BAB I STATUS PASIEN STATUS PASIEN LAPORAN KASUS KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH KOTA TEGAL Nama : Mutiara Putri Elda .E
Pembimbing : dr. Raden Setiyadi, Sp.A.
NIM
Tanda tangan :
: 030.11.203
I. IDENTITAS PASIEN Data
Pasien
Ibu
Ayah
Nama
An.U
Ny. D
Tn. W
Umur
11 bulan
27 tahun
30 Tahun
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Laki-laki
Alamat
Jl.Cipto Mangunkusumo RT 01 RW 07 Margadana, Tegal
Agama
Islam
Islam
Islam
Suku Bangsa
Jawa
Jawa
Jawa
Pendidikan
-
SD
SD
Pekerjaan
-
Ibu Rumah Tangga
Wiraswasta
Penghasilan
-
-
Rp 1.000.000,002.000.000,00 -
Keterangan
Hubungan orangtua dengan anak adalah anak kandung
Asuransi
BPJS
No. RM
867290
Tanggal masuk RS
11/03/17
ANAMNESIS Data anamnesis diperoleh secara alloanamnesis kepada ibu pasien (Ny.D) pada tanggal 13 Maret 2017 di Ruang Puspanidra RSU Kardinah pukul 15.00 WIB. Keluhan Utama Kejang
1
Keluhan Tambahan Demam, batuk, pilek
Riwayat Penyakit Sekarang Pasien seorang anak laki-laki berusia 11 bulan datang dengan keluarga ke IGD RSUD Kardinah pada tanggal 11 maret 2017 dengan keluhan utama kejang sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit(SMRS) Kejang seluruh tubuh,kaku. Saat kejang, mata mendelik ke atas dan mulut tidak berbusa. Kejang kurang lebih selama 1 menit. Setelah kejang pasien langsung menangis. Kejang baru pertama kali dan disertai dengan demam yang dirasa sejak sore hari. Ibu pasien menyatakan tidak sempat memeriksa suhu pasien dengan thermometer saat dirumah, namun pada sore hari saat diraba dahi dan tubuh pasien terasa panas, dan pada pukul 1 pagi pasien kejang. Pasien juga mengeluh adanya batuk dan pilek pada pasien sejak sore hari, pasien sempat muntah 1 kali sehabis batuk. Ibu pasien menyangkal adanya mencret, mimisan, guzi berdarah, BAB hitam, dan bintik merah. Ibu pasien menyatakan nafsu makan dan minum pasien baik, BAK pasien juga baik. Saat di UGD pasien dilakukan pemeriksaan laboratorium darah dan didapatkan hasil NS-1 positif.
Riwayat Penyakit Dahulu Pasien mengaku belum pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya, riwayat kejang dan epilepsy disangkal. Tidak ada riwayat operasi, Tidak ada riwayat trauma sebelumnya, Pasien tidak memiliki Penyakit lain, seperti asma, penyakit jantung, paru dan sebagainya disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami keluhan yang serupa. Riwayat kejang dan epilepsi pada keluarga pasien disangkal, Riwayat darah tinggi, kencing manis, asma, penyakit jantung dan paru dalam keluarga disangkal.
2
Riwayat Lingkungan Rumah Kepemilikan rumah yaitu rumah pribadi. Rumah berukuran 10 x 12 m, beratap genteng, berlantai ubin, dan berdinding tembok. Dasar atap terpasang plafon. Kamar tidur berjumlah 3, kamar mandi berjumlah 1, terdapat dapur dan ruang keluarga. Penerangan rumah bersumber listrik dan dan air minum dari PAM. Jarak septic tankdengan rumah sekitar 10 meter. Limbah rumah tangga tersalur di selokan di dalam rumah dengan aliran lancar. Selokan dibersihkan sebulan sekali. Cahaya matahari dapat masuk ke dalam rumah, lampu tidak dinyalakan pada siang hari. Terdapat 2 buah jendela dibagian depan. Jika jendela dibuka maka udara dalam rumah tidak pengap. Kesan : keadaan rumah dan ventilasi cukup baik, keadaan lingkungan rumah cukup baik.
Riwayat Sosial Ekonomi Ayah
pasien
bekerja
sebagai
wiraswasta
dan
berpenghasilan
1.000.000-
2.000.000/hari. Pendidikan terakhir ayah dan ibunya adalah SD. Kesan: riwayat sosial ekonomi kurang baik.
Riwayat Kehamilan dan Prenatal Ibu pasien berusia 26 tahun saat mengandung pasien. Ibu pasien rutin memeriksakan kehamilannya secara teratur ke bidan. Selama hamil kondisi ibu dan bayi dikatakan baik, mendapat suntikan imunisasi TT 2 kali. Ibu tidak pernah mengonsumsi obat-obatan dan jamu selama hamil, tidak merokok, tidak mengonsumsi alkohol, tidak pernah mengalami demam, sesak, muntah-muntah atau penyakit lain selama kehamilan. Penyakit tekanan darah tinggi dan kencing manis selama kehamilan disangkal. Riwayat penyakit jantung, asma, TB, perdarahan dan trauma disangkal. Kesan: riwayat pemeliharaan prenatal baik.
Riwayat Kelahiran Tempat kelahiran
: ditempat praktik bidan
Penolong persalinan : Bidan Cara persalinan
: Per vaginam, secara spontan
Masa gestasi
: 38 minggu pada G2P1A0
Keadaan bayi 3
Berat badan lahir
Panjang badan lahir : 51 cm
Lingkar kepala
: Ibu tidak tahu
Keadaan lahir
: Langsung menangis kuat, tidak pucat, dan tidak biru
Nilai APGAR
: Ibu tidak tahu
Kelainan bawaan
: Tidak ada
Air ketuban
: Jernih
Suntik vit K
: Ibu tidak tahu
: 3100 gram
Kesan: neonatus aterm, dengan lahir secara per vaginam, bayi dalam keadaan bugar.
