TUGAS KELOMPOK ANALISIS KASUS ASPEK HUKUM DALAM BISNIS “HAL – HAL YANG MENYEBABKAN PERIKATAN BERAKHIR”
KELAS J KELOMPOK 11
Dwi Ayu Nursetianingrum
041611233112
Putri Maulidya
041611233049
S1 MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS AIRLANGGA 2018
KASUS I Ini Isi Perjanjian Damai Pasaraya Dan Matahari1 Minggu, 04 Maret 2018 / 18:57 WIB KONTAN.CO.ID- JAKARTA. Saling gugat antara PT Pasaraya Tosersajaya dengan PT Matahari Departement Store Tbk (LPPF) berakhir dengan damai. Kuasa hukum Pasaraya Mulyadi menjelaskan, perdamaian kedua belah pihak dihasilkan dari kesepakatan pertemuan antara masing-masing direksi dengan penyusunan perjanjian perdamaian pada 15 Februari 2018. Dari salinan perjanjian perdamaian yang didapatkan ada empat poin yang disepakati dalam perjanjian tersebut. Pertama, para pihak sepakat dan setuju tak melanjutkan gugatan yang diajukan satu sama lain. "Untuk itu para pihak setuju dan sepakat bahwa masing-masing tidak akan saling mengajukan gugatan apapun dan membebaskan satu sama lain dari segala macam tuntutan hukum dalam bentuk apapun juga, baik sekarang maupun di kemudian hari sehubungan dengan perjanjian sewa dan pengakhirannya," jelas poin pertama perjanjian perdamaian tersebut. Sekadar
informasi,
pada
14
September
2017
dengan
nomor
gugatan
654/Pdt.G/2017/PN.JKT.SEL Matahari menggugat Pasaraya ihwal wanprestasi terkait konsep pembangunan mall. Sementara pada 13 Desember 2017, gantian Pasaraya yang menggugat Matahari melalui 878/Pdt.G/2017/PN.JKT.SEL soal wanprestasi Matahari perihal tunggakan biaya sewa. Poin kedua, para pihak setuju dan sepakat untuk melepaskan hak-hak hukum serta membebaskan masing-masing pihak dari kewajiban hukum apapun yang timbul berdasarkan perjanjian sewa baik yang telah ditagihkan maupun belum, yang telah dibayarkan atau yang akan dibayarkan, baik yang telah ada maupun yang akan ada di kemudian hari. Poin ketiga, masing-masing pihak sepakat untuk menyerahkan perjanjian perdamaian ini kepada Majelis Hakim atas gugatannya masing-masing sebagai akta perdamaian atau Akte Van Dading.
1
Diakses dari https://nasional.kontan.co.id/news/ini-isi-perjanjian-damai-pasaraya-dan-matahari pada tanggal 08 September 2018 pukul 21:11 WIB
"Dengan ditandatanganinya perjanjian ini. Para pihak dengan ini menyatakan perjanjian sewa dengan ini telah diakhiri oleh para pihak terhitung sejak Tanggal 20 September 2017. Selanjutnya diantara para pihak tak terdapat lagi hubungan hukum sewa menyewa," jelas poin keempat perjanjian perdamaian tersebut. Di akhir perjanjian, dibubuhi tandatangan pihak Matahari yang diwakili oleh Theo L. Sambuaga, mewakili Direksi Matahari. Sedangkan dari pihak Pasaraya ditandatangani oleh Direktur Pasaraya Medina Latief. "Masing-masing pihak sudah mengajukan perjanjian tersebut juga kepada Majelis Hakim, dan nanti Rabu (7/2) akan dibacakan putusan perdamaiannya," jelas Mulyadi.
