Bkpm Analisis Kuantitatif Dan Kualitatif Berkas Rekam Medis.pdf

  • Uploaded by: Abdul Haqqi
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bkpm Analisis Kuantitatif Dan Kualitatif Berkas Rekam Medis.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 19,865
  • Pages: 135
BKPM (BUKU KERJA PRAKTEK MAHASISWA) ANALISIS KUANTITATIF DAN KUALITATIF REKAM MEDIS (SEMESTER VI)

Oleh: TIM DOSEN ANALISIS KUANTITATIF DAN KUALITATIF REKAM MEDIS

PROGRAM STUDI D-IV REKAM MEDIK JURUSAN KESEHATAN

POLITEKNIK NEGERI JEMBER 2019

PRAKATA

Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan Karunia-Nya, penulisan Buku Kerja Praktek Mahasiswa (BKPM) Analisis kuatitatif dan Kualitatif rekam medis untuk semester VI dapat diselesaikan. Analisis kuatitatif dan Kualitatif rekam medis merupakan bagian dari proses evaluasi pelayanaan kesehatan dengan bersumber data yang berasal dari berkas rekam medis. Pada praktikum Analisis kuatitatif dan Kualitatif rekam medis dapat mempelajari tenatang bagaimana mengevaluasi berkas baik secara kuantitatif

dan kualiatif

adminitratif serta kualitatif medis. Dengan BKPM ini mahasiwa diharapkan dapat melasanakan praktikum dengan lebih mudah. Terimakasih kami ucapkan pada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan BKPM ini. Penyusunan BKPM ini masih jauh dari kesempurnaan, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan.

Jember, 18 februari 2019 Penyusun

Tim Dosen Analisis kuatitatif dan Kualitatif rekam medis

ii

DAFTAR ISI

Halaman 1. Halaman sampul...........................................................................................i 2. Prakata.........................................................................................................ii 3. Daftar Isi.....................................................................................................iii 4. Acara 1 (Standar Umum dalam Analisis Kuantitatif) ……………...........1 5. Acara 2 (Analisis Kuanliitatif Administrasi)..............................................11 6. Acara 3 (Analisis Kualitatif Medis)...........................................................18 7. Acara 4 (Kuesioner sebagai instrument )...................................................39 8. Acara 5 (Analisis kualitatif medis factor risiko kematian maternal)...........46 9. Acara 6 (Analisiis kualitatif medis thyipoid).............................................57 10. Acara 7 (Clinical Pahtway)........................................................................74 11. Acara 8 (Kuesioner Analisis kualitatif medis berkas Antenatal care)..........88 12. Acara 9 (Kuesioner Analisis kualitatif medis berkas Postnatal care…..93 13. Acara 10 (Kuesioner Analisi kualitatif medis berkas Appendiectomy)… 98 14. Acara 11 (Kuesioner Analisi kualitatif medis berkas Diabetes militus tipe II).............................................................................................................103 15. Acara 12 (Analisi kualitatif medis berkas Osteoarthritis)….…….........114 16. Acara 13 (Analisi kualitatif medis cancer Servix)...................................117 17. Daftar Pustaka..........................................................................................130

iii

ACARA PRAKTIKUM/ PRAKTEK

Acara

: 1

Pokok Bahasan

: Standar Umum dalam Analisis Kuantitatif

Acara Praktikum/ Praktek

: Standar Umum dalam Analisis Kuantitatif

Tempat

: Laboratorium RMD

Alokasi Waktu

: 2 x 100 menit praktikum

Dosen Pembimbing

: Tim Dosen Analisis Kuantatitatif dan Kualitati Rekam Medis

A. Tujuan Instruksional Khusus 1. Mahasiswa mampu mengidentifikasi Standar Umum dalam Analisis Kuantitatif 2. Mahasiswa mampu mengidentifikasi analisis kuantitatif yang terintegrasi 3. Mahasiswa mampu membuat kuesioner analisis kuantitatif

B. Dasar Teori Bukti keabsyahan rekaman secara hukum dapat dilakukan dengan menganalisis atau penelaahan rekam medis/rekam kesehatan elektronik (RKE) secara kuantitatif yaitu dengan cara praktik memeriksa kelengkapan jumlah dan jenis lembaran pemeriksaan dalam rekam medis sesuai dengan prosedur dalam pendokumentasian. Praktik analisis atau penelaahan rekam medis/rekam kesehatan elektronik (RKE) secara kualitatif adalah pemeriksaan tentang ketidakajegang (inconsistent), ketidakkakuratan data dan atau informasi yang dicatat /direkam tenaga kesehatan/pihak yang berwewenang disaat mengobati pasien.

Analisator

kualitatif

harus

menguasai

pengetahuan

proses

kepenyakitan, kebijakan dan standar administratif, medis dan ketentuan yang ada ,misalnya tentang lisensi, akreditasi, sertifikasi dan lainnya. Analisis kuantitatif fokus kepada fakta lapangan yaitu keadaan rekam medis sedangkan analisis kualitatif fokus kepada kemaknaan isi rekaman.Istilah “medical record review” atau “menelaah rekam medis” adalah istilah yang 1

telah dijelaskan oleh Edna K. Huffman dalam karyanya Medical Record Management (edisi 1941-1994). Namun, seiring dengan berjalannya waktu, praktik analisis rekam medis perlu dikembangkan menjadi lebih berbobot. Dalam konsep Hatta, prinsipnya analisis rekam medis tidak berdiri sendiri. Unsur hukum, sisi administratif pendokumentasian dan kriteria pelayanan kesehatan (Standart operating procedure/SOP) saling diintegrasikan sehingga pemanfaatan data oleh tenaga kesehatan diketahui. Dalam metode Hatta (2002), analisis kuantitatif disebut sebagai analisis kuantitatif yang terintegrasi karena difokuskan pada kriteria (4 butiran) yang ditentukan

sehingga

lebih

berbobot.

Sedangkan

analisis

kualitatif

dikembangkan secara lebih mendalam ke arah sisi administratif dan medis. Pada analisis kualitatif medis kelengkapan rekaman didalami lebih jauh dan dilanjutkan dengan menelaah sejauh apa tingkat pemanfaatan data medis sesuai criteria audit pelayanan pasien. Tindakan ini menjadikan analisis kualitatif mengarah pada audit medis. Data analisis kuantitatif dan kualitatif yang dihasilkan diolah dengan program statistic seperti epidata, SPSS sehingga hasil analisis menjadi lebih berbobot, jelas dan ilmiah. Waktu pelaksanaan analisis Kuantitatif: a. Concurrent Analisys yaitu analisis dilakukan bersamaan dengan saat pelayanan pasien terkait sedang berjalan. Cara ini memudahkan koreksi dan akan mengurangi salah tafsir dikemudian hari. Keuntungan yang lain yaitu terjaganya kualitas kelengkapan data/informasi

klinis dan

pengesahannya (adanya nama lengkap, tanda tangan petugas/pasien/wali, waktu pemberian pelayanan dan lainya) dalam rekam medis. b. Retrospective Analisys yaitu analisis dilakukan pada saat perawatan selesai dilaksanakan yang memungkinkan telaah secara menyeluruh walaupun hal ini memperlambat proses melengkapi yang kurang. Dengan metode analisis rekam medis yang lebih berkembang itu, praktisi di unit kerja management informasi kesehatan (paradigman baru rekam medis) ikut melaksanakan bagian dari proses audit medis. Perubahan metode ini

2

menandai dimulainya era baru bagi peningkatan kualitasi praktisi MIK ke arah penelitian. a. Standar Umum dalam Analisis Kuantitatif Dalam analisis rekam medis secara kuantitatif terdapat standar umum tentang hal apa saja yang biasa dilakukan dalam analisis kuantitatif. Menurut Johns (2002) dan Clark (2002) kali ini mencangkup: 1) Semua laporan yang dianggap penting. Bisa berbentuk data entry atau tampilan layar (bentuk RKE),termasuk informasi identitas pasien (nama lengkap ,nomor pasien,jenis kelamin ,dokter yang merawat nya dan lainnya (harus akurat). 2) Semua jenis perijinan yag diperlukan pasien berbagi kewenangan (otorisasi) atau bukti pengesahan yang telah ditandatangani pasien atau wali yang syah. a) Semua jenis tes diagnostik yang diinstruksikan dokter serta hasilnya. b) Pelaksanaan semua konsultasi medis yang diinstruksikan dokter dan laporan konsultan. c) Semua masukan dan laporan yang harus diberi bukti pengesahan yang ditandatangani serta diberi tanggal sesuai dengan peraturan kebijakan sarana pelayanan kesehatan. d) Riwayat dan laporan pemeriksaan fisik telah lengkap, termasuk pendokumentasian diagnosis saat mendaftar. e) Ringkasan riwayat pulang (resume) yang lengkap. f) Dokumentasi dokter temasuk semua diagnosis utama dan sekunder serta prosedur utama dan tambahan. g) Pada pasien bedah: selain kelengkapan di atas juga harus disertai dengan 1) Laporan anestesi saat intra pasca operasi 2) Semua laporan operasi ,patologi dan catatan perkembangan pasca operasi

3

3) Semua laporan di ruang pemulihan (recovery room) dan catatan perkembangan h) Pada pasien rawat inap yang meninggal dan diautopsi disertai laporan awal dan akhir autopsy. b. Analisis Kuantitatif yang Terintegrasi Dalam Metode Hatta, analisis kuantitatif difokuskan pada pengintegrasian data sehingga penelaahan rekam medis harus lebih dari sekedar memeriksa kelengkapan data social (demografi) dan lembaran saja. Dalam metode ini analasis rekam medis/RKE dikembangkan sesuai 4(empat) kriteria yang mencerminkan tingkat kedisiplinan serta adanya bukti hukum pengisi rekaman,yaitu : 1) Data social pasien (demografi) menelaah identitas pasien yang terdiri dari 6 unsur (bagi pasien bersalin) yaitu : a) Nama lengkap : nama sendiri disertai nama ayah/suami (marga/she) b) Nomor rekam medis pasien c) Alamat lengkap d) Usia pasien e) Orang yang dapat dihubungi f) Tanda tangan persetujuan Catatan : Khusus untuk data social diatas, bila pasien dengan kasus diluar (non) kebidanan, jumlah diatas menjadi 7 (tujuh) karena ditambah variable jenis kelamin (sex). 2) Bukti rekaman yang ada 3) Tanda bukti keabsahan rekaman oleh tenaga kesehatan maupun tenaga lain

yang

terlibat

dalam

pelayanan

kepada

pasien

demi

pertanggungjawaban secara hukum 4) Tata cara mencatat (administratif) meliputi: a) Tanggal b) Keterangan waktu 4

c) Menulis pada garis yang tetap d) Cara koreksi yang benar

c. Kriteria Analisis Kuantitatif yang Terintegrasi Kriteria 1.

Data Sosial (Identitas) pasien

2. 3. 4.

Bukti rekaman Keabsahan rekaman Tata cara mencatat

Sub Kriteria a. b. c. d. e. f.

Nama lengkap, Nomor pasien, Alamat lengkap, Usia, Orang yang dapat di hubungi, Tanda tangan

a. b. c. d.

Tanggal, waktu, baris tetap, cara koreksi

d. Persiapkan Kuesioner Bentuk kuesioner analisis ini mempunyai ciri yang khusus yaitu harus mudah dibaca dan dimengerti (self explanatory), apalagi bila penelaah utama dibantu dengan penelaah tambahan.

Oleh karena itu diisain

kuesioner harus dirancang dengan menciptakan pola keseragaman dan konsistensi pemikiran bagi para penelaah. Hal ini demi menjaga kualitas hasil kerja. Prinsip dalam membuat disain kuesioner di atas adalah sebagai berikut 1) Peneliti harus sudah mengetahui apa yang akan diteliti. a) Masukan diperoleh melalui beragam sumber bacaan/literatur, data statistik, peraturan, kebijakan, tata tertib maupun kriteria audit yang sesuai dengan standar dan lainnya b) Pengalaman kerja c) Pertanyaan penting lainnya yang harus dicermati dalam disain kuesioner, antara lain : Rancangan untuk siapa ? Penelaahan ini untuk insitusi pendidikan atau bukan? 5

Apakah penelaahan akan dilakukan secara mendalam atau sederhana? Dana yang dibutuhkan besar atau kecil ? Waktu untuk menyelesaikannya lama atau pendek? 2) Pengaturan kalimat kuesioner harus jelas : a) Apa yang akan ditanya harus diletakkan diawal kalimat Judul ditutup dengan tanda titik dua (:) Semua butiran judul diberi nomor urut b) Susun definisi operasional (DO) Demi keseragaman dan keajegan pemikiran penelaah (self explanatory) Tulis DO dengan huruf miring (italic) supaya mudah ditangkap mata (eye catching). Bahasa DO harus jelas dan mudah dicerna pembaca. c) Kalimat dalam kuesioner : Mulai dengan kalimat tanya : “Apakah …… ? ” Sebutkan sumber observasi : rekam medis atau rekam kesehatan atau …(sebut) Pertanyaan dalam kuesioner memerlukan jawaban Ya atau tidak ? atau Pertanyaan yang memerlukan jawaban : …………….. Pertanyaan yang berjenjang bila jawaban tertentu telah ditetapkan, misalnya “ya”, lanjutkan ke nomor sambung berikutnya yang berkaitan. Hal ini sebagai informasi tambahan (lihat kuesioner no 27, 28, 29) bila jawaban kebalikan dari yang ditetapkan, misalnya “tidak”, pertanyaan lanjut ke nomor berikutnya (lihat kuesioner no. 27) Contoh 1. Kuesioner Analisis Kuantitatif A. Informasi identitas pasien adalah rangkaian tanda pengenal diri bumilanalisis kuatitatif (AKn) 6

1. Nama Lengkap nama bumil harus

2. Nomer pasien : Diberlakukan

terdiri ddari nama sendiri dan naman

system enam digit dengan penulisan

keluarga (suami/ayah/marga). Nama

setiap dua digit diberi tanda

keluarga bumil dicantumkan dimuka,

penghubung. (misal : 12-34-56)

diikuti tanda koma diikuti nama

Apakah dalam RMAN nomer pasien

sendiri

ditulis secara lengkap?

Apakah dalam RMAN nama bumil

1 = tidak enam digit, yaitu ….

ditulis lengkap?

2 = ya

1 = tidak 2 = ya 3. Alamat lengkap : alamat yang di

4. Usia Bumi : usia bumil saat ini yang

huni setiap hari saat ini, yaitu

diperoleh ssecara lisan dari pasien

jalan/gang, nomer rumah, RT/RW,

atau berdasarkan data identitas

kota (wilayah utara, selatan, timur,

(KTP).Bila tidak tahu digunakan

barat, pusat), kode pos.

tanda “ ±” (plus minus)

Apakah dalam RMAN ditulis

Apakah dalam RMAN terdapat usia

lengkap?

bumil?

1 = tidak (kurang nya pada ……..)

1 = tidak 2 = ya

2 = ya 5. Orang yang dapat di hubungi yaitu

6. Tanda tangan persetujuan : Bila

keluarga atau rekan terdekat yang

ada tindakan intervensi misalnya

sewaktu waktu dapat dihubungi

persalinan, dapat dilakukan oleh

manakala pasien membutuhkan

bumil sendiri/keluarga pasien.

bantuan.

Apakah RMAN yang anda simak

Apakah keterangan tentang orang

memuat data tindakan

yang dapat di hubungi ada dalam

intevensi/persalinan?

RMAN? 1 = tidak

1 = tidak (lanjutkan ke no.8) 2 = ya

7

2 = ya

7. Bila ya. Apakah ada tanda tangan perssetujuan bumil ( atau tanda tangan wali ) di RMAN? 1 = tidak 2 = ya

A. Bukti Rekaman – Analisis Kuantitatif (AKn)

Dalam AKn, bukti rekaman yang dapat

8. Apakah dalam RMAN ada

dipertanggung jawabkan secara lengkap (

bukti rekaman secara lengkap?

pada klinik) yaitu bila ada data/ info

1 = tidak

kunjungan yang memuat alasan, keluhan

2 = ya

pasien (kalau ada), riwayat pemeriksaan, data tambahan (lab), USG (kalau dilakukan), diagnosis/kondisi, rujukan (kalau dilakukan). B. Keabsahan rekaman – Analisis Kuantitatif

RMAN dikatakan memiliki keabsahan bila 9. Apakah dalam RMAN ada tenaga kesehatan yang memeriksa bumil

bukti keabsahan rekaman?

mengakhiri catatannya dengan

1 = tidak

membubuhkan tanda tangan dalam

2 = ya

RMAN. C. Tata cara mencatat – Analisi Kuantitatif Dalam AKn, tata cara mencatat adalah aturan rekaman yang memuat pemberian tanggal, waktu, baris tetap, koreksi.

8

10. Tanggal : terdiri dari hari, bulan,

11. Waktu adalah saat tenaga

tahun.

kesehtan memberikan pelayanan kesehatan ke bumil.

Apakah dalam RMAN setiap

Apakah dalam RMAN setiap

pemberian pelayanan disertai dengan

pemberian pelayanan kepada bumil

tanggal ?

disertai dengan keterangan waktu

1 = tidak

(missal pukul 9.00 atau11.45) ?

2 = ya

1 = tidak 2. = ya

12. Baris tetap : aturan penulisan 13. Koreksi dalam RMAN dilakukan yang dilakukan dari baris teratas dan dengan menarik garis lurus pada turun secara bertahap setingkat demi kesalahan, dan cantumkan nama jelas setingkat hingga baris terbawah

dan tanda tangan korektor, tanggal kejadian, tidak menghapus atau mencoret kata yang salah, missal dengan tip-pex atau disetip

Apakah dalam RMAN petugas kesehatan menulis pada baris yang

Apakah dalam RMAN yang anda

tetap?

periksa pada unsure koreksi ? 1 = tidak 2 = ya

1 = tidak, (langsung ke no.15) 2 = ya 14. Bila ya, apakah koreksi sesuai aturan? 1 = tidak 2 = ya

e. Pelaksanaan Analisis Kuantitatif: 1) Tentukan bagian lembaran rekam medis yang akan dianalisis 2) Tentukan jadwal analisis (per hari, per minggu, per bulan) 9

3) Tentukan rekam medis yang akan dianalisis (obsgin, bedah, anak atau semua rekam medis) 4) Siapkan tenaga yang akan melakukan analisis 5) Siapkan peraturan/SOP/petunjuk teknis/standar akreditasi/peraturan staf medis sebagai acuan analisis. f. Hasil Analisis Kuantitatif adalah: 1) Identifikasi kekurangan pencatatan yang harus dilengkapi oleh pemberi pelayanan kesehatan dengan segera 2) Kelengkapan rekam medis sesuai dengan peraturan yang sitetapkan jangka waktunya, perizinan, akreditasi dan keperluan sertifikasinya 3) Mengetahui hal-hal yang berpotensi untuk membayar ganti rugi.

C. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan antara lain: 1. Alat tulis 2. Kertas folio bergaris 3. Berkas rekam 4. DVD RW Plus D. Prosedur Kerja 1. Buatlah kuesioner tentang analisis kuantitatif yang terintegarasi 2. Ambilah masing-masing mahasiswa 5 berkas rekam medis 3. Lakukan penilaian analisis kuantitatif pada berkas rekam medis 4. Hasil praktikum dilaporkan dalam kertas folio bergaris yang sudah disediakan.

