“Menggagas Pemikiran Masyarakat tentang Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia” Dengan bangga mempersembahkan sebuah karya tulis (essay) yang berjudul
Bobroknya Kedaulatan Rakyat di Indonesia
Disusun Oleh
: Dian Ayu Nurani XI Social
SMA Negeri Sumatera Selatan Jl. Pangeran Ratu RT.11 RW.06 Kel.8 Ulu, Kec. Seberang Ulu 1 Palembang 30252
Bobroknya Kedaulatan Rakyat di Indonesia
Pelaksanaan demokrasi di indonesia mungkin dapat dikatakan sangat jauh dari kata terlaksana dengan baik. Demokrasi adalah sebuah kedaulautan yang kekuasaan tertingginya ada di tangan rakyat. Demokrasi merupakan sebuah sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Berbicara
demokrasi, berarti berbicara
tentang kepentingan rakyat. Namun kebanyakan yang terjadi kini kepentingan pemerintah atau orang orang penting yang mempunyai kedudukan tinggi adalah yang terpenting, bukan lagi kepentingan rakyat yang kedudukannya hanyalah rakyat sipil biasa. Indonesia adalah salah satu negara yang selalu menggencar-gencarkan pelaksanaan demokrasi, namun faktanya keadilan rakyat untuk mendapatkan hak berdemokrasi sangatlah sulit. Politik dalam era demokrasi dimaknai dengan upaya meraih kekuasaan. Saling menjegal karena kepentingan politik kerap dilakukan. Baik yang dilakukan dengan menjerat, rekayasa, ataupun kenyataannya demikian. Maka tak ayal masyarakat sering disuguhi dengan berbagai intrik politik demi syahwat berkuasa. Rakyat pun dibodohi dengan berita media yang cenderung tidak fair. Kesalahan kecil rakyat jelata di indonesia dapat menjadi tombak yang dapat mengoyak dan menghancurkan mereka yang lemah. Namun, kesalahan besar kaum kerah putih yang jelas-jelas merugikan bangsa dan negara ini justru membuat mereka nyaman berdiam dibalik kursi kekuasaan mereka. Kebobrokan ini seperti jaring laba laba yang akan mudah koyak jika menjerat yang lemah namun akan semakin kuat jika menjerat yang kaya. Sudah banyak kasus yang terjadi yang telah menunjukkan arti demokrasi di Indonesia yang sebenarnya. Seperti kasus nenek tua yang dituduh mencuri beberapa papan kayu dikebun milik orang lain. Kesalahannya yang kecil ini membuat dia harus berhadapan dengan kerasnya hukum tanpa ampun bagi kaum rendah di Indonesia. Sedangkan sikerah putih yang seenaknya mempropokatori perpecahan umat agama di Indonesia. Mereka justru luput dari kerasnya hukum penjerat. Sistem demokrasi di indonesia saat ini adalah bentuk pengkerdilan dari makna demokrasi itu sendiri. Jika dinilai dari ‘nilai kedemokrasiannya’, maka bisa dikatakan bahwa sebelum tahun 1998, kita bangsa indonesia jauh lebih demokrasi daripada zaman sekarang ini. Kenapa? Karena sebelum tahun 1998 Kesejahteraan rakyat terbukti lebih
dominan dibandingkan dengan hanya sekedar koar-koar janji-janji partai dan caloncalon pemimpin seperti sekarang ini. Pada tahun 1972 Indonesia mendapat nilai 5 dari 6 untuk sistem demokrasi. Suatu kebanggan tersendiri bagi masyarakat kita. Tetapi pada tahun 1995-2005 NKRI mengalami penurunan cukup signifikan, nilai 3,5 diperoleh Indonesia untuk sistem demokrasinya dan tahun 2006-2013 mendapat nilai 2,5. Jika diibaratkan, sistem demokrasi negara kita seperti mengalami terjun dari ketinggian bermeter-meter jauhnya. Seiring berkembangnya zaman Indonesia justru semakin terpuruk asas demokrasinya, terbukti saat pemilu pemilihan kepala daerah maupun pemilihan presiden selalu terjadi kekisruhan. Hal itu disebabkan karena tidak fair-nya calon kepala daerah untuk bertarung secara murni. Mereka lebih memilih cara-cara yang sebenarnya dilarang oleh hukum seperti kampanye hitam, money politic dan sebagainya. Rakyat hanya bisa menerima dan menonton panggung sandiwara tersebut tanpa bisa melakukan apapun. Demokrasi yang semestinya menjadi alat rakyat untuk menyampaikan suara serta merubah nasib bangsa justru dihancurkan oleh pejabat yang busuk dan tak bermoral. Rakyat tidak menyadari akan semua hal itu, mereka hanya bisa menerima dan menonton panggung sandiwara politik tanpa bisa berbuat banyak. Alhasil akibat dari kemerosotan dan kebobrokan moral pejabat tersebut makin meningkatnya angka kemiskinan di Indonesia. Para pejabat cenderung memanfaatkan kekuasaannya hanya untuk dirinya sendiri tanpa harus memikirkan nasib rakyat yang semakin menderita. Semakin meningkatnya angka kriminalitas justru terjadi disekitar kita. Para pejabat seolah olah menutup mata akan kejadian yang saat ini terjadi. Mereka berdalih