Case Sinusitis Rendy&ralin.docx

  • Uploaded by: Lupin Toh
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Case Sinusitis Rendy&ralin.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,589
  • Pages: 23
Laporan Kasus

Sinusitis Pembimbing: dr. Wahyu BM, SP.THT. Msi Med

Disusun oleh Rendy Cendranata & Ralin Julian Basar NIM: 11-2018-034 & 11-2018-026

KEPANITERAN KLINIK ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA LEHER UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA RS PANTI WILASA “dr. Cipto” PERIODE 26 NOVEMBER 2018 – 29 DESEMBER 2018

1

LAPORAN KASUS KEPANITERAAN KLINIK STATUS ILMU PENYAKIT THT FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA SMF PENYAKIT THT RS PANTI WILASA “dr. Cipto”, SEMARANG

Nama

: Rendy Cendranata & Ralin Julian Basar

Nim

: 11.2018.034 & 11-2018-026

Dr. Pembimbing/Penguji

: dr. Wahyu BM, SP.THT. Msi. Med.

IDENTITAS PASIEN Nama

: Nn. ANS

Umur

: 20 tahun

Pekerjaan

: Toko aksesoris

Alamat

: Kakap KP Darat Nipah Rt.6/1 Semarang

Jenis Kelamin

: Perempuan

Status Menikah

: Belum menikah

Agama

: Islam

ANAMNESIS Autoanamnes dilakukan pada hari Sabtu, 28 November pukul 18.00 WIB di RS Panti Wilasa Dr. Cipto. Keluhan utama

: Nyeri kepala terus menerus di sertai mimisan, sejak 3 hari yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke poliklinik THT RS Panti Wilasa Dokter Cipto pada tanggal 28 November 2018 dengan keluhan kepala terasa nyeri terus menerus sejak 3 hari yang lalu, disertai mimisan. Keluhan terasa saat aktifitas maupun saat tidak beraktifitas. Pasien mengaku ada demam. Riwayat trauma kepala disangkal. Keluhan sulit menelan saat makan ataupun minum disangkal. Keluhan sakit telinga dan gangguan pendengaran disangkal. Pasien mengatakan bahwa ± 1 bulan ini, pasien terkena pilek, dan ± 1minggu ini terkadang terasa ada lendir yang mengalir di tenggorokan.

2

Riwayat Penyakit Dahulu

:

-

Riwayat ISPA (+)

-

Riwayat hipertensi (-)

-

Riwayat diabetes mellitus (-)

-

Riwayat asma (-)

-

Riwayat alergi makanan ataupun obat (-)

-

Pasien belum pernah sakit seperti ini sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga

:

-

Riwayat hipertensi

: disangkal

-

Riwayat diabetes mellitus

: Ayah

-

Riwayat asma

: disangkal

-

Riwayat alergi

: disangkal

-

Riwayat Vertigo

: Ibu

PEMERIKSAAN FISIK Tanggal pemeriksaan : 28 November 2018 Keadaan Umum

: tampak sakit ringan

Kesadaran

: compos mentis

Status gizi

: cukup

Vital sign Tekanan darah

: 120/70 mmHg

Nadi

: 85x/menit

Respiratory rate

: 20x/menit

Suhu

: 37,9ᵒC

Kepala dan Leher Kepala

: Normocephali

Wajah

: Simetris

Leher anterior

: perbesaran KGB (-)

Leher posterior

: perbesaran KGB (-)

3

STATUS LOKALIS THT Telinga

Bentuk daun telinga Kelainan congenital Radang, Tumor Nyeri tekan tragus Penarikan daun telinga Kelainan pre-, infra-, retroaurikuler Region Mastoid Liang telinga Membran timpani  Perforasi  Cone of light  Warna  Bentuk

Kanan Bentuk normal, benjolan (-), nyeri tekan (-) (-) (-) (-) Nyeri (-) (-)

Kiri Bentuk normal, benjolan (-), nyeri tekan (-) (-) (-) (-) Nyeri (-) (-)

Nyeri tekan (-) Lapang, sekret (-), radang (-), serumen (-), benda asing (-)

Nyeri tekan (-) Lapang, sekret (-), radang (-), serumen (-), benda asing (-)

(-) (+) arah jam 5 Putih mengkilat seperti mutiara Normal

(-) (+) arah jam 7 Putih mengkilat seperti mutiara Normal

Tes Penala

Rinne Weber Swabach Penala yang dipakai

Kanan Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan (-)

Kiri Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan (-)

Hidung

Nyeri tekan sinus  Pangkal hidung  Pipi  Dahi Bentuk Sekret Cavum nasi Konka inferior Meatus inferior

Kanan

Kiri

(-) (-)

(-) (-) (+)

Normal (+) Menyempit Hiperemis (+), hipertrofi (+) Sekret (+)

Normal (+) Menyempit Hiperemis (+), hipertrofi (+) Sekret (+) 4

Konka media Meatus media Septum nasi

Hiperemis (+), hipertrofi (+) Hiperemis (+), hipertrofi (+) Sekret (+) Sekret (+) Tidak ada

Pemeriksaan Transluminasi    

Sinus frontalis kanan, grade : tidak dilakukan Sinus frontalis kiri, grade : tidak dilakukan Sinus maksilaris kanan, grade : tidak dilakukan Sinus maksilaris kiri, grade : tidak dilakukan

Tenggorok 

Orofaring

       

Oral Mukosa bukal Ginggiva Lidah 2/3 anterior Palatum Dinding faring Arkus faring Tonsil

