Laporan Kasus
MENINGITIS BAKTERIALIS
Oleh: Anusha G Perkas, S. Ked
04084821719243
Imanuel, S. Ked
04054821719004
Pembimbing: Dr. H.M. Hasnawi Haddani, Sp.S
BAGIAN/DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SARAF (NEUROLOGI) FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA/ RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG 2017
1
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Laporan Kasus: MENINGITIS BAKTERIALIS
Oleh Anusha G Perkas, S. Ked Imanuel, S. Ked
04084821719243 04054821719004
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik senior di Bagian/Departemen Ilmu Penyakit Saraf (Neurologi) Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang Periode 6 November 2017-18Desember 2017.
Palembang, November 2017 Pembimbing,
Dr. H.M. Hasnawi Haddani, Sp.
2
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kepada Tuhan karena atas berkat dan rahmat-Nya penulisan makalah laporan kasus yang berjudul “MeningitisBakterialis” ini dapat diselesaikan. Pada Kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. H.M. Hasnawi Haddani, Sp.S, selaku pembimbing yang telah membantu penyelesaian laporan kasus ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman, dan semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan kasus ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan.Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan.
Palembang, November 2017
3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………….. 1 KATA PENGATAR……………………………………………………………..
2
HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………………… 3 DAFTAR ISI…………………………………………………………………….. 4 BAB 1 STATUS PASIEN………………………………………………………
5
BAB 2 PEMBAHASAN………………………………………………………… 2.1 Definisi………………………………………………………………………. 7 2.2 Epidemiologi………………………………………………………………...
7
2.3 Patofisiologi………………………………………………………………….
11
2.4 Gejala Klinis…………………………………………………………………
14
2.5 Klasifikasi……………………………………………………………………
16
2.6 Diagnosis……………………………………………………………………
18
2.7 Penatalaksanaan……………………………………………………………...
23
2.8 Diagnosis Banding…………………………………………………………...
29
2.9 Komplikasi………………………………………………………………….
31
2.10 Prognosis…………………………………………………………………… 32 BAB 3 KESIMPULAN…………………………………………………………
33
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………
34
4
BAB I STATUS PENDERITA NEUROLOGI
I. IDENTIFIKASI Nama
: Tn. TK
Umur
: 35tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Jl.Tanjung Sari 1, Kalidoni, Palembang
Agama
: Islam
Tanggal MRS
: 3November 2017
No. RM/Register : 1031893/ RI17032139
II. ANAMNESIS(Alloanamnesis pada tanggal 5November 2017) Penderita dirawat di bagian saraf RSMH dengan penurunan kesadaran secara perlahan-perlahan. ±1 minggu sebelum masuk rumah sakit (SMRS), penderita mengalami penurunan kesadaran secara perlahan-lahan berupa meracau tidak jelas. Sebelumnya sakit kepala ada sejak 2 minggu yang lalu, mual (-), muntah tidak ada.Kejang ada frekuensi 1x durasi ± 5 menit.Sebelum kejang pasien sadar, saat kejang pasien tidak sadar, setelah kejang pasien sadar.Mengompol (+).Mata melihat ke atas (+), kelemahan kedua sisi tubuh ada (+),demam (+) sejak 4 hari yang lalu secara hilnag timbul, batuk (-). Rasa kesemutan dari muka hingga leher (+).Riwayat trauma (-), nyeri leher (-). Pasien mengaku penglihatan kabur. Pasien dapat mengerti omongan orang dan membalas dengan menggunakan isyarat tangan. Penyakit ini pertama kali dialamai oleh pasien.
Riwayat penyakit dahulu Pasien belum pernah mengeluhkan hal yang sama sebelumnya, riwayat tuberkulosis (-), darah tinggi (-), kencing manis (-), riwayat sakit kepala ± 2 minggu, riwayat gigi berlubang (+).
5
Riwayat penyakit keluarga : Dikeluarga pasien tidak ada yang pernah mengeluhkan seperti ini, riwayat tuberkulosis, darah tinggi, kencing manis disangkal. Riwayat pengobatan : Pasien belum pernah berobat sebelumnya. Riwayat alergi: Alergi obat-obatan, makanan, debu disangkal. Riwayat psikososial : Merokok (-)
III. PEMERIKSAAN Status Internus (Pemeriksaan Fisik,5 November2017) Kesadaran
: GCS = 13 (E4M6V3)
Tekanan Darah
: 120/70 mmHg
Nadi
: 76 kali/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Suhu Badan
: 36,8º C
Pernapasan
: 18 kali/menit
Jantung
: HR = 76kali/menit, murmur (-), gallop (-)
Paru-paru
: Vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
: Datar, nyeri (-), hepar dan lien sulit dinilai, BU (+) normal
Anggota Gerak : Tidak ada kelainan Genitalia
: Tidak diperiksa
Status Neurologikus KEPALA Bentuk
: Normochepali
Deformitas
: (-)
Ukuran
: normal
Fraktur
: (-)
Simetris
: simetris
Nyeri fraktur
: (-)
6
Hematom
: (-)
Pembuluh darah : tidak ada pelebaran
Tumor
: (-)
Pulsasi
: (-)
Sikap
: kaku
Deformitas
: (-)
Torticolis
: (-)
Tumor
: (-)
LEHER
Kaku kuduk : meningismus (+)
Pembuluh darah : tidak ada pelebaran
SYARAF-SYARAF OTAK N. Olfaktorius
Kanan
Kiri
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Anosmia
-
-
Hiposmia
-
-
Parosmia
-
-
N. Optikus
Kanan
Kiri
Visus
Normal
Menurun
Campus visi
V.O.D
V.O.S
Anopsia
-
-
Hemianopsia
-
-
- Papil edema
-
-
- Papil atrofi
-
-
- Perdarahan retina
-
-
Penciuman
FundusOculi
N. Occulomotorius, Trochlearis, &
Kanan
Kiri
-
-
Abducens Diplopia
7
Celah mata
-
-
Ptosis
-
-
- Strabismus
-
(-) -
- Exophtalmus
-
(-) -
- Enophtalmus
-
(-) -
- Deviation conjugae
-
-
Baik ke segala
Baik ke segala
arah
arah
Bulat
Bulat
- Bentuk
3 mm
3 mm
- Diameter
Isokor
Isokor
-
-
Langsung
+
+
Konsensuil
+
+
Akomodasi
+
+
- Argyl Robertson
-
-
Sikap bola mata
Gerakan bola mata
Pupil
- Isokor/anisokor - Midriasis/miosis - Refleks cahaya