10

ACARA PRAKTIKUM/ PRAKTEK

Acara

: 2

Pokok Bahasan

: Analisis Kuanliitatif Administrasi

Acara Praktikum/ Praktek

: Analisis Kuanliitatif Administrasi

Tempat

: Laboratorium RMD

Alokasi Waktu

: 2 x 100 menit praktikum

Dosen Pembimbing

: Tim Dosen Analisis Kuantatitatif dan Kualitati Rekam Medis

A. Tujuan Instruksional Khusus 1. Mahasiswa mampu mengidentifikasi Analisis Kuanliitatif Administrasi 2. Mahasiswa mampu membuat kuesioner analisis kuantitatif B. Dasar Teori 1. Analisis Kualitatif Dalam analisis kualitatif, isi rekam medis harus di jaga keajegan (konsistensi), taat asas serta menghindari pelanggaran rekaman yang mengakibatkan ketidakakuratan dan kelengkapan. Dalam metode Hatta, analisis kualitatif dikembangkan secara lebih mendalam dengan fokus pada dua sisi yaitu administrative dan medis. Apa yang dimaksud dengan analisis kualitatif administrative (AKLA)? 1. Definisi Analisis Kualitatif Administratif Analisis kualitatif yaitu suatu review yang ditujukan terhadap dokumen rekam medis untuk mengidentifikasi tentang ketidak lengkapan dalam pengisian dokumen rekam medis, dalam analisa kualitatif harus memerlukan pengetahuan tentang terminologi medis, anatomi dan fisiologi, dasar-dasar ilmu penyakit, serta isi catatan medis. 2. Adapun tujuan dilakukan analisis kualitatif yaitu: 11

a. Agar rekam medis lengkap dan dapat digunakan bagi referensi pelayanan kesehatan, melindungi minat hukum, sesuai dengan peraturan yang ada. b. Menunjang informasi untuk aktifitas penjamin mutu quality assurance. c. Membantu penetapan diagnosis dan prosedur pengkodean penyakit. d. Bagi riset medis, studi administrasi dan penggantian biaya perawatan. e. Komponen Analisis Kualitatif Administratif

Dalam metode baru ini analisis rekam medis dilakukan dengan menelaah sisi administratif

rekaman yang difokuskan pada 6 (enam) criteria sebagai

pencerminan kualitas rekaman yaitu tentang 1. Kejelasa masalah dan kondisi/ diagnosis Adanya hubungan yang jelas antara informasi dari pasien dengan tindakan yang dilakukan 2. Masukan yang konsisten Adanya hubungan antara data dalam rekam medis dengan informasi tentang kondisi pasien 3. Alasan pelayanan Setiap pelayanan yang diberikan harus jelas alasan yang mendasarinya. 4. Informed consent, diberikan bila ada tindakan medis khusus yang memerlukan alternatif lain dan jelaskan secara tertulis. Alternatif yang diambil ditandatangani pasien atau keluarga. 5. Telaah rekaman, dilakukan untuk menjamin bahwa rekaman yang dihasilkan mempunyai kondisi yang baik, meliputi: a. Mutakhir Informasi dalam rekam kesehatan dicatat segera, tidak ditunda hingga ke hari berikutnya. Bila ada korespondensi medis untuk pihak luar dikerjakan dalam waktu kurang dari 7 hari. b. Tulisan terbaca 12

Dapat terbacanya masukan informasi berupa abjad dan angka yang ditulis dalam rekam kesehatan. c. Singkatan baku Penggunaan peristilahan medis yang sudah disepakati dalam dunia kesehatan dan atau di sarana pelayanan kesehatan. d. Menghindari sindiran Tulisan medis dalam rekam kesehatan tidak saling menjatuhkan sesama rekan. e. Pengisian tidak senjang Pencatatan dilakukan setiap pasien ke klinik tanpa adanya kekosongan meski dalam keadaan darurat, sehingga dapat dipertanggungjawabkan. f.

Tinta Rekam kesehatan hanya menggunakan tinta warna biru atau hitam dalam penulisan. Khusus untuk suhu, nadi, pernafasan (grafik) boleh menggunakan warna merah atau hijau.

g.

Catatan jelas Kelengkapan informasi rekam kesehatan berdasarkan urutan kronologis sesuai tahapan kunjungan dan pemberian pelayanan kesehatan, sehingga informasi medis jelas dan mudah dipahami.

h. Informasi ganti rugi Informasi penanggung biaya perawatan pasien Ringkasan Kriteria Analisis Kualitatif Administratif (AKLA) Kriteria

Sub Kriteria

1. Kejelasan masalah dan kondisi / diagnosis 2. Masukan yang konsisten 3. Alasan pelayanan 4. Persetujuan tindakan kedokteran

13

(informed consent) 5. Telaah rekaman

a. Mutakhir, b. tulisan terbaca, c. singkatan baku, d. menghindari sindiran, e. pengisian tidak senjang, f. tinta, g. catatan jelas, h. informasi ganti rugi.

Contoh Kuesioner analisis kualitatif administratif

15. kejelasan masalah dan kondisi/

Apakah ada RMAN ada

diagnosis

kejelasan antara masalah dan

Yaitu adanya hubungan yang jelas antara

kondisi/ diagnosis bumil?

informasi dari pasien dengan tindakan yang

1 = tidak

dilakukan. Conto:

2 = ya

a. bumil mengeluh (hiperemesis gravi darum, pusing dll) -> saat ditelaah di RMAN ada data di RMAN tentang pemberian obat (pengurang muntah, pusing, dll) b. bumil ke RB dengan alas an sakit tertentu -> di RMAN ada tindakan pertolongan/ pengobatan untuk sakit tertentu 16. Masukkan konsisten: adanya hubungan

Apakah dalam RMAN terlihat

antar informasi yang tercantum dalam

adanya informasi yang

RMAN.

konsisten?

Contoh:

1 = tidak

a. ada data kadar H B -> karena ada

2 = ya

informasi bumil anemi. b. nila dikatakan menderita hipertensi -> ada ukuran tekanan darah

14

17. alas an pelayanan: setiap pelayanan

Apakah dalam RMAN ada

yang di berikan harus jelas alas an yang

kejelasan alas an pelayanan

mendasarinya. Contoh:

bumil?

a. dilakuka versi (pemutaran rotasi) luar

1 = tidak

karena letak janin sungsang

2 = ya

b. pemberian diuretika karena bumil oedem 18. informed consent: diberika bila ada

19. bila jawaban “ya”, apakah

tindakan medis khusus yang memerlukan

dalam RMAN ada informed

alternative lainnya yang tersedia serta

consent alternative yang

dijelaskan secara tertulis. Alternatif yang

memenuhi criteria dan di

diambil di tantangani pasien/ keluarga.

tandatangani bumil (atau wali)? 1 = tidak

Apakah bumil memerlukan tindakan medis

2 = ya

khusus? 1 = tidak (lanjut ke no. 20) 2 = ya

Telaah Rekaman: Dilakukan untuk menjamin bahwa rekaman yang dihasilkan mempunyai kondisi yang baik, meliputi 7 hal (20 – 26): 20. mutakhir: informasi dalam

21. tulisan terbaca: dapat terbacanya

RMANdicatat segera, tidak ditunda

masukan informasi berupa abjad dan

sampai hari berikutnay. Bila ada

angka yang ditulis dalam RMAN.

korespondensi medis untuk pihak luar dikerjakan dalam waktu kurang dari 7

Apakan dalam RMAN tulisan tenaga

hari.

kesehatan terbaca?

Apakah dalam RMAN informasi

1 = tidak

bersifat mutakhir?

2 = ya

1 = tidak 2 = ya

15

22. singkatan baku: penggunaa

23. hindari sindiran: tulisan medis di

peristilahan medis yang sudah

RMAN tidak saling menjatuhkan

disepakati di RB

sesame rekan.

Apakah dalam RMAN digunakan

Apakah dalam RMAN ada kata

singkat-an baku?

sindiran terhadap rekam sejawat?

1 = tidak

1 = tidak

2 = ya

2 = ya

24. pengisian tidak senjang

25. tinta: RMAN hanya menggunakan

(gap)artinya pencacatan dilakukan

tinta warna biru atau hitam dalam

setiap bumil ke RB tanpa adanya

penulisan.

kekosongan meski dalam keadaan

Khusus untuk suhu,nadi, pernapasan

darurat sehingga dapat

( grafik) boleh menggunakan warna

dipertanggung-jawabkan

merah atau hijau.

Apakah dalam RMAN pengisian

Apakah rekaman dalam RMAN

ditulis secara tidak senjang?

menggunakan warna standar tinta

1 = tidak 2 = ya

secara benar? 1 = tidak 2 = ya

26. catatan jelas: kelengkapan

Apakah dalam RMAN catatan ditulis

informasi RMAN berdasarkan urutan

secara kronologis sehingga jelas?

kronologis sesuai tahapan kunjungan

1 = tidak

dan pemberian pelayanan kesehatan

2 = ya

sehingga informasi medis jelas dan mudah dipahami. 27. informasi ganti rugi: bila kondisi/

28. Bila ya, adakah informasi bahwa

penyakit memerlukan ganti rugi

bumil menderita cedera dalam tugas

termasuk misalnya akibat resiko kerja

atau bahwa kehamilannya terganggu

yang merugikan pasien atau bila

karena jenis pekerjaan saat ini?

keadaan sekarang akan mendapat

1 = tidak, lanjut ke no. 30

16

penggantian biaya obat.

2 = ya

Apakan dalam RMAN ada cattan yang menunjukkan bahwa bumil adalah pegawai/ buruh? 1 = tidak, lanjutkan ke no. 30 2 = ya 29. bila ya, apakah ada informasi

30. Apakah ada informasi dalam

dalam RMAN tentang ganti rugi

RMAN tentang penanggung biaya

(kompensasi) dari badan/ kantor/

antenatal dan persalinan?

majikan (induk semang)? 1 = tidak

1 = tidak 2 = ya

2 = ya

a. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan antara lain: 1) Alat tulis 2) Kertas folio bergaris 3) Berkas rekam medis b. Prosedur Kerja 1) Buatlah kuesioner tentang analisis kualitatif adminitrasi 2) Ambilah masing-masing mahasiswa 5 berkas rekam medis 3) Lakukan penilaian analisis kuanlitatif administrasi pada berkas rekam medis 4) Hasil praktikum dilaporkan dalam kertas folio bergaris yang sudah disediakan.

17

ACARA PRAKTIKUM/ PRAKTEK

Acara

: 3

Pokok Bahasan

: Analisis Kuanliitatif Medis

Acara Praktikum/ Praktek

: Analisis Kuanliitatif medis

Tempat

: Laboratorium RMD

Alokasi Waktu

: 2 x 100 menit praktikum

Dosen Pembimbing

: Tim Dosen Analisis Kuantatitatif dan Kualitati Rekam Medis

a. Tujuan Instruksional Khusus 1) Mahasiswa mampu mengidentifikasi Analisis Kualitatif Medis 2) Mahasiswa mampu membuat kuesioner analisis kuantitatif Medis

b. Dasar Teori Analisis Kualitatif Medis Apa yang dimaksud dengan analisis kualitatif medis (AKMed)? Dalam metode baru ini analisis kualitatif menelaah sesi medis rekaman yang difokuskan dalam 2 (dua) tahapan yaitu: 1. Menganalisis kelengkapan data/ informasi sesuai dengan standar pelayanan medis atau standart operating procedures(SOP) 2. Menganalisis apakah data/ informasi dari kondisi buruk pasien di manfaatkan tenaga kesehatan dengan membukti tindak lanjut Denga begitu maka AKMed ini adalah kegiatan menganalisis kelengkapan data/ informasi rekaman demi terwujudnya pelayanan medis yang berkualitas. Ringkasan 3 Kriteria Analisis Kualitatif Medis Kriteria

Persiapkan

1. Menganalisis kelengkapan data

Standar pelatanan medis atau standard

dan atau informasi

operating procedures (SOP) yang dikeluarkan oleh organisasi profesi 18

kedokteran atau referensi. 2. Menganalisis data dan atau informasi kondisi buruk pasien

Siapkan scoring untuk memantau pemanfaatan data dan atau informasi ditindaklanjuti oleh tenaga kesehatan (audit medis).

Sebelum memulai pembuatan kuesioner analisis kualitatif medis, tetapkan terlebih dahulu 1. Apa saja kriteria audit pelayanan kesehatan yang akan ditelaah. 2. Pelajari ketetapan / stndar profesi dan sumber bacaan tambahan yang ada 3. Susun instrument berdasarkan variable dari ketetapan/ standar profesi instrument yang akan digunakan dalam observasi rekam medis tersebut (misalnya tentang antenatal). Susunan Kuesioner Analisis Kalitatif Medis Bila subjek criteria yang akan ditelaah sudah ditetapkan berdasarkan alasan yang kuat maka periksa variable apa saja yang ada dalam subyek criteria itu. Dalam contoh latihan disini kita ambil tentang prosedur antenatal. Dari pustaka yang diperoleh diketahui kriteria antenatal bahwa kriteria antenatal meliputi : 1.

8 faktor resiko bumil,

2.

14 resiko tinggi bumil disertai dengan,

3.

minimal 4 kali kunjungan klinik,

4.

5 proses T,

5.

rujukan,

6.

bayi dilahirkan dan tambahan berupa,

7.

edukasi kesehatan Semakin jeli peneliti semakin banyak kriteria yang dapat di

kembangkan.dari criteria itu jabarkan butiran (variable) apa saja yang terdapat di dalamnya. Dalam contoh diatas terdapat 7 angka criteria besar yang berdampak 19

kepada kepada antenatal Analisis Kualitatif Medis (A-KI-M)- pendekatannya membantu _ peringatan dini (early warning –EW, early detection –(ED), early treatment – ET). A-KI-M merupakan upaya pemantauan kelengkapan RM dari tinjauan keberadaan informasi pelayanan medis tambahan (ekstra) bila kondisi pasien menunjukkan adanya komplikasi atau kondisi lain yang buruk / berisiko. Semakin cepat risiko di deteksi

semakin cepat rujukan dapat di

upayakan semakin tinggi kemungkinana hidup baik ibu maupun janin. Untuk RMAN maka penerapan A-KI-M mencakup informasi (1) 8 faktor risiko bumil, (2) 14 risiko tinggi bumil (3) minimal 4 kali kunjungan klinik, (4) 5 T, (5) rujukan, (6) bayi dilahirkan dan tambahan berupa (7) edukasi kesehatan

Contoh : AKIM 8 Faktor risiko (FR) bumil : Adapun 8 faktor risiko ibu hamil terdiri dari 8 variable meliputi a.

Primigravida

b.

Jumlah anak

c.

Jarak persalinan

d.

Tinggi badan

e.

Berat badan

f.

Lengan atas

g.

Riwayat keluarga

h.

Kelainan tubuh

Setiap variable tersebut memiliki batasan yang di sebut faktor risiko (FR). Batasan dalam FR berupa angka yang di jadikan standar dari variable. Misalnya variable primigvida menjadi berisiko bila usia bumil primigvida di bawah 20 tahun atau diatas 35 tahun . kondisi ibu hamil disebut baik bila kondisinya berada dalam kisaran (range) itu. 20

Prinsip dalm mendisain kuesioner A-KI-A mempunyai 2 ciri 1. Disain kolom sebelah kiri dipersiapkan untuk menelaah kelengkapan rekaman apakah sesuai dengan variable standar medis 2. Disain kolom kanan untuk menjaga prinsip pemanfaatan data -> analisis kualitatif medis . Istilah “ pemanfaatan data “ adalah proses menelaah keberadaan dan pemanfaatan data medis dalam rekamedis oleh tenaga kesehatan sehingga menghasilkan informasi ekstra

Penyakit atau kondisi

yang akan ditelaah harus sesuai kriteria audit

pelayanan yang ditegakkan organisasi profesi atau sumber lain. Kelengakapan pengisian butiran kriteria itu dijadikan dasar penelahaan rekam medis (kolom kiri – lihat kuesioner pengisian dibawah) dan tahap keduanya adalah menelaah kembali apakah data medis kondisi pasien dimanfaatkan oleh tenaga kesehatan ? Caranya adalah dengan menelaah apakah data medis tadi telah ditndak lanjuti ke tingkat pelayanan yang lebih progresif( kolom kanan). Informasi yang dikembangkan ke arah terapi

lanjutan harus sesuai dengan SOP (Standard

Operating Procedures) dan batasan pelayanan medis ini disebut dengan “informasi ekstra”. Bila tenaga kesehatan tidak tertib dalam pengisian rekam medis dan tidak memberikan informasi ekstra itu maka dirinya dapat dikategorikan sebagai lalai secara administrative dan bahkan dapat di kategorikan ke dalam sanksi yang membawa kesalahan pada medis (medical error). Tidak jarang kecerobohan itu mengakibatkan kesalahan peresepsi atau ketiadaan informasi sehingga pemberian terapi kepada pasien menjadi

keliru dan pasien menjadi cacat atau bahkan

meninggal dunia. Tahapan kesalahan tenaga ini di bagi dalam kategori A-G dalam diagram medical error di AS Keterangan untuk Kuesioner Analisis Kualitatif Medis: Contoh no.31:

21

1. Kolom kiri menjelaskan usia bumil dan jumlah gravida. Jawaban kode 1=tidak dan 2=iya.bila disebut 1=tidak, berarti, dalam RMAN tidak ada keterangan tentang usia dan jumlah gravida. Bila tidak ada data maka jawaban untuk kolom kanan (pemanfaatan kelengkapan informasi) adalah 9=tidak ada keterangan (TAK) 2. Bila jawaban kiri adalah 2=ya. Berarti tenaga kesehatan mempunyai data tersebut ( usia dan jumlah gravida). 3. Perhatikan untuk harapan rendah (1) dan harapan yang tinggi (2) dan bukan kebalikannya. 4. Dalam melaksanakan analisis kualitatif medis maka jawaban dari analisis kelengkapan informasi (kiri) yang dijawab dengan “iya” harus di telaah lebih lanjut. Cara nya adalah dengan memeriksa apakah dalam rekam medis (antenatal) ada informasi ekstra tentang sejauh apa tenga kesehatan menindak lanjuti “ya” tersebut 5. Bila jawaban kiri adalah “ya” namun jawaban kanan adalah 0=bukan kasus kini, artinya: usia bumil tidak dalam batasan < (dibawah ) atau > (diatas). Dengan kata lain usia bumil normal karena antara batasan itu (antara 20-35). 6. Bila jawaban kiri adalah “ya” namun jawaban kanan adalah 1=tidak, artinya tenaga kesehatan sudah tahu kondisi bumil namun membiarkan rekam medis tanpa informasi tambahan. Hal ini tidak dibenarkan. 7. Bila jawaban kiri adalah “ya” dan jawaban kanan adalah 2=ya, artinya tenga kesehatan yang sudah mencatat keadaan bumil sebelumnya memanfaatkan data kelengkapan informasi dengan menindaklanjuti keadaan bumil. Hal ini adalah kobinasi yang terbaik. Disini data diberi nilai yang besar. Primigravida artinya bumil baru pertama kali hamil. Untuk meyakinkan hal itu dalam RMAN harus ada keterangan bahwa sebelumnya belum ada kehamilan. Bila sebelumnya ybs Contoh Kuesioner analisis kualitatif medis Analisis perlengkapan informasi

Pemanfaatan kelengkapan 22

informasi (Analisis Kualitatif Medis) 31. Usia-gravida:

32. FR primigravida usia berisiko :

Apakah dalam RMAN ada keterangan

Bila bumil adalah

tentang usia dan jumlah gravid ?

primigravida usia <20

1= tidak

tahun atau > 35 tahun.

2= ya

Apakah dalam RMAN ada informasi “ekstra”? 0=bukan kasus ini 1= tidak 2= iya 9=tidak ada keterangan ( TAK)

33. jumlah anak :

34. FR jumlah anak:

Apakah dalam RMAN ada keterangan

Bila bumi telah memiliki

tentang jumlah anak bumi sebelum

jumlah anak >4 orang

kehamilan ini?

apakah dalam RMAN ada

1= tidak

informasi “ekstra” ?

2=ya

0=bukan kasus ini 1= tidak 2= iya 9=tidak ada keterangan (TAK)

35. jarak persalinan :

36. FR jarak persalinan :

Apakah dalam RMAN ada keterangan

Bila jarak persalinan

tentang jarak persalinan terakhir hingga

terakhir hingga kini

kehamilan ini ?

berjarak 2 tahun, apakah

1=tidak

dalam RMAN ada

23

2=ya

informasi “ekstra”?: 0=bukan kasus ini 1= tidak 2= iya 9=tidak ada keterangan (TAK)

37.tinggi badan:

38.FR tinggi badan:

Apakah dalam RMAN ada keterangan

Bila tinggi badan bumil <

tentang tinggi badan bumil?

145 cm. apakah dalam

1=tidak

RMAN ada informasi

2=ya

“ekstra”?: 0=bukan kasus ini 1= tidak 2= iya 9=tidak ada keterangan (TAK)

39.berat badan:

40.FR berat badan

Apakah dalam RMAN ada keterangan

Bila berat bumil dengan

tentang berat badan bumil?

berat badan < 38 kg,

1=tidak

apakah dalam RMAN ada

2=ya

informasi “ekstra”?: 0=bukan kasus ini 1= tidak 2= iya 9=tidak ada keterangan (TAK)

41.lengan atas:

42.FR lengan atas:

Apakah dalam RMAN ada keterangan

Bila bumil dengan lingkar

ukuran lingkar lengan atas bumil?

lengan atas < 23,5 cm.

1=tidak

apakah dalam RMAN ada

24

2=ya

informasi “ekstra”?: 0=bukan kasus ini 1= tidak 2= iya 9=tidak ada keterangan (TAK)

43.riwayat keluarga:

44.FR riwayat keluarga:

Apakah dalam RMAN ada keterangan

Bila bumil dengan riwayat

tentang riwayat keluarga bumil?

keluarga mengidap

1=tidak

diabetes mellitus,

2=ya

hipertensi, kongenitai, ancmali, apakah dalam RMAN ada informasi “ekstra”? 0=bukan kasus ini 1= tidak 2= iya 9=tidak ada keterangan (TAK)

45.kelainan tubuh:

46.FR riwayat keluarga:

Apakah dalam RMAN ada keterangan

Bila bumil mempunyai

tentang riwayat keluarga bumil?:

kelainan tubuh seperti

1=tidak

kelaunan tulang belakang,

2=ya, sebutkan apa saja…………

atau panggul, apakah

………………………………………………

dalam RMAN ada informasi “ekstra”?: 0=bukan kasus ini 1= tidak 2= iya 9=tidak ada keterangan

25

(TAK) 2. AKIM 14 resiko tinggi (RT) bumil Keterangan untuk Kuesioner Analisis Kualitatif Medis: Contoh no.47 tentang hemoglobin: 1.