Ukuran Kripta Permukaan Warna Detritus Peritonsil Pilar anterior  Uvula  Gigi     

Nasofaring Discharge Mukosa Adenoid Massa

: dapat membuka mulut dengan baik : merah muda : merah muda : merah muda : merah muda : terdapat post nasal drip : simetris Kanan Kiri T1 T1 Tidak melebar Tidak melebar Tidak rata Tidak rata Merah muda Merah muda (-) (-) Abses (-) Abses (-) Merah muda Merah muda : deviasi (-), hiperemis (-), edema (-) : caries dentis (-)

: tidak dilakukan pemeriksaan : tidak dilakukan pemeriksaan : tidak dilakukan pemeriksaan : (-)

5

 Laringofaring  Mukosa  Massa  Lain-lain

: tidak dilakukan pemeriksaan : tidak dilakukan pemeriksaan : tidak dilakukan pemeriksaan

 Laring  Epiglotis : tidak dilakukan pemeriksaan  Plica vocalis o Gerakan : tidak dilakukan pemeriksaan o Posisi : tidak dilakukan pemeriksaan o Tumor : tidak dilakukan pemeriksaan  Massa : tidak dilakukan pemeriksaan  Ventrikular band : tidak dilakukan pemeriksaan  Rima glotidis : tidak dilakukan pemeriksaan  Cincin trakea : tidak dilakukan pemeriksaan  Sinus piriformis : tidak dilakukan pemeriksaan  Kelenjar limfe submandibula dan servikal : tidak dilakukan pemeriksaan PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Ct-Scan kepala

RESUME Pasien datang ke poliklinik THT RS Panti Wilasa Dokter Cipto pada tanggal 28 November 2018 dengan keluhan nyeri pada kepala terus menerus sejak 3 hari SMRS di daerah frontal dan menjalar ke temporal dextra, disertai mimisan dan demam. 1 bulan SMRS pasien mengeluh pilek. Pasien mengatakan bahwa ± 1 minggu ini seperti ada lendir mengalir ke tenggorokan. Tidak ada riwayat trauma kepala. Dari pemeriksaan fisik ditemukan post nasal drip (+).

DIAGNOSA KERJA Rhinosinusitis Dasar diagnosis : Keluhan utama : Nyeri pada kepala bagian frontal yang menjalar ke temporal dextra. Keluhan tambahan: Sering keluar lendir dari hidung kadang disertai darah. Lendir berwarna bening, encer, berbau dan pasien sering mengalami sumbatan pada hidung dan terasa ada lendir yang mengalir ke tenggorokan namun tidak bisa dikeluarkan. Pasien mengaku sering timbul bau tidak sedap dari hidungnya. 6

Pemeriksaan fisik : nyeri tekan di dahi (+), sekret (+/+), post nasal drip (+), kavum nasi menyempit (+/+), konka inferior dan media hiperemis (+/+) dan hipertrofi (+/+).

DIAGNOSA BANDING

PENATALAKSANAAN 1. Medika mentosa. 

a. Antibiotik adekuat

: Cefixim tab 200 mg 2x1



b. Simptomatik

: Paracetamol tab 500 mg 2x1



c. Dekongestan

: Trifet 2x1



d. Antiinflamasi

: Metilprednisolon 4mg 2x1

2. Non medika mentosa 

Operasi sinus/ FESS ()

KOMPLIKASI 1. Abses otak 2. Kelainan Orbita 3. Osteomilitis 4. Meningitis EDUKASI • Minum obat teratur • Obat antibiotik harus dihabiskan PROGNOSA • Ad vitam

: dubia ad bonam

• Ad functionam : dubia ad bonam • Ad sanationam : dubia ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA Anatomi sinus paranasal Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit dideskripsi karena bentuknya sangat bervariasi pada setiap individu. Ada empat pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid 7

kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung.1 Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3 – 4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan sinus frontal. Sinus etmoid dan maksila telah ada sejak anak lahir, sedangkan sinus frontalis berkembang dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8 – 10 tahun dan berasal dari bagian posterosuperior rongga hidung. Sinus – sinus ini umumnya mencapai besar maksimal pada usia antara 15 – 18 tahun. 1 Manusia mempunyai sekitar 12 rongga di sepanjang atap dan bagian lateral rongga udara hidung; jumlah, ukuran, bentuk, dan simetri bervariasi. Sinus – sinus ini membentuk rongga di dalam beberapa tulang wajah dan diberi nama sesuai : sinus maksilaris, sfenoidalis, frontalis, dan etmoidalis. Yang terakhir biasanya berupa kelompok – kelompok sel etmoidalis anterior dan posterior yang saling berhubungan, masing – masing kelompok bermuara ke dalam hidung. Seluruh sinus dilapisi oleh epitel saluran pernapasan yang mengalami modifikasi, dan mampu menghasilkan mukus, dan bersilia, sekret disalurkan ke dalam rongga hidung. Pada orang sehat, rongga terutama berisi udara. 1 

Sinus Maksila Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila

bervolume 6 – 8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa. Sinus maksila berbentuk segitiga. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os maksila yang disebut fossa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya ialah dasar orbita dan dinding inferiornya ialah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid. 1 Dasar dari sinus maksila sangat berdekatan dengan rahang gigi atas, yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi taring (C) dan gigi molar M3, bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis. 1 Suplai darah terbanyak melalui cabang dari arteri maksilaris. Inervasi mukosa sinus melalui cabang dari nervus maksilaris. 2 