N. Trigeminus
Kanan
Kiri
- Menggigit
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
- Trismus
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
- Refleks kornea
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
- Dahi
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
- Pipi
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Motorik
Sensorik
8
- Dagu
Tidak ada kelainan
N. Fasialis
Tidak ada kelainan
Kanan
Kiri
Simetris
Simetris
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Motorik - Mengerutkan dahi - Menutup mata
Simetris
- Menunjukkan gigi - Lipatan nasolabialis - Bentuk muka
Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Simetris Tidak ada kelainan
Sensorik - 2/3 depan lidah
Tidak ada kelainan ada kelainan Tidak adaTidak kelainan
- Otonom Salivasi
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Lakrimasi
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Chvostek’s sign
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
N. Cochlearis
Kanan
Suara bisikan
Kiri Tidak ada kelainan
Detik arloji
-
Tes Weber
-
Tes Rinne
-
N. Vestibularis
Kanan
Kiri
Nistagmus
-
-
Vertigo
-
-
N. Glossopharingeus dan N. Vagus
Kanan
Arcus pharingeus
Kiri
Belum dapat dinilai
9
Uvula
Belum dapat dinilai
Gangguan menelan
Tidak ada kelainan
Suara serak/sengau
-
Denyut jantung
Tidak ada kelainan
Refleks - Muntah
Tidak ada kelainan
- Batuk
Tidak ada kelainan
- Okulokardiak
Tidak ada kelainan
- Sinus karotikus
Tidak ada kelainan
Sensorik - 1/3 belakang lidah
N. Accessorius
Tidak ada kelainan
Kanan
Kiri
Mengangkat bahu
Tidak ada kelainan
Memutar kepala
Tidak ada kelainan
N. Hypoglossus
Kanan
Kiri
Menjulurkan lidah
Simetris
Fasikulasi
-
-
Atrofi papil
-
-
Disatria
MOTORIK LENGAN
Kanan
Kiri
Gerakan
Cukup
Cukup
Kekuatan
5
5
Normal
Normal
- Biceps
Normal
Normal
- Triceps
Normal
Normal
Tonus Refleks fisiologis
10
- Radius
Normal
Normal
- Ulna
Normal
Normal
- Hoffman Tromner
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
- Leri
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
- Meyer
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
TUNGKAI
Kanan
Kiri
Gerakan
Cukup
Cukup
Kekuatan
5
5
Normal
Normal
- Paha
(-)
(-)
- Kaki
(-)
(-)
- KPR
Normal
Normal
- APR
Normal
Normal
- Babinsky
Positif
Positif
- Chaddock
-
-
- Oppenheim
-
-
- Gordon
-
-
- Schaeffer
-
-
- Rossolimo
-
-
Refleks patologis
Tonus Klonus
Refleks fisiologis
Refleks patologis
Refleks kulit perut - Atas
(+)
- Tengah
(+)
- Bawah
(+)
Refleks cremaster
11
Trofik
SENSORIK
Tidak Ada Kelainan
:
tidak ada kelainan
FUNGSI VEGETATIF Miksi
:
bdd
Defekasi
:
bdd
KOLUMNA VERTEBRALIS
Kyphosis
: tidak ada
Lordosis
: tidak ada
Gibbus
: tidak ada
Deformitas
: tidak ada
Tumor
: tidak ada
Meningocele
: tidak ada
Hematoma
:tidak ada
Nyeri ketok
: tidak ada
GEJALA RANGSANG MENINGEAL
Kaku kuduk
: Ada
Kerniq
: Ada
Lasseque
: Ada
Brudzinsky - Neck
: tidak ada
- Cheek
: tidak ada
- Symphisis
: tidak ada
- Leg I
: tidak ada
- Leg II
: tidak ada
12
GAIT DAN KESEIMBANGAN
Gait
Keseimbangan dan Koordinasi
Ataxia
: b.d.d
Romberg
: b.d.d
Hemiplegic
: b.d.d
Dysmetri
: tidak ada kelainan
Scissor
: b.d.d
- jari-jari
: tidak ada kelainan
Propulsion
: b.d.d
- jari hidung
: tidak ada kelainan
Histeric
: b.d.d
- tumit-tumit
: tidak ada kelainan
Limping
: b.d.d
Rebound phenomen : tidak ada kelainan
Steppage
: b.d.d
Dysdiadochokinesis : tidak ada kelainan
Astasia-Abasia: b.d.d
Trunk Ataxia Limb Ataxia
GERAKAN ABNORMAL Tremor
: tidak ada
Chorea
: tidak ada
Athetosis
: tidak ada
Ballismus
: tidak ada
Dystoni
: tidak ada
Myocloni
: tidak ada
FUNGSI LUHUR Afasiamotorik
: tidak ada
Afasia sensorik
: tidak ada
Apraksia
: tidak ada
Agrafia
: tidak ada
Alexia
: tidak ada
Afasia nominal
: tidak ada
13
: tidak ada kelainan : tidak ada kelainan
LABORATORIUM Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Nilai normal
Hemoglobin
14,5
g/dL
13,48-17,40
Leukosit
9.6
103/mm3
4,73-6,30
Hematokrit
41
%
41-51
Trombosit
299
103/µL
170-396
Eritrosit
5,15
106/mm3
4.40-6.3
Basofil
0
%
0-1
Eosinofil
0
%
1-6
Netrofil
90
%
50-70
Limfosit
4
%
20-40
Monosit
6
%
2-8
Kolesterol LDL
83
mg/dl
<130
Kolesterol HDL
34
mg/dl
>55
Kolesterol total
125
mg/dl
< 200
Trigliserida
64
mg/dl
60-165
SGOT
39
U/L
0-38
SGPT
42
U/L
0-41
Ureum darah
28
mg/dL
16,6-48,5
Kreatinin darah
0.79
mg/dL
0.50-0.90
Natrium
137
mEq/L
135-155
Calcium
9.6
mg/dL
8,8-10,2
Kalium
3.6
mEq/L
3,5-5,5
Klorida
103
mEq/L
96-106
Magnesium
2.19
mEq/L
1.4-2.1
Hitung jenis
URINE Tidak diperiksa
14
FESES Tidak diperiksa
PEMERIKSAAN KULTUR Tidak dilakukan
LIQUOR CEREBROSPINALIS Parameter
Hasil
Satuan
Volume
1
mL
Warna
Tidak bewarna
Rujukan
Makroskopi
Transudat : kekuningan Exudat : kuning s/d merah
Kejernihan
Jernih
Transudat : jernih Exudat : keruh
Bau
Tidak berbau
Transudat : tidak berbau Exudat : berbau busuk
Berat jenis
1.010
Transudat : <1.016 Exudat : >1.016
Bekuan
Negatif
Transudat : Negatif Exudat : Positif
pH
8.0
Transudat : 7.4-7.6 Exudat : <7.3
Mikroskopi Jumlah leukosit
108.0
sel/µL
Transudat :<500 Exudat : >500
Hiung jenis PMN Sel
55
%
Transudat : Lebih sedikit Exudat : Lebih banyak
MN Sel
45
%
Transudat : Lebih sedikit Exudat : Lebih banyak
15
Nonne
Negatif
Pandy
Positif
Protein
81.0
mg/dl
LDH
231
U/L
20-40 Transudat : <200 Exudat : >200
Glukosa
0.8
mg/dl
40-70
Klorida
119
mEq/L
98-107
PEMERIKSAAN KHUSUS a. Pemeriksaan Thorax
Kesan : Cor tidak membesar Pulmo tak nampak kelainan b. Pemeriksaan CT Scan kepala tanpa kontras
16
Kesan :Tidak nampak infark, ICH maupun tanda SOL intracranial saat ini.
