glukuronat pada tikus yang diberi paracetamol dosis tinggi dr. Tony Handoko S K Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta

PENDAHULUAN Pada 20 tahun terakhir ini paracetamol sangat luas dipergunakan sebagai obat analgesik antipiretik yang relatip aman. Akan tetapi ternyata pada dosis yang eukup tinggi dapat menimbulkan juga keraeunan. Paracetamol pada dosis yang sangat tinggi (pada percobaan bunuh diri) dapat menimbulkan nekrosis sel hati. Pertolongan yang memuaskan sampai sekarang belum didapatkan. Pemberian asam glukuronat pada keracunan paracetamol bertujuan meningkatkan biotransformasi paraeetamol bebas menjadi paracetamol glukuronat yang tidak toksis. BAHAN DAN CARA PEMERIKSAAN Pemeriksaan LD-50 memakai methode THOMPSON—WELL, Tikus yang digunakan adalah tikus jantan LMR—albipo dengan berat badan antara 200—250 g. Paracetamol diberikan peroral dalam bentuk suspensi yang dilarutkan dalam 0,5% carboxy methylcellulose yang dimasukan melalui sonde lambung dengan dosis 1 ml/50 g BB. Asam glukuronat diberikan intra peritoneal (IP) dalam larutan 100 mg/ce. Pemeriksaan paracetamol didalam darah memakai eara peresapan sinar ultra violet (spektrofotometri) dengan modifikasi J.C.ROUTH dan kawankawan. Untuk pemeriksaan histo-pathologi dilakukan fixasi dengan BOUIN dan pewarnaan memakai hematoxillin dan eosin. HASIL YANG DIDAPATKAN ADALAH I Pada penentuan toksisitas akut didapatkan hasil yang 32

Cermin Dunia Ked°kteran N°. 11, 1978.

dapat dilihat pada tabel I. Tabel I. LD-50 paracetamol oral g/kg BB

Pemberian asam glukuronat (Intra P) tanpa asam glukuronat 250 mg/kg BB segera sesudah pemberian paracetam°l 825 mg/kg BB 24 jam sebelum pemberian paracetam°l 200 mg/kg BB 7 hari ber-turutturut sebelum pemberian paracetamol

2,000 (1,453 - 2,788) 2,884 (2,088 - 3,985) 3,796 (2,748 - 5,243)

5,475 (4,111 -7,291)

II Penentuan paracetamol bebas dalam darah dengan pemberian 2 g/kg BB paraeetamol peroral, hasil dapat dilihat pada tabel II. Tabel II. waktu

1 jam 2 jam 4 jam 24 jam

kadar pazacetamol bebas dalam darah, mg% 49,12 38,39 35,58 23,74

Standard deviasi

2,82 5,57 2,72 9,02

III Pada penentuan dari paracetamol bebas didalarp darah dimana 24 jam sebelum pemberian paracetamol 2 g/kg BB peroral diberikan asam glukuronat 825 mg/kg BB secara intra peritoneal. Hasil dapat dilihat pada tabel III. Tabel III.

waktu

1 jam 2 jam 4 jam 24 jam

kadar pazacetamol bebas dalam darah, mg % 14,23 14,92 22,22 16,90

Standard deviasi

9,38 4,29 11,38 3,52

IV Pada penentuan dari paracetamol bebas dalam darah dimana satu jam sesudah pemberian paracetamol 2 g/kg BB peroral, diberikan asam glukuronat 825 mg/kg BB secara intra peritoneal. Hasil dapat dilihat pada tabel IV. Tabel IV.

waktu

2 jam 4 jam 24 jam

kadar paracetamol bebas dalam darah, mg % 8,58 3,3 6,67

Standard deviasi

1,01 0,4 4,14

V Pada penentuan kadar paracetamol bebas didalam darah, dimana dua jam sesudah pemberian paraeetamol dengan dosis 2 g/kg BB secara oral, diberikan asam glukuronat dengan dosis 825 mg/kg BB seeara intra peritoneal. Hasil dapat dilihat pada tabel V. Tabel V.

waktu

kadar paracetamol bebas dalam darah, mg %

4 jam

5, 78

24 jam

4,98

Standard deviasi

1,82

duktus portalis. (b) Pada pemeriksaan histo-pathologi jaringan hati dan ginjal pada tikus dengan pemberian paracetamol 2 g/kg BB seeara oral dan asam glukuronat didapatkan : • Ginjal.Degenerasi hanya terlihat terbatas pada tubuli eontorti proximalis. • Hati. Didapatkan nekrosis centrilobuler sel hati dengan degenerasi hydropik yang terbatas terutama pada sel-sel perifer. PEMBICARAAN Dari hasil observasi penderita keraeunan paraeetamol PRESCOTT menyimpulkan bahwa bila kadar paracetamol didalam darah empat jam sesudah makan paracetamol lebih besar dari 30 mg % maka akan didapatkan kerusakan hati yang hebat, sedang bila kadar paracetamol lebih kecil dari 12 mg % tidak akan didapatkan kerusakan hati. Keadaan ini dikatakan lebih jelas pada 12 jam sesudah makan paraeetamol bila kadar paracetamol lebih besar dari 5 mg % didapatkan kerusakan sel-sel hati, sedang bila lebih kecil dari 5 mg % tak didapatkan kerusakan sel-sel hati. Pada percobaan ini didapatkan puncak kadar paracetamol empat jam sesudah memakan obat yaitu sebesar 35,58 mg %. Pada penambahan penyuntikan asam glukuronat intra peritoneal jelas terlihat penurunan puncak kadar paracetamol didalam darah yaitu 22,22 mg % dan ini tercapai empat jam sesudah pemberian paracetamol. Pemberian asam glukuronat juga meningkatkan LD-50 paracetamol pada tikus. ini berarti mengurangi toksisitas dari paracetamol hal mana didukung dengan pemeriksaan histo-pathologi yaitu adanya kerusakan dari sel-sel hati dan ginjal yang jauh lebih ringan pada pemberian asam glukuronat. Pada tikus yang diberikan paracetamol 2 g/kg BB tanpa pemberian asam glukuronat, kerusakan hati berupa degenerasi sel-sel hati dan nekrosis dapat terlihat secara makroscopik berupa daerah berwarna keputihan yang tersebar diseluruh jaringan hati, sedangkan pada pemberian asam glukuronat bereak keputihan ini tak terlihat. Penyelidikan ini menunjukkan bahwa asam glukuronat exogerr dapat membantu mengurangi toksisitas paracetamol, oleh karena didalam hati paracetamol dimetabolisme menjadi paracetamol glukuronat yang kurang toksik.