Sinus Frontal

8

Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan keempat fetus, berasal dari sel – sel resessus frontal atau dari sel – sel infundibulum etmoid. Ukuran sinus frontal adalah 2,8 cm tingginya, lebarnya 2,4 cm, dan dalamnya 2 cm. Sinus frontal biasanya bersekat – sekat dan tepi sinus berlekuk – lekuk. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan fossa serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini. Sinus frontal berdrainase melalui ostiumnya yang terletak di resessus frontal. Resessus frontal adalah bagian dari sinus etmoid anterior. 1 Suplai darah diperoleh dari arteri supraorbital dan arteri supratrochlear yang berasal dari arteri oftalmika yang merupakan salah satu cabang dari arteri carotis interna. Inervasi mukosa disuplai oleh cabang supraorbital dan supratrochlear cabang dari nervus frontalis yang berasal dari nervus trigeminus. 2 

Sinus Etmoid Pada orang dewasa sinus etmoid seperti piramid dengan dasarnya di bagian posterior.

Ukurannya dari anterior ke posterior 4,5 cm, tinggi 2,4 cm, dan lebarnya 0,5 cm di bagian anterior dan 1,5 cm di bagian posterior. Sinus etmoid berongga – rongga, terdiri dari sel – sel yang menyerupai sarang tawon, yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak diantara konka media dan dinding medial orbita. Sel – sel ini jumlahnya bervariasi antara 4 – 17 sel (rata – rata 9 sel). Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus superior. Sel – sel sinus etmoid anterior biasanya kecil – kecil dan banyak, letaknya dibawah perlekatan konka media, sedangkan sel – sel sinus etmoid posterior biasanya lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya dan terletak di postero-superior dari perlekatan konka media. Di bagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut resessus frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal. Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina kribosa. Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid posterior berbatasan dengan sinus sfenoid. Suplai darah berasal dari cabang nasal dari arteri sphenopalatina. Inervasi mukosa berasal dari divisi oftalmika dan maksilaris nervus trigeminus. 2 

Sinus Sfenoid Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior. Sinus

sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya adalah 2 cm tingginya, dalamnya 2,3 cm dan lebarnya 1,7 cm. Volumenya bervariasi dari 5 – 7,5 ml. Batas-

9

batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa serebri media dan kelenjar hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus kavernosus dan a. karotis interna dan di sebelah posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior di daerah pons. Atap sinus sfenoid diperdarahi oleh a.ethmoid posterior, sedangkan bagian lainnya mendapat aliran darah dari a.sfenopalatina. Aliran vena melalui v.maksilaris ke v.jugularis dan pleksus pterigoid. sinus sfenoid dipersarafi oleh cabang n V.1 dan V.2. n.nasociliaris berjalan menuju n.etmoid posterior dan mempersarafi atap sinus. Cabang-cabang n.sfenopalatina mempersarafi dasar sinus. 1

Gambar 1 : Anatomi Sinus

Kompleks ostimeatal Kompleks ostiomeatal dideskripsikan sebagai area yang terdapat di dinding lateral hidung dimana terdapat meatus medius yang merupakan muara dari sinus paranasalis (kecuali sinus sfenoid). Adanya sedikit kelainan (contoh: variasi anatomi, pembengkakan mukosa) dapat menghambat ventilasi di daerah ini, yang mengakibatkan rangkaian kelainan di sinus paranasalis. Struktur fungsional dari kompleks ini terdiri dari prosesus uncinatus, hiatus semilunaris, resesus frontalis, bulla ethmoid, infundibulum ethmoid dan muara dari sinus maksila. 1

10

Gambar 2. Anatomi Kompleks Ostimeatal

Fungsi sinus paranasal Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara lain : 1 

Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning) Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk mamanaskan dan mengatur kelembaban

udara inspirasi. Volume pertukaran udara dalam ventilasi sinus kurang lebih 1/1000 volume sinus pada tiap kali bernafas, sehingga dibutuhkan beberapa jam untuk pertukaran udara total dalam sinus. 

Sebagai penahan suhu (thermal insulators) Sinus paranasal berfungsi sebagai (buffer) panas, melindungi orbita dan fossa serebri

dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah. 

Membantu keseimbangan kepala Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang muka. Akan

tetapi, bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya akan memberikan pertambahan berat sebesar 1% dari berat kepala, sehingga teori ini tidak dianggap bermakna. 

Membantu resonansi suara Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi udara dan mempengaruhi

kualitas udara. Akan tetapi ada yang berpendapat, posisi sinus dan ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonansi yang efektif. 

Sebagai peredam perubahan tekanan suara Fungsi ini akan berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak,

misalnya pada waktu bersin dan beringus.

11



Membantu produksi mukus Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil dibandingkan

dengan mukus dari rongga hidung, namun efektif untuk membersihkan partikel yang turut masuk dalam udara.