Riwayat Pemeliharaan Postnatal Pemeliharaan setelah kehamilan dilakukan di Posyandu secara teratur sebulan sekali dan anak dalam keadaan sehat.
Corak Reproduksi Ibu Ibu P2A0, pasien merupakan anak kedua berjenis kelamin laki-laki, jarak antara anak pertama dan kedua adalah 5 tahun.
Riwayat Keluarga Berencana Ibu pasien mengaku saat ini menggunakan kontrasepsi KB suntik tiap 3 bulan. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Berat badan lahir anak 3100 gr. Berat badan sekarang 8,2 kg dengan panjang badan sekarang 72 cm. Senyum
: Ibu pasien lupa
Tengkurap
: 4 bulan
Duduk
: 8 bulan
Merangkak
: 10 bulan
Berdiri
: - bulan
Berjalan
: - bulan
Berbicara
: - bulan
Kesan : Riwayat pertumbuhan dan perkembangan anak baik. Tidak ada keterlambatan kemampuan psikomotor 4
Riwayat Makan dan Minum Anak Ibu memberikan anak ASI eksklusif sampai usia 6 bulan, dan sejak usia 7 bulan diberikan ASI dan buah pisang yang dilumatkan atau pepaya yang di jus, sebanyak dua kali sehari.
Riwayat Imunisasi VAKSIN
ULANGAN
DASAR (umur)
BCG DTP/ DT POLIO CAMPAK HEPATITIS B
(umur)
0 bulan
-
-
-
-
-
-
-
2 bulan
3 bulan
4 bulan
-
-
-
0 bulan
2 bulan
3 bulan
4 bulan
-
-
-
-
-
-
9 bulan
-
-
-
0 bulan
1 bulan
-
6 bulan
-
-
-
Kesan : Imunisasi dasar lengkap sesuai umur, belum dilakukan imunisasi ulangan.
Silsilah Keluarga
5
KETERANGAN:
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan dilakukan di Ruang Puspanidra RSU Kardinah Tegal pada tanggal 13 Maret 2017 pukul 15.00 WIB.
Kesadaran : Compos mentis Kesan umum : tampak sakit sedang
Tanda Vital: Tekanan darah : tidak dilakukan Nadi
: 124 x/m, reguler, kuat, isi cukup
Pernapasan
: 32 x/m, reguler
Suhu
: 36.6 oC
Data Antropometri Berat badan
: 8,2 kg
Tinggi badan
: 72 cm
Status Generalis Kepala
: mesosefali, UUB datar, molase (-)
Rambut
: rambut warna hitam, penyebaran merata, tidak mudah dicabut
Mata
: Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), oedem palpebra (-/-), mata cekung (-/-), Hematom pada daerah sekitar mata kanan dan kiri (+)
6
Hidung
: Bentuk normal, simetris,cuping hidung (-) sekret (+/+),epistaksis (-/-)
Telinga
: Normotia, discharge (-/-)
Mulut
: Bibir kering (-), bibir sianosis (-), stomatitis (-)
Leher
: Simetris, tidak terdapat pembesaran KGB
Thorax
:
o Paru : Inspeksi : Bentuk dada simetris kanan – kiri. Retraksi (-). Gerak napas simetris, tidak ada hemithotax yang tertinggal. Palpasi : Simetris, tidak ada hemithorax yang tertinggal Perkusi : Sonor di kedua hemithorax Auskultasi : Suara nafas vesikuler(+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-). o Cor : Inspeksi
: Ictus cordis tidak tampak.
Palpasi
: Ictus cordis teraba di ICS IV midklavikula sinistra.
Perkusi
: Tidak dilakukan pemeriksaan.