1,42

VI Kemudian dilakukan pemberian asam glukuronat dengan dosis 825 mg/kg BB secara intra peritoneal empat jam sesudah pemberian paracetamol dengan dosis 2 g/kg BB secara oral dan kadar paracetamol bebas dalam darah ditentukan sesudah 24 jam, didapatkan nilai 7,75 mg % dengan standard deviasi 2,5. Perubahan histo-pathologi (a) Pada pemeriksaan histo-pathologi jaringan hati dan ginjal pada tikus dengan pemberian paraeetamol 2 g/kg BB didapatkan : q Ginjal.Nekrosis dari tubuli eontorti distalis, serta degenerasi dari tubuli contorti proximalis serta duktus coligentes. Didapatkan juga banyak granul aeidophyl pada duktus eoligentes. q Hati.Didapatkan nekrosis sel hati yang ekstensip didaerah centrilobuler dan degenerasi hydropik dari sel-sel hati sekitar

KEPUSTAKAAN 1. BOYER T, ROUFF S : Acetaminophen induced hepatic necrosis 'and renal failure. Jama 218 : 440--441, 1970. 2. BOYD E B G : Liver necrosis from paracetam°l. British journal pharmacology 26 : 606-614, 1966. 3. CLARK R et al : Hepatic damage and death fr°m °ver dose paracetamol. Lancct 13 : 66-69, 1973. 4. DAVIDSON D G D , EASTHOM W N : Acute liver necr°sis following overdose of paracetamol. British med journal 27 : 497, 1966. 5. DAVID D C et al : A col°rimetric method for the dctermination °f phenacetin and paracetamol. Analyst 99 : 12-18, 1974. 6. PRESCOTT L F et al : Succesful treatmcnt of severe paracetamol °verdose with cysteamine. Lancet 6 : 588-592, 1974. 7. PROUDFOOD A T et al : Acute paracetamol poisoning. British med jour 5 : 557-558, 1970 8. WILSON R A et al : Rapid removal of paracctamol by hemoperfusion through coated charcoal. Lancet 13 : 77, 1973. 9. WEIL C S : Biometrics. 249-263, 1952.

Cermin Dunia Kedokteran No. 11, 1978.

33

PENGALAMAN PRAKTEK BATU GINJAL

Sejak beberapa waktu Bagian Biokimia FKUI telah melakukan analisa kimia batu-batu traktus urinarius (batu ginjal). Pada suatu hari telah datang seorang pria dengan surat pengantar dari seorang dokter dengan permintaan analisa batu ginjal yang dikeluarkan secara spontan oleh penderita. Batu tersebut berukuran sebesar biji kacang kedele dan berwarna putih. Analisa sebagian batu tersebut memberi hasil yang tidak lazim dijumpai yaitu negatip untuk komponenkomponen yanglazim ditemukan seperti : urat, oksalat, fosfat, magnesium dan lain-lain, akan tetapi memberi hasil positip kuat untuk kalsium (Ca) dan karbonat. Terangsang oleh hasil-hasil ini maka telah dilakukan penelitian mikroskopik tentang susunan fisik batu tersebut. Dengan cara ini dapat dilihat dengan jelas, bahwa batu ginjal tadi adalah sepotong batu koral dengan susunan arsitektur yang khas, sebagai hasil karya binatang-binatang laut dan tersusun dari kalsium karbonat. Tanya jawab dengan si penghasil batu (stone-producer) didapat keterangan sebagai berikut : pada suatu malam sewaktu kencing, ia merasa ada "sesuatu " yang akan keluar dari alat kelaminnya, akan tetapi belum sempat menyediakan penampung, "benda " tersebut telah loncat keluar dqn jatuh dilantai kamar mandi. Usaha untuk menemukan " benda " tadi dengan penerangan yang tidak sempurna telah menghasilkan " batu ginjal " tersebut diatas. Moral : bila pada suatu hari saudara merasa ada sesuatu benda akan keluar dari alat kelamin saudara, maka jangan terlambat menyediakan penampung sehingga batu berharga tadi tak akan hilang terjatuh dilantai.

OLH

BATU BATERAI SEBAGAI PENYEBAB KEMATIAN Keracunan akibat meminum bahan-bahan yang mengandung alkali pada anak-anak jarang terjadi. Dibawah ini disajikan suatu kejadian dimana oleh Dr. BLATNIK dilaporkan bahwa sebuah baterai mini telah mengakibatkan musibah ini. Oleh karena baterai-baterai mini kini juga banyak beredar di Indonesia, maka para teman sejawat perlu waspada akan kemungkinan menjumpai kasus seperti ini. Seorang anak laki-laki berumur dua setengah tahun dibawa ke rumah sakit dengan gejala-gejala muntah, demam, tak dapat bicara dan menelan sudah 24 jam lamnya. Pada pemeriksaan ditemukan benjolan di daerah suprasternal, pemeriksaan radiologik menunjukkan adanya benda asing di daerah oesophagus. Pada explorasi ditemukan sebuah batu baterai berukuran 0,5 x 2,5 cm yang sudah rusak dan mengandung sisa makanan Sesudah corpus alienum tersebut diangkat, pada oesophagoscopy 34

Cermin Dunia Ked°kteran N°. 11, 1978.