SINUSITIS Definisi Sinusitis adalah peradangan mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga sering disebut rhinosinusitis. Definisi lain menyebutkan, sinusitis adalah inflamasi dan pembengkakan membrana mukosa sinus disertai nyeri lokal. Sesuai anatomi sinus yang terkena dapat dibagi menjadi sinusitis maxilla, sinusitis ethmoid, sinusitis frontal, dan sinusitis sphenoid. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis sedangkan bila mengenai semua sinus disebut pansinusitis. 2 Yang paling sering ditemukan adalah sinusitis maxilla dan sinusitis ethmoid, sedangkan sinusitis frontal dan sinusitis sphenoid lebih jarang ditemukan. Pada anak hanya sinus maxilla dan sinus ethmoid yang berkembang sedangkan sinus frontal dan sinus sphenoid mulai berkembang pada anak berusia kurang lebih 8 tahun. 2 Sinus maxilla merupakan sinus yang paling sering terinfeksi, oleh karena (1) merupakan sinus paranasal terbesar, (2) letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar sehingga sekret dari sinus maxilla hanya tergantung dari gerakan silia, (3) dasar sinus maxilla adalah dasar akar gigi (processus alveolaris), sehingga infeksi pada gigi dapat menyebabkan sinusitis maxilla, (4) ostium sinus maxilla terletak di meatus medius, di sekitar hiatus semilunaris yang sempit, sehingga mudah tersumbat. 2 Klasifikasi sinusitis dapat dikategorikan sebagai sinusitis akut apabila gejala berlangsung kurang dari 4 minggu dimana dengan pengobatan yang tepat dan cepat pasien bisa sembuh sepenuhnya. Sinusitis subakut merupakan perkembangan gejala selama 4 hingga 12 minggu dan dinyatakan sinusitis kronis bila gejala berlangsung melebihi 3 bulan.2 Terdapat beberapa gejala dan tanda yang bisa membedakan antara sinusitis akut, sinusitis subakut dan sinusitis kronis. Seperti radang-radang akut timbul sebagai gejala sinusitis akut, hilangnya tanda radang akut dan perubahan histologik mukosa sinus masih reversible adalah tanda bagi sinusitis subakut dan dikatakan sinusitis kronis ditandai dengan perubahan histologik mukosa irreversible, misalnya sudah berubah menjadi jaringan granulasi atau polipoid. 2

12

EPIDEMIOLOGI Sinusitis adalah penyakit yang benyak ditemukan di seluruh dunia, terutama di tempat dengan polusi udara tinggi. Iklim yang lembab, dingin, dengan konsentrasi pollen yang tinggi terkait dengan prevalensi yang lebih tinggi dari sinusitis. Sinusitis maksilaris adalah sinusitis dengan insiden yang terbesar. Data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit. Setiap 1 dari 7 orang dewasa di Amerika Serikat dideteksi positif sinusitis dengan lebih dari 30 juta manusia didiagnosa sinusitis setiap tahun. Sinusitis lebih sering terjadi dari awal musim gugur dan musim semi. Insiden terjadinya sinusitis meningkat seiring dengan meningkatnya kasus asma, alergi, dan penyakit traktus respiratorius lainnya. Perempuan lebih sering terkena sinusitis dibandingkan laki-laki karena mereka lebih sering kontak dengan anak kecil. Angka perbandingannya 20% perempuan disbanding 11.5% laki-laki. Sinusitis lebih sering diderita oleh anak-anak dan dewasa muda akibat rentannya usia ini dengan infeksi Rhinovirus. 3

ETIOLOGI Seperti yang diketahui, terdapat banyak faktor menjadi penyebab sesuatu penyakit timbul, antaranya faktor internal seperti daya tahan tubuh yang menurun akibat defisiensi gizi yang menyebabkan tubuh rentan dijangkiti penyakit dan faktor eksternal seperti perubahan musim yang ekstrim, terpapar lingkungan yang tinggi zat kimiawi, debu, asap tembakau dan lain-lain. 2,4 Faktor-faktor lokal tertentu juga dapat menjadi predisposisi penyakit sinusitis, berupa deformitas rangka, alergi, gangguan geligi, benda asing dan neoplasma. Adapun agen etiologinya dapat berupa virus, bakteri atau jamur. 2,4 

Virus Sinusitis virus biasanya terjadi selama infeksi saluran napas atas, infeksi virus yang

lazim menyerang hidung dan nasofaring juga menyerang sinus. Mukosa sinus paranasalis berjalan kontinyu dengan mukosa hidung dan penyakit virus yang menyerang hidung perlu dicurigai dapat meluas ke sinus. Antara agen virus tersering menyebabkan sinusitis antara lain: rhinovirus, influenza virus, parainfluenza virus dan adenovirus. 2,4

13



Bakteri Organisme penyebab tersering sinusitis akut mungkin sama dengan penyebab otitis

media. Yang sering ditemukan antara lain Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza, Branhamella cataralis, Streptococcus alfa, Staphylococcus aureus dan Streptococcus pyogenes. Penyebab dari sinusitis kronik hampir sama dengan bakteri penyebab sinusitis akut. Namun karena sinusitis kronik berhubungan dengan drainase yang kurang adekuat ataupun fungsi mukosiliar yang terganggu, maka agen infeksi yang terlibat cenderung bersifat oportunistik, dimana proporsi terbesar merupakan bakteri anaerob (Peptostreptococcus, Corynebacterium, Bacteroides, dan Veillonella). 2,4 

Jamur Biasanya terjadi pada pasien dengan diabetes, terapi immunosupresif, dan

immunodefisiensi misalnya pada penderita AIDS. Jamur penyebab infeksi biasanya berasal dari genus Aspergillus dan Zygomycetes. 2,4

PREDISPOSISI Sinusitis lebih sering disebabkan adanya factor predisposisi, seperti :2,4 1. Gangguan fisik akibat kekurangan gizi, kelelahan, atau penyakit sistemik. 2. Gangguan faal hidung oleh karena rusaknya aktivitas silia oleh asap rokok, polusi udara, atau karena panas dan kering. 3. Kelainan anatomi yang menyebabkan gangguan saluran seperti : atresia atau stenosis koana, deviasi septum, hipertrofi konka media, polip yang dapat terjadi pada 30% anak yang menderita fibrosis kistik, tumor atau neoplasma, udem mukosa karena infeksi atau alergi, benda asing. 4. Berenang dan menelam pada waktu sedang pilek. 5. Trauma yang menyebabkan perdarahan mukosa sinus paranasal. 6. Kelainan imunologi didapat seperti imunodefisiensi karena leukemia dan imunosupresi oleh obat.