sumber dari segalanya adalah karena rakyat tidak bisa diatur dan sebagainya. Padahal para pemimpin yang seharusnya dijadikan contoh justru berbuat lebih kejam kepada rakyatnya. Belum lagi fakta memalukan yang dapat kita temui yaitu saat para penguasa KPK dapat mencokok satu persatu tikus di bangku pemerintahan mereka. Dan yang lebih mengesankan, tak jarang penguasa KPK itu sendiri yang tertangkap tangan sedang melakukan transaksi korup. Hal yang sangat memalukan ini bukan lagi hal yang tabuh di indonesia, menandakan betapa terpuruknya demorasi di negara ini. Kasus suap ini melengkapi kasus sebelumnya. Suap tidak hanya menjerat kalangan politisi, tetapi juga pejabat di tingkat eksekutif, yudikatif, dan legislatif. Inilah lingkaran setan yang
siapapun akan tergoda dan masuk belenggu jebakan. Tidak dapat dipungkiri suapmenyuap, korupsi, dan lainnya merupakan cara-cara kotor. Cara itu ditempuh oleh kelompok atau perorangan untuk memuluskan bisnis dan kepentingan pribadi. Sengaja atau tidak cara itu tetap saja melanggar hukum. Hal yang jamak dan lumrah dari konsekuensi kongkalikong pengusaha dan penguasa. Sungguh ironis. Jelas sudah demokrasi pun menghalalkan segala cara. Mulai dari suap, korupsi, gratifikasi, dan lainnya. Yang penting sampailah di tujuan meraih kekuasaan. Demokrasi tidak memandang apa persoalan ini baik atau buruk. Karena standar mereka adalah pragmatisme dan hawa nafsu. Hal inilah yang perlu dipahami setiap parpol. Sehingga mereka yang awalnya berniat merubah kondisi, tidak malah terjebak dalam arus pragmatisme. Demokarasi sekarang menjadi sebuah ladang bagi oknum-oknum yang ingin memecah-belahkan persatuan Indonesia. Provokator menjadi pemicu emosi masyarakat, kurangnya pendidikan politik juga sangat berpengaruh pada perkembangan demokrasi di negara kita. Penurunan kinerja pemerintah dan penegak hukumnya semakin terlihat jelas dan lagi-lagi membuat masyarakat memutus hubungan baik terhadap negara seperti golputnya masyrakat dalam pemilu. Demokrasi yang anarki telah berjamur dan menjadi hal yang selalu muncul dalam media massa. Saat ini Ibu Pertiwi tidak membutuhkan politikus-politikus yang hanya bisa berpidato tanpa action. Tanah air sangat membutuhkan negarawan-negarawan tangguh yang berdiri tegap dan siap mengangkat negaranya ke atas kejayaan. Yang perlu kita tekankan bahwa kebebasan dan persamaan adalah fondasi demokrasi. Kebebasan dianggap sebagai sarana mencapai kemajuan dengan memberikan hasil maksimal dari usaha orang tanpa adanya pembatasan dari penguasa. Jadi, bagian tak terpisahkan dari ide kebebasan adalah pembatasan kekuasaan penguasa politik. Demokrasi adalah sistem politk yang melindungi kebebasan warganya sekaligus memberi tugas pemerintah untuk menjamin kebebasan tersebut. Dengan konsep kedaulatan rakyat, pada hakikatnya kebijakan yang dibuat adalah kehendak rakyat dan untuk kepentingan rakyat. Mekanisme semacam ini akan mencapai dua hal, pertama, kecil kemungkinan terjadi penyalahgunaan kekuasaan dan kedua, terjaminnya kepentingan rakyat dalam tugas-tugas pemerintahan. Perwujudan lain konsep
kedaulatan adalah pengawasan oleh rakyat. Pengawasan dilakukan karena demokrasi tidak mempercayai kebaikan hati penguasa. Betapa pun niat baik penguasa, jika mereka menafikan kontrol/tidak sesuai dengan kebutuhan rakyat dan yang lebih buruk kebijakan itu korup dan hanya melayani kepentingan penguasa. Perkembangan baru menunjukkan bahwa demokrasi tidak hanya dipahami sebagai bentuk pemberintahan dan sistem politik, tetapi demokrasi dipahami sebagai sikap hidup atau pandangan hidup demokratis. pemerintahan atau sistem politik demokrasi tidak datang, tumbuh dan berkembang dengan sendirinya. Demokrasi bukanlah sesuatu yang taken for granted. Demokrasi membutuhkan usaha nyata dari setiap warga maupun penyelenggara negara untuk berperilaku sedemikian rupa sehingga mendukung pemerintahan atau sistem politik demokrasi. perilaku yang mendukung tersebut tentu saja merupakan perilaku yang demokratis. Perilaku demokrasi terkait dengan nilai-nilai demokrasi. Perilaku yang senantiasa bersandar pada nilai-nilai demokrasi akan membentuk budaya atau kultur demokrasi.
Pemberintahan
demokrasi
membutuhkan
kultur
demokrasi
untuk
membuatnya performed (eksis dan tegak). Perilaku demokrasi ada dalam manusia itu sendiri, baik selaku warga negara maupun pejabat negara sehingga Indonesia dapat menancapkan tongkat demokrasi di nusantara.