Gambaran radiologik yang memperlihatkan batu batery yang memenuhi oesophagus pada anak tersebut.

masih ditemukan sedikit ulcerasi dengan reaksi peradangan lokal. Bronchoscopy terlihat oedema serta kemerah-merahan pada dinding posterior trachea sesuai dengan lokalisasi ulcus pada oesophagus tadi. Melihat keadaan ini, penderita diberi pengobatan prednison dan ampicillin. Sesudah tindakan ini oesophagogram nampak normal. Keesokan harinya demam menghilang dan anak tersebut mulai makan cair pada hari ke empat pasca operasi serta pemberian prednison dihentikan (secara bertahap). Dua hari kemudian demam timbul kembali disertai dengan sputum yang berwarna kuning kemerah-merahan. Pada pemeriksaan radiologik ditemukan cairan setinggi C 5 sampai C 7 dan tidak ditemukan tanda-tanda pneumo mediastinum. Melihat keadaan ini diputuskan untuk memulai kembali pemberian steroid yaitu dexamethazon dan cephaloridine serta makanan per os dihentikan. Sesudah suhu badan mendekati normal dilakukan mediastinostomy. Dua hari kemudian pada pemeriksaan radiologik tidak ditemukan adanya perubahan kelainan di dalam paru. Secara tiba-tiba anak muntah darah, shock dan terjadi cardiac arrest. Pada autopsi terdapat perforasi trachea yang cukup besar yang berhubungan dengan oesphagus. Di daerah tracheo bronchial ditemukan banyak darah. Dr BLATNIK mengatakan bahwa ada dua hal yang dapat dipelajari dari kejadian ini, yaitu : (1) Baterai mini tersebut (yang dipakai untuk Camera) merupakan benda yang potensial dapat menyebabkan kematian bila ditelan, sebab mengandung 45% KOH. (2) Steroid memang berguna untuk mencegah timbulnya kelainan pada oesophagus sebagai akibat menelan alkali, akan tetapi bila sudah terdapat tanda-tanda akan terjadi perforasi maka steroid merupakan kontra indikasi. BLATNIK Jama 238 : 381, 1977.

Catatan singkat Propanolol banyak dipakai pada penderita angina pectoris, sudah dilaporkan berbagai komplikasi akibat penghentian secara mendadak pada pemakaian obat ini, antara lain : kematian mendadak, infark myocard, lebih sering dan lebih berat lagi serangan angina pectoris yang terjadi dan sebagainya. SHENKMAN et al melaporkan tiga penderita yang mendapat pengobatan Propanolol dimana pada penghentian pemakaian obat secara tiba-tiba, timbul gejala hyperthyroid. Sedangkan pada ketiga penderita ini tidak dijumpai anamnesa menderita penyakit thyroid. Ia mengatakan bahwa pada pemakaian beta adrenergik blocking gambaran klinis dari hyperthyroid tidak nampak dan penghentian yang mendadak, menyebabkan gejala hyperthyroid menjadi manifes. Diduga pada penderita tersebut terdapat Hyperthyroid laten yang nampak sesudah penghentian tiba-tiba dari pemberian propanolol. SHENKMAN et al. Jama 238 : 237-239, 1977

Gangguan pencernaan seperti glositis, stomatitis nausea, muntah, diarrhea dan proctitis sudah sering dilaporkan sebagai efek samping pemakaian oral tetracyclin. Tetapi ulkus oesophagus akibat pemakaian oral tetracyclin jarang sekali dilaporkan Untuk itu Kementerian Kesehatan Jepang mengadakan penyelidikan dan menemukan lima kejadian ulkus oesophagus sesudah pemakaian oral tetracyclin, dimana pada kelima penderita tersebut tidak ditemukan tanda-tanda ulkus oesophagus sebelumnya. Diagnosa diperkuat dengan pemeriksaan oesopkagoscopy. Kelima pasien tersebut meminum tetracyclin sebelum tidur dan beberapa diantaranya menelan tanpa menggunakan air. Dikatakan bahwa tetracyclin dapat menimbulkan ulkus oesophagus karena bersifat asam kuat atau mempunyai chelating action. Akan tetapi mekanisme terjadinya ulkus belum jelas. Dianjurkan agar lebih berhati-hati untuk memberikan tetracyclin pada pasien-pasien dengan gangguan pasasi dari oesophagus. Sebaiknya tetracyclin diminum dengan sejumlah air yang cukup dan jangan diminum sebelum tidur. Japan Medical Gazette 14 : 16, 1977

Beberapa pertemuan yang dikoordinir oleh WHO pada International Surveillance for the Prevention and Control of Health Hazards due to drug resistant Enterobacteriaceae, menekankan pentingnya perhatian pada pemakaian antibiotika yang rasionil pada pengobatan penyakit infeksi kuman. Melihat beberapa laporan tentang drug resistant bacteria, termasuk resistensi Salmonela Typhi terhadap chloramphenicol di Mexico, multi resisten dari golongan Shigella di Amerika Tengah dan Bangladesh. Maka pertemuan menyarankan untuk mengatasi masalah tersebut. Perlu diadakan perbaikan sistem pendidikan mahasiswa kedokteran, mengadakan kursus penyegar bagi dokter-dokter sesering mungkin, hal penting lain adalah penerangan kepada pasien tentang bahaya pemakaian antibiotika. Sebab dirasakan banyak kesalahankesalahan pemberian antibiotika oleh dokter. Juga pasien kurang mengindahkan petunjuk dari dokter yang memberikan pengobatan. Misalnya pada penyakit Influensa, diarrhoe yang bukan disebabkan oleh bakteri dan lain-lain. Antibiotika pada makanan ternak juga merupakan sebab pentingnya terjadinya drug resistant ini. Pertemuan ini menunjukan langkah baik yang telah diambil oleh pemerintah Inggris yang melarang penambahan antibiotika pada makanan ternak dan menganjurkan agar negara-negara lain juga mengambil kebijaksanaan yang sama. Update the Journal of Postgraduate general Prac 15 (11) : 1107, 1977.