Auskultasi
: Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Inspeksi : Datar, simetris, Verban post operasi (+) darah (-) Drain sudah dilepas Auskultasi : Bising usus (+) Palpasi : Supel, distensi (-), turgor kembali < 2 detik, hepatomegaly (+) 2 jari dibawah costae, splenomegaly (-), asites (+), NT (-) Perkusi : timpani di seluruh kuadran abdomen Genitalia : jenis kelamin laki-laki, tidak ada kelainan Ekstremitas:ptechiae (-) Deformitas Akral Dingin Akral Sianosis CRT Oedem Tonus Otot Trofi Otot Ref. Fisiologis Ref. Patologis
Superior -/-/-/< 2” -/Normotonus Normotrofi + -
7
Inferior -/-/-/< 2” -/Normotonus Normotrofi + -
PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 11/03/2017 11:49 WIB
Pemeriksaan
Hematologi Satuan
Hasil
Rujukan
10,1 (↓) 10,1 28,3 (↓) 307 4,0 15,3 (↑) 71,1(↓) 25,4 35,7 (↑)
g/dL 103/uL % 103/uL 106/uL % U Pcg g/dl
10,7 – 12,1 4,5 – 13,5 31 – 41 217 – 497 3,6 – 5,2 11,5 – 14,5 74 – 106 23 – 31 28 – 32
75,9(↑) 20,2(↓) 3,8 0(↓) 0,0
* * * * *
35-60 25 – 50 1-6 1-5 0-1
5
mmol/L
0-15
LED 2 Jam
10
mmol/L
0-25
Elektrolit Gula Darah Sewaktu
148
mg/dL
70-140
Natrium
138,7
mmol/L
132-145
Kalium
3,75
mmol/L
3,1-5,1
Klorida
110,4
mmol/L
96-111
Hemoglobin Leukosit Hematokrit Trombosit Eritrosit RDW MCV MCH MCHC Diff Netrofil Limfosit Monosit Eosinofil Basofil Laju Endap Darah LED 1 Jam
8
Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 14/03/2017 00:55 WIB
Pemeriksaan Hemoglobin Leukosit Hematokrit Trombosit Eritrosit RDW MCV MCH MCHC Imunologi NS1 Dengue
Hasil
Hematologi Satuan
Rujukan
9,5 (↓) 9,1 25,0 (↓) 98(↓) 3,5(↓) 15,0 (↑) 72,5(↓) 25,1 34,8 (↑)
g/dL 103/uL % 103/uL 106/uL % U Pcg g/dl
10,7 – 12,1 4,5 – 13,5 31 – 41 217 – 497 3,6 – 5,2 11,5 – 14,5 74 – 106 23 – 31 28 – 32
Positif
*
35-60
Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 15/03/2017 01:04 WIB
Pemeriksaan Hemoglobin Leukosit Hematokrit Trombosit Eritrosit RDW MCV MCH MCHC
Hasil
Hematologi Satuan
10,0 (↓) 9,6 29,1 (↓) 63(↓) 4,2(↓) 15,3 (↑) 69,6(↓) 22,9 34,4 (↑)
9
g/dL 103/uL % 103/uL 106/uL % U Pcg g/dl
Rujukan 10,7 – 12,1 4,5 – 13,5 31 – 41 217 – 497 3,6 – 5,2 11,5 – 14,5 74 – 106 23 – 31 28 – 32
Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 15/03/2017 21:15 WIB
Pemeriksaan Hemoglobin Leukosit Hematokrit Trombosit Eritrosit RDW MCV MCH MCHC
Hasil
Hematologi Satuan
9,4 (↓) 16,2(↑) 28,7 (↓) 52(↓) 3,9 15,7 (↑) 73,2(↓) 24,0 32,8 (↑)
10
g/dL 103/uL % 103/uL 106/uL % U Pcg g/dl
Rujukan 10,7 – 12,1 4,5 – 13,5 31 – 41 217 – 497 3,6 – 5,2 11,5 – 14,5 74 – 106 23 – 31 28 – 32
PEMERIKSAAN KHUSUS
Data Antropometri Anak laki-laki usia 11 bulan
Pemeriksaan Status Gizi Pertumbuhan persentil anak menurut CDC sebagai berikut: 1. BB/U= 8,2/10 x 100% = 82% (berat badan normal)
Berat badan 8,2kg 2. TB/U = 72/75 x 100% = 96% (tinggi badan normal menurut umur) Tinggi badan 72 cm 3. BB/TB = 8,2/10 x 100% = 82 % (gizi kurang menurut berat badan per tinggi badan) Kesan: Anak laki-laki usia 11 tahun, status gizi kurang
11
Pemeriksaan Lingkar Kepala (Kurva Nellhaus)
Lingkar kepala : 45 cm Kesan : mesosefali
12
VI.
RESUME Pasien seorang anak laki-laki berusia 11 bulan datang dengan keluarga ke IGD
RSUD Kardinah pada tanggal 11 maret 2017 dengan keluhan utama kejang sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit(SMRS) Kejang seluruh tubuh,kaku. Saat kejang, mata mendelik ke atas dan mulut tidak berbusa. Kejang kurang lebih selama 1 menit. Setelah kejang pasien langsung menangis. Kejang baru pertama kali dan disertai dengan demam yang dirasa sejak sore hari.Ibu pasien menyatakan tidak sempat memeriksa suhu pasien dengan thermometer saat dirumah, namun pada sore hari saat diraba dahi dan tubuh pasien terasa panas, dan pada pukul 1 pagi pasien kejang. Pasien juga mengeluh adanya batuk dan pilek pada pasien sejak sore hari, pasien sempat muntah 1 kali sehabis batuk. Ibu pasien menyangkal adanya mencret, mimisan, guzi berdarah, BAB hitam, dan bintik merah. Ibu pasien menyatakan nafsu makan dan minum pasien baik, BAK pasien juga baik. Saat di UGD pasien dilakukan pemeriksaan laboratorium darah dan didapatkan hasil NS-1 positif Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran pasien Compos mentis dan keadaan umum pasien tampak sakit sedang, nadi 124 x/m, reguler, kuat, isi cukup, nafas 32 x/m, regular, Suhu: 36.6 oC. berat badan : 8,2 kg, tinggi badan: 72 cm, dan lingkar kepala 45 cm, pada status generalisata didapat hepatomegali 2 jari dibawah costae pada palpasi abdomen. Pada pemeriksaan penunjang laboratorium darah pasien didapatkan hasil NS1 negatif pada pasien dan kenaikan hematocrit, pada demam hari pertama 28,3 hari ketiga 28,7, hari keempat 29,1 dan hari kelima 28,7. Sedangkan untuk trombositnya mengalami penerununan, yaitu demam hari pertama sebesar 307ribu, pada demam hari ketiga 140ribu, pada demam hari keempat 63ribu dan hari kelima sebesar 53ribu.