PATOFISIOLOGI

14

Kesehatan sinusitis dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam KOM (kompleks ostio-meatal). Mukus juga mengandung substansi antimikroba dan zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan. Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema di komplek ostiomeatal tersebut, mukosa yang letaknya berhadapan akan saling bertemu, sehingga silia tidak dapat bergerak, lendir tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan lalu ostium juga akan tersumbat. Maka terjadi gangguan draenase dan ventilasi di dalam sinus, sehingga silia menjadi kurang aktif dan lendir yang diproduksi mukosa sinus menjadi lebih kental dan merupakan media yang baik untuk tumbuhnya bakteri pathogen.2,4 Ostium yang tersumbat menyebabkan terjadinya tekanan negatif (penurunan tekanan) di dalam rongga sinus karena mukosa dalam rongga sinus masih membutuhkan udara (O2) sehingga udara di dalam rongga sinus diabsorpsi dan kapiler-kapiler melebar lalu selanjutnya menyebabkan terjadinya transudasi cairan (mula-mula cairan serous) ke rongga sinus. Kondisi tersebut bisa dianggap sebagai rhinosinusitis non-bacterial dan biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan. 2,4 Sekret yang terkumpul dalam sinus merupakan media baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Sekret yang semula serous akan menjdai purulen. Keadaan seperti ini disebut sebagai rhinosinusitis akut bacterial dan memerlukan terapi antibiotik. Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena ada faktor predisposisi), inflamasi berlanjut, terjadi hipoksia dan bakteri anaerob berkembang. Mukosa makin membengkak dan ini merupakan rantai siklus yang terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini mungkin diperlukan tindakan operasi. 2,4

KLASIFIKASI SINUSITIS Klasifikasi secara klinis untuk sinusitis dibagi atas sinusitis akut, subakut, dan kronis. Sedangkan berdasarkan penyebabnya sinusitis dibagi atas sinusitis tipe rinogen dan sinusitis tipe dentogen. Sinusitis tipe rinogen terjadi disebabkan kelainan atau masalah di hidung dimana segala sesuatu yang menyebabkan sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis. Sinusitis tipe dentogen terjadi disebabkan kelainan gigi, dimana yang sering menyebabkan sinusitis adalah infeksi pada gigi geraham atas yaitu gigi premolar dan molar.2,4

15



Sinusitis akut Sinusitis akut biasanya dimulai dari infeksi saluran pernafasan atas oleh virus yang

melebihi 10 hari. Organisme yang umum menyebabkan sinusitis akut termasuk Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza, dan Moraxella catarrhalis. Diagnosis dari sinusitis akut dapat ditegakkan ketika infeksi saluran nafas atas oleh virus tidak semubuh selama 10 hari atau memburuk setelah 5 – 7 hari.2,4 Penyebab utamanya adalah salesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, terdapat transudasi rongga – rongga sinus, mula – mula serous yang biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan. Selanjutnya diikuti oleh infeksi bakteri, yang bila kondisi ini menetap, secret yang terkumpul dalam sinus merupakan media baik untuk tumbuhnya dan pultiplikasi bakteri, sehingga secret menjadi purulent. Dari anamnesis didapatkan keluhan utama sinusitis akut adalah hidung tersumbat disertai rasa nyeri atau rasa tekanan pada muka dan ingus purulent, yang sering sekali turun ke tenggorok (post nasal drip). Dapat juga disertai gejala sistemik seperti demam dan lesu. Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena, merupakan ciri khas sinusitis akut, serta kadang – kadang nyeri juga dirasakan di tempat lain (reffered pain). Nyeri pipi, gigi, dahi dan depan telinga menandakan sinusitis maksilaris. Nyeri di dahi atau seluruh kepala menandakan sinusitis frontalis. Pada sinusitis sfenoid, nyeri dirasakan di vertex, oksipital, belakang bola mata, dan daerah mastoid. Gejala lain adalah sakit kepala, hiposmia, anosmia, halitosis, post nasal drip yang menyebabkan batuk dan sesak pada anak. 2,4 

Sinusitis subakut Gejala klinisnya sama dengan sinusitis akut hanya tanda – tanda radang akutnya (demam,

sakit kepala, nyeri tekan) sudah reda. Pada rinoskopi anterior tampak secret meatus medius atau superior. Pada rinoskopi posterior tampak secret purulent nasofaring. Pada pemeriksaan transluminasi tampak sinus yang sakit, suram, atau gelap.2,4 

Sinusitis kronik Sinusitis kronis berbeda dengan sinusitis akut dalam berbagai aspek, umumnya sukar

disembuhkan dengan pengobatan medikamentosa saja. Harus dicari factor penyebab dan factor predisposisinya. Polusi bahan kimia menyebabkan silia rusak, sehingga terjadi perubahan mukosa hidung. Perubahan tersebut juga dapat disebabkan oleh alergi dan defisiensi