Seorang wanita berumur 48 tahun selama beberapa .tahun mengalami tujuh kali episode hemoperitoneum. Setiap kali darah yang dikeluarkan dari rongga perutnya berjumlah 600 — 4500 ml. Setelah dilakukan berbagai pemeriksaan tanpa hasil yang memuaskan, akhirnya dicurigai kemungkinan kekurangan vitamin C. Anamnesis membuktikan bahwa diet pasien ini memang kurang akan buahbuah segar dan sayuran. Pemeriksaan vitamin C dalam serum menunjukkan kadar sebesar 0,06 mg/ 100 mI (Normal 0,2 — 2 mg/100 ml). Setelah diberi pengobatan dengan 1000 mg vitamin C tiap hari, hemoperitoneum tidak terulang lagi. JAMA 237 : 1358, 1977

Cermin Dunia Kedokteran No. 11, 1978.

37

FOBIA

OBATNYA SUSAH Pada suatu hari datang seorang pasien wanita, 35 tahun, obese dengan ukuran vital 36—40—36 Status : single girl, dengan working diagnosis: Psychoneurosis/depresi karena ditinggal pacar. Dengan penuh perhatian dan rasa simpatik saya mengatakan : + Janganlah bersedih, dunia tak sebesar daun kelor; laki-laki di mana-mana banyak. Apalagi gadis secantik anda, tinggal pilih saja, setiap laki-laki pasti akan mau ............................. — Kalau begitu...................saya pilih dokter saja ................boleh kan?katanya sambil tunduk tersenyum dengan muka merah jambu. +....................................? dr. Rom H. Pangayoman Poliklinik P M I

38

Tasikmalaya

Cermin Dunia Kedokteran No. 11, 1978.

Pengalaman ini benar-benar saya alami sewaktu saya praktek di daerah pedesaan. Seorang gadis mengunjungi kamar praktek saya dengan keluhan badan lesu, lekas lelah, tidak bergairah untuk makan dan lain-lain. Setelah saya periksa sana, periksa sini, dan ternyata hanya menemukan anemia, tanpa banyak pikir saya berikan obat hematinik Viferron ditambah dengan beberapa nasehat. Di tengah malam buta pintu rumah saya digedor-gedor orang, alangkah kagetnya ketika pintu saya buka dan ternyata si gadis tadi datang kembali disertai ayahnya yang sambil marah-marah berkata : +Pak dokter bagaimana sih. Anak saya masih gadis begini kok diberi pil KB. Apa pak dokter mau memaksa anak gadis untuk ber KB, atau anak saya hamil ? dan dia mengeluarkan pil Viferron yang masih terbungkus dalam strip, Ternyata pada strip tadi tertulis initial "Kalbe Farma" yang dikiranya KB (Farma). Sambil tertawa kecil saya jelaskan persoalannya sampai mereka mengerti. Selidik punya selidik rupanya si gadis baru lulus kursus PBH, sedangkan orang tuanya ya'ng kebetulan buta huruf baru saja mendengar ceramah KB. dr. Abdul Latief Puskesmas Kintamani Bangli — Bali.

Jawaban Ruang Penyegar dan Penambah Ilmu Kedokteran 1. 0 2. B 3. D

4.0 5. A 6. A

7. 8. 9. 10.

A B A A

RUANG PENYEGAR DAN PENAMBAH LMU KEDOKTERAN

Dapatkah saudara menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah inl ??? Jawaban dapat dilihat pada halaman 38 PILIHLAH SATU JAWABAN YANG BENAR : l.

2.

3.

"Zat (A) (B) (C) (D)

yang mempunvai presor efek terkuat ialah : Bradykinin Renin Angiotensin 11 Prostaglandin

Zat tersebut diatas bekerja pada : (A) Receptor adrenergik (B) Otot polos dinding arteriole (C) Neuron saraf sympatik. (D) Tubulus contortus distalis

Pada pemeriksaan seorang laki-laki berumur 43 tahun didapatkan tekanan darah 170/115 mm Hg tanpa kelainan fisik yang lain. Pada pemeriksaan funduscopy terlihat penyempitan arteriol yang ringan. Urea nitrogen darah adalah 21 mg %. Pada pemeriksaan tekanan darah hari-hari selanjutnya didapatkan nilai 165/110, 160/110 dan 160/110 mm Hg.

5.

(A) (B) (C) (D)

Hypertensi pada penderita tersebut termasuk : (A) Mild (B) Moderate (C) Moderately severe (D) Severe Pengobatan pertama apa yang anda berikan ? (A) Dosis standard diuretik golongan thiazide (B) Reserpin (C) Ganglionic blocking agent (D) Bukan salah satu diatas

Methyldopa Furosemide Spironolactone KCL

7. Pada pemeriksaan Kalium darah setelah pengobatan selama enam bulan didapatkan nilai 3,4 m Eq/l ,, tindakan anda adalah : (A) Mengganti diuretik yang diberikan dengan spironolactone atau menambah KCL. (B) Menghentikan pemberian methyldopa (C) Pengobatan diteruskan tanpa diberi obat tambahan lain (D) Bukan salah satu diatas

Alasan mengapa diuretik dipakai sebagai dasar pengobatan hypertensi ialah : (A) Lebih kurang 30 % dari penderita dengan hypertensi ringan sampai sedang bereaksi baik dengan pengobatan diuretik saja. (B) Kombinasi diuretik dengan antihypertensi, memberi efek yang lebih baik dan dosis obat antihypertensi yang dipakai dalam kombinasi ini adalah lebih kecil dari pemakaian tanpa diuretik. (C) Kombinasi diuretik dengan antihypertensi dapat mencegah timbulnya toleransi yang tersamar (pseudo-tolerance) (D) Semuanya benar (E)Semuanya salah

4.