Kolom kiri menjelaskan kadar hemoglobin. Jawaban kode 1= tidak dan 2=ya. Bila disebut 1= tidak, berarti, dalam RMAN tidak ada keterangan tentang kadar hemoglobin. Bila tidak ada data maka jawaban untuk kolom kanan (pemanfaatan kelengkapan informasi) adalah 9=tidak ada keterangan (TAK).

2.

Bila jawaban kiri 2=ya. bararti tenaga kesehatan mempunyai data tersebut (kadar hemoglobin).

3.

Perhatikan untuk harapan rendah (1) dan harapan yang tinggi (2) dan bukan kebalikannya.

4.

Dalam melaksanakan analisis kualitatif medis maka jawaban dari analisis kelengkapan informasi (kiri) yang di jawab dengan no.2= “ya” harus ditelaah lebih lanjut. Caranya adalah dengan memeriksa apakah dalam rekam medis (antenatal) ada informasi ekstra tentang sejauh apa tenaga kesehatan menindak lanjuti “ya” tersebut.

5.

Bila jawaban kiri adalah “ya” namun jawaban kanan adalah 0= bukan kasus ini, artinya: kadar hemoglobin bumil tidak < (di bawah) 8%). Dengan kata lain kadar hemoglobin bumil di atas 8%.

6.

Bila jawaban kiri adalah “ya” namun jawabak kanan adalah 1=tidak, artinya tenaga kesehatan sudah tahu kondisi bumil namun membiarkan rekam medis tanpa informasi tambahan. Hal ini tidak dibenarkan.

7.

Bila jawaban kiri adalah “ya” dan jawaban kanan adalah 2=ya, artinya kadar Hb bumil < 8%. Ternyata tenaga kesehatan yang sudah mencatat keadaan bumil sebelumnya memanfaatkan data kelengkapan informasi dengan menindaklanjuti keadaan bumil yang < 8% hal ini adalah kombinasi yang terbaik. Disini program data member nilai yang besar.

26

Dalam hal ini tenaga penelaah harus memahami ilmu medis/kesehatan dari penyakit yang ditelaahnya. Semakin berpengalaman dan mendalami ilmu medis/kesehatan tentunya hasil telaahnya semakin baik.

14 resiko tinggi bumil meliputoi berbagai pertanyaan seperti tersebut di bawah ini:

47.kadar hemoglobin:

48.RT kadar hemoglobin:

Apakah dalam RMAN ada keterangan Bila kadar Hb bumil < 8% tentang kadar hemoglobin bumil pada apakah dalam RMAN ada pemeriksaan pertama dan saat usia informasi “ ekstra” ?: kehamilan 9 bulan?:

0=bukan kasus ini

1=tidak

1= tidak

2=ya

2= iya 9=tidak ada keterangan (TAK)

49.tekanan darah:

50.RT darah tinggi:

Apakah dalam RMAN ada keterangan

Bila tekanan darah bumil

tentang tekanan darah bumil?:

dinyatakan tinggi > 140

1=tidak

mm Hg dan diastole > 90

2=ya

mm Hg, apakah dalam RMAN

ada

“ekstra”?:

informasi 0=bukan

kasus ini 1= tidak 2= iya 9=tidak ada keterangan (TAK)

27

51. Oedema:

52. RT Oedemo : Bila

bumil

mengalami

Apakah dalam RMAN ada keterangan

oedema

yang

nyata,

pemeriksaan

apakah

dalam

RMAN

kemungkinan

bumil

mengalami oedema?

ada informasi “ekstra” ?:

1 = tidak

0=bukan kasus ini

2 = ya

1= tidak 2= iya 9=tidak ada keterangan (TAK)

53. Eklampsia :

54. RT Eklampsia :

Apakah dalam RMAN ada keterangan Bila pemeriksaan

kemungkinan

bumil

bumil eklampsia,

mengalami eklampsia?

RMAN

1 = tidak

“ekstra”? :

2 = iya

mengalami

apakan ada

dalam

informasi

0=bukan kasus ini 1= tidak 2= iya 9=tidak ada keterangan (TAK)

55. Perdarahan Per Vaginam :

56.

RT

Perdarahan

Per

Apakah dalam RMAN ada keterangan Vaginam : pemeriksaan

tentang

kemungkinan Bila

bumil

bumil mengalami pendarahan per perdarahan

mengalami per

vaginam,

vaginam? :

apakah dalam RMAN ada

1 = tidak

informasi “ekstra” ?

2 = ya

0=bukan kasus ini 1= tidak 2= iya 9=tidak ada keterangan

28

(TAK)

57. Ketuban Pecah Dini (KPD) :

58. RT Ketuban Pecah Dini :

Apakah dlam RMAN ada keterangan Bila

bumil

mengalami

tentang kejadian KPD? :

ketuban pecah dini, apakah

1 = tidak

dalam RMAN ada informasi

2 = ya

“ekstra” 0=bukan kasus ini 1= tidak 2= iya 9=tidak ada keterangan (TAK)

59. Letak Lintang :

60. RT Letak Lintang :

Apakah dalam RMAN ada keterangan Bila

bumil

bermasalah

tentang letak lintang? :

dengan letak lintang pada

1 =tidak

kehamilan

2 = ya

apakah dalam RMAN ada

32

minggu,

informasi “ekstra” 0=bukan kasus ini 1= tidak 2= iya 9=tidak ada keterangan (TAK)

61. Letak Janin :

62.

RT Letak Sungsang

Apakah dalam RMAN ada keterangan Primigravida : tentang letak janin bumil khususnya Bila

janin

bumil 29

pada primigravida?

primigravida

mengalami

1 = tidak

letak

2 = ya

dalam RMAN ada informasi

sungsang,

apakah

“ekstra” 0=bukan kasus ini 1= tidak 2= iya 9=tidak ada keterangan (TAK 63. Infeksi Berat/Sepsis:

64. RT Infeksi Berat/Sepsis:

Apakah dalam RMAN ada keterangan Bila bumil mengalami infeksi tentang

pemeriksaan

kemungkinan berat/sepsis, apakah dalam

terjadinya inffeksi berat/sepsis?

RMAN

1 = tidak

“ekstra”

2 = ya

ada

informasi

0=bukan kasus ini 1= tidak 2= iya 9=tidak ada keterangan (TAK)

65. Persalinan Prematur :

Bayi 66. RT Persalinan Prematur :

dikatakan

lahir Bila ada gejala kehamilan

premature

bila

sebelum cukup waktu (<9 bulan)

akan

berakhir

Apakah dalam RMAN ada keterangan persalinan

dengan premature

yang mengkhawatirkan bumil akan apakah dalam RMAN ada mengalami persalinan premature?

informasi “ekstra”

1 = tidak

0=bukan kasus ini

2 = ya

1= tidak 2= iya 9=tidak ada keterangan (TAK

30

67. Kehamilan Ganda : Apakah

dalam

68. RT Kehamilan Ganda RMAN

ada (Kembar) :

pemeriksaan tentang jumlah janin Bila

kehamilan

bumil

dalam kandungan?

diduga/ dinyatakan kembar,

1 = tidak

apakah dalam RMAN ada

2 = ya

informasi “ekstra” 0=bukan kasus ini 1= tidak 2= iya 9=tidak ada keterangan (TAK) 69. RT Janin Besar : Bila janin bumil dinyatakan besar (>4000gr), apakah dalam RMAN ada informasi “ekstra” 0=bukan kasus ini 1= tidak 2= iya 9=tidak ada keterangan (TAK)

70. Penyakit Khronis :

71. RT Penyakit Khronis :

Apakah dalam RMAN, bumil ditanya Bila bumil mengidap tentang penyakit-penyakit menahun penyakit khronis seperti (khronis) . apa saja yang sedang jantung, paru, ginjal, apakah diidap?

dalam RMAN ada informasi

1 = tidak

“ekstra”

2 = ya, sebutkan

0=bukan kasus ini

……………………………...

1= tidak 2= iya

31

9=tidak ada keterangan (TAK) 72. Riwayat Obstetri:

73.

RT

Riwayat

Obstetri

Apakah dalam RMAN ada keterangan Buruk dan lain-lain : tentang riwayat obstetri, termasuk Bila bumil mengidap riwayat bedah sesar komplikasi kehamilan?

obstetrik

buruk,

1 = tidak

bedah

2 = ya , sebutkan apa saja ……….

kehamilan, apakah dalam

…………………………………….

RMAN

Caesar,

ada

pernah

complikasi

informasi

“ekstra” 0=bukan kasus ini 1= tidak 2= iya 9=tidak ada keterangan (TAK) AKIM ( Analisis Kualitatif Medis ) – Minimal 4 kali Kunjungan Klinik

1.

74. Jumlah Kunjungan Antenatal

75. Kunjungan Pertama >

:

Trimester l :

Bila selama kehamilan jumlah Bila kali pertama bumil dipreiksa kunjungan bumil ke RB kurang di RB adalah diatas trimester l, dari 4 kali. apakah dalam RMAN apakah ada informasi “ekstra”

dalam

RMAN

ada

informasi “ekstra”

1= tidak

0=bukan kasus ini

2= iya

1= tidak 2= iya 9=tidak ada keterangan (TAK)

2.

AKIM – 5 T

32

Setiap bumil disarankan mengikuti ketentuan pemeriksaan 5 T yang terdiri dari : 76. Timbang Berat dan tinggi

77. Masalah dengan berat badan

badan

Bila dalam pemeriksaan berat

Apakah dalam setiap kedatangan

badan bumil sebelum hamil <38

ke RB ada informasi tentang

kg (atau <45 kgsaat hamil) atau

berat badan bumil dan di saat

obesitas

awal ada ukuran tentang tinggi

dalam

badannya?

“ekstra”

(kegemukan), RMAN

ada

1 = tidak

0=bukan kasus ini

2 = ya

1= tidak

apakah informasi

2= iya 9=tidak ada keterangan (TAK) 78. Tekanan darah bumil :

79. Masalah dengan kurang nya

Apakah dalam setiap kali bumil

tekanan darah

ke klinik/RB ada informasi

Bila dalam pengukuran tekanan

dilakukannya pengukur-an

darah,

tekanan darah sewaktu?

mempunyai

1 = tidak

rendah (<100/80). Apakah dalam

2 = ya

RMAN ada upaya menaikkan

bumil

dinyatakan

tekanan

darah

tekanan darah? 0=bukan kasus ini 1= tidak 2= iya 9=tidak ada keterangan (TAK) 80. Ukur tinggi fundus uteri :

81. Maslah tinggi fundus uteri

untuk menentukan kehamilan

Bila ada masalah dengan kondisi

dengan memperkirakan tinggi

tinggi fundus uteri, apakah dalam

33

uterus atau untuk

RMAN ada catatan yang

memperkirakan letak janin

menunjukkan kewaspadaan

dalam rahim ibu.

pelayanan untuk bumil?

Apakah dalam setiap kunjungan

0=bukan kasus ini

ke RB, ada informasi pengukuran

1= tidak

tinggi fundus uteri bumil ?

2= iya

1 = tidak

9=tidak ada keterangan

2 = ya

(TAK)

82. TetanusToksoid

83. Masalahdengan jumlah

Apakah dalam kunjungan ke RB, pembeerian tetanus toksoid ada catatan tentang jumlah

Bila pemberian tetanus toksoid

suntikan tetanus toksoid?

tidak mencapai 2 (dua) kali.

1 = tidak

Apakah dalam RMAN ada

2 = ya

catatan yang menunjukkan kewaspadaan pelayanan untuk bumil? 0=bukan kasus ini 1= tidak 2= iya 9=tidak ada keterangan (TAK)

84. Tablet zat besi

85. Masalahdengan jumlah

Apakah dalam kujungan ke RB,

pemberian tablet

jumlah pemberian tablet zat besi

Bila pembereian tablet zat besi

bumil dicatat?

kurang dari 90 tablet, apakah

1 = tidak

dalam RMAN ada catatan yang

2 = ya

menunjukkan kewaspadaan pelayanan untuk bumil? 0=bukan kasus ini 1= tidak

34

2= iya 9=tidak ada keterangan (TAK)

5.AKIM- rujukan

rujukan di maksudkan untuk

86.informasi rujukan:

meneruskan bumil yang

Apakah ada informasi yang

kondisinya menghawatirkan

menunjukkan bahwa kondisi

kesarana pelayanan kesehatan

bumil memburuk?

lain yang lebih tinggi. Semakin

0 = bukan kasus ini

cepat bumil yang bermasalah

1 = tidak(=kondisi memburuk

terde-teksi dan segera di rujuk

namun tidak ada catatan bumil

maka semakin besar

harus di rujuk)

kemungkinannya

2 = ya (=kondisi memburuk dan

mempertahankan janin dan

ada catatan bumil harus dirujuk)

mencegah komplikasi yang

Kondisi buruk bumil yaitu (isi):

berkelanjutan yang dapat

……………………………………

mengakibatkan kematian janin

…………………

maupun ibu. Oleh karena itu

……………………………………

kelengkapan informasi dalam

………..………..

RMAN amat diperlukan. 87.kecepatan rujukan:

88. alamat rujukan

Apakah dalam RMAN ada

apakah ada informasi dalam

catatan waktu ( tanggal atau

RMAN dicantumkan alamat RS

jam) terdeteksi dan saat bumil

rujukan?

disarankan dirujuk?

0 = bukan kasus ini

0 = bukan kasus ini

1 = tidak

35

1 = tidak

2 = ya

2 = ya, berapa hari jaraknya

9 = TAK

(…………….sehat) 1 = lambat (> 1 hari) 2 = cepat (< 1 hari)

6. Bayi yang di lahirkan Gambaran tentang bayi yang dilahirkan sebagai hasil akhir proses antenatal memuat butiran nilai apgar dan berat badan bayi. 89. apgar score ( nilai ):

90. bila dalam RMAN skor apgar

Apakah dalam RMAN ada data

tidak baik, apakah ada informasi

tentang nilai apgar?

“ekstra” ?

1 = tidak

0 = bukan kasus ini

2 = ya

1 = tidak 2 = ya

91. berat badan lahir keadaan bayi

92. bila ternyata berat badan bayi

lahir

yang ba-ru dilahirkan rendah <

Apakah dalam formulir RM ada

2500 gram, apa-kah ada

data BBLR?

informasi “ ekstra” dalam

1 = tidak

RMAN ?

2 = ya

0 = bukan kasus ini 1 = tidak 2 = ya

93. tanda kehidupan:

94. bila ya, bagaimana keadaan

Apakah dalam RMAN ada data

bayi?

tentang hidup atau matinya bayi

1 = bayi lahir dalam keadaan

yang baru dilahirkan?

mati (still birth)

1 = tidak

2 = bayi lahir hidup tapi

2 = ya

premature 3 = bayi lahir hidup tidak 36

prematur

7. AKIM- edukasi kesehatan Edukasi kesehatan menjadi suatu hal yang penting dalam memantau pelayanan antenatal. Tingginya angka kematian bayi, bisa jadi bermula dari ketidaktahuan ibu tentang tata cara melayani bayinya. Tanpa kejelasan informasi dalam rekam medis, kita tidak akan tahu seberapa jauh ibu itu telah diberikan edukasi kesehatan dan jenisnya. Itulah sebabnya variable edukasi kesehatan harus di pantau.

Edukasi kesehatan yang

95. pelaksanaan edukasi kesehatan :

dimaksudkan yaitu upaya

Apakah dalam RMAN ada informasi

tenaga kesehatan untuk

dilaksanakannya edukasi kesehatan

meningkatkan mutu

kepada bumil oleh tenaga kesehatan?

pelayanan antenatal melalui

1 = tidak

pemberian informasi dan

2 = ya

atau pelatihan agar bumil dapat merawat dirinya sendiri selama menjalankan pelayanan antenatal di rumah. 96. bila ya, sebutkan jenis edukasi kese-hatan apa yang diberikan kepada bumil? 1 = merawat kesehatan selama antenatal 2 = idem 2 dan cara merawat kesehatan setelah bersalin termasuk cara merangsang keluarnya air susu ibu

37

3 = 1,2 dan cara merawat bayi Lainnya………………………………… ………………………….. ………………………………………… ……………………………….

c. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan antara lain: 1) Alat tulis 2) Kertas folio bergaris 3) Berkas rekam medis 4) Kertas A4 80 gr d. Prosedur Kerja 1) Carilah sop atau pedoman penata laksanaan penyakit yang ada di internet dan buatlah 10 pertanyaan kuesioner tenatang analisis kualitatif medis. 2) Hasil praktikum dilaporkan dalam kertas folio bergaris yang sudah disediakan.

38

ACARA PRAKTIKUM/ PRAKTEK

Acara

: 4

Pokok Bahasan

: Kuesioner sebagai instrument penelitian

Acara Praktikum/ Praktek

: Membuat kuesioner

Tempat

: Laboratorium RMD

Alokasi Waktu

: 2 x 100 menit praktikum

Dosen Pembimbing

: Tim Dosen Analisis Kuantatitatif dan Kualitatif Rekam Medis

A. Tujuan Instruksional Khusus Setelah selesai melakukan praktikum ini, diharapkan mahasiswa dapat membuat kuisioner sebagai instrument penelitian. B. Dasar Teori 1. Instrument Suatu alat untuk mengumpulkan informasi atau data dalam penelitian. Instrumen dapat berupa: a. kuesioner/guideline b. pedoman observasi c. review catatan medik d. test laboratorium e. pemeriksaan fisik

2. Memilih paradigma dan menentukan teori yang akan digunakan atau model penelitian formative 3. Memahami concept, construct, variable, dan attribute (item) 4. Menentukan independen dan dependen variable 5. Concept: an abstraction created by a generalization drawn from particulars (didapatkan dari teori, masih belum dapat diamaati secara nyata)

39

6. Construct: a concept adopted for use in scientific formulation (konstruk sudah lebih khusus, tetapi juga belum dapat diamati namun caranya sudah mulai dipikirkan) 7. Indicators Bisa diperoleh dari: a. Satu item dalam kuesioner b. Jumlah skor dalam kuesioner c. Jawaban dan interpretasinya dalam interview d. Hasil rating dalam observasi e. Hasil observasi yang dijabarkan dalam narasi atau ukuran tertentu

8. Pertimbangan Umum a. Tujuan dan fokus penelitian penelitian (knowledge, attitude, practice) b. Sumber data yang dapat memberi memberi data yang optimal (pasien,

keluarga, dokter, dll) c. Pertimbangan keuntungan dan kerugian metode pengumpulan data.

9. Keuntungan pengambilan data dengan instrument kuesioner a. Topik sudah diketahui/diteliti diketahui/diteliti secara luas b. Dapat menjangkau lebih banyak subyek c. Valid jika topik adalah hal sensitif sensitif d. Akurasi informasi lebih dipentingkan drpd opini e. Jika subyek adalah orang yang sibuk f.

Waktu terbatas

g. Biaya murah, dsb.

10.

Prinsip Umum membuat kuesioner

Setiap kuesioner yangi dimodifikasi harus: a.

Dilihat topik dan macam respondennya

b.

Bagaimana cara pengumpulan pengumpulan datanya-datanya

c.

Bagaimana bahasa dan terminologi yang digunakan

d.

Memasukkan para ahli dalam pengembangannya

e.

Melalui uji coba untuk mengukur mengukur validitas validitas dan reliabilitas 40

11. Sumber kuesioner baru a. Pedoman pelatihan b. Pedoman penatalaksanaan penyakit c. Hasil penelitian terdahulu d. Pendapat pakar (5-10 pakar) yang diukur agreement-nya

12. Langkah membuat kuesioner baru a. Definisikan pertanyaan penelitian dan hubungan-hubungan yang ingin

didapatkan. b. Teliti penelitian yang sudah ada, terutama kuesioner dengan topik

tersebut c. Pertimbangkan lagi keuntungan dan kerugian menggunakan kuesioner d. Pastikan macam informasi yang akan dicari e. Macam pertanyaan: terbuka, tertutup atau kombinasi menggunakan

skala, pilihan berganda atau pertanyaan bertingkat. f.

Menulis

pertanyaan,

mulai

dengan

pertanyaan

yang

umum

ulang‐ulang pertanyaannya sampai topik tercakup secara komprehensif. g. Waktu menulis kuesioner, tentukan analisa yang akan digunakan, terma

suk penggunaan prekoding semaksimal mungkin h. Pertimbangkan masalah urutan pertanyaan i.

Struktur dan format kuesioner harus jelas dan menarik

j.

Uji‐cobakan kuesioner pada teman dan kolega, dan terutama pada sample populasi (revisi jika perlu, dan uji‐cobakan lagi)

k. Pasrikan populasi responden l.

Sebarkan kuesioner

m. Koding dan analisis data n. Hitung validitas dan reliabilitas data

C. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan antara lain: 1. Alat tulis 2. Kertas folio bergaris 3. komputer 41

4. LCD 5. Buku pedoman pentalaksanaan penyakit 6. Berkas rekam medis 7. Kertas A4 80 gr D. Prosedur Kerja 1. Pilih salah satu penyakit yang akan dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif 2. Lihat pedoman penatalaksanaan penyakit 3. Diskusikan dengan 5-10 orang pakar 4. Buatlah kuesioner 5. Pengumpulan data 6. Analisis kualitatif dan kuantitatif 7. Berikan kesimpulan

E. Lembar Kerja 1. Penyakit yang akan dianalisis:

42

2. Buatlah kuesioner sebagai instrument anaisis kualitatif dan kuantitatif berdasarkan buku penatalaksanaan penyakit dan diskusi para pakar!