MASALAH -Kejang -Demam -Batuk -Hepatomgali (+) -NS1 (+) -Kenaikan jumlah Hematokrit (28,3 -> 28,7 -> 29,1 -> 28,7) -Trombositopeni(307 -> 140 -> 63 -> 52)
13
DIAGNOSA KERJA 1.DHF 2.KDS 3.Gizi Kurang
DIAGNOSIS BANDING Demam, Batuk, Hepatomegali
Viral Infection -DHF -Demam Chikungunya
Bacterial infection: -Tyfoid fever
Kejang
Infeksi -Ekstrakranial: o Kejang demam simplekls o Kejang demam kompleks -Intrakranial: o Meningitis o Meningoensefalitis
BB 8,2 kg, Panjang badan 72 cm
Gangguan elektrolit/metabolic
Gangguan Perdarahan Intracranial
Gizi Kurang
Gizi baik
Gizi buruk
14
PENATALAKSANAAN Medikamentosa: Infus Asering 15 Tpm Vitamin C 1x100 mg Paracetamol 3x80mg Diazepam 3x1mg Non-medikamentosa Rawat inap untuk monitor gejala Awasi keadaan umum, dan tanda vital Edukasi : menjelaskan kepada keluarga tentang penyakit pasien, pengobatan, dan komplikasi yang mungkin dapat terjadi.
PROGNOSA Quo ad vitam
: dubia ad Bonam
Quo ad sanationam
: dubia ad Bonam
Quo ad fungsionam
: dubia ad Bonam
15
PERJALANAN PENYAKIT
S
O
A P
11 Maret 2017 pkl. 07.00 WIB (R. IGD) Hari Perawatan ke-1 Demam sejak sore hari dirasa semakin tinggi, kejang (+) 2 jam smrs, kejang seluruh tubuh, kelojotan, mata mendelik keatas. Batuk (+) muntah (+) BAB dan BAK (+) baik, pilek (-), nafsu makan dan minum (+) baik KU: Tampak sakit sedang, tampak lemas
S
O
13 Maret 2017 pkl. 06.00 WIB (R. Puspanidra) Hari Perawatan ke-3 Demam hari kedua (+) naik turun, kejang (-) Batuk (+) pilek (+) muntah (-) BAB dan BAK (+) baik, pilek (-), nafsu makan dan minum (+) baik
KU: Tampak sakit sedang, tampak lemas
TTV: HR 134x/m,RR 36x/m, S 37,8 0C
TTV: HR 134x/m,RR 36x/m, S 37,8 0C
Status generalis: Kepala: Mesocephali, UUB datar (+) molase (-) Mata: CA (-/-), SI (-/-), oedem palpebra (-/-) Hidung & THT : dbn Mulut : dbn Toraks: Retraksi (-/-), SNV (+/+), rh (-/), wh (-/-), BJ 1-2 reguler, m (-), g (-) Abdomen: Supel, BU (+), hepar tidak dapat diraba, hepatomegaly (+) dua jari bawah costae, Ascites (-) Ekstremitas atas: AH (-/-), E (-/-) Ekstremitas bawah: AH (-/-), OE (-/)CRT < 2 detik -KDS -Viral infection -PCT 3x80 mg
Status generalis: Kepala: Mesocephali, UUB datar (+) molase (-) Mata: CA (-/-), SI (-/-), oedem palpebra (-/-) Hidung & THT : dbn Mulut : dbn Toraks: Retraksi (-/-), SNV (+/+), rh (-/), wh (-/-), BJ 1-2 reguler, m (-), g (-) Abdomen: Supel, BU (+), hepar tidak dapat diraba, hepatomegaly (+) dua jari bawah costae, Ascites (-) Ekstremitas atas: AH (-/-), E (-/-) Ekstremitas bawah: AH (-/-), OE (-/-)CRT < 2 detik
A
-DHF
P
-PCT 3x80 mg
-Vit C 1 x 100
-Vit C 1 x 100
-Diazepam 3x1 mg
-Diazepam 3x1 mg
16
S
O
14 Maret 2017 pkl. 07.00 WIB (R. Puspanidra) Hari Perawatan ke-4 Demam hari ketiga (-), kejang (-) Batuk (+) pilek (+) muntah (-) BAB dan BAK (+) baik, pilek (-), nafsu makan dan minum (+) baik KU: Tampak sakit sedang
S
O
15 Maret 2017 pkl. 06.00 WIB (R. Puspanidra) Hari Perawatan ke-5 Demam hari keempat (-), kejang (-) Batuk (+) pilek (+) muntah (-) BAB dan BAK (+) baik, pilek (-), nafsu makan dan minum (+) baik KU: Tampak sakit sedang, tampak lemas
TTV: HR 129x/m,RR 34x/m, S 36,4 0C TTV: HR 126x/m,RR 36x/m, S 36,8 0C Status generalis: Kepala: Mesocephali, UUB datar (+) molase (-) Mata: CA (-/-), SI (-/-), oedem palpebra (-/-) Hidung & THT : dbn Mulut : dbn Toraks: Retraksi (-/-), SNV (+/+), rh (-/), wh (-/-), BJ 1-2 reguler, m (-), g (-) Abdomen: Supel, BU (+), hepar tidak dapat diraba, hepatomegaly (+) dua jari bawah costae, Ascites (-) Ekstremitas atas: AH (-/-), E (-/-) Ekstremitas bawah: AH (-/-), OE (-/)CRT < 2 detik A P
-DHF -PCT 3x80 mg
Status generalis: Kepala: Mesocephali, UUB datar (+) molase (-) Mata: CA (-/-), SI (-/-), oedem palpebra (-/-) Hidung & THT : dbn Mulut : dbn Toraks: Retraksi (-/-), SNV (+/+), rh (-/), wh (-/-), BJ 1-2 reguler, m (-), g (-) Abdomen: Supel, BU (+), hepar tidak dapat diraba, hepatomegaly (+) dua jari bawah costae, Ascites (-) Ekstremitas atas: AH (-/-), E (-/-) Ekstremitas bawah: AH (-/-), OE (-/-)CRT < 2 detik
A P
-DHF -PCT 3x80 mg
-Vit C 1 x 100
-Vit C 1 x 100
-Diazepam 3x1 mg
-Diazepam 3x1 mg
17
\
S
O