IV. DIAGNOSIS Diagnosis Klinik
: Penurunan kesadaran
Diagnosis Topik
: Meningen
Diagnosis Etiologi
: Meningitis Bakterialis
V. PENATALAKSANAAN A. Norfarmakologis - O2 2 liter/menit nasal kanul -
Head up 300
-
Diet NB 1800 kkal
B. Farmakologis -
IVFD NaCl 0.9% 20 ggt/min
-
Omeprazol 1x40g (po)
-
Paracetamol 3x500g (po)
-
Dexamethason 5mg/ 6 jam (iv)
-
Neurobion 1x1 amp (piv)
-
Ceftriaxon 2x2 gr (iv)
17
VI.
VII.
Tanggal /jam 6/11/17
PROGNOSIS Quo ad Vitam
: bonam
Quo ad Functionam
: bonam
FOLLOW UP
S Nyeri kepala
Pukul. 08.00 wib
O
A
KU: sakit sedang Kesadaraan : compos mentis TD : 120/60 mmHg N : 65x/m S : 36,8°c RR: 18x/m Kaku kuduk (+) Kerniq (+) Laseque (+)
P
Meningitis
O2 2-3L/ menit
bakterialis
IVFD NaCl 0.9 gtt 20
Omeprazol 1x20g (po)
Paracetamol 3x500g (po)
Inj dexamethason 4x50 (iv)
Neurodex 1x1 (po)
Inj
ceftriaxon
2x2gr (iv) 7/11/17 Pukul. 08.00 wib
Nyeri kepala
KU: sakit sedang Meningitis Kesadaraan : bakterialis E4M6V1 TD : 120/60 mmHg N : 65x/m S : 36,8°c RR: 18x/m Kaku kuduk (+) Kerniq (+) Laseque (+)
18
O2 2-3L/ menit
IVFD NaCl 0.9 gtt 20
Omeprazol 1x20g (po)
Paracetamol 3x500g (po)
Inj dexamethason 4x50 (iv)
Neurodex 1x1 (po)
Inj ceftriaxon 2x2gr (iv)
8/11/17
Nyeri
Pukul.
Demam
08.00 wib
kepala+ KU: sakit sedang Kesadaraan : compos mentis TD : 120/60 mmHg N : 65x/m S : 37,8°c RR: 18x/m Kaku kuduk (+) Kerniq (+) Laseque (+)
Meningitis
O2 2-3L/ menit
bakterialis
IVFD NaCl 0.9 gtt 20
Omeprazol 1x20g (po)
Paracetamol 3x500g (po)
Inj dexamethason 4x50 (iv)
Neurodex 1x1 (po)
Inj ceftriaxon 2x2gr (iv)
19
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Fisiologi Otak dan sumsum otak belakang diselimuti meningea yang melindungi struktur syaraf yang halus, membawa pembuluh darah dan dengan sekresi sejenis cairan yaitu cairan serebrospinal. Meningea terdiri dari tiga lapis, yaitu: a. Piameter : Lapisan piameter berhubungan erat dengan otak dan sum-sum tulang belakang, mengikuti tiap sulcus dan gyrus. Piameter ini merupakan lapisan dengan banyak pembuluh darah dan terdiri atas jaringan penyambung yang halus serta dilalui pembuluh darah yang memberi nutrisi pada jaringan saraf. b. Arachnoid : Lapisan ini merupakan suatu membran yang impermeable halus, yang menutupi otak dan terletak diantara piameter dan durameter. Mebran ini dipisahkan dari durameter oleh ruang potensial yaitu spatium subdurale dan dari piameter oleh cavum subarachnoid yang berisi cerebrospinal fluid. c. Durameter :
Durameter dibentuk dari jaringan ikat fibrous. Secara
konvensional durameter ini terdiri atas dua lapis, yaitu endosteal dan lapisan meningeal. Kedua lapisan ini melekat dengan rapat, kecuali sepanjang tempattempat tertentu, terpisah dan membentuk sinus-sinus venosus. Lapisan endosteal sebenarnya merupakan lapisan periosteum yang menutupi permukaan dalam tulang cranium. Lapisan meningeal merupakan lapisan durameter yang sebenarnya, sering disebut dengan cranial durameter.