ANALISIS KASUS I Dari kasus di atas dapat ditarik suatu inti permasalahan dimana saling gugat antara PT Pasaraya Tosersajaya dengan PT Matahari Departement Store Tbk (LPPF) berakhir dengan damai. Akhir yang damai tersebut terwujud karena kedua belah pihak membuat suatu perjanjian perdamaian yang mencakup empat poin yang harus dilaksanakan kedua belah pihak sesuai perjanjian yaitu : 1. Para pihak sepakat dan setuju tak melanjutkan gugatan yang diajukan satu sama lain. 2. Para pihak setuju dan sepakat untuk melepaskan hak-hak hukum serta membebaskan masing-masing pihak dari kewajiban hukum apapun yang timbul berdasarkan perjanjian sewa baik yang telah ditagihkan maupun belum, yang telah dibayarkan atau yang akan dibayarkan, baik yang telah ada maupun yang akan ada di kemudian hari. 3. Masing - masing pihak sepakat untuk menyerahkan perjanjian perdamaian ini kepada Majelis Hakim atas gugatannya masing-masing sebagai akta perdamaian atau Akte Van Dading. 4. Adanya proses penandatanganan perjanjian dimana para pihak dengan ini menyatakan perjanjian sewa telah diakhiri oleh para pihak terhitung sejak tanggal 20 September 2017. Selanjutnya diantara para pihak tak terdapat lagi hubungan hukum sewa menyewa. Dalam poin keempat perjanjian perdamaian tersebut, terdapat kesepakatan untuk mengakhiri kontrak atau perjanjian sewa – menyewa yang sebelumnya telah dibuatoleh kedua belah pihak. Hal ini menunjukkan bahwa perjanjian sewa – menyewa yang sebelumnya memiliki kekuatan hukum, kini setelah perjanjian perdamaian tersebut dibuat, maka perjanjian sewa – menyewa sudah tidak lagi berlaku dan tidak mengikat kedua belah pihak. Menurut perspektif kontrak yang memiliki enam (6) hal yang menyebabkan suatu kontrak berakhir dimana salah satunya adalah adanya kesepakatan untuk mengakhiri kontrak diantara kedua belah pihak. Hal tersebut sesuai dengan kesepakatan yang dibuat oleh PT Pasaraya Tosersajaya dengan PT Matahari Departement Store Tbk (LPPF) dalam perjanjian perdamaiannya di poin ke empat. Berakhirnya perjanjian karena kesepakatan tercantum dalam pasal 1603 ayat 1 KUHPerdata yang menyatakan bahwa perjanjian dapat berakhir dengan adanya pernyataan menghentikan perjanjian baik oleh kedua belah pihak maupun oleh salah satu pihak (opzegging), dimana hanya dapat dilakukan pada perjanjian yang bersifat sementara bahwa
para pihak dapat mengakhiri perjanjian kerja jika diperjanjikan suatu waktu percobaan atau pada perjanjian sewa – menyewa. Serta tercantum dalam pasal 1338 ayat 2 KUHPerdata yang menyatakan bahwa memberi kemungkinan berakhirnya suatu perjanjian dengan adanya kesepakatan antara kedua belah pihak atau yang dinamakan heroping.
KASUS II Rencana Reliance Beli Saham WOM Finance Dibatalkan Maybank2 Safyra Primadhyta, CNN Indonesia | Jumat, 05/05/2017 09:34 WIB
Jakarta, CNN Indonesia -- PT Bank Maybank Indonesia Tbk. (Maybank) menyatakan perjanjian pembelian saham bersyarat (CSPA) antara perseroan dengan PT Reliance Capital Management (Reliance) terkait rencana akuisisi saham Maybank pada PT Wahana Ottomitra Multiartha Tbk (WOM Finance) telah berakhir. "CSPA kan biasa. Kalau kondisinya belum terpenuhi sampai tenggat waktu yang di dalam perjanjian ya CSPAnya berakhir dengan sendirinya,"
tutur
Direktur
Utama
Maybank
Taswin
Zakaria
saat
dihubungi
CNNIndonesia.com, Jumat (5/5). Mengutip surat Maybank kepada Otoritas Jasa Keuangan tertanggal 4 Mei 2017, Maybank dan Reliance menandatangani CSPA tersebut pada 11 Januari 2017 untuk mengalihkan 2.386.646.729 saham yang mewakilli 68,55 persen kepemilikan Maybank pada WOM Finance. Dalam surat yang dipublikasikan pada keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Maybank menyatakan CSPA antara Perseroan dan RCM telah berakhir sejak 3 Mei 2017 karena hingga 30 April 2017 beberapa persyaratan pendahuluan belum dapat dipenuhi. Namun Taswin mengaku tidak bisa memaparkan syarat pendahuluan yang gagal dipenuhi oleh Reliance, hingga akhirnya perjanjian tersebut kadaluarsa. "Kondisi-kondisinya kami tidak bisa disclosed. Karena kami harus menghormati confidentiality di antara kami," ujarnya. Taswin mengatakan meskipun waktu berlakunya CSPA itu bisa diperpanjang, Maybank sejauh ini tidak ingin memperpanjang dan tidak memiliki keharusan untuk memperpanjang. Ditanyakan soal kemungkinan masuknya investor baru pengganti Reliance, ia mengaku belum melakukan negosiasi baru dengan pihak manapun. "Sejauh ini kami belum memulai proses apa-apa, masih berakhir. Kami juga belum memulai dengan pihak manapun," ujarnya. Sementara, manajemen Reliance menegaskan rencana akusisi saham Maybank pada WOM Finance belum berakhir. Melalui keterangan resmi perseroan yang dipublikasikan kemarin, Kamis (4/5), Reliance berpendapat bahwa Maybank tidak memiliki dasar hukum untuk mengakhiri CSPA dimaksud secara sepihak, dan Reliance tidak menyetujui
2
Diakses dari https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20170505091745-78-212446/rencana-reliance-belisaham-wom-finance-dibatalkan-maybank pada tanggal 08 September 2018 pukul 22:21 WIB
pengakhiran CSPA tersebut. Reliance menyatakan telah menggunakan haknya sesuai dengan CSPA untuk memperpanjang masa berlakunya CSPA. "Mengingat CSPA antara Reliance dengan Maybank Indonesia masih berlangsung, maka rencana akuisisi Saham Maybank Indonesia pada WOM Finance oleh Reliance belum berakhir," demikian dikutip dari keterangan resmi perseroan. Reliance menyatakan masih bersedia dan memiliki keinginan serta kemampuan untuk menyelesaikan transaksi segera setelah Syarat Pendahuluan dipenuhi. Dengan itikad baiknya saat ini, manajemen Reliance mengklaim masih menjalani proses negosiasi lebih lanjut dengan Maybank agar transaksi jual beli saham bisa dilaksanakan.