14 Maret 2017 pkl. 07.00 WIB (R. Puspanidra) Hari Perawatan ke-6 Demam hari ketiga (-), kejang (-) Batuk (+) pilek (+) muntah (-) BAB dan BAK (+) baik, pilek (-), nafsu makan dan minum (+) baik KU: Tampak sakit sedang TTV: HR 129x/m,RR 34x/m, S 36,4 0C Status generalis: Kepala: Mesocephali, UUB datar (+) molase (-) Mata: CA (-/-), SI (-/-), oedem palpebra (-/-) Hidung & THT : dbn Mulut : dbn Toraks: Retraksi (-/-), SNV (+/+), rh (-/), wh (-/-), BJ 1-2 reguler, m (-), g (-) Abdomen: Supel, BU (+), hepar tidak dapat diraba, hepatomegaly (+) dua jari bawah costae, Ascites (-) Ekstremitas atas: AH (-/-), E (-/-) Ekstremitas bawah: AH (-/-), OE (-/)CRT < 2 detik
A P
-DHF -PCT 3x80 mg -Vit C 1 x 100 -Diazepam 3x1 mg
18
BAB II ANALISIS KASUS
Pasien adalah seorang anak laki-laki berusia 11 bulan, dengan diagnosis Kejang demam simpleks, DHF, dan Gizi kurang, Dasar diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada pasien ini didiagnosis Anemia berdasarkan anamnesis, ibu pasien mengeluh pasien kejang pada pukul 1 pagi yaitu 2 jam SMRS, kejang disertaai dengan demam, saat kejang pasien kelojotan, mata mendelik keatas , durasi kejang kurang lebih 1 menit, setelah kejang pasin langsung menangis, pasien tidak memiliki riwayat kejang ataupun epilepsy sebelumnya. Pada pemeriksaan fisik didapat keadaan umum pasien sadar, compos mentis, suhu pasien meningkat 38 derajat Celsius, reflex patologis pada pasien negative, dan UUB pasien datar. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar elektroli, dan GDS pasien normal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kejang yang terjadi pada pasien bukan disebabkan dari gangguan elektrolit dan gangguan metabolik, dinilai dari kesadaran umum yang baik dan juga pemeriksaan reflex patologis negative pada pasien juga dapat disimpulkan bahwa kejang yang dialami pasien merupakan kejang ekstrakranial. Pasien hanya mengalami kejang 1 kali dan dengan durasi kurang lebih satu menit, dapat dikatakan pasien mengalami kejang ekstrakranial kejang demam simplek. Demam yang terjadi pada pasien berdasarkan anamnesis dirasakan pada sore hari sebelum pasien dating ke rumah sakit, demam dirasa semakin naik saat malam lalu disusul dengan kejang pada pukul 1 malam, dari pemeriksaan fisik didapatkan hepatomegaly, dan pada pemeriksaan darah pada pasien didapatkan NS-1 positif di demam hari kedua, dan Hematokrit pasien yang meningkat (28,3 -> 28,7 -> 29,1 -> 28,7) dan jumlah trombosit yang menurun dalam demam hari ketiga hingga ke lima (307 -> 140 -> 63 -> 52) sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien terkena DHF. Pada pemeriksaan antopometry didapat bb pasien 8,2 dan panjang badan 72 sehingga berdasarkan kurva CDC status gizi pasien adalah kurang. Pengobatan DHF adalah dengan pemberian cairan dan obat simptomatik, kejang demam pada pasien akan membaik dengan seiringnya perbaikan pada demam pasien. Prognosis pada ada vitam adalah dubia ad bonam karena KDS dan DHF tidak mengancam nyawa jika ditangani dengan cepat dan tepat, serta dilihat dari klinis pasien yang baik. Sedangkan pada ad sanationam dubia ad bona, karna kekambuhan terjadinya dhf dapat dicegah dengan 3M yaitu menutup, menguras, dan menimbun, jika ibu pasien dan org 19
disekitar pasien perduli dengan lingkungan tempat tinggal dan melakukan 3M maka meminimalisir kekambuhan dari wabah DHF. Dan pada ad fungsionamnya adalah dubia ad bonam.
20
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
KEJANG DEMAM A. Definisi Bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
B. Epidemiologi Kejang demam paling sering dijumpai pada anak, terutama pada kelompok usia 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3% daripada anak yang berumur dibawah 5 tahun pernah mengalami kejang demam. Lennox-Butchal (1971) berpendapat bahwa kepekaan terhadap bangkitan kejang demam diturunkan oleh suatu gen dominan dengan penetrasi yang tidak sempurna. Lennox (1949) berpendapat bahwa 41,2% anggota keluarga penderita mempunyai riwayat kejang sedangkan pada anak normal hanya 3%.
C. Klasifikasi ILAE (1993) membuat kriteria dan membagi kejang demam atas 2 golongan, yaitu : a. Kejang demam kompleks
Kejang lama yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang bewrulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak tidak sadar.
Kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum didahului kejang parsial
Berulang dalam 24 jam
b. Kejang demam sederhana
Berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan umumnya akan berhenti sendiri
Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal,
Kejang tidak berulang dalam 24 jam
D. Patofisiologi
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1o C akan meningkatkan metabolisme basal 10 % – 15% dan kebutuhan oksigen 20%. Untuk 21
mempertahankan kelangsungan hidup sebuah sel atau organ otak diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru – paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskular. Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat konsentrasi K+ rendah dan konsentrasi Na+ tinggi. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat dapat dirubah oleh adanya :
Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler
Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya ; mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya
Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada seorang anak 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, sehingga pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi ion Kalium dan Natrium melalui membran sel neuron sehingga terjadi lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik yang besar dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan neurotransmitter, hal ini yang menyebabkan kejang. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 38oC sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru dapat terjadi pada suhu 40oC atau lebih. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada anak dengan ambang kejang yang rendah.
22
Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan sequel. Tetapi kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) dapat menimbulkan kerusakan neuron otak karena pada kejang lama disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energy untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh metabolism anaerobic, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan akibat aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang dapat mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak.
E. Diagnosis 1. Anamnesis Pada anamnesis didapatkan manifestasi klinis berupa demam tinggi dengan peningkatan suhu yang cepat, disebabkan oleh infeksi diluar susunan saraf pusat. Serangan kejang terjadi pada 24 jam pertama demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik – klonik, tonik, klonik atau akinetik. Kejang dapat berhenti sendiri lalu anak tidak memberi reaksi apapun untuk sementara, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf. 2. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik meliputi keadaan umum, sifat kejang, tonik, klonik, fokal maupun umum. Tanda – tanda vital anak, status generalis dan status lokalis, pemeriksaan neurologi untuk mengetahui penyebab kejang berasal dari susunan saraf pusat atau ekstrakranial. 3. Pemeriksaan Penunjang •
Laboratorium Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan yang dilakukan ialah darah perifer, elektrolit dan gula darah.
•
Pungsi lumbal Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakan atau menyingkirkan kemugkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis bakterialis 23
adala 0,6 – 6,7%. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada : –
Bayi usia kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan
–
Bayi antara usia 12 – 18 bulan dianjurkan
–
Bayi usia lebih dari 18 bulan selektif Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi
lumbal. •
Elektroensefalografi Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsy pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG dapat dilakukan bila keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.
•
Pencitraan Foto X-ray kepala, CT-scan dan MRI jarang dilakukan, hanya untuk indikasi seperti5 ; –
Kelainan neurologic fokal menetap (hemiparesis)
–
Parese nervus VI
–
Papiledema
F. Diagnosis Banding Evaluasi penyebab kejang, dari dalam atau luar susunan saraf pusat. Kelaian dalam susunan saraf pusat berupa infeksi (meningitis, ensefalitis, abses otak dan lainnya).
G. Penatalaksanaan 1. Penatalaksanaan saat kejang Pada pasien dengan status konvulsi diberikan diazepam intravena 0,3 – 0,5 mg/kgBB perlahan – lahan dengan kecepatan 1 – 2 mg/menit atau dalam waktu 3 – 5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg. Obat praktis yang dapat diberikan oleh orangtua dirumah adala diazepam per retal dengan dosis 0,5 – 0,75 mg/kgBB atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam per rectal 24
dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun dan 7,5 mg untuk anak usia diatas 3 tahun. Bila setelah pemberian diazepam per rectal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian diazepam per rectal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/kgBB. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10 – 20 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti, dosis selanjutnya adalah 4 – 8 mg/kgBB/hari dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasie harus dirawat di ruang rawat intensif. Bila kejang berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung jenis kejang demam apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor risikonya. 2. Pemberian obat pada saat demam Antipiretik
(paracetamol)
diberikan
dengan
dosis
10
–
15
mg/kgBB/kali diberikan 4 kali per hari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5 – 10 mg/kgBB/kali dibagi 3 – 4 dosis. Meskipun jarang asam asetilsalisilat dpat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari 18 bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan.. Pemberian diazepam sebagai antikonvulsan dengan dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam per oral pada saat demam menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30 – 60 % kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada suhu > 38,5oC. 3. Pengobatan obat rumat Indikasi pemberian obat rumat diberikan bila kejang demam menunjukan ciri – ciri sebagai berikut : -
Kejang lebih dari 15 menit
-
Adanya kelaianan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus.