20
Gambar 1: Anatomi meningeal3
3.1
Definisi Meningitis adalah suatu infeksi/peradangan dari meninges, lapisan yang tipis/encer yang mengepung otak dan jaringan saraf dalam tulang punggung, disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia, atau protozoa, yang dapat terjadi secara akut dan kronis.1 Meningitis bakterial (MB) adalah inflamasi meningen, terutama araknoid dan piamater, yang terjadi karena invasi bakteri ke dalam ruang subaraknoid. Pada MB, terjadi rekrutmen leukosit ke dalam cairan serebrospinal (CSS). Biasanya proses inflamasi tidak terbatas hanya di meningen, tapi juga mengenai parenkim otak (meningoensefalitis), ventrikel (ventriku litis), bahkan bisa menyebar ke medula spinalis. Kerusakan neuron, terutama pada struktur hipokampus, diduga sebagai penyebab potensial defisit neuropsikologik persisten pada pasien yang sembuh dari meningitis bakterial.3
21
2.2
Epidemiologi Faktor resiko utama untuk meningitis adalah respons imunologi terhadap patogen spesifik yang lemah terkait dengan umur muda. Resiko terbesar pada bayi (1 – 12 bulan); 95 % terjadi antara 1 bulan dan 5 tahun, tetapi meningitis dapat terjadi pada setiap umur. Resiko tambahan adalah kolonisasi baru dengan bakteri patogen, kontak erat dengan individu yang menderita penyakit invasif, perumahan padat penduduk, kemiskinan, ras kulit hitam, jenis kelamin lakilaki dan pada bayi yang tidak diberikan ASI pada umur 2 – 5 bulan. Cara penyebaran mungkin dari kontak orang ke orang melalui sekret atau tetesan saluran pernafasan.7
Meningitis Bakterial Di Amerika Serikat, sebelum pemberian rutin vaksin conjugatepneumococcal, insidens dari meningitis bakteri 6000 kasus per tahun; dan sekitar setengahnya adalah pasien anak (≤18tahun). N. meningitidis menyebabkan 4 kasus per 100.000 anak (usia 1 – 23 bulan).Sedangkan S.pneumoniae menyebabkan 6,5 kasus per 100.000 anak (usia 1 – 23 bulan). Pengenalan dari vaksin meningococcal baru-baru ini di Amerika Serikat diharapkandapat mengurangi insidens meningitis bacterial di kemudian hari. Insidens dari meningitisbacterial pada neonatus sekitar 0,15 kasus per 1000 bayi lahir cukup bulan dan 2,5 kasus per1000 bayi lahir kurang bulan (premature). Hampir 30% bayi baru lahir dengan klinis sepsis,berhubungan dengan adanya meningitis bakterial. Sejak adanya pemberian antibiotik inisiasiintrapartum tahun 1996, terjadi penurunan insidens nasional dari onset awal infeksi GBS(Group B Streptococcus) dari hampir 1,8 kasus per 1000 bayi lahir hidup pada tahun 1990menjadi 0,32 kasus per 1000 bayi lahir hidup pada tahun 2003.1,8 Secara umum, mortalitas dari meningitis bacterial bervariasi menurut usia dan jenispathogen, dengan angka tertinggi untuk S.pneumoniae. Mortalitas pada neonatus tinggi danmeningitis bakterial juga menyebabkan long term sequelae yang menyebabkan morbiditaspada periode neonatal. Mortalitas tertinggi yakni pada tahun pertama kehidupan, menurunpada pertengahan (mid life) dan meningkat kembali di masa tua. Insidens lebih banyak padakulit hitam. Bayi laki
22
– laki lebih sering terkena meningitis gram negatif, bayi perempuanlebih rentan terhadap infeksi L.monocytogenes , sedangkan Streptococcus agalactiae (GBS)mengenai kedua jenis kelamin.8 Di Indonesia, angka kejadian tertinggi pada umur antara 2 bulan-2 tahun. Umumnya terdapat pada anak distrofik,yang daya tahan tubuhnya rendah. Insidens meningitis bakterialis pada neonatus adalah sekitar 0.5 kasus per 1000 kelahiran hidup. Insidens meningitis pada bayi berat lahir rendah tiga kali lebih tinggi dibandingkan bayi dengan berat lahir normal.Streptococcus group B dan E.coli merupakan penyebab utama meningitis bakterial padaneonatus. Penyakit ini menyebabkan angka kematian yang cukup tinggi (5-10%). Hampir 40% diantaranya mengalami gejala sisa berupa gangguan pendengaran dan defisit neurologis.9-11
2.3
Etiologi Penyebab tersering dari meningitis adalah mikroorganisme seperti bakteri,
virus, parasit danjamur. Mikroorganisme ini menginfeksi darah dan likuor serebrospinal. Meningitis juga dapatdisebabkan oleh penyebab non-infeksi, seperti pada penyakit AIDS, keganasan, diabetesmellitus, cedera fisik atau obat – obatan tertentu yang dapat melemahkan sistem imun(imunosupresif).5 Meningitis dapat terjadi karena terinfeksi oleh virus, bakteri, jamur maupun parasit :
Virus : o Virus Mumps o Virus Herpes, termasuk Epstein-Barr virus, herpes simplexs, varicella-zoster,Measles, and Influenza o Virus yang menyebar melalui nyamuk dan serangga lainnya (Arboviruses) o Kasus lain yang agak jarang yakni LCMV (lymphocytic choriomeningitis virus),disebarkan melalui tikus.5
23
Jamur: Jamur yang menginfeksi manusia terdieri dari 2 kelompok yaitu, jamur patogenik danopportunistik. Jamur patogenik adalah beberapa jenis spesies yang dapat menginfeksi manusia normal setelah inhalasi atau inflantasi spora. Secara alamiah, manusia denganpenyakit kronis atau keadaan gangguan imunitas lainnya lebih rentan terserang infeksi jamurdibandingkan manusia normal. Jamur patogenik menyebabkan histiplasmosis,
blastomycosis,coccidiodomycosis
paracoccidiodomycosis.
Kelompok
kedua
dan
adalah
kelompok
jamurapportunistik. Kelompok ini tidak menginfeksi orang normal. Penyakit
yang
termasuk
disiniadalah
aspergilosis,
candidiasis,
cryptococcosis, mucormycosis (phycomycosis) dannocardiosis.Infeksi jamur pada susunan saraf pusat dapat menyebabkan meningitis akut,subakut dan kronik. Biasanya sering pada anak dengan imunosupresif terutama anak denganleukemia dan asidosis. Dapat juga pada anak yang imunokompeten. Cryptococcusneoformans dan Coccidioides immitis adalah penyebab utama meningitis jamur pada anakimunokompeten. Candida
sering
pada
anak
dengan
imunosupresi
dengan
penggunaanantibiotik multiple, penyakit yang melemahkan, resipien transplant dan neonatus kritis yangmenggunakan kateter vaskular dalam waktu lama.