6. Bila dengan pengobatan yang telah anda berikan setelah tiga minggu tak memberi hasil yang nyata, obat yang perlu anda tambahkan adalah :

Seorang laki-laki berumur 60 tahun, dengan anamnesa menderita dekompensasi jantung dan kegagalan ginjal kronik. Tekanan darah ' 190/120 mm Hg dan mendapat pengobatan digitalis. 8. Golongan diuretik yang paling tepat pada penderita ini adalah : (A) (B) (C) (D) 9.

Pada pemberian diuretik kepada pasien ini efek samping yang perlu diperhatikan adalah : (A) (B) (C) (D)

10.

Golongan thiazide Furosemide Spironolactone Bukan salah satu diatas

Hypokalemia dan arrhythmia jantung Hypernatremia Hypophosphatemia Bukan salah satu diatas

Antihypertensi yang dapat dipakai sebagai pilihan utama pada pasien ini adalah : (A) (B) (C) (D)

Methyldopa Propanolol Guanethidine Bukan salah satu diatas

diolah dari Postgraduate medicine 56 (10) : 86,1974

Cermin Dunia Kedokteran No. 11, 1978.

39

ABSTRAK-ABSTRAK TEHNIK BARU UNTUK MENGEMBALIKAN KESUBURAN SESUDAH STERILISASI

K.B.

Setiap tahun jutaan laki-laki dan wanita diseluruh dunia memutuskan untuk mendapatkan sterilisasi melalui operasi. Sebagian dari mereka setelah beberapa tahun kemudian menginginkan untuk mempunyai anak lagi. Akan tetapi operasi untuk mengembalikan kesuburan belum membawa hasil. Akhir-akhir ini SILBER J dan GOMEL V melakukan tehnik microsurgery untuk mengembalikan kesuburan masing-masing pada laki-laki dan wanita yang menginginkan untuk mendapatkan anak lagi. SILBER J melaporkan 255 penderita dimana 196 diantaranya sudah sepuluh tahun lamanya mendapat sterilisasi melalui vasectomy, setelah dilakukan tindakan microsurgery untuk mengembalikan kesuburan ternyata 207 (81%) mempunyai sperma yang normal, dan 30 diantaranya sudah menghamili istri mereka dan 22 diantaranya sudah melahirkan anak, dimana semua anak yang dilahirkan adalah normal. GOMEL V melaporkan bahwa ia berhasil mengembalikan kesuburan pada 28 wanita yang telah mengalami sterilisasi dimana umur tertua dari wanita tersebut adalah 36 tahun. Dengan prosedur ini 70% dari wanita tersebut sudah hamil kembali, tiga diantara 28 wanita tersebut telah melahirkan anak yang normal, satu diantaranya mengalami hysterectomy yang tak ada hubungannya dengan operasi pengembalian kesuburan. Dua wanita mengalami abortus yang spontan dan setelah dilakukan reanastomose maka kedua-duanya kemudian hamil kembali. Int Fam Plan Digest 3 ( 3 ) : 6--7, 1977

PARALYSIS AKIBAT DIET UNTUK MENURUNKAN BERAT BADAN

NEUROLOGI

Dewasa ini tumbuh dengan pesatnya salon-salon kecantikan yang secara khusus mengiklankan dapat membuat wanita/pria yang kegemukan menjadi langsing kembali. Demikian banyaknya peminat yang ingin menjadi langsing kembali ini sehingga mereka tak segan-segan untuk melakukan hal-hal yang ekstrim, asal bisa menjadi langsing dan tidak segemuk sekarang. Akibat dari hal-hal yang tersebut diatas kadang-kadang bisa sangat merugikan kesehatan. SHERMAN & EASTON melaporkan terjadinya paralisis nervus peronealis akibat diet untuk menurunkan berat badan. Mereka menemukan tujuh penderita dimana empat diantaranya adalah laki-laki dan tiga wanita. Umur penderita antara 28 sampai 58 tahun. Rata-rata berkurangnya berat badan adalah 19 kg yang dicapai dalam waktu empat sampai 15 bulan. Lima penderita mengalami paralisis peroneal yang unilateral, dua penderita mengalami paralisis peroneal yang bilateral. Tidak seorangpun merupakan peminum alkohol dan hanya satu penderita yang menunjukkan tanda-tanda diabetik ringan. Dua penderita pada waktu menjalankan diet, memakai vitamin golongan B secara lntermiten. Beberapa dari penderita ini pernah dirawat dengan dugaan kelainan medula spinalis . Reduksi dari berat badan merupakan sebab kelainan pada ketujuh penderita ini. Mengapa dapat timbul paralisis akibat diet untuk menurunkan berat badan ? Sampai sekarang belum diketahui. Diduga, kemungkinan dalam diet tidak terdapat vitamin-vitamin atau nutrien lain yang sangat diperlukan untuk memelihara fungsi saraf secara normal. Hal ini terbukti dengan pengembalian ke diet yang normal serta pemberian multi vitamin, keadaan menjadi pulih kembali dalam beberapa waktu. SHERMAN & EASTON, Jama 238 : 230-231, 1977.

40

Cermin Dunia Kedokteran No. 11, 1978.

