KASUS I Yayasan Kiai Masrikhan Terancam Dibubarkan1 Jawa Pos, 30 Oct 2014 MOJOKERTO – Saat ini KH Masrikhan Asy’ari mendekam di balik jeruji besi Lapas Mojokerto karena terbelit kasus dugaan penipuan dan penggelapan dana calon jamaah umrah yang gagal senilai total Rp 1,8 miliar. Nasibnya belum berujung. Yayasan Robithotul Ulum milik Kiai Masrikhan juga terancam dibubarkan dan dipailitkan. Kabar itu diungkapkan Kejaksaan Negeri (Kejari) Mojokerto. Korps Adhyaksa tersebut menilai yayasan itu telah merugikan banyak orang dengan nilai kerugian yang cukup besar. Karena itu, yayasan tersebut berpeluang besar untuk dibubarkan. Menurut Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Kasidatun) Kejari Mojokerto Slamet Hariyadi, saat ini penyidik tengah mengumpulkan data terkait dengan yayasan milik sang kiai. ’’Sangat mungkin dibubarkan,’’ tegasnya kemarin (29/10). Dia menjelaskan, karena telah merugikan ratusan jamaah, yayasan Kiai Masrikhan tersebut dianggap sudah tidak layak untuk tetap dipertahankan. ’’Merugikan banyak orang dalam waktu bersamaan cukup menjadi alasan bagi kami untuk mengajukan pembubaran,’’ tuturnya. Mantan Kasi intelijen Kejari Nunukan, Kalimantan Timur, itu mengungkapkan, untuk membubarkan yayasan tersebut, data yang didapat saat pengumpulan bahan dan keterangan (pulbaket) bakal diajukan ke Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto. Dengan berbagai alasan dan bukti yang cukup kuat, pihaknya yakin bisa memenangkan gugatan. Selain mengajukan gugatan pembubaran yayasan, lanjut Slamet, Kejari Mojokerto akan mempailitkan yayasan tersebut. ’’Dengan status pailit, tentu yayasan tidak akan bisa berdiri lagi,’’ ujarnya. Bagi kejari, kata dia, yayasan atau lembaga akan dibubarkan jika Kiai Masrikhan terbukti bertindak pidana yang merugikan masyarakat dalam jumlah sangat banyak. Apalagi kerugian yang ditanggung dalam kasus itu cukup besar, yakni hampir Rp 1,8 miliar. ’’Apalagi yang bersangkutan itu seorang pemuka agama. Dia diduga bertindak pidana dengan kerugian yang besar,’’ terangnya. Slamet memastikan berkas yang dikumpulkan sejak kasus itu mencuat dalam waktu dekat dirampungkan. Selanjutnya, pihaknya melayangkan gugatan ke meja hijau. 1
Diakses dari https://www.pressreader.com/indonesia/jawa-pos/20141030/281973195924804 pada tanggal 26 Oktober 2018 pukul 21.44 WIB
Sebelumnya, Kiai Masrikhan Asy’ari ditahan Polres Mojokerto pada 10 Oktober lalu. Dia ditengarai telah terlibat kasus penipuan dan penggelapan dana calon jamaah umrah senilai total Rp 1,8 miliar. Selain Masrikhan, polisi menahan Direktur CV Harta Mulia Sejahtera (HMS) Hartono. Kedua tersangka dijerat pasal 372 dan 378 KUHP tentang penggelapan dan penipuan. Kasus tersebut bermula ketika 102 jamaah pengajian yang diasuh Kiai Masrikhan dijanjikan umrah pada Januari lalu. Masrikhan bekerja sama dengan Hartono. Setiap calon jamaah umrah telah membayar Rp 17,5 juta–Rp 18,5 juta.