Bakteri :
Mikroorganisme yang sering menyebabkan meningitis berdasarkan usia :3 a. 0 – 3 bulan : Pada grup usia ini meningitis dapat disebabkan oleh semua agen termasukbakteri, virus, jamur, Mycoplasma, dan Ureaplasma. Bakteri penyebab yang tersering seperti Streptococcus grup B, E.Coli, Listeria, bakteri usus selain E.Coli ( Klebsiella,Serratia spesies, Enterobacter), streptococcus lain, jamur, nontypeable H.influenza,dan bakteri anaerob.
24
Virus yang sering seperti Herpes simplekx virus (HSV),enterovirus dan Cytomegalovirus. b. 3 bulan – 5 tahun Sejak vaksin conjugate HIB menjadi vaksinasi rutin di Amerika Serikat, penyakityang disebabkan oleh H.influenza tipe B telah menurun. Bakteri penyebab terseringmeningitis pada grup usia ini belakangan seperti N.meningitidis dam S.Pneumoniae.H. influenza tipe B masih dapat dipertimbangkan pada meningitis yang terjadi padaanak kurang dari 2 tahun
yang
belum
mendapat
imunisasi
atau
imunisasi
yang
tidaklengkap.Meningitis oleh karena Mycobacterium Tuberculosis jarang, namun harusdipertimbangkan pada daerah dengan prevalensi tuberculosis yang tinggi dan jikadidapatkan anamnesis, gejala klinis, LCS dan laboratorium yang mendukungdiagnosis Tuberkulosis. Virus yang sering pada grup usia ini seperti enterovirus, HSV,Human Herpesvirus-6 (HHV6). c. 5 tahun – dewasa Bakteri yang tersering menyebabkan meningitis pada grup usia ini seperti N.meningitidis dan S.pneumoniae. Mycoplasma pneumonia juga dapat menyebabkanmeningitis yang berat dan meningoencephalitis pada grup usia ini. Meningitis viruspada grup ini tersering disebabkan oleh enterovirus, herpes virus, dan arbovirus. Viruslain yang lebih jarang seperti virus Epstein-Barr , virus lymphocytic choriomeningitis,HHV-6, virus rabies, dan virus influenza A dan B.
Pada host yang immunocompromised, meningitis yang terjadi selain dapat disebabkanoleh pathogen seperti di atas, harus juga dipertimbangkan oleh pathogen lain sepertiCryptococcus, Toxoplasma, jamur, tuberculosis dan HIV.
2.4
Patogenesis
Meningitis Bakterial 1 Infeksi dapat mencapai selaput otak melalui :
25
1. Alian darah (hematogen) oleh karena infeksi di tempat lain seperti faringitis,tonsillitis, endokarditis, pneumonia, infeksi gigi. Pada keadaan ini sering didapatkanbiakan kuman yang positif pada darah, yang sesuai dengan kuman yang ada dalamcairan otak. 2. Perluasan langsung dari infeksi (perkontinuitatum) yang disebabkan oleh infeksi darisinus paranasalis, mastoid, abses otak, sinus cavernosus. 3. Implantasi langsung : trauma kepala terbuka, tindakan bedah otak, pungsi lumbal danmielokel. 4. Meningitis pada neonates dapat terjadi oleh karena: o Aspirasi cairan amnion yang terjadi pada saat bayi melalui jalan lahir atau olehkuman-kuman yang normal ada pada jalan lahir o Infeksi bakteri secara transplacental terutama Listeria.
2.6
Manifestasi Klinis Meningitis mempunyai karakteristik yakni onset yang mendadak dari demam, sakit kepaladan kaku leher (stiff neck). Biasanya juga disertai beberapa gejala lain, seperti :
Mual
Muntah
Fotofobia (sensitif terhadap cahaya)
Perubahan atau penurunan kesadaran
Meningitis Bakterial Tidak ada satupun gambaran klinis yang patognomonik untuk meningitis bakterial. Tandadan manifestasi klinis meningitis bakterial begitu luas sehingga sering didapatkan pada anakanakbaik yang terkena meningitis ataupun tidak. Tanda dan gambaran klinis sangatbervariasi tergantung umur pasien, lama sakit di rumah sebelum diagnosis dan respon tubuhterhadap infeksi.Meningitis pada bayi baru lahir dan prematur sangat sulit didiagnosis, gambaran klinissangat kabur dan tidak khas. Biasanya pasien
tampak
lemas
dan 26
malas,
tidak
mau
makan,
muntahmuntah,kesadaran
menurun,
ubun-ubun
besar
tegang
dan
membonjol, leher lemas, respirasitidak teratur, kadang-kadang disertai ikterus kalau sepsis. Secara umum apabila didapatkansepsis pada bayi baru lahir kita harus mencurigai adanya meningitis. Bayi berumur 3 bulan – 2 tahun jarang memberi gambaran klasik meningitis.Biasanya manifestasi yang timbul hanya berupa demam, muntah, gelisah, kejang berulang,kadang-kadang didapatkan pula high pitch cry (pada bayi). Tanda fisik yang tampak jelasadalah ubun-ubun tegang dan membonjol, sedangkan tanda Kernig dan Brudzinsky sulit dievaluasi. Oleh karena insidens meningitis pada umur ini sangat tinggi, maka adanya infeksisusuan saraf pusat perlu dicurigai pada anak dengan demam terus menerus yang tidak dapatditerangkan penyebabnya. Pada
anak
besar
dan
dewasa
meningitis
kadang-kadang
memberikan gambaran klasik.Gejala biasanya dimulai dengan demam, menggigil, muntah dan nyeri kepala. Kadangkadanggejala pertama adalah kejang, gelisah, gangguan tingkah laku. Penurunan kesadaranseperti delirium, stupor, koma dapat juga terjadi. Tanda klinis yang biasa didapatkan adalahkaku kuduk, tanda Brudzinski dan Kernig. Nyeri kepala timbul akibat inflamasi pembuluhdarah meningen, sering disertai fotofobia dan hiperestesi, kaku kuduk disertai rigiditas spinaldisebabkan karena iritasi meningen serta radiks spinalis. Kelainan saraf otak disebabkan oleh inflamasi lokal pada perineurium, juga karenaterganggunya suplai vaskular ke saraf. Saraf – saraf kranial VI, VII, dan IV adalah yangpaling sering terkena. Tanda serebri fokal biasanya sekunder karena nekrosis kortikal atauvaskulitis oklusif, paling sering karena trombosis vena kortikal. Vaskulitis serebralmenyebabkan kejang dan hemiparesis.1 Manifestasi Klinis yang dapat timbul adalah:9 1. Gejala infeksi akut. a. Lethargy. b. Irritabilitas.