43

3. Beikan analisis secara kualitatif dan kuantitatif!

44

4.

Berikan kesimpulan!

F. Evaluasi Evaluasi dilakukan dengan presentasi, diskusi dan tanya jawab. 45

ACARA PRAKTIKUM/ PRAKTEK

Acara

: 5

Pokok Bahasan

: Analisis Faktor Risiko Mortalitas Maternal

Acara Praktikum/ Praktek

: Melakukan menggali

analisis faktor

kualitatif

penyebab

untuk kematian

maternal Tempat

: Laboratorium RMD

Alokasi Waktu

: 2 x 100 menit praktikum

Dosen Pembimbing

: Tim Dosen Analisis Kuantatitatif dan Kualitatif Rekam Medis

A.

Tujuan Insstruksional Khusus Setalah melaksanakan praktikum, diharapkan mahasiswa dapat melakukan analisis kualitatif untuk menggali faktor penyebab kematian maternal.

B.

Dasar Teori 1. Faktor Mortalitas Maternal Depkes

RI

dalam

jurnal

penelitian

Sri

Juharni,

dkk

(2011)

mengelompokkan faktor risiko kematian ibu menjadi tiga, yaitu: a. Faktor medik, yang terdiri dari: umur ibu yang terlalu muda atau tua pada waktu hamil, jumlah anak terlalu banyak, jarak antar kehamilan terlalu dekat, adanya komplikasi yang terjadi pada masa kehamilan, persalinan dan nifas serta beberapa keadaan yang memperberat derajat kesehatan ibu selama hamil (kekurangan gizi dan anemia); b. Faktor non medik, terdiri dari: kurangnya akses ibu dalam mendapatkan antenatal care, terbatasnya pengetahuan ibu tentang tanda-tanda

bahaya

(kehamilan,

persalinan

maupun

nifas),

ketidakberdayaan ibu hamil dalam pengambilan keputusan untuk dirujuk serta ketidakmampuan ibu hamil untuk membayar biaya transpor dan perawatan di rumah sakit; 46

c. Faktor pelayanan kesehatan, yang terdiri dari penolong persalinan, tempat persalinan, cara persalinan, penanganan medis pada kasus rujukan, penerapan prosedur tetap penanganan kasus gawat darurat kebidanan belum dilakukan secara konsisten, kemampuan bidan di desa yang belum optimal dalam menangani kasus kegawadaruratan kebidanan. Menurut Helen Varney, et al (2006), kematian ibu dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu; 1) Kematian obstetrik langsung. Kematian jenis ini diakibatkan komplikasi kebidanan yang terkait dengan kehamilan (kehamilan, persalinan,dan infeksi puerperium), akibat intervensi, kelalaian, terapi yang tidak tepat ,atau salah satu diantaranya. 2) Kematian obstetrik tidak langsung. Kematian jenis ini merupakan akibat penyakit terdahulu atau penyakit yang berkembang selama masa hamil, dan tidak berkaitan dengan penyebab langsung, tetapi diperparah dengan dampak fisiologis kehamilan. 2. Selain itu di negara-negara berkembang, ada lima penyebab utama kematian ibu antara lain; a. Perdarahan Kehamilan normal biasanya identik dengan amenore dan tidak ada pendarahan pervaginam, tetapi banyak juga wanita yang mengalami episode pendarahan pada trimester pertama kehamilan. Darah yang keluar biasanya segar (merah terang) atau berwarna tua (coklat kehitaman). Pendarahan yang terjadi biasanya ringan, tetapi menetap selama beberapa hari atau secara tiba-tiba keluar dalam jumlah besar. Dari seluruh wanita hamil yang mengalami pendarahan pervaginam tanpa nyeri selama pertengahan pertama kehamilan, hanya sepertiga yang mengalami keguguran spontan. Kemungkinan penyebab perdarahan tersebut adalah kehamilan etopik, peradangan serviks berat, polip serviks, perdarahan pascakoitus, perdarahan selama implantasi atau perdarahan berasal dari perdarahan subkorionik. 47

b. Sepsis Menurut American Academy of Pediatrics pada tahun 2012 mempublikasikan bahwa “dengan perbaikan manajemen obstetrik dan penggunaan berbasis bukti terapi antimikroba intrapartum, serangan dini sepsis neonatorum menjadi kurang sering. Namun, serangan dini sepsis tetap menjadi salah satu sebagian besar penyebab umum morbiditas dan mortalitas neonatal di prematur yang penduduk. Identifikasi neonatus beresiko awal-awal sepsis sering didasarkan pada konstelasi faktor risiko perinatal yang tidak sensitif maupun spesifik. Selain itu, tes diagnostik untuk sepsis neonatal memiliki akurasi prediksi miskin yang positif. Akibatnya, dokter sering memperlakukan bayi baik-muncul untuk waktu yang lama, bahkan ketika kultur bakteri negatif. Perlakuan optimal bayi yang diduga serangan dini sepsis adalah spektrum luas antimikroba agen (ampisilin dan

aminoglikosida).

Setelah

patogen

diidentifikasi,

terapi

antimikroba harus dipersempit (kecuali sinergisme adalah diperlukan). Data terbaru menunjukkan hubungan antara empiris jangka panjang pengobatan bayi prematur (≥5 hari) dengan antibiotik spektrum luas dan risiko yang lebih tinggi dari akhir serangan sepsis , necrotizing enterocolitis, dan mortalitas. Untuk mengurangi risiko ini, terapi antimikroba harus dihentikan pada 48 jam dalam situasi klinis di mana probabilitas sepsis rendah. Tujuan dari laporan klinis ini adalah untuk memberikan dan, bila mungkin, berbasis bukti pendekatan praktis untuk manajemen bayi yang diduga atau terbukti serangan dini sepsis”. c. Hipertensi akibat kehamilan Peningkatan tekanan darah setelah 20 minggu kehamilan ≥140 mmHg untuk sistolik dan ≥90 mmHg untuk distolik (sebelumnya disebut hipertensi yang dipicu kehamilan) tanpa proteinuria atau hasil evaluasi laboratorium yang abnormal selama kehamilan dan yang kembali normal 12 minggu pascapartum. Penentuan akhir antara hipertensi 48

kehamilan atau preeklamsia hanya dapat dilakukan pada periode pascapartum. d. Abortus Abortus

adalah

suatu

usaha

mengakhiri

kehamilan

dengan

mengeluarkan hasil pembuahan secara paksa sebelum janin mampu bertahan hidup, jika dilahirkan. Selain itu abortus atau lebih dikenal aborsi yaitu pendarahan pervaginan pada kehamilan < 22 minggu (sebelum janin mencapai viabilitas). Jenis – jenis abortus yaitu : 1) Abortus Spontan

Penghentian kehamilan sebelum uk 22 minggu secara alami, meliputi tahapan abortus imminens, insipiens, inkomplit/komplit. 2) Abortus provokatus

Proses dihentikannya kehamilan sebelum uk 22 minggu 3) Abortus septic

Abortus yang mengalami komplikasi berupa infeksi 4) Abortus tidak aman

Tindakan abortus yang dilakukan oleh orang yang tidak berpengalaman/ standar medis dan sering mengakibatkan abortus septik. e. Persalinan macet/lama Persalinan macet dapat menyebabkan persalinan berlangsung lama. Mengutip dari jurnal skripsi Hubungan Partus Lama Dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum Pada Primigravida dan Multigravida Di Rumah Sakit Umum Daerah Sragen oleh Rita Mardani, N. Kadek Sri Eka Putri (2012) menjelaskan bahwa persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit (APN, 2008). Persalinan lama (partus lama) adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam (Manuaba, 2008).

49

Adapun fase–fase dalam persalinan berdasarkan buku saku bidan obgynacea yaitu: 1) Tahapan Persalinan Normal Kala I Pembagian fase : Fase laten Dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan perapisan dan pembukaan serviks secara bertahap, pembukaan serviks < 4 jam, biasanya berlangsung ≤ 8 jam. Fase Aktif Frekuensi dan lama (durasi) kontraksi uterus biasanya meningkat (kontraksi dianggap adekuat jika terjadi ≥ 3 kali dalam 10 menit dan berlangsung selama ≥40 detik), pembukaan serviks dari 4 sampai

lengkap

(10

cm),

biasanya

dengan

kecepatan



1cm/jam,terjadi penurunan bagian terbawah janin. Tabel 2.2 Perbedaan Lama Persalinan Primigravida Dan Multigravida Primigravida

Multigravida

Kala I dapat lebih panjang (s/d 12

Kala I umumnya lebih singkat (+8 jam)

jam) Penipisan serviks terjadi lebih

Penurunan dan pendataran serviks terjadi

dulu,

hampir simultan

baru

kemudian

diikuti

pendataran servik Sumber : Buku Saku Bidan Obgynacea

Kala II (Kala Pengeluaran) Batasan: dimulai ketika pembukaan serviks lengkap (10cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Tanda dan gejala: Ibu merasa inginmeneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi, ibu merasakan makin meningkatnya tekanan pada rektum dan atau vagina, perineum terlihat menonjol, vulva-vagina dan stringterani terlihat membuka, peningkatan pengeluaran lendir darah

50

Diagnosis (berdasarkan hasil pemeriksaan dalam) : pembukaan serviks telah lengkap atau terlihatnya bagian kepala bayi pada introitus vagina Kala III Batasan: dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhirnya dengan lahirnya plasenta Tanda – Tanda Lepasnya Plasenta: Perubahan ukuran dan bentuk uterus, tali pusat memanjang, semburan darah tiba - tiba Komplikasi yang timbul karena perjalanan partus lama adalah mengalami kelelahan karena tanpa makan dan minum serta berpengaruh pada kondisi janin dalam rahim. Janin dapat mengalami asfiksia ringan sampai terjadi kematian dalam rahim. Air ketuban keruh dan bercampur mekonium karena asfiksia dalam rahim (Manuaba, 2008). 3. Adapula faktor lain yang dapat mempengaruhi kematian maternal yang telah peneliti rangkum dari beberapa sumber yaitu : a. Usia Berdasarkan kutipan dari Amirah Umar Abdat dalam jurnal Hubungan Antara Paritas Ibu Dengan Kejadian Plasenta Previa Di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta tahun 2010 menyatakan bahwa Ibu dengan usia lebih tua. Risiko plasenta previa berkembang 3 kali lebih besar pada perempuan di atas usia 35 tahun dibandingkan pada wanita di bawah usia 20 tahun (Sheiner, 2001). Hasil penelitian Wardana (2007) menyatakan usia wanita produktif yang aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-35 tahun. Diduga risiko plasenta previa meningkat dengan bertambahnya usia ibu, terutama setelah usia 35 tahun. Plasenta previa merupakan salah satu penyebab serius perdarahan pada periode trimester ke III. Hal ini biasanya terjadi pada wanita dengan usia lebih dari 35 tahun (Varney, 2006). Prevalensi plasenta previa meningkat 3 kali pada umur ibu > 35 tahun. Plasenta previa dapat terjadi pada umur diatas 35 tahun karena endometrium yang kurang subur dapat meningkatkan kejadian plasenta previa (Manuaba, 2008). Hasil penelitian Wardana (2007) menyatakan 51

peningkatan umur ibu merupakan faktor risiko plasenta previa, karena sklerosis pembuluh darah arteli kecil dan arteriole miometrium menyebabkan aliran darah ke endometrium tidak merata sehingga plasenta tumbuh lebih lebar dengan luas permukaan yang lebih besar, untuk mendapatkan aliran darah yang adekuat. b. Eklamsia Dikutip dari R. Haryono Roeshadi tahun 2006 menyatakan Penderita Preeklamsia berat yang tidak mendapatkan penanganan yang memadai atau terlambat mendapat pertolongan bisa mendapat serangan kejangkejang yang disebut eklamsia. Eklamsia sering terjadi pada kehamilan nullipara,kehamilan kembar,kehamilan mola dan hipertensi dengan penyakit ginjal (Ramin K. D.,1999). Lebih kurang 75% penderita eklamsia terjadi antepartum dan 25% sisanya terjadi pasca-melahirkan. Eklamsia biasanya terjadi akibat oedema otak yang luas, yang terjadi akibat peningkatan tekanan darah mendadak dan tinggi yang akan menyebabkan kegagalan autoregulasi aliran darah. Sebelum serangan kejang pada eklamsia biasanya didahului oleh kumpulan gejalan impending eklamsia yang dapat berupa : nyeri kepala, mata kabur, mual, muntah, nyeri epigastrium. Direktorat Bina Kesehatan Ibu, Ditjen Bina Gizi Dan KIA Kementerian Kesehatan RI dalam Jurnal Rencana Aksi Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu Di Indonesia (2013) juga mengatakan bahwa secara global, lima penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan, hipertensi dalam kehamilan (HDK), infeksi, partus lama/macet dan abortus. Kematian ibu di Indonesia tetap didominasi oleh tiga penyebab utama kematian yaitu perdarahan, HDK dan infeksi. Proporsi ketiga penyebab kematian ini telah berubah, dimana perdarahan dan infeksi semakin menurun sedangkan HDK dalam kehamilan proporsinya semakin meningkat, hampir 30 % kematian ibu di Indonesia pada tahun 2011 disebabkan oleh HDK . Faktor yang dapat mempengaruhi kematian pada maternal dan perinatal yang telah dibentuk berupa skema 52

menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor: 604/Menkes/SK/VII/2008

tentang

Pedoman

Pelayanan

Maternal

Perinatal Pada Rumah Sakit Umum Kelas B, Kelas C Dan Kelas D. C. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan antara lain: 1. Alat tulis 2. Kertas folio bergaris 3. Kertas A4 80 gr 4. Computer 5. LCD 6. Berkas rekam medik kematian maternal D. Prosedur Kerja 1. Pilih berkas rekam medik pasien maternal dengan status meninggal 2. Buatlah kuesioner dengan tujuan menemukan faktor risiko penyebab kematian maternal. 3. Berikan analisis kualitatif 4. Berikan kesimpulan

E. Lembar Kerja 1.

Tulis nomor rekam medis pasien meninggal maternal!

53

2.

Buatlah kuesioner untuk menggali factor risiko kematian maternal!

54

3.

Berikan analisis faktor penyebab kematian maternal!

55

5.

Berikan kesimpulan!

F. Evaluasi Evaluasi dilakukan dengan presentasi, diskusi dan tanya jawab.

56

ACARA PRAKTIKUM/ PRAKTEK

Acara

: 6

Pokok Bahasan

: Analisis Kualitatif Medis Thypoid

Acara Praktikum/ Praktek

: Melakukan analisis medis kasus thypoid

Tempat

: Laboratorium RMD

Alokasi Waktu

: 2 x 100 menit praktikum

Dosen Pembimbing

: Tim Dosen Analisis Kuantatitatif dan Kualitatif Rekam Medis

A.

Tujuan Instruksional Khusus Setelah melaksanakan praktikum ini, diharapkan mahasiswa dapat melakukan analisis medis kasus Thypoid.

B.

Dasar Teori 1.

Demam Thypoid Demam typhoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan oleh Salmonella typhi ditandai dengan adanya demam 7 hari atau lebih, gangguan saluran pencernaan dan gangguan pada sistem saraf pusat (sakit kepala, kejang, dan gangguan kesadaran). Typhoid adalah suatu infeksi bakterial pada manusia yang disebabkan

oleh

Salmonella

typhi

ditandai

dengan

demam

berkepanjangan, nyeri perut, diare, delirium, bercak rose, dan splenomegali serta kadang-kadang disertai komplikasi perdarahan dan perforasi usus (Butler 1991 dalam Nainggolan). 2.

Etiologi Demam typhoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi, yang merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang, tidak berspora, motil, berflagella (bergerak dengan rambut getar), dan berkapsul. Bakteri ini tahan pada pembekuan selama beberapa minggu, namun mati pada pamanasan dengan suhu 54,4°C selama 1 jam dan 60°C 57

selama 15 menit. Salmonella typhi mempunyai beberapa komponen antigen, yaitu: a. Antigen dinding sel/somatik (O) yang terletak pada lapisan luar dari tubuh bakteri. Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut juga endotoksin. Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan terhadap farmaldehid. b. Antigen flagella (H) yang merupakan komponen protein dan berada dalam flagella. Antigen ini tahan terhadap farmaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol. c. Antigen virulen (Vi) yang merupakan polisakarida dan berada di kapsul yang melindungi seluruh permukaan sel. Antigen Vi dapat menghambat proses aglutinasi (proses pembentukan antibodi terhadap antigen) dan melindungi bakteri dari proses fagositosis. Antigen Vi berhubungan dengan daya invasi bakteri. Ketiga macam antigen di dalam tubuh penderita akan menimbulkan pembentukan

tiga

macam

antibodi

yang

diseut

aglutinin

(Nainggolan, 2009). 3.

Tanda-Tanda Klinis dan Gejala Menurut Kemenkes, 2013 gejala klinis dari penyakit typhoid diantaranya adalah: a. Demam yang tinggi 38°C sampai 40°C, yang meningkat secara perlahan. Pada minggu pertama demam tinggi ini akan berlangsung sore dan malam hari, sedangkan pada pagi dan siang hari cenderung menurun. Secara bertahap suhu tubuh akan naik dan bertahan pada suhu tinggi (38°C sampai 40 °C) pada minggu ke dua. b. Gangguan pada pencernaan seperti: nyeri perut, kembung, mual, muntah, diare/konstipasi. Sering ditemukan bau mulut yang tidak sedap karena demam yang lama. Bibir kering dan kadang pecahpecah. Lidah kelihatan kotor, ditutupi selaput kotor, ujung dan

58

tepi lidah tampak kemerahan, serta lidah tampak tremor. Pada anak balita tanda dan gejala ini jarang ditemukan. c. Terdapat gangguan kesadaran (delirium) atau pada demam typhoid yang berat dapat terjadi kejang dan ikterus. Umumnya dijumpai gangguan kesadaran, kesadaran berkabut, penurunan kesadaran karena typhoid ensefalopati, dan meningoensefalitis. d. Hepatosplenomegali, hati dan limpa ditemukan sering membesar. Pada perabaan hati teraba kenyal dan nyeri tekan. e. Bradikardia relatif dan gejala lain, bradikardia relatif jarang ditemukan pada anak. Bradikardia relatif adalah peningkatan suhu tubuh yang tidak diikuti oleh peningkatan frekuensi nadi. Patokan yang sering dipakai adalah setiap peningkatan suhu tidak diikuti peningkatan frekuensi nadi 8 denyut dalam 1 menit. Gejala-gejala lain yang dapat ditemukan pada demam typhoid seperti rose spot biasanya ditemukan diregio abdomen atas. 4.

Pemeriksaan Penunjang Menurut Kemenkes, 2013, dalam menegakkan diagnosis demam typhoid dapat dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium sebagai berikut: a. Pemeriksaan Hematologi (Darah tepi) Pada pemeriksaan hitung leukosit total terdapat gambaran leukopeni

(3000-5000/uL),

limfositosis

relatif,

monositosis,

aneosinofilia dan trombositopenia ringan. Leukopenia terjadi akibat depresi sumsung tulang oleh endotoksin dan mediator endogen yang lain. Angka kejadian leukopenia diperkirakan sebesar 25%, beberapa laporan lain menyebutkan hitung leukosit sering dalam batas normal atau leukositosis ringan. Kejadian trombositopenia diduga akibat produksi yang menurun dan destruksi yang meningkat padasistem retikulo endotel. Sedangkan anemia dapat disebabkan oleh produksi hemoglobin yang menurun serta kejadian perdarahan intestinal yang tidak nyata. 59

b. Mikrobiologi Dapat dilakukan pembiakan dari berbagai bahan, yaitu darah, sumsum tulang belakang cairan empedu, fases, urine, dan rose spot.

Pemeriksaan

biakan

dippengaruhi

oleh

waktu

saat

pengambilan dan jenis bahan, pengobatan sebelumnya, serta teknik pemeriksaan.