16

imunologik, sehingga mempermudah terjadinya infeksi menjadi kronis apabila pengobatan sinusitis akut tidak sempurna. Gejala yang timbul diantaranya: (1) terdapat skeret pada hidung dan post nasal drip yang seringkali mukopurulen dan hidung biasanya sedikit tersumbat (2) rasa tidak nyaman dan gatal di tenggorokan (3) pendengaran terganggu karena adanya sumbatan tuba eustachius (4) nyeri atau sakit kepala (5) gejala pada mata karena penjalaran infeksi melalui duktus nasolakrimalis (6) gejala di saluran cerna karena mukopus tertelan sehingga menyebabkan gastroenteritis. Temuan pemeriksaan fisik tidak seberat sinusitis akut dan tidak terdapat pemebengkakan pada wajah. Pada rinoskopi anterior dapat ditemukan secret kental, purulen dari meatus medius atau meatus superior, dapat juga ditemukan polip, tumor, atau komplikasi sinusitis lainnya. Rinoskopi posterior tampak secret purulent di nasofaring atau turun ke tenggorok.2,4 

Sinusitis dentogen Merupakan salah satu penyebab penting sinusitis kronik. Dasar sinus maksila adalah

prosesus alveolaris tempat akar gigi rahang atas, sehingga rongga sinus maksilaris hanya terpisahkan oleh tulang tipis dengan akar gigi, bahkan kadang – kadang tanpa tulang pembatas. Infeksi gigi rahang atas seperti infeksi apical akar gigi atau inflamasi jaringan periodontal mudah menyebar secara langsung ke sinus, atau melalui pembuluh darah dan limfe. Harus curiga adanya sinusitis dentogen pada sinusitis maksilaris kronik yang mengenai satu sisi dengan ingus purulent dan napas berbau busuk.2,4

DIAGNOSIS Diagnosis dari sinusitis didasarkan pada kombinasi dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan foto radiologis dan/atau laboratorium. Sinusitis bakterialis akut dicurigai pada pasien dengan riwayat infeksi saluran pernapasan yang berlangsung selama 10 sampai 14 hari. Gejala utama pada orang dewasa antara lain, hidung tersumbat, ingus purulen, nyeri pada gigi dan wajah, post-nasal drip, sakit kepala dan batuk. 2,4,5 Dalam menganamnesis pasien, differensial diagnosis dari sinusitis dan faktor predisposisinya harus dipertimbangkan. Anamnesis yang akurat memiliki dampak untuk terapi awal dan manajemen terapi selanjutnya yang lebih baik. 2,4 17

PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Radiologis Pemeriksaan radiologis untuk mendapatkan informasi dan untuk mengevaluasi sinus paranasal adalah; pemeriksaan foto kepala dengan berbagai posisi yang khas, pemeriksaan tomogram dan pemeriksaan CT-Scan. Dengan pemeriksaan radiologis tersebut para ahli radiologi dapat memberikan gambaran anatomi atau variasi anatomi, kelainan-kelainan patologis pada sinus paranasalis dan struktur tulang sekitarnya, sehingga dapat memberikan diagnosis yang lebih dini.5-7 

Pemeriksaan foto kepala Pemeriksaan foto polos kepala adalah pemeriksaan yang paling baik dan paling utama

untuk mengevaluasi sinus paranasal. Karena banyaknya unsur-unsur tulang dan jaringan lunak yang tumpang tindih pada daerah sinus paranasal, kelainan-kelainan jaringan lunak, erosi tulang kadang-kadang sulit dievaluasi. Pemeriksaan ini dari sudut biaya cukup ekonomis dan pasien hanya mendapat radiasi yang minimal. Pemeriksaan foto kepala untuk mengevaluasi sinus paranasal terdiri atas berbagai macam posisi antara lain: 1. Foto kepala posisi anterior-posterior ( AP atau posisi Caldwell) Foto ini diambil pada posisi kepala menghadap film , bidang midsagital kepala tegak lurus pada film. Idealnya pada film tampak pyramid tulang petrosum diproyeksi pada 1/3 bawah orbita atau pada dasar orbita. Hal ini dapat tercapai apabila orbito-meatal line tegak lurus pada film dan membentuk 1500 kaudal.5-7 2. Foto kepala lateral Dilakukan dengan film terletak di sebelah lateral dengan sentrasi di luar kantus mata, sehingga dinding posterior dan dasar sinus maksilaris berhimpit satu sama lain. Pada sinusitis tampak, penebalan mukosa, air fluid level (kadang-kadang), perselubungan homogen pada satu atau lebih sinus para nasal, dan penebalan dinding sinus dengan sklerotik (pada kasus-kasus kronik). 3. Foto kepala posisi Waters Foto ini dilakukan dengan posisi dimana kepala menghadap film, garis orbito meatus membentuk sudut 370 dengan film. Pada foto ini, secara ideal piramid tulang petrosum diproyeksikan pada dasar sinus maxillaris sehingga kedua sinus maxillaris dapat dievaluasi sepenuhnya. Foto Waters umumnya dilakukan pada keadaan mulut tertutup. Pada posisi mulut terbuka akan dapat tenilai dinding posterior sinus sphenoid dengan baik. 5-7

18

4. Foto kepala posisi Submentoverteks Foto diambil dengan meletakkan film pada vertex, kepala pasien menengadah sehingga garis infraorbito meatal sejajar dengan film. Sentrasi tegak lurus film dalam bidang midsagital melalui sella turcica kearah vertex. Posisi ini biasa untuk melihat sinus frontalis dan dinding posterior sinus maxillaris. 5-7 5. Foto Rhese Posisi Rhese atau oblique dapat mengevaluasi bagian posterior sinus ethmoidalis, kanalis optikus, dan lantai dasar orbita sisi lain.