27
c. Demam ringan. d. Muntah. e. Anoreksia. f. Sakit kepala (pada anak yang lebih besar). g. Petechia dan Herpes Labialis (untuk infeksi Pneumococcus). 2. Gejala tekanan intrakranial yang meninggi. a. Muntah. b. Nyeri kepala (pada anak yang lebih besar). c. Moaning cry /Tangisan merintih (pada neonatus) d. Penurunan kesadaran, dari apatis sampai koma. e. Kejang, dapat terjadi secara umum, fokal atau twitching. f. Bulging fontanel /ubun-ubun besar yang menonjol dan tegang. g. Gejala kelainan serebral yang lain, mis. Hemiparesis, Paralisis, Strabismus. h. Crack pot sign. i. Pernafasan Cheyne Stokes. j. Hipertensi dan Choked disc papila N. optikus (pada anak yang lebih besar). 3. Gejala ransangan meningeal. a. Kaku kuduk positif. b. Kernig, Brudzinsky I dan II positif. Pada anak besar sebelum gejala di atasterjadi, sering terdapat keluhan sakit di daerah leher dan punggung.Pada anak dengan usia kurang dari 1 tahun, gejala meningeal tidak dapat diandalkansebagai diagnosis. Bila terdapat gejala-gejala tersebut diatas, perlu dilakukan pungsi lumbaluntuk mendapatkan cairan serebrospinal (CSS).
2.8
Diagnosis Anamnesis Awitan gejala akut (<24 jam) disertai trias meningitis : demam, nyeri
kepala hebat, dan kaku kuduk. Gejala lain yaitu : mual, muntah, fotofobia, kejang
28
fokal atau umum, dan gangguan kesadaran. Mungkin dapat ditemukan riwayat infeksi paru-paru, telinga, sinus, atau katup jantung. Pada bayi dan neonatus, gejala bersifat nonspesifik seperti demam, iritabilitas, letargi, muntah, dan kejang. Mungkin dapat ditemukan riwayat infeksi maternal, kelahiran prematur, persalinan lama, ketuban pecah dini.3
Pemeriksaan fisik dan neurologis -
Kesadaran : bervariasi mulai dari iritable, somnolen, delirium, atau koma
-
Suhu tubuh ≥38°C
-
Infeksi ekstrakranial : sinusitis, otitis media, mastoiditis, pneumonia
-
Tanda rangsang meningeal : kaku kuduk, Kernig, Brudzinski I dan II
-
Peningkatan tekanan intrakranial : penurunan kesadaran, edema papil, refleks cahaya pupil menurun, kelumpuhan n. VI, postur deserebrasi, dan refleks Cushing (bradikardi, hipertensi, respirasi irreguler)
-
Defisit neurologis fokal : hemiparesis, kejang fokal maupun umum, disfasia atau afasia, paresis saraf kranial : n. III, n. IV, n. VI, n. VII, n. VIII. 3
29
Pemeriksaan penunjang 1. Pungsi Lumbal 1 Pungsi lumbal adalah cara memperoleh cairan serebrospimal yang paling sering dilakukanpada segala umur, dan relatif aman. Indikasi 1. Kejang atau twitching 2. Paresis atau paralisis termasuk paresis N.VI 3. Koma 4. Ubun-ubun besar membonjol 5. Kaku kuduk dengan kesadaran menurun 6. TBC milier 7. Leukemia 8. Mastoiditis kronik yang dicurigai meningitis 9. Sepsis
Pungsi lumbal juga dilakukan pada demam yang tidak diketahui sebabnya dah pada pasien dengan proses degeneratif. Pungsi lumbal sebagai pengobatan dilakukan pada meningitis kronis yang disebabkan oleh limfoma dan sarkoidosis. Cairan serebrospina ldikeluarkan perlahan-lahan untuk mengurangi rasa sakit kepala dan sakit pinggang. Pungsilumbal berulang-ulang juga dilakukan pada tekanan intrakranial meninggi jinak (beningnintracranial hypertension), pungsi lumbal juga dilakukan untuk memasukkan obat-obattertentu.
Kontraindikasi Kontraindikasi mutlak pungsi lumbal adalah pada syok, infeksi di daerah sekitar tempatpungsi, tekanan intrakranial meninggi yang disebabkan oleh adanya proses desak ruangdalam otak (space occupaying lesion) dan pada kelainan pembekuan yang belum diobati.Pada tekanan intrakranial meninggi yang diduga karena infeksi (meningitis) bukankontraindikasi tetapi harus dilakukan dnegan hati-hati. Komplikasi
30
Sakit kepala, infeksi, iritasi zat kimia terhadap selaput otak, bila penggunaan jarum pungsitidak kering, jarum patah, herniasi dan tertusuknya saraf oleh jarum pungsi karena penusukantidak tepat yaitu kearah lateral dan menembus saraf di ruang ekstradural.