ANALISIS KASUS II Dari kasus di atas dapat disimpulkan bahwa PT Bank Maybank Indonesia Tbk. (Maybank) menyatakan perjanjian pembelian saham bersyarat (CSPA) antara perseroan dengan PT Reliance Capital Management (Reliance) terkait rencana akuisisi saham Maybank pada PT Wahana Ottomitra Multiartha Tbk (WOM Finance) telah berakhir. Perjanjian tersebut berakhir karena hingga tanggal 30 April 2017 beberapa persyaratan pendahuluan belum dapat dipenuhi oleh pihak Reliance sampai akhirnya perjanjian tersebut kadaluarsa dan dinyatakan berakhir. Berakhirnya perjanjian dalam kasus ini terjadi karena salah satu pihak tidak mampu memenuhi persyaratan yang sudah di janjikan sampai tenggat waktu yang sudak disepakati dalam perjanjian, hingga membuat perjanjian menjadi kadaluwarsa atau lewat dari waktu tenggat. Hal ini di atur dalam beberapa pasal dalam KUHPerdata seperti : 1. Pasal 1381 KUHPerdata bahwa perikatan hapus karena 10 hal salah satunya karena lewat waktu yang dibahas dan di atur dalam suatu bab sendiri. 2. Pasal 1946 KUHPerdata bahwa lewat waktu ialah suatu sarana hukum untuk memperoleh sesuatu atau suatu alasan untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya waktu tertentu dan dengan terpenuhinya syarat-syarat yang ditentukan dalam undang-undang.
3. Pasal 1967 KUHPerdata yang menyatakan semua tuntutan hukum, baik yang bersifat kebendaan maupun yang bersifat perorangan, hapus karena lewat waktu dengan lewatnya waktu tiga puluh tahun, sedangkan orang yang menunjuk adanya lewat waktu itu, tidak usah menunjukkan suatu alas hak, dan terhadapnya tak dapat diajukan suatu tangkisan yang didasarkan pada itikad buruk. Namun dalam pasal ini menyebutkan tenggat waktu tiga puluh tahun untuk disebut lewat waktu. Hal ini berbeda atau tidak berlaku dalam kasus ini, karena dalam kasus ini telah dijelaskan bahwa batas waktu yang dimiliki pihak Reliance untuk melakukan penemuhan persyaratan pendahuluan adalah tanggal 3 Mei 2017, tetapi pihak Reliance tidak dapat memenuhi persyaratan tersebut bahkansetelah batas waktu berakhir hingga kadaluarsa. Dalam kasus ini, tidak perlu menunggu tiga pulh tahun, karena dari awal perjanjian dibuat, batas waktu telah ditentukan. Maka dari itu, jika melewati batas waktu yang telah di sepakati dalam perjanjian oleh kedua belah pihak sudah dapat dinamakan lewat waktu atau kadaluarsa.