Hasil

biakan

darah

yang

negatif

belum

menyingkirkan diagnosa demam typhoid. Biakan darah dilakukan pada masa 7-10 hari akan memberikan hasil positif 80%. Hasil biakan sumsum tulang belakang memberikan hasil positif jauh lebih tinggi dari biakan darah tepi, meskipun sudah mendapat antibiotik beberapa hari. Biakan empedu biasanya digunakan untuk mencari carier. Sumsum tulang harus diambil oleh seorang ahli yang kompetendan dilakukan di ruang khusus. Spesimen diambil secara aseptik sebanyak 0,5-2 mL dan langsung dimasukkan ke dalam medium cair. Biakan fases akan lebih sering memberikan hasil positif pada minggu ketiga. Biakan fases yang positif dengan gejala klinis yang khas

demam

typhoid,

dapat

digunakan

untuk

membantu

menegakkan diagnosa. Biakan urine dapat digunakan sebagai deteksi carier. Biakan urin dapat diambil pada minggu ke 2 dan minggu berikutnya. Spesimen urin diambil sebanyak 10 mL lalu secara steril diputar dan endapannya dikultur. Pemeriksaan mikrobiologi yang dilakukan yang dilakukan adalah biakan dan uji kepekaan bakteri terhadap antibiotik. c. Pemeriksaan Serologis Uji serologi digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis demam typhoid dengan mendeteksi antibodi spesifik terhadap

60

komponen antigen Salmonella typhi maupun mendeteksi antigen itu sendiri. Dalam uji serologi terdapat 2 uji yaitu: 1) Uji Widal Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella typhi terdapat dalam serum penderita demam typhoid, pada orang yang pernah tertular Salmonella typhi dan pada orang yang pernah mendapatkan vaksin demam typhoid. Uji widal untuk antigen O (somatic/ badan), antigen h (flagel/semacam ekor sebagai alat gerak). Uji widal terdapat penggumpalan dalam aglutinase, biasanya angka kelipatan 1/32, 1/64, 1/160, 1/320, 1/640. Dinyatakan positif 1/160, masih dilihat dalam 1 minggu kedepan, apakah ada kenaikan titer. Jika ada maka dinyatakan (+) typhoid, jika 1 x pemeriksaan langsung 1/320 atau 1/640, langsung dinyatakan (+) typhoid. Titer O yang tinggi: (≥160) atau kenaikan titer yang tinggi menunjukkan infeksi akut. Titer H yang tinggi: (≥160) menunjukkan pernah di faksinasi/ pernah terjadi infeksi. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi Salmonella typhi yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita yang diduga menderita demam typhoid. Dari ketiga aglutinin (aglutinin O, H, dan Vi), hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosis. Semakin tinggi titer aglutininnya, semakin besar pula kemungkinan didiagnosis sebagai penderita demam typhoid. Pada infeksi yang aktif, titer aglutinin akan meningkat pada pemeriksaan ulang yang dilakukan selang waktu paling sedikit 5 hari. Peningkatan titer aglutinin empat kali lipat selama 2 kali

61

sampai 3 minggu memastikan diagnosa typhoid. Interpretasi hasil uji widal adalah sebgai berikut: a) Titer O yang tinggi (≥ 160) menunjukkan adanya infeksi akut. b) Titer H yang tinggi (≥ 160) menunjukkan telah mendapat imunisasi atau pernah menderita infeksi. c) Titer antibodi yang tinggi terhadap antigen Vi terjadi pada carier. Beberapa faktor yang mempengaruhi uji widal, yaitu: a) Uji Enzim-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) Uji ELISA untuk melacak antibodi terhadap antigen terhadap antigen salmonella typhi belakangan ini mulai dipakai. Prinsip dasar uji ELISA yang dipakai umumnya uji ELISA tidak langsung. Antibodi yang dilacak dengan uji ELISA ini tegantung dari jenis antigen yang dipakai. Uji ELISA untuk melacak salmonella typhi adalah deteksi antigen spesifik dari salmonella typhi dalam spesimen klinik (darah atau urin) secara teoritis dapat menegakkan diagnosis demam typhoid secara dini dan cepat. Uji ELISA yang sering dipakai untuk melacak adanya antigen salmonella typhi dalam spesimen klinis, yaitu double antibodi sanwich ELISA. b) Pemeriksaan Kimia Klinik Akibat

peradangan

sel-sel

hati

sering

ditemukan

peningkatan enzim-enzim transaminase (SGOT, SGPT). Bila proses peradangan makin berat, maka tes fungsi hati lain akan terganggu, seperti bilirubin akan meningkat, albumin akan menurun. Bila kuman salmonella sampai menginvestasi pankreas, dapat menimbulkan pankreatitis, maka enzim lipase dan amilase akan meningkat (pankreas tifosa). 62

5.

Tatalaksana Pada Anak Menurut Kemenkes RI Tahun 2013 tentang Sistematika Pedoman Pengendalian Penyakit Demam Typhoid, tatalaksana pengendalian penyakit typhoid pada anak adalah sebagai berikut: Tabel 2.3 Sistematika Pedoman Pengendalian Penyakit Typhoid Oral Obat pilihan pertama untuk demam typhoid tanpa komplikasi

Parenteral

Kloramfenikol 100 mg/kgBB/hr setiap jam selama 14 hari

Kloramfenikol 100mg/kgBB/hr setiap 6 jam selama 14 hari

Amoksisilin 150200mg/kgBB/hr setiap 8 jam selama 14 hari

Ampisilin 150-200 mg/kgBB/hr setiap 8 jam selama 14 hari

TMP-SMX 8/40 mg/kgBB/hr setiap 12 jam selama 14 hari Obat pilihan pertama untuk demam typhoid tanpa komplikasi

Kloramfenikol 100 mg/kgBB/hr setiap 6 jam selama 14 hari

Kloramfenikol 100mg/kgBB/hr setiap 6 jam selama 14 hari

Amoksisilin 150200mg/kgBB/hr setiap 8 jam selama 14 hari

Ampisilin 150-200 mg/kgBB/hr setiap 8 jam selama 14 hari

TMP-SMX 8/40 mg/kgBB/hr setiap 12 jam selama 14 hari Alternatif terapi demam typhoid tanpa komplikasi Dengan komplikasi/ multidrug resisten salmonella typhi

Sefiksim 10-20 mg/kgBB/hr selama 7 hari Sefriakson 80 mg/kgBB/hari setiap 12-24 jam selama 10-14 hari i.v.drip dalam 1-2 jam dalam NaCl 0,9% atau D5

Sumber: Kemenkes RI Tahun 2013 tentang Sistematika Pedoman Pengendalian Penyakit Demam Typhoid

6.

Tatalaksana komplikasi Kortikosteroid dianjurkan pada typhoid ensefalopati, yaitu deksametason 3mg/kg/kali (1x) i.v. dilanjutkan 1 mg/kgBB/kali setiap 6 jam (penggunaan lebih dari 48 jam akan meningkatkan angka relaps).

7.

Perawatan Umum 63

Penderita demam typhoid, sebaiknya dirawat di rumah sakit atau sarana kesehatan lain yang ada fasilitas perawatan. Tujuan perawatan adalah: optimalisasi pengobatan dan mempercepat penyembuhan, observasi terhadap perjalanan penyakit, minimalisasi komplikasi, isolasi untuk menjamin pencegahan pencemaran. 8.

Tirah Baring Penderita yang dirawat, harus tirah baring dengan sempurna untuk mencegah komplikasi, terutama perdarahan dan perforasi. Bila klinis berat penderita harus istirahat total. Bila terjadi penurunan kesadaran maka posisi tidur pasien harus di ubah-ubah pada waktu tertentu untuk mencegah komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus. Penyakit membaik, maka dilakukan mobilisasi secara bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan penderita. Buang air besar dan kecil sebaliknya dibantu oleh perawat. Hindari pemasangan kateter urine tetap bila tidak indikasi betul.

9.

Nutrisi Penderita harus mendapat cairan yang cukup, baik secara oral maupun parenteral. Cairan parenteral diindikasikan pada penderita sakit berat, ada komplikasi, penurunan kesadaran serta yang sulit makan. Dosis cairan parenteral adalah serta yang sulit makan. Dosis cairan parenteral adalah sesuai dengankebutuhan harian (tetesan rumatan). Bila ada komplikasi, dosis cairan disesuaikan dengan kebutuhan. Cairan harus mengandung elektrolit dan kalori yang optimal. Diet harus mengandung kalori dan protein yang cukup. Sebaiknya rendah selulose (rendah serat) untuk emncegah perdarahan dan perforasi.

Diet

untuk

penderita

demam

typhoid,

biasanya

diklasifikasikan atas: diet cair, bubur lunak, tim dan nasi biasa. Bila keadaan penderita baik, diet dapat dimulai dengan diet padat atau tim (diet padat dini). Tapi bila penderita dengan klinis berat sebaiknya dimulai dengan bubur atau diet cair yang selanjutnya dirubah secara bertahap sampai padat sesuai dengan tingkat kesembuhan penderita. Penderita dengan kesadaran menurun diberi diet secara enteral 64

melalui pipa lambung. Diet parenteral di pertimbangkan bila ada tanda-tanda komplikasi perdarahan dan atau perforasi. Menurut Utami, 2010 diet sisa terbagi dua yaitu: 1. Diet sisa rendah I, adalah makanan yang diberikan dalam bentuk dasaring atau diblender. Makanan ini menghindari makanan berserat tinggi dan sedang, bumbu yang tajam, susu, daging berserat kasar, dan membatasi penggunaan gula dan lemak. Diet ini rendah energi dan sebagian zat gizi. 2. Diet sisa rendah II, merupakan makanan peralihan dari diet sisa rendah I ke makanan biasa. Diet ini diberikan bila penyakit mulai membaik atau bila penyakit bersifat kronis. Makanan diberikan dalam bentuk cincang atau lunak. Makanan berserat sedang diperbolehkan dalam jumlah

terbatas,

sedangkan

mekanan

berserat

tinggi

tidak

diperbolehkan. Susu diberikan maksimal 2 gelas sehari. Lemak dan gula diberikan dalam bentuk mudah cerna. Bumbu kecuali cabe, merica dan cuka, boleh diberikan dalam jumlah terbatas. 10. Terapi simpomatik Dapat diberikan dengan pertimbangan untuk perbaikan keadaan umum penderita: reboransia/ vitamin, antiperatik untuk demam dan kenyamanan penderita, terutama untuk anak-anak, anti emetik diperlukan bila penderita bila penderita muntah hebat.

11. Kontrol dan monitor dalam perawatan Kontrol dan monitor yang baik harus dilakukan untuk mengetahui keberhasilan pengobatan. Hal-hal yang menjadi prioritas

untuk

dinomitor adalah: a. Suhu tubuh (status demam) serta pertanda vital lain. Tanda vital (suhu, nadi, nafas, tekanan darah) harus diukur secara serial. Kurva suhu harus dibuat secara sempurna pada lembar rekam medik. b. Keseimbangan cairan, cairan yang masuk (infus atau minum) dan cairan tubuh yang keluar (urine, feses) harus seimbang. 65

c. Deteksi didni terhadap timbulnya komplikasi d. Adanya koinfeksi dan atau komorbid dengan penyakit lain e. Efek samping dan atau efek toksik obat f. Resistensi anti mikroba g. Kemajuan

pengobatan

secara

umum

untuk

mengetahui

keberhasilan pengobatan, kontrol, dan monitor oleh dokter dan perawat sangat diperlukan. 12. Langkah Strategis Tatalaksana Demam Typhoid Prinsip dan langkah strategis tatalaksana demam typhoid adalah sebagai berikut: Tabel 2.4 Langkah Strategis Tatalaksana Demam Typhoid No

Langkah

1.

Evaluasi awal (diagnosa kerja)

2.

Rawat atau rujuk

Prinsip a.

Menegakkan diagnosa klinis: suspek demam typhoid atau demam typhoid klinis b. Mengantisipasi atau deteksi komplikasi dan atau ko infeksi yang mungkin ada Menetapkan indikasi rawat atau rujuk, indikasi rawat: 1. Demam tidak turun selama 7 hari sudah diberikan antibiotika oral (lini pertama) tidak membaik 2. Pasien dengan gangguan intake oral 3. Pasien yang tidak mampu laksana tirah baring dirumah Indikasi rujuk:

No 3.

Langkah Kontrol dan monitor

1. Demam typhoid dengan tanda-tanda kedaruratan 2. Demam typhoid dengan tanda-tanda komplikasi dengan fasilitas tidak mencukupi Prinsip Kontrol dan monitor petanda vital (tensi, nadi, suhu, kesadaran) secara reguler sesuai aturan dan dicatat secara baik di rekam medik. Kurva suhu, tensi, nadi adalah sangat penting untuk monitor demam typhoid Kontrol dan monitor terhadap kemungkinan komplikasi (perdarahan, perforasi, sepsis, ensefalopati dan infeksi pada organ lain), terutama pada masa minggu ke 2 dan ke 3 demam. Kontrol dan monitor terhadap perjalanan penyakit untuk menentukan: perubahan terapi antibiotik, mobilisasi dan pemberian diet, indikasi pulang

4.

Penilaian kemajuan terapi

Efekasi antibiotika dinilai, kurang lebih setelah (3-5) hari pemberian Mengevaluasi apakah resisten, ada efek samping atau efek toksik serta konsistensi pemberian (dosis, lama pemberian) 66

Perubahan antibiotika: Diganti dengan antibiotik yang sensitive menurut hasil uji kepekaan, namun tetap dipilih dari antibiotik sensitive untuk demam typhoid. Bila bikan tidak ada, diganti dengan antibiotik lini kedua yang telah dikenal mempunyai efikasi yang tinggi. Menilai kemajuan pengobatan secara umum: Penurunan suhu, perbaikan kesadaran, nafsu makan. Bila penilaian klinis sembuh, ditetapkan indikasi pulang: 5-7 hari bebas panas, keadaan umum baik, komplikasi/ komorbid teratasi atau kontrol. 5.

Deteksi karier

3 bulan pasien pasca typhoid periksa kultur salmonella dari feses dan urin di rumah sakit

6.

Terapi terhadap karier

Rujuk ke fasilitas lebih tinggi

Sumber: Kemenkes RI Tahun 2013 tentang Sistematika Pedoman Pengendalian Penyakit Demam Typhoid

13. Intervensi dan Implementasi Keperawatan Menurut Nursing Intervention Clasification, 2008 intervasi dan implementasi keperawatan yang dapat direncankan pada pasien typhoid adalah: a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi salmonella typhi Tujuan: peningkatan suhu tubuh dapat diatasi Kriteria: suhu, nadi dan pernapasan dan tekanan darah normal, proses infeksi berkurang, leukosit kembali normal, tes widal normal Intervesi keperawatan: 1) Tirah baring, untuk mencegah komplikasi perdarahan dan perforasi 2) Monitor peningkatan suhu tubuh 3) Monitor vital sign (suhu, nadi, TD, dan pernafasan) secara teratur 4) Beri kompres air biasa pada temporal, axilla, lipat paha 5) Anjurkan pasien mengganti pakaian yang menyerap keringat 67

6) Monitoring intake dan output 7) Monitoring hasil pemeriksaan laboratorium 8) Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai dengan indikasi 9) Kolaborasi pemberian antipiretik sesuai indikasi 10)

Kolaborasi pemberian diet yang sesuai dengan ahli gizi

b. Gangguan kebutuhan nutrisi Tujuan: kebutuhan nutrisi terpenuhi Kriteria: diet yang diberikan habis, intake dan output seimbang, mual dan muntah tidak ada, turgor kulit normal, BB dan tinggi badan seimbang. Intervensi keperawatan: 1) Kajian kebutuhan nutrisi 2) Berikan diet sesuai dengan kebutuhan dan indikasi (tinggi kalori dan tinggi protein) dalam bentuk cair, bubur lunak, tim dan nasi biasa. 3) Berikan diet per NGT atau parenteral bila terjadi penurunan kesadaran atau terdapat gejala komplikasi perdarahan dan atau perforasi 4) Berikan diet oral sedikit tapi sering tapi sering untuk mengurangi mual 5) Monitoring intake dan output 6) Timbang BB 7) Kolaborasi pemberian anti muntah sesuai indikasi 8) Ajarkan dan berikan support bahwa pentingnya nutrisi yang baik untuk kesembuhan dengan pasien atau dengan orang terdekat 9) Support pasien untukmendiskusikan makanan yang disukai dengan ahli gizi 10) Tingkatkan hubungan saling percaya dengan pasien 11) Monitor parameter fisiologis (tanda-tanda vital dan kadar elektrolit) 68

12) Timbang berat badan jika memungkinkan 13) Minotoring intake kalori makanan per hari c. Risiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan output yang berlebihan dimanifestasikan dengan muntah Tujuan: ketidakseimbanan cairan dan elektrolit tidak terjadi Kriteria: intake dan output seimbang, tidak terjadi gejala dehidrasi, tanda vital (suhu, nadi, nafas, dan TD) normal, turgor kulit normal. Intervensi keperawatan: 1) Kaji tingkat kebutuhan cairan dan elektrolit 2) Monitoring intake dan output 3) Monitoring status hidrasi (membran mukos, nadi, tekanan darah) 4) Monitor masukan cairan, elektrolit, dan kalori 5) Beri terapi intravena sesuai indikasi (khusus bagi penderita sakit berat) 6) Monitor status nutrisi yang adekuat 7) Beri intake oral 8) Monitor respon pasien terhadap pemberian cairan d. Intoleran aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik Tujuan: pasien toleran terhadap aktifitas Kriteria: kebutuhan ADL (Activity Daily Living) pasien terpenuhi, kemampuan beraktifitas dapat dilakukan secara bertahap, kelemahan berkurang Intervensi keperawatan: 1) Kaji kemampuan fungsional pasien khususnya dalam aktifitas sehari-hari 2) Pertahankan kesejajaran tubuh secara fungsional: bokong, kaki, tangan, pertahankan tirah baring dan alih baring tiap 2 jam untuk menghindari terjadinya pneumonia hipostatik dan dekubitus 3) Berikan bantuan untuk aktifitas sehari-hari pasien 69

4) Tingkatkan mobilisasi bertahap sesuai toleransi 5) Anjurankan dan libatkan keluarga untuk bantuan aktifitas sehari-hari 14. Keadaan sewaktu pulang adalah suatu keadaan penderita demam typhoid sesuai dengan yang tercatat di kartu status yang dikategorikan menjadi: sembuh klinis, pulang berobat jalan, pulang atas permintaan sendiri, meninggal dunia (Nainggolan, 2009).

C. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan antara lain: 1. Alat tulis 2. Kertas folio bergaris 3. Kertas A4 80 gr 4. Computer 5. LCD 6. Berkas rekam medik pasien Thypoid D. Prosedur Kerja 1. Pilih berkas rekam medik pasien thypoid 5 berkas 2. Buatlah kuesioner dengan tujuan analisis kualitatif demam thypoid 3. Berikan analisis kualitatif 4. Berikan kesimpulan E. Lembar Kerja 1.

Tulis no Rekam Medis pasien dengan kasus thypoid (5 Berkas)

2.

Buatlah kuesioner untuk analisis kualitatif pasien thypoid 70

71

3.

Berikan analisis kualitatif pasien thypoid!

72

5.

Berikan Kesimpulan!

F. Evaluasi Evaluasi dilakukan dengan presentasi, diskusi dan tanya jawab.

73

ACARA PRAKTIKUM/ PRAKTEK

Acara

: 7

Pokok Bahasan

: Clinical Pathways

Acara Praktikum/ Praktek

: Clinical Pathways

Tempat

: Laboratorium RMD

Alokasi Waktu

: 2 x 100 menit praktikum

Dosen Pembimbing

: Tim Dosen Analisis Kuantatitatif dan Kualitati Rekam Medis

a. Tujuan Instruksional Khusus 1) Mahasiswa mampu mengidentifikasi Clinical Pahtway 2) Mahasiswa mampu menyusun Clinical Pahtway

b. Dasar Teori 1. Clinical Pathways istilah lain: alur pelayanan klinik alur penatalaksanaan klinik 2. FALSAFAH a) CP harus dimaknakan sebagai manfaat dan perlindungan b) CP adalah alat utama yang bermanfaat ganda; c) CP adalah alat untuk meningkatkan mutu pelayanan dan standarisasi; d) CP adalah untuk pembelajaran dan menyusun “evidence based data”. e) Memberikan standard sesuai mungkin bukan seminimal mungkin (menstandarisasi pelayanan bukan meminimalisasi pelayanan ) 3. Area Pemahaman a) Pengertian CP’s; b) Prinsip Penyusunan CP’s; c) Tujuan Penggunaan CP’s; d) Unsur Material CP’s; e) Unsur yang Terlibat; 74

f) Tahapan Penyusunan CP’s; g) Pemilihan Kasus. 4. Kunci Keberhasilan a) Komitmen semua Fihak; b) Profesionalisme; c) Kesadaran; d) Keyakinan Manfaat; e) Penerapan Audit dan Analisis “Varians”; f) Sharing Knowledge secara sistematik (Knowledge Management); g) Sosialisasi dan Pelatihan secara terus menerus. 5. Pengertian Clinal Pathway a) Clinical Pathways is map out the sequence, timing, and expected outcomes of care for patients with a similar diagnosis or who are undergoing a similar procedure. b) Clinical Pathways standardise care so that all patients are provided with the same high quality care, that is timely and cost-effective and enable the documentation of changes in care, as a result of the patient's health status. c) Clinical Pathways adalah suatu tindakan pemetaan perencanaan pelayanan ,

urutan, pemilihan waktu dan prosedur

dengan

memperhatikan diagnosa pasien sehingga , diharapkan pasien dengan diagnosa sama mendapatkan prosedur yang serupa d) Standarisasi Clinical Pathways diperlukan agar

semua pasien

mendapatkan mutu pelayanan yang baik , yaitu hemat biaya ,tepat waktu dan memungkinkan dokumentasi dalam perawatan, sebagai hasil status kesehatan pasien. 6. What is a Clinical Pathways ? a) Adalah suatu perencanaan proaktif dari multidisiplin terhadap suatu diagnosa dan prosedur asuhan pasien

75

b) Suatu kronologi dari aktivitas pelayanan yang digunakan oleh semua disiplin untuk perencanaan, antisipasi, implementasi dan evaluasi 7. Prinsip Clinical Pathway a) Multi-Disiplin – Komprehensif; b) Kasus Spesifik; c) Berdasarkan “Evidence” dan DRG; d) Kronologis; e) Panduan Tindakan dan Penatalaksanaan Medis (Waktu, Tindakan, Target Hasil); f) Kejelasan Format. 8. Tujuan Clinal Pathway a) Standarisasi Penatalaksanaan dan Pelayanan; b) Mencegah Risiko (Pasien dan Petugas); c) Meningkatkan Mutu Pelayanan; d) Memperkecil Variasi Pelayanan; e) Meningkatkan Efektivitas Biaya dan Efisiensi Manajemen; f) Meningkatkan Akuntabilitas; g) Memudahkan Komunikasi dengan Pasien dan antar Petugas. 9. Unsur Clinal Pathway a) Riwayat Medik yang lalu; b) Kondisi Saat Hari Pertama Datang; c) Rencana, Target dan Alur Pelayanan; d) Pemeriksaan yang dilakukan; e) Hasil Pemeriksaan yang diperoleh; f) Tindakan yang dilakukan; g) Outcome yang diharapkan; h) Rencana Pemulangan; i) Catatan “Varians”.