Berikut ini adalah gambaran cairan serebrospinal menurut etiologinya : Normal Bakterial Makroskopik Jernih, tak Keruh berwarna Normal Meningkat Tekanan
Sel
0-5/mm3
Neutrofil Glukosa
Tidak ada 75% glukosa darah
Protein Lainnya
<0,4 g/L
-
100-60.000 /mm3 >80% Rendah (<40% glukosa darah) 1-5 g/L Gram positif <90% kultur
Viral Jernih/ opalescent Normal atau meningkat 5-100 /mm3 <50% Normal
TB Jernih/ opalescent Meningkat
51000/mm3 <50% Rendah (<50% glukosa darah) 0.4-0.9 g/L 1-5 g/L PCR kultur Kultur positif positif 50<50% 80%
Fungal Jernih Normal atau meningkat 20-500 /mm3 <50% Rendah (<80% glukosa darah) 0.5-5 g/L Gram negative kultur positif 2550%
Pemeriksaan radiologi :
o X-foto dada : untuk mencari kausa meningitis o CT Scan kepala : dilakukan bila didapatkan tanda-tanda kenaikan tekanan intrakranial dan lateralisasi -
Pemeriksan lain:
o Darah : LED, lekosit, hitung jenis, biakan o Air kemih : biakan o Uji tuberkulin o Biakan cairan lambung 2.9
Diagnosis Banding -
Abses otak
31
-
Tumor otak
-
Vaskulitis SSP
-
Lead encephalopathy
-
Meningitis fungal
-
Meningitis tuberculosis
-
Tuberculoma
-
Stroke
-
Encephalitis
2.10 Tatalaksana
Algoritma tatalaksana meningitis bakterialis15
1) Meningitis bakterial Pemberian terapi dilakukan secepatnya saat diagnosis mengarah ke meningitis. Idealnya kultur darah dan likuor cerebrospinal (LCS) harus diperoleh sebelum antibiotik yang diberikan. Jika bayi yang baru lahir dengan
32
ventilator dan penilaian klinis menunjukkan pungsi lumbal mungkin berbahaya, dapat ditunda hingga bayi stabil. Pungsi lumbal yang dilakukan beberapa hari pengobatan awal berikut masih menunjukkan kelainan seluler dan kimia namun hasil kultur bisa negatif.8 Tatalaksana yang paling penting pada penderita meningitis adalah bantuan hidup dasar yaitu mencegah kerusakan otak lebih lanjut dengan3: 1). mempertahankan jalan nafas yang adekuat adalah prinsip yang terpenting. Ventilasi mekanik bila dibutuhkan terutama pada penderita dengan kejang atau penurunan kesadaran 2). Mempertahankan semua fungsi sistem vital. Sistem
kardiovaskular
dipertahankan
dengan
mempersiapkan
akses
intravaskular, terutama pada penderita yang datang dengan syok dapat diberikan resusitasi cairan 20 ml/kg BB secepatnya dan dapat diulang dua kali. Tatalaksana di unit gawat darurat mengacu pada periode emas yaitu resusitasi enam puluh menit pertama. Fase hipovolemia dapat berlanjut ke fase syok
yang refrakter terhadap terapi cairan, merupakan indikasi
pemberian inotropik8 Pemeriksaan mikrobiologi membutuhkan waktu beberapa hari sehingga apabila dicurigai meningitis bakterial, maka pemberian antibiotik harus. Pemilihan antibiotik empiris didasarkan pada data epidemiologi kultur atau pola kuman setempat. Terapi definitif diberikan segera setelah ada hasil kultur dan tes kepekaan antibiotik.
33
Monitoring pengobatan Secara umum, jika kondisi klinis tidak membaik dalam 48 jam setelah dimulai
antibiotik
yang
tepatdansesuai
(dan
ada
indikasi
penggunaan
deksametason), pertimbangkan hal-hal berikut ini : -
peningkatan
tekanan
intrakranial
dari
edema
serebral
atau
hidrosefalus obstruktif -
komplikasi vaskular (arteritis atau vena sinus trombosis)
antibiotik yang tidak tepat
penetrasiantibiotikkurangkuat(vankomisinmisalnyajikapasienjugaditerapid engan dexamethasone)
salah diagnosis
epilepsi kejang (misalnya status non-kejang)
34
komplikasi metabolik (mis. SIADH)
Persistensi
sumber
infeksi
primer
(pneumonia
misalnya,
bakteri
endokarditis, mastoiditis atau otitis).2
Terapi Adjunctive pada meningitis akut bakterial Kortikosteroid • Adjuvant deksametason dianjurkan dengan atau sesaat sebelum dosis pertama parenteral antibiotik yang sebelumnya memberikan hasil baik dan orang dewasa yang tidak imunosupresif dengan meningitis pneumokokus pada dosis 10mg setiap
jam
6
selama
4
hari
dan
anak-anak
dengan
dosis
0,15mg/kg setiap 6 jam selama 4 hari untuk Hib dan pneumokokus meningitis • Pada semua pasien yang secara klinis dicurigai pneumokokus (atau Hib) meningitis (tanda-tanda neurologis fokal awal), kami merekomendasikan deksametason yang diberikan bersama dengan dosis pertama terapi antibiotik empiris •
seperti
Pada
yang
meningitis
penggunaan
rutin
akut
telah
bakterial
deksametason
disebutkan
di
atas.