KASUS III Motor Raib Dibegal, Asuransi Ganti Uang Tunai Atau Motor Baru3 Merdeka.com - Aksi perampasan sepeda motor secara paksa atau biasa disebut begal marak terjadi belakangan ini. Tukang begal tidak ragu untuk melukai bahkan membunuh korban demi mendapat sepeda motor. Akhirnya, banyak korban yang ketakutan dan akhirnya merelakan sepeda motor kesayangan dibawa tukang begal. Alvin, warga Depok menceritakan, motor yang dibawanya yaitu Yamaha Xeon GT 125 dibegal pada pukul 02.00 dini hari, dua pekan lalu. Saat itu dia melintas di daerah kampus UI. Secara tak sadar Alvin diikuti dua pengendara motor lain. Saat itu juga motornya langsung dipepet. "Saat itu perampok mencabut kunci motor saya, ditendang. Saya sempat melawan tapi saat ditendang kedua kalinya motor jatuh dan langsung dirampas," ujarnya ketika dihubungi merdeka.com, Jakarta, Jumat (6/3). Motornya raib, namun Alvin sedikit lebih tenang karena motor barunya itu dibelinya secara kredit sehingga tercover asuransi. Pihak asuransi berjanji pada Alvin akan mengganti kerugian konsumen dengan kendaraan baru. Tentunya dengan syarat-syarat yang dianggap mudah bagi dirinya. "Surat kehilangan dari pihak berwajib setelah itu KTP dan SIM saya," ujarnya ketika dihubungi merdeka.com, Jakarta, Jumat (6/3). Tak lama dari kejadian tersebut, Alvin bergegas melaporkan kejadian tersebut ke pihak berwajib di polsek Jagakarsa sekaligus paginya ke perusahaan asuransi. "Perusahaan menjanjikan akan menggantikan motor baru dalam waktu cepat," akunya. Namun, ketika pencairan asuransi diproses, motor Alvin ditemukan polisi. Motor Alvin akhirnya dikembalikan dan proses pencairan asuransi dihentikan. Kisah lain datang dari Zhacky, korban begal di wilayah Pasar Minggu Jakarta Selatan. Dia dibegal sekitar tiga bulan lalu dan sampai sekarang motornya tak ditemukan. Saat itu juga Zhacky melaporkan kejadian ke pihak berwajib dan keesokan harinya ke perusahaan asuransi. Berbeda dengan Alvin, Zhacky hanya mendapatkan penggantian kerugian berupa uang tunai sebesar Rp 2 juta. Itupun ada perhitungan tersendiri antara perusahaan asuransinya.
3
Dikutip dari https://www.merdeka.com/uang/motor-raib-dibegal-asuransi-ganti-uang-tunai-atau-motorbaru.html pada tanggal 6 September 2018 pukul 23.38 WIB
"Saya diganti sebesar Rp 2 juta. Cara perhitungannya melihat harga motor saya (saat itu motor tipe beat) dengan pertimbangan harga baru. Lalu dikurangi sama sisa angsuran (waktu itu saya angsur 6 kali) selanjutnya dikali sama besar angsuran tiap bulannya. setelah itu harga motor baru dikurangi sama perkalian angsuran tadi, karena STNK saya juga hilang, hasil tadi juga dikurangi sama denda STNK yang hilang sebesar Rp 500.000," ungkapnya. Dikatakannya, selama proses tersebut cukup menghabiskan waktu 60 hari. Setelah itu pencairan akan diterima. "Dua bulan proses pencairannya," tutupnya.
ANALISIS KASUS III Berkaitan dengan perjanjian, hal ini diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata(“KUH Perdata”). Suatu perjanjian harus memenuhi ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi oleh 4 (empat) syarat yaitu : 1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu pokok persoalan tertentu; 4. Suatu sebab yang tidak terlarang. Perjanjian dianggap sah dan mengikat secara penuh bagi para pihak yang membuatnya sejauh tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku, tidak melanggar kesusilaan dan ketertiban umum. Jadi dalam hal ini dapat dikatakan perjanjian merupakan “undang-undang” bagi setiap pihak yang mengikatkan dirinya kepada perjanjian tersebut. Perlu diketahui juga bahwa perjanjian bersifat memaksa. Kata “memaksa” di sini berarti setiap orang yang mengikatkan dirinya pada suatu perjanjian wajib menjalankan seluruh isi perjanjian. Mengenai perikatan, yaitu suatu hubungan hukum antara pihak yang satu dengan pihak yang lain, memberi hak pada yang satu untuk menuntut sesuatu barang dari pihak yang lain, sedangkan pihak yang satunya diwajibkan memenuhi tuntutan itu. Pihak yang berhak menuntut dinamakan pihak yang berpiutang atau kreditur, sedangkan pihak yang wajib memenuhi tuntutan dinamakan pihak yang berutang atau debitur. Adapun barang sesuatu yang dapat dituntut itu dinamakan “prestasi”, yang menurut Pasal 1234 KUH Perdata dapat berupa : 1. Menyerahkan suatu barang; 2. Melakukan suatu perbuatan; 3. Tidak melakukan suatu perbuatan. Mengenai sumber - sumber suatu perikatan bahwa perikatan dapat lahir dari suatu perjanjian atau dari undang-undang. Berarti sudah jelas di sini bahwa telah terjadi perikatan antara Alvin dan pihak yang menjual motor, namun motor yang telah dibeli hilang.