-
Kejang fokal
-
Pengobatan rumat dipertimbangkan bila 25
Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam
Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan
Kejang demam > 4 kali per tahun
Jenis
antikonvulsan
untuk
pengobatan
rumatan
berupa
fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan risiko berulangnya kejang. Karena pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar, maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat, pada sebagian kecil kasus terutama pada anak kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15 – 40 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 – 3 dosis dan fenobarbital 3 – 4 mg/kgBB/hari dibagi dalam 1 – 2 dosis. Lama pengobatan rumat diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1 – 2 bulan. 4. Mencari dan mengobati penyebab. 5. Edukasi keluarga pasien Edukasi dengan meyakinkan orangtua bahwa kejang demam umumnya mempunyai
prognosis
baik,
memberitahukan
cara
penanganan
kejang,
memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali, dan pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi herus diingat adanya efek samping obat. Beberapa hal yang dapat dilakukan orangtua bila anak kembali kejang ialah ;
Orangtua harus mengetahui pada suhu berapa anak mengalami kejang
Sediakan termometer dan ukur suhu tubuh setiap anak demam
Sediakan diazepam oral (puyer, sirup). Berikan pada suhu di atas 38,5oC
Sediakan diazepam rektal. Berikan bila suhu > 39oC atau pada suhu anak dapat kejang
Bila anak kejang : –
Miringkan posisi anak
–
Longgarkan pakaian
–
Perhatikan jalan napas 26
–
Berikan diazepam rectal
–
Bawa segera ke dokter bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih
6. Indikasi Rawat •
Kejang demam pertama kali
•
Kejang demam pada usia < 1 tahun
•
Kejang demam kompleks
•
Hiperpiraksia ( suhu di atas 40 0C)
•
Pasca kejang anak tidak sadar atau lumpuh (Tod’s paresisi)
•
Permintaan orangtua
H. Prognosis Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal. Kematian karena kejang tidak pernah dilaporkan. Menurut Berg dkk, (1992) 80 % kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah : •
Riwayat kejang demam dalam keluarga
•
Usia kurang dari 12 bulan
•
Temperatur yang rendah saat kejang
•
Cepatnya kejang setelah demam
Bila seluruh faktor diatas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80% , sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang 10 – 15%. Kemungkinan berulangnya kejang paling besar pada tahun pertama. Menurut Ellenberg dan Nelson KB (1998) faktor risiko terjadinya epilepsy dikemudian hari adalah5 : •
Perkembangan saraf terganggu
•
Kejang demam kompleks
•
Riwayat epilepsi dalam keluarga
•
Lamanya demam 27
Masing – masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsy sampai 4 – 6%, kombinasi dari faktor risiko tersebut
meningkatkan
kemungkinan kejadian epilepsy menjadi 10 – 49%. Kemungkinan menjadi epilepsy tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada kejang demam.
28
DEMAM BERDARAH DENGUE
Definisi Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic fever /DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diathesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningka tan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok (Suhendro, Nainggolan, Chen, 2006).
Etiologi Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat mo leku l 4 x 106 Terdapat 4 serotipe virus tipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotype dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow fever, Japanese encephalitis dan West Nile virus (Suhendro, Nainggo lan, Chen).
Epidemiologi Demam berdarah denguetersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995); dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama A. aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya).
29
Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue yaitu : 1)Vektor : perkembang biakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di lingkungan, transportasi vektor dilingkungan, transportasi vektor dai satu 2)Pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin; 3)Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk (WHO, 2000).
Patogenesis Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih diperdebatkan. Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah denguedan sindrom renjatan dengue.
Respon imun yang diketahui berperan dalam pathogenesis DBD adalah : a)Respon humoral berupa pembentukan antibody yang berparan dalam proses netralisasi virus, sitolisis yang dimeasi ko mplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibody. Antibody terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pad monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent enhancement (ADE); b)Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berepran dalam respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH2 c)Monosit dan makrolag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag; d)Selain itu aktivitasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a. Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous infection yang menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus dengue dengan tipe yang berbeda. Re-infeksi menyebabkan reaksi anamnestik antibodi sehingga mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi.
Kurang dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan peneliti lain; menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang me-fagositosis kompleks virus-antibody non netralisasi sehingga virus bereplikasi di makrofag. Terjadinya 30
infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T helper dan T sitotoksik sehingga diprosuksi limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit sehingga disekresi
berbagai mediator inflamasi seperti TNF-α, IL-1, PAF (platelet activating factor), IL-6 dan histamine yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan terjadi kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh kompleks virus-antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma.
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme : 1)Supresi sumsum tulang 2)Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (<5 hari) menunjukkan keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan proses hematopoiesis termasuk megakariopoiesis. Kadar tromobopoietin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya stimulasi tromobositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibody VD, konsumsi trombosit selama proses koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-tromoboglobulin dan PF4 yang merupakan petanda degranulasi tromobosit. Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukka n terjadinya koagulopati konsumtif pada demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi koagulasi pada demam berdarah dengue terjadi melalui akt ivasi jalur ekstrinsik (tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga berperan melalui akt ivasi factor Xia namun tidak melalui akt ivasi kontak (kalikrein C1-inhibitor complex) (Price, Wilson, 2006).
Manifestasi klinis dan perjalanan penyakit Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau dapat berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengueatau sindrom syok dengue(SSD).
31
Pada umumnya pasien mengalami fase demam 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis selam 23 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan tidak adekuat
Pemeriksaan Penunjang 1.Laboratorium Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relative disertai gambaran limfosit plasma biru.Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue(cell culture)ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT -PCR (Reserve Transcriptase Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap dengue berupa antibody total, IgM maupun IgG.Parameter Laboratoris yang dapat diperiksa antara lain : •Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relative (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan meningkat. •Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8. •Hematokrit: Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan hematokrit ≥20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam. •Hemostasis: Dilakuka n pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah. •Protein/albumin: Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma. •SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase): dapat meningkat. •Ureum, Kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal. Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan. •Golongan darah: dan crossmacth (uji cocok serasi): bila akan diberikan transfusi darah atau komponen darah. •Imuno serologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue. IgM: terdeksimulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang setelah 60-90 hari.IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2.
32
•Uji III: Dilakuka n pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang dari perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans. (WHO, 2006)
2.Pemeriksaan radiologis Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG. (WHO, 2006)
Diagnosis Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul gejala prodormal yang tidak khas seperti : nyeri kepala, nyeri tulang belakang dan perasaan lelah.
Demam Dengue (DD). Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut : •Nyeri kepala. •Nyeri retro-oebital. •Mialgia / artralgia. •Ruam kulit. •Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bending positif). •Leukopenia. dan pemeriksaan serologi dengue positif, atau ditemukan pasien DD/DBD yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.
Demam Berdarah Dengue(DBD). Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal ini di bawah ini dipenuhi : •Demam atau riwayat demam akut, antara 2 -7 hari, biasanya bifasik. •Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut : -Uji bendung positif. -Petekie, ekimosis, atau purpura.