etiologi
bakteri
lainnya,
karena
dosis
tinggi
untuk
saat
ini
tidak
direkomendasikan. • Jika terapi deksametason telah dimulai pada kecurigaan klinis meningitis akut bakterial, yang kemudian terbukti tidak akurat oleh microbiolgy CSF, pengobatan harus segera dihentikan.2 Terapi adjunctive dan simptomatik lainnya : sirkulasi shock sebagai bagian dari sepsis berat atau dalam meningococcemia harus ditangani di neuro ICU. Pengobatan harus terdiri dari posisi headup 30º, head midline, suction minimal, deep sedation, normo atau moderate hipotermia, dan menghindari hypercapnia. Kepala elevasi dan agen hiperosmolar direkomendasikan untuk pengelolaan edema serebral, tetapi belum pernah dievaluasi secara sistematis dalam konteks bakteri meningitis. Sebagai agen hiperosmolar manitol 20% dapat diberikan
35
intravena baik sebagai injeksi bolus 1 g / kg selama 10-15 menit, diulangi pada interval 4-6 jam, atau dalam dosis kecil tapi sering (0,25 mg / kg setiap 2-3jam), untuk mempertahankan target osmolalitas serum 315 - 320 mOsm / l. Kejang sering terjadi pada meningitis akut bakterial dan yang terkait dengan peradangan berat, lesi struktural otak dan pneumococcal meningitis, dapat meningkatkan angka kematian dan harus diobati dengan parenteral anticonvulsant, seperti fenitoin (fosphenytoin).2 Antikoagulasi profilaksis untuk mencegah trombosis vena dalam dapat dipertimbangkan pada pasien yang tidak memiliki coagulaopathy dan dianggap berada pada risiko tinggi terjadi deep vein thrombosis(misalnya kegemukan dan baru menjalani operasi pada regio hip). Heparin dianggap menguntungkan dalam studi retrospektif, pasien dengan septik dan trombosis sinus kavernosus, namun pengalaman dengan terapi antikoagulasi untuk trombosis sinus vena pada kasus meningitis akut bakterial terbatas dan yang terbaik disediakan untuk pasien yang status neurologisnya memburuk karena trombosis vena sinus dan membutuhkan pemantauan ketat profil koagulasi dan pencitraan otak.2 2.11 Komplikasi -
Cairan subdural
-
Hidrosefalus
-
Edema otak
-
Abses otak
-
Renjatan septik
-
Pnemonia (karena aspirasi)
-
Koagulasi intravaskular menyeluruh (DIC)
2.12 Prognosis Penderita meningitis dapat sembuh, sembuh dengan cacat motorik/mental atau meninggal, hal tergantung dari :
Umur penderita
36
Jenis kuman penyebab
Berat ringan infeksi
Lama sakit sebelum mendapat pengobatan
Kepekaan kuman terhadap antibiotika yang diberikan
Adanya dan penanganan penyulit
37
BAB III ANALISIS KASUS Tn. TK, 35 tahun, laki-laki, dirawat di bagian saraf RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang dengan penurunan kesadaran secara perlahan. Berdasarkan alloanamnesis didapatkan penderita dirawat di bagian saraf RSMH dengan penurunan kesadaran secara perlahan-perlahan ±1 minggu sebelum masuk rumah sakit (SMRS), penderita mengalami penurunan kesadaran secara perlahan-lahan berupa meracau tidak jelas. Sebelumnya sakit kepala ada sejak 2 minggu yang lalu, mual (-), muntah tidak ada.Kejang ada frekuensi 1x durasi ± 5 menit.Sebelum kejang pasien sadar, saat kejang pasien tidak sadar, setelah kejang pasien sadar.Mengompol (+).Mata melihat ke atas (+), kelemahan kedua sisi tubuh ada (+),demam (+) sejak 4 hari yang lalu secara hilnag timbul, batuk (-). Rasa kesemutan dari muka hingga leher (+).Riwayat trauma (-), nyeri leher (-). Pasien mengaku penglihatan kabur. Dapat didiagnosis pasien mengalami meningitis karena terdapat gejala klinis dari meningitis yaitu trias meningitis seperti demam, nyeri kepala hebat, dan kaku kuduk. Gejala lain bisa muncul seperti mual, muntah, fotofobia, kejang fokal atau umum, dan gangguan kesadaran Untuk mendukung diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan neurologis, radiologi, laboratorium, rangsang meningeal dan pungsi lumbal. Pemeriksaan radiologi berupa CT scan dan X-ray foto dada Dari pemeriksaan labor didapatkan adanya peningkatan leukosit yaitu 9.6 103/mm3 yang menunjukkan kemungkinan adanya infeksi. Dari pemeriksaan radiologi, baik CT Scan dan Rontgen thorax tidak ditemukan adanya kelainan.Dari pemeriksaan rangsangan meningal didapatkan kaku kuduk ada, Kerniq ada, dan Lasseque ada. Hal tersebut menunjukkan adanya manifestasi klinis dari gejala meningitis Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan pungsi lumbal untuk menegakkan diagnosis meningitis. Pada pasien ini dilaukan analisa cairan serebrospinal dan ditemukan sel leukosit yang meningkat yaitu 78.0 sel/µL. Hasil sel PMN
38
sebnayak 55 dan sel MN sebanyak 45 mendukung diagnosis meningitis bakterialis.12
Prognosis pada pasien ini baik untuk ad vitam, ad functionam adalah dubia ad bonam. Pada pasien ini saat ini tidak terdapat adanya tanda-tanda yang dapat mengancam nyawa. Sehingga diambil prognosis untuk ad vitamnya adalah dubia ad bonam. Sedangkan untuk prognosis ad sanationamnya adalah dubia ad malam karena saat ini belum diketahui etiologi penyakitnya sehingga masih mungkin dapat terjadi jika penyebabnya belum ditangani.
39
DAFTAR PUSTAKA 1.
Harsono. 2003. Meningitis. Kapita Selekta Neurologi. 2 URL : http://www.uum.edu.my/medic/meningitis.htm 2. Spencer, D., 2010. Changing treatments for bacterial meningitis. American Academy of Neurology. 3. Dewanto, G.,2009. Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran.
4.
Cambell W,
DeJong’s The Neurologic Examination Sixth edition,
Lippincott Williams and Wilkins, Philadelpia, 2005;19-20,37-40,97-277 5.
Van De Beek D, De Gans J, Tunkel AR, Wijdicks EFM. Communityacquired bacterial meningitis in adults. N Eng J Med. 2006;354:44-53.
6.
Posner JB, Schiff ND, Saper CB, Plum F, Plum and Posner Diagnosis of Stupor and Coma fourth edition, Oxford University Press, Oxford, 2007; 38-42
7.
Brouwer M, Van De Beek D, Thwaites G. Dilemmas in the diagnosis of bacterial meningitis. Lancet 2012;380:1684-92.
8.
Tunkel AR, Hartman BJ, Kaplan SL, Kaufman BA, Roos KL. Practice guidelines for management of bacterial meningitis. Clinical Infectious Diseases 2004;39:1267-84.
9.
Duus Peter, Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda dan Gejala edisi II, EGC, Jakarta; 78-127
10.
Fitzgerald MJ, Gruener G, Mtui E, Clinical Neuroanatomy and Neuroscience Fifth edition International edition, Saunders Elsevier, British, 2007; 225-257
11.
Ellenby, Miles., Tegtmeyer, Ken., Lai, Susanna., and Braner, Dana. 2006. Lumbar Puncture. The New England Journal of Medicine. 12 : 355 URL :http://content.nejm.org/cgi/reprint/355/13/e12.pdf
12.
Bhimraj A. Acute community-acquired bacterial meningitis in adults: An evidence-based review. Clev Clin J of Med. 2012;79:393-400.
40