Jadi sebenarnya menurut undang-undang, perikatan antara Alvin dan pihak penjual motor telah hapus karena motor yang dibeli telah hilang di luar kesalahan konsumen. Lebih jelas lagi, Pasal 1381 KUH Perdata yang mengatur tentang hapusnya perikatan, mengatur bahwa: “Perikatan hapus karena pembayaran; karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan; karena pembaharuan hutang; karena perjumpaan utang atau kompensasi; karena percampuran utang; karena pembebasan utang; karena musnahnya barang yang terhutang; karena kebatalan atau pembatalan; karena berlakunya suatu syarat pembatalan, yang diatur dalam Bab I buku ini; dank arena lewat waktu, yang akan diatur dalam suatu bab sendiri.” Mengenai, musnahnya barang yang terutang menurut Pasal 1444 KUH Perdata, yaitu: “Jika barang tertentu yang menjadi pokok persetujuan musnah, tak dapat diperdagangkan, atau hilang hingga tak diketahui sama sekali apakah barang itu masih ada atau tidak, maka hapuslah perikatannya, asal barang itu musnah atau hilang di luar kesalahan debitur dan sebelum ia lalai menyerahkannya. Bahkan meskipun debitur lalai menyerahkan suatu barang, yang sebelumnya tidak ditanggung terhadap kejadian-kejadian yang tak terduga, perikatan tetap hapus jika barang itu akan musnah juga dengan cara yang sama ditangan kreditur, seandainya barang tersebut sudah diserahkan kepadanya. Debitur diwajibkan membuktikan kejadian tak terduga yang dikemukakannya. Dengan cara bagaimanapun suatu barang hilang atau musnah, orang yang mengambil barang itu sekali-kali tidak bebas dan kewajiban untuk mengganti harga.” Terkait dengan permasalahan yang dihadapi ini, jika berkaca pada ketentuan hukum yang berlaku dalam KUH Perdata, jika terjadi kehilangan terhadap barang yang terutang yang dilakukan dengan tidak sengaja oleh debitur, maka debitur tidak diwajibkan untuk menyelesaikan pembayaran terhadap cicilan barang tersebut. Namun, jika dilihat dari segi keadilan akan sangat merugikan pihak Kreditur karena ia tidak akan mendapatkan apa-apa dari hilangnya barang tersebut, sehingga saat ini telah berkembang pemikiran untuk mengasuransikan risiko kerugian melalui perusahaan Asuransi. Perusahaan Asuransi yang nantinya akan melakukan penanggungan risiko atas kejadian-kejadian yang diperjanjikan untuk ditanggung.
Sehingga tidak heran kalau kita disodorkan untuk membayar biaya asuransi oleh pihak Kreditur ketika pertama kali mengambil kredit kendaraan. Dengan hal ini, maka jika terjadi kehilangan suatu hari (asalkan diperjanjikan dalam perjanjian asuransinya), maka Pihak Asuransi akan membayarkan kepada Kreditur sejumlah biaya yang ditanggung, dan Kreditur nantinya bahkan mungkin bisa menggantikan kendaraan yang diambil debitur dengan kendaraan baru. Dalam hal ini, Anda telah melakukan tindakan yang benar karena telah melaporkan kehilangkan motor tersebut ke polisi. Bukti laporan polisi tersebut dapat diberikan kepada kreditur (pihak yang menjual motor) sebagai bukti bahwa motor yang Anda cicil telah hilang bukan karena kesalahan yang dilakukan oleh kreditur melainkan dicuri oleh orang lain. Di dalam undang-undang pun diwajibkan debitur membuktikan kejadian tak terduga yang dialami oleh debitur kepada kreditur. Kasus ini tidak dapat dibawa ke ranah hukum pidana karena dalam kasus ini murni mengenai perikatan, perjanjian dan musnahnya barang yang terhutang berarti masuk dalam ranah hukum perdata. Tetapi, dapat kami tambahkan bahwa untuk masalah kehilangan motor tersebut biarkan pihak kepolisian yang akan melanjutkan proses penyidikan atas dasar laporan polisi yang pernah Anda buat.