MENOPAUSE DAN CARCINOMA OVARII vs MEROKOK DAN POLUSI INDUSTRI

OBSTETRI

Kelainan ovarium dapat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, pekerjaan atau faktor-faktor iaterogenik. Incidence dari carcinoma ovarii lebih tinggi di daerah industri/ urban dari pada di daerah rural. Wanita yang bekerja di pabrik-pabrik karet, pabrik alat-alat listrik dan pabrik textil mempunyai resiko yang lebih besar untuk mendapatkan kelainan ovarium. Dibanding wanita-wanita yang bekerja pada pabrik-pabrik/industri lain. Beberapa jenis zat kimia diduga dapat mempengaruhi ovarium sehingga timbul gangguan fungsi ovarium. MATTISON & THORGEIRSSON mempelajari metabolisma dan ovotoksisitas dari polycyclic aromatic hydrokarbon benzo pyrene, yaitu suatu polutan yang banyak terdapat pada daerah industri dan juga merupakan komponen yang terdapat pada asap rokok. Pada percobaan yang mereka lakukan pada tikus, didapatkan kerusakan 25% dari primordial oocyt dari tikus yang mendapat 20 mg/kg BB benzo pyrene. Pada dosis yang lebih besar lagi (240 mg/kg BB) 98% dari oocyt menjadi rusak. Dikatakan bahwa pada wanita yang berumur 44-53 tahun yang merokok satu bungkus sehari lebih cepat mendapat menopause dari pada wanita yang tidak merokok. Juga diingatkan bahwa karena asap rokok juga mengandung polycyclic aromatic hydrokarbon termasuk benzo pyrene ini. Dianjurkan agar wanita lebih hati-hati terhadap rokok. Dari penyelidikan-penyelidikan yang terdahulu dikatakan bahwa benzo pyrene merupakan carcinogenik. Suatu hypotesa yang didapatkan adalah bahwa benzo pyrene menimbulkan kerusakan D N A, RNA atau protein yang akan menimbulkan gangguan fungsi sellulair. Gangguan fungsi sellulair ini mungkin dapat mengakibatkan perubahan-perubahan dari sel tersebut. MATTISON & THORGEIRSSON Lancet I: 187-188, 1978.

ATENOLOL SEBAGAI PENGOBATAN ADDITIF PADA HYPERTENSI

ILMU PENYAKIT DALAM

Dari indeks data-data di Inggris didapatkan kira-kira 30% penderita hypertensi yang mendapat pengobatan dengan dua macam obat antihypertensi, 15% mendapat tiga macam atau lebih dan 50% mendapat hanya satu macam obat antihypertensi. Untuk mendapatkan pengontrolan yang lebih baik biasanya dip'erlukan kombinasi beberapa macam obat. Atenolol merupakan jenis antihypertensi baru dari golongan beta adrenergik blocking agent. Mcnurut beberapa penyelidik obat ini mempunyai efek yang cukup baik untuk mengontrol tekanan darah pada pemberian dosis tunggal 100 mg sehari. JONES et al meneliti 51 penderita dengan tekanan darah diastolik diatas 100 mm Hg tapi kurang dari 120 mm Hg. Pada penelitian ini 21 diantaranya adalah laki-laki dan 30 adalah wanita. Umur rata-rata adalah 56,2 tahun dengan umur tennuda 18 tahun dan umur tertua 70 tahun. Percobaan dilakukan secara double blind, sebagian penderita diberi placebo dan sebagian lagi diberi Atenolol 100 mg dosis tunggal sehari. Kesemua penderita tersebut sudah mendapat pengobatan antihypertensi lain tapi belum didapat efek yang diinginkan. Hasil yang diperoleh adalah : pada penderita yang diberi placebo didapatkan penurunkan tekanan darah baik systole maupun diastole sebesar 8,62/6,75 mm Hg, sedangkan penderita yang diberi Atenolol 100 mg dosis tunggal sehari didapatkan penurunan tekanan darah 18,8/15,94 mm Hg. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bila kita mendapatkan penderita hypertensi yang sulit dikontrol dengan obat-obatan lain, penambahan Atenolol 100 mg dosis tunggal sehari akan banyak menolong.

JONES et al. The Practitioner 220 : 149-152, 1978 Cermin Dunia Kedokteran No. 11, 1978.

43

CORTICOSTEROID PADA ARTHRITIS KRONIK

RHEUMATOLOGI

Defonnitas akibat arthritis yang kronik sering merupakan masalah yang serius bagi dokter yang mengobati dan merupakan gangguan yang menetap bagi penderita sendiri. Untuk mengatasi hal ini sudah banyak penelitian yang dilakukan akan tetapi sampai sekarang belum dijumpai cara yang dianggap berhasil. H W et al menyelidiki 65 penderita dimana 35 adalah penderita rheumaBALCH toid arthritis dan 30 adalah penderita osteoarhritis. Semua penderita ini diberi pengobatan corticosteroid intra synovial selama 15 tahun. Jumlah suntikan minimal adalah 15 kali dalam lima tahun dan jumlah suntikan maksimal adalah 167 kali dalam 12 tahun. Interval pemberian adalah sebulan sekali. Pada pemeriksaan radiologis dari seluruh penderita tersebut sesudah mendapat pengobatan, ternyata pada 15 penderita tak menunjukan kelainan radiologis, 21 penderita menunjukan kelainan yang minimal, 17 penderita di jumpai kelainan yang sedang dan sepuluh penderita menunjukkan kelainan radiologis yang nyata. Hanya dua penderita didapatkan kelaina.n radiologis yang cukup berat sesudah penyuntikan 82—85 kali dalam waktu tujuh tahun. Dapat disimpulkan bahwa corticosteroid intra synovial pada penderita arthritis kronik tadi, dapat menekan proses degenerasi dalam sendi atau setidak-tidaknya memperlambat proses degenerasi yang mungkin timbul. Rheumatology and Rehabilitation 16 : 137-140, 1977

