Catatan kecil: Di tahun 2016 ini APBN KPPPA yang berjumlah Rp. 769.331.578.000 sebesar 78% yakni sebesar 602.042.000.000 akan dialokasikan untuk belanja program yang terdiri dari perlindungan perempuan dan anak 54%, pemenuhan hak anak 12%, pemberdayaan perempuan 34%. Hasil Rakornas ini diharapkan seluruh pihak dapat berkontribusi dalam mencapai sinkronisasi atau keselarasan program antara pusat dan daerah. Adapun rekomendasi yang didapatkan dari hasil rakornas ini bisa mengacu pada program unggulan Kementerian PP dan PA Three Ends, yakni End Violence Against Women and Children (Akhiri Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak); End Human Trafficking (Akhiri Perdagangan Manusia), dan End Barriers To Economic Justice (Akhiri Kesenjangan Ekonomi terhadap perempuan).
Peran Penting Radio Komunitas sebagai Agen Pencegahan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak Sejauh yang kita ketahui, radio komunitas (Rakom) memberi manfaat besar terhadap penyiaran di Indonesia. Keterlibatan Rakom memberi sinergi yang luar biasa positif, termasuk dalam menyukseskan program Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang tengah digalakkan, serta bersama-sama menyukseskannya. Sinergi ini memberikan angin segar untuk Rakom, termasuk dalam pemberitaan dan penyiaran sebagai upaya mengampanyekan pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Semua permasalahan selayaknya kembali kepada kesetaraan Gender. Membicarakan keadilan dan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam hal relasi, terutama dalam upaya yang bisa di lakukan bersama. Lantas bagaimana cara mengimlplementasikan hal tersebut dalam kehidupan sehari-hari tanpa meninggalkan kodrat, baik sebagai laki-laki maupun perempuan? Jika kita lihat dari fisik, seorang wanita dan laki-laki jelas sangat berbeda. Secara psikologis konon disebutkan bahwa terdapat perbedaan antara wanita yang 90% menggunakan perasaan dan sisanya adalah logika, sangat berbanding terbalik dengan laki-laki yang 90% menggunakan logika dan sisanya adalah perasaan. Pada praktiknya, masih banyak hambatan dalam pendekatan kesetaraan gender. Hal tersebut dikarenakan adanya peraturan perundang-undangan yang diskriminatif, perlindungan hukum yang dirasakan masih kurang, dan adanya budaya (adat istiadat) yang bias akan gender. Contoh ketidakadilan gender atau diskriminasi gender, misalnya, kurangnya pemahaman masyarakat akan akibat dari adanya sistem struktur sosial dimana salah satu gender (laki-laki maupun perempuan) menjadi korban. Padahal, kesetaraan gender merupakan salah satu hak asasi manusia. Hal ini pada akhirnya berdampak pada kekerasan anak yang dipengaruhi permasalahan orang tuanya. Ketidakpedulian terhadap perkembangan anak, serta orang tua yang kerap kali tidak memperhatikan dampak yang terjadi pada anak-anak. Dengan kata lain, bagaimana perhatian kita terhadap pencegahan kekerasan terhadap anak.
Berita-berita yang ada di media sosial serta iklan yang ada di media lain, tentunya juga berpengaruh terhadap perkembangan anak. Misalnya saja, iklan mobil yang menampilkan sosok wanita berpakaian minim sebagai bintangnya. Padahal, tidak ada relevansi antara mobil yang diiklankan dengan perempuan berpakaian minim. Apa maksud iklan tersebut kalau bukan pelecehan terhadap perempuan? Kenyataan seperti ini sering kali sangat tidak disadari oleh sebagian orang, tidak terkeculi bagi pelaku sendiri. Oleh karena itu, KIE melakukan beberapa upaya untuk program prioritas pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Pertama, membentuk jurnalis dengan memberikan pelatihanpelatihan jurnalistik agar antara pemerintah dan Rakom bisa saling sinergi dalam bentuk penyiaran daam menyuarakan pentingnya pemberdayaan perempuan dan perlindungan terhadap anak. Usaha tersebut adalah wujud dari pemeberitaan sekitar perlindungan perempuan dan anak. Kedua, jurnalis komunitas sebagai agen penyiaran terhadap penyegaran dan penyiapan materimateri tentang pemeberitaan sekitar perlindungan perempuan dan anak. Ada berbagai persoalan yang kita hadapi.Sejak 2005, kita adalah pengirim TKI terbesar se-Jawa Timur, dengan angka 13,6% (konon kuga se – Indonesia). 90,6%-nya merupakan perempuan. Soal eksploitasi (trafficking) sudah pasti menjadi sorotan. Belum lagi meningkatnya angka perceraian, penelantaran anak, dan lainnya. AKI dan AKB kita memang dibawah rata-rata nasional, tapi masih harus ditelaah untuk percapaian target MDGs. APK – APM siswa dan Drop Out masih bermasalah untuk anak perempuan. Kita daerah merah untuk kasus HIV/Aids, setelah pengasuh bergerak terbesar barikutnya ibu rumah tangga dan anak. (http://lp3a.umm.ac.id) “Anak terpadu bersama Masyarakat” adalah maskot yang diusung oleh KIE pada program perlindungan perempuan dan anak. Hal ini dicontohkan di Rusun Marunda yang akan di buat di rumah susun, karena di Rusun sangat renta terhadap kekerasan perempuan dan anak. Lebih luas lagi bagaimana mereka bisa meminimkan AIDS dan bagaimana penanganan ODHA dan mereka segera keluar dari keterpurukan. Berbagai faktor menyebabkan masih banyak perempuan dan anak mengalami permasalahan. Antara lain disebabkan salah persepsi. Sebagian pihak masih menganggap wajar apabila kekerasan dilakukan terhadap perempuan dan anak sebagai salah satu cara “mendidik” mereka. Ada pula faktor budaya, kemiskinan, dan faktor lain yang tidak memberikan perlindungan dan perlakuan khusus terhadap perempuan dan anak. Berbagai faktor tersebut menimbulkan kekerasan, eksploitasi, diskriminasi, dan perampasan hak-hak perdata perempuan dan anak. Berbagai persoalan tersebut dikemukakan perwakilan dari Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Dinno Ardiana. Pada Senin, 13 Maret 2016. Banyaknya permasalahan perempuan dan anak menyebabkan Kementerian PP dan PA merasa penting untuk membentuk Satuan Tugas Penanganan Masalah Perempuan dan Anak (Satgas PPA), baik di tingkat pusat maupun daerah. Keberadaan Satgas PPA untuk melakukan upaya preventif, kuratif. Harapannya, peran ini dapat dimaksimalkan oleh Rakom dengan mewujudkan sinergi untuk memberikan mereka pelatihan-pelatihan agar kehidupannya tambah mandiri. Rakom diharapkan bisa selalu bekerjasama sebagai media yang memegang prinsip "dari, oleh dan untuk masyarakat". Rakom pun diharapkan menjadi agen dalam menyuarakan pencegahan kekerasan
terhadap perempuan dan anak. Hal tersebut bisa diwujudkan dalam kegiatan-kegiatan positif, seperti pelatihan jurnalis, pembuatan ILM, kegiatan reportase, dan lain-lain. Perkembangan pelatihan ini sangat di butuhkan guna menyebarluaskan konten-konten yang menyerukan kesetaraan gender untuk melawan kekerasan terhadap anak dan perempuan. Surabaya, 13 Maret 2017 Tuti Al Azhaar FM