6. Foto proyeksi Towne Posisi ini diambil dengan berbagai variasi sudut angulasi antara 300-600 ke arah garis orbitomeatal. Sentrasi dari depan kira-kira 8 cm diatas glabela dari foto polos kepala dalam bidang midsagital.proyeksi ini paling baik untuk menganalisis dinding posterior sinus maxillaris, fisura orbitalis inferior, kondilus mandibularis dan arkus zigomatikus posterior. 

Pemeriksaan CT-Scan Pemeriksaan CT-Scan sekarang merupakan pemeriksaan yang sangat unggul untuk

mempelajari sinus paranasal, karena dapat menganalisis dengan baik tulang-tulang secara rinci dan bentuk-bentuk jaringan lunak, irisan axial merupakan standar pemeriksaan paling baik yang dilakukan dalam bidang inferior orbitomeatal (IOM). Pemeriksaan ini dapat menganalisis perluasan penyakit dari gigi geligi, sinus-sinus dan palatum, terrmasuk ekstensi intrakranial dari sinus frontalis. 5-7 Pada kasus-kasus sinusitis sphenoid, kira-kira 50% foto polos sinus sphenoidalis yang normal, tapi apabila dilakukan pemeriksaan CT-Scan, maka tampak kelainan pada mukosa berupa penebalan PENATALAKSANAAN Tujuan terapi sinusitis ialah mempercepat penyembuhan, mencegah komplikasi dan mencegah akut menjadi kronik. Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di kompleks ostio-meatal (KOM) sehingga drainase dan ventilasi sinus-sinus pulih secara alami.2,4,7 Penatalaksanaan sinusitis supuratif dapat dibagi menjadi penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan bedah. Penatalaksanaan bedah dapat berupa penatalaksanaan bedah minor, pembedahan di poliklinik atau intervensi di ruang operasi. 2,4,7

Penatalaksanaan Medis 19

Karena sebagian besar infeksi sinusitis supuratif akut disebabkan oleh organisme grampositif yang kebanyakannya Diplococcus pneumonia, Staphylococcus aureus, Steptococcus (grup A,B,dan D), dan Heamophilus influenza (gram negatif) disertai hospes organisme anaerob, maka terapi terpilihnya penisilin G. Penisilin G juga merupakan pilihan yang baik terapi awal dan definitive untuk kokus gram negatif, basal gram positif dan gram negative. Ini kunci utama penatalaksanaan medis pada sinusitis supuratif akut. Untuk H.influenza, diindikasikan pemberian ampisilin. 2,4,7 Terapi antibiotic harus diteruskan dinimum 1 minggu setelah gejala terkontrol. Lama terapi rata-rata 10 hari. Karena banyaknya distribusi ke sinus-sinus yang terlibat, perlu mempertahankan kadar antibiotika yang adekuat; bila tidak, mungkin terjadi sinusitis supuratif kronik. 2,4,7 Tindakan lain yang dapat dilakukan untuk membantu memperbaiki drainase dan pembersihan secret dari sinus. Untuk sinusitis maxillaris dilakukan pungsi dan irigasi sinus, sedangkan untuk sinusitis ethmoidalis frontalis dan sinusitis sphenoidalis dilakukan tindakan pencucian Proetz. Irigasi dan pencucian dilakukan 2 kali dalam seminggu. Bila setelah 5 atau 6 kali tidak ada perbaikan dan klinis masih tetap banyak secret purulen, maka perlu dilakukan bedah radikal.2,4,7 Untuk pasien yang menderita alergi, pengobatan alergi yang dijalani bermanfaat. Pengontrolan lingkungan, steroid topical, dan imunoterapi dapat mencegah eksesarbasi rhinitis sehingga mencegah perkembangannya menjadi sinusitis. 2,4,7

Penatalaksanaan Bedah Harus dipertimbangkan penatalaksanaan bedah untuk mempermudah drainase sinus yang terkena serta mengeluarkan mukosa yang sakit. Hal ini diperlukan (1) bila terancam komplikasi, (2) untuk menghilangkan nyeri hebat, dan (3) bila pasien tidak berespon terhadapat terapi medis. 2,4,7 

Pembedahan Radikal

Pembedahan radikal yaitu pengangkatan mukosa yang patologik dan membuat drainase dari sinus yang terkena. Untuk sinus maxillaris dilakukan operasi Caldwell-luc, sedangkan untuk sinus ethmoidalis dilakukan ethmoidektomi yang bisa dilakukan dari dalam hidung (intranasal) atau dari luar (ekstranasal). Drainase sekret pada sinus frontalis dapat dilakukan dari dalam hidung (intranasal) atau dari luar (ekstranasal) seperti dalam operasi Kilian. Drainase sinus sphenoidalis dilakukan dari dalam hidung (intranasal).2,4,7

20



Pembedahan Non-Radikal

Akhir-akhir ini dikembangkan metode operasi sinus paranasal dengan menggunakan endoskop yang disebut Bedah Sinus Endoskop Fungsional (BSEF). Prinsipnya ialah membuka dan membersihkan daerah kompleks ostiomeatal yang menjadi sumber sumbatan dan infeksi, sehingga ventilasi dan drainase sinus dapat lancar kembali melalui ostium alami. Dengan demikian mukosa sinus akan kembali normal. 2,4,7 KOMPLIKASI Komplikasi sinusitis akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila tidak mendapatkan penanganan yang baik dan adekuat. Letak sinus paranasal yang berdekatan dengan mata dan kranial sangat berperan pada infeksi sinusitis akut ataupun kronik.2,4 Beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab terjadinya komplikasi antara lain karena terapi yang tidak adekuat, daya tahan tubuh yang rendah, virulensi kuman dan penanganan tindakan operatif (yang seharusnya) terlambat dilakukan.2,4 Komplikasi yang sering ditimbulkan antara lain sebagai berikut: 