NEUROLOGI

KERUSAKAN SARAF PERIFER AKIBAT PEMAKAIAN THIAMPHENICOL Thiamphenicol banyak dipakai pada infeksi traktus respiratorius dan traktus urinarius yang disebabkan oleh kuman yang sensitif terhadap antibiotika ini. Di Jepang dilaporkan 16 kejadian kerusakan saraf perifer pada pemakaian thiamphenicol jangka lama (SHINOHARA et al dan SHIMADA et al). Dosis yang dipakai adalah satu gram per hari, lama pemakaian antara tiga bulan sampai tiga tahun. Pada penderita-penderita tersebut gejala neurologik nampak sesudah pemakaian tiga sampai enam bulan. Jumlah pemakaian thiamphenicol sampai timbulnya gejala neurologik adalah 100—150 gram. Umumnya kejadian ditemukan pada penderita infeksi traktus urinarius yang memerlukan pengobatan antibiotika yang agak lama. Dianjurkan thiamphenicol tidak dipakai lebih dari dua minggu. JapanMed Gaz 14 (12) : 12—13;1977

SCREENING MAMMOGRAPHY Carcinoma mamma merupakan carcinoma yang banyak dijumpai dan merupakan wanita-wanita di Amerika. Di Indonesia carcinoma ini merupakan sebab ke dua kematian karena kanker. C SAYLER et al melakukan pemeriksaan mammography pada suatu populasi tertentu, ia mendapatkan 97 orang dari populasi yang diperiksa menderita carcinoma mamma. Dimana setengah dari penderita tersebut dapat dibuat diagnosanya hanya dengan pemeriksaan mammography saja. Sebagian besar dari tumor tersebut berukuran kurang dri satu centimeter. Laesi yang occult tersebut mempunyai incidence yang sangat rendah untuk metastase ke axilla (7 %). Dari 97 penderita yang didiagnosa tersebut sebagian besar berumur antara 45 — 60 tahun; 37 dari 97 penderita tersebut berumur kurang dari 50 tahun. Dikatakan bahwa mammography sangat berguna untuk deteksi carcinoma mamma. Seleksi penderita untuk mammography harus didasarkan pada semua resiko, tidak hanya berdasarkan umur saja. pembunuh utama

RADIOLOGI

SAYLER—JAMA 238 : 872-877, 1977.

44

Cermin Dunia Kedokteran No. 11, 1978.

PEMERIKSAAN PHOSPHATASE ASAM FRAKSI PROSTAT

ILMU PATHOLOGI KLINIK

Dua puluh lima tahun terakhir ini incidence carcinoma prostat meningkat 20 %. Pemeriksaan yang biasa dipakai untuk membantu diagnosa selama 40 tahun terakhir ini adalah kadar phosphatase asam dalam darah. Sampai sekarang masih belum dapat dibedakan fraksi prostat dari enzym tersebut, sebab selain kelenjar prostat phosphatase asam ini juga diproduksi oleh jaringan lain. Dengan berkembangnya tehnik radioimmunoassay, immunofluorescence dan immunoelectrophoresis para ahli di Amerika menemukan cara untuk membedakan phosphatase asam yang berasal dari kelenjar prostat dengan fraksi lain. Dengan cara ini peninggian phosphatase asam dijumpai pada enam contoh darah dari 20 penderita yang diketahui menderita carcinoma prostat stadium dua. Pada stadium tiga dimana tumor sudah meluas kehampir semua bagian dari prostat, didapatkan peningkatan phosphatase asam pada 27 penderita (55 %) dengan cara pemeriksaan yang baru ini. Dan hanya 30 % dari penderita tersebut dapat dideteksi dengan pemeriksaan yang lama. Peningkatan phosphatase asam tidak dijumpai pada pembesaran prostat yang jinak. Pada percobaan ini juga diikut sertakan 107 sukarelawan sehat dimana tidak dijumpai peninggian enzym tersebut. Selain itu juga diambil sebagai perbandingan 87 penderita tumor ganas lain dimana tidak dijumpai adanya peninggian kadar enzym tersebut. Sampai sekarang sudah dilakukan kira-kira 1000 pemeriksaan serta didapatkan hasil yang tetap baik untuk membantu diagnosa, kelanjutan dari penyakit dan respons terhadap pengobatan. JAMA 238 : 931-932, 1977.

I MUNOLOGI

VACCIN HEPATITIS Menurut data yang diperoleh pemerintah Jepang, diperkirakan pada tahun 1972 terdapat 3700 penderita fulminant hepatitis, 300.000 penderita hepatitis dan 115.000 penderita cirrhosis hepatis di Jepang. Dimana incidence rate dari orang-orang yang mempunyai HBs antigen adalah 2-3 % (2-3 juta orang) sesuai dengan 0,1% diatas nilai yang didapat di Eropa dan Amerika, tetapi 10% lebih rendah dari nilai yang didapat di negara-negara Asia lain dan Afrika. Sebuah team peneliti di Tokyo telah berhasil untuk merangsang pembentukan antigen pada lima chimpanze yang diberikan vaccin pencegah infeksi virus hepatitis type B. Team ini juga sudah menemukan metoda untuk memproduksi vaccin tersebut dalam jumlah besar. Diperkirakan dalam masa yang akan datang dapat dilaksanakan immunisasi aktif terhadap penyakit hepatitis. Japan Med Gaz 14 (12) : 14, 1977.

STERILITAS SESUDAH VASECTOMY

K.B.

Biasanya sterilitas pada pria tercapai kira-kira tiga bulan sesudah vasectomy dilakukan. Selama masa itu penderita dianjurkan memakai cara kontra sepsi lain. Untuk menghindari hal tersebut, beberapa penyelidik mencari jalan agar mendapat sterilitas yang lebih cepat sesudah vasectomy. HAMILTON dalam penelitiannya menemukan cara yang cukup baik, dimana sterilitas didapat lebih cepat dari biasa. Phenyl mercuri nitrate perinjeksi dalam larutan 0,02% merupakan spermicidal yang kuat serta efek sampingnya minimal sekali. Semua spermatozoa yang kontak dengan zat ini akan mati dengan cepat. Injeksi 2,5 ml zat tersebut kedalam lumen vas deferens pada waktu dilakukan vasectomy merupakan cara yang sangat baik untuk mencapai sterilitas segera sesudah vasectomy. Satu sampai dua minggu sesudah sterilisasi dengan cara ini tidak dijumpai spermatozoa yang hidup pada ejakulat. HAMILTON Med J Aust 1: 402-403, 1977

Cermin Dunia Kedokteran No. 11, 1978.