76

77

78

79

80

10. Unsur Yang Terlibat Dalam menyusun CP’s a) Pimpinan RS b) Komite Medik c) SMF d) Unsur Penunjang Medik, Lab – Radiologi – Farmasi; e) Rehabilitasi Medik – Terapi Fisik; f) Keperawatan; g) Psikolog; h) Ahli Gizi; i) Ahli Perilaku dan Penyuluhan Kesehatan; j) Rekam Medik dan SIM-RS; serta k) Ahli Statistik. 11. Tahapan Penyusunan 81

a) Telah memiliki SPK/PPK/PDT; b) Membentuk Tim Multi-Disiplin; c) Penentuan Kasus; d) Menyusun DRG Kasus; e) Analisis “Varians”; f) Menetapkan Standar – SPM; g) Memilih Format CP; h) Menyusun CP; i) Uji Coba CP; j) Evaluasi dan Analisis; k) Pengesahan Penggunaan CP. 12. Pemilihan Kasus a) Kasus dengan Biaya Tinggi; b) Kasus yang memerlukan Penanganan secara Tim; c) Kasus dengan Risiko Tinggi; d) Kasus yang terbanyak; e) Kasus yang merupakan keunggulan RS. 13. Format CP’S a) SOP b) Alogarithm c) Flowchart d) Table

82

CONTOH CLINICAL PATHWAYS NICE guideline Algorithm summarising recommendations for the diagnosis of heart failure

83

84

85

86

c. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan antara lain: 1) Alat tulis 2) Kertas folio bergaris 3) Kertas A4 80 gr 4) Berkas rekam medis d. Prosedur Kerja 1) Buatlah kelompok kerja masing masing 10 orang mahasiswa 2) Siapkan Beberapa berkas Rekam Medis dengan Pilih kasus yang sama 3) Buat desain Clinical Pathways untuk kasus yang sama 4) Perhatikan Persiapan persiapan dan tahapannya 5) Catat setiap varian yang ada 6) Tetapkan Clinical Pathways yang sudah jadi

87

ACARA PRAKTIKUM/ PRAKTEK

Acara

: 8

Pokok Bahasan

: Kuesioner Analisis kualitatif medis berkas Antenatal care

Acara Praktikum/ Praktek

: Kuesioner Analisis kualitatif medis berkas Antenatal care

Tempat

: Laboratorium RMD

Alokasi Waktu

: 2 x 100 menit praktikum

Dosen Pembimbing

: Tim Dosen Analisis Kuantatitatif dan Kualitatif Rekam Medis

a. Tujuan Instruksional Khusus 1) Mahasiswa mampu mengidentifikasi SOP / CP penanganan Antenatal care 2) Mahasiswa mampu menyusun kuesioner Analisi kualitatif medis berkas Antenatal care 3) Mahasiswa mampu menilai berkas rekam medis pada Antenatal care b. Dasar Teori Berikut ini merupakan pedoman SOP antenatal care: 1. Subyektif a. Identitas pasien dan penanggung jawab (terdiri dari nama, umur, alamat, pendidikan, pekerjaan, no RM) b. Keluhan yang dialami pada ibu hamil c. Riwayat menstruasi (menarche, siklus, lama, keteraturan, konsistensi darah, warna, keluhan) d. Riwayat pernikahan (usia pertama kali menikah, pernikahan ke-, usia pernikahan sekarang) e. Riwayat kehamilan lalu (komplikasi/penyulit), persalinan (tgl bersalin, UK, Jenis persalinan, penolong, komplikasi ibu/bayi, JK, BB lahir), nifas lalu (laktasi, komplikasi) 88

f. Riwayat hamil ini (HPHT, HPL, riwayat ANC, pergerakan janin) g. Riwayat imunisasi TT h. Riwayat KB (jenis, lama memakai, berhenti/ganti cara) i. Riwayat penyakit dulu, sekarang, keluarga j. Pola kebutuhan sehari-hari (makan, minum, eliminasi, aktifitas, istirahat, personal hygiene, seksualitas, merokok, jamu, miras, narkoba, dll) k. Psiko sosial spiritual (hubungan dg keluarga, kehamilan, budaya/adat istiadat, binatang peliharaan) 2. Obyektif a.

Pemeriksaan umum (keadaan umum, kesadaran, tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas, tekanan darah, nadi, pernapasan, Suhu)

b.

Pemeriksaan fisik 1) Kepala (bentuk, rambut, muka, mata, telinga, hidung, dan mulut) 2) Leher (ada/tidaknya pembesaran) 3) Dada (retraksi, payudara) 4) Punggung (skoliosis, lordosis, kifosis, normal) 5) Ekstremitas atas (edema, cacat/kelainan) 6) Abdomen a) Inspeksi (pembesaran, striae gravidarum, linea nigra, bekas operasi) b) Palpasi (pemeriksaan Leoplod I-IV) c) Auskultasi (DJJ, frekuensi, punctum maksimum) d) Mengukur tinggi fundus uteri (TFU (Mc Donald), menghitung taksiran berat janin (TBJ) 7) Genetalia luar (Tanda chadwick, varices, bekas luka, kelenjar bartholini, pengeluaran pervaginam) 8) Anus (hemoroid) 9) Ekstremitas bawah (edema, cacat/kelainan, varises, reflek patella) 10) Pemeriksaan pangggul luar (distansia spinarum, distansia cristarum, boudelogue, lingkar panggul)

c.

Pemeriksaaan penunjang (PP test, Protein urine, Reduksi Urine, Hemoglobin, Golongan Darah, USG, Tes HIV, Tes Hepatitis) 89

3. Assesment a. Diagnosa kebidanan: Ny. , usia th, GPA, UK, janin tunggal/gemelli, hidup/mati,

intra/ekstra

uterin,

puka/puki,

preskep/presbo/lintang,

konvergen/divergen dengan hamil (normal/komplikasi . . . ) b. Data Dasar (data subyektif dan obyektif) c. Diagnosa potensial 4. Planning a. Tanggal, jam, nama, dan TTD pemberi asuhan b. Pemberian konseling c. Pemberian terapi obat d. Pemberian terapi tindakan e. Anjuran periksa ulang c. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan antara lain: 1) Alat tulis 2) Kertas folio bergaris 3) Berkas rekam medis antenatal care rawat inap dan rawat jalan 4) Laptop/Komputer 5) LCD d. Prosedur Kerja 1) Buatlah kelompok kerja masing-masing 5 orang mahasiswa 2) Pilih 2 berkas rekam medik yang terdiri dari berkas RM rawat inap dan rawat jalan pada antenatal care 3) Membuat kuesioner dengan tujuan analisis kualitatif medis kasus antenatal care 4) Berikan analisis kualitatif 5) Berikan kesimpulan

90

e. Lembar Kerja 1.

2.

Tulis no rekam medis pasien post natal care (2 dokumen)!

Buatlah kuesioner untuk menganalisis kasus antenatal care rawat inap dan rawat jalan

91

3.

Berikan analisis kualitiatif medis terhadap berkas RM rawat inap dan rawat jalan pasien antenatal care!

4.

F.

Berikan Kesimpulan!

Evaluasi Evaluasi dilakukan dengan presentasi, diskusi dan tanya jawab. 92

ACARA PRAKTIKUM/ PRAKTEK

Acara

: 9

Pokok Bahasan

: Kuesioner Analisis kualitatif medis berkas Postnatal care

Acara Praktikum/ Praktek

: Kuesioner Analisis kualitatif medis berkas Postnatal care

Tempat

: Laboratorium RMD

Alokasi Waktu

: 2 x 100 menit praktikum

Dosen Pembimbing

: Tim Dosen Analisis Kuantatitatif dan Kualitatif Rekam Medis

A. Tujuan Instruksional Khusus Setelah melaksanakan praktikum ini diharapkan mahasiswa mampu melakukan analisis kualitatif medis berkas Postnatal care. B. Dasar Teori Berikut ini merupakan pedoman SOP antenatal care: 1. Subyektif a. Identitas pasien dan penanggung jawab (terdiri dari nama, umur, alamat, pendidikan, pekerjaan, no RM) b. Keluhan yang dialami pada ibu hamil c. Riwayat menstruasi (menarche, siklus, lama, keteraturan, konsistensi darah, warna, keluhan) d. Riwayat pernikahan (usia pertama kali menikah, pernikahan ke-, usia pernikahan sekarang) e. Riwayat kehamilan lalu (komplikasi/penyulit), persalinan (tgl bersalin, UK, Jenis persalinan, penolong, komplikasi ibu/bayi, JK, BB lahir), nifas lalu (laktasi, komplikasi) f. Riwayat hamil dan persalinan terakhir 1) Riwayat hamil terakhir (UK sebelum bersalin, Imunisasi TT, komplikasi) 93

2) Riwayat persalinan terakhir (tanggal persalinan, tempat persalinan, jenis persalinan, komplikasi, plasenta, perineum, perdarahan, lama persalinan, tindakan lain) g. Keadaan bayi baru lahir (lahir tanggal, masa gestasi, BB/PB, Nilai APGAR, cacat bawaan, rawat gabung, IMD, ASI eksklusif) h. Riwayat KB (jenis, lama memakai, berhenti/ganti cara) i. Riwayat penyakit dulu, sekarang, keluarga j. Pola kebutuhan sehari-hari (ambulasi, makan, minum, eliminasi, aktifitas, istirahat, personal hygiene, pengalaman menyusui, pengalaman waktu melahirkan, lokasi ketidaknyaman) k. Psiko sosial spiritual (hubungan dg keluarga, kehamilan, budaya/adat istiadat, binatang peliharaan) 2. Obyektif a.

Pemeriksaan umum (keadaan umum, kesadaran, status emosional, tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas, tekanan darah, nadi, pernapasan, Suhu)

b.

Pemeriksaan fisik 1) Kepala (bentuk, rambut, muka, mata, telinga, hidung, dan mulut) 2) Leher (ada/tidaknya pembesaran) 3) Dada (retraksi, payudara) 4) Punggung (skoliosis, lordosis, kifosis, normal) 5) Ekstremitas atas (edema, cacat/kelainan) 6) Abdomen (bekas luka, TFU, Kontraksi uterus, kandung kemih) 7) Genetalia luar (edema, varices, perineum, pengeluaran lochea) 8) Anus (hemoroid, luka) 9) Ekstremitas bawah (edema, cacat/kelainan, varises, reflek patella)

c.

Pemeriksaaan penunjang (Protein urine, Hemoglobin, USG)

94

3. Assesment a. Diagnosa kebidanan: Ny. , usia th, GPA, UK, janin tunggal/gemelli, hidup/mati,

intra/ekstra

uterin,

puka/puki,

preskep/presbo/lintang,

konvergen/divergen dengan hamil (normal/komplikasi . . . ) b. Data Dasar (data subyektif dan obyektif) c. Diagnosa potensial 4. Planning a. Tanggal, jam, nama, dan TTD pemberi asuhan b. Pemberian konseling c. Pemberian terapi obat d. Pemberian terapi tindakan e. Anjuran periksa ulang f. Pemberian asuhan sesuai dg KF1,2,3,4 C. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan antara lain: 1. Alat tulis 2. Kertas HVS bergaris 3. Berkas rekam medik pasien postnatal care rawat inap dan rawat jalan 4. Laptop/Komputer 5. LCD D. Prosedur Kerja 1. Buatlah kelompok kerja masing-masing 5 orang mahasiswa 2. Pilih 2 berkas rekam medik yang terdiri dari berkas RM rawat inap dan rawat jalan pada postnatal care 3. Membuat kuesioner dengan tujuan analisis kualitatif medis kasus antenatal care 4. Berikan analisis kualitatif 5. Berikan kesimpulan

95

E. Lembar Kerja 1.

2.

Tulis no rekam medis pasien post natal care (2 dokumen)!

Buatlah kuesioner untuk menganalisis kasus antenatal care rawat inap dan rawat jalan

96

3.

Berikan analisis kualitiatif medis terhadap berkas RM rawat inap dan rawat jalan pasien antenatal care!

4.

Berikan Kesimpulan!

F. Evaluasi Evaluasi dilakukan dengan presentasi, diskusi dan tanya jawab.

97

ACARA PRAKTIKUM/ PRAKTEK

Acara

: 10

Pokok Bahasan

: Kuesioner Analisi kualitatif medis berkas Appendectomy

Acara Praktikum/ Praktek

: Kuesioner Analisi kualitatif medis berkas Appendectomy

Tempat

: Laboratorium RMD

Alokasi Waktu

: 2 x 100 menit praktikum

Dosen Pembimbing

: Tim Dosen Analisis Kuantatitatif dan Kualitati Rekam Medis

f. Tujuan Instruksional Khusus 4) Mahasiswa mampu mengidentifikasi sop / CP penaganan Appendectomy 5) Mahasiswa mampu menyusun kuesioner Analisi kualitatif medis berkas Appendectomy 6) Mahasiswa

mampu

menilai

berkas

rekam

medis

dengan

kasus

Appendectomy

g. Dasar Teori Berikut ini merupakan pedoman penangan pasien / dengan diagnosa Appendectomy CRITICAL PATHWAY REVIEW 1. Assessment The record contains a current patient assessment, with documentation of the following : a) Presence of a combination of the following : 1) History of recent episodes of nausea and vomiting 2) Sudeen onset of diffuse abdominal pain, settling into right lower quadrant pain b) General medical history : 1) Previous treatment for gastrointestinal disorders 2) Any previous surgery 98

3) Any chronic diseases (e.g., diabetes, hypertension, cardiac or respiratory diseases) 4) Medications taken recently or at present 5) Any history of bleeding tendency 6) History and pattern of : i. Smoking ii. Alcohol consumption iii. Recreational drug use 7) Any history of sexually transmitted diseases 8) Allergies and drug sensitivities 9) Menstrual and reproductive history : i. Date and characteristic of last menstrual period ii. Presence/absence of pregnancy c) Physical examination documented, including : 1) Vital signs 2) Examimination by system 3) Focused examination demonstrating : i. Tenderness at McBirney’s point in right lower quadrant ii. Localized pain elicited on coughing iii. Pain on manipulation of right hip joint and thigh d) Laboratory and diagnostic imaging procedures performed and result recomented : 1) Routine preoperative studies, including CBC, urinalysis, and admission panel 2) Chest X-ray 3) ECG 4) Coagulation profile 5) WBC showing leikocitosis 12,000-15,000/ul e) Preoperative care and preparation documented, including : 1) Preoperative nursing assessment and care, including : i. Complete patient identification (name, sex, age) ii. Patient’s report of present symptoms and of care received iii. Medications being used, prescription and non prescription iv. Allergies and drug sensitivities v. Patien oriented to care and procedures to be used vi. Temprature, pulse, blood pressure, respiration documented vii. Antibiotic administered viii. Other preoperative medications administered as as indicated

99

2) Anesthesiologist’s preoperative evaluation of patient, with specification of American Society of Anesthesiologists ( ASA ) class and risk level 3) Determination of time of patient’s last food ingestion 2. Management/Intervention f) Perioperative care : 1) Patient positioned 2) Central line established 3) Surgical prep documented 4) Patients draped 5) Patient placed on monitor 6) Antibiotic cover provided 7) IV sedation started 8) General anestheic started 9) Graphic record started g) Surgical procedure(s) : 1) Intraoperatively, the following monitored : i. Blood loss ii. Fluid replacement iii. Blood preassure iv. ECG v. Blood sugar 2) Procedures performed : i. Pneumoperitoneum established ii. Laparoscopic excision of appendix performed 3) Report by operating surgeon covering the following, written, dictated, or entered into electronic information system (EIS) shortly after surgery : i. Preoperative diagnosis ii. Type of anestheic used iii. Procedures performed iv. Conditon of structures an tissues v. Patient’s condition on transfer from operating room 4) Pathologist report on tissue specimen supporting preoperative diagnosis in record h) Postoperative care and management documented : 1) Surgeon’s postoperative evaluations of patient 2) Postoperative nursing care: i. During recovery, patient on monitor 100

ii. iii. iv. v.

Intraveneous therapy and medication maintaned and monitored Patient monitored for bleeding, pain, and complication Intake and output recorded Fluids and electrolytes monitored

3. Management of Complication i) Peritonitis : 1) Immediate laparotomy performed for excision of ruptured appendix 2) Cefoxitin or combination of amikacin and clindamnycin administered 3) Nasogastric tube inserted 4) Fluids replenished and maintained j) Wound infection of dehiscence : 1) Culture and sensitivity obtained of site and discharge 2) Appropriate antibiotic administered k) Paralytic : 1) Nothing by mouth 2) Nasogastric tube inserted 3) as indicated, Miller-Abbott tube inserted for decompression of small intestine 4) if ileus is minimal, peristaltic stimulants administered and lubricated rectal tube inserted 4. Discharge Status l) Patient discharge under the following conditions: 1) Patient ambulatory 2) Vital signs within normal limits 3) Complications and side effecta absent 4) Wound dry 5) Urination normal 6) Pain controlled with oral analgesic 7) Patient given written intrucctions regarding: i. Avoiding strenuous activity for 2 weeks ii. Avoiding heavy lifting for 6 weeks iii. Showering and wound care if wound still draining iv. Dosages, schedules, and side effects of any medications v. Scheduled follow-up visit to physician 8) Patient accompanied by responsible adult on departure h. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan antara lain: 101

6) Alat tulis 7) Kertas folio bergaris 8) Berkas rekam medis kasus appendiectomy i. Prosedur Kerja 6) Buatlah kelompok kerja masing masing 10 orang mahasiswa 7) Buatlah kuesioner tentang Appendectomy berdasarka CP diatas 8) Carilah berkas rekam medis dengan kasus Appendectomy dan cobalah lakukan penilaian terhadap berkas tersebut

102

ACARA PRAKTIKUM/ PRAKTEK

Acara

: 11

Pokok Bahasan

: Analisis Kualitatif Medis Kasus Diabetes Mellitus Tipe II

Acara Praktikum/ Praktek

: Melakukan analisis medis kasus Diabetes Mellitus Tipe II

Tempat

: Laboratorium RMD

Alokasi Waktu

: 2 x 100 menit praktikum

Dosen Pembimbing

: Tim Dosen Analisis Kuantatitatif dan Kualitatif Rekam Medis

A. Tujuan Instruksional Khusus Setelah melaksanakan praktikum ini diharapkan mahasiswa mampu melakukan analisis kualitatif medis kasus Diabetes Millitus tipe II. B. Dasar Teori 1. Diabetes mellitus Menurut American Diabetes Association (2014), Beberapa patogen Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia diabetes yang kronis berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi dan kegagalan berbagai organ, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah. Sekitar 90-95 % orang dengan diabetes, mereka cenderung mengalami DM Tipe 2 atau disebut sebagai non insulin dependent diabetes. Individu dengan DM Tipe 2 mengalami resistensi insulin dan biasanya memiliki relatif (bukan) kekurangan insulin mutlak. Setidaknya pada awalnya dan sering sepanjang hidup mereka, orang-orang ini tidak memerlukan perawatan insulin untuk bertahan hidup. Sebagian besar bentuk ini penderita diabetes mengalami kegemukan, dan obesitas itu sendiri menyebabkan resistensi insulin tingkat tertentu. Pasien yang tidak 103

mengalami obesitas berat dengan kriteria yang lebih tinggi mungkin memiliki persentase lemak tubuh terutama yang tersebar di daerah perut. Ketoasidosis jarang terjadi secara spontan dalam diabetes jenis ini ketika melihat, ini biasanya timbul dalam hubungannya dengan tekanan karena penyakit lain seperti infeksi. Bentuk ini sering tidak terdiagnosis, diabetes terdeteksi selama bertahun-tahun karena hyperglycemia berkembang secara bertahap dan pada tahap awal seringkali tidak cukup berat untuk pasien untuk melihat salah satu dari gejala klasik diabetes. Risiko terjadinya diabetes melitus tipe 2 meningkat seiring dengan usia, obesitas, dan kurangnya aktivitas fisik. Hal ini terjadi lebih sering pada wanita dengan GDM sebelum dan pada orang dengan hipertensi atau dyslipidemia, dan dalam frekuensi yang berbeda ras dan etnis yang berbeda sub.