33
-Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau perdarahan dari tempat lain. -Hematemesis atau melena •Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul). •Terdapat minimal satu tanda -tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai berikut : -Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis kelamin. -Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya. -Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.Dari keterangan di atas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan DBD adalah pada DBD ditemukan adanya kebocoran plasma. (WHO, 1997)
Diagnosis Banding Diagnosis banding perlu dipertimbangkan bilamana terdapat kesesuaian klinis dengan demam tiroid, campak, influenza, chikungunya dan leptospirosis.Sindrom Syok Dengue(SSD).Selur uh kr iteria di atas untuk DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi yang cepat dan lemah, tekanan darah turun (≤20 mmHg), hipotensi dibandingkan standar sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta gelisah.
34
Derajat penyakit infeksi virus dengue Untuk menentukan penatalaksanaan pasien infeksi virus dengue, perlu diketahui klasifikasi derajat penyakit seperti tertera pada
Pencegahan Belum ada vaksin yang tersedia melawan dengue, dan tidak ada pengobatan spesifik untuk menangani infeksi dengue. Hal ini membuat pencegahan adalah langkah terpenting, dan pencegahan berarti menghindari gigitan nyamuk jika kita tinggal di atau bepergian ke area endemik(CDC, 2010).Jalan terbaik untuk mengurangi nyamuk adalah menghilangkan tempat nyamuk bertelur, seperti bejana/wadah yang dapat menampung air. Nyamuk dewasa menggigit pada siang hari dan malam hari saat penerangan menyala. Untuk menghindarinya, dapat menggunakan losion antinyamuk atau mengenakan pakaian lengan pajang/celana panjang dan mengamankan jalan masuk nyamuk keruangan. Penggunaan insektisida untuk memberantas nyamuk dapat dilakukan dengan malathion. Cara penggunaan malathion adalah dengan pengasapan (thermal fogging) atau pengabutan (cold fogging). Untuk pemakaian rumah tangga dapat menggunakan golongan organofosfat, karbamat atau pyrethoid(Hendarwanto, 1996) 35
Kriteria Memulangkan Pasien. Pasien dapat pulang jika syarat-syarat sebagai berikut terpenuhi: 1. Tidak demam selama 24 jam tanpa pemberian antipiretik. 2. Nafsu makan membaik. 3. Tampak perbaikan secara klinis. 4. Hematokr it stabil. 5. Tiga hari setelah syok teratasi. 6. Jumlah trombosit >50.000/ml Perlu diperhatikan, kriteria ini berlaku bila pada sebelumnya pasien memiliki trombosit yang sangat rendah, misalnya 12.000/ ml.
Prognosis Prognosis demam dengue dapat beragam, dipengaruhi oleh adanya antibodi yang didapat secara pasif atau infeksi sebelumnya. Pada DBD, kematian telah terjadi pada 40-50% pasien dengan syok, tetapi dengan penanganan intensif yang adekuat kematian dapat ditekan <1% kasus. Keselamatan secara langsung berhubungan dengan penatalaksanaan awal dan intensif. Pada kasus yang jarang, terdapat kerusakan otak yang disebabkan syok berkepanjangan atau perdarahan intrakranial
36
DAFTAR PUSTAKA
1. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setowulan W. Kapita selekta kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Jakarta; Media Aescupulapius FKUI; 2008 2. Behrman, Kliegman dan Arvin. Nelson : Ilmu Kesehatan Anak. EGC, Jakarta, 2000. 3. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Ajar Infeksi Dan Pediatri Tropis. Badan penerbit IDAI. Jakarta, 2010. 4. Lumbantobing S. Febrile Convulsion. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2004. 5. Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak. Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2005. 6. Unit kerja koordinasi neurologi IDAI. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Badan penerbit IDAI. Jakarta, 2006. 7. Cristin Effendi, Skp. (1995) Perawatan pasien DHF Buku Satu Jakarta EGC Doengoes, Marilynn. E.E (1999) Rencana Asuhan Keperawatan . Edisi III. Jakarta :
EGC. 8. Hadinegoro,Sri Rezeki H. Soegianto, Soegeng Suroso, Thomas. Waryadi, Suharyono.TATA LAKSANA DEMAM BERDARAH DENGUE DI INDONESIA. Depkes & Kesejahteraan Sosial Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular & Penyehatan Lingkungan Hidup 2001. Hal 1–33 9. Widodo, dr.SPA (K).www. Penyakit Menular info. DEPKES. 4 Januari 2002 10. Hapsari MD. Kusumawati NRD. Sareharto TP. 2010. Symposium &Workshop : Update Demam Berdarah Dengue Pada Anak. Penerbit FK UNDIP. Semarang 11. Suhendro, dkk. 2009. Demam Berdarah Dengue.dalam Buku Ilmu Penyakit Dalam. Badan Penerbit FKUI. Jakarta. 12. Safinah. 2004. Karakteristik Penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) Rawat Inap di RSUD Dr.Pirngadi Medan Tahun 2002-2003. Skripsi FKM USU 13. Jaya ihsan. 2008. Hubungan Kadar Hematokrit Awal Dengan Derajat Klinis di RS PKU Muhammmadiyah Surakarta Tahun 2008Skripsi FK UMS. 14. Mandriani E. 2009. Karakteristik Penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) Yang Mengalami Dengue Shock Syndrome (DSS) Rawat Inap Di RSU Dr.Pirngadi Medan Tahun 2008. Skripsi FKM USU. 15. Departemen KesehatanRI. 2003 Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue. Jakarta. 37
38