ANALISIS I Sesuai dengan Undang – Undang dan berbagai aturan hukum lainnya yang mengatur tentang Yayasan seperti : 1. Undang – Undang No. 16 tahun 2001 pasal 62 menjelaskan bahwa yayasan bubar karena : Jangka waktu Yayasan berakhir Tujuan Yayasan tercapai atau tidak tercapai Putusan Pengadilan, dikarenakan : Melanggar ketertiban umum & kesusilaan Tidak mampu membayar hutang Harta kekayaan Yayasan tidak cukup untuk melunasi hutangnya setelah pernyataan pailit dicabut Dan di dalam pasal 63 dijelaskan bahwa yang akan ditunjuk sebagai “likuidator” apabila yayasan bubar adalah : Pembina, bila Yayasan bubar karena pasal 62 ayat 1 dan ayat 2 Pengurus, bila Yayasan bubar dan tidak ditunjuk likuidator Pihak Lain atau Pihak Ketiga, yang ditunjuk sebagai likuidator berdasarkan Putusan Pengadilan Yayasan yang bubar, “tidak dapat melakukan perbuatan hukum kecuali untuk membereskan kekayaannya dalam proses likuidasi, untuk semua surat keluar, di belakang nama harus dicantumkan frasa “dalam likuidasi”. Yayasan yang pailit, berlaku ketentuan Undang – Undang tentang Kepailitan. 2. Undang – Undang No. 28 tahun 2004 3. Peraturan Pemerintah No. 63 tahun 2008 4. Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 2013 5. Peraturan Kementrian Keamanan, Hukum, dan HAM No. 2 tahun 2016. Dari penjelasan diatas mengenai berbagai peraturan perundang – undangan yang mengatur tentang yayasan. Maka dapat dianalisis terkait apa yang terjadi kepada Yayasan Kiai Masrikhan, dimana dalam penjelasan kasus di jabarkan bahwa Yayasan Robithotul Ulum milik Kiai Masrikhan terancam dibubarkan dan dipailitkan karena menilai yayasan itu telah merugikan banyak orang dengan nilai kerugian yang cukup besar. Karena itu, yayasan
tersebut berpeluang besar untuk dibubarkan. Merugikan banyak orang dalam waktu bersamaan cukup menjadi alasan bagi pihak Kejaksaan Negeri Mojokerto untuk mengajukan pembubaran. Jika melihat dari alasan atau penyebab Yayasan Robithotul Ulum dibubarkan dan di pailitkan karena telah merugikan banyak orang dalam waktu bersamaan, maka perihal pembubaran yayasan ini sesuai dengan bunyi pasal 62 Undang – Undang No. 16 tahun 2001 dimana yayasan dibubarkan karena putusan pengadilan melanggar ketertiban umum dan kesusilaan. Oleh karena itu sesuai dengan pasal 63 Undang – Undang No. 16 tahun 2001 dimana apabila yayasan dibubarkan maka yang menjadi likuidator adalah pembina. Namun karena pembina Yayasan Robithotul Ulum yaitu Kiai Masrikhan Asy’ari yang ditahan di Polres Mojokerto karena ditengarai telah terlibat kasus penipuan dan penggelapan dana calon jamaah umrah senilai total Rp 1,8 miliar. Sehingga yang bertindak sebagai likuidator dapat diambil peran oleh pengurus atau justru pihak ketiga dengan menunggu keputusan dari pengadilan. Dimana nantinya, tugas atau kewajiban likuidator adalah : 1. Paling sedikit 5 hari terhitung sejak tanggal penunjukan sebagai likuidator, wajib mengumumkan pembubaran Yayasan dan proses likuidasi dalam surat kabar harian berbahasa Indonesia. (Pasal 65 Undang – Undang No. 16 tahun 2001) 2. Dalam waktu paling lambat 7 hari terhitung sejak tanggal proses likuidasi berakhir, wajib melaporkan hasil likuidasi kepada Pembina. (Pasal 67 ayat 1 Undang – Undang No. 16 tahun 2001) 3. Dalam jangka waktu paling lambat 30 hari terhitung sejak tanggal proses likuidasi berakhir, wajib mengumumkan hasil likuidasi dalam surat kabar harian berbahasa Indonesia. (Pasal 66 Undang – Undang No. 16 tahun 2001) Apabila likuidator tidak melakukan ketentuan pasal 66 dan pasal 67 ayat 1 Undang – Undang No. 16 tahun 2001, maka BUBARNYA YAYASAN TIDAK BERLAKU TERHADAP PIHAK KETIGA. (Pasal 67 ayat 2 Undang – Undang No. 16 tahun 2001).