2. Klasifikasi Table 2.2 Klasifikasi Etiologis DM DM Tipe 1

DM Tipe 2

DM Tipe Lain

DM Gestational

Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut : a. Autoimun b. Idiopatik Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin. Defek genetik fungsi sel β Defek genetik kerja insulin Penyakit eksokrin pankreas Endokrinopati Karena obat atau zat kimia Infeksi Sebab imunologi yang jarang Sidroma genetik lain yang berkaitan dengan DM DM gestational adalah keadaaan diabetes atau intoleransi glukosa yang timbul selama masa kehamilan, dan biasanya berlangsung hanya sementara

a. b. c. d. e. f. g. h.

Sumber : Perkeni, 2011

104

3.

Dasar-dasar pengobatan DM tipe II Resistensi insulin merupakan dasar dari diabetes tipe 2, dan kegagalan sel  mulai terjadi sebelum berkembangnya diabetes yaitu dengan terjadinya ketidakseimbangan antara resistensi insulin dan sekresi insulin. De Fronzo menyatakan bahwa fungsi sel  menurun sebesar kira-kira 20% pada saat terjadi intoleransi glukosa. Dengan demikian jelas bahwa pendekatan pengobatan diabetes tipe 2 harus memperbaiki resistensi insulin dan memperbaiki fungsi sel . Hal yang mendasar dalam pengelolaan Diabetes mellitus tipe 2 adalah perubahan pola hidup yaitu pola makan yang baik dan olah raga teratur. Dengan atau tanpa terapi farmakologik, pola makan yang seimbang dan olah raga teratur (bila tidak ada kontraindikasi) tetap harus dijalankan.

4.

Target Glikemik Penelitian UKPDS (United Kingdom Prospective Diabetes Study) dan Studi Kumamoto pada pasien DM tipe 2 menunjukkan target glikemik terapi DM tipe 2 yang menghasilkan perbaikan prognosis jangka panjang. Hasil penelitian klinik dan epidemiologik menunjukkan bahwa dengan menurunkan kadar glukosa maka kejadian komplikasi mikrovaskuler dan neuropati akan menurun. Target kadar glukosa darah yang terbaik berdasarkan pemeriksaan harian dan A1C sebagai index glikemia khronik belum diteliti secara sistematik. Tetapi hasil penelitian DCCT (pada pasien diabetes tipe 1) dan UKPDS (pada pasien diabetes tipe 2) mengarahkan gol pencapaian kadar glikemik pada rentang nondiabetik. Akan tetapi pada kedua studi tersebut bahkan pada grup pasien yang mendapat pengobatan intensif ,kadar A1C tidak dapat dipertahankan pada rentang nondiabetik . Studi tersebut mencapai kadar rata-rata A1C ~7% yang merupakan 4SD diatas rata-rata non diabetik. Target glikemik yang paling baru adalah dari ADA (American Diabetes Association) yang dibuat berdasarkan kepraktisan dan projeksi penurunan kejadian komplikasi , yaitu A1C <7%. Konsensus ini menyatakan bahwa kadar A1C  7% harus dianggap sebagai alarm untuk memulai atau mengubah terapi dengan gol A1C < 7%. Para ahli juga menyadari bahwa gol ini mungkin tidak tepat atau tidak praktis untuk pasien tertentu, dan penilaian klinik dengan 105

mempertimbangkan potensi keuntungan dan kerugian dari regimen yang lebih intensif perlu diaplikasikan pada setiap pasien. Faktor-faktor seperti harapan hidup, risiko hipoglikemia dan adanya CVD perlu menjadi pertimbangan pada setiap pasien sebelum memberikan regimen terapi yang lebih intensif. 5.

Metformin Efek utama metformin adalah menurunkan “hepatic glucose output” dan menurunkan kadar glukosa puasa. Monoterapi dengan metformin dapat menurunkan A1C sebesar ~ 1,5%. Pada umumnya metformin dapat ditolerir oleh pasien. Efek yang tidak diinginkan yang paling sering dikeluhkan adalah keluhan gastrointestinal. Monoterapi metformin jarang disertai dengan hipoglikemia; dan metformin dapat digunakan secara aman tanpa menyebabkan hipoglikemia pada prediabetes. Efek nonglikemik yang penting dari metformin adalah tidak menyebabkan penambahan berat badan atau menyebabkan panurunan berat badan sedikit. Disfungsi ginjal merupakan kontraindikasi untuk pemakaian metformin karena akan meningkatkan risiko asidosis laktik ; komplikasi ini jarang terjadi tetapi fatal.

6.

Sulfonilurea Sulfonilurea menurunkan kadar glukosa darah dengan cara meningkatkan sekresi insulin.Dari segi efikasinya, sulfonylurea tidak berbeda dengan metformin, yaitu menurunkan A1C ~ 1,5%. Efek yang tidak diinginkan adalah hipoglikemia yang bisa berlangsung lama dan mengancam hidup. Episode hipoglikemia yang berat lebih sering terjadi pada orang tua. Risiko hipoglikemia lebih besar dengan chlorpropamide dan glibenklamid dibandingkan dengan sulfonylurea generasi kedua yang lain. Sulfonilurea sering menyebabkan penambahan berat badan ~ 2 kg. Kelebihan sulfonylurea dalam memperbaiki kadar glukosa darah sudah maksimal pada setengah dosis maksimal , dan dosis yang lebih tinggi sebaiknya dihindari.

7.

Glinide Seperti halnya sulfonylurea, glinide menstimulasi sekresi insulin akan tetapi golongan ini memiliki waktu paruh dalam sirkulasi yang lebih pendek dari pada 106

sulfonylurea dan harus diminum dalam frekuensi yang lebih sering. Golongan glinide dapat merunkan A1C sebesar ~ 1,5 % Risiko peningkatan berat badan pada glinide menyerupai sulfonylurea, akan tetapi risiko hipoglikemia nya lebih kecil. 8.

Penghambat -glukosidase Penghambat -glukosidase bekerja menghambat pemecahan polisakharida di usus halus sehingga monosakharida yang dapat diabsorpsi berkurang; dengan demikian peningkatan kadar glukosa postprandial dihambat. Monoterapi dengan penghambat -glukosidase tidak mengakibatkan hipoglikemia. Golongan ini tidak seefektif metformin dan sulfonylurea dalam menurunkan kadar glukosa darah; A1C dapat turun sebesar 0,5 – 0,8 %. Meningkatnya karbohidrat di colon mengakibatkan meningkatnya produksi gas dan keluhan gastrointestinal. Pada penelitian klinik, 25-45% partisipan menghentikan pemakaian obat ini karena efek samping tersebut.

9.

Thiazolidinedione (TZD) TZD bekerja meningkatkan sensitivitas otot, lemak dan hepar terhadap insulin baik endogen maupun exogen. Data mengenai efek TZD dalam menurunkan kadar glukosa darah pada pemakaian monoterapi adalah penurunan A1C sebesar 0,5-1,4 %. Efek samping yang paling sering dikeluhkan adalah penambahan berat badan dan retensi cairan sehingga terjadi edema perifer dan peningkatan kejadian gagal jantung kongestif.

10. Insulin Insulin merupakan obat tertua iuntuk diabetes, paling efektif dalam menurunkan kadar glukosa darah. Bila digunakan dalam dosis adekuat, insulin dapat menurunkan setiap kadar A1C sampai mendekati target terapeutik. Tidak seperti obat antihiperglikemik lain, insulin tidak memiliki dosis maximal. Terapi insulin berkaitan dengan peningkatan berat badan dan hipoglikemia. 11. DPP-4 merupakan protein membran yang diexpresikan pada berbagai jaringan termasuk sel imun.DPP-4 Inhibitor adalah molekul kecil yang meningkatkan efek GLP-1 dan GIP yaitu meningkatkan “glucose- mediated insulin secretion” dan mensupres sekresi glukagon. Penelitian klinik menunjukkan bahwa DPP-4 107

Inhibitor menurunkan A1C sebesar 0,6-0,9 %. Golongan obat ini tidak meninmbulkan hipoglikemia bila dipakai sebagai monoterapi. 12. Algoritme pengelolaan Diabetes Mellitus tipe 2 menurut ADA/EASD Algoritme dibuat dengan memperhatikan karakteristik intervensi individual, sinergisme dan biaya. Tujuannya adalah untuk mencapai dan mempertahankan A1C < 7% dan mengubah intervensi secepat mungkin bila target glikekemik tidak tercapai. Tier 1 : “well validated core therapy” Intervensi ini merupakan cara yang terbaik dan paling efektif, serta merupakan strategi terapi yang “cost-effective” untuk mencapai target glikemik. Algoritme tier1 ini merupakan pilihan utama terapi pasien diabetes tipe 2. a. Langkah pertama: Intervensi pola hidup dan metformin. Berdasarkan buktibukti keuntungan jangka pendek dan jangka panjang bila berat badan turun dan aktivitas fisik yang ditingkatkan dapat tercapai dan dipertahankan serta “cost effectiveness” bila berhasil, maka konsensus ini. menyatakan bahwa intervensi pola hidup harus dilaksanakan sebagai langkah pertama pengobatan pasien diabetes tipe 2 yang baru. Intervensi pola hidup juga untuk memperbaiki tekanan darah, profil lipid, dan menurunkan berat badan atau setidaknya mencegah peningkatan berat badan, harus selalu mendasari pengelolaan pasien diabetes tipe 2., bahkan bila telah diberi obat-obatan. Untuk pasien yang tidak obes ataupun berat badan berlebih, modifikasi komposisi diet dan tingkat aktivitas fisik tetap berperan sebagai pendukung pengobatan. Para ahli membuktikan bahwa intervensi pola hidup saja sering gagal mencapai atau mempertahankan target metabolik karena kegagalan menurunkan berat badan atau berat badan naik kembali dan sifat penyakit ini yang progresif atau kombinasi faktor- faktor tersebut. Oleh sebab itu pada konsensus ini ditentukan bahwa terapi metformin harus dimulai bersamaan dengan

intervensi

pola

hidup

pada

saat

diagnosis.

Metformin

direkomendasikan sebagai terapi farmakologik awal, pada keadaan tidak ada kontraindikasi spesifik, karena efek langsungnya terhadap glikemia, tanpa penambahan berat badan dan hipoglikemia pada umumnya, efek samping 108

yang sedikit, dapat diterima oleh pasien dan harga yang relatif murah. Penambahan obat penurun glukosa darah yang lain harus dipertimbangkan bila terdapat hiperglikemia simtomatik persisten. b. Langkah kedua : menambah obat kedua Bila dengan intervensi pola hidup dan metformin dosis maksimal yang dapat ditolerir target glikemik tidak tercapai atau tidak dapat dipertahankan, sebaiknya ditambah obat lain setelah 2-3 bulan memulai pengobatan atau setiap saat bila target A1C tidak tercapai. Bila terdapat kontraindikasi terhadap metformin atau pasien tidak dapat mentolerir

metformin

maka

perlu

diberikan

obat

lain.

Konsensus

menganjurkan penambahan insulin atau sulfonylurea. Yang menentukan obat mana yang dipilih adalah nilai A1C. Pasien dengan A1C > 8,5% atau dengan gejala klinik hiperglikemia sebaiknya diberi insulin; dimulai dengan insulin basal (intermediate-acting atau long –acting). Tetapi banyak juga pasien DM tipe 2 yang baru masih memberi respons terhadap obat oral. c. Langkah ketiga: penyesuaian lebih lajut . Bila intervensi pola hidup, metformin dan sulfonilurea atau insulin basal tidak menghasilkan target glikemia, maka langkah selanjutnya adalah mengintesifkan terapi insulin. Intensifikasi terapi insulin biasanya berupa berupa suntikan “short acting” atau “rapid acting” yang diberikan sebelum makan. Bila suntikan-suntikan insulin dimulai maka sekretagog insulin harus dihentikan. Tier 2 : less wellvalidated therapies Pada kondisi-kondisi klinik tertentu algoritme tingkatan kedua ini dapat dipertimbangkan. Secara spesifik bila hipoglikemia sangat ditakuti (misalnya pada mereka yang melakukan pekerjaan yang berbahaya), maka penambahan exenatide atau pioglitazone dapat dipertimbangkan. Bila penurunan berat badan merupakan pertimbangan penting dan A1C mendekati target (<8%), exenatide merupakan pilihan. Bila inervensi ini tidak efektif dalam mencapai target A1C, atau pengobatan tersebut tidak dapat ditolerir oleh pasien, maka penambahan dengan sulfonilurea dapat dipertimbangkan. Alternatif lain adalah bahwa “tier 2 intervention” dihentikan dan dimulai pemberian insulin basal.

109

C. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan antara lain: 6. Alat tulis 7. Kertas folio bergaris 8. Computer 9. LCD 10. Berkas rekam medik pasien meninggal DM tipe II D. Prosedur Kerja 2. Pilih berkas rekam medik kasus DM tipe II 3. Membuat kuesioner dengan tujuan analisis kualitatif medis kasus DM Tipe II 4. Berikan analisis kualitatif 5. Berikan kesimpulan E. Lembar Kerja 1.

Tulis no rekam medis pasien DM tipe II (5 dokumen)!

110

2.

Buatlah kuesioner untuk menganalisis kasus DM Tipe II

111

3.

Berikan analisis kualitiatif medis terhadap pasien dengan kasus DM tipe II!

112

5.

Berikan Kesimpulan!

G. Evaluasi Evaluasi dilakukan dengan presentasi, diskusi dan tanya jawab.

113

ACARA PRAKTIKUM/ PRAKTEK

Acara

: 12

Pokok Bahasan

: Kuesioner Analisi kualitatif medis berkas Osteoarthiritis

Acara Praktikum/ Praktek

: Kuesioner Analisi kualitatif medis berkas Osteoarthiritis

Tempat

: Laboratorium RMD

Alokasi Waktu

: 2 x 100 menit praktikum

Dosen Pembimbing

: Tim Dosen Analisis Kuantatitatif dan Kualitati Rekam Medis

a. Tujuan Instruksional Khusus 1) Mahasiswa mampu mengidentifikasi sop / CP penaganan Osteoarthiritis 2) Mahasiswa mampu menyusun kuesioner Analisi kualitatif

medis berkas

Osteoarthiritis 3) Mahasiswa mampu menilai berkas rekam medis dengan kasus Osteoarthiritis b. Dasar Teori Berikut ini merupakan pedoman penangan pasien / dengan diagnosa Osteoarthiritis CRITICAL PATHWAY REVIEW 1. Assessment A. The record contains a patient assessment, with documentation of the following: a) Patient’s report of the following: 1) Chronic peripheral joint pai interfering with function 2) Progressive inflammation of peripheral joints 3) Chronic morning stiffness 4) Acute joint inflammation unresponsive to conservative management b) General medical history documented, including: 1) Previous treatment for arthritis or another joint desorder 2) Injuries to the affected joints 3) Any chronic diseases (e.g., diabetes, hypertension,cardiac or respiratory diseases) 114

4) Any previous surgery 5) Any medications taken recently or at present 6) History and pattern of: ii. Smoking iii. Alcohol use iv. Recreational druk use 7) Any history of sexually transmitted diseases 8) Alergies and drug sensitivities v. Biochemical data from laboratory reports B. Dietary plan outlined and patient/family given instruction : a) b) c)

4 small meals per day recommended Foods high in gastric buffering capacity to be used Any applicable weight control measures

2. Management of Complication and Side Effects c)

Contractures : 1) Joint mobility maintained with passive ROM exercies 2) Analgesic administered d) Gastrointestinal bleeding: 1) Salicylates, phenylbutazone, and indomethacin suspended 2) In presence of savere bleeding unresponsive to conservative measures, patient admitted to hospital for transfussion e) Tinnitus and deafness : 1) Salicylates, phenylbutazone, and indomethacin suspended 3. Discharge Status f) Patient discharge from curreent treatment to follow-up program under the following conditions : 1) Patien ambulatory 2) Vital signs within normal limmit 3) Joint pain and stiffness alleviated 4) Complications absent 5) Patient and family given written instructions regarding : i. Any aplicable activity limitations ii. Physical and occupational therapy program and schedule iii. Dosages, schedules, and side effect of any medications iv. Nutritional program and any aplicable nutritional issues v. Scheduled follow-up visit to physician

c. Alat dan Bahan 115

Alat dan bahan yang digunakan antara lain: 1) Alat tulis 2) Kertas folio bergaris 3) Berkas rekam medis kasus osteoarthritis d. Prosedur Kerja 1) Buatlah kelompok kerja masing masing 10 orang mahasiswa 2) Buatlah kuesioner tentang Osteoarthiritis berdasarka CP diatas 3) Carilah berkas rekam medis dengan kasus Osteoarthiritis dan cobalah lakukan penilaian terhadap berkas tersebut

116

ACARA PRAKTIKUM/ PRAKTEK

Acara

: 13

Pokok Bahasan

: Analisis Kualitatif Medis Kasus Kanker Cervix

Acara Praktikum/ Praktek

: Melakukan analisis medis kasus kanker serviks

Tempat

: Laboratorium RMD

Alokasi Waktu

: 2 x 100 menit praktikum

Dosen Pembimbing

: Tim Dosen Analisis Kuantatitatif dan Kualitatif Rekam Medis

A. Tujuan Instruksional Khusus Setelah melaksanakan praktikum diharapkan mahasiswa dapat menganalisis secara kualitatif berkas rekam medik pasien dengan kasus kanker serviks. B. Dasar Teori 1. Anatomi Serviks Serviks merupakan bagian 1/3 bawah dari uterus, berbentuk silindris, menonjol kearah vagina depan atas dan berhubungan dengan vagina melalui ostium uteri eksternal. Kanker dapat timbul dari permukaan vaginal (porsio) atau kanalis servikalis. Aliran limfe dari serviks pre dan post ureteral dan ligamentum sakrouterina kearah kelenjar stasiun pertama yaitu parametrium, iliaka interna, iliaka eksterna, presdakral dan iliaka kommunis. Kelenjar paraaorta merupakan stasiun kedua. 2. Lesi pra kanker adalah kondisi serviks Lesi pra kanker adalah kondisi serviks yang berpotensi menjadi kanker. Kondisi serviks berupadisplasia ringan sel-sel epithelial mukosa serviks yang kemudian berkembang menjadi displasiasedang-berat, karsinoma in-situ dan akhirnya kanker invasif. Penyebab utama lesi pra kanker serviksadalah infeksi virus HPV (human papilloma virus) group onkogenik resiko tinggi; terutama HPV16 dan 18 serta pillogeni. Deteksi lesi pra kanker terdiri atas metode pemeriksaan 117

sitologi Pap tes(konvensional {1} dan liquid-base cytology /LBC){II}, inspeksi visual asam asetat (IVA) {I}, inspeksi visual lugoliodin (VILI), dan test DNA HPV {III}. Metode IVA dan VILI adalah metode yang sederhana, murah, noninvasif, akurasi memadai dan diterima, serta tidak memerlukan fasilitas laboratorium. Metode inidapat dijadikan pilihan di pelayanan primer dan secara massal. Sedangkan untuk masyarakat kota dandaerah-daerah dengan akses pelayanan kesehatan(sekunder dan tersier), metode skrining denganpemeriksaan sitologi akan lebih tepat. 3. Manivestasi Klinik Pada lesi prakanker 92% tidak mempunyai gejala kalau ada hanya berupa rasa kering di vagina. Bila telah menjadi kanker serviks, umumnya gejala yang timbul berupa perdarahan pervaginam (kontak atau diluar masa haid), dan cairan keluar dari liang vagina. Kalau sudah lanjut, gejala dapat berupa keluarcairan yang berbau tidak sedap, nyeri panggul, lumbosakral, gluteus, gangguan berkemih (urinary frequency), nyeri di kandung kemih dan rektum. Kalau sudah bermetastasis maka akan timbul gejala sesuai dengan organ yang terkena. Penyakit residif menunjukkan gejala seperti edema tungkai unilateral, nyeri siatika, dan gejala obstruksi ureter. Pemeriksaan fisik dengan spekulum vagina pada lesi prakanker tidakditemukan kelainan nyata atau hanya lesi berwarna putih dengan asam asetat. Lesi invasif yang masih terlokalisasi terlihat di serviks atau telah meluas ke forniks berwarna kemerahan, granular, atau eksofitik mudah berdarah tanpa atau dengan gambaran nekrotik disertai darah atau cairan yang berbau.Pemeriksaan dalam melalui vagina dapat meraba perluasan ke forniks, sedang pemeriksaan rektal dapat mengetahui besarnya uterus, perluasan ke parametrium, rektum. Kalau penyakit sudah meluas ke luar panggul makan dapat ditemukan gangguan sentral, pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati, masa di abdomen, pelvis, hidronefrosis atau efusi pleura atau tanda penyebaran ke tulang, dll. pemeriksaan klinik. Khusus pemeriksaan sistoskopi dan rektoskopi dilakukan hanya pada kasus dengan stadium IB2 atau lebih. 118

Stadium kanker serviks didasarkan atas pemeriksaan klinik oleh karena itu pemeriksaan harus cermat kalau perlu dilakukan dalam narkose. Stadium klinik ini tidak berubah bila kemudian ada penemuan baru. Kalau ada keraguan dalam penentuan maka dipilih stadium yang lebih rendah. Klasifikasi Stadium a. 0 Karsinoma in situ (karsinoma preinvasif) Karsinoma serviks terbatas di uterus (ekstensi ke korpus uterus dapat diabaikan). b. IA Karsinoma invasif didiagnosis hanya dengan mikroskop.Semua lesi yang terlihat secara makroskopik, meskipun invasi hanya superfisial, dimasukkan 1) IA1 Invasi stroma tidak lebih dari 3,0 mm kedalamannya dan 7,0 mm dan tidak lebih dari 5,0 mm atau kurang ukuran secara horizontal. 2) IA2 Invasi stroma lebih dari 3,0 mm dantidaklebih dari 5,0mm dengan penyebaran 7,0 mm atau kurang c. IB Lesi terlihat secara klinik dan terbatas di serviks atau secara mikroskopik lesi lebih besar dari IA2 1) IB 1 Lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter terbesar 4,0 cm atau kurang 2) IB2 Lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter terbesar lebih dari 4,0 cm d. II Invasi tumor keluar dari uterus tetapi tidak sampai kedinding panggul atau mencapai 1/3 bawah vagina 1) IIA Tanpa invasi ke parametrium 2) IIB Invasi ke parametrium e. III Tumor meluas ke dinding panggul/ atau mencapai 1/3 bawahvagina dan/atau menimbulkan hidronefrosis atau afungsi ginjal 1) IIIATumor mengenai 1/3 bawah vagina tetapi tidak mencapaidinding panggul. 2) IIIB Tumor meluas sampai ke dinding panggul dan atau menimbulkan hidronefrosis atau fungsi ginjal.