Komplikasi ke mata

Secara anatomi perbatasan daerah mata dan sinus sangat tipis: batas medial sinus ethmoid dan sphenoid, batas superior sinus frontal dan batas inferior sinus maxilla. Sinusitis merupakan salah satu penyebab utama infeksi orbita. Pada era pre antibiotik hampir 50% terjadi komplikasi ke mata, 17% berlanjut ke meningen dan 20% terjadi kebutaan. 2,4 Komplikasi ke orbita dapat terjadi pada segala usia, tetapi pada anak-anak ebih sering. Intervensi tindakan operatif lebih banyak dilakukan pada anak-anak yang lebih besar dan dewasa. Ethmoiditis sering menimbulkan komplikasi orbita, diikuti sinusitis frontal dan maxilla. 2,4 

Komplikasi intrakranial

Komplikasi intrakranial dapat terjadi pada infeksi sinus yang akut, eksaserbasi akut ataupun kronik. Komplikasi ini lebih sering pada laki-laki dewasa diduga ada faktor predileksi yang berhubungan dengan pertumbuhan tulang frontal dan meluasnya sistem anyaman pembuluh darah yang terbentuk. 2,4 Beberapa tahap komplikasi intrakranial yang dikenal:

1. Osteomielitis

21

Penyebaran infeksi melalui anyaman pembuluh darah ke tulang kranium menyebabkan osteitis yang akan mengakibatkan erosi pada bagian anterior tulang frontal. Gejala tampak odem yang terbatas pada dahi di bawah kulit dan penimbunan pus di superiosteum. 2,4 2. Epidural abses Terdapat timbunan pus diantara duramater dan ruang kranium yang sering tampak pada tulang frontal dimana duramater melekat longgar pada tulang dahi. Gejala sangat ringan, tanpa ada gangguan neurologi, ada nyeri kepala yang makin lama dirasakan makin berat dan sedikit demam. 2,4 3. Subdural empiema Terjadi karena retrograde tromboplebitis ataupun penyebaran langsung dari abses epidural. Gejala nyeri kepala hebat, ada tanda-tanda iskemik/infark kortek seperti hemiparesis, hemiplegi, paralisis n.Facialis, kejang, peningkatan tekanan intrakranial, demam tinggi, lekositosis dan akhirnya kesadaran menurun. 2,4 4. Abses otak Lokasi di daerah frontal paling sering disebabkan sinusitis frontal dengan penyebaran retrograde, septik emboli dari anyaman pembuluh darah. Bila abses timbul perlahan, gejala neurologi tak jelas tampak, bila odem terjadi di sekitar otak, tekanan intrakranial akan meningkat, gejala-gejala neurologi jelas tampak, ancaman kematian segera terjadi bila abses ruptur. 2,4 5. Meningitis Sinusitis frontal jarang menyebabkan meningitis tetapi seringkali karena infeksi sekunder dari sinus ethmoid dan sphenoid. Gejala-gejala tampak jelas : adanya demam, sakit kepala, kejang, diikuti kesadaran menurun sampai koma. 2,4

PROGNOSIS Sinusitis akut memiliki prognosis yang sangat baik, dengan perkiraan 70% penderita sembuh tanpa pengobatan. Sedangkan sinusitis kronik memiliki prognosis yang bervariasi. Jika penyebabnya adalah kelainan anatomi dan telah diterapi dengan bedah, maka prognosisnya baik.lebih dari 90% pasien membaik dengan intervensi bedah, namun pasien ini kadang mengalami kekambuhan. 4

22

DAFTAR PUSTAKA

1. Soetjipto D , Mangunkusumo E,. Sinus paranasal dalam Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD (Editor). Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan leher. Edisi ke-enam.Jakarta:Balai Penerbit FK UI;2010.h. 145-9 2. Soetjipto D, Mangunkusumo E. Sinusitis. Dalam: Soepardi EA, iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi Keenam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2010.hal.150-3 3. Itzhak Brook,MD,MSc. Epidemiology of Acute Sinusitis. Updated Apr 2, 2012. Diunduh dari http//emedicine.medscape.com/article/232670-overview#a0156 pada tanggal 6 september 2015. 4. Hilger PA. Penyakit Sinus Paranasalis. Dalam: Adam GL, Boies LR, Higler PA. Buku Ajar Penyakit THT ( BOIES Fundamental of Otolaryngology). Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran; 1997.hal.240-59. 5. Rachman MD, Sinus paranasalis dan Mastoid. Dalam: Ekayuda I. Radiologi Diagnostik. Edisi Kedua. Jakarta : Divisi Radiodiagnostik Departemen Radiologi FKUI; 2005. Hal 431-45. 6. Dr Tomas Sempere Dura, Orbit And Paranasal Sinuses Conventional X-Rays. Dalam : Atlas Of Anatomy By Sectional Imaging, Berlin, Bayer Health Care; 2009. 7. Raymond G. Slavin, MD, Sheldon L. Spector, MD, and I. Leonard Bernstein, MD. The diagnosis and management of sinusitis: a practice parameter update. J Allergy Clin Immunol. December 2005; 116(6): 13-5.

23

Related Documents

Sinusitis ????
May 2020 18
Sinusitis
July 2020 17
Sinusitis
July 2020 19
Sinusitis
June 2020 16
Sinusitis
June 2020 22

More Documents from "api-19734073"