45

LOKAKARYA KESEHATAN JIWA KEMASYARAKATAN Dalam pengembangan pelayanan kesehatan jiwa, Direktorat Kesehatan Jiwa (DKJ) menghadapi masalah yang mempunyai kaitan dengan instansi-instansi lain. Karena kompleksnya masalah yang dihadapi dan banyak kaitan tersebut maka DKJ mengajak instansi-instansi yang bersangkutan untuk bersama-sama memecahkan masalah yang dihadapi dalam suatu lokakarya. Untuk itu pada tanggal 6—10 Februari 1978 di Jakarta telah berlangsung Lokakarya Kesehatan Jiwa Kemasyarakatan yang diikuti oleh kira-kira 117 peserta dari berbagai instansi antara lain : 37 peserta dari Direktorat Kesehatan Jiwa; 25 peserta dari bagian Psikiatri dan bagian Kesehatan masyarakat fakultas kedokteran universitasuniversitas negeri di seluruh Indonesia ; 26 peserta dari lingkungan-lingkungan kesehatan lain seperti Direktorat jendral pembinaan kesehatan masyarakat, Direktorat jendral pelayanan kesehatan, para Ka-Kanwil Dep Kes seluruh Indonesia serta psikiater dari R S J seluruh Indonesia; 12 peserta dari instansi lain seperti Departemen Sosial, Departemen Tenaga Kerja Departemen P dan K, BKKBN, Fakultas Psychology dan Fakultas Ilmu-ilmu sosial. Dalam lokakarya ini dibahas empat kertas kerja yaitu : o dr Soeharto Heerdjan mengenai Beberapa aspek dasar psikiatri kemasyarakatan atau Psikiatri komuniti. o dr Wahyadi Darmabrata mengenai Pendidikan dan latihan tenaga kesehatan jiwa kemasyarakatan. o dr Dadang Hawari mengenai Program kesehatan jiwa kemasyarakatan menuju program pelayanan kesehatan jiwa yang komprihensif. o dr S O Gardjito mengenai Beberapa garis besar kebijaksanaan Direktorat kesehatan jiwa dalam penyelenggaraan usaha kesehatan jiwa di Indonesia. Disamping itu juga diadakan tiga kuliah tamu yang masing-masing diberikan oleh dr Moeljono Notosoedirdjo MPH, Dr John Henderson serta Dr William Bolman dimana kedua orang terakhir ini merupakan dua konsultan WHO yang diperbantukan pada lokakarya ini. Ketiga naskah kerja yang pertama merupakan materi atau lebih merupakan seminar dimana penyelenggara berusaha mengetengahkan masalah yang oleh sebagian peserta merupakan hal baru. Naskah kerja yang sesungguhnya adalah naskah kerja yang dibawakan oleh dr S O Gardjito. Pada akhir pembahasan ini dilakukan diskusi seksi dalam mana seluruh peserta dibagi menjadi empat kelompok diskusi dan masing-masing kelompok diskusi merumuskan rekomendasi. Rekomendasi dari masing-masing kelompok itu dibahas bersama dalam sidang pleno untuk kemudian dirumuskan oleh panitia perumus menjadi rekomendasi dari Lokakarya Kesehatan Jiwa Kemasyarakatan ini. 46

Cermin Dunia Kedokteran No. 11, 1978.

Rekomendasi yang dihasilkan adalah :

(1) Pemerataan dan pengembangan sarana pelayanan kesehatan jiwa, agar dapat memberikan pelayanan kesehatan jiwa secara preventif, kuratif, dan rehabilitatif. (2) Memperluas integrasi kesehatan jiwa di dalam usaha-usaha kesehatan lain. (3) Mengembangkan sistem rujukan kesehatan jiwa yang baik. (4) Mengembangkan dan meningkatkan pendidikan/penyuluhan kesehatan jiwa kepada masyarakat misalnya dengan kursus-kursus dan ceramah-ceramah kesehatan jiwa; kegiatan mahasiswa lewat Kuliah Kerja Nyata dan lain-lain. (5) Mengembangkan program konsultasi kesehatan jiwa. Agar program kesehatan jiwa dapat berjalan dengan lancar perlu : adanya sarana penunjang, yaitu (1) Pengembangan tenaga kesehatan jiwa, dengan pendidikan dan latihan, khususnya psikiater, dokter, psikolog, perawat psikiatrik, pembimbing sosial, dan lain-lain . Agar hal ini dapat dicapai maka perlu ditempuh beberapa jalan yaitu : • Memperbanyak pusat-pusat pendidikan keahlian kesehatan jiwa. • Peningkatan pengetahuan dokter-dokter Rumah Sakit Umum Kabupaten, untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan jiwa masyarakat. • Peningkatan pengetahuan dokter- dokter Pusat Kesehatan Masyarakat. • Peningkatan pengetahuan perawat dalam bidang kesehatan masyarakat. • Penggalakkan usaha tenaga sukarela dalam bidang kesehatan jiwa masyarakat. • Penyebar luasan pengetahuan kesehatan jiwa masyarakat melalui mass media. • Mengusahakan agar tenaga-tenaga tradisionil mau menunjang usaha kesehatan jiwa masyarakat. (2) Pengembangan sistim pencatatan dan pelaporan serta sistim informasi kesehatan jiwa yang bersifat nasional. (3) Penelitian dan survey dibidang kesehatan jiwa, khususnya survey epidemiologi psikiatri. (4) Meningkatkan kerjasama serta mendorong partisipasi instansi-instansi lain dan masyarakat di dalam menanggulangi masalah-masalah kesehatan jiwa yang ada dalam masyarakat. ,

Related Documents