119

f. IVA Tumor menginvasi mukosa kandung kemih atau rektum dan/atau meluas keluar panggul kecil (true pelvis). g. IVB Metastasis jauh Penyebaran ke korpus uterus tidak mempengaruhi stadium. Penumbuhan ke dinding panggul pendek dan induratif, kalau tidak nodular dimasukkan sebagai stadium IIB, bukan stadium IIIB. Induratif sulit dibedakan apakah proses kanker ataukah peradangan. Penemuan postoperasi dicatat tetapi tidak merubah stadium yangditetapkan praoperasi. 4. Tata Laksana a. Terdapat beberapa metode pengobatan lesi prakanker serviks: 1) Terapi NIS dengan Destruksi Lokal Yang termasuk pada metode terapi ini adalah krioterapi {I}, elektrokauter {II}, elektrokoagulasi, dan CO2 laser. Penggunaan setiap metode ini bertujuan untuk memusnahkan daerah-daerah terpilih yang mengandung epitel abnormal, yang kelak akan digantikan dengan epitel skuamosa yang baru. a)

Krioterapi ialah suatu usaha penyembuhan penyakit dengan cara mendinginkan bagian yang sakit sampai dengan suhu di bawah nol derajat Celcius. Pada suhu sekurang-kurangnya 25 derajat Celcius sel-sel jaringan termasuk NIS akan mengalami nekrosis. Sebagai akibat dari pembekuan tersebut, terjadi perubahanperubahan tingkat seluler dan vaskuler, yaitu (1) sel‐sel mengalami dehidrasi dan mengerut; (2) konsentrasi elektrolit dalam sel terganggu; (3) syok termal dan denaturasi kompleks lipid protein; (4) status umum sistem mikrovaskular. Pada awalnya digunakan cairan Nitrogen atau gas CO2, tetapi pada saat ini hampir semua alat menggunakan N2O.

b)

Elektrokauter Metode elektrokauter dapat dilakukan pada pasien rawat jalan. Penggunaan elektrokauter memungkinkan untuk pemusnahan jaringan dengan kedalaman 2 atau 3 mm. Lesi NIS I yang kecil di lokasi yang keseluruhannya terlihat pada umumnya dapat disembuhkan dengan efektif. 120

c)

Diatermi Elektrokoagulasi Radikal Diatermi elektrokoagulasi dapat memusnahkan jaringan lebih luas dan efektif jika dibandingkan dengan elektrokauter, tetapi harus

dilakukan

dengan

anestesi

umum.

Tindakan

ini

memungkinkan untuk memusnahkan jaringan serviks sampai kedalaman 1 cm, tetapi fisiologi serviks dapat dipengaruhi, terutama

jika

lesi

tersebut

sangat

luas.

Dianjurkan

penggunaannya hanya terbatas pada kasus NIS 1/2 dengan batas lesi yang dapat ditentukan. d)

CO2 Laser Penggunaan sinar laser (light amplication by stimulation emission of radiation), suatu muatan listrik dilepaskan dalam suatu tabung yang berisi campuran gas helium, gas nitrogen, dan gas CO2 sehingga akan menimbulkan sinar laser yang mempunyai panjang gelombang 10,6u. Perubahan patologis yang terdapat pada serviks dapat dibedakan dalam dua bagian, yaitu penguapan dan nekrosis. Lapisan paling luar dari mukosa serviks menguap karena cairan intraselular mendidih, sedangkan jaringan yang mengalami nekrotik terletak di bawahnya. Volume jaringan yang menguap atau sebanding dengan kekuatan dan lama penyinaran.

2) Terapi NIS dengan Eksisi LEEP (Loop Electrosurgical Excision Procedures) Ada beberapa istilah dipergunakan untuk LEEP ini. Cartier dengan menggunakan kawat loop kecil untuk biopsi pada saat kolposkopi yang menyebutnya

dengan

istilah

diatermi

loop.Prendeville

et

al.

menyebutnya LLETZ (Large Loop Excisional Tranformation Zone). Tatalaksana Kanker Serviks Sesuai Stadium b. Tatalaksana Kanker Serviks Sesuai Stadium 1) Stadium 0/CIS Konisasi {II} (Cold and hot knife). Bila margin free, konisasi sudah adekuat pada yang masih memerlukan fertilitas. Bila tidak free margin re-konisasi. Bila fertilitas tidak 121

diperlukan histerektomi total Bila hasil konisasi ternyata invasif, terapi sesuai tatalaksana kanker invasif. 2) Stadium IA1 (LVSI negatif) Konisasi {II}(Cold Knife) Bila free margin (terapi adekuat) apabila fertilitas dipertahankan. (Tingkat evidens B) Bila tidak free margin dilakukan rekonisasi atau simple histerektomi. Histerektomi

Total

apabila fertilitas tidak

dipertahankan. Stadium IA1 (LVSI positif) Operatif. Trakelektomi radikal dan limfadenektomi pelvik {II} apabila fertilitas dipertahankan. Bila operasi tidak dapat dilakukan karena kontraindikasi medik dapat dilakukan radioterapi {III}. Stadium IA2,IB1,II A1 Pilihan : a) Operatif. Histerektomi radikal dengan limfadenektomi pelvik {III}. (Tingkat evidens 1 / Rekomendasi A) Radioterapi {III}(RT)/ Kemoradiasi {III} ajuvan kalau terdapat faktor risiko yaitu metastasis KGB, metastasis parametrium batas sayatan tidak bebas tumor, deep stromal invasion, LVSI dan faktor risiko lainnya. Apabila hanya metastasis KGB saja, radiasi ajuvan hanya EBRT. Bila tepisayatan tidakbebastumor/closed margin, Pasca radiasi eksterna dilanjutkan dengan brakiterapi ovoid 2 x 10 Gy. b) Non operatif Radiasi (EBRT dan brakiterapi) {III} Kemoradiasi (Radiasi: EBRT plus kemoterapi konkuren dan brakiterapi) 3) Stadium IB 2 dan IIA2 Pilihan: a) Neoajuvan

kemoterapi

{II}

(tiga

seri)

dilanjutkan

radikal

histerektomi dan pelvik limfadenektomi. IB2 dan IIA2 yang direncanakan operasi tanpa kontraindikasi dilakukan kemoterapi neoajuvan terlebih dahulu dan dilakukan nilai ulang paska kemoterapi neoajuvan untuk operabilitasnya. b) Operatif Histerektomi radikal dan pelvik limfadenektomi{III} Pemberian radioterapi (RT)/ Kemoradiasi ® ajuvan kalau terdapat faktor risiko yaitu metastasis KGB, metastasis parametrium,batas sayatan tidak bebas tumor,deep stromal invasion, LVSI dan faktor 122

risiko lainnya. Pasien yang menolak operasi radiasi/kemoradiasi ® definitif Radiasi, atau kemoradiasi ® dengan cisplatin mingguan atau kemoradiasi ® cisplatin-ifosfamide 3 mingguan. 4) Stadium IIB Pilihan : a) Neoajuvan

kemoterapi

{II}

(tiga

seri)

dilanjutkan

radikal

histerektomi dan pelviklimfadenektomi. b) Radiasi atau Kemoradiasi {III} 5) StadiumIII A, III B Kemoradiasi {III} Kemoterapi + radiasi Catatan: Bilaterdapat obstruksi ureter dilakukan pemasangan DJ stent/nefrostomi dan hemodialisa. 6) Stadium IV A Radiasi dan atau kemoradiasi (IIx) mingguan/ 3 mingguan Radiasi 4000 cGY. Respon (+) : Radiasi Eksterna dilanjutkan sampai 50 Gy ditambah BT 2x 850 cGy/ 3x700 cGy. Respon (‐) : Terapi dihentikan Catatan : Bila terdapat obstruksi ureter dilakukan pemasanganDJ stent/Nefrostomi dan hemodialisa. 7) Stadium IV B Terapi

Paliatif(Radiasi{III})

pelvik

/

kemoterapi

dapat

dipertimbangkan): 1. Tumor Primer dilakukan evaluasi keluhan dan gejala 2. Metastasis jauh Terapi nyeri (analgetik step ladder, neural block) Nutrisi Spiritual, Pendidikan, Pendidikan Keluarga. Catatan: Bila terdapat obstruksi ureter dilakukan pemasangan DJ stent/Nefrostomi dan hemodialisa. Bila terdapat efusi pleura dilakukan punksi atau pemasangan WSD Bila terdapat ascites dilakukan punksi ascites. Pasien dengan stadium <4, dan usia muda (< 40 tahun) sebaiknya dilakukan transposisi ovarium. c. Radiasi RE: 46-50 Gy. BT: 2x850 cGy atau 3x700 cGy. Brakiterapi diberikan setelah RE 25 Gy, sebanyak 3 kali dengan jarak 1 minggu diantaranya; RE diteruskanhingga 50 Gy. Jika brakiterapi tidak dapat dilakukan, radiasi eksterna dilanjutkan dengan small field atau 3D Conformal RT. 123

Pengobatan kemoterapi dengan platinum based mingguan akan diberikan intravena selama satu kali seminggu dengan dosis 40 mg/m2 yang diberikan 6-8 jam sebelum radiasi dan diberikan pada hari pertama, atau kedua, atau ketiga minggu I, II, III, IV dan V, minimal 3 kali pemberian. Kemoradiasi 3 mingguan Cisplatin-Ifosphamide, 5Fu-Cisplatin, Cisplatin Vincristin Bleomycin (PVB), Taxan-Carboplatin. Untuk residif : Cisplatin-Ifosphamide -Taxan (TIP) Contoh : CisplatinIfosphamide. Pengobatan

kemoterapi

dengan

cisplatin

yang

diberikan

intravena

selamasetiap 3 minggu dengan dosis 50 mg/m2 dan diberikan juga ifosfamide dengan dosis 2 gr/m2 dan dibarengi dengan pemberian uromitexan, dengan dosis 170% dari dosis ifosfamide. Pemberian uromitexan diberikan50% pra ifosfamide, 100% saat pemberian ifosfamide, dan 20% sesudah pemberian ifosfamide. Syarat 1) Kanker serviks secara histopatologis dan telah dilakukan staging menurut FIGO stadium IB2, IIIB 2) Status penampilan (performance status) berdasarkan a)

Kriteria Eastern Cooperative Oncology Group(ECOG) dengan skor ≤ 2

b)

Laboratorium darah tepi (Hb ≥ 10g%, leukosit ≥ 3.000/m m3, trombosit ≥ 100.000/mm3), fungsi hati (SGOT <27 U/L, SGPT <

mg/d L, CCT >68mL/menit) CCTtergantung regimen dan dapat dilakukan penyesuaian dosis pada gangguan hepar dan ginjal. 3) Perawatan a)

Perawatan perioperative

b)

Perawatan untuk perbaikan keadaan umum, baik pra radiasi atau dalam radiasi.

c)

Perawatan dilakukan untuk pemberian kemoterapi/kemoradiasi 124

d. Prinsip Kemoterapi 1) Kemoradiasi pada karsinoma serviks: Pengobatan kemoterapi dengan platinum based mingguan akan diberikan intravena selama satu kali seminggu dengan dosis 40 mg/m2 yang diberikan 6-8 jam sebelum radiasi dan diberikan pada hari pertama, atau kedua, atau ketiga minggu I, II, III, IV dan V, minimal 3 kali pemberian. 2) Kemoradiasi 3 mingguan: a) Cisplatin-Ifosphamide b) 5Fu-Cisplatin c) Cisplatin Vincristin Bleomycin (PVB) d) Taxan-Carboplatin 3) Pengobatan kemoterapi dengan cisplatin yang diberikan intravena selama setiap 3 minggu dengan dosis 50 mg/m2 dan diberikan juga ifosfamide dengan dosis 2 gr/m2 dan dibarengi dengan pemberian uromitexan, dengan dosis 170% dari dosis ifosfamide. Pemberian uromitexan diberikan 50% pra ifosfamide,100% saat pemberian ifosfamide, dan 20% sesudah pemberian ifosfamide. 4) Untuk residif : Cisplatin-Ifosphamide -Taxan (TIP) Contoh: Cisplatin-Ifosphamide.1 e. Prinsip Radioterapi Pada pasien non-operatif yang masih memiliki serviks intak, radiasi diberikan pada daerah tumor primer dan kelenjar getah bening regional yang memiliki risiko tinggi terhadap penyebaran tumor (whole pelvic radiotherapy/WPRT) dengan dosis 45-50 Gy, terbagi dalam fraksi sebesar 1.8 - 2 Gy per kali nya. Radiasi dilakukan 5 hari dalam seminggu. Daerah tumor primer kemudian ditambahkan booster dengan brakhiterapi, dengan besaran dosis tambahan 3040 Gy pada Titik A, atau 3 x 7 Gy, atau 2 x 8.5 Gy. Bila brakhiterapi tidak dimungkinkan, maka radiasi dapat ditambahkan dengan teknik 3D conformal, atau Intensity Modulated Radiotherapy (IMRT) untuk mencapai total dosis 70-85 Gy.

125

Pemberian brakhiterapi dapat dimulai pasca radiasi eksternal 30 Gy, 40 Gy, atau 50 Gy, secepatnya setelah hasil evaluasi status lokalis memungkinkan untuk dilakukan pemasangan aplikator brakhiterapi. Pada pasien yang telah dilakukan histerektomi, ditemukannya satu atau lebih faktor risiko buruk mengindikasikannya perlu tambahan radiasi adjuvan. Pasien dapat diberikan radiasi pada tumor punctum vagina dan kelenjar getah bening regional sekitar dengan dosis 45-50 Gy. Bila terdapat batas sayatan yang tidak bebas tumor, maka diberikan tambahan dengan brakhiterapi ovoid dengan dosis 2 x 10 Gy, atau 3 x 7 Gy. C. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan antara lain: 1. Alat tulis 2. Kertas folio bergaris 3. Computer 4. LCD 5. Berkas rekam medik kasus cancer servix D. Prosedur Kerja 1. Pilih berkas rekam medik kasus kanker serviks sebanyak 5 dokumen. 2. Membuat kuesioner dengan tujuan analisis kualitatif medis kasus kanker serviks. 3. Berikan analisis kualitatif 4. Berikan kesimpulan E. Lembar Kerja 1.

Tulis no rekam medis pasien kanker serviks!

126

2.

Buatlah kuesioner untuk analisis medis kanker serviks!

127

3.

Berikan analisis kualitatif medis kasus kanker serviks!

128

4.

F.

Berikan Kesimpulan!

Evaluasi Evaluasi dilakukan dengan presentasi, diskusi dan tanya jawab 129

DAFTAR PUSTAKA

Carroll, JG. 2001. Monitoring Patient Progress Using Indicators To Evaluate Quality. Chicago. Thomson Delmar Learning. Depkes RI. 2006. Pedoman Penyelenggaraan dan Prosedur Rekam Mrdis Rumah Sakit di Indonesia. Jakarta: DEPKES RI Hatta, Gemala R. 2010. Manajemen Informasi Kesehatan di Sarana Pelayanan Kesehatan. Jakarta: UI Press Hatta, Gemala R. 2013. Materi Pelatihan Analisis Kuantitatif dan Kualitatif Metode Hatta. Ciloto. Huffman, EK. 1994. Health Information Mnagement Physicians Record. Company Berwyn Iilnois Widodo J Pudjirahardjo. 2011. Materi Pelatihan Clinical Pathway. Surabaya.

Wijaya, Lili. 2003. Materi Pelatihan Manajemen Rekam Medis dan Informasi Kesehatan Analisis Rekam Medis. Yogyakarta: RS Bethesda KemenkesRI. 2013. Sistematika Pedoman Pengendalian Penyakit Demam Typhoid. Jakarta Nainggolan, Rani. 2009. Skripsi Karakteristik Penderita Demam Typhoid Rawat Inap Di Rumah Sakit Tentara TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar Tahun 2008. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Medan Direktorat Bina Kesehatan Ibu, Ditjen Bina Gizi, KIA Kementerian Kesehatan RI. 2013. Rencana Aksi Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu Di Indonesia. Jakarta (http://www.gizikia.depkes.go.id/download/RAN-PP-AKI-2013-2015.pdf) Division of Reproductive Health. 2013. Saving Mothers, Giving Life Mortality Maternal: Atlanta, GA (http://www.cdc.gov/reproductivehealth/Global/PDFs/SMGL_MORTALITY_508 tagged.pdf) Helen Varney, et al. 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC Juharni Sri, Tangking Widarsa, DN Wirawan. 2012. Faktor Risiko Kematian Ibu Sebagai Akibat Komplikasi Kehamilan, Persalinan Dan Nifas Di Kabupaten Bima Tahun 2011–2012. Bima 130

(http://www.library.gunadarma.ac.id/journal/view/10158/faktor-risiko-kematianibu-sebagai-akibat-komplikasi-kehamilan-persalinan-dan-nifas-di-kabupatenbima-tahun-2011-2012.html/) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor: 604/Menkes/SK/VII/2008 tentang Pedoman Pelayanan Maternal Perinatal Pada Rumah Sakit Umum Kelas B, Kelas C Dan Kelas D. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta Kemenkes RI. 2015. Panduan Pelayanan Kanker Serviks. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta Mardani Rita, N. Kadek Sri Eka Putri. 2012. Hubungan Partus Lama Dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum Pada Primigravida Dan Multigravida Di Rumah Sakit Umum Daerah Sragen. Karanganyar (http://ejurnal.mithus.ac.id/index.php/maternal/article/viewFile/182/166) Mayasari Wulan. 2012. Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Nyeri Ny. W : Post SC Indikasi Postmatur Dengan Oligohidramnion Di Bangsal Bougenvil RSUD Sukoharjo. Surakarta: Studi Kasus Mills Samuel. 2011. Maternal Death Audit as a Tool Reducing Maternal Mortality. Washington DC: HNPNotes (Penyunting Gwyneth Lewis (UK Department of Health), Lale Say (WHO), Mathai Matthews (WHO), and Peter Okwero (AFTHE, World Bank) (http://siteresources.worldbank.org/INTPRH/Resources/3763741278599377733/MaternalDeathAuditMarch22011.pdf) Pollin Richard A., the Committee On Fetus And Newborn. 2012. Management of Neonates With Suspected or Proven Early-Onset Bacterial Sepsis. Amerika: the American Academy of Pediatrics (http://pediatrics.aappublications.org/content/129/5/1006.full.html) Respatiningrum, Mega Putri A Br.Nainggolan dan Ria Pratidina Lestari. 2012. Hubungan Kejadian Asfiksia Neonatorum dengan Perkembangan Bayi Usia 612 bulan di Ruang Anggrek RSUD Kota Tanjungpinang Tahun 2012. Tanjungpinang: Jurnal Kebidanan UNICEF. 2011. Strategy For The Reduction Of Maternal,Perinatal And Infant Morbidity And Mortality. Brazil (http://www.unicef.org/lac/TREBOL_-_INGLES.pdf) World Health Organization. 2006. Neonatal and Perinatal Mortality Country, Regional and Global Estimates. Perancis (http://whqlibdoc.who.int/publications/2006/9241563206_eng.pdf) 131

World Health Organization. 2010. Indonesia Maternal And Perinatal Health Profile. Indonesia (http://www.who.int/maternal_child_adolescent/epidemiology/profiles/maternal/i dn.pdf) World Health Organization. Maternal mortality ratio, Data by country (http://apps.who.int/gho/data/node.main.MATMORT?lang=en)

132

Related Documents


More Documents from "Siti Rahmah Sugesti"